kepercayaan 1

Setiap manusia sadar bahwa selain dunia yang fana ini, ada suatu alam dunia yang tak 
tampak olehnya, dan berada di luar batas akalnya. Dunia itu adalah dunia supernatural, atau 
dunia alam gaib. Berbagai kebudayaan menganut kepercayaan bahwa dunia gaib dihuni oleh 
berbagai makhluk dan kekuatan yang tak dapat dikuasai oleh manusia. Makhluk dan 
kekuatan yang menghuni dunia gaib adalah: [1] dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; 
[2] makhluk-makhluk halus lainnya, seperti para leluhur, hantu dan lain-lainnya, yang seperti 
halnya para dewa, juga ada yang bersifat baik dan bersifat jahat; [3] kekuatan sakti yang 
dapat bermanfaat bagi manusia maupun yang dapat membawa bencana. 
Dalam suatu sistem kepercayaan, orang membayangkan wujud dari dunia yang gaib, 
termasuk wujud dewa-dewa (theogoni), makhluk-makhluk halus, kekuatan sakti, keadaan 
ruh-ruh manusia yang telah meninggal, maupun wujud dari bumi dan alam semesta (yang 
disebut ilmu kosmogoni dan kosmologi). Dalam agama-agama besar seperti Islam, Hindu, 
Budha, Jaina, Katolik, Kristen, dan Yahudi, adakalanya sifat-sifat Pencipta  tertera dalam 
kitab-kitab suci agama-agama ini , dan dengan demikian sifat-sifat Pencipta  ini  
diserap pula ke dalam sistem kepercayaan dari agama-agama yang bersangkutan. Sistem 
kepercayaan itu ada yang berupa konsepsi mengenai paham-paham yang terbentuk dalam 
pikiran para individu penganut suatu agama, namun  ada  juga berupa konsepsi-konsepsi 
serta faham-faham yang dibakukan di dalam dongeng-dongeng serta aturan-aturan. 
Dongeng-dongeng dan aturan-aturan ini biasanya merupakan kesusasteraan suci yang 
dianggap keramat ,
Dalam Islam, Yang Gaib dikenal dengan sebutan Pencipta . Dia adalah Zat yang tidak 
mungkin dapat jangkau oleh akal pikiran manusia. Yang mungkin dilakukan manusia adalah 
mencoba memahami Pencipta  di luar Esensi-Nya (Zat-Nya), yakni memahami sifat-sifat-Nya. 
Berkenaan dengan hal ini, Bubuhan Kumai sangat menekankan pada pentingnya menjaga 
kemurnian akidah dengan tidak mempersamakan Pencipta  dengan apa pun. Kemurnian akidah 
ini dalam Islam dikenal dengan tauh}i>d. Tauh}i>d berarti keyakinan tentang adanya Pencipta  Yang 
Maha Esa, yang tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya dalam zat, sifat atau perbuatan￾perbuatan-Nya; yang mengutus para rasul untuk menunjukkan dunia dan umat manusia ke 
jalan yang benar; yang meminta pertanggungjawaban hamba di kehidupan akhirat dan 
membalas perbuatan baik atau buruk yang dilakukannya di dunia  ,Bagi 
seorang Muslim ini merupakan doktrin Islam yang paling penting 
Melalui pengenalan tauh}i>d, seorang Muslim akan menyadari bahwa Pencipta  adalah 
dimensi yang memungkinkan adanya dimensi-dimensi lain; Dia memberikan arti dan 
kehidupan kepada setiap sesuatu. Dia serba meliputi; secara harfiah Dia adalah tak terhingga 
dan hanya Dia sajalah yang tak terhingga. Di dalam kehidupan, setiap sesuatu yang selain￾Nya, terlihat tanda keterhinggaannya dan tanda bahwa ia adalah ciptaan Pencipta  ,Dia adalah pencipta dan pengatur alam semesta serta seluruh kehidupan manusia. 
Apa pun aktivitas manusia selalu berada dalam pengawasan-Nya dan akan dipertanggung￾jawabkan kelak di akhirat nanti di hadapan pengadilan-Nya. Mengingat posisi Pencipta  seperti 
ini, Bubuhan Kumai memiliki  kewajiban religius untuk mengenal Pencipta  dan mewaris￾kannya kepada generasi berikutnya. Berkaitan dengan hal ini, setiap varian Bubuhan Kumai 
memiliki  cara berpikirnya sendiri dalam mengenal dan mewariskan kePencipta an kepada 
generasi dan komunitasnya. 
 Varian Awam Awam 
Wilayah yang representatif untuk melihat pandangan varian Awam mengenai Pencipta  
adalah Desa Sungai Sekonyer1
, yang terletak agak jauh dari ibukota kecamatan. Penduduk di 
desa ini bermata pencaharian penambang poya (silikon), peiwakan (nelayan air tawar), 
pemantungan (pencari karet jelutung di hutan rimba), penyontekan (penyadap karet), dan 
pehumaan (petani). Penduduknya hidup di tepi-tepi sungai dan hidup berkelompok 
berdasar  ikatan kekerabatan (bubuhan) dan jarak antara satu kelompok dengan yang lain 
dibatasi oleh sungai-sungai kecil atau hutan-hutan yang berada di bawah kekuasaan 
kelompok (lokal: lokasi). Selain ada yang menetap di suatu wilayah tertentu di pinggir 
sungai, ada juga penduduk yang membuat perahu rumah.
2
 berdasar  paparan ini, maka 
pengetahuan mereka tentang Pencipta  didominasi oleh lingkungan yang mengitari mereka. 
Proses transformasi ajaran agama (Pencipta ) tampaknya lebih didominasi melalui proses tutur 
daripada tulis. Orang tua mewariskan pengetahuan kePencipta an dengan metode-metode yang 
diwariskan dari leluhur mereka sehingga mata rantai pengetahuan tampak sederhana dan 
tidak rumit. Hal ini dilakukan oleh suatu kesadaran tentang pentingnya Pencipta  dalam 
kehidupan, keterlibatan Pencipta  dalam mengatur rezeki mereka, serta menanamkan kePencipta an 
itu kepada anak-anak mereka. 
Orang-orang yang menghuni Sungai Sekonyer ini tahu persis bahwa Pencipta  selalu 
mengawasi dan menentukan jalan hidup mereka. Jika mereka melanggar atau menjauh dari￾Nya, maka bisa menyebabkan Pencipta  marah yang ditandai dengan kesulitan-kesulitan dalam 
mencari rezeki atau penyakit-penyakit tertentu. Untuk menjaga itulah diperlukan adanya 
suatu sarana untuk selalu berhubungan dengan Pencipta , yakni melalui ibadah, yang dalam 
pemahaman orang-orang Awam direpresentasikan melalui beselamatan. 
Beselamatan dalam kaitannya dengan Pencipta  ini bertujuan untuk memperoleh 
keselamatan dan berkat-Nya. ritual  ini biasanya dilaksanakan pada pagi hari Jumat atau 
malam Jumat dengan mengundang kerabat atau orang-orang yang berada di lokasi yang 
sama untuk berkumpul bersama berdoa kepada Pencipta  yang dipimpin oleh seorang tetuha 
yang dianggap saleh.3
 Beberapa kegiatan yang selalu melibatkan beselamatan adalah 
membuka lahan poya baru, memulai menyadap karet, berburu hewan, dan lain-lain. Untuk 
ritual  ini, hidangan yang paling umum adalah nasi kuning (terbuat dari beras ketan putih 
yang dicampuri kunyit dan santan), inti (terbuat dari perutan kelapa yang dicampur gula 
merah), semangkuk air yang di dalamnya ada pemapai (semacam kuas) yang terbuat dari 
daun pisang muda. Usai ritual  beselamatan, mangkok berisi air dan pemapai tadi akan 
dibawa ke lokasi baru dan dengan menggunakan pemapai tadi air kemudian dipercikan di 
atas lokasi baru. Menurut informan, air ini  berguna untuk mengusir makhluk-mahkluk 
pengganggu di lokasi ini  karena air ini  telah diberkati Pencipta . Bahkan, sebagai￾mana diungkapkan oleh Pak Samsudin, air beselamatan itu akan memudahkan pekerjaan dan 
hasil yang diperoleh juga banyak (Wawancara, 6-07-2008).4
 Hubungan beselamatan dan 
akibat darinya dapat digambarkan sebagai berikut (GGbr. IVa Gbr. IVa). 
Bagian penting lainnya dalam upaya menanamkan ketauhidan adalah lewat nyanyian￾nyanyian atau syair-syair yang di dalamnya berisi ajaran-ajaran kePencipta an. Seorang infor￾man, bernama Bu Sapiah (35), yang bekerja membantu suaminya menambang poya5
, selalu 
melantunkan kalimah t}ayyibah, (la> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h) ketika 
menidurkan salah seorang anaknya yang berusia 1 tahun dalam ayunan. Salah satu lagu yang 
dinyanyikan oleh Bu Sapiah ini  adalah sebagai berikut: 
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun anak kusayang. Guringlah guring, 
anak kusayang. Ayahkam begawi gasan makan ikam. Ayahkam begawi gasan makan ikam. La> 
ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h, anak kusayang. Ingatlah anakku, kalimah ini. Iniam 
gasan pingkutan ikam. Janganlah ikam lupa sampai matikam. La> ila>ha illa> Alla>h 
Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun tam ayun. Guringam guringam.”6
 
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun anak kusayang. Tidurlah tidur 
anak kusayang. Ayahmu bekerja untuk makanmu. Ayahmu bekerja untuk makanmu. La> ila>ha 
illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun anak kusayang. Ingatlah anakku, kalimah 
ini. Inilah pakai peganganmu. Janganlah kamu lupa sampai matimu. La> ila>ha illa> Alla>h 
Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h. Ayun diayun. Tidurlah tidur.” 
Dari lagu di atas, tercipta sebuah pola yang menggambarkan Pencipta  sebagai bagian 
penting dalam hidup seperti diskemakan di bawah. 
Dalam lagu Mengguringkan Anak, sang anak diingatkan tentang dua hal. Pertama, 
seorang ayah yang pergi bekerja bertujuan untuk mencari nafkah keluarga yang disim￾bolisasikan dengan ‘ayahkam begawi gasan makan ikam’. Ungkapan ini menegaskan tugas 
dan peran seorang laki-laki dalam kehidupan orang-orang Kumai, yakni bertanggung jawab 
terhadap keluarga. Kedua, sang ibu mengingatkan juga tentang pentingnya berpegang teguh 
dengan la> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h, karena kalimat ini adalah peneguhan 
ketauhidan seorang Muslim dan sekaligus pengakuan adanya Pencipta , Zat yang harus disem￾bah, Zat yang menciptakan langit dan bumi serta yang memenuhi semua kebuPencipta  hidup 
manusia. Sedangkan Muhammad adalah utusan Pencipta  yang membimbing manusia ke Jalan 
Pencipta . Untuk itu, la> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h harus dipegang kuat-kuat 
hingga mati. Dalam kata-kata Bu Sapiah sendiri, ia menegaskan: 
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h selaluam kunyanyikan gasan anakku. Aku neh 
lah kada sekolah, kada tapi tahu jua agama, tapi menurut urang-urang tuha tedehulu, sidin￾sidin memadahkan janganlah ikam belepas dari kalimat itu toh. Sebab, kalimat ituam gasan 
pingkutan hidup dan sangu mati. Ujar sidin, ikam haruslah menurunkannya gasan anak-anak 
ikam. Amun kada ikam bedosa ganal” (Wawancara, 5-07-2008). 
“La> ila>ha illa> Alla>h Muh}ammadur-Rasu>l Alla>h selalu kunyanyikan untuk anakku. Aku tidak 
pernah sekolah, tidak tahu banyak tentang agama [Islam], namun  berdasar  keterangan 
orang-orang tua sebelumnya, beliau-beliau mengajarkan jangan sekali-kali kamu melepaskan 
diri dari kalimat itu. Sebab, kalimat itu menjadi pegang hidup dan bekal mati. Menurut beliau, kamu 
harus mewariskannya untuk anak-anakmu. Kalau tidak mewariskannya, kamu berdosa besar.” 
Selain lagu yang dinyanyikan di atas, peneliti juga menemukan lagu yang isinya 
mengandung nilai-nilai tauhid dan moral di dalamnya seperti dalam kutipan di bawah ini. 
La> ila>ha illa> Alla>h 
Yun ayun anakku Ratu 
Yun ayun dalam ayunan 
Lakas bapajam lakasi guring 
Matanya kalat bawa bapajam 
La> ila>ha illa> Alla>h 
Yun ayun anakku ayun 
Ayun dalam shalawat Nabi 
Jauh culas jauhkan dangki 
kur sumangat hidup baiman 
La> ila>ha illa> Alla>h 
Yun dinana anakku guring 
Bamimpi tarbang ka rakun tinggi 
Guring anakku dalam Bismillah 
Bawakan bulan bawakan bintang
7
La> ila>ha illa> Alla>h 
Yun ayun anakku Ratu 
Yun ayun dalam ayunan 
Lekas pejam lekaslah tidur 
Matanya mencelak bawa berpejam 
La> ila>ha illa> Alla>h 
Yun ayun anakku ayun 
Ayun dalam shalawat Nabi 
Jauh culas jauhkan dengki 
Penuh semangat hidup beriman 
La> ila>ha illa> Alla>h 
Yun segera anakku tidur 
Bermimpi terbang ke awan tinggi 
Tidur anakku dalam Bismillah
Bawakan bulan bawakan bintang 
Bersamaan dengan kesadaran keterlibatan Pencipta  dalam kehidupan, seperti yang 
ada  dalam lagu di atas, seorang ibu mengingatkan agar sang anak tumbuh dengan 
akhlak yang mulia seperti tidak berbuat curang, hidup selalu dalam semangat iman, dan 
optimis dengan cita-cita tinggi yang disimbolisasikan dengan kata-kata “bermimpi terbang 
ke awan tinggi, bawakan bulan bawakan bintang.” Dengan demikian, melalui lagu-lagu 
ini  telah terjadi proses internalisasi nilai-nilai tauh}i>d yang dibungkus dengan tradisi 
oral, yakni dengan membuat lagu-lagu atau syair-syair religius yang di dalamnya berisi nilai￾nilai tauh}i>d. Dengan cara ini, mereka sebenarnya sedang menafsirkan teks-teks suci yang 
telah ada dalam kognisi mereka lewat serangkaian tuturan dan tanda-tanda simbolik lainnya. 
Isi dari serangkaian tuturan itu berupa pengetahuan yang secara fungsional menjadi petunjuk 
bagi umat untuk dijalankan agar hidup selalu dalam bimbingan Pencipta . 
Selain melantunkan lagu-lagu di atas, di kalangan varian Awam, di Kumai Hulu dan 
Kumai Hilir, peneliti menemukan syair-syair monologis yang berisi pesan-pesan religius di 
dalamnya. Bait-bait monologis yang paling terkenal adalah Zikir Kekanakan.
