Syarah sahih Al Bukhari 20

 


a yang menggelisahkan ifu, suara mereka disiksa. Namun

merupakan kasih sayang dan Allah 'Azza ua lalla kepada kita dan ke-

lembutannya kepada orang-orang yang sudah meninggal bahwa kita

tidak bisa mendengar suara mereka saat diazab di dalam kubur. Kare-

na kalau tidak, niscaya suara-suara itu sering menggelisahkankita, dan

juga membuka semua kejelekan mereka yang diazab itu.

931 Diriwayatkan oleh Muslim (111) (292)

932 Adapun riwayat !c;J* 

^V^ ia diriwayatkan oleh An-Nasa'i dalan As-Sunan

beliau Rahimahullah (2068), sedangkan riwayat i'FS- malra diriwayatkan oleh

Muslim dalam Ash-Shaltift beliau (l/ 241) (11D ent

€rminu&

Maka terrrasuk rahmat dan kelembutan Allah 'Azza wa lalla adalah

menufupi ifu semua dari umat manusia.es Namun terkadang manusia

bisa mendengar suara siksaan, adakalanya terlihat kobaran api keluar

dari kuburer. Hanya saja hal seperti ini jarang terjadi.

Di dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi shallallahu Alaihi wa

Sallammendengar dua orang manusia sedang disiksa. Beliau Shallallahu

Alaihi wa sallam berkata, "Mereka berdua sedang disiksa dan mereka

disiksa bukan karena melakukan sebuah dosa besar." Kemudian beliau

bersabda, "Memang b enar." Maksudnya memang benar bahwa ifu ada-

lah dosa besar, dan tidak ada kontradiksi di antara perkataan beliau

yang pertama dengan yang kedua tersebut. Sebab penafian dosa besar

pada ucapan beliau yang pertama bermakna yang sulit atas mereka

berdua, artinya keduanya tidak disiksa karena sebuah persoalan besar

yang bagi mereka sulit untuk melepaskan diri darinya. Sedangkan P-

enetapan dosa besar pada perkataan beliau selanjutnya, "Memang

benar, sesungguhnya itu adalah dosa besar." Yaitu dari sisi dosa dan

siksa. Dan ucapan beliau ini merupakan nash yang tegas bahwa ke-

duanya termasuk dosa besar selain dari kesimpulan yang telah kita

ambil sebelumnya.

933 Hikrnah lainnya yaitu sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Utsaimin

Rahimthullah dalam syarahnya terhadap Al-'Aqidah Al-wasithiyyah (ll/ 718-779).

Hikmah pertama adalah sebagaimana yang dinyatakan Nabi Shallallahu Alaihi wa

S allam dalam sebuah sabdanYa,

;tt urt; n- fu-'i'ir Sii,rlr:; I ,ii vi

"sekiranya bulcan karena lalian tidak saliig minguburlun niscaya akt memohon l<epada

Allah agar memperdengarkan kepailakalian azab htbur."

Hikmah kedua: Tidak membuat resah keluarganya. Karena jika mereka mende-

ngar salah seorang dari keluarga mereka yang mati, kemudian ia diaz-ab dan ber-

teriak, niscaya mereka tidak akan bisa meram tenang'

Hikmah keiiga: Tidak mempermalukan keluarganya. Sebab orang-orang akan

berkata, "Inildahh anak kalian! Ini adalah orang tua kalian! Ini adalah saudara

kalian!" Serta ucapan-ucaPan lainnya.

Hikmah keempat: Bisa-bisa kita binasa. Sebab teriakan orang yang disiksa bukan-

lah teriakan biasa. Melainkan teriakan yang dapat membuat jantung terlepas dari

tempatnya, sehingga yang mendengarnya bisa mati atau pingsan.

Kelima: Andaikata man ii" bisa mendengar jeritan mereka yang disiksa dalam

kubur, niscaya beriman kepada azab kubur termasuk keimanan terhadap perkara

yang tampak, bukan keirn"lanan kepada perkara yang gaib, yang mengakibatkan

i.,it""gnyi kemaslahatan ujian bagi manusia. Sebab manusia pasti akan beriman

kepala perkara yang bisa mereka saksikan. Akan tetapi bila perkaranya gaib, dan

mereka iidak biia mengetahuinya kecuali melalui penyampaian beritanya, maka

termasuklah ia ke dalam keimanan terhadap perkara yang gaib. Silahkan melihat

kitab Ar-Rzh hal. 94 karya Ibnu Al-Qayyim."

934 Driwayatkan oleh Al-Bulhari (218,1361 dan 6055)

845

846 €mmrur&

Kemudian Rasulullah Shnllallahu Alnihi wa Sallam bersabda, "yartg

pertama tidak menutup diri dari buang air kecihya." Dalam sebuah

Iafazh disebutkan, "Daribuang air kecil. "es

Dari lafazh ini para pengikut Imam Asy-Syafi'ie36 darl siapa saja

yang sependapat mereka mengambil kesimpulan bahwa semua air

kencing adalah najis, termasuk air kencing hewan yang dagingnya

halal dikonsumsi. Akan tetapi pendapat mereka ini perlu diteliti

kembali. Sebab huruf alif dan lam yang terdapat pada kalim at J jt 4

berfungsi sebagai al-'ahd li adz-dzihni. Hal ini ditafsirkan (dijelaskan)

oleh sabda beliau sendiri dalam riwayat lainnya yahtu 4)1.;1. Maka

maksudnya adalah air kencing yang najis, yaitu air kencing manusia.

Perkataan beliau, "Adapun yang seorang lagi maka ia berjalan

ke sana kemari mengadu domba." Kata u:,5- (berjalan ke sana kemari

-peni.) menunjukkan bahwa ia berjalan menebar adu domba di antara

manusia, bukan duduk di tempat tetapi berjalan ke sana kemari. Ia

mendatangi si Fulan dan berkata kepadanya, "Si Fulan menceritakan

tentang dirimu begini." Ia mengadu domba melalui perkataarurya un-

tuk memisahkan manusia. Padahal telah shahih dari Nabi Slallallahu

Alaihi wa Sallam, "Tidak akan masuk ke dalam surga Fattat.' Eattat ar-

tinya orang yang suka mengadu domba.

Maka namimah tergolong dosa besar. Allah Ta'alaberfirmxt, "Dan

janganlah kamu ikuti setinp orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang

banyak mencela, yang lcian lce mari menghambur fitnah." (QS. Al-Qalam:

10-11)

Wahai kiranya kita berakhlak dengan adab ini! Namun ketika

seseorang datang kepada kita dan berkata, "Sesungguhnya si Fulan

menjelek-jelekkan kamu begini dan begini." Kita langsung menerima-

Silahkan mehhat Al-Majmu' (ll/ 506), Al-Fath (l/ 321) dan Nail Al-Autlur (l/ 6l)

Silahkan melihat Majmu' Al-Fataua karya Syaikhul Islam (XXI/ 542- 587). Beliau

banyak mencantumkan dalil yang mendukung pendapat yang menyatakan bahwa

beberapa air kencing adalah suci.

Beliau berkata dalam Majmu' Al-Fatawa Q&/ 613), "Adapun air kencing bina-

tang yang dagingnya halal dimakan berikut kotorannya maka mayoritas Salaf

menyatakan bahwa ia bukan najis. Ini merupakan pendapat Malik, Ahmad dan

yang lainnya. Dan ada ulama yang merryebutkan bahwa tidak seorang pun

dari shahabat yang berpendapat bahwa ia adalah najis. Bahkan pendapat yang

menyatakan kmajisannya merupakan pendapat yang baru yang tidak pernah

disebutkan oleh para shahabat sebelumnya."

Adapun air kencing manusia maka para ulama sepakat bahwa ia adalah najis

sebagaimana yang dinukilkan oleh An-Nawawi dalam AlMajmu' (ll/ 5M)

935

936

€n*fliHrr& 847

nya. Sementara Allah Ta'ala telah berfirman, "Dan ianganlah lamu ikuti

setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang

kian ke mari menghambur fitnah."

Apabila Allah membimbing kita kepada akhlak ini maka tidak

sepantasnyalah bagi kita selamanya untuk menerima seseorang yang

datang kepada kita seraya berkata, "Sesungguhnya si Fulan telah men-

jelek-jelekkan kamu begini dan begini."

Kita hendaknya mengetahui juga bahwa jika seseorang telah me-

nyampaikan perkataan orang lain kepada kita, dia pasti akan me-

nyampaikan perkataan kita kepada orang tersebut. Sebab biasanya

memang demikian. Kita berlindr.g kepada Allah dari perbuatan ini.

Kami katakan: Sesungguhnya namimah terbilang dosa besar.APa-

kah meninggalkannya merupakan perkara yang mudah? ]awabnya

yaitu ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan, "Dan me-

reka disiksa bukan karena melakukan sebuah dosa besar." Maka kita

mengetahui bahwa meninggalkannya merupakan perkara yang mu-

dah, karena meninggalkannya berarti menahan dari sesuatu. Dan se-

seor:rng menahan dirinya sendiri dari sesuatu meruPakan persoalan

yang gampang. Akan tetapi perkara yang telah biasa dilakukannya,

makan akan sulit baginya untuk meninggalkalrnya. Namun apabila

ia benar-benar bertakwa kepada Allah 'Azza wa lalla pastr mudah

baginya.

Perkataan perawi, "Lalu beliau minta diambilkan pelepah kurma

kemudian beliau belah menjadi dua bagian, masing-masing kubu-

ran diletakkan sepotong pelepah. Ditanyakan kepada beliau, "Ya Ra-

sulullah mengapa Anda melakukan hal ini?" Beliau menjawab, "Se-

moga pelapah ini dapat meringankan siksaan mereka berdua selama

pelepahnya belum mengering atau sampai pelepahnya kering." Me-

ngapa beliau mengatakan, "semoga pelaPah ini dapat meringankan

siksaan mereka berdua"?

Ada yang belpendapat sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam bermaksud menjelaskan masa pemberian keringanan siksa-

an semata. Maksudnya semoga siksanya diringankan dari mereka ber-

dua hingga pelepah kurma ini kering. Maka ucapan beliau tersebut ber-

tujuan menjelaskan masa pemberian keringanan siksaan saja.

Ada lagi yang belpendapat bahwa jika pelepah tersebut masih

hi-jau maka ia akan bertasbih (menyucikan Allah), dan apabila telah

ke-ring maka ia pun berhenti dari tasbihnya. Kemudian ahli bid'ah

848 €rmflixur&

menjadikan hal ini sebagai dalil bahwa kita seharusnya duduk di sisi

kubur sambil bertasbih kepada Allah siang dan malam agar siksaan

yang dialami penghuni kubur diringankan.

Akan tetapi pendapat ini lemah, dilemahkan oleh firman Allah

Ta'ala, "langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih

kepada Allah.' (QS. Al-Isra':44)

Dan (kandungan) ayat ini mencakup tumbuhan yang masih hijau

maupun yang sudah kering. Allah Ta'ala ju$a berfirmart, "Dan tak ada

suatupun melainknn bertasbih dangan memuji-Nya, tetapi kamu selalian ti-

dak mengerti tasbih mereka." (QS. Al-IsrC: 44)

Dan saat itu bisa dipastikan bahwa pendapat pertamalah yang

benar, yaitu unfuk menjelaskan masa pemberian keringanan siksaan

semata.

Sebagian ulama berpendapat disunnatkannya meletakkan seba-

tang dahan atau pelep"h ya.g masih hijau di atas kubur, berdasar-

kan hadits ini.e37 Subhanallaht.Ini haram hukumnya! Karena ini artinya

berprasangka buruk terhadap kubur (penghuninya). Sebab Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak meletakkan pelepah di atas setiap

kubur, tetapi hanya di atas kedua kuburan tersebut karena penghuni-

nya disiksa. Apakah sekarang kamu merasa yakin bahwa penghuni

kubur sedang disiksa?

Dia pasti akan menjawab tidak, dan tidak mungkin ia merasa yakin

karena hal ini termasuk perkara yang gaib.

Barangkali dia akan mengatakary "Tetapi aku khawatir ia akan

disiksa." Kami katakan, andaikata kamu khawatir ia akan disiksa,

maka artinya kamu telah berburuk sangka. Ya.g benar adalah kamu

berharap agar Allah mengampuni dosa-dosanya.

Kemudian apa yang baru saja kamu katakan itu akan memberi-

kan konsekuensi diletakkannya pelepah di atas semua kubur. Apa-

kah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meletakkan pelepah di

atas kubur setiap kali beliau menguburkan jenazah? ]awabnya tidak.

Dengan demikian jelaslah kelemahan pendapat yang menyatakan di-

sunnatkannya meletakkan dahan pohon, pelepah yang masih hijau

atau benda lainnya di atas kubur.

