• coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

  • kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label bahasa asli perjanjian baru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa asli perjanjian baru. Tampilkan semua postingan

bahasa asli perjanjian baru

 



Aramaic Primacy yaitu   teologi populer yang diusung oleh 

teolog modern yang menekankan kritik tinggi dari teks-teks gerika. 

Penganut Aramaic Primacy memiliki pola pikir yang sejalan dengan 

Hebraic Primacy yang mengagungkan penggunaan bahasa Aram 

maupun bahasa Ibrani yang dinilai lebih memiliki keunggulan 

dibandingkan bahasa Yunani. Dengan berbagai kajian dan 

pertimbangan, kelompok ini mengatakan bahwa selain memiliki 

keunggulan di dalam unsur-unsur gramatikalnya; bahasa Aram diyakini 

sebagai bahasa yang dipakai untuk menuliskan teks asli Perjanjian Baru.

Pembuktian historis-linguistik diupayakan sebagai pendukung 

dalil bahwa bahasa Aram lebih unggul dibandingkan bahasa Yunani dan 

memiliki kemungkinan yang lebih besar sebagai bahasa asli teks PB. 

Penggunaan bahasa Arama sebagai bahasa bahasa asli tokoh Alkitab 

seperti Yesus dan para murid-Nya yang menjadi pusat berita PB, 

menambah keyakinan bahwa bahasa Aramlah yang digunakan untuk 

menulis teks PB. Split words, Semi split words, puisi, permainan kata 

dan istilah khas yang tidak dimiliki oleh bahasa lain akan mengalami 

degradasi makna jika dipaksakan untuk disampaikan di dalam bahasa 

lain.

Namun demikian, sejarah mencatat perkembangan bahasa 

termasuk bahasa Yunani. Linguistik yaitu   ilmu yang terus berkembang 

seiring dengan evolusi bahasa yang dipakai manusia. Sejarah dominasi 

bahasa juga mengalami pergeseran dari bahasa yang satu ke bahasa yang 

lain. Khususnya di konteks Timur Tengah, bahasa dominan yang 

menjadi lingua franca akan sangat tergantung kerajaan atau dominasi 

kekuasaan yang berkuasa pada waktu itu. Mulai dari bahasa rumpun Semitik : Ibrani, Aram, Akadia hingga bergeser ke bahasa Arab pada 

masa dominasi Islam (abad 6) hingga akhirnya bergeser pada saat 

kejayaan kerajaan Roma dan budaya Helenistik. Di dalam sejarah 

perkembangan linguistik inilah Alkitab lahir. 

Kajian historis-linguistik memberikan cukup bukti tentang Greek 

Primacy. Perjanjian Baru yang lahir di zaman dominasi greeko￾romanum membuat bahasa Yunani menjadi bahasa yang menguasai 

Timur Tengah, Eropa, Asia Kecil dan daerah sejauh kerajaan Romawi 

berkuasa. Bahasa Yunani menjadi lingua franca yang dipakai di ranah 

akademik, keagamaan, pemerintahan dan ekonomi. Kenyataan ini 

membawa kepada keyakinan bahwa penggunaan bahasa Yunani sebagai 

bahasa asli PB yaitu   hal yang sangat mungkin terjadi. Bukti tekstual 

dan kajian linguistik juga menegaskan keyakinan ini. Penerima asli teks 

PB tidak hanya merupakan orang Yahudi berbahasa Ibrani ; justru 

beberapa kali teks PB mengidentifikasi penerima sebagai orang Yahudi 

berbahasa Yunani (Greek speaking Jews); mereka yaitu   orang-orang 

yang tidak mengerti bahasa Ibrani sekalipun berbangsa Yahudi. 

Kemudian mengingat sejarah gereja abad pertama dan sifat geraja yang 

sentri fugal sehingga yang menjangkau orang Yunani dan bangsa-bangsa 

lainnya, justru akan susah diterima jika penulis asli harus menggunakan 

bahasa Ibrani atau Aram yang sudah mulai tidak populer pada waktu itu. 

Kajian ini harapannya dapat menjawab pertanyaan dan sekaligus 

kebingungan dari teori Aramaic Primacy. Keyakinan Greek Primacy 

untuk naskah PB sudah terbukti dan dilegitimasi oleh bapak-bapak 

gereja abad permulaan yang hidup dalam zaman yang dekat dengan 

penulis dan penerima asli teks PB. Kemunculan Aramaic Primacy 

Theory yang mungkin akan diikuti oleh berbagai macam pemikiran yang 

lain, hendaknya menjadi cambuk bagi orang percaya masa kini, pemikir￾pemikir Kristen, mahasiswa Teologi, Hamba-hamba Tuhan dan 

pemimpin Kristen untuk lebih banyak belajar dan kritis menilai jaman. 

Dengan keyakinan bahwa Alkitab yaitu   Firman Tuhan yang kuat dan 

berkuasa, keberadaannya akan tinggal tetap sekalipun segala yang ada di 

dalam dunia ini musnah.



Aku yaitu   Aleph (0 ) dan Tau (t), firman Tuhan Allah, yang 

ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."

Kutipan ayat dari Wahyu 1: 8 tersebut menterjemahkan kata “Alpha” dan 

“Omega” (Alfabet Yunani) yang biasa dijumpai di dalam berbagai versi 

terjemahan dengan menggunakan alfabet Aram yang pertama dan 

terakhir; Aleph dan Tau. Kutipan ayat tersebut mewakili gagasan dari 

kelompok Aramic Primacy. Istilah "Aramaic primacy" pertama kali dipakai oleh Lee Levine 

dalam Judaism and Hellenism in antiquity.

2

 Istilah ini sebenarnya 

berasal dari periode Bait Allah yang kedua (200 SM – 70 M) dimana 

pada waktu itu bahasa Aram dipakai lebih umum dan kemudian 

menggeser bahasa Ibrani dan Yunani. Julukan ini kemudian dipakai juga 

oleh David Bauscher dalam The Original Aramaic Gospels in Plain 

English untuk kelompok sarjana Alkitab yang menganggap bahwa ketika 

berkenaan dengan Alkitab, bahasa Aram memiliki keunggulan 

dibandingkan Bahasa lain, termasuk bahasa Ibrani dan Yunani.

3 Teks 

asli Perjanjian Baru diyakini ditulis dalam Bahasa Aram, bukan bahasa 

Yunani. yaitu   sebuah kekeliruan untuk membuat terjemahan dari teks 

bahasa Yunani kedalam berbagai bahasa. Teks Yunani yang selama ini 

dipakai sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Aram dan Ibrani.4

Terjemahan terbaik yaitu   terjemahan yang langsung dari bahasa Aram, 

bahasa tutur Tuhan Yesus sendiri dan para murid-Nya.

