• coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

  • kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label daniel obaja 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label daniel obaja 3. Tampilkan semua postingan

daniel obaja 3

 


8-30). 

Patung Emas Nebukadnezar 

(3:1-7) 

1 Raja Nebukadnezar membuat sebuah patung emas yang tingginya enam puluh hasta dan 

lebarnya enam hasta yang didirikannya di dataran Dura di wilayah Babel. 2 Lalu raja 

Nebukadnezar menyuruh orang mengumpulkan para wakil raja, para penguasa, para 

bupati, para penasihat negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum dan semua 

kepala daerah, untuk menghadiri penahbisan patung yang telah didirikannya itu. 3 Lalu 

berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupati, para penasihat negara, para 

bendahara, para hakim, para ahli hukum dan semua kepala daerah, untuk menghadiri 

pentahbisan patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu. 4 Dan berserulah seorang 

bentara dengan suara nyaring: “Beginilah dititahkan kepadamu, hai orang-orang dari 

segala bangsa, suku bangsa dan bahasa: 5 demi kamu mendengar bunyi sangkakala, 

seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, maka 

haruslah kamu sujud menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu; 6 

siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan sesaat  itu juga ke dalam 

perapian yang menyala-nyala!” 7 Sebab itu demi segala bangsa mendengar bunyi 

sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, 

maka sujudlah orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, dan menyembah 

patung emas yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu. 

Kita tidak tahu pasti tanggal kisah ini terjadi, selain bahwa jika patung yang 

ditahbiskan Nebukadnezar ini ada kaitannya dengan patung dalam mimpinya, 

maka mungkin kisah ini terjadi tidak lama sesudah itu. Ada yang 

memperkirakan sekitar tahun ketujuh pemerintahan Nebukadnezar, atau satu 

tahun sebelum Yoyakhin ditangkap bersama Yehezkiel untuk dibawa pergi. 

Amatilah, 

I. Sebuah patung emas didirikan untuk disembah. Babel sudah penuh dengan 

berhala-berhala, namun tidak ada yang dapat memuaskan raja congkak dan 

sewenang-wenang ini selain bahwa mereka harus punya satu dewa lagi. 

Sebab, orang-orang yang telah meninggalkan satu-satunya Tuhan   yang hidup, 

dan mulai menyembah banyak dewa, akan mendapati bahwa patung-patung 

dewa yang telah mereka dirikan itu ternyata sangat tidak memuaskan. 

Hasrat mereka atas dewa-dewa tadi begitu tidak terpuaskan, hingga mereka 

akan terus memperbanyak dewa-dewa tanpa batas. Mereka akan terus 

mengejar keinginan itu tanpa henti, dan tidak pernah tahu kapan jumlahnya 

sudah mencukupi. Para penyembah berhala sangat menggemari hal-hal baru 

dan keragaman. Mereka memilih Tuhan   baru. Mereka yang sudah memiliki 

banyak, akan ingin memiliki lebih banyak lagi. Untuk dapat menjalankan hak 

istimewa kekuasaannya dan membuat Tuhan   yang dianggapnya sesuai, raja 

Nebukadnezar pun membuat patung ini (ay. 1). Amatilah, 

1. Nilainya yang tinggi. Patung ini terbuat dari emas. Tentu saja bukan 

seluruhnya terbuat dari emas. Sekaya apa pun dia, mungkinkah bahwa ia 

tidak memiliki sebanyak itu, namun  hanya melapisinya saja dengan emas. 

Perhatikanlah, para penyembah Tuhan   palsu tidak segan-segan 

mengeluarkan biaya dalam mendirikan patung lalu menyembahnya. 

Mereka mengeluarkan emas dari dalam kantong demi tujuan itu (Yes. 

46:6). Namun hal ini juga sungguh mempermalukan kita yang pelit 

dalam menyembah Tuhan   yang benar. 

2. Ukurannya yang besar. Tingginya enam puluh hasta dan lebarnya enam 

hasta. Ukurannya lima belas kali lebih besar dibandingkan  sosok manusia 

biasa (yang kira-kira hanya setinggi 1,8 meter). Seakan-akan ukuran 

yang amat besar mirip monster itu dapat menggantikan keadaannya 

yang tidak hidup. namun  mengapa Nebukadnezar mendirikan patung ini? 

Ada yang menafsirkan bahwa tindakan ini yaitu  untuk membersihkan 

dirinya dari dugaan bahwa ia telah menjadi Yahudi, sebab belum lama 

berselang ia memuji-muji Tuhan   Israel dengan penuh hormat, dan 

memberi kedudukan tinggi kepada beberapa penyembah-Nya. Atau, 

boleh jadi ia membuat patung itu sebagai patung dirinya sendiri, dan 

dirancang supaya dia sendiri yang disembah melalui patung itu. Raja-

raja yang sombong sangat menggemari agar mereka dihormati seperti 

layaknya seorang dewa. Aleksander juga berbuat sama, berlagak sebagai 

putra Zeus Olimpios. Nebukadnezar diberitahu bahwa di dalam patung 

yang dilihatnya dalam mimpinya itu, ia digambarkan sebagai kepala dari 

emas tua, dan akan digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang 

dilambangkan dengan logam-logam yang bernilai lebih rendah. Namun, 

di sini ia melambangkan dirinya dengan seluruh patung, sebab ia 

membuat seluruh patung itu dengan emas. Lihatlah di sini,  

(1) Bagaimana kesan-kesan baik yang waktu itu tertanam pada dirinya 

hilang dengan cepat. Waktu itu ia mengakui bahwa Tuhan   orang Israel 

sesungguhnya Tuhan   yang mengatasi segala Tuhan   dan Yang berkuasa 

atas segala raja. Namun sekarang, dengan menentang hukum Tuhan   

yang jelas itu, ia mendirikan patung untuk disembah. Tidak hanya 

melanjutkan kebiasaan menyembah berhala yang terdahulu, ia juga 

membuat yang baru. Perhatikanlah, seringkali orang diyakinkan 

dengan kuat akan keberdosaannya, namun hal itu tidak diiringi 

dengan pertobatan yang sungguh. Banyak kesakitan disebabkan oleh 

kekonyolan dan bahaya dosa, namun orang tetap saja berkanjang di 

dalamnya. 

(2) Bagaimana mimpi dan maknanya yang telah begitu berkesan 

baginya, sekarang justru berakibat sebaliknya. Dulu mimpi itu 

membuat sang raja sujud dengan rendah hati untuk menyembah 

Tuhan  . Sekarang ia justru menjadi pesaing yang berani menantang 

Tuhan  . Dulu ia senang dilambangkan dengan kepala emas dari patung 

itu, dan mengakui bahwa ia berutang budi kepada Tuhan   untuk itu. 

Namun, saat  pikirannya melambung sesuai keadaan, ia sekarang 

menganggap hal itu terlampau kecil, dan ia pun melawan Tuhan   dan 

pesan-Nya, ingin menjadi semua di dalam semua. 

II. Seluruh negeri disuruh berkumpul untuk menghadiri upacara penahbisan 

patung ini (ay. 2-3). Para utusan dikirimkan ke seluruh bagian kerajaan 

untuk mengumpulkan para wakil raja, para penguasa, para pembesar, dan 

bangsawan seluruh kerajaan, termasuk para pejabat sipil dan militer, para 

bupati, para penasihat negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum 

dan semua kepala daerah. Mereka semua harus datang untuk menghadiri 

pentahbisan patung yang telah didirikannya itu, tanpa memedulikan 

penderitaan serta bahaya yang akan diakibatkannya. Raja memanggil semua 

pembesar demi menghormati patung ini. Oleh sebab itu ada disebutkan demi 

kemuliaan Kristus, bahwa raja-raja akan menyampaikan persembahan 

kepada-Nya. Jika Nebukadnezar dapat menyuruh mereka memberi  peng-

hormatan kepada patung emas ini, ia yakin bahwa rakyat jelata pasti akan 

mengikuti. Dengan menaati perintah raja, seluruh hakim dan pejabat 

kerajaan besar itu pun meninggalkan tugas di daerah masing-masing, dan 

datang ke Babel, demi penahbisan patung emas ini. Banyak dari antara 

mereka yang harus melakukan perjalanan jauh yang menelan biaya besar, 

demi menjalankan tugas yang sangat bodoh. Namun, sama seperti patung 

berhala merupakan benda-benda yang mati rasa, begitu juga halnya dengan 

para penyembahnya. 

III. Maklumat dikeluarkan, memerintahkan semua orang hadir di hadapan 

patung itu. Begitu isyarat diberikan, mereka harus sujud dan menyembah 

patung yang ditahbiskan sebagai patung yang telah didirikan raja 

Nebukadnezar. Seorang bentara mengumumkan hal ini dengan suara nyaring 

kepada himpunan besar pembesar berikut para pelayan dan pembantu 

mereka yang tidak kalah banyaknya. Tak diragukan lagi, kerumunan besar 

orang-orang yang tidak dipanggil juga turut hadir di sana. Mereka semua 

harus memperhatikan, 

1. Bahwa raja menuntut dan memerintahkan dengan tegas agar semua 

orang sujud dan menyembah patung emas itu. Tidak peduli dewa-dewa 

lain apa pun yang mereka sembah pada waktu-waktu lain, sekarang 

mereka harus menyembah patung ini. 

2. Bahwa mereka semua harus melakukan ini serentak, sebagai tanda 

persekutuan di antara mereka dalam upacara penyembahan berhala ini. 

Dan, agar upacara berlangsung khidmat seperti yang diinginkan, maka 

suatu pergelaran musik dimainkan, yang juga dapat melembutkan hati 

mereka yang enggan patuh, sehingga mereka bersedia mematuhi 

perintah raja. Sukaria dan keceriaan dalam acara penyembahan ini 

sangat cocok dengan pikiran yang dikuasai hawa nafsu. Cara seperti ini 

sama sekali tidak sesuai dengan penyembahan rohani yang pantas 

diberikan kepada Tuhan   yang yaitu  Roh. 

