Syarah sahih Al Bukhari 15

 


eriwayat

€,nifnrS 625

Akan tetapi menurut pendapat yang kuat, mengabr.rngkan antara

keduanya tidak tergolong bid'ah. Bahkan perbuatan itu lebih baik dal-

am membersihkan dan hasilnya lebih bersih.ffi

yang lemah oleh Al-Bukhari, An-Nasa'i dan selain keduanya. Dialah yang telah

mengisyaratkan agar menjatuhkan hukuman cambuk terhadap Malik."

Silakan baca A t-Tallhish Al-Habir (I/112)(151)

606 Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (l/208), "Ahmad berkata, "Meng-

gabungkan keduanya lebih aku sukai. Karena Aisyah pemah berkata, "Perin-

tahkanlah suami-suami kalian untuk menggunakan air setelah menggunakan

batu untuk bersuci setelah buang air besar dan air kecil, karena aku malu me-

ngatakannya langsung kepada mereka. Dahulu Rasulullah melakukan sePerti

itu." Ahmad memakai hadits ini sebagai hujjah dan hadits ini diriwayatkan oleh

Sa'id, karena batu berfungsi menghilangkan benda najisnya sehingga tidak ter-

kena tangan, kemudian digunakan air untuk membersihkan temPat yang terkena

najis. Dengan demikian lebih bersih dan lebih baik."

Asy-Syaukani berkata dalam As-Sail Al-Janar (l/72), "Apabila ia menggabungkan

keduanya maka ia telah melakukan yang lebih baik dan lebih sempuma."

Syaihh Al-Utsaimin ditanya, "Apakah sebabnya suatu hukum dikatakan makruh,

padahal larangan dalam suatu hadits disebutkan dengan jelas?"

Syaikh menjawab, "Pertanyaan ini telah dijelaskan berulang kali. Kita katakan:

Sesungguhnya tidak ada patokan di dalamnya. Orang-orang yang berpendapat

bahwa hukum asal suatu larangan adalah pengharaman, tidak bisa menerapkan-

nya untuk semua masalah.

Orang-orang yang belpendapat bahwa hukum asal suatu larangan adalah mak-

ruh, juga tidak bisa menerapkannya untuk semua masalah.

Sebelumnya kami telah menjelaskan kepada kalian tentang perselisihan pendapat

dalam masalah ini, dan kami telah menjelaskan hujjah masing-masing pendapat

tersebut. Kami juga telah mengatakan bahwa sebagian ulama mengambil jalan

tengah. Mereka berkata, "Dalam perkara adab, maka perintah berarti anjuran

dan larangan berarti menunjukkan hal yang makruh. Dalam perkara ibadah,

maka perintah berarti wajib dan larangan berarti haram, karena masalah ibadah

dan kemashlahatan ibadah serta yang berkaitan dengannya diperintahkan untuk

Allah. Karena itulah perintah berarti wajib dan larangan berarti haram."

Mmurutku, pendapat yang pertengahan inilah yang lebih tepat. Tetapi dengan

cacatan perselisihan ini terjadi jika tidak ada dalil lain yang menyertainya dan

memalingkan hukumnya. Apabila ada dalil lain yang menyertainya dan mema-

lingkan hukumnya kepada wajib, maka hukumnya menjadi wajib.

Misalnya, sabda Nabi Shallallahu Alaihi uta Sallam,

94. * A r, |ry; FU x $i';i Sn s1

"lika vlah seorang kalian makan, maka janganlah ia makan dengan tangan kiinya, dan

janganlah ia minun dengan tanganbirinya."

Hadits ini memuat masalah etika, tetapi dalil lain yang menyertainya menunjuk-

kan bahwa perbuatan itu haram, yaitu pada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Salhm,

,)t:,-, 4'r:J-i .l,ry, & ;,f'*f, 3f

"Karena xtan malcan dengan tangan hirinya dan minum dengan tangan kiinya."

Akan tetapi sabda Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam,

" Apabita *tah xorang katian menukt *rj*S*;r#if#fr";' #;;i

yang kanan, dan jika ia melep*mya malca hmilakJah ia memulai dengan yang kii."

Hadits berisikan perintah, dan termasuk dalam masalah etika. Karena itu perintah

626 4ilffidffi't&

Meskipun perbuatan itu tidak ada diriwayatkan dari Rasulullah,

tidak berarti perbuatan itu terlarang. Bahkan riwayat-riwayat dari Nabi

Shallaltahu Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwa beliau melakukan

apa yang mudah baginya. Terkadang pada suatu tempat lebih mudah

mendapatkan batu, maka hendaklah ia menggunakannya. Terkadang

pada suatu tempat tidak terdapat batu, dan yang lebih mudah adalah

menggunakan air, maka hendaklah ia menggunakannya.

di sini berarti anjuran.

Demikian pula iarangan berjalan dengan memakai sandal sebelah. Larangan ini

termasuk dalam bab etika, serta banyak lagi contoh yang lainnya'

Pendapat yang paling dekat-wallohua'lam- dengan disiplin ilmu adalahpendapat

yang pertengahan ini.

hp"t"t memelihara 1en88ot termasuk dalam masalah adab atau etika?

Jawabnya, Tidak. Bahkan termasuk masalah ibadah, karena menyelisihi orang

Yahudi, Nashrani, kaum musyrikin dan orang-orang kafir secara umum termasuk

dalam masalah ibadah.

Ditambah lagi adanya riwayat yang shahih dalam kitab Shahih Muslirz bahwa

Nabi Shallallahu Alaihi wa SittaiAerlabda, "Srpuluh perkara yang termasuk fitrah."

Kemudian Nabi Shaltallahu Alaihi wa Sallam menyebutkannya satu persatu, di

antaranya adalah memelihara jenggot. Perkara fitrah merupakan ibadah, bukan

adab atau etika.

607

608

€ rs$

c

:r4u,*r13,i1t ii ,r{t )u.

Bab Larangan BerlstinJa'Deng"n m"nggunakan Tangan Kanan

A" F grp'at 'r iV $k ,iv'il'$ U ia $'s. t ot'

it Jy, jG ,jG yJ Vi;a oj+ tr * U f, C i

tiy, ,,v1t e F.r" iki +; t;t,g't F it ;*

LS3- Mu'adz bin Fudhalah telah metrceritalun kepada kami, ia berlcnta, Hi-

syam, ia adalah Ad-Dastuwa'i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Ab-

dullahbin Abi Qatadah, dari ayahnya, iaberlata, "Rasulullah shallalla-

hu Alaihi wa Sallam bersabda, " Apabila salah seorang dari kalian minum

mala janganlah iabernafas di dalam tempat minum, dnn apabila ia pergi

ke w c maka j anganlah ia menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan

dan jangan pula ia berbtinia' dengan tangan kanannya."6o7

[Hadits no 153 ini juga tercantum pada hadits no: 154 dan 5630].

Syarah Hadits

Mayoritas ulama berpendapat menyentuh kemaluan dengan ta-

ngan kanan hukumnya makruh.ffi Diantara hikmahnya adalah:

HR. Muslim (267)(63)

An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (IIl158), "Para ulama sepakat bahwa

dilarang beristinja' dengan tangan kanan. Jumhur ulama perpendapat larangan

ini huliumnya makruh tanzih dan termasuk adab, tidak haram. sebagian pe-

ngikut Zhahiriyah berpendapat larangan ini hukumnya haram., Sejumlah tekan

kami mengisyiratkan ikan keharamannya, tetapi isyarat mereka itu tidak ada

sandarannya."

627

.#,#.r1cfi.ift F.*;aAr

628 €ilffiifi&

. Pertamn: Untuk memuliakan tangan kanan. Tangan kanan harus

dimrrlia[61 karenanya tidak dipergunakan untuk menyenhrh

kotoran.

. Kedua: Kemungkinan akan menempel di tangan kanan sesuatu

yang tidak bisa dihilangkan dengan air, padahal tangan kanan di-

gunakan untuk makan dan minum. Dengan demikian, hal itu da-

pat mendatangkan mudharat. Karena itulah Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam melarang beristinja' dengan tangan kanan.

Adapun beristinja' dengan batu, maka tidak terdapat alasan yang

kedua. Akan tetapi alasan yang pertama masih ada, yaitu memuliakan

tangan kanan.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Apabila salah seorang ilari

lulian minum mala janganlah inbernafas di dalam wadah (minumnya)." Me-

nurut Para ulama, hikmahnya adalah:

o Pertama: Ia bisa tersedak jika bernafas, karena udara akan terhirup

ke atas dan airnya turun ke bawah.

. Kedua: Nafas yang ia tiupkan kemungkinan membawa penyakit

atau hal-hal y*g mendatangkan mudharat, lalu tercampur ke

dalam air. ]ika ada seseorang yang meminum dari bejana tersebut

setelahnya, niscaya orang tersebut akan terkena dampaknya.@

Sabda Nabi Shatlallahu Akihi wa Sallam, "Apabila in pergi ke wc ma-

la janganlah ia menyentuh lcemaluannya doqan tangan knnan." Ini juga

termasuk memuliakan tangan kanan. Karena jika ia memegang ke-

maluannya ketika buang air, kemungkinan tangannya akan terkena air

seni.

Dari sini dapat diketahui bahwa tidak dimakruhkan memegang

kemaluan dengan tangan kanan, melainkan ketika buang air saja. Da-

lam masalah ini ada perselisihanpendapat di kalangan ularra5ro:

Silakan baca Al-Fath (I/253)

Syaikh Al-Utsaimin ditanya, "Apakah dari hadits ini dan hadits lainnya dapat

difahami bahwa seseorang harus menjauh dari orang sakit agar ia tidak tertular

penyakit darinya?"

Syaikh menjawab, "Penularan penyakit memang ada. Akan tetapi jika seseorang

menjauhkan dirinya dari penyakit setiap saat hingga ia lelah dan merasa kesulitan

karenanya, ini adalah suatu kekeliruan. Sebagian orang ada mencuci tangannya

dengan air dan tanah atau dengan air saja jika ada orang yang menjabat tangannya

lalu di tangan.orang tersebut ada keringatnya. Ia melakukannya karena khawatir

tangan teriebut mengandung bakteri yang dapat membahayakannya. lni adalah

suatu kekeliruan. Maksudnya jika ia menghindarinya secara berlebihan seperti ini,

niscaya ia akan mengalami kesulitan dan juga rasa waswas selalu. Ini juga suatu

ffi

610

€,nmfnr& 629

Sebagian mereka ada yang berpendapat Tidak dimakuhkan. Ka-

rena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang memegang kemaluan

dengan tangan kanan hanya ketika buang air kecil, yang dikhawatir-

kan tangan kanan terkena air seni karenanya. ]ika Rasulullah Shallalla-

hu Alaihiwa Sallam melarang hal itu karena alasan ini, maka perbuatan

itu tidak dimakruhkan untuk selainbuang air kecil.

Sebagian ulama yang lain berkata: Dimakruhkan memegang ke-

maluan dengan tangan kanan, meskipun bukan untuk buang air kecil.

Karena jika Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam melarangnya untuk buang

air kecil, padahal ketika itu sangat dibuttfikan untuk memegangnya

dengan tangan kanan, maka trntuk yang selairurya lebih dilarang lagi.

Pendapat ini tidak bisa diterima dengan hati lapang, karena per-

kataan mereka, "padahal ketika itu sangat dibutuhkan untuk meme-

gansnya dengan tangan kanan," tidak benar. Kecuali jika tangan kiri

nya buntung, atalr lumpuh. Jika tidak, maka tidak ada kebutuhan un-

tuk memegangnya dengan tangan kanan.61t

,lr+*

kekeliruan. Jika seseorang tidak memperdulikan kotoran yang melekat, maka ini

juga merupakan kekeliruan. Maka yang terbaik adalah tidak tetlalu berlebihan

dalam menghindari dan tidak terlalu meremehkan.

61 1 Silakan b aca Al- F ath (l / ?54) dan Kasyf Al-Qana' (l / 61)

€rg&

jq'it 44*.6i1 ,4"i .r(

Bab fidak Memegan i ilir"^, o"ng", Tangan Kanan Ketlka

Buang Air Kecll

,rJ i ,#- :r |cr;'r$t $k :iv ,i; :; i^Y"t c'* 'tot

*'A, J* i;t* ,yj ;ri,a;6 ;J i, yt * # ,f

,#.rj cfi,i;t i,";u-'.i; iki iu. st,iG P3

.:'ij' e#.ricff,

154. Muhammad bin Yusuf tehh mettceritakan kepada kami, ia berkata,

Al-Auza',i telah mencqitalan kepada lumi, ia berlata, dari Yahya bin

Abi Katsir, dari Abdullah bin Abu Qatadnh, dnri ayahnya, ilari Nabi

shaltallahu Alaihi wa sallam, belinu bersabda, "Apabila salah seorang

dnri lalian buang air lcccil mala ianganlah in memeSanS kemaluannya

dengan tangan lanannya, ianganlah beristinja' dengan tangan lanan-

nya, dan jangan pulabernafa"s iti italam wadah (minumnya)'"612

Syarah Hadits

sabda Nabi shallallahu Alailti wa sallam, "Apabila salah seorang dari

lalian buang air lcecil." Maksudnya ketika sedang buang air kecil, bukan

setelah selesai buang air kecil. Karena dalam lafazh lain disebutkan,

"langanlah salah seorang talian memegang kemaluannya ketika ia seilang

buang air lcecil."6r3

612 Telah disebutkan talhrijnya.

613 t{R. Muslim Q5n$3)

630

€rffi*u&

Adapun lalazh yang disebutkan Al-Bukhari disini, secara zhahir

mengesankan bahwa setelah ia selesai buang air kecil dan hendak

beristinja" maka janganlah ia memegang kemaluannya dengan tanSan

kanannya. Akan tetapi lalazhyang kedua menjelaskan hal itu'

631

Szo&

2:4u, t'r*j;-'lt .tt3.