Di dalam diskusi teologi modern, Raphael Lataster yaitu   tokoh 

yang mengangkat Aramic Primacy Theory ke ranah diskusi global. 

Selama ini, keyakinan terhadap Aramaic Primacy Theory yaitu   

keyakinan kelompok minoritas orang-orang Kristen di gereja Timur 

(Asyrrian Church) yang hanya menjadi bahan diskusi secara internal. 

Raphael yaitu   seorang Ph.D. bidang penelitian yang juga seorang 

religious sceptical dan ateis. Ia pernah berlajar di University of Sidney. 

Ide-ide dan tulisannya banyak mendapatkan perhatian dan sorotan para 

Teolog Kristen modern. Ia menulis Thesis yang berjudul Jesus 

Mythicism (dongeng tentang Yesus) yang kemudian menjadi dasar 

penulisan bukunya yang pertama There Was No Jesus, There is No God.

Pemikiran kontroversial Raphael kembali mendapatkan 

perhatian ketika ia menulis buku yang berjudul Was the New Testament 

Really Written in Greek?5 Keyakinan bahwa Teks Perjanjian Baru 

tertulis di dalam Bahasa Yunani yaitu   keyakinan yang tidak didukung 

oleh bukti yang memadai menurut Raphael. 

Kebanyakan orang percaya bahwa Naskah asli Perjanjian Baru 

ditulis di dalam bahasa Yunani. Terdapat satu masalah saja di 

dalam keyakinan ini. Tidak terdapatnya bukti terhadap keyakinan 

ini. Hal ini hanya merupakan keyakinan yang diterima begitu saja 

sama seperti keyakinan bahwa bahasa asli teks Perjanjian Lama 

yaitu   Ibrani (Meskipun sudah sekian lama kita tidak punya 

akses yang luas pada Perjanjian Lama berbahasa Ibrani). 

Sayangnya, sementara keunggulan bahasa Ibrani Perjanjian 

Lama benar, Bahasa Yunani Perjanjian Baru salah. Teks asli 

Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Aram, bukan Yunani.6

Lebih lanjut, Raphael menjelaskan bahwa terdapat banyak kekeliruan 

dan kontradiksi di dalam teks Yunani yang dapat terjawab ketika melihat 

teks bahasa Aram dan berbagai kesulitan yang muncul ketika membaca 

teks Yunani tetapi dengan terang benderang dapat dijelaskan oleh 

Peshita.7 Untuk mempopulerkan pemikirannya ini, Raphael memiliki 

website resmi yang banyak dijadikan referensi bagi Aramaic Primacists

yang lain.8

Salah satu aspek yang menjadi keberatan Aramaic Primacy 

terhadap keyakinan tradisional teks asli Perjanjian Baru yaitu   Bahasa 

Yunani Koine tidak memiliki kualitas yang cukup untuk menyusun 

Perjanjian Baru. Sementara itu, Bahasa Aram memiliki berbagai unsur 

unik yang tidak dimiliki oleh bahasa lain termasuk Bahasa Yunani. Permainan kata, ungkapan, gaya bahasa tidak terwakili secara sempurna 

oleh Bahasa Yunani sehingga penterjemahanpun menjadi kurang tepat. 9

Pemikiran tentang keunggulan bahasa Aram sebenarnya pernah 

diangkat di dunia barat oleh seorang anggota Gereja Assiria, George 

Lamsa. Penekanan pemikiran Lamsa yaitu   bahwa teks asli Perjanjian 

Baru yaitu   Peshitta itu sendiri dan bukan Bahasa Yunani seperti yang 

diyakini selama ini oleh kebanyakan orang Kristen.

10 Ide semacam ini 

kemudian disebut dengan Peshita original. Peran signifikan dari Lamsa 

yaitu   menterjemahkan Peshitta dari bahasa Siria ke dalam Bahasa 

Inggris. Pemikiran Lamsa memang tidak banyak didukung oleh Sarjana 

Alkitab di dunia Barat.11 Bahkan, seperti dikatakan oleh seorang 

Assyriologist, Sebastian Brock, terdapat banyak kelemahan dalam 

terjemahan Lamsa.

Satu-satunya terjemahan Peshitta ke dalam Bahasa Inggris 

terlengkap yaitu   terjemahan G. Lamsa. Tetapi sayang 

terjemahan tersebut tidak selalu akurat, klaim Lamsa bahwa kitab-kitab Injil dalam Peshitta mewakili bahasa Aram asli yang 

mengungguli kitab-kitab Injil berbahasa Yunani yaitu   pendapat 

yang tanpa dasar; pandangan-pandangan semacam ini tidak 

banyak ditemukan di dalam literatur populer dan ditolak oleh 

para sarjana.12

Dengan dukungan terbatas dari gereja pada umumnya, namun 

sejarah pemikiran ini telah melawati kurun waktu yang relatif panjang. 

Keyakinan ini lebih banyak didukung oleh gereja Timur yang berbahasa 

Aram. Sebagai contoh, seorang Bapak Gereja Siria Timur, Mar Eshai 

Shimun XXXIII pada 5 April 1957 mengatakan : 

Dengan mengacu pada . . . keaslian teks Peshitta, seperti para 

leluhur dan pemimpin Gereja Kerasulan Kudus dan Gereja 

Katolik di Timur, kami ingin menyatakan bahwa Gereja Timur

telah menerima kitab-kitab di dalam Bahasa Aram yang asli, 

langsung dari tangan para Rasul yang diberkati; di dalam bahasa 

dipakai yang Tuhan Yesus Kristus sendiri; dan bahwa Peshita 

yaitu   teks dari Gereja Timur yang berasal dari era penulisan 

kitab tanpa pengalami perubahan atau revisi.13

Di era modern, bersama dengan Raphael Lataster, pendukung Peshitta 

Original maupun Aramaic Primacy mengembangkan idenya dengan 

berbasis internet. Beberapa pengelola laman yang menjadi pendukung 

gagasan ini yaitu   Paul Younan, Andrew Gabriel Roth dan David 

Bauscher.

14 Di laman yang mereka kelola, terdapat literatur, artikel 

forum diskusi dan berbagai sumber berhubungan dengan Aramaic 

Primacy. Gagasan tentang Aramaic Primacy sangat berkaitan dengan latar 

belakang kesejarahan bahasa di Timur Tengah. Sebagai bahasa dalam 

rumpun Semitik, bahasa Aram memiliki kemiripan dengan bahasa 

Ibrani, Siria dan Finesia. Pada awal-awal abad masehi, bahasa Aram 

terbagi menjadi dua jenis; yaitu bahasa Aram bagian Timur dan Barat. 

