• coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

  • kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label kecemasan 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kecemasan 2. Tampilkan semua postingan

kecemasan 2

yang dilihatnya baik secara 
langsung maupun melalui sumber lainnya. Agresi dianggap sebagai cara untuk 
mencapai tujuan yang efektif, sehingga meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu, setelah ditiru, tindakan agresif akan 
dipertahankan. Karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten serta 
kurangnya pengawasan secara konsisten juga berpengaruh. Anak-anak yang tidak 
mendapatkan konsekuensi negative atas tanda-tanda awal perilaku yang salah 
dikemudian hari akan menimbulkan gangguan tingkah laku. Hal lain lagi yang 
mempengaruhi adalah proses-proses kognitif pada anak-anak agresif mengalami bias 
dimana mereka menginterpretasikan tindakan ambigu sebagai suatu tindakan yang 
bersifat buruk yang mendorong anak-anak tersebut untuk membalas dengan agresif 
tindakan yang sebenarnya tidak bermaksud provokatif. 
 Pengaruh dari teman-teman seusia :
Pengaruh teman-teman seusia terhadap perilaku agresif dan antisosial anak-anak 
disebabkan karena : 1). Penerimaan dan penolakan dari teman-teman seusia, dan 2). 
Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. 
 Faktor-fakto sosiologis :
Kelas sosial dan kehidupan di kota besar berhubungan dengan insiden kenakalan. 
Tingkat pengangguran yang tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan 
keluarga yang terganggu dan subkultur yang menganggap bahwa perilaku criminal 
sebagai suatu hal yang bisa diterima merupakan faktor-faktor yang berkontribusi. 
Kombinasi dari perilaku antisosial dan status sosiokenomi keluarga juga ikut 
mempengaruhi munculnya gangguan tingkah laku. 
Penanganan Gangguan Tingkah Laku
1. Intervensi Keluarga :
Gerald Patterson dan koleganya mengembangkan program behavioral yaitu, Pelatihan 
Manajemen Pola asuh (PMP), dimana orang tua diajarkan untuk mengubah berbagai 
respon terhadap anak-anak mereka sehingga menghasilkan perilaku proposional dan 
bukannya antisosial. Orang tua juga diajarkan untuk menggunakan teknik seperti 
penguatan positif apabila anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta 
hilangnya perlakuan istimewa apabila ia berperilaku agresif atau antisosial. 
2. Penanganan Multisistemik :
PMS mencakup pemberian berbagai layanan terapi intensif dan komperhensif didalam 
komunitas dengan menargetkan para remaja, keluarga, sekolah dan beberapa 
kelompok sebaya. Intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal 
yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan anatar keluarga dan 
berbagai system sosial lainnya. Strategi yang digunakan dalam PMS adalah teknik￾teknik perilaku kognitif, sistem keluarga, dan manajemen kasus. Keunikannya terletak 
pada penekanan pada kekuatan individu dan keluarga, mengindentifikasi konteks dari 
masalah-masalah tingkah laku, dan intervensi yang memfokuskan pada masa kini dan 
berorientasi pada tindakan, menggunakan intervensi yang membutuhkan upaya harian 
atau mingguan. Diberikan dalam lingkungan yang valid secara ekologis (dirumah, 
sekolah, pusat relaksasi, dsb). 
3. Pendekatan Kognitif :
Terapi kognitif indivual bagi anak-anak dapat memperbaiki tingkah laku mereka 
meskipun tidak melibatkan keluarga. Contohnya adalah pelatihan pengendalian 
kemarahan, dimana anak-anak yang agresif diajari cara pengendalian diri dalam 
berbagai situasi yang memancing kemarahan. Strategi lainnya adalah mengajarkan 
keterampilan penalaran moral dimana anak-anak yang memiliki masalah perilaku 
diajak berpartisipasi selama 4-5 bulan dalam kelompok mingguan yang bertujuan 
untuk mendorong tingkat penalaran moral. Para anggota didorong untuk 
memperdebatkan berbagai alternative sudut pandang serta tanggung jawab karakter 
yang berada dalam dilemma serta orang-orang lain dan masyarakat. Namun terapi ini 
hanya memberikan manfaat jangka pendek karena kemungkinan kembali seperti 
semula apabila anak-anak tersebut kembali ke lingkungan yang buruk. 
RETARDASI MENTAL
 Kriteria Diagnostik DSM IV-TR 
Kriteria diagnostik :
A. Fungsi intelektual di bawah rata-rata yang bermakna : IQ kira-kira 70 atau kurang 
pada test IQ yang dilakukan (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya fungsi intelektual di 
bawah rata-rata yang bermakna.
B. Defisit atau gangguan yang ada terjadi bersama-sama dengan fungsi adaptif (yaitu, 
efektivitas orang tersebut memenuhi standar yang diharapkan menurut umumnya berdasarkan 
kelompok kulturnya) pada paling kurang dua bidang beriut : komunikasi, perawatan diri, 
kehidupan dirumah, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sumber komunitas, 
mengatur diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan 
keselamatan
C. Onset sebelum berumur 18 tahun
Penulisan berdasarkan derajat keparahan tingkat keparahan inteegensi :
1. IQ 50-55 hingga 70 : Retardasi Mental Ringan, 85 % dari jumlah keseluruhan
Individu tersebut tidak selalu dapat dibedakan dengan anak 
normal sebelum bersekolah, ketika dewasa dapat melakukan 
pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, 
membutuhkan dukungan social dan keuangan, dan dapat 
menikah serta mempunyai keturunan.
2. IQ 35-40 hingga 50-55 : Retardasi Mental Sedang, 10 % dari jumlah keseluruhan
Dapat memiliki berbagai patologi lain karena kerusakan otak, 
terhambatnya kemampuan motoric karena kelemahan fisik dan 
disfungsi neurologis. Individu ini memerlukan banyak 
bimbingan dan latihan. Biasana berkumpul bersama keluarga 
atau di institusi penampungan.
3. IQ 20-25 hingga 35-40 : Retardasi Mental Berat, 3-4 % dari jumlah keseluruhan
Memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan 
pengendalian sensori motor sehingga memerlukan bantuan 
terus menerus. Individu memiliki komunikasi yang singkat 
dan terlihat lesu serta pasif dan hanya memberikan sedikit 
stimulasi. Mereka mampu melakukan pekerjaan yang sangat 
sederhana dengan bantuan terus menerus.
4. IQ dibawah 20 atau 25 : Retardasi Mental Sangat Berat, 1-2 % dari jumlah 
keseluruhan
Membutuhkan bantuan secara sepenuhnya dan sering kali di 
asuh sepanjang hidupnya. Individu memiliki abnormalitas fisik 
berat dan kerusakan neurologis tinggi.
 Etiologi
25 % orang-orang yang mengalami retardasi mental disebabkan faktor biologis. Penyebab 
biologis tersebut antara lain :
a. Anomali Genetik dan Kromosom
Abnormalitas kromosom terjadi pada kurang dari 5% dari seluruh kehamilan yang 
bertahan. Sebagian besar bayi-bayi akan meninggal tidak lama setelah dilahirkan, 
diantara bayi yang bertahan mayoritas mengalami down sindrom atau trisomy 21. 
Orang-orang yang mengalami down sindrom mengalami retardasi mental sedang 
hingga parah. Meskipun mengalami retardasi mental, namun anak-anak down 
sindrom Mampu belajar membaca, menulis dan mengerjakan aritmatika. Jika manusia 
normal memiliki 46 kromosom , 23 masing-masing diturunkan dari ayah dan ibu. 
Namun, down sindrom memiliki 47 kromosom, ketika terjadi pematangan telur, dua 
kromosom pasangan kromosom 21 gagal membelah diri. 
Kelainan kromosom lainnya ialah sindrom X rapuh dimana kromosom X pecah 
menjadi dua. Banyak kasus individu yang memiliki kromosom X dapat mengalami 
retardasi mental dan masalah perilaku, namun terdapat individu lain yang memiliki IQ 
norma namun mengalami masalah seperti disabilitas belajar, sulit mengerjakan tugas 
yang berhubungan dengan lobus frontalis dan belahan otak kiri, dan mood yang labil.
b. Penyakit gen resesif
Disebabkan oleh genetik yang dibawa oleh orangtua. Salah satu penyakit gen resesif 
ialah fenilketonuria (PKU) dengan ciri-ciri bayi yang saat lahir normal namun tidak 
lama kemudian mengalami defisiensi enzim hati yaitu fenilalanin hidroksilase yang 
megakibatkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki karena asam amino yang 
tidak dapat termetabolisme.
c. Penyakit infeksi
Infeksi terjadi ketika masih di dalam rahim memiliki resiko yang besar retardasi 
mental seperti HIV, mningitis, rubella (campak jerman), citomegalovirus, 
toksoplasmosis, herpes simpleks, dan sifilis. Infeksi ini hanya berdampak sedikit bagi 
ibu atau bahkan tidak berdampak sama sekali namun efeknya pada janin dapat sangat 
berbahaya.penyaakit infeksi ini dapat mempengaruhi perkembangan otak anak setelah 
dilahirkan
d. Kecelakaan
Di AS kecelakaan adalah penyebab utama berbagai disabilitas dan kematian pad 
anak-anak berusia diatas 1 tahun. Jatuh, nyaris tenggelam, dan kecelakaan mobil 
yang paling umum terjadi pada masa kanak-kanak mengakibatkan cedera otak dalam 
tingkat bervariasi dan retardasi mental.
e. Bahaya lingkungan
Beberapa polutan lingkungan dapat menyebabkan keracunan dan retardasi mental. 
