ahu Anhu selalu menyertai Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam cukup hanya sekedar makanan yang me-
ngisi perutnya. Karena itulah Abu Hurairah lebih banyak mempero-
leh hadits daripada yang lain.
Namun kita mengetahui bahwa orang yang lebih lama menyer-
tai Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari Abu Hurairah, maka ia lebih
banyak memperoleh hadits dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu
Hurairah masuk Islam di penghujung tahun ketujuh Hijriyah, se-
dangkan Abu Bakar selalu bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
sejak beliau diutus. Artinya Abu Bakar lebih dahulu dua putuh tahun
menyertai Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari pada Abu Hurairah;
tiga belas tahun sebelum hijrah dan tujuh tahun setelah hijrah. Sehing-
ga Abu Bakar lebih banyak mendengar dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Namun telah dijelaskan bahwa Abu Hurairah lebih banyak
menyampaikan hadits, meskipun ia bukan shahabat yang paling ba-
nyak haditsnya. Karena setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam, Abu Bakar disibukkan dengan Khilafah. Sehingga jarang
berhubungan dengan hadits, dan iapun jarang berhubungan dengan
manusia. Sementara Abu Hurairah diberi umur yang panjang/ se-
hingga orang-orang banyak yang mengambil hadits darinya.
420 HR. Muslim (2492)(159)
t-i .'^,i:J-ri ,'o* ,,:o F i+,
eGt
€,rxril& 489
bi$k.n1et';t i:.
-r"uJ tiw:; 'rL! |'-r; iG .;^U ;: ;c t t? ./z
a 3tl )l G.
tc
tJ
iui;'t e :; ,&;ity; ,f ,;: e) it* 2r,".2 i..
L':.t,js .ir':i rF 6..';
r.z. 1-a.-.
i c r '. t?l+?irl! 9r
j;'1r ,nr i- , v- :.*
i'fr tJG .'^1i4 tt;ts.
i
€rl
j|.r {:* ,Ju ,91 J. $k .i.rx t'r, L;
.y.rt,lj ,JG ii ,t+, iii
l!9. Ahrnndbin Abi Bakar Abu Mush'ab tel"ah menceritaknn lcepada lami, in
berkata, Muhammad bin lbrahim bin Dinar telah menceritakan lcepada
lumi, darilbnu AbiDzi'b ilari Sa'id Al-IvIaqburi, dari AbuHurairah,ia
berlata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, saya banyak mendengar ha-
dits dari Anda, tapi saya lupa." Rasulullah Shallnllnhu Alaihi wa Sallam
bersabila, " Bentanglan selendangmu! " Maka akupun membentangkan
selendanght lalu beliau menciduk dengan kedua tangannya dan ber-
sabda, "Delaplah!" mnla ahqun mutdeknpnya ke badanku. Seiak saat
itu aku ti"dakpernahlupa lagi.a2l
Ibrahim bin Al-Mundzir telah menceritakan kepada lumi, ia berlata,
Ibnu Abi Fudaik telah menceritakan hadits ini kqada l<nmi, atau ia ber-
lata, "Belinu menciduklce dalamnya ilengan ledua tangannya."
Syarah Hadits
Hadits ini menyebutkan salah satu mukjizat Nabi Shallallahu Alai-
hi wa Sallam. Ketika Abu Hurairah mengeluhkan ingatanrtya yang
mudah tupa, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Bentangkan
selendangmu!" Maka Abu Hurairah membentangkan selendangnya,
lalu beliau menciduk dengan kedua tangannya' Abu Hurairah tidak
menyebutkan apa yang diciduk. Kelihatannya Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam melakukan seperti orang yang sedang menciduk sesuatu,
lalu meletakkannya di dalam bentangan selendang Abu Hurairah. Ke-
mudian beliau berkata, "Dekaplah." Maka Abu Hurairah mendekap-
nya ke badannya. Setelah itu ia tidak melupakan satupun hadits dari
Nabi Sftallallahu Alaihiwa Sallam. Bahkan Abu Hurairah berkata, "Sejak
421 HR. Muslim (1,59)(2492)
490 €trBffi,ihi't&
saat itu aku tidak pemah lupa lagi." Kemungkinan ia tidak pernah lu-
pa hadits atau tidak lupa segala sesuatu secara mutlak.
Hadits ini menyebutkan salah satu mukjizat Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam yang menyebabkan keberkahan ini diperoleh dengan
perbuatan beliau.
L2C. lsmail telah menceritalun kepoda lami, ia berkatu;, Sauihraku telah
menyampailan kepadaku, ilari lbnu Abi Dzi'b, dari Sa'id Al-Maqburi'
dari Abu Hurairah, ia berlata, 'Aht berlusil menglafal dua luntung
hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. SatuL'nntung te-
lah aku sebarkan. Ailapun satu lantung lagi, iila aku beberkan maka
urat leherku ini alan ditebas."
Syarah Hadits
Kandungan hadits yang menguatkan judul bab adalah perkatan
Abu Hurairah, "Aku berhasil menghafal dua kantung hadits dari Ra-
sulullah Shallallahu Alaihi rtta Sallam." Wi'aa' (kantung) adalah tempat
untuk menyimpan air, susu atau yang sejenisnya.
Kemudian Abu Hurairah mengabarkan bahwa salah satu kantung
berisi hukum-hukum syari'at. Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu telah
menjelaskannya dan menyebarkannya.
Sedangkan kantung kedua berisi masalah khilafah. Seolah-olah
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu mengkhawatirkan fitnah yang akan
menimpa dirinya dan orang lain, karena itulah ia menunda Penyam-
paiannya. Kita tidak mengatakan bahwa Abu Hurairah menyembu-
nyikannya. Karena Abu Hurairah tidak mengatakan hadits ini di akhir
nafas hidupnya hingga kita bisa menyimpulkan bahwa Abu Hurairah
tidak menyebarkan kantung yang kedua. Akan tetapi Abu Hurairah
mengatakan hal ini terlebih dahulu, lalu kemungkinan ia mengakhir-
kan penyampaiannya hingga pada saat tidak dikhawatirkan terjadi
fitnah.
. a/
J-t-, '-9
, ';) e,\ ;.t ;f
f\t ci;
6i ik ,iu ,Ew\6*.tY.
i o. I ,o-,olA;Bar *:)* it Jn b + :iui').r dJ ,.p ,$;-tt
t$ u s2o1, o'11a;-4 jJ s*ii% vi.gj Ytt :i,.iG) P,
€,srt,p
Ibnu Hajar Rahimahullak berkata dalam Al-Fath (I/2L6):
Perkataan, " JL ,Jbit " Di dalam riwayat A1-Kusmihani disebutkan
dengan lafazh;4 sebagai ganti lafazh;*. Penggunaan lafazh;1 ini lebih
memperjetas bahwa ia (Abu Hurairah) memperoleh hadits tersebut dari
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tanPa Perantara.
Perkataan, " i,-iG) " yakni dua kantung. Dalam hal ini disebutkan
tempat, tapi yang dimaksud adalah keadaan. Maksudnya adalah dua
jenis ilmu. Berdasarkan penjelasan ini terbantahlah orang-orang yanS
mengira bahwa hadits ini bertentangan dengan hadits yang [alu,
dimana Abu Hurairah mengatakan, "Saya tidak menulis." |adi yang
dimaksudkan Abu Hurairah dari hadits ini adalah bahwa ia meng-
hafal banyak hadits, seandainya apa yang ia hafal itu dituangkan ke
dalam tulisan, niscaya akan memenuhi dua buah kantung. Boleh ja-
di, Abu Hurairah mendiktekan hadits-hadits yang ia hafal kepada se-
seorang yang telpercaya agar orang tersebut dapat menuliskan hadits-
hadits itu untuknya. Hanya saja kemnngkinan pertama lebih kuat.
Di dalam kitab Al-Musnad disebutkan bahwa Abu Hurairah me-
ngatakan, fV q,r:tr^:.;i'r,}: J-iG 'Aku menghafal tiga kantung;
dan yang dua kantung tetah aku sebarkan." Hadits ini juga tidak
bertentangan dengan hadits bab, sebab bisa jadi salah satu dari kan-
tung tersebut lebih besar daripada yang lain, dan kantung yang besar
dapat memuat dua kali kapasitas kantr:ng yang kecil.
Menurut riwayat Al-Muhaddits Al-Fashil (Ar-Ramahurmuzi) me-
lalui jatur sanad yang telputus dari Abu Hurairah tercantum dengan
Lafazh, "lima kantung." Kalaupun sanad hadits ini bersambr-rng, maka
diartikan sebagaimana yang telah kita jelaskan.
Dari sini dapat diketahui bahwa hadits yang telah disebarkan
Abu Hurairah lebih banyak dari hadits yang belum ia sebarkan.
Perkataan, unft. u artinya aku umumkan dan aku sebarkan. Di da-
lam riwayat Al-Isma'ili disebutkan tambahan kalimat: ,-,"61 C(kepada
orang-orang).
Perkataan, " 1.,fit tJf^ 'g " di dalam riwayat Al-Mustamli disebut-
kan tambahan: Abu Abdutlah -yaitu penulis- berkata, "Bltl'uum artinya
tenggorokan tempat jalannya makanan. Ini adalah ungkapan tentang
pembunuhan." Di dalam riwayat Al-Isma'ili disebutkan dengan redak-
si:$ '*tr (niscaya ini sudah terpenggal) maksdunya adalah kepalanya.
491
492 €rmmrur&
Sebagian ulama berpendapat bahwa isi satu kantung yang belum
ia sebar tersebut adalah penjelasan tentang nama-nama pemimpin
yang zhalim, tentang kondisi mereka dan masa pemerintahan mereka.
Abu Hurairah pernah mengisyaratkan sebagian mereka, tetapi ia tidak
menyebutkannya secara jelas karena khawatir nyawanya terancam.
Seperti doa Abu Hurairalu "sesungguhnya aku berlindung kepada
AUah dari keburukan penghujung tahun enam puluh hijrah dan pe-
mimpin yang masih anak-anak." Ia mengisyaratkan kepada Khilafah
yang dipimpin oleh Yazid bin Mu'awiyah yang berkuasa pada tahun
enam puluh hijriyah. Tenyata Allah Subhanahu wa Ta' ala mengabulkan
permohonan Abu Hurairah dan ia wafat satu tahun sebelum masuk
tahun enam puhfi hijriyah. masalah ini akan kita bahas padakitab Al-
Fitan.
Ibnu Al-Munayyir berkata, "Orang-orang aliran Bathiniyah men-
jadikan hadits ini sebagai dalil untuk membenarkan kebatilan me-
reka. Mereka meyakini bahwa syariat itu ada yang batin dan ada
yang zhahir. Sesungguhnya syariat yang bathin itu hakikatnya da-
pat membuat seseorang keluar dari agama Islam." Ia juga berkata,
"Maksud Abu Hurairah dengan kata "dipenggal" adalah orang-orang
zhalim akan memenggal kepalanya jika mereka mendengar aib yang
mereka buat dan kesesatan yang mereka lakukan. Sebagai penguat
kesimpulan ini bahwa apabila hadits-hadits yang belum disampai-
kan oleh Abu Hurafuah itu berkaitan dengan hukum syariat, maka ia
tidak boleh menyembunyikan hadits tersebut, sebagaimana ayat yang
tercantum dalam hadits pertama. Ayat tersebut mencela orang yang
menyembunyikan ilmu."
Ulama lain berpendapat bahwa boleh jadi hadits-hadits yang
belum disampaikan oleh Abu Hurairah itu adalah hadits-hadits yang
berkaitan dengan tanda-tanda hari kiamat, perubahan kondisf dan
fihah yang turun di akhir zaman. Sehingga orang yang belum dapat
menerima berita tersebut akan mengingkari aPa yang disampaikan
oleh Abu Hurairah dan orang-orang yang tidak tahu tentang hal itu
akan membantahnya."
Secara zhahir -Wallahu a'lam- adalah aPa yang telah saya tetap-
kan, bahwa masalah yang belum ia sampaikan adalah masalah yang
berkaitan dengan khilafah. Abu Hurairah khawatir terjadi fitnah. Se-
bagaimana yang telah saya jetaskan juga bahwa Abu Hurairah tidak
mengucapkan perkataan ini di akhir hayatnya, sehingga ada kemung-
kinan ia menyampaikannya juga setelah itu.
€lg&
:@.yt;j!'tq
Bab Menyimak Apa Yang Disampaikan Ulama
,r l$ il W,6ri ,iu 4 $'-6 ,,so t# $k. t t I
i) JG #r*'At& glrl:i /-f ,y,s-F i'q:) i
frw q* tf'j \ :iv, t.,r6r L*,t :7t'>r)t ^f e
1*E)t*+,A
l2L- Hajjaj telah menceritakan krpada kami, ia berkata, Syu'bah telah
menceritakan kepada kami, ia berkata, Ali bin Mudrik telah men-
ceritakan kepadaht, dari Abu Zur'ah, ihri lair bahwa Nabi Shallal-
lahu Alaihi wa Sallam bersabda kepailanya pada haii WadA', "Perin-
tahkanlah orang-orang untuk diam ilan menyimak!" Lantas beliau
bersabdn, "langan sampai setelah aku wafat nanti kalian akan kem-
bali menjadi lafir, dan sebagian lalian membunuhau sebagian yang
422 lbnuHajar Rahimahullahberkata di dalam Al-Fath (l/217):
Perkataan, "?r)3-" dalam beberapa riwayat yang lain disebutkan dengan
mendhammahlian huruf ba' Qadhrabu). Maknanya, janganlah kalian melaku-
kan perbuatan seperti yang dilakukan oleh oranS-orang kafir, dimana kalian
menyerupai tingkah laku mereka yang suka saling membunuh.
