Kebangkitan Yesus Kristus telah berdiri sebagai pusat dari iman Kristen.1
Kebangkitan Yesus bersifat hakiki, bukan hanya bagi para penulis Perjanjian Baru, tetapi
juga bagi kekristenan pada masa kini.2
Bahkan kebangkitan Yesus menjadi inti dari
pengajaran para penulis Perjanjian Baru, seperti Petrus dan Paulus.3
Petrus mengatakan
bahwa kebangkitan Yesus adalah titik tolak di mana orang percaya berpindah dari maut
kepada hidup yang berpengharapan.4
Paulus berkata bahwa mempercayai kebangkitan
Yesus dengan hati adalah tanda bahwa manusia sudah diselamatkan oleh Allah.5
Paulus
bahkan dengan tegas mengatakan dalam 1 Korintus 15:14: “Andaikata Kristus tidak
dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.”
Menyadari signifikansi berita kebangkitan, tidak serta merta menjadikan berita
kebangkitan Yesus mudah diterima oleh banyak orang. Berita kebangkitan Yesus menjadi satu kontroversi yang terus-menerus diperdebatkan hingga masa kini. Pihak-pihak yang
hendak menjatuhkan kekristenan selalu menyerang berita kebangkitan Yesus. Pertanyaan
demi pertanyaan dilontarkan seiring dengan penyebaran berita kebangkitan ini:
Mungkinkah seseorang yang sudah mati, dapat hidup kembali? Seseorang memang
mengalami kelahiran dan kematian, namun bagaimana mungkin seorang yang sudah mati
dapat menggulingkan batu besar, lalu keluar dari dalam kuburnya? Bagaimana caranya?
Adakah yang melihat bagaimana proses kebangkitan tersebut dapat terjadi? Apakah Yesus
memang benar-benar mati sebelum Dia dikuburkan? Pertanyaan-pertanyaan sejenis terus
bergulir sejak munculnya berita kebangkitan Yesus hingga kini.
Seiring dengan pertanyaan yang terus bergulir, beberapa sanggahan pun muncul
bersamaan sebagai wujud penolakan terhadap berita kebangkitan. Penolakan ini muncul
untuk menyediakan alternatif pemikiran yang rasional akan kebangkitan yang terjadi pada
Yesus.6
Sanggahan-sanggahan yang diberikan untuk menolak kebenaran kebangkitan
Yesus adalah sebagai berikut: pertama, Yesus hanya mengalami koma setelah kematian,
sehingga Ia dapat bangun kembali, keluar dari kubur, lalu menjumpai murid-murid-Nya.7
Kedua, Yesus diculik oleh murid-murid-Nya.8
Sanggahan ini menjadi teori pertama yang
diungkapkan oleh para pengkritik Yesus, yaitu para pemimpin Yahudi ketika Yesus
ditemukan tidak ada lagi di dalam kubur dan masih terus beredar dalam kalangan pemimpin
Yahudi hingga tahun 150 M.9
Ketiga, perempuan-perempuan datang ke kubur yang salah, bukannya kubur
Yesus.10
Perempuan-perempuan dikatakan menjadi kebingungan ketika menemukan
kubur yang kosong. Mereka memang menemukan kubur kosong, namun kubur tersebut
bukanlah kubur Yesus. Setelah mereka memberitahukan murid-murid Yesus dan muridmurid datang, mereka juga datang ke kubur yang salah, namun mereka memberitakan
kepada masyarakat bahwa Yesus sudah bangkit berdasarkan kuburan yang salah tersebut.11
Keempat, murid-murid hanya mengalami delusi12 atau ilusi13 atau halusinasi14
ketika mereka mengatakan bahwa mereka berjumpa dengan Yesus.15
Teori sanggahan ini
mengatakan bahwa Yesus sesungguhnya tidak bangkit dan menampakkan diri kepada
murid-murid. Murid-murid-Nya hanya mengalami gangguan psikologis karena kesedihan
mendalam yang mereka alami ketika ditinggal mati oleh Yesus.16
Kelima, kebangkitan Yesus adalah sebuah legenda yang dikarang oleh gereja mulamula.17
Gereja mula-mula mendapatkan visi penglihatan atau mimpi berkenaan dengan Yesus yang bangkit, lalu emosi dan pengalaman spiritual yang mereka alami menuntun
