Syarah sahih Al Bukhari 7

 


an tentang

perkara yang disampaikan kepadanya.

Syaqiq berkata dari Abdullah -yaitu Ibnu Mas'ud-, "Aku mende-

ngar sebuah kata dari Nabi Skallallnhu Alaihi wa Sallam." Maksudnya

perkataan beliau.

Hudzaifah berkata, "Haddatsana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam haditsaini (Rasulullah telah menceritakan kepada kami dua ha-

dits)." Ini artinya bahwa beliau menyebutkan dua hadits.

Abu Al-'Aliyah berkata, "Dari Ibnu 'Abbas dari Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam tentang sebuah hadits yang beliau riwayatkan dari

Rabbnya." Ini disebut dengan 'an'anah.

Anas berkata, "Dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau meri-

wayatkannya dari l{abbnya. Abu Hurairah berkata, "DaiNabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam, beliau meriwayatkannya dari Rabb kalian 'Azza wa

Ialla."zm

DNt'an'anah, sebagaimana diketahui, diterima melalui sima' (mea-

dengar) kecuali dari seorang mudallis, dan tadlis itu sendiri berrracam-

macam.

)6.) i, f' f # ,i;,il ,trbl,sk y:; J r# rir.'r r

;.-ilt :r itL#t Y At .v ;tt Jyi iv iv ,* i.t e

J;11 ei sY e;'"1;5lr kwyiW;ifu.ni';i

,W,t)ii;ute;,f e)ry,3-iu .A, f C

{}3t e Jv }nr Jyi Y- g t; t:3r; 6v F

6L. Quteibah telah menceritalan lcepada lumi, ia berlcnta, "lsmail bin la'far

telah menceritakan lepada kami dari Abdullah bin Dinar dari lbnu Umar

250 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/ 144), "Hadits Ibnu

Mas'ud Radhiyallahu Anhu diiwayatkan secara maushul oleh penulis (Al-Bukhari)

dalamKitab Al-Qadar (6594), dan diriwayatkan juga oleh Muslim (2643) (7).

Hadits Syaqiq dari 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu diseb',ttkan oleh

penulis dalamKitab Al-Jana'iz (1238) dan dicantumkan oleh Muslim (92) (150).

Sementara itu hadits HudzaifahRadhiyallahu Anhu dicantumkan Al-Bukhari dalam

Kitab Ar-Riqaq (CA97) dan Muslim (143) (230)

Adapun hadits Ibnu 'Abbas, Anas dan Abu Hurairah Radhiyallahu Anhum maka

diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara maushul dalam Kitab At-Tauhid (7537,7538,

7539) dan Muslim (2675) (2), (1151) (60), Q3m $67)

2s8 €mmruTs

Radhiyallahu Anhu ia berknta, "Rasulullah shallnllahu Alaihi wa sallam

bersabdn, "sesungguhnya adn sebuah pohon yang tidak Sugur daunnya,

perumpamaannya seperti seorang muslim. Beritahukan kepadaht pohon

apakah itu?" Orang-orang mengira pohon itu adnlah pohon yang tum-

buh di pednlaman. Abdullah berlata, "Terbetik dnlam hatiku bahwa po-

hon itu adalah pohon kurma. Namun alat mnlu mutgatakannya." Kemu-

dinn merekn berlata, "ceritalcanlah kepada kami pohon apaknh itu wahai

Rnsulullah? " Beliau berkata, " la adalah pohon lqtrmn."

[Hadits 6].- tercantum juga pada hadib nomor: 62,72, 13L,2209,

4698, 54M, 5448, 6122, 61Ml

Syarah Hadits

Dalil yang menunjukkan bab ini adalah perkataan Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam, " G.j* (beritahukan kepadaku) kemudian

mereka berkata, "ti'r; lerttahukanlah kepada kami). Makna d.;k

adalah A.'),;i (beritahukanlah kepadaku) dan makna C',t; ialan ri";i

(beritahukanlah kepada kami). Inilah maksudnya, bukan sampaikan-

lah kepadaku sebuah hadits atau riwatayat, atau sampaikanlah ke-

pada kamu sebuah hadits. Tetapi maksudnya adalah beritahukanlah

kepadaku!

€sP

Bab Seorang tmam (Alim) Melemparkan Pertanyaan Kepada

Sahabat-Sahabatnya Untuk Menguji Tingkat Keilmuan Mereka

q

o, a / ,c

tt ,f -tq) ,J ).\r -u.; $k 3d) c"-6 i Jirl,j, 6"* -rl); ,:;

t, ., / dLk n;;* ;il b 4 Jti ;v) {E;,' ,,u t}t #'FlJti *): dt e};

f e ;.thr si is e v ;.;* d+ir * uiyi w'))

trJC F Jbtg,u'-itl,3t 6 €ft €. eil' *; iG 6>rilt

aiillr e iv At iy', u- g Y ri';

62. Khalid bin Makhlad telah menyampailan kepada lami, ia berlata, "Su-

laiman telah menyampailan kepada lcnmi, ia berlata, "Abdullah bin Di-

nar telah meriwayatkan lcepada lami dari lbnu Umar dari Nabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallambeliaubersabda, "Sesungguhnya adn sebatang pohon

yang tidak gugur daunnya dan perumpamaannya seperti perumpamaan

seorang muslim. Beritahu alat pohon apakah itu?" Orang-orang mengira

i.a adalah pohon yang tumbuh di hutan. Abdullah berkata, " Terbetik dalam

hatiht bahwa itu adalah p ohon htrma." Kemudian mereka berkata, " W ahai

Rasulullah, beritahulah kami pohon apalah itu7 " N abi Shallallahu Alaihi

wa Sallam berknta, " Ia adalah pohon kurma.D2s1

Syarah Hadits

Hadits ini mengand,r.g dalil diperbolehkannya bagi seorang

imam melemparkan pertanyaan kepada para sahabatnya untuk me-

251 Diriwayatkan oleh Muslim (2811) (53)

* qv,q

.irr r:;t. r v

t

6/.td

259

260 €ilrH,T,iHl'lP

nguji ilmu yang mereka miliki. Tidak diragukan lagi bahwa melem-

parkan pertanyaan kepada para murid termasuk perkara yang dapat

membuka wawasan mereka, terlebih lagi dalam ceramah-ceramah

yang panjang, meskipun mereka bukan para pelajar khusus' Da1am

terbagai ceramah yang panjang, seyogyanya seorang penceramah

melemparkan pertanyaan kepada orang-orang yang hadir agar mere-

ka konsentrasi. Sebab terkadang ceramah yang lama dapat menim-

bulkan was-was di kalangan sebagian orang dan jauh melepaskan

perhatiannya. )ika setiap yang hadir takut diajukan pertanyaan, ".wa-

hai Fulan, apa yang sedang kami bahas?" Maka ia akan berkonsentrasi.

Dan ini -maksudnya melemparkan pertanyaan dalam ceramah umtun

yang panjang di berbagai mesjid- jarang dilakukan karena sedikit se-

kali yang melaksanakannya padahal efektif'

Dalam hadits Ibnu umar ini juga terkandung dalil tidak menga-

pa seorang muslim merasa senang jika ia berhasi menjawab dengan

L"r,ur. Sebab ketika Ibnu Umar menceritakan hal ini kepada ayahnya

IJmar, Umar berharap puteranya meniawab pertanyaan tersebut'

Karena dalam hati Ibnu Umar terbersit jawabannya adalah semut.

Namun karena ia adalah orang yang paling muda di situ, akibatnya

ia merasa segan untuk menjawab.

Jika ada yang berkata, "Dai sisi manakah manusia itu seperti

semut?,, Kami katakan, "sisi kemiripar,nya dengan seoranS muslim

adalah kebaikan dan manfaat yang banyak pada mereka. ]ika manu-

sia mengitung manfaat yang dimiliki oleh pohon kurma niscaya ia

mendapitka[lebih dari dua Puluh atau tiga Puluh manfaat padanya'

(';t ;',3: Q:

ca

*i> Jrrt #:. f4r e;v 6 ..r[, *1 iVGe6

o1

a;t';1r il,ut &rg,S ;r:;Jt ui:: ,2',t;-St ,F ,b'pti t;t'flt

,ii' .# aa';1t C #.&t:il.q

;,.;St F *y ,f b,it J:;)t 6. il;;6"r, f; :;.3:;i

s:6 t & 1it,-fi i U iurj u'ei r,.luj' 16 r;t'yiu, ou.{ jrt

i$ 6t#:, :r oli# lr 3{i,3'r; iu &Fi Sa,,*,16. i;;;

G oJ q') i$ d'r; i&:ti auii 9'.,At & Lsj6t

Ltp ii;tgi lr;ir * iait Svor: *6 ;f itn"

Bab Perihal llmu, Dan firman Allah, To tuhonku tombohkonloh

llmu kepodoku.'(QS. Thaha: 114)

Pembacaan riwayat dan pemapalannya kepada seorang

muhaddits. Al-Hasan, ats-Tsauri dan Malik berpendapat

pembacaan riwayat (kepada syaikh) dibolehkan. Sebaglan

ulama membolehkan pembacaan riwayat kepada seorang alim

(muhaddits) berdalil dengan hadits Dhimam bin Tsa'labah , ia

berkata kepada Nabi Shollollohu Aloihi wo Sollom, "Apakah

Allah yang menyuruh Anda untuk mengerjakan shalat-shalat

ini?'Beliau Shollollohu Aloihi wo Sqllom menjawab, oBenar".

lni merupakan bentuk pembacaan kepada Nabi Shallollohu

$3;3;i eii tsiilr Stki g , *i'*:t W 'aa'; u,i

261

262 €r*ttiffi'tb

Atoihi wo sollom, lalu Dhimam menyampaikan hal itu kepada

kaumnya dan mereka menerimanya. lmam Malik membolehkan

riwayat dengan osh'Shokk (sertipikat atau tulisan) yang

dibacakan kepada suatu kaum, lalu mereka mengatakan,'Fulan

telah memberikan persaksian kepada kami', lalu tulisan atau

sertipikat itu dibacakan kepada mereka. Atau dibacakan kepada

seorang pembaca, lalu si pembaca mengatakan,'Fulan telah

membacakan riwayat ini kepadaku-' Muhammad bin Salam

telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin

Al-Hasan Al-Waasithi telah meriwayatkan kepada kami dari

'Auf dari Al-Hasan, ia berkata, "Boleh membacakan riwayat

kepada seorang alim." Muhammad bin Yusuf Al-Firabri telah

menyampaikan kepada kami, dan Muhammad bin lsmail

Al-Bukhari telah menyampaikan kepada kami, ia berkata,

ubeidullah bin Musa dari sufyan, ia berkata, "Apabila dibacakan

riwayat kepada seorang muhaddis maka para murid boleh

menyampaikan rlwayat itu dengan mengatakan hoddotsoni. Al-

Bukhari berkata, 'Aku mendengar Abu 'Ashim menyampaikan

dari Malik dan sufyan, "Pembacaan kepada seorang alim

(muhaddits) atau bacaannya langsung sama saia'"

Perkataan Al-Bukhari, "Bab perihat ilmu dan firman Allah Ta'ala,

,,dan l<ntalanlah Ya tuhanku tambahlanlah ilmu kePadahl" (QS. Thaha:

114)

Zalirnya tarjamah ini tidak semPtuna di tempat ini, karena bab

mengenai ieutamaan ilmu telah disebutkan sebelumnya juga firman

Allah Ta'ala, "Ya tuhanht tambahlanlah ilmu kepadaku." (QS. Thaha: 11-4)

Zalimya, tarjamah yang benar ialah bab membacakan dan mem-

perlihatkan kepada muhaddits sebagaimana yang disebutkan dalam

Syarh Al-Qasthalani.

sehubungan dengan membacakan dan memperlihatkan kepada

seorang *ul*dditt, Al-Hasan, Ats-Tsauri dan Malik berpendapat bah-

wa membacakan hadits diperbolehkan. Pengertian membacakannya

diperbolehkan adalah seorang murid membacakan kepada seorang

*ihodditt atau kepada seorang syaikh. Ini diperbolehkan dan terma-

suk shighah tahammul (redaksi pengambilan riwayat), termasuk jenis

€'flt'r&

pengambilan riwayat adalah si murid membaca dan syaikhnya juga

membaca. Namun pada akhimya Malik dan Sufyan Ats-Tsauri ber-

pendapat bahwa bicaan kepada seorang yang alim dan bacaan si

Luriilsama saja. Dalam pengertian sama dalam riwayatnya. Lantas

manakah yang diperbolehkan dalam menerima hadits, apakah baca-

an Seorang imam kepada Seorang penuntut ilmu, atau bacaan Seorang

ustadz kepada murid, atau bacaan seorang murid kepada seoranS

ustadz, ataukah hukum keduanya sama? Pendapat yang paling kuat

adalah yang Pertama.

Namun kita pertanyakan: apakah keduanya sama hukumnya?

Ataukah bacaan syaikh lebih kuat dari bacaan seorang murid? Yang

jelas adalah bacaan syaikh lebih kuat dalam pengambilan riwayat'

Karena ketika murid membacakan kepada syaikh, dalam kondisi ini

syaikh adalah pihak yang diminta sementara murid berada dalam

posisi yang meminta. Perhatian pihak yang diminta tidaklah seperti

perhatian pifruf. yang meminta. Karena ketika murid membacakan ri-

iayat kepada syaikh, boleh jadi syaikhnya diserang rasa kantuk dan

ini sering te4adi. Akan tetapi jika syaikh yang membacakan riwa-

yat kepada murid maka biasanya murid tidak tertidur, sebab ia pada

posisi meminta dan memperhatikan. Dialah yang menginginkan ri-

iayat itu. Dengan demikian bacaan murid kepada syaikh adalah Ie-

*^i dibrr,dingkan dengan bacaan syaikh kepada muridnya. Maka

makna perkataan Malik dan Sufyan Ats-Tsauri bahwa keduanya sa-

ma ialah sama-sama merupakan shighat tahammul (redaksi pengambi-

lan riwayat), bukan dalam pengertian bahwa keduanya memiliki ke-

kuatan yang sama.