Bab lnstlnja' Dengan Batu.

eidr,.roo

,k :;t .;it :)v i1.y C ,f 1k F $it t* /

,+ J';'i ,LnL.i rK *a,c?, *: g; nr

Gi.l

1nllltl

dp*

155. Ahmad bin Muhammad Al-Mal*i telah menceritalun kepada kami, ia

berkata, 'Amr bin Yahya bin Sa'id bin 'Amr Al-Makki telah mencerita-

knn kepada kami, dari lalcel*tya, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Alat

mengikuti Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam saat beliau lccluar untuk

buang hajat dan biasanya beliau tidak menoleh ke belaknng. Iantas aku

mendeknti beliau dan beliau berkata, "Tolong carikanila beberapa buah

batu untuk aku gunaknn beristinjatsls -atau kalimat yang semisalnya-

dan jangan engkau bawakan kepadaku tulang dan jangan pula koto-

ran binatang." Kemudian aht bawalun untuk beliau beberapa buah

614 Al-Qasthallani membolehkan membacanya denganhamzahwashl danhamzah qath'.

Dalam kltab Fathul Bari dan Umdatul Qari tulisan Al-'Aini disebutkan bah-wa ada

dua riwayat dalam masalah ini.

615 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/256), "Perkataan, "

G*) Dibaca dengan mengkasrahkan huruf fa'dan menjazmkan huruf dhadh,

karena posisinya sebagai jawab amar (kata kerja perintah) dan boleh juga dbafa'-

kan jika posisinya sebagai kala isti'naaf.

632

€n.Ufnr&

batu dengan ujung pakaianku dnn aku letalclan di dekat beliau,lalu aku

pun menyingkir dari belinu. Setelah selesai buang hajat, belinupun ber-

btinj a' dengan batu-batu tersebut. "

[Hadits 155 ini juga tercantum pada hadits no: 3860].

633

€zrS

0\',t G*#-'J v[

, JJ)

Bab Tldak Berlstlnfa'Dengan Kotoran Hewan

;: A ,iv ov-:,\ ,lri * ';) c:k ,,sv F ;: e'*. t 01

gr i:; 'd;1 yj E )-*'r U q;lt *:4iifti'r*

yl-,E 3i o.;:v ,u,a,gi *'ar ;; Ct ,;t ,'Jr4

L'GG ,;\1 e dult *s5 d)..';; L:';i ,1r*|.i

"5 1 

t',; :iv s .t rlt 6i ;-';^t *:v,t+. 4G'q',

'-& ;k u*t d ,f y) r -*; G l41t'A iui

,f,)t

L56, Abu Nu'aim telah menceritakan kepada knmi, ia berlata, Zuhair telah

menceritakan kepada kami, dari Abu lshaq, ia berkata, "Bukan Abu

Ubaidah yang mengataknnnya, tetapi Abdurrahman bin Al-Aswad dari

ayahnya, bahwasanya ia mendengar Abdullah berkata, "Ketika Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam pergr ke WC, beli.au menyuruhku untuk

mencari tiga buah batu. Aku sudah mendapatlun dua buah batu dan aht

berusaha mencari batu yang lcetiga, namun aku tidak menemuknnnya,

lantas aku ambil kotoran hewan yang sudah mengering dan aku beri-

lan kepada beliau. I-alu beliau mengambil dua buah batu dan membuang

kotoran hantan tersebut seraya berknta, "lni adalah najis."

634

€rfffrr& 635

IbrahimbinYusuf berknta, ilari ayahnya dari Abu lshaq, inberlcata, "Ab-

durr ahman telah menceritaknn kepadalal " sn

Syarah Hadits

Dalam hadits pertama yaitu hadits Abu Hurairah disebutkan ten-

tang adab berjalan. Yaitu janganlah seorang menoleh ketika berialan,

kecuali karena ada kebutuhan. Mereka berkata, "Karena perbuatan itu

lebih berwibawa untuk seseorang. Karena itu mereka mencela sese-

orang yang berjalan sambil menoleh."

Hal ini juga menunjukkan bahwa orang tersebut takut bertemu

dengan seseorang yang pemah ia temui.

Akan tetapi jika ada kebutuhan untuk menoleh -misalnya ia men-

dengar suara kegaduhan sesuatu yang sedang terjadi- maka ia boleh

menoleh. Sebab tidak ada larangan untuk hal ini, melainkan hanya se-

kedar contoh dari Rasulullah Slwllallnhu Alaihi wa Sallam.

Hadits ini juga mentrnjukkan bolehnya memerintahkan dan me-

minta sesuatu kepada or:rng lain. Tetapi dengan syarat kita mengeta-

hui bahwa orang yang diperintah merasa senang dengarurya, dan ti-

dak merasa berat dengan perintah tersebut. Telah diriwayatkan secara

shahih dari Nabi Shallallahu Ala{hi wa Sallam bahwa beliau membai'at

para shahhbatnya untuk tidak meminta apapun kepada manusia.6rT

Meskipun demikian Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam me-

minta Abu Hurairah dan Abdullah bin Mas'ud melakukan sesuatu

trntuk beliau. Namun bisa dikatakan bahwasanya permintaan beliau

ini menyenangkan hati mereka. Disamping itu mereka memang sudah

bersiap untuk hal itu seolah mereka pembantu bagi beliau.

Adapun jika seseorang merasa berat melakukan perintahmu ke-

padanya, maka janganlah kamu memerintahkannya meskiptrn trntuk

hal yang sepele.

Dalam dua hadits ini terdapat pembolehan mencukupkan diri

beristijna' dengan batu, demikianlah hukumnya. Akan tetapi dengan

syarat tidak kurang dari tiga kali usaPan, atau lebih.

Disyaratkan juga sampai bersih. Tandanya sudah bersih adalah

tidak terdapat lagi bekas-bekas kotoran setelah usaPan ketiga. Mak-

616 Al-Bul..:hari Rahimahullah menyebutkannya secara mu'alaq sebagaimana yang di-

sebutkan dalam At-Fath (I/258). Silakan baca Taghliq At-Ta'liq (ll/702), Al-Fath

(l / 256,?58) dan llmdah Al Qari' (ll / 29 4)

617 Telah disebutkan takhrijnYa.

636 €rutT.irut&

sudnya, setelah usapan ketiga tidak ada lagi bekas kotoran, baik air

seni ataupun tinja, untuk diusap dengan batu selanjutrya.

Jika masih terdapat bekasnya, maka hendaklah menambah usa-

pan. Jika sudah bersih dengan empat usapan, maka ganjilkanlah men-

jadi lima. Dasamya adalah sabda NabiShallallahu Alaihiwa Sallam,

Z*'$*t;

"Barangsiapa yang beristijrnar (berbtinja' dengan menggunalun batu), malu

hendaknya dengan jumlah yang ganjil."618

Dalam hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu disebutkan Peng-

haraman beristinjak' dengan kotoran hewan yang sudah kering. Tetapi

kotoran hewan apakah yang dimaksud?

Jawabnya: Kotoran hewan yang najis. Karena Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam berkata, "Ini adalah najis." Kemungkinan juga kotoran

hewan secara urnum, dan sabda Nabi Sftallallahu Alaihi wa Salhm, "Ini

adalah najis," maksudnya adalah beristinja' dengan kotoran hewan.

Maka tidak berarti kotoran tersebut adalah kotoran keledai.

Sebab Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam tidak berk ata, " j.?, ,7i"

tetapi beliau berkata, ";?, tJf^".

Manapun yang benar, sesungguhnya tidak diperbolehkan beris-

tinja' dengan kotoran hewan. Sebab, jika kotoran tersebut merupakan

sesuatu yang najis, maka ia akan semakin menambah kotor. Tidak ma-

suk akal dan tidak pula disebutkan dalam riwayat tentang bolehnya

bersuci dari najis dengan benda najis. Karena sesuatu yang najis itu

hanya akan menambah najis.

]ika kotoran tersebut suci seperti kotoran unta dan kotoran kuda,

maka alasannya adalah karena kotoran tersebut merupakan makanan

ternak dari kalangan jin.5le Bangsa jin juga memiliki hewan tunggangan

dan hewan ternak, yang memakan kotoran hewan yang sudah kering.

Bangsa jin juga makan dan minum. Dug g untuk mereka adalah

t,lang belulang yang telah dibuang manusia. Hal ini menunjukkan

keutamaan manusia dibandingkan iin. Semua tulang hewan yang telah

dimakan dagingnya yang disembelih dengan menyebut nama Allah,

618 HR. Al-Bukhari (162) dan Mush^ @3nQ2)

619 Silakan baca hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (450)(150) mengenai hal ini.

€"ffidfiu& 637

tersebut masih memiliki daging yangmaka bagi bangsa jin hrla.g

utuh.620

Maha Suci AIIah, bangsa jin mendapati hrlang tersebut masih ber-

balut daging sehingga mereka bisa memakannya. Hanya saja apakah

hal ini dapat terlihat oleh mata kita?

Jawabnya, tidak. Kita membuangnya dalam bentuk tulang, la1u

jika keesokan harinya kita mendatanginya temyata bentuknya masih

sama tidak berubah. Demikian pula kotoran hewan, kita tidak meli-

habrya dimakan oleh sesuatu. Kotoran tersebut tetap ada di kandang

unta, dan di tempat penggembalaan ternak. Karena itu dikatakan: Hal

ini merupakan perkara ghaib yang menjadi ujian bagi manusia, apa-

kah ia mengimaninya atau tidak?

Barangsiapa yang berkata, "Aku tidak mempercayai kecuali apa-

apa yang disaksikan kedua mataku." Maka kita katakan, "Kamubukan

seorang mukmin." Karena seorang mukmin adalah orang yang Perca-

ya dengan perkara yang ghaib, dan menegakkan shalat. Barangsiapa

yang berkata, "saya beriman kepada AUah dan rasul-Nya, dan Allah

Maha Berkuasa atas segala sesuatu," maka ia adalah seorang mukmin

yang sesungguhnya.

Apabila para tukang sihir -yang notabene mereka adalah manusia-

memainkan sihirnya, mereka membuat manusia melihat tali seolah

menjadi ular, dan membuat seseor:rng bisa berjalan di atas mentega

tetapi tidak melembek. Ini adalah perbuatan manusia, maka bagai-

mana pula dengan Sang Maha Pencipta?!

Karena itu kita wajib membenarkan berita ini. Kita katakan, se-

sungguhnya bangsa jin memakan hrlang, akan tetapi mereka menda-

patinya sebagai daging. Dan hewan temak mereka, memakan koto-

ran hewan kering sebagai makanannya. Hingga meskipun seseorang

meletakkannya di dalam botol dan menyegel tutupnya, maka pasti-

Iah hewan dari bangsa jin mampu memakannya. Karena jin berada di

alam ghaib, bukan di alam nyata. Sehingga kondisi mereka seluruhnya

ghaib, tidak diketahui.

Dalam hadits Ibnu Mas'ud terdapat petunjuk bolehnya menolak

pemberian jika pemberian tersebut merupakan benda yang diharam-

kan dan buruk. Dalilrya adalah perbuatan Nabi S/rallallahu Alaihi wa

Sallamyang menolak kotoranhewan yang sudah kering.

620 HR. Muslim (450X150)

638 €r:mmmTb

Sebagian orang berdalil dengan zhahir hadits ini untuk membo-

lehkan beristinja' dengan dua buah batu.52r Tetapi hal itu tidak bisa

dijadikan dalil, berdasarkan alasan berikut:

o Pertama: Karena telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam bahwasanya beliau berkata kepada Abdullah bin Mas'ud,

"Gantilah dengan y arrg lairr." 6n

. Kedua: Dua buah batu yang dibawa oleh Abdullah bin Mas'ud

tidak berarti Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengusaP dua kali

usapan saja dengannya. Karena bisa saja seseorang mengusap le-

bih dari satu usapan dengan batu yang satu. Yang menjadi pato-

kan bukan jumlah batunya, akan tetapi jumlah usaPannya' |um-

Iah usapan yang diwajibkan bisa terpenuhi dengan dua buah batu.

Tentunya hujjah ini dikemukakan iika riwayat yang menyebutkan,

"Gantilah dengan yang lain," tidak shahih.5ts

**rF

621.

622

Silakan baca Mawahib Al-Jalil (l/290), Syarh Ma'ani Al-Atsar (l/122), I'laam Al-

Muwaqqi'in (ll/222) dan Nail Al-Authar (I/150)

HR. Ahmad dalam Musnad-nya (l/450)(4299\, Ad-Daraquthni (I/55X5), Ath-

Thabrani (9951), Al-Baihaqi dalam As-Surun (l/103), dan Ath-Thahawi dalam

Syarh Ma'ani Al-Atsar (l/122). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (l/257),

"Para perawinya tsiqah, kuat hafalannya."

Syaildr Al-Utsaimin ditanya, "Apakah boleh beristijmar dengan benda padat

lainnya selain batu?"

Syaikh menjawab, "Boleh. Para ulama Rnhimahumullah mengatakan, "Semua ben-

di padat dapat menggantikan posisi batu, seperti tanah, kayu, potongan kain,

pelepah poh-on, dan lain sebagainya. Dengan syarat bisa membersihkan dan ti-

dak kuring dari tiga usapan. Hingga sekiranya ia mengusapnya tiga kali usapan

dengan satu batu, maka itu sudah mencukupi.

Syaikh juga ditanya, "Jlka seseorang butuh menggunakan tangan kanan untuk

blristinjak dengan batu, maka apakah ia memegang kemaluan dengan tangan

kanan lalu memegang batu dengan tangan kiri, atau sebaliknya?"