Dialek bahasa Aram bagian Barat meliputi Nabataean (dahulu dipakai 

sebagaian wilayah Arab), Palmyrene (Dipakai orang-orang Palmyra, 

bagian tenggara Damaskus), Palestinian-Christian, Judeo-Aramic, dan 

hingga sekarang bahasa Aram masih digunakan di beberapa desa di 

Libanon. 

Bahasa Suryani yaitu   sebuah dialek atau kumpulan dialek 

bahasa Aram Timur, yang berasal dari sekitar Assuristan (wilayah Asyur 

yang dikuasai oleh Persia). Istilah "Bahasa Suryani" seringkali diartikan 

"Bahasa Aram". Untuk itu para penutur Bahasa Suryani selalu 

mengidentikkan bahasa yang dituturkan tersebut sebagai Bahasa Aram. 

Namun, dari sisi ilmu bahasa, kedua istilah ini, "Bahasa Suryani" dan 

"Bahasa Aram", tidaklah sama. Bahasa Suryani yaitu   bagian dari 

Bahasa Aram, yaitu Bahasa Aram Timur Modern.

Dialek Aram Timur termasuk dialek Siria, Mandaean, Neo 

Asiria bagian Timur, dan 

dialek Talmud Babel. 

Dari beberapa dialek 

tersebut, bahasa Siria 

yaitu   bahasa yang 

cukup berkembang di 

literatur yang berasal dari 

abad 3 hingga 7 Masehi. 

Sedangkan dialek 

Mandaean yaitu   bahasa


yang digunakan oleh kelompok Gnostik di Mesopotamia. Aram Timur 

masih digunakan oleh sebagian kecil kelompok Yakobit dan Gereja 

Nestorian di Timur Tengah.

Bahasa Aram yaitu   bahasa yang dulu dipakai oleh orang Aram

kuno yang tinggal di Timur Tengah dan diyakini mulai digunakan pada 

akhir abad 11 SM. Kemudian pada abad 8 SM, bahasa ini dipakai oleh 

orang Asiria sebagai bahasa kedua setelah Akadian.

Pada zaman pembuangan, bahasa Aram dipakai oleh bangsa 

Asiria sebagai bahasa pergaulan di antara bangsa-bangsa buangan dan 

para saudagar Babel yang juga berperan penting dalam penyebaran 

bahasa Aram. Kemudian, pada abad 7 dan 6 SM, lambat laun bahasa 

Aram menggantikan bahasa Akkadia menjadi lingua franca dari daerah 

Timur Tengah. Penggunaan bahasa Aram semakin meluas hingga pada 

tahun 559-330 SM menjadi bahasa resmi kerajaan Persia hingga 

pendudukan Alexander Agung. 

Bahasa Aram masih tetap bertahan hingga kekaisaran Roma 

khususnya di Palestina dan Siria. Bahasa Aram mengganti peran bahasa 

Ibrani yang sebelumnya dipakai oleh orang-orang Yahudi pada awal 

abad 6 SM. 15 Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya beberapa bagian 

kitab Daniel dan Ezra yang ditulis dalam bahasa Aram. Hal yang serupa 

juga ditemukan di Talmud Babilonia dan Yerusalem. 

Pada masa itu, bahasa Ibrani hanya dipakai oleh orang-orang 

Yahudi di dalam konteks agama atau digunakan oleh masyarakat kelas 

atas; sementara untuk masyarakat jamak, mereka menggunakan bahasa 

Aram. Demikian juga diyakini bahwa bahasa Yesus dan para Rasul dan 

orang-orang Kristen awal berbicara dalam bahasa Aram yang merupakan 

bahasa pergaulan (lingua franca) di masa itu.16 Pada masa itu juga 

diyakini Targum17 digunakan secara luas di kalangan orang Yahudi.

Bahasa Aram terus digunakan dan menjadi bahasa pergaulan hingga 

tahun 650 sampai akhirnya digantikan oleh bahasa Arab.

Latar belakang kesejarahan ini kemudian diyakini oleh 

Kelompok Aramaic Primacist yang meyakini bahwa pengajaran Yesus 

yang disampaikan dalam bahasa Aram dan kemudian juga 

didokumentasikan kedalam bahasa Aram sebagai naskah asli Perjanjian 

Baru. Keyakinan terhadap Greek Primacy terjadi karena adanya peran 

dari Zorba, yaitu kelompok penterjemah asli yang menterjemahkan 

naskah Perjanjian Baru asli dalam Bahasa Aram ke dalam naskah 

Perjanjian Baru Bahasa Yunani.18 Dari proses penterjemahan ini, 

kemudian “naskah terjemahan” dalam bahasa Yunani lebih dikenal 

sebagai naskah asli PB dari pada originalitas naskah dalam bahasa Aram. 

Dengan keyakinan ini kelompok Aramaic Primacy ingin mengembalikan 

keaslian naskah PB pada bahasa yang diyakini sebagai bahasa asli 

naskah serta tokoh di dalam PB.

Kajian Linguistik

Raphael Lataster berusaha membuktikan bahwa Bahasa Aram 

memiliki keunggulan dibandingkan bahasa Yunani untuk memahami 

Perjanjian Baru. Ia mengatakan bahwa banyak kesalahan dan kontradiksi 

di dalam teks Bahasa Yunani yang dapat dipecahkan dengan Bahasa 

Aram.19 Bukan hanya itu saja, berbagai kebingunan di dalam teks Yunani 

dapat dijelaskan dengan tuntas oleh Bahasa Aram. Ungkapan-ungkapan 

Yesus yang selama ini salah mengerti oleh orang-orang yang tidak 

memahami bahasa Semitik. Dengan mempelajari Perjanjian Baru dalam 

bahasa Aram, akan memelihara ajaran-ajaran Yesus yang puitis. 

Aramaic Primacy mempunyai gagasan bahwa ketika pengajaran Yesus 

yang disampaikan dalam bahasa Aram kemudian diuraiakan ke dalam bahasa lain, akan terjadi “gap” bahasa. Ada gaya bahasa, ungkapan, 

maupun ciri khas Aramaic yang tidak tersampaikan secara utuh.

Pembahasan berikut ini yaitu   butir-butir kajian linguistik dari 

buku Raphael Lataster tentang “persoalan” naskah Yunani PB.

Kajian Internal Teks Gerika

Split Words

Split Word yaitu   istilah yang dipakai Lataster untuk menyebut 

polisemi atau kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Split word

atau polisemi bisa terjadi ketika ada ungkapan dalam bahasa Aram yang 

bisa memiliki makna lebih dari satu yang kemudian diterjemahkan ke 

dalam bahasa Yunani. Hal tersebut membuat pemilihan kata dalam teks 

Gerika menjadi membingungkan dan bisa terjadi kesalahan sehingga 

maksud penutur asli menjadi kabur.

