kepercayaan 2

menyibukkan Anda untuk melakukan hal-hal yang mubah sehingga Anda 
melalaikan berbagai kewajiban Anda. Jebakan keenam lebih canggih lagi. Iblis menawarkan 
Anda dengan ibadat-ibadat yang utama, namun  melalaikan Anda dari hal-hal yang lebih 
utama. Kedengarannya sulit. Berzikir itu utama. Bila Anda sibuk berzikir, membersihkan 
diri atau tafakkur di sudut rumah Anda; lalu Anda mengabaikan masalah-masalah sosial, 
maka Anda melupakan hal yang lebih utama. Kita jatuh pada jebakan keenam, ketika kita 
meributkan perbedaan kecil dalam ibadat dan melupakan kualitas ekonomi kita; juga ketika 
kita mengeraskan talqin kita dan melupakan orang lain yang terganggu. Jebakan terakhir 
yang paling canggih, khusus untuk orang-orang takwa. Iblis akan mengerahkan bala 
tentaranya—jin dan manusia untuk menyakitinya. Orang saleh itu akan difitnah, dicaci￾maki, diganggu dengan lisan atau tindakan kebenaran ajarannya akan disebut dusta, 
kebersihan pribadinya akan dianggap skandal, dan nasihatnya akan diperlakukan sebagai 
tindakan subversif atau meresahkan masyarakat.”56
Uraian di atas adalah pandangan mengenai makhluk gaib menurut versi Varian Nahu, 
yang mendasarkan pendapatnya pada al-Qur’an, hadis, atau kitab-kitab tertentu. Apabila 
kita menengok ke Varian Nahu atau Awam, maka definisi makhluk gaib akan berbeda jauh 
dengan ini seperti yang akan kami uraikan di bawah.
Jin: Ada Yang Islam dan Ada Yang Kafir Jin: Ada Yang Islam dan Ada Yang Kafir 
Bagian yang berkaitan dengan makhluk halus adalah jin. Bagi Varian Nahu, jin adalah 
adalah makhluk Pencipta  yang pertama kali menghuni bumi. Mereka hidup di bumi dalam 
kurun waktu yang tidak sebentar. Semuanya itu terjadi sebelum Pencipta  s.w.t. menciptakan 
khalifah, yakni sebelum Dia menciptakan Adam, bapak manusia.57 Dia diciptakan dari api, 
dan berjenis kelamin, makan, minum, membutuhkan tempat tinggal, memiliki wilayah dan 
beranak pinak. Jin juga hidup dalam sistem kemasyarakatan yang tertata dan memiliki raja. 
Sa>biq (1993: 208) mendefinisikan jin sebagai “suatu macam makhluk yang termasuk 
dalam golongan ruh yang berakal yang juga diberi perintah taklif (menjalankan syariat 
agama), sebagaimana halnya bangsa manusia, hanya saja mereka itu tidak memiliki  
bahan-bahan kebendaan sebagaimana yang dipunyai oleh manusia dan oleh sebab itu lalu 
tertutup dari pancaindera. Jadi, mereka itu menurut keasliannya tidaklah dapat dilihat oleh 
mata, tidak dapat diketahui bentuk hakikinya dan mereka itu memiliki  kekuasaan untuk 
menjelmakan diri dalam bentuk lain yang kasar.” 
Azrak, konon, adalah negeri jin, tapi tak seorang pun tahu di mana. Di bumi ini, jin 
menghuni tempat-tempat angker, seperti gunung, gua, sungai, batu, pohon, tanah kosong, 
rumah yang sudah lama tak dihuni, kamar mandi tertentu, sumur, jembatan, danau, masjid, 
rerunPencipta , dan makam. Ketika orang tinggal di tempat yang dihuni jin, apalagi jika 
sendirian, jin kadang membuat gangguan suara-suara aneh, membuat pintu jendela tertutup 
dan terbuka, memindahkan benda atau bahkan orang yang sedang tidur ke tempat lain, 
menghilangkan sesuatu, mengakibatkan kejadian aneh, dan lain-lain. Orang yang mengalami 
kejadian-kejadian semacam ini akan merasa takut dan mereka mengatakan ditakut-takuti jin. 
Dalam hal ini, mungkin jin tidak bermaksud menakuti manusia agar terpaksa meninggalkan 
tempat itu dan tidak kembali lagi. Membujuk jin untuk meninggalkan tempat yang 
dihuninya, dapat dilakukan oleh orang-orang yang ahli atau bahkan yang bukan benar-benar 
ahli, melalui negosiasi dengan paksa (Muhaimin, 2001: 65-66). 
Gangguan atau pengrusakan, baik sengaja ataupun tidak, di tempat hunian jin, dapat 
dikatakan sebagai penyerangan serius. Mereka akan merasa marah dan membalas dendam. 
Akibatnya orang akan menderita berbagai jenis penyakit (fisik ataupun mental). Jika 
tindakan tidak tepat tidak segera diambil untuk membujuk jin agar menghentikan tindakan￾nya, bisa berakhir dengan kematian. Kalau tidak mati, jin akan mengendalikan seseorang 
sesuai dengan kehendaknya, seperti membuat seseorang “gila” dengan tanda-tanda 
mengoceh sendiri, tertawa-tawa, dan lain-lain. Di lain pihak, jin dipercaya dapat menjadi 
sahabat seseorang sehingga ia memiliki  kemampuan untuk mengetahui “hal-hal gaib.” 
Menurut catatan lapangan peneliti58, di Kumai Hilir ada seorang ibu yang kemasukan 
jin perempuan. Jin itu mengaku seorang putri, dan murid Syaikh Muh}ammad Arsyad al￾Banja>ri>. Menurut penuturan suaminya, istrinya ini  telah lama menderita penyakit 
ini , mungkin sudah puluhan tahun. Ia sudah ke mana-mana mengajak istrinya, ke Jawa, 
ke Banjarmasin, dan ke mana saja apabila didengarnya ada orang yang mampu 
menyembuhkan penyakit istrinya. Namun, hingga kini, “putri” yang bersarang di dalam 
tubuhnya ini  tidak mau juga pergi, bahkan ia menganggap tubuhnya istrinya sebagai 
rumahnya sendiri. 
Dalam sebuah sesi pengobatan yang dilakukan oleh seorang dukun59, terjadi 
perubahan pada diri si ibu tadi. Tiba suaranya berubah menjadi suara seorang “putri” dan 
bisa membaca al-Qur’an. Suasana dialog pada sesi pengobatan ini  saya rekam 
menggunakan tape recorder yang saya sembunyikan dalam jaket saya. 
Ketika sang dukun mengucapkan, “Assalamu‘alaikum, siapa ikam neh? Kenapa ikam 
mengganggu ibu ini neh, kasihan inya?” 
Si Putri menjawab, “Wa ‘alaikum salam. Ulun neh tuan putri dan murid dari Syaikh 
Muhammad Arsyad Banjar. Tahumah kalo pian siapa sidin toh? Ulun kada mengganggu sidin 
neh. Ulun malah menjaga sidin neh nah dari kejahatan jin-jin kafir. Wayah ini nah ada empat 
ikung jin mengelilingi sidin handak masuk ke awak sidin. Inya pian jin ulahan urang Dayak 
gasan mematii sidin. Ulun handak dikeroyoknya, tapi alhamdulillah inya kada sanggup. Amun 
sampai inya-inya toh masuk ke awak sidin neh maka bisa gawat sidin. Mungkin bisa mati 
sidin. Makanya ulun neh jangan diusirlah.” 
Ketika sang dukun mengucapkan, “Assala>mu‘alaikum, siapa kamu? Kenapa kamu 
mengganggu ibu ini, kasihan dia?” 
Si Putri menjawab, “Wa ‘alaikum salam. Saya tuan putri dan murid dari Syaikh Muhammad 
Arsyad Banjar. Anda pasti sudah tahu siapa beliau? Saya tidak mengganggu beliau ini. Saya 
malah menjaganya dari kejahatan jin-jin kafir. Sekarang saja ada empat orang jin mengelilingi 
tubuh beliau ini dan ingin menguasai tubuh beliau. Jin-jin itu kiriman dari orang Dayak yang 
bermaksud membunuh beliau. Saya mau dikeroyok, tapi alhamdulillah, mereka tidak sanggup 
mengalahkan. Kalau sampai mereka masuk ke tubuh beliau ini, bisa gawat. Mungkin bisa mati. 
Makanya saya jangan diusir [dari tubuh beliau ini].” 
Memang, hingga usai sesi pengobatan, “putri” ini  tidak bisa diusir dari tubuh si 
ibu. Si ibu itu kembali tersadar dan tidak ingat apa-apa yang telah terjadi pada dirinya. 
Sedangkan si dukun pun menyerah dan berkata, “Saya tidak sanggup mengusir ‘putri’ dari 
tubuh ibu ini. Tampaknya ia sangat kuat. Sebaiknya, si ibu banyak berdoa, jangan sampai 
meninggalkan salat. Mungkin kehadiran ‘putri’ dalam tubuh si ibu dapat digunakan untuk 
kebaikan.” 
Menurut beberapa informan, jin yang ada di tubuh si ibu di atas termasuk jin Islam, 
sehingga keberadaannya tidak perlu dikhawatirkan. Justru ia dapat dimanfaatkan untuk 
membantu orang lain. Memang, ketika ada orang yang kehilangan barang, kemudian me￾minta bantuan si ibu ini , ia dapat menunjukkan siapa pencurinya dan di mana posisi 
barang itu sekarang. Selain itu, ia juga mampu mengobati penyakit-penyakit tertentu dan 
menunjukkan ramuan obat yang harus diminum. 
Sementara jin kafir, bagi orang Kumai, harus dimusuhi, karena ia sangat berbahaya 
dan merusak manusia. Jin ini dapat menyesatkan manusia ketika berjalan sendirian di hutan, 
menyebabkan sakit gila, perceraian suami istri, dan lain-lain. Pak Gafur (50), misalnya, 
mengungkapkan bahwa jin kafir kalau memasuki tubuh manusia mudah sekali diusir. Cukup 
dibacakan surat al-Fa>tih}ah, al-Ikhla>s, al-Falaq, dan Ayat Kursi, ke tubuh orang yang 
kemasukan jin, niscaya jin akan keluar. Sebaliknya, jika yang memasuki jin Muslim, 
dibacakan ayat apa saja tidak mempan (Wawancara, 3-10-2008). 
B.1b. M B.1b. MMMakhlu Halus Versi Varian akhlu Halus Versi Varian Awam dan Hakekat 
Varian Awam dan Hakekat sedikit agak berbeda mengenai makhluk halus. Meskipun 
mereka meyakini makhluk-makhluk halus (malaikat, jin, setan , dan iblis) sebagaimana 
dipahami oleh Varian Nahu di atas, namun kedua varian ini meyakini ada makhluk-makhluk 
lain diluar yang sudah dijelaskan sebelumnya, yakni pedatuan, gambaran, urang gaib, dan 
hantu laut. Tiap-tiap makhluk ini memiliki  karakteristik sendiri-sendiri. Adapun 
makhluk-makhluk halus yang keberadaannya dipercayai hingga kini adalah datu buaya dan 
urang gaib. 
Datu Buaya: Gambaran Manusia Datu Buaya: Gambaran Manusia 
Selama penelitian lapangan, peneliti kebetulan sekali menyaksikan sebuah peristiwa 
yang sangat langka untuk ukuran saya. Saya menyaksikan orang-orang berkerumun menyak￾sikan seekor buaya “raksasa” sepanjang 13 (tiga belas) meter dengan berat 1 ton (1000 Kg). 
Menurut informasi yang saya peroleh, buaya ini telah menelan seorang bapak berusia 45 
tahun ketika sedang merakit kayu-kayu gelondongan di Sungai Sepingit. Pada tanggal 2 
Januari 2009, buaya ini  berhasil ditangkap oleh seorang pawang buaya. Peristiwa 
tertangkapnya buaya ini menyebar ke mana-mana, sehingga orang berduyun-duyun 
menyaksikan buaya ini . Dari peristiwa tertangkapnya buaya ini timbul berbagai macam 
cerita mengenai hal-ihwal buaya yang cenderung berbau mitos ketimbang realitas ilmiah. 
Cerita yang berhasil peneliti rekam saat itu adalah bahwa buaya memiliki  kampung 
dan manusia memiliki  kembaran dengan buaya. Cerita pertama, buaya memiliki  kam￾pung sebagaimana manusia, diungkapkan oleh Pak Burhan (67). Berikut cerita Pak Burhan: 
“Pada zaman raja dulu, pada musim kemarau, zaman dulu, di talok peunjunan. Buaya itu ada 
benuanya. Benua buaya ini seperti kampung kita manusia ini. Ceritanya, zaman dulu ada orang 
mengawin. Pengantin baru mandi di sungai. Tiba-tiba ditangkap buaya. Orang-orang pun 
memanggil peawang untuk menangkap buaya ini . Peawang tadi membaca mantera￾mantera dan ia dimasuki roh buaya, sehingga inya dapat masuk ke dalam banyu. Di dalam 
banyu ini  ia menemukan sebuah kampung buaya. Di sana inya tidak melihat buaya, tapi 
manusia. Pengantin baru yang ditangkap buaya tadi berwujud seperti sapi. Ketika ditakunkan 
kepada pimpinan buaya. Kenapa ikam menangkap pengantin baru ini neh? Pimpinan buaya itu 
menjawab, “Kami menangkap inya neh untuk pesta perkawinan kami di sini. Bagi kami, 
manusia yang ditangkap ini hanyalah seekor sapi mah?” Lalu peawang tadi memohon kepada 
pimpinan buaya meminta bukti gasan dibawa ke atas. Sapi tadi disembelih dan diberi bagian 
batisnya. Sesampainya di permukaan air dan dibawa ke kampung, tiba-tiba berubah menjadi 
kaki manusia di mana jari-jari kakinya masih ada bekas pacar. Jadi, manusia yang ditangkap 
buaya toh wujudnya seperti sapi, ituam pang kenapa manusia ditangkap buaya. Kalau masih 
berwujud manusia, inya kada wani karena di muhanya ada nur Muhammad. 
Kenapa buaya toh kada belidah? Itu kisahnya, pada saat Sayyidina Ali beudu, tiba-tiba tangan 
sidin ditangkap buaya. Maka sidi langsungai menangkap buaya. “Karena ikam wani 
menangkap tanganku, maka ilat ikam harus kuhilangkan. Biar ikam kada bisa lagi memakan 
manusia.” Maka ilat buaya itu pun ditarik oleh Sayyidina Ali, sehingga sejak itu buaya kada 
memiliki  ilat” (Wawancara, 03-01-2009). 
“Pada masa raja dulu, di musim kemarau, di teluk pemancingan ada  perkampungan buaya. 
Kampung buaya ini seperti kampung kita manusia. Ceritanya, waktu itu ada orang 
melaksanakan pesta perkawinan. Pengantin baru mandi di sunai. Tiba-tiba ditangkap buaya. 
Orang-orang pun memanggil pawang untuk menangkap buaya ini . Pawang tadi membaca 
mantera-mantera dan ia dimasuki roh buaya ini  sehingga dapat menyelam ke dalam air. 
Di sana dia tidak melihat buaya, tapi manusia. Penganti baru yang ditangkap buaya tadi 
berwujud seperti sapi. Ketika ditanyakan kepada pimpinan buata. ‘Kenapa anda menangkap 
pengatin baru ini?’ Pimpinan buaya itu menjawab, ‘Kami menangkap dia untuk pesta 
perkawinan kami di sini. Bagi kami, manusia yang ditangkap ini hanyalah seekor sapi saja.’ 
