Syarah sahih Al Bukhari 13

 


ri

nama Al-Muhyi. Srfat Al-Hayyu betada di dalam diri-Nya, siat Al-

Mustahyi berada di dalam diri-Nya, dan sifat Al-Muhyi muta'addi ter-

hadap yang lain.

Berdasarkan hal ini maka tidaklah salah kaidah yang disebutkan

para ulama, yaitu: ]ika suatu nama Allah Subhanahu wa Ta'ala bersifat

muta'addi maka tidak sempurna beriman dengannya, kecuali dengan

mengimani tiga perkara:

o Pertama: Menetapkan bahwa n.rma tersebut adalah salah satu na-

ma Allah.

. Kedua: Menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan sifat tersebut.

o Ketiga: Menetapkan pengaruh atau hukum yang menjadi konse-

kuensi sifat tersebut.

'(f V 'i'r 'it

465 HR. Abu Dawud (1488), At-Tirmidzi (3551),Ibnu Majah (3865), dinyatakan shahih

olehlbnuHibban(2399,2400),At-Hakim (l/497),dnyatakanhasanolehAl-Hafizh

Ibnu Hajar dalam Al-Fath (l/497), Al-Baghawi dalam syarh As-sunnah (v/186),

Al-Arnauth dalam takhrijnya untuk Syafi As-Sunnah, dan Al-Albani dalam Shahih

Al-Jami'(1753).

Hadits lain dalam bab ini diriwayatkan dari Ya'la bin Umayyah secara marfu'

dengan redaksi, "sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Menutupi dosa

narriUa, Allah menyukai 

-malu 

dan tertutup" Al-Hadits. HR. Ahmad (N /224)

(17970), Abu Dawud (4012A013), An-Nasa'i dalam Al-Mujtaba (I/200) dan di-

nyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dala:rrAl-Irwa' (2793)'

dadits yang lainnya juga dalam bab ini diriwayatkan dari Anas fenqan re_daksi,

"sesungguhnya Ritatr Maha Pemalu lagi Maha Mulia. . ." HR' Al-Haki''. (l/497-

498), Al--Bagtr-awi dalam Syarh As-Sunnnh N /186) dan dalam sanadnya terdapat

periwayat fang bemam" Abb"n bin Abu 'Iyas seorang periwayat yang lemah. . .

€'SiLp 535

Al-Hayyu adalah isimlazim (kata bendayau,:tg tidak membuh:hkan

objek), karena itu harus diimani dengan mewuiudkan dua perkara:

o Pertama: Menetapkan nama ini sebagai salah satu nama AUah.

. Kedua: Menetapkan kehidupanbagi Allah.

Akan tetapi Al-Muhyi sebagaimana yang telah Allah tunjukkan

bahwa Dia-lah yang mengidupkan dan mematikan, yang merupakan

sifat Allah dan saya tidak mengetahui bahwa sifat ini tergolong nama

AUah, maka wajib menetapkannya sebagai sifat Allah dan menetap-

kan bahwa sifat ini membutuhkan objek, yaitu Allah menghidupkan

makhluk.

Demikian pula nama As-Samii', kita harus menetapkan bahwa

As-Samii'merupakan salah satu dari nama AUah. Kemudian kita me-

netapkan sifat-sifat yang terkait dengannya yaitu mendengar. Serta me-

netapkan apa-apa yang menjadi konsekwensinya, yaitu bahwa Allah

bisa mendengar.

Perkataan, "Apabila ia melihat air mani." Rasulullah Shnllallahu Alai'

hiwa Sallam mengaitkan kewajiban mandi dengan syarat ia melihat air

mani. Dalam masalah ini laki-laki sama dengan PeremPuan. Apabila

ia mengalami mimpi basah, tetapi ia tidak menemukan bekasnya di

celana, maka ia tidak wajib mandi karena itu hanya sebatas mimpi,

meskipun ia melihat secara nyata bahwa ia telah melakukan sesuatu,

namun tidak ada kewajibanaPa-aPa jika ia tidak mendapati air mani.

]ika ia melihat air mani, tetapi tidak mengingat mimpi basah, na-

mun ia yakin bahwa itu adalah iinabah, maka ia wajib mandi. ]ika ia

tidak yakin tetapi ragu-ragu, maka ia tidak wajib mandi. Karena pada

asalnya ia tetap dalam keadaan suci. Sebagaimana jika ia ragu-ragu

dalam masalah keluamya hadats kecil, maka ia tidak wajib mengu-

langiwudhu.

Periwayat berkata, "IJmmu Salamah menutup wajahnya dan

bertanya, "Wahai Rasulullah apakah wanita juga mimpi basah?" Kata

"rL,At'merupakan kalimat khabar yang ditujukan untuk bertanya, se-

hi^gga secara lengkap kalimat tersebut adalah: "zi)t ii)i" atau me-

nurut pendapat lain ";ilt iil)"?

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Ya,bagaimana kamu ini,

kalau tidak bagaimana mungkin seorang anak mirip dengan Tbunya?"

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberitahukan bahwa wanita juga

mengalami mimpi basah seperti laki-Iaki. Beliau juga memberitahukan

s36 €ilffi,iHt't&

bahwa faktor yang menyebabkan sang anak menyerupai ibunya adalah

karena keluarnya air mani wanita.

]ika ada yang berkata, 'Apakah air mani wanita menjadi sebab jenis

kelamin laki-laki dan wanita anaknya?

Jawabnya, 'Telah diriwayatkan sebuah hadits dari Nabi Shallallahu

Alaihiwa Sallam yang menyebutkan jika sel air mani laki-laki lebih kuat

(lebih unggul) daripada air mani wanita, maka anaknya menjadi laki-

laki, dan jika sebaliknya maka anaknya menjadi perempuan.a6

Namun sebagian ulama menilai hadits ini lemah dari sisi matan-

nya. Mereka berkata, "Sesungguhnya jenis kelamin laki-laki dan pe-

rempuan dikembalikan kepada kehendak Allah sebagaimana yang

disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa TA'ala, "Dia memberilun

anak-anak perempuan kepod, sinpa yang Diakehendaki dan memberilun anak-

anak lelaki kepada siapa yang Dia lcchendaki, atau Dia mmganugerahlun ke-

dua jenis laki-laki dan perempuan (kepaila siapa yang dilcehendaki-Nya), dan

Dia menjadiknn mandul sinpa yang Dia lcehendnki." (QS. Asy-Syuura: 49-

s0)

Sedangkan dalam masalah penyerupaan wajah, hadits ini secara

jelas menyebutkan bahwa wajah anak bisa menyerupai ibunya karena

keluamya mani ibuny a. W allahua' lam.

* # ,)6.) # lr * # ,:-r.ti Gir; ,iu ,Ewts\*. ! r t

;-ilt :r I'L,iG ;ni *'it & lt i;r Li 7i# +r

11 .

€t te u' G.;r'; ,d;3 , ,, / , .

e) ,W, L;-%- \ ;';rt.

P

larut

'+l 

*f

.rt :;iTJ'

'gr 

.r5 iG ,it;3t ,i,1 # €. er ,."-)et f e JAt

C1L..

,tb +t Jrt ,st;i

.:.,- i ,?r.:

CJ L-, Or.l l:-rJ>.s

trs ) ok ii,,

9. J ' V-

1 t , t-

i ,rr S;3u- t;6 .,Wti

Sv .it)3t e ,#) llE'i,

tifi(tft i,t,ia,# e

.lts )

466 HR. Muslim (34)(315)

Sffir& 537

!31^. lsma'il telah menceritalan kepada knmi, ia berlata, Malik telah men-

cerital<nn kepadaku, ia berknta, dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah

bin Llmar, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berknta,

" sesungguhnya ada sebuahpohonyang tidakpernah gugur daunnya dan

pohon itubagaiknn seorang muslim. Cobakalian sebutknn pohon apakah

itu!" Orang-orang mengira bahwa pohon tersebut adalah pohon yang

tumbuh di hutan, sementara menurutku pohon itu adalah pohon kur-

ma. Abdullah berluta, "Tapi aht malu mengatalannya." Para shahabat

berlata, "Wahai Rasulullah beritahulunlah kepada lumi pohon apaluh

itu." Beliau menjawab, "Pohon itu adalah pohon kurmt." Abdullah ber-

lcnta, "Kemudian aht ceritakan kcpada ayahku tmtang jawaban yang

terlintas dalambenakht. Ialu in (Umar) berlcnta, "Seandainya kamu ia-

wab pertanyaan itu lebih aku sukai daripada aku memiliki ini dan itu."167

Dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi Shalkllnhu Alnihi un Sallam

memberikan pertanyaan kepada para shahabat untuk menguji Pema-

haman mereka. Baik berupa teka-teki yang susah ditebak manusia

ataupun yang lairutya.

Hadits ini juga menunjukkan sikap malu di dalam ilmu. Dari

re-daksi hadits dalam bab ini kita dapat menyimpulkan bahwa si-

kap malu dalam ilmu meliputi malu dalam bertanya dan malu dalam

menjawab. Hadits Ummu Salamah menunjukkan malu dalam ber-

tanya, dan hadits Ibnu Umar menunjukkan malu dalam menjawab.

Terkadang seseorang malu hingga ia tidak jadi bertanya, dan terka-

dang seseorang malu hingga ia tidak jadi menjawab. Akan tetapi malu

untuk bertanya lebih besar, karena malu dalam menjawab hingga ia

tidak jadi menjawabnya, maka pertanyaan itu akan dijawab orang

yang menanyakannya, seperti jawaban Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam, "Pohon itu adalahpohon kurma."

Hadits ini juga menunjukkan kegembiraan seorang ayah karena

keberhasilan anaknya. Yaitu pada perkataan Umar, "Seandainya kamu

jawab pertanyaan itu lebih aku sukai daripada aku memiliki ini dan

itu." Hal ini menunjukkan bahwa tidak mengaPa seseorang merasa

gembira dengan keberhasilan anaknya.

Hadits ini menunjukkan keutamaan pohon kurma, karena Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam mengumpamakan pohon ini seperti seorang

muslim. Tidak diragukan lagi bahwa pohon kurma memiliki banyak

467 HR. Muslim (63X2811)

538 €r,m;mts

manfaat dan kegunaan, serta buahnya baik dan manis. Dari sejak zaman

dahulu hingga sekarang manusia memanfaatkan pohon kurma untuk

berbagai keperluan.

€sr&

|tf,uri* i6 Uin:r ,y q6.

Bab Barangsiapa Merasa Malu, lalu la Memerlntahkan Orang

Lain Untuk Bertanya

)Y f ,;*i$t ;rL'>'rt': i 9l '"F rti; :iu;'* tik. t rY

e?.,iv J)L ej i, iy #,-orAt i, #,y ,&r$t

4r-'it e iit J:,s-:ti )yit 5;suilt oib ,;tk'J*',

.ir')t + :iui fi^t ,;ni

132. Musaddad telah menceritalan kepada lumi, ia berkata, Abdullah bin

Dawud telah menceritakan kepafulami, dnri Al-A'masy, dari Munilzir

Ats-Tsauri, dari Mulammadbin Al-Hanafiyah, dari Alibin AbuThalib,

in berlata, " Alcu ailalah seoraflg lelaki y ang bany ak mmgeluarlun madzi,

lalu aku mernerintahlan Al-Miqdad bin Al-Aswad untuk menanyalan

hal itu kepada Nabi Slullallahu Alaihi wa Sallam, lalu beliau berlata, " la

harus berwudhu lcembali. " ffi

[Hadits no: 132 ini tercantum juga pada hadits nomor: 178 dan

2691.

Syarah Hadits

Para ulama berkata, "AIi malu bertanya kepada Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam dikarenakan kedudukan putrinya di mata beliau.a6e

468 HR. Muslim (18)(303)

469 Halini telah diriwayatkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari

(269) dan Muslim (1 4(303).

Silakan baca Syarh An-Nawawi'ala Slahih Muslim (lll/272), Al-Fath (l/379), Al-

lstidzlar $/2A), Syarh Ma'ani Al-Atsr (l/ 47), dan Al'Muhalk (l/1%)

539

540 €mBflI.imt&

Karena Ati bin Abi Thalib adalah suami Fathimah Radhiyallahu Anha.

Sudah dimaklumi bersama bahwa sesuatu yang bakal ditanyakan

adalah sesuatu yang malu jika ditanyakan kepada ayah istrinya'

Berdasarkan hal ini kita katakan: Malu Ali bin Abi Thalib Radhiyalla-

hu Anhu ini sesuai pada tempatnya. Kemudian kami katakan: Rasa ma-

lu itu tidak menghalanginya belajar ilmu karena ia memerintahkan Al-

Miqdad bin Al-Aswad untuk bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam, IaIu iapun menanyakarulya.

Faidah lain dari hadits ini adalah bolehnya beramal berdasarkan

khabar wahid (berita dari satu orang terPercaya) dalam masalah ilmu.

Karena AbRadhiyallahu Anhu memerintahkan Al-Miqdad untuk berta-

nya kepada Nabi shatlallahu Alaihi wa sallam, agar ia mengamalkan

jawaban Nabi shallallahu Alaihi wa sallam yang dibawa oleh Al-Miq-

dad.

Hadits ini menunjukkan bahwa keluamya Madzi membatalkan

wudhu, yaitu pada perkataan Nabi shallallahu Alaihi wa sallam, "la

harus berwudhu kembali."

