kecemasan 2
By tuna at November 27, 2023
kecemasan 2
yang dilihatnya baik secara
langsung maupun melalui sumber lainnya. Agresi dianggap sebagai cara untuk
mencapai tujuan yang efektif, sehingga meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu, setelah ditiru, tindakan agresif akan
dipertahankan. Karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten serta
kurangnya pengawasan secara konsisten juga berpengaruh. Anak-anak yang tidak
mendapatkan konsekuensi negative atas tanda-tanda awal perilaku yang salah
dikemudian hari akan menimbulkan gangguan tingkah laku. Hal lain lagi yang
mempengaruhi adalah proses-proses kognitif pada anak-anak agresif mengalami bias
dimana mereka menginterpretasikan tindakan ambigu sebagai suatu tindakan yang
bersifat buruk yang mendorong anak-anak tersebut untuk membalas dengan agresif
tindakan yang sebenarnya tidak bermaksud provokatif.
Pengaruh dari teman-teman seusia :
Pengaruh teman-teman seusia terhadap perilaku agresif dan antisosial anak-anak
disebabkan karena : 1). Penerimaan dan penolakan dari teman-teman seusia, dan 2).
Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang.
Faktor-fakto sosiologis :
Kelas sosial dan kehidupan di kota besar berhubungan dengan insiden kenakalan.
Tingkat pengangguran yang tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan
keluarga yang terganggu dan subkultur yang menganggap bahwa perilaku criminal
sebagai suatu hal yang bisa diterima merupakan faktor-faktor yang berkontribusi.
Kombinasi dari perilaku antisosial dan status sosiokenomi keluarga juga ikut
mempengaruhi munculnya gangguan tingkah laku.
Penanganan Gangguan Tingkah Laku
1. Intervensi Keluarga :
Gerald Patterson dan koleganya mengembangkan program behavioral yaitu, Pelatihan
Manajemen Pola asuh (PMP), dimana orang tua diajarkan untuk mengubah berbagai
respon terhadap anak-anak mereka sehingga menghasilkan perilaku proposional dan
bukannya antisosial. Orang tua juga diajarkan untuk menggunakan teknik seperti
penguatan positif apabila anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta
hilangnya perlakuan istimewa apabila ia berperilaku agresif atau antisosial.
2. Penanganan Multisistemik :
PMS mencakup pemberian berbagai layanan terapi intensif dan komperhensif didalam
komunitas dengan menargetkan para remaja, keluarga, sekolah dan beberapa
kelompok sebaya. Intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal
yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan anatar keluarga dan
berbagai system sosial lainnya. Strategi yang digunakan dalam PMS adalah teknikteknik perilaku kognitif, sistem keluarga, dan manajemen kasus. Keunikannya terletak
pada penekanan pada kekuatan individu dan keluarga, mengindentifikasi konteks dari
masalah-masalah tingkah laku, dan intervensi yang memfokuskan pada masa kini dan
berorientasi pada tindakan, menggunakan intervensi yang membutuhkan upaya harian
atau mingguan. Diberikan dalam lingkungan yang valid secara ekologis (dirumah,
sekolah, pusat relaksasi, dsb).
3. Pendekatan Kognitif :
Terapi kognitif indivual bagi anak-anak dapat memperbaiki tingkah laku mereka
meskipun tidak melibatkan keluarga. Contohnya adalah pelatihan pengendalian
kemarahan, dimana anak-anak yang agresif diajari cara pengendalian diri dalam
berbagai situasi yang memancing kemarahan. Strategi lainnya adalah mengajarkan
keterampilan penalaran moral dimana anak-anak yang memiliki masalah perilaku
diajak berpartisipasi selama 4-5 bulan dalam kelompok mingguan yang bertujuan
untuk mendorong tingkat penalaran moral. Para anggota didorong untuk
memperdebatkan berbagai alternative sudut pandang serta tanggung jawab karakter
yang berada dalam dilemma serta orang-orang lain dan masyarakat. Namun terapi ini
hanya memberikan manfaat jangka pendek karena kemungkinan kembali seperti
semula apabila anak-anak tersebut kembali ke lingkungan yang buruk.
RETARDASI MENTAL
Kriteria Diagnostik DSM IV-TR
Kriteria diagnostik :
A. Fungsi intelektual di bawah rata-rata yang bermakna : IQ kira-kira 70 atau kurang
pada test IQ yang dilakukan (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya fungsi intelektual di
bawah rata-rata yang bermakna.
B. Defisit atau gangguan yang ada terjadi bersama-sama dengan fungsi adaptif (yaitu,
efektivitas orang tersebut memenuhi standar yang diharapkan menurut umumnya berdasarkan
kelompok kulturnya) pada paling kurang dua bidang beriut : komunikasi, perawatan diri,
kehidupan dirumah, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sumber komunitas,
mengatur diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan
keselamatan
C. Onset sebelum berumur 18 tahun
Penulisan berdasarkan derajat keparahan tingkat keparahan inteegensi :
1. IQ 50-55 hingga 70 : Retardasi Mental Ringan, 85 % dari jumlah keseluruhan
Individu tersebut tidak selalu dapat dibedakan dengan anak
normal sebelum bersekolah, ketika dewasa dapat melakukan
pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan,
membutuhkan dukungan social dan keuangan, dan dapat
menikah serta mempunyai keturunan.
2. IQ 35-40 hingga 50-55 : Retardasi Mental Sedang, 10 % dari jumlah keseluruhan
Dapat memiliki berbagai patologi lain karena kerusakan otak,
terhambatnya kemampuan motoric karena kelemahan fisik dan
disfungsi neurologis. Individu ini memerlukan banyak
bimbingan dan latihan. Biasana berkumpul bersama keluarga
atau di institusi penampungan.
3. IQ 20-25 hingga 35-40 : Retardasi Mental Berat, 3-4 % dari jumlah keseluruhan
Memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan
pengendalian sensori motor sehingga memerlukan bantuan
terus menerus. Individu memiliki komunikasi yang singkat
dan terlihat lesu serta pasif dan hanya memberikan sedikit
stimulasi. Mereka mampu melakukan pekerjaan yang sangat
sederhana dengan bantuan terus menerus.
4. IQ dibawah 20 atau 25 : Retardasi Mental Sangat Berat, 1-2 % dari jumlah
keseluruhan
Membutuhkan bantuan secara sepenuhnya dan sering kali di
asuh sepanjang hidupnya. Individu memiliki abnormalitas fisik
berat dan kerusakan neurologis tinggi.
Etiologi
25 % orang-orang yang mengalami retardasi mental disebabkan faktor biologis. Penyebab
biologis tersebut antara lain :
a. Anomali Genetik dan Kromosom
Abnormalitas kromosom terjadi pada kurang dari 5% dari seluruh kehamilan yang
bertahan. Sebagian besar bayi-bayi akan meninggal tidak lama setelah dilahirkan,
diantara bayi yang bertahan mayoritas mengalami down sindrom atau trisomy 21.
Orang-orang yang mengalami down sindrom mengalami retardasi mental sedang
hingga parah. Meskipun mengalami retardasi mental, namun anak-anak down
sindrom Mampu belajar membaca, menulis dan mengerjakan aritmatika. Jika manusia
normal memiliki 46 kromosom , 23 masing-masing diturunkan dari ayah dan ibu.
Namun, down sindrom memiliki 47 kromosom, ketika terjadi pematangan telur, dua
kromosom pasangan kromosom 21 gagal membelah diri.
Kelainan kromosom lainnya ialah sindrom X rapuh dimana kromosom X pecah
menjadi dua. Banyak kasus individu yang memiliki kromosom X dapat mengalami
retardasi mental dan masalah perilaku, namun terdapat individu lain yang memiliki IQ
norma namun mengalami masalah seperti disabilitas belajar, sulit mengerjakan tugas
yang berhubungan dengan lobus frontalis dan belahan otak kiri, dan mood yang labil.
b. Penyakit gen resesif
Disebabkan oleh genetik yang dibawa oleh orangtua. Salah satu penyakit gen resesif
ialah fenilketonuria (PKU) dengan ciri-ciri bayi yang saat lahir normal namun tidak
lama kemudian mengalami defisiensi enzim hati yaitu fenilalanin hidroksilase yang
megakibatkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki karena asam amino yang
tidak dapat termetabolisme.
c. Penyakit infeksi
Infeksi terjadi ketika masih di dalam rahim memiliki resiko yang besar retardasi
mental seperti HIV, mningitis, rubella (campak jerman), citomegalovirus,
toksoplasmosis, herpes simpleks, dan sifilis. Infeksi ini hanya berdampak sedikit bagi
ibu atau bahkan tidak berdampak sama sekali namun efeknya pada janin dapat sangat
berbahaya.penyaakit infeksi ini dapat mempengaruhi perkembangan otak anak setelah
dilahirkan
d. Kecelakaan
Di AS kecelakaan adalah penyebab utama berbagai disabilitas dan kematian pad
anak-anak berusia diatas 1 tahun. Jatuh, nyaris tenggelam, dan kecelakaan mobil
yang paling umum terjadi pada masa kanak-kanak mengakibatkan cedera otak dalam
tingkat bervariasi dan retardasi mental.
e. Bahaya lingkungan
Beberapa polutan lingkungan dapat menyebabkan keracunan dan retardasi mental.