IV. Kepatuhan himpunan orang banyak ini terhadap perintah raja (ay. 7). 

Mereka mendengar bunyi alat-alat musik, baik yang ditiup maupun yang 

dipetik dengan tangan, yaitu sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, dan 

serdam, yang bagi mereka terdengar menggairahkan. Cukup sesuai untuk 

menimbulkan gairah seperti yang pada masa itu mengiringi penyembahan 

mereka. Bagaikan prajurit yang terbiasa dilatih dengan bunyi genderang, 

dengan serentak orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa 

pun sujud menyembah patung emas itu. Maka tidaklah mengherankan bahwa 

saat maklumat itu diumumkan, siapa pun yang  tidak sujud menyembah 

patung emas itu, akan dicampakkan sesaat  itu juga ke dalam perapian yang 

menyala-nyala yang telah disiapkan (ay. 6). Di sini kita melihat pesona musik 

untuk memikat hati mereka supaya patuh, dan kengerian perapian yang me-

nyala-nyala untuk membuat mereka ketakutan sehingga bersedia patuh. Dan 

sebab  tergoda sedemikian rupa, mereka semua pun tunduk. Perhatikanlah, 

dengan cara itulah indra manusia mengarahkan kebanyakan orang. Tidak 

ada cara yang seburuk seperti dengan pertunjukan musik ini, yang mampu 

memikat hati dunia yang sembrono ini. Juga tidak yang seperti perapian 

yang menyala-nyala, yang dapat menggerakkan orang seperti ini. Dan 

melalui cara-cara seperti inilah penyembahan palsu selama ini telah ditegak-

kan dan dipelihara. 

Para Pemuka Ibrani Dituduh,  

Kegigihan Para Pemuka Yahudi  

(3:8-18) 

8 Pada waktu itu juga tampillah beberapa orang Kasdim menuduh orang Yahudi. 9 

Berkatalah mereka kepada raja Nebukadnezar: “Ya raja, kekTuhan   hidup tuanku! 10 Tuanku 

raja telah mengeluarkan titah, bahwa setiap orang yang mendengar bunyi sangkakala, 

seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, harus 

sujud menyembah patung emas itu, 11 dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah, 

akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. 12 Ada beberapa orang Yahudi, 

yang kepada mereka telah tuanku berikan pemerintahan atas wilayah Babel, yakni 

Sadrakh, Mesakh dan Abednego, orang-orang ini tidak mengindahkan titah tuanku, ya 

raja: mereka tidak memuja dewa tuanku dan tidak menyembah patung emas yang telah 

tuanku dirikan.” 13 Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan 

geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. jsesudah  orang-

orang itu dibawa menghadap raja, 14 berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah 

benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak 

menyembah patung emas yang kudirikan itu? 15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu 

mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai 

jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! namun  jika kamu tidak 

menyembah, kamu akan dicampakkan sesaat  itu juga ke dalam perapian yang menyala-

nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?” 16 Lalu 

Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami 

memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. 17 Jika Tuhan   kami yang kami puja sanggup 

melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, 

dan dari dalam tanganmu, ya raja; 18 namun  seandainya tidak, hendaklah tuanku 

mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan 

menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” 

Sungguh aneh mengapa Sadrakh, Mesakh, dan Abednego ikut hadir di tengah 

perhimpunan itu, padahal mereka mungkin saja tahu untuk tujuan apa mereka 

semua dikumpulkan seperti itu. Sedangkan Daniel, mungkin sekali, tidak hadir, 

entah sebab  panggilan tugas atau mendapat izin dari raja untuk mengundurkan 

diri. Atau kita juga bisa beranggapan bahwa Daniel begitu diperkenan oleh raja 

hingga tidak seorang pun berani mengeluhkan ketidaktaatannya terhadap 

perintah raja. Apa pun itu, mengapa teman-temannya tidak menghindari 

perhimpunan itu? Tentu saja sebab  mereka hendak menaati perintah raja 

sejauh yang mereka bisa, dan siap memberi  kesaksian di hadapan umum 

bahwa mereka menolak penyembahan berhala yang teramat buruk ini. Mereka 

menganggap belumlah cukup untuk sekadar tidak sujud menyembah patung itu, 

namun  sebagai pejabat, mereka merasa berkewajiban untuk berdiri menentang 

penyembahan itu, meskipun itu patung yang didirikan oleh raja tuan mereka, 

dan yang akan menjadi berhala emas bagi orang-orang yang menyembahnya itu. 

Sekarang, 

I. Laporan disampaikan kepada raja oleh beberapa orang Kasdim perihal 

ketiga orang pembesar yang tidak menaati perintah raja ini (ay. 8). Boleh 

jadi orang-orang Kasdim yang menuduh mereka ini yaitu  beberapa orang 

berilmu dan ahli jampi yang juga disebut orang Kasdim (2:2, 4) yang 

mendendam terhadap teman-teman Daniel, sebab  ia telah meredupkan 

nama mereka, dan begitu pula ketiga temannya ini. Padahal melalui doa-doa 

ketiga teman Daniel itu, mereka mendapat belas kasihan yang menyela-

matkan nyawa orang-orang Kasdim ini. Namun lihatlah betapa mereka 

malah membalas kebaikan dengan kejahatan! Sebagai ganti kasih yang 

ditunjukkan teman-teman Daniel, mereka justru dianggap musuh orang 

Kasdim. Demikian jugalah Yeremia telah berdiri di hadapan Tuhan  , untuk 

berbicara membela mereka yang kemudian menggali pelubang untuknya 

(Yer. 18:20). Janganlah kita menganggap aneh jika  berjumpa dengan 

orang-orang yang tidak tahu berterima kasih seperti itu. Atau, mungkin juga 

mereka yang melapor itu yaitu  orang-orang Kasdim yang begitu 

mengharap-harapkan kedudukan yang diberikan kepada ketiga orang muda 

itu, dan merasa iri dengan segala pangkat dan pencapaian hidup mereka. 

namun  siapa dapat tahan terhadap cemburu? Mereka berseru kepada raja 

perihal maklumat itu, dengan segenap sikap hormat kepada baginda raja dan 

pujian seperti biasa, Ya raja, kekTuhan   hidup tuanku! (seolah-olah yang 

mereka utamakan hanyalah kehormatannya dan demi kepentingannya 

semata, padahal sebenarnya mereka justru menempatkan raja dalam bahaya 

yang dapat menghancurkan dirinya dan kerajaannya). Mereka memohon 

izin, 

1. Untuk mengingatkan raja perihal hukum yang belum lama dibuatnya. 

Yaitu, bahwa semua orang tanpa membedakan bangsa ataupun bahasa, 

harus sujud menyembah patung emas itu. Mereka juga mengingatkan raja 

perihal hukuman yang harus dijatuhkan ke atas para pembangkang, 

bahwa mereka harus dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-

nyala (ay. 10-11). Memang tidak dapat disangkal lagi bahwa inilah 

hukumnya, tidak peduli apakah hukum itu adil atau tidak, harus 

diperhatikan. 

2. Untuk memberitahukan kepadanya bahwa ketiga orang ini, yaitu 

Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, tidak mengindahkan maklumat ini (ay. 

12). Ada kemungkinan bahwa Nebukadnezar tidak berencana menjerat 

ketiga orang ini dengan membuat hukum semacam itu. Seandainya 

begitu, ia pasti akan mengawasi mereka dan tidak membutuhkan 

laporan ini. Namun, musuh-musuh mereka yang mencari-cari 

kesempatan untuk mencelakakan mereka, langsung menyambar peluang 

ini, dan bersemangat untuk menuduh mereka. Untuk memperparah 

masalahnya, dan membuat raja semakin marah, 

(1) Mereka mengingatkannya perihal kehormatan yang telah ia 

karuniakan kepada ketiga pelaku kejahatan ini. Meskipun mereka 

yaitu  orang Yahudi, orang asing, tawanan, orang-orang yang 

berasal dari bangsa dan agama yang hina, namun kepada mereka 

raja telah memberi  pemerintahan atas wilayah Babel. Dan sebab  

itu, sungguh tidak tahu berterima kasih dan tidak tahu aturan 

perbuatan mereka ini. Sampai hati mereka menentang perintah raja, 

padahal mereka telah menikmati begitu banyak kebaikan hatinya. 

Selain itu, kedudukan tinggi yang mereka tempati membuat 

pembangkangan mereka itu semakin memalukan. Itu akan menjadi 

contoh buruk, dan berdampak buruk terhadap orang lain. Oleh 

sebab  itu, perbuatan ini harus ditentang secara tegas. Demikianlah 

para penguasa yang cukup marah terhadap orang-orang yang tidak 

bersalah, biasanya dikelilingi terlampau banyak orang yang akan 

berbuat sebisanya untuk memperparah keadaan. 

(2) Orang-orang Kasdim itu menyarankan agar ketiga orang itu dituduh 

telah bertindak keji, serta menghina raja dan wewenangnya: 

“Mereka tidak mengindahkan titah tuanku, ya raja, sebab mereka 

tidak memuja dewa yang tuanku sembah, dan tidak menyembah 

patung emas yang telah tuanku dirikan.” 

II. Ketiga orang Yahudi yang saleh ini langsung dibawa menghadap raja, dan 

didakwa serta diperiksa berdasar  laporan tadi. Nebukadnezar marah 

besar, dan dalam marahnya dan geramnya memberi  perintah untuk 

menangkap mereka (ay. 13). Betapa rendahnya martabat sang raja agung ini, 

ia berkuasa atas begitu banyak bangsa, namun pada saat yang sama tak 

dapat mengendalikan diri. Begitu banyak orang menjadi bawahan dan 

tawanannya, sementara ia sendiri menjadi budak sepenuhnya bagi berbagai 

nafsu rendahnya sendiri dan tertawan olehnya! Betapa tidak pantasnya dia 

memerintah orang-orang berakal sehat, sementara dia sendiri tidak dapat 

dikendalikan oleh akal sehat! Seharusnya ia tidak heran mendengar bahwa 

ketiga orang ini sekarang tidak menyembah dewa-dewanya, sebab ia tahu 

betul bahwa mereka ini tidak pernah menyembah dewa. Agama yang selama 

ini mereka anut melarang mereka melakukan hal itu. Tidaklah beralasan 

baginya untuk berpikir bahwa mereka berencana menghina kekuasaannya, 

sebab dalam semua hal mereka telah membuktikan diri bersikap penuh 

hormat dan patuh kepadanya sebagai raja mereka. Dan yang terutama 

sangatlah tidak pantas pada waktu seperti ini, saat  ia sedang mengikuti 

upacara penyembahannya, menahbiskan patung emasnya, untuk menjadi 

begitu marah dan geram, sehingga kehilangan kendali atas diri sendiri. 

