ang Pun yang tahu bagaimana Pun tingginya ilmu me-
dis yang dimilikinya. Dan jika ia sudah dilahirkan, apakah akan hidup
lama atau sebentar?
Kedua: Apabila si bayi sudah dilahirkan apakah rezekinya lapang
atau sempit? Mereka juga tidak mengetahuinya.
Ketiga: ]ika si janin sudah dilahirkan, amalnya bakal baik atau
buruk? Mereka tidak mengetahuinya.
Dengan demikian pengetahuan yang berhubungan dengan apa
yang di dalam rahim bukan khusus mengenai jenis kelaminnya lelaki
atau perempuan. Dan tidak ada yang mengetahui itu semua kecuali
AIIah.
Firman Allah Ta'ala, "Dan tiadn selrangpun yang dapat mengetahui
apayang akan diusahakannyabesok," Allah tidak mengatakan, "Apa yang
228 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (813) tercantum juga pada hadits nomor (3333,
6595) dan Muslim (rv / 2037) (2645) (3)
210 €mml.irurp
akan diraihnya besok." Sebab yang akan diraih seorang manusia esok
hari ada dua macam: yang diraihnya melalui usahanya dan yang di-
raihnya melalui perbuatan AUah kepadanya.
Adapun yang berasal dari perbuatan Allah kepadanya, maka tidak
ada satu jalan pun untuk mengetahuinya secara mutlak.
Sedangkan yang berasal dari usaha, maka seorang manusia ada-
kalanya bisa menentukannya. Boleh jadi ia berkat4 "Besok aku akan
mengerjakan ini dan melakukan ini." Namun yang pastinya ia tidak
kuasa menjamin bisa melakukannya. Dengan demikian sesungguh-
nya ia pun tidak memiliki ilmu tentang itu.
Tidak ada satu cara pun untuk mengetahui secata mutlak hasil
usaha yang terkait dengan perbuatan Allah 'AzzA wa lalla. Sebab hal
itu termasuk takdir Allah, sementara takdir Allah merupakan sebuah
rahasia yang telah ditetapkan. Oleh karena itulah Allah 'Azn wa lalla
tidak mengatakan, "Darr tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa
yang akan diperolehnya besok." Tetapi Dia mengatakan, "Apa yang
diusahakannya besok." Kalaulah apa yang akan kita usahakan besok
saja kita tidak mengetahuinya, tentunya kita lebih tidak tahu lagi apa
yang akan Allah perbuat kepada kita.
Firman Allah Ta'ala, "Dan tiada seorang pun yang ilapat mengetahui
dibumi mana ia alan mnti." Seorang manusia tidak dapat mengetahui di
bumi mana ia akan mati. Betapa banyak manusia yang mati di tempat
yang tidak pernah terpikirkan olehnya untuk datang ke sana selama-
nya. Boleh jadi ia akan mati di negerinya sendiri, di negeri larn, di
daratarg di lautan, atau di udara. Tidak ada yang dapat mengetahui di
bumi mana ia akan mati.
Seseorang yarrg tsiqah pemah menceritakan kepada saya sebuah
peristiwa yang sebelumnya telah saya ceritakan kepada kalian, akan
tetapi saya kira ada sebagian ikhwan yang belum mendengar cerita-
nya. Orang itu menceritakan, "Suatu hari orang-orang hendak pergi
menunaikan ibadah haji dengan mengendarai unta. Ketika mereka
berangkat dan sampai di jajaran gunung yang mengelilingi Mekah
yang disebut dengan Ar-Ri', ternyata di antara mereka ada seorang
lelaki yang sedang merawat ibunya sakit. Lalu rombongan tersebut
berangkat di akhir malam, sementara lelaki tadi duduk menemani
dan merawat ibunya. Kemudian ia menaikkan ibunya ke atas untanya
dan berjalan di belakang rombongan. Tiba-tiba ia tersesat dari mereka,
sebab gunung-gunung itu lembah-lembuh y*g hampir sama tinggi-
€,ffi&
nya. Akhimya ia menempuh jalan yang tidak dilalui oleh orang yang
akan pergi ke Nejed. Ketika sinar matahari sudah semakin terang, ia
masih belum menemukan rombongannya. Lalu ia mendapati sebuah
tenda di salah satu lembah. Ia berjalan ke arahnya dan bertanya ke-
pada penghuninya, "Manakah jalan ke Nejed?" Mereka menjawab,
"Engkau ini bukan di jalur menuju Nejed." Kamu duduk saja dahulu
sehingga untamu dan kamu juga bisa beristirahat!" Tatkala ia men-
derumkan untanya dan hendak menurunkan ibunya, belum lagi ia
membaringkannya di atas tanah, temyata Allah telah mengambil
nyawa ibunya. Subhanallah! Ternyata wanita yang meninggal itu ter-
masuk penduduk Unaizatu dan ia sudah pemah menunaikan haji serta
melewati tempat ini. Sekiranya bukan karena tersesat, tentunya ia ti-
dak sampai ke sana. Namun Allah telah menakdirkan wanita tersebut
meninggal dunia di wilayah itu.
|ika manusia tidak mengetahui di bumi mana ia akan mati, apa-
kah ia bisa mengetahui kapan akan mati? Sudah pasti ia lebih tidak
mengetahuinya lagi. Sebab kalau ia tidak mengetahui di bumi mana
ia akan mati, padahal ia sanggup pergi ke tempat Fulan dan ke tempat
Fulan lainnya, tentunya ia lebih tidak mengetahui kapan ia akan mati.
Inilah kelima perkara yang hanya Allah saja yang mengetahui-
nya. Oleh karenanya, siapa saja yang mendakwa (mengaku-ngaku)
memiliki pengetahuan tentangnyai maka ia adalah seorang pendus-
ta! Namun apakah ia kafir? Kami katakan: jika Al-Qur'an telah sam-
pai kepadanya dan ia telah diberi tahu bahwa tak ada yang menge-
tahuinya kecuali Allah maka ia kafu. Sebab ia mendustakan Al-Qur'an.
Sedangkan apabila Al-Qur'an belum sampai kepadanya, maka hal ini
dijelaskan kepadanya.
Sementara itu maksud 'kunci-kunci perkara yang gaib berada di
sisi-Nya yaitu bahwa pengetahuan mengenai hari Kiamat merupakan
kunci akhirat, hujan merupakan kunci kehidupan tanah, apa yang ada
di dalam rahim merupakan kunci kehidupan setiap manusia, keti-
daktahuan manusia akan apa yang diusahakannya esok merupakan
kunci amal di masa depan, dan ketidaktahuan manusia tentang di bu-
mi mana ia akan mati merupakan kunci akhir setiap manusia.
i.t ,f dG ,r Y J eryLc"-t is a'* J e |;c-r-.o t
' .iV.. , oi -^' .\.- ,'. o'r \ . " :,. - r ",a?t Jt3 ?3t dw j lt *,1f ,nr * j yt * f qw
1'
2tr
2t2
3lk ii ltri.i"l; a:tU -: ;s *y 'oi of 5 oW il
3^;i 3si,y.6v', U ,F it,!r 1s: tt:'*i # ,*i
e? y. l-:s- ii "x. ^+n'aLj.;
'"ciiia-i apta$,aA
5L. Ibrahim bin Hamzah menceritakan kepada kami, ia berkata, "Ibrahim bin
Sa'ad telah menceritalan kEada lumi dari Shalih dari lbnu Syihab dari
Ubeidullah bin Abdillah bahwa Abdullah bin Abbas Radhiyallahu An-
huma mengabarkan kEadanya, kata belinu, "Abu Sufyan telah menceri-
takan kepadaht bahwa Hiraklius berknta kepadanya, " Aku bertanya kepa-
damu apakah pengihttnya bertambah atau berkurang? Engkau katakan
bertambah, demikianlah iman alcnn terus bertambah hingga sempurna.
Aku bertanya kepadamu adakah pengihttnya yang murtad larena benci
tuhadap agamanya setelah merela memeluknya? Engkau jawab tidak,
Demikianlah iman jila telah cahayanya telah menyinari hati, tidak se-
orang pun yang alan membencinyA,"22e
[Silahkan melihat hadits nomor 7!]
Syarah Hadlts
Iika Al-Bukhari mengatakan Bab dan tidak menyebutk an T arj amah
maka maksudnya bab tersebut mengikuti bab sebelumnya, dan di ka-
langan ulama Fiqh setara dengan istilah al-fashl (Pasal). Para ulama
Rahimahumullah menulis Kitab untuk menyatakan satu jenis, Bab vn-
tuk menyatakan beberapa kategori, dau.l Pasal untuk menyatakan ber-
bagai permasalahan.
Thaharah diberi judul dengan Ktab Ath-Thaharah, shalat diberi ju-
dul dengan Kitab Ash-Shalat, zakat diberi judul dengan Ktab Az-Zalat
hi.ggu akhirnya.
Sedangkan kategori diberi judul dengan Bab, sebagai contoh Bab
Al-Miyah, Bab Al-Aniyah, Bab Al-Istinja'dan seterusnya.
Sementara itu untuk beberapa permasalahan yang berasal dari
bab yang sama maka ditulis dengan Eashlun, artinya memisahkan an-
tara sebagian permasalahan dengan sebagian lainnya. Terkadang para
€r*ttiffi'tp
, tl> .1c;r drt') i li
229 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (51) dan Muslim (1773) (74)
S'ffiffi,p 213
ulama tidak bermaksud memisahkan antara sebagian permasalahan
dengan sebagian lainnya, namun ternyata pembahasannya menjadi
sangat panjang. Sehingga mereka khawatir menimbulkan kejenuhan,
maka mereka pun menuliskan Fashlun. Sebab tidak disangsikan lagi
jika sebuah pembahasan dipisah, maka pembahasan tersebut menjadi
lebih mudah dan ringan bagi yang mempelajarinya. Oleh sebab itu-
lah jika Al-Bukhari menyebutkan bab tanpa tarjamah maka maksud-
nya adalah bab tersebut merupakan lanjutan dari bab sebelumnya.
Dan di kalangan ulama Fikih setara dengan Fashlun.
Hadits ini mengandung dalil bahwa keimanan itu bisa bertam-
bah, karena Heraklius mengatakan, "Demikianlah, keimanan akan
terus bertambah hingga sempuna." Boleh jadi ada yang mengkritik
cara pendalilan seperti ini. Sebab Heraklius menanyakan tentang para
shahabat Rasu1ullah, "Apakah mereka bertambah atau berkurarrg?" Ia
tidak menanyakan tentang berbagai perkara syari'at yang diperintah-
kan kepada mereka, apakah syari'at tersebut bertambah atau berku-
rang. Oleh karena itu masih belum jelas bagi saya hadits ini mengan-
duog dalil bertambah dan berkurangnya keimanan sebagaimana yang
dimaksudkan oleh Al-Bukhari.
Al-Hafizh Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/ 125), "Perka-
taan Al-Bukhari: Bab, demikian dinyatakannya tanpa menyebutkan
tarjamah dalam riwayat Karimah dan Abu Al-Waqt, dan tidak disebut-
kan dalam riwayat AbuDzar, Al-Ashili dan selain keduanya. Sedang-
kan An-Nawawi merajihkan yang pertama dan berkata, "Sebab tarja-
mah memberikan pengertian bahwa hadits pertanyaan Jibril tentang
iman tidak memiliki hubungan dengann tarjamah itu sendiri, sehingga
tidak benar bila ia dimasukkan ke dalam bab.
Saya (Syaikh Utsaimin Rahimahullah) katakarr, "Dalam masalah ini
penafian hubungan tersebut tidak sempurna dari dua kondisi. Sebab
jika telah pasti baginya laf.azll. bab tanpa tarjamah maka itu setara
dengan fashl (pasal) dari bab yang sebelumnya. Dengan demikian
bab ini masih ada hubungannya dengan bab sebelumnya. Kalaupun
belum bisa dipastikaru maka tetap ada kaitannya, namun kaitannya
adalah dengan perkataannya dalam tarjamah, "Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam menetapkan itu semua sebagai perkara agama. Dan sisi ke-
terkaitannya adalah ia (Al-Bukhari) menyebut agama sebagai iman
dalam hadits Heraklius. Dengan demikianlah tercapailah maksud
penulis (Al-Bukhari) bahwa agama adalah iman.
214 €r*mruT&
Iika ada yang mengatakan, "IJcapan itu (yakni demikianlah
keimanan akan terus bertambah hingga sempuma -penj.) tidak bisa
menjadi hujjah bagi beliau (Al-Bukhari). Sebab ucapan tersebut berasal
dari Heraklius."
Maka dijawab: perkataan Heraklius itu didasarkan kepada ijtihad-
nya. Ia mengatakan demikian berdasarkan penelitiannya terhadap se-
jumlah kitab suci para Nabi sebagaimana yang telah kami singgung
sebelumnya. Lagi pula, Heraklius menyebutkannya dalam bahasa
Romawi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Sufyan
yang kemudian diceritakannya kepada Ibnu'Abbas. Ibnu'Abbas sen-
diri termasuk pakar bahasa. Ia meriwayatkan ini dari Abu Sufyan dan
tidak mengingkarinya. Maka hal ini membuktikan bahwa perkataan
tersebut memang benar dari sisi lafazh dan makna. Penulis (A1-
Bukhari) hanya menyebutkan penggalan hadits Abu Sufyan yang Pan-
jang yang telah kita bicarakan pada pembahasan awal mula turunnya
wahyu, disebabkan adanya keterkaitan antara hadits tersebut dengan
tujuannya di sini. Namun dalam Kitab Al-lihadbeliau mencantumkan-
nya dengan komplit dengan sanad yang beliau cantumkan di sini.
