a
J l,*:.+ .rb, lil dJl ire)
t 2l.zc)'.zz ol >).2
@ .rr-r. f.l^J.1,lltt
{ttcar *41$"ii -d
b
.ra.J
t)z >)lzol. ,r. ,, l,
-. ./!f,lrF,.r! ," 1q
kamu; maka telah diampuniNya
kamu dan dimaafkanNya kamu.
Maka sekarang singgunglah mereka dan carilah apa yang telah
ditentukan Allah buat kamu. Dan
makanlah dan minumlah, sehingga berbeda bagi kamu tali putih
dari tali hitam dari waktu fajar.
Kemudian itu sempurnakanlah
puasa sampai malam, dan jangan
kamu singgung mereka padahal
kamu sedang i'tikaf di dalam
masjid-masjid. Itulah batas-batas
Allah, maka janganlah kamu
dekati akan dia. Demikianlah
Allah telah menjelaskan perintah-perintahNya kepada manusia, supaya mereka jadi takwa.
?, , .-. ., ).. . .. SulA: S)..-,(;i
'ht:;lc\;;.\;
,l tl J
5jl
at ). t t za.z fl*Jsru
Pengaruh Doa
,, ..i... az clzo-2. )2.Lrl.
J.J d+-". gttlltt-F: SJ
,.-.,Vt uirt'." , Z'.it illt uu at v-v '.
Ev
,ytitiEt\#'i *\,
li- ..)- t I -.tL-a, , .l u.
Jd---J f .j JrL(> c#lr,t: -4 | :
'u t
t- t I
)-zl z z) z ).r, ,/ 2.2 2l z2
a,1-..
gl'X bl* ){r rill .:jJa Cl!
a2
z 2az>)azz a 2 )zi-.4--,a.JJ tli/,.a-V.ifi
Berdasar kepada ujung ayat di atas, maka jadikanlah bulan puasa itu
sebuah bulan yang penuh dengan ibadat, membaca al-Quran, shalat dan
berdoa. Oleh karena doa adalah amat penting, menjadi ofok dari ibadat,
berkenanlah Tuhan memberitahukan tentang doa dan bagaimana sambutanNya jika hambaNya berdoa menyeru namaNya dan memohonkan sesuatu.
Maka bersabdalah Tuhan:
" D an apabila hamba-hambaK u it u bert any a kepada engkau darihal Aku,
moko sesun gguhnya Aku adalah dekot. " (pangkal ayat 186). Oleh sebab Allah
dekat dari kita hamba-hambaNya ini silahkanlah memohon dengan ikhlas. Dia
tidaklah jauh, dan lantaran Dia tiada jauh dari sisimu tidak usah kamu bersorak
keras-keras memanggil-manggil namaNya: "Ya Allah! Ya Allah! Tolonglah aku,
bantulah aku!" Apa guna suara keras demikian, padahal Dia lebih dekat
kepadamu daripada urat lehermu sendiri? Mengapa keras-keras, padahalDia
bukan pekak?
Yang kedua, lantaran Dia dekat, tidaklah perlu memakai orang perantaraan atau u.,osiloh, terang-terang Dia bersabda:
k.u,ty,\'#qiA;J
"Seruloh.Aku, supayo Aku perkenankan seruenmu ilu." (al-Mu'min: 60)
Di dalam surat al-Waqi'ah (Surat 56), tentang seorang yang telah menarik
nafasnya yang penghabisan akan mati, bahwa di saat sakaratil-maut, itupun
Tuhan ada di sana:
( ;t .rt r;,, ir; eit'#J & ^ltili 3r;
"Dan Kami adalah lebih Dekat kepadanya daripada kamu, akan tetapi
kamu tidak melihat." (al-Waqi'ah: 87)
Dari hal dekatnya Tuhan kita, tidaklah perlu kita memakai berbagai penaksiran, sebib Zat Yang Maha Kuasa itu meliputi seluruh alam, dan bagaimana keadaannya yang sebenarnya tidaklah kuat kita membicarakannya.
Moga-moga latihan jiwa kita sendirisebagaimana selalu dilakukan oleh ahli-ahli
Tasauf akan dapat memberi kita pengetahuan yang lebih dalam dari hal
dekatnya Tuhan kita kepada kita. Yang penting ialah memohon langsung
kepadaNya, jangan memakai perantaraan. Kalau Dia sendiri telah menyatakan
Dia dekat, guna apa kita mencari perantaraan lagi? Orang yang menyembah
berhala kita cela karena mereka memakai perantaraan berhala buat menyampaikan kepada Tuhan, akan kita diamkan sajakah orang yang bila ditimpa
kesusahan menyeru nama Saiyid Abdulqadir Jailani atau Syaikh Samman?
Pada lanjutan ayat, Tuhan Allah yang memesankan bahwa Dia dekat dari
hamba-hambaNya itu, bersabda lagi: "Aku perkenankan permohonan orang
yang memohon apabila dia memohon kepadaKu."
Apa kesan yang kita dapat dari bunyi lanjutan ayat ini? Tuhan telah
menutup pintu yang lain. Tuhan menyuruh kita langsung kepadaNya. Tuhan
telah menjelaskan di sini, kepadaKu saja, supaya permohonanmu terkabul. Sedang dalam ayat tidak sedikitpun terbayang bahwa permohonan baru dikabulkan Tuhan kalau disampaikan dengan perantaraan Syaikh Anu atau Saiyid Fulan! Kemudian datang lagi lanjutan ayat, yang membuatnya lebih jelas lagi:
"Maka hendaklah mereka sombuf seruanKu dan hendaklah mereko percaya
kepadaKu, supaya mereka beroleh kecerdikan." (ujung ayat 186). Terang sekali ayat ini, tidak berbelit-belit.
Pertama, Tuhan itu Dekat.