Syaikh menjawab, "Ia memegang kemaluan dengan tangan kanan dan mengusaP

dlngan tangan kiri. Hal ini dikarenakan ada kebutuhan. Para ulamaberkata, "Hal

ini diperbolehkan jika ada kebutuhan. Adapun jika tidak dibutuhkan, misalnya ia

menggunakan batu yang besar yang bisa ditahannya dengan kedua kakinya, ma-

ka hendaklah ia menahannya dengan kakinya saja."

./q

Bab Benrudhu Satu kali - Satu kali

i';'r'; \*jt

qV qt,F,)s- i, :&' ' ' ,r. r...o-f o-f

€zz&

:Jut gi.ir.*t.F'u$ $k

{t 46n' ,ru olt vai ,is

'. t t

tlw, y i; 'rb! G"C. t oV

157. Muhammad bin Yusuf telah menceritalan kepada kami, ia berkata, Suf-

yan telah menceritalan kepada lumi, dari Zaid bin Aslam, dari 'Atha'

bin Yasar, dari lbnu Abbas, ia berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam pernah berwudhu dengan satu luli - satu knli.u524

624 T elah disebutkan takhrijnYa.

639

€zES

ol-o. o7o'

,YJ' d.r'

Bab Berwudhu Dua Kall - Dua Kall

:P jl ./u

t3"x; :Jo y U ,?3; $"r,; :iv ,# il F $"l; . \ oA

,f ,t7 i- ,t' i, f ,/ igr f y'oqr* il *

n ' . 

"r 

t,

#r y it ,* glri'i *3 i. l' # #*:f.:i1Y

.d-/ U-f w-r'

158. Husain bin Isa telah menceritaknn tcepadn kami, ia berkata, Yunus bin

Muhammad telah menceritakan k podo kami, ia berknta, Fulaih bin

sulaiman telah menceritakankepodakami, dari Abdullahbin Abu Baknr

bin'Amr bin Hazm, dari'Abbad bin Tamim, dati Abdullah bin Zaid,

bahwasanyaNabi slullallahu Alaihiwa sallamberwudhu duakali - dua

l@li.52s

625 HR. Al-Bukhari (158)

640

€zr&

Bab Benrudhu Tiga Kali - Tiga Kali

w1 t$6 :y1 qu.

Y il eGL;k ,iu t*3\ir .i,r * J. l/t'$ $"';. t oq

"! .,./ct, ,. , if cu+,:.;*,,1 ;z;-ai ,rl)t ,f 4 F\i p ,Uilit ,rt7

,yir,g F ,rt7 o>u f4t Jtis.i ,f.i: ii;', p

it b'?* Y il '* i-'*I u;e,lLAn

L5\ Abdul 'Aziz bin Abdullah Al-Uwaisi telah menceritakan kepada kami,

ia berlata, Ibrahim bin Sa'ad telah menceritakan kepadaku, dari lbnu

Syihab bahwasanya 'Atha' bin Yazid telah mengabarkan kepadanya

bahwa Humran Maula Utsman telah mengabarkan kepadanya bahwa

ia pernah melihnt 'Utsman bin 'Affan meminta beiana yang berbi air,

lantas in menuangkan air tersebut pada kedua telapak tangannya dan

mencucinya sebanyak tiga knli. Kemudinn ia memasukkan tangan kn-

nannya ke dalam bejana air lalu ia berkumur-kumur dan memasukkan

air ke hidung. Kemudian in membasuh wajahnya sebanyak tiga kali,lalu

membasuh kedua tangannya hingga siku sebanyak tiga kali, l<emudian

ia mengusap kepalanya dan membasuh lcedua lakinya hingga mata kaki

641

642 €r*mrurp

sebanyak tiga kali. Kemudian i.a berkata, "Rnsulullah shallallahu Alaihi

wa sallam bersabda, "Barangsinpa yang berwudhu sEerti wudhuku ini,

lalu ia shalat dua ralaat dan tidak mettyibuk*an hatinya dengan perlara-

perkara lain, makn akan diampuni dosanyayang telah lalu.il626

[Hadits no. 159 ini juga tercantum pada hadits no: L60, 1,64,19g4

dan 64331.

5I;:: :7V ilt le :ovg il eV iv ,iu ey;.t#i .t r .

a.f #*i*i,ie 3*Gftru .oy;r; Li,^;irl

/116.t\ :Jy. g) y )tt .v glt c;; .i;StJ- 6i,j i.j

,i') ^1{, "'i 

,* $ilat ,hii;*,: #- J*: v.;

aji Y o#i e$tl't) .;.{r ii:; je td$. & r.Jat

760. Diriwayatkan dari lbrahim, ia berkata, shalih bin Knisan berkata: lbnu

Syihab berlata, "Hanyt saja'lJrwah telah meriwayatkan dari Humran,

yaitu ketikn 'Utsman berwudhu, ia berkata, ,,Maulcnh aku sampaikan

pada kalian sebuah hadits yang seandainya bukan karena sebuah ayat

nbcaya aht tidak akan mmyampaikannya. Aku pernah mendengar Ra-

sulullah shallallahu Alaihi wa sallam bersabda,'Tidaklah seseorang ber-

wudhu dan menyempurnaknn wudhunya lalu ia mengerjakan sharat,

kecuali akan diampuni dosa yang ada di antara wudhu dan shalatnya,

hingga ia mengerjaknn shalat tersebut." 'Llrwah berkata, ,,Ayat 

tersebut

adalah "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang

telah IGmi turunlan berupa lceterangan-lceterangan (yang jeras)." (e,s.

Al-Baqarafu; lgg).iltzz

HR. Muslim (226)(3)

HR. Muslim Q2nG).

1e.]-na{izn Ibnu Hajar berkata dalamTaghliq At-Ta'tiq 0I/103), 

,,Syaikh Ala,uddin

Mughlathai menyatakan bahwa hadits Ibrahim dari shalih diriwayatkan secara

mu'allaq, namun tidak demikian. Akan tetapi hadits ini berkaitan dengan hadits

yang sebelumnya. Kemudian saya mendapati Abu Nu'aim dalam Ar-Mustalchrai

(51) telah meriwayatkan dari jalur Ahmad bin yunus, dan sulaiman bin Dawud

Al-Hasyimi, keduanya meriwayatkan dari Ibrahim bin Sa'ad, dari Ibnu Syihab,

lalu ia menyebutkan hadits yang pertama.

Kemudian ia meriwayatkan dari Muhammad bin Ahmad, dari Ahmad bin Musa

bin Ishag dari Abbas bin Muhammad -ia adalah Ad-Durip dari ya,qub bin

{-9j1 b

626

627

€*^mmu& 643

Syarah Hadits

Kandungan hadits yang menguatkan judul bab ini adalah perka-

taan, "Kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali, lalu membasuh ke-

dua tangannya hingga siku sebanyak tiga kali, kemudian ia mengusaP

kepalanya dan membasuh kedua kakinya hingga mata kaki sebanyak

tiga kali."

Inilah wudhunya, yaitu dilakukan tiga kali tiga kali. Kemudian

apakah lebih sempurna jika wudhu dilakukan tiga kali tiga kali karena

ia lebih bersih dan lebih banyak amalannya, atau yang lebih utama

adalah mengerjakaruIya sesuai dengan suffrah, yaitu terkadang ber-

wudhu satu kali satu ka[ terkadang dua kali dua kali, dan terkadang

tiga kali tiga kali?

]awabnya, pilihan yang kedua lebih utama. Yaitu hendaknya se-

seorang terkadang berwudhu satu kali satu kali, terkadang dua kali

dua kali, dan terkadang tiga kali tiga kali. Karena melakukannya sesuai

dengan sunnah lebih utama dari pada melakukannya dengan mem-

perbanyak. Karena dengan menetadani sunnah, seseorang merasa bah-

wa ia dirinya adalah seorang pengikut Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa sallam, sehingga imannya semakin bertambah, dan perbuatannya

meneladani Rasulullah Shallallahu Alaihiwa Sallam semakin semPuru.

Kareiia ihilah jika seandainya ada dua orang lelaki mengeriakan

shatat sunnah fajar. Salah seorang dari mereka memanjangkan bacaan,

Ibrahim bin Sa'ad, ayahku telah mmyampaikan kepada kami, ia berkata, Shalih

bin Kaisanberkata, kemudian ia menyampaikan hadits ini'

Kemudian ia berkata setelahnya, "Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari da-

ri Al-uwaisi, dari Ibrahim bin sa'ad, dari Ibnu syihab. Kemudian ia berkata

padanya, dari Ibrahim, ia berkata, Shalih berkata, Abu Nuaim berkata. Aku tidak

Lhu apakah beriringan dengan hadits Ibrahim bin sa'ad, dari Az-Zuhri, atau ia

menyebutkanya dari Ibrahim tanpa penyimakan'"

Sepertinya p"-rkut"* inilah yang membuat Syaikh 'Alaauddin menyatakan bah-

*" n"aiir ini mu'allaq. Akan tetapi Al-Hafizh Jamaluddin dalam Al-Atfuaf telah

menegaskan bahwa ai-gukhari telah meriwayatkan dari Al-Uwaisi, dari lbrahim

bin Sa'a4 dari Shalih.

Hal ini dikuatkan dengan riwayat dari Muslim (226)(3A) untuk hadits ini dari Abu

Khaitsamah Ztthair bin Harb, dari Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad, dari ayahnya,

dengan kedua sanad tersebut bersama sama. fika hadits ini ada-pada Ya'qub dari

"y"f,.yu 

dengan kedua sanad tersebut, maka tidak tertutuP kemungkinan A1-

Uwaisi juga memilikinYa.

Kemudiai aku menemukan hadits dari Al-Uwaisi yang diriwayatkan dalam

Shahih Abu 'Awanah, ia berkata, Muhammad bin An-Nu'man bin Basyir telah

mmyampaikan kepada kami, Abdul Aziz Al-lJwaisi telah menyampaikan kepa-

d" k"mi; Ibrahim'uin S.'"a tehh menyampaikan kepada kami, dari Shalih bin

Kisaan. Wallahua'lam.

644

ffi xmxtsHAntH SSA[buiHlriiiP

memanjangkan ruku' dan sujud, seraya berdoa dan banyak bertasbih.

Sedangkan yang kedua mencukupkan diri membaca dua ayat saja, satu

ayat rrntuk raka'at pertama dan satu ayat unfuk raka'at kedua. Yaitu ia

membaca

y; +c"'-ii:3.Fj oa' Wy ;+i.\tll,SitUr6yiJ-6 $u,(;;i]j

@ 5+:1 :i'ei ;I:r rs'6'6;i\ 4; u.54i a;tu', *) 6-i'4j

(QS. Al-Baqarah:135)

dan

Etvi?,r'r(L i.t'rg. *q#,'Jt; i ;'l,W # 5a#, Ais.fi ;"J(-ii

@sfft?J,F,_

(QS. Ati Imran:99).

Ia meringankan ruku', sujud, berdiri dan duduknya. Maka yang

mana-kah yang lebih utama?

Tentunya yang kedua lebih utama. Meskipun yang pertama lebih

banyak amalarurya. Karena yang kedua melakukannya sesuai dengan

strnnah.628

Karena itulah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada

dua orang shahabat yang bertayarnmum karena tidak mendapatkan

air, lalu keduanya shalat dengan tayammum tersebut. Setelah itu ke-

duanya mendapatkan air. Salah seor:rng dari mereka berwudhu dan

mengulangi shalatnya, sedangkan yang lain tidak berwudhu dan

tidak mengulangi shalatnya. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata

kepada shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, "Kamu telah me-

lakukan sesuai dengan sunnah." Beliau berkata kepada shahabat yang

mengulangi shalatnya, "Kamu mendapatkan pahala dua kali."62e Ma-

nakah yang lebih utama?

Telah diriwayatkan sunnah membaca dua ayat ini untuk shalat dua raka'at

sunnah fajar. Yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim (727)(lN) dari

Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah membaca dua ayat ini pada dua raka'at fajar:

"Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "Kami beriman lcepada Allah dan apa yang di'

turunkan kepada lami ". (QS. Al-Baqarah: 136) dan yang terdapat dalam surat Ali

Imran: "Marilah (berpegang) kepada suatu lalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisi-

han antara kami dan kamu" . (QS. Ali Imran: 64)

Demikian pula telah diriwayatkan sunnah meringankan shalat dua raka'at fajar

ini. Al-Bukhari (183) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Muslim (724)(92)

dan lafazh ini darinya, dari hadits Aisyah, bahwasanya ia pemah berkata, Ra-

sulullah mengerjakan shalat sunnah dua raka'at fajar dengan ringary hingga aku

bergumam, "Apakah beliau membaca Al-Fatihah pada kedua raka'at itu!"

HR. Abu Dawud (338) danAn-Nasa'i (433)

Syail<h Al-Albani berkata dalam ta'liqnya unfiik Sunan Abu Dawud, "Shahih."

)

€*mr&

Yang tidak mengulangi shalat lebih utama. Karena melakukan se-

suai dengan sunnah bukanlah perkara yang mudah.

Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepadanya, "Kamu

telah melakukan sesuai dengan sunnah." Mengesankan bahwa lelaki

yang kedua tidak melakukannya sesuai dengan sr:nnah. Hanya saja

karena dia telah melakukan suatu amalan berdasarkan ijtihadnya,

dengan keyakinan hal itu diwajibkan atasnya, maka ia diberi pahaLa

karenanya.

Sekiranya sekarang ini ada seseor;rng berkata, "Jika saya ber-

tayammum karena tidak ada air, kemudian saya mendapati air, maka

saya akan berwudhu dan mengulangi shalat agar mendapatkan Pa-

hala dua kali." Maka apa yang kita katakan kepadanya?

