in yang secara keliru dirujuk oleh orang-orang Farisi se-
bagai suatu perintah. Musa memerintahkan untuk memberi surat
cerai (Mat. 19:7). sebetulnya tidaklah demikian. Juruselamat kita
memberi tahu mereka bahwa Musa mengizinkannya hanya sebab
kekerasan hati mereka, supaya jangan sampai, seandainya mereka
tidak diberi kebebasan untuk menceraikan istri mereka, mereka akan
menindas istri mereka dengan kejam, dan bisa jadi akan berakibat
kematian bagi istri mereka. Ada kemungkinan bahwa perceraian
telah terjadi sebelumnya sebab perceraian diterima begitu saja da-
lam Imamat 21:14, dan Musa merasa perlu di sini untuk memberi
beberapa peraturan tentangnya.
1. Bahwa seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya kecuali
dia mendapati yang tidak senonoh padanya (ay. 1). Tidaklah cu-
kup untuk berkata bahwa dia tidak menyukai istrinya, atau
bahwa dia lebih menyukai wanita lain, namun dia harus menun-
jukkan alasan dari ketidaksukaannya itu. Sesuatu yang membuat
istrinya tidak menyenangkan dan menyukakan baginya, meski-
pun mungkin tidak demikian bagi orang lain. Hal yang tidak seno-
noh ini pasti berarti sesuatu yang kurang dari perzinahan. Sebab,
untuk perzinahan, perempuan itu harus mati. Dan hal yang tidak
senonoh itu pasti berarti sesuatu yang kurang dari kecurigaan
tentang adanya perzinahan, sebab dalam perkara itu sang suami
dapat mengujinya dengan air cemburuan. namun hal yang tidak
senonoh itu berarti sikap pembawaan yang seenaknya, atau ke-
cenderungan hati yang pemarah dan suka menentang, atau suatu
luka dan penyakit yang menjijikkan. Bahkan, sebagian dari para
penulis Yahudi menganggap bahwa bau mulut dapat menjadi
alasan yang dibenarkan bagi perceraian. Apa pun yang dimaksud-
kan dengan hal yang tidak senonoh ini, tidak diragukan lagi bah-
wa itu yaitu sesuatu yang patut dipertimbangkan. Dengan demi-
kian, para ahli Yahudi pada zaman sekarang keliru jika meng-
izinkan perceraian dengan alasan apa saja, sekalipun itu begitu
sepele (Mat. 19:3).
2. Bahwa perceraian harus dilakukan bukan dengan perkataan mu-
lut, sebab perkataan itu bisa saja diucapkan dengan gegabah,
melainkan dengan tulisan, dan itu ditulis dalam surat yang se-
mestinya, dan dinyatakan dengan khidmat di hadapan para saksi,
sebagai tindakan dan kemauan dari orang yang bersangkutan,
Kitab Ulangan 24:1-4
843
dan yang membutuhkan pertimbangan yang matang, agar hal ini
tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
3. Bahwa sang suami harus memberi surat cerai itu ke tangan
istrinya, dan menyuruhnya pergi. Sebagian penafsir berpendapat
bahwa hal ini mewajibkan sang suami untuk memberi san-
tunan kepada istrinya dan menyediakan perbekalan baginya,
sesuai dengan kebutuhannya dan dengan cara yang begitu rupa
hingga dapat membantu menikahinya kembali. Dan ada alasan
yang baik mengapa sang suami harus melakukan hal ini, sebab
penyebab pertengkaran itu bukanlah kesalahan sang istri, melain-
kan ketidakpantasan perilakunya.
4. Bahwa sebab sudah bercerai, ia boleh menikah dengan laki-laki
lain (ay. 2). Perceraian itu telah memutuskan ikatan pernikahan
dengan sama tuntasnya seperti kematian dapat mengakhirinya.
Dengan begitu, dia sama bebasnya untuk menikah lagi seolah-
olah suami pertamanya telah meninggal dunia.
5. Bahwa jika suami keduanya meninggal, atau menceraikannya,
maka dia masih dapat menikah lagi untuk ketiga kalinya, namun
suaminya yang pertama tidak pernah boleh mengambilnya kem-
bali sebagai istri (ay. 3-4), yang boleh dilakukannya seandainya
istrinya tidak menikahi laki-laki lain. Sebab dengan tindakannya
itu, sang istri telah betul-betul melepaskan suaminya untuk sela-
manya, dan, di mata suaminya ia dipandang cemar, meskipun
tidak di mata orang lain. Para penulis Yahudi berkata bahwa hal
ini untuk mencegah kebiasaan yang teramat keji dan fasik dari
orang Mesir yang suka bergonta-ganti istri. Atau hal ini di-
maksudkan untuk mencegah kegegabahan para suami dalam me-
lepaskan istri mereka. Sebab istri yang telah diceraikan akan cen-
derung, sebagai balas dendam, untuk menikahi orang lain dengan
segera. Dan mungkin suami yang telah menceraikannya, betapa
pun dia menyangka bahwa dia akan lebih baik dengan pilihan
lain, akan mendapati istri keduanya lebih buruk, dan sesuatu
yang lebih tidak menyenangkan dalam diri istri keduanya itu,
sehingga dia akan mengharapkan istri pertamanya lagi. “Tidak!”
tegas hukum ini, “engkau tidak boleh mendapatkannya lagi, eng-
kau seharusnya mempertahankan dia pada waktu dia ada bersa-
mamu.” Perhatikanlah, yang terbaik yaitu puas dengan hal-hal
yang kita miliki, sebab perubahan-perubahan yang disebabkan
oleh ketidakpuasan sering kali terbukti lebih buruk. Ketidaknya-
844
manan yang kita ketahui biasanya lebih baik, meskipun kita cen-
derung menganggapnya lebih buruk, dibandingkan ketidaknyamanan
yang tidak kita ketahui. Melalui ketatnya hukum ini, Tuhan meng-
gambarkan kekayaan anugerah-Nya dalam kesediaan-Nya untuk
berdamai dengan umat-Nya yang berzinah dengan meninggalkan
Dia. Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih, dan mau kem-
bali kepada-Ku? (Yer. 3:1). Sebab rancangan dan jalan-Nya lebih
tinggi dibandingkan rancangan dan jalan kita.
Hukum Perceraian
(24:5-13)
5 jika baru saja seseorang mengambil isteri, janganlah ia keluar bersama-
sama dengan tentara maju berperang atau dibebankan sesuatu pekerjaan;
satu tahun lamanya ia harus dibebaskan untuk keperluan rumah tangganya
dan menyukakan hati perempuan yang telah diambilnya menjadi isterinya.”
6 “Janganlah mengambil kilangan atau batu kilangan atas sebagai gadai,
sebab yang demikian itu mengambil nyawa orang sebagai gadai. 7 jika
seseorang kedapatan sedang menculik orang, salah seorang saudaranya, dari
antara orang Israel, lalu memperlakukan dia sebagai budak dan menjual dia,
maka haruslah penculik itu mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang
jahat itu dari tengah-tengahmu. 8 Hati-hatilah dalam hal penyakit kusta dan
lakukanlah dengan tepat segala yang diajarkan imam-imam orang Lewi kepa-
damu; apa yang kuperintahkan kepada mereka haruslah kamu lakukan de-
ngan setia. 9 Ingatlah apa yang dilakukan TUHAN, Tuhan mu, kepada Miryam
pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir. 10 jika engkau meminjam-
kan sesuatu kepada sesamamu, janganlah engkau masuk ke rumahnya un-
tuk mengambil gadai dari padanya. 11 Haruslah engkau tinggal berdiri di luar,
dan orang yang kauberi pinjaman itu haruslah membawa gadai itu ke luar ke-
padamu. 12 Jika ia seorang miskin, janganlah engkau tidur dengan barang ga-
daiannya; 13 kembalikanlah gadaian itu kepadanya pada waktu matahari terbe-
nam, supaya ia dapat tidur dengan memakai kainnya sendiri dan memberkati
engkau. Maka engkau akan menjadi benar di hadapan TUHAN, Tuhan mu.
Di sini kita mendapati,
I. Ketetapan yang dibuat untuk memelihara dan meneguhkan kasih
di antara pasangan pengantin baru (ay. 5). Hal ini secara tepat
disampaikan Sesudah hukum-hukum tentang perceraian, yang
akan dapat dicegah jika kasih sayang mereka satu sama lain di-
mantapkan dengan baik sejak semula. jika sang suami sering
pergi jauh dari istrinya pada tahun pertama, maka kasihnya
kepada sang istri akan terancam menjadi dingin, dan teralihkan
kepada orang-orang lain yang akan dijumpainya di luar. Oleh ka-
rena itu, pengabdiannya kepada negara dengan pergi berperang,
Kitab Ulangan 24:5-13
845
menjadi utusan, atau mengurus urusan negara lain yang akan
menuntutnya untuk berada di luar rumah, akan ditiadakan,
supaya dia dapat menyukakan hati perempuan yang telah diambil-
nya menjadi isterinya. Perhatikanlah,
1. yaitu hal yang sangat penting bahwa kasih harus dijaga di
antara suami dan istri, dan bahwa harus dihindari dengan
sangat hati-hati segala sesuatu yang dapat membuat mereka
menjadi orang asing bagi satu sama lain, terutama pada awal
pernikahan. Sebab dalam hubungan pernikahan, jika tidak
ada kasih yang seharusnya ada, maka akan terbuka suatu
celah bagi masuknya berlimpah-limpah kesalahan dan kese-
dihan.
2. Salah satu kewajiban dalam hubungan pernikahan yaitu
menyukakan hati satu sama lain dalam segala kesusahan dan
kemalangan yang terjadi, sebagai penolong untuk membuat
satu sama lain bersukacita. Sebab hati yang gembira yaitu
obat yang manjur.
II. Sebuah hukum yang melarang penculikan manusia (ay. 7). Menu-
rut hukum Musa, mencuri ternak atau barang tidak dikenakan
hukuman mati. namun menculik seorang anak, atau orang yang
lemah dan polos, atau seseorang yang berada di bawah kekuasa-
an orang lain, dan menjualnya, ini merupakan kejahatan yang di-
ancam dengan hukuman mati, dan tidak dapat ditebus, seperti
pencurian-pencurian lain, dengan ganti rugi. Begitu jauh lebih
berharganya manusia dari pada domba (Mat. 12:12). Penculikan
merupakan sebuah pelanggaran yang sangat keji, sebab,
1. Penculikan berarti merampok salah seorang anggota masyara-
kat.
2. Penculikan berarti menghilangkan kebebasan seseorang, kebe-
basan seorang Israel yang lahir sebagai orang merdeka, kebe-
basan yang bernilai sangat tinggi seperti nyawanya.
3. Penculikan berarti menyingkirkan seseorang dari tanah milik
pusaka, yang hak-hak istimewanya berhak ia nikmati, dan
menyuruhnya untuk beribadah kepada Tuhan -Tuhan lain, seperti
yang dikeluhkan Daud terhadap Saul (1Sam. 26:19).
III. Sebuah peringatan tentang penyakit kusta (ay. 8-9).
1. Hukum-hukum tentangnya harus dijalankan secara hati-hati.
Hukum-hukum tentangnya kita dapati dalam Imamat 13:14.