937 Silahkan melihat Al-Furu' (\/ 239), Akhslwr At-Mut&tasharat (l/ 736), ksysyaf Al-

funru' (IIl 165) dan I' anoh Ath-Tlulibin (fl / 119)

€se&

)ntry e;v 6 +(

'it{"x.ir5 ,1,26.#'t*'iiu, & Qt Sa',

1? ot

,-r-l rf

'^i.i *

#;t

./6' ,)i'sr f u" pi

Bab Tentang Mencuci Air Seni

Nabi Shollollohu Aloihi wo Sollom bersabda, ?enghuni kubur

ini dahulu tldak meniaga diri darl percikan air kencingnya." Dan

bellau tldak menyebutkan selain air seni manusia.e3s

,iu e?.l i ft;:t6k ,iu e?J il +fr $"8.Y tv

'tg 

,rj J. li; ;k ,iu edt il t':: ;'E

a. )"n tiL (v, *'i, * :r)t ot{ it *Y ;,

.yr#:\

2\7 . Y a' qub bin lbrahim telah menceritalan kepada lami , ia berlata , " lsma' il

bin lbrahim telah menceritalan kepada kami, ia berknta, "Rauh bin Al-

Qasim telah menceritaknn kepadaku, ia berkata, "'Atha' bin Maimunah

telah menceritaknn kepadaku, dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu,

ia berkata, "Biasanya apabila Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam buang

hajat, maka aku membadakan air,lalu beliau menggunakan air tersebut

untukbersuci.

938 Al-Bukhari menyebutkannya secara mu'alh4 dengan shighat jazm. Beliau menye-

butkannya lengkap dengan sanadnya dan dengan lafazhnya pada bab yang se-

belumnya (216) dan menyebutkannya lengkap dengan sanadnya pada bab ini

denganlafazh ,lit :t'f;-l it? 't

849

850

$3; :Jti pt! il k,

s'

€ilffidHlr&

c'; :iv pit j: k, $k .y t A

& #t'r:is qY; u-.t ,s ,tjG ,r ,ye 6 ft<gt

ci : f ,t 96,:,x.'r7j,9v+r $t,i* ;l e # : g;'|nt

^#rr,#- ot{i 9.'11ci', ,J34r :r,#.i oK vi':g;i

tju .i;t', f ,f e yn rtrir:i ul3in,'oi F

.q p v qL .frfr.{ii ,ivt$ aiir, lr i;iu

,iG fu$r rsr; ,iv A* (rki ,,-#t U. i,:; jui

#b'#-+'\s+

2L8. Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada lami, ia ber-

kat a, Muhammnd bin Khazim telah ttrenceritalan kep ada lami, ia berlata,

Al:Amasy telah menceritalan kepafu lami, dari Mujahid dari Tluwus

dari lbnu Abbas, iaberlata,'Nabi Shallnllahu Alaihi wa Sallam melalati

dua buah kuburan dan bersabda, "Kedua penghuninya sedang mendapat

siksaan ilan merela disilcsa bulan larena dosa besar, Adapun salah se-

orang dari merekn tidak menjaga dirinya dari air l<encing, dan yang

satu lagi sula mengadu domba." Kemudinn beliau mengambil sebatang

pelepah yang masih basah dan memotongnya menjadi dua bagian, la-

lu beliau menancapkan pada setiap latburan tersebut satu pelepah. Para

shahabat bertanya, "Wahai Rnsulullnh mengapa Anda melakulcnn hal

ini?" Beliau menjawab, "Semoga dapat meringankan silcsaan merelu se-

lama kedua pelEah tersebut belum lering."sts

Muhammad bin Al-Mutsanna berlata, "Dan Waki' telah menceritakan

kepada lami, ia berkata, Al-'Amasy tel"ah menceritalan kepada lumi, ia

berluta, "Aku pernah mendengar Mujahid menyampailan riwayat yang

939 Diriwayatkan oleh Muslim (292) (lll)

€n.mfru&

samtw tetapi dengan reilalcsi: ,, :Z 'F- G'dak menjaga dirinya dari

air kencingnya)

Syarah Hadits

Keterangan yang menunjukkan hubungan antara hadits ini de-

ngan judul bab adalah perkataan, ".d.r. :Z (dari air kencingnya). A1-

Bukhari Rahimahullah menyebutkan, "Dan beliau tidak menyebut-

kan selain air seni manusia" Perkataannya ini dikemukakan sebagai

bantahan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa semua air seni

adalah najiseal, padahal tidak semuanya najis. Sebab air seni hewan

yang dagingnya halal dimakan adalah suci. Oleh sebab itu, tatkala Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan or:rng-orang suku 'Urainah

untuk mendatangi unta sedekah dan meminum air seni serta susunya,

beliau tidak memerintahkan mereka mencuci bejana-bejana mereka

dari (bekas) air seninya.ea2

Maka pendapat yang benar dan dapat dipastikan, bahwa air seni

yang wajib bagi kita untuk membersihkan diri darinya adalah air seni

manusia atau air seni hewan yang dagingnya haram dimakan. Adapun

hewan yang dagingnya halal dimakan maka air seninya adalah suci.

940 Dalam Al-Fath (l/ 322) Al-Hafizh berkata, "Perkataan Al-Bukhari, "Ibnu Al-

Mutsanna berkata, "iS.: ti:t-: (Dan Waki' telah menyampaikan kepada kami)"

merupakan ma'thuf dari yang pertama, darrr adat 'athaf iru juga tercantum pada

riwayat Al-Ashili. Oleh sebab itu, sebagian mereka (aNi hadits) menduga bahwa

hadits tersebul mu'allaq. Sementara dalam Al-MustaWtraj Abu Nu'aim telah me-

riwayatkannya secara tnaushul melalui jalur Muhammad bin Al-Mutsanna ini dari

Waki' dan Abu Mu'awiyah sekaligus, dari Al-A'masy. Adapun hikmah Al-Bukhari

mencantumkannya secara tersendiri adalah karena riwayat Waki' mengandung

ketegasan pendengaran Al-A'masy daripada yang lainnya."

Ini merupakan pendapat para pengikut Imam Asy-Syafi'i sebagaimana yang telah

disinggung sebelumnya. Silahkan mehhat Al-Majmu' (ll/ 506)

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (233) dan Muslim (1671) (9)

851

941.

942

€sz&

* b L? g Erllit q6,i Pi *'h' t' :#' 9; qu.

*;At;,

Bab sikap Nabi Shollollohu Aloihi wo sollqm Yang Membiarkan

Orang Arab Badui Kencing Di Dalam Masiid Hingga Selesai

q.t # 3*\ti',1;,i;c;ck,iv,EaLA ,r;\:r3r.r t 1

;rdt e Jrt q,t';i uii *, * bt e #t I'i'*v ;

.*'^#i :?G3 ti tu p iii; :ia

.a

21g. Musa bin lsma' il telah menceritalan kcpoda kami, in berlcata, " Hammnm

telah menceritakan tcepadn lami, in berlata, "lshaq telah mengabarlan

kepada kami dari Anas bin Malik Rndhiyallathu Anhu bahwasanya

Nabi shallaltahu Ataihi wa sallam melihat seoranS Arab Badui buang

air kecil di dntam masiid. Beliauberknta, "Biarkanlah dia!" setelah selesai

buang air, Rasulultah shallallahu Alaihi wa sallam meminta agar di-

ambilkan air lalu beliau menuanglannya pada tempat yang terkena (air

seni) tersebut."ss

[Hadits 219- tercartbum juga pada hadits nomor: 221dan6025i

!trlrt

943 Diriwayatkan oleh Muslim (284) (99)

852

s-- I

Sss&

"te,;at e )A, & :6, l.j q6.

Bab Menyiram Air Seni Di Masjid Dengan Air

& 6fi,iu is-*'lr F +5;

btii iG ,iG;;i ui i'i i# i, & i,.'-rl'il dlll

,c

tJ,

,

),r i '^ o ltr , li 'tt'r1^ ' ftt li'.r:'-:^'#r*G ar ,p :/t & i6;,atls'rr;l y"et Ciw

6';;i 

'i6oqir ,:J$3^; .Yt.

ir *:;

i*i u.irte ,rv q:!r; ,n i eY ;r,. U.rii tii :6 b,r# 9y ,b tr;ri,, irL;4) .)

. , .t t l,ol oi..LJrtP e)

220. Abul Yaman telah menceritalan kepada lumi, ia berlata, "Syu'aib te-

lah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, ia berlcata, "Ubaidillah

bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud telah menceritalun kepadaht, bah-

wasanya Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, "Seorang Arab ba-

dui berdiri, lalu buang air kecil di dalam masjid dan orang-orang pun

meneriakinya. Inntas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepa-

da merela, "Biarkanlah ia! Siramlah air seninya dengan air satu timba,

atau air satu geriba! Karena sesungguhnya lulian diutus untuk mem-

beri kemudahan, buknn diutus untuk membuat kesulitan,"

[Hadits 220- tercantum juga pada hadits nomor: 6L281

,iG f U ,F- t|';;i 'i,i i' '"t ,1';;i :iv 3t-,* 13""6. Y Y t

a/!.o.l;i F:nt& i;t,f +,6 G J't +

22L. 'Abdan telah menceritakan kepada kami, i"a berkata, "Abdullah telah

menceritaknn lcep ada kami, iaberkata, " Y ahy abin S a' id telah menceitaknn

. 9 tl

853

854 €mmruts.

kepada kami, ia berkata, "Aku mendengar Anas bin Malik dari Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam."

Syarah Hadits

Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, "Sulaiman

telah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, ia berkata, "Aku

mendengar Anas bin Mdik berkata, "seorang Arab Badui datang

lalu kencing di sudut masjid. orang-orartg pun mencelanya. Lalu

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallnm melarang mereka melakukan hal

itu. Setelah Arab Badui itu selesai kencing, Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam memerintahkan untuk membawa satu ember air, kemudian di-

siramkannya pada kencing tersebut."

Imam Al-Bukhari Rahimnhullah membuat bab hadits yang sama

yang diriwayatkan oleh Anas dan Abu Hurairah Radhiyallahu Anhumn.

Kisahnya, seorang letaki Arab Badui masuk ke dalam masjid, dan di

dalam masjid ada sela ruan& yakni yang lebar. Di antara kebiasaan-

nya -yakni orang Arab Badui- adalah kapan pun ia perlu membuang

hajatnya ia pasti duduk lalu buang hajat di tanah. Lalu ia mendu-

ga bahwa hajatnya tersebut dapat ditunaikan di sela ruang masjid

maka ia pun kencing di situ. Ketika para shahabatRadhiyallahu Anhum

melihatnya, mereka langsung mencela dan melaranSnya. Lalu Nabi

Shallallahu Ataihi wa Sallam melarang mereka dan berkata, "]anganlah

kalian menghentikarutya! Karena sesungguhnya kalian diutus untuk

memberi kemudahan, bukan diutus untuk membuat kesulitan."

Ketika orang Arab Badui itu tetah selesai menunaikan hajatnya,

Nabi Shaltallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membawa s-

atu ember air kemudian dituangkan pada kencing tersebut. Kemudian

beliau memanggilnya lalu berkata, "sesungguhnya masjid tidak boleh

dipergunakan untuk buang air kecil atau kotoran. masjid adalah tempat

untuk mengerjakan shalat, membaca Al-Qur'an atau mengagungkan

Allah.'Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah'

Dari kisah ini dapat diambil faidah:

1. Memaafkan orang yang jahil karena kejahilannya. Sebab Nabi

Shatlallahu Alaihi wa Sallam tidak mencerca orang Arab Badui

tersebut.

2. Melakukan kerusakan yang lebih kecil guna menolak kerusakan

yang lebih besar. Tidak diragukan lagi membiarkan orang Arab

Badui tersebut kencing di dalam masjid merupakan sebuah ke-

S-

€,nmnr&

rusakan, tetapi dengan hal ini kerusakan yang lebih besar dapat

dihindarkan. Karena jika lelaki Badui ini langsung berdiri maka

sesungguhnya ia masih dalam keadaan terbuka auratnya, dan

air kencingnya akan jatuh mengenai lantai masjid yang lebih luas

sementara auratnya terus terbuka. Boleh jadi ia akan menutup

auratnya dengan kain sarun*Ya,namun ketika itu kain sarungnya

pasti menjadi kotor karena terkena najis. Dua keadaan ini merupa-

kan kerusakan yang besar.

Kalau ia menghentikan kencingnya ketika sedang terdorong keluar,

sementara sebagaimana yang diketahui jika air kencing keluar dari

kandung kemih yang penuh maka ia akan terdorong kuat ke-luar;

niscaya ketika ia menaharutya boleh jadi akan menimbulkan efek

negatif terhadap saluran kencingnya. Sedangkan kemudharatan

harus dihindarkan semaksimal mungkin.

Selama sebuah interaksi sosial dapat ditempuh melalui cara yang

paling mudah, maka itulah yang paling baik. Karena Nabi Shallnlla-

hu Alaihi wa Sallam bersabda, "sesungguhnya kalian diutus untuk

menberikan kemudahan bukan untuk menimbulkan kesulitan."

Menempuh jalur yang paling mudah dan penuh kelembutan me-

rupakan perkara yang dilandasi oleh berbagai dalil. Nabi Shallallahu

Alaihiwa Sallam telah menyampaikan dalam sebuah sabdanya,

\L:A €. bg t; ,9)t "oi, ,,;i:t e ,#'t Y g'Su,;*r'it iti

it:,'lL rC q

" sesungguhnya Allah memberikan k pada kelembutan apa yang tidak di-

berikan-Nya kepada lcelcerasan.w Dan tidaklah lcelembutan ada pada se-

suatu melainkan ia pasti menghiasinya. Dan tidaklah in dicabut darinya

melainkan ia pasti membuatnya burttk."e4s

Terkadang yang mendorong seseorang untuk menolak suafu per-

kara dengan kekuatan dan kekerasan adalah Perasaan cemburu.