Lalu pawang tadi mohon kepada pimpinan buaya meminta bukti untuk dibawa ke atas. Sapi 
tadi disembelih dan diberi bagian kakinya. Sesampainya di permukaan air dan dibawa ke 
kampung, tiba-tiba berubah menjadi kaki manusia di mana jari-jari kakinya masih ada bekas 
pacar. Jadi, manusia yang ditangkap buaya tadi wujudnya seperti sapi, itulah sebabnya manusia 
ditangkap buaya. Kalau masih berwujud manusia, ia tidak berani menangkap karena di 
mukanya ada Nur Muhammad. Kenapa buaya tidak berlidah? Ceritanya, pada saat Sayyidinia 
Ali berwudhu, tiba-tiba tangan beliau ditangkap buaya. Maka beliau langsung menangkap 
buaya ini . “Karena kamu berani menangkap tanganku, maka lidahmu harus kuhilangkan 
agar kamu tidak bisa lagi memakan manusia.’ Sehingga, lidah buaya itu pun ditarik oleh 
Sayyidina Ali, dan sejak itu buaya tidak memiliki  lidah.” 
Datu buaya adalah sebutan untuk makhluk halus yang memiliki  kekuatan luar biasa 
dan pada waktu tertentu akan menampakkan diri. Penampakan ini dipercaya sebagai 
‘mealamat’ (pertanda) bahwa akan terjadi kejadian-kejadian yang kurang baik bagi 
masyarakat Kumai. Menurut beberapa informan yang ditanyai tentang peristiwa kerusuhan 
etnis di Kumai pada tahun 2001 yang lalu, menjelaskan bahwa para pencari daun nipah 
melihat seekor buaya besar timbul di tengah-tengah sungai Sekonyer. Beberapa bulan 
kemudian terjadi kerusuhan etnis.60 Menurut Pak Ijun, sungai Sekonyer dijaga oleh gegana
berupa buaya putih, yang muncul pada waktu-waktu tertentu dan kemunculannya ini adalah 
pertanda akan terjadi peristiwa besar di Kumai. 
“Sungai Sekonyer dihinipi oleh gegana, ngarannya Datu Buaya. Datu ini behinip di sebuah 
wadah di dalam sungai ini yang bengaran puaka buaya. Kalau inya muncul di sungai Sekonyer 
awaknya mehibaki dan munculnya waktu kemereyan ditandai dengan cuaca hujan panas. Tapi 
inya kada mengganggu. Menurut kesah-kesah tetuha bahari, jika buaya ini menampakkan diri 
berarti membari pertanda kada baik bagi masyarakat, akan terjadiam sebuah peristiwa. 
Kerusuhan yang pernah terjadi di Kumai beberapa tahun lalu adalah buktiam dari kemunculan 
Datu ini ” 
“Sungai Sekonyer di huni oleh gana, yang bernama Datu Buaya. Datu ini mendiami sebuah 
tempat di dalam sungai ini yang disebut puaka buaya. Kalau dia muncul di sungai Sekonyer 
sesak dengan badannya dan muncul di sore hari yang ditandai dengan cuaca hujan panas. Tapi 
tidak mengganggu. Menurut cerita-cerita tetuha zaman dulu, jika buaya ini menampakkan diri 
berarti memberi pertanda tidak baik bagi masyarakat, akan terjadi sebuah peristiwa. 
Kerusuhan yang pernah terjadi di Kumai beberapa tahun lalu adalah bukti dari kemunculan 
Datu ini ” 
Informan lain, Pak Barmawi, juga menuturkan bahwa di Kumai Hulu ada orang yang 
menggaduh buaya putih. Keluarga ini harus memberi makan buaya ini  setiap tahunnya. 
Kalau tidak diberi makan, ia akan mengganggu keamanan Kumai. Buaya ini adalah 
gambaran (kembaran) dari manusia. Menurut cerita-cerita leluhur, buaya ini dilahirkan 
bersamaan dengan seorang anak manusia. Karena ia berupa hewan, maka ia pun diletakkan 
di Sungai Nyirih, sedangkan saudaranya dibesarkan layaknya bayi manusia. Bayi manusia ini 
setelah dewasa, biasanya mendatangi saudaranya di Sungai Nyirih dengan membawa 
makanan sesaji. Kebiasaan ini kemudian menjadi turun-temurun dan keturunan ini tidak bisa 
melepaskan tanggung jawabnya dalam memelihara dan berkomunikasi dengan buaya 
ini  
Beberapa peristiwa yang berkaitan makhluk-mahkluk halus dituturkan secara lisan dan 
dipercaya sebagai faktual. Sungai Nyirih dipercaya ada penjaganya berupa makhluk halus. 
Orang memang banyak yang tidak percaya, tapi ada kejadian yang membuktikan keberadaan 
makhluk ini. Seorang pengusaha yang membangun sebuah pelabuhan di sana telah 
membuktikannya. Orang-orang kampung sekitar menyarankannya agar mengadakan 
selamatan. Tapi pengusaha ini  tidak percaya. Maka dibangunlah pelabuhan di sana. 
Bahan-bahannya dari kayu ulin dan sangat kokoh, sehingga tidak mungkin roboh atau rusak. 
Namun yang terjadi kemudian adalah pelabuhan ini  hilang tanpa meninggalkan bekas 
apa pun. Menurut kesaksian orang yang kebetulan memancing di dekat pelabuhan ini , 
pelabuhan ini  bergerak ke laut dan akhirnya tenggelam. Inikan aneh. Menurut cerita￾cerita orang kampung, kayu-kayu pelabuhan ini  mengenai bagian belakang ikan besar 
(versi lain, buaya putih), penunggu sungai ini , sehingga ia marah dan membuang 
bahan-bahan pelabuhan ini  ke laut. Kejadian yang sama terulang lagi waktu Pak Halim 
membangun pelabuhan di sebelahnya. Pelabuhan ini  juga hilang. 
“Ini kejadian nyata. Pak Haji Barak, seorang pengusaha kayu di Kumai, menarik rakit kayu 
dengan kelotok (perahu motor). Sesampainya di muara Sungai Jegendul, rakit kayu ini  
tenggelam, seperti ada yang menenggelamkan. Kelotok ikut mundur dan hampir tenggelam 
bersama rakit. Juragan kelotok akhirnya memerintahkan tali penarik rakit ini  dipotong 
untuk menyelamatkan kelotok dan awaknya. Aneh rakit ini  tenggelam tanpa mening￾galkan bekas apa pun. 
Menurut cerita-cerita orang kampung, Sungai Jegendul dihuni oleh seekor buaya kutung

yang sewaktu-waktu menuntut korban, kalau tidak diberi makan di sungai ini . 
Sebuah jembatan yang dibangun di Sungai Nyirih oleh seorang pengusaha Kumai, Haji Duhak, 
hilang tanpa meninggalkan bekas apa pun. Inilah bukti dari ‘kejayaan’ penjaga Sungai Nyirih. 
Padahal bahan-bahan pelabuhan ini  terbuat dari kayu ulin dan ditancapkan dengan 
menggunakan alat-alat modern. Saya sudah mengingatkan Haji Duhak agar meminta ijin 
kepada ‘penjaga’ di sana dengan menghubungi keluarganya (lokal: penggaduh) yang ada di 
Kumai Hulu, namun karena ia merasa sudah seorang haji, maka ia tidak percaya dengan hal-hal 
seperti itu. Ia mengganggap itu hanya mengada-ada saja. Tapi setelah kejadian yang di luar 
akal manusia itu, Haji Duhak pun akhirnya percaya. Sewaktu ia akan membangun pelabuhan 
kedua, di sebelah hilir pelabuhan yang hilang ini , ia terlebih dahulu meminta ijin kepada 
penggaduh buaya. Penggaduh tadi mengadakan ritual  perijinan kepada buaya dengan ritual 
sebagai berikut: wadai-wadai aneka warna, telur, rokok, dan kembang, bahan-bahan ini 
kemudian dimasukkan ke dalam ancak (tempat sesajen). Barang-barang sesaji ini kemudian
dibawa oleh penggaduh ke muara Sungai Nyirih dan di sana ia membaca mantera khusus yang 
intinya memanggil dan meminta ijin kepada buaya tadi agar mengijinkan Haji Duhak 
membangun pelabuhan di sini. Ajaib! Setelah ritual ini  diselenggaran proses 
pembangunan pelabuhan di muara sungai ini  berjalan lancar dan sekarang sudah 
beroperasi untuk bongkat muang barang…Kejadian seperti ini memang sulit dipercaya oleh 
orang lain, namun saya percaya memang ada buaya di sana, apalagi saya sendiri masih 
keluarganya. Jadi, tidak kita bisa begitu saja menafikan hal-hal semacam ini. Ia ada karena 
diciptakan oleh Pencipta ” 
Selain cerita-cerita di atas, orang Kumai juga meyakini bahwa makhluk-makhluk 
halus ini  berperan penting dalam menjaga Kumai. Kepercayaan ini dapat dilihat dari 
penuturan Pak Anang (45). Menurutnya, Kumai ada penjaganya. Sungai-sungai di Kumai 
ada penjaganya. Benua

 ini dijaga oleh empat makhluk halus, yang tersebar di empat 
penjuru Kumai: utara-selatan-timur-barat. Mereka inilah yang menjaga keamanan 
masyarakat di sini. Karena itu, setiap tahun haruslah diadakan ritual  nyanggar dan 
babarasih

 (membersikan) benua agar makhluk-makhluk tidak mehawur (mengganggu dan 
membuat kerusakan) 
Seorang informan bernama Pak Dullah mengaku memiliki  gambaran Datu Buaya
yang bernama Datu Bolang. Adanya makhluk halus yang disebut Datu Buaya itu memang 
ada. Saya sendiri memiliki  Datu Bolang. Kisahnya sebagai berikut: “Waktu almarhum 
kayiku, Haji Muhammad Yusuf lahir, beliau lahir kembar dengan bayi buaya. Bayi buayanya 
lahir pertama baru disusul beliau. Lalu dipelihara di sungai. Ketika almarhum kakekku masih 
hidup, beliau inilah yang dengan setia merawat saudara kembarnya itu. Kalau beliau dan 
keluarga mau mengadakan ritual , seperti perkawinan, khitanan, dan lain-lain, selalu 
mendatangi buaya ini dan memberitahukan maksud keluarga. Kalau saudara kembar buaya 
ini tidak diberitahu, maka ia akan mengganggu. berdasar  pengalaman saya, biasanya 
buaya ini merasuk kepada salah seorang keluarga yang masih satu garis keturunan dengan 
kakekku. Seseorang yang dirasuki buaya ini akan kesarungan (kesurupan) dan berperilaku 
seperti buaya. Tubuh yang dimasuki buaya ini  kekuatannya berlipat ganda seperti 
kekuatan buaya, sehingga kalau dipegang beberapa orang saja tidak kuat. Anehnya, orang 
yang kesarungan tadi meskipun dibacakan ayat-ayat al-Qur’an tidak mempan. Suatu 
kesempatan, ada keluarga saya yang sedang beselamatan (kenduri) untuk sebuah acara, tapi 
tidak memberitahu buaya ini. Ia marah dengan menyakiti salah seorang keluarga saya. 
“Kalau sudah ada bukti-buktinya apakah kita tetap tidak mempercayainya? Kalau saya 
pribadi tetap mempercayai adanya karena ia adalah gambaran bukan makhluk asing yang 
menggampiri keluarga saya. Meskipun begitu ada juga keluarga saya yang agamanya kuat 
tidak mempercayai ini. Tapi daripada bertengkar tidak karuan, lebih baik kami 
selenggarakan aja memberinya makan tanpa sepengetahuannya.” Di lain kesempatan, Pak 
Dullah juga menuturkan pengalaman yang pernah dialaminya. 
“Zaman aku halus, pas handak menutup lelongkang kulihat ada ular. Kuambilam kayu kupukul 
ke ular, mati ularnya. Kubuanglah di tumpukan pohon buluh. Kada berapa kemudian umaku 
sakit. Mata sidin tecagat ke atas. Habis maghrib, habis sidin sembahyang, tediam sidin. 
Kukiyawai keluargaan. Lalu umaku tadi besuara dan menunjukku ke arah aku: “Aku neh Datu 
Bolang. Iniam yang memukul anak cucu kami, ular. Ularnya mati dan dibuang ditimbunan 
pohon buluh.” Kuakui, bujuram omongan sidin toh. Lalu inya handak berikit dengan umaku. 
Kada jar keluarga yang lain. Sidin sudah sembahyang segala macam, kena teganggu sidin. 
Akhirnya ada keluarga Bang Durahman yang menyanggupi. Jadi sidin tuam yang 
memeliharanya. Sampaiam ke anak cucu sidin…Jadi kalau ada acara keluarga, misalnya 
bekawinan, besunatan, diambilam banyu di laut toh lapaikenam. Kada peapaam. Itumabah 
permintaannya toh” (Wawancara, 19-07-2008). 
“Waktu aku kecil, ketika mau menutup jendela kulihat ada seekor ular. Kuambil kayu, 
kupukulkan ke ular tadi dan ia pun mati. Kubuang ditumpukkan pohon bambu. Tidak berapa 
lama kemudian, ibuku sakit. Matanya terbelalak menatap langit-langit rumah. Habis magrib, 
habis sembahyang magrib beliau terdiam. Kupanggil keluargaku. Lalu ibuku tadi berkata dan 
menunjuk ke arahku: ‘Aku ini Datu Bolang. Dia ini yang memukul anak cucu kami, ular. 
Ularnya mati dan dibuang ditumpukkan pohon bambu.’ Aku mengakui, betul apa yang 
dikatakan beliau. Lalu ia mau menempel pada ibuku. Tapi keluarga yang lain tidak mau dengan 
alasan ibuku sudah melaksanakan sembahyang sehingga tidak layak memelihara makhluk 
seperti itu. Akhirnya, Bang Durahman yang menyanggupi. Jadi beliau itulah yang 
memeliharanya sampai ke anak cucunya. Jadi kalau ada acara keluarga, misalnya perkawinan, 
khitanan, diambilkan air di laut lalu dicipratkan kepada yang mau menikah. Tidak akan terjadi 
apa-apa. Cuma itu saja permintaannya.” 
Menurut Pak Dullah, buaya ini dapat memberikan bantuan kepada keluarga yang 
memeliharanya. Ketika salah seorang keluarganya yang sedang berlayar tenggelam gara-gara 
menabrak batu senggora di laut. Waktu itu hampir saja ditenggelamkan kalau tidak 
memandang anak cucunya. Rupanya, pemilik kapal ini  tidak percaya dan tidak peduli 
dengan buaya ini sehingga ia marah. 
Dari pendapat informan di atas dapat digarisbawahi bahwa Datu Buaya menempati 
posisi khusus dalam alam pikiran varian Awam dan Hakekat. Ia adalah bagian dari sejarah 
kehidupan mereka sendiri, dalam pengertian bahwa makhluk halus ini  harus 
diperlakukan dengan baik, dihormati dengan memenuhi kebuPencipta  hidup mereka. Bentuk 
perlakuan dan penghormatan ini  disimbolisasikan dengan beselamatan, yakni sebuah 
ritual  adat yang di dalamnya berisi doa dan sesaji yang dipersembahkan kepada Datu 
Buaya. Persembahan ini adalah simbolisasi hubungan yang erat antara dunia yang lahir 
(manusia) dengan dunia yang gaib (Datu Buaya). Dalam hubungan ini, jika salah satu 
“mengkhianati”, maka akan terjadi disharmonisasi yang ditandai dengan gangguan￾gangguan atau kekacauan baik dalam lingkup kecil maupun lingkup besar. 
Urang Gaib: Sungai Kalap : Sungai Kalap 
Istilah lain yang hidup dalam alam pemikiran orang-orang Kumai adalah urang gaib. 
Urang gaib ini seperti manusia, yang memiliki  tatanan kemasyarakatan. Mereka 
memiliki  pemerintahan, bangunan-bangunan megah, jalan-jalan raya, pasar, dan lain 
sebagainya. Yang membedakan mereka dengan manusia secara fisik terletak pada bagian 
bawah hidung yang tidak memiliki  garis. Selain itu, mereka memiliki  kelebihan dapat 
menyerupai manusia dan bergaul dengan manusia. Mereka dapat melakukan transaksi bisnis 
dengan manusia. Sedangkan tempat urang gaib ini terletak di Sungai Kalap. 