Orang tentu akan berpikir bahwa akal budi setidaknya membuat seseorang 

panjang sabar. Ibadah yang sejati menenangkan roh, menentramkan dan 

melembutkannya. Sebaliknya, takhayul dan ibadah kepada Tuhan  -Tuhan   palsu 

akan membakar nafsu manusia, mengilhami mereka dengan amarah dan 

kegeraman, serta mengubah mereka menjadi orang kejam. Kemarahan raja 

yaitu  seperti raung singa muda, begitu juga amarah raja ini. Namun 

demikian, saat  amarahnya menyala-nyala seperti itu, ketiga orang ini pun 

dibawa menghadap raja, namun  mereka tampil dengan gagah berani, sedikit 

pun tidak goncang hatinya.  

III. Duduknya persoalan disampaikan kepada ketiga orang Yahudi itu dengan 

singkat, dan terserah kepada mereka apakah mereka bersedia taat atau 

tidak. 

1. Raja bertanya kepada mereka apakah benar mereka tidak menyembah 

patung emas seperti yang lain (ay. 14). Ada yang memahaminya sebagai 

berikut, “Apakah ini dilakukan dengan sengaja?” “Apakah hal itu memang 

sudah direncanakan dengan sengaja, atau hanya sebab  kecerobohan, 

sehingga kalian tidak memuja dewaku? Apa?! Kalian yang selama ini 

telah kuberi makan dan kubesarkan, yang telah dididik dan dipelihara 

atas tanggung jawabku, yang telah aku tunjukkan kebaikan hati dan 

perbuat banyak hal. Kalian yang sudah begitu terkenal dengan 

kebijaksanaanmu, sehingga dengan demikian seharusnya lebih 

mengetahui kewajiban kalian terhadap raja kalian. Apa! Apakah kalian 

tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan 

itu?” Perhatikanlah, kesetiaan para hamba Tuhan   terhadap Dia, sering kali 

mengherankan para musuh dan penganiaya mereka, yang heran, bahwa 

mereka tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam 

kubangan ketidaksenonohan yang sama. 

2. Raja bersedia memberi mereka kesempatan baru. Jika mereka telah 

dengan sengaja tidak mau menyembah, bisa saja, jsesudah  berpikir ulang, 

mereka berubah pikiran. Maka kepada mereka disampaikan lagi syarat-

syarat yang harus mereka penuhi (ay. 15). 

(1) Raja setuju musik diperdengarkan kembali demi kepentingan 

mereka, yakni untuk melembutkan hati mereka sehingga mau taat. 

Namun, bila mereka tidak menutup telinga bagaikan ular tedung tuli, 

namun  bersedia mendengarkan suara para pembaca mantra dan 

menyembah patung emas itu, maka baguslah itu, dan kesalahan 

mereka pun akan diampuni. Namun, 

(2) Raja sudah berketetapan bahwa jika  mereka bersikeras menolak, 

maka mereka akan langsung dicampakkan sesaat  itu juga ke dalam 

perapian yang menyala-nyala. Mereka tidak akan mendapatkan 

penangguhan hukuman satu jam pun. Begitulah, hanya ada dua 

pilihan, Berbalik, atau hangus. sebab  tahu bahwa dalam penolakan 

itu mereka mengandalkan diri kepada Tuhan   mereka, maka raja 

dengan lancang menantang Dia: “Dewa manakah yang dapat mele-

paskan kamu dari dalam tanganku? Coba saja, kalau Dia bisa.” 

Sekarang raja melupakan apa yang dahulu pernah diakuinya sendiri, 

yaitu bahwa Tuhan   mereka yaitu   Tuhan   yang mengatasi segala Tuhan   

dan Yang berkuasa atas segala raja (2:47). Orang congkak mudah 

sekali berkata, seperti halnya Firaun, Siapakah TUHAN itu yang harus 

kudengarkan firman-Nya? Atau seperti Nebukadnezar, Siapakah 

Tuhan, sehingga aku harus takut kepada kuasa-Nya? 

IV. Ketiga orang itu memberi  jawaban mereka, semuanya sepakat, bahwa 

mereka masih berpegang pada kebulatan hati mereka untuk tidak 

menyembah patung emas itu (ay. 16-18). Di sini kita melihat contoh 

kegigihan dan kebesaran hati yang nyaris ada tandingannya. Kita menyebut 

mereka ketiga anak dan mereka memang orang muda. Namun, kita 

seharusnya menyebut mereka tiga jawara, yaitu ketiga orang pertama di 

antara pasukan istimewa kerajaan Tuhan   di antara manusia. Ketiganya tidak 

meluap dalam amarah tanpa kendali terhadap orang-orang yang menyem-

bah patung emas itu, tidak mencerca ataupun menghina mereka. Mereka 

juga tidak bertindak dengan gegabah saat  ditanyai dalam perkara itu, atau 

mengikuti peradilan itu untuk mati konyol. Sebaliknya, saat  mereka 

dihadapkan pada peradilan dengan api menyala-nyala, mereka membawa 

diri dengan gagah, berperilaku baik dan dengan berani seperti yang 

seharusnya ditunjukkan orang yang menderita sebab  alasan sebaik itu. 

Dalam membuat berhala ini, raja tidak bisa disebut pemberani dalam 

melakukan hal buruk, namun ketiga orang itu berani melakukan hal baik de-

ngan memberi  kesaksian yang menentang berhala itu. Sungguh 

mengagumkan bagaimana mereka mampu mengendalikan perasaan sebaik 

itu. Mereka tidak menyebut raja sebagai raja lalim atau penyembah berhala 

sebab  perkara Tuhan   tidak membutuhkan amarah manusia. Sebaliknya, 

dengan ketenangan hati dan kepala dingin yang patut dicontoh, ketiganya 

memberi  jawaban yang sudah mereka putuskan untuk diikuti. Amatilah, 

1. Dengan hati mulia dan lapang dada mereka memandang rendah 

kematian, dan dengan anggun mereka abaikan kesukaran yang sedang 

mereka hadapi: Ya raja Nebukadnezar! Tidak ada gunanya kami memberi 

jawab kepada tuanku dalam hal ini. Mereka tidak menampik untuk 

menjawab raja, atau menutup mulut. Sebaliknya, dengan baik-baik 

mereka berkata kepadanya bahwa mereka tidak mempermasalahkan 

hukuman raja. Tidak perlu dijawab lagi (begitulah yang dipahami 

sebagian orang). Mereka berketetapan untuk tidak menaati perintah itu, 

sedangkan raja sudah bulat hati bahwa mereka harus mati jika  tidak 

mau taat. Jadi, perkaranya sudah ditentukan, sehingga untuk apa lagi 

diperdebatkan? namun  mungkin bila hal ini dipahami begini, “Kami tidak 

ingin memberi  jawaban kepada tuanku, atau mencari-cari 

jawabannya. Kami siap dihukum.” 

(1) Mereka tidak membutuhkan waktu untuk memikir-mikirkan 

jawaban, sebab mereka tidak ragu sedikit pun tentang apakah 

mereka sebaiknya taat atau tidak. Ini menyangkut masalah hidup 

dan mati, jadi orang mungkin berpikir bahwa mereka telah 

merenungkan hal ini beberapa waktu sebelum membuat keputusan. 

Hidup lebih diinginkan, sedangkan kematian terasa menakutkan. 

Namun, saat  dosa dan kewajiban ibadah yang menyangkut perkara 

yang telah ditetapkan langsung dalam perintah Tuhan   yang kedua, 

dan tidak ada lagi ruang untuk mempersoalkan mana yang benar, 

maka hidup dan mati tidak perlu dipertimbangkan lagi. 

Perhatikanlah, orang-orang yang hendak menghindari dosa, 

janganlah bertanya jawab dengan pencobaan. jika  hal yang 

membuat kita merasa tergoda atau takut itu ternyata jahat, maka 

ajakan itu lebih baik ditolak dengan marah dan rasa jijik, dibandingkan  

dipertimbangkan. Jangan berlama-lama di sekitar godaan itu, namun  

katakanlah seperti yang diajarkan Kristus kepada kita, Enyahlah Iblis. 

(2) Ketiganya tidak perlu berpikir lama untuk menyusun cara 

mengucapkannya. saat  mereka bertindak sebagai pembicara bagi 

Tuhan  , dan dipanggil untuk menjadi saksi dalam perkara-Nya, mereka 

tidak ragu bahwa apa yang harus mereka katakan itu akan 

dikaruniakan kepada mereka pada saat itu juga (Mat. 10:19). Mereka 

tidak berputar-putar dalam menjawab, saat  jawaban langsung di-

harapkan dari mereka. Tidak, mereka tampaknya juga tidak mem-

bujuk raja agar tidak bersikeras melaksanakan niatnya. Jawaban 

mereka pun kelihatan tidak ada yang seperti memuji-muji raja. 

Mereka tidak mengawali dengan kata-kata seperti yang diucapkan 

para penuduh mereka, Ya raja, kekTuhan   hidup tuanku. Tidak ada 

perkataan licik, ad captandam benevolentiam – untuk membuatnya 

senang. Sebaliknya, semua perkataan mereka biasa saja dan terus 

terang: O Nebukadnezar! Tidak ada gunanya kami memberi jawab 

kepada tuanku dalam hal ini. Perhatikanlah, orang-orang yang 

mengutamakan kewajiban ibadah mereka tidak perlu 

mengkhawatirkan kejadian yang sedang mereka alami. 

2. Keyakinan mereka kepada Tuhan   dan ketergantungan mereka kepada-

Nya (ay. 17). Hal inilah yang memampukan mereka untuk begitu 

meremehkan kematian, kematian dalam kedahsyatannya, kematian 

dalam seluruh kengeriannya. Mereka percaya kepada Tuhan   yang hidup, 

dan dengan iman itu mereka memilih lebih baik menderita dibandingkan  

berbuat dosa. Itulah sebabnya mereka tidak takut akan murka raja, 

namun  tetap bertahan, sebab dengan iman mereka memusatkan 

pandangan kepada Dia yang tidak kelihatan (Ibr. 11:25, 27): “Jika 

memang harus terjadi (ay. 17, KJV), jika kami harus melalui kesukaran ini 

dan dicampakkan ke dalam perapian menyala-nyala kecuali kami 

menyembah dewa-dewa tuanku, maka ketahuilah,”  

(1) “Bahwa meskipun tidak menyembah dewa tuanku, kami bukanlah 

orang yang tidak mengenal Tuhan  . Ada Tuhan   yang bisa kami sebut 

Tuhan   kami, dan kepada-Nya kami bertaut dengan setia.” 

