steri itu diungapkan secara ilahiat dan hanya
diketahui melalui komunikasi ilahiat; (4) Selama zaman para
penulis Perjanjian Baru, Allah mengungkapkan potongan terakhir misteri itu kepada para penulis Perjanjian Baru itu sendiri.
Tujuan diskusi ini adalah untuk melacak berbagai ajaran
misteri Mesias yang diungkapkan secara ilahiat. Setelah menyelesaikan tugas itu, kita lalu harus menentukan apakah,
sesungguhnya, para penulis Perjanjian Baru memiliki potongan
terakhir, yang melengkapkan misteri itu. Kita telah menangani
pasal sebelumnya dengan jejak-jejak seorang Juruselamat yang
berasal dari berbagai sumber di luar tulisan-tulisan Alkitab.
Jadi, oleh sebab Kitab Suci Ibrani dikenal sebagai gudang paling lengkap yang tersedia bagi pelbagai ramalan Mesias,
maka kita akan memusatkan perhatian kita pada Kitab Suci itu.
KITAB SUCI PERJANJIAN LAMA
Dalam merenungkan Perjanjian Lama, Kitab Suci Yahudi, akan bermanfaat bagi kita untuk mempertimbangkan beberapa fitur penting tentang tulisan-tulisan itu. Pertama, sebelas
pasal pembukaan kitab pertama itu, Kejadian, tidak berhubungan dengan orang Ibrani saja, tetapi secara keseluruhan
dengan ruang lingkup kemanusiaan yang lebih luas. Pasalpasal ini menjelaskan tentang penciptaan Alam Semesta, kejatuhan manusia dari keadaannya yang sempurna tanpa salah,
kejahatan manusia dan Air Bah yang merusak seluruh dunia,
dan repopulasi bumi. Kitab Suci itu berisi sekitar 2000 tahun
sejarah, dan tidak satu tahun pun dari tahun-tahun itu yang
secara otomatis berkaitan dengan bangsa Yahudi, lebih daripada dengan bangsa lain.
Kedua, isi lain Perjanjian Lama dari Kejadian 12–Maleakhi, terutama berfokus pada keturunan Abraham. Perhatikanlah bahwa narasi itu dan pelbagai istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan keturunan ini adalah juga tidak
terlalu menyanjung. Keturunan itu disebut keras kepala, tegar
tengkuk, berdosa, memberontak, dan sejumlah kata sifat yang
sama-sama sarkastik (lihat Ulangan 9:7; Yehezkiel 2:3-10; Hosea 4:16). Namun begitu, keturunan Abraham ini adalah orangorang yang bertanggung jawab untuk melestarikan Kitab Suci
yang berulang kali menegur mereka karena kemurtadan mereka dari Allah dengan menyembah berhala. Ingat juga, bahwa
mereka dapat saja sudah mengubah dan melestarikan tulisantulisan ini dengan bentuk yang lebih menyanjung diri mereka.
Dari pelbagai temuan arkeologi kita telah pelajari bahwa bangsa-bangsa lain di sekeliling Israel kuno memilih untuk memperindah sejarah mereka, dengan sengaja menghilangkan komentar-komentar atau peristiwa-peristiwa yang merendahkan
diri mereka.
Mengapakah orang Israel menjaga tulisan-tulisan itu sebagaimana yang mereka lakukan? Jawabannya ada dua. Pertama,
mereka percaya tulisan-tulisan tertentu yang mereka pelihara
itu diilhami oleh Allah, sebuah keyakinan yang dapat dibuktikan tanpa keraguan sama sekali (lihat Thompson, 2001). Tapi
kedua, masing-masing dari 39 kitab itu berisi wahyu terencana
yang menggambarkan beberapa aspek tentang Mesias yang
akan datang, yang menurut Kitab Suci ini, tidak hanya ditakdirkan untuk menyelamatkan bangsa Israel, tetapi seluruh
dunia. Faktanya, pembaca tidak dapat bergerak jauh ke dalam
tulisan-tulisan Perjanjian Lama sebelum ia dibanjiri dengan
gambaran, dan prediksi tentang, Mesias yang akan datang.
APAKAH ORANG YAHUDI MENCARI MESIAS?
Pernah diusulkan bahwa para ahli Taurat Yahudi kuno,
para rabi, dan populasi pada umumnya tidak benar-benar
sedang mencari Mesias pribadi. David Baron, penulis Yahudi
Mesianik yang sangat dihormati pertama kali menerbitkan
karyanya, Rays of Messiah’s Glory, pada tahun 1886. Dalam buku
itu, Baron menulis:
Saya juga sadar bahwa belakangan ini banyak
orang Yahudi cerdas, yang didukung oleh orang
yang rasional, yang disebut Kristen ... menyangkal
bahwa ada harapan tentang Mesias dalam Kitab
Suci Perjanjian Lama, dan menyatakan bahwa nubuat-nubuat yang di atasnya orang-orang Kristenmendasarkan keyakinan seperti itu hanya berisi
“antisipasi dan harapan umum yang samar, tetapi
tidak ada ramalan yang pasti tentang Mesias pribadi,” sehingga akibatnya dugaan adanya kesepakatan sejarah injil dengan nubuat adalah khayalan
(2000, p. 16).
Dalam pernyataannya yang membantah pandangan “nonMesianik” Kitab Suci Perjanjian Lama, Baron menulis, “Bahkan kaum Maimonid, penentang besar agama Kristen, menyusun artikel tentang kredo orang Yahudi yang sampai hari ini
diulang setiap hari oleh setiap orang Yahudi sejati: 'Saya percaya dengan iman yang sempurna bahwa Mesias akan datang,
dan meski kedatangan-Nya tertunda, saya akan menantikan
penampakan harian-Nya‘“ (p. 18). Ia berkomentar lebih lanjut:
”Aben Ezra, Rashi, Kimchi, Abarbanel, dan hampir setiap
komentator Yahudi terhormat dan berwibawa lainnya, meski
tidak mengakui Yesus sebagai Mesias, namun sepakat bahwa
Mesias pribadi diajarkan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama”
(p. 19-20). Baron juga mencatat bahwa hanya “sebagian kecil
orang Yahudi yang tidak penting” yang berani berpendapat
bahwa Perjanjian Lama tidak memiliki ramalan pasti tentang
Mesias pribadi. Ia lalu dengan fasih menyatakan: “Dengan
sukacita kita melihat bangsa itu [Yahudi—KB/EL], dengan
demikian, masih melekat pada sauh itu yang selama ini telah
menjadi tulang punggung keberadaan bangsa mereka selama
berabad-abad—harapan tentang Mesias pribadi, yang merupakan inti Kitab SuciPerjanjian Lama” (p. 20).
Dalam bukunya, The Messiah in the Old Testament: In Light
of Rabbinical Writings, Risto Santala menulis: “Jika kita mempelajari Alkitab dan literatur Rabi dengan hati-hati, kita tentu
terkejut dengan berlimpahnya interpretasi Mesianik dalam kar-ya-karya paling awal yang kita kenal.… Talmud dengan tegas
menyatakan: ‘Semua nabi bernubuat hanya untuk zaman Mesias’” (1992, p. 22).
Sehubungan dengan pelbagai nubuat khusus Perjanjian
Lama, kebanyakan komentari rabi memverifikasi bahwa bangsa Israel tentu saja memiliki pandangan tentang Mesias yang
akan datang. Mengenai Kejadian 49:10, penulis terkenal Harun
Kligerman menulis: “Para rabi zaman dulu, meski tidak setuju
satu sama lain tentang arti dari akar Silo, hampir sepakat dalam
menerapkan istilah itu kepada Mesias” (1957, p. 19-20). Segera
setelah pernyataan ini, Kligerman mencantumkan Targum Onkelos, Targum Jerusalem, dan Peshito semuanya mengacu kepada Kejadian 49:10 sebagai nubuat Mesianik yang menunjuk
kepada satu individu, Mesias pribadi (p. 20). Dengan mengacu
kepada Kejadian 49:10, David Baron menulis:
Berkenaan dengan nubuat ini, hal pertama yang
saya ingin tunjukkan adalah bahwa semua [kitab]
zaman dahulu setuju dalam menafsirkan itu sebagai Mesias pribadi. Ini adalah pandangan Alkitab
Versi LXX [Septuaginta—KB/EL]; Targumim Onkelos, Yonathan, dan Yerusalem; Talmud; Sohar;
buku kuno ”Bereshith Rabba;” dan di antara para
komentator modern Yahudi, bahkan Rashi, yang
berkata, “Sampai Silo datang, itu adalah Raja Mesias, Pemilik kerajaan itu” (2000, p. 258, huruf tebal.
ditambahkan).
Tentang kitab Yesaya dan ramalan, nubuat Mesianik yang
terkandung di dalamnya, Santala menyatakan: ”Sifat Mesianik
kitab Yesaya sangat jelas bahwa sumber-sumber Yahudi tertua,
Targum, Midrash dan Talmud, bicara tentang Mesias yang terkait dengan 62 ayat yang terpisah” (1992, p. 164-165). Santala lalu, dalam catatan kaki, melanjutkan dengan mencantumkan
beberapa ayat itu, termasuk Yesaya 4:2, 9:5, 10:27, 11:1, 11:6,
14:29, 16:1, 28:5, 42:1, 43:10, 52:13, dan 60:1 (p. 165). Kitab Nabi
Yeremia berisi materi yang sudah lama diakui sebagai bersifat
Mesianik. Tentang Yeremia 23:5-6, David Baron menulis, “Di
sana hampir tidak ada pendapat yang bertentangan di antara
orang-rang Yahudi kuno dan modern bahwa ini adalah nubuat
Mesianik”(2000, p. 78).
