Syarah sahih Al Bukhari 14

 


Sallam menyetujui ber-

buatannya itu dan tidak mengingkarinya. Akan tetapi beliau

7.

€.^Ufnr& 579

tidak mensyari'atkan perbuatan ini untuk umat sa tidak dengan

perkataan meupun perbuatan beliau.

B- Persetujuan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam akan shahabat

yang bersedekah untuk orang yang sudah meninggal.s$ Akan

tetapi beliau tidak mensyari'atkan perbuatan ini untuk umat.

Tidak dengan perkataan maupun perbuatan beliau. Hanya saja

perbuatan ini boleh dilakukan, tidak dari seorang pun. Tetapi

hal ini tidak dituntut dari mereka.

Tidur tidak membatalkan wudhu. Karena Nabi Slrallallahu Alaihi

wa Sallam tidur berbaring hingga mendengkur. Ini adalah tidur

yang nyenyak sambil berbaring. Seandainya tidur dapat memba-

talkan wudhu, pastilah beliau mengulangi wudhunya.

Akan tetapi berdalil dengan hadits ini untuk menetapkan hal

itu perlu ditinjau kembali, karena salah satu keistimewaan Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah mata beliau tidur tetapi hatinya

tidak tidur. Seanfl ainya beliau berhadats ketika tidur, pastilah be-

liau menyadarinya.

Hanya saja hadits ini menjadi dalil bagi pendapat yang paling

kuat dalam masalah ini, yaitu pendapat yang mengatakan bah-

wa tidur saja tidaklah membatalkan wudhu. Akan tetapi tidur

dikatakan membatalkan wudhu karena ia adalah kondisi yang

diperkirakan terjadinya hadats. Apabila seseorang mengetahui

dalam dirinya bahwa jika seandainya ia berhadats, maka ia pasti

menyadarinya, maka dalam kondisi ini wudhunya tidak batal ka-

rena tidur, meskipun tidur yang lama hingga mendengkur. Karena

tidur sendiri bukanlah hadats, akan tetapi ia adalah kondisi yang

dimungkinkan terj adinya hadats.

Wudhu tidak diwajibkan untuk shalat. Akan tetapi seorang di-

wajibkan dalam keadaan bersuci untuk mengerjakan shalat, mes-

kiprn ia berwudhu sebelum masuk waktu shalat. Karena Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam langsung mengerjakan shalat, dan ti-

dak mengulangi wudhu (karena beliau masih dalam keadaan ber-

suci -pent).

L0- Menurut sunnah, imam shalat tetap berada di rumahnya hingga

tiba waktu dikumandangkan iqamat untuk shalat. Karena Nabi

HR. Al-Bukhari(7375) dan Muslim (813X263)

HR. Al-Bukhari (138$ 2760) dan Muslim (ll / 696)(1il / 1254X1004)

8-

9-

5U

535

s80 €mmmrutb

Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak datang ke masjid sebelum iqamat

dikumandangkan.ss

Akan tetapi bisakah dikatakan bahwa jika ada mashlahat datang-

nya imam ke masjid sehingga membuat jama'ah lebih semangat

untuk menghadiri shalatberjama'ah, lalu datangnya imam ke mas-

jid lebih utama? Atau dikatakan yang lebih utama adalah menela-

dani sunnah, dan tetap menganjurkan manusia untuk menghadiri

shalat berjama'ah?

Jawabnya: Pilihan yang kedua yaitu meneladani sunnah lebih

baik. Meskipun pilihan yang kedua tidak disukai kebanyakan

orang awam. Apabila imam tidak datang ke masjid melainkan

ketika iqamat dikumandangkan, lalu ia langsung pulang setelah

selesai shalat, maka orang awam akan merasa curiga kepadanya'

Mereka akan bertanya-tanya, "Lelaki ini tidak pernah mengerjakan

shalat sunnah rawatib." Terkadang mereka mencelanya karena per-

buatan itu. Akan tetapi apabila seseorang telah bertakwa kepada

Allah Azza wa lalla dan mengerjakan aPa yang telah disyari'atkan,

maka ia tidak perlu mengindahkan perkataan manusia.

536 Syaikh Al-Utsaimin Rthiruhullah mengisyaratkan hadits yang diriwayatkan oleh

Muslim (606)(160) dari Jabir bin Samurah, ia berkata, "Bilal mengumandangkan

adzan ketika matahari telah terbenam dan ia tidak melakukan iqamat hingga Na-

bi Shatlallahu Alaihi wa Sallamkeluat rumah. Tatkala Bilal melihat Nabi Shallallahu

Alaihiwa Sallamkeluar rumah, ia langsung mengumandangkan iqamat'"

I

i

I

I

I

I

I

t

It

€6P

l*}t 7u;l e\

,';i |;t Sri2

Bab Menyempurnakan Wudhu

tbnu Umar berkata, 'Menyempurnokon wudhu ortinyo membuot

onggoto wudhu meniodi bersih.a3T

if ,f ,uJi,;. d;,f +.v J;'*; il )"Lr r.; tl'-G .\rl

537 Al-Bukhari mencantumkan perkataan ini dalam l<rtab Shahih-nya secara mu'allaq

dengan sighah iazm, sebagaimana yang disebutkan dalam AI-Fath (l/239) dan

diriwayatkan secara maushul oleh Abdurrazzaqdalam Musnannaf-nya dari Ibnu

Juraij, telah menyampaikan kepadaku Nafi'maula Ibnu Umar, bahwasanya Ibnu

Umar berpendapat wudhu yang sempuma adalah yang membersihkan anESota

wudhu. Silakan baca Taghliq At-Ta'liq (lI/99).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/240), "Riwayat

mu'allaq ini disebutkan secara maushul oleh Abdurrazzaqdalam Mushannaf-nya

dengan sanad yang shahih, Ini termasuk penafsiran dengan sesuatu yang menjadi

kelaZimannya, sebab biasanya kelaziman menyemPurnakan wudhu adalah ke-

bersihan anggota wudhu'"

i6i'ir :tcjt Zql

t ii4 fi n:;'tvi ,r 1tV it J*ti;i E;:iAry ri *3 i, '^:,vI ; ,gW *t ;

I

y 6yj)t 61:$'*'.* ii +'At ;t; txb .qi .atYi

,#r e?4.u,b\,f LAtF ,a4t J^23 ,i>At,'a,ri

.w,,ppiJt;,;4t4ii

581

,5,J'+ Ji #t, oK ttl F $" A,gt Y et &;tir Yi';:,i

i'i,at 

jr6 .gt J;iU;1,*tt,.Ji" ;ilt * piti;

s82

L39.

€rsu,iHl'tp

Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami, dari Malik,

dari Musa bin 'l.lqbah, dari Kuraib Maula lbnu Abbas, dari Usamah

bin Zaid, bahwasanya Kuraib mendengar Usamah bercerita, "RAStt-

lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertolak dari'Arafah hingga tiba

di jalan lembah ini, lalu beliau berhutti, belinu buang haiat kecil kemu-

dian berwudhu tanpa menyempurnalcnnnya (yaitu wudhu dengan ri-

ngan). Makn aku pun bertanya, "Shalats3s wahai Rasulullah?' Nabi

Shaltallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Kita akan shalat di depan."

Beliau melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di Muzdalifah beliau

turun dan berwudhu dengan menyemPurnaknnny* Kemudian iqamat

shalat dukumandanglan, lantas beliau mengerialcan shalat Maghrib.

Kemudian setiap orang menambatkan untanya di tempat berhentinya.

Kemudian iqamat shalat lsya' dihtmandangkan, beliaupun mengetia-

kan shalat lsya', Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengerialan

shalat apapun di antara lceduany a." sss

Syarah Hadits

Hadits ini menunjukkan bahwa wudhu dilakukan dengan sem-

puna dan dilakukan dengan ringan.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa oranS-orang yang bertolak

dari 'Arafah tidak disyari'atkan berhenti di jalan untuk mengerjakan

shalat Maghrib dan Isya'. Dasarnya adalah sabda Nabi Shallallahu Alai-

hi wa Sallam, "KIta akan shalat di depan." Hal itu tidak disyari'atkan

karena dapat menyulitkan perjalanan dan menyusahkan manusia.

Karena itulah Nabi shallallahu Alaihi wa sallam mengerjakan shalat

ketika di Muzdalifah, dan beliau berkata, "Kita akan shalat di depan."

Madzhab Zhahiriyah mengambil hadits ini sebagai dalil, mereka

berkata, "Tidak sah shalat Maghrib dan Isya'pada malam 'Id, kecuali

di Muzdalifah."s& Ini adalah cerminan dari madzhab mereka, YmB

pada umumnya didasari tanpa pemahaman.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/240), "Perkataan,

1;i;lr ,' 

'til 

): Dibaca manshub dalam bentuk ighraa' (aniuran, maknanya "Marilah

shalat"), atau ada kata yang tersembunyi, perkiraannya, "Apakah anda ingin

shalat?" hal ini didukung oleh riwayat yang akan datang, "Aku berkata, "Apakah

anda ingin mengerjakan shalat wahai Rasulullah?" Boleh juga dibaca rafa',per

kiraan kalimatnya, "Telah tiba waktu shalat"

HR. Muslim (1280)(266)

Al-Muhalla Nll/129)

539

540

€.nfffru&

Faidah lain yang d.apat dipetik dari hadits ini adalah, baiknya ke-

pemimpinan Nabi shatlallahu Alaihi wa sallam dalam membimbing

umat. Seandainya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan sha-

lat maghrib, muadzdzin mengumandangkan adzan, Ialu manusia

mengerjakan shalat maghrib maka akan terpencar dan tertundalah

perjalanan ke Muzdalifah. sedangkan manusia berjalan dengan me-

ngejar cahaya siang yang masih tersisa.

Faidah lairurya, diperbolehkan memisah antara dua shalat yang

dijamak untuk jamak takhir. Dalilnya adalah, ketika itu setiap orang

menambatkan unta mereka di tempat singgah mereka. Kemudian bar-

utah dikumandangkan iqamat shalat Isya', Ialu Nabi Slzallallahu Alaihi

wa Sallam shalat.

Yang tampak zhahir adalah tidak ada adzan, sebab usamah Ra-

dhiyallahu Anhu tidak menyebutkannya. Usamah mengatakan, "Kemu-

dian iqamat shalat dikumandangkan, talu Nabi Shallallahu Alaihi wa

sallam mengerjakan shalat Maghrib. Kemudian iqamat shalat Isya' di-

kumandangkan, lalu beliaupun mengerjakan shalat lsya'." Lalu apa-

kah kita bisa mengatakan, "Tidak adaadzan"?

jawabnya, ,,Tidak." Karena di dalam hadits ini hal tersebut tidak

disebutkan, sedangkan di dalam hadits ]abir disebutkan secara jelas

bahwa Bilal mengumandangkan adzan. Kemudian Bilal menguman-

dangkan iqamat shalat Maghrib, kemudian mengumandangkan iqa-

mat shalat Isya'.sl

sebagaimana pula tidak ada disebutkan dalam hadits ]abir bah-

wa setiap orang menambatkan unta mereka di tempatnya. Dengan de-

mikian, masing-masing dari hadits ini menyebutkan sesuatu hal dan

tidak menyebutkan hal yang lain. Tidak disebutkannya sesuatu haL ti-

dak bertentangan dengan penyebutannya di tempat lain'

Kaidah ini sangat bermanfaat bagi kita dalam menyelesaikan per-

masalahan yang membingungkan sebagian penuntut ilmu: Apakah

Nabi Shalla tlahu Ataihi wa Sallam mengerjakan shalat Witir pada malam

,Id di Muzdalifah? Apakah Nabi shallallahu Alaihi wa sallam menSer-

jakan shalat sunnah Fajar pada pagi hari 'Id di Muzdalifah atau tidak?

Sebagian penuntut ilnu ada yang berpendapat Nabi Shallnllahu

Alaihi wa Sallam tidak mengerjakannya, karena lablr Radhiyallahu An-

huberkata, "Kemudian beliau berbaring hingga terbir faiat-" ]abir ber-

583

541 HR. Muslim (1218)(t47)

584 €ilffi,iHt'tp'

kata, "Kemudian beliau mengerjakan shalat Shubuh ketika cahaya

fajar tampak jelas bagi beliau, dengan adzandan iqamat."tr |abir tidak

menyebutkan shalat Witir, dan ia juga tidak menyebutkan shalat

sunnah rawatib Fajar.

Maka dikatakan: Diamnya Jabir akan hat itu tidak menafikan ke-

beradaannya. Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,

"Jadikanlah shalat Witir sebagai shalat teraWtir lulian paila malam hari."w

Beliau mengatakannya tanpa pengkhususan.

Telah diriwayatkan secara shahih juga bahwasanya Nabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan shalat Witir baik keti-

ka mukim maupun ketikan safar, dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

tidak pernah meninggalkan shalat dua raka'at Fajar baik ketika mukim

maupun ketika safar.

Bahkan dalam sebagian riwayat, meskipun riwayat tersebut lemah,

disebutkan, "Kerjakanlah shalat sunnah dua raka'at Fajar, meskipun

kalian sedang sibuk."s44 Walau thnradatkum al-lcluilu, artinya meskipun

kalian sedang sibuk sekali.

Kesimpularurya, hendaklah penuntut ilmu memahami kaidah ini,

bahwasanya tidak disebutkannya sesuatu hal tidak berarti sesuatu itu

tidak ada.

fika ada yang bertanya, "lika kami tiba di Muzdalifah pada waktu

Maghrib, apakah kami mengerjakan shalat Maghrib, l,alu menambat-

kan unt4 atau tidak?"