Apabila ada yang berkata, "Bukankah belum ada kepastian

dari Malik sampai saat itu bahwa ia telah membacakan kitabnya A/-

Muwaththa' kepad,a siapa pun, bahkan justru seluruh muridnya yang

membacakan kitab tersebut kepadanya sampai-sampai ia berkata,

,,wahai penduduk Irak, tidakkah kalian meninggalkan sikap kalian

yang membebani diri sendiri? Sestrngguhnya membacanya seperti

mendengamYa."

Maka dijawab bahwa sesungguhnya kitab Al-Muwathffua' sudah

ditulis serta disusun dan tidak mengapa dibacakan kepadanya' Na-

mun ketika ia hendak meriwayatkan sebuah hadits sendirian, mana-

kah yang lebih kuat hukumnya; iayang membacakan riwayat itu dan

**id.,y" menyimak, atau muridnya yang membacakan sedangkan ia

menyimak?

263

264 €mm,liruT&

Menurut pendapat kami sudah tentu yang pali^g kuat hukumnya

yaitu syaikh yang membaca sementara murid menyimak. Sebab mu-

ridlah yang membutuhkan dan ingin mengambil hadits darinya.

Sebagian ulama menjadikan hadits Dhimam bin Tsa'labah seba-

gai hujjah bahwa muridlah yang membacakan riwayat. Dhimam ber-

kata kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Apakah Allah yang

telah memerintahkan Anda agar kami mendirikan shalat lima wak-

ttJ?" "Benar." Tandas beliau. Mereka yang berhujjah dengan dalil ini

menyatakan ini adalah pembacaan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam. Dhimam mengabarkan hal ini kepada kaumnya lalu mereka

menerimanya.

Apakah prosedur pendalilan dengan hadits ini benar? Kami ka-

takan: ada benarnya. Namun adakalanya dikatakan bahwa seseorang

melakukan hal itu untuk meminta kepastian dan tidak bermaksud

membacakan sesuatu yang diriwayatkan oleh seorang utusan kepada

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.Ia hanya bertanya, maka di-

berikanlah jawabannya. Akan tetapi apabila seseorang hanya ingin

belpatokan kepada dalil ini dan berkata, "Sesungguhnya hadits ini

merupakan dalil bahwa muridlah yang membacakan riwayat kepada

syaikh dan syaikh menyimaknya." Maka aku berharap tongkat ini ti-

dak patah.

Kemudian Al-Bukhari menyebutkan, "Imam Malik membolehkan

riwayat dengan Ash-Shalck. (sertipikat atau tulisan) yang dibacakan

kepada suatu kaum, lalu mereka mengatakan, "Fulan telah mem-

berikan persaksian kepada kami", lalu tulisan atau sertipikat itu

dibacakan kepada mereka. Atau dibacakan kepada seorang pembaca,

Ialu si pembaca mengatakarl "Fulan telah membacakan riwayat ini

kepadaku."

U &Pt '; # ,r 4tt trk iG ,-b:,;J lr '* rt'-,;:r

,r W'Jt t-lo,Y C ,;r 'Cr';l i.;# ll * i +f

,P,y, S;'> "t -3Jt e*: * At & i;t e J$

& C6'#, #i e JG F ti1, i#"'i' ;;u1; ;;

.$it k{r ..1,,1r $; s;) gt'* i'W P : *'it

s,siLp

{, y'ir ;* :}t'i i6 #t $ i.tu,tr'}t'; i6)

\:i-5 lvt jt,*i er-'a, & :#.,tryt Jvt A*1 33

lldte

tr; (# iti a';i "t,rf 

.lu :)iili iu F r#' it; "Yt, ,At

i:6 ii ,s-;i'lnti.nu !*^ii Ju F;ilr ju 9\ q,';At

y'tt & :;t ,Sw ttti ;; tfi; e:qt ,i"*st ,s

G.tri u',5;:Si y,+ a,&t ,trlr Jr;" e @t ?:-)

F ,r ;i'^t):; ; (V eit

6t* r.y1:r "1,

t+r#jY'n'

Abdullah bin Yusuf telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, "Al-

Laits telah menyampaikan kepada knmi dari sa'id -ia adalah Al-Maqburi-,

dari Syarik bin Abdillah bin Abi Namir bahwa ia mendengar Anas bin

Matik bercerita, "Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid bersama

Nabi shallallahu Alaihi wa sallam, masuklah seorang lelaki yang

datang dengan menunggang unta lalu ia memakirkan untanya di de-

pan masjid lalu menambatnya. Kemudian ia berkata kepada mereka,

"siapakah diantara kalian yang bernama Muhammad?" Sementara nabi

Shallallahu Ataihi wa Sallam duduk bersandar di tengah-tengah mereka.

Kami pun berlata, "klaki berkulit putih yang sedang duduk bersandar

itu." la berluta kepada beliau, "Hai lbnu Abdul Muththalib? " Nabi men-

jawab, "Aku mendengar perlcataanmu." I-alu lelaki itu berkata kepada

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "sesungguhnya aku akan bertanya

kepadamu dan benar-benar meminta jawabannya darimu, ianganlah An-

da marah terhadap diriku." Nabi shallallahu Alaihi wa sallam berknta,

" Tany alah apa y ang lamu suka." la berlata, " Aku bertanya kep adamu atas

nama Rabbmu dan Rabb orang-orang sebelummu, benarkah Allah yang

itS

r6/\^9

o1 o

€,P ,t

Let '*'-lu-, :

tFtJ

tc tt/ /u;y)

&:i

c

tc . t t,.2. ./. c

LJ. dY otts) -* ,J

,2

tJ

o 2 tL c / -/ .l I o

,f ?ru ,f 2/19' U:

/ o,

Ju.l dl-i

iw 6y ,tlr JL,il;'ri'ilti :lt+ :; ,i3, J1 roui J6)

df Li tii^i,ri iu $-x1 Jo e g

266 ffiruu,;tillt&

telah mengutusmu kepada seluruh manusia?" Beliau shailallahu Alaihi

wa Sallam menjautab, "Ya Allah benar!" Ia berkata lagi, ',Aku bertanya

kepadamu atas nama Allah, benarkah Allah yang menyuruhmu agar

kami mengerjakan shalat limn waktu sehari semallm?" Nabi shallallahu

Alaihi wa Sallam menjawab, "Ya Allah benur." la bertanya lagi, ,,Aku

bertanya lcepadamu atas nama Allah, benarkah Allah yang telah menyu-

ruhmu agar kami berpuasa pada bulan ini setiap tahun?" Nabi shailana-

hu Alaihi wa Sallam menjawab, "Ya Allahbenar." la bertanya lagi, ,,Aku

bertanya kepadamu atas nama Allah, benarkah Allah yang menyuruh-

mu agar engkau mengambil zakat dari orang-orang kaya untuk engknu

bagikan kepada orang-orang miskin?" Nabi shallattahu Araihi wa sailam

menjawab, "Ya Allah benlr." Maka lelaki itu berkata, "Aku beriman ke-

pada ajaran yang engkau bawa. Dan aku aitalah utusan kaumku yang

berada di belakangku. Aku adalah Dhimam bin Tsa'labah saudara Bani

Sa'adbin Baknr." Diriwayatkan olehMusa dnn Alibin AbdulHamid dari

sulaiman dari rsabit dari Anas dari Nabi shallallahu Alaihi wa sallam

dengan lafazh ini.

Syarah Hadits

Hadits ini berisi sejumlah faedah.

Pertama: Diperbolehkannya hewan temak masuk ke dalam mesjid.

Hanya saja apakah disyara&an bahwa yang masuk ke dalamnya

adalah hewan yang air kencing dan kotorannya suci? Kami kata-

kan: adapun jika ia berdiri dan tetap berada di dalam maka harus

hewan yang suci air kencing dan kotorannya. Sedangkan jika me-

lintasi, maka ketika Nabi shallallahu Alaihi wa sallam masih hidup,

ada beberapa ekor anjing yang mendekati dan menjauhi mesjid

beliau. Namun jika untuk tetap berada di dalamnya maka hanya

diperbolehkan bagi hewan yang air kencing dan kotoran-nya suci.

Kedua: Air kencing dan kotoran unta suci, dan ini perkara yang

tidak ada masalah dalam hal ini. Karena Nabi shatlallahu Alaihi wa

Sallam memerintahkan rombongan lelaki dari |uhainah dan 'Ukal

untuk berjalan menuju unta sedekah dan meminum air kencing

dan air susunya.s2 Yang menjadi perrrasalahannya yaitu bagaima-

na bisa dikatakan bahwa air kencing dan kotoran unta itu suci,

252 Ditiwayatkan oleh Al-Bukhari (233) dan Muslim (L671) (9)

€,srilp 267

sementara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang melaksana-

kan shalat di tempat deruman tr112!zss

]awabnya: larangan shalat di tempat deruman unta bukan dise-

babkan najisnya kotoran unta. Sebab bila demikian larangan itu

mencakup semua yang menjadi tempat menderumnya meskipun

tidak berbau busuk. Sebagian ulama mengatakan sesungguhnya

pelarangan melaksanakan shalat di situ ditinjau dari sisi ta'abbud

(peribadahan) dan menurut kami tidak ada 'illat yang dapat dicer-

na akal dalam masalah ini."

Sebagiannya lagi mengatakan, "Bahkan 'illatnya adalah hadits

Nabi S/rallallahu Alaihi wa Sallam yang menyebutkan bahwa un-

ta diciptakan dari setan, dengan demikian tempat menderumnya

merupakan tempat perlindungan setan. OIeh sebab itulah Nabi

Shallatlahu Alaihiwa Sallammengerjakan shalat di kandang unta.zil

Ketiga: Mesjid Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam luas dan besar,

namun yang ditutupi atap tidak besar. Akan tetapi halamannya

besar dan luas. Oleh sebab itulah di sana kemah-kemah bisa

didirikan, sebagaimana kemah para isteri Nabi Shallallahu Alaihiwa

sallampemah didirikan di situ ketika melakukan iktikaf. Demikian

juga halrya beliau pernah mendirikan sebuah kemah untuk Sa'ad

bin Mu'adz di dalam mesjid agar ia bisa menjenguknya dari dekat.

Keempat: Kebersahajaan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada

kaum dan para shahabatnya. Beliau duduk-duduk bersama mereka

dan bersandar di antara badan mereka. Dan majlis mereka ada-

lah majelis penuh adab dan penghormatan. Namun ia merupakan

majelis kebersahajaan yang tidak mengandung takalluf. Oleh se-

bab itu orang yang datang itu bertanya, "Siapakah di antara kalian

yang bernama Muhammad?" Sebab beliau sedang duduk bersama

di antara mereka.

Kelima: Warna kulit Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam adalah putih,

yang merupakan wama dominan kulitnya. Jika tidak maka warna

kulit beliau adalah hitam keputih-putihan. Akan tetapi warna Pu-

tih yang dominan.

Keenam: Kasamya perangai orang Arab Badui yang bernama

Dhimam bin Tsa'labah ini. Yang mana ketika pertama kali sampai

bertanya, "Siapa di antara kalian yang bemama Muhammad?" Brt-

Diriwayatkan oleh Muslim (36q Pn

Silahkan melihat Al-Majmu' (Ill/ 153- 164) dan Al'Mughni (ll/ 468- 472)

'253

254

268 €mmruT&

kan mengatakan, "Siapa di antara kalian yang merupakan Rasu-

lullah?"

Ketujuh: Lelaki Arab Badui tersebut meminta kepastian dengan

mengatakan, "Putera'Abdul Muththalib? " Dart sebagaimana yang

diketahui beliau adalah putera (cucu) 'Abdul Muththalib.

Bukti lain. yang menunjukkan kekasaran perangai lelaki tersebut

ialah perkataannya, "Sesungguhnya aku ingir, bertanya kepada-

mu dan benar-benar meminta jawabarmya darim.u." Namun di sisi

yang lain ia memperlihatkan adabnya dengan mengatakan, "Teta-

pi Anda jangan marah kepadaku."

Kedelapan: Ketawadhu'an Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Seki-

ranya ia berkata, "Aku benar-benar meminta jawabannya dari An-

da." Kepada orang selain Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam niscaya

ia akan menolak dengan mengatakan, "Pergilah! Aku tidak akan

menjawab pertanyaanmu." Akan tetapi beliau justru mengatakan,

"Tanyalah!"

Kesembilan: Keluhuran akhlak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam di mana memperlakukan lelaki Badui tersebut menurut

keadaannya. Dari satu sisi ini merupakan keluhuran akhlahyr,

dan dari sisi lainnya merupakan hikmah.