Sebenarnya, pernyataan-pernyataan yang memverifikasi
bahwa bangsa Israel kuno mengakui nas-nas tertentu dalam
Perjanjian Lama sebagai Mesianik adalah sangat banyak. Terlepas dari apa yang orang itu percayai tentang identitas Mesias, tidak dapat dibantah bahwa bangsa Israel, melalui pengaruh para penulis Perjanjian Lama, telah menunggu kedatangan-Nya.
PROTEVANGELIUM
Sebenarnya dari pandangan sekilas kehidupan manusia
di Bumi, jejak-jajak Mesias yang diramalkan telah diungkapkan
secara ilahiat kepada umat manusia. Yang sangat familier adalah kisah tragis kejatuhan manusia. Di bawah asuhan kasih
karunia Allah, Adam dan Hawa dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan masing-masing dan diantar ke dalam Firdaus Eden, sukacita yang manusia belum pernah lihat lagi sejak
saat itu dan tidak akan melihat lagi di dunia ini. Allah hanya
memberi satu perintah larangan kepada keluarga pertama
itu—bahwa mereka harus jangan makan dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Jika mereka memilih untuk memberontak melawan larangan tunggal ini, Allah memberitahu
mereka bahwa akibatnya akan berupa kematian. Namun terlepas dari peringatan baik hati dari Allah itu, pengertian Hawa ditumpulkan oleh keinginan jahatnya, dan ia segera menjadi
mangsa tipu daya dosa, dengan meyakinkan Adam suaminya
untuk bergabung dalam pemberontakannya.
Ke dalam adegan yang memalukan dan berdosa ini, Allah
menjatuhkan penghakiman ke atas semua pihak yang terlibat.
Kematian akan menjadi konsekuensi dari tindakan berdosa ini,
juga peningkatan rasa sakit bagi perempuan saat melahirkan
dan meningkatnya kesulitan dan kerja keras untuk laki-laki.
Namun di tengah-tengah kutukan Allah ke atas ular itu, Ia menyertakan sinar harapan penuh kemuliaan bagi umat manusia.
Kepada ular itu, Ia berkata, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu
dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15).
Pernyataan singkat yang Allah buat kepada ular itu mengenai
Benih perempuan itu sering disebut sebagai protevangelium
[berita injil paling awal]. J. A. Huffman mengomentari nas ini:
Di sini tidak salah lagi diucapkan nubuat tentang
seorang pembebas. Bahkan diramalkan adanya memar sementara, pada tumit, yang menyiratkan
kekalahan yang nyata, sesaat pada diri pembebas
itu: tetapi, di saat yang sama, kemenangan utama
dan terakhir pembebas itu dinubuatkan, dalam ia
meremukkan kepala ular itu, yang berarti pukulan
fatal (1956, p. 38).
Sarjana Yahudi, Aaron Kligerman, mencatat bahwa ada
tiga hal menonjol dalam ramalan pertama tentang Mesias itu,
“yaitu bahwa Pembebas itu harus—(A) dari benih perempuan dan (B) Bahwa Ia harus terhalang sementara dan (C) Akhirnya menang (1957, p. 13, huruf miring dari aslinya). Lebih lanjut
Kligerman menulis bahwa pendapat para rabi zaman dulu yang ditemukan dalam Targum Palestina bersaksi “bahwa
dalam Kejadian 3:15 dijanjikan kesembuhan dari gigitan ular di
tumit, yang akan terjadi ‘di akhir zaman, dalam zaman Raja
Mesias’”(p. 14). [CATATAN: Targum-targum itu “merupakan
terjemahan interpretatif atas kitab-kitab dari Kitab Suci Ibrani
… ke dalam bahasa Aram” (Metzger, 1993). Versi seperti itu
diperlukan ketika populasi utama orang Yahudi tidak lagi bicara dalam bahasa Ibrani sebagai bahasa utama mereka. Metzger
lebih lanjut menjelaskan bahwa Targum oral dimulai sebagai
tafsiran sederhana atas teks itu, “tetapi akhirnya menjadi lebih
rumit dan memasukkan rincian-rincian penjelas.” John Stenning, dalam artikelnya yang mendetail tentang Targum, menjelaskan bahwa Targum oral diperkenalkan beberapa tahun sebelum abad pertama Masehi. Berkaitan dengan “kebiasaan membaca bagian hukum Taurat pada ibadah mingguan di sinagoga” (1911).]
Tentang protevangelium itu, Charles A. Briggs, dalam
karya klasiknya Messianic Prophecy, menulis:
Demikianlah di dalam nubuat yang fundamental ini
secara eksplisit kita memiliki ras manusia yang berjuang, menderita, tetapi akhirnya menang, dan secara tersirat anak perempuan, Adam kedua, kepala ras
manusia yang berjuang, menderita dan akhirnya
menang.… Protevangelium adalah miniatur yang
tepat tentang keseluruhan sejarah umat manusia,
benih perjuangan yang selalu berjuang untuk kemenangan pamungkas .… sampai itu direalisasikan
dalam kemenangan penebusan yang luhur” (1988,
p. 77). Briggs melanjutkan komentarnya bahwa protevangelium ”adalah satu-satunya nubuat Mesianik yang telah dilestarikan dari
wahyu yang Allah buat kepada dunia kuno” (p. 77).
Di sini, kemudian, nubuat yang kemungkinan berkembang di masa depan itu membuka jalan bagi semua hal lainnya
yang akan berurusan dengan kedatangan Pembebas agung
umat manusia. Beberapa sifat pembebas yang akan datang ini
sudah jelas terlihat. Pertama, Ia akan datang dalam bentuk manusia sebagai benih perempuan. Kedua, Ia akan mengalahkan
dampak dosa yang ditimbulkan oleh kejatuhan manusia dan
masuknya dosa ke dalam dunia. Ketiga, Ia akan dihalangi
dalam aktivitas penebusan-Nya oleh ular itu, Iblis, yang akan
menimpakan ke atas Dia luka ringan. Keempat, Ia pada akhirnya akan mengalahkan luka dari Iblis itu dan akhirnya menang.
Dalam ramalan pertama tentang Mesias ini, kita menangkap
tema mendasar tentang seorang penebus yang menderita dan
menang—sebuah tema yang akan disempurnakan dalam halaman-halaman sisa Perjanjian Lama.
BENIH ABRAHAM
Protevangelium dalam Kejadian 3:15 meramalkan bahwa Mesias penakluk akan berasal dari benih perempuan, dengan mengambil bentuk manusia. Tapi fitur itu sendiri, diakui,
tidak banyak membantu dalam mengidentifikasi Mesias, karena miliaran orang telah dilahirkan oleh perempuan. Agar nubuat tentang Mesias itu mempersiapkan para pembacanya
untuk Mesias sebenarnya, ruang lingkupnya akan perlu dipersempit.
Penyempitan ruang lingkup Mesianik seperti itu dapat
dilihat dalam janji Allah kepada patriark itu, Abraham. Dalam
Kejadian 12, Alkitab mencatat fakta bahwa Allah secara khu-sus memilih Abraham dari antara semua orang di dunia (Kejadian 12:1-3). Melalui Abraham, Allah berjanji bahwa semua
bangsa di dunia akan diberkati, dan bahwa keturunan Abraham akan sama seperti pasir laut dan bintang-bintang di
langit. Seperti yang Huffman tulis, “Adalah kepada Abraham,
anak Terah, keturunan Sem, Allah memberikan janji khusus,
janji yang tidak dapat dihilangkan dalam upaya serius untuk
melacak harapan Mesianik” (1956, p. 41). Selama bertahuntahun, janji tentang keturunan ini tetap tidak terpenuhi karena fakta bahwa istri Abraham, Sara, mandul. Untuk “membantu” Allah memenuhi janji-Nya, Abraham dan Sara menyusun
rencana yang memungkinkan Abraham memiliki anak. Sara
memberikan Hagar, hambanya, kepada Abraham untuk menjadi istri pengganti. Sebagai hasil perkawinan ini, Hagar mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama
Ismael.