888 Dinamai Zikir 
Kekanakan karena zikir ini memang diperuntukkan untuk anak-anak sebagai media 
menanamkan nilai-nilai tauh}i>d. Dalam monologis itu, seorang ibu memerankan dirinya 
seperti dua orang, ibu dan anak. Saat sang anak bertanya, si ibu akan mengubah suaranya 
seperti suara anak kecil, dan saat menjawab pertanyaan si ibu mengubah suaranya menjadi 
suara seorang ibu. Bunyi zikir ini  adalah sebagai berikut:
Setelah mencermati bait-bait dalam zikir di atas, kandungannya terbagi dua pesan 
pokok, yakni tentang pedoman hidup dan hasil dari memegangi pedoman ini . Adapun
rinciannya sebagai berikut
(cabang), daun, dan pucuk yang kokoh. Akar yang kokoh itu adalah QulhuwPencipta , 
maksudnya surah al-Ikhla>s}. Dahannya (cabangnya) adalah ayat Fatihah (surah al-Fa>tih}ah). 
Daunnya adalah shalawatullah, maksudnya salawat. Pucuknya (bagian ujung daun) adalah 
syahadah kalimah, maksudnya dua kalimat syahadat (asyhadu an la> ila>h illa> Alla>h wa 
asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h). Kalau digambarkan akan tampak sebagai berikut: 
Gbr. IVb Gbr. IVb 
Pohon Syajaratul- Syajaratul---Muntaha Muntaha: Pedoman Hidup : Pedoman Hidup 
 
 
Simbolisasi ‘Syajaratul-Muntaha’
12 dalam Zikir Kekanakan tampaknya untuk 
menyimbolkan betapa pentingnya memegang teguh empat ajaran pokok. Pertama, 
memahami dan menghayati apa yang terkandung dalam surah al-Ikhla>s, yaitu keharusan 
memurnikan keesaan Pencipta  dari segala macam kemusyrikan. Menurut Maulana Muhammad 
Ali (1991: 1219), dalam surah al-Ikhla>s} menolak empat macam syirik, yaitu (1) percaya 
bahwa Pencipta  itu banyak (tidak Esa), (2) percaya bahwa suatu barang memiliki sifat-sifat 
Pencipta  yang sempurna, (3) percaya bahwa Pencipta  itu seorang ayah atau seorang anak, dan (4) 
percaya bahwa ada barang yang dapat mengerjakan apa yang hanya dapat dikerjakan oleh 
Pencipta . Karena kandungannya yang demikian inilah, Nabi s.a.w. menilai surah ini sebagai 
‘sepertiga al-Qur’an’, dalam arti makna yang dikandungnya memuat sepertiga al-Qur’an, 
karena keseluruhan al-Qur’an mengandung akidah, syariat dan akhlak, sedang surah ini 
adalah puncak akidah (Shihab, 2003, XV: 616). 
Kedua, memahami dan menghayati kandungan surah al-Fa>tih}ah. Surah ini memiliki  
beberapa nama, di antaranya adalah Umm al-Kitāb (Induk Kitab) karena surah ini 
mengandung seluruh al-Qur’an, seakan-akan surah ini adalah ikhtisarnya. Kandungan yang 
ada  dalam surah al-Fa>tih}ah dikemukakan antara lain oleh Maulana Muhammad Ali 
sebagai berikut: 
“Surah ini terdiri dari tujuh ayat. Tiga ayat pertama, menerangkan sifat Pencipta  yang paling 
utama, yakni Rabb, Rah}ma>n, Rah}i>m dan Ma>liki yawm ad-Di>n, yang semuanya menyatakan 
keagungan dan terpujinya Zat Pencipta . Tiga ayat terakhir membeberkan hasrat jiwa yang 
menyala-nyala di hadapan Pencipta  Yang Maha Pencipta, untuk berjalan di jalan yang benar, tak 
menyimpang ke kanan atak ke kiri. Adapun ayat di tengah, menyatakan bergantungnya 
manusia dalam segala hal kepada Pencipta . Sifat Pencipta  ini  di atas adalah sifat yang 
membeberkan kemurahan dan kasih sayang Pencipta  yang menyeluruh, dan kecintaan Pencipta  yang 
tak terhingga kepada sekalian makhluk-Nya. Adapun cita-cita yang paling tinggi yang dapat 
dicapai oleh manusia, yakni jalan yang benar, jalan yang penuh kenikmatan dan jalan yang tak 
ada rintangan sama sekali. Jadi, pandangan picik seakan-akan Pencipta  itu Pencipta nya bangsa 
tertentu saja, lenyap sama sekali oleh pernyataan bahwa pemberian dan kecintaan Pencipta  
kepada sekalian umat, bahkan kepada sekalian makhluk di dunia, adalah sama. Sebaliknya, 
manusia harus mencita-citakan keluhuran rohani yang telah dicapai oleh mereka yang telah 
dikaruniai nikmat Pencipta , yaitu para Nabi, orang-orang tulus (s}iddi>qi>n), para syuhada, dan 
orang-orang yang saleh (s}alih}i>n). Orang akan sia-sia membuka lemparan kitab suci lain, untuk 
menemukan sesuatu yang mendekati angan-angan luhur dan mulia, yang terkandung dalam 
surah al-Fa>tih}ah ini” (Ali, 1991: 2). 
Merujuk penjelasan Muhammad Ali di atas, sangat logis jika dalam Zikir Kekanakan,
cabang atau dahan dari pohon Syajaratul-Muntaha adalah surah al-Fa>tih}ah; cabang bertugas 
untuk menyangga ranting, daun, dan buah. Jika dahan lemah dapat dipastikan ranting, daun, 
dan buah pun tidak memiliki  pegangan yang kuat. Untuk alasan ini, surah ini ditempatkan 
sebagai dahan dalam pohon Syajaratul-Muntaha. 
Beberapa riwayat telah menyebutkan keistimewaan-keistimewaan surah al-Fa>tih}ah. 
Jalaluddin Rakhmat (2000) telah menghimpun sekurang-kurangnya ada tujuh keistimewaan 
yang terkandung dalam surah al-Fa>tih}ah, yakni lebih baik dari segala kesenangan duniawi, 
turun langsung dari `Arasy Pencipta , keistimewaan bagi umat Muhammad, besarnya pahala 
bagi yang membacanya, salat tidak sah tanpa surah al-Fa>tih}ah, memberikan pengampunan 
dan perlindungan, serta memberikan kesembuhan untuk berbagai penyakit. 
Pedoman ketiga yang terkandung dalam Syajaratul-Muntaha adalah membaca salawat 
kepada Nabi Muh}ammad. Perintah bersalawat kepada Nabi Muhammad, antara lain, 
dijelaskan dalam QS. al-Ah}za>b/33: 56. Pencipta  berfirman: 
 $¸ϑŠÎ=ó¡n@ (#θßϑÏk=y™uρ ϵø‹n=tã (#θ

=|¹ (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $pκ
š
‰r'¯≈tƒ 4 ÄcÉ<¨Ζ9$# ’n?tã tβθ

=|Áム…çµtGx6Íׯ≈n=tΒuρ
©
!$# ¨βÎ)
“Sesungguhnya Pencipta  dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang 
yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan 
kepadanya” (QS. al-Ah}za>b/33: 56). 

Ayat di atas menegaskan bahwa Pencipta  dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi 
s.a.w. dan kemudian Pencipta  memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bersalawat 
kepada Nabi Muhammad s.a.w. Perintah Pencipta  ini menunjukkan keagungan Nabi 
Muhammad di atas seluruh makhluk di dunia ini dan sekaligus menunjukkan kecintaan Pencipta  
kepada beliau (Shihab, 2003, XI: 313-314). 
Yang terakhir adalah memegang teguh dua kalimat syahadat (asyhadu an la> ila>h illa> 
Alla>h wa asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h (aku bersaksi bahwa tidak ada Pencipta  
selain Pencipta  dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Pencipta ). Kalimat inilah yang 
dapat mengantarkan manusia selamat di dunia dan di akhirat. 
Apabila semua yang ada dalam pohon Syajaratul-Muntaha di atas sudah dipahami, 
dihayati, dan diamalkan, imbalannya adalah surga. Sebuah tempat yang selalu diinginkan 
oleh manusia. Adapun gambaran surga dalam Zikir Kekanakan diuraikan sebagai berikut: 
Menurut bait-bait di atas, mereka yang masuk surga akan merasakan segala nikmat 
yang ada di dalamnya. Di sana mereka akan tidur berbantalkan bantal sebagaimana bantal 
yang dipakai Siti Fatimah, puteri kesayangan Nabi Muhammad. Ini untuk menegaskan 
betapa indah dan nyamannya bantal di surga nanti. Suatu gambaran yang mengisyaratkan 
betapa bantal adalah bagian yang sangat penting bagi orang yang tidur. Karena bantal yang 
tidak nyaman sedikit banyak pasti mempengaruhi kenyenyakan tidur seseorang. Dari sini, 
orang-orang Awam membayangkan betapa nyenyaknya tidur dengan berbantal Siti Fatimah. 
Selain bantal, teman orang tidur adalah guling (geguling). Gulingnya pun pilihan, 
yakni guling yang dipakai oleh Siti Hawa, ibu manusia; menikmati segala jenis buah￾buahan; berjambankan jamban Rasulullah, maksudnya di surga mereka tidak akan pernah 
buang air besar atau air kecil; serta tidur beralaskan kasur Rasulullah. Surga yang dicitrakan 
dalam Zikir Kekanakan mungkin hanya bagian kecil yang bisa dibayangkan oleh orang￾orang Awam. Karena seorang nabi sekalipun tidak akan pernah mampu menjelaskan hakikat 
surga. Hal ini telah dijelaskan oleh Pencipta  dalam sebuah Hadis Qudsi, di mana Dia berfirman: 
“Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah dilihat 
mata, didengar telinga, dan terlintas dalam hati manusia” (HR. Bukha>ri> dan Muslim; Baqi, 
2011: 852). Sementara itu, al-Qur’an juga sudah menjelaskan tentang siapa yang layak 
masuk surga dan fasilitas-fasilitas yang tersedia di dalamnya. Adapun gambaran-gambaran 
indah surga dalam al-Qur’an, antara lain sebagai berikut: 
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan mereka. 
Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. 
Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. 
(Kepada mereka dikatakan): “Salām”, sebagai ucapan selamat dari Pencipta  Yang Maha 
Penyayang” (QS. Ya> Si>n/36: 55-58). Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang 
beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai￾sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka 
mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan 
yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di 
dalamnya (QS. al-Baqarah/2: 25). Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga Adn, 
mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan 
mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil 
bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat￾istirahat yang indah” (QS. al-Kahfi/18: 31). 
Pedoman hidup yang disimbolisasikan dengan Syajaratul-Muntaha di atas menun￾jukkan bahwa dalam alam pemikiran Varian Awam, untuk mencapai hidup yang bahagia 
(surga), maka pedoman ini  harus dijalankan dengan baik dan benar. Cara pandang seperti 
ini akan berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari para penganutnya. Sebagaimana dijelas￾kan oleh Talcott Parsons (1958: 208-209), bahwa agama akan mempengaruhi sikap-sikap praktis 
manusia terhadap berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, dan bagi para pengikutnya, 
pedoman ini  dapat memberikan jawaban terhadap masalah makna kehidupan. 
Secara struktural-fungsional agama melayani kebuPencipta -kebuPencipta  manusia untuk 
mencari kebenaran dan mengatasi serta menetralkan berbagai hal buruk dalam kehidupan￾nya. Semua agama menyajikan formula-formula ini , yang pada hakikatnya bersifat 
mendasar dan umum berkenaan dengan eksistensi dan perjalanan hidup manusia, yang 
masuk akal dan rasional sesuai dengan keyakinan keagamaannya, mendalam serta penuh 
dengan muatan-muatan emosi dan perasaan yang manusiawi (Geertz, 1966: 1-46). Karena 
hal-hal buruk yang dihadapi oleh manusia selalu membayangi kehidupannya, dan karena 
agama dapat menyajikan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dan cara-cara yang 
mendasar dan umum untuk menetralkan atau mengatasi bayangan-bayangan buruk ini , 
maka agama tetap lestari dalam kehidupan manusia, sepanjang zaman selama manusia ada 
(Suparlan, 1993: X-XI). 
A.A. A.2. A.2.2. 2. TTTPencipta  Bagi uhan Bagi uhan Bagi VVVVarian arian NNNahu Nahuahu ahu 
Varian Nahu sebagian besar mendiami Kelurahan Kumai Hulu dan Kelurahan Kumai 
Hilir, di mana dikedua kelurahan ini ada  dua masjid besar yang menjadi simbol 
kebesaran Islam di Kumai. berdasar  pengamatan peneliti, orang-orang Nahu bermata 
pencaharian pedagang, guru, PNS, dan wiraswasta lainnya serta pendidikan lebih baik 
dibandingkan varian-varian lainnya. 
Dalam memahami Islam, varian Nahu termasuk varian yang memiliki  pemahaman 
yang lebih baik karena ilmu agama yang mereka peroleh dari lembaga pendidikan formal dan 
non-formal. Berkaitan dengan Pencipta , varian ini menyadari ketidakmungkinan mengetahui 
esensi Pencipta  dan untuk menggambarkan Pencipta  mereka membuat daftar nama-Nya yang 
terbagi dalam dua kategori. Pertama, melalui nama-nama Pencipta  yang berjumlah 99, al￾Asma>’ al-H{usna>(Nama-nama Indah). Kedua, melalui sifat-sifat wajib, sifat mustahil dan 
sifat jaiz (boleh). Bagian yang kedua ini dikenal di kalangan mereka dengan istilah sifat dua 
puluh Pencipta . Pengetahuan sifat ini sangat penting, karena merupakan akidah Islam. Untuk 
alasan ini, para tokoh agama telah merumuskan sifat dua puluh ke dalam sebuah syair yang ter￾kenal, “Syair Sifat Dua Puluh”13, yang sering dinyanyikan dalam pengajian-pengajian keagamaan, 
di surau, dan di masjid. Adapun rumusan “Syair Sifat Dua Puluh” ini  sebagai berikut. 