Maka dalam hal ini perlu disampaikan bahwa penolakan dengan

cara seperti itu dilarang oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Bukankah di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

melarang para shahabat ketika mereka mencela pria Arab Badui

itu?

Diriwayatkan oleh Muslim (2598) (m

Driwayatkan oleh Muslim (259 4) (nl

3.

8s5

\j r'itict

L,

9M

945

8s6 €ilffiHtt&

lawabnya, ya. ]ika demikian, maka penolakan terhadap sebuah

persoalan yang hanya dilandaskan kepada perasaan cemburu te-

tapi tidak dibarengi dengan pemahaman (pengetahuan) merupa-

kanhal yang dilarang.

Tanah yang sebelumnya bernajis dapat menjadi suci dengan me-

nyiramkan air ke atasnya. Akan tetapi perlu ditandaskan di sini

bahwa sekiranya najis yang mengenai tanah itu memiliki materi

kongkrit, misalnya terkena najis kotoran atau darah yang sudah

mengering, maka yang pertama sekali atau dihilangkan adalah

materi tersebut. Barulah kemudian menyiramnya dengan air.

Adapun bila materi najisnya tidak berbekas, tetapi diserap oleh

tanah seperti air kencing maka membersihkannya cukup dengan

menyiramkan air ke atasnya.

Ada orang yang menjadikan hadie di atas sebagai dalil bahwa ta-

nah tidak bisa suci dengan sinar matahari maupun angin. Sebab

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan shahabat me-

nyiramnya dengan air.

Pendapat ini dapat dijawab dengan penjelasan bahwa tujuan

beliau memerintahkan mereka menyiramnya dengan air adalah

agar tanah tersebut menjadi suci seketika itu juga. Namun ini ti-

dak menafikan bahwa tanah bisa suci dengan sinar matahari dan

angin, hanya saja mungkin tidak secepat menyiramkan air. Seba-

gaimana kita ketahui bersama bahwa orang-orang sering datang

ke mesjid. Oleh karenanya najis yang mengenainya harus sesegera

mungkin dihilangkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

hadits ini tidak mengandung dalil bahwa tanah tidak bisa suci

dengan sinar matahari dan angin.

Wajib menyucikan tempat shalat berdasarkan sabda beliau, "Si-

ramlah air seninya!" Dan (menurut kaidah) hukum dasar yang

terkandung dalam perintah adalah wajib.

Hukum menyucikan masjid dari najis adalah fardhu kifayah. Da-

samya adalah ucapan beliau, "Siramlah!" Ditambah lagi beliau

memerintahkan agar air seni tersebut disiram dengan satu timba

air. Namun Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak melakukannya

sendiri. Jika memang hukum membersih-kannya adalah fardhu

'ain, sudah pasti beliau sendiri yang langsung melakukannya.

Disyaratkannya kesucian tempat yang akan dipakai shalat agar

shalatnya sah. Ini merupakan pendapat yang sudah dikenal di

6.

7.

€.nUfnu& 8s7

katangan ahli ilmu. Namun sebagian ulama mutaakhirin berbe-

da pendapat. Mereka menyatakan bahwa wajibnya menyucikan

masjid tidak menunjukkan wajibnya membersihkan tempat yang

hendak dipakai untuk shalat. Kalau pun menunjukkan wajibnya

menyucikan tempat yang hendak dipakai untuk shalat, namun

ini tidak menjadi landasan bahwa membersihkannya merupakan

syarat sahnya shalat.

Tetapi pendapat yang benar adalah hal itu merupakan syarat

sahnya shalat. Karena perintah untuk menyucikan tempat yang

akan dipakai shalat berarti perkara tersebut wajib. Dengan demi-

kian apabila seseorang tidak menyucikannya dan mengerjakan

shalat di atas tempat yang najis, maka shalatnya tidak sah.

9. Orang yang jahil sebaiknya diperlakukan menurut kondisinya.

Oleh sebab itu, Nabi Slwllallahu Alaihi wa Sallam memanggil lelaki

Badui itu dan memberitahukannya bahwa masiid bukanlah tem-

pat untuk membuat haiat dan kotoran. Sehingga ia merasa senang

dan tenang.

Mengenai kisah lelaki Arab Badui ini, Imam Ahmad Radhiyallahu

Anhu telah meriwayatkan sebuah hadits di mana lelaki tersebut

berdoa, "Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad! Dan janga -

lah Engkau rahmati selain kami!"%

Ia berdoa demikian karena merasa tenang dengan perlakuan

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap dirinya, sebab beliau

memperlakukannya dengan kelembutan dan kesantunan sambil

memberitahukan kepadanya bahwa masjid bukanlah tempat un-

tuk membuang hajat dan kotoran.

Adapun para shahabat maka mereka telah mencela dan meng-

hardiknya, maka karena fitrahnya ia ingin agar Para shahabat ter-

halang dari mendapatkan rahmat. Sebab mereka telah mencela

dan menghardiknya. Dia menetapkan sifat kasih sayang kepa-

da Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang telah memPer-

lakukannya dengan kelembutan dan kesantunan dan kepada di-

rinya juga.

Apakah hadits ini dapat dijadikan dalil bahwa istinja' dan

istiimar dari buang air kecil tidak wajib?

|awabnya, tidak, karena di dalam kedua hadits tersebut meruPa-

kan perkara yang didiamkan. Namun hadits Ibnu 'Abbas yang se-

946 Diiwayatkan oleh Ahmad dalam Al'Musnailbeliau (Il/ 239,283) (7255,7802)

8s8 €ilffi.iHl't&

belum menjadi dalil wajibnya membersihkan diri dari buang air

kecil berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,,,Ada-

pun salah seorang dari mereka, maka ia tidak membersihkan diri

dari buang air kecil."qz

947 Syail,.h Al-Utsaimin ditanya, "!ika seseorang melihat adanya najis dalam se.

buah masjid sedangkan yang lainnya tidak melihatnya apakah ia harus meng-

hilangkannya?"

Beliau Rahimahullah menjawab, "Ya, ia harus menghilangkannya atau membe-

ritahukan kepada pihak yang bertanggung jawab atas kebersihan masjid sehing-

ga mereka bisa menghilangkannya."

Syaikh juga ditanya, "Sebagaimana kita ketahui, sekarang ini lantai masjid rata-

rata beralaskan permadani, lantas bagaimana caranya menyucikannya apabila

terkena najis?"

fawab beliau, "Sebagaimana diketahui bahwa permadani-permadani tersebut

sukar untuk dilepaskan dari atas lantai. Maka cara men)rucikannya adalah meng-

gunakan spon untuk menyerap air, misalnya air kmcing. Setelah dicuci maka kita

menyerap air yang dituangkan ke atasnya dengan menggunakan spon yang tadi

atau yang baru. Jika tempat tersebut telah disiram dengan air sebanyak tiga kali,

maka kita harapkan bahwa permadani tersebut telah suci.""

Syaikh Al-Utsaimin ditanya, "Ada sebuah kaidah yang menyebutkary "Tidak bo-

leh menunda-nunda penjelasan pada waktu penjelasan tersebut dibutuhkan. Se-

mentara di sini Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengingatkan lelaki Arab

Badui untuk beristinjak. Oleh sebab itu terkadang ada yang berpendapat bahwa

hukum beristinjak adalah tidak wajib karena Nabi tidak menyebutkannya?"

Beliau menjawab, "Kaidah ini disebutkan ketika kondisi memang membutuh-

kannya. Dan dalam kondisi ini memang belum perlu disebutkan. Karena wa-

jibnya beristinjak telah disampaikan pada hadits-hadits lainnya. Apabila hu-

kum mengenai masalah ini telah dijelaskan dalam beberapa hadits yang lain,

kemudian datang sebuah dalil yang tidak menyebutkannya dan ada yang hendak

mempertentangkan apa yang telah disebutkan dalam nash-nash lainnya dengan

hadits ini maka kami katakan: tidak ada pertentangan di antara nash yang ada.

Sebab, tidak menyebutkan bukan berarti menyebutkan yang tidak ada.

Hal ini bukan berarti kita menetapkan sesuatu yang tidak ditetapkan oleh dalil,

karena ia terlarang dalam bab ibadat. Oleh sebab itu, perkataan mereka 'tidak

menyebutkan'bukan berarti menyebutkan yang tidak ada. Sesungguhnya tu-

juannya yaitu agar tidak mempertentangkan nash-nash yang menyebutkan ma-

salah ini."

€sg&

gqil' 4y.es.

Bab Air Kencing Bayi Lakl-Laki

,iry ,y. ry ,y b.v 63+i ,iC .fri- i i' 'tP $k.ltt

'o, -i :a i;: ;;,i ,uc6 g'gt;i -*.se U ,i :;

.isl *1,iit, ,i\Gi ,yi & jw lr,r,& y

222. Abdullah bin Yusuf telah menceritalan kepada lami, in berlata, "Malik

telah mettceritalan kepada lami, dari Hisyam bin 'Urwah ilari ayahnya

dari Aisyah Ummul Mukruinin Radhiyallahu Anha bahwasanya in

berlata, "Seorang bayi laki-laki dibawa kcpada Rasulullah Shallallahu

Alnihi wa Sallam,lalu bayi tersebut kencing hingga mengenai palainn

beliau. Iantas beliau minta diambilkan air, lalu belinu menyiram pa-

laiannya dengan air tersebut."w

* f iU u..t r *,tt';*i,iv,i;i lr Ll $k.Y Yr

ti i;L,fi,it **#ii yr:i; lt *# tl

*:ti & y itJa g,r )r: JL?yt'FU { y

Gtt cli e iw1f e&) * it ,* lt l;:

'* P, i;it ,,t^;

223. Abdullah bin Yusuf telah menceritalun bpada lumi, ia berlata, Malik

telah menceritalan kepafu lami ilnri lbnu Syihab dari 'Ubaidullah bin

948 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (222,il68,600a 6355) dan Muslim (286) (102)

859

860 €rmrur&

Abdullah bin 'Utbah ilari Ummu Qab binti Milahan bahwasanya ia

ilatang membawa bayi laki-lakinya yang belum memalan malanan

kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemudinn Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam mendudukJannya di atas panghtannya dan

bayi itupun mengettcingi palaian beliau. Lantas belinu minta diambilkan

air dan menyiram kencing tersebut tanpa mencucinyt,"eae

Syarah Hadits

Bab ini menerangkan tentang hukum air kencing bayi laki-laki,

apakah ia najis atau tidak? Jika najis bagaimana mencucinya?

Adapun jawaban atas pertanyaan pertama: Sesungguhnya air

kencing bayi laki-laki adalah najis, dan dalilnya adalah perintah Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam agar mencucinya.

Adapun cara mencucinya, maka tidak seperti (mencuci) najis

mughallazhah (berat), tetapi seperti najis mukkaffafah, oleh sebab

itu, menyucikannya juga diperingan. Caranya mengambil air lalu

menuangkannya pada tempat yang terkena najis hingga mengenai

semuanya. Dengan melakukan ini tempat tersebut menjadi suci.

Tidak perlu digosok dan tidak perlu diperas kecuali seseorrrng ingtn

memerasnya agfi lekas kering. Hanya saja tidak ada yang darurat

dalam hal ini.

Perkataan periwayat dalam hadits, "Belum makan makanan."

Ucapan ini mmjadi sebuah isyarat adanya suatu 'illat, yait.t bayi ini

hanya diberi susu."

Ulama berkata, "Perbedaan antara bayi laki-laki yang belum meng-

konsumsi makanan dengan yang sudah adalah, bahwa bayi yang

mengkonsumsi makanan berarti telah mengkonsumi sesuatu yang

berat, yaitu makan dan minum. Berbeda halnya dengan bayi yang

hanya mengkonsumsi ASL karena ia ringan. Apabila ringannya susu

berpadu dengan kondisi bayi yang masih kecil, maka najisnya menja-

di ringan. Namun apakah bayi laki-laki dan perempuan sama dalam

masalah ini?

Jawabnya, tidak. Masalah itu khusus pada bayi laki-Iaki. Dalilnya,

hukum asal pada najis adalah wajib mencucinya. Dalam masalah ini

kita keluar dari hukum asal ini dengan berlandaskan sebuah hadits

shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang bayi laki-laki

yang masih kecil, di mana cara mencuci najis air seni adalah dengan

949 Anwayatkan oleh Al-Bukhari (223, ffi93) dan Muslim QBn Q.M)

€'nfffrr&

memercikkan air. Sehingga bayi wanita tetap pada hukum asaLrya,

yaitu air kencingnya harus dibasuh.

Sebagaimana kami juga mengatakan bahwa kotoran bayi laki-

laki yang dipercik air kencingnya harus dibasuh, karena itulah yang

merupakan hukum asahrya.

Dari hadits di atas juga dapat diambil faedah dari aspek pendidi-

kan, yaitu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam benar-benar pribadi yang

tawadhu'. Hal ini tampak ketika beberapa bayi laki-laki dibawakan

kepada beliau, beliau mendudukkan mereka di atas pangkuannya

Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Faidah lainnya yang dapat dipetik yaitu kelembutan Rasulullah

Shalkllahu Alaihi wa Sallam. Hal ini terlihat ketika bayi lakiJaki me-

ngencingi pakaiannya, akan tetapi beliau tidak memarahinya dan ti-

dak memarahi keluarganya.Beliau tidak mengatakan, "Semoga Atlah

tidak memberkahi kalian. Mengapa kalian datang membawa anak

yang menyebabkan pakaian kami menjadi najis?" Yang beliau lakukan

hanya diam saja sambil meminta diambilkan air untuk menghilang-

kan kerusakan. Sebagaimana yang beliau lakukan juga terhadap lelaki

Arab Badui yang kencing di dalam masjid.

