Syarah sahih Al Bukhari 11

 


bersabda, "Tulislah perkataanku,

sebab aku tidak mengatakan selain kebenaran."377

Kemudian penulis Rahimahullah menyebutkan hadits Ali bin Abi

Thalib. Al-Bukhari termasuk orang yang paling keras mengingkari

rafidhah (syi'ah). Karena itulah ia meriwayatkan hadits dari Ali bin

Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yang menunjukkan kedustaan kaum

rafidhah. Mereka adalah kaum yang paling dusta perkataannya.

Me-reka mengklaim bahwa Ahli Bait memiliki kitab tersendiri yang

me-reka namakan Mushaf Fathimah, yang dikhususkan Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mereka. Ini adalah dusta belaka.

Seandainya Fathimah memiliki Mushhaf yang ia sembunyikan dan

tidak memberitahukannya kecuali kepada Ahli Bait maka ini meru-

pakan keburukan yang terbesar atas dirinya. Mereka mengarang cerita

yang mengesankan keistimewaan Ahli Bait, namun pada hakikatnya

malah sebaliknya

MisaLrya perkataan mereka: Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib

mengerjakan shalat antara Maghrib dan Isya' sebanyak seribu raka'at.

Ini adalah hal yang ajaib. Karena dipertanyakan, " Apu yang dibaca-

nya dalam shalat tersebut? dan bagaiamana cara ia mengerjakan sha-

lablya?l" Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Seandainya cerita

ini benar dari Ali bin Abi Thalib, maka hal ini dipandang sebagai per-

buatan bermain-main dengan agama Allah.378

Misalnya lagi perkataan mereka tentang firman Allah Subhanahu

wa Ta'ala: "yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk

(kepada Allah)." (QS. Al-Maaidah: 55). "Ayat ini turtrn berkaitan dengan

Ati bin Abi Thalib, ia bersedekah ketika sedang ruku'." Alangkah to-

lohrya otak mereka. Tentu saja bersedekah sambil ruku' bukan per-

buatan terpujr, tanpa diragukan lagi. Karena ia telah menyibukkan di-

ri dengan perkara lain ketika ia sedang shalat. Sedangkan shalat me-

merlukan konsentrasi penuh.

Telah disebutkan takhrijnya.

HR. Al-Bukhari (113)

HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya (ll/162)(6510), Abu Dawud (3646), dan

dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani sebagaimana dalam ta'liqnya untuk Su-

nan Abu Dawud dan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (7532)

Silakan baca Minhaj As-Sunnah (lY /5) dan halaman setelahnya.

375

376

377

448 4rm;mtS

Benar, orang shalat boleh bergerak jika ada keperluan darurat. Mi-

salnya jika di sebelahmu ada seorang yang sedang makan dan kamu

sedang mengerjakan shalat. Kemudian ia tercekik dengan suapannya,

dan kamu memiliki segelas air. Maka jika kamu mendengarnya terce-

kik hingga ia hampir mati karenanya, Lalu kamu memberinya seteguk

air, maka inilah yang dinamakan perbuatan terpuji. Tetapi bersedekah

sambil ruku'kepada orang fakir merupakan perbuatan yang aneh dan

tidak terpuji.

Kesimpularmya, Ali bin Abi Thalib pemah ditanya, "Apakah kamu

memiliki sesuatu?"

Maksudnya sesuatu yang teristimewa yang diberikan Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya kepadamu. Ali menjawab, "Tidak

ada, hanya Kitabullah ini yang telah disepakati kaum muslimin yang

dinamakan Mushhaf."

Kemudian ia berkata, "atau pemahaman yang diberikan kepada

seorang muslim." Maksudnya pemahaman tentang kandungan Kita-

bullah. Manusia berbeda-beda dalam memahami kandungan Kita-

bullah. Sebagian orang memahami lima hukum dari suatu ayat atau

hadits. Sedangkan yang lain memahami sepuluh atau dua puluh, atau

lebih banyak. Ini suatu hal yang telah diketahui bersama.

Akan tetapi, bagaimanakah cara kita memperoleh pemahaman ten-

tang Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam?

Kita memperolehnya dengan cara mengikuti petunjuk yang telah

Allah berikan: 'Ktab (Al-Qur'an) yang IGmi turunkan kepadamu penuh

berlah agar merelu menghayati ayat-ayatnya" (QS. Shaad: 29). Yaitu de-

ngan mentadabburi ayat-ayat dan berusaha memahaminya hingga

meresap ke dalam hati kita sekehendak Allah. Lalu apa-apa yang ti-

dak kita fahami, barulah kita merujuk kepada perkataan para ulama.

Karena itu saya menyarankan kepada kalian wahai para penuntut

ilmu untuk terlebih dahulu berusaha memahami Kitabullah dan

Surutah Rasulullah Shallallnhu Alaihiwa Sallam dengan kemampuan diri

sendiri. Kemudian setelah itu kalian mencocokkan apa yang telah ka-

lian fahami dengan pemahaman salaful ummah. Apabila ternyata se-

suai dengan pemahaman mereka, maka itu adalah suatu nikmat dari

AUah. |ika ternyata keliru, maka yang benar ada pada mereka salaful

ummah.

Sementara orang yang setiap kali ingin memahami ayat tertentu

ia senantiasa membuka buku tafsir, maka niscaya ia tidak akan mam-

II

€'Sitp 449

pu memahami Al-Qur'an. Ia selamanya hanya menjadi pengikut dan

tidak mengatakan selain perkataan ulama yang terdahulu. Yang be-

nar, sepanjang kamu seorang penuntut ilrru maka terlebih dahulu

berupayalah untuk memahami nash dengan usaha sendiri. Kemudian

setelah itu baru sesuaikan dengan pemahaman Para ulama salaf.

Lalu Ali berkata, "atauyang terdapat dalam lembaran kertas ini."

Aku bertanyaLagi, "APa isi lembaran kertas itu?'AIi menjawab, "Di

dalamnya terdapat 'Aql (hukum tentang diyat)." Maksud 'Aql di stni

bukan kebalikan dari gila, tetapi maksudnya diyat. Diyat dinamakan

'Aql sebab menurut kebiasaan Penanggung diyat datang membawa

tebusan itu ke rumah penerima diyat,kemudian ia mengikatkannya di

pekarangan rumahnya.

Perkataary "Pembebasan tawanan." Maksudnya kaum muslimin

yang ditawan orang kafir. Kita wajib membebaskannya, bahkan kita

memberikan zakat kepadanya agar ia dapat menebus dirinya dari pe-

nawanan.

Perkataan, " dar. seorang muslim tidak dibunuh karena membu-

nuh orang kafk." Maksudnya orang kafir asli, meskipun ia berada

di dalam perjanjian, meminta perlindungan, atau kafir dzimmi ya.g

membayar pajak. Apabila seorang muslim membunuhnya, maka se-

orang muslim tidak dibunuh karena membunuh orang kafir. Karena

para wali Allah tidak sama kedudukannya dengan musuh-musuh

AUah. Orang-orang kafir tidak sepantasnya ada, akan tetapi dengan

hikmah (kebijaksanaan) Allah mereka ada. ]ika seorang muslim mem-

bunuhnya maka ia telah menumPas keburukan, sehingga seorang

muslim tidak dibunuh karena membunuh orang kafir.

Apakah seorang kafir dibunuh karena membunuh muslim?

Ya, benar. Orang kafir dibunuh karena membunuh muslim. Sebab

kedudukanrrya lebih rendah dari muslim.

Kandungan hadits yang menguatkan judul bab adalah perkataan

AIi, "Yang terdapat dalam lembaran kertas ini."

'jjl dji,\)''jg) /\a

* ^t 

,):* ;:$;rB&J*}Er

i F,F. Y'u{, c"; jti 63 ;,#t e ; c'-6. t t Y

e f*:c7 ,.. .i3 2l_9 :-)*iqvi ^*, 

t-p Gtr i,i ;;;'oi 4^lr:,i ';'j ,s.i G A

450

i: iS E ii ,p,* ,r ,j*; ar .it iw;:UJ Qti

;'F3 pt ii ,Ht bt 'b 

i-;.u-;\ t ;: le r-ir.i,r ,f

,ry$5 (83 y'tt S-b nt iy|# l;.-t3;i,t|5*

a;aLiii q* f\E pi,* f\,H paLiri

\)w? e\it;:f *66yini *:t'*t,;.

*i.'# E Ur #.i\@* ffi\')6'rt 3ix.

fi U,y: rn Vt Si ;ta. iti cti,h i1 cy i.'F

,y: i* l# e\.ti*tiG! ar i;:u S +*t it;l, ,ft

Jtl'(rr:': G.y ; ^t;; dru f' i;'t r; i*!jr,'lL1'j b

iqi' .'t $i67!.jr i17!'jr \gi+;i' e:;t

,y'd s iu d ,:{ :? &iir # ,t\.,8 ,-,au 

"r::-

112. Abu Nu'aim At-Fadt bin Outknin tehh manyampallun kepoda lami, ia

berluta, Sy aib an telah many amp ailan kcp ada lumi, dari Y ahy a, dari Abu

Salamah, dari Abu Hurairah, bahwasanya Bani Khuza'ah membunuh

salah seorang laki-laki dari Bani l-aits pada tahun dilakuldunnya kota

Meluh, sebagai balasan atas pembunuh yang dilahtlun oleh Bani

Laits terhadap seorang dari Bani Khuza'ah, Peristiwa ini dilaporlun

kEada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. I-antas beliau me-

naiki lcendarannya lalu menyampaiknn khuthbah. Beliau bersabila,

"sesungguhnya Allah telah melindungi kota Melah ilari pembunuhan

atau dari tentara bergaiah -Abu Abdullah ragu- "Irntls Allah memberi

kekuatan lepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan orang

mukmin sehingga ilnpat menguasai merela (penduduk Meknh). Ke-

tahuilah bahwa (peperangan ini) tidak dihalallan lcepada orang sebe-

lumku dan lcepada orang setelahku. Ketahuilah bahwa dihalallan un-

tukku hanya beberapa saat di siang luri ini. Ketahuilah bahwa saat se-

lurang ini Metahkcnfuali diharamlun, durinya tidakboleh dipatahlan,

pohonnya tidak boleh ditebang, tidak boleh munungut barang yang

€ilffi,iffi'l&

'ryi"{ir

€,sifip

tercecer kecuali untuk diumumknn. Barangsiapa yang terbunuh maka

keluarganya boleh memilih satu diantara dua pilihan: Minta pembaya-

ran diyat, atau menuntut pelakunya dihukum mati." Kemudian salah

seorang laki-laki yang datang dari negeri Yaman berknta, "Tolong tulis-

kan untukku Wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Tuliskanlah untuk

Abu Eulan." Seorang laki-laki dari suku Quraisy berkata, "Kecuali po-

hon idzkhir wahai Rasulullah, karena idzkhir kami gunakan untuk ru-

mah dan kuburan kami, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ber-

sabda, "Ya, kecuali pohon idzkhir, lcecuali pohon idzkhir .t'37e

Abu Abdillah berknta, "Kata yuqaadu dibaca dengan huruf qaf." Ada

yang bertanya kepada Abu Abdilluh, "Apa yang dituliskan beliau ke-

padnnya?" Abu Abdillah menjawab, "Yang ditulis adalah isi khutbah

beli.au."

[Hadits nomor 112- juga tercantum pada hadits nomor: 2434,

68801.

Syarah Hadits

Hadits ini juga menjadi dalil bolehnya menuliskan hadits, yaitu

pada perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Tuliskanlah untuk

Abu Fulan."

Hadits ini sama dengan hadits sebelumnya, hanya saja ada se-

dikit perbedaan dalam kandungannya. Seperti, kisah Bani Khuza'ah

yang membunuh salah seorang lakilaki dari Bani Laits pada tahun

dilakukkannya kota Mekah, sebagai balasan atas pembunuh yang

dilakukan oleh Bani Laits terhadap seorang dari Bani Khuza'ah. Pe-

ristiwa ini dilaporkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Lantas

beliau menaiki kendarannya. . . hingg| akhir hadits. Hal ini akan

dijelaskan nanti, insyaa Altah. Sekarang ada satu ha1 lagi di dalam

hadits sebelumnya -yaitu hadits Abu Syuraih- yang perlu kita cermati.

Telah dijelaskan tadi bahwa diharamkan membr.rnuh di kota Mekah,

tetapi para ulama berkata, "Siapa saja yang melakukan perbuatan

yang mewajibkan hukum bunuh maka ia harus dibunuh, meskipun di

tanah haram."3m

]ika ia melakukan sesuatu yang mewajibkan hukum bunuh atau

hukum potong, maka ia harus dibunuh atau dipotong. Seandainya

HR. Muslim (1355X44n

Silakan baca Al-l-lmm (lx/|n, Al-Mughni (lX/90), Kasyf AlQana' (Yl/87), Al'

Mubaddi'(lx/57) 

- )

451

379

380

452 €mm[.irurs

ada yang membunuh seseorang di Mekah, maka ia dibunuh. jika ia

murtad maka ia dibunuh. ]ika ia mencuri maka tangannya dipotong.

