manasik haji 2

mbil 
miqat: 
Di asrama haji embarkasi, atau a) 
Di dalam pesawat ketika pesawat melintas b) 
sebelum atau di atas Yalamlam/Qarn al-
Manazil, atau 
Bandar Udara King Abdul Aziz (KAIA) 
Jeddah
Jemaah haji yang sudah berada/ mukim di 
Makkah mengambil miqat di Ji’ranah, Tan’im, 
Hu dai biyah, dan tanah halal lainnya. 
Tah5. {allul umrah
Tah {allul umrah adalah keadaan sese orang setelah 
melaksanakan semua rukun umrah dan karena itu 
dihalalkan (diboleh kan) melakukan perbuatan yang 
sebe lumnya dilarang selama ber-ihram um rah. 
Hukum Umrah Sunah Berulangkali Saat Haji6. 
Menurut Imam Malik dan Ibn Taimiyah, makruh 
umrah lebih satu kali dalam setahun. Sekalipun Imam 
Syafi’i dan Imam Hanbali berpendapat boleh, namun 
Imam Hanbali mensyaratkan minimal jeda sepuluh 
hari dari umrah sebelumnya. Sementara Ibn Abbas, 
Atha’ dan Thawus berpendapat bagi orang yang 
sudah mukim di Makkah (minimal empat hari), lebih 
utama melaksanakan tawaf sunah ketimbang umrah 
sunnah  berulangkali. 
Haji
Pengertian Haji1. 
Haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) 
untuk melakukan amalan-amal an, antara lain: wukuf 
di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, thawaf 
2  Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 5 hlm. 14-17  Ibnu taimiyah, 
Al-Majmu’ al-Fatawa, juz 26 hlm. 142-143. Wahbah az-Zuhaili, Fiqh 
al-Islam wa Adillatuhu, juz 3 hlm. 16.  Al-Jazairi, Fiqh alal Mazahib 
al-arba’ah, juz 1, 618
di Ka’bah, sa’i, dan amalan lainnya pada masa 
tertentu demi memenuhi panggilan Allah SWT dan 
mengharapkan ridla-Nya semata.
Hukum Haji
Ibadah haji adalah wajib bagi umat Islam yang 
telah memenuhi syarat. Ibadah haji diwajibkan hanya 
sekali seumur hidup. Hukum haji kedua dan seterusnya 
adalah sunat. Tapi, bagi mereka yang bernadzar haji, 
hukum haji itu menjadi wajib akibat nadzar.
Waktu Mengerjakan Haji3. 
Ibadah haji dilaksanakan pada bulan haji 
(Dzulhijjah), tepatnya ketika waktu wukuf di Arafah 
tiba (9 Dzulhijjah), hari Na h {r (10 Dzulhijjah), dan hari-
hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Syarat, Rukun, dan Wajib Haji4. 
Syarat haji adalah:a. 
Islam1) 
Baligh (dewasa)2) 
Aqil (berakal sehat)3) 
Merdeka (bukan hamba sahaya)4) 
Isti5) t }a’ah (mampu).
Istit}a’ah berarti seseorang mampu melaksanakan 
ibadah haji ditin jau dari segi:
Jasmani:a) 
Sehat, kuat, dan sanggup secara fisik 
melaksanakan ibadah haji.
Rohani:b) 
Mengetahui dan memaha mi manasik 
haji.
Berakal sehat dan me2. miliki kesiapan 
mental untuk me laksanakan ibadah haji 
de ngan perjalanan yang jauh.
Ekonomi:c) 
Mampu membayar Biaya Perjalanan 
Ibadah Haji (BPIH) yang ditentu kan oleh 
pemerintah dan ber asal dari usaha/
harta yang halal.
Biaya haji yang dibayarkan bukan 
berasal dari sa tu-satunya sumber kehi-
dupan yang apabila sumber kehidupan 
itu dijual terjadi kemudla rat an bagi diri 
dan keluar ga nya.
Memiliki biaya hidup bagi ke luarga yang 
ditinggal kan.
Keamanan:d) 
Aman dalam perjalanan dan pelaksanaan 
ibadah haji.
Aman bagi keluarga dan harta benda 
serta tugas dan tanggung jawab yang 
di tinggalkan.
Tidak terhalang, misalnya mendapat 3. 
kesempatan atau izin per jalanan 
haji termasuk men da patkan 
kuota tahun ber jalan, atau tidak 
mengalami  pencekalan.  
Rukun haji b. 
Rukun haji adalah rangkaian amalan yang harus 
dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti 
dengan amalan lain, walaupun dengan dam. Jika rukun 
ini diting gal kan, ibadah haji seseorang tidak sah. 
Rukun haji adalah :
Ihram (niat) 1) 
Wukuf di Arafah;2) 
Thawaf ifad3) }ah;
Sa’I;4) 
Cukur;5) 
Tertib.6) 
Wajib haji c. 
Wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus 
dikerjakan dalam ibadah haji yang bila salah satu 
amalan itu tidak dikerjakan ibadah haji seseorang tetap 
sah tapi dia harus membayar dam. Jika seseorang 
sengaja meninggalkan salah satu rangkaian amalan itu 
tanpa adanya uzur syar’i, ia berdosa. Wajib haji adalah:
Ihram, yakni niat berhaji dari 1) mīqāt;
Mabit di Muzdalifah;2) 
Mabit di Mina;3) 
Melontar Jamrah Ulā, Wus4) t }a dan Aqabah;
Thawaf wada’ (bagi yang akan me ninggalkan 5) 
Makkah).
Macam-macam Pelaksanaan Haji5. 
Berdasarkan pelaksanaan, ibadah haji dibagi 
menjadi tiga macam, yaitu:
Haji ifrāda. 
Kata ifrād berarti menyendirikan. Artinya, 
seseorang melaksanakan ibadah haji saja tanpa 
melaksanakan umrah. Orang yang melaksanakan haji 
jenis ini tidak dikenakan dam dan dapat dilaksanakan 
dengan cara, yaitu:
Melaksanakan haji saja (tanpa melaksanakan 
umrah);
Melaksanakan haji dulu, lalu melaksanakan 
umrah setelah selesai berhaji.
Selain kedua cara tersebut, haji  ifrad juga bisa 
dilakukan dengan dua acara yang lain.
Haji qirānb. 
Kata qirān berarti berteman atau bersamaan. 
Maksudnya, orang melaksanakan haji dan umrah 
secara bersamaan dengan sekali niat untuk dua 
pekerjaan, tetapi diharuskan membayar dam
Haji tamattu’c. 
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang. 
Maksudnya, orang melaksanakan umrah terlebih 
3  1). Melaksanakan umrah di luar bulan-bulan haji, menyusul 
melaksanakan haji pada bulan haji;  Melaksanakan umrah pada 
bulan-bulan haji kemudian pulang ke tanah air, menyusul pergi 
haji pada bulan-bulan haji di tahun yang sama.
dahulu pada bulan-bulan haji, lalu ber-tah}allul,  
kemudian berih}rām haji dari Makkah atau sekitarnya 
pada 8 Dzulh}ijjah (hari Tarwiyah) atau 9 Dzulh}ijjah 
tanpa harus kembali lagi dari miqat semula. Selama 
jeda waktu tah}allul itu, dia bisa bersenang-senang 
karena tidak dalam keadaan ih}rām dan tidak terkena 
larangan ih}rām tapi dikenakan dam.
Miqat C. 
Ada dua jenis miqat, miqat zamani dan 
miqat makani. Miqat zamani adalah batas waktu 
melaksanakan haji. Menurut jumhur ulama’, miqat 
zamani dimulai sejak 1 Syawwal sampai terbit fajar  
Dzulhijjah. Miqat makani adalah batas tempat untuk 
memulai ihram haji atau umrah. 
Tempat berihram haji atau umrah adalah 
sejumlah tempat yang ditentukan sebagai miqat, 
sebagaimana sabda Nabi : 
Artinya:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Ra su lullah 
SAW. Menetapkan miqat bagi penduduk 
Madinah adalah Zulhulaifah, bagi 
penduduk Syam adalah Ju’fah, bagi pen 
duduk Najd adalah Qarnul Manazil, dan 
bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam”. 
Nabi bersabda, “Itu lah miqat bagi mereka 
dan bagi siapa saja yang datang di sana 
yang bukan penduduknya yang ingin 
haji dan umrah, bagi yang lebih dekat 
dari itu (dalam garis miqat), maka dia 
(melaksanakan) ih}rām dari kampungnya, 
se hing ga penduduk Makkah ih}rāmnya 
dari Makkah.4 (HR. Muslim dari Ibnu 
‘Abbas RA).
Adapun miqat jemaah haji Indonesia sebagai 
berikut : 
Miqat 1. makani jemaah haji gelombang I
yang datang dari Madinah adalah Zulhulaifah 
(Abyar Ali).
Miqat 2. makani jemaah haji gelombang II yang 
turun di Jeddah adalah : 
Asrama haji embarkasi di tanah air.
4  Muslim nomor hadits 1181.
Menurut jumhur ulama, berih}rām sebelum 
miqat mans}us} (yang ditentukan) adalah sah, 
berdasar hadis riwayat Umi Salamah:
 
Artinya:
Dari Ummu Salamah RA Rasulullah SAW 
bersabda: “Siapa saja yang berih}rām haji 
atau umrah dari Masjidil Aqsha ke Masjidil 
Haram, maka diampuni dosanya yang 
telah lalu dan yang akan datang dan pasti 
mendapat surga.”5 (HR.  Al- Baihaqi dari 
Ummi Salamah RA).