Wallahu A'lam."Bo
Dengan demikian, dalil yang ada dalam hadits nomor 51 tersebut
bukan untuk mentmjukkan keimanan itu bisa bertambah dan bisa
berkurang. Akan tetapi untuk menunjukkan bahwa iman itu adalah
agama. Dan dari tindakan A1-Bukhari Rahimahullah im dapat diam-
bil faedah bahwa memenggal hadits menjadi beberapa bagian dan
membatasinya unhrk suatu tujuan adalah perkara yang diperboleh-
kan. Hanya saja ulama berkata, "Dalam hal ini disyaratkan bahwa
hadits yang tidak disebutkan tidak memiliki keterkaitan dengan yang
disebutkan. ]ika masih memiliki keterkaitan maka dilarang tidak
menyebutkannya.
230 Silahkan melihat Al-Fath (l/ 125- 126)
Sgz&
y"ri';;t;,a fi *6.
Bab Keutamaan Orang Yang Menjaga Kesucian Agama
i G 5t;3r +lo rG q;t1.f )n, f ;ic'; .ot
'rr'o.lti U.,liAt lX;*i y tt ,t* *t i;: ry 3A
oqq"Ar ,pt ,* q6t ,2,'f tlAx"i Atig, t:d') U
G4)t;.; ;i Ltf :dt e & G, *Z : yl,i,#t
*3i elr ,# ';ttii ,h y F,Jti i1 ^;ar|. ii q;
fi, {k At * J* t4z;*l ;,;Jr ,f ltt.ti'^l,rr;
4iiir g'rii lk At'ri J,'ri
52. Abu Nu'aim menceritaknn kepada kami, ia berkata, "Zaluriya telah
menceritaknn lcepada lumi dari Amir, ia berkata, "Saya mendengar An-
Nu'maan bin Basyir Radhiyallahu Anhu berkata, "Saya mendengar Rn-
sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya yang
halal itu jelas dan yang haram itu jelas, Di antara keduanya terdapat
perkara-perlura syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyalun manusia.
Maka barangsiapa mengindari perlura syublat berarti ia telah menjaga
kesucian agama dan kehormatan dirinya, Dan barangsiapa terjerumus ke
dalam perkara syubhat (berarti ia telah terjerumus lce dalam perkara ha-
ram -pent). Seperti seorang penggembala yang menggefttbala di sekitar
daerah terlarang,lambat laun akan masukke dalamnya. Ketahuilah bah-
wa setiap raja pasti memiliki daerah terlarang. Dan ketahuilah daerah
terlarang Allah di dunia ini adalah apa-apa yang telah diharamlun-Nya.
215
216 €ffiffi,iffi'l&
Ketahuilah bahwa di dalam iasad terdapat segumpal darah. Apabila baik
maka baiklah seluruh iasad, dan apabila buruk makn buruklah seluruh
jasad. Ketahuilah, segumlah dnrah itu ailalah l1llit'zet
[Hadits 52- tercantum juga pada hadits nomor: 2051]
Syarah Hadits
Bab keutamaan or.rng yang menjaga kesucian agamanya' Orang
yang menjaga kesucian agamanya, yaitu mencari pembebasan dari
perkara-perkara syubhat dan kesalahan-kesalahan'
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diri-
wayatkan oleh An-Nu'man bin Basyir, "Yang halat itu jelas dan yang
haiam itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara syub-
hat.,, Maksudnya hukum itu terbagi menjadi tiga bagian; halal yang
jelas, haram yang jelas serta tidak menimbulkan keraguan. Keduanya
terangknm dalam firman Altah Ta'ala, "Padahal Allah telah menghalallan
iuat bili dan mengharamlun riba," (QS. Al-Baqarah:2751
Juga disebutkan bersamaan dalam firman-Nya ytrrg lain, "Diha-
ramlan atas kamu fuenikahi) ibu-ibumu, anak'anakmu yang Perempuan,
saudara-saudaramu yang perempuan, saudnra-saudara ayahmu yang pe-
rempuan, saudara-saudara ibumu yanS perempuan, anak-anak perempuan
dari saudnra-saudaramu yang taki-laki, anak-anak peremPuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-
saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu btrimu (mertua), anak-anak pe'
rempuan dari istrimu (anak tiri) yang italam pemeliharaanmu dari istri
yang telah kamu campuri, tetapi iika lumu belum campur dmgan istrimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), makn tidak berdosa knmu (menikahinya)'
(ilan iliharamkan bagimu) istri-istri anaklundungmu (menantu), dan (diha-
ramlan) mengumpulkan (dalam perniknhan) dua perempuan yanS bersau-
dara, kecuali yang telah teriadi pada masa lampau. sungguh, Allah Maha
P engampun, Maha P enY aY ang.
Dan (diharamkan iuga kamu meniknhi) perempuan yanS bersuami, ke-
cuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki seba-
gai ketetapan Altah atas kamu. Dan dihalalknn bagimu selain (perempuan-
prrrmpua*) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk
'meniLnhinya
bukan untuk berzina. Maka larena lcenikmatan yang telah kn-
mu dapatkan dari mereka, berilanlah maskawinnya kepada merekn sebagai
231 Diriwayatkan oleh Muslim (1599) (107)
€'tfift&
suatu lceusajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah
saling merelalannya, setelah ditetaplan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahabij aksana," (QS. An-Nisa' : 23-24)
Dengan demikian hukum itu ada tiga; halal yang jelas, haram
yang jelas tidak ada syubhat di dalamnya. Yang halal dilaksanakan,
sedangkan yang haram ditinggalkan.
Namun ada banyak perkara yang masih merupakan syubhat, dan
sebabnya banyak sekali. Bisa saja menimpa or;rng awarn dan bisa pula
menimpa para penuntut ilmu yang pengetahuan dan pemahaman-
nya masih minim, atau mereka memiliki keinginan yang tidak dicari.
Karena di antara penyebab syubhat yaitu:
o Pertama: kurangnya ilmu dan ini merupakan hal yang tidak asing
lagi. Sebab orang yang menghapal seratus hadits tidaklah seperti
orang yang menghapal seribu hadits. Sebab orang yang kedua
memiliki ilmu yang lebih banyak.
o Kedua: terbatasnya pemahaman seperti orang yang sering meng-
hapal dan memiliki ilmu yang banyak. Namun ia tidak memiliki
pemahaman. Orang seperti ini juga akan tertimpa syubhat. Sebab
ia tidak memahami nash-nash sebagaimana seharusnya.
o Ketiga: maksud yang jele( di mana ia mengarahkan nash-nash
menurut keyakinannya. Dialah orang yang berbicara tentang Al-
Qur'an dengan logikanya -atau tentang As-Sunnah dengan pen-
dapatnya- dan ingin membawakan dalil-dalil menurut keyaki-
nannya. Engkau akan mendapatinya berpaling (dari kebenaran
-peni.) jika temyata sebuah nash bertentangan dengan keyakinan-
nya. Boleh jadi apabila ia tidak lagi bisa memalingkan lehernya dari
nash itu maka ia patahkan atau ia sembelih nash itu. lnilah beberapa
penyebab munculnya syubhat.
Adapun orang yang diberi iLnu, pemahaman, dan niat yang iu-
jur oleh Allah, ia menjadikan semua dalil sebagai sesuatu yang harus
diikufl bukan malah mengikuti, dan yang dengan hatinya, lahidah,
seluruh anggota badarurya serta perkataarurya mencari dalil; maka
orang seperti initah yang biasanya diberi taufik kepada kebenaran,
dan dimudahkan baginya untuk memperoleh kebenaran hingga ia bisa
mencapainya.
Adapun sikap yang harus diambil oleh seorang manusia terkait
dengan berbagai syubhat, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
telah menjelaskannya dengan sab danya, " B ar angsiap a men gindari p erkar a
217
218 4rmT.irur&
syubhat berarti ia telah menjaga kesucian agama dan kehormntan dirinya,"
Menjaga kesucian agama terkait kepada hubungannya dengan Allah,
sedangkan menjaga kehorrrtatan terkait dengan hubungannya dengan
manusia. Oleh sebab itu engkau dapati orang yang menikmati perkara-
perkara syubhat dicela. Dikatakan kepadanya, "Fulan mengambil yang
samar (syubhat)." Oleh karenanya barangsiapa ingin menjaga kesu-
cian agama dan kehormatannya, hendaklah ia menjauhi hal-hal yang
syubhat!
Hat ini selama ia tidak mungkin mengetahuinya. Tetapi bila ia
bisa mengetahuinya maka itulah yang wajib. Berdasarkan firman
Allah Ta'ala, "Makn bertanyalah kEada orang yang mempunyai pengeta-
huan, jila lamu tidak mengetahu," (Q S. An-Nahl: 43)
Maka jika memungkinkan bagi seseorang untuk sampai kepada
pengetahuan tentang berbagai perkara syubhat yang tidak diketahui
oleh banyak orang, maka itulah yang harus dilakukannya. Akan teta-
pi terkadang ha1 itu tidak mudah baginya. Maka dalam hal ini kami
katakan, "Tinggalkanlah yang ini dan tempuhlah yang lebih selamat!"
Imam Ahmad Rahitnahullnh menganggap bahwa keselamatan itu
tiada duanya. Saya beri contoh tentang seseorang yang bertanya, " Apa-
kah aku boleh berbicara mengenai masalah ini, atau sebaiknya aku
diam saja?" IJmumnya yang lebih selamat adalah diam saja. Begitu
jugalah sikap yang harus dilakukan ketika menghadapi perkara-per-
kara syubhat. Umumnya yang lebih selamat adalah menjauhinya.
Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membuat Perumpa-
maan orang yang terjerumus dalam perkara syubhat dengan sabda-
rtya, "Dan barangsiapa terjerumus ke dalam perkara syubhat (berarti ia
telah terjerumus lce dalam perlura haram -pent). Seperti seorang penggemba-
la yang menggembala di sekitar daerah terlarang, lambat laun akan masuk
ke dalamnya." Kata al-hima, biasanya pata taia, Penguasa/ oranS-orang
terpandang atau yang seperti mereka melindungi sebidang tanah
hingga orang lain tidak menggembala ternak di dalamnya, sehingga
tanah tersebut tetap utuh untuk menggembala temak-temak mereka.
Sebidang tanah yang ditindungi ini -biasanya- padang hijau yang
menggiurkarU lebih baik dari tanah di sekelitinryartg menjadi tempat
gembalaan. Apabila ada seorang penggembala datang menggemba-
lakan kambingnya di sekitar wilayah terlarang itu, dan terlihat oleh
binatang-binatang temak maka mereka akan berjalan ke arah wilayah
terlarang tersebut.
€'[[AR,S
Maka orang yang terjerumus ke dalam berbagai syubhat seperti
seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang,
maka lambat laun ia akan masuk ke dalamnya.
Kemudian beliau bersabda, "Ketahuilah bahwa setiap raja memi-
liki daerah terlarang." Ucapan beliau ini menerangkan sebuah realita
bukan untuk memperbolehkan. Dan Nabi Shallallahu Alnihi wa Sallam
adakalanya mengatakan suatu perkataan untuk menerangkan suatu
realita, bukan untuk mengakuinya. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, " Sungguh, kalian alan mengikuti lcebiasaan-kebiasaan orang-
orang sebelum lulian.,, kaum Yahudi dan Nasrani.'@
Apakah ini pengakuan atau pemberitahuan tentang suatu reali-
ta di samping adanya dalil-dalil yang melarang untuk bertasyabbuh
dengan mereka? ]awabnya yaitu pemberitahuan tentang suatu realita.
Demikian pula dengan hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
yang menyebutkan bahwa perkara Islam pasti akan sempuna dan ke-
tenangan pasti akan diraih, hingga seorang wanita pergi dari tempat
ini ke tempat ini tidak dalam keadaan takut kepada siapa ptrn selain
Al1ah.233 Apakah ini artinya pengakuan beliau bahwa seorang wanita
bolehbepergian tanpa mahramnya karena keadaan sudah aman?
]awabnya tentu tidak. Sebagian penuntut ilmu dilanda syubhat
dalam memahami perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, apakah
maksudnya menerangkan suatu realita atau penghalalan.
Di sini beliau bersabda, "Ketahuilah bahwa setinp raja pasti memili-
ki daerah terlarang!" Maknanya bukan pengakuan tetapi pemberita-
huan tentang sebuah realita. Sebab biasanya para ruja menetapkan
daerah larangan bagi hewan ternak, kuda dan unta mereka. Namun
para ulama Fikih menyebutkan bahwa seorang waliyul amri boleh
menetapkan daerah larangan bagi hewan-hewan temak Baitul Mal
dan binatang-binatang peliharaan kaum muslimin dengan syarat ti-
dak memudharatkan kaum muslimin, dengan cara menjauhkan dae-
rah larangannya dari lokasi-lokasi gembalaan negara misalnya. Sebab
sekiranya ia menetapkan daerah larangan di sekitar negara niscaya hal
itu akan mempersempit daerah-daerah gembalaan kaum muslimin.