Wassalam kepada sekalian ikhwan 
Sifat dua puluh diselesaikan 
Cukup sekedar yang difadhukan 
Jangan tafsir kepada Pencipta  
Sifat dua puluh pahamkan terang 
Demikian i’tiqad jangan sembarang 
Ahlussunah wal jama‘ah hendaklah pigang14
Janganlah kamu beralang-alang15
Sifat dua puluh hendaklah mahir16
Menuntut dia janganlah kulir17
Mengenal Pencipta  Pencipta  al-Kabi>r
18
Mensyahkan amal lahir dan batin 
Sifat dua puluh mensyahkan ibadat 
Sembahyang, puasa, dan bayar zakat 
Jikalau tiada ilmu makrifat 
Sekalian amal jatuh melarat 
Wahai saudara saudari yang kasih sayang 
Sifat dua puluh hendaklah pigang 
Wajib belajar malam dan siang 
Selama jahil belumlah terang 
Dengan dalil hendaklah kenal 
Dalil naqli yang lebih afd}al 
Inilah yang ulama dibawa bekal 
Ke akhirat menghadap negeri yang kekal 
Jikalau makrifat kurang mengerti 
Tanyakan kepada guru yang ahli 
Ulama-ulama yang masyhur alam bahari19
Yang bersetujuan Qur’an dan Hadis Nabi 
Sifat dua puluh wajiblah tahu 
Jangan seperti tiada menahu-nahu 
Siang dan malam kehilir kehulu20
Jangan seperti orang yang tak menentu 
Barangsiapa tiada mengenal Pencipta  
Menurut dalil Hadis dan Qur’an 
Itulah urang tidak ber-Pencipta  
Kekal di neraka, zaman ke zaman 
Setengahnya mengaji ilmu Makrifat 
Mencari Pencipta  sepapandapat21
Sehingga dirasa dan boleh dilihat 
Inilah ilmu yang amat sesat 
Ilmu Ushuluddin berhati-hati 
Ilmu Tasawuf sedang-sedangi 
Kurang faham kurang teliti 
Pencipta  berduduk bisa berdiri 
Setengahnya memaham penglihat pendengar 
Sifat Pencipta , sama’ dan bas}ar
Putih dan kuning bersinar-sinar 
Bersamaan kita sama’ dan bas}ar
Inilah faham sangat keliru 
Menyamakan penglihat Pencipta  yang satu 
Bersamaan rupa-Nya dengan yang baharu 
Putih dan hitam berwarna biru 
Wahai saudara adik dan kaka 
Muhammad Fadli telah berkata 
Kifayatul ‘Awam kitab yang nyata 
Kafiat taqluk dijahilkan akan kita 
Jikalau Pencipta  melihat yang putih 
Bersamaan yang baharu tidak selisih 
Terang dan gelap beralih-alih 
Niscaya bersamaan tiadalah boleh 
Mukhalafatuhu lilhawadis dengan at}laq 
Bersalahan Pencipta  adalah muthlaq 
Tiada menerima jauh dan paraq22
Seperti yang baharu tiadalah layaq 
Di sinilah faham terlalu sukar 
Sifat mukhalafah, wahidatul qahar 
Jikalau mengartikan kurang pendekar 
Menjadi faham jatuh bersukar 
Wahai saudara saudariku orang beriman 
Sifat dua puluh diperhatikan 
Membaca zikir (Pencipta  Pencipta ) diperbincangkan 
Beserta maknanya dihadirkan 
Nafi‘ dan itsbat jangan ditinggal 
Seperti yang sudah kita kenal 
Lafaz dan ma`na di hati yang tunggal 
Inilah pakaian yang lebih afdal 
Washshalatu wassalamu ‘ala asyrafil mursalin 
Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihil hadin 
Wattabi’ inalahum bi ihsanin ila yaumiddin 
Tamatun ta’jiu alhamdulillahi Rabbil ‘alamin 

Menurut bait-bait di atas, umat Islam diharuskan mempelajari sifat dua puluh, karena 
merupakan i‘tiqād Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah yang harus dipegang teguh. Mem￾pelajarinya haruslah serius dan tidak boleh bermalas-malasan. Sebab, sifat dua puluh inilah 
yang menjadi dasar sahnya ibadah-ibadah yang lain, seperti sembahyang, puasa, dan zakat. 
Sedangkan penjelasan rinci mengenai sifat dua puluh dalam syair di atas diuraikan, antara 
lain, dalam Perukunan Besar Melayu sebagai berikut: 
Wuju>d, artinya ‘ada’, maka mustahil tiada, dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “Alla>hu allaz\i> khalaqa 
as-sama>wa>ti wa al-ard}a wama> bainahuma>” artinya Pencipta  Ta‘a>la jua yang menjadikan tujuh 
lapis langit dan bumi dan barang yang antara keduanya patut bagi mukmin me-i‘tiqad ingat 
pada Pencipta  Pencipta  Ta‘a>la pada tiap yang mawjud adanya. Qida>m, artinya ‘sedia’ maka mustahil 
didahului ‘adam dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “huwaa al-awwalu wa al-a>khiru” artinya Pencipta  
Ta‘a>la jua yang terdahulu dan Ia jua yang terkemudian dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad Ia 
memberi syukur pada Pencipta  Ta‘a>la yang menjadikan mukmin dan muslim dengan taufik-Nya 
ada-Nya. Baqa>’ artinya ‘kekal’ maka mustahil musnah dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “wayabqa> 
wajhu rabbika z\i al-jala>li wa al-ikra>m” artinya kekal zat Pencipta -Mu yang memiliki  kebesaran 
dan kemuliaan dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad ingat ia akan mati karena boleh ia banyak￾banyak istigfa>r dan taubat pada Pencipta  Ta‘a>la adanya. Mukha>lafatuhu li al-h}awa>di>s\ artinya 
‘bersalahan Pencipta  Ta‘a>la bagi yang baharu’ maka mustahil bersamaan Pencipta  Ta‘a>la bagi segala 
yang baharu dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “laisa kamis\lihi syai’un” artinya tiada seumpamanya 
Pencipta  Ta‘a>la sesuatu dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia banyak memberi tasbih pada 
Pencipta  Ta‘a>la jua adanya. Qiya>muhu Ta‘a>la binafsihi artinya ‘berdiri Pencipta  Ta‘a>la dengan 
sendirinya’ maka mustahil tiada berdiri dengan sendirinya dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “inna 
Alla>ha laganiyyun an al-‘a>lami>n” bahwasanya Pencipta  Ta‘a>la sesungguhnya yang kaya daripada 
sekalian alam dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia menyatakan hajatnya dan fakirnya 
kepada Pencipta  subh}a>nahu wa ta‘a>la adanya. Wah}daniyah artinya ‘esa zat-Nya dan esa sifat-Nya 
dan esa af‘al-Nya maka mustahil berbilang zat-Nya atau sifat-Nya atau af‘al-Nya dalilnya 
firman Pencipta  Ta‘a>la: “qul huwa Alla>hu ah}ad” artinya katakanlah olehmu yaitu Pencipta  Pencipta mu 
yang esa dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia melihat fi‘ilnya Pencipta  Ta‘a>la jua atas 
tiap-tiap suatu kejadian adanya. Qudrat artinya ‘kuasa’ maka mustahilah lemah dalinya firman 
Pencipta  Ta‘a>la: “inna Alla>ha ‘ala> kulli syai’in qadi>r” artinya bahwasanya Pencipta  Ta‘a>la atas tiap￾tiap sesuatu yang amat kuasa dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia bertawadhu maka 
tiada takbir dan tiada membesarkan diri dan banyak takutnya kepada Pencipta  Ta‘a>la. Ira>dat
artinya ‘menentukan’ maka mustahil ‘tergagah’ dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “fa‘a>lu al-lima> 
yuri>d” artinya berbuat oleh Pencipta  Ta‘a>la bagi barang yang ditentukan-Nya dan patut bagi 
mukmin me-i‘tiqad bahwa ia memberi syukur kepada Pencipta  Ta‘a>la atas tiap-tiap nikmat dan 
sabar atas tiap-tiap balak di dunia adanya. ‘Ilmu artinya ‘tahu’ maka mustahil jahil dalinya ‘wa 
Alla>hu bikulli syai’in ‘ali>m’ artinya bermula Pencipta  Ta‘a>la dengan tiap-tiap suatu yang amat 
mengetahui dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia amat takut membuat maksiat karena 
Pencipta nya mengetahui akan halnya itu adanya. H{aya>t artinya ‘hidup’ maka mustahil mati 
dalilinya firman Pencipta  Ta‘a>la: “watawakkal ‘ala al-h}ayyi al-laz\i> la>yamu>t” artinya serahkan 
olehmu akan dirimu kepada Pencipta  yang hidup yang tiada mati, patut bagi mukmin me-i‘tiqad 
bahwa ia menyerahkan dirinya kepada Pencipta  Ta‘a>la adanya. Sama‘ artinya ‘mendengar’ 
mustahil tuli dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “wa Alla>hu sami>‘un ‘ali>m” artinya bermula Pencipta  
Ta‘a>la yang amat mendengar dan amat mengetahui dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa 
ia tiada berkata perkataan haram sebab Pencipta nya mendengarkan segala perkataannya. Bas}ar
artinya ‘melihat’ maka mustahil buta dalilnya firman Pencipta  Ta‘a>la: “wa Alla>hu bas}i>r bima> 
ta‘malu>n” artinya bermula Pencipta  Ta‘a>la yang amat melihat dengan barang yang diperbuat oleh 
kamu dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia tiada membuat maksiat sebab Pencipta nya 
melihatkan perbuatannya. Kala>m artinya ‘berkata-kata’ maka mustahil kelu dalilnya firman 
Pencipta  Ta‘a>la: “wakallamalla>hu mu>sa> takli>man” artinya berkata-kata Pencipta  Ta‘a>la akan Nabi 
Musa akan sempurna kata dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa ia memberi zikir pada 
Pencipta  Ta‘a>la dengan pengharapan sebutnya Pencipta  Ta‘a>la kepadanya. Qa>dirun artinya ‘kuasa’ 
maka mustahil yang lemah dalilnya yaitu dalil sifat qudrat adanya dan patut bagi mukmin me￾i‘tiqad bahwa ia banyak takut kepada Pencipta  yang amat kuasa serta lagi besar pengharapan 
kepada-Nya dengan segala kebajikan adanya. Muri>dun artinya ‘yang menentukan’ maka 
mustahil yang tertegah dalilnya yaitu dalil sifat ira>dat adanya dan patut bagi mukmin me￾i‘tiqad bahwa ia senantiasa banyak berpinta doa pada Pencipta nya dengan segala kebajikan dunia 
dan menolak akan segala bahaya dan dunia dan akhirat jua adanya. ‘A<limun artinya 
‘mengetahui’ maka mustahil yang jahil dalilnya dalil sifat ilmu adanya dan patut bagi mukmin 
me-i‘tiqad bahwa ia senantiasa ini meminta pertolongan daripada Pencipta  Ta‘a>la di dalam tiap￾tiap hal ihwalnya dan peliharaan daripada tiap-tiap kejahatan dunia akhirat adanya. H}ayyun
artinya ‘yang hidup’ maka mustahil yang mati dalilnya yaitu dalil sifat h}aya>t adanya dan patut 
bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa senantiasa banyak tawakalnya pada Pencipta  di dalam segala hal 
ihwalnya yakni menyerahkan dirinya kepadanya adanya. Sami‘un artinya ‘yang mendengar’ 
maka mustahil yang tuli dalilnya yaitu dalil sifat sama‘ adanya dan patut bagi mukmin me￾i‘tiqad bahwa senantiasa banyak segala puji-pujiannya kepada Pencipta  Ta‘a>la dan banyak syukur 
kepadanya dan banyak berminta doa pada-Nya adanya. Bas}i>run artinya ‘yang melihat’ maka 
mustahil yang buta dalilnya yaitu dalil sifat bas}ar adanya dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad 
bahwa senantiasa banyak malunya kepada Pencipta nya yang melihat akan dia membuat dosa 
atau meninggalkan fardu jua adanya. Mutakallimun artinya ‘yang berkata-kata’ maka mustahil 
yang kelu dalilnya yaitu dalil sifat kala>m adanya dan patut bagi mukmin me-i‘tiqad bahwa 
senantiasa banyak membaca Qur’an dengan khusyuk dan hormat dan takzim dengan tajwid 
maka bukan dengan ada qira’at adanya” (Abdurrasyid, .t.th.: 28-31). 
Selain memahami arti dan makna sifat dua puluh sebagaimana disebutkan di atas, 
seseorang harus juga mengetahui rahasia sifat Pencipta  ini  dalam sembahyang. 
Pemahaman seperti ini, antara lain, dikemukakan oleh seorang informan, Pak Sabri, yang 
telah bergabung dalam perkumpulan Guru Sekumpul
23
 cabang Kumai: 
“Sifat 20 wajib diketahui, tidak boleh ditinggalkan. Bahkan dalam sembahyang pun sifat 20 itu 
harus tahu. Kalau sifat 20 tidak masuk di dalam sembahyang, berarti sembahyangnya tidak 
sempurna. Karena di dalam sembahyang itu tercermin sifat 20, bahkan sifat 20 itu harus timbul 
dalam tahiyat. Kalau sudah begini, maka sembahyang semakin khusyuk. Yang menggerakkan 
seluruh badan kita bukan lagi kita tapi Pencipta . Jadilah sembahyang lebih bermakna dan luar 
biasa nikmatnya melebihi kalau kita bersetubuh dengan istri kita” (Wawancara, 13-07-2008).24
Tampaknya pemahaman sifat dua puluh varian Nahu di atas memberi petunjuk bahwa 
pemikiran ini  sejalan dengan pandangan Ahlu as-Sunnah wal Jama>‘ah
25
, sebuah faham 
yang menjadi pegangan umat Islam di Indonesia. Sirajuddin ‘Abbas, misalnya, telah 
mengkompilasi i‘tiqād aliran yang didirikan oleh Imam Abu> H}asan al-Asy`ari> ini  dalam 
bukunya yang terkenal, I‘tiqad Ahlussunnah wal-Jama‘ah (1984). berdasar  penelusuran 
dan wawancara peneliti dengan para tokoh varian Nahu, buku ‘Abbas ini  juga dijadikan 
rujukan wajib oleh varian ini. Alasan mereka buku ini  sesuai dengan Perukunan Besa 
Melayu, bahkan memperkuat uraian-uraian yang ada di dalamnya.26
 
Di bagian lain, para tokoh Nahu mengingatkan bahwa kelompok-kelompok lain di luar 
Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah adalah Ahlu ad}-D}ala>lah (Kelompok Sesat). Pendirian ini, 
antara lain, dikemukakan oleh Pak Said Budin yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad 
s.a.w. telah mengingatkan akan umatnya terpecah ke dalam 73 golongan sepeninggal beliau, 
namun yang selamat hanyalah para pengikut Ahlu as-Ssunnah wa al-Jama>‘ah, yaitu orang 
yang berpegang pada al-Qur’an dan hadis Nabi, dan sahabat-sahabat beliau. Inilah i‘tiqad
yang sempurna, berpegang teguh dengan dia, jangan sampai berubah lagi, atau syak 
wasangka, mulai sekarang sampai kesudahannya. Barangsiapa menyalahi i‘tiqad ini, maka 
jatuh bidah dan sesat daripada yang sebenarnya, seperti i‘tiqad yang 72 golongan itu 
(Wawancara, 25-07-2008). 
A.A. A.3. Pencipta  bagi Varian A.3. Pencipta  bagi Varian Hakekat Hakekat 
Varian Hakekat dapat ditemukan di tiga lokasi penelitian. Mata pencaharian mereka 
dapat dijumpai sebagaimana pada dua varian lainnya. Yang agak unik dari varian ini adalah 
keberadaan mereka yang tidak terorganisasi. Mereka tidak memiliki  semacam paguyuban
yang berhimpun orang-orang yang sefaham dengan susunan kepengurusan yang lengkap. 