Kesepuluh: Orang-orang musyrik mengakui Rububiyah Allah

Ta'ala, berdasarkan ucapan lelaki Badui tadi, "Demi Rabbmu dan

Rabb orang-orang sebelummu." Dan memang demikianlah keada-

an mereka. Orang-orirng musyrik y*g diperangi Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam mengakui bahwa Allah satu-satunya Maha Pen-

cipta, Maha Memberi rezeki dan Maha Pengatur. Akan tetapi me-

reka mengingkari Uluhiyyah Allah Ta'ala. Mereka berkata, "Apa-

lah dia menjadilan tulun-tuhan itu. Tuhan yang satu saja? Sungguh ini

benar-benar sesuatu yang sangat mengheranlun" (QS. Shad: 5)

Kesebelas: Risalah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berlaku bagi

seluruh manusia. Berdasarkan pertanyaan lelaki Arab Badui itu,

"Kepada semua manusia?" Lalu beliau menjawab, "Ya Allah, be-

nar." Dan ini jelas dalam Al-Qur'an dan As-Sururah. Ini mengha-

ruskan orang-orang Nasrani dan Yahudi yang berkata, "Kami

membenarkan risalah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam

akan tetapi risalahnya hanya dituiukan kepada orang-orang Arab."

Mengharuskan mereka untuk mengatakan bahwa risalah beliau

ditujukan kepada seluruh umat manusia. Sebab bila mereka tidak

€'fif,'rP 269

membenarkan keumtrnan risalah beliau untuk Semua manu-

sia, maka sesungguJrnya mereka telah mendustakan Muhammad

shafiafia-hu Ataihi wa sallam. Karena Allah Ta'ala berfirman, "Kata-

tanlah (Muhammad) "wahai manusia! sesungguhnya aku ini utusan

Allahbagikamu semua" (QS. Al-A'raf: 158)

. Kedua belas: Diperbolehkan memPertegas perkataan dengan

menggunakan kata-kata, "Allahuruna (Ya Allah), benar!" Kata

ini seperti sebuah sumpah untuk mempertegas informasi atau

hukum.

Ketiga belas: Wajibnya melaksanakan shalat lima waktu sehari

semalam berdasarkan pertanyaan lelaki itu, "Apakah Allah me-

merintahkanmu agar kami mendirikan shalat lima waktu sehari

semalam?" Nabi menjawab, "Ya Allah, benar!"

Keempat belas: Wajibnya menjalankan Puasa di bulan Ramadhan,

berdasarkan pendalilan yang seruPa dengan sebelumnya.

Kelima belas: Wajibnya menunaikan zakat berdasarkan pendalilan

yang disebutkan sebelumnya.

Keenam belas: Zakat hanya diwajibkan kepada orang-orang kaya

saja. Berdasarkan perkataannya, "Diambil dari orang-orang kaya

di antara kami." Kekayaan (kemampuan) seseorang itu ditiniau

menurut kondisinya. Orang yang memiliki kemamPuan untuk

membayar zakat namun tidak memiliki kemamPuan untuk me-

laksanakan ibadah haji. Ada yang memiliki kemamPuan untuk

melaksanakan haji tidak memiliki kemamPuan dalam n.afkah.

Demikian seterusnya.

Masing-masing bab memiliki kriteria khusus tentang kekayaan

(kemampuan). Orang yang memiliki kekayaan untuk membayar

zakat adalah yang memiliki nisab zakat. Orang miskin pun demi-

kian, memiliki kriteria khusus tentang kemiskinannya. Orang mis-

kin yang menerima zakat adalah yang tidak mendapatkan kecu-

kupan untuk dirinya sendiri dan tanggungannya. Sementara orang

yang fakir ditinjau dari sisi kewajiban membayar zakat adalah

orang yang tidak memperoleh nisab zakatnya untuk dibayarkan'

Dengan demikian, orang miskin yang berhak menerima zakal ti'

daklah sama dengan orang miskin yang mengeluarkan zakat.

Ketujuh belas: Diperbolehkan memberikan zakat kepada satu

mustahiq (golongan yang berhak menerima) saja, didasarkan ke-

270 €r*tmrutb

pada perkataan, "Diambil dari orang-orang kaya di antara kami,

lalu engkau salurkan kepada orang-orang fakir di antara kami."

Kedelapan belas: Harta zakat sebisa mungkin harus dibagikan

secara merata kepada seluruh orang miskin. Jangan disalurkan

kepada seorang saja. Faedah ini diambil dari perkataan dalam

hadits tersebut, "Lalu engkau membagi-bagikannya kepada

orang-orang fakir di antara kami." Sejumlah ulama berpedoman

kepada hadits ini dan mengatakan, "Zakat harus diberikan me-

nyeluruh kepada orang-orang miskin yang ada dalam satu negeri,

masing-masing diberikan bagiannya sesuai jumlah yang ada."

Sebagian ulama berkata, "Tidak wajib diberikan kecuali kepada

tiga orang saja. Sebab jumlah jamak yang paling minimal adalah

tiga. ]ika muzakki (yang membayar zakat) telah memberikan atau

membagi-bagikan zakatnya kepada tiga orang, maka itu sudah

mewakili seluruh orang miskin."

Ada lagi yang belpendapat, "Satu orang miskin saja yang dibagi-

kan zakat sudah sah berdasarkan perkataan Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam kepada Qabishah, "Tinggallah bersama kami, sehingga

harta sedekah diserahkan kepada kami lalu kami memerintahkan

agar engkau mendapatkan bagian! "ffi

Inilah pendapat yang masyhur di kalangan sahabat Imam Ahmad

Rahimahullah, yaifit sudah sah hukumnya memberikan harta zakat

kepada satu orang miskin saja. Hanya saja tidak diragukan lagi jika

banyak orang miskin yang mendapatkan harta zakat tersebut maka

itu lebih utama.56

Kesembilan belas: Diperbolehkannya bagi seseorang untuk me-

minta kepastian mengenai sejumlah perkara, jika perkara tersebut

penting. Terlalu tergopoh-gopoh memvonis sesuatu merupakan

sikap yang menyelisihi hikmah. Maka seorang manusia sudah se-

harusnya berhati-hati hingga perkaranya menjadi jelas.

Kedua puluh: Lelaki Arab Badui itu jelas merupakan pemimpin

di kalangan kaumnya berdasarkan ucapannya, "Dan aku adalah

utusan kaumku yang berada di belakangku."

Kedua puluh satu: Diperbolehkan bagi seseorang untuk mem-

perkenalkan dirinya dengan mengatakan, "Namaku Fulan bin

Driwayatkan oleh Muslim (1044) (109)

Silahkan melihat Al-Mughni (lY / 727- 130)

255

256

€'Sft,P

Fulan." Didasarkan kepada perkataannya, "Namaku adalah Dhi-

mam bin Tsa'labah." Sebagian orang ada yang terkadang menolak

untuk menyebutkan namanya dan khawatir disebut sebagai orang

yang sombong. Da1am hal ini kami katakan bahwa jika tujuanmu

menyebutkan nama hanya sekedar memperkenalkan maka tidak

mengapa. Adapun jika engkau ingin membanggakan diri dengan

berkata, "Aku adalah Fulan bin Fulan!" dengan cara yang sombong,

maka itu tidak pantas dilakukan. Bahkan bisa menjadi haram. Ada-

pun untuk memperkenalkan diri maka tidak mengapa.

271

€7P

oril;ir 4*u,#' #i ;5:l:'it, eftt"6 v(

Jte,Ui L*1, otit t.id; * +,6 fi.it i'5,

qt ;i i e\.u,3 *",.; il A:)'# :i +r .i5 oitt o6{r

^{;'in, ,k g,"*!:tust C )4, $i .g g;t1t}v

vs \rk & e;l'gti,Stt:9.s.$r:st y\6 * #)

,b #, ;\ j:.-i1 u,r\ ,l; iii or(ir AJ.t 't $t t.ts1\, \P: 1:r ,

{)$E'il'

Bab Perih al Munoowoloh, Penullsan llmu (Riwayat) Oleh Para

Ahli llmu Dan Pengirimannya Ke Peniuru Negeri

Anas berkata, 'Utsman telah menyalin mushaf lalu

mengirimkannya ke seluruh penjuru negeri. Abdullah bin Umar

Rodhtyollahu Anhu, Yahya bin Sa'id dan Mallk berpendapat

hal itu diperbolehkan. Sebagian penduduk Hijaz membolehkan

munoowoloh berdalil dengan hadits Nabi Shollollahu Aloihi wo

Sollom ketika menulis sepucuk surat buat pemimpin pasukan.

Beliau berkata, "Jangan baca surat ini hingga engkau sampai di

tempat ini dan ini.' Ketika ia sampai di tempat itu, barulah ia

membacakannya kepada anggota pasukan dan menyampaikan

kepada mereka perintah-perintah Nabi Shollollohu Aloiht wo

Sollom.

Al-Bukhari berkata, "Bab perihal mtrnaawalah, penulisan ilmu

(riwayat) oleh para ahli itmu dan pengirimannya ke penjuru negeri."

Munawalah yaitu seorang syaikh menyerahkan aPa yang diriwa-

yatkannya kepada para muridnya. Ini disebut dengan riwayat dengan

272

1

I

i

€ffiril& 273

fiunawalah. Sebuah kitab dihrlis lalu diberikan kepada para murid dan

syaikh mereka ini berkata, "Sampaikanlah riwayat yang ada dalam

kitab ini dariku!" Berarti munawalah ialah izin untuk menyampaikan

riwayat yang ada dalam kitab, meskipun tidak menerima riwayatnya

secara langsung.

Anas berkata, "IJtsman telah menyalin mushaf lalu mengirim-

kannya ke seluruh penjuru negeri." Hal ini terjadi ketika terjadi per-

bedaan qiraat di kalangan kaum muslimin. Sebab Al-Qur'an ditumn-

kan dengan tujuh huruf (dialek) sehingga terjadi perbedaan qiraat

(cara membaca) di kalangan kaum muslimin pada masa 'Utsman Ra-

dhiyallahu Anhu. Sebagian dari mereka pun mulai menuduh sebagian

lainnya telah sesat, sehingga dikhawatirkan meledaknya fibrah. Maka

masalah ini p.rn dilaporkan kepada 'IJtsman. Lalu beliau Radhiyallahu

Anhu memerintahkan agar segala lembaran AI-Qur'an dirangkum ke

dalam satu mushaf, bahkan ke dalam satu bahasa, yaitu bahasa Qu-

raisy. Beliau juga memerintahkan agar mushaf-mushaf lainnya diba-

kar. Setelah itu ketujuh dialek itu pun dilupakan. Oleh sebab itu ke-

tujuh dialek bahasa Al-Qur'an yang ditunrnkan saat ini tidak diketa-

hui. Sedangkan ketujuh qiraat yang ada terangkum dalam satu bahasa,

yaitu bahasa Arab Quraisy.

Anas berkata, "Kemudian 'IJtsman mengirimkannya ke seluruh

penjuru negeri." Yaitu ke Syam, Irak, Yaman dan Mesir. Dan beliau

menyisakan satu mushaf. juga padanya di Madinah. Inilah munawalah

yang benar-benar terjadi. Sebab A1-Qur'an ditulis di dalam beberapa

mushaf dan mushaf-mushaf tersebut dikirimkan.

Abdullah bin Umar, Yahya bin Sa'id, dan Anas bin Malik ber-

pendapat hal ini boleh-boleh saja. Dan pendapat mereka ini memang

benar, karena ada kemaslahatan yang tersimpan di dalam tindakan

'Utsman itu, sebagai ganti daripada seorang syaikh duduk untuk di-

bacakan kitab kepadanya dan memakan waktu yang lama. Oleh sebab

itu ia memberikannya kepada seorang murid, sehingga murid tersebut

meriwayatkan darinya, kemudian orang lain meriwayatkannya dari

muridnya ini dan seterusnya.

Perkataan Anas, "Seba gian penduduk Hiljaz membolehk att munaa-

walahberdalil dengan hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika

menulis sepucuk surat buat pemimpin pasukan. Beliau berkata, "Ja-

ngan baca surat ini hingga engkau sampai di tempat ini dan ini." Ketika

ia sampai di tempat itu, barulah ia membacakannya kepada anggota

I

274 4mml.;rur&

pasukan dan menyampaikan kepada mereka perintah-perintah Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam." Dan pendalilan dengan hadits ini meru-

pakan hujjah yang benar. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam me-

nuliskan sebuah surat dan memberikannya kepada pemimpin Pasu-

kan dalam keadaan tertulis, dan ia tidak mengetahui apa isinya hinS-

ga ia sampai ke tempat yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu Alai'

hiwa Sallam untuk disampaikan kepada umat manusia.

y CLb U y J Ct';.\ d'.'; i6 .i,r * J,trbttir; . r t

*t ir li 1# j..'^ii# lr * q fl # ,r ZV q:

i*: yq,.t; #, *'it t, lt i;i i,i;'Pi *W i.

"i i.q,at et o'i i.'Ar S; iy,l,i;iit';t;

yr Jt-', W ai iv *;:ir ;.t iti 4'i"i |lS w

jU _F G:*l,i ;ui *'bt &

64. lsma'il bin Abdullah telah manyampailan kepada lumi, ia berlata,Ibra-

him bin Sa'ad telah menyampailan lcepadaht dari Shalih ilari lbnu Syihab

dari tlbeidullah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwasanya Ab-

dultah bin Abbas mengabarlan bahwa Rasulullah Slullallahu Alaihi wa

Sallam mengirim suratnya melalui seorang delegasi. Beliau menyuruhnya

supaya menyerahkan surat itu kepaila pembesar Bahrain. Sesudah surat

itu sampai, pembesar Bahrain menyerahlannya kepada Kisra Persia. Se-

telah membaca surat itu Kisra Persia merobek-robeknya. Menurutku Ib-

nul Musayyib berlata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam men-

doakan lceburulcnn atas mer eka S emo 8a met eka hancur ter cabik- cabik. "

[Hadits 54 - tercantum juga pada hadits nomor: 2939,4424,72647

Syarah Hadits

Dan doa beliau pun terkabul. Mereka memang benar-benar han-

cur tercabik-cabik. Kerajaan mereka luluh lantak, kekuatan mereka

hancur dan kaum muslimin berhasil menduduki negeri mereka

dengan perintah, izin dan hukum Allah'

Dalil yang menunjukkan keterkaitan hadits ini dengan bab pem-

bahasan iatah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengutus seorang sa-

€,ffitt,& 275

habat dengan membawa sepucuk surat, dan memerintahkannya un-

tuk menyerahkannya kepada pembesar negeri Bahrain. Perbandingan

ke-dudukan seorang pembesar negeri.Bahrain dengan Kisra adalah se-

perti seorang amir dengan seorang raja, atau gubemur degan presiden

dan sebagainya.