Berbeda dengan orang yang melakukannya di luar daerah haram,

kemudian ia masuk mencari perlindungan di tanah haram. Maka ta-

nah haram akan melindunginya, sebagaimana yau.lg telah dijelaskan.

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan ianganlah kamu

perangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika merela memerangi lamu di

tempat itu. lila merekn memerangi lamu, malu perangilah mereka." (QS.

Al-Baqarah:19L1. Allah tidak mengatakan, maka perangilah mereka.

Uqtuluhum (maka bunuhlah mereka) lebih tegas dari pada Qaatiluhum

(maka perangilah mereka). Artinya jika mereka memerangi kalian di

tanah Haram, maka bunuhlah mereka hingga tewas. Hal ini menun-

jukkan bahwa siapa saja yang melakukan perbuatan yang mewajib-

kan hukum bunuh, atau hukum potong, atau hukum had, di tanah

haram, maka hukum tersebut harus dijalankan atasnya.

Perbedaannya sudah tampak dengan jelas. Sebab siapa saja yang

melakukan perbuatan ini di tanah haram, maka ia telah merobek ke-

hormatan tanah haram, sehingga tiada kehonnatan lagi untuk dirinya.

Perkataan, "Iangan dipatahkan durinya." La yukhtala, artinya tidak

dipotong. Syauk artinya duri pada pohonberduri.

Perkataan, "tidak boleh memungut barang yang jatuh kecuali

untuk diumumkan." Barang yang jatuh maksudnya barang yang

tercecer, maka tidak boleh dipungut kecuali orang yang mengu-

mumkarmya.

Para u1ama381 Rahimnhumullah berselisih pendapat tentang sabda

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "kecuali orang yang mengumum-

kannya." Apakah maknanya ia tidak bisa memilikinya setelah di-

umumkan satu tahun, atau bisa dimiliki setelah satu tahun seperti ba-

rang pungutan di negeri lain, dan penyebutan untuk kota Mekah ha-

nya sebagai penegasan saja? Yang benar adalah barang tersebut tidak

bisa dimiliki, dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan kota

Mekah untuk mengkhususkannya dari kota yang lain. Hal ini tergo-

long memuliakan harta padanya, dengan mengkususkan hukum ba-

rang tercecer yang tidak dapat dimiliki serta harus diumumkan sePan-

jang masa. Apabila kamu menemukan uang misalnya seratus riya|

maka jika kamu mengambilnya kamu wajib mengumumkannya sela-

381 Silakan b aca Al-Muhalla (Yll/278), Al-Mughni Nl/11), Kasyf Al-Qana' (IVl218), Al-

Mubaddi' N /28A) danAl-Kafi(ll/352)

€,Stilp 453

ma-lamanya. Iika kamu meninggal dunia kamu harus mewasiatkan

seseorang untuk mengumumkannya sepeninggalmu, jika ia juga me-

ning-gal dunia maka ia mewasiatkan kepada seseorang unfuk mengu-

mumkannya sepening galnya, hingga pemiliknya menemukannya.

Tidak diragukan lagi, hukum ini bertujuan untuk menjaga barang

yang tercecer. Sebab jika seseorang mengetahui bahwa ia diwajibkan

mengumumkannya seperti itu, pasti ia akan membiarkannya tanpa

memungubrya. ]ika ia membiarkannya, niscaya pemiliknya dapat me-

nemukannya. Namun hal ini berlaku pada zaman orang-orang yang

masih memiliki srlat wara'. Adapun sekarang ini, jika kamu mening-

galkannya maka barang tersebut akan diambil oleh orang yang tidak

mau mengumumkannya walau hanya satu hari.

nya lalu memberikannya ke Departemen yang bertanggung iawab

Maka untuk sekarang i.i yang lebih utama adalah mengambil-ni

mengurusi hal ini. Inilah yang lebih utama. Sebab meninggalkannya

sama seperti menyia-nyiakannya, sedang mengambiLrya dengan ke-

harusan mengumumkannya selama-lamanya sangat menyulitkan.

Faidah lain hadits ini adalah, barangsiapa yang terbunuh maka

keluarganya boleh memilih satu diantara dua pilihan: Minta pemba-

yaran diyat, atau menuntut pelakunya dihukum mati. Artinya apabila

ada seseorang yang dibunuh dengan sengaja, maka keluarganya bo-

Ieh memilih antara membalasnya atau menerima tebusan. Ada juga pi-

Iihan ketiga yaitu memaafkan, dan pilihan keempat adalah berdamai.

Akan tetapi bolehkah berdamai dengan nilai lebih dari diyat yang

diwajibkan atau tidak? Ada perselisihan pendapat ulama dalam hal

ini.382 Pendapat yang benar, mereka diperbolehkan berdamai dengan

tebusan lebih besar dari diyat yang diwajibkan.

'Misalnya: Zaid membunuh Amr dengan sengaja di kota Mekah

atau selain kota Mekah. Maka kami katakan kepada ahli waris Amr,

"Kalian boleh memilih. |ika kalian mau kalian boleh membunuh Zaid,

jika kalian mau kalian menerima diyat (tebusan) yang sekarang ini be-

sarnya seratus ribu, jika kalian mau kalian memafkannya secara mut-

Iak, dan jika kalian mau kalian bisa berdamai dan memPerundingkan-

nya." Jika tebusan yang diminta lebih sedikit dari diyat maka pembo-

lehannya tidak perlu dijelaskan lagi. ]ika tebusan yang diminta sama

dengan diyat maka pemboleharurya tidak perlu dijelaskan lagi. Namun

382 Silakan baca Al-Mughni (VIII/286), Al-Mubaddi' (VII/298), Al-Furu'(V/506) dan

Al-Inshaaf (X/4)

454 €mmmr&

jika tebusan yang diminta lebih banyak dari diyat maka ada perselisi-

han ulama dalam masalah ini, dan menurut pendapat yang benar hal itu

diperbolehkan. Karena ini adalah hak keluarga orang yang dibunuh.

Jika keluarga orang yang dibunuh berkata, "Kami tidak sudi kecuali

dengan uang satu juta riyal sebagai pengganti seratus ribu. ]ika tidak

dipenuhi kami akan membunuhnya. Ini adalah hak kami, siapakah

yang bisa melarang kami." Tetapi sebagian ulama ada yang.berpen-

dapat, "Mereka hanya berhak menerima seharga diyat atau memba-

las dengan bunuh."

Faidah lain hadits ini adalah, bolehnya meminta dituliskan hadits

trntuknya. Karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menuruti perrtin-

taan lelaki yang berasal dari Yaman itu -yang dipanggil dengan ku-

nyah Abu Syaah- ketika ia meminta agar dituliskan untuknya. Bahkan

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Tuliskanlah untuk Abu Fu-

Ian."

Faidah lainnya, bolehnya membuat pengecualian dengan pemisa-

han (beberapa waktu kemudian). Yaitu pada perkataan Nabi Shallalla-

hu Alnihi wa Sallam, "Kecuali pohon idzWtir." Pohon ini dikecualikan

dari jenis rumput lainnya pada perkataan beliau, "Tidak boleh dipo-

tong durinya."

Perkataary "seorang lelaki dari Quraisy." Dia adalah Al-'Abbas se-

bagaimana dijelaskan dalam riwayat lain.

Perkataan Al-'Abbas, "Kecuali pohon idzkhir wahai Rasulullah,

karena idzkhir kami gunakan untuk rumah dan kuburan kami." Da-

lam sebuah lafazh ditambahkan, "lJntuk pandai besi merek".'aas Jadi

jumlahnya tiga.

Idzkhir digunakan untuk bahan atap rumah, yang diletakkan di

atas pelepah kurma agar tanah tidak berjatuhan dari sela-sela pelepah.

Sekarang ini di Nejed, mereka menjadikan daun pohon palm sebagai

gantinya.

Untuk kuburan, mereka meletakkannya di antara batu bata agar

tanah tidak berjatuhan ke atas mayat.

Sedangkan al-qain -yaitu pandai besi-, mereka menggunakannya

untuk menyulut api ketika ingin memanaskanbesi di atas api.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kecuali pohon idzkhir."

Adalah pengecualian dari kalimat yang sebelumnya' Para ulama Ra-

383 HR. Muslim (1353X1145)

€'Sit,p 455

himahumullah berselisih pendapat dalam masalah ini.384 Pokok per-

selisihan mereka adalah, apakah diperbolehkan membuat pengecua-

lian dengan adanya pemisahan antara kalimat pengecualian dengan

yang dikecualikan darinya?

Ada tiga jenis pemisah:

|enis pertama: Pemisah yang tidak bisa dihindari. Misalnya tiba-

tiba ia terbatuk -batuk atau bersin ataupun yang semisalnya-.

Pemisah ini tidak mengapa meskipun jaraknya panjang. Contoh-

nya seseorang berkata, "Semua istriku diceraikan." Kemudian ia

terbersin-bersin hingga dua jam lamanya. Lalu ia melanjutkan,

"Kecuali istriku si Fulanah." Maka istrinya yang ini tidak dicerai

karena telah dikecualikan dari yang lain. Pemisah yang terjadi

tidak berpengaruh karena sifatnya darurat. Demikian pula jika ia

menyebutkan suatu kalimat yang akan dikecualikan, lalu ia jatuh

pingsan. Kemudian ia kembali siuman dan melanjutkan dengan

menyebutkan pengecualiannya. Maka pengecualiannya sah, kare-

na pemisahnya tidak bisa dihindari.

]enis kedua: Ia memisahkannya dengan jarak pemisah yang pan-

jang tanpa berkata-kata, tetapi diam saja. Setelah itu ia berkata,

"Kecuali ini." Pengecualian seperti ini tidak sah, karena pemisah-

nya terlalu panjang. Sehingga ucapannya dianggap teqpisah, tidak

bersambung.

lenis ketiga: Ucapannya bersambung, akan tetapi kalimat yang

pertama dipisahkan dengan kalimat pengecualiannya oleh kali-

mat lain, seperti hadits ini. Sebagian ulama ada yang menyata-

kan pengecualian ini sah. Sebagian lain berpendapat, "Tidak sah."

Ulama yang berpendapat pengecualian seperti ini sah mengata-

kan, "Karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Kecuali

pohon idzkhir" dan hukumnya berlaku. Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam mengecualikan pohon idzlchir dari rumput yang lainnya.

Sementara para ulama yang berpendapat tidak sah, menjawab

pendalilan dengan hadits ini bahwa hadits ini termasuk bab na-

sakh.

Akan tetapi jawaban ini tidak benar, berdasarkan beberapa per-

kara berikut:

384 Silakan baca Al-Musawwadsh tulisan Alu Taimiyah (l/345) dan halaman setelah-

nya, Ir sy ad Al- F uhul (hal 247) dan Al Mudzal&ar ah (hal 2a9)

456 €ilffidffi't&

o Pertama: Nasakh adalah penghapusan suatu hukum dengan

penghapusan secara keseluruhan. Hadits ini bukan penghapu-

san hukum, tetapi hanya menghapus hukum untuk sebagian dari

keseluruhan, sehingga terrrasuk pengkhususan.

. Kedua: Salah satu syarat nasakh adalah karena tidak bisa dilaku-

kan penggabungan antara nasikh dengan mansukh. Dalam hal ini

penggabungan mungkin dilakukan. Larangan ini berlaku umurn

lalu dikhudtukan sebagian darinya.

Pendapat yang benar adalah, hadits ini termasuk bab pengecua-

lian. Maka dari itu, jika suatu ucapan masih bersambung, kemudian

kalimat yang dikecualikan telpisah dari kalimat pengecualiannya, ma-

ka pengecualian tersebut dianggap sah.

Dalam hadits ini terdapat permasalahan lain yang diperselisih-

kan ulama, yaitu: Apakah orang yang mengucapkan perkatan terse-

but diwajibkan meniatkan pengecualiannya sebelum ia selesai berka-

ta-kata atau tidak?

Misalnya ia berkata, "IJang si Zard padaku ada seratus riyal." Ke-

mudian ia mengecualikan darinya setelah kalimat Pertama, dan ber-

niat mengecualikan, "kecuali sepuluh nyal."

Apakah pengecualiarmya sah?