Hukum-hukum itu dikatakan di sini diperintahkan kepada imam-
imam dan orang Lewi, dan sebab itu isinya tidak diulangi kepada
umat. Akan namun umat di sini diperintahkan, dalam masalah
kusta, untuk datang menghadap imam sesuai dengan hukum
Taurat, dan untuk mematuhi keputusannya, sejauh itu sesuai
dengan hukum Taurat dan kenyataan yang jelas. sebab tulah
kusta biasanya merupakan tanda khusus dari murka Tuhan
terhadap dosa, maka orang yang benar-benar menampakkan
tanda-tanda itu tidak boleh menyembunyikannya, atau meng-
hilangkan tanda-tanda itu, atau pergi ke tabib untuk menyem-
buhkan penyakitnya. namun dia harus pergi menghadap imam,
dan mengikuti petunjuk-petunjuknya. Demikian pula halnya,
orang-orang yang dalam hati nuraninya merasa bahwa mereka
melakukan kesalahan dan berada di bawah murka Tuhan tidak-
lah boleh menutupinya, atau berusaha mengabaikan kesadar-
an akan kesalahan mereka, namun dengan pertobatan, doa, dan
pengakuan dosa yang penuh kerendahan hati, mereka harus
menempuh jalan yang telah ditetapkan untuk memperoleh
damai sejahtera dan pengampunan.
2. Perkara Miryam secara khusus, yang dihantam dengan penya-
kit kusta sebab bertengkar dengan Musa, tidak boleh dilupa-
kan. Perkara itu yaitu penjelasan tentang hukum mengenai
penyakit kusta. Ingatlah perkara itu, dan,
(1) “Berjaga-jagalah agar kamu tidak berbuat dosa dengan
cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Miryam,
dengan menghina pemerintahan dan menghujat kemuliaan,
supaya jangan sampai kamu dengan begitu mendatangkan
hukuman yang sama ke atas dirimu sendiri.”
(2) “Jika ada di antara kamu yang dihantam dengan penyakit
kusta, jangan berharap bahwa hukum itu harus ditiada-
kan, jangan pula menganggap berat jika engkau dikeluar-
kan dari perkemahan dan dengan begitu dijadikan bahan
tontonan. Tidak ada obat penawarnya. Miryam sendiri,
kendati seorang nabiah dan saudari Musa, tidaklah ter-
kecuali, namun terpaksa tunduk kepada hajaran yang keras
Kitab Ulangan 24:5-13
847
ini saat dia berada di bawah murka ilahi ini.” Demikian
pula Daud, Hizkia, Petrus dan tokoh-tokoh besar lain, ke-
tika mereka berdosa, merendahkan diri dan membiarkan
diri mereka diliputi rasa malu dan sedih. Kiranya kita juga
tidak berharap untuk diperdamaikan dengan syarat-syarat
yang lebih mudah.
IV. Beberapa perintah penting yang diberikan tentang barang-barang
gadaian sebagai jaminan dari uang yang dipinjam. Mereka tidak
dilarang untuk mengambil barang-barang jaminan yang akan me-
nyelamatkan si pemberi pinjaman dari kerugian, dan mewajibkan
si peminjam untuk bersikap jujur. Akan namun ,
1. Mereka tidak boleh mengambil batu kilangan sebagai barang
gadaian (ay. 6), sebab dengan batu kilangan itu orang meng-
giling gandum yang akan menjadi roti bagi keluarga mereka.
Atau, jika kilangan itu milik umum, dengan kilangan ini
si penggiling mendapatkan penghasilannya. Dengan demikian,
dilarang mengambil apa saja sebagai barang gadaian, jika
tanpa barang itu orang terancam bahaya akan binasa. Sejalan
dengan aturan ini ada hukum adat di Inggris pada zaman
dulu, yang menetapkan bahwa orang tidak boleh disita perka-
kas atau peralatan yang digunakannya dalam berdagang atau
bekerja, seperti kapak seorang tukang kayu, atau buku se-
orang cendekiawan, atau binatang-binatang yang dipakai
untuk membajak, selama ada binatang-binatang lain yang
dapat disita (Coke, 1 Inst. fol. 47). Hal ini mengajar kita untuk
memperhitungkan penghiburan dan mata pencaharian orang
lain, seperti juga keuntungan diri kita sendiri. Si pemberi pin-
jaman yang tidak peduli sekalipun si peminjam dan keluar-
ganya kelaparan, juga tidak khawatir sama sekali atas apa
yang akan terjadi dengan mereka, asalkan dia bisa mendapat-
kan uangnya kembali atau menyelamatkannya, bertindak ber-
tentangan, bukan hanya dengan hukum Kristus, melainkan
juga bahkan dengan hukum Musa.
2. Mereka tidak boleh masuk ke rumah si peminjam untuk
mengambil barang gadaian, namun harus berdiri di luar, dan si
peminjam yang harus membawanya keluar (ay. 10-11). Kata
Salomo Yang berhutang menjadi budak dari yang menghu-
tangi. Oleh sebab itu, supaya jangan sampai si pemberi pin-
jaman menyalahgunakan keuntungan yang ia miliki melawan
si peminjam, dan memanfaatkannya demi kepentingannya
sendiri, maka ditetapkan bahwa dia tidak boleh mengambil
apa saja sesuka hatinya, melainkan hanya apa yang terbaik
yang dapat diserahkan si peminjam. Rumahku istanaku, bah-
kan rumah orang miskin pun demikian, dan rumah itu di sini
dilindungi di bawah hukum.
3. Bahwa pakaian tidur orang miskin tidak boleh diambil sebagai
barang gadaian (ay. 12-13). Hal ini sudah kita dapati sebelum-
nya (Kel. 22:26-27). jika pakaian itu diambil pada pagi
hari, maka harus dikembalikan pada malam harinya, yang
pada dasarnya ingin menyatakan bahwa pakaian itu tidak bo-
leh diambil sama sekali. “Biarlah orang berutang yang miskin
itu tidur dengan memakai kainnya sendiri, dan memberkati
engkau,” yaitu, “berdoa bagi engkau, dan memuji Tuhan sebab
kebaikanmu kepadanya.” Perhatikanlah, orang-orang berutang
yang miskin harus peka lebih dibandingkan biasanya akan kebaik-
an orang-orang yang mengutangi mereka, yang tidak meng-
ambil keuntungan dari hukum untuk melawan mereka. Dan
orang-orang yang berutang harus membalas kebaikan orang-
orang yang mengutangi mereka dengan doa-doa mereka, ke-
tika mereka tidak sanggup membalasnya dengan cara lain.
“Bahkan, engkau tidak hanya akan mendapatkan doa-doa dan
harapan-harapan yang baik dari saudara-saudaramu yang
miskin, namun juga engkau akan menjadi benar di hadapan
TUHAN, Tuhan mu.” Maksudnya, “Hal itu akan diterima dan di-
ganjar sebagai tindakan belas kasihan kepada saudaramu dan
ketaatan kepada Tuhan mu, dan sebagai bukti dari kepatuhan-
mu yang tulus kepada hukum. Meskipun mungkin orang akan
memandang sebagai tindakan yang lemah jika engkau menye-
rahkan barang-barang jaminan yang engkau miliki untuk
utangmu, namun hal itu akan dipandang oleh Tuhan mu se-
bagai tindakan yang baik, yang sekali-sekali tidak akan kehi-
langan upahnya.”
Kitab Ulangan 24:14-22
Keadilan dan Kemurahan Hati
(24:14-22)
14 Janganlah engkau memeras pekerja harian yang miskin dan menderita,
baik ia saudaramu maupun seorang asing yang ada di negerimu, di dalam
tempatmu. 15 Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebe-
lum matahari terbenam; ia mengharapkannya, sebab ia orang miskin; su-
paya ia jangan berseru kepada TUHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi
dosa bagimu. 16 Janganlah ayah dihukum mati sebab anaknya, janganlah
juga anak dihukum mati sebab ayahnya; setiap orang harus dihukum mati
sebab dosanya sendiri. 17 Janganlah engkau memperkosa hak orang asing
dan anak yatim; juga janganlah engkau mengambil pakaian seorang janda
menjadi gadai. 18 Haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di
Mesir dan engkau ditebus TUHAN, Tuhan mu, dari sana; itulah sebabnya aku
memerintahkan engkau melakukan hal ini. 19 jika engkau menuai di
ladangmu, lalu terlupa seberkas di ladang, maka janganlah engkau kembali
untuk mengambilnya; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda –
supaya TUHAN, Tuhan mu, memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu.
20 jika engkau memetik hasil pohon zaitunmu dengan memukul-mukul-
nya, janganlah engkau memeriksa dahan-dahannya sekali lagi; itulah bagian
orang asing, anak yatim dan janda. 21 jika engkau mengumpulkan hasil
kebun anggurmu, janganlah engkau mengadakan pemetikan sekali lagi; itu-
lah bagian orang asing, anak yatim dan janda. 22 Haruslah kauingat, bahwa
engkau pun dahulu budak di tanah Mesir; itulah sebabnya aku memerintah-
kan engkau melakukan hal ini.”
Di sini kita mendapati,
I. Para tuan diperintahkan untuk bersikap adil kepada pekerja-
pekerja mereka yang miskin (ay. 14-15).
1. Mereka tidak boleh memeras para pekerja itu, dengan terlalu
membebani pekerjaan mereka, dengan memberi mereka har-
dikan-hardikan yang tidak sepatutnya dan tidak masuk akal,
atau dengan manahan dari mereka tunjangan yang semesti-
nya. Seorang pekerja, kendati merupakan seorang asing bagi
seluruh rakyat Israel, tidak boleh diperlakukan dengan seme-
na-mena: “Sebab engkau pun dahulu budak di negeri di mana
engkau yaitu orang asing (ay. 18), dan engkau tahu betapa
beratnya ditindas oleh seorang mandor. Oleh sebab nya, da-
lam kelembutan terhadap mereka yang yaitu pekerja dan
orang asing, dan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan yang
telah membebaskanmu dan membuatmu menetap di negeri
yang menjadi milikmu sendiri, maka janganlah engkau meme-
ras pekerja.” Janganlah para tuan menjadi penguasa yang
lalim bagi para pekerja mereka, sebab Tuan mereka ada di
sorga. Lihat Ayub 31:13.
2. Mereka harus setia dan tepat waktu dalam membayar upah
para pekerja: “Pada hari itu juga haruslah engkau membayar
upahnya, tidak hanya membayar upah pada waktunya, namun
juga tanpa menunda-nunda lagi. Segera Sesudah dia menye-
lesaikan pekerjaannya, jika ia menginginkannya, biarlah dia
mendapatkan upah hariannya,” seperti para pekerja dalam
Matius 20:8, saat hari malam. Orang yang bekerja dengan
upah harian dianggap hidup pas-pasan, dan tidak bisa men-
dapatkan roti untuk esok hari bagi keluarganya sebelum dia di-
bayar untuk pekerjaannya pada hari ini. jika upah ditahan,
(1) Hal itu akan membuat sedih sang pekerja, sebab sebagai
orang miskin ia mengharapkannya. Atau, menurut kata
yang digunakan di sini, ia mengangkat jiwanya kepada-
nya. Ia sungguh-sungguh menginginkannya, sebagai upah
dari pekerjaannya (Ayb. 7:2), dan ia bergantung padanya
sebagai pemberian dari penyelengaraan Tuhan untuk mem-
pertahankan kelangsungan hidup keluarganya. Seorang
tuan yang berbelas kasihan, meskipun agak merepotkan
baginya, tidak akan mengecewakan harapan dari seorang
pekerja miskin yang begitu tidak sabar menerima upahnya.