Berihram sebelum miqat, menurut Abu Hanifah 
lebih afdhal.6 Hanya saja penting diperhatikan 
bahwa bagi jemaah haji yang memulai ihram 
dari asrama haji embarkasi harus menjaga 
larangan ihram sejak niat ihram, selama dalam 
perjalanan (penerbangan lebih kurang 8-11 
jam), hingga tahallul.
Di dalam pesawat, sesaat sebelum pesawat b) 
berada pada posisi sejajar dengan Qarnul 
manazil atau Yalamlam. Namun, mengingat 
pesawat bergerak dengan kecepatan 
lebih dari 800 km/jam, atau lebih dari 
km/detik, jemaah haji hendaknya segera 
melaksanakan niat ihram setelah kru 
pesawat menyampaikan pengumuman 
bahwa pesawat mendekati posisi miqat. 
Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Bandara 
ini dijadikan miqat setelah Mejelis Ulama 
Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa 
pada 28 Maret 1980 tentang keabsahan 
Bandara Jeddah dijadikan miqat lalu fatwa 
tersebut dikukuhkan kembali pada 19 
September 1981. Hanya saja, karena sejak 
2018 pemerintah Arab Saudi menerapkan 
kebijakan percepatan masa keberadaan 
jemaah haji di bandara (fast track) sehingga 
mereka tak bisa lagi berlama-lama di 
bandara, jemaah haji kini sudah harus 
mengenakan pakaian ihram sejak dari 
asrama haji embarkasi karena mereka 
sudah tidak bisa lagi mandi sunat ihram, 
berganti pakaian ihram dan shalat sunah 
ihram di bandara Jeddah. 
Ihram D. 
Kata Ihram berasal dari kata  امارحا – مرحي – مرحا, yang 
berarti mengharamkan. Dalam kontek haji dan umrah, 
ih}rām berarti, ةمرحلا ىف لوخدلا (masuk dalam keharaman). 
Sedangkan menurut istilah, ih}rām وا  جحلا  ىف  لوخدلا  ةين 
ةرمعلا artinya niat masuk (mengerjakan) ibadah haji 
atau umrah dengan mengharamkan hal-hal yang 
dilarang selama berih}rām. Dengan mengucapkan niat 
ihram haji atau umrah, seseorang berarti telah mulai 
melaksanakan haji atau umrah. 
Sunah-Sunah ihram 1. 
Sebelum berihram, jemaah haji disunahkan : 
Mandi;a. 
Memakai wangi-wangian pada tubuhnya;b. 
Memotong kuku dan merapikan jenggot, c. 
rambut ketiak dan rambut kemaluan;
Memakai kain ihd. }ram yang berwarna putih;
She. alat sunnah ihram dua raka’at. 
Pakaian Ihram 2. 
Jemaah pria memakai dua helai kain ihram. Satu 
kain disarungkan dan satu kain lainnya diselendangkan 
di kedua bahu dengan menutup aurat. Saat ia tawaf, 
disunahkan memakai kain ihram dengan cara idhtiba’, 
yaitu meletakkan bagian tengah selendang di bawah 
bahu kanan, sedangkan kedua ujungnya di atas 
bahu  kiri. 
Jemaah perempuan memakai pakaian 
yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan 
kedua tangan dari pergelangan tangan sampai 
ujung jari (kaffain), baik telapak tangan  maupun 
punggung  tangan. 
Contoh Berpakaian Ihram Perempuan
Larangan Ihram3.  
Selama dalam keadaan ihram, seorang jemaah 
haji wajib menjaga dirinya agar tidak melanggar satu 
pun larangan ihram yang terdiri atas:
Laki-laki dilarang:a. 
Memakai pakaian bertangkup (pakaian yang 1) 
antar ujung kain disatukan secara permanen 
seperti celana atau baju)
Memakai kaos kaki atau sepatu yang menutupi 2) 
mata kaki dan tumit;
Menutup kepala yang melekat seperti  topi atau 
peci dan sorban.
Perempuan dilarang:b. 
Menutup kedua telapak  tangan dengan kaos 
tangan; 
Menutup muka dengan cadar. 
Selama berihram baik laki-laki maupun 
perempuan  dilarang: 
Memakai wangi-wangian kecuali yang sudah 
dipakai di badan sebelum niat haji/umrah; 
Memotong kuku dan mencukur atau mencabut 
rambut dan bulu badan;
Memburu dan menganiaya/ membunuh 
binatang dengan cara apa pun, kecuali 
binatang yang membahayakan mereka;
Memakan hasil buruan;4) 
Memotong kayu-kayuan dan mencabut 
rumput;
Menikah, menikahkan atau meminang 
perempuan untuk dinikahi;
Bersetubuh dan pendahuluannya seperti 
bercumbu, mencium, merayu yang 
mendatangkan syahwat;
Mencaci, bertengkar atau mengucapkan kata-
kata kotor;
Melakukan kejahatan dan maksiat;
Memakai pakaian yang dicelup dengan bahan 
yang wangi.
Hal-hal yang diperbolehkan ketika ihram 
Dalam kondisi ihram, jemaah diperbolehkan : 
Membunuh binatang buas atau yang a. 
membayakan, misalnya kalajengking, tikus, 
ular, anjing buas, gagak, nyamuk, lalat; 
Mandi; 
Menyikat gigi; c. 
Berbekam;d. 
Memakai minyak angin, balsem, yang 
dimaksudkan untuk pengobatan; 
Memakai kacamata, jam tangan, cincin, ikat 
pinggang; 
Bernaung di bawah payung, mobil, tenda dan 
pohon;
Membuka tangan dan kaki bagi wanita ketika 
berwudhu di tempat wudhu perempuan;
Mencuci dan mengganti kain ihram;i. 
Menggaruk kepala dan badan;j. 
Menyembelih binatang ternak yang jinak dan 
binatang buruan laut;
Memakai perhiasan bagi wanita.  
Ihram Isytirath 
Ihram isytirath adalah ihram yang disertai dengan 
persyaratan. Hal ini dilakukan bila seseorang khawatir 
7  Ulama Syafi’iyah membolehkan mandi menggunakan 
sabun, madzhab Hanafi tidak membolehkan mandi menggunakan 
sabun, madzhab Maliki membolehkan mandi hanya untuk 
mendinginkan badan, bukan untuk membersihkan badan. 
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu, juz III hlm. 239.
dia bakal terhalang oleh suatu masyaqqah (kesulitan) 
seperti sakit atau halangan lain saat melaksanakan 
ibadah haji atau umrah. Karena itu, seyogyanya 
seorang jemaah haji risti, lansia  dan sakit melakukan 
ihram isytirat. Terlebih bagi jamaah sakit yang akan 
dievakuasi masuk ke Mekkah dan jemaah haji peserta 
safari wukuf saat ia berniat ihram sebelum menuju 
Arafah. Niat isytirat dilakukan dengan menambah 
kalimat isytirath setelah ia melafalkan niat ihram, 
sebagai berikut:
Artinya:
Jika aku terhalang oleh sesuatu, ya Allah, maka 
aku akan bertah}allul di tempat aku terhalang itu.
Tabdilun Niyat Atau Mengganti Niat6. 
Tabdilun niyat adalah mengubah niat dari ihram 
haji menjadi niat ihram umrah atau sebaliknya. Hal ini 
dibolehkan jika: 
Jemaah terbentur halangan akibat perawatan a. 
kesehatan; misalnya sejak awal seorang 
jemaah berniat haji ifrad tapi karena kondisi 
kesehatannya menuntutnya segera mengakhiri 
ihram, dia dibolehkan mengubah niat ihram 
menjadi niat umrah dan jenis haji yang dia 
laksanakan berubah jadi haji tamattu’; 
Jemaah terbentur halangan b. syar’i seperti 
haidh. Misalnya seorang jemaah perempuan 
berniat ihram umrah dari miqat tapi sesampai 
di Mekkah dia tidak bisa menyelesaikan 
umrahnya karena belum suci, sementara 
waktu wukuf sudah tiba,  dalam kondisi ini dia 
bisa mengubah niat ihram umrahnya menjadi 
niat haji qiran. 
Jemaah haji yang melakukan perubahan 
niat dikenakan dam dengan menyembelih 
seekor  kambing. 
Talbiyah E. 
Pengertian Talbiyah 1. 
Talbiyah menurut bahasa artinya pemenuhan, 
jawaban, pengabulan terhadap sebuah panggilan 
dengan niat dan ikhlas. Menurut istilah, talbiyah 
berarti ungkapan kalimat yang diucapkan untuk 
memenuhi panggilan Allah SWT dalam keadaan ih}rām 
haji atau  umrah. 
 2. Hukum Membaca Talbiyah 
Menurut Imam Abu Hanifah, hukum membaca 
talbiyah adalah syarat sah ih}rām. Menurut Imam 
Maliki, hukum membaca talbiyah wajib. Sedangkan 
menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, 
hukum membaca talbiyah adalah sunat.
Waktu Membaca Talbiyah3.  
Talbiyah mulai dibaca setelah niat ih }rām dari 
miqat, baik ihram haji maupun ihram umrah. Waktu 
berakhirnya bacaan talbiyah adalah: 
Ketika orang yang berumrah hendak memulai a. 
tawaf bagi jemaah yang melakukan umrah; 
Ketika orang yang berhaji telah selesai b. 
melontar Jamrah Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah 
bagi jemaah yang melaksanakan haji, lalu 
mengganti talbiyah dengan bacaan takbir.
Bacaan Talbiyah 4. 
Jemaah laki-laki membaca talbiyah dengan 
suara keras, sedangkan perempuan membaca 
talbiyah dengan suara pelan. Bacaan talbiyah adalah 
sebagai  berikut :
Talbiyaha. 