Kedua, segala permohonan dari hambaNya yang memohon akan mendapat perhatian yang sepenuhnya dariNya. Tidak ada satu permohonanpun
yang bagai air jatuh ke pasir, hilang saja sia-sia karena tidak didengar atau tidak
diperdulikan.
Ketgg, supaya permohonan itu mendapat perhatian Ilahi, hendaklah si
hamba yang memohon itu menyambut pula terlebih dahulu bimbingan dan
petunjuk yang diberikan Tuhan kepadaNya.
Keempot, dan amat penting. Yaitu hendaklah percaya
iman benar-benar kepada Tuhan.
Kelima, dengan sebab menyambut seruan Tuhan, dan percaya penuh
kepada Tuhan, si hamba akan diberi kecerdikan. Si hamba akan diberi petunjuk
jalin yang akan ditempuh hingga tidak tersesat dan tidak berputusasa.
Kalau-seandainya kata Dekof kita perluas lagi, dapat kita fahamkanbahwa
Tuhan Dekat, dan kitapun wajib mendLkatkan dirikepadaNya. Kaliu seruanNya tidak disambut dan kepercayaan kepadaNya tidak penuh, betapapun kita
mencarinya dia akan tetap jauh. Bukan Dia yang jauh, tetapi kita sendiri telah
amat jauh. Jika boleh diambil misalyang mudah, dapatlah kita misalkan orangorang yang miskin atau jembel yang karena tidak ada rumah, tidur atau duduk
sehari-harian di muka sebuah bank yang di sana tersimpan mas berjuta'juta
harganya. Meskipun jarak si jembel dengan uang itu hanya dinding saja, namun
bagi dia uang itu sangat jauh. Atau seumpama dua orang bertetangga dekat,
beidekat rumah telah bertahun-tahun, tetapi tidak kenal-mengenal, karena
hidup nafsi-nafsi. Sebab itu mereka sangat berjauhan.
Maka orang yang tidak menyambut seruanTuhan dan yang tidak membina
imannya kepada Tuhan, orang yang maksiat atau mempersekutukan yang lain
dengan Tuhan, kian lama jauhlah dari Tuhan, walaupun Tuhan itu tetap berada
di dekatnya. Lantaran itu susahlah permohonannya akan terkabul.
Menyambut seruan Tuhan dan iman kepada Tuhan adalah jalan satusatunya untuk mendekatkan diri kepadaNya. Apabila sudah dekat, Tuhanpun
berjanji akan memberikan petunjuk sehingga menjadi orang yang cerdik cendekia, arif bijaksana.
Dalam mengerjakan puasa, dilatihlah dia dalam ibadat dan doa. Bertambah
ma rifat kepada Tuhan bertambah pulalah tertanam rasa ikhlas dan tawakkal.
Ikhlas, yaitu jujur dan tulus. Tawakkal ialah menyerah dengan tidak separoh
hati. Dan kalau mendapat percobaan iman, dapatlah bertahan dengan sabar.
orang yang telah cerdik bukanlah mendiktekan Tuhan. Ya Allah, berisaya
itu! Ya Allah hindarkan dari saya ini! Apa yang diminta kepada Tuhanpun
menjadi ukuran dari kecerdikan yang meminta. Karena kalau hamba yang
menentukan apa yang diminta, kalau tidak diberi apa yang dimintanya itu
diapun kecewa. Inilah tanda orang yang tidak cerdik. Atau jangan menentukan
sendiri masa bila akan diberi. Karena kalau terlambat diberi, timbul lagiomelan.
Padahal lambat atau cepat hanyalah ukuran keinginan.
Dalam meminta atau berdoa kepadaTuhan mintalah modal yang besar dan
kokoh. Bukan benda, tetapi dapat menghasilkan benda. Doa-doa yang berasal
dari Nabi adalah yang sebaik-baik doa. Kalau tidak pandai bahasa Arabnya,
bolehlah dengan bahasa kita sendiri, asal dengan ikhlas.
Sekali-kali jangan meminta kepada yang lain. Adalah sangat kurang budi
kalau kita meminta dengan memakai perantaraan, padahal Dia telah membuka
pintu. seketika Nabi Ibrahim akan dimasukkan orang ke dalam api, datanglah
Malaikat Jibril, lalu berkata: "Mintalah, apa yang dapat saya tolongkan, akan
saya tolong." Nabi Ibrahim menjawab dengan tegas: "Kalau kepada engkau,
tidak ada." Alangkah tegas jawab itu.
Cara Nabi Ayub berdoapun patut ditiru. Ketika sudah demikian besar
malapetaka yang menimpa dirinya, doanya hanya demikian:
Sesungguh nya hamba telah disentuh kepayahan, sedang Engkau adalah
lebih Pengasih dari sekalian yang pengasih." (al-Anbiya: 83)
Nabi Ibrahim juga seketika menuju Tuhan bahwaTuhanlah yang memberinya makan dan memberinya minum, selanjutnya tentang sakit, lain susun
katanya:
i rL_r\ir ei*r ;;#J I fiv,;*# * a'l;
(^.-vn t\r9rl ,i;i
"Dia yang telah menjadikan daku, maka Dia (pula) yang memberikan
petunjuk. Dan Dia yang memberiku makan dan memberiku minum. Dan
apabila oku sokif Dia yang menyembuhkan doku." (as-Syu'ara: 78-80)
Nabi Ibrahim tidak mengatakan Dia yang menyakitkan daku, Dia pula yang
menyembuhkan, Dia hanya mengatakan kalau aku sakit, Dia yang menyembuhkan. Maka menyambut seruan Tuhan dan percaya penuh kepada Tuhan
adalah latihan diri untuk merasai bahwa benar-benarlah Tuhan itu Dekat
dengan hamba-hambaNya. Kesempatan melatih diri inilah yang diutamakan
dalam mengerjakan puasa. Sehingga derajat dan martabat kita dinaikkan
Tuhan, ke dekatNya.