Dalam Kejadian 17, Allah memperbarui perjanjian-Nya
dengan Abraham dan menginstruksikan Abraham untuk menetapkan sunat sebagai tanda perjanjian. Dalam Kejadian 17:19,
Allah memberitahu Abraham bahwa Sara akan memiliki seorang putra bernama Ishak. Dalam percakapan yang menarik
dengan Allah, Abraham memohon kepada Allah untuk membiarkan Ismael menjadi anak perjanjian dan pewaris perjanjian
yang Allah buat. Namun Allah berkeras bahwa Ismael bukan
anak perjanjian dan janji tentang semua bangsa yang diberkati melalui keturunan Abraham tidak akan melalui Ismael,
tetapi akan dipenuhi hanya melalui Ishak. Allah mengatakan:
“Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan
dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu
seperti ini juga” (Kejadian 17:21). James Smith, dalam menulis
tentang janji Allah untuk memberkati semua bangsa melalui
Abraham, menulis bahwa janji ini “memiliki implikasi Mesia-nik. Baik Bapa-bapa Gereja dan Rabi-rabi Yahudi menafsirkan
itu demikian” (1993, p. 47). Aaron Kligerman setuju ketika ia
menulis tentang janji Allah kepada Abraham: “Ini lebih
daripada janji tentang ‘Harapan Era Sejahtera.’ Itu adalah janji
tentang datangnya ‘Mesias Pribadi’”(1957, p. 17-18). Maka,
pada titik ini dalam sejarah manusia, implikasi Mesianik jatuh
kepada keturunan Ishak. Penting untuk tidak melalaikan pentingnya harapan Mesianik melalui Abraham dan Ishak. Ruang
lingkup Mesias telah dipersempit dari semua orang dan bangsa-bangsa lain di dunia, kepada satu keluarga pengembara.
Namun, tidak hanya kepada keluarga Abraham secara keseluruhan, tetapi hanya kepada salah satu anak Abraham—Ishak.
Namun gambarannya bahkan menjadi lebih jelas dengan
kelahiran anak kembar dari Ishak dan Ribka. Oleh karena adanya kelainan dengan kehamilannya, Ribka datang bertanya
kepada Tuhan tentang situasinya. Untuk menjawab pertanyaannya, Tuhan berkata: “Dua bangsa ada dalam kandunganmu,
dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu;
suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak
yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda”
(Kejadian 25:23). Tentang nas ini, Briggs menulis: “Ramalan
ini memecah benih Ishak menjadi dua bangsa, memberikan
kepemimpinan dengan berkat kepada Yakub, dan membuat Edom tunduk kepada dia” (1988, p. 90). Fakta bahwa Mesias
yang dijanjikan akan datang melalui keturunan Yakub menjadi
semakin jelas di seluruh narasi Kejadian yang menceritakan
kisah Yakub dan Esau. Allah meneguhkan janji kepada Yakub
dalam Kejadian 28:14, ketika Ia berkata kepada patriark itu:
“Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya,
dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara
dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di
muka bumi akan mendapat berkat” (huruf tebal ditambah-kan). Gambar Mesias terus semakin jelas: Benih perempuan,
benih Abraham, benih Ishak, benih Yakub.
DUA MESIAS: HAMBA YANG MENDERITA
DAN RAJA YANG MEMERINTAH
Di sepanjang Perjanjian Lama, berbagai nas Mesianik mengacu kepada Raja yang agung dan mulia yang akan memerintah atas kerajaan yang kekal. Namun, pada waktu bersamaan,
pelbagai nubuat Mesianik lainnya menggambarkan penderitaan Mesias yang akan menanggung kesalahan dan dosa seluruh dunia. Karena kedua aspek nubuat tentang Mesias ini tampaknya kontradiktif, banyak orang di kalangan masyarakat
Yahudi kuno tidak dapat mengerti bagaimana sentimen nubuat
yang sedemikian beragam itu dapat digenapi dalam satu individu. Oleh karena teka-teki ini, orang-orang Yahudi kuno dan
modern telah mengajukan gagasan bahwa dua Mesias akan
datang: satu akan menjadi Hamba yang menderita, sedangkan yang satunya lagi akan menjadi Raja yang mulia.
Mengenai pemisahan Mesias ini menjadi dua individu
yang berbeda, John Ankerberg dan rekan-rekannya, John Weldon dan Walter Kaiser, menulis:
[M]ereka (para rabi Yahudi mula-mula—KB/EL)
tidak dapat merekonsiliasi pernyataan-pernyataan
yang secara jelas bicara tentang Mesias yang menderita dan sekarat dengan ayat-ayat itu dalam nasnas lain yang bicara tentang Mesias yang berjaya
dan menang. Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa mereka memang mengenali bahwa kedua
gambaran itu entah bagaimana berlaku kepada Mesias itu. Tapi mereka menganggap mustahil untuk mengharmoniskan dua pandangan itu dalam satu
orang. Ketimbang melihat satu Mesias dalam dua
peran yang berbeda, mereka melihat dua Mesias—
Mesias yang menderita dan sekarat, yang disebut
“Mesias bin Yusuf,” dan Mesias penakluk yang
menang, yang disebut “Mesias bin Daud” (1989, p.
57-58).
Rabi Yahudi Robert M. Cohen menyatakan:
Para rabi melihat bahwa kitab suci menggambarkan dua gambaran yang berbeda tentang Mesias
Raja. Yang satu akan menaklukkan dan memerintah serta membawa Israel kembali ke negeri itu oleh
perdamaian dunia dan mendatangkan kepatuhan yang sepenuhnya kepada Taurat. Mereka menyebut dia Mesias bin Daud. Gambaran lain adalah tentang seorang hamba yang akan mati dan menanggung dosa Israel yang mereka sebut sebagai ”orang
kusta” berdasarkan Yesaya 53 (Cohen, n. d; lihat
juga Parsons, 2003-2006).
Jelas terlihat, dari pandangan rabi tentang dua Mesias itu,
bahwa tema penderitaan dan kuasa rajani begitu jelas digambarkan dalam nubuat Mesianik Perjanjian Lama sehingga kedua tema itu menuntut penggenapan. Mengusulkan dua Mesias yang menyediakan penggenapan seperti itu. Namun begitu,
gagasan tentang Mesias ganda gagal memahami sifat sebenarnya nubuat Mesianik, dan tidak menangkap sisi utama kepribadian Mesias: bahwa Mesias akan menjadi keduanya, yaitu,
seorang Hamba yang menderita dan Raja yang agung. Seperti
yang Huffman ulas dengan benar: “Tema Mesianisme terdiri
dari dua helai atau benang yang tidak terpisahkan—merah kirmizi dan keemasan, atau penderitaan dan pemerintahan,
atau imamat dan rajani” (1956, p. 7). Menyalahpahami atau
melalaikan salah satu dari dua jalinan benang ini akan sama
dengan melalaikan Mesias itu sama sekali.
Kejadian 49:10—Silo
Tuhan menepati janji-Nya kepada Yakub dan sangat melipatgandakan keturunannya. Kedua belas putranya dan para istri
serta anak-anak mereka mengantar dia ke Mesir untuk tinggal
di tanah Gosyen atas perintah Yusuf, yang telah diangkat di
Mesir sebagai kepala penasihat Firaun. Seraya Yakub mendekati akhir hidupnya yang agak panjang (lebih dari 130 tahun,
Kejadian 47:9), ia mengumpulkan anak-anaknya di sekeliling
ranjang kematiannya, dan menyatakan: “Datanglah berkumpul, supaya kuberitahukan kepadamu, apa yang akan kamu
alami di kemudian hari” (Kejadian 49:1). Setelah pernyataan
pengantar ini, Yakub melanjutkan dengan menyapa masingmasing anaknya dan melimpahkan berkat (atau dalam beberapa kasus, kutukan) kepada keturunannya.
Di tengah-tengah pesan terakhirnya, dalam berkatnya
kepada Yehuda, Yakub menyatakan, “Tongkat kerajaan tidak
akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan
dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya,
maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa” (Kejadian 49:10).
Sifat Mesias dari pernyataan ini telah lama dikenal dan dibahas
dalam lingkungan Yahudi zaman dulu. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, David Baron menulis: “Berkenaan dengan
nubuat ini, hal pertama yang saya ingin tunjukkan adalah
bahwa semua [kitab] zaman dahulu setuju dalam menafsirkan itu sebagai Mesias pribadi. Ini adalah pandangan Alkitab
Versi LXX [Septuaginta—KB/EL]; Targumim Onkelos, Yonathan, dan Jerusalem; Talmud; Sohar; buku kuno ‘Bereshith Rabba;’ dan di antara para komentator modern Yahudi, bahkan
Rashi, yang berkata, ‘Sampai Silo datang, itu adalah Raja Mesias, Pemilik kerajaan itu’” (2000, p. 258, huruf tebal. Ditambahkan). Aaron Kligerman menambahkan: ”Para rabi zaman dulu,
meski tidak setuju satu sama lain tentang arti dari akar Silo,
hampir sepakat dalam menerapkan istilah itu kepada Mesias”
(1957, p. 19-20). Santala, dalam diskusinya tentang beberapa
dokumen Yahudi tertua yang tersedia, menulis:
Targum Onqulos mengatakan tongkat kerajaan Yehuda itu tidak akan beranjak “sampai Mesias datang,
ia yang memiliki kekuatan untuk memerintah. ”Targum
Jonathan mengatakan bahwa ayat itu mengacu
kepada “zaman Mesias Raja, Raja yang akan datang
sebagai yang paling muda dari anak-anaknya.” Targum
Yerushalmi bicara tentang ‘waktu’ ketika ”Mesias
Raja akan datang” (1992, p. 50, huruf miring dari
aslinya).