Hadits ini juga menunjukkan waiibnya berwudhu kembali karena

banyak mengeluarkan madzi. Dasarnya adalah perkataan Ali, "Aku

adalah seorang lelaki ya48 banyak mengeluarkan madzi."

Jika ada yang bertanya, " Apa itu madzi?"

Maka kami katakan: Madzi adalah air lembut yang keluar dengan

sendirinya karena syahwa! di luar kesadaran seseoranS. Madzi tidak

keluar karena penyakit, tetapi karena tabi'at dasar manusia. Ada cai'

ran lain yang keluar karena penyakit dan sebagian manusia mengira

cairan ini adalah madzi juga, namun sebenamya tidak demikian. Bisa

saja seseorang memiliki penyakit di saluran kencing atau saluran mani,

lalu keluarlah cairan yang menyerupai madzi. Cairan inibukan madzi,

namun mereka menyangka itu madzi.

Hukum madzi sama seperti hukum air seni, yaitu wajib mencuci-

nya hingga bersih. Hanya saia untuk air seni, tidak diwajibkan mencu-

ci seluruh dzakar dan dua buah pelir, tetapi wajib mencuci bagian

yang terkena saja. Untuk madzi, diwajibkan mencuci seluruh dzakat

dan dua buah pelir. Sedang apa-aPa yang terkena darinya hanya di-

wajibkan menyiramkan air ke atasnya, tidak diharuskan mencucinya'

Menyiramkan artinya mengguyur air padanya hingga merata tanpa

menggosok.

€,Stt,p

Berdasarkan keterangan ini, maka tingkat najisnya madzi berada di

antara air seni dan air mani.

Mani adalah benda suci tidak diharuskan mencucinya melainkan

hanya sebatas menghilangkan bendanya saja. Sementara air seni ada-

Iah najis, wajib dicuci. sedangkan madzi berada di pertengahan antara

keduanya.

Hikmahnya adalah karena madzi datang disertai syahwat dan

syahwat meringankan sebagiannya. Karena itulatu mani hukumnya

suci, karena ia keluar ketika syahwat sedang memuncak.

fika ada yang bertanya, " Apa hikmah diwajibkan mencuci seluruh

dzakar dan dua buah pelir?"

Kami katakan, "Hikmahnya adalah karena perbuatan itu dapat

menghentikan keluarnya madzi. Apabila seseorang mencuci dzakar

dan dua buah pelimya dan terus menerus membersihkan keduanya

dari madzi, hal itulah yang menyebabkan madzinya berhenti keluar.

54t

€sz&

,ta;Ar ,;Wri#' j, tq

Bab Menyapaikan llmu dan faUyadi dalam Masfid

Au $r; ,lu F A. 4t $'; ,iv y.; il :+-o ;"*. t rr

>v, l:i 'F j.lr 1r ;,r ,7{"A, ir'F# lr * Jy

iw t,ln ii u';u Gi U yt i;: u :iw #"i'

,a;XAt qr.,t*91 '$1 ,U,#3 *'i, ,)b *l

e(G

,

t lzo-r-t

Jt iu: .l'j :Z F'$i 4i ,^i,J"tr ; 1ufur #i ,8,

,Fi ,lir, ,ie g,'3 *'i, * *, i;: ii'l,#';: ,-,i

^r 

Jyi b:y'Ai p ,'Ji';,-L 3t'ot{') .N.b, At

a .,), ',.#i*ar"-v

133. Qutaibah bin Sa'id telah menceritalan kepadaku, ia berlata, Al-Itits

bin Sa'ad telah menyampailun kepada kami, ia berkata, Nafi' maula Ab-

dullah bin Umar bin Al-Khaththab dari Abdullah bin Umar telah men-

ceritakan lcepada kami, dari Abdullah bin Umar, bahwasanya seorang

laki-laki berdiri di masjid dan berlata, "Ya Rasulullah dari mana anda

perintahknn kami untuk mernulai ihram?" Rasulullah Shallallahu Alai-

hi wa Sallam bersabda, "Penduduk Madinah memulai ihram dari Dzul

Hulaifah, penduduk Syam memulai ihram dari luhfah, dan penduduk

Najed memulai ihram dari Qarn." lbnu Umar berknta, Orang-orang

mengatalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabiLa,

"Dan pmduduk Yaman berihram ilai Yalamlam." lbnu Umar berlata,

542

€,Stt,p 543

"Ntmun aku tidak mengingat yang ini dari Rasulullah Shallallahu

Alaihiwa Sallam,"

[Hadits ].33- tercantum juga pada hadits nomor: 1522, L525,1527,

1,528 dan 73341.

Syarah Hadits

Hadits ini berisikan dalil yang menunjukkan berfatwa di dalam

masjid dan bertanya kepada seorang ulama meskipun dengan suara

yang keras dan terdengar orang lain.

Hadits ini juga menunjukkan wajibnya memulai ihram dari miqat

(tempat-tempat) yang telah disebutkan, karena orang yang bertanya

berkata, "Dari mana Anda perintahkan kami memulai ihram?" Ra-

sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Memulai ihram. ."

Berdasarkan hal ini maka kalimat ini berbentuk khabar (kalimat berita)

secara laf.azh dan insyaiyah (selain berita) secara makna, artinya berita

yang bermakna perintah.

lhlal (memulai ihram) adalah mengeraskan suara membaca talbi-

yah. Dalam hadits ini disebutkan bahwa penduduk Madinah memu-

lai ihram dari Dzul Hulaifah yang sekarang ini diberi nama Abyar Ali

(Birr Ali), Hulaifah adalah bentuk tashghir dari Halfa' yaitu pohon

yang tumbuh di gurun pasir. Dzul Hulaifah berjarak delapan sampai

sepuluh marhalah dari kota Mekah. Dzul Hulaifah adalah miqat yang

paling jauh dari Mekah.

Hikmahnya adalah -Wallahua'lam- mendekatkan keistimewaan

Baitul Haram dengan keistimewaan Masjid Nabawi. Ihram adalah

keistimewaan Baitul Haram, dan Dzul Halifah dekat dengan Madinah

sejauh enam mil atau sembilan mil tergantung jalan yang dilewati.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Penduduk negeri Syam

memulai ihram dari Juhfah." ]uhfah adalah sebuah kampung tua. Ke-

tika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang ke kota Madinah -yang

ketika itu sedang terkena wabah demam- beliau berdoa agar wabah

demam kota Madinah dipindahkan ke kota ]uhfah.470 Sehingga ketika

itu penduduk Juhfah meninggalkan kota tersebut dan berubah men-

jadi kota mati. Setelah itu kaum muslimin menjadikan kota Rabigh se-

bagai miqat pengganti ]uhfah, walaupun kota Rabigh sedikit lebih jauh

dari Mekah.

470 HR. Al-Bukhari (1889) dan Muslim (1376)(480)

544 €fflt?dHl'lp

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Penduduk Najed memulai

ihram dari Qarn." Maksudnya Qarn Al-Manazil.

Ibnu Umar berkata, Orang-orang mengatakan Rasulullah Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam juga bersabda, "Dan penduduk Yaman berifuam dari

Yalamlam." Yalamlam adalah nama sebuah lembah atau gunung yang

dilewati penduduk Yaman yang ingin pergi Mekah. Sekarang tempat

itu diberi nama As-Sa'diyah, sebagaimana Qarn Al-Manazil sekarang

ini diberi nama As-Sail Al-Kabir.

Tinggallah miqat yang kelima yaitu miqat penduduk Iraq, yaitu

Dzatu'Irqi.. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menetapkan miqat ini

sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh

para penulis kitab As-Sunan dari Aisyah Rndhiyallahu Anha.a^

Telah diriwayatkan secara shahih dalam Shahih Al-BuWtari bahwa

Umar yang menetapkan miqat tersebut. Ketika kota Bashrah dan Kufah

ditaklukkan, para penduduknya datang kepada Amirul Mukminin

Umar dan berkata, "Wahai Amkul Mukminin, sesungguhnya Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menetapkan Qam sebagai miqat untuk

penduduk Najed, tetapi miqat itu menyimpang jauh dari rute perialanan

kami.menuju Mekah." Umar berkata, "Kalau begitu lihatlah jarak yang

sepadan dengannya pada rute perjalanan kalian." Sejak itulah miqat

Dzatu 'Irqin ditetapkan sebagai miqat penduduk kak.a7z

Hadits ini menunjukkan sikap wara' Abdullahbin Umar Ra dhiy allahu

Anhuma yaitu pada perkataannya, "Orarrg-orang mengatakan

kemudian Ibnu Umar berkata, "Namun aku tidak mengingat yang ini

dari Rasuluil,ah Shallallahu Alaihi wa Sallam."

,$*:i

471 HR. Abu Dawud (1739),An-Nasa',i (v /125) (2652) darihadits Aisyah Radhiyallahu

Anha, iaberkata, "Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam menetapkan miqat Dzatu'Irqin

untuk penduduk Irak.

Asal hadits ini tercantum di Shahih Muslim (18X1183) dari hadits Jabir, hanya saja

periwayat ragu-ragu akan status tnarfu'nya.

Al-Baihaqi (Y /27) jugameriwayatkan hadits ini dari jalur-jalur riwayat yang bagus

tanpa ada keraguan tentang status marfu'nya.

Al-Hafizh berkata di dalam Al-Fath (IIII390): "Hadits ini menjadi kuat dengan

seluruh jalur-jalur riwayatnya."

Hadits ini dinyatakan shahih Al-Alb aruRahimthullah sebagaimana yang tercantum

di dalam Al-Irwa' (999) dan dalam Ta'liq beliau untuk t<rtab As-Sunan.

472 HR. Al-BuLhari (1531)

€ss&

;liU'F\U.*t,q'+i uq6.

Bab Menjawab Pertanyaan Meleblhi Apa Yang Dltanyakan

Y rF irt F ,*6 # ,;i ,t) i1.t tit; 'i6 ifi $'";.trt

,';.i i..r # ,Cv y ,&.i:!Jt,f') .?:., *'i, ,k i;,

i{u fr.; tv yi 3i #i *'a,& ,it*

tOtza..aa.

l't ;;}t l: ,j:t'r)t''11-tt4t'.lt ,f*rat Jli y ,iGI

, j;jAt ;tU,,rnt * 

#,,"3r; j!, H,

134. Adnm telah menya*poit*n bpada lumi, in berknta, Ibnu Abi Dzi'b

telah menyampailan kepada lcnmi, dari Nafi', dari lbnu Umar dari Nabi

Shallallahu Alaihiwa Sallam,luga dari Az-Zuhri, dari Salim, ilari lbnu

Umar dnriNabi Shallallahu Alaihiwa Sallam,bahwasanya seorang laki-

laki bertanya kepada beliau tentang apa yang boleh dipakai oleh seorang

yang sedang berihram? Beliau menjawab, 'Dia tidak boleh memakai

baju, sorban, celana, ihn runtel yang bertopi, tidak juga lain yang su-

dah dibubuhi wars dan za'faran. Iil@ ia tidak memiliki sandal maka in

boleh memakni sepatu khuf, tetapi ia harus memotong sepatu itu hingga

dibawah mata laki."47i

[Hadits no ].34 ini juga tercantum pada hadits nomor: 366,1542,

1838, 5794, 5803, 5806, 5847 dart 58521.

545

473 HR. Muslim (2)$1n)

546 €rm;ruT&

Syarah Hadits

Kesesuaian kandungan hadits ini dengan judut bab sudah tam-

pak dengan jelas, karena orang yang bertanya hanya menanyakan apa

yang harus dikenakan seorang yang berihram. Seandainya jawaban-

nya sesuai dengan pertanyaannya, niscaya beliau akan menjawab, "la

mamakai kain sarung dan selendang." Tetapi Nabi Shallatlahu Alaihi

wa Sallam menjawab dengan jenis-jenis pakaian yang tidak boleh di-

kenakan ketika berihram. Artinya, ia boleh memakai semua jenis

pakaian kecuali pakaian tersebut.

Sehingga jawaban Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih banyak

dari pertanyaan yang ditanyakan. Ini adalah salah satu bentuk pe-

ngajaran yang baik dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Terkadang

Nabi shallallahu Alaihi wa sallam memberikan jawaban lebih banyak

dari pertanyaan yang ditanyakan jika keadaan menuntut demikian.

Untuk hadits ini, dikarenakan pakaian yang tidak boleh dikenakan

Iebih sedikit dari pakaian yang boleh dikenakan, karena itulah jenis

yang disebutkan adalah yang paling sedikit.

Hadits lain yang semakna adalah, ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam ditanya tentang air laut. Apakah air laut boleh dipakai untuk

berwudhu? Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam menjawab,

" Iaut itu suci airny a dan halal banglainya. "aTa

Padahal Nabi Shallallnhu Alaihi wa Sallam tidak ditanya tentang

bangkai binatang laut. Tetapi beliau mengetahui bahwa orang yang

mengarungi lautan membutuhkan makanan, karenanya beliau ber-

sabda, "Bangkainya halal."

