kepercayaan 1
By tuna at November 26, 2023
kepercayaan 1
Setiap manusia sadar bahwa selain dunia yang fana ini, ada suatu alam dunia yang tak
tampak olehnya, dan berada di luar batas akalnya. Dunia itu adalah dunia supernatural, atau
dunia alam gaib. Berbagai kebudayaan menganut kepercayaan bahwa dunia gaib dihuni oleh
berbagai makhluk dan kekuatan yang tak dapat dikuasai oleh manusia. Makhluk dan
kekuatan yang menghuni dunia gaib adalah: [1] dewa-dewa yang baik maupun yang jahat;
[2] makhluk-makhluk halus lainnya, seperti para leluhur, hantu dan lain-lainnya, yang seperti
halnya para dewa, juga ada yang bersifat baik dan bersifat jahat; [3] kekuatan sakti yang
dapat bermanfaat bagi manusia maupun yang dapat membawa bencana.
Dalam suatu sistem kepercayaan, orang membayangkan wujud dari dunia yang gaib,
termasuk wujud dewa-dewa (theogoni), makhluk-makhluk halus, kekuatan sakti, keadaan
ruh-ruh manusia yang telah meninggal, maupun wujud dari bumi dan alam semesta (yang
disebut ilmu kosmogoni dan kosmologi). Dalam agama-agama besar seperti Islam, Hindu,
Budha, Jaina, Katolik, Kristen, dan Yahudi, adakalanya sifat-sifat Pencipta tertera dalam
kitab-kitab suci agama-agama ini , dan dengan demikian sifat-sifat Pencipta ini
diserap pula ke dalam sistem kepercayaan dari agama-agama yang bersangkutan. Sistem
kepercayaan itu ada yang berupa konsepsi mengenai paham-paham yang terbentuk dalam
pikiran para individu penganut suatu agama, namun ada juga berupa konsepsi-konsepsi
serta faham-faham yang dibakukan di dalam dongeng-dongeng serta aturan-aturan.
Dongeng-dongeng dan aturan-aturan ini biasanya merupakan kesusasteraan suci yang
dianggap keramat ,
Dalam Islam, Yang Gaib dikenal dengan sebutan Pencipta . Dia adalah Zat yang tidak
mungkin dapat jangkau oleh akal pikiran manusia. Yang mungkin dilakukan manusia adalah
mencoba memahami Pencipta di luar Esensi-Nya (Zat-Nya), yakni memahami sifat-sifat-Nya.
Berkenaan dengan hal ini, Bubuhan Kumai sangat menekankan pada pentingnya menjaga
kemurnian akidah dengan tidak mempersamakan Pencipta dengan apa pun. Kemurnian akidah
ini dalam Islam dikenal dengan tauh}i>d. Tauh}i>d berarti keyakinan tentang adanya Pencipta Yang
Maha Esa, yang tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya dalam zat, sifat atau perbuatanperbuatan-Nya; yang mengutus para rasul untuk menunjukkan dunia dan umat manusia ke
jalan yang benar; yang meminta pertanggungjawaban hamba di kehidupan akhirat dan
membalas perbuatan baik atau buruk yang dilakukannya di dunia ,Bagi
seorang Muslim ini merupakan doktrin Islam yang paling penting
Melalui pengenalan tauh}i>d, seorang Muslim akan menyadari bahwa Pencipta adalah
dimensi yang memungkinkan adanya dimensi-dimensi lain; Dia memberikan arti dan
kehidupan kepada setiap sesuatu. Dia serba meliputi; secara harfiah Dia adalah tak terhingga
dan hanya Dia sajalah yang tak terhingga. Di dalam kehidupan, setiap sesuatu yang selainNya, terlihat tanda keterhinggaannya dan tanda bahwa ia adalah ciptaan Pencipta ,Dia adalah pencipta dan pengatur alam semesta serta seluruh kehidupan manusia.
Apa pun aktivitas manusia selalu berada dalam pengawasan-Nya dan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti di hadapan pengadilan-Nya. Mengingat posisi Pencipta seperti
ini, Bubuhan Kumai memiliki kewajiban religius untuk mengenal Pencipta dan mewariskannya kepada generasi berikutnya. Berkaitan dengan hal ini, setiap varian Bubuhan Kumai
memiliki cara berpikirnya sendiri dalam mengenal dan mewariskan kePencipta an kepada
generasi dan komunitasnya.
Varian Awam Awam
Wilayah yang representatif untuk melihat pandangan varian Awam mengenai Pencipta
adalah Desa Sungai Sekonyer1
, yang terletak agak jauh dari ibukota kecamatan. Penduduk di
desa ini bermata pencaharian penambang poya (silikon), peiwakan (nelayan air tawar),
pemantungan (pencari karet jelutung di hutan rimba), penyontekan (penyadap karet), dan
pehumaan (petani). Penduduknya hidup di tepi-tepi sungai dan hidup berkelompok
berdasar ikatan kekerabatan (bubuhan) dan jarak antara satu kelompok dengan yang lain
dibatasi oleh sungai-sungai kecil atau hutan-hutan yang berada di bawah kekuasaan
kelompok (lokal: lokasi). Selain ada yang menetap di suatu wilayah tertentu di pinggir
sungai, ada juga penduduk yang membuat perahu rumah.
2
berdasar paparan ini, maka
pengetahuan mereka tentang Pencipta didominasi oleh lingkungan yang mengitari mereka.
Proses transformasi ajaran agama (Pencipta ) tampaknya lebih didominasi melalui proses tutur
daripada tulis. Orang tua mewariskan pengetahuan kePencipta an dengan metode-metode yang
diwariskan dari leluhur mereka sehingga mata rantai pengetahuan tampak sederhana dan
tidak rumit. Hal ini dilakukan oleh suatu kesadaran tentang pentingnya Pencipta dalam
kehidupan, keterlibatan Pencipta dalam mengatur rezeki mereka, serta menanamkan kePencipta an
itu kepada anak-anak mereka.
Orang-orang yang menghuni Sungai Sekonyer ini tahu persis bahwa Pencipta selalu
mengawasi dan menentukan jalan hidup mereka. Jika mereka melanggar atau menjauh dariNya, maka bisa menyebabkan Pencipta marah yang ditandai dengan kesulitan-kesulitan dalam
mencari rezeki atau penyakit-penyakit tertentu. Untuk menjaga itulah diperlukan adanya
suatu sarana untuk selalu berhubungan dengan Pencipta , yakni melalui ibadah, yang dalam
pemahaman orang-orang Awam direpresentasikan melalui beselamatan.
Beselamatan dalam kaitannya dengan Pencipta ini bertujuan untuk memperoleh
keselamatan dan berkat-Nya. ritual ini biasanya dilaksanakan pada pagi hari Jumat atau
malam Jumat dengan mengundang kerabat atau orang-orang yang berada di lokasi yang
sama untuk berkumpul bersama berdoa kepada Pencipta yang dipimpin oleh seorang tetuha
yang dianggap saleh.3
Beberapa kegiatan yang selalu melibatkan beselamatan adalah
membuka lahan poya baru, memulai menyadap karet, berburu hewan, dan lain-lain. Untuk
ritual ini, hidangan yang paling umum adalah nasi kuning (terbuat dari beras ketan putih
yang dicampuri kunyit dan santan), inti (terbuat dari perutan kelapa yang dicampur gula
merah), semangkuk air yang di dalamnya ada pemapai (semacam kuas) yang terbuat dari
daun pisang muda. Usai ritual beselamatan, mangkok berisi air dan pemapai tadi akan
dibawa ke lokasi baru dan dengan menggunakan pemapai tadi air kemudian dipercikan di
atas lokasi baru. Menurut informan, air ini berguna untuk mengusir makhluk-mahkluk
pengganggu di lokasi ini karena air ini telah diberkati Pencipta . Bahkan, sebagaimana diungkapkan oleh Pak Samsudin, air beselamatan itu akan memudahkan pekerjaan dan
hasil yang diperoleh juga banyak (Wawancara, 6-07-2008).4
Hubungan beselamatan dan
akibat darinya dapat digambarkan sebagai berikut (GGbr. IVa Gbr. IVa).
Bagian penting lainnya dalam upaya menanamkan ketauhidan adalah lewat nyanyiannyanyian atau syair-syair yang di dalamnya berisi ajaran-ajaran kePencipta an. Seorang informan, bernama Bu Sapiah (35), yang bekerja membantu suaminya menambang poya5
, selalu
melantunkan kalimah t}ayyibah, (la> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h) ketika
menidurkan salah seorang anaknya yang berusia 1 tahun dalam ayunan. Salah satu lagu yang
dinyanyikan oleh Bu Sapiah ini adalah sebagai berikut:
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun anak kusayang. Guringlah guring,
anak kusayang. Ayahkam begawi gasan makan ikam. Ayahkam begawi gasan makan ikam. La>
ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h, anak kusayang. Ingatlah anakku, kalimah ini. Iniam
gasan pingkutan ikam. Janganlah ikam lupa sampai matikam. La> ila>ha illa> Alla>h
Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun tam ayun. Guringam guringam.”6
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun anak kusayang. Tidurlah tidur
anak kusayang. Ayahmu bekerja untuk makanmu. Ayahmu bekerja untuk makanmu. La> ila>ha
illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun anak kusayang. Ingatlah anakku, kalimah
ini. Inilah pakai peganganmu. Janganlah kamu lupa sampai matimu. La> ila>ha illa> Alla>h
Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun. Tidurlah tidur.”
Dari lagu di atas, tercipta sebuah pola yang menggambarkan Pencipta sebagai bagian
penting dalam hidup seperti diskemakan di bawah.
Dalam lagu Mengguringkan Anak, sang anak diingatkan tentang dua hal. Pertama,
seorang ayah yang pergi bekerja bertujuan untuk mencari nafkah keluarga yang disimbolisasikan dengan ‘ayahkam begawi gasan makan ikam’. Ungkapan ini menegaskan tugas
dan peran seorang laki-laki dalam kehidupan orang-orang Kumai, yakni bertanggung jawab
terhadap keluarga. Kedua, sang ibu mengingatkan juga tentang pentingnya berpegang teguh
dengan la> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h, karena kalimat ini adalah peneguhan
ketauhidan seorang Muslim dan sekaligus pengakuan adanya Pencipta , Zat yang harus disembah, Zat yang menciptakan langit dan bumi serta yang memenuhi semua kebuPencipta hidup
manusia. Sedangkan Muhammad adalah utusan Pencipta yang membimbing manusia ke Jalan
Pencipta . Untuk itu, la> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h harus dipegang kuat-kuat
hingga mati. Dalam kata-kata Bu Sapiah sendiri, ia menegaskan:
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h selaluam kunyanyikan gasan anakku. Aku neh
lah kada sekolah, kada tapi tahu jua agama, tapi menurut urang-urang tuha tedehulu, sidinsidin memadahkan janganlah ikam belepas dari kalimat itu toh. Sebab, kalimat ituam gasan
pingkutan hidup dan sangu mati. Ujar sidin, ikam haruslah menurunkannya gasan anak-anak
ikam. Amun kada ikam bedosa ganal” (Wawancara, 5-07-2008).
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h selalu kunyanyikan untuk anakku. Aku tidak
pernah sekolah, tidak tahu banyak tentang agama [Islam], namun berdasar keterangan
orang-orang tua sebelumnya, beliau-beliau mengajarkan jangan sekali-kali kamu melepaskan
diri dari kalimat itu. Sebab, kalimat itu menjadi pegang hidup dan bekal mati. Menurut beliau, kamu
harus mewariskannya untuk anak-anakmu. Kalau tidak mewariskannya, kamu berdosa besar.”
Selain lagu yang dinyanyikan di atas, peneliti juga menemukan lagu yang isinya
mengandung nilai-nilai tauhid dan moral di dalamnya seperti dalam kutipan di bawah ini.
La> ila>ha illa> Alla>h
Yun ayun anakku Ratu
Yun ayun dalam ayunan
Lakas bapajam lakasi guring
Matanya kalat bawa bapajam
La> ila>ha illa> Alla>h
Yun ayun anakku ayun
Ayun dalam shalawat Nabi
Jauh culas jauhkan dangki
kur sumangat hidup baiman
La> ila>ha illa> Alla>h
Yun dinana anakku guring
Bamimpi tarbang ka rakun tinggi
Guring anakku dalam Bismillah
Bawakan bulan bawakan bintang
7
La> ila>ha illa> Alla>h
Yun ayun anakku Ratu
Yun ayun dalam ayunan
Lekas pejam lekaslah tidur
Matanya mencelak bawa berpejam
La> ila>ha illa> Alla>h
Yun ayun anakku ayun
Ayun dalam shalawat Nabi
Jauh culas jauhkan dengki
Penuh semangat hidup beriman
La> ila>ha illa> Alla>h
Yun segera anakku tidur
Bermimpi terbang ke awan tinggi
Tidur anakku dalam Bismillah
Bawakan bulan bawakan bintang
Bersamaan dengan kesadaran keterlibatan Pencipta dalam kehidupan, seperti yang
ada dalam lagu di atas, seorang ibu mengingatkan agar sang anak tumbuh dengan
akhlak yang mulia seperti tidak berbuat curang, hidup selalu dalam semangat iman, dan
optimis dengan cita-cita tinggi yang disimbolisasikan dengan kata-kata “bermimpi terbang
ke awan tinggi, bawakan bulan bawakan bintang.” Dengan demikian, melalui lagu-lagu
ini telah terjadi proses internalisasi nilai-nilai tauh}i>d yang dibungkus dengan tradisi
oral, yakni dengan membuat lagu-lagu atau syair-syair religius yang di dalamnya berisi nilainilai tauh}i>d. Dengan cara ini, mereka sebenarnya sedang menafsirkan teks-teks suci yang
telah ada dalam kognisi mereka lewat serangkaian tuturan dan tanda-tanda simbolik lainnya.
Isi dari serangkaian tuturan itu berupa pengetahuan yang secara fungsional menjadi petunjuk
bagi umat untuk dijalankan agar hidup selalu dalam bimbingan Pencipta .
Selain melantunkan lagu-lagu di atas, di kalangan varian Awam, di Kumai Hulu dan
Kumai Hilir, peneliti menemukan syair-syair monologis yang berisi pesan-pesan religius di
dalamnya. Bait-bait monologis yang paling terkenal adalah Zikir Kekanakan.