Kami katakan: Menurut kaidah fikih kita tidak menambatkannya,

akan tetapi kita menyambung shalat Isya' dengan shalat Maghrib,

karena para ahli fikih mengatakan, "lamak taqdim harus dilakukan

secara beriringan. "5rs

Syaikhul Islam Ibnu Taim iyah Rahimahullah memilih pendapat ti-

dak disyaratkannya beriringan untuk dua shalat yang dijamak, baik

Telah disebutkan takhrijnya.

HR. Al-Bukhari (998) dan Muslim (751X151)

HR. Ahmad dalam Musnad-nya (ll/405)(9253) dan Muslim (1258).

Syaikh Al-Albani Rahimahullah berkata dalam ta'liqnya untuk Sunan Abu Dawud,

'Dh^if.'

Al-Mubadd{ (ll/724) danKnsyf Al-Qina' (ll/8)

. o l-. ,,j)Pt,W?1 tjr;l

il2

543

w

€n.mfnr&

jamak taqdim maupun jamak takhir.ffi

Yang lebih utama tanpa diragukan lagi adalah mengerjak,rn secara

beriringan pada jamak taqdim. Karena akan muncul dalam hati seolah-

olah terjadi pemisahan jika jamak tersebut adalah jamak taqdim.

Adapun alasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih pendapat

ini adalah karena ia mengatakan, "|ika diperbolehkan menjamak, maka

dua waktu shalat menjadi satu waktu saia."

546 Silahkan baca Majmu' Al-Fatawa (Xxry/s4).

Syail,<h Al-Utsaimin Rahimahullah mengatakan bahwa madzhab Hambali men-

syaratkan dua shalat tersebut harus dikerjakan beriringan pada jamak ta'khir.

Syaikh mengatakan ini sebagai jawaban dari pertanyaan salah seoranS penuntut

ilmu kepadanya.

Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah juga ditanya, "Apakah penduduk Mekah

disamakan dengan manusia yang lain dalam masalah menjamak shalat di Muz-

dalifah dan mengqashar shalat di Mina?"

Belixt Rahiruhullah menlawab, "Menurut ma&hab Hambali, Syafi'i dan Maliki,

penduduk Mekah tidak mengqashar shalat dan tidak menjamak shalat, tidak di

Mina, tidak di Arafah, dan tidak pula di Muzdalifah. Padahal pada zaman mereka

kota-kota tersebut berada jauh dari Mekah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimalullah memilih pendapat bahwa pmduduk

Mekah harus menjamak dan mengqashar shalat seperti yang lainnya. Hanya saja

kondisi sekarang ini tidak sama dengan kondisi orang-orang dahulu. Sekarang

ini kita memandang Mna sebagai salah satu kampung dari kampung-kampung

dan kota Mekah. Karena itu kami belpendapat lebih selamat bagi penduduk Mekah

untuk tidak mengqashar di Mina, akan tetapi menyempumakan bilangan raka'at.

Sedangkan untuk jamak, tidak ada jamak di Mina, sebagaimana yang telah jelas.

Bahkan pada masa Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam, beliau tidak menjamak, baik

sebelum Arafah maupun setelah Arafah.

585

€7P

A.r.rri is'g- ,1*..j.rJr4 ^+ lt -!i.i .fU, ,J rJ tt.v- - ).'- .

Bab Membasuh Wajah Dengan Dua Tangan Dari Satu Kali

Cidukan

3P iiftl-u" ;J6';;,i ,io elt * U.k,$'-t; .\ t.

tr ,t*i ,;; $ # ouer ,# )\ i).t v$i :iui:k i:.

A'i" i;i ^i:') pGi'fr qV i,.r f ,)6.q rti;

tl(.; W,.e+ rY b'if 'Gi i,&r) A, ffi ,,6

,v q'i,;'Gi F ,G3vnr"f** -u-rit 2t",)LW*i-

,6;it tt A,F ,rY :u,'i'; Gi F (r;;)t is-A,,W

e,*t #t &,i,il, U,'i"'oi f ,yir,g F

, c ^i tt z t .i I z

,i6 F ,6;!t &Mra,yi u-i'if #i p ,t;t*

l, ,' ',-', I.v'rt & y at ,-k ir iy, *rirr"<;

140. Muhammad bin Abdurrahim telah menceritakan kqadn kami, ia berla-

ta, Abu Salamah Al-Kruza'i Manshur bin Salamah telah mettgabarlan

lepadakami, iaberluta,Ibnu Bilal laloi Sulaiman- telah mengabarkan

kepadakami dari Zaidbin Aslam dari'Atha' bin Yasar ilari lbnu Abbas

bahwa in berwudhu ilcngan metnbasuh wajahnya, lcemudian in me-

ngambil satu ciduk air lalu berlatmur-htmur dan memasulcknn air ke

dnlam hidung, Kemudian mengambil satu ciduk air lalu melakulan se-

perti ini, ia merapatlan telapak tangan lunannya dengan telapak tangan

kiri lalu membasuh wajah dengan lceduanya. Kemudian ia mengambil

s86

€"nfSnu& 587

s atu ciduk air lalu membasuh tangan kananny a. Kemudian ia mengambil

satu ciduk air,lalu membasuh'tangan kirinya. Ketnudian in mmgusap

kepalnnya. Kemudian ia mengambil satu ciduk air lalu menyiram pada

luki lunannya l"antas mencucinya. Ketnudian ia mengambil'satu ciduk

air lalu mencuci lakinya -yafui laki kirinya-. IQmudian lbnu Abbas ber-

kata, "Beginilah aht melilut Rasulullah Slnllallahu Alaihi wa Sallam

berwudhu,"

Syarah Hadits

Perkataan Al-Bukhari Rahimahullah, "Bab: Membasuh Wajah

Dengan Dua Tangan Dari Satu Kali Cidukan." Maksud Al-Bukhari

Rahimahullah adalah membasuh wajah satu kali basuhan sudah men-

cukupi, karena membasuh tiga kali hanya disunnahkan.

Kemudian Al-Bukhari Rahimahullah menyebutkan hadits Ibnu

Abbas Radhiyallahu Anhuma. Ketika itu Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu-

ma mefingankan wudhu, hingga tatkala ia beranjak dari tempatnya,

sisa wudhunya hanya tampak seperti percikan air di tanah.

Berbeda dengan kebanyakan orang sekarang ini yang tatkala ber-

anjak dari tempat wudhunya, air sudah mengalir seperti sungai yang

deras kesana kemari. Kesimpularmya, berhemat hingga dalam hal me-

makai air'merupakan perkara yang disyar'atkan dan disukai.

Perkataan, "Membasuh wajah." Ibnu Abbas mengambil seciduk

air, lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung de-

ngannya. Periwayat tidak menyebutkan satu kali atau dua kali. Apa-

bila tidak disebutkan artinya perbuatan itu dilakukan sekali saja.

Perkataan, "Kemudian Ibnu Abbas mengambil seciduk air." Lalu

melakukan seperti ini, ia merapatkan telapak tangan kanannya dengan

telapak tangan kiri, lalu membasuh wajah dengan keduanya. Kemu-

dian ia mengambil satu ciduk air, lalu membasuh tangan kanannya'

Kemudian ia mengambil satu ciduk air, lalu membasuh tangan kirinya.

Kemudian ia mengusap kepalanya. Kemudian ia mengambil satu ci-

duk air, lalu menyiramkannya pada kaki kanarrnya lantas mencuci-

nya. Yaitu: Ia melakukan seperti ini dengan tangarurya hingga ia men-

cucinya. Ibnu Abbas tidak mencukupkan dengan menyiramnya saia,

akan tetapi ia membasuhnya. Perbedaan antara membasuh dengan

mengusap adalah: membasuh adalah mengalirkan air pada anggota

tubuh, sedangkan mengusap tidak mengalirkan air padanya.

€BP

96l, f: Jr; F e t4:3t .:ri

Bab Membaca Basmalah Dalam Memulai Setiap Aktifitas

Termasuk Ketika Hendak Bersetubuh

,;.. ly ,f 2t4 ,r,i sk 

'iv Yt * il W tl"E ' t t t

*-a,,k :4t*.qV i.t r,4f y,#t dJ

* dt I' q-r, ,Jtl ili;i i ttt €Gi 3i 'j ,i6 ?:-t

.i'A I 3i, W. e,G:i Y {t{.tt *i 8{"tt

L4l. Ali bin Abdullah telnh menceritalan kepada lami, ia berkata, larir te-

lah menceritalun kepadn lami, ilari Manshur, ilari Salim bin Abi Al-

I a' d , dari Kuraib , dari lhnu Abbas h@ga kcpada N abi Shallallahu Alaihi

wa Sallam, bahwa beliau bersabila, "Apabila salah seorang ilari lamu

henilak mendatangi istrinya,lalu ia mernbaca: "Dengan menyebut nama

Allah, ya Allah jauhlunlah lumi dari setan ilan iauhkanlah setan dari

rezeki (anak lceturunan) yang mglau luruninkan kepada lami." Lalu

ditaldirlan lceduanya metnperoleh anak lceturunan, niscaya setan tiilak

alun ilap at menilatatnnglan mudlur at ktp adany a. " stt

[Hadits 141 - tercantum iuga pada hadits nomor: 3271.,3283,5165,

5388 dan 73961.

Syarah Hadtts

Perkataan Al-Bukhari Rahinuhullah, "Bab: Membaca Basmalah Da-

lam Memulai Setiap Aktifitas.' Perkataan ini perlu dikoreksi, karena

547 t{R. Muslim (1434X116)

588

€*^Uffr& s89

membaca basmalah dilakukan hanya pada tempat-tempat tertentu.

Al-Bukhari mengatakary "dalam memulai setiap aktivitas" hanya ber-

tujuan untuk memasukkanwudhu di dalamnya.

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah membaca bas-

malah untuk wudhu.sas Ada yang berpendapat, "Membaca basmalah

adalah syarat kesempurnaan wudhu," dan ada yang belpendapat,

"Membaca basmalah adalah syarat sahnya wudhu."

Pendapat yang benar adalah, membaca basmalah adalah syarat

kesempurnaan wudhu. Pendapat ini tidak diambil dari petunjuk yang

ada, tetapi diambil berdasarkan riwayat yang shahih, karena perbua-

tan itu tidak shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sebagaimana

yang dikatakan Imam Ahmad, "Tidak ada hadits yang shahih dalam

masalah ini./'s4e

Penisbatan perkara ini kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam mengharuskan adanya dorongan jiwa untuk menerimanya,

dan ketika perkara ini tidak shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam dengan penelitian yang benar akan membuat hati menolak

pendapat yang mengatakan batalnya wudhu tanpa membaca bas-

malah. Pendapat yang benar adalah hal itu hanya mustahab. Akan te-

tapi barangsiapa yang memandang haditsnya shahih, maka ia harus

berpendapat bahwa membaca basmalah merupakan syarat sahnya

wudhu, dan wudhu tidak sah jika dilakukan tanpanya."sso

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath $/2a2):

"Perkataan, "Bab: Membaca Basmalah Da1am Memulai Setiap

Aktifitas Terrtasuk Ketika Hendak Bersetubuh." Maksudnya, jima'.

Penyebutannya di sini termasuk penyebutan sesuatu yang khwus se-

sudah penyebutan sesuatu yang umum, untuk menunjukkan urgen-

sinya. Kandungan umum itu tidak terlalu jelas terlihat dari hadits

yang disebutkan di sini. Akan tetapi bila dilihat dari sudut prioritas,

Al-Austh tulisan Ibnu Al-Mundztu (l/376), Al-Mughni (l/L45), Mausu'ahFiqh Imam

Ahmad Rnhimahullah (l/274), Nail AlUthar (l/777-773) dan Subul As-Salam (l/282-

283)

Inilah yang disebutkan syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah di sini. Beliau berkata

dalam kitab Syarh Al-Mumti' (l/130), "Salah satu bukti yang memalingkannya dari

hukum wajib meskipun haditsnya shahih, adalah: Karena banyaknya shahabat

yang mencontohkan wudhu Nabi Slallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyebut-

kan adanya ucapan basmalah. Perkara seperti ini yang seandainya termasuk

perkara wajib yang tidak sahnya wudhu tanpa membacanya, maka pasti sudah

disebutkan."

Al-Mughni (r/145)

590 €ffiiltiffi't&

kandungan maknanya dapat diperluas ke situ. Sebab, apabila basma-

lah disyariatkan dalam kondisi jifria', y:Ing mana jima' termasuk kon-

disi yang kita diperintahkan untuk tidak bersuara, maka kondisi-kon-

disi yang lain lebih utama untuk membacanya.

Ini merupakan sinyalemen lemahnya pendapat yang memakruh-

kan dzikir kepada Allah dalam kondisi buang hajat dan jima'. Akan

tetapi anggaplah itu benar, tetap tidak bertentangan dengan hadits bab

di atas, karena hadits di atas dipahami kepada makna ketika hendak

melakukan jima', sebagaimana yang akan disebutkan dalam jalur lain.

Kemutlakan yang disebutkan oleh Al-Bukhari dapat dibatasi de-

ngan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalur 'Al-

qamah dari Ibnu Mas'ud, "Apabila beliau menyetubuhi istri beliau, la-

lu mengalami inzal (keluamya mani) beliau membaca:

V,fl')q9@.W'i-+,'

"Ya Alhh, janganlah jadilan baginn untuk setan dari anak lceturunan yang

Englaukaruniakan kepadaku." Sampai di sini perkataan Ibnu Hajar.

