Iman katolik 5

 


steri itu diungapkan secara ilahiat dan hanya 

diketahui melalui komunikasi ilahiat; (4) Selama zaman para 

penulis Perjanjian Baru, Allah mengungkapkan potongan ter￾akhir misteri itu kepada para penulis Perjanjian Baru itu sendiri. 

Tujuan diskusi ini adalah untuk melacak berbagai ajaran 

misteri Mesias yang diungkapkan secara ilahiat. Setelah me￾nyelesaikan tugas itu, kita lalu harus menentukan apakah, 

sesungguhnya, para penulis Perjanjian Baru memiliki potongan 

terakhir, yang melengkapkan misteri itu. Kita telah menangani 

pasal sebelumnya dengan jejak-jejak seorang Juruselamat yang 

berasal dari berbagai sumber di luar tulisan-tulisan Alkitab. 

Jadi, oleh sebab Kitab Suci Ibrani dikenal sebagai gudang paling lengkap yang tersedia bagi pelbagai ramalan Mesias, 

maka kita akan memusatkan perhatian kita pada Kitab Suci itu.

 

KITAB SUCI PERJANJIAN LAMA

Dalam merenungkan Perjanjian Lama, Kitab Suci Yahu￾di, akan bermanfaat bagi kita untuk mempertimbangkan bebe￾rapa fitur penting tentang tulisan-tulisan itu. Pertama, sebelas 

pasal pembukaan kitab pertama itu, Kejadian, tidak berhu￾bungan dengan orang Ibrani saja, tetapi secara keseluruhan 

dengan ruang lingkup kemanusiaan yang lebih luas. Pasal￾pasal ini menjelaskan tentang penciptaan Alam Semesta, keja￾tuhan manusia dari keadaannya yang sempurna tanpa salah, 

kejahatan manusia dan Air Bah yang merusak seluruh dunia, 

dan repopulasi bumi. Kitab Suci itu berisi sekitar 2000 tahun 

sejarah, dan tidak satu tahun pun dari tahun-tahun itu yang 

secara otomatis berkaitan dengan bangsa Yahudi, lebih dari￾pada dengan bangsa lain. 

Kedua, isi lain Perjanjian Lama dari Kejadian 12–Malea￾khi, terutama berfokus pada keturunan Abraham. Perhatikan￾lah bahwa narasi itu dan pelbagai istilah yang sering diguna￾kan untuk menggambarkan keturunan ini adalah juga tidak 

terlalu menyanjung. Keturunan itu disebut keras kepala, tegar 

tengkuk, berdosa, memberontak, dan sejumlah kata sifat yang 

sama-sama sarkastik (lihat Ulangan 9:7; Yehezkiel 2:3-10; Ho￾sea 4:16). Namun begitu, keturunan Abraham ini adalah orang￾orang yang bertanggung jawab untuk melestarikan Kitab Suci 

yang berulang kali menegur mereka karena kemurtadan mere￾ka dari Allah dengan menyembah berhala. Ingat juga, bahwa 

mereka dapat saja sudah mengubah dan melestarikan tulisan￾tulisan ini dengan bentuk yang lebih menyanjung diri mereka.

Dari pelbagai temuan arkeologi kita telah pelajari bahwa bangsa-bangsa lain di sekeliling Israel kuno memilih untuk mem￾perindah sejarah mereka, dengan sengaja menghilangkan ko￾mentar-komentar atau peristiwa-peristiwa yang merendahkan 

diri mereka. 

Mengapakah orang Israel menjaga tulisan-tulisan itu seba￾gaimana yang mereka lakukan? Jawabannya ada dua. Pertama, 

mereka percaya tulisan-tulisan tertentu yang mereka pelihara

itu diilhami oleh Allah, sebuah keyakinan yang dapat dibukti￾kan tanpa keraguan sama sekali (lihat Thompson, 2001). Tapi 

kedua, masing-masing dari 39 kitab itu berisi wahyu terencana 

yang menggambarkan beberapa aspek tentang Mesias yang 

akan datang, yang menurut Kitab Suci ini, tidak hanya ditak￾dirkan untuk menyelamatkan bangsa Israel, tetapi seluruh 

dunia. Faktanya, pembaca tidak dapat bergerak jauh ke dalam 

tulisan-tulisan Perjanjian Lama sebelum ia dibanjiri dengan 

gambaran, dan prediksi tentang, Mesias yang akan datang. 

 

APAKAH ORANG YAHUDI MENCARI MESIAS?

Pernah diusulkan bahwa para ahli Taurat Yahudi kuno,

para rabi, dan populasi pada umumnya tidak benar-benar 

sedang mencari Mesias pribadi. David Baron, penulis Yahudi 

Mesianik yang sangat dihormati pertama kali menerbitkan 

karyanya, Rays of Messiah’s Glory, pada tahun 1886. Dalam buku 

itu, Baron menulis: 

Saya juga sadar bahwa belakangan ini banyak 

orang Yahudi cerdas, yang didukung oleh orang 

yang rasional, yang disebut Kristen ... menyangkal 

bahwa ada harapan tentang Mesias dalam Kitab 

Suci Perjanjian Lama, dan menyatakan bahwa nu￾buat-nubuat yang di atasnya orang-orang Kristenmendasarkan keyakinan seperti itu hanya berisi 

“antisipasi dan harapan umum yang samar, tetapi 

tidak ada ramalan yang pasti tentang Mesias priba￾di,” sehingga akibatnya dugaan adanya kesepakat￾an sejarah injil dengan nubuat adalah khayalan 

(2000, p. 16). 

Dalam pernyataannya yang membantah pandangan “non￾Mesianik” Kitab Suci Perjanjian Lama, Baron menulis, “Bah￾kan kaum Maimonid, penentang besar agama Kristen, menyu￾sun artikel tentang kredo orang Yahudi yang sampai hari ini 

diulang setiap hari oleh setiap orang Yahudi sejati: 'Saya per￾caya dengan iman yang sempurna bahwa Mesias akan datang,

dan meski kedatangan-Nya tertunda, saya akan menantikan 

penampakan harian-Nya‘“ (p. 18). Ia berkomentar lebih lanjut:

”Aben Ezra, Rashi, Kimchi, Abarbanel, dan hampir setiap 

komentator Yahudi terhormat dan berwibawa lainnya, meski 

tidak mengakui Yesus sebagai Mesias, namun sepakat bahwa 

Mesias pribadi diajarkan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama” 

(p. 19-20). Baron juga mencatat bahwa hanya “sebagian kecil 

orang Yahudi yang tidak penting” yang berani berpendapat 

bahwa Perjanjian Lama tidak memiliki ramalan pasti tentang 

Mesias pribadi. Ia lalu dengan fasih menyatakan: “Dengan 

sukacita kita melihat bangsa itu [Yahudi—KB/EL], dengan 

demikian, masih melekat pada sauh itu yang selama ini telah 

menjadi tulang punggung keberadaan bangsa mereka selama 

berabad-abad—harapan tentang Mesias pribadi, yang merupa￾kan inti Kitab SuciPerjanjian Lama” (p. 20). 

Dalam bukunya, The Messiah in the Old Testament: In Light 

of Rabbinical Writings, Risto Santala menulis: “Jika kita mempe￾lajari Alkitab dan literatur Rabi dengan hati-hati, kita tentu 

terkejut dengan berlimpahnya interpretasi Mesianik dalam kar-ya-karya paling awal yang kita kenal.… Talmud dengan tegas 

menyatakan: ‘Semua nabi bernubuat hanya untuk zaman Mesi￾as’” (1992, p. 22). 

Sehubungan dengan pelbagai nubuat khusus Perjanjian 

Lama, kebanyakan komentari rabi memverifikasi bahwa bang￾sa Israel tentu saja memiliki pandangan tentang Mesias yang 

akan datang. Mengenai Kejadian 49:10, penulis terkenal Harun

Kligerman menulis: “Para rabi zaman dulu, meski tidak setuju 

satu sama lain tentang arti dari akar Silo, hampir sepakat dalam 

menerapkan istilah itu kepada Mesias” (1957, p. 19-20). Segera 

setelah pernyataan ini, Kligerman mencantumkan Targum On￾kelos, Targum Jerusalem, dan Peshito semuanya mengacu kepa￾da Kejadian 49:10 sebagai nubuat Mesianik yang menunjuk 

kepada satu individu, Mesias pribadi (p. 20). Dengan mengacu 

kepada Kejadian 49:10, David Baron menulis: 

Berkenaan dengan nubuat ini, hal pertama yang 

saya ingin tunjukkan adalah bahwa semua [kitab]

zaman dahulu setuju dalam menafsirkan itu seba￾gai Mesias pribadi. Ini adalah pandangan Alkitab 

Versi LXX [Septuaginta—KB/EL]; Targumim Onke￾los, Yonathan, dan Yerusalem; Talmud; Sohar;

buku kuno ”Bereshith Rabba;” dan di antara para 

komentator modern Yahudi, bahkan Rashi, yang 

berkata, “Sampai Silo datang, itu adalah Raja Mesi￾as, Pemilik kerajaan itu” (2000, p. 258, huruf tebal. 

ditambahkan). 

Tentang kitab Yesaya dan ramalan, nubuat Mesianik yang 

terkandung di dalamnya, Santala menyatakan: ”Sifat Mesianik 

kitab Yesaya sangat jelas bahwa sumber-sumber Yahudi tertua, 

Targum, Midrash dan Talmud, bicara tentang Mesias yang ter￾kait dengan 62 ayat yang terpisah” (1992, p. 164-165). Santala lalu, dalam catatan kaki, melanjutkan dengan mencantumkan 

beberapa ayat itu, termasuk Yesaya 4:2, 9:5, 10:27, 11:1, 11:6, 

14:29, 16:1, 28:5, 42:1, 43:10, 52:13, dan 60:1 (p. 165). Kitab Nabi 

Yeremia berisi materi yang sudah lama diakui sebagai bersifat 

Mesianik. Tentang Yeremia 23:5-6, David Baron menulis, “Di 

sana hampir tidak ada pendapat yang bertentangan di antara 

orang-rang Yahudi kuno dan modern bahwa ini adalah nubuat

Mesianik”(2000, p. 78). 