Contohnya merkuri yang terdapat di tubuh ikan dan timah yang terdapat di cat, kabut
asap kendaraan bermotor. Zat dalam timah tersebut dapat menyebabkan kerusakan
ginjal dan otak serta anemia, retardasi mental, kejang-kejang dan kematian
Penanganan
a. Penanganan residensial
Individu yang mengalami retardasi mental berhak mendapatkan penanganan yang
sesuai dengan lingkungan dengan batasan yang sangat minimal. Orang dewasa
dengan retardasi mental tinggal di tempat berukuran kecil hingga sedang di tengah
masyarakat disertai pearawatan medis dan supervisor yang terlatih untuk memenuhi
kebutuhan 24 jam.
Anak-anak yang mengalami retardasi mental berat dapat tinggal di rumah-rumah
perawatan dilengkapi dengan layanan pendidikan dan psikologis. Orang dengan
retardasi mental berat atau sangat berat serta memiliki cacat fisik cenderung tetap
tinggal di berbagai institusi mental.
b. Intervensi behavioural dengan operant
Anak-anak diajari berbagai keterampilan selangkah demi selangkah secara berurutan
dan berulang.
Contohnya anak diberi penguat terus menerus mencoba mengambil sendok sampai ia
mampu melakukannya. Serta diajarkan berpakaian sendiri.
Pendekatan operant kadang disebut analisis perilaku terapan yang digunakan untuk
mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri.
Anak-anak retardasi mental sering melakukan gerakan maladaptive seperti berputar,
mengayunkan kepala dall serta tindakan agresif pada diri sendiri dan anak lain.
operant dapat memberikan penguat pada respon pengganti.
c. Intervensi kognitif
Latihan instruksional diri mengajari anak-anak untuk memandu upaya penyelesaian
masalah melalui kata-kata yang diucapkan . Meinchenbaumn dan Goodman (1971)
merinci prosedur sebagai berikut
1. Guru melakukan tugas, mengucapkan instruksi dengan keras kepada dirinya
sendiri sementara anak mengamati dan mendengarkan
2. Anak mendengarkan dan melakukan tugas tersebut sementara guru mengucapkan
instruksi pada anak.
3. Anak mengulang tugas sambal mengucapkan instruksi pada diri sendiri dengan
keras
4. Anak mengulang kembali tugas tersebut sambal membisikkan instruksi pada diri
sendiri
5. Anak mampu melakukan tugas sambal memberikan instruksi tanpa bersuara pada
diri sendiri.
d. Instruksi dengan bantuan komputer
Komponen visual dan auditori dalam komputer mempertahankan konsentrasi para
siswa yang sulit berkonsentrasi, tingkat materi dapat disesuaikan dengan individu
sehingga memastikan keberhasilan pembelajaran, dan komputer dapat memenuhi
kebutuhan akan banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak sabar.
Digunakan untuk berbagai pelajaran seperti aritmatika, mengeja, membaca teks,
pengenalan data, menulis dan diskriminasi visual
DISABILITAS BELAJAR
Merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik
tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi
mental, autism, gangguan fisik yang dapat terlihat, atu kurangnya kesempatan pendidikan.
Anak – anak yang mengalami gangguan ini biasanya memiliki intelegensi rata – rata atau di
atas rata – rata, namun mengalamani kesulitan mempelajari beberapa keterampilan tertentu
seperti aritmatika atau matematika, sehingga kemajuan mereka di sekolah menjadi terhambat.
Gangguan ini hanya sedikit lebih banyak terjadi pada laki – laki daripada perempuan
1. Gangguan Perkembangan Belajar
Dibagi menjadi tiga kategori:
Gangguan membaca
Atau lebih dikenal dengan disleksia, yakni kkesulitann besar untuk mengenali
kata, memahami bacaan, serta umumnya juga menulis ejaan.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR
- pencapaian membaca, seprti yang diukur dengan test standar tentang akurasi
dan pemahaman membaca yang diberikan secara individual, adalah secara
substansial di bawah dari yang diharapkan menurut umur kronologis.
Intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai dengan umur orang
tersebut.
- gangguan pada kriteria di atas secara bermakna mengganggu pencapaian
akademik atau aktivitas keidupan sehari – hari yang membutuhkan
keterampilan membaca.
- Apabila terdapat deficit sensoris, kesulitan membaca adalah secara jelas
melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.
Gangguan menulis ekspresif
Hendaya dalam kemampuan untuk menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan
ejaan, kesalahan tata bahasa atau tanda baca atau tulisan tangan yang sangat
buruk) yang cukup parah sehingga dapat sangat menghambat prstasi akademik
atau aktivitas sehari – hari seperti memerlukan keterampilan menulis.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR
- keterampilan menulis: seperti yang diukur dengan tes standar yang
diberikan secara individual (atau penilaian fungsional keterampilan
menulis), adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan
menurut kronologis, Intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai
dengan umur orang tersebut
- gangguan pada kriteria diatas bermakna mengganggu pencapaian
akademik atau aktivitas sehari – hari yang membutuhkan komposisi teks
tertulis (mis: menulis kalimat dengan tata bahasa yang benar dan
menyusun paragraf)
- Apabila terdapat defisit sensoris, kesulitan membaca adalah secara jelas
melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.
Gangguan berhitung
Anak – anak dapat mengalami kesulitan dalam mengingat fakta – fakta seara
cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar dan cepat, atau
mengurutkan angka – angka dalam kolom – kolom.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- keterampilan matematika: seperti yang diukur dengan tes standar yang
diberikan secara individual (atau penilaian fungsional keterampilan
menulis), adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan
menurut kronologis, Intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai
dengan umur orang tersebut
- gangguan pada kriteria diatas bermakna mengganggu pencapaian
akademik atau aktivitas sehari – hari yang membutuhkan kemampuan
matematika
- Apabila terdapat defisit sensoris, kesulitan matematika adalah secara jelas
melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.
2. Gangguan Komunikasi
Gangguan Berbahasa Ekspresif
Anak kesulitan mengekspresikan dirinya dalam berbicara. Anak sangat ingin
berkomunikasi tapi sulit untuk menemukan kata – kata yang tepat.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- nilai yang diperoleh dari pengukuran perkembangan berbahasa ekspresif
dengan tes standar yang diberikan secara individual adalah secara
substansial di bawah nilai yang diperoleh dari pengukuran standar baik
kemampuan intelektual nonverbal maupun perkembangan berbahasa
reseptif. Gg dapat bermanifestasi secara klinis oleh gejala – gejala yang
nyata meliputi keterbatasan kosa kata, kesalahan dalam “tense” atau
kesulitan mengingat kata – kata atau membuat kalimat – kalimat panjang
atau rumit yang sesuai dengan perkembangannya.
- Kesulitan berbahasa ekspresif mengganggu pencapaian akademik atau
pekerjaan atau komunikasi sosial.
Gangguan fonetik
Mampu menggunakan pembendaharaan kata tapi pengucapan tidak jelas.
Seperti: biru = biu, kelinci = kinci. Mereka tidak menguasai artikulasi suara
dari huruf: r, s, t, f, z, l, dan c.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- kegagalan menggunakan suara berbahasa yang diharapkan menurut
perkembangan yang sesuai dengan umur dan dialek.
- Kesulitan dalam memproduksi suara berbahasa menganggu pencapaian
akademik atau pekerjaan komunikasi sosial.
Gagap
Yakni gangguan kefasihan verbal yang ditandai dengan satu atau lebih pola
bicara berikut: seringnya pengulangan kata atau pemanjangan pengucapan
konsosnal atau vocal, jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata
berikutnya, mengganti kata – kata yanag sulit diucapkan dengan kata yang
mudah diucapkan, dan mengulang kata (mis: ke ke ke ke). Terkadang diikut
oleh “tic” pada tubuh dan mata berkedip – kedip.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
Gangguan pada kefasihan normal dan pola waktu berbicara (tidak sesuai
dengan umur individu), ditandai oleh kejadian yang seringkata satu atau lebih
berikut:
- pengulangan bunyi/ suku kata
- perpanjangan bunyi
- penyisipan
- kata – kata terputus/ jeda dalam kata
- hambatan yang dapat terdengar atau diam
- pemakaian kata – kata yang terlampau banyak dan tidak perlu
- kata – kata diproduksi dengan ketegangan fisik yang berlebihan
- pengulangan seluruh kata dengan satu suku kata (mis: ku ku ku lihat dia)
gangguan dalam kefasihan mengganggu pencapaian akademik atau pekerjaan
atau komunikasi sosial
3. Gangguan Keterampilan Motorik
Yakni gangguan koordinasi perkembangan, seorang anak mengalami hendaya parah
dalam perkembangan koordinasi motoric yang tidak disebabkan oleh retardasi mental
atau gangguan fisik lain yang telah dikenal seperti serebral palsi.