Kita katakan, tidak. Sekarang kamu tidak mendapat pahala dua

kali. Karena tidak ada iitihad lagi dalam masalah ini. Sunnah dalam

masalah ini telah jelas. Bahkan bisa dikatakan kepadanya, "Kamu ber-

dosa karena telah mengulanginya, sebab perbuatan itu tidak sesuai

dengan sunnah."

Kesimpularutya,yaurrg lebih utama dalam masalah wudhu adalah

hendaknya seseorang terkadang berwudhu satu kali satu kali, terka-

dang dua kali dua kali dan terkadang tiga kali tiga kali.

645

,f W irt g: eV.i lr *: !-:.I i' U3 3w; iit'{r*'h'*:}'

Bab Mengeluarkan Air Dari Hidung Ketlka Benrudhu

Demikian yang disebutkan oleh Utsman, Abdullah bin Zaid dan

Abdullah bin Abbas Rodhiyollohu Anhum dari Nabi Shollollohu

Aloiht wo Sallom.63o

*,-ii) c !,.

L5-P-)l

'l

gr I'

€zs&

p.P.Jt d, 1.1.r v!

(t',;i 

'i6 lt '"t 6';;i :iu 3l^* t3";. t 1t

t f i;-i ur y'il ;*r:y. i: ;;;-i ,io

';;-*,t ,;t {fiiOi ; ,iG fr ?:-,

&#

.': ,!i

1:61^. 'Abilaan telah mmyampaikan kepaila lami, ia berlcnta, Abdullah telah

menyampailan kepada lumi, in berkata, Yunus telah menyampaikan ke-

530 Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam AI-Fath (l/262), "Perkataan, "Demikian yang

disebutkan oleh." Yaitu yang meriwayatkan tentang perkara mengeluarkan air dari

hidung. "IJtsman" Haditsnya telah disebutkan terdahulu (159,160), "Abdullah bin

Z,aid" Haditsnya akan disebutkan nanti (L86,192). Perkataary "dan Ibnu Abbas"

Hadits Ibnu Abbas tentang sifat wudhu telah disebutkan dalam bab membasuh

muka dengan satu cidukan, hanya saja dalam hadits tersebut tidak disebutkan

tentang mengeluarkan air dari dalam hidung (1a0). Sepertinya penulis (Al-Bukha-

ri) mengisyaratkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud

dan Al-Hakim dari Ibnu Abbas dengan sanad yang marfu', di dalamnya tertera:

fu i ra.u Git:'P)

"Keluarkanlah air dari dalam hidung sebanyak dua atau tiga fuIL"

Di dalam riwayat Abu Dawud Ath-Thiyalisi disebutkan dengan redaksi:

;* i *r A.t'#'Pr' $':ie'1sy

" Apabila salah seorang kalian beruudhu mah,a hendaklah ia mengeluarlun air dnri dalam

hidungnya dan lakulunlah itu sebanyak dua atau tiga kali ." Sanad hadits rni hasan.

646

€'fffrr& 647

pada kami, ilari Az-zuhri ia buv,ata, " Ab7t ldris telah menyampaikan ke-

padaku bahwa ia pernah mendmgar Abu Hurairah dari Nabi shallalla-

hu Alaihi wa sallam bahwasanya Nabi shallallahu Alaihi wa sallam

bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu mala hendaklah ia mengeluar-

lan air dari dalam hidungnya, ilan barangsiapa yang beristinia' dengan

menggunakan batu, malu hendaklah melakukannya dengan jumlah

yang ganiil."6i1

[Hadits 161 ini juga tercantum pada hadits no: 162]'

Syarah Hadlts

Kandungan hadits yang menguatkan judul adalah sabda Nabi

shallallahu Ataihi wa sallam, "Barangsiapa yanS berwudhu, maka hen-

daklah ia mengeluarkan air dari hidungnya." Ini adalah perintah dari

Nabi Slwllnllahu Alaihi wa Sallam, dan menurut hukum asaLnya Perin-

tah bermakna wajib. Mengeluarkan di sini maksudnya mengeluarkan

air yang sebelumnya ia masukkan ke dalam hidung, bukan mengeluar-

kan kotoranyang ada di dalam hidung.

Hadits ini menguatkan keumuman yang disebutkan dalam firman

Allah subhanahu u)a Ta'ala, "Basuhlah mukn lamu". (QS. Al-Maa'idah:

6). Karena hidung dan mulut terrtasuk bagian dari wajah. Karena itu

hidung dan mulut termasuk yang diperintahkan pada firman Allah

Subhaiahu wA Ta'ala, "Basuhlah mula lumu" (QS Al-Maaidah: 5)

sabda Nabi shall allahu Alaihi wa sallam, "Barangsiapa yanS bersu-

ci dengan batu, hendaklah ia melakukannya dengan iumlah yang ganiil."

Uaksudnya, jika telah bersih dengan empat kali, maka hendaklah ia

mengganfikannya menjadi lima kali, atau dengan enam kali, maka

hendaklah ia mengganjikannya menjadi tuiuh kali. Atau dengan dua

kali maka hendaklah ia mengganiikannya menjadi tiga kali. Hanya

saja tid,ak mungkin dua kali, sebab tiga kali adalah batasan minimal'

Oasarnya adalah hadits Salman Al-Farisi, ia berkata, "Rasulullah

shauallahu Alaihi wa sallam melarang kami beristinja' kurang dari tiga

batu."e

631

632

HR.Muslim Q3nQ2)

HR. Muslim (264$n.

Sy;iLh ditanya, t'b"iir,tun dahm sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Ba-

ii^griupu yang bersuci dengan batu hendaklah ia mengganjllkan"' dalil apakah

y""i -^"*'"fi"[kannya dari kewajiban menjadi hanya- 1n111anl'

3t"ikn m"ni"ri"b, "iaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud'

t;*\ U', #i i Y;

€ze&

rls 1i;l:;)t .rq

Bab Berlsthifa' Menggunakan Batu dalam tumlah yang Ganill

q :u'Jt ,i * q" **i,iC,-b:'i i ir 3* $'"r.tlY

i;y,iu ?-r, * it ,t yt ,s;i i,ir;; j * ,g?\l

riy, ,';;gi ';;a:,r U', ;4.i *i €. J;;l,i ibi Oi

,y.*', ,f Wr- ii # * S-,,!t yi e ;sbi i';'*'l

162. Abdullah bin Yusuf telah mencqitalun kepada lcami, in berlata, Malik

telah menceritalcnn kepada lami, ilari Abu Az-Zinad dari Al:Arai dari

Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

bersabda, "Apabila salah seorang lalian benttudhu, trula hendaWah in

menusul&an air lee dalnm hi.dungnya,lalu rnengeluarlannya dari hi-

dung. Barangsiapa yang berbtinia' ilengan batu, mala henilaklah me-

lahiannya dengan jumlah yang ganiil, apabila salah seorang kalinn

bangun dari tidurnya mala hmdaklnh in mernbasuh tangannya terlebih

dahulu sebelum menceluplannyalce air wudhunya, sebab salah seorang

dari kalian tidak tahu dimnna letak tangannya tadi mabm."633

Syarah Hadlts

Hadits ini mencakup beberapa perkara, yaitu:

"Barangsiapa yang melalatlunnya tnaka ia telah melakukan yang baik, barang-siapa yang

tidak melakukannya maka tidak ada dow baginya."

633 Muslim meriwayatkan penggalan awal dari hadits ini di (nnQ\ dan penggalan

kedua di (278)(87)

.tl;6- c-su. ii ,5{.1 €'$i i,ti

648

€*nmfnr& 649

Pertama: Sabda NabiShallallahu Alaihiwa Sallam, "Maka hendaklah

ia memasukkan ke dalam hidungnya lalu mengeluarkannya." Dalam

sebagian naskah tertulis, "Maka hendaklah ia memasukkan air ke da-

lam hidungnya kemudian mengeluarkannya."e Naskah itu lebih jelas

dari naskah kita ini, dan telah disebutkan penjelasannya di depan.

Sabda Nabi Shallallnhu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa yang beris-

tinja' dengan batu maka hendaklah ia melakukannya dalam jumlah

yang ganjil." Demikian pula untuk masalah ini, telah disebutkan pen-

jelasannya.

sabda Nabishaltallahu Alaihiwa sallam, "Apabila salah seorang ka-

lian bangun dari tidurnya maka hendaklah ia membasuh tangannya

sebelum ia mencelupkarmya ke air wudhunya, sebab salah seorang da-

ri kalian tidak tahu dimana letak tangarurya tadi malam." Dalam redak-

si ini tidak disebutkan perkataan, "Hendaklah ia mencuci tangannya

tiga kali." Tetapi telah diriwayatkan secara shahih dalam Ash-shahi-

hainbahwaNabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Hendaklah ia

mencuci tangarutya tiga kali sebelum ia memasukkannya ke dalam be-

jana, sebab kalian tidak tahu dimana letak tangarurya tadi malam."63s

Para ulama berselisih pendapat mengenai sebab ini. Apakah sebab

ini dikarenakan perkara jasmani atau perkara rohani, atau perkara iba-

dah? ,:

Sebagian ulama ada yang berpandapat, sesungguhnya sebab pe-

rintah ini dikarenakan perkara jasmani.65 Berdasarkan hal ini, apabila

seseorang meletakkan tangannya di dalam kantong atau yang semi-

sabrya, maka ia tidak wajib mencuci keduanya sebelum memasuk-

karmya ke dalam bejana air. Karena dengan demikian ia mengetahui

dimana posisi tangannya waktu dia tidur.

HR. Muslim (237\(20) dan Silakan b aca Al'F ath (l / 263)

Telah disebutkan takhrijnya. Perkataan "tigakali" hanya disebutkan dalam riwa-

yat Muslim, sedang Al-Bukhari tidak menyebutkannya.

Sil"k"r, baca Syarh An-Nawawi 'ala Muslim (1U183), Al-Fath (l/263) dan Nail z{l-

Authar (l/r75).

Para ulama yang berpendapat dengan pendapat ini berdalil dengan hadits yalq

diriwayatkan Ibiu Khuzaimatu Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dengan lafailt, "sebab

utah seorang dari talian tidak mengetahui dimnna tangannya bennalam pada tubuhnya."

Mereka menambahkan laf.azh, "pada tubuhnya." l-af.aztr ini mengesankan bahwa

tempat itu ada pada tubuhnya sendiri. Akan tetapi Ibnu Mandah berkata tentang

tamtahan lafazh ini, "Para perawinya tsiqah, tetapi saya tidak berpendapat

tambahan lafazh ini shahih."

6U

635

636

650 €rmrul&

Tetapi jika ia tidak memasukkannya ke dalam kantong, maka ke-

mungkinan tangannya merayap di seluruh badan dan bersentuhan de-

ngan benda najis seperti darah, air seni, tinja, atau yang seienisnya.

Sebagian ulama ada yang berpendapat, sesungguhnya sebab ini

dikarenakan perkara rohani. Perkara rohani tersebut adalah sebagai-

m:rna yang diisyaratkan Nabi Slullallnhu Alaihi wa Sallam dalam sabda

beliau,

6 O / )z z

dU:.'.Jt rJli c tbti -'43 y'y b €'*i Y;#,t t!l,

"likn salah seorang dari lalian bangun ilari tidurnya maka hmdnklah ia

memnsuP,lan air le dalam hidung tiga luli,larena sesungguhnya setan ber-

malam di lubang hidungnya."

Hadits ini semakna dengannya. Karena kemungkinan setan mem-

permainkan tangar,nya dan meletakkan kotoran dan benda berbahaya

pada tangannya. Karena itulah ia dilarang mencelupkan tangannya ke

dalam bejana air, sebelum ia mencucinya tiga kali.

Pendapat inilah yang diisyaratkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Tai-

^iyah, 

dan pendapat ini jelas dan masuk aka1.67

Pendapat ketiga: Sebabnya tidak menjadi patokan, karena ini me-

rupakan perkara ibadah. Ini adalah pandapat yang masyhur dalam

madzhab-madzhab.ffi Mereka berkata, "Berdasarkan hal ini, seandai-

nya ia sudah memasukkan tangannya ke dalam kantong, maka ia tetap

diwajibkan mencucinya. "6e

Tetapi pendapat ini perlu dikoreksi, karena Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam telah menyebutkan sebab perintah tersebut. Beliau berkata,

"sesungguhnya salah seorang dari kalinn." Kata "o!" secara zhahir me-

nunjukkan adanya sebab yang menjadi alasannya, karena itu tidak

mungkin mengabaikan hal yang menjadi sebab perintah ini.

Silakan baca Majmu' Al-Fatawa (XXl/12,4)

Silakan baca Al-Mughni (l / 742)

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni A/142), "Tidak ada perbedaan antara

tangan orang tidur dibiarkan saja, atau dengan terikat oleh sesuatu atau di da-

larn- kantong-. Tidak ada perbedaan apakah ia memakai celana atau tidak. Abu

Dawud berkata, "Ahmad dit"t ya "Apabila orang tidur memakai celana?" Ahmad

menjawab, "Celana dan yang lainnya sama saja."

.,4

- }4i'rl

637

638

639

€"mf"r&

Para ulama berselisih pendapat tentang orang yang bangun dari

tidumya di siang hari. Apakah hukumnya sama atau tidakeo?

Sebagian ulama berpendapaf hukumnya sama. Karena sabda Na-

bi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Apabila salah seorang knlian bangun dari

tidurnya" bermakna umum. sehingga mencakup tidur di malam hari

dan di siang hari.ill

Adapun lllat (alasanhukum) perintah mencuci tangan: "Sebab salah

seorang dari kalinn tidak tahu dimana letak tangannya tadi mnllm" merupa-

kan salah satu sebab, dari banyak sebab. Karena itu tidak bisa dikhu-

suskan dengannya.

Akan tetapi yang tamPak jelas adalah tidur pada malam hari. Ka-

rena berkeliararutya setan, turunnya wabah, dan keluarnya hewan buas

dan lain sebagainya, lebih banyak teriadi pada malam hari.