Oleh sebab mereka menyebutkarl "Seorang penguasa memiliki daerah
larangan sebagai tempat gembalaan dari hewan ternak kaum musli-
min selama tidak memudharatkan mereka.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhan V320) dan Muslim (2669) (6)
Driwayatkan oleh Al-Bukhari (3595)
2t9
?i2
233
€mmf.irur&
Perkataan beliau, "Dan ketahuilah daerah terlarang Allah di dunia
ini adalah apa-apa yang telah diharamkan-Nya!" Semua perkara yang
diharamkan Allah jaga agar tidak diterobos manusia. Namun mes-
kipro demikian, semua perkara yang diharamkan tersebut dihias
seindah mungkin oleh setan bagi manusia, sebagaimana daerah la-
rangan seorang raja terlihat begitu indah bagi binatang-binatang ter-
nak penggembala yang ada di sekitarnya. Maka engkau dapati syai-
tan menghiasi perkara-perkara yang diharamkan demikian indahnya
kepada manusia hingga ia pun menerobosnya padahal ketika belpi-
kir ia bisa menilai bahwa ia akan melakukan suatu dosa. Akan tetapi
setan terus menghiasi hatinya dan ini merupakan sebuah penyakit
yang berbahaya. Allah Ta'ala berfirman, "Maki apaluh pantas orang yang
dijadilan terasa indnh perbuatan buruknya,lalu fienganSSap baik perbua-
tannya itu? Sesungguhnya Allah menyaatlan siapa yang Dia lcehendaki dan
mentberi petunjuk kepod, siapa yang Dia lcehendaki. Makn iangan englau
(Muhammad) biarlcnn dirimu binasa larena kesedihan terhadap merekn,"
(QS. Fathir:8)
Oleh sebab itu terkadang setan menghiasi hati manusia dengan
perkara yang memudharatkan dirinya, agamanya dan dunianya. Syai-
tan menggambarkan segala perkara yang diharamkan Allah sebagai
hal yang dihalalkan dan baik dan membuat manusia begitu gamPans-
nya meneriang batasan-batasannya. Setan berkata, "Ini perkara sepele.
Lakukan saja kemudian bertaubat! Pintu taubat masih terbuka le-
bar." Atau mengatakan, "Coba engkau perhatikan Fulan yang me-
lakukan dosa ini dan ini! Kalau engkau mengambil uang suap L00
KyaL lihatlah temanmu yang mengambil 1000 Riyal!" Maka kali
pertama ia mengambil suap yang 100 Riyal, lalu pada kesempatan
berikutnya ia mengambil suap 1000 Riyal dan terus meningkat hingga
perbuatannya tersebut membuatnya terperosok ke dalam kebinasaan.
Laa haula wa laa quwwata illa billaah!
Perkataan beliau, 'Ketahuilah bahwa di dalam jasad terdapat se-
gumpal darah, apabila baik maka baiklah seluruh jasad, dan apabila
buruk maka buruklah seluruh jasad. Ketahuilah segumpal darah itu
adalah hati."
Mudhgah seukuran dengan daging yang dikunyah manusia dan
bentuknya kecil. Nabi mengatakan i*a mudhgah ini baik maka baik-
lah seluruh jasad. Dan apabila buruk maka buruklah seluruh jasad."
Ini menunjukkan dengan jelas bahwa hatilah yang mengatur hati, dan
ini tidak diragukan lagi.
220
€'t[A'Np 221
Kemudian al-qalb itu sendiri apa? Para dokter menyebutkart, "Al-
qalbu ialah otak sebab fungsinya yang menjadi pengatur. Oleh sebab
itutah jika otak tidak bekerja dengan baik niscaya semuanya rusak."
Akan tetapi pemyataan ini merupakan penyimpangan dan terrtasuk
pengertian yang terkand, g dalam perkataan kami sebelumnya. |ika
manusia menuruti hawa nafsunya, maka ia akan berusah untuk ber-
paling dari dalil. Mahasuci Allah,'bagaimana bisa al-qalbu itu adalah
otak sedangkan Allah menyebutkan dalam firman-Nya, "Sebenarnya
bulan mata itu yang buta, tetapi yang buta inlah hati yang di dalam dada;'
(QS. Al-Haijz a6l
Dan perkataan ini bersumber dari Maha Pencipta yang telah men-
ciptakan hati, mengetahui apa yang dilakukannya, menciptakan jasad
dan mengetahui bahwa jasad tunduk sepenuhnya kepada hati. Abu
Hurairah Radhiyallahu Anhu menyerupakan hati dengan seorang raja
yang ditaati. Raja yang dipatuhi memerintah sementara rakyatnya me-
matuhinya.
Namun Syaikhul Islam Rahimahullah memaparkan, "Sesungguh-
nya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "lila segumpal daging
itu baik maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia buruk maka buruklah selu-
ruh jasad." Lebih jauh maknanya bila diumpamakan sebagai seorang
raja yang dipatuhi. Sebab seorang raja terkadang dipatuhi dan adaka-
lanya ditentang. Adapun hati terhadap anggota-anggota badan maka
ia benar-benar dipahrhi. Jika ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan
jika ia buruk maka buruklah seluruh jasad.
Hadits ini sekaligus mengandung bantahan terhadap sekelom-
pok manusia yang (ketika) engkau larang dari suatu kemungkaran
yang tampak, seperti mencukur jenggot menghisap rokok, berpakaian
isbal dan sebagainya, ia berkata, "Takwa itu di sini!" Seraya menepuk
dadanya dengan keras yang membuatnya hampir bergoncang. Akan
tetapi kalau memang ketakwaan itu terletak di hati, niscaya anggota-
anggota tubuh luar juga bertakwa. Sebab Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam mengatakan, 'lika ia baik malcn baiklah seluruh jasad, dan jila ia
buruk malu buruklah seluruh j asad."
Oleh sebab itu jika engkau melihat seseorang berkata, "Takwa
itu di sini!" Sambil menepuk dadanya dengan keras sehingga hampir
menggoncangkannya maka katakanlah kepadanya, "Wahai saudara-
ku, engkau tidak perlu menepuk dadamu hingga badanmu bergon-
cang! Perkataanmu ini keliru. Sekiranya yang di sini memang bai(
222 €mmrur&
niscaya seluruh anggota tubuh juga baik. Karena Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, "lika i"a baik maka baiklah seluruh jasad, dan jikn
in buruk m^ala buruklah seluruh j asad. "
Kesimpulannya yaitu hadits ini merupakan hadits yang agunS/
terrrasuk dalam hadits Al-Arba'in An-Nawawtyah. Dan Al-Hafzih
Ibnu Rajab Rnhimahullah telah mensyarah .Al-Arba'in An-Nawawiyah
ini. sepengetahuanku syarah beliau merupakan syarah Al-Arba'in
An-Nawawiyah yang paling luas. Al-Arba-in An-Nawawiyah ini juga
mengandung kebaikan dan keberkahan, dapat dihapal oleh seorang
anak kecil karena mudahnya. Apabila ia telah menghapaLrya, maka
hatinya telah terukir dan akan menuai faedah darinya saat ia besar
nanti.
Hadits ini juga mengandung faedah indahnya penjelasan dan
klasifikasi yang beliau buat yang ringkas, jelas dan gamblang.
Faedah lainnya yang terkandung dalam hadits ini, bahwa terka-
dang sebuah perkara yang halal samar di kalangan sebagian manusia.
Saat ini, bbat (menjulurkan pakaian melebihi kedua mata kaki -Peni)
menjadi samar di kalangan sebagian orang, akibat sejumlah orang dari
kalangan ahli ilmu mengatakan bahwa menjulurkan pakaian melebihi
mata kaki tidak haram kecuali bila menjulurkarurya dalam keadaan
sombong. Lalu'mereka me-muqayyad-kan hadits yang satu dengan
hadits yang lainnya padahal cara seperti itu tidak benar. Sebab ketika
melakukan taqyid, muqayyad dan muqayyid harus setara, jika berbeda
maka tidak bisa dilakukan taqYid.
Intinya, adakatanya para ahli ilmu mengalami kesamaran dalam
menentukan hukum sejumlah permasalahan namun setelah itu mere-
ka memiliki kesepakatan pendapa! seperti perbedaan pendapat yang
pemah terjadi di antara mereka tentang hukum rokok pada awalrrya,
kemudian mereka memiliki kebulatan pendapat bahwa hukum rokok
adalahharam.
r
i
I
€se&
9'*i' U*tir:i qs.
Bab Menyerahkan Seperlima Diirl Harta Ghanimah (Rampasan
Perang Untuk Allah Dan Rasul-Nya) Termasuk Cabang Kelmanan
351 i:? ie ;.p. C #'^tt:, *Fi i6 "At il. ,* u;'-r;.or
,lt pi ,F qy pi iut ryf e d;.,nV irt t
s, t* ;fi4is F;...# a U! CY,rw
*i tr:s'i')t ,y'rr iit U iv & #'ar *-b ult t';t
)tr iyi u- rrtw ,/t$ $, utr * yiur'ti g4urv'; it,
g;.sr tti iXi W.: 1d Pt enliu.i :ti '4u* * 6y
'-ilt i,yii u;t'rj J y, * ,p f\6):t '# r,& n
9G.'Jg i;i 4:i * iwi d],. {;ti r;<tr * ;l:ui
pt t;:r't', tSu i-*3rt9'iA.,Jr v ot3.,:1 ,Sv it;, At
;Ati f'at ist: it Jyi t'*;l';,i1'lnt nyit't l:i i;W, iS
6'ri ,r #wi ;,:]Sjr-i:jr qtq lii {:u,z;: ivt :s')t
'. ,-
6fut,SC1 tr:tr iC u:.:: yptl #ti,s.3st', ft V
€a:iUb,triii
53 Ali bin Al-la'd telah menceritalan kepada lumi, ia berkata, "Syu'bah
telah mengabarkan lcepada kami dari Abu lamrah, ia berkatt, "Sltltlt
224 €mm,l.;rut&
l<etika aku duduk bersamn lhnu Abbas, ia mengaialcku duduk di atas ti-
kar. la berknta, " Tinggallah bersamnku, aku akan memberimu bagian dari
hnrtaht!" Akupun tinggal bersamanya selama dua bulan. Kemudinn ia
berlata, "sesungguhnya tatlala utusan Abdul Qeis datang menemui
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bertanya, "Si"apakah mereknT"
"Merekn berasal dari Bani Rabi'ah!" iawab shahabat. Rasulullah berkata,
"Marhnban (selam"at datang) para utusan, tanpa ada lcehinaan dan pe-
nyesalan!" Mereka berkata, "Wahai Rnsulullah, lami tidak dapat me-
nemuimu kecuali pada bulan-bulan haram. Dan antara kami dengan
and.a dipisahkan dengan kaum lcnfir Mudhar. Sampaiknnlah kepada ka-
mi perintah-perintah yang ielas agar lumi dapat menyampaikannya ke-
pada luum kami, dan dengan pulara tersebut kami dapat masuk surga!"
Dinntaranya mereka bertanya tentang minuman. Rasulullah memerin-
tahlcnn empat perkara k pado merela dnn melarang mereka dari empat
perkara. Rasulullah mnnerintahlcan agar merelcn beriman kEada Allah
semnt a. Rasulullah berlat a, " T ahulah lalinn ap a itu iman lcep ada Allah? "
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu" iawab merela. Rasulullah ber'
lata, "Bersalcsi bahwa tiadn ilah yang berhak disembah selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirilan shalat, menunailun zalut,
mengerjakan ibaitah puasa ilnn menyerahlun seperlima dari harta ram-
pasan perang." Rasulullah melarang merel<n dari empat ienis minuman:
Yatmi minuman al-hantam, ad-dubbaa', an-naqiir dan al-muznffat atau
disebut juga al-muqayyar. Rasulullah berknta, " lngatlah perlara-perlara
tersebut dan sampailunlah kepada oranS-orang di daerah kalian t'2i4
[Hadits 53- tercantum juga pada hadits nomor: 87,523, L398,3095,
3570, 4367, 4369, 6L7 6, 7266 dan 75561
Syarah Hadlts
Dalam hadits ini tersimpanbanyak faedah, di antaranya:
Pertama: Menyerahkan seperlima bagian termasuk cabang keima-
nan. Menyerahkan seperlima bagian maksudnya dari harta gha-
nimah. Sebelumnya kita telah memaparkan penjelasan Syaikhul
Islam tentang siyasah Syar'iyyah dan yang lainnya.
Kedua: Penghormatan seorang ustadz (go.u) kepada seorang Pe-
nuntut ilmu jika si penuntut ilmu memang layak diberikan peng-
hormatan. Sebab Ibnu Abbas memerintahkan Abu Hamzah untuk
Diriwayatkan oleh Muslim $n W\
€,[i'A'*p 225
duduk di tikarnya dan memintanya untuk tinggal bersamanya be-
berapa waktu. Karena sepertinya Ibnu Abbas menilai Abu Ham-
zah sebagai orang yang cerdas dan pintar.
Ketiga: Diperbolehkan bagi seorang guru untuk memberikan ha-
diah kepada beberapa penuntut ilmu yang ungguL bukan untuk
melukai perasaan para penuntut ilmu yang lain, melainkan untuk
memotivasi mereka agar seperfi yang unggul tersebut. Namun jika
temyata tindakan tersebut dapat melukai hati yang lairutya maka
"
menolak kerusakan lebih utama dari mendatangkan maslahat.