Sebagian ulama berpendapat, "Pengecualiannya tidak sah ke-

cuali jika ia meniatkannya sebelum kalimat pertama selesai diucap-

kan." Pendapat yang benar adalah ia boleh meniatkan pengecualian,

walaupun setelah kalimat pertama selesai diucapkan. Banyak sekali

datit yang menunjukkan hal ini di antaranya adalah hadits ini. Dalil

yang lain adalah kisah Nabi Sulaiman Alaihissalam ketika ia berkata,

"Demi Allah, aku akan menggilir istri-istriku yang berjumlah sembi-

Ian puluh orang malam ini. Masing-masing dari mereka akan mela-

hirkan anak laki-laki yang berperang di jalan Allah." Seorang malaikat

berkata kepadanya, "Ucapkanlah, Insyaa Allah." -tetapi Sulaiman ti-

dak mengatakan Isya Allah-. Lalu ia menggilir istri-istrinya yang ber-

iumlah sembilan puluh orang, dan tidak ada yang melahirkan anak

melainkan satu orang dari mereka yang melahirkan anak setengah

manusia. Ini adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Nabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam bersabda, "seandainya ia mengatakan Lsya Allah,

niscaya sumpahnya terlaksana, keinginannya terpenuhi dan anak-

anaknya akan berperang fisabilillaah."3s

385 Telah disebutkan takhrijnya.

€,srfip

Kisah ini menunjukkan bahwa seandainya

kan Isyaa AUah, maka pengecualian tersebut

pemisahan.

457

Sulaiman mengata-

sah dengan adanya

t il,f *; u"-t'

l$$'-,,i$fr 1p J:* rt.ttr

3e

11g. Ali bin Abdullah telah menyampaiknn kepada kami, in b'erkata, Sufyaan

telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, 'Amr telah menyampaikan

kepada kami, ia berkata, Wahb bin Munabbih telah menyampailan ke-

padaku, ia berkata, dari saudaranya, iaberknta, Aht mendengar Abu Hu-

rairah berknta,'Tidak ada seorangpun shahabat Nabi Slullallahu Alaihi

wa Sallam yang lebih banyak mengumpulkan hadits belinu dibanding-

kan aht, kecuali hadits yang dimiliki Abdullah bin'Amr karena ia me-

nulishadits sementara aht tidak."

Sanad ini dikuatlun dengan sanad Ma'mar dari Hammaam ilari Abu

Hurairah.is6

Syarah Hadits

Kandungan hadits yang menguatkan judul adalah perkataan,

"Kecuali hadits yang dimiliki Abdullah bin 'Amr karena ia menulis

hadits sementara aku tidak."

Jika ada yang berkata, "Ini hanyalah perbuatan Abdullah bin'Amr

dan perbuatannya tidak bisa dijadikan sebagai dalil."

Maka jawabnya, "Abdullah bin Amr melakukan hal itu ketika

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masih hidup."

386 Al-Butrhari menyebutkannya secara mu'allaq dengan sighah iaum dan diriwayat-

kan secara maushul oleh Abdurrazzaqdalam Mushannaf-nya (xl/?59)(20489) dan

Al-Hafizh berkata dalam At-Taghliq (ll/92) tentang sanad Abdurrazzaq"'Sanad

ini shahih sesuai dengan syarat Muslim", dan diriwayatkan secara maushul juga

olehAl-Baghawidalam syarhAs-sunnah(l/293)(137).SilakanbacaAl-Fath(I/207)

dan T a ghli q At -T a' I i q (ll / 97 -92).

auk 6s thr; rf ilr 1r

e.;i €) y rd/ a 'lu cf

'^;JlJ

4s8 €ilffiiffi't&

fika ada yang berkata, "Mungkin Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

tidak mengetahui hal itu?"

Kami katakan, seandainya kita anggap Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam tidak mengetahuinya maka pastilah Allah Subhanahu wa Ta'ala

mengetahuinya, dan Allah tidak akan membiarkan suatu kesalahan

terjadi. Dalil yang menunjukkan bahwa Allah tidak membiarkan sua-

tu kesalahan terjadi adalah A[ah memberitahukan perbuatan orang-

orang yang melakukan kesalahan ketika mereka tidak dilihat manu-

sia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "mctelcA dapat bersembunyi da-

ri manusia, tetapi merele tidnk ilapat bersembunyi dari Allah,larena Allah

beserta mereka, ketika pad"a suatu malam merela menetapkan keputusan ra-

hasia y ang tidnk diridhai-Nya" (QS. An-Nisaa': 108).

Mereka adalah orang-orang yang mengatakan sesuatu di malam

hari dan memperbincangkarurya sedang orang-orang tidak mengeta-

hui perbuatan mereka. Akan tetapi Allah mengetahui perbuatan me-

reka. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak membiarkan suatu ke-

alahan terjadi. Inilah sisi pendalilan dari hadits Abdullah bin Amr.

|ika ada yang berkata, "Apabila Abdullah bin Amr bin Al-'Ash

memiliki hadits lebih banyak daripada Abu Hurairah, lalu dimana-

kah hadits tersebut sekarang?"

|awabnya: Banyaknya hadits yang dimiliki seseorang tidak berarti

ia banyak meriwayatkannya dan menyampaikannya. Kita yakin bah-

wa hadits yang dimiliki Abu Bakar lebih banyak daripada hadits yang

dimiliki Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Intinya terletak pada penyampaian hadits. Mungkin saja seseorang

menghafal banyak hadits, akan tetapi ia tidak sempat menyampai-

kannya karena kesibukannya, atau karena manusia tidak datang ke-

padanya untuk menanyakannya, ataupun yang semisalnya. Sehingga

banyak memiliki hadits tidak berarti banyak menyampaikan riwayat.

oi ', '

G-?t Jtj jv {,1:1:, ,-#-c-t.t tt

*ui

I

rl t

,3 -r!

.^l,r t:i j

€J.gl

GoV

."tli

t i.

#i' :it l,t Y; ie i':.; t;-br \

€,ffiitp 459

et;l ,lu ilistl 'rt$$t% It *€ 6+i €')l

Ll4. Yahya bin Sulaiman telah menyampaikan kepada kami, ia berlata,

lbnu Wahb telah menyampailun kepadaht, ia berkata, Yunus telah

menyampaiknn kepadaku, dari Ibnu Syihaab, dari Ubaidillah bin Ab-

dullah, dari lbnu Abbas, ia berkata, Ketila sakit Nabi Shallallahu Alai-

hi wa Sallam semakin parah, belinu bersabda, "Ba?Dalan sebuah buku

kemari agar aku dapat menulisknn sebuah kitab untuk lcnlian yang

kalian tidak akan tersesat setelahnya." Umar berkata, " Sesungguhnya

Nabi Shallnllahu Alaihi wa Sallam seilang sakit, sementara kita masih

punya kitabullah dan cukuplah itu buat kita." Para shahabat berselisih

tentang hal itu sehingga menimbulkan suata gaduh. Kemudian beli^au

bersabila, "Pergilah lalian ilari sini, tiilak pantas lalinn bertenglur di

delatku." Lalu keluarlah lbnu Abbas seraya berluta, " Sungguh musibah

di atas musibah adalah terhalangnya kami mendapatlan kitab itu dari

Rasulullah Shallallahu Alaihi ut a S allam. " i87

[Hadits 1L4- juga tercantum pada hadits nomor: 3053, 3168, M37,

443'1., 4432, 5669 dan 73661.

Syarah Hadits

Kandungan hadits ini yang menguatkan judul bab adalah sabda

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Bauaknn sebuah buht lcemari agar aku

dapat mmuliskan s ebuah kitab untuk lulian. "

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Agar aku dapat menulisknn

untuklalian." Apakah beliau akan memerintahkan seseorang untuk me-

nuliskannya atau beliau menuliskannya dengan tangannya sendiri?

Jawabnya: Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan. Berdasar-

kan apakah setelah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat wahyu

beliau bisa menulis atau tidak?

Ada perselisihanpendapat di kalangan ulama mengenai hal ini.3s

Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa

HR. Muslim (L63nQ4

Silakan baca perincian mengenai perselisihan pendapat ini dalam tafsir Al-Qur-

thubi (Xlll/351) dan halaman setelahnya.

387

388

460 €ilffiHttp

sallam bisa menulis setelah wahyu diturunkan kepada beliau. sebab

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan engknu (Muhammad) tidak

pernah membaca sesuatu kitab sebelum (Al-Qur'an) dan engkau tidak (per-

nah) menulis suatu kitab dengan tangan knnanmu; sekiranya (engkau per-

nah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkari-

nya." (QS. Al-'Ankabuh 48). Setelah itu beliau mulai belajar menulis

hingga beliau menguasainya.

Sebagian lagi berkata bahwa beliau tidak bisa menulis. Beliau ti-

dak bisa menulis kecuali hanya beberapa kata sederhana seperti nama-

nya sendiri dan yang semisalnya.

Berdasarkan pendapat yang ini, maka sabda Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam, "Agar aku dapat menuliskan untuk kalian" artinya,

"Aku akan memerintahkan seseorang unfuk menulis" dan orang yang

memerintahkan sesuatu sama seperti orang yang melakukannya. Sa-

ma seperti jika dikatakan, "Sang Raja telah membangun kota ini," atau

"membangun istananya." Artinya bukan dia yang membangunnya sen-

diri, akan tetapi ia memerintahkan orang untuk membangunnya.

Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "sebuah kitab yang ka-

lian tidak tersesat setelahnya." Para ulama berselisih pendapat me-

ngenai sabda Nabi Slnllallahu Alaihi wa Sallam, "kalian tidak tersesat

setelahnya."*e Jika yang dimaksud kalian tidak akan tersesat sete-

lahnya dalam permasalahan syari'at, maka tidak diragukan lagi

bahwa Kitabullah lebih baik darinya, sebagaimana perkataan Umar,

"Kitabullah cukup buat kita." Karena Kitabullah lebih utama dari apa

yang hendak beliau tulis.

fika yang dimaksud sebuah kitab yang kalian tidak akan tersesat

setelahnya dalam permasalahan khilafah, dan bahwasanya ketika

beliau merasa sakitrya bertambah berat dan parah lalu beliau ingir,

msntrlis sebuah kitab dalam permasalahan khilafah, maka termasuk

rahmat Allah bahwa Allah telah memudahkan atau mentakdirkan

Umar mencegahnya agar pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah

pengganti dilakukan dengan kerelaan hati para shahabat. Meskipun

demikian, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengisyarat-

kan kepemimpinan Abu Bakar sepeninggal beliau. Abu Bakar adatah

wakil beliau ketika berhaji tahun kesembilan.3eo Abu Bakar pernah mem-

bawa rombongan haji pada tahun kesembilan, seperti yang telah di-

Silakan baca Al-Fath (l/209) dan Syarh Muslim (Vl/102) dan halaman setelahnya.

HR. Al-Bukhari (1,622,4363) dan Muslim $34n@35)

389

390

€'Sii,p

sepakati para ulama.3el

Penunjukan Abu Bakar sebagai wakil Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam untuk memimpin manusia berhaji merupakan isyarat bah-

wa Abu Bakar adalah khalifah sepeninggal beliau untuk memimpin

umat.

Kedua: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menunjuk Abu Ba-

kar sebagai pengganti beliau untuk mengimami shalat berjama'ah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Panggilkan Abu Ba-

kar untukktt.t'3e2 Kemudian para shahabat mencoba menggantinya

dengan lJmar, tetapi beliau tetap menr.rnjuk Abu Bakar.

Ketiga: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

k tj'vt'ttrdlv l';'r':,nr ;'r:

"Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mulonin tidak menghenilaki yang

lain selain Abu Balar,"3e3

Keempat Seorang wanita datang menemui Rasulullah Slullallahu

Alaihi wa Sallam, kemudian betau berkata kepadanya, "Kembalilah

trntuk menemuiku lagi." Wanita itu menjawab, "Bagaimana jika aku

tidak menemuimu?" -sepertinya wanita itu mengisyaratkan akan wa-

fatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam-, Beliau berkata, "]ika

kamu tidak menemuiku maka temuilah Abu Bakar./3e4 Semua ini

mengiiyaratkan bahwa Abu Bakar adalah khalifah pengganti Rasu-

lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sepeninggal behau. Apabila hal itu

dikuatkan lagi dengan pilihan dari para shahabat, maka penetapan

Abu Bakar sebagai khalifah lebih kuat, tidak diwajibkan, dan diang-

kat dengan kerelaan semua or.Lng. Maka dari itu termasuk rahmat

Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Allah mengilhamkan pada Umar

akan hal ini, yang merupakan salah satu taufiq Allah kepadanya un-

tuk berbuat sesuai dengan kebenaran.

Tetapi yang tanpak jelas dari perkataarrya, "Kita memiliki Kita-

bullah" adalah makna yang pertama, yaitu menurut Umar Radhiyalla-

hu Anhu Kitabullah sudah mencukupi dari kitab yang lain.

Sedangkan celaan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma terhadap

Umar pada perkataarurya, "Sungguh musibah di atas musibah adalah

Silakan baca AI-F ath (VIII/83)

HR. Al-Bukhari (679) dan Muslim (418X90)

HR. Muslim (X8n0,l)

HR. Al-Bukhari (3659) dan Muslim (2386X10)

461

39r

392

393

394

462 €r.mrur&

terhalangnya kami mendapatkan kitab itu dari Rasulullah shallallahu

Alaihi wa Sallam" adalah kekeliruan dari Ibnu Abbas, dan kebenaran

ada bersama Umar. Karena tidak diragukan lagi bahwa Umar lebih

faham dan lebih berilmu dari Ibnu Abbas. Umar lah yang telah Allah

beri taufiq kepada kebenaran. Sehingga musibah di atas musibah yang

sebenarnya adalah perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma terse-

but. Ketidaksetujuannya ini tidak beralasan, dan Umar lebih faham

darinya. Umar lebih bijaksana dalam melihat dan menyikapi kondisi

yang sedang terjadi ketimbang Ibnu Abbas. Serta Umar lebih tahu ten-

tang dampaknya di masa yang akan datang.