651

ilo

&1.

silakan baca Al-Mughni o/iao; dan syarh An-N awawi' ala shahih Muslim (l / Lu\

Sebab sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "tidumya" dengan kata "7i"

merupakan isim mufrad yang mudhaf. Isim mufrad yang mudhaf bermakna

tunum, seperti firman Allah Subhanahu waTa'ala, "Dan iiknkamu menshituns nihnat

Allah, tidaklah dapat lumu mnghinggakannya." (QS.Ibrahim: 34)' Kata "''^;" dalam

ayat ini disebutkan dalam bentuk isim mufrad, karena itu maknanya umum.

€zz&

yia,,l; U- $'t,#lt [li,a6.

Bab Membasuh Kedua Kaki, Bukan Mengusap Telapak kakl

. '., , c. : i cz 7'.r..

Of ebtJ ,f P.. g;t Oe $tte

,, n ti"-t; :iC ,gy r3'8.!If

{', y }tt * Ct,-k,iu :t'# lr * #,isv

'LL'F dA ,'rLAt il:1 :t, rsiii; l;vyu i* ev

,g,* it\rs',v,ry3i e #3

.bs )i *";

163. Musa telah menceritalan kqada lami, ia berlata, Abu 'Awanah telah

menceritakan kepada lami, dari Abu Bisyr, ilari Yusuf ini Mahal&z,

dari Abdullah bin Amr, ia berlata, "Dalam suatu perjalanan, Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam tertinggal di belalang lami. Lantas be'

liau menyusul lcetilu waktu Aslwr telah tiba68. Saat itu lami sedang

berwudhu dengan mengusap ?,aki lumi. Ialu beliau menyeru ilengan

suara yang lceras, "Celalulah tumit-tumit (yang tidak tersentuh air

wudhu) dari jilatan api nerala." Beliau mengucapkannya sebanyak

,.6t ir Tv;fl,,):-:)

Dengan mengkasrahkan danboleh ditashif menrrut Al-Ashili, dan dengan mem-

fathahkan dan tidak boleh ditashnf $sim alladzi h yunsharifl menurut yang lainnya

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalan Al-Fath (I/265), "Perkataary <6)i I dibaca

dengan memfathahkan huruf ha'dan qaaf. Kata fr dib"ca marfu' karena po-

sisinya sebagai fa'il, demikian yang tertera dalam riwayat Abu Dzar. Di dalam

riwayat Karimah tercantum dengan mensukunkan huruf qaaf dan kata fr diba-

ca manshub, karena posisinya sebagai maf'ul. Riwayat yang Pertama dikuatkan

oleh riwayat al-Ashiili yang tercantum dengan lafazh: [illl dibacu dengan mem-

fathahkan huruf qaaf dan diikuti dmgan huruf tsa'berbaris sukun. lrhaaq artinya

mencapai atau mendatangi."

652

€"mfnu& 653

dua atau tiga knli.6a

Syarah Hadlts

Perkataan Al-Bukhari Rahimahullah, "Bukart Mengusap Telapak

kaki." merupakan isyarat bantahan untuk kaum Rafidhah yang me-

ngatakan kedua kaki hanya diusap ketika berwudhu. Mereka berdalil

dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, Ht:V '$t::r,l;1li

'i6rt ty " dan sapulahkepalamu dan (basuh) knkimu sampai dengan kedua

mata kaki" (QS. Al-Maaidah: 5). Mereka berkata, "Sesungguhnya kata

arjul berbaris lusrah.as Sehingga posisinya menjadi athaf unfl* kata

nt'us, karenanya kaki hanya diusap.

Akan tetapi mereka memandang ayat ini dengan sebelah mata,

sebab mereka hanya mau berdalil dengan qira'ah jar, dan tidak mau

berdalil dengan qira'ah nashab.ffi Sebab qira'ah nashab menjadikan kata

arjul btkan athaf un,h* kata ru'us, tetapi menjadi athaf untuk kata

wujuh.

Kaum Rafidhah telah menyelisihi ahli sunnah dalam masalah

mencuci kedua kaki -atau menurut ungkapan yang lebih baik: Dalam

masalah mensucikan kedua kaki- pada tiga perkara:

c Pertama: Mereka hanya mengusaPnya tidak membasuhnya.

. Kedua: Mereka mengusapnya hingga tulang yang menonjol di

punggung telapak kaki, bukan hingga kedua mata kaki.

o Ketiga: Mereka menolak hukum bolehnya mengusaP khuf.

Yang ketiga ini aneh sekali. Yaitu mereka tidak membolehkan me-

ngusap kttuf. Padahal salah seorang periwayat yang menceritakannya

dari Nabi shallallahu Alaihi wa sallam adalah Ali bin Abi Thalib, pe-

mimpin para imam mereka.nT Meskipun demikian mereka tidak mem-

bolehkannya.

Hal ini menunjukkan bahwa mereka mendasarinya hanya dengan

hawa nafsu mereka, bukan dengan kebenaran. Kita memohon hidayah

kepada Allah untuk diri kita dan mereka.

Hadits ini mengandung dalil yang menunjukkan bahwa mengu-

sap kaki tidaklah cukup, tapi harus dibasuh, sebab Nabi Shallallahu Alai-

hiwa Sallam mengancam tumit-tumit tersebut dengan api neraka.

HR. Muslim (24DQn

Telah disebutkan takhrij tentang qira'ah iar :unntk ayat ini.

Telah disebutkan takhrij tentang qita'ah nashab untuk ayat ini.

Telah disebutkan takhrijnYa.

ru

645

646

647

654 €ilffiiHt't&

Dalil yang lain adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam,

",.,iqi*Ari,p;

"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ailn perintahnya

dnri (agama) lami mala amahn tersebut tertolak."ffi

Mengusap kaki sebagai pengganti membasuhnya tidak pemah di-

perintahkan Allah dan rasul-Nya. LaIu apakah yang sebaliknya juga

sama hukumnya? Maksudnya, apabila ia membasuh anggota tubuh

yang diperintahkan untuk diusap, apakah hal itu tidak mencukupi?

Dalam masalah ini ada dua pendapat di kalangan ulama:ae

Sebagian mereka ada yang belpendapat bahwa hukumnya sama.

Yaitu sekiranya kamu membasuh kepalamu sebagai ganti mengusaP-

nya, maka wudhumu tidak sah. Karena dengan demikian kamu telah

metakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari Allah dan

rasul-Nya.

Sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa hal itu dianggap

sah, karena perintah mengusaP bertujuan untuk meringankan bagi pa-

ra hamba, maka apabila ia membasuhnya itu tidak mengaPa.

Pendapat yang benar bahwa hal itu tidak dianggaP sah, karena

ia menyelisihi perintah Allah dan rasul-Nya. Akan tetapi seandainya

ia menggabtrngkan antara membasuh dan mengusap, yaitu ia mem-

basuhnya dan mengusapnya dengan tangannya, apakah hal itu di-

pandang sah?

]awabnya, adalah sah. Akan tetaPi hal itu makruh hukumnya. Ka-

rena minimal kami katakan untuknya, "Hal itu termasuk berlebih-le-

bihan, yaitu mengusap dan membasuh.

Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan hendaknya

seorang muballigh mengeraskan suaranya dalam menyampaikan.

Karena Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam menyeru dengan me-

ngeraskan suaranya.

Dari hadits ini, kita mengambil kesimpulan bahwa menggunakan

pengeras suara tmtuk berkhutbah atau yang semisaLrya merupakan

perkara yang disyari'atkan. Hanya saja pengeras suara tidak disya-

ri'atkan karena bendanya, tetapi karena ia merupakan sarana untuk

menyampaikan kebenaran dan mengumumkannya kepada manusia.

648 HR. Al-Bukhari secara mu'allaq dengan sighah iazm sebelum hadits (7350)

649 Silakan baca Mausu'ah Fiqh Imam Ahmad (l/34,345).

€n.mfnu& 655

Berdasarkan hal ini, hendaknya seseorilng memiliki pandangan

luas dalam masalah-masalah kontemporer, janganlah menolaknya ha-

nya karena ia tidak menyukainya, karena sebagian orang langsung me-

nolak jika datang sesuatu perkara yang tidak ia sukai seraya menghu-

kumi bahwa perkara itu bid'ah, haram, atau yang semisalnya.

Hendaknya dadamu selalu l"paog dan pandanganmu luas. Hen-

daklah kamu mencermati suatu perkara yang baru muncul tersebut:

Apakah menurut kaidah-kaidah syari'at perkara tersebut mungkar la-

lu saya harus mengingkarinya, atau perkara tersebut termasuk perkara

yang lapang sehingga saya harus melapangkannya untuk hamba-ham-

ba Allah?

Tertebih lagi untuk perkara yang sudah umum terjadi di masyara-

kat. Setiap kali perkara tersebutbanyak terjadi di tengah manusia, maka

hendaknya ia lebih jeli dalam mencermati dan mencari kebenararmya.

Hendaknya ia lebih banyak memilih jalan yang memudahkan. |ika me-

reka melakukannya dengan keyakinan bahwa hal tersebut halal dan

hati mereka tenang karenanya, maka sesungguhnya hal itu lebih baik

daripada mereka melakukarutya dengan keyakinanbahwa mereka ber-

maksiat kepada Allah dan mereka menentang perintah-Nya.

Ini terrrasuk kaidah yang telah dilalaikan banyak orang. Kaidah ini

telah diajarkan grrru kami Syaikh Abdurrahman As-Sa'di kepada kami.

Syaikh berkat4 "Sesr:nggr.rhnya ada perbedaan antara sesuatu yang te-

Iah lumrah di tengah manusia yang sangat sulit untuk menjauhkan-

nya dari mereka, dan sesuatu tersebut bukan perkara agama yang te-

tah diketahui bersama keharamannya misalnya, maka rlntuk perkara

seperti ini hendaknya seorang menempuh ialan yang tidak membuat

sulit bagi manusia."

Inilah yang benar. Setiap kali kebutuhan menuntut akan sesuatu

hal, maka sesuatu itu lebih utama untuk dimudahkan, karena sesuatu

yang telah Allah jadikan haram dengan pengharaman yang qath'i, lalu

ada kebutuhan yang menuntut untuk itu, maka keharamannya diha-

puskan. Allah Subhanahu w a T a' ala berfirman,

;11 i;F Y $ t# ii e # :j:2' ^3'

"padahal sesungguhnya Allah telah menielaskan kepada lamu apa yang di-

haramkan-Nya atlsmu, kecuali aPa yang terpalcsa lamu memalannya." (QS.

Al-An'aam: 119). Namun, sepanjang sesuatu itu bukan kemaksiatan

656 €flffi,iffi'lp

yang ielas. Adapun jika sesuatu itu merupakan kemaksiatan yang te-

lah jelas, maka harus diingkari meskipun orang-orang sudah terlanjur

melakukannya. Sesungguhnya iika seseorang mena-sihati karena Allah

dan rasul-Nya, pastilah Allah akan memudahkan manusia menerima

perkataarurya dan mengakuinya.

Hadits ini juga menunjukkan bolehnya menyebutkan hukuman

untuk satu anggota tubuh. Maksudny+ hukuman tersebut diterima

oleh suatu anggota tubuh tanpa mengikutkan yang lain. Anggota tu-

buh yang terkait adalah yang terdapat penyelisihan padanya. Dasar-

nya adalah sabda Nabi Shallatlahu Alnihi wa Sallam, "Celakalah tumit-

tumit dari api neraka." Nabi Slullallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan

hukuman untuk bagian tubuh yang menyelisihi perintah padanya, ya-

itu tumit.

Perrrisalan yang lain adalah sabda NabiShallallahu Alaihiwa Sallam

tentang pakaian yang panjang melewati mata kaki, beliau berkata,

)61 e.;gAt ,t,Fi Y

"Apa yang berada di bawah mnta kaki (pakaian yang menjulur melebihi mata

kaki) adalah beraila di dalam neral(a."ffi

Sebagian orang menyangka bahwa hadits ini hanya berlaku jika

orang tersebut melakukannya karena sombong.6l Persangkaan ini ti-

dak benar, karena hukumnya berbeda dan sebabnyapgaberbeda.

Ya.g menjadi sebab Altah tidak mengajaknya bicara, tidak meli-

hat kepadanya dan tidak mensucikannya, adalah karena sombong.

Sedangkan hadits ini bukan karena sebab sombong. Hukuman62 bagi

orang yang menyeret pakaiannya karena sombong adalah Allah tidak

mengajaknya bicara, tidak melihat kepadanya dan tidak mensucikan-

nya. Adapun yang ini, hukumannya adalah dimasukkan ke dalam ne-

raka. Hadits ini juga menyebutkan hukuman untuk anggota tubuh

yang padanya terdapat penyelisihan.

Karena itulah dalam masalah ini tidak mungkin hadits yang mu-

qayyad dipahami maknanya berdasarkan hadits yang mutlak.

Lagi pula dalam hadits Abu Sa'id, Nabishallallahu Alaihiwa Sallam

telah menjelaskan hal tersebut secara rinci, beliau bersabda,

HR. Al-Bukhafi(5787)

Silakan baca Syarh An-Nawawi'ala Muslim (l/394XYlI/313)

Maksudnya adalah hukum.

650

651

652

€'nfffnr& 657

'r;.';';,ts r6t rj,#t UFiv9v *d.ql"lti::t

pl i' *:t- p,<)c,).

"Knin seorang mulcmin hingga pertmgalun betisnya. Apa-apa yang terila-

pat di bawah mata luki beraila di ilalam neralca. Barangsiapa yang manyeret

(mmjulurlan) palaiannya larana sombong, mala Allnh tiilak alun melilwt

kepadanya."ffi

Dalam hadits ini Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membedakan

antara keduanya. Berdasarkan hal ini maka tidak diperbolehkan me-

maknai hadits yang satu dibawah hadits yang lain.

