8-30).
Patung Emas Nebukadnezar
(3:1-7)
1 Raja Nebukadnezar membuat sebuah patung emas yang tingginya enam puluh hasta dan
lebarnya enam hasta yang didirikannya di dataran Dura di wilayah Babel. 2 Lalu raja
Nebukadnezar menyuruh orang mengumpulkan para wakil raja, para penguasa, para
bupati, para penasihat negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum dan semua
kepala daerah, untuk menghadiri penahbisan patung yang telah didirikannya itu. 3 Lalu
berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupati, para penasihat negara, para
bendahara, para hakim, para ahli hukum dan semua kepala daerah, untuk menghadiri
pentahbisan patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu. 4 Dan berserulah seorang
bentara dengan suara nyaring: “Beginilah dititahkan kepadamu, hai orang-orang dari
segala bangsa, suku bangsa dan bahasa: 5 demi kamu mendengar bunyi sangkakala,
seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, maka
haruslah kamu sujud menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu; 6
siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan sesaat itu juga ke dalam
perapian yang menyala-nyala!” 7 Sebab itu demi segala bangsa mendengar bunyi
sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian,
maka sujudlah orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, dan menyembah
patung emas yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu.
Kita tidak tahu pasti tanggal kisah ini terjadi, selain bahwa jika patung yang
ditahbiskan Nebukadnezar ini ada kaitannya dengan patung dalam mimpinya,
maka mungkin kisah ini terjadi tidak lama sesudah itu. Ada yang
memperkirakan sekitar tahun ketujuh pemerintahan Nebukadnezar, atau satu
tahun sebelum Yoyakhin ditangkap bersama Yehezkiel untuk dibawa pergi.
Amatilah,
I. Sebuah patung emas didirikan untuk disembah. Babel sudah penuh dengan
berhala-berhala, namun tidak ada yang dapat memuaskan raja congkak dan
sewenang-wenang ini selain bahwa mereka harus punya satu dewa lagi.
Sebab, orang-orang yang telah meninggalkan satu-satunya Tuhan yang hidup,
dan mulai menyembah banyak dewa, akan mendapati bahwa patung-patung
dewa yang telah mereka dirikan itu ternyata sangat tidak memuaskan.
Hasrat mereka atas dewa-dewa tadi begitu tidak terpuaskan, hingga mereka
akan terus memperbanyak dewa-dewa tanpa batas. Mereka akan terus
mengejar keinginan itu tanpa henti, dan tidak pernah tahu kapan jumlahnya
sudah mencukupi. Para penyembah berhala sangat menggemari hal-hal baru
dan keragaman. Mereka memilih Tuhan baru. Mereka yang sudah memiliki
banyak, akan ingin memiliki lebih banyak lagi. Untuk dapat menjalankan hak
istimewa kekuasaannya dan membuat Tuhan yang dianggapnya sesuai, raja
Nebukadnezar pun membuat patung ini (ay. 1). Amatilah,
1. Nilainya yang tinggi. Patung ini terbuat dari emas. Tentu saja bukan
seluruhnya terbuat dari emas. Sekaya apa pun dia, mungkinkah bahwa ia
tidak memiliki sebanyak itu, namun hanya melapisinya saja dengan emas.
Perhatikanlah, para penyembah Tuhan palsu tidak segan-segan
mengeluarkan biaya dalam mendirikan patung lalu menyembahnya.
Mereka mengeluarkan emas dari dalam kantong demi tujuan itu (Yes.
46:6). Namun hal ini juga sungguh mempermalukan kita yang pelit
dalam menyembah Tuhan yang benar.
2. Ukurannya yang besar. Tingginya enam puluh hasta dan lebarnya enam
hasta. Ukurannya lima belas kali lebih besar dibandingkan sosok manusia
biasa (yang kira-kira hanya setinggi 1,8 meter). Seakan-akan ukuran
yang amat besar mirip monster itu dapat menggantikan keadaannya
yang tidak hidup. namun mengapa Nebukadnezar mendirikan patung ini?
Ada yang menafsirkan bahwa tindakan ini yaitu untuk membersihkan
dirinya dari dugaan bahwa ia telah menjadi Yahudi, sebab belum lama
berselang ia memuji-muji Tuhan Israel dengan penuh hormat, dan
memberi kedudukan tinggi kepada beberapa penyembah-Nya. Atau,
boleh jadi ia membuat patung itu sebagai patung dirinya sendiri, dan
dirancang supaya dia sendiri yang disembah melalui patung itu. Raja-
raja yang sombong sangat menggemari agar mereka dihormati seperti
layaknya seorang dewa. Aleksander juga berbuat sama, berlagak sebagai
putra Zeus Olimpios. Nebukadnezar diberitahu bahwa di dalam patung
yang dilihatnya dalam mimpinya itu, ia digambarkan sebagai kepala dari
emas tua, dan akan digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang
dilambangkan dengan logam-logam yang bernilai lebih rendah. Namun,
di sini ia melambangkan dirinya dengan seluruh patung, sebab ia
membuat seluruh patung itu dengan emas. Lihatlah di sini,
(1) Bagaimana kesan-kesan baik yang waktu itu tertanam pada dirinya
hilang dengan cepat. Waktu itu ia mengakui bahwa Tuhan orang Israel
sesungguhnya Tuhan yang mengatasi segala Tuhan dan Yang berkuasa
atas segala raja. Namun sekarang, dengan menentang hukum Tuhan
yang jelas itu, ia mendirikan patung untuk disembah. Tidak hanya
melanjutkan kebiasaan menyembah berhala yang terdahulu, ia juga
membuat yang baru. Perhatikanlah, seringkali orang diyakinkan
dengan kuat akan keberdosaannya, namun hal itu tidak diiringi
dengan pertobatan yang sungguh. Banyak kesakitan disebabkan oleh
kekonyolan dan bahaya dosa, namun orang tetap saja berkanjang di
dalamnya.
(2) Bagaimana mimpi dan maknanya yang telah begitu berkesan
baginya, sekarang justru berakibat sebaliknya. Dulu mimpi itu
membuat sang raja sujud dengan rendah hati untuk menyembah
Tuhan . Sekarang ia justru menjadi pesaing yang berani menantang
Tuhan . Dulu ia senang dilambangkan dengan kepala emas dari patung
itu, dan mengakui bahwa ia berutang budi kepada Tuhan untuk itu.
Namun, saat pikirannya melambung sesuai keadaan, ia sekarang
menganggap hal itu terlampau kecil, dan ia pun melawan Tuhan dan
pesan-Nya, ingin menjadi semua di dalam semua.
II. Seluruh negeri disuruh berkumpul untuk menghadiri upacara penahbisan
patung ini (ay. 2-3). Para utusan dikirimkan ke seluruh bagian kerajaan
untuk mengumpulkan para wakil raja, para penguasa, para pembesar, dan
bangsawan seluruh kerajaan, termasuk para pejabat sipil dan militer, para
bupati, para penasihat negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum
dan semua kepala daerah. Mereka semua harus datang untuk menghadiri
pentahbisan patung yang telah didirikannya itu, tanpa memedulikan
penderitaan serta bahaya yang akan diakibatkannya. Raja memanggil semua
pembesar demi menghormati patung ini. Oleh sebab itu ada disebutkan demi
kemuliaan Kristus, bahwa raja-raja akan menyampaikan persembahan
kepada-Nya. Jika Nebukadnezar dapat menyuruh mereka memberi peng-
hormatan kepada patung emas ini, ia yakin bahwa rakyat jelata pasti akan
mengikuti. Dengan menaati perintah raja, seluruh hakim dan pejabat
kerajaan besar itu pun meninggalkan tugas di daerah masing-masing, dan
datang ke Babel, demi penahbisan patung emas ini. Banyak dari antara
mereka yang harus melakukan perjalanan jauh yang menelan biaya besar,
demi menjalankan tugas yang sangat bodoh. Namun, sama seperti patung
berhala merupakan benda-benda yang mati rasa, begitu juga halnya dengan
para penyembahnya.
III. Maklumat dikeluarkan, memerintahkan semua orang hadir di hadapan
patung itu. Begitu isyarat diberikan, mereka harus sujud dan menyembah
patung yang ditahbiskan sebagai patung yang telah didirikan raja
Nebukadnezar. Seorang bentara mengumumkan hal ini dengan suara nyaring
kepada himpunan besar pembesar berikut para pelayan dan pembantu
mereka yang tidak kalah banyaknya. Tak diragukan lagi, kerumunan besar
orang-orang yang tidak dipanggil juga turut hadir di sana. Mereka semua
harus memperhatikan,
1. Bahwa raja menuntut dan memerintahkan dengan tegas agar semua
orang sujud dan menyembah patung emas itu. Tidak peduli dewa-dewa
lain apa pun yang mereka sembah pada waktu-waktu lain, sekarang
mereka harus menyembah patung ini.
2. Bahwa mereka semua harus melakukan ini serentak, sebagai tanda
persekutuan di antara mereka dalam upacara penyembahan berhala ini.
Dan, agar upacara berlangsung khidmat seperti yang diinginkan, maka
suatu pergelaran musik dimainkan, yang juga dapat melembutkan hati
mereka yang enggan patuh, sehingga mereka bersedia mematuhi
perintah raja. Sukaria dan keceriaan dalam acara penyembahan ini
sangat cocok dengan pikiran yang dikuasai hawa nafsu. Cara seperti ini
sama sekali tidak sesuai dengan penyembahan rohani yang pantas
diberikan kepada Tuhan yang yaitu Roh.