Hadits tersebut juga memberikan faedah tentang bolehnya me-

minta kepada orang lain dalam perkara yang biasa terjadi dan tidak

menimbulkan sikap mengungkit-ungkit. Karena Nabi Shallallahu Alai-

hi wa Sallarn meminta diambilkan air. Ini tidak bertentangan dengan

larangan yang telah ditetapkan tentang meminta-minta kepada ma-

nusia.es Sebab perkara yang biasa terjadi di antara manusia dan ti-

dak menimbulkan sikap mengungkit-ungkit pemberian maka tidak

mengapa. Karena makhluk Allah yang paling mulia Muhammad

Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta kepada manusia dalam perkara-

perkara seperti ini.

Demikian juga haLrya antara sesama manusia, misalnya dengan

mengatakan kepada saudaranya, "Berikanlah air itu kepadaku! Semo-

ga Allah membalasmu dengan kebaikan." Atau, "Berikanlah kepadaku

piring itu!" Serta berbagai ucapan lainnya yang biasa berlaku di antara

mereka dan tidak menimbulkan sikap mengungkit-ungkit pemberian.

Maka perkara seperti ini tidak mengapa.

861

950 Diriwayatkan oleh Muslim (1043) (108)

,yts't Ws Sflt qu.

€eo&

Bab Buang Air Kecil Sambll Berdiri Dan Duduk

a+'! ,f ,yrt't d) F *'tt ; *t; t"t; :iC (;i $'8. Y Y t

Gt F ,vi,:v,3n ,', aLq & t'At ,k 31t i ,iu

.:r).;; r.;..ry 1-',

224. Adam telah menceritakan kepada lami, ia berkata, "syu'bah telah men-

ceritalun kepada knmi dari Al:Amasy dari Abu wa'il dari Hudzaifah,

ia berkata, 'Nabi shallallahu Alaihi wa sallam pergi ke tempat pembua-

ngan sampah suatu kaum,lalu beliau buang air kecil di sana sambil

berdiri, lctmudian beliau minta diambillan air, maka aku pun man-

bawalan air untuk beli.au, lalu beliau beflDudhu."esl

[Hadits 224- tercartbum juga pada hadits nomor: 225, 226 dan 247 11

951 Diriwayatkan oleh Muslim (273)

862

€er&

g,6u,il\ttyG w.,)fit qu.

Bab Buang Air Kecil Di dekat Teman Dan Berlindung Dibalik

Tembok

,/ ,f )p ,f ,f rik :iu 

^:*, €J U itwi tl'";.Yto

";,e'g') t'i; 

j, ,,tin ,*ir,iu a? ,r ,j,t)

L,{tt iq ,iki ti.6 (w y.v & ry'^Lt{, jlb

tl ,j, *+J-*1 4':tt'r,i:u,i

225. 'Utsman bin Abu Syaibah tehh mmceritalun kcpoda lami, in berkata,

"larir telah mmceritakan lcepada lami dari Manshur ilari Abu Wa'il

dari Hudznifih, ia berlata, "Di slat aku dan Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam berjalan-jalan, tiba-tiba beliau rnendatangi tempat sampah suatu

laum yang berada di balik tembok,lalu beliau berdiri seperti salah seorang

knlian berdiri dan buang air lcccil. Akupun menjauh darinya, tapi beliau

mengbyaratlun kepadaht ilan aku kembali mendekat berdiri di belakang

beliau hingga beliau selesai."es2

952 Silahkan melihat ta'liq yang sebelumnya

863

€ez&

**6YJir,+';.

Bab Buang Air Kecil Di Tempat Sampah Satu Kaum

Jrt, ej t l* 3; 

!^t-L d\; :iu ;iY :; ib! tl'G. Y t 1'i :t\,i*i J'At e, 

""1. 

&fi, '"; ,'i {:C ,is

"4 ,A;- Jt- .'^tt eyi qy qai tsY 3s U,t';\

.*G ,sw r'; ^Lq #, 1:.i-'h, J; et Jy; i\ b-i

226. Mutummad bin 'Ar'arah telah menceritalan kepaila kami, ia berluta,

"Syu'bah telah menceritaknnkepadalami dari Manshur dari Abu Wa'il,

ia berknta, "Abu Musa Al-Asy'ari amat berlebihan dalam masalah air

seni, iaberkata, "Bahwasanya Bani lsrail, apabila palainn mereka terke-

na air kencing malca mereka mengguntingnya (pakaian yang terkena air

kencing tersebut)." Hudzaifah berkata: seandainya ia tidak melakukan

hal itu. Rasulullah Shallatlahu Alaihi wa Sallam pernah mmdatangi

tempat sampah suatu kaum, lalu beliau buang air kecil sambil berdiri."es3

Syarah Hadits

Kata as-subaathah artinya tempat mengumpulkan sampah, limbah

dan sebagainya. Hadits ini mengandung dalil bahwa buang air kecil

sambil berdiri diperbolehkan. Namun banyak orang yang terlalu

berlebihan dalam masalah ini. Mereka menganggap bahwa oranS

yang kencing sambil berdiri adalah orang kafir atau mendekati ke-

kufuran. Padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam buang air kecil sam-

953 Silahkan melihat ta'liq sebelumnya.

864

€.nmr& 865

bil berdiri. Namun para ulama menetapkan dua syarat mengenai ken-

cing sambil berdiri.

Syarat pertama: Dapat terhindar dari kotoran najisnya. ]ika tidak

bisa terhindar dari kotoran najisnya, misalrrya kondisi tanah yang ke-

ras lalu bila ia kencing, air kencingnya akan mengenai pakaiannya,

tumitnya, serta betisnya; maka ia tidak boleh kencing sambil berdiri.

Sebab dampak yang paling minimal dari keadaan seperti itu adalah

adanya kesulitan trntuk mencuci, yaifu mencuci pakaian dan mencuci

apa yang mengenai badan.

Syarat kedua: Dapat terhindar dari pandangan orang lain. Dalam

pengertian bahwa di sekitarnya tidak ada orang yang terrtasuk di-

haramkan trntuk melihatnya. Jika di sekitarnya ada orang yang terma-

suk dihalalkan untuk melihatnya, seperti isterinya, maka diperboleh-

kan kencing sambil berdiri. Syarat kedua ini terkait dengan syarat

pertama, yaitu bisa terhindar dari kotoran najisnya.

Pada hadits di atas terkandung dalil diperbolehkanrlya kencing

di tempat sampah. Namun bagaimana cara mengencinginya, apakah

mengencingin bagian paling atasnya atau bawahnya?

Jika ia mengencingi bagian pating bawahnya maka dikhawatirkan

air kencingnya akan berbalik mencipratnya. Dan jika ia mengencingi

bagian paling atasnya sementara di sekitarnya ada orang lain maka ia

tidak bisa menghindar dari dilihat orang. Namun hadits Hudzaifah

dengan redaksi lain menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

menghadap ke arah tempat sampah dan membelakangi orang lain.

Sekiranya ada yang mengatakan, "Boleh jadi Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam buang air kecil sambil berdiri di tempat sampah, karena be-

Iiau perlu melakukannya. Apabila beliau kencing sambil berdiri maka

beliau akan mengencingi bagian paling bawahnya. Kalau beliau buang

air kecil dalam keadaan berdiri maka mudah baginya untuk berbalik,

lain halnya sekiranya beliau buang air kecil sambil duduk, maka beliau

akan mengalami kesulitan untuk berbalik?"

Bisa dikatakanbahwa perkaranya demikian. Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam kencing sambil berdiri untuk menolak kondisi ini. Namun ini

-maksudnya menolak kondisi tersebut- tidak membolehkan kencing

sambil berdiri kalau hukum kencing sambil berdiri adalah haram.

Sebab perkara yang diharamkan tidak boleh dilakukan kecuali karena

kondisi darurat.

866 €ilffi,iHllp

Yang benar, yaitu diperbolehkan kencing sambil berdiri dan hu-

kumnya tidak makruh namun dengan dua syarat. Pertama dapat ter-

hindar dari kotoran najisnya dan kedua dapat terhindar dari panda-

ngan orang lain yang diharamkan melihat auratnya.

Hadits ini juga mengandung dalil yang menunjukkan bahwa orang

yang sedang membuang hajatrya seharusnya tidak berbicara. Hal

ini didasarkan kepada perkataan periwayat, "Beliau mengisyaratkan

kepadaku." Memang demikian seharusnya. Sebab bagi dua orang yang

buang hajat dengan saling berhadapan, lalu salah satunya berbicara

kepada yang lain, maka ancamannya bahwa Allah membenci perbua-

tan tersebut.es

Di dalam hadits tersebut juga terdapat dalil diperbolehkannya

kencing pada tempat sampah orang lain -yaitu tempat dikumpulkan-

nya sampah dan limbah mereka-. Dengan syarat mereka tidak me-

larangnya. Namun apabila mereka melarangnya maka haram bagi sia-

papun untuk membuang kotoran di tempat sampah mereka.

Adapun jika tidak ada larangan dan mudharat maka tidak me-

ngaPa.

&r*\t

9U

9s5

,y.t', d e l* Jt i* s|o ,iv?rf :; i^yJ sr . v v r

i :tt :3fu Jr;st *e. 3't^rl ,?; ;.i as :iG

4 :^;-* ivt .'^-ti eyi qy *vi q ors ,y_t;L

.w,G iq ri ^Lv,t it|&'At ,), lt 3;i ;t i*i

226- Muhammad bin 'Ar'arah telnh menceritalun kepada lumi, ia berkata,

" Syu'bah telah menceritakan kepada kami dari Manshur dari Abu Wa'il,

ia berkata, "Abu Musa Al-Asy'ai atnat berlebihan dalam masalah air

smi, iaberkata, "Bahwasanya Bani lsrail, apabilapalaian mereka terkena

air lcencing maka merela gunting (paluian yang terkena air kencing

tersebut)." Hudznifah berluta: Sunilainya ia tidak melalukan hal itu.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mendatangi tempat

sampah suatu laum lalubeliaubuang air kecil sambilberdiri."ess

Driwayatkan oleh Abu Dawud (15), Ibnu Majah (2r9) dan lbnu Khuzaimah (71).

Dshahihkan oleh Al-Albani dalam Sluhih At-Tarhib wa At-Targhib.

Takhdj hadits telah disebutkan sebelumnya.

€*mu& 867

Syarah Hadits

Pada hadits ini tidak ada tambahan apa-apa atas hadits yang

sebelumnya, kecuali perkataan, "Abu Musa Al-Asy'ari amat berlebihan

dalam masalah buang air kecil." Maksudnya, amat berlebihan dalam

masalah bersuci dari buang air kecil.

Ia mengatakan, "Sesungguhnya Bani Israil apabila sesuatu menge-

nai pakaian salah seorang di antara mereka." Maksudnya, apabila air

kencing mengenai pakaian salah seorang di antara mereka.

Perkataan '^*Tbermakna mengguntingnya, dan ini merupakan sa-

lah satu beban (kewajiban) yang telah diwajibkan atas mereka. Dika-

takan bahwa orang-orang Yahudi amat memperhatikan masalah ini.

Adapun orang-orang Nasrani maka kondisinya adalah sebaliknya, ya-

itu mereka mutlak tidak memperdulikan masalah buang air kecil dan

tidak mencucinya. Sedangkan umat ini (Istam) adalah umat pertenga-

han antara sikap orang-orang Yahudi yang berlebihan dengan sikap

orang-orang Nasrani yang menganggap remeh.

Perkataan Hudzaifah, "Seandainya ia tidak melakukan itu." Mak-

sudnya seandainya ia tidak berlebih-lebihan dalam rftasalah buang air

kecil. Kemudian ia berdalil dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

yang kencing sambil berdiri di tempat sampah suatu kaum. Seakan-

akan ia mengatakan, "Biasanya orang yang kencing sambil berdiri,

maka sedikit percikannya mengenainya. Barangkali ini merupakan da-

sar pendapat yang mengatakan bahwa bagian yang sedikit dari semua

naiis dimaafkan. Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu

Taimiyah. Beliau berpendapat bahwa bagian yang sedikit dari semua

najis, seperti air seni dan darah, dimaafkan.

Dalam Al-Fath (I/ eSOl Ibnu Hajar menjabarkan, "Perkataan Al-

Bukhari "Bab buang air kecil di tempat sampah satu kaum."

Abu Musa Al-Asy'ari adalah orang yang terlalu berlebihan dalam

masalah air seni. Ibnu A1-Mundzir menjelaskan sikap yang dilakukan

oleh Abu Musa Al-Asy'ari. Ia meriwayatkan dari jalur Abdurrahman

bin Al-Aswad dari ayahnya, ia mendengar bahwa Abu Musa melihat

seseorang buang air kecil sambil berdiri lalu Abu Musa berkata, "Ce-

lakalah kamu, mengapa kamu tidak melakukannya sambil jongkok?"

kemudian ia menceritakan kisah yang terjadi di kalangan Bani Isra'il.