Kriteria diagnostic DSM IV- TR:
- kinerja aktivitas sehari – hari yang membutuhkan koordinasi motoric
adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan menurut umur
kronologis dan intelegensi yang diukur dari orang tsb. Hal ini dapat
bermanifestasi berupa keterlambatan nyata pada pencapaian
perkembangan motoric (mis: berjalan, merangkak, duduk), menjatuhkan
barang, kekakuan, pretasi buruk dalam bidang olah raga, atau tulisan
tangan buruk
- gangguan pada kriteria di atas secara bermakna mengganggu pencapaian
akademik atau aktivitas kehidupan sehari – hari
- gangguan tidak disebabkan oleh st kondisi medis umum
- apabila terdapat RM, kesulitan motoric adalah secara jelas melebihi dan
yang biasanya berhubungan dengannya.
Etiologi Disabilitas Belajar
Etiologi Disleksia
Teori psikologi masa lalu terfokus pada kelemahan perseptual berbasis
disleksia. Dengan hipotesis popular menyatakan anak mengalami masalah
membaca melihat huruf dalam komposisi sebaliknya, mis: melihat huruf b
sebagai huruf d. namun dengan berbagai temuan lebih mutahir tidak
mendukung hipotesis ini.
Etiologi gangguan berhitung
Tiga subtype gangguan berhitung (Geary, 1993):
- kelemahan memori verbal sematik : memori mengenai arti kata – kata,
memicu timbulnya masalah dalam mengingat fakta – fakta aritmatik,
bahkan setelah melalui latihan. Tipe gangguan ini Nampak berhubungan
dengan disfungsi bekalan otak kiri, sering kali terjadi bersamaan dengan
gangguan membaca.
- Gangguan berhitung menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai
dengan tahap perkembangan dalam menyelesaikan soal – soal aritmatik,
dan sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal – soal
sederhana.
- Menyangkut hendaya keterampilan visuospasial : yang mengakibatkan
kesalahan dalam mengurutkan angka – angka dalam kolom atau
melakukan kesalahan penempatan angkta.
Meski belum ada studi mengenai faktor keturunan dalam gangguan berhitung,
terdapat bukti mengenai beberapa komponen genetic dalam variasi individual
dalam keterampilan berhitung. Dimana tipe disabilitas berhitung yang
menyangkut memori semantik merupakan tipe yang paling mungkin
diturunkan. Sebuah studi Colorado Learning Disabilities Research Center
menunjukan faktor – faktor genetic yang sama dari lebih dari 250 orang
kembar mengalami kelemahan membaca dan berhitung pada anak – anak yang
mengalami kedua gangguan tsb.
Penanganan Disabilitas Belajar
Pendekatan edukasional
Mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan kognitif anak seraya menghindari
kelemahannya, menargetkan keterampilan belajar dan strategi organisasional, dan
mengajarkan strategi instruksi diri secara verbal
Pendekatan linguistic tradisional
Memfokuskan pada isntruksi dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis dengan cara logis, berurutan, dan multi indrawi, seperti membaca dengan keras,
mengubah bunyi menjadi kata.
Sebagian anak disleksia kemungkinan telah mengalami frutasi dan menipiskan motivasi dan
kepercayaan diri mereka. Maka dari itu penting membuat program penanganan yang dapat
meningkatkan motivasi anak, dengan menghargai setiap langkah kecil, memfokuskan pada
tugas pembelajaran, dan mengurangi masalah perilaku yang diakibatkan oleh rasa frustasi.
Selain itu penting untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial, emosional sekunder yang
anak alami.
KASUS
1. Kasus paranoid
Contoh Kasus :
Tuan X seorang pensiunan pengusaha berusia 85 tahun diwawancarai oleh pekerja
sosial untuk menentukan kebutuhan perawatan kesehatan bagi dirinya serta istrinya yang
sakit dan lemah. Tuan X tidak memiliki sejarah penanganan gangguan mental sebelumnya. Ia
terlihat sehat dan waspada secara mental. Ia dan istrinya telah menikah selama 60tahun dan
tampak bahwa istrinya adalah satu-satunya orang yang ia percaya. Dia selalu curiga pada
orang lain. Ia tidak akan mengungkapkan informasi pribadi pada siapapun kecuali
pada istrinya. Ia yakin bahwa orang lain akan mengambil keuntungan darinya. Ia menolak
tawaran bantuan dari kenalannya karena ia curiga dengan motif mereka. Saat menerima
telepon ia akan menolak untuk menyebut namanya sampai ia tahu maksud si penelepon. Ia
meluangkan waktu yang cukup banyak untuk memonitor investasinya dan pernah bertengkar
dengan agen tempat dia menyimpan investasinya saat terjadi kesalahan dalam rekening
bulanannya yang membuatnya curiga bahwaagen tersebut berusaha menutupi transaksi yang
curang.
2. Kasus Avoidant
Lala, seorang pustakawan 35 tahun, relatif hidup terisolasi dan tidak punya sahabat.
Sejak kecil, ia sangat pemalu dan telah menarik diri dari hubungan dekat dengan orang lain
untuk menjaga dari perasaan terluka atau dikritik. Dua tahun sebelum dia masuk terapi, ia
punya waktu tertentu untuk pergi ke pesta dengan kenalan yang ia temui diperpustakaan. Saat
mereka tiba di pesta, Lala merasa sangat tidak nyaman karena dia tidak pernah memakai
pakaian pesta. Dia terburu-buru pergi dan menolak untuk melihatnya kenalan lagi.
Pada sesi pengobatan awal, dia duduk diam cukup lama, ia terlalu sulit untuk berbicara
tentang dirinya sendiri. Setelah beberapa sesi, dia tumbuh untuk mempercayai terapisnya. Dia
terkait insiden ditahun awal dimana ia telah "hancur" oleh perilaku alkoholis ayahnya yang
menjengkelkan di depan umum. Meskipun ia telah mencoba untuk menjaga tentang masalah
keluarganya dari teman-teman sekolahnya, namun sudah tidak mungkin maka dia membatasi
persahabatannya, untuk melindungi diri dari kemungkinan malu atau kritikan.
Ketika Lala pertama kali memulai terapi, ia menghindari diri untuk bertemu orang yang bisa
dipastikan bahwa mereka "seperti dia."
3. Kasus Narsistik
Susi adalah seorang anak perempuan berusia 12 tahunyang agak pendiam di
sekolahnya. Ketika pulang ke rumah dari sekolahnya, ingin segera tiba dan mengatakan
kepada ibunya mengenai kesuksesan yang hebat yang ia lakukan di sekolah. Seperti
mendapat nilai tinggi ketika ujian matematika maupun kemenangannya ketika ia bermain
lompat tali bersama temannya. Akan tetapi ibu Susi ini, bukannya mendengarkan anaknya
dan memberikan perhatian dengan bangga, ia malah membelokkan obrolan dari anaknya pada
dirinya sendiri. Si ibu justru mengabaikan cerita-cerita puterinya dan mulai membicarakan
tentang kesuksesan dirinya sendiri mengenai pekerjaannya di kantor dan di tempat
perkumpulannya. Dan secara tidak sadar ibu mengalihkan pembicaraan gadis kecilnya
itu.Karena kejadian seperti itu terus berlangsung, Susi merasa harus menceritakan berbagai
kehebatannya kepada orang lain. Dan ia lakukan kepada teman-temannya di sekolah, Susi
selalu menceritakan berbagai kegiatan maupun hal-hal yang selama ini telah ia raih. Ia selalu
menceritakan hal-hal mengenai keberhasilannya dalam kegiatan akademik maupun dalam
pertemanan. Susi juga senang memamerkan barang-barang yang ia miliki, tetapi ia menjadi
iri hati ketika melihat temannya yang lain memiliki barang lain yang lebih bagus darinya.
Susi merasa sangat senang apabila teman-temannya mengagumi dirinya ketika Susi
menceritakan berbagai cita-cita dan khayalan tentang dirinya, “Aku akan menjadi orang hebat
jika telah besar nanti, seperti presiden dan aku akan pergi kemana pun yang aku sukai, kalian
akan jauh berbeda dariku karena aku yang akan lebih besar dan hebat dari kalian.” ungkap
Susi. Tak jarang ia menyuruh temannya untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan, tak peduli
apa yang sedang temannya kerjakan ia harus mengerjakan apa yang di inginkan, apabila tidak
dipenuhi Susi akan marah dan sering mencaci maki temannya itu. Teman – teman Susi kerap
menjauhinya karna sikap kasarnya yang sering marah dan mencaci maki. Terakhir ia
meminta temannya Ana untuk membelikannya minuman ketika sedang ujian Bahasa Inggris.
GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
OCD adalah suatu gangguan kecemasan di mana pikiran dipenuhi dengan pemikiran
yang menetap dan tidak dapat dikendalikan serta individu terus-menerus mengulang tindakan
tertentu, menyebabkan distress yang signifikan dan mengganggu keberfungsian sehari-hari.
untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan.
Obsesi : Pikiran, impuls, dan citra yang mengganggu dan berulang yang muncul
dengan sendirinya serta tidak dapat dikendalikan.
Kompulsif : Perilaku atau tindakan mental repetitif yang mana seseorang merasa
didorong
untuk melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan yang
disebabkan oleh pikiran-pikiran obsesif atau untuk mencegah terjadinya
suatu
bencana.
Prevalensi
Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki
Usia onset gangguan obsesif-kompulsif tampaknya bimodal: terjadi sebelum usia
sepuluh tahun atau pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
Gangguan obsesif-kompulsif juga menunjukkan komorbiditas dengan gangguan kecemasan
lain, terutama dengan gangguan panik dan pobia, dan dengan berbagai gangguan kepribadian.
Dalam beberapa hal pikiran obsesif sama dengan kekhawatiran yang menjadi ciri gangguan
kecemasan menyeluruh (GAD). Gangguan ini penuh memikirkan “bagaimana jika”
mengenai kekhawatiran berulang yang berlebihan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa
negatif yang tidak mungkin.
Perbedaannya:
OCD: mengalami kekhawatiran mereka sebagai “ego alien” atau “ego distonik” yaitu mereka
menganggap pikiran tersebut sebagai sesuatu yang dimasukkan dari luar diri dan
sangat tidak masuk akal.
GAD: mampu menyusun argumen logis yang masuk akal tentang kekhawatiran yang mereka
rasakan.
Kriteria Diagnostik OCD menurut DSM IV-TR:
A. Salah satu obsesi atau kompulsi:
Obsesi yang seperti didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang dan menetap yang dialami, pada
suatu
saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah
kehidupan yang nyata
3. Oang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan ibsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2):
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan
mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulang kata -kata dalam hati) yang
dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi,
atau
menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan
atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi perilaku
atau
tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistic dengan apa
yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas
berlebihan.
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa obsesi atau
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: hal ini tidak berlaku untuk anak – anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas menghabiskan waktu (lebih
dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan
(atau akademik), atau kegiatan atau hubungan sosial yang biasanya.
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya
(misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada Gangguan Makan; mencabut
rambut yang terdapat pada Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada
Gangguan Disformik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu Gangguan
Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada
Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada
Parafilia; atau perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor).
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologi langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum.
Etiologi Gangguan Obsesif-Kompulsif
1. Teori Psikoanalisis
Obsesi dan kompulsif dalam pandangan ini disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual
atau agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang terlalu keras. Individu
mulai berpusat pada sesuatu secara berlebihan pada tahap anal (akibat dari toilet training
yang keras). Simtom-simtom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara
Id atau mekanisme pertahanan dimana kadangkala salah satu ada yang mendominasi. Alfred
Adler (1931) memandang gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak
kompeten dari orangtua yang terlalu memanjakan, sehingga individu tersebut mengalami
kompleks inferioritas dan secara tidak sadar melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan
wilayah di mana mereka dapat menggunakan kendali dan merasa terampil.
2. Teori Behavioral dan Kognitif
Teori ini menganggap kompulsif sebagai perilaku yang dipelajari dan dikuatkan oleh reduksi
rasa takut. Pandangan lainnya menganggap perilaku kompulsif disebabkan oleh defisit
memori.
Individu normal dapat menoleransi atau menghapus kognisi tertentu. Namun, bagi individu
yang menderita gangguan obsesif-kompulsif, pikiran-OCD juga dapat dipicu oleh keyakinan
bahwa memikirkan tentang kejadian yang berpotensi tidak menyenangkan membuat kejadian
tersebut lebih besar kemungkinannya untuk benar-benar terjadi.
3. Faktor Biologis
Encefalitis, cedera kepala, tumor otak dihubungkan dengan terjadinya gangguan obsesifkompulsif. Hal tersebut difokuskan pada dua area otak yang terpengaruh oleh trauma
semacam itu di antaranya
• Lobus frontalis : Bagian otak pada pasien OCD, mencerminkan kekhawatiran yang
berlebihan terhadap pikiran mereka sendiri.
• Ganglia basalis : Suatu sistem yang berhubungan dengan pengendalian perilaku
motorik yang disebabkan oleh kaitannya dengan kompulsif dan
juga hubungan antara OCD.
Terbukti jika menstimulasi simtom-simtom OCD dengan memberikan stimuli yang dipilih
secara khusus pada para pasien, seperti sarung tangan yang kotor oleh sampah atau pintu
yang tidak dikunci, maka aliran darah di otak meningkat pada daerah frontalis dan ke
beberapa ganglia basalis.
Gejala Gangguan Obsesif-Kompulsif
Obsesi Ketakutan akan kontaminasi
Ketakutan mengekspresikan impuls seksual atau agresif
Ketakutan hipokondrial akan disfungsi tubuh
Obsesi bisa berupa keraguan yang ekstrem, prokastinasi, dan
ketidaktegasan
Kompulsi
Mengupayakan kebersihan dan keteraturan.
(seperti : menghabiskan waktu berjam-jam bahkan sepanjang
hari untuk melakukan kegiatan tertentu)
Menghindari objek tertentu.
(seperti : menghindari segala sesuatu yang berwarna coklat)
Melakukan praktik-praktik repetitif, magis, dan protektif.
(seperti : menghitung, mengucapkan angka tertentu,
menyentuh semacam jimat)
Mengecek sebanyak tujuh atau delapan kali untuk
memastikan bahwa tindakan yang sudah dilakukan benar
benar sudah dilakukan.
(seperti : jendela yang sudah ditutup, kemudian dicek
kembali)
Melakukan suatu tindakan tertentu.
(seperti : makan dengan sangat lambat)
Terapi Gangguan Obsesif-Kompulsif
Terapi Psikoanalisis
Mirip dengan untuk fobia dan kecemasan, yaitu mengangkat represi dan memberi
jalan pada pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutkannya. Karena
pikiran yang mengganggu dan perilaku kompulsif melindungi ego dari konflik yang
ditekan serta keduanya merupakan target yang sulit untuk intervensi terapeutik dan
prosedur psikoanalisis serta psikodinamika terkait tidak efektif untuk menangani ini.
Pendekatan Behavioral (Pemaparan dan Pencegahan Ritual)
Dipelopori di Inggris oleh Victor meyer (1966), mengkombinasikan pemaparan
dengan pencegahan respons (ERP) (ranchman & hodgson, 1980). Pendekatan tersebut
baru-baru ini berganit nama yaitu pemaparan dan pencegahan ritual untuk
menggarisbawahi keyakinan magis yang dimiliki para penderita OCD bahwa perilaku
kompulsif mereka akan mencegah terjadinya hal-hal yang menakutkan. Dalam
metode ini (flooding) seseorang memaparkan dirinya pada situasi yang menimbulkan
tindakan kompulsif seperti memegang piring kotor kemudian menghindari untuk tidak
melakukan ritual yang biasanya dilakukannya yaitu mencuci tangan. Asumsinya
adalah bahwa ritual tersebut merupakan penguatan negative karena mengurangi
kecemasan yang ditimbulkan oleh suatu stimulus
Terapi Perilaku Rasional Emotif
Membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu mutlak harus
berjalan seperti yang mereka inginkan atau bahwa segala tindakan yang mereka
lakukan harus mutlak memberikan hasil sempurna. Teori kognitif beck juga dapat
bermanfaat (van open dkk., 1955). Dalam pendekatan ini pasien didorong untuk
menguji kekuatan mereka bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi jika mereka
tidak melakukan ritual kompulsif. Bagian yang tak terpisahkan dalam terapi kognitif
semacam itu adalah pemaparan dan pencegahan respons (atau ritual) karena untuk
mengevaluasi apakah tidak melakukan ritual kompulsif akan memberikan
konsekuensi yang mengerikan, pasien harus menahan diri untuk tidak melakukan
ritual tersebut .