888 Dinamai Zikir
Kekanakan karena zikir ini memang diperuntukkan untuk anak-anak sebagai media
menanamkan nilai-nilai tauh}i>d. Dalam monologis itu, seorang ibu memerankan dirinya
seperti dua orang, ibu dan anak. Saat sang anak bertanya, si ibu akan mengubah suaranya
seperti suara anak kecil, dan saat menjawab pertanyaan si ibu mengubah suaranya menjadi
suara seorang ibu. Bunyi zikir ini adalah sebagai berikut:
Setelah mencermati bait-bait dalam zikir di atas, kandungannya terbagi dua pesan
pokok, yakni tentang pedoman hidup dan hasil dari memegangi pedoman ini . Adapun
rinciannya sebagai berikut
(cabang), daun, dan pucuk yang kokoh. Akar yang kokoh itu adalah QulhuwPencipta ,
maksudnya surah al-Ikhla>s}. Dahannya (cabangnya) adalah ayat Fatihah (surah al-Fa>tih}ah).
Daunnya adalah shalawatullah, maksudnya salawat. Pucuknya (bagian ujung daun) adalah
syahadah kalimah, maksudnya dua kalimat syahadat (asyhadu an la> ila>h illa> Alla>h wa
asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h). Kalau digambarkan akan tampak sebagai berikut:
Gbr. IVb Gbr. IVb
Pohon Syajaratul- Syajaratul---Muntaha Muntaha: Pedoman Hidup : Pedoman Hidup
Simbolisasi ‘Syajaratul-Muntaha’
12 dalam Zikir Kekanakan tampaknya untuk
menyimbolkan betapa pentingnya memegang teguh empat ajaran pokok. Pertama,
memahami dan menghayati apa yang terkandung dalam surah al-Ikhla>s, yaitu keharusan
memurnikan keesaan Pencipta dari segala macam kemusyrikan. Menurut Maulana Muhammad
Ali (1991: 1219), dalam surah al-Ikhla>s} menolak empat macam syirik, yaitu (1) percaya
bahwa Pencipta itu banyak (tidak Esa), (2) percaya bahwa suatu barang memiliki sifat-sifat
Pencipta yang sempurna, (3) percaya bahwa Pencipta itu seorang ayah atau seorang anak, dan (4)
percaya bahwa ada barang yang dapat mengerjakan apa yang hanya dapat dikerjakan oleh
Pencipta . Karena kandungannya yang demikian inilah, Nabi s.a.w. menilai surah ini sebagai
‘sepertiga al-Qur’an’, dalam arti makna yang dikandungnya memuat sepertiga al-Qur’an,
karena keseluruhan al-Qur’an mengandung akidah, syariat dan akhlak, sedang surah ini
adalah puncak akidah (Shihab, 2003, XV: 616).
Kedua, memahami dan menghayati kandungan surah al-Fa>tih}ah. Surah ini memiliki
beberapa nama, di antaranya adalah Umm al-Kitāb (Induk Kitab) karena surah ini
mengandung seluruh al-Qur’an, seakan-akan surah ini adalah ikhtisarnya. Kandungan yang
ada dalam surah al-Fa>tih}ah dikemukakan antara lain oleh Maulana Muhammad Ali
sebagai berikut:
“Surah ini terdiri dari tujuh ayat. Tiga ayat pertama, menerangkan sifat Pencipta yang paling
utama, yakni Rabb, Rah}ma>n, Rah}i>m dan Ma>liki yawm ad-Di>n, yang semuanya menyatakan
keagungan dan terpujinya Zat Pencipta . Tiga ayat terakhir membeberkan hasrat jiwa yang
menyala-nyala di hadapan Pencipta Yang Maha Pencipta, untuk berjalan di jalan yang benar, tak
menyimpang ke kanan atak ke kiri. Adapun ayat di tengah, menyatakan bergantungnya
manusia dalam segala hal kepada Pencipta . Sifat Pencipta ini di atas adalah sifat yang
membeberkan kemurahan dan kasih sayang Pencipta yang menyeluruh, dan kecintaan Pencipta yang
tak terhingga kepada sekalian makhluk-Nya. Adapun cita-cita yang paling tinggi yang dapat
dicapai oleh manusia, yakni jalan yang benar, jalan yang penuh kenikmatan dan jalan yang tak
ada rintangan sama sekali. Jadi, pandangan picik seakan-akan Pencipta itu Pencipta nya bangsa
tertentu saja, lenyap sama sekali oleh pernyataan bahwa pemberian dan kecintaan Pencipta
kepada sekalian umat, bahkan kepada sekalian makhluk di dunia, adalah sama. Sebaliknya,
manusia harus mencita-citakan keluhuran rohani yang telah dicapai oleh mereka yang telah
dikaruniai nikmat Pencipta , yaitu para Nabi, orang-orang tulus (s}iddi>qi>n), para syuhada, dan
orang-orang yang saleh (s}alih}i>n). Orang akan sia-sia membuka lemparan kitab suci lain, untuk
menemukan sesuatu yang mendekati angan-angan luhur dan mulia, yang terkandung dalam
surah al-Fa>tih}ah ini” (Ali, 1991: 2).
Merujuk penjelasan Muhammad Ali di atas, sangat logis jika dalam Zikir Kekanakan,
cabang atau dahan dari pohon Syajaratul-Muntaha adalah surah al-Fa>tih}ah; cabang bertugas
untuk menyangga ranting, daun, dan buah. Jika dahan lemah dapat dipastikan ranting, daun,
dan buah pun tidak memiliki pegangan yang kuat. Untuk alasan ini, surah ini ditempatkan
sebagai dahan dalam pohon Syajaratul-Muntaha.
Beberapa riwayat telah menyebutkan keistimewaan-keistimewaan surah al-Fa>tih}ah.
Jalaluddin Rakhmat (2000) telah menghimpun sekurang-kurangnya ada tujuh keistimewaan
yang terkandung dalam surah al-Fa>tih}ah, yakni lebih baik dari segala kesenangan duniawi,
turun langsung dari `Arasy Pencipta , keistimewaan bagi umat Muhammad, besarnya pahala
bagi yang membacanya, salat tidak sah tanpa surah al-Fa>tih}ah, memberikan pengampunan
dan perlindungan, serta memberikan kesembuhan untuk berbagai penyakit.
Pedoman ketiga yang terkandung dalam Syajaratul-Muntaha adalah membaca salawat
kepada Nabi Muh}ammad. Perintah bersalawat kepada Nabi Muhammad, antara lain,
dijelaskan dalam QS. al-Ah}za>b/33: 56. Pencipta berfirman:
$¸ϑŠÎ=ó¡n@ (#θßϑÏk=y™uρ ϵø‹n=tã (#θ
=|¹ (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $pκ
š
‰r'¯≈tƒ 4 ÄcÉ<¨Ζ9$# ’n?tã tβθ
=|Áム…çµtGx6Íׯ≈n=tΒuρ
©
!$# ¨βÎ)
“Sesungguhnya Pencipta dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang
yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya” (QS. al-Ah}za>b/33: 56).
Ayat di atas menegaskan bahwa Pencipta dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi
s.a.w. dan kemudian Pencipta memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bersalawat
kepada Nabi Muhammad s.a.w. Perintah Pencipta ini menunjukkan keagungan Nabi
Muhammad di atas seluruh makhluk di dunia ini dan sekaligus menunjukkan kecintaan Pencipta
kepada beliau (Shihab, 2003, XI: 313-314).
Yang terakhir adalah memegang teguh dua kalimat syahadat (asyhadu an la> ila>h illa>
Alla>h wa asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h (aku bersaksi bahwa tidak ada Pencipta
selain Pencipta dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Pencipta ). Kalimat inilah yang
dapat mengantarkan manusia selamat di dunia dan di akhirat.
Apabila semua yang ada dalam pohon Syajaratul-Muntaha di atas sudah dipahami,
dihayati, dan diamalkan, imbalannya adalah surga. Sebuah tempat yang selalu diinginkan
oleh manusia. Adapun gambaran surga dalam Zikir Kekanakan diuraikan sebagai berikut:
Menurut bait-bait di atas, mereka yang masuk surga akan merasakan segala nikmat
yang ada di dalamnya. Di sana mereka akan tidur berbantalkan bantal sebagaimana bantal
yang dipakai Siti Fatimah, puteri kesayangan Nabi Muhammad. Ini untuk menegaskan
betapa indah dan nyamannya bantal di surga nanti. Suatu gambaran yang mengisyaratkan
betapa bantal adalah bagian yang sangat penting bagi orang yang tidur. Karena bantal yang
tidak nyaman sedikit banyak pasti mempengaruhi kenyenyakan tidur seseorang. Dari sini,
orang-orang Awam membayangkan betapa nyenyaknya tidur dengan berbantal Siti Fatimah.
Selain bantal, teman orang tidur adalah guling (geguling). Gulingnya pun pilihan,
yakni guling yang dipakai oleh Siti Hawa, ibu manusia; menikmati segala jenis buahbuahan; berjambankan jamban Rasulullah, maksudnya di surga mereka tidak akan pernah
buang air besar atau air kecil; serta tidur beralaskan kasur Rasulullah. Surga yang dicitrakan
dalam Zikir Kekanakan mungkin hanya bagian kecil yang bisa dibayangkan oleh orangorang Awam. Karena seorang nabi sekalipun tidak akan pernah mampu menjelaskan hakikat
surga. Hal ini telah dijelaskan oleh Pencipta dalam sebuah Hadis Qudsi, di mana Dia berfirman:
“Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah dilihat
mata, didengar telinga, dan terlintas dalam hati manusia” (HR. Bukha>ri> dan Muslim; Baqi,
2011: 852). Sementara itu, al-Qur’an juga sudah menjelaskan tentang siapa yang layak
masuk surga dan fasilitas-fasilitas yang tersedia di dalamnya. Adapun gambaran-gambaran
indah surga dalam al-Qur’an, antara lain sebagai berikut:
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan mereka.
Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.
Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta.
(Kepada mereka dikatakan): “Salām”, sebagai ucapan selamat dari Pencipta Yang Maha
Penyayang” (QS. Ya> Si>n/36: 55-58). Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang
beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungaisungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan
yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di
dalamnya (QS. al-Baqarah/2: 25). Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga Adn,
mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan
mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil
bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempatistirahat yang indah” (QS. al-Kahfi/18: 31).
Pedoman hidup yang disimbolisasikan dengan Syajaratul-Muntaha di atas menunjukkan bahwa dalam alam pemikiran Varian Awam, untuk mencapai hidup yang bahagia
(surga), maka pedoman ini harus dijalankan dengan baik dan benar. Cara pandang seperti
ini akan berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari para penganutnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Talcott Parsons (1958: 208-209), bahwa agama akan mempengaruhi sikap-sikap praktis
manusia terhadap berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, dan bagi para pengikutnya,
pedoman ini dapat memberikan jawaban terhadap masalah makna kehidupan.
Secara struktural-fungsional agama melayani kebuPencipta -kebuPencipta manusia untuk
mencari kebenaran dan mengatasi serta menetralkan berbagai hal buruk dalam kehidupannya. Semua agama menyajikan formula-formula ini , yang pada hakikatnya bersifat
mendasar dan umum berkenaan dengan eksistensi dan perjalanan hidup manusia, yang
masuk akal dan rasional sesuai dengan keyakinan keagamaannya, mendalam serta penuh
dengan muatan-muatan emosi dan perasaan yang manusiawi (Geertz, 1966: 1-46). Karena
hal-hal buruk yang dihadapi oleh manusia selalu membayangi kehidupannya, dan karena
agama dapat menyajikan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dan cara-cara yang
mendasar dan umum untuk menetralkan atau mengatasi bayangan-bayangan buruk ini ,
maka agama tetap lestari dalam kehidupan manusia, sepanjang zaman selama manusia ada
(Suparlan, 1993: X-XI).
A.A. A.2. A.2.2. 2. TTTPencipta Bagi uhan Bagi uhan Bagi VVVVarian arian NNNahu Nahuahu ahu
Varian Nahu sebagian besar mendiami Kelurahan Kumai Hulu dan Kelurahan Kumai
Hilir, di mana dikedua kelurahan ini ada dua masjid besar yang menjadi simbol
kebesaran Islam di Kumai. berdasar pengamatan peneliti, orang-orang Nahu bermata
pencaharian pedagang, guru, PNS, dan wiraswasta lainnya serta pendidikan lebih baik
dibandingkan varian-varian lainnya.
Dalam memahami Islam, varian Nahu termasuk varian yang memiliki pemahaman
yang lebih baik karena ilmu agama yang mereka peroleh dari lembaga pendidikan formal dan
non-formal. Berkaitan dengan Pencipta , varian ini menyadari ketidakmungkinan mengetahui
esensi Pencipta dan untuk menggambarkan Pencipta mereka membuat daftar nama-Nya yang
terbagi dalam dua kategori. Pertama, melalui nama-nama Pencipta yang berjumlah 99, alAsma>’ al-H{usna>(Nama-nama Indah). Kedua, melalui sifat-sifat wajib, sifat mustahil dan
sifat jaiz (boleh). Bagian yang kedua ini dikenal di kalangan mereka dengan istilah sifat dua
puluh Pencipta . Pengetahuan sifat ini sangat penting, karena merupakan akidah Islam. Untuk
alasan ini, para tokoh agama telah merumuskan sifat dua puluh ke dalam sebuah syair yang terkenal, “Syair Sifat Dua Puluh”13, yang sering dinyanyikan dalam pengajian-pengajian keagamaan,
di surau, dan di masjid. Adapun rumusan “Syair Sifat Dua Puluh” ini sebagai berikut.