Dengan demikian, jelaslah korelasi hadits Hudzaifah dan komen-

tarnya terhadap pemyataan Abu Musa.

868 €ilffi,imlrp

Perkataan Abu Musa, "Mengenai pakaian salah seorang di antara

mereka." Dalam riwayat Muslim tertera dengan Lafazh et'i +

(mengenai kulit salah seorang mereka). Al-Qurthubi berkata, "Kata

jild adalah bentuk tunggal dari juluud, yakni kulit yang biasa mereka

pakai. Sebagian ulama mengartikannya dengan makna yang zhahir

(yuh kulit badan sendiri) dan mengatakan bahwa hal itu merupakan

salah satu perjanjian yang telah mereka sepakati. Pendapat ini dikuat-

kan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan lafazh: ok

eyi t qAi t;t (...apabila mengenai badan salah seorang dari me-

reka). Akan tetapi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari jelas se-

kali mentrnjukkan pakaian. Mungkin sebagian periwayat meriwayat-

kan hadits ini dari sisi makna.

Perkataan Abu Musa, "Mengguntingnya." Yakni memotongnya.

Pada riwayat Al-Isma'ili terdapat tambahan lafazh 4Y4r, (dengan

grmting). Makna ini membantah pendapat mereka yang mer,gartikan

al-qardhu adalah membasuh dengan air.

Perkataan Hudzaifah, "Seandainya ia tidak melakukannya." Dalam

riwayat Al-Isma'ili tertera dengan lafazh:

4*i1r ti6'r'r-;j- \ €tG "oi eirl

" Aku ingin agar teman kalian itu tidak terlalu berlebih-lebihan srperti ini."

Hudzaifah berdalil dengan hadits di atas, karena biasanya orang

yang kencing sambil berdiri akan terkena percikan air seninya sendiri.

Akan tetapi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mempedulikan

kemungkinan itu. Ini menunjukkan bahwa sikap berlebihan tersebut

menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemudian Malik

menjadikan hadits ini sebagai dalil adanya dispensasi jika percikan

air seni hanya sebesar uiung jarum. Akan tetapi pandangan Malik ini

masih pelu dianalisa ulang, sebab tidak sedikitpun air kencing terse-

but mengenai tubuh Rasulullah.

Ibnu Hibban memberikan pendapatnya tentang sebab mengapa

Rasulullah buang air kecil sambil berdiri, ia berkata, "Karena beliau

tidak mendapatkan tempat yang layak untuk melakukannya sambil

jongkok. Maka beliau pergi ke tempat sampah suatu kaum yang agak

tinggi, sehingga orang yang kencing di situ dapat terhindar dari per-

cikan air seninya sendiri."

€*mfnuS 869

Ada juga yang mengatakan bahwa sebab mengapa Rasulullah se-

ngaja buang air kecil sambil berdiri adalah karena posisi seperti itu

lebih aman urttuk tidak buang angrn dan hal ini beliau lakukan karena

lokasi pembuangan sampah tersebut terlalu dekat dengan pemukiman

penduduk. Pendapat ini diperkuat dengan hadits:

13,, t, o1 cj4 Pi t'iu J;1t

"Buang air kecil sambil berdiri lebih aman bagi dubur."

Ada juga yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah sebagai-

m.rna yang diriwayatkan dari Asy-Syafi'i dan Ahmad bahwasanya

orang-or,rng buang air kecil sambil berdiri bertujuan sebagai terapi

sakit tulang punggung. Mungkin itulah sebabnya mengapa beliau

buang air kecil sambil berdiri. Diriwayatkan oleh Atrmad dan Al-

Baihaqi dari hadits Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallnllahu

Alaihi wa Sallam kencing sambil berdiri karena beliau mengalami luka

pada al-ma'bi.dhnya." Al-Ma'Udh artinya bagian belakang lutut.

]adi saat itu beliau meurang tidak sanggup untuk buang air kecil

sambil jongkok karena luka tersebut. Seandainya hadits ini shahih

niscaya sudah cukup sebagai alasan tanpa mempedulikan alasan-

alasan sebelumnya. Akan tetapi hadits ini dha'if, didha'ifkan oleh Ad-

Daruquthni dan Al-Baihaqi. Zhaltimya bahwa Rasulullah buang air

kecil sambil berdiri sebagai per$etasan bahwa hal itu boleh dilakukan.

Hanya saia beliau lebih sering buang air kecil sambil jongkok. Wallaahu

A'hm.

Abu 'Awanah di dalam ktab Slrr/tih-nya dan Ibnu Syahin yang

juga di dalam kitab Sftaftih-nya memiliki pendapat lain, mereka me-

ngatakan bahwa bolehnya buang air kecil sambil berdiri st;.rda}:. trun-

szlh (dihapus). Mereka berdalil dengan hadits Aisyah yang telah kita

sebutkan, '?eliau tidak pernah buang air kecil sambil berdiri sejak

diturunkan AlQur'an kepada beliau. "

Dengan hadits Aisyah lainnya, Sarangsiapa yang bercerita kepada

kalian bahwa beliau Slullallahu Alaihi wa Sallam pemah buang air kecil

sambil berdiri maka jangan kalian percaya, sebab beliau tidak pernah

buang air kecil kecuali sambil duduk.'

Yang benar bahwa hukum dibolehkannya kencing berdiri tidak

mansulch. Adaptrn jawaban terhadap hadits Aisyah, bahwasanya'Ai-

syah berbicara sesuai dengan ilmu yang ia ketahui dan menceritakan

870 €mmrurs

apa yang beliau lakukan di dalam rumah. Adapun pristiwa yang terja-

di di luar rumah tentu tidak diketahui oleh Aisyah. Namun diketahui

oleh Hudzaifah yang termasuk kalangan senior shahabat. Sebagaimana

yang telah kita jelaskan bahwa peristiwa itu terjadi di kota Madinah.

Dengan demikian hadits Hudzaifah cukup sebagai bantahan terha-

dap pemyataan Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa perbuatan seperti itu

pemah beliau lakukan setelah turunnya Al-Qur'an.

Dalam riwayat yang shahih dari Umar, AIL Zaid bin Tsabit dan lain-

lain bahwa mereka pernah kencing sambil berdiri. Hal ini membukti-

kan bahwa hal itu boleh dilakukan, tentunya jika dapat terhidar dari

percikan air seni. Kemudian tidak ada satu haditsPun yang berasal

dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau pernah melarang

perbuatan tersebut sebagaimana yang tetah saya jelaskan dalam sya-

rah At-Tirmidzi."

Yang paling mendekati kebenaran bahwa Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam saat itu ingin buang air kecil, namun tidak menemukan

tempat selain tempat sampah. ]ika beliau buang air kecil sambil jong-

kok maka boleh jadi ia akan menghadap orang yang ada di sekitarnya.

Dan ini dapat menyebabkan orang lain melihat aurat beliau. Boleh jadi

beliau membelakangi orang yang ada di sekitarnya.

Kalau beliau buang air kecil sambil duduk maka air seni akan ber-

balik memerciknya, sebab tempat sampahnya agak tinggi. Maka jika

beliau buang air kecil sambil berdiri, sudah pasti air seni jatuh jauh da-

ri tempat beliau berdiri sehingga bisa terhindar dari percikan air yang

berbalik kepadanya.

Namun Abu Musa bersikap berlebihan dalam dalam masalah air

seni, seakan-akan ia melarang kencing sambil berdiri karena meng-

khawatirkan percikannya. Lalu Hudzaifah Radhiyallahu Anhu men-

jelaskan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamjuga pernah buang air

kecil sambil berdirl dan syaratnya Pun telah disebutkan sebelumnya'

Pertama bisa terhindar dari kotoran najisnya. Kedua bisa terhindar dari

penglihatan orang lain.

€es&

7"tlt ;:,i c6.

Bab Membasuh Darah

dk 'i6 rB F ,F.t3''; ,iv PJ Ji 3e, $";. t t v

o . 'r' o - ta 1 tg3 y it & ;rltii;t ,L;v,ii6 1.;i # 4u

F'^X,iu fti 6 ilt ;,j+ Gtt:1 *i:i :dui

y, 

"W: 

i;-,af, l6vrlb7;

227. Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritalun kepada lumi, ia ber-

luta, "Yahya telah menceritakan kepada lami dari Hisyam, ia berluta,

"Fathimah telah menceritalan kepadafu dai Asma', ia berluta, "Seo-

rang wanita datang menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ilan

berlata, "Salah seorang lami luid dan menganai palaian. Apa yang ha-

rus ia lnhtlunT" Belinu bersabda, 'la keik lalu ia gosok-gosok dmgan

air,lalu ia siram dan shalat dengan mntgenalan paluinn tersebut."

[Hadits 227- tercarttum iuga pada hadits nomor: 307]

:J it-:,l ti'r; d .t;iL.r. \ . -t, ,i6 f" frt i H, $"G.Y YA

dl,# d) aa-Jl1 ,>;c : ds'akc F i ,y;i';-.-s ,1.

,?r;*1ii;t ;1it iyrv,)w & a:"r-'ir 1; 3ltt

,,t ,S;:# i' .b yt Ut ir;" titJ;lr i;Gi frbi rl

,it,;;lt G;i W ii* 6$ ,uzp. A') ls;.9ti t;y

;i $k

871

872

,iG d+ i ,{n,* A*u *i.ii

228. Mulummad t elah men ceritakan kep ada lumi, ia b erknt a, " Abu Mu' awiy ah

telah menceritalan kcpada lami, in berl<nta, " Hisyam bin 'Llrwah telah

menceritaknn kepada kami ilnri ayahnya dnri Aisyah Radhiyallahu

Anhu, in berlata, "Fathim"ahbinti Abi Hubaisy datang menghadap Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya berkata, "Ya Rasulullah, aht seo-

rang wanita yang senantinsa mengeluarkan darah istihadhah, akibat-

nya aku tidak pernah suci. Apakah aku harus meninggalkan shalat?"

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "langan lamu tinggal-

knn shalat! Sesungguhnya itu adnlah darah penyakit, buknn darah lwid.

likn datang masa haidmu maka tinggalkanlah shalat dan jika masa haid-

mu berlalu maka cucilah dnrah tersebut lalu lalcsanakanlah shalatt'es6

Hisyam berlata, ayahku berlata, "Kemudian berwudhulah setinp kali

hendak shalat hingga datang waktu tersebut."esT

[Hadits 228- Tercantum juga pada hadits nomor: 306,320,325, dan

33U

Syarah Hadlts

Darah di sini boleh jadi maksudnya adalah umum, yaitu darah

dari ienis apa saja. Iika demikian maksudnya, maka huruf alif lam

yang terdapat pada kata liltberrtakna umum atau untuk menjelaskan

hakikat.

Kemungkinan lain maksudnya adalah darah yang sudah dikenal

yang ditanyakan dalam hadits ini, yaitu darah haid.

Mayoritas ulama menjadikan hadits Fathimah binti Abi Hubaisy

dan hadits lainnya sebagai dalil yang membuktikan bahwa darah haid

najis secara mutlak. Ia wajib dicuci kecuali darah dan urat yang tersisa

setelah menyembelih hewan, darah tersebut suci bukan najis. Sebab

keduanya tersisa setelah daging sembelihannya disembelih dengan

cara yang dihalalkan. Masalah ini harus kita perinci sebagai berikut:

. Pertama, darah dari hewan yang najis adalah najis, dan harus di-

cuci. Contohnya darah keledai anjin& binatang buas, babi dan

Driwayatkan oleh Muslim (333)

Diriwayatkan oleh Muslim (333)

€mmmrS

; :ai ,lGt til)

..J',;rtcll.t1* ,j, $; ,F.,*i

g!rt

957

€*ffirrS

lain-lain. Darah hewan-hewan ini najis berdasarkan firman Allah

Ta'alL,

"Katakanlah: "Tiadalah aktt peroleh dalam wahyu yang diwahyuknn ke-

padaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memalannya,

kecualikalau makanan itubangkai, atau darah yang mengalir atau daging

babi -karena sesungguhnya semua itu kotor--." (QS. Al-An'am: 145)

Kedua, darah binatang yang bangkainya suci. Darah ini tidak najis,

seperti darah ikan serta darah yang ada pada beberapa binatang

kecil yang bangkainya suci. Misalrrya lalat. Lalat memiliki darah

yang sedikit akan tetapi tidak najis sebab bangkainya suci.

Sega1a sesuatu yang bangkainya suci, maka darahnya juga suci,

kecuali darah manusia -menurut pendapat jumhur ulama-. Bang-

kainya suci namun darahnya najis, namun yang sedikit darinya

dimaafkan.

Ketiga, darah binatang yang suci namun bangkainya najis. Maka

darahnya najis akan tetapi yang sedikit darinya dimaafkan. Misal-

nya darah kambing, unta, sapi, ayam dan sebagainya. Hewan-he-

wan seperti ini darahnya najis karena bangkainya najis. Namun

yang sedikit darinya dimaafkan karena biasanya sulit untuk dihin-

dari.

Ihrlah jenis-jenis darah, di antara yang kami sebutkan adalah darah

manusia. Dan kami sebutkan tadi bahwa mayoritas ulama berpenda-

pat bahwa darah manusia najis. Sementara sebagian ulama ada yang

berpendapat bahwa darahnya tidak najis kecuali darah yang keluar

dari kedua jalan (qubul dan dubur).