(2) “Bahwa kami menyembah Tuhan   ini. Kami telah membaktikan diri 

bagi kehormatan-Nya. Kami melayani pekerjaan-Nya, dan 

mengandalkan Dia untuk melindungi, memelihara, dan memberi  

pahala kepada kami.” 

(3) “Bahwa kami sangat yakin Tuhan   ini akan melepaskan kami dari 

perapian yang menyala-nyala itu. Entah Ia akan melakukannya atau 

tidak, kami yakin bahwa Ia mampu mencegah supaya kami tidak 

dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, atau 

melepaskan kami dari dalamnya.” Ingatlah, para hamba Tuhan   yang 

setia akan mendapati bahwa Ia yaitu  Tuan yang mampu mendukung 

mereka dalam melayani-Nya. Ia sanggup mengendalikan dan 

mengalahkan semua kekuatan yang melawan mereka. Tuan, jika Tuan 

mau, Tuan dapat. 

(4) “Bahwa kami memiliki  alasan untuk berharap Ia akan melepaskan 

kami,” sebagian sebab  di hadapan perhimpunan penyembah 

berhala sebanyak itu, melepaskan mereka akan sangat memuliakan 

nama-Nya yang agung. Sebagian lagi sebab  Nebukadnezar telah 

menantang Dia untuk melakukannya, Dewa manakah yang dapat 

melepaskan kamu dari dalam tanganku? Adakalanya Tuhan   tampil de-

ngan luar biasa untuk membungkam hujatan musuh, sekaligus untuk 

menjawab doa-doa umat-Nya (Mzm. 74:18-22; Ul. 32:27). “Namun, 

seandainyapun Ia tidak melepaskan kami dari perapian yang 

menyala-nyala ini, Ia akan melepaskan kami dari dalam tanganmu.” 

Nebukadnezar hanya sanggup menyiksa dan membunuh tubuh, 

namun sesudah itu tidak ada lagi yang bisa diperbuatnya. Sesudah 

itu mereka akan terlepas dari jangkauannya, dibebaskan dari 

tangannya. Ingatlah, pikiran yang baik tentang Tuhan   dan keyakinan 

penuh bahwa Ia menyertai kita sementara kita bersama Dia, akan 

sangat membantu kita dalam melewati penderitaan. Dan jika Ia ada 

di pihak kita, maka kita tidak perlu mencemaskan apa yang dapat 

dilakukan manusia kepada kita. Biarlah dia berbuat yang paling 

buruk sekalipun. Tuhan   akan melepaskan kita dari atau melalui 

kematian. 

3. Keteguhan hati mereka untuk mempertahankan asas yang mereka anut, 

apa pun akibatnya (ay. 18): “namun  seandainya tidak, meskipun Tuhan   

memandang tidak layak untuk melepaskan kami dari perapian yang 

menyala-nyala ini, meskipun kita tahu Ia mampu melakukannya, 

seandainya pun Ia mengizinkan kami jatuh ke dalam tanganmu, dan 

celaka oleh tanganmu, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa 

kami tidak akan memuja dewa-dewa ini, meskipun mereka yaitu  dewa 

tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas ini, meskipun tuanku 

sendiri yang telah mendirikannya.” Mereka tidak malu ataupun takut 

mengakui agama kepercayaan mereka, dan langsung mengatakan 

kepada raja bahwa mereka tidak takut kepadanya, tidak bersedia 

mematuhinya. Seandainya mereka meminta saran manusia biasa, pasti 

cukup banyak yang akan disarankan supaya mereka bersedia patuh, ter-

utama saat tidak ada jalan lain untuk menghindari kematian, kematian 

yang begitu ngeri. Misalnya orang bisa menyarankan kepada mereka, 

bahwa 

(1) Mereka tidak diharuskan menyangkali Tuhan   mereka sendiri dengan 

sumpah, atau meninggalkan penyembahan kepada-Nya. Tidak, 

mereka juga tidak diwajibkan mengakui dengan mulut bahwa patung 

emas ini yaitu  dewa. Mereka hanya diminta untuk sujud 

menyembahnya, yang bisa saja mereka lakukan sambil diam-diam 

menyediakan hati mereka bagi Tuhan   Israel, membenci penyembahan 

berhala ini di dalam hati, seperti Naaman yang sujud menyembah di 

kuil Rimon. 

(2) Mereka tidak harus ikut menyembah berhala. Hanya satu tindakan 

saja yang diminta dari mereka, yang bisa diselesaikan dalam satu 

menit saja, dan bahaya pun akan berlalu. jsesudah  itu mereka bisa 

menyatakan penyesalan sebab  telah melakukannya. 

(3) Raja yang memberi  perintah itu memiliki kuasa mutlak. Mereka 

berada di bawah kuasanya, tidak saja sebagai bawahan, namun  juga 

sebagai tawanan. Jika mereka mau melakukannya, ini semata-mata 

akibat diharuskan dan dipaksa, jadi bisa dimaafkan. 

(4) Selama itu raja telah menjadi pelindung mereka. Ia telah mendidik 

dan meninggikan mereka. Dan sebagai ungkapan terima kasih, sudah 

sepantasnya mereka berbuat semampu mereka, sekalipun harus 

melanggar sesuatu yang penting, yaitu pendirian hati nurani. 

(5) Mereka sekarang dihalau ke negeri asing. Dan bagi mereka yang 

dibawa keluar seperti itu, sama saja dengan diberi perintah, 

“Pergilah, beribadahlah kepada Tuhan   lain (1Sam. 26:19). Orang 

menganggap sudah pantas dalam keadaan nasib seperti itu, mereka 

akan beribadah kepada Tuhan   lain, dan ini dijadikan bagian dari 

hukuman bagi mereka (Ul. 4:28). Mereka bisa saja diampuni jika  

diharuskan mengikuti arus yang begitu kuat. 

(6) Bukankah para raja, pemuka, dan nenek moyang mereka, bahkan 

imam-imam mereka juga, pernah mendirikan berhala-berhala 

bahkan di dalam Bait Tuhan   dan menyembah mereka di sana? Mereka 

tidak saja sujud menyembah kepada patung-patung itu, namun  juga 

mendirikan mezbah, membakar ukupan, dan mempersembahkan 

korban, bahkan anak-anak mereka sendiri kepada patung-patung itu. 

Bukankah kesepuluh suku itu sudah berabad-abad menyembah 

berhala-berhala dari emas di Dan serta Betel? Jadi masakan mereka 

harus lebih benar dibandingkan  nenek moyang mereka? Communis error 

facit jus – Apa yang dilakukan semua orang pastilah benar. 

(7) Jika mereka mau taat, nyawa mereka akan selamat dan mereka bisa 

tetap menempati kedudukan mereka. Dengan demikian mereka akan 

lebih mampu melayani saudara-saudara mereka di Babel, dan 

melakukannya untuk waktu lama. Mereka masih muda dan sedang 

naik daun. Namun demikian, sudah cukuplah satu perkataan Tuhan   

itu, yang menjawab dan membungkam dalih-dalih ini serta banyak 

alasan kedagingan semacam ini, yaitu Jangan sujud menyembah 

kepadanya atau beribadah kepadanya. Ketiga orang muda itu tahu 

bahwa mereka harus menaati Tuhan   dan bukan manusia. Lebih baik 

mereka menderita dibandingkan  berbuat dosa. Mereka tidak boleh 

melakukan kejahatan supaya yang baik bisa datang. Oleh sebab itu 

tidak satu pun dari alasan-alasan tadi menggoyahkan mereka. 

Mereka berketapan hati lebih baik mati di dalam kesetiaan iman 

dibandingkan  hidup di dalam perbuatan dosa. Sementara saudara-

saudara mereka yang masih tinggal di negeri sendiri pun 

menyembah berhala atas pilihan sendiri, mereka yang berada di 

Babel tidak mau melakukannya di bawah tekanan sekalipun. 

Tampaknya tekanan membuat mereka kuat, hingga mereka menjadi 

sangat bersemangat menentang penyembahan berhala di negeri 

para penyembah berhala itu sendiri. Dan sungguh, dari semua segi, 

penyelamatan mereka dari ketaatan untuk tidak berbuat dosa ini 

merupakan sebuah mujizat besar dalam kerajaan anugerah, seperti 

halnya penyelamatan mereka dari perapian yang menyala-nyala 

dalam kerajaan di bumi ini. Inilah orang-orang yang dahulu 

berketetapan untuk tidak menajiskan diri dengan santapan raja, dan 

sekarang dengan keberanian yang sama mereka berketetapan untuk 

tidak menajiskan diri dengan dewa-dewanya. Perhatikanlah, 

ketaatan teguh terhadap Tuhan   dan kewajiban ibadah dengan me-

nyangkal diri dalam hal-hal yang kurang begitu berat akan memam-

pukan dan mempersiapkan kita menghadapi hal-hal yang lebih berat. 

Dan sehubungan dengan ini, kita harus berketetapan untuk tidak 

pernah, dengan dalih apa pun, menyembah patung-patung atau 

“bersekutu” dengan mereka yang melakukannya. 

Ketiga Orang Ibrani di Dalam Perapian 

(3:19-27) 

19 Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah terhadap Sadrakh, 

Mesakh dan Abednego; lalu diperintahkannya supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih 

panas dari yang biasa. 20 Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya 

dititahkannya untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan 

mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu. 21 Lalu diikatlah ketiga orang itu, 

dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke 

dalam perapian yang menyala-nyala. 22 sebab  titah raja itu keras, dipanaskanlah 

perapian itu dengan luar biasa, sehingga nyala api itu membakar mati orang-orang yang 

mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu ke atas. 23 namun  ketiga orang itu, yakni 

Sadrakh, Mesakh dan Abednego, jatuh ke dalam perapian yang menyala-nyala itu dengan 

terikat. 24 Kemudian terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera; 

berkatalah ia kepada para menterinya: “Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan 

dengan terikat ke dalam api itu?” Jawab mereka kepada raja: “Benar, ya raja!” 25 Katanya: 

“namun  ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu; 

mereka tidak terluka, dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!” 26 Lalu 

Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu; berkatalah ia: 

“Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Tuhan   yang maha tinggi, keluarlah dan 

datanglah ke mari!” Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu. 27 Dan 

para wakil raja, para penguasa, para bupati dan para menteri raja datang berkumpul; 

mereka melihat, bahwa tubuh orang-orang ini tidak mempan oleh api itu, bahwa rambut 

di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau 

kebakaranpun tidak ada pada mereka. 