mereka untuk menyusun sebuah cerita kebangkitan untuk mendukung iman mereka.18
Selain alasan-alasan rasional yang menjadikan berita kebangkitan sulit diterima
oleh masyarakat umum, alasan lain yang memberatkan adalah bahwa tidak ada satu catatan
pun yang menuliskan proses kebangkitan Yesus selain dari catatan Injil dan surat rasulrasul. Catatan Injil dan surat rasul hanya dipenuhi oleh kesaksian yang berisikan
pemberitahuan bahwa Yesus telah bangkit. Catatan kesaksian ini dipandang lemah dalam
membuktikan kebangkitan Yesus karena dianggap pro Yesus sehingga tidak akan mungkin
bisa untuk memberikan kesaksian yang netral. John Loftus dalam bukunya yang berjudul
Why I Became an Atheist mengutip Michael R. Licona, seorang apologet Kristen,
demikian:
When it comes to the evidence that Jesus rose from dead let’s first consider what
we don’t have, but would like to. Christian apologist Michael Licona admits that
we don’t have anything written directly by Jesus himself or any of his original
disciples, nor do we have anything written by the apostle Paul before he converted,
which would tell us about the church he was persecuting, nor do we have anything
written by the Jewish leaders of that time Jesus or Paul , nor do we have anything
written by the Romans that mention Jesus, the content of his preaching, why he was
killed, or what they thought about the claims that he had been resurrected. This
means we have no written responses to Jesus from the Pharisees, Sadducees,
scribes, or teachers of the law. . . . We also lack testimonies from Ananias,
Caiaphas, Herod, or Pilate about the events we find in the Gospel. We have no
records that they were converted either.19
Ketiadaan bukti-bukti yang diakui oleh apologet Kristen ini semakin meyakinkan pihak
yang kontra dengan kekristenan untuk mempertanyakan tentang kebangkitan Kristus. Kekristenan diperhadapkan pada sebuah kenyataan bahwa apa yang dimilikinya untuk
membuktikan kebangkitan Yesus hanyalah bukti kesaksian di dalam Injil. Yang
melemahkan kebenaran ini adalah bahwa kesaksian-kesaksian tersebut bukan datang dari
seseorang yang menyaksikan peristiwa tersebut secara langsung.20
Keadaan ini diperkeruh dengan fakta bahwa keempat Injil menyajikan cerita yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Keberatan yang dimunculkan adalah: jika keempat Injil
ditulis dengan satu sumber yang sama, yaitu sumber Q, seharusnya ada kesesuaian dalam
setiap peristiwa yang muncul dalam keempat Injil tersebut. Contoh ketidakcocokkan yang
muncul adalah reaksi perempuan-perempuan setelah bertemu dengan malaikat. Matius,
Lukas, dan Yohanes mengatakan bahwa perempuan-perempuan mengalami ketakutan, lalu
mereka berlari untuk memberitakan bahwa kubur Yesus kosong dan Yesus sudah bangkit.
Berbeda dengan Matius, Lukas, dan Yohanes, Markus mengatakan dalam Markus 16:8
bahwa perempuan-perempuan tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun karena mereka
mengalami ketakutan yang besar. Walau Markus 16:9 mengatakan bahwa perempuanperempuan menyampaikan berita kebangkitan kepada murid-murid, namun Injil Markus
dipercaya berakhir pada ayat 8 dan sisanya adalah tambahan redaksional yang dituliskan
kemudian. Hal ini membuka peluang untuk menyatakan bahwa berita kebangkitan tidaklah
sah karena perbedaan-perbedaan yang muncul dalam penulisannya.