Untuk mengetahui latar-belakang dari sebabnya turun ayat yang penting
ini, baiklah kita ketahui riwayat-riwayat yang diterima berhubungan dengan dia.
Menurut riwayat dari Ibnu Jarir, dan Ibnu AbiHatim dan Abusy Syaikh dan
Ibnu Mardawaihi yang mereka terima dari riwayat as-Shalt bin Hakim, yaitu
seorang sahabat Anshar, yang ditdrima pula dari ayahnya dan ayahnya menerima dari neneknya, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Ya Rasulallah. Apakah Tuhan kita itu Dekat darikita, sehingga
dapat kita seru dengan suara lembut ataukah Dia jauh, sehingga kita seru Dia
dengan suara keras?" Mendengar pertanyaan itu, Nabipun terdiam. Lalu
turunlah ayat ini, yang menerangkan bahwaTuhan itu Amat Dekat kepada kita.
Dengan keterangan ayat ini terjawablah pertanyaan itu dan terjawab pula
pertanyaan dari kebanyakan manusia.
Dan tersebut lagi di dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Bukharidari
Abu Hurairah:
Permohonan komu akan dikabulkan oleh ruhan, selama kamu tidak
mendesak-desok. Dio berkata: Aku telah mendoa, tetapi doaku tidak diperkenankon."
Di dalam Hadis yang lain pula, yang dirawikan oleh BukharidariHadis Abi
Said al-Khudri, bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:
U9^$ri;*JQlv\j
"Tidaklqh mendoa Muslim dengan satu doa, yong doo itu tidak dicampuri
suofu moksu d iahat (dosq) atau memutuskon silaturrohmi, melainkan pastiloh
doa itu akan dikabulkon Tuhqn dengan menempuh satu dqri tiga cora.
Adakalanya doa itu diperkenankan dengan cepot, odakoranya iiri^pon
dahulu untuk persediaannya di hari akhirat, dqn ada kalanya dipalingkan
daripadanya kejohat an yang seumpamanye."
Di dalam suatu Hadis lagi ada tersebut bahwasanya lambatnya atau
cepatnya akan terkabul suatu doa dari seorang hamba adalah menjadi rahasia juga daripada kasih-sayang Tuhan kepada hambaNya. Di situ disebutkan
bahwa kadang-kadang, oleh karena kasih-sayangTuhan pada seorang hamba,
lama baru permohonannya dikabulkan. Karena Tuhan amat kasih kepadanya,
Tuhan hendak mendengar seruannya selalu. Tetapi orang yang berdoa, lalu
segera permohonannya dikabulkan, ialah karena Tuhan telah bosan dengan
dia. Tuhan bersabda kepada Malaikat: "Berikan saja cepat-cepat apa yang
dimintanya. .Karena yang diharapkannya bukan Daku, melainkan pemberianKu."
Dapatlah kita perhatikan orang yang lama di dalam percobaan suatu
sengsara. Dia selalu mendoa, dia selalu berharap, tetapi pengharapannya belum
kunjung dikabulkan. Ada orang yang oleh karena suatu fitnah dan kezaliman,
bertahun-tahun lamanya ditahan. Lama baru permohonannya terkabul. Tetapi
di dalam masa yang lama itu dia sudah dapat membentuk diri, sehingga dia
mempunyai keperibadian agama yang kuat dan kokoh. Penahanannya bertahun-tahun itu membuatnya menjadi seorang Muslim dan mu'min yang kuat,
yang sebelum ditahan dia belum pernah merasainya. Dan ada pula orang, yang
sebelum matang imannya, diapun keluar dari tahanan. Sampai di luar diapun
lupa kepada Tuhan.
cobalah kita perhatikan! Ayat yang sebuah ini terletak di tengah-tengah,
ketika membicarakan dari hal puasa dan hukum-hukumnya. Dilihat sepintas
lalu, seakan-akan tidak ada hubungan ayat ini dengan yang sebelumnya, atau
yang sesudahnya. Padahal erat sekali hubungan itu.
Sebab doa orang yang sedang puasa itu lebih dekat dikabulkan, sebagaimana yang dirawikan oleh Imam Abu Daud at-Thayalisi dalam mtrsnodnya,
diterima daripada Abdullah bin Umar. Beliau berkata: "Aku dengan Rasulullah
s.a.w. bersabda:
'iti;;'',;,ytb\iii\:")_
"Bagi orang yang berpuaso ilu, sekefiko dio berbtkq adelah doa yang
mustajab."
Dan terdapat pula sebuah Hadis dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan
an-Nasa'i dan Termidzi dan Ibnu Majah, diterima daripada Abu Hurairah r.a.:
Berkata dia: Berkata Rasulullah s.a.w.:
"Bertiga yang doanya tidak akan ditolqk: lmqm (Kepala pemerintah) yong
odil, orang y ang puosa sompoi dio berbuko, don orang yong t eranioya. Akan
diangkat doa itu oleh Allah ke atas ewan di hari kiamot dan akan dibukakan
baginya pintu langit, lalu Allah bersobda: Demi kemuliaanKu, sesungguhnyo
akan Aku tolong engkau, walaupun sesudoh sebentar wqktu."
Dari kedua Hadisini, dan ada juga Hadis-hadis lain yang sama maksudnya
dapatlah difahami bahwa ayat ini tidaklah terpisah dari ayat yang sebelum dan
sesudahnya, bahkan menjadi intinya. Yaitu bahwa latihan yang berhasil dari
orang yang puasa terhadap .iiwanya sendiri menyebabkan dia dekat kepada
Tuhan. Dan lantaran dekat itu doanya mudah dikabulkan.