Sebenarnya, pernyataan-pernyataan yang memverifikasi 

bahwa bangsa Israel kuno mengakui nas-nas tertentu dalam 

Perjanjian Lama sebagai Mesianik adalah sangat banyak. Ter￾lepas dari apa yang orang itu percayai tentang identitas Mesi￾as, tidak dapat dibantah bahwa bangsa Israel, melalui penga￾ruh para penulis Perjanjian Lama, telah menunggu kedatang￾an-Nya.

 

PROTEVANGELIUM

Sebenarnya dari pandangan sekilas kehidupan manusia

di Bumi, jejak-jajak Mesias yang diramalkan telah diungkapkan 

secara ilahiat kepada umat manusia. Yang sangat familier ada￾lah kisah tragis kejatuhan manusia. Di bawah asuhan kasih 

karunia Allah, Adam dan Hawa dirancang khusus untuk me￾menuhi kebutuhan masing-masing dan diantar ke dalam Fir￾daus Eden, sukacita yang manusia belum pernah lihat lagi sejak 

saat itu dan tidak akan melihat lagi di dunia ini. Allah hanya 

memberi satu perintah larangan kepada keluarga pertama 

itu—bahwa mereka harus jangan makan dari pohon pengeta￾huan yang baik dan jahat. Jika mereka memilih untuk membe￾rontak melawan larangan tunggal ini, Allah memberitahu 

mereka bahwa akibatnya akan berupa kematian. Namun terle￾pas dari peringatan baik hati dari Allah itu, pengertian Hawa ditumpulkan oleh keinginan jahatnya, dan ia segera menjadi 

mangsa tipu daya dosa, dengan meyakinkan Adam suaminya 

untuk bergabung dalam pemberontakannya. 

Ke dalam adegan yang memalukan dan berdosa ini, Allah 

menjatuhkan penghakiman ke atas semua pihak yang terlibat.

Kematian akan menjadi konsekuensi dari tindakan berdosa ini, 

juga peningkatan rasa sakit bagi perempuan saat melahirkan 

dan meningkatnya kesulitan dan kerja keras untuk laki-laki.

Namun di tengah-tengah kutukan Allah ke atas ular itu, Ia me￾nyertakan sinar harapan penuh kemuliaan bagi umat manusia.

Kepada ular itu, Ia berkata, “Aku akan mengadakan permu￾suhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu 

dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepala￾mu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15). 

Pernyataan singkat yang Allah buat kepada ular itu mengenai 

Benih perempuan itu sering disebut sebagai protevangelium 

[berita injil paling awal]. J. A. Huffman mengomentari nas ini: 

Di sini tidak salah lagi diucapkan nubuat tentang 

seorang pembebas. Bahkan diramalkan adanya me￾mar sementara, pada tumit, yang menyiratkan 

kekalahan yang nyata, sesaat pada diri pembebas 

itu: tetapi, di saat yang sama, kemenangan utama 

dan terakhir pembebas itu dinubuatkan, dalam ia 

meremukkan kepala ular itu, yang berarti pukulan 

fatal (1956, p. 38). 

Sarjana Yahudi, Aaron Kligerman, mencatat bahwa ada 

tiga hal menonjol dalam ramalan pertama tentang Mesias itu, 

“yaitu bahwa Pembebas itu harus—(A) dari benih perem￾puan dan (B) Bahwa Ia harus terhalang sementara dan (C) Akhir￾nya menang (1957, p. 13, huruf miring dari aslinya). Lebih lanjut 

Kligerman menulis bahwa pendapat para rabi zaman dulu yang ditemukan dalam Targum Palestina bersaksi “bahwa 

dalam Kejadian 3:15 dijanjikan kesembuhan dari gigitan ular di 

tumit, yang akan terjadi ‘di akhir zaman, dalam zaman Raja

Mesias’”(p. 14). [CATATAN: Targum-targum itu “merupakan 

terjemahan interpretatif atas kitab-kitab dari Kitab Suci Ibrani 

… ke dalam bahasa Aram” (Metzger, 1993). Versi seperti itu

diperlukan ketika populasi utama orang Yahudi tidak lagi bica￾ra dalam bahasa Ibrani sebagai bahasa utama mereka. Metzger 

lebih lanjut menjelaskan bahwa Targum oral dimulai sebagai 

tafsiran sederhana atas teks itu, “tetapi akhirnya menjadi lebih 

rumit dan memasukkan rincian-rincian penjelas.” John Sten￾ning, dalam artikelnya yang mendetail tentang Targum, menje￾laskan bahwa Targum oral diperkenalkan beberapa tahun sebe￾lum abad pertama Masehi. Berkaitan dengan “kebiasaan mem￾baca bagian hukum Taurat pada ibadah mingguan di sinago￾ga” (1911).] 

Tentang protevangelium itu, Charles A. Briggs, dalam 

karya klasiknya Messianic Prophecy, menulis: 

Demikianlah di dalam nubuat yang fundamental ini 

secara eksplisit kita memiliki ras manusia yang ber￾juang, menderita, tetapi akhirnya menang, dan seca￾ra tersirat anak perempuan, Adam kedua, kepala ras 

manusia yang berjuang, menderita dan akhirnya 

menang.… Protevangelium adalah miniatur yang 

tepat tentang keseluruhan sejarah umat manusia, 

benih perjuangan yang selalu berjuang untuk keme￾nangan pamungkas .… sampai itu direalisasikan

dalam kemenangan penebusan yang luhur” (1988,

p. 77). Briggs melanjutkan komentarnya bahwa protevangelium ”ada￾lah satu-satunya nubuat Mesianik yang telah dilestarikan dari 

wahyu yang Allah buat kepada dunia kuno” (p. 77). 

Di sini, kemudian, nubuat yang kemungkinan berkem￾bang di masa depan itu membuka jalan bagi semua hal lainnya 

yang akan berurusan dengan kedatangan Pembebas agung 

umat manusia. Beberapa sifat pembebas yang akan datang ini 

sudah jelas terlihat. Pertama, Ia akan datang dalam bentuk ma￾nusia sebagai benih perempuan. Kedua, Ia akan mengalahkan 

dampak dosa yang ditimbulkan oleh kejatuhan manusia dan 

masuknya dosa ke dalam dunia. Ketiga, Ia akan dihalangi 

dalam aktivitas penebusan-Nya oleh ular itu, Iblis, yang akan 

menimpakan ke atas Dia luka ringan. Keempat, Ia pada akhir￾nya akan mengalahkan luka dari Iblis itu dan akhirnya menang.

Dalam ramalan pertama tentang Mesias ini, kita menangkap 

tema mendasar tentang seorang penebus yang menderita dan 

menang—sebuah tema yang akan disempurnakan dalam halam￾an-halaman sisa Perjanjian Lama. 

 

BENIH ABRAHAM

Protevangelium dalam Kejadian 3:15 meramalkan bah￾wa Mesias penakluk akan berasal dari benih perempuan, de￾ngan mengambil bentuk manusia. Tapi fitur itu sendiri, diakui, 

tidak banyak membantu dalam mengidentifikasi Mesias, kare￾na miliaran orang telah dilahirkan oleh perempuan. Agar nu￾buat tentang Mesias itu mempersiapkan para pembacanya 

untuk Mesias sebenarnya, ruang lingkupnya akan perlu diper￾sempit. 

Penyempitan ruang lingkup Mesianik seperti itu dapat 

dilihat dalam janji Allah kepada patriark itu, Abraham. Dalam 

Kejadian 12, Alkitab mencatat fakta bahwa Allah secara khu-sus memilih Abraham dari antara semua orang di dunia (Kej￾adian 12:1-3). Melalui Abraham, Allah berjanji bahwa semua 

bangsa di dunia akan diberkati, dan bahwa keturunan Abra￾ham akan sama seperti pasir laut dan bintang-bintang di 

langit. Seperti yang Huffman tulis, “Adalah kepada Abraham, 

anak Terah, keturunan Sem, Allah memberikan janji khusus, 

janji yang tidak dapat dihilangkan dalam upaya serius untuk

melacak harapan Mesianik” (1956, p. 41). Selama bertahun￾tahun, janji tentang keturunan ini tetap tidak terpenuhi kare￾na fakta bahwa istri Abraham, Sara, mandul. Untuk “memban￾tu” Allah memenuhi janji-Nya, Abraham dan Sara menyusun 

rencana yang memungkinkan Abraham memiliki anak. Sara 

memberikan Hagar, hambanya, kepada Abraham untuk menja￾di istri pengganti. Sebagai hasil perkawinan ini, Hagar me￾ngandung dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama 

Ismael. 