Menurut penuturan Pak Ijun, Sungai Kalap64 dihuni oleh urang gaib. Salah satu cerita 
yang paling populer dan dipercaya sebagai kenyataan adalah adanya seorang dealer sepeda 
motor dari Jakarta yang ingin menagih sisa pembayaran yang tinggal separohnya. Ia 
mengaku memperoleh cerita ini dari Pak Samad. 
“Ada seseorang yang bercerita langsung kepadaku, namanya Ijum. Menurutnya ceritanya, ada 
orang dari Jakarta datang ke Kumai dan mencari Kampung Kalap. Kata orang Jakarta ini , 
ada orang Kalap membeli sepeda motor, namun baru dibayari separohnya dan saya disuruh 
datang ke Kalap mengambil kekurangannya. Ijum tadi keheran-heranan, karena 
sepengetahuannya, Kalap itu adalah hutan belantara. Tapi, tetap saja orang Jakarta tadi tidak 
percaya dengan keterangan Ijum. Lalu Ijum pun mengajak orang tadi dengan sepedamotornya. 
Sesampainya di Kalap, orang Jakarta ini  keheran-heranan dan hampir tidak percaya 
bahwa hutan yang dilihat dengan mata kepalanya adalah Kalap. Menurut bayangannya waktu 
di Jakarta Kalap itu sebuah kelurahan atau kecamatan, namun nyatanya hanyalah himpunan 
pohon-pohon. Di tengah-tengah keheranannya itu muncul sebuah amplop persis di dekat 
kakinya. Ia pungut amplop itu dan membukanya: “Utang segera kami lunasi.” Sesudah 
membaca isi surat ini , orang Jakarta tadi mengajak Ijum pulang ke hotel di Pangkalan 
Bun. Belum lama ia duduk, ada telepon dari bosnya di Jakarta yang memberitahukan bahwa 
utang orang Kalap sudah dilunasi dan ia segera harus segera kembali ke Jakarta” (Wawancara 
dengan Pak Ijun, 19-07-2008).65
Cerita-cerita lain menyebutkan, orang-orang yang memancing di Sungai Kalap sering 
menyaksikan adanya pertunjukan musik di sini. Pak Hanafiyah (36) pernah mengalami 
sendiri ketika ia sedang memancing di sungai ini . Ia mendengar pertunjukkan musik 
dangdut dengan menyanyikan lagu-lagu Rhoma Irama. Ia terheran-heran dengan kejadian 
itu, karena ia tahu persis ketika berlabuh untuk memancing di situ yang tampaknya hanyalah 
hamparan pohon-pohon bakau, namun  tiba-tiba ada pertunjukkan musik. 
Catatan lapangan kami memperlihatkan, di sekitar Sungai Kalap ada  sebuah 
pancuran air, udara di sini agak dingin dan sedikit bernuansa mistis. Di sudut-sudut pancuran 
ada  ancak (tempat sesajen) yang berisi wadai apam (roti khas Kumai), rokok selinting
(sebatang rokok berasal dari tembakau dan dibungkus dengan daun kelapa muda), dan sebiji 
telur ayam kampung matang. Sesajen ini  diberikan kepada makhluk gaib penghuni 
Sungai Kalap. 
Bersahabat dengan Makhluk Halus Bersahabat dengan Makhluk Halus 
Masih berkaitan dengan makhluk halus adalah persahabatan antara manusia dengan 
makhluk ini . Kepercayaan lokal menyatakan adanya kemungkinan manusia bersahabat 
dengan makhluk halus. Makhluk halus yang dapat dijadikan sahabat adalah hantu laut. 
Disebut hantu laut, karena makhluk ini hidupnya di laut dan mereka memiliki  seorang 
pemimpin utama mereka yang bernama Raja Hantu Laut. Raja ini menguasai laut Jawa dan 
memiliki  istana di sebuah tempat tidak jauh dari bibir pantai pesisir Kumai. 
Seorang informan, Pak Barmawi menjelaskan, pernah ada seorang pengusaha China 
yang akan menurunkan perahu dagangnya dari daratan ke lautan mengalami kesulitan. 
Perahu tidak beranjak dari tempatnya meski telah ditarik dengan 3 buah kapal takbot. 
Bahkan tali-tali penarik yang berukuran sebesar lengan orang dewasa putus. Akhirnya 
diputuskanlah untuk memanggil Kayi Tabri, seorang yang dianggap bersahabat dengan 
makhluk halus (bahasa lokal: sahabat hantu laut). Ia memberikan sesaji berupa nasi kuning, 
telur ayam kampung, rokok kelinting, dan asap menyan, kemudian beliau menepuk bagian 
buritan perahu. Luar biasa! Perahu ini  bergerak dengan sendirinya tanpa perlu ditarik 
dengan kapal takbot. 
Kejadian serupa pada tahun 2007, ketika KM. Dharma Kencana II mau meninggalkan 
Pelabuhan Panglima Utar (Kumai) pada jam 19.00. Meski nahkoda kapal telah mengerahkan 
tenaga mesin maksimal yang ditandai dengan asap mengepul-ngepul hitam, namun kapal 
tetap tidak bisa bergerak. Setelah berlalu selama kurang lebih 2 jam, maka ada petugas 
pelabuhan yang memberikan sesaji berupa nasi kuning, sebiji telur ayam kampung, dan 
sebatang rokok kelinting, lima menit kemudian kapal ini  seperti didorong ke laut, dan 
akhirnya KM Dharma Kencana II dapat berlayar ke Pulau Jawa dengan selamat. 
Masih menurut Pak Barmawi, orang yang bersahabat dengan Raja Hantu Laut akan 
memberikan manfaat bagi tuannya: [1] Raja Hantu Laut ini akan memberitahu tuannya 
kalau kematian sudah tiba saatnya; [2] membantu dalam pelayaran, sehingga gelombang se-
besar apa pun tidak akan mampu menenggelamkan kapal; dan [3] membantu dalam me￾nangkap ikan. Orang yang bersahabat dengan hantu laut dapat dimintai bantuannya dalam 
menangkap ikan. Orang lain tidak dapat tangkapan ikan, orang yang bersahabat dengan hantu 
laut sebentar saja memasang pukat (jaring) atau memancing akan dapat ikan yang banyak. 
Kalau kita melihat ada buih di laut jangan ditegur, karena itu adalah Raja Hantu Laut sedang 
menampakkan dirinya. Kalau berani menegur serta merta sakit perut dan sakit-sakit lainnya. 
Kepercayaan varian Awam dan Hakekat terhadap jenis-jenis makhluk halus/gaib 
selain disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi yang bertugas menjaga “dunia” Kumai 
dan dapat bersahabat dengan mereka, merepresentasikan adanya pengaruh-pengaruh lama ke 
dalam keislaman mereka saat ini. Meskipun demikian, mereka meyakini bahwa makhluk￾makhluk ini  adalah ciptaan Pencipta  dan berada di bawah kendali-Nya. Jadi bukan 
makhluk-makhluk dalam pandangan Tylorian dan juga sebagaimana didefinisikan oleh 
Seymour-Smith (1990: 12-13), yang berpendapat bahwa ‘ruh’ atau ‘hidup’ dalam fenomena 
alam yang merupakan entitas tersendiri atau memiliki kekuatannya sendiri. Selain itu, bagi 
kedua kelompok ini , adanya makhluk gaib dianggap sebagai konsekuensi logis dari 
adanya makhluk fisik. Tidak ada makhluk yang merupakan entitas yang berdiri sendiri atau 
memiliki kekuatan sendiri. Manusia sekalipun, dengan kekuasaan Pencipta , tidak dapat 
mengendalikan sesama makhluk serta kekuatan semacam itu. 
Implikasi dari kepercayaan di atas, Awam dan Hakekat setidaknya memiliki dua ke￾yakinan. Pertama, bahwa posisi makhluk gaib tidak sebanding dengan kekuasaan Pencipta . 
Kedua, tidak ada karakter kePencipta an lain atau hak bagi satupun makhluk halus untuk 
diperlakukan seperti Pencipta . Dalam kenyataannya, keyakinan akan adanya makhluk halus 
bukan monopoli tradisi tertentu seperti animisme, melainkan juga satu ciri banyak tradisi, 
termasuk Islam dan Kristen. Jika referensi ajaran Islam diperlukan di sini, ada sebuah ayat al￾Qur’an (QS. al-Baqarah/2: 2-3), misalnya, yang menyebutkan bahwa orang-orang beriman 
adalah mereka yang percaya, antara lain, kepada yang gaib, dan ini secara pasti termasuk 
makhluk halus. Bertolak dari sini, kepercayaan Awam dan Hakekat akan makhluk halus 
tetaplah dalam koridor ajaran al-Qur’an dan Hadis. Yang membedakan adalah dikenalnya 
beberapa istilah lokal yang seolah-olah di luar keterangan dua sumber utama Islam ini . 
Fenomena seperti ini ditemukan juga dalam tradisi-tradisi lokal lain, seperti di Jawa dan 
daerah-daerah lain di Kalimantan yang mengenal beberapa istilah makhluk-makhluk halus 
dengan peran dan fungsinya masing-masing (lih. Tabe Tabel IV.1 Tabel IV.1. dan Tabel IV.2 l IV.1 Tabel IV.2 Tabel IV.2) 
Melihat peran dan fungsi makhluk halus lokal seperti diuraikan di atas, tampak sekali 
keberadaan makhluk-makhluk ini  diakui sebagai ada dan hidup berdampingan dengan 
masyarakat lokal yang bertugas untuk melindungi dan menjaga Kumai. 
Kepercayaan di atas kemungkinan merupakan sisa-sisa dari kepercayaan lama yang 
masih terpelihara dalam memori Awam dan Hakekat dan ketika Islam dianut tidak serta 
merta menghapuskan kepercayaan lama ini . Merujuk penelitian yang dilakukan Radam 
(2001) terhadap religi Orang Bukit, disebutkan bahwa Orang Bukit membagi diri manusia 
ke dalam tiga oknum, yakni Raja Umbayang, Limbagan (Diri Nyata) dan Dangsanak Ampat
(Saudara Empat).66 Ketiga oknum diri manusia ini adalah satu kesatuan yang tak 
terpisahkan; ke mana pun Limbagan, ke sanalah Raja Umbayang dan Dangsanak Ampat. 
Namun demikian, Limbagan lebih banyak dipengaruhi dan ditentukan gerak-geriknya oleh 
kedua oknum ini . Raja Umbayang, sebagai saudara yang tertua yang tinggal di dasar
tiang langit dipandang berperan mengarahkan kehidupan Limbagan. Dia merupakan sumber 
teladan buruk dan baik, dengan kata lain, sumber kelakuan moral dan etik. Raja Umbayang 
diidentifikasikan sebagai tinggal di langit, memiliki  sifat Bapang dan memiliki  
kemampuan menaklukkan, kelaki-lakian dan perkasa. 
Dangsanak Ampat, yang merupakan saudara Limbagan lainnya tinggal di hamparan 
bumi paling bawah, berperan memeliharanya. Dia merupakan sumber aktivitas dan kasih 
sayang. Dia berkemampuan memanaskan dan mendinginkan Limbagan. Dia memberi 
keseimbangan. Sementara itu, Raja Umbayang dipandang sebagai sumber inspirasi dan 
Dangsanak Ampat sebagai sumber aktivitas dan kreativitas. Keduanya disebut Dangsanak 
Lima (Radam, 2001: 186-188). 
Skema Diri Manusia Skema Diri Manusia 
 
Dangsanak Lima ini  dapat dikatakan guardian spirit perorangan (lih. James, 
1961: 488-491). James mengartikannya sebagai roh pemelihara, penjaga atau pengawas 
seseorang dan atau objek-objek tertentu. Salah satu asal-usul roh pelindung itu seperti 
selaput atau “baju” tembuni (camariah), tali pusat (uriah). Air tuban, yakni air pelicin 
keluarnya bayi dari rahim ibu (tubaniah), juga merupakan saudara manusia yang menjadi 
pemelihara dan penolong yang bersangkutan di samping plasentanya (tambuniah) sendiri. 
Diyakini bahwa bila keempat saudara manusia itu menjauhkan diri dari jasmani yang 
bersangkutan, maka anak atau orang yang bersangkutan akan sakit atau ditimpa 
marabahaya. 
Keyakinan akan adanya guardian spirit ini  telah dicatat oleh G. P. Murdock 
(1961) ada  pada berbagai masyarakat bersahaja. Di kalangan masyarakat Aranda di 
Australia Tengah roh pelindung itu disebut churinga; di masyarakat Samoa Pasifik dikenal 
dengan nama genii, yakni kelompok roh pelindung rumah tangga. Pada masyarakat Indian 
Inka di Peru, roh pelindung itu digolongkan ke dalam huauqui yang berarti saudara, yakni 
roh pelindung perorangan, dan pacarina, yakni roh pelindung sekalian orang; dan pada 
masyarakat Dahomei di Afrika Barat roh pelindung itu adalah roh nenek moyang yang ka￾rena keinginan agar namanya abadi diangkat menjadi djoto atau roh pelindung bagi setiap 
orang sepanjang hidup yang bersangkutan. Pada masyarakat Trunyan roh pelindung itu 
disebut Nyama Pat, yang berfungsi melindungi jasad manusia dan memberikan tambahan 
tenaga hidup (Danandjaja, 1980: 328-329). 
Uraian di atas mungkin hanyalah mitos-mitos belaka, namun  sebagaimana dikatakan 
oleh Nurcholish Madjid (1995: 210), bahwa manusia, baik sebagai perorangan maupun 
sebagai kolektifa, tidak dapat hidup tanpa mitos dan mitologi. Pengertian “mitos” seperti 
dikembangkan oleh para ilmuwan sosial, khususnya para antropolog, adalah sebagai suatu 
yang diperlukan manusia untuk mencari kejelasan tentang alam lingkungannya, juga sejarah 
masa lampau-nya. Dalam pengertian ini, “mitos” menjadi semacam “pelukisan” atas 
kenyataan-kenyataan (yang tidak terjangkau, baik relatif maupun mutlak) dalam format 
yang disederhanakan sehingga terpahami dan tertangkap oleh orang banyak. Hanya melalui 
suatu keterangan yang terpahami ini maka seseorang atau masyarakat dapat memiliki  
gambaran tentang letak dirinya dalam suasana kosmis, kemudian berdasar  gambar itu ia 
pun menjalani hidup dan melakukan kegiatan-kegiatan. Selanjutnya, Madjid mengatakan: 
“Dalam pengertian ini terkandung pandangan kenisbian tafsiran tentang mitos, yaitu bahwa 
setiap mitos betapapun itu salah, memiliki  faedah dan kegunaannya sendiri. Kaum 
fungsionalis di kalangan para ilmu sosial menganut pendapat serupa itu. Fungsi mitos dan 
motologi ialah untuk menyediakan rasa makna hidup yang membuat orang bersangkutan tidak 
akan merasa bahwa hidupnya akan sia-sia. Perasaan bahwa hidup ini berguna dan bertujuan ini 
lebih tinggi daripada pengalaman keseharian merupakan unsur amat penting dari kebahagiaan, 
juga merupakan tonggak ketahanan fisik dan mental. Dengan adanya keinsafan akan sesuatu 
makna dalam hidup seseorang akan mampu bertahan dalam kepahitan pengalaman hidup nyata 
karena ia berdasar  makna hidup yang diyakininya itu, selalu berpengharapan untuk masa 
depan. Oleh karena itu, makna hidup adalah juga pangkal harkat dan martabat manusia. 
