• coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

  • kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label kusnul kotimah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kusnul kotimah. Tampilkan semua postingan

kusnul kotimah

Setiap orang yang beriman sangat menginginkan agar akhir kehidupannya di dunia 
ditutup dengan sesuatu yang baik. Mati saat sedang melakukan ibadah, mati saat 
berjuang di jalan Allah جل جلاله, mati yang pengurusan jenazahnya tidak banyak merepotkan 
orang yang ditinggalkannya, mati dengan wajah yang berseri-seri merupakan diantara 
berbagai tanda yang menunjukkan seseorang mati dalam kondisi yang baik. Akhir 
kehidupan seseorang dalam kondisi baik ini dikenal dengan istilah husnul khatimah.
Ada banyak kaum muslimin berkeinginan menggapai husnul khatimah, namun tidak 
sedikit dari mereka belum mengerti betul apa hakikat husnul khatimah dan bagaimana 
cara meraihnya. Yang banyak mereka tahu hanya seputar bahwa husnul khatimah adalah 
akhir kehidupan seseorang yang ditandai dengan pelbagai tanda yang sebagiannya telah 
disinggung diatas.
Padahal, jika kita dapat menelaah lebih detil bahwa tanda-tanda husnul khatimah
yang banyak diketahui orang itu bukanlah patokan utama seseorang mati dalam keadaan 
husnul khatimah. Sebab diantara tanda-tanda husnul khatimah yang nanti akan diuraikan 
lebih rinci bisa terjadi kepada siapa saja, baik muslim maupun non muslim, baik yang taat 
maupun yang bermaksiat.
Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan dipaparkan bagaimana husnul khatimah
dalam pandangan seorang tokoh kontemporer ternama, yaitu Mahmud Al-Mishri, yang 
dalam beberapa ceramah maupun karya tulisnya, terutama dalam bukunya berjudul: Ath￾Thariq Ila Husnil Khatimah memuat pemahaman tentang husnul khatimah, tanda-tanda 
dan sebab-sebabnya serta beberapa contoh orang-orang yang mendapatkan husnul 
khatimah.

Biografi Mahmud Al-Mishri
Adalah seorang cendikiawan muslim kontemporer asal Mesir. Lahir di Kairo, Mesir, 
05 Juni 1962 (wikipedia, 2018). Namanya Mahmud Ali Muhammad Al-Mishri, lebih 
dikenal dengan panggilan Abu Ammar Mahmud Al-Mishri. Ia banyak menetap di Mekkah 
Al-Mukarramah, Kerajaan Saudi Arabia. Meraih gelar Bachelor setingkat sarjana strata-1 
bidang pelayanan publik. Kemudian ia menimba ilmu dari beberapa ulama Mesir dan 
Saudi. Mendapat ijazah Kutub Sittah dan semua ulum syar`i dari Dr. Muhammad Ismail al￾Muqaddam. Mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas California, USA 
sebagai tujuh tokoh yang paling berpengaruh di Timur Tengah (Syakur, 2018).
Karya tulis beliau mencapai 270 buku yang sebagian besarnya tentang ulum syar`i, 
sejarah, biografi dan pendidikan. Sampai saat ini ia telah menyampaikan materi tentang 
dakwah dan ulum syar`i lebih dari 2500 materi. Diantara karya tulisnya yang paling 
penting adalah: 
1. Syarh Riyādu Shālihīn 7 jilid
2. Ashābu Rasul 2 jilid
3. Qishsashul Anbiya
4. Sīratu Rasul
5. Rihlah Ilā Dāril Akhirah
6. Asrārul Fitnah Baina Shahābah
7. Qishashu At-Tabīn
8. Al-Fiqh Al-Muyassar Lil Mar`ah Al-Muslimah
9. Al-Khulafa Ar-Rāsyidun 
10.Syarh Al-Ahādits Al-Qudsiyah
11. Lā Tahzan Wabtasim Lil Hayah
12. Qishashul Qur`ān
13. Ahādīts Nihāyatil `Alam
14. Rijal Lā Yansahumu At-Tārikh
15. Nisāul Anbiya
16. Limādza Aslama Haula
17. 1000 Suāl wa Jawāb Fil `Aqidah
18. Mausu`ah Ahlāk As-Salaf
19. Mausu`ah Al-Qadha wal Qadr
20. At-Tharīq Ila Husnil Khātimah
21. Al-Khauf Min Sūil Khātimah
Dalam kurun waktu 28 tahun ia sudah terjun dalam dunia dakwah. Saat ini ia dikenal 
sebagai seorang da`i internasional dan sering mengisi kajian dan ceramah di beberapa 
stasiun televisi, kanal youtube, facebook dan sosial media lainnya (Facebook, 2013)
Selain buku Semua Ada Saatnya, beberapa karya Syaikh Al-Mishri lainnya telah 
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar 
diantaranya Rihlah Ilā Dāril Akhirah (Tamasya ke Negeri Akhirat) dan Qashash Al-Qur’an 
li Al-Athfāl (Kisah Istimewa Al-Qur’an untuk Anak) (Syakur, 2018).
