atan maksiit termasuk ke dalam perkara ]ahi-
liyah, hanya saja pelakunya tidak dihukumi kafir. Sebab penjatuhan
vonis kafir memiliki berbagai kaidah yang telah diketahui.
Diriwayatkan oleh Muslim (lll/ 1282,1283) (1651) (38)
Safahah yaitu gegabah mengucapkan dan melakukan keburukan. Silahkan me-
llhat Mu'jam Maqalid Al-'Ulum fi Al-Hudud wa Ar-Rusum karya Imam As-Suyuthi.
Cpenj.)
124
t25
€,ffiS
Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak akan mengampuni dosa sytrik
(manpersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain
itubagi siapayang Diakehendaki." (QS. An-Nisa': 115)
Firman-Ny u y, !S'i- ii nuruf ,li arn kata yang disebutkan sesudah-
nya ditakwilkan sebagaimashdar, d,an taqdir-nya ad.alah y,gV. Lantas
apakah mashdar mu'awwal ini seperti mashdar sharihrzs dengan kita ka-
takan bahwa syirik tidak diampurii meskipun kecil, atau kita katakan
bahwa syirik yang dimaksud di sini adalah syirik akbar (besar) yang
mengeluarkan pelakunya dari Islam? -
Jawabnya, persoalan ini mengandung kebimbangan. Dan Syaikhul
Islam Rahimahullah berkata, "Sesungguhnya syirik tidak diampuni
meskipun kecil.127 Atas dasar ini maka pelakunya harus bertaubat ke-
pada Allah 'Azza wa lalla darikesyirikan yang ia terjatuh ke dalamnya.
Firman-Nya, 'Dan Din mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang
la lcehendaki', kata maa duuna bisa jadi bermakna selain, dan memili-
ki kemungkinan juga bahwa maksudnya adalah yang lebih sedikit,
dan makna inilah yang lebih rajih. Maka dosa yang lebih sedikit dari
kesyirikan diampuni oleh Allah.
Sesungguhnya kita katakan demikian agar orang tidak menye-
butkan kepada kita, "Bagaimana pendapat kalian tentang seorang ka-
fir yang kekufurannya bukanlah kesyirikan? Dan sebagaimana dike-
tahui bahwa seorang kafir yang kekufurannya bukanlah kesyirikan ti-
dak mendapatkan ampunan. Sebab agar mendapatkan ampunan, Allah
menetapkan syarat bagi orang yang kafir berhenti dari kekufurannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Katakanlah kepada orang-orang
yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya), "lika mereka berhenti (dai
kelafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah
lalu," (QS. Al-Anfal: 38)
Oleh sebab itu penafsiran ini lebih baik.
Namun jika kita katakan bahwa makna duu naa adalah selain,
maka dikatakan sesungguhnya berbagai dalil menunjukkan bahwa ke-
kufuran yang mengeluarkan pelakunya dari kesyirikan sederajat de-
ngan kesyirikan yang tidak diampuni Allah. Akan tetapi kita katakan
Lalu mengambil hukum nakirah, dan nakirah ini adalah nakirah dalam konteks
penidakan sehingga memberikan faedah keumumary dan hukum tidak teram-
puninya dosa syirik mencakup syirik dengan kedua jenisnya yaitu syirik kecil dan
syirik besar
Ar-Radd'ala Al-Bakri karya Ibnu Taimiyah (I/ SOt;
t25
t26
126 €mmruT&
bahwa makna maa duuna dznlik yang berarti yang lebih kurang dari itu,
maka kita tidak mengalami kesulitan ini.
Adapun ayat yang disebutkan oleh penulis (Al-Bukhari\ Rahima-
hullah pada bab setelah bab ini yaitu firman-Nya "Dan apabila aila dua
golongan orang mulcrnin berperang, tnalu damaikanlah antara lccduanya."
(QS. Al-Huiurat 9)
Maka dalam ayat tersebut terkandung kesulitan lain dari sisi ilmu
Nahwu. Yaitu:
o pertama, Allah Ta'ala berfirsran rjiiir padahal dhamir (kata gan-
ti)nya (harus) kembali ke bentuk mutsarma.
o Kedua, Allah berfirman ti^,i padahal dhamir-nya kembali ke ben-
tuk jamak?
]awabnya: Sesungguhnya kata tha'ifah (kelompok) dipergunakan
unhrk makna jama'ah. Maka apabila disebutkan kala tha'ifatani (dua
kelompok) yakni jama'atani maka dari sisi makna keduanya berarti
jamak, sedangkan bila ditiniau dari sisi lafazh maka bentuknya
mutsanna. Maka firman Allah t:QZ t'r:,)*L dhamir-nyaditiniau dari sisi
lafazh,sedangkan trkt dhamir-nya ditinjau dari sisi makna.
Dan firman AUah, "Dan apabila ada dua golongan orang mukmin ber-
perangt mal<n damailanlah antara keduanya" (QS. Al-Huiurat: 9) Hingga
firrtan-Ny a, " S esungguhny a or ang - or ang mukrnin itu ber saudar a, kar ena
itu darnailanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)." (QS. Al-Huiu-
rat 10)
Itu semua merupakan bukti yang menguatkan tidak adanya ke-
mrurgkinan yang lain.
Adapun p endap at yang dipedomani oleh Al-Bukhar i Rahimahullah
di mana beliau mengatakan, 'Allah menyebut mereka sebagai orang-
orant mukmin." Boleh jadi ada yang menentang ucapan beliau ini
dengan mengatakan, "Allah menyifati keduanya sebagai orang-orang
mukmin tatkala mereka sebelum shling belperang." Namun pendapat
ini lemah, karena ketika kita menyempurnakan ayat ini niscaya tam-
pak jelas bagi kita bahwa mereka itu belum keluar dari keimanan,
berdasarkan firman-Ny a, " Sesungguhnya orang-orang mulqnin itu bersau-
dara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu Qang berselisih)."
(QS. Al-Huiurat 10)
€,ffiii,p 127
Padahal N abi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Mencaci muslim
adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran."l2g
Sesungguhnya kekufuran yang tercantum dalam sabda beliau'dan
membunuhnya adalah kekufuran' adalah kufrun duna kufrin (kekufu-
ran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam).
Kemudian beliau Rahimahullah menyebutkan hadits Abu Dzarr
yang mengandung faedah betapa'bagusnya sikap para shahabat da-
lam menjalankan perintah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Karena
sesungguhnya 4b-u Pzarr pemah menc
kuat menvebutkan bahwa oranF itu adalah budaknya- lalu menjelek-
jelekkannya dengan ibunya. Mendengar hal ini Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam berkata kepadanya, "sesungguhnya pada dirimu terdapat
perangai ]ahiliyah." Kemudian ia menyebutkan hadits tersebut hir,g-
ga akhir.
Dan di dalam hadits ini terkandung faedah sudah seharusnyalah
seorang muslim jika saudaranya berada di bawah kekuasaarutya, se-
perti pelayan, budak atau yang sejenisnya untuk memberi mereka
makan dari apa yang ia makan, memakaikan mereka pakaian seperti
yang ia pakai, dan tidak membebaninya dengan suatu pekerjaan yang
tidak sanggup dikerjakannya. Apabila dia membebaninya dengan suatu
tugas maka hendaklah ia membantunya! Ini semua termasuk karak-
ter Islam yang terpuji, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meme-
rintahkan untuk memelihara para pelayan baik yang dimiliki mauPun
yang diberi upah.
ck "p fr lv ck t'rtttt il f")t l:i c-r;.rt
J,*1r;',^'#\.41 i" ,f j; y\t o; ,A:r * ,i;i
dy b'rt JG ,trut ti, t:i fr L.j Gi Jt"t;* ;: e
l&t j,t sy lg gi *'tt 'v lt
j;, ry
w 5;at r"r; "hr J;tu :-jii )0t eiilti b.66 v*e.?;^;
,-G F d1 La; {:c ;3;,sG Jr*it lu
tni
128 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (48, 6044, 707 6) dan Muslim (l / 81) (64)
t28
31.
€mmf.iruTp
Abdurrahman bin Al Mubarak telah menceritakan kepada kami, in berka-
ta, "Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami, katanya, " Ayyub
dan Yunus telah menceritakan kEad, kami dari Al Hasan dari Al Ah-
naf bin Qeis ia berlcata, "Aku berangkat untuk menolong lelaki ini. l-alu
alu bertemu Abu Bakrah, ia bertanya, "HendAk kemana?" "Aku hendak
menolong lelaki itu!" kntaku. la berkata, "Kembalilah, knrent aku men-
dengar Rasulullah Shallallahu Alaihiwa Sallambersabda, "|ikn dua orang
muslim saling berhadapan dengan menghunus pedang masing-masing
makn si pembunuh dan yang dibunuh masuk neraka." Aku bertanya, "Wa-
hai Rasulullah, si pembunuh sudah jelas urusannya,lalu apa kesalahan
yang dibunuh?" Rasul menjawab, "Karena ia juga berhasrat membunuh
lau)AnnyA!"12e
[Hadits 31- tercantum juga pada hadits nomor: 6875 dan 70831
Syarah Hadits
Al-Bukhari Rahimahullah mencantumkan hadits ini sebagai dasar
metode pendalilannya terhadap ayat di atas, meskipun boleh jadi ada
yang berkata, "Sesugguhnya status kedua kelompok tersebut sebagai
muslim adalah ketika mereka belum saling belperang." Akan tetapi
seakan-akan Al-Bukhari berkata, "Allah menyebut kedua kelompok
itu sebagai orang-orang mukmin. Dan tidak mengatakan, "]ika kedua
muslim saling bertemu maka keduanya kafir." Bahkan Nabi Shallalla-
hu Alaihi wa Sallam mengatakan, "Yau,lg membunuh dan yang dibunuh
berada di neraka." Kemudian (pertanyaarutya), apakah zharfiyyah
yang terdapat pada kata -,uJt ct adalah zharfiyah mushahabah?
Jawabnya: tidak, bukan mushahabah. Sebab yang disebut sebagai
penghuni neraka adalah orang-orang yang tidak akan keluar darinya.
Adapun jika dikatakan -,uJt d maka boleh jadi ia akan keluar. Sebagai-
mana yang disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"setiap yang sesat berada di neraka."lm Dan kata ii tidak mengharus-
kan kekal di dalam neraka.
Dalam hadits ini terkandung dalil bahwa barangsiapa berniat me-
laksanakan sesuatu namun tidak kesampaian maka dituliskan baginya
Driwayatkan oleh Muslim (N / Uq (2888) (14)
Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dalam Al-Mujtaba (1578) dari hadits Jabir bin 'Ab-
dillah. Syaikh Al-Albani Rahirnahullahberkata dalam ta'liq-nya terhadap Sunan An-
Nas'i, "Hadits ini shahih."
129
130
€,ffiflft& t29
apa yang ditulis untuk orang yang telah mengerjakannya. ]ika yang
diniatkan baik, maka baiklah yang dicatat. Dan jika yang diniatkan
adalah keburukan, maka keburukanlah yang dihrliskan untuknya.l3l
Dan di dalam hadits ini disebutkan bahwa salah satu dari kedua orang
ini berambisi untuk membunuh temannya, dan telah mengerahkan
segala kemampuannya untuk membunuhnya namun belum berhasil.
Maka jika seseorang beramlisi melakukan sebuerh perbuatan
maksiat dan berusaha sekuat tenaga untuk mengerjakannya namun
ambisinya tidak tercapai, maka dituliskan untuknya satu dosa seperti
dosa orang yang telah melakukannya, tanpa ada bedanya sama sekali.
Demikian juga barangsiapa berkeinginan untuk melaksanakan se-
buah kebaikan dan mengerahkan semua kemampu:mnya untuk me-
ngerjakannya, akan tetapi keinginarurya tersebut belum tercapai maka
dituliskan untuknya pahala secara sempurna. Berdasarkan firman
Allah Tl'ala, "Barangsiapa keluar dnri rumahnya dengan maksud berhij-
rah larena Allah dan Rasul-Nya,lcemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai lce tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di
sisi Allah." (QS. An-Nisa': 100)
131 Dalam naskah asli tertulis wa ';i tV itti.Susunan kalimat seperti ini memiliki
empat kemungkinan yang benar pada isim yang terletak setehh il.
1. Kedua-duanya dalam kondisi marfu', contohnya 'F '* i1 artinya jika amalnya
mengandung kebaikan maka balasannya adalah kebaikan.
2. Kedua-duanya dalam kondisi runshub, contohnya v|*t ti j1 dmgan taqdir iry
vE :;\- i tE 'i5 3G Artinya jika amalnya baik maka ia akan mendapatkan
kebaikan.
3. Kata yang pertama manshu.b sedangkan yang kedua marfu', contohnya 'FJ t'E it!
dengan taqdir'f i1:* tE 'i;; Srg i1 artinya jika amalnya baik maka balasannya
adalah kebaikan.
4. Kata pertamamarfu' dankata kedua manshub,contohnya t'-*;'E 'oldengantaqdir
vE itf:- l:;tu 'E * E:tg ilartinya jika amalnya mengandung kebaikan maka
balasannya berupa kebaikan.