Namun itu bukanlah yang terburuk.
(2) Menahan upah akan membuat sang tuan bersalah. “Peker-
ja yang disakiti itu akan berseru kepada Tuhan melawan-
mu. sebab tidak memiliki orang lain untuk mengadu,
dia akan membawa perkaranya ke pengadilan sorga, dan
hal itu akan menjadi dosa bagimu.” Atau, jika dia tidak
mengeluh, perkara itu akan berbicara sendiri, “upah yang
ditahan dari buruh akan berteriak sendiri” (Yak. 5:4). Sung-
guh dosa yang lebih besar dibandingkan yang dipikirkan keba-
nyakan orang, dan akan didapati demikian pada hari peng-
hakiman agung, jika kita menimpakan kesusahan ke atas
para hamba, buruh, dan pekerja miskin yang kita pekerja-
kan. Tuhan akan memperlakukan mereka dengan benar jika
manusia tidak.
II. Para pejabat pengadilan dan para hakim diperintahkan untuk
bersikap adil dalam mengurus perkara.
Kitab Ulangan 24:14-22
1. Dalam hal-hal yang kita sebut sebagai tindak kejahatan, se-
buah aturan tetap diberikan di sini, bahwa janganlah ayah di-
hukum mati sebab anaknya, janganlah juga anak dihukum
mati sebab ayahnya (ay. 16). jika anak-anak membuat
diri mereka bermasalah dengan hukum, biarlah mereka men-
derita sebab nya, namun janganlah orangtua menderita bagi
mereka atau bersama dengan mereka. Hati orangtua sudah
cukup sedih melihat anak-anak mereka menderita. Jika orang-
tua yang bersalah, biarlah mereka mati sebab dosa mereka
sendiri. namun walaupun Tuhan , Tuhan yang berdaulat atas ke-
hidupan, kadang-kadang membalaskan kejahatan orangtua
terhadap anak-anak mereka, terutama dosa penyembahan
berhala, dan saat Ia berurusan dengan bangsa-bangsa da-
lam kedudukan mereka sebagai bangsa, namun Ia tidak meng-
izinkan manusia berbuat demikian. Sejalan dengan itu, kita
mendapati Amazia membiarkan anak-anak tetap hidup, bah-
kan saat ayah-ayah mereka dihukum mati sebab mem-
bunuh raja (2Raj. 14:6). Dalam perkara yang luar biasalah,
dan tidak diragukan lagi melalui arahan khusus dari sorga,
anak-anak Saul dihukum mati sebab kejahatannya, dan
mereka mati lebih sebagai korban dibandingkan sebagai penjahat
(2Sam. 21:9, 14).
2. Dalam perkara antar kelompok, perhatian yang besar harus
diberikan supaya tak seorang pun yang perkaranya benar
harus bernasib buruk sebab kelemahan mereka, ataupun ka-
rena kurangnya teman, seperti orang asing, anak yatim, dan
janda (ay. 17): “Janganlah engkau memperkosa hak mereka, atau
bahkan memaksa mereka untuk memberi pakaian mereka
sebagai gadai, dengan mengakali hak-hak mereka.” Para ha-
kim harus menjadi pembela bagi orang-orang yang tidak dapat
berbicara bagi diri mereka sendiri dan yang tidak memiliki
teman untuk berbicara bagi mereka.
III. Orang kaya diperintahkan untuk bersikap baik dan murah hati
kepada orang miskin. Dalam banyak cara mereka diperintahkan
untuk bersikap demikian oleh hukum Musa. Contoh khusus ten-
tang kemurahan hati yang diperintahkan di sini yaitu bahwa
mereka tidak boleh tamak dalam mengumpulkan hasil gandum,
angur, dan zaitun mereka, sampai-sampai takut meninggalkan
sisa sedikit pun, namun harus rela meninggalkan sebagian dari
hasil itu, dan membiarkan orang miskin memungut apa yang
ketinggalan (ay. 19-22).
1. “Janganlah berkata, ‘Semuanya itu milikku, mengapa aku
tidak boleh mendapatkannya?’ namun belajarlah bermurah hati
untuk mengabaikan hak kepemilikan dalam perkara-perkara
kecil. Satu atau dua berkas yang tertinggal tidak akan pernah
menjadikanmu lebih miskin pada akhir tahun, dan hal itu
justru akan memberi kebaikan bagi orang lain, jika engkau
tidak memilikinya.”
2. “Janganlah berkata, ‘Apa yang aku berikan akan kuberikan, dan
aku tahu kepada siapa aku memberi nya. Jadi mengapa aku
harus meninggalkannya untuk dipungut oleh orang yang tidak
kukenal, yang tidak akan pernah berterima kasih kepadaku.’
namun percayakanlah kepada penyelenggaraan Tuhan bagai-
mana amalmu akan dibagikan, sebab mungkin penyelenggara-
an-Nya akan mengarahkan amalmu kepada orang yang paling
membutuhkan.” Atau, “Bisa jadi beralasan bagimu untuk ber-
pikir bahwa amalmu itu akan jatuh ke tangan orang yang pa-
ling rajin, yang giat mencari dan mengumpulkan apa yang di-
tetapkan oleh hukum ini bagi mereka.”
3. “Janganlah berkata, ‘Apa yang dapat diperbuat oleh orang mis-
kin dengan buah anggur dan buah zaitun? Cukuplah bagi me-
reka untuk memiliki roti dan air.’ Sebab, dengan memiliki
pancaindra yang sama seperti yang dimiliki orang kaya, meng-
apa mereka tidak boleh sedikit berbagi dalam kenikmatan-
kenikmatan indrawi?” Boas memerintahkan supaya beberapa
onggokan jelai ditinggalkan dengan sengaja bagi Rut, dan Tuhan
memberkati Boas sebab itu. Semua yang disisakan tidaklah
terbuang.
PASAL 25
Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Hukum untuk meringankan pencambukan para penjahat (ay.
1-3).
II. Hukum untuk memperlakukan dengan baik lembu yang se-
dang mengirik (ay. 4).
III. Hukum untuk menimpakan aib kepada laki-laki yang meno-
lak menikahi janda dari saudaranya (ay. 5-10).
IV. Hukum untuk mengganjar perempuan yang tidak sopan (ay.
11-12).
V. Hukum mengenai timbangan dan takaran yang tepat (ay. 13-16).
VI. Hukum untuk menghancurkan orang Amalek (ay. 17, dst.)
Pukulan Tidak Boleh Melebihi Empat Puluh Kali
(25:1-4)
1 “jika ada perselisihan di antara beberapa orang, lalu mereka pergi ke
pengadilan, dan mereka diadili dengan dinyatakannya siapa yang benar dan
siapa yang salah, 2 maka jika orang yang bersalah itu layak dipukul, harus-
lah hakim menyuruh dia meniarap dan menyuruh orang memukuli dia di de-
pannya dengan beberapa dera setimpal dengan kesalahannya. 3 Empat puluh
kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih; supaya jangan saudaramu men-
jadi rendah di matamu, jika ia dipukul lebih banyak lagi. 4 Janganlah
engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik.”
Di sini kita mendapati,
I. Arahan bagi para hakim dalam mendera para penjahat (ay. 1-3)
1. Di sini diandaikan bahwa jika seseorang dituduh melaku-
kan kejahatan, maka sang penuduh dan sang tertuduh harus
saling diperhadapkan di depan para hakim, agar perselisihan
yang ada dapat dituntaskan.
2. jika seseorang dituduh melakukan kejahatan, dan bukti
yang ada tidak mendukung, sehingga tuduhan itu tidak dapat
dikenakan kepadanya atas dasar bukti ini , maka ia ha-
rus dibebaskan dari segala tuduhan: “Engkau harus mem-
benarkan orang benar” (KJV), artinya, “dia yang tampak sebagai
orang benar di hadapan pengadilan.” jika tuduhan itu ter-
bukti, maka ditetapkannya sang tertuduh sebagai yang bersa-
lah menjadi pembenaran bagi sang penuduh, bahwa ia yaitu
orang benar dalam tuntutan yang dibuatnya.
3. jika sang tertuduh terbukti bersalah, maka penghakiman
harus dijatuhkan atasnya: “Engkau harus mempersalahkan
orang fasik (KJV),” sebab membenarkan orang fasik yaitu ke-
kejian yang sama besarnya bagi Tuhan seperti mempersalah-
kan orang benar (Ams. 17:15).
4. jika kejahatan itu tidak diganjar dengan hukuman mati,
maka sang pelaku kejahatan harus dipukul. Kita sudah men-
jumpai begitu banyak perintah sebelumnya, namun perintah-
perintah ini tidak turut mencantumkan suatu hukuman
tertentu. Pelanggaran terhadap sebagian besar perintah itu,
menurut kebiasaan tetap orang Yahudi, dihukum dengan
cambuk. Pangkat atau kedudukan siapa pun tidak akan dapat
meluputkannya dari hukuman itu, jika ia seorang pelaku
kejahatan. Akan namun , ada syarat yang harus dipenuhi, bah-
wa orang itu tidak boleh dicela dengan cambukan itu, dan
bahwa cambukan itu tidak boleh dipandang sebagai sesuatu
yang meninggalkan tanda kehinaan atau aib atas orang itu.
Petunjuk-petunjuk yang diberikan di sini untuk mencambuk
para penjahat yaitu ,
(1) Bahwa pencambukan itu harus dilakukan dengan tertib.
Bukan dengan rusuh di jalanan, melainkan di pengadilan
terbuka di hadapan hakim, dan dengan begitu hati-hati
hingga jumlah pukulannya dapat dihitung. Orang Yahudi
berkata bahwa selama pelaksanaan hukuman itu sedang
berlangsung, hakim ketua pengadilan membacakan dengan
lantang apa yang tertulis dalam Kitab Ulangan 28:58-59,
dan 29:9, dan mengakhirinya dengan perkataan ini (Mzm.
78:38), namun Ia bersifat penyayang. Ia mengampuni kesa-
lahan mereka. Dengan demikian, pelaksanaan hukuman
itu menjadi semacam ibadah, sehingga semakin besar ke-
Kitab Ulangan 25:1-4
mungkinannya untuk memperbaiki diri sang pelanggar itu
sendiri dan menjadi peringatan bagi yang lain.
(2) Bahwa pencambukan itu harus dilakukan sepadan dengan
kejahatan yang diperbuat, setimpal dengan kesalahannya,
agar sebagian kejahatan tampak lebih keji dibandingkan sebagi-
an yang lain, seperti yang memang demikian adanya, sebab
pelakunya menerima banyak pukulan. Mungkin perkataan
yang terdapat di dalam Kitab Lukas 12:47-48 mengacu
kepada hal ini.