Sebagian musuh-musuh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengkri-

tik metode Syaikhul Islam yang menjelaskan panjang lebar dan men-

jawab orang yang datang bertanya lebih banyak dari yang ditanya-

kan. Maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membantah mereka dengan

hadits-hadits ini, ia berkata, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa

474 HR. Ahmad (ll/237)(7233), Abu Dawud (83), An-Nasa'i (I/50)(59), At-Tirmidzi

(69) dan ia berkata, "Hadits hasan shahih," dan Ibnu Majah (386). Hadits ini

dinyatakan shahih oleh !ama'ah, di antaranya Al-Bukhari. Hal ini sebagaimana

yang disebutkan dalam kitab Al-'llal Al-Ksbir (l/t36), Syarh Al-'Ilal tulisan Ibnu

Rajab (IIl574), Ibnu I(huzaimah dalarn Slwhih-nya (111), Ibnu Hibban dalam AI-

Illr,an (1243), dan Ibnu Al-Mundir dalam Al-Austh (U24n

1!-u ;'SY:#

€,tXtt,p 547

Sallam menjawab lebih banyak dari yang ditanyakan apabila keadaan

menuntut demikian."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membahas panjang lebar guna

memaparkan seluruh aspek yang berkaitan antara yang satu dengan

yang lainnya. Karena dengan memaparkan seluruh pendapat yang

menguatkan suatu hukum dapat membuat seseorang memahami

dengan kuat dan pasti dan lebih berfaidah.

Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hendaknya seseorang

menempuh metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Karena

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencukupkan menyebutkan sesuatu

yang bisa diringkas, yaitu pakaiao ya.g tidak boleh dikenakan.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa jika kita berfatwa untuk

manusia tentang pakaian yang boleh dipakai oleh orang yang berihram,

maka hendaknya kita mengatakan seperti apa yang dikatakan Nabi

Shallnllnhu Alaihi wa Sallnm dan berkata, "lartgmt memakai ini dan itu."

Kelima jenis pakaian yang disebutkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

ini adalah pakaian yang tidak boleh dipakai.

Adapun ungkapan para ahli f*th Rahimahumullah yang menga-

takan, "Tidak boleh memakai pakaian yang dijahit." Ada yang menye-

butkan bahwa orang pertama yang mengatakannya adalah seorang

ahli fikih dari kalangan tabi'in, Ibrahim An-Nakha'i Rahimahullah.

Maksud ungkapan ini adalah tidak boleh memakai pakaian yang di-

jahit sesuai dengan bentuk badan atau sesuai dengan bentuk sebagian

darinya. Maksudnya bukan tidak boleh memakai pakaian yang ber-

iahit.

Hanya saja orang awam sekarang ini memahami perkataan ulama,

"Pakaian yang berjahit" artinya pakaian yang ada jahitannya. Hingga

orang-orang datang menanyakan tentang sandal yang berlubang-lu-

bmrg, apakah sandal ini boleh dipakai karena sandal ini ada jahitan-

nya? Sampai-sampai mereka bertanya, "Apakah boleh mengenakan

kain yang ada tambalannya atau selendang yang ada tambalannya,

karena terdapat jahitan padanya, serta pertanyaan lainnya.

Seandainya kita mencukupkan diri menjawab seperti jawaban

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, pastilah kesalahpahaman ini tidak

tedadi. Yaitu hendaknya kita mengatakan, "Iangan memakai lima jenis

pakaian ini."

548 sr.m;ruTs

Sabda Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam,',Baju.,,yaitu baju (kemeja)

yang dikenakan oleh badan, baik potongan untuk bagian atas saja

ataupun untuk seluruh badan.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ,,Sorban.,, Sorban adalah

pakaian yang dikenakan di atas kepala. Akan tetapi menurut As-

sunnah, orang yang berihram tidak boleh menutup keparanya secara

umum/ baik dengan sorban maupun dengan yang lainnya.azs

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Celarta.,, Celana adalah

pakaian yang dikenakan untuk bagian bawah badan yang memiliki

cabang untuk kaki. secara zhahir hadits ini berlaku umum baik celana

paniang ataupun celana pendek. Celana dalam (cawat) termasuk celana

pendek, karena itu ia termasuk pakaian yang dilarang di dalam hadits.

Sabda Nabi Shal/allahu Alaihi wa Sallam, "Tidak boleh memakai

mantel yang bertopi." Para ulama berkataaT6, "Burnus adalah baju yang

memiliki p enutup kepala yang melekat menj adi satu p ada b aju tersebut.

Pakaian ini biasa dikenakan oleh orang Maroko.,,

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Tidak juga kain yang

sudah dibubuhi wars dan za'faran." Y*g telah dibubuhi zoars dan

za'faran dilarang untuk dipakai meskipun kain sarung dan serendang.

wars adalah sejenis tumbuhan bentrarna merah yang tumbuh di yaman

yang memiliki aroma yang sedap. Adapun za'faran sudah jelas, karena

za' far aan termasuk wewangian.

475 Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari (1851) dan Muslim

(1206X93) dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Nabi

shallallahu Alaihi wa sallam berkata tentang seorang lelaki yang berihram yang

terjatuh dari untanya hingga lehemya patah, "Janganlah kalian menutup kepala-

nya, karena ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah."

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (Y /tSI), "Nabi Shallallahu Alaihi wa

S.allam menyebutkan alasan tidak boleh menutup kepalanya agar lelaki itu tetap

dalam keadaan ihramnya. Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa orang

yang sedang berihram tidak boleh menutup kepala."

Ibnu Al-Mundzir berkata dalam Al-ljma'lt"iOS;, "para ulama sepakat bahwa

orang yang sedang ihram tidak boleh menutup kepalanya.,,

Al-Khaththabi berkata dalamMa'alim As-sunan (IIl151) mengomentari hadits bab

ini, "Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Tidak boleh memakai mantel yang

bertopi," merupakan dalil bahwa semua pakaian yang biasa dikenakan manusia

yang menutupi kepala seperti sorban atau topi dan yang semisal keduanya, ser-

ta pakaian yang jarang dikenakan manusia seperti mantel yang bertopi atau

barang bawaan yang dijunjung di atas kepala dan keranjang yang diletakkan di

atas kepalanya, serta yang lainnya yang termasuk menutupi kepala tidak boleh

dikenakary dan jika dikenakan maka ia harus membayar fidyah."

476 Silakan baca Al-Majmu' tulisan An-Nawawi NII/L2n, Hasyiah Ibnu 'Abidin

(ll/489), Syarh Al:Umdah (lll/21) dan An-Nihayaft tulisan Ibnu Al-Atsir (t ;t t .:)

t

€,ffitt& 549

Menurut zhahir hadits, orang yang sedang berihram tidak boleh

mengenakannya sesekali ataupun terus menerus. Berdasarkan hal ini,

maka seorang yang sedang ihram tidak boleh memakai parfum pada

kainnya dan selendangnya. Tidak boleh juga memakai wewangian dan

asap dupa kayu yang wangi, dan lainnya yang termasuk wewangian.

Baik sebelum memulai niat, ataupun setelah berniat.

Para ulama berselisih pendapat apakah seseorang boleh memakai

kain dan selendang yang telah dibubuhi parfum, atau dimakruhkan,

atau diharamkan?az

Pendapat yang paling dekat dengan kebenaran adalah bahwa hal

itu diharamkan. Seseorang tidak diperbolehkan memakai kain dan se-

lendang yang telah dibubuhi parfum, karena Nabi Sftallallahu Alaihiwa

Sallam telah melarang hal itu.178 Sebab jika orang sedang ihram melintas

atau ia melintasi orang yang sedang ihram, pastilah ia tidak mengeta-

hui apakah parfum ini dikenakan sebelum niat ihram atau setelahnya?

Adapun parfum untuk badan, sudah diketahui bersama bahwa

orang yang sedang ihram disunnahkan memakai parfum pada kepala

dan jenggotnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu

Alaihiwa Sallam.an

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Jika ia tidak memiliki

sandal maka ia boleh memakai sepatu khuf." Disebutkan juga dalam

hadits lain, "Tidak boleh mengenakan sepatu khuf."480 Akan tetapi

lafazh ini tidak terdapat dalam redaksi hadits bab. Dalam hadits bab

hanya disebutkan sorban, baju kemeja, celana, dan mantel bertopi,

n:rmun tidak disebutkan larangan memakai khuf.

Sabda NabiShallallahu Alaihiwa Sallam, "Jika ia tidak memiliki san-

dal maka ia boleh memakai sepatu khuf, tetapi ia harus memotong

sepatu itu hingga di bawah mata kaki. " Dalam hadits ini Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam memberi keringanan untuk memakai khuf bagi siapa

saja yang tidak memiliki sandal. Kemudian beliau memerintahkan

memotong khuf tersebut hingga di bawah mata kaki. Berdasarkan hal

ini, apabila seseorang tidak memiliki sandal dan yang sejenisnya, ma-

Silakan baca Al-Umm (ll/L49), At-Tamhid (Il/254), Al-Mughni (II/148), Al-Majmu'

(Vll / 238), dan Al- Mubadd{ (I[ / Bn

Sebagaimana dalam hadits bab ini, ataupun hadits yang lainnya.

HR. Al-Bukhari (1539) dan Muslim (1189X33) dari hadits Aisyah Radhiyallahu An-

ha, iaberkata, "Dahulu saya membubuhi parfum di kepala beliau untuk berih-

ram sebelum beliau memulai ihramnya, dan untuk bertahallul sebelum thawaf

di Katah."

HR. Al-BulJrari (15a2) dan Muslim OlmQ)

477

478

479

5s0 €ilffi,iHt't&

ka ia boleh memakai sepatu khuf. Akan tetapi ia wajib memotongnya

hingga di bawah mata kaki.

Hanya saja perintah untuk memotong ini, beliau ucapkan ketika

di Madinah. Telah disebutkan dalam Ash-shahihain dari hadits Ibnu

Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwasanya ia mendengar Nabi shallalla-

hu Alaihi wa Sallam berkhutbah kepada orang banyak di 'Arafah, beliau

bersabda,

ol- acu ccz

5y*t ,?1w 

"15 V- t ;i Jst,,.tJt ,rw r.,t)t\; t u

"Barangsiapa yang tidak mendapatkan luin (sarung) malu ia boleh memakai

celana, dan barangsiapa yang tiilak mendapatlun sandal mala ia boleh mema-

kni sepatu khuf." Dan beliau tidak memerintahkan untuk memotong-

nya.nt'

Para ulama berselisih pendapat dalam menggabungkan kedua

hadits ini.s2 Sebagian mereka berkata, "Hadits Ibnu Abbas mutlak

sedang hadits Ibnu Umar muqayyad, sehingga hadits yang mutlak

harus dipahamiu berdasarkan hadits yang muqaryad."

Sebagian ulama berkata, "Hadits Ibnu Abbas datang belakangan

yang diucapkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau ber-

khutbah di Arafah. Sebagian besar shahabat belum pemah mendengar

hadits ini di Madinah. Ketika di Arafah berkumpullah sejumlah besar

manusia yang datang untuk mengerjakan Haji dari penduduk Mekah

dan penduduk Tha'if yang belum pernah mendengar perkataan Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam di Madinah. Seandainya memotong sepatu

khuf hukumnya wajib, pastilah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam akan

menjelaskarurya karena penjelasan akan hal ini sangat dibutuhkan ke-

tika itu. Tatkala Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menjelaskannya

padahal hadits Ibnu Abbas datang belakangan dari hadits Ibnu Umar,

maka hal itu menunjukkan bahwa perintah untuk memotong sepatu

khuf hukumnya sudah dihapus.

Inilah pendapat yang benar dan pendapat yang lebih dekat dengan

kaidah-kaidah syari'at. Sebab memotongnya berarti merusaknya, dan

Nabi Shalkllahu Alaihi wa Sallam melarang kita menyia-nyiakan harta.a

HR. Al-Bukhari (1843) dan Muslim (1178X4)

Silakan baca Al-Majmu'tulisan An-Nawawi Nll/tg2), Majmu' Al-Fatawa (l/L95),

Al-Mubaddi' (lll/274), Syarh Al-'Umdah (lll/23), Kasysyaf Al-Qina' Ql/ 426) dan AI-

Furu'(lll/274)

HR. Al-Bukhari (2408 dan Muslim (1715)(10)

481

482

erhrll -Il:iA

KITAB

WUDHU

,rit e;v 6.r[

€1&

Bab Perihal Wudhu

Fir:man Allah Subhanahu wa Ta' ala,

O-IA Jt-'&$; 't*'v. 

' W6 ri'zri Jy ;i tiylj;t; <r-$i q:V

" $Afii f,y ;4,r''&'::r,1#13

"Hai orang-orang yang beriman, apabiln lamu hendak mengeriaknn shalat,

mala basuhlah mulamu dan tanganmu sampai dengan silan, dan sapulah

krpalnmu dan (basuh) kakimu sampai dmgan lcedua mata kaki." (QS. Al-

Maaidah:5)

Abu Abdillah berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelas-

kan bahwa kewajiban dalam berwudhu adalah satu kali satu kali

basuhanae, dan beliau juga pemah berwudhu dua kalias dan tiga

kali basuhanas5, dan beliau tidak pernah menambah lebih dari tiga

kali basuh"r.cz. Aftll ilmu memakruhkan berlebih-lebihan dalam ber-

484 Al-Bukhai Rahimahullah meiwayatkannya secara mu'allaq dengan sighah ja'

zam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Fath (l/232) dan ia Rnhimahullah

meriwayatkannya secara bersambung dalam kitab Slwhih-nya dari hadits Ibnu

Abbas Rndhiyallahu Anhuma (157)

tt85 Al-Bukhai Rahimahullah meriwayatkannya secara mu'allaq dengan sighah jazm

sebagaimana yang tercantum dalam Al-Fath (l/232) dan ia Rnhimahullah mei-

wayatkannya secara bersambung dalam kitab Shahih-nya dari hadits Abdullah bin

Zaid Radhiy allahu Anhu (L58)

486 Al-Bukhari Rahimahullah meriwayatkannya secara mu'allaq dengan sighah iazm

sebagaimana yang tercantum dalam Al-Fath (l/232) dan ia Rahimahullah meti-

wayatkannya secara bersambung dalam Y,rlab Shahih-nya dari hadits Utsman bin

' Affan Radhiyallahu Anhu (159)

487 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath (l/233):

Perkataan, "dan beliau tidak pernah menambah lebih dari tiga basuhan." Yaitu,

tidak ada disebutkan dalam hadits-hadits marfu' tentang tata cara wudhu Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallambahwa beliau membasuh lebih dari tiga kali. Bahkan

telah dinukil daribeliau celaanbagi orangyangmenambah lebih dari tigabasuhan.

Yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dari jalur

552

€*mfrr& 5s3

wudhu dan melarang menyelisihi cara wudhu Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam.ass

Penulis berkata, 'Kitab Al-Wudhu'." Wudhtt' berasal darikata wa-

dhaa'ah yang artinya baik. Salah satu bentuk pemakaiannya adalah

wajhun wadhi'un artinya wajah yang bagus.

Kaitarurya dengan kata asalnya adalah karena wudhu membersih-

kan anggota-anggota tubuh dan membaguskannya. Wudhu member-

sihkan anggota-anggota tubuh dari kotoran jasmani dan rohani. Se-

sungguhnya dosa-dosa dan kesalahan akan keluar bersama tetesan air

terakhir, sebagaimana yang diriwayatkan secafa shahih dari Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam.ase

Kemudian Al-Bukhari Rahimahullah mengawali kitab Al-Wudhu

ini dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Apabila knmu hendak

mengerjalun shalat, mala basuhlah mulumu." Alangkah baiknya jika pe-

nubs Rnhimahullah juga mencantumkan kalimat seruan sebelumnya,

"Hai orang-orang yang beriman."

Firman Allah Subhanahu wa Ta'Ala, "# ttt" artinya apabila kalian

hendak mengerjakan shalat.

Firman A[ah Subhanahu wa Ta'ala, "Maka basuhlah mulamu." Pe-

rintah di sini hukumnya wajib. Wajah adalah apa yang terlihat ketika

berhadapan, batasannya adalah dari telinga hingga telinga, dan dari

pangkal kening hingga bagian Pa1ing bawah dari dagu.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'Aln, "Dan tanganmu sampai dangan

siku." "&-$'r" Aid adalahbentuk jamak d'ari yad; Manusia tidaklah

memiliki lebih dari dua tangan sebagaimana mereka tidak memiliki

lebih dari satu wajah. Namun karena redaksi kalimat ditujukan untuk

jamak, maka perintah ini juga disebutkan dengan redaksi jamak.

Amur bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallamberwudhu tiga kali-tiga kali. Kemudian beliau berkata,

*i;ui 'ni bi 'ti r,; S; ;ti i;

"Barangsiapa yang menambah lebih dai ini atau mengurangi tnakn ia telah furbuat buruk

dan aniaya."

sanadnya bagus. Akan tetapi Muslim memasukkan hadits ini dalam golgngan

riwayat-riwayat Amr bin Syu'aib yang diingkari. Karena secara zhahir, hadits ini

juga berarti celaan bagi yang berwudhu kurang dari tiga kali basuhan." silakan

baca Taghliq At-T a' liq (ll / 96-99)

silakan-baca Al-Mubaddi (I/2oo),Dalil Ath-Thalib (l/16),Manar As-sabil (l/49), Al-

Kafi (l/33), Knsysyaf Al-Qina' (l/103), Al-Mughni (l/298), Al'Maimu' (I/503) dan

Hasyiah Ibnu' Abidin (l / 123)

HR. Muslim (2M)(32)

554 €rffi,iffi't&

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, "*YAt il" ttara|iq ad'alah

bentuk jamak dari mirfaq, yaitu anggota tubuh manusia yang digtma-

kan bertelekan. Mirfaq (siku) adalah sendi yang menghubungkan an-

tara lengan atas dengan lenganbawah.

Ayat ini mengiringi penyebutan tangan dengan siku karena jika

disebutkan tangan secara mutlak, niscaya maknanya menjadi telapak

tangan saja sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah tentang

tayammum : " S ap ulah muknmu dan t ang anmu. " (QS. An-Nisaa': 43). Ayat

tayammum ini tidak menyebutkart, "hingga siku" maka anggota tubuh

yang dibasuh untuk tayammum cukup telapak tangan saja.

Firman Allah Subhanahu rtta Ta'ah, "dan sapulah kepalamu." Ti-

dak disebutkan, "basuhlah' karena kepala tidak wajib dibasuh, ti-

dak dianjurkan, tidak dibotehkan, bahkan dimakruhkan. Kita bisa

mengatakan bahwa, "Barangsiapa yang membasuh kepalanya ketika

wudhu dengan tujuan beribadah, maka wudhunya batal, karena ia

tidak melakukannya seperti yang telah diperintahkan."

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ah, "dan sapulah kepalamu'" Kami

katakan, perintah ini menunjukkan tidak wajibnya membasuh kepala.

Seandainya Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan membasuh kepala,

tentunya hal itu sangat menyusahkan manusia. Sebab jika manusia

membasuh kepala, air akan tetap tersisa di kepala hingga hal itu bisa

mengganggu hingga menyebabkan penyakit terutama di musim di-

ngin. Hal itu dikarenakan meresaPnya air dari kepala ke dalam tubuh.

Karena itulah dengan hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala, Allah

hanya mewajibkan mengusaPnya saja.

Firman Allah Subhanahu ua Ta'ala, "o;At ,)t #it" dengan

mengkasrahkan huruf lam, dan dalam naskah yang lain "$l+'.,i1"

dengan memfathahkan huruf lam. Dengan demikian ada dua cara

l-,2'

membacanya: " ;Si*"rlt"4s dan " rK)|'rit"t1. Orang-orang Rafidhah4e2

lni adalah qira,ah Nafi,, Ibnu'Amir dan Al-Kasaa'i. silakan baca Kitab As-Sab'ahfi

Al-Qiraat (l/242)

Ini adalah qira'ah Ibnu Katsir, Hamzah dan Abu 'Amr. silakan baca Kitab As-sab'ah

fi Al-Qira'at (l/242)

Rafidhah. Dinamakan demikian karena mereka menentang Zaidbin Ali ketika ia

berangkat untuk memerangi Hisyam bin Abdul Malik. Para pengikutnya berkata,

,,Berleipas dirilah dari Asy-syaikhain (maksudnya Abu Bakar dari Umar -po,J)

agar kami ikut bersamamu:' Z^id berkata, "Tidak. Bahkan aku loyal kepada

riereka berdua dan aku berlepas diri dari orang-orang yang berlepas diri dari

keduanya." Mereka berkata, "kahu begitu kami menentangmu," karena itulah

490

491

492

€*mfrrF 555

membacanya dengan kasrah. Mereka berpendapat "Kedua telapak

kaki tidak dibasuh, tetapi cukup diusap. Karena kata arjul dalam ayat

tersebut ma'thuf (dianeksasikan) kepada kata ru'us dengan demikian

amilnya sama, yaitu mengusap."

Ibnu Katsir berkata, "Orang-orang Rafidhah menyelisihi ahlus

sunnah dalam masalah ini, yaitu dalam tiga aspek berikut:

Pertama: Mereka menamakan mata kaki sebagai tulang yang me-

nonjol di tengah punggung telapak kaki. Yangbenar adalah tulang

yang menonjol di bagian bawah betis.ae3

Kedua: Mereka mewajibkan mengusap bagi telapak kaki. Yang be-

nar adalah wajib dibasuh.

Ketiga: Mereka tidak membolehkan mengusap di atas khuf, pada-

hal sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menyebutkan-

nya sudah mutawatir.aea

Sementara qira'ah yang memfathahkan huruf lam "$t:"ri1" 

^"n-

jadikan kata ini ma'thuf terhadap kata "lSj,tli". Sehingga artinya: Ba-

suhlah kaki kalian.

Para ulama yang belpendapat wajibnya membasuh kedua kaki

berselisih pendapat bagaimana menafsirkan qira'ah yang mengkas-

rahkan huruf lam?

Ada yang berpendapat Dikasrahkan karena muiawarah (berse-

belahan). Sebagaimana perkataan orang Arab: Hadza huiru dhabbin

mereka dinamakan Rafidhah. Mereka adalah orang-orang yang menetapkan

adanya keimaman berdasarkan logika. Mereka menetapkan keimaman Ali dan

bahwasanya pengangkatannya telah ditetapkan berdasarkan nash. Mereka

menetapkan bahwa para imam adalah ma'shum (terjaga dari kesalahan), dan

mereka berpendapat Ali lebih utama dari shahabat yang lain. Mereka berlepas

diri dari Abu Bakar dan Umar dan sejumlah besar shahabat. Mereka bependapat

orang mati bisa hidup kembali, dan bahwasanya umat ini telah murtad karena

telah menolak keimaman Ab Radhiallahu Anhu. Silakan baca perincian madzhab

Rafidhah dalam Al-Burhan fi Ma'rifah'Aqa'id Ahli al-Adyan (hal 36), I'tiqadat Firaq

Al-Muslimin wa Al-Musyrikin (hal 77 -78) dan Risalah fi Ar-Radd 'ala Ar-Rafidhah (ll.a.l

65-67)

Al-Ashma'i telah mengingkari definisi mata kaki sebagai tulang yang menonjol di

punggung telapak kaki. Silakan baca Lisan Al-Arab (w 1 .:l;

An-Nazhim Rahitnahull ah berkata :

Termasuk ladits mutawatir ailalah "barangsiapa yang berdusta," (atas nama Nabi -pent)

"barangsiapa yang mendirikan satu rumah karena Allah, dan mengharap pahala,"

Juga "melihat Allah, syafa'at, dan telaga Nnbi,"

Serta "mengusap Hruf," dan itulah sebagian dai hadits mutawatir

Silakan baca Syarh'Aqidah Ath-Thaluwiyah (hal 386) dan Al-Mughni (l/359)

s56 €rmmr&

kharibin, dan yang benar kharibun. Karena kata khirab untuk hujr, bu-

kan untuk dhabb. Tetapi orang Arab membacanya kasrah karena ia

mujawarah dengan dhabb. Sebagaimana na'at mempengaruhi kata yang

ada setelahnya, maka demikian pula athaf mempengaruhi kata yang

ada setelahnya.

Akan tetapi pendapat ini tidak benar, karena tidak boleh menafsir-

kan AlQur'an dengan kaidah bahasa Arab yang keliru. Padahal Allah

Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dengan bahasa Arab yang jelas. " (QS,

Asy-Syu'ara: 195)

Ada yang berpendapat: Dibaca demikian sebagai mubalaghah da-

lam meringankan basuhan. Sehingga artinya: Basuhlah kaki kalian

dengan basuhan yang ringan seperti mengusap, karena biasanya ma-

nusia berlebihan dalam membasuh kedua kaki melebihi membasuh

anggota wudhu yang lain, dengan alasan kaki lebih sering bersentu-

han dengan kotoran atau yang semisalnya.

Ada juga yang berpendapat {an ini adalah pendapat yang benar-

bahwa kedua qira'ah itu diperuntukkan bagi dua kondisi. Kedua kon-

disi ini telah dijelaskan dalam sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:

Ketika seseorang menutupi kakinya dengan sepatu khuf atau kaus

kaki, maka kata arjul, mn'thuf kepada kata ru'us, sehingga artinya:

Usaplah kaki kalian, yaitu usap di atas khuf atau kaus kaki.

Sedangkan dengan qira'ah yang memfathahkan lam dipertrntuk-

kan ketika kaki terbuka, tidak terbungkus. Sehingga dalam kondisi ini

kewajibannya adalah membasuh. Jadi kata arjul, mn'thuf kepada kata

wujuhakum.

Inilah pendapat yang benar, karena Al-Qur'an ditafsirkan dengan

As-Sunnah. Apabila Nabi Shallnllahu Alaihi wa Sallam telah menafsirkan

hal ini dengan perbuatan, bahkan dengan perkataan beliau Shallallnhu

Alaihi wa Sallam, maka jelaslah penafsirannya. Telah diriwayatkan se-

cara shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa pada suatu

ketika beliau bepergian bersama para shahabatnya. Kala itu mereka

mendapat waktu shalat Ashar sudah sampai dipenghujungya.Maka

merekapun berwudhu dengan membasuh kaki mereka. Namun se-

bagian mereka ada yang mengusap dan sebagian lagi ada yang mem-

basuh sebagian kaki saja. Lantas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamber-

seru dengan suara yang keras,

€.ntr#ru&

"Celalalah tumit (tidak tersentuh air wudhu) karena jilatan api nerakn."aes

557

)6t q jvLfl.J',

,+rTrt

495 HR. Al-Bukhari (165) dan Muslim (242) (28)

€z

Bab Shalat tidak diterima tanpa bersuci

p

#

,iC :f:11 ;t u'Fi ,JG glr-tr -4t';.l, il 3#\rr- . t ro

J;3 iS ,ira?;y 6 sr;fr ^f+ r*; ,r'# (1;i

.va'; ,-? L-ci ;;>,* Ji: t ,'P) 4r-'i, 'v ll

'ri;t^; :lG t;';i (t u ,>'-rAt Y :o3rrZ ,t Jn: ju

L35. lshaq bin lbrahim Al-Hanzhali telah menceritakan kepada kami, ia ber-

lata, Abdurrazzaq telah mengabarlun kepada lami, ia berknta, M7'mar

telah mengabarlan kepada knmi, dnri Hammam bin Munabbih bahwa

in mendengar Abu Hurairahberkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam bersabila, 'Tidak diterima shalat orang yang berludats hingga ia

berwudhu." Seorang lelaki dari Hadhramaut bertanya, "Apa itu hadats

wahai Abu Hurairah? " Abu Hurairah meniawab, " Kentut yang berbunyi

ilan kentut tidak berbunyi. " ua

[Hadits 135 - tercantumiuga pada hadits nomor: 69541 .

