, Paradigma Fsikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 148.
203
menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat
kembali, satu-satunya tujuan.6 Keyakinan tauhid inilah yang menjadi tujuan
paling utama bagi kerasulan Nabi Muhammad saw.
Sementara menurut Sayyid Sabiq, tauhid itu merupakan aqidah atau
pokok yang di atasnya berdiri syariat Islam.7 Kemudian pokok itu terdiri dari
cabang-cabangnya. Oleh karena itu tidak ada syari’at tanpa tauhid.8 Tauhid
atau aqidah itu tersusun dari enam perkara yaitu: 1) Ma’rifat kepada Allah
swt. 2) Ma’rifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini yakni alam
yang tidak dapat dilihat yaitu yang berbentuk malaikat. 3) Ma’rifat dengan
kitab-kitab Allah swt. 4) Ma’rifat dengan Nabi-nabi atau Rasul-rasul Allah
swt. 5) Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
saat itu. 6) Ma’rifat kepada takdir (qadla dan qadar).9
Ilmu tauhid bertujuan untuk memantapkan keyakinan dan kepercayaan
agama melalui akal pikiran, di samping kemantapan hati, yang didasarkan pada
wahyu. Sumber utama ilmu tauhid ialah Al-Qur’an dan Hadis yang banyak berisi
penjelasan tentang wujud Allah swt., keesaan-Nya, sifat-Nya, dan persoalan-
persoalan ilmu tauhid lainnya. Para ulama membagi ilmu tauhid kepada 3
(tiga) bagian yaitu:10
a. Tauhid Rububiyah, yaitu mengesakan Allah swt. berkenaan tiga perkara:
penciptaan, kekuasaan, dan pengendalian, sebagaimana firman Allah swt.
dalam Q.S. al-A’raf/7: 54, Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah.
b. Tauhid Uluhiyah, yaitu mengesakan Allah swt. dalam ibadah, sebagaimana
firman Allah swt. dalam Q.S. Ali Imran/3: 18, Allah menyatakan bahwa
tidak ada Tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang-orang
yang berilmu yang menegakkan keadilan.
c. Tauhid Sifatiyyah, yaitu mengesakan Allah swt. dengan asma dan sifat
yang menjadi milik-Nya dengan segala sifat kesempurnaan, sebagaimana
firman Allah swt. dalam Q.S. Al-Syura/42: 11, Tidak ada sesuatu pun yang
serupa dengan Dia dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
6 Muhammad ‘Abduh, Risalah Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 36.
7 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam/Ilmu Tauhid (Bandung: Diponegoro, 2005), h. 16.
8 Mahmud Syaltut, Aqidah dan Syari’ah Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 14.
9 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam (llmu Tauhid), h. 17.
10 Muhammad Utsaimin, Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah (Riyadh: Dar Ats-Tsurayya,
2007), h. 42.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
204
2. Pendidikan Tauhid
Pendidikan tauhid yaitu pendidikan yang mengikat anak dengan dasar-
dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’at, sejak anak mulai mengerti
dan dapat memahami sesuatu. Yang dimaksud dengan dasar-dasar iman yaitu
segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan secara benar, berupa
hakekat keimanan, dan masalah ghaib, seperti beriman kepada Allah swt.,
beriman kepada para malaikat, beriman kepada kitab-kitab samawi, beriman
kepada semua Rasul, beriman bahwa manusia akan ditanya oleh dua malaikat,
beriman kepada siksa kubur, hari kebangkitan, hisab, surga, neraka, dan seluruh
perkara ghaib lainnya.11
Yang dimaksud dengan rukun Islam yaitu setiap ibadah yang bersifat
badani dan harta, seperti: salat, zakat, puasa dan haji bagi orang yang mampu
melaksanakannya. Yang dimaksud dengan dasar-dasar syari’at segala yang
berhubungan dengan sistem atau aturan Ilahi dan ajaran-ajaran Islam berupa
aqidah, ibadah, akhlak, perundang-undangan, peraturan dan hukum.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan tauhid yaitu menumbuhkan,
meningkatkan, memelihara dan mengajarkan serta mendidikkan tauhid ke dalam
jiwa anak sejak masa pertumbuhannya agar mereka memiliki aqidah yang
benar dan murni sesuai dengan petunjuk dan tuntunan yang telah disampaikan
dan diajarkan oleh Rasulullah saw.
III. Hadis-Hadis Tentang Tauhid
Banyak sekali hadis yang menjelaskan tentang tauhid, berikut ini dipaparkan
hadis-hadis yang membicarakan tentang tauhid yaitu sebagai berikut:
1. Dialog Jibril dengan Nabi saw. tentang Iman, Islam dan Ihsan
11 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad Fil Islam (Al-Iskandariyah: Darussalam,
2005), juz 1, h. 117.
انَثَّدح دَّدسم َلاَق انَثَّدح ُليعامسِإ نب ميهاربِإ انربخَأ وبَأ َناَّيح ُّيميَّتلا نع يِبَأ
َةعرز نع يِبَأ َةريره َلاَق َناَك ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو ازِراب اموي ِساَّنلل
هاتَأَف ُليِربِج َلاَقَف ام ُنايمِإْلا َلاَق ُنايمِإْلا ْنَأ نمؤت هللاِب هتَكئاَلمو هِبتُكو هئاَقلِبو
هلسرو نمؤتو ثعبْلاِب َلاَق ام ماَلسِإْلا َلاَق ماَلسِإْلا ْنَأ دبعت هللا اَلو كِرشت هِب
205
اًئيش ميقتو َةاَلَّصلا يِّدؤتو َةاَكَّزلا َةضورْفمْلا موصتو َناضمر َلاَق ام ُناسحِإْلا
َلاَق ْنَأ دبعت هللا كَّنَأَك هارت ْنِإَف مَل نُكت هارت هَّنِإَف كاري َلاَق ىتم ُةعاَّسلا َلاَق ام
ُلوُئسمْلا اهنع مَلعَأِب نم ِلئاَّسلا كرِبخُأسو نع اهطارشَأ اَذِإ تدَلو ُةمَأْلا اهَّبر
اَذِإو َلواَطت ُةاعر ِلِبِإْلا مهبْلا يف ناينبْلا يف ٍسمخ اَل َّنهمَلعي الِإ هللا َّمُث اَلت
ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو نِإ هللا هدنع مْلع ةعاَّسلا َةيآْلا َّمُث ربدَأ َلاَقَف هوُّدر
مَلَف اوري اًئيش َلاَقَف اَذه ُليِربِج ءَاج ملعي ساَّنلا مهنيد َلاَق وبَأ دبع هللا َلعج
كلَذ هلُك نم نايمِإْلا12.