Artinya:
Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya 
Allah, aku datang memenuhi panggilan-
Mu, aku datang meme nuhi panggilan-
Mu, tidak ada se ku tu bagi-Mu, aku datang 
8  Al-Bukhari, nomor hadits 1549, lafal Talbiyah dari Nabi 
SAW.
meme nuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya 
se ga  la puji, kemuliaan dan segenap ke­
kuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu 
bagi-Mu.
Shalawatb. 

Artinya:
Ya Allah limpahkan rahmat dan salam 
kepada Nabi Muhammad dan keluarganya.
Doa setelah shalawatc. 

Artinya:
Ya Allah, sesungguhnya kami me mohon 
keridhaan-Mu dan surga-Mu, kami 
berlindung kepada-Mu dari kemurkaan-
Mu dan siksa neraka. Wahai Tuhan kami, 
berilah kami kebaikan di dunia dan 
kebaikan di akhirat dan hindar kanlah kami 
dari siksa ne raka.
Tawaf F. 
Pengertian 1. 
T}awāf menurut bahasa berarti mengeli lingi. 
Sedangkan menurut istilah berarti mengelilingi 
Baitullah sebanyak tujuh kali putaran dengan posisi 
Ka’bah berada di sebelah kiri, dimulai dari Hajar Aswad 
dan berakhir di Hajar Aswad.
Syarat sah thawaf
Suci dari hadas dan najis;a. 
Menutup aurat;b. 
Berada di dalam Masjidil Haram termasuk 
di area perluasan pada lantai dua, tiga, atau 
empat, meskipun dengan posisi melebihi 
ketinggian Ka’bah dan terhalang antara dirinya 
dengan Ka’bah;
Memulai dari Hajar Aswad;d. 
Ka’bah berada di sebelah kiri;e. 
Di luar Ka’bah (tidak di da lam Hijir Ismail);
Mengelilingi Ka’bah seba nyak tujuh kali 
putaran;
Niat tersendiri, jika tha waf yang dia lakukan 
berdiri sendiri, tidak terkait dengan haji 
dan  umrah.
Sunah-Sunah Tawaf 
Memegang Hajar Aswad, menciumnya, serta 
meletakkan jidat di atasnya pada awal t}awāf. 
Namun semua sunah ini tidak dianjurkan 
bagi perempuan kecuali jika tempat t }awāf 
lengang. Jika tidak memungkinkan, cukup 
semua itu dilakukan dengan isyarah melalui 
tangan  kanan. 
Membaca doa ma’tsur pada saat memulai tb. } awāf 
setelah istilām sambil mengangkat  tangan:
Melakukan c. ramal (berjalan cepat) bukan berlari 
bagi kaum lelaki dan tidak membuat lompatan 
pada putaran pertama sampai ketiga, dan 
berjalan biasa pada putaran selanjutnya; 
Melakukand.  idhthiba’ bagi laki-laki, yaitu 
meletakkan bagian tengah selendang di 
bawah bahu kanan, sedangkan kedua 
ujungnya diletakkan di atas bahu kiri, sehingga 
bahu kanan terbuka dan bahu kiri tertutup;
Mendekat pada Ka’bah bagi kaum laki-laki jika e. 
sekeliling Ka’bah tidak dalam kondisi penuh 
sesak dan membuatnya menderita, sedangkan 
bagi kaum perempuan disunnahkan menjauh 
dari Ka’bah; 
Berjalan kaki bagi yang mampu; bagi yang 
tidak mampu dapat menggunakan kursi roda 
atau skuter matik;
Mengusap rukun Yamani.
 Macam-Macam Tawaf
Tawaf ada lima macam yaitu tawaf rukun, 
tawaf qudum, tawaf sunat, dan tawaf wada’ dan 
tawaf  nadzar. 
Tawaf rukun a. 
Tawaf rukun ada dua, yaitu tawaf rukun haji yang 
disebut tawaf ifadhah atau tawaf ziyarah, dan tawaf 
rukun umrah.
Tawaf Qudumb. 
Tawaf qudum merupakan penghormatan kepada 
Baitullah. Bagi jemaah yang melakukan haji ifrad atau 
qiran, hukum tawaf qudum adalah sunat, dilaksanakan 
di hari pertama kedatangannya di Mekkah. Bagi jemaah 
haji yg melakukan haji tamattu tidak disunahkan 
melakukan tawaf qudum karena tawaf qudum yang ia 
lakukan sudah termasuk di dalam tawaf umrah. 
Tawaf sunat c. 
Tawaf sunat adalah tawaf yang dikerjakan dalam 
setiap kesempatan masuk ke Masjidil Haram dan tidak 
diikuti dengan sa’i. 
Tawaf wada’d. 
Tawaf wada’ merupakan penghormatan akhir 
kepada baitullah. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam 
Syafi’i, Imam Ahmad, dan kebanyakan ulama, hukum 
tawaf wada’ adalah wajib bagi jamaah haji yang akan 
meninggalkan Makkah. Jemaah yang meninggalkan 
tawaf wada’ dikenakan dam satu ekor kambing 
berdasarkan hadis Riwayat Bukhari Muslim bahwa 
Nabi SAW memberikan rukhs}ah (keringanan) kepada 
perempuan yang haid untuk tidak t}awāf wada’. 
Berdasar hadist ini disimpulkan bahwa hukum 
t}awāf wada’ adalah wajib sebab rukhs}ah hanya 
berlaku dalam hal yang wajib. 9  Perempuan yang 
haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan tawaf 
wada’. Penghormatan kepada Baitullah cukup 
dilakukan dengan berdoa di depan pintu gerbang 
Masjid  al-h} arām.  
Menurut pendapat Imam Malik, Dawud, dan Ibnu 
Mundzir, hukum tawaf wada’ adalah sunah. Seseorang 
yang tidak mengerjakan tawaf wada’  tidak diharuskan 
9  Muh}ammad Ahmad, Fiqh al-Haj wa al-‘Umrah wa al-
Ziyarah, 
membayar dam. 10 Menurut Imam Malik, orang sakit 
atau użur dapat mengikuti pendapat ini. 
Te. }awāf nazar
t}awāf nazar hukumnya wajib dikerjakan dan 
waktunya kapan saja.
Tawaf Bagi Jemaah Uzur 5. 
Jemaah uzur atau sakit dapat melakukan tawaf 
dengan kursi roda di lantai satu, lantai dua, atau lantai 
empat. Kursi roda bisa dibawa sendiri oleh jemaah atau 
menyewanya berikut biaya jasa pendorong. Jemaah 
uzur atau sakit juga dapat melakukan tawaf dan sa’i 
dengan menggunakan ‘arabah kahrubaaiyyah (skuter 
matik) roda empat bertenaga baterai. Penggunaan 
fasilitas ini dilakukan dengan cara menyewa dan 
disediakan. Fasilitas ini disediakan secara khusus di 
lantai tiga mezzanine. 
Tidak ada perbedaan di kalangan para ahli fikih 
tentang diperbolehkannya jemaah udzur, lansia atau 
sakit, melakukan tawaf dengan menggunakan kursi 
roda atau skuter. Ibnu Qudamah mengatakan 

Artinya;
Aku tidak mengetahui adanya khilaf di 
antara para ahli ilmu mengenai sahnya 
thowaf dengan berkendara, di kala 
ada  udzur.
Menurut Syafi’iyah, tawaf dengan berjalan kaki 
hukumnya sunnah. 13 Namun, bagi jemaah yang tidak 
dalam kondisi uzur, para ulama’ berbeda pendapat. Ada 
yang tidak membolehkan tawaf dengan kendaraan 
dengan alasan hukum yang berlaku dalam tawaf sama 
dengan yang berlaku dalam salat. Kalangan Malikiyah 
dan Hanifiyah membolehkannya namun harus 
membayar dam karena berjalan kaki saat tawaf adalah 
wajib. Ada pula ulama yang membolehkan tawaf 
menggunakan kendaraan, antara lain diungkapkan oleh 
Imam Ibn Mundzir, dengan alasan Nabi sendiri pernah 
melaksanakan tawaf dengan mengendarai unta. Tawaf 
berkendaraan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw 
ketika haji wada’. sebagaimana hadist  berikut : 
 Ʀص Şǽا Cاط لاق هنã للها ƃر :ابã نبا نã
 ملتÒȻ  يعب  Ȃ  @ادولا  ةÅÇ  Ɩ  ملسو  هāلã  للها
 نÅحمب نكÎلا
12  Ibnu  Qudamah, Al-Mughni, juz 5 hal. 249 
13  Thawaf berjalan kaki lebih utama dibanding dengan 
thawaf berkendara. An Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 
juz 8, hlm. 36. Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, 
Artinya :
Dari Ibnu Abbas Ra berkata: Rasulullah 
Saw tawaf pada waktu haji wada’ dengan 
mengendarai unta sambil menyalami 
rukun Yamani dengan tongkat. 14  (HR. Al-
Bukhari dari Ibnu Abbas ra.)
Sa’iG. 
Pengertian 1. 
Sa’i menurut bahasa artinya ‘’berjalan’’ atau 
‘’berusaha’’. Menurut istilah, sa’i berarti berjalan dari 
s} afa ke Marwah, bolak-balik sebanyak tujuh kali yang 
dimulai dari s}afa dan berakhir di Marwah, dengan 
syarat dan cara-cara tertentu. 
Hukum Sa’i 2. 
Menurut Imam Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, sa’i 
adalah salah satu rukun haji dan umrah yang harus 
dikerjakan oleh jemaah haji; jika seseorang tidak 
mengerjakan sa’i maka ibadah haji dan umrahnya 
tidak sah. Sedangkan menurut Imam Hanafi, sa’i 
adalah salah satu wajib haji yang harus dikerjakan oleh 
jemaah haji; jika seseorang tidak mengerjakannya ia 
harus membayar dam. Menurut Ibn Mas’ud, Ubay 
bin Ka’ab, Ibn Abbas, Ibn Zuhair dan Ibn Sirrin, sa’i 
14  Al-Bukhari, nomor hadits 1607; Muslim, nomor hadits 
1272. 
itu hukumnya sunnah, dan tidak ada dam bagi yang 
meninggalkan.