Syarah Hadits

Al-Bukhari Rahimahullah membuat iudul bab lebih umum dari

kandungan hadits. Alasannya adalah karena perkataary "tanpa bersu-

ci," mencakup bersuci dari janabah dan bersuci dari hadats kecil.

Sedangkan hadits ini menyebutkan tentang orang yang berhadats de-

I

I

'J +[

.Lt'*

495 HR. Muslim (225)(2)

558

€',.nfinuS 559

ngan hadats kecil. Sepertinya dengan judul ini Al-BukhariRahimahullah

mengisyaratkan sebuah hadits yang diriwayatkan dengan laf.azh,

" Allah tidak menerima shalat yang dilcerialan tanpa bersuci'"ae7

Apabila beliau tidak mengisyaratkan hadits ini, berarti ia me-

ngambilnya dari qiyas (analogi), sebab apabila shalat tidak diterima

dari seorang yang berhadats kecil, maka lebih utama lagi tidak diteri

ma dari orang yang berhadats besar.

Pertanyaan lelaki Hadhramaut tentang hadats adalah pertanyaan

yang hakiki, karena terkadang kata hadats disebutkan untuk melam-

bangkan hadats malcnawi, seperti pada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam,

G* asr ,y'b, :p

" Allah melalcnat orang yang membuat kerusalan di mulcn bumi'"[ss

Dan terkadang kata hadats disebutkan untuk melambangkan ha-

dats hissi.

Dengan demikian pertanyaan lelaki Hadhramaut ini adalah per-

tanyaan yang hakiki. Kemudian Abu HurairahRadhiyallahu Anhu men-

jelaskan maknanya dengan permisalan. Abu Hurairah tidak menSa-

takan bahwa maksudnya adalah hadnts hissi, tetapi ia mengatakan,

"Kentut yang berbunyi dan tidak berbunyi."

EusLa'adalah kentut yang keluar tanpa bunyU dan dhuraaf kentut

yang kelur disertai bunyi. Perkataan ini merupakan penjelasan makna

dengan menyebutkan Permisalan.

Hadits ini menunjukkan bahwa tidak mengaPa seseorang menye-

butkan sesuatu yang membuat malu jika disebutkan, untuk suatu

manfaat dan tujuan tertentu. Tidak seharusnya seseorang dicela jika

ia mencoba mendefinisikan sesuatu yang belum diketahui dengan

definisi yang membuat malu jika disebutkan, bahkan hendaknya di-

katakan bahwa shahabat Nabi Shallallahu Ataihi wa Sallamjuga pernah

melakukan yang demikian.

sabda Nabi shallallahu Alaihi wa sallam, "Tidak diterima shalat

orang yang berhadats hingga ia berwudhu." Kalimat "Tidak diteri-

HR. Muslim (224)(l\

HR. Muslim (1978)(43)

tl oi)P -*u/

497

498

560 €rmrurs

ma" di dalam hadits ini maksudnya ditolak. Ada juga kalimat "tidak

diterima" yang maksudnya pahalanya tidak ada. Semua itu tergantung

perkara yang disebutkan di dalam nashnya.

Apabila kalimat tersebut menafikan diterimanya suatu amal kare-

na adanya penghalang atau luputnya syarat, maka menafikan diteri-

manya suatu amal di sini bermakna ditolak. Artinya amalan terse-

but tertolak, dan ia harus mengulanginya lagi dengan tata cara yang

benar.

]ika penafian diterimanya suatu amal dikarenakan adanya per-

kara lain yang terpisah dari ibadah, maka maksudnya adalah mengha-

puskan pahalanya meskipun amalan tersebut sudah menggugurkan

kewajibannya.

Dalam hadits ini penafian tersebut maksudnya adalah menafi-

kan sahnya amalan, karena sebagaimana disebutkan bahwa penafian

tersebut dikarenakan luputnya suatu syarat, yaitu bersuci.

Demikian juga halrrya jika kamu berkata, "Tidak diterima shalat

orang yang tidak menghadap Kiblat." Maka kita katakan bahwa pe-

nafian di sini adalah penafian sahnya amalan.

Adapun jika kamu berkata, "Allah tidak menerima shalat sese-

orang yang meminum khamer selama empat Puluh }rtari."ae

Maka penafian ini tergolong penafian pahala. Artinya seseorang

diberi hukuman dengan penghapusan pahala shalatnya selama empat

puluh hari, dikarenakan telah minum khamer."So

HR. Ahmad dalam Musnad'nya (ll/197)(6854), At-Tirmi&i (L862),Ibnu Majah

(3377),danAn-Nasa'i (7680\.SyaiLhAI-AlbaruRahimahullahdalamta'liqnyauntuk

kitab Sunan lbnu Majah berkata, 'Shatrih.'

Permisalan yang lainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim Rahi-

mahullah (2230)(i25), dari sebagian istri Nabi slallnllahu Alaihi wa sallam, dari Nabi

Shallaltahu Alaihi wa Salhm, bahwasanya beliau bersabda,

ulalillry't d Ji p za U du: GtY ;i ;;

,,Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal,lalu ia menanyakanientang sesuatu, maka

ttutak diterima shalanya selama empat puluh han."

An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (VII/486): "Tidak diterima shalatnya,

artinya ia tidak mendapatkan pahala dari shalatnya. Meskipun shalatnya sudah

mencukupi untuk menggugurkan kewajibannya, dan ia tidak diwajibkan lagi

mengulangi shalatnya."

€3

t,<'jt tfi b 3;;,tJ

Bab Keutamaan tfludhu Dan Cahayasol Pada Waiah, Tangan Dan

Kaki Karena Bekas Wudhu

&

'i,t:*) S.ai *u.

c,

'r J-ra .,-Utj ,r j$rf

':ilt )vt q

ck :jv

'5j il e.c?.rr1

',f:;J ty yEt & {ti;r; ii itt

jtilt li" ,b. 11 E {i;;t

P "E;i.i 4 e q.i:i6 At -; # i\ i

,iri #, * nt -v glt c;; jt,i6'*'F,'-.;,'ir

136. Yahyit bin Buluir telah menceritakan k poda kami, ia berluta, Al-Laits

telah menceritalan kepada kami, dai Ktalid, ilari Sa'id bin Abi Hilal,

dari Nu'aim Al-Mujmir, ia berlata, "Aht naik ke atap masjid bersama

Abu Hurairah, lalu ia berwudhu kernudian berkata, "Aku mendcngar

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya umatku

alan dipanggil pada hari kiamat nanti dengan cahaya paila wajah, tangan

dan lcnki karena belus wudhu." Siapa saja dari lumu yang bisa memper-

501 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahbetkata dalam Al-Fath (l/235): "Demikianlah

yang tercantum dalam mayoritas riwayat, yaitu dengan rafa'.Disebutkan dalam

bentuk hikayat, seperti yang diriwayatkan dalam sebagian jalur hadits "Kalian

adalah orang-orang yang bercahaya wajah, tangan dan kakinya" riwayat ini ada

dalamshahih Muslim. Atau huruf wawu di sini adalah waw isti'nafiyalr dan kalimat

it1*-.:t I' k"drdrrk"nnya mubtada', khabamya tidak disebutkan, dan perkiraan

khabar adalah, "mereka memiliki keutamaan" atau khabamya adalah perkataan

"dari bekas-bekas air wudhu." Dalam riwayat Al-Mustamli tertulis, "wal ghurril

muhajjaliin", athaf kepada kata wudhu, yakni 'Keutamaan wudhu dan keutamaan

orang-orang yang bercahaya pada wajah, tangan dan kakinya" sebagaimana yang

ditegaskan oleh Al-Ashili dalam riwayatnya."

561

562 €mm[.;mt&

luas c ahay any a, maka hendakny a melahtkann! a.'soz

Syarah Hadits

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "sesungguhnya umatku"'

Maksudnya umat yang menerima dakwah beliau.

sabda Nabi shallallahu Ataihi wa sallam, "Akan dipanggil pada hari

kinmnt" yaitu diseru. sebagaimnna firman Allah subhanahu wa Ta'ala,

,,(lngatlah) suatu hari (yang di hari itu) Knmi panggil tiap umat dengan pe-

mimpinnya' (QS. Al-Israa': 71). Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfir-

mmt, "DAfl (pada hari itu) knmu lihat tiap-tinp umat berlutut. Tiap-tiap

umai dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnyl." (QS. Al-Iaatsiah:

28) yang artinya mereka akan diadili antar sesama mereka dengan kitab

yang diturunkan kepada mereka, dan diputuskan dengan kitab amalan

mereka. Karena masing-masing umat memiliki dua kitab. Sebuah kitab

yang diturunkan kepada mereka sebagai syari'at a}ama, dan sebuah

kitab lagi yang dituliskan untuk mereka sebagai catatan ganjaran dan

kebaikan, seperti yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa

TA',alA, "Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya

(sebagaimana tetapnya lalung) pada lehernya. Dan Knmi keluarkan baginya

pada hnri kiamat sebuah kitab yang diiumpainya terbuka." (QS. Al-Israa',:

13)

Pada hari kiamat mereka akan dipanggil dengan kitab mereka dan

pemimpin mereka, yang telah diturtrnkan trntuk mereka dan ditulis-

kan untuk mereka.

Sedangkan umat ini akan dipanggil dengan sifat ini yaitu cahaya

pada wajah, tangan dan kaki karena bekas wudhu.

Sabda Nabi Shallallahu Ataihi wa Sallam, "t'",,i" Ghurran adalah bentuk

jamak dari kata agharr. Ghurrah artinya warna putih di wajah kuda.

Wama putih ini bukan cacat atau penyakit, akan tetapi putih bercahaya

yang terpancar karena bekas wudhu. Mereka akan dikenali dengan

cahaya ini. Nabi Shallatlahu Alaihi wa Sallam bersabda,

s *t,>tr:of r,n

"Ciri-ciri yang tidak ada pada umat selain lalian."s$

siimaa artinya ciri-ciri, yang tidak ada pada selain umat ini.

502 HR. Muslim (246)(34)

503 HR. Muslim (247X37)

€*n-r&

Sabda Nabi Shallnltahu Alaihi wa Sallam, "'rW" Makna tahjiil di

sini adalah putih di kedua sisi kaki dan tangan. Telah diketahui bersama

bahwa wudhu juga membasuh kedua mata kaki, dan kedua siku pada

lengan. Nanti pada hari kiamat anSSota-anggota tubuh ini akan datang

dengan wama putih yang memancarkan cahaya. Sesungguhnya semua

manusia pada hari kiamat nanti dibangkitkan dalam keadaan telan-

jang dan tidak berpakaian. Sehingga cahaya ini akan tampak dengan

jelas. Mereka akan dipanggil pada hari kiamat nanti dengan melihat

tanda ini.

Sabda Nabi Slrallallahu Alaihi wa Sallam, "lcnrena bekas wudhu."

Artinya dari bekas basuhan wudhu. Karena anggota hrbuh ini di-

bersihkan dengan air wudhu dari segala kesalahan.

Perkataan, "Siapa saja dari kamu yang bisa memperluas cahaya-

nya, hendaklah melakukannya." Yang benar adalah perkatan ini bera-

sal dari Abu Hurairah yang dimasukkan ke dalam hadits. Perkataan

tidak mnngkin berasal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

sebab perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam langsung di-

tetapkan sebagai hukum. Ciri ini merupakan salah satu tanda lemah-

nya perkataan yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam. Salah satu cacat yang digunakan untuk mendeteksi kekeli-

ruan pada hadits adalah perkataan yang tidak dijadikan hukum. Apa-

bila suatu perkataan tidak dijadikan hukum, maka jelaslah bahwa

perkataan itu bukan ucaPan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Cahaya pada wajah tidak mungkin bisa diperluas selama-lamanya,

karena anggota wajah telah ditetapkan batasan-batasannya. Lalu apa-

kah mtrngkin wajah bisa diperluas?! Dengan demikian dapat diketahui

bahwa perkataan ini tidak termasuk ucaPan Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam.Inilah kesimpulan yang diisyaratkan Ibnul Qayyh Rahimahullah

dalam kitab An-Nuniyah, ia berkata:

Abu Hurairah mengatakan ini darikantungnya sendiri

Kemudian para ulama memisahkannya darihadits

Iagipula, meluasknn cahaya wajah tidak mungkin dilakukan

Danhal ini dapat dilcetahui dengan ielassM

Kaidah yang saya isyaratkan

yang tidak sesuai dengan disiplin

dari ucapan Rasulullah Shallallnhu .

ini adalah bahwa segala sesuatu

ilmu, maka hal itu tidak berasal

Alaihi wa Sallam. Kaidah ini dapat

s63

5M Syarh Qashidah lbnul Qayyim (IIl541)

564 €ilffidHt't&

digunakan untuk hadits ini maupun untuk yang lainnya. Salah satu

'permisalan yang lainnya adalah hadits, "Thawaf di Ka'bah adalah

shala! hanya saja Allah membolehkan berkata-kata padanya."ss KaIi-

mat ini bukan perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kare-

na berseberangan dengan disiplin iLnu dan tidak bisa dipertanggung-

jawabkan.