IV. Kepatuhan himpunan orang banyak ini terhadap perintah raja (ay. 7).
Mereka mendengar bunyi alat-alat musik, baik yang ditiup maupun yang
dipetik dengan tangan, yaitu sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, dan
serdam, yang bagi mereka terdengar menggairahkan. Cukup sesuai untuk
menimbulkan gairah seperti yang pada masa itu mengiringi penyembahan
mereka. Bagaikan prajurit yang terbiasa dilatih dengan bunyi genderang,
dengan serentak orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa
pun sujud menyembah patung emas itu. Maka tidaklah mengherankan bahwa
saat maklumat itu diumumkan, siapa pun yang tidak sujud menyembah
patung emas itu, akan dicampakkan sesaat itu juga ke dalam perapian yang
menyala-nyala yang telah disiapkan (ay. 6). Di sini kita melihat pesona musik
untuk memikat hati mereka supaya patuh, dan kengerian perapian yang me-
nyala-nyala untuk membuat mereka ketakutan sehingga bersedia patuh. Dan
sebab tergoda sedemikian rupa, mereka semua pun tunduk. Perhatikanlah,
dengan cara itulah indra manusia mengarahkan kebanyakan orang. Tidak
ada cara yang seburuk seperti dengan pertunjukan musik ini, yang mampu
memikat hati dunia yang sembrono ini. Juga tidak yang seperti perapian
yang menyala-nyala, yang dapat menggerakkan orang seperti ini. Dan
melalui cara-cara seperti inilah penyembahan palsu selama ini telah ditegak-
kan dan dipelihara.
Para Pemuka Ibrani Dituduh,
Kegigihan Para Pemuka Yahudi
(3:8-18)
8 Pada waktu itu juga tampillah beberapa orang Kasdim menuduh orang Yahudi. 9
Berkatalah mereka kepada raja Nebukadnezar: “Ya raja, kekTuhan hidup tuanku! 10 Tuanku
raja telah mengeluarkan titah, bahwa setiap orang yang mendengar bunyi sangkakala,
seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, harus
sujud menyembah patung emas itu, 11 dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah,
akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. 12 Ada beberapa orang Yahudi,
yang kepada mereka telah tuanku berikan pemerintahan atas wilayah Babel, yakni
Sadrakh, Mesakh dan Abednego, orang-orang ini tidak mengindahkan titah tuanku, ya
raja: mereka tidak memuja dewa tuanku dan tidak menyembah patung emas yang telah
tuanku dirikan.” 13 Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan
geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. jsesudah orang-
orang itu dibawa menghadap raja, 14 berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah
benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak
menyembah patung emas yang kudirikan itu? 15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu
mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai
jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! namun jika kamu tidak
menyembah, kamu akan dicampakkan sesaat itu juga ke dalam perapian yang menyala-
nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?” 16 Lalu
Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami
memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. 17 Jika Tuhan kami yang kami puja sanggup
melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu,
dan dari dalam tanganmu, ya raja; 18 namun seandainya tidak, hendaklah tuanku
mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan
menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
Sungguh aneh mengapa Sadrakh, Mesakh, dan Abednego ikut hadir di tengah
perhimpunan itu, padahal mereka mungkin saja tahu untuk tujuan apa mereka
semua dikumpulkan seperti itu. Sedangkan Daniel, mungkin sekali, tidak hadir,
entah sebab panggilan tugas atau mendapat izin dari raja untuk mengundurkan
diri. Atau kita juga bisa beranggapan bahwa Daniel begitu diperkenan oleh raja
hingga tidak seorang pun berani mengeluhkan ketidaktaatannya terhadap
perintah raja. Apa pun itu, mengapa teman-temannya tidak menghindari
perhimpunan itu? Tentu saja sebab mereka hendak menaati perintah raja
sejauh yang mereka bisa, dan siap memberi kesaksian di hadapan umum
bahwa mereka menolak penyembahan berhala yang teramat buruk ini. Mereka
menganggap belumlah cukup untuk sekadar tidak sujud menyembah patung itu,
namun sebagai pejabat, mereka merasa berkewajiban untuk berdiri menentang
penyembahan itu, meskipun itu patung yang didirikan oleh raja tuan mereka,
dan yang akan menjadi berhala emas bagi orang-orang yang menyembahnya itu.
Sekarang,
I. Laporan disampaikan kepada raja oleh beberapa orang Kasdim perihal
ketiga orang pembesar yang tidak menaati perintah raja ini (ay. 8). Boleh
jadi orang-orang Kasdim yang menuduh mereka ini yaitu beberapa orang
berilmu dan ahli jampi yang juga disebut orang Kasdim (2:2, 4) yang
mendendam terhadap teman-teman Daniel, sebab ia telah meredupkan
nama mereka, dan begitu pula ketiga temannya ini. Padahal melalui doa-doa
ketiga teman Daniel itu, mereka mendapat belas kasihan yang menyela-
matkan nyawa orang-orang Kasdim ini. Namun lihatlah betapa mereka
malah membalas kebaikan dengan kejahatan! Sebagai ganti kasih yang
ditunjukkan teman-teman Daniel, mereka justru dianggap musuh orang
Kasdim. Demikian jugalah Yeremia telah berdiri di hadapan Tuhan , untuk
berbicara membela mereka yang kemudian menggali pelubang untuknya
(Yer. 18:20). Janganlah kita menganggap aneh jika berjumpa dengan
orang-orang yang tidak tahu berterima kasih seperti itu. Atau, mungkin juga
mereka yang melapor itu yaitu orang-orang Kasdim yang begitu
mengharap-harapkan kedudukan yang diberikan kepada ketiga orang muda
itu, dan merasa iri dengan segala pangkat dan pencapaian hidup mereka.
namun siapa dapat tahan terhadap cemburu? Mereka berseru kepada raja
perihal maklumat itu, dengan segenap sikap hormat kepada baginda raja dan
pujian seperti biasa, Ya raja, kekTuhan hidup tuanku! (seolah-olah yang
mereka utamakan hanyalah kehormatannya dan demi kepentingannya
semata, padahal sebenarnya mereka justru menempatkan raja dalam bahaya
yang dapat menghancurkan dirinya dan kerajaannya). Mereka memohon
izin,
1. Untuk mengingatkan raja perihal hukum yang belum lama dibuatnya.
Yaitu, bahwa semua orang tanpa membedakan bangsa ataupun bahasa,
harus sujud menyembah patung emas itu. Mereka juga mengingatkan raja
perihal hukuman yang harus dijatuhkan ke atas para pembangkang,
bahwa mereka harus dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-
nyala (ay. 10-11). Memang tidak dapat disangkal lagi bahwa inilah
hukumnya, tidak peduli apakah hukum itu adil atau tidak, harus
diperhatikan.
2. Untuk memberitahukan kepadanya bahwa ketiga orang ini, yaitu
Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, tidak mengindahkan maklumat ini (ay.
12). Ada kemungkinan bahwa Nebukadnezar tidak berencana menjerat
ketiga orang ini dengan membuat hukum semacam itu. Seandainya
begitu, ia pasti akan mengawasi mereka dan tidak membutuhkan
laporan ini. Namun, musuh-musuh mereka yang mencari-cari
kesempatan untuk mencelakakan mereka, langsung menyambar peluang
ini, dan bersemangat untuk menuduh mereka. Untuk memperparah
masalahnya, dan membuat raja semakin marah,
(1) Mereka mengingatkannya perihal kehormatan yang telah ia
karuniakan kepada ketiga pelaku kejahatan ini. Meskipun mereka
yaitu orang Yahudi, orang asing, tawanan, orang-orang yang
berasal dari bangsa dan agama yang hina, namun kepada mereka
raja telah memberi pemerintahan atas wilayah Babel. Dan sebab
itu, sungguh tidak tahu berterima kasih dan tidak tahu aturan
perbuatan mereka ini. Sampai hati mereka menentang perintah raja,
padahal mereka telah menikmati begitu banyak kebaikan hatinya.
Selain itu, kedudukan tinggi yang mereka tempati membuat
pembangkangan mereka itu semakin memalukan. Itu akan menjadi
contoh buruk, dan berdampak buruk terhadap orang lain. Oleh
sebab itu, perbuatan ini harus ditentang secara tegas. Demikianlah
para penguasa yang cukup marah terhadap orang-orang yang tidak
bersalah, biasanya dikelilingi terlampau banyak orang yang akan
berbuat sebisanya untuk memperparah keadaan.
(2) Orang-orang Kasdim itu menyarankan agar ketiga orang itu dituduh
telah bertindak keji, serta menghina raja dan wewenangnya:
“Mereka tidak mengindahkan titah tuanku, ya raja, sebab mereka
tidak memuja dewa yang tuanku sembah, dan tidak menyembah
patung emas yang telah tuanku dirikan.”
II. Ketiga orang Yahudi yang saleh ini langsung dibawa menghadap raja, dan
didakwa serta diperiksa berdasar laporan tadi. Nebukadnezar marah
besar, dan dalam marahnya dan geramnya memberi perintah untuk
menangkap mereka (ay. 13). Betapa rendahnya martabat sang raja agung ini,
ia berkuasa atas begitu banyak bangsa, namun pada saat yang sama tak
dapat mengendalikan diri. Begitu banyak orang menjadi bawahan dan
tawanannya, sementara ia sendiri menjadi budak sepenuhnya bagi berbagai
nafsu rendahnya sendiri dan tertawan olehnya! Betapa tidak pantasnya dia
memerintah orang-orang berakal sehat, sementara dia sendiri tidak dapat
dikendalikan oleh akal sehat! Seharusnya ia tidak heran mendengar bahwa
ketiga orang ini sekarang tidak menyembah dewa-dewanya, sebab ia tahu
betul bahwa mereka ini tidak pernah menyembah dewa. Agama yang selama
ini mereka anut melarang mereka melakukan hal itu. Tidaklah beralasan
baginya untuk berpikir bahwa mereka berencana menghina kekuasaannya,
sebab dalam semua hal mereka telah membuktikan diri bersikap penuh
hormat dan patuh kepadanya sebagai raja mereka. Dan yang terutama
sangatlah tidak pantas pada waktu seperti ini, saat ia sedang mengikuti
upacara penyembahannya, menahbiskan patung emasnya, untuk menjadi
begitu marah dan geram, sehingga kehilangan kendali atas diri sendiri.