Syarat Sa’i3. 
Didahului dengan thawaf;a. 
Dimulai dari bukit sb. }afa dan berakhir di bukit 
Marwah;
Menyempurnakan tu juh kali perjalanan dari c. 
bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya 
dihitung satu kali perjalanan;
Dilaksanakan di tempat Sa’i. d. 
Sunah Sa’i 4. 
Setelah mendekati bukit sa. }afa membaca:
Berjalan biasa di antara sb. }afa dan Marwah, 
kecuali di sepanjang lampu hijau, jemaah 
laki-laki disunatkan berjalan cepat (berlari-
lari kecil); jemaah haji perempuan tidak 
disunahkan lari-lari kecil;
 Saat naik ke bukit sc. }afa menghadap Kiblat dan 
membaca :
Dalam perjalanan antara sd. }afa dan Marwah 
jemaah berzikir kepada Allah atau membaca 
ayat-ayat Al-Qur’an dan berdoa untuk 
keselamatan dunia dan akhirat;
Mengerjakan sa’i secara berturut-turut e. 
(muwalat) tanpa berhenti kecuali ada uzur.
Sai Bagi jemaah Udzur 
Bagi orang yang sehat, kuat dan mampu 
berjalan, sebaiknya sa’i dilakukan dengan berjalan 
kaki, sedangkan bagi yang udzur disebabkan lemah 
atau sakit, boleh dilakukan dengan digendong, 
menggunakan kursi roda atau naik skuter matik.
Sa’i boleh naik kendaraan berdasarkan hadits 
sebagai  berikut.
                     
16  Sa’i dengan berjalan kaki adalah sunnah menurut 
golongan madzhab Syafi’i, madzhab Maliki dan dalam satu riwayat 
madzhab Hambali. Sementara itu menurut madzhab Hanafi, sa’i 
dengan berjalan kaki hukumnya wajib dan apabila  ditinggalkan 
wajib membayar dam. Berjalan kaki murupakan syarat sa’i menurut 
satu riwayat dalam madzhab Hambali dan Maliki. Sa’id Basyanfar, 
al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 234.

Artinya; 
Dari Jabir bin ‘Abdullah ra. berkata; 
Nabi Saw ketika tawaf pada haji wada’ 
dengan menaiki tunggangannya , dan 
juga ketika sa’i di Safa dan Marwah, 
orang ramai melihatnya dan beliau dapat 
menyelia untuk mereka bertanya kepada 
beliau, maka sesungguhnya orang ramai 
mengerumuni beliau.17 (HR.Muslim dari 
Jabir ra.).
Apabila seseorang tanpa udzur melakukan 
sa’i dengan naik kendaraan maka hukumnya 
diperbolehkan dan tidak makruh, hanya saja ini 
menyelisihi yang lebih utama dan tidak ada kewajiban 
membayar dam atasnya.18
Ketentuan Lain 6. 
Selain itu, ada beberapa ketentuan terkait 
dengan sa’i sebagai berikut : 
Menurut jumhur ulama’, dalam sa’i tidak a. 
dipersyaratkan seseorang harus suci dari hadas 
besar dan hadas kecil; 
Sa’i  dikerjakan setelah tawaf ifadhah dan tawaf b. 
umrah; 
Bagi jemaah yang melaksanakan haji ifrad c. 
dan qiran tidak perlu melakukan sa’i lagi 
ketika melakukan tawaf ifadhah jika  ia telah 
melaksanakan sa’i setelah tawaf qudum;
Tidak ada sa’i sunatd. 
Wukuf H. 
Pengertian 1. 
Menurut bahasa wukuf berarti berhenti. 
Menurut istilah, wukuf artinya berhenti atau berdiam 
diri di Arafah dalam keadaan ih }rām walau sejenak 
dalam waktu antara tergelincir Matahari pada 9 
Dzulhijjah (hari Arafah) sampai terbit fajar hari nahar 
10 Dzulhijjah.  Wukuf di Arafah termasuk salah satu 
rukun haji. Jemaah yang tidak mengerjakan wukuf 
di Arafah berarti tidak mengerjakan haji sesuai sabda 
Nabi  SAW: 
 Ìíف ÎÅêòا @ولط لبق âŇ ةلǾ ءاÄ نمف ةفÎã ÃŁا
 ÃŁا Eردا
Artinya : 
Haji itu hadir di Arafah. Barangsiapa 
yang datang pada malam hari jam’in 
(10 Dzulhijjah sebelum terbit fajar) maka 
sesungguhnya ia masih mendapatkan 

haji19 (HR. At-Tirmidzi dari Abdurrahman 
bin Ya’mar RA).
Ketentuan Pelaksaan Wukuf2.  
Wukuf dilakukan setelah khutbah wukuf dan 
shalat jamak qashar taqdim Zuhur dan Ashar. Wukuf 
dilakukan dalam suasana tenang, khusyu’ dan tawadhu’ 
kepada Allah. Wukuf dapat dilaksanakan secara 
berjamaah atau sendiri-sendiri. Selama wukuf, jemaah 
memperbanyak dzikir, istighfar, shalawat dan doa 
sesuai sunnah Rasulullah SAW. Dalam melaksanakan 
wukuf seseorang tidak dipersyaratkan suci dari hadas 
besar maupun kecil. Karena itu, perempuan yang 
sedang haidh atau nifas boleh melaksanakan wukuf. 
Jemaah haji yang sakit dan berada dalam perawatan 
di rumah sakit atau KKHI dan memungkinkan dibawa 
ke Arafah bisa melaksanakan wukuf lewat proses 
safari  wukuf. 
Mabit I. 
Menurut bahasa, mabit berarti bermalam.  
Menurut istilah, mabit berarti bermalam di Muzdalifah 
dan bermalam di Mina untuk memenuhi ketentuan 
manasik haji.  
19  At-Tirmidzi nomor hadits 889, hadits ini diriwayatkan oleh 
Ashhab as-Sunan dan Ahmad.
Mabit di Muzdalifah1. 
Mabit di Muzdalifah adalah bermalam atau 
beristirahat di Muzdalifah pada 10 Dzulhijjah setelah 
wukuf di Arafah dan hukumnya wajib. Mabit di 
Muzdalifah dianggap sah bila jemaah berada di 
Muzdalifah melewati tengah malam, walau ia hanya 
mabit sesaat. Pada saat mabit hendaknya seseorang 
banyak membaca talbiyah, dzikir, istighfar, berdoa 
atau membaca al-Qur’an. Beberapa hal yang terkait 
hukum mabit di Muzdalifah : 
Menurut sebagian besar ulama’, hukum mabit a. 
di Muzdalifah adalah wajib. 
Sebagian ulama’ lain menyatakan sunat. b. 
Jemaah haji yang tidak mabit karena uzur syar’i c. 
seperti sakit, mengurus orang sakit, tersesat 
jalan dan lain sebagainya, tidak diwajibkan 
membayar dam.
Mabit di Mina 2. 
Mabit di Mina adalah bermalam pada malam 
hari tanggal 11 sampai  12 Dzulhijjah bagi nafar awal 
dan bermalam pada malam hari tanggal 11 sampai  
13 Dzulhijjah bagi nafar tsani. Hukum mabit di Mina 
adalah wajib. Beberapa hal terkait dengan ketentuan 
mabit di Mina:
Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam a. 
Ahmad, dan Ibnu Hanbal, hukum mabit di 
Mina adalah wajib. Jemaah haji yang tidak 
mabit selama satu malam wajib membayar 
satu mud. Jemaah yang tidak mabit dua malam 
wajib membayar dua mud. Sedangkan jemaah 
yang tidak mabit di Mina selama tiga malam 
wajib membayar dam dengan menyembelih 
seekor kambing. 
Menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan b. 
pendapat baru (qaul jadid) Imam Syafi’i, 
hukum  mabit di Mina sunat. Bagi jemaah haji 
yang tidak mabit di Mina tidak diwajibkan 
membayar dam. 
Mabit di Mina dinyatakan sah bila jemaah c. 
haji berada di Mina lebih dari separuh malam. 
Namun, sebagian ulama’ berpendapat bahwa 
mabit di Mina sah bila jemaah sempat hadir 
di Mina sebelum terbit fajar yang kedua 
(fajar  shadiq). 20
Tempat mabit bagi sebagian besar jamaah haji d. 
Indonesa adalah Harratul Lisan. Sejak 1984 
pemerintah Arab Saudi terus memperluas 
kawasan Mina hingga sejak 2001 sebagian 
jemaah haji mendapatkan perkemahan 
perluasan mina atau disebut tausi’atu mina. 
Hal ini dilakukan mengingat wilayah Mina 
terbatas, sedangkan jumlah jemaah haji 
semakin bertambah.
Mabit di perluasan Mina (e. tausi’atu Mina) adalah 
sah. Hal ini diputuskan dalam Mudzakarah 
ulama’ Indonesia tentang ‘’Mabit di Luar 
Kawasan Mina’’ pada 10 Januari 2001 di Jakarta 
yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama 
Republik Indonesia. Selain itu, mufti besar 
Kerajaan Arab Saudi Syaikh Bin Baz dan Syaikh 
‘Utsaimin juga memberikan fatwa bahwa 
mabit di perluasan Mina adalah sah. 21 
Melontar Jamrah J. 
Melontar jamrah adalah melontar batu kerikil ke 
arah jamrah Sughra, Wustha dan Kubra dengan niat 
mengenai objek jamrah (marma) dan kerikil masuk 
ke dalam lubang marma. Melontar jamrah dilakukan 
pada hari nahar dan hari tasyrik. 