Namun, berdasar  pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan, informan-informan 
dari varian ini memiliki  jaringan mistik (mystical network) yang berpangkal pada salah 
seorang ulama sufi kontroversial, Syekh Abdul Hamid Abulung.27 Beberapa teks-teks lokal 
yang ditemukan, pengarangnya dinisbahkan kepada Syekh Abdul Hamid Abulung, terlepas 
apakah ini hanya semata-mata penisbahan agar isi dalam kitab itu diakui atau tidak. Karena 
itu, sangat beralasan kiranya jika varian ini lebih menekankan dimensi-dimensi mistik dalam 
hubungannya dengan Pencipta , yakni penyatuan dengan-Nya. 
Sebagaimana dalam varian Nahu yang menekankan pengenalan kepada Pencipta  melalui 
sifat dua puluh, maka varian Hakekat juga memiliki  pandangan yang sama, namun 

mereka memahami secara mistik dan menghubungkan setiap sifat itu dengan bagian-bagian 
yang ada dalam diri manusia atau telah built in dalam diri manusia. Uniknya lagi, pe￾mahaman mereka ini diklaim sebagai bagian dari i‘tiqad Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah, 
yang wajib diketahui oleh setiap Muslim.28 Jika belum mengenal sifat dua puluh ini , 
tidak sah seluruh ibadah yang dilakukannya. Salah seorang tokoh Hakekat, Pak Lana 
mengatakan: 
“Adapun syarat mengenal Pencipta  Ta`ala itu ada tiga perkara: [1] yaqin, artinya jangan ada lagi 
menaruh syak wasangka, waham; [2] mufakat dengan yang haq, artinya bersetuju dengan 
hukum yang benar; dan [3] dengan dalil naqli (akal), artinya keterangan yang sah, menjadi 
dalil, jangan taklid (berpegang pada sesuatu selain Pencipta ). Jika terhimpun ketiga perkara ini, 
baharulah seseorang itu dikatakan makrifat kepada Pencipta  Ta‘a>la. Dengan ma`rifat inilah 
menyebabkan orang terhindar dari kekekalannya dalam neraka” (Wawancara, 03-08-2008). 
Uraian mengenai sifat dua puluh selengkapnya ditemukan dalam teks-teks tulisan 
tangan atau ketikan yang berada di tangan para tokoh Hakekat. Dalam teks lokal disebutkan 
bahwa ketika seseorang mengucap dua kalimat syahadat, itu berarti menyatakan Esa pada 
Ujud-Nya. Dalam kalimah la> ila>ha illa> Alla>h terkandung 20 sifat yang sudah mesra pada 
Ujud diri-Nya. Adapun uraian selengkapnya adalah sebagai berikut: 
“La> La> La>, zahir lima sifat yaitu: Wuju>d, Qida>m, Baqa>, Mukha>lafatuhu li al- h}awa>dis\, Qiya>muhu 
Ta‘a>la binafsihi. Ila>ha Ila>ha Ila>ha, zhahir enam sifat yaitu: Sama‘, Bas}ar, Kala>m, Sami>‘un, Bas}i>run, 
Mutakallimun. Illa> Illa> Illa>, zhahir empat sifat yaitu: Qudrat, Ira>dat, ‘Ilmu, H}aya>t. Alla>h Alla>h Alla>h, zhahir lima 
sifat yaitu: Qa>dirun, Muri>dun, ‘A<limun, H}ayyun, Wah}daniyah. Dengan demikian berdirilah 
kalimah itu pada Ujud Diri-Nya, yang bernama Muhammad. [Teks menggambarkannya 
sebagai berikut]. 
Barulah kamu sebenarnya hamba Pencipta , yang bernama Muhammad; bertubuh Roh Idhafi; 
berjasad Insan; bertubuh kalimah la> ila>ha illa> Alla>h. Pencipta  Ta‘a>la itu tidak punya tubuh, 
tubuhnya adalah kalimah la> ila>ha illa> Alla>h. Oleh sebab itu pelajari dan hayati sifat dua puluh 
ini” (Lana dan Yunus, 1991: 4). 
Teks lokal lain, menghubungkan sifat dua puluh dengan anggota badan manusia, 
seperti tampak di bawah ini. 
Dari teks di atas terbaca: 
Wuju>d berkaitan dengan kepala; Qida>m dengan mata kanan; Baqa> dengan mata kiri; 
Mukha>lafatuhu li al-h}awa>dis\ dengan telinga kanan; Qiya>muhu Ta‘a>la binafsih dengan telinga 
kiri; Wah}daniyah dengan hidung; Qudrat dengan mulut; Ira>dat dengan bahu kanan; ‘Ilmu
dengan bahu kiri; H{aya>t dengan tangan kanan; Sama‘ dengan tangan kiri; Bas}ar dengan susu 
kanan; Kala>m dengan susu kiri; Qa>dirun dengan siku kanan; Muri>dun dengan siku kiri; 
‘A<limun dengan lutut kanan; H}ayyun dengan lutut kiri; Sami>‘un dengan betis kanan; Bas}i>run
dengan betis kiri; dan Mutakallimun dengan pusat (Tarif: 35). 
Di bagian lain, varian Hakekat juga berpendirian bahwa sifat-sifat yang ada pada 
Pencipta  ini  juga ada pada diri Muh}ammad (lihat Gbr. IVd). Menurut mereka, sifat-sifat 
yang ada pada Pencipta  berarti ada pula pada diri Muh}ammad, karena Pencipta  dan Muh}ammad 
tidak bercerai-berai. Keduanya selalu bersatu dan tidak boleh dipisahkan. Muhammad 
dianggap semacam “bayang-bayang” Pencipta  di dunia ini, sehingga apa yang menjadi 
kehendak Pencipta  termanifestasi dalam diri Muh}ammad. Pemikiran seperti ini diungkapkan 
oleh salah seorang tokoh Hakekat, Pak Sapri, yang berkata: 
“Pencipta  lawan Muhammad itu kada tepisaham. Keduanya toh satu kesatuan. Amun ada Pencipta  
adaam Muhammad. Kenapa damikian? Karena memang saat Pencipta  bekehendak menjadikan 
alam ini, Dia lebih dahulu menjadikan Muhammad, barulah setelah itu Dia menjadikan alam 
ini” (Wawancara, 17-09-2008). 
“Pencipta  dan Muhammad itu tidak terpisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Kalau ada 
Pencipta , ada pula Muhammad. Mengapa demikian? Karena memang saat Pencipta  bermaksud 
menjadikan alam ini, Dia lebih dahulu menjadikan Muhammad, setelah itu Dia pun 
menjadikan alam ini.
Pemahaman varian Hakekat di atas menegaskan bahwa dalam melihat hubungan 
manusia dengan Pencipta , mereka menggambarkannya begitu “dekat” sehingga manusia 
“berupaya” masuk ke dalam bayang Pencipta  untuk menggaibkan diri dari penglihatan manusia 
(Haron, 2001: 260). Konsep “bayangan” Pencipta  ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh 
pemikiran Ibn ‘Arabi>>.29 Menurut Ibn ‘Arabi> (2000: 61-62), bayangan manusia adalah Pencipta , 
karena manusia itu menetapkan adanya Dia, dan bayangan Pencipta  adalah mausia, karena 
manusia diciptakan sebagai misal-Nya (bentuk dan dalil keberadaan-Nya). Karena itu, Pencipta  
menentukan manusia di dalam segala geraknya untuk tunduk kepada-Nya. Dengan demikian 
Pencipta  s.w.t. menciptakan Adam atas misal-Nya, dan inilah sifat al-H{aqq s.w.t seperti firman￾Nya, “Apakah kamu tidak memperhatikan (ciptaan) Pencipta mu, bagaimana Dia 
membentangkan naungan itu, dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia tetapkan saja 
naungan itu. Kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas naungan itu” (QS. al￾Furqān/: 45). Maka, setiap yang memberikan bayangan kepadamu, adalah bayangan al-Haq. 
Kegelapan adalah lawan dari cahaya, dan tanpa cahaya, tentu tidak akan ada bayangan, dan 
itu seperti firman-Nya, “Pencipta  pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan 
mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)” (QS. al-Baqarah/2: 257). 
Di bagian lain, perumpamaan makhluk (al-khalq) adalah bayangan atau cermin al￾H{aqq yang diperkenalkan Ibn ‘Arabi> memiliki  dua fungsi: pertama, untuk menjelaskan 
sebab penciptaan alam; dan kedua, untuk menjelaskan bagaimana munculnya yang banyak 
dari Yang Satu dan hubungan ontologis antara keduanya. Tentang fungsi pertama, yaitu 
menjelaskan sebab penciptaan alam, dapat dikatakan bahwa al-H{aqq (Pencipta ) memiliki  
sifat senang “melihat diri-Nya” (at-tara>’i>). Agar dapat “melihat diri-Nya”, al-H{aqq
menciptakan al-khalq: “cermin” (mir’āh) (Noer, 1995: 54). Tentang fungsi kedua, yaitu 
menjelaskan munculnya yang banyak dari Yang Satu dan hubungan antara keduanya, dapat 
dikatakan bahwa “Yang Melihat”, yaitu al-H}aqq (Pencipta ), adalah satu, namun  bentuk atau 
gambar-Nya banyak sebanyak cermin tempat bentuk atau gambar itu terlihat. Kejelasan 
gambar pada cermin tergantung pada kualitas kebeningan cermin itu. Dalam hal ini ada  
banyak tingkat kualitas kebeningan cermin. Cermin lebih bening akan memantulkan gambar 
yang lebih jelas dan sempurna. Manusia adalah cermin yang paling sempurna bagi al-H}aqq
karena manusia memantulkan keseluruhan nama-nama dan sifat-sifat al-H}aqq pada dirinya, 
sedangkan makhluk-makhluk lain memantulkan hanya sebagian nama-nama dan sifat-sifat 
itu. Di antara manusia yang paling sempurna kualitasnya adalah para nabi. Puncak 
kesempurnaan kualitas cermin itu ada  pada “Cermin Muhammad” (al-mir’a>h al￾muh}ammadiyah), yang disebut “Manusia Sempurna” (al-insa>n al-ka>mil), karena ia 
memantulkan keseluruhan nama-nama dan sifat-sifat Pencipta  secara sempurna (Noer, 1995: 
54-55). Dengan berpijak pada penjelasan Ibn `Arabi> ini, dapat dipahami pemikiran varian 
Hakekat yang menyatakan bahwa sifat-sifat yang ada pada Pencipta  sekaligus juga melekat 
pada Nabi Muhammad. 
A.A. A.4. Melihat A.4. Melihat 4. Melihat Pencipta  di Akhirat Pencipta  di Akhirat Pencipta  di Akhirat 
Dalam wacana teologi, khususnya antara aliran Asy`ariyah (tradisional dan Mu’tazilah 
(rasional), ada perbedaan pendapat dalam melukiskan sifat-sifat Pencipta . Asy`ariyah, termasuk 
al-Gaza>li>, menganjurkan penyebutan sifat Pencipta , sedangkan Mu’tazilah menentangnya 
(Nasution, 1986). Namun, dalam menerima doktrin, Bubuhan Kumai merasa perlu untuk 
secara sedemikian rupa mengembangkan logika dalam mempertahankan keyakinan mereka. 
Amat (25), pekerja tambang emas tradisional30, menggunakan alam dan barang-barang yang 
berada di sekitarnya sebagai dasar argumentasi keberadaan Pencipta . 
“....segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk emas yang ulun gali di sini neh, pastiam ada 
yang mengadakannya. Kada mungkin inya ada di sini beandakan sorangan. Kada jauh-jauh 
pang, ini nah mesin gasan ulun menggali pasir untuk mendapatkan emas inikan pasti ada yang 
meulahnya. Siapa lagi kalo selain tukang mesin yang memang ahli. Jam tangan yang ulun 
pakai neh kan diulah tukang jam. Parang gasan ulun menabas rerumputan dan kayu-kayu di 
sekitar lokasi ulun menambang neh, kan diulah tukang besi di Kumai. Jadi, apa aja yang kita 
pakai neh ada yang mengadakan. Maka, menurut ulun Pencipta  itu ada, karena alam neh kada 
mungkin ada dengan sengorangannya. Ulun percaya banar dengan keberadaan Pencipta ”
(Wawancara, 14-07-2008). 
“....segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk emas yang saya gali di sini, pastilah ada 
yang mengadakannya. Tidak mungkin mereka ada dengan sendirinya. Tidak usah jauh-jauh, 
contohnya mesin yang saya pakai untuk menggali pasir untuk mendapatkan emas ini pasti ada 
yang mengadakan. Siapa lagi kalau bukan tukang mesin yang memang ahli. Jam tangan yang 
saya pakai sekarang dibuat oleh tukang jam. Parang [golok] yang saya pakai untuk memotong 
rumput-rumputan dan kayu-kayu di sekitar tempat saya bekerja menambang ini dibuat oleh 
tukang besi di Kumai. Jadi, apa saja yang kita pakai ada yang mengadakan. Maka, menurut 
 saya Pencipta  itu ada, karena alam tidak mungkin ada dengan sendirinya. Saya percaya dengan 
keberadaan Pencipta .” 
Perkara lain yang masih berkaitan dengan kepercayaan kepada Pencipta  adalah “apakah 
Pencipta  dapat dilihat atau apakah manusia dapat berjumpa dan bertatap muka langsung 
dengan-Nya di akhirat nanti?” 
Para informan baik dari varian Nahu, Hakekat, dan Awam meyakini bahwa Pencipta  
dapat dilihat di akhirat.31 Meskipun demikian, mereka tidak berani menerangkan ‘bagaimana 
cara melihat Pencipta ; bagaimana wujud sejati Pencipta ?’ Karena mereka menyadari betul bahwa 
hal-hal seperti itu hanya akan membingungkan dan menyesatkan manusia. Semakin 
memikirkan esensi Pencipta  berlarut-larut dapat menyebabkan manusia terjerumus kepada 
ketakmungkinan menemukan esensi-Nya. Untuk alasan inilah mereka lebih memilih untuk 
mengimani saja tanpa perlu lagi bertanya-tanya untuk soal-soal yang tak terjangkau oleh 
akal manusia. Untuk itu dalam menghadapi perkara yang gaib seperti ini, sikap terbaik 
adalah keyakinan yang mantap akan melihat Pencipta  secara nyata. Seorang informan, Pak 
Said (70) berkeyakinan akan melihat Pencipta  dengan mata kepala sebagaimana layak kita di 
dunia ini yang dapat melihat matahari yang bersinar terang dengan mata telanjang. Karena 
itu, menurut Pak Said: 
“Kita wajib beriktikad, orang-orang yang baik dan taat di dunia ini, inya akan dibari 
kesempatan oleh Pencipta  untuk melihat-Nya di akhirat kena. Kadedaam tawing yang 
menghalangi antara hamba dengan Pencipta nya. Tapi harus diingat bujur-bujur, kaya apa muha￾Nya dan bentuk-Nya, kita kada boleh mengira-ngira. Karena kalau kita mencoba mengira￾ngira berbahaya sekali, kita bisa menyamakan Pencipta  makhluk. Ini dosa ganal dan 
menyesatkan. Gasan apa kalo kita neh beuyuh-uyuh beibadah, menyembah-Nya siang malam 
kada mandak-mandak amun pada akhirnya kita kada bedapat dan melihat-Nya kena di akhirat. 