Kesimpulannya, saya mengira Al-Bukhari Rahimahullah mengisya-

ratkan kepada hadits Abu Hurairah dalam masalah membaca basma-

lah, yangbunyinya,

"Tidak aila wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah padnnla."ssr

y it et f '. I +";i3't

551 HR. Ahmad dalamMusnad-nya (Il/418x9418), Abu Dawud (101), At-Tirmidzi(25)

dan Ibnu Majah (399).

Dalam k$ab Al-lruta' (l/t22) dikatakan, "Hadits ini dinyatakan kuat sanadnya

oleh Al-Mun&iri dan Al-'Asqalani, dan dinyatakan hasan oleh Ibnu Ash-Shalah,

Ibnu Katsir dan Al-Iraqi." Silakanbaca At-Tallhbh Al-Habir (l/72-75).

Syaikh Al-Utsaimin Rshinshu\ah berkata mengomentari perkataan Ibnu Hajar ini,

"Perkataan ini perlu dikoreksi karena perkatan ini adalah qiyas ma'al fanq (qiyas

disertai perbedian). Karena ada aktivitas lain selain jima' pada masa Rasulullah

Shallallaiu Alaihi wa Sallam. Akan tetapi beliau tidak membaca basmalah padanya.

Dahulu jika hendak shalat Rasulunah Shallallahu Alnihi wa Sallam tidak membaca

basmalah,lika hendak berjual beli beliau tidak membaca basmalah, demikian pula

ketika meminjam. Maka selama sesuatu itu ada pada masa Rasulullah Shallallahu

Ataihi wa Sallam dansebabnya juga ada, maka tidak bisa dianalogikan-

oleh karena itu kami katakan: sesungguhnya sebagian ahli fikih yanS mengan-

jurkanbersiwak setiap kali masuk masjid dengan menganalogikan anjuran untuk

bersiwak setiap kali masuk rumah, adalah anal,ogi yang tidak benar. Karena

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Saltam iuga masuk ke dalam masjid, dan tidak

dinukil bahwa beliau bersiwak apabila beliau masuk masjid. Judul bab ini sama

dengan permisalan ini. Ibnu Haiar Rnhimahullah in$n mencari udzur (alasEln)

€*nnffnrb

Apabila ia tidak mengisyaratkan hadits ini, maka tidak diragukan

lagi bahwa judul bab ini tidak benar. Sebab tidak diperbolehkan me-

makai hadits khusus untuk menetapkan hal yang umum. Sementara

kebalikannya diperbolehkan, yaitu memakai hadits umum untuk me-

netapkan perkara yang khusus. Karena sesuafu yang bermakna umum

meliputi masing-masing individu darinya. Akan tetapi mendatangkan

dalil khusus lalu mengatakan bahwa kandungannya urnum, merupa-

kan kesimpulan yang tidak benar.

Kesimpulannya, membaca basmalah secara mutlak perlu dikorek-

si, karena pada beberapa kondisi tidak disyariatkan membaca basma-

lah.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Tidak akan dapat men-

datangkan mudharat kepadanya." Yaitu setan.

Akan tetapi apa makna kalimat, "Tidak akan dapat mendatangkan

mudharat kepadanya"?

Ada yang belpendapat setan tidak dapat mendatangkan mudha-

rat kepadanya dengan mudharat hlssl (jasmani). Karena apabila terla-

hir anak manusia setan akan memukulss2 pada perutnyau* tepat ketika

ia dilahirkan. Karena itu kita mendapati sebagian anak yang perutnya

berwama biru ketika dilahirkan, sepertinya hal itu dikarenakan puku-

lan setan.9s

Ada yang berpendapat bahwa setan tidak dapat mendatangkan

mudharat kepadanya dengan mudharat maknawi (rohani). Sehingga

setan tidak bisa mengganggunya dengan waswas, membuat ragu, atau

yang semisalrrya.

untuk Al-Bukhari. Hanya saja ia mencari udzur dengan sesuatu yang tidak bisa

dijadikan udzur, dan tidak bisa untuk dianalogikan.

Dkatakan naldtasa ad-daabbah, kata kerjanya seperti nashara dan ja'ala, artinya

menusuk bagian belakang hewan tunggangan atau sisi tubuhnya dengan kayu

atau sejenisnya. Al-Qamus Al-Muhith (.r 6 .r;

Khashirah pada manusia adalah bagian tubuh di antara pangkal pinggul dengan

tulang rusuk bagian bawah. Kedua tempat ini disebut Htashirah. AlMu'jam Al-

Wasith (1 

"e 1)

554 Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3431) dan Muslim

(2366)(1,46) dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa S allam ber sab da,

t :i, ;. ; ;r i1 i,tup.lr'r; :y. t: rv',ri-+ lt$:! rr iA 

"ty 

i ;, j';, v

"Tidak ada seorang analcpun yang lahir melainkan setan alan menilumnya sehingga ia

berteriak mmangis karena pukulan setan toxbut,lcecuali I* putra Maryam dan ibunya."

Kemudian Abu Hurairah berkata, "Bacalah ayat ini: " Sesungguhnya aku telah mena-

mai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untulotya serta anak-anakketurunannya

kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk." (QS. Ali Imraan: 36)

591

552

s92 €ilffi,f,ffit&

Namun yang tampak adalah mudharat secara urnum, yaifu setan

tidak akan dapat mendatangkan mudharat kepadanya secara jamani

maupun rohani.s5s

|ika ada yang berkata, "Sesungguhnya ada suami y*g selalu

membaca doa ini ketika mendatangi istrinya, tetapi di antara anak-

nya ada yang diganggu setan dengan kerusakan dan pengrusakan.

Bagaimanakah penjelasannya?"

Maka kami katakan sebagai jawabnya:

. Pertama: Ketahuilah bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dart.

sabda Rasulullah Shallallahu Akihi wa Sallam, terlebih lagi berupa

berita, tidak mungkin dihapus dan berubah. Karena ucaPan terse-

but berlandaskan ilmu dan kebenaran.

Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengata-

kan, "Niscaya setan tidak akan dapat mendatangkan mudharat

kepadanya." Maka tidak mungkin ada satupun bentuk mudharat

setan yang akan datang menghampiri, setelah membaca basmalah

dan membaca doa ini. Karena ucaPan ini merupakan berita, dan

berita tidak dusta.

. Kedua: Dengan demikian, hal itu disebabkan karena kurang sem-

ptuna dalam mengambil sebab, atau karena adanya faktor PenS-

halang:

o Pertamn: Karena kurang semPtuna dalam mengambil sebab.

Artinya seseorang mengucapkan doa ini akan tetapi di dalam

hatinya ada sedikit keraguan apakah ini benar atau tidak? Se-

hingga ia mengucapkannya hanya untuk percobaan.

Iika demikian keadaannya, maka sebabnya adalah karena ku-

r.Ing sempurna dalam berikhtiyar atau berusaha. Sehingga ha-

silnya juga tidak terjadi.

555 Akan tetapi Asy-Syaukani berkata dalam Nai/ Al-Authar (Vl/232), "Para ulama

berselisih mengenai mudharat yang tidak akan diterima sang anak setelah mereka

bersepakat bahwa kandungan hadits ini tidak dipahami dalam arti mudharat

se"".i r^r*. Yaitu sebagaimana yang dinukil oleh Al-Qadhi'Iyadh. Meskipun

secara zhahir dipahami dalam keadaan secara umum dari redaksi penafian terse-

but dan berlaku selama-lamanya. Sepertinya sebab kesepakan ulama akan hal itu

adalah riwayat yang disebutkan dalam Ash-shahih bahwa setiap anak Adam

akan dipukul setan pada perutnya ketika dilahirkan, kecuali yang dikecualikan.

sebab pukulan ini termasuk kemudharatan." Kemudian Asy-syaukani Rahima-

hullah menyebutkan perselisihan pendapat ulama dalam menafsirkan kata mu-

dharat yang disebutkan dalam hadits ini.

€'nnfffr&

556

s93

Contoh yang semisal dengannya adalah sabda Nabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa yang membaca ayat kursi ketika

malam hari, niscaya i.a alan senantiasa dalam penjaga-an Allah,

dan setan tidak akan mendekatinya hingga Shubuh."ss6 Seseorang

sudah membaca ayat kursi, akan tetapi setan masih saja men-

dekatinya.

. Kedua: Karena adanya faktor penghalang yang menghalangi

terealisasinya pengaruh dzikir dan doa ini. Hal ini ditunjuk-

kan pada sabda NabiShallallahu Alaihiwa Sallam,

A):-CJJ- ii y,t'H jl ;t;'rii-;t;'u;'j4t & i; :5, ,y

"SemuA anak dilahirlan diatas fitrah, maka kedua orang tuanyalah

yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusl."ssT Sehingga

lingkungannya yao.lg menghalangi fitrahnya untuk berjalan

menuju agama yang lurus.

Kemungkinan anak yang lahir dari persetubuhan itu berteman

dengan sekelompok orang yang tidak memiliki kebaikan sama

sekali, atau yang semisalnya.ss8

HR. Al-BulJrari Rahimahullah (2371,3275,5010) secara mu'allaq dengan sighah jazm,

dan diriwayatkan secara maushul oleh An-Nasa'i dalam 'Amal Al-Yaum wa Al-

Iailah (959). Silakan baca Taghliq At-Ta'liq (lll/295-297) dan Shahih At-Targhib wa

At-T arhib karya Al-Alb aru $ / 2a9)

HR. Al-Bukhari (4775) dan Muslim (2658)(22).

Syaikh Al-Utsaimin Rahitnahullah ditanya, "Kapankah membaca basmalah terse-

but?"

Beliau Rahimahullah menjawab, "Ketika ia ingin melakukan jima'."

Beliau Rahimahullah ftga ditanya, "Apa pendapat anda tentang atsar yang dii-

wayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwasanya jika selesai melakukan jima' ia membaca

doa,"Ya Allah lindungilah kami dari setan?"

Beliau Rahimahullah menjawab, "Doa yang dibaca Ibnu Mas'ud Rndhiyallahu Anhu

ini tidak sama dengan doa yang disebutkan dalam hadits."

,l*ri

557

558

:rd,'t:t, i

&

Av *u.

Jil =iu a^l u -itlr .t* ,f A' $'G :is i'T $'-6. t t Y

' I t t'

,lu ;JAt F; tit (t-'i *'at ,)* i4t {tt? ,'JA d

"^t^t ;;iFy jlrkG .e:uA4 lit b+i$ ;Lg,iit

t;y:,V; 

'r" ,;; isi .;iAt j sY('i ,f 3i,i iui

l;'s- iti;tii tsy:1lt't5 t3'-6 ,y: i 4 ,SGi .S;,'>

\42. Adam telnh menceritakan lcepada kami, in berknta, Syu'bah telah mence-

ritalan kepada lami dari Abdul Aziz bin shuhaib, ia berlata, Aku men-

dengar Anas menceritakan, "ApabilaNabi shallallahu Alaihiwa sallam

hendak masuk l<e WC, belinu membaca: 'Ya Allah, aku berlindung ke-

pailamu itari gangguan setanlaki-laki dan setan perempuan."sse

[Hadits L42 ini tercantum juga pada hadits nomor 6322).

Syarah Hadits

Ibnu 'Ar'arah menyebutkan mutaba'ah (riwayat penyerta) bagi

hadits ini dari syu,bah.so Ghundar meriwayatkan dari syu'bah de-

ngan redaksi, "Apabila mendatangi WCz551. Musa meriwayatkan dari

559

560

.€s

Bab Apa Yang Dibaca Ketlka Masuk WC

HR. Muslim (375)(L22)

Al-Bukhari Rahimahutlah menyebutkannya secara mu'allaq sebagaimana yang

disebutkan dalam At-Fath (l/242) dengan sighah iazam, dan ia meriwayatkannya

dengan sanadnya dalam kitab Ad-Da'waat (63?2)

A.l-nukhari Rahimnhutlah menyebutkannya secara mu'allaq sebagaimana yang

disebutkan dalam Al-Fatt lltZ+Z).Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalamTaghliq

561

594

€*Ufnr&

Hammad dengan redaksi, "Apabila masuk WC"s62. Sa'id bin Zaidber-

kata, Abdul Aziz telah meriwayatkannya kepada kami dengan redak-

si, "Apabila beliau hendak masuk WC"553.

59s

!$2

563

At-Ta'liq (ll/99,700), "Adapun hadits Ghundar saya belum menemukannya dari

hadits Syu'bah, dari Abdul Aziz dengan lafazh ini. Hadits ini diriwayatkan oleh

Ahmad dalam Musnad-nya (lV /359)(19286), dari Muhammad bin ]a'far -yaitu

Ghundar- dengan lafazh, " );: t!!".

Akan tetapi lafazh ini diriwayatkan dari hadits Ghundar, dari Syu'bah, dari

Qatadah, dari An-Nadhar bin Anas, dari Zaid bin Arqam.

Demikianlah yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya dari Ghundar,

dan An-Nasa'i dalam Al-Kubra (9903) dan Ibnu Majah (296) dari hadits Ghundar

juga.