Wassalam kepada sekalian ikhwan
Sifat dua puluh diselesaikan
Cukup sekedar yang difadhukan
Jangan tafsir kepada Pencipta
Sifat dua puluh pahamkan terang
Demikian i’tiqad jangan sembarang
Ahlussunah wal jama‘ah hendaklah pigang14
Janganlah kamu beralang-alang15
Sifat dua puluh hendaklah mahir16
Menuntut dia janganlah kulir17
Mengenal Pencipta Pencipta al-Kabi>r
18
Mensyahkan amal lahir dan batin
Sifat dua puluh mensyahkan ibadat
Sembahyang, puasa, dan bayar zakat
Jikalau tiada ilmu makrifat
Sekalian amal jatuh melarat
Wahai saudara saudari yang kasih sayang
Sifat dua puluh hendaklah pigang
Wajib belajar malam dan siang
Selama jahil belumlah terang
Dengan dalil hendaklah kenal
Dalil naqli yang lebih afd}al
Inilah yang ulama dibawa bekal
Ke akhirat menghadap negeri yang kekal
Jikalau makrifat kurang mengerti
Tanyakan kepada guru yang ahli
Ulama-ulama yang masyhur alam bahari19
Yang bersetujuan Qur’an dan Hadis Nabi
Sifat dua puluh wajiblah tahu
Jangan seperti tiada menahu-nahu
Siang dan malam kehilir kehulu20
Jangan seperti orang yang tak menentu
Barangsiapa tiada mengenal Pencipta
Menurut dalil Hadis dan Qur’an
Itulah urang tidak ber-Pencipta
Kekal di neraka, zaman ke zaman
Setengahnya mengaji ilmu Makrifat
Mencari Pencipta sepapandapat21
Sehingga dirasa dan boleh dilihat
Inilah ilmu yang amat sesat
Ilmu Ushuluddin berhati-hati
Ilmu Tasawuf sedang-sedangi
Kurang faham kurang teliti
Pencipta berduduk bisa berdiri
Setengahnya memaham penglihat pendengar
Sifat Pencipta , sama’ dan bas}ar
Putih dan kuning bersinar-sinar
Bersamaan kita sama’ dan bas}ar
Inilah faham sangat keliru
Menyamakan penglihat Pencipta yang satu
Bersamaan rupa-Nya dengan yang baharu
Putih dan hitam berwarna biru
Wahai saudara adik dan kaka
Muhammad Fadli telah berkata
Kifayatul ‘Awam kitab yang nyata
Kafiat taqluk dijahilkan akan kita
Jikalau Pencipta melihat yang putih
Bersamaan yang baharu tidak selisih
Terang dan gelap beralih-alih
Niscaya bersamaan tiadalah boleh
Mukhalafatuhu lilhawadis dengan at}laq
Bersalahan Pencipta adalah muthlaq
Tiada menerima jauh dan paraq22
Seperti yang baharu tiadalah layaq
Di sinilah faham terlalu sukar
Sifat mukhalafah, wahidatul qahar
Jikalau mengartikan kurang pendekar
Menjadi faham jatuh bersukar
Wahai saudara saudariku orang beriman
Sifat dua puluh diperhatikan
Membaca zikir (Pencipta Pencipta ) diperbincangkan
Beserta maknanya dihadirkan
Nafi‘ dan itsbat jangan ditinggal
Seperti yang sudah kita kenal
Lafaz dan ma`na di hati yang tunggal
Inilah pakaian yang lebih afdal
Washshalatu wassalamu ‘ala asyrafil mursalin
Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihil hadin
Wattabi’ inalahum bi ihsanin ila yaumiddin
Tamatun ta’jiu alhamdulillahi Rabbil ‘alamin
Menurut bait-bait di atas, umat Islam diharuskan mempelajari sifat dua puluh, karena
merupakan i‘tiqād Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah yang harus dipegang teguh. Mempelajarinya haruslah serius dan tidak boleh bermalas-malasan. Sebab, sifat dua puluh inilah
yang menjadi dasar sahnya ibadah-ibadah yang lain, seperti sembahyang, puasa, dan zakat.
Sedangkan penjelasan rinci mengenai sifat dua puluh dalam syair di atas diuraikan, antara
lain, dalam Perukunan Besar Melayu sebagai berikut:
Wuju>d, artinya ‘ada’, maka mustahil tiada, dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “Alla>hu allaz\i> khalaqa
as-sama>wa>ti wa al-ard}a wama> bainahuma>” artinya Pencipta Ta‘a>la jua yang menjadikan tujuh
lapis langit dan bumi dan barang yang antara keduanya patut bagi mukmin me-i‘tiqad ingat
pada Pencipta Pencipta Ta‘a>la pada tiap yang mawjud adanya. Qida>m, artinya ‘sedia’ maka mustahil
didahului ‘adam dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “huwaa al-awwalu wa al-a>khiru” artinya Pencipta
Ta‘a>la jua yang terdahulu dan Ia jua yang terkemudian dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad Ia
memberi syukur pada Pencipta Ta‘a>la yang menjadikan mukmin dan muslim dengan taufik-Nya
ada-Nya. Baqa>’ artinya ‘kekal’ maka mustahil musnah dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “wayabqa>
wajhu rabbika z\i al-jala>li wa al-ikra>m” artinya kekal zat Pencipta -Mu yang memiliki kebesaran
dan kemuliaan dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad ingat ia akan mati karena boleh ia banyakbanyak istigfa>r dan taubat pada Pencipta Ta‘a>la adanya. Mukha>lafatuhu li al-h}awa>di>s\ artinya
‘bersalahan Pencipta Ta‘a>la bagi yang baharu’ maka mustahil bersamaan Pencipta Ta‘a>la bagi segala
yang baharu dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “laisa kamis\lihi syai’un” artinya tiada seumpamanya
Pencipta Ta‘a>la sesuatu dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia banyak memberi tasbih pada
Pencipta Ta‘a>la jua adanya. Qiya>muhu Ta‘a>la binafsihi artinya ‘berdiri Pencipta Ta‘a>la dengan
sendirinya’ maka mustahil tiada berdiri dengan sendirinya dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “inna
Alla>ha laganiyyun an al-‘a>lami>n” bahwasanya Pencipta Ta‘a>la sesungguhnya yang kaya daripada
sekalian alam dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia menyatakan hajatnya dan fakirnya
kepada Pencipta subh}a>nahu wa ta‘a>la adanya. Wah}daniyah artinya ‘esa zat-Nya dan esa sifat-Nya
dan esa af‘al-Nya maka mustahil berbilang zat-Nya atau sifat-Nya atau af‘al-Nya dalilnya
firman Pencipta Ta‘a>la: “qul huwa Alla>hu ah}ad” artinya katakanlah olehmu yaitu Pencipta Pencipta mu
yang esa dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia melihat fi‘ilnya Pencipta Ta‘a>la jua atas
tiap-tiap suatu kejadian adanya. Qudrat artinya ‘kuasa’ maka mustahilah lemah dalinya firman
Pencipta Ta‘a>la: “inna Alla>ha ‘ala> kulli syai’in qadi>r” artinya bahwasanya Pencipta Ta‘a>la atas tiaptiap sesuatu yang amat kuasa dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia bertawadhu maka
tiada takbir dan tiada membesarkan diri dan banyak takutnya kepada Pencipta Ta‘a>la. Ira>dat
artinya ‘menentukan’ maka mustahil ‘tergagah’ dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “fa‘a>lu al-lima>
yuri>d” artinya berbuat oleh Pencipta Ta‘a>la bagi barang yang ditentukan-Nya dan patut bagi
mukmin me-i‘tiqad bahwa ia memberi syukur kepada Pencipta Ta‘a>la atas tiap-tiap nikmat dan
sabar atas tiap-tiap balak di dunia adanya. ‘Ilmu artinya ‘tahu’ maka mustahil jahil dalinya ‘wa
Alla>hu bikulli syai’in ‘ali>m’ artinya bermula Pencipta Ta‘a>la dengan tiap-tiap suatu yang amat
mengetahui dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia amat takut membuat maksiat karena
Pencipta nya mengetahui akan halnya itu adanya. H{aya>t artinya ‘hidup’ maka mustahil mati
dalilinya firman Pencipta Ta‘a>la: “watawakkal ‘ala al-h}ayyi al-laz\i> la>yamu>t” artinya serahkan
olehmu akan dirimu kepada Pencipta yang hidup yang tiada mati, patut bagi mukmin me-i‘tiqad
bahwa ia menyerahkan dirinya kepada Pencipta Ta‘a>la adanya. Sama‘ artinya ‘mendengar’
mustahil tuli dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “wa Alla>hu sami>‘un ‘ali>m” artinya bermula Pencipta
Ta‘a>la yang amat mendengar dan amat mengetahui dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa
ia tiada berkata perkataan haram sebab Pencipta nya mendengarkan segala perkataannya. Bas}ar
artinya ‘melihat’ maka mustahil buta dalilnya firman Pencipta Ta‘a>la: “wa Alla>hu bas}i>r bima>
ta‘malu>n” artinya bermula Pencipta Ta‘a>la yang amat melihat dengan barang yang diperbuat oleh
kamu dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia tiada membuat maksiat sebab Pencipta nya
melihatkan perbuatannya. Kala>m artinya ‘berkata-kata’ maka mustahil kelu dalilnya firman
Pencipta Ta‘a>la: “wakallamalla>hu mu>sa> takli>man” artinya berkata-kata Pencipta Ta‘a>la akan Nabi
Musa akan sempurna kata dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia memberi zikir pada
Pencipta Ta‘a>la dengan pengharapan sebutnya Pencipta Ta‘a>la kepadanya. Qa>dirun artinya ‘kuasa’
maka mustahil yang lemah dalilnya yaitu dalil sifat qudrat adanya dan patut bagi mukmin mei‘tiqad bahwa ia banyak takut kepada Pencipta yang amat kuasa serta lagi besar pengharapan
kepada-Nya dengan segala kebajikan adanya. Muri>dun artinya ‘yang menentukan’ maka
mustahil yang tertegah dalilnya yaitu dalil sifat ira>dat adanya dan patut bagi mukmin mei‘tiqad bahwa ia senantiasa banyak berpinta doa pada Pencipta nya dengan segala kebajikan dunia
dan menolak akan segala bahaya dan dunia dan akhirat jua adanya. ‘A<limun artinya
‘mengetahui’ maka mustahil yang jahil dalilnya dalil sifat ilmu adanya dan patut bagi mukmin
me-i‘tiqad bahwa ia senantiasa ini meminta pertolongan daripada Pencipta Ta‘a>la di dalam tiaptiap hal ihwalnya dan peliharaan daripada tiap-tiap kejahatan dunia akhirat adanya. H}ayyun
artinya ‘yang hidup’ maka mustahil yang mati dalilnya yaitu dalil sifat h}aya>t adanya dan patut
bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa senantiasa banyak tawakalnya pada Pencipta di dalam segala hal
ihwalnya yakni menyerahkan dirinya kepadanya adanya. Sami‘un artinya ‘yang mendengar’
maka mustahil yang tuli dalilnya yaitu dalil sifat sama‘ adanya dan patut bagi mukmin mei‘tiqad bahwa senantiasa banyak segala puji-pujiannya kepada Pencipta Ta‘a>la dan banyak syukur
kepadanya dan banyak berminta doa pada-Nya adanya. Bas}i>run artinya ‘yang melihat’ maka
mustahil yang buta dalilnya yaitu dalil sifat bas}ar adanya dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad
bahwa senantiasa banyak malunya kepada Pencipta nya yang melihat akan dia membuat dosa
atau meninggalkan fardu jua adanya. Mutakallimun artinya ‘yang berkata-kata’ maka mustahil
yang kelu dalilnya yaitu dalil sifat kala>m adanya dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa
senantiasa banyak membaca Qur’an dengan khusyuk dan hormat dan takzim dengan tajwid
maka bukan dengan ada qira’at adanya” (Abdurrasyid, .t.th.: 28-31).
Selain memahami arti dan makna sifat dua puluh sebagaimana disebutkan di atas,
seseorang harus juga mengetahui rahasia sifat Pencipta ini dalam sembahyang.
Pemahaman seperti ini, antara lain, dikemukakan oleh seorang informan, Pak Sabri, yang
telah bergabung dalam perkumpulan Guru Sekumpul
23
cabang Kumai:
“Sifat 20 wajib diketahui, tidak boleh ditinggalkan. Bahkan dalam sembahyang pun sifat 20 itu
harus tahu. Kalau sifat 20 tidak masuk di dalam sembahyang, berarti sembahyangnya tidak
sempurna. Karena di dalam sembahyang itu tercermin sifat 20, bahkan sifat 20 itu harus timbul
dalam tahiyat. Kalau sudah begini, maka sembahyang semakin khusyuk. Yang menggerakkan
seluruh badan kita bukan lagi kita tapi Pencipta . Jadilah sembahyang lebih bermakna dan luar
biasa nikmatnya melebihi kalau kita bersetubuh dengan istri kita” (Wawancara, 13-07-2008).24
Tampaknya pemahaman sifat dua puluh varian Nahu di atas memberi petunjuk bahwa
pemikiran ini sejalan dengan pandangan Ahlu as-Sunnah wal Jama>‘ah
25
, sebuah faham
yang menjadi pegangan umat Islam di Indonesia. Sirajuddin ‘Abbas, misalnya, telah
mengkompilasi i‘tiqād aliran yang didirikan oleh Imam Abu> H}asan al-Asy`ari> ini dalam
bukunya yang terkenal, I‘tiqad Ahlussunnah wal-Jama‘ah (1984). berdasar penelusuran
dan wawancara peneliti dengan para tokoh varian Nahu, buku ‘Abbas ini juga dijadikan
rujukan wajib oleh varian ini. Alasan mereka buku ini sesuai dengan Perukunan Besa
Melayu, bahkan memperkuat uraian-uraian yang ada di dalamnya.26
Di bagian lain, para tokoh Nahu mengingatkan bahwa kelompok-kelompok lain di luar
Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah adalah Ahlu ad}-D}ala>lah (Kelompok Sesat). Pendirian ini,
antara lain, dikemukakan oleh Pak Said Budin yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad
s.a.w. telah mengingatkan akan umatnya terpecah ke dalam 73 golongan sepeninggal beliau,
namun yang selamat hanyalah para pengikut Ahlu as-Ssunnah wa al-Jama>‘ah, yaitu orang
yang berpegang pada al-Qur’an dan hadis Nabi, dan sahabat-sahabat beliau. Inilah i‘tiqad
yang sempurna, berpegang teguh dengan dia, jangan sampai berubah lagi, atau syak
wasangka, mulai sekarang sampai kesudahannya. Barangsiapa menyalahi i‘tiqad ini, maka
jatuh bidah dan sesat daripada yang sebenarnya, seperti i‘tiqad yang 72 golongan itu
(Wawancara, 25-07-2008).
A.A. A.3. Pencipta bagi Varian A.3. Pencipta bagi Varian Hakekat Hakekat
Varian Hakekat dapat ditemukan di tiga lokasi penelitian. Mata pencaharian mereka
dapat dijumpai sebagaimana pada dua varian lainnya. Yang agak unik dari varian ini adalah
keberadaan mereka yang tidak terorganisasi. Mereka tidak memiliki semacam paguyuban
yang berhimpun orang-orang yang sefaham dengan susunan kepengurusan yang lengkap.
Namun, berdasar pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan, informan-informan
dari varian ini memiliki jaringan mistik (mystical network) yang berpangkal pada salah
seorang ulama sufi kontroversial, Syekh Abdul Hamid Abulung.27 Beberapa teks-teks lokal
yang ditemukan, pengarangnya dinisbahkan kepada Syekh Abdul Hamid Abulung, terlepas
apakah ini hanya semata-mata penisbahan agar isi dalam kitab itu diakui atau tidak. Karena
itu, sangat beralasan kiranya jika varian ini lebih menekankan dimensi-dimensi mistik dalam
hubungannya dengan Pencipta , yakni penyatuan dengan-Nya.