Yang terakhir ini adalah yang paling lemah karena terlalu banyak yang dihilang-
kan. Hanya sajaia qiyasi seperti tiga keadaan sebelumnya.
Bisa saja cukup dengan sekedar mengetahui keempat bentuk tersebut tanpa mem-
perhatikan l'rab yang terperinci untuk setiap bentuk. Cukup dengan mengatakan
bahwa kedua isim tersebut bisa marfu' kedua-duanya, manshub kedua-duanya,
rnarfu'yang pertama danmanshub yang kedua, dan sebaliknya. Sebab tujuan dari
l'rab secara terperinci adalah agar susunan kalimat terjaga dengan benar, dan
susun.rn kalimat yang benar akan mengarahkan kepada makna yang benar dan
diinginkan. Dan ini hanya bisa diraih dmgan mengetahui kaidah global yang
kami sebutkan.
Silahkan mellhat An-Nahwu Al-Wafi (l/ 5U,585)
€zz&
* ot;ds./[
Bab Kezhallman yang tidak mengeluarkan pelakunya dari lslam
;J 1,6 J h;b , Ju c'^* $k Jt #.jr ii ri,-.rv
lt;y 3;'at-L # f 5 '"ut c"; lv &4t #
l: rt t e$t \ ui ,il i6 ,i,r * F "^A; ,-r et';\,r
a . 'u c \ - , , . . ct '
o
#3 y:t" ,k int Jy:,)t;ti i6 t &,&G)1.#
{ V iM !';ilr ,lt } ,y:'*'ii i;li p!4 p dJ
32. Abul Walid telah menceritalun kepada lumi, katanya, "Syu'bah telah
menceritakan kepada kami (H) dan telah menceritakan kepada lami juga
Bisyr bin Khalid Abu Mulnmmad Al-Aslari, ia berkata, " Muhammad bin
Ja'far telah menceritalan kepada lami dari Syu'bah dari Sulaiman dari
Ibrahim dari 'Alqamah dari Abdullah, ia berkata, "Ketila turun ayat,"
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman merekn
dengan syirik" (QS. Al-An'am:82) Para shahabat Radhiyallahu Anhum
berlata, "Siapalah diantara kita yang tidakberbuat zhalim?" Inlu Allah
menurunlun ayat," Sesungguhnya mempersehttuhkan (Allah) adalah
benar-benar lceznliman yang besar." (QS. Luqman: 73)132
Syarah Hadlts
Perkataan Al-Bukhari 'zhulm duna zhulm', seakan-akan beliau Rahl-
mahullah hendak menjelaskan beberapa yang terdapat dalam surat
Al-Ma'idah. Ayat yang pertama yaitu, "Barangsiapa tidak memutuskan
dmgan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang bfir,"
(QS. Al-Ma'idah: 44) Dan kedua, "mala merelu itulah orang-orang zalim."
132 Driwayatkan oleh Muslim (l/ 11,4) (124) $9n
130
€,ffiffi,p
(QS. Al-Ma'idah:45)
Dan kezaliman seperti kekufuran, yakni masing-masing memiliki
tingkatan. Oleh sebab itu beliau menyebutkanzhulm duna zhulm (keza-
Iiman yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam). Hal ini ditun-
jukkan oleh peristiwa turunnya ayat ini, "Orang-orang yang beriman dan
tidakmencampuradukkan iman mereka dengan syirik," (QS. Al-An'am: 82)
Para shahabat berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak berbuat
zalim?" Setiap manusia tidak ada yang selamat dari perbuatan zalim.
Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Tidaklah lalian meli-
hat perkntaan seorang hamba yang shalih, "Sesungguhnya mempersekutuh-
kan (AllaU adalahbenar-benar lcezaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)rs
Maka yang dimaksud dengan kezaliman pada surat Al-An'am
ayat 82 adalah kesyirikan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Nabi
Shallallahu Alaihi wa S allam.
Dengan demikian kezaliman yang paling zalim adalah melaku-
kan kesyirikan terhadap Allah. Sebab tatkala Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam ditanya, "Dosa apaluh yang paling besar?" Belinu men-
jawab, "Engluu menjadikan tandingan bagi Allah padahal Dinlah yang telah
menciptalanvvv."T34
Kemudian kezaliman lalu yang di bawah kekufuran juga berting-
kat-tingkat, sebagaimana dosa besar dan dosa kecil juga bertingkat-ting-
kat. Contohnya juga amal-amal shalih, masing-masing amal memiliki
tingkatan dibandingkan dengan yang lainnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarft Rahimahullah dalam Tafsir-nya (lX/ 371) dengan
lafazh ini. Sedangkan pada Al-Bukhari (7429) dan Muslim 0/ 11+115) (197) (124)
dengan lafazh, "Luqman berkata kepada puteranya."
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6811) dan Muslim (l/ 90) (86) (141)
131
133
€zsS
;il[.iiJr, ul'i q6.
Bab Tanda orang munafik
eu $E i" f 5 ,EbLsk )s 6t)r ;J 3rr$ ri-,;.rr
,k il'Yi;-; o,i * i:; W ;J ,G €) i q,t i
Jbi Grr;yr,+rt Lk slLx q.st zit iG &: !;;'i,t
{:; SrtSt rsti
33. Sulaiman Abu Rabi' telah menceritakan kEada lumi, ia berkata, "lsmail
bin Ja'far telah menceritalan k pado lami, ia berknta, 'Naft' bin Malik bin
Abi Amir Abu Suheil telah menceritalunkepadalumi dari ayahnya dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Rnsulullah Shallallahu Alaihiwa
Sallambeliaubersabda, "Tanda orang munafik ada tiga: (1) Iikaberbicara
ia berdusta, (2) jil@ berjanji ia mengingkari, (3) iila dibxi amanat ia
berWianat."lss
[Hadits 33- tercantum juga pada hadits nomor: 2682,2749, dan
50esl
# l' * ,f+r{' F'oW d;; iG * 5 4 s-r;.rt
{r y i' .rr glr i:i ,* i yt * * 9:.* Fi'}
:;i'-i); y. Us U'r 6,t; ui.v ots y. F U &i iG
L'$ rslr;:u; ,,. St stWs- p qat b'$; * ug
135 Diriwayatkan oleh Muslim (l/ 78) (59) (107)
t32
€,ffi&
34. Qabishah bin Uqbah telah menceritakan kepada knmi, ia berkata, "Suf-
yan telah menceritakan kepada kami dari Al-A'masy dari Abdullah bin
Murrah dari Masruq dari Abdullahbin Amr Radhiyallahu Anhubahwa-
sanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Empat perlara,
apabila terkumpul pada diri seseorang mal<n ia adalah tnunafik sejati. Dan
apabila terdapat salah satu darinya maka pada dirinya terdapat salah satu
cabang kemunafikan hingga ia meninggalkannya: Apabila diberi amanat
ia berkhianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila mengilat perjanjian
ia melanggarnya dan jikn bersengketa ia berlaku curlng."li6 Syu'bah me-
riway atkanny a juga dari Al- A' masy.'3'
[Hadits 34- tercantum juga pada hadits nomor: 2495 dan3L78l
Syarah Hadits
Perkataan Al-Bukhari: Bab tanda orang munafik. Kata munafik
adalah isim fa'il dari kata naafaqa, asalnya -yakni akar katanya- adalah
naafiqaa' al-yarbuu' artinya sarang (lubang tikus). Allah Azza wa Jalla
memberinya inspirasi untuk membuat pintu masuk sarangnya, dan
pada bagian saran yang paling jauh (dalam) membuat sebuah pintu
yang terkunci yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali dia sendiri.
Ia juga memiliki lapisan kulit yang tipis dari tanah. Apabila ia dise-
rang musuh dari pintu utama, maka ia akan kabur melalui pintu cada-
ngan yang telah terlebih dahulu dipersiapkannya. Lalu jika penyerang
bersembunyi di sisi pintu seraya menduga bahwa ia akan keluar dari
situ, tenyata ia dipecundanginya dan keluar dari pintu yang lain.ls
Memang demikianlah keadaan orang-orang munafik. Mereka hen-
dak memperdaya Allah dan orang-orang yang beriman, padahal tidak-
lah yang mereka perdayai melainkan diri mereka sendiri. Menurut
(pengertian) syara'orang munafik adalah orang yang memperlihatkan
keislamannya dan menyembunyikan kekufurannya. Sejumlah ulama
menyebutkan, "Sesungguhnya kata munafik adalah sebuah istilah Is-
lami yang tidak pernah dikenal sebelumnya, artinya belum pernah ada
dalam kamus-kamus bahasa Arab sebelum Islam menyebutkannya.
Diriwayatkan oleh Muslim (I/ 78) (58) (106)
Dalam Taghliq At-Ta'ltq (ll/ 41) Al-Hafizh Rahimahullah berkata, "Perkataannya:
Syu'bah meriwayatkannya juga dariAl-A'masy, penulismeriwayatkannya dengan
sanadnya pada Al-Mazhnlim QaS\ dari hadits Ghundar dari Syu'bah
Silahkan melihat z{/-Qamus Al-Muhith (padahurut nun,fa dan qafi)
,;;J1t Y'
t36
r37
138
tilt ,i t;e fi,
t34 €rumrur&
Dan dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
telah menerangkan kepada kita bahwa tanda orang munafik ada tiga;
jika berkata ia dusta, jika berjanji ia mengingkari dan jika diberi ama-
nat ia berkhianat. Sedangkan pada hadits yang kedua beliau Shallalla-
hu Alaihi wa Sallam menyebutkart, "Empat perlara, apabila terhtmpul pada
diri seseorang mnka ia adalah munafik sejati. Dan apabila terdapat salah satu
darinya mala pada dirinya tudapat salah satu cabang kemunafilun hingga ia
meninggalkannya: Apabila diberi amanat ia berkhianat, apabila berbicara ia
berdusta, apabila mengikat perjanjian in melanggarnya dan jila bersengketa
ia berlaku curang."
Ada dua sifat yang sama-sama disebutkan pada hadits pertama
dan kedua, yaitu jika berbicara ia berdusta dan jika diberi amanat ia
berkhianat. Adapun ucapan beliau 'jila berjanji ia mengingluri' maka
boleh jadi termasuk dalam sabda beliau 'jila mengikat perjanjian malu ia
mclan g g ar ny a' . Seb ab j anj i te rmas uk perj anj ian.
Adapun sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam 'jika bersengketa ia
berlaku curang'maka itu adalah makna yang baru.
Keseluruhan tanda yang disebutkan di sini adalah tanda-tanda ni-
fak amali bukan nifak aqadi. Akan tetapi tanda-tanda tersebut sering
tampak di kalangan orang munafik nifak aqadi. Karena pada amal-
amal zahir seorang munafik yang nifak aqadi -kita memohon perlin-
dungan kepada Allah darinya- tampak sekali jejak kemunafikannya
dengan keempat sifat yang disebutkan dalam hadits.
Sifat pertama: jika diberi amanat ia berkhianat. lni mencakup se-
gala amanah, baik ia diberi amanat dengan harta, kehormatan, perka-
taan rahasia, mengawasi anak-anaknya yang masih kecil dan sebagai-
nya'
Sifat kedua: jika berbicara ia berdusta. Dusta artinya memberita-
hukan sesuatu yang berlawanan dengan faktanya. Maka di antara si-
fatnya yang kentara pada dirinya engkau dapati bahwa jika ia berbi-
cara maka berdusta. Dan selamanya engkau akan mendapatinya ber-
dusta ketika berbicara.
Sifat ketiga: jika membuat perjanjian ia melanggamya. Apabila ia
membuat perjanjian dengan orang lain niscaya ia akan melanggarnya.
Dan di antara perjanjian yang ada adalah mengikat perjanjian dengan
orang-or:rng non muslim. Sesungguhnya melanggar perjanjian dengan
mereka diharamkan kecuali jika mereka melanggamya. Adapun jika
muncul kekhawatiran bahwa mereka akan melanggar perjanjian, maka
€'fii,p
seorang muslim bersikap moderat ketika berinteraksi dengan mereka
dan memperlakukan mereka dengan adil seraya berkata, "Tidak ada
perjanjian apa-apa di antara kita."
Sifat keempat: jika bersengketa ia curang. Artinya apabila ia ber-
sengketa dengan orang lain mengenai suatu hak maka ia berlaku cu-
rang. Kata fujur (katanya seakar dengan fajara -Peni) artinya adalah
curang dan mengingkari kewajiban.yang dibebankan kepadanya, atau
mendakwakalll3e sesuatu yang bukan miliknya. Dan Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa orang yang bersumpah
dengan sumpah palsu yang dengannya harta seorang muslim terpu-
tus, maka ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan Dia murka
kepadanya.lao
Tujuan dari disebutkannya semua tanda ini adalah bersikap was-
pada,boleh jadi nifak amali akan menyeret kepada nifak aqadi.