Kemudian saya menemukan hadits ini dalam musnad Al-Bazzar, ia berkata,

Muhammad bin Basysyar telah menyampaikan kepada kami, Muhammad bin

|a'far telah menyampaikan kepada kami -yaitu Ghundar-, Syu'bah telah me-

nyampaikan kepada kami, lalu ia menyebutkan hadits ini dari Abdul 'Aziz dengan

lafazh: "')Llt ;l ti1" (Apabila Nabi Slutlallahu Alaihi wa Sallam mendatangi WC)

beliau membaca:

uvAt':4, n*';;ij"A'

"Ya Allah, aht furlindung kqadamu dari gangguan setan lahi-laki ihn vtan permpiun."

Al-Bukhari Rahimahullah menyebutkannya secara mu'allaq sebagaimana yang

disebutkan dalam Al-Fath (l/242).Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalan Taghliq

At-Ta'liq 0Il100), "Adapun hadits Musa, yaitu Ibnu Isma'il At-Tabudzakiy Abu

Salamah, Al-Baihaqi berkata dalam As-Sunan Al-Kubra (l/95): "Abu Abdillah

Al-Hafizh telah menyampaikan kepada kami, Abu Bakar Ahmad bin Ishaq telah

menyainpaikan kepada kami, Muhammad bin Ayub telah menyampaikan ke-

pada kami, Musa telah menyampaikan kepada kami, Hammad yaitu Ibnu Sa-

lamah telah menyampaikan kepada kami, dari Abdul Aziz, darj Anas, apabila

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk WC, beliau membaca:. . . kemudian ia

menyebutkan haditsnya.

Al-Bukhari Rahimahullah menyebutkannya secara mu'allaq sebagaimana yang di-

sebutkan dalam Al-Fath (l/242). Ibnu Hajar Rahitnahullah berkata dalam Taghliq

At-Ta'liq 0I/100), "Adapun hadits Sa'id, dari Abdul Aziz, ia adalah saudara kan-

dung Hammad bin Zaid, Al-Bukhaari berkata dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad

(I[/LM) Bab Da'wat Nabi Slullallahu Alaihiwa Sallam (291) hadits nomor (692), Al-

Bukhaari berkata, "Abu An-Nu'maan yaitu 'Arim telah menyampaikan kepada

kami, ia berkata, Sa'id bin Zaid telah menyampaikan kepada kami, ia berkata,

Abdul Aziz bin Shuheib telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Anas telah

menyampaikan kepadaku, ia berkata, "Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam hendak masuk ke dalam WC beliau membaca, "Ya Allah, aku berlindung

kepadamu dari gangguan setan laki-laki dan setan peretn?uen."

Ibnu Al-Qaththan mengomentari Abdul Haqq karena ia menshahihkan keter-

putusan riwayat ini, akan tetapi komentar ini terbantah berdasarkan penjelasan

kami ini.

Hadits ini juga diriwayatkan dengan yang semisalnya dengan lafazh ini juga oleh

Musaddad, dari Abdul Warits bin Sa'id, dari Abdul Aziz, denganlaf.azh, "Dahulu

apabila beliau ingin ke WC."

Driwayatkan oleh Al-Baihaqi 0/95) dari jalurnya, dan diriwayatkan oleh Abu

Dawud (4) dari Musaddad, hanya saja ia tidak membawakan lafazhnya.

596 €rm;mt&

Lafazh yang terakhir ini menjelaskan lafazh-lafazh yang sebe-

lumnya, bahwa maksud perkataan "ketika masuk" adalah "ketika

hendak masuk."

Khalna'adalah tempat yang digunakan manusia untuk menyendi-

+ yaitu tempat untuk buang hajat. Apabila ada suatu tempat yang di-

persiapkan untuk keperluan buang hajat, lalu seseorang ingin masuk

ke dalamnya maka hendaklah ia mengucapkan doa ini'

Adapun jika tidak ada tempat tertentu, maka pada langkah terakhir

sebelum ia berjongkok, hendaklah ia mengucapkan doa ini. Misalnya

jika ia melakukannya di tanah laPa g.

Sabda Nabi Slullaltahu Alaihi wa Sallam, "e-!it U +

c,rtiJ)" memiliki dua lafazh cara membacanya.

. Lafazh pertama: Minal kJtubtsi wal ldubaaifs, dengan mensukunkan

huruf ba'.

. I-afazhkedua: Minal kltubutsi wal lclwbanifs, dengan mendhammah-

kanhuruf ba'.

Berdasarkan lafazh yang pertama, YmB dimaksud dengan khubts

adalah segala keburukan dan yang dimaksud dengan khabaaits adalah

jiwa-jiwa yang kotor danburuk, terrtasuk di dalamnya setan.

Berdasarkan laf.azh yang kedua, YeB dimaksud dengan khubuts

adalah bentuk jamak dari khabiits, yang artinya setan laki-laki. Dan

yang dimaksud dengan khabaaits adalah bentuk jamak dali kata kha-

bitsah, yang artinya setan PeremPuan.

Manakah lafazhyang lebih yang umum mencakup semuanya?

]awabnya, Lafazhyang Pertama lebih umum.

Doa ini cocok dibaca ketika itu dikarenakan tempat-tempat buang

hajat dan tempat yang kotor merupakan tempat tinggal setan. Maka

dikhawatirkan manusia mendapat mudharat dari setan di tempat

tinggalnya itu.564

564 SyaiLh Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya, "Apabila seseorang masuk ke tempat

maksiat, yang karenanya tempat itu didatangi oleh setary apakah ia mengucapkan

doa ini juga?"

syail*r mEnjawab, "Tidak semua tempat yang terdapat khabaaits dibacakan doa

ini. Doa ini dibaca karena orang yang hendak buang hajat akan menyingkap au-

ratn/a, dan dikhawatirkan setan menyakitinya karenanya"'

syaii<h juga ditany4 "Apabila seseorang terlanjur masuk wC dan ia lupa membaca

dba ini, liu ia mengi"gi"t"y" ketika sudah masuk, apakah ia membacanya?"

Syai}fi menjawab, l,Ziat l*rya apabila ia lupa, lalu langsung berjongkok, maka

tempat melaksanakan sr.,nih telah terlewat. Sebagian ulama ber-kata, Jika ia

li ,jl;t'

€*ffiru& 597

Menurut zhahir hadits, ia tidak perlu menSucapkan doa lain se-

lain doa tersebut. Akan tetapi tetah diriwayatkan hadits lain yang me-

nunjukkan bahwa ia menambahkan doa lain selain doa ini, yaitu uca-

pan: Bismillah.s6

t"pu a"" sudah masuk maka ia keluar kembali, lalu membaca doa ini, lalu masuk

kembali."

Hanya saja yang tampak bagiku dalam kondisi ini adalah terlewatnya temPat

^elaksanukin 

sunnah. Allah-subhanahu wa Ta',ala mengetahui bahwa seandainya

ia tidak lupa, pastilah ia akan membacanya, maka niscaya Allah akan melindu-

nginya juga."

ses sia*rr ei-utsalmin mengisyaratkan hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi

(ooo), aan Ibnu Majah (297) darihadits Ali Rndhiyallahu Anhu sx.aramatfu"

nt gii.ii ;v;ir S;; rit.i;t ,l Z2ri e' :i t.'i,.penghatmg antara iin dengan aurat'aiak Adam ketika ia inasuk WC adalah membaca

Bismillah."

SyailJr Al-Albani Rnhimahullahberkata dalam ta'liqnya untuk Sunan At-Tirmidzi,

"Stratritr." Silakan baca Al-lrwa' (I/84(50)

€ ro&

:#,*:s,€squ.

Bab Menyiapkan mr fefim Buang Hafat

$3; ,iG *dt J eG,sk :ie # J 9r 

'^+ t3'";. t t r

'it 

S* 4pr l:i qw i,.t * ,*i sj i. gt * ,y iu'r:

tt-t; glt i ,is Ep')'d L;:oi ;>'At P; ;*,: *

.,11t ew&Ji,iw,;!S

L43. Abdullah bin Muhammnd telah menceritalan kepada lami, in berlata,

Hasyim bin Al-Qasim telah mmceritakan krpada lami, ia berkata, W ar qa'

telah menceritalun kep ada lcami, dari Ubaidullah bin Abi Y azid, dari lbnu

Abbas, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk ke dalam WC,

talu aht menyiaplun air wudhu untuk belinu. Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam bertanya: "siapakah yang meletaklan air ini?" I-alu beliau

diberitahu, Mala belinu pun berdoa: 'Ya Allah, berilah ia pemahaman

dalam agnma,."s65

Syarah Hadlts

Perkataan, "tii-t" Wadhu'artinya air yang digunakan untuk ber-

wudhu. Sedangkan wudhu artinya perbuatan wudhu.

Apabila diambilkan air r:ntuk wudhu seseoranS, maka air tersebut

dinamakan wadhu'. Kemudian jika ia mulai menciduknya maka di-

katakan ia mulai berwudhu.s5T

566 HR.Muslim QA0Q%)

567 Silakan baca Majmu' Al-Fataux $/ll9)

598

€.nffifu&

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Salhm, "Ya Allnh, beriloh in pema-

hamnn dalnm aglmt." Doa ini mencakup seluruh masalah agam4 baik

ilmiah maupun amaliyah. Demikian pula sabda Nabi Shalhllahu Alaihi

wa Sallam,

d,-\t iW-ri *'!tr,1-;

" B ar angsiap a y ang,Allah lcehendaki lcebailan nis cay a Allah akan anugu ahi ia

p emahaman dalam Agama. " 36

]ika ada yang bertanya, "Apa kaitan doa ini dengan perbuatan

Abdullah bin Abbas?"

]awabarurya -W allahua' hm-, Karena perbuatan ini dilakukan Ibnu

Abbas berdasarkan daya nalamya, bahwasanya setelah masuk WC

maka seseorang pasti membutuhkan air untuk wudhu, karena itulah

Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam mendoakannya dengan doa ini.

568 HR. Al-Bukhari (71) dan Muslim (1034(98)

€ttS

:r 3i lg :91-: {l lY i Y.\'t4t l*i 'l +(

Bab Dilarang Menghadap Kiblat Ketika Buang Alr Besar Atau

Buang Air Kecil Kecuali Di Dalam Bangunan Dinding atau

SeienlsnYa

,ti; U &.*'lt $k :is f ,sj il, s'x;- :i6 ;; t3"';. t t t

,)2 It J;i i6 ,i6 &*ait aii d Y i#t r;, i,/

qi,!, il41 J|':::.v Y:.r;:t iki a tt\,*) Y At

.t;." ii t;'; ,irtL

1144. Adam telah menceritaknnlnpodolami, iaberknta,Ibnu Abi Dzi'b telah

menceritakan kepada kami, ia berknta, Az-Zuhri telah menceritakan ke-

padnlami, iaberkata, dafi'Atha' bin zaid Al-Laitsi, dari Abu Ayyub Al-

Anshar i, ia b erkata, " Rasulullah Shallallahu Alaihi w a S allam b er s ab da,

,,Apabila salah seorang dari katian buang air besar, malu janganlah ia

menghadap kiblat dan iangan pula membelaknnginya, alcnn tetapi menS-

hadaplah ke timur atau lct blrat."s6e

[Hadits 144 ini juga tercantum pada hadits no: 394]'

Syarah Hadits

Perkataan Al-Bukhar i Rahimahullah, "Dtlatang Menghadap Kiblat

Ketika Buang Air Besar atau Kecil, Kecuali Di Dalam Bangunan Din-

ding Dan SejenisnYa."

569 HR. Muslim (2il)(59)

600

€*mnr&

Penggalan yang pertama sebelum pengecualian, merupakan ka-

limat yang sesuai dengan kandungan hadits ini secara sempruna.

Adapun untuk pengecualian tersebut, Al-Bukhari Rahirnahullah me-

nyandarkannya kepada apa yang diriwayatkan dari hadits Ibnu

UmaCTo yang akan disebutkan

Larangan dalam hadits ini berlaku umum untuk orang yang ber-

ada di dalam bangrrnan dan orang yang berada di tanah lapang. Ka-

rena ihrlah Abu Aynrb Rndhiyallahu Anhu berkata, "Kami datang ke

Syam, temyata kami dapati disana bangunan wc dibangun dengan

menghadap kiblat, maka kami pr,rn menyerong dari arah kiblat dan

mengucapkan istighfar. "sn

Inilah pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.sT2

Yaitu tidak diperbolehkan menghadap kiblat maupun membelaka-

nginya di tanah lapang maupun bangunan tertutup kgtika sedang

buang hajat. Syaikhul Is1am berdalil untuk pendapabrya ini dengan

dalil umum.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "menghadaplah ke timur

atau ke barat." Beliau menujukan sabda ini kepada orang-orang yang

arah timur atau arah baratnya tidak menghadap kiblat dan tidak pula

membelakangi kiblat. Contohnya penduduk Madinatu penduduk Syam

dan penduduk Yaman. Mereka yang tinggal di negeri tersebut tidak

menghadap kiblat dan tidak pula membelakanginya jika menghadap

ke arah timur atau ke arah barat.

Dalam hadits ini terdapat dalil yang umum, dan dalil untuk ka-

langan tertentu dalam satu kalimat.

Dalil umum adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Maka

janganlah ia menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya."

HR. Al-Bukhari (1a8) dan Muslim (26)(51)

Tambahan ini terdapat dalam riwayat Muslim Rahimahullah untuk hadits ini, dan

telah disebutkan takhrijnya.

Syaikln Al-UtsaimrnRahimahullah dltanya, "Apakah sebab istighlar Abu Ayyrb Al-

Anshari Radhiyallahu Anhu, padahal ia telah menyerong dari arah kiblat?"