Keempat: Orang yang tidak diberi kelebihan tidak boleh memiliki
perasaan tidak enak kepada yang diberi kelebihan. Bahkan ia harus
mengatakan, "Allah memberikan kelebihan kepada siapa sa1'a yang
Dia kehendaki." Kemudian ia berusaha segig:h mungkin mengga-
pai keutamaan itu agar seperti dirinya.
Kelima: sanhurnya sikap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam
menerima para utusan, dengan mengatakan, "Selamat datang pa-
ra utusan tanpa ada kehinaan dan penyesalan!"
Keenam: diperbolehkannya bagi seseorang untuk bertanya me-
ngenai utusan dan mengenai seseorang jika ia tidak mengenalinya.
Karena boleh jadi utusan tersebut memiliki hak untuk dimuliakan,
dibesarkan dan dihorrrati, atau orang tersebut memiliki hak un-
tuk dimuliakan. Kemudian jika engkau tidak mengetahuinya ma-
ka bisa saja engkau melalaikan haknya yang harus diperolehnya
darimu. Dan bertanya tentang seseorang tidak dianggap sebagai
penghinaan atas dirinya. maksudnya, kalau ada yang menyapa-
mu dengan ucapan salam lalu engkau bertanya, "Siapa kamu?"
maka perbuatan seperti ini bukanlah keburukan. Sebab, sekiranya
dia mengatakan, "Nama saya Fulan." , maka bisa jadi ia termasuk
kerabatmu yang memiliki hak kekerabatan. Bisa jadi ia adalah sa-
lah seorang muhsinin yang memiliki hak untuk dimuliakan. Ka-
rena orang yang muhsinin (berbuat baik) kepada hamba-hamba
Allah memiliki hak untuk dihormati. Dan boleh jadi orang itu ter-
masuk pemuka dan orang terhormat di kalangan masyarakatnya
yang perlu dimuliakan dan diambil hatinya. Intinya, jika ada ber-
tanya tentang para utusan atau salah seorang utusan maka itu
bukanlah perbuatan yang buruk. Bahkan termasuk petunjuk Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam.
226
a
€ilrffilimlt&
Ketuiuh: penjelasan tentang dihormatinya bulan-bulan Haram
hingga pada masa lahiliyah. Sesungguhnya mereka menghorma-
ti bulan-bulan Haram yaitu: Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan
Muharram. Urutan ini menurut pihak menetapkan awal tahunnya
jatuh pada bulan Rabi'ul Awwal. Mereka memulainya dengan
Rajab, kemudian Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Adapun pihak yang menetapkan awal tahunnya jatuh pada bulan
Muharram -sebagaimana yang dijalankan oleh kaum muslimin
kecuali segelintir saja yang tidak menjalankannya-, maka mereka
berkata, 'Bulan pertamanya adalah Muharram, kemudian Rajab,
Dzulqa'dah, dan Dzuthijjah. Dan barangsiapa yang menyatakan,
"Saya ingin menggabungkan ketiganya sekaligus dan memisah-
kan bulan Rajab maka kami katakan, "Tidak mengaPa. Sebabnya
perkaranya luas."
Keempat bulan itu adalah bulan Haram, sebab bulan Muharram,
Dzulqa' dah dan Dzulhijjah mengandung penghormatan terhadap
haji dan safar. Adapun Raiab, maka menurut kebiasaan orang
Arab Badui, mereka melakukan'Umrah pada bulan Rajab. Sebab
orang-orang Arab Badui menilai pelaksanaan'Umrah pada bulan-
bulan haji termasuk keburukan yang paling buruk. Dan mereka
berkata, "]ika unta telah pergi dari hajL jejak telah terhapus dan
bulan Safar telah pergi, maka 'Umrah telah halal bagi yang iogin
mengerjakannya." Oteh sebab itulah semua ibadah 'Umrah Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam dilaksanakan pada bulan-bulan haji
pada bulan Dzulqa'datu iumlah seluruhnya empat bulan. Ab-
dullah bin Umar menduga dengan mengatakan, "Salah satunya
dilaksanakan pada bulan R"jub. Dan Aisyah Radhiyallahu Anhu te-
lah menjelaskan dugaannya.
Kesimpulannya orang-orang Arab Badui hingga pada masa |ahi-
liyah menghormati bulan-bulan Haram.
Kedelapan: sebagai daIil diperbolehkannya ghibah dan menyam-
paikan keluhan demi kemaslahatan, sebab Bani Rabi'ah menyam-
paikan keluhan mereka tentang Bani Mudhar, sebab Bani Mudhar
bertindak semena-mena kepada mereka jika melewati daerah me-
reka di luar bulan-bulan Haram. Dan Nabi shallallahu Alaihi wa
Sallam tidak memungkiri perbuatan mereka itu.
Kesembilan: Hadits di atas juga menggambarkan betapa mulia
tujuan para utusan tersebut untuk datang kepada Nabi' Mere-
€firffip 227
ka mengatakan, "Sampaikanlah kepada kami perintah-perintah
yang jelas -yakni yang tidak mengandung kesamaran (syubhat)-
agar kami dapat menyampaikannya kepada kaum kami, dan
dengan perkara tersebut kami dapat masuk surga!" Mereka tidak
mengatakary "Dengan perkara tersebut kami dapat memperoleh
kesenangan dunia atau mendapatkan kekayaan. Tetapi mereka
katakan, "Agar kami dapat mengajarkannya kepada kaum kami
dan dengannya kami dapat masuk surga." Dan mereka menye-
butkan, "Agar kami dapat menyampaikannya kepada kaum ka-
mi dan dengannya kami dapat masuk surga." lnilah tujuan yang
sebenamya. Ilmu merupakan kemuliaan di dunia, sementara sur-
ga merupakan kemuliaan di akhirat.
Perkataan Ibnu Abbas, "Diantaranya mereka bertanya tentang
minuman. Rasulullah memerintahkan empat perkara kepada me-
reka dan melarang mereka dari empat perkara. Rasulullah me-
merintahkan agar mereka beriman kepada Allah semata. Rasu-
lullah berkata, "Tahukah kalian apa itu iman kepada Allah?"
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu" jawab mereka. Rasulullah
berkata, "Bersaksilah..." dan seterusnya. Nabi menafsirkan Iman
dengan Islam, sedangkan pada hadits fibril beliau menafsirkan
Iman dengan keyakinan-keyakinan hati dan menafsirkan Islam
dengan amal-amal anggota tubuh.
Perkataan para utusan itu, 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih me-
ngetahui." Mengandung dalil diperbolehkannya penyandingan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, atau penyandingan il-
mu Rasulullah dengan ilmu Allah. Beliau Shallallahu Alaihi wa
Sallam tidak melarang mereka mengucapkan perkataan tersebut.
Sementara pada hadits yang lain beliau berkata kepada sese-
orang yang menyebutkan, "Dengan kehendak Allah dan kehen-
dakmu." Beliau bersabda, "Apakah engkau menjadikan aku se-
bagai tandingan AUah?'235 Apa sebabnya? Sebabnya ilmu syar'i
yang dimiliki Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallnm ijtihad be-
liau, dan ilmu (pengetahuan) Rasulullah tentang syari'at berasal
dari ilmu Allah. Namun mengenai perkara-perkara yang bersifat
235 Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya (Yl/ 377- 372) (27093), Al-Hakim
(IV / 296) serta An-Nasa'i (37730) dan sanadnya dishahihkan oleh Al-Hafizh da-
lam Al-Ishabah (XlIl / 94).
Syailh Al-Albani Rahimahullah dalam ta'liqnya atas Sunan An-Nasa'i berkata,
"Shahih."
€msmruT&
kauniyarh, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memiliki peranan
apa pun secara mutlak. Itulah yang larangan dimaksudkan dalam
perkataan, "Dengan kehendak Allah dan kehendakmu." Adapun
dalam perkara ilmu maka tidak mengapa.
|ika ada yang bertanya, "Apakah sekarang ini kita masih boleh
mengatakan Atlah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui?"
Kita katakan, "Adapun mengenai perkara-perkara Syar'i maka
diperbolehkan, sebab beliau adalah orang yang paling tahu
di antara kita tentang Syara'. Adapun dalam perkara-perkara
kauniyah maka tidak boleh. Sebab Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam tidak mengetahui perkara-perkara kauniyah dengan
pengetahuannya sendiri, juga karena setelah wafatnya beliau ti-
dak mengetahui sesuatu aPaPun dari perkara-perkara kauniyah,
' kecuali yang shahih disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa,
"sesr.rngguhnya amal-amal umatku akan diperlihatkan kepada-
ku.' Ini termasuk perkara-perkara kauniyah, dan jika hal tersebut
telah diperlihatkan kepadanya maka beliau akan mengetahuinya.
o Kesepuluh: Nabi Shallallahu Alnihi wa Sallam melarang mereka
melakukan empat perkara: al-hantam, ad-dubba', an-naqir dart al-
muz.affat, ada yang mengatakan al-muqayyar. Dan beliau berkata,
"Ingatlah perkara-perkara tersebut dan sampaikanlah kepada
ornng-orang di daerah kalian!" Keempat hal yang disebutkan
Nabi adalah bejana-bejana yang dipakai sebagai tempat membuat
minuman anggur dan mempercepat Proses terjadinya fermenta-
si. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang mereka membuat
angur dengan keempat bejana itu, akan tetapi setelah itu beliau
memberikan keringanan dan bersabda, "Buatlah minuman anggur
sekehendak kalian! Namun kalian jangan meminum minuman
yang memabukkan!"ts6
Sebelum kita telah menyebutkan bahwa di antara faedah yang
dapat diambil dari perkataan Bani Rabi'ah ialah diperbolehkannya
ghibah demi kemaslahatan. Apakirh haram hukumnya mengghibahi
orang kafir, sebab Bani Rabi'ah mengatakan, "Di antara orang-orang
kafir Bani Mudhar?"
Jawabnya: pada dasarnya orang kafu tidak memiliki kehormatan,
hanya saja tidak semua orang-orang yang ada di Bani Mudhar adalah
236 Diriwayatkan oleh Muslim (977)
€,[[Ai,p 229
orang kafir, bahkan di antara mereka ada yang muslim dan kafir. Akan
tetapi hadits menyebutkur, "Di antara orang-orang kafir Bani Mudhar."
Dengan demikian ada faedah yang terluput dari hadits ini, yaitu
diperbolehkannya mengghibahi orang-orang kafir.
€sg&
S;'n a? v, Vl, F) a;,ast1 ^pu, Jui{r ,3t Lv 6 q6.
,lrtt eG\,: (F$ A;,Jt') is}t't i'J'ilt: L*1': iUlr y
#,,"b,fr'j; *i, i* \{.u e ffif .n i;n'
ry.3tU ,4t C:, *'h'& :#t S'6't"tsi* t4+s';"
Bab sesungguhnya setiap Amalan Tergantung Niat Dan Al-
Hisboh Dan setiap orang Memperoleh sesuai Dengan Kadar
Niatnya, Termasuk Di Dalamnya lman, Wudhu, Shalat' Zakat'
Haji, shaum Dan Hukum-hukum Muamalat Allah Berfirman,
, Kotoko nloh (Muh o mmod),Setiop o rong berbu ot sesuoi
dengon pembawoonnyo mosing-moslng,' (QS' Al-lsra': 84)
Yakni Menurut Niatnya Masing-Masing. Nafkah Yang Diberikan
seseorang Kepada Keluarganya Dengan Niat Mencari Pahala
Terhitung sedekah. Rasulullah shottoltohu Alothi wo sallom
Bersabda, 'Akon Tetopi tihod Don NloL'
Dalam bab ini At-Bukhari Rahimahullah menielaskan bahwa se-
luruh amal tergantung niatnya. Al-hisbah yailu al-istisab (mengharap-
kan pahala). seseorang bemiat untuk melakukan suatu amal dan
^.nghr.upkan
pahalanya di sisi Allah ',Azza wa lalla.Dart' setiap oranS
*"-p..ot.h apa yang diniatkannya, yakni amal yang diniatkannya
dan pahala yang diharapkarmya' Termasuk di dalamnya inlan' wu-
dhu, shalat, zakat,hajl puasa dan hukum-hukum mu'amalat' Semua-
nya ini termasuk ke dahm perkara keimanan, dan termasuk ke dalam
keumuman niat. Maka pahala yang diharapkan seseorang termasuk
cabang iman. sebab iika seseorang melaksanakan suatu amal dan di
dalam hatinya tertanam pengharapan akan pahala di sisi Allah, maka
itu merupakan keimanan kepada Allah dan keimanan kepada pahala'
230
Sffi*& 231
6k.ot
J.U.i
t;
l' *;F lv ri';;i
#r*
'r,'- i.i". ,c
LIU ^l*. L,J
'F # ,rGi i1*i; ,r et)\ q
glt ,F,, ^Pu,
ju;(r j6
L;i, *t J\4';+ L;i,1l oai'Fs
,
dJ)l
$y;sY J\i';4i.tt " 1,.1622t-.\fr'fuw);"6li ri:"ti el;r6 zzt -1. c
r30l vc 'ri qk3. \4:r
54. Abdultah'bi'n Maslamah telah menceritakan kepada kami, ia betkata'
,,Malik telah mengabarkan lcepada kami dari Yahya bin sa'id dari Mu-
hammad bin lbrahim dari ' Alqamah bin waqqash dari umar bahwa Rasu-
lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "sesungguhnya amalan
itu tergantung niatnya dan setiap oranS mendapatkan sesuai dengan apa
yang ii niatlan. Baringsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka
t iiinnyo itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrah karena
materiduniayangingindiraihnyaatauwanitayangingindinikahinya,
makn hijrahnya itu lcepada apa yang ia malcsudknn'"237
[Silahkan melihat hadits nomor L]
Penjelasanmengenaihaditsinitetahdisampaikansebelumnya.