Ia bercerita tentang perjalanannya dalam menuntut ilmu: 
“Saya termasuk orang yang terlambat dalam menuntut ilmu syariah. Tapi berkat 
kemuliaan Allah جل جلاله saya telah berhasil menghafal Al-Quran penuh. Kemudian 
menghafal mutun hadits-hadits dari Shahih Al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya. 
Saya juga telah banyak membaca kitab-kitab tafsir Al-Qur`an Al-Karim. Lalu berusaha 
dengan sunguh-sungguh mempelajari fiqh, sirah dan berbagai ulum syar`i lainnya. 
Saya tidak akan melupakan jasa Syeikh Muhammad Abdul Maqshud, Syeikh Abu Ishaq 
Al-Huwaini, Dr. Zaki Abu Sari` guru tafsir di Fakultas Dirasah Al-Islamiyah Universitas 
Al-Azhar, mereka semua berhak mengantongi kemuliaan yang tinggi. Semoga Allah جل جلاله
memberi balasan yang terbaik untuk mereka semua”(elfaruq, 2008).
B. Pengertian Husnul Khatimah
Husnul Khatimah berasal dari bahasa arab ن سْ حُ yang berarti baik dan ُمةَ
 yang berarti ال َخاتِ
akhir. Kalimat ini secara terperinci tidak ditemukan dalam kamus bahasa Indonesia, 
namun bukan istilah yang asing di telinga orang Indonesia, khususnya yang beragama 
Islam. Istilah ini digunakan untuk mengungkapkan akhir kehidupan yang baik atau 
kondisi yang baik saat menghadapi kematian.
Padanan kata hasan adalah jamal yang berarti baik, bagus, indah. Al-Ashma`i 
membedakan penyebutan keduanya, saat menyebut indah kedua bola mata dengan 
menggunakan hasan, dan saat menyebut baik hidung seseorang maka menggunakan kata 
jamal. Lawan kata hasan adalah qabih yang berarti jelek atau buruk. Ar-Raghib 
menjelaskan bahwa al-husnu adalah ungkapan untuk segala kebaikan yang disukai. Ada 
tiga bentuk kebaikan, yaitu: a. kebaikan akal, b. kebaikan nafsu, dan c. kebaikan fisik. Kata 
hasan dalam Al-Qur`an lebih banyak digunakan untuk menunjukkan kebaikan yang dapat 
dipandang oleh mata hati nurani (bashirah).( Muhammad bin Muhammad bin Abdul 
Razaq Al-Husaini, Taaj Al-`Arus min Jawahir Al-Qamus, Daarul Hidayah, tt. Maktabah 
Syamilah, vol. 34, hlm. 418.) 