12 Artinya: “Diriwayatkan dari Musaddad berkata, diriwayatkan dari Isma’il bin Ibrahim
ia meriwayatkan dari Abu Hayyan at-Taimi dari Abi Zur’ah diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw. berada bersama kaum muslimin, lalu datang seorang
laki-laki, kemudian ia bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, Apakah iman itu?”
Beliau menjawab: “Iman yaitu kamu harus percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
semua Kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para Rasul-Nya, dan percaya kepada Hari Kebangkitan
di akhirat nanti,” Laki-laki itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apakah Islam itu?” Beliau
menjawab: “Islam yaitu kamu harus menyembah Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apa pun, mendirikan salat yang telah difardhukan, membayar zakat yang diwajibkan,
berpuasa pada bulan Ramadhan.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, Apakah
Ihsan itu?” Beliau menjawab: “Engkau menyembah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya,
sekiranya engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya pasti Dia melihatmu.” Laki-laki itu
bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat akan tiba?” Beliau menjawab: “Orang
yang bertanya lebih mengetahui dari pada orang yang ditanya. Akan tetapi akan aku ceritakan
kepadamu tentang tanda-tandanya, yaitu: Apabila seorang hamba sahaya telah melahirkan
tuannya, maka itulah diantara tanda-tanda hari kiamat. Apabila seorang miskin menjadi
pemimpin umat manusia, maka itulah di antara tanda-tanda hari kiamat. Apabila penggembala-
penggembala kambing telah berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan pencakar langit,
maka itulah di antara tanda-tanda hari kiamat. Ada lima hal dimana tidak ada seorang pun
yang mengetahuinya hanya Allah saja Yang Maha Mengetahuinya. Kemudian Rasulullah saw.
membaca Surat Luqman ayat 34 yang artinya: “Sesungguhnya hanya disisi Allah sajalah
pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa
yang ada di dalam rahim ibu yang mengandung. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
di bumi manakah dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Kemudian sesudah laki-laki tadi pergi, Rasulullah saw. bersabda: “Suruhlah laki-laki tadi kembali
kepadaku.” Sahabat-sahabat Nabi saw. segera mencarinya untuk menyuruhnya kembali,
tetapi mereka tidak menemukannya. sesudah itu Rasulullah SWA bersabda: “Dia yaitu Jibril,
datang untuk mengajarkan agama kepada umat manusia.” Hadis ini tergolong syarif marfu’
dengan kualitas perawi sebagian shaduq dan tsiqah tsiqah. Muhammad bin Isma’il al-Bukhari,
Shahih Bukhari (Saudi Arabia: Idarah al-Bahtsi Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Da’wah wa al-Irsyad,
t.t.), juz 1, h. 19-20. Lihat juga Shahih Muslim, Kitab Iman, hadis no. 10, Nasa’i, Kitab Iman
dan Syariat-syariatnya, hadis no. 4905, Ibnu Majah, Kitab Pendahuluan, hadis no. 63,
Fitnah hadis no. 4034, Ahmad Ibn Hanbal, Kitab Musnad, juz 1, h. 426.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
206
Al-Khaththabi mengatakan: “Pada hakekatnya pangkal keimanan yaitu
tashdiq (pembenaran dalam hati kalau Allah Esa), sedangkan pangkal Islam
yaitu berserah diri dan bentuk ketertundukan kepada Allah.13 Imam Asy-Syafi’i
telah berkata, “Arti iman secara bahasa yaitu at-tashdiq (membenarkan dengan
hati). Kalau dilihat dari sisi makna ini, maka iman tidak bisa bertambah maupun
berkurang. Karena tashdiq bukan merupakan sesuatu yang terbagi-bagi sehingga
sesekali mencapai kesempurnaan dan pada kesempatan yang lain mengalami
kekurangan.14
Imam Ahmad mengatakan bahwa seorang muslim dalam setiap waktu
dapat sekaligus merangkap sebagai seorang mukmin. Namun pada saat yang
lain belum tentu berstatus sebagai seorang mukmin. Hal ini sangat berbeda
dengan seorang mukmin yang setiap saat selalu berstatus muslim.15 Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa setiap mukmin yaitu muslim, sedangkan
setiap muslim tidak selalu mukmin.
Hal ini menunjukkan bahwa kata Islam tidak mencakup keyakinan
dan amalan sekaligus, sedangkan kata iman mencakup keduanya. Allah swt.
berfirman, “Dan Kuridhai Islam sebagai agamamu,” Kata “Islam” dalam ayat ini
mencakup iman dan amal, karena yang mengerjakan tanpa keyakinan maka
perbuatannya bukan termasuk perbuatan agama yang diridhai.16 Dengan demikian,
agama yang diridhai dan diterima hanyalah yang disertai dengan tashdiq (pembenaran
hati). Oleh karena itu makna iman yang berhak disandang seorang mukmin
yaitu apabila dia mampu mendatangkan ketiga unsur yaitu: membenarkan
melalui hati, mengikrarkan melalui lisan dan mengamalkan dengan organ tubuh.
Apabila diperhatikan maka makna keimanan telah tercakup dalam pengertian
Islam. Karena pada hakekatnya, segala bentuk ketaatan merupakan buah dari
tashdiq yang dilakukan oleh batin yang tidak lain merupakan pangkal dari
keimanan. Aktivitas-aktivitas ibadah itulah yang sebenarnya menjadi penyempurna
keimanan seseorang. Sedangkan pengertian Islam yaitu sebenarnya juga
mencakup pangkal keimanan, yakni tashdiq yang dilakukan oleh batin. Islam
juga mencakup pangkal segala bentuk ketaatan. Karena kesemua itu pada
hakekatnya merupakan manifestasi kepasrahan diri kepada Allah.
Ada yang berpendapat bahwa pertanyaan pertama tentang iman, karena
13 Yahya ibn Syaraf An-Nawawi, Syarah An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim (Beirut: Dar
Al-Fikri, 1401 H), juz 1, h. 283.
14 Ibid. h. 285.
15 Al-Asqalaniy, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 208. Lihat juga An-
Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 283.