Dalil yang mereka iadikan landasan atas pendapat mereka ialah

keadaan bangkai manusia yang suci, maka darahnya pun suci seperti

darah ikan.

Pendapat mereka juga berlandaskan dalil hadits,

^#'#^Y.@#,b'e;

" Bagian tubuh yang dipotong dari binatang dalam keadaan masih hidup adalah

bangkai.'esg

958 Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2858), At-Tirmidzi (1480), Ahmad (v / 21.8), Ad-

Darimi(2018) dan yang lainnya dari hadits Abu Waqid Al-Laiqi Rndhiyallahu Anhu

secara rnarfu'.

873

874 €mmmruT&

|ika salah satu anggota tubuhnya yang dipotong -mencakup darah-

adalah suci, maka darahnya lebih suci lagi.

Mereka juga berdalilkan dengan kondisi para shahabat yang ter-

luka dalam peperangan, mereka mengerjakan shalat dengan kondisi

tubuh berdarah karena luka namun mereka tidak mencuci darah itu

dari badan mereka dan tidak pula mencuci pakaian mereka yang

terkena darah.es

Adapun keterangan dari hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

bahwa Fathimah Radhiyallahu Anha mencuci darah dari wajah beliau

pada perang Llhudetr, maka itu belum tentu penyebabnya adalah ka-

rena darah itu najis. Bahkan bisa jadi tujuannya adalah membersihkan

wajahbeliau dari darah

Menurut saya, tidak ada satu dalilpun yang membuktikan bahwa

darah manusia adalah najis, kecuali darah yang keluar dari dua jalan.

Hanya saja dengan memperhatikan pendapat jumhur ulama, alangkah

baiknya seseor;rng membersihkan diri darinya, dan jika darah menge-

nai badarmya maka ia mencuci dan membersihkannya.

Adapun kedua hadits yang disebutkan oleh penulis, beliau Ra-

himahulLahu menyatakan, "seorang wanita datang menghadap Nabi

Shallnllahu Alaihi wa Sallam dan berkata, "Salah seorang kami mengala-

mi haid dan mengenai pakaian. APa yang harus ia lakukan?" Beliau

bersabda "Ia mengeriknya." Yakni mengerik darah haidnya. Sebab

sifat darah haid adalah beku, dan jika membeku maka harus dikerik

karena memiliki materi.

Kalimat ini -yaitu 'ia mengeriknyal mengandung dalil yang

membantah sebuah pendapat yang menyatakan bahwa darah haid

tidak beku sebab sebagian dokter abad ini berkata, "Sesungguhnya

perbedaan antara darah haid dengan darah istihadhah adalah, darah

haid tidak beku sedangkan darah istihadhah adalah beku." Menurut

mereka, "Karena darah haid merupakan ungkapan dari terpancarnya

kista yang ada di dalam rahim yang telah terlebih dahulu membeku

sebelumnya."

Al-Hasan Al-Bashri berkata, "(Pasukan) Kaum muslimin terus mengerjakan

shalat dalam keadaan terluka." Disebutkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq. Dan

dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar mengerjakan shalat

sementara lukanya mengeluarkan darah.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4075) dan Muslim (1790) dari hadits sahal bin

Sa'ad.

€*ffirr& 875

Akan tetapi hadits ini membuktikan bahwa darah haid adalah

beku.

Perkataaan Nabi shatrlallahu Alaihi wa sallam, "Lalu ia gosok-gosok

dengan air." Kata al-qarsh bermakna memijat dengan uiunS jari-jemari.

Di kalangan kita orang-orang menyebutnya -apabila kamu meme-

gang kulit seseorang- qarsh. Maka wanita yang haid mengSosok-gosok

pakaiannya (yang terkena darah haid) dengan jari-jemarinya'

Perkataan beliau shallallahu Akihi wa sallam, "Dart memerciknya."

Yaitu ia mencucinya setelah menggosok-gosoknya dengan air'

Dengan demikiary ada tiga langkah dalam membersihkan darah

haid.

o Pertama,mengeriknya.

. Kedua, meng8osok-gosoknya dengan air'

. Ketiga ,memercikinya, yaitu mencucinya'

Adapun sabda beliau shallallnhu Alaihi wa sallam, "Kemudian ia

menge$akan shalat dengan pakaian tersebut." Maka hal ini menunjuk-

kanbahwa wanita boleh mengerjakan shalat dengan memakai pakaian

haid setelah membersihkannya'

Dari hadits di atas dapat dipetik beberapa faedah:

1. Darah haid adalah najis.

2. Orang yang hend.ak mengerjakan shalat harus menghilangkan na-

jis terlebih dahulu. Hal ini juga didasarkan kepada dalil Rasulullah

Shallnllahu Alaihi wa Sallam pada suatu hari mengerjakan shalat

dengan memakai sepasang sandal. Di pertengahan shalat tiba-tiba

beliau melepaskan kedua sandalnya. Melihat hal ini para shahabat

ikut melepaskan sandal mereka. usai shalat rnereka ditanya, " Ada

apa dengan kalian?" Mereka menjawab, "Kami melihat Anda

melepaskan sandal maka kami pun ikut melepaskannya." Beliau

bersabda, ,,sesungguhnya tadi Jibril datang kepadaku lalu mem-

beritahukan kepadaku bahwa di kedua sandalku ada kotoran.

Oleh sebab itulah aku melepaskannya."e6l

Dengan demikian, hadits ini menjadi dalil bahwa seseorang tidak

boleh mengerjakan shalat dengan memakai pakaian yang bernajis.

961 Driwayatkan oleh Abu Dawud (650), Ahmad (llt/ 20,92), Ad-Darimi (1378), Ibnu

fhuzaimatr (1017) dan yang lainnya dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri.

876 €ilffi,iffi'tp

3. ]ika najisnya memiliki materi yang abstrak, maka harus dihilang-

kan sebetum mencucinya. Dasarnya adalah sabda beliau, "Dia

mengeriknya kemudian menggosok-gosoknya dengan air. "

4. Yaog pertama harus dilakukan ketika mencuci najis adalah me-

nuangkan air sedikit ke atasnya. Sebab jika kamu menuangkan

air yaog banyak sedangkan materi najisnya masih ada, maka air

tersebut tentunya akan menyebar lebih luas dibandingkan bila

air yang disiramkan sedikit. Pertama kali, hilangkanlah najisnya

dengan sedikit air, baru setetah itu menyiramkan air yang banyak.

Pada hadits kedua disebutkan bahwa Fathimah binti Abi Hubaisy

Rndhiyaltahu Anha datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

lalu berkata, "sesungguhnya aku seorang wanita yang senantiasa me-

ngeluarkan darah istihadhah, akibatnya aku tidak pernah suci'"

Ini adalah darah istihadhah yang selalu dialaminya, atau tidak

pemahberhenti kecuali sebentar atau lewat dari L5 hari. Ini merupakan

tiga kondisi istihadhah.

Maka darah yang ketuar lebih dari lima belas hari merupakan

darah istihadhah. Sebab Nabi Skallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"sesungguhnya wanita memiliki kekurangan dari sisi agama dan

akalrrya." Beliau menyebutkan kekurangan agamanya adalah apabila

ia mengalami haid maka ia tidak mengerjakan shalat dan tidak ber-

puasa.e62

Para ulama berkata, "Hadits ini menjadi dalil jika darah haid yang

keluar sudah melebihi masa lima belas hari, maka seorang wanita

tidak boleh meninggalkan shalat, agar mayoritas waktunya tidak

meninggalkan shalat.

Ada yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istihadhah

adalah darah terus menenrs keluar dan tidak berhenti selama sebulan

kecuali sehari, dua hari atau sekitar itu.

Pendapat lain menyebutkan yang dimaksud dengan istihadhah

adalah tidak bisa suci selamanya.

zat:[I- hadits Fathimah binti Abi Hubaisy menyebutkan bahwa ia

tidak pernah suci sebab ia berkata, "sesungguhnya aku seorang wanita

yang senantiasa mengeluarkan darah istihadhah, akibatnya aku tidak

pemah suci." Namun sikap yang lebih berhati-hati adalah ditetapkan

selama lima belas hari. Bila sudah melewati L5 hari maka itu diang-

962 Diiwayatkan oleh Al-Bukhari (30a) dan Muslim (79)

€.nmfnr& 877

gap istihadhah. Kecuali apabila ia termasuk wanita y.Lng masa haid-

nya rapat. Karena ada sebagian wanita yang suci selama satu bulan

dan mengalami haid selama satu bulan juga. Artinya jarak haidnya

rapat. Maka dalam kondisi seperti yang dijadikan patokan adalah ke-

biasaannya.

Adapun Syaikhul Islam, beliau berpendapat wanita istihadhah

adalah orang yang mengeluarkan darah hampir setiap waktu. Dan

waktunya tidak dibatasi sampai melebihi lima belas hari.

Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Darah itu adalah darah

penyakit." Huruf kaf bisa dibaca denganfat-hah maupun kasrah. Kare-

na dalam bahasa Arab huruf kaf mul,hathab padaismu al-isyarah dipakai

pada tiga situasi.

o Pertama: ia meng*utt muWtatlub, dan inilah yang paling fasih.

lka mukhathab-nya adalah mufrad mudzaklur maka huruf luf-nya

berbentuk mufrad dan fat-lnh. Iika mulchathab-nya adalah mufrad

mu'annats maka huruf laf-nya berbentuk mufrad dart kasrah. lika

mukhathab-nya adalah mutsanna maka keadaan mudzakkar-nya

sama dengan mu'annats-nya. Sementara jika mukhathab-nya ada-

lah jamak mudzaklcnr maka huruf kaf-nya disambung dengan hu-

rrrf. mim, sedangkan j*a muWrathab-nya adalah jamak mu'annats

maka huruf kaf-nya disambung dengan huruf nun. Allah Ta'ala

berfinrtan,

(QS. Yusuf :321 f;r"nf

Allah Tabarakn wa Ta'alajuga berfirman,

(es.Yusur.sD t;,&EKi

Firrtan-Nya yang larn, 

.

(e s. Az-Zukhru r, 7 zt ti;:U; -$i igt ,Nj

Kedua: Untuk mudzakknr huruf kaf-nya mutlak berbaris fat-hah,

yaitu baik dalam bentuk mufrad, mutsanna maupun jamaknya. Se-

dangkan untuk mu'annats, huruf laf mfilak berbaris kasrah baik

dalam bentuk mufrad, mutsanna maupun jamaknya.

Ketiga: huruf knf berbarb fat-hnh mutlak, bak mukhathab-nya ber-

bentuk mudzaklur maupun mu'anntas, serta untuk bentuk mufrad,

mutsanna maupun jamaknya.

ili:r:ili6

878 €nffiffitp

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, "Darah itu adalah

darah penyakit." Iika ada yang menanyakan, 'Bukankah haid itu da-

rah?'Maka dijawab, "Memang benar, haid itu darah. Namun ia bu-

kan darah penyakit, melainkan darah normal dan biasa dialami oleh

setiap wanita tatkala telah memasuki usia baligh dan ia tidak memi-

liki sebab. Sedangkan darah yang bersumber dari pembuluh darah

yang pecah ada sebabnya. Bisa jadi merupakan penyakit, atau karena

mengangkat sesuatu yang berat atau sebab lainnya. Singkatnya, darah

yang bersumber dari pembuluh darah yahg pecah mempunyai sebab

sedangkan (darah) haid merupakan darah yang normal.

Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, 'Ika datang masa

haidmu maka tinggalkanlah shalat dan jika masa haidmu berlalu ma-

ka cucilah darah tersebut lalu laksanakanlah shalat!" lqbal al-haidhah

yaitu masuk masa haid, sedangkan idbar al-haidhah yaitu berakhirnya

masa haid. Berdasarkan keterangan ini maka masa haid wanita normal

dikembalikan kepada kebiasaan yang normal.

Sebagian ulama menyebutkan, "Dikembalikan kepada masing-ma-

sing sifatnya. Sesungguhnya darah haid memiliki sifat yang tidak di-

miliki oleh darah istihadhah. Sifat ini termasuk tanda darah haid, yaitu

hitam, kental dan bau sedangkan darah istihadhah tidak demikian.

Akan tetapi pendapat yang masyhur di kalangan ma&hab Hambali

Rahimahumullah menyebutkan, "Yang pertama hal itu dikembalikan

kepada kebiasaan. Apabila kondisinya tidak biasa, yaitu ia mengalami

istihadhah duluan dari waktu ia biasanya haid maka ini dikembalikan

kepada sifat darahnya.

Demikian pula halnya iika ia mengalami haid yang normal namun

ia lupa hari dan tidak mengetahui tanggalnya, maka dalam kondisi ini

juga dikembalikan kepada sifat darahnya.

Apabila sifat darahnya tidak ada dan darahnya keluar tidak bia-

sanya, maka dikembalikan kepada kebiasaan haid kaum wanita pada

umumnya dan kebiasaan haid para wanita keluarganya. Perbedaan di

antara keduanya jelas. Kebiasaurn haid kaum wanita pada umumnya

adalah enam atau tujuh hari. Sedangkan dikembalikarmya kebiasaan

haid kepada kaum wanita keluarganya, karena apabila ia mempunyai

kerabat yang kebiasaan haidnya adalah sembilan hari, maka dikem-

balikan kepada sembilan hari itu. Dan dari sisi tabiat hal ini lebih

mendekati, sebab biasanya tabiat seorang wanita seperti tabiat wanita

kerabatnya karena faktor genetikanya.