(3) Bahwa betapa pun besarnya kejahatan itu, jumlah pukul-
annya tidak boleh melebihi empat puluh kali (ay. 3). Empat
puluh kurang satu pukulan yaitu jumlah yang umumnya
diberikan, seperti tertulis dalam 2 Korintus 11:24. Tampak-
nya, orang Yahudi selalu memberi pukulan kepada Paulus
sebanyak yang diberikan kepada penjahat apa pun. Mereka
mengurangi satu pukulan sebab takut salah hitung, mes-
kipun ada salah satu hakim yang ditugasi menghitung
jumlah pukulan, atau sebab mereka tidak pernah mau
menghajar sampai sehabis-habisnya. Atau sebab pelak-
sanaan hukuman itu biasanya dilakukan dengan cambuk
bertali tiga, sehingga tiga belas kali pukulan (masing-
masing dihitung sebanyak tiga pukulan) menghasilkan tiga
puluh sembilan pukulan. namun jika ditambah satu pukul-
an lagi, maka menurut penghitungan itu jumlahnya men-
jadi empat puluh dua. Ini dilakukan dengan alasan, supaya
jangan saudaramu menjadi rendah di matamu. Ia harus
tetap dipandang sebagai seorang saudara (2Tes. 3:15), dan
nama baiknya sebagai seorang saudara akan tetap terjaga
dengan adanya pembatasan yang penuh belas kasihan ter-
hadap hukumannya ini. jika Tuhan sendiri, melalui hu-
kum-Nya, memberi perhatian ini kepadanya, maka ia
pun tidak tampak rendah di mata saudara-saudaranya.
Manusia tidak boleh diperlakukan seperti anjing. Kita juga
tidak boleh memandang rendah siapa pun, sebab siapa
tahu Tuhan akan memberi anugerah-Nya untuk mem-
buat mereka berharga di mata-Nya.
II. Amanat bagi para petani supaya tidak menghalang-halangi ternak
mereka untuk makan saat sedang bekerja, jika memang
ada makanan di dekatnya (ay. 4). Contoh tentang binatang yang
sedang mengirik ini yang dirujuk dalam contoh yang diberikan
Nabi Hosea dalam pasal 10:11 dijadikan sebagai patokan untuk
semua contoh serupa. Apa yang membuat hukum ini sangat luar
biasa melebihi hukum-hukum sejenisnya, dan yang membenar-
kan penerapan serupa pada hukum-hukum semacamnya yaitu
bahwa hukum ini dikutip sebanyak dua kali di dalam Perjanjian
Baru, untuk menunjukkan bahwa umat wajib menanggung kehi-
dupan yang layak dari para gembala mereka (1Kor. 9:9-10, dan
1Tim. 5:17-18). Secara harfiah, hukum ini mengajar kita untuk
memperlakukan dengan baik hewan-hewan yang membantu kita,
dan memberi mereka bukan hanya makanan-makanan yang pen-
ting untuk menopang hidup mereka, melainkan juga keuntungan-
keuntungan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian, kita harus
belajar untuk tidak hanya bersikap adil, namun juga berbaik hati,
kepada semua orang yang bekerja demi kebaikan kita, tidak
hanya menunjang namun juga menyemangati mereka, terutama
orang-orang yang berjerih payah menyampaikan firman dan ajar-
an Tuhan di tengah-tengah kita, dan dengan begitu bekerja demi
kebaikan kita yang lebih besar lagi.
Perkawinan dengan Istri Saudara
(25:5-12)
5 “jika orang-orang yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang
dari pada mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka
janganlah isteri orang yang mati itu kawin dengan orang di luar lingkungan
keluarganya; saudara suaminya haruslah menghampiri dia dan mengambil
dia menjadi isterinya dan dengan demikian melakukan kewajiban perkawin-
an ipar. 6 Maka anak sulung yang nanti dilahirkan perempuan itu haruslah
dianggap sebagai anak saudara yang sudah mati itu, supaya nama itu jangan
terhapus dari antara orang Israel. 7 namun jika orang itu tidak suka meng-
ambil isteri saudaranya, maka haruslah isteri saudaranya itu pergi ke pintu
gerbang menghadap para tua-tua serta berkata: Iparku menolak menegakkan
nama saudaranya di antara orang Israel, ia tidak mau melakukan kewajiban
perkawinan ipar dengan aku. 8 lalu para tua-tua kotanya haruslah
memanggil orang itu dan berbicara dengan dia. Jika ia tetap berpendirian
dengan mengatakan: Aku tidak suka mengambil dia sebagai isteri – 9 maka
haruslah isteri saudaranya itu datang kepadanya di hadapan para tua-tua,
menanggalkan kasut orang itu dari kakinya, meludahi mukanya sambil
menyatakan: Beginilah harus dilakukan kepada orang yang tidak mau
membangun keturunan saudaranya. 10 Dan di antara orang Israel namanya
haruslah disebut: Kaum yang kasutnya ditanggalkan orang.” 11 “jika dua
orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong
suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu meng-
Kitab Ulangan 25:5-12
ulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, 12 maka haruslah
kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepada-
nya.”
Di sini kita mendapati,
I. Hukum yang ditetapkan mengenai perkawinan dengan janda se-
orang saudara. Tampak dari kisah keluarga Yehuda bahwa kebiasa-
an ini sudah berlangsung sejak dahulu kala (Kej. 38:8), untuk
menjaga garis keturunan keluarga. Perkara yang diperhadapkan di
sini yaitu perkara yang kerap terjadi, bahwa ada seorang laki-
laki yang mati tanpa keturunan, mungkin di tengah-tengah pun-
cak hidupnya, segera Sesudah pernikahannya, sementara saudara
laki-lakinya masih sangat muda sehingga belum menikah. Nah,
dalam perkara ini,
1. Sang janda tidak boleh menikah lagi dengan laki-laki dari ke-
luarga lain, kecuali semua kerabat suaminya memang meno-
lak menikahinya, agar harta benda yang diterimanya tidak
jatuh ke tangan orang asing.
2. Saudara laki-laki, atau kerabat terdekat sang suami, harus
menikahi janda itu, sebagian atas dasar rasa hormat kepada
sang janda, yang, sebab telah meninggalkan kaum keluarga
dan rumah ayahnya, harus mendapatkan kebaikan sebanyak
mungkin dari keluarga suaminya yang dimasukinya, dan seba-
gian lagi atas dasar rasa hormat kepada suaminya yang telah
meninggal dunia. Bahwa meskipun suaminya telah mati dan
tiada, ia tidak akan terlupakan, tidak pula akan lenyap dari
silsilah sukunya. Sebab anak sulung yang lahir dari perkawin-
an sang janda dengan saudara laki-laki atau saudara dekat
sang suami, akan disebut dengan nama sang suami yang telah
mati, dan masuk ke dalam silsilah sebagai anaknya (ay. 5-6).
berdasar dispensasi ini, beralasan bagi kita untuk men-
duga bahwa manusia pada waktu itu tidak memiliki gam-
baran yang begitu jelas dan pasti mengenai hidup Sesudah
kematian, seperti yang kita punyai sekarang. Sebab hidup dan
kekekalan telah dibukakan kepada kita oleh Injil. Oleh sebab
itu, tidak bisa tidak semakin besarlah hasrat mereka untuk
tetap hidup di dalam diri keturunan mereka. Dan hasrat yang
polos ini sedikit banyak dipuaskan oleh hukum ini, dengan
ditemukannya sebuah jalan bahwa, meskipun seorang laki-
858
laki tidak memiliki anak dari istrinya, namun namanya
jangan terhapus dari antara orang Israel, artinya, terhapus dari
silsilah. Atau, yang sama saja, agar namanya jangan tetap ada
sebagai orang yang tidak memiliki anak. Orang Saduki
mengajukan satu perkara yang berkaitan dengan hukum ini
kepada Juruselamat kita, dengan maksud untuk mengacau-
kan ajaran tentang kebangkitan melalui hukum itu (Mat.
22:24, dst.). Mungkin mereka dengan ini hendak menyatakan
secara tidak langsung bahwa orang tidak perlu mempercayai
kekekalan jiwa dan kehidupan Sesudah kematian, sebab
hukum Taurat sudah memberi ketetapan yang begitu baik
untuk mengabadikan nama dan keluarga seseorang di dunia.
Akan namun ,
3. jika saudara laki-laki, atau kerabat terdekat, menolak
menjalankan amanat yang luhur ini untuk mengenang orang
yang sudah tiada, apa yang harus diperbuat dalam perkara
itu? Tentu saja,
(1) Ia tidak boleh dipaksa untuk melakukannya (ay. 7). jika
ia tidak menyukai sang janda, ia bebas untuk menolaknya,
yang menurut sebagian penafsir tidak diperbolehkan dalam
perkara ini sebelum keluarnya hukum Musa ini. Kasih
sayang yaitu segala-galanya bagi kenyamanan hubungan
suami-istri. Ini yaitu sesuatu yang tidak bisa dipaksakan,
dan sebab itu hubungan ini tidak boleh dipaksakan tanpa
kasih sayang.
(2) Akan namun , ia harus menanggung malu di muka umum
sebab telah menolak melakukannya. Sang janda, sebagai
orang yang paling berkepentingan untuk membela nama
dan kehormatan suaminya yang telah mati, harus menge-
luhkan penolakannya itu kepada para tua-tua. jika ia
tetap bersikeras menolak, sang janda harus menanggalkan
kasutnya dari kakinya dan meludahi mukanya, di sebuah
pengadilan terbuka atau, seperti diperhalus oleh para ahli
Yahudi, meludah di depan mukanya, dan dengan demikian
menyematkan kepadanya tanda kehinaan, yang akan tetap
ada di dalam keluarganya Sesudah nya (ay. 8-10). Perhati-
kanlah, barang siapa tidak melakukan apa yang harus dila-
kukan untuk menjaga nama dan kehormatan orang lain,
layak dicemarkan nama baiknya. Orang yang tidak mau
Kitab Ulangan 25:5-12
859
membangun kaum saudara laki-lakinya pantas menerima
aib ini, sehingga kaumnya akan disebut kaum yang kasut-
nya ditanggalkan orang, sebagai tanda bahwa ia pantas
pergi dengan kaki telanjang. Dalam perkara Rut, kita men-
dapati hukum ini dilaksanakan (Rut 4:7). namun sebab ,
Sesudah saudara terdekat suami Rut menolak mengawini-
nya, ada orang lain yang siap melaksanakan kewajiban se-
orang saudara suami, maka orang itulah, yaitu Boas, yang
menanggalkan kasut saudara terdekat suaminya, dan
bukan sang janda, yaitu Rut.
II. Hukum untuk mengganjar seorang perempuan yang tidak sopan
(ay. 11-12). Sang perempuan yang oleh hukum sebelumnya harus
mengeluhkan saudara suaminya sebab tidak mau mengawini-
nya, dan harus meludahi mukanya di hadapan para tua-tua,
membutuhkan jaminan keamanan yang kuat. Akan namun , supaya
rasa aman yang ditimbulkan oleh hukum itu tidak menjadi se-
suatu yang berlebihan dan tidak pantas bagi kaum perempuan,
maka di sini disampaikanlah hukum yang sangat berat namun adil
untuk mengganjar kekurangajaran dan ketidaksopanan.
1. Contoh yang disampaikan memang betul-betul memalukan. Se-
orang perempuan tidak dapat berbuat seperti itu, kecuali ia
betul-betul sudah kehilangan segala kebajikan dan kehormatan.
