Syarah sahih Al Bukhari 22

 .


Az-Zuman 421

Oleh sebab itu, sudah seharusnya kamu melewati malammu dalam

keadaan berwudhu, lebih ditekankan lagi ketika seorang suami telah

menggauli isterinya. Maka janganlah ia tidur kecuali dalam keadaan

berwudhu, meskipun wudhu yang paling minimal.l@6

1025 Diriwayatkan oleh Muslim (6) (2710)

L026Dd antara dalil yang mempertegas hal itu bagi orang yang junub adalah hadits

yang diriwayatkan oleh Al-Bul&ari (?37) dan Muslim (306) (23) dari Ibnu Umar

Radhiyallahu Anhu ra berkata, "Ya Razulullah, bolehkah salah seorang kami tidur

dalam keadaan junub?" Beliau menjawab,"Ya, jika ia berwudhu."

€*^Uffu& 937

Faidah yang dapat dipetik dari hadits di atas:

1. Distrnnahkan tidur dengan posisi miring ke kanan, sebab Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkannya. Ada yang menga-

takan bahwa alasannya adalah karena jantung berada di sisi kiri

badan, maka jika ia tidur ntiring ke kiri, ia akan tertidur sangat lelap.

sebab jantung dalam keadaan istirahat dan turun. sedangkan kalau

ia tidur miring ke kanan, maka jantung dalam keadaan tergantung.

HaI ini dapat lebih mendorong seseorang untuk cepat terjaga'

Pendapat lainnya mengatakan bahwa hikmahnya adalah karena

mulut lambung berada di sisi sebelah kanan tubuh. Maka jika

seseorang tidur dalam keadaan mulut lambtmg tidak bekerja,

sedangkan pintu lambung berada di sebelah kanan, maka Proses

pencernaan pun menjadi mudah.

Yang telpenting adalah jika kita tidur dalam keadaan miring ke

kanan, kita abaikan saia semua analisa di atas yang kadang-ka-

dang juga lemah. Yang penting kita tidur dalam keadaan miring ke

kanan untuk melaksanakan perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa sallam. Kalau pun tubuh kita mendapatkan manfaat dengan po-

sisi tidur seperti itu, maka ini merupakan nikmat dari Allah'

2. Penyerahan diri seutuhnya kepada Allah, Rabb semesta alam. Se-

bab saat ini orang tersebut hendak tidur, dan menyerahkan per-

karanya kepada Allah sepenuhnya. Nabi shallallahu Alaihiwa sallam

mengucapkan, "Allahumma aslamtu waihii ilaka wafawuadhtu amrii

ilaka wa alja'tu zhahrii ilaka (Ya Allah, aku menyerahkan wajahku

kepada-Mu, aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, aku meng-

hadapkan wajahku kepada-Mu, dan aku menyandarkan pung-

gungku kepada-Mu)" Dari semua sisi, dari wajah dan punggung'

Kata asy-sya'nu artinya urusan. Maka wafawwadhtu amrii makna-

nya aku menyerahkan urusanku. Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam,"Karena rasa harap dan takut kepada-Mu. " Yakni mengharapkan

karunia dan pahala di sisi-Mu dan takut terhadap siksa dari-Mu.

Perkataan b eliut Shallallahu Alaihi wa Sallam, "laa malja'a wala manja

minka illa itaika (Tiada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari

ancaman-Mu kecuali kepada-Mu)" Yakni mustahil bagiku berlindung

kepada siapa pun kecuali kepada-Mu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,

"Dan apabila Atlah menghendaki keburuknn terhadap sesuatu kaum, makn tak

adayang dapat menolal*tya" (QS. Ar-Ra'd:11)

938 €ilffidffi'tp

Begitu juga hatrya jika Engkau menginginkan sesuatu dariku, ma-

ka mustahil bagiku untuk selamat kecuali kepada-Mu. Oleh sebab itu

Allah Ta'ala berfi::man, "Atau siapakahyang merryerkenankan (do'a) orang

yang ilalam lcesulitan apabila in berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilang-

kan lcesusalwn" (QS. An-Naml: 52)

Perkataan Nabi Shallnllahu Alaihi wa Sallam, "Allahumma aamantu

bikitabila al-laadzii anzalta (Aku,beriman kepada kitab yang telah Engkau

turunkan). Boleh jadi maksudnya adalah semua kitab (samawi), dan

boleh jadi juga yang dimaksud adalah At-Qur'an yang diturunkan

kepada Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemungkinan inilah

yang paling mendekati.

Kata kitab dalam hadits tersebut disandarkan kepada Allah, sebab

Dia-lah yang berbicara dan dinamakan kitab karena ia ditulis dalam

mushaf-mushaf, juga karena ia ditulis dalam lembaran-lembaran

yang dimrrliakan di tangan para malaikat Safarah, dan karena ia ditulis

di lauh Mahfuzh, bisa dzikirnya (bacaannya) dan bisa pula huruf-hu-

rufnya.

Perkataan beliau, "Yangtelah Engkau turunkan." Ini menunjukkan

bahwa Allah 'Azza wa lallaberada di atas (langit). Dan setiap 'turun'

yang disandarkan kepada Allah mengenai sesuatu yang turun darinya,

maka itu menunjukkanbahwa Dia',Lzzawalalla berada di atas langit.

Apakah idhafah (penyandaran) yang terdapat pada perkataan

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Dengankitab-Mu." Seperti idlufah da-

lam firman-Ny a, " dan sucilanlah rumah-Ktt. " (Q S. Al-Ha iiz 261

]awabny+ tidak. Sesuatu yang dr-idhafah-kan kepada Allah, sedang-

kan sesuatu tersebut merupakan benda yang berdiri sendiri dan ter-

pisah dari Allah, maka ia adalah makhluk. Akan tetapi penyandaran

tersebutbermakna memberikan kemuliaan. Sementara aPa yang disan-

darkan kepada A1lah, yang merupakan sifat yang tidak berdiri dengan

sendirinya maka itu termasuk sifat Allah. Sebab bila ada sifat pasti

ada yang disifati. Maka jika itu disandarkan kepada Allah, berarti ia

tennasuk sifat Allah, di antaranya adalah Al-Qur'an. Allah Subhanahu

waTa'alamenyandarkannya kepada diri-Nya sebab ia termasuk sifat-

Nya. Ia adalah kalam (perkataan)-Nya.

Perkataan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Dart dengan Nabi-

Mu yang telah Engkau utus." Yakni Muhammad Shallallahu Alaihi wa

Sallam.

€',*Ufnu& 939

perkataan beliau shallallahu Alaihi wa sallam, "Apabila kamu mati

dalam keadaan demikian berarti kamu mati dalam keadaan fithrah'"

Yakni jika kamu mati dari tidurrru ini maka engkau berada di atas

fitrah, yaitu di atas tauhid yang mumi.

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, "Dan jadikanlah

ucapan tersebut menjadi ucapanmu yang terakhir!" Dengan demikian

doa yang dipao jatkan ini setelah bertasbih, bertahmid, dan bertakbir

yang diperintahkan Nabi shallallahu Alaihi wa sallam kepada 'Ali dan

Fathimah. sebab Fathimah pernah meminta seorang pelayan kepada

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sambil memberitahukan beliau bah-

wa kedua tangannya merekah atau terkelupas karena mempergunakan

penggilingan tangan. Sebab dia sendiri yang harus menumbuk tepung.

Maka Nabi Shatlallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

4 e ili vfYi;: (:'t3:;:'r ,G)$') Yii 'o';:;"t ,fr; c.

.rlL1 b,6'p ;4 ,r31t y,;ufitl$i o')#: ,',>-,Xt

"Mauknh kamu berdua aku tuniukkan sesuatu yang lebih baik ilari seorang

pelayan? Kamu bertasbih tiga putuh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga lali,

dan bertakbir tiga puluh empat lali sebelum tidur' lni lebih baik bagi lumu

daripada seorang pelaY An." 1027

Dzikir ini memberikan seseorang kekuatan dan tekad atas urusan

tidurnya. Pada zhahir hadits Al-Bara', sebagaimana yang telah dise-

butkan, dinyatakan bahwa doa yang diajarkan Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam kepadanya diucapkan setelah bertasbih dan setelah mengu-

capkan zkir-zkir sebelum tidur.1o28

Al-Bara' bin 'Azib berkata, "Lantas aku bacakan kembali doa ini

kepada Nabi shallallahu Ataihi wa sallam." Tujuarrnya adalah untuk

meyakinkan ketelitiannya, dan temyata ada satu kekeliruan yang di-

ucapkannya. Oleh sebab itu, kita mengakui bahwa kita tidak memiliki

hapalan seperti hapalan generasi pertama umat ini'

Ia berkata lagi, "Ketika sampai pada bacaan Allahumma aamantu

bikitabitu al-laadzii anzalta,lalu aku ucapkan wa rasuulika (dan dengan

lO2TDiiwayatkan oleh Al-Bukhari (3705) dan Muslim (2727)

1028 Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya, "Anda katakan bahwa doa ini disebut-

kan setelah semua zikir hendak tidui diucapkan. Apa yang dapat dilakukan

seorang muslim kalau ia tidak langsung tidur setelah beruikir?" Beliau Rnhima-

hullahinenjawab, "Tidak berkata sepatah kata pun. ]ika ia tidak langsung tidur ia

membaca Al-Qur'an mengulanginya."

940 €rmrut&

rasul-Mu...). Beliau bersabda, "Tidak demikian, akan tetapi wa na-

biyyilu alladzi arsalta (dan dengan Nabi-Mu yang telah Engkau utus)."

Maksudnya Al-Bara'mengucapkan, "Dan rasul-Mu telah engkau utus."

Akan tetapi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Dan nabi-Mu

yang telah Engkau utus."

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengarahan ta'liq dari

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini. Mengapa beliau berkata

kepada Al-Bara', "Katakanlah dan nabi-Mu!" Sementara seorang rasul

pasti seorang nabi dan tidak sebaliknya?r@e

Sebagian ulama mengatakan, "HaI ini menunjukkan bahwa laf.azlv

lafazh zikir bersifat tauqifiyyah (hanya berlandaskan dalil), dan di da-

Iamnya tidak boleh ada perubahan walaupun dari sisi makna.

Sebagiarutya lagi menyebutkan, "Sesungguhnya perkataan Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Dan Nabi-Mu yang telah Engkau utus."

Karena utusan mencakup utusan dari kalangan manusia dan ufusan

dari kalangan malaikat. fika mengatakan, "Dan Rasul-Mu (utusan-

Mu) yang telah Engkau utus." Maka belum tentu yang dimaksud ada-

lah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bahkan boleh jadi yang

dimaksud adalah malaikat ]ibril. Maka beliau bermaksud menyebut-

kan lafazh yang tidak mengandr-rng kemungkinan seperti itu.

Sisi lainnya mereka katakan, "Sesungguhnya dilalah (kandungan

makna) kerasulan terhadap kenabian merupakan dilalah tadhammun,

sementara dilalah t adhammun bukan dilalah muthabaqah.lts0

]ika Al-Bara' mengatakan, "(Dan) Nabi-Mu yang telah engkau

utus." Maka ia menegaskan kenabian dan kerasulan.

1029 Silahkan melihat AI-Fath (l/ 358)

1030 Dalam kJtab Syarh Al-Qawa'id Al-Mutsla (hal. 30) Fadhilah Syaikh Ibnu Utsaimin

Rnhimahutlah menyebutkan, " Ada nga kategori dilalah. Yaitu dilalah tadhammun,

dilalah muthabaqah dan dilalah iltizam.

Dilalah muthabaqahyaitu sebuah lafazh menunjukkan semua bagian maknanya.

DiIaIah tadhammun yaitu kandungannya menunjukkan satu bagian maknanya.

Dilalah iltizam yaitu kandungannya menunjukkan konsekuensi yang muncul.

Contohnya mobil. Kata 'mobil'menunjukkan semua bagian mobil baik kerang-

kanya, rodanya, baterainya dan semuanya. Ini merupakan dilalah muthabaqah-

Yang menunjukkan ban saja, dan baterai saja maka itu merupakan dilalah tadhammun.

Dan harus ada yang membuatnya, sebab mobil ada yang membuatnya, tidak

mungkin ia terakit sendiri. (irulah dilalah iltiznm -pet$.)

Contoh lainnya adalah rumah. Kata 'rumah' kandungannya(dilalah) adalah semua

bagian rumah. Ini disebut dilalah muthtbaqah. Kandwrgannya yang kamar mandi

saja dan dapur saja merupakandiblahtailhammun. sedangkan kandungannya me.

nunjukkan pembangunannya disebut dilalah iltizam.

€'nftidftr&

sisi inilah yang paling benar. Artinya, alasan beliau mengucapkan,

,,Nabi-Mu yang telah Engkau utus." Bukanlah karena lafazh doa dan

zikir tidak boleh diubah. Tetapi disebabkan jika Al-Bara' mengatakan,

,,Rasul-Mu yang telah Engkau utus." Maka maknanya telahberubah.

Sisi perubahannya Yaitu:

Pertama, mengandung kemungkinan bahwa utusan yang dimak-

sud adalah utusan malaikat. Dengan mengatakan, "Nabi-Mu yang

telah Engkau utus." Maka maksudnya adalah utusan dari kalangan

manusia, sebab utusan dari kalangan malaikat tidak disebut seba-

gai nabi.

Kedua, kalau beliau mengatakan, "dan rasul-Mu." Maka dilalahka-

ta ini atas kenabian merup akan dilalah iltizam, sebab lazimnya se-

orang rasul pasti seorang nabi.

Adapun jika Al-Bara' mengatakan, "Nabi-Mu yang telah Engkau

utus." Maka dilalah-nyaadalah muthabaqah. Dan sebagaimana diketa-

hui bahwa dilalah muthabaqah lebih utama dari dilalah iltiz'am' Kedua

analisa ini sama-sama benar.

941


Jnill -IljEe

KITAB

MANDI

KITAB MANDI

Firman Allah Ta'Ah, "Hai orang-orang yang buittun, apabila lamu

lundak tttengujalan shalat, malu basuhlah mulamu ilan tanganmu sampai

dengan siht, ilnn sapulahkcpalamu dnn (basuh) lakimu sampai dengankedua

nuta laki, dnn jilu kamu junub ruka mandilah, dan jila lamu sakit atau

dalam perjalanan atau lcembali dan tunpat bwng air (lahts) atau muryurtuh

perempuan, lalu lumu tidak manperoleh air, malu bertayamumlah dengan

tanah yang baik (bersih); sapulah mulamu ilan tanganmu dmgan tanah itu.