Orang tentu akan berpikir bahwa akal budi setidaknya membuat seseorang
panjang sabar. Ibadah yang sejati menenangkan roh, menentramkan dan
melembutkannya. Sebaliknya, takhayul dan ibadah kepada Tuhan -Tuhan palsu
akan membakar nafsu manusia, mengilhami mereka dengan amarah dan
kegeraman, serta mengubah mereka menjadi orang kejam. Kemarahan raja
yaitu seperti raung singa muda, begitu juga amarah raja ini. Namun
demikian, saat amarahnya menyala-nyala seperti itu, ketiga orang ini pun
dibawa menghadap raja, namun mereka tampil dengan gagah berani, sedikit
pun tidak goncang hatinya.
III. Duduknya persoalan disampaikan kepada ketiga orang Yahudi itu dengan
singkat, dan terserah kepada mereka apakah mereka bersedia taat atau
tidak.
1. Raja bertanya kepada mereka apakah benar mereka tidak menyembah
patung emas seperti yang lain (ay. 14). Ada yang memahaminya sebagai
berikut, “Apakah ini dilakukan dengan sengaja?” “Apakah hal itu memang
sudah direncanakan dengan sengaja, atau hanya sebab kecerobohan,
sehingga kalian tidak memuja dewaku? Apa?! Kalian yang selama ini
telah kuberi makan dan kubesarkan, yang telah dididik dan dipelihara
atas tanggung jawabku, yang telah aku tunjukkan kebaikan hati dan
perbuat banyak hal. Kalian yang sudah begitu terkenal dengan
kebijaksanaanmu, sehingga dengan demikian seharusnya lebih
mengetahui kewajiban kalian terhadap raja kalian. Apa! Apakah kalian
tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan
itu?” Perhatikanlah, kesetiaan para hamba Tuhan terhadap Dia, sering kali
mengherankan para musuh dan penganiaya mereka, yang heran, bahwa
mereka tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam
kubangan ketidaksenonohan yang sama.
2. Raja bersedia memberi mereka kesempatan baru. Jika mereka telah
dengan sengaja tidak mau menyembah, bisa saja, jsesudah berpikir ulang,
mereka berubah pikiran. Maka kepada mereka disampaikan lagi syarat-
syarat yang harus mereka penuhi (ay. 15).
(1) Raja setuju musik diperdengarkan kembali demi kepentingan
mereka, yakni untuk melembutkan hati mereka sehingga mau taat.
Namun, bila mereka tidak menutup telinga bagaikan ular tedung tuli,
namun bersedia mendengarkan suara para pembaca mantra dan
menyembah patung emas itu, maka baguslah itu, dan kesalahan
mereka pun akan diampuni. Namun,
(2) Raja sudah berketetapan bahwa jika mereka bersikeras menolak,
maka mereka akan langsung dicampakkan sesaat itu juga ke dalam
perapian yang menyala-nyala. Mereka tidak akan mendapatkan
penangguhan hukuman satu jam pun. Begitulah, hanya ada dua
pilihan, Berbalik, atau hangus. sebab tahu bahwa dalam penolakan
itu mereka mengandalkan diri kepada Tuhan mereka, maka raja
dengan lancang menantang Dia: “Dewa manakah yang dapat mele-
paskan kamu dari dalam tanganku? Coba saja, kalau Dia bisa.”
Sekarang raja melupakan apa yang dahulu pernah diakuinya sendiri,
yaitu bahwa Tuhan mereka yaitu Tuhan yang mengatasi segala Tuhan
dan Yang berkuasa atas segala raja (2:47). Orang congkak mudah
sekali berkata, seperti halnya Firaun, Siapakah TUHAN itu yang harus
kudengarkan firman-Nya? Atau seperti Nebukadnezar, Siapakah
Tuhan, sehingga aku harus takut kepada kuasa-Nya?
IV. Ketiga orang itu memberi jawaban mereka, semuanya sepakat, bahwa
mereka masih berpegang pada kebulatan hati mereka untuk tidak
menyembah patung emas itu (ay. 16-18). Di sini kita melihat contoh
kegigihan dan kebesaran hati yang nyaris ada tandingannya. Kita menyebut
mereka ketiga anak dan mereka memang orang muda. Namun, kita
seharusnya menyebut mereka tiga jawara, yaitu ketiga orang pertama di
antara pasukan istimewa kerajaan Tuhan di antara manusia. Ketiganya tidak
meluap dalam amarah tanpa kendali terhadap orang-orang yang menyem-
bah patung emas itu, tidak mencerca ataupun menghina mereka. Mereka
juga tidak bertindak dengan gegabah saat ditanyai dalam perkara itu, atau
mengikuti peradilan itu untuk mati konyol. Sebaliknya, saat mereka
dihadapkan pada peradilan dengan api menyala-nyala, mereka membawa
diri dengan gagah, berperilaku baik dan dengan berani seperti yang
seharusnya ditunjukkan orang yang menderita sebab alasan sebaik itu.
Dalam membuat berhala ini, raja tidak bisa disebut pemberani dalam
melakukan hal buruk, namun ketiga orang itu berani melakukan hal baik de-
ngan memberi kesaksian yang menentang berhala itu. Sungguh
mengagumkan bagaimana mereka mampu mengendalikan perasaan sebaik
itu. Mereka tidak menyebut raja sebagai raja lalim atau penyembah berhala
sebab perkara Tuhan tidak membutuhkan amarah manusia. Sebaliknya,
dengan ketenangan hati dan kepala dingin yang patut dicontoh, ketiganya
memberi jawaban yang sudah mereka putuskan untuk diikuti. Amatilah,
1. Dengan hati mulia dan lapang dada mereka memandang rendah
kematian, dan dengan anggun mereka abaikan kesukaran yang sedang
mereka hadapi: Ya raja Nebukadnezar! Tidak ada gunanya kami memberi
jawab kepada tuanku dalam hal ini. Mereka tidak menampik untuk
menjawab raja, atau menutup mulut. Sebaliknya, dengan baik-baik
mereka berkata kepadanya bahwa mereka tidak mempermasalahkan
hukuman raja. Tidak perlu dijawab lagi (begitulah yang dipahami
sebagian orang). Mereka berketetapan untuk tidak menaati perintah itu,
sedangkan raja sudah bulat hati bahwa mereka harus mati jika tidak
mau taat. Jadi, perkaranya sudah ditentukan, sehingga untuk apa lagi
diperdebatkan? namun mungkin bila hal ini dipahami begini, “Kami tidak
ingin memberi jawaban kepada tuanku, atau mencari-cari
jawabannya. Kami siap dihukum.”
(1) Mereka tidak membutuhkan waktu untuk memikir-mikirkan
jawaban, sebab mereka tidak ragu sedikit pun tentang apakah
mereka sebaiknya taat atau tidak. Ini menyangkut masalah hidup
dan mati, jadi orang mungkin berpikir bahwa mereka telah
merenungkan hal ini beberapa waktu sebelum membuat keputusan.
Hidup lebih diinginkan, sedangkan kematian terasa menakutkan.
Namun, saat dosa dan kewajiban ibadah yang menyangkut perkara
yang telah ditetapkan langsung dalam perintah Tuhan yang kedua,
dan tidak ada lagi ruang untuk mempersoalkan mana yang benar,
maka hidup dan mati tidak perlu dipertimbangkan lagi.
Perhatikanlah, orang-orang yang hendak menghindari dosa,
janganlah bertanya jawab dengan pencobaan. jika hal yang
membuat kita merasa tergoda atau takut itu ternyata jahat, maka
ajakan itu lebih baik ditolak dengan marah dan rasa jijik, dibandingkan
dipertimbangkan. Jangan berlama-lama di sekitar godaan itu, namun
katakanlah seperti yang diajarkan Kristus kepada kita, Enyahlah Iblis.
(2) Ketiganya tidak perlu berpikir lama untuk menyusun cara
mengucapkannya. saat mereka bertindak sebagai pembicara bagi
Tuhan , dan dipanggil untuk menjadi saksi dalam perkara-Nya, mereka
tidak ragu bahwa apa yang harus mereka katakan itu akan
dikaruniakan kepada mereka pada saat itu juga (Mat. 10:19). Mereka
tidak berputar-putar dalam menjawab, saat jawaban langsung di-
harapkan dari mereka. Tidak, mereka tampaknya juga tidak mem-
bujuk raja agar tidak bersikeras melaksanakan niatnya. Jawaban
mereka pun kelihatan tidak ada yang seperti memuji-muji raja.
Mereka tidak mengawali dengan kata-kata seperti yang diucapkan
para penuduh mereka, Ya raja, kekTuhan hidup tuanku. Tidak ada
perkataan licik, ad captandam benevolentiam – untuk membuatnya
senang. Sebaliknya, semua perkataan mereka biasa saja dan terus
terang: O Nebukadnezar! Tidak ada gunanya kami memberi jawab
kepada tuanku dalam hal ini. Perhatikanlah, orang-orang yang
mengutamakan kewajiban ibadah mereka tidak perlu
mengkhawatirkan kejadian yang sedang mereka alami.
2. Keyakinan mereka kepada Tuhan dan ketergantungan mereka kepada-
Nya (ay. 17). Hal inilah yang memampukan mereka untuk begitu
meremehkan kematian, kematian dalam kedahsyatannya, kematian
dalam seluruh kengeriannya. Mereka percaya kepada Tuhan yang hidup,
dan dengan iman itu mereka memilih lebih baik menderita dibandingkan
berbuat dosa. Itulah sebabnya mereka tidak takut akan murka raja,
namun tetap bertahan, sebab dengan iman mereka memusatkan
pandangan kepada Dia yang tidak kelihatan (Ibr. 11:25, 27): “Jika
memang harus terjadi (ay. 17, KJV), jika kami harus melalui kesukaran ini
dan dicampakkan ke dalam perapian menyala-nyala kecuali kami
menyembah dewa-dewa tuanku, maka ketahuilah,”
(1) “Bahwa meskipun tidak menyembah dewa tuanku, kami bukanlah
orang yang tidak mengenal Tuhan . Ada Tuhan yang bisa kami sebut
Tuhan kami, dan kepada-Nya kami bertaut dengan setia.”