Menurutku, bedapat dan menatap Muha Pencipta  ituam kena nikmat yang paling ganal, kadeda 
bandingannya. Uyuh rasanya aku menggambarkannya” (Wawancara, 06-01-2009). 
“Kita wajib beriktikad, orang-orang yang baik dan taat di dunia ini, ia akan diberi kesempatan 
oleh Pencipta  untuk melihat-Nya di akhirat nanti. Tidak ada dinding yang menghalangi antara 
hamba dengan Pencipta nya. Tapi harus diingat benar-benar, bagaimana wajah-Nya dan bentuk￾Nya, kita tidak boleh menduga-duga saja. Karena kalau kita mencoba mengira-ngira berbahaya 
sekali, kita bisa-bisa menyamakan Pencipta  dengan makhluk. Ini dosa besar dan menyesatkan. 
Untuk apa kita bersusah payah beribadah, menyembah-Nya siang malam tidak henti-hentinya 
kalau pada akhirnya kita tidak bertemu dan melihat-Nya nanti di akhirat. Menurutku, bertemu 
dan menatap Muka Pencipta  adalah yang paling besar, tidak ada bandingannya. Susah sekali saya 
menjelaskannya.” 
Pendapat senada dikemukakan oleh Ust. Yusuf ketika menjawab pertanyaan seorang 
jamaah di Masjid Darul Wustha, Kumai Hulu32: “Pak, tadi Anda menjelaskan bahwa orang 
yang berpuasa itu memperoleh dua kebahagiaan; pertama kebahagiaan pada waktu berbuka 
puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Pencipta . Kebahagiaan pertama, saya pribadi 
sudah merasakannya, dan juga jamaah di sini. namun , kebahagiaan bertemu Pencipta  nanti rasa-
rasanya agak sulit saya memahaminya. Coba Pak Ustaz jelaskan sekali lagi?” Pak Yusuf 
menjawab: 
“Bapak, kita harus yakin bahwa nanti kita akan bertemu dengan Pencipta  kita, karena al-Qur’an 
dan hadis-hadis Nabi s.a.w. memang telah menjelaskan akan hal ini. Pernah salah seorang 
sahabat Nabi bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita akan melihat Pencipta  kita pada hari Kiamat 
kelak?” Beliau menjawab: “Apakah kalian merasa sakit saat melihat matahari dan bulan yang 
tidak dihalangi oleh awan?” Mereka menjawab: “Tidak.” Beliau pun bersabda: “Sesungguhnya 
seperti itulah kalian akan melihat Rabb kalian.” Sabda Nabi ini menegaskan bahwa kita akan 
melihat Pencipta  kita. Jadi, Bapak-bapak sekalian, kita tidak boleh ragu dengan sabda Nabi tadi. 
Marilah sekarang kita benar-benar beribadah yang khusyuk, apalagi sekarang kita sudah berada 
di minggu ke-4 bulan Ramadan.” 
Informan lain, Pak Dimansyah, menghubungkan ibadah-ibadah yang dilakukannya—
khususnya salat—dengan imbalan berjumpa dan menatap Pencipta  di akhirat. Baginya untuk 
apa bersusah payah menyembah Pencipta  di dunia ini kalau pada akhirnya tidak bertemu dan 
melihat-Nya.33
 
Pandangan-pandangan informan-informan di atas memberikan ilustrasi bagaimana 
orang-orang Kumai menempatkan Pencipta  dan perjumpaan dengan-Nya. Berkaitan dengan 
hal ini, mereka sepenuhnya hanya mengimani saja dan tidak boleh berusaha mencari-cari 
esensi-Nya karena sangat mengecilkan nalar manusia dan berada jauh di luar jangkauan 
pemahaman manusia.34 Tegasnya, yang dikehendaki ketika berhadapan dengan Yang Gaib 
(Pencipta ) adalah jangan sekali-kali berpikir tentang esensi-Nya, karena memang tidak 
mungkin. Yang perlu disadari oleh manusia adalah menggunakan akalnya untuk memikirkan 
ciptaan-Nya, yakni apa-apa yang ada di langit, di bumi, dalam dirinya sendiri, dalam 
masyarakat manusia, dan lain-lain. 
B.B. B. B. TTTTENTANG MAKHLUK HALUS ENTANG MAKHLUK HALUS ENTANG MAKHLUK HALUS 
Menurut keyakinan lokal, jumlah dan kualitas makhluk halus pun bervariasi. Bahkan 
di masing-masing entitas kebudayaan memiliki makhluk halusnya sendiri-sendiri. Kalangan 
Bubuhan Kumai berbeda dalam menjelaskan keberadaan makhluk halus ini. Perbedaan ini 
sekaligus merepresentasikan pandangan kelompok-kelompok yang ada. Fakta lapangan 
menunjukkan bahwa orang-orang seperti diperlihatkan dari pernyataan Pak Samsudin (50)—
yang bekerja sebagai petambang poya dan emas tradisional dan tidak pernah mengecap 
pendidikan sama sekali—mengemukakan bahwa Pencipta  menciptakan ada dua alam: alam 
nyata dan alam gaib. Menurutnya: 
“Amun kuperhatikanlah, Pencipta  memang hebat bujurkam menjadikan alam neh. Inya ulah 
bepasangan kada kuat dipisahkan. Ada langit ada bumi. Ada banyu masin ada banyu tawar. 
Ada poya ada emas.
35
 Ada makhluk yang kelihatan ada yang kada kelihatan. Di sini neh
36
, rajin 
banar aku mendangar di hutan sebelah situ teh urang-urang berorkesan. Amun kedulurankam 
bisa mendangar ayam betangkuak. Urang bepanderan. Pokoknya rame lah. Inikam gasan 
buktilah bahwa ada alam lain selain alam kita neh” (Wawancara, 25-7-2009). 
“Kalau kuperhatikan, Pencipta  memang benar-benar hebat menciptakan alam ini. Dia jadikan 
berpasangan yang tidak bisa dipisahkan. Ada langit ada bumi. Ada air asin ada air tawar. Ada 
poya [silikon] ada emas. Ada makhluk yang kelihatan ada tidak kelihatan. Di sini saja, 
seringkali aku mendengar di hutan sebelah sana orang-orang memainkan musik. Kalau nasib 
lagi mujur, kita bisa mendengar suara ayam berkokok. Orang-orang ramai bercakap-cakap. Ini 
adalah bukti bahwa ada alam lain selain alam kita ini.” 
Merujuk keterangan al-Qur’an dan hadis Nabi s.a.w., makhluk halus (makhluk gaib) 
dikenal dengan sebutan malaikat, iblis, setan, dan jin. berdasar  catatan kami, Bubuhan
Kumai memberikan keterangan yang spekulatif mengenai makhluk-makhluk ini . 
Mereka berbeda pendapat mengenai penjabaran sifat, esensi, dan perilaku makhluk halus 
ini . Penjelasan yang agak jelas diberikan oleh Anang Hadri (37), seorang wiraswasta di 
Kumai, yang bisa dijadikan sebagai representasi konsep umum orang Kumai tentang 
makhluk halus. Menurutnya, apa yang dipahami bersumber dari buku-buku yang dibacanya 
dan keterangan dari guru agama ketika ia sekolah dulu. Ia mengatakan tidak tahu persis 
makhluk mana yang pertama kali diciptakan Pencipta , namun  ia yakin bahwa mereka telah ada 
ketika Adam diciptakan. Menurutnya, malaikat diciptakan dari nur (cahaya), sedangkan 
iblis, setan, dan jin, pada dasarnya sama, yakni diciptakan dari jenis api. 
Jenis makhluk lain di luar yang disebutkan di atas adalah khas lokal Kumai, seperti 
gegana
37
, pedatuan
38
, gambaran, urang gaib, dan hantu laut. Makhluk-makhluk halus 
ini  menempati suatu tempat tertentu, seperti sungai, hutan, air terjun, dan tempat￾tempat lainnya. Meskipun begitu, ada juga orang Kumai yang menempatkan makhluk￾makhluk ini  sebagai ‘netral’, artinya tergantung pada manusia mau diapakan mereka, 
apakah mau digunakan untuk perbuatan baik atau buruk. Bagi mereka yang ingin menjahati 
orang lain, maka makhluk-makhluk gaib seperti ‘hantu laut’ dapat digunakan untuk 
menenggelamkan kapal musuh. 
Untuk kasus-kasus tertentu kepercayaan kepada makhluk halus yang spesifik lokal 
dapat dikategorikan sebagai takhayul. Namun, menurut Danandjaja (1994: 153-154), 
pemakaian istilah takhyul untuk menyebut berbagai bentuk kepercayaan yang muncul di 
masyarakat cenderung merendahkan atau menghina. Takhayul bagi orang-orang yang 
berpendidikan Barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak berdasar  logika, sehingga 
secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sikap merendahkan atau menghina ini, 
menurut ahli folklor, tidak dapat dibenarkan. Hal ini berdasar  dua hal; pertama, takhyul 
mencakup bukan saja kepercayaan (belief), melainkan juga kelakuan (behavior), 
pengalaman-pengalaman (experiences), adakalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan
serta sajak. Kedua, dalam kenyataannya dapat dikatakan bahwa tidak ada orang, yang 
bagaimanapun modernnya, dapat bebas dari takhyul, baik dalam hal kepercayaannya 
maupun dalam hal kelakuannya. 
B.B. B.1. Malaikat B.1. Malaikat393939
 
Dalam Islam, percaya kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua setelah 
beriman kepada Pencipta  Yang Maha Esa (Pencipta ). Empat rukun iman lainnya adalah percaya 
kepada Kitab Suci-Nya, utusan-Nya (rasul-Nya), Hari Akhir dan percaya kepada Takdir 
Pencipta . Urang Kumai yakin sepenuhnya, meskipun ada yang tidak tahu bahwa semua itu 
rukun iman. Misalnya, Bu Fatimah (60), tidak mengetahui urutan rukun iman, meski ia 
mampu menyebutkan satu per satu pilar-pilar rukun iman. 
Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan Pencipta  dari nu>r (cahaya).40 Mereka 
tidak makan dan tidak minum, dan mereka adalah hamba-hamba Pencipta  yang dimuliakan. 
Tak pernah mereka mendurhakai Pencipta  pada apa pun yang diperintahkan Pencipta  dan selalu 
melakukan apa-apa diperintahkan kepada mereka (Hadzami, 1982, III: 10). Mereka tidak 
dapat dicapai oleh pancaindera. Mereka hidup dalam suatu alam yang berbeda dengan 
kehidupan alam semesta yang kita saksikan ini. Yang mengetahui perihal keadaan mereka 
itu dan hakikat yang sebenarnya adalah Pencipta  sendiri. Mereka disucikan dari nafsu syahwat, 
dihindarkan dari perbuatan-perbuatan dosa dan salah (Sa>biq, 1993: 174). Karena tabiat 
malaikat seperti inilah, maka mereka pernah “protes” ketika Pencipta  akan menjadikan manusia 
sebagai khalifah di bumi.41 Tindakan malaikat ini, menurut Abdullah Yusuf Ali (1989), 
menunjukkan sisi-sisi khusus malaikat. Abdullah Yusuf Ali menjelaskan lebih lanjut: 
“It would seem that the angels, though holy and pure, and endued with power from Pencipta , yet 
represented only one side of Creation. We may imagine them without passion or emotion, of 
which the highest flower is love. If man was to be endued with emotions, those emotions could 
lead him to the highest and drag him to the lowest. The power of will or choosing would have 
to go with them, in order that man might steer his own bark. This power of will (when used 
aright) gave him to some extent a mastery over his own fortunes and over nature, thus bringing 
him nearer to the God-like nature, which has supreme mastery and will. We may suppose the 
angels had no independent wills of their own: their perfection in other ways reflected Pencipta 's 
perfection but could not raise them to the dignity of vicegerency. The perfect vicegerent is he 
who has the power of initiative himself, but whose independent action always reflects 
perfectly the will of his Principal. The distinction is expressed by Shakespeare (Sonnet 94) in 
those fine lines: “They are the lords and owners of their faces. Others but stewards of their 
excellence.” The angels in their one-sidedness saw only the mischief consequent on the misuse 
of the emotional nature by man: perhaps they also. being without emotions, did not understand 
the whole of Pencipta 's nature, which gives and asks for love. In humility and true devotion to 
Pencipta , they remonstrate: we must not imagine the least tinge of jealousy, as they are without 
emotion. This mystery of love being above them, they are told that they do not know, and they 
acknowledge (in al-Baqara/2:32) not their fault (for there is no question of fault but their 
imperfection of knowledge. At the same time, the matter is brought home to them when the 
actual capacities of man are shown to them (al-Baqara/2:31, 33)” (Ali, 1989: 24). 
“Akan tampak, bahwa meskipun malaikat-malaikat itu suci dan bersih, dan dianugerahi 
kekuasaan dari Pencipta , namun mereka hanya menduduki satu segi saja dalam alam ini. Kita 
boleh membayangkan mereka tanpa nafsu atau perasaan yang akan melahirkan rasa cinta 
kasih. Kalaupun manusia telah dianugerahi nafsu, maka nafsu itu dapat membawanya ke 
puncak tertinggi dan dapat pula menjerumuskannya ke lembah yang terendah. Kekuatan 
berkehendak atau ikhtiar akan menyertai mereka dengan maksud agar manusia dapat 
mengemudikan bahteranya sendiri. Kekuatan berkehendak ini (bila digunakan dengan baik) 
sampai batas-batas tertentu akan memberi kekuasaan dalam mengatasi nasibnya sendiri dan 
alam. Dengan demikian ia akan membawanya lebih dekat kepada alam ilahi, yang merupakan 
kekuasaan dan kehendak tertinggi. Kita boleh saja beranggapan bahwa para malaikat itu tidak 
memiliki  kebebasan berkehendak sendiri: Dalam beberapa hal kesempumaan mereka sudah 
memantulkan kesempurnaan Pencipta , namun  mereka tidak mendapat martabat khalifah. Khalifah 
yang sempurna ialah yang memiliki  kemampuan inisiatif sendiri, namun  kebebasan 
bertindaknya memantulkan adanya kehendak Penciptanya dengan sempurna. Keistimewaan 
yang diungkapkan oleh Shakespeare (Soneta 94) seperti dalam bait-bait yang indah ini: 
“Mereka adalah raja-raja dan pemilik-pemilik wajah mereka sendiri. Yang lain adalah pelayan￾pelayan yang istimewa”. Para malaikat itu dalam sifatnya yang hanya satu segi mereka hanya 
melihat akibat kerusakan atas penyalahgunaan sifat emosional oleh manusia: mereka juga, 
yang tanpa nafsu, barangkali tidak dapat memahami semua sifat Pencipta , yang memberi dan 
meminta kasih. Dalam kerendahan hati serta pengabdian yang sesungguhnya kepada Pencipta  
mereka memprotes. Mestinya kita tidak boleh membayangkan rasa iri hati sedikit pun 
mengingat mereka memang tanpa nafsu. Rahasia kasih ini berada di luar mereka. Mereka pun 
sudah diberi tahu bahwa mereka tidak tahu, dan mereka pun mengakui (dalam QS. al￾Baqarah/2: 32 di bawah), itu bukan salah mereka (karena memang bukan soal salah), namun  
karena ketidaklengkapan mereka mengenai pengetahuan. Dalam pada itu, masalah itu 
membuat mereka insaf bila kapasitas manusia yang sebenamya diperlihatkan kepada mereka 
(QS. al-Baqarah/2: 31, 33).” 