Kata da'wa adakalanya ditulis dengan huruf ah/sebagaimana yang tertulis di sini
(yakni dalam naskah asli kitab terjemahan ini -penj.), dan terkadang ditulis dengan
huruf ta lalu dibaca da'wat. Perbedaan antara keduanya ialah da'wat -dengan ta-
maknanya apa yang engkau ajak kepadanya seperti makan dan minum. Semen-
tara da'wa -dengan alf- maknanya ialah sebuah nama yang engkau dakwakan.
Silahkan melihat Lisan Al: Arab (pada huruf dal 'ain waw)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7445) dan Muslim (l/ 122) (138) (220)
135
,+r+*
r39
€znF
Bab menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat dan
ibadah lainnya termasuk cabang keimanan
141 Diriwayatkan oleh Muslim (l/ SZZ,524) (760) (175,L76)
136
9qi' C s.dt I tV qu
crit
'tt
r:_
j'3 *i G,,;i jt! uir ti'x; .V of )u')t ;i t::'.t;
U #r*'A,
ii :-;-w v { 'i rr.=r', riGt ,i;ir.) u,\ J. J :i
35. Abul Yamnn telah menceritalan kepafo lcnmi, ia berlala, "Syu'aib telah
mengabarkan kepailn kami, in berlata, "Abu Zinad telah menceritalan
kepada l<nmi dari Al-A'raj dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia ber-
lcntt, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa
menghiduplan malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pa-
hala Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lAlu."141
[Hadits 35- tercantum juga pada hadits nomor: 37,38, L90L,2008,
20f/9,201,41
Syarah Hadits
Perkataan Al-Bukhari: "Dari keimanan." Maksudnya adalah ter-
masuk cabang keimanan dengan dalil sabda Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam, "Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar kare-na
iman dan mengharap pahala Allah..." Dan Lailatul Qadar tidak diketahui
hakekatnya, oleh karenanya ia terdapat pada malam tertentu selama-
nya bahkan berpindah-pindah. Hanya saja ia tetap ada pada sepuluh
malam terakhir di bulan Ramadhan.
j
t, yt 3;: iG iG;;y ei ,r
€,[[Ai,p 137
Adapun hadits shahih yang terdapat dalam Ash-Shahihain sefia
hadits yang disebutkan di dalamnya Para shahabat melihat Lailatul
Qadar pada tujuh malam terakhir Ramadhan, maka beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam berkata kepada mereka, " Aku melihat mimpi knlian bahwa
malam itu turun bertepatan pada tuiuh malam terakhir. Barang siapa yang
ingin mencarinya malu carilah pada tuiuh malam terakhir!"r4z
Maka yang dimaksud dalam.hadits tersebut adalah khusus pada
tahun itu. Dalil yang menunjukkan hal ini ialah bahwa Nabi Shallalla-
hu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan i'tikaf pada sepuluh malam
terakhir hingga wafatnya.
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Lailatul Qadar", se-
belumnya kita telah menjelaskan makna idhafah di sini, yaitu dari
taqdir.l8
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Karena iman dan menS-
haraplan pahala Allah". Ucapan beliau ini mengand*g peringatan ke-
harusan seorang muslim untuk mengharapkan pahala kepada Allah.
Akan tetapi sekiranya ada pahala yang memang merupakan hasil
dari suatu amal tertentu, apakah disyaratkan harus (bemiat) menS-
harapkan pahala tersebut atau tidak? Misatnya, sebagaimana yang
diketahui bahwa barangsiapa berwudhu di rumah, menyempuna-
kan wudhunya kemudian keluar dari rumahnya menuju mesjid, ti-
dak ada yang menyebabkarurya keluar selain shalat niscaya tidaklah
ia melangkahkan kaki satu langkah kecuali dengannya Allah akan
mengangkat derajatnya dan menggugurkan dosanya.l4 Maka apakah
kita katakan bahwa pahala tersebut tetap diperoleh meskipun ia ti-
dak (berniat) mengharapkan pahala dari Allah? Atau kita katakan ia
harus berniat mengharapkan pahala dari Allah, dalam artian ketika ke-
luar dari rumahnya ia menghadirkan niat bahwa ia keluar untuk me-
ngerjakan shalat?
Jawabnya: jika ia berwudhu dan keluar dengan niat ini maka
-meskipun pahala tersebut luput dari benaknya- maka pahala itu tetap
diperolehnya. Inilah yang zattil Namun tidak diragukan lagi bahwa
menghadirkan niat dan mengharap pahala dari Allah tentunya lebih
sempurna dan lebih menjamin. Oleh sebab itu ucaPan 'barangsi.apa
L42 Driwayatkan oleh Al-Bukhari (2015) dan Muslim (ll/ 822) (1165) dari hadits Ibnu
Umar Radhiyallahu Anhu
143 Ta!.hrij haditsnya telah disebutkan sebelumnya
144 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (477) danMuslim (l/ 459) (649) (272)
138 €l"lstt;Hl'l&.
melakulunnya karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah' senan-
tiasa disebutkan dalam hadits tentang shiyam Ramadhan,las qiyam
Ramadhanlas serta qiyam Lailahrl Qadar.
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Dosanya yang telah lalu".
Zahknya dosanya diampuni hingga dosa-dosa besar. Namun mayo-
ritas Ahli Ilmu berpendapat bahwa berbagai pemutlakan yang disebut-
kan dalam hadits seperti rni di-muqayyad-kan (dibatasi) dengan menjau-
hi dosa-dosa besar. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah
sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "shalat lima waktu, dari lum'at
ke Jum'at berikutnya dan puasa Ramadhan ke puasa Ramndhan berikutnya
dapat menjadi penghapus dosa selama ia menjauhi dosa-dosa besar.'t7L7
Mereka mengatakan, "Kalaulah ibadah-ibadah besar yang meru-
pakan pilar agama ini tidak dapat menghapus dosa kecuali dengan
meninggalkan dosa-dosa besar, maka berbagai ibadah yang berada di
bawahnya tentu lebih layak lagi.
Atas dasar ini maka kemutlakan yang disebutkan dalam sejum-
lah hadits dibawa kepada makna ini. Sehingga pengertiannya: kecuali
dosa-dosa besar. Karena sesungguhnya dosa-dosa besar harus ditebus
dengan taubat.las
Namun menurut pendapatku, barangsiapa mengharapkan ke-
mutlakan maka karunia Allah luas. Maka andaikata seorang muslim
mengerjakan amal ini dan mengharapkan kemutlakan sekaligus ber-
harap Allah mengampuni dosanya yang telah lalu walaupun dosa
bez.sar, maka kami katakan, "Karunia Allah luas dan boleh jadi Allah
akan membalasnya menurut pengharapannya.
145 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (38) dan Muslim (l/ 523) (760) (L75)
146 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (37) dan Muslim (I/ 523) (759) (173)
147 Driwayatkan oleh Muslim (l/ 209) (233) (16)
148 Silahkan melihat pembahasan masalah ini lebih luas dalam lami' Al'Ulum wa Al-
Hikam (l/ 425) dan pembahasan setelahnya, begitu juga silahkan melihat Syarah
Bulugh Al-Maram karya Syailch Al-Utsimin Rahimahullah.
€zs&
Oq)' f itar..l' tf[
. ': v/
Bab Jlhad termasuk cabang kelmanan
,Sv'e'rui Gk i6 yt'jt 35 $3 iG * J tr; t3.r-.rr
,i'Ye;iui + le { r, !1.U,
+i':.1*:
$t,*f-i ^V €.C? r{ i,' *ir itt ?4 * nt ,'U
lti 3i # 3i ii U r, 24)i t'i,* r, b-:ai elu)
'Jfi ;tal1i: ,ti & Lii" ii #',ri'i Iti't'Sr'^Ar
jri p,+i i'Jri F vi F yt ,F C
36. Harami bin Hafsh telah menceritakan krpada kami, in ae*ata, "Abdul
Wahid telah menceritalun ftepada lumi, ia berkata, "Umarah telah men-
ceritalan kepada kami, ia berkata, "Abtt Zur'ah bin Amr bin larir telah
menceritalan kepada kami, ia berkata, "Saya mendettgar Abu Hurairah
menceritakan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa be-
liau bersabda, "sesungguhnya Allah telah memberilan jaminan bagi
yang keluar berjihad di jalan-Nya. Hanya keimanannya kepada-Kt serta
keyakinannya terhadap Rasul-Ku saia yang mendorongnya berangkat
berjuang. Allah menjamin akan mengembalikannya dengan selamat ke
rumah dengan membawa pahala atau ghanimah (rampasan perang) atau
memasukkannya ke dalam lannah. Sekiranya tidak memberatkan luum
muslimin, niscaya aht tidak akan pernah tertinggal dibelalang pasulan.
Dan alangkah besar keinginanku untuk selalu berjuang fii sabilillah, se-
139
140 €mstt;xfll't&
hingga aku gugur,lalu berjuang kembali,lalu gugur kemudian berjuang
ketnbali, lalu gugur. " las
[Hadits 36 tercantum juga pada hadits nomor: 2787,2797,2972,
3132, 7226, 7 227, 7 457 dart 7 4631
Syarah Hadits
Sabda Nabi Shall allahu Alaihi wa Sallam i' ;fi, artinya Altah me-
nanggung danmenjamin.
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam Y C t; ,f. artinya
bagi yang keluar di jalan-Nya. Maksudnya berjihad di jalan-Nya. Dan
jihad di jalan Allah didefenisikan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
dengan defenisi yang paling baik. Beliau mengatakan, "Barangsiapa
berperang agar lalimat Allah menjadi tinggi maka itulah yang fi sabilillah."til
Oleh sebab itu beliau katakan dalam hadits di atas,
$y ^*y-- i
"Hanya keimanannya kepada-Ku serta keyakinannya terhadap Rasul-Ku saia
yang mendorongny a beranglat berjuang"
Sekiranya bukan karena keimanan kepada Allah dan keyakinan-
nya terhadap Rasulullah, niscaya ia tidak mau menawarkan lehemya
kepada musuh-musuh Allah. Akan tetapi karena keimanannya kepada
Allah dan keyakinannya terhadap rasul-Nya ia pergi berjihad di jalan
Allah. Maka kepada orang yang sePerti ini Allah memberikan jaminan
kepadanya dikembalikan ke rumahnya dalam keadaan selamat, atau
membawa pahala atau mendapatkan ghanimah.
Ucapan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "membau)a pahala atau
ghanimah" apakah maksudnya mendapatkan keduanya atau tidak?
Jawabnya: ini disebut dengan mani'ah khuluw bukan mani'ah iam'.
Sebab kadangkala orang yang berjihad memperoleh pahala dan gha-
nimah, terkadang hanya memperoleh pahala, dan adakalanya hanya
mendapatkan ghanimah. Namun 'hanya mendapatkan ghanimah' iatth
sekali (maksudnya), sementara ia beriihad karena keimanannya kepa-
da Allah dan keyakinannya terhadap para rasul-Nya.
Diriwayatkan oleh Muslim (Ill/ 1495) (1876) (103)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhai (123, 2810, 3126,7458) dan Muslim (lll/ 1512,
1904)
, !'r ht-ii, c .lGJ
9. t) u-. ' -t Q)
149
150
gffi*S
Adapun keadaan seorang mujahid hanya mendapatkan pahala
tanpa ghanimah maka ini sering terjadi. Taruhlah kaum kuffar melari-
kan diri dengan harta yang mereka bawa dan mendapatkan keme-
nangan, maka sesungguhnya ia kembali denganpahala saja.
Sabda beliau Shallallahu Alaihiwa Sallam, "Atau Akumetnasukkannya
ke dalam lannah" Hal ini keadaannya jika ia tidak kembali ke rumah da-
lam keadaan terbunuh sebagai syahid, maka ia memperoleh ]annah
berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan jangan selali-kali kamu mengira
bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka
itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki." (QS. Ali 'Imran: 169)
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Sekiranya tidak mem-
beratlan kaum muslimin, niscaya aku tidak akan pernah tertinggal di bela'
lung pasukan". Dari ucapan beliau ini dapat diambil faedah menelada-
ni perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Karena sekiranya Nabi
Shallallahu Akihi wa Sallam pergi berjuang bersama setiap pasukary
niscaya umat beliau mengikuti beliau sehingga hal ini memberatkan
mereka.
Faedah lainnya yaitu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak me-
ngerjakan suatu amal yang ia pilih, karena khawatir akan memberat-
kan umatnya. Dan contoh mengenai hal ini sangat banyak, di antara-
nya:
1. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berbuka puasa ketika ada yang
berkata kepadanya, "Sesungguhnya orang-orang merasa berat me-
ngerjakan puasa1s1, meskipun beliau memilih berpuasa ketika me-
lakukan safar.1s2
2. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sekiranya bukan larena
khawatir alcu akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan merekn
untuk bersiwak setiap kali hendak shalat."ls3
Diriwayatkan oleh Muslim (Il/ 785) (1114) (90, 91) dari Jabir bin 'Abdillah Ra-
dhiyallahu Anhu, iwayat senada juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1947) dari
hadits Ibnu'Abbas Radhiyallahu Anhu.