20

Pola pembuktian aramaic primacy yang dilakukan oleh Lataster 

yaitu   dengan membandingkan beberapa manuskrip Yunani (Greek 

New Testament) dan/atau terjemahan bahasa Inggris kemudian 

memunculkan perbedaan-perbendaan yang ada di dalamnya. sebagai 

contoh, beberapa teks dari manuskirp Yunani akan memakai kata “Y” 

dan beberapa manuskrip yang lain mamakai kata “Z”. Sedangkan kata 

“Y” dan “Z” memiliki arti yang berbeda. Lantas kata apa yang 

sebenarnya sesuai dengan maksud penutur asli? Seharusnya ada satu 

manuskrip lain yang bisa menerangkan “Y” dan “Z” dengan satu kata 

yang tepat, misalnya kata “X” yang merupakan polisemi atau split word. 

Kebutuhan ini yang membawa penelusuran hingga ke salah satu bahasa 

Semitik yang lain yang juga merupakan bahasa asli yang dipakai oleh 

tokoh asli. Dan memang di dalam bahasa aram, ada kata yang merupakan 

polisemi dan memiliki pola yang sama seperti yang dibutuhkan oleh 

variasi dalam teks gerika. Ada kata “X” dalam bahasa Aram yang bisa berarti “Y” maupun “Z”. Hal ini yang membuat Aramaic Primacist yakin 

bahwa sebenarnya manuskrip berbahasa Yunani diterjemahkan dari teks 

Aram atau Peshitta.

Lataster memberikan beberapa contoh split word di dalam teks 

PB. Misalnya 1 Korintus 13: 3 yang berbunyi : “Dan sekalipun aku 

membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan 

tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, 

sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.” Kata yang “dibakar” memiliki 

variasi di dalam beberapa terjemahan maupun di dalam beberapa 

manuskrip Yunani. 

And though I bestow all my goods to feed the poor, and though I 

give my body to be burned, and have not charity, it profiteth me nothing.

(KJV) Terjemahan dengan kata “burned” juga ditemukan di dalam ALT, 

AMP, ASV, BBE, WE, WYC, YLT, RSV dan beberapa terjemahan lain. 

Sedangkan beberapa terjemahan seperti ISV dan NLT (New Living 

Translation), Rotherham menterjemahkan kata bagiam dengan kata 

boast (memegahkan; menyombongkan). Pertanyaan yang kemudian 

muncul yaitu   bagaimana hal ini bisa terjadi. Salah satu jalan yang biasa 

ditempuh yaitu   dengan melihat teks Yunani.

Dari penelusuran teks bahasa Yunani, ternyata juga ada variasi 

penggunaan kata. Kata καυχήσω αι (kaukJeswmai) yang berarti “Saya 

banggakan” dipakai di teks BGT, GNT yang juga ditemukan di 

manuskrip I46 I A B 048 33 1739. Sedangkan kata καυθήσωμαι

(kautJeswmai) yang berarti “Saya akan bakar”dipakai oleh BYT 

(Byzantine Text) yang juga ditemukan di manuskrip C D F G L 81 1175 

1881. Keberatan dan sekaligus saran dari Aramaic Primacist yaitu   kata 

apa yang sebenarnya benar-benar dimaksudkan oleh Paulus? Dan 

mereka menyarankan supaya mengacu kepada bahasa Aram yang 

memang dipakai pada waktu itu.

Lataster meyakini bahwa hal ini bisa dipecahkan dengan 

melakukan kajian linguistik bahasa Aram. Kata dqk (kqd) yaitu   polisemi yang bisa diartikan “to burn” atau “to boast”.21 Dengan 

penelusuran ini, diklaim bahwa kontradiksi di dalam bahasa Yunani 

dapat dijawab dengan bahasa Aram. Oleh karena itu usaha para Peshitta 

Primacists yaitu   membuat terjemahan dari teks Aram seperti yang 

dilakukan oleh Paul Younan. "And if I give all my possessions to feed 

{the poor,} and if I surrender my body so that I may boast, but do not 

have love, it profits me nothing."

22

Sebagai contoh yang lain yaitu   1 Korintus 11: 10 “Sebab itu, 

perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para 

malaikat.” KJV menterjemahkan bagian ini dengan For this cause ought 

the woman to have power on her head because of the angels. Sedangkan 

NLT menterjemahkan For this reason, and because the angels are 

watching, a woman should wear a covering on her head to show she is 

under authority. Perbedaan yang dilihat oleh Aramaic Primacist yaitu   

kata “Power” dalam KJV, Genewa, Webster dan kata “Covering” atau 

“Veil” dan beberapa variasi terjemahan yang ada dalam NLT, RSV, 

TEV, WE, Wycliffe.

Peshitta PB menggunakan kata 0n+lw4 (sholtana) dalam ayat ini. 

Kata ini yaitu   polisemi yang bisa diartikan dengan “Power” atau juga 

bisa menunjuk kepada “covering”. Jawaban dari teks ini memang 

ditetukan bagaimana Paulus berpikir dalam pola pikir Semitik. Sholtana 

di dalam kebanyakan kasus diartikan sebagai kuasa; power. Namun 

demikian, kata ini juga memiliki arti kedua bagaimana kuasa itu 

ditampilkan oleh orang yang memiliki atau tidak memilikinya. Sebagai 

contoh, jika seseorang yaitu   raja maka mahkotanya mewakili siapa 

dirinya dan juga sekaligus menyatakan kuasanya. Bagai seorang wanita, 

dalam konteks kepatuhan atau ketundukkan, tudungnya merupakan 

tanda dari yang diwakilinya juga.23

Sementara itu, tidak seperti kata sholtana, teks Gerika yang 

memakai kata ἐξουσίαν hanya berarti “power; kuasa” dan tidak memiliki makna kedua “covering”. Zorba yang diyakini sebagai penterjemah 

naskah Yunani tidak mampu menyampaikan apa yang sesungguhnya 

Paulus maksudkan.24 Aramaic primacy meyakini bahwa bentuk 

semacam ini merupakan permainan kata yang berakar pada bahasa 

Semitik dan tidak ada di dalam pengertian linguistik Yunani. 

Semi Split Words

Ide kedua yang dianggap sebagai bukti bahwa teks PB 

sebenarnya ditulis dalam bahasa Aram yaitu   semi split words. Disebut 

semi split word karena ada dua kata yang hampir sama (sebenarnya 

berbeda dan artinya bisa berlawanan) dan hanya memiliki sedikit 

perbedaan saja. Lataster mengajukan beberapa bukti linguistik dari 

beberapa teks Yunani PB. 