Rahman (1984: 18) menambahkan bahwa malaikat tidak diberi pengetahuan kreatif 
oleh Pencipta . Pengetahuan kreatif hanya diberikan kepada Adam (manusia). Hal ini 
dibuktikan ketidakmampuan mereka menjawab permintaan Pencipta  untuk menyebutkan 
nama dari berbagai hal, menjelaskan sifat dari hal-hal ini . Karena alasan inilah, Pencipta  
memerintahkan para malaikat bersujud kepada Adam.42
Aspek lain yang masih berkaitan dengan malaikat adalah hakikat tubuh mereka, dan 
yang paling mengetahui hanya Pencipta , dan kita tidak diwajibkan untuk mengetahuinya 
secara rinci. Yang wajib kita ketahui dan kita yakini ialah malaikat itu banyaknya tidak 
terhitung. Setiap malaikat memiliki  tugas masing-masing dari Pencipta . Mereka taat kepada 
Pencipta  dan tidak pernah membantah. Untuk kasus-kasus tertentu, mereka dapat berubah 
wujud menjadi manusia. Al-Qur’an telah menjelaskan kemampuan ini. Nabi Ibrahim as 
pernah dikunjungi oleh malaikat berbentuk manusia. Ketika itu, beliau menghidangkan 
makanan buat mereka sambil berkata: Silakan makan! (QS. az\-Z|a>riyat/51: 27), namun  
mereka tidak mau makan sehingga Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: 
“Janganlah kamu takut” dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) 
seorang anak yang alim (QS. az\-Z|a>riyat/51: 28). Nabi Lut} juga pernah pernah dikunjungi 
sebagai pemuda-pemuda tampan diganggu oleh kaumnya yang melakukan praktik 
homoseksual (QS. Hu>d/11: 78-80). Demikian juga Maryam, ibunda Isa pernah dikunjungi 
oleh malaikat Jibril dalam bentuk pria (QS. Maryam/19: 17). 
Catatan lapangan kami menunjukkan, orang-orang Kumai memiliki  kepercayaan 
akan kemampuan malaikat menyerupai seorang manusia. Menurut penuturan Anang Hadri 
(36), pernah ada seseorang berpakaian baju putih-putih memakai tanggui (caping) sehingga 
wajahnya tidak kelihatan melintas di sebuah kampung di Kumai Hulu. Ketika dikejar oleh 
penduduk tiba-tiba menghilang di perempatan jalan. 
“Dulu memang pernah pang ada seorang bepakaian putih-putih memakai tanggui sehingga 
muhanya kada kelihatan. Urang-urang kampung mengejar inya. Tapi pas diperempatan jalan 
urang tadi hilangam. Ujar urang tuha di sini ituam malaikat. Inya memang kadang-kadang 
menyerupai manusia tapi pas kita kada menyadari kalau inya toh malaikat. Amun tebelujuran 
dapat menangkap inya apa ja pemintaan kita akan dikabulkannya” (Wawancara, 12-07-2008). 
“Dulu memang pernah ada seseorang berpakaian putih-putih memakai caping sehingga 
mukanya tidak kelihatan. Orang-orang kampung mengejar laki-laki itu. namun  tepat di 
perempatan jalan orang ini  hilang. Kata orang tua di sini itu adalah malaikat. Ia kadang￾kadang menyerupai manusia namun  ketika itu orang-orang tanpa menyadarinya bahwa itu 
adalah malaikat. Kalau nasib lagi mujur dapat menangkapnya maka apa saja permintaan kita 
kepadanya akan dikabulkannya.” 
Cerita lain dituturkan oleh Bu Asnah (70) yang pernah kedatangan seseorang 
menyerupai seorang perempuan dayak dengan mehambin
43
lanjung
44 berisi kunir. Ia 
menawarkan kepada Bu Asnah agar mau barter dengan barang bawaannya ini , namun  
Bu Asnah tidak mau. Tidak lama kemudian orang tadi pergi dan ketika dicari-cari sudah 
lenyap. Malam harinya, menurut pengakuan Bu Asnah, ia bermimpi bertemu dengan orang 
tadi dan berkata: “Kamu telah menyia-nyiakan penawaranku. Seandainya kamu mau barter 
dengan kunir-kunirku maka ia akan menjadi emas” (Wawancara, 22-07-2008). Menurut 
pemahaman Bu Asnah, apa yang dialaminya adalah malaikat yang menyerupai manusia. 
Persoalan lain yang masih berkaitan dengan malaikat adalah jumlah sebenarnya dan 
tugas masing-masing. Setiap Muslim hanya diwajibkan mengetahui 10 orang malaikat yang 
utama, yang memiliki  tugas masing-masing: Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar dan 
Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan. 
Jibril adalah malaikat muqarrabu>n (malaikat yang dekat dengan Pencipta ) dan paling 
masyhur. Pak Dimansyah menyatakan bahwa Jibril bertugas menyampaikan firman Pencipta  
kepada para nabi/rasul mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad s.a.w. Setelah Nabi 
Muh}ammad, tidak ada seorang pun yang ditemui Jibril untuk menyampaikan firman-firman 
Pencipta .45
 
Jibril juga kerap dihubungkan dengan ruh yang, bersama malaikat lainnya, turun ke 
bumi untuk menyebarkan Kemuliaan Pencipta  kepada umat-Nya yang bersembahyang pada 
saat lailat al-qadar, atau malam penuh berkah yang nilainya sama atau lebih baik dari seribu 
bulan. Malam berkah ini terjadi pada tengah malam yaitu malam ganjil setelah hari kedua 
puluh bulan Ramadan, yaitu malam ke-21, 23, 25, 27, atau ke-29. Barangsiapa yang 
melaksanakan ibadah pada malam ini  akan diberi pahala berlipat. 
Jibril juga dikenal sebagai ru>h}una> (ruh Kami, atau ruh Pencipta ), nama yang 
dianugerahkan bagi Jibril saat diutus untuk meniupkan ruh ke rahim Maryam sehingga hamil 
tanpa digauli seorang laki-laki.46
 
Julukan lain bagi Jibril adalah ru>h} al-a>min (ruh yang terpercaya), karena tugas 
utamanya adalah menyampaikan wahyu. Dia membawa wahyu dalam Bahasa Arab kepada 
Muhammad s.a.w. Wahyu pertama diturunkan di Gua Hira dekat Mekkah, yang menandai 
awal kenabian Muhammad. Jibril datang dalam bentuk bersayap. Hal ini mengakibatkan 
ketakutan Muhammad s.a.w., yang mengira tengah didatangi jin di Gua Hira. Jibril 
meyakinkan bahwa sebenarnya ia diutus oleh Pencipta  dan lalu membacakan wahyu. Malaikat 
itu berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak dapat membaca.” Sebagaimana beliau 
tuturkan: “Malaikat itu mendekapku sampai aku sulit bernafas. Kemudian, ia melepaskanku 
dan berkata, ‘Bacalah!’ Kujawab, ‘Aku tak dapat menjawab.’ Ia mendekapku lagi hingga 
aku pun merasa tersesak. Ia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah!’ Kujawab, ‘Aku tak dapat 
membaca!’ Lalu, ketiga kalinya, ia mendekapku seperti sebelumnya, kemudian 
melepaskanku dan berkata: 
(1) Bacalah dengan nama Pencipta mu Yang menciptakan!, (2) Dia telah menciptakan manusia 
dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Pencipta mulah Yang Maha Pemurah. (4) Yang 
mengajarkan manusia dengan pena (qalam). (5) Dia mengajarkan kepada manusia. (6) apa 
yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq/96: 1-5). 
Beliau mengulangi kata-kata yang diucapkan malaikat itu, yang kemudian 
meninggalkannya. Beliau berkata, “Sepertinya kata-kata itu tertanam dalam hatiku.” 
Namun, beliau takut jangan-jangan telah diilhami oleh penyair jin atau manusia. Karena itu, 
beliau lari dari gua. Di tengah perjalanan menuruni tebing bukit, beliau mendengar suara di 
atasnya berkata, “Hai Muhammad! Engkau adalah utusan Pencipta , dan aku adalah Jibril.” 
Beliau menengadahkan kepala ke arah langit dan di sana terlihat seorang lelaki yang 
mendatanginya, masih dapat dikenalnya, namun sekarang dalam rupa malaikat yang 
memenuhi seluruh cakrawala. Kembali ia berkata, “Hai Muhammad, engkau adalah 
Rasulullah, dan aku adalah Jibril.” Nabi berdiri terpaku menatap kepada malaikat itu. Beliau 
berpaling darinya, namun ke mana pun beliau memandang, baik ke utara, ke selatan, ke 
timur dan ke barat, malaikat selalu ada di sana, menapak di cakrawala. Akhirnya, malaikat 
pergi, dan Nabi menyusuri tebing menuju ke rumahnya (Lings, 1983: 43-44). Sejak peristiwa 
di Gua Hira ini, waktu-waktu berikutnya Jibril secara rutin mendatangi Muhammad s.a.w. 
untuk menyampaikan wahyu-wahyu Pencipta . 
Selain peristiwa di atas, Jibril menemani Nabi Muhammad pada Isra>’ Mi‘ra>j , yakni 
perjalanan malam dari Makkah ke Masjid al-Aqsha di Palestina, dan dari Palestina ke langit 
ke tujuh yaitu Sidrah al-Muntaha> (Tujuan Akhir). Di sini, Nabi Muh}ammad mendapat 
perintah pertama dari Pencipta , yaitu untuk sembahyang lima kali sehari semalam, yang 
kemudian menjadi kewajiban bagi seluruh Muslim. Untuk mengenang peristiwa penting 
ini , semua Muslim setiap tahun pada tanggal 27 Rajab, bulan ketiga dalam kalender 
Hijriah. 
Malaikat lainnya yang perlu diketahui oleh setiap Muslim lagi adalah Mikail, Israfil, 
Izrail, Raqib, Atid, Munkar, Nakir, Malik, dan Ridwan. Mikail bertugas mengendalikan 
hujan dan membagikan rezeki seperti makanan dan pengetahuan kepada semua makhluk 
hidup, khususnya kepada manusia tanpa membedakan agama yang dianutnya. Segala 
sesuatu di laut dan bumi yang berguna bagi kehidupan (pohon, buah, biji-bijan, dan ternak) 
berada di bawah kendali Mikail. Malaikat Israfil adalah malaikat yang akan meniup 
terompet pada hari kebangkitan. Israfil akan meniup terompet sebanyak tiga kali. Pertama, 
sebagai tanda berawalnya bencana yang maha dahsyat. Kedua adalah saat dunia sudah 
lenyap seluruhnya, dan, ketiga adalah pada saat yang meninggal dibangkitkan untuk 
menerima Pengadilan Akhir Zaman. Izrail, malaikat maut, adalah pencabut nyawa makhluk 
hidup. Ketika saatnya tiba, tak seorang pun lolos dari kematian atau menundanya walau 
hanya semenit; Izrail selalu berdisiplin mengerjakan tugasnya. 
Catatan lapangan peneliti memperlihatkan bahwa empat malaikat, yakni Jibril, 
Mikail, Israfil, dan Izrail, mendapat perlakuan khusus. Mereka dijadikan sebagai wasilah 
dalam berdoa. Pak Abdullah (65), misalnya, selalu berwasilah dengan keempat malaikat 
ini  dalam doanya yang disebutnya Doa Kabul: 
“Doa Kabul ini aku dapatkan dari Tuan Kadi Enong di Kampung Raja (Kumai Hilir), dan pada 
malam harinya beliau mendatangi saya dengan cahaya yang terang-benderang dan menyalami 
saya dan mengatakan agar saya mengamalkan doa ini. Waktu dalam mimpi itu beliau bertanya 
kepada saya, “Kamu mau minta apa-apa.” Kujawab, “Saya tidak minta apa-apa tapi hanya 
minta berkat dari Doa Kabul ini.” Kemudian beliau memegang kepalaku dan memasukkan 
cahaya putih ke dalam kepalaku dan mengalir ke seluruh tubuh hingga ujung kaki, setelah itu 
saya terbangun dari tidur. Sejak itulah Doa Kabul ini kuamalkan setiap selesai sembahyang. 
Adapun bunyinya adalah sebagai berikut: “Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina 
Abu> Bakar S}iddiq rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Umar 
ibnu Khat}t}a>b rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Us\ma>n ibnu 
‘Affa>n rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina ‘Ali ibnu Abi> T{a>lib 
rad}iyPencipta u‘anhu. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Jibril ‘Alaihis-Sala>m. 
Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Sayyidina Mika>’il ‘Alaihis-Sala>m. Pencipta uma rabbana 
qabulan bibarakati Sayyidina Isra>fil ‘Alaihis-Sala>m. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati 
Sayyidina Izrail ‘Alaihis-Sala>m. Pencipta uma rabbana qabulan bibarakati Syafaati Sayyidina 
Muhammad S}alla>llahu ‘alaihi was-sala>m” (Wawancara, 21-07-2009).47
Ketika ditanyakan kepada Pak Abdullah, “Mengapa hanya berwasilah kepada empat 
malaikat itu saja tidak kepada malaikat-malaikat yang lainnya?” Menurutnya, empat 
malaikat itulah yang paling dekat dengan Pencipta  (al-malak al-muqarrabu>n). 48 Kalau 
berwasilah kepada mereka, niscaya doa kita akan mudah dikabulkan oleh Pencipta . Selain itu, 
keempat malaikat ini  berkaitan langsung dengan kehidupan kita. Malaikat Jibril 
penyampai wahyu Pencipta ; maka dengan menyertakan malaikat ini dalam doa, ia sesegera 
mungkin menyampaikannya kepada Pencipta . Malaikat Mikail sebagai pembagi rezeki, maka 
ketika ia dilibatkan dalam doa, tentunya ia akan segera membagikan rezeki kepada kita. Dua 
penjelasan ini agaknya masuk akal. namun , ketika menyinggung dua malaikat lainnya, Israfil 
dan Izrail, Pak Abdullah tidak begitu berani menjelaskannya. Ia hanya berkata: “Amun yang 
dua malaikat itukam aku kada tapi jelas jua pang. Masalahnya waktu aku mendapat ijazah 
Doa Kabul ini , guruku kada tapi mau jua memadahkan” (“Kalau dua malaikat itu aku 
tidak begitu jelas. Masalahnya waktu aku mendapatkan ijazah Doa Kabul ini , guruku 
tidak mau menjelaskan lebih jauh”). 
