kepercayaan 2
By tuna at November 26, 2023
kepercayaan 2
menyibukkan Anda untuk melakukan hal-hal yang mubah sehingga Anda
melalaikan berbagai kewajiban Anda. Jebakan keenam lebih canggih lagi. Iblis menawarkan
Anda dengan ibadat-ibadat yang utama, namun melalaikan Anda dari hal-hal yang lebih
utama. Kedengarannya sulit. Berzikir itu utama. Bila Anda sibuk berzikir, membersihkan
diri atau tafakkur di sudut rumah Anda; lalu Anda mengabaikan masalah-masalah sosial,
maka Anda melupakan hal yang lebih utama. Kita jatuh pada jebakan keenam, ketika kita
meributkan perbedaan kecil dalam ibadat dan melupakan kualitas ekonomi kita; juga ketika
kita mengeraskan talqin kita dan melupakan orang lain yang terganggu. Jebakan terakhir
yang paling canggih, khusus untuk orang-orang takwa. Iblis akan mengerahkan bala
tentaranya—jin dan manusia untuk menyakitinya. Orang saleh itu akan difitnah, dicacimaki, diganggu dengan lisan atau tindakan kebenaran ajarannya akan disebut dusta,
kebersihan pribadinya akan dianggap skandal, dan nasihatnya akan diperlakukan sebagai
tindakan subversif atau meresahkan masyarakat.”56
Uraian di atas adalah pandangan mengenai makhluk gaib menurut versi Varian Nahu,
yang mendasarkan pendapatnya pada al-Qur’an, hadis, atau kitab-kitab tertentu. Apabila
kita menengok ke Varian Nahu atau Awam, maka definisi makhluk gaib akan berbeda jauh
dengan ini seperti yang akan kami uraikan di bawah.
Jin: Ada Yang Islam dan Ada Yang Kafir Jin: Ada Yang Islam dan Ada Yang Kafir
Bagian yang berkaitan dengan makhluk halus adalah jin. Bagi Varian Nahu, jin adalah
adalah makhluk Pencipta yang pertama kali menghuni bumi. Mereka hidup di bumi dalam
kurun waktu yang tidak sebentar. Semuanya itu terjadi sebelum Pencipta s.w.t. menciptakan
khalifah, yakni sebelum Dia menciptakan Adam, bapak manusia.57 Dia diciptakan dari api,
dan berjenis kelamin, makan, minum, membutuhkan tempat tinggal, memiliki wilayah dan
beranak pinak. Jin juga hidup dalam sistem kemasyarakatan yang tertata dan memiliki raja.
Sa>biq (1993: 208) mendefinisikan jin sebagai “suatu macam makhluk yang termasuk
dalam golongan ruh yang berakal yang juga diberi perintah taklif (menjalankan syariat
agama), sebagaimana halnya bangsa manusia, hanya saja mereka itu tidak memiliki
bahan-bahan kebendaan sebagaimana yang dipunyai oleh manusia dan oleh sebab itu lalu
tertutup dari pancaindera. Jadi, mereka itu menurut keasliannya tidaklah dapat dilihat oleh
mata, tidak dapat diketahui bentuk hakikinya dan mereka itu memiliki kekuasaan untuk
menjelmakan diri dalam bentuk lain yang kasar.”
Azrak, konon, adalah negeri jin, tapi tak seorang pun tahu di mana. Di bumi ini, jin
menghuni tempat-tempat angker, seperti gunung, gua, sungai, batu, pohon, tanah kosong,
rumah yang sudah lama tak dihuni, kamar mandi tertentu, sumur, jembatan, danau, masjid,
rerunPencipta , dan makam. Ketika orang tinggal di tempat yang dihuni jin, apalagi jika
sendirian, jin kadang membuat gangguan suara-suara aneh, membuat pintu jendela tertutup
dan terbuka, memindahkan benda atau bahkan orang yang sedang tidur ke tempat lain,
menghilangkan sesuatu, mengakibatkan kejadian aneh, dan lain-lain. Orang yang mengalami
kejadian-kejadian semacam ini akan merasa takut dan mereka mengatakan ditakut-takuti jin.
Dalam hal ini, mungkin jin tidak bermaksud menakuti manusia agar terpaksa meninggalkan
tempat itu dan tidak kembali lagi. Membujuk jin untuk meninggalkan tempat yang
dihuninya, dapat dilakukan oleh orang-orang yang ahli atau bahkan yang bukan benar-benar
ahli, melalui negosiasi dengan paksa (Muhaimin, 2001: 65-66).
Gangguan atau pengrusakan, baik sengaja ataupun tidak, di tempat hunian jin, dapat
dikatakan sebagai penyerangan serius. Mereka akan merasa marah dan membalas dendam.
Akibatnya orang akan menderita berbagai jenis penyakit (fisik ataupun mental). Jika
tindakan tidak tepat tidak segera diambil untuk membujuk jin agar menghentikan tindakannya, bisa berakhir dengan kematian. Kalau tidak mati, jin akan mengendalikan seseorang
sesuai dengan kehendaknya, seperti membuat seseorang “gila” dengan tanda-tanda
mengoceh sendiri, tertawa-tawa, dan lain-lain. Di lain pihak, jin dipercaya dapat menjadi
sahabat seseorang sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengetahui “hal-hal gaib.”
Menurut catatan lapangan peneliti58, di Kumai Hilir ada seorang ibu yang kemasukan
jin perempuan. Jin itu mengaku seorang putri, dan murid Syaikh Muh}ammad Arsyad alBanja>ri>. Menurut penuturan suaminya, istrinya ini telah lama menderita penyakit
ini , mungkin sudah puluhan tahun. Ia sudah ke mana-mana mengajak istrinya, ke Jawa,
ke Banjarmasin, dan ke mana saja apabila didengarnya ada orang yang mampu
menyembuhkan penyakit istrinya. Namun, hingga kini, “putri” yang bersarang di dalam
tubuhnya ini tidak mau juga pergi, bahkan ia menganggap tubuhnya istrinya sebagai
rumahnya sendiri.
Dalam sebuah sesi pengobatan yang dilakukan oleh seorang dukun59, terjadi
perubahan pada diri si ibu tadi. Tiba suaranya berubah menjadi suara seorang “putri” dan
bisa membaca al-Qur’an. Suasana dialog pada sesi pengobatan ini saya rekam
menggunakan tape recorder yang saya sembunyikan dalam jaket saya.
Ketika sang dukun mengucapkan, “Assalamu‘alaikum, siapa ikam neh? Kenapa ikam
mengganggu ibu ini neh, kasihan inya?”
Si Putri menjawab, “Wa ‘alaikum salam. Ulun neh tuan putri dan murid dari Syaikh
Muhammad Arsyad Banjar. Tahumah kalo pian siapa sidin toh? Ulun kada mengganggu sidin
neh. Ulun malah menjaga sidin neh nah dari kejahatan jin-jin kafir. Wayah ini nah ada empat
ikung jin mengelilingi sidin handak masuk ke awak sidin. Inya pian jin ulahan urang Dayak
gasan mematii sidin. Ulun handak dikeroyoknya, tapi alhamdulillah inya kada sanggup. Amun
sampai inya-inya toh masuk ke awak sidin neh maka bisa gawat sidin. Mungkin bisa mati
sidin. Makanya ulun neh jangan diusirlah.”
Ketika sang dukun mengucapkan, “Assala>mu‘alaikum, siapa kamu? Kenapa kamu
mengganggu ibu ini, kasihan dia?”
Si Putri menjawab, “Wa ‘alaikum salam. Saya tuan putri dan murid dari Syaikh Muhammad
Arsyad Banjar. Anda pasti sudah tahu siapa beliau? Saya tidak mengganggu beliau ini. Saya
malah menjaganya dari kejahatan jin-jin kafir. Sekarang saja ada empat orang jin mengelilingi
tubuh beliau ini dan ingin menguasai tubuh beliau. Jin-jin itu kiriman dari orang Dayak yang
bermaksud membunuh beliau. Saya mau dikeroyok, tapi alhamdulillah, mereka tidak sanggup
mengalahkan. Kalau sampai mereka masuk ke tubuh beliau ini, bisa gawat. Mungkin bisa mati.
Makanya saya jangan diusir [dari tubuh beliau ini].”
Memang, hingga usai sesi pengobatan, “putri” ini tidak bisa diusir dari tubuh si
ibu. Si ibu itu kembali tersadar dan tidak ingat apa-apa yang telah terjadi pada dirinya.
Sedangkan si dukun pun menyerah dan berkata, “Saya tidak sanggup mengusir ‘putri’ dari
tubuh ibu ini. Tampaknya ia sangat kuat. Sebaiknya, si ibu banyak berdoa, jangan sampai
meninggalkan salat. Mungkin kehadiran ‘putri’ dalam tubuh si ibu dapat digunakan untuk
kebaikan.”
Menurut beberapa informan, jin yang ada di tubuh si ibu di atas termasuk jin Islam,
sehingga keberadaannya tidak perlu dikhawatirkan. Justru ia dapat dimanfaatkan untuk
membantu orang lain. Memang, ketika ada orang yang kehilangan barang, kemudian meminta bantuan si ibu ini , ia dapat menunjukkan siapa pencurinya dan di mana posisi
barang itu sekarang. Selain itu, ia juga mampu mengobati penyakit-penyakit tertentu dan
menunjukkan ramuan obat yang harus diminum.
Sementara jin kafir, bagi orang Kumai, harus dimusuhi, karena ia sangat berbahaya
dan merusak manusia. Jin ini dapat menyesatkan manusia ketika berjalan sendirian di hutan,
menyebabkan sakit gila, perceraian suami istri, dan lain-lain. Pak Gafur (50), misalnya,
mengungkapkan bahwa jin kafir kalau memasuki tubuh manusia mudah sekali diusir. Cukup
dibacakan surat al-Fa>tih}ah, al-Ikhla>s, al-Falaq, dan Ayat Kursi, ke tubuh orang yang
kemasukan jin, niscaya jin akan keluar. Sebaliknya, jika yang memasuki jin Muslim,
dibacakan ayat apa saja tidak mempan (Wawancara, 3-10-2008).
B.1b. M B.1b. MMMakhlu Halus Versi Varian akhlu Halus Versi Varian Awam dan Hakekat
Varian Awam dan Hakekat sedikit agak berbeda mengenai makhluk halus. Meskipun
mereka meyakini makhluk-makhluk halus (malaikat, jin, setan , dan iblis) sebagaimana
dipahami oleh Varian Nahu di atas, namun kedua varian ini meyakini ada makhluk-makhluk
lain diluar yang sudah dijelaskan sebelumnya, yakni pedatuan, gambaran, urang gaib, dan
hantu laut. Tiap-tiap makhluk ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Adapun
makhluk-makhluk halus yang keberadaannya dipercayai hingga kini adalah datu buaya dan
urang gaib.
Datu Buaya: Gambaran Manusia Datu Buaya: Gambaran Manusia
Selama penelitian lapangan, peneliti kebetulan sekali menyaksikan sebuah peristiwa
yang sangat langka untuk ukuran saya. Saya menyaksikan orang-orang berkerumun menyaksikan seekor buaya “raksasa” sepanjang 13 (tiga belas) meter dengan berat 1 ton (1000 Kg).
Menurut informasi yang saya peroleh, buaya ini telah menelan seorang bapak berusia 45
tahun ketika sedang merakit kayu-kayu gelondongan di Sungai Sepingit. Pada tanggal 2
Januari 2009, buaya ini berhasil ditangkap oleh seorang pawang buaya. Peristiwa
tertangkapnya buaya ini menyebar ke mana-mana, sehingga orang berduyun-duyun
menyaksikan buaya ini . Dari peristiwa tertangkapnya buaya ini timbul berbagai macam
cerita mengenai hal-ihwal buaya yang cenderung berbau mitos ketimbang realitas ilmiah.
Cerita yang berhasil peneliti rekam saat itu adalah bahwa buaya memiliki kampung
dan manusia memiliki kembaran dengan buaya. Cerita pertama, buaya memiliki kampung sebagaimana manusia, diungkapkan oleh Pak Burhan (67). Berikut cerita Pak Burhan:
“Pada zaman raja dulu, pada musim kemarau, zaman dulu, di talok peunjunan. Buaya itu ada
benuanya. Benua buaya ini seperti kampung kita manusia ini. Ceritanya, zaman dulu ada orang
mengawin. Pengantin baru mandi di sungai. Tiba-tiba ditangkap buaya. Orang-orang pun
memanggil peawang untuk menangkap buaya ini . Peawang tadi membaca manteramantera dan ia dimasuki roh buaya, sehingga inya dapat masuk ke dalam banyu. Di dalam
banyu ini ia menemukan sebuah kampung buaya. Di sana inya tidak melihat buaya, tapi
manusia. Pengantin baru yang ditangkap buaya tadi berwujud seperti sapi. Ketika ditakunkan
kepada pimpinan buaya. Kenapa ikam menangkap pengantin baru ini neh? Pimpinan buaya itu
menjawab, “Kami menangkap inya neh untuk pesta perkawinan kami di sini. Bagi kami,
manusia yang ditangkap ini hanyalah seekor sapi mah?” Lalu peawang tadi memohon kepada
pimpinan buaya meminta bukti gasan dibawa ke atas. Sapi tadi disembelih dan diberi bagian
batisnya. Sesampainya di permukaan air dan dibawa ke kampung, tiba-tiba berubah menjadi
kaki manusia di mana jari-jari kakinya masih ada bekas pacar. Jadi, manusia yang ditangkap
buaya toh wujudnya seperti sapi, ituam pang kenapa manusia ditangkap buaya. Kalau masih
berwujud manusia, inya kada wani karena di muhanya ada nur Muhammad.
Kenapa buaya toh kada belidah? Itu kisahnya, pada saat Sayyidina Ali beudu, tiba-tiba tangan
sidin ditangkap buaya. Maka sidi langsungai menangkap buaya. “Karena ikam wani
menangkap tanganku, maka ilat ikam harus kuhilangkan. Biar ikam kada bisa lagi memakan
manusia.” Maka ilat buaya itu pun ditarik oleh Sayyidina Ali, sehingga sejak itu buaya kada
memiliki ilat” (Wawancara, 03-01-2009).
“Pada masa raja dulu, di musim kemarau, di teluk pemancingan ada perkampungan buaya.
Kampung buaya ini seperti kampung kita manusia. Ceritanya, waktu itu ada orang
melaksanakan pesta perkawinan. Pengantin baru mandi di sunai. Tiba-tiba ditangkap buaya.
Orang-orang pun memanggil pawang untuk menangkap buaya ini . Pawang tadi membaca
mantera-mantera dan ia dimasuki roh buaya ini sehingga dapat menyelam ke dalam air.
Di sana dia tidak melihat buaya, tapi manusia. Penganti baru yang ditangkap buaya tadi
berwujud seperti sapi. Ketika ditanyakan kepada pimpinan buata. ‘Kenapa anda menangkap
pengatin baru ini?’ Pimpinan buaya itu menjawab, ‘Kami menangkap dia untuk pesta
perkawinan kami di sini. Bagi kami, manusia yang ditangkap ini hanyalah seekor sapi saja.’