Faidah: Kata kerja "*l:'disebutkan dengan bentuk marfu' di seluruh riwayat,
alasannya adalah karena lawabuth thalab darilaala "lr*; Y" adalah "*iS-" y^ng
merupakan perkara yang tidak disukai.
Ibnu Hisyam berkata dalam Syarh Syudzur Adz'Dzahab (hal t149): "Syarat hadzf
-yaitu penghapusan harakat tanda baris, atau penghapusan huruf illat, atau
penghapusan huruf nun- dilakukan setelah nash yang merupakan jawab dari
suatu perkara yang disukai. Misalnya masuk ke dalam surga dan keselamatan.
Contohnya kalimat, "l-atalefur tadlhuliljannah (|anganlah kamu kafir niscaya kamu
masuk surga) dan La tadnu minal asad taslam $angan dekati singa niscaya kamu
493
494 €mmrur&
lainnya." a23
[Hadits no L21. ini, tercantum juga di dalam hadits nomor: 4405,
6869 dan 7080).
Apabila seseorang mendengar hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam maka disyari'atkan untuk diam agar dapat menyimak dan
memperhatikannya. Apalagi Al-Qur'an, lebih diutamakan lagi. Allah
S ubhanahu w a T a' al a berfb:man,
3;j # tj+t' fr i 66 i(3i <sj (;Y
"Dan apabila dibacalan Al-Qur'an, mala daqarlanlah baik-baik, dan per-
hatikanlah ilengan tenang agar lamu menilapat rahmat." (QS. A'raaf:2041
Akan tetapi jika seseorang r{ isibukkan dengan perkara ini, misalrya
ada seorang qari'yang sedang membaca Al-Qur/an sedang di sisinya
ada qari' lain yang sedang membaca juga, maka ia tidak diharuskan
menyimaknya. Demikian pula halnya derrgan hadits.
Hadits ini mengandung dalil bagi perkataan seorang guru atau
pemberi nasihat kepada oranS-orang,, "Diamlah kalian." Tidak ada
celaan baginya iika ia berkata, "Diamlah kalian" atau berkata, "Perha-
tikanlah." Karena Nabi Shallalbhu Alaihi wa Sallam juga meminta agar
orang-orilng diam dan mendengarkan.
selamat).
lika perkara tersebut adalah perkara yang tidak disukai, misllnya- masuk.ke
dalam neraka dan dimakan hiwan buas, contohnya kaliamat, "La takfur tadldtu-
lunaan fianganlah kamu kafir sehingga kamu masuk neraka), danl-a tadnu minal
axdya'httriaflangan dekati singa sehingga kamu dimakannya)," maka bmtuknya
marfu'.
silakan baca syarh Qatr An-Naila (hal 8G81), Auilhah Al-Maslik (Ivl189), Mughni
At-LaWb (884 tulisan Ibnu Hisyam, dan Al-Lubbab tulisan Al-'Ukbari $/e)'
Adapun perkataan Ibnu Hajar Rahiruhullah ketika menjelaskan sabda Nabi
stlrrlialtahi Alaki ua Sallam ini: 'Maknanya, janganlah kalian melalcukan perbua-
tan seperti yang dilakukan oleh orang-omng kafir, sehingga kalian menyerupai
dngkah laku mLer.a." tika ada yangbertanya,'Mengapa huruf nun dihapuskan
dari kata " e .<*ro dan tidak marfu' seperti marfu'nya kata kerla ' v -3-"
|awabannya adalah: Sesungguhnya kata kerjanya di sini manshub den-gan -irf"
yang wajiL disembunyikan setelah huruf /a' *babiyah-BukanmerljazamkT Ft'
["4I setltat hadimyi irufuttth ttulab snna sekali. Kehadiran huruf /a'sebelum
kata kerja telah menghalanginYa.
42! HR. Muslim (65X118)
l
€ll&
i' JI ,|'jt,,#, pi f6' &i,,9 tit d.V U,ts-6'r[
Bab Aniuran Bagi Orang Alidr Apabila Ditanya,'Siapakah
Orang Yang Paling Berilmu,' Hendaklah la Serahkan llmunya
(Jawabannya) Kepada Allah Subhonohu wo To'olo.
Maksud judul ini adalah jika ada orang yang meminta fatwa ke-
padamu, lalu kamu berkata kepadanya, "Temuilah u1iama." Ia bertanya
lagi, "Ulama manakah yang paling berilmu?" Maka sandarkanlah ilmu
kepada Allah. Imam Ahmad Rahinuhullah ndak pemah menyebutkan
nama seorang r lama tertentu apabila ia mengarahkan kepada ula-
ma.a4Ia tidak berkata, "Tanyakanlah kepada Fulan," tetapi ia berkata,
"Tanyakanlah kepada ulama" karena khawatir timbul fitnah. Eri ada-
Iah salah satu sikap wata' Imam Ahmad Rahimahullah. Karena jika ia
berkata, "Tanyakanlah kepada Fulan," artinya Fulan adalah orang yang
pating berilmu, padahal seseor:rng bisa benar dan bisa sa1ah.
Hanya saja apabila seseorang tidak dihmiuk kepada orang terten-
tu lalu dikhawatirkan ia pergi menanyakannya kepada orang bodoh
untuk meminta fatwa kepadanya, maka dalam kondisi ini lebih baik
menunjuk orang tertentu. Bahkan wajib menunjuk orang tertentu
yang dipandang sebagai ulama yang paling baik ilmu, amanah dan
agamanya. Sehingga orang yang bertanya tersebut diarahkan kepa-
danya. ]ika tidak ada kekhawatiran demikian, maka yang lebih baik
adalah dikatakan, "Tanyakanlah kepada ulama" sehingga kamu tidak
menimbulkan fitnah terhadap orang yang kamu arahkan manusia ke-
padanya dengan menyebut narn:mya.
,124 Silakan b aca I'laam Al-Mauqi'in 'an Rabb Al: Alamiin (I/33) tulisan Ibnul Qayyim.
495
496 €ilffidnl't&
,iv :'F ck ,iv 'ot"i tll, ,Jv # # gl 't+ tlk. t t Y
F';. :).sr r\: 14 qw i,) i-ii 'i6 f il 4 G.?i
,jw fl d;-; dt,p,t?t,r o*e a;:'i
&t'ar;^b:r)t qf J Aick.1r,r 'r'*+:E
r:,otqgr fti ,5,,u Ut;t ri eW dt ;; (u
gl ,u,' ,;36 ,1tet'ri I \til.[-'at $i .pii S ,iA
,):u-,iG.t\g i 4.'Hr *,q1V ngl'i
di;v p '*'i;t;; sg ,fr eG; ,Et 1M y,63
+rs ,ts fr €.G;i;;i,l; i e;it-,4l:tt
ifr6 ) ##' ;to_lt ptlY6'tt;4;:l'rw:a';.bsr
'ry ffiu W ii ') ,;F.{tsi { t1? 4t e V
qi 3i) uli rij ) ia.;; iS E;i t$ t;#'it ry
)'rV ,-f .3t J:t-U ,r-; * p, {t:;; tS(f ,t
e-,-)st Jtu.i \y ai'ri ) :iul 'i iw ,'ti,rir ..,r*ir
.{! } t,r-ij,! { ,irl+rr i1 Suii vj stAr 4 ;y
{ t2$ u, r.r:l ;; t's'.,u d e?
"
;t; ,iv ':1 ii ,;;J F: ttta'r!,.isr Jt 6t rti
ri ,Jw.iY-l' *)\ ii ,'4t Jvi d; ?t* y.:1
#'# UriL) ie {w,iA;U#ii e
,.ri'^* n ^{k }r e q C e ;t,? ; u_ { r*
qt i ) ,,So .i ,iu t;;.r;l i ,;; ,iu" .,si
€,ffiit& 497
,tQA ft,y* e9W.6L:C{r';t'u 4i',
,aAt i i,* i4. :'i #'r:e 4 ry, L';;,:-^'+:.
rt #t +f e ei :;; l$ . ), f, ui't:"^'
b,*ivi42eyti'i i6 vk,*'# t
lJ,1 s$ vtL:C Gw. ,/; b Jriit Usi { t'* q/
:t'-1, 'C3$ $A ,t yirr'rzAt vv o.t;:4r g ;x
ii i;t { i6 \ { ,f *q.: d ari \ ,r-; iu;
6i;e \ k'ti t";')'^* U.r ie { t'* # '# il ,nt
rai vi;*!- iti t';J' tili| tiir,t -!-i 'Jri ,il tst ,r
'^) i6';ee y*,4r i6 { LG:l1 d- Ji'*;t'ttt V,
{ryiA. lit'itt;ist;i*.il,;j't q }) ,;;
,F'*'Sri',1) d;'b) ii- g3 *'ltt ;^b ;rlt iu
eiiUwrt.
122. Abdullnh bin Muhammnd telah mettceritaknn lcepada kami, in berlata,
Sufyan telah menceritakan kepada lumi, ia berluta, Amr telah mence-
ritalan kcpada kami, ia berknta, sa'id bin lubair telah mengabarlan
kepadaku, in berlata, saya berlata kepoda lbnu Abbas bahwa Nauf Al-
498 €mmmT&
Baknli4zs menyatalan bahwa Musa tersebut bulsn Musa Bani lsrail, teta-
pi Musa yang lain. Ibnu Abbas berlcnta, "Musuh Allah Telah berdusta.
tlbay bin Ka'ab telah menyampailan kepada lumi dari Nabi shallalla-
hu Alnihi wa sallam, beliau bersabda, "Tatlala Nabi Musa berdiri me-
nyampailan khuthbahnya kepofo Bani lsra'il, dntanglah seseorang ber-
tanya lcepadanya, " Siapaluh manusia yang paling berilmu? " Musa men-
jawab, "Akulah orang yang paling berilmu." Mala Allah mmegur Mu'
sa karena ia tidak menyerahkan iawabannya kepada Allah. IQmudian
Allah mewahyukan kepadanya bahwa ada salah seofanS hamba-Nya
yang tinggal di pertemuan dua lautan dan ia lebih berilmu dnripada
kamu." Musa berkata, "Wahai Rabbku, bagaimana caranya agar aht
dapat berjumpa denganny a? " Mala Allah berfirman lcepadanyl, " Bau)a-
lah ikan dalam keraniang dan apabila ilan itu menghilang maka di sa-
nalah hamba-Ku tadi berada." Malu berangkntlah nabi Musa bersama
muridny a y ang bernama Y usa' bin Nun dengan membawa ilcnn di dalam
keranjang. Ketilca mereka menjumpai sebongkah batu besar, keduanya
menyandarkan kepala mereka lalu tertidur. Pada saat itulah ilan ters-
ebut melepaskan diri dari keraniang, "Lnht iknn itu melompat mengam-
bil jatannya ke laut itu." (QS. At-Kahfi: 67). Musa dan mutidnya takiub
dengan hat itu. Kemudian merela melaniutknn perialanan selama seha-
ri simalam. Ketitcn subuh menielang, Musa berkata kEada Muridnya,
,,Bawalah ke mari malunan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih
karena perjalanan kita ini"." (QS. Al-Kahfi: 62). Musa tidak merasa
letih dalam perjalanannya hingga tidak terasa mereka sudah terlewat
jauh melaDati tempat yang tehh ditefiulan Allah. I-antas si murid
berknta lcepada Musa, ""Thhulcnh lumu tatkala kita mencari tempat
berlindung di batu tadi, rnalu sesungguhnya aku lupa (mmceritakan
tentang) iko, itr." (QS. At-Kahfi:63). Musaberlcata, "ltulah (tempat)
yrrg kito cari,, . Lalukeduanyakembali, mengihtti jeiakmereka
,semull."
iei. efxrhfi: 641.. Tatkala keduanya sampai pada sebongluh batu tadi,
425 Al-ldafizh Rnhimahullah berkata dalam Al-Fath (l/219), "Nauf- dibaca dengan
memfathahkan huruf nun dan diikuti dengan huruf fa'. Al-Bakaali dibaca dengan
memfathahkan atau dengan mengkasrahkan huruf ba' dan tidak mentasydidkan
huruf kaf. Tidak benar li6 "au-y*g
membacanya dengan tasydid. Sebab ini
adalah nisbat kepada sebuah kota ying bemama balut yang-berada di daerah
Himyar.Tidak benar juga pendapat yuttg
^"ttg"takanbahwa.Bakali
adalah nisbat
kepadukotayangt"'"""^,bikil.yangberadadidaerahHamdan.Keduanamaini
berbeda.
Naufiniadalahseorangtabi'in,salahseorangdaripendudukDamaskus'Ia
seorang yang istimewa din alim terutama tentang kisah-kisah Israiliyat. Ia adalah
anat diii istii tca'ab Al-Ahbar dan ada juga yang berpendapat selain itu'
€ffiit& 499
tunyata disana ada seorang laki-laki yang sedang berselimut ilengan
sepotong paluian, atau ia berlata berselimut dengan palainnnya. Ke'
mudinn Musa mengucaplan salam kepadanya. Al-Khadhir berlata,
'lnilah ucapan salam di tanpatmu" Musa berluta, " Alat ailalah Musa."
Al-Klndhir berlata, "Apalah Musa Bani lsrail?" Musa meniawab,
"Bmar." Kemudinn Musa berlata, "Musa berkata lrepofo Ktidhr: "Bo-
lehkah aku mutgikutimu supaya lumu mengaiarkan kepadnku ilmu
yang bmar di antara ilmu-ilmu yang tehh diaiarlan lczpadnmu?" Dia
menjawab: "sesungguhnya lamu selali-knli tidnk alan sanggup sabar
bersarnalan." (QS. Al-Kahfi: 66). Wahai Musa, sesungguhnya Allah
telah mantberiht ilmu yang tidak mglau ketahui dan Allah iuga telah
memberi,mu ilmu yang tidak aht leetahui." Musa berluta: "lnsya Allah
lamu al<an mcndapati aht sebagai seorang yang sabar, dan aht tidak
alan menentangmu dnlam sesuatu urusunpun". (QS. Al'Kahfi: 69).