Penanganan Biologis
Obat-obatan yang meningkatkan level serotonin seperti SSRI dan beberapa tricyclic
merupakan penanganan biologis yang paling sering diberikan kepada pasien dengan
gangguan obsesif- kompulsif. Kedua kelompok obat-obatan tersebut telah
memberikan hasil yang menguntungkan walaupun perlu dicatat bahwa suatu kajian
terhadap penanganan farmakologis oleh dua psikiater merendahkan pentingnya ERP
sebagai pendekatan baris pertama (rauch & jenike, 1998). Beberapa studi menemukan
antidepresan tricyclic kurang efektif dibandingkan ERP (balkom dkk., 1994). Suatu
studi terhadap depresan menunjukan perbaikan dalam ritual kompulsif hanya pada
pasien OCD yang juga menderita depresi (marks dkk., 1980). Dalam studi lain anti
depresan tricyclic bagi OCD ternyata hanya berjangka pendek. Diatas segalanya
gambaran mengenai efektivitas antidepresan tricyclic tidak pasti. Semua obat anti
depresan memiliki efek samping yang tidak mendorong sebagian orang untuk tetap
menggunakannya, beberapa contoh termasuk rasa mual, insomnia, agitasi,
mengganggu keberfungsian seksual dan bahkan beberapa efek negative bagi jantung
dan sistem peredaran darah (rauch & jenike., 1998).
Contoh Kasus Gangguan Obsesif Kompulsif
VIVAnews – Lauren Walsh, wanita berusia 21 tahun selalu menghabiskan banyak
waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika dihitung-hitung, ia bisa menghabiskan
10 jam sehari di kamar mandi, seperti dikutip dari DailyMirror. Lauren juga selalu
merasa takut karena dia berpikir setiap inchi tubuhnya dihinggapi bakteri, sehingga
dia harus mandi lagi dalam waktu lama untuk membersihkannya.
“Ini sampai ke titik saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing
berlangsung dua jam,” ujar Lauren. “Rasanya, ada begitu banyak hal, yang harus saya
lakukan. Setiap menit dari bagian tubuh saya harus dikontrol.” Lauren seperti
mendengar suara di kepalanya, yang dia sebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini seolah
meyakinkan dia bahwa dia selalu dalam keadaan kotor.
Lauren terus menerus mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di
sekolah. Penderitaan Lauren membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman-teman
sekolah. “Saya selalu merasa tidak normal.” Banyak teman-teman sekolah yang
kemudian menjuluki Lauren sebagai orang aneh dan stres.
Kamar tidurnya penuh dengan catatan karena Lauren merasa terdorong untuk
terus menulis. “Aku punya catatan untuk diingat kembali ketika saya berumur 12
tahun. “Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit setiap pagi karena saya
harus berbalik sampai saya berada di sudut kanan. Jika tidak merasa benar, saya
ulangi sampai hal itu benar.” Setelah itu, dia akan memastikan tempat tidur selalu
dalam keadaan sempurna tanpa ada kain yang kusut. Dia harus mencuci sarung bantal
setiap hari dan seprai setidaknya tiga kali seminggu.
“Di kamar mandi aku menggunakan sabun yang berbeda dan lotion untuk
bagian tubuh yang berbeda, dimulai di bagian atas dan bekerja dengan cara ke bawah.
Dibutuhkan waktu dua jam setiap kali mandi,” kata Lauren. Untuk menggunakan
toilet, dia harus menyekanya dulu kemudian duduk dengan cara yang benar. Lalu, dia
akan selalu merobek lembar pertama kertas toilet karena takut telah tersentuh orang
lain. Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12 lembar untuk selanjutnya dilipat
dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun dari toilet pun, dia masih
harus memutar sampai benar-benar merasa nyaman.
“Saya harus berjalan lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di
kaki. Jika tidak, saya harus mulai dari awal lagi. Jadi, saya akan berada di sana selama
berjam-jam
GANGGUAN DISOSIATIF
Gangguan Disosiatif adalah sebuah kelompok gangguan yang ditandai dengan adanya suatu
kekacauan atau disosiasi dari fungsi identitas, ingatan, atau kesadaran. Gangguan disosiatif terdiri dari
empat macam yaitu: amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalisasi, dan gangguan
identitas disosiatif. Para individu yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat berbagai
peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk
identitas baru. Mereka bahkan dapat pergi jauh dari tempat tinggal semula.
A. AMNESIA DISOSIATIF
Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori stelah kejadian yang penuh stres. Sesorang yang
mederita amnesia disosiatif tidak mampu menginat informasi yang penting, biasnaya setelah suatu
episode yang penuh stres. Informasi-informasi itu tidak hilang secraa permanen namun tidak dapat
diingat kembali saat episode amnesia. Memori yang hilang mencakup semua perisiwa dalam kurun
waktu tertentu setelah suatu kejadian traumatik.
Macam-macam Amnesia Disosiatif
× Amnesia Terlokalisasi, dimana peristiwa terjadi dalam suatu periode waktu tertentu hilang
dari ingatan. Orang tersebut tidak bisa mengingat kembali untuk beberapa jam, atau hari
setelah suatu kejadian yang menekan. Contoh: kecelakaan pesawat
× Amnesia Selektif orang lupa hanya pada hal-hal khusus yang mengganggu, yang terdapat
dalam suatu periode waktu tertentu. Contoh: seorang ayah dapat mengingat seluruh peristiwa
perampokan di rumahya, namun tidak bisa mengingat saat anaknya di sandera dan ditusuk
pisau.
× Amnesia Menyeluruh, orang yang melupakan seluruh kehidupannya. Namun, mereka
cenderung tetap untuk mempertahankan kebiasaan, selera, dan keterampilan mereka. Contoh:
seorang mahasiswa dapat mengingat masa kanak-kanaknya dan masa mudanya hingga ia
masuk universitas, namun ia lupa semua hal yang terjadi setelah awal kuliah saat seorang
sahabatnya meninggal karena jatuh dari lantai 3.
Gejala Amnesia disosiatif
Gejala Amnesia tergantung pada penyebabnya , namun umumnya meliputi :
× Kehilangan memori
× Kebingungan
× Ketidakmampuan untuk mengenali wajah-wajah atau tempat
× Setelah orang itu pulih, mereka biasanya tidak bisa mengingat episode amnesia mereka
× Kebanyakan orang dengan amnesia dissosiative setidaknya depresi atau sangat menderita
dengan amnesia mereka
Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV
A. Gangguan yang predominan adalah satu atau lebih episode ketidakmampuan mengingat
informasi pribadi yang penting, biasanya bersifat traumatic atau stres, yang terlalu luas untuk
dijelaskan oleh kelupaan yang biasa.
B. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan Identitas
Disosiatif, Fugue Disosiatif, Gangguan Stres Pasca Trauma, Gangguan Stres Akut, atau
Gangguan Somatisasi dan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum lainnya (misalnya,
Gangguan Amnestik karena Trauma Kepala)
C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi
social, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Contoh kasus
Dalam kondisi bingung, Dory mendatangi pusat krisis kesehatan mental, air mata mengalir
diwajahnya. “saya tidak tahu dimana saya tinggal atau siapakah saya! Dapatkah seseorang membantu
saya?” Tim krisis membantu mencari tasnya, namun tidak menemukan apapun, hanya sebuah foto
gadis kecil berambut pirang. Dory tertidur dan menjadi kehabisan tenaga, ia tidur disebuah tempat
tidur yang dapat membuatnya tenang. Tim krisis memanggil polisi local untuk mencari apakah
terdapat laporan orang hilang. Gadis kecil difoto tersebut adalah putri Dory. Ia ditabrak sebuah mobil
ditempat parkir yang penuh pada sebuah pusat belanja. Walaupun mendapat luka dengan kaki yang
patah, gadis tersebut dapat beristirahat dengan nyaman disebuah ruang perawata di rumah sakit.. Dory
muncul dan berkeliling selama beberapa jam. Ia meninggalkan dompet dan kartu identitas lainnya
pada pekerja social rumah sakit di kamar darurat. Saat Dory bangun, ia dapat mengingat siapa dirinya
dan lingkungan kecelakaan, tapi ia tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi.
B. FUGUE DISOSIATIF
Fugue disosiatif sebelumnya disebut fugue psikogenik. Fugue berasal dari bahasa latin
yaitu fugere, yang berarti melarikan diri. Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai
dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru. Hilangnya memori lebih besar daripada
amnesia disosiatif. Orang yang bersangkutan tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba
meninggalkan rumah dan bekerja menggunakan identitas baru. Kadangkala orang tersebut
mempunyai nama baru, rumah baru, pekerjaan baru, dan bahkan serangkaian karakteristik kepribadian
baru. Penyebab fugue disosiatif serupa dengan amnesia disosiatif. Gangguan ini muncul sesudah
individu mengalami stress atau konflik yang berat.
Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV
A. Gangguan yang predominan adalah bepergian jauh dari rumah atau tempat kerja yang
biasanya terjadisecara tiba-tiba, tidak diduga, dengan ketidakmampuan untuk mengingat masa
lalunya.