Lalu pawang tadi mohon kepada pimpinan buaya meminta bukti untuk dibawa ke atas. Sapi
tadi disembelih dan diberi bagian kakinya. Sesampainya di permukaan air dan dibawa ke
kampung, tiba-tiba berubah menjadi kaki manusia di mana jari-jari kakinya masih ada bekas
pacar. Jadi, manusia yang ditangkap buaya tadi wujudnya seperti sapi, itulah sebabnya manusia
ditangkap buaya. Kalau masih berwujud manusia, ia tidak berani menangkap karena di
mukanya ada Nur Muhammad. Kenapa buaya tidak berlidah? Ceritanya, pada saat Sayyidinia
Ali berwudhu, tiba-tiba tangan beliau ditangkap buaya. Maka beliau langsung menangkap
buaya ini . “Karena kamu berani menangkap tanganku, maka lidahmu harus kuhilangkan
agar kamu tidak bisa lagi memakan manusia.’ Sehingga, lidah buaya itu pun ditarik oleh
Sayyidina Ali, dan sejak itu buaya tidak memiliki lidah.”
Datu buaya adalah sebutan untuk makhluk halus yang memiliki kekuatan luar biasa
dan pada waktu tertentu akan menampakkan diri. Penampakan ini dipercaya sebagai
‘mealamat’ (pertanda) bahwa akan terjadi kejadian-kejadian yang kurang baik bagi
masyarakat Kumai. Menurut beberapa informan yang ditanyai tentang peristiwa kerusuhan
etnis di Kumai pada tahun 2001 yang lalu, menjelaskan bahwa para pencari daun nipah
melihat seekor buaya besar timbul di tengah-tengah sungai Sekonyer. Beberapa bulan
kemudian terjadi kerusuhan etnis.60 Menurut Pak Ijun, sungai Sekonyer dijaga oleh gegana
berupa buaya putih, yang muncul pada waktu-waktu tertentu dan kemunculannya ini adalah
pertanda akan terjadi peristiwa besar di Kumai.
“Sungai Sekonyer dihinipi oleh gegana, ngarannya Datu Buaya. Datu ini behinip di sebuah
wadah di dalam sungai ini yang bengaran puaka buaya. Kalau inya muncul di sungai Sekonyer
awaknya mehibaki dan munculnya waktu kemereyan ditandai dengan cuaca hujan panas. Tapi
inya kada mengganggu. Menurut kesah-kesah tetuha bahari, jika buaya ini menampakkan diri
berarti membari pertanda kada baik bagi masyarakat, akan terjadiam sebuah peristiwa.
Kerusuhan yang pernah terjadi di Kumai beberapa tahun lalu adalah buktiam dari kemunculan
Datu ini ”
“Sungai Sekonyer di huni oleh gana, yang bernama Datu Buaya. Datu ini mendiami sebuah
tempat di dalam sungai ini yang disebut puaka buaya. Kalau dia muncul di sungai Sekonyer
sesak dengan badannya dan muncul di sore hari yang ditandai dengan cuaca hujan panas. Tapi
tidak mengganggu. Menurut cerita-cerita tetuha zaman dulu, jika buaya ini menampakkan diri
berarti memberi pertanda tidak baik bagi masyarakat, akan terjadi sebuah peristiwa.
Kerusuhan yang pernah terjadi di Kumai beberapa tahun lalu adalah bukti dari kemunculan
Datu ini ”
Informan lain, Pak Barmawi, juga menuturkan bahwa di Kumai Hulu ada orang yang
menggaduh buaya putih. Keluarga ini harus memberi makan buaya ini setiap tahunnya.
Kalau tidak diberi makan, ia akan mengganggu keamanan Kumai. Buaya ini adalah
gambaran (kembaran) dari manusia. Menurut cerita-cerita leluhur, buaya ini dilahirkan
bersamaan dengan seorang anak manusia. Karena ia berupa hewan, maka ia pun diletakkan
di Sungai Nyirih, sedangkan saudaranya dibesarkan layaknya bayi manusia. Bayi manusia ini
setelah dewasa, biasanya mendatangi saudaranya di Sungai Nyirih dengan membawa
makanan sesaji. Kebiasaan ini kemudian menjadi turun-temurun dan keturunan ini tidak bisa
melepaskan tanggung jawabnya dalam memelihara dan berkomunikasi dengan buaya
ini
Beberapa peristiwa yang berkaitan makhluk-mahkluk halus dituturkan secara lisan dan
dipercaya sebagai faktual. Sungai Nyirih dipercaya ada penjaganya berupa makhluk halus.
Orang memang banyak yang tidak percaya, tapi ada kejadian yang membuktikan keberadaan
makhluk ini. Seorang pengusaha yang membangun sebuah pelabuhan di sana telah
membuktikannya. Orang-orang kampung sekitar menyarankannya agar mengadakan
selamatan. Tapi pengusaha ini tidak percaya. Maka dibangunlah pelabuhan di sana.
Bahan-bahannya dari kayu ulin dan sangat kokoh, sehingga tidak mungkin roboh atau rusak.
Namun yang terjadi kemudian adalah pelabuhan ini hilang tanpa meninggalkan bekas
apa pun. Menurut kesaksian orang yang kebetulan memancing di dekat pelabuhan ini ,
pelabuhan ini bergerak ke laut dan akhirnya tenggelam. Inikan aneh. Menurut ceritacerita orang kampung, kayu-kayu pelabuhan ini mengenai bagian belakang ikan besar
(versi lain, buaya putih), penunggu sungai ini , sehingga ia marah dan membuang
bahan-bahan pelabuhan ini ke laut. Kejadian yang sama terulang lagi waktu Pak Halim
membangun pelabuhan di sebelahnya. Pelabuhan ini juga hilang.
“Ini kejadian nyata. Pak Haji Barak, seorang pengusaha kayu di Kumai, menarik rakit kayu
dengan kelotok (perahu motor). Sesampainya di muara Sungai Jegendul, rakit kayu ini
tenggelam, seperti ada yang menenggelamkan. Kelotok ikut mundur dan hampir tenggelam
bersama rakit. Juragan kelotok akhirnya memerintahkan tali penarik rakit ini dipotong
untuk menyelamatkan kelotok dan awaknya. Aneh rakit ini tenggelam tanpa meninggalkan bekas apa pun.
Menurut cerita-cerita orang kampung, Sungai Jegendul dihuni oleh seekor buaya kutung
yang sewaktu-waktu menuntut korban, kalau tidak diberi makan di sungai ini .
Sebuah jembatan yang dibangun di Sungai Nyirih oleh seorang pengusaha Kumai, Haji Duhak,
hilang tanpa meninggalkan bekas apa pun. Inilah bukti dari ‘kejayaan’ penjaga Sungai Nyirih.
Padahal bahan-bahan pelabuhan ini terbuat dari kayu ulin dan ditancapkan dengan
menggunakan alat-alat modern. Saya sudah mengingatkan Haji Duhak agar meminta ijin
kepada ‘penjaga’ di sana dengan menghubungi keluarganya (lokal: penggaduh) yang ada di
Kumai Hulu, namun karena ia merasa sudah seorang haji, maka ia tidak percaya dengan hal-hal
seperti itu. Ia mengganggap itu hanya mengada-ada saja. Tapi setelah kejadian yang di luar
akal manusia itu, Haji Duhak pun akhirnya percaya. Sewaktu ia akan membangun pelabuhan
kedua, di sebelah hilir pelabuhan yang hilang ini , ia terlebih dahulu meminta ijin kepada
penggaduh buaya. Penggaduh tadi mengadakan ritual perijinan kepada buaya dengan ritual
sebagai berikut: wadai-wadai aneka warna, telur, rokok, dan kembang, bahan-bahan ini
kemudian dimasukkan ke dalam ancak (tempat sesajen). Barang-barang sesaji ini kemudian
dibawa oleh penggaduh ke muara Sungai Nyirih dan di sana ia membaca mantera khusus yang
intinya memanggil dan meminta ijin kepada buaya tadi agar mengijinkan Haji Duhak
membangun pelabuhan di sini. Ajaib! Setelah ritual ini diselenggaran proses
pembangunan pelabuhan di muara sungai ini berjalan lancar dan sekarang sudah
beroperasi untuk bongkat muang barang…Kejadian seperti ini memang sulit dipercaya oleh
orang lain, namun saya percaya memang ada buaya di sana, apalagi saya sendiri masih
keluarganya. Jadi, tidak kita bisa begitu saja menafikan hal-hal semacam ini. Ia ada karena
diciptakan oleh Pencipta ”
Selain cerita-cerita di atas, orang Kumai juga meyakini bahwa makhluk-makhluk
halus ini berperan penting dalam menjaga Kumai. Kepercayaan ini dapat dilihat dari
penuturan Pak Anang (45). Menurutnya, Kumai ada penjaganya. Sungai-sungai di Kumai
ada penjaganya. Benua
ini dijaga oleh empat makhluk halus, yang tersebar di empat
penjuru Kumai: utara-selatan-timur-barat. Mereka inilah yang menjaga keamanan
masyarakat di sini. Karena itu, setiap tahun haruslah diadakan ritual nyanggar dan
babarasih
(membersikan) benua agar makhluk-makhluk tidak mehawur (mengganggu dan
membuat kerusakan)
Seorang informan bernama Pak Dullah mengaku memiliki gambaran Datu Buaya
yang bernama Datu Bolang. Adanya makhluk halus yang disebut Datu Buaya itu memang
ada. Saya sendiri memiliki Datu Bolang. Kisahnya sebagai berikut: “Waktu almarhum
kayiku, Haji Muhammad Yusuf lahir, beliau lahir kembar dengan bayi buaya. Bayi buayanya
lahir pertama baru disusul beliau. Lalu dipelihara di sungai. Ketika almarhum kakekku masih
hidup, beliau inilah yang dengan setia merawat saudara kembarnya itu. Kalau beliau dan
keluarga mau mengadakan ritual , seperti perkawinan, khitanan, dan lain-lain, selalu
mendatangi buaya ini dan memberitahukan maksud keluarga. Kalau saudara kembar buaya
ini tidak diberitahu, maka ia akan mengganggu. berdasar pengalaman saya, biasanya
buaya ini merasuk kepada salah seorang keluarga yang masih satu garis keturunan dengan
kakekku. Seseorang yang dirasuki buaya ini akan kesarungan (kesurupan) dan berperilaku
seperti buaya. Tubuh yang dimasuki buaya ini kekuatannya berlipat ganda seperti
kekuatan buaya, sehingga kalau dipegang beberapa orang saja tidak kuat. Anehnya, orang
yang kesarungan tadi meskipun dibacakan ayat-ayat al-Qur’an tidak mempan. Suatu
kesempatan, ada keluarga saya yang sedang beselamatan (kenduri) untuk sebuah acara, tapi
tidak memberitahu buaya ini. Ia marah dengan menyakiti salah seorang keluarga saya.
“Kalau sudah ada bukti-buktinya apakah kita tetap tidak mempercayainya? Kalau saya
pribadi tetap mempercayai adanya karena ia adalah gambaran bukan makhluk asing yang
menggampiri keluarga saya. Meskipun begitu ada juga keluarga saya yang agamanya kuat
tidak mempercayai ini. Tapi daripada bertengkar tidak karuan, lebih baik kami
selenggarakan aja memberinya makan tanpa sepengetahuannya.” Di lain kesempatan, Pak
Dullah juga menuturkan pengalaman yang pernah dialaminya.
“Zaman aku halus, pas handak menutup lelongkang kulihat ada ular. Kuambilam kayu kupukul
ke ular, mati ularnya. Kubuanglah di tumpukan pohon buluh. Kada berapa kemudian umaku
sakit. Mata sidin tecagat ke atas. Habis maghrib, habis sidin sembahyang, tediam sidin.
Kukiyawai keluargaan. Lalu umaku tadi besuara dan menunjukku ke arah aku: “Aku neh Datu
Bolang. Iniam yang memukul anak cucu kami, ular. Ularnya mati dan dibuang ditimbunan
pohon buluh.” Kuakui, bujuram omongan sidin toh. Lalu inya handak berikit dengan umaku.
Kada jar keluarga yang lain. Sidin sudah sembahyang segala macam, kena teganggu sidin.
Akhirnya ada keluarga Bang Durahman yang menyanggupi. Jadi sidin tuam yang
memeliharanya. Sampaiam ke anak cucu sidin…Jadi kalau ada acara keluarga, misalnya
bekawinan, besunatan, diambilam banyu di laut toh lapaikenam. Kada peapaam. Itumabah
permintaannya toh” (Wawancara, 19-07-2008).
“Waktu aku kecil, ketika mau menutup jendela kulihat ada seekor ular. Kuambil kayu,
kupukulkan ke ular tadi dan ia pun mati. Kubuang ditumpukkan pohon bambu. Tidak berapa
lama kemudian, ibuku sakit. Matanya terbelalak menatap langit-langit rumah. Habis magrib,
habis sembahyang magrib beliau terdiam. Kupanggil keluargaku. Lalu ibuku tadi berkata dan
menunjuk ke arahku: ‘Aku ini Datu Bolang. Dia ini yang memukul anak cucu kami, ular.
Ularnya mati dan dibuang ditumpukkan pohon bambu.’ Aku mengakui, betul apa yang
dikatakan beliau. Lalu ia mau menempel pada ibuku. Tapi keluarga yang lain tidak mau dengan
alasan ibuku sudah melaksanakan sembahyang sehingga tidak layak memelihara makhluk
seperti itu. Akhirnya, Bang Durahman yang menyanggupi. Jadi beliau itulah yang
memeliharanya sampai ke anak cucunya. Jadi kalau ada acara keluarga, misalnya perkawinan,
khitanan, diambilkan air di laut lalu dicipratkan kepada yang mau menikah. Tidak akan terjadi
apa-apa. Cuma itu saja permintaannya.”
Menurut Pak Dullah, buaya ini dapat memberikan bantuan kepada keluarga yang
memeliharanya. Ketika salah seorang keluarganya yang sedang berlayar tenggelam gara-gara
menabrak batu senggora di laut. Waktu itu hampir saja ditenggelamkan kalau tidak
memandang anak cucunya. Rupanya, pemilik kapal ini tidak percaya dan tidak peduli
dengan buaya ini sehingga ia marah.
Dari pendapat informan di atas dapat digarisbawahi bahwa Datu Buaya menempati
posisi khusus dalam alam pikiran varian Awam dan Hakekat. Ia adalah bagian dari sejarah
kehidupan mereka sendiri, dalam pengertian bahwa makhluk halus ini harus
diperlakukan dengan baik, dihormati dengan memenuhi kebuPencipta hidup mereka. Bentuk
perlakuan dan penghormatan ini disimbolisasikan dengan beselamatan, yakni sebuah
ritual adat yang di dalamnya berisi doa dan sesaji yang dipersembahkan kepada Datu
Buaya. Persembahan ini adalah simbolisasi hubungan yang erat antara dunia yang lahir
(manusia) dengan dunia yang gaib (Datu Buaya). Dalam hubungan ini, jika salah satu
“mengkhianati”, maka akan terjadi disharmonisasi yang ditandai dengan gangguangangguan atau kekacauan baik dalam lingkup kecil maupun lingkup besar.
Urang Gaib: Sungai Kalap : Sungai Kalap
Istilah lain yang hidup dalam alam pemikiran orang-orang Kumai adalah urang gaib.
Urang gaib ini seperti manusia, yang memiliki tatanan kemasyarakatan. Mereka
memiliki pemerintahan, bangunan-bangunan megah, jalan-jalan raya, pasar, dan lain
sebagainya. Yang membedakan mereka dengan manusia secara fisik terletak pada bagian
bawah hidung yang tidak memiliki garis. Selain itu, mereka memiliki kelebihan dapat
menyerupai manusia dan bergaul dengan manusia. Mereka dapat melakukan transaksi bisnis
dengan manusia. Sedangkan tempat urang gaib ini terletak di Sungai Kalap.