Contohnya merkuri yang terdapat di tubuh ikan dan timah yang terdapat di cat, kabut 
asap kendaraan bermotor. Zat dalam timah tersebut dapat menyebabkan kerusakan 
ginjal dan otak serta anemia, retardasi mental, kejang-kejang dan kematian 
 Penanganan
a. Penanganan residensial
Individu yang mengalami retardasi mental berhak mendapatkan penanganan yang 
sesuai dengan lingkungan dengan batasan yang sangat minimal. Orang dewasa 
dengan retardasi mental tinggal di tempat berukuran kecil hingga sedang di tengah 
masyarakat disertai pearawatan medis dan supervisor yang terlatih untuk memenuhi 
kebutuhan 24 jam.
Anak-anak yang mengalami retardasi mental berat dapat tinggal di rumah-rumah 
perawatan dilengkapi dengan layanan pendidikan dan psikologis. Orang dengan 
retardasi mental berat atau sangat berat serta memiliki cacat fisik cenderung tetap 
tinggal di berbagai institusi mental.
b. Intervensi behavioural dengan operant
Anak-anak diajari berbagai keterampilan selangkah demi selangkah secara berurutan 
dan berulang.
Contohnya anak diberi penguat terus menerus mencoba mengambil sendok sampai ia 
mampu melakukannya. Serta diajarkan berpakaian sendiri.
Pendekatan operant kadang disebut analisis perilaku terapan yang digunakan untuk 
mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri. 
Anak-anak retardasi mental sering melakukan gerakan maladaptive seperti berputar, 
mengayunkan kepala dall serta tindakan agresif pada diri sendiri dan anak lain. 
operant dapat memberikan penguat pada respon pengganti. 
c. Intervensi kognitif
Latihan instruksional diri mengajari anak-anak untuk memandu upaya penyelesaian 
masalah melalui kata-kata yang diucapkan . Meinchenbaumn dan Goodman (1971) 
merinci prosedur sebagai berikut
1. Guru melakukan tugas, mengucapkan instruksi dengan keras kepada dirinya 
sendiri sementara anak mengamati dan mendengarkan
2. Anak mendengarkan dan melakukan tugas tersebut sementara guru mengucapkan 
instruksi pada anak.
3. Anak mengulang tugas sambal mengucapkan instruksi pada diri sendiri dengan 
keras
4. Anak mengulang kembali tugas tersebut sambal membisikkan instruksi pada diri 
sendiri
5. Anak mampu melakukan tugas sambal memberikan instruksi tanpa bersuara pada 
diri sendiri.
d. Instruksi dengan bantuan komputer
Komponen visual dan auditori dalam komputer mempertahankan konsentrasi para 
siswa yang sulit berkonsentrasi, tingkat materi dapat disesuaikan dengan individu 
sehingga memastikan keberhasilan pembelajaran, dan komputer dapat memenuhi 
kebutuhan akan banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak sabar. 
Digunakan untuk berbagai pelajaran seperti aritmatika, mengeja, membaca teks, 
pengenalan data, menulis dan diskriminasi visual
DISABILITAS BELAJAR
Merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik 
tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi 
mental, autism, gangguan fisik yang dapat terlihat, atu kurangnya kesempatan pendidikan. 
Anak – anak yang mengalami gangguan ini biasanya memiliki intelegensi rata – rata atau di 
atas rata – rata, namun mengalamani kesulitan mempelajari beberapa keterampilan tertentu 
seperti aritmatika atau matematika, sehingga kemajuan mereka di sekolah menjadi terhambat. 
Gangguan ini hanya sedikit lebih banyak terjadi pada laki – laki daripada perempuan
1. Gangguan Perkembangan Belajar
Dibagi menjadi tiga kategori:
 Gangguan membaca
Atau lebih dikenal dengan disleksia, yakni kkesulitann besar untuk mengenali 
kata, memahami bacaan, serta umumnya juga menulis ejaan. 
Kriteria diagnostic DSM IV- TR
- pencapaian membaca, seprti yang diukur dengan test standar tentang akurasi 
dan pemahaman membaca yang diberikan secara individual, adalah secara 
substansial di bawah dari yang diharapkan menurut umur kronologis. 
Intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai dengan umur orang 
tersebut.
- gangguan pada kriteria di atas secara bermakna mengganggu pencapaian 
akademik atau aktivitas keidupan sehari – hari yang membutuhkan 
keterampilan membaca.
- Apabila terdapat deficit sensoris, kesulitan membaca adalah secara jelas 
melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.
 Gangguan menulis ekspresif
Hendaya dalam kemampuan untuk menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan 
ejaan, kesalahan tata bahasa atau tanda baca atau tulisan tangan yang sangat 
buruk) yang cukup parah sehingga dapat sangat menghambat prstasi akademik 
atau aktivitas sehari – hari seperti memerlukan keterampilan menulis.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR
- keterampilan menulis: seperti yang diukur dengan tes standar yang 
diberikan secara individual (atau penilaian fungsional keterampilan 
menulis), adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan 
menurut kronologis, Intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai 
dengan umur orang tersebut
- gangguan pada kriteria diatas bermakna mengganggu pencapaian 
akademik atau aktivitas sehari – hari yang membutuhkan komposisi teks 
tertulis (mis: menulis kalimat dengan tata bahasa yang benar dan 
menyusun paragraf)
- Apabila terdapat defisit sensoris, kesulitan membaca adalah secara jelas 
melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.
 Gangguan berhitung
Anak – anak dapat mengalami kesulitan dalam mengingat fakta – fakta seara 
cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar dan cepat, atau 
mengurutkan angka – angka dalam kolom – kolom.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- keterampilan matematika: seperti yang diukur dengan tes standar yang 
diberikan secara individual (atau penilaian fungsional keterampilan 
menulis), adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan 
menurut kronologis, Intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai 
dengan umur orang tersebut
- gangguan pada kriteria diatas bermakna mengganggu pencapaian 
akademik atau aktivitas sehari – hari yang membutuhkan kemampuan 
matematika
- Apabila terdapat defisit sensoris, kesulitan matematika adalah secara jelas 
melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.
2. Gangguan Komunikasi
 Gangguan Berbahasa Ekspresif
Anak kesulitan mengekspresikan dirinya dalam berbicara. Anak sangat ingin 
berkomunikasi tapi sulit untuk menemukan kata – kata yang tepat.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- nilai yang diperoleh dari pengukuran perkembangan berbahasa ekspresif 
dengan tes standar yang diberikan secara individual adalah secara 
substansial di bawah nilai yang diperoleh dari pengukuran standar baik 
kemampuan intelektual nonverbal maupun perkembangan berbahasa 
reseptif. Gg dapat bermanifestasi secara klinis oleh gejala – gejala yang 
nyata meliputi keterbatasan kosa kata, kesalahan dalam “tense” atau 
kesulitan mengingat kata – kata atau membuat kalimat – kalimat panjang 
atau rumit yang sesuai dengan perkembangannya.
- Kesulitan berbahasa ekspresif mengganggu pencapaian akademik atau 
pekerjaan atau komunikasi sosial.
 Gangguan fonetik
Mampu menggunakan pembendaharaan kata tapi pengucapan tidak jelas. 
Seperti: biru = biu, kelinci = kinci. Mereka tidak menguasai artikulasi suara 
dari huruf: r, s, t, f, z, l, dan c.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- kegagalan menggunakan suara berbahasa yang diharapkan menurut 
perkembangan yang sesuai dengan umur dan dialek.
- Kesulitan dalam memproduksi suara berbahasa menganggu pencapaian 
akademik atau pekerjaan komunikasi sosial.