Penyebabnya adalah: Perkataan ini menunjukkan bahwa tidak

ada yang membedakan antara keduanya (thawaf dan shalat) kecuali

berbicara. Padahal sebagian besar hukum thawaf tidak sama dengan

shalat. Dalam thawaf manusia diperbolehkan berbicara, dan dalam

shalat tidak diperbolehkan. Shalat dimulai dengan takbir dan diakhi-

ri dengan salam, serta wajib membaca surat Al-Fatihah, sedang pada

thawaf tidak diwajibkan. Shalat batal karena makan dan minum, se-

dang thawaf tidak batal kerenanya. Shalat batal karena tertawa ter-

bahak-bahak, sedang thawaf tidak batal karenanya. Shalat harus di-

kerjakan dengan memakai pakaian yang bersih, sementara tidak ada

dalil yang menunjukkan syarat ini untuk thawaf. Serta lain sebagainya

yang membuktikan bahwa thawaf tidak sama dengan shalat.

Oleh karena itu, apabila seseorang mencertnati hadits ini, nisca-

ya ia mengetahui bahwa perkataan itu bukan berasal dari Rasulullah

Slwllatlnhu Alaihi wa Sallam,karena tidak disyaratkan bersuci untuk tha-

waf.

Adapun Nabi shallallahu Alaihi wa sallam melarang Aisyah thawaf

di Ka'bahs6, adalah karena suatu sebab. Yaitu karena orang haid tidak

diperbotehan masuk ke dalam masiid, yaitu berdiam di dalam masjid.

Demikian juga Shafiyrh y*8 bertanya tentangnya, "Apakah dia

menghalangi kami?"so wanita yang sedang haid tidak boleh bertha-

wa! karena ia tidak boleh masuk di dalam masiid. Sehingga ber-

diamnya ia di dalam masiid adalah perbuatan yang diharamkan. Ia

HR. At-Tirmidzi (960), An-Nasa'i N /ZZZI,Ibnu I(huzaimah (2739), Ad-Darimi

(1854), Al-Hakim (I/459X1686) dan Al-Baihaqi (V/85).

Al-Hakimberkata,"sanad-nya shahih, namun keduanya tidak mengeluarkannya."

fama'ah tidak memberikan komentar untuk perkataannya, dan Adz-Dzahabi

menyetujuinya.

Ibnu Al-Turiimani berkata dalam Al-Jauhar An-Naqi (v /85), "Atha' adalah pe-

riwayat yang dikomentari ulama, dan hafalannya kacau pada akhir usianya. Ini-

t"h i*g me-nyebabkan para ulama berselisih tentang statusnya. Hadits ini telah

diriwayitkan bleh squmlah orang dari Thawus, dari Ibnu Abbas secara mauquf,

sebagaimana yang telah dijelaskan Al-Baihaqi

HR. Al-Bukhari (294) dan Muslim (1211X119)

HR. Al-Bukhari (533) dan Muslim (1211)(3U)(I/9e)

506

fi7

€'nnffnr& 56s

tidak diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya untuk melakukan tha-

waf, karena itu amalannya tertolak.

Pendapat yang kami sebutkan ini adalah pendapat yang dipilih

Syaikhul Istam Ibnu Taimiyah.s$ WalauPun demikian, kami menyaran-

kan kepada manusia untuk melakukan thawaf dalam keadaan bersuci,

berdasarkan alasan-alasan berikut ini:

Pertama: Karena thawaf termasuk berdzikir kepada Allah. Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada orang-orang yang mengu-

capkan salam kepada beliau dan beliau baru membalasnya setelah

bertayammum,

eiw I

Gt

.O

,'G \1.

'ity\iii ul

"sesungguhnya aku tidak suka manyebut nama Allah melainlcan dalam kea-

daanbersuci."s@

Kedua: Karena perbuatan ini telah dicontohkan Rasulullah Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam. Setelah berthawaf Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

mengerjakan shalat dua raka'at di belakang Maqam Ibrahimslo, dan ti-

dak ada diriwayatkan bahwa beliau berwudhu setelah selesai thawaf.

Ketiga: Inilah pendapat yang lebih selamat untuk diamalkan, se-

bab dengan begitu kita telah keluar dari perselisihan jumhur ulama.slr

Malmu; Al-Fa tawa(XXl/273). Syaikhul IslamlbnuTaim iyahRahimahullahber-kata,

"Orang-orang yang mewajibkan wudhu untuk berthawaf tidak memiliki hujjah

sama sekali. Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang menyampaikan dari Nabi

Stullatlahu Alaihiwa Sallam dengan sanad shahih dan tidak pula dengan sanad dhaif,

bahwasanya beliau memerintahkan wudhu untuk mengerjakan thawaf. Padahal

kita mengetahui bahwa beliau pernah mengerjakan haji bersama rombongan yang

besar dan beliau telah mengerjakan umrah berkali-kali bersama orang-orang.

Seandainya wudhu diwajibkan untuk thawaf, pastilah Nabi Shalbllahu Alaihi wa

Sallam akan menjelaskannya kepada khalayak ramai. Seandainya beliau pemah

menjelaskannya pastilah kaum muslimin akan menyampaikan hal itu dari beliau,

dan tidak mungkin melengahkannya. Hanya saja telah diriwayatkan secara sha-

hih dalam kitab Ash-Shahih, bahwasanya beliau berwudhu untuk mengerjakan

thawaf. Namun hadits ini saja tidak bisa menunjukkan kewajibannya. Sebab beliau

biasa berwudhu setiap kali hendak shalat. Beliau pemahtersa?d?, 

,..

e')W i S; b.rii ii ui j

"Aht tid4k sulu menyebut tutru Allah dalam kendaan tihak birsuci." IGrma itu Seliau

bertayammum hanya untuk menjawab vhm."

HR. Ahmad dalam Musnad-nya (V/80X20760), Abu Dawud (17), Ibnu Majah (350),

dan An-Nasa'i $/3n. Syaikh Al-Albani berkata dalam ta'liqnya untuk Sunan Abu

Dawuil, "Shahih."

HR. Al-Bukhari (395, 1623, 1.627, 1&5,'I,.&7, 1 793) dan Muslim (1 234) (1 89)

Silakan baca Al-Mubadd{ (lll/221), Al-Furu' (lll/371), Al-lnshaf (l/222), Al-Mu'

hadzdznb (l/227), Al-Majmu' (Vm/14-15), Hasyiah lbnu 'Abidin (l/292) dan AI-

Mabsuth (IVl38)

510

511

s66 €mmniffi't&

Namun terkadang seseorang tidak bisa memfatwakan bahwa wudhu

disyaratkan untuk thawaf. Misalnya ada seseorang yang berhadats

ketika berada di tegah kerumuman manusia ketika thawaf Ifadhah.

Kemudian setelah ia keluar dari kerumunan manusia dan kembali

kepada keluarganya, ia datang dan menanyakan hal tersebut. Dalam

kondisi ini, memerintahkan orang itu untuk mengulangi thawafnya

merupakan hal yang sangat sulit. Sebab membebani dengan beban

berat seperti itu membutuhkan suatu nash yang jelas yang dapat di-

pertanggungjawabkan di hadapan Rabb Azza wa Jalla.

Tidak boleh membebani hamba-hamba Allah dengan kesulitan

seperti itu tanpa ada dalil pasti yang menjelaskannya, karena itu kami

katakan kepada manusia, "Janganlah kalian thawaf kecuali dalam

keadaan bersuci." Apabila mereka bertanya kepada kami sebelum

melakukan thawaf, maka kami katakan, "Bersucilah kalian." Namun

apabila salah seorang mereka berkata, "Demi Allah, saya telah berha-

dats di tengah kerumunan manusia, dan sangat sulit untuk keluar

untuk berwudhu kembali." Maka kami katakar! "Tidak mengapa,

thawaf anda sudah sah." Sebab tidak ada dalil kewajiban bersuci un-

tuk thawaf yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Rabb

Azza wa Jalla pada hari kiamat nanti.

Hadits ini mengand.*g dalil penetapan adanya kebangkitan pa-

da hari kiamat, yaitu pada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Se-

sungguhnya umatku akan dipan ggil."

Hadits ini juga mengandung dalil bahwa masing-masing umat

bebeda-beda kondisinya ketika itu. Dasamya adalah sabda Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya umatku akan dipanggil."

Serta sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits

shahih,

.) .:25,95,>.]ta

"Ciri-ciri yang tidak ada pada umnt selain lcalinn."'l2

Hadits ini menunjukkan keutamaan wudhu.

Hadits ini mengandr.g anjuran untuk menyempurnakan wudhu.

Apabila kamu melakukannya maka kamu akan datang pada hari kia-

mat dengan cahaya wudhu y.Ing sempuma.

512 Telah disebutkan takhrijnya

./q

Bab Seseorang Tidak (Mengulangi) Wudhusl3 Karena Ragu

Hingga Yakin (Wudhu Sudah Batal)

.t r;z- n 'ti Sx" ,t

'..iJ-:.. Jl

,1o . , . . / a,ur*e :Jw ;)-LSr

L*..r ,

513

514

737. Ali felah menceritaknn kepada kami, ia berknta, Sufyan telah mencerita-

kan kepada kami, ia berkata, Az-Zuhri telah menceritakan kepada ka-

mi, dari Sa'id bin Al-Musayyab.sta Dan dari Abbad bin Tamim dari

pamannya bahwa ada seorang lelaki yang mengadu kepada Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa sepertinya ia merasalan sesuatu

(buang angin) ketika shalat. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/237), "Perkataan

1.7(;: Oibaca dengan tanwin. &';- i ): Dibaca dengan memfathahkan huruf

awalnya, dalam bentuk kata ke4a transitif."

Al-Hafizh Ibnu Hajar fuhimahullah berkata dalam Al-Fath (l/237), "Perkataan,

( 'V .*t ): merupakan athaf @erkaltan) kepada perkataan: "dari Sa'id bin Al-

Musayyib", dalam riwayat Karimah terjadi kesalahan dengan tidak tertulisnya

huruf waw. Karena Sa'id tidak punya riwayat dari Abbad sama sekali. Kemudian,

guru Sa'id kemungkinan adalah paman Abbad, kelihatannya mereka berdua

meriwayatkannya dari pamannya, yaitu paman Abbad. Dan kemungkinan juga

tidak disebutkan, sehingga termasuk riwayat mursal Sa'id bin Al-Musayyib. Ke-

mungkinan pertama inilah yang dipegang oleh para penulis kitab-kitab athraaf.

Sementara kemungkinan kedua dikuatkan dengan riwayat Ma'mar dari Az-

Zuhri, dari Ibnu Al-Musayyib, dari Abu Sa'id Al-Khudri, yang diriwayatkan oleh

Ibnu Majah. Para perawinya tsiqah, akan tetapi Imam Ahmad pernah ditanya

tentangnya, beliau menjawab, "Hadits itu mungkar."

s67

€4

r'9"& j:.3l,

568 €r*mffii&

"langanlah ia beranjak, -atau ianganlah ia pergisls-, hingga mendengar

suara atau mencium baunya."sl6

. [Hadits L37 - tercantum juga pada hadits nomor: L77 dan2056l.

Syarah Hadlts

Perkataan Al-Bukhari Rahimahullah, "Bab: Orang Ya.g Tidak (Me-

ngutangi) WudhuslT Karena Ragu Hingga Yakin Benar (Wudhu Su-

dah Batal)." Kemudian ia berdalil dengan hadits di atas. Judul bab

mengandung makna lebih umum dari kandungan hadits. Para ulama

tidak memandang hal ini sebagai cara yang benar, yaitu menetapkan

suatu hukum lebih umum dari kandungan hadits. Akan tetapi seba-

liknya, menetapkan hukum yang lebih spesifik dari kandungan ha-

dits yang umum, merupakan hal yang diperbolehkaru sebab dengan

demikian hukum tersebut tercakup dalam keumuman hadits.

Akan tetapi memakai dalil khusus untuk menetapkan suatu kai-

dah umum bukanlah sesuatu yang benar. Hanya saja dalam masalah

ini kami katakan, "Sabda Nabi Shallallnhu Alaihi wa Sallam, "Hingga

mendengar suara atau mecium baunya" maksudnya adalah tanpa ada

keraguan, hingga benar-benar yakin." Nabi shallallahu Alaihi wa sallam

beralih dari penetapan dalam pikiran atau perasan kepada sesuatu

yang dapat dirasakan dengan panca indera. Sebab tidak ada kesulitan

lagi jika telah ditetapkan denganpanca indera'

Sesungguhnya penetapan di dalam pikiran -atau Perasaan ragu-

merupakan sesuatu yang tertolak. Sehingga dengan demikian, tujuan

sabda NabiShallallahu Alaihiwa Sallam, "Hingga mendengar suara atau

mencium baunya" adalah hingga ia benar-benar yakin. Nabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam menyebutkan adanya suara dan bau hanya sebagai

permisalan dari sesuatu yang dapat dirasakan Panca indera.

Hadits ini merupakan salah satu kaidah dasar dari dasar-dasar

syari'at. Yaitu kaidah yang menyebutkan: "Menurut asalnya sesuatu

itu tetap seperti sediakala." Ini adalah kaidah yang pertama.