Roma 5:7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang 

yang benar tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang 

berani mati. Di dalam teks gerika ayat ini diyakini memiliki salah 

terjemahan oleh Aramaic Primacists. Kata orang benar (δικαίου dari 

kata δικαίοs) dan orang yang baik (ἀγαθοῦ dari kata ἀγαθοs) yaitu   kata 

yang sebenarnya tidak tepat yang dipilih oleh Zorba. 

Di dalam bahasa Aram, terdapat kata 09y4r (Rasheya) dan 0ny4r 

(Reshyana). Rasheya berarti : jahat; wicked. Sedangkan kata Reshyana 

berarti : tidak bersalah; benar; blameless; innocent. Perbedaan kedua kata 

ini hanya terletak pada huruf ayin (9) dan nun (n) yang mirip, apalagi jika 

dilihat secara sepintas di dalam kata 09y4r dan 0ny4r. Aramaic 

Primacists menduga bahwa sebenarnya telah terjadi kesalahan menyalin 

dari teks Aram ke dalam bahasa Yunani oleh Zorba. Kata “orang benar; 

righteous; δικαίου” yaitu   kata yang tidak tepat di dalam teks Gerika

dan kemudian juga menjadi salah ketika diterjemahkan kedalam bahasa-

bahasa lain karena. Zorba telah salah membaca 09y4r (Rasheya) menjadi

0ny4r (Reshyana).

Roma 5:7 seharusnya berbunyi : Sebab tidak mudah seorang mau 

mati untuk orang jahat (09y4r , Rasheya) tetapi mungkin untuk 

orang yang baik ada orang yang berani mati. Hal ini dikatakan 

oleh Paulus untuk menkontraskan karya Yesus dan pemikiran 

manusia pada umumnya. Karya Kristus yang begitu agung dan 

mulia, mau mati untuk orang jahat (Rasheya) seperti yang 

dijelaskan oleh konteks ayat 8 : Akan tetapi Allah menunjukkan 

kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, 

ketika kita masih berdosa.25

Penelusuran semacam ini dianggap sebagai salah satu bukti aramaic 

primacy. Untuk mencari penjelasan yang lebih logis, aramaic primacists 

mengaitkan istilah maupun kata di dalam bahasa Aram yang sekiranya 

memberikan indikasi dan dukungan pada ide bahwa bahasa Aram yaitu   

bahasa yang lebih baik digunakan untuk memahami PB; maupun 

berusaha membuktikan bahwa bahasa asli naskah PB yaitu   Aram.

Puisi dan Permainan Kata

Kerangka berpikir yang juga digunakan oleh pendukung aramaic 

primacy yaitu   berhubungan dengan unsur sastra yang kemungkinan 

akan terdistorsi atau mungkin hilang ketika menterjemahkan bahasa 

penutur asli PB kedalam bahasa lain. Ada unsur sastra seperti di dalam 

puisi dan permainan kata (poetry and word play) yang akan hilang. Di 

dalam sastra Timur Tengah terdapat rima atau sajak yang bukan hanya 

mempercantik sastra tetapi juga membuat pendengarnya mudah 

menangkap pesan yang disampaikan.

Salah satu contoh yang diangkat oleh kelompok ini yaitu   Doa 

Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus. Berikut ini yaitu   kutipan Matius 6:9-13 di dalam transliterasi Alkitab bahasa Aram; Indonesia 

Terjemahan Baru dan King James Version dan.

Awon d’washmayya /Bapa kami yang di surga/Our father which art in 

heaven

nith-Qaddash Shmakh /dikuduskanlah nama-Mu/Hallowed be thy 

name

Teh-teh Malkothakh /datanglah kerajaan-Mu/Thy kingdom come

Nehweh sow-ya-nakh /Jadilah kehendak-Mu/Thy will be done

Aykanna d’washmaya ap b’ar-aa /di bumi seperti di surga/ In earth as 

it is in heaven

Haw-lan lakh-ma /berikanlah pada hari ini/give us this day

d’son-qa-nan yo-ma-na /makanan kami yang secukupnya/our daily 

bread

w’ashwooq lan lhaw-beyn /ampunilah kami akan kesalahan kami/ And 

forgive us our debt

aykanna d’ap akhanan shwaqan I’khay-ya-weyn /seperti kami juga 

mengampuni orang yang bersalah kepada kami/As we forgive our 

debtors

w’la taa-lan I’nis-yo-na /dan janganlah membawa kami kedalam 

pencobaan/ And lead us not into temptation

ella passan min bee-sha /tetapi lepaskan kami dari yang jahat/But 

deliver us from evil

mottol de-lakh he mal-ko-tha /karena Engkaulah yang empunya 

kerajaan/ For thine is the kingdom

w’ khayla /dan kuasa/ And the power

w’tishbokhta/dan kemuliaan/ And the glory.

I’ alam, almen, amen /sampai selama-lamanya, amin/forever, amen

Kutipan Doa Bapa Kami (The Lord’s Prayer) di atas diyakini 

disampaikan Tuhan Yesus di dalam bahasa Aram sebagai bahasa 

komunikasi sehari-hari pada waktu itu. Keyakinan lain yang juga ada 

yaitu   bahwa pada waktu itu Tuhan Yesus tidak hanya sekedar berkata-kata di dalam doa, tetapi Tuhan Yesus memasukkan unsur-unsur sastra 

di dalam doa-Nya. Ia menggunakan sajak dan rima di dalam doa ini. 

Kutipan di atas menunjukkan bagaimana Tuhan Yesus menggunakan 

permainan rima di dalam doanya di setiap akhir kalimat. Bagian yang 

dicetak tebal yaitu   persamaan vokal yang membuat doa ini selayaknya 

syair para pujangga. 

Bagian pertama dengan rima “akh-akh-akh”, bagian kedua 

“aya-aa”, bagian ketiga “ma-na”, keempat “eyn-eyn”, kelima “na￾sha”, keenam “tha-la-ta”, ketujuh “men-men”. Memang hal yang perlu 

diyakini yaitu   Tuhan Yesus bukan hanya sekedar mengajar, tetapi 

sungguh-sungguh sengaja menolong para murid dengan persiapan dan 

metode yang maksimal. Hal-hal semacam ini sangat banyak dijumpai 

digunakan oleh Tuhan Yesus dan di dalam teks PB; salah satu cara 

termudah untuk menghafal sesuatu yaitu   dengan menggunakan rima.26

Dengan sajak dan rima yang indah akan memberi kesan kepada para 

murid dan membuat mereka mudah menangkap apa yang ingin 

disampaikan oleh Sang Mahaguru.