€.nmdfr& 879

Lalu jika ia tidak memiliki kerabat wanita atau kebiasaan haid

mereka tidak stabil maka dikembalikan kepada kebiasaan haid kaum

wanita pada umumnya.

Sekarang, muncul sebuah persoalan. Manakah yang didahulukan,

sifat darahnya atau kebiasaan haidnya?

Pendapat yang benar yaitu mendahulukan kebiasaan masa haid-

nya, sebab inilah yang paling minim ketidakteraturannya. sementara

sifat darah bisa jadi akan berubah seiring dengan perubahan tabiat.

Sebagai contoh, terkadang seorang wanita mendapati keluarnya darah

hitam dalam satu atau dua hari, kemudian merah, lalu hitam kembali

setelah itu merah lagi. Dalam kondisi ini ia pasti merasa bingung. Te-

tapi bila kita tetapkan kembali kepada kebiasaan haidnya maka sele-

sailah persoalannya. Dan biasanya seor:Ing wanita mengalami haid

selama enam hari di awal setiap bularmya. Maka dari awal setiap bu-

lannya ia duduk (tidak melaksanakan shalat, puasi dan amalan lain-

nya yang dilarang -peni.) selama enam hari.

Nabi Shallatlahu Alaihi wa Sallam mengatakan, "}l/.aka cucilah darah

tersebut lalu laksanakanlah shalat" yaitu mencuci darah haid. Sebab

beliau menyebutkan, "Dan jika masa haidmu berlalu maka cucilah

darah tersebut lalu laksanakanlah shalat!"

Lantas, apakah darah istihadhah wajib dibersihkan dan disucikan

atau tidak karena ia merupakan darah penyakit?

Zhahirnya darah istihadhah adalah seperti darah haid yang wajib

dibersihkan karena ia keluar dari sebuah jalan, boleh jadi dari bagian

rahim yang paling bawah atau melalui sebuah jalan antara rahim de-

ngan kemaluan.

Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kemudian laksana-

kanlah shalat!" Ucapan beliau ini dijadikan dalil oleh ulama bahwa

tidak mungkin melaksanakan shalat sambil membawa najis. Karena

kata tsumma (kemudian) memberikan pengertian berurutan.

Hisyam berkata, ayahku berkata, "Kemudian berwudhulah setiap

kali hendak shalat hingga datang waktu tersebut."

Perkataan, "Berwudhulah setiap kali hendak shalat!" Ada yang

beqpendapat bahwa maksudnya ia berwudhu setiap kali hendak sha-

lat meskipun pada waktu yang sama.

Ada juga yang berpendapat maksudnya ia berwudhu untuk wak-

tu setiap shalat.

880 €rm;mr&

Misalnya, ia tidak berwudhu untuk shalat Zhuhur sebelum mata-

hari tergelincir, dan tidak berwudhu untuk shalat Maghrib, apakah ia

boleh menjamak shalatnya?

Jawabnya: Ya, boleh. Sebab bersucinya wanita yang istihadhah

untuk setiap waktu shalat tanpa menjamak shalat, tentunya akan me-

nimbulkan kesulitan untu-knya. Ketika Ibnu'Abbas Rndhiyallahu Anhu

menceritakan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjamak sha-

lat Zuhur ke shalat 'Ashar serta menjamak shalat Maghrib ke shalat

'Isya di Madinah tidak dalam kondisi ketakutan maupun hujary para

shahabat berkata kepadanya, "Apd maksudnya beliau melakukan hal

itu?" Maksudnya mengapa beliau menjamak shalat? Maka Ibnu

Abbas menjawab, "Beliau tidak ingin memberatkan umatnya."ed

Maksudnya, jangan sampai umat ini mengalami kesulitan karena

tidak menjamak shalat. Sebagaimana diketahui bahwa wanita yang

mengalami istihadhah akan mengalami kesulitan sekiranya kita ka-

takan kepadanya, "Berwudhulah kamu jika waktu shalat Zhuhur te-

Iah masuk! Berwudhulah apabila waktu shalat'Ashar sudah masuk!

Berwudhulah apabila waktu shalat Maghrib sudah masuk! Berwu-

dhulah kalau waktu shalat Isya sudah masuk! Dan laksanakanlah se-

tiap shalat pada waktunya!" Sesungguhnya hal ini akan menimbulkan

kesulitan pada dirinya. Apalagi ada tipe wanita yang meyakini bahwa

mencuci kemaluan dengan air akan memPengaruhi seorang wanita.

Berdasarkan keterangan ini maka kami katakan bahwa wanita

yang mengalami istihadhah diperbolehkan menjamak shalat Zhuhur

dengan shalat 'Ashar pada waktu salah satu shalat tersebut, tergan-

tung kemudahan yang dimilikinya, serta diperbolehkan menjamak

shalat Maghrib dengan shatat'Isya pada waktu salah satu shalat itu

menurut kemudahan yang ada padanya. Akan tetapi tidak dikatakan

bahwa ia diperbolehkan menjamak shalat'Isya dengan shalat Subuh,

atau shalat Maghrib dengan shalat'Ashar. Sebab tidak ada jamak di

antara kedua shalat ini.

Adapun terlarangnya menjamak shalat'Isya dengan shalat Subuh

maka sudah jelas alasannya, (yaitu) karena di antara keduanya ada

waktu yang bukan merupakan waktu untuk shalat. Sebab waktu shalat

'Isya berakhir pada pertengahan malam. Maka waktu yang ada setelah

pertengahan malam bukanlah waktu untuk shalat 'Isya.

953 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5a3) dan Muslim (705)

€n.mfnr&

Adapun larangan menjamak shalat'Ashar dengan Magfuib adalah

karena shalat Maghrib termasuk shalat (yang dikerjakan) malam hari,

akan tetapi dengan shalat inilah shalat siang hari diakhiri. Oleh sebab

itu dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa shalat Maghrib

merupakan Witimya shalat siang hari.ea

Alasan lainnya karena shalat Maghrib tidak sejenis dengan sha-

lat'Ashar. Shalat Maghrib adalah shalat jahriyyah (bacaannya diper-

dengarkan), sedangkan shalat 'Ashar merupakan shalat sirriyyah (ba-

caannya tidak diperdengarkan). Berdasarkan penjelasan ini semua ma-

ka tidak ada jamak antara shalat 'Ashar dengan shalat Maghrib.

881

964 Ariwayatkan oleh Al-Bukhari (ll/ 30,47)

€er&

:i'/, b,#.-6,ytfit ggt S*i cu.

Bab Membasuh Dan Mengerik Mani Serta Membasuh Bagian

Yang Terkena Darl Cairan Wanita

Perkataan Al-Bukhari Rahimnhullah, "Bab membasuh dan menge-

rik mani.,, Yakni membasuhnya jika masih dalam keadaan basah, dan

mengeriknya jika sudah mengering.

Kemudian, apakah yang dimaksud dengan mani?

Mani adalah salah satu cairan yang keluar dari kemaluan. Cairan

yang ketuar dari kemaluan ada empat macam: Mani, madzi, wadi, dan

air seni.

Adapun mani maka merupakan cairan yang keluar secara ter-

pancar ketika syahwat memuncak. Oleh sebab itu, cairan tersebut di-

namakan mani. Kata ini mengikuti pola kata fa'iil betmakaa mnful,

yaitu yang dipancarkan dengan kuat. Atau bermakna/aa'il sebabkata

fa'iil ad,akalanya bermakna faa'il seperti kata rahiim, dan adakalanya

berrtakna maf ul seperti kata iariih. Namun Al-Qur'an menunjukkan

bahwa kata tersebut bermakna fa'il sebagaimana firaman Allah Ta'Ala,

d:' rt 4&L "Dia diciptalun dari air yang terpancar'" (Qs' Ath-Thariq: 5)

Mani tidak wajib dibasuh (dicuci) akan tetapi lebih utama dibasuh.

Namun dibasuh bukan karena ia merupakan najis, melainkan agar

materinya hilu.g. Lalu pakaian dibersihkan darinya sebagaimana ia

dibersihkan dari ingus. Hikmahnya adalahbahwa kekuatan panas yang

membuat air terpancar ini keluar, mengencerkannya sehingga ia tidak

menjadi najis.

saya membaca kitab Bada'i' Al-Fawa'id karya Ibnu Al-Qayyim yang

membahas tentang sucinya mani serta menyebutkan sejumlah dalil

dan menjelaskan alasan kesuciarurya. Beliau menjelaskan, "Pernah

882

€'.mnr&

terjadi diskusi antara Ibnu 'Aqil -yang belpendapat bahwa mani itu

suci- dengan seseor.rng yang mengatakan bahwa mani itu najis. Sete-

lah diskusi tersebut selesai, ada yang bertanya kepada Ibnu 'Aqil,

"Ada apa di antara kalian berdua?" Ibnu'Aqil menjawab, "Aku beru-

saha menetapkan bahwa hukum asal mani adalah suci. Sedangkan

dia berusaha menetapkan bahwa hukum asalnya adalah najis."Inilah

pendapat yang benar. Karena manusia adalah suci, maka hukum

asalnya iuga suci.

Adapun madzi maka ia adalah cairan yang keluar akibat syahwat

dan tanpa ada yang dirasakan kecuali basahnya saja. Kondisi manusia

saling berbeda-beda dalam masalah madzi. Ada orang yang sering

mengeluarkan madzi, ada yang tidak begitu sering mengeluarkan-

nya, ada yang jarang sekali dan bahkan ada yang tidak mengeluarkan

madzi. Beberapa orang ada yang bercerita kepadaku bahwasanya se-

urnur hidup mereka, mereka belum pernah melihat madzi.

Hukum madzi berada di antara hukum air seni dan mani, yaitu

najis mukhaffafah (ringan). Namun kewajiban bersuci karena keluamya

ma&i lebih banyak daripada kewajiban bersuci karena kencing.

Adapun status kenajisannya mulhffih maka disebabkan yang di-

perintahkan dalam Sunnah adalah an-nudhhuea yaitu menyiramkan air

ke atas bagian yang terkena naiis tanpa mencuci dan mengeriknya.

Barangkali hikmah dari tidak mencuci dan mengeriknya dapat

ditiniau dari dua sisi.

Pertama: Akan menyebabkan kesulitan. Sesungguhnya mencuci

(membastrh) mani akan menimbulan kesulitan. Sebab setiap kali

seseorang mengeluarkan madzi maka ia harus mencuci pakaian-

nya serta apa saja yang dikotorinya. Ini sulit terutama bagi orang

yang sering mengeluarkan madzi.

Kedua: Mani keluar karena syahwat' Syahwatlah yang mengencer-

kan kekentalannya serta meringankan kenajisannya..

Adapun cara menyucikannya berbeda dari cara bersuci dari buang

air kecil adalah karena madzi mewajibkan membasuh kemaluan, baik

kemaluan laki-taki maupun PeremPuan kendati madzi tidak mengenai

seluruhbagiannya.

965 Diriwayatkan oleh Al-Buldrari (132), Muslim (303) dan yang lainnya dari hadits'Ali

Radhiyillahu Anhu yang menyuruh Al-Miqdad bertanya kepada Nabi shallallahu

Alaihi wa Sallam mengenai masalahnya.

883

884 €r,m;ruT&

Para ulama menyebutkan bahwa di antara faedah membasuh ke-

maluan, baik laki-laki maupun perempuan, adalah mengurangi ke-

Iuamya madzi dan boleh jadi akan menghentikannya total. Ini terma-

suk faidah yang diberikan syari'at dan terbukti dari sisi kedokteran.

Sementara air kencing maka perkaranya sudah diketahui.

Adapun wadi merupakan intisari dari air seni. Ia adalah cairan

berwarna bening dan encer yang keluar sehabis kencing. Boleh jadi

ada di antara manusia yang madzinya tenu keluar sehingga mereka

mengalami enuresis (ketidaksanggupan mengatur kencing). Hukum

wadi sama dengan hukum air kencing, tidak ada perbedaan di antara

keduanya.

Perkataan Al-Bukhari Rahirruhullah, "Serta membasuh bagian yang

terkena dari cairan wanita." Itu artinya cairan yang keluar dari ke-

maluan wanita merupakan najis. Dan ini merupakan salah satu dari

dua pendapat dalam masalah ini.

Ada yang berpendapat bahwa cairan yang keluar dari kemaluan

wanita tidak najis. Inilah pendapat yang benar.

Berdasarkan hal ini, maka apabila seorang suami mencampuri is-

terinya, tidak sampai mengeluarkan mani kemudian mengeluarkan ke-

maluarutya dan melihat cairan yang membasahi kemaluannya, maka

sestrngguhnya cairan itu suci dan tidak wajib dibasuh.

Sementara ulama yang beqpendapat bahwa cairan yang keluar da-

ri kemaluan wanita adalah najis mengatakan kemaluannya wajib di-

basuh berikut apa yang terkena cairan tersebut.

Yang zhahir dari perkataan Al-Bukhari Rahinuhullah adalah pen-

dapat yang kedua, yaitu wajib dibasuh dan berdasarkan hal ini da-

pat disimpulkan beliau berpendapat bahwa cairan yang keluar dari

kemaluan wanita adalah najis. Akan tetapi yang benar adalah suci -

sebagaimana yang telah disebutkan- ditinjau dari dua sisi:

. Pertama: Adanya kesulitan.