Di sini diceritakan tentang, 

I. Bagaimana ketiga hamba Tuhan   yang setia itu dicampakkan ke dalam 

perapian yang menyala-nyala. Nebukadnezar sendiri sudah mengakui dan 

tahu tentang Tuhan   yang benar. Dengan demikian orang akan berpikir bahwa 

meskipun kebanggaan dan kesombongannya telah menyebabkan dia 

membuat patung emas ini dan mendirikannya untuk disembah, namun apa 

yang dikatakan ketiga orang muda ini tentu akan menyadarkannya (dan dia 

sendiri sebelumnya menganggap mereka lebih bijak dibandingkan  semua orang 

pandainya). Setidaknya bisa menggugah hatinya untuk memaafkan mereka. 

namun  yang terjadi tidaklah demikian adanya.  

1. Bukannya diyakinkan oleh perkataan mereka, Ia malah sakit hati dan 

semakin murka (ay. 19). Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air 

mukanya berubah terhadap ketiga orang ini. Perhatikanlah, bila nafsu 

bodoh semakin diperturutkan, maka semakin garang pulalah jadinya, 

dan bahkan dapat mengubah air muka, sehingga sangat membuat tercela 

hikmat dan akal budi manusia. Dalam amarahnya, Nebukadnezar seperti 

menukarkan keagungan seorang raja di takhtanya, atau kemuliaan 

seorang hakim di kursi pengadilan, dengan amarah menakutkan seekor 

lembu hutan kena jaring. Seandainya saja manusia yang sedang dikuasai 

nafsu mau melihat wajah mereka di cermin, maka mereka tentu akan 

merasa malu dengan kebodohan mereka dan mengalihkan semua rasa 

tidak senang mereka kepada diri sendiri. 

2. Bukannya meringankan hukuman, mengingat kecakapan dan kedudukan 

terhormat yang mereka tempati, raja justru memerintahkan agar 

hukumannya ditambah, yaitu agar perapian itu dibuat tujuh kali lebih 

panas dari yang biasa digunakan untuk para penjahat lain. Artinya, 

bahan bakar yang digunakan harus tujuh kali lipat banyaknya. Meskipun 

tidak akan membuat kematian mereka semakin mengenaskan namun  

justru mempercepatnya, hal itu memang dirancang untuk menunjukkan 

bahwa raja menganggap kejahatan ketiga orang ini tujuh kali lebih keji 

dibandingkan  kejahatan orang lain. Dengan demikian, kematian mereka akan 

tampak lebih tercela. Namun, Tuhan   justru mendatangkan kemuliaan bagi 

diri-Nya sendiri melalui murka raja lalim yang bodoh ini. Sebab selain 

tidak akan membuat kematian mereka semakin mengenaskan, cara ini 

justru akan membuat penyelamatan mereka semakin gemilang. 

3. Raja memerintahkan agar ketiganya diikat lengkap dengan pakaian yang 

mereka kenakan, lalu dicampakkan ke tengah perapian yang menyala-

nyala, dan hal ini pun dilaksanakan sesuai perintah (ay. 20-21). Ketiga 

orang itu diikat supaya tidak memberontak atau melawan. Mereka diikat 

bersama pakaian mereka supaya tidak membuang-buang waktu, atau 

mungkin juga supaya mereka terbakar lebih lambat dan berangsur-

angsur. Namun, pemeliharaan Tuhan   mengatur hal itu guna mempertegas 

mujizat itu. Pakaian mereka bahkan tidak hangus sedikit pun. Mereka 

diikat dengan jubah atau mantel mereka, celana, dan topi atau serban 

mereka, seakan-akan sebab  kebencian terhadap kejahatan yang 

dituduhkan, pakaian mereka pun harus ikut terbakar bersama 

pemiliknya. Alangkah mengerikannya kematian dengan cara ini, dilem-

parkan jatuh ke dalam perapian yang menyala-nyala itu dengan terikat 

(ay. 23). Membayangkan hal ini saja sudah bisa membuat bulu kuduk 

orang berdiri. Betapa mengerikan jika  harus mengalaminya. Sungguh 

mengherankan betapa keras hati raja lalim ini sebab  menjatuhkan 

hukuman semacam itu. Sebaliknya, sungguh mengagumkan betapa tegar 

ketiga orang ini, yang tetap tunduk pada hukuman itu dibandingkan  berdosa 

terhadap Tuhan  . Namun, apalah artinya kematian ini bila dibandingkan 

dengan kematian yang kedua, dengan perapian yang ke dalamnya ikatan 

lalang akan dilemparkan dan dibakar, dengan lautan api yang membakar 

sampai selama-lamanya dengan api dan belerang? Biarlah Nebukadnezar 

memanaskan perapiannya semampu dia, beberapa menit saja akan 

mengakhiri siksaan yang dirasakan orang-orang yang dilemparkan ke 

dalamnya. namun , api neraka memang menyiksa, namun tidak mem-

bunuh. Penderitaan orang-orang berdosa yang terkena hukuman, jauh 

lebih parah. Asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai 

selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa 

tanpa istirahat, tanpa jeda dari rasa sakit, yaitu mereka yang menyembah 

binatang serta patungnya itu (Why. 14:10-11). Sebaliknya, bagi mereka 

yang dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala sebab  tidak 

mau menyembah binatang dari Babel dan patungnya ini, penderitaan itu 

akan segera lenyap. 

4. Sungguh merupakan penyelenggaraan Tuhan   yang luar biasa bahwa 

orang-orang itu, yakni beberapa orang yang sangat kuat yang mengikat 

dan mencampakkan ketiganya ke dalam  perapian itu justru terbakar 

mati oleh api itu (ay. 22). Titah raja itu keras, supaya mereka segera 

membunuh ketiga orang muda itu dan memastikan agar 

melaksanakannya dengan sempurna. Oleh sebab itu mereka 

berketetapan untuk mendekat sampai ke pintu perapian, supaya bisa 

melemparkan ketiganya ke tengah perapian yang menyala-nyala. Namun, 

mereka begitu tergesa-gesa hingga tidak mengambil waktu untuk 

melindungi diri dengan baik. Kitab apokrif mengenai Daniel mencatat 

bahwa nyala api itu menjulang tinggi sampai empat puluh sembilan 

hasta (lebih dari dua puluh satu meter – pen.) di atas pintu perapian. 

Boleh jadi Tuhan   mengatur begitu rupa hingga angin meniup nyala api itu 

ke arah mereka dengan begitu kencang hingga melahap mati mereka. 

Demikianlah Tuhan   segera membela perkara hamba-hamba-Nya yang 

diperlakukan dengan tidak adil. Ia membalas dendam bagi mereka dan 

menghukum para penganiaya, tidak saja saat mereka berbuat dosa, 

namun  juga dengan memakai perbuatan dosa mereka itu sendiri. Namun 

bagaimanapun, orang-orang ini hanyalah alat kekejaman itu belaka. Dia 

yang memerintahkan mereka melakukannya menanggung dosa lebih 

besar. Namun mereka yang dipakai sebagai alat itu sudah sepantasnya 

mati dilahap api, sebab  mereka melaksanakan titah yang tidak adil dan 

sangat mungkin bahwa mereka melakukannya dengan senang hati 

sebab  gembira diberi tugas seperti itu. namun  Nebukadnezar sendiri 

masih dibiarkan untuk diadakan pembalasan nanti. Akan tiba waktunya 

saat  raja-raja lalim dan congkak akan dihukum, tidak saja atas 

kejahatan yang mereka lakukan, namun  juga sebab  memperalat orang-

orang di sekeliling mereka untuk melakukan kekejaman, sehingga 

dengan demikian membuat mereka ikut kena hukuman Tuhan  . 

II. Penyelamatan ketiga hamba Tuhan   yang setia ini dari dalam perapian. saat  

mereka dicampakkan ke tengah api yang menyala-nyala dalam keadaan 

terikat, kita bisa saja menyangka bahwa habislah riwayat mereka, bahwa 

tulang-tulang mereka akan menjadi kering. Namun, sungguh mengagumkan 

saat kita mendapati Sadrakh, Mesakh, dan Abednego masih hidup. 

1. Nebukadnezar melihat mereka berjalan di tengah api. Kemudian 

terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera (ay. 24). Boleh 

jadi kematian orang-orang yang melaksanakan hukumannya itulah yang 

membuatnya terperanjat, sebab mungkin saja ia memiliki  alasan 

untuk berpikir bahwa sesudah ini akan tiba gilirannya. Atau, mungkin 

juga kesan yang tidak dapat dijelaskan telah mengejutkannya dan mem-

buatnya bangun dengan segera. Ia lalu mendekati perapian untuk 

melihat apa jadinya dengan ketiga orang yang telah dicampakkan ke 

dalamnya itu. Perhatikanlah, Tuhan   mampu mengejutkan orang-orang 

yang hatinya sudah teramat keras, baik terhadap Tuhan   maupun terhadap 

umat-Nya. Ia yang menciptakan jiwa manusia juga mampu mendekatkan 

pedang-Nya kepada jiwa itu, bahkan kepada jiwa raja paling lalim sekali-

pun. Di dalam keheranannya, raja memanggil para menterinya dan 

bertanya kepada mereka. Bukankah tiga orang yang telah kita 

campakkan dengan terikat ke dalam api itu? Sepertinya, perintah itu 

tidak saja diberikan oleh raja, namun  juga oleh para pemuka. Mau tidak 

mau mereka harus setuju dengan perintah yang dipaksakan raja kepada 

mereka, supaya mereka juga ikut bersalah dalam kekejian itu. “Benar, ya 

raja!” kata mereka, “kami telah memerintahkan agar hukuman itu dilak-

sanakan, dan sudah terlaksana.” “namun  sekarang,” kata raja, “aku telah 

memandang ke dalam perapian dan ada empat orang kulihat berjalan-

jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu” (ay. 25). 

(1) Ketiga orang muda itu telah terlepas dari ikatan. Api sama sekali 

tidak menghanguskan pakaian yang mereka kenakan, namun  

membakar tali yang mengikat mereka, sehingga mereka bebas. 