Perbedaan-perbedaan yang muncul dalam kisah kebangkitan di keempat Injil
menimbulkan pertanyaan apakah ada satu Injil yang memiliki nilai kebenaran lebih dari
Injil lainnya? Jika bagian ini dijawab, jawabannya akan melemahkan otoritas Alkitab karena Alkitab dianggap bisa salah dan ini bertentangan dengan iman Kristen yang
menyatakan bahwa Alkitab tidak mungkin salah. Hal ini yang diyakinkan oleh pihak
pengkritik sebagai sumber dari pernyataan bahwa Injil tidak dapat dipercaya karena
menyajikan informasi-informasi yang berbeda sehingga melemahkan otoritas Alkitab.
Tidak adanya catatan langsung dari saksi pertama serta banyaknya variasi catatan
kesaksian tentang kebangkitan Yesus bukanlah alasan yang tepat untuk langsung menolak
dan meniadakan peristiwa kebangkitan Yesus dari deretan kebenaran sejarah. Dengan
mengarahkan kembali pandangan serta argumentasi kepada fakta dan bukti yang ada, yaitu
pada warisan sejarah yang terdokumentasi dengan baik dalam catatan Injil, kebenaran
peristiwa kebangkitan masih tetap dapat dipertahankan. Secara sederhana, keberbedaan
yang muncul dalam keempat Injil ini dapat dijelaskan melalui berbedanya maksud, tujuan,
serta sasaran atau pembaca pertama dari masing-masing Injil. Selain itu, walaupun
terdapat perbedaan di balik semua kisah kebangkitan dalam Injil, ada satu garis merah yang
konsisten dari semua kisah berbeda ini, salah satunya yaitu kemunculan Maria Magdalena
sebagai saksi kunci atas kebangkitan Kristus.
Maria Magdalena adalah seorang perempuan yang namanya muncul dalam semua
Injil yang menceritakan peristiwa kebangkitan Yesus, baik Injil Sinoptik ataupun Yohanes
walau kisah yang dihasilkan adalah kisah yang beragam. Maria Magdalena bahkan
dinyatakan sebagai orang pertama yang menyaksikan bahwa kubur Yesus kosong. Ia
bertemu dengan malaikat yang memintanya untuk mengabarkan berita kebangkitan Yesus
kepada para murid. Kemunculan seorang perempuan sebagai saksi mata menghadapi banyak
pertentangan. Kesaksian seorang perempuan dianggap tidak wajar oleh tradisi masyarakat
Yahudi pada masa tersebut. Menjadi hal yang tidak wajar pula karena perempuanlah yang
akhirnya dipilih untuk menjadi saksi mata dari kisah kebangkitan Yesus. N. T. Wright
dalam tulisannya di dalam buku berjudul Hari-hari Terakhir Yesus menyatakan bahwa
suka atau tidak suka, para perempuan dianggap bukanlah saksi mata yang tepercaya dalam
tradisi Yahudi.21
Pada masa tradisi Yahudi, perempuan dipandang sebagai kaum minoritas
rendahan yang kesaksiannya patut untuk dipertanyakan dan pasti kredibilitasnya berada di
bawah kesaksian laki-laki.22
Banyak tulisan yang muncul dari abad tersebut yang
mengatakan bahwa kesaksian perempuan disamakan dengan kesaksian perampok.23
Kesaksian perempuan tidak dapat dianggap benar karena kaum perempuan dianggap
sembrono.24
Walaupun demikian, sangat unik bahwa Yesus memilih untuk menyatakan diri
pertama kali pascakebangkitan-Nya kepada perempuan. Apakah keistimewaan
perempuan-perempuan ini, khususnya Maria Magdalena, sehingga Yesus memilihnya
untuk menjadi saksi kunci kebangkitan-Nya? Mengingat posisi perempuan yang lemah
pada masa dan kebudayaan Yahudi, akan lebih baik jika peristiwa kebangkitan dinyatakan
kepada kaum pria, namun Yesus memilih untuk menyatakan diri dan kebangkitan-Nya
kepada perempuan ini. Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, jika kesaksian kaum perempuan tidak
dapat dipercaya, apakah kesaksian Maria Magdalena dapat dianggap sah untuk
membuktikan kebangkitan Yesus? Dengan adanya pro dan kontra terhadap keberadaan
kaum perempuan pada masa itu dapat ditarik kesimpulan bahwa perempuan yang satu ini,
yaitu Maria Magdalena, pasti bukanlah wanita yang biasa tetapi ia berperan penting dalam
peristiwa kebangkitan Yesus karena namanya dimuat di dalam keempat Injil. Fakta ini
menjadi salah satu sumber kuat untuk membuktikan kebangkitan Yesus.