B. Kebingungan tentang identitas pribadi atau memakai identitas baru (sebagian atau
seluruhnya)
C. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan Identitas
Disosiatif, dan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (penyalahgunaan zat,
pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, epilepsy lobus temporalis)
D. Gejala meyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi
social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Contoh Kasus
Laki-laki itu memberi tahu polisi bahwa namany Burt Tate . Lelaki berkulit putih berusia 42
tahun ini terlibat perkelahian di restoran tempat kerjanya. Saat polisi tiba, mereka menemukannya
tidak membawa kartu identitas. Ia mengatakan pada mereka bahwa ia telah datang ke kota tersebut
beberapa minggu yang lalu, namun tidak dapat mengingat dimana ia tinggal atau bekerja sebelum
datang ke kota itu. Mesti tidak ada tuduhan yang diberikan kepadanya, polisi memintanya datang ke
ruang gawat darurat untuk dievaluasi. “Burt” tahu kota apa itu dan tahu tanggal berapa sekarang dan
menyadari bahwa terasa aneh kalau ia tidak mengingat masa lalunya, tetapi terlihat tidak peduli
dengan hal itu.
Tidak ada bukti adanya luka fisik atau trauma otak atau penyalahgunaan obat maupun
alkohol.
Polisi membuat beberapa pertanyaan dan menemukan bahwa Burt sesuai dengan profil seseorang
yang hilang, Gene Saunders, yang telah menghilang sebulan sebelumnya dari sebuah kota yang
berjarak 2000 mil. Mrs Saunders ditelepon dan meyakinkan bahwa Burt benar suaminya. Ia
melaporkan bahwa suaminya yang telah bekerja di tingkat manajemen madya di sebuah perusahaan
manufaktur, tengah mengalami kesulitan di tempat kerja sebelum menghilang. Ia tidak dipromosikan
dan penyelianya sangat kritis terhadap pekerjaannya.
Tekanan kerja tampak mempengaruhi perilakunya di rumah. Sebelumnya ia mudah bergaul
dan bersosialisasi, lalu ia menarik diri dan mulai mengkritik istri dan anak-anaknya. Kemudian sesaat
sebelum menghilang, ia berdebat keras dengan anak laki-lakinya yang berusia 18 tahun. Anaknya
memanggilnya pecundang dan keluar dari rumah. Dua hari kemudian, laki-laki itu menghilang. Saat
dihadapkan dengan istrinya lagi, ia mengaku tidak mengenalinya namun jelas ia tampak gugup.
C. GANGGUAN DEPERSONALISASI
o Gangguan depersonalisasi, merupakan gangguan dimana persepsi atau pengalaman seseorang
terhadap diri sendiri berubah secara menyedihkan dan mengganggu, di dalam DSM-IV-TR
tercantum sebagai gangguan disosiatif. Namun dalam pencamtumannya masih terdapat
kontroversi karena gangguan depersonalisasi tidak mencakup gangguan memori, yang merupakan
ciri khusus gangguan disosiatif lainnya.
o Gangguan depersonalisasi ini umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan
rasa diri mereka. Mereka mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa contohnya ukuran
tangan dan kaki mereka tampak berubah secara drastis atau suara mereka terdengar asing bagi
mereka sendiri. Mereka juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri
dari kejauhan. Kadangkala mereka merasa seperti mesin, seolah-olah mereka dan orang-orang
lain adalah robot atau mereka seolah bergerak di dunia yang tidak nyata. Episode-episode yang
sama kadangkala terjadi dalam beberapa gangguan lain seperti skizofrenia, serangan panik,
gangguan stres pascatrauma dan gangguan kepribadian ambang.
o Gangguan depersonalisasi biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis,
yaitu dialami dalam waktu yang lama dan sering kali terdapat trauma masa kecil. Komorbiditas
dengan gangguan kepribadian sering terjadi, juga gangguan anxietas dan depresi. Gangguan
depersonalisasi seringkali hilang tanpa pengobatan. Pengobatan dijamin hanya jika gangguan
tersebut lama, berulang, atau menyebabkan gangguan. Psikoterapi psikodinamis, terapi perilaku,
dan hipnotis telah efektif untuk beberapa orang.
1. Konseling psikologis
Konseling psikologis akan membantu pasien memahami mengapa terjadi depersonalisasi dan
melatih pasien untuk berhenti khawatir mengenai gejala yang terjadi. Gangguan
depersonalisasi juga dapat membaik ketika konseling membantu dengan kondisi psikologis
lain, seperti depresi.
2. Obat-obatan
Meskipun tidak ada obat khusus, namun sejumlah obat yang umumnya digunakan untuk
mengobati depresi dan kecemasan juga dapat membantu kondisi gangguan depersonalisasi.
Beberapa contoh yang telah ditunjukkan untuk meredakan gejala tersebut termasuk:
1. Fluoxetine (Prozac)
2. Clomipramine (Anafranil)
3. Clonazepam (Klonopin)
3. GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF
Kriteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Identitas Disosiatif
- Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas
- Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang
- Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting
o Menurut DSM-IV-TR, diagnosis Gangguan Identitas Disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila
seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah atau berubah (moda yang
berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling memengaruhi
dan memegang kendali pada waktu yang berbeda. Kadangkala terdapat satu kepribadian dan
penanganannya biasanya diperuntukkan bagi kepribadian primer.
o Umumnya terdapat dua hingga empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama
berlangsungnya terapi sering kali muncul beberapa kepribadian baru. Kesenjangan memori juga
umum terjadi dan biasanya karena sekurang-kurangnya satu kepribadian tidak memiliki kontak
dengan yang kepribadian lain. Eksistensi berbagai kepribadian yang berbeda juga harus bersifat
kronis (terjadi dalam waktu yang lama) dan parah (menyebabkan kehidupan penderita sangat
terganggu). Perubahan tersebut bukan merupakan perubahan sementara, misalnya karena minum
obat tertentu.
o Setiap kepribadian dapat bersifat cukup kompleks, memiliki pola perilaku, memori dan hubungan
tersendiri (masing-masing menentukan karakter dan tindakan individu bila sedang memegang
kendali). Biasanya masing-masing kepribadian tersebut cukup berbeda, bahkan saling
bertentangan.
o Gangguan identitas disosiatif biasanya berawal pada masa kanak-kanak, namun jarang
didiagnosis hingga usia dewasa. Gangguan ini lebih luas daripada gangguan disosiatif lain dan
penyembuhannya kurang menyeluruh. Gangguan ini jauh lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Penegakan diagnosis lain khususnya depresi, gangguan kepribadian
ambang dan gangguan somatisasi sering terjadi. GID umumnya disertai dengan sakit kepala,
penyalahgunaan zat, fobia, halusinasi, upaya bunuh diri, disfungsi seksual, perilaku melukai diri
sendiri dan juga simtom-simtom disosiatif lain seperti amnesia dan gangguan depersonalisasi.
o Prevensi atau penanganan pada gangguan ini bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu:
1.Pendekatan psikodinamik
Tradisional psikoanalisis bertujuan membantu orang dengan gangguan identitas disosiatif
mengungkap dan belajar untuk mengatasi trauma anak usia dini. Wilbur (1986) menawarkan
beberapa variasi pada tema dalam diskusinya pengobatan psikoanalitik orang dengan
kepribadian ganda. Pertama, Wilbur menunjukkan bahwa analis dapat bekerja dengan apa
pun kepribadian adalah naiknya selama sesi terapi. Setiap dan semua kepribadian dapat
diminta untuk berbicara tentang kenangan dan impian mereka sebaik yang mereka bisa.
Setiap dan semua kepribadian dapat yakin terapis akan membantu mereka memahami
kecemasan mereka dan aman pengalaman "menghidupkan kembali" traumatik sehingga
mereka dapat dibuat sadar dan mereka dapat membebaskan energi psikister perangkap oleh
mereka. Wilbur memerintahkan terapis untuk diingat bahwa kecemasan yang dialami selama
sesi terapi dapat menyebabkan saklar dalam kepribadian karena kepribadian alternatif yang
mungkin dikembangkan sebagai sarana untuk mengatasi kecemasan intens. Namun akhirnya,
pengalaman awal yang cukup dapat dibawa ke cahaya sehingga reintegrasi kepribadian
menjadi mungkin.
2.Pendekatan biologi
Tidak ada obat telah dikembangkan untuk mengintegrasikan kepribadian mengubah. Namun,
orang dengan kepribadian ganda sering menderita kecemasan depresi, dan masalah lain yang
dapat diobati dengan obat seperti antidepresan dan agen anti ansietas. Beberapa bukti
menunjukkan ada selective serotonin-reuptake inhibitor seperti Prozac untuk memiliki
beberapa manfaat sederhana dalam mengobati gangguan depersonalisasi. Namun, penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki pendekatan biologis yang dapat membantu
doktermendorong integrasi dari berbagai kepribadian.
3.Pendekatan perilaku
Teknik perilaku telah diterapkan untuk pengobatan orang dengan kepribadian ganda.