Dalam Kejadian 17, Allah memperbarui perjanjian-Nya 

dengan Abraham dan menginstruksikan Abraham untuk mene￾tapkan sunat sebagai tanda perjanjian. Dalam Kejadian 17:19, 

Allah memberitahu Abraham bahwa Sara akan memiliki seo￾rang putra bernama Ishak. Dalam percakapan yang menarik 

dengan Allah, Abraham memohon kepada Allah untuk mem￾biarkan Ismael menjadi anak perjanjian dan pewaris perjanjian 

yang Allah buat. Namun Allah berkeras bahwa Ismael bukan 

anak perjanjian dan janji tentang semua bangsa yang diber￾kati melalui keturunan Abraham tidak akan melalui Ismael,

tetapi akan dipenuhi hanya melalui Ishak. Allah mengatakan: 

“Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan 

dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu 

seperti ini juga” (Kejadian 17:21). James Smith, dalam menulis 

tentang janji Allah untuk memberkati semua bangsa melalui 

Abraham, menulis bahwa janji ini “memiliki implikasi Mesia-nik. Baik Bapa-bapa Gereja dan Rabi-rabi Yahudi menafsirkan 

itu demikian” (1993, p. 47). Aaron Kligerman setuju ketika ia

menulis tentang janji Allah kepada Abraham: “Ini lebih 

daripada janji tentang ‘Harapan Era Sejahtera.’ Itu adalah janji 

tentang datangnya ‘Mesias Pribadi’”(1957, p. 17-18). Maka, 

pada titik ini dalam sejarah manusia, implikasi Mesianik jatuh 

kepada keturunan Ishak. Penting untuk tidak melalaikan pen￾tingnya harapan Mesianik melalui Abraham dan Ishak. Ruang 

lingkup Mesias telah dipersempit dari semua orang dan bang￾sa-bangsa lain di dunia, kepada satu keluarga pengembara.

Namun, tidak hanya kepada keluarga Abraham secara keselu￾ruhan, tetapi hanya kepada salah satu anak Abraham—Ishak. 

Namun gambarannya bahkan menjadi lebih jelas dengan 

kelahiran anak kembar dari Ishak dan Ribka. Oleh karena ada￾nya kelainan dengan kehamilannya, Ribka datang bertanya 

kepada Tuhan tentang situasinya. Untuk menjawab pertanya￾annya, Tuhan berkata: “Dua bangsa ada dalam kandunganmu, 

dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; 

suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak 

yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda” 

(Kejadian 25:23). Tentang nas ini, Briggs menulis: “Ramalan 

ini memecah benih Ishak menjadi dua bangsa, memberikan 

kepemimpinan dengan berkat kepada Yakub, dan membu￾at Edom tunduk kepada dia” (1988, p. 90). Fakta bahwa Mesias 

yang dijanjikan akan datang melalui keturunan Yakub menjadi 

semakin jelas di seluruh narasi Kejadian yang menceritakan 

kisah Yakub dan Esau. Allah meneguhkan janji kepada Yakub 

dalam Kejadian 28:14, ketika Ia berkata kepada patriark itu: 

“Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, 

dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara 

dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di 

muka bumi akan mendapat berkat” (huruf tebal ditambah-kan). Gambar Mesias terus semakin jelas: Benih perempuan, 

benih Abraham, benih Ishak, benih Yakub. 

 

DUA MESIAS: HAMBA YANG MENDERITA

DAN RAJA YANG MEMERINTAH

Di sepanjang Perjanjian Lama, berbagai nas Mesianik me￾ngacu kepada Raja yang agung dan mulia yang akan memerin￾tah atas kerajaan yang kekal. Namun, pada waktu bersamaan, 

pelbagai nubuat Mesianik lainnya menggambarkan penderita￾an Mesias yang akan menanggung kesalahan dan dosa selu￾ruh dunia. Karena kedua aspek nubuat tentang Mesias ini tam￾paknya kontradiktif, banyak orang di kalangan masyarakat 

Yahudi kuno tidak dapat mengerti bagaimana sentimen nubuat 

yang sedemikian beragam itu dapat digenapi dalam satu indi￾vidu. Oleh karena teka-teki ini, orang-orang Yahudi kuno dan 

modern telah mengajukan gagasan bahwa dua Mesias akan

datang: satu akan menjadi Hamba yang menderita, sedang￾kan yang satunya lagi akan menjadi Raja yang mulia. 

Mengenai pemisahan Mesias ini menjadi dua individu 

yang berbeda, John Ankerberg dan rekan-rekannya, John Wel￾don dan Walter Kaiser, menulis: 

[M]ereka (para rabi Yahudi mula-mula—KB/EL) 

tidak dapat merekonsiliasi pernyataan-pernyataan 

yang secara jelas bicara tentang Mesias yang men￾derita dan sekarat dengan ayat-ayat itu dalam nas￾nas lain yang bicara tentang Mesias yang berjaya 

dan menang. Yang penting untuk diperhatikan ada￾lah bahwa mereka memang mengenali bahwa kedua 

gambaran itu entah bagaimana berlaku kepada Me￾sias itu. Tapi mereka menganggap mustahil untuk mengharmoniskan dua pandangan itu dalam satu 

orang. Ketimbang melihat satu Mesias dalam dua 

peran yang berbeda, mereka melihat dua Mesias—

Mesias yang menderita dan sekarat, yang disebut 

“Mesias bin Yusuf,” dan Mesias penakluk yang 

menang, yang disebut “Mesias bin Daud” (1989, p. 

57-58).

Rabi Yahudi Robert M. Cohen menyatakan: 

Para rabi melihat bahwa kitab suci menggambar￾kan dua gambaran yang berbeda tentang Mesias 

Raja. Yang satu akan menaklukkan dan memerin￾tah serta membawa Israel kembali ke negeri itu oleh 

perdamaian dunia dan mendatangkan kepatuh￾an yang sepenuhnya kepada Taurat. Mereka menye￾but dia Mesias bin Daud. Gambaran lain adalah ten￾tang seorang hamba yang akan mati dan menang￾gung dosa Israel yang mereka sebut sebagai ”orang 

kusta” berdasarkan Yesaya 53 (Cohen, n. d; lihat 

juga Parsons, 2003-2006). 

Jelas terlihat, dari pandangan rabi tentang dua Mesias itu, 

bahwa tema penderitaan dan kuasa rajani begitu jelas digam￾barkan dalam nubuat Mesianik Perjanjian Lama sehingga ke￾dua tema itu menuntut penggenapan. Mengusulkan dua Mesi￾as yang menyediakan penggenapan seperti itu. Namun begitu, 

gagasan tentang Mesias ganda gagal memahami sifat sebenar￾nya nubuat Mesianik, dan tidak menangkap sisi utama kepri￾badian Mesias: bahwa Mesias akan menjadi keduanya, yaitu, 

seorang Hamba yang menderita dan Raja yang agung. Seperti 

yang Huffman ulas dengan benar: “Tema Mesianisme terdiri 

dari dua helai atau benang yang tidak terpisahkan—merah kirmizi dan keemasan, atau penderitaan dan pemerintahan, 

atau imamat dan rajani” (1956, p. 7). Menyalahpahami atau 

melalaikan salah satu dari dua jalinan benang ini akan sama 

dengan melalaikan Mesias itu sama sekali. 

 

Kejadian 49:10—Silo

Tuhan menepati janji-Nya kepada Yakub dan sangat meli￾patgandakan keturunannya. Kedua belas putranya dan para istri 

serta anak-anak mereka mengantar dia ke Mesir untuk tinggal 

di tanah Gosyen atas perintah Yusuf, yang telah diangkat di 

Mesir sebagai kepala penasihat Firaun. Seraya Yakub mende￾kati akhir hidupnya yang agak panjang (lebih dari 130 tahun, 

Kejadian 47:9), ia mengumpulkan anak-anaknya di sekeliling 

ranjang kematiannya, dan menyatakan: “Datanglah berkum￾pul, supaya kuberitahukan kepadamu, apa yang akan kamu 

alami di kemudian hari” (Kejadian 49:1). Setelah pernyataan 

pengantar ini, Yakub melanjutkan dengan menyapa masing￾masing anaknya dan melimpahkan berkat (atau dalam bebera￾pa kasus, kutukan) kepada keturunannya. 

Di tengah-tengah pesan terakhirnya, dalam berkatnya 

kepada Yehuda, Yakub menyatakan, “Tongkat kerajaan tidak 

akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan 

dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, 

maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa” (Kejadian 49:10). 

Sifat Mesias dari pernyataan ini telah lama dikenal dan dibahas 

dalam lingkungan Yahudi zaman dulu. Seperti yang dinyata￾kan sebelumnya, David Baron menulis: “Berkenaan dengan 

nubuat ini, hal pertama yang saya ingin tunjukkan adalah 

bahwa semua [kitab] zaman dahulu setuju dalam menafsir￾kan itu sebagai Mesias pribadi. Ini adalah pandangan Alkitab 

Versi LXX [Septuaginta—KB/EL]; Targumim Onkelos, Yona￾than, dan Jerusalem; Talmud; Sohar; buku kuno ‘Bereshith Rabba;’ dan di antara para komentator modern Yahudi, bahkan 

Rashi, yang berkata, ‘Sampai Silo datang, itu adalah Raja Mesi￾as, Pemilik kerajaan itu’” (2000, p. 258, huruf tebal. Ditambah￾kan). Aaron Kligerman menambahkan: ”Para rabi zaman dulu, 

meski tidak setuju satu sama lain tentang arti dari akar Silo, 

hampir sepakat dalam menerapkan istilah itu kepada Mesias” 

(1957, p. 19-20). Santala, dalam diskusinya tentang beberapa 

dokumen Yahudi tertua yang tersedia, menulis: 

Targum Onqulos mengatakan tongkat kerajaan Ye￾huda itu tidak akan beranjak “sampai Mesias datang, 

ia yang memiliki kekuatan untuk memerintah. ”Targum 

Jonathan mengatakan bahwa ayat itu mengacu 

kepada “zaman Mesias Raja, Raja yang akan datang 

sebagai yang paling muda dari anak-anaknya.” Targum 

Yerushalmi bicara tentang ‘waktu’ ketika ”Mesias 

Raja akan datang” (1992, p. 50, huruf miring dari 

aslinya). 