16 Ibid.
207
iman yaitu dasar (pokok). Pertanyaan kedua tentang Islam, karena Islam
sebagai tanda keyakinan atas apa yang dinyatakan dan diyakininya. Pertanyaan
ketiga tentang Ihsan, karena hal ini tergantung kepada Iman dan Islam.17
2. Memulai Kehidupan Anak Dengan Kalimat La Ilaha Illallah
Ibnul Qayyim berkata, “Rahasia kenapa ketika seorang bayi harus dikumandangkan
adzan pada telinganya yaitu bertujuan agar suara yang pertama kali masuk
ke telinga anak yaitu kalimat-kalimat yang mengandung makna kebesaran
dan keagungan Allah swt. dan dua kalimat syahadat yang digunakan sebagai
kunci pintu masuk Islam.”19
Hal ini menunjukkan bahwa agar sesuatu yang pertama dan utama masuk
ke dalam pendengaran anak yaitu kalimat tauhid dan syi’ar Islam. Menurut
Abdullah Nashih Ulwan, tidak diragukan lagi bahwa upaya ini mempunyai
pengaruh terhadap penanaman dasar-dasar aqidah, tauhid dan iman bagi anak.20
Di samping itu ada Hadis dari Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari
Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat
pertama dengan dengan kalimat Laa ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).”
3. Ucapan La ilaha illallah yaitu Cabang Iman yang Paling Utama
17 Al-Asqalaniy, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 212.
18 Artinya: “Diriwayatkan dari Musaddad diriwayatkan dari Yahya dari Sufyan berkata,
diriwayatkan kepadaku dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya
berkata, “Ketika Fatimah melahirkan putranya, Hasan bin Ali, aku melihat Rasulullah saw.
mengumandangkan adzan-yang biasanya dikumandangkan pada waktu salat-pada telinga
Hasan bin Ali.” Hadis ini tergolong syarif marfu’ dengan sebagian perawi shaduq dan tsiqah
tsiqah. Sunan Abu Daud, juz 1, h. 136; Tirmidzi, Kitab Al-Adhahi, hadis no. 1436; Ahmad,
Kitab Musnad Anshor, hadis no. 2749; Tirmidzi, Kitab Adzan, hadis no. 1436; Abu Daud,
Kitab Adab, hadis no. 4441, Ahmad, Musnad Ahmad, hadis no. 22749.
19 Abdul Mun’im Ibrahim, Tarbiyatul Banat fil Islam (Mesir: Maktabah Awlad, Syeikh,
1423/2002), h. 65.
20 Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fil Islam, juz 1, h. 117-118.
انَثَّدح دَّدسم انَثَّدح ىيحي نع َنايْفس َلاَق يِنَثَّدح مصاع نب ديبع هللا نع ديبع
هللا ِنب يِبَأ ٍعفار نع هيِبَأ َلاَق تيَأر َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َنذَأ يف
نُذُأ ِنسحْلا ِنب ٍّيلع ينح هتدَلو ُةمطاَف ةاَلَّصلاِب18.
انَثَّدح ريهز نب ٍبرح انَثَّدح ريِرج نع ٍليهس نع دبع هللا ِنب ٍرانيد نع يِبَأ
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
208
Arti kata bidh’un yaitu bilangan yang jumlahnya antara tiga sampai
dengan sepuluh. Namun kata bidh’un tidak dipergunakan untuk menyebutkan
bilangan dua belas. Adapun yang dimaksud dengan kata syu’batun yaitu belahan
dari sesuatu. Maka Hadis itu yaitu , “Iman memiliki tujuh puluh bagian lebih.”22
Dari hadis di atas jelaslah bahwa iman mempunyai enam puluh atau tujuh
puluh cabang lebih, dan keimanan yang paling utama yaitu mengikrarkan
kalimat tauhid. Kalimat ini memang harus dilafazhkan oleh setiap orang. Bagian
keimanan ini menjadi prasyarat keabsahan bagian-bagian iman yang lainnya.
Sedangkan bagian keimanan yang paling rendah yaitu menghilangkan mudharat
yang bisa menyakiti kaum muslimin dari jalan,23 baik itu berupa batu, lumpur,
duri atau bahaya yang lainnya.24 Dan yang dimaksud dengan rasa malu yaitu
sebuah akhlak yang bisa mendorong seseorang untuk meninggalkan sesuatu
yang buruk dan akhlak yang bisa mencegah seseorang lalai dalam menunaikan
hak kepada yang memilikinya.25
4. Beriman kepada Allah swt. yaitu Amal Perbuatan yang Paling
Utama
ٍٍٍ
ٍحلاص نع يِبَأ َةريره َلاَق َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ُنايمِإْلا عضِب
َنوعبسو وَأ عضِب َنوُّتسو ًةبعش اهُلضْفَأَف ُلوَق اَل هَلِإ الِإ هللا اهاندَأو ُةَطامِإ ىَذَأْلا
نع ِقيِرطلا ءُايحْلاو ٌةبعش نم نايمِإْلا21.
21 Artinya: “Diriwayatkan dari Zuhair bin Harb diriwayatkan dari Jarir dari Suhail dari
‘Abdullah bin Dinar dari Abi Shalih diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata, “Rasulullah saw.
bersabda: “Iman itu mempunyai tujuh puluh lebih atau enam puluh cabang lebih, sedangkan
yang paling utama yaitu ucapan “La Ilaha Illallah” (tiada Tuhan selain Allah), dan yang
paling rendah yaitu menyingkirkan sesuatu bahaya (ringan) dari tengan tengah jalan,
sedangkan sifat malu yaitu sebagian dari iman.” Hadis di atas tergolong syarif marfu’
dengan perawi tsiqah, shaduq dan tsiqah tsubut. Imam Muslim, Shahih Muslim, juz 1, h.
270; Shahih Bukhari, juz 1, h. 9; Tirmidzi, Kitab Iman, hadis no. 2539; Nasa’i, Kitab Iman
dan Syariat-syariatnya, hadis no. 4918; Abu Daud, Kitab Pendahuluan, hadis no. 56.
22 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 475.
23 Ibid., h. 476.
24 Ibid., h. 479.
25 Ibid., h. 478; An-Nasa’i, Shahih Sunan Nasa’i (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), jilid
3, h. 583.