Seperti dikatakan orang: Harkat manusia terletak pada pandangan bahwa hidupnya itu 
bagaimanapun juga berguna. Kita bersedia menanggung kepedihan, deprivasi, kesedihan, dan 
segala derita, jika semuanya itu menunjang suatu tujuan, daripada memikul beban hidup tak 
berarti. Lebih baik menderita tanpa makna”...Pengertian mitos semacam ini, menjadi sama 
dengan perlambang, alegori (majaz) atau simbol (rumuz jamak dari rumz). Sebab, sama dengan 
mitos, simbol pun (seperti bendera negara dan panji-panji), mewakili suatu kenyataan yang 
jauh lebih besar dan kompleks, yang oleh simbol itu disederhanakan sehingga mudah 
ditangkap maksud dan tujuannya, mungkin juga nilainya (dalam suatu peperangan yang 
melibatkan masalah atau mati, seseorang dapat tergugah luar biasa semangatnya hanya karena 
melihat bendera negara atau golongannya dikibar-kibarkan). Oleh karena itu, sama dengan 
simbol, mitos tidak dapat diberi makna harfiah, sebab setiap pemberian makna harfiah akan 
membuat persoalan menjadi tidak masuk akal (misalnya, adalah tidak masuk akal bawa 
seseorang bersedia mati semata-mata untuk atau demi secarik kain yang kebetulan berwarna 
atau bergambar tertentu, yaitu bendera; sebaliknya, adalah masuk akal bahwa ia bersedia mati 
“di bawah” bendera berupa secarik kain itu, karena ia memahami bahwa “di balik” bendera 
atau lambang itu ada  kenyataan atau makna yang besar dan sangat berarti bagi diri dan 
masyarakat, seperti negara atau agama” (Madjid, 1995: 211). 
 Dalam penafsiran ilmu antropologi tentang mitos dan mitologi, terkait kenisbian 
makna sesuai dengan kelompok masyarakat yang mendukungnya. Sebagai penyederhanaan 
keterangan tentang kosmos dan sejarah, mitos memiliki fungsi memasok masyarakat dengan 
kesadaran makna dan tujuan hidup yang amat penting. Oleh karena itu, dapat dikatakan 
bahwa manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa sistem mitologi dan bentuk-bentuk 
tertentu (Madjid, 1995: 214-219). Dengan demikian, masyarakat lokal sering kali tidak 
mempersoalkan apakah mitos-mitos itu memang benar-benar ada atau tidak. Bagi mereka, 
mitos berarti suatu cerita yang benar, dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling 
berharga (Daeng, 2000: 16). 
Menurut Dhavamony (1995: 150), mitos dalam kaitannya dengan agama, menjadi 
penting bukan semata-mata memuat kejadian-kejadian ajaib atau peristiwa-peristiwa 
mengenai makhluk-makhluk adikodrati, melainkan karena mitos ini  memiliki fungsi 
eksistensial bagi manusia. Fungsi ini secara lebih gamblang dikemukakan oleh Malinowski 
sebagai berikut: 
“Dalam peristilahan antropologi, ini berarti bahwa mitos atau cerita-cerita suci harus 
dirumuskan menurut fungsinya. Mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan 
kepercayaan tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu ritual  atau ritus, atau 
sebagai model tetap dari perilaku moral ataupun relijius. Karenanya, mitologi atau tradisi suci 
dari suatu masyarakat adalah kumpulan cerita yang terjalin dalam kebudayaan mereka, yang 
menyuarakan keyakinan mereka, menentukan ritus mereka, yang berlaku sebagai peta 
peraturan sosial maupun sebagai model tetap dari tingkah laku moral mereka. Setiap mitos 
tentu saja memiliki isi literer karena selalu berbentuk narasi. Akan namun , narasi ini bukan 
sekedar dongeng yang menghibur ataupun pernyataan yang diberikan kepada penganut agama. 
Mitos adalah cerita sejati mengenai kejadian-kejadian yang bisa dirasa telah turut membentuk 
dunia dan hakikat tindakan moral, serta menentukan hubungan ritual antara manusia dengan 
penciptanya, atau dengan kuasa-kuasa yang ada” (Malinowski, 1967: 286). 
Pelanggaran terhadap mitos dapat berakibat yang tidak baik bagi pelanggarnya, 
seperti dalam kasus seorang pengusaha yang mencoba membangun pelabuhan di Sungai 
Nyirih yang gagal total. Pelabuhan yang dibangun dengan bahan-bahan yang kokoh ini  
hanyut dibawa oleh makhluk halus yang menghuni lokasi ini . Kejadian ini diyakini 
betul oleh masyarakat Kumai, akibatnya—hingga saat penelitian lapangan peneliti—tidak 
ada yang berani membangun pelabuhan di sungai ini . 
C.C. C. C. KEPERCAYAAN KEPADA KEHI KEPERCAYAAN KEPADA KEHI KEPERCAYAAN KEPADA KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN DUPAN SETELAH KEMATIAN DUPAN SETELAH KEMATIAN 
Yang bertalian dengan akhir hidup manusia dan dunia adalah tentang kehidupan 
setelah mati. Konsep ini termasuk Rukun Iman, mencakup tanda-tanda kematian, prosesi 
interogasi oleh Munkar dan Nakir, pemberian pahala dan siksa sejak di alam kubur hingga 
Hari Berbangkit, Hari Berbangkit untuk Pengadilan Akhir, pemberian syafa`at (keringanan) 
untuk orang beriman; penitian melewati s}ira>t} menuju ke kehidupan kekal di alam baka (di 
surga atau neraka). 
C.1. Tanda C.1. Tanda Tanda----tanda Kematian: Varian tanda Kematian: Varian Nahu Nahu 
Kematian adalah keyakinan, karena ia merupakan sesuatu yang pasti, tidak disertai 
secuil keraguan pun. Kematian ibarat anak panah lepas dari busurnya, akan terus mengejar 
sasarannya. Begitu ia mengenai sasaran, saat itu pula kematian yang ditujunya tiba. 
Kecepatan anak panah itu jauh melebihi kecepatan melaju makhluk hidup, sehingga 
betapapun kencang ia berlari, dan sekukuh apa pun benteng perlindungannya, anak panah 
pasti menemuinya (Shihab, 2008: 13). 
Begitu pentingnya pengetahuan tentang kematian, Bapak Drs. Ramdan, seorang 
Kepala Madrasah Aliyah I Kumai, pernah mengulas panjang lebar mengenai topik ini dalam 
sebuah kesempatan khutbah Jumatnya di masjid Kumai. Peneliti kebetulan diberikan copy
dari teks khutbah Pak Ramdan. Berikut kutipannya: 
“Pencipta  s.w.t telah menetapkan bahwa setiap yang pernah merasakan hidup pasti akan mati dan 
tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menghindar atau lari dari kematian, bahkan jika 
kematian sudah ditetapkan oleh Pencipta  untuk seseorang, maka kematian itu yang akan 
mendatanginya. Simaklah firman-firman Pencipta  berikut ini: Tiap-tiap yang berjiwa akan 
merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan (QS. al-Ankabu>t/29: 
57). Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi 
berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah: 
"Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar" (QS. A<li Imra>n/3: 168). 
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam 
benteng yang tinggi lagi kokoh (QS. an-Nisa>/4: 78). Kami Telah menentukan kematian di 
antara kamu dan kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan (QS. al-Wa>qi‘ah/56: 60). 
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya 
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Pencipta ), yang 
mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu 
kerjakan" (QS. al-Jumu‘ah/62: 8). 
Bagi orang yang beriman, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan. Karena melalui 
kematian itulah ia dapat bertemu dengan Pencipta . Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah Saw 
bersabda: Barang siapa yang suka bertemu dengan Pencipta , maka Pencipta  suka menerimanya dan 
barang siapa yang tidak suka bertemu dengan Pencipta , maka Pencipta  juga tidak suka menerimanya. 
Seorang mukmin ketika didatangi kematian ia akan merasa gembira, karena pada saat itu ia 
merasa diridhai oleh Pencipta  dan akan mendapat surga-Nya. Karenanya, ia lebih suka segera mati 
dan menerima limpahan rahmat-Nya. Sebaliknya, bagi orang kafir, kematian itu sangat 
ditakutinya. Apalagi saat detik-detik kematian tiba, ia menyaksikan siksa Pencipta  diperlihatkan 
di depan matanya dan pasti akan menerimanya setelah kematian. Untuk itulah ia menangis dan 
tidak suka mati. Selain itu, Pencipta  juga menjauhkannya dari rahmat-Nya. 
 Jika ajal seseorang telah tiba dan manusia siap memasuki alam gaib, Pencipta  mengutus 
malaikat maut untuk mencabut roh yang mengatur dan menggerakkan badan. Pencipta  berfirman: 
Dan Dialah yang memiliki  kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya 
kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang 
di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu 
tidak melalaikan kewajibannya (QS. al-An‘a>m/6: 61). 
Sebuah riwayat tentang keadaan seseorang ketika kematian menjemputnya. Nabi s.a.w. 
bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin jika akan meninggalkan dunia dan menghadapi 
akhirat (akan mati), turun kepadanya Malaikat yang putih-putih wajahnya bagaikan matahari, 
membawa kafan dari surga, kemudian duduk di depannya sejauh pandangan mata 
mengelilinginya. Disusul malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya dan memanggil: 
“Wahai ruh yang tenang, keluarlah menuju pengampunan Pencipta  dan rida-Nya.” 
Nabi s.a.w. bersabda: “Maka keluarlah ruhnya mengalir bagaikan tetesan mulut kendi ( tempat 
air), langsung diterima, dan langsung dimasukkan dalam kafan dan dibawa keluar semerbak 
harum bagaikan kasturi yang terharum di atas bumu, lalu dibawa naik. Ketika melewati 
rombongan Malaikat, mereka bertanya: “Ruh siapakah yang harum ini?” Dijawab: “Ruh Fulan 
bin Fulan; sehingga sampai ke langit, dan di sana dibukakan pintu langit, dan disambut oleh 
penduduknya dan pada tiap langit diantar oleh Malaikat muqarrabu>n (malaikat-malaikat yang 
dekat dengan Pencipta ), dibawa naik ke langit yang atas hingga sampai ke langit ketujuh. Pencipta  
pun berfirman: “Catatlah bukunya di ‘illiyyin, dan kembalikan ia ke bumi sebab darinya Kami 
jadikan, dan di dalamnya Aku kembalikan dan darinya pula Aku akan keluarkan pada saatnya.” 
Kembalilah ruh ini  ke dalam jasadnya di dalam kubur, kemudian datang kepadanya dua 
malaikat untuk menanyainya: “Siapa Pencipta mu?” Maka dijawab: “Pencipta  Pencipta ku.” Ditanya 
lagi: “Apa agamamu?” Dijawab: “Agamaku Islam.” Dan ditanya lagi: “Bagaimana 
pendapatmu terhadap orang-orang yang diutus di tengah-tengah kamu itu?” Dijawab: “Aku 
membaca Kitab Pencipta  lalu aku percaya dan membenarkannya.” Setelah itu terdengarlah suara: 
“Hamba-Ku benar, berikan padanya hamparan dari surga serta pakaian surga dan bukakan 
untuknya pintu yang menuju ke surga supaya ia mendapat bau dan hawa surga. Lalu 
diluaskanlah kubur orang tadi seluas pandangan mata kemudian datang kepadanya seorang 
bagus wajahnya dan harum baunya sambil berkata: “Terimalah kabar gembira, ini saat yang 
telah dijanjikan Pencipta  kepadamu.” Orang tadi bertanya: “Siapakah Anda ini?” Dijawab: “Aku 
adalah amalmu yang baik.” Orang tadi pun memohon kepada Pencipta : “Ya Pencipta ku, segerakan 
datangnya hari kiamat agar aku dapat dengan segera bertemu keluargaku dan kawan￾kawanku.” 
Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Adapun hamba yang kafir, jika akan meninggalkan dunia dan 
menghadapi akhirat, akan turun kepadanya Malaikat dari langit yang hitam mukanya dengan 
pakaian serba hitam; ia duduk di mukanya sejauh pandangan mata, disusul kemudian malaikat 
maut dan duduk di samping kepalanya, dan berkata: “Hai ruh yang jahat, keluarlah menuju 
murka Pencipta  dan dan kemarahan-Nya”, maka tersebar di semua anggota tubuhnya, dan ruhnya 
dicabut bagaikan mencabut besi dari bulu yang basah. Terputus semua urat dan ototnya, dan 
ruh ini  dimasukkan ke dalam kain hitam, dan dibawa dengan bau yang sangat basin 
bagaikan bangkai, dan dibawa naik ke langit. Ketika melewati rombongan malaikat, ditanya: 
Ruh siapakah yang jahat dan basin ini? Dijawab: Ruh Fulan bin Fulan, dengan sebutan yang 
sangat jelek sehingga ketika sampai di langit dunia, pintu minta dibukakan namun tidak 
dibukakan untuknya. Kemudian Nabi Saw membaca ayat: Sekali-kali tidak akan dibukakan 
bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke 
lubang jarum (QS. al-A‘rāf/7: 40). 
Kemudian diperintahkan: “Tulislah orang itu dalam sijjin.” Dan dilemparkanlah ruhnya itu 
begitu saja, sebagaimana digambarkan dalam ayat: Barangsiapa mempersekutukan sesuatu 
dengan Pencipta , maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau 
diterbangkan angin ke tempat yang jauh (QS. al-H{ajj/22: 40)” (Wawancara, 07-01-2009). 
Informan lain menerangkan bahwa sebelum seseorang meninggal, ia sebenarnya akan 
menerima tanda-tanda khusus dari Pencipta , khususnya mengenai waktu datangnya kematian. 
Tanda-tanda kematian ini merupakan ilmu yang dapat dipelajari oleh siapa saja asal 
memenuhi syarat-syarat khusus. Untuk mempelajarinya dibutuhkan waktu khusus dan harus 
ada proses baiat. Pak Sapri (50) adalah salah seorang yang telah mempelajari ilmu ini. Ia 
mau mengajarkan ilmu ini setelah peneliti bersedia menjadi murid dan dibaiat. 67 Berikut 
adalah ilmu tanda-tanda kematian ini . 
“Pada waktu insan akan pulang ke rahmatullah, maka Hak Subh}a>nahu wa Ta`a>la Zat yang 
Mahamulia, telah memberikan tanda-tanda kepada segala insan, abiya, ulama dan arifbillah. 
Tanda yang pertama ialah daripada ujung sulbi bergerak dan naik ke atas dan rasanya seperti 
ditusuk dengan jarum dan terus-menerus, ke telinga kanan dan telinga kiri terdengar suara 
seperti suara meriam atau suara guntur, rasanya nyeri sekali. Inilah Malaikat Izrail yang 
merupakan suatu cahaya yang keluar dari insan, dan pada waktu itu juga kita harus 
mengucapkan ‘Ya> Hu>, Ya> Hu>, Ya> Hu>’. Itu adalah suatu tanda empat puluh (40) hari lagi kita 
akan kembali ke rahmatullah, dan rasa ini  di atas tidak seterusnya. 
Beberapa waktu di antaranya keluarlah dari mata kita yang rupanya sangat bagus sekali dan 
bercahaya dengan berpakaian hijau dan ia berdiri seketika. Itulah Malaikat Izrail, ia merupakan 
cahaya yang keluar dari mata kita, maka pada waktu kita mengatakan ‘H}aqq al-H{aq’ ini adalah 
menyatakan tanda yang kedua bahwa kita tujuh (7) hari lagi akan pulang ke rahmatullah. Dan 
cahaya hijau ini  di atas juga tidak seterusnya.
Akan datang lagi tanda yang ketiga bahwa tiga (3) hari lagi kita akan pulang ke rahmatullah. 
Maka keluarlag cahaya yang amat putih dan besarnya bersamaan dengan insan dan berbau 
harum sekali, seperti minyak wangi aambar kesturi dan ia berkata, “Akulah yang bernama 
cahaya Muhammad.” Dan kita menjawab, “Alhamdulillahi rabbil `alamin.” 
Setelah mengetahui bahwa tiga (3) hari lagi kita akan kembali ke rahmatullah, maka kita boleh 
meninggalkan pesan kepada anak, istri, dan keluarga yang ada. 
Yang terakhir sesudah tiga (3) hari, Pencipta  Ta`ala yang Hak dengan tiada terhingga dan 
bercahaya penuh sekalian alam semesta ini dengan tiada terhingga serta berfirman, “Akulah 
bernama Zat Pencipta  yang sebenarnya, bertetaplah, bertetaplah. Akulah bernama Zat Pencipta  yang 
sebenarnya bertetaplah, bersiaplah engkau pulang ke rahmatullah”; dan disertai pula dengan 
rasa yang terlalu nikmat, seperti tidur dengan perempuan yang bersama-sama keluar mani, dan 
kelezatannya tidak dapat disamakan dengan makanan, hanya berhimpun dengan kesukaan” 
(Catatan Lapangan).