Makn buangkntlah lceduanya lce puisir pantai, namun merela berdua
tidak moilapatlan sebuah perahu. Tatkala sebuah perahu melintas, me-
rela mcminta agar pemilikperahu tersebut rela mengangktt merelaber-
dun. Karena pemilik perahu tersebut mmgenali Khadhir, mala inpun
rela manganghtt mereka berdua tanpa menrberi imbalan. IQmudian
datanglah seelar burung dan bertengger di pinggir perahu,lalu burung
tusebut menceluplan paruhnya lce dalam laut. Kladhirpun berluta,
'Wahai Musa, ilmu yang adn padnku dan ilmu yang aila pail^amu tidak
mengurangi ilmu yang ada pada Allah, kecuali bagailun tetesan air
yang dinmbil oleh burung tersebut dengan paruhnya lcc lautan samu-
dera." Kemudian dengan sengaia Khadhir mendelati sebuah papan pe-
rahu hlu in menanggallun papan tersebut. Musa berlata, "Merelca telah
memberi tumpangan k pada kita tanpa memungut bayaran sepeserpun,
tapi englau malah sengaia merusak perahu agar merela tenggelam."
Kradhir berkata, "Bulanlcah aku telah berknta: "Sesungguhnya lamu
selali-lali tidak alan sabar bersama dengan aku" (QS- Al-Kahfi:72).
Musa berkata: "langanlah lumu menghukum aku karena lcelupaanlat
dnn janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalnm
rnusunku". (QS. Al'Kahfi: 73). Kejadinn itu merupakan lctlupaan
pertama yang dilakukan oleh Musa. l-alu mereka kembali melanjutkan
perjalanan. Ketika merelu bertemu dengan seorang anak yang sed'ang
asyik bermain bersama teman-temannya, tiba-tiba Khadhir mefiegang
lcepala anak tersebut lalu memenggalnya dengan tangannya sendiri'
Melihat kejadian itu Musa berknta, "Mengapa kamu bunuh iiwa yang
bersih, bu-kan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya knmu
500 €mmruT&
telah melakulan suatu yang munglar". (QS. Al'Kahfi: 74)' Kndhir
berkata, "Bukankah sudah kukntakan kepadamu, bahwa sesungguh-
nya kamu tidak alcnn dapat sabar bersamaht?' (QS. Al-Kahfi: 75).
Ibnu 'lJyainah berluta: Teguran Khadhir yang ini lebih diteknnkan da-
ri yang pertama. 'Mala keduanya berialan; hingga tatkala keduanya
sampai bprdo penduduk suatu negeri, merela minta dijamu kepada
penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
merela, lcBmudian keduanya menilapatlan dalam negeri itu dinding
rumnh yang hampir roboh, mnla Khidhr menegaklan dinding itu".
(QS. Al-Kahfi: n). Kanudian lhadhir menegakkan dinding tersebut
dengan tangannya. Musa berlata: "Musa berlata: "Jikalau knmu mau,
niscaya lamu mengambil upah untuk itu." (QS. Al'Kahfi: 77). Khadhir
berlata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu (QS. Al-Kahfi:
78).' Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Semoga Allah me-
limpahkan rahmat-Nya kepada Musa, sungguh kita berharap Musa
tetap sabar menahan diri sehingga kita bisa mengetahui kisah mereka
berdua selanjutnya."
Syarah Hadits
Perkataan, "f\ ?y -* uL" (Sesungguhnya ia adalah Musa yang
lain) dengan tanda baca tanwin pada laf.azh i-y, karena menurut
kaidah: Semua kata benda (isim) yang tidak bisa di tashrif karena ia
berupa nauna, lalu ia tidak diketahui secara pasti, maka ia bisa di
tashrif.a26 Karena itulah ada perbedaan pada perkataan, "*. l'rrl;V
!w: ,X ')i l)\-ht')" (Saya akan mengunjungimu setelah Ramadhan ini
atau sesudah Ramadhan). Perkataan, "orQ,r't+" artinya kamu akan
mengunjunginya bulan Ramadhan tahun ini, tetapi perkataan, "'r+
ttt-b,r'artinya kemungkinan kamu akan mengunjtrnginya setelah ber-
ialu sepuluh kali bulan Ramadhan. Karena itu, Ibnu Malik berkata:
Menurut Tamim, tashrif-lahyang berbentuk nakirah
Dari semua yang ma'rifah-nya menjadi sebab sesuatu.a27
Perkataan, 'Nabi Musa berdiri berkhuthbah." Apakah kata Nabi
berasal dari perkataan Ubay, atau dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam?
silakan baca An-Nahwu Al-wafitulisan ustadz'Abbas Hasan (lv /227,n1,265)
Alfiyah lhnu Malik,bab Ma laa yunsharif ,balt nomor (673)
426
427
,fl,tt,p 501
]awabnya, dalam hal ini ada beberapa kemungkinan. Mungkin
Ubuy yang mengatakan Nabi, karena kita mengetahui dengan yakin
bahwa itulah yang dimaksud oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Sebab Rasulullah Shallallahu Alaihiwa Sallam tidak pernah ber-
cerita mengenai Musa melainkan yang dimaksud adalah Nabi Musa.
Tetapi bagaimanakah hukum asalrya?
jawabnya, menurut hukum asalnya adalah tidak ada penambahan
dan penyisipan dalam matan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa sallam. Berdasarkan hal ini kami katakan, "Meskipun kemungkinan
ini ada, tetapi menurut hukum asal, kata ini berasal dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam."
Dalam hadits ini diceritakan seolah-olah Nauf Al-Bakali yang
mengklaim demikian, dengan tujuan agar tidak ada orang yang ber-
kata bahwa ada manusia yang lebih berilmu dari Nabi Allah. Mak-
sudnya adalah Khadhir. Karena Allah memberikan Khadhir ilmu
yang tidak diketahui oleh Musa. sangkaan ini merupakan kejahilan
dari Nauf. sebab keitimewaan dalam suatu bidang tidak berarti
seseorang menjadi teristimewa secara umum. Maksudnya, bisa jadi
seseorang memiliki ketebihan tertentu, tetapi hal itu tidak berarti ia
memiliki kelebihan dan keistimewaan secara umum dalam segala hal.
Contohnya, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda pada
perang Khaibar,
4[ll;:r'tut S: tl r zz4-l- s) n;.>at rtlr 3p),tu,
"sungguh besok aku alan menberilan bendera perang kepada seorang lelaki
y ang mutcintai Allah dan rasul-Nya, dan Allah serta rasul-Nya juga mencintai
dirinya."
Mendengar hal itu oranS-or:rng bertanya-tanya dan memperbin-
cangkannya, "siapakah lelaki tersebut?" Esok harinya mereka men-
datangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan masing-masing dari me-
reka berharap bendera itu diserahkan kepadanya. Nabi Shallallahu
Alaihiwa Sallamberkata, "Dimana Ali bin Abu Thalib?" Maka dijawab,
"Dia sedang sakit mata." Kemudian beliau memerintahkan Ali untuk
datang, maka ia pun datang. Kemudian Nabi shallallahu Alaihi wa
Sallam meludahi kedua mata Ali, Ialu kedua matanya sembuh seperti
sediakala. Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan
bendera tersebut kepadanya. "a2s
428 HR. Al-Bukhari (3701) dan Muslim (2406)(34)
s02 €mmrur&
Apakah kita katakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa AIi
bin Abu Thalib adalah shahabat yang paling utama?
|awabnya, tidak. Suatu kelebihan yang ia mitiki tidak berarti ia
memiliki keutamaan secara mutlak.
Demikian pula Khadhir yang memiliki suatu kelebihan ilmu di-
bandingkan Musa dalam tiga perkara tersebut, namun tidak berarti
Musa lebih rendah derajat dan martabatnya daripada Khadhir.
Perkataan, "Di pertemuan dua lautan." [Syaikh Asy-Syanqithi Ra-
himahullah dalam l<tab Adhwa- Al-Bayanberkata: Penyebutan tempat ini
tidak ada manfaabrya, dan lebih baik tidak usah dibahas. Maksudnya
mengetahui dimanakah pertemuan dua laut yang dimaksud].
Ath-Thahir bin 'Asyur Rahimahullah dalam kitabnya At-Tahrir wa
At-Tanwir berkata, "Pertemuan dua laut tidak patut diperselisihkan la-
gi bahwa letaknya ada di negeri Palestina. Zhahirnya tempat itu adalah
hulu sungai ]ordan di danau Thabariyah. Sungai ]ordan adalah sr:ngai
besar yang mengalir di belahan bumi tempat Musa dan kaumnya me-
larikan diri. Orang-or:rng Israil menamakarurya dengan Bahr Al-lalil.
Musa Alaihissalam sampai di tempat itu setelah menempuh perjalanan
sehari semalam'dengan berjalan kaki. Dengan demikian, kita dapat
mengetahui bahwa tempat tersebut tidak terlalu jauh."
Salah satu bukti yang mengisyaratkan perkataannya itu adalah
bahwa Musa berjalan kaki hanya sebentar saja sebagaimana yang
disebutkan di dalam sebuah hadits yang menyebutkan perkataan
Musa, "Ya Rabbi, jadikanlah untukku sebuah tanda agar aku dapat
mengetahuinya dengan tanda tersebut." Allah berfirrtan, "Bawalah
seekor ikan di dalam keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan ter-
sebut maka disitulah engkau akanbertemu dengannya."
Kemudian Musa membawa seekor ikan yang ia letakkan di da-
lam keranjang. Lalu Musa berkata kepada muridnya Yusya'bin Nun,
"Aku tidak membebanimu dengan tugas berat selain untuk menga-
barkan kepadaku ketika ikan tersebut pergi darimu." Muridnya ber-
kata, "Engkau tidak memberikan tugas yang berat." Kemudian Musa
berangkat bersama dengan muridnya itu. Hingga tatkala mereka tiba
di batu yang sangat besar, mereka meletakkan kepala lalu tertidur.
Kemudian ikan itu melompat. Kisah ini menunjukkan bahwa mereka
tidur setelah berjalan sejauh satu hari perjalanan, dan tempat tersebut
tidak terlalu jauh dari tempat mereka berangkat.4e
429 Tulisan yang berada di dalam tanda kurung adalah tulisan yang dibacakan seorang
penuntut ilmu untuk Syail<h Al-Utsaimin Rahirnahullah.
€,ffiiil&
Meskipun demikian, Asy-Syanqitli Rahimahullah melegakan kita
dengan perkataanya, "Tidak perlu bersusah-susah mengetahui letak
pertemuan dua lautan." Segala puji bagi AUah, sesungguhnya kami
mengikuti petunjuk Syaikh Asy-Syinqithi.
Adapun perkataan Ath-Thahir bin 'Asyur -meskipun ada ke-
mungkinan benar- tetapi kita tidak bisa memastikannya.
Perkataan, "Musa dan muridnya takjub dengan hal itu.' Keaja-
ibannya adalah, biasanya ikan akan mati jika keluar dari air. Ikan ini
sudah diletakkan di dalam keranjange, meskipr:n demikian ikan itu
berhasil meloloskan diri dengan perintah AUah, lalu melompat ke
lautan.
Firrtan Allah Subhanahu waTa'Ala, "menelusui jejakmuekn semula."
Maksudnya menelusuri jejak dan mengikutinya.
Perkataan, "mereka meminta agar pemilik perahu tersebut rela
mengangkut mereka berdua." Disebutkan dengan perkataan, "mereka
meminta" dan tidak dikatakan, "keduanya meminta mereka untuk
mengangkut keduanya." Tidak ada pertentangan antara kalimat "me-
reka meminta" dengan kata ganti jamak, dengan kalimat "mengang-
kut keduanya" dengan kata ganti untuk dua orang.
Alasarmya, kalimat, "mereka meminta" adalah dengan menghi-
tung bahwa mereka adalah tiga orang, yaitu Musa, muridnya dan
Khadhir. Sedangkan maksud, "mengangkut keduanya" adalah Musa
dengan Kradhir tanpa mengikutkan sang murid, karena ia adalah
pengikut Musa. Penjelasan ini berlaku jika lafazh haditsnya benar se-
perti ini, dan kemungkinan ada disebutkan dalam riwayat yang lain.
Da1am hadits ini ada penggalan ayat yang tidak disebutkan, yaitu,
"Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar." (QS.
Al-Kahfi: 71). Maksudnya melakukan sesuatu yang besar. Contoh
penggunaannyayar:rg lain adalah pada perkataan Abu S.rfyutu "Sung-
guh besar perkara Ibnu Abi Kabsyah"al Amira artinya 'azhumn.B2
Seharusnya ayat ini disebutkan di dalam redaksi hadits, tetapi ke-
mtrngkinan terlewatkan oleh sebagian periwayat hadits. Karena per-
430 M*tal artinya keranjang besar. Ada yang berkata keranjang tersebut bisa me-
nampung lima belas sha', seolah-olah di dalamnya terdapat satu ketel kurma. Ya-
itu satu kumpulan kurma yang digabungkan di dalam keranjang. Silakan baca
An-Nifuyah fi Gharib AlHadits wa Al-Atsr (J .:, :l)
431 Telah disebutkan takhrijnya.
432 Silakan baca An-Nihryah tulisan Ibnu Al-Atsir (1 ; f)
503
504 €mm;ruT&
kataan, "suungguhnya lamu telah berbuat suuatu kesalahan yang besar".