2. Keadaan yang melatarbelakanginya memang bisa saja mem-
buat tindakan sang perempuan dimaklumi sebagian. Sang pe-
rempuan berusaha membantu suaminya melepaskan diri dari
seseorang yang terlalu tangguh baginya. Nah, jika tindakan
yang diperbuat dalam amarah, dan dengan maksud yang be-
gitu baik itu, harus diganjar dengan hukuman yang begitu
berat, apalagi jika tindakan itu diperbuat dengan cabul dan
penuh nafsu.
3. Hukumannya yaitu bahwa tangan sang perempuan harus
dipotong, dan para hakim tidak boleh berlagak seolah-olah
mereka lebih berbelas kasihan dibandingkan Tuhan : Janganlah eng-
kau merasa sayang kepadanya. Mungkin Juruselamat kita
merujuk kepada hukum ini saat Ia memerintahkan kita
untuk memenggal tangan kanan yang menyesatkan kita, atau
yang mendatangkan dosa bagi kita. Lebih baik tubuh kita di-
dera sekeras-kerasnya dibandingkan jiwa kita binasa selama-lama-
nya. Kesopanan merupakan pagar yang melindungi kesucian,
dan sebab nya harus dijaga dan dipertahankan dengan sangat
hati-hati baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Amalek Harus Dihancurkan
(25:13-19)
13 “Janganlah ada di dalam pundi-pundimu dua macam batu timbangan,
yang besar dan yang kecil. 14 Janganlah ada di dalam rumahmu dua macam
efa, yang besar dan yang kecil. 15 Haruslah ada padamu batu timbangan yang
utuh dan tepat; haruslah ada padamu efa yang utuh dan tepat – supaya
lanjut umurmu di tanah yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Tuhan mu.
16 Sebab setiap orang yang melakukan hal yang demikian, setiap orang yang
berbuat curang, yaitu kekejian bagi TUHAN, Tuhan mu.” 17 “Ingatlah apa
yang dilakukan orang Amalek kepadamu pada waktu perjalananmu keluar
dari Mesir; 18 bahwa engkau didatangi mereka di jalan dan semua orang
lemah pada barisan belakangmu dihantam mereka, sedang engkau lelah dan
lesu. Mereka tidak takut akan Tuhan . 19 Maka jika TUHAN, Tuhan mu, su-
dah mengaruniakan keamanan kepadamu dari pada segala musuhmu di se-
keliling, di negeri yang diberikan TUHAN, Tuhan mu, kepadamu untuk dimiliki
sebagai milik pusaka, maka haruslah engkau menghapuskan ingatan kepada
Amalek dari kolong langit. Janganlah lupa!”
Di sini kita mendapati,
I. Hukum yang melarang timbangan dan takaran yang menipu.
Orang Israel tidak hanya dilarang menggunakannya, namun juga
dilarang memilikinya, entah itu di dalam pundi ataupun di dalam
rumah (ay. 13-14). Sebab, jika mereka memilikinya, mereka akan
sangat tergoda untuk menggunakannya. Mereka tidak boleh mem-
punyai timbangan dan takaran yang besar untuk membeli, serta
timbangan dan takaran yang kecil untuk menjual, sebab itu
berarti berlaku curang dalam dua hal, sementara curang dalam
satu hal saja sudah buruk. Kita membaca mengenai orang yang
mengecilkan efa, yang digunakan untuk menimbang gandum
yang mereka jual, dan membesarkan syikal, yang digunakan un-
tuk menimbang uang yang mereka terima atas penjualan gandum
itu (Am. 8:5). namun haruslah ada padamu batu timbangan yang
utuh dan tepat (ay. 15). Apa yang dipakai sebagai kaidah keadilan
haruslah dengan sendirinya adil. Jika tidak demikian, maka yang
terjadi yaitu kecurangan terus-menerus. Perkara ini sudah diba-
has sebelumnya (Im. 19:35-36). Hukum ini ditegakkan atas dasar
dua alasan yang sangat luhur:
Kitab Ulangan 25:13-19
1. Bahwa keadilan dan sikap tidak berat sebelah akan membuat
berkat Tuhan turun atas kita. Cara agar lanjut umur kita dan
sejahtera hidup kita yaitu dengan berlaku adil dan tidak
berat sebelah dalam segala perkara. Kejujuran yaitu cara
yang terbaik.
2. Bahwa penipuan dan ketidakadilan akan memperhadapkan
kita pada kutuk Tuhan (ay. 16). Bukan hanya kecurangan itu
sendiri, melainkan juga semua orang yang berlaku curang,
yaitu kekejian bagi TUHAN. Dan sungguh sengsara orang
yang dipandang dengan rasa muak oleh Penciptanya. Salomo
mencermati beberapa kali betapa segala tipu daya itu sangat
dibenci Tuhan (Ams. 11:1, 20:10, 23). Rasul Paulus pun berkata
kepada kita bahwa Tuhan yaitu pembalas dari semua orang
yang menipu dan memperdaya dalam hal-hal ini (1Tes. 4:6).
II. Hukum untuk membasmi orang Amalek. Di sini ada batu timbang-
an yang tepat dan efa yang tepat, artinya, sama seperti Amalek
telah mengambil tindakan melawan Israel, demikian pula tindak-
an itu akan diperbuat kembali kepada Amalek.
1. Kejahatan yang diperbuat Amalek kepada Israel harus diingat
kembali di sini (ay. 17-18). saat orang Israel pertama kali
berperang melawan orang Amalek, hal itu diperintahkan untuk
dicatat (Kel. 17:14-16). Di sini ingatan akan peperangan itu
diperintahkan untuk tetap dijaga, bukan dalam dendam pri-
badi sebab angkatan yang menderita oleh orang Amalek itu
telah tiada, sehingga orang Israel yang sekarang hidup, beserta
keturunan mereka, mustahil memiliki kebencian pribadi akan
luka yang telah tergores itu, melainkan dalam kecemburuan
bagi kemuliaan Tuhan (yang diolok-olok oleh orang Amalek),
takhta Tuhan yang terhadapnya tangan Amalek telah teracung
itu. Perilaku orang Amalek terhadap orang Israel di sini digam-
barkan,
(1) Sangat rendah dan licik. Tidak ada alasan sama sekali bagi
mereka untuk memerangi Israel, tidak pula mereka mem-
berikan peringatan apa pun kepada Israel, melalui peng-
umuman ataupun pernyataan perang. namun orang Amalek
menyerang orang Israel dengan memanfaatkan keadaan
mereka yang lemah, saat mereka baru saja keluar dari
rumah perbudakan, dan, sejauh yang tampak bagi orang
Amalek, hanya hendak mempersembahkan korban kepada
Tuhan di padang gurun.
(2) Sangat biadab dan kejam, sebab mereka menghajar orang-
orang yang lebih lemah, yang seharusnya mereka bantu.
Orang yang paling pengecut biasanya paling kejam, semen-
tara orang yang memiliki keberanian seorang laki-laki,
juga akan memiliki belas kasihan seorang laki-laki.
(3) Sangat durhaka dan tidak bertuhan. Mereka tidak takut
kepada Tuhan . Andaikan mereka memiliki rasa hormat ke-
pada keagungan Tuhan Israel, yang tandanya telah mereka
saksikan dalam wujud tiang awan, atau rasa ngeri ter-
hadap murka-Nya, yang kekuatannya atas Firaun telah
mereka dengar belum lama ini, mereka pasti tidak berani
mengadakan serangan ini terhadap Israel. Ya, inilah alasan
dari perseteruan itu dan menunjukkan bagaimana Tuhan
menganggap bahwa apa yang telah diperbuat kepada umat-
Nya, telah diperbuat kepada diri-Nya sendiri. Bahwa Tuhan
secara khusus akan mengadakan perhitungan dengan
siapa saja yang mematahkan semangat dan merintangi
orang-orang yang baru memulai hidup beriman, siapa saja
yang, seperti antek-antek Iblis, menyerang mereka yang le-
mah dan rapuh, entah untuk mengalihkan perhatian mere-
ka atau membuat bimbang hati mereka, dan menyesatkan
anak-anak kecil yang percaya kepada-Nya.
2. Kejahatan ini harus dibalaskan pada waktunya (ay. 19). saat
peperangan mereka telah usai, dan mereka harus menegakkan
kerajaan mereka dan memperluas wilayah mereka, pada saat
itulah mereka harus berperang melawan Amalek (ay. 19). Me-
reka tidak hanya harus mengejar orang Amalek, namun juga
menghabisi mereka, menghapuskan ingatan kepada Amalek.
Ini menjadi contoh dari kesabaran Tuhan , bahwa Dia menunda
pembalasan ini sedemikian lamanya, yang seharusnya sudah
membuat orang Amalek bertobat. namun ini pun menjadi con-
toh dari pembalasan yang menakutkan, bahwa keturunan
orang Amalek, begitu lama Sesudah kejadian itu, ditumpas atas
kejahatan yang diperbuat oleh nenek moyang mereka kepada
Israel milik Tuhan , agar seluruh dunia menyaksikan, dan ber-
kata, bahwa siapa yang menjamah mereka, berarti menjamah
Kitab Ulangan 25:13-19
biji mata-Nya. Hampir empat ratus ahun Sesudah ini, Saul di-
perintahkan untuk melaksanakan hukuman ini (1Sam. 15),
dan ditolak Tuhan sebab ia tidak melaksanakannya sampai
tuntas, namun membiarkan hidup sebagian orang dari bangsa
yang dikhususkan untuk dibinasakan itu. Hal ini dilakukan-
nya dengan memandang remeh bukan hanya perintah-perintah
khusus yang diterimanya dari Samuel, melainkan juga amanat
umum yang diberikan oleh Musa di sini, yang tidak bisa tidak
diketahuinya. Daud di lalu hari sedikit banyak menumpas
orang Amalek. Dan orang-orang dari bani Simeon, pada zaman
Hizkia, membinasakan sisa orang Amalek yang meluputkan diri
(1Taw. 4:43), sebab saat Tuhan menghakimi, Dia akan me-
nang.
PASAL 26
engan pasal ini, Musa mengakhiri ketetapan-ketetapan tertentu
yang dipandangnya pantas diamanatkan kepada Israel pada
waktu ia berpisah dengan mereka. Apa yang disampaikan selanjutnya
yaitu berupa dorongan dan penguatan. Dalam pasal ini,
I. Musa memberi kepada mereka sejenis pengakuan yang
harus diucapkan oleh orang yang mempersembahkan bakul
berisi hasil-hasil pertama dari bumi (ay. 1-11).
II. Pernyataan dan doa yang harus diucapkan Sesudah pembagi-
an persepuluhan pada tahun yang ketiga (ay. 12-15).
III. Musa mengikat semua perintah yang telah diberikannya ke-
pada bangsa Israel,
1. Dengan wewenang ilahi: “Bukan aku, melainkan Tuhan
Tuhan mulah yang telah memerintahkan engkau untuk
melakukan segala ketetapan ini” (ay. 16).
2. Dengan kovenan yang bersifat timbal balik antara Tuhan
dan mereka (ay. 17, dst.).