Dalam penelitiannya Abdul Lathif Abdullah Al Jibrin menerangkan secara terperinci 
pengertian husnul khatimah bahwa istilah husnul khatimah terbentuk dari dua kata, yaitu 
husnun dan khatimatun. Secara bahasa husnun bentuk masdhar dari asal kata hasan
berarti sesuatu yang diterima oleh jiwa dan condong terhadap apa yang ingin diperbuat 
tabiat. Al-hasan berarti al-maqbul (yang diterima), al-mardhi (yang diridhai). Sedangkan 
al-hasanah berarti kebaikan yang dengannya mendapatkan pujian di dunia dan 
mendapatkan pahala di akhirat. Lanjutnya, khatimah hanya memiliki satu makna yakni 
tercapainya akhir sesuatu (Al-Jibrini, 2007). 
Setelah menerangkan dua kata yang terangkai jadi istilah husnul khatimah, Al-Jibrini 
kemudian menyebutkan maksud dari istilah husnul khatimah itu dengan mengatakan: 
Diberinya seorang hamba taufiq (pertolongan dan bimbingan) sebelum kematiannya 
untuk menjauhi segala hal yang di benci oleh Allah جل جلاله, bertaubat dari segala dosa dan 
maksiat, bersegera melakukan ketaatan dan amal shalih. Kemudian ia mati dalam 
kondisi saat melakukan kebaikan yang dimaksud (Al-Jibrini, 2007).
Senada dengan pendapat di atas, Hosyam Mansur menerangkan bahwa husnul 
khatimah adalah satu keadaan di mana Allah SWT memberikan taufiq kepada seorang 
hamba agar menjauhkan dari sesuatu yang dibenciNya, menyesali dan bertaubat dari 
perbuatan dosa dan maksiat, bergegas dan istiqamah (konsisten) dalam ketaatan dan 
amal shalih sehingga jika seorang hamba wafat berada dalam kondisi tersebut (Hasan,
tt).
Dari beberapa keterangan di atas dapat difahami bahwa husnul khatimah itu 
merupakan istilah untuk menyebut suatu kondisi dimana seseorang mati dengan telah 
bertaubat kepada Allah SWT dan sedang dalam beramal baik secara konsisten.
Menurut keterangan yang telah dipaparkan di atas, seseorang akan mendapatkan 
husnul khatimah manakala melalui proses pertaubatan kepada Allah جل جلاله dari segala bentuk 
dosa dan maksiat serta konsisten dalam menjalankan segala bentuk ketaatan kepadaNya.
C. Tingkatan Husnul Khatimah
Dalam salah satu artikel diterangkan bahwa husnul khatimah sebagaimana kondisi 
dalam kehidupan manusia memiliki tingkatan. Hal ini dikemukakan oleh Abdul Latif 
Abdullah Al-Jibrini dengan mengatakan:
“Husnul khatimah memiliki tingkatan, paling sederhana ketika seseorang mati masih 
menjaga iman dan islamnya. Kemudian diatasnya, saat menjelang kematian 
seseorang, ia senantiasa sibuk dalam mengingat Allah جل جلاله, larut dalam mencintai 
kebenaran dan sunnah nabinya serta sangat merindu bertemu dengan Yang Maha Al￾Haq, Allah جل جلاله. Lalu tingkatan paling tinggi adalah mereka yang menjelang kematiannya 
menjaga tingkatan pertama dan kedua serta di akhir hayatnya dapat mengucapkan 
kalimat tauhid ‘laa ilaaha illallah’”(Al-Jibrini, 2007).
Pendapat tersebut menyatakan bahwa husnul khatimah itu terdapat tiga tingkatan: 
pertama, mati dalam menjaga keyakinannya sebagai muslim. Menurut pendapat diatas, 
seorang muslim masih dapat dikategorikan sebagai orang yang bisa mendapat husnul 
khatimah bagaimanapun kualitas amaliyah ibadah sehari-harinya, asalkan pada saat dia 
wafat masih dalam keyakinan Allah جل جلاله sebagai Tuhannya dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai 
utusanNya. Hal ini didasari pada firman Allah جل جلاله dalam Al-Qur`an Surat Ali Imran [3] ayat 
102: 
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar 
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan 
beragama Islam.” 
Kedua, seseorang yang mati dalam keadaan ia senantiasa menjaga kewajiban dan 
sunnah-sunnahnya, karena menjaga kewajiban dan sunnah itu hal yang Allah جل جلاله cintai. 