(QS. AI-Kahti:71^) mengandung celaan. Oleh sebab itu, Khadhir me-
ngingatkan Musa, ia berkata, "sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sabar bersama dengan aku". (QS. Al'Kahfi: 72)
Perkataan, "Karena aku lupa." Apakah huruf ma di sini ma mash-
dariyah atau ma maushulah? Maksudnya, apakah artinya "]anganlah
kamu menghukumku karena kelupaanklt," atav "karena apa yang te-
lah aku lupakan?"
]awabnya adalah: Yang pertama lebih cocok, yalbama mashdariyah.
Perkataan, "sesungguhnya'lumu telah melakulcnn suatu yang munS-
kar". (QS. Al-Kahfi: 74) lebih keras dari pada perkataan, "Sesungguh-
nyakamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar." (QS. Al-Kahfi: 71).
Maknanya adalatu kamu telah melakukan sesuatu yang diingkari dan
tidak ada seorang pun yang menyetujuinya. Anak tersebut sedang
berntain-main dengan anak yang lain, bagaimana mungkin kamu tega
menarik kepalanya dan mencabutnya hingga ia mati?! Ini adalah suatu
perbuatan mungkar. Sebab jiwanya masih bersih dan belum melakukan
suatu kejahatan hingga membuatnya pantas untuk dibunuh.
Perkataan Ibnu'Uyainah, "Teguran Khadhir yang inilebih ditelanknn
dai yang pertamn." Alasannya adalah karena sebelumnya Khadhir
berkat+ "Bukankah aku telah berlata: "sesungguhnya knmu sekali-kali ti-
dnk akan sabar bersama dangan alat" (QS. Al-Kahfi: T2l.Ucapan ini ma-
sih memakai sopan santun. Adapun perkataannya setelah it1J, "Btt-
lankah sudnh kukatakan kepadamu?" (QS. Al-Kahfi: 75) adalah ucaPan
yang mengandung penekanan. Seolah-olah ia berkata, "Aku tidak
mengatakannya begitu saja, tetapi aku mengatakannya langsung ke-
padamu."
Gaya bahasa ini masih dipakai hingga sekarang. Pada kali perta-
ma kamu mengingkari seseorang, kamu akan berkata, "Bukankah te-
lah saya katakan ini dan itu." Kemudian setelah itu kamu akan ber-
kata, "Bukankah telah kukatakan padamu ini dan itu." Yang mengi-
syaratkan penekanan kepadanya.
Perkataan, "Maka keduanya berjalan; hi.gg" tatkala keduanya
sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada
penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding
rumah yang hampir robotr, maka Khidhir menegakkan dinding itu.
Mua a b erk ata: " I iknl au kamu m au, nis c ay a kamu m en g amb il up ah untuk itu " .
€,ffitt,p
(QS. At-Kahfiz 77) Ialu Khadhir mendirikannya dengan tangannya."
secara zhahir perkara yang ketiga ini mentrnjukkan sikap yang baik,
sedangkan dua perkara sebelumny4 yaitu membunuh seseorang dan
menenggelamkan perahu menunjukkan sikap yang buruk.
Perkataan, "Kemudinn Musa berluta lrepadanya, "Jilcnlau leLmu mau,
nis cay a lumu meng ambil up ah untuk itu." Khadhir b erknta : " lnilah perpis ahan
antar a alat deng an l(nmu. " ( Q S. Al-Kah fiz 7 7'7 8l
Sebenamya Musa tidak lagi mengingkarinya di sini, tetapi Musa
hanya berkata, "likalau kamu mnu, niscaya kamu mengambil upah untuk
itu." (QS. Al-Kahfi: 77).Karena ketika itu Musa dan l(hadhir tidak di-
sambut sebagai tamu, sehingga penduduk desa itu tidak pantas men-
dapatkan perlakuan baik dengan mendirikan tembok yang roboh di
sana.
Perkataan, "seandainya engkau mau" merupakan suatu gayaba-
hasa yang sangat santun. Maksudnya, "Kamu tidak tercela jika me-
mintanya, karena mereka tidak menjamu kita." Namun Khadhir tidak
sabar lagi, iapun berkata, "lnilah perpisahan antara kita." Khadhir te-
Iah bersabar dua kali sebelumnya, dan pada perkara yang ketiga ia
tidak sabar lagi.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam, "semoga Allah melimpahkan
rahmat-Nya kepada Musa, sungguh kita berharap Musa tetap sabar mena-
han diri sehingga kita bisa mengetahui kisah mereka berdua selaniutnya."
sesungguhnya yarrg bakal mengisahkannya adalah Allah subhanahu
waTa'ala.
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu Alaihi wa
Sallam ir,gin mengetahui tentang cerita orang-orang terdahulu. Karena
itulah beliau berkata, " semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Mu-
sa, sungguh kita berharap Musa tetap sabar mmahan diri sehingga kita bisa
meng etahui kis ah mer eka b er dua selanjutny a. " Demikianlah seharusnya
setiap orang, ingin memiliki teladan dari orang-orang sebelumnya. Ia
harus mengetahui kisah-kisah mereka hingga dapat meneladaninya
denganbenar.
505
€rs&
v;v go F.,6 ii Jv ,y q6.
Bab Bertanya Sambll Berdiri Kepada Seorang Alim Yang Sedang
Duduk
4 ,f ,Jr,3 e) Ji ,);Y ,f "rf *ii Jv 'o;j.| 13"6 ' t Yf
i;rr.ii* tq ^rt':l, * :d, JL,y'riv :Ju ,!;
,+ ,j,6.'r,6 ;ut-u'';i 5f r.i,r E ejuir u.i,r
:iui w,u ItG t{r \^-,i3 gLer \ :iG c"l ^nyEi
,Y':"r It ,W e'titqat e ltq ofi,S'3
C.
,y
123. lltsman telah menyampailan kcpada lumi, ia berlata, larir telah
menyampailan kepada lami, ilari Manshur, ilari Abu Waail, dari Abu
Musa, ia berlata, "seorang laki-kki d.atang bpoda Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam lalu berluta, "YA Rasulullah, apalah yang disebut
berpuang fi sabilillah (di jalan Allah). Knrena salah seorang ilari lumi
ada yang berperang lurma perasann marah dan ada iuga yang berpe-
rang karena fanatisme golongan." I-antas Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam mengangkat kepalanya -Abu Musa berlata, "Beliau tidak akan
menganglat kepalanya melainlun knretta laki-laki tadi bertanya sam-
bil berdiri- seraya meniawab, "Yaitu siapa saia yang berperang untuk
meninggilan lalim^at Allah, itulah yang dbebut fi sabilillah @i ialan
Allah) 'Azza Wa lalla.'an
[Hadits 123 ini juga tercantum pada hadits no: 28L0, 3126 dart
74s81.
433 HR. Muslim (151X19O1)
s06
l
€,srilp s07
Syarah Hadits
Kandungan hadits yang menguatkan judul bab adalah perkataan,
,,Lantas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengangkat kepalanya."
Ketika itu Rasulullah Shallatlahu Alaihi wa Sallam sedang duduk dan
lelaki itu berdiri. Ini adalah dalil bolehnya meniadikNr Dalalah Al-
Luzum (petunjuk yang lazim) sebagai patokan. Hadits tidak menye-
butkan bahwa ketika itu lelaki yang bertanya sedang berdiri dan
Rasulullah Shallallahu Ataihi wa Sallam sedang duduk. Akan tetapi dari
perbuatan Rasulullah Shallallahu Akihi wa Sallam yang mengangkat
kepala kepadanya dapat diketahui secara Lazim bahwa beliau sedang
duduk din lelaki itu berdiri. Inilah yang disebut menjadikan Dalalah
Al-Luzum (petunjuk yang lazim) sebagai patokan.
Para ulama mengatakan ada tiga jenis Dalalah: Muthabiqah, Ta-
dhammun, dan Al -lltizAm.ay
Petunjuk dalam ucapan yang menielaskan makna yang semPuma
disebut Muthabiqah.
Petunjuk dalam ucapan yang menjelaskan bagian yang tercakup di
dalamnya disebut T a dhammun.
Petunjuk dalam ucapan yang menjelaskan perkara lazim yang se-
harusnya terjadi disebut lltizanm.
Misalnya, jika kita berkata, "Ini adalah istana si Fulan'" Kata istana
menunjukkan segala bangunan yang memiliki kamar-kamar, teras-
teras, tangga, dan lain-lain.
Petunjuk dalam ucapan yang menjelaskan adanya setiap bagian
dari bagian-bagian rumah, seperti menunjukan adanya kamar, teras
dan tangga, disebut Tadhammun.
Sedangkan petunjuk yang menjelaskan bahwa semua bangunan
pasti ada yang membangunnya disebut Dalalah Al-lltizam.Ini adalah
dalalah yang paling bagus. Karena dengan Dalalah Al-lltizam, i*a
seseorang diberi taufiq untuk dapat memahami dengan kuat dan
baik, maka ia dapat mengeluarkan banyak faidah dari nash yang tidak
mampu dikeluarkan oleh orang lain.
Contoh yang lain, Al-Khaliq (Maha Pencipta) adalah salah satu
nama Allah. Petunjuk yang menjelaskan adanya Dzat -saia- adalah
Tadhammun Petunjuk yang menjelaskan adanya sifat penciptaan -saia-
434 silakan baca Al-Ihkam tulisan Al-Lamidi (l/36), Al-Mustashfa (l/25), Rnudhah An'
Nazhir (l/14), Al-Mahshul (l/299\ dan Allbhaaj (l/204)
508 €ilffi,iffi'ls
adalah Tadlwmmurc. Petunjuk yang menjelaskan adanya Dzat dan pen-
ciptaan adalah Muthabiqah. Petunjuk yang menjelaskan adanya ilmu
dan kemampuan adalah Al-lltizam-
Kesimpulannya, dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan
bahwa jika seorang yang sedangberdiribertanya sesuatu kepada orang
yang sedang duduk, maka orang yang sedang duduk tidak harus
bangkit berdiri untuk menjawabnya. Demikian pula sebaliknya, di-
perbolehkan. Misalnya sang Penanya sedang duduk dan orang yang
ditanya sedang berdiri. Namun bisa dikatakan bahwa perbuatan ini
merupakan adab yang buruk. Sehingga jika kamu bertanya ketika
sedang duduk dan yang ditanyai sedang berdirl maka perbuatan ini
dipandang kurang menghonnati orang yang ditanyai, dan termasuk
melecehkannya, kecuali orang yang memiliki udzur, seperti orang
yang sakit kronis yang tidak mamPu untukberdiri.
Apakah seorang penuntut ilmu meneladani hadits ini atau me-
nelad.ani hadits jibril yang menyebutkan bahwa |ibril duduk di hada-
pan Rasuldlah Shatlatlahu Alaihi wa Sallam lalu bertanya kepada be-
liau?s
|awabnya: Bertanya dalam posisi berdiri sedang yang ditanya da-
lam posisi duduk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan surutah.
Hanya saja meskipun perbuatan ini tidak sesuai dengan sunnah, na-
mun tetap diperbolehkan.
435 Telah disebutkan takhrijnYa
€m&
t9' *+#tf ir' vq
Bab Bertanya Dan Berfatwa Ketlka Melontar lumrah.
r &-*'Jt 3;'* €) #. ,fi "t t3'"; itt # I $3;. t I t
'a, ,k ;rit *;i, ,S:* ,f# tr * #'-AL j. ,#
Ly; ]nr iy'rt-1y: Jtil 3U t')i1:;;lr "1 p-t *
,: iv yt j-', v ,fI ju .tf 'li s;r ,
j6
. g,:i ji *
;i ni ?i ,,C # ,b u;i .e; r:"it ,iu ';:i :ti #
.t; 'ii J-' 'i6'it
724. Abu Nu'aim telah mencritalan lepaila lami, ia berlata, Abdul 'Aziz
bin Abu Salarnah telah mencqitalan kepada lami, ilai Az-Zuhri, ihri
lsa bin Thalhah, dari Abdullah bin 'Afir, ia bdata, "Alu melilwt
Rasulullnh Slnllallahu Alaihi wa Sallam di delat iumrah, saat itu
beliau sedang ditanya. Sewang laki-laki b*tanya, 'Walui Rasulullah,
aht suilnh mmyanbelih sebelum melontar jumrah?" Beliau mmjawab,
'Pogilah melontar, tidak mengapa." Irlu datang laki-laki lain ilan fur-
lata, "Wahai Rasulullah, alat suilah bercuhtr sebelum menyemfulih."
Beliau mani awab, " Sembelihlah, tiilak mmgapa." Tidaklah beliau ditanya
tentang satu marusikhajipun yang didahululan ihn dialihirlan lcecuali
beliau menj awab, " Idcsannkanlah, tiilak mengapa, "
Syarah Hadits
Dalam hadits ini disebutkan bahwa seorang lelaki berkata kepada
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam., "Aku sudah menyembelih sebelum
509
510 €ilffi,iHl&
melontar jumrah." Sudah kita ketahui bersama bahwa melontar di-
lakukan terlebih dahulu sebelum menyembelih.
Lelaki yang kedua berkata, "Aku sudah bercukur sebelum me-
nyembelih.' Sudah kita ketahui bersama bahwa menyembelih dila-
kukan terlebih dahulu sebelum bercukur. Dasamya adalah firman
Allah subhanahu wa Ta'ala: ':i'; t'ltig,; kii\#$; " dan jangan knmu
mencukur kepalamu, sebelum l<nrban sampai di tempat penyembelihnnnyt"
(QS. Al-Baqarah: 195). Berdasarkan ayat'ini maka yang dimaksud
dengan "tempatnya" adalah waktu penyembelihan. Apabila waktu
penyembelihan tetah tiba, maka diperbolehkan mencukur.