Demikianlah umat Tuhan   berbesar hati melalui anugerah Tuhan  , dan 

justru melalui kesukaran yang telah dirancang musuh untuk 

mengikat dan merintangi mereka. 

(2) Mereka tidak terluka, tidak mengeluh, dan tidak merasa sakit atau 

tidak nyaman sama sekali. Nyala api itu tidak menghanguskan 

mereka. Asapnya tidak menyesakkan napas mereka. Mereka tetap 

hidup dan baik-baik saja seperti sebelumnya di tengah api yang 

menyala-nyala. Lihatlah bagaimana Tuhan   pencipta alam mampu 

mengendalikan kekuatan alam jika  Ia berkenan, demi 

melaksanakan tujuan-Nya. Sekarang telah digenapi anugerah yang 

telah dijanjikan itu (Yes. 43:2), jika  engkau berjalan melalui api, 

engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar 

engkau. Dengan iman mereka dapat memadamkan api yang dahsyat, 

memadamkan semua panah api dari si jahat.  

(3) Mereka berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu. 

Perapian itu cukup luas sehingga mereka memiliki  tempat untuk 

berjalan-jalan di dalamnya. Mereka tidak terluka sehingga mampu 

melangkah. Pikiran mereka tetap tenang sehingga mereka ingin 

berjalan-jalan seolah-olah berada di Firdaus atau taman yang indah. 

Dapatkah orang berjalan di atas bara, dengan tidak hangus kakinya?  

(Ams. 6:28). Betul, mereka melakukan hal itu dengan senang hati 

seperti raja Tirus berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-

cahaya, batu-batu permatanya yang berkilauan seperti api (Yeh. 

28:14). saat  mendapati diri tidak terluka, mereka tidak berusaha 

untuk keluar dari situ. Mereka berserah saja kepada Tuhan   yang telah 

memelihara mereka di dalam nyala api untuk membawa mereka 

keluar dari situ. Mereka berjalan-jalan di tengah-tengah api itu 

dengan bebas. Salah satu tulisan kitab apokrif menceritakan dengan 

terperinci doa yang dinaikkan Azarya, salah satu dari ketiga orang 

itu, di tengah nyala api. Di dalam doa itu ia meratapi malapetaka dan 

kejahatan bangsa Israel, serta memohon perkenan Tuhan   kepada 

umat-Nya. Selain itu disebutkan juga lagu pujian yang dinaikkan ke-

tiganya di tengah api yang menyala-nyala itu. Menakjubkan bahwa 

mereka masih sanggup beribadah seperti itu. Namun, seperti halnya 

Grotius, kita memiliki  alasan untuk berpendapat bahwa doa dan 

lagu itu digubah seorang Yahudi pada zaman sesudah itu, dan tidak 

benar-benar dipanjatkan oleh saat  orang muda itu, melainkan 

hanya dugaan saja, dan sebab  kita pantas menolak tulisan ini 

sebagai bagian dari Kitab Suci. 

(4) Ada sosok keempat yang terlihat bersama mereka di dalam api. 

Menurut penilaian Nebukadnezar, sosok itu rupanya seperti anak 

dewa. Ia tampil sebagai seorang pribadi ilahi, utusan dari sorga. 

Bukan seorang pelayan, melainkan seorang putra. Seperti malaikat, 

demikianlah beberapa tafsiran menyebutnya. Dan para malaikat juga 

disebut anak-anak Tuhan   (Ayb. 38:7). Di dalam uraian apokrif tentang 

peristiwa ini, dikatakan bahwa malaikat TUHAN turun ke dalam 

perapian. Di sini Nebukadnezar berkata (ay. 28), bahwa Tuhan   telah 

mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya. Di 

tempat lain kita lihat juga, bahwa seorang malaikatlah yang telah 

mengatupkan mulut singa-singa saat  Daniel berada di dalam gua 

mereka (6:22). Namun, ada juga yang berpendapat bahwa itu yaitu  

Anak Tuhan   yang kekal, Sang malaikat kovenan, dan bukan seorang 

malaikat ciptaan. Ia sering kali tampil dalam kodrat kita sebagai 

manusia, sebelum Ia memulai tugas dalam penjelmaan-Nya. Dan 

belum pernah Ia tampil pada waktu yang cocok seperti ini, untuk 

lebih memberi  petunjuk dan tanda yang tepat tentang tugas 

agung-Nya di dunia ini pada waktunya nanti, saat  untuk 

melepaskan orang-orang pilihan-Nya dari dalam perapian, Ia datang 

dan berjalan bersama mereka di tengah api. Perhatikanlah, orang-

orang yang menderita bagi Kristus menemukan kehadiran-Nya yang 

agung di tengah penderitaan mereka, bahkan di tengah perapian 

yang menyala-nyala dan di lembah kekelaman. Oleh sebab itu di sana 

pun mereka tidak perlu takut bahaya. Demikianlah Kristus menun-

jukkan di sini bahwa apa yang diperbuat atas umat-Nya, dipandang-

Nya sebagai diperbuat terhadap diri-Nya. Siapa pun yang mencam-

pakkan mereka ke dalam perapian, sama saja dengan telah 

mencampakkan Dia ke situ. Akulah Yesus yang kauaniaya itu (Kis. 

9:5).  

2. Nebukadnezar memanggil mereka keluar dari perapian (ay. 26). Ia 

mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu, dan meminta kepada 

mereka, Keluarlah dan datanglah ke mari. Majulah, datanglah kemari 

(begitulah beberapa orang memahaminya). Ia bicara dengan sangat 

lembut dan prihatin, serta siap mengulurkan tangan untuk membantu 

mereka keluar dari situ. Nebukadnezar diyakinkan oleh pemeliharaan 

ajaib itu bahwa ia telah berbuat jahat dengan mencampakkan mereka ke 

dalam perapian. Itulah sebabnya ia tidak mau mengeluarkan mereka 

dengan diam-diam. Tidak mungkin demikian! Ia akan datang sendiri dan 

membawa mereka ke luar (Kis. 16:37). Amatilah sebutan penuh hormat 

yang diberikannya kepada mereka. saat  sedang murka kepada mereka, 

ia mungkin saja menyebut mereka pembangkang dan pengkhianat, atau 

sebutan-sebutan buruk lain yang bisa ditemukannya. namun  sekarang ia 

mengakui bahwa mereka yaitu  hamba-hamba Tuhan   yang maha tinggi, 

Tuhan   yang sekarang tampil sanggup melepaskan mereka dari dalam 

tangannya. Perhatikanlah, cepat atau lambat, Tuhan   akan meyakinkan 

orang-orang yang paling congkak sekalipun, bahwa Ia yaitu  Tuhan   yang 

mahatinggi, melebihi mereka, dan terlampau sulit mereka kalahkan, 

bahkan dalam hal-hal yang mereka tangani dengan congkak dan pongah 

(Kel. 18:11). Dengan cara sama Ia akan memberitahukan kepada mereka 

siapa saja yang merupakan hamba-hamba-Nya, dan bahwa Ia mengakui 

mereka serta mendampingi mereka. Elia berdoa (1Raj. 18:36), Biarlah 

diketahui orang, bahwa Engkaulah Tuhan   dan bahwa aku ini hamba-Mu. 

Sekarang Nebukadnezar memeluk mereka yang sebelum itu telah 

ditinggalkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan mereka, jsesudah  

sadar betul bahwa mereka yaitu  orang-orang pilihan sorga. 

Perhatikanlah, apa yang telah dilakukan para penganiaya terhadap 

hamba-hamba Tuhan  , harus mereka usahakan sedapat mungkin untuk 

membatalkannya, saat Tuhan   membuka mata mereka. Tidak diberi-

tahukan bagaimana orang keempat, yang rupanya seperti anak dewa itu 

mengundurkan diri, atau apakah Ia menghilang begitu saja atau terlihat 

naik ke atas. Namun, mengenai ketiga orang yang lain itu kita diberitahu, 

(1) Bahwa mereka keluar dari api itu, seperti Abraham, bapa leluhur 

mereka, keluar dari Ur (yaitu: api) Kasdim. Menurut tradisi orang 

Yahudi, ke dalam api Kasdim (atau Ur) inilah Abraham dicampakkan 

sebab  menolak untuk menyembah berhala, dan dari situ pulalah ia 

diselamatkan seperti halnya tiga orang itu. saat  dibebaskan, ketiga 

anak muda ini tidak mencobai Tuhan   dengan bertahan lebih lama di 

dalam perapian, namun  keluar bagaikan kayu bakar yang tidak 

tersulut api. 

(2) Bahwa terlihat begitu jelas, sampai membuat semua orang yang 

melihat kejadian itu takjub, bahwa ketiga orang itu sama sekali tidak 

terluka sedikit pun oleh api itu (ay. 27). Semua pembesar datang 

berkumpul untuk menyaksikan mereka, dan mendapati bahwa 

rambut di kepala mereka tidak hangus. Inilah pengajaran yang 

diberikan Juruselamat kita secara kiasan, demi meyakinkan hamba-

hamba-Nya yang sedang menderita, bahwa mereka tidak akan 

disakiti (Luk. 21:18), namun  tidak sehelaipun dari rambut kepalamu 

akan hilang. Pakaian ketiga orang itu pun sama sekali tidak berubah 

warna, bahkan tidak berbau asap api. Tubuh mereka sedikit pun 

tidak hangus atau melepuh. Tidak, tubuh orang-orang ini tidak 

mempan oleh api itu. Orang-orang Kasdim menyembah api sebagai 

semacam bayangan matahari, dan sekarang, dengan mengekang api, 

Tuhan   tidak saja memandang hina raja mereka, namun  dewa mereka 

juga. Ia menunjukkan bahwa suara TUHAN menyemburkan nyala api 

(Mzm. 29:7) dan juga menyibakkan air laut saat  Ia hendak 

membuat jalan bagi umat-Nya untuk lewat. Hanya Tuhan   kita yang 

bisa disebut api yang menghanguskan (Ibr. 12:29). Hanya dengan 

sepatah kata dari Dia saja, api lain tidak akan dapat menghanguskan. 

Nebukadnezar Memuliakan Tuhan   

(3:28-30) 

28 Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Tuhan  nya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia 

telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh 

percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, 

sebab  mereka tidak mau memuja dan menyembah Tuhan   manapun kecuali Tuhan   mereka. 