Hukum Melontar 1. 
Hukum melontar jamrah adalah wajib; bila 
seseorang tidak melaksanakannya dikenakan 
dam/ fidyah 
21  Menurut Syaikh Bin Baz “Jemaah haji yang tidak 
mendapatkan tenda di kemah Mina, hendaknya dia keluar ke 
Muzdalifah dan Aziziyah atau selain keduanya untuk melaksanakan 
mabit,”.Bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 
17 hal 359-364. Sedangkan menurut Syaikh ‘Utsaimin, “Tidak 
ada masalah melakukan mabit di wilayah Muzdalifah karena 
alasan kepadatan jamaah di Mina, selama kemah di Muzdalifah 
tersambung dengan Mina.” Al-‘Utsaimin, Majmu’ Fatawa, juz 23 

Tata Cara Melontar 2. 
Kerikil mengenai a. marma dan masuk lubang; 
Melontar dengan kerikil satu per satu. Melontar b. 
dengan tujuh kerikil sekaligus dihitung satu 
lontaran; 
Melontar jamarat dengan urutan yang benar, c. 
mulai jamrah Sughra, Wustha dan Kubra. 
Waktu Melontar 3. 
Melontar Jamrah Aqa bah dilakukan pada 10 a. 
Dzulhijjah dimulai sejak lewat tengah malam 
dan lebih afdhol dilakukan setelah Matahari 
terbit. Namun, mengingat pa datnya jemaah 
haji yang me lontar pada waktu itu, di anjurkan 
melontar dilakukan mulai siang hari.
Waktu melontar pada hari Tasyriq tanggal b. 
11, 12, 13 Dzulhijjah menurut jumhur ulama 
dimulai setelah tergelincir Ma tahari. Namun, 
Imam Rafi’i dan Imam Isnawi dalam mazhab 
Syafi’i membolehkan melontar sebelum 
Matahari tergelincir (qabla zawāl), yang 
dimulai sejak terbit fajar. Pen dapat ter sebut 
dapat diamal kan meski pun sebagian ulama 
menilai d}a’īf/lemah (Keputusan Mukta mar ke-
29 NU 4 De sem ber 1994).
Untuk keamanan, keselamatan, kenyamanan c. 
dan ketertiban dalam melontar jamrah, 
pemerintah Arab Saudi telah mengatur 
jadwal waktu melontar bagi jamaah haji 
- 98 -
setiap negara. Jemaah haji harus mengikuti 
ketentuan jadwal tersebut dan menghindari 
waktu-waktu larangan. 
Jemaah haji yang mengalami udzur syar’i d. 
diperbolehkan mengakhirkan melontar 
jamrah dengan cara  melontar Jamrah Sughra, 
Wustha dan Kubra secara sempurna sebagai 
qadha lontaran untuk hari pertama. Setelah itu 
jemaah berbalik lagi menuju posisi Jamrah Ula 
kemudian memulai lagi melontar tiga jamrah 
yang sama secara berturut-turut sebagai qadha 
hari kedua. Setelah itu, jemaah menuntaskan 
lontaran hari terakhir bagi nafar tsani.
Mewakilkan Melontar 4. 
Orang yang użur syar’i disebabkan sakit atau 
hal lain22 boleh mewakilkan kewajibannya melontar 
jamrah kepada orang lain dengan salah satu cara 
sebagai berikut:
Orang yang mewakilkan orang lain melontar a. 
jamrah terlebih dulu untuk dirinya sendiri 
sampai sempurna masing-masing tujuh 
kali lontaran, mulai dari Sughra, Wust }a, dan 
Kubra. Kemudian ia kembali melontar untuk 
22  Kategori udzur syar’i yang boleh mewakilkan lontar 
jamrah adalah jemaah haji usia lanjut yang mengalami kesulitan, 
jemaah sakit yang menyebabkan kesulitan dan keadaan lain yang 
menghalangi. Majlis Ulama Indonesia, Keputusan Ijtima’ Ulama 
Komisi Fatwa Se-Indonesia VI 2018, hal. 43
- 99 -
yang diwakilinya mulai dari Sughra, Wust}a, 
dan  Kubra. 
Orang yang mewakilkan orang lain melontar b. 
Jamrah Ula terlebih dulu untuk dirinya sendiri 
sampai sempurna masing-masing tujuh kali 
lontaran, kemudian dia melontar lagi tujuh 
kali lontaran untuk yang diwakili tanpa harus 
terlebih dulu menyelesaikan jamrah Wust} a 
dan Kubra. Demikian seterusnya tindakan 
yang sama ia lakukan di Jamrah Wustha dan 
Jamrah  Kubra.
Bercukur Atau Memotong RambutK. 
Dalam rangkaian ibadah haji/umrah, bercukur 
merupakan salah satu rukun haji/umrah, khususnya 
menurut mazhab Syafi’i, dan tidak sempurna haji/
umrahnya jika tidak mencukur rambut. Sedangkan 
menurut tiga mazhab lainnya, hukum bercukur adalah 
wajib, jika ditinggalkan wajib membayar dam.23 
Bercukur dalam ibadah umrah dilakukan setelah 
jemaah umrah melaksanakan tawaf dan sa’i. Dalam 
ibadah haji, praktek yang lazim dilakukan,  bercukur 
dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah jemaah 
melempar Jamrah Kubra. Inilah yang disebut tahallul 
awal. Namun, bercukur bisa dilaksanakan baik 
sebelum maupun setelah lempar Jamrah Aqabah. 
23  Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 
304.
- 100 -
Madzhab Syafi’i membolehkan bercukur sebelum 
lontar jamrah. Ibn Umar meriwayatkan, pada saat hari 
nahar, ada seorang jemaah haji yang berdiri di dekat 
jumrah dan bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, 
saya telah bercukur sebelum saya melaksanakan 
lempar jamrah.” Rasul menjawab, “Lakukan lemparan 
jamrah dan tidak ada dosa” (irmi wala haraj)24 (HR. Al-
Bukhari dari Ibnu ‘Umar RA). 
Menurut imam Malik mencukur sebelum lontar 
jamrah wajib membayar dam, sedangan menurut 
imam Ahmad bercukur sebelum lontar karena alpa 
atau tidak tahu tidak terkena dam, tetapi jika sengaja 
wajib membayar dam.25 
Adapun tata cara menggunting (memotong) 
rambut sebagai berikut: 
Jemaah laki-laki memotong rambut  kepala 1. 
atau mencukur gundul. Rasulullah mendoakan 
rahmat dan ampunan tiga kali bagi yang 
mencukur gundul dan sekali bagi yang 
memendekkannya.26 Jika mencukur gundul, 
jemaah bisa memulainya dari separuh kepala 
bagian kanan kemudian separuh bagian kiri; 
Jemaah perempuan hanya memotong 2. 
rambut kepala dengan cara mengumpulkan 
rambutnya kemudian memotongnya sebatas 
ujung jari;
Jumlah rambut kepala yang dipotong minimal 3. 
tiga helai rambut. Bagi Jemaah yang tidak 
memiliki rambut kepala, disunatkan untuk 
menempelkan dan menggerakkan alat cukur 
di kepala. Mencukur rambut kepala tidak 
boleh digantikan dengan mencukur rambut 
lain, misalnya kumis atau rambut yang lain. 
Tahallul L. 
Tahallul adalah keadaan seseorang yang telah 
dihalalkan melakukan perbuatan yang sebelumnya 
dilarang selama ihram. Tahallul dibagi menjadi 
dua  macam: 
Tah1. }allul Umrah 
Tahallul umrah adalah keadaan seseorang setelah 
melaksanakan semua rukun umrah dan karena itu 
dihalalkan (dibolehkan) melakukan perbuatan yang 
sebelumnya dilarang selama berihram umrah.
Tah2. }allul haji
Tahallul haji terdiri atas dua macam: 
Tahallul awal, yaitu keadaan seseorang yang a. 
telah melakukan dua di antara kegiatan 
berikut ini: 
Melontar Jamrah Aqabah kemudian 
memotong rambut kepala atau 
bercukur;  atau 

Tawaf ifadhah dan sa’i kemudian 
memotong rambut atau bercukur.
Setelah tahallul awal, jemaah boleh berganti 
pakaian biasa, memakai wewangian dan melakukan 
semua larangan ihram, kecuali bercumbu dan 
bersetubuh dengan pasangan. 
Tahallul tsani adalah keadaan ketika seorang b. 
jemaah telah melakukan tiga kegiatan haji, 
yaitu melontar Jamrah Aqabah, memotong 
atau mencukur rambut, dan tawaf ifadhah 
serta sa’i. Setelah tahallul tsani, jemaah boleh 
bersetubuh dengan pasangannya. 
Dam M. 
Dam adalah bahasa Arab yang menurut bahasa 
berarti darah. Menurut istilah, dam berarti mengalirkan 
darah dengan menyembelih ternak unta, sapi atau 
kambing di tanah haram dalam rangka memenuhi 
ketentuan manasik haji. Setiap  pelanggaran dalam haji 
dikenakan denda sesuai dengan jenis pelanggaran. 
Denda berlaku setelah satu jenis pelanggaran terjadi.  