 Gagap
Yakni gangguan kefasihan verbal yang ditandai dengan satu atau lebih pola 
bicara berikut: seringnya pengulangan kata atau pemanjangan pengucapan 
konsosnal atau vocal, jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata 
berikutnya, mengganti kata – kata yanag sulit diucapkan dengan kata yang 
mudah diucapkan, dan mengulang kata (mis: ke ke ke ke). Terkadang diikut 
oleh “tic” pada tubuh dan mata berkedip – kedip.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
Gangguan pada kefasihan normal dan pola waktu berbicara (tidak sesuai 
dengan umur individu), ditandai oleh kejadian yang seringkata satu atau lebih 
berikut:
- pengulangan bunyi/ suku kata
- perpanjangan bunyi
- penyisipan
- kata – kata terputus/ jeda dalam kata
- hambatan yang dapat terdengar atau diam
- pemakaian kata – kata yang terlampau banyak dan tidak perlu
- kata – kata diproduksi dengan ketegangan fisik yang berlebihan
- pengulangan seluruh kata dengan satu suku kata (mis: ku ku ku lihat dia)
gangguan dalam kefasihan mengganggu pencapaian akademik atau pekerjaan 
atau komunikasi sosial
3. Gangguan Keterampilan Motorik
Yakni gangguan koordinasi perkembangan, seorang anak mengalami hendaya parah 
dalam perkembangan koordinasi motoric yang tidak disebabkan oleh retardasi mental 
atau gangguan fisik lain yang telah dikenal seperti serebral palsi.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- kinerja aktivitas sehari – hari yang membutuhkan koordinasi motoric 
adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan menurut umur 
kronologis dan intelegensi yang diukur dari orang tsb. Hal ini dapat 
bermanifestasi berupa keterlambatan nyata pada pencapaian 
perkembangan motoric (mis: berjalan, merangkak, duduk), menjatuhkan 
barang, kekakuan, pretasi buruk dalam bidang olah raga, atau tulisan 
tangan buruk
- gangguan pada kriteria di atas secara bermakna mengganggu pencapaian 
akademik atau aktivitas kehidupan sehari – hari
- gangguan tidak disebabkan oleh st kondisi medis umum
- apabila terdapat RM, kesulitan motoric adalah secara jelas melebihi dan 
yang biasanya berhubungan dengannya.
Etiologi Disabilitas Belajar
 Etiologi Disleksia
Teori psikologi masa lalu terfokus pada kelemahan perseptual berbasis 
disleksia. Dengan hipotesis popular menyatakan anak mengalami masalah 
membaca melihat huruf dalam komposisi sebaliknya, mis: melihat huruf b 
sebagai huruf d. namun dengan berbagai temuan lebih mutahir tidak 
mendukung hipotesis ini.
 Etiologi gangguan berhitung
Tiga subtype gangguan berhitung (Geary, 1993):
- kelemahan memori verbal sematik : memori mengenai arti kata – kata, 
memicu timbulnya masalah dalam mengingat fakta – fakta aritmatik, 
bahkan setelah melalui latihan. Tipe gangguan ini Nampak berhubungan 
dengan disfungsi bekalan otak kiri, sering kali terjadi bersamaan dengan 
gangguan membaca.
- Gangguan berhitung menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai 
dengan tahap perkembangan dalam menyelesaikan soal – soal aritmatik, 
dan sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal – soal 
sederhana.
- Menyangkut hendaya keterampilan visuospasial : yang mengakibatkan 
kesalahan dalam mengurutkan angka – angka dalam kolom atau 
melakukan kesalahan penempatan angkta.
Meski belum ada studi mengenai faktor keturunan dalam gangguan berhitung, 
terdapat bukti mengenai beberapa komponen genetic dalam variasi individual 
dalam keterampilan berhitung. Dimana tipe disabilitas berhitung yang 
menyangkut memori semantik merupakan tipe yang paling mungkin 
diturunkan. Sebuah studi Colorado Learning Disabilities Research Center 
menunjukan faktor – faktor genetic yang sama dari lebih dari 250 orang 
kembar mengalami kelemahan membaca dan berhitung pada anak – anak yang 
mengalami kedua gangguan tsb.
Penanganan Disabilitas Belajar
 Pendekatan edukasional
Mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan kognitif anak seraya menghindari 
kelemahannya, menargetkan keterampilan belajar dan strategi organisasional, dan 
mengajarkan strategi instruksi diri secara verbal
 Pendekatan linguistic tradisional
Memfokuskan pada isntruksi dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan 
menulis dengan cara logis, berurutan, dan multi indrawi, seperti membaca dengan keras, 
mengubah bunyi menjadi kata.
Sebagian anak disleksia kemungkinan telah mengalami frutasi dan menipiskan motivasi dan 
kepercayaan diri mereka. Maka dari itu penting membuat program penanganan yang dapat 
meningkatkan motivasi anak, dengan menghargai setiap langkah kecil, memfokuskan pada 
tugas pembelajaran, dan mengurangi masalah perilaku yang diakibatkan oleh rasa frustasi. 
Selain itu penting untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial, emosional sekunder yang 
anak alami. 



















KASUS
1. Kasus paranoid
Contoh Kasus :
Tuan X seorang pensiunan pengusaha berusia 85 tahun diwawancarai oleh pekerja 
sosial untuk menentukan kebutuhan perawatan kesehatan bagi dirinya serta istrinya yang 
sakit dan lemah. Tuan X tidak memiliki sejarah penanganan gangguan mental sebelumnya. Ia 
terlihat sehat dan waspada secara mental. Ia dan istrinya telah menikah selama 60tahun dan 
tampak bahwa istrinya adalah satu-satunya orang yang ia percaya. Dia selalu curiga pada 
orang lain. Ia tidak akan mengungkapkan informasi pribadi pada siapapun kecuali 
pada istrinya. Ia yakin bahwa orang lain akan mengambil keuntungan darinya. Ia menolak 
tawaran bantuan dari kenalannya karena ia curiga dengan motif mereka. Saat menerima 
telepon ia akan menolak untuk menyebut namanya sampai ia tahu maksud si penelepon. Ia 
meluangkan waktu yang cukup banyak untuk memonitor investasinya dan pernah bertengkar 
dengan agen tempat dia menyimpan investasinya saat terjadi kesalahan dalam rekening 
bulanannya yang membuatnya curiga bahwaagen tersebut berusaha menutupi transaksi yang 
curang.

2. Kasus Avoidant
Lala, seorang pustakawan 35 tahun, relatif hidup terisolasi dan tidak punya sahabat. 
Sejak kecil, ia sangat pemalu dan telah menarik diri dari hubungan dekat dengan orang lain 
untuk menjaga dari perasaan terluka atau dikritik. Dua tahun sebelum dia masuk terapi, ia 
punya waktu tertentu untuk pergi ke pesta dengan kenalan yang ia temui diperpustakaan. Saat
mereka tiba di pesta, Lala merasa sangat tidak nyaman karena dia tidak pernah memakai 
pakaian pesta. Dia terburu-buru pergi dan menolak untuk melihatnya kenalan lagi.
Pada sesi pengobatan awal, dia duduk diam cukup lama, ia terlalu sulit untuk berbicara 
tentang dirinya sendiri. Setelah beberapa sesi, dia tumbuh untuk mempercayai terapisnya. Dia 
terkait insiden ditahun awal dimana ia telah "hancur" oleh perilaku alkoholis ayahnya yang 
menjengkelkan di depan umum. Meskipun ia telah mencoba untuk menjaga tentang masalah 
keluarganya dari teman-teman sekolahnya, namun sudah tidak mungkin maka dia membatasi 
persahabatannya, untuk melindungi diri dari kemungkinan malu atau kritikan.
Ketika Lala pertama kali memulai terapi, ia menghindari diri untuk bertemu orang yang bisa 
dipastikan bahwa mereka "seperti dia."
3. Kasus Narsistik
Susi adalah seorang anak perempuan berusia 12 tahunyang agak pendiam di
sekolahnya. Ketika pulang ke rumah dari sekolahnya, ingin segera tiba dan mengatakan 
kepada ibunya mengenai kesuksesan yang hebat yang ia lakukan di sekolah. Seperti 
mendapat nilai tinggi ketika ujian matematika maupun kemenangannya ketika ia bermain 
lompat tali bersama temannya. Akan tetapi ibu Susi ini, bukannya mendengarkan anaknya 
dan memberikan perhatian dengan bangga, ia malah membelokkan obrolan dari anaknya pada 
dirinya sendiri. Si ibu justru mengabaikan cerita-cerita puterinya dan mulai membicarakan 
tentang kesuksesan dirinya sendiri mengenai pekerjaannya di kantor dan di tempat 
perkumpulannya. Dan secara tidak sadar ibu mengalihkan pembicaraan gadis kecilnya 
itu.Karena kejadian seperti itu terus berlangsung, Susi merasa harus menceritakan berbagai
kehebatannya kepada orang lain. Dan ia lakukan kepada teman-temannya di sekolah, Susi 
selalu menceritakan berbagai kegiatan maupun hal-hal yang selama ini telah ia raih. Ia selalu 
menceritakan hal-hal mengenai keberhasilannya dalam kegiatan akademik maupun dalam 
pertemanan. Susi juga senang memamerkan barang-barang yang ia miliki, tetapi ia menjadi 
iri hati ketika melihat temannya yang lain memiliki barang lain yang lebih bagus darinya. 
Susi merasa sangat senang apabila teman-temannya mengagumi dirinya ketika Susi 
menceritakan berbagai cita-cita dan khayalan tentang dirinya, “Aku akan menjadi orang hebat 
jika telah besar nanti, seperti presiden dan aku akan pergi kemana pun yang aku sukai, kalian 
akan jauh berbeda dariku karena aku yang akan lebih besar dan hebat dari kalian.” ungkap 
Susi. Tak jarang ia menyuruh temannya untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan, tak peduli 
apa yang sedang temannya kerjakan ia harus mengerjakan apa yang di inginkan, apabila tidak 
dipenuhi Susi akan marah dan sering mencaci maki temannya itu. Teman – teman Susi kerap 
menjauhinya karna sikap kasarnya yang sering marah dan mencaci maki. Terakhir ia 
meminta temannya Ana untuk membelikannya minuman ketika sedang ujian Bahasa Inggris.










GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
OCD adalah suatu gangguan kecemasan di mana pikiran dipenuhi dengan pemikiran 
yang menetap dan tidak dapat dikendalikan serta individu terus-menerus mengulang tindakan 
tertentu, menyebabkan distress yang signifikan dan mengganggu keberfungsian sehari-hari.
untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan.
 Obsesi : Pikiran, impuls, dan citra yang mengganggu dan berulang yang muncul 
 dengan sendirinya serta tidak dapat dikendalikan.
 Kompulsif : Perilaku atau tindakan mental repetitif yang mana seseorang merasa 
didorong 
 untuk melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan yang
 disebabkan oleh pikiran-pikiran obsesif atau untuk mencegah terjadinya 
suatu 
 bencana.
Prevalensi
 Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki 
 Usia onset gangguan obsesif-kompulsif tampaknya bimodal: terjadi sebelum usia 
sepuluh tahun atau pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
Gangguan obsesif-kompulsif juga menunjukkan komorbiditas dengan gangguan kecemasan 
lain, terutama dengan gangguan panik dan pobia, dan dengan berbagai gangguan kepribadian. 
Dalam beberapa hal pikiran obsesif sama dengan kekhawatiran yang menjadi ciri gangguan 
kecemasan menyeluruh (GAD). Gangguan ini penuh memikirkan “bagaimana jika” 
mengenai kekhawatiran berulang yang berlebihan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa 
negatif yang tidak mungkin.
Perbedaannya:
OCD: mengalami kekhawatiran mereka sebagai “ego alien” atau “ego distonik” yaitu mereka 
menganggap pikiran tersebut sebagai sesuatu yang dimasukkan dari luar diri dan 
sangat tidak masuk akal.
GAD: mampu menyusun argumen logis yang masuk akal tentang kekhawatiran yang mereka 
rasakan.
Kriteria Diagnostik OCD menurut DSM IV-TR:
A. Salah satu obsesi atau kompulsi:
Obsesi yang seperti didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang dan menetap yang dialami, pada 
suatu 
 saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan 
 kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang 
masalah 
 kehidupan yang nyata
3. Oang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan 
 tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan ibsesional adalah hasil dari 
 pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2):
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau 
tindakan 
 mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulang kata -kata dalam hati) yang 
 dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, 
atau 
 menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi 
penderitaan 
 atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi perilaku 
atau 
 tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistic dengan apa 
 yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas 
 berlebihan. 
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa obsesi atau 
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: hal ini tidak berlaku untuk anak – anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas menghabiskan waktu (lebih 
dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan 
(atau akademik), atau kegiatan atau hubungan sosial yang biasanya. 
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya 
(misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada Gangguan Makan; mencabut 
rambut yang terdapat pada Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada 
Gangguan Disformik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu Gangguan 
Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada 
Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada 
Parafilia; atau perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor).
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologi langsung dari zat (misalnya, 
penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum.
Etiologi Gangguan Obsesif-Kompulsif
1. Teori Psikoanalisis
Obsesi dan kompulsif dalam pandangan ini disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual 
atau agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang terlalu keras. Individu 
mulai berpusat pada sesuatu secara berlebihan pada tahap anal (akibat dari toilet training
yang keras). Simtom-simtom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara 
Id atau mekanisme pertahanan dimana kadangkala salah satu ada yang mendominasi. Alfred 
Adler (1931) memandang gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak 
kompeten dari orangtua yang terlalu memanjakan, sehingga individu tersebut mengalami 
kompleks inferioritas dan secara tidak sadar melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan 
wilayah di mana mereka dapat menggunakan kendali dan merasa terampil.
2. Teori Behavioral dan Kognitif
Teori ini menganggap kompulsif sebagai perilaku yang dipelajari dan dikuatkan oleh reduksi 
rasa takut. Pandangan lainnya menganggap perilaku kompulsif disebabkan oleh defisit 
memori. 
Individu normal dapat menoleransi atau menghapus kognisi tertentu. Namun, bagi individu 
yang menderita gangguan obsesif-kompulsif, pikiran-OCD juga dapat dipicu oleh keyakinan 
bahwa memikirkan tentang kejadian yang berpotensi tidak menyenangkan membuat kejadian 
tersebut lebih besar kemungkinannya untuk benar-benar terjadi.
3. Faktor Biologis
Encefalitis, cedera kepala, tumor otak dihubungkan dengan terjadinya gangguan obsesif￾kompulsif. Hal tersebut difokuskan pada dua area otak yang terpengaruh oleh trauma 
semacam itu di antaranya 
• Lobus frontalis : Bagian otak pada pasien OCD, mencerminkan kekhawatiran yang 
berlebihan terhadap pikiran mereka sendiri.
• Ganglia basalis : Suatu sistem yang berhubungan dengan pengendalian perilaku 
motorik yang disebabkan oleh kaitannya dengan kompulsif dan 
juga hubungan antara OCD.
Terbukti jika menstimulasi simtom-simtom OCD dengan memberikan stimuli yang dipilih 
secara khusus pada para pasien, seperti sarung tangan yang kotor oleh sampah atau pintu 
yang tidak dikunci, maka aliran darah di otak meningkat pada daerah frontalis dan ke 
beberapa ganglia basalis.
 Gejala Gangguan Obsesif-Kompulsif
Obsesi Ketakutan akan kontaminasi
Ketakutan mengekspresikan impuls seksual atau agresif
Ketakutan hipokondrial akan disfungsi tubuh
Obsesi bisa berupa keraguan yang ekstrem, prokastinasi, dan 
ketidaktegasan
Kompulsi 
Mengupayakan kebersihan dan keteraturan.
(seperti : menghabiskan waktu berjam-jam bahkan sepanjang 
hari untuk melakukan kegiatan tertentu)
Menghindari objek tertentu.
(seperti : menghindari segala sesuatu yang berwarna coklat)
Melakukan praktik-praktik repetitif, magis, dan protektif.
(seperti : menghitung, mengucapkan angka tertentu, 
menyentuh semacam jimat)
Mengecek sebanyak tujuh atau delapan kali untuk 
memastikan bahwa tindakan yang sudah dilakukan benar
benar sudah dilakukan.
(seperti : jendela yang sudah ditutup, kemudian dicek 
kembali)
Melakukan suatu tindakan tertentu.
(seperti : makan dengan sangat lambat)
Terapi Gangguan Obsesif-Kompulsif
 Terapi Psikoanalisis
Mirip dengan untuk fobia dan kecemasan, yaitu mengangkat represi dan memberi 
jalan pada pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutkannya. Karena 
pikiran yang mengganggu dan perilaku kompulsif melindungi ego dari konflik yang 
ditekan serta keduanya merupakan target yang sulit untuk intervensi terapeutik dan 
prosedur psikoanalisis serta psikodinamika terkait tidak efektif untuk menangani ini.
 Pendekatan Behavioral (Pemaparan dan Pencegahan Ritual)
Dipelopori di Inggris oleh Victor meyer (1966), mengkombinasikan pemaparan 
dengan pencegahan respons (ERP) (ranchman & hodgson, 1980). Pendekatan tersebut 
baru-baru ini berganit nama yaitu pemaparan dan pencegahan ritual untuk 
menggarisbawahi keyakinan magis yang dimiliki para penderita OCD bahwa perilaku 
kompulsif mereka akan mencegah terjadinya hal-hal yang menakutkan. Dalam 
metode ini (flooding) seseorang memaparkan dirinya pada situasi yang menimbulkan 
tindakan kompulsif seperti memegang piring kotor kemudian menghindari untuk tidak 
melakukan ritual yang biasanya dilakukannya yaitu mencuci tangan. Asumsinya 
adalah bahwa ritual tersebut merupakan penguatan negative karena mengurangi 
kecemasan yang ditimbulkan oleh suatu stimulus 
 Terapi Perilaku Rasional Emotif
Membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu mutlak harus 
berjalan seperti yang mereka inginkan atau bahwa segala tindakan yang mereka 
lakukan harus mutlak memberikan hasil sempurna. Teori kognitif beck juga dapat 
bermanfaat (van open dkk., 1955). Dalam pendekatan ini pasien didorong untuk 
menguji kekuatan mereka bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi jika mereka 
tidak melakukan ritual kompulsif. Bagian yang tak terpisahkan dalam terapi kognitif 
semacam itu adalah pemaparan dan pencegahan respons (atau ritual) karena untuk 
mengevaluasi apakah tidak melakukan ritual kompulsif akan memberikan 
konsekuensi yang mengerikan, pasien harus menahan diri untuk tidak melakukan 
ritual tersebut .