Masalah lain yang mencuat seiring mencuatnya nama Maria Magdalena adalah
ketidakmunculan namanya dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus dalam 1 Korintus
15:3-9. Dalam bagian ini, Paulus menulis bahwa Yesus telah mati, dikuburkan dan
dibangkitakan, lalu menunjukkan diri-Nya kepada beberapa pihak, di antaranya adalah
kepada Kefas, lalu kepada kedua belas murid Yesus, lalu kepada lima ratusan saudara
sekaligus, lalu kepada Yakobus dan terakhir adalah kepada Paulus. Pertanyaan yang
muncul, adalah di manakah nama Maria Magdalena dan perempuan lainnya di dalam
penulisan surat Paulus kepada jemaat di Korintus? Apa yang sesungguhnya terjadi?
Apakah perempuan-perempuan, khususnya Maria Magdalena, memang pernah menjadi
saksi kebangkitan Yesus? Kalau memang benar, mengapa namanya tidak tertulis dalam
surat tulisan Paulus? Apakah nama perempuan-perempuan ini sengaja dihilangkan diamdiam karena jika perempuan harus menjadi saksi, hal ini akan memalukan publik pada
masa tersebut, apalagi perempuan yang dimaksud adalah Maria Magdalena dengan reputasi
yang “luar biasa” di tengah masyarakat?25
Apakah ini membuktikan bahwa salah satu bagian Alkitab mengalami kesalahan ataukah peristiwa Yesus sebenarnya hanyalah rekarekaan manusia saja karena terdapat beberapa perbedaan tentang kisah saksi kunci
kebangkitan Yesus?
Di antara sejumlah pertanyaan di atas, muncul lagi satu pertanyaan, apakah
sebenarnya kisah kebangkitan Yesus memang pernah terjadi dan bukan hanya sebuah
isapan jempol semata? Apakah dengan kurangnya bukti tertulis di luar Alkitab
kebangkitan menjadikan peristiwa ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya?
Apakah dengan banyaknya variasi tulisan Injil menyatakan bahwa peristiwa kebangkitan
ini tidak sah kebenarannya? Bagaimanakah sumbangsih peranan Maria Magdalena dalam
pembuktian akan kebangkitan Yesus dan seberapa siginifikankah peranan Maria
Magdalena? Apakah tradisi yang berlaku pada masa tersebut, yaitu memandang rendah
kesaksian perempuan, membuat keabsahan kesaksian Maria Magdalena berkurang?
Mengingat betapa siginifikannya pembuktian dari berita kebangkitan, maka penulis
terdorong untuk melakukan studi dan penelitian yang berhubungan dengan signifikansi
peran Maria Magdalena dalam pembuktian peristiwa kebangkitan Yesus. Penulis berharap
melalui penelitian ini orang-orang Kristen dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
sekaligus tantangan-tantangan yang muncul dari isu-isu seputar kebangkitan Yesus. Selain
itu, iman mereka dapat semakin diperteguh dengan semakin dibuktikannya kebenaran dari
kebangkitan Yesus.