,1-;;.i i6 ,ir 3* ui;i &i:;r u;.sr ;J ,yd j) 'rb! ck .to

c / 1 " 

' / 

'-

& * At 'u :lt .s iG uY i ,f ;i;:a JL'a*

",frv $F ittq t':i4,t -+ltli J+i a<lii;t'ri 'ti (q

e*. e A-bq Ai;i jG yt i;' W''^ili '^fr:z *r,

#i Jv yt'..1;', H'^ii, iG 3; a;a ail

65. Muhammad bin Muqatil Abu Al-Hasan telah menyampaiknn kepada ka-

mi, ia berlatA, "Abu Al-Hasan telah menyampaikan kepada kami, ia ber-

kata, "Abdullah telah menyampailun kepada kami, ia berkata, "Syu'bah

telah menyampaikan kepada kami dari Qatadah dari Anas bin Malik, ia

berlata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menulis sepucuk surat -atau

beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam hendak menulis sepucuk surat-, Lalu

disampailun kepada beliau bahwa mereka tidak akan membaca surat yang

tidak berstempel. Maka beliaupun membuat sebuah cincin dari perak

lalu diukir tulisan'lt i-i 'l:;-1' 1'lylyhammad Rasulullah') pada-

nya. Seolah-olah aku dapat melihat kemilaunya pada tangan Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam, Aht bertanya krpada Qatadah, "Siapalah

y an g meng atakan kep adamu bahw a ukir anny a a dalah tulis an 

"J 

;1'"X

it' ? " Beliau menjawab, 

AnAs l uzst

[Hadits 65- tercantum juga pada hadits nomor: 2938,5870,5872,

5874,5875,5877,71621

Syarah Hadits

Hadits ini juga mengandung faedah tentang munawalah, yaitu Ra-

sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menuliskan surat dan mengirim-

kannya.

?57 Diriwayatkan oleh Muslim (2092) (55)

276 €msu,itfli'tp

Hadits ini juga mengandung dalil diperbolehkannya bagi setiap

orang yang memiliki wewenang seperti amir, qadhi (hakim), wazt,

presiden dan lain-lain untuk membuat sebuah cincin sehingga sebuah

urusan tidak menjadi samar. Sekarang ini yang lebih populer dilaku-

kan menandatangani. Sehingga tanda tanganlah yang dijadikan acuan,

dan jarang sekali yang mempergunakan cincin. Namun tanda tangan

sebagian orang tidak akan mungkin diketahui (milik siapa) kecuali

jika ia menuliskan namanya. Dan jika ia menuliskan nama, maka pe-

nulisan nama tidak sulit dilakukan manusia. Namun terkadang ada

orang datang menuliskan nama Zaid tetapi tanda tangan yang di-

bubuhkannya adalah tanda tangannya sendiri yang telah dikenal se-

belumnya. OIeh sebab itu yang lebih terpercaya adalah cincin. Dan

oleh sebab itu pula dalam sejumlah urusan yang teramat penting, ti-

dak seharusnya hanya mengandalkan tanda tangan semata, tetapi ju-

ga mempergunakan tanda cincin.

Faedah lainnya dari hadits ini yaitu diperbolehkannya bagi laki-

laki untuk mengenakan cincin dari perak, adapun yang terbuat dari

emas maka haram hukumnya.

Faedah lainnya ialah diperbolehkan mengukimya dengan sesuatu

yang mengandung nama Allah. Contohnya seseorang yang memiliki

nama 'Abdullah atau 'Abdurrahman. HaI ini tidak mengapa. Karena

ukiran yang terdapat pada cincin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam adalah Muhammad Rasulullah. Kata Muhammad diletakkan

pada bagian paling bawatr, kata Rasul di bagian tengah dan nama Allah

yang mulia berada di paling atas.

Hadits tersebut juga menunjukkan bolehnya mengenakan cincin

yang bagus dan bersih, karena cincin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam terlihat berwarna putih kemilau.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hal itu dikaitkan menurut ke-

perluan, dan dikenakan hanya ketika diperlukan. Sementara yang lain-

nya belpendapat bahwa cincin boleh dikenakan baik ketika diperlukan

maupun untuk hiasan.

Zamansekarang, orang-orang mulai memakai cincin yang disebut

dengan cincin perkawinan. Sejumlah ulama menyatakan bahwa me-

ngenakan cincin tersebut merupakan peniruan dari orang-orang Nas-

rani. Sang ayah mendoakan keberkahan buat pengantin lalu mema-

sangkan cincin ke jari kelingking, lalu ke jari manis kemudian ke jari

tengah. Perbuatan seperti ini berasal dari orang-orang Nasrani.

I

I

S'ffittS 277

Lebih buruknya lagi, cincin perkawinan mengandung unsur ha-

wa tabarruk (mengalap berkah), bukan cuma dikenakan sebagai per-

hiasan.

Suatu hari saya melihat seorang lelaki mengenakan cincin per-

kawinan yang tertulis di atasnya nama isterinya. Lantas saya me-

larangnya dan berkata kepadanya, "Ini adalah akidah (keyakinan)

yang rusak." Ia berkata, "Kalau saya melepaskannya, maka isteri saya

akan pergi meninggalkan saya." Ini adalah akidah yang rusak, tidak

ada bedanya dengan tiwalah yang disebutkan dalam sebuah hadits

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai suatu kesyirikan. Saya tidak

dapat mengatakan itu haram, tetapi saya berpendapat lebih baik tidak

melakukannya.

Kesimpulannya, kami katakanbahwa mengenakan cincin yang ter-

buat dari perak hukumnya mubah dan tidak haram. Namun apakah

mengenakan cincin disunnatkan atau tidak? Masalah ini perlu ditin-

jau kembali. Kecuali orang yang memerlukan cincin untuk setempel

surat disebabkan keadaannya sebagai pihak berwenang. Maka dalam

keadaan ini kami mengatakan itu dianjurkan untuk meneladani Rasu-

lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau untuk menjaga cincin tersebut.

Sebab jika ia meletakkannya di dalam kantongnya boleh jadi akan hi-

lang, dicuri dan sebagainya.

Dalam Al-Fath (l/ 156) Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, "Fae'

dah: Penulis tidak menyebutkan bentuk-bentuk pengambilan riwayat

dengan ljazah tanpa munaawalah atau mukaatabah,, dan tidak juga me-

nyebutkan pengambilan riwayat secara wijaadah, wasiat dan i'laam

tanpa ljazah. Sepertinya Imam Al-Bukhari tidak menganggaP semua

itu sebagai bentuk pengambilan riwayat yang sah. Ibnu Mandah meng-

klaim bahwa semua perkataan Al-Bukhari, "Si Fulan telah berkata

kepadaku" diambil periwayatannya secara Iiazah. Namun anggaPan

demikian tertolak. Dalilnya, saya (Ibnu Hajar) telah meneliti berba-

gai tempat dalam Shahih Al-Bulchari beliau berkata, "Si Fulan telah ber-

kata kepadaku." Saya mendapati di luar kitab Shahih beliau mengata-

kan haddatsana. Dan Al-Bukhari tidak membolehkan penggunaan Ia-

f.azhhaddatsana unt.tk periwayatan dengan ljazah. HaI itu menunjuk-

kan bahwa riwayat tersebut berasal dari penyimakan beliau. Akan te-

tapi yang menyebabkan beliau menggunakan redaksi tersebut adalah

untuk membedakan antara riwayat yang sudah memenuhi kriteria

beliau dengan riwayat yang belum memenuhi kriteria, wallahu a'llm."

278 €ff[i,T,iHl'lP

Memang benar, itu termasuk metode pengambilan hadits yang

banyak dilakukan oleh ahli hadits mutaakhirin disebabkan jumlah

murid yang begitu banyak dan waktu yang terbatas. seorang murid

mengambil riwayat darinya dan bisa membacakan sebuah hadits ke-

padanya, atau syaikh yang membacakan sedangkan murid menyimak.

Akan tetapi jumtah mereka banyak hingga ratusan. Oleh sebab itu me-

reka menempuh metode seperti wiiailah, munawalah, {lam dan seba-

gainya. Maka syaikh berkata, "Riwayatkanlah dariku semua riwayat

yang kalian dapatkan dengan tulisanku!" Kendati ia tidak menyam-

paikan hadits kepada mereka, dan tidak menyebutkan kitab tertentu.

Lalu setiap kali mreka mendapati sesuatu dengan tulisannya, maka

mereka meriwayatkannya darinya atas dasar izn yang diberikannya

kepada mereka. Dan ini disebutkan dalam kitab-kitab mushthalah

hadits.

*,i:+

i

L

C i. tl f ,i it*t# u." ;k ic

*iuiAt eoyoitut

8&

i,.t/'llt iri.*rU'&, U q\

q

Bab Perihal Orang Yang Duduk Di Bagian Akhir Majelis Dan

Orang Yang Melihat Celah Dalam Majelis Lalu Duduk Di Situ

,P,u;ltti"r-.ff

i#t*t, j Vt;i tG ,t i,y l;;';ui'oi"AL

,,(J$ rz,--;rt GF.v ir* & 4d-'at & at i;:';ti

g3 Yi' .,t; lrt Jrt Jygttt'Jiii /'**',y;l \L*

Y$ ;xi gr i' 'b )t )-3 e *i iu \ti +ii

# ,/;, f\t Yl, W. *; eAAr GGi "ii 

*'-,;i

iC #rtr ,n' ,ru; gr ',1;, Li * ti 1}b ,t y\t Yl,

ui, .i,1 irStl "i,r Jyrslli i'*i Yi-iritrt ft * i+i $

'&'i,t & ;!ii ei| f\t ttrg .11 t*,u Vc,u t'{'

66. lsma'il telah menyampailun lcepada lami, ia berkata, "Malik telah me-

nyampaikan kepadaku dari lshaq bin Abdullah bin Abi Thalhah bahwa

Abu Murrah Maula 'Aqil bin Abi Thalib menyampaikan kepadanya dari

Abu waqid Al-Laitsi bahwa l<etil<a Rasulullah shallallahu Alaihi wa

Sallam sedang duduk dalam maielis di masiid dikelilingi oleh para saha'

bat, tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang menilatangi Rasulullah

dan satu orang pergi. Kedua orang itu berdiri di hadapan Rasulullah

279

2Bo €mSmzuTS

Shallallahu Alaihi wa Sallam, salah seorang dari merekn melihnt celah di

sela majelis lalu ia duduk di situ. Dan yang satu lagi duduk di bagian be-

lalang majelis. Sementara yang ketiga pergi meninggalknn majelis. Seusai

menyampailan ceramahnya belinu berlata, "Maulah kalian aku beritahu

perihal tiga orang tadi? Adnpun yang pertama, ia mendekati Allah maka

Allah pun mendelatinya. Yang kedua, ia malu-malu maka Allah malu

terhadapnya. Adapun yang ketiga, in berpaling maka Allah pun berpaling

darinya,"zsa

[Hadits 66 - tercantum juga pada hadits nomor: 474]

Syarah Hadits

Dari hadits ini penulis Rahimahullah mengambil faedah bahwa

seseorang seyogyanya duduk di bagian akhir majelis selama di sana

tidak ada satu tempat duduk yang dipersiapkan untuknya. Misalnya

orang tersebut termasuk pemuka suatu kaum, dan sebuah tempat di

bagian depan majelis telah dipersiapkan untuknya. Kalau tidak ada

tempat duduk yang memang dipersiapkan untuk seseorang, maka ti-

dak mengapa ia berjalan melangkah ke depan hingga sampai ke ba-

gian depan majelis itu. Adapun jika keadaannya tidak demikian, maka

ia duduk di bagian akhir dari majelis.

Akan tetapi apabila ada salah seorang dari duduk mempersilah-

kannya untuk menduduki tempatnya, apakah ia boleh menerimanya?

Jawabnya boleh.

Hadits ini mengand*g sejumlah faedah. Di antaranya:

o Pertama: Hukum shalat Tahiyyatul Masjid tidak wajib. Sebab Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyuruh kedua orang yang sa-

lah satunya duduk di dalam halaqah dan yang kedua di belakang

majelis untuk mengerjakannya. Hal ini menunjukkan bahwa shalat

Tahiyyatul Masjid tidak wajib hukumnya. Meskipun pengambilan

dalil dari sisi ini masih perlu dipertimbangkan lagi. Sebab boleh

jadi ada yang mengatakan, "sdsungguhnya kedua orang itu sudah

mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid kemudian maju ke depan.

Atau mereka bertiga telah melaksanakannya kemudian maju ke

depan." Ini merupakan kemungkinan yang dapat melemahkan

pendalilan yang telah saya sebutkan.