Hal ini ditunjukkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1945)
dan Muslim (ll/ 790) (1122) dari Abu Ad-Darda' Radhiyallahu Anhu ia mencerita-
kan, "Suatu ketika kami keluar (pergi) bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallampadabulan Ramadhan pada hari yang sangat terik hingga salah seorang di
antara kami menutupi kepalanya dengan tangannya karena Panas yang terik. D
antara kami tidak ada yang menjalankan puasa selain Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam dan'Abdullah bi Rawahah.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (887) dan Muslim $/ nq Q52)
t4l
151
152
142 €mmmrur&
3. Pada suatu malam beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menunda
pelaksanaan shalat Isya' hingga berlalu sebagian besar malam.
Kemudian beliau keluar dan berkata, "Sungguh inilah dia waktunya,
kalau bukan karena aku Htawatir alan memberatkan umttku."1s4
Oleh sebab ihrlah kita harus mendahulukan beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam daripada diri kita sendiri dan anak,lss karena beliau
telah datang kepada kita dengan membawa petunjuk, cahaya dan
pemeliharaan kondisi.
Sabda beliau Shallallahu Alaihiwa Sallam, "Dan alangknhbesar keingi-
nanlu untuk selalu berjuang fii sabilillah, sehingga aku gugur,lalu berjuang
kembali, lalu gugur kemudinn berjuang kembali, lalu gugur." Apakah ini
mudrajrs dari perkataan Abu Hurairah atau merupakan ucapan Nabi
Shalhllahu Akihi wa S allam?
Jawabannya ada pada penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahima-
hullah dalam Al-Eath (Vl/ 17), "Abu Hurairah menegaskan bahwa ia
mendengar hadits ini dari Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam..." Kemu-
dian Al-Hafizh berkata, "Seakan-akan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
benar-benar ingin menjelaskan keutamaan jihad dan memotivasi ka-
um muslimin kepadanya. Ibnu At-Tiin berkata, "Ini lebih menyerupai
mendekati." Syaikh kami, Ibnu Al-Mulaqqin menceritakan bahwa se-
bagian ulama mengira bahwa ucapan 'alangkah besar keinginanku'
adalah mudrajdari perkataan Abu Hurairah. Namun beliau mengata-
kanbahwa perkiraan ini jauh.
Perkataan beliau: "Alangkah besar keinginanku", tidak diragukan
lagi bahwa -jika lafazh inilah yang dihapal- beliau tidak mengucapkan-
nya dalam rangka memotivasi umatnya, bahkan pada hakekatnya be-
liaulah yang memiliki keinginan yang besar untuk melakukan hal itu.
Kepada makna inilah seharusnya kita bawa ucapan beliau tersebut.
Dan apakah beliau Alaihisshalatu wassalam gugur dalam keadaan
syahid?
]awabnya: Az-Zuhri berkata, "Sesungguhnya beliau wafat dalam
keadaan syahid,isT sebab orang-orang Yahudi pernah membubuhkan
Diriwayatkan oleh Muslim (l/ M2) (638)
Ta!.hrij hadits telah disebutkan sebelumnya.
Untuk mengetahui makna idraj, jenis-jenisnya, cara mengetahuinya dan hukum-
nya silahkan melihat Muqaddimah lbni Shalah (hal. 45-47) dan llchtishar 'UIum Al-
Hadifs berikut Al-Ba'its Al-Hatsits (hal.61- 64)
Dalam Al-Fath (V / 2n) Al-Hafizh menyebutkan bahwa Musa bin'Uqbah meri-
wayatkannya dalam Al-Maglwzi dari Az-Zuhri, akan tetapi ia meriwayatkannya
secara mursal." Silahkan melihat juga Zad Al-Ma'ad (lll/ 337) (lV / 122)
154
155
156
4,[[if,,p t43
racun ke dalam daging kambing yang dihadiahkan oleh seorang wa-
nita Yahudi kepada beliau pada tahun penaklukkan negeri Khaibar,
dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memakan sebagiannya. Orang-
orang Yahudi itu bertanya, "Bagian mana dari daging kambing yang
paling disenangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam?" Para shahabat men-
jawab, "Bagian lengan hastanya." Maka mereka pun membubuhkan
racun yang banyak ke dalamnya lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
mengunyahnya akan tetapi beliau belum semPat menelannya dan telah
membuangnya. Sementara Para shahabat yang makan bersama beliau
memakan sebagiannya lalu meninggal dunia.
Saat sakit yang membawa kepada kematiarmya beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam berkata, "Aku masih merasakan sakit akibat racun
makanan pada saat perang Khaibar. Dan pada saat ini aku merasakan
urat nadiku telputus karena racun tersebut."1s8
Dari hadits ittr Az-h)hri Rahimahullah mengambil kesimpulan
bahwa orang-orang Yahudi -semoga Allah melaknat mereka samPai
hari Kiamat- telah membunuh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kare-
na pengaruh racun itu terus berada di anak tekak, sebagaimana yang
dinngkapkan oleh Aisyah Radhiy allahu Anha.tse
Maka Allah telah menghimpun pada diri beliau Alaihis Shalatu
W assalam risalah, kenabian, shiddiqtyah dan syahadah.
Silahkan melihat kisah diracunnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pada Al'
Bukhari (2677, 31,69, 4249, M28, dan 5777), Muslim (lY / 1727) (2190), Abu Dawud
(4571,4512,4513,4514) dan Zad Al-Ma'ad (lll/ 335- 33n.
Dalam An-Nihryah (bagian lam waw kaf Ibnu Al-Atsir berkata, "Kata yaluuhtha
(dalam naskah asli -penj.) artinya mengunyahnya. Dan al-lauk maknanya memu-
tar-mutar sesuatu pada mulut."
Penulis kamus Liin Al-'Arab berkata pada bagian (ba ha ra), "A|-Abhar (dalam
naskah asli -penj.) adalah urat di punggung. Ada yang mengatakan urat leher, dan
sebagian meieka menetapkan (maknanya) urat yang menembus ke tulang sulbi.
Pendapat lain menye"butkan artinya urat yang jika terputus maka pemiliknya
mati, yaitu dua urat yang keluar dari jantung kemudian dari keduanya ini men-
jalar seluruh pembuluh darah. Abu 'Ubeid berkata, "Al-Abhar adalah urat yang
menembus tulang sulbi dan jantung berkaitan dengannya. Maka jika ia terputus,
niscaya ia tidak lagi hidup.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhan Q617) dan Muslim (lV / 172L) (2190) (45)
Dalam Syarah Muslim (Vll/ 434) An-Nawawi menyebutkan, " Al-I'ahawaaf (dalam
naskah asli -penj.) dengan huruf lam dan ha berbaris fat-hah- adalah bentuk plural
darilahaat iengan lam/af-hah- artinya daging merah yang bergantung di pangkal
rahang. Al-Ashma'i menyebutkan demikian. Ada yang mengatakan artinya da-
ging-daging yang ada di atap mulut paling ujung.
Silahkan melihat juga An-Nihayah karya Ibnu Al-Atsir (lam hawaw)
158
159
Sze&
gqjr b 3w,: eV Lp eu.
Bab Melakrun"Lun kesunnah
^n
qiyomramadhan termasuk
cabang keimanan
* i, # f iV ,r..tr d.Y do iG fbYc*.rv
(tt i lu ;ui y")tt & lt l;: l'i;';; dj V ,f')t
yt :r $ Y f '* vr;f5 64 itw:
37, lsmail telah menceritalan kepada lami, ia berluta, "Malik telah mence-
ritalan kepadaku dari lbnu Syihab dari Humeid bin Abdurrahman dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda, " Barangsiapa melalcsanalun qiyam Ramadhan karena
iman dan mutgharap pahala dari Allah niscaya akan diampuni dosanya
yang telah lnlu."1@
,+rttt
160 Diriwayatkan oleh Muslim (l/ 523) (759) (173)
t44
€zz&
9q)' b 6.qt oua;t ir* qu.
Bab Puasa Ramadahan termasuk cabang keimanan
A ck iG .p 5
"ut
*;;i iG pJ j) ib! c*.rt
lro\r',.....i"'at
,_k lnt iyi i$ JG ii"i C 3; * €) G y:; U
yt bi*6 d ir:rgtrfu;ow'r(G U #) *
38. Muhammad bin Sallam telah menceritakan kepada kami, katanya, "Mu-
hammad bin E udheil telah mengabarkan kepada kami, katanya, " Y ahya bin
Sa'id telah menceritakan kepadaku dari Abu Salamah dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "Barangsiapa mengerjakan shaum (puasa) Ramadhan karena
iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya akan diampuni dosanya
yang telah lalu."161
161 Diriwayatkan oleh Muslim (l/ 523) (760)) (175)
t45
lr Jl u.-il,Vi *3 *'a,&:/,iy,
€zg&
liJ,.:,Jt tijaz$1
Bab Dien (agama) ltu Mudah
Dan sabda Nabi Shollollohu Aloihi wo Sollom:'Perkoro ogomo
yong poling disukoi Alloh odoloh Al-Honlfiyoh (Milloh lbrohim)
As-Somhoh (Yong Mudoh)nsz
Y i,f # W U
";;$k
J$ y Ut>r*J' *c-';.vq
,k i;t,ra;y €j # &Pty d;. y 3t &tY'
tr!3,i * itlri u'"st
"ruf J, fr ,'nt'r,t,lS *: tV it
lt e,,?t yi')r: ::Aurtl,1.ttr tr*i: ti.f ,
39. Abdus Salam bin Muthahhar telah menceritakan kepada kami, ia berkata,
" lLmar bin Ali telah menceritalan kepada knmi dari Ma'n bin Muhammad
Al-Ghifari dari Sa'id bin Abi Sa'id Al-Maqburi dari Abu Hurairah Ra-
dhiyallahu Anhu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam beliau
bersabda, "sesungguhnya agama adalah lcemudahan. Tidak seorangpun
yang memaksakan diri dalam agama melainkan akan menemui kesulitan.
Teguhlah dalam beramal, dekatilah tingkat lcesempurnaan, terimalah
162 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara. mu'allaq dengan shighat iazam, dan diri'
wayatkan secara maushtrl oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (l/ 236) (2L07).
Beliau berkata, "Telah menceritakan kepadaku Yazid -yaitu Ibnu Harun- ia
berkata, "Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud
bin Al-Hushein dari'Ikrimah dari Ibnu'Abbas. Ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihiwa Sallam dltanya, "Perkara agama yang manakah yang paling Allah cintai?"
Beliau menjawab, " Al-Hanifiyah As-Samhah."
Dalam AlFath (I/ 94) Al-Hafizh berkata, "Sanadnya hasan." Silahkan melihat juga
At-Taghliq (I/ 47- 42)
146
4,tfffi& 147
kabar gembira dan manfaatkanlah baik-baik waktu pagi, setelah tergelin-
cir matahari dan sedikit pada waktu akhir malam!"
[Hadits 39- tercantum juga pada hadits nomor: 5673, 6463,72351
Syarah Hadits
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya agama
ada-lah kemudahan" menunjukkan bahwa agama itulah kemudahan.
Be-liau tidak mengatakan bahwa agama bagian dari kemudahan, atau
sesungguhnya kemudahan bagian dari agama. Akan tetapi beliau me-
ngatakan'agama adalah kemudahan'. Beliau mengabarkannya dalam
bentuk mashilar yang menetapkan bahwa agama itu sendiri adalah
kemudahan.
Dan ini merupakan bukti bahwa seluruh Tasyri' lslami (Syari'at Is-
lam) merupakan kemudahan. Oleh sebab itu kita mendapati bahwa se-
mua ibadah yang Allah wajibkan kepada semua hamba-Nya mudah
seperti thaharatu shalat, zakat, Puasa dan haji.
Kemudian jika muncul suatu perkara yang mengharuskan pe-
mudahan maka dipermudah juga, dan apabila seorang hamba tidak
sanggup melaksanakan sebuah kewajiban secara total maka kewaii-
ban tersebut gugur baginya. Adakah sesuatu yang lebih mudah dari ini
semua?
Contoh lainnya adalah perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
kepada 'Imran bin Hushein, "Kerjakanlah shalat dalam keadaan berdi-
ri! ]ika engkau tidak sanggup berdiri maka kerjakanlah dalam keada-
an duduk! Lalu jika engkau tidak sanggup berdiri makan kerjakanlah
dalam keadaan berbaring! "1 63 Inilah kemudahan!
Demikian pula habrya dalam perkara thaharah (bersuci). Seorang
muslim diperintahkan untuk berwudhu dan mandi. ]ika ia tidak men-
dapatkan air atau dalam keadaan sakit, maka ia boleh bertayammum.
Dan ini kemudahan.
Engkau juga akan mendapatkan kemudahan dalam persoalan za-
kat. Di antaranya, jika harta seorang muslim berjumlah 40 ribu, maka
yang wajib dikeluarkan zakatnya hanyalah seribu saja. Namun tidak
ada yang sia-sia dari uang seribu tersebut selamanya, karena Allah
Ta'ala berfirman, "Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di
163 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1117)
148 €msffi,ilH'l&
jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji." (QS. Al'Baqarah: 251)
Begitu juga dengan haji, kemudahannya tampak sekali. Sebab Allah
mengkhususkannya dengan syarat istitha' ah (kesanggupan) berdasar-
kan firman-Nyu, "yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan per-
jalananke sant" (QS. Ali'Imran: 97)
Kendati semua ibadah seperti itu keadaarrnya, namun apabila se-
orang muslim tidak sanggup melakukan berbagai perintah secara to-
tal, maka kewajiban itu gugur darinya.