515 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahituhullah berkata dalam Al-Fath (l/238), "Dibaca men-

jazamkannya dengan azumsi "i" adalah Naahiyah, namun boleh juga mera-

fa'kannya dengan asumsi 'i " disini adalah Naafiyah."

516 Hr. Muslim (36,1X98)

517 Al-Hafizh Ibnu Hajar Ra himahullahberkata dalam A l-Fath (l /237), "Perkataan (wti):

Dibaca dengan tanwin. (O;;- i): Dibaca dengan memfathahkan huruf awalnya,

dalam bentuk kata kerja transitif."

€*mfru& 569

Kaidah kedua: "Keyakinan tidak hilang karena ada keraguan."

Kedua kaidah ini merupakan kaidah yang memiliki peran penting

di setiap bab ilmu.

Kaidah ketiga: "Apabila ia ragu akan keberadaan sesuatu, maka

menurut asalnya sesuatu itu tidak ada." Ketiga kaidah tersebut diam-

bil dari hadits ini.

Permisalan yang lainnya adalah: Seorang lelaki wudhunya batal,

lalu ia ragu apakah ia telah berwudhu lagi atau belum? Maka kami

katakan kepadanya, "Kamu harus berwudhu jika hendak mengerja-

kan shalat, sebab menurut asalnya sesuatu itu tetaP seperti asahrya,

dan keyakinan tidak hil*g karena ada keraguan. Anda yakin telah

berhadats, tetapi anda ragu apakah sudah berwudhu kembali atau

belum. Maka dalam kondisi ini Anda ragu apakah wudhu ada atau

tidak, dan menurut asalnya wudhu itu tidak ada.

Permisalan lainnya juga: Seorang lelaki bersujud, lalu ia ragu aPa-

kah sudah ruku' atau belum. Maka kami katakan, "Menurut asalnya ia

belum ruku'."

Contoh lain: Seseorang ragu belum tasyahhud awal atau sudah

tasyahJrud awal? LaIu apakah ia harus sujud sahwi atau tidak? Kami

katakan, "Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama:

Perddpat pertama: Pendapat dalam madzhab, yaitu ia tidak sujud

sahwi.518 Mereka menjelaskan dasar pendapat mereka yaitu, "Karena

orang itu ragu dalam perkara penyebab sujud (yaitu meninggalkan

tasyahhud awal) dan menurut asalnya penyebab itu tidak ada.

Pendapat kedua: Ia harus sujud sahwi.sle Sebab menurut asabrya ia

belum melakukannya, yaitu anda belum mengerjakan tasyahhud. Jika

demikian hukum asalrya, maka artinya anda harus melakukan sujud

sahwi. Inilah pendapat yang benar, dan pendapat yang lebih dekat

dengan kaidah fikih.

Apabila Anda ragu dalam masalah meninggalkan perkara wajib,

apakah kamu meninggalkannya atau tidak, baik untuk tasyahhud

awal, ucapan tasbih, atau ucapan takbir selain takbiratul ihram, maka

kamu harus mengerjakan sujud sahwi, karena menurut asaLrya anda

belum mengerjakannya.

51g Silakan baca Allnshaf (ll/149) dan Ar-Rnudh ma'a Hasyiah lbnu Qasim (Il/170)

519 Pendapat ini adalah riwayat kedua dalam ma&hab Hambali, dan pendapat yang

dipilih oleh Al-Qadhi. Silakan baca Al-Mughni (ll/ $n

s70 €ilffi,iiHl't&

Hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah membuat

suatu catatan dalam bab ini. Yaitu sesuatu yang biasa dilakukan oleh

seseorang, maka menurut asalnya adalah kebiasaan itu tetap ada.

Berdasarkan hal ini, maka barangsiapa yang terbiasa mengerjakan

tasyahhud awal,lalu ia ragu apakah ia sudah membacanya atau belum?

Maka ia tidak diwajibkan sujud sahwi. Keraguannya dalam kondisi ini

hanyalah kekeliruan dan tidak perlu dipedulikan.

Dalilnya adalah: Sekiranya anda terbiasa mengucapkan suatu

dzi-kir tertentu, misalnya ada orang yang terbiasa mengawali shalat

dengan membaca doa iftitah yang disebutkan dalam hadits Abu Hu-

rairah, "Allahumma baa'id"520 maka secara otomatis ia akan membaca

dzikir ini. Hingga seandainya ia ingi. mengawali shalat dengan

membaca doa iftitah "subhaanaka allaahummal/s2l untuk membuat va-

riasi dalam doa iftitah, namun tanPa sadar ia sudah membaca " Alla-

humma baa' id.." Al-Hadits.

Berdasarkan kaidah ini pula, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Ra-

himahullah menghukumi seoran1 yau.lg bersumpah. Apabila ia ber-

sumpah untuk melakukan sesuatu, lalu ia ragu apakah ketika ber-

sumpah ia telah mengatakan Insyaa Allah, atau tidak. Kemudian ia

melanggar sumpahnya itu, maka apakah ia wajb membayar kafarat

atau tidak?

HR. Al-Bukhari(7M) dan Muslim (598)(144

HR. Muslim, Kitab Ash-shalah (399)(52), Abdurrazzaq (2555-2557), Ibnu Abi

Syaibah (l/230),(ll/536) dari beberapa jalur yang bersambung dan terputus, Ibnu

Khuzaimah (471),Ibnu Hazm dalamAl'Muhalla (IIl131), Al-Hakim (I/235) dengan

sanad bersambung, dan ia menyatakan shahih dan disepakati oleh A&-Dzahabi.

Ad-Daraquthni (l/199) dan Al-Baihaqi (ll/u) meriwayatkannya secara marfu'

dan mauquf, dan keduanya merajihkan status mauqufnya. Demikian pula Ath-

Thabrani meriwayatkan dalam Al-Ausath (1030) secara marfu'. Doa ini telah

diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri secara marfu'yang dinukil oleh Ahmad

(Lil/50)(77473), Abu Dawud dalam Ash-Shalat (775), At-Tirmidzi dalam Ash-Shalat

(242), An-Nasa'i(Il/732),Ibnu Majah (804), Abdunazzaq(2554),Ibnu Abi Syaibah

(l/232),Ad-Darimi (l/282),Ibnu I(huzaimah (467), Ath-Thahawi dalam Asy-Syarh

(l/19n, Ad-Daraquthni (l/298) dan Al-Baihaqi (IIl34).

Aisyah juga meriwayatkan doa iftitah ini secara marfu' yang dinukil oleh Abu

Dawud (776), At-Tin idzi (243),Ibnu Majah (806), Ibnu Khuzaimah (470), Al-

Hakim (l/235\, Ath-Thahawi dalam Asy-Syarh (l/198), Ad-Daraquthni (l/299), Al'

Baihaqi (ll/34) dan dinyatakan shahih oleh Al-Hakim.

Ibnu Mas,ud juga meriwayatkan doa ini yang dinukil oleh Ath-Thabrani dalam

Al-Ausath (1030), dan Ibnu 'Adi dalam Al-Ksmil (1835). Imam Ahmad memilih doa

iftitah ini berdasarkan sepuluh alasan. Silakan baca Zad Al-Mn'ad (l/205).

520

521

€'^mmr&

Menurut Madzhab, ia harus membayar kafatat'sn Karena menurut

asahrya ia belum mengucapkan Insyaa Allah.

Tetapi menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah: Apa-

bila biasanya ia bersumpah dengan mengucaPkan Insyaa Allah maka

tidak ada kewajiban kafarat baginya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

menyandarkan kaidah ini kepada keputusan Nabi Sftallallahu Alaihi

wa Sallam yang menyerahkan masalah Istihadhah wanita kepada ke-

biasaarmya.sts Syaikhul lslam Ibnu Taimiyah berkata, "Hadits ini men-

jadi dalil bahwa kebiasaan bisa dijadikan patokan hukum, dan bah-

wasanya hukum dikembalikan kepada kebias aan. "s2a

Faidah lain yang dapat diambil dari hadits ini adalah, bahwasa-

nya shalat tidak batal karena sesuatu yang terlintas dalam pikiran.

Dasarnya adatah perkatan, "Bahwa sepertinya ia merasakan sesuafu

(buang angin) ketika shalat." Perasaan yang hadir ini menunjukkan

bahwa pikirannya menimbang-nimbang: Apakah ia sudah berhadats

ataubelum?

Faidah lainnya adalah kesederhanaan Nabi shallallahu Alaihi wa

Sallam dalam memberi pelajaran, dengan menyebutkan dua permisa-

Ian ini: "Mendengar suara atau mencium bau." Sebab semtra orang

pasti dapat merasakan keduanya. Seandainya Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam berkata, "hingga ia yakin." Pastilah akan muncul pertanya-

ary "Kapankah ia merasa yakin?" Namun karena beliau berkata,

"Hingga ia mendengar suara atau mencium bau," maka makna yang

dimaksud pun segera dapat dipahami dengan ungkapan yang mudah

dan sederhana.

Apabila keraguan ini muncul di luar shalat, maka hukumnya sa-

ma. Jika seseorang bingung apakah ia sudah berhadats atau belum?

Maka menurut hukum asalnya, ia masih suci'

Jika ada yang bertanya, "Bagaimana jika ia seorang yang tidak da-

pat mendengar karena tuli, atau ia tidak mampu mencium bau karena

indra penciumann y a rusak?sx "

522 Al-Inshaf (Xl/28), Knsyf Al-Qina' (Y1/238), Al-Mubaddi' (lX/270), dan Al-Furu'

(vrl310)

HR. Al-Bukhari (325) dan Muslim (333X62)

Allnshaf (Xl/29), Al-Mubaddi' (IX/270), dan Al-Furu' (VIl310)

Akhsyam. Dikatakan, ldtasyama al-insan yakhsyam klwsyaman, artinya ia terkena pe-

nyakit pada hidungnya hingga indera penciumannya rusak dan ia tidak mamPu

menciumbau. Al-Mu'jam Al-Wasith (f ; Cl

57r

523

524

525

572 €rffiiffi't&

Kami katakan, "Karena tujuannya adalah keyakinan, maka ketika

ia telah yakin, meskipun tanpa pendengaran dan penciuman, ia harus

keluar dari shalatnya. "

Berdasarkan hadits ini, maka siapa saja yang batal wudhunya di te-

ngah shalat, maka ia harus keluar dari shalatnya. Karena dari kalimat,

"|anganlah ia beranjak hingga mendengar," dapat dipahami bahwa jika

ia mendengar, maka ia harus beranjak. Demikianlah hukumnya. Tidak

ada seorangpun yang boleh meneruskan shalatnya jika ia berhadats.

Meskiptrn ia merasa malu, narnun tidak seharusnya ia malu untuk itu.

Karena Allah tidak malu dengan kebenaran. Tetapi jika kamu

khawatir, maka letakkanlah tanganmu di hidungmu sepefi ini, agar

orang menyangka kamu sedang mimisan.s26 ]ika ada seorang yang mi-

misan maka ia memiliki alasan untuk keluar dari shalat. Keluar kare-

na alasan mimisan tidak sama dengan keluar karena alasan berhadats.

lni adalah salah satu cara yang diperbolehkan yang telah diajarkan Ra-

sulullah Shallallahu Alaihiwa Sallam kepada umahrya.s2T

!t**

Ru'aaf adalahdarah yang keluar dari hidung. Ra'afayar'ufu seperti nasharayanshu-

ru, danyar'afjuga seperti yaqtha'. M*htar Ash-Shihsh (o L ))

Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah mengisyaratkan hadits yang diriwayatkan oleh

Abu Dawud (1114) dan Ibnu Majah (1222) dan Aisyah Radhiyallahu Anha, dari Na-

bi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya.beliau bersabda,

-4.? *t J, +!i Lci; y'-i S; r;1

"Apabila salah seorang dari katian shalat lalu ih berhants maka hmdaWah ia memeganf

hidungnya, lalu ia keluar dai shalatnya."

Syaikh Al-Albani Rahimahullah berkata dalam ta'liqnya untuk Sunan Abu Dawud,

"Shahih."

526

527

5&

t

:.P

Bab Berlaku Ringan Dalam Wudhu

u'* it ,jr; iv F ,tl p g;i;t ,iv u;s|r: j; F

,SGu:.:i,r)6.:; Ut + i,AE?ti LO'r{,

,.\, ;* Y 6Lb'i ,# t; s),',,) e"r*,9q # itg

6JoI-\i; i Fi:V$t6$ i,-.i:* G -'rr u*

\ .Y :.:LiU' { 6)5'3 -6 r(5 A

$e.

573

,iG qV i_.t ,f ,;-f f st' ,f t'; ^;;.'e'; 

'oW y,

, / t "

q #') * it;*. #t (w,:ill it:4 Ct; + *',

li'F & e['l:,r ;^b Ct ff ,yt d e (,s 6 .#'

F- tci ,'^iti, :F'^ik ,Go* E*3 ,F ,i c,fq

€r*tffiNl'l&'574

138. Ali bin Abdultah telah menceritaknn kepada kami, i.a berlata, Sufyan telah

menceritakan kq ada knmi dnri Amr, ia berkata, Kur aib t elah mengabarknn

kqadaht, ilari lbnu Abbas bahwa Nabi shallallahu Alaihi wa sallam ti-

dur hingga mendengkur, kemudinn beliau bangun mengeriaknn shalat.

xemungkinan sufyan mengataknn, Nabi shallallahu Alaihi wa sallam

tidur berbaring sambil mendmghtr, kemudian bangun mengerjakan

shalat. Kemudian sufyan menyampailan hadits ini lcepada kami ber-

ulang kali dari Amr, dari Kuraib, ilnri lbnu Abbas, ia bercerita, "PadA

suati malam aku bermalam di rumah bibiku, Mainumah. Kemudian

pada malam hari Nabi shallallahu Alaihi wa sallam bangun dari tidur.