Barangkali ada juga yang belpendapat bahwa boleh jadi Nabi

258 Diriwayatkan oleh Muslim (216n Q6)

€'iitilp

Shallallahu Alaihi wa Sallam mengetahui bahwa kedua orang itu

dalam kondisi di mana mereka tidak mtrngkin melaksanakan sha-

lat Tahiyyatul Masjid, misalnya tidak dalam kondisi suci. Semen-

tara sebagaimana yang diketahui di kalangan ulama bahwa jika ada

sebuah kemungkinan maka pendalilan pun menjadi batal.

Kedua: Boleh duduk di dalam halaqah majelis selama ia men-

dapatkan tempat yang tidak memPersempit. Sebab Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam membiarkan salah seorang dari keduanya duduk

di dalam halaqah. Bahkan beliau berkata, "Sesungguhnya Allah

mendekatinya." Adapun celaan terhadap orang yang duduk di

tengah-tengah halaqah, maka kondisinya lain jika memang ma-

suknya ia ke dalam halaqah justru dapat mengganggu yang lain.

Atau ia maju dan berada di antara orang-orang yang duduk

dengan penceramah.

Ketiga: Penetapan sifat malu Allah 'Azza wa lalla. Dalilnya ialah

perkataan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Maka Allah malu

kepadanya." Demikian pula dengan firman-Nya, " Sesungguhnya

Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang le'

bihlcecil dari itu" (QS. Al-Baqarah: 26)

Akan tetapi apakah kita katakan bahwa sifat malu Allah seperti

malunya para makhluk?

Jawabnya tentu tidak! Sebab Allah berfirman, "Tidak ada sesuatu

pun yang serupa dengan Dia dan Dia yang Maha Mendengar, Maha

Melihat" (QS. Asy-Syura: 11)

Sebagaimana diketahui bahwa malunya makhluk adalah sebuah

ungkapan tentang emosi jiwa yang membuatnya menarik diri

dan tidak berani melakukan sesuatu. Dan penafsiran malu pada

manusia seperti ini tidak pantas disematkan kepada sifat malu

Allah. Karena Allah Ta'ala berfirman, 'Tidak ada sesuatu pun yang

serupa dengan Din dan Dia yang Maha Mendengar, Maha Melihat"

(QS. Asy-Syura:11)

Keempat: Penetapan sifat mendekat Allah, yang termasuk Shifat

Ei'liyyah-Nya berdasarkan perkataan Nabi, "Adapun yang lairurya

maka ia mendekat. Maka Allah pun mendekat kepadanya." Tidak

diragukan lagi bahwa seluruh Shifat Ei'liyyah ditetapkan untuk

Allah 'Azza uta lalla semata. Di antara kesempumaan Allah ada-

Iah sifat-Nya Maha Melakukan apa saja sekehendak-Nya, menu-

rut cara-Nya dan waktu yang ditetapkan-Nya. Maka Allah Maha

28t

282 €ilffiimlrS

Melakukan apa yang dikehendaki-Nya kapan pun itu dan bagai-

mana pun caranya. Ini merupakan kesempumaan-Nya. Lain hal-

nya denga n Ahlu T a' thil (kelomp ok yang menafikan nama dan sifat

Allah) yang mengatakan, "Sesungguhnya penetapan sifat-sifat

yang berkaitan dengan perbuatan Allah dapat mengurangi hak

Allah. Mereka beralasanbahwa segala yang baharu tidak mungkin

tegak kecuali dengan satu yang baharu."

Dari sisi lain mereka mengatakan, "Jika semua perbuatan meru-

pakan kesempurnaan, maka ketiadaanrtya dari Allah sebelum

adanya merupakan kekurangan. Dan jika ketiadaannya merupa-

kan kesempwna;rn maka adanya juga merupakan kekurangan."

Kami katakan: Semua perbuatan A[ah merupakan kesempurnaan

pada waktunya dan ketika ada sebabnya. Oleh sebab itu kami ka-

takan: semua perbuatan Altah (pasti) diiringi dengan suatu hikmatu

tidak terjadi kecuali menurut hikmah. Dengan inifah semua per-

buatan Allah menjadi sempurna, Dan sebagaimana diketahui bah-

wa yang tidak bisa berbuat itulah yang kekurangan/ sedangkan

yang Maha melakukan itulah yang sempuma.

Kelima: Melemparkan pertanyaan kepada para murid, berdasar-

kan ucapan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Mauknh knlian aku

beritahuknn " Maka seorang (guru) tidak boleh mengatakan, "Se-

lama aku tidak ditanya maka aku tidak akan menyampaikan ilmu."

Tetapi kita katakan, "Aku akan menyampaikan ilmu mes-kipun

tidak ditanya." Sebab hal ini termasuk menyebarkan ilmu.

€e

e6,yJ')i #+3;-,:

&

t

Iredr r 1; Ct Jt qu.

Bab Ucapan Nabi,'Adakalaiya Orang Yang Dlsampaikan

Ternyata Lebih Paham Darlpada Yang Mendengar (Yang

Menyampalkan)

e C-y it f 9* il.t ti"; iG \7* i$ 

"'r^r 

c.r; ''tv

n #i *'At ,k :;tit y) Ue',tr. o) ;r,f')t*

tr-jts ri &i iG yvrii yW,Jdl ,t;;i't 2i *

i6 C*- ,i';,Al JC *t c7 #'itUlt ;*

,# i,Z *t i4 ^;r,a3 

'ii s!, ;t txi ts ;:' $:u

# €Jt'rti E;i3 5;v) i'y i6 C 6' e7=:t q':,

,1u:"rr &,tui,F G.a;i;# ea;E';yF?;

L'd;')i'; U eii *.r1trt itr;4rlt

67. Musaddad telah menyampaifun lcepada kami, ia berkata, "Bisyr telah me'

nyampailan kepada lami, ia berlata, " Ibnu' Aun telah menyampailan lce-

pada lami dari lbnu Sirin dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari ayah-

nya, ia menceritakan bahwa lcetika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

berada di atas untanya dan seseorang memegang tali kendalinya, beliau

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabila, "HAri apakah ini?" Kamipun

diam karena lami mengira beliau alun menyebutkan selain nama yang

lami ketahui. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berlata, "Bukankah

hari Nahar ('ldul Adha)?" Kami menjawab, "Benar!" Belinu Shallallahu

Alaihi wa Sallam bertanya lagi, "Bulan apakah ini?" Kamipun diam

283

284 €msmrur&

karena kami mengira beliau alan menyebutknn selain nama yang kami

ketahui. Beli^au Shallallahu Alaihi wa Sallam berluta, "Bukankah bulan

Dzulhijjah?" Kami menjawab, "Benar!" Ialu beliau Shallallahu Alaihi

wa Sallam berknta, "Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan

knlian haram (terpelihara) antara sesama lcali-an, seperti keharaman hari

kalian ini, pada.bulan kalian ini dan di negeri kalian ini. Hendaklah

yang hadir menyampaiknn kepada yang tidak hadir! Karena bisa saja

yang hadir menyampailan kepada orang yang lebih paham daripadanya."

[Hadits 67- tercantum juga pada hadits nomor: L05, L741,,3197 , 4406,

4662, 5550, 7 07 8 dan 7 dA71

Syarah Hadits

Perkataan Al-Bukhari, "Bab ucapan Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam, "Adakalanya orang yang disampaikan temyata lebih paham

daripada yang mendengar (yang menyampaikan)'

Kata rubba di sini untuk membuktikan (meneliti). Apakah menun-

jukkan makna banyak atau sedikit?

Jawabnya: sebagian ulama Nahwu berpendapat bahwa ia me-

nunjukkan makna sedikit. Sebagian lagi beryendapat bahwa ia me-

nunjukkan makna banyak. Yang benar adalah tergantung kepada re-

daksi kalimatnya. Karena terkadang memberi makna sedikit, dan ada-

kalanya memberi pengertian banyak. Semunya tergantung kepada re-

daksi kalimatnya. Firman Allah Ta'all, "Orang knfir itu ladang-lcadang

(nanti di akherat) menginginkan sekiranya mereka dahulu ( di dunin ) menja-

di orang muslim." (QS. Al-Hijr: 2)

Menunjukkan makna banyak, sebab orang-orang itu selalu berha-

rap sekiranya mereka termasuk orang-oran I y ang menyerahkan diri.

Perkataan Nabi, "Adakalanya orang yang disampaikan ternyata

lebih paham daripada yang mendengar (yang menyamPaikan)." Seca-

ra zahimya kata rubba di sini memberikan makna sedikit. Sebab biasa-

nya yang mendengar lebih paham dari orang diperdengarkan. Sebab

yang mendengar menyaksikan pembicaranya, dan orang yang mende-

ngar langsung dari pembicara lebih paham daripada yang mendengar.

Sebagai buktinya, jika engkau suatu ketika mendengarkan sebuah

rekaman ceramah, dan pada kesempatan lain engkau menyaksikan

penceramah. Maka tidak diragukan lagi bahwa engkau lebih terkesan

dengan penglihatanmu, sampai-sampai sebagian orang jika mende-

€'iffii,P 285

ngar sebuah ceramah dari kaset berkata, "subhanallah! Inilah ceramah

yang pernah aku dengar." Kesimpulannya, kami katakanbahwarubba

maknanya adalah membuktikan, kemudian bisa menerangkan makna

sedikit atau makna banyak, tergantung kepada redaksi kalimatnya.

Kemudian Al-Bukhari menyebutkan hadits di atas. Ada beberapa

faedah yang dapat dipetik dari hadits tersebut.

Pertama: boleh menyampaikan khutbah di atas unta. Sebab Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam menyamPaikan khutbah di atas un-

tanya. Namun hal ini hanya boleh dilakukan selama tidak me-

nyusahkannya. Biasanya hal itu tidak menyusahkannya. Tetapi bila

membuabrya menderita maka tidak boleh membebaninya dengan

sesuatu yang dapat menyusahkannya.

Kedua: Boleh melontarkan pertanyaan kepada seorang penuntut

ilmu, sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melontarkan perta-

nyaan kepada para shahabatnya dengan mengatakan, "Hatiapakah

hari ini?... Bulan apakah ini?... Negeri apakah ini?"

Ketiga: Penghormatan yang dalam para shahabat kepada Rasu-

lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sebab mereka diam setelah per-

tanyaan kedua dilontarkan, padahal mereka mengetahui bahwa

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ingin menyebutkan nama

suatu hari. Sebab beliau telah memberitahukan mereka yang

pertama. Beliaubertanya, "Hari apakah hari ini?" Kami tidak men-

jawab hingga kami menduga bahwa beliau akan menyebutkan

nama hari yang lain. Beliau berkata, "Bukankah hari ini adalah hari

Nahar?" Kami menjawab, "Benar." Beliau kembali bertanya, "Bu-

lan apakah ini?" Kami tidak menjawab hingga kami mengira be-

liau akan menyebutkan nama bulan yang lain. Meskipun dengan

membandingkan pertanyaan sebelumnya mereka mengetahui bah-

wa mereka bisa menjawabnya dengan mengatakan, "Bulan DzuL-

hiij"h." Hanya saja disebabkan penghormatan mereka yang dalam

kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kekhawatiran

mereka menyebutkan jawaban yang keliru, maka mereka tidak

menjawab.

Dalam hadits ini ada kalimat yang tidak disebutkan. Karena Ra-

sulullah Shallallahu Alaihiwa Sallam bertanya, "Negeri apakah ini?"

Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui."

Beliau berkata, "Bukankah ia negeri ini?" Maksudnya Mekah.

Hal itu dituniukkan oleh perkataan beliau, "Di negeri kalian ini."

286 €mmrur&

Nabi menyebutkan dengan tegas pengharaman darah, harta dan

kehormatan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepa-

da para shahabat Radhiyallahu Anhum.

o Keempat: wajibnya menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam berdasarkan sabdanya, "Hendaklah yang hadir

menyampaikan kepada yang tidak hadir!" Huruf lam pada kata

li yuballigh bermakna perintah, dan pada asalnya perintah me-

ngandung kewajiban. Dan yang dimaksud oleh sabda beliau itu

tentulah ahli ilmu. Sebab merekalah yang menjadi pewaris Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam. ]ika mereka adalah para pewaris beliau

maka perintah yang ditujukan kepada beliau berarti juga perintah

yang ditujukan kepada mereka. Sebagaimana dalam firman Allah

Ta'ala, "Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu ke-

padamu. ]ila tidnk englau lakukan (apa yang diperintahlan itu) berarti

engknu tidak menyampailan amanat-Nya" (QS. Al-Ma'idahz 67)

Maka ahli ilmulah yang A[ah jadikan pewaris itnu Muhammad

Shallatlahu Alaihi wa Sallam. Kami katakana kepada mereka, "Sam-

paikanlah! Jika kalian tidak menyampaikan, berarti kalian tidak

memenuhi janji dan perjanjian. Allah berfirman, "Dan (ingatlah),

ketika Allah mengambil ianii dari orang-orang yang telah diberi Ktab

(yaitu), "Hendaklah lamu benar-benar meneranglannya (isi Kitab itu)

kepada manusia, dan janganlah lamu menyembunyilunnya," (QS. Ali

'Imran:187)

Sebagian orang ada yang berkata, "Aku akan menyampaikan,

namun tidak ada faedahnya." Kami katakan: bahkan ada faedahnya

banyak.

o Pertama: Melepaskan tanggung jawab.

. Kedua: Menjelaskan kepada manusia bahwa ini haram hukumnya.