Menurut penuturan Pak Ijun, Sungai Kalap64 dihuni oleh urang gaib. Salah satu cerita
yang paling populer dan dipercaya sebagai kenyataan adalah adanya seorang dealer sepeda
motor dari Jakarta yang ingin menagih sisa pembayaran yang tinggal separohnya. Ia
mengaku memperoleh cerita ini dari Pak Samad.
“Ada seseorang yang bercerita langsung kepadaku, namanya Ijum. Menurutnya ceritanya, ada
orang dari Jakarta datang ke Kumai dan mencari Kampung Kalap. Kata orang Jakarta ini ,
ada orang Kalap membeli sepeda motor, namun baru dibayari separohnya dan saya disuruh
datang ke Kalap mengambil kekurangannya. Ijum tadi keheran-heranan, karena
sepengetahuannya, Kalap itu adalah hutan belantara. Tapi, tetap saja orang Jakarta tadi tidak
percaya dengan keterangan Ijum. Lalu Ijum pun mengajak orang tadi dengan sepedamotornya.
Sesampainya di Kalap, orang Jakarta ini keheran-heranan dan hampir tidak percaya
bahwa hutan yang dilihat dengan mata kepalanya adalah Kalap. Menurut bayangannya waktu
di Jakarta Kalap itu sebuah kelurahan atau kecamatan, namun nyatanya hanyalah himpunan
pohon-pohon. Di tengah-tengah keheranannya itu muncul sebuah amplop persis di dekat
kakinya. Ia pungut amplop itu dan membukanya: “Utang segera kami lunasi.” Sesudah
membaca isi surat ini , orang Jakarta tadi mengajak Ijum pulang ke hotel di Pangkalan
Bun. Belum lama ia duduk, ada telepon dari bosnya di Jakarta yang memberitahukan bahwa
utang orang Kalap sudah dilunasi dan ia segera harus segera kembali ke Jakarta” (Wawancara
dengan Pak Ijun, 19-07-2008).65
Cerita-cerita lain menyebutkan, orang-orang yang memancing di Sungai Kalap sering
menyaksikan adanya pertunjukan musik di sini. Pak Hanafiyah (36) pernah mengalami
sendiri ketika ia sedang memancing di sungai ini . Ia mendengar pertunjukkan musik
dangdut dengan menyanyikan lagu-lagu Rhoma Irama. Ia terheran-heran dengan kejadian
itu, karena ia tahu persis ketika berlabuh untuk memancing di situ yang tampaknya hanyalah
hamparan pohon-pohon bakau, namun tiba-tiba ada pertunjukkan musik.
Catatan lapangan kami memperlihatkan, di sekitar Sungai Kalap ada sebuah
pancuran air, udara di sini agak dingin dan sedikit bernuansa mistis. Di sudut-sudut pancuran
ada ancak (tempat sesajen) yang berisi wadai apam (roti khas Kumai), rokok selinting
(sebatang rokok berasal dari tembakau dan dibungkus dengan daun kelapa muda), dan sebiji
telur ayam kampung matang. Sesajen ini diberikan kepada makhluk gaib penghuni
Sungai Kalap.
Bersahabat dengan Makhluk Halus Bersahabat dengan Makhluk Halus
Masih berkaitan dengan makhluk halus adalah persahabatan antara manusia dengan
makhluk ini . Kepercayaan lokal menyatakan adanya kemungkinan manusia bersahabat
dengan makhluk halus. Makhluk halus yang dapat dijadikan sahabat adalah hantu laut.
Disebut hantu laut, karena makhluk ini hidupnya di laut dan mereka memiliki seorang
pemimpin utama mereka yang bernama Raja Hantu Laut. Raja ini menguasai laut Jawa dan
memiliki istana di sebuah tempat tidak jauh dari bibir pantai pesisir Kumai.
Seorang informan, Pak Barmawi menjelaskan, pernah ada seorang pengusaha China
yang akan menurunkan perahu dagangnya dari daratan ke lautan mengalami kesulitan.
Perahu tidak beranjak dari tempatnya meski telah ditarik dengan 3 buah kapal takbot.
Bahkan tali-tali penarik yang berukuran sebesar lengan orang dewasa putus. Akhirnya
diputuskanlah untuk memanggil Kayi Tabri, seorang yang dianggap bersahabat dengan
makhluk halus (bahasa lokal: sahabat hantu laut). Ia memberikan sesaji berupa nasi kuning,
telur ayam kampung, rokok kelinting, dan asap menyan, kemudian beliau menepuk bagian
buritan perahu. Luar biasa! Perahu ini bergerak dengan sendirinya tanpa perlu ditarik
dengan kapal takbot.
Kejadian serupa pada tahun 2007, ketika KM. Dharma Kencana II mau meninggalkan
Pelabuhan Panglima Utar (Kumai) pada jam 19.00. Meski nahkoda kapal telah mengerahkan
tenaga mesin maksimal yang ditandai dengan asap mengepul-ngepul hitam, namun kapal
tetap tidak bisa bergerak. Setelah berlalu selama kurang lebih 2 jam, maka ada petugas
pelabuhan yang memberikan sesaji berupa nasi kuning, sebiji telur ayam kampung, dan
sebatang rokok kelinting, lima menit kemudian kapal ini seperti didorong ke laut, dan
akhirnya KM Dharma Kencana II dapat berlayar ke Pulau Jawa dengan selamat.
Masih menurut Pak Barmawi, orang yang bersahabat dengan Raja Hantu Laut akan
memberikan manfaat bagi tuannya: [1] Raja Hantu Laut ini akan memberitahu tuannya
kalau kematian sudah tiba saatnya; [2] membantu dalam pelayaran, sehingga gelombang se-
besar apa pun tidak akan mampu menenggelamkan kapal; dan [3] membantu dalam menangkap ikan. Orang yang bersahabat dengan hantu laut dapat dimintai bantuannya dalam
menangkap ikan. Orang lain tidak dapat tangkapan ikan, orang yang bersahabat dengan hantu
laut sebentar saja memasang pukat (jaring) atau memancing akan dapat ikan yang banyak.
Kalau kita melihat ada buih di laut jangan ditegur, karena itu adalah Raja Hantu Laut sedang
menampakkan dirinya. Kalau berani menegur serta merta sakit perut dan sakit-sakit lainnya.
Kepercayaan varian Awam dan Hakekat terhadap jenis-jenis makhluk halus/gaib
selain disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi yang bertugas menjaga “dunia” Kumai
dan dapat bersahabat dengan mereka, merepresentasikan adanya pengaruh-pengaruh lama ke
dalam keislaman mereka saat ini. Meskipun demikian, mereka meyakini bahwa makhlukmakhluk ini adalah ciptaan Pencipta dan berada di bawah kendali-Nya. Jadi bukan
makhluk-makhluk dalam pandangan Tylorian dan juga sebagaimana didefinisikan oleh
Seymour-Smith (1990: 12-13), yang berpendapat bahwa ‘ruh’ atau ‘hidup’ dalam fenomena
alam yang merupakan entitas tersendiri atau memiliki kekuatannya sendiri. Selain itu, bagi
kedua kelompok ini , adanya makhluk gaib dianggap sebagai konsekuensi logis dari
adanya makhluk fisik. Tidak ada makhluk yang merupakan entitas yang berdiri sendiri atau
memiliki kekuatan sendiri. Manusia sekalipun, dengan kekuasaan Pencipta , tidak dapat
mengendalikan sesama makhluk serta kekuatan semacam itu.
Implikasi dari kepercayaan di atas, Awam dan Hakekat setidaknya memiliki dua keyakinan. Pertama, bahwa posisi makhluk gaib tidak sebanding dengan kekuasaan Pencipta .
Kedua, tidak ada karakter kePencipta an lain atau hak bagi satupun makhluk halus untuk
diperlakukan seperti Pencipta . Dalam kenyataannya, keyakinan akan adanya makhluk halus
bukan monopoli tradisi tertentu seperti animisme, melainkan juga satu ciri banyak tradisi,
termasuk Islam dan Kristen. Jika referensi ajaran Islam diperlukan di sini, ada sebuah ayat alQur’an (QS. al-Baqarah/2: 2-3), misalnya, yang menyebutkan bahwa orang-orang beriman
adalah mereka yang percaya, antara lain, kepada yang gaib, dan ini secara pasti termasuk
makhluk halus. Bertolak dari sini, kepercayaan Awam dan Hakekat akan makhluk halus
tetaplah dalam koridor ajaran al-Qur’an dan Hadis. Yang membedakan adalah dikenalnya
beberapa istilah lokal yang seolah-olah di luar keterangan dua sumber utama Islam ini .
Fenomena seperti ini ditemukan juga dalam tradisi-tradisi lokal lain, seperti di Jawa dan
daerah-daerah lain di Kalimantan yang mengenal beberapa istilah makhluk-makhluk halus
dengan peran dan fungsinya masing-masing (lih. Tabe Tabel IV.1 Tabel IV.1. dan Tabel IV.2 l IV.1 Tabel IV.2 Tabel IV.2)
Melihat peran dan fungsi makhluk halus lokal seperti diuraikan di atas, tampak sekali
keberadaan makhluk-makhluk ini diakui sebagai ada dan hidup berdampingan dengan
masyarakat lokal yang bertugas untuk melindungi dan menjaga Kumai.
Kepercayaan di atas kemungkinan merupakan sisa-sisa dari kepercayaan lama yang
masih terpelihara dalam memori Awam dan Hakekat dan ketika Islam dianut tidak serta
merta menghapuskan kepercayaan lama ini . Merujuk penelitian yang dilakukan Radam
(2001) terhadap religi Orang Bukit, disebutkan bahwa Orang Bukit membagi diri manusia
ke dalam tiga oknum, yakni Raja Umbayang, Limbagan (Diri Nyata) dan Dangsanak Ampat
(Saudara Empat).66 Ketiga oknum diri manusia ini adalah satu kesatuan yang tak
terpisahkan; ke mana pun Limbagan, ke sanalah Raja Umbayang dan Dangsanak Ampat.
Namun demikian, Limbagan lebih banyak dipengaruhi dan ditentukan gerak-geriknya oleh
kedua oknum ini . Raja Umbayang, sebagai saudara yang tertua yang tinggal di dasar
tiang langit dipandang berperan mengarahkan kehidupan Limbagan. Dia merupakan sumber
teladan buruk dan baik, dengan kata lain, sumber kelakuan moral dan etik. Raja Umbayang
diidentifikasikan sebagai tinggal di langit, memiliki sifat Bapang dan memiliki
kemampuan menaklukkan, kelaki-lakian dan perkasa.
Dangsanak Ampat, yang merupakan saudara Limbagan lainnya tinggal di hamparan
bumi paling bawah, berperan memeliharanya. Dia merupakan sumber aktivitas dan kasih
sayang. Dia berkemampuan memanaskan dan mendinginkan Limbagan. Dia memberi
keseimbangan. Sementara itu, Raja Umbayang dipandang sebagai sumber inspirasi dan
Dangsanak Ampat sebagai sumber aktivitas dan kreativitas. Keduanya disebut Dangsanak
Lima (Radam, 2001: 186-188).
Skema Diri Manusia Skema Diri Manusia
Dangsanak Lima ini dapat dikatakan guardian spirit perorangan (lih. James,
1961: 488-491). James mengartikannya sebagai roh pemelihara, penjaga atau pengawas
seseorang dan atau objek-objek tertentu. Salah satu asal-usul roh pelindung itu seperti
selaput atau “baju” tembuni (camariah), tali pusat (uriah). Air tuban, yakni air pelicin
keluarnya bayi dari rahim ibu (tubaniah), juga merupakan saudara manusia yang menjadi
pemelihara dan penolong yang bersangkutan di samping plasentanya (tambuniah) sendiri.
Diyakini bahwa bila keempat saudara manusia itu menjauhkan diri dari jasmani yang
bersangkutan, maka anak atau orang yang bersangkutan akan sakit atau ditimpa
marabahaya.
Keyakinan akan adanya guardian spirit ini telah dicatat oleh G. P. Murdock
(1961) ada pada berbagai masyarakat bersahaja. Di kalangan masyarakat Aranda di
Australia Tengah roh pelindung itu disebut churinga; di masyarakat Samoa Pasifik dikenal
dengan nama genii, yakni kelompok roh pelindung rumah tangga. Pada masyarakat Indian
Inka di Peru, roh pelindung itu digolongkan ke dalam huauqui yang berarti saudara, yakni
roh pelindung perorangan, dan pacarina, yakni roh pelindung sekalian orang; dan pada
masyarakat Dahomei di Afrika Barat roh pelindung itu adalah roh nenek moyang yang karena keinginan agar namanya abadi diangkat menjadi djoto atau roh pelindung bagi setiap
orang sepanjang hidup yang bersangkutan. Pada masyarakat Trunyan roh pelindung itu
disebut Nyama Pat, yang berfungsi melindungi jasad manusia dan memberikan tambahan
tenaga hidup (Danandjaja, 1980: 328-329).
Uraian di atas mungkin hanyalah mitos-mitos belaka, namun sebagaimana dikatakan
oleh Nurcholish Madjid (1995: 210), bahwa manusia, baik sebagai perorangan maupun
sebagai kolektifa, tidak dapat hidup tanpa mitos dan mitologi. Pengertian “mitos” seperti
dikembangkan oleh para ilmuwan sosial, khususnya para antropolog, adalah sebagai suatu
yang diperlukan manusia untuk mencari kejelasan tentang alam lingkungannya, juga sejarah
masa lampau-nya. Dalam pengertian ini, “mitos” menjadi semacam “pelukisan” atas
kenyataan-kenyataan (yang tidak terjangkau, baik relatif maupun mutlak) dalam format
yang disederhanakan sehingga terpahami dan tertangkap oleh orang banyak. Hanya melalui
suatu keterangan yang terpahami ini maka seseorang atau masyarakat dapat memiliki
gambaran tentang letak dirinya dalam suasana kosmis, kemudian berdasar gambar itu ia
pun menjalani hidup dan melakukan kegiatan-kegiatan. Selanjutnya, Madjid mengatakan:
“Dalam pengertian ini terkandung pandangan kenisbian tafsiran tentang mitos, yaitu bahwa
setiap mitos betapapun itu salah, memiliki faedah dan kegunaannya sendiri. Kaum
fungsionalis di kalangan para ilmu sosial menganut pendapat serupa itu. Fungsi mitos dan
motologi ialah untuk menyediakan rasa makna hidup yang membuat orang bersangkutan tidak
akan merasa bahwa hidupnya akan sia-sia. Perasaan bahwa hidup ini berguna dan bertujuan ini
lebih tinggi daripada pengalaman keseharian merupakan unsur amat penting dari kebahagiaan,
juga merupakan tonggak ketahanan fisik dan mental. Dengan adanya keinsafan akan sesuatu
makna dalam hidup seseorang akan mampu bertahan dalam kepahitan pengalaman hidup nyata
karena ia berdasar makna hidup yang diyakininya itu, selalu berpengharapan untuk masa
depan. Oleh karena itu, makna hidup adalah juga pangkal harkat dan martabat manusia.