Sebagaimana dalam varian Nahu yang menekankan pengenalan kepada Pencipta melalui
sifat dua puluh, maka varian Hakekat juga memiliki pandangan yang sama, namun
mereka memahami secara mistik dan menghubungkan setiap sifat itu dengan bagian-bagian
yang ada dalam diri manusia atau telah built in dalam diri manusia. Uniknya lagi, pemahaman mereka ini diklaim sebagai bagian dari i‘tiqad Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah,
yang wajib diketahui oleh setiap Muslim.28 Jika belum mengenal sifat dua puluh ini ,
tidak sah seluruh ibadah yang dilakukannya. Salah seorang tokoh Hakekat, Pak Lana
mengatakan:
“Adapun syarat mengenal Pencipta Ta`ala itu ada tiga perkara: [1] yaqin, artinya jangan ada lagi
menaruh syak wasangka, waham; [2] mufakat dengan yang haq, artinya bersetuju dengan
hukum yang benar; dan [3] dengan dalil naqli (akal), artinya keterangan yang sah, menjadi
dalil, jangan taklid (berpegang pada sesuatu selain Pencipta ). Jika terhimpun ketiga perkara ini,
baharulah seseorang itu dikatakan makrifat kepada Pencipta Ta‘a>la. Dengan ma`rifat inilah
menyebabkan orang terhindar dari kekekalannya dalam neraka” (Wawancara, 03-08-2008).
Uraian mengenai sifat dua puluh selengkapnya ditemukan dalam teks-teks tulisan
tangan atau ketikan yang berada di tangan para tokoh Hakekat. Dalam teks lokal disebutkan
bahwa ketika seseorang mengucap dua kalimat syahadat, itu berarti menyatakan Esa pada
Ujud-Nya. Dalam kalimah la> ila>ha illa> Alla>h terkandung 20 sifat yang sudah mesra pada
Ujud diri-Nya. Adapun uraian selengkapnya adalah sebagai berikut:
“La> La> La>, zahir lima sifat yaitu: Wuju>d, Qida>m, Baqa>, Mukha>lafatuhu li al- h}awa>dis\, Qiya>muhu
Ta‘a>la binafsihi. Ila>ha Ila>ha Ila>ha, zhahir enam sifat yaitu: Sama‘, Bas}ar, Kala>m, Sami>‘un, Bas}i>run,
Mutakallimun. Illa> Illa> Illa>, zhahir empat sifat yaitu: Qudrat, Ira>dat, ‘Ilmu, H}aya>t. Alla>h Alla>h Alla>h, zhahir lima
sifat yaitu: Qa>dirun, Muri>dun, ‘A<limun, H}ayyun, Wah}daniyah. Dengan demikian berdirilah
kalimah itu pada Ujud Diri-Nya, yang bernama Muhammad. [Teks menggambarkannya
sebagai berikut].
Barulah kamu sebenarnya hamba Pencipta , yang bernama Muhammad; bertubuh Roh Idhafi;
berjasad Insan; bertubuh kalimah la> ila>ha illa> Alla>h. Pencipta Ta‘a>la itu tidak punya tubuh,
tubuhnya adalah kalimah la> ila>ha illa> Alla>h. Oleh sebab itu pelajari dan hayati sifat dua puluh
ini” (Lana dan Yunus, 1991: 4).
Teks lokal lain, menghubungkan sifat dua puluh dengan anggota badan manusia,
seperti tampak di bawah ini.
Dari teks di atas terbaca:
Wuju>d berkaitan dengan kepala; Qida>m dengan mata kanan; Baqa> dengan mata kiri;
Mukha>lafatuhu li al-h}awa>dis\ dengan telinga kanan; Qiya>muhu Ta‘a>la binafsih dengan telinga
kiri; Wah}daniyah dengan hidung; Qudrat dengan mulut; Ira>dat dengan bahu kanan; ‘Ilmu
dengan bahu kiri; H{aya>t dengan tangan kanan; Sama‘ dengan tangan kiri; Bas}ar dengan susu
kanan; Kala>m dengan susu kiri; Qa>dirun dengan siku kanan; Muri>dun dengan siku kiri;
‘A<limun dengan lutut kanan; H}ayyun dengan lutut kiri; Sami>‘un dengan betis kanan; Bas}i>run
dengan betis kiri; dan Mutakallimun dengan pusat (Tarif: 35).
Di bagian lain, varian Hakekat juga berpendirian bahwa sifat-sifat yang ada pada
Pencipta ini juga ada pada diri Muh}ammad (lihat Gbr. IVd). Menurut mereka, sifat-sifat
yang ada pada Pencipta berarti ada pula pada diri Muh}ammad, karena Pencipta dan Muh}ammad
tidak bercerai-berai. Keduanya selalu bersatu dan tidak boleh dipisahkan. Muhammad
dianggap semacam “bayang-bayang” Pencipta di dunia ini, sehingga apa yang menjadi
kehendak Pencipta termanifestasi dalam diri Muh}ammad. Pemikiran seperti ini diungkapkan
oleh salah seorang tokoh Hakekat, Pak Sapri, yang berkata:
“Pencipta lawan Muhammad itu kada tepisaham. Keduanya toh satu kesatuan. Amun ada Pencipta
adaam Muhammad. Kenapa damikian? Karena memang saat Pencipta bekehendak menjadikan
alam ini, Dia lebih dahulu menjadikan Muhammad, barulah setelah itu Dia menjadikan alam
ini” (Wawancara, 17-09-2008).
“Pencipta dan Muhammad itu tidak terpisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Kalau ada
Pencipta , ada pula Muhammad. Mengapa demikian? Karena memang saat Pencipta bermaksud
menjadikan alam ini, Dia lebih dahulu menjadikan Muhammad, setelah itu Dia pun
menjadikan alam ini.
Pemahaman varian Hakekat di atas menegaskan bahwa dalam melihat hubungan
manusia dengan Pencipta , mereka menggambarkannya begitu “dekat” sehingga manusia
“berupaya” masuk ke dalam bayang Pencipta untuk menggaibkan diri dari penglihatan manusia
(Haron, 2001: 260). Konsep “bayangan” Pencipta ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh
pemikiran Ibn ‘Arabi>>.29 Menurut Ibn ‘Arabi> (2000: 61-62), bayangan manusia adalah Pencipta ,
karena manusia itu menetapkan adanya Dia, dan bayangan Pencipta adalah mausia, karena
manusia diciptakan sebagai misal-Nya (bentuk dan dalil keberadaan-Nya). Karena itu, Pencipta
menentukan manusia di dalam segala geraknya untuk tunduk kepada-Nya. Dengan demikian
Pencipta s.w.t. menciptakan Adam atas misal-Nya, dan inilah sifat al-H{aqq s.w.t seperti firmanNya, “Apakah kamu tidak memperhatikan (ciptaan) Pencipta mu, bagaimana Dia
membentangkan naungan itu, dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia tetapkan saja
naungan itu. Kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas naungan itu” (QS. alFurqān/: 45). Maka, setiap yang memberikan bayangan kepadamu, adalah bayangan al-Haq.
Kegelapan adalah lawan dari cahaya, dan tanpa cahaya, tentu tidak akan ada bayangan, dan
itu seperti firman-Nya, “Pencipta pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)” (QS. al-Baqarah/2: 257).
Di bagian lain, perumpamaan makhluk (al-khalq) adalah bayangan atau cermin alH{aqq yang diperkenalkan Ibn ‘Arabi> memiliki dua fungsi: pertama, untuk menjelaskan
sebab penciptaan alam; dan kedua, untuk menjelaskan bagaimana munculnya yang banyak
dari Yang Satu dan hubungan ontologis antara keduanya. Tentang fungsi pertama, yaitu
menjelaskan sebab penciptaan alam, dapat dikatakan bahwa al-H{aqq (Pencipta ) memiliki
sifat senang “melihat diri-Nya” (at-tara>’i>). Agar dapat “melihat diri-Nya”, al-H{aqq
menciptakan al-khalq: “cermin” (mir’āh) (Noer, 1995: 54). Tentang fungsi kedua, yaitu
menjelaskan munculnya yang banyak dari Yang Satu dan hubungan antara keduanya, dapat
dikatakan bahwa “Yang Melihat”, yaitu al-H}aqq (Pencipta ), adalah satu, namun bentuk atau
gambar-Nya banyak sebanyak cermin tempat bentuk atau gambar itu terlihat. Kejelasan
gambar pada cermin tergantung pada kualitas kebeningan cermin itu. Dalam hal ini ada
banyak tingkat kualitas kebeningan cermin. Cermin lebih bening akan memantulkan gambar
yang lebih jelas dan sempurna. Manusia adalah cermin yang paling sempurna bagi al-H}aqq
karena manusia memantulkan keseluruhan nama-nama dan sifat-sifat al-H}aqq pada dirinya,
sedangkan makhluk-makhluk lain memantulkan hanya sebagian nama-nama dan sifat-sifat
itu. Di antara manusia yang paling sempurna kualitasnya adalah para nabi. Puncak
kesempurnaan kualitas cermin itu ada pada “Cermin Muhammad” (al-mir’a>h almuh}ammadiyah), yang disebut “Manusia Sempurna” (al-insa>n al-ka>mil), karena ia
memantulkan keseluruhan nama-nama dan sifat-sifat Pencipta secara sempurna (Noer, 1995:
54-55). Dengan berpijak pada penjelasan Ibn `Arabi> ini, dapat dipahami pemikiran varian
Hakekat yang menyatakan bahwa sifat-sifat yang ada pada Pencipta sekaligus juga melekat
pada Nabi Muhammad.
A.A. A.4. Melihat A.4. Melihat 4. Melihat Pencipta di Akhirat Pencipta di Akhirat Pencipta di Akhirat
Dalam wacana teologi, khususnya antara aliran Asy`ariyah (tradisional dan Mu’tazilah
(rasional), ada perbedaan pendapat dalam melukiskan sifat-sifat Pencipta . Asy`ariyah, termasuk
al-Gaza>li>, menganjurkan penyebutan sifat Pencipta , sedangkan Mu’tazilah menentangnya
(Nasution, 1986). Namun, dalam menerima doktrin, Bubuhan Kumai merasa perlu untuk
secara sedemikian rupa mengembangkan logika dalam mempertahankan keyakinan mereka.
Amat (25), pekerja tambang emas tradisional30, menggunakan alam dan barang-barang yang
berada di sekitarnya sebagai dasar argumentasi keberadaan Pencipta .
“....segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk emas yang ulun gali di sini neh, pastiam ada
yang mengadakannya. Kada mungkin inya ada di sini beandakan sorangan. Kada jauh-jauh
pang, ini nah mesin gasan ulun menggali pasir untuk mendapatkan emas inikan pasti ada yang
meulahnya. Siapa lagi kalo selain tukang mesin yang memang ahli. Jam tangan yang ulun
pakai neh kan diulah tukang jam. Parang gasan ulun menabas rerumputan dan kayu-kayu di
sekitar lokasi ulun menambang neh, kan diulah tukang besi di Kumai. Jadi, apa aja yang kita
pakai neh ada yang mengadakan. Maka, menurut ulun Pencipta itu ada, karena alam neh kada
mungkin ada dengan sengorangannya. Ulun percaya banar dengan keberadaan Pencipta ”
(Wawancara, 14-07-2008).
“....segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk emas yang saya gali di sini, pastilah ada
yang mengadakannya. Tidak mungkin mereka ada dengan sendirinya. Tidak usah jauh-jauh,
contohnya mesin yang saya pakai untuk menggali pasir untuk mendapatkan emas ini pasti ada
yang mengadakan. Siapa lagi kalau bukan tukang mesin yang memang ahli. Jam tangan yang
saya pakai sekarang dibuat oleh tukang jam. Parang [golok] yang saya pakai untuk memotong
rumput-rumputan dan kayu-kayu di sekitar tempat saya bekerja menambang ini dibuat oleh
tukang besi di Kumai. Jadi, apa saja yang kita pakai ada yang mengadakan. Maka, menurut
saya Pencipta itu ada, karena alam tidak mungkin ada dengan sendirinya. Saya percaya dengan
keberadaan Pencipta .”
Perkara lain yang masih berkaitan dengan kepercayaan kepada Pencipta adalah “apakah
Pencipta dapat dilihat atau apakah manusia dapat berjumpa dan bertatap muka langsung
dengan-Nya di akhirat nanti?”
Para informan baik dari varian Nahu, Hakekat, dan Awam meyakini bahwa Pencipta
dapat dilihat di akhirat.31 Meskipun demikian, mereka tidak berani menerangkan ‘bagaimana
cara melihat Pencipta ; bagaimana wujud sejati Pencipta ?’ Karena mereka menyadari betul bahwa
hal-hal seperti itu hanya akan membingungkan dan menyesatkan manusia. Semakin
memikirkan esensi Pencipta berlarut-larut dapat menyebabkan manusia terjerumus kepada
ketakmungkinan menemukan esensi-Nya. Untuk alasan inilah mereka lebih memilih untuk
mengimani saja tanpa perlu lagi bertanya-tanya untuk soal-soal yang tak terjangkau oleh
akal manusia. Untuk itu dalam menghadapi perkara yang gaib seperti ini, sikap terbaik
adalah keyakinan yang mantap akan melihat Pencipta secara nyata. Seorang informan, Pak
Said (70) berkeyakinan akan melihat Pencipta dengan mata kepala sebagaimana layak kita di
dunia ini yang dapat melihat matahari yang bersinar terang dengan mata telanjang. Karena
itu, menurut Pak Said:
“Kita wajib beriktikad, orang-orang yang baik dan taat di dunia ini, inya akan dibari
kesempatan oleh Pencipta untuk melihat-Nya di akhirat kena. Kadedaam tawing yang
menghalangi antara hamba dengan Pencipta nya. Tapi harus diingat bujur-bujur, kaya apa muhaNya dan bentuk-Nya, kita kada boleh mengira-ngira. Karena kalau kita mencoba mengirangira berbahaya sekali, kita bisa menyamakan Pencipta makhluk. Ini dosa ganal dan
menyesatkan. Gasan apa kalo kita neh beuyuh-uyuh beibadah, menyembah-Nya siang malam
kada mandak-mandak amun pada akhirnya kita kada bedapat dan melihat-Nya kena di akhirat.