&y enl iv 1113Li Jti|r-d" $3; iG ,c l1c z t:i1t'"; 4q A t# $"*.oo
)# ;J *'i'G lt *t 'x' Jt,
a
6JJ
o,k
,L ,Cd-{t rl,. ,
4E nr
r$3;
^
'# q#"J- #1 e J,-')t 6;i ttY,lu 6xi
SS. Hajjaj bin Minhal telah menceritalan kepada lumi, ia berkata, "Syu'bah
telih menceritaknn kepada knmi, ia berkata, 'Adty bin Tsabit telah me-
ngabarlan l<epadaku, i^a berkata,
,,Saya mendengar Abdullah bin Yazid
ienyampaitan kepada lumi dari Abu Mas'ud Radhiyallahu Anhu dari
Nabi Shatlallahu Alaihi wa Sallam belinu bersabda, "Apabila seseorang
mengeluarkan hartanya untuk menafkahikeluarganya dengan niat men-
cari pahala maka hal itu terhitung sedeknh"'23g
Diriwayatkan oleh Muslim (1907) (155)
Diriwayatkan oleh Muslim (1002)
237
?38
L)
232 €mrmrurp
Syarah Hadlts
Syahid dari hadits di atas adalah perkataan beliau, "Dengan niat
mencari pahala." Yaitu mengharap pahalanya di sisi Allah 'Azz.a uta
lalla. Maka amaLrya itu terhitung sebagai sedekah. Dan sedekah ke-
pada isteri serta keluarga yang harus dinafkahi lebih utama dari sede-
kah tathawwu'. Sebab sedekah kepada keluarga berarti melakukan ke-
wajiban, dan melakukan kewajiban lebih disenangi AUah Ta'ala dari
mengerjakan amalan sunat. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah
hadits Qudsi yang shahrh,'Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri ke-
paila-Ku dangan sesuatu yang lebih Aht cintai foipada perlcara yang Aht
w ajiblan lcep a d any a. " 2 3e
ZG d3E iC &i'Jt j; ,.#",i-;;i jti gf il. #uiit . or
tr a' 'v !,1 i;: i'ilpi fi qGi d'i.. y F *; U
F W a,Vi{! l' '^;', A, \F;$
-^;n * i iny,Su ?:,,
C.;, f ,r S;; v
56. Al-Hakam bin Nafi' telah menceitalan lcepada lami, ia berlata, " Syu'aib
telah mengabarlan kepada kami dari Az-Zuhri, ia berlata, "Amir bin
Sa'ad telah mmceritalun kepadaht dari Sa'ad bin Abi Waqqash Ra-
dh-yallahu Anhu, in mengabarlun kepadanya bahwasanya Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabila, "Sesungguhnya tiilaklah aqlau
mengeluarlan nafluh dangan mengharap wajah Allah kecuali mglau
diberi ganjaran pahala atasnya hingga sesuatu yang englau suaplan ke
dalammulut istimu."z$
Syarah Hadlts
Syahidnya yang umum terdapat pada perkataan beliau, 'Tidak-
lah engkau mengeluarknn nafluh." Kata 'nafkah' merupakan bentuk isim
nakirah dalam kalimat negatif (menidakkan). Maka maknanya men-
cakup semua sedekah.
Perkataan Nabi, "sesungguhnya tidaklah englau mengeluarknn naftah
dengan mengharap wajah Allah kecuali engkau diberi ganjaran pahala atas-
Diriwayatkan oleh Muslim (1002
Diriwayatkan oleh Muslim (1628) (5)
?39
240
€ffi*& 233
nya hingga sesuatu yang engkau suaplan ke dalam mulut istrimu." Sya-
hidnya terdapat dalam ucapan beliau 'mengharap wajah Allah'. Inilah
yang disebut dengan ihtisab (mengharapkan pahala).
Perkataan beliau, "Hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam
mulut istrimu." sebagian ulama mutaakhirin membawa makna ha-
dits ini kepada seseorang yang mengambil sesuap makanan lalu me-
nyuapkannya ke dalam mulut isterinya. Mereka mengatakan inilah pe-
ngertian yang dimaksud dalam hadits tersebut. Mereka menjelaskan
bahwa perbuatan demikian dapat mempererat kasih sayang antara
sepasang suami isteri. Namun tidak diragukan lagi bahwa bukan ini
maksud yang sebenamya. Sebab hadits Rasulullah Shallallahu Alaihiwa
Sallam dibawa kepada makna yang berlaku pada kebiasaan manusia.
Orang tidak memahami makna 'hingga sesuatu yang engkau suapkan
ke dalam mulut istrimu' dengan mengambil sesuap makanan dan me-
nyuapkannya ke mulut si isteri, layaknya seorang bocah kecil yang
tidak bisa makan sendiri kecuali disuapi. Sesungguhnya maknanya
ialah 'hingga sesuatu yang engkau sedekahkan kepada isterimu'.
Namun ada benamya bahwa perbuatan seperti itu dapat menimbul-
kan ketembutan serta kasih dan sayang di antara sePasang suami isteri.
Maka kadangkala hal itu tidak mengapa dilakukan.
y.\)
4EoF
!,Y'13*,4r lirr
J{" It3 gaj;i,'uir
{ l,r'')') itt ryvS ts1\
Bab Sabda Nabi Shollollohu Aloihi wo Sollom, oDien itu odoloh
nosihat, bogi Alloh, Rosul-Nyo, imom-imom koum muslimin don
bogi segenop koum muslimin." Dan firman Allah Subhonahu wo
To'olo,'Apobilo mercko berloku ikhlos kepodo Alloh don Rosul-
Nyo,' (QS. At-taubah: 91)
Tujuan Al-Bukhari Rahimahullah mencantumkan judul ini ada-
lah untuk menerangkan bahwa nasehat termasuk perkara agama.
Maka jika ia termasuk perkara agama maka bisa bertambah dan bisa
berkurang.
Firman Allatu "Apabila mereka berlaht ikhlas kepada Allah dan Rasul-
Nya." Ini merupakan penggalan ayat dari firman Allah, "Tidak dosa
(larena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah, orang yang sakit dan
orang yang tidak mnnperoleh apa yang alun merelu infaldcan Apabila mereka
berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya" (QS. At-Taubah: 91)
Allah menafikan dosa dari mereka dengan syarat 'jika mereka
berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya', dan bagaimana mereka
berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya? Yakni Artinya kalaulah
bukan karena ada suatu penghalang, niscaya mereka ikut pergi berji-
had. Maka hal ini merupakan tanda keikNasan. Sebab barangsiapa
tidak ikut berjihad dan mengabaikan berbagai kewajiban lairutya,
maka ia tidak berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya sebagama-
na seharusnya. ]ika engkau mengetahui ketentuan ini tentang orang-
orang yang tidak ikut berjihad karena suatu ltzlrr, niscaya engkau me-
ngetahui bahwa perkaranya memang besar. Dan orang yang tidak ikut
234
Jrj
aJJl ,
d.\
c
,1.r-
€,ffiffi& 235
dalam suatu ibadah karena uzur harus ada di dalam hatinya keikhla-
san kepada Allah dan Rasul-Nya.
C";.oV
f-J *<,4ti :s")t ,qLr 6.i,-Ut r1tLp
57 Musaddad telah menceritalan kepada lcami, in berlata, "Yahya telah
menceritakan kepada lami dari lstnail, ia berkata, "Qeis bin Hazim telah
menceritakan kepailaht dari larir bin Abdillah, ia berlata, "Alfli mem'
baiat Rasulullah Slallallahu Alnihi wa Sallam untuk menegaklcnn shalat,
menunailan zal<nt dan memberi nasihat ktpada setiap muslim."zal
[Hadits 57- tercantum juga pada hadits nomor : 524,'1.401, 2157, 27'l' 4,
27L5,72041
Syarah Hadits
Dalil (yang menyatakan bahwa nasehat termasuk amalan dalam
agama -penj.) yaitu perkataanbeliau, "Memberi nasehat kepada setiap
muslim."
Jarir bin 'Abdillah berkata, "Aku membaiat Rasulullah Shnllalla-
hu Alaihi wa Sallam untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat dan
memberi nasihat kepada setiap muslim."
Beberapa orang ikhwan menyebutkan kepadaku bahwa dari ke-
sempurnaan bai'at ini adalah ia -]arir Radhiyallahu Anhu- telah mem-
beli seekor kuda dengan harga 200 Dirham atau Dinar. Lalu ia mem-
bawa kuda tersebut untuk dicoba menjualnya. Ternyata harga kuda itu
lebih tinggi dari yang dibelinya. Maka ia pun kembali menemui pen-
juahrya dan berkata, "Harga kudamu setara dengan 400 Dirham atau
Dinar. " Penjual tersebut menjawab, "Aku telah menjualnya kepadamu. "
"Nasehat itu diberikan kepada setiap muslim." Kata ]arir. Kemudian
ia pergi membawa kuda tersebut untuk dicoba menjualnya. Temyata
harganya 600 Dirham atau Dinar. Maka ]arir memberinya 800 Dirham
atau Dinar. Karena setiap manusia yang memberi nasehat kepada
saudara-saudaranya menyukai bagi mereka aPa yang ia sukai untuk
ic. - t
)J--,
'l*er;,)l
u-. t
i;r,4q i6.i,r * j, li r ?.)o
^1
.k
241 Diriwayatkan oleh Muslim (5q On
236 €r'lntiHi'lP
dirinya sendiri. Sebagaimana diketahui jika engkau menjual sesuatu
dengan harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya, maka engkau
senang bila harganya disempumakan. Karena bisa saja seseorang itu
tidak tahu, lalai, dan memerlukan uang beberapa Dirham' Sehingga
ia menjual barang dagangannya dengan harga murah. Dengan demi-
kian, termasuk kesemPumaan nasehat adalah engkau memberi na-
sehat kepada saudaramu hingga dalam keadaan seperti ini.
+ JG ii* i, :ut e tr? ,'1$ie i6 .rr;,ilr ;i c'; .o x
,,lr'i" 4 $'ti il?4t ov ;i'JA lt * i',,;
l:: r* e'e.ut # J{r.Ati :P b'e cv-,j' ,*
i';i A; I g ar$ ;t1:*a,,s
58. Abu An-Nu'man telah menceritakan k pofu lcnmi, ia berluta, " Abu ' Atta'
nah telah mmceritalan kepada lami dari ziyad bin 'llaqah, ia berluta,
"Saya melihat Jarir bin Abditlah pada hari wafatnya Al-Mughirah
bin syu,bah Radhiyatlahu Anhu, lalu ia bangkit dan mengucapkan
puja serta puji kepada Atlah dan berluta, "Hendaklah lalian senantinsa
bertalrua lepada Allah semata dnn tidak berbuat syirik kepadanya, men-
jaga keteguhan dan lcetenangan hingga datang kepada lulian seoranS
amir! sesungguhnya sebentar lagi amir alan datang." Kemudian ia ber-
kata, ,,Minta ampunlah bagi amir lalian karena ia sula memberi maaf!"
Kemudian ia melaniutkan, " Amma ba'du, sesungguhnya aku pernah me-
nemui shallallahu Alaihi wa sallam dan berluta kEadanya, "Aku alan
membaiatmu untuk tetap setia memeluk lslam." lnlu belinu mengajukan
beberapa syarat kepadaku, yaloi agar aku metnberi nasihat kepada setinp
muslim. Lalu akupun membaiat beliau atas perkara tersebut' Demi Rabb
yang mmiliki masjid ini, sungguh alu telah memberi nasihat kEada
lcnlian!" Lalu ia mengucapkan istighfar lcemudian turun dari mimbar."2a2
242 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (58) dan Muslim (56) (97)
"€,ffiffi,& 237
Syarah Hadits
Tepat sekali, tidak diragukan lagi bahwa itu merupakan nasehat
yang amat agung. Karena tatkala amir mereka wafa! dikhawatirkan
mereka mengalami pertikaian dan perselisihan. Maka )arir pun bang-
kit memberikan nasehat di atas, memuji serta menyaniung Allah, me-
merintahkan serta memotivasi mereka agar bertakwa kepada Allah,
menyuruh mereka bersikap teguh dan tenang hingga seorang amir
datang kepada mereka. Namun ia tidak mengangkat dirinya sendiri
sebagai amir, meskipun ia termasuk orang yang paling utama di an-
tara mereka, jika tidak dikatakan sebagai orang yang paling utama
dari mereka.
Kemudian Nabi berkata, !'lvfinss ampunlah bagi saudara (amir) kalian
karena ia sukn memberi maaf!" Boleh jadi maksudnya minta ampunlah
bagrnya, yakni maafkanlah ia atas aPa yang telah dilakukannya! Ke-
dua makna tersebut sama-sama benar.
Kemudian ]arir menyebutkan bahwa ia membai'at Nabi Shallalla-
hu Alaihi wa Sallam lalu beliau menetapkan memberi nasehat kepada
seorang muslim. Maksudnya membaiatnya agar memberikan nasehat
kepada orang muslim.