Banyak komentar dan perdebatan di seputar nubuat 

“Silo” ditemukan dalam Kejadian 49:10. Ini sering dilihat seba￾gai petunjuk tentang waktu Mesias seharusnya muncul di layar 

sejarah. Seperti yang dapat disimpulkan dari kutipan Kliger￾man, asal-usul sebenarnya dan arti tepat kata Silo diperdebat￾kan di banyak kalangan sarjana. Namun, terlepas dari kontro￾versi yang terkait dengan nubuat ini, salah satu aspeknya yang 

menonjol adalah gagasan utama bahwa ini adalah nubuat 

Mesianik. Dengan begitu, nubuat itu mempersempit identitas 

Mesias bahkan lebih jauh kepada seorang keturunan, bukan 

hanya dari Abraham, Ishak, dan Yakub, tetapi kepada keluarga 

Yehuda.Anak Daud

Dari semua raja yang pernah menduduki takhta Israel, 

tidak ada yang setingkat Raja Daud. Dari masa mudanya ia 

membuktikan dirinya sebagai pejuang yang berani dan per￾kasa yang percaya kepada Tuhan. Ia digambarkan sebagai 

orang yang berkenan di hati Allah (1Samuel 13:14). Ia menulis 

banyak Mazmur, dan mengantarkan sebuah kerajaan yang ber￾satu yang membuka jalan bagi pemerintahan agung anaknya, 

Salomo. 

Hubungan Daud dengan Mesias adalah hubungan yang 

agak menarik. Pertama, orang Yahudi zaman dahulu menga￾kui fakta bahwa Mesias akan menjadi Anak Daud. Santa￾la berkomentar: “Tradisi mengaitkan 73 dari 150 mazmur kepada

Raja David. Dalam literatur Rabinik, Mesias secara terus-mene￾rus disebut sebagai ‘Anak Daud.’ Oleh sebab itu, di mana saja 

berkat masa depan keluarga Daud dijelaskan, Orang Bijak itu 

melihat adanya materi Mesianik” (1992, p. 109, huruf miring 

dari aslinya). 

Sentimen Mesianik seperti itu yang terkait dengan Daud 

mendapatkan asal-usul mereka dalam janji yang Allah buat 

dengan Daud melalui nabi Natan. Dalam 2 Samuel 7, teks itu 

menceritakan pelbagai peristiwa yang mengarah kepada janji 

ini. Daud telah menjadi raja yang hebat dan pemerintahannya 

telah menyebar jauh dan luas. Oleh karena kasihnya kepada 

Tuhan, Ia ingin menunjukkan hormatnya kepada Allah dengan 

membangun bait suci yang mulia yang di dalamnya Tabut Per￾janjian dapat ditempatkan. Ia menyampaikan idenya itu kepa￾da nabi Natan, yang dengan segera mendorong rencana pem￾bangunan itu. Namun segera setelah Natan menyuruh Daud 

melakukan semua yang ada di dalam pikirannya, Allah me￾nyampaikan kepada Natan bahwa Ia tidak mau Daud mem￾bangun bait suci. Sebaliknya, Allah akan menugaskan anak Daud, Salomo, mendirikan bangunan yang luar biasa itu. Na￾mun, dalam pesan Allah kepada Daud, Ia berjanji: ”Keluarga 

dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadap￾an-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya” (2 Samu￾el 7:16). 

Dalam Mazmur yang belakangan, janji tentang ketu￾runan Daud memerintah atas sebuah Kerajaan yang kekal 

diperluas dan diberi isi yang lebih banyak. Mazmur 89 memuat 

beberapa aspek Mesianik, yang tidak kalah pentingnya adalah 

pernyataan sebagai berikut : “Telah Kuikat perjanjian dengan 

orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba￾Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak 

cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun” (ay. 3-

4). Mazmur 132 berisi pernyataan yang sangat mirip : “Seorang 

anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; jika 

anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada pera￾turan-peraturan-Ku yang Kuajarkan kepada mereka, maka 

anak-anak mereka selama-lamanya akan duduk di atas takh￾tamu” (ay. 11-12). 

Bersama dengan berbagai pemazmur terilham, para penu￾lis lain Perjanjian Lama menuliskan garis keturunan Mesias me￾lalui Daud dan takhtanya. Salah satu yang paling berkesan dari 

semua ramalan Mesianik dari Perjanjian Lama, Yesaya 9:6-7, 

menyebutkan pemerintahan Mesias di atas takhta Daud: 

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang 

putera telah diberikan untuk kita; lambang peme￾rintahan ada di atas bahunya, dan namanya dise￾butkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, 

Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, 

dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di 

atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan 

keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai sela￾ma-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam 

akan melakukan hal ini. 

Namun, seiring dengan kenyataan bahwa Mesias harus 

berasal dari benih Daud dan memerintah di atas takhta-Nya, 

setidaknya satu Mazmur menempatkan Daud dalam posisi tun￾duk kepada Mesias agung yang berkuasa ini. Mazmur 110 di￾buka dengan pernyataan: “Demikianlah firman TUHAN kepada 

tuanku: ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh￾musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’” Sehubungan dengan 

Mazmur 110, Briggs menulis: ” Mazmur ke-110 adalah dalam 

bentuk ucapan dari Yahweh yang menghormati anak Daud.

Karena itu, mazmur itu adalah ramalan yang mengungkapkan 

ramalan Natan” (1988, p. 132). Walter Kaiser, dalam pemba￾hasannya tentang Mazmur 110, menulis: “Meski ada bukti 

eksternal yang banyak bahwa mazmur ini adalah Mesianik, 

namun bukti internalnya juga sama luar biasanya” (1995, p. 

94). Dalam mengacukan Mesias yang disebutkan dalam ayat 

pertama itu, Kaiser menyatakan: “Tuan yang tidak disebutkan 

namanya itu adalah orang kerajaan, karena ia diundang untuk 

‘duduk di sebelah kanan [Allah Bapa].…’ Jika Allah alam 

semesta mengundang Penguasa lain ini untuk duduk di kursi 

yang begitu terkenal di samping diri-Nya, maka kita bisa yakin 

bahwa ia itu tidak kurang dari Mesias yang dijanjikan,

diundang untuk berpartisipasi dalam pemerintahan ilahiat

dunia”(p. 94). 

Mazmur 110 menambahkan aspek menarik kepada karak￾ter dan posisi Mesias. Mesias tidak hanya akan dilahirkan dari 

keturunan Daud dan memerintah di atas takhta Daud, Ia juga 

harus ditinggikan kepada posisi jauh di atas Daud, sedemikian rupa tingginya sehingga Daud memanggil Dia “Tuan” dalam 

Mazmur 110. Pernyataan Daud dalam Mazmur ini tidak hanya 

bicara tentang pra-keberadaan Mesias sebelum Daud, tetapi 

juga tentang keunggulan yang Mesias itu akan miliki. Dengan 

rincian ini, potret Mesias itu menjadi semakin tajam. Ia harus 

berasal dari keturunan benih perempuan dan meremukkan 

kuasa Iblis. Ia harus berasal dari benih Abraham, Ishak, Yakub, 

Yehuda dan sekarang Daud. Ia akan memerintah di atas takhta 

Daud, namun Ia sudah ada sebelum Daud dan sangat mulia 

sehingga Daud menyebut Dia Tuan. Dan tidak akan ada akhir 

bagi kerajaan-Nya yang mulia dan agung.

 

HAMBA YANG MENDERITA

Siapa pun yang membaca Perjanjian Lama akan sulit me￾ngabaikan gagasan tentang ketermukaan rajani Mesias yang 

mulia. Namun begitu, gagasan tentang Mesias yang harus men￾derita adalah juga sama jelasnya. Protevangelium dalam Keja￾dian 3:15 mengacu kepada penderitaan ini dalam pernyataan 

tentang tumit Benih perempuan yang diremukkan tumitnya, 

tetapi itu tidak mencakup rincian penderitaan ini. Tema pende￾ritaan yang diperkenalkan dalam Kejadian 3:15 diperluas di 

sisa Perjanjian Lama. 

 

Yesaya 52:13—53:12 

Nas Alkitab yang ditemukan dalam Yesaya 52:13—53:12 

tampil sebagai pengingat yang menyedihkan tentang penderi￾taan mengerikan yang Mesias akan tanggung. Teks itu menye￾butkan bahwa Ia akan sangat ditinggikan dan disanjung (52:13).

Namun begitu, penampilannya akan lebih rusak daripada 

orang lain siapa saja (52:14). Ia tidak akan menarik secara 

fisik (53:2), dan Ia akan dihina dan ditolak oleh manusia, akrab dengan penderitaan dan kesedihan (53:4). Ia akan menjadi sem￾purna dan tanpa dosa (53:9), namun Ia akan dipukuli, mende￾rita, dan mati untuk dosa-dosa umat Tuhan (53:5-6,11). Hamba 

yang menderita ini akan dibunuh di antara orang fasik, tetapi 

dikuburkan di antara orang kaya (53:8-9). Namun begitu, terle￾pas dari kematian-Nya (atau bahkan oleh karena kematian￾Nya), Ia akan tergolong di antara orang-orang besar dan berba￾gi jarahan dengan orang-orang kuat (53:12). 

Tak perlu dikatakan lagi, gambar Mesias ini tampak￾nya tampil beda dengan Raja mulia di atas takhta Daud. Seperti 

yang telah disebutkan, perbedaan ini telah menyebabkan 

beberapa orang meramu dua Mesias untuk mengakomodir pel￾bagai nubuat itu. Yang lain lagi telah mencoba untuk mengu￾rangi pelbagai nubuat tentang Mesias seperti Yesaya 52:13–

53:12. Beberapa orang berpendapat bahwa nas Kitab Suci ini 

tidak bersifat Mesianik, tetapi hamba yang dibahas itu melam￾bangkan bangsa Israel secara kolektif. Sepanjang ayat-ayat ini, 

David Baron menulis: “Yahudi modern, yang memiliki kesa￾maan dengan sejumlah orang rasional yang disebut Kristen,

sekarang ini berusaha keras untuk melemahkan penerapan 

Mesianik dari nubuat yang luar biasa ini” (2000, p. 225). James 

Smith menyatakan: 

Penafsiran Mesianik atas Yesaya 53 diakui oleh 

otoritas Yahudi sampai Abad Pertengahan. Hampir 

semua pemimpin Kristen sampai awal abad ke-19 

melihat dalam nas ini gambaran yang jelas tentang 

penderitaan, kematian dan kebangkitan Mesias.