Manasik haji yang dikerjakan pada hari 'Idul Adhha ada lima:
Melempar jumrah, menyembelih, mencukur rambut, thawaf, kemu-
dian sa'i. Inilah urutannya dan inilah yang paling utama. Apabila seba-
giannya didahulukan dari sebagian yang lain, maka tidak mengaPa.
Sehingga seandainya sa'i didahulukan dari thawaf, maka tidak me-
n8apa.
Apakah hal ini berlaku untuk hari itu saja, atau diperbolehkan juga
untuk hari kedua dan ketiga?
]awabnya: secara zhahir hadits ini bermakna mutlak. Hadits ini
menunjukkan kemudahan datam agama Islam. segala puji bagi Allah.
salah satu kemudahan yang Allah berikan adalah Allah memberi
ketapangan bagi manusia dalam melakukan manasik yang lima ini,
sehingga manusia tidak berkumpul seluruhnya untuk melaksanakan
manasik yang sama.
Misalnya ada seseorang datang untuk melempar jumrah,^dan ter-
nyata ia mendapatinya sudah penuh sesak. Maka ia boleh berkata,
"Kalau begitu, saya melakukan thawaf dan sa'i."
Misalrya ada seseorang yang datang untuk thawaf dan sa'i, dan
temyata ia mendapatinya sudah penuh sesak. Maka ia boleh berkata,
"Saya akan melempar jumrah dan menyembelih." Ataupun yang se-
misalnya.
Salah satu kenikmatan dari Allah Azzn wa lalla adalah, Allah me-
mudahkan hamba-hamba-Nya pada hari itu dalam masalah urutan
manasik. Seseorang tidak harus melaksanakan manasik yang lima ini
sesuai dengan urutannya.
Jika ad.a yang berkata, "Dalart sebagian latazh hadits yang di-
riwayatkan Ibnu Abbas dan yang lainnya tentang masalah ini disebut-
€iliitp
kan bahwa lelaki yang datang bertanya mengatakan, "Saya tidak sa-
dar."e Mengerjakan tanpa sadar merupakan alasan yang menyebabkan
ia mendapatkan pembolehan."
Kami katakan: Pertanyaan dari orang yang bertanya itu tidak
menjadi patokan. Akan tetapi yang menjadi patokan adalah keumu-
man makna hadits.
Kemudian lalazh yang lain menunjukkan bahwa mereka melaku-
kan hal tersebut dengan kesadaran.
Iika ada yang berkata, "Mafla dalil yang menunjukkan bahwa ti-
dak mengapa mendahulukan dan mengakhirkan pada masa ya g
akan datang setelah peristiwa itu?"
Kami katakan: Karena Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Lakukanlah, tidak mengapa." Seandainya perbuatan itu tidak diper-
bolehkan, pastilah Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam berkata, "Lakukan-
lah, tetapi jangan ulangi." Ini adalah salah satu bentuk kemudahan da-
lam Islam. Dengan demikian kita dapat mengetahui lemahnya penda-
pat yang mengatakan, "Pembolehan ini khusus untuk orang yang lupa
atau tidak mengetahui hukumnya."
Sebagian mereka menambahkan lagi, bahwa jika seseorang me-
nyelisihi urutan ini -meskipun karena lupa atau tidak tahu- maka ia
wajib membayar dam (denda). Pendapat ini lemah seperti pendapat
yang sebelumnya. Yang benar perkara dalam hal ini luas.sT
]ika ada yang berkata, 'Apakah pembolehan ini berlaku juga un-
tuk sa'i dan thawaf untuk Umrah?"
Kami katakan, "Tidak." Demikianlah pendapat iumhur ulama.
Kami tidak mengetahui ada seorang Pun yang berpendapat bolehnya
mendahulukan sa'i dari thawaf ketika Umrah, kecuali pendapat
Atha'.68 Tidak diragukan lagi bahwa Atha' adalah seorang ulama pen-
duduk Mekah dan ia memiliki ilmu yang banyak tentang manasik haji.
Akan tetapi dikatakan: Sesungguhnya Nabi Slullallnhu Alaihiwa Salhm
mengerjakan thawaf lalu mengerjakan sa'i ketika Umrah, dan beliau
berkata,
HR. Al-Bukhari (84), dan Muslim (1304(81), dari Ibnu Abbas Radhiyallahu An-
huttu akan tetapi tanpa lafazh, "saya tidak sadar." Lafazh ini diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (1R6) dan Muslim (73cr])@2n dari hadits Abdullah bin'Amr bin Al-
' Astr Radhiyallahu Anhuma.
Silakan baca perselisihan pendapat dalam masdah ini dalam Al-Mughni N /SZO-
323), dan Mausu'ah Fiqh Al-Imam Ahmad (lX/21&222)
Silakan baca Al-Mughni (Y /24f|l dan Mausu'ah Fiqh Al-lmam Ahmad (lX/132)
511
437
438
512 €ilffi,iffi't&
€16 ur-tr;J;s.
" Henihklah lalian mengambil (maniru) m"anasik lcalinn dariku. " 8e
Menurut asalnya, urutan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu
Alaihiwa Sallnm hukumnya wajib.
Kemudian, mendahulukan sa'i dari thawaf ketika Umrah merusak
ibadah Umrah itu sendiri. Karena ibadah Umrah terdiri dari thawaf
dan sa'i. Jika thawaf diakhLirkan, maka paitilah ibadah tersebut menja-
di rusak. Berbeda dengan hajr, karena manasik haji lebih banyak. se-
hingga mendahulukan sebagian perbuatan dari perbuatan yang lain-
nya pada hari'Id tidak menyebabkan kerusakan.
Pendapat yang benar adal,ah: Ibadah Umrah tidak bisa disamakan
dengan ibadah Haji dalam masalah ini.
439 HR. Muslim (129nprc)
€az&
{r+$UiG+-}t;,
Bab Firman Allah Subhonohu wo To'olo z'Don tidokloh komu
diberi pengetohuon meloinkon sedikit" (QS. Al-lsraa': 85).
;;J\t ril,e :iu yt'|rt !t& $'-r; io "4 il "#
tt'-6. ! Y o
;F ,f.# i,fr t#l:U *"p ,'^;t 'flr ,,b
,'i;'fu ,*ry.\,*\ ,i)w'l :;i2;. iG1 .atlt 3;
v ,r,t;),t S U ,J* g ,y;;ut .^lrt :frk i6
,i6 & ;At r*,,i-';i gL o ;- ii1,,$' isd ti:')t
.frj\,
L25. Qais bin Hafsh telah menceritalan kcpada kami, ia berluta, Abdul Wahid
telah menceritalun kepada kami, in berkata, Al-A'masy Sulairnan bin
Mihran telah menceritalun kepada knmi, dari lbrahim, dari 'Alqamah,
dari Abdullah, ia berluta, "Ketilaknmiberjalan bersama Nabi Shallalla-
hu Alaihi wa Sallam yang berteleknn dengan tongkat dari pelepah kur-
J6i t' )? qU
513
514 €r.mmrul&
maq di s ebuah r eruntuhan r um.ahat di Madinah, kami melew ati s ekelom-
pok orang Yahudi. sebaginn mereka berkata kepada sebagian lainnya,
"Tanyakan kepadanya tentang ruh." Sebagian lagi berkata, "fangan ta-
nyaknn hal itu agar i.a tidakmemberi iawabanaa yang tidakkalian sukai."
Sebaginn lagi berkata, " Kami pasti akan menanyaknnnya '" Salah seorang
dnri muela bangkit dan berl(nta, 'Hai Abul Qasim, apaknh ruh itu?"
Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam diam saja, aku mengirabeliau sedang
mendapat wahyu, maka alu pun bangkit berdiri. setelah wahyu selesai
diturunknn, beliau bqsabda, "Dafl merekn bertanya kepadamu tmtang
ruh. Kntal<anlah : " Ruh itu termasuk ur us an Tuhanht, dan ti daklah lumu
diberi pengetahuan melainkan sedikit" . (QS. Al-Ist aa' : 85). AI-A' masy
berlata, " Demikianlah yang tercantum dalam qiraat lcnmi." #
[Hadits 125- ini tercantun juga pada hadits nomor: 4721,7297,7456
dan74521.
Asiih adalah tongkat dari pelepah kurma. Al-Fath (l/224)
I(hiraab, boleh dibaca dengan mengkasrahkan huruf kha' dan dengan mem-
fathahkan huruf ra" yang merupakan bentuk jamak dari lcata kharbah. seperti
katanaqmah, niqaam. nisaJuga bentuk jamak dari kata khirbah.seperti kata ni'mah,
ni'am.tirsaiuga'bentuk jamaid^ntatatOunbah.*peftikaianabiqah, nabiq dankata
kalirnah,lalim.
Ada yang meriwayatkan dengan huruf haa' tanPa titik berbaris fatah dan
^"*rkrrikun
huruf ra' dan setel"hny" huruf tsa'. Artinya lahan yang sudah
diolah dengan pertanian'
Silakan baca An-Nih,ayah tulisan Ibnu Al-Atsir (.r .r C) dan Al-Fath tulisan Ibnu
Hajar (l/224).
saya katakan: Ibnu Al-Atsir Rshimfuhultal, mmyebutkan tiga cara membaca kata
,' +7,, karera semua kata yang memakai bentuk/a'ila' sepetti kabid dankatif , maka
boleh disebutkan denganiiga cara pembacaan nifa'\u,fi'lu danfa'ilu'
-
Para ahli Nahwu (tadbahasa Ara6) menambahkan bahwa jika huruf yang bera-
da dipertengahan termasuk huruf tenggorokan (huruf tenggorokan ada enam:
hamz'ah, Ha1 ,'ain, ha', ghiry dan kha') maka diperbolehkan juga cara keempat'
yaitu huruf pertama mei6kutl baris huruf yang lefla yaitu kasrah, baik berupa
Li* *",rpr., f il, seperti
-ka
A fakhidz dan syahida. Silakan baca Syarh Syudzut Adz-
Dzohab (hal34)
Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath (l/224):
perkataary ,,
e, e*3- i ; {W'i - pi dalam riwayat kami tercantum dalam bentuk
jazm karena k=eduduklnnya sebagai Jawab An-Nalryi. Boleh iuga dinashabkan,
maknanya menjadi, ,,]angin kalian tanya tentang h{ itu, dikhawatirkan ia akan
memberi jawaban yang ti-dak menyenangkan kita." Boleh juga dirafa'kan sebagai
kala isti'naafiyah.
MO
ML
4u3 HR. Muslim (2793)(32)
€,sttp
Syarah Hadits
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, "Dan mereka bertanya lepadamu
tantang ruh" (QS. Al-Israa': 85). Para ulama berselisih pendapat tentang
makna kata Ar-Ruhsa dalam ayat ini, apakah yang dimaksud adalah
ruh di dalam badan yang membuat jasad kita hidup? Atau yang dimak-
sud adalah malaikat Jibril? Karena malaikat Jibril dinamakan dengan
nama Ar-Ruh, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'alaz 'Padn
malam itu turun malaikat-malailut ilan malaikat libril (Ar-Ruh) dmgan izin
Tuhnnnya untukmengatur segala urusan." (QS. AI-Qadr: 4), firrtan Allah
Subhanahu wa Ta'ala: "Katalunlah: "Ruhul Qudus (libril) menurunlan Al
Qur'an itu dari Tuhanmu" (QS. An-Nahl: 102), dan firman .AlLah, 'dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (libril), Dan sesungguhnya Al Qur'an
ini benar-benar diturunknn oleh Tulun semesta Alnfi" (QS. Asy-S5ru'araa':
193-1941
Sebagian ulama berkata, "Maksud ruh di sini adalah ruh yang
membuat jasad kita hidup." Tetapi dari redaksi hadits tampak jelas
bahwa yang dimaksud dengan Ruh di sini adalah Malaikat ]ibril. Ka-
rena |ibril adalah musuh or:Lng Yahudi. Sehingga mereka khawatir
menanyakannya kepada Rasulullah Shallallnhu Alaihi wa Sallam lalu
beliau menjawab dengan sesuatu yang tidak mereka sukai darinya
seperti penyebutan sifat-sifatny a y N$ mulia dan sanjungan.
Tidak ada permasalahan jika dikatakan bahwa libnl Alaihissalam
adalah tidak diketahui dan terrtasuk urusan Allah. Ruh yang mem-
buat jasad kita hidup juga tidak diketahui keadaannya, dan tidak se-
orangptrn yang mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Ruh itu termasuk urusan Tulun-ku." (QS. Al-Israa': 85) Karena itu kami
katakan: Materi pembentuk ruh tidak sama dengan materi pembentuk
badan. Ia bukan daging, bukan urat syaraf, bukan tulang, bukan tanah,
dan bukan darah. Ruh terbentuk dari materi yang tidak kita ketahui,
bahkan ia termasuk urusan yang tidak kita ketahui.
Para ahli kalam kebingungan dalam mendefinisikan ruh. Sebagian
mereka berkata, 'Ruh adalah jasad."
Sebagian lagi berkata, "Ruh adalah darah."
Sebagian lagi berkata, "Ruh adalah salah satu bagian dari anggota
tubuh."
rM4 Silakan baca Tafsir Ath-Thabari (XV /156), Al-Qurthubi (l/368), (X/323), dan Al-
Burhan fi 'Ulum Al'Qur'an (lY / tA)
515
516 €mmf.imT&
Sebagian yang lain berkat4 'Ruh adalah sesuatu yang tidak di
dalam dunia dan tidak pula di luarnya tidak berhubungan dan tidak
pula terpisah, tidak netral dan tidak nyata."