 Penanganan Biologis
Obat-obatan yang meningkatkan level serotonin seperti SSRI dan beberapa tricyclic 
merupakan penanganan biologis yang paling sering diberikan kepada pasien dengan 
gangguan obsesif- kompulsif. Kedua kelompok obat-obatan tersebut telah 
memberikan hasil yang menguntungkan walaupun perlu dicatat bahwa suatu kajian 
terhadap penanganan farmakologis oleh dua psikiater merendahkan pentingnya ERP 
sebagai pendekatan baris pertama (rauch & jenike, 1998). Beberapa studi menemukan 
antidepresan tricyclic kurang efektif dibandingkan ERP (balkom dkk., 1994). Suatu 
studi terhadap depresan menunjukan perbaikan dalam ritual kompulsif hanya pada 
pasien OCD yang juga menderita depresi (marks dkk., 1980). Dalam studi lain anti 
depresan tricyclic bagi OCD ternyata hanya berjangka pendek. Diatas segalanya 
gambaran mengenai efektivitas antidepresan tricyclic tidak pasti. Semua obat anti 
depresan memiliki efek samping yang tidak mendorong sebagian orang untuk tetap 
menggunakannya, beberapa contoh termasuk rasa mual, insomnia, agitasi, 
mengganggu keberfungsian seksual dan bahkan beberapa efek negative bagi jantung 
dan sistem peredaran darah (rauch & jenike., 1998).
Contoh Kasus Gangguan Obsesif Kompulsif
VIVAnews – Lauren Walsh, wanita berusia 21 tahun selalu menghabiskan banyak 
waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika dihitung-hitung, ia bisa menghabiskan 
10 jam sehari di kamar mandi, seperti dikutip dari DailyMirror. Lauren juga selalu 
merasa takut karena dia berpikir setiap inchi tubuhnya dihinggapi bakteri, sehingga 
dia harus mandi lagi dalam waktu lama untuk membersihkannya.
“Ini sampai ke titik saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing 
berlangsung dua jam,” ujar Lauren. “Rasanya, ada begitu banyak hal, yang harus saya 
lakukan. Setiap menit dari bagian tubuh saya harus dikontrol.” Lauren seperti 
mendengar suara di kepalanya, yang dia sebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini seolah 
meyakinkan dia bahwa dia selalu dalam keadaan kotor.
Lauren terus menerus mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di 
sekolah. Penderitaan Lauren membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman-teman 
sekolah. “Saya selalu merasa tidak normal.” Banyak teman-teman sekolah yang 
kemudian menjuluki Lauren sebagai orang aneh dan stres.
Kamar tidurnya penuh dengan catatan karena Lauren merasa terdorong untuk 
terus menulis. “Aku punya catatan untuk diingat kembali ketika saya berumur 12 
tahun. “Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit setiap pagi karena saya 
harus berbalik sampai saya berada di sudut kanan. Jika tidak merasa benar, saya 
ulangi sampai hal itu benar.” Setelah itu, dia akan memastikan tempat tidur selalu 
dalam keadaan sempurna tanpa ada kain yang kusut. Dia harus mencuci sarung bantal 
setiap hari dan seprai setidaknya tiga kali seminggu.
“Di kamar mandi aku menggunakan sabun yang berbeda dan lotion untuk 
bagian tubuh yang berbeda, dimulai di bagian atas dan bekerja dengan cara ke bawah. 
Dibutuhkan waktu dua jam setiap kali mandi,” kata Lauren. Untuk menggunakan 
toilet, dia harus menyekanya dulu kemudian duduk dengan cara yang benar. Lalu, dia 
akan selalu merobek lembar pertama kertas toilet karena takut telah tersentuh orang 
lain. Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12 lembar untuk selanjutnya dilipat 
dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun dari toilet pun, dia masih 
harus memutar sampai benar-benar merasa nyaman.
“Saya harus berjalan lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di 
kaki. Jika tidak, saya harus mulai dari awal lagi. Jadi, saya akan berada di sana selama 
berjam-jam


















GANGGUAN DISOSIATIF
Gangguan Disosiatif adalah sebuah kelompok gangguan yang ditandai dengan adanya suatu 
kekacauan atau disosiasi dari fungsi identitas, ingatan, atau kesadaran. Gangguan disosiatif terdiri dari 
empat macam yaitu: amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalisasi, dan gangguan 
identitas disosiatif. Para individu yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat berbagai 
peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk 
identitas baru. Mereka bahkan dapat pergi jauh dari tempat tinggal semula.
A. AMNESIA DISOSIATIF
Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori stelah kejadian yang penuh stres. Sesorang yang 
mederita amnesia disosiatif tidak mampu menginat informasi yang penting, biasnaya setelah suatu 
episode yang penuh stres. Informasi-informasi itu tidak hilang secraa permanen namun tidak dapat 
diingat kembali saat episode amnesia. Memori yang hilang mencakup semua perisiwa dalam kurun 
waktu tertentu setelah suatu kejadian traumatik.
Macam-macam Amnesia Disosiatif
× Amnesia Terlokalisasi, dimana peristiwa terjadi dalam suatu periode waktu tertentu hilang 
dari ingatan. Orang tersebut tidak bisa mengingat kembali untuk beberapa jam, atau hari 
setelah suatu kejadian yang menekan. Contoh: kecelakaan pesawat
× Amnesia Selektif orang lupa hanya pada hal-hal khusus yang mengganggu, yang terdapat 
dalam suatu periode waktu tertentu. Contoh: seorang ayah dapat mengingat seluruh peristiwa 
perampokan di rumahya, namun tidak bisa mengingat saat anaknya di sandera dan ditusuk 
pisau.
× Amnesia Menyeluruh, orang yang melupakan seluruh kehidupannya. Namun, mereka 
cenderung tetap untuk mempertahankan kebiasaan, selera, dan keterampilan mereka. Contoh: 
seorang mahasiswa dapat mengingat masa kanak-kanaknya dan masa mudanya hingga ia 
masuk universitas, namun ia lupa semua hal yang terjadi setelah awal kuliah saat seorang 
sahabatnya meninggal karena jatuh dari lantai 3.
Gejala Amnesia disosiatif
Gejala Amnesia tergantung pada penyebabnya , namun umumnya meliputi :
× Kehilangan memori
× Kebingungan 
× Ketidakmampuan untuk mengenali wajah-wajah atau tempat
× Setelah orang itu pulih, mereka biasanya tidak bisa mengingat episode amnesia mereka
× Kebanyakan orang dengan amnesia dissosiative setidaknya depresi atau sangat menderita 
dengan amnesia mereka 
Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV 
A. Gangguan yang predominan adalah satu atau lebih episode ketidakmampuan mengingat 
informasi pribadi yang penting, biasanya bersifat traumatic atau stres, yang terlalu luas untuk 
dijelaskan oleh kelupaan yang biasa.
B. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan Identitas 
Disosiatif, Fugue Disosiatif, Gangguan Stres Pasca Trauma, Gangguan Stres Akut, atau 
Gangguan Somatisasi dan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya 
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum lainnya (misalnya, 
Gangguan Amnestik karena Trauma Kepala)
C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi 
social, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Contoh kasus
Dalam kondisi bingung, Dory mendatangi pusat krisis kesehatan mental, air mata mengalir 
diwajahnya. “saya tidak tahu dimana saya tinggal atau siapakah saya! Dapatkah seseorang membantu 
saya?” Tim krisis membantu mencari tasnya, namun tidak menemukan apapun, hanya sebuah foto 
gadis kecil berambut pirang. Dory tertidur dan menjadi kehabisan tenaga, ia tidur disebuah tempat 
tidur yang dapat membuatnya tenang. Tim krisis memanggil polisi local untuk mencari apakah 
terdapat laporan orang hilang. Gadis kecil difoto tersebut adalah putri Dory. Ia ditabrak sebuah mobil 
ditempat parkir yang penuh pada sebuah pusat belanja. Walaupun mendapat luka dengan kaki yang 
patah, gadis tersebut dapat beristirahat dengan nyaman disebuah ruang perawata di rumah sakit.. Dory 
muncul dan berkeliling selama beberapa jam. Ia meninggalkan dompet dan kartu identitas lainnya 
pada pekerja social rumah sakit di kamar darurat. Saat Dory bangun, ia dapat mengingat siapa dirinya 
dan lingkungan kecelakaan, tapi ia tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi.
B. FUGUE DISOSIATIF
Fugue disosiatif sebelumnya disebut fugue psikogenik. Fugue berasal dari bahasa latin
yaitu fugere, yang berarti melarikan diri. Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai 
dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru. Hilangnya memori lebih besar daripada 
amnesia disosiatif. Orang yang bersangkutan tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba 
meninggalkan rumah dan bekerja menggunakan identitas baru. Kadangkala orang tersebut 
mempunyai nama baru, rumah baru, pekerjaan baru, dan bahkan serangkaian karakteristik kepribadian 
baru. Penyebab fugue disosiatif serupa dengan amnesia disosiatif. Gangguan ini muncul sesudah 
individu mengalami stress atau konflik yang berat.
Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV 
A. Gangguan yang predominan adalah bepergian jauh dari rumah atau tempat kerja yang 
biasanya terjadisecara tiba-tiba, tidak diduga, dengan ketidakmampuan untuk mengingat masa 
lalunya.