Orang Yahudi dan beberapa sarjana Kristen seka￾rang pada dasarnya berpegang teguh pada pan￾dangan kolektif tentang Hamba itu: Hamba itu 

adalah bangsa Israel secara keseluruhan, atau kaum yang tersisa. Namun begitu, pandangan tradisio￾nal punya banyak kelebihan (1993, p. 307). 

Yang tidak dapat dipertanyakan adalah bahwa komunitas 

Yahudi kuno, dan sebagian besar sarjana selama 2.000 tahun 

terakhir, telah mengakui Yesaya 53 sebagai nubuat tentang 

Mesias pribadi, individual. Baron dengan benar berkomentar 

mengenai sentimen ini: “Bahwa hingga baru-baru ini nubuat 

ini sudah hampir secara universal diterima oleh orang Yahudi 

sebagai mengacu kepada Mesias dapat dilihat dari Targum 

Yonathan, yang memperkenalkan nama Mesias dalam pasal lii 

13, dari Talmud (“Sanhedrin,” fol. 98, b); dan dari Zohar, sebu￾ah kitab yang biasanya orang Yahudi sebut dengan menam￾bahkan kata ‘suci …’”(2000, p. 226). 

Pandangan terbaru bahwa Yesaya 53 mengacu kepada 

bangsa Israel tidak hanya mendapat sedikit (jika ada) dukung￾an dari komentator Yahudi kuno, pandangan itu juga runtuh di 

bawah penelitian yang cermat dengan pemeriksaan yang kritis. 

Keberatan utama terhadap pandangan bahwa Israel secara 

kolektif adalah Hamba dalam Yesaya 53 adalah fakta bahwa 

Hamba itu digambarkan sebagai sempurna dan tanpa dosa 

(53:9), tidak pantas menerima hukuman yang Ia terima dengan 

sukarela karena dosa-dosa umat Allah. Tidak ada orang yang 

mengenal bangsa Israel seperti yang digambarkan dalam Per￾janjian Lama akan berani mengusulkan bahwa mereka itu tidak 

berdosa. Dari langkah pertama mereka keluar dari Mesir dan 

menuju kebebasan mereka mulai memprovokasi Allah dan men￾datangkan hukuman ke atas diri mereka sendiri. Pada banyak 

kesempatan Perjanjian Lama menggambarkan dosa bangsa Isra￾el yang sifatnya memberontak sehingga Allah mengeksekusi

ribuan dari mereka. Satu aspek mendasar tentang korban pene￾busan dalam literatur Perjanjian Baru adalah kondisinya yangsempurna tanpa cacat. Tidak ada bangsa yang terdiri dari ma￾nusia fana belaka, termasuk bangsa Israel kuno, dapat men￾cukupi diri mereka sebagai korban pendamaian bagi dosa, 

seperti yang Hamba itu cukupi dalam Yesaya 53. Bangsa yang 

berdosa juga tidak dapat membuat kelompok orang “benar” 

lainnya seperti yang Hamba Tuhan itu akan lakukan. Selanjut￾nya, Hamba Tuhan itu digambarkan didera karena “pelanggar￾an umatku.” Jika Hamba itu secara kolektif digambarkan seba￾gai bangsa Israel, lalu siapa yang akan menjadi umat Tuhan

dalam 53:8? [CATATAN: Untuk bantahan yang lebih lengkap 

tentang Israel sebagai Hamba Tuhan dalam Yesaya 53, lihat 

Baron, 2000, p. 225-251.] 

Sesungguhnya, banyak bukti menunjuk kepada fakta 

bahwa Yesaya 53 berdiri sebagai salah satu gambaran yang 

paling pedih dalam seluruh Perjanjian Lama tentang Mesias 

individu yang menderita. Seperti yang dengan benar ditulis 

oleh Smith: Hamba Tuhan di sini digambarkan dengan cara 

individualistis yang kuat. Dibutuhkan imajinasi yang sangat 

besar atau prasangka yang kuat untuk memahami Hamba di 

sini sebagai simbol bagi Israel, kaum yang tersisa, para nabi, 

atau kelompok lain mana saja” (p. 1993, p. 307). Kaiser juga 

berkomentar sama: “Tidak diragukan lagi, ini adalah puncak

literatur nubuat Perjanjian Lama. Ada sedikit nas yang dapat 

menyainginya dalam hal kejelasan tentang penderitaan, kema￾tian, penguburan, dan kebangkitan Mesias (1995, p. 178). 

BERBAGAI NUBUAT KHUSUS MESIAS

Selain pembahasan yang luas yang menggambarkan Me￾sias sebagai raja yang memerintah dan hamba yang menderita, 

ada sejumlah nubuat yang lebih spesifik dan terinci yang men￾ceritakan kedatangan-Nya. Berkenaan dengan jumlah nubuat Mesianik, Santala menulis: “Diperkirakan di seluruh Perjanjian 

Lama terdapat sekitar 456 nubuat tentang Kristus. Dari jumlah 

itu 75 ditemukan dalam Pentateukh, 243 dalam para Nabi dan 

138 dalam ‘Puisi’ dan Mazmur” (1992, p. 149; cf. Gratis dan

Vos, 1992, p. 241). 

Ruang membatasi pencantuman daftar semua nubuat 

ini, tetapi contoh yang bersifat mewakili adalah tepat. Mesi￾as harus dilahirkan di Betlehem di Yudea (Mikha 5:2) dari seo￾rang anak dara (Yesaya 7:14). Ia akan dikhianati oleh seorang 

teman (Mazmur 41:9) untuk tiga puluh keping perak (Zakha￾ria 11:13). Penguasa yang adalahTuhan akan datang ke Yerusa￾lem mengendarai keledai muda (Zakharia 9:9). Ia akan diku￾burkan bersama orang kaya (Yesaya 53:9). Selama penderitaan￾Nya, pakaiannya akan dibagikan kepada mereka yang mem￾buang undi untuk pakaian itu (Mazmur 22:18). Para penye￾rang-Nya akan menikam Dia (Zakharia12:10). Meski penderi￾taan fisiknya akan sangat parah, namun tulang-tulangnya tidak 

akan dipatahkan (Mazmur 34:20). Dan terlepas dari kematian￾Nya, tubuh fisik-Nya tidak akan binasa (Mazmur 16:10). Con￾toh kecil tentang rincian nubuat khusus ini hanya sebagian kecil

dari banyaknya nubuat Perjanjian Lama yang ada. Nubuat 

dirancang secara khusus untuk menjadi mekanisme yang efi￾sien di mana masyarakat Yahudi dapat mengenali Mesias itu 

ketika Ia tiba. 

SIAPAKAH MESIAS ITU?

Ketika semua potongan teka-teki Mesianik disatukan, 

satu individu tampil menonjol sebagai satu-satunya orang 

yang memenuhi setiap nubuat tunggal dengan sangat terinci—

Yesus Kristus. Kehidupan dan perbuatan Yesus Kristus seba￾gaimana dicatat dalam dokumen-dokumen Perjanjian Barumemadukan tema raja yang agung dan hamba yang menderita 

ke dalam satu potret megah tentang Yesus yang menang yang 

adalah anak domba korban pada kematian-Nya di kayu salib, 

dan Pribadi yang menjadi Singa Yehuda yang memang dalam 

kebangkitan-Nya dari kubur. Garis keturunan Yesus Kristus 

secara cermat ditelusuri untuk menunjukkan bahwa Ia meme￾nuhi syarat sebagai Benih Abraham, Ishak, Yakub, Yehuda, dan 

Daud (lihat Matius 1 dan Lukas 3:23-38). Narasi yang merin￾ci kelahiran-Nya itu membuktikan bahwa Ia dilahirkan di Bet￾lehem di Yudea, yang dari kota itu Mesias akan datang (Lu￾kas 2:1-7). Narasi kelahiran itu juga menggambarkan dengan 

rumit pra-keberadaan Yesus sebelum dunia dijadikan, meng￾genapi nubuat bahwa Mesias akan datang sebelum Raja Daud. 

Selanjutnya, Yesus memang masuk Yerusalem dengan menung￾gang keledai muda (Matius 21:1-11). 

Narasi Perjanjian Baru yang menggambarkan kematian

Yesus Kristus membuktikan bahwa Ia dikhianati oleh teman￾Nya dan dijual dengan harga 30 keping perak (Matius 24:14-

16). Pada saat kematian-Nya, tulang-tulang-Nya tidak dipatah￾kan, para prajurit mengundi pakaian-Nya, dan rusuk-Nya

ditusuk dengan tombak (Yohanes 19:33-37 dan Matius 27:35).

Selama penderitaan-Nya, Ia terbilang bersama para pelanggar 

seperti yang Yesaya 53 ramalkan dengan disalibkan di antara 

dua pencuri, dan saat kematian-Nya Ia dikuburkan dalam 

kubur orang kaya seperti yang telah juga dinubuatkan (Matius 

27:57). Jenis verifikasi ini dapat berlanjut hingga beberapa ha￾laman. Kehidupan Yesus Kristus dari Nazaret, seperti yang di￾gambarkan dalam dokumen Perjanjian Baru, dirancang untuk

menggenapi nubuat Mesianik Perjanjian Lama. 