Persembahan Hasil-hasil Bumi yang Pertama
(26:1-11)
1 “jika engkau telah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN, Tuhan mu,
kepadamu menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan
diam di sana, 2 maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi
yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh
TUHAN, Tuhan mu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, lalu
pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Tuhan mu, untuk membuat nama-
Nya diam di sana. 3 Dan sesampainya kepada imam yang ada pada waktu itu,
haruslah engkau berkata kepadanya: Aku memberitahukan pada hari ini
kepada TUHAN, Tuhan mu, bahwa aku telah masuk ke negeri yang dijanjikan
TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang kita untuk memberi nya
kepada kita. 4 Maka imam harus menerima bakul itu dari tanganmu dan
D
meletakkannya di depan mezbah TUHAN, Tuhan mu. 5 lalu engkau ha-
rus menyatakan di hadapan TUHAN, Tuhan mu, demikian: Bapaku dahulu
seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang
saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, namun di sana ia menjadi suatu
bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. 6 saat orang Mesir meng-
aniaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang
berat, 7 maka kami berseru kepada TUHAN, Tuhan nenek moyang kami, lalu
TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran
kami dan penindasan terhadap kami. 8 Lalu TUHAN membawa kami keluar
dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan
kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat. 9 Ia
membawa kami ke tempat ini, dan memberi kepada kami negeri ini,
suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. 10 Oleh sebab itu, di
sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan kepadaku,
ya TUHAN. lalu engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN,
Tuhan mu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Tuhan mu, 11 dan haruslah
engkau, orang Lewi dan orang asing yang ada di tengah-tengahmu bersukaria
sebab segala yang baik yang diberikan TUHAN, Tuhan mu, kepadamu dan
kepada seisi rumahmu.”
Di sini kita mendapati,
I. Pekerjaan baik yang diperintahkan untuk dilakukan, yaitu mem-
persembahkan bakul berisi hasil-hasil bumi yang pertama kepada
Tuhan setiap tahunnya (ay. 1-2). Selain seberkas hasil pertama,
yang dipersembahkan bagi seluruh negeri pada hari Sesudah Pas-
kah (Im. 23:10), setiap orang harus membawa bagi dirinya sendiri
sebakul berisi hasil-hasil bumi yang pertama pada hari raya
Tujuh Minggu, saat musim menuai telah berakhir, dan sebab
itu disebut hari raya buah bungaran (Kel. 34:22). Dan dikatakan
bahwa hari raya ini harus dirayakan dengan membawa sekedar
persembahan sukarela (Ul. 16:10). Akan namun orang Yahudi ber-
kata, “Hasil-hasil bumi yang pertama, jika tidak dibawa pada
hari raya itu, boleh dibawa kapan saja Sesudah nya, di antara hari
raya itu dan musim dingin.” saat seseorang pergi ke ladang atau
kebun anggurnya pada waktu buahnya telah masak, ia harus
menandai buah yang menurutnya paling siap dipetik, lalu me-
nyimpannya sebagai hasil bumi yang pertama, yaitu gandum,
jelai, anggur, ara, delima, zaitun, dan korma. Beberapa dari setiap
jenis hasil bumi ini harus diletakkan di dalam satu bakul yang
sama, dengan daun-daun yang tersisip di antaranya, lalu diper-
sembahkan kepada Tuhan di tempat yang akan dipilih-Nya. Nah,
dari hukum ini kita dapat belajar untuk,
1. Mengakui Tuhan sebagai Sang Pemberi segala sesuatu yang
baik yang menunjang dan menghibur kehidupan alami kita,
Kitab Ulangan 26:1-11
dan yang sebab itu harus kita layani dan hormati dengan
semuanya itu.
2. Menyangkal diri sendiri. Buah yang pertama matang, itulah
yang paling kita dambakan. Orang yang suka pilih-pilih dalam
makanan berharap untuk dilayani dengan buah apa saja yang
pertama kali matang. Jiwaku menginginkan buah-buahan yang
matang pertama kali (Mi. 7:1, KJV). Oleh sebab itu, saat Tuhan
menetapkan orang Israel untuk menyimpan buah-buahan
yang pertama kali matang itu bagi-Nya, Ia mengajari mereka
untuk lebih memuliakan nama-Nya dibandingkan memuaskan naf-
su dan keinginan mereka sendiri.
3. memberi kepada Tuhan yang pertama dan yang terbaik dari
apa yang kita miliki, sebagai orang-orang yang mempercayai-
Nya sebagai yang pertama dan yang terbaik dari semua yang
ada. Orang-orang yang menguduskan masa muda mereka, dan
masa puncak hidup mereka, untuk melayani dan menghor-
mati Tuhan , membawa kepada-Nya hasil-hasil pertama dari
hidup mereka, dan Ia sangat berkenan dengan persembahan-
persembahan seperti itu. Aku teringat kepada kasihmu pada
masa mudamu.
II. Kata-kata yang baik yang ditaruh di dalam mulut mereka, untuk
diucapkan pada waktu sedang melakukan pekerjaan baik ini,
sebagai penjelasan tentang makna dari upacara ini, supaya upa-
cara itu menjadi ibadah yang dapat dimengerti. Orang yang mem-
bawa persembahan harus mengucapkan pengakuannya terlebih
dahulu sebelum menyerahkan bakulnya kepada imam, dan kemu-
dian harus melanjutkan pengakuannya ini , Sesudah imam
meletakkan bakulnya di depan mezbah, sebagai persembahan
kepada Tuhan , Tuan Tanah mereka yang Agung (ay. 3-4).
1. Orang itu harus mengawali pengakuannya dengan penerimaan
penuh atas negeri yang baik, yang telah diberikan Tuhan ke-
pada mereka (ay. 3): Aku memberitahukan bahwa sekarang
pada akhirnya, Sesudah empat puluh tahun mengembara, aku
telah masuk ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah
untuk memberi nya kepada kita. Perkataan ini paling tepat
diucapkan saat mereka pertama kali memasuki Kanaan.
Mungkin Sesudah sekian lama berdiam di sana, mereka meng-
ubah bentuk perkataan ini. Perhatikanlah, saat Tuhan telah
menepati janji-janji-Nya kepada kita, Ia berharap agar kita
memberi pengakuan tentang hal itu, bagi kehormatan dari
kesetiaan-Nya. Ini seperti menyerahkan surat perjanjian, se-
perti yang dilakukan oleh Salomo, dari segala yang baik yang
telah dijanjikan-Nya, tidak ada satu pun yang tidak dipenuhi
(1Raj. 8:56). Penghiburan-penghiburan yang kita nikmati dari
makhluk ciptaan terasa dua kali lipat manisnya saat kita
melihatnya mengalir dari mata air perjanjian.
2. Orang itu harus mengingat dan mengakui asal mula bangsa
Israel yang hina, yang yaitu bangsanya sendiri. Betapapun
besarnya mereka sekarang, dan dirinya sendiri bersama mere-
ka, pada mulanya mereka sangatlah kecil. Dan kenyataan ini
harus senantiasa diingat seperti itu di sepanjang perjalanan
sejarah jemaat mereka melalui pengakuan di muka umum ini,
supaya mereka tidak menjadi sombong dengan hak-hak isti-
mewa dan keuntungan-keuntungan yang mereka terima, namun
selama-lamanya bersyukur kepada Tuhan , yang melalui anuge-
rah-Nya telah memilih mereka saat mereka begitu rendah,
dan lalu mengangkat mereka begitu tinggi. Ada dua hal
yang harus mereka akui untuk memenuhi tujuan ini:
(1) Kehinaan nenek moyang mereka bersama: Bapaku dahulu
seorang Aram, seorang pengembara (ay. 5, KJV: Bapaku
dahulu seorang Aram yang nyaris binasa). Yakub di sini
disebut sebagai orang Aram, atau orang Siria, sebab ia
hidup selama dua puluh tahun di Padan-Aram. Istri-istri-
nya berasal dari negeri itu, dan semua anaknya lahir di
sana, kecuali Benyamin. Mungkin yang dimaksud oleh
orang yang membuat pengakuan ini bukanlah Yakub
sendiri, melainkan anak laki-laki Yakub yang yaitu bapa
leluhur dari sukunya. Apa pun itu, baik sang ayah maupun
anak-anaknya sudah nyaris binasa lebih dari sekali, oleh
kerasnya perlakuan Laban, kekejaman Esau, dan terutama
oleh kelaparan di negeri itu, yang membuat mereka pergi
ke Mesir. Laban orang Aram berupaya membinasakan ayah-
ku, demikian menurut Alkitab bahasa Aram dan nyaris
membinasakannya yaitu menurut Alkitab bahasa Arab.
(2) Keadaan bangsa mereka yang menyedihkan pada waktu
baru berdiri. Mereka tinggal di Mesir sebagai orang asing,
dan bekerja di sana sebagai budak (ay. 6), dan itu untuk
Kitab Ulangan 26:1-11
869
waktu yang sangat lama. Sama seperti ayah mereka dise-
but orang Aram, demikian pula mereka dapat disebut orang
Mesir. Dengan begitu, sebab kepemilikan mereka atas Ka-
naan sempat terputus begitu lama, mereka tidak bisa meng-
aku berhak menghuninya. Di Mesir, mereka menjadi bangsa
yang miskin, terhina, dan tertindas. Oleh sebab itu, mes-
kipun sekarang kaya dan besar, mereka tidak memiliki
alasan untuk bermegah, atau merasa aman, atau melupa-
kan Tuhan .
3. Orang itu harus dengan penuh syukur mengakui kebaikan
Tuhan yang besar, bukan hanya kepada dirinya sendiri secara
khusus, melainkan juga kepada bangsa Israel secara umum.
(1) sebab Tuhan telah membawa Israel keluar dari Mesir (ay.
7-8). Tindakan Tuhan itu dikatakan di sini sebagai tindakan
belas kasihan – Dia melihat kesengsaraan kami, dan seba-
gai tindakan kuasa – Dia membawa kami keluar dengan
tangan yang kuat. Ini yaitu keselamatan yang besar, layak
diingat pada setiap kesempatan, dan khususnya pada ke-
sempatan ini. Mereka tidak perlu menggerutu saat mem-
bawa bakul berisi hasil-hasil bumi yang pertama kepada
Tuhan , sebab berkat Tuhan lah mereka kini tidak lagi mem-
bawa batu bata kepada pengerah-pengerah mereka yang
kejam.
(2) sebab Tuhan telah membuat mereka berdiam di Kanaan: Ia
memberi kepada kami negeri ini (ay. 9). Cermatilah,
orang itu harus mengucap syukur bukan hanya atas ba-
gian yang didapatnya sendiri, melainkan juga atas seluruh
negeri secara umum yang telah diberikan kepada Israel.
Bukan hanya atas keuntungan-keuntungan tahun ini, me-
lainkan juga atas tanah itu sendiri yang menghasilkan ke-
untungan-keuntungan itu, yang telah dikaruniakan Tuhan
dengan penuh rahmat kepada nenek moyangnya dan diwa-
riskan kepada keturunannya. Perhatikanlah, penghiburan
yang kita rasakan dalam hal-hal tertentu haruslah mem-
buat kita bersyukur atas bagian yang kita terima dalam
kedamaian dan kelimpahan yang dirasakan warga .
Dan dengan belas kasih yang kita terima saat ini, kita ha-
rus bersyukur kepada Tuhan atas belas kasih yang terda-
hulu yang kita ingat, dan atas belas kasih di masa men-
datang yang kita nantikan dan harapkan.
4. Orang itu harus mempersembahkan kepada Tuhan bakulnya
yang berisi hasil bumi yang pertama (ay. 10): “Aku telah mem-
bawa hasil pertama dari bumi seperti biji merica, sebagai upeti
atas bumi yang telah Kauberikan kepadaku.” Perhatikanlah,
apa pun yang kita berikan kepada Tuhan , dari tangan-Nya
sendirilah semua yang kita berikan kepada-Nya itu (1Taw.