Masih berkaitan dengan kematian ini adalah penjelasan dari Pak Djunaidi. 
Menurutnya, saat kematian datang, khususnya ketika roh berada di kerongkongan, maka 
pada saat itu ingatan manusia hilang lenyap dan pada saat ini benar-benar berada dalam 
kondisi kritis. Ketika itu akan datang dua setan, yang satu di sebelah kanan dan yang 
satunya di sebelah kiri. Mereka menawarkan kepada manusia: “Matilah dalam keadaan 
beragama Yahudi, karena Yahudi adalah agama terbaik.” Yang satunya berkata, “Matilah 
dalam keadaan Nasrani (Kristen), karena Nasrani adalah agama terbaik.” Jika ia orang yang 
beriman, ia akan menjawab, “Tidak! Tidak!” Tapi, jika imannya kurang kuat bisa saja ia 
terjerumus dan mengikuti tawaran setan (Wawancara, 11-07-2008). 
Ketika penulis bertanya kepada Pak Djunaidi, “Mengapa kematian itu harus beragama 
Islam?” Menurut Pak Djunaidi, karena Pencipta  memang hanya mengakui bahwa agama yang 
benar di sisi Pencipta  hanyalah Islam, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya agama di sisi 
Pencipta  adalah Islam”68; dan juga firman Pencipta : “Barangsiapa mencari agama selain Islam, 
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk 
orang-orang yang rugi.”
69
 Nah, firman Pencipta  ini, tegasnya, telah nyata-nyata hanya 
mengakui Islam sebagai agama dunia dan akhirat. Karena itulah ketika manusia berada 
dalam detik-detik kematian, setan berusaha memurtadkan manusia agar mati kafir, tidak 
beragama Islam.70
 
C.2. Alam Kubur: Interogasi Munkar dan Nakir C.2. Alam Kubur: Interogasi Munkar dan Nakir Alam Kubur: Interogasi Munkar dan Nakir 
berdasar  fakta lapangan Bubuhan Kumai—baik Varian Awam, Nahu, dan 
Hakekat—meyakini bahwa ketika manusia mati dan kemudian jasadnya dimasukkan ke 
dalam kubur, lalu para pengantarnya pulang sejauh tujuh langkah, maka pada saat itu datang 
dua malaikat, Munkar dan Nakir, yang bertugas untuk menanyai si mayit. Untuk membantu 
si mayit mempersiapkan diri menyongsong datangnya dua malaikat yang akan melakukan 
interogasi, maka para pengantar dengan dipimpin oleh seorang tuan guru, mengadakan 
prosesi talqin di atas kubur si mayit. 
Selama penelitian lapangan, penulis mengikuti prosesi kematian seorang bapak 
berusia 70 tahunan yang meninggal karena serangan jantung. Para pelayat (petakziyah) 
berdatangan mulai dari keluarga almarhum, teman-teman semasa hidup, sampai para 
tetangga sekampung. Sebagaimana seharusnya mayat seorang Muslim diperlakukan, yakni 
menunaikan empat kewajiban: memandikan, mengkafani, mensalatkan, dan menguburkan. 
Usai menyelesaikan tiga kewajiban, orang-orang mengantarkan jasad almarhum ke 
peristirahatan terakhir yang terletak di pemakaman Muslim di Kumai Hilir. Tiba di sini, 
prosesi pemakaman dilakukan dan berakhir dengan pembacaan talqin untuk almarhum. 
Talkin artinya mendikte, memahamkan atau memberi faham. Sedang yang dimaksud 
di sini ialah mendiktekan si mayit yang baru saja dimakamkan untuk menirukan kata-kata 
tertentu dari si penuntun. Soal apakah si mayit mendengar atau tidak, bukan masalah kita. 
Yang jelas, kalau dilihat dari sisi agama, bila seseorang meninggal, berpisahlah ruh yang 
selama hidup menyertainya sehingga putus hubungannya dengan dunia fana ini. Ia tidak 
mampu lagi melihat, mendengar, merasa, berpikir, dan bergerak. Akan namun  saat jasad 
sudah dimasukkan ke liang lahat dan tanah sudah diratakan, datanglah dua malaikat utusan 
Pencipta , Munkar dan Nakir, untuk menanyainya. Ruhnya dikembalikan agar si mayit dapat 
menjawab pertanyaan malaikat. Dalam hadis diterangkan bahwa si mayit tadi bisa 
mendengar suara sandal orang-orang yang pulang sehabis mengantar jenazahnya. Itulah 
sebabnya, dia harus diingatkan kembali dengan mentalkinnya: siapa Pencipta mu, apa 
agamamu, siapa nabimu, apa kitab sucimu, dan siapa saudaramu? Pada waktu ditalkin 
diyakini ia mendengar, dengan harapan “peringatan kembali” ini bisa diterima dan berguna 
untuk menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir nanti (Fattah, 2006: 256-257). Abbas (1984, 
IV: 78) menambahkan bahwa yang akan memimpin talkin haruslah ulama yang saleh atau 
orang tua yang saleh, supaya mantap didengar oleh mayit dan juga oleh hadirin. Yang 
membaca talkin sebaiknya duduk dan yang mendengar, yakni para pengantar yang lain, 
harus berdiri, namun  ketika membacakan tahlil dan doa-doa sebaiknya semuanya duduk. 
Tidak boleh hiruk pikuk di atas kuburan, karena suasana saat itu adalah suasana prihatin. 
Karena adanya pertanyaan dua malaikat inilah dan demi menolong si almarhum untuk 
terakhir kalinya, Tuan Guru Said Budin memberikan bimbingannya kepada si mayat yang 
memakan waktu agak lama. Berikut prosesi pentalkinan mayit ini . 
“Bism Alla>h ar-Rah}ma>n ar-Rah}i>m, al-h}amdu li Alla>h al-munfaridi bi al- qidami wa al-baqa>’i. 
Al-qa>d}i> baina khalqihi bi al-mauti wal fana>’i. Wa qa>la Ta‘a>la kullu syai’in ha>likun illa> wajhahu 
lahul-h}ukmu wa ilaihi turja‘u>n. Kullu nafsin z\a>’iqat al-maut. S|umma ilaina> turja‘u>na minha> 
khalaqna>kum wa fi>ha> nu‘i>dukum wa minha> nukhrijukum ta>ratan ukhra>. Bism Alla>h, wa bi 
Alla>hi wa min Alla>hi wa illa Alla>hi wa ‘ala> millati rasu>lilla>hi s}alla Alla>hu ‘alaihi wassallam. 
Haz\a> ma> wa‘darrah}ma>nu wa s}adaqa al-mursalu>n. Inka>nat illa> s}aihatan wa>h}idatan fa iz\a>hum 
jami>‘ul-ladaina> muh}d}haru>n. Wahai fulan bin fulan, mudah-mudahan Pencipta  memberi rahmat 
akan engkau sesungguhnya setelah hilang dari engkau oleh kesenangan dan perhiasan dunia. 
Dan sekarang engkau telah berada di dalam satu tempat yang dinamakan dengan barzakh 
daripada segala tempat (segala barzakh akhirat). Maka oleh itu janganlah engkau lupakan 
perjanjian yang engkau telah bercerai akan kami di negeri dunia. Dan engkau telah berdahulu 
dari kami dengan janji itu ke negeri akhirat ialah perjanjian mengucap syahadat: ‘asyhadu an la> 
ila>ha illa> Alla>h wa asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h’ yang artinya naik saksi aku 
bahwasanya tiada Pencipta  yang disembah dengan sebenarnya melainkan Pencipta  dan naik saksi 
aku bahwasanya Muh}ammad itu pesuruh Pencipta . Maka apabila datang akan engkau oleh dua 
orang malaikat yang diwakili Pencipta  untuk menanya engkau, dan makhluk yang seumpama 
engkau. 
Maka janganlah engkau terkejut dan jangan gentar melihat akan dua orang malaikat itu karena 
keduanya itu adalah makhluk Pencipta  sebagai engkau pun adalah makhluk Pencipta  juga. Maka 
apabila kedua orang malaikat itu sudah berada di sisi engkau dan menanya engkau dengan 
perkataan: siapa Pencipta  engkau? Siapa Nabi engkau? Apa iktikad engkau? Dan atas perkataan 
apakah engkau ketika mati? Maka jawablah: ‘Pencipta  itu Pencipta ku, Muhammad Nabiku, Ahlu as￾Sunnah wa al-Jama>‘ah itu iktikadku, dan kesudahan perkataanku dengan dua kalimah 
syahadat, la> ila>ha illa> Alla>h wa asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h. Maka apabila 
mengulangi kedua orang malaikat menanya engkau maka jawablah seperti jawaban yang 
dahulu tadi. Dan apabila bertanya pula kedua malaikat itu kepada engkau dengan katanya: 
siapa Pencipta  engkau? Siapa Nabi engkau? Apa agama engkau? Apa imam engkau? Apa kiblat 
engkau? Dan siapa saudara-saudara engkau? Maka jawablah dengan lidah yang fasihah dengan 
tidak merasa takut sedikit jua pun. Kata oleh engkau: Pencipta  Ta‘a>la itu Pencipta ku, Muhammad 
itu Nabiku, Islam itu agamaku, Qur’an itu imamku, Baitullah itu kiblatku, sekalian kaum 
Muslimin itu saudaraku, Nabi Ibra>hi>m al-Khali>l itu bapaku pada agama dan aku selama hidup 
sampai kepada matiku adalah aku berpegang atas makna dua kalimah: la> ila>ha illa> Alla>h wa 
asyhadu anna Muh}ammadan Rasu>l Alla>h, tiada Pencipta  yang disembah dengan sebenarnya 
melainkan Pencipta , bermula Muhammad itu pesuruh Pencipta . Berpeganglah engkau dengan ini 
jawaban. 
Dan ketahuilah bahwa engkau bertetap dalam ini tempat hingga sampai hari kiamat. Maka 
apabila dikata orang kepada engkau: siapa laki-laki yang dijadikadikan rasul pada kamu dan 
pada seluruh makhluk jin dan manusia? Maka engkau kata: ‘Laki-laki itu ialah Nabi 
Muhammad yang datang kepada kami dengan membawa petunjuk kepada jalan yang benar. 
Maka berimanlah kami dengan dia dan kami mengikut akan dia, dan kami benarkan akan dia 
dengan kerasulannya. Maka jika para malaikat itu meninggalkan engkau maka katakanlah: 
‘H{asbiya Alla>hu la> ila>ha illa> huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa rabb al- ‘arsyil ‘az}i>m.’ 
Ketahuilah bahwasanya mati itu sebenarnya. Bertempat di dalam kubur itu sebenarnya. 
Pertanyaan dua orang malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur itu sebenarnya. Hidup kedua 
kalinya pada hari kiamat itu sebenarnya. Berhitung seluruh amal baik dan amal jahat 
sebenarnya. Ditimbang seluruh amal itu sebenarnya. Melalui titian yang dinamakan shirâth al￾mustaqîm itu sebenarnya. Surga sebenarnya. Neraka sebenarnya. Dan bahwasanya hari kiamat 
itu sebenarnya dan bahwasanya Pencipta  Ta‘a>la akan mengeluarkan seluruh orang yang berada di 
dalam kubur. Maka kami tinggalkan akan dikau hal keadaan engkau bersendirian hanya kami 
mendoakan kepada Pencipta  yang Pengasih lagi Penyayang, mudah-mudahan engkau mendapat 
rahmat di dalam kubur ini. Hai Pencipta  kami jinakan oleh-Mu mayit itu, karena tidak ada yang 
menjinakkan mayit ini hanya Engkau. Dan berilah rahmat akan mayit ini di dalam kuburnya, 
karena tidak adalah yang dapat memberi rahmat akan dia melainkan Engkau. Fa anta 
arh}amurra>h}imi>n. Wa s}alla Alla>hu ‘ala> sayyidina> Muh}ammadin wa ‘ala> a>lihi was}ah}bihi 
wasallama wa al-h}amdu li Alla>hi rabb al-‘a>lami>n” (Catatan Lapangan).71
Bimbingan terakhir bagi mayit di atas dipercaya sangat berguna. Jika tidak diingatkan 
melalui talkin dikhawatirkan si mayit lupa dengan “kunci” jawaban ini . Meskipun 
mentalkinkan mayit hukumnya sunat, diberi pahala yang mengerjakannya dan berfaedah 
untuk mayit yang ditalqinkan (Abbas, 1984, IV: 78), namun bagi Bubuhan Kumai 
hukumnya wajib. Artinya, mentalkinkan mayit adalah kewajiban dan meninggalkannya 
berarti dosa dan tidak menghargai si mayit dan keluarganya. Sikap seperti ini diungkapkan 
oleh Pak Said yang sering bertindak sebagai pentalkin di Kumai. Menurutnya, mentalkin 
mayit itu wajib dan tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apa pun, karena ia merupakan 
perintah agama dan dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat kemudian dilanjutkan oleh para 
ulama. 
Dalam ritual  talkin sebenarnya adalah ilustrasi bagaimana agama dipahami dan 
bagaimana kesadaran keagamaan direvitalisasi. Lewat pengungkapan talkin, pengetahuan 
dan keyakinan keagamaan, disadarkan kembali kepada pemeluknya, yakni bahwa kematian 
adalah suatu keniscayaan akan dialami manusia dan sekaligus mengingatkan akan adanya 
proses pertanggungjawaban perbuatan selama hidup di dunia. Perbuatan baik akan memberi 
kemudahan kepada si mayit dalam menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir. 
Usai prosesi pentalkinan, para pengantar pulang ke rumah masing-masing, maka 
tinggPencipta  si mayit seorang diri di kuburnya dan selanjutnya akan diadakan proses interogasi 
dua malaikat. Bagaimana proses interogasi kedua malaikat itu berlangsung, Pak Dimansyah 
memberikan penjelasannya agak dramatis sebagai berikut: 
“Ketika ruh seseorang dikembalikan ke dalam jasadnya di dalam kubur, dan datanglah dua 
Malaikat yang mendudukkannya lalu bertanya: “Siapa Pencipta mu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” 
Ditanya lagi: “Apa agamamu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” Ditanya sekali lagi: “Bagaimana 
pendapatmu terhadap orang yang diutus ditengah-tengah kamu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” 
Maka, terdengarlah suara seruan dari langit: “Hamba-Ku bohong, hamparkan untuknya dari 
neraka dan bukakan baginya pintu neraka. Karena itu terasalah baginya panas hawa neraka, 
dan disempitkan kuburnya sehingga terhimpit dan rusak tulang-tulang rusuknya, kemudian 
datang kepadanya seseorang yang berwajah jelek dan berbau busuk, sembari berkata 
‘sambutlah hari yang sangat jelek bagimu, inilah saat yang telah diperingatkan Pencipta  
kepadamu.’ Ia pun bertanya: “Siapakah kamu ini?” Ia menjawab: “Aku adalah amalmu yang 
jelek.” Mendengar itu, ia pun berkata: “Ya Pencipta  janganlah buru-buru Engkau datangkan hari 
kiamat.” 
Sebaliknya, jika pertanyaan yang sama diajukan kepada orang yang beriman, niscaya mereka 
dapat menjawab semua pertanyaan di atas. Kuburnyan kemudian diperluas hingga 70 hasta 
dan ditaburkan padanya bunga-bunga dan dihamparkan sutra, dan bila ia hafal dari al-Qur’an 
cukup untuk penerangannya, jika tidak maka Pencipta  memberikan kepadanya cahaya penerangan 
yang menyerupai penerangan matahari, dan ia dalam kubur bagaikan pengantin baru. Jika 
tidur, tidak ada yang berani membangunkan kecuali kekasihnya sendiri. Ketika ia bangun dari 
tidurnya itu, ia seperti kurang puas tidurnya. Adapun orang kafir, kuburnya akan dipersempit 
sehingga menghancurkan tulang rusuknya dan menembus perutnya. Dikirimkan kepadanya 
ular sebesar onta, yang memakan dagingnya hingga habis dan hanya tersisa tulang-belulang. 