Dalam satu Hadits Qudsi riwayat Imam Al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 
`anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم meriwayatkan dari Allah جل جلاله berfirman:
“...Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali 
beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu 
mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah diluar yang 
fardhu) maka Aku akan mencintainya...”.
Ketiga, seorang muslim yang menjaga kewajiban dan sunnahnya serta di akhir 
hayatnya mampu melafadzkan kalimat tauhid. Sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم yang 
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari sahabat Abdullah bin Mas`ud radhiallahu `anhu: 
“Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘laa ilaaha illallah’, maka dia akan 
masuk surga”.
Dari keterangan yang dipaparkan diatas, dapat difahami bahwa seseorang dapat 
dikatakan mati dalam keadaan husnul khatimah setidaknya pada saat ia mati masih 
berpegang pada keyakinannya sebagai muslim. Dan jauh lebih utama, seseorang betul￾betul akan mendapatkan husnul khatimah manakala keyakinannya tersebut tercermin 
dalam parktik menjalankan kewajiban dan sunnah-sunnahnya secara istiqamah dan 
ihsan. 
D. Pandangan Mahmud Al-Mishri Mengenai Husnul Khātimah
Mahmud Al-Mishri menulis satu buku yang menjabarkan tentang jalan meraih husnul 
khātimah. Bukunya berjudul: Ath-Tharīq Ilā Husnil Khātimah. Diterbitkan oleh Muassasah 
Qarthabah, Dārul Fajr Al-Islāmy, tahun 2001. Buku ini memuat tanda-tanda husnul 
khātimah, sebab-sebab husnul khātimah dan beberapa kisah tentang wafatnya para tokoh 
dalam Islam yang mendapatkan husnul khātimah.
Dalam bukunya itu, ia tidak menjelaskan secara detil dalam bab tertentu tentang 
pengertian husnul khātimah. Semestinya, Mahmud Al-Mishri menerangkan dalam bab 
khusus pemahaman yang mendalam terkait husnul khātimah sebelum menjabarkan 
tanda, sebab dan contoh husnul khātimah. Pentingnya pengertian ini, hemat peneliti 
karena masih banyak dijumpai seorang muslim yang memahami husnul khātimah sebatas 
tanda-tanda yang ditemukan pada kondisi kematian seseorang. 
Namun secara tersirat, ia mengungkapkan pengertian yang dimaksud dalam 
mukaddimah bukunya tersebut, dan peneliti menemukan dengan jelas dalam beberapa 
poin di dalam bukunya Al-Khauf Min Sūil Khātimah, yang diterbitkan oleh penerbit yang 
sama sebagai pelengkap buku sebelumnya, bahwa ada tiga poin utama penjelasan 
tentang akhir kehidupan seorang manusia



Pertama, bahwa barangsiapa bergembira ingin bertemu dengan Allah جل جلاله maka Allah جل جلاله
pun senang bertemu dengannya, kemudian mengutip hadits yang diriwayatkan oleh 
Imam Al-Bukhari dari 'Aisyah radhiyallahu `anha dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa mencintai perjumpaan dengan Allah جل جلاله, maka Allah جل جلاله pun senang 
berjumpa dengannya dan barangsiapa yang membenci perjumaan dengan Allah جل جلاله, 
maka Allah جل جلاله pun benci berjumpa dengannya." Lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah, 
apakah itu maksudnya juga benci kepada kematian, padahal setiap kita membenci 
kematian?" Beliau bersabda: "Bukan begitu, tetapi seorang mukmin apabila telah 
diberi kabar gembira dengan rahmat dan ampunan Allah جل جلاله, ia senang berjumpa 
dengan Allah جل جلاله dan Allah جل جلاله pun senang berjumpa dengannya. Dan sesungguhnya 
orang kafir apabila telah diberi kabar dengan siksa Allah جل جلاله dan marah-Nya, maka ia 
benci berjumpa dengan Allah جل جلاله dan Allah جل جلاله pun benci berjumpa dengannya".(Al￾Mishri, 2001)
Maksudnya, seorang mukmin ketika mendekati ajalnya ia diberi kabar gembira oleh 
malaikat berupa rahmat dan ridha Allah جل جلاله, maka ia gembira akan bertemu Allah جل جلاله, Allah 
جل جلاله pun menyukai perjumpaan dengannya. Poin pertama ini, Mahmud Al-Mishri memberi 
isyarat bahwa husnul khātimah itu ketentraman seseorang saat menghadapi sakaratul 
maut, karena ia diberi kabar gembira yang menenangkan. Oleh karena itu tidak sedikit 
orang yang pada saat meninggal dunia menampakkan wajah yang berseri-seri. Hal ini 
merupakan salah satu diantara tanda seseorang wafat dalam keadaan husnul khātimah.