Allah tidnk hendak menyulitlan lcttnu, tetapi Dia hmdnk tnembersihlan lamu

ilan mmyanpurnalun ni'mat-Nya bagimu, supaya lumu bersyuhtr." (QS.

Al-Maa'idah:6)

Dan firman-Nya, "Hai orang+ang yang beiman, janganhh lamu

slulat, seilang lamu dalam lcudaan mabuk, sehingga lamu mengerti apa yang

lumu ucapkan, (iangan pula hampiri mesjid) seilang lamu ilahm keadnan

junub, terlecuali selcedar berlalu saja, hingga lamu mandi. Dan jilu lamu

sakit atau seilang dnlam musafir atau kenbali dari tempat buang air atau

lumu tehh mmyentuh perempuan, ksnudian lamu tidak menilnpat air, mnla

bertayamumlah lamu dangan tanah yang baik (suci); sapulah mulumu ilan

tanganmu. Sesungguhnya Allah Malw Pma'af lagi Maha Pengampun " (An-

Nisaa': t13)

Penulis Rahimahullah berkata, "Kitab tentang mandi." Mandi

merupakan salah satu perbuatan bersuci dengan air. adapun yang

kedua adalah berwudhu. Sedangkan tayammum adalah perbuatan

bersuci dengan tanah. Dalam ayat AlQur'an yang mulia di atas -ayat

(6) Al-Ma'idah- Atlah menyebutkan semua pembagian bersuci terse-

but. Allah berfirrtan, "Hai orang-oraflg yang beriman, apabila lamu hutihk

mengerjakan shalat, maka basuhhh mulamu dan tanganmu sampai dmgan

siht, dan sapulah kepalamu dan (basuh) lakimu sampai dengan lctdua mata

leki.' (QS. Al-Ma'idah: 5)

944

€ffi,&

Ayat ini menerangkan tentang wudhu.

Altah Ta'ala berfirrtan, "dan iikn lamu iunub maka mandilah," (QS'

Al-Ma'idah:5)

Ayat ini menerangkan tentang mandi.

Firntan-Nyalagi, "dan jilakamu sakit atau dalamperjalannn ataulem-

bali dari tempat buang air (lirlhts) atau menyentuh perempuan, lalu kamu

tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);

sapulah mulumu dan tanganmu dengan tanah itu. " (Q S. Al-Ma' idah: 5)

Ayat ini menerangkan tentang tayammum.

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan isyarat

kepada dua pembatal.

o Pertama,pembatalunhrkberwudhu.

. Kedua, pembatal r:ntuk mandi.

Maksudny a, ym1pertama mewajibkan berwudhu dan yang kedua

mewajibkan mandi. Dengan demikian, ayatyang mulia ini mencakup

semua pembagian thaharah (bersuci) dan semua alat yang dipergu-

nakan untuk bersuci. Mari kita kembali kepada ayat tersebut.

Adapun pangkal ayat (surat Al-Ma'idah ayat 6) maka Al-Bukhari

Rahimahutlah tidak mencantumkannya sebab tidak memiliki kaitan

dengan pembahasan mengenai mandi. Pangkal ayat merupakan kete-

rangan berwudhu dengan air.

Firman A1lah Ta'ala, "Dan jila lamu iunub maka mandilah!"

At-junub (orang yang junub) adalah orang yang mengeluarkan

mani dengan syahwat. As-sunnah menghubungkan orang yang telah

melakukan jima' dengan orang yang junub meskipun tidak sampai

mengeluarkan sperma (mani). Dasarnya yaitu hadits Abu Hurairah

Radhiy altahu Anhu b ahwa N abi slallallahu Alaihi w a s allam bersabda,

ji 

;,'oU ,#t G) .tti t;|t|t i ,u:.,ii W t5 ,# 6t

"lika salah seorang darilcnmu duduk di antara ,*prt anggota tubuh isterinya

lalu ia menyetubuhinya maka telah waiib mandi, walaupun tidak mengeluar'

l<an mani."1o31

Ka1au demikiaru maka janabah adalah mengeluarkan mani dengan

syahwat dan jima'.

945

l03l Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (291) dan Muslim (87) (348)

946 €rmrur&

Ffu:man-Nya, "Malcn nundilah!" Allah tidak mengkhususkan satu

anggota badan atas anggota badan lainnya. Maka itu menunjukkan

bahwa jika orang yang junub menyucikan badannya secara global

maka sudah memadai (sah).

Misalnya mencelupkan badan ke dalam bak kamar mandi sambil

berniat mandi wajib, kemudian keluar dari bak, maka kami katakan

bahwa janabah telah terangkat (hilang) darinya. Sebab Allah tidak

mengkhususkan satu anggota badan atas anggota badan lainnya.

|ika ada yang mengatakan, "Ayat di atas bersifat mujmal (global)

sementara As-Sunrtah menjelaskan tata cara mandi. As-Sr.rnnah menje-

laskan Al-Qur'an. Atas dasar ini maka orang yang junub wajib mandi

dengan tata cara yang dijelaskan oleh As-Sunnah. Maka ia berwudhu

terlebih dahulu kemudian mengguyukan air ke atas kepalanya baru-

lah selanjutnya ia membasuh seluruh badannya.lts2

Kami katakan: Ini memang pernyataan yang kuat. Hanya saja per-

nyataan ini ditepis oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bu-

khari pada hadits 'Imran bin Al'Hushein yang paniang. Di dalamnya

disebutkan bahwa Nabi Sftallallnhu Alaihi wa Sallam melihat seorang

lelaki menyendiri dan tidak mengerjakan shalat bersama yang lainnya.

Beliau bertanya, "Apa yang menghalangimu (untuk shalat bersama

yang lairutya -penj)?" Ia menjawab, "Saya dalam keadaan junub dan

tidak ada air (untuk mandi)." Beliau bersabda, "Engkau harus mela-

kukan tayammum. Itu sudah mencukupimu." Memang pada saat itu

kaum muslimin tidak punya air.

Kemudian air datang dan orang-orang pr:n minum hingga merasa

puas. Masih tersisa sedikit air. Lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

memberikannya kepada lelaki tadi sambil berkata, 'Ambillah air ini

dan tuangkanlah ke tubuhmu!"lB3 Dan beliau tidak menjelaskan sifat

tertentu kepadanya.

Dengan demikian, hadits ini menunjukkan bahwa ayat di atas te-

tap dalam kondisi mujmalnya (globalnya). Se1uruh badan orang yang

junub dianggap sebagai satu anggota tubuh.

Allah berfirman, "dan jilalamu sakit atau dalam perjalanan atau lcem-

bali dari tempat buang air (lahs) atau menyentuh perempuan, lalu kamu

1032 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (248,272) dan Muslim (35) (315) dari hadits Aisyah

Radhiyallahu Arrt*Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhai(249,257,259\ dan Muslim

@n Qln dari hadits MaimunahRadhiyallahu Anha.

l033Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (W,W,3571) dan Muslim (682,372)

e* ii

€ffi,,& 947

ti"dak memperoleh air, mala bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);

sapulah mukamu dan tanganmu durgan tanah itu." (QS. Al-Ma'idah: 6)

Firman-Ny a, "DAn jika tumu sakit atau italam perialnnan." Kata i

(atau) pada ayat ini memberikan faedah tanwi'(menerangkan macam).

Sedangkan firrran-Ny a, "DAn knnbali dari buang air." Kata;i latau)

pada ayat ini tidak memberikan faedah tanwi', sebab ia bukan satu jenis

dari yang sebelumnya dan sesudahnya. Akan tetapi memberi faedah

'dan'. Maknanya jika kalian sakit, dalam perjalanan dan kembali dari

buang air, atau menyenhrh peremPuan.

]ika dikatakan, "Apakan libisa bermakna i ?"

Kami katakana, bisa. Hal itu juga disebutkan dalam perkataan

sebaik-baik makhluk (Rasulullah Shallallahu Akihi wa Sallam\. Beliau

bersabda,

"Aku memohon lcepada-Mu dengan setiap nama yang telah Englau gunakan

untuk diri-Mu, yang Englau turunlan dalam Ktab-Mu, yang Engkau aiar-

lan kepada salah seorang dari hamba-Mu, dan yang engkau rahasiakan untuk

diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu."lts4

Huruf i yurs pertama bermakna 1 (dan) sehingga maknanya

menjadi, "Dengan setiap nama yang telah Engkau gunakan untuk diri-

Mu dan yang telah Engkau turunkan dalam kitab-Mu." Sebab yang

telah diturunkan-Nya dalam kitab-Nya, sudah pasti Dia gunakan un-

tuk menyebut diri-Nya. Berdasarkan hal ini maka huruf ii pada ayat

yang mulia di atas bermakna i.

Firman Allah Ta'ala, "Dan kembali dari buang air," lni merupakan

isyarat salah satu perkara yang mewajibkan wudhu, yaitu sesuatu yang

keluar dari dua jalan.

l034Driwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnadbeliat (l/ 39L) (3712). Hadits ini

dicantumkan Ad-Daruquthni dalam Al-'llal N / 20O- 201). Ia menyebutkan jalur

sanad Abu salamah Al-Juhani dan jalur 'Abdurrahman bin Ishaq, keduanya

berasal dari AI-Qasim dari ayahnya dari Ibnu Mas'ud. Dan jalur'Ali bin Mushir

dari ,Abdurrahman bin Ishaq dari Al-Qasim dari Ibnu Mas',ud secara mursal.

Kemudian Ad-Daruquthni menyebutkan, "Sanadnya tidak kuat."


Firman-Nya Ta'ala, "Atau menyentuh perempuan," Ada dua cara

membaca ayat ini yaitu;i;idan,#i'tffi Para ulama Rahimnhutlah dua

pendapat berbedal@6 mengenai apakah maksudnya adalah menyentuh

dengan tangan atau uraksudnya adalah iima'. Tidak diragukan lagi

bahwa maksudnya adalah jima'ditiniau dari dua sisi.

o Pertama, penafsiran Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang didoakan

Nabi shallallahu Alaihi wa sallnm, oYa Allah, berilanlah kepadanya

pemahaman terhadap agama, d-an ajarkan talcutil (tafsir) lcepadanya!"r037

Ia menegaskanbahwa yang dimaksud adalah jima'.188

. Kedua, jika kita tetapkan makna 'menyentuh wanita' dalam ayat

ini dengan menyentuh tangan, otomatis dalam satu ayat disebut-

kan dua sebab yang mewajibkan wudhu -yaitu kembali dari buang

air dan menyentuh wanita- dan mengabaikan perkara yang me-

wajibkan mandi. Sebab firman Allah Jika kamu sakit'merupakan

permulaan bersuci dengan cara tayammum.

Dan ini menyelisihi bataghah Al-Qur'an. Oleh sebab itu kami ka-

takan sudah bisa dipastikan di sini bahwa makan 'menyentuh' di sini

adalah jima'. Artinya Allah 'Azz'a wa lalla menyebutkan satu pemba-

tal yang mewajibkan wudhu, dan satu pembatal yang mewajibkan

mandi.

Kalau ada yang mengatakan, "Apakah kata i bisa bermakna

eG?"

1035Nafi', Ibnu Katsir, Abu'Amr,'Ashim dan Ibnu'Amir membaca;i*1, sementara

Hamzah dan Al-Kisa'i membaca Fgj. Sitatrtcan melihat Tafsir Al-Qurthubi (Y /

223),Tafsir Ath.Tlwbari (v/ roa1, Tafsir Al.Baghawi (|/ 433), Fath AlQadir (|/ 470),

Ahkam Al-Qur'an (lY / 8\ dan Al-Mul'arrar (hal' 30)

1036 Silahkan melihat Masa'il Abi Dawut (hal. 1.4), Mtsa'il'Abdillah (hal. 19), Al-Hidayah

$/ ln, N-Ifsluh (l/ 76), Al-Muhanar (l/ l3), Ab'Llmdah (hal' 46), Al-Kufi $/ 5n'

Al-Furu'(I/ 181) danKasysyaf Al-Qanna' (l/ 1,45)

1.037Bagian awalnya diriwayaikin oleh Al-BuLhari (143) dan Muslim (138) (247n.

Seiangkan yang lengkap diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnadbeliau (l/

266) (23en

1038 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir (v / l|2- 103), Al-Baghawi (l/ 433),Ibnu Abi Hatim

(lll/ 961) dan Ibnu Abi syaibah (I/ 153) (1757). Dalam Ad-Durr Al-Mantsur (ll/

550) As-suyuthi menisbatkarurya kepada'Abd bin Humeid'

Penafsiran-ini diriwayatkan juga dari 'Ali Radhiyallaltu Anhu. Aiwayatkal ole\

Ath-Thabari dalamTifsir-"yi N t 102, 103),Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf

beliau (I/ 153) (1760) dan Ibnu Al-Mun&ir dalata Al-Ausath (l/ 716)

Dalarn'Tafsir Al-Mutama*hbi Al-liru' penafsiran ini juga diriwayatkan dari Ubay

bin Ka,b,MujahidThawus,Al-Hasan,'-ubaidbin'Umair,sa'idbinlubair,Qatadah,

dan Muqatil bin Hibban. silahkan melrhatTafsir lbni Abi Hatim 0II/ 961)

€ffir,& 949

Kami katakan, ya bisa bermakna sinonim' Seperti firman Allah

Ta'ala, "lika kamu mencerailun isteri-isterimu sebelum kamu menyentuh

(bercampur dengan) merelca, padahal sesungguhnya lumu sudah menentulcnn

maharnya, makn bayarlah seperdua dari mahar yang telah knmu tentulun itu,

kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang

memegang ikntan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada talcuta. Dan

janganlah lamu melupaknn lceutamaan di antara lamu, Sesungguhnya Allnh

Maha Melihat se gala ap a y an I kamu lcer j alun.. " (QS. Al-B aq arah: 2371

Yang dimaksud dengan'sebelum kamu menyentuh mereka'yaitu

sebelum kalian menggauli mereka.

Allah berfirman, "lalu kamu tidak mnnperoleh air, maka bertayamumlah

dengan tanah yang baik (bersih); saPulah mukamu dan tanganmu dengan

tanah itu." (QS. Al-Ma'idah: 5)

Firman-Nya, "Klmlt tidak memperoleh." menunjukkan bahwa yang

harus dilakukan terlebih dahulu adalah mencari. Sebab tidak dikata-

kan, "Dia telah memperolehnya, kecualibagi yang mencari." Maka ha-

rus mencari air jika waktu shalat telah masuk.