Banyak komentar dan perdebatan di seputar nubuat
“Silo” ditemukan dalam Kejadian 49:10. Ini sering dilihat sebagai petunjuk tentang waktu Mesias seharusnya muncul di layar
sejarah. Seperti yang dapat disimpulkan dari kutipan Kligerman, asal-usul sebenarnya dan arti tepat kata Silo diperdebatkan di banyak kalangan sarjana. Namun, terlepas dari kontroversi yang terkait dengan nubuat ini, salah satu aspeknya yang
menonjol adalah gagasan utama bahwa ini adalah nubuat
Mesianik. Dengan begitu, nubuat itu mempersempit identitas
Mesias bahkan lebih jauh kepada seorang keturunan, bukan
hanya dari Abraham, Ishak, dan Yakub, tetapi kepada keluarga
Yehuda.Anak Daud
Dari semua raja yang pernah menduduki takhta Israel,
tidak ada yang setingkat Raja Daud. Dari masa mudanya ia
membuktikan dirinya sebagai pejuang yang berani dan perkasa yang percaya kepada Tuhan. Ia digambarkan sebagai
orang yang berkenan di hati Allah (1Samuel 13:14). Ia menulis
banyak Mazmur, dan mengantarkan sebuah kerajaan yang bersatu yang membuka jalan bagi pemerintahan agung anaknya,
Salomo.
Hubungan Daud dengan Mesias adalah hubungan yang
agak menarik. Pertama, orang Yahudi zaman dahulu mengakui fakta bahwa Mesias akan menjadi Anak Daud. Santala berkomentar: “Tradisi mengaitkan 73 dari 150 mazmur kepada
Raja David. Dalam literatur Rabinik, Mesias secara terus-menerus disebut sebagai ‘Anak Daud.’ Oleh sebab itu, di mana saja
berkat masa depan keluarga Daud dijelaskan, Orang Bijak itu
melihat adanya materi Mesianik” (1992, p. 109, huruf miring
dari aslinya).
Sentimen Mesianik seperti itu yang terkait dengan Daud
mendapatkan asal-usul mereka dalam janji yang Allah buat
dengan Daud melalui nabi Natan. Dalam 2 Samuel 7, teks itu
menceritakan pelbagai peristiwa yang mengarah kepada janji
ini. Daud telah menjadi raja yang hebat dan pemerintahannya
telah menyebar jauh dan luas. Oleh karena kasihnya kepada
Tuhan, Ia ingin menunjukkan hormatnya kepada Allah dengan
membangun bait suci yang mulia yang di dalamnya Tabut Perjanjian dapat ditempatkan. Ia menyampaikan idenya itu kepada nabi Natan, yang dengan segera mendorong rencana pembangunan itu. Namun segera setelah Natan menyuruh Daud
melakukan semua yang ada di dalam pikirannya, Allah menyampaikan kepada Natan bahwa Ia tidak mau Daud membangun bait suci. Sebaliknya, Allah akan menugaskan anak Daud, Salomo, mendirikan bangunan yang luar biasa itu. Namun, dalam pesan Allah kepada Daud, Ia berjanji: ”Keluarga
dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya” (2 Samuel 7:16).
Dalam Mazmur yang belakangan, janji tentang keturunan Daud memerintah atas sebuah Kerajaan yang kekal
diperluas dan diberi isi yang lebih banyak. Mazmur 89 memuat
beberapa aspek Mesianik, yang tidak kalah pentingnya adalah
pernyataan sebagai berikut : “Telah Kuikat perjanjian dengan
orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hambaKu: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak
cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun” (ay. 3-
4). Mazmur 132 berisi pernyataan yang sangat mirip : “Seorang
anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; jika
anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan-peraturan-Ku yang Kuajarkan kepada mereka, maka
anak-anak mereka selama-lamanya akan duduk di atas takhtamu” (ay. 11-12).
Bersama dengan berbagai pemazmur terilham, para penulis lain Perjanjian Lama menuliskan garis keturunan Mesias melalui Daud dan takhtanya. Salah satu yang paling berkesan dari
semua ramalan Mesianik dari Perjanjian Lama, Yesaya 9:6-7,
menyebutkan pemerintahan Mesias di atas takhta Daud:
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang
putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa,
Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya,
dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di
atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan
keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam
akan melakukan hal ini.
Namun, seiring dengan kenyataan bahwa Mesias harus
berasal dari benih Daud dan memerintah di atas takhta-Nya,
setidaknya satu Mazmur menempatkan Daud dalam posisi tunduk kepada Mesias agung yang berkuasa ini. Mazmur 110 dibuka dengan pernyataan: “Demikianlah firman TUHAN kepada
tuanku: ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuhmusuhmu menjadi tumpuan kakimu.’” Sehubungan dengan
Mazmur 110, Briggs menulis: ” Mazmur ke-110 adalah dalam
bentuk ucapan dari Yahweh yang menghormati anak Daud.
Karena itu, mazmur itu adalah ramalan yang mengungkapkan
ramalan Natan” (1988, p. 132). Walter Kaiser, dalam pembahasannya tentang Mazmur 110, menulis: “Meski ada bukti
eksternal yang banyak bahwa mazmur ini adalah Mesianik,
namun bukti internalnya juga sama luar biasanya” (1995, p.
94). Dalam mengacukan Mesias yang disebutkan dalam ayat
pertama itu, Kaiser menyatakan: “Tuan yang tidak disebutkan
namanya itu adalah orang kerajaan, karena ia diundang untuk
‘duduk di sebelah kanan [Allah Bapa].…’ Jika Allah alam
semesta mengundang Penguasa lain ini untuk duduk di kursi
yang begitu terkenal di samping diri-Nya, maka kita bisa yakin
bahwa ia itu tidak kurang dari Mesias yang dijanjikan,
diundang untuk berpartisipasi dalam pemerintahan ilahiat
dunia”(p. 94).
Mazmur 110 menambahkan aspek menarik kepada karakter dan posisi Mesias. Mesias tidak hanya akan dilahirkan dari
keturunan Daud dan memerintah di atas takhta Daud, Ia juga
harus ditinggikan kepada posisi jauh di atas Daud, sedemikian rupa tingginya sehingga Daud memanggil Dia “Tuan” dalam
Mazmur 110. Pernyataan Daud dalam Mazmur ini tidak hanya
bicara tentang pra-keberadaan Mesias sebelum Daud, tetapi
juga tentang keunggulan yang Mesias itu akan miliki. Dengan
rincian ini, potret Mesias itu menjadi semakin tajam. Ia harus
berasal dari keturunan benih perempuan dan meremukkan
kuasa Iblis. Ia harus berasal dari benih Abraham, Ishak, Yakub,
Yehuda dan sekarang Daud. Ia akan memerintah di atas takhta
Daud, namun Ia sudah ada sebelum Daud dan sangat mulia
sehingga Daud menyebut Dia Tuan. Dan tidak akan ada akhir
bagi kerajaan-Nya yang mulia dan agung.
HAMBA YANG MENDERITA
Siapa pun yang membaca Perjanjian Lama akan sulit mengabaikan gagasan tentang ketermukaan rajani Mesias yang
mulia. Namun begitu, gagasan tentang Mesias yang harus menderita adalah juga sama jelasnya. Protevangelium dalam Kejadian 3:15 mengacu kepada penderitaan ini dalam pernyataan
tentang tumit Benih perempuan yang diremukkan tumitnya,
tetapi itu tidak mencakup rincian penderitaan ini. Tema penderitaan yang diperkenalkan dalam Kejadian 3:15 diperluas di
sisa Perjanjian Lama.
Yesaya 52:13—53:12
Nas Alkitab yang ditemukan dalam Yesaya 52:13—53:12
tampil sebagai pengingat yang menyedihkan tentang penderitaan mengerikan yang Mesias akan tanggung. Teks itu menyebutkan bahwa Ia akan sangat ditinggikan dan disanjung (52:13).
Namun begitu, penampilannya akan lebih rusak daripada
orang lain siapa saja (52:14). Ia tidak akan menarik secara
fisik (53:2), dan Ia akan dihina dan ditolak oleh manusia, akrab dengan penderitaan dan kesedihan (53:4). Ia akan menjadi sempurna dan tanpa dosa (53:9), namun Ia akan dipukuli, menderita, dan mati untuk dosa-dosa umat Tuhan (53:5-6,11). Hamba
yang menderita ini akan dibunuh di antara orang fasik, tetapi
dikuburkan di antara orang kaya (53:8-9). Namun begitu, terlepas dari kematian-Nya (atau bahkan oleh karena kematianNya), Ia akan tergolong di antara orang-orang besar dan berbagi jarahan dengan orang-orang kuat (53:12).
Tak perlu dikatakan lagi, gambar Mesias ini tampaknya tampil beda dengan Raja mulia di atas takhta Daud. Seperti
yang telah disebutkan, perbedaan ini telah menyebabkan
beberapa orang meramu dua Mesias untuk mengakomodir pelbagai nubuat itu. Yang lain lagi telah mencoba untuk mengurangi pelbagai nubuat tentang Mesias seperti Yesaya 52:13–
53:12. Beberapa orang berpendapat bahwa nas Kitab Suci ini
tidak bersifat Mesianik, tetapi hamba yang dibahas itu melambangkan bangsa Israel secara kolektif. Sepanjang ayat-ayat ini,
David Baron menulis: “Yahudi modern, yang memiliki kesamaan dengan sejumlah orang rasional yang disebut Kristen,
sekarang ini berusaha keras untuk melemahkan penerapan
Mesianik dari nubuat yang luar biasa ini” (2000, p. 225). James
Smith menyatakan:
Penafsiran Mesianik atas Yesaya 53 diakui oleh
otoritas Yahudi sampai Abad Pertengahan. Hampir
semua pemimpin Kristen sampai awal abad ke-19
melihat dalam nas ini gambaran yang jelas tentang
penderitaan, kematian dan kebangkitan Mesias.