Menurutku, bedapat dan menatap Muha Pencipta ituam kena nikmat yang paling ganal, kadeda
bandingannya. Uyuh rasanya aku menggambarkannya” (Wawancara, 06-01-2009).
“Kita wajib beriktikad, orang-orang yang baik dan taat di dunia ini, ia akan diberi kesempatan
oleh Pencipta untuk melihat-Nya di akhirat nanti. Tidak ada dinding yang menghalangi antara
hamba dengan Pencipta nya. Tapi harus diingat benar-benar, bagaimana wajah-Nya dan bentukNya, kita tidak boleh menduga-duga saja. Karena kalau kita mencoba mengira-ngira berbahaya
sekali, kita bisa-bisa menyamakan Pencipta dengan makhluk. Ini dosa besar dan menyesatkan.
Untuk apa kita bersusah payah beribadah, menyembah-Nya siang malam tidak henti-hentinya
kalau pada akhirnya kita tidak bertemu dan melihat-Nya nanti di akhirat. Menurutku, bertemu
dan menatap Muka Pencipta adalah yang paling besar, tidak ada bandingannya. Susah sekali saya
menjelaskannya.”
Pendapat senada dikemukakan oleh Ust. Yusuf ketika menjawab pertanyaan seorang
jamaah di Masjid Darul Wustha, Kumai Hulu32: “Pak, tadi Anda menjelaskan bahwa orang
yang berpuasa itu memperoleh dua kebahagiaan; pertama kebahagiaan pada waktu berbuka
puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Pencipta . Kebahagiaan pertama, saya pribadi
sudah merasakannya, dan juga jamaah di sini. namun , kebahagiaan bertemu Pencipta nanti rasa-
rasanya agak sulit saya memahaminya. Coba Pak Ustaz jelaskan sekali lagi?” Pak Yusuf
menjawab:
“Bapak, kita harus yakin bahwa nanti kita akan bertemu dengan Pencipta kita, karena al-Qur’an
dan hadis-hadis Nabi s.a.w. memang telah menjelaskan akan hal ini. Pernah salah seorang
sahabat Nabi bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita akan melihat Pencipta kita pada hari Kiamat
kelak?” Beliau menjawab: “Apakah kalian merasa sakit saat melihat matahari dan bulan yang
tidak dihalangi oleh awan?” Mereka menjawab: “Tidak.” Beliau pun bersabda: “Sesungguhnya
seperti itulah kalian akan melihat Rabb kalian.” Sabda Nabi ini menegaskan bahwa kita akan
melihat Pencipta kita. Jadi, Bapak-bapak sekalian, kita tidak boleh ragu dengan sabda Nabi tadi.
Marilah sekarang kita benar-benar beribadah yang khusyuk, apalagi sekarang kita sudah berada
di minggu ke-4 bulan Ramadan.”
Informan lain, Pak Dimansyah, menghubungkan ibadah-ibadah yang dilakukannya—
khususnya salat—dengan imbalan berjumpa dan menatap Pencipta di akhirat. Baginya untuk
apa bersusah payah menyembah Pencipta di dunia ini kalau pada akhirnya tidak bertemu dan
melihat-Nya.33
Pandangan-pandangan informan-informan di atas memberikan ilustrasi bagaimana
orang-orang Kumai menempatkan Pencipta dan perjumpaan dengan-Nya. Berkaitan dengan
hal ini, mereka sepenuhnya hanya mengimani saja dan tidak boleh berusaha mencari-cari
esensi-Nya karena sangat mengecilkan nalar manusia dan berada jauh di luar jangkauan
pemahaman manusia.34 Tegasnya, yang dikehendaki ketika berhadapan dengan Yang Gaib
(Pencipta ) adalah jangan sekali-kali berpikir tentang esensi-Nya, karena memang tidak
mungkin. Yang perlu disadari oleh manusia adalah menggunakan akalnya untuk memikirkan
ciptaan-Nya, yakni apa-apa yang ada di langit, di bumi, dalam dirinya sendiri, dalam
masyarakat manusia, dan lain-lain.
B.B. B. B. TTTTENTANG MAKHLUK HALUS ENTANG MAKHLUK HALUS ENTANG MAKHLUK HALUS
Menurut keyakinan lokal, jumlah dan kualitas makhluk halus pun bervariasi. Bahkan
di masing-masing entitas kebudayaan memiliki makhluk halusnya sendiri-sendiri. Kalangan
Bubuhan Kumai berbeda dalam menjelaskan keberadaan makhluk halus ini. Perbedaan ini
sekaligus merepresentasikan pandangan kelompok-kelompok yang ada. Fakta lapangan
menunjukkan bahwa orang-orang seperti diperlihatkan dari pernyataan Pak Samsudin (50)—
yang bekerja sebagai petambang poya dan emas tradisional dan tidak pernah mengecap
pendidikan sama sekali—mengemukakan bahwa Pencipta menciptakan ada dua alam: alam
nyata dan alam gaib. Menurutnya:
“Amun kuperhatikanlah, Pencipta memang hebat bujurkam menjadikan alam neh. Inya ulah
bepasangan kada kuat dipisahkan. Ada langit ada bumi. Ada banyu masin ada banyu tawar.
Ada poya ada emas.
35
Ada makhluk yang kelihatan ada yang kada kelihatan. Di sini neh
36
, rajin
banar aku mendangar di hutan sebelah situ teh urang-urang berorkesan. Amun kedulurankam
bisa mendangar ayam betangkuak. Urang bepanderan. Pokoknya rame lah. Inikam gasan
buktilah bahwa ada alam lain selain alam kita neh” (Wawancara, 25-7-2009).
“Kalau kuperhatikan, Pencipta memang benar-benar hebat menciptakan alam ini. Dia jadikan
berpasangan yang tidak bisa dipisahkan. Ada langit ada bumi. Ada air asin ada air tawar. Ada
poya [silikon] ada emas. Ada makhluk yang kelihatan ada tidak kelihatan. Di sini saja,
seringkali aku mendengar di hutan sebelah sana orang-orang memainkan musik. Kalau nasib
lagi mujur, kita bisa mendengar suara ayam berkokok. Orang-orang ramai bercakap-cakap. Ini
adalah bukti bahwa ada alam lain selain alam kita ini.”
Merujuk keterangan al-Qur’an dan hadis Nabi s.a.w., makhluk halus (makhluk gaib)
dikenal dengan sebutan malaikat, iblis, setan, dan jin. berdasar catatan kami, Bubuhan
Kumai memberikan keterangan yang spekulatif mengenai makhluk-makhluk ini .
Mereka berbeda pendapat mengenai penjabaran sifat, esensi, dan perilaku makhluk halus
ini . Penjelasan yang agak jelas diberikan oleh Anang Hadri (37), seorang wiraswasta di
Kumai, yang bisa dijadikan sebagai representasi konsep umum orang Kumai tentang
makhluk halus. Menurutnya, apa yang dipahami bersumber dari buku-buku yang dibacanya
dan keterangan dari guru agama ketika ia sekolah dulu. Ia mengatakan tidak tahu persis
makhluk mana yang pertama kali diciptakan Pencipta , namun ia yakin bahwa mereka telah ada
ketika Adam diciptakan. Menurutnya, malaikat diciptakan dari nur (cahaya), sedangkan
iblis, setan, dan jin, pada dasarnya sama, yakni diciptakan dari jenis api.
Jenis makhluk lain di luar yang disebutkan di atas adalah khas lokal Kumai, seperti
gegana
37
, pedatuan
38
, gambaran, urang gaib, dan hantu laut. Makhluk-makhluk halus
ini menempati suatu tempat tertentu, seperti sungai, hutan, air terjun, dan tempattempat lainnya. Meskipun begitu, ada juga orang Kumai yang menempatkan makhlukmakhluk ini sebagai ‘netral’, artinya tergantung pada manusia mau diapakan mereka,
apakah mau digunakan untuk perbuatan baik atau buruk. Bagi mereka yang ingin menjahati
orang lain, maka makhluk-makhluk gaib seperti ‘hantu laut’ dapat digunakan untuk
menenggelamkan kapal musuh.
Untuk kasus-kasus tertentu kepercayaan kepada makhluk halus yang spesifik lokal
dapat dikategorikan sebagai takhayul. Namun, menurut Danandjaja (1994: 153-154),
pemakaian istilah takhyul untuk menyebut berbagai bentuk kepercayaan yang muncul di
masyarakat cenderung merendahkan atau menghina. Takhayul bagi orang-orang yang
berpendidikan Barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak berdasar logika, sehingga
secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sikap merendahkan atau menghina ini,
menurut ahli folklor, tidak dapat dibenarkan. Hal ini berdasar dua hal; pertama, takhyul
mencakup bukan saja kepercayaan (belief), melainkan juga kelakuan (behavior),
pengalaman-pengalaman (experiences), adakalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan
serta sajak. Kedua, dalam kenyataannya dapat dikatakan bahwa tidak ada orang, yang
bagaimanapun modernnya, dapat bebas dari takhyul, baik dalam hal kepercayaannya
maupun dalam hal kelakuannya.
B.B. B.1. Malaikat B.1. Malaikat393939
Dalam Islam, percaya kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua setelah
beriman kepada Pencipta Yang Maha Esa (Pencipta ). Empat rukun iman lainnya adalah percaya
kepada Kitab Suci-Nya, utusan-Nya (rasul-Nya), Hari Akhir dan percaya kepada Takdir
Pencipta . Urang Kumai yakin sepenuhnya, meskipun ada yang tidak tahu bahwa semua itu
rukun iman. Misalnya, Bu Fatimah (60), tidak mengetahui urutan rukun iman, meski ia
mampu menyebutkan satu per satu pilar-pilar rukun iman.
Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan Pencipta dari nu>r (cahaya).40 Mereka
tidak makan dan tidak minum, dan mereka adalah hamba-hamba Pencipta yang dimuliakan.
Tak pernah mereka mendurhakai Pencipta pada apa pun yang diperintahkan Pencipta dan selalu
melakukan apa-apa diperintahkan kepada mereka (Hadzami, 1982, III: 10). Mereka tidak
dapat dicapai oleh pancaindera. Mereka hidup dalam suatu alam yang berbeda dengan
kehidupan alam semesta yang kita saksikan ini. Yang mengetahui perihal keadaan mereka
itu dan hakikat yang sebenarnya adalah Pencipta sendiri. Mereka disucikan dari nafsu syahwat,
dihindarkan dari perbuatan-perbuatan dosa dan salah (Sa>biq, 1993: 174). Karena tabiat
malaikat seperti inilah, maka mereka pernah “protes” ketika Pencipta akan menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi.41 Tindakan malaikat ini, menurut Abdullah Yusuf Ali (1989),
menunjukkan sisi-sisi khusus malaikat. Abdullah Yusuf Ali menjelaskan lebih lanjut:
“It would seem that the angels, though holy and pure, and endued with power from Pencipta , yet
represented only one side of Creation. We may imagine them without passion or emotion, of
which the highest flower is love. If man was to be endued with emotions, those emotions could
lead him to the highest and drag him to the lowest. The power of will or choosing would have
to go with them, in order that man might steer his own bark. This power of will (when used
aright) gave him to some extent a mastery over his own fortunes and over nature, thus bringing
him nearer to the God-like nature, which has supreme mastery and will. We may suppose the
angels had no independent wills of their own: their perfection in other ways reflected Pencipta 's
perfection but could not raise them to the dignity of vicegerency. The perfect vicegerent is he
who has the power of initiative himself, but whose independent action always reflects
perfectly the will of his Principal. The distinction is expressed by Shakespeare (Sonnet 94) in
those fine lines: “They are the lords and owners of their faces. Others but stewards of their
excellence.” The angels in their one-sidedness saw only the mischief consequent on the misuse
of the emotional nature by man: perhaps they also. being without emotions, did not understand
the whole of Pencipta 's nature, which gives and asks for love. In humility and true devotion to
Pencipta , they remonstrate: we must not imagine the least tinge of jealousy, as they are without
emotion. This mystery of love being above them, they are told that they do not know, and they
acknowledge (in al-Baqara/2:32) not their fault (for there is no question of fault but their
imperfection of knowledge. At the same time, the matter is brought home to them when the
actual capacities of man are shown to them (al-Baqara/2:31, 33)” (Ali, 1989: 24).
“Akan tampak, bahwa meskipun malaikat-malaikat itu suci dan bersih, dan dianugerahi
kekuasaan dari Pencipta , namun mereka hanya menduduki satu segi saja dalam alam ini. Kita
boleh membayangkan mereka tanpa nafsu atau perasaan yang akan melahirkan rasa cinta
kasih. Kalaupun manusia telah dianugerahi nafsu, maka nafsu itu dapat membawanya ke
puncak tertinggi dan dapat pula menjerumuskannya ke lembah yang terendah. Kekuatan
berkehendak atau ikhtiar akan menyertai mereka dengan maksud agar manusia dapat
mengemudikan bahteranya sendiri. Kekuatan berkehendak ini (bila digunakan dengan baik)
sampai batas-batas tertentu akan memberi kekuasaan dalam mengatasi nasibnya sendiri dan
alam. Dengan demikian ia akan membawanya lebih dekat kepada alam ilahi, yang merupakan
kekuasaan dan kehendak tertinggi. Kita boleh saja beranggapan bahwa para malaikat itu tidak
memiliki kebebasan berkehendak sendiri: Dalam beberapa hal kesempumaan mereka sudah
memantulkan kesempurnaan Pencipta , namun mereka tidak mendapat martabat khalifah. Khalifah
yang sempurna ialah yang memiliki kemampuan inisiatif sendiri, namun kebebasan
bertindaknya memantulkan adanya kehendak Penciptanya dengan sempurna. Keistimewaan
yang diungkapkan oleh Shakespeare (Soneta 94) seperti dalam bait-bait yang indah ini:
“Mereka adalah raja-raja dan pemilik-pemilik wajah mereka sendiri. Yang lain adalah pelayanpelayan yang istimewa”. Para malaikat itu dalam sifatnya yang hanya satu segi mereka hanya
melihat akibat kerusakan atas penyalahgunaan sifat emosional oleh manusia: mereka juga,
yang tanpa nafsu, barangkali tidak dapat memahami semua sifat Pencipta , yang memberi dan
meminta kasih. Dalam kerendahan hati serta pengabdian yang sesungguhnya kepada Pencipta
mereka memprotes. Mestinya kita tidak boleh membayangkan rasa iri hati sedikit pun
mengingat mereka memang tanpa nafsu. Rahasia kasih ini berada di luar mereka. Mereka pun
sudah diberi tahu bahwa mereka tidak tahu, dan mereka pun mengakui (dalam QS. alBaqarah/2: 32 di bawah), itu bukan salah mereka (karena memang bukan soal salah), namun
karena ketidaklengkapan mereka mengenai pengetahuan. Dalam pada itu, masalah itu
membuat mereka insaf bila kapasitas manusia yang sebenamya diperlihatkan kepada mereka
(QS. al-Baqarah/2: 31, 33).”