Al-Bukhari tidak menyebutkan hadits Tamim Ad-Dari Rnhima-
hullah, namun beliau mengisyaratkarmya dalam tarjamah, sebab ha-
dits tersebut bukan berdasarkan syaratnya, namun Muslim menyebut-
kannya. Yaitu sabda Nabi yang berbunyi, "Agama itu adalah nasehat bagi
Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin luum muslimin dan orang awam
di antara merekn."28
Kelima hal inilah yang merupakan agama seluruhnya. Jika se-
orang muslim memberikan nasehat dengan kelima perkara ini maka
ia telah menjalankan agama sepenuhnya.
L
243 Diriwayatkan oleh Muslim (55) (95)
,oI*Il ,1EA
KITAB
ILMU
i
l
l
l
j
i
d
rll, \'
rFi r
€tP
#,tJ,,.u.
Bab Keutamaan llmu
Allah Ta'ala berfirman, "Allah akan menganglcnt (deraiat) orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.
Dan Allah Mahateliti apa yang lamu kerjakan," (QS. Al-Muiadilah: 11)
Allah juga berfirman, " Y a tuhanku tambahkanlah ilmu kepadaku," (QS.
Thaha:114)
Perkataan Al-Bukhari, 'Kitab Ilmu Bab Keutamaan Ilmu." Ilmu
yang memiliki keutamaan dan motivasi adalah ilmu (pengetahuan)
tentang syari'at Allah, bukan pengetahuan tentang hal-hal yang kem-
bali kepada urusan-urusan duniawi. Pengetahuan tentang hal-hal
yang kembali kepada berbagai urusan duniawi, jika merupakan pe-
rangkat untuk suatu tujuan yang syar'i maka ia memiliki hukum se-
bagai wasilah (perantara). Sementara jika ia berbahaya maka hukum-
nya adalah haram. Dan bila tidak memberikan mudharat mauPun
manfaat maka itu adalah kelalaian dan penyia-nyiaan waktu. Semua
nash (dalil) yang mengandung pujian dan sanjungan kepada ahlinya
memberikan pengertian bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu
syar'i. Dan apa saja yang statusnya sebagai wasilah maka ia memiliki
hukum sebagai wasilah.
Kemudian beliau menjadikan firman Allah berikut ini sebagai da-
lil keutamaan itnu, "Allah alun menganglat (deraiat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa deraiat.
Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerialan," (QS. Al-Muiadilah: 11)
Dalam ayat itu Allah menetapkan kedua sifat ini, yaitu iman dan
ilmu, sebagai sebab terangkatnya kedudukan seorang manusia. Na-
mun apakah kedudukannya diangkat di dunia saja, atau di dunia dan
di akhirat, atau di akhirat saja?
240
€'fri"rp
]awabnya ayat ini mencakup semua kemungkinan tersebut. Oleh
sebab itu engkau akan mendapati bahwa orang-orang yang menda-
lam ilmtrnya serta memberikan nasehat kepada hamba-hamba Allah
memiliki kedudukan terpandang di mata manusia kendati dari sisi
shata sosial tidak telpandan& atau dari sisi tingkat ekonominya ren-
dah. Akan tetapi Allah ',Azza wa lalla mengangkat mereka itu dengan
ilmu.
Seorang penyair mengatakan itengenai ilmu,
llmu dapat meninggikan rumnh yang tak memiliki tiang
S ednngkan keb o dohan dap at mer ob ohknn rumah keb es ar an dan kemuliaan
Firman Allah Ta'ala, "Orang-orang yang beriman di antara kalian dan
yang diberi ilmu pengetahuan." Allah tidak mengatakan, "Dan orang-
orang yang telah berilmu." Sebab ilmu adalah sesuatu yang diupaya-
kan sedangkan keimanan bersifat fitrah. Pada dasamya manusia di-
lahirkan di atas fitrah dan dilahirkan dalam keadaan jahil. Berdasar-
kan firman Allah Ta',ala, "Dan Allah mengeluarlun kamu dari perut ibumu
dalam lceadaan tidak mengetahui sesuatTt pltn," (QS. An-Nahl: 78)
Firman Allah, "Ya tuhanht tambahkanlah ilmukepadaku," (QS. Thaha:
7741
sekiranya penulis Rahimahullah meletakkan ayat ini di awal ten-
tunya lebih baik yaitu, "Ya tuhanht tambahlunlah ilmu kepadaku," (QS.
Thaha:114)
Sebab ini merupakan perintah dari Allah yang ditujukan kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Allah memerintahkan beliau
untuk mengatakatl, "Ya AIIah, berilah aku tambahan ilmu!" ]ika Nabi
Shallaltahu Alaihi wa Sallam -dan beliau adalah makhluk yang paling
mengetahui syari'at AIIah- diperintahkan untuk berdoa 'Ya Allah, be-
rilah aku tambahan ilmu!'maka orang yang kedudukannya lebih ren-
dah dari beliau tentu tebih diperintahkan lagi. Artinya ini bukanlah
sekedar doa dari Rasulullah bahkan perintah dari Allah kepada beliau
Shallallahu Alaihi w a S allam. Dan tidak diragukan lagi bahwa Rasu1ullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam akan melaksanakan perintah ini dan akan
berdoa, "Ya Allah, berilah aku tambahan ilmu!"
Ketahuilah bahwa betapa pun engkau telah mendapatkan ilmu,
namun sesungguhnya di atasmu ada yang lebih mengetahui darimu
berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan diatas setiap orang yang berpe-
ngetahuan adayang lebih mengetahui" (QS. Yusuf: 7Q)
241
I
I
l
J
242 €m[imruT&
Hingga ilmu itu berakhir sampai kepada Allah 'Azza uta lalla.Darr
jangan engkau menyangka bahwa engkau adalah orang yang paling
tahu meskipun engkau memiliki segudang ilmu. Sebab tetap ada orang
yang lebih berilmu daripada kamu. Lihatlah Musa Alaihissalam ketika
mengatakan bahwa ia tidak mengetaui ada manusia di muka bumi
yang lebih berilmu daripada dia. Dikatakan kepadanya"'Sestrngguh-
nya di tempat Fulani ada orang yang lebih berilmu dari kamu." Yaitu
Al-Khadhir. Dan terjadilah apa yang Auah sebutkan dan kisahkan ke-
pada kita dalam Surat Al-Kahfi.
]ika ada yang bertanya, "Bagaimana bisa dimutlakan perkataan
dalam firman Allah'Ya Allah, berilah aku tambahan ilmu!', sedang-
kan ilmu itu sendiri ada yang memudharatkan?"
Kita katakan tidak diragukan lagi bahwa permintaan beliau ke-
pada Allah agar diberi tambahan ilmu adalah tambahan ilmu yang
tidak bermanfaat selamanya. Sudah pasti yang beliau inginkan ialah
ilmu yang bermanfaat. ]ika tidak, maka orang yang berakal tidak akan
mengatakarr, "Ya Allah, beritah aku tambahan ilmu yang dapat men-
jadi hujjah yang menyerangku!" Ini mustahil. Tetapi ia berdoa, "Ya
Allah, berilah aku tambahan ilmu yang dapat aku manfaatkan!"
*tirt
'r2&
e,#
. uLlJtaJ.
qt*i I q"fl iu v-9
.1.
sas .r(
a/
tile . V:, .tj
. V. tt
Bab Orang Yang Ditanya Tentang Suatu Masalah Sementara
la Sedang Sibuk Berbicara Maka Hendaklah la Menuntaskan
Bicaranya Kemudian Baru Meniawab Pertanyaan
)yt J. eY;t;'G ) c * tr,3; itt lq U. 'H, r3-r; .o7
i* U i\ ;'* io d ;k i'; * :; 3b! $k rG
c z It a / zt , "Ut,il;i' ,F Ctt*.ivi;y dj r,6.i. ,;L;;
l;: e.i;rtr & i* :r,.:',x i;v i'r;st LA # e
;-5. ;e v ei r4t ,-zu i6 LA & * nr .rL ar
^'.,1
;J iG q* ,rht ti\ F U. ;, J # iu, ,SG Y
'uYiit u* t!$ iu At iy, U 6 e Ju z;rtr y ,j,st
!.31 f Q f'tt -t:,) t;y iG W*L rS lu a;rtt '+itr
'a;tlt,$tt
59. Muhammad bin Sinan telah menceritakan lcepada l<nmi, ia berlata, "Fu-
leih tetah mencerital<nn kepada kami (H) "Ibrahim bin Al-Mundzir telah
menceritakan kepadaht, ia berlcata, "Muhamntad bin Puleih telah men-
ceritakan l<epada lcnmi, in berluta, " Ayahku telah menceritakan lcepadaku,
ia berkata, "Hilal bin Ali telah menceritalan kepadaku dari Atha' bin
Yasar dari Abu Hurairah ia berlata, "Tatkala Nabi shallallahu Alaihi
243
244 €r..ffit.;ffi'lp
wa Sallam seilang duduk dnlam sebuah majelis berbicara dengan sua-
tu laum tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui dan ia bertanya, "Ka-
pankah hari kiamat?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terus me-
lanjutlun pembicaraannya. Sebagian orang berkata, "Beliau mendengar
pertanyaannya namun belinu tidnk menyuluinya." Sebagian lainnya me-
ngatalan, "Belinu tidak mendengarnya," Hingga setelah selesai bicara
beliau berkata, "Manaknh si penanya tentang hari Kiamat tadi?" la
berseru, "Aku wahai Rasulullah!" Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam
berkata, "Apabila amanah telah disia-sialun mala tunggulah hari Kia-
mAt ! " la bertany a, " Bagaimanakah bmtulotya amanah disiakan-sial<nn? "
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sall"am menjawab, "Apabila urusan telah di-
serahlan krpada yang bulun ahlinya maka tunggulah hari kinmat!"
[Hadits 59- tercantum juga pada hadits nomor: 5496]
Syarah Hadits
Tujuan Al-Bukhari Rahimahullah mencantumkan bab ini adalah
untuk menjelaskan bahwa orang yang ditanya tidak harus memotong
pembicaraannya untuk menjawab pertanyaan orang yang bertanya.
Bahkan ia boleh melanjutkarurya hingga selesai, barulah setelah itu
menanyakan si penanya. lni bila yang ditanya i.gin menjawab per-
tanyaannya. Adapun jika ia tidak ingin menjawabnya maka perkara-
nya sudah jelas.
Hal itu disebabkan bahwa seseorang tidak diharuskan menjawab
setiap pertanyaan, bahkan adakalanya terdapat sejumlah pertanyaan
yang memang tidak seharusnya dijawab. Karena dengan menjawab-
nya akan menimbulkan fitnatg keburukan dan petaka misalnya.
Juga tidak harus menjawabnya jika engkau mengetahui bahwa
penanya akan menentang dan membantah, bukan menginginkan ke-
benaran sebagaimana yang dilakukan sebagian orang. Ada yang da-
tang bertanya kepada seorang ulama untuk menentang, memban-
tahnya dan mempermalukannya. Misalnya ia bertanya, "Apa dalil-
nya?" Orang alim itu menjawab, "Dalilnya ini dan ini." Ia bertanya lagi,
"Bagaimana sisi pendalilannya?" "Pe dalilarurya begini dan begini."
]awab orang alim tersebut. "Tidakkah kemungkinan maksudnya be-
gini dan begini?" tanyanya lagi sehingga mempermalukan orang alim
tadi.Ini adalah adab yang jelek!
€ffiril& 245
Ada iuga sebagian orang yang meminta fatwa tidak untuk suatu
faedah, melainkan untuk menilai fatwa yang diberikan seorang ula-
ma,lalu mereka meminta fatwa kepada ulama yang lainnya. Bila mere-
ka telah meminta fatwa kepada ulama yang kedua, mereka berkata,
,,syaikh Fulan mengatakan begini dan begini, sedangkan Anda me-
nyebutkan begini dan begini ." Dan kejadian seperti ini benar-benar
te4aai. Terlebih lagi di zaman kita.sekarang ini ketika -Alhamdulillah-
p.iu p"n,^tut ilmu semakin banyak dan setiap orang memberikan
irtm a".,gan ilmu yang Atlah perlihatkan kepadanya dan yang telah
ia peroleh. Sehingga umat manusia meniadiberselisih'
Engkau dapati satu orang awam datang menemui seorang alim
meminia fatwa kepadanya dan berkata, "Baiklah." Kemudian ia pergi
menemui orang alim yang lainnya untuk meminta fatwa dalam masa-
lah yang sama. Apabila orang alim yang kedua ini telah memberikan
fatwa kepad,anya, ia pun berkata, "Demi Allah, saya telah bertanya
kepada Ustadz Fulan lalu ia meniawab begini dan begini.' Ini sering
teriadi.
oleh sebab itu jika engkau mengetahui atau tampak kepadamu
gejala-gejala orang yang tuiuan pertanyaannya adalah menentang dan
membantah, atau mengadu perkataan sebagian ulama dengan ulama
lainnya, maka engkau tidak berdosa jika berkata kepadanya, "Aku
tidak mau memberi fatwa kepadamu!" Sebab Allah memberikan pi-
lihan kepada Nabi-Nya dalam memberikan fatwa kepada Ahlul Kitab
yang tidak menginginkan kebenaran dengan firman-Nya, "likn merela
'(oraig
Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan),
makn berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari merela," (QS'
Al-Ma'idah:42)
Namun barangsiapa mengetahui bahwa Penanya memanS mem-
butuhkan hakekat ilmu, maka yan8 ditanya harus menjawabnya jika
jawabarurya itu tidakberimbas menimbulkan kerusakan' Akan tetapi ia
tobh meianjutkan pembicaraanya hingga selesai. Hadits ini menjadi
buktinya.
perkataan beliau,,"Manakah orang yang bertanya tentang hari
Kiamat tadi?,,Kata irii me-nashab dua maful bih,h.gtr.luif. ha merupakan
maf ulbihper-tama sedangkan as-sa'ilmenjadi maf ul kedua. Bagaimana
bisa kata as'sa'ilberbatis rafa'?