Ada tiga jenis dam dalam manasik haji, masing-
masing: 
Dam 1. Nusuk; sesuai ketentuan manasik 
dam ini dikenakan pada jemaah haji yang 
mengerjakan haji tamattu’ atau qiran bukan 
karena melakukan kesa lahan. Seseorang yang 
melaksanakan haji tamattu’ atau qiran wajib 
membayar dam dengan menyembelih seekor 
kambing. Bila tidak sanggup melakukannya, 
dia wajib menggantinya dengan berpuasa 
10 hari dengan ketentuan tiga hari dilakukan 
selama dia beribadah haji di Makkah dan 
tujuh hari sisanya dilakukan sesudah kembali 
ke Tanah Air. Bila tidak mampu berpuasa 
tiga hari semasa haji di Tanah Suci, dia harus 
melaksanakan puasa 10 hari di Tanah Air, 
dengan ketentuan tiga hari pertama dilakukan 
sebagai pengganti kewajiban berpuasa tiga 
hari pada waktu melaksanakan haji di Makkah, 
kemudian ia membuat jeda minimal empat 
hari, untuk kemudian berpuasa lagi tujuh 
hari sisanya sebagai kewajiban setelah tiba di 
Tanah Air. 
Dam 2. Isa’ah adalah dam yang dikenakan pada 
orang yang melanggar aturan atau melakukan 
kesalahan karena meninggalkan salah satu 
wajib haji atau wajib umrah, masing-masing: 
Tidak berihram/niat dari a) m īqāt;
Tidak melakukan mabit di Muzdalifah;
Tidak melakukan mabit di Mina;
Tidak melontar jamrah;d) 
Tidak melakukan thawaf wada’. 
Apabila melanggar salah satu wajib haji di atas, 
seseorang dikenakan dam dengan menyembelih  
seekor kambing.
Dam 3. kifarat adalah dam yang dikenakan pada 
seseorang karena ia mengerjakan sesuatu 
yang diharamkan selama ihram. Jenis dam 
kifarat sebagai berikut: 
Melanggar larangan ihram dengan sengaja, a. 
seperti mencukur rambut, memotong 
kuku, memakai wangi-wangian, memakai 
pakaian biasa bagi laki-laki, menutup 
muka, serta memakai sarung tangan 
bagi perempuan.  Sebagai sanksinya dari 
setiap jenis pelanggaran di atas  boleh 
memilih  antara: 
Membayar dam seekor kambing; 
Membayar fidyah, bersedekah kepada 
enam orang miskin masing-masing ½ 
s} ha’ (2 mud =1 ½ kg) berupa makanan 
pokok; atau
Menjalankan puasa tiga hari.
Melanggar larangan ihram berupa b. 
membu nuh hewan buruan. Sanksinya 
berupa denda menyembelih ternak 
yang sebanding dengan hewan yang 
dibunuh. Jika tidak sanggup membayar 
dam tersebut, dia wajib membayarnya 
dengan makanan pokok seharga binatang 
terse but.  Bila benar-benar tidak mampu, 
dia harus menggantinya dengan puasa, 
dengan perbandingan setiap hari = 1 mud 
makanan (¾ kg beras).
Melanggar larangan ihram bersetubuh c. 
dengan istri/suami, baik sebelum tahallul 
awwal maupun sesudah tahallul awwal. 
Apabila bersetubuh dengan istri/suami 
dilakukan sebelum tahallul awal, maka 
hajinya batal, diwajibkan menyelesaikan 
hajinya dengan tetap berlaku larangan 
ih }rām, wajib mengulang haji tahun 
berikutnya secara terpisah serta harus 
membayar kifarat seekor unta. Apabila 
bersetubuh dengan istri/suami dilakukan 
setelah tahallul awal, hajinya tidak batal 
dan harus membayar kifarat seekor unta. 
Bila tidak sanggup, dia harus menggantinya 
dengan me nyem belih seekor sapi. Bila 
tidak mampu, dia menggantinya dengan 
menyembelih tujuh ekor kambing. Bila 
tidak mampu juga, dia harus menggantinya 
dengan memberi makan seharga unta 
kepada fakir miskin di tanah haram. Kalau 
tidak mampu juga, dia harus berpuasa 
dengan hitungan satu hari untuk setiap mud 
dari harga unta. Pendapat lain mengatakan, 
jika pelanggaran serupa ini dilakukan 
sesudah tah }allul awwal, dam yang harus 
dia tebus hanya seekor  kambing.
NafarN. 
Nafar menurut bahasa artinya rombongan. 
Menurut istilah, nafar  adalah keberangkatan jemaah 
haji meninggalkan Mina pada hari tasyrik. Nafar 
terbagi menjadi dua: 
Nafar awal, yaitu keberangkatan jemaah haji 
meninggalkan Mina pada 12 Dzulhijjah, paling 
lambat sebelum Matahari terbenam, setelah 
melontar Jamrah Sughra, Wustha dan Kubra.
Nafar tsani, yaitu keberangkatan jemaah haji 
meninggalkan Mina pada 13 Dzulhijjah setelah 
melontar jamrah Sughra, Wustha dan Kubra.
Meninggalkan Mina boleh dengan cara nafar 
awwal atau tsani. Keutamaan nafar, tidak dilihat dari 
berapa lama jemaah haji mabit di Mina, melainkan 
dari ketakwaannya (al-Baqarah [2]: 203).
Kekhususan Haji PerempuanO.   
Ketentuan ibadah haji bagi laki-laki dan 
perempuan pada dasarnya sama, kecuali 
jemaah perempuan harus mengikuti ketentuan 
sebagai  berikut: 
Menutup aurat seluruh tubuh dengan 
busana Muslimah kecuali muka/wajah dan 
pergelangan tangan sampai ujung jari; 
Tidak mengeraskan suara ketika berdzikir, 
berdoa dan membaca talbiyah; 
Tidak berlari-lari kecil saat tawaf dan sa’i;
Tidak disunatkan mengecup Hajar Aswad tapi 
cukup dengan memberi isyarat mengangkat/
menghadapkan telapak tangan ke arah batu 
hitam kemudian mengecup tangannya. 
Hukum mencium Hajar Aswad bagi 
perempuan adalah mubah; tidak mendapat 
pahala apabila melakukan, dan tidak berdosa 
apabila meninggalkan;  
Tidak mencukur rambut5.  (gundul) tapi cukup 
memotong ujung rambutnya minimal 
tiga  helai;  
Semua rukun dan wajib haji boleh dilaksanakan 
perempuan dalam kondisi haidh atau nifas, 
kecuali tawaf. Apabila terjadi haidh setelah 
tawaf, ia boleh melanjutkannya dengan bersa’i 
dengan cara memampatkan (menyumpal) 
jalan darah haidh supaya tidak menetes;
Perempuan yang hendak melakukan haji 
tamattu’ namun terhalang haidh sebelum 
selesai umrah, maka ia harus: 
Menunggu suci kemudian melaksanakan 
tawaf, sa’i dan cukur; 
Bila menjelang berangkat ke Arafah 
belum suci, dia mengubah niat menjadi 
haji qiran dengan dikenakan dam satu 
ekor  kambing. 
Jika jemaah perempuan segera pulang 
padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, 
maka langkah-langkah yang harus ia lakukan 
secara berurutan adalah: 
Menunda tawaf dan menunggu sampai 
suci  jika dia memiliki cukup waktu dan 
tidak terdesak oleh waktu kepulangan; 
Meminum obat sekadar untuk 
memampatkan kucuran darah jika dia 
adalah jemaah haji gelombang I kloter awal 
yang harus segera balik ke tanah air;
Mengintai atau mengintip kondisi dirinya 
sendiri seandainya ada sela-sela hari atau 
waktu yang diperkirakan kucuran darah haid 
mampat dalam durasi yang  cukup untuk 
sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran. 
Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah 
haidnya mampat, jemaah perempuan itu 
harus segera mandi haid lalu menutup 
rapat lubang tempat darah berasal dengan 
pembalut yang dimungkinkan tidak keluar 
apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia 
melakukan tawaf. Jika setelah dia tawaf 
darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya 
27  Penggunaan pil anti haidh untuk kepentingan ibadah 
haji hukumnya mubah, namun demikian penggunaan pil anti 
haidh tersebut hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk 
perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, 
hukumnya haram. Namun jika niatnya untuk kepentingan 
ibadah haji hukumnya mubah. Ahmad Kartono, et all, Ibadah Haji 
perempuan Menurut para Ulama Fikih, 
ءاقلنا artinya lebih tepat diartikan bersih, 
yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini 
pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i
Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, 
yang membolehkan perempuan haidh 
melakukan thawaf tetapi wajib membayar 
dam seekor unta.
Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang 
tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya 
tawaf jika kondisi yang dihadapi jemaah 
perempuan ini darurat, misalnya dia harus 
segera pulang ke tanah air dan menuju ke 
Madinah berdasarkan jadwal penerbangan 
yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf 
ifadhah dengan menutup rapat-rapat 
tempat darah keluar dengan pembalut 
agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke 
lantai masjid selama dia melaksanakan 
tawaf ifadhah. Jemaah perempuan yang 
melakukan cara ini tidak dikenakan dam. 
Kekhususan Haji Jemaah Haji Lansia, Sakit dan Berisiko P. 
Tinggi (RISTI) 
Jumlah jemaah haji dengan kondisi fisik lemah 
dan berisiko tinggi (risti) akibat usia lanjut menempati 
urutan teratas di antara ratusan ribu jumlah jemaah 
haji Indonesia. Sebagian besar Jemaah menderita 
sakit selama berada di tanah suci. Agar ibadah yang 
mereka lakukan tetap sempurna meski dengan 
sejumlah keterbatasan, jemaah haji perlu memahami 
ruhshah-ruhshah (keringanan hukum) dalam ibadah 
haji. Dengan demikian, kondisi lemah dan sakit tidak 
menghalangi mereka untuk tetap melaksanakan haji 
sesuai dengan syari’at dan hakikat sehingga ibadah 
haji mereka sah, sempurna, dan mabrur. Berikut 
rukhshah-rukhshah dalam ibadah haji.
Di Madinah1. 