B. Kebingungan tentang identitas pribadi atau memakai identitas baru (sebagian atau 
seluruhnya)
C. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan Identitas 
Disosiatif, dan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (penyalahgunaan zat, 
pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, epilepsy lobus temporalis)
D. Gejala meyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi 
social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Contoh Kasus
Laki-laki itu memberi tahu polisi bahwa namany Burt Tate . Lelaki berkulit putih berusia 42 
tahun ini terlibat perkelahian di restoran tempat kerjanya. Saat polisi tiba, mereka menemukannya 
tidak membawa kartu identitas. Ia mengatakan pada mereka bahwa ia telah datang ke kota tersebut 
beberapa minggu yang lalu, namun tidak dapat mengingat dimana ia tinggal atau bekerja sebelum 
datang ke kota itu. Mesti tidak ada tuduhan yang diberikan kepadanya, polisi memintanya datang ke 
ruang gawat darurat untuk dievaluasi. “Burt” tahu kota apa itu dan tahu tanggal berapa sekarang dan 
menyadari bahwa terasa aneh kalau ia tidak mengingat masa lalunya, tetapi terlihat tidak peduli 
dengan hal itu. 
Tidak ada bukti adanya luka fisik atau trauma otak atau penyalahgunaan obat maupun 
alkohol.
Polisi membuat beberapa pertanyaan dan menemukan bahwa Burt sesuai dengan profil seseorang 
yang hilang, Gene Saunders, yang telah menghilang sebulan sebelumnya dari sebuah kota yang 
berjarak 2000 mil. Mrs Saunders ditelepon dan meyakinkan bahwa Burt benar suaminya. Ia 
melaporkan bahwa suaminya yang telah bekerja di tingkat manajemen madya di sebuah perusahaan 
manufaktur, tengah mengalami kesulitan di tempat kerja sebelum menghilang. Ia tidak dipromosikan 
dan penyelianya sangat kritis terhadap pekerjaannya. 
Tekanan kerja tampak mempengaruhi perilakunya di rumah. Sebelumnya ia mudah bergaul 
dan bersosialisasi, lalu ia menarik diri dan mulai mengkritik istri dan anak-anaknya. Kemudian sesaat 
sebelum menghilang, ia berdebat keras dengan anak laki-lakinya yang berusia 18 tahun. Anaknya 
memanggilnya pecundang dan keluar dari rumah. Dua hari kemudian, laki-laki itu menghilang. Saat 
dihadapkan dengan istrinya lagi, ia mengaku tidak mengenalinya namun jelas ia tampak gugup.
C. GANGGUAN DEPERSONALISASI
o Gangguan depersonalisasi, merupakan gangguan dimana persepsi atau pengalaman seseorang 
terhadap diri sendiri berubah secara menyedihkan dan mengganggu, di dalam DSM-IV-TR 
tercantum sebagai gangguan disosiatif. Namun dalam pencamtumannya masih terdapat 
kontroversi karena gangguan depersonalisasi tidak mencakup gangguan memori, yang merupakan 
ciri khusus gangguan disosiatif lainnya. 
o Gangguan depersonalisasi ini umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan 
rasa diri mereka. Mereka mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa contohnya ukuran 
tangan dan kaki mereka tampak berubah secara drastis atau suara mereka terdengar asing bagi 
mereka sendiri. Mereka juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri 
dari kejauhan. Kadangkala mereka merasa seperti mesin, seolah-olah mereka dan orang-orang 
lain adalah robot atau mereka seolah bergerak di dunia yang tidak nyata. Episode-episode yang 
sama kadangkala terjadi dalam beberapa gangguan lain seperti skizofrenia, serangan panik, 
gangguan stres pascatrauma dan gangguan kepribadian ambang.
o Gangguan depersonalisasi biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis, 
yaitu dialami dalam waktu yang lama dan sering kali terdapat trauma masa kecil. Komorbiditas 
dengan gangguan kepribadian sering terjadi, juga gangguan anxietas dan depresi. Gangguan 
depersonalisasi seringkali hilang tanpa pengobatan. Pengobatan dijamin hanya jika gangguan 
tersebut lama, berulang, atau menyebabkan gangguan. Psikoterapi psikodinamis, terapi perilaku, 
dan hipnotis telah efektif untuk beberapa orang. 
1. Konseling psikologis
Konseling psikologis akan membantu pasien memahami mengapa terjadi depersonalisasi dan 
melatih pasien untuk berhenti khawatir mengenai gejala yang terjadi. Gangguan 
depersonalisasi juga dapat membaik ketika konseling membantu dengan kondisi psikologis 
lain, seperti depresi.
2. Obat-obatan
Meskipun tidak ada obat khusus, namun sejumlah obat yang umumnya digunakan untuk 
mengobati depresi dan kecemasan juga dapat membantu kondisi gangguan depersonalisasi. 
Beberapa contoh yang telah ditunjukkan untuk meredakan gejala tersebut termasuk:
1. Fluoxetine (Prozac)
2. Clomipramine (Anafranil)
3. Clonazepam (Klonopin)
3. GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF
Kriteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Identitas Disosiatif
- Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas
- Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang
- Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting
o Menurut DSM-IV-TR, diagnosis Gangguan Identitas Disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila 
seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah atau berubah (moda yang 
berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling memengaruhi 
dan memegang kendali pada waktu yang berbeda. Kadangkala terdapat satu kepribadian dan 
penanganannya biasanya diperuntukkan bagi kepribadian primer.
o Umumnya terdapat dua hingga empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama 
berlangsungnya terapi sering kali muncul beberapa kepribadian baru. Kesenjangan memori juga 
umum terjadi dan biasanya karena sekurang-kurangnya satu kepribadian tidak memiliki kontak 
dengan yang kepribadian lain. Eksistensi berbagai kepribadian yang berbeda juga harus bersifat 
kronis (terjadi dalam waktu yang lama) dan parah (menyebabkan kehidupan penderita sangat 
terganggu). Perubahan tersebut bukan merupakan perubahan sementara, misalnya karena minum 
obat tertentu. 
o Setiap kepribadian dapat bersifat cukup kompleks, memiliki pola perilaku, memori dan hubungan 
tersendiri (masing-masing menentukan karakter dan tindakan individu bila sedang memegang 
kendali). Biasanya masing-masing kepribadian tersebut cukup berbeda, bahkan saling 
bertentangan. 
o Gangguan identitas disosiatif biasanya berawal pada masa kanak-kanak, namun jarang 
didiagnosis hingga usia dewasa. Gangguan ini lebih luas daripada gangguan disosiatif lain dan 
penyembuhannya kurang menyeluruh. Gangguan ini jauh lebih sering terjadi pada perempuan 
dibandingkan laki-laki. Penegakan diagnosis lain khususnya depresi, gangguan kepribadian 
ambang dan gangguan somatisasi sering terjadi. GID umumnya disertai dengan sakit kepala, 
penyalahgunaan zat, fobia, halusinasi, upaya bunuh diri, disfungsi seksual, perilaku melukai diri 
sendiri dan juga simtom-simtom disosiatif lain seperti amnesia dan gangguan depersonalisasi.
o Prevensi atau penanganan pada gangguan ini bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa 
pendekatan, yaitu:
1.Pendekatan psikodinamik 
Tradisional psikoanalisis bertujuan membantu orang dengan gangguan identitas disosiatif 
mengungkap dan belajar untuk mengatasi trauma anak usia dini. Wilbur (1986) menawarkan 
beberapa variasi pada tema dalam diskusinya pengobatan psikoanalitik orang dengan 
kepribadian ganda. Pertama, Wilbur menunjukkan bahwa analis dapat bekerja dengan apa 
pun kepribadian adalah naiknya selama sesi terapi. Setiap dan semua kepribadian dapat 
diminta untuk berbicara tentang kenangan dan impian mereka sebaik yang mereka bisa. 
Setiap dan semua kepribadian dapat yakin terapis akan membantu mereka memahami 
kecemasan mereka dan aman pengalaman "menghidupkan kembali" traumatik sehingga 
mereka dapat dibuat sadar dan mereka dapat membebaskan energi psikister perangkap oleh 
mereka. Wilbur memerintahkan terapis untuk diingat bahwa kecemasan yang dialami selama 
sesi terapi dapat menyebabkan saklar dalam kepribadian karena kepribadian alternatif yang 
mungkin dikembangkan sebagai sarana untuk mengatasi kecemasan intens. Namun akhirnya, 
pengalaman awal yang cukup dapat dibawa ke cahaya sehingga reintegrasi kepribadian 
menjadi mungkin.
2.Pendekatan biologi
Tidak ada obat telah dikembangkan untuk mengintegrasikan kepribadian mengubah. Namun, 
orang dengan kepribadian ganda sering menderita kecemasan depresi, dan masalah lain yang 
dapat diobati dengan obat seperti antidepresan dan agen anti ansietas. Beberapa bukti 
menunjukkan ada selective serotonin-reuptake inhibitor seperti Prozac untuk memiliki 
beberapa manfaat sederhana dalam mengobati gangguan depersonalisasi. Namun, penelitian 
lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki pendekatan biologis yang dapat membantu 
doktermendorong integrasi dari berbagai kepribadian.
3.Pendekatan perilaku
Teknik perilaku telah diterapkan untuk pengobatan orang dengan kepribadian ganda. 