انَثَّدح دمحَأ نب سنوي ىسومو نب َليعامسِإ اَلاَق انَثَّدح ميهاربِإ نب دعس َلاَق
انَثَّدح نبا ٍباهش نع ديعس ِنب ِبَّيسمْلا نع يِبَأ َةريره نَأ َلوسر هللا ىلص
209
Hadis di atas menjelaskan bahwa amal yang paling utama yaitu beriman
kepada Allah swt. Sedangkan yang dimaksud dengan haji mabrur yaitu ibadah
yang tidak dicampuri dengan sedikitpun unsur dosa, haji yang diterima27 dan
haji yang tidak mengandung unsur riya’.28
5. Mencintai Rasulullah saw. Melebihi Cinta kepada Keluarga,
Anak dan Seluruh Manusia yaitu Kesempurnaan Iman
Ibnu Baththal, Al Qadhi ‘Iyadh dan beberapa ulama lain berkata, Mahabbah
itu dibagi menjadi tiga: a) Mahabbah ijlaal wa i’zhaam, yakni rasa cinta yang
muncul karena didasari rasa hormat dan ingin memuliakan, contohnya rasa
ٍ
هللا هيَلع ملسو َلئس ُّيَأ ِلمعْلا ُلضْفَأ َلاَقَف ٌنايمِإ هللاِب هلوسرو َليق َّمُث اَذام َلاَق
داهِجْلا يف ِليِبس هللا َليق َّمُث اَذام َلاَق ٌّجح روربم26.
انَثَّدح بوُقعي نب ميهاربِإ َلاَق انَثَّدح نبا َةَّيَلع نع دبع ِزيِزعْلا ِنب ٍبيهص نع
ٍسنَأ نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو ح و انَثَّدح مدآ َلاَق انَثَّدح ُةبعش نع َةداتَق
نع ٍسنَأ َلاَق َلاَق ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو اَل نمؤي مُكدحَأ ىَّتح َنوُكَأ
َّبحَأ هيَلِإ نم هدلاو هدَلوو ِساَّنلاو ينعمجَأ29.
26 Artinya: “Diriwayatkan dari Ahmad bin Yunus dan Musa bin Isma’il ia berkata diriwayatkan
dari Ibn Syihab dari Sa’id bin Musayyib diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah
saw. pernah ditanya, “Apakah perbuatan yang paling baik itu?” Nabi saw. menjawab: “Beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya.” Nabi saw. ditanya lagi, “Kemudian apa?”Beliau menjawab: “Jihad
di jalan Allah.” Nabi saw. ditanya kembali, “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Haji yang mabrur.”
Hadis ini tergolong syarif marfu’ degan perawi tsiqah mutqan, tsiqah shaduq dan tsiqah. Bukhari,
Shahih Bukhari, juz 1, h. 13, Kitab Iman hadis no. 25. Lihat juga Nasa’i, Shahih Sunan
Nasa’i, jilid 3, h. 556; Shahih Muslim, Kitab Iman, hadis no. 118; Tirmdzi, Kitab Keutamaan
Rasul, hadis no. 1582; Darimi, Kitab Jihad, hadis no. 2286.
27 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 621.
28 Al-Asqalaniy, Syarah Bukhari, juz 1, h.139.
29 Artinya: “Diriwayatkan dari Ya’qub bin Ibrahim ia berkata diriwayatkan dari Ibn
“Ulliyyah dari Abdul ‘Aziz bin Shuhaib dari Anas ra., dari Nabi saw. bersabda: “Tidak beriman
salah seorang di antara kamu sampai aku menjadi orang yang lebih dicintai dibandingkan
dengan keluarganya, hartanya dan seluruh manusia.” Hadis ini tergolong syarif marfu’
dengan kualitas perawi shaduq dan sebagian besar tsiqah. Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1,
h. 10. Lihat juga Shahih Muslim, Kitab Iman, hadis no. 62; Nasa’i, Kitab Iman dan Syariat-
syariatnya, hadis no. 4927; Ibn Majah, Kitab Pendahuluan, hadis no. 66; Ad-Darimi, Kitab
Ar-Riqa, hadis no. 2624.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
210
cinta kepada orang tua. b) Mahabbah syafaqah wa rahmah, yakni rasa cinta
yang timbul karena dilandasi rasa sayang dan kasih, contohnya rasa cinta
kepada anak. c) Mahabbah musyaakalah wa istihsaan, yakni rasa cinta yang
muncul karena adanya persamaan dan menganggap sesuatu itu baik, contohnya
cinta kepada seluruh manusia.30
Kemudian cinta seseorang bisa dianggap tulus kepada Rasulullah saw.
apabila dia mengumpulkan semua jenis cinta di atas dalam hatinya untuk
diberikan kepada beliau. Ibnu Baththal berkata, “Makna Hadis ini yaitu
orang yang dianggap sempurna imannya yaitu orang yang mengetahui bahwa
hak Nabi lebih kuat bagi dirinya dibandingkan dengan hak ayahnya, hak anaknya
dan hak keseluruhan manusia. Karena dengan perantaraan beliau kita semua
bisa terselamatkan dari neraka dan terhindarkan dari kesesatan dengan cara
memperoleh hidayah.”31
6. Seseorang Akan Mendapatkan Kemanisan Iman apabila terdapat
dalam Dirinya 3 (tiga) Perkara
Para ulama telah berkata, “Yang dimaksud dengan manisnya iman yaitu
merasa nikmat ketika menjalankan ketaatan kepada Allah swt. dan Rasulullah
انَثَّدح دَّمحم نب ىَّنَثمْلا َلاَق انَثَّدح دبع ِباَّهوْلا ُّيفَقثلا َلاَق انَثَّدح بوُّيَأ نع
يِبَأ َةباَلق نع ِسنَأ ِنب كلام يضر هللا هنع نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق
ٌثاَلَث نم َّنُك هيف دجو َةواَلح نايمِإْلا ْنَأ َنوُكي هللا هُلوسرو َّبحَأ هيَلِإ اَّمم
امهاوس ْنَأو َّبحي ءَرمْلا اَل هُّبحي الِإ هلل ْنَأو هرْكي ْنَأ دوعي يف ِرْفُكْلا امَك
هرْكي ْنَأ فَذْقي يف ِراَّنلا32.
30 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 500.