Seperti dikatakan orang: Harkat manusia terletak pada pandangan bahwa hidupnya itu
bagaimanapun juga berguna. Kita bersedia menanggung kepedihan, deprivasi, kesedihan, dan
segala derita, jika semuanya itu menunjang suatu tujuan, daripada memikul beban hidup tak
berarti. Lebih baik menderita tanpa makna”...Pengertian mitos semacam ini, menjadi sama
dengan perlambang, alegori (majaz) atau simbol (rumuz jamak dari rumz). Sebab, sama dengan
mitos, simbol pun (seperti bendera negara dan panji-panji), mewakili suatu kenyataan yang
jauh lebih besar dan kompleks, yang oleh simbol itu disederhanakan sehingga mudah
ditangkap maksud dan tujuannya, mungkin juga nilainya (dalam suatu peperangan yang
melibatkan masalah atau mati, seseorang dapat tergugah luar biasa semangatnya hanya karena
melihat bendera negara atau golongannya dikibar-kibarkan). Oleh karena itu, sama dengan
simbol, mitos tidak dapat diberi makna harfiah, sebab setiap pemberian makna harfiah akan
membuat persoalan menjadi tidak masuk akal (misalnya, adalah tidak masuk akal bawa
seseorang bersedia mati semata-mata untuk atau demi secarik kain yang kebetulan berwarna
atau bergambar tertentu, yaitu bendera; sebaliknya, adalah masuk akal bahwa ia bersedia mati
“di bawah” bendera berupa secarik kain itu, karena ia memahami bahwa “di balik” bendera
atau lambang itu ada kenyataan atau makna yang besar dan sangat berarti bagi diri dan
masyarakat, seperti negara atau agama” (Madjid, 1995: 211).
Dalam penafsiran ilmu antropologi tentang mitos dan mitologi, terkait kenisbian
makna sesuai dengan kelompok masyarakat yang mendukungnya. Sebagai penyederhanaan
keterangan tentang kosmos dan sejarah, mitos memiliki fungsi memasok masyarakat dengan
kesadaran makna dan tujuan hidup yang amat penting. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa sistem mitologi dan bentuk-bentuk
tertentu (Madjid, 1995: 214-219). Dengan demikian, masyarakat lokal sering kali tidak
mempersoalkan apakah mitos-mitos itu memang benar-benar ada atau tidak. Bagi mereka,
mitos berarti suatu cerita yang benar, dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling
berharga (Daeng, 2000: 16).
Menurut Dhavamony (1995: 150), mitos dalam kaitannya dengan agama, menjadi
penting bukan semata-mata memuat kejadian-kejadian ajaib atau peristiwa-peristiwa
mengenai makhluk-makhluk adikodrati, melainkan karena mitos ini memiliki fungsi
eksistensial bagi manusia. Fungsi ini secara lebih gamblang dikemukakan oleh Malinowski
sebagai berikut:
“Dalam peristilahan antropologi, ini berarti bahwa mitos atau cerita-cerita suci harus
dirumuskan menurut fungsinya. Mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan
kepercayaan tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu ritual atau ritus, atau
sebagai model tetap dari perilaku moral ataupun relijius. Karenanya, mitologi atau tradisi suci
dari suatu masyarakat adalah kumpulan cerita yang terjalin dalam kebudayaan mereka, yang
menyuarakan keyakinan mereka, menentukan ritus mereka, yang berlaku sebagai peta
peraturan sosial maupun sebagai model tetap dari tingkah laku moral mereka. Setiap mitos
tentu saja memiliki isi literer karena selalu berbentuk narasi. Akan namun , narasi ini bukan
sekedar dongeng yang menghibur ataupun pernyataan yang diberikan kepada penganut agama.
Mitos adalah cerita sejati mengenai kejadian-kejadian yang bisa dirasa telah turut membentuk
dunia dan hakikat tindakan moral, serta menentukan hubungan ritual antara manusia dengan
penciptanya, atau dengan kuasa-kuasa yang ada” (Malinowski, 1967: 286).
Pelanggaran terhadap mitos dapat berakibat yang tidak baik bagi pelanggarnya,
seperti dalam kasus seorang pengusaha yang mencoba membangun pelabuhan di Sungai
Nyirih yang gagal total. Pelabuhan yang dibangun dengan bahan-bahan yang kokoh ini
hanyut dibawa oleh makhluk halus yang menghuni lokasi ini . Kejadian ini diyakini
betul oleh masyarakat Kumai, akibatnya—hingga saat penelitian lapangan peneliti—tidak
ada yang berani membangun pelabuhan di sungai ini .
C.C. C. C. KEPERCAYAAN KEPADA KEHI KEPERCAYAAN KEPADA KEHI KEPERCAYAAN KEPADA KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN DUPAN SETELAH KEMATIAN DUPAN SETELAH KEMATIAN
Yang bertalian dengan akhir hidup manusia dan dunia adalah tentang kehidupan
setelah mati. Konsep ini termasuk Rukun Iman, mencakup tanda-tanda kematian, prosesi
interogasi oleh Munkar dan Nakir, pemberian pahala dan siksa sejak di alam kubur hingga
Hari Berbangkit, Hari Berbangkit untuk Pengadilan Akhir, pemberian syafa`at (keringanan)
untuk orang beriman; penitian melewati s}ira>t} menuju ke kehidupan kekal di alam baka (di
surga atau neraka).
C.1. Tanda C.1. Tanda Tanda----tanda Kematian: Varian tanda Kematian: Varian Nahu Nahu
Kematian adalah keyakinan, karena ia merupakan sesuatu yang pasti, tidak disertai
secuil keraguan pun. Kematian ibarat anak panah lepas dari busurnya, akan terus mengejar
sasarannya. Begitu ia mengenai sasaran, saat itu pula kematian yang ditujunya tiba.
Kecepatan anak panah itu jauh melebihi kecepatan melaju makhluk hidup, sehingga
betapapun kencang ia berlari, dan sekukuh apa pun benteng perlindungannya, anak panah
pasti menemuinya (Shihab, 2008: 13).
Begitu pentingnya pengetahuan tentang kematian, Bapak Drs. Ramdan, seorang
Kepala Madrasah Aliyah I Kumai, pernah mengulas panjang lebar mengenai topik ini dalam
sebuah kesempatan khutbah Jumatnya di masjid Kumai. Peneliti kebetulan diberikan copy
dari teks khutbah Pak Ramdan. Berikut kutipannya:
“Pencipta s.w.t telah menetapkan bahwa setiap yang pernah merasakan hidup pasti akan mati dan
tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menghindar atau lari dari kematian, bahkan jika
kematian sudah ditetapkan oleh Pencipta untuk seseorang, maka kematian itu yang akan
mendatanginya. Simaklah firman-firman Pencipta berikut ini: Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan (QS. al-Ankabu>t/29:
57). Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi
berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah:
"Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar" (QS. A<li Imra>n/3: 168).
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh (QS. an-Nisa>/4: 78). Kami Telah menentukan kematian di
antara kamu dan kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan (QS. al-Wa>qi‘ah/56: 60).
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Pencipta ), yang
mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan" (QS. al-Jumu‘ah/62: 8).
Bagi orang yang beriman, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan. Karena melalui
kematian itulah ia dapat bertemu dengan Pencipta . Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah Saw
bersabda: Barang siapa yang suka bertemu dengan Pencipta , maka Pencipta suka menerimanya dan
barang siapa yang tidak suka bertemu dengan Pencipta , maka Pencipta juga tidak suka menerimanya.
Seorang mukmin ketika didatangi kematian ia akan merasa gembira, karena pada saat itu ia
merasa diridhai oleh Pencipta dan akan mendapat surga-Nya. Karenanya, ia lebih suka segera mati
dan menerima limpahan rahmat-Nya. Sebaliknya, bagi orang kafir, kematian itu sangat
ditakutinya. Apalagi saat detik-detik kematian tiba, ia menyaksikan siksa Pencipta diperlihatkan
di depan matanya dan pasti akan menerimanya setelah kematian. Untuk itulah ia menangis dan
tidak suka mati. Selain itu, Pencipta juga menjauhkannya dari rahmat-Nya.
Jika ajal seseorang telah tiba dan manusia siap memasuki alam gaib, Pencipta mengutus
malaikat maut untuk mencabut roh yang mengatur dan menggerakkan badan. Pencipta berfirman:
Dan Dialah yang memiliki kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya
kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang
di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu
tidak melalaikan kewajibannya (QS. al-An‘a>m/6: 61).
Sebuah riwayat tentang keadaan seseorang ketika kematian menjemputnya. Nabi s.a.w.
bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin jika akan meninggalkan dunia dan menghadapi
akhirat (akan mati), turun kepadanya Malaikat yang putih-putih wajahnya bagaikan matahari,
membawa kafan dari surga, kemudian duduk di depannya sejauh pandangan mata
mengelilinginya. Disusul malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya dan memanggil:
“Wahai ruh yang tenang, keluarlah menuju pengampunan Pencipta dan rida-Nya.”
Nabi s.a.w. bersabda: “Maka keluarlah ruhnya mengalir bagaikan tetesan mulut kendi ( tempat
air), langsung diterima, dan langsung dimasukkan dalam kafan dan dibawa keluar semerbak
harum bagaikan kasturi yang terharum di atas bumu, lalu dibawa naik. Ketika melewati
rombongan Malaikat, mereka bertanya: “Ruh siapakah yang harum ini?” Dijawab: “Ruh Fulan
bin Fulan; sehingga sampai ke langit, dan di sana dibukakan pintu langit, dan disambut oleh
penduduknya dan pada tiap langit diantar oleh Malaikat muqarrabu>n (malaikat-malaikat yang
dekat dengan Pencipta ), dibawa naik ke langit yang atas hingga sampai ke langit ketujuh. Pencipta
pun berfirman: “Catatlah bukunya di ‘illiyyin, dan kembalikan ia ke bumi sebab darinya Kami
jadikan, dan di dalamnya Aku kembalikan dan darinya pula Aku akan keluarkan pada saatnya.”
Kembalilah ruh ini ke dalam jasadnya di dalam kubur, kemudian datang kepadanya dua
malaikat untuk menanyainya: “Siapa Pencipta mu?” Maka dijawab: “Pencipta Pencipta ku.” Ditanya
lagi: “Apa agamamu?” Dijawab: “Agamaku Islam.” Dan ditanya lagi: “Bagaimana
pendapatmu terhadap orang-orang yang diutus di tengah-tengah kamu itu?” Dijawab: “Aku
membaca Kitab Pencipta lalu aku percaya dan membenarkannya.” Setelah itu terdengarlah suara:
“Hamba-Ku benar, berikan padanya hamparan dari surga serta pakaian surga dan bukakan
untuknya pintu yang menuju ke surga supaya ia mendapat bau dan hawa surga. Lalu
diluaskanlah kubur orang tadi seluas pandangan mata kemudian datang kepadanya seorang
bagus wajahnya dan harum baunya sambil berkata: “Terimalah kabar gembira, ini saat yang
telah dijanjikan Pencipta kepadamu.” Orang tadi bertanya: “Siapakah Anda ini?” Dijawab: “Aku
adalah amalmu yang baik.” Orang tadi pun memohon kepada Pencipta : “Ya Pencipta ku, segerakan
datangnya hari kiamat agar aku dapat dengan segera bertemu keluargaku dan kawankawanku.”
Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Adapun hamba yang kafir, jika akan meninggalkan dunia dan
menghadapi akhirat, akan turun kepadanya Malaikat dari langit yang hitam mukanya dengan
pakaian serba hitam; ia duduk di mukanya sejauh pandangan mata, disusul kemudian malaikat
maut dan duduk di samping kepalanya, dan berkata: “Hai ruh yang jahat, keluarlah menuju
murka Pencipta dan dan kemarahan-Nya”, maka tersebar di semua anggota tubuhnya, dan ruhnya
dicabut bagaikan mencabut besi dari bulu yang basah. Terputus semua urat dan ototnya, dan
ruh ini dimasukkan ke dalam kain hitam, dan dibawa dengan bau yang sangat basin
bagaikan bangkai, dan dibawa naik ke langit. Ketika melewati rombongan malaikat, ditanya:
Ruh siapakah yang jahat dan basin ini? Dijawab: Ruh Fulan bin Fulan, dengan sebutan yang
sangat jelek sehingga ketika sampai di langit dunia, pintu minta dibukakan namun tidak
dibukakan untuknya. Kemudian Nabi Saw membaca ayat: Sekali-kali tidak akan dibukakan
bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke
lubang jarum (QS. al-A‘rāf/7: 40).
Kemudian diperintahkan: “Tulislah orang itu dalam sijjin.” Dan dilemparkanlah ruhnya itu
begitu saja, sebagaimana digambarkan dalam ayat: Barangsiapa mempersekutukan sesuatu
dengan Pencipta , maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh (QS. al-H{ajj/22: 40)” (Wawancara, 07-01-2009).
Informan lain menerangkan bahwa sebelum seseorang meninggal, ia sebenarnya akan
menerima tanda-tanda khusus dari Pencipta , khususnya mengenai waktu datangnya kematian.
Tanda-tanda kematian ini merupakan ilmu yang dapat dipelajari oleh siapa saja asal
memenuhi syarat-syarat khusus. Untuk mempelajarinya dibutuhkan waktu khusus dan harus
ada proses baiat. Pak Sapri (50) adalah salah seorang yang telah mempelajari ilmu ini. Ia
mau mengajarkan ilmu ini setelah peneliti bersedia menjadi murid dan dibaiat. 67 Berikut
adalah ilmu tanda-tanda kematian ini .
“Pada waktu insan akan pulang ke rahmatullah, maka Hak Subh}a>nahu wa Ta`a>la Zat yang
Mahamulia, telah memberikan tanda-tanda kepada segala insan, abiya, ulama dan arifbillah.
Tanda yang pertama ialah daripada ujung sulbi bergerak dan naik ke atas dan rasanya seperti
ditusuk dengan jarum dan terus-menerus, ke telinga kanan dan telinga kiri terdengar suara
seperti suara meriam atau suara guntur, rasanya nyeri sekali. Inilah Malaikat Izrail yang
merupakan suatu cahaya yang keluar dari insan, dan pada waktu itu juga kita harus
mengucapkan ‘Ya> Hu>, Ya> Hu>, Ya> Hu>’. Itu adalah suatu tanda empat puluh (40) hari lagi kita
akan kembali ke rahmatullah, dan rasa ini di atas tidak seterusnya.
Beberapa waktu di antaranya keluarlah dari mata kita yang rupanya sangat bagus sekali dan
bercahaya dengan berpakaian hijau dan ia berdiri seketika. Itulah Malaikat Izrail, ia merupakan
cahaya yang keluar dari mata kita, maka pada waktu kita mengatakan ‘H}aqq al-H{aq’ ini adalah
menyatakan tanda yang kedua bahwa kita tujuh (7) hari lagi akan pulang ke rahmatullah. Dan
cahaya hijau ini di atas juga tidak seterusnya.
Akan datang lagi tanda yang ketiga bahwa tiga (3) hari lagi kita akan pulang ke rahmatullah.
Maka keluarlag cahaya yang amat putih dan besarnya bersamaan dengan insan dan berbau
harum sekali, seperti minyak wangi aambar kesturi dan ia berkata, “Akulah yang bernama
cahaya Muhammad.” Dan kita menjawab, “Alhamdulillahi rabbil `alamin.”
Setelah mengetahui bahwa tiga (3) hari lagi kita akan kembali ke rahmatullah, maka kita boleh
meninggalkan pesan kepada anak, istri, dan keluarga yang ada.
Yang terakhir sesudah tiga (3) hari, Pencipta Ta`ala yang Hak dengan tiada terhingga dan
bercahaya penuh sekalian alam semesta ini dengan tiada terhingga serta berfirman, “Akulah
bernama Zat Pencipta yang sebenarnya, bertetaplah, bertetaplah. Akulah bernama Zat Pencipta yang
sebenarnya bertetaplah, bersiaplah engkau pulang ke rahmatullah”; dan disertai pula dengan
rasa yang terlalu nikmat, seperti tidur dengan perempuan yang bersama-sama keluar mani, dan
kelezatannya tidak dapat disamakan dengan makanan, hanya berhimpun dengan kesukaan”
(Catatan Lapangan).