Hukum berziarah ke makam Nabi Muhammad 
SAW, keluarga dan para sahabatnya, shalat 
arba’in dan berziarah ke tempat-tempat 
bersejarah lainnya adalah sunnah. Para jemaah 
haji yang tidak sempat berziarah di Madinah 
akibat uzur, tidak berdosa. Mereka tetap 
bisa menyampaikan salam kepada Nabi dan 
membaca shalawat atas Rasulullah di hotel 
tempat mereka tinggal, atau di rumah sakit 
bagi yang dirawat. 
Melaksanakan salat arba’in, yaitu salat wajib b. 
40 waktu di Masjid Nabawi secara berjamaah, 
adalah anjuran. Jemaah haji lemah, lansia, 
risti dan sakit, sebaiknya tidak memaksakan 
diri untuk melakukan salat Arba’in di Masjid 
Nabawi dengan tetap salat berjamaah di hotel 
tempat mereka tinggal secara berjamaaah 
28  Sub bab ini diringkas dari buku, Ahmad Baidhowi, Kiat 
Meraih Mabrur Bagi Jemaah  Haji Lemah dan Sakit, 
sebab salat di hotel-hotel di Madinah juga 
mendapatkan keutamaan salat di tanah 
haram Madinah. Sesekali tentu saja dianjurkan 
kepada para jemaah lansia dan risti ini untuk 
berusaha salat di Masjid Nabawi.
Ihram dari Miqat 
Jemaah haji gelombang I disarankan a. 
melakukan sejumlah amalan sunnah ihram 
di miqat Abyar Ali. Namun untuk jemaah haji 
lemah, lansia dan risti, mereka dianjurkan 
untuk memakai pakaian ihram dan shalat 
sunah ihram di hotel tempat tinggal mereka 
di Madinah. Setiba di Abyar Ali jemaah tidak 
perlu turun dari bus, cukup melafalkan niat 
ihram haji atau ihram umrah dari dalam bus 
saat bus hendak berangkat.
Bagi jamaah haji gelombang II yang 
hendak melaksanakan ihram haji atau 
ihram umrah di atas pesawat hendaknya 
melaksanakan sunnah-sunnah ihram sejak 
dari asrama embarkasi menjelang berangkat 
dan mengenakan pakaian ihram sejak 
di  embarkasi. 
Jemaah haji lemah, lansia, risti dan sakit, ketika c. 
mengucapkan niat ihram umrah/haji  sangat 
dianjurkan isytirat ,  yaitu niat ihram umrah atau 
ihram haji yang disertai dengan mengucapkan 
syarat “aku niat haji/umrah, apabila aku sakit 
atau terhalang maka aku tahallul di tempat di 
mana aku terhalang.” 
Setelah mengucapkan niat haji/umrah.
dengan isytirat, jemaah haji lemah, lansia, 
risti dan sakit hendaknya melanjutkan 
aktivitas ibadah dengan berdzikir dengan 
membaca talbiyah diselingi doa, yang dibaca 
sepanjang perjalanan menuju Makkah dan 
berhenti membaca talbiyah saat tiba di Hajar 
Aswad hendak memulai tawaf bagi yang 
melaksanakan umrah.
Makkah 
Setelah tiba di Makkah dan menempati a. 
kamar hotel, jemaah haji lemah, lansia dan 
risti dianjurkan tidak terburu-buru menuju 
Masjidil Haram. Mereka disarankan beristirahat 
dan tidur yang cukup untuk memulihkan 
kebugaran tubuh. Rasulullah SAW ketika 
melaksanakan haji wada’ bermalam di Dzi Tua 
lebih dulu untuk beristirahat, lalu salat subuh 
dan mandi, kemudian ke Masjidil Haram untuk 
thawaf dan sa’i. 
Perjalanan tawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali b. 
putaran harus dalam keadaan suci dari hadats 
dan najis.  Sedangkan sa’i tujuh kali perjalanan 
antara Shafa dan Marwa disunahkan dalam 
keadaan suci. Jika jemaah haji lemah dan 
sakit kebetulan menderita beser dan buang 
angin  terus-menerus, mereka boleh dan sah 
melaksanakan tawaf tidak dalam keadaan suci 
dari hadats kecil dan tidak dikenakan dam. 
Para ulama sepakat barang siapa terkena najis 
yang tidak mungkin dihilangkan, misalnya 
orang yang kencing terus-menerus atau 
istihadhah, dia dapat melaksanakan tawaf 
tanpa dikenakan sanksi apa pun. 
Tawaf dan sa’i dapat menggunakan kursi 
roda, baik dengan membawa sendiri atau 
menyewa. Jemaah bisa menggunakan jasa 
sewa skuter matik yang disediakan khusus 
di lantai tiga mezzanine.  Pengelola Masjidil 
Haram menyediakan skuter matik dengan 
dua model,  single dan double. Skuter dapat 
digunakan untuk tawaf sekaligus sa’i dalam 
waktu sekitar satu  jam. Tawaf dan sa’i dengan 
cara digendong, menggunakan kursi roda atau 
sekuter matik, adalah sah secara hukum. 
Menurut Ibnu ‘Abbas RA seluruh tanah haram d. 
Makkah adalah Masjidil Haram.30 Para jemaah 
haji lemah dan sakit tidak perlu memaksakan 
diri salat fardhu di Masjidil Haram jika bisa 
berakibat buruk pada kesehatan fisik mereka. 
Jemaah yang melaksanakan salat berjamaah 
di pondokan/hotel atau di masjid sekitar 
pondokan, tetap mendapat keutamaan yang 
sama dengan salat di Masjidil Haram. Apalagi, 
pada dasarnya, selalu salat di pondokan juga 
mendapat keutamaan mengikuti sunnah 
Rasulullah SAW karena selama menunggu haji 
beliau tidak pernah mendekati Ka’bah dan 
salat di Abthah, tempat beliau tinggal.
Akibat keterbatasan kondisi fisik, parae.  jemaah 
haji lemah dan sakit hendaknya membatasi 
diri dalam melaksanakan ibadah sunnah yang 
dapat menguras tenaga semacam umrah, 
terlebih lagi umrah sunah yang berulangkali 
dilakukan. Jemaah sebaiknya menjaga 
kesehatan dan kebugaran dengan menyimpan 
tenaga demi menyelesaikan rukun dan wajib 
haji, terutama wukuf di Arafah.
Hukum berziarah ke tempat bersejarah adalah f. 
mubah guna mengambil i’tibar. Jemaah haji 
yang lemah, lansia dan risti, sebaiknya tidak 
memaksakan diri berziarah. 
Arafah, Muzdalifah, Mina 
Ketika diberangkatkan dari Makkah ke Arafah a. 
pada hari tarwiyah 8 Dzulhijjah, jemaah haji 
lemah, lansia dan risti sangat dianjurkan 
berniat ihram haji isytirat seperti ketika mereka 
berniat isytirat untuk umrah. 
Jika sebagian jemaah di kloter ada yang 
menuju Mina pada 7 Dzulhijjah, jemaah haji 
lemah dan sakit tidak perlu mengikuti kegiatan 
ke Mina tersebut, apalagi dengan berjalan 
kaki. Hukum melaksanakan perjalanan ke Mina 
sebelum Arafah adalah sunah.
Pada saat di Arafah hendaknya semua 
jemaah haji hendaknya berlapang dada, tidak 
menggerutu atau mengeluh, ketika menerima 
fasilitas yang terbatas. Sebab tujuan di Arafah 
adalah untuk ibadah dan mendekatkan diri 
kepada Allah SWT. 
Karena fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK) 
terbatas, jemaah yang  memiliki kebiasaan 
sering buang air kecil sebaiknya menerapkan 
sifat sabar ketika antre mendapatkan giliran.
Bagi jemaah lansia, sakit dan risti, ada dua e. 
kemungkinan cara berhaji /wukuf. Apa pun 
jenis haji yang diambil, jemaah haji hendaknya 
menerima ketentuan itu dengan ikhlas karena 
Allah SWT. Kedua cara tersebut:
Jemaah haji yang mampu secara fisik, sehat 1) 
dan kuat, atau dalam kondisi sakit ringan 
dihadirkan  di Arafah pada 9  Dzulhijjah 
untuk melakukan wukuf, bersama-sama 
dengan rombongan satu  kloter. 
Jemaah haji yang dirawat di rumah 2) 
sakit melakukan wukuf dengan dua 
kemungkinan. 
Jemaah haji sakit yang tidak a) 
bergantung pada alat  dibawa ke 
Arafah dengan bus atau ambulans 
yang disediakan oleh pihak rumah 
sakit untuk menjalani proses safari 
wukuf. Wukuf dilakukan hanya 
sejenak di siang hari 9 Dzulhijjah di 
dalam bus atau ambulans. Selesai 
wukuf, jemaah haji diantar kembali 
ke rumah sakit untuk menjalani 
perawatan selanjutnya.  
Jemaah haji yang dirawat di rumah b) 
sakit dan fisiknya benar-benar 
lemah, dengan kondisi yang tidak 
memungkinkan hadir di Arafah 
walaupun dengan cara safari 
wukuf, tidak perlu khawatir karena 
proses hajinya  dibadalkan. 
Jemaah yang wafat sebelum ke Arafah 9 f. 
Dzulhijjah, baik wafat saat di embarkasi, 
dalam perjalanan, di Madinah atau di Makkah, 
dibadalhajikan oleh petugas haji. Pelaksanaan 
badal haji dibuktikan dengan sertifikat 
badal haji yang dikeluarkan oleh ketua PPIH 
Arab  Saudi.