Rahman (1984: 18) menambahkan bahwa malaikat tidak diberi pengetahuan kreatif
oleh Pencipta . Pengetahuan kreatif hanya diberikan kepada Adam (manusia). Hal ini
dibuktikan ketidakmampuan mereka menjawab permintaan Pencipta untuk menyebutkan
nama dari berbagai hal, menjelaskan sifat dari hal-hal ini . Karena alasan inilah, Pencipta
memerintahkan para malaikat bersujud kepada Adam.42
Aspek lain yang masih berkaitan dengan malaikat adalah hakikat tubuh mereka, dan
yang paling mengetahui hanya Pencipta , dan kita tidak diwajibkan untuk mengetahuinya
secara rinci. Yang wajib kita ketahui dan kita yakini ialah malaikat itu banyaknya tidak
terhitung. Setiap malaikat memiliki tugas masing-masing dari Pencipta . Mereka taat kepada
Pencipta dan tidak pernah membantah. Untuk kasus-kasus tertentu, mereka dapat berubah
wujud menjadi manusia. Al-Qur’an telah menjelaskan kemampuan ini. Nabi Ibrahim as
pernah dikunjungi oleh malaikat berbentuk manusia. Ketika itu, beliau menghidangkan
makanan buat mereka sambil berkata: Silakan makan! (QS. az\-Z|a>riyat/51: 27), namun
mereka tidak mau makan sehingga Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata:
“Janganlah kamu takut” dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran)
seorang anak yang alim (QS. az\-Z|a>riyat/51: 28). Nabi Lut} juga pernah pernah dikunjungi
sebagai pemuda-pemuda tampan diganggu oleh kaumnya yang melakukan praktik
homoseksual (QS. Hu>d/11: 78-80). Demikian juga Maryam, ibunda Isa pernah dikunjungi
oleh malaikat Jibril dalam bentuk pria (QS. Maryam/19: 17).
Catatan lapangan kami menunjukkan, orang-orang Kumai memiliki kepercayaan
akan kemampuan malaikat menyerupai seorang manusia. Menurut penuturan Anang Hadri
(36), pernah ada seseorang berpakaian baju putih-putih memakai tanggui (caping) sehingga
wajahnya tidak kelihatan melintas di sebuah kampung di Kumai Hulu. Ketika dikejar oleh
penduduk tiba-tiba menghilang di perempatan jalan.
“Dulu memang pernah pang ada seorang bepakaian putih-putih memakai tanggui sehingga
muhanya kada kelihatan. Urang-urang kampung mengejar inya. Tapi pas diperempatan jalan
urang tadi hilangam. Ujar urang tuha di sini ituam malaikat. Inya memang kadang-kadang
menyerupai manusia tapi pas kita kada menyadari kalau inya toh malaikat. Amun tebelujuran
dapat menangkap inya apa ja pemintaan kita akan dikabulkannya” (Wawancara, 12-07-2008).
“Dulu memang pernah ada seseorang berpakaian putih-putih memakai caping sehingga
mukanya tidak kelihatan. Orang-orang kampung mengejar laki-laki itu. namun tepat di
perempatan jalan orang ini hilang. Kata orang tua di sini itu adalah malaikat. Ia kadangkadang menyerupai manusia namun ketika itu orang-orang tanpa menyadarinya bahwa itu
adalah malaikat. Kalau nasib lagi mujur dapat menangkapnya maka apa saja permintaan kita
kepadanya akan dikabulkannya.”
Cerita lain dituturkan oleh Bu Asnah (70) yang pernah kedatangan seseorang
menyerupai seorang perempuan dayak dengan mehambin
43
lanjung
44 berisi kunir. Ia
menawarkan kepada Bu Asnah agar mau barter dengan barang bawaannya ini , namun
Bu Asnah tidak mau. Tidak lama kemudian orang tadi pergi dan ketika dicari-cari sudah
lenyap. Malam harinya, menurut pengakuan Bu Asnah, ia bermimpi bertemu dengan orang
tadi dan berkata: “Kamu telah menyia-nyiakan penawaranku. Seandainya kamu mau barter
dengan kunir-kunirku maka ia akan menjadi emas” (Wawancara, 22-07-2008). Menurut
pemahaman Bu Asnah, apa yang dialaminya adalah malaikat yang menyerupai manusia.
Persoalan lain yang masih berkaitan dengan malaikat adalah jumlah sebenarnya dan
tugas masing-masing. Setiap Muslim hanya diwajibkan mengetahui 10 orang malaikat yang
utama, yang memiliki tugas masing-masing: Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar dan
Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan.
Jibril adalah malaikat muqarrabu>n (malaikat yang dekat dengan Pencipta ) dan paling
masyhur. Pak Dimansyah menyatakan bahwa Jibril bertugas menyampaikan firman Pencipta
kepada para nabi/rasul mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad s.a.w. Setelah Nabi
Muh}ammad, tidak ada seorang pun yang ditemui Jibril untuk menyampaikan firman-firman
Pencipta .45
Jibril juga kerap dihubungkan dengan ruh yang, bersama malaikat lainnya, turun ke
bumi untuk menyebarkan Kemuliaan Pencipta kepada umat-Nya yang bersembahyang pada
saat lailat al-qadar, atau malam penuh berkah yang nilainya sama atau lebih baik dari seribu
bulan. Malam berkah ini terjadi pada tengah malam yaitu malam ganjil setelah hari kedua
puluh bulan Ramadan, yaitu malam ke-21, 23, 25, 27, atau ke-29. Barangsiapa yang
melaksanakan ibadah pada malam ini akan diberi pahala berlipat.
Jibril juga dikenal sebagai ru>h}una> (ruh Kami, atau ruh Pencipta ), nama yang
dianugerahkan bagi Jibril saat diutus untuk meniupkan ruh ke rahim Maryam sehingga hamil
tanpa digauli seorang laki-laki.46
Julukan lain bagi Jibril adalah ru>h} al-a>min (ruh yang terpercaya), karena tugas
utamanya adalah menyampaikan wahyu. Dia membawa wahyu dalam Bahasa Arab kepada
Muhammad s.a.w. Wahyu pertama diturunkan di Gua Hira dekat Mekkah, yang menandai
awal kenabian Muhammad. Jibril datang dalam bentuk bersayap. Hal ini mengakibatkan
ketakutan Muhammad s.a.w., yang mengira tengah didatangi jin di Gua Hira. Jibril
meyakinkan bahwa sebenarnya ia diutus oleh Pencipta dan lalu membacakan wahyu. Malaikat
itu berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak dapat membaca.” Sebagaimana beliau
tuturkan: “Malaikat itu mendekapku sampai aku sulit bernafas. Kemudian, ia melepaskanku
dan berkata, ‘Bacalah!’ Kujawab, ‘Aku tak dapat menjawab.’ Ia mendekapku lagi hingga
aku pun merasa tersesak. Ia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah!’ Kujawab, ‘Aku tak dapat
membaca!’ Lalu, ketiga kalinya, ia mendekapku seperti sebelumnya, kemudian
melepaskanku dan berkata:
(1) Bacalah dengan nama Pencipta mu Yang menciptakan!, (2) Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Pencipta mulah Yang Maha Pemurah. (4) Yang
mengajarkan manusia dengan pena (qalam). (5) Dia mengajarkan kepada manusia. (6) apa
yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq/96: 1-5).
Beliau mengulangi kata-kata yang diucapkan malaikat itu, yang kemudian
meninggalkannya. Beliau berkata, “Sepertinya kata-kata itu tertanam dalam hatiku.”
Namun, beliau takut jangan-jangan telah diilhami oleh penyair jin atau manusia. Karena itu,
beliau lari dari gua. Di tengah perjalanan menuruni tebing bukit, beliau mendengar suara di
atasnya berkata, “Hai Muhammad! Engkau adalah utusan Pencipta , dan aku adalah Jibril.”
Beliau menengadahkan kepala ke arah langit dan di sana terlihat seorang lelaki yang
mendatanginya, masih dapat dikenalnya, namun sekarang dalam rupa malaikat yang
memenuhi seluruh cakrawala. Kembali ia berkata, “Hai Muhammad, engkau adalah
Rasulullah, dan aku adalah Jibril.” Nabi berdiri terpaku menatap kepada malaikat itu. Beliau
berpaling darinya, namun ke mana pun beliau memandang, baik ke utara, ke selatan, ke
timur dan ke barat, malaikat selalu ada di sana, menapak di cakrawala. Akhirnya, malaikat
pergi, dan Nabi menyusuri tebing menuju ke rumahnya (Lings, 1983: 43-44). Sejak peristiwa
di Gua Hira ini, waktu-waktu berikutnya Jibril secara rutin mendatangi Muhammad s.a.w.
untuk menyampaikan wahyu-wahyu Pencipta .
Selain peristiwa di atas, Jibril menemani Nabi Muhammad pada Isra>’ Mi‘ra>j , yakni
perjalanan malam dari Makkah ke Masjid al-Aqsha di Palestina, dan dari Palestina ke langit
ke tujuh yaitu Sidrah al-Muntaha> (Tujuan Akhir). Di sini, Nabi Muh}ammad mendapat
perintah pertama dari Pencipta , yaitu untuk sembahyang lima kali sehari semalam, yang
kemudian menjadi kewajiban bagi seluruh Muslim. Untuk mengenang peristiwa penting
ini , semua Muslim setiap tahun pada tanggal 27 Rajab, bulan ketiga dalam kalender
Hijriah.
Malaikat lainnya yang perlu diketahui oleh setiap Muslim lagi adalah Mikail, Israfil,
Izrail, Raqib, Atid, Munkar, Nakir, Malik, dan Ridwan. Mikail bertugas mengendalikan
hujan dan membagikan rezeki seperti makanan dan pengetahuan kepada semua makhluk
hidup, khususnya kepada manusia tanpa membedakan agama yang dianutnya. Segala
sesuatu di laut dan bumi yang berguna bagi kehidupan (pohon, buah, biji-bijan, dan ternak)
berada di bawah kendali Mikail. Malaikat Israfil adalah malaikat yang akan meniup
terompet pada hari kebangkitan. Israfil akan meniup terompet sebanyak tiga kali. Pertama,
sebagai tanda berawalnya bencana yang maha dahsyat. Kedua adalah saat dunia sudah
lenyap seluruhnya, dan, ketiga adalah pada saat yang meninggal dibangkitkan untuk
menerima Pengadilan Akhir Zaman. Izrail, malaikat maut, adalah pencabut nyawa makhluk
hidup. Ketika saatnya tiba, tak seorang pun lolos dari kematian atau menundanya walau
hanya semenit; Izrail selalu berdisiplin mengerjakan tugasnya.
Catatan lapangan peneliti memperlihatkan bahwa empat malaikat, yakni Jibril,
Mikail, Israfil, dan Izrail, mendapat perlakuan khusus. Mereka dijadikan sebagai wasilah
dalam berdoa. Pak Abdullah (65), misalnya, selalu berwasilah dengan keempat malaikat
ini dalam doanya yang disebutnya Doa Kabul:
“Doa Kabul ini aku dapatkan dari Tuan Kadi Enong di Kampung Raja (Kumai Hilir), dan pada
malam harinya beliau mendatangi saya dengan cahaya yang terang-benderang dan menyalami
saya dan mengatakan agar saya mengamalkan doa ini. Waktu dalam mimpi itu beliau bertanya
kepada saya, “Kamu mau minta apa-apa.” Kujawab, “Saya tidak minta apa-apa tapi hanya
minta berkat dari Doa Kabul ini.” Kemudian beliau memegang kepalaku dan memasukkan
cahaya putih ke dalam kepalaku dan mengalir ke seluruh tubuh hingga ujung kaki, setelah itu
saya terbangun dari tidur. Sejak itulah Doa Kabul ini kuamalkan setiap selesai sembahyang.
Adapun bunyinya adalah sebagai berikut: “Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina
Abu> Bakar S}iddiq rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Umar
ibnu Khat}t}a>b rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Us\ma>n ibnu
‘Affa>n rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina ‘Ali ibnu Abi> T{a>lib
rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Jibril ‘Alaihis-Sala>m.
Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Mika>’il ‘Alaihis-Sala>m. Pencipta uma rabbana
qabulan bibarakati Sayyidina Isra>fil ‘Alaihis-Sala>m. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati
Sayyidina Izrail ‘Alaihis-Sala>m. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Syafaati Sayyidina
Muhammad S}alla>llahu ‘alaihi was-sala>m” (Wawancara, 21-07-2009).47
Ketika ditanyakan kepada Pak Abdullah, “Mengapa hanya berwasilah kepada empat
malaikat itu saja tidak kepada malaikat-malaikat yang lainnya?” Menurutnya, empat
malaikat itulah yang paling dekat dengan Pencipta (al-malak al-muqarrabu>n). 48 Kalau
berwasilah kepada mereka, niscaya doa kita akan mudah dikabulkan oleh Pencipta . Selain itu,
keempat malaikat ini berkaitan langsung dengan kehidupan kita. Malaikat Jibril
penyampai wahyu Pencipta ; maka dengan menyertakan malaikat ini dalam doa, ia sesegera
mungkin menyampaikannya kepada Pencipta . Malaikat Mikail sebagai pembagi rezeki, maka
ketika ia dilibatkan dalam doa, tentunya ia akan segera membagikan rezeki kepada kita. Dua
penjelasan ini agaknya masuk akal. namun , ketika menyinggung dua malaikat lainnya, Israfil
dan Izrail, Pak Abdullah tidak begitu berani menjelaskannya. Ia hanya berkata: “Amun yang
dua malaikat itukam aku kada tapi jelas jua pang. Masalahnya waktu aku mendapat ijazah
Doa Kabul ini , guruku kada tapi mau jua memadahkan” (“Kalau dua malaikat itu aku
tidak begitu jelas. Masalahnya waktu aku mendapatkan ijazah Doa Kabul ini , guruku
tidak mau menjelaskan lebih jauh”).