Sekiranya Rasulullah Shattallahu Alaihi wa Sallamjadi menulis se-

buah kitab yang mereka tidak akan tersesat setelahnya, lalu bagaima-

na tanggapan manusia tentang Al-Qur'an?

|awabnya, niscaya manusia akan menjauhinya dan tidak mengin-

dahkannya. Sebab mereka telah memiliki kitab yang dikatakan Ra-

sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kalian tidak akan tersesat sete-

lahnya."

Lagipula, salah satu hikmah Allah Azza wa lalla adalah Allah pasti

akan menyesatkan orang yang disesatkan-Nya dari kalangan umat

ini. Maka meskipun kitab ini iadi dituliskan, maka tetap saja Allah

akan menyesatkan orang yang disesatkan-Nya dari kalangan umat ini,

sebagaimana yang telah menjadi kenyataan.

Meskipun ada yang berkata, "Kemungkinan jika kitab tersebut

jadi dituliskan, mereka tidak akan tersesat." Akan tetapi sesuai dengan

hikmah Allah Azzawa lalla,r,tiscayaperkara tersebut pasti akan terjadi.

Hadits ini menunjukkan bahwa para shahabat terkadang berset-

sih pendapat dalam sejumlah pennasalahan hingga suara mereka sa-

ling meninggt dan menimbulkan kegaduhan di antara mereka. Rasu-

lullah Shallallahu Alaihiwa Salhm tidak menyukai hal itu, karena itulah

beliau memerintahkan mereka untuk bangkit dan pergi. Rasulullah

Shnllallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Pergilah kalian dari sini, tidak

pantas kalian bertengkar di dekatku." .A.pakah maksudnya, tidak boleh

ada perselisihan di dekatku ketika itu, atau tidak boleh ada perselisi-

han di dekatku secara mutlak?

|awabnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyukai-

nya secara mutlak. Karena beliau tidak menyukai perselisihan dan

menyukai agar umat ini bersatu dan tidak berselisih. Bahkan AUah

Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Saungguhnya orang-orang yang meme-

€'siil&

cah bel"ah agamanya dan merela menjadi (terpecah) dalam golongan-golo-

ngan, sedikit pun bulun tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Se-

sungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah' (QS. Al-An'aam: 159)

Karena itu sekarang ini ketika umat saling berselisih hingga yang

satu memerangi yang lain, hasilnya mereka tidak lagi memerangi

orang-orang kafir. Sehingga bencana dan fitnah terjadi di antara mereka

sendiri, dan hasilrya apa yang kita lihat sendiri di tubuh umat Islam

sekarang ini. Kita memohon keselamatan kepada Atlah.

Ibnu Hajar Rnhimahullah berkata dalam Al-F ath (I / 208-209):

Perkataan, "Sedang sakit": Sehingga menyulitkan beliau untuk

men-diktekan apa yang harus ditulis atau beliau akan mengalami ke-

sulitan jika beliau menulisnya sendiri. Sepertinya pada saat itu Umar

Radhiyallahu Anhu memahami bahwa penulisan tersebut membutuh-

kan waktu yang cukup lama.

Al-Qurthubi dan lain-lain berkata, "Perkataan: "Bawakan kepa-

daku!" Adalah bentuk fi'il amar. Dan seyogyanya orang yang men-

dapat perintah tersebut segera melaksanakan perintah yang dibe-

bankan kepada dirinya. Akan tetapi Umar Radhiyallahu Anhu dart

shahabat lainya melihat bahwa perintah tersebut tidak menunjukkan

hukum wajib, tetapi anjuran menunjukkan kepada perkara yang lebih

baik. Oleh karena itu mereka tidak suka kalau Rasulullah Shallallahu

Alaihiwa Sallam dibebani urusan yang dapat menyulitkan beliau pada

saat itu, disamping mereka juga mengetahui firman Allah Subhana-

hu wa Ta'ala: 'Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputknn di dalam Kitab"

(QS. Al-An'aam: 38). Serta firman Allah Subhanahu waTa'ala: "Dan Kami

turunlun Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaslan segala sesltatu"

(QS. An-Nahl: 89). Oleh karena itu Umar mengatakan, "Cukuplah

Kitabullah buat kita."

Sekelompok shahabat lainnya memandang, sebaiknya hal itu

ditulis sebagai pelaksanaan atas perintah Rasulullah Shallallahu Alai-

hi wa Sallam yang tentunya mengandung keketerangan yang lebih

jelas. Sebagai bukti bahwa perintah yang diberikan oleh Rasulultah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bermakna ikhtiyari adalah beliau meme-

rintahkan mereka untuk bangkit dan pergi keluar. Karena itulah se-

telah peristiwa tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masih

hidup selama beberapa hari, namun beliau tidak mengulangi kembali

perintah yang telah beliau berikan. ]ika seandai.ya perintah itu wajib

hukumnya, niscaya beliau akan kembali mengulangi perintah tersebut

463

'l

l

464 €ilffiHl'i&

walaupun terjadi perselisihan di kalangan shahabat. Beliau tidak akan

menangguhkan penyampaian sesuatu yang wajib walau siapapun

yang menghalanginya. Lagi pula biasanya shahabat selalu bertanya

kepada beliau tentang sesuatu yang belum dapat mereka fahami. ]ika

su-dah jelas bagi mereka, barulah mereka laksanakan. Masalah ini akan

dijelaskan secara paniang lebar di dalam kitab Al-l'tishaam Lsy" Allah

Ta'ala.

Sikap Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu ini terrrasuk sikap

yang sesuai dengan syariat Islam. Para ulama berselisih pendapat

tentang maksud dengan kata kitab yang tercantum di dalam hadits.

Ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah bahwa beliau ingin

menulis sebuah catatan tentang sejumlah hukum agar tidak terjadi

perselisihan.

Ada juga yang mengatakan: Beliau ingin menuliskan nama-nama

shahabat pemegang tampuk kekhilafahan setelah beliau wafat nanti,

agar tidak muncul perselisihan di kalangan kaum muslimin. Demikian

yang dikatakan oleh Sufyan bin'Uyainah.

Pendapat ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam di awal-awal sakit beliau yang saat itu berada di rumah

Aisyrh. Beliau bersabda:

i ei p F. ii,3ei ;y, K. g,F )eii lul ; u,ii

* u1i1['r5:j'i 

^i'r 

ju': ' J:u

"Panggilah lccmnri ayahmu dan saudara lelakimu agar aku menulis sebuah

peilfl, sebab aht khawatir alan muncul orang yang berlurap lalu berluta:

"Aht lebih berhnk." Sesungguhnya Allah dan segmap kaum mulcrninin ha'

nya reh muterima Abu Balar." Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan

penulis (Al-Bukhari) juga meriwayatkan kisah yang seruPa namun

dengan redaksi yang berbeda. Walaupun begitu, kitab tersebut tidak

jadi ditulis.

Maksud yang pertama lebih zhahir. Yakni beliau ingi^ menuliskan

sebuah catatan tentang sejumlah hukum agar tidak terjadi perselisihan.

Hal ini berdasarkan perkataan Umar Radhiyallahu Anhu, "Cukuplah

Kitabullah buat kita." Meskipun sudah terrrasuk juga di dalamnya

menuliskan nama-nama shahabat Pemegang tampuk kekhalifahan se-

tetah beliau wafat nanti, agar tidak muncul perselisihan di kalangan

€,str& 465

kel<halifahan terrrasuk salah satukaum muslimin. Sebab masalah

huktur Islam. Wallahu a'htn.

Faedah: Al-Khathtaabi berkaA, "Sikap Umar tersebut berdasar-

kan pertimbmg:rn, apabila Rasulullah shallallahu Alaihi wa salhm me-

nuliskan sesuatu yang menyelesaikan perselisihan, maka sirnalah ke-

utamaan para ulama dan tidak ada lagi iitihad di dalam Islam'"

Ibnul ]auzi mengomentari pendapat Al-Khaththabi tadi, "Kalau-

pr.rn Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jadi menuliskan sesuatu

perkara atau beberapa perkara, tidak berarti menutup Pintu ijtihad.

Sebab tidak mungkin memuat semua masal,ah dalam satu tulisan."

Ia juga berkata, "sebenarnya yang Umat Radhiyallahu Anhu l<ha-

watirkan adalah jika beliau menulis dalam keadaan sakit parah, se-

hingga orang-orang munafik menemukan celah untuk mencela hasil

tulisan tersebut. Nanti akan kita sebutkan bukti-bukti yang menguat-

kan pendapat ini di akhir kttab Al-Maghnazi." sampai di sini perkataan

Ibnu Haj ar Rahiruhullah.

As-Sindi Rahimahullah berkata dalam Hasyiah-nya (catatan kaki-

nya) nntuk kitab Al-Bukhan $ / 32'39:

Perkataan3ts, "BTu)akanlah aht sebuah kitab' Kemungkinan yatg

dimaksud adalah sesuatu untuk dituliskan padanya tulisan. Perkata-

an, "AkLr akan menuliskan sebuah kitab untuk kalian" yaitu sesuatu

yang ditulis. Maksudnya beliau ingin memisahkan antara perka-

taan "Bawakanlah aku sebuah kitab' dengan perkataan "Aku akan

menuliskan sebuah kitab untuk kalian." Sehingga maksud kata kitab

yang pertama adalah lembaran untuk dituliskan padanya tulisaO

karena itulah beliau mengungkapkannya dalam bentuk mufrad.

Ada yang berpendapat Bahwa perintah ini merupakan ujian dari

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bagi para shahabat beliau. Kemu-

dian Allah Subhanahu wa Ta'al.a memberi petunjuk kepada Umar un-

tuk memahami tujuannya dan menolak untuk membawakan kitab ter-

sebut, sedangkan hat ini tidak diketahui Ibnu Abbas. Karena itu peris-

tiwa ini terhitung sebagai salah satu sikap Umar yang sesuai dengan

syari'at Rabbnya. Sampai di sini perkataannya.

395 Dari sini Syaikh Al-Utsaimin mulai mernbacakan kitab Hasyiah As-Sindi'ala AI-

Bukhari. Syaikn Al-Utsaimin menambahkan beberapa komerrtar beliau di sela-

sela pembacaan kitab ini. Kami menuliskan komentar tersebut di antara tanda

kurung.

466 €ilffiiHt't&

saya katakan: umar tidak mengindahkan perkataan Nabi shallalla-

hu Alaihi wa Sallam, "Kalian tidak akan tersesat setelahnya" karena

perkataan ini merupakan jawab kedua bagi perintah tersebut, yang

maknanya kalian tidak akan tersesat setelah adanya kitab tersebut

jika kalian membawakannya lalu aku menuliskannya untuk kalian.

Tidak diragukan lagi bahwa pemyataan seperti ini hanya bertujuan

untuk menguji. Bahkan pada kasus tertentu, tidak membawakan ki-

tab tersebut lebih utama dan tebih benar.daripada menghadirkannya,

dari sisi adanya tipuan yang nyata.

Syaikh Al-Utsaimin berkata: Seandainya hal ini hanyalah ujian

dan ketika itu Rasulultah Slwllallahu Akihi wa Sallam tidak berkeingi-

nan untuk menuliskannya, hingga ia mengatakannya sebagai "ti-

puan yang nyata" padahal Rasulullah Shallnllahu Alaihi wa Sallam suci

dan terjaga dari mengatakan hal yang demikian, maka haruslah ada

alasan yang lairutya di sini.

Kesimpulan dari alasan-alasan yang disebutkan adalah: bah-

wa perintah "Bawakan kepadaku" bukanlah perintah keharusan

dan wajib hingga tidak boleh untuk dibantah, sehingga orang yang

membantah dianggap sebagai oranS durhaka. Akan tetaPi perintah

itu hanyalah saran dan anjuran. Dahulu para shahabat juga berargu-

men kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam sebagian

perintah-perintah seperti ini, terutama Umar. Telah diketahui bahwa

pendapat Umar sering bersesuaian dengan kebenaran dalam hal men-

deteksi adanya permasalahan, dan ia adalah orang yang mendapat il-

ham dari Allah Azza wa lalla.