Tetapi ada satu hal yang tidak boleh dilupakan di dalam mengeriakan
ibadat dan doa ataupun berpuasa itu. Di dalam surat az-Dzariyat (Surat 51, ayat
56) Tuhan bersabda, bahwa maksud Tuhan menjadikan jin dan manusia
hanyalah semata-mata untuk beribadat kepadaNya. Jadi adanya ibadat kepada
Tuhan adalah bergantung kepada adanya manusia. Manusia dijadikan Tuhan
dengan perantaraan bertemunya laki-laki dengan perempuan. Selama dunia
terkembang manusia mesti selalu ada di muka bumi. Sebab itu apabila orang
sudah terlalu asyik beribadat kepada Allah, sekali-kali jangan lupa bahwa
diapun mempunyai kewa.iiban lain lagi, yaitu mengembangkan keturunan.
Maka seketika syariat puasa sudah diturunkan Tuhan, banyak sahabat-sahabat
Rasulullah yang memandang bahwa kalau sudah berpuasa hendaklah pada
malam harinya juga berpuasa dari mendekati isteri. Bahkan ada juga yang
mencoba wishal, terus-menerus puasa dengan tidak berbuka dan tidak sahur.
Seorang sahabat Rasulullah yang besar, yaitu Umar bin Khathab yang berfikiran tajam itu merasa dalam hatinya bahwa tidak mungkin agama memberati
sedemikian rupa, sehingga nafsu kelamin juga mesti dihentikan malam hari.
Meskipun sahabat-sahabat yang lain banyak yang benar-benar menjauhi isteri
pada malam hari puasa itu, namun beliau sendiri merasa hal yang sedemikian
rupa tidaklah kehendak Agama Islam. Meskipun syariat puasa ini telah disyariatkan juga kepada ummat yang dahulu-dahulu, sehingga pendeta-pendeta
Kristen ada yang menjauhi perkawinan samasekali, beliau Umar bin Khathab
merasa kehendak Islam tidak sampai sedemikian. Sebab itu di satu malam
beliau lakukanlah apa yang dilakukan suami terhadap isteri. Dan siangnya
untuk menghilangkan keraguan, beliau menemui Rasulullah dan menyatakan
keadaan yang sebenarnya. Menurut riwayat yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dan
Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, maka Umarpun datanglah meminta penjelasan
kepada Rasulullah. Maka turunlah ayat ini:
"Dihalalkqn bagi komu poda malam puasa bercampur kepada isteri
kamu." (pangkal ayat 187). Di dalam ayat dikatakan rat'atsu. Menurut bahasa
rafatsu ialah segala senda-gurau dan percakapan di antara suami-isteri seketika
mereka mulai seketiduran. Kita artikan saja dengan bercampur, menurut jiwa
yang terkandung dalam ayat. Yaitu karena tidak pernah al-Quran memakai
perkataan yang tepat terhadap urusan persetubuhan. Melainkan selalu memakai kata-kata halus.
Pokoion
Lalu lanjutan ayal: "Mereka odalqh pokoian bagi kamu dan kamu odqlah
pakoion bagi mereka." Kalimat-kalimat inipun adalah kata-kata yang sangat
halus dan mendidik sopan santun di antara manusia. Sebab apabila suami-isteri
telah berjumpa secara suami-isteri benar-benarlah mereka pakai-memakai,
bahkan menjadi satu tubuh, sehingga disebut juga setubuh dalam bahasa kita.
Demikianlah Allah menyatakan bahwa pada malam hari hal itu adalah hal
yang halal, dan tidak menghalangi puasa. Kemudian disesali orang-orang yang
selama ini sampai menjauhi pula urusan persuami-isterian itu dengan sambungan sabdaNya: "Allah mengetahui bahwasanya kamu telah berkhianat
kepada diri-diri kamu." Karena pada waktu yang halal kamu sendiri mengharamkan diri melakukan tugas sebagai manusia yang beristeri. Ini namanya
mengkhianati hukum! Padahal sambungan turunan manusia adalah untuk
beribadah kepada Allah jua adanya. "Makq telah diampuniNyo kamu dan
dimaafkanNya kamu." Meskipun hal ini belumlah dosa besar, apatah lagi
mereka meninggalkan persuami-isterian itu adalah karena belum tahu, tetapi di
sini Tuhan memakai kata memberi ampun dan maaf. Tandanya kalau hal yang
demikian mereka teruskan juga, artinya merobah maksud puasa untuk takwa
dengan cara yang lain yang bukan dari ajaran Islam. Lantaran itu Tuhan
lanjutkan: "Maka sekarong singgungloh mereka, dan carilah apa yang telah
ditentukan Atlah buat kamLt." Di sini sekali lagi terdapat kata-kata halus, yang
dalam bahasa aslinya dikatakan basyiruhunno, yang kita pilih arti ke bahasa
Indonesia dengan singgungloh mereka, yaitu bersenda-gurau menurut kebiasaan suami-isteri, bersinggung-singgungan dan oleh sebuah Hadis pernah
juga disebut agak lebih jelas yaitu bermain-ma\,r"tl menurut bahasa negeri
saya (Minangkabau) bergelut-gelut. A&\)-yWX
Sebab mubasyarah. persinggungan tubuh adalah permulaan dari persetubuhan. Demikianlah halusnya susun kata al-Quran, yatrgterpaksa juga kita
tafsirkan untuk mengetahui betapa dalam kesopanan kata yang ada di dalamnya. Tentu saja, karena yang dilarang pada siang hari itu bukan persetubuhan
suami-isteri saja, tetapi juga makan dan minum, maka dijelaskan lagi pada
Ianj utan ay at " D an mak anl ah dan minu ml ah, s ehinggo b erb eda b agi k amu t ali
putih dari tali hitam dari waktu faior. " Jadi kesimpulannya ialah bahwa sebelum
berbeda "tali putih" yaitu bayangan fajar dengan "tali hitam" ialah gelap malam,
bolehlah kamu melakukan kebiasaan suami-isteri, dan bolehlah makan, bolehlah minum sesukamu. Tetapi apabila tali putih, bayangan fajar merah disebelah
timur telah tampak, dan tali hitam yaitu gelap malam mulai hendak hilang,
berhentilah dari segalanya itu. Tentang "tali putih" dan "tali hitam" ini ada pula
satu riwayat jenaka yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwasanya
sahabat Rasulullah s.a.w. yang bernama Adi bin Hatim, putera dari Hatim atThai yang terkenal, yang dahulunya memeluk agama Nasrani, kemudian datang
menghadap Rasululah dan langsung memeluk Islam. Dia adalah seorang Muslim yang taat dan setia. Demikian setianya memegang bunyi ayat, sehingga
diletakkannya dua potong benang-benang di atas kasurnya, sepotong benang
putih dan sepotong benang hitam. Sebelum matanya dapat membedakan
warna putih dan warna hitam kedua potong benang itu, beliau masih makan
sahur. Setelah jelas perbedaannya karena fajar telah menyingsing, barulah
beliau berhenti makan. Lalu dia datang kepada Rasulullah menerangkan perbuatannya itu, berkatalah Rasulullah kepadanya sambil tersenyum; kasur
tempat kamu meletakkan kedua benang itu amat luas, hai Adi. Sebab yang
dimaksud dengan tali putih ialah merah fajar tanda hari telah siang dan tali hitam
ialah gelap malam yang telah ditinggalkan.