Masih berkaitan dengan kematian ini adalah penjelasan dari Pak Djunaidi.
Menurutnya, saat kematian datang, khususnya ketika roh berada di kerongkongan, maka
pada saat itu ingatan manusia hilang lenyap dan pada saat ini benar-benar berada dalam
kondisi kritis. Ketika itu akan datang dua setan, yang satu di sebelah kanan dan yang
satunya di sebelah kiri. Mereka menawarkan kepada manusia: “Matilah dalam keadaan
beragama Yahudi, karena Yahudi adalah agama terbaik.” Yang satunya berkata, “Matilah
dalam keadaan Nasrani (Kristen), karena Nasrani adalah agama terbaik.” Jika ia orang yang
beriman, ia akan menjawab, “Tidak! Tidak!” Tapi, jika imannya kurang kuat bisa saja ia
terjerumus dan mengikuti tawaran setan (Wawancara, 11-07-2008).
Ketika penulis bertanya kepada Pak Djunaidi, “Mengapa kematian itu harus beragama
Islam?” Menurut Pak Djunaidi, karena Pencipta memang hanya mengakui bahwa agama yang
benar di sisi Pencipta hanyalah Islam, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya agama di sisi
Pencipta adalah Islam”68; dan juga firman Pencipta : “Barangsiapa mencari agama selain Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.”
69
Nah, firman Pencipta ini, tegasnya, telah nyata-nyata hanya
mengakui Islam sebagai agama dunia dan akhirat. Karena itulah ketika manusia berada
dalam detik-detik kematian, setan berusaha memurtadkan manusia agar mati kafir, tidak
beragama Islam.70
C.2. Alam Kubur: Interogasi Munkar dan Nakir C.2. Alam Kubur: Interogasi Munkar dan Nakir Alam Kubur: Interogasi Munkar dan Nakir
berdasar fakta lapangan Bubuhan Kumai—baik Varian Awam, Nahu, dan
Hakekat—meyakini bahwa ketika manusia mati dan kemudian jasadnya dimasukkan ke
dalam kubur, lalu para pengantarnya pulang sejauh tujuh langkah, maka pada saat itu datang
dua malaikat, Munkar dan Nakir, yang bertugas untuk menanyai si mayit. Untuk membantu
si mayit mempersiapkan diri menyongsong datangnya dua malaikat yang akan melakukan
interogasi, maka para pengantar dengan dipimpin oleh seorang tuan guru, mengadakan
prosesi talqin di atas kubur si mayit.
Selama penelitian lapangan, penulis mengikuti prosesi kematian seorang bapak
berusia 70 tahunan yang meninggal karena serangan jantung. Para pelayat (petakziyah)
berdatangan mulai dari keluarga almarhum, teman-teman semasa hidup, sampai para
tetangga sekampung. Sebagaimana seharusnya mayat seorang Muslim diperlakukan, yakni
menunaikan empat kewajiban: memandikan, mengkafani, mensalatkan, dan menguburkan.
Usai menyelesaikan tiga kewajiban, orang-orang mengantarkan jasad almarhum ke
peristirahatan terakhir yang terletak di pemakaman Muslim di Kumai Hilir. Tiba di sini,
prosesi pemakaman dilakukan dan berakhir dengan pembacaan talqin untuk almarhum.
Talkin artinya mendikte, memahamkan atau memberi faham. Sedang yang dimaksud
di sini ialah mendiktekan si mayit yang baru saja dimakamkan untuk menirukan kata-kata
tertentu dari si penuntun. Soal apakah si mayit mendengar atau tidak, bukan masalah kita.
Yang jelas, kalau dilihat dari sisi agama, bila seseorang meninggal, berpisahlah ruh yang
selama hidup menyertainya sehingga putus hubungannya dengan dunia fana ini. Ia tidak
mampu lagi melihat, mendengar, merasa, berpikir, dan bergerak. Akan namun saat jasad
sudah dimasukkan ke liang lahat dan tanah sudah diratakan, datanglah dua malaikat utusan
Pencipta , Munkar dan Nakir, untuk menanyainya. Ruhnya dikembalikan agar si mayit dapat
menjawab pertanyaan malaikat. Dalam hadis diterangkan bahwa si mayit tadi bisa
mendengar suara sandal orang-orang yang pulang sehabis mengantar jenazahnya. Itulah
sebabnya, dia harus diingatkan kembali dengan mentalkinnya: siapa Pencipta mu, apa
agamamu, siapa nabimu, apa kitab sucimu, dan siapa saudaramu? Pada waktu ditalkin
diyakini ia mendengar, dengan harapan “peringatan kembali” ini bisa diterima dan berguna
untuk menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir nanti (Fattah, 2006: 256-257). Abbas (1984,
IV: 78) menambahkan bahwa yang akan memimpin talkin haruslah ulama yang saleh atau
orang tua yang saleh, supaya mantap didengar oleh mayit dan juga oleh hadirin. Yang
membaca talkin sebaiknya duduk dan yang mendengar, yakni para pengantar yang lain,
harus berdiri, namun ketika membacakan tahlil dan doa-doa sebaiknya semuanya duduk.
Tidak boleh hiruk pikuk di atas kuburan, karena suasana saat itu adalah suasana prihatin.
Karena adanya pertanyaan dua malaikat inilah dan demi menolong si almarhum untuk
terakhir kalinya, Tuan Guru Said Budin memberikan bimbingannya kepada si mayat yang
memakan waktu agak lama. Berikut prosesi pentalkinan mayit ini .
“Bism Alla>h ar-Rah}ma>n ar-Rah}i>m, al-h}amdu li Alla>h al-munfaridi bi al- qidami wa al-baqa>’i.
Al-qa>d}i> baina khalqihi bi al-mauti wal fana>’i. Wa qa>la Ta‘a>la kullu syai’in ha>likun illa> wajhahu
lahul-h}ukmu wa ilaihi turja‘u>n. Kullu nafsin z\a>’iqat al-maut. S|umma ilaina> turja‘u>na minha>
khalaqna>kum wa fi>ha> nu‘i>dukum wa minha> nukhrijukum ta>ratan ukhra>. Bism Alla>h, wa bi
Alla>hi wa min Alla>hi wa illa Alla>hi wa ‘ala> millati rasu>lilla>hi s}alla Alla>hu ‘alaihi wassallam.
Haz\a> ma> wa‘darrah}ma>nu wa s}adaqa al-mursalu>n. Inka>nat illa> s}aihatan wa>h}idatan fa iz\a>hum
jami>‘ul-ladaina> muh}d}haru>n. Wahai fulan bin fulan, mudah-mudahan Pencipta memberi rahmat
akan engkau sesungguhnya setelah hilang dari engkau oleh kesenangan dan perhiasan dunia.
Dan sekarang engkau telah berada di dalam satu tempat yang dinamakan dengan barzakh
daripada segala tempat (segala barzakh akhirat). Maka oleh itu janganlah engkau lupakan
perjanjian yang engkau telah bercerai akan kami di negeri dunia. Dan engkau telah berdahulu
dari kami dengan janji itu ke negeri akhirat ialah perjanjian mengucap syahadat: ‘asyhadu an la>
ila>ha illa> Alla>h wa asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h’ yang artinya naik saksi aku
bahwasanya tiada Pencipta yang disembah dengan sebenarnya melainkan Pencipta dan naik saksi
aku bahwasanya Muh}ammad itu pesuruh Pencipta . Maka apabila datang akan engkau oleh dua
orang malaikat yang diwakili Pencipta untuk menanya engkau, dan makhluk yang seumpama
engkau.
Maka janganlah engkau terkejut dan jangan gentar melihat akan dua orang malaikat itu karena
keduanya itu adalah makhluk Pencipta sebagai engkau pun adalah makhluk Pencipta juga. Maka
apabila kedua orang malaikat itu sudah berada di sisi engkau dan menanya engkau dengan
perkataan: siapa Pencipta engkau? Siapa Nabi engkau? Apa iktikad engkau? Dan atas perkataan
apakah engkau ketika mati? Maka jawablah: ‘Pencipta itu Pencipta ku, Muhammad Nabiku, Ahlu asSunnah wa al-Jama>‘ah itu iktikadku, dan kesudahan perkataanku dengan dua kalimah
syahadat, la> ila>ha illa> Alla>h wa asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h. Maka apabila
mengulangi kedua orang malaikat menanya engkau maka jawablah seperti jawaban yang
dahulu tadi. Dan apabila bertanya pula kedua malaikat itu kepada engkau dengan katanya:
siapa Pencipta engkau? Siapa Nabi engkau? Apa agama engkau? Apa imam engkau? Apa kiblat
engkau? Dan siapa saudara-saudara engkau? Maka jawablah dengan lidah yang fasihah dengan
tidak merasa takut sedikit jua pun. Kata oleh engkau: Pencipta Ta‘a>la itu Pencipta ku, Muhammad
itu Nabiku, Islam itu agamaku, Qur’an itu imamku, Baitullah itu kiblatku, sekalian kaum
Muslimin itu saudaraku, Nabi Ibra>hi>m al-Khali>l itu bapaku pada agama dan aku selama hidup
sampai kepada matiku adalah aku berpegang atas makna dua kalimah: la> ila>ha illa> Alla>h wa
asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h, tiada Pencipta yang disembah dengan sebenarnya
melainkan Pencipta , bermula Muhammad itu pesuruh Pencipta . Berpeganglah engkau dengan ini
jawaban.
Dan ketahuilah bahwa engkau bertetap dalam ini tempat hingga sampai hari kiamat. Maka
apabila dikata orang kepada engkau: siapa laki-laki yang dijadikadikan rasul pada kamu dan
pada seluruh makhluk jin dan manusia? Maka engkau kata: ‘Laki-laki itu ialah Nabi
Muhammad yang datang kepada kami dengan membawa petunjuk kepada jalan yang benar.
Maka berimanlah kami dengan dia dan kami mengikut akan dia, dan kami benarkan akan dia
dengan kerasulannya. Maka jika para malaikat itu meninggalkan engkau maka katakanlah:
‘H{asbiya Alla>hu la> ila>ha illa> huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa rabb al- ‘arsyil ‘az}i>m.’
Ketahuilah bahwasanya mati itu sebenarnya. Bertempat di dalam kubur itu sebenarnya.
Pertanyaan dua orang malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur itu sebenarnya. Hidup kedua
kalinya pada hari kiamat itu sebenarnya. Berhitung seluruh amal baik dan amal jahat
sebenarnya. Ditimbang seluruh amal itu sebenarnya. Melalui titian yang dinamakan shirâth almustaqîm itu sebenarnya. Surga sebenarnya. Neraka sebenarnya. Dan bahwasanya hari kiamat
itu sebenarnya dan bahwasanya Pencipta Ta‘a>la akan mengeluarkan seluruh orang yang berada di
dalam kubur. Maka kami tinggalkan akan dikau hal keadaan engkau bersendirian hanya kami
mendoakan kepada Pencipta yang Pengasih lagi Penyayang, mudah-mudahan engkau mendapat
rahmat di dalam kubur ini. Hai Pencipta kami jinakan oleh-Mu mayit itu, karena tidak ada yang
menjinakkan mayit ini hanya Engkau. Dan berilah rahmat akan mayit ini di dalam kuburnya,
karena tidak adalah yang dapat memberi rahmat akan dia melainkan Engkau. Fa anta
arh}amurra>h}imi>n. Wa s}alla Alla>hu ‘ala> sayyidina> Muh}ammadin wa ‘ala> a>lihi was}ah}bihi
wasallama wa al-h}amdu li Alla>hi rabb al-‘a>lami>n” (Catatan Lapangan).71
Bimbingan terakhir bagi mayit di atas dipercaya sangat berguna. Jika tidak diingatkan
melalui talkin dikhawatirkan si mayit lupa dengan “kunci” jawaban ini . Meskipun
mentalkinkan mayit hukumnya sunat, diberi pahala yang mengerjakannya dan berfaedah
untuk mayit yang ditalqinkan (Abbas, 1984, IV: 78), namun bagi Bubuhan Kumai
hukumnya wajib. Artinya, mentalkinkan mayit adalah kewajiban dan meninggalkannya
berarti dosa dan tidak menghargai si mayit dan keluarganya. Sikap seperti ini diungkapkan
oleh Pak Said yang sering bertindak sebagai pentalkin di Kumai. Menurutnya, mentalkin
mayit itu wajib dan tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apa pun, karena ia merupakan
perintah agama dan dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat kemudian dilanjutkan oleh para
ulama.
Dalam ritual talkin sebenarnya adalah ilustrasi bagaimana agama dipahami dan
bagaimana kesadaran keagamaan direvitalisasi. Lewat pengungkapan talkin, pengetahuan
dan keyakinan keagamaan, disadarkan kembali kepada pemeluknya, yakni bahwa kematian
adalah suatu keniscayaan akan dialami manusia dan sekaligus mengingatkan akan adanya
proses pertanggungjawaban perbuatan selama hidup di dunia. Perbuatan baik akan memberi
kemudahan kepada si mayit dalam menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir.
Usai prosesi pentalkinan, para pengantar pulang ke rumah masing-masing, maka
tinggPencipta si mayit seorang diri di kuburnya dan selanjutnya akan diadakan proses interogasi
dua malaikat. Bagaimana proses interogasi kedua malaikat itu berlangsung, Pak Dimansyah
memberikan penjelasannya agak dramatis sebagai berikut:
“Ketika ruh seseorang dikembalikan ke dalam jasadnya di dalam kubur, dan datanglah dua
Malaikat yang mendudukkannya lalu bertanya: “Siapa Pencipta mu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.”
Ditanya lagi: “Apa agamamu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” Ditanya sekali lagi: “Bagaimana
pendapatmu terhadap orang yang diutus ditengah-tengah kamu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.”
Maka, terdengarlah suara seruan dari langit: “Hamba-Ku bohong, hamparkan untuknya dari
neraka dan bukakan baginya pintu neraka. Karena itu terasalah baginya panas hawa neraka,
dan disempitkan kuburnya sehingga terhimpit dan rusak tulang-tulang rusuknya, kemudian
datang kepadanya seseorang yang berwajah jelek dan berbau busuk, sembari berkata
‘sambutlah hari yang sangat jelek bagimu, inilah saat yang telah diperingatkan Pencipta
kepadamu.’ Ia pun bertanya: “Siapakah kamu ini?” Ia menjawab: “Aku adalah amalmu yang
jelek.” Mendengar itu, ia pun berkata: “Ya Pencipta janganlah buru-buru Engkau datangkan hari
kiamat.”
Sebaliknya, jika pertanyaan yang sama diajukan kepada orang yang beriman, niscaya mereka
dapat menjawab semua pertanyaan di atas. Kuburnyan kemudian diperluas hingga 70 hasta
dan ditaburkan padanya bunga-bunga dan dihamparkan sutra, dan bila ia hafal dari al-Qur’an
cukup untuk penerangannya, jika tidak maka Pencipta memberikan kepadanya cahaya penerangan
yang menyerupai penerangan matahari, dan ia dalam kubur bagaikan pengantin baru. Jika
tidur, tidak ada yang berani membangunkan kecuali kekasihnya sendiri. Ketika ia bangun dari
tidurnya itu, ia seperti kurang puas tidurnya. Adapun orang kafir, kuburnya akan dipersempit
sehingga menghancurkan tulang rusuknya dan menembus perutnya. Dikirimkan kepadanya
ular sebesar onta, yang memakan dagingnya hingga habis dan hanya tersisa tulang-belulang.