Mabit di Muzdalifah, yaitu bermalam atau 
berhenti sejenak pada malam 10 Dzulhijjah, 
adalah salah satu wajib haji yang tidak boleh 
ditinggalkan kecuali oleh jemaah yang 
mendapat uzur syar’i. Mereka  tidak dikenai 
dam, sebagaimana Rasulullah SAW memberikan 
izin kepada Saudah RA untuk bertolak dari 
Muzdalifah ke Mina lebih awal sebelum jemaah 
haji lainnya bertolak ke Mina karena alasan 
lambat berjalan akibat badan yang gemuk.   
Di Arafah, jemaah haji sakit yang menjadi h. 
peserta safari wukuf atau yang dirujuk dan 
dirawat di rumah sakit dikategorikan sebagai 
jemaah yang mengalami uzur syar’i. Mereka 
diberi keringanan untuk tidak melakukan 
mabit di Muzdalifah dan tidak dikenai dam. 
Demikian juga jemaah sakit yang sedang mabit 
di Mudzalifah kemudian dirujuk dan dirawat di 
rumah sakit.
Di Mina, jemaah haji sakit yang menjadi i. 
peserta safari wukuf atau yang dirujuk dan 
dirawat di rumah sakit dikategorikan sebagai 
jemaah haji uzur syar’i yang diberi keringanan 
tidak melakukan mabit di Mina; mereka tidak 
dikenai  dam. 
Mewakilkan lontar jamrah hukumnya sah. 
Karena itu, kewajiban melontar Jamrah Kubra 
(Aqabah) pada 10 Dzulhijjah dan melontar 
Jamrah Sughra, Wustha dan Kubra pada 11 - 13 
Dzulhijjah bagi jemaah lemah, lansia dan risti 
seyogyanya diwakilkan oleh keluarga, teman 
seregu atau petugas haji. 
Jemaah haji lemah, lansia dan risti yang k. 
kewajiban melontar jamaratnya telah 
diwakilkan kepada orang lain hendaknya 
segera mencukur rambut untuk tahallul awal  
setelah menerima laporan dari orang yang 
mewakilinya bahwa kewajibannya melontar 
Jamrah Kubra (Aqabah) pada 10 Dzulhijjah 
telah ditunaikan.  Sesuai tuntunan Rasulullah 
SAW, bagi laki-laki diutamakan mencukur 
gundul, bagi wanita cukup memotong 
rambutnya sepanjang ruas jari. 
Jemaah haji peserta safari wukuf yang dirawat l. 
di rumah sakit pada 10 Dzulhijjah boleh 
mencukur rambut tanpa menunggu laporan 
dari petugas yang mewakilinya. Setelah 
mendapat laporan dari yang mewakili bahwa 
jamrah sudah dilontar berarti sudah tahallul. 
Makkah Pasca Armuzna 
Setibanya di Makkah pasca mabit di Mina, jemaah a. 
haji dianjurkan untuk beristirihat yang cukup 
agar kembali bugar dan selanjutnya bersiap-siap 
melaksanakan tawaf ifadhah. Jemaah haji lemah, 
lansia dan risti dianjurkan melakukan tawaf 
ifadhah menggunakan kursi roda atau skuter 
matic. Bagi jemaah yang disafari wukufkan, 
yang terhalang tidak bisa melaksanakan thawaf 
ifadhah, tawaf ifadhahnya dibadalkan dan 
dilaksanakan oleh petugas haji. 
Jemaah haji lemah, lansia dan risti sebaiknya b. 
tidak memburu ibadah-ibadah sunnah yang 
membutuhkan tenaga ekstra pasca mabit di 
Mina,  misalnya dengan selalu datang untuk 
salat berjama’ah di Masjidil Haram, melakukan 
umrah sunnah, atau melakukan tawaf sunnah 
berulang- ulang. 
Sebelum meninggalkan Makkah, jamaah haji c. 
lemah, lansia dan risti dianjurkan melakukan 
tawaf wada’ dengan menggunakan kursi roda 
atau skuter matik jika kondisi di sekitar Ka’bah 
penuh sesak. 
Jemaah haji lemah dan sakit yang benar-d. 
benar tidak mampu melakukan tawaf wada’ 
dapat mengambil pendapat Imam Malik 
yang mengatakan hukum tawaf wada’  
adalah sunnah dan bagi orang sakit atau 
uzur yang  meninggalkan tawaf wada’ tidak 
dikenakan  dam. 
Badal Haji 
Badal secara bahasa berarti mengganti, 
mengubah, atau menukar. Badal haji adalah 
diwakilkannya pelaksanaan ibadah haji seseorang 
oleh orang lain. Badal haji diberlakukan bagi : 
Orang yang sudah berkewajiban melaksanakan 1. 
haji (haji pertama/haji Islam bukan haji sunat) 
atau haji nazar namun kemudian wafat, baik dia 
berwasiat atau tidak;  
Orang yang sudah mencapai derajat 2. isthitha’ah 
kemudian dia sakit berat sehingga timbul 
masyaqqah sebelum pelaksanaan haji (ma’dhub). 
Jemaah haji Indonesia yang sudah berangkat/3. 
berada ke Arab Saudi, kemudian sakit berat atau 
wafat sebelum wukuf, maka hajinya dibadalkan. 
Jemaah yang berhak dibadalkan pelaksanaan 
hajinya adalah: 
Jemaah yang meninggal dunia di asrama haji a) 
embarkasi, di perjalanan,  atau  di Arab Saudi 
sebelum melaksanakan wukuf; 
Jemaah yang sakit dan tidak dapat b) 
disafariwukufkan karena pertimbangan 
keselamatan atau sangat bergantung pada 
peralatan medis; 
Jemaah yang mengalami gangguan jiwa.c) 
Badal haji dilaksanakan oleh petugas haji yang 
ditunjuk dan dibiayai oleh pemerintah. Pihak keluarga 
atau jemaah tidak dikenakan biaya atas pelaksanaan 
badal haji. Sebagai bukti atas pelaksanaan badal 
haji, pemerintah melalui Ketua Daker Makkah akan 
memberikan sertifikat badal haji kepada keluarganya.   

PelAksAnAAn HAjI dAn UmrAH
Ada tiga cara dalam melaksanakan ibadah haji, 
yaitu haji tamattu’, haji ifrad dan haji qiran. Rincian cara 
melaksanakannya sebagai berikut:
Haji Tamattu’ A. 
Saat mengerjakan ibadah haji tamattu’, jemaah 
haji me nger jakan umrah pada bulan haji terlebih 
dulu, baru kemudian me nger  jakan haji. Dengan cara 
ini jemaah wajib membayar dam.
Pelaksanaan Umrah1. 
niat ihram umraha. 
Bagi jemaah haji gelombang I, ihram umrah 
dilakukan dengan me ngambil mīqāt di Abyar Ali (Dzul­
hulaifah­Madinah) dengan urutan sebagai berikut: 
Disunnahkan mandi, berwudlu, memakai 1. 
wangi­wangian, memotong kuku  dan 
berpakaian ihram di hotel; 
Di Masjid Abyar Ali melaksanakan shalat sunah 2. 
ihram, dua rakaat, kemudian menuju bus;
Menaiki bus dan mengambil tempat duduk, 3. 
kemudian melaksanakan niat ihram umrah 
dengan mengucapkan: 
Artinya:
Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah.
Atau
Artinya:
Aku niat umrah dengan ber-ihram karena Allah Ta’ala
Berniat ihram umrah dengan 4. isytirat
Jemaah haji yang lemah atau sakit dianjurkan 
untuk melakukan niat ihram umrah disertai 
isytirat (ihram bersyarat) untuk mengantisipasi 
kemungkinan terjadi halangan yang 
menyulitkan terlaksananya ibadah umrah. Saat 
berniat isytirat ia mengucapkan:
Artinya:
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. 
Tetapi jika aku terhalang oleh sesuatu, ya Allah, maka 
aku akan ber-tah}allul di tempat aku terhalang;
Jemaah haji yang mengalami udzur 
melaksanakan shalat sunat ihram di hotel 
dan di Abyar Ali diperbolehkan tetap berada 
di dalam bus, dan melaksanakan niat ihram 
umrah disertai isytirat di atas bus di Abyar Ali/
Dzulhulaifah;
Setelah berniat umrah6. , seluruh jemaah sangat 
dianjurkan membaca talbiyah, sha lawat, doa 
dan dzikir. 
Menuju Makkah dan seluruh Jemaah haji yakin 7. 
telah melaksanakan niat ihram umrah. 
Jemaah haji gelombang II bisa melakukan 
ihram sebelum miqat baik di asrama haji embarkasi/
embarkasi antara, atau di dalam pesawat sebelum 
melintas di atas Yalam lam/Qarn al­Manazil, atau di 
Bandar Udara King Abdul Aziz Internasional (KAIA) 
Jeddah, dengan urutan sebagai berikut:
Disunnahkan mandi, berwudlu, memakai 1. 
wangi­wangian, memotong kuku, berpakaian 
ihram dan shalat sunat ihram di asrama 
haji  embarkasi.; 
Merapikan pakaian ihram, memastikan dan 2. 
menjaga tertutupnya aurat  .
Melaksanakan niat ihram umrah setelah ada 3. 
informasi dari kru pesawat bahwa pesawat 
akan melintas di Yalamlam/Qarn al­Manazil 
dengan mengucapkan: 
Artinya:
Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah.
Atau
Artinya:
Aku niat umrah dengan ber-ihram karena Allah Ta’ala 
Berniat ihram umrah dengan 4. isytirat
Jemaah haji yang lemah atau sakit dianjurkan 
untuk melakukan niat ihram umrah 
disertai isytirat (ihram bersyarat) dengan 
mengucapkan:
 ْ

Artinya:
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. 
Tetapi jika aku terhalang oleh sesuatu, ya Allah, maka 
aku akan ber-tah}allul