"Kemudian itu sempurnakanlah puoso sampai mallm." Yaitu sampai
matahari telah terbenam dan dengan demikian datanglah waktu maghrib;
waktu itu segeralah bukakan puasamu. Kemudian berkenaan dengan persuami-isterian tadi dilanjutkan lagi peringatan: "Dan jangon komu singgung
mereka, padahal kamu sedang itikaf di dalam masiid'masjid. " Artinya, meskipun pada malam harinya kamu bebas melakukan persuami-isterian dengan isteri kamu, tetapi kalau kamu sedang melakukan ibadat i'tikaf dimesjid, janganlah
isterimu disinggung yang akan membawa kepada setubuh, walaupun di malam
hari. Apatah lagi siangl Sebab ibadat i'tikaf, yaitu duduk tafakkur didalam salah
satu masjidpun adalah menjadi syariat pula. Dianjurkan melakukannya, entah
buat sehari, dua hari, seminggu atau dua minggu. Maka kalau niat telah kamu
pasang buat i'tikaf, janganlah dia gagal karena engkau telah bersenda-gurau lagi
dengan isterimu. Selanjutnya Tuhan bersabda: "ltulah bofos-bofos Alloh, maka
ianganlah kamu dekati akan dio. " Maka pada saat yang tertentu itu, yaitu siang
hari seluruhnya ditambah dengan malam harinyapun kalau sedang i'tikaf,
Tuhan Allah telah menentukan batas, jangan mendekat-dekat kepada batas itu.
Sebab kalau sudah terlalu dekat, bahayanya besar kalau berdekat-dekat di saat
yang terlarang itu, dengan timbulnya syahwat akan mengancam bagi puasa
yang sedang berlaku dan i'tikaf yang tengah dilaksanakan. Apatah lagi bocornya puasa karena bersetubuh berat juga dendanya; memerdekakan budak, dan
kalau tidak sanggup wajib diganti dengan memberi makan fakir-miskin sebanyak 60 orang, dan kalau tidak sanggup wajib puasa dua bulan berturut-turut.
Dan menurut ijtihad seorang Ulama Besar Abu Ali al-Qali, seketika salah
seorang Khalifah Bani Umaiyah meminta fatwanya apa kaffarah (denda) yanS
akan dilakukan terhadap diri baginda, sebab baginda telah terdekot kepada
isteri, lalu terlanjur sehingga bocor puasanya. Ulama itu telah berfatwa bahwa
baginda wajib puasa dua bulan berturut-turut. Demikian patuh Khalifah terhadap fatwa ulama sehingga baginda puasa dua bulan berturut-turut. Lalu
seorang murid bertanya kepada ulama besar itu, apa sebab beliau berfatwa
demikian. Padahal urutan sabda Nabi, puasa dua bulan berturut-turut adalah
yang ketiga, sesudah tidak sanggup memerdekakan budak atau memberi
makan fakir-miskin. Orang alim itu menjawab: "Kalau aku fatwakan memerdekakan seorang budak, maka 100 budakpun baginda sanggup memerdekakan. Kalau aku suruh ganti dengan memberi makan 60 orang miskin, 6,000
orang miskin baginda sanggup memberi makan. Nanti baginda terlanjur lagi.
Tetapi dengan aku fatwakan puasa dua bulan berturut-turut, maka baginda
kelak dengan sendirinya akan jera mendekati batas-batas yang ditentukan
Allah. Karena puasa dua bulan berturut-turut adalah amat berat bagi orang
sebagai baginda."
Kemudian Tuhan Allah menutup sabdaNya tentang urusan puasa demikian:'Demikianlah Allqh telah menjelaskan perintah-perinfohNyo kepoda
manusia, supaya mereka jadi takwa." (ujung ayat 187).
Demikianlah dengan lima ayat, mulai dari ayat 183 sampaiayat 187 telah
dijelaskan Tuhan tentang perintah puasa kepada orang yang sakit atau musafir
atau orang yang berat memikulnya. Sampai kepada batas-batas waktunya,
bahkan sampai juga kepada urusan persuami-isterian. Di ayat pertama (183)
mula kata dibuka telah diterangkan maksudnya, yaitu melatih kesuburan rasa
takwa pada diri orang yang beriman, dan di penutup ayat 187 diterangkan sekali
lagi maksud itu supaya orang jangan lupa, yaitu supaya mendidik jadi orang
yang takwa.