Sejalan dengan tulisannya di buku Ath-Thariq Ilā Husnil Khatimah, Mahmud Al-Mishri 
menguraikan terlebih dahulu tentang tanda-tanda husnul khātimah, dimana hemat 
peneliti, ia memulai dengan bahasan tersebut guna memotivasi para pembaca bahwa 
banyak tanda-tanda seseorang meninggal dunia dalam keadaan husnul khātimah. 
Kedua, bahwa selain perbuatan itu tergantung niatnya, segala amal perbuatan (dibalas) juga 
bagaimana seseorang menutup perbuatannya itu. Dengan mengutip hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dalam 
Shahih Al-Bukhari yang cukup panjang tentang seorang prajurit muslim yang ikut berperang 
kemudian terkena luka yang cukup parah, dengan lukanya itu ia tidak sabar lalu membunuh 
dirinya sendiri, sehingga Nabi صلى الله عليه وسلم menyampaikan bahwa dia termasuk ahli neraka. Kemudian 
bersabda:
“...Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak 
mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. 
Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan￾amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga.”(HR. 
Bukhari, no. 6493).
Dalam riwayat lain ada tambahan, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada 
akhirnya.”(HR. Bukhari, no. 6607).
Dengan mengutip hadits ini, Mahmud Al-Mishri ingin menunjukkan bahwa baik atau 
buruknya perbuatan manusia di hadapan Allah جل جلاله adalah tergantung pada akhir 


perbuatannya. Amalan yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan 
jelek. Sedangkan yang dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir 
umurnya atau akhir hayatnya. 
Az-Zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia 
itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek 
lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. Sebaliknya, siapa 
yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad (elfagr, 2014). Adanya 
dua hadits yang menerangkan ketergantungan (pahala) perbuatan seorang manusia 
dengan awal dan akhirnya, memberikan informasi bahwa seseorang dituntut untuk 
menjaga keyakinannya. 
Hal ini mengisyaratkan bagaimana aqidah itu mesti dipelihara. Agar setidaknya 
tingkatan dasar husnul khātimah dapat diraih. Karena apabila keyakinan tauhid 
seseorang rusak apatah lagi hilang pada saat akhir hayatnya, maka dapat dipastikan ia 
mati dalam keadaan sūul khātimah.
Ketiga, bahwa akhir (hayat seseorang) adalah warisan dari hal-hal sebelumnya (yang 
telah ia perbuat). Ia mengutip pendapat Ibnu Rajab Al-Hambali:
Secara umum, segala penutupan itu adalah warisan dari (kebiasaan) sebelumnya. 
Semua itu telah tercatat dalam catatan di lauhil mahfūdz. Dari sini, para ulama salaf
sangat takut dari sūil khātimah. Diantara mereka ada yang merasa gundah dengan 
kondisi terdahulu mereka. Telah dikatakan bahwa hati para abrār (orang yang 
berbuat baik) terpaut dengan kondisi akhirnya. Mereka berkata, “dengan apa akhir 
hidup kami ditutup?”, adapun hati para muqarrabīn (orang yang berusaha dekat 
dengan Allah) terpaut dengan apa yang telah diperbuat sebelumnya, mereka berkata: 
“Apa yang telah kami perbuat?”.