31 Ibid., h. 501.
32 Artinya: “Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Mutsanna katanya diriwayatkan
dari ‘Abdullah al-Wahhab at-Taqafiy katanya diriwayatkan dari Ayyub dari Abi Qilabah dari
diriwayatkan dari Anas r.a. ia berkata, Nabi saw. bersabda: “Siapapun yang memiliki tiga
perkara dalam diri seseorang, ia akan mendapatkan kemanisan iman, yaitu: 1) Seseorang
yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lain. 2) Mencintai
seseorang hanya karena Allah. 3) Seseorang yang membenci kekafiran sesudah Allah menyelamatkannya
sebagaimana dia juga membenci untuk dilemparkan ke dalam api neraka”. Hadis di atas
tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi tsiqah, hujah dan shaduq. Bukhari, Shahih
Bukhari, juz 1, h. 10-11; lihat juga Nasa’i, Sunan Nasa’i, juz 3, h. 557; Shahih Muslim, Kitab
Iman, hadis no. 60; Tirmidzi, Kitab Iman Kepada Rasul, hadis no. 2548; Ibn Majah, Kitab
Fitnah, hadis no. 4023; Musnad Ahmad, juz 2, hadis no. 11564.
211
saw. Selain itu dia lebih mengutamakan hal ini dari pada memperoleh
harta benda dunia. Diapun merasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
cara melaksanakan segala macam bentuk perintah dan menjauhi segala bentuk
larangan.”33 Seorang mukmin yang mencapai kecintaan dan kepatuhan ini,
akan terpancar pada semua anggota tubuh dan raut mukanya kemanisan
cinta, karena ketulusan dan kemurnian taatnya.34 Itulah manifestasi iman saat
kemanisannya berpadu dengan hati seorang mukmin.
7. Perintah untuk beriman kepada Allah, Rasul-rasulnya dan
syari’at-syari’at agama; seruan upaya memeliharanya serta
menyampaikan hal itu kepada orang yang belum menerima
keterangan ini
انَثَّدح فَلخ نب ٍماشه انَثَّدح داَّمح نب ديز نع يِبَأ َةرمج َلاَق تعمس نبا
ٍساَّبع ح و انَثَّدح ىيحي نب ىيحي ُظْفللاو هَل انربخَأ داَّبع نب داَّبع نع يِبَأ
َةرمج نع ِنبا ٍساَّبع َلاَق مدَق دْفو دبع ِسيَقْلا ىَلع ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع
ملسو اوُلاَقَف اي َلوسر هللا اَّنِإ اَذه َّيحْلا نم َةعيِبر دَقو تَلاح اننيب كنيبو
رافُك رضم اَلَف صُلخن كيَلِإ الِإ يف ِرهش ِمارحْلا انرمَف ٍرمَأِب ُلمعن هِب وعدنو هيَلِإ
نم انءَارو َلاَق مُكرمآ ٍعبرَأِب مُكاهنَأو نع ٍعبرَأ نايمِإْلا هللاِب َّمُث اهرَّسَف مهَل َلاَقَف
ةداهش ْنَأ اَل هَلِإ الِإ هللا نَأو ادَّمحم ُلوسر هللا ِماَقِإو ةاَلَّصلا ءِاتيِإو ةاَكَّزلا ْنَأو
اوُّدؤت سمخ ام متمِنَغ مُكاهنَأو نع ءِاَّبُّدلا ِمتنحْلاو ِيرقَّنلاو ِرَّيَقمْلاو داز فَلخ
يف هتياوِر ةداهش ْنَأ اَل هَلِإ الِإ هللا دَقعو ًةدحاو35.
33 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h 496.
34 Abdullah Nashih Ulwan, Hina Yajidul Mu’min Halawatal Iman (Mesir: Darussalam,
1997), h. 26.
35 Artinya: “Diriwayatkan dari Khalf ibn Hisyam diriwayatkan dari Hammad bin Zaid
dari Abu Jamrah ia berkata, aku mendengar dari Ibnu ‘Abbas dan diriwayatkan dari Yahya
bin Yahya dan lafazhnya aku meriwayatkan dari ‘Abbas bin ‘Abbad dari Abu Jamrah dari Ibnu
‘Abbas ia berkata, Delegasi Abdul Qais telah datang kepada Rasulullah saw. Kemudian mereka
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami ini berasal dari (golongan) Rabi’ah, Sedangkan
keberadaan tempat tinggal kami denganmu benar-benar terhalang oleh orang-orang kafir
Mudhar. Sehingga kami tidak bisa sampai kepadamu kecuali hanya bulan haram. Oleh karena
itu perintahkanlah kepada kami sebuah perkara yang bisa kami amalkan dan bisa kami
jadikan sebagai seruan dakwah untuk orang-orang yang berada dibelakang kami (yang kali
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
212
Abu Amr bin Ash-Shalah berkata, “Dalam hal ini Rasulullah menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan keimanan yaitu mengucapkan dua kalimat
syahadat, salat, zakat dan puasa Ramadhan. Sebenarnya keterangan ini sesuai
dengan Hadis yang menyebutkan bahwa Islam itu dibangun berdasarkan lima
hal. Jadi kalau dalam redaksi Hadis ini tidak disebutkan praktek ibadah haji,
karena pada waktu itu haji belum disyari’atkan. Ibadah haji baru disyari’atkan
pada tahun sembilan Hijriyah”. 36
Yang dimaksud dengan dubba’ yaitu buah labu yang kering dipergunakan
untuk minuman yang memabukkan. Hantam yaitu nama untuk semua jenis
tempayan yang didatangkan dari Mesir dan tengahnya dilumuri dengan ter (aspal
cair) yang dipergunakan untuk membuat arak. Kemudian yang dimaksud dengan
naqir yaitu sebuah batang pohon yang tengahnya dilubangi. Muqayyar (muzaffat)
yaitu nama sebuah benda yang dilumuri dengan ter. Sedangkan maksud
larangan Rasulullah terhadap keempat benda ini yaitu larang untuk membuat
arak dengan media keempat wadah ini , karena cairan yang diletakkan
dalam wadah-wadah itu sangat cepat menyebabkan seseorang menjadi mabuk.37
8. Perintah Memerangi Manusia Sampai Mereka Mengucapkan
Kalimat Tauhid, Mendirikan Salat, Membayar Zakat dan Beriman
Kepada Semua Ajaran Nabi
انَثَّدح ُةبيتُق نب ديعس انَثَّدح ُثيَل نب دعس نع ٍليَقع نع ِّيِرهُّزلا َلاَق يِنربخَأ
ديبع هللا نب دبع هللا ِنب َةبتع ِنب دوعسم نع يِبَأ َةريره َلاَق اَّمَل يفوت ُلوسر
هللا ىلص هللا هيَلع ملسو فلختساو وبَأ ٍرْكب هدعب رَفَكو نم رَفَك نم ِبرعْلا
ini tidak turut hadir).” Rasulullah bersabda: “Aku memerintahkan empat hal kepada kalian
semua dan aku pun melarang empat hal kepada kalian. (Aku memerintahkan kalian untuk)
beriman kepada Allah,—Kemudian Rasulullah menerangkan keempat hal ini kepada
mereka dengan bersabda,—”Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasannya
Muhammad yaitu utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan membayarkan
seperlima harta yang kalian peroleh sebagai ghanimah (harta rampasan perang). Dan aku
melarang kalian (untuk menaruh minuman sehingga bisa memabukkan di dalam) dubba’
(wadah yang dibuat dari buah dubba’), hantam (wadah yang dibuat dari campuran tanah,
rambut dan darah), naqir (wadah yang dibuat dari batang pohon yang dilubangi) dan
muqayyar (wadah yang telah dilumuri dengan cairan ter).” Hadis di atas tergolong syarif
marfu’ dengan perawi tsiqah al-amin, shaduq tsiqah dan tsiqah. Muslim, Shahih Muslim,
juz 1, h. 188-190; Shahih Bukhari, Kitab Iman, hadis no. 51; Tirmidzi, Kitab as-Siru, hadis
no. 1525, 2637; Nasa’i, Kitab Iman dan Syari’at-syari’atnya, hadis no. 4945, 5453.