Kepadanya didatangkan malaikat yang akan menyiksanya. Malaikat ini buta dan tuli dengan 
membawa pemukul besi yang langsung dipukulkannya. Malaikat ini tidak mendengar jeritan 
kesakitan dari orang ini dan juga tidak melihat keadaan orang yang dipukulnya dengan keras 
ini. Karena keadaan Malaikat yang demikian inilah, maka ia sama sekali tidak pernah 
memberikan belas kasih kepada orang yang dipukulnya. Setelah itu, orang kafir ini 
dihidangkan siksaan neraka pada setiap pagi dan sore”(Catatan Lapangan).72
Selain meyakini pertanyaan kubur, Bubuhan Kumai selalu diingatkan dengan hakikat 
kematian dan alam kubur. Peringatan ini disampaikan dalam bentuk sebuah nasehat yang 
berjudul “Berita Alam Kubur”. Teks tertulis dari nasehat ini peneliti peroleh dari Pak Asran. 
Dalam kesempatan itu, Pak Asran membacakannya kepada peneliti dengan cara 
melagukannya khas Kumai dan tampak menitikkan air matanya. Ketika ditanya, “Kenapa 
Bapak menangis?” Pak Asran menjawab, “Seolah-olah kematian di depan mataku dan 
kurasakan betapa sedihnya aku seorang diri di alam kubur.” 
Berita Alam Kubur Berita Alam Kubur737373
 
Pada suatu keterangan bahwa terdengar suara panggilan dari langit tiga kali panggilan: 
Wahai anak Adam! Apakah kamu meninggalkan dunia ini, ataukah dunia yang 
meninggalkanmu? 
Wahai anak Adam! Apakah kamu yang mengumpulkan dunia ini atau dunia yang 
mengumpulkan kamu? 
Apakah kamu mematikan dunia ini, atau dunia yang mematikan kamu? 
Selanjutnya ketika mayat dibaringkan akan dimandikan maka dipanggil tiga kali panggilan: 
Wahai anak Adam! Di manakah tubuhmu yang kokoh, kekar, sekarang lemah? 
Wahai anak Adam! Di mana mulutmu yang cakap, cerdas, mengapa sekarang kamu bungkam? 
Wahai anak Adam! Di manakah semua kekasihmu, tak ikut bersamamu? 
Di saat mayat dikafani, timbul pertanyaan lagi: 
Wahai anak Adam! Pergilah dari sini, ke tempat yang jauh, tanpa membawa perbekalan. 
Wahai anak Adam! Keluarlah kamu dari rumahmu dan tidak usah kembali lagi. 
Wahai anak Adam! Naik kuda dan kamu akan menjadi sesuatu di dalam rumah yang penuh 
kesedihan. 
Ketika mayit dimasukkan ke dalam usungan dipanggil tiga kali panggilan lagi: 
Wahai anak Adam! Berbahagialah kamu jika kamu termasuk orang-orang yang bertobat. 
Berbahagialah kamu jika amalmu baik. 
Berbahagialah kamu jika sahabatmu dalam keridaan Pencipta  dan celakalah kamu jika sahabatmu 
orang yang dimurkai Pencipta . 
Waktu mayat diletakkan dekat liang kubur, dipanggil tiga kali panggilan: 
Wahai anak Adam! Segala amalmu yang kamu lakukan pasti akan kamu lihat. 
Jika amal perbuatanmu baik, maka kamu akan memetik hasilnya. 
Dan jika amalmu jelek, maka kamu akan menerima jeleknya pula. 
Selanjutnya jika mayit diletakkan di tepi lobang kubur terdengar tiga kali panggilan lagi: 
Wahai anak Adam! Bukankah kamu menambah damai ditempat yang sempit ini? 
Bukankah kamu membawa cahaya penerang ditempat yang gelap ini? 
Bukankah kamu membawa kekayaan ditempat kefakiran ini? 
Selanjutnya jika mayit itu sudah sampai pada liang kubur, ia pun dipanggil tiga kali panggilan: 
Wahai anak Adam! Kamu di atas punggungku bersenda gurau, tapi kamu dalam perutku 
menjadi menangis. 
Wahai anak Adam! Kamu berada di atas punggungku dapat bicara, sekarang membisu. 
Wahai anak Adam! Kamu di atas punggungku bersuka ria, sekarang apa yang akan kulakukan 
atas diri kamu. 
Sesudah berada dalam perutku, jika kamu beriman kamu merasakan apa yang aku lakukan 
terhadapmu, tapi jika kamu jelek, rasakan akan aku himpit sampai remuk tulang-tulangmu. 
Dulu kamu sombong, terimalah balasanku. 
Senada dengan keterangan di atas, sebuah kitab bertuliskan Arab pegon yang 
berbahasa Melayu, Kasyf al-Gaibiyah (1995)74, juga menerangkan tentang keadaan alam 
kubur yang demikian menyedihkan ketika si mati mengetahui keadaan yang sesungguhnya. 
Anggota-anggota tubuhnya satu per satu membusuk dan dikerumuni oleh binatang-binatang 
kuburan. Juga, dijelaskan tentang orang-orang yang dulu hidup bersamanya, namun sekarang 
meninggalkan mereka sendirian. Kasyf al-Gaibiyah lebih lanjut mengatakan: 
Telah bersabda Nabi s.a.w. keluar roh itu daripada badan anak Adam maka apabila lalu tiga 
hari berkata roh itu, “Ya Pencipta ku izinikan oleh-Mu bagiku hingga aku berjalan kepada 
kuburku dan aku tilik kepada jasadku yang adalah aku padanya maka memberi izin Pencipta  
Ta‘a>la baginya maka datang ia kepada kuburnya dan menilik ia kepadanya daripada jauh dan 
sungguhnya telah mengalir daripada dua lubang hidungnya dan daripada mulutnya itu darah. 
Maka menangis ia akan sebagai tangis yang panjang kemudian berkata ia, “Wah jasadku yang 
miskin hai kekasihku adakah engkau ingat akan beberapa hari hidup engkau bermula rumah 
inilah rumah yang liar dan rumah balak dan rumah kepicikan dan rumah duka cita dan rumah 
menyesal”. 
Kemudian, berjalan ia maka apabila adalah lima hari berkata ia, “Hai Pencipta ku izinkan oleh￾Mu bagiku hingga aku tilik kepada jasadku”. Maka memberi izin Pencipta  Ta‘a>la baginya maka 
datang ia kepada kuburnya dan menilik ia daripada jauh dan sungguhnya telah mengalir 
daripada dua lubang hidungnya dan daripada mulutnya dan dua lubang telinganya itu air danau 
dan nanah maka menangis ia akan sebagai menangis kemudian berkata ia, “Hai jasad yang 
miskin adakah engkau ingat akan beberapa hari hidup engkau di dalam dunia akan beberapa 
rumah ini yang duka cita dan percintaan dan percobaan dan ular dan kala sungguhnya telah 
memakan oleh ulat akan daging engkau dan telah mencarik ia akan kulit engkau dan segala 
anggota engkau. Kemudian, berjalan ia maka apabila ada ia tujuh hari berkata ia, “Hai 
Pencipta ku izinkan olehmu bagiku hingga aku tilik akan jasadku.” Maka memberi izin oleh Pencipta  
baginya maka datang ia kepada kubumya dan menilik ia daripada tempat yang jauh dan 
sungguhnya telah jatuh padanya oleh ulat amat banyak maka menangis ia akan sebagai 
menanggis yang amat sangat. Maka berkata ia, “Hai jasadku adakah engkau ingat akan 
beberapa hari hidup engkau di manalah segala anak engkau dan di manalah segala keluarga 
engkau dan di manalah aurat engkau dan di manalah segala saudara engkau dan di manalah 
handai taulan engkau dan di manalah jemaah engkau dan di manalah jiran engkau yang mereka 
itu suka mereka itu berjiran akan dikau pada hari ini menangis mereka itu atasku dan atas 
engkau.” 
Dan di riwayat daripada Abi Hurairah radia llahu anhu apabila mati orang yang mukmin 
beredarlah rohnya pada keliling rumahnya sebulan maka menilik ia kepada barang yang tinggal 
daripada hartanya betapa bahagia akan dia dan betapa ditunaikan akan hutangnya. Maka 
apabila sempuma baginya satu bulan berkeliling ia kepada kuburnya maka berkeliling ia 
kemudian daripada yang demikian itu hingga sempurna atas setahun maka menilik ia akan 
orang yang meminta doa ia baginya dan orang yang berduka cita atasnya apabila sempurna 
setahun diangkatkan rohnya kepada tempat perhimpunan segala roh hingga hari kiamat artinya 
hari tiup sangkakala” (Kasyf al-Gaibiyah, 1995: 57-59). 
Di bagian akhir kutipan dari Kasyf al-Gaibiyah menjelaskan tentang keberadaan roh 
yang berkeliling rumahnya selama sebulan untuk melihat harta dan keluarganya kemudian 
berkeliling di pemakamannya selama setahun dan setelah itu rohnya diangkat ke tempat 
perhimpunan hingga hari kiamat tiba. Merujuk penjelasan dari Kasyf al-Gaibiyah ini dapat 
dipahami kepercayaan Bubuhan Kumai yang menyatakan bahwa selama sebulan lebih roh 
orang yang meninggal masih bolak balik antara kuburnya dengan rumahnya. Ia 
memperhatikan secara seksama apa yang ada di rumah sepeninggalnya, termasuk aktivitas￾aktivas yang dilakukan oleh anak dan istrinya. Karena kepercayaan inilah, sebagian orang￾orang Kumai membiarkan kamar almarhum tidak digunakan dan bahkan tempat tidur ditata 
sedemikian rupa, pintu kamar di buka untuk memberikan kesempatan kepada almarhum 
“menempati”-nya. 
Selain keyakinan di atas, Bubuhan Kumai mengadakan ritual betahlilan dengan tujuan 
mengirimkan doa dan pahala kepada almarhum. Ritual betahlilan dilaksanakan secara 
berturut-turut: betahlilan hari pertama, kedua, ketiga, ketujuh, selawi (hari yang ke-25), dan 
diakhiri dengan meempatpuluh (hari yang ke-40). Genap setahun diadakan ritual  mehaul. 
ritual  ini dimaksudkan sebagai pertanda “perpisahan” kepada almarhum yang akan pergi 
ke alam perhimpunan. Ini tidak berarti keluarga yang masih hidup lepas hubungan sama 
sekali dengan yang mati. Mereka tetap meyakini adanya hubungan yang terus-menerus 
dengan si mati. Jika salah satu keluarga melupakan si mati, maka si mati menegur melalui 
kepidaraan, yakni pusing kepala yang tidak sembuh-sembuh; pusing ini  bisa sembuh 
setelah sebagian rambut kepala ditarik sambil menyebut nama-nama keluarga yang telah 
meninggal. Jika saat rambut ditarik sambil menyebut nama seseorang yang sudah mati dan 
berbunyi, maka dipahami bahwa arwah ini  sedang menegur keluarganya yang masih 
hidup, yang kemungkinan lama tidak berkirim doa atau ziarah ke makamnya. 
C.3. C.3. Zikir Varian Awam dan Hakekat: Zikir Harum Zikir Varian Awam dan Hakekat: Zikir Harum Zikir Varian Awam dan Hakekat: Zikir Harum 
Ada kepercayaan yang bertahan di kalangan Awam dan Hakekat, yakni kuburan orang 
yang mati bisa berbau harum atau wangi karena semasa hidupnya mengamalkan Zikir 
Harum. Varian Nahu cenderung menolak zikir ini karena dianggap tidak sesuai dengan 
tuntunan al-Qur’an dan Sunnah. Bagi varian yang terakhir ini, keharuman kubur seseorang 
ditentukan oleh amal saleh yang dilakukannya di dunia ini bukan ditentukan oleh Zikir 
Harum. Pendapat seperti ini diungkapkan oleh Pak Dimansyah yang menyatakan: 
“Harum kadanya kuburan seseorang kena waktu matinya tergantung pada amal saleh yang 
inya kerjakan di dunia ini bukan pada Zikir Harum yang dipercayai dapat mengharumkan 
kuburan. Apalagi pang kulihat zikir ini  kadeda rujukannya dalam al-Qur’an dan hadis”
(Wawancara, 4-01-2009). 
“Harum tidaknya kuburan seseorang tergantung sepenuhnya pada amal saleh yang 
dikerjakannya di dunia ini bukan pada Zikir Harum yang dipercayai dapat mengharumkan 
kuburan. Apalagi setelah saya baca zikir ini  tidak ada rujukannya dalam al-Qur’an dan 
hadis.” 
Formula Zikir Harum adalah kombinasi antara kalimat tauhid dengan bahasa Melayu 
Kumai. Peneliti menemukan ada beberapa versi dari zikir ini. Salah satunya adalah zikir yang 
diamalkan oleh Pak Menan (80). Ia mengaku selalu mengamalkan zikir ini  setiap selesai 
salat lima waktu. Tujuannya agar kuburnya nanti berbau wangi sehingga menyenangkan 
orang yang lewat atau berziarah ke makamnya. Menurut pengakuan Pak Menan: 
Supaya kuburku kena harum, aku selaluam meamalkan Zikir Harum. Zikir ini sudah 
tebuktiam oleh urang-urang yang meamalkannya. Aku pernah menghadiri sebuah ritual  
penguburan seseorang, aku mencium bau harum semerbak dari kuburan itu. Aku pun berusaha 
mencari amalan apa gerangan yang dipakainya. Alhamdulilah tedapat keluarganya. Lalu 
keluarganya tadi bekesah kalo keluarganya itu selalu meamalkan Zikir Harum limbah 
sembahyang lima waktu dan membari aku amalan zikir ini ” (Wawancara, 12-07-2008). 
“Supaya kuburku nanti berbau harum, maka saya selalu mengamalkan Zikir Harum. Zikir ini 
terbukti oleh orang-orang yang mengamalkannya. Saya pernah menghadiri sebuah ritual  
pemakaman seseorang, saya mencium bau wangi semerbak dari kubur ini . Saya pun 
berusaha mencari amalan apa yang dipakai orang ini. Alhamdulillah saya bertemu keluarganya. 
Lalu keluarganya tadi menceritakan kalau keluarganya itu selalu mengamalkan Zikir Harum 
setiap selesai salat lima waktu dan memberiku amalan zikir ini .” 
Di lapangan, ditemukan pula beberapa orang yang mengaku mengamalkan Zikir 
Harum. Salah satunya adalah Bu Asiah (55), yang mengaku mengamalkan zikir ini  
sejak kecil dan sampai sekarang terus mengamalkannya. Alasan yang dikemukan Bu Asiah 
sama dengan Pak Menan. Menurut Bu Asiah: 
“Zikir harum itu gasan kita kalau habis umur awak kita jadi harum. Diamalkan limbah 
sembahyang. Bagus kalau kita maamalkan inikalau kita mati. Maamalkan ini bisa melindungi 
orang tua kita. Ngalihpang mengesahkannya…pendeknya luar biasa pang hebatnya 
maamalkan zikir ini neh. Sewaktu orang melewati kubur kita tercium bau harum”
(Wawancara, 8-07-2008). 
“Zikir harum itu untuk bekal kalau usia kita habis sehingga [mayat] jadi harum. Diamalkan 
setelah sembahyang. Baik sekali kalau mengamalkan ini kalau kita mati. Mengamalkannya 
dapat melindungi orang tua kita. Sulit sekali menggambarkannya...intinya luar biasa sekali 
mengamalkan zikir ini. Sewaktu orang melewati kubur kita tercium bau harum.” 