Oleh karena kesesuaian yang luar biasa tentang kehidup￾an Yesus Kristus dengan nubuat Mesianik Perjanjian Lama 

yang diramalkan, beberapa orang berpendapat bahwa Yesus, dengan tipuan yang hebat, adalah penipu yang dengan sangat 

artifisial dapat mengatur hidup-Nya untuk mengesankan bah￾wa Ia adalah Mesias. Pendirian semacam itu tidak dapat diper￾tahankan secara wajar mengingat fakta bahwa ada banyak 

nubuat yang jauh di luar kendali-Nya. Jelas, mustahil bagi sese￾orang untuk mengatur tempat ia akan dilahirkan. Lebih jauh, 

mustahil untuk mengkoordinasikan pelbagai peristiwa itu 

sehingga Ia dapat memastikan bahwa Ia dikuburkan di kubur 

orang kaya atau disalib di antara para pencuri. Bagaimanakah 

harga pengkhianatan Yudas dapat dimanipulasi oleh Yesus?

Dan bagaimanakah, jelaskan, Yesus akan sudah berhasil meng￾atur sehingga para prajurit itu mengundi pakaian-Nya? Gagas￾an bahwa Yesus memanipulasi pelbagai peristiwa untuk mem￾buat Dia seolah-olah terlihat sebagai Mesias bukan hanya tidak 

dapat dipertahankan, tetapi itu juga bicara tentang fakta bahwa 

Yesus jelas merupakan penggenapan Perjanjian Lama, pelbagai 

nubuat Mesianik. 

Yang lain menolak Yesus sebagai Mesias didasarkan pada 

gagasan bahwa dokumen-dokumen Perjanjian Baru tidak dapat

diandalkan, dan secara tidak jujur berpura-pura menggam￾barkan hal-hal yang tidak pernah benar-benar Yesus lakukan. 

Keberatan ini juga hancur dalam terang bukti aktual. Tidak 

mungkin dibantah bahwa Perjanjian Baru telah membuktikan 

dirinya sebagai kitab yang paling dapat diandalkan dalam 

sejarah kuno. Ketika ia mencatat tentang orang, tempat, dan 

peristiwa yang dapat diperiksa dengan menggunakan sarana 

arkeologi, orang-orang itu, tempat-tempat itu, dan peristiwa￾peristiwa itu terbukti sebagai nyata dan bersejarah (lihat pasal 

dua). Sekali lagi, bukti yang berlimpah itu membuktikan bah￾wa Perjanjian Baru adalah akurat dan faktual. Banyak dari nu￾buat Mesianik yang didokumentasikan dalam Perjanjian Baru 

tidak menggambarkan sesuatu yang secara inheren bersifat mujizatiah. Tidak ada yang mujizatiah tentang Yesus dikubur￾kan dalam kubur orang kaya. Juga tidak ada sesuatu yang mu￾jizatiah tentang Yesus naik keledai muda ke Yerusalem, atau 

dikhianati oleh teman-Nya untuk 30 keping perak. Pelbagai 

peristiwa ini, jika bukan peristiwa biasa, setidaknya sangat 

masuk akal, peristiwa sehari-hari yang secara teoritis dapat 

menimpa siapa saja. Namun, oleh karena fakta bahwa peristi￾wa sehari-hari tentang Mesias seperti itu telah diramalkan ra￾tusan tahun sebelum kedatangan Yesus, penggenapan pelba￾gai peristiwa itu menjadi salah satu mujizat paling menak￾jubkan yang dicatat di di dalam Alkitab. Tidak mengherankan 

bahwa Yesus, para rasul, dan gereja mula-mula menggunakan 

nubuat Mesianik yang digenapi sebagai salah satu pilar pem￾buktian dan alat penginjilan yang utama. 

 

MENGACU KEPADA NUBUAT

Bahkan sedikit familier saja terhadap teks-teks Perjanjian 

Baru dapat secara memadai menunjukkan gagasan bahwa 

Yesus, para rasul, dan para penulis Perjanjian Baru lainnya 

menggunakan nubuat Mesianik Perjanjian Lama sebagai salah 

satu alat pembelaan utama mereka untuk membuktikan kei￾lahian dan peran Mesias Yesus Kristus. 

Para Penulis Kisah Injil Menerapkan

Nubuat Mesianik Kepada Yesus Kristus 

Para penulis injil berulang kali membumbui narasi mere￾ka tentang kehidupan dan perbuatan Yesus Kristus dengan pel￾bagai kiasan, kutipan, dan nubuat Mesianik dari Perjanjian 

Lama, yang mereka terapkan kepada Yesus. Matius 1 mema￾sukkan nubuat Mesianik yang diambil dari Yesaya 7:14 di 

mana seorang anak dara diramalkan melahirkan seorang anak laki-laki. Matius menerapkan nubuat anak dara-melahirkan ini 

untuk kelahiran Yesus Kristus. Dalam pasal 2, Matius menga￾cukan Mikha 5:2, di mana kota kelahiran Mesias itu disebutkan, 

menerapkan kembali nubuat itu kepada Yesus. Dalam Matius

3, penulis Alkitab mencatat bahwa Yohanes Pembaptis adalah 

penggenap nubuat Yesaya dalam 40:3, yang menunjukkan bah￾wa Yohanes adalah pembuka jalan Mesias yang, sekali lagi, 

adalah Yesus Kristus. Matius 4:15-16 mengacukan nubuat Mesi￾anik lain yang membahas tanah Zebulon dan Naftali, sekali lagi 

menerapkan nubuat itu kepada Yesus Kristus. Jadi, dengan meli￾hat kepada empat pasal pertama kitab Matius, orang sepenuh￾nya dikejutkan dengan fakta bahwa salah satu alat pembela 

utama para penulis Alkitab yang digunakan untuk meneguh￾kan bahwa Yesus dahulu (dan sekarang) adalah Mesias adalah 

acuan yang kuat kepada nubuat Mesianik sebagaimana yang 

digenapi dalam kehidupan dan perbuatan Yesus. Selanjutnya, 

pola Matius dalam menerapkan Perjanjian Lama, nubuat Mesi￾anik kepada Yesus, berlanjut terus di sepanjang sisa catatan￾nya. 

Catatan injil Markus, meski tidak sarat dengan nubuat se￾perti itu, bagaimanapun juga memiliki acuan kepada nubuat 

Mesianik dan menerapkan nubuat-nubuat itu kepada Yesus.

Markus 1 dimulai dengan kutipan dari Maleakhi 3 dan Yesaya 

40 yang meramalkan pembuka jalan Mesias. Markus menerap￾kan ayat-ayat ini kepada Yohanes Pembaptis sebagai pembuka 

jalan Yesus Kristus. Selanjutnya, selama kisah penyaliban seperti

yang dicatat dalam Markus, penulis Alkitab itu menulis bahwa 

Yesus disalibkan di antara dua pencuri, dan kemudian ia ber￾komentar, ”(Demikian genaplah nas Alkitab yang berbunyi: “Ia 

akan terhitung di antara orang-orang durhaka.)” (15:28). Seba￾gai tambahan, Markus memasukkan contoh-contoh di mana 

Yesus menerapkan nubuat Mesianik kepada diri-Nya. Seperti halnya Matius dan Markus, Lukas dan Yohanes 

juga mengacukan banyak nubuat Mesianik sebagai bukti kei￾lahian Yesus Kristus. Lukas pasal tiga mengutip nubuat Yesaya 

40 tentang pembuka jalan Mesias dan menerapkannya kepada 

Yohanes Pembaptis, pembuka jalan Kristus. Yohanes melaku￾kan hal yang sama dalam 1:23. Sewaktu dengan penuh keme￾nangan Yesus masuk ke dalam Yerusalem, Yohanes menulis bah￾wa Yesus naik keledai muda ke dalam kota itu. Yohanes lalu 

mengomentari situasi itu dengan mengatakan, ”Jangan takut, 

hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk di atas seekor 

anak keledai” (12:14-15). Acuannya itu adalah acuan yang jelas 

kepada sifat Mesianik nubuat ini yang ditemukan dalam Za￾kharia 9:9. Sekali lagi, dalam Yohanes 12:37-38, penulis Alkitab 

itu mengacu kepada nubuat Mesianik dalam Yesaya 53:1, dan 

menerapkan penggenapannya kepada pelayanan Yesus. Sewak￾tu penyaliban Kristus, Yohanes mencatat bahwa para prajurit 

membuang undi atas pakaian Yesus. Yohanes lalu mengacukan 

Mazmur 22:18 sebagai nubuat Mesianik: “Mereka membagi￾bagi pakaian-Ku di antara mereka dan mereka membuang undi 

atas jubah-Ku” (Yohanes 19:24). 

Hanya beberapa dari banyak acuan kepada nubuat Mesi￾anik dalam empat catatan injil yang telah didokumentasikan di 

sini. Namun, bahkan dengan contoh yang sedikit ini, pemba￾ca dikejutkan dengan kesimpulan yang jelas bahwa para penu￾lis injil itu mengacukan Perjanjian Lama, nubuat Mesianik seba￾gai bukti keilahian Kristus.

 

Yesus Mengacukan Nubuat Yang Berlaku Ke Atas Dia

Pada banyak kesempatan, Yesus mengarahkan para pen￾dengar-Nya kepada tulisan suci Mesianik tertentu dalam Per￾janjian Lama, dan menerapkan tulisan suci itu kepada diri-Nya 

sendiri. Lukas mencatat sebuah kejadian dalam kehidupan Ye-sus di mana Ia mengunjungi sebuah sinagoga pada hari Sabat 

di kota kelahirannya di Nazaret. Sewaktu hadir di sana, Yesus 

membaca sebuah nas dari Yesaya 61:1–2, dan berkomentar 

kepada orang-orang yang hadir bahwa Kitab Suci yang baru 

saja Ia baca telah digenapi saat mereka mendengarnya. 