36 An-Nawawi, Syarah Muslim, juz 1, h. 358.
37 Ibid., h. 359-360.
213
Menurut Al-Khaththabi pertama kali yang perlu dijelaskan ahlur-riddah
(orang-orang yang murtad) sepeninggal Rasulullah dibagi menjadi dua bagian:
a) Orang-orang yang murtad dari Islam, mengesampingkan ajaran agama dan
kembali kepada kekufuran. Mereka inilah yang dimaksud dalam redaksi Hadis
di atas, “Orang-orang Arab ada yang kembali kafir.” Kelompok pertama ini terbagi
lagi menjadi dua golongan: 1) orang-orang yang mengingkari kenabian Nabi
Muhammad saw. 2) orang-orang yang murtad dari agama dan mengingkari ajaran
syari’at Islam. Meraka inilah yang meniggalkan ibadah salat, zakat dan kewajiban
agama lainnya. b) Orang-orang yang membedakan anatara salat dan zakat.39
َلاَق رمع نب ِباطخْلا يِبَأل ٍرْكب فيَك ُلتاَقت ساَّنلا دَقو َلاَق ُلوسر هللا ىلص
هللا هيَلع ملسو ترمُأ ْنَأ َلتاَقُأ ساَّنلا ىَّتح اوُلوُقي اَل هَلِإ الِإ هللا نمَف َلاَق اَل هَلِإ
الِإ هللا دَقَف مصع يِّنم هَلام هسْفنو الِإ هقحِب هباسحو ىَلع هللا َلاَقَف وبَأ ٍرْكب
هللاو َّنَلتاَقُأَل نم قَّرَف نيب ةاَلَّصلا ةاَكَّزلاو نِإَف َةاَكَّزلا ُّقح ِلامْلا هللاو وَل
يِنوعنم اًلاَقع اوناَك هنوُّدؤي ىَلِإ ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو مهتْلتاَقَل ىَلع
هعنم َلاَقَف رمع نب ِباطخْلا هللاوَف ام وه الِإ ْنَأ تيَأر هللا َّزع لجو دَق حرش
ردص يِبَأ ٍرْكب ِلاتقْلل تْفرعَف هَّنَأ ُّقحْلا38.
38 Artinya: “Diriwayatkan dari Qutaibah bin Sa’id diriwayatkan dari Laits bin Sa’id dari
‘Uqail dari zahriy ia berkata, aku meriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin
Mas’ud dari Abu Hurairah ia berkata, “Ketika Rasulullah saw. meninggal dunia, lalu Abu Bakar
diangkat sepeninggal Nabi dan orang-orang Arab ada yang kembali kafir, maka Umar bin Khaththab
berkata kepada Abu Bakar, “Bagaimana kamu bisa memerangi orang-orang? Bukankah sesungguhnya
Rasulullah saw. telah bersabda, “Aku telah diperintahkan untuk memerangi oeang-orang sampai
dengan mereka berkata tidak ada tuhan selain Allah. Barang siapa berkata tidak ada tuhan
selain Allah, maka harta dan jiwanya telah terjaga dariku kecuali dengan cara yang hak. Dan
(sesudah itu) hisab (perhitungan amal) untuknya hanya terserah kepada Allah.” Abu Bakar
berkata: “Demi Allah, aku pasti akan memerangi orang-orang yang memisahkan antara salat
dan zakat. Karena sesungguhnya zakat yaitu hak (yang harus dikeluarkan dari) harta. Demi
Allah barang siapa yang mencegah diriku dari mengambil iqaal hak zakat yang dulu mereka
bayarkan kepada Rasulullah saw, pasti aku akan memerangi mereka dengan alasan karena
telah melakukan upaya penolakan ini . Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah dalam
hal ini tidak ada yang aku lihat kecuali Allah ‘Azza wa Jalla telah melapangkan dada Abu
Bakar untuk memerangi (orang-orang yang tidak mau membayar zakat). Aku juga tahu
bahwa hal itu yaitu benar.” Hadis ini tergolong syarif marfu’ dengan perawi tsiqah, tsiqah
shaduq dan tsubut. Muslim, Shahih Muslim, juz 1, h. 175; Bukhari, Kitab Zakat, hadis no.
1312, 1364; Tirmidzi, Kitab Iman, hadis no. 2531; Nasa’i, Kitab Zakat, hadis no. 2400 dan
Kitab Jihad, hadis no. 3039; Abu Daud, Kitab Zakat, hadis no. 1331 dan Kitab Jihad, hadis
no. 270; Ibnu Majah, Kitab Pendahuluan, hadis no. 70 dan Kitab Fitnah, hadis no. 3917.