Pada poin ketiga ini terdapat isyarat bahwa husnul khātimah diperlukan istiqāmah, 
konsisten dalam beramal shalih. Artinya, untuk menggapainya dibutuhkan usaha dalam 
melakukan perbuatan baik yang kontinyu. Sebab Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
ْه 
ي
َ
َى َما َما َت عَل
ٍد عَل
ْ
ُّل َعب
َع ُث كُ
ُب
ي
“Setiap orang akan dibangkitkan sesuai kematiannya.” (HR. Muslim)
Imam Al-Hafizh Zainuddin Abdurrauf al-Munaawy rahimahullah berakata: 
“Maksudnya adalah ia mati karena sesuai dengan kebiasaannya dan dibangkitkan sesuai
itu”. (at-Taisir Bi Syarhi al-Jami’ ash-Shaghir: 2/859) (Al-Munawy, 2018).
Uraian Mahmud Al-Mishri tentang tanda-tanda husnul khātimah, sejauh pengamatan 
peneliti adalah yang paling mencakup beberapa tulisan pada buku maupun artikel dalam 
jurnal. Namun peneliti tidak lebih menaruh perhatian pada tanda-tanda husnul khātimah 
ini. Kalaupun dibahas, hanya sekilas saja, tanpa terlalu memperdalam kajiannya. Karena 

yang lebih penting dari itu adalah apa yang menyebabkan seorang muslim yang wafat 
akan mendapatkan husnul khātimah.
Adapun terkait sebab-sebab husnul khātimah, Mahmud Al-Mishri mengungkapkan 
sepuluh sebab (Al-Mishri, 2001):
a. Menegakkan tauhid 
Beraqidah tauhid merupakan pondasi yang paling dasar atau kunci pokok sebab 
seseorang mendapatkan husnul khatimah. Islam adalah aqidah yang darinya bersumber 
syariat sebagai pengatur urusan kehidupan, maka Allah جل جلاله tidak akan menerima syariat 
suatu kaum sampai aqidahnya benar.
Mengenai poin pertama ini, Mahmud Al-Mishri mengutip hadits shahih riwayat 
Muttafaq `Alaih dari Ubadah bin Shamit ra. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah 
Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagiNya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah 
hambaNya dan utusanNya, dan Isa adalah hamba Allah dan utusanNya dan firmanNya 
yang disampaikan kepada Maryam dan ruhnya dariNya, beriman bahwa surga itu haq 
dan neraka itu haq, maka Allah memasukannya ke dalam surga bagaimanapun kondisi 
amalnya” 
b. Bertakwa
Taqwa merupakan sebab yang sangat dominan untuk mendapat husnul khatimah. 
Bahkan taqwa ini merupakan sebab segala kebaikan. Karenanya para khatib senantiasa 
memberi wasiat ketakwaan dengan mengutip yang salah satunya adalah QS. Ali Imran [3] 
: 102:
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya 
taqwa dan jangan sesekali mati melainkan kalian dalam keadaan bertaqwa”.
c. Istiqamah
Istiqamah merupakan kata yang menghimpun. Menghimpun amaliyah dalam 
beragama. Yaitu berdiri kokoh dan tegak dihadapan Allah جل جلاله dengan kebenaran dan 
menepati janjinya sebagai mukmin. Allah جل جلاله berfirman dalam QS. Fushhilat [41] : 30 :
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian 
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka 
dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan 
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
d. Banyak mengingat mati
Banyak mengingat mati juga menyebabkan seseorang akan mudah meraih husnul 
khatimah. Dengan hal tersebut, seseorang dapat terhindar dari maksiat dan dapat 
melembutkan hati yang keras. Orang yang banyak mengingat mati akan diberikan tiga 
keistimewaan, yaitu: menyegerakan untuk bertaubat, memiliki hati yang qana`ah dan
membuat rajin dalam beribadah.