Niscaya panjang-lebar pulalah di dalam kitab-kitab Fiqh, buah fikiran
ulama-ulama kita tentang bimbingan berpuasa ini. Kadang-kadang lantaran
sangat dalam ijtihad beliau timbullah hal-hal yang rumit. Sehingga ada yang
mengatakan bercelak mata ketika puasa membatalkan puasa. Ada juga yang
mengatakan bahwa muntahpun membatalkan puasa, bahkan ada Vang ber-
pendapat bahwa lukapun membatalkan puasa. Maka sebelum kita menilai
ijtihad-ijtihad beliau-beliau itu,. akan diikut atau tidak dapat diterima, terlebih
dahulu hendaklah kita rasakan benar-benar bunyi di dalam ayat ini. Karena
susunan ayat benar-benar menunjukkan cinta-kasih Tuhan akan hambaNya.
Benar-benar menunjukkan bahwa Tuhan menjatuhkan suatu perintah bukanlah mempersukar melainkan yang mudah dikerjakan. Yang pokok ialah memupuk iman dan takwa.
Dan tidaklah bertemu dalam al-Quran pertengkaran perkara puasa dengan
ru'yatul hilol atau dengan hisob. Karena ru'yatul hr:lol (pergi melihat terbitnya
bulan baru) memang ada dasarnya. Begitulah yang dianjurkan Rasulullah ketika
beliau hidup, sebab pada waktu itu ummat masih ummi. Dan memakaiHisobpun ada dasarnya. Yaitu bahwa Rasulullah tidak menghendaki supaya keummian (tidak tahu tulis-baca) itu supaya dipertahankan terus-menerus. Maksud ialah mengeluarkan manusia dari gelap kejahilan kepada terang benderang
pengetahuan. Kemajuan ilmu tentang hisab, terutama di zaman sekarang
sudahlah sama dimaklumi, dan sudah kita turuti. Shalat lima waktu yang lebih
berat hukumnya daripada puasa, telah kita turuti menurut jam dan jam seluruh
dunia (internasional) pun telah kita pakai. Tidak lagi menunggu subuh dengan
pergi melihat fajar, menunggu zuhur dengan menentang matahari melihat apa
sudah tergelincir dari pertengahan siang apa belum, waktu ashar tidak lagi kita
mengukur bayang-bayang lebih dari panjang diri, waktu maghrib tidak lagikita
tilik apakah matahari sudah terbenam atau belum, waktu isya tidak lagi kita
menunggu habisnya syafaq yang merah di pinggir langit sebelah barat.
Yang penting bagi kita bukanlah mempertentangkan hisob dan ru'yah
tetapi menegakkan iman dan takwa. Dan pemerintah yang bijaksana dapatlah,
mempergunakan keduanya. Sebab hisab yang sejati tidaklah berselisih dengan
ru'yah sejati. Dan kalaupun pemerintah misalnya memutuskan memakai hisob
tidak jugalah salah. Sebab ilmu tentang hisab itu di zaman sekarang telah
mempunyai alat-alat yang lengkap, menjadi sebahagian dari ilmu alam atau ilmu
falak yang dapat dipertanggunglawabkan.
Oleh sebab itu tidaklah ada salahnya, jika suatu pemerintah Islam mengadakan panitia hisab yang menghisab perjalanan bulan itu, lalu mengeluarkan
perintah memulai danmenutup puasa, dengan berdasar kepada penyelidikan
ahli hisab itu. Karena maksud pemerintah melihat bulan bukanlah berarti soal
lihofnya, melainkan soal guna menegaskan dan meyakinkan bahwa bulan telah
wujud. Hisab yang teliti jauh lebih dapat dipertanggungiawabkan daripada
semata-mata pergi melihat.
Dalam Republik Indonesia, di zaman Menteri Agama K.H. Fakih Usman
telah beliau kerahkan setiap kantor-kantor agama di seluruh Indonesia benarbenar pergi melihat bulan ke tempat bulan dapat dilihat. Dan beliau beri
kebebasan orang-orang percaya kepada hisab, agar puasa pula menurut keyakinan hisabnya. Maka oleh karena melihat bulan itu telah dilakukan dengan
teliti, selama K.H. Fakih Usman menjadi Menteri Agama dan digantikan oleh
Menteri-menteri lain yang memegang teguh peraturan yangtelah beliau adakan
itu, tidaklah pernah terjadi perselisihan di antara pemegang ru'yah dengan
pemegang hisab.
Sebab dahulu-dahulu telah ter.iadi perselisihan hisab dan ru'yah, terutama
di zaman penghulu-penghulu di tanah Jawa menguasai urusan masjid, demikian
pula ulama-ulama kerajaan di zaman ada sultan-sultan, ialah karena mereka
tidak mengadakan panitia melihat bulan, puasa saja menurut frodisi dan
menghukum sesat, dan "kaum muda" orang-orang yang berpegang hisab.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa tukang hisab sama dengan tukang
tenung! Ialah karena pengetqhuan mereka tentang itu tidak ada, dan berfikir
agama telah membeku.
Tetapi ada pula seorangMenteriAgama yang mencap dan menuduh orangorang yang berpuasa menurut hisab, tidak menurut perintahnya berkenan
dengan memulai dan menutup puasa, bahwa orang itu memecah persatuan
nasional. Dengan kekuasaan, dia hendak memaksakan fahamnya kepada
orang banyak, sehingga mendapat tantangan di mana'mana.
Kesimpulannya, menurut penafsir ini ialah bahwa perintah Rasul menyuruh
melihat bulan untuk memulai atau menyudahi puasa, ialah supaya jelas benar
bahwa Ramadhan masuk atau telah habis. MakaRasul tidaklah melarangorang
memakai alat yang lebih moden daripada hanya mata, yaitu alat perkakas hisab,
untuk menyatakan jelas telah masuknya atau habisnya bulan Ramadhan.