]ika kamu tidak memperoleh (atr), "Makabertayamumlah!" yaitu ca-

rilah tanah yang baik. Makna ash-sha'id ialah setiap sesuatu yang

naik di atas permukaan bumi seperti tanatu pasir, batu dan sebagai-

nya.

Namun Allah menetapkan syaratnya yaitu bersih, sedangkan la-

wannya -yang kotor dan bernajis- tidak sah dipergunakan untuk ta-

yammum. Kita anggap saja (misalnya) ada tanah yang telah dikenci-

ngi keledai -air kencing ketedai adalah najis-, ada darah yang tumpah

di atasnya atau yang lainnya, maka tanah ini tidak bisa dipakai untuk

tayammum meskipun disebut tanah, karena statusnya yang naiis.

Zhahir ayat yang mulia ini (menunjukkan) meskipun tanah ter-

sebut diharamkan. Apakah ada tanah yang diharamkan? Jawabnya,ya,

ada. Seperti tanah rampasan. Atas dasar ini maka diperbolehkan ber-

tayammum dengan tanah rampasan.

Firman Allah Ta'ala, "sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah

itu!" Yakni usaplah wajah dan tanganmu dari tanah ini. Batasan wa-

jah secara horizontal adalah apa yang ada di antara kedua telinga, dan

secara vertikal yaitu apa yang ada di antara Iiku dahi dan jenggot yang

palingbawah.

Akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk mengusap dua lubang

hidrlng atau gigi dengan tanah -meskipun kita telah terangkan sebe-

€r:m,n;mt&

lumnya bahwa hidung dan mulut termasuk bagian wajah- karena As-

Sunnah telah menjelaskan hal ini. Sebagaimana yang akan disebutkan

nantinya Insya Allah pada bab tayammum.

Finrran-Ny a, "Dan lcedua tTnganmu." Yang dimaksud di sini adalah

telapak tangan, sebab ketika disebutkan kata tangan maka ia tidak

melewati batas telapak tangan. Oleh sebab itu, ketika Allah 'Azza wa

Jalla beffnmart, "l-aki-laki yang mencuri ilan perempuan yang mencuri,

potonglnh tangan lctduanya." (AI-MC idah: 38)

Bagian yang dipotong dari (tangan) pencuri adalah telapak tangan

saja.

Jika ada yang mengatakan, "Analogikanlah thaharah dengan cara

tayammum dengan thaharah dengan cara berwudhu! Dan katakanlah

bahwa batas akhir mengusaP adalah siku!"

Kami katakan, tidak mungkin menganalogikannya dengan alasan

sebagai berikut.

o Pertamn, analoginya bertentangan dengan nash, dan setiap analo-

gr yang bertentangan dengan nash, maka analogi tersebut rusak.

Karena dalam hadits 'Ammar nanti akan disebutkan bahwa Nabi

Shal"lallahu Ataihiwa Sallamhanya mengusaP dua telapak tangan.lBe

. Kedua, analogi yang dilakukan adalah analogi yang berbeda. Sebab

bersuci dengan menggunakan air meliputi seluruh badan ketika

mandi, dan meliputi empat anggota badan ketika berwudhu. Se-

dangkan bersuci dengan cara tayammum hanya pada dua angSo-

ta saja. Dengan demikian thaharah menggunakan air berbeda dari

thaharah dengan tayammum, baik dasamya mauPun sifatnya'

Thaharah (bersuci) dengan tayammum bisa dipergunakan untuk

dua cara bersuci, yaitu bersuci dari hadits besar berupa janabah dan

bersuci dari hadits kecil.

Bersuci dengan cara tayammum adal,ah mengusaP, sementara ber-

suci dengan air adalah mandi. Maka secara mutlak tidak benar meng-

qiyaskan antara kedua hal ini.

Analogi tersebut juga kontradiktif, sebab bila kita katakan bahwa

kedua thaharah tersebut bisa dianalogikan, tentunya orang melaku-

kan tayammum sebagai ganti wudhu harus mensusaPkan tangannya

sampai ke siku, dan melakukan tayammum karena janabah hanya de-

ngan mengusaPkan kedua tangan. Ini saling bertentangan'

1039 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3aD dan Muslim (112) (368)

950

€ffi,S

Intinya, yang wajib dan merupakan tuntunan dalam Sunnah ada-

lah cuma mengusap dua telaPak.

Firman-Nya, "Darinya (tanah)." Penggalan ayat ini dijadikan dalil

oleh sejumlah ulama bahwa tanah yang dipakai untuk tayammum

harus memiliki debuluo, sebab tayammum tidak bisa dilakukan ke-

cuali dengan debu yang melekat dengan tangan.

Namun pendapat ini tidak tepat, dalilnya disebutkan dalam ha-

dits 'Ammar bin Yasir bahwa Nabi Slullallahu Alaihi wa Sallam ketika

menepukkan kedua tangannya ke tanah, beliau menghembus kedua

tangannya untuk menghilangkan tanahlou. Ini membuktikan bahwa

tujuannya adalah ta'abbud kepada Allah 'Azza wa Jalla dengan me-

nepukkan tangan ke tanah dan mengusap wajah serta kedua telapak

tangan.

Firman-Ny a T a' ala, " Allah tidak hen dak muty ulitlun knmu. " Al-lr adah

Al-Manfiyyah (Kehendak yang dinafikan) di sini merupakan Al-Iradah

Asy-Syar' iyyah bukan Al-lradah Al-Kauniyyalr. Dalitrya adalah kesuiitan

akan menimpa manusia, secara takdir hal itu tidak dinafikan akan te-

tapi secara syar'i maka hal itu dinafikan.

Firman-NyaTa'ala, "Allah tidnkhefldak menyulitlan lamu, tetapi Din

hendak mmrbersihlan lamu." Allah membersihkan kita dengan wudhu

dan mandi sudah jelas perkaranya. Akan tetapi membersihkan kita de-

ngan tayammum, aPa maksudnYa?

Kami katakan: Yaitu hati menjadi tunduk kepada AUah, beriba-

dah kepada-Nya, serta mengusap anggota tubuh yang paling mulia

dengan tanah. lni merupakan pembersihan yang paling besar, karena

ia merupakan pembersihan ma'nawiyyah (batin) yang besar.

Hal itu disebabkan jiwa terkadang mengajak kepada wudhu dan

mandi, sebab di dalam keduanya terkandung thaharah hissiyah (Pem-

bersihan lahiriyah) dan manusia selalu membersihkan badan. Namun

tayammum tidak lain adalah semata-mata merendahkan diri dan ber-

ibadah kepada Altah. Maka kesannya di dalam hati lebih mendalam

dari kesan yang ditimbulkan oleh wudhu dan mandi. Dan dengan begi-

tu tayammum membersilrkan manusia dari kotoran-kotoran maknawi'

1040 Ini merupakan pendapat Abu Yusuf, Asy-Syafi'i dan Ahmad da,lam riwayat yang

lain darinya. Siiahkan melihat Majmu' Al-Fatawa (XXI/ 3&), Al-Mughni (l/ 324),

Al-Mubdf (l/ 2L9), At-Mulwnar f Al'Fiqh (l/ 22), Manar As-Sabil (l/ il), Ar-Raudh

At-Murbi' (l/ 9t), AlKafi (l/ 70), Kasysyaf Al'Qanna' (l/ 172), Al-Umm (I/ 50) dan

At-Muhadzdzab (l/ 33)

1041 TaLhrij hadits telah disebutkan.

951

952 €rutT.imTp

Firman-Ny a, " D an maly empurnaLan nilonat-Ny a bagimu. " Dengan apa?

]awabnya: Dengan apa yang telah disyariatkan-Nya kepada kita

dan kemudahan yang diberikan kepada kita. Di kalangan umat-umat

terdahulu, bila seseorang mengalami hadats dan tidak mendapati air

maka shalat itu tetap wajib atasnya sementara tidak mungkin me-

ngerjakan shalatnya.l@2 Oleh sebab itu, apabila seseorang di antara me-

reka mengadakan perjalanan selama satu bulan dalam keadaan tidak

mendapatkan air, maka ia harus menqadh4 shalatnya yang satu bulan

itu.

Amirul Mukmin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu per-

nah berpendapat bahwa orang yang junub tidak boleh bertayammum,

dia harus menurggu sampai mendapat air. Namun 'Ammar bin Yasir

Radhiyallahu Anhu mengingatkan beliau dan beliau Pun menarik pen-

dapatnya tersebut.rm3

Firman-Ny aT a' ala, " Dan menyonpurnalan nikrnat-Ny a bagimu, supay a

lamu bersyuhtr." Kata p pad,aayat ini bukan bermakn a tarajii (menanti

teqadinya sesuatu), namun untuk menjelaskan alasannya. Maksudnya

tujuannya agar kamu bersyukur atas nikmat-Nya. Dan mustahil kata.p

bila disandarkan kepada perkataan Allah akan memiliki makna taraiii

(menanti terjadinya sesuatu). Sebab kata raia' berarti meminta sesuatu

yang sukar dan sulit diraih, sementara kesukaran dan kesulitan tidak

boleh disematkan kepada Allah 'Azza wa lalla.

Maka setiap kali kata j;i ait"u,rttan pada perkataan Auah (At-

Qur'an) maka maknanya adalah tawaqqu', dan kalau mau kamu boleh

mengatakan maknanya adalah ta'lil (menyampaikan alasan). Dan ini

tergantung kepada redaksi kalimat.lffi

1042Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh

Al-Bukhari (ea8) dan Muslim (3) (521) dari Jabir bin'Abdillah Rndhiyallahu Anhu,

di dalamnya disebutkary 'Aht dibsri lima perkara yang belum pernah diberilan kepada

seorang raiul pun sebelumht... " l<emudian fulin menyebutkan di antaranya, "Tanah

dijadikan untulcku sebagai masjid, dan alat untuk bersuci. Malu barang siapa di antara

umatku yang mendapatlcan waktu shalat, maka shalatlah!"

1043 Takhrij hadits telah disebutkan.

1044Untuk menyempurnakan faedatr, ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bah-

wa kata j;1 a"U* bahasa Arab, dan ia memiliki beberapa makna, berbeda peng-

gunaannya menurut redaksi kalimat. D antara makna tersebut adalah:

l. Taraji{ dan tawaqqu', yaitu menanti terjadinya suatu perkara yan8 diinginkan

dan mudah terealisasi. Seperti firman Allah Ta'ala, "baranglali Allah mengadakan

sesudah itu suatu hal yang baru." (QS. Ath-Thalaq: 1)

Dan seperti ucapan kita, "semoga Allah merahmati kita."

2. Allsyfaq yaitu menanti sesuatu yang tidak disenangi.

Sffi,& 953

Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, ianganlahkamu shalat,

sedang knmu dalam lceadaan mnbuk, sehingga lamu mengerti apa yang kamu

ucapkan." (QS. An-Nisa': 43)

Bagian dari ayat ini ada yang telah dimansukh, yaitu faedah yang

disebutkan oleh firmaA-Nya, "langanlahlamu shnlat, sedang kamu dalam

kmdaan mabuk!" Jika Allah telah melarang kita untuk mengerjakan

shalat dalam keadaan mabuk, konsekuersinya adalah seorang manu-

sia harus menjauhi sesuatu yang memabukkan setiap kali waktu shalat

telah tiba. Supaya shalat yang dikerjakarmya tidak bertepatan dengan

kondisinya yang sedang mabuk.

oleh karena itu, ayat ini merupakan salah satu fase pengharaman

khamar. Karena pengharaman khamer memiliki empat fase, yaitu fa-

se penghalalan, fase sindiran tentang pengharaman, fase pelarangan

(mengkonsumsinya) pada waktu-waktu tertentu dan fase pelarangan-

nya secara mutlak.

Fase penghalalannya, terdapat pada fir:rran Allah, "Dan dari buah

kormn ilan anggur,lumu buat minumnn yang memabukkan dan rezeki yang

baik, Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (ke'

membunuh di-

rimu.,,ieS. Al-Kahfi:5) yakni membinasakannya dengan penuh kesedihan dan

p".y"r"Lr,. Maksud 

"yai 

ini adalah kasihanilah dirimu jangan sampai engkau

membinasakannya karina menyesali aPa yang telah terluput darimu tentang ke-

islamankaummu.

Dan seperti perkataan kita, "semoga sungai itu menenggelamkan sawah."

Danldubar pdalam kalimat ini tidak bisa dipastikan dan tidak bisa diyakini. Maka

ia merupa1in tempat keraguan. Berbeda de1ga1 khabar {a1i inna dan anna.

g. N-T;'lit r.p".ti firn 

"n 

eUat Ta'ah, 'malca berbicaralah kamu berdua kepadanya

dengan tata-kata yang lemah lembut, mudah-mudalun ia ingat atau talut" . (QS. Thaha:

M)

Maksudnya suPaya ia teringat. Hal ini sebagaimana yTg gP:b"tkan oleh Al-

Akhfasy a^r, At-tcir"'i. Diikuti oleh Ibnu Malik, ketika Al-Akhfasy berkata,

',Seorang lelaki berkata kepada temannya, "selesaikanlah pekerjaanmu suPaya

kita bisa makanl Dan kerjakanlah tugasmu suPaya kamu mendapatkan ganjaran!"

Di antaranya perkataan seorang penyair,

IGmu katal@n kepada knmi, " Hmtiktnlah peperangan! "

S up ay a lami berhmti dar i b erp er an g

D an kamu membuat peri aniian y ang latat dengan kami

Kalimat la'allana nahtfu artinya agar kami berhenti'

4. At-Istifham, pendapat ini dipegang oleh orang-orang Kufah sebagaimana yang

tercantum dalim firman-Nya-, "iahikah lamu barangkali ia ingrn membersihlcan di-

inya (dai do*)." (QS''Abasa:3)

Daln ucapan Nabi Shatlaltahu Alaihi wa Sallam kepada salah seorang shahabatnya

yang keiuar menemui beliau dalam keadaan terSesa-8esa, "Ia'allana a'ialnaka."

'luuf.*yu, apakah kamu mengetahui apakah ia bersih? Apakah kami membuat-

mu tergesa-gesa?