Kepadanya didatangkan malaikat yang akan menyiksanya. Malaikat ini buta dan tuli dengan
membawa pemukul besi yang langsung dipukulkannya. Malaikat ini tidak mendengar jeritan
kesakitan dari orang ini dan juga tidak melihat keadaan orang yang dipukulnya dengan keras
ini. Karena keadaan Malaikat yang demikian inilah, maka ia sama sekali tidak pernah
memberikan belas kasih kepada orang yang dipukulnya. Setelah itu, orang kafir ini
dihidangkan siksaan neraka pada setiap pagi dan sore”(Catatan Lapangan).72
Selain meyakini pertanyaan kubur, Bubuhan Kumai selalu diingatkan dengan hakikat
kematian dan alam kubur. Peringatan ini disampaikan dalam bentuk sebuah nasehat yang
berjudul “Berita Alam Kubur”. Teks tertulis dari nasehat ini peneliti peroleh dari Pak Asran.
Dalam kesempatan itu, Pak Asran membacakannya kepada peneliti dengan cara
melagukannya khas Kumai dan tampak menitikkan air matanya. Ketika ditanya, “Kenapa
Bapak menangis?” Pak Asran menjawab, “Seolah-olah kematian di depan mataku dan
kurasakan betapa sedihnya aku seorang diri di alam kubur.”
Berita Alam Kubur Berita Alam Kubur737373
Pada suatu keterangan bahwa terdengar suara panggilan dari langit tiga kali panggilan:
Wahai anak Adam! Apakah kamu meninggalkan dunia ini, ataukah dunia yang
meninggalkanmu?
Wahai anak Adam! Apakah kamu yang mengumpulkan dunia ini atau dunia yang
mengumpulkan kamu?
Apakah kamu mematikan dunia ini, atau dunia yang mematikan kamu?
Selanjutnya ketika mayat dibaringkan akan dimandikan maka dipanggil tiga kali panggilan:
Wahai anak Adam! Di manakah tubuhmu yang kokoh, kekar, sekarang lemah?
Wahai anak Adam! Di mana mulutmu yang cakap, cerdas, mengapa sekarang kamu bungkam?
Wahai anak Adam! Di manakah semua kekasihmu, tak ikut bersamamu?
Di saat mayat dikafani, timbul pertanyaan lagi:
Wahai anak Adam! Pergilah dari sini, ke tempat yang jauh, tanpa membawa perbekalan.
Wahai anak Adam! Keluarlah kamu dari rumahmu dan tidak usah kembali lagi.
Wahai anak Adam! Naik kuda dan kamu akan menjadi sesuatu di dalam rumah yang penuh
kesedihan.
Ketika mayit dimasukkan ke dalam usungan dipanggil tiga kali panggilan lagi:
Wahai anak Adam! Berbahagialah kamu jika kamu termasuk orang-orang yang bertobat.
Berbahagialah kamu jika amalmu baik.
Berbahagialah kamu jika sahabatmu dalam keridaan Pencipta dan celakalah kamu jika sahabatmu
orang yang dimurkai Pencipta .
Waktu mayat diletakkan dekat liang kubur, dipanggil tiga kali panggilan:
Wahai anak Adam! Segala amalmu yang kamu lakukan pasti akan kamu lihat.
Jika amal perbuatanmu baik, maka kamu akan memetik hasilnya.
Dan jika amalmu jelek, maka kamu akan menerima jeleknya pula.
Selanjutnya jika mayit diletakkan di tepi lobang kubur terdengar tiga kali panggilan lagi:
Wahai anak Adam! Bukankah kamu menambah damai ditempat yang sempit ini?
Bukankah kamu membawa cahaya penerang ditempat yang gelap ini?
Bukankah kamu membawa kekayaan ditempat kefakiran ini?
Selanjutnya jika mayit itu sudah sampai pada liang kubur, ia pun dipanggil tiga kali panggilan:
Wahai anak Adam! Kamu di atas punggungku bersenda gurau, tapi kamu dalam perutku
menjadi menangis.
Wahai anak Adam! Kamu berada di atas punggungku dapat bicara, sekarang membisu.
Wahai anak Adam! Kamu di atas punggungku bersuka ria, sekarang apa yang akan kulakukan
atas diri kamu.
Sesudah berada dalam perutku, jika kamu beriman kamu merasakan apa yang aku lakukan
terhadapmu, tapi jika kamu jelek, rasakan akan aku himpit sampai remuk tulang-tulangmu.
Dulu kamu sombong, terimalah balasanku.
Senada dengan keterangan di atas, sebuah kitab bertuliskan Arab pegon yang
berbahasa Melayu, Kasyf al-Gaibiyah (1995)74, juga menerangkan tentang keadaan alam
kubur yang demikian menyedihkan ketika si mati mengetahui keadaan yang sesungguhnya.
Anggota-anggota tubuhnya satu per satu membusuk dan dikerumuni oleh binatang-binatang
kuburan. Juga, dijelaskan tentang orang-orang yang dulu hidup bersamanya, namun sekarang
meninggalkan mereka sendirian. Kasyf al-Gaibiyah lebih lanjut mengatakan:
Telah bersabda Nabi s.a.w. keluar roh itu daripada badan anak Adam maka apabila lalu tiga
hari berkata roh itu, “Ya Pencipta ku izinikan oleh-Mu bagiku hingga aku berjalan kepada
kuburku dan aku tilik kepada jasadku yang adalah aku padanya maka memberi izin Pencipta
Ta‘a>la baginya maka datang ia kepada kuburnya dan menilik ia kepadanya daripada jauh dan
sungguhnya telah mengalir daripada dua lubang hidungnya dan daripada mulutnya itu darah.
Maka menangis ia akan sebagai tangis yang panjang kemudian berkata ia, “Wah jasadku yang
miskin hai kekasihku adakah engkau ingat akan beberapa hari hidup engkau bermula rumah
inilah rumah yang liar dan rumah balak dan rumah kepicikan dan rumah duka cita dan rumah
menyesal”.
Kemudian, berjalan ia maka apabila adalah lima hari berkata ia, “Hai Pencipta ku izinkan olehMu bagiku hingga aku tilik kepada jasadku”. Maka memberi izin Pencipta Ta‘a>la baginya maka
datang ia kepada kuburnya dan menilik ia daripada jauh dan sungguhnya telah mengalir
daripada dua lubang hidungnya dan daripada mulutnya dan dua lubang telinganya itu air danau
dan nanah maka menangis ia akan sebagai menangis kemudian berkata ia, “Hai jasad yang
miskin adakah engkau ingat akan beberapa hari hidup engkau di dalam dunia akan beberapa
rumah ini yang duka cita dan percintaan dan percobaan dan ular dan kala sungguhnya telah
memakan oleh ulat akan daging engkau dan telah mencarik ia akan kulit engkau dan segala
anggota engkau. Kemudian, berjalan ia maka apabila ada ia tujuh hari berkata ia, “Hai
Pencipta ku izinkan olehmu bagiku hingga aku tilik akan jasadku.” Maka memberi izin oleh Pencipta
baginya maka datang ia kepada kubumya dan menilik ia daripada tempat yang jauh dan
sungguhnya telah jatuh padanya oleh ulat amat banyak maka menangis ia akan sebagai
menanggis yang amat sangat. Maka berkata ia, “Hai jasadku adakah engkau ingat akan
beberapa hari hidup engkau di manalah segala anak engkau dan di manalah segala keluarga
engkau dan di manalah aurat engkau dan di manalah segala saudara engkau dan di manalah
handai taulan engkau dan di manalah jemaah engkau dan di manalah jiran engkau yang mereka
itu suka mereka itu berjiran akan dikau pada hari ini menangis mereka itu atasku dan atas
engkau.”
Dan di riwayat daripada Abi Hurairah radia llahu anhu apabila mati orang yang mukmin
beredarlah rohnya pada keliling rumahnya sebulan maka menilik ia kepada barang yang tinggal
daripada hartanya betapa bahagia akan dia dan betapa ditunaikan akan hutangnya. Maka
apabila sempuma baginya satu bulan berkeliling ia kepada kuburnya maka berkeliling ia
kemudian daripada yang demikian itu hingga sempurna atas setahun maka menilik ia akan
orang yang meminta doa ia baginya dan orang yang berduka cita atasnya apabila sempurna
setahun diangkatkan rohnya kepada tempat perhimpunan segala roh hingga hari kiamat artinya
hari tiup sangkakala” (Kasyf al-Gaibiyah, 1995: 57-59).
Di bagian akhir kutipan dari Kasyf al-Gaibiyah menjelaskan tentang keberadaan roh
yang berkeliling rumahnya selama sebulan untuk melihat harta dan keluarganya kemudian
berkeliling di pemakamannya selama setahun dan setelah itu rohnya diangkat ke tempat
perhimpunan hingga hari kiamat tiba. Merujuk penjelasan dari Kasyf al-Gaibiyah ini dapat
dipahami kepercayaan Bubuhan Kumai yang menyatakan bahwa selama sebulan lebih roh
orang yang meninggal masih bolak balik antara kuburnya dengan rumahnya. Ia
memperhatikan secara seksama apa yang ada di rumah sepeninggalnya, termasuk aktivitasaktivas yang dilakukan oleh anak dan istrinya. Karena kepercayaan inilah, sebagian orangorang Kumai membiarkan kamar almarhum tidak digunakan dan bahkan tempat tidur ditata
sedemikian rupa, pintu kamar di buka untuk memberikan kesempatan kepada almarhum
“menempati”-nya.
Selain keyakinan di atas, Bubuhan Kumai mengadakan ritual betahlilan dengan tujuan
mengirimkan doa dan pahala kepada almarhum. Ritual betahlilan dilaksanakan secara
berturut-turut: betahlilan hari pertama, kedua, ketiga, ketujuh, selawi (hari yang ke-25), dan
diakhiri dengan meempatpuluh (hari yang ke-40). Genap setahun diadakan ritual mehaul.
ritual ini dimaksudkan sebagai pertanda “perpisahan” kepada almarhum yang akan pergi
ke alam perhimpunan. Ini tidak berarti keluarga yang masih hidup lepas hubungan sama
sekali dengan yang mati. Mereka tetap meyakini adanya hubungan yang terus-menerus
dengan si mati. Jika salah satu keluarga melupakan si mati, maka si mati menegur melalui
kepidaraan, yakni pusing kepala yang tidak sembuh-sembuh; pusing ini bisa sembuh
setelah sebagian rambut kepala ditarik sambil menyebut nama-nama keluarga yang telah
meninggal. Jika saat rambut ditarik sambil menyebut nama seseorang yang sudah mati dan
berbunyi, maka dipahami bahwa arwah ini sedang menegur keluarganya yang masih
hidup, yang kemungkinan lama tidak berkirim doa atau ziarah ke makamnya.
C.3. C.3. Zikir Varian Awam dan Hakekat: Zikir Harum Zikir Varian Awam dan Hakekat: Zikir Harum Zikir Varian Awam dan Hakekat: Zikir Harum
Ada kepercayaan yang bertahan di kalangan Awam dan Hakekat, yakni kuburan orang
yang mati bisa berbau harum atau wangi karena semasa hidupnya mengamalkan Zikir
Harum. Varian Nahu cenderung menolak zikir ini karena dianggap tidak sesuai dengan
tuntunan al-Qur’an dan Sunnah. Bagi varian yang terakhir ini, keharuman kubur seseorang
ditentukan oleh amal saleh yang dilakukannya di dunia ini bukan ditentukan oleh Zikir
Harum. Pendapat seperti ini diungkapkan oleh Pak Dimansyah yang menyatakan:
“Harum kadanya kuburan seseorang kena waktu matinya tergantung pada amal saleh yang
inya kerjakan di dunia ini bukan pada Zikir Harum yang dipercayai dapat mengharumkan
kuburan. Apalagi pang kulihat zikir ini kadeda rujukannya dalam al-Qur’an dan hadis”
(Wawancara, 4-01-2009).
“Harum tidaknya kuburan seseorang tergantung sepenuhnya pada amal saleh yang
dikerjakannya di dunia ini bukan pada Zikir Harum yang dipercayai dapat mengharumkan
kuburan. Apalagi setelah saya baca zikir ini tidak ada rujukannya dalam al-Qur’an dan
hadis.”
Formula Zikir Harum adalah kombinasi antara kalimat tauhid dengan bahasa Melayu
Kumai. Peneliti menemukan ada beberapa versi dari zikir ini. Salah satunya adalah zikir yang
diamalkan oleh Pak Menan (80). Ia mengaku selalu mengamalkan zikir ini setiap selesai
salat lima waktu. Tujuannya agar kuburnya nanti berbau wangi sehingga menyenangkan
orang yang lewat atau berziarah ke makamnya. Menurut pengakuan Pak Menan:
Supaya kuburku kena harum, aku selaluam meamalkan Zikir Harum. Zikir ini sudah
tebuktiam oleh urang-urang yang meamalkannya. Aku pernah menghadiri sebuah ritual
penguburan seseorang, aku mencium bau harum semerbak dari kuburan itu. Aku pun berusaha
mencari amalan apa gerangan yang dipakainya. Alhamdulilah tedapat keluarganya. Lalu
keluarganya tadi bekesah kalo keluarganya itu selalu meamalkan Zikir Harum limbah
sembahyang lima waktu dan membari aku amalan zikir ini ” (Wawancara, 12-07-2008).
“Supaya kuburku nanti berbau harum, maka saya selalu mengamalkan Zikir Harum. Zikir ini
terbukti oleh orang-orang yang mengamalkannya. Saya pernah menghadiri sebuah ritual
pemakaman seseorang, saya mencium bau wangi semerbak dari kubur ini . Saya pun
berusaha mencari amalan apa yang dipakai orang ini. Alhamdulillah saya bertemu keluarganya.
Lalu keluarganya tadi menceritakan kalau keluarganya itu selalu mengamalkan Zikir Harum
setiap selesai salat lima waktu dan memberiku amalan zikir ini .”
Di lapangan, ditemukan pula beberapa orang yang mengaku mengamalkan Zikir
Harum. Salah satunya adalah Bu Asiah (55), yang mengaku mengamalkan zikir ini
sejak kecil dan sampai sekarang terus mengamalkannya. Alasan yang dikemukan Bu Asiah
sama dengan Pak Menan. Menurut Bu Asiah:
“Zikir harum itu gasan kita kalau habis umur awak kita jadi harum. Diamalkan limbah
sembahyang. Bagus kalau kita maamalkan inikalau kita mati. Maamalkan ini bisa melindungi
orang tua kita. Ngalihpang mengesahkannya…pendeknya luar biasa pang hebatnya
maamalkan zikir ini neh. Sewaktu orang melewati kubur kita tercium bau harum”
(Wawancara, 8-07-2008).
“Zikir harum itu untuk bekal kalau usia kita habis sehingga [mayat] jadi harum. Diamalkan
setelah sembahyang. Baik sekali kalau mengamalkan ini kalau kita mati. Mengamalkannya
dapat melindungi orang tua kita. Sulit sekali menggambarkannya...intinya luar biasa sekali
mengamalkan zikir ini. Sewaktu orang melewati kubur kita tercium bau harum.”