Kohlenberg menyimpulkan bahwa kepribadian ganda adalah pola respons yang dipelajari
yang kinerjanya terhubung dengan kontingensi penguatan. Dalam kasus kepribadian ganda,
seperti dicatat oleh Spanos dan rekan-rekannya (1985), penguatan dapat mengambil bentuk
perhatian ekstra dari terapis yang menganggap kasus kepribadian ganda menjadi glamor dan
eksotis. Ada bukti terlalu sedikit untuk menyimpulkan bahwa orang dengan kepribadian
ganda pada umumnya akan merespon penguatan selektif dari kepribadian yang paling
adaptif. Bentuk terapi juga menimbulkan masalah etis tentang apakah atau tidak terapis
memiliki hak untuk menentukan kepribadian harus selektif diperkuat.
ETIOLOGI GANGGUAN DISOSIATIF
o Istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, disosiasi, yang diduga menjadi
penyebabnya. Konsep ini berasal dari tulisan karya Pierre Janet, seorang neurology
berkembangsaan Prancis. Pemikiran dasar dari konsep ini adalah kesadaran biasanya
merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi, dan motivasi. Namun dalam
kondisi sters, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudan hari
tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang
bersangkutan. Kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.
o Para teoris behavioral menganggap disosiasi sebagai respon menghindar yang melindungi
seseorang dari berbagai kejadian yang penuh stress dan ingatan akan kejadian tersebut.
o Shobe dan Kihlstrom (1997) berpendapat bahwa respons umum terhadap trauma adalah
menguatnya memori, namun kita berbicara mengenai cara merespons yang umum bila
menyangkut gangguan disosiatif.
o Terdapat dua teori besar mengenai GID :
1. GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan berat secara fisik
atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan disosiasi dan terbentuknya berbagai
keprbadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma. Penyiksaan ini terbukti
berkaitan dengan simpton-simpton disosiatif. Ada dua diathesis dalam teori ini yaitu,
kondisi sangat mudah dihipnotis memfasilitasi terbentuknya berbagai kepribadian melalui
hipnotis diri sendiri. Lalu diathesis yang kedua adalah oang-orang yang menderita GID
memiliki kecendrungan tinggi untuk berfantasi.
2. GID merupakan pelaksanaan peran social yang dipelajari. Kepribadian-kepribadian yang
muncul pada masa dewasa kebanyakan disebabkan oleh berbagai sugesti yang diberikan
oleh terapis. GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran (atau malingering);
masalahnya tidak terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun
bagaimana GID terjadi dan menetap.
TERAPI UNTUK GANGGUAN DISOSIATIF
Terapi untuk amnesia disosiatif dan fugue disosiatif
1. Terapi kognitif
Terapi kognitif mungkin memberi manfaat spesifik untuk individu dengan gangguan
trauma. Identifikasi spesifik dari penyimpangan kognitif berdasar pada trauma
mungkin memberikan jalan untuk mengingat riwayat hidupnya pada pasien dengan
riwayat amnesia. Pasien menjadi mampu untuk memperbaiki penyimpangan kognitif,
khususnya arti trauma sebelumnya, mengingat kembali dengan lebih detail kejadian
traumatik yang mungkin terjadi.
2. Hipnosis
Hipnosis dapat digunakan sebagai salah satu jalan terapi amnesia disosiatif. Intervensi
hipnosis dapat digunakan untuk membatasi, mengatur intensitas gejala; memfasilitasi
pengendalian recall; menyediakan dukungan pada pasien.
3. Terapi somatik
Tidak diketahui farmakoterapi yang ada untuk amnesia disosiatif selain wawancara
yang difasilitasi farmakologi. Beberapa agen digunakan untuk tujuan ini, termasuk
sodium amobarbital, thiopental, benzodiazepine, amphetamine.
Wawancara yang difasilitasi farmakologi digunakan terutama dalam menangani
amnesia akut dan reaksi konversi, atau indikasi lainnya. Prosedur ini juga terkadang
digunakan pada kasus amnesia disosiatif kronik dimana pasien tidak memberi respon
pada intervensi lain.
Terapi untuk gangguan identitas disosiatif
1. Terapi psikoanalis lebih banyak dipilih untuk mengangkat represi menjadi hukum
sehari-hari, dan dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.
2. Terapi Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR).
3. Terapi pemulihan kenangan, umumnya seseorang dihipnotis dengan bantuan obatobatan dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa pada
masa kecilnya (teknik represi umur) sehingga ia menyadari bahwa bahaya dari masa
kecilnya saat ini sudah tidak ada dan kehidupannya yang sekarang tidak perlu
dikendalikan oleh hantu masa lalu tersebut.
4. Pemberian obat-obatan psikoaktif seperti tranquilizer dan antidepresan.
Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penanganan gangguan identitas
disosiatif, terlepas dari orientasi ahli klinis :
Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian
1. Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa dia adalahbagian dari satu orang
dan kepribadian-kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
2. Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyamanan, bukan
sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom yang tidak
memiliki tanggung jawab secara keseluruhan atas berbagai tindakan orang yang bersangkutan
secara keseluruhan.
3. Seluruh kepribadian harus diperlakukan dengan adil dan empati
4. Terapis harus mendorong mengambil empati dan kerja sama diantara berbagai kepribadian
5. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kana-kanak yang
mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Tujuan dari setiap pendekatan terhadap GID ini haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa
memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak diperlukan lagi untuk
menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal atau trauma
di masa kini atau yang akan dihadapi di masa mendatang. Selain itu harus diajarkan pada pasien
untuk menghadapi berbagai tantangan masa kini dengan lebih baik. Semakin banyak jumlah
kepribadian, semakin lama penanganan yang diperlukan. Terapi memerlukan waktu selama
hampir dua tahun dan lebih dari 500 jam per pasien.
Pengertian Gangguan Mood
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis
kita
Orang dengan gangguan mood (mood disorder) mengalami gangguan mood yang luar
biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi
dalam memenuhi tanggung jawab secara normal
Karakterisik Umum Gangguan Mood
1. Depresi-Gejala dan simtom
Kesedihan yang amat sangat, Perasaan bersalah dan tidak berarti, Menarik diri dari
orang lain, Kehilangan nafsu makan, Tidak dapat tidur, Sulit memusatkan perhatian,
Lebih suka duduk sendiri dan berdiam diri. Simtom dan gejala-gejala depresi cukup
bervariasi tergantung tingkatan usia. Depresi pada anak-anak sering kali mengakibatkan
berbagai keluhan somatik, seperti sakit kepala atau sakit perut. Pada orang-orang tua,
depresi sering kali ditandai oleh ketidakmampuannya untuk memusatkan perhatian dan
keluhan hilangnya memori
2. Mania-Gejala dan simtom
Kondisi emosional dan mood yang intens, Merasa gembira yang amat sangat tanpa
alasan, Mudah tersinggung yang disertai hiperaktivitas, Banyak berbicara, Pikiran yang
meompat-lompat, Perhatian yang mudah teralih. Orang yang berada pada episode manik
dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa bulan, dapat segera dikenali melalui
rentetan kata yang diucapkan dengan keras dan tanpa henti, terkadang penuh dengan katakata konyol, gurauan, puisi, dan komentar tentang berbagai objek dan kejadian di sekitar
yang menarik perhatian si pembicara.
3. Daftar Diagnostik Resmi Gangguan Mood
• Diagnosis Depresi Mayor
Hilangnya minat, dan kesenangan yg berlangsung kurang lebh 2 minggu. Sulit
tidur, pikiran utk bunuh diri, kehilangan nafsu makan, perasaan tidak berarti, dan sulit
berkonsentrasi.
• Diagnosis Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar I merupakan gangguan yang mencakup episode mania dan
gangguan campuran, sebagaian penderita juga mengalami episode depresi
4. Heterogenitas dalam kategori
o Banyak penderita dengan gejala heterogen, tapi dikelompokkan pada diagnosis yang
sama.
o Episode manik dan depresif mungkin ditandai fitur katatonik (gangguan motorik,
aktifitas tidak bertujuan).
o Gangguan bipolar dan unipolar mungkin sifatnya musiman bila pasien secara teratur
mengalaminya.
5. Gangguan mood kronis
Jangka panjang, minimal 2 tahun, belum cukup mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.
Ada 2 jenis:
a. Gangguan cyclothymic
Periode depresi dan hipomania berulang. Selama depresi pasien merasa inadekuat,
selama hipomania self esteem meningkat. Menarik diri, tidur terlalu sering atau terlalu
sebentar, sulit konsentrasi, dan jarang berbicara.
b. Gangguan dysthymic
Depresi kronis, feeling blue, sedikit sekali merasa senang, insomnia atau justru terlalu
banyak tidur, tidak efektif, letih, pesimis, sulit konsentrasi, dan berpikir jernih,
menghindari bersama-sama dengan orang lain. Pasien distimia mengalami 3 atau
lebih simtom additional, meliputi mood depresif tapi bukan suicidal thought. Minimal
berlangsung selama 2 bulan.