Agar diamnya para ulama tidak mereka jadikan dalih bahwa suatu

perkara dibolehkan dan dihalalkan'

. Ketiga: boleh jadi generasi yang ada di antara kalian saat ini tidak

mengambil manfaat. Namun kemungkinan generasi mendatang

akan mengambil manfaat darinya tetap ada. Kita sendiri bisa

menyaksikan apa yang terjadi pada masa dahulu, bahkan yang

belum lama berlalu. Pada zammt ini, di kalangan umat manusia

kita tidak mendapati pemahaman seperti pemahaman generasi se-

karang. Segala puji bagi Allah. Kita juga tidak dapati penerimaan

terhadap hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seperti pe-

i

I

I

i

I

€,rxrf,p 287

nerimaan mereka terhadap hadits hari ini, tidak pula kita dapati

kecenderungan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Pengam-

bilan berbagai hukum dari keduanya seperti kecenderungan me-

reka hari ini. Dahulu yang peiling banyak diucapkan orang ialah,

"Fulan berkata dalam kitab Al-Fulani. Dan Fulan berkata dalam

kitab Al-Fulani." Masing-masing orang mengandalkan mazhab-

nya. Namun, segala puji bagi Allah, sekarang ini umat memenuhi

seruan dan memiliki kecenderungan ke arah yang baik.

Akan tetapi hal ini jangan pula dibarengi dengan sikap tidak mau

mengambil pendapat ulama secara berlebih-lebihan. Sebab ada se-

bagian orang yang bersikap ekstrim dalam masalah ini hingga mereka

meninggalkan perkataan para ulama dan fukaha, tidak mengindahkan

mereka, dan tidak memperdulikan mereka' Bahkan ada yang berle-

bih-lebihan mengatakan, "sesungguhnya orang yang kembali kepada

kitab-kitab fukaha adalah orang yang musyrik terhadap risalah, dan

tidak ada pada dirinya pentauhidan risalah. -Na'udzubillah!- Ya, kami

pernah mendengar ucapan seperti ini. Ini merupakan kesalahan besar.

Bahkan para ulama berhak menerima ungkapan terima kasih atas usa-

ha yang telah mereka kerahkan. Barangsiapa di antara mereka keliru

ijtihadnya maka ia dimaafkan. Akan tetapi kita memiliki hak untuk

kembali kepada perkataan mereka, dan kita bisa mengetahui kaidah-

kaidah mereka hingga kita kokoh di atas kaidah-kaidah itu. Alangkah

bagusnya seperti itu! Tidaklah yang sesat sebagian orang yang sesat

melainkan disebabkan jauhnya ia dari mengetahui berbagai kaidah

umum dalam Syari'at dan kaidah yang menjadi rujukan bagi segala

perkara yang merupakan cabang-cabang agama.

Faedah lain yang dapat dipetik dari hadits di atas, adakalanya

orang yang menerima hadits kurang begitu memahami maknanya,

dan begitulah realitanya. Terkadang engkau mendapati banyak perawi

yang merawikan hadits dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan beta-

pa banyaknya mereka- lemah dalam masalah fikih. Namun begitu,

tidak sedikit pula di antara Para Perawi yang memiliki ilmu dan pe-

mahaman masalah fikih dengan menerima riwayat. Segala puji bigi

Allah, ini banyak didapati di kalangan para imam hadits, seperti Imam

Ahmad, Al-Auza'i, Sufyan dan masih banyak lagi yang Allah him-

punkan pada diri mereka iLnu dengan riwayat. Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam tidak mengatakan, "Sudah pasti bahwa orang yang

menerima hadits akan menyampaikan hadits tersebut kepada orang

yang lebih paham darinya."

288 4rmmrur&

Intinya, orang yang menyampaikan hadits terkadang kurang pa-

ham dibandingkan dengan orang yang disampaikan hadits kepada-

nya. Dan ini sudah jelas. Namun ada satu pertanyaan: Apakah kita

mengambil perkataan seorang shahabat?

Kita jawab: ya, kita memegang perkataan seorang shahabat jika

te4adi pertentangan antara perkataan seorang shahabat dengan selain

shahabat dalam memahami makna hadits, bukan dalam perbuatan

yang menyetisini hadits.

Ada perbedaan antara seorang shahabat menafsirkan sebuah ha-

dits dengan ia beramal menyelisihi apa yang ditunjukkan oleh hadits.

o Pertama: tidak diragukan lagi bahwa perkataan seorang shahabat

lebih mendekati kebenaran, kalau pun tidak dikatakan memang

benar.

. Kedua: jika seorang shahabat beramal menyelisihi hadits atau ber-

pendapat menyelisihi hadits, maka kita tidak menerimanya, tetapi

memegang hadits yang diriwayatkannya. oleh sebab itu mereka

memiliki kaidah: Memegang aPa yang diriwayatkannya bukan apa

yang dilihatnya.

Kita ambil contoh masalah jenggot yang berkembang pada tahun

ini, dan membiarkannya lebih dari satu genggam.

Sebagian orang berkata, "Potonglah jenggot yang panjangnya me-

lebihi satu genggaman tangan karena Ibnu Umar melakukdfiItya!"zse

Sebagiannya lagi berkata, "Tidak mengapa engkau memotongnya,

karena Ibnu umar melakukannya. Ada lagi yang berkata, 'Kamu ha-

rus memotongnya karena Ibnu Umar melakukannya, dan melepas-

kannya lebih dari satu genggaman termasuk isbal (meniulurkan pa-

kaian melebihi kedua mata kaki -Pei.) yang dilarang. Mahasuci Allah!

Aku yang menjulurkan jenggotku atau Rabbul Alamin. Rabbul Alamin-

Iah yang telah menciptakannya, maka bagaimana mungkin termasuk

isbal yang diharamkan.

lntinya kita katakan bahwa peibuatan Ibnu Umar tidak menjadi

pemahaman bagi hadits, sebab jika menjadi pemahaman bagi hadits

niscaya ia telah menyampaikannya kepada manusia, dan menyebut-

kan perkataan yang jelas, yang dengannya keumuman hadits dikhusus-

kan. Ini pertama.

259 Silahkan melihat Path Al-Bari (X/ 334)

€'iffrp 289

Kedua, Ibnu Umar tidak melakukannya terus menerus. Ia mela-

kukannya hanya pada saat haji atau'Umrah.

Ketiga, Haditsnya bersifat umum. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

bersabda, ,lt tli ,'uoofi, t;i , ,-#t ttit (semuanya bermakna

peliharalah jenggot). Dan pada hari Kiamat kamu tidak akan ditanya

tentang perbuatan Ibnu Umar. Allah Ta'ala berfirman, "Dan ( ingatlah)

pada hari ketil$ Dia (Allah) menyeru.merelu dan berfirman: Apaluh jawa-

banmu terhadap para rasul?" (QS. Al-Qashash: 55)

Maka saat itu apa yang akan engkau jawab kepada Allah? Se-'

dangkan Rasulullah bersabda, "Peliharalah jenggot!" Apakah engkau

akan menjawab, "Ibnu Umar mengatakan, "Genggamlah satu geng-

gaman! Yang lebih dari satu genggaman dipotong?" Ini selamanya

tidak benar.

Sebagian orang berkata, "|ika jenggot telah sampai ke lutut, atau

telah sampai ke mata kaki."

Kami katakan: Siapakah yang mengatakan bahwa pada dasarnya

jenggot bisa sampai ke lutut? Kita tidak melihat seorang pun yang

jenggotnya sampai ke lutut atau ke mata kakinya. Namun kalau pun

kita anggap ada, maka boleh jadi ada yang mengatakan, "Sesungguh-

nya yang dipotong ada bagian jenggot yang dianggap jelek." Oleh sebab

itu ketika sejumlah ulama menyebutkan wajib memeliharanya, maka

itu dikaitkan dengan'selama paniangnya itu tidak di luar kebiasaan'.

Boleh jadi ada yang mengatakan, "Ini boleh untuk menghilangkan

perasaan jijik yang dialami seorang lelaki. Karena jika jenggot sese-

orang -misalnya- sampai ke lututnya, maka ia akan mengalami emosi

kejiwaan dan depresi. Dan boleh jadi ia akan berupaya melakukan hal-

hal lain.

260 Dtuiwayatkan oleh Al-Bukhari (5892) dan Muslim (259) (52)

€ro&

n;, e ;uta, r, o #r' i'i?ufi,f)t *o il6 *, )y.

y,*A* N u:|.t'rb;,'rtiit;i y e,,tg'v ",r11\t

14 a' ,;*"d\ if : S+ ial F, Jyi;f i il' ;l; tlt

g €i' ';tjtlt) { o,ll,6i' 'i} qql r31 Jtl') { iuiir gV

:, rl;i /;*' e r 

",.r" 

I jt\ t f' :#1 e s 6,Y\ 3i

t-r I,ar 3j u #, *'itt ,k :it ,sw t{,ril[$ a$ts

ur*.*;t W3 ! 

"t 

;r ,lr'6': dJI et *tt #l' .J '^#A

,k :;,bt4i4'4 4i $,U:l,Pi* Jt:si:eY +

';;"i cvi U.t ,s,t'r'$fi* W UH:'i e ?q *'a,

* C,')ti?)i"6r ,i.i e$,..?,ti:lr iA;;tEi ;ta; {'#.6.:)

:t6.

Bab Berilmu Sebelum Berkata Dan Berbuat

Berdasarkan Firman Allah To'olo,'Moko ketohuiloh, bohwo

tidok odo tuhan (yong potut disembah) seloin Alloh." (QS'

Muhammad: 19). Penielasan bahwa para ulama adalah

pewaris para nabi, dan mereka mewarisi ilmu, barangsiapa

mengambilnya niscaya ia telah bhgian yang cukup. Barangsiapa

menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu niscaya Allah

akan memudahkan baginya ialan menuiu surga. Allah To'olo

berfirman, ,Diontoro hombo-hombo Alloh yang tokut kepodo-

Nyo honyoloh poro ulomo-o (QS. Fathir: 28) Dan Allah To'olo

berfirman, ,Don tidqk odo yong okon memohominyo kecuoli

€,rffip

mereko yong berilmu.'(QS. Al-Ankabuut: 43) Dan'firman

Allah To'olo, Dan mereka berkata, 'Sekironyo (dohulu) komi

mendengorkon otou memikirkon (pefingoton itu) tentuloh komi

tidok termosuk penghuni neroko yong menyola-nyolo." (QS. Al-

Mulk 10) Dan firman Allah To'olo,'Apokoh somo orong -orong

yong mengetahui dengon orong-orong yong tidok mengetohui.'

(QS. Az-Zumar:9) Nabi Shollollghu Aloihi wo Sollom bersabda,

'Siapo soJo yong Alloh menghendoki keboikon boginyo niscayo

Alloh okon beri io pemohomon (dolom ogomo).2n Sesungguhnyo

ilmu honyo biso diroih dengon belajor.'2e Abu Dzar Rodhiyollohu

Anhu berkata, 'Andaikata kalian meletakkan mata pedang yang

tajam di atas ini -sambil mengarahkan tangannya ke tengkuk

beliau- kemudian aku merasa yakin masih bisa menyampaikan

satu kalimat yang aku dengar dari Rasulullah Shollollohu

Alaihi wo Sollom sebelum kalian menebaskan pedang itu pada

tengkukku niscaya aku akan menyampaikannya."2s3 lbnu Abbas

Rodhiyollohu Anhu membacakan firman Allah, 'todlloh komu

pengobdt-pengobdi Alloh." (0S. Ali 'lmran: 79) yaitu hulomo'

(orang yang hati-hati dan bijaksana) dan tuqoho'(ahli fiqh).

Dikatakan, 'Rabbani adalah orang yang mendidik manusia

dengan ilmu-ilmu dasar sebelum ilmu-ilmu yang tinggi.'25r

Al-Bukhari menyebutkannya secara mu'allaq dengan shighat jazam. Dan diri-

wayatkan secara maushzl oleh Ibnu Abi 'Ashim dan Ath-Thabrani dari hadits

Mu'awiyah Radhiyallahu Azlrz. Silahkan melihat Al-Fath (l/ 161) danTaghliq At-

Ta'liq (r/ 78)

Al-Bukhari menyebutkannya secara mu'allaq dengan shighat jazam. Dan diri-

wayatkan secara maushal oleh Abu Nu'eim dalam Al-Hilyah (Y / 174) dari

Abu Darda' Radhiyallahu Anhu, Abu Nu'eim Al-Ashbahani dari Ibnu Mas'ud

Radhiyallahu Anhu.Silahkan melihat Al-Fath (l/ 1.67) danTaghliq AlTa'iliq (l/ 78)

Al-Bukhari menyebutkannya secara mu'allaq dengan shighat jazam. Dan diri-

wayatkan secara maushul oleh Ad-Darimi dalam Sunan-nya (l/ 112) (551). Silahkan

melihat Al-Fath 0/ t0t1 danTaghliq At-Ta'iliq (l/ 79)

Al-Bukhari menyebutkannya secara mu'allaq dengan shighat jazam. Dan diri-

wayatkan *cara maushul oleh Al-Khathib dengan sanad hasan, juga Ibnu Abi

'Ahim. Silahkan melihat Al-Fath (l/ 1.61) danTaghliq At'Ta'iliq (I/ 80 81)

291

292 €mmmr&

Syarah Hadits

Pada bab ini, penulis tidak menyebutkan satu hadits pun yanS'

bersanad. Namun beliau mencantumkan sejumlah atsar dan ayat yang

ia jadikan sebagai dalil untuk mendukung maksudnya.