29 Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa 

atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Tuhan  nya Sadrakh, 

Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi 

timbunan puing, sebab  tidak ada Tuhan   lain yang dapat melepaskan secara demikian itu.” 

30 Lalu raja memberi  kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di 

wilayah Babel. 

Pengamatan saksama pun dibuat, super visum corporis – pemeriksaan atas tubuh 

mereka, oleh para wakil raja dan penguasa, serta semua pembesar yang hadir di 

peristiwa yang dihadiri orang banyak ini. Orang-orang ini pasti saja tidak akan 

berpihak kepada ketiga orang percaya itu, sehingga mereka sangat berperan 

dalam pengungkapan mujizat ini dan dalam memuliakan kuasa serta kasih 

karunia Tuhan   di dalamnya. Mereka telah mengadakan suatu mujizat yang 

menyolok dan kita tidak dapat menyangkalnya (Kis. 4:16). Marilah kita lihat 

dampak yang diakibatkan kejadian ini pada Nebukadnezar. 

I. Nebukadnezar memuliakan Tuhan   orang Israel sebagai Tuhan   yang sanggup 

dan bersedia melindungi orang-orang yang menyembah Dia (ay. 28): 

“Terpujilah Tuhan  nya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Kiranya Ia dimuliakan 

dengan kesetiaan dari pengikut-pengikut-Nya, dan atas perlindungan penuh 

kuasa yang diberikan-Nya kepada mereka. Kedua hal ini tidak akan dapat 

disamai oleh bangsa mana pun dan dewa-dewa mereka.” Raja sendiri 

mengakui dan memuja Dia. Ia berpendapat bahwa sudah seharusnya Ia 

diakui dan dipuja oleh semua orang. Terpujilah Tuhan  nya Sadrakh. 

Perhatikanlah, Tuhan   mampu memeras pengakuan orang atas diri-Nya yang 

patut dipuji, bahkan dari mulut mereka yang siap mencerca-Nya dengan 

terang-terangan. 

1. Nebukadnezar memuliakan Tuhan   sebab  kuasa-Nya yang mampu 

melindungi orang-orang yang menyembah-Nya, dari musuh yang paling 

kuat dan jahat sekalipun: tidak ada Tuhan   lain yang dapat melepaskan 

secara demikian itu (ay. 29). Tidak, bahkan patung emas yang telah 

didirikannya ini. Untuk alasan inilah tidak ada Tuhan   lain yang mampu 

mewajibkan para penyembahnya menggantungkan diri kepadanya 

semata, dan lebih memilih untuk mati dibandingkan  menyembah Tuhan   lain, 

seperti halnya Tuhan   Israel. Tuhan  -Tuhan   lain ini tidak mampu menjamin 

untuk mendukung mereka seperti halnya Dia. Jika Tuhan   mampu 

melepaskan umat-Nya seperti yang tidak dapat dilakukan Tuhan   lain, Ia 

tentu saja pantas menuntut ketaatan, sesuatu yang tidak dapat dilakukan 

Tuhan   lain. 

2. Nebukadnezar memuliakan Tuhan   atas kebaikan-Nya, bahwa Ia bersedia 

berbuat baik (ay. 28): Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan 

hamba-hamba-Nya. Bel tidak sanggup menyelamatkan para 

penyembahnya dari panasnya udara di pintu perapian, namun  Tuhan   Israel 

menyelamatkan umat-Nya sehingga tidak terbakar, saat  mereka 

dicampakkan ke tengah perapian sebab  menolak untuk memuja dan 

menyembah Tuhan   manapun kecuali Tuhan   mereka. Melalui peristiwa ini 

Nebukadnezar dengan jelas dibuat mengerti bahwa semua keberhasilan 

luar biasa yang telah dan masih akan diraihnya dalam melawan umat 

Israel, sesuatu yang sangat dibangga-banggakannya itu sampai mengira 

dirinya telah lebih kuat dibandingkan  Tuhan   Israel, benar-benar semata-mata 

oleh sebab  dosa mereka. Seandainya seluruh bangsa Israel 

menggantungkan diri kepada Tuhan   mereka sendiri dengan setia dan 

hanya menyembah Dia seperti halnya ketiga orang ini, mereka semua 

pasti telah dilepaskan dari tangan Nebukadnezar seperti ketiga orang ini. 

Itulah pelajaran baginya untuk saat itu.  

II. Nebukadnezar memuji keteguhan hati ketiga orang ini untuk terus 

memegang ibadah agama mereka. Ia menyebut hal itu untuk menghormati 

mereka (ay. 28). Ia sendiri tidak bisa diajak mengakui Tuhan   sebagai Tuhan  nya 

dan menyembah Dia. Sebab seandainya ia melakukan hal itu, ia tahu bahwa 

ia harus menyembah Dia saja dan meninggalkan semua Tuhan   lain. sebab  itu 

ia menyebut Dia Tuhan  nya Sadrakh, bukan Tuhan  ku. Walaupun demikian, ia 

memuji mereka bertiga sebab  tetap bergantung kepada-Nya dan tidak mau 

memuja dan menyembah Tuhan   manapun kecuali Tuhan   mereka. Perhatikanlah, 

banyak orang yang tidak beribadah kepada Tuhan  , masih bersedia mengakui 

bahwa orang-orang yang saleh dan setia dalam ibadah mereka, jelas berada 

di pihak yang benar. Meskipun mereka ini tidak dapat dibujuk untuk ikut 

bergabung, mereka masih bersedia memuji orang-orang yang sudah 

bergabung dalam ibadah itu dan taat padanya. Jika manusia rela 

menyerahkan diri kepada satu-satunya Tuhan   yang patut mereka layani,

biarlah mereka mempertahankan pendirian mereka itu, dan hanya melayani 

Dia seorang, berapa pun harga yang harus dibayar. Kesetiaan untuk terus 

beribadah dalam agama yang benar seperti ini pasti mendatangkan pujian 

orang, bahkan dari antara orang-orang yang tidak beragama sekalipun 

sebab  sikap yang tidak teguh hati, yang berkhianat, dan tidak setia, 

merupakan perbuatan yang dicemooh oleh siapa saja. Nebukadnezar memuji 

ketiga orang itu sebab  mereka melakukan ini, 

1. Dengan tidak mengindahkan sedikitpun nyawa mereka, yang mereka 

anggap tidak berharga, dibandingkan dengan kebaikan Tuhan   dan 

kesaksian hati nurani yang baik. Mereka lebih suka menyerahkan tubuh 

mereka untuk dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala 

dibandingkan  meninggalkan Tuhan   mereka dan menghina Dia dengan 

memberi  penghormatan kepada Tuhan   lain, yang hanya 

diperuntukkan bagi Dia seorang. Ingatlah, orang-orang yang lebih 

mementingkan jiwa dibandingkan  tubuh mereka, akan memperoleh pujian, 

kalau bukan dari manusia, tentu saja dari Tuhan  . Mereka yang dipuji-Nya 

yaitu  yang lebih suka kehilangan nyawa dibandingkan  meninggalkan Dia. 

Orang-orang demikian yang tidak mengetahui tingginya nilai ibadah, 

akan menganggap penderitaan demi ibadah kepada Tuhan   sungguh tidak 

layak dilakukan. 

2. Ketiga orang itu melakukannya dengan menentang raja sehabis-

habisnya: Mereka telah melanggar titah raja, yakni melawannya, dan 

dengan demikian memandang rendah titah serta ancamannya. Dan hal 

ini malah membuat raja menyesal dan menarik kembali titah maupun 

ancamannya itu. Perhatikanlah, bahkan raja-raja sekalipun harus 

mengakui bahwa saat  perintah mereka bertentangan dengan perintah 

Tuhan  , maka Dialah yang harus dipatuhi, dan bukan mereka. 

3. Ketiga orang itu melakukannya dengan keyakinan yang tiada taranya 

terhadap Tuhan   mereka. Mereka menaruh percaya kepada-Nya, bahwa Ia 

akan mendampingi mereka dalam apa yang mereka lakukan. Ia akan 

membawa mereka keluar dari perapian yang menyala-nyala itu kembali 

ke tempat mereka di bumi. Atau, Ia bisa juga  memimpin mereka 

melewati perapian yang menyala-nyala menuju tempat mereka di sorga. 

Dengan keyakinan inilah mereka tidak takut terhadap murka raja dan 

mengabaikan nyawa mereka sendiri. Perhatikanlah, iman yang teguh 

terhadap Tuhan   akan menghasilkan kesetiaan yang teguh kepada-Nya. 

Nah, kesaksian penuh rasa hormat yang diberikan di depan umum oleh 

raja sendiri mengenai hamba-hamba Tuhan   ini, kita duga, akan 

menggugah hati orang-orang Yahudi lain yang sedang atau akan ditawan 

di Babel. Sebab, teman-teman mereka tentu saja tidak memiliki iman 

untuk mendesak mereka supaya menentang perintah Tuhan   seperti yang 

dilakukan ketiga saudara mereka sampai mendapat pujian raja itu. Rasa 

malu mereka pun tidak bisa mendorong mereka mengambil sikap 

seperti ketiga orang itu. Bahkan, apa yang dilakukan Tuhan   bagi ketiga 

hamba-Nya ini tidak saja akan membantu orang-orang Yahudi tetap 

menjalankan ibadah mereka selama berada di dalam pembuangan, namun  

juga akan menjauhkan mereka dari kecenderungan untuk menyembah 

berhala, yang memang untuk tujuan ini  mereka dibawa ke dalam 

pembuangan. Dan saat  penyelamatan ketiga orang itu berdampak baik 

terhadap mereka, maka mereka bisa yakin bahwa Tuhan   juga akan 

menyelamatkan mereka dari perapian mereka itu, seperti halnya Ia 

menyelamatkan ketiga saudara mereka itu dari perapian ini. 