Subhanallah, mereka membuat perincian tentang ruh sebagaimana
mereka membuat perincian tentang sifat-sifat Allah. Sebagian mereka
terlalu berlebihan dalam menetapkannya hingga menjadikannya ba-
gaikan anggota tubuh, dan sebagian mereka terlalu berlebihan dalam
menafikannya hingga berkata, "Ruh adalah sesuatu yang tidak di da-
lam dunia dan tidak pula di luarnya." Kami katakan kepada mereka,
"]ika demikian keadaanny+ lalu dimanakah ruh berada?"
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: "Orang-
orang ahli kaLam kebingungan dalam mendefinisikan ruh dikarena-
kan mereka tidak memiliki ilmu tentang syari'at. Mereka berusaha
memahami perkara ghaib dengan akal logika mereka, karena itulah
mereka menjadi bingung dan akal mereka rusak.
Adapun ahlu sunnah wal jamaah, mereka mendefinisikan ruh se-
bagaimana yang didefinisikan oleh Allah dan rasul-Nya. Mereka ber-
kata, "Ruh adalah urusan Allah. Kita tidak mengetahui kaifiyatnya dan
tidak mengetahui hakikatnya, bahkan kita tidak mengetahui dari apa
ruh diciptakan. Auah yang lebih mengetahui tentangnya. Hanya saja
kita mengetahui bahwa ruh adalah tubuh yang terlihat dan dibungkus
kain kafan. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits,
,Aty4tttcslr"ot
" Apabila ruh dicabut mala panilangan nuta alan mengikutinya."#
Pandangan mata tidak akan mengikuti sesuatu melainkan sesuatu
itu terlihat olehnya, dengan demikian maka ruh adalah sesuatu yang
dapat terlihat.
Demikian pula disebutkan dalam hadits bahwa, "Para malaikat
turun dari langit ketika seorang insan hendak dicabut ruhnya. Malaikat
rahmat untuk orang yang baik, dan malaikat azab untuk orang yang
buruk. Mereka datang dengan membawa kain kafan dan selimut.
Kemudian mereka mengambil ruhnya dan mengkafaninya setelah di-
cabut oleh Malakul Maut. Kemudian mereka membawanya naik ke atas
langit."tr
HR. Muslim (921)(9)
HR. Ahmad d.alam Musnad-nya (lY /287,295,296)(78534,L8614), Abu Dawud
M5
M6
€,ffiifrp
Hadits ini menunjukkan bahwa Ruh memiliki tubuh yang dapat
dikafani. Yrng benar adalah ruh memiliki tubuh, akan tetapi tubuhnya
tidak sama dengan tubuh jasad kita. Akan tetapi tubuhnya diciptakan
dari materi yang berbe da. Wallahua' lnm.w
Firman Allah Subhanahu wa Ta' ala: " dan tidaklah lamu diberi pmgeta-
huan melainlan sedikit." (QS. Al-Israa': 85). Qira'ah ini berbeda dengan
qira'ah yang sudah masyhur. Qira'ah yang masyhur adalah 16Sl vt\.
Ayat ini seolah menghardik orang yang menanyakan pertanyaan ini.
Seolah ayat ini mengatakan, "Apakah tidak ada lagi ilmu yang belum
kamu pelajari selain tentang nrJr? Apakah kamu sudah mengetahui
perkara yang lainnya?"
Hadits ini mengisyaratkan bahwa menanyakan sesuatu yang ti-
dak mungkin difahami merupakanperkara yang tercela, dan tergolong
sikap berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam agama. Terrrasuk
salah satunya adalah menanyakanlcnifiyat sifat-sifat Atlah yarrg dzatiah,
fi' liy ah dan khab ar iy ah.
]ika ada yang berkata, "Bagaimanakah wajah Allah?"
Kami katakan: Ini termasuk sikap berlebih-lebihan, dan pertanya-
an yang tercela.
jika ada yang berkata, "Bagaimanakah Allah turun?" Maka jawa-
bannya sama.
Jika ada yang berkata, "Bagaimanakah Allah beristiwa'?" Maka ja-
wabannya sama.
(3212,4753).
An-Nasa'i meriwayatkannya secara ringkas dalarn Al-Mujtaba (lV /78) dan Ibnu
Majah (1549).
Al-Baihaqi berkata dalam Syu'ab Al-Iman (395), "Hadits ini sanadnya shahih."
Ibnu Al-Mandah dalam Al-Irnan (70&)&rkata, "Sanad ini bersambung dan masy-
hur, diriwayatkan oleh jama'ah dari shahabat Al-Bara' dan diriwayatkan oleh se-
jumlah periwayat dari Al-A'masy dan dari Al-Minhal bin'Amr."
Ibnu Hazm berkata dalam A\-Muhalla (l/22): "Tidak ada seorangpun meriwa-
yatkan tentang siksa kubur bahwa ruh dikembalikan ke dalam jasad kecuali AI-
Minhal bin'Amr, dan riwayatnya tidak kuat."
Ibnul Qayyim mengomentari ucapan ini di dalam Ar-Ruh (hal 76) dengan per-
kataannya, "Perkataan ini termasuk salah satu kecerobohan Ibnu Hazm." Ibnul
Quyyh berkata, "Hadits tersebut shahih tanpa diragukan lagi."
Al-Hatsami mencantumkannya dalam Al-Majma' (lll/49-50) dan ia berkata, "Ha-
dits ini tercantum di dalam kitab Ash-Shahih secara ringkas. Hadits ini diriwa-
yatkan oleh Ahmad dan para periwayatnya adalah periwayat kitab Ash-Shahih.
Hadits ini juga dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani Rahirnahullah sebagai-
mana yang tercantum dalam Syarh Al'Aqidah Ath-Thahawiyah (hal 525), dalam
Ta'liq-nya untuk Sunan Abu Dawud, danAhkam Al-lanaaiz (hal 156,159)
447 Silakan baca Majmu' Al-Fatawa Syaikhul Islam 0II/31)
5t7
518 €ruI.imT&
|ika ada yang berkata, "Bagaimanakah Allah melihat segala se-
suatu?"
"Bagaimana Allah mendengar segala sesuatu?" Maka jawabannya
salra.
Intinya kamu tidak boleh menanyakan perkara ghaib yang tidak
diberitahukan perihalnya. Akan tetapi kamu wajib mengimaninya se-
perti apa adanya. |angalah kami mencari-cari tahu secara mendetail
agar kamu sel,amat dari sikap tamtsil (menyamakan) dan sikap ta'thil
(merriadakan).
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi slmllalhhu Alaihi wa sallam
tidak mengetahui perkara thaib kecuali setelah datang wahyu yang
memberitahukannya kepada beliau. Karena disebutkan dalam hadits
ini bahwa Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam ditanya tentang ruh dan
beliau diam saja. Apabila Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam diam saja
untuk perkara-perkara yang belurn diberitahukan, lalu bagaimana
dengan kita? Kita lebih pantas untuk diam dibandingkan Rasulullah
Slullallahu Alnihi wa Sallam.
Akan tetapi sangat disayangkan, sebagian dari kita jika ditanya
tentang sesuatu, ia beranggaPan mengatakan, "saya tidak tahu" mer-
upakan aib yang sangat besar. sehingga ia berusaha untuk menjawab.
Iika ia benar maka ia benar, jika ia salah maka ia tidak peduli dengan
dampaknya. Padahal seorang yang berfatwa pada dasarnya menga-
barkan tentang agama Allah, dan menyampaikannya kepada manu-
sia. Akan tetapi ia mengatakan seperti aPa yang dikatakan orang ba-
nyak dan terkadang mengatakan apa yang terlintas dalam benaknya,
"sesungguhnya Allah mengharamkan perbuatan itu," atau "Allah me-
wajibkan perbuatan ini," atau perkataan yang semisal^yu.
Alangkah bagusnya para salafus shalih, mereka menahan diri dari
mengatakan ini diharamkan dan ini dihalalkan, kecuali yang telah di-
sebutkan dalam syari'at. Imam Ahmad Rahimahullah -dLengarr kadar
keilmuannya itu- jika ditanya tentang suatu permasalahan yang tidak
terdapat nash pengharamannya, ia berkata, "saya tidak berpendapat
demikian. saya tidak menyukainya. Menurutku tidak bagus. Tidak se-
harusnya dilakukan, atau perkataan yang semakna."ffi
sementara orang yang masih sedikit ilmunya di antara kita, lika
ia ditanya tentang suatu permasalahan yang tergolong masalah sulit
bagi ulama terdahulu, ia langsung berkata, "Ini haram, Al-Qur'an, As-
448 Silakan b aca l'laam Al-Mauqi'in (lI/74-78)
€,Sit,&
Sunnah, ijma' ulama dan penelitian yang benar telah menunjukkan
bahwa hal itu diharamkan."
Kemudian ia menyebutkan dalil-dalil yang sudah ia putarbalik-
kan.$ Seandainya kamu membuka buku, temyata kamu mendapati
permasalahan itu termasuk hal yang diperbolehkan. Akan tetapi de-
mkianlah yang telah didiktekan ke dalam akalnya. Kita memohon ke-
selamatan kepada Allah.
Kesimpulannya, seseor:urg harus mengukur dan mengetahui ke-
mampuan dirinya dan bahwasanya ia tidak memperoleh ilmu melain-
kan hanya sedikit. Alangkah indahnya perkataan seorang penya'ir:
Katakan kepada orang yang mengaht memiliki ilmu
Englau hanya mengetahui satu dan terluput dari seribu.
dA9 lGbkaba asy-syai' artinya memutarbalikkan sebagian dengan sebagian yang lain.
Lisn Al-Arab (v .:J v .:J)
st9
€lg&
tj;ti iii u"tilt zit;; lV,l.t fi. lsl n *0.
oz tc! tt-. ?i
* t4're$'ol
.to o.i
dJ, rrl ,J
Bab Meninggalkan perbuatan yang hukumnya mustahab karena
kekhawatiran orang-orang salah memahami sehingga jatuh
kepada urusan yang lebih parah lagi
)yit ,f 6u.-;;\ €J F ,F,t?LG ,;;j; lr 3* tr";. t Y 1
Ui"-r; w ,t:f 4'e '-.;.sg Ut{ ,;!)t J.t ;.iv ,iv
o . l. c ..1 '-c
u ,p,i y it & i;t iG ,d.Jjti ',ti ta+At ;
,: -Li:j fi;.1t at j6- $w +xi- ,+t'iti -*tc
^i1
.(';F.+q,Jst Fk )u.:55u.A d*'*jt
;Jr 5t
L26. llbaidullah bin Musa telah menceritakan lcepada lumi, dari lsra'il, ilari
Abu lshaq, dari Al-Aswad, in berknta, "Ibntt Az-Zubair berkata kqada-
ku, bahwa Aisyah barryak membulcn rahasia kEadamu, apa yang in
latalan tentang l(n'bah?" Aku katakan kepadanya bahwa Aisyah telah
berkata kepadaku, 'Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berluta
kepadaku, "Wahai Aisyah, jika bukan knrena menimbang knummu yang
baru -lbnu Az-Zubair berlata, "Yakni baru meninggalkan kekufurtn," -
nbcaya aku sudah merombak Ka'bah, aku akan buat dua pintu, pintu
masuk dan pintu lceluar." Kemudinn lbnu Az-Zubair melaksanakan ke-
inginan b eliau tersebut.aso
450 HR. Muslim (1333X401).
520
€,stil& 521
[Hadits 126 juga tercantum pada hadits nomor: 1583, L584 1585,
1586, 3368, 4484 darr 7 2431.
Syarah Hadits
Hadits ini disebutkan secara ringkas, yaitu Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam mengabarkan kepada Aisyah bahwa, "]ika bukan ka-
rena menimbang kaummu yang baru meninggatkan kekufuran, nisca-
ya aku sudah merombak Ka'bah seperti pondasi yang dibangun Ibra-
him."61 Karena ketika itu Ka'bah tidak sesuai seperti pondasi Ibrahim.
HaI itu dikarenakan kaum Quraisy kekurangan dana ketika mere-
ka hendak membangun Ka'bah. Mereka tidak memiliki modal untuk
membangunnya secara sempuna. Maka merekapun meninggalkan se-
bagian darinya tanpa dibangun, dan sepertinya bagian sebelah utara
yang lebih cocok untuk ditinggalkan karena bagian sebelah selatan
terdapat Al-Hajar Al-Aswad dan rukun Yamani. Sehingga mereka ber-
pendapat untuk tetap mempertahankan Rukun Yamani dan Al-Hajar
Al-Aswad di tempatnya semula. Dengan demikian, mereka menyim-
pulkan bahwa bagian yang dikurangi adalah bagian sebelah utara. Me-
rekapun membangururya demikian.
Ketika kota Mekah berhasil ditaklukkan dan Islam menyebar ke
seluruh penjuru negeri, para khalifah tidak mengadakan renovasi se-
dikitpun terhadap bangunan Ka'bah. Kemungkin an -W allahua' lam- hal
ini dikarenakan mereka disibukkan dengan perkara jihad dan perkara
yang lebih besar darinya.
Ketika lbnu Az-Zubair mengambil tampuk kepemimpinan di kota
Mekah dan mendengar hadits ini, iapun merobohkan bangunan Ka'-
bah yang ada pada zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu
ia menunjukkan pondasi awal Ka'bah seperti yang dibangun oleh Ibra-
him, dan ia mempersaksikannya kepada orang banyak.as2
Kemudian lbnu Az-Zubair membangunnya kembali seperti pon-
dasi yang dibuat Nabi Ibrahim pertama sekali dan membangunnya
seperti yang diinginkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam -yaitu
dengan dua pintu, pintu masuk danpintu keluar- dan ia memasukkan
sebagian besar Hijr Ismail ke dalam bangunan utama."