Dengan demikian agama adalah kemudahan sebagaimana yang
disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Akan tetapi barang-
siapa memaksakan diri dalam agama niscaya ia akan mengalami ke-
sulitan.
Oleh sebab itu kita dapati bahwa orang-orang yang memaksakan
diri dalam agama, ditimpa dengan berbagai perkara yang mereka sen-
diri tidak sanggup memikuLrya. Baik itu dalam perkara-perkara syar'i
pada masa turunnya wahyu, atau perkara-perkara yang berhubungan
dengan kemampuan setelah telputusnya wahyu. Misatrya umat Nabi
Musa ketika mempersulit diri sendiri tentang karakter sapi betina ma-
ka mereka ditimpa kesulitan.
Dan umat ini (kaum mustimin) dilarang Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam untuk (banyak bertanya), beliau bersabda, "Sesungguhnya
muslim yang paling besar kejahatannya yaitu yang bertanya tentang se-
suatu yang sebelumnya tidak diharamkan, lalu diharamkan karena perta-
nyaannya."La
Ini bertujuan agar kaum muslimin tidak mempersulit diri mereka
sendiri sehingga Allah mempersulit mereka.
Adapun sesudah terputusnya wahyu, maka tidak ada sikap mem-
persulit diri sendiri dalam perkara syari'at karena syari'at telah dite-
tapkan. Hanya saja terkadang muncul sikap memPersulit diri sendiri
mengenai kemampuan. Misalnya,' ketika seseorang memPersulit di-
rinya sendiri dalam berwudhu, maka boleh jadi ia ditimpa dengan
perasaan was-was -kita memohon keselamatan kepada Allah dari
yang demikian-. Dan jangan kamu kira ditimpa dengan was-was
adalah perkara yang sepele. Karena bisa saja hal tersebut membuat
seseorang meninggalkan shalat atau tidak berwudhu, maka setan
164 Driwayatkan oleh Al-Bukhari (7289) dan Muslim (IV/ L831) (%5n
€,ffiffi,S 149
pun menguasainya -aku berlindung kepada Allah dari setan yang
terkutuk-. Kemudian (akibatnya) ia masih terus berwudhu hingga
keluar waktu shalat. Ia mencoba berwudhu sejak awal waktu sampai
akhir waktu, namun ia tidak sanggup melakukanya dan engkau men-
dapatinya dalam keadaan menangis.
Begitu pula masalahnya dengan shalat' Engkau mendapatinya
tidak sanggup mengerjakan shalat lalu menangis, merasa jengkel dan
akhirnya meninggalkan shalat. Sebagaimana yang disampaikan kepa-
da kami tentang oranS-orang yang ditimpa masalah seperti ini. Initah
sikap mempersutit diri sendiri. Sebabnya adalah karena sejak awal
manusia telah mempersulit sebuah perkara yang mudah, kemudian
semakin mempersulitnya hingga akhirnya Allah memPersulitnya.
Oleh sebab itulah, tidaklah seorang muslim mempersulit diri dengan
agamanya kecuali pasti menemui kesulitan.
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam:
t_i.:6-t t)!'ri
"Teguhkanlah dalam beramal, delatilah tingkat k rr*puiroan" Ada
ulama yang berpendapat bahwa huruf waw (dan) di sini bermakna aar
(atau).
Perkataan beliau Shatlallahu Alaihi wa Sallam: t)3'lj, kata ini berasal
dari kata as-sadad (kebenaran -peni.), maknanya gapailah kebenaran,
layaknya anak panah yang tepat mengenai sasaran!
Ucapan beliau Shallaltahu Alaihi wa Sallam: tj)Gs, yakni atau deka-
tilah kebenaran itu jika tidak dapat mensgaPainya dengan tepat. Dan
buah dari menggapai kebenaran serta mendekatinya adalah sabda be-
liau Shallatlahu Alaihi wa Sallam berikutnya,r:'4.1s artinya berbahagia-
lah dengan hasil ini, dan berbahagialah bahwa pahalamu sempurna!
Pahalamu tidak akan sia-sia iika kalian menetapi kebenaran semamPu
kalian, atau jika kalian mendekati kebenaran sekiranya tidak mampu
menetapinya secara semPurna.
sabda beliau shallallahu Alaihi wa sallam, 'Manfaatlanlah baik-baik
waktu pagi, setelah tergelincir matahari dan sedikit pada waktu alchir malam!"
Ini adalah perjalanan inderawi. Akan tetapi Rasulullah shallallahu
Alaihi wa Sallam mengabarkannya sebagai contoh, maksudnya orang
yang mengadakan perjalanan tidak mempersulit dirinya sendiri.
150 €msffi,iHi'l&
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "manfaatkanlah baik-baik
waktu pagl!" yaitu awal siang.
Ucapan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "dan setelah tergelincir
matahari" yaifu akhir siang.
Perkataan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "dan sedikit dari waktu
aldtir malam" ad-duljah artinya malam hari. Berdasarkan hadits ini maka
pertengahan siang bukan waktu untuk mengadakan perjalanan sebab
merupakan waktu untuk beristirahat.
Ucapan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "sedikit dari waWu akhir
mllam", beliau tidak mengatakan "setiap akhir malam" karena menga-
dakan perjalanan setiap malam merupakan perkara yang sukar. Oleh
sebab itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya
orang yang berhenti di tengah perjalanannya tidak bisa melintasi bumi ilan
tidak bisa menj aga punggungn! A."rc5
Maka ketika menjalankan berbagai bentuk ibadah kepada Allah,
hendaklah engkau bersikap seperti mengadakan perjalanan indera-
wi, tidak boleh meletihkan dirimu sendiri! Oleh sebab itulah Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengingkari ketiga orang shahabat yang
hendak mempersulit diri mereka sendiri, hingga salah seorang dari
mereka ada yang mengatakan, "Aku akan terus mengerjakan shalat
dan tidak akan tidur." Yang kedua mengatakan, "Aku akan terus ber-
puasa dan tidak akan berbuka." Sedangkan yang ketiga menyebutkan,
"Aku tidak akan menikahi wanita." Mendengar hal ini NabiShallallahu
Alaihiwa Sallam berkata dalam khutbahnya,
"Mengapa orang-orang mengatakan begini dan begitu. Sesungguhnya
aku mengerjakan shalat namun aku iuga tidur, aku berpuasa namun iuga
berbuka dan aku menikahi wanita. Makn barangsiapa membenci Sunnahku
maka in bukan golonganku. "166
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (l/ 465) (UIl 18) dan Al-
eudha,i dalam Musnad Asy-Syihab (1147). Syaikh Al-Albani Rahimahullah berkata
dalam Dha'if AI-Jami' (2022), "Hadits ini dha'if."
Dalam An-Nihayah (ba ta ta) Ibnu AI-Atsir Rahimahullah menjelaskan, "Dikatakan
kepada seseorang yang terhenti di tengah perjalanannya dan terganggu ken-
daraannya qad inbatta, dari kata al-batt artinya memotong. Kata inbatta merupakan
muthawdah-dari batta. Dikatakan battahu wa abattahu, maksudnya ia berhenti di
tengah perjalanarurya tidak sanggup menggapai tujuannya dan memenuhi ha-
jatnya sementara punggungnya sudah terganggu."
Silahkan melihat juga Lisan Al-' Arab (ba ta ta)
Diriwayatkan oteh Al-Bukhari (5063) dan Muslim (IIl 1020) (1401) (5)
4,tflffip
Sabda beliau ini bermaksud memudahkan sekaligus mencela sikap
mempersulit diri sendiri.
OIeh sebab itu para ulama berbeda pendapat mengenai sebuah
permasalahan, yang iika terdapat sejumlah dalil yang berbeda dalam
sebuah permasalahan, belum jelas mana di antara kedua dalil tersebut
yang rajih dan dalam pandangan seseorang kedudukan dalil terse-
but sama; apakah ia memegang yang paling sulit atau yang paling
mudah?
Sebagian ulama berkata, "Dia harus memegang yang paling sulit,
sebab itu lebihberhati-hati dan lebih aman."
Sebagian lagi berkata, "Bahkan harus memegang yang paling mu-
dah, karena itu lebih sesuai dengan maqashid syari'ah dan pada asalnya
melepaskan tanggungan."
Yang lainnya berkata, "Diperbolehkan untuk memilih ketika me-
nurutnya berbagai dalil dan makna seimbang."
Menurut pendapatku (Syaikh Utsaimin Rahimahullah) yang Paling
mendekati kebenaran adalah mengambil y*g paling mudah, sebab itu
yang sesuai dengan syara'dan lebih sejalan dengan ruh syari'at.
151
€zg&
{ #g'$.nr os u,: lJuo !, ;.y't 9'4.i' 4itJ;rr ,au.
';#, 'y;<lt* *
Bab Shalat Termasuk Cabang Keimanan
Dan firman Allah, 'Don Alloh tidok okon menyio-nyiokon
imonmu.o (QS. Al-Baqarah:143) Yakni shalat kamu di baitullah
Al-Haram dengan menghadap ke Baltul Maqdis-
Firman Allah, "Dan tidaklah Allah mmyia-nyialan keimanan lulian"
yakni shalat kalian ketika (menghadap) ke Baitul (Maqdis)'
Mayoritas ulama tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud adalah
shalat kalian ketika menghadap ke Baitul Maqdis.167 Hal itu disebab-
kan bahwa setelah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah,
beliaumasihmenghadap ke BaitulMaqdis selama 16 atau LTbulan. Ke-
mudian beliau Shaltattahu Alaihi wa Sallam ir,gin sekali menghadap ke
Ka'bah sebagai kiblat shalatnya. Sehingga beliau sering menengadah-
kan pandangannya ke langit berharap agar wahyu turun. Maka Allah
Subhanahu wa Ta'ala menurunkan beberapa ayat Al-Qur'an tentang
kewajiban untuk menghadap ke arah Mesjid Al-Haraml58, lalu seakan-
akan kaum muslimin merasa gundah dengan persoalan, "Apakah
shalat kami (selama ini menghadaP) ke Baitul Maqdis diterima atau
sia-sia?" Oleh sebab itu Allah menurunkan ayat, "Dan Allah tidak akan
menyinnyiaknn imanmu. " (Q S. Al-Baqarah: 143)
Ternyata Atlah memutlakkan keimanan terhadap amal shalat. Ini
menjadi bukti bahwa shalat termasuk cabang keimanan, dan tidak
167 Takhrij hadits telah disebutkan sebelumnya.
168 Diriwiyatkan oleh Al-Bukhari (11486) dan Muslim (l/ 374) (525) (11)
silahkan mel ihatTafsir Ath-Thabari (ll/ 6-18),Tafsir AlQutthubi (ll/ 157-158),Tafsit
Al-Baghawi (t/ pg}plz), Fath At-Qadir (I/ 151- 155), Tafsir lbni Katsir (1/ l9rl93)
danAd-Durr Al-Mantsur (I/ 342'3il)
152
€'ffiffi,p
diragukan lagi bahwa ia memang termasuk cabang keimanan. Sebab
shalat mencakup akidah (keyakinan), ucapan dengan lisan, serta per-
buatan dengan anggota badan. Dan poros keimanan terletak pada ke-
tiga unsur ini, karena keimanan adalah keyakinan dengan hati, uca-
pan dengan lisan dan amal perbuatan dengan anggota badan. Dengan
demikian shalat merangkum semua rukun Iman yang disebutkan oleh
Ahlu sunnahwal jamaah.