Apakah yang di atas mata kaki juga diharamkan atau tidak?

]awabnya: Jika kainnya sampai ke mata kaki, maka tidak haram.

Maksudnya, kainnya sejajar dengan mata kaki. Adapun yang berada

di bawahnya, maka diharamkan. Sedangkan yang menjulur sampai

menyeret ke tanah, maka hal itu termasuk dosa besar.

653 HR. Ahmad $ll/5,44,9n$7010,L7397,11925), Abu Dawud (483), dan Ibnu Majah

(3s73).

Syaildr Al-Albani berkata dalam ta'liq Sunan Abu Dawud, "Shahih."

€zs&

JIt ezi;.igjrt,au.

,

:-*

*'iio,,*:;t,f W')itr 6ts!-:i.)t *: oV ilt'tiu

g,

Bab Berkumur-kumur Saat Berwudhu

Demlktan yang dlrlwayatkan oleh lbnu Abbas6s4 dan Abdullah

bln Zald6ss Rodhtyollohu Anhum darl Nabi Shotlstlohu Alothi wo

Sollom

iri; g,-*i ,iv &-*'lr U ,:$* 6';;i ,iu ov4t ;J $'8. t 1 t

{tu; C.{)wL ,si:it tO i: ()wL J';'ot'F Y ,4i J

i ,?t'; L{,; qirt ,y.6t:, ii;- e Lilt 1it a:,

ji ft,'p,t, #,\ ;"ii i,:rjt e'4 F3i

**"s, 

j-, F a;; 6i3'FVi u:iG, .r"; Gr':

yt :r iG 6 t lt't 71 '^i r.;y, L'";;t

y W i,yir,# F,*ii pit A i.q:) 

yfi Gi

'rl O'; #, 1,6'at S^b Ct *i'., ,i6 F ,# ,yr.

654 Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'alhq sebagaimana yang disebutkan da-

Lam Al-Fath (I/z(f) dan ia meriwayatkannya secara musnad pada nomor (140).

Silakan baca f aghliq At-T a'liq (tr/ 105)

655 Al-Bukhari meriwayatkannya *cara mu'alla4 sebagaimana yang disebutkan da-

lam Al-Fath (l/266) dan ia meriwayatkannya secara musnad dalam Shaltih-nya (185)

658

€*nnu& 659

764. Abu Al-Yaman telah menceritaknn kepado kami, ia berkata, Syu' aib telah

menceritakan lcepada knmi, dari Az-Zuhri ia berknta, "'Atha' bin Yazid

telah menceritakan kEadaku dari Humran Maula 'Utsmnn bin 'Affan

bahwasanya ia melihat 'Utsman bin 'Affan minta agar dibawakan air

wudhu. Lantas ia menuanglun air tersebut dari bejana dan membasuh

kedua tangannya sebanyak tiga lali. Kemudinn ia memasukkan tangan

lanannya lce dalam bejana lalu berkumur-kumur, memasulckan air ke

hidung lalu mengeluarlcannya.IGtnudian ia membasuh wajahnya seba-

nyak tiga luli, lalu matrbasuh kedua tangan hingga kedua silar seba-

nyak tiga kali,lalu mengusap kepalanya dan membasuh masing-masing

lakinya sebanyak tiga lali. Kernudian ia berlata, "Aku melihat Rasu-

lullah Shnllallahu Alaihi wa Sallamberutudhu seperti wudhuht ini. Lan-

tas beliau bersabila, "Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuht ini,

lalu ia mengerjaknn shalat dua ralaat dan tidak menyibuldan hatinya

dengan perknra-perknra lain, malu alun diampuni dosanya yang telah

lalu."ffi

Syarah Hadits

Hadits ini telah disebutkan sebelumnya, tetapi redaksi ini lebih

lengkap daripada redaksi yang sebelumnya.

Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Akan diampuni do-

sanya yang telah lalu." Secara zbalir, hadits ini berlaku umum, yaitu

mencakup dosa-dosa besar. Namun menurut pendapat yang benar,

dosa-dosa besar hanya bisa dihapuskan dengan taubat. Dalilnya adalah

sabda Nabi Sftallallahu Alaihiwa Sallam,

y Lt')<.i oua", A it6'r', a::e,Jt Qi;J.jt) J*l,Jt Lr';tat

f .t a;.t t;1u"iii.

"Shalat yang lima waktu, shatat jum'at hingga lum'at berikutnya, ihn pua-

sa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, merupaknn kafarat untuk dosa

yang dikerjakan di antarakeduanya jila dosa-dosabesar dijauhi."ffi

Apabila shalat yang lima waktu, shalat ]um'at hingga Jum'at be-

rikutnya, dan puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya -yang

semuanya merupakan rukun Islam- tidak bisa menghapuskan dosa

melainkan dengan menjauhi dosa besar, maka amalan yang berada di

Telah disebutkan takhrijnya

HR. Muslim (233)(16)

656

657

660 €r,m;mt&'

bawahnya lebih tidak bisa tagi. Inifah pendapat jumhur ulama.ffi

658 Pendapat ini telah diriwayatkan dari'Atha' dan ulama lainnya dari kalangan salaf,

bahwasanya wudhu dapat menghapuskan dosa-dosa kecil.

Ibnu 'Abdil Barr telah menceritakan ijma' kaum muslimin bahwasanya amal-amal

shalih hanya bisa menghapuskan dosa-dosa kecil, sedang dosa-dosa besar hanya

bisa dihapuskan dengan taubat.

AlQadhi,Iyadh berkata, "Kandungan hadits ini yang menyebutkan bahwa dosa-

dosa diampuni sepanjang ia tidak melakukan dosa besar merupakan ma&hab

Ahlus sunnah. Doia-dosa besar hanya bisa diampuni dengan taubat atau dengan

rahmat Allah dan karunia dari-NYa."

Para ulama yang berpendapat dengan pendapat ini berdalil dengan sejumlah

hadits, diantaranya adalah:

1- Hadits y"tg diri*"y"tkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hu-

rairah, ia berkata, "Rasulullah Slullallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

2 t,*!;r 6 ffi s. ;,rk i*ati Jt it1,'':r'y*tr S1i;'t:it t ;;Ar Lt'it';tr

"shalat yang tima waktu, shnlat ium'at hingga Jum'at btihtnya, ilan puasa Ramadhan

hingga ilamadhan berihttnya, merupalun lufarat untuk dosa yang dilceriakan di antara

kcduanya jikt dos-dosa be*r diiauhi."

Z- Haditj yang diriwayatkan Muslim dari Utsman, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa

S alltm, b ahwasanya beliau bersabda,t' ' ;t'yq;iii64r6;;'t i4l.Fti>t lH # qi, EuY,.';ntu.til+s.3tis \ 

& i3,lrrf:ri4:lp

'srapa xja orang muslim yang madrpati waktu shalat waiib, lalu b membaguskan

wudhunya, tdtusyu'nya, dan ruht'nya, mehi*an meniadi kafarat untuk dosa-dox yang

yrnah i lcerjalun sebelumnya sqanjang ia tiilak melahtlcan dosa besar. Hal ini bqlaht

xpanjang tahun."

a- Hiai6 yang diriwayatkan imam Ahmad dalam Musnad-nya dari Salman, dari

Nabi Shallallahu Al"aihi wa Sallam,beliau bersabda,

t;:*sr;5, ^Zu'aiik i't? $'ni* iY]t 4- F 4".;tAt ,s.V p tiri. 4l J4t'ryi.' 'ri:Arj;4lui)rt:st

"Tiltaklah seorang lelaki berwudhu -yaitu pada fun Junwt- dan membaguslan wudhu-

. nya, Ialu ia mmdatangi slulat lunat, lalu ia diam dan mmdengarlun hingga irum me-

iyetesailan shalatnya, mehinkan lut itu nmjadi lafarat antara lurnat terxbut dengan

Jittut bnifutnya xpaniang ia nuniauhi lccvllalun fatal (dos besar) 

"'rl- Hadits y"ng diii*ayitkan oieh An-Nasa'i,Ibnu Hibbary dan Al-Hakim dari

hadits Abu Saiid dan Abu Hurairah, dari Nabi Slnllallahu Alaihi wa Sallam,beliau

bersabda,

;;3it6tt 15jr,5:.:,ii1t ii:i't?ii#.:r irs;t tY;at *.f ;r.\2*_q.oi:)

I>r- F3' N'S;! ti;Jlt 'at;j":

" Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, siapa xia hnriba yang mengeriakan slulat

lima waktu, b:fiuasa bulan Ranadlun, mmgeluailan zalut, dan menjauhi doy beyr

yang tujuh, meiainknn atun dibukatton baginya pintu-pintu surga, kemudian dikatakan

kqadanya : Masuklah dengan selanut."

5- Hadiis yang diriwayitkan Ahmad dan An-Nasa',i, dari hadits Abu Ayub, da-

ri Nabi Siwttattanu eiihi wa Saltam yang semakna dengannya. Al-Hakim juga

meriwayatkan yang semakna dari haditJ'ubaid bin Umair, dari ayahnya, dari

Nabi Slullallahu Alaihi wa Salhm.

6- Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ubadahbin Ash-

Shamit, ia berkta, paia suatu ketika kami berada bersama Rasulullah Shallallahu

€*trdfiu& 661

$i't'5lrr"'t3r:+ 1'urt-f f i Iti 1;;riu

,,Berbaiatlahkepailakubahwat<sliantiilakakanmmyehrh*an srsif,l*npw dmgan Alhh,

tidak mencuri'dan tidak berzina." Kemudian beliau membacakan ayat itu kepada

Alaihi wa Sallam,lalu beliau berkata,

mereka.

'iiG iyet,'*&.iUi

,, 

Barangsiapa di antara kalian yang metahian do* 

.u.an3 

mattaiiblun had .(huhonad 

, lslu

huhtmin iiu ditegalctun atasnya, mala itu mmiadi kafarat atas doynyl"'

i- Huaitr y"r,g 

"diri*"yatkan el-Bukhari dari Hudzaifah, ia berkata, ketika kami

sedang dudufbersa*" U*"t, tiba-tiba ia bertanya, "Siapa di antara ]alian yalg

^"r,ffig"tr"UdaRasulullah 

ShaltallahuAlaihiwasallamtentangfitnah?"Hu&aifah

berkata, aku menjawab,

jlt :; gltj 11')au,7$rr'i'a5.iJat wlii ,ru,1 !.ti !i' ,r,y) q

"Fitnah seorang'lelakipadakeluargarrya,hartanya, dan tetangganya dapat dihapus dmgan

shalat, sedel<ahi memerintahl<a" k poio yalg ma'ruf dan melarang dari yang mung\ar."

Umar berkata, "Bukan itu yang aku m-aksud." Muslim meriwayatkan hadits ini

J"ifu" yang semalna. Secara zitnhir redaksi ini mengesankan hadits ini marfu'.

ourim ii*"ly"t Al-Bukhari disebutkan bahwa Hudzaifah berkata, aku mende-

"gii 

N"Ui dno\rttot, Alaihi wa Sallam bercabda, "Fitnah seorang lelaki" Ialu ia

iLyebutkannya. Lafazh ini secara jelas menegaskan status.mTl'"y"' Dalam

sebuah riwayaf dari Muslim disebutkanbahwa perkataan ini darj Umar.

g- guair, yurlg di.i*"yatkan secara marfu' dari Ibnu Umar, "Allah Azza wa lalla

o"'o[:. 

; it i.t<:r'olr.! g v,rJ7l z;u ,rilt 11 b:r'iv ,.tixt )i ;t oi"iiii .,,?r ti

,'Hai anak Adam, berdzikirlah kepada-Ku sesaat di awal siang dan ssaat di akhir siang,

niscaya Aku alan mengampuni dosamu di antara kedua waktu itu l<ecuali dosa besar ' 

atau

m gkau b er t aub a t dar inY a."

Mereka juga berdalil dengan argumentasi berikut:

i- Do*'UE "r 

hanya UisI aiaripuni dengan bertaubat' Karena Allah telah me-

merintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, dan orang yang tidak bertau-

bat tergolong o.".,g zhalim' Umat ini telah sepakat bahwa |aub.at 

hukumnya

wajib. Ferkaia yan[ wajib tidak sah jika dikerjakan tanPa niat dan keinginan

hati. Sekirany^ iori-dor" besar dapat diampuni dengan wudhu, shalat dan me-

nunaikan ruiun-rukun Islam yangiainnya, niscaya taubat tidak dibutuhkan. Dan

hal ini tidak mungkin terjadi, menurut ijma"

2- Apabila dosa-Josa besar diampuni dengan- mengerjakan amalan-amalan yang

diwalibkan, niscaya tidak seorang pun memiliki dosa yang membuatnya masuk

ke djhm neraka,lika ia telah mduna&an amalan-amalan yang wajib. Perkataan

seperti ini menyerupai perkataan Murifah, dan tentunya hal in] keliru'

3- Bukti lain yang menuniukkan bahwa dosa-dosa besar tidak diamgunl hlr.a

d".,g"n *".,gL4"["" suatu amalan adalah karena Allah tidak mewajibkan kafarah

tiitak Allah akan mengamPuninY a."