Zikir Harum versi Bu Asiah agak berbeda dengan versi Pak Menan. Perbedaan 
ini  tampak sangat mendasar sekali. Versi Pak Menan zikirnya terdiri atas 17 baris, 
sedangkan Bu Asiah hanya 15 baris. Perbedaan ini  adalah sebagai berikut: 
Bism Alla>h ar- Bism Alla>h ar---Rah}ma>n ar Rah}ma>n ar Rah}ma>n ar----Rah}i>m Rah}i>m Rah}i>m 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
La> ila>ha illa> Alla>h 
zikir harum minaksani 
zikir harum manik qalbi 
kusudah sampai hukum Pencipta  
aku pulang ke rahmatullah 
aku dirahap
75
 hamba Pencipta  
aku dipundut
76
 hamba Pencipta  
aku diarak hamba Pencipta  
bapuncak
77
 Fatihah 
aku dikuburkan hamba Pencipta  
aku ditelakinkan hamba Pencipta  
buah sebigi ilmu putus [?] 
banyaknya rumput di tanah 
ruhku dicabut 
bapuncak sirathal-mustaqim 
aku pulang ke rahmat Pencipta  
Percampuran di atas menunjukkan adanya pengaruh lokal terhadap ajaran Islam yang 
dipeluk oleh Bubuhan Kumai, khususnya varian Awam dan Hakekat. Dalam perkembangan 
selanjutnya, percampuran itu kemudian dianggap sebagai bersumber dari ajaran Islam 
sehingga mengamalkannya dapat memberikan manfaat-manfaat khusus, seperti kuburnya 
menjadi harum. Untuk alasan inilah, beberapa informan bercerita kepada peneliti bahwa 
mereka telah berusaha mencari Zikir Harum namun tidak menemukannya. Menurut mereka 
zikir ini  sangat bagus untuk dijadikan wiridan setelah selesai sembahyang lima waktu.78
D.D. D. D. TIBANYA HARI KIAMAT TIBANYA HARI KIAMAT TIBANYA HARI KIAMAT 
Dalam sebuah pengajian di Kumai Hilir, Guru Sapuani menceritakan dahsyatnya hari 
kiamat. Ketika tiba hari kiamat, langit pecah belah, remuk redam, bintang-bintang pecah dan 
bertebaran tanpa arah, yang dahulu bercahaya cemerlang saat itu menjadi gelap gulita. 
Matahari dan gunung pecah berkeping-keping. Binatang ternak ditinggalkan para 
pemiliknya karena panik yang amat sangat. Lautan menumpahkan airnya sehingga daratang 
penuh dengan air sehingga manusia tidak bisa menyelamatkan diri. Ibu-ibu hamil keguguran 
akibat panik yang tiada tara. Dunia ini hancur lebur. Yang tinggal hanyalah Pencipta  sendiri. 
Setelah manusia dikumpulkan dan akan diadili dengan seadil-adilnya oleh Pencipta  (Catatan 
Lapangan, 22-07-2008). 
Di Kumai Hilir, seorang ibu mengajarkan anak-anak membaca al-Qur’an secara 
tradisional usai salat maghrib. Anak-anak duduk melingkar, guru berada di tengah-tengah 
lingkaran dengan sebuah al-Qur’an beralaskan batal yang dilapisi sajadah dan sepotong lidi 
sepanjang 20-30 cm sebagai alat penunjuk atau penanda ayat-ayat yang sedang dibaca. Alat 
penunjuk ini terbuat dari lidi pohon kelapa kering yang langsung diambil dari pohonnya dan 
tidak boleh diambil dari sapu yang sudah dipakai. Penunjuk ini  sangat disakralkan dan 
tidak boleh dibuat main-main. Anak-anak satu persatu diminta membaca al-Qur’an. Bagi 
yang sudah lancar, guru hanya mendengarkan dan membetulkan yang salah. Sedangkan bagi 
pemula, mereka terlebih dahulu harus belajar dari tingkat dasar, mulai dari menghafal huruf￾huruf hijaiyah hingga cara mengejanya. Dalam cara mengerja, guru-guru tradisional79 di 
Kumai menggunakan metode yang “khas Kumai”; sebagai contoh ketika membaca “lam 
yalid” ( !) dieja “lam mati datas lam; ya datas ya lam dal mati bawah lid: lam yalid. 
Usai membaca al-Qur’an lidi ini  ditaruh dibagian ayat yang terakhir dibaca. Jika 
anak-anak akan pulang mereka terlebih dahulu mencium al-Qur’an sebagai tanda 
penghormatan dan minta berkahnya, baru kemudian mencium tangan guru mereka. 
Untuk memotivasi murid-murid, para Guru Ngaji di Kumai mengingatkan kepada 
murid-muridnya bahwa al-Qur’an kelak akan menjadi perahu atau kapal dan penunjuknya 
akan menjadi kayuh (dayung, penanjak). Keyakinan seperti ini terlihat dari pernyataan Bu 
Idar (55) saat akan mengakhiri pengajian al-Qur’an: 
“Anak-anakku seberataan, ingatlah ajaran gurukam neh. Mengaji neh bujur-bujur jangan 
begaya-begayaan. Kena amun hari kiamat datang, daratan sudah menjadi lautan, maka 
sebuting-butingnya wadah yang masih kelihatan adalah masagid. Di masagid tuam manusia 
berame-rame menyelamatkan diri. Meskipun masjidnya halus tapi inya kawa menampung 
berapa ja jumlah urang yang ke sana. Al-Qur’an waktu itu menjadi kapal, dan penunjuknya 
menjadi galah gasan mengayuh kapal. Pembilaam datangnya kiamat kadeda yang tahu bujur. 
Ituam rahasia Pencipta , kita neh hanya basiap-siap ja manunggu datangnya kiamat. Bagi manusia 
yang hidupnya hibak dengan amal kebaikan, pada hari kiamat kena inya nyaman ja, sedangkan 
yang hidupnya penuh dengan maksiat, pada hari itu kena inya merasa tekutan” (Catatan 
Pengamatan, 19-07-2008). 
“Anak-anakku semuanya, ingatlah ajaran gurumu ini. Mengajilah kalian dengan sungguh￾sungguh jangan bergurau. Kalau kiamat nanti tiba, daratan sudah menjadi lautan, maka satu￾satunya tempat yang masih timbul adalah mesjid. Di mesjid itulah manusia berbondong￾bondong menuju sebagai tempat penyelamatan. Meskipun mesjidnya kecil tapi ia mampu 
menampung berapapun jumlah orang yang masuk ke sana. Al-Qur’an waktu itu menjadi 
perahu, dan penunjuknya menjadi galah (pendayung) untuk mendayung perahu. Sedangkan 
datangnya kiamat itu seorang pun tidak tahu. Itu rahasia Pencipta , kita hanya bersiap-siap 
menunggu datangnya kiamat saja. Bagi manusia yang hidupnya penuh dengan amal kebaikan, 
maka pada hari kiamat nanti ia merasakan damai, sedangkan yang hidupnya penuh dengan 
maksiat, pada hari itu ia merasa ketakutan.” 
Berbeda dengan Bu Idar di atas, Pak Karim (84 tahun) memiliki  pendapat lain. 
Menurutnya, ucapan para Guru Ngaji “pada hari kiamat al-Qur’an itu menjadi perahu dan 
penunjuknya menjadi kayuh atau galahnya” adalah bahasa perlambang saja. Yang 
dimaksudkan sesungguhnya adalah agar dalam kita membaca al-Qur’an itu tidak hanya 
membaca, namun  memahami dan melaksanakan ajaran yang terkandung di dalamnya. 
Misalnya, al-Qur’an mengajarkan, “Dirikanlah sembahyang, karena sembahyang itu dapat 
mencegah perbuatan keji dan munkar”, ini berarti orang yang sembahyang itu harus 
menghindari perbuatan yang keji dan munkar. Al-Qur’an juga telah menjelaskan larangan 
dan perintah, maka kita harus melaksanakannya. Jadi, al-Qur’an menjadi perahu itu adalah 
pepadah (petunjuk) yang terkandung di dalamnya itu dilaksanakan. Ibarat perahu yang 
mampu mengantarkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain (Wawancara, 23-07-2008). 
D.1. D.1. Takdir Baik dan Takdir Buruk Takdir Baik dan Takdir Buruk Takdir Baik dan Takdir Buruk 
Rukun Iman yang keenam menyebutkan “percaya kepada qad}a atau takdir dan qadar 
atau ketentuan nasib manusia. Qad}a dan qadar lebih dikenal luas dengan istilah takdir, yakni 
keputusan atau kehendak Pencipta . Hamka (1992: 332) menjelaskan takdir sebagai “segala 
sesuatu yang terjadi dalam alam ini, atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk dan 
baik, naik dan jatuh, senang dan sakit dan segala gerak-gerik hidup kita, semuanya tidaklah 
lepas daripada takdir atau ketentuan Ilahi.” 
Menurut Sayyid Qut}b (1992), pergiliran masa kejayaan dan kekalahan, dan pergantian 
kesulitan dan kelapangan, merupakan batu ujian yang tak pernah keliru dan timbangan yang 
tidak pernah aniaya. Kelapangan dalam hal ini adalah seperti kesulitan. Berapa banyak 
manusia yang sabar dan tabah ketika menghadapi kesulitan, namun  mereka merasa lemah dan 
lepas kendali ketika dalam kelapangan. Jiwa yang beriman adalah yang bersabar dalam 
menghadapi kesulitan dan penderitaan, namun  tidak meremehkan ketika dalam kelapangan. 
Ia selalu menghadap Pencipta  dalam menghadapi dua keadaan ini , dan dia yakin bahwa 
apa saja yang menimpa dirinya, baik berupa kebaikan (kesenangan) maupun keburukan 
(kesulitan), adalah izin Pencipta . Karena itu, sebagai manusia beriman ia terus-menerus 
melakukan ikhtiar. Gagal hari ini, ia masih yakin besok ada harapan, begitulah seterusnya. 
Dengan kata lain, dalam takdir tetap ada usaha manusia untuk menghindar dari takdir itu. 
Walaupun semuanya sudah ada takdirnya, namun  manusia diperintah oleh Pencipta  dan Rasul 
supaya berusaha, tidak menunggu takdir saja. Berkenaan ini, `Abbas lebih jauh menulis: 
“Soal takdir adalah soal Pencipta  dan soal usaha adalah soal manusia, namun  manusia diperintah 
pula—sesudah berusaha—supaya menerima dengan senang hati sekalian takdir yang 
diuntukkan untuk kita. Kita disuruh bertani, mencangkul, memupuk tanah, menanam benih 
dengan segala usaha dan kekuatan yang ada pada kita, namun  kalau nantinya pertanian itu 
gagal juga maka itulah takdir Pencipta  untuk kita dan kita menerima dengan segala senang hati. 
Kalau anak kita sakit mesti berobat, dibawa ke dukun atau ke dokter, namun  kalau anak itu 
wafat sesudah berobat, ya apa boleh buat ajalnya sudah sampai dan itulah takdir Pencipta . 
Pendeknya kita wajib percaya kepada takdir dan wajib pula beramal dan berusaha” (Abbas, 
1984, IV: 303). 
Catatan lapangan menunjukkan, Bubuhan Kumai percaya bahwa nasib seseorang itu 
dapat berubah asalkan dia mau berusaha dan bekerja keras mengubahnya. Pak Sabri (35), 
misalnya, mengungkapkan bahwa ia yakin dengan takdir yang telah ditentukan Pencipta . 
Namun tergantung kita mau mengubah nasib atau tidak. Kalau kita mau berusaha dengan 
baik dan jalan halal, maka nasib pasti bisa berubah. Kalau kita hanya pasrah, itu sikap yang 
salah. Kita harus ada usaha. Itu suatu keharusan untuk mengubah nasib (Wawancara, 13-07-
2008).80 Pendapat senada ditemukan pula pada informan lain, Pak Amin (65), yang 
memahami takdir sebagai “suratan Pencipta ”, artinya bahwa setiap hidup manusia di dunia ini 
sudah digariskan takdirnya oleh Pencipta . Meskipun begitu, seseorang harus menerima apa pun 
yang ditakdirkan Pencipta  dengan sabar dan ikhlas serta selalu berdoa kepada Pencipta  agar ia 
mengubah takdirnya. Pak Amin lebih jauh mengungkapkan: 
“Hidup neh ibarat pohon kayu bah lah, ada yang tinggi ada yang randah. Mana yang pohonnya 
tinggi berarti hidupnya berlebihan, bisa bersenang-senang. Namun ada jua yang lebih randah. 
Yang jelas manusia itu memang sudah dalam suratan Pencipta . Dalam soal kaya miskin Pencipta  
memiliki  kahandak mutlak untuk meubahnya. Sebab Dia berlaku sekahandak-Nya. Banyak 
urang tuha yang hidupnya uyuh, melarat, namun karena inya ikhlas dan sabar menerima 
semuanya serta selalu memohon kepada Pencipta , maka anak-anaknya kawa meangkat derajat 
urang Pencipta ya. Ini jua menunjukkan kehendak Pencipta ” (Wawancara, 11-07-2008). 
“Hidup ini ibarat pohon kayu ada yang tinggi ada yang rendah. Mana yang pohonnya tinggi 
berarti hidupnya berlebihan, bisa bersenang-senang. Namun ada juga yang lebih randah. Yang 
jelas manusia itu memang sudah dalam suratan Pencipta . Dalam soal hal kaya miskin Pencipta  
memiliki  kehendak mutlak untuk mengubahnya. Sebab Dia berlaku sekehendak-Nya. 
Banyak orang tua yang hidupnya susah, melarat, namun karena ia ikhlas dan sabar menerima 
semuanya serta selalu memohon kepada Pencipta , maka anak-anaknya dapat mengangkat derajat 
orang tuanya. Ini juga menunjukkan kehendak Pencipta .” 
Pernyataan Pak Amin di atas menegaskan kepercayaan yang agak dinamis mengenai 
takdir sebagai kehendak Pencipta . Ia percaya bahwa ketika orang tua yang hidupnya melarat 
atau miskin namun  menerimanya dengan sabar dan ikhlas, maka kelak Pencipta  akan mengubah 
nasibnya lewat perantara anak-anaknya.81 Pengertian takdir seperti dapat digambarkan 
sebagai berikut: 
Ada tiga kata kunci untuk mengubah takdir menurut pendapat Pak Amin di atas, 
yakni sabar, ikhlas, dan doa. Sedangkan bagi Pak Ijun, selain ikhtiar, untuk mengubah takdir 
harus pula rajin berdoa di tengah malam dan salat tahajud. 
“Memang miskin kaya itu sudah ditakdirkan. Cuma ujar urang tuha dulu, alah malas dihantam 
rajin. Artinya, kalau inyatuh ikhtiarnya kuat, seuyuh-uyuhnya urang itu kada tapi uyuh 
jua…memang rezeki kada manumpuk dibari tapi bahambur. Kalo yang anu itu manumpuk 
yang kena, takumpul. Urang tuha dulu yakinkan, mencibuk banyu sebelum burung menyambar 
banyu. Ituam gambaran rezeki. Dalam kitab makrifat toh disebutkan kalo bangun pagi kita 
mehadap ke timur dan membaca bismillahirrahmanirrahim. Ini gasan pintu rezeki. Limbah itu 
membaca doanya. Tapi yang paling bagus toh tengah malam. Karena sunyi. Yang sunyi berarti 
suci, ituam permintaan kita toh langsung dikabulkan oleh Pencipta . Pada saat tengah malam 
kadeda lagi yang berbuat jahat. Ituam yang menjadi kelabihan sembahyang tengah malam. 
Jangan hanya mengejar lebih afhdal. Tapi yang penting apa artinya tengah malam”
(Wawancara, 13-07-2008). 
“Memang miskin kaya itu sudah ditakdirkan. Tapi kata orang tua zaman dulu, malas 
dikalahkan rajin. Artinya, kalau dia ikhtiarnya kuat, sesusah-susahnya orang itu tidak akan 
terlalu susah...memang rezeki tidak menumpuk diberi namun  berhamburan ke mana-mana. 
Kalau yang menumpuk yang terkena, maka terkumpullah. Orang tua dulu yakin sekali, 
mengambil air sebelum burung menyambar air. Itu adalah gambaran rezeki. Dalam kitab
Makrifat telah disebutkan kalau bangun pagi kita menghadap ke timur dan membaca 
bismillahirrahmanirrahim. Ini untuk pintu rezeki. Setelah itu membaca doa. Tapi yang paling 
baik adalah di tengah malam. Karena sunyi. Yang sunyi itu berarti suci, itulah permintaan kita 
langsung dikabulkan oleh Pencipta . Pada saat tengah malam, tidak ada lagi yang berbuat jahat. 