Ungkapan dalam Bahasa Semitik (Semitic Idioms)

Ungkapan yaitu   salah satu unsur sulit dalam kajian linguistik. 

Tidak ada rumus atau pola untuk memahami ungkapan. Ditambah lagi 

konteks budaya, bahasa, geografis, topografi dan berbagai hal lain yang 

membuat ungkapan harus dimengerti dengan mempertimbangkan 

berbagai hal tersebut. Setiap bahasa memiliki ungkapan tersendiri, 

demikian juga di dalam bahasa rumpun Semitik. Alkitab memuat banyak 

ungkapan (idiom) yang sangat berkaitan erat dengan berbagai faktor 

yang telah disebutkan. Tidak mungkin untuk menterjemahkan ungkapan 

atau memakai bahasa lain termasuk bahasa Yunani untuk menerangkan 

atau menterjemahkan ungkapan yang disampaikan di dalam bahasa 

Aram.

Lataster membuat daftar ungkapan di dalam PB yang diyakini 

akan mendistorsi makna asli ungkapan-ungkapan tersebut jika berusaha 

di terjemahkan atau digantikan dengan ungkapan dalam bahasa lain yang 

memiliki arti yang relatif sama. Markus 16:18 mengandung salah satu 

idiom khas gaya bahasa Semitik. 

. . . mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum 

racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan 

meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan 

sembuh.

“Mereka akan memegang ular” (They shall take up serpents- KJV) 

yaitu   ungkapan Semitik. Terjemah ular dalam Bahasa Indonesia atau 

sepents (dalam Bahasa Inggris) karena merujuk kepada teks Gerika 

“ὄφεις (ofeis)” yang berasal dari kata “ὄφις (ofis)”. Sedangkan, 

ketika ungkapan ini disampaikan Tuhan Yesus dalam Bahasa Aram, 

ungkapan ini tidak dimaksudkan untuk dimengerti secara literal. 

Aramaic Primacists berargumentasi bahwa Zorba yaitu   pihak yang 

bertanggung jawab karena menterjemahkan ungkapan Semitik secara 

literal kedalam Bahasa Yunani.

Di dalam ungkapan Semitik, kata “0twwxw (Okhot’a)”yang bisa 

berarti “musuh; enemy”. Dengan mempertimbangkan unsur ungkapan 

Semitik yang tidak bisa serta merta diterjemahkan secara literal, 

kelompok Aramaic Primacy memberikan terjemahan yang dinilai lebih 

tepat untuk ayat ini : “they will handle their enemies (mereka akan 

mengalahkan musuh-musuh mereka)”. Lataster memberikan daftar 

ungkapan Semitik lain yang juga dinilai tidak tepat di dalam ekpresi 

bahasa Yunani, seperti : penggallah (Markus 9:43-47); mata hati (Efesus 

1:18); keluarga; household (Efesus 2:19); kasih mesra Yesus Kristus 

yang di dalam beberapa versi bahasa Inggris : bowels of Jesus Christ (Fil. 

1:8), dan beberapa ungkapan yang lain. 28 Bahasa Semitik yang kaya 

dengan sastra memang memerlukan kajian mendalam untuk memahaminya. Pendekatan Hermeneutika sangat diperlukan untuk 

memahami teks-teks yang semacam ini.

Selain kajian linguistik tersebut di atas, Lataster di dalam was the 

new testament written in Greek juga mengajukan beberapa kajian 

sebagai pendukung Aramaic Primacy yang diusulkannya. Ada beberapa 

bukti lain tentang bahasa Aram sebagai bahasa asli naskah PB. Berbagai 

variasi penggunaan kata, kata serapan, unsur gramatikal bahasa Yunani 

dan beberapa hal yang lain. Berbagai bukti tersebut diangkat dalam 

rangka memberikan bukti bahwa bahasa Aram lebih unggul dan kaya 

dibandingkan dengan bahasa lain termasuk Bahasa Yunani ketika 

dipakai untuk mempelajari PB.

Kajian Historis-Lingustik Teks Asli Perjanjian Baru

Sejarah Linguistik Dunia Lahirnya Perjanjian Baru

Sejarah memberikan bukti yang cukup bahwa Galilea dan Yudea 

abad pertama menggunakan bahasa Aram sebagai bahasa utama 

penduduk asli daerah-daerah ini. Bukti-bukti dari kitab Perjanjian Baru 

juga mendukung hal ini dengan memberikan beberapa nama tempat dan 

beberapa kata-kata Yesus dalam bahasa Aram. bahasa Aram sebagai 

salah satu rumpun dalam bahasa Semitik telah dicatat dalam sejarah 

selama 3.000 tahun. Bahasa ini pernah menjadi bahasa pemerintahan 

berbagai kekaisaran serta bahasa untuk upacara kegamaan. Memang 

Perjanjian Baru lahir di abad pertama dengan konteks bahasa Aram yang 

digunakan, namun bukan berarti secara otomatis naskah asli kitab PB 

menggunakan bahasa Aram.

Sejarah linguistik Timur Tengah telah berlangsung ribuan tahun 

bahkan sebelum bahasa Aram digunakan. Perkembangan bangsa-bangsa 

Timur Tengah telah membawa pengaruh signifikan terhadap 

perkembangan dan “evolusi” bahasa di daerah itu. Penaklukkan, 

pembuangan membuat akulturasi budaya dan bahasa terjadi secara natural. Bahasa Akkadian dan Ibrani yang awalnya digunakan oleh 

bangsa-bangsa di Timur Tengah lambat laun digeser oleh bahasa Aram

seiring dengan semakin kuatnya kerajaan Persia; hingga abad 6 SM 

sebelum akhirnya digantikan oleh bahasa Arab meskipun beberapa 

wilayah masih menggunakan bahasa Aram. Pendudukan kekaisaran 

Roma juga kemudian menggeser penggunaan bahasa Arab dan Aram di 

beberapa wilayah di Timur Tengah. 

Pada abad pertama masehi dari penjajahan Romawi di Israel, 

orang Yahudi dipercaya bukan hanya menuturkan bahasa Ibrani dan 

Aram tetapi juga Yunani yang merupakan bahasa administrasi dan 

perdagangan Romawi, dan telah dipahami oleh orang yang berada dalam 

lingkup pengaruh urban. Bahkan bahasa Latin yang dituturkan oleh 

tentara Romawi, sedikit banyak juga memberi pengaruh pada sejarah 

linguistik di Israel.