Dalam kitab Shahih Al-Jami, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikatan, yaitu kematian”.
e. Jujur
Dalam riawayat Muslim dari Sahal bin Hunaifin bahwa Rasulullah جل جلاله bersabda : 
“Barangsiapa memohon kepada Allah agar dia mendapatkan syahid dengan benar (jujur) 
maka Allah akan menempatkan dia diantara golongan syuhada meskipun ia mati di atas 
pembaringannya”
Demikianlah jika seorang hamba berlaku jujur kepada Allah جل جلاله maka sungguh Allah جل جلاله
menjaga imannya dan meneguhkan hatinya terhadap tauhid serta menganugerahkannya 
husnul khatimah.
f. Berbaik sangka (husnudzan) kepada Allah جل جلاله
Inipun termasuk sebab husnul khatimah yang besar. Karenanya Allah جل جلاله akan 
memberikan sesuatu sesuatu sesuai prasangka terhadap Allah جل جلاله, jika sangkaanya baik 
maka kebaikan yang akan didapat, tapi jika sangkaannya jelek maka kejelekan pula yang 
akan didapat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam kitab Shahih Al-Jami riwayat 
Abu Hurairah ra. “sesungguhnya Allah جل جلاله berfirman: “Aku sesuai prasangka hambaku 
padaku, jika baik maka kebaikan yang akan didapat dan jika buruk, maka keburukan pun 
yang akan didapat”. 
g. Bertaubat
Husnul khatimah juga merupakan keberuntungan bagi seorang yang beriman jika bertaubat 
dari segala maksiat. Allah جل جلاله berfirman dalam QS. An-Nur [24] : 31: “Dan bertaubatlah 
kalian semua hai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung”. 
h. Berdoa
Diantara sebab mendapatkan husnul khatimah adalah banyak berdo`a, memohon 
agar diberikan keteguhan iman dan diberikan rizki berupa kondisi terbaik saat 
menghembuskan nafas terakhirnya. Do`a yang paling sering Nabi صلى الله عليه وسلم panjatkan adalah 
“Wahai yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku dalam agamaMu”.
i. Pendek angan dan berfikir akan kehinaan dunia
Dunia bukan tujuan kehidupan seorang mukmin, dalam pandangannya kehidupan ini 
hanya jembatan menuju kehidupan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan akhirat. Maka 
bagi seseorang yang memandang dunia ini rendah lalu menyibukkan hari-harinya untuk 
kehidupan akhirat pasti ia mendapatkan husnul khatimah.
j. Jauh dari sebab-sebab suul khatimah
Menjauhi sebab mendapatkan kondisi akhir kehidupan yang buruk. Sebab-sebab suul 
khatimah itu adalah kebalikan dari sebab-sebab husnul khatimah. Dan secara rinci 
Mahmud Al-Misrhi telah menguraikannya pada bukunya Al-Khauf Min Su`il Khatimah.
Dari uraian ini, peneliti melihat bahwa Mamhud Al-Mishri lebih dahulu menyebutkan 
tanda-tanda dari pada sebab-sebab husnul khātimah. Padahal hemat peneliti, tanda-tanda 
itu tidak menunjukkan secara mutlak bahwa seseorang mati pasti mendapat husnul 
khātimah bila sebab-sebabnya tidak diperhatikan. Maka semestinya yang diuraikan dan 
lebih ditekankan pertama kali itu adalah sebab-sebabnya, bukan tanda-tandanya.
Meskipun demikian, peneliti yakin, Mahmud Al-Mishri lebih faham soal itu. Peneliti 
berasumsi bahwa diuraikan tanda-tanda husnul khātimah lebih dahulu, kemudian 
disebutkan sebab-sebabnya adalah untuk memotivasi agar para pembaca setelah tahu 
banyak tentang tanda-tanda husnul khātimah, termotivasi dan lebih giat berusaha 
mengetahui bagaimana caranya agar mendapat posisi yang mulia di akhir hayatnya. 
Maka dari itu, sebab-sebabnya baru diurakan setelah tanda-tandanya sebagai cara agar 
seseorang bersungguh-sungguh dalam beramal shalih kapanpun, dimanapun dan dalam 
kondisi apapun sehingga pada saat sakaratul maut ia benar-benar dalam keadaan husnul 
khātimah.