Sewaktu penangkapan-Nya di Taman Getsemani, Yesus 

bicara kepada mereka yang datang untuk menangkap Dia, me￾nanya mereka mengapa mereka tidak menangkap Dia ketika Ia 

bersama mereka mengajar setiap hari di bait suci. Ia lalu me￾nyatakan: “Tetapi haruslah digenapi yang tertulis dalam Kitab 

Suci” (Markus 14:49). Pernyataan-Nya itu menyiratkan bahwa 

perbuatan yang mereka sedang lakukan adalah penggenapan 

Kitab Suci Perjanjian Lama karena perbuatan itu terkait dengan 

peran Mesianik-Nya. 

Lagi, dalam Lukas 24, Yesus yang telah bangkit menam￾pakkan diri kepada dua murid-Nya di jalan menuju Emaus.

Mereka memperlakukan Dia sebagai orang asing, karena mere￾ka tidak mengenal Dia. Setelah memulai percakapan dengan 

Yesus, mereka mulai membahas peristiwa kematian dan pengu￾buran Kristus di Yerusalem hanya beberapa hari sebelumnya.

Setelah kedua murid itu menceritakan peristiwa tentang bebe￾rapa perempuan di kubur yang kosong, Yesus mulai bicara 

kepada mereka dengan kata-kata ini : “Hai kamu orang bodoh, 

betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala 

sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias 

harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemulia￾an-Nya?” (Lukas 24:25-6). Ayat berikutnya setelah pernyata￾an Yesus menjelaskan: “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka 

apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai 

dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.” 

Beberapa ayat kemudian, dalam pasal yang sama, Yesus 

menampakkan diri kepada beberapa murid-Nya lagi dan mene-rapkan lagi pelbagai nubuat Perjanjian Lama kepada perbu￾atan-Nya: ”Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah perkataan-Ku, 

yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama￾sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang 

ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab 

nabi-nabi dan kitab Mazmur’” (Lukas 24:44). Pernyataan seper￾ti itu yang dibuat oleh Yesus menunjukkan bahwa salah satu 

alur utama pembuktian yang Ia gunakan untuk menetapkan 

identitas-Nya sebagai Mesias adalah penerapan nubuat Mesia￾nik Perjanjian Lama ke atas diri-Nya sendiri.

 

Ramalan Mesianik Diterapkan Kepada Yesus Dalam Kitab 

Kisah Para Rasul

Pelbagai tulisan dan khotbah para rasul yang dicatat sete￾lah kenaikan Yesus adalah penuh dengan acuan kepada nubuat 

Mesianik sebagai bukti identitas Mesianik Yesus Kristus. Da￾lam khotbah Injil yang pertama kali dicatat pada Hari Penta￾kosta, Petrus menjelaskan kepada orang-orang di Yerusalem 

bahwa kebangkitan Kristus adalah penggenapan nubuat ten￾tang Mesias yang diucapkan oleh Daud dalam Mazmur 16:8-11 

(di mana Tuhan tidak akan membiarkan Orang Kudus-Nya 

melihat kebinasaan) dan Mazmur 110:1. Dalam Kisah Para Ra￾sul 3, Petrus bicara kepada orang banyak yang lain yang ting￾gal di Yerusalem. Dalam khotbahnya, ia menyatakan, “Tetapi 

dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah 

difirmankan-Nya dahulu dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, 

yaitu bahwa Mesias yang diutus-Nya harus menderita” (ayat 

18). Dalam khotbah yang sama, Petrus mengacukan kembali 

para pendengarnya kepada Ulangan 18, di mana Musa telah 

menubuatkan tentang kedatangan seorang nabi seperti diri￾nya, yang Petrus terapkan kepada Yesus (seperti yang dila￾kukan Stefanus dalam khotbahnya di Kisah 7:37). Dalam pasal berikutnya, Petrus ditangkap dan diizinkan bicara kepada 

imam besar dan keluarganya. Dalam pernyataan Petrus kepada 

para pemimpin ini, ia kembali mengacu kepada Perjanjian 

Lama, dengan mengutip Mazmur 118:22 tentang batu yang 

dibuang oleh tukang-tukang bangunan, dan menerapkan nu￾buat itu kepada Yesus. 

Dalam salah satu kisah perubahan hidup yang paling ber￾kesan dalam Kisah Para Rasul, Filipus sang penginjil dipanggil 

untuk menjumpai bendahara Etiopia di jalan menuju Gaza.

Ketika Filipus mendekat, Sida-sida itu sedang membaca sebuah 

nas dari Yesaya 53. Setelah mereka bertemu, Sida-sida itu ber￾tanya kepada Filipus tentang nubuat itu, ia bertanya apakah 

nabi itu bicara tentang dirinya sendiri atau orang lain. Dari teks 

itu, Alkitab berkata bahwa Filipus memberitakan Yesus kepa￾da Sida-sida itu, menerapkan nas dari Yesaya itu sebagai nubu￾at Mesianik dengan penggenapannya dalam pribadi Kristus 

(Kisah 8:26-40). Dalam kisah perubahan hidup lainnya yang me

ngesankan, Petrus mengunjungi rumah Kornelius dan meng￾khotbahkan Injil kepada dia dan seluruh keluarganya. Terma￾suk dalam pesan Petrus itu adalah pernyataan berikut tentang 

Yesus: “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barang￾siapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan 

dosa oleh karena nama-Nya” (Kisah 10:43, huruf tebal ditam￾bahkan). 

Ketika orang melanjutkan membaca kitab Kisah Para Ra￾sul, menjadi jelas terlihat bahwa Paulus sering mengacu kepa￾da nubuat sebagai bukti keilahian Kristus. Dalam Kisah 13, 

ketika berkhotbah kepada orang-orang di sinagoga di Antio￾khia Pisidia, ia berkomentar bahwa mereka yang bertanggung 

jawab atas pembunuhan Yesus melakukan itu karena mereka 

tidak mengetahui “perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap 

hari Sabat” (Kisah 13:27). Dalam ayat yang sama ia menyim-pulkan bahwa karena ketidaktahuan mereka terhadap pesan 

nubuat itu, para pembunuh Kristus benar-benar menggenapi 

pelbagai nubuat tentang Yesus dalam mereka menyiksa Dia. 

Paulus selanjutnya mengutip Mazmur 2:7, Yesaya 55:3, dan 

Mazmur 16:10, dengan menganggap nas-nas Perjanjian Lama 

ini sebagai nubuat Mesianik dan menerapkan mereka kepada 

Yesus Kristus. Dalam khotbah yang terpisah, yang disampai￾kan jauh kemudian, Paulus berdiri di hadapan Raja Agripa dan 

memberitahu dia bahwa Yesus adalah Kristus. Dalam pidato￾nya kepada Agripa, Paulus mengakui bahwa raja itu “tahu 

benar-benar adat istiadat dan persoalan orang Yahudi” (Kisah 

26:3). Selanjutnya Paulus menyatakan bahwa dalam ajarannya 

tentang Yesus sebagai Mesias, ia berkata kepada Agripa “Dan 

apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya 

telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa” (26:22).

Dalam sambutan penutupnya, Paulus berkata kepada raja itu, 

“Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, 

bahwa engkau percaya kepada mereka.” Jawab Agripa: “Ham￾pir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!”

Kisah 26:27-28). 

Contoh-contoh nubuat Mesianik yang diterapkan kepada 

Yesus oleh para penyebar agama Kristen mula-mula sebagai￾mana dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul dapat dengan mu￾dah diperbanyak lebih lanjut. Beberapa contoh ini cukup untuk 

membuktikan fakta bahwa, di seluruh kitab Kisah Para Rasul, 

nubuat prediktif seperti yang diterapkan kepada Yesus sebagai 

Mesias berdiri sebagai salah satu pilar utama yang di atasnya

agama Kristen didasarkan dan disebarkan. Nubuat Mesianik Yang Diterapkan Kepada Yesus Dalam 

Epistel

Tanpa memberikan studi yang lengkap tentang setiap 

contoh nubuat Perjanjian Lama yang diterapkan kepada Yesus 

dalam espistel, bagian singkat ini akan memberikan cukup con￾toh untuk menetapkan fakta bahwa epistel itu, dengan cara 

yang mirip dengan kitab-kitab lain Perjanjian Baru, sangat ber￾gantung pada nubuat Mesianik untuk menegakkan keilahian 

Yesus Kristus. 

Kitab Roma dimulai dengan bagian yang membahas Injil 

Allah yang, “telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan peran￾taraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang Anak￾Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud 

…” (1:2-3). Dalam kitab Galatia, Paulus mengacu kembali kepa￾da janji yang dibuat kepada Abraham, bahwa melalui benih

bapak bangsa itu semua bangsa akan diberkati. Paulus lalu 

menerapkan janji itu kepada Yesus, dengan menyatakan bahwa 

Yesus adalah Benih Abraham yang melalui Dia dunia akan 

menerima berkat dari Abraham (Galatia 3:15-18). Penulis Kitab 

Ibrani membuka kitabnya dengan membahas kebaikan Kristus, 

dengan menerapkan banyak nas Perjanjian Lama seperti Maz￾mur 2:7 dan Mazmur 110:1 kepada Yesus. Dalam Ibrani 5, 

penulis itu berpendapat bahwa Yesus adalah imam menurut 

aturan Melkisedek sebagaimana dinubuatkan dalam Mazmur 

110:4. Ia mengulangi sentimen ini dalam 7:17 dan 7:21. 