(2) “Bahwa kami menyembah Tuhan ini. Kami telah membaktikan diri
bagi kehormatan-Nya. Kami melayani pekerjaan-Nya, dan
mengandalkan Dia untuk melindungi, memelihara, dan memberi
pahala kepada kami.”
(3) “Bahwa kami sangat yakin Tuhan ini akan melepaskan kami dari
perapian yang menyala-nyala itu. Entah Ia akan melakukannya atau
tidak, kami yakin bahwa Ia mampu mencegah supaya kami tidak
dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, atau
melepaskan kami dari dalamnya.” Ingatlah, para hamba Tuhan yang
setia akan mendapati bahwa Ia yaitu Tuan yang mampu mendukung
mereka dalam melayani-Nya. Ia sanggup mengendalikan dan
mengalahkan semua kekuatan yang melawan mereka. Tuan, jika Tuan
mau, Tuan dapat.
(4) “Bahwa kami memiliki alasan untuk berharap Ia akan melepaskan
kami,” sebagian sebab di hadapan perhimpunan penyembah
berhala sebanyak itu, melepaskan mereka akan sangat memuliakan
nama-Nya yang agung. Sebagian lagi sebab Nebukadnezar telah
menantang Dia untuk melakukannya, Dewa manakah yang dapat
melepaskan kamu dari dalam tanganku? Adakalanya Tuhan tampil de-
ngan luar biasa untuk membungkam hujatan musuh, sekaligus untuk
menjawab doa-doa umat-Nya (Mzm. 74:18-22; Ul. 32:27). “Namun,
seandainyapun Ia tidak melepaskan kami dari perapian yang
menyala-nyala ini, Ia akan melepaskan kami dari dalam tanganmu.”
Nebukadnezar hanya sanggup menyiksa dan membunuh tubuh,
namun sesudah itu tidak ada lagi yang bisa diperbuatnya. Sesudah
itu mereka akan terlepas dari jangkauannya, dibebaskan dari
tangannya. Ingatlah, pikiran yang baik tentang Tuhan dan keyakinan
penuh bahwa Ia menyertai kita sementara kita bersama Dia, akan
sangat membantu kita dalam melewati penderitaan. Dan jika Ia ada
di pihak kita, maka kita tidak perlu mencemaskan apa yang dapat
dilakukan manusia kepada kita. Biarlah dia berbuat yang paling
buruk sekalipun. Tuhan akan melepaskan kita dari atau melalui
kematian.
3. Keteguhan hati mereka untuk mempertahankan asas yang mereka anut,
apa pun akibatnya (ay. 18): “namun seandainya tidak, meskipun Tuhan
memandang tidak layak untuk melepaskan kami dari perapian yang
menyala-nyala ini, meskipun kita tahu Ia mampu melakukannya,
seandainya pun Ia mengizinkan kami jatuh ke dalam tanganmu, dan
celaka oleh tanganmu, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa
kami tidak akan memuja dewa-dewa ini, meskipun mereka yaitu dewa
tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas ini, meskipun tuanku
sendiri yang telah mendirikannya.” Mereka tidak malu ataupun takut
mengakui agama kepercayaan mereka, dan langsung mengatakan
kepada raja bahwa mereka tidak takut kepadanya, tidak bersedia
mematuhinya. Seandainya mereka meminta saran manusia biasa, pasti
cukup banyak yang akan disarankan supaya mereka bersedia patuh, ter-
utama saat tidak ada jalan lain untuk menghindari kematian, kematian
yang begitu ngeri. Misalnya orang bisa menyarankan kepada mereka,
bahwa
(1) Mereka tidak diharuskan menyangkali Tuhan mereka sendiri dengan
sumpah, atau meninggalkan penyembahan kepada-Nya. Tidak,
mereka juga tidak diwajibkan mengakui dengan mulut bahwa patung
emas ini yaitu dewa. Mereka hanya diminta untuk sujud
menyembahnya, yang bisa saja mereka lakukan sambil diam-diam
menyediakan hati mereka bagi Tuhan Israel, membenci penyembahan
berhala ini di dalam hati, seperti Naaman yang sujud menyembah di
kuil Rimon.
(2) Mereka tidak harus ikut menyembah berhala. Hanya satu tindakan
saja yang diminta dari mereka, yang bisa diselesaikan dalam satu
menit saja, dan bahaya pun akan berlalu. jsesudah itu mereka bisa
menyatakan penyesalan sebab telah melakukannya.
(3) Raja yang memberi perintah itu memiliki kuasa mutlak. Mereka
berada di bawah kuasanya, tidak saja sebagai bawahan, namun juga
sebagai tawanan. Jika mereka mau melakukannya, ini semata-mata
akibat diharuskan dan dipaksa, jadi bisa dimaafkan.
(4) Selama itu raja telah menjadi pelindung mereka. Ia telah mendidik
dan meninggikan mereka. Dan sebagai ungkapan terima kasih, sudah
sepantasnya mereka berbuat semampu mereka, sekalipun harus
melanggar sesuatu yang penting, yaitu pendirian hati nurani.
(5) Mereka sekarang dihalau ke negeri asing. Dan bagi mereka yang
dibawa keluar seperti itu, sama saja dengan diberi perintah,
“Pergilah, beribadahlah kepada Tuhan lain (1Sam. 26:19). Orang
menganggap sudah pantas dalam keadaan nasib seperti itu, mereka
akan beribadah kepada Tuhan lain, dan ini dijadikan bagian dari
hukuman bagi mereka (Ul. 4:28). Mereka bisa saja diampuni jika
diharuskan mengikuti arus yang begitu kuat.
(6) Bukankah para raja, pemuka, dan nenek moyang mereka, bahkan
imam-imam mereka juga, pernah mendirikan berhala-berhala
bahkan di dalam Bait Tuhan dan menyembah mereka di sana? Mereka
tidak saja sujud menyembah kepada patung-patung itu, namun juga
mendirikan mezbah, membakar ukupan, dan mempersembahkan
korban, bahkan anak-anak mereka sendiri kepada patung-patung itu.
Bukankah kesepuluh suku itu sudah berabad-abad menyembah
berhala-berhala dari emas di Dan serta Betel? Jadi masakan mereka
harus lebih benar dibandingkan nenek moyang mereka? Communis error
facit jus – Apa yang dilakukan semua orang pastilah benar.
(7) Jika mereka mau taat, nyawa mereka akan selamat dan mereka bisa
tetap menempati kedudukan mereka. Dengan demikian mereka akan
lebih mampu melayani saudara-saudara mereka di Babel, dan
melakukannya untuk waktu lama. Mereka masih muda dan sedang
naik daun. Namun demikian, sudah cukuplah satu perkataan Tuhan
itu, yang menjawab dan membungkam dalih-dalih ini serta banyak
alasan kedagingan semacam ini, yaitu Jangan sujud menyembah
kepadanya atau beribadah kepadanya. Ketiga orang muda itu tahu
bahwa mereka harus menaati Tuhan dan bukan manusia. Lebih baik
mereka menderita dibandingkan berbuat dosa. Mereka tidak boleh
melakukan kejahatan supaya yang baik bisa datang. Oleh sebab itu
tidak satu pun dari alasan-alasan tadi menggoyahkan mereka.
Mereka berketapan hati lebih baik mati di dalam kesetiaan iman
dibandingkan hidup di dalam perbuatan dosa. Sementara saudara-
saudara mereka yang masih tinggal di negeri sendiri pun
menyembah berhala atas pilihan sendiri, mereka yang berada di
Babel tidak mau melakukannya di bawah tekanan sekalipun.
Tampaknya tekanan membuat mereka kuat, hingga mereka menjadi
sangat bersemangat menentang penyembahan berhala di negeri
para penyembah berhala itu sendiri. Dan sungguh, dari semua segi,
penyelamatan mereka dari ketaatan untuk tidak berbuat dosa ini
merupakan sebuah mujizat besar dalam kerajaan anugerah, seperti
halnya penyelamatan mereka dari perapian yang menyala-nyala
dalam kerajaan di bumi ini. Inilah orang-orang yang dahulu
berketetapan untuk tidak menajiskan diri dengan santapan raja, dan
sekarang dengan keberanian yang sama mereka berketetapan untuk
tidak menajiskan diri dengan dewa-dewanya. Perhatikanlah,
ketaatan teguh terhadap Tuhan dan kewajiban ibadah dengan me-
nyangkal diri dalam hal-hal yang kurang begitu berat akan memam-
pukan dan mempersiapkan kita menghadapi hal-hal yang lebih berat.
Dan sehubungan dengan ini, kita harus berketetapan untuk tidak
pernah, dengan dalih apa pun, menyembah patung-patung atau
“bersekutu” dengan mereka yang melakukannya.
Ketiga Orang Ibrani di Dalam Perapian
(3:19-27)
19 Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah terhadap Sadrakh,
Mesakh dan Abednego; lalu diperintahkannya supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih
panas dari yang biasa. 20 Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya
dititahkannya untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan
mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu. 21 Lalu diikatlah ketiga orang itu,
dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke
dalam perapian yang menyala-nyala. 22 sebab titah raja itu keras, dipanaskanlah
perapian itu dengan luar biasa, sehingga nyala api itu membakar mati orang-orang yang
mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu ke atas. 23 namun ketiga orang itu, yakni
Sadrakh, Mesakh dan Abednego, jatuh ke dalam perapian yang menyala-nyala itu dengan
terikat. 24 Kemudian terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera;
berkatalah ia kepada para menterinya: “Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan
dengan terikat ke dalam api itu?” Jawab mereka kepada raja: “Benar, ya raja!” 25 Katanya:
“namun ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu;
mereka tidak terluka, dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!” 26 Lalu
Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu; berkatalah ia:
“Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Tuhan yang maha tinggi, keluarlah dan
datanglah ke mari!” Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu. 27 Dan
para wakil raja, para penguasa, para bupati dan para menteri raja datang berkumpul;
mereka melihat, bahwa tubuh orang-orang ini tidak mempan oleh api itu, bahwa rambut
di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau
kebakaranpun tidak ada pada mereka.