(188) Dan janganlah kamu makan
hartabenda kamu di antara kamu
dengan jalan yang batildan kamu
bawa ke muka hakim-hakim,
karena kamu hendak memakan
sebahagian daripada hartabenda
manusia dengan dosa, padahal
kamu mengetahui.
o )>lz - -. tjxeff
.. ,, /
16.,
'\#P;iril'e.t;
. rta. a ,,. . - /
t-Fl sKJrJL9
z )z>z-) 7z , ,- a - .,1 jrJ^i f l, i)t.J!,Jt J'yl
Horta Tak Halal
Pentinglah makanan buat hidup. Selalu Tuhan memberi ingat tentang
makanan yang halal lagi baik, yang bersih dan sesuai dengan kita sebagai
manusia. Pada ayat 168 diberi peringatan pada seluruh manusia. Kemudian ayat
772 dan 173 diperingatkan khusus kepada kaum yang beriman supaya memakan makanan yang baik-baik dan menjauhi makanan yang keji, sehingga
ditunjukkan apa dia yang keji itu. Dicela o.rang yang mata pencahariannya
dengan menyembunyikan kebenaran karena mengharapkan harga yang sedikit. Kemudian sesudah menerangkan dari hal qr'shosh diterangkan lagi tentang wasiat, dan larangan curang dalam hal wasiat, dan pujian terhadap orang
yang sudi mendamaikan orang yang berselisih tentang harta wasiat. Sesudah itu
baru dibicarakan perkara puasa. Dalam bulan puasa diatur perkara makanan.
sekarang dilanjutkan lagi; ada hubungan dengan makanan atau kebersihan
mata pencaharian.
"Dan janganlah kamu makan hartabenda kamu di antara kamu dengan
jalan yang batil." (pangkal ayat 188). Pangkal ayat inimembawa orang yang
beriman kepada kesatuan dan kekeluargaan dan persaudaraan. sebab itu
dikatakan "hartqbenda kamu di antaro kamll." Ditanamkan di sini bahwa
hartabenda kawanmu itu adalah hartabenda kamu juga. Kalau kamu aniaya
hartanya, samalah dengan kamu menganiaya hartabendamu sendiri jua. Memakan hartabenda dengan jalan yang salah, ialah tidak menurut jalannya yang
patut dan benar. Maka termasuklah di sini segala macam penipuan, pengicuhan, pemalsuan, reklame dan adpertensi yang berlebih-lebihan; asal
keuntungan masuk. Menerbitkan buku-buku cabul dan menyebarkan gambargambar perempuan telanjang .pembangkit nafsu; yang kalau ditanya,
maka yang membuatnya mudah saja berkata: "Cari makan." Atau kolportir
mencari pembeli suatu barang dengan memperlihatkan contoh yang bagus
bermutu tinggi, padahal setelah ada persetujuan harga dan barang itu diterima,
ternyata mulutnya di bawah dari contoh. Atau spekulasi terhadap barang vital
dalam masyarakat, seumpama beras, ditahan lama dalam gudang karena
mengharapkan harganya membubung naik, walaupun masyarakat sudah sangat kelaparan, yang dalam agama disebut ihtikar. Atau menyediakan alat
penimbang yang curang, lain yang pembeli dengan yang penjual.
Ini adalah contoh-contoh, atau dapat dikemukakan 1001 contoh vang lain,
yang maksudnya ialah segala usaha mencari keuntungan untuk diri sendiri
dengan jalan yang tidak wajar dan merugikan sesama manusia, yang selalu
bertemu dalam masyarakat yang ekonominya mulai kacau. Sehingga orang
beroleh kekayaan dengan penghisapan dan penipuan kepada sesamanya manusia.
Sebab itu maka Islam sangat mengharamkan riba. Karena riba benar-benar
suatu pemerasan atas tenaga manusia oleh manusia. Kelihatan di luar sebagai
menolong melepaskan orang dari sesak dan kesulitan, padahal dipersulit lagi
dengan membayar bunga. Ketentuan tentang riba, yang disebut riba t'adhal
atau ribo nqsi'c,h akan diterangkan juga kelak pada waktunya.
Sampai-sampai kepada urusan upah-mengupah, dengan memberikan
upah yang sangat rendah, tidak berpatutan dengan tenaga yang dikeluarkan
oleh yang diupah, tetapi terpaksa dikerjakan juga, karena dia lapar.
Untukmenjagamartabat imanmakaulama-ulamapunmemberi ingat bahwasanya orang yang tidak patut menerima zakat karena dia ada kemampuan, lalu
diterimanya juga zakat itu, adalah haram hukumnya. Teringatlah akan guruku
Almarhum Syaikh Abdulhamid Tuanku Mudo di Padang Panjang, pada suatu
hari dikirimkan orang kepada beliau uang zakat dari Padang. Dengan lemahlembutnya uang zakat itu telah beliau tolak, karena beliau tidak merasa berhak
menerimanya, sebab beliau mampu. Kata beliau, makanan dan minuman beliau
cukup dan pakaian beliaupun ada walaupun cara sederhana. Padahal oleh
karena usia beliau seluruhnya sudah disediakan buat mengajar murid-murid
beliau, tidaklah ada kesempatan beliau buat berusaha yang lain. Namun begitu
ditolaknya juga zakat itu.
Setengah ahli Fiqh menyatakan pendapat bahwasanya seorang yang tidak
ada pakaian buat shalat, sehingga boleh dikatakan bertelanjang, tidaklah wajib
atasnya meminjam pakaian orang lain buat shalat. Daripada meminjam, tidaklah mengapa dia shalat bertelanjang.
Termasuk juga di sini "perusahaan" membuat azimat, membikin "pekasih"
untuk seorang perempuan supaya lakinya tetap kasih kepadanya. Termasuk
jugalah di dalamnya menerima upah membaca Surat Yasin malam Jum'at
sekian kali, untuk dihadiahkan pahalanya kepada keluarga si pengupah yang
telah mati. Termasuk juga di dalamnya apa yang ketika menafsirkan ayat 174
kita sebutkan, yaitu orang-orang yang mendapat "penghasilan" dari fidyah
shalat orang yang telah mati. Termasuk jugalah di dalamnya orang-orang yang
berdiri di pekuburan menunggu orang-orang yang akan memberinya upah
membaca doa atau bertalkin atau membaca Surat Yasin yang diupahkan
keluarga orang yang berkubur di sana. Lebih ganas lagi memakan hortq kqmu
ini apabila sudah sampai membawa ke muka hakim. Sebagai lanjutan ayat:
"Dan kamu bawa ke muka hakim-hokim, korena kamu hendqk memakan
sebahagian daripada hortabenda manusia dengon dosa, padahql kqmu mengetahui." (ujung ayat 188).