Perkataannya, "Berilmu sebelum berkata dan berbuat. "Perkataan-

nya ini memiliki dalil atsari dan dalil nazhari, Adapun dahl atsari adalah

firman Allah Ta'ala, 'Mala ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut

disembah) selain Allah." (QS. Muhammad:19)

Allah memulainya dengan ilmu sebelum beramal.

Adapun daliLnazharl maka sebagaimana diketahui bahwa seorang

manusia tidak mungkinberbuat (beramal) kecuali dengan ilmu. Acuan

amal adalah ilmu. Acuan perkataan adalah iLnu. Apakah mungkin se-

seorang melakukan sesuatu tanpa memiliki ilmu sebelumnya? Ini mus-

tahil. Dengan demikian berilmulah terlebih dahulu baru kemudian

beramallah!

Adapun jalan-jalan ilmu maka itulah yang memerlukan penelaa-

han. ]alan-jalan mendapatkan ilnu pun bermacam-macam. Bisa mela-

lui seorang syaikh (gur.r) dan ini merupakan jalan yang paling dekat.

Bisa melalui membaca buLu-buku dan ini memerlukan usaha yang

keras. Dan bisa melalui suatu amalan yang masyhur, ini merupakan

metode orang-orang awam. Orang awam hidup di dalam umat ini dan

berjalan bersama mereka. Jika kita tanyakan kepadanya, "Dati mana

engkau mengetahui shalat yang lima waktu, dan mana dalilrya?" Ia

pasti menjawab, "Semua orang melaksanakan shalat lima waktu'"

Adapun dua metode yang disebutkan sebelumnya, yaitu pertama

talaqqi (menerima) dari seorang syaikh. Talaqqi dari seorang syaikh Ie-

bih baik dalam hal mempetajari berbagai permasalahan ilmu dengan

kompleks dan mendasar serta lebih dekat untuk diraih. Sebab seorang

syaikh (sufu) memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh seorang murid.

Karena engkau mendapatinya telah mengumpulkan berbagai cabang

ilmu dari setiap sisinya. Kemudian guru menyampaikannya kepada

murid dalam keadaan 'sudah matang'. Tidak diragukan lagi bahwa

hal ini amat mempermudah seoranS murid. Bagaimana menurutmu

sekiranya engkau ingi. mengetahui hukum mengenai suatu Perma-

salahan yang menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama,

jika engkau tidak mengambilnya dari lisan seoranB 8uu, tentunya

engkau perlu melakukan penelaahan terhadap berbagai kitab. Boleh

€,rffiLp

jadi engkau bisa memahami apa yang engkau baca, dan boleh jadi

tidak. Namun seorang guru mempermudah jalan:rtu, ia menjelaskan

jalannya untukmu, membukakan untukmu pintu penelitian dan pintu

ijtihad. Hanya saja metode ini mengandung duri yang bercabang. Jika

-misalnya- engkau tertusuk jarum peniti hingga dalam, maka mudah

mengeluarkannya. Akan tetapi jika duri bercabang yang menusukmu,

maka. tusukan durinya ke mana-mana. Sekiranya engkau cabut satu

cabangnya niscaya cabang lainnya patah sehingga sulit bagimu untuk

mengeluarkan sisanya dan boleh jadi terus berada di dalam kulit.

lntinya, talaqqi kepada seorang syaikh (guru) mengandung bebe-

rapa resiko. Oleh sebab itu yang pertama sekali harus kita ketahui ada-

lah akidahnya. Sebab bisa saja ia menganut suatu akidah yang rusak

dan menyelisihi akidah ulama Salaf, dan merupakan orang pintar yang

tidak menyebutkan akidahnya secara tegas tetapi terselubung. Semen-

tara seorang murid terkadang polos dan menduga aPa yang dikata-

kan syaikhnya merupakan sebuah kebenaran padahal berbahaya.

Kedua, kita harus mengetahui sejauh mana agamanya. Sebab ada

sebagian orang yang memiliki ilmu tapi tidak memiliki agama dan ti-

dak bisa dipercaya menurut kaca mata agama karena memperturut-

kan hawa nafsunya. Ini juga berbahaya. Dan kelurusan seseorang bisa

diketahui dari akidahnya yang buruk, sedangkan kelemahan agama-

nya bisa diketahui dari tingkah laku dan perkataannya. Tidaklah se-

orang manusia menyimpan suatu rahasia melainkan Allah pasti akan

memperlihatkannya di hadapannya. Dan itu bisa diketahui dari per-

kataan lisarurya dan lembaran wajahnya.

Adapun menerima dari kitab-kitab, yang merupakan metode ke-

dua, maka hal ini memerlukan usaha ekstra keras dan kesabaran yang

panjang hingga seseorang bisa memperoleh apa yang ia ingin pero-

leh. Ada yang mengatakan, "Barangsiapa dalilnya adalah kitabnya,

maka kesalahannya lebih banyak daripada kebenararmya." Maksud-

nya bukan ia tidak memperoleh ilmu, akan tetapi sering keliru.

Dengan demikian kita awali dahulu dengan talaqqi,lalu jika kita

tidak bisa melakukannya, maka 'darurat membolehkan yang dila-

rang', yaitu membaca kitab-kitab serta tetap bersabar hingga kita sam-

pai kepada ilmu kemudian kita bangun amal kita di atas ilmu.

Kemudian Al-Bukhari berkata, "para ulama adalah pewaris para

nabi, dan mereka mewarisi ihnu, barangsiapa mengambilnya niscaya

ia telah mengambilbagian yang cukup."

293

294 €rm;rur&

Para Nabi mewariskan ilmu, dan tidak mewariskan Dirham dan

Dinar. Ini tennasuk hikmah Allah 'Azza ua lalla.Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam bersabda, "sesungguhnya lami para Nabi tidak diberi warisan.

Apa yang kami tinggalknn merupalan sedekah."26

Ini merupakan suatu hikmah dari Allah, yaitu para kerabatnya

ti-dak mendapatkan bagian dari peninggalan mereka. Sebab jika de-

mikian, maka para Nabi akan dicurigai sebagai orang-orang yang me-

ngejar kekuasaan dan harta, dan ingin mengambil harta manusia hing-

ga menjadi harta warisan mereka kelak.

Laf.azhhadits, " sesungguhnya knmi para Nabi tidak diberi warisan. Apa

yang kami tinggalkan merupaknn sedekah."'Kaum Syi'ah Rafidhah ber-

kata, "Bahkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi warisan' Hadits

'sesungguhnya kami tidak diberi warisan, kami tidak meninggalkan

sedekah'. Maksudnya apa yang kami tinggalkan sebagai sedekah tidak

dijadikan sebagai warisan. Mereka (Syi'ah Rafidhah) berkata, "Inilah

Lafazhyang benar. Adapun'sedekah' dengan dibaca rafa' maka ini me-

rupakan kesalahan." OIeh sebab itu mereka berkata, "Sesungguhnya

Abu Bakar, IJmar dan para shahabat yang lainnya adalah oranS-orang

zalim dan fasik. Sebab mereka menghalangi salah satu kewajiban dari

Allah. Yaitu warisan anak perempuan dan kerabat, di mana mereka

menghalangi hak Fathimah Radhryallahu Anha dari ayahnya, dan meng-

halangi pamannya dan putera pamannya jika Putera Pamannya

memiliki warisan."

Kami katakan kepada mereka, "semoga Allah memburukkan kea-

daan kalianl Sekiranyalafazh hadits sebagai yang kalian klaim, yaitu

'sesungguhnya kami tidak diberi warisan, kami tidak meninggalkan

sedekah', maka apa bedanya antara para nabi dengan orang-orang

selain mereka? Sampai-sampai manusia selain nabi jika mewakafkan

sesuatu dan meninggalkannya maka itu adalah sedekah yang tidak

diwariskan. Lantas keistimewaan aPa lagi yang dimiuki para nabi

sementara terdapat banyak dalil yang menegaskan masalah ini'

Intinya, para nabi mewariskan ilmu. Akan tetaPi apakah cuma il-

mu yang mereka wariskan? Ataukah ilnu, amal dan dakwah iuga?

|awabnya, mereka mewariskan ketiga-tiganya. Oleh sebab itu ba-

rangsiapa menjadi pewaris para nabi dan mengambil ilmunya, otoma-

tis ia harus melaksanakan warisan lainnya yaitu amal dan dakwah.

265 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6726) danMuslim (1758) (51)

€firit,p 295

Sebab jika tidak demikian, maka mereka seperti orang yang mewarisi

harta namun tidak bisa mengambil manfaat darinya.

Perkataary "Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut

ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.',

ILnu yang dimaksud di sini adalah ilmu syar'i.

Perkataannya: 'jalan', mencakup jalan yang bersifat kongkrit dan

jalan yang bersifat abstrak. ]alan yang bersifat kongkrit yaitu engkau

pergi dari rumahmu menuju tempat belajar. Sedangkan jalan yang ab-

strak yaitu engkau membaca buku-buku, mengambil perkataan ulama

dan sebagainya.

Allah lalla Dzilcruhu berftrman, "Dinntara hamba-hamba Allah yang

takut kepada Nya hanyalah para ullma," (QS. Fathir: 28)

Kata ;* artinya -F (takut). Namun makna takut yang ter-

kandnng dalam kata khasyah lebih semptuna dari khauf sebab ia

dibarengi dengan ilmu. sebagaimana Allah berfirm art, "Dinntara hamba-

hamba Allah yang takut kepada Nya hanyalah para ullma" (eS. Fathir: 28)

Adapun takut yang terkandung dalam kata khauf, maka ia bisa

jadi dibarengi dengan ilmu, dan bisa pula tidak. Para ulama adalah

orang-orang yang mengenal Allah serta mengetahui ayat-ayat dan hu-

kum-hukum Allah. Jika engkau ingin mengatakan maka katakanlah

orang-orang yang mengenal Allah dan mengetahui ayat-ayatnyayang

mencakup hukum-hukumnya. Karena seluruh hukum Allah termasuk

ayat-ayat-Nya. Baik hukum itu bersifat kauniyah maupun syar'iyyah.

Apakah orang-orang yang mengetahui tentang Fisika, ilmu ke-

dokteran, lapisan bumi serta ilmu falak, termasuk di dalamnya?

Jawabannya tidak, namun bisa saja Allah memberikan karunia-

Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari mereka jika mereka

mengetahui hikmah yang Allah miliki dalam segala perkara lalu mere-

ka mendapat petunjuk.

Dan sisi keutamaan ilmu terdapat dalam firman-Nya, "Dinntara

hamba-hamba Allah yang takut kEada Nya hanyalah para ulama." (eS.

Fathir:28)

Para ulama adalah orang-orangya gtakut kepada Allah.

Firman Allah Ta'ala, "Dan tidqk ada yang alan memahaminya kecuali

mereka yang berilmu " (QS. Al-Ankabut 43)

€mnmrur&

Dhamir ha' padakata tii;ii kembali kepada trt, itli$r firrtan Allah,

"Dan perumpam.aan-perumpamaan ini Kami buat untuk mnnusit." (QS. Al-

Ankabutu 43)

q)r:;- q artinya tidaklah yang memahaminya, memahami mak-

sudnya serta memahami hubungan antara contoh dan yang dijadikan

contoh kecuali orang-orang yang alim. Sebab orang-orang bodoh boleh

jadi membaca berbagai perumpamaan yang ada di dalam Al-Qur'an

namun mereka tidak mengetahui maksudnya, tidak pula hubungan

antara perumpamaan itu dengan sesuatu yang diiadikan perumPama-

an. Akan tetapi orang-orangymtgberilmu (alim) bisa memahami itu.

Allah juga berfirman, "sekiranya (dahulu) kami mendengarknn atau

memikirlan (peringatan itu) tentulah lami tidak termasuk penghuni neralu

yang menyala-nyala." (QS. Al-Mulk 10)

Mereka mengatakannya sebagai jawaban ketika ditanya, "Apalah

belum pernah ada orang yang datang metnberi peringatan lczpailamu (di du-

nia)? " Merelu menjawab, " Benar, sungguh, seorang panberi peringatan telah

datang kpada lami, tetapi lami mendustalan(nya) dan lumi lcntalun, " Allah

tidak menurunlcitn suuatu apa pun,'lcnmu sebenarnya di dalam kesesatan

yang besar."Dan merelct berlata, "sekiranya (dahulu) lami mendengarlan

atau memikirlan (peringatan itu) tentulah lami tidak termasuk penghuni

neralu yang menyala-nyala." (QS. Al-Mulk. 8-10)

Maksudnya, sekiranya dahulu kita mendengar dengan pende-

ngaran yang mengandung kepahaman dan ketundukan. Sebab mereka

mendengamya dengan pendengaran inderawi semata tanpa memaha-

mi dan tunduk. Karena para rasul telah datang menyamPaikan dakwah

kepada mereka.

W ii maksudnya 'atau kita berpikir' meskiprur kita belum men-

dengarkan. Sebab kata ;l memberikan pengertian tanwi' (bermacam-

macam), karena orang yang berakal akan mencari kebenaran. oleh

sebab itu dikatakan bahwa WaraQah bin Naufal, anak paman Khadijah

yang menjadi tujuan diantarkannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam, ketika Waraqah memberitahukan I(hadijah perihal turunnya

wahyu pertama, ia merasa risih dengan perilaku oranS-orang Jahiliyah

yang menyembah berhala dan menganggap ini bukanlah kebenaran.