Beliau Rahimahullah menjawab, "la mengucapkan istighfar walaupun sudah me-

nyerong dari kiblat adalah karena ia tidak menghadap ke timur dan tidak meng-

hadap ke barat. Sehingga pada asalnya ia masih menghadap ke arah kiblat, dan

ia tidak mampu untuk menghadap ke timur ataupun ke barat secara semPurrn.

Akhimya ia hanya menyerong, hingga ia khawatir belum melaksanakan perintah

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "menghadaplah ke timur atau ke barat;'

Silakan baca Al-Akhbar Al:llmUah min Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah karya Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah (hal15)

601

570

577

602 €mmrur&

Dalil trntuk kalangan tertentu adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam, "Akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat."

Dari hadits ini dapat diambil faidah bahwa menyimpang sedikit

dari arah kiblat di dalam shalat, tidaklah membatalkan shalat.

Dalihrya adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. "Meng-

hadaplah ke timur atau ke barat" maknanya, jadikanlah kiblat berada Y

di sebelah kanan kalian atau di sebelah kiri kalian.

Hal ini memrnjukkan seandainya seseorang menjadikan kiblat

berada di tengah antara timur dan barat, maka ia belum melaksana-

kan sabda Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits ini. Hal ini

dikuatkan dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

$.oOoo4 q$t) oP)t ji Y

"Daerah di antara timur danbarat adalahkiblat."sts

573 HR. At-Tirmi&i (342) dan Ibnu Majah (1011).

Syail,<h Al-Albani Rahimahullah berkata dalam ta'liqnya untuk Sunan At-Tirmidzi,

'Shahih."

€rz&

-# ,t" )'i u q6.

Bab Buang Hajat Di atas Dua Batu Bata

,-p * i. 6- F d.6,i';;,i ,iu .frii lr 

"5 

$'G. t t o

# 1r * FoV i, ?t3 * #'ttv i ,# i #

iu +* oc 3# tst,{t:siuu ity,'Ji- Ss {t'p

Lp3t A,-#j; fr * iui .qgt q.ii-apt Ji*

zor'rcr..1

,b gr gr n' ,), *t Jh L:ii 6 ':; t<v ,* Y';.

'o 

)^Zi- :r-$t,t,iA,,SGt .^yt;t, q$t q ;'"U',fr

,k q$t ,*,1;js .)itt, qr'ri i ,&...d6ii *

f)\u,bt ii:*. €)<t J; Aiin')

745. Abdullah bin Yusuf telah menceritalan kepada lami, ia berkata, Malik

telah menceritakan kcpada kami, ia berlcnta, dari Yahya bin Sa'id, dari

Muhammad bin Yahya bin Habban, dnri pamannya Wasi' bin Habban,

dari Abdullah bin Llmar bahwasanya ia berkata, sesungguhnya oranS-

orang mengatakan, "Apabila lamu duduk untuk buang hajat maka

janganlah menghailap kiblat dan iangan pula menghadap Baitul Maqdis."

lalu Abdullah bin Umar berkata, "Pada suatu hari saya pernah naik

ke atap rumah kami dan aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam duduk di atas duabatu bata sedang buang haiat menghadap Baitul

Maqdis." IQmudian lbnu Umnr berkata, "Barangkali lcnmu termasuk

orang yang shnlat dengan merapatlan tangan ke perut." Aku berknta,

"Saya tidak tahu, demi Allah." Malikberkata, "Malcsudnya orang yang

603

604 €ruf.iffir&

shalat dan ketika sujud tidak mengangkat badannya dari lantai dan

merebahknn dirinya fts lsntsi."sze

[Hadits 145 ini juga tercantum juga pada hadits no: 1.48, L49 dan

31021.

Syarah Hadits

Perkataan Ibnu Umar Rndhiyallahu Anhuma, "Pada suatu hari saya

pernah naik ke atap rumah kami." Dalam sbbagian lafazh disebutkaru

"Pada suatu hari aku naik ke atap rumah Hafshah."56 Hafshah adalah

saudari Abdullah bin Umar, dan istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Perkataan, "Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

duduk di atas dua batu bata sedang buang hajat menghadap Baitul

Maqdis." Apabila beliau menghadap Baihrl Maqdis maka beliau se-

dang membelakangi Ka'bah. Hadits ini menunjukkan bahwa diper-

bolehkarurya membelakangi kiblat ketika buang air besai di dalam

bangunan.

Sebagian ahli ilmu berpendapat demikian.sT6 Zhahtr judul bab Al-

Bukhari Rahimahullah yang pertama adalah bolehnya menghadap dan

membelakangi kiblat. Ini adalah pendapat yang masyhur dari madz-

hab Hambali. Yaitu jika berada di dalam bangunan atau yang semisal-

nya, maka diperbolehkan menghadap kiblat dan membelakanginya.sz

Pokok permasalahannya adalah, apakah perbuatan Nabi Shallnlla-

hu Alaihi wa Sallam mengkhususkan perkataan beliau, atau tidak?

Barangsiapa yang mengatakan tidak, maka ia berkata, "Dengan de-

mikian diharamkan menghadap kiblat dan membelakanginya di lapa-

ngan terbuka ataupun bangr:nan tertutup."

Inilah yang menjadi pendapat Asy-Syaukanis78 dan Jama'ah.s7e Me-

574 HR. Muslim (26)(6t)

575 HR. Al-Bukhari (148,3702) dan Muslim (266)(62)

576 Silakan baca Al-Fath (l / 246) dan Nail Al-Authar (I/ 103-104)

577 Silakan baca AlMughni (l/122), Mausu'ah Fiqh lmam Ahmad (l/203) dan Hasyiah

Ar-Raudh Al-Murabba' (I / 1,34).

578 Silakan baca Nail Al-Authar (l/104)

579 Seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Q"yyh. Silakan baca

Al-Il<htiyarat (hal8), Tahdzib As-Sunan (l/22),l'lam Al-Muwaqqi'in (ll/202), (lV /280),

dan Madarij As-Salikin (ll/386).

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, "Tidak ada perbedaan antara lapangan

terbuka dengan bangunan berdasarkan belasan dalil yang menunjukkannya.

Ini adalah madzhab yang paling benar dalam masalah ini. Orang-orang yang

membedakannya tidak memilki dalil apapun untuk menguatkan pendaPat me-

€n.mfnrS

reka belpendapat perkataan tidak dapat dikhususkan dengan Per-

buatan. Lagi pula suatu perbuatan memiliki banyak kemungkinan.sso

]ika terdapat banyak kemungkinan maka tidak bisa dijadikan dalil.

Akan tetapi jumhur ulama berpendapat, perkataan bisa dikhu-

suskan dengan perbuatan. Karena kedua-duanya merupakan sunnah.

Sementara kemungkinan-kemungkinan yang diperkirakan akal tidak

bisa dipakai dalam pengambilan dalil syar'i. Sebab seandainya kita

menerima seluruh kemungkinan dalam suatu dalil, niscaya kita tidak

bisa memakainya sebagai dalil selama-lamanya. Karena setiap dalil di-

mungkikan bagi akan untuk memahaminya tidak sesuai dengan kon-

disi zhahimya.

Berdasarkan hal ini maka kami katakan: Para ulama berselisih

pendapat tentang hukum buang hajat menghadap atau membelakangi

kiblat di dalam bangunan.s8l Sebagian mereka ada yang berpendapat,

"Tidak diperbolehkan menghadap kiblat mauPun membelakanginya.

Perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dipahami berdasarkan ke-

mungkinan beliau melakukannya karena lupa, atau kemungkinan hal

itu merupakan keistimewaan beliau, atau kemungkinan beliau tidak

mampu melakukan selain duduk seperti itu. Sehingga hadits itu me-

miliki banyak kemungkinan, sedang sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam bermakna runurn dan tidak mengandtrng kemungkinan. Ke-

,r^*r,ur,''rabda beliau ini dikuatkan dengan perkataan periwayat-

nya, Abu Ayyub, "Kami menyerong sedikit darinya, dan beristighfar

kepada Allah.zs82

Sebagian lagi belpendapa! "Perbuatan Nabi Sftallallahu Alaihi wa

Sallam menunjukkan bahwa larangan menghadap kiblat dan mem-

belakanginya tidak berlaku di dalam bangunan. Berdasarkan hal ini

maka diperbolehkan menghadap dan membelakangi kiblat."

Ulama lainnya belpendapat, "Boleh membelakangi namun tidak

boleh menghadap kiblat di dalam bangunan. Mereka menguatkan

pendapatnya bahwa hadits Abu Ayprb bermakna umum/ dan tidak

diriwayatkan pengkhususan melainkan satu bentuk saja yaitu mem-

reka sama sekali."

Kemungkinan hal itu khusus bagi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, atau ke-

mungkinan beliau lupa, atau ada alasan lainnya. Silakan baca Syarh Al-Mumti'

(I/100) danSyarhNazhm Al.Waraqat (hal 121)

Silakan baca perselisihan pendapat dalam masalah ini secara rinci dalam Al-Fath

(l / 246), An-N ail (l / 1,03,LC/) dan Sytrh An-N awawi' ala Muslim (lI / 156)

Telah disebutkan takhrijnYa'

60s

581

582

606 €rgu,iHi'tp

belakangi kiblat. Karena itu wajib mencukupkan hanya sebatas peng-

khususan yang disebutkan dalam riwayat saja."

]ika dikatakan kepada mereka, "Anggaplah tidak ada riwayat pe-

ngecualian tentang menghadap kiblat, lalu apa bedanya dengan mem-

belakangi kiblat?"

Mereka menjawab, "Menghadap lebih buruk dari membelakangi.

Karena itu seandainya ada seseorang yang menghadap manusia sam-

bil buang air kecil, dan seorang lagi membelakangi manusia sambil

buang air kecil, maka orang yang pertama lebih buruk keadaanya da-

lam memperlakukan manusia dan tidak menghargai mereka. Oleh

sebab itu, karena membelakangi lebih ringan dari menghadap, maka

tidak boleh menganalogikan keduanya, karena analogi hanya bisa di-

lakukan jika hukum asal dan hukum cabangnya sama."

Menurutku, pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat. Ya-

itu bolehnya membelakangi jika dilakukan di dalam bangunan berda-

sarkan perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan tidak boleh

menghadap kiblat.

Hadits ini mengandu g beberapa faidah:

Hendaklah seseorang duduk di tempat yang agak tinggi turtuk

buang hajat, seperti batu bata atau batako atau yang semisatnya.

Dengan tujuan agar ia tidak terkena cipratan, atau terkena aliran air

seni, atau terkena kotoran.

Jika seseorang tidak duduk di atas bata, maka tempat jatuh kotoran

akan semakin dekat dengan tubuhnya. Karena itu apabila seseorang

berada di tanah lapang, lalu ia ingin buang air kecil atau buang air

besar, maka hendaklah ia mengambil dua buah batu untuk duduk di

atasnya. Ini termasuk petunjuk Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam.

Jika ada yang berkata, " Apa pendapat kamu tentang perbuatan

Ibnu Umar yang naik ke atas atap lalu melihat Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam. Apakah termasuk kesopanan jika ia memanjat atap

rumah, atau jika melihat orang lain buang hajat?"

Jawabnya ada dua kemungkinan:

o Pertama: Ibnu Umar melakukan hal itu untuk mempelajari agama

Allah, untuk melihat bagaimanakah Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam duduk. Ibnu Umar melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam menghadap Syam dan membelakangi Ka'bah, dan tidak

€*.mfnr& 607

berarti ia melihat aurat beliau. Karena Ibnu Umar melihat beliau

dari atas.

. Kedua: Kemungkinan peristiwa yang terjadi dengan Ibnu Umar

ini hanya kebetulan tanpa ada unsur kesengajaan. Sebab mungkin

saja pada suatu ketika seseor:rng kebetulan mengalaminya.

Kesimpulannya, Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma tidaklah tercela

karena perbuatannya ini. Karena kami katakan, "Mungkin ia melaku-

kan hal ini untuk mencari ilmu dan ia tidak melihat aurat beliau, dan

kemungkinan ia mengalaminya secara kebetulan saja."ss

Perkataan, "Barangkali kamu termasuk orang yang shalat dengan

merapatkan tangan ke perut." Aku berkata, "Saya tidak tahu, demi

AUah." Malik berkata, "Maksudnya seorang yang shalat dan ketika

sujud tidak mengangkat badannya dari lantai, dan merebahkan diri-

nya ke lantai."

Sepertinya ini adalah perbuatan yang diingkari Ibnu Umar dari

sebagian orang. Bahwasanya jika sujud, mereka tidak mengangkat

punggung mereka, tetapi mereka merapatkannya. Hingga seolah-olah

mereka sujud di atas perut mereka karena rapatnya anSSota tubuhnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimnhullah berkata dalam Al-Fath (l/248),

"Perkataan, 1 

j61' Yakni Ibnu Umar, (.ilxi ): Ucapan ini ditujukan ke-

pada WaSi' dan tidak benar bagi yang berpendapat bahwa ucaPan

tersebut adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Malik

telah menafsirkan kalimat ;/tti & 'oiA-,yakni mereka yang mera-

patkan kedua tangannya ke perut ketika sujud. Tidak seperti tata cara

sujud yang diperintahkan oleh syariat. Yaitu dengan menjauhkan ke-

dua tangan dari rusuk seperti mengembangkan sayap sebagaimana

yang akan dijelaskan pada tempatnya nanti.