Secara umum, penelitian ini ditulis untuk menunjukkan: pertama, signifikansi
Maria Magdalena dalam peristiwa kebangkitan Yesus. Kedua, sumbangsih yang
ditunjukkan melalui peran Maria Magdalena dalam menjawab keraguan tentang kebangkitan Yesus. Ketiga, sumbangsih pembuktian kebangkitan Yesus melalui peran
Maria Magdalena bagi gereja dan kekristenan masa kini. Gambaran ini diharapkan akan
menjadi sebuah berita peneguhan iman, serta berita pengharapan bagi orang percaya
mengenai kepastian kebangkitan Yesus dari antara orang mati.
RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Berdasarkan pertimbangan latar belakang di atas, penulis akan membahas beberapa
hal penting yang menjadi rumusan masalah, yaitu: pertama, bagaimanakah pandangan
tradisi Yahudi mengenai kebangkitan tubuh dan kesaksian yang diberikan kaum
perempuan; kedua, apa yang kitab-kitab Injil nyatakan mengenai kehadiran Maria
Magdalena; ketiga, apa hasil dari pembuktian terhadap kebangkitan Yesus melalui
kesaksian Maria Magdalena.
Topik mengenai kesaksian berkaitan dengan kebangkitan Yesus merupakan topik
yang cukup luas. Berbicara tentang kesaksian dan kebangkitan biasanya akan berkaitan
dengan kesaksian dari murid-murid Yesus atau kesaksian Paulus dalam 1 Korintus 15,
siapa saja yang menjadi saksi dari penampakkan diri Yesus, apakah Yesus bangkit secara
tubuh atau hanya spiritual saja.
Mengingat luasnya kajian konsep kesaksian tentang kebangkitan Yesus, penulis
akan membatasi tulisan ini hanya berfokus kepada hal-hal yang berkaitan dengan kesaksian
yang diberikan oleh kaum perempuan saja dan pengaruhnya terhadap berita kebangkitan
Yesus, terutama ditinjau dari tradisi Yahudi dan keempat kitab Injil. Melalui pembahasan kehadiran Maria Magdalena dalam empat kitab Injil akan didapatkan sebuah implikasi
yang terfokus pada pembuktian mengenai sahnya berita kebangkitan Yesus.
METODOLOGI DAN SISTEMATIKA PENULISAN
Guna mencapai tujuan penelitian ini, penulis akan menggunakan metode library
research, yaitu suatu metode pengumpulan data literatur untuk bahan penelitian dengan
melakukan penelitian literatur baik berupa buku ataupun artikel.26
Dalam metode ini,
penulis akan mengumpulkan literatur-literatur utama yang berkaitan dengan konteks
budaya masyarakat Perjanjian Baru abad pertama, baik konsep tentang kebangkitan, peran
kaum perempuan, dan juga memberikan kesaksian di dalam masyarakat. Semua data yang
diperlukan akan dikumpulkan, dianalisis dan akhirnya disimpulkan sehingga tujuan umum
dari studi ini dapat tercapai.
Pada bagian pembahasan tentang kemunculan Maria Magdalena dalam keempat
kitab Injil, penulis akan menggunakan metode khusus lainnya, yaitu metode eksposisi.
Dalam metode eksposisi ini, penulis akan melakukan penggalian Alkitab dengan cara
memaparkan bagian Alkitab yang ada untuk mendapatkan pesan yang dimaksudkan.
Metode yang digunakan dalam eksposisi ini adalah metode eksposisi Alkitab secara
induktif, analitis dan kritis. Yang dimaksud dengan induktif adalah bahwa pemaparan yang
diberikan dalam tulisan ini bertitik tolak dari Alkitab sebagai landasan dasar terutama dari
kebenaran-kebenaran dalam teologi.
27
Yang dimaksud dengan analitis adalah penulis akan melakukan analisis konteks, analisis kata, analisis latar belakang, analisis historis, analisis
sosial budaya dan analisis lain yang diperlukan.28
Yang terakhir, kritis maksudnya adalah
hasil yang akan dicapai dalam tulisan ini akan dikaji ulang dan dievaluasi sampai
menghasilkan hasil yang seobjektif mungkin.29
Sistematika penulisan ini akan disusun sebagai berikut: bab pertama berisi tentang
pendahuluan yang akan memaparkan dan menguraikan latar belakang penulisan. Melalui
latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka penulis akan membuat tujuan
penulisan, rumusan masalah dan menetapkan batasan permasalahannya. Bab pertama ini
akan diakhiri dengan penjelasan tentang metodologi yang akan dipakai dalam penelitian
ini dan memperlihatkan sistematika dari penulisan ini.