Dua malaikat lainnya yang juga termasuk 10 malaikat yang diketahui adalah dua 
malaikat yang selalu disebut secara berpasangan, Raqib dan `Atid, yang tugasnya mencatat 
semua kegiatan manusia—perkataan, tindakan, dan maksud, baik yang baik atau yang 
buruk. Raqib mencatat “kebaikan” sedangkan Atid mencatat “keburukan”.49 Dengan 
demikian manusia memiliki  dua malaikat penjaga langkah mereka. Orang yang berniat 
melakukan hal baik diberi catatan “baik”, dan nilai “baik” sepenuhnya diberikan saat 
maksud ini  terlaksana. Dengan kebaikan rahmat Pencipta , tak ada catatan terlebih dulu 
untuk niat yang kurang baik. Nilai “buruk” baru akan diberikan pada saat perbuatan buruk 
itu benar-benar dikerjakan. 
Para tokoh agama di Kumai menggambarkan dua malaikat pencatat amal baik dan 
amal buruk ini  dengan “tape recorder yang sangat canggih dengan pita yang tidak kenal 
kusut”. Untuk itulah, dalam sebuah kesempatan, Kayi Telah50 sering memberikan nasehat 
agar orang-orang berhati-hati dalam melakukan sebuah perbuatan, karena sekecil apa pun 
perbuatan ini  akan direkam oleh kedua malaikat ini . berdasar  pengamatan 
kami di rumah Kayi Telah, ada seorang anak muda berkonsultasi kepada beliau mengenai 
suatu masalah. Dalam kesempatan itu, Kayi Telah memberi nasehat sebagai berikut: 
“Nang, ikam neh harus ingatlah dalam berbuat. Di awak ikam, di kiri kanan ikam toh ada dua 
malaikat, ngarannya Raqib dan Atid. Inya bedua toh selalu mengawasi di mana ja ikam berada 
dan mencatet apa saja yang ikam lakukan. Ikam kada bisa bukah dari inya bedua. Kena amun 
ikam mati, inya bedua toh akan melaporkan kepada Pencipta  apa sudah ikam lakukan di dunia ini” 
“Nak, kamu harus ingat betul-betul dalam berbuat. Di badanmu, di kiri kananmu ada dua 
malaikat, namanya Raqib dan Atid. Mereka berdua selalu mengawasi di mana saja kamu 
berada dan mencatat apa saja yang kamu lakukan. Kamu tidak bisa lari dari mereka. Nanti 
ketika kamu mati, mereka akan melaporkan kepada Pencipta  apa yang sudah kamu lakukan di 
dunia ini.” 
Dua malaikat lainnya lagi yang sering disebut secara bersamaan adalah Munkar dan 
Nakir, yang datang untuk bertanya kepada yang telah meninggal. Hadis-hadis Nabi 
menyebutkan bahwa setelah mayit dimasukkan ke dalam kuburan, dan selesai ditimbuni, 
dan orang yang menguburkan telah kembali ke rumahnya masing-masing, maka datanglah 
dua orang malaikat, Munkar dan Nakir. Keduanya mulailah menanyakan orang itu, tentang 
amal perbuatannya selama hidupnya. Buruk atau baiknya: Kepada siapa engkau berPencipta ? 
Siapa Nabi engkau? Dan lain-lain pertanyaan. Manusia tidak dapat menyusun kata bohong 
buat melepaskan diri pada waktu itu. Bagaimana akan dapat bohong? Padahal selama hidup 
di dunia, hanya lidah yang dapat berdusta memungkiri kata hati sanubari. Sedang di alam 
kubur itu bukan lidah lagi yang menjawab, namun  jiwa asli (Hamka, 1992: 121). 
Terakhir adalah Malik dan Ridwan. Malik adalah malaikat mengerikan yang bertugas 
mengawasi neraka, yang biasanya dijaga oleh sejumlah bawahan Malik di neraka, yaitu 
Zabaniyah. Sebaliknya, Ridwan menjaga surga dan menjalankan tugasnya bersama ribuan 
malaikat bawahannya, yang disebut “malaikat surga”.
 Varian Nahu Nahu 
Iblis dan Setan: Simbol Kejahatan dan Musuh Manusia Iblis dan Setan: Simbol Kejahatan dan Musuh Manusia dan Musuh Manusia 
Varian Nahu memiliki  keyakinan bahwa makhluk halus itu hanya dikenali sesuai 
dengan keterangan al-Qur’an dan Hadis, yakni: malaikat, iblis, jin, dan setan. Karena 
malaikat sudah diuraikan sebelumnya, maka di bagian peneliti hanya berfokus pada iblis dan 
setan, yang merupakan simbolisasi dari kejahatan dan musuh manusia, dan jin yang 
dianggap ada yang muslim, ada yang kafir. 
Beberapa literatur memang telah menjelaskan sosok-sosok makhluk ini. Maulana 
Muhammad Ali (1991: 19), misalnya, mengemukakan bahwa iblis bukanlah dari golongan 
malaikat. “Iblis adalah dari golongan jin, maka ia durhaka” (QS. al-Kahfi/18: 50). Dalam QS. 
al-Baqarah/2: 36, Iblis disebut setan. Di sini, Iblis dan setan adalah sama. Apabila kejahatan 
makhluk jahat itu terbatas mengenai diri sendiri, ia disebut Iblis, dan apabila kejahatannya 
mengenai orang lain, ia disebut setan; atau, iblis berarti yang sombong, dan setan berarti 
yang menggoda. Kata Iblis berasal dari kata balasa, artinya putus asa, dan Syait}a>n berasal 
dari syat}ana artinya merenggang atau menjauh. Jadi makhluk yang sama ini memakai dua 
sebutan; ia disebut Iblis karena putus asa akan rahmat Pencipta , dan ia disebut setan karena 
menggoda manusia supaya mengerjakan hal-hal yang menjauhkan mereka dari rahmat 
Pencipta . Oleh karena itu, iblis berarti keinginan rendah yang menjauhkan manusia dari sujud 
kepada Pencipta  dan memperoleh rahmat-Nya, sedangkan setan berarti penghasut keinginan 
rendah untuk menyelewengkan manusia dari jalan yang benar. 
Salah satu kesalahan terbesar Iblis adalah keengganannya bersujud kepada Adam, 
padahal yang memerintahkan untuk itu adalah Pencipta  sendiri. Dari sini, Iblis telah menjadi 
setan dan saat itu pula ia memulai karirnya secara bersamaan dengan Adam; setan dan Adam 
adalah seusia. Mengenai setan ini al-Qur’an tidak menyatakannya sebagai sebuah prinsip 
anti-Pencipta —walaupun tak dapat diragukan lagi bahwa setan telah memberontak terhadap 
Pencipta  dan dialah yang mewujudkan sifat pemberontakan ini—namun  sebagai kekuatan 
antimanusia yang terus-menerus berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan “lurus” 
yang harus ditempuhnya sehingga ia terperosok kepada tingkahlakunya yang sesat 
Pak Yusuf, pada kesempatan pengajian Malam Jumatan di Masjid Darul Wustha (03-
01-2009), yang mengangkat tema “Terusirnya Adam dari Surga dan Usaha-usaha Iblis 
Menjerumuskan Manusia”, menjelaskan kepada para jemaah akan godaan Iblis dan para 
tentaranya, setan, untuk menggoda dan menyesatkan umat manusia. Menurut Pak Yusuf, 
dengan berbagai upaya Iblis dan setan akan membujuk dan merayu manusia untuk 
mengikuti jalan mereka. Iblis melakukan penyesatan ini hingga hari kiamat datang. Ia telah 
meminta dispensasi kepada Pencipta  untuk menangguhkan hukumannya agar ia dapat 
menyesatkan manusia dan Pencipta  mengabulkan.51 Iblis telah bersumpah akan mendatangi 
manusia dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri, dengan tujuan utamanya 
untuk menyesatkan sebanyak mungkin manusia dari jalan Pencipta . 
Berkaitan dengan sumpah Iblis ini , Pencipta  pun telah menetapkan bahwa barang 
siapa yang menyimpang dan jatuh ke dalam perangkap Iblis akan dianggap sebagai 
pengikutnya, dan setelah Hari Kebangkitan, mereka akan tinggal bersama Iblis di neraka. 
Tanpa membuang-buang waktu, Iblis segera melaksanakan niatnya. Korban pertamanya 
adalah Adam sendiri dan istrinya Hawa, yang dihasut saat keduanya masih berada di surga. 
Di hadapan Adam dan Hawa, Iblis meyakinkan Adam dan Hawa bahwa dalam 
skenario Pencipta  tentang alam semesta, mereka akan ditempatkan pada posisi yang buruk. 
Iblis mengatakan kepada Adam dan Hawa bahwa Pencipta  tidak menginginkan mereka tinggal 
di surga untuk selamanya. Buktinya, Pencipta  melarang mereka mendekati sebuah pohon surga, 
yaitu ‘pohon kekekalan’ (syajarah al-khuld); jika buahnya dimakan, maka yang memakannya 
akan tinggal kekal di surga. Sebaliknya Pencipta  lebih suka kalian meninggalkan surga dan 
tinggal di bumi, di mana kehidupan akan sulit. Adam, dan Hawa khususnya merasa bahwa 
yang dikatakan Iblis itu masuk akal dan bertanya bagaimana caranya untuk tetap tinggal 
selamanya di surga, agar tidak tinggal di bumi. 
Iblis gembira melihat muslihatnya berhasil, tapi ia tidak menunjukkannya. Sebaliknya, 
dia berpura-pura sangat sedih dan bersimpati atas masalah mereka. Lalu ia menunjukkan 
bahwa satu-satunya yang dapat membantu adalah dengan memetik dan memakan buah 
terlarang tanpa sepengetahuan Pencipta . Termakan godaan Iblis, Hawa dan Adam melangkah 
mendekati pohon, memetik dan kemudian memakan buahnya. Namun sebelum semuanya 
tertelan, mereka mendapatkan diri mereka telah terlempar ke bumi dalam keadaan tanpa 
pakaian. Buah yang dimakan Adam, masuk ke kerongkongannya dan menjadi “jakun”, 
tanda laki-laki dewasa. Dua buah yang terlebih dahulu dimakan dan ditelan oleh Hawa, 
masuk ke permukaan dadanya dan menjadi payudara, tanda perempuan dewasa. Adam 
terlempar ke tempat yang berjauhan dari Hawa di bumi. Mereka dapat berkumpul lagi 
setelah melalui suatu proses pencarian panjang. Mereka menyatakan penyesalan dan Pencipta  
menerimanya. Tapi waktu tidak bisa dikembalikan ke masa lampau, sehingga Adam dan 
Hawa harus terus menjalani kehidupan keras di bumi. 
Setelah dibuang dari surga, Iblis memiliki keturunan. Keturunan Iblis dinamakan 
setan; sedangkan keturunan Adam dan Hawa disebut manusia. Setan dan manusia juga 
memiliki keturunan. Tapi tidak seperti manusia, Iblis, setan atau keturunannya tidak mati. 
Iblis dan setan masih ada dan jumlahnya terus berlipat ganda. Tidak jelas apakah Iblis dan 
setan dibedakan jenis kelaminnya, tapi mereka digambarkan sebagai mahluk hermafrodit 
dan bertelur. 
Sejak berhasil menggoda Adam dan Hawa, Iblis dan setan semakin giat bekerja saling 
menggalang kekuatan, kemampuan, dan pengalaman mereka untuk mengajak keturuan 
Adam ke jalan sesat. Mereka tidak berbahaya secara fisik ataupun menakuti manusia karena 
tujuan mereka adalah menggoda dan menjebak manusia dan jin untuk mengikuti jalan 
mereka dan akhirnya menuntun manusia dan jin menjadi teman mereka di neraka. 
Sebagai bagian dari upaya mereka, Iblis dan setan sering mencoba meminta informasi 
secara paksa dari lauh} mah}fu>z} dengan memata-matai skenario alam, khususnya yang 
berhubungan dengan kehidupan manusia dan menggunakannya dengan baik sekali untuk 
bekerja sama dengan dukun (paranormal, peramal) untuk mengajak manusia yang menjadi 
kliennya ke jalan sesat. Mengantisipasi usaha semacam ini, malaikat pelindung boleh 
mengambil tindakan tegas dengan mendera Iblis dan setan keras-keras hingga mereka lari 
lintang pukang.” 
Penjelasan mengenai sosok Iblis, selain dalam bentuk tuturan lisan seperti yang 
disampaikan Pak Yusuf di atas, ditemukan dalam buku-buku berbahasa Melayu yang 
tersebar di Kumai. Salah satu buku yang terkenal adalah Qis}as} al-Anbiya>’

, sebuah buku 
yang berisi tentang penciptaan alam semesta dan kisah para nabi mulai dari Adam sampai 
Muhammad s.a.w. Dalam buku ini diuraikan secara dramatis mengenai Iblis dan upayanya 
untuk menggoda Adam dan Hawa hingga mereka keluar dari surga. 