Orang Yahudi dan beberapa sarjana Kristen sekarang pada dasarnya berpegang teguh pada pandangan kolektif tentang Hamba itu: Hamba itu
adalah bangsa Israel secara keseluruhan, atau kaum yang tersisa. Namun begitu, pandangan tradisional punya banyak kelebihan (1993, p. 307).
Yang tidak dapat dipertanyakan adalah bahwa komunitas
Yahudi kuno, dan sebagian besar sarjana selama 2.000 tahun
terakhir, telah mengakui Yesaya 53 sebagai nubuat tentang
Mesias pribadi, individual. Baron dengan benar berkomentar
mengenai sentimen ini: “Bahwa hingga baru-baru ini nubuat
ini sudah hampir secara universal diterima oleh orang Yahudi
sebagai mengacu kepada Mesias dapat dilihat dari Targum
Yonathan, yang memperkenalkan nama Mesias dalam pasal lii
13, dari Talmud (“Sanhedrin,” fol. 98, b); dan dari Zohar, sebuah kitab yang biasanya orang Yahudi sebut dengan menambahkan kata ‘suci …’”(2000, p. 226).
Pandangan terbaru bahwa Yesaya 53 mengacu kepada
bangsa Israel tidak hanya mendapat sedikit (jika ada) dukungan dari komentator Yahudi kuno, pandangan itu juga runtuh di
bawah penelitian yang cermat dengan pemeriksaan yang kritis.
Keberatan utama terhadap pandangan bahwa Israel secara
kolektif adalah Hamba dalam Yesaya 53 adalah fakta bahwa
Hamba itu digambarkan sebagai sempurna dan tanpa dosa
(53:9), tidak pantas menerima hukuman yang Ia terima dengan
sukarela karena dosa-dosa umat Allah. Tidak ada orang yang
mengenal bangsa Israel seperti yang digambarkan dalam Perjanjian Lama akan berani mengusulkan bahwa mereka itu tidak
berdosa. Dari langkah pertama mereka keluar dari Mesir dan
menuju kebebasan mereka mulai memprovokasi Allah dan mendatangkan hukuman ke atas diri mereka sendiri. Pada banyak
kesempatan Perjanjian Lama menggambarkan dosa bangsa Israel yang sifatnya memberontak sehingga Allah mengeksekusi
ribuan dari mereka. Satu aspek mendasar tentang korban penebusan dalam literatur Perjanjian Baru adalah kondisinya yangsempurna tanpa cacat. Tidak ada bangsa yang terdiri dari manusia fana belaka, termasuk bangsa Israel kuno, dapat mencukupi diri mereka sebagai korban pendamaian bagi dosa,
seperti yang Hamba itu cukupi dalam Yesaya 53. Bangsa yang
berdosa juga tidak dapat membuat kelompok orang “benar”
lainnya seperti yang Hamba Tuhan itu akan lakukan. Selanjutnya, Hamba Tuhan itu digambarkan didera karena “pelanggaran umatku.” Jika Hamba itu secara kolektif digambarkan sebagai bangsa Israel, lalu siapa yang akan menjadi umat Tuhan
dalam 53:8? [CATATAN: Untuk bantahan yang lebih lengkap
tentang Israel sebagai Hamba Tuhan dalam Yesaya 53, lihat
Baron, 2000, p. 225-251.]
Sesungguhnya, banyak bukti menunjuk kepada fakta
bahwa Yesaya 53 berdiri sebagai salah satu gambaran yang
paling pedih dalam seluruh Perjanjian Lama tentang Mesias
individu yang menderita. Seperti yang dengan benar ditulis
oleh Smith: Hamba Tuhan di sini digambarkan dengan cara
individualistis yang kuat. Dibutuhkan imajinasi yang sangat
besar atau prasangka yang kuat untuk memahami Hamba di
sini sebagai simbol bagi Israel, kaum yang tersisa, para nabi,
atau kelompok lain mana saja” (p. 1993, p. 307). Kaiser juga
berkomentar sama: “Tidak diragukan lagi, ini adalah puncak
literatur nubuat Perjanjian Lama. Ada sedikit nas yang dapat
menyainginya dalam hal kejelasan tentang penderitaan, kematian, penguburan, dan kebangkitan Mesias (1995, p. 178).
BERBAGAI NUBUAT KHUSUS MESIAS
Selain pembahasan yang luas yang menggambarkan Mesias sebagai raja yang memerintah dan hamba yang menderita,
ada sejumlah nubuat yang lebih spesifik dan terinci yang menceritakan kedatangan-Nya. Berkenaan dengan jumlah nubuat Mesianik, Santala menulis: “Diperkirakan di seluruh Perjanjian
Lama terdapat sekitar 456 nubuat tentang Kristus. Dari jumlah
itu 75 ditemukan dalam Pentateukh, 243 dalam para Nabi dan
138 dalam ‘Puisi’ dan Mazmur” (1992, p. 149; cf. Gratis dan
Vos, 1992, p. 241).
Ruang membatasi pencantuman daftar semua nubuat
ini, tetapi contoh yang bersifat mewakili adalah tepat. Mesias harus dilahirkan di Betlehem di Yudea (Mikha 5:2) dari seorang anak dara (Yesaya 7:14). Ia akan dikhianati oleh seorang
teman (Mazmur 41:9) untuk tiga puluh keping perak (Zakharia 11:13). Penguasa yang adalahTuhan akan datang ke Yerusalem mengendarai keledai muda (Zakharia 9:9). Ia akan dikuburkan bersama orang kaya (Yesaya 53:9). Selama penderitaanNya, pakaiannya akan dibagikan kepada mereka yang membuang undi untuk pakaian itu (Mazmur 22:18). Para penyerang-Nya akan menikam Dia (Zakharia12:10). Meski penderitaan fisiknya akan sangat parah, namun tulang-tulangnya tidak
akan dipatahkan (Mazmur 34:20). Dan terlepas dari kematianNya, tubuh fisik-Nya tidak akan binasa (Mazmur 16:10). Contoh kecil tentang rincian nubuat khusus ini hanya sebagian kecil
dari banyaknya nubuat Perjanjian Lama yang ada. Nubuat
dirancang secara khusus untuk menjadi mekanisme yang efisien di mana masyarakat Yahudi dapat mengenali Mesias itu
ketika Ia tiba.
SIAPAKAH MESIAS ITU?
Ketika semua potongan teka-teki Mesianik disatukan,
satu individu tampil menonjol sebagai satu-satunya orang
yang memenuhi setiap nubuat tunggal dengan sangat terinci—
Yesus Kristus. Kehidupan dan perbuatan Yesus Kristus sebagaimana dicatat dalam dokumen-dokumen Perjanjian Barumemadukan tema raja yang agung dan hamba yang menderita
ke dalam satu potret megah tentang Yesus yang menang yang
adalah anak domba korban pada kematian-Nya di kayu salib,
dan Pribadi yang menjadi Singa Yehuda yang memang dalam
kebangkitan-Nya dari kubur. Garis keturunan Yesus Kristus
secara cermat ditelusuri untuk menunjukkan bahwa Ia memenuhi syarat sebagai Benih Abraham, Ishak, Yakub, Yehuda, dan
Daud (lihat Matius 1 dan Lukas 3:23-38). Narasi yang merinci kelahiran-Nya itu membuktikan bahwa Ia dilahirkan di Betlehem di Yudea, yang dari kota itu Mesias akan datang (Lukas 2:1-7). Narasi kelahiran itu juga menggambarkan dengan
rumit pra-keberadaan Yesus sebelum dunia dijadikan, menggenapi nubuat bahwa Mesias akan datang sebelum Raja Daud.
Selanjutnya, Yesus memang masuk Yerusalem dengan menunggang keledai muda (Matius 21:1-11).
Narasi Perjanjian Baru yang menggambarkan kematian
Yesus Kristus membuktikan bahwa Ia dikhianati oleh temanNya dan dijual dengan harga 30 keping perak (Matius 24:14-
16). Pada saat kematian-Nya, tulang-tulang-Nya tidak dipatahkan, para prajurit mengundi pakaian-Nya, dan rusuk-Nya
ditusuk dengan tombak (Yohanes 19:33-37 dan Matius 27:35).
Selama penderitaan-Nya, Ia terbilang bersama para pelanggar
seperti yang Yesaya 53 ramalkan dengan disalibkan di antara
dua pencuri, dan saat kematian-Nya Ia dikuburkan dalam
kubur orang kaya seperti yang telah juga dinubuatkan (Matius
27:57). Jenis verifikasi ini dapat berlanjut hingga beberapa halaman. Kehidupan Yesus Kristus dari Nazaret, seperti yang digambarkan dalam dokumen Perjanjian Baru, dirancang untuk
menggenapi nubuat Mesianik Perjanjian Lama.