Di sini diceritakan tentang,
I. Bagaimana ketiga hamba Tuhan yang setia itu dicampakkan ke dalam
perapian yang menyala-nyala. Nebukadnezar sendiri sudah mengakui dan
tahu tentang Tuhan yang benar. Dengan demikian orang akan berpikir bahwa
meskipun kebanggaan dan kesombongannya telah menyebabkan dia
membuat patung emas ini dan mendirikannya untuk disembah, namun apa
yang dikatakan ketiga orang muda ini tentu akan menyadarkannya (dan dia
sendiri sebelumnya menganggap mereka lebih bijak dibandingkan semua orang
pandainya). Setidaknya bisa menggugah hatinya untuk memaafkan mereka.
namun yang terjadi tidaklah demikian adanya.
1. Bukannya diyakinkan oleh perkataan mereka, Ia malah sakit hati dan
semakin murka (ay. 19). Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air
mukanya berubah terhadap ketiga orang ini. Perhatikanlah, bila nafsu
bodoh semakin diperturutkan, maka semakin garang pulalah jadinya,
dan bahkan dapat mengubah air muka, sehingga sangat membuat tercela
hikmat dan akal budi manusia. Dalam amarahnya, Nebukadnezar seperti
menukarkan keagungan seorang raja di takhtanya, atau kemuliaan
seorang hakim di kursi pengadilan, dengan amarah menakutkan seekor
lembu hutan kena jaring. Seandainya saja manusia yang sedang dikuasai
nafsu mau melihat wajah mereka di cermin, maka mereka tentu akan
merasa malu dengan kebodohan mereka dan mengalihkan semua rasa
tidak senang mereka kepada diri sendiri.
2. Bukannya meringankan hukuman, mengingat kecakapan dan kedudukan
terhormat yang mereka tempati, raja justru memerintahkan agar
hukumannya ditambah, yaitu agar perapian itu dibuat tujuh kali lebih
panas dari yang biasa digunakan untuk para penjahat lain. Artinya,
bahan bakar yang digunakan harus tujuh kali lipat banyaknya. Meskipun
tidak akan membuat kematian mereka semakin mengenaskan namun
justru mempercepatnya, hal itu memang dirancang untuk menunjukkan
bahwa raja menganggap kejahatan ketiga orang ini tujuh kali lebih keji
dibandingkan kejahatan orang lain. Dengan demikian, kematian mereka akan
tampak lebih tercela. Namun, Tuhan justru mendatangkan kemuliaan bagi
diri-Nya sendiri melalui murka raja lalim yang bodoh ini. Sebab selain
tidak akan membuat kematian mereka semakin mengenaskan, cara ini
justru akan membuat penyelamatan mereka semakin gemilang.
3. Raja memerintahkan agar ketiganya diikat lengkap dengan pakaian yang
mereka kenakan, lalu dicampakkan ke tengah perapian yang menyala-
nyala, dan hal ini pun dilaksanakan sesuai perintah (ay. 20-21). Ketiga
orang itu diikat supaya tidak memberontak atau melawan. Mereka diikat
bersama pakaian mereka supaya tidak membuang-buang waktu, atau
mungkin juga supaya mereka terbakar lebih lambat dan berangsur-
angsur. Namun, pemeliharaan Tuhan mengatur hal itu guna mempertegas
mujizat itu. Pakaian mereka bahkan tidak hangus sedikit pun. Mereka
diikat dengan jubah atau mantel mereka, celana, dan topi atau serban
mereka, seakan-akan sebab kebencian terhadap kejahatan yang
dituduhkan, pakaian mereka pun harus ikut terbakar bersama
pemiliknya. Alangkah mengerikannya kematian dengan cara ini, dilem-
parkan jatuh ke dalam perapian yang menyala-nyala itu dengan terikat
(ay. 23). Membayangkan hal ini saja sudah bisa membuat bulu kuduk
orang berdiri. Betapa mengerikan jika harus mengalaminya. Sungguh
mengherankan betapa keras hati raja lalim ini sebab menjatuhkan
hukuman semacam itu. Sebaliknya, sungguh mengagumkan betapa tegar
ketiga orang ini, yang tetap tunduk pada hukuman itu dibandingkan berdosa
terhadap Tuhan . Namun, apalah artinya kematian ini bila dibandingkan
dengan kematian yang kedua, dengan perapian yang ke dalamnya ikatan
lalang akan dilemparkan dan dibakar, dengan lautan api yang membakar
sampai selama-lamanya dengan api dan belerang? Biarlah Nebukadnezar
memanaskan perapiannya semampu dia, beberapa menit saja akan
mengakhiri siksaan yang dirasakan orang-orang yang dilemparkan ke
dalamnya. namun , api neraka memang menyiksa, namun tidak mem-
bunuh. Penderitaan orang-orang berdosa yang terkena hukuman, jauh
lebih parah. Asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai
selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa
tanpa istirahat, tanpa jeda dari rasa sakit, yaitu mereka yang menyembah
binatang serta patungnya itu (Why. 14:10-11). Sebaliknya, bagi mereka
yang dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala sebab tidak
mau menyembah binatang dari Babel dan patungnya ini, penderitaan itu
akan segera lenyap.
4. Sungguh merupakan penyelenggaraan Tuhan yang luar biasa bahwa
orang-orang itu, yakni beberapa orang yang sangat kuat yang mengikat
dan mencampakkan ketiganya ke dalam perapian itu justru terbakar
mati oleh api itu (ay. 22). Titah raja itu keras, supaya mereka segera
membunuh ketiga orang muda itu dan memastikan agar
melaksanakannya dengan sempurna. Oleh sebab itu mereka
berketetapan untuk mendekat sampai ke pintu perapian, supaya bisa
melemparkan ketiganya ke tengah perapian yang menyala-nyala. Namun,
mereka begitu tergesa-gesa hingga tidak mengambil waktu untuk
melindungi diri dengan baik. Kitab apokrif mengenai Daniel mencatat
bahwa nyala api itu menjulang tinggi sampai empat puluh sembilan
hasta (lebih dari dua puluh satu meter – pen.) di atas pintu perapian.
Boleh jadi Tuhan mengatur begitu rupa hingga angin meniup nyala api itu
ke arah mereka dengan begitu kencang hingga melahap mati mereka.
Demikianlah Tuhan segera membela perkara hamba-hamba-Nya yang
diperlakukan dengan tidak adil. Ia membalas dendam bagi mereka dan
menghukum para penganiaya, tidak saja saat mereka berbuat dosa,
namun juga dengan memakai perbuatan dosa mereka itu sendiri. Namun
bagaimanapun, orang-orang ini hanyalah alat kekejaman itu belaka. Dia
yang memerintahkan mereka melakukannya menanggung dosa lebih
besar. Namun mereka yang dipakai sebagai alat itu sudah sepantasnya
mati dilahap api, sebab mereka melaksanakan titah yang tidak adil dan
sangat mungkin bahwa mereka melakukannya dengan senang hati
sebab gembira diberi tugas seperti itu. namun Nebukadnezar sendiri
masih dibiarkan untuk diadakan pembalasan nanti. Akan tiba waktunya
saat raja-raja lalim dan congkak akan dihukum, tidak saja atas
kejahatan yang mereka lakukan, namun juga sebab memperalat orang-
orang di sekeliling mereka untuk melakukan kekejaman, sehingga
dengan demikian membuat mereka ikut kena hukuman Tuhan .
II. Penyelamatan ketiga hamba Tuhan yang setia ini dari dalam perapian. saat
mereka dicampakkan ke tengah api yang menyala-nyala dalam keadaan
terikat, kita bisa saja menyangka bahwa habislah riwayat mereka, bahwa
tulang-tulang mereka akan menjadi kering. Namun, sungguh mengagumkan
saat kita mendapati Sadrakh, Mesakh, dan Abednego masih hidup.
1. Nebukadnezar melihat mereka berjalan di tengah api. Kemudian
terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera (ay. 24). Boleh
jadi kematian orang-orang yang melaksanakan hukumannya itulah yang
membuatnya terperanjat, sebab mungkin saja ia memiliki alasan
untuk berpikir bahwa sesudah ini akan tiba gilirannya. Atau, mungkin
juga kesan yang tidak dapat dijelaskan telah mengejutkannya dan mem-
buatnya bangun dengan segera. Ia lalu mendekati perapian untuk
melihat apa jadinya dengan ketiga orang yang telah dicampakkan ke
dalamnya itu. Perhatikanlah, Tuhan mampu mengejutkan orang-orang
yang hatinya sudah teramat keras, baik terhadap Tuhan maupun terhadap
umat-Nya. Ia yang menciptakan jiwa manusia juga mampu mendekatkan
pedang-Nya kepada jiwa itu, bahkan kepada jiwa raja paling lalim sekali-
pun. Di dalam keheranannya, raja memanggil para menterinya dan
bertanya kepada mereka. Bukankah tiga orang yang telah kita
campakkan dengan terikat ke dalam api itu? Sepertinya, perintah itu
tidak saja diberikan oleh raja, namun juga oleh para pemuka. Mau tidak
mau mereka harus setuju dengan perintah yang dipaksakan raja kepada
mereka, supaya mereka juga ikut bersalah dalam kekejian itu. “Benar, ya
raja!” kata mereka, “kami telah memerintahkan agar hukuman itu dilak-
sanakan, dan sudah terlaksana.” “namun sekarang,” kata raja, “aku telah
memandang ke dalam perapian dan ada empat orang kulihat berjalan-
jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu” (ay. 25).
(1) Ketiga orang muda itu telah terlepas dari ikatan. Api sama sekali
tidak menghanguskan pakaian yang mereka kenakan, namun
membakar tali yang mengikat mereka, sehingga mereka bebas.