39 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h.387-389.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
214
Dalam menanggapi kasus ini rupanya ‘Umar awalnya kurang sependapat
dengan tindakan Abu Bakar. Ternyata ‘Umar hanya memahami redaksi lahir
Hadis ini tanpa melihat lebih jauh lagi syarat-syarat yang bisa memenuhi
keabsahan kalimat tauhid. Itulah mengapa Abu Bakar berkata kepadanya,
“Sesungguhnya zakat yaitu hak (yang harus dikeluarkan dari) harta. Menurut
Abu Bakar, harta dan jiwa seseorang baru bisa dilindungi apabila dia telah
memenuhi lafazh Laa ilaha illallah. Syarat yang dimaksud yaitu ibadah
salat dan membayarkan zakat.40
9. Orang yang Bertauhid Pasti akan Masuk Surga
Al-Qadhi berkata, “Menurut mazhab Ahlussunnah Hadis ini menjelaskan
bahwa pengetahuan hati sangat erat kaitannya dengan ikrar dua kalimat syahadat.
Tidak akan bermanfaat kalau yang dilakukan seseorang hanya salah satu unsur
saja, maka hal itu tidak akan mampu menyelamatkannya dari neraka.”42 Sebagian
ulama mengatakan bahwa Hadis di atas masih bersifat global dan harus dipaparkan
secara lebih rinci terlebih dahulu. Sebab makna Hadis itu yaitu “Barang siapa
yang mengucapkan kalimat tauhid, menunaikan hak-haknya dan memenuhi
kefardhuannya, (maka dia akan masuk ke dalam surga).” Sedangkan menurut
Al-Bukhari, “Sesungguhnya seseorang baru bisa masuk surga sesudah mengikrarkan
انَثَّدح وبَأ ِرْكب نب يِبَأ َةبيش ريهزو نب ٍبرح امهاَلك نع َليعمسِإ ِنب ميهاربِإ َلاَق
وبَأ ٍرْكب انَثَّدح نبا َةَّيَلع نع دلاخ َلاَق يِنَثَّدح ديلوْلا نب ٍملسم نع َنارمح نع
َنامْثع َلاَق َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو نم تام وهو مَلعي هَّنَأ اَل هَلِإ الِإ
هللا َلخد َةَّنجْلا انَثَّدح دَّمحم نب يِبَأ ٍرْكب ُّيمَّدَقمْلا انَثَّدح رشِب نب ِلَّضَفمْلا انَثَّدح
دلاخ ءُاذحْلا نع ديلوْلا يِبَأ ٍرشِب َلاَق تعمس َنارمح ُلوُقي تعمس َنامْثع ُلوُقي
تعمس َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ُلوُقي هَلْثم ءًاوس41.
40 Ibid.
41 Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Syaibah dan Zuhair bin Harb, keduanya
menukil dari Isma’il bin Ibrahim, dia berkata, Abu Bakar berkata, diriwayatkan dari ‘Ulayyah
dari Khalid, dia berkata, diriwayatkan dari Al-Walid bin Muslim dari Humrani dari Utsman,
dia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan mengetahui
bahwa tidak ada tuhan selain Allah, maka dia akan masuk surga.” Hadis di atas tergolong
syarif marfu’ dengan kualitas perawi shaduq, shaduq dan tsiqah. Muslim, Shahih Muslim,
Kitab Iman, hadis no. 38; Ahmad, Kitab Musnad, juz 10, hadis no. 434.
42 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 419.
215
kalimat tauhid kalau dia yaitu orang yang bertaubat dan benar-benar menyesali
kesalahannya sampai akhirnya meninggal dalam keadaan seperti itu.”43
10. Berbuat Baik kepada Tetangga dan Menghormati Tamu yaitu
Sebagian dari Iman
Makna Hadis ini yaitu yang termasuk dalam kategori syari’at Islam
yang hukumnya wajib yaitu memuliakan tetangga dan tamu serta memperlakukan
mereka dengan baik. Semua perbuatan ini sebenarnya sama dengan mengenali
44 Artinya: “Diriwayatkan dari Zuhair bin Harb dan Muhammad bin ‘Abdullah bin
Numair semuanya dari Ibn ‘Uyyinah ia berkata diriwayatkan dari Ibn Numair diriwayatkan
dari Sufyan dari ‘Amru dan sesunggunya dia mendengar dari Nafi’ bin Jubair diriwayatkan
dari Abi Syuraih al-Khuza’iy bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Barang siapa beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian, hendaklah berbuat baik kepada tetengganya. Barang siapa beriman
kepada Allah dam Hari Kiamat, hendaklah menghormati tamunya. Dan barang siapa beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian, hendaklah berkata baik atau diamlah.”
45 Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Muhammad diriwayatkan dari Hisyam ia
meriwayatkan dari Ma’mar dari Az-Zahriy dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a. dari
Nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah
tamunya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah silaturrahminya,
dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah.”
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
َلاَق َةنييع ِنبا نع اعيمج ٍريمن ِنب هللا دبع نب دَّمحمو ٍبرح نب ريهز انَثَّدح
ٍحيرش يِبَأ نع رِبخي ٍريبج نب عفان عمس هَّنَأ وٍرمع نع ُنايْفس انَثَّدح ٍريمن نبا
ِرخآْلا ِمويْلاو هللاِب نمؤي َناَك نم َلاَق ملسو هيَلع هللا ىلص َّيبَِّنلا نَأ ِّيعازخْلا
َناَك نمو هَفيض مِرْكيْلَف ِرخآْلا ِمويْلاو هللاِب نمؤي َناَك نمو هِراج ىَلِإ نسِحيْلَف
44.تُكسيل وأَ اريخ ْلُقيْلَف ِرخآْلا ِمويْلاو هللاِب نمؤي
43 Ibid., h. 420.
َةمَلس يِبَأ نع ِّيِرهُّزلا نع رمعم انربخَأ ماشه انَثَّدح دَّمحم نب هللا دبع انَثَّدح
َناَك نم َلاَق ملسو هيَلع هللا ىلص ِّيبَِّنلا نع هنع هللا يضر َةريره يِبَأ نع
ِرخآْلا ِمويْلاو هللاِب نمؤي َناَك نمو هَفيض مِرْكيْلَف ِرخآْلا ِمويْلاو هللاِب نمؤي
45.تمصيل وأَ اريخ ْلُقيْلَف ِرخآْلا ِمويْلاو هللاِب نمؤي َناَك نمو همحر ْلصيْلَف
216
hak-hak tetangga dan anjuran untuk memeliharanya.46 Mayoritas ulama berpendapat
bahwa memuliakan tamu termasuk akhlakul karimah.