29:14). Dan sudah sepatutnya kita, yang menerima begitu
banyak dari Tuhan , mencari tahu apa yang harus kita berikan
kepada-Nya. Bakul itu harus diletakkan orang itu di hadapan
Tuhan . Dan para imam, sebagai pihak yang menerimanya atas
nama Tuhan , mengambil hasil bumi yang pertama itu untuk
diri mereka sendiri, sebagai penghasilan tambahan dari jabat-
an yang mereka emban dan sebagai upah sebab telah men-
jalankan tugas (Bil. 18:12).
III. Seusai mempersembahkan hasil bumi yang pertama, orang itu di
sini diperintahkan untuk,
1. Memuliakan Tuhan : Engkau harus sujud di hadapan TUHAN,
Tuhan mu. Hasil bumi yang pertama yang telah dipersembah-
kannya tidak akan diterima jika tidak diikuti dengan pe-
yembahan. Hati yang merendah, hormat, dan bersyukur, itu-
lah yang dilihat dan dituntut Tuhan . Dan tanpa ini, apa pun
yang dapat kita taruh di dalam sebuah bakul tidak akan ada
gunanya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumah-
nya supaya terbebas dari penyembahan ini, atau untuk meng-
gantikannya, ia pasti akan dihina.
2. Merasakan penghiburan dari penyembahannya itu bagi dirinya
sendiri dan keluarganya: Haruslah engkau bersukaria sebab
segala yang baik (ay. 11). Tuhan menghendaki kita untuk ber-
gembira tidak hanya dalam melaksanakan ketetapan-ketetap-
an-Nya yang kudus, namun juga dalam menikmati berbagai
pemberian dari Penyelenggaraan-Nya. Hal baik apa pun yang
diberikan Tuhan kepada kita, Ia menghendaki agar kita meman-
faatkan pemberian-Nya itu dengan sebaik-baiknya bagi peng-
hiburan kita, namun sambil tetap merunut aliran-aliran ber-
kat hingga ke sumber segala kenikmatan dan penghiburan.
Kitab Ulangan 26:12-15
Pembagian Persembahan Persepuluhan
(26:12-15)
12 “jika dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, eng-
kau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil
tanahmu, maka haruslah engkau memberi nya kepada orang Lewi, orang
asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam
tempatmu dan menjadi kenyang. 13 Dan haruslah engkau berkata di hadapan
TUHAN, Tuhan mu: Telah kupindahkan persembahan kudus itu dari rumahku,
juga telah kuberikan kepada orang Lewi, dan kepada orang asing, anak yatim
dan kepada janda, tepat seperti perintah yang telah Kauberikan kepadaku.
Tidak kulangkahi atau kulupakan sesuatu dari perintah-Mu itu. 14 Pada wak-
tu aku berkabung sesuatu tidak kumakan dari persembahan kudus itu, pada
waktu aku najis sesuatu tidak kujauhkan dari padanya, juga sesuatu tidak
kupersembahkan dari padanya kepada orang mati, namun aku mendengarkan
suara TUHAN, Tuhan ku, aku berbuat sesuai dengan segala yang Kauperintah-
kan kepadaku. 15 Jenguklah dari tempat kediaman-Mu yang kudus, dari da-
lam sorga, dan berkatilah umat-Mu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan
kepada kami, seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek
moyang kami--suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.”
Hukum mengenai pembagian persepuluhan orang Israel pada tahun
yang ketiga telah kita dapati sebelumnya (14:28-29). Persepuluhan
kedua, yang pada dua tahun pertama harus dipakai untuk segala
kepentingan perayaan, pada tahun yang ketiga ini harus dipakai di
tempat mereka sendiri, guna menghibur orang miskin. Nah, sebab
tindakan ini dilaksanakan di bawah pengawasan para imam, dan
sebab kejujuran umat sangat diandalkan, bahwa mereka akan mem-
bagikannya sesuai dengan hukum, kepada orang Lewi, orang asing,
dan anak yatim (ay. 12), maka dituntut bahwa pada perayaan beri-
kutnya, Sesudah mereka tampil di hadapan TUHAN, mereka di sana
harus bersaksi seolah-olah di bawah sumpah, dengan sikap yang
saleh, bahwa mereka telah menjalankan dengan sepenuhnya keper-
cayaan yang diberikan kepada mereka, dan menjalankannya dengan
setia.
I. Mereka harus membuat pernyataan yang khidmat untuk meme-
nuhi tujuan ini (ay. 13-14).
1. Bahwa tidak ada persembahan kudus yang ditimbun: “Telah
kupindahkan persembahan kudus itu dari rumahku, sekarang
tidak ada yang tertinggal di sana kecuali bagianku sendiri.”
2. Bahwa orang miskin, khususnya hamba-hamba Tuhan yang
miskin, orang-orang asing yang miskin, dan janda-janda mis-
kin, telah memperoleh bagian mereka menurut perintah Tuhan .
Memang sudah sepantasnya bahwa Tuhan , yang dengan penye-
lenggaraan-Nya memberi kepada kita segala sesuatu yang
kita miliki, harus mengatur penggunaan dari pemberian-Nya
itu dengan hukum-Nya. Meskipun sekarang kita tidak terikat
peraturan untuk membagikan penghasilan kita secara khusus
seperti mereka pada waktu dulu, namun secara umum kita di-
perintahkan untuk mendermakan apa yang kita miliki. Baru-
lah Sesudah melakukan itu, dan bukan dengan cara lain, segala
sesuatu menjadi bersih bagi kita. Kita baru bisa mendapat
penghiburan dari hal-hal yang kita nikmati, jika Tuhan telah
memperoleh bagian-Nya yang semestinya dari semuanya itu.
Ini yaitu perintah yang tidak boleh dilanggar, sekalipun
dengan alasan lupa (ay. 13).
3. Bahwa tidak ada suatu apa pun dari persepuluhan itu yang
disalahgunakan untuk hal-hal yang biasa, apalagi untuk hal-
hal yang jahat. Ini tampaknya mengacu kepada persepuluhan
pada dua tahun pertama, yang harus dimakan oleh para
pemiliknya sendiri. Mereka harus menyatakan,
(1) Bahwa mereka tidak memakan suatu apa pun dari persem-
bahan kudus itu pada waktu mereka berkabung, saat ,
sebab sedang berkabung untuk orang mati, mereka biasa-
nya menjadi najis. Atau bahwa mereka tidak memakan
suatu apa pun dari persembahan kudus itu dengan meng-
gerutu, seperti orang-orang yang sepanjang umurnya ma-
kan di dalam kegelapan.
(2) Bahwa mereka tidak dengan lancang mengambilnya untuk
kebutuhan sehari-hari, sebab persembahan itu bukan
milik mereka sendiri. Dan,
(3) Bahwa mereka tidak mempersembahkannya untuk orang
mati, untuk menghormati Tuhan -Tuhan mereka yang mati,
atau dengan harapan menjadikannya bermanfaat bagi saha-
bat-sahabat mereka yang telah mati. Nah, dengan diwajib-
kannya mereka untuk membuat pernyataan yang khidmat
ini pada akhir tahun ketiga, mereka juga terikat kewajiban
untuk berlaku jujur, sebab mereka tahu bahwa mereka pasti
akan dipanggil untuk membersihkan diri mereka seperti itu.
Berhikmatlah kita jika kita menjaga hati nurani kita
tetap bersih setiap saat, sehingga saat tiba waktu kita
untuk memberi pertanggungjawaban, kita dapat meng-
Kitab Ulangan 26:12-15
angkat wajah kita tanpa cela. Orang Yahudi berkata bahwa
pernyataan tentang kejujuran mereka ini harus diucapkan
dengan suara pelan, sebab itu terdengar seperti memuji
diri sendiri, namun pengakuan atas kebaikan Tuhan yang di-
ucapkan sebelumnya, harus diucapkan dengan suara lan-
tang bagi kemuliaan-Nya. Barang siapa tidak berani meng-
ucapkan pernyataan ini, harus membawa korban penebus
salah untuk dirinya (Im. 5:15).
II. Sesudah mengucapkan pernyataan yang khidmat ini, mereka ha-
rus menambahkan doa yang khidmat (ay. 15), bukan terutama
untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk Israel, umat Tuhan .
Sebab dalam kedamaian dan kesejahteraan bersama, setiap orang
akan sejahtera dan merasakan damai. Dari sini kita harus belajar
untuk peduli pada orang banyak di dalam doa kita, dan bergumul
dengan Tuhan untuk meminta berkat-berkat bagi negeri dan
bangsa, bagi Israel, yaitu bangsa kita sendiri, dan bagi jemaat di
segala tempat, yang kepada mereka kita diperintahkan untuk
mengarahkan pandangan di dalam doa-doa kita, sebagai Israel
milik Tuhan (Gal. 6:16). Dalam doa ini, kita diajar untuk,
1. Memandang kepada Tuhan di kediaman-Nya yang kudus, dan
menyimpulkan dari situ bahwa bait-Nya layak kudus, dan
bahwa Dia akan dikuduskan dalam segala makhluk yang ada
di sekeliling-Nya.
2. Bergantung kepada perkenanan Tuhan dan perhatian-Nya yang
penuh rahmat, sebagai sesuatu yang cukup untuk membuat
kita dan warga kita bahagia.
3. Menganggap kesediaan Tuhan untuk merendah sebagai tindakan
yang menakjubkan, bahwa Ia sudi mengarahkan pandangan-
Nya untuk menjenguk bangsa yang besar dan terhormat seperti
Israel. Dalam berbuat demikian, Ia menjenguk ke bawah.
4. Bersungguh-sungguh memohon kepada Tuhan agar menurun-
kan berkat atas umat-Nya Israel, dan atas tanah yang telah
diberikan-Nya kepada kita. Sebab bagaimanakah tanah dapat
memberi hasilnya, atau, jika memang dapat, penghiburan
apa yang dapat kita peroleh darinya, kecuali bersamaan de-
ngan itu Tuhan , Tuhan kita, memberkati kita? (Mzm. 67:7).
Israel Diingatkan akan Kovenan dengan Tuhan
(26:16-19)
16 “Pada hari ini TUHAN, Tuhan mu, memerintahkan engkau melakukan kete-
tapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan se-
genap hatimu dan segenap jiwamu. 17 Engkau telah menerima janji dari pada
TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Tuhan mu, dan engkau pun akan
hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan,
perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. 18 Dan TUHAN
telah menerima janji dari padamu pada hari ini, bahwa engkau akan menjadi
umat kesayangan-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa
engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya, 19 dan Ia pun akan meng-
angkat engkau di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk men-
jadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang
kudus bagi TUHAN, Tuhan mu, seperti yang dijanjikan-Nya.”