Di dalam kttab An-Nihayah drjelaslcanmaknanya, yakni dengan me-

renggangkan kedua lutut sehingga ia sujud bertumpu dengan kedua

583 Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya, "Apa pendapat anda mengenai hadits

|abir, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Salhm melarang kami menghadap kiblat untuk

buang air kecil, lalu setahun sebelum beliau wafat aku melihat beliau buang air

kecil mmghadap ke arahnya."

Beliau Rahimaltullah menjawab, "Sesungguhnya hadits ini tidak shahih. Hadits ini

syadz, karena hadits-hadits yang menunjukkan pengharamannya lebih shahih

dan lebihbanyak."

]ika dikatakan, "Apakah boleh dikatakan bahwa hadits Jabir telah menghapus-

kan sabda Nabi Shnllallahu Alsihi wa Salhm tersebut?"

Maka jawabnya, "Tidak. Karena hal itu hanya sekadar perbuatary dan perbuatan

tidak bisa menghapuskan ucapan. "

608 €rmmrur&

tangannya. Ada kendala dalam menarik relevansi antara ucapan Ibnu

Umar ini dengan masalah yang dibicarakan sebelumnya. Ada yangber-

pendapat: Kemungkinan maksud Ibnu Umar bahwa orang yang dia

ajak bicara adalah seorang yang tidak mengetahui sunnah. Karena jika

mengetahui sunnah niscaya ia akan dapat membedakan hukum antara

lapangan terbuka dengan yang lainnya, atau mengetahui perbedaan

antara menghadap Ka'bah dan menghadap Baitul Maqdis. LaIu ia

menyebut orang yang jahil terhadap sunnah Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam dengan sebutan orang ying merapatkan kedua ta-

ngannya ke rusuk ketika sujud. Karena tidak ada yang melakukan su-

jud seperti itu kecuali seorang yang jahil terhadap sunnah Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa S allam. Demikian jawaban Al-Kirmani.

Tidak diragukan lagi bahwa pertanyaan itu terlalu berlebih-lebi-

han. Sebab di dalam konteks hadits tidak ada yang menunjukkan bah-

wa Wasi'bertanya kepada Ibnu Umar tentang masalah yang pertama,

sehingga dapat disimpulkan bahwa Wasi' tidak mengetahui tentang

hal itu.

Kemudian pernyataan terakhir juga tertolak, karena orang yang

sudah mengetahui tentang sunnah buang hajat, terkadang merapat-

kan kedua tangannya ke rusuk ketika sujud. Relevansi antara penna-

salahan ini dan pernyataan Ibnu Umar yang terakhir dapat diketahui

dengan melihat hadits yang diriwayatkan Imam Muslim. Pada awal

hadits riwayat Muslim ini disebutkan, Wasi'berkata, "Ketika itu aku

sedang shalat di dalam masjid, temyata Abdullah bin Umar sedang

duduk di sana. Setelah shalatku selesai, aku mendatanginya dari

samping. Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu berkata, "Ada orang

yang mengatakan...! -lalu ia menyebutkan haditsnya-. Sepertinya

Ibnu Umar melihat sesuatu yang tidak dapat ia pastikan ketika Wasi'

sujud, sehingga ia menanyakannya dengan ungkapan tersebut. Ibnu

Umar memulainya dengan menceritakan kisah yang ia riwayatkan

dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, karena riwayat tersebut

merupakan riwayat mar'fu (dinisbatkan kepada Rasulullah) yang da-

pat ia pastikan kebenarannya. Barulah setelah itu ia menanyakan se-

suatu yang masih samar baginya. Boleh jadi kisah itu terjadi sewaktu

manusia banyak berpendapat seperti apa yang dikatakan Ibnu Umar.

Sehingga ia ingin menjelaskan hukumnya kepada

agar ia menyampaikan hukum ini kepada orang lain.

ini (Wasi')

€'nminr&

Bukan masalah jika pembicaraan dimulai dengan sesuatu yang

sesuai untuk kedua masalah tersebut, karena memang keduanya

mempunyai kaitan. Yakni dengan mengatakan bahwa kemungkinan

orang yang melekatkan kedua tangannya ke rusuk ketika sujud adalah

orang yang melarang menghadapkan kemaluan ke arah kiblat secara

mutlak, sebagaimana yang tetah disinggung di atas.

Posisi shalat ada empat: Be.rdiri, rukuk, sujud dan duduk. Menutup

kemaluan ketika sujud mungkin dilakukan jika sujud dengan cara me-

rapatkan kedua tangan ke arah perut, tidak seperti jika kedua tangan

dijauhkan dari perut. Oleh karena itu, mereka berpendapat harus me-

rapatkan kedua tangan ke perut agar dapat menutupi kemaluan. Si-

kap ini termasuk perbuatan bid'ah dan berlebihan. Sebab sumah su-

jud berbeda dengan apa yang mereka lakukan. Karena pakaian yang

menutup aurat sudah cukup sebagai penutup, sebagaimana dinding

sudah cukup sebagai penutup antara auratnya dan kiblat. Itupun ka-

lau kita belpendapat dilarangnya menghadapkan aurat ke arah kiblat.

Jadi ketika Ibnu Umar mengisyaratkan hukum syar'i tentang ma-

salah pertama kepada tabi'in tersebut, ia sekaligus memberi isyarat

tentang hukum syar'i dalam masalah kedua, untuk memperielas se-

suatu yang masih samar yang ia lihat dari tata cara shalat Wasi' tadi.

Adapun ucapan Wasi': "Saya tidak tahu" menunjukkan bahwa

Wasi' tidak menyadari dugaan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu terse-

but. Oleh karena itu, Ibnu Umar tidak begitu keras menyindir Wasi'."

Sampai di sini perkataan lbnu Haiar.

Secara zhahir, pendapat yang pertengahan adalah pendapat yang

lebih dekat dengan kebenaran. Yaitu ketika itu Wasi' sedang shalat,

dan ia tidak menjauhkan anggota tubuhnya. Sehingga Ibnu Umar me-

ngira ia tennasuk mereka yang mungkin masih jahil, atau kemung-

kinan hal itu merupakan kebiasaan dan ciri khas mereka.

609

€rs&

N?'Jl:dt c:? qu.

Bab Keluarnya Kaum Wanita ke Tempat Buang HajatsEa

;.1 r W $t,iri ijrr c3; :jo St il ,F. ct . t tr

'n , tu 6 , -r ar . - 

u

& * r',;; ;i:t ut r;i itl'*tv,;,i ;j f ,7v

36 -e* *'ii- q?'ili')rsy;tsu,t,H;

51 {.!;a,.**ir ,*) *'it &:t,Jrt:.,*

iilt,,;c3 ,i4J,qx' qilt & 46'i,r ;-b ;lt v::

,i;F u )a1 it .if ,fi Gl,tL ,:^L.p

) . - -J

i.o' ,c !... o -' I t o '' 

t' c 1 ''6) d.613:. t;'* .,F-'& y iot ob yr Ji,

iF.ii ,b Lbz

584 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam AI-Fath (l/249): "Perkataan,

"Bab Keluamya Kaum Wanita ke Tempat Buang Hajat," Yakni lapangan luas

sebagaimana yang telah kita jelaskan. j'l' dib""" dengan memfathahkan huruf

ba' lalu diikuti oleh huruf ra', alif dan z.ay. Al-Kaththabi berkata, "Mayoritas pe-

riwayat mengatakan bahwa huruf ba' dibaca dengan berbaris kasrah. Ini adalah

pendapat yang salah. Sebab apabila huruf ba' dibaca kasrah maka artinya adalah

Al-Mubaarazah (saling berduel) dalam peperangan." Menurutku, bahkan perkata-

an mereka lebih tepat, karena jika huruf ba' dibaca kasrah maka artinya adalah

sesuatu yang keluar. Al-Jauhari berkata, "Al-Biraaz artinya duel yang terjadi di

dalam sebuah pertempurary dan juga dapat diartikan ampas makanan, yaitu tin-

ja. Kata baraaz dengan memfathahkan huruf awalnya artinya lapangan luas."

fadi kesimpulannya, bagi yang memfathahkan huruf ba' maka maksudnya ada-

lah lapangan luas dan apabila yang ia maksud adalah sesuatu yang keluar berarti

penyebutan tempat tersebut untuk menunjukkan sebuah perbuatan yang sedang

dilakukan, sebagaimana halnya makna kata Al-Ghaith.Bagi yang mengkasrahkan

huruf ba' berarti maksudnya adalah kotoran yang keluar."

610

€"ffi*&'

146. Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada knmi, ia berkata, Al-l-aits

telah menceritakan kepada lami, ia berkata, 'Uqail telah mencerita-

kan kepadaku, i.a berlata, dari lbnu Syihab, dari'Urwah, dari Aisyah,

bahwasanya dahulu para istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ke-

luar pada malam hari untuk buang hajat di manaashi' - yaitu dataran

tinggi yang luas-. Umar berlata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam, "Berilah hijab untuk istri-istri andt!" Tetapi Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam tiilak melalcsanaknn apa yang dikatakan

oleh Umar tersebut. Pada suatu malam, Saudah binti Zam' ah, istri Rasu-

lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang berpostur tinggi,lceluar pada

waWu' lsy a, lalu Umar berlata, " Ketahuilah, b ahw a lcami mengenalimu,

ya Saudah." Umar mangucaplan ini larena in ingin agar ayat hijab

diturunlan, Kemudian Allah.Subhanahu wa Ta'ala menurunlan ayat

tentang hiiab,'s*

[Hadits L46 ini juga tercantum juga pada hadits no: 147, 4795, 5238

dan6240[

,y) F ,ir'j./. ru9 J; tvi ,'i ti:\'; :i$,t-f ) $k. t tv

-. r_- r, ,- c , ,, .

G'F iti {t;i i,is #3 y nt ,k Ct *,yG F

147. Zakariya telah menceritalcnn kepadn lami, ia berlcnta, Abu Usamah telah

menceritakan kepada lami, ilari Hisyam bin 'Urutah, ilari ayahnya, dari

Aisyah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Ka-

lian sudah diberi izin lceluar rumah untuk mmunailan hajat lalian."

Hisyam berlata, "Malcsudnya lec tempat buang air besar."s$

Syarah Hadlts

Pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kamar kecil belum

dibuat. Dahulu mereka keluar ke tempat yang jauh untuk buang hajat.

Mereka mencari-cari tempat yang renduh yur,g dinamakan ghaa'ith.

Karena itu, tinja yang keluar dinamakan dengan nama tempat ini.

Terkadang mereka keluar ke dataran yang luas yang tampak jelas,

sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ini.

FIR. Muslim (2170X18)

Telah disebutkan takhrijnya.

6ll

585

586

6t2 €mmrur&

Karena Umar Radhiyallahu Anhu sangat memperhatikan masalah

menjauhi fitruh, ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam, "Berilah hijab untuk istri-istri anda." Maksudnya laranglah

mereka keluar untuk menjaga kehorrratan istri Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam dan kemuliaan beliau. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam tidak ingin menyulitkan istri-istrinya dengan memerintah-

kan sesuatu yang tidak diperintahkan Allah. Beliau tidak memerintah-

kan apa-apa hingga Allah menurunkan ayat tentang hijab.

Sepertinya Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam tidak melakukan apa

yang dipinta Umar bukan karena ia tidak setuju dengan perkataan

Umar. Akan tetapi karena berhijab termasuk hal yang menyulitkan

bagi kaum wanita, maka dari itu beliau ingir, perintah tersebut da-

tang dari Allah Azza wa Jalla, sehingga beliau menunggu hingga

Allah menurunkan ayat tentang hijab.

Adapun perkatan (Jmar, "Ketahuilah, bahwa kami mengenalmu,

ya Saudah." Kemungkinan ada yang berkata, "Sesungguhnya perkata-

an ini termasuk adab yang buruk." Akan tetapi setiap amalan tergan-

tung dengan niatnya. Umar tidak bermaksud buruk kepada Saudah,

dan kepada suami Saudah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Akan tetapi Umar ingin menekankan pentingnya hijab, dan bahwasa-

nya semua orang dapat mengenali sosok istri-istri Rasulullah Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam.ssT

587 Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya, "|ika seseorang melihat suatu kesa-

lahan pada diri seorang wanita, apakah boleh ia memberitahukannya kepada

suaminya?"

Beliau menjawab, "Sesungguhnya termasuk nasihat kepada saudaramu, jika kamu

melihat istrinya dalam keadaan yang tidak pantas, hendaknya memberitahukan

hal tersebut kepadanya. Karena hal tersebut berarti nasihat bagi dirinya dan bagi

istrinya. Akan tetapi sebagian orang berprasangka buruk. Jika kamu menasiha-

tinya karena perbuatan keluarganya, maka ia akan mencurigaimu bermaksud

buruk terhadap keluarganya. talu ia akan berkata, "Sesungguhnya keluargaku

tidak melakukan hal itu, akan tetapi kamulah yang buruk dan menuduh mereka."

Atau perkataan yang semakna.

Kesimpulannya, hendaknya seseorang memperhatikan maslahat dan menjadikan

sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam int menjadi standartnya:

"Barangsiapa yang boiman kepada Arah ^rr#^iif# ilii;iYi;:r#

perlataan yang baik atau diam saja."

Syai}<h juga ditanya, "Apakah perkataan Umar ini termasuk bentuk protes kepada

Rasulullah Shallallahu Alsihi wa Sallam?"