Itulah yang menjadi kelebih sembahyang tengah malam. Jangan hanya mengejar lebih afdahl. 
Tapi yang apa artinya tengah malam.”82
Selain itu, peneliti juga menemukan adanya sikap positif terhadap takdir di kalangan 
Bubuhan Kumai. Menurut mereka, untuk memenuhi kebuPencipta  hidup sehari-hari manusia 
harus bekerja, tidak boleh hanya berdiam diri dan membuang-buang waktu, tidak menjadi 
orang pemalas (malas bekerja) yang hanya “menghitung kasau”
83, yakni kerjanya orang 
pemalas yang hanya ongkang-ongkang di dalam rumah sambil tidur-tiduran dan atau 
menghitung-hitung keuntungan dalam khayalan tidak pernah senyatanya bekerja, maka itu 
adalah pekerjaan orang-orang yang sia-sia. Rezeki setiap manusia sudah diplot oleh Pencipta  
sesuai dengan kemampuan dan kebuPencipta  masing-masing. Namun rezeki tidak jatuh begitu 
saja, namun  harus kita cari. Jatah rezeki yang memang milik kita tidak mungkin jatuh atau 
dialihkan kepada orang lain. Memang dalam hal-hal tertentu rezeki tidak diberi dalam waktu 
yang bersamaan, namun  belakangan (Wawancara dengan Syahruni, 16-07-2008). 
Seorang informan, Pak Ramli (40), yang bekerja sebagai petambang poya, 
mengemukakan, untuk mencapai hidup yang lebih baik, seseorang harus mengerahkan 
tenaganya untuk bekerja, tidak boleh malas-malasan. Ia memiliki  prinsip hidup: “alah 
malas dihantam rajin” (mengalahkan malas dengan kerajinan) (Wawancara, 13-07-2008). 
Ungkapan lain yang juga menunjukkan etos kerja Bubuhan Kumai ialah “bangun pagi 
basungsung sebelum rajaki dipatuki burung” (bangun pagi-pagi sekali sebelum rezeki 
dimakan burung), artinya seseorang hendaknya bangun pagi-pagi sekali sebelum rezeki 
didahului oleh burung. Kalau seseorang bangunnya kesiangan, maka jatah rezekinya sudah 
kedahuluan burung dan kalau itu berulang-ulang terjadi niscaya nasib orang ini  tidak 
akan pernah berubah. 
Dalam bekerja, mereka rata-rata memiliki  kualitas kemampuan tahan banting yang 
melekat tertempa dari sejak kecil sesuai kondisi dan cara kerja yang memang membentuk 
mereka menjadi sedemikian itu, menghadapi rintangan dan tantangan alam seperti panas 
terik matahari, keras dan besamya ombak disertai angin yang kencang/hujan lebat, dan 
bahkan sewaktu-waktu berhari-hari di lautan tanpa adanya perlengkapan yang memadai 
terutama bagi mereka yang mengoperasikan pukat rengge, sehingga semua tantangan dan 
rintangan ini  tidaklah menyurutkan rasa percaya dirinya bahwa Pencipta  s.w.t akan 
memberi rezeki asalkan mau bekerja yang biasa disebut dalam istilah mereka "begawi itu 
haruslah waja sampai kaputing" (bekerja haruslah secara tuntas dari awal sampai akhir dan 
sempurna, semua alat relatif sudah terpenuhi)(Utsman, 2007: 113). 
Pengamatan peneliti di daerah pertambangan tradisional Sungai Sekonyer, sepasang 
suami istri, Pak Raimin (45) dan Bu Nur (40), menghabiskan seharian bekerja (06.00-17.00 
WIB). Sang suami memanggul satu jerigen solar dan satu jerigen bensin, sedang sang istri 
membawa serantang nasi dan sebotol air minum ke lokasi penggalian poya (silicon). 
Setibanya di lokasi, sang suami mengisi mesin dengan solar dan bensin, dan kemudian 
menyalakan mesin penyedot pasir dan air. Pekerjaan pun dimulai. Jam 12 siang mereka 
istirahat untuk makan dan salat zhuhur. Jam 13.00 mereka pekerjaan lagi sampai jam 17.00 
kemudian pulang ke pondok (Jawa: gubug). Dalam sebuah kesempatan, saya bertanya 
kepada Pak Raimin, apa motivasi utama beliau bekerja seharian itu? Beliau menjawab: 
“Aku begawi di sini sudah bertahun-tahun. Walaupun hasilnya hanya pas-pasan jua. Hanya 
cukup gasan hidup sehari-hari anak biniku. Sebagai laki, aku harus begawi kuat-kuat, karena 
aku harus bertanggung jawab menghidupi bubuhannya. Aku kada boleh bukah dari tanggung 
jawab, karena aku anggap pang begawi neh sebagai ibadah” (Wawancara, 27-07-2008). 
“Saya bekerja di sini sudah bertahun-tahun. Walaupun hasilnya pas-pasan juga. Hanya cukup 
untuk hidup sehari-hari anak istriku. Sebagai suami, saya harus bekerja keras, karena saya 
bertanggung jawab menghidupi mereka. Saya tidak boleh lari dari tanggung jawab, karena 
saya anggap bekerja itu sebagai ibadah.” 
Selain bekerja keras, untuk mengubah nasib, seorang informan Pak Abdoellah Apuan 
(70), Kepala Madrasah Ibtidaiyah Babussalam I Kumai, berpendapat bahwa seseorang perlu 
juga membekali dirinya dengan pendidikan (sekolah). Karena melalui pendidikan itulah akal 
fikiran seseorang terbuka, sehingga dapat memanfaatkan waktu dan potensi dirinya dalam 
hidup ini. Menurutnya, bagi mereka yang memiliki  pengetahuan apalagi yang sudah 
mengecap pendidikan, tidak boleh sedikit-sedikit mengatakan ini sudah takdir. Bagi orang 
yang berikhtiar, sedikit banyaknya rezeki pasti diberi Pencipta . Kita ini sudah diberi Pencipta  
akal dan pikiran, apalagi sudah pernah sekolah, maka haruslah menggunakan akal fikiran 
untuk mencari penghidupan yang layak tapi disertai dengan kejujuran. Karena dengan 
kejujuran ini Pencipta  pasti akan memberi. Jadi, nasib itu bisa berubah. Kalau kita tidak mau 
memikirkan dan mengubah nasib kita, kita tetap akan seperti ini terus selamanya 
(Wawancara, 19-07-2008). Pendapat Pak Apoean ini sejalan dengan semangat perintah al￾Qur’an: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka 
bersegeralah kamu kepada mengingat Pencipta  dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu 
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah 
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Pencipta  dan ingatlah Pencipta  banyak-banyak supaya 
kamu beruntung” (QS. Al-Jumu`ah/62: 9-10); dan juga “Sesungguhnya Pencipta  tidak 
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri 
mereka sendiri” (QS. ar-Ra`du/13: 11). 
Masih berkaitan dengan takdir adalah soal umur manusia. Hampir setiap orang 
bercita-cita agar umurnya panjang, segala macam usaha telah dilakukannya, namun  apabila 
ajalnya ia lantas wafat begitu saja tanpa ampun. Sebaliknya, ada kita lihat seorang kakek tua 
sudah lanjut usianya. Sekalian anak cucunya sudah menginginkan supaya kakeknya itu 
meninggal, sehingga dibawanya ke Mekkah, karena di Mekkah terkenal rapuh jiwa 
seseorang, sambil mengharapkan agar kakeknya
 yang dicintainya itu mati di Mekkah, namun  
kakeknya itu tidak mati-mati, dan akhirnya dibawa lagi pulang ke Indonesia. Tidak lama di 
Indonesia kakek itu meninggal juga. Ini adalah satu contoh betapa sesuatu yang sudah 
ditetapkan oleh Pencipta  pasti berlaku. 
Pak Durahman (50) menjelaskan bahwa usia manusia sudah ditakdirkan oleh Pencipta , 
sehingga manusia tidak bisa mengelak darinya. Sekalipun manusia berdoa kepada Pencipta  
minta dipanjangkan umur, misalnya, kalau sudah sampai ajalnya, ia akan mati juga. Umur 
sudah ditentukan oleh Pencipta  sebelum kita lahir, hanya saja kita tidak tahu pasti berapa jatah 
umur kita. Manusia tidak bisa mengubahnya.84 Pendapat berbeda diungkapkan oleh Imron 
Rosidi (45), seorang PNS di Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, yang berpendapat 
bahwa umur kita mesti sudah dijatah oleh Pencipta , namun kita tetap harus berusaha agar umur 
kita panjang. Pak Imron Rosidi mengatakan: 
“Menurut saya, takdir itu terkadang masih bisa kita rubah. Dengan pola ikhtiar yang tekun, 
konsisten, dan komitmen. Contoh kecil aja, memang usia kita dibatasi oleh Pencipta  hingga 60 
tahun. Tapi saya berikhtiar untuk menjaga umur saya panjang, maka saya berikhtiar dengan 
cara menghindari minuman keras, saya hindari rokok, saya hindari begadang. Maka saya yakin 
Pencipta  akan memberi saya bonus umur panjang. Tapi sebaliknya, meskipun takdir umur saya 60 
tahun, namun saya royal seksual, sering begadang, merokok saya tinggi, minuman keras saya 
tinggi, saya kuat gula, saya yakin Pencipta  pula akan memperpendek usia saya. Mungkin bagi 
Pencipta , untuk apa memperpanjang-panjang umur saya kalau hanya untuk hal-hal tidak baik” 
(Wawancara, 15-07-2009). 
D.2. Hikmah Beriman Kepada Takdir D.2. Hikmah Beriman Kepada Takdir Hikmah Beriman Kepada Takdir 
Percaya kepada takdir sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang tidak 
percaya pada takdir sewaktu-waktu bisa gila, sekurang-kurangnya bisa murung, sangat 
sedih, gundah gulana apabila mendapat suatu musibah. namun , bagi orang yang percaya 
kepada takdir akan mengembalikan segalanya kepada Pencipta . 
Bagi Bubuhan Kumai, beriman kepada takdir itu akan memberikan pelajaran kepada 
manusia bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini hanyalah berjalan sesuai 
dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Pencipta . Oleh karena itu, jika seseorang 
tertimpa kemudaratan, ia tidak akan menyesal, namun  sebaliknya jika ia dilimpahi 
pertolongan dan keuntungan, ia tidak akan bergembira sehingga lupa daratan. Manakala 
seseorang itu sudah tidak bersifat seperti dua hal tadi, yakni tidak menyesal, lemah atau 
lumpuh karena timbulnya keburukan yang tidak diharapkan, juga tidak gembira yang 
melampaui batas karena mendapat pertolongan dan keuntungan, maka itulah seorang 
manusia yang lurus, terpuji, dapat mencapai arah keluhuran dan ketinggian yang teratas 
sekali. Inilah, tegas Sabiq, yang dituju oleh firman Pencipta : “Tiada suatu bencanapun yang 
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab 
(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah 
mudah bagi Pencipta . (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita 
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa 
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Pencipta  tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi 
membanggakan diri” (QS. al-H}adi>d/57: 22-23). 
Informan-informan penulis mengemukakan bahwa yang paling penting bagi manusia 
ketika mengalami suatu musibah adalah mengambil hikmah dari apa yang terjadi. 
Pandangan Pak Sabri (36), yang pernah mengalami jatuh bangun dalam hidupnya di 
antaranya ia pernah ditipu seseorang, dapat mewakili sikap Bubuhan Kumai dalam 
menyikapi suatu musibah. Menurut Pak Sabri, ia punya pengalaman pribadi, yakni pernah 
ditipu orang. Ia mempercayai orang itu karena telah bertitel haji, yang berarti tidak mungkin 
mengotori dirinya lagi dengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kenyataannya, orang 
itu malah menipunya. namun  setelah direnungkan, ia kembalikan semuanya pada kehendak 
Pencipta , mungkin Dia telah memilihkan yang terbaik untuknya (Wawancara, 13-07-2008). 
Pendapat senada dikemukakan oleh informan lain, Pak Hasan (55), yang juga pernah 
mengalami beberapa musibah yang bertubi-tubi. Ia mengatakan, “Kalau sudah terjadi 
musibah bertubi-tubi dalam hidup saya, maka serahkan semuanya kepada Pencipta . Ini 
memang sudah kehendak-Nya. Kalau sudah diserahkan semuanya kepada-Nya, hidup ini jadi 
tenang. Misalnya, kalau ada keluarga saya yang meninggal, maka segera saya kembalikan 
kepada Pencipta , Dia yang menciptakan, Dia yang mematikan, dan kepada-Nya semua akan 
kembali. Sebab kalau kita menyalahkan, siapa yang disalahkan. Semuanya sudah dalam 
takdir Pencipta ” (Wawancara, 19-07-2008). 
Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh para informan di atas mengindikasikan 
bahwa dalam soal takdir, Bubuhan Kumai menyadari betul akan pentingnya mengambil 
hikmah di balik semua peristiwa yang tidak diinginkan. Sikap seperti ini tampaknya 
mengekspresikan sebuah kesadaran bahwa apa saja yang ada dalam kehidupan manusia dan 
alam semesta ini sudah dalam ketentuan Pencipta  yang diatur-Nya dengan sangat cermat. 
Dengan cara pandang seperti ini, ketika mereka ditimpa suatu musibah mereka akan 
mengembalikannya kepada Pencipta . Jadi, semua musibah adalah takdir Pencipta , yang harus 
diterima dengan tabah dan rida, tidak berkeluh kesah, dan menghayati betul makna ‘inna> li 
Alla>hi wa inna> ilaihi ra>ji`u>n’ (sesungguhnya kita milik Pencipta  dan kepada-Nya kita kembali). 
Sebaliknya, kalau memperoleh nikmat dan kekayaan harus bersyukur dan berterima kasih 
kepada Pencipta  yang memberi, sambil mengucapkan ‘al-h}amdu li Alla>hi wa asy-syukru li 
Alla>h’ (semua puji hanya untuk Pencipta  dan syukur untuk Pencipta ). 
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa dalam sistem kepercayaan Bubuhan 
Kumai, ketiga varian memberikan respon yang berbeda terhadap Yang Gaib. Varian Awam
menggunakan simbolisasi pohon (Syajaratul-Muntaha) untuk menggambarkan pedoman 
hidup dan keharusan untuk memegang pedoman ini . Simbolisasi ‘pohon’ ternyata telah 
dijumpai pula pada karya-karya sufi klasik untuk menggambarkan relasi Pencipta  dan manusia. 
Boleh jadi simbolisasi ini merupakan peninggalan ajaran sufi sebelumnya yang terawetkan 
melalui tuturan lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 
Yang agak spesifik dari varian Awam dan Hakekat adalah kepercayaan kepada 
makhluk halus yang sangat sarat dengan nuansa lokalitasnya. Kedua varian ini mempercayai 
adanya jenis dan fungsi dari makhluk-makhluk halus ini . Kepercayaan ini 
membuktikan bahwa sisa-sisa kepercayaan lama tetap hidup dalam ‘memori’ kedua varian 
ini . 
Varian Nahu sangat menekankan kepercayaan kepada Yang Gaib sesuai dengan 
tuntunan al-Qur’an dan Hadis, yang secara riilnya mereka mengikuti faham Ahlu as-Sunnah 
wa al-Jama>‘ah. Karena itu, pemahaman mereka tentang Pencipta  seperti yang diuraikan dalam 
Sifat Dua Puluh sejalan dengan Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah. Pemahaman berbeda 
diperlihatkan oleh varian Hakekat yang menghubungkan Sifat Dua Puluh dengan anggota 
badan manusia. Meskipun yang terakhir ini juga mengklaim berfaham Ahlu as-Sunnah wa 
al-Jama>‘ah. Di sini, pemakaian Ahlu as-Sunnah wa al-Jama>‘ah tampaknya digunakan untuk 
melegitimasi faham masing-masing agar mendapat simpati dan memperkuat ikatan dalam 
anggota masing-masing varian.