Demikianlah umat Tuhan berbesar hati melalui anugerah Tuhan , dan
justru melalui kesukaran yang telah dirancang musuh untuk
mengikat dan merintangi mereka.
(2) Mereka tidak terluka, tidak mengeluh, dan tidak merasa sakit atau
tidak nyaman sama sekali. Nyala api itu tidak menghanguskan
mereka. Asapnya tidak menyesakkan napas mereka. Mereka tetap
hidup dan baik-baik saja seperti sebelumnya di tengah api yang
menyala-nyala. Lihatlah bagaimana Tuhan pencipta alam mampu
mengendalikan kekuatan alam jika Ia berkenan, demi
melaksanakan tujuan-Nya. Sekarang telah digenapi anugerah yang
telah dijanjikan itu (Yes. 43:2), jika engkau berjalan melalui api,
engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar
engkau. Dengan iman mereka dapat memadamkan api yang dahsyat,
memadamkan semua panah api dari si jahat.
(3) Mereka berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu.
Perapian itu cukup luas sehingga mereka memiliki tempat untuk
berjalan-jalan di dalamnya. Mereka tidak terluka sehingga mampu
melangkah. Pikiran mereka tetap tenang sehingga mereka ingin
berjalan-jalan seolah-olah berada di Firdaus atau taman yang indah.
Dapatkah orang berjalan di atas bara, dengan tidak hangus kakinya?
(Ams. 6:28). Betul, mereka melakukan hal itu dengan senang hati
seperti raja Tirus berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-
cahaya, batu-batu permatanya yang berkilauan seperti api (Yeh.
28:14). saat mendapati diri tidak terluka, mereka tidak berusaha
untuk keluar dari situ. Mereka berserah saja kepada Tuhan yang telah
memelihara mereka di dalam nyala api untuk membawa mereka
keluar dari situ. Mereka berjalan-jalan di tengah-tengah api itu
dengan bebas. Salah satu tulisan kitab apokrif menceritakan dengan
terperinci doa yang dinaikkan Azarya, salah satu dari ketiga orang
itu, di tengah nyala api. Di dalam doa itu ia meratapi malapetaka dan
kejahatan bangsa Israel, serta memohon perkenan Tuhan kepada
umat-Nya. Selain itu disebutkan juga lagu pujian yang dinaikkan ke-
tiganya di tengah api yang menyala-nyala itu. Menakjubkan bahwa
mereka masih sanggup beribadah seperti itu. Namun, seperti halnya
Grotius, kita memiliki alasan untuk berpendapat bahwa doa dan
lagu itu digubah seorang Yahudi pada zaman sesudah itu, dan tidak
benar-benar dipanjatkan oleh saat orang muda itu, melainkan
hanya dugaan saja, dan sebab kita pantas menolak tulisan ini
sebagai bagian dari Kitab Suci.
(4) Ada sosok keempat yang terlihat bersama mereka di dalam api.
Menurut penilaian Nebukadnezar, sosok itu rupanya seperti anak
dewa. Ia tampil sebagai seorang pribadi ilahi, utusan dari sorga.
Bukan seorang pelayan, melainkan seorang putra. Seperti malaikat,
demikianlah beberapa tafsiran menyebutnya. Dan para malaikat juga
disebut anak-anak Tuhan (Ayb. 38:7). Di dalam uraian apokrif tentang
peristiwa ini, dikatakan bahwa malaikat TUHAN turun ke dalam
perapian. Di sini Nebukadnezar berkata (ay. 28), bahwa Tuhan telah
mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya. Di
tempat lain kita lihat juga, bahwa seorang malaikatlah yang telah
mengatupkan mulut singa-singa saat Daniel berada di dalam gua
mereka (6:22). Namun, ada juga yang berpendapat bahwa itu yaitu
Anak Tuhan yang kekal, Sang malaikat kovenan, dan bukan seorang
malaikat ciptaan. Ia sering kali tampil dalam kodrat kita sebagai
manusia, sebelum Ia memulai tugas dalam penjelmaan-Nya. Dan
belum pernah Ia tampil pada waktu yang cocok seperti ini, untuk
lebih memberi petunjuk dan tanda yang tepat tentang tugas
agung-Nya di dunia ini pada waktunya nanti, saat untuk
melepaskan orang-orang pilihan-Nya dari dalam perapian, Ia datang
dan berjalan bersama mereka di tengah api. Perhatikanlah, orang-
orang yang menderita bagi Kristus menemukan kehadiran-Nya yang
agung di tengah penderitaan mereka, bahkan di tengah perapian
yang menyala-nyala dan di lembah kekelaman. Oleh sebab itu di sana
pun mereka tidak perlu takut bahaya. Demikianlah Kristus menun-
jukkan di sini bahwa apa yang diperbuat atas umat-Nya, dipandang-
Nya sebagai diperbuat terhadap diri-Nya. Siapa pun yang mencam-
pakkan mereka ke dalam perapian, sama saja dengan telah
mencampakkan Dia ke situ. Akulah Yesus yang kauaniaya itu (Kis.
9:5).
2. Nebukadnezar memanggil mereka keluar dari perapian (ay. 26). Ia
mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu, dan meminta kepada
mereka, Keluarlah dan datanglah ke mari. Majulah, datanglah kemari
(begitulah beberapa orang memahaminya). Ia bicara dengan sangat
lembut dan prihatin, serta siap mengulurkan tangan untuk membantu
mereka keluar dari situ. Nebukadnezar diyakinkan oleh pemeliharaan
ajaib itu bahwa ia telah berbuat jahat dengan mencampakkan mereka ke
dalam perapian. Itulah sebabnya ia tidak mau mengeluarkan mereka
dengan diam-diam. Tidak mungkin demikian! Ia akan datang sendiri dan
membawa mereka ke luar (Kis. 16:37). Amatilah sebutan penuh hormat
yang diberikannya kepada mereka. saat sedang murka kepada mereka,
ia mungkin saja menyebut mereka pembangkang dan pengkhianat, atau
sebutan-sebutan buruk lain yang bisa ditemukannya. namun sekarang ia
mengakui bahwa mereka yaitu hamba-hamba Tuhan yang maha tinggi,
Tuhan yang sekarang tampil sanggup melepaskan mereka dari dalam
tangannya. Perhatikanlah, cepat atau lambat, Tuhan akan meyakinkan
orang-orang yang paling congkak sekalipun, bahwa Ia yaitu Tuhan yang
mahatinggi, melebihi mereka, dan terlampau sulit mereka kalahkan,
bahkan dalam hal-hal yang mereka tangani dengan congkak dan pongah
(Kel. 18:11). Dengan cara sama Ia akan memberitahukan kepada mereka
siapa saja yang merupakan hamba-hamba-Nya, dan bahwa Ia mengakui
mereka serta mendampingi mereka. Elia berdoa (1Raj. 18:36), Biarlah
diketahui orang, bahwa Engkaulah Tuhan dan bahwa aku ini hamba-Mu.
Sekarang Nebukadnezar memeluk mereka yang sebelum itu telah
ditinggalkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan mereka, jsesudah
sadar betul bahwa mereka yaitu orang-orang pilihan sorga.
Perhatikanlah, apa yang telah dilakukan para penganiaya terhadap
hamba-hamba Tuhan , harus mereka usahakan sedapat mungkin untuk
membatalkannya, saat Tuhan membuka mata mereka. Tidak diberi-
tahukan bagaimana orang keempat, yang rupanya seperti anak dewa itu
mengundurkan diri, atau apakah Ia menghilang begitu saja atau terlihat
naik ke atas. Namun, mengenai ketiga orang yang lain itu kita diberitahu,
(1) Bahwa mereka keluar dari api itu, seperti Abraham, bapa leluhur
mereka, keluar dari Ur (yaitu: api) Kasdim. Menurut tradisi orang
Yahudi, ke dalam api Kasdim (atau Ur) inilah Abraham dicampakkan
sebab menolak untuk menyembah berhala, dan dari situ pulalah ia
diselamatkan seperti halnya tiga orang itu. saat dibebaskan, ketiga
anak muda ini tidak mencobai Tuhan dengan bertahan lebih lama di
dalam perapian, namun keluar bagaikan kayu bakar yang tidak
tersulut api.
(2) Bahwa terlihat begitu jelas, sampai membuat semua orang yang
melihat kejadian itu takjub, bahwa ketiga orang itu sama sekali tidak
terluka sedikit pun oleh api itu (ay. 27). Semua pembesar datang
berkumpul untuk menyaksikan mereka, dan mendapati bahwa
rambut di kepala mereka tidak hangus. Inilah pengajaran yang
diberikan Juruselamat kita secara kiasan, demi meyakinkan hamba-
hamba-Nya yang sedang menderita, bahwa mereka tidak akan
disakiti (Luk. 21:18), namun tidak sehelaipun dari rambut kepalamu
akan hilang. Pakaian ketiga orang itu pun sama sekali tidak berubah
warna, bahkan tidak berbau asap api. Tubuh mereka sedikit pun
tidak hangus atau melepuh. Tidak, tubuh orang-orang ini tidak
mempan oleh api itu. Orang-orang Kasdim menyembah api sebagai
semacam bayangan matahari, dan sekarang, dengan mengekang api,
Tuhan tidak saja memandang hina raja mereka, namun dewa mereka
juga. Ia menunjukkan bahwa suara TUHAN menyemburkan nyala api
(Mzm. 29:7) dan juga menyibakkan air laut saat Ia hendak
membuat jalan bagi umat-Nya untuk lewat. Hanya Tuhan kita yang
bisa disebut api yang menghanguskan (Ibr. 12:29). Hanya dengan
sepatah kata dari Dia saja, api lain tidak akan dapat menghanguskan.
Nebukadnezar Memuliakan Tuhan
(3:28-30)
28 Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Tuhan nya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia
telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh
percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka,
sebab mereka tidak mau memuja dan menyembah Tuhan manapun kecuali Tuhan mereka.