Beliau menjawab, "Tidak sepantasnya mengatakan bahwa ada seorang shaha-

bat yang protes kepada Rasulullalu sebab hal ini tidak mungkin terjadi pada

mereka."

!

l,

{

€n.mfnr& 6t3

Tatkala kebutuhan akan hal itu semakin mendesak, Allah Subha-

nahu wa Ta'ala menurunkan ayat tentang perintah berhijab. Peristiwa

ini merupakan satu peristiwa dari ratusan peristiwa yang menunjuk-

kan kebenaran kandungan hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam,

t',il- fi e "oii ,7.F, e eit'01, ,,*sr € -pt lti p;t,

"Ketahuilahbahwapertolongan ailnbesertakesabaran, dan jalankeluar adnber-

samakesernpitan, dan setiap l<esusalunpasti diiringi denganlcemudahan."sss

Ketika situasi yang merundungmu semakin sempit maka tunggu-

Iah jalan keluar dari Yang Maha Menguasai kesusahan tersebut yaitu

Altah Azza wa lalla. Sewngguhnya Allah akan membukakan jalan ke-

luarbagimu.

Seandainya sebagian wanita-wanita yang ugal-ugalan itu men-

dengar hadits seperti ini, pastilah mereka akan mengatakan, "Menga-

pa kalian melarang kami keluar rumah, sesungguhnya kami ingin

bertamasya ke luar daerah. Lorong-lorong sudah bersih, dan jalanan

terang benderang. Sementara orang-orang berlalu lalang pergi dan

pulang?"

Maka kami katakan: Perbedaanya sangat jelas, yaitu:

. Pertaina: Keluarnya kaum wanita pada hadits ini dikarenakan ada

kebutuhan, bukan untuk bertamasya dan bersenang-senang.

. Kedua: Keamanan pada waktu itu jauh lebih baik daripada kea-

manan sekarang ini. Sedangkan suatu hukum selalu mengikuti

alasan hukumnya, ada maupun tiadanya. Berdasarkan hal ini, se-

kiranya kita mengkhawatirkan timbulnya fitnah karena seorang

lelaki mahram berduaan dengan wanita yang menjadi mahram-

nya, maka kami akan melarang mereka berduaan.

Misalnya seorang wanita memiliki saudara laki-laki sepersusuan.

Wanita itu adalah seorang gadis belia, dan saudaranya seor;rng pemu-

da yang tidak kuat agamanya. Maka dikhawatirkan timbulnya fitnah

jika sang pemuda berduaan dengannya. Dalam kondisi ini maka kami

melarang mereka, tanpa mengurangi rasa hormat. Hingga sekiranya ia

berkata, "Bagaimana mungkin kalian melarangku padahal aku adalah

mahram bagjnya?"

588 HR. Ahmad dalam Musnad-nya (I / 307)(2803).

Syaikh Syu'aib berkata dalamtahqiq Al-Musnnil, "Hadits ini shahih."

614

Kami katakan, "Karena khawatir teriadi fitnah."

]ika ada yang berkata, "lika alasannya karena khawatir terjadi

fitnah, maka kalian harus membolehkan wanita itu berduaan dengan

lelaki yang bukan mahramnya iika :rm:rn dari fitnah. Sebab suatu hu-

kum selalu mengikuti alasan hukumnya."

Kami katakan, "HaI ini tidak mungkin kami biarkan. Sebab perbua-

tan itu menyelisihi nash.sse Lagi pula apabila setan adalah orang ketiga

dari mereka, maka apa pendapatmu dengan dua orang yang ditemani

setan sebagai orang ketiga?! Bagaimanapun keadaanya, meskipun ia

sudah kakek tua dan sang wanita juga sudah nenek tua. Sebab setiap

yang tercecer pasti ada yang memungutnya. Walaupun hanya sekedar

mendekat dengannya lalu bercerita tentang masa muda^ya, demikian

pula sang wanita.

Sesungguhnya setan berjalan dalam tubuh anak Adam melalui

aliran darah. Karena itulah kami katakan: Kita mencukupkan diri

untuk sesuatu yang telah disebutkan dalam hadits, meskipun demikian

kita mengambil alasan pensyari'atan hukumnya ataupun alasan

ini telah disebutkan secara nash pada sebagian tempat. Maka jika

terdapat fitnah, perbuatan itu dilarang meskipun perkara yang mubah

(diperbolehkan).

589 HR. Al-Bukhari (3006,5233) dan Muslim (1341)(424) dari Ibnu Abbas, ia berkata,

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda, 

.

1F,t t \t 

:t ru,Yi irP.'t

"langanlah seorung lelaki berduaan dengan xorang wanita'lcecuali bersama mahramnya."

Al-Bu}<hari (5232) dan Muslim Qln)QD) meriwayatkan dari 'Uqbah bin'Amir,

bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salhm betsabda,

:dt ,* itii,:ri 5t:1

"Jauhilah lalian untuk masuk menemui wanita."

Seorang lelaki Anshar berkata, "Wahai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

bagaimana pendapatmu dengan ipar lelaki sang istri? Rasulullah Slwllallahu Alai'

hiwa Sallam berkata,

",7jt'rt;jrt

"lpar adalah maut."

AhmaddalamMusnad-nya(l/18,26)(114)mdanAt-Tirmidzi(2165)meriwayat-

kan dari Umar, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda,

,i'lg' r4f ittl,'{;u,,1-:'o'l*;,t

" Jangalah seorang telaki berduaan dmgan xorang wanita lurena yang ketiga adalah setan."

At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan gharib dari jalur riwayat ini." Syaikh Al-

Albani berkata dalam ta'liqnya untuk Sunan At-Tirmiilzi, " Shalih."

€mmrurp

€u&

?A, d:'irt qu

Bab Buang Hajat r, ,u,uln Rumahseo

,!t * c qV U Ai a'x; :Ju ,i"tt U eY;LGk. t t A

-t; :-L elS t ,uV _a.l c /

Pf

L:ii cuTv d"{,k q * oi 4:r ,i6 'P i

',W 

fut r,*'*r;,.1 g') 4r'i,,t lt i;:

.rtfu'

148. Ibrahim bin Al-Mundzir telah manceritalun lcepada lami, ia berlata,

Anas'bin 'lyadh telah menceritalan krpaila kami, ilari Ubaidillah, dari

Mulummad bin Y ahy a bin Hibban, ilari W asi' bin Hibban, dari Abdullah

bin Llmar, ia berlata, " Aku mcnniki atap rumah Hafsluh untuk suatu lce-

perluanku dan tanpa sengaja alat melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam sedang buang lwjat membelakangi kiblat dan mengludap ke

arah Syam."se|

syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah mengatakan bahwa dalam naskah yang ter-

dapat padanya tertulis "Bab" aia. Para ulama menyebutkan bahwa apabila Al-

nukhaii mengatakan: Bab, dan tidak menyebutkan judul, maka sama dengan

perkataan para penulis buku lainnya: Pasal. Karena tema hadits yang disebutkan

setelahnya sama dengan tema hadits sebelumnya.

Judul bib ini adalah buatan para penyalin kitab. Al-Bukhari memiliki bebera-

pa orang periwayat yang meriwayatkan kltab Shahih-nya. Sebagian mereka me-

nyebutkan judul dan sebagian yang lain tidak menyebutkannya.

Telah disebutkan takhrijnya.

a ,a / c

LJ L*- tJaV i:djl I

615

616 €ilffi,iffi't&

e,;oi :iu or'ri il n-i C;'*; :JG ,atj.t il +rtX tit; .l tq

t;i sv j et'r'^* "ol $v i.,#- i, # F,F-

,q * e / as L';L 3a ,iv,i';-i'*i fr 't "ri

*,W 4 "b 

tt1u {: +6'it & lt,S;; L;ii

c

149. Ya'qub bin lbraahim telah mmceritalan kepada knmi, ia berkata, Ya-

ziid bin Harun telah mancritalun kqada lami, ia berlata, Yahya te-

lah menceritalan kepada lumi, ilari Mulummad bin Yahya bin Hibban,

bahwa pamannya Wasi' bin Hibban telah menceritalan lcepadanya,

bahwa Abdullah bin llmar telah menceritakan lcepadanya, ia berka-

tA, "PadA suatu hari aht naik di atap rutruh lami. Aht melihat Rasu-

tullah Shattallahu Alaihi wa Sallam seilang duduk di atas dua batu

bata mmghadap Baitul Maqdis.'sn

Syarah Hadits

Semua hadits ini berasal dari sumber yang sama, maknanya sama,

dan peristiwanya sama. Perbedaan Wazh dalam meriwayatkannya me-

nuniukkan pendapat yang dipegang iumhur ulama ahli hadits, yaitu

bolehnya meriwayatkan hadits dengan makna.se3 Hanya saja sebagian

periwayat ada yang menjaga dan mempertahankan riwayat sesuai

dengan lafazhnya. Karena itulah terkadang kita mendapafi mereka

mengatakan "atattini," dengan kata"atant" yang menuniukkan adanya

keraguan, meskipun maknanya sama.

Namun demikian selunrh pariwayat hadits berusaha menjaga ke-

otentikan lafazhdzikir dan doa. Karena itutah kamu mendapati hanya

sedikit perselisihan dalam riwayat dzikir dan doa. Berbeda dengan ha-

Telah disebutkan takhrijnya.

Silakan bacaNawadir At-ishulfi Aluitits Ar-Rs.sul (lV /t]', Syarh'llal At-Tirmidzi

$ / 42n, dan F ath Al-Mughits (l / 427).

Imam Ahmad Rahimahitbh berkata, "Pada penghafal dari dahulu hingga seka-

rang selalu meriwayatkan dengan makna."

A"ylSy"fi'i telah menetaplqn dalam bukunya bahwa meriwayatkan dmgan mak-

na-diperbolehkan bagi orang yang mengerti Bahasa Arab dan dapat meresapi

maknanya. Ia mengelahui 

"pa 

yang dapat mernalingkan makna dan tidak me-

malingkanmakna.

592

593

€'nnfffr& 617

dits-hadits tentang hukum. Para periwayat tidak menghafalnya se-ba-

gaimana mereka menghafal hadits-hadits tentang dzikir dan doa.

Perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, "LJntuk suatu keper-

Iuanku." Perkataan ini tidak menafikan bahwa ia melihat Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam secara kebetulan. Karena pastilah ia me-

naiki atap rumah karena ada keperluan, lalu ia melihat Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam secara kebetulan.sea

594 Syaikh Al-Utsaimin ditanya, "Sebagian orang marah jika dikatakan kepadanya,

"Saya bertemu denganmu secara kebefulan." Ia berkata, "Tidak boleh mengatakan

karena kebetulan!"?

Syai}<h menjawab, "Seseorang tidak boleh marah jika dikatakan demikian ke-

padanya. Karena bisa saja seseorang bertemu secara kebetulan. Allah Subhanahu

wa Ta'ala berfirman, "Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentu-lan

hnri pertempuran), pastilah lamu tidnk sependapat dalnm menentukan hari pertempuran

itu" (QS,Al-Anfaal: 42). Allah mempertemukan mereka dengan musuh mereka

tanpa persetujuan dan perencanaan sebelumnya.

Kejadian yang semakna juga telah diriwayatkan dalam sejumlah hadits, seperti,

"Kami bertemu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ser.ara kebetulan."

Adapun mengatakannya sebagai perbuatan Allah, maka tidak diperbolehkan.

Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala lelah mengetahui segala sesuatu sebelum se-

suatu itu te4adi. Allah mengetahui bagaimana peristiwa itu akan terjadi, kapan

terjadi, dan dimana akan terjadi.

Kemungkinan orang marah dikatakan "kebetulan" karena ia mengira bahwa mak-

sud kamu berkata demikian adalah yang berkaitan dengan perbuatan Allah Azza

walalla.

€tsS

:6urgra!-,It l;6

Bab lstinja' Dengan Menggunakan Air

)- €) ;;'z::^t tt'G ,is gyt * il iU {it $ c-,-. \ o.

its ,'JA*,v C.""1 +,Jut# ,rJ liri;'^:;r't

siJirCi;ni *A.cr tsr & y'ltr ;; ;lt

,4' dr.U- Vii

L50. Abu Al-Walid Hisyam bin Abdul Malik telnh menceritakan kepada

kami, ia berlata, syu'bah telah menceritalan kepada kami, dari Abu

Mu' adz -namanya ' Atha' bin Abu Maimunah-, ia berluta, " Aku pernah

mendmgar Anas bin l\[alik berkata, "Apabila Nabi shallall"ahu Alaihi

wa Sallam lceluar untuk buang haiat, malu aku besetta seorang anak da-

tang membawalan setimba air untuk belinu, yakni untuk belinu palui

beristinja' .'ses

,rY 4i1t'ty

595 HR. Muslim (271X70)

618

Bab Barangsiapa Yang Dibawakan Air Untuk Bersucl

Abu Ad-Darda'berkata, ?ukankah di antara kalian ada seorang

yang bertugas mengurus kedua sandal (Rasulullah shollollohu

Aloihi wo Sollom), air untuk bersuci, dan bantal bellause6?'

Maksud Abu Ad-Darda' adalah Ibnu Mas'ud.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullaft berkata dalam Al-Fath (t/251),

"Perkataan "Abu Ad-Darda'berkata, 'tsukankah di antara kalian ada.,,

Ucapan ini ditujukan kepada 'Alqamah bin Qais. yang dimaksud dengan

orang yang bertugas mengurusi kedua sandal Rasulullah shallallahu

Alaihi wa sallam dan lain sebagainya itu adalah Abdullah bin Mas'ud.