Pada bab kedua, penulis akan membahas tentang konteks budaya masyarakat
Perjanjian Baru abad pertama, berkaitan dengan konsep kebangkitan, peran kaum
perempuan, serta konsep memberikan kesaksian dalam masyarakat pada umumnya.
Penulis akan membahas pula tentang konteks pembahasan kitab-kitab Injil, baik Injil-Injil
Sinoptik dan Injil Yohanes.
Pada bab ketiga, penulis akan memberikan pembahasan signifikansi kemunculan
Maria Magdalena bagi pembuktian kebenaran tentang kebangkitan Yesus. Dalam bab
keempat, penulis akan memberikan pembuktian keabsahan dari peristiwa kebangkitan
Yesus melalui peran Maria Magdalena, serta implikasi praktis pembuktian kebangkitan Yesus dalam kehidupan orang percaya dan bagi gereja. Skripsi ini akan ditutup dengan
kesimpulan.
Kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang sangat signifikan bagi kehidupan orang
Kristen. Paulus dalam 1 Korintus 15:14 mengatakan: andaikata Kristus tidak dibangkitkan,
maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Tanpa peristiwa
kebangkitan, kekristenan hanya akan menjadi sebuah kebodohan belaka karena seluruh
dasar iman Kristen dipertaruhkan di dalam kepercayaan bahwa Yesus bangkit dari
kematian dan mengalahkan maut.
Fakta kebangkitan ini tidak semudah itu diterima oleh pihak-pihak non-Kristen atau
pihak-pihak skeptis. Keragu-raguan ini muncul dengan pertimbangan bahwa tidak
mungkin ada orang yang sudah meninggal, lalu hidup kembali. Berkenaan dengan keraguraguan ini, banyak asumsi dimunculkan tentang kosongnya kubur Yesus, tentang
perjumpaan Yesus dengan pengikut-pengikut-Nya, dan tentang narasi kebangkitan Yesus
di dalam Injil, antara lain: mayat Yesus dicuri oleh murid-murid-Nya; pengikut Yesus
hanya mengalami halusinasi, atau kitab Injil hanyalah tulisan yang dibuat oleh gereja mulamula dan hanya sebuah tulisan yang subjektif. Asumsi-asumsi yang dikeluarkan ini
membawa pengaruh kepada pertahanan kepercayaan dan iman orang-orang Kristen.
Banyak orang akhirnya menjadi ragu dan meninggalkan kekristenan.
Berkaitan dengan keragu-raguan berbagai pihak, perlu ada pembuktian dari
peristiwa kebangkitan Yesus tersebut. Kesaksian perempuan, khususnya kehadiran Maria
Magdalena yang memberikan kesaksian tentang kebangkitan Yesus menjadi salah satu
sarana untuk membuktikan bahwa peristiwa kebangkitan Yesus memang benar pernah
terjadi dan bukan hanya isapan jempol semata. Perempuan yang pada masa tersebut
dianggap sebagai pihak minoritas dan tidak dipandang oleh masyarakat sekitar, namun
dipercayakan dan dititipkan sebuah berita besar bagi keberlangsungan iman orang Kristen.
Pertanyaan mulai muncul apakah kesaksian dari pihak minoritas dan tidak dianggap
masyarakat ini dapat dipercaya, khususnya untuk membuktikan sahnya kebangkitan Yesus.
Dengan hadirnya pembuktian atas peristiwa kebangkitan sekali lagi, akan menolong gereja
dan orang-orang Kristen untuk beriman dengan sungguh akan Kristus dan kebangkitanNya yang menyelamatkan.