Melalui ayat mulia di atas dapat diambil faedah bahwa barang-
siapa melaksanakan perintah Allah maka kekeliruannya tidak me-
mudharatkannya, dengan syarat sesuai dengan perintah meskipun
keliru. Karena para shahabatRadhiyallahu Anhun selama itu mengerja-
kan shalat berkali-kali menghadap ke lain kiblat hingga datang kepa-
da mereka seseorang yang datang membawa kabar mengatakan, "Se-
strngguhnya arah kibtat telah dialihk arr.'
t 76e
#t r u*\;J$k,su,':dr* is 1,6 J.)F13";.t,
,Si'A;r:t $ 6 i'ri Srs #r l,.6'i,t ;-b glt l:i 7)G j.
q$t q E.v ili ,t:iit b 9;i iu'ti ,'ts:i i;
e,ry ofJ :)i 4 oc. t'fi, 'F'^;{, ii t'*, 'r:* +
1* iY'^; -b') ,iltii* sJa ;i.; i'ri * fri *t
Wi iG1 3 ft: {') *,Fi * ? k'b,r J*3
\3lj'zEr E # *'it ,k it Jyi € ci-b s *r,
*,8.JAos\y41t :uirfit -i )*t E#t-.s
J$ ettr$i *t E -G; ji * :4t ,yii ,f t
yt ,b 3Y fi a; gf ,l:tlt V oat ;i c-6 F3
j*
^l,r i;6 tr ii 6 )n *t*, l*, i'r;t 3i J$
1l
t i(G1 4"1,r .ir 6') \
153
169 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (a486) dan Muslim (l/ 374) (525) (11)
t54 €r*ffi,;Hi'fp
40. Amr bin Khalid telah menceritakan kepada knmi, ia berkata, "Zuheir te-
lah menceritakan kepada kami,latanya, "Abu Ishaq telah menceritakan
ktpada knmi dari Al-Bara' bin Azib Rndhiyallahu Anhu bahwa perkara
pertama yang dilakuknn oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
lcetila tiba di Madinah adalah mengunjungi sanak saudara beliau dari
kalangan Anshar. Beliau shalat menghadap Baitul Maqdis selama enam
belas atau tujuh belas bulan. Belinu sangat berharap sekiranya kiblat
dialihknn ke Ka'bah. Shalat pertama yang beliau lakuknn dengan menS-
hadap ke arah Ka'bah adalah shalat Ashar bersama para sluhabat' Inlu
lceluarlah salah seorang dari mereka, IQmudian ia berpapasan dengan
beberapa orang yang sedang shalat dalam masiid menghadap lce Baitul
Maqdis. la berkata, "Aht bersalcsi atas nama Allah, sungguh aku tadi
shalat bersama Rasulullah dutgan menghailap lcc arah Melah.' Kontan
saja mereka berputar menghadap ke arah Ka'bah sedang mereka tetap
dalam shalat. sebelumnya orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab lainnya
sangat suka melihat Rasulullnh shalat menghadap Baitul Maqdis. Setelah
beliau mengalihlan kiblat ke arah Baitullah Al-Haram merela menging-
larinya." Zuheir berlata, "Abu lshaq telah menyampaikan kepada lami
dari At-Bara' bin Azib Radhiyallahu Anhu bahwa beberapa orang mati
dan terbunuh sebelum kiblat dialihlan ke l(a'bah,lami tidak tahu harus
berluta apa tentang mereka. Lalu Allah menurunknn firmnn-Nya, "DAn
Allah tidak alun menyia-nyiakan imnnmu." (QS, Al-Baqarah:74ilm
[Hadits 40- tercantum juga pada hadits nomor: 399, 4486, 4492,
72521
Syarah Hadits
Hadits ini mengandung penjelasan rinci atas masalah yang se'
dang dibahas. Yaitu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika pertama
sekali tiba di Madinah mengerjakan shalat dengan menghadap ke
Baitul Maqdis dengan perintah Allah, karena sesungguhnya Allah
telah merestui tindakan beliau ini. Sekiranya Allah tidak meridhai
ini (menghadap ke Baihrl Maqdis -peni.) sudah pasti Dia akan meng-
170 Driwayatkan oleh Muslim (l/ 374) (525) (11)
Dalam'Al-Fath (l/ 98) Al-Hafizh berkata, "Perkataan Al-Bukhari, "zuheir -yakni
putera Mu'awiyah- berkata." Dengan sanad yang disebutkan dengan membuang
iaot'otto1 sebigaimana kebiasaannya. Dan orang yang mengatakan bahwa ia
meriwayatkannla dengan mu'attaq hanyalah menduga semata. Padahal penulis
tehh mlncant,*tun ,y" dalam At-Tafsir bersama dengan sejumlah hadits dari
Abu Nu'eim dari Zuheir dengan salusiyaq.
"€'ffiffi,& 155
ingkarinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Allah memaallunmu
(Muhammad). Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tiduk
pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar-benar (ber-
halangan) dan sebelum engkau mengetahui orang-orang yang berdusta?"
(QS. At-Taubah:43)
Firman-Nya Lagi, "Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamlan apa
y ang dihalallan Allah bagimu? " (QS.. At-Tahrim: 1)171
Dan berfirmart, "sedlng engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa
yang akan dinyatalun oleh Allah," (QS. Al-Ahzabz 3Z)
Dan mustahil Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam selama itu terus
mengerjakan shalat menghadap kiblat yang tidak diridhai Allah.
Akan tetapi peristiwa ini memiliki hikmah, yaitu agar semakin
jelas nantinya bahwa beliau memang benar-benar rasul Allah, tidak
menuruti kehendak seseorang dan tidak pula mendebatnya. Saat per-
tama sekali Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di Madinah, beliau
suka mengikuti Ahlul Kitab hingga dalam persoalan rambutnya. Be-
liau suka menggeraikan rambutnya ke belakang tanpa membelahnya.
Begitulah kebiasaan beliau menurut kehendak A1lah hingga akhirnya
beliau dilarang meniru mereka. Maka setelah itu beliau pun membelah
rambutnya.l2
Melalui hadits ini dapat diambil sebuah hukum diperbolehkamya
beramal dengan dasar khabar Ahad. Sisi pendalilannya adalah para
shahabat yang sedang shalat langsung melaksanakan ucapan seorang
shahabat yang datang memberitahukan berpindahnya arah kiblat.
Dan mereka kontan beralih ke arah Mesjidil Haram. Hal ini disebab-
kan bahwa informasi-informasi yang berkaitan dengan persoalan
Dien (agama) tidak disyaratkan padanya mesti banyak orang yang
menyampaikan. Oleh sebab itu kita boleh mengamalkan riwayat sahr
oran& pemberitahuan satu orang dan kesaksian satu orang tentang
masuknya bulan Ramadhan.
Dengan demikian tidak disyaratkan adanya banyak orang yang
menyampaikan informasi mengenai perkara-perkara yang berkaitan
dengan agama. Irdlah contohnya, yaitu pemberitahuan tentang ber-
alihnya arah kiblat. Semua shahabat mengamalkannya dan tidak se-
orang pun dari mereka yang mengingkarinya.
Allah Subhanahu waTa'ala mengingkari perbuatan Nabi Shnllallahu Alaihi wa Sallam.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (59L7) dan Muslim (lV / LBtn Q$6) (90)
17L
172
156 €rmitilli&
Dari hadits di atas juga dapat ditarik faedah bahwa jika nyata ba-
gi seseorang kekeliruan pada shalabrya dan mungkin baginya untuk
memperbaikinya tanpa harus memutusnya, maka ia boleh memPer-
baikinya dan tetap melanjutkan shalatnya. Dalilnya ialah sikap shaha-
batyang memperbaiki dan terus melanjutkan shalat mereka.
]ika ada yang berkata, "Bukankah kalian katakan bahwa kaidah-
nya adalah jika akhir dari suatu ibadah itu batal, sementara ibadah ini
(shalat -penj.) termasuk yang bagian awalnya batal disebabkan bagian
akhirnya batal, maka bukankah seiuruh shalatnya batal?"
Kami jawab: Benar, kami mengatakan demikian. Hanya saja ba-
gian awal ibadah ini dilakukan kaum muslimin berdasarkan sisi yang
diperintahkan kepada mereka. Dan bagian akhirnya juga dilakukan
berdasarkan sisi yang diperintahkan kepada mereka. Oleh sebab itu
tidak ada satu perkara pun yang membatalkan ibadah tersebut, dan
oleh sebab itu pula para shahabat tidak mengulangin shalat mereka.
Hukum lain yang dapat dipetik dari hadits tersebut adalah diper-
bolehkannya bergerak yang bertujuan untuk memperbaiki shalat.
Jika gerakan itu dilakukan untuk suatu perkara yang mttstahab maka
rnustahab pula hukumnya. Dan jika gerakan tersebut dilakukan un-
tuk perkara yang wajib maka hukumnya pun wajib. Maka -sebagai
contoh- bergerak untuk meratakan shaf atau merapatkan barisan
orang-orang yang shalat adalah gerakan yang hukumnya mustahab,
sedangkan bergerak untuk menghilangkan najis dari badan manusia,
atau menanggalkan pakaian bernajis yang tanpanya ia tetap boleh
mengerjakan shalat hukumnya wajib. Demikian pula bergerak untuk
belpaling ke arah kiblat yang benar adalah gerakan yang wajib hu-
kunrnya.
Ibnu Hajar Rahimahullahberkatadalam Al-Fath (l/ 95-96):
,,perkataanr (;(;>l.r, ,s*) Satni: Shalat kamu...) Tafsir ini diriwa-
yatkan oleh Imam Al-Bukhari dari jalur hadits yang beliau sebutkan
dalam bab ini. Diriwayatkan juga oten atn-fnayalisi dan An-Nasa'i
dari jalur Syarik dan lairurya dari Abu Ishaq dari Al-Bara' Radhiyallahu
Anhu dalam hadits tersebut. Lalu Allah menurunkan firman-Nya
"Dan Allah tidak akan menyia'nyialun imanmu." (QS. Al-Baqarah: 143)
yakni shalat kamu menghadap ke BaitulMaqdis.
Berdasarkan riwayat ini perkataan Imam Al-Bukhari dalam judul
bab: .:;Jr f tai Baitullah) menjadi rancu. Padahal lafazh itu terdapat
€'ffi&
dalam seluruh riwayat yang ada. Namun tidak ada pengkhususan
shalat di Baitulllah Al-Haram.
Ada yang mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan cetak. Sebe-
namya lafazll. yang tertulis adalah: "Shalat kalinn menghadap selain
Baitullah Al-Haram".
Menurutku, tidak ada kesalahan cetak, bahkan yang tertulis pada
naskah asli itulah yang benar. Makbud Imam Al-Bukhari dalam hal ini
sangatlah ilmiah sekali. Beliau ingin menjelaskan bahwa para uliama
berselisih pendapat tentang ke arah manakah beliau menghadap da-
lam shalat ketika di Mekah? Abdullah bin Abbas dan lainnya ber-
kata, "Beliau shalat menghadap Baitul Maqdis, akan tetapi beliau tidak
membelakangi Ka'bah. Akan tetapi beliau menghadap Baitul Maqdis
sekaligus juga menghadap Ka'bah, yakni beliau jadikan Ka'bah di
antara beliau dengan Baitul Maqdis.
Ulama lain mengatakan beliau shalat menghadap Baitul Maqdis
secara mutlak (tidak selalu menghadap Ka'bah).
Sementara yang lainnya mengatakan beliau shalat menghadap ke
Ka'bah, kemudian setelah pindah ke Madinah beliau shalat mengha-
dap ke Baitul Maqdis.
Namun pendapat ini sangat lemah. Hal itu berarti telah terjadi
dua kali penghapusan hukum kiblat. Pendapat pertama di atas lebih
tepat. Pendapat itu merangkum ke dua pendapat lainnya. Imam Al-
Hakim dan lainnya telah menshahihkan riwayat Ibnu Abbas tersebut.
Kelihatarurya lmam Al-Bukhari ingin mengisyaratkan kepada penda-
pat yang lebih tepat, yakni shalat Rasulullah di Baitullah Al-Haram
saat itu menghadap ke Baitul Maqdis. Beliau hanya menyebutkan sha-
lat di Baihrllah Al-Haram, sebagai isyarat bahwa shalat di situ adalah
yang lebih utama. Kalau saja shalat mereka tanpa mengarah ke Ka'bah
sementara mereka berada di Baitullah Al-Haram tidak akan tersia-
siakan maka tentu tidak tersia-siakan pula bila mereka mengerjakan-
nya jauh dari Baitullah Al-Haram.
Jadi takdir kalimatnya adalah, "Yakni shalat yang kalian lakukan
di Baitullah Al-Haram dengan menghadap ke Baitul Maqdis."
Yang benar adalah shalat mereka ketika menghadap ke Baihrl
Maqdis setelah berada di Madinah, sebagaimana yang ditunjukkan
bagian akhir hadits tentang orang-orang yang telah gugur atau wafat
sebelum arah kiblat dialihkan. Adapun shalat menghadap ke Ka'bah
157
158 €r*u,iiilt't&
maka mengenai hal ini ada tiga pendapat sebagaimana yang disebut-
kan oleh Ibnu Hajar RahimahullahlTs:
Pendapat pertama menyebutkan bahwa beliau mengerjakan shalat
menghadap ke Ka'bah, maka shalatnya menghadap ke Yaman, yaitu
antara Rukun Yamani dengan Hajar Aswad. Dengan demikian beliau
menghadap ke Ka'bah sekaligus ke Baitul Maqdis. Pendapat inilah yang
paling mendekati.
Pendapat kedua menyebutkan bahwa beliau mengerjakan shalat
dengan menghadap ke Ka'bah, dan tidak menghiraukan Baitul Maqdis'
Sedangkan pendapat ketiga menyatakan bahwa beliau mengerja-
kan shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Namun yang menja-
di pertanyaan, apakah beliau membelakangi Ka'bah, atau berada di
bagian kanannya, atau di bagian kirinya?
Jawabnya: Yang jelas -wallahu A'lam- Rasulullah shallallahu Alaihi
wa Sallam mengerjakan shalat dengan menghadap ke Ka'bah sebab
Ka,bah merupakan kiblat Nabi Ibrahim Alaihissalam. Sedangkan meng-
hadap ke Baitul Maqdis, kalaupun hadits yang diriwayatkan oleh A1-
Hakim bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengeriakan shalat
dengan menghadap ke Ka'bah dan Baihrl Maqdis memang shahih,
maka boleh jadi beliau Alaihis Shalatu was Salam telah mengetahui hal
ini dari berita Bani Israil.