Zikir Harum versi Bu Asiah agak berbeda dengan versi Pak Menan. Perbedaan
ini tampak sangat mendasar sekali. Versi Pak Menan zikirnya terdiri atas 17 baris,
sedangkan Bu Asiah hanya 15 baris. Perbedaan ini adalah sebagai berikut:
Bism Alla>h ar- Bism Alla>h ar---Rah}ma>n ar Rah}ma>n ar Rah}ma>n ar----Rah}i>m Rah}i>m Rah}i>m
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
La> ila>ha illa> Alla>h
zikir harum minaksani
zikir harum manik qalbi
kusudah sampai hukum Pencipta
aku pulang ke rahmatullah
aku dirahap
75
hamba Pencipta
aku dipundut
76
hamba Pencipta
aku diarak hamba Pencipta
bapuncak
77
Fatihah
aku dikuburkan hamba Pencipta
aku ditelakinkan hamba Pencipta
buah sebigi ilmu putus [?]
banyaknya rumput di tanah
ruhku dicabut
bapuncak sirathal-mustaqim
aku pulang ke rahmat Pencipta
Percampuran di atas menunjukkan adanya pengaruh lokal terhadap ajaran Islam yang
dipeluk oleh Bubuhan Kumai, khususnya varian Awam dan Hakekat. Dalam perkembangan
selanjutnya, percampuran itu kemudian dianggap sebagai bersumber dari ajaran Islam
sehingga mengamalkannya dapat memberikan manfaat-manfaat khusus, seperti kuburnya
menjadi harum. Untuk alasan inilah, beberapa informan bercerita kepada peneliti bahwa
mereka telah berusaha mencari Zikir Harum namun tidak menemukannya. Menurut mereka
zikir ini sangat bagus untuk dijadikan wiridan setelah selesai sembahyang lima waktu.78
D.D. D. D. TIBANYA HARI KIAMAT TIBANYA HARI KIAMAT TIBANYA HARI KIAMAT
Dalam sebuah pengajian di Kumai Hilir, Guru Sapuani menceritakan dahsyatnya hari
kiamat. Ketika tiba hari kiamat, langit pecah belah, remuk redam, bintang-bintang pecah dan
bertebaran tanpa arah, yang dahulu bercahaya cemerlang saat itu menjadi gelap gulita.
Matahari dan gunung pecah berkeping-keping. Binatang ternak ditinggalkan para
pemiliknya karena panik yang amat sangat. Lautan menumpahkan airnya sehingga daratang
penuh dengan air sehingga manusia tidak bisa menyelamatkan diri. Ibu-ibu hamil keguguran
akibat panik yang tiada tara. Dunia ini hancur lebur. Yang tinggal hanyalah Pencipta sendiri.
Setelah manusia dikumpulkan dan akan diadili dengan seadil-adilnya oleh Pencipta (Catatan
Lapangan, 22-07-2008).
Di Kumai Hilir, seorang ibu mengajarkan anak-anak membaca al-Qur’an secara
tradisional usai salat maghrib. Anak-anak duduk melingkar, guru berada di tengah-tengah
lingkaran dengan sebuah al-Qur’an beralaskan batal yang dilapisi sajadah dan sepotong lidi
sepanjang 20-30 cm sebagai alat penunjuk atau penanda ayat-ayat yang sedang dibaca. Alat
penunjuk ini terbuat dari lidi pohon kelapa kering yang langsung diambil dari pohonnya dan
tidak boleh diambil dari sapu yang sudah dipakai. Penunjuk ini sangat disakralkan dan
tidak boleh dibuat main-main. Anak-anak satu persatu diminta membaca al-Qur’an. Bagi
yang sudah lancar, guru hanya mendengarkan dan membetulkan yang salah. Sedangkan bagi
pemula, mereka terlebih dahulu harus belajar dari tingkat dasar, mulai dari menghafal hurufhuruf hijaiyah hingga cara mengejanya. Dalam cara mengerja, guru-guru tradisional79 di
Kumai menggunakan metode yang “khas Kumai”; sebagai contoh ketika membaca “lam
yalid” ( !) dieja “lam mati datas lam; ya datas ya lam dal mati bawah lid: lam yalid.
Usai membaca al-Qur’an lidi ini ditaruh dibagian ayat yang terakhir dibaca. Jika
anak-anak akan pulang mereka terlebih dahulu mencium al-Qur’an sebagai tanda
penghormatan dan minta berkahnya, baru kemudian mencium tangan guru mereka.
Untuk memotivasi murid-murid, para Guru Ngaji di Kumai mengingatkan kepada
murid-muridnya bahwa al-Qur’an kelak akan menjadi perahu atau kapal dan penunjuknya
akan menjadi kayuh (dayung, penanjak). Keyakinan seperti ini terlihat dari pernyataan Bu
Idar (55) saat akan mengakhiri pengajian al-Qur’an:
“Anak-anakku seberataan, ingatlah ajaran gurukam neh. Mengaji neh bujur-bujur jangan
begaya-begayaan. Kena amun hari kiamat datang, daratan sudah menjadi lautan, maka
sebuting-butingnya wadah yang masih kelihatan adalah masagid. Di masagid tuam manusia
berame-rame menyelamatkan diri. Meskipun masjidnya halus tapi inya kawa menampung
berapa ja jumlah urang yang ke sana. Al-Qur’an waktu itu menjadi kapal, dan penunjuknya
menjadi galah gasan mengayuh kapal. Pembilaam datangnya kiamat kadeda yang tahu bujur.
Ituam rahasia Pencipta , kita neh hanya basiap-siap ja manunggu datangnya kiamat. Bagi manusia
yang hidupnya hibak dengan amal kebaikan, pada hari kiamat kena inya nyaman ja, sedangkan
yang hidupnya penuh dengan maksiat, pada hari itu kena inya merasa tekutan” (Catatan
Pengamatan, 19-07-2008).
“Anak-anakku semuanya, ingatlah ajaran gurumu ini. Mengajilah kalian dengan sungguhsungguh jangan bergurau. Kalau kiamat nanti tiba, daratan sudah menjadi lautan, maka satusatunya tempat yang masih timbul adalah mesjid. Di mesjid itulah manusia berbondongbondong menuju sebagai tempat penyelamatan. Meskipun mesjidnya kecil tapi ia mampu
menampung berapapun jumlah orang yang masuk ke sana. Al-Qur’an waktu itu menjadi
perahu, dan penunjuknya menjadi galah (pendayung) untuk mendayung perahu. Sedangkan
datangnya kiamat itu seorang pun tidak tahu. Itu rahasia Pencipta , kita hanya bersiap-siap
menunggu datangnya kiamat saja. Bagi manusia yang hidupnya penuh dengan amal kebaikan,
maka pada hari kiamat nanti ia merasakan damai, sedangkan yang hidupnya penuh dengan
maksiat, pada hari itu ia merasa ketakutan.”
Berbeda dengan Bu Idar di atas, Pak Karim (84 tahun) memiliki pendapat lain.
Menurutnya, ucapan para Guru Ngaji “pada hari kiamat al-Qur’an itu menjadi perahu dan
penunjuknya menjadi kayuh atau galahnya” adalah bahasa perlambang saja. Yang
dimaksudkan sesungguhnya adalah agar dalam kita membaca al-Qur’an itu tidak hanya
membaca, namun memahami dan melaksanakan ajaran yang terkandung di dalamnya.
Misalnya, al-Qur’an mengajarkan, “Dirikanlah sembahyang, karena sembahyang itu dapat
mencegah perbuatan keji dan munkar”, ini berarti orang yang sembahyang itu harus
menghindari perbuatan yang keji dan munkar. Al-Qur’an juga telah menjelaskan larangan
dan perintah, maka kita harus melaksanakannya. Jadi, al-Qur’an menjadi perahu itu adalah
pepadah (petunjuk) yang terkandung di dalamnya itu dilaksanakan. Ibarat perahu yang
mampu mengantarkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain (Wawancara, 23-07-2008).
D.1. D.1. Takdir Baik dan Takdir Buruk Takdir Baik dan Takdir Buruk Takdir Baik dan Takdir Buruk
Rukun Iman yang keenam menyebutkan “percaya kepada qad}a atau takdir dan qadar
atau ketentuan nasib manusia. Qad}a dan qadar lebih dikenal luas dengan istilah takdir, yakni
keputusan atau kehendak Pencipta . Hamka (1992: 332) menjelaskan takdir sebagai “segala
sesuatu yang terjadi dalam alam ini, atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk dan
baik, naik dan jatuh, senang dan sakit dan segala gerak-gerik hidup kita, semuanya tidaklah
lepas daripada takdir atau ketentuan Ilahi.”
Menurut Sayyid Qut}b (1992), pergiliran masa kejayaan dan kekalahan, dan pergantian
kesulitan dan kelapangan, merupakan batu ujian yang tak pernah keliru dan timbangan yang
tidak pernah aniaya. Kelapangan dalam hal ini adalah seperti kesulitan. Berapa banyak
manusia yang sabar dan tabah ketika menghadapi kesulitan, namun mereka merasa lemah dan
lepas kendali ketika dalam kelapangan. Jiwa yang beriman adalah yang bersabar dalam
menghadapi kesulitan dan penderitaan, namun tidak meremehkan ketika dalam kelapangan.
Ia selalu menghadap Pencipta dalam menghadapi dua keadaan ini , dan dia yakin bahwa
apa saja yang menimpa dirinya, baik berupa kebaikan (kesenangan) maupun keburukan
(kesulitan), adalah izin Pencipta . Karena itu, sebagai manusia beriman ia terus-menerus
melakukan ikhtiar. Gagal hari ini, ia masih yakin besok ada harapan, begitulah seterusnya.
Dengan kata lain, dalam takdir tetap ada usaha manusia untuk menghindar dari takdir itu.
Walaupun semuanya sudah ada takdirnya, namun manusia diperintah oleh Pencipta dan Rasul
supaya berusaha, tidak menunggu takdir saja. Berkenaan ini, `Abbas lebih jauh menulis:
“Soal takdir adalah soal Pencipta dan soal usaha adalah soal manusia, namun manusia diperintah
pula—sesudah berusaha—supaya menerima dengan senang hati sekalian takdir yang
diuntukkan untuk kita. Kita disuruh bertani, mencangkul, memupuk tanah, menanam benih
dengan segala usaha dan kekuatan yang ada pada kita, namun kalau nantinya pertanian itu
gagal juga maka itulah takdir Pencipta untuk kita dan kita menerima dengan segala senang hati.
Kalau anak kita sakit mesti berobat, dibawa ke dukun atau ke dokter, namun kalau anak itu
wafat sesudah berobat, ya apa boleh buat ajalnya sudah sampai dan itulah takdir Pencipta .
Pendeknya kita wajib percaya kepada takdir dan wajib pula beramal dan berusaha” (Abbas,
1984, IV: 303).
Catatan lapangan menunjukkan, Bubuhan Kumai percaya bahwa nasib seseorang itu
dapat berubah asalkan dia mau berusaha dan bekerja keras mengubahnya. Pak Sabri (35),
misalnya, mengungkapkan bahwa ia yakin dengan takdir yang telah ditentukan Pencipta .
Namun tergantung kita mau mengubah nasib atau tidak. Kalau kita mau berusaha dengan
baik dan jalan halal, maka nasib pasti bisa berubah. Kalau kita hanya pasrah, itu sikap yang
salah. Kita harus ada usaha. Itu suatu keharusan untuk mengubah nasib (Wawancara, 13-07-
2008).80 Pendapat senada ditemukan pula pada informan lain, Pak Amin (65), yang
memahami takdir sebagai “suratan Pencipta ”, artinya bahwa setiap hidup manusia di dunia ini
sudah digariskan takdirnya oleh Pencipta . Meskipun begitu, seseorang harus menerima apa pun
yang ditakdirkan Pencipta dengan sabar dan ikhlas serta selalu berdoa kepada Pencipta agar ia
mengubah takdirnya. Pak Amin lebih jauh mengungkapkan:
“Hidup neh ibarat pohon kayu bah lah, ada yang tinggi ada yang randah. Mana yang pohonnya
tinggi berarti hidupnya berlebihan, bisa bersenang-senang. Namun ada jua yang lebih randah.
Yang jelas manusia itu memang sudah dalam suratan Pencipta . Dalam soal kaya miskin Pencipta
memiliki kahandak mutlak untuk meubahnya. Sebab Dia berlaku sekahandak-Nya. Banyak
urang tuha yang hidupnya uyuh, melarat, namun karena inya ikhlas dan sabar menerima
semuanya serta selalu memohon kepada Pencipta , maka anak-anaknya kawa meangkat derajat
urang Pencipta ya. Ini jua menunjukkan kehendak Pencipta ” (Wawancara, 11-07-2008).
“Hidup ini ibarat pohon kayu ada yang tinggi ada yang rendah. Mana yang pohonnya tinggi
berarti hidupnya berlebihan, bisa bersenang-senang. Namun ada juga yang lebih randah. Yang
jelas manusia itu memang sudah dalam suratan Pencipta . Dalam soal hal kaya miskin Pencipta
memiliki kehendak mutlak untuk mengubahnya. Sebab Dia berlaku sekehendak-Nya.
Banyak orang tua yang hidupnya susah, melarat, namun karena ia ikhlas dan sabar menerima
semuanya serta selalu memohon kepada Pencipta , maka anak-anaknya dapat mengangkat derajat
orang tuanya. Ini juga menunjukkan kehendak Pencipta .”
Pernyataan Pak Amin di atas menegaskan kepercayaan yang agak dinamis mengenai
takdir sebagai kehendak Pencipta . Ia percaya bahwa ketika orang tua yang hidupnya melarat
atau miskin namun menerimanya dengan sabar dan ikhlas, maka kelak Pencipta akan mengubah
nasibnya lewat perantara anak-anaknya.81 Pengertian takdir seperti dapat digambarkan
sebagai berikut:
Ada tiga kata kunci untuk mengubah takdir menurut pendapat Pak Amin di atas,
yakni sabar, ikhlas, dan doa. Sedangkan bagi Pak Ijun, selain ikhtiar, untuk mengubah takdir
harus pula rajin berdoa di tengah malam dan salat tahajud.
“Memang miskin kaya itu sudah ditakdirkan. Cuma ujar urang tuha dulu, alah malas dihantam
rajin. Artinya, kalau inyatuh ikhtiarnya kuat, seuyuh-uyuhnya urang itu kada tapi uyuh
jua…memang rezeki kada manumpuk dibari tapi bahambur. Kalo yang anu itu manumpuk
yang kena, takumpul. Urang tuha dulu yakinkan, mencibuk banyu sebelum burung menyambar
banyu. Ituam gambaran rezeki. Dalam kitab makrifat toh disebutkan kalo bangun pagi kita
mehadap ke timur dan membaca bismillahirrahmanirrahim. Ini gasan pintu rezeki. Limbah itu
membaca doanya. Tapi yang paling bagus toh tengah malam. Karena sunyi. Yang sunyi berarti
suci, ituam permintaan kita toh langsung dikabulkan oleh Pencipta . Pada saat tengah malam
kadeda lagi yang berbuat jahat. Ituam yang menjadi kelabihan sembahyang tengah malam.
Jangan hanya mengejar lebih afhdal. Tapi yang penting apa artinya tengah malam”
(Wawancara, 13-07-2008).
“Memang miskin kaya itu sudah ditakdirkan. Tapi kata orang tua zaman dulu, malas
dikalahkan rajin. Artinya, kalau dia ikhtiarnya kuat, sesusah-susahnya orang itu tidak akan
terlalu susah...memang rezeki tidak menumpuk diberi namun berhamburan ke mana-mana.
Kalau yang menumpuk yang terkena, maka terkumpullah. Orang tua dulu yakin sekali,
mengambil air sebelum burung menyambar air. Itu adalah gambaran rezeki. Dalam kitab
Makrifat telah disebutkan kalau bangun pagi kita menghadap ke timur dan membaca
bismillahirrahmanirrahim. Ini untuk pintu rezeki. Setelah itu membaca doa. Tapi yang paling
baik adalah di tengah malam. Karena sunyi. Yang sunyi itu berarti suci, itulah permintaan kita
langsung dikabulkan oleh Pencipta . Pada saat tengah malam, tidak ada lagi yang berbuat jahat.