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

662 €rm;mr&

Sebagian ulama mengambil keumuman laf.azhhadits. Mereka ber-

kata, "Sesungguhnya masalah pahala dan balasan tidak bisa dianalogi-

kan dengan yang lain. Dengan amalan yang sedikit Allah Azza uta lalla

bisa saja memberi pahala yang lebih banyak dari amalan yang lebih

banyak.@

untuk dosa besar ketika ia di dunia. Allah hanya mewajibkan kafarah untuk

dosa kecil. Misalnya kafarah menyetubuhi istri yang telah di-drihaar, kafarah

menyetubuhi istri yang sedang haid yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas

yang dijadikan sandaran oleh imam Ahmad dan yang lainnya, kafarah karena

meninggalkan sesuatu dari kewajiban ibadah h4r, atau karena melakukan hal-

hal yang dilarang. Kafarat ini ada emPat macam: menyembelih binatang ftad-

yu), membebaskan budak, bersedekatu dan berpuasa. Oleh karena itu tidak ada

kewajiban membayar kafarat karena membunuh dengan sengaja menurut jum-

hur ulama, dan tidak ada kewajiban membayar kafarat karena bersumpah palsu

menurut mayoritas ulama. Akan tetapi orang yang membunuh hanya dianjurkan

untuk membebaskan budak sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Watsi-

lahbin Al-Asqa', bahwasanya mereka datang menemui NabiShalbllahu Alaihiwa

Sallarr untuk menanyakan tentang teman mereka yang telah diwajibkan atasnya,

maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Salhm bersabda, ,

)gt ul.nt !7ivi ut*,i

"Befuslunlah xtu orang budak unh*trya yang dengannya Allah alun membebaslunnya

ihnrpiflqaka."

Makna "telah diwajibkan atasnya": Ia telah mmgerjakan suatu amalan yang bisa

menyebabkan ia masuk ke dalam neraka. Ada yang mengatakary bahwa ia telah

membunuh seseorang.

Diriwayatkan dalam SWtih Muslim dari Ibnu Umar, bahwasanya ia memukul

seor.rng budak lelaki miliknya, kernudian ia membebaskannya. Ibnu Umar ber-

kata, "Aku tidak mendapakan pahala padanya selain pahala membebaskan ini

-kenrudian ia meraih setangkai kayu dari tanah-, sesungguhnya aku mendengar

Rasulullah Slullallahu Ahihi wa Stlhm betsabda,

"*-it';-;ku.; 

i,;k p u

"Barangsiary yang mewfiWr atau ttorutkal htdaknya, rula kafaratnya adalah netn-

bebaskannya."

fika ada yang bertanya, "&ang yang bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan

diperintahkan untuk membayar kafarah, sedangkan berbuka di tengah hari bulan

Ramadhan termasuk dosa besar?"

Maka dijawab, "Kafarah tersebut bukan untuk berbuka di tengah hari bulan Ra-

madhan. Karena itulah kafarah tersebut tidak diwajibkan bagi orang yang senga-

ja berbuka puasa di tengah hari bulan Ramadhan, menurut mayoritas ulalna.

Akan tetapi kafarah itu diwajibkan atas orang yang merobek kehormatan bulan

Ramadhan dengan bersetubuh di siang hari. Karena itulah jika seseorang berbuka

puasa di siang hari Ramadhan tanpa sebab, kemudian ia bersetubu[ maka ia

wajib membayar kafarah, menurut imam Ahmad berdasarkan keterangan yang

telah kami sebutkan.

659 Ini adalah pendapat yang dipegang sejumlah orang dari kalangan ahli hadits dan

yang lainnya, dan di antaranya adalah Ibnu Hazm Azh-Zhahiri. Ibnu Abdil Barr

ielah memLantah pendapatnya itu dalam kitabnya At-Tamhid. Ibnu Abdil Barr

berkata, "sebelumnya aku tidak suka ikut berbicara dalam masalah ini, sekiranya

bukan karena perkataan itu (pasti aku tidak angkat bicara). Aku khawatir orang

bodoh akan tertipu dengannya, sehingga ia terlena dalam dosa-dosa besar, lalu

€*Ufnr& 663

adalahAkan tetapi dalam masalah ini pendapat jumhur ulama

pendapat yang benar.5n

bersandar dengan keyakinan bahwa dosa-dosa tersebut bisa diampuni dengan

mengerjakan shalat tanpa harus menyesali dan beristighfar minta ampunan serta

bertaubat. Sesungguhnya kita memohon petunjuk dan perlindungan kepada

Allah.

660 Syaikh Al-Utsaimin ditanya tentang sabda Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam,"Tidak

menyibukkan hatinya padanya," apakah maksudnya lintasan hati atau perkataan

yang dapat didengar?"

Syaikh menjawab, "Tidak diragukan lagi maksudnya adalah lintasan-lintasan di

dalam hati. Sebab seandainya seseorang berbicara kepada dirinya sendiri dengan

perkataan yang dapat didengar, niscaya orang-orang akan berkata ia sudah gila.

Sesungguhnya seseorang terus menerus berbicara di dalam dirinya dari semen-

jak keluar dari rumahnya hingga ia sampai ke masjid. Kemudian apa yang dia

fikirkan dalam benaknya itu semakin kuat dan hebat ketika ia sudah memulai

shalatnya. Kita berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.

Bab Membasuh Tumlt

Dahulu lbnu Sirlln membasuh tempat cinclnnya saat berwudhu'56r

€zg&

v6i{r ff *u

ri1 niwir gi:#|ry5;t$€i

:ut u.'H,sk :iG-,,$t e'; ,iG quls) u.i:'1$"G. t 1o

i:;4t U (t;u{,)$t : 6,';- (:s, ai'j $';; :iv

i,V .;i'lt $;i ,iu

\65. Adam bin' ly as telah mmceritalun kepada l'ami, ia berlut a, syu' bah t elah

menceritalan kepada lami, ia berlata, Muhammad bin Ziyad telah men-

ceritalan kepada kami, ia berkata, saya pernah mendengar perlutaan

io -,vl

Jr,lu g, *'it S; edrui

,61 :', ,-rt]lirr,

1 '''. ) t

661Al-Bukharimenyebutkannyasecaramu,allaqsebagaimanayangdisebutkanda-

lam AI-Fath lldon dan Al'-Bukhari meriwayatkannya secara maushul dalam ki-

tab At-Tarikh ,Ct-Xiai, (I/261), judul nomor ({i38), ia berkata: Musa bin Isma'il telah

ienyampaikan kepada U*i, U"f,ai-bin Maimun telah menyampaikan kepada

kami, dari Ibnu siiin bahwasanya dahulu ia membasuh tempat memakai cincin

di tangannya.

Abu B"akaibin Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 0I/39) meriwayatkan dari Hu-

,y"i*, dari Khalid il_audrdr ,, dari Ibnu sirin, ,,Bahwasanya jika berwudhu ia

menggerak-gerakkan cincinnYa"'

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalamTaghliq At-Ta'liq 0I/106)' "Kedua sanad ini

shahihdarinya,^"k"k"^rtgkinanriwayatyangmenyebutkanbahwaiameng-

gerak-gerakkan cincinnya dikirenakan cincin longgar hingga air dapat masuk ke

bawahnya dengan semPuma

Diriwayatkan iari Abi Rafi', dari Nabi Sftallallahu Ataihi wa Sallam, bahwasa-

nya jikl berwudhu beliau menggerak-gerakkan cincinnya. HR. Ibnu Majah (aa9)

dengan sanad Yang lemah.

Silakan baca Al-F ath (l / 267)

664

€n.minu&

Abu Hurairah lcetila melintas di dekat kami d.an saat itu oranS-orang

se-dang berwudhu ilaribejana air, iabuluta, "sempurnalanlah wudhu

kalian, sesungguhnya Abu Al-Qasim Shallallahu Alaihi wa Sallam

pernah bersabila, "Celalcalah tumit-tumit (yang tidak tersentuh air

wudhu) ilari jilatan api nerala."ffi

Syarah Hadlts

A'qaabffi artinya tumit. Tumit harus dibasuh sebagaimana mem-

basuh bagian depan kaki.

Al-Wail, ada yang mengatakan ini adalah kalimat ancamanffi,

dan ada yang mengatakan nama sebuah lembah di dalam neraka ja-

hannam.ffi

Yang benar adalah AI-Wail (cetaka) merupakan kalimat ancaman.ffi

Perkataan, 'Dahulu Ibnu Siriin membasuh tempat cincinnya saat

berwudhu."

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Eath (I/267):

"Sanad mu'allaq ini dicantumkan oleh penulis (Al-Bukhari) secara

bersambung dalam kitab Tarikh-nya dari jalur Musa bin Isma',il dari

Mahdi bin Maimun dari Ibnu Sfuiin. Ibnu Syaibah meriwayatkan da-

ri Husyaim, dari Khaalid, dari Ibnu Siriin, bahwasanya apabila ber-

wudhu ia menggerak-gerakkan cincirurya. Kedua sanad ini shahih.

Kemungkinan cincin yang dipakai Ibnu Stuiin agak longgar sehingga

air dapat masuk ke bawah cincin dengan menggerak-gerakkannya. Ib-

nu Majah meriwayatkan dari Abu Rafi'dengan sanad yang marfu' de-

ngan matan yang sama. Hanya saia sanadnya lemah."

HR. Muslim (242)(29)

A'qaabadalahbentukjamak dari'Aqib,yaitutelapakkakibagianbelakang.M*h-

tar Ash-Shiluh (v .i 1)

TafsirAt-Qurthubi(XlX/250)danTafsirAth-Thabai(l/378,379)

rilsir ttn-rnabari (l/378,379) dart Tafsir Al-Qurthubi (XlY /758), (XX/158), Al-

Itqan (ll/378), (ll/fi3), dan At-Tibyan fi Tafsir Gharib Al-Qur'an 0/95). Telah

diriwayatkan sebuah hadits marfu'yang menyebutkannya, akan tetapi hadits ini

munkar, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsir dalam Tafsir'nya [/tta;

"Penafsiran ini berlaku urnurn untuk setiap kalimat "'urail," dan telah disebutkan

juga dalam Al-Qur'an Al-Karim, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, "Ke-

celal<aan besarlah bagi orang-orang yang curang i' (QS. Al-Muthaffifin: 1) dan firman

Allah subhannhu wa Ta'ala, "Kecehkaanlnh bagi setiap pengumpat lagi pencela". (QS.

Al-Humazah: 1).,' syaikh mengatakan hal ini sebagai bentuk jawaban dari perta-

nyaan yang diajukan kePada beliau

665

62

63

6&

665

666 €mmmruT&

Ini adalah permasalahan yang sulit. Yaitu apabila seseorzrng me-

miliki cincin, apakah ia diwajibkan membasuh permukaan kulit di

bawah cincinnya, atau bagian itu dimaafkan?

Masalah ini membutuhkan perincian, yaitu:

Jika cincinnya longgar sehingga air bisa masuk ke bawahnya, ma-

ka masalahnya sudah jelas.657

Tetapi jika cincin yang ia kenakan sempit sehingga air tidak dapat

masuk ke bawahnya, maka apakah ia diwajibkan melepaskannya dan

membasuh kulit yang berada di bawahnya, atau ia diharuskan meng-

gerak-gerakkannya hingga air mengalir ke permukaan kulit di ba-

wahnya?

Para ahli fikih berkata: Ia harus menggerak-gerakkan cincirmya

itu.568 Sudah diketahui bahwa seandainya kita mengambil pendapat

mereka, "Salah satu syarat sah wudhu adalah menghilangkan segala

sesuatu yang dapat menghalangi air menyentuh kulit," maka kita wajib

melepas cincin yang sempit dan menggerak-gerakkamya jika longgar

agar air masuk ke bawahnya.

]ika telah diriwayatkan secara shahih bahwa tidak wajib meng-

gerak-gerakkan cincin, dan cincin tennasuk hal yang diperbolehkan,

karena kebutuhan untuk menukilnya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam sangat penting namun tidak dinukil dari Nabi Shallallahu Alai-

hi wa Sallam bahwa beliau menggerak-gerakkan cincinnya atau beliau

melepaskannya ketika berwudhu, maka apakah hukum tali jam tangan

bisa disamakan dengan hukum cincin?

Secara zhahir, hukumnya tidak sama. Jam tangan harus dilepas-

kan agar permukaan kulit di bawah tali jam tangan bisa dibasuh. Hal

itu dikarenakan permukaan kulit yang berada di bawah jam tangan

cukup luas, tidak sama seperti cincin. Karena itu hukumnya tidak bisa

disamakan.

Membuka jam tangan untuk membasuh permukaan kulit yang

berada di bawahnya merupakan kemashlahatan untuk manusia juga.

Karena hal itu dapat melindungi jam tangan dari siraman air. Semakin

jauh dari siraman air maka semakin bagus untuk jam tangan.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (l/153), "Ditanyakan kepada Ahmad,

apakah orang yang berwudhu harus mengerak-gerakkan cincinnya?" Ahmad

menjawab, "|ika cincinnya sempit maka ia harus mengerak-gerakkannya, jika

cincinnya longgar sehingga air bisa masuk ke bawahnya maka tidak mengaPa."

Maksudnya para ahli fikih dari madzhab Hambali. Silakan baca Al-Mubaddi'

(l/196),Al-Furu'(l/175),SyarhAI-'Umdah(l/198),Al-lnshaf (l/257),danAl-Mughni

(I/tsa;

€*ffirr& 667

Permisalan lainnya adalah seseor.rng yang memiliki gigi palsu.

Apakah kita katakan ia harus melepaskar,rtya ketika berwudhu, atau

tidak?

Ssecara zhahir, adalah tidakwajib dilepaskan. Karena para ahli fikih

mengatakan, "Berkumur-kumur cukup dilakukan dengan mengocok

air di dalam mulut dengan cara yang paling ringan."55e Artinya tidak

diharuskan membasahi seluruh bagian mulut. ]ika demikian halnya

maka tidak diwajibkan melepas gigi palsu, karena gigi palsu tersebut

hanya bagian kecil dari mulut, terlebih lagl jika hanya satu atau dua

grg1.

Adapun jika meliputi seluruh tangit-langit mulut, maka bisa di-

katakan, "Sesungguhnya itu merupakan bagian yang besar."