Kemudian ketika kepemimpinan Ibnu Az-Zubat atas kota Mekah
dijatuhkan dan digantikan oleh Al-Hajjaj sebagai gubernur, Abdul Ma-
HR. Al-Bukhari (1583,L584,1585), dan Muslim (399X1333)
HR. Al-Bukhari (1586) dan Muslim (402)(1333)
45L
452
522 €r.ffi,iHl'l&'
lik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mengembalikan kepada bentuknya
yang semula. Al-Hajjaj pun melakukannya. Ia merobohkan bagunan
Ka'bah yang dibuat Ibnu Az-Zubair, kemudian mengembalikannya
seperti bangrrnannya sebelumnya. Tatkala Abdul Malik mendengar
hadits ini, iapun menyesal seraya berkata, "Seandainya saya menge-
tahuinya -yaitu sebelum ia menghancurkannya- niscaya saya tidak
akan merobohkannya.s3 Akan tetapi dengan hikmah Allah, ketika itu
bangunan Ka'bah dikembalikan kepada bentuknya semula.
Ada yang mengatakan bahwa ketika Ar-Rasyid menjadi pemim-
prn, ia berkeinginan mengembalikannya lagi seperti bangunan yang
dibangun lbnu Az-Zubair. Tetapi Imam Malik mencegahnya dan ber-
kata kepadmrya, "langanjadikan rumah Allah sebagai pennainan pa-
ra penguasa. Setiap kali pergantian pemimpin mereka merunttrhkan
Ka'bah dan mengembalikannya kepada suatu bentuk. Kemudian pe-
mimpin kedua datang dan mengembalikannya ke bentuk yang lain
la$." Maka Ar-Rasyid tidak jadimerubahnya.e
Ini adalah rahmat dari Allah. Karena tergambar dibenakku seki-
ranya Ka'bah dibangun seperti rencana Rasulullah Shallallahu Alaihiwa
Sallam yang membuat dua pintu padanya dan memiliki atap, pastilah
zaman sekarang ini banyak manusia tewas di ruangan tengah Ka'bah.
Karena sekarang ini manusia kejam dan tidak peduli lagi dengan se-
sama, sebagian mereka bisa menewaskan sebagian yang lain.
Seandainya Ka'bah memiliki satu ruangan di dalamnya dan me-
miliki dua pintu, pintu masuk dan pintu keluar, pastilah manusia
berhimpitan dan saling menewaskan antara yang satu dengan yang
lainnya. Sebab jika sekarang ini manusia saling menewaskan antara
yang satu dengan yang tainnya sementara tempat masih lapang, maka
bagaimana pendapatmu sekiranya hal itu diruangan tertutup?!
Keinginan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut masih bisa
terwujud tanpa ada resiko. Karena Hijr Isma'i1 termasuk bagian dari
Ka'bah, dan ia memiliki dua pintu. Satu pintu untuk masuk dan pin-
tu yang lain untuk keluar, dan hijr Ismail adalah ruangan terbuka.
Sehingga tidak ada resiko padanya. Apalagi ketertarikan manusia ke-
pada Hijr Ismail tidak seperti ketertarikan manusia kepada bangunan
HR. Muslim (404)(1333)
Silakan baca At-Tamhid (X/50), Al-lstidzlar 0V/188), Syarh An-Nawawi'ala Shahih
Muslim (A/89), 'llmdah Al-Qan' (Il/2C4), Tuhfah Al-Ahwadzi (lll/?3), dan Tafsir
Ibnulhtsir (l/l8/)
453
4il
€r**r&
Ka'bah sekiranya bangunan Ka'bah memiliki dua pintu,
523
pintu masuk
dan pintu keluar.
Ini adalah salah satu rahmat Allah Azza wa Jalla, dan tergolong
perkara yang masuk dalam kaidah umum yang disebutkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam firrtanNya, "Knrena mungkin kamu tidak me-
nyulai sesuatu, padahal Allah menjadikan pailanya lcebaikan yang banyak."
(QS. An-Nisaa': 19). Anda tidak boteh membenci sesuatu yang telah
ditakdtukan Allah. Sebab bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, akan
tetapi Allah menjadikan padanya kebaikan yang sangat banyak. Kare-
na itu, hendaklah hatimu sejalan dengan qadha dan qadar Allah, dan
hendaklah kamu ridha menerima keputusan Allah serta selalu opti-
mis dan berbaik sangka dalam menjalaninya. Maka niscaya Allah
akan menjadikan kebaikan yang banyak bagi dirimu.
€rg&
W Jt\ ,rriita-'t ttl Aq el o:" t,y $rur,ri u eu.
4 , --
t,
d-t-ss ar q":GJ- ii 'orbil {t,i-ilr.,. ,i6r I ;,';.;
Bab Mengkhususkan Sebuah ltmu fepaAa Suatu Kaum Yang
Tldak Dlsampalkan Kepada Kaum Yang Laln Karena Khawatir
Mereka Ttdak Dapat Memahamlnya. All berkata, Serblcaralah
kepada orang banyak dengan apa yang dapat mereka fahaml,
apakah kallan suka Allah dan Rasul-Nya akan dldustakan?'
V #t €t # i;f * l:.p,r ,;;, tr i*tl'";. t tv
L27. llbaidullah bin Musa telah menceritakan lepada lumi, in berlata, ihri
Ma'ruf bin Knrrabudz, dnri Abu Ath-Thufail, dari Ali seperti matan di
atas.
;k,iti rB U.iv:. rj33; :Ju, -4ti.t U \aLc.r; . r rr
g', y'Ai Jt" glri:i +,v il Fts"s :,lvi;a U C
U3 U U ,iu ,b G ivJ u- ,iu ,tr")t * *:'t\rti
,Ki e'';;i 1,,t i;'., U,r{) ,iu ir;tr: :i6 .e'rz') *l
Gy yt |5;: frvJ i,ir'it ili\r ii W. yi UY ,is
.',6, y,';i{i }nt iyiV:iti )61 &'it'-=it* U
.de 9V +id w,'rii .rrtK\ $y,is .rr7Pa
1tr*
524
€'Stt,p 525
L28. lshaq bin lbrahim telah menceritaknn kepada lami, ia berlata, Mu'adz
bin Hisyam telah menceritakan kepofu lami, in berkata, Ayahku telah
menceritalun kepadaku, dari Qatailah, ia berkata, Anas bin Malik telah
menceritakan kepada knmi, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabiln kepada Mu'adz yang saat itu berboncengan dengan beliau,
"YA Mu'Adz4ss bin labal!" Mu'adz menjawab, "Labbaila wa sa'daika ya
Rnsulullah." Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Ya Mut'adz,"
Mu'adz menjawab, "Labbaika wa sa'daikn ya Rasulullah." Demikian
beliau lalatlun sebanyak tiga knli. Lantas beliau bersabda, "Siapa saja
yang bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak disembah kecuali Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah secara tulus dari hatinya, me-
lainlan Allah akan mengharamlan baginya nerlkn." Mu'adz berlata,
'Wahai Rasulullah, tidal(l(nh sebaiknya aku sampaikan berita gembi-
ra ini kepada orang banyak agar merela merasa gembira?" Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "Jlngan, nanti mereka alun
bertawaklcal saja tanpa mau beramal." Ketika Mu'adz diambang aial-
nya, in menyampaikan hadits ini larena takut merasa berdosa (karena
meny uttbuny ikan ha dit s ) . "
4s 6
[Hadits 128 ini juga tercantum pada hadits nomor: L29].
129. Musaddad telah menceritalun kepada kami, ia berkata, Mu'tamir te-
lah menceritakan kepada knmi, ia berluta, Aku mendengar ayahht ber-
455 Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (I/226): "Dibaca dengan
mendhammahkan huruf mim, sebab bentuknya adalah munaada mufrad'alam (na'
ma yang dipanggil dalam bentuk tunggal). Demikian pendapat yang dipegang
oleh Ibnu Malik, karena kata ini tidak memerlukan adanya perkiraan kalimat.
Ibnul Hajib berpendapat bahwa kata Mu'adz dinashabkary karena kata ini dan
kata setelahnya seperti satu isim yang murakkab (terangkai menjadi satu),
seperti jumlah idhafiyah, dan munaaila mudhaf kedudukannya manshub. Ibnu At-
Tin berkata, "Boleh juga dinashabkan jika kata Mua'adz dianggap sebagai kata
tambahan", jadi perkiraan kalimatnya adalah ,b ,). U dan perincian ini kembali
kepada penyataan Ibnu Al-Hajib.
456 HR. Muslim (32X53)
-r,1 I ) c:dU ?l ry
i
,jG # $k :jG \"d tl'-G. t Y 1
. rz ll)t ^J
#, .ji ,jti j^At
.tls? ji -vi Ui! ,'j
,t gi a)Y ,::
. l.' c
'c)* Apt t4, ,!*i ir j ;;
^li,
,
aJJ I & :;ti'i ;';" :Jt3
:jG r;6r
526 ffir'.l[t[;ru'ib.
kata, Aku mendengar Anas bin Malik berknta, Pernah disampaikan
kepadaku bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada
Mu'adz bin labal, "Barangsiapa yang bertemu dengan Allah dengan ti-
dak menyekutuknn sesuatu dengan-Nya, makn ia akan masuk surgA."
Mu'adz berknta, "Bolehknh aht sampaiknn berita gembira ini kepada
orang banyak?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab,
"langan, nanti merelu hanya bertawalckal tanpa mau beramAl."4s7
Syarah Hadits
Bab ini sangat penting, yaitu hendaklah seseorang memperhati-
kan kondisi orang yang akan menerima penyampaian ilmu. Apabila
dikhawatirkan orang yang akan disampaikan ilmu kepadanya me-
mahaminya dengan pemahaman yang keliru, maka lebih baik tidak
disampaikan kepadanya, karena menolak bahaya itu lebih dihadulu-
kan daripada meraih manfaat.
Karena itulah Ali berkata, "Berbicaralah kepada orang banyak
dengan apa yang dapat mereka fahami." Maksudnya sampaikanlah
kepada mereka sesuatu yang bisa mereka cerna dan mereka mengerti.
Dalam hal ini bukan menyampaikan sesuatu yang telah mereka keta-
hui. Karena sesuatu yang telah mereka ketahui sebelumnya tidak per-
Iu disampaikan lagi. Dengan demikian, maknanya adalah, sampaikan-
lah kepada mereka sesuatu yang bisa mereka mengerti. Sesuatu yang
belum bisa mereka cerna dan mengerti jangan disampaikan kepada
mereka. Kemudian Ah Radhiyallahu Anhu menyebutkan alasannya ya-
itu, "Apakah kalian suka kalau mereka nanti mendustai Allah dan Ra-
sul-Nya?"
Apabila kamu menyampaikan sesuatu yang tidak difahami ma-
syarakat umum, meskipun hal itu berasal dari Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka mereka akan berkata, "lrti
adalah agama baru" dan mereka tidak mau menerimanya.
Akan tetapi apakah artinya kita tidak boleh menyampaikan kebe-
naran?
Jawabnya: Tidak demikian. Kita tetap menyampaikan kebenaran.
Hanya saja kita memilih waktu yang sesuai agar manusia dapat me-
nerima kebenaran dengan pemahaman yang benar. Caranya adalah
menyampaikan kepada mereka dari yang kecil hinggayangbesar.
457 HR. Muslim (32X53)
€,SttS 527
Sedangkan perbuatan sebagian saudara kita sekarang yang ingin
menetapkan salah satu permasalahan tentang sifat-sifat Allah, atau
menetapkan salah satu sifat dari sifat-sifat Allah, ia langsung berisya-
rat dengan jarinya seraya berkata, "Allah Subhanahu wa Ta'ala mele-
takkan langit di salah satu jari-Nya, dan meletakkan Bumi di jari yang
Iain. Kemudian ia menyebutkan lima jari seperti yang diriwayatkan
dalam hadits Ibnu Mas'ud6, kemudian Allah melakukan seperti ini
dengan jarinya."
Perbuatan ini haram, siapa yang mengatakan bahwa jari jemari
Allah sama seperti jari jemari kalian?
Kemudian jika kamu menyampaikan kepada manusia hadits se-
perti ini, maka pikiran mereka akan menjurus kepada tamtsil (menya-
makan Allah dengan yang lain), karena orang awam tidak memahami
hal-hal seperti ini.
Jika ada yang berkata, "Bukanknh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
menunjuk ke arah dua mata dan telinga beliau ketilu membaca, Witffii\t
$-!, "sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(QS. An-Nisaa': g$)asezz
Maka kami katakan, jawabannya adalah: Ada perbedaan antara
kamu yang melakukarurya dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang melakukannya. Ada perbedaan antara orang-orang yang
memperhatikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan orang-
orang yang memperhatikan kamu. Sehingga seseorang harus memper-
hatikan kondisi orang yang ia dakwahi dan tidak menyampaikan ke-
padanya apa yang tidak mungkin ia pahami hingga terjadi apa yang
dikhawatirkan Amirul Mukminin /+h Radhiyallahu Anhu ketika berka-
ta, " Apakah kalian suka kalau Allah dan Rasul-Nya didustakan?"
Kemudian Al-Bukhari Rahimahullah meny ebutkan hadits Mu'adz.
Di dalamnya disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam me-
larang menyampaikannya kepada manusia karena khawatir mereka
keliru memahaminya sehingga mereka hanya bertawakkal saja. Se-
sungguhnya orang yang memahami hadits ini dengan benar tidak
akan bertawakal saja, sebab dalam hadits tersebut disebutkan, "Secara
tulus dari hatinya."
HR. Al-Bukh ar i (48'1.1,7 415,7 451) (19)
HR. Abu Dawud (4728)
Syaildr Al-Albani Rahimahullah berkata pada Ta'liq-nya untuk lcrtab Sunan Abu
Dawud, "Sanadnya shahih."