. Kedua: Tidak ada hadits Nabishallallahu Alaihiwa Sallam yang me-

wajibkan membasuh apa yang terkena cairan yang keluar dari ke-

maluan wanita.

);; vri

e? :,rv

:jtt )rr*r i fr '"5 *ii :Jv il'',; l3'";. Y Y 1

€n'mmr& 88s

,#t Jti'Hgty'at S; Ct:; or.v;,:r'#l

'YrY A ',t:lt g:' is1,

229. 'Abdan telah menceritalun kepada kami, ia berkata, "Abdullah telah

menceritakan kEada kami, ia berkata, "'Amr bin Maimuun Al-lazari

telah menceritakan lcepada lumi dari Sulaiman bin Yasar dai Aisyah

Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Aku pernah mencuci iunub (mani)

yang menempel pada paluian Rasulullnh Shallallahu Alaihi wa Sallam,

lalu beliau lceluar mengerjalun shalat, semmtara bercak air paila pa-

laianny a masih lcelihatan.'l e66

[Hadits 229- tercarrtum juga pada hadits nomor: 230,23'l' dan232l

Syarah Hadlts

Di antara sekian banyak faedah yang dapat dipetik dari hadis ini,

yaitu isteri mencuci pakaian suami dan membantunya dalam men-

cucikan pakaiarmya. Sebagian ulama berpendapat bahwa seorang isteri

tidak wajib membantu suaminya, dan jika ia membantu suaminya ma-

ka hal itu terrrasuk amalan sunah.

Berdasarkan pendapat ini, seandainya seorang suami tidak da-

tang membawa seorang pelayan, masuk ke dalam rumahnya sambil

menyuruh isterinya, "Siapkan makan malamku!" Lantas isterinya

membantah, "Aku tidak mau membantumu! Siapkan saja sendiri!"

Inilah konsekuensi yang ditimbulkan dari pendapat mereka. Dan sang

isteri -menurut mereka- sah-sah saja berkata kepada suaminya, "Kalau

mau siapkan saja sendiri makananmu, atau silahkan pergi ke pasar

membeli makanan yang kamu suka!"

Tidak diragukan lagi bahwa naluri kemanusiaan tidak bisa mene-

rima pendapat ini. Yang benar dalam hal ini, bahwa yang diwaiibkan

atas suami isteri adalah apa yang difirrrankan Allatu

';-ef$t !ilhq

"Dan perlakukanlah mereka dengan pergaulan yang baik!" (QS. An-Nisa':

1e)

Kebiasaan yang berlaku ihrlah yang wajib. Baik tentang kewajiban

suami kepada isterinya maupun kewajiban si isteri kepada suaminya.

966 Diriwayatkan oleh Muslim (288-290)

€mmrur&

Sebagai contoh, bila kita berada di sebuah wilayah yang para iste-

ri tidak mau membanfu suaminya membereskan rumah, memasak di

dapur serta mencucikan pakaian maka kami katakan bahwa kita me-

ngamalkan yang ini.

Namtrn sekiranya kita di sebuah wilayah yang sebaliknya, maka

kami katakan: Isteri harus melaksanakan tugas yang memang su-

dah merupakan kebiasaan yang berlaku. Misalnya di kalangan kita

-kita berdoa kepada Atlah agar melanggengkan tradisi yang baik ini,

yang nantinya saya sebutkan- para isteri membantu suaminya dalam

hal membereskan rumah, menyiapkan makanan, mencuci pakaian,

membersihkan kandang kambing dan lembu serta pekerjaan lairurya.

Saat ini, disebabkan kemapanan hidup dan banyaknya pembantu

kita khawatir kaum wanita akan mogok dan berani berkata, "Siapkan

sendiri makan malammu, dan bereskan rumah!" Sedangkan dia enak-

enakan tidur di tempat tidur, sementara sang suami berpeluh keringat.

Namun,I^sya Allah hal ini tidak terjadi dan kita berdoa kepada Allah

agar kekhawatiran ini tidak terjadi.

Intinya, kami berpendapat bahwa yang wajib adalah kembali

kepada kebiasaan karena Allah telah menyempurnakannya kepada

kita dengan firman-Nya, "Dan bergaullah dengan merela secara patut."

(QS. An-Nisa': 19) dan firman-Nya, "Dan para wanita mempunyai luk

yang seimbang dengan lcewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (QS. Al-

Baqarah: 228) Dengan demikian, mereka memiliki kewajiban dan hak

menurut kebiasaan yang berlaku.

Inilah Aisyuh Radhiyallnhu Anlu membantu Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam. Dan bersamaan dengan itu beliau juga menolong isterinya.

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam membantu keluarganyae6T, memper-

baiki sandalnya sendiri dan menjahit pakaiarurya sendiri.

Sedangkan keadaan para shahabat tidak berbeda dengan tradisi

kita hari ini. Hingga lbnu Az-Zubair Rndhiyallahu Anhu yang memiliki

kebun di luar wilayah Madinah, isterinyalah yang meniinjing biii-biii-

an di atas kepalanya dari Madinah ke kebunnya.e6 Sebab hal itu terrna-

suk kebiasaan yang berlaku.

Kalau ada yang mengatakan, "Boleh jadi itu termasuk bab ta-

thawwu', kalau sang isteri mau bisa saja ia tidak melakukannya?"

Diriwayatkan oleh Al-Bukhan $7 6)

Diriwayatkan oleh Al-Bukha n $224)

967

%8

886

€*mSnr& 887

Kami katakan: ya, ini bisa terjadi. Namun tidak mungkin kebia-

saan itu ditetapkan dengan cara seperti ini, tanpa kaum wanita merasa

bahwa ini termasuk bab tathawwu'bukan kewajiban.

c l* Gt & ):* rik :'JG Sric'; :iui# $"";. Yl.

Ct; :Jv3'r-f G?s C'^*.G ry ,iu )*- i. ot:t:

,io )Vi3W,f l# G.:*sk:JG yfltl*

230. Qutaibah telah menceritakan lccpada kami, ia berlata, "Yazid telah men-

ceritalan kepada knmi, ia berkata, "' Amr telah menceritalan kepaila kami

dari Sulaiman bin Yasar, i"a berlata, "Aku pernah mendengar Aisyah.

(melalui sanad yang lain disebutlcan) Musaddad telah menceritakan

kepada kami, ia berknta, "' Abdul Wahid telah menceritalcan kepada lami,

in berknta, "'Amr bin Maimun telah menceritalcan kepada lcnmi dari Su-

l^aiman bin Yasar, ia berkata, "Aht pernah bertanya kepada Aisyah ten-

tang mani yang menempel pada palaian." lantas ia menjawab, "Aku

sendiri pernah mencuci (mani) dnri pakian Rasulullah Shallallahu Alai-

hi wa Sallam, lalu belinu lceluar mengerjalun shalat, sementara belus

cucian mnsih lcelihatan pada paknian Selisv."s6e

%9 Takhdi hadits telah disebutkan sebelumnya.

A'q L*,uci\+yt 4.i#t F'zka UU

f;r;>,at et$ Ic ,)ftr;!$t ; 'p * Xt ,t*,!l I J z ogJ-rt qy

€es&

i J +s" U u,'*'ti ts.wt,F t\ eq

Bab Apabila Mani Dan Lainnya Dibasuh Namun Bekasnya Tidak

Hllang

iv str)r '"* $""; ,i6 &41 ,P.$\J ,;; $k.Yt't

i']t G lq G ou+J AU ,'JG l# U. :* G";

);3 j, q'q ,* ,u! dv :lG L:;'tr'-*3

e y..r^''Jii;at, jttX i giSr i, * *'

,al

231. Musa telah menceritalan k podo lumi, ia beilata, "'Abdul Waahid te-

lah menceritatan tcePaita lami, ia berkata, "'Amr bin Meimuun telah

menceritalun kepada kami, ia berlata, " Aht pernah bertanya kepada Su-

laiman bin Yasar tentang air mani yang mengenai paluinn." Sulaiman

menjawab, "Aisyah berlata, "Aktt petnah rnmcuci palaian Rasulullah

Shatlatlahu Alaihi wa Sallam yang ter|ena mani,lantas beliau lceluar

untuk mmgerjalun shalat, sementara be?'ns ait cucian tersebut masih

lcelihatan."

9# 5. :* t|'G Jv '#') u'; :Jv !.6 il :'F g"; 

' Y r Y

i#t,F UA vlJ*1e ,-f )6-u,.,lr;i* Y8hi,

ett.ii'd. ^!.ttti i ,?-rigt; a' 

"b i;t i; b

888

€n.UifuS 889

232. 'Amr bin Ktalid telah menceritakan kepada kami, ia berlcnta, "Zuhair

telah menceritakan lrepoda lami, ia berkata, "'Amr bin Maimun bin

Mihran telah menceritakan kepodo kami dari Sulaiman bin Yasar dari

Aisyah bahwasanya ia pernah mencuci air mani yang menempel di

paluinnNabi Shallallahu Alaihiwa Sallam,nlmun setelah itu akumasih

melihat bekasny a atau belas-belusnya."

Syarah Hadlts

Kedua hadits di atas +ebagaimana hadits-hadits belumnya- me-

rupakan dalil bahwa mani suci sebab bekas mani masih ada. Aisyah

mencucinya dengan cucian yang ringan dan bekasnya masih ada.

Hadits di atas juga mengandrog dalil diperbolehkannya menye-

butkan secara terang-terangan perkara yang malu untuk disebutkan

apabila memang dibutuhkan. Sebab hal itu termasuk menjelaskan ke-

benaran. Dan Allah Ta'aln berfinnan, "dan Allah tidak malu (menerang-

lan) yang be-nlr." (QS. Al-Ahzab: 53)

Faedah ketiga yang juga dapat diambil adalah aPa yang baru saja

kami kemukakan, yaitu tentang isteri yang membantu suaminya. Akan

tetapi perkara ini terkait dengan tradisi ('ur$.

€eeS

@;'yj d, :,)t i',rht I ;..,lt

6i ri ,i,ii *' j1i:p,; gr;r: ;i,

)tj3.i 

,ar3.

l'3 e,?i i tvt

i,z z ,i,ety f)

Bab Air Kencing Unta, Hewan Tunggangan Dan Air Kencing

Kambing Serta Kandangnya

Abu Musa pernah mengeriakan shalat di Daarul Bariid dan di

tempat yang ada kotoran hewannya, padahal padang paslreTo

berada di sebetahnya, kemudian ia berkata, Sama sata shalat dl

slnl dan di sana.471

,l F ai e P U lw ti",; ,iv 7, il itq:l;" $""6. Yrr

t3r-;v'-^1.i J\ ,F* :y J"6 * ,io *Y i, ql # {N,

t . !. c 1. .- c

,yU',.r;-:tii c4, & t'it 'v ;rlt ;;;t ,*9t

*'i, p :r), e5 tp tr!.;utt dfiu,+,qii 1;i

,e{T e,* ,Vlr J':i €. ,,;lt;r-,t ,;1t triti,rt tv,

L-43 W)i',;{r.i'p';u e,1r'rt,:lt g)r r{!

{)';^i )r'o ;^4 :Ft e aii g;l

970

971

Al-Hafizh berkata, " Al-Barriyyah artinya padang pasir, dinisbatkanke al'bart."

Abu Nu,eim, guru Al-Bukhari meriwayatkannya secara maushul dalam Kifab Ash-

Shalah. Silahkan melihat Al-F ath (l / 336)

890

€,mfn,S

ajll t;.iv) gG+':r

.'n;'ri

233. Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami, ia berkata, " Hammad

bin zaid telah mencqitalan kcpadn kami dnri Ayyub dari Abu Qilabah

ilari Anas, ia berluta, "selcelompok orang yang berasal dari 'Ukl atau

'll.rainah datang, tapi ternyata udara Madinah tidak cocokbuat merelu.

Lantas Nabi Shallallnhu Alaihi wa Sallam mernerintahkan untuk men-

cari unta betina,lalu muninum air kencing dan air susu unta tersebut.

Kemudian merelupun pergi melakanakan aniuran Nabi tadi. setelah

snnbuh, merela mnlah mentbunuh pengembala milik Nabi Shallnllahu

Alaihi wa Sallam lalu merelu pergi dengan membawa unta tersebut. Di

awal sinng, sampailah berita tersebut lcepada Nabi shnllallahu Alaihi

wa sallnm. lalu beliau maqiim utusan untuk mengihtti ieiak mereka.

P aila sinngny a mer elu b erhasil dit angl<ap dan dib aw a ke hailap an b eliau,

Lalu beliau memerintahkan agar tangan dan kaki merel<n dipotong seca-

ra bersilang serta mencungkil mata merelu, lalu diiemur hingga mereka

minta minumkarenakehnusan namun tidak diberi minum."

Abu Qilabah berkata, " orang-orang tersebut sudah melakukan pencurinn,

pembunuhan dan telah knfir sesudah beriman serta berusaha memerangi

Allah dnn r asul-Ny a. " e72

[Hadits 233- terca


Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 20 a yang menggelisahkan ifu, suara mereka disiksa. Namunmerupakan kasih sayang dan Allah 'Azza ua lalla kepada kita dan ke-lembutannya kepada orang-orang yang sudah meninggal bahwa kitatidak bisa mendengar suara mereka sa… Read More