Oleh karena kesesuaian yang luar biasa tentang kehidupan Yesus Kristus dengan nubuat Mesianik Perjanjian Lama
yang diramalkan, beberapa orang berpendapat bahwa Yesus, dengan tipuan yang hebat, adalah penipu yang dengan sangat
artifisial dapat mengatur hidup-Nya untuk mengesankan bahwa Ia adalah Mesias. Pendirian semacam itu tidak dapat dipertahankan secara wajar mengingat fakta bahwa ada banyak
nubuat yang jauh di luar kendali-Nya. Jelas, mustahil bagi seseorang untuk mengatur tempat ia akan dilahirkan. Lebih jauh,
mustahil untuk mengkoordinasikan pelbagai peristiwa itu
sehingga Ia dapat memastikan bahwa Ia dikuburkan di kubur
orang kaya atau disalib di antara para pencuri. Bagaimanakah
harga pengkhianatan Yudas dapat dimanipulasi oleh Yesus?
Dan bagaimanakah, jelaskan, Yesus akan sudah berhasil mengatur sehingga para prajurit itu mengundi pakaian-Nya? Gagasan bahwa Yesus memanipulasi pelbagai peristiwa untuk membuat Dia seolah-olah terlihat sebagai Mesias bukan hanya tidak
dapat dipertahankan, tetapi itu juga bicara tentang fakta bahwa
Yesus jelas merupakan penggenapan Perjanjian Lama, pelbagai
nubuat Mesianik.
Yang lain menolak Yesus sebagai Mesias didasarkan pada
gagasan bahwa dokumen-dokumen Perjanjian Baru tidak dapat
diandalkan, dan secara tidak jujur berpura-pura menggambarkan hal-hal yang tidak pernah benar-benar Yesus lakukan.
Keberatan ini juga hancur dalam terang bukti aktual. Tidak
mungkin dibantah bahwa Perjanjian Baru telah membuktikan
dirinya sebagai kitab yang paling dapat diandalkan dalam
sejarah kuno. Ketika ia mencatat tentang orang, tempat, dan
peristiwa yang dapat diperiksa dengan menggunakan sarana
arkeologi, orang-orang itu, tempat-tempat itu, dan peristiwaperistiwa itu terbukti sebagai nyata dan bersejarah (lihat pasal
dua). Sekali lagi, bukti yang berlimpah itu membuktikan bahwa Perjanjian Baru adalah akurat dan faktual. Banyak dari nubuat Mesianik yang didokumentasikan dalam Perjanjian Baru
tidak menggambarkan sesuatu yang secara inheren bersifat mujizatiah. Tidak ada yang mujizatiah tentang Yesus dikuburkan dalam kubur orang kaya. Juga tidak ada sesuatu yang mujizatiah tentang Yesus naik keledai muda ke Yerusalem, atau
dikhianati oleh teman-Nya untuk 30 keping perak. Pelbagai
peristiwa ini, jika bukan peristiwa biasa, setidaknya sangat
masuk akal, peristiwa sehari-hari yang secara teoritis dapat
menimpa siapa saja. Namun, oleh karena fakta bahwa peristiwa sehari-hari tentang Mesias seperti itu telah diramalkan ratusan tahun sebelum kedatangan Yesus, penggenapan pelbagai peristiwa itu menjadi salah satu mujizat paling menakjubkan yang dicatat di di dalam Alkitab. Tidak mengherankan
bahwa Yesus, para rasul, dan gereja mula-mula menggunakan
nubuat Mesianik yang digenapi sebagai salah satu pilar pembuktian dan alat penginjilan yang utama.
MENGACU KEPADA NUBUAT
Bahkan sedikit familier saja terhadap teks-teks Perjanjian
Baru dapat secara memadai menunjukkan gagasan bahwa
Yesus, para rasul, dan para penulis Perjanjian Baru lainnya
menggunakan nubuat Mesianik Perjanjian Lama sebagai salah
satu alat pembelaan utama mereka untuk membuktikan keilahian dan peran Mesias Yesus Kristus.
Para Penulis Kisah Injil Menerapkan
Nubuat Mesianik Kepada Yesus Kristus
Para penulis injil berulang kali membumbui narasi mereka tentang kehidupan dan perbuatan Yesus Kristus dengan pelbagai kiasan, kutipan, dan nubuat Mesianik dari Perjanjian
Lama, yang mereka terapkan kepada Yesus. Matius 1 memasukkan nubuat Mesianik yang diambil dari Yesaya 7:14 di
mana seorang anak dara diramalkan melahirkan seorang anak laki-laki. Matius menerapkan nubuat anak dara-melahirkan ini
untuk kelahiran Yesus Kristus. Dalam pasal 2, Matius mengacukan Mikha 5:2, di mana kota kelahiran Mesias itu disebutkan,
menerapkan kembali nubuat itu kepada Yesus. Dalam Matius
3, penulis Alkitab mencatat bahwa Yohanes Pembaptis adalah
penggenap nubuat Yesaya dalam 40:3, yang menunjukkan bahwa Yohanes adalah pembuka jalan Mesias yang, sekali lagi,
adalah Yesus Kristus. Matius 4:15-16 mengacukan nubuat Mesianik lain yang membahas tanah Zebulon dan Naftali, sekali lagi
menerapkan nubuat itu kepada Yesus Kristus. Jadi, dengan melihat kepada empat pasal pertama kitab Matius, orang sepenuhnya dikejutkan dengan fakta bahwa salah satu alat pembela
utama para penulis Alkitab yang digunakan untuk meneguhkan bahwa Yesus dahulu (dan sekarang) adalah Mesias adalah
acuan yang kuat kepada nubuat Mesianik sebagaimana yang
digenapi dalam kehidupan dan perbuatan Yesus. Selanjutnya,
pola Matius dalam menerapkan Perjanjian Lama, nubuat Mesianik kepada Yesus, berlanjut terus di sepanjang sisa catatannya.
Catatan injil Markus, meski tidak sarat dengan nubuat seperti itu, bagaimanapun juga memiliki acuan kepada nubuat
Mesianik dan menerapkan nubuat-nubuat itu kepada Yesus.
Markus 1 dimulai dengan kutipan dari Maleakhi 3 dan Yesaya
40 yang meramalkan pembuka jalan Mesias. Markus menerapkan ayat-ayat ini kepada Yohanes Pembaptis sebagai pembuka
jalan Yesus Kristus. Selanjutnya, selama kisah penyaliban seperti
yang dicatat dalam Markus, penulis Alkitab itu menulis bahwa
Yesus disalibkan di antara dua pencuri, dan kemudian ia berkomentar, ”(Demikian genaplah nas Alkitab yang berbunyi: “Ia
akan terhitung di antara orang-orang durhaka.)” (15:28). Sebagai tambahan, Markus memasukkan contoh-contoh di mana
Yesus menerapkan nubuat Mesianik kepada diri-Nya. Seperti halnya Matius dan Markus, Lukas dan Yohanes
juga mengacukan banyak nubuat Mesianik sebagai bukti keilahian Yesus Kristus. Lukas pasal tiga mengutip nubuat Yesaya
40 tentang pembuka jalan Mesias dan menerapkannya kepada
Yohanes Pembaptis, pembuka jalan Kristus. Yohanes melakukan hal yang sama dalam 1:23. Sewaktu dengan penuh kemenangan Yesus masuk ke dalam Yerusalem, Yohanes menulis bahwa Yesus naik keledai muda ke dalam kota itu. Yohanes lalu
mengomentari situasi itu dengan mengatakan, ”Jangan takut,
hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk di atas seekor
anak keledai” (12:14-15). Acuannya itu adalah acuan yang jelas
kepada sifat Mesianik nubuat ini yang ditemukan dalam Zakharia 9:9. Sekali lagi, dalam Yohanes 12:37-38, penulis Alkitab
itu mengacu kepada nubuat Mesianik dalam Yesaya 53:1, dan
menerapkan penggenapannya kepada pelayanan Yesus. Sewaktu penyaliban Kristus, Yohanes mencatat bahwa para prajurit
membuang undi atas pakaian Yesus. Yohanes lalu mengacukan
Mazmur 22:18 sebagai nubuat Mesianik: “Mereka membagibagi pakaian-Ku di antara mereka dan mereka membuang undi
atas jubah-Ku” (Yohanes 19:24).
Hanya beberapa dari banyak acuan kepada nubuat Mesianik dalam empat catatan injil yang telah didokumentasikan di
sini. Namun, bahkan dengan contoh yang sedikit ini, pembaca dikejutkan dengan kesimpulan yang jelas bahwa para penulis injil itu mengacukan Perjanjian Lama, nubuat Mesianik sebagai bukti keilahian Kristus.
Yesus Mengacukan Nubuat Yang Berlaku Ke Atas Dia
Pada banyak kesempatan, Yesus mengarahkan para pendengar-Nya kepada tulisan suci Mesianik tertentu dalam Perjanjian Lama, dan menerapkan tulisan suci itu kepada diri-Nya
sendiri. Lukas mencatat sebuah kejadian dalam kehidupan Ye-sus di mana Ia mengunjungi sebuah sinagoga pada hari Sabat
di kota kelahirannya di Nazaret. Sewaktu hadir di sana, Yesus
membaca sebuah nas dari Yesaya 61:1–2, dan berkomentar
kepada orang-orang yang hadir bahwa Kitab Suci yang baru
saja Ia baca telah digenapi saat mereka mendengarnya.