Karena dialah yang bertugas melayani Rasulutlah Shallallahu Ataihi wa

sallam dalam urusan-urusan tersebut. Pemilik sandal yang sebenamya

adalah Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam.Ibnu Mas'ud digelar pe-

milik sandal secara majazi, karena dia yang senantiasa membawakan

kedua sandal Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam. Hadits yang me-

nyebutkannya akan dicantumkan dengan sanad yang bersambung oleh

Al-Bukhari Rnhimahullah di dalam Kitab Manaqib.

Maksud penulis (Al-Bukhari) mencantumkan hadits Anas dan ha-

dits Abu Darda'ini adalah memberikan kesan yang kuat bahwa anak

kecil yang bersama Anas bin Malik itu adalah Abdullah bin Mas'ud.

sebagaimana yang telah kita sebutkan bahwa secara majazi sebutan

,t4H.

€re&

ilat*;.,E uqs.

596 Al-Bukhari menyebutkannya secara mu'alla4 dengan sighah jazm, sebagaimana

yang disebutkan dalam Al-Fath (r/251) dan Al-Bukhari meriwayatkannyidengan

sanad dalam Kitab Fadha'il Ash-shahabah (3742,3743,976L), Kitab Bad'u At-Kialq

(3287), Kitab Al-Ist{dzan (6278) dari beberapa jalur hingga ke lbrahim. Silakan baca

Taghliq AtTa' liq (11 / L01)

)r-/u )-#U #i.,iJr +G fr,?{1:rr!.,iJr ii i,ti

619

620 €mmffi&.

ghulam juga boleh ditujukan kepada orang yang sudah besar. Nabi

Shallnllahu Alaihi wa Sallam pemah berkata kepada Abdullah bin Mas-

'ud yang saat itu sedang mengembala kambing di kota Mekah,

p ri'Xut

" Saungguhnya kamu ini seorang anak yang terpelaj ar."

Berdasarkan hal inilah Anas bin Malik mengatakan' r!" g#1 1se-

orang anak dari kalangan kami), maksudnya dari kalangan shaha-

bat atau salah seorang pembantu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Di

dalam riwayat Al-Isma'ili disebutkan, -rt:j{r ,i (darikalangan Anshar),

mungkin ini berasal dari perkataan periwayat hadits yang melihat di

dalam satu riwayat tercantum dengan lafazh:ti. lalu ia menganggap

bahwa yang dimaksud Anas adalah kabilahnya. Kemudian ia meri-

wayatkan hadits ini secara makna dengan mengatakan dari kalangan

Anshar.

Kemudian seluruh shahabat boleh juga disebut sebagai kaum An-

shar, walaupun secara 'urfi kata Anshar khusus untuk Bani Aus dart

Bani Khazraj.

Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "APa-

bila Rasulullah pergi ke WC, aku membawakan untuk beliau satu

wadah air yang beliau gunakan beristinja'."

Boleh jadi anak yang dimaksud di dalam hadits Anas di atas

adalah Abu Hurairah. Kemungkinan ini dikuatkan oleh hadits yang

diriwayatkan A1-Bukhari ketika menyebutkan kisah jin, dari Abu Hu-

rairah bahwasanya ia membawa tempat air untuk berwudhu dan is-

tinja' Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Juga riwayat lain yang tercantum di dalam Shahih Muslim ymrg

menceritakan bahwa Anas menyebutkannya dengan ungkapan anak

kecil. Jadi agak jauh kemungkinan kalau yang dimaksud oleh Anas

adalah Abdullah bin Mas'ud.

Jika demikian kesimpulannya maka maksud perkataan: Yang pa-

ling muda di antara kami, adalah yang baru memeluk agama Islam.

Dalam riwayat Muslim dari hadits Jabir yang Paniang yang ter-

canhm di akhir kitab ini disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallnm pergi untuk buang hajat. Lalu Jabir mengikuti beliau dengan

membawa seember air. Maka anak kecil yang tidak diketahui itu ke-

l

€,nffinr&

mungkinan juga ]abir, tertebih lagi ia seoranS dari kalangan Anshar.

Di dalam riwayat Al-Isma',ili, dari jalur 'Ashim bin Ali, dari syu'-

bah tercantum: 3# 6't n;t '...lialu aku yang saat itu masih anak kecil

mengikuti beliau." Dengan meletakkan huruf waw sebelum kata

rji aan berarti posisinya kata ;# sebagai haal. Hanyl saja Al-Isma'ili

berkomentar bahwa redaksi yang benar adalah fJii 6t (saya dan anak

kecil) yakni dengan waw'athaf-" sampai di sini perkataan Al-Hafizh.

62r

ilrti; i:s

.luc\

9E Jur {* yl

; :;Id d? iv *r fr'rw tl'E ' t o t

j;, i'sr ,iAril '! z:'''Jrk";l ry :iutrg *,i

,

.rt, 0: e jrlVirt'>yt:;1L iloiG;ui'^r:; *A t'f tit ic ?:-)

15\- sulaiman bin Harb telah mmceritalan tepada knmi, ia berkata, syu'bah

telah menceritakan lcepada lami, dari Abu Mu'adz -in adalah 'Atha' bin

AbiMaimun- iaberkata, " Akupernahmendengar Anasberkata, " Apabila

Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, ma-

ka aku dan anak kecil dari lalangan lcami mengikuti beliau dengan mem-

bawa satu wadah 4i7'"5e7

*t+*

597 Telah disebutkan takhriinYa.

€rz&

s.riiai,tt e:6t t :#t F *6.

Bab Membawa Anazah Dan Air Saat lstinja'

c"; ,iv f il'H. tit; ,iG _,,w J H $'";.toY

os :JA *Y S ""t e trg *i +:,i; ,y ld

';'rr;11JG16 

L*,6;irat l;s. #r * )tt * ;nt Jy,

i;t'-^l: ; itt,ru't 'ralt i;s .16u, €:*-i*i.,.Y q.L3y6

L52- Muhammad bin Basysyar telah menceritalan kEadn knmi, in berluta,

Muhammad bin la'far telah menceritalan kepada knmi, ia berlata, Syu'-

bah telah menceritakan kepada lami, ilari'Atha' bin Abi Maimunah, ia

mendmgar Anas bin Malik berlata, "Apabila Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam masukl(e WC, mala alu dan seorang anaklcecil mem-

bawalan satu wadah air dan sebatang 'Anazah,lalu beliau berisntinia'

dengan air."5%

Sanad ini metniliki mutabaa'ah dari An-Nadhfe ilan Syadzan, dari

598 Telah disebutkan takhrijnya.

599 Al-Bukhari Rahimahullah menwayatkannya secara mu'allaq sebagaimana yang

disebutkan dalam Al-Fath (l/252) dan diriwayatkan secara maushul oleh An-Na-

sa'i dalam Sunan-nya (l/42)(45), ia berkata, "Ishaq bin Ibrahim telah menyampai-

kan kepada kami, An-Nadhar telah menceritakan kepada kami, Syu'bah telah

menceritakan kepada kami, dari Atha'bin Abi Maumunah, aku mendmgar Anas

bin Malik berkata, apabila Rasulullah Shallallalu Alaihi wa Sallam mendatangi tem-

pat buang air besar, aku dan seorang anak yang sebaya bersamaku membawa se-

ember air untuk beliau pakai beristinja'.

Silakan baca Taghliq At-Ta'liq (ll/702)

622

€,.mfnr&

Syu'bah.ffi 'Anazah ad.alah tonglut

runcing.

Syarah Hadits

623

yang di ujungnya terdapat besi

Kata tongkat boleh juga diungkapkan dengan bentuk mu'annats

(sehingga kalimatnya menjadi 'alaiha), karena Allah Subhanahu wa Ta-

'alaberhrman, " lLA, '476 "Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku". (QS.

Thaahaa: 18). Allah menyebutnya dalam bentuk muannats. Akan tetapi

penggunaannya disesuaikan dengan benda yang ada'

Hadits-hadits ini menunjukkan diperbolehkannya beristinjak de-

ngan air saja untuk buang air kecil dan air besar. Inilah pendapat yang

rajih, dan pendapat yang dipegang mayoritas umat.601 Telah dikisahkan

dari sebagian ulama zamatt dahulu larangan beristinja' hanya dengan

menggunakan air.5m

Alasan mereka adalah karena orang yang beristinjak dari kotoran

dengan tangannya dengan sengaja menyentuhkan tangannya dengan

benda najis. Karena itulah lebih selamat baginya beristinia' dengan

menggunakan batu. Kalau berstinja' dengan batu maka itu sudah men-

cukupr, dan tidak perlu dengan air. Sebab sebagian besar hadits Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa beliau betistijmar

(berisitinja' dengan menggunakan batu).

Namun yang benar adalah diperbolehkan beristinja' dengan

menggunakan air. Menyentuhkan tangan dengan kotoran bukanlah

tujuan utama, akan tetapi tujuan utamanya adalah untuk menghi-

langkan bukan untuk menempelkannya terus menerus. Seseorang

tidak mungkin menyenttr.hkan tangarmya dengan kotoran lalu mem-

biarkan kotoran tersebut terus menempel padanya, tetapi pastilah ia

akan mengilangkarmya. Ada perbedaan antara yang satu dengan yang

lainnya.ffi

600 Al-BulJrari Rnhimahullah meriwayatk.urnya secara mu'allaq sebagaimana yang di-

sebutkan dalam AI-Fath (l/252) dan ia meriwayatkan dengan musnadnya dalam

kltab Ash-Shalah (500) dari Muhammad bin Hatim bin Bazigh, dari Syu'bah. Sila-

kan baca faghliq At-Ta'liq (ll/102)

601 Silakan baca At-Mughni (1/207), Hasyiyah lbnu 'Abidin (l/338), Syarh Al:Umdah

(l/154) dan As-Sail Allarrar (l/72)

Dikisahkan dalam Al-Mughni (l/207,208) dari Sa'ad bin Abi Waqqash, Ibnu Az-

Zubair,Sa'id bin Al-Musayyab, Atha'dan Hasan. Silakanbaca Mushannaf lbnu Abi

Syaibah (111Y,155)

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah menyebutkan dalam Syarh Al-Mumti' (l/104)

bahwa ljma' ulama ditetapkan setelah itu bahwasanya diperbolehkan mencu-

624 €mnlirui&

Karena itu kami katakan: ]ika seseorang yang sedang berihram

terkena wewangian pada pakaian ihramnya, lalu ia mencucinya/ ma-

ka tidak ada dosa baginya, meskipun ia akan menyentuh wewangian

tersebut untuk mencucinya. Karena ia tidak menyenhrh untuk mem-

biarkannya di tubuhnya, tetapi menyentuh untuk menghilangkannya.

Kami katakan juga: Apabila seseorang menerobos kebun, dan ke-

tika melakukannya ia mengatakan, "Ya Allah, sesungguhnya aku me-

minta ampun dan bertaubat kepada-Mu," la1u ia mencabut tanaman

yang pemah ia tanam, lalu membawanya keluar. Apakah dikatakan,

"Keberadaannya di kebun itu terhitung dosa atas dirinya, atantidak?"

)awabnya, "Tidak", karena ia berada di sana hanya beberapa saat

saja untuk kemudian perg kembali, tidak untuk menetap.

Yang penting, barangsiapa yang menyentuh sesuatu dengan tu-

juan untuk menghilangkannya, maka ia tidak dianggap melakukan-

nya. Akan tetapi ia adalah orang yang menghilangkannya. Sebagai-

mana yang telah jelas.

Untuk masalah ini kami katakan, bahwasanya bersuci dari buang

air kecil dan buang air besar memiliki tiga cara:

. Perlama: Membersihkannya dengan menggunakan batu saja.@

. Kedua: Membersihkannya dengan menggunakan air saja.

. Ketiga: Menggabungkan kedua cara tersebut.

Ada yang berpendapat menggabungkan kedua cara tersebut ada-

lah lebih utama. Ada juga yang berpendapat menggabungkan meru-

pakan perbuatan bid'ah yang tidak disunnahkan, karena tidak ada ri-

wayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menejlaskan bahwa

beliau menggabungkan kedua cara tersebut. Adapun hadits tentang

penduduk Quba' yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu Alaihi wa

Sallam berkata kepada mereka, "sesungguhnya Allah memuji kalian,"

lalu para penduduk Quba'berkata, "Kami menggtrnakan air setelah

menggunakan batu,": adalah hadits yang lemah.60s

kupkan beristinja' dengan menggunakan air saja.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (l/208): "Membersihkannya dengan

batu saja sudah mencukupi. Hal ini tidak diperselisihkan lagi di kalangan ahli

ilmu, berdasarkan hadits-hadits yang telah kami sebutkan. Juga karena hal itu

telah menjadi kesepakatan pada shahabat.

HR. Al-Bazzar (l / l3}QaD.

Hadits ini dicantumkan oleh Al-Haitsam dalam AI-Maima' (l/212) dan ia berkata,

"Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan dalam sanadnya terdapat periwayat bernama

Muhammad bin Abdul AzizbtnAmr Az-Zuhri. Ia dinyatakan sebagai p


Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 14  Sallam menyetujui ber-buatannya itu dan tidak mengingkarinya. Akan tetapi beliau7.€.^Ufnr& 579tidak mensyari'atkan perbuatan ini untuk umat sa tidak denganperkataan meupun perbuatan beliau.B- Persetujuan Nabi Shall… Read More