Lantas ia pun pergi ke Syam mencari agama Nasrani lalu menganut-

296

€'iffit,P

nya dan kembali ke Mekah. Dan ia berjalan di atas agama Nasrani yang

masih benar.2tr

Maka orang yang berakal, kendati pun ia belum mendengar ke-

benaran, maka ia harus mencari kebenaran ifu. Dan fitrah yang lurus

senantiasa akan menunjukkan kepada kebenaran.

Adapun pendengaran, jika seorang manusia mendengar suatu

bacaan dengan segenap hatinya'dan mengambil manfaat darinya,

sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Sungguh, pad"a yang demikian itu

pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati." (QS.

Qaf: 37). Maka itulah akal (pemahaman) firman Allatu "atau yang

menggunaknn pendengarannya, sedang dia menyalcsikannya." (QS. Qaf: 37)

Firman Allah Ta'ala, "Apalah sama orang-orang yang mengetahui

dengan orang-orang yang tidak mengetahui. " (QS. Az-Zumar: 9l

Kalimat pertanyaan yang disebutkan dalam ayat di atas adalah

pertanyaan yang bermakna menidakkan. Maksudnya orang-orang

yang mengetahui tentu tidak sama dengan orang-orang yang tidak

mengetahui. Jika nafi (penidakkan) disebutkan dengan kalimat per-

tanyaan maka maknanya lebih dalam. Sebab dalam kalimat seperti ini

terkandung makna tantangan. Seakan-akan yang pengucapnya berka-

ta, "Jka memang orang-orangyan9 berilmu sama dengan yang tidak

berilmu maka beritahukanlah kepadamu tentang mereka!"

Maka jika disebutkan kepadamu makna penidakkan dengan ka-

Iimat tanya, itu lebih dalam maksudnya dari penidakkanbiasa.

Sabda Nabi Shalaltahu Alaihi wa Sallam,&. ,i yr'i, )j J, @a_

rangsiapa Allah kehendaki kebaikan untulcnya, maka Dia alan memberinya

pemahaman..). Ini adalah penggalan hadits Mu'awiyah Radhiyallahu

Anhu yang lengkapnya, "Barangsiapa Allah kehendaki kebaikan untuknya,

makn Dia akan memberiny a p emahaman dalam Ag ama. "

Seakan-akan penulis Rahimahullah memenggal potongan hadits ini

dari lafaznya yang lengkap dengan maknanya juga. Sebab al-fiqhu fi

ad-dien sama maknanya denganal-fahmufi ad-dien (memahami agama).

Yaitu memahami segala hukumnya, hikmahnya dan rahasia-rahasia-

nya. Dan dalam perkataan Nabi ini tersimpan sebuah kabar gembira

bagi orang yang Allah Ta'ala anugerahi dengan pemahaman dalam

agama, yaitu Allah menghendaki kebaikan untuknya. Dengan demi

297

266 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3) dan Muslim (150) (52)

298 €mmrur&

kian ini termasuk berita gembira yang disegerakan Penyampaiannya

oleh Allah Ta'ala.

Nabi bersab da, "sesungguhnya ilmu itu hanya bisa diraih dengan be-

lajar." Yakni, ilmu tidak bisa diperoleh kecuali dengan belajar. IImu ti-

dak datang kepada manusia dalam bentuk hadiah seperti sebuah talam

makanan. Tetapi ia diraih dengan beLaiat, bahkan dengan belajar yang

tekun bukan bermalas-malasan. Ada yang mengatakan, "Kerahkanlah

semua yang adapadamu untuk ilmu, niscaya sebagian ilmu itu datang

kepadamul Dan jika engkau mengerahkan sebagian yang ada padamu,

maka ilmu itu akan terluput total darimu."

oleh sebab itu harus ada dedikasi seutuhnya untuk ilmu, ditam-

bah dengan kesungguhan yang maksimal, diskusi dan mudzakarah

(sering mengulang) dan diskusi. sebab mudzakarah akan memeliha-

ra ilmu, diskusi akan membuka pemahaman seseorang hingga ia bisa

mengetahui berbagai dalil dan mengeluarkan hukum darinya, dan

mengetahui cara melepaskan diri dari berbagai perkara syubhat dan

saling bertentangan. Dan cara ini sudah terbukti'

Adapun orang yang banyak membaca tanpa dibarengi dengan

pemahaman serta diskusi maka tidak akan memperoleh faedah yang

banyak.

Abu Dzarr Radhiyallahu Anhu berkata, "Andaikata kalian meletak-

kan mata pedang yang tajam di atas ini -sambil mengarahkan tan8an-

nya ke tengkuk beliau- kemudian aku merasa yakin masih bisa me-

nyampaikan satu kalimat yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu

Alaihiwa Sallamsebelum kalian menebaskan pedang itu pada tengkuk-

ku niscaya aku akan menyampaikannya."

Maksudnya, "sesungguhnya aku akan menyamPaikan ilmu hittS-

ga sekiranya kalian meletakka n shamshamah -y aifitpedang- ke leherku,

lita aku masih bisa menyampaikan sepatah kata yang aku dengar dari

N abi shallaltahu Alaihi wa s allam, aku pasti menyamPaikannya. "

Ibnu Abba s Radhiyallahu Anhu berkata, "Jadilah kalian kaum

Rabbani y ang hulama' fuqaha"'

Ucapan ini boteh iadi ditujukan kepada Para shahabatnya (murid-

nya) atau kepada semua manusia.

,,Kaum Rabbani yang hulama' fuqaha'" al-hilm yaitu tidak tergesa-

gesa dan tergopoh-gopoh dalam menjatuJrkan hukuman dalam segala

perkara. Maka orang yanghalim adalah orang yang berhati-hati dalam

€,$tilp

segala urusannya, tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru. Adapun

makaafuqaha' (ahli fikih) maka sudah jelas maknanya.

Lantas siapakah kaum yang Rabbani itu? Dikatakan bahwa se-

orang Rabbani adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu-

ilmu dasar sebelum ilmu-ilmu yang tinggi. Yaitu orang yang mengajari

manusia sedikit demi sedikit, tidak mengajarkan kepada mereka ilmu

yang sulit yang tidak bisa mereka pahami, sehingga tidak mempero-

leh faedah apa-apa darinya.

Ada yang berpendapat bahwa orang yang Rabbani adalah orang

yang memadukan antara ta'lim (pengajaran) dan tarbiyah (pendidi-

kan). Sebab kata rabbani bersumber dari kata tarbiyah. Inilah penda-

pat yang paling benar. Orang-orang Rabbaniyun adalah mereka yang

memadukan pengajaran dan pendidikan. tetapi (dia berkata), "ladilah

kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena

kamu mempelajarinya!" (QS. Ali 'Imran: 79)

Sebab di antara orang alim ada yang sekedar mengajar namun ti-

dak mendidik. Kendati mengajar memiliki kebaikan, akan tetapi orang

yang alim adalah yang mengajar dan mendidik dengan ucapannya,

pengarahannya dan bimbingannya.

Ia juga mendidik dengan perbuatarurya dan tingkah lakunya. Be-

tapa banyak seorang murid lebih terkesan dengan perilaku gurunya

daripada hanya berbicara berhari-hari. Dan ini sebuah reatta yang

sudah terbukti. Maka seorang Rabbani menurut pendapat yang rajih

adalah orang yang mengajar dan mendidik, yakni yang mengajari ma-

nusia dan mendidik mereka di atas hukum-hukum syar'i.

Dalam bab ini Al-Bukhari Rahimahullah tidak menyebutkan satu

hadits pun, meskipun demikian hadits Mu'awiyah yang berbunyi,

"Barangsiapa Allah kehendaki kebaikan untul<nya, maka Dia memberinya

pemahaman terhadap Agnma." Merupakan hadits yal,.lg Muttafaq 'Alaih.

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/ 1,62), "Dalam

bab ini penulis (Al-Bukhari) hanya mencantumkan riwayat yang telah

disebutkan tadi tanpa menyebutkan satu haditspun yang maushul (ber-

sambung sanadnya) yang sesuai dengan kriteria beliau. Boleh jadi be-

liau melaktkan tabyidh terhadapnya untuk mencantumkan riwayat

yang tsabit menurut syarabrya, atau beliau sengaja melakukan itu ka-

rena sudah merasa cukup dengan apayar:rgbeliau cantumkan di atas,

wallahu a'lam."

299

€ilffiffi'tH>

Tafuidh adalah membiarkan kosong. Sebagian penulis membiar-

kan kosong sebab ia akan menyebutkannya kembali dan menyertakan-

nya n.rmun ternyata hal itu tidak dilakukannya. Boleh jadi karena ia

melupakannya atau ajalnya telah menjemputnya terlebih dahulu atau

sebab lainnya.

€rr&

* #tlt; iG

tli {J-nl

ti';s-#ry

7'

-t. .,11YF\

,f i";rt:P.ilu,pWtS*'h,;* #t ttrs v,as.

ts#

Bab Perihal Nabi Shollallohu Aloiht wo Sollom Yang Mengatur

Jadwal Rutin Dalam Penyampaian Nasihat Dan llmu Bagi Para

Shahabat Agar Mereka Tidak Lari (Bosan).

,!.tt ,rJ F "e$t ; 3W 61;i iu ,;-t,; :;3,vJ cr.rr

I

,

dlll :Fq:#

^;tf rE{r ;

68. Mulnmmad bin Yusuf telah manyampailun kepada lami, ia berlata, Suf-

yan telah mmyampailan kepada lami dari Al-A'masy, ilari Abu Waail,

dari lhnu Mas'ud, ia berlcata, "Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam membuat jadwal rutin bagi lami pada luri-hari tertentu, beliau

tidak ingin lami menjafli lessn."26t

[Hadits 58 - tercantum juga pada hadits nomor: 70 dan 6/J1l

Syarah Hadits

"Mengatur jadwal rutin bagi lam|" maksudnya menentukan hari-

hari tertentu untuk menyampaikan nasihat kepada kami pada hari-hari

tersebut, hingga tidak terlalu banyak karena khawatir timbulnya rasa

jenuh dan bosan.

Seandainya para penuntut ilmu yang meminta penyampaian ilmu

setiap hari, apakah sang guru memenuhi perrrintaan mereka atau ia

301

267 HR. Muslim (2821X82)

302

menyampaikannya sesuai kadar

yang lebih utama?

€mmmr&

kemampuan mereka, dan manakah

]awabnya: Dalam masalah ini ada perincian. Apabila para penun-

tut ilmu meminta jadwal belajar yang memungkinkan bagi mereka un-

tuk mengikutinya,'maka sang guru memenuhi permintaan mereka. se-

bab itu adalah hak mereka dan merekalah yang memilihnya sendiri.

Apabila mereka meminta jadwal belajar yang besar kemungkinan ti-

dak dapat mereka penuhi, misalnya mereka berkata, "Duduklah untuk

mengajari kami setelah shalat Shubuh, setelah shalat Zhuhur, setelah

shalat Ashar, setelah shalat Maghrib dan setelah shalat Isya'." Permin-

taan seperti ini adalah sesuatu yang tidak akan sanggup mereka penuhi

sendiri. Karena ihrlahNabi Shallallahu Alaihiwa Sallam melarang shaha-

bat menyambung puasa, padahal mereka sendiri yang mengingrn-

kannya. Ketika itu para shahabat merasa keberatan dengan larangan

itu, mereka berkata, "sesungguhnya Anda menyambung Puasa." Maka

Nabi shall allahu Ataihi wa sallam menyambung puasa bersama me-

reka satu hari, kemudian hari berikutnya, kemudian mereka melihat

hilal. Nabi Shatlaltahu Ataihi wa Sallamberkata kepada mereka, "Sekira-

nya hilal belum datang, niscaya aku akan menambahnya untuk ka-

lian./268 Hingga mereka mengetahui bahwa seyogyanya seorang ma-

nusia membebani dirinya dengan sesuatu yan8 mampu ia kerjakan

dan tidak membebani dirinya dengan sesuatu yang tidak mamPu

ia kerjakan. Terkadang di awal menuntut ilmu seseorang memiliki

semangat yang tinggi dan dorongan yanS besar, akan tetapi kemudian

ia mengalami kejenuhan. Sedangkan seseorang yang berakal sebagai-

mana yang baru kita jelaskan tadi, adalah seorang Rabbafi. Karena itu

harus d.iperhatikan jadwal pelajaran yang kiranya bisa diikuti oleh

para penuntut ilmu secara konsisten. Apabila besar persangkaan bah-

wa mereka bisa mengikuti jadwal pelajaran tersebut Secara terus me-

nerus dan tidak ad.a kesulitan padanya, maka hendaklah ia memenuhi

permintaan mereka.

Adapun jika sang guru belpendapat atau besar persangkaan da-

rinya bahwa mereka tidak bisa bersabar menjalaninya, maka hendak-

lah ia melarang mereka dan menetaPkan jadwat tertentu bagi mereka

sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menetapkan jad-

wal tertentu bagi para shahabat untuk menyamPaikan nasihat. Demi-

kian pula untuk menyamPaikan ilmu dan hadits.

268 HR. Muslim (1104X59)

€ffittp

Nasihat tidak sama dengan ilmu, sebab tidak semua ilmu berupa

nasihat. Nasihat adalah ucapan untuk menyentuh dan menggerakkan

hati dan jiwa, sementa


Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 7 an tentangperkara yang disampaikan kepadanya.Syaqiq berkata dari Abdullah -yaitu Ibnu Mas'ud-, "Aku mende-ngar sebuah kata dari Nabi Skallallnhu Alaihi wa Sallam." Maksudnyaperkataan beliau.Hudzaifah berkata, "Haddatsan… Read More