Sewaktu penangkapan-Nya di Taman Getsemani, Yesus
bicara kepada mereka yang datang untuk menangkap Dia, menanya mereka mengapa mereka tidak menangkap Dia ketika Ia
bersama mereka mengajar setiap hari di bait suci. Ia lalu menyatakan: “Tetapi haruslah digenapi yang tertulis dalam Kitab
Suci” (Markus 14:49). Pernyataan-Nya itu menyiratkan bahwa
perbuatan yang mereka sedang lakukan adalah penggenapan
Kitab Suci Perjanjian Lama karena perbuatan itu terkait dengan
peran Mesianik-Nya.
Lagi, dalam Lukas 24, Yesus yang telah bangkit menampakkan diri kepada dua murid-Nya di jalan menuju Emaus.
Mereka memperlakukan Dia sebagai orang asing, karena mereka tidak mengenal Dia. Setelah memulai percakapan dengan
Yesus, mereka mulai membahas peristiwa kematian dan penguburan Kristus di Yerusalem hanya beberapa hari sebelumnya.
Setelah kedua murid itu menceritakan peristiwa tentang beberapa perempuan di kubur yang kosong, Yesus mulai bicara
kepada mereka dengan kata-kata ini : “Hai kamu orang bodoh,
betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala
sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias
harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” (Lukas 24:25-6). Ayat berikutnya setelah pernyataan Yesus menjelaskan: “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka
apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai
dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.”
Beberapa ayat kemudian, dalam pasal yang sama, Yesus
menampakkan diri kepada beberapa murid-Nya lagi dan mene-rapkan lagi pelbagai nubuat Perjanjian Lama kepada perbuatan-Nya: ”Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah perkataan-Ku,
yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersamasama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang
ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab
nabi-nabi dan kitab Mazmur’” (Lukas 24:44). Pernyataan seperti itu yang dibuat oleh Yesus menunjukkan bahwa salah satu
alur utama pembuktian yang Ia gunakan untuk menetapkan
identitas-Nya sebagai Mesias adalah penerapan nubuat Mesianik Perjanjian Lama ke atas diri-Nya sendiri.
Ramalan Mesianik Diterapkan Kepada Yesus Dalam Kitab
Kisah Para Rasul
Pelbagai tulisan dan khotbah para rasul yang dicatat setelah kenaikan Yesus adalah penuh dengan acuan kepada nubuat
Mesianik sebagai bukti identitas Mesianik Yesus Kristus. Dalam khotbah Injil yang pertama kali dicatat pada Hari Pentakosta, Petrus menjelaskan kepada orang-orang di Yerusalem
bahwa kebangkitan Kristus adalah penggenapan nubuat tentang Mesias yang diucapkan oleh Daud dalam Mazmur 16:8-11
(di mana Tuhan tidak akan membiarkan Orang Kudus-Nya
melihat kebinasaan) dan Mazmur 110:1. Dalam Kisah Para Rasul 3, Petrus bicara kepada orang banyak yang lain yang tinggal di Yerusalem. Dalam khotbahnya, ia menyatakan, “Tetapi
dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah
difirmankan-Nya dahulu dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,
yaitu bahwa Mesias yang diutus-Nya harus menderita” (ayat
18). Dalam khotbah yang sama, Petrus mengacukan kembali
para pendengarnya kepada Ulangan 18, di mana Musa telah
menubuatkan tentang kedatangan seorang nabi seperti dirinya, yang Petrus terapkan kepada Yesus (seperti yang dilakukan Stefanus dalam khotbahnya di Kisah 7:37). Dalam pasal berikutnya, Petrus ditangkap dan diizinkan bicara kepada
imam besar dan keluarganya. Dalam pernyataan Petrus kepada
para pemimpin ini, ia kembali mengacu kepada Perjanjian
Lama, dengan mengutip Mazmur 118:22 tentang batu yang
dibuang oleh tukang-tukang bangunan, dan menerapkan nubuat itu kepada Yesus.
Dalam salah satu kisah perubahan hidup yang paling berkesan dalam Kisah Para Rasul, Filipus sang penginjil dipanggil
untuk menjumpai bendahara Etiopia di jalan menuju Gaza.
Ketika Filipus mendekat, Sida-sida itu sedang membaca sebuah
nas dari Yesaya 53. Setelah mereka bertemu, Sida-sida itu bertanya kepada Filipus tentang nubuat itu, ia bertanya apakah
nabi itu bicara tentang dirinya sendiri atau orang lain. Dari teks
itu, Alkitab berkata bahwa Filipus memberitakan Yesus kepada Sida-sida itu, menerapkan nas dari Yesaya itu sebagai nubuat Mesianik dengan penggenapannya dalam pribadi Kristus
(Kisah 8:26-40). Dalam kisah perubahan hidup lainnya yang me
ngesankan, Petrus mengunjungi rumah Kornelius dan mengkhotbahkan Injil kepada dia dan seluruh keluarganya. Termasuk dalam pesan Petrus itu adalah pernyataan berikut tentang
Yesus: “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan
dosa oleh karena nama-Nya” (Kisah 10:43, huruf tebal ditambahkan).
Ketika orang melanjutkan membaca kitab Kisah Para Rasul, menjadi jelas terlihat bahwa Paulus sering mengacu kepada nubuat sebagai bukti keilahian Kristus. Dalam Kisah 13,
ketika berkhotbah kepada orang-orang di sinagoga di Antiokhia Pisidia, ia berkomentar bahwa mereka yang bertanggung
jawab atas pembunuhan Yesus melakukan itu karena mereka
tidak mengetahui “perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap
hari Sabat” (Kisah 13:27). Dalam ayat yang sama ia menyim-pulkan bahwa karena ketidaktahuan mereka terhadap pesan
nubuat itu, para pembunuh Kristus benar-benar menggenapi
pelbagai nubuat tentang Yesus dalam mereka menyiksa Dia.
Paulus selanjutnya mengutip Mazmur 2:7, Yesaya 55:3, dan
Mazmur 16:10, dengan menganggap nas-nas Perjanjian Lama
ini sebagai nubuat Mesianik dan menerapkan mereka kepada
Yesus Kristus. Dalam khotbah yang terpisah, yang disampaikan jauh kemudian, Paulus berdiri di hadapan Raja Agripa dan
memberitahu dia bahwa Yesus adalah Kristus. Dalam pidatonya kepada Agripa, Paulus mengakui bahwa raja itu “tahu
benar-benar adat istiadat dan persoalan orang Yahudi” (Kisah
26:3). Selanjutnya Paulus menyatakan bahwa dalam ajarannya
tentang Yesus sebagai Mesias, ia berkata kepada Agripa “Dan
apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya
telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa” (26:22).
Dalam sambutan penutupnya, Paulus berkata kepada raja itu,
“Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu,
bahwa engkau percaya kepada mereka.” Jawab Agripa: “Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!”
Kisah 26:27-28).
Contoh-contoh nubuat Mesianik yang diterapkan kepada
Yesus oleh para penyebar agama Kristen mula-mula sebagaimana dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul dapat dengan mudah diperbanyak lebih lanjut. Beberapa contoh ini cukup untuk
membuktikan fakta bahwa, di seluruh kitab Kisah Para Rasul,
nubuat prediktif seperti yang diterapkan kepada Yesus sebagai
Mesias berdiri sebagai salah satu pilar utama yang di atasnya
agama Kristen didasarkan dan disebarkan. Nubuat Mesianik Yang Diterapkan Kepada Yesus Dalam
Epistel
Tanpa memberikan studi yang lengkap tentang setiap
contoh nubuat Perjanjian Lama yang diterapkan kepada Yesus
dalam espistel, bagian singkat ini akan memberikan cukup contoh untuk menetapkan fakta bahwa epistel itu, dengan cara
yang mirip dengan kitab-kitab lain Perjanjian Baru, sangat bergantung pada nubuat Mesianik untuk menegakkan keilahian
Yesus Kristus.
Kitab Roma dimulai dengan bagian yang membahas Injil
Allah yang, “telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud
…” (1:2-3). Dalam kitab Galatia, Paulus mengacu kembali kepada janji yang dibuat kepada Abraham, bahwa melalui benih
bapak bangsa itu semua bangsa akan diberkati. Paulus lalu
menerapkan janji itu kepada Yesus, dengan menyatakan bahwa
Yesus adalah Benih Abraham yang melalui Dia dunia akan
menerima berkat dari Abraham (Galatia 3:15-18). Penulis Kitab
Ibrani membuka kitabnya dengan membahas kebaikan Kristus,
dengan menerapkan banyak nas Perjanjian Lama seperti Mazmur 2:7 dan Mazmur 110:1 kepada Yesus. Dalam Ibrani 5,
penulis itu berpendapat bahwa Yesus adalah imam menurut
aturan Melkisedek sebagaimana dinubuatkan dalam Mazmur
110:4. Ia mengulangi sentimen ini dalam 7:17 dan 7:21.