954 €rm;ruTP

besaran Allah) bagi orang yang memikirknn." (QS. An-Nahl: 57) Ini me-

rupakan penghalalan, bahkan ayat Al-Baqarah menunjukkan Peng-

halalan. Namun penghalalan di sini tegas, sementara ayat Al-Baqarah

menunjukkan penghalalan secara implisit.

Ayat Al-Baqarah yang dimaksud adalah firrran-NyaTa'ala, "Mere-

ka bertanya kepadamu tentang ldumer dnn iudi. IQtalunlah: 'Pada lcedua-

nya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa'at bagi manusin, tetapi dosa

keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan merela bertanya kepadamu apa

y ang mer eka naftahkan. Kat akanlah : " Y ang lebih dari kep erluan, " D emikianlah

All ah mener an gkan ay at - ay at'N y a lcep a damu s uP ay a lamu b erf ikir. " (Q S. Al-

Baqarah:219)

Jika ayat ini dibaca oleh yang membacanya niscaya ia akan men-

jauhi khamer dan judi. Sebab Allah menyatakan, "Dan dosaflya lebihbe-

sar ilaripada manfaatnya." Dan orang yang berakal tidak mungkin mau

melakukan sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya.

Fase ketiga, adalah firman Altah Ta'Ala, "Hai orang-orang yang bn'

iman, janganlah lamu slwlat, sedang knmu dalam keadaan mabuk, sehingga

L,.nmu mengerti apa yang kamu ucapknn." (QS. An-Nisa': 43)

Konsekuensinya adalah seseorang tidak boleh mabuk ketika wak-

tu shalat telah masuk. Akan disebutkan nantinya lima waktu yang saat

itu seseorang tidak boleh meminumnya.

Fase keempat, yaitu firman Allah dalam surat Al-Maa'idah, "Hai

orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, beriudi, (ber-

korban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, ailalah perbuatan keii

termasuk perbuatan setan, Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar lamu

mendapat keberuntungan." (QS. Al-Ma' idah: 90)

Firman Allah, "sehingga kamu menguti apa yang lamu ucaplan"'

Dalam firman-Nya ini terkandung isyarat bahwa ucaPan oranS se-

dang mabuk tidak berlaku. sebab ia tidak mengetahui (tidak sadar)

apa yang dikatakannya. Berdasarkan hal ini, bila ada seorang lelaki

pemabuk yang kaya, memiliki empat isteri, seratus budak, dan lima

rafus istana berkata, "Semua isteriku telah kuceraikan, semua budak-

ku telah merdeka dan rumahku diwakafkan." Maka menurut pendapat

yang kuat ucaparulya tersebut tidak berlaku. Namun sebuah pendapat

mengatakan ucapannya tersebut berlaku.rffi Menurut pendapat ini

apabila lelaki tersebut tersadar maka kita bisa mengatakan, "Sungguh

1045 Silahkan melihat Mausu' ah Fiqh Allmam Ahmnd (XXI/ 141)

€ffir'S 955

malang nasibmu. Semua isterimu telah pergi, seluruh budakmu sudah

merdeka dan istana-istanamu telah pergi.

Akan tetapf tidak diragukan lagi bahwa yang benar adalah uca-

pannya tidak berlaku. Sebab Allah berfirrtan, "Sehingga kamu menge-

tahui apa yang knmu latalun." Sedangkan orang yang sedang mabuk

tidak mengetahui apa yang diucapkannya.

]ika demikian, dari ayat yang mulia ini kamu dapat mengambil

faedah bahwa semua perkataan orang yang sedang mabuk tidak ber-

laku. Kalau ia membuat pengakuan untuk seseorang tentang sesuatu

maka pengakuannya itu juga tidak berlaku.

Tinggal masalah perbuatannya. Apakah perbuatan orang yang se-

dang mabuk berlaku? Sebagai contotu apabila seorang yang sedang

mabuk merusak harta orang lain, apakah ia harus menanggung keru-

giannya?

]awabnya, ya, ia harus menanggung kerugian sebab harta manu-

sia tidak dibedakan antara orang yang tahu dengan orang yang ia-

hil. OIeh sebab itu, jika kamu memakan makanan seseorang dengan

perkiraan bahwa itu adalah makananmu, maka kamu harus menang-

gung kerugian.

Dan ketika tidur kamu membalikkan badan menimpa benda mi-

lik seseorang lalu benda itu rusak, maka kamu harus menanggung ke-

rugiannya.

Masalah: Seandainya orang yang sedang mabuk membunuh sese-

orang dengan sengaja, dengan cara mengambil pisau lalu membunuh-

nya, maka apakah dia harus dihukum qishas?

Jawabnya: Ini merupakan hak kemanusiaan yang mencakup pe-

rusakan, tetapi tidak mencakup kesengajaan. Oleh sebab itu, pem-

bunuhannya adalah pembunuhan dengan tidak sengaja. Maka yang

harus dilakukannya adalah membayar diyat, dan tidak ada hukum qi-

shash. Sebuah pendapat mengatakan ia harus diqishas.lu6 Sebab pen-

dapat ini menganggap bahwa semua perbuatan dan ucapan orang

yang sedang mabuk seperti perbuatan dan ucapan orang yang sadar.

Hanya saja mereka yang memegang pendapat ini mengecualikan

sebuah masalah. Mereka mengatakan, "]ika kita mengetahui bahwa

orang yang sedang mabuk sengaja membunuh seseorang dengan ca-

ra mengatakan kepada orang banyak, "Demi Allah, aku akan mem-

10t16 Silahkan melihat Mausu'ah Fiqh Al-bnnm Ahttud (XXII/ 141)

9s6 €rm;rut&

bunuh si Fulan." Lalu ia meneguk minuman (atau sesuatu) yang

memabukkan untuk menjadi sarana pembunuhalrnya, maka saat itu

kita memberlakukan hukuman qishash kepadanya. Sebab ia telah

menyatakan terang-terangan bahwa ia sengaja (hendak membunuh),

dan menegUk sesuatu yang memabukkan sebagai sarana melakukan

perbuatan yang diharamkan ini. Maka dia dijatuhi hukuman mati

kendati ia tidak mengetahui siapa yang dibunuhnya saat melakukan

tindakan tersebut.

Dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan bahwa ucaPan dan per-

buatan orang yang sedang mabuk tidak berlaku, yaitu peristiwa yang

terjadi pada Hamzah bin'Abdul Muththalib, ketika dua ekor unta mi-

lik 'Ali bin Abi Thalib melintas di hadaparurya. Hamzah mempunyai

seor:rng budak wanita. Lalu budak wanita ini mendorongnya untuk

membuntrh dua ekor unta tersebut. Maka bangkitlah Hamzah dalam

keadaan mabuk, lantas ia belah perut kedua unta itu dan memakan

hatinya. Kemudian 'Ali datang melaporkan perbuatan pamannya,

Hamzah kepada Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam. Nabi pun me-

langkah menuju Hamzah. Ketika beliau berbicara kepadanya, Ham-

zah menjawab, "Kalian berdua tidak lain adalah budak ayahku'" Ia

mengatakan hal ini kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan

kemanakarurya 'Ali bin Abi Thalib. Akhirnya Nabi Shallallahu Alaihi wa

sallampulang, dan mengetahui bahwa orang ini masih dalam keadaan

mabttk.luT

sebagaimana diketahui, sekiranya perkataan Hamzah itu berlaku,

niscaya perkaranjra sangat besar. Sebab ia tidak mengakui kenabian

Rasulullah Shatlallahu Alaihi wa Sallam. Bahkan mendudukkan beliau

sebagai salah seorang budak, yang artinya beliau tidak memiliki ke-

kuasaan. Sebagaimana kamu ketahui bahwa Hamzah terbunuh sebagai

syahid dalam Perang Uhud sebelum diharamkannya Khamer'lH

Dalit (hadits) ini pernah disampaikan kepada orang yang ber-

pendapat bahwa orang yang sedang mabuk bisa dihukum karena per-

kataannya. Akan tetapi mereka men:rnS8aPinya dengan mengatakan,

,,sesungguhnya hal ini terjadi sebelum khamar diharamkan. sedang-

kan kami menganggapnya bisa dijatuhi hukuman karena perkataan-

nya tersebut ketika khamer diharamkan. Maka tidak sesuai kalau kita


memberikan keringanan dalam masalah ini, atau memperlakukan-

nya dengan terlalu ringan."

Ini merupakan jawaban yang bagus, namun masih dapat diban-

tah bahwa khamer memiliki hukum khusus yang telah dijelaskan

Nabislwltallahu Alaihiwa Sallam, yaitu hukuman dera.lue Hukuman ini

berhubungan dengan akal, bukan dengan perbuatan. Karena hukuman

bagi pemabuk adalah didera. Namun dampak yang ditimbulkan dari

perkataarurya tersebut dikembalikan kepada persoalan akal. Ini tidak

ada bedanya antara apakah khamer itu telah diharamkan atau masih

dihalalkan. Inilah jawaban yang benar.

Kesimpulannya, pendapat yang kuat adalah orang yang mabuk

tidak dihukum dengan perkataannya, dan perkataannya pun tidak

berlaku. Sehingga jika ia berdiri mengeriakan shalat -dalam kondisi

mabuk- shalatnya tidak diterima dan ia harus mengulartgi shalatnya.

Wallahu a'lam.

Kemudian Al-Bukhar i Rahittuhullah berkata,

Firman Allahlalla Dzikruhu, "Hai orang-orang yang beriman, iangan-

lah lumu slwlat, seilang lamu dalam keadaan mabuk, sehingga lamu me'

ngerti apa yang lamu ucaplun." (QS. An-Nisa': 43) Ayat ini dijadikan

dalil oleh sejumlah ulama tentang wajibnya khusyuk dalam shalat lm

berdasarkan firrtan-Nya, "sehingga kamu mengetahui aPa yang kamu

ucapkan."

Dan orang yang tidak khusyuk adalah yang berfikir ke kanan

dan ke kiri, tidak mengetahui aPa yang diucapkarutya' Bahkan kamu

mendapatinya seperti robot, berdiri, membaca, sujud, dan bertasbih

tanpa mengetahui sedikit Pun aPa yang diucapkarmya.

Namtrn pendapat yang benar adalah khusyuk di dalam shalat

bukan perkara yang wajib, melainkan sunnah muakkad. Nilai (P&"-

la) shalat akan berkurang bila kekhusyukarurya juga berkurang.t*'

1049 Diriwaya&an oleh Al-Bukhari $nq da Muslim (1706) (35)

105OPendapat ini disampaikan oleh Ibnu Hamid dari madzhab Hanbali, dan Al-

Ghazali.

1051 Dalam Madaij As-salikin (l/ 525) Ibnu Al-Qayyim menjelaskary "Adapun menEe-

nai hitungan pahalanya maka tidaklah pahalanya dihitung kecuali sekedar apa

yang dikaahiinya. Adapun dalam hukum-hukum dunia dan jatuhnya seby!

ketet"pan, jika khusyuknya yang lebih berat maka berdasarkan ijma' ulama hal

it, terhitung pahala. Dan jika tidak khusyuknya yang lebih dominan, maka para

ahli fikih berbeda pendapat mengenai apakah ia harus mengulangi shalatnya

atau tidak." Kemudian lbnu AlQayyim menyebutkan pendapat jumhur ulama

yang berpendapat tidak wajib mengulangi shalat, sedangkan Ibnu Hamid dan

958 €ilffi,iHl'lp

Allah berfuman, "Terkecuali sel<cilnr berlalu saja." Mak-sudnya, ja-

nganlah kamu mendekati shalat ketika dalam keadaan junub kecuali

sekedar berlalu saja. Sebagaimana diketahui bahwa orang yang seke-

dar berlalu saja bukanlah orang yang mengeriakan shalat. Maka mak-

nanya ialah janganlah kamu mendekati tempat-tempat shalat kecuali

sekedar berlalu saja, dan tempat-tempat shalat tentunya adalah mes-

jid-mesjid. Dengan demikiaru ayat ini mengandung dalil bahwa orang

yang sedang junub tidak boleh berdiam di dalam masjid. Tetapi yang

diperbolehkan adalah melewatinya saja.162

Ayat ini dijadikan dalil bolehnya melintasi masjid dan boleh ma-

suk dari pintu bagian Selatan ke pintu bagian Utara karena lebih sing-

kat dan lebih dekat. Akan tetapi menjadikannya sebagai jalan tidak

boleh. Sebab masjid tidak dibangun untuk dijadikan sebagai jalan lalu

lalang, tetapi untuk shalat, berdzikir, dan membaca Al-Qur'an. Akan

tetapi jika diperlukan maka tidak mengapa.'*'

Oleh sebab itu, para ahli fiqh menyatakan bahwa Imam Ahmad

memakruhkan menjadikan masjid sebagai jalan lalu lalang. Akan te-

tapi bila untuk suatu keperluan, misalnya untuk mempersingkat jalan,

maka tidak mengapa.

Firman-Nya, "Hingga kamu mandi." Zhahir ayat ini menunjukkan

bahwa orang yang junub tidak boleh berdiam di masjid kecuali se-

telah mandi. Akan tetapi As-Sunnah menyebutkan adanya rukhsah

(dispensasi) bagi (orang junub) yang berwudhu untuk berdiam di da-

Al-Ghazali belpendapat wajib mengulanginya. Dia menyebutkan dalil kedua ke'

lompok ini, kemudian merajihkan pendapat jumhur ulama.

Silahkan melihat llga Majmu' Al-Eatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

(XXII/ 609) dan Asy-Syarh Al-Mumti' 0II/ 45G 458)

1052 SyailCr Al-Utsaimin ditanya, "Apakah ketika orang yang junub ketika melintasi

ma$id diperbolehkan berbicara dengan seseor€rng walaupun untuk sebentar saja,

satu menit misalnya?"

Syaikh Rnhimahullah menjawab, "Tidak boleh. Ia tidak boleh berbicara selamanya

meskipun cuma semenit saja, kecuali ia tetap harus berlalu." Silahkan melihat

perkataan beliau Syaikh Al-Utsaimin pada halaman selanjutnya.

Demikian juga halnya ia tidak boleh menyerukan a&an, kemudian setelah itu

baru ia keluar untuk mandi. Akan tetapi jika ia hendak menyerukan adzan maka

hendaklah ia berwudhu terlebih dahulu baru kemudian menyerukan adzan.

Beliau juga ditanya, "Apabila seseorang telah mandi junub, apakah ia tidak perlu

berwudhu lagi?"