Kohlenberg menyimpulkan bahwa kepribadian ganda adalah pola respons yang dipelajari 
yang kinerjanya terhubung dengan kontingensi penguatan. Dalam kasus kepribadian ganda, 
seperti dicatat oleh Spanos dan rekan-rekannya (1985), penguatan dapat mengambil bentuk 
perhatian ekstra dari terapis yang menganggap kasus kepribadian ganda menjadi glamor dan 
eksotis. Ada bukti terlalu sedikit untuk menyimpulkan bahwa orang dengan kepribadian 
ganda pada umumnya akan merespon penguatan selektif dari kepribadian yang paling 
adaptif. Bentuk terapi juga menimbulkan masalah etis tentang apakah atau tidak terapis 
memiliki hak untuk menentukan kepribadian harus selektif diperkuat.
ETIOLOGI GANGGUAN DISOSIATIF
o Istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, disosiasi, yang diduga menjadi 
penyebabnya. Konsep ini berasal dari tulisan karya Pierre Janet, seorang neurology 
berkembangsaan Prancis. Pemikiran dasar dari konsep ini adalah kesadaran biasanya 
merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi, dan motivasi. Namun dalam 
kondisi sters, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudan hari 
tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang 
bersangkutan. Kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.
o Para teoris behavioral menganggap disosiasi sebagai respon menghindar yang melindungi 
seseorang dari berbagai kejadian yang penuh stress dan ingatan akan kejadian tersebut. 
o Shobe dan Kihlstrom (1997) berpendapat bahwa respons umum terhadap trauma adalah 
menguatnya memori, namun kita berbicara mengenai cara merespons yang umum bila 
menyangkut gangguan disosiatif.
o Terdapat dua teori besar mengenai GID :
1. GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan berat secara fisik 
atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan disosiasi dan terbentuknya berbagai 
keprbadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma. Penyiksaan ini terbukti 
berkaitan dengan simpton-simpton disosiatif. Ada dua diathesis dalam teori ini yaitu, 
kondisi sangat mudah dihipnotis memfasilitasi terbentuknya berbagai kepribadian melalui 
hipnotis diri sendiri. Lalu diathesis yang kedua adalah oang-orang yang menderita GID 
memiliki kecendrungan tinggi untuk berfantasi.
2. GID merupakan pelaksanaan peran social yang dipelajari. Kepribadian-kepribadian yang 
muncul pada masa dewasa kebanyakan disebabkan oleh berbagai sugesti yang diberikan 
oleh terapis. GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran (atau malingering); 
masalahnya tidak terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun 
bagaimana GID terjadi dan menetap.
TERAPI UNTUK GANGGUAN DISOSIATIF
Terapi untuk amnesia disosiatif dan fugue disosiatif
1. Terapi kognitif
Terapi kognitif mungkin memberi manfaat spesifik untuk individu dengan gangguan 
trauma. Identifikasi spesifik dari penyimpangan kognitif berdasar pada trauma 
mungkin memberikan jalan untuk mengingat riwayat hidupnya pada pasien dengan 
riwayat amnesia. Pasien menjadi mampu untuk memperbaiki penyimpangan kognitif, 
khususnya arti trauma sebelumnya, mengingat kembali dengan lebih detail kejadian 
traumatik yang mungkin terjadi.
2. Hipnosis
Hipnosis dapat digunakan sebagai salah satu jalan terapi amnesia disosiatif. Intervensi 
hipnosis dapat digunakan untuk membatasi, mengatur intensitas gejala; memfasilitasi 
pengendalian recall; menyediakan dukungan pada pasien.
3. Terapi somatik
Tidak diketahui farmakoterapi yang ada untuk amnesia disosiatif selain wawancara 
yang difasilitasi farmakologi. Beberapa agen digunakan untuk tujuan ini, termasuk 
sodium amobarbital, thiopental, benzodiazepine, amphetamine.
Wawancara yang difasilitasi farmakologi digunakan terutama dalam menangani 
amnesia akut dan reaksi konversi, atau indikasi lainnya. Prosedur ini juga terkadang 
digunakan pada kasus amnesia disosiatif kronik dimana pasien tidak memberi respon 
pada intervensi lain.
Terapi untuk gangguan identitas disosiatif
1. Terapi psikoanalis lebih banyak dipilih untuk mengangkat represi menjadi hukum 
sehari-hari, dan dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar. 
2. Terapi Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR).
3. Terapi pemulihan kenangan, umumnya seseorang dihipnotis dengan bantuan obat￾obatan dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa pada 
masa kecilnya (teknik represi umur) sehingga ia menyadari bahwa bahaya dari masa 
kecilnya saat ini sudah tidak ada dan kehidupannya yang sekarang tidak perlu 
dikendalikan oleh hantu masa lalu tersebut. 
4. Pemberian obat-obatan psikoaktif seperti tranquilizer dan antidepresan.
Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penanganan gangguan identitas 
disosiatif, terlepas dari orientasi ahli klinis :
Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian
1. Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa dia adalahbagian dari satu orang 
dan kepribadian-kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
2. Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyamanan, bukan 
sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom yang tidak 
memiliki tanggung jawab secara keseluruhan atas berbagai tindakan orang yang bersangkutan 
secara keseluruhan.
3. Seluruh kepribadian harus diperlakukan dengan adil dan empati
4. Terapis harus mendorong mengambil empati dan kerja sama diantara berbagai kepribadian
5. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kana-kanak yang 
mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Tujuan dari setiap pendekatan terhadap GID ini haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa 
memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak diperlukan lagi untuk 
menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal atau trauma 
di masa kini atau yang akan dihadapi di masa mendatang. Selain itu harus diajarkan pada pasien 
untuk menghadapi berbagai tantangan masa kini dengan lebih baik. Semakin banyak jumlah 
kepribadian, semakin lama penanganan yang diperlukan. Terapi memerlukan waktu selama 
hampir dua tahun dan lebih dari 500 jam per pasien.












Pengertian Gangguan Mood
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis 
kita
Orang dengan gangguan mood (mood disorder) mengalami gangguan mood yang luar 
biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi 
dalam memenuhi tanggung jawab secara normal
Karakterisik Umum Gangguan Mood
1. Depresi-Gejala dan simtom
Kesedihan yang amat sangat, Perasaan bersalah dan tidak berarti, Menarik diri dari 
orang lain, Kehilangan nafsu makan, Tidak dapat tidur, Sulit memusatkan perhatian, 
Lebih suka duduk sendiri dan berdiam diri. Simtom dan gejala-gejala depresi cukup 
bervariasi tergantung tingkatan usia. Depresi pada anak-anak sering kali mengakibatkan 
berbagai keluhan somatik, seperti sakit kepala atau sakit perut. Pada orang-orang tua, 
depresi sering kali ditandai oleh ketidakmampuannya untuk memusatkan perhatian dan 
keluhan hilangnya memori 
2. Mania-Gejala dan simtom
Kondisi emosional dan mood yang intens, Merasa gembira yang amat sangat tanpa 
alasan, Mudah tersinggung yang disertai hiperaktivitas, Banyak berbicara, Pikiran yang 
meompat-lompat, Perhatian yang mudah teralih. Orang yang berada pada episode manik 
dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa bulan, dapat segera dikenali melalui 
rentetan kata yang diucapkan dengan keras dan tanpa henti, terkadang penuh dengan kata￾kata konyol, gurauan, puisi, dan komentar tentang berbagai objek dan kejadian di sekitar 
yang menarik perhatian si pembicara.
3. Daftar Diagnostik Resmi Gangguan Mood
• Diagnosis Depresi Mayor
Hilangnya minat, dan kesenangan yg berlangsung kurang lebh 2 minggu. Sulit 
tidur, pikiran utk bunuh diri, kehilangan nafsu makan, perasaan tidak berarti, dan sulit 
berkonsentrasi. 
• Diagnosis Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar I merupakan gangguan yang mencakup episode mania dan 
gangguan campuran, sebagaian penderita juga mengalami episode depresi
4. Heterogenitas dalam kategori
o Banyak penderita dengan gejala heterogen, tapi dikelompokkan pada diagnosis yang 
sama.
o Episode manik dan depresif mungkin ditandai fitur katatonik (gangguan motorik, 
aktifitas tidak bertujuan).
o Gangguan bipolar dan unipolar mungkin sifatnya musiman bila pasien secara teratur 
mengalaminya.
5. Gangguan mood kronis
Jangka panjang, minimal 2 tahun, belum cukup mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.
Ada 2 jenis:
a. Gangguan cyclothymic
Periode depresi dan hipomania berulang. Selama depresi pasien merasa inadekuat, 
selama hipomania self esteem meningkat. Menarik diri, tidur terlalu sering atau terlalu 
sebentar, sulit konsentrasi, dan jarang berbicara.
b. Gangguan dysthymic
Depresi kronis, feeling blue, sedikit sekali merasa senang, insomnia atau justru terlalu 
banyak tidur, tidak efektif, letih, pesimis, sulit konsentrasi, dan berpikir jernih, 
menghindari bersama-sama dengan orang lain. Pasien distimia mengalami 3 atau 
lebih simtom additional, meliputi mood depresif tapi bukan suicidal thought. Minimal 
berlangsung selama 2 bulan.