Hadits ini juga menunjukkan bolehnya mengabarkan dari Nabi

Slwllallahu Alaihi wa Sallam tanpa menyebutkan gelar risalah, yaitu pa-

da perkataan Abu Hurairah, "Sesungguhnya Abu Al-Qasim Slullallahu

Alaihiwa Sallam."

Adapun panggilan yang digunakan untuk memanggil Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

"Janganlah lcnmu jadilun panggihn Rasul di antara lamu sqerti panggilan

sebagian knmu kepada sebaginn (yang lain)." (QS. An-Nur: 63). Menurut

salah satu penahiran, maknanya adalah: "|angalah kalian memanggil

beliau dengan namanya, sebagaimana kalian memanggil selain beliau.

Akan tetapi ucapkanlah, wahai Nabiyullah, wahai Rasulullah."

Makna yang kedua menurut ulama ahli tafsir adalah, "Iangan

jadikan seruan Rasulullah Slullallahu Alaihi wa Sallam apabila beliau

memanggil kalian, seperti seruan sebagian kalian dengan sebagian

yang lairurya. Akan tetapi kalian wajib menjawab seruan Rasulullah

Slnllallnhu Alaihi wa Sallam apabila beliau memanggil kalian."6m

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (I/267), "Mengenai

masalah tumit telah berlalu penjelasannya. Disebutkarutya secara

khusus karena ia merupakan penyebab keluarnya ancaman sebagai-

mana yang tercantum di dalam hadits Abdullah bin 'Amr. Namun

secara hukum semua anggota wudhu akan mendapat ancaman yang

sama apabila tidak dibasuh dengan semPuna.

Knsy sy af Al- Qina' $ / 9 a)

Silakan baca kedua penafsiran ulama untuk ayat ini dalam Tafsir Al-Qurthubi

()CVlll/177,178), Ad-Durr Al-Mantsur Nl/230,231), Tafsir Ash'Shan'ani (lll/66),

Tafsir Al-Baghawi (IIl/359), Tafsir lbnu Katsir (lll/302308) dan Tafsir Al'Baidhawi

0v/203)

669

670

668 €ilffiiffi'r&

Di dalam riwayat Al-Hakim dan yang lainnya dari hadits Abdultah

bin Al-Harits disebutkan dengan redaksi:

,6t q;r-ri{r op.i :w\,li

" Cehlalah tumit-tumit dan telapak laki (yang tiilak tersentuh air wudhu) ilai

jilatan api neralu."

Oleh karena itu, Al-Bukhari menyebutkan Atsar Ibnu Siriin di da-

lam judul bab, yaitu tentang perbuatan Ibnu Sirin membasuh tempat

cincirutya. Sebab ada kemungkinan tempat cicin tersebut tidak terkena

air jika cincin tersebut terlalu ketat."

*.rltt

€so&

i,Utr e g" *'t #t g #tt f,:.i q6.

Bab Membasuh Kedua Kaki yang Memakai Sandal dan Bukan

Mengusap Di atas Sandal

,&Pt y.; r a.t *;i ,iG -*;-i 9r 3t $'";.!11

c;r:"i-lt .* YJ V, 'F # lr #.io ii Ei i..* ,r

v' :iv .qi$- ,*.t;;i n rri 'ri p Eti U iXii

,f..t.it ,lrr;!r ,r ,p n ,lii', ,iG 4i it 6- e

t'ry C;ir, ,i'i.L)u, y *ir; ,t'4',!.Jt it;:st ,* Uiri

U. se p :;i ,# piirl, ry1; s11$t j^i "e,6

'it 1; lnr iy, 31 F ;y,lrr;{r uf ir "i i$ ..*.:gr

J;t,;-i, jyI^';At it;ttci't,f.uqlt'irrt,n" & y

vt;i 3;* w.,A ct,F,H ?4 *'i' t,,!ll. o \ / i r / t . . a ca "1 - t

it & ^t 

Jyi *i, ;pi,frtci', ,tgi :,i ui u:s

p ;yj*i',:i :,w,'&i ii li ee a, # g- i *

.4t: y, q,*,V'& *'i,t ;-b yt i;:'ri

L66. Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Malik

telah menceritakan lcepada kami, dari Sa'id Al-Maqburi, dari Ubaid bin

luraij, bahwasanya ia berkata kepada Abdullah bin Umar, "Wahai Abu

670 €rmmr&

Abduruahman, aku melihat anda melalatkan empat hal yang tidak aht

lihat dilakulan oleh seorang pun ilari shahabatmu." Ibnu Umar berlata,

"Apa empat perknra itu wahai lbnu Juraij?" Ibnu luraijberlata, "Aht

lihat anila tidak mengusap ruhtn lcccaali dua rukun Yatnnni. Aku lihat

anda manakai sandnl sibtiyah. Aht lilut anda mencelup palaian dengan

warna htning. Dan aku lilwt anila katika di Melah rnanalala orang-

orang mengumandangkan talbiyah saat melihat hilal (hilal Dzulhiijah

-pent), sementara anda sendiri tidak rnmgumanilanglan talbiyah kecuali

pailahari tarwiyah."

Abdullah bin Umar berlata, "Adapun masalah rukun, sesungguh'

nya alu tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

mengusap rukun lcecuali dua rulatn Yatnnni. Adapun tmtang sandal

sibtiyah sesungguhnya aht melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam metnakai sandal yang tidak aila bulunya dan berwudu dengan

merukai sandal itu. Olehlarena itu, aht pun suka memakainya. Ailapun

masalah mencelup dengan warna htning, aku pernah melihat Rasu-

lullah Shallallahu Alathi wa Sallam mmcelup pakaian dmgan u)arna

kuning. Oleh lcnrena itu alu juga sula mencelup dengan warna laming.

Adapun masalah mangucapkan talbiyah, sesungguhnya aku tidak per-

nah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukannya ke'

cuali setelah kendaraan beliau siap buanglat (ke 'Arafah).'ill

[Hadits 166 ini juga tercantum pada hadits no: 1.5L4, 1552, 1609,

2865 dan 58511.

Syarah Hadits

Hadits ini menunjukkan bahwa seorang yang berimu hendak-

nya berlapang dada -jika ada yang menanyakan kepadanya mengaPa

anda melakukan itu sedangkan yang lainnya tidak melakukannya-,

berdasarkan dua sebab berikut:

. Sebab pertama: Perbuatan ini tergolong bersabar terhadap gan8-

guan manusia.

. Sebab kedua: Hal ini menjadi sebab kecintaan manusia kepadanya.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa sunnah Nabi Shallallahu Alai-

hi wa Sallam dapat berupa perbuatan yang beliau lakukan dan dapat

juga berupa perbuatan yang tidak beliau lakukan. Karena Ibnu Umar

berdalil tidak disyari'atkannya menyenhrh rukun syami dan rukun

671 HR. Muslim (1187)(25)

€*^mfnr&

gharbi dikarenakan Rasulullah Slullallahu Alaihi wa Sallam tidak per-

nah menyentuh keduanya. Ibnu Umar berkata, "Aku tidak pemah me-

lihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengusap rukun kecuali

dua rukun Yamani, Haiar Al-Aswad dan rukun Yamani.

Hal ini seperti yang dikatakan Ibnu Abbas kepada Mu'awiyah.

Dahulu Mu'awiyah Iladhiyallahu Anhu menyentuh keempat rukttn Ka'-

bah, lalu Ibnu Abbas mengingkari perbuatarutya. Mu'awiyah berkata,

"Sesungguhnya tidak ada sesuatu bagian dari Ka'bah yr.g terlarang."

Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya telah ada tauladan yang baik bagi

kalian pada diri Rasulullah Slwllnllahu Alaihi wa Sallam. Aku tidak per-

nah melihat Rasulullah Slwllnllahu Alaihi wa Sallam menSusap rukun

kecuali dua rukun Yamani." Mua'wiyah berkata, "Engkau betwr."5n

Kemudian ia tidak lagi menyentuh rukun syami dan rukr:n gharbi.

Jika ada yang bertanya, " Apa hikmah tidak disurutahkan menyen-

tuh rukun syami dan rukun gharbi?"

|awabnya, hikmahnya adalah karena keduanya dibangrrn bukan

berdasarkan pondasi Ibrahim. Hal itu dikarenakan ketika orang Qu-

raisy memugar Ka'bah dan mereka kehabisan bahan material, mereka

membangun bagian yang telah ma'ruf sekarang, dan meniriggalkan

bagian yang lain tidak dibangun. Mereka hanya membuatkan tembok

r-rntuknya, yang dinamakan Al-Hijr. Karena Al-Hijr tersusun dari batu-

batu. Dinamakan juga Al-Huthim karena bagian yang dipenggal dari

Ka'bah. Orang awam menamainya Hiir Ismail, padahal Ismail tidak

tahu menahu tentangnya. Sebab bagian ini dibuat demikian pada masa

Quraisy.

Sebagian orang yang berlebih-tebihan berkata, "Seandainya ada

orang yang mengerjakan shalat di Al-Hijr, lalu ia menghadapkan pung-

gungnya ke Ka'bah dan wajahnya menghadap ke arah tembok Al-Hiir,

apakah shalatnya sah?

Tidak diragukan lagi pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang

berlebihan. Karena tidak masuk akal ada orang yang mengerjakan

shalat dengan punggung menghadap Ka'bah yang berdiri tegak se-

dang wajahnya menghadap ke arah Al-Hijr. ]ika ia melakukannya nis-

caya orang-orang akan mengerumuninya dan mengatakan bahwa ia

orang tidak waras.

Adapun menurut pandangan syari'at shalatrya itu tidak sah. Ka-

rena tembok bagian sebelah utara dari Al-Hijr dibangun di luar KaL

671

672 Telah disebutkan takhrijnya.

672 €rmmr&

bah. Tembok tersebut tidak berdiri di dalam area Ka'bah, akan tetapi

di luar area Ka'bah. Sebab tidak semua Al-Hijr masuk ke dalam area

Ka'bah. Akan tetapi hanya sekitar enam setengah hasta yang masuk ke

dalam area Ka'bah, selebihnya di luar area Ka'bah.

Dengan demikian, tembok ini -yaitu tembok sebelah utara Al-Hijr-

tidak termasuk Ka'batr, maka tidak sah shalat menghadap ke arahnya.

Perkataan, "Aku lihat anda memakai sandal sibtiyah." Sandal Sib-

tiyah adalah sandal yang memilki sibtah (kulit yang telah disamak),

yaitu yang tidak ada bulu padanya.

Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma mengabarkan bahwa dahulu Ra-

sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memakainya.

Adapun yang ketiga yaitu perkataan, "Aku lihat anda mencelup

pakaian dengan warna kuning." Maksud warna ktrning di sini adalah

Ja'faran.

Ibnu Umar mengabarkan bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam mewarnai pakaian beliau dengannya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (X/30a):

Perkataan, "Lelaki memakai za'farart." Demikianlah yang diriwa-

yatkan oleh Abdul Warits, yaitu Ibnu Sa'id secara muqayyad. Ri-

wayatnya ini sama dengan riwayat Ismail bin Ulayyah, dan Hamad

bin Zaid yang dikeluarkan oleh Muslim dan para penulis kitab Su-

nan. Disebutkan dalan riwayat Hammad bin Zaid, "Beliau melarang

seorang lelaki memakai za'fara ." Hadits ini diriwayatkan oleh Syu'-

bah dari Ibnu Ulayyah yang dinukil oleh An-Nasa'i secara mutlak, ia

berkata, "Beliau melarang memakai za'farart." Sepertinya ia meriwa-

yatkannya dengan ringkas. Jika tidak, sesungguhnya hadits ini telah

diriwayatkan dari Ismail oleh lebih dari sepuluh penghafal secara

muqayyad dengan kata lelaki.

Kemungkinan juga Ismail meringkas lafazh hadits pada riwayat

yang disampaikan Syu'bah. Dengan demkian, hadits yang mutlak di-

pahami dibawah hadits yang muqayyad.

Para ulama berselisih pendapat tentang larangan memakai za'-

faran. Apakah larangan tersebut disebabkan karena aromanya dika-

renakan ia parfum kaum wanita, yang karena itu telah diriwayatkan

larangan memakai Khaluq.673 Atau disebabkan karena warnanya se-

673 Khaluq adalah wewangian yang sudah ma'ruf yang terdiri dari campuranza'fatan

dan wewangian yang lainnya. warnanya didominasi dengan merah dan kuning.

€*mr& 673

hingga termasuk juga di dalamnya semua yang berwarna kuning. Al-

Baihaqi telah menukil dari Asy-Syaf i bahwasanya ia berkata, "Lelaki

yang bukan muhrim dalam segala kondisi tidak kuperbolehkan me-

makai za'farart, dan jika ia memakainya kuperintahkan ia untuk men-

cucinya."

Asy-Syaf i berkata, 'Aku memberi keringanan untuk wama ku-

ning, sebab aku tidak menemukan seorangpun yang mengisahkan da-

ri Nabi Slallallahu Akihi wa Sallam kecuali perkataan Ali, "Beliau me-

larangku, dan aku tidak mengatakan beliau melarang kalian."

Al-Baihaqi berkata, "Perkataan ini telah diriwayatkan dari selain

Ali." Kemudian ia menyebutkan Hadits Abdullah bin Amr, ia ber-

kata, "Nabi Slnllallahu Alaihi wa Sallam melihat Ali memakai dua he-

Iai pakaian yang berwarna ktrning. Beliau berkata, "Sesungguhnya

ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau mema-

kainya."

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim, dan d


Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 15 eriwayat€,nifnrS 625Akan tetapi menurut pendapat yang kuat, mengabr.rngkan antarakeduanya tidak tergolong bid'ah. Bahkan perbuatan itu lebih baik dal-am membersihkan dan hasilnya lebih bersih.ffiyang lemah oleh Al-Bukha… Read More