,l**
173 Untuk mengetahui keterangan lebih rinci mengenai masalah ini silahkan melihat
juga At-Taihid (Yttt/ 49- 55) (Xy11/ 49) serta keterangan sesudahnya, Al-Wasith
'(ti/
sB), Al-Mabsuth (x/ lgo), Knsyaf AbQanna' (l/ 301) dan Mathalib Uli An'Nuha
$/ 3n)
€m&
7/tlat
Bab kebaikan lslam seseorang
y 6 3i;;i ,s. j aL; 3i *i I i: ,s,-*i
^,"
i6.l,/ ,
p:i tiyllra pi *'a, t, lt i;,'* ii i';;i &r;jt
t'fi {,ciWi us y- Sr *'ar'}?; -fuL,ou; -tv:t
it$,'tav*yU..,
4L. Malik berlata, "Zaid bin Aslam telah mengabarkan kepadaku bahwa
Athaa' bin Yasar mengabarlun kepadanya bahwasanya Abu Sa'id Al-
Khudri mengabarkan kepadanya bahwa ia telah mendengar Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "lika seorang hamba masuk lslam
lalu membaik keislamannya malu Allah aknn menghapus setiap kesala-
han yang dahulu dilakukannya, dan setelah itu dilakukanlah qishash.
Setiap kebaikan dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat, sedang-
kan satu kejahatan dibalas dengan satu kejahatan saja, kecuali bila Allah
memaaftannlA."ttt
174 Al-Bukhari meriwayatkannya secara maushrl dengan shighat jazam, sedangkan
Abu Dzarr Al-Harawi meriwayatkannya secara maushul dalam riwayatnya untuk
kitab Shahih Al-Bukhari.. Setelah meriwayatkan hadits tersebut ia berkata, "Telah
mengabarkan kepada kami An-Nadhrawi, yaitu Al-'Abbas bin Al-Fadhl, telah
menceritakan kepada kami Al-Husein bin Idris, telah menceritakan kepada kami
Hisyam bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim dari
Malik dengan hadits ini.
An-Nasa'i juga meriwayatkannya secara maushul dalam Al-Mujtaba (4998) melalui
riwayat AI-Walid bin Muslim, Malik telah menceritakan kepada kami. Lalu ia
menyebutkan hadits yang lebih sempuma dari ini.
pqu.
t59
JyW,uiF,ftJ"4l
+" n' :ir;S- ii
160 €rm,mrut&
Syarah Hadits
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Jika seorang hamba ma-
suk Islam lalu membaikkeislamannya." Jka ada yang bertanya, "Dengan
apa keislaman membaik?" Maka dijawab bahwa membaiknya keisla-
man (seorang hamba) itu dengan menyempumakan keikhlasan kepa-
da Allah dan mengikuti Rasulullah Shallnllahu Alaihi wa Sallam. Jika ia
melakukan itu maka sesungguhnya Allah akan menghapus darinya
setiap kesalahan yang dahulu dilakukannya. Boleh jadi maksudnya
ialah ketika masih dalam keadaan kafir. Adapun setelah masuk Islam
maka penghapusan kesalahan tersebut Allah tetapkan dengan mela-
kukan amalan-amalan khusus seperti shalat lima waktu, satu Jum'at ke
Jum'at selanjutnya dan satu Ramadhan ke Ramadhan berikutnya.lTs
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Dan setelah itu dilakulan-
lah qishash. Setiap kebaikan dilipatgandalan sampai tuiuh ratus lali lipat,
sedanglan satu kejahatan dibalas dengan satu kejahatan saja, kecuali bila
Allah memaafkannya."
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutnya sebagai qishas,
padahal tidak ada qishas terhadap kebaikan-kebaikan. Sebab jika satu
kebaikan diqishas maka satu kebaikan dibalas dengan satu kebaikan
pula. Oleh sebab itu, hal ini merupakan karunia dan kedermawanan
dari Allah 'Azza wa lalla.
Perkataan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Jika seorang hamba
masuklslam."
Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath (l/ 99), "Perkataan
Nabi, "lika seorang hamba masuk lslam." Hukum ini berlaku atas pria dan
wanita, meski lalazhyang digunakan adalah laf.azh mudzakkar.
Perkataan beliau, " Membaik keislamannyA. " Yakni Islamnya menjadi
baik, aqidah dan keikhlasannya membaik, ia masuk Islam secara lahir
dan batin. Ia merasakan kedekatan Allah dan pengawasan-Nya ketika
beramal. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Jibril tentang pengertian
' ihsan' yang akan disebutkan nanti.
Sabda beliau, "Allah menghapus..." Dibaca yulaffiru sebab mes-
kiptrn idzaa termasuk kata syarat, akan tetapi ia tidak men-jazam-kart
fi'il mudharl'. Sebagai jawab syarat digunakan fi'il mudhari' meski kata
Syaikh Al-Albani Rahimahullahberkata dalamta'Iiq-nya terhadap Sunan An-Nasa'i,
"Hadits ini shahih."
Silahkan melihat juga Fath Al-Bari (l/ 98-99) danTaghliq At-Ta'liq (ll/ 4- 49)
Takhrij hadits ini telah disebutkan sebelumnya'
Sffi-&
syaratnya adalah fi'il madhi namun fungsinya untuk menjelaskan
masa yang akan datang.
,
Dalam riwayat Al-Bazzar disebutkan dengan Lafazh: " it '1? " ia-
wabnya juga menggunakanfl' il madhi.
Sabda beliau, "14;lli.rr.f (yang dahulu dilakukannya)." Demikian-
lah yang tercantum dalam riwayat Abu Dzar, dalam riwayat lain
disebutkan dengan Lafazh W; seiagaimana disebutkan oleh penulis
kitab Al-Masyaariq.
An-Naw awi membac a ny u, rli| ;, Ad-Daraquthni meriwayatkannya
dari jalur Thalhah bin Yahya dari Malik dengan laf.azh,
161
ws,@i*;s'd \1 ,-')7!M uy;rY
W-ySrtz
'Tidak seorangpun hamba yang masuk lslam lalu membaik lceislamannya
melainlun Allah menulis baginya palnla dari lcebaikan yang ilnhulu in lafu-
lun. Dan menghapus darinya seti"ap kesalahan yang dahulu ia lakulan."
An-Nasaa'i juga meriwayatkannya dengan lafazh yang seruPa
namun ia menyebutkan: rili;i.
Zalafa atau azlafa maknanya sama, yaitu yang telah lalu atau yang
terdahulu. Demikian dikatakan oleh Al-Khaththabi.
Dalam kitab Al-Muhkam disebutkan, " Azlafa artinya sesuatu yang
ia persembahkan. Sedang zalafa atau zallafa artinya sesuatu yang ia
ajukan."
Dalam kltab Al-Jami' disebutkmt, " Az-Zttlfah dipakai untuk sesuatu
yang dipersembahkan, y ffiBbaik maupun yang buruk. "
Dalam kitab Al-Masyaariq disebutkary "Zalafa artinya yang di-
kumpulkan dan diusahakan. Hal ini mengandung dua perkara terse-
but (yakni baik dan buruk). Adapun persembahan hanya trntuk per-
kara yang baik-baik saja. Berdasarkan hal tersebut lafazh-lafazh se-
lain lafazh riwayat AbuDzar di atas lebih kuat. Akan tetapi pernyataan
Al-Khaththabi tadi justru mendukung lafazh riwayat Abu Dzar.
Seluruh riwayat tercantum satu bagian yang tidak disebutkan
dalam riwayat Al-Bukhari, yaitu penulisan pahala bagi kebaikan yang
telah terdahulu sebelum masuk Islam. Disebutkan di situ, "Allah
menuliskan." Yakni Allah memerintahkan agar menuliskan pahala.
'it,3
t62 €mmT.;rur&
Dalam riwayat Ad-Daraquthni dari jal,ua Zaid bin Syu'aib dari Malik
disebutkan, "Allah berkata kepada para Malaikat, "Tuliskanlah! "
Ada yang berpendapat, "Imam Al-Bukhari sengaja tidak menye-
butkan bagian yang tercantum dalam riwayat lain karena berbenturan
dengan kaidah-kaidah lain."
Al-Maziri berkata, "Amal kebaikan orang kafu tidak dianggap
sah, maka amal shalih yang mereka lakukan saat masih musyrik tidak
diganjari pahala. Sebab salah satu syarat amal shalih adalah menge-
tahui untuk siapa amal shalih itu ditujukan. Sementara orang kafir
tidak mengetahuinya."
Pemyataan seperti ini diikuti pula oleh AI-Qadhi Iyadh. Namun
An-Nawawi membantah, katanya, "Pendapat yang benar menurut
ahli tahqiq bahkan disinyalir sebagai ijma' adalah jika orang kafir
melakukan amal kebaikan, seperti sedekah, silaturrahim dan lainnya,
kemudian masuk Islam lalu mati dalam keadaan muslim, maka paha-
la amal kebaikan akan ditulis untuknya. Adapun anggaPan bahwa
hal itu bertentangan dengan kaidatu sama sekali tidak bisa diterima.
Sebab beberapa amalan orang kafir ada yang dianggap sah menurut
hukum Islam di dunia, misalnya kaffarah zihar, orung kafir yang telah
membayar kaffarah zihar bila kemudian ia masuk Islam maka kaffarah-
nya dianggap sah."
Yang benar adalah penulisan pahala bagi seseorang yang sudah
masuk Islam sebagai karunia dan anugerah dari Allah bukanlah kare-
na amal yang dia lakukan pada waktu kafir diterima, sebab hadits ter-
sebut hanya menyebutkan tentang penulisan pahala, tidak menying-
gung masalah diterima atau tidaknya."
Namun ini pendapat yang lemah, sebab mustahil ada pahala tetapi
tidak diterima, bahkan konsekuensi dari adanya pahala adalah pahala
tersebut diterima, namun syaratnya adalah Islam.
Atau boleh jadi pada saat masih kafir seseorang melakukan per-
buatan yang manfaabrya dirasakan'oleh orang lain, seperti bersede-
kah dan memerdekakan budak. Jika ia bersedekah dan memerdekakan
budak saat masih kafir maka ia tidak mendapatkan gartiaran, Alla-
humma kecuali di dunia. Akan tetapi apabila ia telah masuk Islam dan
membaik keislamannya maka ia akan mendapatkan ganjaran pa-hala
di akhirat.
Sekiranya ada yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah menS-
hapuskan setiap dosa yang pernah dilakukannya dengan masuknya
€,ffi&
ia ke dalam agama Islam. Setelah masuk Islam, jika ia melakukan ber-
bagai kebaikan maka ada qishas. Tidak ada kesamaran dalam masalah
ini.
Kemudian Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (I/gg-
1.00), "Boleh jadi juga penerimaan amalnya tersebut berkaitan dengan
keislamannya, amabrya diterima dan diberi ganjaran pahala apabila ia
masuk Islam. Pendapat ini sangat kuat. Beberapa ulama lain juga ber-
pendapat sama seperti Imam An-Nawawi diantaranya Ibrahim Al-
Harbi, Ibnu Baththal dan para ulama terdahulu lairrnya, Al-Qurthubi
dan Ibnul Mtrnayyir dari kalangan ulama mutaakhirin.
Ibnul Munayyir berkata, "Yang bertentangan dengan kaidah ada-
Iah apabila penulisan pahala itu terjadi saat ia masih kafir. Adapun
bila A1lah memberinya pahala setelah ia masuk Islam karena perbua-
tan yang ia anggap baik, maka bukanlah perkara yang mustahil. Sama
seandainya Allah memberinya pahala tanpa ada amal yang ia lakukan.
Sebagaimana Allah memberi kepada orang yang tidak mampu pahala
amalan yang biasa ia lakukan pada saat mampu. ]ika hal itu mungkin
saja terjadi, maka bukan mustahil bila Allah memberinya pahala dari
amalan yang ia lakukan tanpa memenuhi syarat-syarat diterimanya
amal.
Ibnu Baththal berkata, "Allah berhak memberi karunia kepada
siapa saja yang Dia kehendaki, tidak seorangpun yang dapat meng-
halanginya."
Ulama lain beralasan sebagai berikut, "Ahli Kitab yang beriman
akan diberi pahala dua kali sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an
dan hadits shahih. Seandainya ia mati dalam keadaan kafir niscaya
amal shalihnya tidak berguna sedikitpun. Bahkan amalnya ibarat debu
yang diterbangkan angin.
Hal itu menunjukkan bahwa pahala amal saat ia masih kafu akan
dituliskan untuknya manakala ia sudah masuk Islam. Berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika ditanya oleh Aisyah
Radhiyallahu Anha tentang Ibnu Jad'aary "Apakah kebaikan yang dila-
kukannya dahulu dapat bermanfaat baginya?" Rasulullah berkata,
"Sesungguhnya ia belum pernah sama sekali mengatakan, "Ya Rabbi, am-
punilah kesalahanlu pada hari Kemudinn!"