6. Gangguan mood dan kreativitas
Sejumlah artis, komposer, dan penulis yang pernah mengalami gangguan mood
adalah impulsif, seperti Michael Angelo, van Gogh, Schumann, dll. Mungkin keadaan
manic memicu kreativitas terkait adanya peningkatan mood, energi, pikiran yang muncul
tiba-tiba, dan kemampuan menghubung-hubungkan ide. Menurut Weisberg (1994),
perubahan mood mempengaruhi motivasi untuk menghasilkan karya kreatif daripada
proses kreatif itu sendiri
7. Gangguan mood dan emosi
Individu yang depresi lebih sedikit menunjukkan ekspresi wajah positif dan mengalami
emosi menyenangkan. Gangguan kecemasan biasanya muncul bersamaan dengan depresi.
Teori Tentang Gangguan Mood
A. Teori Psikoanalisis Tentang Depresi
Menurut Freud (1917/ 1950) potensi depresi muncul pada awal masa kanak-kanak.
Pada fase oral anak mungkin kurang terlalu terpenuhi kebutuhannya, sehingga ia
terfiksasi pada fase ini mengakibatkan individu dependen, low self esteem. Hipotesanya
adalah, setelah kehilangan orang yang dicintai, ia mengidentifikasi diri dengan orang
tersebut seolah untuk mencegah kehilangan. Lama-lama ia malah marah pada dirinya
sendiri, merasa bersalah.
B. Teori Kognitif Tentang Depresi
a. Teori depresi Beck (1967)Individu menjadi depresi akibat interpretasi negatif yang
bias. Pada waktu kecil/remaja muncul skema negatif akibat kejadian-kejadian buruk
ia merasa akan selalu sial/gagal, dipadu dengan bias kognitif muncul triad negatif
(pandangan sangat negatif tentang diri, dunia, masa depan).
b. Teori helplessness
o Learned helplessness
Kepasifan individu dan perasaan tak berdaya mengontrol hidupnya, didapat
dari pengalaman-pengalaman buruk/ trauma, mengarah pada depresi.
o Attribution and learned helplessness
Pada situasi dimana individu pernah gagal, ia akan mencoba mengatribusikan
penyebab kegagalan. Individu depresi bila mereka mengatribusikan kejadian
negatif bersifat stabil dan global. Individu depresi biasanya menunjukkan
depressive attributional style yang mengatribusikan rasa hasil negatif sebagai
personal, global, penyebabnya stabil.
C. Teori hopelessness
Sejumlah bentuk depresi dianggap sebagai akibat hopelessnessà merasa hasil yang
diharapkan takkan pernah muncul, individu tak bisa merubah situasi. Kemungkinan
muncul akibat self esteem yang rendah, kecenderungan anggapan bahwa kejadian negatif
akan mengakibatkan sejumlah hal negative.
D. Teori Interpersonal Tentang Depresi
Individu depresi cenderung terbatas jaringan dan dukungan sosialnyaàmengurangi
kemampuan individu mengatasi kejadian negatif, rentan terhadap depresi. Individu
depresi berusaha meyakinkan diri bahwa orang lain benar peduli. Namun ketika yakin,
rasa puasnya hanya sebentar. Berhubungan dengan konsep diri negatif. Kompetensi sosial
yang rendah diperkirakan memunculkan depresi pada anak usia TK. Interpersonal
problem solving skill yang rendah dapat meningkatkan depresi pada remaja.
Teori Biologis Gangguan Mood
1. Data Genetik
Hipotesis terhadap orang yang diadopsi mengatakan bahwa terdapat kaitan antara gangguan
bipolar dengan komponen keturunan.
2. Neurokimia dan Gangguan Mood
Hal ini berkaitan dengan peran neurotransmitter dalam gangguan mood. Ada 2
neurotransmitter yang banyak dipelajari yaitu norepinefrin dan serotonin.
Teori norepinefrin merupakan yang paling relevan dengan gangguan bipolar dan secara
umum dinyatakan bahwa kadar norepinefrin rendah memicu depresi dan kadar yang tinggi
dapat memicu mania.
Teori serotonin menyatakan bahwa kadar serotonin yang rendah menimbulkan depresi.
Neuron prasinaptik dan neuron pascasinaptik
1. Ketika suatu neuron melepaskan norepinefrin atau serotonin dari bagian ujungnya,
mekanisme pengembalian yang bekerja seperti pompa langsung berjalan untuk mengikat
kembali beberapa molekul neurotransmitter sebelum diterima oleh neuron pascasinaptik
(reseptor).
2. Obat-obat trisiklik menghambat proses pengembalian tersebut, memungkinkan lebih
banyak norepinefrin atau serotonin untuk sampai pada dan sekaligus merangsang meuron
pascasinaptik. Penghambat pengembalian serotonin bekerja lebih selektif pada serotonin
Validitas teori mengaitkan rendahnya kadar norepinefrin atau serotonin dengan depresi dan
tingginya kadar norepinefrin dengan mania ?
Pertama, serangkaian studi yang dilakukan olehBunney dan Murphy di National Institute of
Mental Health memantau secara teliti kadar norepinefrin dalam urin pada sekelompok pasien
bipolar sering mereka mengalami siklus tahap depresi , mania dan kenormalan. Kadar
norepinefrin dalam urin berkurang ketika pasien mengalami depresi (Bunney, dkk 1970) dan
akan meningkat ketika mengalami mania, menginformasikan hipotesis bahwa kadar
norepinefrin yang rendah memiliki kaitan dengan depresi dan kadar yang tinggi berkaitan
dengan mania. Persoalan tersebut merupakan perubahan yang diakibatkan oleh meningkatnya
kadar aktivitas motorik pada mania dapat meningkatkan aktivitas norepinefrin.
3. Sistem Neuroendokrin
Berkaitan dengan aksis hipotalamus-pituitari-adrenokortikal berperan dalam depresi.
Bagian limbik pada otak sangat terkait dengan emosi dan juga mempengaruhi hipotalamus,
dimana hipotalamus mengatur berbagai kelenjar endokrin dan sekaligus kadar hormon yang
dihasikan. Hormon-hormon dari hipotalamus juga mempengaruhi kinerja dari kelenjar
pituitari. Karena relevansinya dengan apa yang di simtom vegetatif pada depresi , seperti
gangguan nafsu makan, dan tidur diperkirakan aksis hipotalamik-pituitari-adrenokortikal
berkeja terlalu aktif dalam kondisi depresi.
Kadar kortisol yang tingi pada pasien depresi , kemungkinan terjadi karena sekresi yang
berlebihan pada hormon yang melepaskan thyrotropin oleh hipotalamu. Sekresi kortisol yang
berlebihan pada orang yang depresi juga menyebabkan pembesaran kelenjar adrenalin. Hal
ini dikaitkan dengan kerusakan hipokampus dimana pasien menunjukkan abnormalitas
hipokampus.
4. Teori Terpadu Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar mencerminkan suatu gangguan dalam sistem motivasional yang disebut
sistem aktivasi behavioral atau BAS. Secara biologis BAS diyakini terkait dengan jalur-jalur
saraf didalam otak yang melibatkan neurotransmitter dopamin yang sering kali terkait dengan
perilaku imbalan. BAS dan berbagai manifestasi behavioral termasuk pencapaian tujuan ,
berhubungan dengan simtom-simtom manik dalam gangguan bipolar.
Terapi Gangguan Mood
Depresi berakhir setelah beberapa bulan namun terasa lebih lama oleh penderita yang
mengalami depresi serta orang terdekat mereka. Depresi dapat berakhir dengan sendirinya
dalam batas waktu tertentu namun merugikan penderita serta orang terdekat mereka sehingga
tidak dapat dibiarkan sendiri dan harus ditangani. Sehingga pentingnya menangani depresi
serta gangguan bipolar yang cenderung menjadi resiko untuk bunuh diri. Beberapa terapi
yang efektif dapat dilakukan seperti terapi yang bersifat psikologis dan biologis secara
tersendiri maupun dikombinasikan.
1. Terapi Psikologis Depresi
a. Terapi Psikodinamika
Depresi dianggap terjadi karena rasa kehilangan dan keamarahan yang secara tidak sadar
diarahkan ke dalam diri, terapi psikoanalisis berupaya membantu pasien memperoleh insight
atas konflik yang dianggapnya menekan dan mendorong pelepasan agresivitas yang selama
ini di asumsikan terarah ke dalam diri. Tujuan terapi ini yakni mengungkap motivasi atas
depresi yang dialami pasien. Terapi ini juga menitik beratkan pemahaman yang lebih
terhadap masalah interpersonal yang memicu terjadinya depresi dan bertujuan memperbaiki
hubungan dengan orang lain. Terapis harus memandu pasien untuk menghadapi fakta. Inti
terapi ini membantu pasien mempelajari perilaku interpersonalnya saat ini dapat menjadi
hambatan untuk mendapatkan kegembiraan dalam hubungan