Pada perkataarurya, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam se-

dang sakit" LJmar tidak berrtaksud bahwa kemtrngkinan beliau akan

keliru menuliskannya. Akan tetapi Umar ingin meringankan beban

berat yang bakal beliau rasakan karena kelelahan menulis pada saat

sakit.

oleh karena itu tidak seharusnya manusia bersegera dalam me-

laksanakan hal yang menjadi sebab beliau mendapat kesulitan ketika

itu. Maka Umar berpendapat lebih baik tidak membawakan kertas

untuk menulis, ditambah lagi Umar khawatir Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam menuliskan perkara yang tidak mamPu dikerjakan manu-

sia sehingga mereka akan mendapatkan hukuman karena tidak me-

ngerjakannya. Sebab nantinya tulisan itu akan ditetapkan dan tidak

ada jalan lagi untuk menolaknya, serta tidak ada ijtihad dalam ma-

t-

€firiilp 467

salah tersebut. Atau Umar khawatir bisa jadi sebagian orang-orang

munafik mencari-cari celah padanya untuk mencela isi tulisan ter-

sebut karena beliau menuliskannya ketika beliau sedang sakit, se-

hingga hal tersebut menjadi sebab timbulnya fitrah.

Sekarang As-Sindi Rnhimahullah memberi tiga jawaban:

o Pertama: Umar tidak menginginkan Nabi Shallallahu Alaihi wa

S allam mendap at kesulitan.

Kedua: Umar khawatir Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menulis-

kan perkara yang tidak mampu dikerjakan manusia sedang me-

reka tidak menemukan jalan lain selain mengerjak;rnnya, sebab

perkara tersebut telah ditetapkan dengan tulisan.

Ketiga: Tulisan tersebut bisa membuka kesempatan bagi orang-

orang munafik untuk mencela apa yang bekal beliau tuliskan ke-

tika beliau dalam kondisi sakit.

Oleh karena itu ia berkata, "Atau Umar khawatir bisa jadi sebagian

orang-orang munafik mencari-cari celah padanya untuk mencela isi

tulisan tersebut karena beliau menuliskarmya ketika beliau sedang

sakit, sehingga hal tersebut menjadi sebab timbuLtya fitnah.'

Karena itulah Umar berkata, "Cukuplah Kitabullah untuk kita."

Karena Allah Subhanahu w a T a' ala berfirman: " Tidak ada sesuatu pun y ang

Kamiluputkan di dalam Kitab' (QS. Al-An'aam: 38) dan berfirman: 'Pada

hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu" (QS. Al-Maaidah: 3)

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Tidak ada sesuatu pun

yang Kami luputkan di dalam Kitab, lcemudian kEada Tuhan mereka di'

kumpulkan" (QS. Al-An'aam: 38), menurut penafsiran yang benar

maksudnya adalah Lauh Al-Mahfuzh. Sebagaimana yang disebutkan

dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan tidak ada seekor bina-

tang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua

sayapnya, melainlcan semuanya merupalun umat-umat (juga) seperti lcnmu.

Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputlun di dalam Kitab, kemudian ke-

pada Tuhan mereka dikumpullun" (QS. Al-An'aam: 38). Namun dalil

yang benar untuk hal ini firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan Knmi

turunlun Kitab (Al-Qur'an) lcepailamu untuk menjelaslun segala sesuAtu"

(QS. An-Nahl:89)

Dengan demikian telah diketahui bahwa Allah telah menyem-

pumakan kitab-Nya dan umat ini aman dari kesesatan. Sampai di sini

perkataan mereka dengan ringkas.

E

468 €r*u,;Hl'r&

Pendapat mereka ini perlu ditunjau kembali. Karena sabda Nabi

Shallnllahu Alaihi wa Sallam, "Kalian tidak alan tersesat" menunjukkan

bahwa perintah tersebut hukumnya wajib. Sebab berusaha meraih se-

suatu yang dapat menyelamatkan dari kesesatan hukum wajib atas

manusia. Pendapat orang yang mengatakan: "Seandainya hal tersebut

wajib, pastilah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak akan mening-

galkannya karena perselisihan shahabat. Sebagaimana Nabi Shallalla-

hu Alaihi wa Sallam tidak meninggalkan penyampaian syari'at karena

adanya orang yang menyelisihi beliau." Hal ini mengesankan bahwa

Nabi Slzallallahu Alaihi wa Sallam tidak diwajibkan untuk menuliskan-

nya bagi para shahabat. Akan tetapi hal ini tidak menafikan wajibnya

mereka melaksanakan perintah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ke-

tika beliau memerintahkannya dan menjelaskan bahwa manfaat dari-

nya adalah selamat dari kesesatan dan hidayah yang berkesinambu-

ngan. Karena menurut hukum asalnya, perintah berarti wajib atas

mereka yang diperintahkan bukan bagi orang yang memerintahkan.

Terlebih lagi manfaat dari perintah itu adalah sebagaimana yang telah

disebutkan tadi.

Pembahasannya adalah tentang kewajiban para shahabat melak-

sanakannya, bukan kewajiban Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk

menuliskannya. Sebab bisa saja pada awalnya hal tersebut diwajibkan

atas Nabi Shallallahu Alnihi wa Sallam, kemudian kewajiban tersebut

digugurkan dari beliau karena para shahabat tidak mau melaksana-

kan perintah beliau. Sesungguhnya ilmu tentang penetapan malam

Lailatul Qadar telah dihapuskan dari ingatan Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam karena perdebatan dua orang lelaki.3e6 Kemungkinan diang-

katnya kewajiban ini juga demikian keadaannya.

Kemudian yang dituntut dari mereka adalah melaksanakan pe-

rintah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bagaimana mungkin perintah

beliau ini tidak wajib dikarenakan ucaPan beliau, "Kalian tidak akan

tersesat". Kebelpalingan seperti ini tidak belpengaruh dalam masalah

merealisasikan perintah tersebut.

Adapun beralasan bahwa Umar khawatir beliau akan menulis

sejumlah perkara yang akan menjadi sebab datangnya hukuman, atau

menjadi sebab tuduhan orang-orang munafik yang dapat menda-

tangkan fitnah, maka hal itu tidak akan te4adi dengan adanya sabda

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kalian tidnk aknn tersesat," Karena

396 HR. Al-Bul,.hari (49)

€'iit'rp

perkataan ini menjelaskan bahwa kitab tersebut merupakan sebab

keamanan dari kesesatan dan kesinambr.rngan hidayah. Bagaimana

mungkin bisa dilahami bahwa kitab tersebut bisa menjadi sebab da-

angnya hukuman, atau sebab terjadinya fitnah karena tuduhan orang-

orang munafik?! Persangkaan seperti ini seolah mendustakan khabar

tersebut.

Adapun perkataan mereka tentang tafsir kalimat, "Cukuplah Ki-

tabullah bagi kita" dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ah ber-

fuman: 'Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputlan di dalam Kitab' (QS.

A[-An'aam: 38) dan berfirman: 'Pada luri ini telah Aku sempurnalan

agamamu untukmu" (QS. Al-Maaidah: 3). Masing-masing dari ayat ini

tidak memiliki arti aman dari kesesatan dan kebersinambungan hida-

yah bagi manusia, hingga bisa dibenarkan perbuatan meningggalkan

usaha untuk memperoleh kitab itu dan bersandar hanya kepada dua

ayat ini. Seandainya demikian yang terjadu pastilah tidak akan terjadi

kesesatan setelah dua ayat ini. Padahal kesesatan dan perpecahan di

tubuh umat ini telah terjadi hingga hampir tidak diharapkan lagi bisa

terangkat.

Nabi Slullallahu Alaihi wa Sallam tidak mengatakan bahwa beliau

hendak menulis hukum-hukum, sehingga dikatakan, "Pemahaman Ki-

tabullah Sukup bagi kita." Mungkin saja yang hendak ditulis adalah

nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan lain sebagainya, YmB

dengan berkah dari Atlah, hal tersebut tertulis di sisi mereka dengan

perintah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sehingga membuat manu-

sia aman dari kesesatan. Seandainya benar Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam berkeinginan menuliskan sejumlah hukum, maka bisa jadi

nash tulisan beliau tersebut menjadi sebab datangnya keamanan da-

ri kesesatan. Sehingga tidak ada alasan meninggalkan usaha untuk

memperoleh nash tersebut dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dart

mencukupkan diri dengan Al-Qur'an. Bahkan seandainya nash yang

bakal dituliskan tersebut tidak memiliki manfaat lain selain aman

dari kesesatan, niscaya hal itu sudah membuat nash tersebut sangat

dibutuhkan. Tidak dibenarkan meninggalkannya dengan argumen

bahwa Al-Qur'an telah membicarakan segala sesuatu. Kenyataannya

manusia sangat membutuhkan keberadaan As-Sunnah di samping

Al-Qur'an yang telah melingkupi segala sesuatu. Hal itu dikarenakan

meskipun Al-Kitab3e7 telah metingkupi segala sesuatu, namun tidak

469

397 SyaikhAl-UtsaiminRahimahullahberkata "Al-Kitab maksudnya Al-Qur'an."

470 €ilffiffir&

semua orang bisa mengambil hukum darinya. Dan apa-apa yang bisa

diambil darinya, tidak semua orang mamPu mengambilnya dengan

cara benar. Karena itulah diwajibkan atas Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam menjelaskan meskipun Al-Qur'an telah merangkum segala

sesuatu. Atlah Subhnnahu wa Ta'aln berfilrran: "Dan Kami turunlan A2-

Zlcr 6t-Qur'an) kqadamu, agar englau mnrerangknn kepada manusin apa

yang telah diturunlunkepadamcrel(a" (QS. An-Nahl: lM)

Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Slulkllahu Alaihi wa Sallam me-

ngambil hukum dari Al-Qur'an dengan cara yang benar. Hal ini sudah

mencukupi sebagai aliasan bahwa tulisan beliau sangat kita butuhkan.

Tertebih lagi jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menianjikan pada-

nya keamanan dari kesesatan. Lalu aPa tunanya perkataan salah se-

orang dari kita yang mempertentangkan hal itu, 'Cukuplah Kitabullah

bagi kita" dengan alasan seperti yang mereka utarakan.

Menurut pendapat saya, hal itu bertuiuan mencari solusi yang

baik. Pendapat ini lebih baik dan lebih utama dari pendapat yang me-

reka sebutkan insyaa Altah. Yaitu kemungkinan Umar Radhiyallahu

Anhu memahami sabda Nabi Sftallallahu Alaihi wa Sallam, "Kalian

tidak akan tersesat setelanya" bahwa kalian tidak akan bersepakat

di atas kesesatan dan kesesatan tidak akan masuk kepada masing-

masing kalian. fadi maksudnya bukan tidak ada seorangpun dari

kalian yang akan tersesat, sama sekali. Umar berpendapat bahwa pe-

nyandaran kesesatan kepada dhamir ianu'(kata ganti orang banyak)

untuk menyatakan makna ini. Sebab dari dalil-dalil lain yary ia miliki

Umar mengetahui bahwa kesesatan sebagian dari umat pasti terja-

di tidak mungkin tidak. Nabi Sftallallnhu Alaihi wa Sallam sendiri telah

mengabarkan ketika beliau dalam keadaan sehat bahwa umat ini

akan terpecah belatu or:Ing-orang akan keluar dari Islam seperti anak

panah melesat, dan fitnah akan terjadi. Khabar Nabi Slrallallahu Alaihi

wa Sallam ini dan yang lainnya menuniukkan bahwa kesesatan seba-

gian orang pasti akan terjadi.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa makna sabda Nabi

Slnllallahu Alaihi wa Sallam,'Kalian tidak akan tersesat" adalah aman-

nya keseluruhan dari kesesatan dengan adanya kitab tersebut, bukan

amalrnya setiap individu dari kesesatan. Tatkala Umar Radhiyallahu

Anhu memahami makna ini, ia juga telah memahaminya dari ayat-

ayat AlQur'an seperti firman Allah Sublnnahu wa Ta'ala: "Allah telah

nenjanjil,an kepada orang-orang di antara l,amu yang beriman ilan yang

€,siil&

'l-Imat ini tidak alun bersqalut ili atas lccsesatan."3es

]uga hadits,

471

mengerjalan kebajikan, bahwa Din sungguh akan meniadilan merelu ber-

kuasa dibumi" (QS. An-Nuun 55) dan firman Allah Sublwnahu waTa'ala:

"Kamtt (umat lslam) adalah umat terba* yang dilahirlun untuk manusia"

(QS. Ali Imraan: 110) serta firsran Allah Subhnnahu tDA Ta'al7: "agar

lumu menjadi salcsi atas (perbwtan) manusin" (QS. Al-Baqarah:743)

Demikian pula dari sebagian khabar yang disampaikan Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa S allam, seperti hadits,

,{ra i; iI Aq;i

C.fG';At * ei U;*G ';rti't

"Alctn senantinsa ada segolongan orang dari ututht yang beradn di atas

kebenaran."ss

Dengan demikian makna ini sudah tergambar pada umat tanPa

kitab yang ingin Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tuliskan itu.

Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat bahwa Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam ingin menuliskan kitab itu hanya trntuk menambah

kehati-hatian dalam perkara tersebut, seba gai perwuiudan kecintaan,

rahmat dan kasih sayang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Seperti

yang pemah beliau lakukan pada perang Badar dengan merendah-

kan diri kepada Allah serendah-rendahnya dan dengan berdoa sung-

guh-sungguh kepada Allah untuk mendapatkan pertolongan, padahal

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjanjikan pertolongan untuk beliau

dan mengabarkan kepada beliau sebelumnya akan kematian beberapa

orang.

Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat bahwa perintah Nabi

Shaltattahu Alaihi wa Sallam kepada mereka untuk membawakan kitab

tersebut adalah perintah saran dan anjuran, dan bahwasanya beliau

rela menjadi lelah dengan menuliskannya untuk menambah kehati-

hatian dalam perkara umat. Ketika kondisinya demikian, Umar men-

jawab perintah tersebut dengan jawabarurya itu untuk menekankan

bahwa mereka lebih pantas berkasih sayang kepada Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam kondisi itu. Kondisi dimana Rasu-

Telah disebutkan takhrijnya.

Telah disebutkan takhrijnya.

398

399

472 €ilffiiffi't&

lultah Shallallahu Alaihi wa Sall"am merasakan puncak parahnya sakit

beliau. Lagi pula tujuan beliau menuliskan kitab tersebut sudah terea-

lisasi dengan apa-apa yang Allah janjikan dalam kitab-Nya.

Inilah makna ucapan Umar "Cukuplah Kitabullah bagi kita."

Maksudnya, tujuan itu sudah terealisasi dengan apa-apa yang Allah

janjikan dalam kitab-Nya. Perbuatan Umar ini sama seperti yang di-

lakukan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu pada perang Badar ketika ia

melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam keadaan susah dan

payah karena bersungguh-sungguh berdoa dan merendahkan diri ke-

pada A1lah. Abu Bakar berkata, "Cukupkanlah sebagian permohonan-

mu kepada Rabbmu, karena Atlah pasti akan memerikan apa yang

telah Dia janjikan padamu." Abu Bakar mengatakan demikian sebagai

perwujudan kasih sayang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

karena ia mengetahui bahwa apa yang beliau minta sudah terealisasi

dengan janji Al1ah. Dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan

hal ini hanya untuk menambah kehati-hatian yang muncul dari pri-

badi beliau yang mulia.

Hasilnya, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak jadi menuliskan

kitab tersebut. Yang tampak secara zhahir, tidaklah Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam meninggalkan penulisan kitab karena menunda

sesuatu dari perkara umat yang dapat mendatangkan hidayah atau

menjadikarmya berkesinambungan, akan tetapi penulisan tersebut

hanya untuk menambah kehati-hatian. ]ika tidak demikian, pastilah

beliau tidak akan meninggalkannya dengan kepribadian beliau yang

mulia itu." Sampai di sini perkataan As-Sindi.

Kesimpularurya sekarang: Para ulama menyebutkan banyak ke-

mungkinan. Pendapat yang terakhir ini seolah ia membantah kemung-

kinan-kemungkinan tersebut kecuali karena alasan lelahnya Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hanya saja yang tampak jelas menurut

kami adalah seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwasanya Umar

Rndhiyallahu Anhu berpendapat Kitabullah sudah mencukupi dan se-

kiranya kitab tersebut jadi dituliskan niscaya manusia akan berpa-

Iing dari Al-Qur'an kepada kitab tersebut.

Sedangkan karena alasan sakitnya Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam dan karena tidak ingin menyulitkan beliau, Allah lah yang le-

bih mengetahuinya.

€m&

Bab Memberikan llmu Dan Nasehat Pada Malam Hari

.tto

175. Shadaqah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, lbnu 'Uyainah

telah menceritakan kepada kami, dari MA'mar, dari Az-Zuhri, dari

Hindun, dari Ummu Salamah. Dan 'Amraw serta Yahya bin Sa'id, dari

Az-Zuhri, dari Hindun, dari Ummu Salamah, ia berkata, Pada suatu

malam Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam terbangun dari tidurnya dan

bersabdn, "Maha Suci Allah! Fitnah apa yang telah diturunkan pada

malam ini, dan perbendaharaan apa yang telah dibuknknn? Bangun-

400 Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath (l/210):

Perkataan, "Dan Amr" demikian yang tercantum di dalam riwayat kami dengan

berbaris marfu' dan boleh juga dibaca kasrah. Maknanya bahwa Ibnu 'Uyainah

menceritakan kepada mereka dari Ma'mar, kemudian ia berkata, "dan dari'Amr"

yakni Ibnu Dinar. Apabila dibaca kasrah berarti 'athaf (dianeksasikan) kepada

"Ma'mar" dan apabila dibaca marfu'makaposisinya sebagai isti'naf (awal kalimat),

seolah-olah Ibnu 'Uyainah menyampaikan tanpa menggunakan shighah adaa' dan

hal ini biasa ia lakukan. Al-Humaidi meriwayatkan hadits ini di dalam Musnad-

nya dari Ibnu'Uyainah, ia berkata, "Ma'mar telah menyampaikan kepada kami,

ia berkata, dari Az-Zuhri." Lantas ia melanjutkan seraya berkata, "Dan'Amr dan

Yahya bin Sa'id juga telah menyampaikan kepada kami, dari Az-Zuhri. Dengan

demikian ia menegaskan bahwa ia benar-benar telah meriwayatkan hadits ini dari

ketiga orang tersebut."

.lltl 9,t C

473

c o. 9 clr, c /,y f ,qf)t f /c, c. i,"-t lc,

C ),.-n ;e Ce:;P ;r1t *r;i

. a /. O'^.

Ls*-) t-Pt -,1/c, . c, g cl

Y * r,q.PTt *.,f 

,u.

,itti y ,rS l;, * at ;*

,

'it u:t3.:.t(.,.

. g? o .

'(1 8*$oi,:7

: r:JU d

,t qt )ii sv rar os-li

474

ffixanmsmHrnS

Sb A'iii.rxfi,itiii dP

kanlah wanita-wanita yang ada di dalam kamar. Berapa banyak wanita

yang berpakaian semasa di dunia tetapi di alchirat nanti ia telanjangaol."

[Hadits no: 115 ini juga tercantum pada hadits nomor: 1126,3599,

58M,6218 dan7069l.

Perkataary "Memberikan Ilmu Dan Nasehat Pada Malam Hari."

Artinya, ilmu dan nasihat tidak khusus pada siang hari. Nasihat juga

bisa diberikan pada malam hari, sebagaimana dapat disampaikan pa-

da siang hari. Begitu juga imu dapat disampaikan pada malam hari,

sebagaimana juga dapat disampaikan pada siang hari.

Kemudian Al-Bukhari menyebutkan hadits ini. Di dalamnya di-

sebutkan bahwa pada suatu malam Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam bangun dari tidumya dan berkata, "Subhanallah." Kalimat ini

diucapkan sebagai sikap takjub dan pengagungan.

Perkataan, "Fitnah apa yang telah diturunkan pada malam ini, dan

perbendaharaan apa yang telah dibukakan?" Secara zhahir, -wallahu

a'lam- makna kalimat ini adalah: "Fitnah dan perbendaharaan apa

yang telah ditetapkan pada malam ini?" ]ika tidak demikian, maka

sesungguhnya tidak ada peperangan pada malam itu, tidak ada jihad

dan tidak muncul fitnah.

Perkataan, "diturunkan" yaifu difurunkan ketetaparmya. Sehingga

maknanya, "Apakah yang telah ditetapkan pada malam irri."

Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan

untuk membangunkan para penghuni kamar, yaitu istri-istribeliau.

Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi peringatan,

beliau bersabda, "Berapt banyak wanita yang berpakaian semasa di dunia

tetapi di akhirat nanti ia telanjang." Sesungguhnya semua manusia di

akhirat nanti dalam keadaan telanjang. Hanya saja, ketika orang-orang

diberi pakaiary ada sebagian dari mereka yang diberi hukuman untuk

401 Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath (l/210):

Perkataan, "4)G" dib^" dengan tidak mentasydidkan huruf ya' dan pada mayo-

ritas riwayat kata i-rG berbaris majrur berkedudukan sebagai sifat. Asy-Syuhaili

berkata, "Menurut Sibawaihi, kedudukannya sebagai sifat lebih bagus, sebab

menurut pendapanya kata ij adalah huruf jar yang harus diletakkan di awal

kalimat."

Ia juga berkata, "Boleh juga dirafa'kan dengan tidak menyebutkan mubtada' *-

cara redaksional. Dengan demikian, kalimat ulG g berkedudukan sebagai sifat

dan kata kerja yang berkaitan dengan kata ii dihapus."

€,Sitp 475

tetap dalam keadaan telanjang. jika tidak demikian, maka benarlah

riwayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menyebutkan

bahwa manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan,

"Tanpa alas kaki, tanpa busana, d.an belum dilditan."

rfrl*

€rt&

oo

P, e;,.!,Jtotl

Bab Membicarakan llmu Sebelum Tidur

,f,)t'# ;"*,i6 &irr ;',g,io,P il + t3'-6. t r 1

'ot,{l.l, i, f ,rj't lt r,1V i.t y l-r i. tt il

+6't, &:;tL,'&,iv erlr *3i* d i '

;t!t5 &iri ,iu; * {. $1 g,V fT e r4t ?:-)

:.

e;rt .P,P'; 8 .a1. t E -* 9 ;1: i:y,:f

.ki

716, Sa'idbin'lJfair telah mutceritalank padalami, iaberkata, Al-L.aits te-

lah menceritakan kepadaku, in berlata, Abdur Rahman bin Khalid telah

menceritalcnnlcepadaku, dari lbnu Syihab, dari Salim dan Abu Balar bin

Sulaimnn bin Abi Hatsmah, bahwasanya Abdullah bin Umar berlata,

'Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengimami kami shalat lsya' di

akhir hayatnya. Setelah salam, beliau berdiri dan bersabda, "Tidakkah

lalian lihat malam lalian ini, sesungguhnya orang yang hidup di mula

bumi pada malam ini tidak alun hidup di penghuiung seratus tahun

nanti."

[Hadits 1L6 - tercantum juga pada hadits nomor: 564 dan 601].

Perkataan, "Tidakkah kalian lihat" maksudnya, "Beritahukanlah

kepadaku apa yang terladi?" Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi

w a S allam memberitahukannya, beliau bersabda, " S esung guhny a or ang

476

€ffirilp 477

yang hidup di muka bumi pada malam ini tidak akan hidup dipenghujung

seratus tahun nantL"

]ika ada yang.berkata, "Sebagian shahabat Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam ada yang masih hidup setelah tahun seratus Hijriyah."

Maka dijawab, hal itu tidak bertentangan dengan hadits ini. Se-

bab Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakannya di akhir

hayatnya, sedangkan perhitungan tahun dimulai dari Hijrah. Artinya

perhitungan tahun Hijriyah sudah dimulai sepuluh tahun sebelum

beliau wafat. Sehingga maksudnya adalah, setelah tahun seratus dua

belas tidak mtrngkin ada satupun yang tersisa, karena Nabi Shnllallahu

Alaihiwa Sallam telah mengabarkan seperti itu.

Kandungan umum dari perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam ini menunjukkan bahwa Khidhir juga tidak terluput darinya.

Berbeda dengan persangkaan sebagian orang yang mengatakan bah-

wa Khidhir masih tetap hidup. Yang benar bahwa Khidhir +eperti

yang telah disebutkan- telah meninggal dunia pada masanya seperti

manusia yang lafuutya.

Hadits ini juga menunjukkan sikap tawaqquf pada hadits tentang

Al-Jassasah (Dajjal -pent) yang diriwayatkan Muslim dalam Shahih-

nya*' disamping hadits tersebut masih diperbincangkan tentang sta-

tusnya, dari hadits Fathimah binti Qais. Seandainya hadits tentang

Jassasah itu shahih, maka tidak ada pertentangan juga dengan hal ini.

Sebab bisa dikatakan bahwa hadits kita ini berlaku umum, dan hadits

tentang fassasah berlaku khusus.

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Eath (I/211\:

,.2

Perkataan, " {S-i'rY' dibaca dengan memfathahkan huruf ta' ka-

rena huruf ini sebagai dhamir mukhathtab (kata ganti orang kedua)

dan huruf kaf sebagai dhamir kedua yang tidak dapat dii'rab. Huruf

hamzah pertama berfungsi sebagai huruf istifhaam (kata tanya). Kata

ru' yahberrrakna ilmu atau pengelihatan.

Kemudian Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath (l/2L2):

Perkataan, " Sesungguhnya orang yang hidup di muka bumi pada malam

ini tidak alan hidup di penghujung seratus tahun nanti. " Maksudnya/ manu-

sia yang hidup sekarang ini. Ketetapan bilangan ini juga diriwayatkan

oleh Al-Bukhari dari riwayat Syu'aib dari Az'Z,thri, sebagaimana yang

akan disebutkan dalam Kitab ash-Slwlah beserta sisa pembahasannya.

402 HR. Muslim (2942)(1'19)

478 4msmrur&

Ibnu Baththal berkata, "Tujuan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

sallam menyebutkan rentang waktu demikian adalah untuk memu-

liakan generasi mereka ketika itu. Beliau mengingatkan mereka bah-

wa usia mereka sangat pendek. Beliau juga menjelaskan kepada me-

reka bahwa usia mereka tidak sepanjang usia umat-umat sebelumnya.