E. Tanda-tanda Husnul Khatimah
Dalam bukunya Ath-Thariq Ila Husnil Khatimah, Mahmud Al-Mishri menyebutkan tiga 
puluh satu tanda seseorang mendapatkan husnul khatimah lengkap dengan dalil-dalinya 
(Al-Mishri: 2001). Dalam hal ini peneliti hanya mengutip poin-poin semua tanda husnul 
khatimah yang disebutkan Mahmudi Al-Mishri dalam bukunya itu tanpa penjelasan detil, 
yaitu sebagai berikut: 
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat saat wafat
2. Mengeluarkan keringat dingin di dahi
3. Meninggal pada hari jumat atau malamnya
4. Syahid di medan perang
5. Tersungkur dari kudanya
6. Tersepak oleh untanya 
7. Tersengat hewan berbisa 
8. Berdoa dan berharap syahid dengan jujur
9. Terseret ombak
10. Tenggelam
11. Diterkam hewan buas
12. Tersedak 
13. Berpegang teguh pada agamanya di saat fitnah melanda
14. Terperosok dari gunung
15. Penjaga perbatasan saat jihad fi sabilillah
16. Yang menasehati pemimpin tiran dan dzalim dengan amar maruf nahi munkar
17. Wafat saat beramal shaleh
18. Beroda dengan doa Nabi Yunus as. empat puluh kali saat sakitnya
19. Wafat terkena wabah
20. Tertimpa reruntuhan
21. Wafat karena penyakit perut
22. Wanita yang meninggal saat nifas
23. Wafat karena kebakaran
24. Wafat karena penyakit lambung
25. Meninggal karena membela agama
26. Meninggal karena membela diri
27. Meninggal karena membela keluarga
28. Meninggal karena mempertahankan harta benda
29. Meninggal saat berperang fi sabilillah
30. Mati terkena penyakit TBC
31. Meninggal di Madinah Al-Munawwarah
Dari semua tanda husnul khatimah yang disebutkan di atas menggambarkan bahwa 
setiap muslim memiliki peluang yang begitu banyak untuk masuk dalam kategori orang 
yang mendapat akhir hayat yang baik.
Dengan demikian dapat peneliti tarik benang merah bahwa husnul khātimah
persfektif Mahmud Al-Mishri adalah pemahaman tentang akhir kehidupan seorang 
muslim dimana secara sadar dan ikhlas melakukan amal ibadah secara kontinyu dan 
konsisten sampai akhirnya tercermin pada tanda-tanda husnul khātimah.
IV. Kesimpulan
Husnul khatimah adalah satu anugerah dari Allah جل جلاله yang diberikan kepada hambaNya 
karena menjauhi segala hal yang di benci oleh Allah جل جلاله, bertaubat dari segala dosa dan 
maksiat, bersegera melakukan ketaatan dan amal shalih. Pada saat ia mati berada dalam 
kondisi sedang melakukan kebaikan yang dimaksud. Mahmud Al-Mishri menerangkan 
bahwa husnul khatimah itu adalah pertemuan yang dirindukan seorang hamba dengan 
Allah جل جلاله sehingga mendapat ketenangan pada saat ajal tiba, dimana hal tersebut diraih 
dari proses konsistensi dalam beramal ibadah dan ditutup dengan suatu perbuatan yang 
baik pula. Tiga puluh satu tanda husnu2001 khatimah yang disebutkan pada bab pertama 
dalam bukunya Ath-Thariq Ila Husnil Khatimah merupakan stimulan kepada para 
pembaca bahwa tanda orang-orang yang mendapatkan husnul khatimah itu sangat 
beragam. 
Kemudian sebab-sebab husnul khatimah yang disebutkan pada bab berikutnya 
sebanyak sepuluh poin, yaitu menegakkan tauhid, bertaqwa, istiqamah, banyak 
mengingat mati, jujur, berbaik sangka kepada Allah SWT, bertaubat, beroda, pendek 
angan-angan terhadap dunia dan menjauhi sebab-sebab su`ul khatimah adalah sebagai 
cara yang harus dilakukan oleh seseorang agar meraih husnul khatimah.