Meskipun tidak dapat dipastikan bahwa Yesus mengajar dalam 

bahasa Yunani. Namun dari beberapa kajian lingustik dan sejarah PB, 

terdapat kemungkinan bahwa Yesus juga mengerti bahasa Yunani, 

karena bahasa ini yaitu   lingua franca daerah Timur Tengah bagian barat 

selama tiga abad, dan juga merupakan bahasa resmi wilayah timur 

Kekaisaran Romawi. Pada masa itu, orang Israel masih mempertahankan 

bahasa Ibrani meskipun dalam konteks ekslusif eliter kaum cendikiawan 

dan bukan bahasa pergaulan sehari-hari.

Bahasa Palestina Abad Permulaan dalam Literatur Kristen

Greek Primacy yaitu   keyakinan yang dipegang secara umum 

oleh orang Kristen selama berabad-abad. Keyakinan ini memegang 

bahwa naskah asli Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine. 

Dari naskah asli inilah kemudian PB disalin atau diterjemahkan kedalam 

berbagai bahasa yang lain atau yang lazim disebut dengan manuskrip￾manuskrip.Hubungan bahasa Aram dengan Alkitab juga tidak bisa 

dilepaskan dari keberadaan Targum yang berasal dari sejak awal 

pembuangan. Pada abad ke-6 SM, ketika bangsa Yahudi dibuang ke 

Babel dan ketika bahasa Aram menjadi bahasa pergaulan umum (lingua 

franca) bagi orang-orang Yahudi yang hidup dalam pengasingan di 

wilayah Mesopotamia dan Timur Tengah mulailah dibuat beberapa 

terjemahan awal Taurat Yahudi. Hal ini dilakukan karena semakin 

banyak orang yang hanya bisa berbicara bahasa Aram dan tidak lagi 

memahami bahasa Ibrani kuno, maka Targum dibuat agar orang awam 

juga dapat memahami Taurat yang tertulis di dalam bahasa Ibrani.

Pergeseran peta kekuatan di Timur Tengah dari Persia menuju 

pendudukan Roma juga mempengaruhi budaya yang berlaku disana. 

Budaya Helenistik termasuk di dalamnya bahasa Yunani lambat laun 

mengambil alih bahasa Aram yang sebelumnya menjadi bahasa yang 

umum dipakai di dalam berbagai bidang termasuk di dalam bidang 

keagamaan. Budaya Yahudipun mulai berakulturasi dengan budaya 

Yunani yang dikenal dengan Yudaisme Helenistik. Aleksandria telah 

menjadi pusat Yudaisme Helenistik Pada abad ke-3 SM, sehingga bahasa 

Yunani Koine mulai menjadi bahasa utama para penganut Yahudi di 

daerah Mesir dan Afrika. 

Hengel di dalam The ‘Hellenization’ of Judaea in the First 

Century after Christ memberikan beberpaa peneguhan tentang 

penggunaan bahasa Yunani di abad-abad awal setelah Kristus. 

Di Galilea pada waktu itu sudah ada semacam sekolah yang 

setingkat dengan institusi-institusi pendidikan tinggi yang ada di 

Antiokia dan Alexandria yang memberikan pembelajaran 

menggunakan bahasa Yunani. Salah satu tokoh yang mendapat 

pelatihan retorika di dalam pendidikan berbahasa Yunani di 

Tiberias yaitu   Justus pada zaman Herodes Antipas dan Agrippa 

II. Salah satu pemuka gereja Yerusalem yang dikenal sebagai 

Yosepus juga diyakini berbicara bahasa Yunani meskipun tidak sebagai Justus yang mendapatkan pendidikan formal di 

Tiberias.29

Pada zaman itu, di dalam konteks akademik dan keagamaan, 

pemuka agama seperti Yosepus memang belajar baik bahasa Ibrani dan 

Yunani. Bahasa Ibrani digunakan oleh para imam di Bait Allah dan para 

ahli kitab di sinagoga-sinagoga dan dalam diskusi keagamaan. Bahasa 

Yunani digunakan selain di dalam dunia akademik, juga dipakai di dalam 

urusan bisnis, urusan niaga dan administratif di lingkungan menengah ke 

atas. Sedangkan bahasa Aram digunakan sebagai bahasa komunikasi

sehari-hari yang lebih umum. Hengel menyebut Yudea, Samaria dan 

Galilea sebagai wilayah bilingual atau bahkan lebih tepatnya trilingual.30

Penggunaan berbagai bahasa di wilayah Galilea pada waktu itu 

disinggung di dalam Yohanes 19: 20 “Banyak orang Yahudi yang 

membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya 

dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin 

dan bahasa Yunani.” Bersama dengan bahasa Ibrani dan Latin, bahasa 

Yunani juga dikenal dan dipakai dalam menyebaran informasi kepada 

publik. 

Kajian historis juga didukung oleh bukti internal dari dalam 

Alkitab sendiri. Kisah Para Rasul sebagai rekaman perkembangan gereja 

abad pertama yang merupakan masa di mana sebagian kitab dalam PB 

dicatat memberikan bukti bahwa bahasa Yunani memang lazim 

digunakan. Kisah Para Rasul 6: 1 mencatat bahwa pada zaman itu 

terdapat orang-orang Yahudi berbahasa Yunani. Kelompok ini disebut di 

dalam istilah lain dengan Grecians. Secara kebangsaan mereka yaitu   

orang Yahudi, tetapi secara budaya dan bahasa mereka sudah 

terpengaruh budaya Helenistik. Ayat berikutnya juga menegaskan 

bahwa bahasa Yunani digunakan oleh tokoh dan sekaligus penulis 

Alkitab. Kisah Para Rasul 9:28-29 menceritakan bahwa Paulus berbicara 

dan bersoal jawab dengan orang Yahudi berbahasa Yunani. Tentulah bahasa yang digunakan Paulus yaitu   Bahasa Yunani, dan bukan bahasa 

Aram maupun bahasa Ibrani. Lawan bicara Paulus bukanlah orang non 

Yahudi (Gentiles) tetapi orang Yahudi yang berbahasa Yunani (Greek –

Speaking Jews).

Secara lebih khusus, bahasa Yunani memiliki pengaruh yang 

signifikan di dalam literatur Yahudi. 

Talmud mencatat bahwa firaun Ptolemaios II Philadelphus 

(memerintah tahun 285-246 SM) menugaskan 72 ahli kitab 

Yahudi untuk menerjemahkan Alkitab Ibrani, terutama Taurat, 

ke dalam bahasa Yunani. Lambat laun (diketahui baru lengkap 

tahun 132 SM), seluruh kitab-kitab juga diterjemahkan menjadi 

suatu versi yang disebut Septuaginta, suatu nama yang baru 

populer 600 tahun kemudian, sekitar tahun 354-430 M, “pada 

zaman Augustinus dari Hippo.”31

Septuaginta (dikenal dengan singkatan "LXX") merupakan terjemahan 

bahasa Yunani pertama, dan kemudian diterima sebagai teks standar oleh 

gereja Kristen mula-mula (sejak abad ke-1 M), serta menjadi dasar dari 

Perjanjian Lama Alkitab Kristen.