Jawab Syaikh, "\a, jika dengan mandinya itu ia berniat menghilangkan janabah

maka hadats kecil juga hilang tanpa berwudhu dan boleh langsung mengerjakan

shalat.Berdasarkanfirman AllahTa'ala,"dan jikalamu junubmakamandilah." (QS.

Al-Ma'idah:6)

1053 Silahkan melihat Al-Furu' (lV / +ZS- 479) darr Kasysyaf Al-Qina' (lI/ 368)

€ffir,& 9s9

lam mesjid. Para shahabat yang belum menikah, jika ada salah se-

orang di antara mereka mengalami iunub, Sementara mereka berada

di dalam mesjdi, mereka langsr.rng keluar untuk berwudhu lalu kem-

bali lagi melanjutkan tidurnya mereka.rB

Ini merupakan dalil bolehnya berdiam di dalam masjid setelah

berwudhu.

1054Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (l/ 251) dan Hanbal bin Ishaq sebagaimana

disebuikan dalam Al-Muntaqa y-aryaAl-Majd (l / 1.42) dari Zaid bin Aslam.

Al-Faqi berkata dalam Hasyiiyah'ata Al-Muntaqa (l/ 'l'42), "Dalam sanadnya ada-

lah peiiwayat bernama Hisyam bin Sa'ad. Ia meriwayatkan dari Zaid bin As-

lam dan ying iainnya. An-Nasa'i, Ibnu Ma'in dan Ibnu 'Adi melemahkannya.

Abu Dawud berkati, "Dia merupakan periwayat zaid yang paling tsbit. Mus-

lim juga meriwayatkan untuknya." Abu Zur'ah berkata, "Kedudukannya ash'

shidqul,Riwayat ienada juga diriwayatkan dari 'Atha' bin Yasar, yang diri-

wayatkan oleh sa'id. sebagaimana disebutkan dalam Al-Muntaqa (I/ '1.47) dan

Syarh Al-' Umdah (l / 391)


24g. 'Abdutlah bin Yusuf telah menceritakan k podo lumi, ia berknta, "Ma-

lik telah mengabarlan kepada lami dari Hisyam dari ayahnya dari Ai-

syah istri Nabi Slullallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya apabila Nabi

shallallahu Alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulai dengan

mencuci kedua tangannya, Kemudian beliau berwudhu seperti wudhu

hendak shalat. Kemudian beliau mnnasukkan iari-iemari beliau ke da-

lam air,lalu beliau menyela-nyela aknr rambut. Setelah itu beliau meng-

guyurkan air ke atas kepala beliau sebanyak tiga kali dengan kedua te-

iapak tangan beliau. selanjutnya beliau menyiramkan air ke seluruh

tubuh beliau."loss

Berwudhu sebelum mandi junub hukumnya sunnat bukan wajib

berda-sarkan dalil Yang lalu.

24g. Muhammad bin Yusuf telah menceritakan krpada lami, ia berknta,

"sufyan telah menceritalan kePada ?,nmi dari Al-A'masy dari Salim

bin Abi la'di dari Kureib ilari Ihnu'Abbas dari Maimunah istri Nabi

Shaltatlahu Alaihi wa Sallam, inberluta, "Rnsulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam berwudhu sebagaimana wudhu hendak shalat kecuali lcedua

laki. Beliau mencuci lcemaluan ilan bagian tubuh yang terkura kotoran,

kenudian beliau mengguyurkan air ke tubuh beliau. Setelah itu beliau

menyingkir lalu mencuci lcedua laki belinu. ltulah tata cara mandi ju-

nubbeliau Shallallahu Alaihi wa Sallam."l67

[Hadits 249- tercantum juga pada hadits nomor: 257,259,260,265,

266,274,276,2811

Syarah Hadits

Perkataan Aisyah, "::6 (id) maksudnya perbuatan ini, yaitu man-

di Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari junub.

Dalam hadits ini terkandung dalil bahwa Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat namun tidak

membasuh kedua kakinya. Dalam beberapa redaksi disebutkan bah-

wa beliau menyingkir setelah selesai mandi dan membasuh kedua

kakinya.168

Secara zhalir, tempat beliau mandi wajib saat itu terkotori dengan

tanah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam i^gin membasuh kedua kaki-

nya sekali saja ketika selesai mandi di bagian akhir.

]ika ada yang mengatakan, "Mengapa beliau tidak membasuh satu

kakinya sehingga beliau bisa menyempumakan wudhunya, kemudian

membasuh kedua kakinya setelah itu?"

l05TDiriwayatkan oleh Muslim (37) (317)

1058 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (274) dan'Muslim (37) Qln

962 €m,mrutp

Kami katakan: Zhahimya adalah airnya sedikit, dalilnya adalah

hadits Maimunah ketika membasuh kemaluan Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam mengusapkan tangannya ke tanah atau dinding sebanyak

dua atau tiga kali. Sepertinya ini menunjukkan bahwa aimya sedikit.

Dalam hadits dengan redaksi di atas juga disebutkan bahwa be-

Iiau berwudhu seperti wudhu untuk shalat hanya saja tidak memba-

suh kedua kakinya, serta membasuh kemaluannya dan bagian tubuh

yang terkena kotoran."

Urutan ini tidak mesti memberikan pengertianbahwa beliau mem-

basuh kemaluan setelah berwudhu, bahkan yang pertama sekali di-

basuh adalah kemaluan, barulah setelah itu beliau berwudhu. Huruf

waw (dan) sebagaimana yang kamu ketahui tidak harus memberikan

pengertian berurutan.


250. Adnm bin Abi lyas telah mmceritalcnn t rpoao kami, ia berlata, "Ibnu Abi

Dzi'bi telah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri dari 'Urwah dari

Aisyah in berknta, " Alat pernah mandi bersama Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam dari satu bejana, dari sebuah ember yang biasa disebut Al-

EAraq."toss

[Hadits 250- tercantum juga pada hadits nomor: 26L,263,273,299,

5956 dan73391

Syarah Hadits

Hadits ini merupakan dalil bolehnya seorang suami mandi ju-

nub bersama isterinya dalam bejana yang sama dan dari bejana yang

sama dalam keadaan tanPa busana. Hal ini tidak mengapa'r60 Karena

Allah berfirman dalam kitab-Nya, "Dan orang-orang yang memelilara ke-

maluannya, kecuali terhadap bteri-isteri mereka atau budak-budak yang me-

reka miliki maka sesungguhnya merela dalam hal ini tiada tercela. Batang-

1059 Diriwayatkan oleh Muslim (41) (319)

1060 Masalah ini merupakan ijma' para ulama, sebagaimana dinukilkan oleh Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah dalam Maimu' Al-Fatawa (XXI/ 51), An-Nawawi dalam Al-

Majmu' (II/ 227\, Asy-syaukani dalam Nail Al-Authar (l/ 33), Ath-Thahawi dalam

Syarh Ma'ani Al-Atsr (I/ 26) dan Al-Qurthubi dalam Al'MuJhim (ll/ 688)

963

964 €rm;ruTP

siapa mencari yang dibalik itu, malu merelu itulah orang-orang yang melam-

paui batas." (QS. Al-Ma'arii : 29-3L)

Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Aisy"h Rndhiyallahu

Anha pernahmengatakan, "Aku tidak pernah melihat aurat (kemaluan)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan beliau juga tidak melihat

aurat (kemaluan)ku." Maka riwayat ini tidak ada asalnya.lffil

1061 Syaiklr Al-Albani berkata dalam Adab Az-Zafaf (hal. 37-39) mengomentari atsar

ini, "Atsar ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir (hal.27), dan

dari jalumya diriwayatkan oleh Abu Nu'eim (vlll/ 247) dan Al-Khathib (l/ 225).

Di dalam ianadnya ada periwayat bemama Barakah bin Muhammad Al-Halabi,

namun sayangnya tidak ada keberkahan pada dirinya. Sebab ia adalah seorang

pendusta dan pembuat hadits palsu. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-

Lisan bahwa hadits di atas termasuk kebatilannya."


251. 'Abdullah bin Mulwmmad telah menceritalun lcepada lami, in berlu-

ta, "' Abdus Shamad telah menceritalun kepadaht, ia berkata, " Syu' bah

telah menceritakan kepadaht, in berkata, "Abu Bakar bin Hafsh telah

menceritalan kepadaku, ia berlata, "Aku mendengar Abu Salamah ber-

lctta, "Aku bersama salah seorang saudara lelaki Abyah masuk mene-

mui Aisyah. Ialu sauilnranya itu bertanya kepadanya tentang tata cara

mandi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. l^alu Aisyah mentinta

sebuah bejana air yang isinya sekitarl%z satu shA', lalu ia mandi dan

mengguyurlan air ke atas kepalanya. Antara lami dan dirinya terdapat

hijab (tirsi1."tost

L062 Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (l/ %5), "Dbaca dengan jar dan tanwiry meru-

pakan sifat dari bejana. Dalam riwayat Karimah disebutkan dengan latazht':!."

1063 Diriwaya&an oleh Muslim (42) (320)

96s

Faidah yang dapat dipetik dari hadits ini adalah menjelaskan pe-

ngajaran (pelajaran) dengan praktek langsung, dan ini merupakan

perkara yang sudah masyhur dan sering dilakukan. Ketika Utsman

Radhtyallahu Anhu ditanya tentang tata cara wudhu Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam, beliau meminta diambilkan bejana berisi air lalu

mempraktekkarutya di hadapan orllng banyak.lm

Dan pengajaran dengan praktek adakalanya lebih mengena dari-

pada pengajaran dengan ucaPan, sebab melalui praktek langsung apa

yang diajarkan akan melekat erat di benak seseor.Ing sehingga ia se-

nantiasa mengingahya.

252. 'Abdullah bin Muhammad telah menceritalan k"epado lami, in berknta,

"Yahya bin Aitam telah menceritalan kepada kami, in bnkata, "Zulair

telah menceritalun lcepafo lumi dari Abu Ishaq, ia beilata, " Abu la'far

telah menceritalan kepada lcnmi, ia berkata bahwa suatu lcetika ia dan

ayahnya bersama Jabir bin Abdillah. Di delutnya ada beberapa oranS

966 €ilffi,iHl't&

Abu Abdillahlw berlata, Yazid bin HarutiMs, Bala1066 ilan al-

Iuddituz meiwayatlan ilari Syu'bah daqan lafal "seulanran satu

sha"'.

1064Yaitu Al-Bukhari yang menulis kitab shahih ini.

1065 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'alla4 dan diriwayatkan secara maushul

oleh Abu 'Awanah dan Abu Nu'aim dalam Al-Mustalchrai mereka berdua. silah-

kan melihat r{l-Fath (l/ 365) dan At-Taghliq (ll/ 152)

1066 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq dan diriwayatkan secata maushul

oleh Al-Isma,ili dalam Al-Mustal&rajbeliau. silahkan melihat Al-Fath (I/ 365) dan

At-Taghliq (IIl 365)

lO6TDriwayaikan oleh Al-Bukhari *cata mu'alla4 dalam Shahih-nya. Al-Hafizh Ibnu

Halar tidak menyebutkannya periwayat yang meriwayatkannya x.cata maushul di

dalam Al-Fath dan tidak pula dalam Taghliq At-Ta'liq.

1068 Takhrij hadits telah disebutkan.

€tmr& 967

yang bertanya kepadanya tentang mandi. labir meniawab, "Cuhtp

bagimu satu shA'." Seorang lelaki berkatl, "ltu tidak cukup bagiku."

labir berkata, "sungguh air segitu cukup untuk seseorang yang lebih

lebat rambutnya d-aripada rambutmu dan lebih baik daripada dirimu."

Kemudian belinu mengimami lami ilengan mutgenakan satu helai knin.

[Hadits 252 - tercarttum juga pada hadits nomor: 255 dan 256]

:f 9 i,. 1,6 e tf F-^i* iltrk iG F

U 91 ti? ir:4', g, *'A, St 6ti i,i

qV urt erri itd* ;;.t {:rs lr .rf i iS

j ck.yoy

..t-*tj e6l,. , .

& i LsvY {r"2:ttt# #

253. Abu Nu'aim telah menceritalan kepada lumi, ia berlata, "Ibnu 'Uyainah

telah mmceritalan keprdo lcami ilari'Amr dari labir bin Zaid ilari lhnu

Abbas bahwasanya Nabi Shallallnhu Alaihi wa Sallam dan lvlnimunah

rundi bercama dari satu lnjans.'tut Y azid bin Harun, Bahz ilan aQuddi

meriwayatlcan ilari Syu'bah ilengan lafal "seuhtran satu slra"'. Abtt

Ab dillahl,7 0 berluta, " B elalanganl0T 1 lbnu' Uy ainah meiway atlanny a

ilari lbnu Abbas dari lvlaimutuh. Namun yang benar adalah yang di-

riway atlan oleh Abu N u' aim.lon

l06gDriwayatkan oleh Muslim $n Q22)

1070Yaitu Al-Bukhari yang mentdis kitab shahih ini.

1071 Al-Bul<trari meriwayatkannya wara mu'allaq, dan diriwayatkan secara naushul

oleh Asy-Syafi'i dalam Al-Musrud beliau (I/ 20), Al-Humeidi dalam Al-Musnad

0/ tASl dan Ibnu Abi Syaibah juga dalam Al-Mushannaf beliau (I/ 35). Silahkan

melilrolt At-Taghliq (ll/ 753)

1072 Syaikh Al-Utsaimin ditanya, "Bila mengalami beberapa hadits, misalnya jima',

mengeluarkan mani dan mandi |um'at, apakah mandi sekali saja memadai atau

harus mandi menurut masing-masing sebabnya?"

Beliau Rthimahullah menjawab, "Ya,jika mengalami beberapa hadats maka sekali

bersuci saja sudah mencukupi. Seperti berwudhu (sekali saja) secara semPuma

jika seseorang kencing, buang air besar, buang angin, memakan daging unta dan

tidur. Ia cukup berwdhu sekali saja."