Epistel 1 dan 2 Petrus berisi banyak contoh tentang pene￾rapan nubuat seperti itu kepada Yesus. Satu dari nas-nas yang 

paling kuat di sepanjang ayat-ayat itu ditemukan dalam 

1Petrus 1:10-12: 

Keselamatan itulah yang diselidiki dan diteliti oleh 

nabi-nabi, yang telah bernubuat tentang kasih karu-nia yang diuntukkan bagimu. Dan mereka meneliti 

saat yang mana dan yang bagaimana yang dimak￾sudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mere￾ka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian 

tentang segala penderitaan yang akan menimpa 

Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyu￾sul sesudah itu. Kepada mereka telah dinyatakan, 

bahwa mereka bukan melayani diri mereka sendiri, 

tetapi melayani kamu dengan segala sesuatu yang 

telah diberitakan sekarang kepada kamu dengan 

perantaraan mereka, yang oleh Roh Kudus, yang 

diutus dari sorga, menyampaikan berita Injil kepa￾da kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh 

malaikat-malaikat. 

Dalam 1 Petrus 2:6, rasul itu menerapkan Yesaya 28:16 

dan Mazmur 118: 22 kepada Kristus, dengan menggambarkan 

Dia sebagai batu penjuru utama yang dibuang oleh para tu￾kang bangunan. Lagi dalam 1 Petrus 2:22, rasul itu menerapkan 

Yesaya 53:9 kepada Yesus, dengan mengacukan fakta bahwa 

Mesias akan tanpa dosa seperti halnya Yesus. 

Maka menjadi sangat jelas, bahwa para penulis dan rasul￾rasul Perjanjian Baru sering mengacu kepada Perjanjian Lama, 

nubuat Mesianik dan menerapkan penggenapan nubuat-nu￾buat semacam itu kepada kehidupan, kematian, dan kebang￾kitan Kristus. Mustahil untuk menyangkal bahwa salah satu 

alur pemikiran utama yang di atasnya iman Kristen didirikan 

sejak awal adalah gagasan bahwa Yesus Kristus menggenapi 

nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang menantikan Mesias yang 

akan datang.



MENJAWAB SERANGAN 

TERHADAP KEILAHAN KRISTUS

 

Begitu orang skeptis sadar bahwa bukti bagi historisitas 

Kristus dan akurasi sejarah Perjanjian Baru tidak dapat secara 

logis diabaikan, langkah berikutnya yang sering diambil oleh 

para pengecam Kristus adalah menyerang gambaran Yesus 

oleh Alkitab itu sendiri. Jika musuh-musuh Kristus dapat men￾diskreditkan klaim keilahian-Nya dengan menunjukkan bah￾wa Ia tidak menggenapi pelbagai nubuat Perjanjian Lama atau 

Perjanjian Baru mengungkapkan contoh-contoh penipuan dan 

perilaku tidak pantas dalam hidup-Nya, maka Yesus pastinya 

tidak dapat menjadi Pribadi yang Ia dan para penulis Alkitab 

klaim—Allah dalam daging (Yohanes 1:1,14). Namun, jika se￾gala tuduhan terhadap kehidupan dan karakter Yesus terbukti 

keliru atau tidak berdasar, maka tuduhan itu harus dihentikan, 

dan identitas sejati Yesus juga harus diterima atau ditolak ber￾dasarkan fakta bahwa gambaran Alkitab tentang kehidupan 

Kristus adalah konsisten dengan klaim keilahian-Nya.

 

“Ia Tidak Membuka Mulut-Nya”

Dalam apa yang banyak dianggap sebagai nubuat paling 

terkenal tentang kedatangan Mesias, Nabi Yesaya menubuat￾kan tentang penderitaan yang Kristus akan alami di tengah￾tengah penghakiman dan penyaliban-Nya, dengan mengata￾kan (seolah-olah sudah terjadi):Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan 

kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; 

ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi 

kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilur￾nya kita menjadi sembuh.… Dia dianiaya, tetapi dia 

membiarkan diri ditindas dan tidak membuka 

mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke 

pembantaian; seperti induk domba yang kelu di 

depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia 

tidak membuka mulutnya (53:5,7, huruf tebal 

ditambahkan).

 

Menurut Yesaya, Mesias bukan hanya akan mengalami 

hukuman kejam dalam perjalanan-Nya menuju kubur, tetapi Ia 

akan mengalami hal itu tanpa membuka mulut-Nya. Ia akan 

sebisu domba di hadapan penggunting bulunya.

Masalah yang sebagian orang miliki dengan nas ini ada￾lah bahwa para penulis injil menunjukkan bahwa Yesus ternya￾ta membuka mulut-Nya di hadapan para penuduh-Nya, dan 

belakangan juga sewaktu dipaku di kayu salib. Setelah Yesus 

ditangkap di Taman Getsemani, imam besar itu menanya Yesus,

katanya, “Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?” 

Yesus menjawab, bukannya diam, tetapi dengan dua pernya￾taan yang membuat marah mahkamah Yahudi. Ia berkata: 

“Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di 

sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah 

awan-awan di langit” (Markus 14:61-62). Yesus lalu dikirim ke￾pada Pilatus di mana ia menanyakan pertanyaan lain tentang

identitas-Nya, “Engkaukah raja orang Yahudi?” Jawab Yesus: 

“Engkau sendiri mengatakannya” (Markus 15:2). Bahkan se￾waktu dipaku di kayu salib beberapa jam kemudian, Yesus 

membuat beberapa pernyataan, termasuk, ”Ya Bapa, ampuni-lah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” 

Lukas 23:34) dan “Allahku, Allahku, mengapa Engkau mening￾galkan Aku?” (Markus 15:34). Jadi bagaimana mungkin hamba 

yang menderita dalam Yesaya 53 itu mengacu kepada Yesus,

sedangkan kenyataannya Ia “membuka mulut-Nya,” selama 

pengadilan-Nya, dan sewaktu dipaku di kayu salib?

Jelasnya, jika frasa, “Ia tidak membuka mulut-Nya,” ber￾arti Mesias tidak akan pernah bicara sepatah kata pun selagi 

sedang ditindas dan disiksa, maka Yesus tidak dapat menjadi 

hamba yang menderita yang telah dinubuatkan, dan para 

penulis, para pengkhotbah, dan nabi-nabi yang terilham dari 

abad pertama yang menerapkan nas ini kepada Dia ada￾lah keliru (bdk. Kisah 8:32-33). Pemahaman yang tepat atas 

frasa ini, bagaimanapun, mengungkapkan bahwa itu tidak se￾cara harfiah berarti bahwa terdakwa “tidak membuka mulut￾nya.” Pertama, bahkan orang skeptis pun tidak akan menaf￾sirkan makna ayat ini bahwa hamba yang menderita itu benar￾benar menutup mulutnya—sehingga jika ia pernah membuka 

bibirnya agar udara, air, atau makanan boleh masuk ke dalam 

mulutnya, maka nubuat itu tidak berlaku atasnya. Yang seperti 

itu akan menjadi tafsiran konyol atas frasa “ia tidak membuka 

mulutnya,“ karena dalam perikop ini Yesaya jelas mengguna￾kan kata “mulut” untuk mengacu kepada apa yang mulut itu 

perbuat—membantu bicara—bahasa kiasan yang dikenal seba￾gai metonymy (tentang penyebabnya). Kedua, frasa “membuka 

mulut“ dan ”tidak membuka mulut“ adalah ungkapan Ibrani

(muncul baik dalam Perjanjian Lama dan Baru), yang sering 

digunakan untuk lebih mengacu kepada panjangnya, kebebas￾annya, dan/atau jenis ucapannya, daripada apakah satu atau 

lebih kata-kata benar-benar diucapkan (atau tidak diucapkan).

Ketika Yefta (hakim Israel kesembilan yang tercantum 

dalam kitab Hakim-Hakim) bicara kepada putrinya setelahkemenangan yang telah Tuhan berikan kepada Israel atas 

orang Amon, Ia berkata, “Ah, anakku, engkau membuat hatiku 

hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah 

membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak 

dapat aku mundur“ ( Hakim 11:35, huruf tebal ditambahkan). 

Frasa “Aku telah membuka mulutku bernazar kepada TU￾HAN,” dalam Alkitab New King James Version secara harfiah 

ditulis, “Aku telah membuka mulutku kepada Tuhan“ (KJV, 

huruf tebal ditambahkan; lihat ASV). Yefta sebelumnya telah 

bersumpah kepada Tuhan, dengan mengatakan, ”Jika Engkau 

sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam 

tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk 

menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari 

bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku 

akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran“ (Hakim 

11:30-31). Alasan mengapa Yefta sangat bingung setelah kem￾bali pulang dari perang dan melihat putrinya tidak hanya kare￾na ia “telah membuka mulutnya” dan berdoa kepada Allah, 

tetapi karena di dalam doa itu terkandung sebuah janji kepada 

Allah—janji yang menyebabkan dirinya dan putrinya sangat 

sedih. Yefta bisa saja sudah bicara kepada Allah sepanjang hari 

tanpa membuat pernyataan yang signifikan dan mengubah 

kehidupan, dan itu tidak digambarkan sebagai waktu di mana 

Yefta “membuka mulutnya.” Ungkapan ”membuka mulutku

(mu)” (Hakim 11:35,36) berarti sesuatu yang sangat penting 

dinyatakan; sebuah janji kepada Allah telah dibuat sehingga 

tidak dapat dibatalkan. 

Perhatikan juga bagaimana gagasan “membuka mulut￾nya” digunakan pada satu kesempatan dalam Perjanjian Baru. 

Beberapa waktu setelah Flipus bicara dengan sida-sida dari

Etiopia tentang nas Kitab Suci yang darinya ia sedang baca (iro￾nisnya adalah Yesaya 53—lihat Kisah 8:30-33), teks itu menya-takan: “Lalu Filipus membuka mulutnya, dan mulai dari Kitab 

Suci ini, memberitakan Yesus kepada dia“ (Kisah 8:35, huruf 

tebal ditambahkan; NASB). Perhatikanlah bahwa Filipus sudah

mulai bicara dengan sida-sida itu (8:30), dan kemungkinan 

besar telah