Di dalam ranah sosial, penggunaan bahasa Yunani di lingkungan 

Tuhan Yesus juga terlihat dari beberapa nama murid-murid-Nya. 

Andreas dan Filipus yaitu   nama Yunani. Sedangkan dua murid yang 

lain diyakini memiliki nama Yunani yang “diaramkan.” Tadeus yang 

patut diduga sebagai kependekan dari nama Yunani Theodotus dan 

Bartholomeus yang kemungkinan berasal dari nama Bartholomaios yang 

terdiri dari bar (bin; anak dari) Ptolemaios. 

Kemudian, pada abad ke-3 M, pemakaian Bahasa Yunani Koine 

semakin luas termasuk di dalam bidang keagamaan dengan 

ditemukannya beberapa manuskrip tertua yang masih tersimpan sampai 

sekarang yaitu Codex Vaticanus Graecus 1209, Codex Sinaiticus dan 

Codex Alexandrinus. Manuskrip-manuskrip ini dimulai dengan sejarah dimana pada tahun 331, kaisar Romawi, Konstantinus I, menugaskan 

Eusebius untuk menyediakan 50 jilid Alkitab bagi gereja di 

Konstantinopel. Athanasius (Apol. Const. 4) mencatat bahwa juru-juru 

tulis asal Aleksandria, sekitar 340 orang, menyediakan Alkitab-Alkitab 

untuk Konstantinus. 32 Tidak banyak lagi diketahui mengenai hal ini, 

tetapi diduga bahwa upaya ini mendorong kanonisasi Perjanjian Baru.

Selanjutnya, pada abad Ke-5 M, mulai muncul terjemahan ke 

dalam bahasa Suryani, yaitu Peshitta, bahasa Koptik, bahasa Nubia kuno, 

bahasa Ge'ez di Etiopia dan bahasa Gregoria. Ada juga yang meyakini 

bahwa Peshitta berasal dari masa yang lebih tua, yaitu abad ke-2 SM. 

Bagian Perjanjian Lama Peshitta diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani 

dari bahasa Ibrani, dan bagian Perjanjian Baru Peshitta diterjemahkan 

dari bahasa Yunani.33 Terjemahan ini sekarang diyakini berasal dari 

terjemahan yang lebih kuno lagi, misalnya dalam bahasa Suryani dialek 

Aram, termasuk Peshitta dan Diatessaron, harmoni Injil, serta dalam 

bahasa Etiopia (bahasa Ge'ez) dan bahasa Latin kuno, yaitu Vetus Latina 

dan Vulgata yang mulai ada dan terus menerus disalin pada abad 

pertengahan.

Bukti Linguistik

Kajian linguistik teks Perjanjian Baru sangat menarik untuk 

dilakukan guna melihat bahasa asli yang mula-mula digunakan penulis 

asli ketika menuliskan Firman Tuhan. Kajian linguistik teks PB 

menguatkan keyakinan Greek Primacy yang meyakini bahwa kitab PB 

ditulis dalam bahasa Yunani. Kajian yang bisa dilakukan yaitu   dengan 

melihat pola penterjemahan istilah yang dilakukan oleh penulis. Pelaku 

cerita atau tokoh asli di dalam Alkitab berdialog menggunakan bahasa 

Aram dan beberapa istilah Ibrani yang kemudian direkam oleh penulis dan diceritakan kembali dalam bentuk tulisan dalam bahasa Yunani. 

Kenyataan ini membuat adanya beberapa istilah bahasa Aram yang harus 

diberikan catatan secara khusus dalam bahasa Yunani oleh penulis.

Yohanes 1: 35-42 memuat beberapa bukti tentang hal iniDi ayat 

38b, dikatakan di sana : . . . kata mereka kepada-Nya: "Rabi (artinya: 

Guru), di manakah Engkau tinggal?" Yohanes memberikan terjemahan 

untuk kata “rabi” yang yaitu   istilah Ibrani dengan istilah Yunani

διδάσκαλε (didaskale). Kemudian di ayat 41 : . . . dan ia berkata 

kepadanya: "Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)." Kata 

Mesias yang yaitu   istilah Ibrani diberi terjemahan tambahan istilah 

Yunani Χριστός (KJristos). Sedangkan di ayat 42 terdapat satu 

lagi bukti tentang pemakaian bahasa Yunani untuk menulis PB. "Engkau 

Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)." 

Kata “Kefas” yaitu   kata bahasa Aram yang kemudian diberi terjemahan 

tambahan oleh Yohanes (ὃ ἑρμηνεύεται Πέτρος – yang artinya : Petrus). 

Istilah “Rabi” dan “Mesias” yaitu   bahasa Ibrani; sedangkan “Kefas” 

yaitu   bahasa Aram. Jika Hebraic Primacy atau Aramaic Primacy benar, 

maka pola penterjemahan yang dilakukan oleh penulis tidak perlu 

diterjemahkan.

Penterjemahan ini dilakukan untuk menolong pembaca yang 

berbahasa Yunani dan tidak terbiasa dengan istilah “Rabi” dan “Mesias” 

dalam bahasa Ibrani Yohanes menulis dalam bahasa Ibrani kepada 

penulis Ibrani, tentu ia tidak perlu memberikan catatan terjemahan 

tambahan. Demikian juga dengan istilah Aram “Kefas” yang diberi 

catatan tambahan dengan terjemahan Yunani. Jika Yohanes menulis 

dalam bahasa Aram, tentu ia tidak perlu memberikan terjemahan dengan 

istilah Yunani untuk istilah Aram yang khas seperti tersebut di atas.

Pola semacam ini banyak ditemukan di berbagai tempat di 

seluruh PB, khususnya berkaitan dengan istilah-istilah khusus, nama 

tempat atau orang. Di dalam Yohanes 9:1-7 terdapat nama sebuah kolam 

yang memiliki nama dari kata bahasa Ibrani “Siloam” yang disebut di 

dalam cerita ini. Yohanes memberi arti tambahan dalam bahasa Yunani

ἀπεσταλμένος, “Yang diutus.” Kemudian Matius 1: 18-23 menyebut nama “Imanuel” yang merupakan kata bahasa Ibrani dengan 

memberikan tambahan terjamahan μεθ᾿ ἡμῶν ὁ Θεός; Allah beserta 

dengan kita.