254. Abu Nu'aim telah menceritalan k pada lami, ia berlata, "Zuheir telah

menceritakan kepada l<nmi dari Abu Ishaq, ia berkata, "Sulaiman bin

Shuradlg73 telah mutceritalan lcepadala4 iaberluta, "lubair bin Muth'im

telah mencerit akan lcep adaht, ia berluta, " Rasulullah Shallallahu Alaihi

1073 Boleh jadi ada yang mengatakan, "Bagaimana status kata Slurd ini, ia setimbang

dengan wa?anf , sekaligus merupakan isim'alam yang bertashrif, namun ia ti-

dakmamnu' min ash-slurfseperti Jj , 

j': ,;lZ'

Pertanyaan ini bisa dijawab dengan pmjelasan berikut Sesungguhnya isim-isim

'alamyxrgmengikuti pola kata ;[i dan y arngmafinu' nin ash-sharf adalahshna'iyyah

6*,an qiyasiyyah. Para ahli Nahwu (tata bahasa Arab) membatasinya hanya 15

isim. Di antara 15 isim itu tidak ada disebutkan kata,;J,. Kelima belas isim tersebut

adalah:


Semuanya terangkum dalam sebuah perkataan ahli nazam,

J ikn lamu mengin ginlan keahtratan untuk apa yang merelu ru*illun

Kepada (wamn) fu' al (yaitu) Umar, Zuhal

Zufar, I usyam, Qutsam, I umah,

Quzah, Dulaf ,' Usham, T su' al,

Huja, Bula', Hubal

Dan penyempurna a?a yang mereka sbutlcan ailslah Hudal

Silahkan melihat Al-Qawa'id Al-Axsiyyah karya Al-Hasyimi ftnl.356)

968

€ffir'&

lOTlDiiwayatkan oleh Muslim (54) (324

l0T5Driwayatkan oleh Muslim $n Q29)

969

wa Sallam bersabda, "Adapun ala4 cuhtp bagiku menyiram kepalaht

tiga kali.' Beliau mengisyaratlannya dengan lctdua tangan beliflu."

255. Muhammad bin Basysyar telah menceritalan krpada lumi, in berluta,

"Ghundar telah menceritaknn kepado lami, ia berluta, "Syu'bah telah

menceritakan kepada knmi dnri MiWrual bin Rasyid ilnri Muhammad

bin Ali dari labir bin Abdillah inb*lata, "Rasulullah Slullallahu Alaihi

wa sallam menyiramkan air lce atas kepala beliau sebanyak tiga lali

(ketilcn mandi i unub).' tot s


zSS. Abu Nu'aim telah menceritalun kepada kami, i"a berlata, "Ma'mar

bin Yahya bin Saam telah menceritakan kepada knmi, i"a berkata, "Abu

Ja'far telah menceritakan kepadaht, i"a berkata, "labir berknta kepadaku,

" Keponakanmu datang' menemuiku menyinggung tentang Al-Hasan bin

Muhammad bin Al-Hanafiyyah. la berkata, "Bagaimanakah tata cara

man di j unub ?' Aku kat akan, " D ahulu N ab i Shall allahu Al aihi w a S all am

hanya menciduk tiga kali cidulun dengan telapak tangan beliau kemudian

mengguyurkannya ke atas kepala beliau. Kemudian belinu menyiram

sekujur tubuh beliau." l-alu Al-Hasan berkata kEadaku, " Sesungguhnya

970 €rumror&

aht memiliki rambut yang lebat." Makn alarpun berkata, "Rambut Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam lebihlebat ilaripaila rambutmu."1076

Syarah Hadlts

Muhammad bin Al-Hanafiyyah adalah Muhammad bin'Ali bin

Abi Thalib, akan tetapi ia dinisbatkan kepada ibundanya karena ibtrn-

danya termasuk tawanan perang dari kalangan Bani Hanifah. Beliau

dan saudaranya termasuk orang yang paling bagus akhlaknya, sehing-

ga ia bertanya kepada ayahnya 'Alibin Abi Thalib, "Siapakah manusia

yang palingbaik?" 'Ali menjawab, "Abu Bakar." Aku bertanyalagi,

"Kemudian siapa?" "IJmar bin Al-Khaththab." Kata 'Ali. Aku takut dia

akan mengatakan'Utsman. Aku bertanyatagi, "Kemudian ayah?" 'Ah

menjawab, "Aku hanyalah manusia seperti kaum muslimin lainnya.'1077

Dengan demikian, Muhammad bin Al-Hanafiyyah menukil riwayat

yang shahih ini dari'Ali bin Abi Thalib dengan pengakuannya bahwa

Abu Bakar dan Umar lebih baik darinya. Sementara ada orang yang

mengaku bahwa mereka sangat loyal (wala') kepada 'Ali lalu berkata,

"'Ali lebih baik dari mereka berdua." Ucapan mereka ini mendustakan

perkataan 'Ali, dan dakwaan mereka bahwa 'AIi mengkhawatirkan di-

rinya sendiri adalah dakwaan yang tidak masuk akal. Sebab sesungguh-

nya dia adalah seorang khalifah; sehingga tidak mungkin dikatakan,

"sesungguhnya ia mengalami kegoncangan sehingga lebih menguta-

makan Abu Bakar dan IJmar."


257. Musa bin lsma'il telah meaceritalan kepada lami, ia berlata, "Abdul

Wahid telah menceritakan lepada lumi dari Al-A'masy dari Salim bin

Abi Al-l a' di dari Kur aib dari lhnu Abb as in berlat a, " Maimunah berlat a,

'"Aku menyiaplan air untuk mandi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam. Beliau mencucilcedua tangannya dualali atau tiga kali. Setelah

itu beliau menuanglan air lce tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya.

Kemudian beliau menggosok tangannya lce tanah, selaniutnya beliau

berhtmur-kumur dan memnsuklun air lce hidung lalu beliau mencuci

wajah d.an lcedua tangannya. Setelah itu beliau menyiramkan air ke se-

luruh tubuhnya. Kemudinn beliau bergeser dari tempatnya lalu mencuci

kedua knki b elinu. " 1 ot I

1078 Diriwayatkan oleh Muslim (37) (314


258. Muhammad bin Al-Mutsanna telah mence'ritakan kepada kami, ia

berluta, "Abu 'Ashim telah menceritakan kepada kami dari Hanzhalah

dari Al-Qasim dari Aisyah iaberkata, "Apabila Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam henilak mnndi junub mala beliau meminta wadah seperti

hilaab (ember), lalu beliau mengambil air dengan telapak tangannya,

. Setelah itu beliau memulai dengan menyiram sebelah lanan lepalanya

kemudian sebelah kiri. Selanjutnya beliau menyiramknn air dengan dua

telapak tangan ke bagian tengah kEpalanya."tote

Syarah Hadits

Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa ketika mandi bagian kanan

kepala didahulukan daripada bagian kirinya, berbeda habrya dengan

wudhu. Sebelumnya telah diterangkan sifat wudhu dan perbedaan di

antara keduanya. Yaitu ketika mandi iunub harus membasuh rambut,

sedangkan ketika berwudhu cukup dengan mengusapnya. ]ika ram-

but harus dibasuh, maka harus ada air di tangan, lalu memulai yang

sebelah kanan sebelum sebelah kiri.

l}T9Diwayatkan oleh Muslim (39) (317)


Bab Berkumur-Kumur Dan Memasukkan Air Ke Dalam Hldung

Ketika Mandl lunub


259. lJmar bin Hafsh bin Ghiyats telah mmceritakan kepodo lami, ia berla-

ta, "Ayahht telah menceritalan kepada lami, ia berluta, "Al-A'masy

telah menceritakan kepada lami, ia berknta, "Salim telah menceitalan

krpadaku dari Kuraib dari lbnu ' Abbas, iaberknta, " Maimunah telah men-

ceritakan kepada lami, ia berkata, "Aku menyiapknn air mandilu0 un-

tuk Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau menuangkan air dengan

tangan kanan ke tangan kiri,lalu beliau mencuci lceduanya. Kemudian

beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu belinu mengusap tangan ke

lantai lalu menggosoknya dengan tanah. Selaniutnya beliau mmcuci

tangan. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memnsulckan air ke da-

lam hidung, Setelah itu, beliau membasuh wajah dan manyiramlan air

lce atas lcepala. Kemudinn beliau menyingkir lalu mencuci leedua lukL

1080 Dalam Al-Fath (l/ 372) Al-Hafizhmengatakan ghuslan, artinya air mandi."

973

974 €ilffiiffitp

selanjutnya alat membawalan hnnduk kecil untuk beliau. Namun be-

liau tidak m.au neng Sunalcanny a. " lul

Syarah Hadits

Keterangan yang menuniukkan hubungan antara hadits ini de- I

ngan bab pembahasan adalah perkataan periwayat kemudian beliau

berkumur-kumur dan memasukkan air kq dalam hidung. Kita telah

menjelaskan sebelumnya bahwa berkumur-kumur dan memasukkan

air ke dalam hidung merupakan perkara yang wajib dalam wudhu dan

mandi.1m2

,l*rt

1081 Diriwayatkan oleh Muslim (37) PLn

1082 Takhrij haditsnya telah disebutkan.

€8

j:i '0.(t .rr 3u

\) J . )J )

Bab Mengusap Tangan Dengan Tanah Agar Lebih Berslhlo83

ck :Jv 3$ s'; ,iv i5y;t ;'Jt i l' .rr $k.Yl.

* qV qt Y if F Ft oj,u, It Y J*<tt

t;i,y,.; c1(At b,,Ft g't*i' ,rr- glrt:itt:4

$.:,t:. i;i" O'; F nii-* F,L,ir q $'> F,:*,

.F; Ji !.t* A Li,:i

260. Abdullah bin Az-Zubeir Al-Humeidi telah menceritakan lcepada lami,

ia berkata, "sufyan telah mmceritalun lrepado knmi, ia berkata, "Al-

A'masy telah menceritalan kcpodo lumi dari Salim bin Abi Al-la'd

dari knaib dari lbnu 'Abbas dai lvlnimunah bahwa Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam m.andi junub, beliau mencuci leemaluannya dengan

tangan, lcemudinn menggosoldan tangan beli"au lce dinding, lctmudian

mencucinya, Setelah itu beliau berutudhu seperti wudhu hendak shalat'

Setelah selesai dari mandi (yaitu setelah selesai menSSuyur sekuiur

tubuh) beliau mencuci lczdua lakiny a.'1084

Syarah Hadits

Hadits ini -sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Bukhati Rahi-

mahullahu- memberikan faidah bahwa jika seseorang perlu mengusaP

p

o

,lj,Jt ,r-:i otjt-

1083 Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (l/ zzzl, "Maksudnya agar tangan lebih bersih

dari sebelum diusapkan."

1084 Diriwayatkan oleh Muslim (34 (317)

975

976 €rm,mmT&

tangail:rya dengan tanah dari mani maka hendaklah ia mengusapkan-

nya. Namun untuk masa kita sekarang ini, hal itu tidak diperlukan,

karena kita memiliki banyak air. Seseorang bisa mandi dua sampai

tiga kali sehingga bekas mani bisa hila.g.Akan tetapi pada masa Ra-

sulullah air hanya sedikit. Sebagaimana telah kami kemukakan bahwa

beliau mandi dengan satu sha' air.108s Pengertian hadits ini adalah harus

mengusapkan (telapak) tangannya dengan tanah sehingga menjadi

Iebih bersih.

Dalam hadits ini Maimunah mengatakan, "Beliau berwudhu se-

perti wudhu hendak shalat. Setelah selesai dari mandi beliau mencu-

ci kedua kakinya." Zahirnya, beliau mencuci kedua kakinya dua kali.

Yang pertama diambil dari perkataannya, "Beliau berwudhu seperti

wudhu hendak shalat."

Yang kedua diambil dari perkataannya, "Setelah selesai dari mandi,

beliau mencuci kedua kakinya."

Akan tetapi riwayat lain pada hadits yang sama disebutkan bahwa

beliau berwudhu seperti wudhu hendak shalat hanya saja tidak

membasuh kedua kakinya.lm6 Dengan demikian, membasuh kedua

kaki dilakukan pada bagian akhir mandi.1s7

1085 Takhrij hadits telah disebutkan.

1086 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (249,28L)

1087Syaikh Al-Utsaimin ditanya, "Apa batasan memasukkan air ke dalam hidung?"

Beliau menjawab, "Ulama menyebutkan, memasukkan air ke dalam hidung cu-

kup dengan memasukkan air ke dalam dua lubang hidung."

Syaikh ditanya lagi, "Bolehkan mengeringkan anggota wudhu, atau berdasarkan

perbuatan Nabi yang menolak pemberian saPu tangan dapat disimpulkan bahwa

mengeringkannya tidak boleh?"

Beliau menjawab, "Para ahli fikih menyebutkan, "Diperbolehkan mengeringkan

anggota wudhu, dan hadits tersebut tidak mmgandung dalil bahwa tidak me-

ngeringkannya itulah yang dianjurkan. Hal itu disebabkan sebagian ulama berka-

ta, "sesungguhnya Maimunah memberikan sapu tangan kepada beliau menunjuk-

kan bahwa biasanya beliau mengeringkannya. Hanya saja beliau menolaknya

karena sebuah sebab. Allah yang paling mengetahuinya. Karena ini merupakan

kasus pribadi (hanya khusus untuk Nabi).

Di antara mereka ada yang mengatakary "sesungguhnya Maimunah memberikan

sapu tangan merupakan sikap dan ijtihadny+ lalu Nabi Shallalkhu Alaihiwa Sallam

menolaknya."

Berdasarkan hal ini maka yang lebih utama adalah tidak mengeringkannya. Oleh

sebab itu para ahli fiqh dari kalangan ma&hab Hanbali berpendapat bahwa me-

ngeringkan anggota wudhu diperbolehkan, tidak diperintahkary dan tidak bisa

dikatakan yang lebih utama adalah meninggalkannya.


Bab Bolehkah Orang Junub Memasukkan Tangannya Ke

Dalam Bejana Sebelum Mencucinya lika Tldak Ada Naiis Pada

Tangannya Selain Keadaannya Yang Masih lunub

lbnu Umar dan Al-Bara' bln 'Azlb memasukkan tangan mereka

ke dalam air tanpa mencuclnya terlebih dahulu kemudian

mereka berwudhu.

lbnu Umar dan lbnu 'Abbas berpendapat tidak ada masalah

dengan percikan air pada saat mandi iunub.

Al-Bukhari Rnhimnhullah mengisyaratkan masalah ini dengan se-

buah judutbab yang menjelaskanpertanyaan'apakah'. Hal itu disebab-

kan sebagian ahli ilmu belpendapat bahwa orang yang junub tidak

boleh memasukkan tangannya ke dalam bejana hingga ia mencucinya.