Epistel 1 dan 2 Petrus berisi banyak contoh tentang penerapan nubuat seperti itu kepada Yesus. Satu dari nas-nas yang
paling kuat di sepanjang ayat-ayat itu ditemukan dalam
1Petrus 1:10-12:
Keselamatan itulah yang diselidiki dan diteliti oleh
nabi-nabi, yang telah bernubuat tentang kasih karu-nia yang diuntukkan bagimu. Dan mereka meneliti
saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian
tentang segala penderitaan yang akan menimpa
Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu. Kepada mereka telah dinyatakan,
bahwa mereka bukan melayani diri mereka sendiri,
tetapi melayani kamu dengan segala sesuatu yang
telah diberitakan sekarang kepada kamu dengan
perantaraan mereka, yang oleh Roh Kudus, yang
diutus dari sorga, menyampaikan berita Injil kepada kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh
malaikat-malaikat.
Dalam 1 Petrus 2:6, rasul itu menerapkan Yesaya 28:16
dan Mazmur 118: 22 kepada Kristus, dengan menggambarkan
Dia sebagai batu penjuru utama yang dibuang oleh para tukang bangunan. Lagi dalam 1 Petrus 2:22, rasul itu menerapkan
Yesaya 53:9 kepada Yesus, dengan mengacukan fakta bahwa
Mesias akan tanpa dosa seperti halnya Yesus.
Maka menjadi sangat jelas, bahwa para penulis dan rasulrasul Perjanjian Baru sering mengacu kepada Perjanjian Lama,
nubuat Mesianik dan menerapkan penggenapan nubuat-nubuat semacam itu kepada kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus. Mustahil untuk menyangkal bahwa salah satu
alur pemikiran utama yang di atasnya iman Kristen didirikan
sejak awal adalah gagasan bahwa Yesus Kristus menggenapi
nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang menantikan Mesias yang
akan datang.
MENJAWAB SERANGAN
TERHADAP KEILAHAN KRISTUS
Begitu orang skeptis sadar bahwa bukti bagi historisitas
Kristus dan akurasi sejarah Perjanjian Baru tidak dapat secara
logis diabaikan, langkah berikutnya yang sering diambil oleh
para pengecam Kristus adalah menyerang gambaran Yesus
oleh Alkitab itu sendiri. Jika musuh-musuh Kristus dapat mendiskreditkan klaim keilahian-Nya dengan menunjukkan bahwa Ia tidak menggenapi pelbagai nubuat Perjanjian Lama atau
Perjanjian Baru mengungkapkan contoh-contoh penipuan dan
perilaku tidak pantas dalam hidup-Nya, maka Yesus pastinya
tidak dapat menjadi Pribadi yang Ia dan para penulis Alkitab
klaim—Allah dalam daging (Yohanes 1:1,14). Namun, jika segala tuduhan terhadap kehidupan dan karakter Yesus terbukti
keliru atau tidak berdasar, maka tuduhan itu harus dihentikan,
dan identitas sejati Yesus juga harus diterima atau ditolak berdasarkan fakta bahwa gambaran Alkitab tentang kehidupan
Kristus adalah konsisten dengan klaim keilahian-Nya.
“Ia Tidak Membuka Mulut-Nya”
Dalam apa yang banyak dianggap sebagai nubuat paling
terkenal tentang kedatangan Mesias, Nabi Yesaya menubuatkan tentang penderitaan yang Kristus akan alami di tengahtengah penghakiman dan penyaliban-Nya, dengan mengatakan (seolah-olah sudah terjadi):Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan
kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi
kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.… Dia dianiaya, tetapi dia
membiarkan diri ditindas dan tidak membuka
mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke
pembantaian; seperti induk domba yang kelu di
depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia
tidak membuka mulutnya (53:5,7, huruf tebal
ditambahkan).
Menurut Yesaya, Mesias bukan hanya akan mengalami
hukuman kejam dalam perjalanan-Nya menuju kubur, tetapi Ia
akan mengalami hal itu tanpa membuka mulut-Nya. Ia akan
sebisu domba di hadapan penggunting bulunya.
Masalah yang sebagian orang miliki dengan nas ini adalah bahwa para penulis injil menunjukkan bahwa Yesus ternyata membuka mulut-Nya di hadapan para penuduh-Nya, dan
belakangan juga sewaktu dipaku di kayu salib. Setelah Yesus
ditangkap di Taman Getsemani, imam besar itu menanya Yesus,
katanya, “Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?”
Yesus menjawab, bukannya diam, tetapi dengan dua pernyataan yang membuat marah mahkamah Yahudi. Ia berkata:
“Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di
sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah
awan-awan di langit” (Markus 14:61-62). Yesus lalu dikirim kepada Pilatus di mana ia menanyakan pertanyaan lain tentang
identitas-Nya, “Engkaukah raja orang Yahudi?” Jawab Yesus:
“Engkau sendiri mengatakannya” (Markus 15:2). Bahkan sewaktu dipaku di kayu salib beberapa jam kemudian, Yesus
membuat beberapa pernyataan, termasuk, ”Ya Bapa, ampuni-lah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
Lukas 23:34) dan “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15:34). Jadi bagaimana mungkin hamba
yang menderita dalam Yesaya 53 itu mengacu kepada Yesus,
sedangkan kenyataannya Ia “membuka mulut-Nya,” selama
pengadilan-Nya, dan sewaktu dipaku di kayu salib?
Jelasnya, jika frasa, “Ia tidak membuka mulut-Nya,” berarti Mesias tidak akan pernah bicara sepatah kata pun selagi
sedang ditindas dan disiksa, maka Yesus tidak dapat menjadi
hamba yang menderita yang telah dinubuatkan, dan para
penulis, para pengkhotbah, dan nabi-nabi yang terilham dari
abad pertama yang menerapkan nas ini kepada Dia adalah keliru (bdk. Kisah 8:32-33). Pemahaman yang tepat atas
frasa ini, bagaimanapun, mengungkapkan bahwa itu tidak secara harfiah berarti bahwa terdakwa “tidak membuka mulutnya.” Pertama, bahkan orang skeptis pun tidak akan menafsirkan makna ayat ini bahwa hamba yang menderita itu benarbenar menutup mulutnya—sehingga jika ia pernah membuka
bibirnya agar udara, air, atau makanan boleh masuk ke dalam
mulutnya, maka nubuat itu tidak berlaku atasnya. Yang seperti
itu akan menjadi tafsiran konyol atas frasa “ia tidak membuka
mulutnya,“ karena dalam perikop ini Yesaya jelas menggunakan kata “mulut” untuk mengacu kepada apa yang mulut itu
perbuat—membantu bicara—bahasa kiasan yang dikenal sebagai metonymy (tentang penyebabnya). Kedua, frasa “membuka
mulut“ dan ”tidak membuka mulut“ adalah ungkapan Ibrani
(muncul baik dalam Perjanjian Lama dan Baru), yang sering
digunakan untuk lebih mengacu kepada panjangnya, kebebasannya, dan/atau jenis ucapannya, daripada apakah satu atau
lebih kata-kata benar-benar diucapkan (atau tidak diucapkan).
Ketika Yefta (hakim Israel kesembilan yang tercantum
dalam kitab Hakim-Hakim) bicara kepada putrinya setelahkemenangan yang telah Tuhan berikan kepada Israel atas
orang Amon, Ia berkata, “Ah, anakku, engkau membuat hatiku
hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah
membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak
dapat aku mundur“ ( Hakim 11:35, huruf tebal ditambahkan).
Frasa “Aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN,” dalam Alkitab New King James Version secara harfiah
ditulis, “Aku telah membuka mulutku kepada Tuhan“ (KJV,
huruf tebal ditambahkan; lihat ASV). Yefta sebelumnya telah
bersumpah kepada Tuhan, dengan mengatakan, ”Jika Engkau
sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam
tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk
menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari
bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku
akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran“ (Hakim
11:30-31). Alasan mengapa Yefta sangat bingung setelah kembali pulang dari perang dan melihat putrinya tidak hanya karena ia “telah membuka mulutnya” dan berdoa kepada Allah,
tetapi karena di dalam doa itu terkandung sebuah janji kepada
Allah—janji yang menyebabkan dirinya dan putrinya sangat
sedih. Yefta bisa saja sudah bicara kepada Allah sepanjang hari
tanpa membuat pernyataan yang signifikan dan mengubah
kehidupan, dan itu tidak digambarkan sebagai waktu di mana
Yefta “membuka mulutnya.” Ungkapan ”membuka mulutku
(mu)” (Hakim 11:35,36) berarti sesuatu yang sangat penting
dinyatakan; sebuah janji kepada Allah telah dibuat sehingga
tidak dapat dibatalkan.
Perhatikan juga bagaimana gagasan “membuka mulutnya” digunakan pada satu kesempatan dalam Perjanjian Baru.
Beberapa waktu setelah Flipus bicara dengan sida-sida dari
Etiopia tentang nas Kitab Suci yang darinya ia sedang baca (ironisnya adalah Yesaya 53—lihat Kisah 8:30-33), teks itu menya-takan: “Lalu Filipus membuka mulutnya, dan mulai dari Kitab
Suci ini, memberitakan Yesus kepada dia“ (Kisah 8:35, huruf
tebal ditambahkan; NASB). Perhatikanlah bahwa Filipus sudah
mulai bicara dengan sida-sida itu (8:30), dan kemungkinan
besar telah