Itulah yang menjadi kelebih sembahyang tengah malam. Jangan hanya mengejar lebih afdahl.
Tapi yang apa artinya tengah malam.”82
Selain itu, peneliti juga menemukan adanya sikap positif terhadap takdir di kalangan
Bubuhan Kumai. Menurut mereka, untuk memenuhi kebuPencipta hidup sehari-hari manusia
harus bekerja, tidak boleh hanya berdiam diri dan membuang-buang waktu, tidak menjadi
orang pemalas (malas bekerja) yang hanya “menghitung kasau”
83, yakni kerjanya orang
pemalas yang hanya ongkang-ongkang di dalam rumah sambil tidur-tiduran dan atau
menghitung-hitung keuntungan dalam khayalan tidak pernah senyatanya bekerja, maka itu
adalah pekerjaan orang-orang yang sia-sia. Rezeki setiap manusia sudah diplot oleh Pencipta
sesuai dengan kemampuan dan kebuPencipta masing-masing. Namun rezeki tidak jatuh begitu
saja, namun harus kita cari. Jatah rezeki yang memang milik kita tidak mungkin jatuh atau
dialihkan kepada orang lain. Memang dalam hal-hal tertentu rezeki tidak diberi dalam waktu
yang bersamaan, namun belakangan (Wawancara dengan Syahruni, 16-07-2008).
Seorang informan, Pak Ramli (40), yang bekerja sebagai petambang poya,
mengemukakan, untuk mencapai hidup yang lebih baik, seseorang harus mengerahkan
tenaganya untuk bekerja, tidak boleh malas-malasan. Ia memiliki prinsip hidup: “alah
malas dihantam rajin” (mengalahkan malas dengan kerajinan) (Wawancara, 13-07-2008).
Ungkapan lain yang juga menunjukkan etos kerja Bubuhan Kumai ialah “bangun pagi
basungsung sebelum rajaki dipatuki burung” (bangun pagi-pagi sekali sebelum rezeki
dimakan burung), artinya seseorang hendaknya bangun pagi-pagi sekali sebelum rezeki
didahului oleh burung. Kalau seseorang bangunnya kesiangan, maka jatah rezekinya sudah
kedahuluan burung dan kalau itu berulang-ulang terjadi niscaya nasib orang ini tidak
akan pernah berubah.
Dalam bekerja, mereka rata-rata memiliki kualitas kemampuan tahan banting yang
melekat tertempa dari sejak kecil sesuai kondisi dan cara kerja yang memang membentuk
mereka menjadi sedemikian itu, menghadapi rintangan dan tantangan alam seperti panas
terik matahari, keras dan besamya ombak disertai angin yang kencang/hujan lebat, dan
bahkan sewaktu-waktu berhari-hari di lautan tanpa adanya perlengkapan yang memadai
terutama bagi mereka yang mengoperasikan pukat rengge, sehingga semua tantangan dan
rintangan ini tidaklah menyurutkan rasa percaya dirinya bahwa Pencipta s.w.t akan
memberi rezeki asalkan mau bekerja yang biasa disebut dalam istilah mereka "begawi itu
haruslah waja sampai kaputing" (bekerja haruslah secara tuntas dari awal sampai akhir dan
sempurna, semua alat relatif sudah terpenuhi)(Utsman, 2007: 113).
Pengamatan peneliti di daerah pertambangan tradisional Sungai Sekonyer, sepasang
suami istri, Pak Raimin (45) dan Bu Nur (40), menghabiskan seharian bekerja (06.00-17.00
WIB). Sang suami memanggul satu jerigen solar dan satu jerigen bensin, sedang sang istri
membawa serantang nasi dan sebotol air minum ke lokasi penggalian poya (silicon).
Setibanya di lokasi, sang suami mengisi mesin dengan solar dan bensin, dan kemudian
menyalakan mesin penyedot pasir dan air. Pekerjaan pun dimulai. Jam 12 siang mereka
istirahat untuk makan dan salat zhuhur. Jam 13.00 mereka pekerjaan lagi sampai jam 17.00
kemudian pulang ke pondok (Jawa: gubug). Dalam sebuah kesempatan, saya bertanya
kepada Pak Raimin, apa motivasi utama beliau bekerja seharian itu? Beliau menjawab:
“Aku begawi di sini sudah bertahun-tahun. Walaupun hasilnya hanya pas-pasan jua. Hanya
cukup gasan hidup sehari-hari anak biniku. Sebagai laki, aku harus begawi kuat-kuat, karena
aku harus bertanggung jawab menghidupi bubuhannya. Aku kada boleh bukah dari tanggung
jawab, karena aku anggap pang begawi neh sebagai ibadah” (Wawancara, 27-07-2008).
“Saya bekerja di sini sudah bertahun-tahun. Walaupun hasilnya pas-pasan juga. Hanya cukup
untuk hidup sehari-hari anak istriku. Sebagai suami, saya harus bekerja keras, karena saya
bertanggung jawab menghidupi mereka. Saya tidak boleh lari dari tanggung jawab, karena
saya anggap bekerja itu sebagai ibadah.”
Selain bekerja keras, untuk mengubah nasib, seorang informan Pak Abdoellah Apuan
(70), Kepala Madrasah Ibtidaiyah Babussalam I Kumai, berpendapat bahwa seseorang perlu
juga membekali dirinya dengan pendidikan (sekolah). Karena melalui pendidikan itulah akal
fikiran seseorang terbuka, sehingga dapat memanfaatkan waktu dan potensi dirinya dalam
hidup ini. Menurutnya, bagi mereka yang memiliki pengetahuan apalagi yang sudah
mengecap pendidikan, tidak boleh sedikit-sedikit mengatakan ini sudah takdir. Bagi orang
yang berikhtiar, sedikit banyaknya rezeki pasti diberi Pencipta . Kita ini sudah diberi Pencipta
akal dan pikiran, apalagi sudah pernah sekolah, maka haruslah menggunakan akal fikiran
untuk mencari penghidupan yang layak tapi disertai dengan kejujuran. Karena dengan
kejujuran ini Pencipta pasti akan memberi. Jadi, nasib itu bisa berubah. Kalau kita tidak mau
memikirkan dan mengubah nasib kita, kita tetap akan seperti ini terus selamanya
(Wawancara, 19-07-2008). Pendapat Pak Apoean ini sejalan dengan semangat perintah alQur’an: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Pencipta dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Pencipta dan ingatlah Pencipta banyak-banyak supaya
kamu beruntung” (QS. Al-Jumu`ah/62: 9-10); dan juga “Sesungguhnya Pencipta tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri” (QS. ar-Ra`du/13: 11).
Masih berkaitan dengan takdir adalah soal umur manusia. Hampir setiap orang
bercita-cita agar umurnya panjang, segala macam usaha telah dilakukannya, namun apabila
ajalnya ia lantas wafat begitu saja tanpa ampun. Sebaliknya, ada kita lihat seorang kakek tua
sudah lanjut usianya. Sekalian anak cucunya sudah menginginkan supaya kakeknya itu
meninggal, sehingga dibawanya ke Mekkah, karena di Mekkah terkenal rapuh jiwa
seseorang, sambil mengharapkan agar kakeknya
yang dicintainya itu mati di Mekkah, namun
kakeknya itu tidak mati-mati, dan akhirnya dibawa lagi pulang ke Indonesia. Tidak lama di
Indonesia kakek itu meninggal juga. Ini adalah satu contoh betapa sesuatu yang sudah
ditetapkan oleh Pencipta pasti berlaku.
Pak Durahman (50) menjelaskan bahwa usia manusia sudah ditakdirkan oleh Pencipta ,
sehingga manusia tidak bisa mengelak darinya. Sekalipun manusia berdoa kepada Pencipta
minta dipanjangkan umur, misalnya, kalau sudah sampai ajalnya, ia akan mati juga. Umur
sudah ditentukan oleh Pencipta sebelum kita lahir, hanya saja kita tidak tahu pasti berapa jatah
umur kita. Manusia tidak bisa mengubahnya.84 Pendapat berbeda diungkapkan oleh Imron
Rosidi (45), seorang PNS di Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, yang berpendapat
bahwa umur kita mesti sudah dijatah oleh Pencipta , namun kita tetap harus berusaha agar umur
kita panjang. Pak Imron Rosidi mengatakan:
“Menurut saya, takdir itu terkadang masih bisa kita rubah. Dengan pola ikhtiar yang tekun,
konsisten, dan komitmen. Contoh kecil aja, memang usia kita dibatasi oleh Pencipta hingga 60
tahun. Tapi saya berikhtiar untuk menjaga umur saya panjang, maka saya berikhtiar dengan
cara menghindari minuman keras, saya hindari rokok, saya hindari begadang. Maka saya yakin
Pencipta akan memberi saya bonus umur panjang. Tapi sebaliknya, meskipun takdir umur saya 60
tahun, namun saya royal seksual, sering begadang, merokok saya tinggi, minuman keras saya
tinggi, saya kuat gula, saya yakin Pencipta pula akan memperpendek usia saya. Mungkin bagi
Pencipta , untuk apa memperpanjang-panjang umur saya kalau hanya untuk hal-hal tidak baik”
(Wawancara, 15-07-2009).
D.2. Hikmah Beriman Kepada Takdir D.2. Hikmah Beriman Kepada Takdir Hikmah Beriman Kepada Takdir
Percaya kepada takdir sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang tidak
percaya pada takdir sewaktu-waktu bisa gila, sekurang-kurangnya bisa murung, sangat
sedih, gundah gulana apabila mendapat suatu musibah. namun , bagi orang yang percaya
kepada takdir akan mengembalikan segalanya kepada Pencipta .
Bagi Bubuhan Kumai, beriman kepada takdir itu akan memberikan pelajaran kepada
manusia bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini hanyalah berjalan sesuai
dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Pencipta . Oleh karena itu, jika seseorang
tertimpa kemudaratan, ia tidak akan menyesal, namun sebaliknya jika ia dilimpahi
pertolongan dan keuntungan, ia tidak akan bergembira sehingga lupa daratan. Manakala
seseorang itu sudah tidak bersifat seperti dua hal tadi, yakni tidak menyesal, lemah atau
lumpuh karena timbulnya keburukan yang tidak diharapkan, juga tidak gembira yang
melampaui batas karena mendapat pertolongan dan keuntungan, maka itulah seorang
manusia yang lurus, terpuji, dapat mencapai arah keluhuran dan ketinggian yang teratas
sekali. Inilah, tegas Sabiq, yang dituju oleh firman Pencipta : “Tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab
(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Pencipta . (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Pencipta tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri” (QS. al-H}adi>d/57: 22-23).
Informan-informan penulis mengemukakan bahwa yang paling penting bagi manusia
ketika mengalami suatu musibah adalah mengambil hikmah dari apa yang terjadi.
Pandangan Pak Sabri (36), yang pernah mengalami jatuh bangun dalam hidupnya di
antaranya ia pernah ditipu seseorang, dapat mewakili sikap Bubuhan Kumai dalam
menyikapi suatu musibah. Menurut Pak Sabri, ia punya pengalaman pribadi, yakni pernah
ditipu orang. Ia mempercayai orang itu karena telah bertitel haji, yang berarti tidak mungkin
mengotori dirinya lagi dengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kenyataannya, orang
itu malah menipunya. namun setelah direnungkan, ia kembalikan semuanya pada kehendak
Pencipta , mungkin Dia telah memilihkan yang terbaik untuknya (Wawancara, 13-07-2008).
Pendapat senada dikemukakan oleh informan lain, Pak Hasan (55), yang juga pernah
mengalami beberapa musibah yang bertubi-tubi. Ia mengatakan, “Kalau sudah terjadi
musibah bertubi-tubi dalam hidup saya, maka serahkan semuanya kepada Pencipta . Ini
memang sudah kehendak-Nya. Kalau sudah diserahkan semuanya kepada-Nya, hidup ini jadi
tenang. Misalnya, kalau ada keluarga saya yang meninggal, maka segera saya kembalikan
kepada Pencipta , Dia yang menciptakan, Dia yang mematikan, dan kepada-Nya semua akan
kembali. Sebab kalau kita menyalahkan, siapa yang disalahkan. Semuanya sudah dalam
takdir Pencipta ” (Wawancara, 19-07-2008).
Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh para informan di atas mengindikasikan
bahwa dalam soal takdir, Bubuhan Kumai menyadari betul akan pentingnya mengambil
hikmah di balik semua peristiwa yang tidak diinginkan. Sikap seperti ini tampaknya
mengekspresikan sebuah kesadaran bahwa apa saja yang ada dalam kehidupan manusia dan
alam semesta ini sudah dalam ketentuan Pencipta yang diatur-Nya dengan sangat cermat.
Dengan cara pandang seperti ini, ketika mereka ditimpa suatu musibah mereka akan
mengembalikannya kepada Pencipta . Jadi, semua musibah adalah takdir Pencipta , yang harus
diterima dengan tabah dan rida, tidak berkeluh kesah, dan menghayati betul makna ‘inna> li
Alla>hi wa inna> ilaihi ra>ji`u>n’ (sesungguhnya kita milik Pencipta dan kepada-Nya kita kembali).
Sebaliknya, kalau memperoleh nikmat dan kekayaan harus bersyukur dan berterima kasih
kepada Pencipta yang memberi, sambil mengucapkan ‘al-h}amdu li Alla>hi wa asy-syukru li
Alla>h’ (semua puji hanya untuk Pencipta dan syukur untuk Pencipta ).
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa dalam sistem kepercayaan Bubuhan
Kumai, ketiga varian memberikan respon yang berbeda terhadap Yang Gaib. Varian Awam
menggunakan simbolisasi pohon (Syajaratul-Muntaha) untuk menggambarkan pedoman
hidup dan keharusan untuk memegang pedoman ini . Simbolisasi ‘pohon’ ternyata telah
dijumpai pula pada karya-karya sufi klasik untuk menggambarkan relasi Pencipta dan manusia.
Boleh jadi simbolisasi ini merupakan peninggalan ajaran sufi sebelumnya yang terawetkan
melalui tuturan lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Yang agak spesifik dari varian Awam dan Hakekat adalah kepercayaan kepada
makhluk halus yang sangat sarat dengan nuansa lokalitasnya. Kedua varian ini mempercayai
adanya jenis dan fungsi dari makhluk-makhluk halus ini . Kepercayaan ini
membuktikan bahwa sisa-sisa kepercayaan lama tetap hidup dalam ‘memori’ kedua varian
ini .
Varian Nahu sangat menekankan kepercayaan kepada Yang Gaib sesuai dengan
tuntunan al-Qur’an dan Hadis, yang secara riilnya mereka mengikuti faham Ahlu as-Sunnah
wa al-Jama>‘ah. Karena itu, pemahaman mereka tentang Pencipta seperti yang diuraikan dalam
Sifat Dua Puluh sejalan dengan Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah. Pemahaman berbeda
diperlihatkan oleh varian Hakekat yang menghubungkan Sifat Dua Puluh dengan anggota
badan manusia. Meskipun yang terakhir ini juga mengklaim berfaham Ahlu as-Sunnah wa
al-Jama>‘ah. Di sini, pemakaian Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah tampaknya digunakan untuk
melegitimasi faham masing-masing agar mendapat simpati dan memperkuat ikatan dalam
anggota masing-masing varian.