Sebab janabah meliputi seluruh tubuh. Jika ia memasukkan tangannya

ke dalam bejana, maka ia telah memasukkan janabah ke dalam air. Ke-

tika itu rusaklah air, suci tetapi tidak menyucikan.

Namun pendapat yang benar adalah bahwa dalam syari'at tidak

ada kategori air yang suci tetapi tidak menyucikan. Hanya ada dua air,

suci dan najis. Apabila air berubah dengan najis, maka ia bernajis. Dan

kalau ia tidak berubah dengan najis maka ia tetap suci.

Adapun permasalahan yang berhubungan dengan memasukkan

tangan ke dalam bejana dalam kondisi junub, maka kami katakart, "Ti-

977

978 €ilffiiffi't&

dak diragukan lagi bahwa yang lebih utama adalah tidak memasuk-

kannya. Akan tetapi jika ia memasukkannya/ maka air tersebut tetap

suci. Tidak najis karenanya dan tidak pula menjadi air yang suci tetapi

tidak menyucikan.

Perkataan Al-Bukhari, "Ibnu Umar dan Ibnu Abbas berpendapat

tidak ada masalah dengan percikan air pada saat mandi junub.' Mak-

sudnya, apabila seseorang mandi janabah, apakah air mandinya yang

jatuh dari badannya atau yang menetes dari kedua tangannya ber-

pengaruh?

Kami katakan: Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di ka-

langan ulama. Ada yang berpendapat air itu berpengaruh, tidak bisa

menghilangkan hadats dan tidak bisa menghilangkan najis. Sebab air

tersebut suci tetapi tidak menyucikan karena telah dipergunakan un-

tuk thaharah ya g wajib.

Namun pendapat yang benar air tersebut bisa menghilangkan na-

iis dan mengangkat hadats sebab ia suci, bukan suci tetapi tidak me-

nyucikan. Karena meskipun air tersebut telah dipergunakan untuk

thaharah yang wajib, ia tetap air dan rulmanya tetap air. Dan pendapat

ini -sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq

dengan jazm- dinukil dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.

Hendaklah diketahui bahwa ab musta'mal (yang sudah dipergu-

nakan) boleh jadi dipergunakan pada thaharah yang wajib, thaharah

yang mustahab atau dipakai untuk mendinginkan.

Adakalanya seorant mandi junub, dalam kondisi ini air yang me-

netes dari badannya adalah suci tetapi tidak menyucikan, menurut

pendapat yangrnarjuh.

Kadangkala air dipergunakan pada mandi yang mustahab (di-

anjurkan), seperti mandi ]um'at -menurut pendapat yang mengata-

kan hukum mandi ]um'at adalah mustahab- maka air tersebut suci

lagi menyucikan. Hingga orang-oftrn g y aorlg sebelumnya belpendapat

bahwa air tersebut adalah suci tetapi tidak menyucikan dalam hal ini

mereka berkata, "sesungguhnya air itu suci lagi menyucikan, karena

hadats tidak terangkat (hitang) dengannya."

Namun sebagian mereka memakruhkannya dan berkata, "Sesung-

guhnya air tersebut suci tetapi makruh." Alasan yang dikemukakan

adalah terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang sta-

tus air. Apakah setelah dipergunakan pada thaharah mustahab, air-

nya berubah menjadi suci tetapi tidak menyucikarg atau ia tetap suci

Sffir& 979

tagi menyucikan? Demi menjaga perselisihan pendapat ini maka kami

katakan bahwa air tersebut suci lagi menyucikan tetapi makruh.

Adapun jika air telah dipergunakan pada selain thaharah, misal-

nya dipergunakan untuk mendinginkan, atau trntuk membersihkan ba-

dan, maka air tersebut tetap suci lagi menyucikan dan tidak makruh.

Yangbenar adalahbahwa di setiap pembagian (air) ini, ada air yang

suci lagi menyucikan dan tidak makruh.

fika ada yang mengatakan, "Mengapa kamu tidak memakruhkan-

nya demi menjaga perselisihan pendapat (dalam masalah ini)?'

Maka jawabnya: Sesungguhnya perselisihan pendapat tidak ter-

masuk dalil yang bisa dijadikan sarana penetapan sejumlah hukum.

Dalih demi menjaga perselisihan pendapat merupakan alasan yang

rapuh. Akan tetapi dikatakan: apabila sebuah perselisihan pendapat

mengandung syubhat (kerancuan berpikir) terhadap dalilnya, maka

boleh jadi kita perlu mengambil sikap berhati-hati dan kita menga-

takannya sebagai sesuatu yang dimakruhkan. Bukan karena perseli-

sihan pendapat itu, tetapi karena dalil yang menjadi sebab timbulnya

perbedaan pendapat.

Adapun iika perselisihan pendapat tersebut merupakan panda-

ngan semata, tidak memiliki landasan dalil dari Al-Qur'an, As-Sunnah

serta ijma' shahabat maka pandangan tersebut tidak dipertimbang-

kan dan tidak perlu dipelihara. Dan tidak bisa dikatakan, "Perkara ini

dimakruhkan demi menjaga perselisihan pendapat. "

Persoalan ini harus mendapat perhatian dari penuntut ihnu, bah-

wa mengemukakan perselisihan pendapat sebagai alasan merupakan

alasan yang lemah. Namun apabila perselisihan pendapat ini memili-

ki sudut pandang dari sejumtah dalil, dan dalil itu memiliki kemung-

kinan mengandung sudut pandang tersebut, maka dalam hal ini kita

tidak memakruhkannya karena perselisihan pendapat. Akan tetapi

karena dalil yang mengandtrng kemungkinan sebuah sudut pandang.

Dan kami katakan yang lebih berhati-hati adalah meninggalkannya,

atau berbuat menurut aPa yang dituntut oleh dalil.

Dan kalau kami perhatikan, kami belum mendapatkan sebuah dalil

pun yang mendukung orang yang berpendapat bahwa barangsiapa te-

lah mempergunakan air pada thaharah yang wajib maka air tersebut

berubah menjadi suci tetapi tidak menyucikan, dan barangsrapa mem-

pergunakannya pada thaharah yang mustahab maka air tersebut suci

lagi menyucikan namun dimakruhkan.

980 €ilffi,iHl'l&

Dengan demikian kami katakan air tersebut suci lagi menyucikan

dan tidak dimakruhkan.


26L. 'Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata,

"Aflah telah menceritakan kepada lami ilari Al-Qasim dari Aisyah, ia

berluta, " Aku pernah mandi bersam.a Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

dari satu bejana sehingga tangan knmi saling bergantian menciduk air di

dalamnya."nea

Letak dalil yang dijadikan landasan dari hadits ini adalah Aisyah

tidak menyebutkan bahwa ia mencuci tangarmya sebelum memasuk-

kannya ke dalam bejana.


262. Musaddad telah menceritalun lcepada lami, ia berkata, Hammnd telah

menceritalun kepada kami dari Hisyam dari ayahnya dari Aisyah, ia

berluta, "Apabila Rasulullah Shnllallahu Alaihi wa Sallam hendak

mandi junub, beliau mencuci tangannya terlebih dulu.illo,e

253- Abu Al-W alid telah menceritakan kepada lcnmi, ia berknta, " Syu' bah telah

menceritakan kepada kami dnri Abu Balar bin Hafsh dari 'Urwa'h dari

Aisyah, in berkata, "Aht punah nnndi junub bersama Nabi Shallallahu

Alaihi w a S allam d ar i s at u b ej ana. " lw D an diriw ay atkan' Ab dur r ahman

bin Al-Qasim dari ayahnya dari Aisyah dengan lafazh yang serupa.

264. Abul Walid telah menceritalun kepada lami, in berkata, " Syu'bah telah

menceritakan kep ada lami dari' Ab dullah bin' Ab dull ah bin I abr ia b erla-

tA, "Aku mmdengar Anas bin Malikberluta, "Dahulu Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam ilan salah seorang istri beli.au ttundi bersama dnri satu

bejana."

Muslim ilnnWahbbinlair rrcrumbahlan dari Syu'bah "lcarma junub".

1090 Taktuij hadits telah disebutkan.


Disebutkan darl lbnu Umar bahwa Ia mencucl kedua kakinya

sesudah air wudhunya mengering (darl tubuhnya)-

Maksudnya, apakah muwalah (bersambung) merupakan syarat da-

lam mandi junub dan wudhu? Atau ia bukan merupakan syarat, baik

mandi maupun wudhu? Atau merupakan syarat wudhu saja dan bu'

kan merupakan syarat dalam mandi?

Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini. Di antara

mereka ada yang menyatakan, "Muwalah bukan syaratlBl sebab Allah

memerintahkan kita secara mutlak untuk membasr:h wajah dan kedua

tangan, mengusap kepala dan membasuh kedua kaki."

Di antara mereka ada yang berpendapat, "Disyatatkan muwalahl@z

1091 Sebagaimana hal ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Ahmad dalam suatu

iwayat, Asy-Syafi'i dalam Al-Qaul Al-Jadid, An-Nakha'i, Al-Hasan serta Ats-

Tsauri. Dan juga pendapat yang dipilih oleh Ibnu Al-Mundzir.

Silahkan melihat Majmu' Al-Fatawa (XXI/ l3), Syarh Al-'Umdah (l/ 207), Mausu'ah

Fiqh Al-Imam Ahmad Rahimahullah (l/ 302) dan Al-Mughni (l/ 791)

lO92Para ulama yang berpendapat bahwa muwalah itu wajib terbagi lagi menjadi dua

kelompok:

Kelompok pertama: mereka berpendapat wajib secara mutlak, sebagaimana yang

disebuikan-oleh murid-murid Imam Ahmad. Dan pendapat ini juga disampaikan

oteh Asy-Syafi'i dalam Al-Qaul Al-Qadim beliau' Ini juga merupakan pendapat

Al-Auza'i dan Qatadah. silahkan melihat Majmu' Al-Fatawa (xxl/ L35), syarh Al-

'lJmdah (l/ 207), Mausu'ah Fiqh Al-lmam Ahmad Rnhimahullah (l/ 302,303) dan AI-

Mughni (I/ 19L)

Kelompok kedua: Mereka berpendapat wajib kecuali jika seseorang mening-

galkannya karena udzur, seperti benar-benar tiada air. sebagaimana yanE masy-

hur dari pendapat Imam Malik. Silahkan melihat Maimu' Al-Fatawa (XXI/ 135)

4-. At-Mughni(t/ tSZ). Syaikhul Islam berkata dalam Maimu' Al-Fatawa (XXI/

135), "PendaPat yang ketiga ini merupakan pendapat yang paling jelas dan le-

982

€ffi,S

karena Allah Ta'ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beiman, apabila kamu hendak mengerjaknti sha-

lat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku." (QS. Al-

Ma'idah:5)

Huruf fa' pad,a firman-Nya t#6 memberikan faedah mubadarah

(segera) karena merupakan jawab syarat. ]ika disyaratkan bersegera

dalam membasuh wajah, maka yang setelahnya merupakan ma'thuf

'alaihi. Mereka juga berdalilkan hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

yang ketika melihat seorang lelaki tidak menyempurnakan wudhunya

beliau bersabda, " Kembalilah lalu ulangitah wudhumu ! "1@3

Mereka juga berdalilkan dengan sebuah analisa. Yaitu wudhu me-

rupakan ibadah yang satu, artinya jika dilakukan terpisah-pisah, ma-

ka wudhu telah keluar dari keberadaannya sebagai ibadah yang satu.

Dalam pengertian jika seseorang membasuh wajahnya pada jan 12

siang, membasuhkedua tangannya pada jam l siang, mengusap kepala

pada jam 2 siang, dan membasuh kedua kakinya pada jam 3 siang,

maka wudhu tidak lagi menjadi sebuah ibadah kesatuan. Tetapi beru-

bah menjadi ibadah yang terpisah-pisah.

Mengenai mandi, mereka pun berbeda pendapat. Ada yang me-

ngatakan, "Mandi harus dilakukan secara muwalah, yaitu dengan cara

membasuh badan sekali saja seluruhnya."

Yang lainnya mengatakan, "Mwlalah tidak disyaratkan dalam

mandi."

Yang agak mengherankan adalah pendapat yang masyhur di ka-

langan mazhab Hanbali, yaitu disyaratkannya muwalah dalam wudhu

dan tidak disyaratkan dalam mandi1oe4 padahal mandi merupakan satu

bih mendekati ushul-ushul syari'ah dan ushul-ushul pendapat Ahmad dan yang

lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalil-dalil mewajibkan tidaklah mencakup ke-

cuali orang yang melalaikary tidak mencakup orang yang tidak mampu. "

lOg3Diriwayatkan oleh Muslim (I/ 215) (243) (3L) dari hadits lJmar Radhiyallahu

Anhu.lmam Ahmad (lll/ 424) (15495) dan Abu Dawud (175) meriwayatkan dari

sejumlah shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam melihat seorang lelaki sedang mengerjakan shalat, sementara di atas

punggung telapak kakinya ada bintik hitam seukuran uang Dirham yang tidak

tersiram air. Maka Rasulullah Shnllallahu Alaihi wa Sallam memerintahkannya un-

tuk mengulangi wudhunya.

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ahmad Rahimahullah sebagaimana dinukil-

kan oleh Syaikhul lslam dalam Syarh Al-'Umdah (I/ 207),lbntt Al-Qayyim dalam

Tahdzib As-Sunan (I/ 128) dan beliau juga menshahihkannya. Ibnu Katsir berkata

dalarnTafsir-nya (lI/ 28), "Sanadnya kuat, jayyid dan shahih."

l09tSilahkan melihat Mausu'ah Fiqh Albnam Ahmad Rahimahullah (1/ 306), Syarh Al-

' Un dah (l / 207, 208) dan Majmu' Al-Fatawa (XXl / 265)

983

€ffifitl,iffitp

anggota badan, karena seluruh badan dianggap sebagai satu anggota

badan. Andaikata kita mengatakan tidak disyaratkan muwalah dalam

mandi maka dalam wudhu tentunya lebih tidak disyaratkan. sebab

(anggota badan dalam) wudhu merupakan anggota badan yang ter-

pisah-pisah. Dan andaikata kita mengatakan disyaratkannya muwalah

pada wudhu maka dalam mandi tentunya lebih disyaratkan la8i. se-

6ab (seluruh badan dalam) mandi dianggap sebagai satu anggota ba-

dan.