Dua malaikat lainnya yang juga termasuk 10 malaikat yang diketahui adalah dua
malaikat yang selalu disebut secara berpasangan, Raqib dan `Atid, yang tugasnya mencatat
semua kegiatan manusia—perkataan, tindakan, dan maksud, baik yang baik atau yang
buruk. Raqib mencatat “kebaikan” sedangkan Atid mencatat “keburukan”.49 Dengan
demikian manusia memiliki dua malaikat penjaga langkah mereka. Orang yang berniat
melakukan hal baik diberi catatan “baik”, dan nilai “baik” sepenuhnya diberikan saat
maksud ini terlaksana. Dengan kebaikan rahmat Pencipta , tak ada catatan terlebih dulu
untuk niat yang kurang baik. Nilai “buruk” baru akan diberikan pada saat perbuatan buruk
itu benar-benar dikerjakan.
Para tokoh agama di Kumai menggambarkan dua malaikat pencatat amal baik dan
amal buruk ini dengan “tape recorder yang sangat canggih dengan pita yang tidak kenal
kusut”. Untuk itulah, dalam sebuah kesempatan, Kayi Telah50 sering memberikan nasehat
agar orang-orang berhati-hati dalam melakukan sebuah perbuatan, karena sekecil apa pun
perbuatan ini akan direkam oleh kedua malaikat ini . berdasar pengamatan
kami di rumah Kayi Telah, ada seorang anak muda berkonsultasi kepada beliau mengenai
suatu masalah. Dalam kesempatan itu, Kayi Telah memberi nasehat sebagai berikut:
“Nang, ikam neh harus ingatlah dalam berbuat. Di awak ikam, di kiri kanan ikam toh ada dua
malaikat, ngarannya Raqib dan Atid. Inya bedua toh selalu mengawasi di mana ja ikam berada
dan mencatet apa saja yang ikam lakukan. Ikam kada bisa bukah dari inya bedua. Kena amun
ikam mati, inya bedua toh akan melaporkan kepada Pencipta apa sudah ikam lakukan di dunia ini”
“Nak, kamu harus ingat betul-betul dalam berbuat. Di badanmu, di kiri kananmu ada dua
malaikat, namanya Raqib dan Atid. Mereka berdua selalu mengawasi di mana saja kamu
berada dan mencatat apa saja yang kamu lakukan. Kamu tidak bisa lari dari mereka. Nanti
ketika kamu mati, mereka akan melaporkan kepada Pencipta apa yang sudah kamu lakukan di
dunia ini.”
Dua malaikat lainnya lagi yang sering disebut secara bersamaan adalah Munkar dan
Nakir, yang datang untuk bertanya kepada yang telah meninggal. Hadis-hadis Nabi
menyebutkan bahwa setelah mayit dimasukkan ke dalam kuburan, dan selesai ditimbuni,
dan orang yang menguburkan telah kembali ke rumahnya masing-masing, maka datanglah
dua orang malaikat, Munkar dan Nakir. Keduanya mulailah menanyakan orang itu, tentang
amal perbuatannya selama hidupnya. Buruk atau baiknya: Kepada siapa engkau berPencipta ?
Siapa Nabi engkau? Dan lain-lain pertanyaan. Manusia tidak dapat menyusun kata bohong
buat melepaskan diri pada waktu itu. Bagaimana akan dapat bohong? Padahal selama hidup
di dunia, hanya lidah yang dapat berdusta memungkiri kata hati sanubari. Sedang di alam
kubur itu bukan lidah lagi yang menjawab, namun jiwa asli (Hamka, 1992: 121).
Terakhir adalah Malik dan Ridwan. Malik adalah malaikat mengerikan yang bertugas
mengawasi neraka, yang biasanya dijaga oleh sejumlah bawahan Malik di neraka, yaitu
Zabaniyah. Sebaliknya, Ridwan menjaga surga dan menjalankan tugasnya bersama ribuan
malaikat bawahannya, yang disebut “malaikat surga”.
Varian Nahu Nahu
Iblis dan Setan: Simbol Kejahatan dan Musuh Manusia Iblis dan Setan: Simbol Kejahatan dan Musuh Manusia dan Musuh Manusia
Varian Nahu memiliki keyakinan bahwa makhluk halus itu hanya dikenali sesuai
dengan keterangan al-Qur’an dan Hadis, yakni: malaikat, iblis, jin, dan setan. Karena
malaikat sudah diuraikan sebelumnya, maka di bagian peneliti hanya berfokus pada iblis dan
setan, yang merupakan simbolisasi dari kejahatan dan musuh manusia, dan jin yang
dianggap ada yang muslim, ada yang kafir.
Beberapa literatur memang telah menjelaskan sosok-sosok makhluk ini. Maulana
Muhammad Ali (1991: 19), misalnya, mengemukakan bahwa iblis bukanlah dari golongan
malaikat. “Iblis adalah dari golongan jin, maka ia durhaka” (QS. al-Kahfi/18: 50). Dalam QS.
al-Baqarah/2: 36, Iblis disebut setan. Di sini, Iblis dan setan adalah sama. Apabila kejahatan
makhluk jahat itu terbatas mengenai diri sendiri, ia disebut Iblis, dan apabila kejahatannya
mengenai orang lain, ia disebut setan; atau, iblis berarti yang sombong, dan setan berarti
yang menggoda. Kata Iblis berasal dari kata balasa, artinya putus asa, dan Syait}a>n berasal
dari syat}ana artinya merenggang atau menjauh. Jadi makhluk yang sama ini memakai dua
sebutan; ia disebut Iblis karena putus asa akan rahmat Pencipta , dan ia disebut setan karena
menggoda manusia supaya mengerjakan hal-hal yang menjauhkan mereka dari rahmat
Pencipta . Oleh karena itu, iblis berarti keinginan rendah yang menjauhkan manusia dari sujud
kepada Pencipta dan memperoleh rahmat-Nya, sedangkan setan berarti penghasut keinginan
rendah untuk menyelewengkan manusia dari jalan yang benar.
Salah satu kesalahan terbesar Iblis adalah keengganannya bersujud kepada Adam,
padahal yang memerintahkan untuk itu adalah Pencipta sendiri. Dari sini, Iblis telah menjadi
setan dan saat itu pula ia memulai karirnya secara bersamaan dengan Adam; setan dan Adam
adalah seusia. Mengenai setan ini al-Qur’an tidak menyatakannya sebagai sebuah prinsip
anti-Pencipta —walaupun tak dapat diragukan lagi bahwa setan telah memberontak terhadap
Pencipta dan dialah yang mewujudkan sifat pemberontakan ini—namun sebagai kekuatan
antimanusia yang terus-menerus berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan “lurus”
yang harus ditempuhnya sehingga ia terperosok kepada tingkahlakunya yang sesat
Pak Yusuf, pada kesempatan pengajian Malam Jumatan di Masjid Darul Wustha (03-
01-2009), yang mengangkat tema “Terusirnya Adam dari Surga dan Usaha-usaha Iblis
Menjerumuskan Manusia”, menjelaskan kepada para jemaah akan godaan Iblis dan para
tentaranya, setan, untuk menggoda dan menyesatkan umat manusia. Menurut Pak Yusuf,
dengan berbagai upaya Iblis dan setan akan membujuk dan merayu manusia untuk
mengikuti jalan mereka. Iblis melakukan penyesatan ini hingga hari kiamat datang. Ia telah
meminta dispensasi kepada Pencipta untuk menangguhkan hukumannya agar ia dapat
menyesatkan manusia dan Pencipta mengabulkan.51 Iblis telah bersumpah akan mendatangi
manusia dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri, dengan tujuan utamanya
untuk menyesatkan sebanyak mungkin manusia dari jalan Pencipta .
Berkaitan dengan sumpah Iblis ini , Pencipta pun telah menetapkan bahwa barang
siapa yang menyimpang dan jatuh ke dalam perangkap Iblis akan dianggap sebagai
pengikutnya, dan setelah Hari Kebangkitan, mereka akan tinggal bersama Iblis di neraka.
Tanpa membuang-buang waktu, Iblis segera melaksanakan niatnya. Korban pertamanya
adalah Adam sendiri dan istrinya Hawa, yang dihasut saat keduanya masih berada di surga.
Di hadapan Adam dan Hawa, Iblis meyakinkan Adam dan Hawa bahwa dalam
skenario Pencipta tentang alam semesta, mereka akan ditempatkan pada posisi yang buruk.
Iblis mengatakan kepada Adam dan Hawa bahwa Pencipta tidak menginginkan mereka tinggal
di surga untuk selamanya. Buktinya, Pencipta melarang mereka mendekati sebuah pohon surga,
yaitu ‘pohon kekekalan’ (syajarah al-khuld); jika buahnya dimakan, maka yang memakannya
akan tinggal kekal di surga. Sebaliknya Pencipta lebih suka kalian meninggalkan surga dan
tinggal di bumi, di mana kehidupan akan sulit. Adam, dan Hawa khususnya merasa bahwa
yang dikatakan Iblis itu masuk akal dan bertanya bagaimana caranya untuk tetap tinggal
selamanya di surga, agar tidak tinggal di bumi.
Iblis gembira melihat muslihatnya berhasil, tapi ia tidak menunjukkannya. Sebaliknya,
dia berpura-pura sangat sedih dan bersimpati atas masalah mereka. Lalu ia menunjukkan
bahwa satu-satunya yang dapat membantu adalah dengan memetik dan memakan buah
terlarang tanpa sepengetahuan Pencipta . Termakan godaan Iblis, Hawa dan Adam melangkah
mendekati pohon, memetik dan kemudian memakan buahnya. Namun sebelum semuanya
tertelan, mereka mendapatkan diri mereka telah terlempar ke bumi dalam keadaan tanpa
pakaian. Buah yang dimakan Adam, masuk ke kerongkongannya dan menjadi “jakun”,
tanda laki-laki dewasa. Dua buah yang terlebih dahulu dimakan dan ditelan oleh Hawa,
masuk ke permukaan dadanya dan menjadi payudara, tanda perempuan dewasa. Adam
terlempar ke tempat yang berjauhan dari Hawa di bumi. Mereka dapat berkumpul lagi
setelah melalui suatu proses pencarian panjang. Mereka menyatakan penyesalan dan Pencipta
menerimanya. Tapi waktu tidak bisa dikembalikan ke masa lampau, sehingga Adam dan
Hawa harus terus menjalani kehidupan keras di bumi.
Setelah dibuang dari surga, Iblis memiliki keturunan. Keturunan Iblis dinamakan
setan; sedangkan keturunan Adam dan Hawa disebut manusia. Setan dan manusia juga
memiliki keturunan. Tapi tidak seperti manusia, Iblis, setan atau keturunannya tidak mati.
Iblis dan setan masih ada dan jumlahnya terus berlipat ganda. Tidak jelas apakah Iblis dan
setan dibedakan jenis kelaminnya, tapi mereka digambarkan sebagai mahluk hermafrodit
dan bertelur.
Sejak berhasil menggoda Adam dan Hawa, Iblis dan setan semakin giat bekerja saling
menggalang kekuatan, kemampuan, dan pengalaman mereka untuk mengajak keturuan
Adam ke jalan sesat. Mereka tidak berbahaya secara fisik ataupun menakuti manusia karena
tujuan mereka adalah menggoda dan menjebak manusia dan jin untuk mengikuti jalan
mereka dan akhirnya menuntun manusia dan jin menjadi teman mereka di neraka.
Sebagai bagian dari upaya mereka, Iblis dan setan sering mencoba meminta informasi
secara paksa dari lauh} mah}fu>z} dengan memata-matai skenario alam, khususnya yang
berhubungan dengan kehidupan manusia dan menggunakannya dengan baik sekali untuk
bekerja sama dengan dukun (paranormal, peramal) untuk mengajak manusia yang menjadi
kliennya ke jalan sesat. Mengantisipasi usaha semacam ini, malaikat pelindung boleh
mengambil tindakan tegas dengan mendera Iblis dan setan keras-keras hingga mereka lari
lintang pukang.”
Penjelasan mengenai sosok Iblis, selain dalam bentuk tuturan lisan seperti yang
disampaikan Pak Yusuf di atas, ditemukan dalam buku-buku berbahasa Melayu yang
tersebar di Kumai. Salah satu buku yang terkenal adalah Qis}as} al-Anbiya>’
, sebuah buku
yang berisi tentang penciptaan alam semesta dan kisah para nabi mulai dari Adam sampai
Muhammad s.a.w. Dalam buku ini diuraikan secara dramatis mengenai Iblis dan upayanya
untuk menggoda Adam dan Hawa hingga mereka keluar dari surga.