Hal itu bertujuan agar mereka bersungguh-sungguh dalam beriba-

dah."

An-Nawawi berkata, 'Maksudnya, mereka yang hidup pada ma-

lam itu tidak ada lagi yang bertahan hidup lebih dari seratus tahun

setelahnya. Baik pada malam itu mereka masih berusia muda maupun

sudah berusia lanjut. sehingga hal ini tidak menafikan kemungkinan

anak yang lahir setelah malam itu untuk hidup lebih dari seratus tahun

ke depan."

V + ,iG €*41$k :iu'-+i sk :iG #T $r;. ! rv

g{at -t# GIG * c L,iv qv c,.t #,# G.

a i, o - n' 

'' '

#, * irr .rL2 3) [tst ,$i SE.lr & U:)t d)

t.cc'n

;v,F r4t g3 y sr & Ct.t*w et;'rb

'ti #t iu :Jv F ,iti F ,$ F ,?6: €)i ,,b L/ Jt

Ji &; ;; s),H,yv. :; & $ F,q#'e-r{

i1 ry +,F $ i,#i jt" i,?6i,j#

.:j;i,JLt;i,iW

177. Adam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu'bah telah

menceritakan lcepada kami, ia berlata, Al-Hakam telah menceritakan

kepada kaml, ia berkata, aku mendengar Sa'id bin lubair, dari lbnu

Abbas, ia berl<nta, "Aku pernah bermnlam di rumah bibiku Maimunah

binti Al-Harist, istri naihi Shaltallahu Ataihi wa Sallam. pada malam

itu beliau bermalam di sisinya karena malam itu giliran Maimunah.

Setelah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam selesai melaksanaknn sha-

lat 'lsya, beliau mendatangi rumahnya, lalu beliau shalat empat raka-

at. Kemudinn beliau tidur. lalu belinu bangun dan bersabda, "Anak itu

€,frrfr& 479

sudnh tidurT" atau dengan ucapena\3 yang semisalnya. Kemudian beliau

berdiri melalcsanakan shalat. Mnkn aht pun budiri di sebelah kiri beliau,

lantas beliau memindahkan alat lccsebelah kanannya, Beliau shalat lima

ralaat dan dilanjutkan dengan shnlat dua rakaat, lalu beliau kembali ti-

dur hingga aku mendengar suara dengkurannya atau suara nafasnya.

Kemudian beliau keluar untuk melalcsanakan shnlat Shubuh."au

[Hadits no:1L7 juga tercantum juga pada hadits nomor: L38, ].83,

697, 698, 699,726,729,959,992,1199, 4569, 4570, 4571., 4572,5919, 621.5,

63t6,74521.

Hadits ini tidak menyebutkan tentang "membicarakan ilmu sebe-

Ium tidur" seperti judul yang disebutkan Al-Bukhari, selain ucap;rn,

"Lalu beliau bangun dan bersabda, "Anak itu sudah tidur?" Akan

tetapi kandungan tersebut terdapat dalam hadits yang pertama. Ber-

dasarkan hal ini para ulama$ berpendapat bahwa seoftu.rg ulama me-

nyampaikan ilmu setelah shalat Isya'.

Dengan demikian hal ini merupakan pengecualian dari larangan

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk berbincang-bincang setelah

shalat Isya'. Artinya hal itu tidak dimakruhkan jika dilakukan untuk

kemashlahatan syar'i, demikian pula untuk beramah-tamah dengan

tamu, atau yang semisahrya.

Sekarang ini -sangat disayangkan- banyak orang yang menjadikan

malam mereka bagaikan siang, dan siang mereka bagaikan malam.

Anda bisa mendapati mereka begadang semalam suntuk, dan pagi

harinya mereka tidur.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahberkata dalam Al-Fath(l/212): ;

Perkataan, "#t {" dibaca dengan mendhammahkan huruf ghain. Kata ini di-

sebutkan dalam bentuk tashghir syafaqah (dijadikan dalam bentuk tashghir se-

bagai ungkapan kasih sayang). Kata ini ditujukan kepada Ibnu Abbas. Kemung-

kinan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam rngln mengabarkan bahwa Ibnu Abbas

sudah tertidur, atau kemungkinan juga untuk bertanya dengan menghapus huruf

hamzah istifhaam. Itulah yang terjadi.

Pada dalam sebagian naskah tercantum: &t ii Udalam bentuk nida' (panggilan),

namun hal ini merupakan kekeliruan penulisan dan riwayat yang shahih tidak

mencantumkannya.

Perkataan " 4 iy'Keraguan ini berasal dari periwayat. Yang dimaksud dengan

kalimat disini adalah kalimat atau kata. Dalam riwayat lain tercantum: lXir |f

(anak kecil sudah tidur).

HR. Muslim (763)

Silakan baca Al-Istidzkar (l/50), Fath Al-Bari (I/273), Umdah Al-Qari (IIl175) dan

Nail Al-Autlur (l/4L7)

404

405

480 €ilffiHl't&

Faidah yang dapat dipetik dari hadits ini:

Bolehnya menginap di rumah orang lain, karena Ibnu Abbas Ra-

dhiyallahu Anhuma menginap di rumah Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam dan beliau menyetujui perbuatarurya itu.

Bolehnya menginap di rumah orang yang sudah beristri. Hanya

saja dalam hal ini hendaklah meminta izin terlebih dahulu kepa-

da mereka. Apabila seseorang mengrnap di rumah orang lain yang

telah beristri, sedang istrinya adalah mahramnya, maka tidak me-

rt9apa, seperti yang dilakukan Ibnu Abbas dan disetujui oleh Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Setelah mengerjakan shalat empat rakaat, Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam beristirahat. Dasamya adalah perkataan Ibnu Abbas,

"Kemudian beliau tidur. Lalu beliau bangun dan berkata, "Anak

itu sudah tidur?" atau dengan ucapan yang semisalnya." Anak

yang dimaksud adalah Abdullahbin Abbas Rndhiyallahu Anhuma.

Perkataan, "Kemudian beliau berdiri" maksudnya, berdiri me-

ngerjakan shalat.

Faidah lainnya adalah, seseorang boleh memulai shalat dengan

niat shalat sendirian, kemudian menia&an shalat berjama'ah se-

telah memulai shalatnya. Maksudnya ia meniatkannya di dalam

shalatnya untuk berpindah dari shalat sendirian kepada shalat

berjama'ah, karena pada permulaan shalat, Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam shalat sendirian, kemudian di akhir shalatnya beliau

menjadi imam.

Ada beberapa bentuk peralihan{6 niat seperti ini, dan para ulama

berselisih pendapat dalam masalah ini.ry

Sebagian ulama berpendapat, shalat sendirian tidak bisa berubah

mmjadi shalat berjama'ah, baik shalat wajib maupun shalat sunnah.

Mereka menjawab pendapat yang berdasarkan hadits Ibnu Abbas

Radhiyallahu Anhuma bahwa ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Maksudnya besar

dugaan beliau bahwa Ibnu Abbas akan ikut shalat bersama beliau.

Silakan baca bentuk-bentuk peralihan niat secara terperinci dalam kitab Asy-Syarh

Al-Mumti' (ll/294) hingga akhir jilid kedua.

Silakan baca Al-Mubadd{ (I/419) dan halaman setelahnya, Al-Furu' (I/352) dan

halaman setelahnya, Al-Inshaf (Il/27) dan halaman setelahnya, Ar-Raudh Al-Mu-

rabba' (l/1,63) dan halaman setelahnya, dan Fiqh Asy-Syaikh As-Sa'di (IIl280) dan

halaman setelahnya.

I

l

i

405

407

€,rxrfip

Sebagian ulama ada yang belpendapat, perubahan niat diperbo-

lehkan untuk shalat sunnah dan tidak diperbolehkan untuk sha-

lat wajib. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas.ao8 Mereka ber-

kata: Memahami bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

mengetahui Ibnu Abbas akan ikut shalat bersama beliau, adalah

kemungkinan yang sangat jauh. Karena beliau berkata, "Anak itu

sudah tidur?" Menurut asalnya, kemungkinan itu juga tidak ada.

Pendapat ketiga: Diperbolehkan untuk shalat wajib dan shalat

sunnah, karena tidak ada dalil yang melarangnya. Dalam kaidah

di-sebutkan, bahwa apa yang diperbolehkan untuk shalat sunnah

maka diperbolehkan juga untuk shalat wajib, kecuali ada dalil yang

mem-bedakannya.

Pemdapat ketiga inilah yang kuat. Karena itu seseorang boleh

memulai shalat dengan niat shalat sendirian, kemudian di dalam

shalat ia berniat menjadi imam. Sebab apabila hukumnya telah

ditetapkan untuk shalat sunnah, maka demikian pula hukumnya

untuk shalat wajib, kecuali ada dalil yang membedakannya.

Kemudian, apa kiranya yang membuat perbuatan ini tidak di-

perbolehkan? Bukankah sering seseorang berpindah dari shalat

berjama'ah menjadi shalat sendirian, dari posisi makmum men-

jadi shalat sendirian? Apabila hal ini diperbolehkan maka semua

bentuk tersebut juga diperbolehkan.

Pendapat yang benar adalah, semua perpindahan niat itu diper-

bolehkan. Sehingga diperbolehkan belpindah dari posisi imam

menjadi shalat sendirian, dari shalat sendirian menjadi imam, da-

ri posisi imam kepada posisi makmum, dan dari posisi makmum

menjadi posisi imam.aB

Yaitu hadits bab kita ini.

As-Sa'di berkata dalam Al-Irsyad (hal 49): "Adapun jika dilakukan tanpa udzur,

maka tidak diperbolehkan berpindah dari posisi imam menjadi posisi makmum

atau shalat sendiriary dan tidak diperbolehkan berpindah dari posisi makmum

menjadi imam atau shalat sendirian, juga tidak diperbolehkan berpindah dari

shalat sendirian menjadi imam atau makmum, serta dari posisi sebagai imam

menjadi yang lainnya. Adapun yang dilakukan karena ada udzur atau keperluan

untuk melakukan perpindahan, maka menurut pendapat yang benar semua per-

pindahan tersebut diperbolehkary berdasarkan riwayat tentang masing-masing

dari semua perpindahan tersebut. Tidak ada satupun riwayat yang menunjukkan

tidak diperbolehkannya pelpindahan dalam kondisi tersebut. Adapun pendapat

yang masyhur di dalam ma&hab adalah bahwa hal tersebut diperbolehkan dalam

kondisi tertentu

481

408

409

482 €ffltffiHl't&

Contoh perpindahan dari posisi imam menjadi posisi makmum

adalah kisah Abu Bakar yang shalat menjadi imam ketika Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang sakit. Tatkala Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam merasa sakitnya mereda, beliau keluar menuju

masjid. Beliau mengerjakan shalat mengimami manusia, sedang

Abu Bakar berdiri di sisi beliau dan berimam kepada beliau.

Demikian pula diperbolehkan berpindah dari posisi makmum

menjadi shalat sendirian. Misalnya orilng yang mnsbz4 (tertinggal)

shalat berjama'ah. Setelah imam mengucapkan salam, maka ia

berpindah dari posisi sebagai makmum menjadi shalat sendirian.

Demikian pula sebaliknya, dari posisi shalat sendirian menjadi

makmum. Misalnya jika seseorang shalat sendirian, kemudian da-

tanglah sejumlah orang melaksanakan shalat berjama'ah, maka ia

boleh bergabung bersama mereka.

Kesimpulannya, semua perpindahan niat diperbolehkan. Karena

apabila pelpindahan diperbolehkan pada beberapa kondisi, maka

hal ini menunjukkan tidak ada larangan dalam permasalahan ini.

Faidah lainnya, tidak diperbolehkan mengerjakan shalat di sebe-

lah kfui imam, sementara di sebelah kanannya masih kosong.

DaliLrya adalah perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang

memindahkan Ibnu Abbas dari sisi sebelah kiri beliau ke sisi se-

belah kanan. Akan tetapi, apakah wajib shalat di sebelah kanan

imam jika di sebelah kirinya tidak ada orang lain?

Jawabnya, ada dua pendapat ulama dalam masalah iniaro:

Sebagian ulama belpendapat diperbolehkan shalat di sebelah kiri

imam meskipun sebelah kanannya tidak ada orang. Karena Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak melarang Ibnu Abbas, tetapi ha-

nya sebatas memindahkan Ibnu Abbas. Sebatas perbuatan saja

tidak menunj ukkan kewaj iban.

Ini adalah pendapat yang dipilih oleh guru kami Abdurrahman

As-Sa'di Rahimahullah, yaltu bahwa seseorang boleh shalat di se-

belah kiri imam meskipun sebelah kanarutya tidak ada orang.