Yang jelas menurut saya, pendapat yang kuat yaitu disyaratkan-

nya muwalah, baik pada anggota wudhu mauPun mandi karena ia

merupakan ibadah kesatuan yang tidak mungkin dipisah-pisah. Akan

tetapi sekiranya ada orang yang melupakan beberaPa anS8ota badan,

atau tidak menyemPurnakan beberapa anggota badan kemudian se-

telah beberapa saat ia baru teringat; maka apakah dapat kita katakan

bahwa ia harus mengulangi wudhu atau mandi dari awalnya? Atau

dapat kita katakan membasuh aPa yang terlupa saja?

Para ulama memiliki dua pendapat dalam masalah ini'

Pendapat pertama mengatakan, "sesungguhnya muwalah gugur

dengan lupa, baik dalam wudhu maupun mandi." Berdasarkan pen-

d.apat ini kita dapat mengatakan kapan saja ia teringat maka ia mem-

basuh yang belum dibasuh dan meneruskan wudhu yang telah dila-

kukannya (tidak harus mengulangi dari awal). Meskipun demikian ka-

mi katakan yang lebih berhati-hati adalah mengulangi dari awal agar

muwalah dapat tercaPai.

Ada satu perrtasalahan yang timbul, yakni bagaimana cara mu'

walah itu sendiri, dengan apa kita mengukurnya?

Sebagian ulama berkata, "Diukur dengan kebiasaan'"1@s

Jika ada yang mengatakan, "Jarak antara awal thaharah dengan

akhimya adalah jauh." Maka kami katakan: saat itu muwalah terputus

(tidak harus muwalah -Peni).

Apabila ada yangberkata, "Jarakantara thaharah dengan akhimya

tidak jauh." Maka kami katakart: Muwalah tidak terputus (harus dila-

kukan -peni.)

Di antara ulama ada yang merinci dengan perincian yang lebih

mudah dipahami manusia. Yaitu muwalah terputus jika air satu ang-

gota wudhu telah kering sebelum anggota tubuh selanjutnya dibasuh'

1095 Silahkan melihat Mausu'ahFiqh Al-lnam Ahmad 0/ 303)

984

€ffir,& 985

Maka muwalah-rtya ialah tidak menunda membasuh satu anggota

thaharah hingga anggota thaharah yang telah dibasuh sebelumnya

kering. Ini merupakan satu pendapat yang masyhurlB6 sekaligus pa-

ting mendekati ketelitian. Meskipun demikian mereka berkata, "De-

,igan syarat harus dalam kondisi cuaca cerah dan tidak ada angin

yang berhembus kencang. Sebab saat musim dingin air yang dibasuh-

kan pada anggota wudhu agak lama mengering. Sedangkan saat mu-

sim panas, air yang dibasuhkan pada anggota wudhu cepat mengering.

Demikian juga halnya bila ada angin yang berhembus agak kencang

maka air wudhu yang dibasuhkan pada anggota wudhu lebih cepat

mengering.

Apabila pemisahan ini terjadi karena sebuah maslahat yang ber-

hubungan dengan thaharah itu sendiri, maka apakah muwalah bisa

terputus?

]awabnya: Tidak, muwalah tidak telputus, sebab penundaan ini ka-

rena kemaslahatan thaharah.

Sebagai contoh: Ketika ada orang yang usai membasuh tangan-

nya, ternyata ia mendapati cat di tangarmya, sedangkan cat perlu dicu-

ci (dihilangkan) dan tidak ada yang dapat menghilangkarurya kecuali

gas atau bensin, lalu ia pulang ke rumah untuk mengambil gas, bensin

atau apa saja; sudah barang tentu jarak antara membasuh tangannya

dengan membasuh anggota thaharah lairutya akan lama'

Kami katakan: sestmgguhnya hal ini tidak memPenSanii muwa-

lah, sebab penundaan ini karena kemaslahatan thaharah tersebut.

Adapun fika penundaan itu karena sesuatu yang terPisah, seba-

gaimana jika aimya kurang dan habis sebelum ia menyempurnakan

wudhunya lalu ia mencari air, maka dalam kondisi ini ia harus me-

ngulangi wudhunya. Sebab hal ini terpisah dari ibadah.

]ika ia berwudhu, dan di saat berwudhu ia mendapati najis pada

salah satu anggota badartnya kemudian ia sibuk menghilangkannya

sehingga pemisahannya lama; maka apakah muwalah menjadi terpu-

tus atau tidak?

1096Yaitu sebuah riwayat dari Imam Ahmad. Al-Khallal berkata dalam Al-lnshaf (l/

140), "Inilah pendipat yang paling mendekati dan yang diamalkan'"

DaiamAl-Mighni(it tSZ)Ibi"Qudamahberkata,"Ibnu'Aqilberkata,"Adasebuah

riwayat lain irengenai masalah ini, bahwa batas pemisahan yang membatalkan

adalah yang biasiya melampaui batas, sebab dalam syarial,il"k dibatasi. Maka

dikemballkin kepada kebiasaan seperti berpisah dalam jual-beli'"

986 €ilffi,iHl't&

Jawabnya: Masalah ini harus diperinci. )ika najis itu menghala-

ngi aliran air ke anggota thaharah dan sulit trntuk dihilangkan maka

muwalah tidak terputus. Sebab hal ini tennasuk menyibukkan diri de-

mi kemaslahatan thaharah. Namun jika najis itu tidak menghalangi

aliran air ke anggota thaharalu maka menyibukkan diri dengan meng-

hilangkannya dapat memutuskan muwalah, sebab perbuatan tersebut

tidak termasuk dalam kemaslahatan wudhu karena dapat dicuci sete-

Iah berwudhu. Sedangkan airnya saat itu telah mengalir pada anggota

wudhu. Oleh sebab itu, para ahli fikih menyatakan, "Hadats terangkat

(hilang) sebelum hilangnya hukum lsfs16. //10e7

Yakni, sebagai contoh, jika di tangan seseorang ada najis akan te-

tapi tidak menghalangi sampainya air ke tangan sementara ia sudah

terlanjur membasuh tangarutya, maka hadatsnya telah terangkat (hi-

1*g). Meskipun, menurut sebuah pendapat, harus membasuhnya se-

banyak tujuh kali.10e8 Kamu membasuh yang ketujuh kalinya setelah

selesai berwudhu.

Kesimpulan permasalahan ini adalah jika air mengering karena

sebuah kemaslahatan thaharah maka hal itu tidak memutus muwalah.

Namun jika karena perkara yang di luar itu maka ia memutuskarr mu-

walah.Wallahu a'lam.

,;t<tt $'G iG yt';lt 35 $k iG *# :; 'rb! $'8. Y 1o

qV i,tt qV qt J't 4f # t,J i l* f

,t; {,r y at ,}2 lt );1 u+t'tra u6 ic

Lii F G{; ti *'; ;";'.:"il;ii i.r. ,P Li6 y,,#.

l* i q4<tu,is.u; iifts k5 l.V & #,

e Lii p C* *l'',

p: i+: +:ji F 6,*,,tt
y:i'.piyw:x;1 i )#
265- Muhammad bin Mahbub telah menceritakan lcepadn knmi, ia berluta,
"'Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, " Al-A'masy
lO97Silahkan melihat At-Mughni (l/ 192) dan Mausu'ah Fiqh Al-Imam Ahmad Rahima'
hullahu (l/ 304)
1098 Silahkan melihat Al-Furu' (l/ 177), Al-Insluf (l/ 254) dan Al-Kasysyaf (lI/ 93)
€ffio,& 987
telah menceritakan kepada kami dari Salim bin Abi Al-la'di dari Ku-
reib Maula lbnu ' Abbas dari lbnu ' Abbas in berkata, " Maimunah berlcnta,
"Aku menyiaplun air ttunili untuk Rasulullah Slwllallahu Alaihi wa
Sallam. Belinu menuanglun air lce tangannya. Inlu beliau mutcucinya
dua lali-dua lali atau tiga knli. Kemudian beliau menuanglan air de-
ngan tangan kanan ke tangan kirinya lalu beliau mencuci lcemaluan-
nya. .setelah itu beliau menggosok tangan ke lantai (tanah). Selaniutnya
beliau berhtmur-kumur d.an mmnsul*an air lce hidung. Berihttnya be-
linu mernbasuh wajah ilan ledua tangannya. Kemudian beliau mencuci
kepalanya tiga knli. lnntas beliau menuanglcan air lce seluruh tubuhnya.
Berilainya beliau menyingkir dari tempatnya lalu mencuci kedua kaki
beliau.'nloee
Syarah Hadits
Bab ini penting, beliau berbicara tentang pemisahan basuhan an-
tara mandi dengan wudhu. Beliau Rahimahullah mengisyaratkan ke-
pada muwalah (berkesinambungan) antara anggota-anggota wudhu dan
bagian-bagian tubuh dalam mandi. Dan masalah ini telah kita sing-
gtrng sebelunnya. Dan kita tetah mmjelaskan bahwa para ulama Rnhi-
mahullahu memiliki perbedaan pendapat dalam masalah muwalah iri.
Ada yang berpendapat bahwa muwalah bukan merupakan syarat, baik
dalam mandi maupun dalam wudhu.
Ada yang mengatakan bahwa ia merupakan syarat dalam wudhu
namunbukan menjadi syarat dalam mandi.
Yang lainnya menyebutkan bahwa muwalah merupakan syarat
dalam wudhu dan mandi.1100 Dan inilah pendapat yang paling men-
dekati kebenaran, akan tetapi jika timbul suatu penghalang, maka
kami telah membagi ienis penghalang tersebut kepada dua bagian. Ba-
gian yang berhubungan dengan esensi thaharah dan bagian yang ber-
kaitan dengan perkara yang telpisah darinya.
Dalam Al-Eath (l/ 375) Ibnu Hajar mengemukakan, "Bab Memi-
sahkan Pembasuhan Ketika Mandi ]unub Dan Wudhu." Yaitu boleh-
1099 Hingga jika najis baru bisa hilang pada basuhan yang Pertama, kedua atau ketiga,
maka harus tetap menyempumakan basuhannya sampai tujuh kali. Silahkan
melihat Al-Mughni (I/ 75), Asy-Syarh Al-Kabir (l/ 292), Al-Furu' (l/ nn dan Al-
InshafQ,/ 313)
1100 Beberapa pendapat ini dan yang mengemukakannya telah disampaikan semuanya
sebelumnya.
988 €ilffi,iHlt&
nya hal tersebut. Ini merupakan pendapat Asy-Syafi'i dalam Al-Qaul
Al-ladid beliau. Beliau berargumentasi bahwasanya Atlah Ta'aln telah
mewajibkan pembasuhan anggota tubuh (ketika wudhu dan mandi
junub). Siapa saja yang telah membasuhnya berarti ia telah melaku-
kan apa yang wajib ia lakukan, sama halnya ia memisahkan pembasu-
hannya ataupun tidak. Kemudian beliau menguatkan pendapatnya
dengan perbuatan Ibnu Umar. Itutah pendapat yang dipilih oleh Ibnul
Musayyib, 'Atha' dan sejumlah ulama lainnya.
Rabi'ah dan Malik mengatakan, "Siapa yang sengaja memisahkan-
nya maka ia harus mengulangi (wudhu dan mandhya)' Jika hanya
lupa maka tidak perlu diulangi."
Diriwayatkan dari Malik, bahwa jika pemisahan antara pembasu-
han satu anggota dengan anggota lainnya waktunya berdekatan, ma-
ka dianggap sah.]ika waktunya berjauhan maka ia harus mengulangi
(wudhu dan mandinya).
Qatadah dan Al-Auza'i mengatakart, "la tidak perlu mengulangi-
nya kecuali jika air (pada anggota tubuh itu) sudah mengering."
Adapun An-Nakha'i membolehkannya secara mutlak ketika man-
di, namun tidak boleh ketika wudhu. Semua itu telah disebutkan oleh
Ibnul Mundzir, lalu ia berkata, "Tidak ada hujjah bagi orang yang
membatasinya dengan kering tidaknya air dari anggota tubuh."
Ath-Thahawi berkata, "Mengeringnya air bukanlah hadas hing-
ga membatalkannya, sebagaimana halnya kalaulah mengering air dari
selurnlr anggota wudhunya tentu wudhunya tidak dianggap batal."
Demikian pemaparan Ibnu Hajar.
Pendapat Ath-Thahawi di atas sedikit ganjrl, berdasarkan ilmu dan
pemahamannya. Bagaimana mungkin masalah ini tersamar baginya
hirgga ia mengatakan bahwa mengeringnya air bukanlah pembatal
wudhu. Sementara orang-orang yau.lg berpendapat mengeringnya air
menghalangi muwalah mengatakan bahwasanya mengeringnya air
membatalkan wudhu. Namun ketika mengeringnya air tersebut me-
nyebabkan telpisahnya pembasuhan anggota thaharah mereka berka-
ta, "sesungguhnya muwalah terluput darinya'"
Pendapat yang benar adalah wudhunya total tidak sah. Ada per-
bedaan antara membatalkan aPa yang sudah ada dengan menghala-
ngi (melarang) apa yang belum ada. hri termasuk bukti /ang m€nun-
jukkan bahwa bagaimana pun seseorang itu telah mencapai ilmu dan
kecerdasan, ia tetap saja memiliki kekurangan.
€nfflff,S
Kemudian Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath, "Perkataan Al-Bu-
khan, .Disebutkan dari Ibnu umar." Atsar ini diriwayatkan kepada
kita dalam kitab Al-Umm dari Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar. Akan
tetapi di dalamnya disebutkan bahwa beliau berwudhu di pasar tanpa
membasuh kedua kakinya. Kemudian beliau kembali ke masjid lalu
mengusap kedua khufnya, setelah itubeliau mengerjakan shalat.
sanad iri shahih, kemungkinan Al-Bukhari tidak menyebutkannya
dengan shighah jazm katena beliau meriwayatkar,nya secara makna.
Asy-Syafi'i berkata, "Barangkali air wudhunya sudah mengering (dari
tubuhnya). Karena air bisa saja mengering pada jarak yang lebih dekat
daripada jarak antara pasar dan masjid." Demikian keterangan yang
disebu&an Ibnu Hajar.
**rl

Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 22 . Az-Zuman 421Oleh sebab itu, sudah seharusnya kamu melewati malammu dalamkeadaan berwudhu, lebih ditekankan lagi ketika seorang suami telahmenggauli isterinya. Maka janganlah ia tidur kecuali dalam keadaanberwudhu, mes… Read More