Hal itu menunjukkan apabila ia mengatakarurya setelah masuk
Islam niscaya amal yang ia lakukan saat masih kafir dahulu akan ber-
manfaatbaginya.
163
164 €l'llttilfli'l&
Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "DAn setelah itu di-
lakulanlah qishash." Yakni penetapan ganjaran di dunia. Kata qishash
dibaca rafa' sebagaiisimkaana. Boleh jadiluana di sini taammahlTs (tidak
membutuhkan isim atau khabar). Disebutkan dalam bentuk maadhi
untuk menegaskan hal itu benar-benar terjadi, seperti dalam firman
Allah, "Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka" (QS.
Al-A'raf: tl4)
Perkataan: 'i6t adalah mubtada' sedang F. adalah khabar-nya.
Kalimat ini adalah kalimat isti'nafiyah (kalimat baru yang tidak ber-
kaitan dengan kalimat sebelumnya -penj).
Sabda beliau: "zlr-ri jl" berkaitan dengan kata tersembunyi,
taqdir-nya berakhir hingga sampai t"iuh ratus kali lipat. A1-Mawardi
menukil bahwa sebagian ulama belpegang kepada zhahir hadits ini,
yaitu batas akhir pelipat gandaan adalah tuiuh ratus, yakni tidak lebih
dari tujur ratus kali lipat. Namun itu terbantah dengan firman AllatU
"Allah melipatgandalan bagi siapa yang Di.a kehendaki" (QS. Al-Baqarah:
267)
Ayat ini mengandung dua kemungkinan di atas. Kemungkinan
maksudnya adalah dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat dan
mungkin juga maksudnya adalah dilipatgandakan sampai tujuh ratus
kali lipat dan lebih. Dalil lain yang lebih jelas membantahnya adalah
hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dalam kitab Ar-Riqaaq denganlafazh, "Allah menulis-
lan baginya sepuluh pahala tcebaitan sampai tuiuh ratus kali lipat bahlan
beberapa kali lipat lebih banyak dari itu,"
sabda beliau shaltatlahu Alaihi wa sallam, "lika seorang hamba masuk
lslam." Maksudnya apabila orang yang kafir memeluk Islam'
sabda beliau shallattahu Alaihi wa sallam, "l-alu membaik keislaman-
nya mala Allah akan menghapus setiap kesalahan yang dahulu dilahtknnnya,"
Hal ini jelas sekali dalam Al-Qur'an sebagaimana firman-Nya, "Kata-
knnlah kepada orang-orang yang kafir'itu (Abu Sufyan dan kawan-kawan-
nya), "likn merekn berhenti (darikelcafirannya), niscaya Allah alan mengam-
puni dosa-dosa merelu yang telah lalu." (QS. Al-Anfal: 38)
Sabda beliau Shallallahu Ataihi wa Sallam, "Dan setelah itu"' Mak-
sudnya setelah ia masuk Islam dan membaik keislamannya.
176 Knana sempurna jika cukup dengan di+narfu'-kan seperti berbagai f il .lazim
lainnya, dan dalam hadils lcaana dianggap semPurna kare-na kala al-qishash iuga
,rurp' . Akan tetapi kedudukannya seb agai fa' il bvkan isim kaana'
165
Alaihi wa Sallam, "Ada qishas." Hal itu
seorang muslim. Apabila ia melakukan
,c
.J.qf)")t tt
iki'J<1,[tX- b titL
$'-G jt 1# 3*:,tt3rr.tl
.. ol
,FI l)l
3
jtW,'i uk,Atrt F ,Fi * yy e
177 Ayat yang dimaksud oleh Syaildr Al-Utsaimin Rahimahullah adalah firman Allah
Ta'ala,
@'";s-l l;ritztrl{A>t'4\-& b/,h14 F,{$ {.::L\;v it}4
"Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan ba-
rangsinpa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan keiahatannya. Mereka sedikit pun
178
L79
tidak dirugikan (dizalimi)" (QS. Al-An'am: 160)
Takhrij haditsnya telah disebutkan sebelumnya.
Diriwayatkan oleh Muslim (l/ 117, 1L8) (129, L30) (205,206)
€,ffiS
Sabda beliau Shallallahu
disebabkan ia telah menjadi
satu kebaikan maka ia diberi pahala sepuluh kali Iipat. Sedangkan jika
melakukan satu dosa maka dibalas semisalnya. Tidak ada kontrakdiksi
dalam masalah ini.
Dan kita membawanya kepada makna tersebut, sebab sejalan
dengan zahir ayat Al-Qur'anl77 dari satu sisi.
Sisi lainnya yaitu agar tidak dikatakan bahwa dengan hanya me-
lakukan kebaikan maka Allah akan menghapuskan dosa seseorang,
sementara terdapat banyak hadits yang menunjukkan bahwa peng-
hapusan dosa tersebut hanya ada dengan menggabungkan beberapa
amal shalih. Seperti sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,"Shalat
lim.a waktu, dari lum'at ke lum'at berikutnya dan puasa Ramadhan ke puasa
Rnmadlwn berikutnya dapat manj adi penghapus dosl."t7g
rPrri je
otlto\,gt * at & yt Jt-: Jti Jti ;';y c_,i # {1 i, 16
i, t', ,'2:
).1u. il r.-:\j
42. lshaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami, ia berkata, "Abdur-
razzaq telah menceritakan kepada kami. la berkata, "Ma'mAr telah men-
ceritakan kepada kami dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah
Rndhiyallahu Anhu ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "lika keislaman seseorang membaik, maka setiap kebaiknn yang
dilakukannya akan dilipatgandalan sepuluh knli lipat sampai tujuh ratus
kali lipat. Dan satu kejahatan yang dilakukannya akan diganjar dengan
balasan yang semisalny a. " tzs
€sr&
ilrii h') i i' ;l +I' iri v(
Bab Amalan Dalam Agama Yang Paling Disukai Allah Adalah
Yang Paling Berkesinambungan
,r ,sj 6.?i Jo rY F ,#.Gk #t i} ';;J c-';.tr
a ioii;r c*i* F3 #, +r't, e :lt l,i u.sv
.i +'l 3;$ w S u Jtt A.* b f i'uJi ee 'y'
L6 # 7;Y g\u..'n, ui S,rsitk ,,;n' X
43. Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritaknn kepada lcami, i-a betluta,
"Yalrya telah menceritakan kepada lami dari Hisyam, ia berknta, " Ayahku
telah menceritakan kepadaku dari Aisyah Radhtyallahu Anha bahwa Ra-
sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menemuinya. Ketilca itu ada
seorang wanita yang tinggal bersamanya. Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bertanya, "siapalah wanita itu?" "Fulanah" iawab Aisyah
sambil menyebutkan tentang kehebatan shalatnya.
Rasulullah berkata, "Cukup! Hendaklah lalian mengerjaknn amahn me'
nurut kemampuan kalian! Demi Atlah, Allah tidak alan iemu menerima
amalmu sehingga kamu sendirilah nantinya yanS merasa jemu beramal."
Dan amalan dalam agama yang pating disukai Allah adalah yang dilaku'
lan b erkes in Amb un g An. " 1 80
[Hadits 43- tercantum juga pada hadits nomor: LL51]
180 Diriwayatkan oleh Muslim (l/ 5/;2) (785) (221)
166
€,ffifli,p
Syarah Hadits
Perkataan Al-Bukhari, "Amalan dalam agama yang paling disukai
Allah 'Azza wa lalla adalahyang paling berkesinambungan'"
Ad-Din dalam hadits ini bermakna ibadah. Maksudnya ibadah
yang paling disukai Altah adalah yang dilakukan oleh seorang hamba
r".uiu berkesinambungan meskipun sedikit. Hal itu disebabkan bahwa
tidak berkesinambungan kadangkalia mengindikasikan bahwa seorang
hamba itu tidak merasa perlu beramal. Oleh sebab itu Nabi Shallallahu
Alaihiwa Sallamberkata kepada Abdullah bin Umar,
,,Janganlah kamu seperti si Fulan yang tadinya melaksanakan sha-
lat malam lalu meninggalkannya! "r81
Di antara petunjuk beliau shallaltahu Alaihi wa sallam ialah apabila
melaksanakan suatu amal maka beliau menetapinya'182
Perkataan beliau dalam hadits, "iJ ", ia merupakan isim fi'il amar
yang artinya tahanlah. Kata yang semakna dengarurya ialah 1* yang
iuga isim f il amar berarti diamlah. Maka kata'& diucapkan untuk me-
nahan perkataan sedangkan L diucapkan untuk menahan perbuatan.
Perkataan beliau shallallahu Alaihi wa sallam, "Hendaklah lulian
mengerjalun amalan menurut kemampuan kalian!" Maksudnya iangan-
Iah kalian membebani diri kalian sendiri dengan amal seperti shalat,
membaca (Al-Qur'an), bertasbih, berpuasa dan sebagainya kecuali
yang sanggup kalian lakukan! supaya kalian dapat melaksanakan-
nya secara berkesinambungan. Sebab terkadang seseorang memiliki
gairah untuk melakukan kebaikan, lalu ia memPersulit dirinya sen-
diri dengan bermacam-macam ibadah dan sangat gigih mengerjakan-
nya pada kali pertama. Namun temyata setelah itu ia merasa jenuh dan
malas.
Adapun jika sejak awahrya ia membiasakan dirinya dengan amalan
yang ringan maka sesungguhnya amalan tersebut akan langgeng. Dan
kalian bisa melihat sendiri realita ini hingga dalam berbagai kegiatan
yang biasa kalian lakukan. Biasanya pada awal melakukan sesuatu, ia
merasa begitu kuat dan enerjik akan tetapi pada akhimya ia lesu'
sebagai contoh adalah salah seorang penuntut ilmu yang me-
ngatakan, ,,Aku akan menghapal Al-Qur'an sePerempat juz sehari."
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1152) dan Muslim (IIl 814) (1159)
Diriwayatkan oleh Muslim (I/ 515) (746) (141)
167
181
782
168 €*EtTdHill&
Ini sama saja mempersulit dirinya sendiri. Oleh sebab itu engkau
akan mendapatinya empat atau sepuluh hari kemudian ia mengalami
kelesuan. Dan ini terbukti. Oleh karenanya seorang muslim harus bisa
mengukur dirinya sendiri sejak kali pertama dan melaksanakan suatu
amalanyang memang ia sanggupi. Sebab metode yang demikian dapat
melanggengkan amalan tersebut. Ihrlah sebabnya Nabi Sftallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, "Henilaklah kalian mengerjakan amalan menu-
rut lcemampuan kalian! Demi Allah, Allah tidak akan merasa jemu menerima
amalmu sehingga lcamu sendirilah nantinya yang merasa jemu beramal!"
Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Demi Allah, Allah tidak
alrnn merasa jemu menerima amalmu sehingga kamu sendirilah nantinya
yang merasa jemu beramnl!" Sebagian ulama agak sulit memahami
kalimat ini, sehingga mereka berkata, "Apakah Atlah merasa jemu?"
]awabannya mudah yaitu dengan mengatakan, "Apakah Rasulullah
Shallnllahu Alaihi wa Sallam menetapkan sifat jemu kepada Allah?
Maksudnya, apakah beliau mengatakan, "Sesungguhnya jika kalian
merasa jemrr, niscaya Allah merasa jemu pula?" Tentu jawabnya beliau
tidak mengatakan demikian.
Namun kita katakan, "Sekiranya beliau menyebutkan demikian,
maka kita katakan bahwa jawabannya juga mudah. Yaitu sifat jemu
Atlah tidak seperti sifat jemu kita. Kalau kita merasa jemu maka kita
pasti tidak bisa bersabar dan kejemuan tersebut pasti membebani kita.
Akan tetapi rasa jemu Allah tentunya tidak layak disematkan dengan
kekurangan ini. Sama halnya dengan sifat marah. Ketika kita marah
boleh jadi salah seorang di antara kita akan bertindak seramPangan.
Boleh jadi ia akan menceraikan isterinya, memerdekakan budahyr,
serta menghentikan bantuan hartanya. Itu semua akibat dari sifat
marah, dan perilaku ini merupakan perilaku yang gegabah.
Akan tetapi jika Atlah 'AzzA uta lalla marah maka Dia tidak bertin-
dak kecuali menurut hikmah-Nya. Sebab marah Allah tidak seperti
marah kita. Demikian pulalah halnya dengan sifat jemu Allah, sekira-
nya hadits ini memrnjukkan adanya sifat jemu-Nya, tidak sama sedi-
kit pun dengan rasa jemu kita. Bahkan sifat jemunya adalah sifat jemu
yang layak dengan Allah.
Dan hendaklah diketahui dengan seyakin-yakinnya bahwa mus-
tahil selamanya Rasulullah Shallallahu Akihi wa Sallam menyebutkan
suatu sifat yang dapat menafikan kesempurnaan Allah. Sebab hal ini
merupakan perkara yang mustahil.
€'[[Ai,p t69
Kesimpulannya, kita katakan bahwa hadits ini tidak seca