Kadang-kadang timbullah dakwa mendakwa di muka hakim. Katanya
hendak mencari penyelesaian, padahal hubungan si pendakwa dengan si
terdakwa telah keruh, dendam kesumat telah timbul, usahkan selesai malahan
bertambah kusut.
Orang membawa perkaranya ke muka hakim, kadang-kadang kedua pihak
memakai pokrol untuk mengalahkan lawan. Tetapi yang dimaksud ialah mengambil harta yang ada di tangan orang lain dengan jalan dosa. Hal yangseperti
ini kerapkali benar bertemu di zaman penjajahan di negeri kita karena kekacauan keluarga. Di Minangkabau kerapkali anak dari seorang yang telah mati
didakwa di muka hakim oleh kemenakan si matiitu. Dikatakan bahwa hartabenda si mati yang sekarang telah ada di tangan si anak, bukanlah harta
pencaharian, tetapi harta pusaka. Sampai-sampai pendakwa mengatakan bahwa meskipun dia telah mendapat harta pencaharian sendiri, namun si kemenakan masih berhak atas harta itu, sebab waktu dia akan meninggalkan
kampung halaman dahulunya yang memodalinya ialah kemenakan dan saudara-saudaranya yang perempuan. Sebab itu dia dari kecil dibesarkan dengan
harta pusaka.
Di tanah Batak dan Mandailing pihak saudara daripada si mati pula yang
menuntut isteri daripada si mati. Karena di dalam pergaulan hidup zaman sekarang, si mati dengan isterinya telah merantau meninggalkan kampung halaman
dan telah mendapat rezeki dan harta pencaharian. Tetapi karena menurut adat
Batak dan Mandailing si perempuan setelah kawin adalah kepunyaan keluarga
suaminya, hendaklah pula hartabenda mendiang suaminya diserahkan, bahkan
bersama dirinya sekali, ke dalam kuasa keluarga marga si laki-laki. lni dibawa
perkara ke muka hakim.
Baik orang Minangkabau si kemenakan yang mendakwa anak mamaknya
atau orang Batak dan Mandailing yang mendakwa isteri saudaranya, keduanya
itu orang Islam. Mereka mengerti pembahagian laraidh menurut lslam. Tetapi
karena tamak akan harta dunia yang fana, mereka tidak keberatan mengingkari
peraturan agama yang telah mereka peluk, untuk kembali kepada adat jahiliyah. "Podohal kamu mengetahui." Demikian bunyi ujung ayat. Mereka mengetahui hukum agama, tetapi karena nafsu serakah harta, tidaklah diingat
orang lagi hubungan keluarga, silaturrahmi yang telah berpuluh tahun, dan
darah'yang telah bercampur dan keturunan yang telah menjadi saksi hubungan
kedua belah pihak. Sampai hatilah orang pada masa itu di Minangkabau
mendakwa anaknya sendiri, keturunan dari saudaranya yang telah mati. Karena anak yang didakwa itu, kata mereka, telah berlain sukunya, telah orong
lain.
Alhasil apa yang kita kemukakan ini hanyalah contoh-contoh belaka dari
perbuatan memakan harta kamu di antara kamu dengan jalon batil dan
memakan hortabenda manusio dengon doso. Maka apabila jiwa kita telah kita
penuhi dengan takwa, kita sudahlah dapat menimbang dengan perasaan yang
halus mana pencaharian yang halal dan mana yang batil. Itulah sebabnya maka
mata hatijanganlah ditujukan kepada hartabenda itu saja, tetapiditujukanlah
terlebih dahulu kepada yang memberikan anugerah harta itu, yaitu Allah. Dan
di samping itu tanamkanlah perasaan bahwasanya silaturrahmi sesama manusia jauh lebih tinggi nilainya daripada hartabenda yang sebentar bisa punah.
Apatah lagi tiap-tiap harta yang didapat dengan jalan tidak benar itu amatlah
panasnya dalam tangan, membawa gelisah diri dan menghilangkan ketenteraman. Sehingga walaupun di luar kelihatan mampu, pada batinnya itulah orang
yang telah amat miskin, kosong dan selalu merasa puas. Ada yang hilang dari
dalam diri, tetapi tidak tahu apa yang hilang itu.
lmanlah yang hilang itu.
Menurut riwayat yang dibawakan oleh lbnu Jarir dalam tafsirnya, dan
Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir, bahwa lbnu Abbas menafsirkan
"Dan janganlah kamu makan hartobenda kamu di antara kamu denganialan
bofil" ini, ialah bahwa ada seorang laki-laki memegang harta orang lain, tetapi
tidak ada cukup keterangan dari yang empunya, maka orang itupun memungkiri dan berkata bahwa harta itu adalah kepunyaan dirinya sendiri. Yang
empunya hak mengadu kepada hakim, dia bersitegang mempertahankan bahwa harta itu dia sendiri punya, sehingga yang sebenarnya berhak menjadi
teraniaya.
Dan diriwayatkan pula menurut tafsiran Mujahid bahwa makna ayat ini
ialah: "Jangan kamu bersitegang urat leher di muka hakim, padahal hati
sanubari sendiri tahu bahwa engkaulah yang zalim."
Menurut satu riwayat dari Said bin Jubair, bahwa Imru'ul-Qais bin Abi
berselisih dengan Abdan bin Asywa'al-Hadhrami perkara sebidang tanah. Lalu
J
,
'i