29 Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa
atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Tuhan nya Sadrakh,
Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi
timbunan puing, sebab tidak ada Tuhan lain yang dapat melepaskan secara demikian itu.”
30 Lalu raja memberi kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di
wilayah Babel.
Pengamatan saksama pun dibuat, super visum corporis – pemeriksaan atas tubuh
mereka, oleh para wakil raja dan penguasa, serta semua pembesar yang hadir di
peristiwa yang dihadiri orang banyak ini. Orang-orang ini pasti saja tidak akan
berpihak kepada ketiga orang percaya itu, sehingga mereka sangat berperan
dalam pengungkapan mujizat ini dan dalam memuliakan kuasa serta kasih
karunia Tuhan di dalamnya. Mereka telah mengadakan suatu mujizat yang
menyolok dan kita tidak dapat menyangkalnya (Kis. 4:16). Marilah kita lihat
dampak yang diakibatkan kejadian ini pada Nebukadnezar.
I. Nebukadnezar memuliakan Tuhan orang Israel sebagai Tuhan yang sanggup
dan bersedia melindungi orang-orang yang menyembah Dia (ay. 28):
“Terpujilah Tuhan nya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Kiranya Ia dimuliakan
dengan kesetiaan dari pengikut-pengikut-Nya, dan atas perlindungan penuh
kuasa yang diberikan-Nya kepada mereka. Kedua hal ini tidak akan dapat
disamai oleh bangsa mana pun dan dewa-dewa mereka.” Raja sendiri
mengakui dan memuja Dia. Ia berpendapat bahwa sudah seharusnya Ia
diakui dan dipuja oleh semua orang. Terpujilah Tuhan nya Sadrakh.
Perhatikanlah, Tuhan mampu memeras pengakuan orang atas diri-Nya yang
patut dipuji, bahkan dari mulut mereka yang siap mencerca-Nya dengan
terang-terangan.
1. Nebukadnezar memuliakan Tuhan sebab kuasa-Nya yang mampu
melindungi orang-orang yang menyembah-Nya, dari musuh yang paling
kuat dan jahat sekalipun: tidak ada Tuhan lain yang dapat melepaskan
secara demikian itu (ay. 29). Tidak, bahkan patung emas yang telah
didirikannya ini. Untuk alasan inilah tidak ada Tuhan lain yang mampu
mewajibkan para penyembahnya menggantungkan diri kepadanya
semata, dan lebih memilih untuk mati dibandingkan menyembah Tuhan lain,
seperti halnya Tuhan Israel. Tuhan -Tuhan lain ini tidak mampu menjamin
untuk mendukung mereka seperti halnya Dia. Jika Tuhan mampu
melepaskan umat-Nya seperti yang tidak dapat dilakukan Tuhan lain, Ia
tentu saja pantas menuntut ketaatan, sesuatu yang tidak dapat dilakukan
Tuhan lain.
2. Nebukadnezar memuliakan Tuhan atas kebaikan-Nya, bahwa Ia bersedia
berbuat baik (ay. 28): Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan
hamba-hamba-Nya. Bel tidak sanggup menyelamatkan para
penyembahnya dari panasnya udara di pintu perapian, namun Tuhan Israel
menyelamatkan umat-Nya sehingga tidak terbakar, saat mereka
dicampakkan ke tengah perapian sebab menolak untuk memuja dan
menyembah Tuhan manapun kecuali Tuhan mereka. Melalui peristiwa ini
Nebukadnezar dengan jelas dibuat mengerti bahwa semua keberhasilan
luar biasa yang telah dan masih akan diraihnya dalam melawan umat
Israel, sesuatu yang sangat dibangga-banggakannya itu sampai mengira
dirinya telah lebih kuat dibandingkan Tuhan Israel, benar-benar semata-mata
oleh sebab dosa mereka. Seandainya seluruh bangsa Israel
menggantungkan diri kepada Tuhan mereka sendiri dengan setia dan
hanya menyembah Dia seperti halnya ketiga orang ini, mereka semua
pasti telah dilepaskan dari tangan Nebukadnezar seperti ketiga orang ini.
Itulah pelajaran baginya untuk saat itu.
II. Nebukadnezar memuji keteguhan hati ketiga orang ini untuk terus
memegang ibadah agama mereka. Ia menyebut hal itu untuk menghormati
mereka (ay. 28). Ia sendiri tidak bisa diajak mengakui Tuhan sebagai Tuhan nya
dan menyembah Dia. Sebab seandainya ia melakukan hal itu, ia tahu bahwa
ia harus menyembah Dia saja dan meninggalkan semua Tuhan lain. sebab itu
ia menyebut Dia Tuhan nya Sadrakh, bukan Tuhan ku. Walaupun demikian, ia
memuji mereka bertiga sebab tetap bergantung kepada-Nya dan tidak mau
memuja dan menyembah Tuhan manapun kecuali Tuhan mereka. Perhatikanlah,
banyak orang yang tidak beribadah kepada Tuhan , masih bersedia mengakui
bahwa orang-orang yang saleh dan setia dalam ibadah mereka, jelas berada
di pihak yang benar. Meskipun mereka ini tidak dapat dibujuk untuk ikut
bergabung, mereka masih bersedia memuji orang-orang yang sudah
bergabung dalam ibadah itu dan taat padanya. Jika manusia rela
menyerahkan diri kepada satu-satunya Tuhan yang patut mereka layani,
biarlah mereka mempertahankan pendirian mereka itu, dan hanya melayani
Dia seorang, berapa pun harga yang harus dibayar. Kesetiaan untuk terus
beribadah dalam agama yang benar seperti ini pasti mendatangkan pujian
orang, bahkan dari antara orang-orang yang tidak beragama sekalipun
sebab sikap yang tidak teguh hati, yang berkhianat, dan tidak setia,
merupakan perbuatan yang dicemooh oleh siapa saja. Nebukadnezar memuji
ketiga orang itu sebab mereka melakukan ini,
1. Dengan tidak mengindahkan sedikitpun nyawa mereka, yang mereka
anggap tidak berharga, dibandingkan dengan kebaikan Tuhan dan
kesaksian hati nurani yang baik. Mereka lebih suka menyerahkan tubuh
mereka untuk dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala
dibandingkan meninggalkan Tuhan mereka dan menghina Dia dengan
memberi penghormatan kepada Tuhan lain, yang hanya
diperuntukkan bagi Dia seorang. Ingatlah, orang-orang yang lebih
mementingkan jiwa dibandingkan tubuh mereka, akan memperoleh pujian,
kalau bukan dari manusia, tentu saja dari Tuhan . Mereka yang dipuji-Nya
yaitu yang lebih suka kehilangan nyawa dibandingkan meninggalkan Dia.
Orang-orang demikian yang tidak mengetahui tingginya nilai ibadah,
akan menganggap penderitaan demi ibadah kepada Tuhan sungguh tidak
layak dilakukan.
2. Ketiga orang itu melakukannya dengan menentang raja sehabis-
habisnya: Mereka telah melanggar titah raja, yakni melawannya, dan
dengan demikian memandang rendah titah serta ancamannya. Dan hal
ini malah membuat raja menyesal dan menarik kembali titah maupun
ancamannya itu. Perhatikanlah, bahkan raja-raja sekalipun harus
mengakui bahwa saat perintah mereka bertentangan dengan perintah
Tuhan , maka Dialah yang harus dipatuhi, dan bukan mereka.
3. Ketiga orang itu melakukannya dengan keyakinan yang tiada taranya
terhadap Tuhan mereka. Mereka menaruh percaya kepada-Nya, bahwa Ia
akan mendampingi mereka dalam apa yang mereka lakukan. Ia akan
membawa mereka keluar dari perapian yang menyala-nyala itu kembali
ke tempat mereka di bumi. Atau, Ia bisa juga memimpin mereka
melewati perapian yang menyala-nyala menuju tempat mereka di sorga.
Dengan keyakinan inilah mereka tidak takut terhadap murka raja dan
mengabaikan nyawa mereka sendiri. Perhatikanlah, iman yang teguh
terhadap Tuhan akan menghasilkan kesetiaan yang teguh kepada-Nya.
Nah, kesaksian penuh rasa hormat yang diberikan di depan umum oleh
raja sendiri mengenai hamba-hamba Tuhan ini, kita duga, akan
menggugah hati orang-orang Yahudi lain yang sedang atau akan ditawan
di Babel. Sebab, teman-teman mereka tentu saja tidak memiliki iman
untuk mendesak mereka supaya menentang perintah Tuhan seperti yang
dilakukan ketiga saudara mereka sampai mendapat pujian raja itu. Rasa
malu mereka pun tidak bisa mendorong mereka mengambil sikap
seperti ketiga orang itu. Bahkan, apa yang dilakukan Tuhan bagi ketiga
hamba-Nya ini tidak saja akan membantu orang-orang Yahudi tetap
menjalankan ibadah mereka selama berada di dalam pembuangan, namun
juga akan menjauhkan mereka dari kecenderungan untuk menyembah
berhala, yang memang untuk tujuan ini mereka dibawa ke dalam
pembuangan. Dan saat penyelamatan ketiga orang itu berdampak baik
terhadap mereka, maka mereka bisa yakin bahwa Tuhan juga akan
menyelamatkan mereka dari perapian mereka itu, seperti halnya Ia
menyelamatkan ketiga saudara mereka itu dari perapian ini.