“Pada suatu cerita tatkala sudahlah Nabi Adam diarak pada tujuh lapis langit maka diarak 
malaikat pula turun ke bumi dengan perhiasannya maka firman Pencipta  seru alam akan segala 
malaikat liqaulihi ta‘a>la, ‘wa iz\ qulna> li al-mala>’katisjudu> li A<dama fasajadu> illa> Ibli>s’ artinya 
firman Pencipta  akan segala malaikat itu sembah oleh kamu Adam atas sujud sekali kepadanya 
itulah sujud tahiyat namanya bukannya sujud ka‘batain. Bahwa alam sujud ka‘batain itu 
kepada Pencipta  ta‘a>la jua tiada harus akan yang lain, maka malaikat itu pula sujudlah pada 
Nabiyullah Adam melainkan Iblis jua yang tiada mau sujud tiada pula Pencipta  ta‘a>la 
menyuruhkan segala malaikat itu sujud maka sekalian mereka itu pun sujud. Maka di dalam 
sujud itu oleh segala malaikat angkatkan kepalanya maka dilihatnya Iblis tiada mau sujud 
maka tahu segala malaikat yang banyak itu maka karenanya di dalam hatinya siapa yang telah 
tiada mau sujud itulah Iblis dan ialah menjadi Iblis maka segala malaikat itupun sujud pula 
sekali lagi, sujud syukur namanya, yakni memuji karunia Pencipta  akan Adam ‘Alaihis-Salam 
dan tiada kami menurut ya Pencipta ku kepada yang tiada apa bahannya akan firman Pencipta  itu 
kami ini bahwasanya segala firman Pencipta  seru alam kami junjung dan kami ikut. Maka, firman 
Pencipta  akan Iblis itu liqaulihi ta‘a>la, ‘ya> ibli>su ma> mana‘aka an tasjuda lima> khalaqtu 
biyadayya’ artinya hai Iblis siapa menegahkan engkau sujud pada yang Kujadikan dengan 
tangan-Ku, maka kata Iblis liqaulihi ta‘a>la, ‘ana> khairun minhu khalaqtani> min na>rin wa 
khalaqtahu min t}i>n’ artinya ya Pencipta ku aku terlebih baik daripadanya bahwa aku Kaujadikan 
daku daripada cahya api dan Kaujadikan Adam daripada tanah yang kelam, tiada harus aku 
cahya menyembah kelam. Qa>la Alla>hu ta‘a>la, ‘fakhruj minha> fa innaka raji>m wa inna ‘alaika 
la‘nati> ila yawmi ad-di>n’ artinya hai Iblis bahwa keluarlah engkau daripada malaikat-Ku dan 
engkaulah yang diluar malaikat-Ku laknat-Ku atasmu hingga datang pada hari kiamat yakni 
hari akhirat. Maka firman Pencipta  alam hai Iblis keluarlah engkau dibawah langit-Ku dan dari 
atas bumi-Ku dan keluarlah engkau daripada rupa malaikat-Ku, masuklah engkau pada rupa 
Iblis dan engkau kaku tiada berkesudahan. Maka Izrail pun jadilah rupa Iblis dan matanya yang 
di kepalanya rang parut terbundal, maka barangsiapa melihat dia niscaya tahulah ia itulah Iblis 
yang dimurkai, ialah yang membantahi firman Pencipta nya Yang Maha Tinggi dan menurutkan 
takabburnya. Maka firman Pencipta  seru alam ikrarlah engkau akan dirimu hai Iblis, pun ikrarlah 
akan dirinya Iblis itu setelah itu, maka berdatang sembah liqaulihi ta‘a>la, ‘fa anz}irni> ila yawmi 
yuba‘s\u>na qa>la fa innaka min al-munz}ari>na ila yawmi al-waqti al-ma‘lu>m’ artinya maka 
sembah Iblis karena Adamlah maka aku Kaumurkai dan nikmatku Kauambil daripada hamba￾Mu, namun  daripada hari ini datang kepada hari kiamat minta janji aku ke hadirat-Mu ya 
Pencipta ku perkenankan pinta hamba-Mu, maka berani hamba-Mu berdatang sembah ke hadirat￾Mu ya Pencipta ku, maka firman Pencipta  Ta‘a>la telah Kuperkenankanlah pintamu itu, berdatang 
sembahlah engkau hai Iblis. Liqaulihi ta‘a>la, ‘Fa‘izzatika la ugwiyannahum ajma‘i>na illa> 
‘iba>dika minhum al-mukhlas}i>n’ artinya sembah Iblis demi kemuliaan-Mu dan ketinggian-Mu, 
bahwa Engkau jua yang terlebih mulia terlebih tinggi bahwa akan segala anak cucu Adam ini 
kupuhunkan ke hadirat-Mu hambalah menyatakan dunia dan hambalah yang mengupayai dia 
daripada jalan makmur-Mu kubawa kepada jalan yang sesat, dan bahwa ikatnya barang kata 
hamba supaya ia bersama dengan daku masuk neraka bahwa melainkan segala hamba-Mu yang 
pilihan itu jua yang tiada bertemu olehku dan tiada tertawan olehku karena mereka itu 
menjunjung firman-Mu serta dengan ilmunya yang Kauanugerahkan kepadanya itu. Maka 
firman Pencipta  alam, ‘Hai Iblis telah Kuperkenankanlah pintamu itu selama engkau hingga 
datang kepada hari kiamat.’ Setelah itu maka Iblis pun berdendamlah hatinya akan Adam dan 
akan segala anak cucunya mencahari jalan akan persesat Adam dan anak cucunya. Hanya 
itulah akan kerjanya yang senantiasa dimasygulkan. Liqaulihi Ta‘a>la, ‘Qa>la fa al-h}aqqu wa al￾h}aqqa aqu>lu la am laanna jahannama minka wa mimman tabi‘aka minhum ajma‘i>n’ artinya 
firman Pencipta  Ta‘a>la Aku jua yang terlebih tahu akan sembahmu bahwa neraka itu Kupenuhi 
sebab engkau segala yang menurut katamu dan mengerjakan segala pekerjaanmu. Bermula, 
maka Pencipta  Subh}a>nahu wa Ta‘a>la firman pada segala malaikat bahwa Kubawa akan Adam itu 
ke langit menghadap akan Aku Pencipta  Yang Maha Mulia lagi Amat Besar, bahwa segala isi 
langit itu memuji-Nya. Pencipta  melihat rupa Adam itu setelah sudah Adam dirajakan maka 
diarak ke dalam surga jannatul-firdaus, maka dilihat Adam di dalam surga itu seorang pun 
tiada yang sebagai dengan dia, maka Adam pun berbaring atas lambungnya kanan maka 
tertidurlah Adam itu. Maka Pencipta  Subh}a>nahu wa Ta‘a>la pun tahu akan rahasia Adam duka cita 
itu oleh karena ia kanak-kanak lagi seorangnya dalam surga itu. Tatkala belum lagi ia berbalik 
tidur itu maka dijadikan Pencipta  Ta`âla ‘Ummaha>t al-Insa>n’, yakni ibu segala insan yaitu Siti 
Hawa dari lambung kiri Adam itu...” (Qis}as} al-Anbiya>’: 10-11). 
Selanjutnya Qis}as} al-Anbiya>’ memaparkan upaya-upaya Iblis memasuki surga untuk
memperdaya Adam dan Hawa. Setelah Iblis bolak-balik dari satu langit ke langit lainnya, 
maka tibalah ia di pintu surga. Sayang ia tidak bisa memasukinya karena pintunya dijaga 
sangat ketat. Iblis pun duduk di pintu surga dengan duka cita yang amat dalam sambil 
menunggu ada seseorang yang membukakan pintu surga. Di balik pintu, seekor burung 
merak mengintip dicelah-celah pintu surga dan menyaksikan seorang tua duduk di luar pintu 
surga sedang menangis. Merak pun bertanya, “Siapakah engkau?” Iblis menjawab, “Aku ini 
seorang malaikat dari semua malaikat yang ada dan aku sangat ingin bertemu denganmu.” Merak 
bertanya lagi, “Mengapa engkau duduk di sini dan untuk apa engkau bertemu denganku?” 
Iblis menjawab, “Kemarilah engkau berdiri di pintu surga ini supaya aku ajari untukmu 
suatu doa dan doa yang kuajarkan ini berkaitan dengan tiga perkara khasiatnya dan dianu￾gerahkan oleh Pencipta  kepada siapa saja yang mengamalkannya: pertama, muda selama￾lamanya; kedua, tidak akan pernah mati; dan ketiga, tidak akan keluar dari surga selama￾lamanya.” 
“Tidak bisa aku membukan pintu surga ini”, jawab merak, “karena dikunci oleh 
malaikat selama Adam di dalam surga ini.” Iblis tidak putus asa, ia kemudian meminta agar 
memberitahukan yang lain. Maka, merak masuk ke dalam surga dan memberitahu ular 
bahwa di luar ada Iblis yang sedang menunggu. 
Iblis kemudian mendekati pintu surga dan melihat ada seekor ular sedang mencongak, 
dan Iblis berkata, “Hai Ular! Pelajarilah olehmu doa yang kuajarkan ini niscaya engkau lepas 
dari bahaya kejahatan, dan kamu berjanji untuk membawaku masuk ke dalam surga.” Ular 
menjawab, “Aku tidak bisa membuka pintu surga selama-lamanya karena Adam di 
dalamnya dan kunci surga ini dibawa oleh malaikat.” 
Iblis tidak kekurangan akal. Ia tidak memaksa ular mencari kunci surga, namun  ia 
hanya minta supaya ular membuka mulut saja. Ular bergumam dalam hatinya, apa mungkin 
Iblis masuk ke dalam mulutnya. Namun, Iblis meyakinkan ular bahwa ia bisa masuk ke 
dalam mulutnya. Ular pun membuka mulutnya dan serta merta Iblis masuk ke dalamnya, 
sehingga Iblis dengan leluasa masuk ke dalam surga tanpa diketahui oleh para malaikat. 
Sementara itu, di dalam surga ada sebuah pohon yang diciptakan oleh Pencipta  dan Adam 
dilarang mendekatinya.53 Iblis rupanya tahu akan hal ini, sehingga ia kepada ular untuk 
mengantarnya ke pohon ini —Iblis menamainya pohon khuldi (pohon keabadian). 
Sesampainya di pohon ini , Iblis keluar dari mulut ular dan duduk di bawah pohon 
dengan sabar menunggu Adam dan Hawa melintas di situ. 
“Maka duduklah Iblis pada pohon kayu itu serta menangislah dengan terlalu sangat lakunya 
percintaannya dan duka citanya. Maka terkejutlah segala anak bidadari di dalam surga itu tiada 
dapat mendengar bunyi orang yang menangis dan tiada dapat melihat orang berpercintaan pun 
selama-lamanya hatta maka datanglah sekalian bidadari itu ke sisi Iblis. Maka tatkala itu oleh 
Siti Hawa segala anak anakan bidadari yang banyak itu katanya, ‘Apa juga kamu berhimpun 
ini.’ Maka sahut bidadari itu akan ular ini ada seorang di dalam mulutnya siapakah ia seorang 
pun tiada kami mengetahui ia. Maka Iblis pun berpaling melihat kepada Siti Hawa, maka Siti 
Hawa pun bertanya, ‘Hai urang tuha siapa engkau dan darimana datangmu dan apa yang 
engkau tangiskan itu.’ Maka kata Iblis, ‘Hai orang muda! Bahwa aku ini daripada malaikat 
dan aku tangiskan itu engkaulah, karena engkau lagi akan akan daku dikeluarkan dari dalam 
surga ini, jika engkau hendak kekal di dalam surga ini makanlah olehmu buah kayu ini niscaya 
tiadalah engkau keluar lagi di dalam surga ini selama-lamanya.’ Maka Siti Hawa [berkata], 
‘Aku dilarangkan Pencipta  Ta`ala daripada memakan buah kayu itu maka kata sebagaimana pula 
engkau menyuruhkan aku memakan buah kayu itu.’ Maka kata Iblis, ‘Ketahui olehmu bahwa 
itulah hikmah Pencipta  hendak mengeluarkan engkau ke dunia lagi akan tuha kenanya akan dikau 
jadi kejilah rupamu; jika kau makan buah kayu itu tiadalah engkau merasai kejahatan lagi.’ 
Serta Iblis pun bersumpah demi Pencipta  dan beberapa sumpah yang besar-besar. Hatta dengan 
takdir Pencipta  maka dalam hati Siti Hawa bahwasanya orang tuha ini bersumpah dengan nama 
Pencipta  Ta‘a>la yang Maha Besar sebab karena menunjukkan jalan kebajikan akan kami. Arkian, 
kata Iblis, ‘Ketahuilah hai yang baik rupa bahwa sumpahku ini sebenar-benarnyalah yang 
kusebutkan itu dan percayalah engkau akan kataku ini.’ 
Hatta, maka Siti Hawa pun mengunjuk tangannya ke buah khuldi itu diambilnya tiga buah, 
satu dimakannya dan tinggal dua buah maka dibawanya kepada Adam. Maka bertanya Adam, 
‘Buah apa ini?’ [Siti Hawa berkata], ‘Inilah buah kayu yang dilarangkan Pencipta  Ta`ala itu tuan 
hamba makanlah sudah hamba makan sebuah.’ Maka kata Adam, ‘Apa rasanya buah kayu ini?’ 
Maka sahut Hawa, ‘Terlalu baik cita rasanya.’ Maka kata Adam, ‘Tiada mau aku makan dia.’ 
Maka kata Hawa, ‘Hamba sudah makan dia betapa tuan hamba tiada mau makan dia?’ Kata 
Adam, ‘Karena aku sudah bersetia dengan Pencipta ku, tabulah bahwa aku dilarangkannya makan 
buah kayu itu, maka tiadalah aku mau melalui titah Pencipta ku.’ 
Maka Hawa pun mengisi khamr di dalam surga maka diberikannya akan Adam. Setelah 
sesudah minum Adam khamr itu maka lupalah Adam janjinya dengan Pencipta nya itu. Maka 
dengan takdir Pencipta  Ta`ala tertutuplah hatinya maka diambilnyalah buah khuldi itu daripada 
tangan Hawa lalu dimakannya. Baharu sehingga rongkongnya maka mahakut54 pada kepala 
Adam pun jatuhlah lalu terbang dan segala perhiasan Adam dan hawa pun tanggPencipta  daripada 
tubuhnya, kedua layaknya tiada berketahuan dan gat55 kedudukan Adam yang keemasan yang 
bertatahkan ratna mutu manikam itu pun terbang lenyaplah lagi Adam dan Hawa pun 
tertelanjanglah keduanya, maka tubuh Adam pun menjadi kudil” (Qis}as{ al-Anbiya>’: 13-15). 
Terusirnya Adam dan Hawa dari surga dijadikan sebagai dasar bagi para tokoh agama 
di Kumai untuk mengingatkan umatnya akan tipu daya Iblis dalam memperdaya anak cucu 
Adam. Iblis memiliki  berbagai cara mulai dari yang sederhana hingga cara yang paling 
canggih untuk menyesatkan manusia. Cara-cara Iblis ini, misalnya diungkapkan oleh Ustaz 
Marjuki (45) dalam sebuah khutbah Jumatnya di Masjid Darul Wustha. Pertama, Iblis 
menawarkan kekufuran, mengajak orang untuk menolak agama, eksistensi Pencipta , risalah 
para Rasul, dan kebenaran Kitab Suci. Agama diajarkan sebagai keterbelakangan dan 
agnotisisme dianggap sebagai pertanda kemajuan. Bila jebakan pertama gagal, Iblis 
merancang jebakan kedua. Anda tetap beragama dan meyakini kerasulan, namun  Anda 
ditawari bid'ah. Bila Anda berhasil menolak semua bid'ah itu, Iblis menjebak Anda dengan 
jebakan ketiga, yaitu lewat dosa-dosa besar (al-kaba>’ir). Anda ditawari zina, korupsi, 
merampas hak orang lain, atau durhaka kepada orangtua. Iblis akan menyebut zina sebagai 
sistem pergaulan masa kini, korupsi sebagai keterampilan mengatur angka, merampok 
sebagai membantu rakyat kecil, dan durhaka kepada orangtua sebagai nasihat baik seorang 
anak. Biasanya dosa-dosa besar itu diajarkan secara berangsur-angsur juga. Karena itu, al￾Quran tidak hanya melarang zina tapi juga bahkan melarang mendekati zina. Anda mula￾mula disuguhi kenyamanan berduaan dengan bukan muhrim, kemudian senPencipta -senPencipta  
kecil, lalu mencari tempat sepi, dan seterusnya. Korupsi akan dimulai dari komisi, upeti, 
sampai pada pemalsuan anggaran. Jika ini gagal, Iblis datang dengan jebakan keempat: 
menawarkan dosa-dosa kecil. Dengan halus ia berkata: Berbuat dosa itu manusiawi. Anda 
malaikat kalau tidak pernah berbuat dosa. Lagi pula, bukankah Pencipta  Maha Pengampun dan 
Maha Penyayang. Pencipta  ampuni dosa-dosa kecil, selama Anda meninggalkan dosa-dosa 
besar. Jebakan kelima didesain Iblis bila Anda juga berhasil menghindarkan dosa-dosa kecil. 
Iblis akan menyibukan