6. Gangguan mood dan kreativitas
Sejumlah artis, komposer, dan penulis yang pernah mengalami gangguan mood 
adalah impulsif, seperti Michael Angelo, van Gogh, Schumann, dll. Mungkin keadaan 
manic memicu kreativitas terkait adanya peningkatan mood, energi, pikiran yang muncul 
tiba-tiba, dan kemampuan menghubung-hubungkan ide. Menurut Weisberg (1994), 
perubahan mood mempengaruhi motivasi untuk menghasilkan karya kreatif daripada 
proses kreatif itu sendiri
7. Gangguan mood dan emosi
Individu yang depresi lebih sedikit menunjukkan ekspresi wajah positif dan mengalami 
emosi menyenangkan. Gangguan kecemasan biasanya muncul bersamaan dengan depresi.
Teori Tentang Gangguan Mood
A. Teori Psikoanalisis Tentang Depresi
Menurut Freud (1917/ 1950) potensi depresi muncul pada awal masa kanak-kanak. 
Pada fase oral anak mungkin kurang terlalu terpenuhi kebutuhannya, sehingga ia 
terfiksasi pada fase ini mengakibatkan individu dependen, low self esteem. Hipotesanya 
adalah, setelah kehilangan orang yang dicintai, ia mengidentifikasi diri dengan orang 
tersebut seolah untuk mencegah kehilangan. Lama-lama ia malah marah pada dirinya 
sendiri, merasa bersalah.
B. Teori Kognitif Tentang Depresi
a. Teori depresi Beck (1967)Individu menjadi depresi akibat interpretasi negatif yang 
bias. Pada waktu kecil/remaja muncul skema negatif akibat kejadian-kejadian buruk 
ia merasa akan selalu sial/gagal, dipadu dengan bias kognitif muncul triad negatif 
(pandangan sangat negatif tentang diri, dunia, masa depan).
b. Teori helplessness
o Learned helplessness
Kepasifan individu dan perasaan tak berdaya mengontrol hidupnya, didapat 
dari pengalaman-pengalaman buruk/ trauma, mengarah pada depresi.
o Attribution and learned helplessness
Pada situasi dimana individu pernah gagal, ia akan mencoba mengatribusikan 
penyebab kegagalan. Individu depresi bila mereka mengatribusikan kejadian 
negatif bersifat stabil dan global. Individu depresi biasanya menunjukkan 
depressive attributional style yang mengatribusikan rasa hasil negatif sebagai 
personal, global, penyebabnya stabil.
C. Teori hopelessness 
Sejumlah bentuk depresi dianggap sebagai akibat hopelessnessà merasa hasil yang 
diharapkan takkan pernah muncul, individu tak bisa merubah situasi. Kemungkinan 
muncul akibat self esteem yang rendah, kecenderungan anggapan bahwa kejadian negatif 
akan mengakibatkan sejumlah hal negative.
D. Teori Interpersonal Tentang Depresi
Individu depresi cenderung terbatas jaringan dan dukungan sosialnyaàmengurangi 
kemampuan individu mengatasi kejadian negatif, rentan terhadap depresi. Individu 
depresi berusaha meyakinkan diri bahwa orang lain benar peduli. Namun ketika yakin, 
rasa puasnya hanya sebentar. Berhubungan dengan konsep diri negatif. Kompetensi sosial 
yang rendah diperkirakan memunculkan depresi pada anak usia TK. Interpersonal 
problem solving skill yang rendah dapat meningkatkan depresi pada remaja.
Teori Biologis Gangguan Mood
1. Data Genetik
Hipotesis terhadap orang yang diadopsi mengatakan bahwa terdapat kaitan antara gangguan 
bipolar dengan komponen keturunan. 
2. Neurokimia dan Gangguan Mood
Hal ini berkaitan dengan peran neurotransmitter dalam gangguan mood. Ada 2 
neurotransmitter yang banyak dipelajari yaitu norepinefrin dan serotonin. 
Teori norepinefrin merupakan yang paling relevan dengan gangguan bipolar dan secara 
umum dinyatakan bahwa kadar norepinefrin rendah memicu depresi dan kadar yang tinggi 
dapat memicu mania. 
Teori serotonin menyatakan bahwa kadar serotonin yang rendah menimbulkan depresi. 
Neuron prasinaptik dan neuron pascasinaptik
1. Ketika suatu neuron melepaskan norepinefrin atau serotonin dari bagian ujungnya, 
mekanisme pengembalian yang bekerja seperti pompa langsung berjalan untuk mengikat 
kembali beberapa molekul neurotransmitter sebelum diterima oleh neuron pascasinaptik 
(reseptor).
2. Obat-obat trisiklik menghambat proses pengembalian tersebut, memungkinkan lebih 
banyak norepinefrin atau serotonin untuk sampai pada dan sekaligus merangsang meuron 
pascasinaptik. Penghambat pengembalian serotonin bekerja lebih selektif pada serotonin 
Validitas teori mengaitkan rendahnya kadar norepinefrin atau serotonin dengan depresi dan 
tingginya kadar norepinefrin dengan mania ?
Pertama, serangkaian studi yang dilakukan olehBunney dan Murphy di National Institute of 
Mental Health memantau secara teliti kadar norepinefrin dalam urin pada sekelompok pasien 
bipolar sering mereka mengalami siklus tahap depresi , mania dan kenormalan. Kadar 
norepinefrin dalam urin berkurang ketika pasien mengalami depresi (Bunney, dkk 1970) dan
akan meningkat ketika mengalami mania, menginformasikan hipotesis bahwa kadar 
norepinefrin yang rendah memiliki kaitan dengan depresi dan kadar yang tinggi berkaitan 
dengan mania. Persoalan tersebut merupakan perubahan yang diakibatkan oleh meningkatnya 
kadar aktivitas motorik pada mania dapat meningkatkan aktivitas norepinefrin. 
3. Sistem Neuroendokrin
Berkaitan dengan aksis hipotalamus-pituitari-adrenokortikal berperan dalam depresi.
Bagian limbik pada otak sangat terkait dengan emosi dan juga mempengaruhi hipotalamus, 
dimana hipotalamus mengatur berbagai kelenjar endokrin dan sekaligus kadar hormon yang 
dihasikan. Hormon-hormon dari hipotalamus juga mempengaruhi kinerja dari kelenjar 
pituitari. Karena relevansinya dengan apa yang di simtom vegetatif pada depresi , seperti 
gangguan nafsu makan, dan tidur diperkirakan aksis hipotalamik-pituitari-adrenokortikal 
berkeja terlalu aktif dalam kondisi depresi. 
Kadar kortisol yang tingi pada pasien depresi , kemungkinan terjadi karena sekresi yang 
berlebihan pada hormon yang melepaskan thyrotropin oleh hipotalamu. Sekresi kortisol yang 
berlebihan pada orang yang depresi juga menyebabkan pembesaran kelenjar adrenalin. Hal 
ini dikaitkan dengan kerusakan hipokampus dimana pasien menunjukkan abnormalitas 
hipokampus. 
4. Teori Terpadu Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar mencerminkan suatu gangguan dalam sistem motivasional yang disebut 
sistem aktivasi behavioral atau BAS. Secara biologis BAS diyakini terkait dengan jalur-jalur 
saraf didalam otak yang melibatkan neurotransmitter dopamin yang sering kali terkait dengan 
perilaku imbalan. BAS dan berbagai manifestasi behavioral termasuk pencapaian tujuan , 
berhubungan dengan simtom-simtom manik dalam gangguan bipolar. 
Terapi Gangguan Mood
Depresi berakhir setelah beberapa bulan namun terasa lebih lama oleh penderita yang 
mengalami depresi serta orang terdekat mereka. Depresi dapat berakhir dengan sendirinya 
dalam batas waktu tertentu namun merugikan penderita serta orang terdekat mereka sehingga 
tidak dapat dibiarkan sendiri dan harus ditangani. Sehingga pentingnya menangani depresi 
serta gangguan bipolar yang cenderung menjadi resiko untuk bunuh diri. Beberapa terapi 
yang efektif dapat dilakukan seperti terapi yang bersifat psikologis dan biologis secara 
tersendiri maupun dikombinasikan.
1. Terapi Psikologis Depresi
a. Terapi Psikodinamika
Depresi dianggap terjadi karena rasa kehilangan dan keamarahan yang secara tidak sadar 
diarahkan ke dalam diri, terapi psikoanalisis berupaya membantu pasien memperoleh insight 
atas konflik yang dianggapnya menekan dan mendorong pelepasan agresivitas yang selama 
ini di asumsikan terarah ke dalam diri. Tujuan terapi ini yakni mengungkap motivasi atas 
depresi yang dialami pasien. Terapi ini juga menitik beratkan pemahaman yang lebih 
terhadap masalah interpersonal yang memicu terjadinya depresi dan bertujuan memperbaiki 
hubungan dengan orang lain. Terapis harus memandu pasien untuk menghadapi fakta. Inti 
terapi ini membantu pasien mempelajari perilaku interpersonalnya saat ini dapat menjadi 
hambatan untuk mendapatkan kegembiraan dalam hubungan