III. Nebukadnezar mengeluarkan maklumat kerajaan yang melarang siapa pun
berbicara buruk tentang Tuhan orang Israel (ay. 29). Beralasanlah untuk
menduga bahwa baik dosa-dosa maupun kesukaran orang Israel selama ini
telah menimbulkan kesempatan bagi orang Kasdim untuk menghujat Tuhan
Israel, walaupun perbuatan mereka itu tidak benar. Selain itu, mungkin juga
Nebukadnezar sendirilah yang mendorong mereka melakukannya. Namun
sekarang, meskipun tidak benar-benar bertobat ataupun tergerak untuk
menyembah Dia, raja berketetapan untuk tidak pernah berbicara buruk
tentang Dia lagi, atau membiarkan orang lain melakukannya. “Setiap orang
yang mengucapkan penghinaan, berbicara keliru (begitulah yang dipahami
beberapa orang), atau melontarkan celaan atau hujatan, siapa pun yang
mengucapkan penghinaan terhadap Tuhan nya Sadrakh, Mesakh dan
Abednego, mereka akan ditetapkan sebagai penjahat bejat, dan akan ditindak
sebab itu, dipenggal-penggal, seperti yang dialami Agag dengan pedang
Samuel. Rumah-rumah mereka akan dirobohkan menjadi timbunan puing.”
Mujizat yang sekarang dikerjakan oleh kuasa Tuhan yang membela para
penyembah-Nya di hadapan ribuan warga Babel ini, cukup untuk
membenarkan dikeluarkannya maklumat oleh raja ini. Dan maklumat ini
juga akan sangat menenteramkan hati orang-orang Yahudi yang ada dalam
pembuangan. Dengan adanya peraturan baru ini, mereka akan terlindung
dari panah-panah berapi berupa celaan dan hujatan. Jika tidak, mereka tentu
akan terus-menerus diganggu. Perhatikanlah, sungguh merupakan belas
kasihan, dan juga suatu kemenangan besar bagi jemaat, jika mulut
musuh-musuhnya dibungkam dan lidah mereka kelu, meskipun hati mereka
tidak berbalik. Jika raja yang kafir ini saja bisa mengendalikan bibir congkak
para penghujat, maka raja-raja Kristen seharusnya lebih melakukannya lagi.
Bahkan dalam peristiwa ini, kita duga, manusia sudah menjadi hukum bagi
dirinya sendiri. Orang-orang yang tidak mengasihi Tuhan hingga tidak peduli
untuk menghina Dia, hati mereka tidak pernah tergerak lagi untuk
mengucapkan penghinaan terhadap Dia, sebab kita yakin mereka tidak akan
pernah menemukan alasan untuk itu.
IV. Nebukadnezar tidak saja membatalkan hukuman ketiga orang ini, namun juga
mengembalikan mereka kepada kedudukan mereka dalam pemerintahan
dan membuat segala usahanya berhasil, dan memberi kepercayaan yang
lebih besar serta menguntungkan dibandingkan sebelumnya: Ia memberi
kedudukan tinggi kepada mereka di wilayah Babel. Hal ini merupakan
kehormatan besar bagi mereka dan juga penghiburan bagi saudara-saudara
mereka di dalam pembuangan. Perhatikanlah, sungguh merupakan hikmat
raja-raja jika mereka meninggikan dan mempekerjakan orang-orang
yang teguh dalam ibadah mereka. Sebab, orang-orang yang setia kepada
Tuhan yaitu yang paling mungkin setia kepada mereka. Dan lagi, keadaan
mereka sangat mungkin akan baik-baik saja saat orang-orang kesayangan
Tuhan juga menjadi orang-orang kesayangan mereka.
PASAL 4
enulis pasal ini yaitu Nebukadnezar sendiri. Kisah tentang dirinya yang
dicatat di sini, disampaikan kepada kita dalam kata-katanya sendiri, seperti
yang disusun dan disiarkannya kepada khalayak umum. Namun, melalui
pengilhaman, Daniel, seorang nabi, menyisipkannya di dalam kisah sejarahnya
sendiri, sehingga dengan demikian menjadi bagian dari tulisan suci, sekaligus
bagian yang sangat patut dikenang. Nebukadnezar dengan berani hendak ber-
saing dengan Tuhan Yang Mahakuasa dalam hal kedaulatan, sesuatu yang
mungkin jarang ditemui di antara manusia biasa. namun , di sini ia mengaku
dengan terus terang bahwa ia telah ditaklukkan, dan bahwa Tuhan Israel melebihi
dia. Di sini ada ,
I. bagi penuturannya, yang di dalamnya ia mengakui
kekuasaan Tuhan atas dirinya (ay. 1-3).
II. Penuturan itu sendiri, yang di dalamnya ia bercerita tentang,
1. Mimpinya, yang membuat bingung orang-orang berilmu (ay. 1-18).
2. Penafsiran mimpinya oleh Daniel, yang menunjukkan kepadanya
bahwa mimpi itu meramalkan kejatuhannya. Oleh sebab itu Daniel
menyarankan agar ia bertobat dan memperbaharui diri (ay. 19-27).
3. Penggenapan mimpi itu saat Nebukadnezar menjadi gila selama
tujuh tahun, dan jsesudah itu akal sehatnya pulih kembali (ay. 28-
36).
4. Penutup dari penuturannya, disertai pengakuan penuh kerendahan
hati dan pemujaan kepada Tuhan sebagai Tuhan atas segala sesuatu
(ay. 37). Pengakuan ini diperas dari mulutnya oleh kuasa Tuhan
yang berdaulat, yang menguasai hati semua manusia di dalam
genggaman-Nya. Pengakuan ini dicatat sebagai bukti kekal akan ke-
unggulan Tuhan , menjadi tugu peringatan akan kemuliaan-Nya, piala
kemenangan-Nya. Pengakuan ini juga menjadi peringatan kepada
semua orang agar tidak berharap bisa berhasil sementara mereka
mengangkat dada atau mengeraskan hati terhadap Tuhan .
Nebukadnezar Memuliakan Tuhan
(4:1-3)
1 Dari raja Nebukadnezar kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan
bahasa, yang diam di seluruh bumi: “Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu! 2
Aku berkenan memaklumkan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan Tuhan
yang maha tinggi kepadaku. 3 Betapa besarnya tanda-tanda-Nya dan betapa hebatnya
mujizat-mujizat-Nya! Kerajaan-Nya yaitu kerajaan yang kekal dan pemerintahan-Nya
turun-temurun!
Di sini ada ,
I. Pernyataan, biasanya dalam bentuk tulisan, pengumuman, atau surat edaran,
yang dikeluarkan raja (ay. 1). Gaya penyampaian yang digunakan
Nebukadnezar sebagai seorang raja sama sekali tidak semarak atau
berbunga-bunga, namun jelas, singkat, dan tidak dibuat-buat. Hanya
disebutkan raja Nebukadnezar. Jika pada kesempatan-kesempatan lain ia
menggunakan kata-kata megah dan congkak dalam menyebutkan gelarnya,
sekarang ia mengesampingkan semua itu. Sebab, ia sudah lanjut usia, dan
baru pulih dari gangguan jiwa yang telah merendahkan serta mem-
permalukan dirinya. Sekarang ia benar-benar merenungkan keagungan
Tuhan dan kedaulatan-Nya. Pernyataan yang diumumkannya ini tidak saja
ditujukan kepada rakyatnya sendiri, namun juga kepada semua orang yang
menerimanya, kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan
bahasa, yang diam di seluruh bumi. Ia tidak saja berkehendak agar mereka
semua sudi mendengarnya, meskipun di dalamnya disebutkan perihal kebu-
rukannya sendiri, yang boleh jadi tidak akan berani diberitakan oleh siapa
pun jika bukan raja sendiri yang melakukannya, dan oleh sebab itu Daniel
memberitakan pernyataan aslinya. Sebaliknya, ia dengan tegas menuntut
dan memerintahkan semua kalangan agar memperhatikannya. Hal ini
penting dan mungkin juga bermanfaat bagi semua orang. Nebukadnezar
memberi salam kepada orang-orang kepada siapa ia menulis, dalam bentuk
lazim, Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu. Perhatikanlah,
sungguh pantas jika raja-raja mengedarkan ucapan selamat bersama
perintah mereka, dan sebagai bapa bagi negeri, patutlah memberkati rakyat
mereka. Begitu pulalah yang biasa kita lakukan. Kita mengirimkan salam,
Omnibus quibus hæ præsentes literæ pervenerint, salutem – Semoga sehat
walafiat semua orang yang menerima pemberian ini. Adakalanya juga
berbentuk Salutem sempiternam – Sehat dan selamat sampai selama-
lamanya.
II. Sesuatu yang penting dan berarti. Nebukadnezar menulis tulisan ini,
1. Untuk memperkenalkan kepada orang lain perihal tindakan
penyelenggaraan Tuhan berkenaan dengan dirinya (ay. 2): Aku berkenan
memaklumkan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan
Tuhan yang maha tinggi kepadaku, demikianlah ia menyebut Tuhan yang
benar. Ia berpendapat bahwa sungguh pantas (demikian kata yang
digunakannya), bahwa sudah menjadi kewajibannya dan sudah
sepantasnya ia berutang budi kepada Tuhan dan dunia jsesudah pulih dari
gangguan jiwa, untuk memberitakan ke tempat-tempat jauh dan
mencatat bagi mereka yang hidup di masa mendatang, bahwa patutlah
Tuhan telah merendahkan dia dan betapa kemudian dengan kemurahan-
Nya Ia telah memulihkannya lagi. Tidak perlu diragukan lagi bahwa
semua bangsa telah mendengar tentang hal yang menimpa
Nebukadnezar, dan menyebarluaskannya. Namun demikian, ia merasa
sudah sepantasnya mereka menerima penjelasan khusus langsung dari
dirinya sendiri, supaya mereka mengetahui ada campur tangan Tuhan
dalam peristiwa hidupnya itu, dan betapa jiwanya sangat terjamah
dengan kejadian itu. Dengan menjelaskan langsung, orang bisa menge-
tahui peristiwa itu bukan sebagai suatu kabar berita, melainkan sebagai
perkara iman kepercayaan. Semua peristiwa yang terjadi pada dirinya
itu bukan sekadar keajaiban yang patut dikagumi, melainkan juga
merupakan tanda-tanda yang harus dipakai untuk mengajari dunia
bahwa Tuhan Tuhan lebih besar dibandingkan semua dewa. Perhatikanlah,
kita patut menunjukkan kepada orang l