“Pada suatu cerita tatkala sudahlah Nabi Adam diarak pada tujuh lapis langit maka diarak
malaikat pula turun ke bumi dengan perhiasannya maka firman Pencipta seru alam akan segala
malaikat liqaulihi ta‘a>la, ‘wa iz\ qulna> li al-mala>’katisjudu> li A<dama fasajadu> illa> Ibli>s’ artinya
firman Pencipta akan segala malaikat itu sembah oleh kamu Adam atas sujud sekali kepadanya
itulah sujud tahiyat namanya bukannya sujud ka‘batain. Bahwa alam sujud ka‘batain itu
kepada Pencipta ta‘a>la jua tiada harus akan yang lain, maka malaikat itu pula sujudlah pada
Nabiyullah Adam melainkan Iblis jua yang tiada mau sujud tiada pula Pencipta ta‘a>la
menyuruhkan segala malaikat itu sujud maka sekalian mereka itu pun sujud. Maka di dalam
sujud itu oleh segala malaikat angkatkan kepalanya maka dilihatnya Iblis tiada mau sujud
maka tahu segala malaikat yang banyak itu maka karenanya di dalam hatinya siapa yang telah
tiada mau sujud itulah Iblis dan ialah menjadi Iblis maka segala malaikat itupun sujud pula
sekali lagi, sujud syukur namanya, yakni memuji karunia Pencipta akan Adam ‘Alaihis-Salam
dan tiada kami menurut ya Pencipta ku kepada yang tiada apa bahannya akan firman Pencipta itu
kami ini bahwasanya segala firman Pencipta seru alam kami junjung dan kami ikut. Maka, firman
Pencipta akan Iblis itu liqaulihi ta‘a>la, ‘ya> ibli>su ma> mana‘aka an tasjuda lima> khalaqtu
biyadayya’ artinya hai Iblis siapa menegahkan engkau sujud pada yang Kujadikan dengan
tangan-Ku, maka kata Iblis liqaulihi ta‘a>la, ‘ana> khairun minhu khalaqtani> min na>rin wa
khalaqtahu min t}i>n’ artinya ya Pencipta ku aku terlebih baik daripadanya bahwa aku Kaujadikan
daku daripada cahya api dan Kaujadikan Adam daripada tanah yang kelam, tiada harus aku
cahya menyembah kelam. Qa>la Alla>hu ta‘a>la, ‘fakhruj minha> fa innaka raji>m wa inna ‘alaika
la‘nati> ila yawmi ad-di>n’ artinya hai Iblis bahwa keluarlah engkau daripada malaikat-Ku dan
engkaulah yang diluar malaikat-Ku laknat-Ku atasmu hingga datang pada hari kiamat yakni
hari akhirat. Maka firman Pencipta alam hai Iblis keluarlah engkau dibawah langit-Ku dan dari
atas bumi-Ku dan keluarlah engkau daripada rupa malaikat-Ku, masuklah engkau pada rupa
Iblis dan engkau kaku tiada berkesudahan. Maka Izrail pun jadilah rupa Iblis dan matanya yang
di kepalanya rang parut terbundal, maka barangsiapa melihat dia niscaya tahulah ia itulah Iblis
yang dimurkai, ialah yang membantahi firman Pencipta nya Yang Maha Tinggi dan menurutkan
takabburnya. Maka firman Pencipta seru alam ikrarlah engkau akan dirimu hai Iblis, pun ikrarlah
akan dirinya Iblis itu setelah itu, maka berdatang sembah liqaulihi ta‘a>la, ‘fa anz}irni> ila yawmi
yuba‘s\u>na qa>la fa innaka min al-munz}ari>na ila yawmi al-waqti al-ma‘lu>m’ artinya maka
sembah Iblis karena Adamlah maka aku Kaumurkai dan nikmatku Kauambil daripada hambaMu, namun daripada hari ini datang kepada hari kiamat minta janji aku ke hadirat-Mu ya
Pencipta ku perkenankan pinta hamba-Mu, maka berani hamba-Mu berdatang sembah ke hadiratMu ya Pencipta ku, maka firman Pencipta Ta‘a>la telah Kuperkenankanlah pintamu itu, berdatang
sembahlah engkau hai Iblis. Liqaulihi ta‘a>la, ‘Fa‘izzatika la ugwiyannahum ajma‘i>na illa>
‘iba>dika minhum al-mukhlas}i>n’ artinya sembah Iblis demi kemuliaan-Mu dan ketinggian-Mu,
bahwa Engkau jua yang terlebih mulia terlebih tinggi bahwa akan segala anak cucu Adam ini
kupuhunkan ke hadirat-Mu hambalah menyatakan dunia dan hambalah yang mengupayai dia
daripada jalan makmur-Mu kubawa kepada jalan yang sesat, dan bahwa ikatnya barang kata
hamba supaya ia bersama dengan daku masuk neraka bahwa melainkan segala hamba-Mu yang
pilihan itu jua yang tiada bertemu olehku dan tiada tertawan olehku karena mereka itu
menjunjung firman-Mu serta dengan ilmunya yang Kauanugerahkan kepadanya itu. Maka
firman Pencipta alam, ‘Hai Iblis telah Kuperkenankanlah pintamu itu selama engkau hingga
datang kepada hari kiamat.’ Setelah itu maka Iblis pun berdendamlah hatinya akan Adam dan
akan segala anak cucunya mencahari jalan akan persesat Adam dan anak cucunya. Hanya
itulah akan kerjanya yang senantiasa dimasygulkan. Liqaulihi Ta‘a>la, ‘Qa>la fa al-h}aqqu wa alh}aqqa aqu>lu la am laanna jahannama minka wa mimman tabi‘aka minhum ajma‘i>n’ artinya
firman Pencipta Ta‘a>la Aku jua yang terlebih tahu akan sembahmu bahwa neraka itu Kupenuhi
sebab engkau segala yang menurut katamu dan mengerjakan segala pekerjaanmu. Bermula,
maka Pencipta Subh}a>nahu wa Ta‘a>la firman pada segala malaikat bahwa Kubawa akan Adam itu
ke langit menghadap akan Aku Pencipta Yang Maha Mulia lagi Amat Besar, bahwa segala isi
langit itu memuji-Nya. Pencipta melihat rupa Adam itu setelah sudah Adam dirajakan maka
diarak ke dalam surga jannatul-firdaus, maka dilihat Adam di dalam surga itu seorang pun
tiada yang sebagai dengan dia, maka Adam pun berbaring atas lambungnya kanan maka
tertidurlah Adam itu. Maka Pencipta Subh}a>nahu wa Ta‘a>la pun tahu akan rahasia Adam duka cita
itu oleh karena ia kanak-kanak lagi seorangnya dalam surga itu. Tatkala belum lagi ia berbalik
tidur itu maka dijadikan Pencipta Ta`âla ‘Ummaha>t al-Insa>n’, yakni ibu segala insan yaitu Siti
Hawa dari lambung kiri Adam itu...” (Qis}as} al-Anbiya>’: 10-11).
Selanjutnya Qis}as} al-Anbiya>’ memaparkan upaya-upaya Iblis memasuki surga untuk
memperdaya Adam dan Hawa. Setelah Iblis bolak-balik dari satu langit ke langit lainnya,
maka tibalah ia di pintu surga. Sayang ia tidak bisa memasukinya karena pintunya dijaga
sangat ketat. Iblis pun duduk di pintu surga dengan duka cita yang amat dalam sambil
menunggu ada seseorang yang membukakan pintu surga. Di balik pintu, seekor burung
merak mengintip dicelah-celah pintu surga dan menyaksikan seorang tua duduk di luar pintu
surga sedang menangis. Merak pun bertanya, “Siapakah engkau?” Iblis menjawab, “Aku ini
seorang malaikat dari semua malaikat yang ada dan aku sangat ingin bertemu denganmu.” Merak
bertanya lagi, “Mengapa engkau duduk di sini dan untuk apa engkau bertemu denganku?”
Iblis menjawab, “Kemarilah engkau berdiri di pintu surga ini supaya aku ajari untukmu
suatu doa dan doa yang kuajarkan ini berkaitan dengan tiga perkara khasiatnya dan dianugerahkan oleh Pencipta kepada siapa saja yang mengamalkannya: pertama, muda selamalamanya; kedua, tidak akan pernah mati; dan ketiga, tidak akan keluar dari surga selamalamanya.”
“Tidak bisa aku membukan pintu surga ini”, jawab merak, “karena dikunci oleh
malaikat selama Adam di dalam surga ini.” Iblis tidak putus asa, ia kemudian meminta agar
memberitahukan yang lain. Maka, merak masuk ke dalam surga dan memberitahu ular
bahwa di luar ada Iblis yang sedang menunggu.
Iblis kemudian mendekati pintu surga dan melihat ada seekor ular sedang mencongak,
dan Iblis berkata, “Hai Ular! Pelajarilah olehmu doa yang kuajarkan ini niscaya engkau lepas
dari bahaya kejahatan, dan kamu berjanji untuk membawaku masuk ke dalam surga.” Ular
menjawab, “Aku tidak bisa membuka pintu surga selama-lamanya karena Adam di
dalamnya dan kunci surga ini dibawa oleh malaikat.”
Iblis tidak kekurangan akal. Ia tidak memaksa ular mencari kunci surga, namun ia
hanya minta supaya ular membuka mulut saja. Ular bergumam dalam hatinya, apa mungkin
Iblis masuk ke dalam mulutnya. Namun, Iblis meyakinkan ular bahwa ia bisa masuk ke
dalam mulutnya. Ular pun membuka mulutnya dan serta merta Iblis masuk ke dalamnya,
sehingga Iblis dengan leluasa masuk ke dalam surga tanpa diketahui oleh para malaikat.
Sementara itu, di dalam surga ada sebuah pohon yang diciptakan oleh Pencipta dan Adam
dilarang mendekatinya.53 Iblis rupanya tahu akan hal ini, sehingga ia kepada ular untuk
mengantarnya ke pohon ini —Iblis menamainya pohon khuldi (pohon keabadian).
Sesampainya di pohon ini , Iblis keluar dari mulut ular dan duduk di bawah pohon
dengan sabar menunggu Adam dan Hawa melintas di situ.
“Maka duduklah Iblis pada pohon kayu itu serta menangislah dengan terlalu sangat lakunya
percintaannya dan duka citanya. Maka terkejutlah segala anak bidadari di dalam surga itu tiada
dapat mendengar bunyi orang yang menangis dan tiada dapat melihat orang berpercintaan pun
selama-lamanya hatta maka datanglah sekalian bidadari itu ke sisi Iblis. Maka tatkala itu oleh
Siti Hawa segala anak anakan bidadari yang banyak itu katanya, ‘Apa juga kamu berhimpun
ini.’ Maka sahut bidadari itu akan ular ini ada seorang di dalam mulutnya siapakah ia seorang
pun tiada kami mengetahui ia. Maka Iblis pun berpaling melihat kepada Siti Hawa, maka Siti
Hawa pun bertanya, ‘Hai urang tuha siapa engkau dan darimana datangmu dan apa yang
engkau tangiskan itu.’ Maka kata Iblis, ‘Hai orang muda! Bahwa aku ini daripada malaikat
dan aku tangiskan itu engkaulah, karena engkau lagi akan akan daku dikeluarkan dari dalam
surga ini, jika engkau hendak kekal di dalam surga ini makanlah olehmu buah kayu ini niscaya
tiadalah engkau keluar lagi di dalam surga ini selama-lamanya.’ Maka Siti Hawa [berkata],
‘Aku dilarangkan Pencipta Ta`ala daripada memakan buah kayu itu maka kata sebagaimana pula
engkau menyuruhkan aku memakan buah kayu itu.’ Maka kata Iblis, ‘Ketahui olehmu bahwa
itulah hikmah Pencipta hendak mengeluarkan engkau ke dunia lagi akan tuha kenanya akan dikau
jadi kejilah rupamu; jika kau makan buah kayu itu tiadalah engkau merasai kejahatan lagi.’
Serta Iblis pun bersumpah demi Pencipta dan beberapa sumpah yang besar-besar. Hatta dengan
takdir Pencipta maka dalam hati Siti Hawa bahwasanya orang tuha ini bersumpah dengan nama
Pencipta Ta‘a>la yang Maha Besar sebab karena menunjukkan jalan kebajikan akan kami. Arkian,
kata Iblis, ‘Ketahuilah hai yang baik rupa bahwa sumpahku ini sebenar-benarnyalah yang
kusebutkan itu dan percayalah engkau akan kataku ini.’
Hatta, maka Siti Hawa pun mengunjuk tangannya ke buah khuldi itu diambilnya tiga buah,
satu dimakannya dan tinggal dua buah maka dibawanya kepada Adam. Maka bertanya Adam,
‘Buah apa ini?’ [Siti Hawa berkata], ‘Inilah buah kayu yang dilarangkan Pencipta Ta`ala itu tuan
hamba makanlah sudah hamba makan sebuah.’ Maka kata Adam, ‘Apa rasanya buah kayu ini?’
Maka sahut Hawa, ‘Terlalu baik cita rasanya.’ Maka kata Adam, ‘Tiada mau aku makan dia.’
Maka kata Hawa, ‘Hamba sudah makan dia betapa tuan hamba tiada mau makan dia?’ Kata
Adam, ‘Karena aku sudah bersetia dengan Pencipta ku, tabulah bahwa aku dilarangkannya makan
buah kayu itu, maka tiadalah aku mau melalui titah Pencipta ku.’
Maka Hawa pun mengisi khamr di dalam surga maka diberikannya akan Adam. Setelah
sesudah minum Adam khamr itu maka lupalah Adam janjinya dengan Pencipta nya itu. Maka
dengan takdir Pencipta Ta`ala tertutuplah hatinya maka diambilnyalah buah khuldi itu daripada
tangan Hawa lalu dimakannya. Baharu sehingga rongkongnya maka mahakut54 pada kepala
Adam pun jatuhlah lalu terbang dan segala perhiasan Adam dan hawa pun tanggPencipta daripada
tubuhnya, kedua layaknya tiada berketahuan dan gat55 kedudukan Adam yang keemasan yang
bertatahkan ratna mutu manikam itu pun terbang lenyaplah lagi Adam dan Hawa pun
tertelanjanglah keduanya, maka tubuh Adam pun menjadi kudil” (Qis}as{ al-Anbiya>’: 13-15).
Terusirnya Adam dan Hawa dari surga dijadikan sebagai dasar bagi para tokoh agama
di Kumai untuk mengingatkan umatnya akan tipu daya Iblis dalam memperdaya anak cucu
Adam. Iblis memiliki berbagai cara mulai dari yang sederhana hingga cara yang paling
canggih untuk menyesatkan manusia. Cara-cara Iblis ini, misalnya diungkapkan oleh Ustaz
Marjuki (45) dalam sebuah khutbah Jumatnya di Masjid Darul Wustha. Pertama, Iblis
menawarkan kekufuran, mengajak orang untuk menolak agama, eksistensi Pencipta , risalah
para Rasul, dan kebenaran Kitab Suci. Agama diajarkan sebagai keterbelakangan dan
agnotisisme dianggap sebagai pertanda kemajuan. Bila jebakan pertama gagal, Iblis
merancang jebakan kedua. Anda tetap beragama dan meyakini kerasulan, namun Anda
ditawari bid'ah. Bila Anda berhasil menolak semua bid'ah itu, Iblis menjebak Anda dengan
jebakan ketiga, yaitu lewat dosa-dosa besar (al-kaba>’ir). Anda ditawari zina, korupsi,
merampas hak orang lain, atau durhaka kepada orangtua. Iblis akan menyebut zina sebagai
sistem pergaulan masa kini, korupsi sebagai keterampilan mengatur angka, merampok
sebagai membantu rakyat kecil, dan durhaka kepada orangtua sebagai nasihat baik seorang
anak. Biasanya dosa-dosa besar itu diajarkan secara berangsur-angsur juga. Karena itu, alQuran tidak hanya melarang zina tapi juga bahkan melarang mendekati zina. Anda mulamula disuguhi kenyamanan berduaan dengan bukan muhrim, kemudian senPencipta -senPencipta
kecil, lalu mencari tempat sepi, dan seterusnya. Korupsi akan dimulai dari komisi, upeti,
sampai pada pemalsuan anggaran. Jika ini gagal, Iblis datang dengan jebakan keempat:
menawarkan dosa-dosa kecil. Dengan halus ia berkata: Berbuat dosa itu manusiawi. Anda
malaikat kalau tidak pernah berbuat dosa. Lagi pula, bukankah Pencipta Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Pencipta ampuni dosa-dosa kecil, selama Anda meninggalkan dosa-dosa
besar. Jebakan kelima didesain Iblis bila Anda juga berhasil menghindarkan dosa-dosa kecil.
Iblis akan menyibukan