246 €rummTb
Jawabnya: sesungguhnya kata irii mer.,pakan iumlah mu'taridhah,
dan asal kalimabrya adalah Jtt-a i;l sgbab Nabi shallallahu Alaihi wa
Sallam tidak menyebutkan ;.tlt tt'ri;Ji tetapi menyebutkan
"!,r3t
;1.
Karena perawi agak ragu mengenai kalimat ini, maka ia sisipkanfutz-
lah mu'taridhah ni.'plJl merupakan mubtada'dan khabarnya adalah
;-i yang diletakkan di depan kalimat. Kalau kamu ingin maka boleh
mengatakan ;i sebagai mubtada' dan J,Lft menjadi khabarnya. Hanya
sala ;ika kata yang terletak setelah isitfham berstatus ma'rifah maka
yang paling baik adalah dii'rab sebagai mubtada'dan kata sebelumnya
sebagai khabar.
Nabi shall allahu Alaihi wa sallam menjawab Pertanyaan lelaki
Arab Badui itu tentang kapan terjadinya hari Kiamat dengan men8a-
takan, "Jika amanah telah disia-siakan." Mendengar jawaban beliau
ini ia bertanya-tanya dalam hatinya lalu bertanya lagi, "Bagaimana-
kah bentuknya amanah disia-siakart?" "Apabila urusan telah diserah-
kan kepad" yu g bukan ahlinya maka tt-rnggulah hari kiamat!" jawab
beliau. Bila demikian, kita sedang menanti masa terjadinya Kiamat!
Attah jualah tempat meminta pertolongan'
perkataan beliau yit
"-'t,r11
(apabila urusan telah diserahkan)
huruf alif dan lam pada kata ilr memberikan pengertian umum (me-
liputi urusan .pu rulu -peni) dan boleh iadi bermakna al:ahd. ]ika kita
berpendapat bahwa maknanya umum maka maksudnya adalah se-
*,ru .rr.rr*. Maka kepemimpinan dalam sekala yang kecil dan besar
hi.ggu ke manajemen sekolah, ke manajemen pengajaran' ke manaje-
*"r, k.*.ntrian hingga kepada manajemen yang lebih besar dari itu
termasuk ke dalam keumuman tersebut'
Adapun jika kita mengatakan bahwa alif lam tersebut berfung-
si trntuk al-'ahd, artinya urusan orang banyak, maka yang dimaksud
adalah kewenangan umurn. Pengertiannya jika sebuah amanah, ya-
itu kewenangan umun, diserahkan diserahkan kepada selain ahlinya
maka tur,gg,rtut hari Kiamat! seperti menyerahkan urusan pengadi-
Ian kepada seorang hakim yang tidak memiliki ilmu. Ini termasuk ke
dalam sabda beliau, "Jika sebuah urusan diserahkan kepada selain
ahlinya.,, Dan sabda beliau ini juga mencakup seoranS hakim yang
meskipun memiliki ilmu namrrn ia memperturukan hawa nafsunya'
Orang seperti ini tidak layak diserahi urusan itu'
€lrffiilp 247
Demikian pula kasusnya jika kita menugaskan seorang notaris
yang menuliskan sejumlah perjanjian di antara manusia. Lalu ketika
uau or*g yang ingin memindahkan kepemilikan tanah properti, maka
notaris tersebut berkata, "sayahanya mau menuliskannya kalau kamu
menjadikan saya sebagai pabrer." sebab seorang notaris mengetahui
bahwa harga tanah sekarang akan bertambah tinggi. sehingga boleh
jadi para pemilik tanah merasa terpaksa menyetujui permintaannya'
lni termasuk tindakan suap. Notaris seperti ini tidak layak memegang
jabatannya. Jadikanlah ini seb a gai perb andingan!
contoh lainnya, jika kita angkat seorang imam untuk mesjid ini
yang tidak bagus bacaangurat Al-Fatihahnya namun ia diangkat ka-
,.r,J rrsiunya sudah tua,'sementara imam yang sebelumnya memiliki
bacaan A1-Fatihah yang baik tetapi karena masih muda ia tidak diang-
kat menjadi imam. Apakah ini termasuk ke dalam kandungan hadits di
atas? ]awabnyaya, termasuk dalam kandungan hadits tersebut.
Berdasarkan penjelasan ini kita katakana bahwa jika kata ;$r ini
kita bawakan kepada makna umum maka itu lebih cocok karena men-
cakup Semua kewenangan. Dan makna tunum ini dipertegas oleh
,.upur, beliau, ,,]ika sebuah urusan diserahkan." Jka ada yang dise-
rahkan otomatis ada yang menyerahkan, dengan demikian maknanya
adalah mencakup semua kewenangan'
Kalau begitu, penantian terhadap hari Kiamat ada di setiap masa.
Kita sekarang ini sedang menantikan terjadinya hari Kiamat. Kami
berdoa kepada Allah agar memberikan husnul khatimah dan 'afuh
kepada kami dan kalian semuanya.
Bab Mengangkat Suara Untuk Menyampaikan llmu
*; ,y trr ;J $3; is ,):"it u irc 9r,jrr ;1 tlr; '1 '
e :;t v & iu :ft' 1r * # etiv ir &i,Y,
,rSi;at a;:i r3') tK')'rlt tiv1u i* e *: ,);'l,t
b :W\,)., y*,iu;s',6 ry31 e # dA O'$
ffii*'r $t
50. Abu Al-Yaman 'Arim bin Al-Fadhl telah menceritakan kepada kami,
ia berluta, "Abu 'Autanah telah menceritalcan lcepada kami dari Abu
Bisyr dari Yusuf bin Mahak dari Abdullah bin Amr ia berlata, "Nabi
Shallatlnhu Alaihi wa Sallam tertinggal di belalang lumi dalam sebuah
perjalanan yang lami lahtlan. Lalu belinu dapat menyusul knmi seiring
dengan masulotya waktu shalat danlumi sudnh berwudhu. Kami hanya
mengusap kaki-t<nki lcnmi lalu betiau Shallallahu Alaihi wa Sallam ber-
seru dengan suara keras, "Celalalah mata lcaki (yang tidak tersentuh air
wudhu) lcarena iitntan api nerala!" Belinu mengulanginya dua atau tiga
l@\i.244
[Hadits 60- tercantum juga pada hadits nomor: 96 dan 163]
Syarah Hadits
Di sini penulis membuat bab tentanS orang yanS mengangkat
suara untuk menyamPaikan ilnu, berdalilkan dengan sabda Nabi
244 Diiwayatkan oleh Muslim (240) (25)
248
€3&
€,iXit& 249
Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Celalalah mnta luki (yang tiilak tersentuh
air wudhu) larena jilatan api nerala!" Beliau Slnllallahu Alaihi wa Sallam
mengangkat suaranya disebabkan para shahabat tidak membasuh
kaki-kaki mereka, hanya mengusap-usap saja. Dari ucapan beliau ini-
lah dapat ditarik faedah isyarat Al-Bukhari tentang maksud mengang-
kat suara untuk menyampaikan ilmu. Sebab perkataan Nabi Shallalla-
hu Alaihi wa Sallam, 'Celalalah mata laki (yang tidak tersentuh air wudhu)
karena jilatan api neralal " merupakan ilmu yang beliau umumkan kepada
umatnya.
Faedah serupa yang dapat dipetik dari hadits ini adalah penggu-
naan pengeras suara yang dipergunakan saat ini. Tidak diragukan
lagi bahwa itu merupakan perangkat untuk mengangkat suara, maka
hal ini termasuk kebaikan.
Faedah lainnya yang bisa diambil dari hadits yaitu tidak sahnya
mengusap kaki (ketika berwudhu), yang sah adalah membasuhnya.
Karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengancam orang-orang
yang mengusapnya saja dengan merana di dalam neraka.
Apakah sah membasuh anggota wudhu (lain) sebagai ganti dari
mengusapnya? Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama2s:
Ulama yang mengatakan sah belpendapat bahwa makruh hukum-
nya membasuh anggota wudhu sebagai ganti dari mengusapnya.
Ulama yang mengatakan tidak sah berpendapat orang itu telah
melakukan suatu amalan yang tidak diperintahkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, dengan demikian amalarurya tertolak. Berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu Algihi wa Sallam,"Barangsiapa melakulan suatu amalan
yang tidak ada perintahnya dari lami mala amalan tersebut tertolak."26
Tidak diragukan lagi bahwa membasuh kepala sebagai ganti dari
mengusapnya, jika dilakukan karena tidak cinta kepada Sunnah maka
amalnya batil dan pelakunya berada di atas bahaya yang besar. Sebab
perbuatannya tersebut dapat mengantarkarurya kepada kekufuran.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa mem-
benci Sunnahku mala iabulan golonganht.'as
Dan orang yang melakukan itu membenci Sunnah beliau serta
mengambil syari'at selain syari'at yang dibawa oleh beliau.
245 Silahkan melihat Al-Mughni (l/ 182)
246 Takhrij hadits telah disebutkan sebelumnya.
247 Afiwayatkan oleh Al-Bulrtrari (5063) dan Muslim (1401) (50)
250 €ilffi,iffi'ts
Adapun orang yang melakukannya bukan karena membenci
Surmah maka ada sikap tawaqquf (tidak berkomentar) tentang sahnya.
Kamu telah mengetahui dalil ulama yang mengatakan itu tidak sah.
Sedangkan yang mengatakan itu sah tetapi makruh mengatakan bah-
wa yang disyari'atkan adalah mengusap kepala sebagai keringanan
yang diberikan Allah kepada para hamba. Karena pada asalnya mem-
basuh itu untuk anggota badan yang lain. Namun tidak diragukan lagi
bahwa orang yang membasuhnya sebagai ganti dari mengusaPnya
berada di atas bahaya minimd melakukan sesuatu yang dimakruhkan
sebagaimana yang disebutkan olehpara ulama Fikih Rahimahumullah.
Dari sikap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang mengulangi
perkataannya hingga dua atau tiga kali dapat diambil faedah bahwa
suatu perkara bukan masalah yang sepele, bisa juga berfaedah pem-
eritahuan, peringatan dan lain-lain.
rlr|*
€4
';rt;ii
sii: t3'$
&
9i^;at
ry: Stai: u'eii 6'r; # q, + (ts $.,fA $ Jti)
'*: ;u, *'int,rtr lr i;: $'rt :# #.t it\,yt,
)t es.
Bab Ucapan Seorang Muhadditsz Hoddatsonoo atau
Akhboronoo dan Anbo'onoo
AhHumeldi teloh mengotokon kepodo komi bohwo menurut
lbnu Uyolnoh lofozh hoddotsonoo, okhboronoo, onbo'onoo
don sami'tu memiliki pengertion yong somo. lbnu Mos'ud
Rodhiyollohu Anhu berkoto,'Hoddotsonoo Rosululloh
(Rosululloh teloh menceritokon kepodo komi) don beliou
odoloh Ash-Shoadiqul Mashduuq (yong benor logi dibenorkon
ucoponnyo). Syoqiq bin Abdulloh berkata,'Somi'tu (oku
mendengor) Nqbi Shollollohu Alothi wo Sollom mengucopkon
sebuoh kolimol Dan Hudzoifah berkoto,'Hoddotsonoo
Rosululloh (Rosululloh Shallollohu Aloihi wo Sollom teloh
menceritokon kepodo komi) duo hodits. Don Abul'Aoliyoh
berkota,'Dori lbnu Abbos dori Nobi Shollallohu Aloihi wo
Sollom yong belisu riwoyotkan dari Robbnyo. Abu Huroiroh
Rodhiyollohu Anhu berkqto,'Dori Nobi Shollollohu Aloihi
h)
25t
L
€r*mmr&252
wo Sollom yong beliou meriwoyotkonnyo dori Robb kolion
'Azzo wa lollo.
Dalam tarjamah ini Al-Bukhari menjelaskan tidak adanya perbe-
daan antara perkataan seorang muhaddits antara haddatsana frlor,
akhbarana atau anba'ana. Di kalangan para ulama mutakadimin ketiga
katimat tersebut tidak memiliki makna yang berbeda, dan dalam baha-
sa Arab pun ketiganya memiliki makna yang sama. sebagian mereka
menjelaskan kandungan Lafazlvlaf.azh tersebut. Ada yang menyebut-
kan bahwa kata al-inba' dipergrrnakan untuk menyebutkan perkara-
perkara penting, sementara al-ikhbar bersifat ulnum. Adapun di kala-
ngan ulama hadits mutaakhirin maka mereka membeda-bedakannya.
Mereka berkata, "Istilah haddatsana dipergunakan untuk orang yang
mendengarkan dari seorang syaikh. Sedangkan akhbarana dan anba'ana
memberikan pengertian syaikh mendengarkan haditsnya. Maksudnya
seseorang membaca sedangkan syaikhnya mendengarnya." Sebagian
mereka berkata, "Kata-kata tersebut dipergunakan dalam hal ijazah,
yakni menjelaskan orang yang iiazah tersebut diriwayatkan darinya,
bukan orang yang diriwayatkan darinya secara langsung." Intinya pa-
ra ulama hadits mutaakhirin memiliki perbedaan pendapat tentang
makna ketiga ungkapan di atas.