III. Nebukadnezar mengeluarkan maklumat kerajaan yang melarang siapa pun 

berbicara buruk tentang Tuhan   orang Israel (ay. 29). Beralasanlah untuk 

menduga bahwa baik dosa-dosa maupun kesukaran orang Israel selama ini 

telah menimbulkan kesempatan bagi orang Kasdim untuk menghujat Tuhan   

Israel, walaupun perbuatan mereka itu tidak benar. Selain itu, mungkin juga 

Nebukadnezar sendirilah yang mendorong mereka melakukannya. Namun 

sekarang, meskipun tidak benar-benar bertobat ataupun tergerak untuk 

menyembah Dia, raja berketetapan untuk tidak pernah berbicara buruk 

tentang Dia lagi, atau membiarkan orang lain melakukannya. “Setiap orang 

yang mengucapkan penghinaan, berbicara keliru (begitulah yang dipahami 

beberapa orang), atau melontarkan celaan atau hujatan, siapa pun yang 

mengucapkan penghinaan terhadap Tuhan  nya Sadrakh, Mesakh dan 

Abednego, mereka akan ditetapkan sebagai penjahat bejat, dan akan ditindak 

sebab  itu, dipenggal-penggal, seperti yang dialami Agag dengan pedang 

Samuel. Rumah-rumah mereka akan dirobohkan menjadi timbunan puing.” 

Mujizat yang sekarang dikerjakan oleh kuasa Tuhan   yang membela para 

penyembah-Nya di hadapan ribuan warga Babel ini, cukup untuk 

membenarkan dikeluarkannya maklumat oleh raja ini. Dan maklumat ini 

juga akan sangat menenteramkan hati orang-orang Yahudi yang ada dalam 

pembuangan. Dengan adanya peraturan baru ini, mereka akan terlindung 

dari panah-panah berapi berupa celaan dan hujatan. Jika tidak, mereka tentu 

akan terus-menerus diganggu. Perhatikanlah, sungguh merupakan belas 

kasihan, dan juga suatu kemenangan besar bagi jemaat, jika  mulut 

musuh-musuhnya dibungkam dan lidah mereka kelu, meskipun hati mereka 

tidak berbalik. Jika raja yang kafir ini saja bisa mengendalikan bibir congkak 

para penghujat, maka raja-raja Kristen seharusnya lebih melakukannya lagi. 

Bahkan dalam peristiwa ini, kita duga, manusia sudah menjadi hukum bagi 

dirinya sendiri. Orang-orang yang tidak mengasihi Tuhan   hingga tidak peduli 

untuk menghina Dia, hati mereka tidak pernah tergerak lagi untuk 

mengucapkan penghinaan terhadap Dia, sebab  kita yakin mereka tidak akan 

pernah menemukan alasan untuk itu.  

IV. Nebukadnezar tidak saja membatalkan hukuman ketiga orang ini, namun  juga 

mengembalikan mereka kepada kedudukan mereka dalam pemerintahan 

dan membuat segala usahanya berhasil, dan memberi  kepercayaan yang 

lebih besar serta menguntungkan dibandingkan  sebelumnya: Ia memberi  

kedudukan tinggi kepada mereka di wilayah Babel. Hal ini merupakan 

kehormatan besar bagi mereka dan juga penghiburan bagi saudara-saudara 

mereka di dalam pembuangan. Perhatikanlah, sungguh merupakan hikmat 

raja-raja jika  mereka meninggikan dan mempekerjakan orang-orang 

yang teguh dalam ibadah mereka. Sebab, orang-orang yang setia kepada 

Tuhan   yaitu  yang paling mungkin setia kepada mereka. Dan lagi, keadaan 

mereka sangat mungkin akan baik-baik saja saat  orang-orang kesayangan 

Tuhan   juga menjadi orang-orang kesayangan mereka. 

 

 

PASAL  4  

enulis pasal ini yaitu  Nebukadnezar sendiri. Kisah tentang dirinya yang 

dicatat di sini, disampaikan kepada kita dalam kata-katanya sendiri, seperti 

yang disusun dan disiarkannya kepada khalayak umum. Namun, melalui 

pengilhaman, Daniel, seorang nabi, menyisipkannya di dalam kisah sejarahnya 

sendiri, sehingga dengan demikian menjadi bagian dari tulisan suci, sekaligus 

bagian yang sangat patut dikenang. Nebukadnezar dengan berani hendak ber-

saing dengan Tuhan   Yang Mahakuasa dalam hal kedaulatan, sesuatu yang 

mungkin jarang ditemui di antara manusia biasa. namun  , di sini ia mengaku 

dengan terus terang bahwa ia telah ditaklukkan, dan bahwa Tuhan   Israel melebihi 

dia. Di sini ada , 

I.  bagi penuturannya, yang di dalamnya ia mengakui 

kekuasaan Tuhan   atas dirinya (ay. 1-3). 

II.  Penuturan itu sendiri, yang di dalamnya ia bercerita tentang, 

1. Mimpinya, yang membuat bingung orang-orang berilmu (ay. 1-18). 

2. Penafsiran mimpinya oleh Daniel, yang menunjukkan kepadanya 

bahwa mimpi itu meramalkan kejatuhannya. Oleh sebab itu Daniel 

menyarankan agar ia bertobat dan memperbaharui diri (ay. 19-27). 

3. Penggenapan mimpi itu saat Nebukadnezar menjadi gila selama 

tujuh tahun, dan jsesudah  itu akal sehatnya pulih kembali (ay. 28-

36). 

4. Penutup dari penuturannya, disertai pengakuan penuh kerendahan 

hati dan pemujaan kepada Tuhan   sebagai Tuhan atas segala sesuatu 

(ay. 37). Pengakuan ini diperas dari mulutnya oleh kuasa Tuhan   

yang berdaulat, yang menguasai hati semua manusia di dalam 

genggaman-Nya. Pengakuan ini dicatat sebagai bukti kekal akan ke-

unggulan Tuhan  , menjadi tugu peringatan akan kemuliaan-Nya, piala 

kemenangan-Nya. Pengakuan ini juga menjadi peringatan kepada 

semua orang agar tidak berharap bisa berhasil sementara mereka 

mengangkat dada atau mengeraskan hati terhadap Tuhan  . 

Nebukadnezar Memuliakan Tuhan   

(4:1-3) 

1 Dari raja Nebukadnezar kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan 

bahasa, yang diam di seluruh bumi: “Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu! 2 

Aku berkenan memaklumkan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan Tuhan   

yang maha tinggi kepadaku. 3 Betapa besarnya tanda-tanda-Nya dan betapa hebatnya 

mujizat-mujizat-Nya! Kerajaan-Nya yaitu  kerajaan yang kekal dan pemerintahan-Nya 

turun-temurun! 

Di sini ada , 

I. Pernyataan, biasanya dalam bentuk tulisan, pengumuman, atau surat edaran, 

yang dikeluarkan raja (ay. 1). Gaya penyampaian yang digunakan 

Nebukadnezar sebagai seorang raja sama sekali tidak semarak atau 

berbunga-bunga, namun  jelas, singkat, dan tidak dibuat-buat. Hanya 

disebutkan raja Nebukadnezar. Jika pada kesempatan-kesempatan lain ia 

menggunakan kata-kata megah dan congkak dalam menyebutkan gelarnya, 

sekarang ia mengesampingkan semua itu. Sebab, ia sudah lanjut usia, dan 

baru pulih dari gangguan jiwa yang telah merendahkan serta mem-

permalukan dirinya. Sekarang ia benar-benar merenungkan keagungan 

Tuhan   dan kedaulatan-Nya. Pernyataan yang diumumkannya ini tidak saja 

ditujukan kepada rakyatnya sendiri, namun  juga kepada semua orang yang 

menerimanya, kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan 

bahasa, yang diam di seluruh bumi. Ia tidak saja berkehendak agar mereka 

semua sudi mendengarnya, meskipun di dalamnya disebutkan perihal kebu-

rukannya sendiri, yang boleh jadi tidak akan berani diberitakan oleh siapa 

pun jika bukan raja sendiri yang melakukannya, dan oleh sebab itu Daniel 

memberitakan pernyataan aslinya. Sebaliknya, ia dengan tegas menuntut 

dan memerintahkan semua kalangan agar memperhatikannya. Hal ini 

penting dan mungkin juga bermanfaat bagi semua orang. Nebukadnezar 

memberi salam kepada orang-orang kepada siapa ia menulis, dalam bentuk 

lazim, Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu. Perhatikanlah, 

sungguh pantas jika  raja-raja mengedarkan ucapan selamat bersama 

perintah mereka, dan sebagai bapa bagi negeri, patutlah memberkati rakyat 

mereka. Begitu pulalah yang biasa kita lakukan. Kita mengirimkan salam, 

Omnibus quibus hæ præsentes literæ pervenerint, salutem – Semoga sehat 

walafiat semua orang yang menerima pemberian ini. Adakalanya juga 

berbentuk Salutem sempiternam – Sehat dan selamat sampai selama-

lamanya.  

II.  Sesuatu yang penting dan berarti. Nebukadnezar menulis tulisan ini, 

1. Untuk memperkenalkan kepada orang lain perihal tindakan 

penyelenggaraan Tuhan   berkenaan dengan dirinya (ay. 2): Aku berkenan 

memaklumkan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan 

Tuhan   yang maha tinggi kepadaku, demikianlah ia menyebut Tuhan   yang 

benar. Ia berpendapat bahwa sungguh pantas (demikian kata yang 

digunakannya), bahwa sudah menjadi kewajibannya dan sudah 

sepantasnya ia berutang budi kepada Tuhan   dan dunia jsesudah  pulih dari 

gangguan jiwa, untuk memberitakan ke tempat-tempat jauh dan 

mencatat bagi mereka yang hidup di masa mendatang, bahwa patutlah 

Tuhan   telah merendahkan dia dan betapa kemudian dengan kemurahan-

Nya Ia telah memulihkannya lagi. Tidak perlu diragukan lagi bahwa 

semua bangsa telah mendengar tentang hal yang menimpa 

Nebukadnezar, dan menyebarluaskannya. Namun demikian, ia merasa 

sudah sepantasnya mereka menerima penjelasan khusus langsung dari 

dirinya sendiri, supaya mereka mengetahui ada campur tangan Tuhan   

dalam peristiwa hidupnya itu, dan betapa jiwanya sangat terjamah 

dengan kejadian itu. Dengan menjelaskan langsung, orang bisa menge-

tahui peristiwa itu bukan sebagai suatu kabar berita, melainkan sebagai 

perkara iman kepercayaan. Semua peristiwa yang terjadi pada dirinya 

itu bukan sekadar keajaiban yang patut dikagumi, melainkan juga 

merupakan tanda-tanda yang harus dipakai untuk mengajari dunia 

bahwa Tuhan Tuhan   lebih besar dibandingkan  semua dewa. Perhatikanlah, 

kita patut menunjukkan kepada orang l