Ada dua hal yang ditegaskan Musa di sini supaya semua perintah ini
dilaksanakan:
1. Bahwa semuanya itu yaitu perintah Tuhan (ay. 16). Perintah-
perintah itu tidak lahir dari hikmat Musa sendiri, tidak pula
ditetapkan atas wewenangnya sendiri, namun hikmat yang tiada
berbatas merangkainya, dan kuasa dari Raja segala raja mem-
buatnya mengikat bagi orang Israel: “TUHAN, Tuhan mu, memerin-
tahkan engkau, oleh sebab itu engkau terikat kewajiban dan rasa
syukur untuk mematuhi-Nya, dan bila engkau tidak patuh, eng-
kau sendiri yang akan menanggung akibatnya. Semua perintah
itu yaitu hukum-hukum-Nya, dan sebab itu engkau harus me-
lakukannya, sebab untuk itulah perintah-perintah itu diberikan
kepadamu. Lakukanlah itu dan jangan membantahnya, lakukan-
lah itu dan jangan undur dibandingkan nya. Lakukanlah itu dengan
tidak sembarangan dan munafik, namun dengan hatimu dan jiwa-
mu, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.”
2. Bahwa kovenan mereka dengan Tuhan mewajibkan mereka untuk
berpegang kepada perintah-perintah ini. Musa menegaskan bukan
hanya kedaulatan Tuhan atas mereka, melainkan juga keistimewa-
an kedudukan-Nya dalam diri mereka, dan hubungan yang ter-
bina antara mereka dengan diri-Nya. Kovenan itu bersifat timbal
balik, dan mengikat kedua belah pihak untuk taat.
(1) Agar kita dapat melaksanakan bagian kita di dalam kovenan
itu, dan memenuhi tujuan-tujuannya (ay. 17): “Engkau telah
menerima janji dari pada Tuhan, dan telah menyatakan dan
mengaku dengan khidmat bahwa Tuhan Yahwe akan menjadi
Tuhan mu, Rajamu dan Penguasamu. Seperti itulah Tuhan ber-
Kitab Ulangan 26:16-19
dasarkan hak yang tidak dapat diganggu gugat, dan demi-
kianlah adanya Dia dengan persetujuanmu sendiri.” Mereka
mengakui hal ini secara tersirat dengan melakukan firman-
Nya, telah mengakuinya secara tegas (Kel. 24), dan sekarang
harus mengakuinya kembali sebelum berpisah dengan Musa
(29:1). Nah, perkataan ini mewajibkan kita, dalam kesetiaan
terhadap perkataan kita, dan dalam kewajiban terhadap Pe-
nguasa kita yang berdaulat, untuk berpegang pada ketetapan
dan perintah-Nya. Kita sungguh-sungguh mengingkari diri kita
sendiri, dan berkhianat dengan melanggar perjanjian-perjan-
jian yang paling kudus, jika Sesudah menerima Tuhan men-
jadi Tuhan kita, kita tidak mematuhi perintah-perintah-Nya
dengan kesadaran hati nurani.
(2) Agar bagian Tuhan di dalam kovenan itu juga bisa terlaksana,
dan tujuan-tujuan diadakannya kovenan itu terpenuhi (ay. 18-
19): TUHAN telah menerima janji dari padamu, dan tidak hanya
mengambil, namun juga mengakui engkau di hadapan semua
orang sebagai segullah-Nya, umat kesayangan-Nya, seperti
yang dijanjikan-Nya kepadamu, yaitu , menurut maksud dan
tujuan dari janji itu. Nah, ketaatan mereka bukan hanya
merupakan syarat untuk memperoleh perkenanan Tuhan ini,
beserta keberlanjutannya jika mereka tidak taat, Tuhan
akan menyangkal mereka, dan membuang mereka, namun juga
merupakan rancangan utama dari perkenanan ini. “Dia telah
mengakuimu dengan tujuan agar engkau berpegang pada
segala perintah-Nya, agar engkau beroleh tuntunan dan juga
penguatan terbaik dalam perkara agama.” Demikianlah kita
dipilih supaya taat (1Ptr. 1:2), dipilih supaya kita kudus (Ef.
1:4), disucikan, dijadikan umat kesayangan-Nya, agar kita
tidak hanya melakukan perbuatan baik, namun juga rajin mela-
kukannya (Tit. 2:14). Dikatakan di sini bahwa ada dua hal
yang dirancang Tuhan dalam mengakui mereka sebagai umat
kesayangan-Nya (ay. 19), yaitu untuk mengangkat mereka,
dan, supaya itu terjadi, menjadikan mereka kudus. Sebab
kekudusan yaitu kehormatan yang sejati, dan merupakan
satu-satunya jalan menuju kehormatan kekal.
[1] Untuk mengangkat mereka di atas segala bangsa. Kehor-
matan terbesar yang dapat kita raih di dunia ini yaitu ke-
tika kita dibawa masuk ke dalam kovenan dengan Tuhan ,
dan hidup dengan melayani-Nya. Mereka akan menjadi,
pertama, sangat terpuji, sebab Tuhan akan menerima mere-
ka, dan inilah pujian yang sebetulnya (Rm. 2:29).
Sahabat-sahabat mereka akan memuji-muji mereka (Zef.
3:19-20). Kedua, mereka akan menjadi sangat ternama,
yang, menurut sebagian penafsir, menandakan bahwa keter-
pujian itu akan berlanjut untuk selama-lamanya, suatu
nama yang tidak akan lenyap. Ketiga, mereka akan menjadi
sangat terhormat, yaitu, dalam segala keuntungan yang
diperoleh dari kekayaan dan kekuasaan, yang akan mem-
buat mereka besar mengatasi bangsa-bangsa sekitar mereka
Lihat Yeremia 13:11.
[2] Agar mereka menjadi umat yang kudus, dikhususkan un-
tuk Tuhan , mengabdi kepada-Nya, dan bekerja terus-mene-
rus untuk melayani-Nya. Inilah tujuan Tuhan dalam mene-
rima mereka menjadi umat-Nya, sehingga jika mereka
tidak berpegang kepada perintah-Nya, sia-sia saja mereka
menerima semua anugerah ini.
PASAL 27
usa telah memaparkan kepada umat secara panjang lebar dan
penuh tentang kewajiban mereka, baik kepada Tuhan maupun
kepada satu sama lain, dalam contoh-contoh umum dan khusus. Ia
telah menunjukkan kepada mereka secara gamblang apa yang baik
dan apa yang dituntut hukum Taurat dari mereka. Dalam bagian
penutup pasal sebelumnya, ia telah mengikat mereka pada kewajiban
yang dituntut oleh perintah maupun kovenan ilahi. Sekarang dalam
pasal ini, ia hendak menetapkan sarana-sarana lahiriah,
I. Untuk membantu ingatan mereka, supaya mereka tidak me-
lupakan hukum Taurat sebagai sesuatu yang asing. Mereka
harus menuliskan semua perkataan hukum ini di atas loh-
loh batu (ay. 1-10).
II. Untuk menggerakkan rasa kasih mereka, supaya mereka
tidak acuh tak acuh terhadap hukum Taurat sebagai sesuatu
yang sepele. saat mereka tiba di Kanaan, semua berkat dan
kutuk yang merupakan ganjaran hukum Taurat harus di-
kumandangkan secara khidmat untuk didengar oleh seluruh
umat Israel, yang harus mengucapkan amin untuk menyetu-
juinya (ay. 11-26). Dan jika upacara yang khidmat seperti ini
tidak dapat menanamkan kesan yang mendalam atas diri
mereka, dan membuat mereka tergerak oleh perkara-perkara
besar dari hukum Tuhan , maka tidak ada hal lain yang dapat
melakukannya.
M
Hukum Tuhan Dipertunjukkan
(27:1-10)
1 Lagi Musa dan para tua-tua Israel memerintahkan kepada bangsa itu: “Ber-
peganglah pada segenap perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari
ini. 2 Dan pada hari kamu menyeberangi sungai Yordan ke negeri yang diberi-
kan kepadamu oleh TUHAN, Tuhan mu, maka haruslah engkau menegakkan
batu-batu besar, dan mengapurnya, 3 lalu pada batu itu haruslah kautulis-
kan segala perkataan hukum Taurat ini, sesudah engkau menyeberang, su-
paya engkau masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Tuhan -
mu, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, seperti yang
dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Tuhan nenek moyangmu. 4 Dan sesudah
kamu menyeberangi sungai Yordan, maka haruslah batu-batu itu, yang telah
kuperintahkan kepadamu pada hari ini, kamu tegakkan di gunung Ebal dan
kaukapuri. 5 Juga haruslah kaudirikan di sana mezbah bagi TUHAN, Tuhan -
mu, suatu mezbah dari batu yang tidak boleh kauolah dengan perkakas besi.
6 Dari batu yang tidak dipahat haruslah kaudirikan mezbah TUHAN, Tuhan -
mu, itu dan di atasnya haruslah kaupersembahkan korban bakaran kepada
TUHAN, Tuhan mu. 7 Juga haruslah engkau mempersembahkan korban kese-
lamatan, memakannya di sana dan bersukaria di hadapan TUHAN, Tuhan mu.
8 Selanjutnya haruslah engkau menuliskan pada batu-batu itu segala per-
kataan hukum Taurat ini dengan jelas dan terang.” 9 Juga berbicaralah Musa
dan imam-imam orang Lewi kepada seluruh orang Israel: “Diamlah dan de-
ngarlah, hai orang Israel. Pada hari ini engkau telah menjadi umat TUHAN,
Tuhan mu. 10 Sebab itu engkau harus mendengarkan suara TUHAN, Tuhan mu,
dan melakukan perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu
pada hari ini.”
Di sini kita mendapati,
I. Sebuah amanat umum kepada umat Israel untuk berpegang pada
segenap perintah Tuhan . Sebab sia-sia saja jika mereka mengeta-
hui perintah-perintah itu, jika mereka tidak melakukannya. Ama-
nat ini ditekankan kepada mereka,
1. Dengan segala wewenang yang ada. Musa dan para tua-tua
Israel, para pemimpin dari tiap-tiap suku (ay. 1), dan lagi, Musa
dan imam-imam orang Lewi (ay. 9). Demikianlah amanat itu di-
berikan oleh Musa yang yaitu raja di Yesyurun, dan oleh
para pemimpin mereka, baik itu pemimpin rohani maupun du-
niawi, dalam persetujuan dengan Musa. Jangan sampai me-
reka berpikir bahwa hanya Musa sendirilah, orang yang sudah
tua dan hampir mati, yang ribut-ribut seperti itu mengenai
agama, atau hanya para imam dan orang-orang Lewi saja,
yang memang bertugas mengurusi agama dan yang memper-
oleh penghasilan darinya. Oleh sebab itu para tua-tua Israel,
yang oleh Tuhan telah diberi kehormatan dan kekuasaan di atas
umat, dan yang merupakan orang-orang yang melakukan
Kitab Ulangan 27:1-10
pekerjaan duniawi, dan yang sepertinya akan terus demikian
Sesudah Musa tiada, mereka itulah yang memerintahkan umat
untuk berpegang pada segenap perintah Tuhan . Musa, sesudah
memberi sebagian dari kehormatannya ke atas para tua-
tua Israel itu, mengikutsertakan mereka untuk menjalankan
tugas bersama dengannya, dalam memberi amanat ini, se-
perti Paulus dalam surat-suratnya kadang-kadang mengikut-
sertakan Silwanus dan Timotius. Perhatikanlah, semua orang
yang memiliki suatu pengaruh atas orang lain, atau kuasa
atas mereka, haruslah menggunakan pengaruh itu untuk me-
nyokong dan memajukan agama di antara mereka. Meskipun
kekuasaan tertinggi dari suatu bangsa menetapkan hukum-
hukum yang