Akan tetapi hal ini menyelisihi yang lebih utama.all

Ulama yang lainnya berpendapat hal itu tidak diperbolehkan. Ka-

rena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memindahkan Ibnu Abbas

Silakan baca Al-Mubadd{ (Il/83), Al-Furu' (ll/24), Mukhtashar Al-Khiraqi (l/33),

dan Dalil Ath-Thalib (l / 46)

Silakan baca Fiqh Asy-Syaikh lbnu Sa'di (ll/219)

-410

4t1,

€'Stt,&

dari sebelah kiri ke sebelah kanan beliau. Perpindahan ini adalah

pergerakan tubuh di dalam shalat. Menurut hukum asal bergerak

di dalam shalat hukumnya makruh, dan Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam tidak mungkin melakukan sesuatu yang makruh,

kecuali untuk maslahat yang lebih besar.al2

Bagaimanapun keadaannya, yarlg lebih selamat adalah tidak sha-

lat di sisi sebelah kiri imam jika sisi sebelah kanannya masih ko-

song dan tidak ada oriu'rg.

Hanya saja jika ada seseorang datang kepada kita untuk mena-

nyakan hukumnya setelah ia melakukannya, dan berkata, "sesung-

guhnya ia mengerjakan shalat di sebelah kiri imam sementara se-

belah kanannya masih kosong." Maka kita katakan, shalatnya sah.

Kita tidak menghukumi shalatnya batal dan wajib mengulangi.

Karena memakai hadits ini sebagai dalil tentang wajibnya hal itu,

merupakan hal yang lemah.

- Faidah lainnya, seseor;rng boleh mengerjakan shalat sendirian di

belakang shaf meskipun shaf di depannya belum penuh. Ulama

yang beryendapat demikian berdalil dengan perbuatan Rasu-

lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang memindahkan Ibnu Abbas

dari belakang. Sehingga Ibnu Abbas sempat berada di belakang

Rasulullah Slnllallahu Alaihi wa Sallam shalat sendirian.

Akan tetapi pendapat ini tidak benar. Apakah ketika itu Ibnu Abbas

berhenti dan mengerjakan shalatZ

]awabnya: Tidak. Bahkan ia hanya melintas di belakang imam,

beryindah posisi kepada posisi yang lebih baik dari posisi semu-

la. Namun terkadang seseorang melihat seolah-olah suatu nash

menjadi dalil bagi pendapatnya, atau memahami dan menem-

patkan dalil kepada sisi yang tidak disukai hanya untuk menguat-

kan pendapatnya.

Pendapat yang benar adalah, shalat di belakang imam memiliki

beberapa perincian:

]ika shaf yang berada di depannya sudah penuh dan sempuma

maka shalatnya sendirian di belakang imam sah. ]ika shaf di depan

belum penuh, maka shalatnya batal. Karena hukum asal membuat

shaf shalat adalah wajib, dan seseorang wajib menggabungkan diri

bersama kaum muslimin di dalam shaf. Hal ini berdasarkan sabda

483

412 Inilah pendapat di dalam madzhab, silakan baca kitab rujukan sebelumnya.

484 €mrmzur&

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

,3at.*:;J;;-'airi

"Tidak ada (tidak sah) shalat bagi orang yang shalat sendirian di belakang

shaf."+tt

]uga berdasarkan perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

untuk mengulangi shalat kepada orang yang shalat menyendiri.u4t4

Tetapi suatu kewajiban akan gugur karena seseorang tidak mam-

pu untuk melaksanakarurya. Orang tersebut tergolong tidak mam-

pu melaksanakannya, sebab apa yang harus ia lakukan jika ia

mendapati shaf sudah penuh?

Adapun perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk

mengulangi shalat kepada orang yang shalat menyendiri, maka

kami katakan: Hadits ini merupakan peristiwa yang bersifat in-

dividu. Apabila kita tidak mengetahui bagaimana situasinya ke-

tika itu, maka kita memahaminya kepada kondisi yang membuat

shalatnya tidak sah. Yaitu shaf di depannya belum sempuma. Me-

nurut kaidah, peristiwa yang bersifat individu tidak bisa dijadi-

kan pengkhususan bagi yang bersifat umum, karena kondisinya

mengandung banyak kemungkinan.

Pendapat yang benar adalah seperti yang telah kita sebutkan.

Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Rahimahullahlls dar. guru kami Abdurrahman As-Sa'di.4l5 Penda-

pat inilah yang sesuai dengan dalil-dalil yang ada, dan pendapat

yang menggabungkan seluruh dalil. Maka barangsiapa yang sha-

lat sendirian di belakang shaf karena shaf yang berada di depan

sudah penuh, maka shalatnya sah. Barangsiapa yang shalat sendi-

rian di belakang shaf sementara masih terdapat celah kosong pada

shaf yang berada di depan maka shalatnya batal.

413 HR. Imam Ahmad 0V/23X16297),Ibnu Majah (1003), Ibnu Hibban (1891), Ibnu

Khuzaimah (59q(6n, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan (1fi/105).

Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih dalam kitab Al-Irwa'(IIl328) dan

ta'liqnya untuk kitab Sunan lbnu Maiah.

414 HR. Imam Ahmad (lV /228)(L8000), Abu Dawud (682), At-Tirmidzi (231), Ibnu

Majah (1004).

Syaildr Al-Albani menyatakan hadits ini shahih dalam kitab Al-Irwa' (ill), Al-

Misykat (1105) dan ta'liqnya untuk kitab As-Sunan.

415 Silakan b aca Al-Akhyar Al-'Amaliyah min Al-Ikhtiyaraat AlFiqhiyah tulisan Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah (hal 108)

416 Silakan baca Fiqh Asy-Syaikh lbnu Sa'di (ll/273).

€,iIit& 485

- Faidah lainnya adalaiu tertidur tidak membatalkan wudhu mes-

kipnn ia terlelap dalam tidumya. Karena Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam tidur hingga terdengar dengkuran atau suara nafas orang

yang sedang tidur, kemudian beliau keluar mengerjakan shalat

Shubuh tanpa mengulangi wudhu. Hadits ini menunjukkan bah-

wa tertidur tidak membatalkan wudhu secara mutlak, meskipun

ia terlelap dalam tidurnya. Ini adalah salah satu pendapat ulama

dalam masalah ini.

Sebenarnya ada delapan pendapat ulama dalam masalah ini.417

Pendapat yang paling dekat dengan kebenaran adalah pendapat

yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah{l8 bahwa tidur

adalah kondisi yang diperkirakan terjadinya hadats, dan mata

adalah pengikat lubang dubur. ]ika mata tertidur maka terlepas-

lah ikatan dubur.4le Tidur adalah kondisi yang diperkirakan ter-

jadinya hadats, maka dari itu seandainya ia mengetahui dalam

dirinya bahwa jika ia berhadats pasti ia akan menyadarinya, ma-

ka hilanglah persangkaan tersebut, dan tinggatlah keyakinan, se-

hingga wudhunya tidak batal.

Jika ia tidak mengetahuinya, dan seandainya berhadats ia tidak

menyadarinya dalam dirinya, maka ia wajib berwudhu. Tidak

ada perbedaan apakah ia tidur berbaring atau tidur duduk sambil

bersandar, ataupun tidur dalam keadaan sujud atau berdiri. Posi-

si tidumya tidak menjadi patokan. Yang menjadi patokan adalah

apakah ia menyadari keluamya hadats atau tidak menyadarinya.

|ika ia tidak menyadari keluarnya hadats, maka tidurnya dapat

417 silakan baca At-Tamhid tulisan Ibnu Abdil Barr (XVil/243), Al-Mlinz' tulisan

An-Nawawi (ll/18), Al-Mughni tulisan Ibnu Qudamah (I/113), dan Nailzl Authar

tulisan Asy-Syaukan i (I / 241-)

418 Silakan baca Majmu' Al-Fatawa Syaikhul Islam (XXI/228)

419 Ini adalah lafazh hadits yang diriwayatkan Ahmad dalam Musnad-nya (1Y97)

(L6879) dari hadits Mu'awiyah Radhiyallahu Anhu.

Al-Haitsami berkata dalam Majma' Az-7-.awaaid (l/247), "Diriwayatkan oleh

Ahmad, Abu Ya'la, dan Ath-Thabrani dalam Al-Kubra. Dalam sanadnya terda-

pat periwayat bemama Abu Bakar bin Abu Maryam, dan ia adalah periwayat

yang lemah."

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya (I/111X88D, Abu

Dawud (203), Ibnu Majah (477) dari hadits Ah Radhiyallahu Anhu dengan lafazh,

O'fi i6 J:t 9t lt? 1 ;;Ut,i1 "sesrrngguhnya kedua mata adalah pengikat lubang

dubur, makabaranfisiapa trirtidur hendaknya berwudhu."

Al-Hafizh berkata dalam At-Talkhish (/178), "Imam Ahmad berkata, "Hadits AIi

lebih shahih dan lebih kuat dari hadits Mu'awiyah tentang masalah ini."

Silakan baca Subul As-Salam (l/ 62)

486 €rm;ruT&

membatalkan wudhu. Iika tidak, maka tidumya tidak memba-

talkan wudhu.

Hadits ini menunjukkan bolehnya memanggil orang lain dengan

nama tasghir dengan syarat tidak menyebabkannya tersinggrrng.

]ika ia merasa keberatan, maka tidak diperbolehkan. Misalnya

seseorang yang bemama Muhammad dipanggil dengan ucapan,

"Ya Humaid." Inilah nama tasghir baginya menurut kami dan

bukan Muhaimid, tetapi Humaid. Untuk Hamad tasghimya, "Ya

Humaid" dan untuk Rajul tasghitrtya, "Ya Rujail." Andaikata kamu

memanggilnya dengan seruan ini dan ia tidak tersinggung, maka

tidak mengapa.

Sebagian ahli ilmu berkata: Tasghir seperti ini tidak bertujuan un-

tuk merendahkan atau menghina, tetapi menjadikan ucapan lebih

indah dan manis.

€rz&

Bab Menghafal llmu

a :V q.t :r 16 io 'i6 1' * il ,ft 3t c'";. t t 

^,tii r;i i'g,[tjn ;,t\'oy,iu i;i,rJ y,vi<!t

[)#i 3,-it l,y) ;,1 F t -"; ;"; u ]r iK. e:n

, rirfl't:y {e.}t l; jt rs4t: ?qt n aji v

,t:i$t ,tAtft'ttyl ,ot;iu Siar #'os uoqat

J|,'}J-qu

.'ori;x-n

it iy, iX o,s e';y Vt l,f ,d.t';i ,t,Ft +j;,X- ar

v L;x-, ())';x- i Y px.', y *r g ) *'it Ja

\18. Abdul'Aziz bin Abdullah telnh menceritalan kepada kami, in berlata,

Malik telah menceritakan kepadaku, dari lbu Syiihab, dari Al:Araaj,

ilari Abu Hurairah, ia berluta, "Saungguhnya orang-orang mengata-

lan bahwa Abu Hurairah terlalu banyak menyampaikan hadits. Seandai-

nya bulan lcnrena dua ayat yang tercantum dalam Kitabullah, niscaya

aht tidnk alan menyampaikan satu haditspun." Kemudian Abu Hurai-

rah membacalun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, "Sesungguhnya

orang-orang yang menyembunyiknn apa yang telah Kami turunlan be-

rupa lceterangan-keterangan (yang jelas) fun petunjuk, -hingga firm"an-

Ny a- Maha P eny ay ang" . (QS. Al-B aq ar ah: 759 -763) " S esung guhny a

rekan-relan kita dari kalangan Mulujirin sibuk mengurusi perdaga-

ngan mereka di pasar, dan rekan-rekan kita dari kalangan Anshar sibuk

487

488 €rmruT&

mengelola harta mereka, sementara Abu Hurairah senantiasa me-

nyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam cukup hanya seladnr

maknnan yang mengisi perutnya. Sehingga i.a bisa mmghadiri majelis

yang tidak bisa merelu hadiri ilan bisa menghafal ludits yang tidak

mereka lnfal.'o'o

[Hadits no: 118 ini tercantum juga pada nomor: 119,2047,2350,3648

darr7354).

Syarah Hadits

Kandungan hadits yang menguatkan judul bab adalah perkataan

Abu Huratuah, "Sehingga 

1a 

bisa menghadiri majelis yang tidak bisa

mereka hadiri." Alasannya adalah karena orang-orang Mujahirin

adalah para pedagang yang disibukkan dengan perniagaan mereka,

sedangkan orang-orang Anshar disibukkan dengan harta mereka, per-

tanian mereka, kebun-kebun mereka, dan harta-harta mereka yang

lainnya. Tetapi Abu HurairahRndhiyall


Related Posts:

  • Syarah sahih Al Bukhari 11  bersabda, "Tulislah perkataanku,sebab aku tidak mengatakan selain kebenaran."377Kemudian penulis Rahimahullah menyebutkan hadits Ali bin AbiThalib. Al-Bukhari termasuk orang yang paling keras mengingkarirafidhah (syi'a… Read More