Pada suatu malam beliau bangun lalu berwudhu dari wadah yang ter-

gantung dengan wudhu yang ringan, -Amr menggambarkan ringan

dan riigkasnya wudhu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam- lalu beliau

bangkit dan mengerialan shalat. Lalu aku pun berwudhu seperti wudhu

yaig beliau lakukan. Kemudian aku mmghampiri beliau ilan berdiri di

iaiping kiri beliau, -lcemungkinan Sufyan menggunalun lata syimaal

ganti Airi kata yasaar-. Mat<a belinu memindahlunku dan menempatkan

it u ai samping kanan beliau. Kemudian beliau mengeriakan shalat se-

banyak yang dikehendaki Altah subhanahu wa Ta',ala. Kemudian beliau

berUariig tilu tidur hingga mendenghtr. Kemudian datanglah muadzin

memanggil beliau untuk mengeriakan shalat. Maka beliau seSera bangkit

bersama muadzin tersebut menuiu masjid untuk shalat dan beliau tidak

mengulangi wudhu'" Kami berknta lcepada Amr, " Sesungguhny a oranS-

orrig mengatakan, "sesungguhnya Rasulutlah Shallallahu Alaihi wa

sallam tidur matanya namun tidak tidur hatinya." Amr berkata, "Aht

mendengar' l-lbaid bin ll.mair berkata, " Mimpi para N abi adalah uahyu."

kemudian ia membaca firman Allah, "sesungguhnya aku melihat dalam

mimp i b ahw a aht mmy emb elihmu ! " ( QS. Ash'Sh a aff a at : 702)s28

Syarah Hadits

Perkataan Al-Bukhari Rahimahullah, "Bab: Berlaku Ringan dalam

Wudhu." Maksudnya, berlaku ringan dengan tetaP memperhatikan

dan menyempurnakan kewajiban wudhu, bukan dengan mengurangi

rukun wajibnya. sebab meringankan dengan melalaikan rukun wa-

jibnya adalah seperti yang Pernah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

katakan,

528 HR. Muslim (753)

€*mnu& 575

"Celaknlah tumit (tidak tersentuh air wudhu) karena jilatan api nerala."

Beliau mengulangi ucapan itu sebanyak dua atau tiga kali."s2e

Kemudian Al-Bukhari Rahimahullah menyebutkan hadits Ibnu

Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwasanya ia menginap di rumah

bibi-nya, Maimunah binti Al-Harits, istri Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam. Ibnu Abbas melakukan hal itu untuk melihat bagaimana

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat malamnya. Ib-

nu Abbas Radhiyallahu Anhuma adalah seorang yang sangat antusias

untuk mendapatkan ilmu, dan ia mamPu memahaminya. Ia senantia-

sa mengikuti Nabi Shall^allahu Alaihi wa Sallam dan mengikuti para

periwayat yang meriwayatkan dari beliau. Karena itulah Ibnu Abbas

banyak meriwayatkan hadits padahal usianya masih muda.

Ibnu Abbas mengisahkan bahwasanya ia menginap, lalu Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam bangun pada malam hari. Dalam sebagian

riwayat disebutkan, "Bahwasanya ia tidur di sisi bantal yang satu se-

mentara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan istri beliau tidur di

sisi bantal yang lainnya.s3o

Ibnu Abbas berkata, "beliau bangun lalu berwudhu dari wadah

yang tergantung dengan wudhu yang ringan." Syann adalah kulit

domba atau kulit kambing yang sudah lama. Biasanya jika sudah lama

maka menjadi dingin.

Perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhumt, "Laltr akupun ber-

wudhu seperti wudhu yang beliau lakukan." Maksudnya wudhu yang

ringan.

Perkataan, "Kemudian beliau mengerjakan shalat sebanyak yang

dikehendaki Allah Subhanahu ua Ta'ala." Kemungkinan perkatan

ini dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma juga, karena terkadang ia

menceritakan secara tuntun dan terkadang menceritakannya secara

terperinci. Sebab dalam Shahih Muslimssl disebutkan bahwa ia mence-

ritakannya secara terperinci, ia berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam mengerjakan shalat dua raka'at, kemudian dua raka'at, kemu-

dian dua raka'at." Lalu ia menyebutkan hingga sebelas raka'at.

Telah disebutkan takhrijnya.

HR. Al-Bukhari (183) dan Muslim (763)(182)

HR. Muslim (763) (r82)

)gt:Z iv}fl,J',

529

530

531

576 €mmr,nruT&

Perkataan Ibnu Abbas Radhiyallnhu Anhuma, "Kem'udian beliau

berbaring lalu tidur hingga mendengkur." Apabila Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam tidur beliau mendengkur, yaitu mengeluarkan sua-

ra orang tidur. Namun bukan suara mendengkur hingga membuat

orang terganggu, hanya saja dengan suara tersebut orang mengetahui

bahwa beliau sedang tidur.

Hadits ini mengand.r^g banyak faidah, di antaranya adalah:

1. Antusias Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma untuk mendapatkan il-

mu. Sampai-sampai ia meninggalkan keluarganya dan tidur di ru-

mah yang lain gr.rna mendapatkan ilmu.

2. Bolehnya seseorang menginap di kamar tidur di sisi seseorang le-

laki dan istrinya. Akan tetapi dengan syarat sang suami dan istri-

nya mengizinkan hal tersebut. Mungkin juga kami menambahkan

syarat yang lain yaitu, hendaknya sang istri memiliki hubungan ke-

kerabatan dengan seorang yang menginap tersebut, sebagaimana

yang terjadi dalam hadits ini. Karena bukanlah perbuatan yang

baik dan pantas apabila sang suami membawa masuk seorang le-

laki asing, lalu lelaki asing itu tidur menginap bersama sang suami

dan istrinya di kamar tidumya, sementara mereka tidak memiliki

hubungan kekerabatan.

Dalam hadits ini terdapat hubungan kekerabatan antara keduanya.

Sesungguhnya Maimunah dan Ibnu Abbas merupakan mahram,

karena ia bibi Ibnu Abbas dari pihak ibu.

3. Bolehnya menggunakan harta orang lain jika diketahui kerela-

an pemiliknya. Hal ini dapat dipetik dari wudhunya Ibnu Abbas

Radhiyallahu Anhuma dari wadah yang tergantung. Akan tetapi

dengan syarat air tersebut bukan air yang diwaqafkan untuk mi-

num orang-orang. ]ika air tersebut adalah air waqaf, maka tidak

diperbolehkan berwudhu darinya. Maksudnya, jika orang-orang

biasanya meletakkan air di dalam wadah besar untuk minum

orang-orang, maka tidak diperbolehkan berwudhu darinya, ka-

rena perbuatan ini tergolong menggunakan sesuatu di luar Persya-

ratan yang telah ditetapkan.

Jika ada yang berkata, "Apakah diperbolehkan berwudhu dari

pendingin air?"

Kami katakan: Dalam masalah ini ada perincian. Jika pendingin

itu diisi dengan sumber air yang terbatas, maka tidak diperboleh-

€'.nfffu& 577

kan berwudhu dengannya, karena perbuatan itu tergolong meng-

habiskan harta tidak pada tempatnya.

Sedangkan jika pendingin itu diisi oleh dinas umum/ maka secara

z}:tahir, tidak mengapa berwudhu dengannya, sepanjang perbua-

tan itu tidak mengganggu kebutuhan orang-orang yang minum

darinya. Apabila diketahui bahwa jika air yang dingin telah dike-

luarkan maka tinggallah air yang panas untuk orang-orang yang

hendak minum, maka hal itu tidak diperbolehkan.

5- Menurut sunnah, makmum yang sendirian harus berdiri di sebe-

lah kanan imam, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memin-

dahkan Ibnu Abbas ke sebelah kanan beliau setelah sebelumnya

Ibnu Abbas berdiri di sebelah kiri beliau.

6- Bolehnya bergerak untuk kepentingan shalat. Dalilnya adalah

gerakan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan

Ibnu Abbas, dan keduanya melakukannya trntuk maslahat shalat.

Para ulama berselisih pendapat tentang shalat di sebelah kiri imam

sedang di sebelah kanarurya masih kosong.s32

Sebagian ulama ada yang berpendapat Tidak mengapa shalat di

sebelah kiri imam ketika sebelah kanannya masih kosong. Akan

tetapi shalat di sebelah kanannya lebih utama. Ini adalah pendapat

yang dipilih oleh guru kami Abdurrahman As-Sa'di.ss

Sebagian lagi berpendapat Tidak diperbolehkan shalat di sebe-

lah ktui imam ketika sebelah kanarutya masih kosong. Dalil untuk

masing-masing dari kedua pendapat tersebut adalah hadits ini.

Adapun ulama yang berpendapat perbuatan itu diperbolehkan,

mereka mengakui bahwa menurut sunnah, makmum yang sendi-

532 Silakan baca Al-Mubadd{ (lI/83), Al-Furu' (Il/24), Dalil Ath-Thalib (l/46), dan

Manar As-Sabil (l/726)

533 Fiqh Asy-Syaikk lhnu As-Sa'di (Il/228). Syaikh Abdurrahman As-Sa'di Rahimahullnh

berkata, "Yang benar adalah, berdirinya makmum di sebelah kanan imam hu-

kumnya sunnah muakkad, tidak wajib hingga jika ditinggalkan dapat memba-

talkan shalat. Shalat di sebelah kiri imam tetap sah meskipun sebelah kanannya

masih kosong. Sebab larangan yang diriwayatkan hanya tentang shalat sendirian

memisahkan diri. Adapun perbuatan Nabi Shallallahu Alnihi wa Sallam memin-

dahkan Ibnu Abbas *ketika Ibnu Abbas berdiri di sebelah kiri beliau- ke sebelah

kanan beliau, hal itu menunjukkan afdhaliyah (keutamaan), bukan kewajiban.

Karena Nabt Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak melarang melakukan hal itu, dan

perbuatan beliau hanya menunjukkan bahwa perbuatan itu disunnahkan. Seperti

perbuatan beliau yang memindahkan |abir dan |ibar ke belakang ketika keduanya

berdiri di sisi beliau. Kisah ini mirip dengan kisah dipindahkannya Ibnu Abbas.

Hal ini menjadi dalil bahwa perbuatan itu hanya afdhaliyah (kcutamaan) saja."

578

ffi x*tnsmntn ft

S;i';btKHARiiP

rian harus berdiri di sebelah kanan imam. Mereka berkata, "Tidak

diriwayatkan perintah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa

makmum harus berdiri di sebelah kanan imam. Akan tetapi hadits

yang ada hanyalah sekadar perbuatan dari Nabi Shallallahu Alai-

hi wa Sallan. Sedangkan perbuatan saja, tidak menr:njukkan akan

kewajibannya. Karena suatu kewajiban tidak ditetapkan melain-

kan dengan adanya perintah."

Adapun ulama yang berpendapat wajib, mereka berkata, "Se-

sungguhnya menurut asahrya tidak diperbolehkan ada gerakan

dalam shalat. Gerakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk me-

mindahkan Ibnu Abbas menunjukkan bahwa posisi berdiri Ibnu

Abbas adalah posisi yang tidak bisa dibiarkan tanpa diperbaiki."

Pendapat pertama lebih kuat, bahwasanya hal itu tidak wajib te-

tapi lebih utama.

Adapun menetapkan dalil berdasarkan larangan gerakan dalam

shalat, maka dapat dibantah: Seseorang boleh bergerak untuk me-

lakukan perkara yang merupakan kesempurnaan shalat, meski-

pun perkara tersebut tidak tergolong wajib.

Bolehnya mengerjakan shalat surutah berjama'ah. Karena Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam menyetujui perbuatan Ibnu Abbas yang

ikut shalat bersama beliau secara berjama'ah. Akan tetapi dengan

syarat tidak dilakukan secara rutin.

Tidak mengapa jika terkadang kamu mengerjakan shalat berjama-

'ah bersama temanmu pada shalat malam, atau shalat rawatib

Zhuhur, atau shalat rawatib Shubuh. Yang penting tidak boleh

dilakukan secara rutin.

Apakah perbuatan ini sekadar diperbolehkan atau disunnahkan?

Secara zahir, perbuatan ini hanya diperbolehkan. Kita telah me-

nyebutkan berulang kali bahwa ada perbedaan antara sesuatu

yang dituntut secara syari'at, dan sesuatu yang dibiarkan terjadi

dan tidak dituntut dari setiap individu. Kita telah menyebutkan

permisalan akan hal ini, di antaranya adalah:

A- Persetujuan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam akan seorang

shahabat yang mengimami rekan-rekannya shalat dan selalu

mengakhiri bacaannya dengan sura! ttAXiiS tOS. at-

Ikhlash: 1). Nabi Shallallahu Alaihi wa


Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 13 rinama Al-Muhyi. Srfat Al-Hayyu betada di dalam diri-Nya, siat Al-Mustahyi berada di dalam diri-Nya, dan sifat Al-Muhyi muta'addi ter-hadap yang lain.Berdasarkan hal ini maka tidaklah salah kaidah yang disebutkanpara ul… Read More