458
459
528 €ilffi,ihl't&
|adi, ketika kesaksian bahwa tiada ilaah yang berhak disembah
kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah diucapkan secara
tulus dari hatinya, maka kebenaran dan kehrlusan hati ini akan meng-
gerakkannya untuk mengerjakan apa yang diperintahkan dan mening-
galkan apa yang dilarang. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu
Alaihiwa Sallam,
'ri L'ri:1, , k At e; Ui; qa;*. r-G)t a"oyr..ti
k '*st
"Ketahuilah bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila ia baik
makn baiklah seluruh jasad dan apabila in rusak mala rusaklah seluruh ia-
s^d."6
Akan tetapi terkadang or:Ing awam tidak memahami hadits ini.
Mereka menyangka sebatas mengucapkan syahadat Laa ilaha illallaah
wa anna muhammadan rasulullalr (tiada ilaah yang berhak disembah
kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah) saja, maka Allah
akan mengharamkan orang yang mengucapkannya dari api neraka.
|udul ini merupakan kaidah yang sangat agung yang dengannya
seseorang mengkhususkan penyamPaian suatu ilmu kepada yang satu
tanpa menyampaikannya kepada yang lain.
Misalnya: Apabila Anda mengetahui bahwa talak tiga yang di-
ucapkan sekaligus terhitung satu talak dan Anda memilih pendapat ini,
tetapi tidak baik untuk menyebarkannya di tengah masyarakat, sebab
nantinya mereka akan menggampangkan masalah ini.
Akan tetapi jika manusia telah terlanjur mengalami persoalan se-
perti ini maka kamu boleh berijtihad dan memfatwakannya. Adapun
menyebarkannya di tengah masyarakat umum, tidak diragukan lagi
orang-orang akan segera mempraktekkannya sehingga mereka mengu-
capkan talak tiga seenaknya saja.
Karena itu pertama sekali dahulu sebelum menyebarnya pendapat
bahwa talak tiga yang diucapkan sekaligus terhitung satu talak, kami
tidak pemah mendengar ada seorang suami yang menceraikan istri-
nya talak tiga sekaligus metainkan setelah satu atau dua tahun. Seka-
rang ini semua menceraikan dengan talak tiga untuk setiap keadaan,
walaupun hanya karena masalah sepele.
t160 Telah disebutkan takhrijnya.
4,fitt,& 529
Demikian pula pendapat yang mengatakan bahwa menceraikan
istri yang sedang haid tidak sah. Apabila kamu menyamPaikan hal
ini niscaya orang-orang akan menggamPangkan masalah ini. Sekarang
ini ada beberapa orang yang meminta fatwa kepada saya, bahwa dua
puluh tahun yang lalu ia pemah menceraikan istrinya ketika sedang
haid. Tatkala dikatakan kepadanya sekarang ini bahwa menceraikan
istri ketika sedang haid tidak satr, padahal sekarang ia telah men-
jahrhkan tiga kali talak pada istrinya, lalu ia mengkhayalkan bahwa
istrinya itu masih bisa kembali kepadanya. Sehingga salah seorang dari
mereka ada yang berkata, "Dua puluh tahun yang lalu saya pemah
menceraikan istri saya ketika ia sedang haid atau dalam keadaan suci
yang sudah disetubuhi." Semua ini ia katakan dengan tujuan agar kami
mengatakan bahwa talaknya yang dulu itu tidak sah, dan sekarang ini
kamu belum menceraikan.
Tidak diragukan tagi bahwa hal ini merupakan kekeliruan, karena
saya yakin -dan saya percaya semua orang juga yakin- bahwa seorang
suami yang pemah menceraikan istrinya dua puluh tahun yang lalu
-ketika istrinya haid-, lalu jika istrinya menikah lagi setelah masa
iddahnya habis, maka tidak mungkinbisa dikatakan kepada suaminya
yang baru, ,,Hai Fulan, dia adalah istriku, perceraian kami dahulu ti-
dak sah.,, Hal ini hanya muncul dari orang yang sudah merasa sem-
pit dan tidak menemukan jalan keluar dari permasalahalrnya, lalu ia
mulai mencari-cari dan mengungkit peristiwa yang telah lampau.
Perrrisalan ini sama dengan kisah yang disebutkan mufti Ad-Di-
yar An-Najdiyah di zaman syaikh Abdullah bin Abdurrahman Rnhi
ruhullah. Beliau bercerita, bahwa sebagian orang jika telah mencerai-
kan talak tiga dan melihat bahwa Pintu telah tertutup di hadapannya,
ia berkata, "sesungguhnya akad nikahnya tidak sah, karena salah satu
saksinya adalah seorang perokok. Iika ia seorang perokok maka ia
adalah orang fasik, dan orang fasik tidak diterima kesaksiannya.
Karena itu seorang penuntut ilmu wajib menjelaskan kepada
orang-orang bahwa hampir 99o/o ]uurrtat Islam berpendapat bahwa ta-
lak dalam kedaan haid terhitung sah, dan talak dalam keadaan suci
yang telah disetubuhi terhitung sah. Di antara ulama yang berpenda-
pat demikian adalah para imam yang emPat, serta sebagian besar pe-
ngikut mereka juga berpendapat demikiana5l yaitu sahnya talak dalam
461 Silakan b aca Al-Mubaddi' (Yll/262), Maimu' Fatawa syaifthul lslam (xxXlll/L3), Al'
Mughni (X/167) danAt-Tamhid (XXv /73)
530 €nffi,iHt'tp
keadaan haid. Lalu bagaimana mungkin seseorang bisa datang dengan
membawa alasan itu, sedangkan mayoritas ahli ilmu berpendapat
talaknya sah?!
Akan tetapi jika ada seseorang yang sedang mengalami persoalan
ini datang dan berkata bahwasanya ia menceraikan istrinya kemarin
dalam keadaan suci yang telah disetubuhi, maka untuk kondisi ini
dapat dikatakan kepadanya bahwa talaknya tidak sah. ]udul yang
disebutkan Al-Bukhari Rahimahullah int menjadi kaidah dasar yang
mungkin bisa menjadi dasar aPa yang baru kami sebutkan.
€so&
;**\ s;;il g, {n"!'gqJ iA't,Pt rlotfr qu.
e #" ii ;Vst :#-t ruailr Lv: it :3, e|*.e aa't
.#iJ'
fr iu.9t3"- ,iG *16 i: e;i,i6 ru :; 'r* t3'-6. t t'.
il a;v,;Ju *ii;;*i1 g'a)r,lF;')i
5l I' i;t v :dt;" g, *'t't 1* itt Jy: it f
r&i=r ,t\W iy:iy;t & e,|A,U € -i.1,'
'* ii e .M)t oi,tiy.p: 4r-'a, ;; ;l:t iu
Bab Perasaan malu dalam masalah ilmu. Muiahid berkata,
Tidak akan belajar ilmu orang yang pemalu dan orang yang
sombong."162
Aisyah berkata, Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar,
perasaan malu tidak menghalangi mereka untuk mendalami
ilmu agama.a63
Al-Bukhari Rahimahullah meriwayatkannya secara mu'allaq dengan sighahiazm,
dan diriwayatkan secara maushul oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (lll/287) dan
Ad-Darimi dalam As- Sunan (l / 712)(557).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath (l/229): "Sanadnya
shahih sesuai dengan syarat (kriteria) Al-Bukhari." Silakan baca Taghliq At-Ta'liq
$/ez1
Al-Bukhari Rahimahullah meriwayatkannya secara mu'allaq dengan sighah iazm,
dan diriwayatkan secara maushul oleh Muslim dalam Shahih-nya (332)(61).
Silakan baca faghliq AtTa'liq (l/94).
531
532
c / '- c/1q/'t
€mmmTp
,,Ss tii'At ?X'rl lut iyi $- :'ltsj W', ,f
.c'iiW.e,#
130 Muhammad bin Salam telah mencetitaknn kEada knmi, ia berkata, Abu
Mu'awiyah telah menceritalan kepada lami, i^a berkata, Hisyam bin 'Ur-
wah telah menyampaikan kepada lumi, dari ayahnya dari Zainab put-
ri l-lmmu Salamah, in berkata, "Ummu Sulaim datang menghadap Ra-
sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berlata, "Wahai Rasulullah
sesungguhnya Allah itu tidak malu dmgan lcebenaran. Apabila seorang
wanita mimpi basah apakah ia juga harus mandiT' Nabi shallallahu
Ataihi wa Sallam bersabda, "Apabiln ia melilnt air (mani) maka in wa-
jib mandi." (Mendengar pertanyaan itu) Ummu Salamah menutup wa-
jahnya dan bertanya, "Walui Rasulullah apakah wanita iuga minryi
basah? " Beliau menjawab, "Ya, bagaimana lumu ini, kalau tidak bagai-
mana mungkin seorang anak mirip ilengan ibunya? "ail
[Hadits no: 130 ini tercantum juga pada hadits nomor: 2826,3328,
6091 dan 61211.
Syarah Hadits
Bab ini juga membicarakan tentang malu dalam hal ilmu, apakah
sifat ini terpiji atau tercela? Dalam masalah ini ada perincian, seba-
gaimana yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang menjelaskan ten-
tangnya. ]ika rasa malu menghalangimu melakukan hal yang diwa-
jibkan atau menghalangimu meninggalkan hal yang diharamkan, ma-
ka malu seperti ini tercela. ]ika rasa malu mengantarkanmu kepada
akhlak yang mulia atau sopan santun yang tinggi, maka malu seperti
ini terpuji, bahkan termasuk keimanan.
Mujahid berkata, "Tidak akan belajar ihnu orang yang pemalu
dan orang yang sombong." Dalam riwayat lain disebutkan, "Tidak
akan memperoleh ilmu." Karena itu seorang pemalu tidak akan men-
dapatkan ilmu sebab ia malu untuk menanyakalrnya, dan malu untuk
belajar. sedangkan orang yang sombong memandang ilmu sebelah
mata, sehinga ia tidak akan memperolehnya dan tidak akan mampu
meraihnya.
,164 HR. Muslim (32)(313)
€,friilS s33
Banyak orang merasa malu dan berkata, "Saya malu menanyakan
masalah ini sehingga nanti orang.berkata, "Ini adalah masalah yang
mudah yang telah diketahui semua orang, bagaimana mungkin ia
belum mengerti dan masih menanyakannya lagi?t" HaI ini tidak be-
nar, bahkan rasa malu itu berasal dari setan, karena itu tanyakanlah,
meskipun itu masalah y*g mudah.'Sebab mungkin saja suatu masa-
lah tampak mudah menurut persangkaanmu, namun pada kenyataan-
nya tidak demikian.
Kemudian anggaplah permasalahan itu mudah menurut keba-
nyakan ormrg, namun apakah masalah itu harus mudah bagi setiap
orang?
Sedangkan orang sombong sungguh mengenaskan, ia tidak me-
mandang ilmu sedikitptur dan tidak menganggapnya sesuatu yang
penting, bahkan meremehkaffrya. Tidak diragukan lagi, orang seperti
ini tidak akan memperoleh ilmu.
Aisyah berkata, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, pe-
rasaan malu tidak menghalangi mereka untuk mendalami ilmu aga-
ma." Aisyah memuji mereka karena mereka tidak malu dalam men-
dalami ihnu agama. Mungkin Ai"yuh mengisyaratkan hadits Ummu
Sulaim Radhiyallahu Anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari Rafti-
mahullah, atau hadits yang lainnya. Yang penting, Aisyah memuji para
wanita Anshar, karena perasaan malu tidak menghalangi mereka un-
tuk belajar dan mendalami agama Allah.
Kemudian Al-Bukhari Rnhirnahullah menyebutkan hadits Ummu
Sulaim bahwasanya ia datang menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam dan berkata, "Wahai Rasulutlah sesungguhnya Allah itu
tidak malu dengan kebenaran." IJmmu Sulaim mengungkapkan kata
pembuka seperti ini, karena apa yang akan ia sebutkan setelahnya
adalah perkara yang membuat malu, akan tetapi tidak boleh malu
dalam perkara yang benar.
Ungkapan seperti ini juga terdapat dalam Al-Qur'an, AlTah Azza
wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi,lalu Nabi malu kepadamu (untuk mmyuruh kamu ke luar), dan Allah
tidakmalu (meneranglan) yangbenar." (QS. Al-Ahzaab:53). Ayat ini me-
nunjukkan bahwa jika sesuatu bukan perkara yang benar, maka Altah
malu darinya. Akan tetapi malunya Allah tidak sama dengan malunya
kita, namun malu Allah adalah malu yang sempuna yang tidak serupa
dengan malunya para makhluk.
534 €mmruT&
Di dalam hadits, sifat malu disandarkan kepada Allah dengan la-
fazh yang jelas, bukan dengan pemahaman. Yaitu pada sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"sesungguhnya Allah Maha Pemnlulagi Maha Mulia."46s
Ada tiga kata yang mirip, yaitu: Hayyun, Hayiyyun, dan Muhyi.
Masing-masing dari nama ini memiliki arti tersendiri' Sebagian orang
sering menyamakan antara Al-Hayyu dan Al-Muhyi, dan menyangka
bahwa Al-Hayyu merupakan srtat muta'addi (membutuhkan objek).
Hingga ia berkata, "Bagaimana mungkin kalian mengatakan Al-Hayyu
merupakan sifat yang lazim (ttdakmembutuhkan objek) padahal Allah
Subhanahu w a T a' al^a juga menghidupkan? "
Kami katakan: Perbuatan Allah Subhannhu wa Ta' ala menghidupkan
makhluk tidak diambil dari nama Al-Hayyu, akan tetapi diambil da