Dalam Al-Fath (I/ L44) Ibnu Hajar Rahimahullah memaparkan"
"Perkataan Al-Bukhari, "Bab ucaPan seorang muhaddits , "Haddatsanaa,
alchb ar an a a dan Anb a' an AA. "
Ibnu Rasyid berkata, "Melalui bab ini Al-Bukhari ingin mengisya-
ratkan bahwa ia mengarang kitabnya ini atas dasar riwayat-riwayat
yang musnad dan diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Aku katakan, "Maksud beliau adalah, apakah istilah-istilah tersebut
memiliki makna yang sama atau berbeda? Dan penyantuman perka-
taan Ibnu 'Uyainah tanpa perkataan ulama-ulama lainnya mengindi-
kasikan b ahwa beliau memilih p endap at tersebut.
Perkataannya, "Da\Al-Humeidi berkata." Dalam riwayat Karimah
dan Al-Ashiili disebutkan dengan lafazh, "St$it A ivt" (Al-Humeidi
telah berkata kepada kami). Demikian pula yang disebutkan oleh Abu
Nu'aim dalam kitab Al-Mustakhraj. Riwayat ini adalah riwayat yang
muttashil (tersambung sanadnya). Dalam riwayat Karimah ada terha-
€,tfltfr& 253
pns lafazh, "Darr Anba'Anaa", sementara itu dalam riwayat Al-Ashiili
ada terhapus lafaztr, "AkhbaranaA." Namun dalam riwayat Abu Dzar
lafazh-laf.azh itu tercantum seluruhnya.
Perkataannya, "Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata." Riwayat
mu'allaq ini merupakan bagian dari hadits yang masyhur tentang pen-
ciptaan janin. Al-Bukhari telah meriwayatkannya secara maushul (ter-
sambung sanadnya) dalam Ktab Al-Qadar. Dau.l pembicaraan tentang
hadits ini akan disebutkan di sana iosya Allah.
Perkataan: "Syaqiq berkata." Beliau adalah Abu Wa'il, dari Ab-
dullah, yaitu Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu. Penulis akan
menyebutkannya secara maushul ketika mencantumkarlnya dalam Kl-
tab Al-lana'iz (kitab jenazah). Dan beliau juga akan menyebutkan ha-
dits Hudza rtah Radhiy all ahu Anhu dalam Kitab Ar - Riq aq .
Maksud beliau dari penyebutan riwayat mu'allaq ini yaitu untuk
menjelaskan bahwa para shahabat kadangkala mengatakan haddatsa-
naa dart kadangkala mengatakarr sami'tu. Ini menunjukkan bahwa me-
reka tidak membedakan istilah-istilah tersebut.
Adapun hadits Ibnu Abbas, Anas dan Abu Hurairah dalam riwayat
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari Rabbnya, akan beliau sebutkan
riwayatnya secara maushul dalam Kitab At-Tauhid.Penyebutan riwayat
itu di sini tujuannya untuk mengingatkan shighah'an'Anlh (dari fulan
dari fulan). Bahwa hukumnya dianggap washal (tersambung sanad-
nya) apabila betul-betul terbukti adanya pertemuan antara kedua pe-
rawi tersebut. Beliau mengisyaratkan kepada penjelasan Ibnu Rasyid
bahwa riwayat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut berasal dari
Rabbnya, baik para shahabat yang meriwayatkarurya menyatakan hal
itu ataupun tidak.
Dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas yang disebutkan di atas, ka-
rena dalam sebagian tempat beliau tidak mengatakan, "DariRabbnya"
namun beliau hanya meringkasnya, sehingga dibutuhkan perkiraan
kata untuk menyempurnakan maksud kalimat tersebut.
Aku katakan, "Bisa ditarik kesimpulan hukum berdasarkan ri-
wayat-riwayat yang sejenis ini atas keabsahan berhujjah dengan ri-
wayat mursal shahabat. Karena perantara antara Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam dan Rabbnya yang beliau tidak berbicara langsung dengan-
Nya -misalnya malam Isra'- adalah malaikat |ibril. Dan riwayat ]ib-
ril pasti diterima. Dan perantara antara Para shahabat dan Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam dapat diterima berdasarkan kesepakatan,
254 €mml.irur&
yaitu shahabat yang lain. Dan ini berlaku pada hadits-hadits tentang
hukum bukan dalam perkara yang lainnya. Karena sebahagian sha-
habat kadang kala mengambilnya dari sebagian tabi'in, seperti Ka'ab
Al-Ahbaar.
Catatan:
Abul 'Aliyah yang disebutkan di sini adalah Ar-Riyaahi, dibaca
dengan yaa' pada huruf terakhimya. Namanya adalah Rufei', dengan
men-dhammahknn raa'. Surlgguh telah keliru orang yang mengira ia
adalah Al-Barra', dengan raa' tsaqilah. Karena hadits tersebut dikenal
dari riwayat Ar-Riyaahi bukan yang lainnya.
jika dikatakan, "Dimanakah terlihat korelasi antara hadits Ibnu
Umar dengan judul bab? Karena kesimpulan dari judul bab adalah
penyamaan antara shighah al-adaa' (Iafazh-lafazh dalam penyampaian
riwayat) tersebut. Sementara hal itu tidak tampak pada hadits Ibnu
Umar? ]awabnya, korelasinya dapat kita ambil dari perbedaan lafazh
hadits tersebut. Hal itu akan tampak jelas bila jalur-jalur riwayatnya
diktrmpulkan. Karena Lafazh riwayat Abdullah bin Dinar yang dise-
butkan dalam bab berbunyi " e u ;.i3';t " (ceritakanlah kepadaku
pohon apakah itu?) sementara dalam riwayat Nafi' yang dikeluarkan
oleh Al-Bukhari dalam Kitab At-Tafsir berbunyii " G,)';;1" (kabarkanlah
kepadaku). Dan dalam riwayat Al-Isma'ili berbunyi: " €.?i". Dalam
ri-wayat Malik yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam bab: Malu
da-lam menuntut ilmu berbuny i: " ua Y ,j.;E" dalam riwayat itu dise-
butkan, "Mereka berkata, "Beliau mengabarkan kepada kami pohon
apakah itu." Itu menunjukkan bahwa laf.azhhaddatsana, akhbarana dan
anbt'ana menurut mereka maknanya sama. Hat ini tidak diperseli-
sihkan di kalangan ahli ilmu bila ditiniau dari sisi bahasa. Diantara
dalil yang paling jelas adalah firman Atlah Ta'ala, "PAda hari itu bumi
meny amp aiknn b er it any a. " ( Q S. Al'Zilzalahz 4)
Dan firman Allah Ta'ala, "Dan tidak ada yang dapat memberikan ke'
terangankepadamu sepertiyang diberikan oleh (Allah) yang Malnteliti." (QS.
Fathir:14)
Adapun ditinjau dari makna terminologinya, maka dalam hal ini
telah terjadi perselisihan. Diantara ulama ada yang tetap menerapkan
makna etimologinya. Ini merupakan pendapat Az-Zuhti, Malik, Ibnu
,Uyainah, Yahya Al-Qaththan serta mayoritas ulama Hliaz dan Kufah.
€fixit,P 255
Dan inilah yang dipakai dikalangan ulama Maghrib (Marokko). Inilah
pendapat yang dipilih oleh Ibnul Hajib dalam Mukhtashar-nya. Telah
dinukil dari Al-Hakim bahwa ini merupakan madzhab imam yang
empat.
Sementara ulama lainnya belpendapat bahwa istilah tersebut
digunakan secara mutlak apabila syaikh membaca langsung riwayat
kepada murid-muridnya, dan digunakan secara muqayyad apabrla ri-
wayat itu hanya dibacakan kepada syaikh. Ini merupakan pendapat
Ishaq bin Rahwaihl An-Nasaa'i, Ibnu Hibban, Ibnu Mandah dan se-
lain mereka.
Berdasarkan pendapat ini ia berkata, "Haddatsana qira'atan'alaihi
(Ia telah menyampaikan kepada kami dengan cara dibacakan kepa-
danya). Yaitu mereka mengkhususkan maknanya. Maka berdasarkan
pendapat pertama, tidak ada perbedaan antara kalimat-kalimat terse-
but. Itulah ketentuan bahasa.
Pendapat kedua: Tidak mengaPa ia mengatakan, "Haddatsana qi-
ra'atan'alaihi (Ia telah menyamPaikan kepada kami dengan cara diba-
cakan kepadanya)." Meskipun syaikh tidak menyampaikan kepada
mereka, namun syaikh hanya mendengarkan bacaan mereka. Lalu si
perawi mengatakan, "Ia telah menyamPaikan kepada kami dengan
cara dibacakan kepadartya." Ini dua pendapat'
Pendapat ketiga: Ibnu Hajar Rahimahullahberkata, "Sebagian ulama
ada yang berpendapat pembedaan dalam Penggunaan istilah tersebut
dilihat dari perbedaan metode pengambilan riwayat dari syaikh. Me-
reka mengkhususkan lalazh haddatsanaa apabila riwayat itu diambil
langstrng dari lisan syaikh. Sementara aWrbaranaa apabila riwayat itu
dibacakan kepada syaikh. lni merupakan madzhab Ibnu Jureij, A1-
At;u;aa'r, Asy-Syafi'i,Ibnu Wahb dan jumhur Ahli Masyriq."2s
Maksudnya jika si perawi mengatakan haddatsanaa maka yang
membacakan adalah syaikhnya. Namun jika ia mengatakan aldtbaranaa
atau anba'anaa maka muridlah yang membacakan sementara syaikh-
nya menyimak.
Selanjutnya Ibnu Hajar Rahimahullah betkata, "Kemudian murid-
murid mereka membuat perincian lain. Bagi yang mengambil riwayat
seorang diri dari Lafazh syaikh maka ia mengatakanhaddatsani.Bagi
yang mendengar bersama oranS lain maka ia mengatakanhaddatsanna.
248 Silahkan melihat Fath Al-Bai (l/ lM-145)
I
256 €ffiffi,iffi'ts
Bagi yang membacakan langsung riwayat itu kepada syaikh seorang
diri maka ia mengatakan aldrbarani. BagP yang mendengarnya dari ba-
caan orang lain maka ia mengatakan aldtbaranaa' Demikian pula mereka
mengkhususkan istilah anba'anaa untuk riwayat yang diambil dengan
ljazah,yang mana syaikh secara langsung memberikan iiazah tersebut
dengan lisannya kepada orang yang diberi liazah tersebut. Semua itu
baik, bukanlah suatu keharusan menurut mereka. Hanya saja mereka
ingin membedakan antara satu kondisi dengan kondisi lainnya dalam
penerimaan riwayat dari syaikh. Sebagian orang mengira bahwa itu
merupakan sebuah keharusan. Latu mereka memaksakan beragam ar-
gumentasi untuk mendukungnya atau untuk membantah pihak lain
yang tidak membawa faidah berarti. Memang, kalangan mutaakhirin
perlu memperhatikan penggunaan istilah tersebut agar tidak tercam-
prrr baur dalam memahaminya. Dan juga karena sudah menjadi isti-
iut yur,g baku di kalangan mereka. Dan bagi yang menggunakannya
untuk makna majazr maka ia harus membawa indikasi yang menga-
rah kepada maksudnya tersebut. Jika tidak, maka dikhawatirkan akan
te4adi- kerancuan dengan makna maiazi tersebut sesudah istilah ini
ditetapkan. Dan membawakan istilah yang digunakan oleh ulama
terdahulu kepada pengertian yang sera8am, berbeda halnya dengan
kaum mutaakhir irr."24e
Yang jelas, harus diketahui terlebih dahulu aPakah perawinya ter-
masuk Ahlu Masyriq atau Ahlu Maghrib, termasuk Ahlu ini atau ini?
Agar kita dapat mengetahui istilah-istilah yang mereka ungkapkan
r.t ingg" kita bisa mengarahkan lafazh-laf.azhmereka kepada seium-
lah istilah yang mereka tentukan. Namun secara mutlak, terlebih lagi
jika kita mlnd.engar dari Tabi'in dan generasi sebelum mereka, maka
tla* ada perbedaan di antara ketiga ungkapan yang telah disebutkan
di atas, y"it,., haddatsana, akhbarana dan anba'ana. Namun muqayyad
yu.,g or"r"ka sebutkan memang baik adanya dengan mengatakan
haddatsana qira- atan' alaihi, alchbarana qira' atan' alaihi dan sebagainya'
Adapun yang berkaitan dengin hadits-hadits bab ini, Ibnu Mas-
'ud berkat a, "Haddatsanaa Rasulultah (Rasulullah telah menceritakan
kepada kami) dan beliau adalah Ash-slndiqul Mashduq (yan8 benar la-
gi dibenarkan ucapannya). Ash-shadiq yaituyang benar dalam perkara
yang ia nukil, sedangkan Al-Mashduq yaitu yang dibenarkan dalam
p.rk".u yang dinukil kepadanya. Maka beliau adalah oranS yang be-
249 Silahkan melihat Fath Al-Bari (l/ 145)
€,lxtfrp 257
nar tentang perkara yang disampaikannya dan dibenark