Maksud dari berkata yang baik yaitu hendaklah seseorang baru memutuskan
untuk berbicara ketika perkataan yang akan diucapkan itu benar-benar mengandung
kebaikan lagi bisa mendatangkan pahala, baik yang sifatnya wajib maupun
sunnah. Namun apabila perkataanyang akan disampaikan itu tidak mengandung
kebaikan dan tidak bisa mendatangkan pahala, maka maka dia lebih memilih
untuk menahan perkataannya tersbut, baik apakah dia mengetahui kalau
perkataan ini hukumnya haram, makruh atau mubah.47
Al-Qusyairi berkata, “Diam merupakan pangkal keselamatan. Selain itu
diam itu sendiri merupakan sifat para tokoh besar, sebagaiman ucapan yang
rasional merupakan sesuatu yang paling mulia.”48 Orang yang paling menjaga
dirinya yaitu orang yang paling mampu menahan lisannya (untuk banyak
bicara yang tidak bermakna).
11. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Mengubah dengan Tangan, Lisan
dan Hati) Termasuk Bagian dari Iman
انَثَّدح وبَأ ِرْكب نب يِبَأ َةبيش انَثَّدح عيكو نع َنايْفس ح و انَثَّدح دَّمحم نب
ىَّنَثمْلا انَثَّدح دَّمحم نب ٍرَفعج انَثَّدح ُةبعش امهاَلك نع ِسيَق ِنب ٍملسم نع
ِقِراَط ِنب ٍباهش اَذهو ُثيدح يِبَأ ٍرْكب َلاَق ُلَّوَأ نم َأدب ةبْطخْلاِب موي ديعْلا
َلبَق ةاَلَّصلا ُناورم ماَقَف هيَلِإ ٌلجر َلاَقَف ُةاَلَّصلا َلبَق ةبْطخْلا َلاَقَف دَق كِرت ام
كلانه َلاَقَف وبَأ ديعس اَّمَأ اَذه دَقَف ىضَق ام هيَلع تعمس َلوسر هللا ىلص هللا
هيَلع ملسو ُلوُقي نم ىَأر مُكنم ارَكنم هرِّيغيْلَف هديِب ْنِإَف مَل عطتسي هِناسلِبَف ْنِإَف
مَل عطتسي هِبْلَقِبَف كلَذو فعضَأ نايمِإْلا49.
46 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 508.
47 Ibid., h. 509-510.
48 Ibid., h. 511.
49 Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Syaibah diriwayatkan dari Waki’ dari
Sufyan dan diriwayatkan dari Muhammad bin al-Mutsanna diriwayatkan dari Muhammad
bin Ja’far diriwayatkan dari Syaibah dikatakan oleh keduanya dari Qais bin Muslim dari
Thariq bin Syihab dan diriwayatkan dari Abi Bakar ia berkata: “Orang yang pertama kali
berkhutbah sebelum salat pada hari raya yaitu Marwan,” lalu ada seorang laki-laki berdiridan
berkata, “Shalat hari raya dilaksanakan sebelum khutbah.” Jawab Marwan, “Cara itu sudah
217
Menurut ijma’ umat di dalam Hadis ini terkandung kalimat perintah wajib
(falyughaiyyirhu). Ternyata ada unsur kesamaan antara perintah wajib amar
ma’ruf nahi munkar yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Hadis dan ijma’ umat.
Selain itu amar nahi munkar juga termasuk dalam konteks ad-din an-nashihah
(agama itu memberikan nasehat yang tulus).50
Sebenarnya praktek amar ma’ruf nahi munkar merupakan perintah Allah
yang hukumnya fardhu kifayah. Jika sudah ada sebagian orang yang melakukannya,
maka gugurlah dosa untuk orang lain yang tidak turut melaksanakan kewajiban
ini . Akan tetapi keseluruhan orang meninggalkan perintah ini , maka
kesemua orang yang mampu melaksanakan kewajiban itu akan mendapat dosa.51
Hadis ini merupakan panduan dasar untuk melakukan sebuah perubahan.
Orang yang berhak melakukan perubahan berhak mengerahkan segala kemampuannya
untuk menghilangkan kemungkaran, baik melalui perkataaan maupun perbuatan.
Namun semua itu hendaklah dibarengi dengan tutur kata yang lemah lembut,
karena dengan cara ini biasanya nasehat lebih didengarkan oleh pihak lain.
Sedangkan kalau diingatkan secara baik-baik malah terkesan meremehkan,
maka hendaklah dengan ungkapan yang tegas, sekiranya hal itu tidak mengancam
keselamatan dirinya.52 Apabila orang yang melakukan kemungkaran itu lebih
kuat dan malah bisa mencelakakan jiwanya, maka hendaklah dia cukup memberikan
nasehat secara baik-baik melalui lisannya. Jika dengan peringatan secara lisan
masih merasa khawatir kalau keselamatnnya jiwanya terancam, maka hendaklah
dia mengingkari kemungkaran ini dengan hati.
12. Doa yaitu Sebagian dari Iman
ditinggalkan” Lalu Abu Sa’id berkata, “Orang ini sesungguhnya, telah menunaikan kewajibannya.”
Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran,
hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, hendaklah ia mengubahnya
dengan lisannya, jika tidak mampu, hendaklah ia mengubahnya dengan hatinya, dan itu
yaitu selemah-lemah iman.” Hadis di atas tergolong syarif marfu’ dengan perawi shaduq
dan sebagian besar tsiqah. Bukhari, Kitab Jama’ah, hadis no. 903; Muslim, Kitab Iman,
hadis no. 70; Tirmidzi, Kitab Suasana Hari Kiamat, hadis no. 2439; Nasa’i, Kitab Iman,
hadis no. 4922, 4923; Abu Daud, Kitab Salat, hadis no. 963.
50 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 517.
51 Ibid., h. 518.
52 Ibid.
انَثَّدح ديبع هللا نب ىسوم َلاَق انربخَأ ُةَلَظنح نب يِبَأ َنايْفس نع َةمِرْكع ِنب
دلاخ نع ِنبا رمع يضر هللا امهنع َلاَق َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
218
Untuk menentukan keislaman seseorang Al-Baqillani mensyaratkan terlebih
dahulu pengakuan terhadap keesaan (tauhid) sebelum mengakui risalah.
Kesimpulan Hadis di atas yaitu orang yang melaksanakan semua hal yang
disebutkan, maka Islamnya sah. Sebaliknya orang yang tidak melaksanakan
semua yang disebutkan, maka Islamnya tidak sah.54 Pada hadis di atas Bukhari
lebih dahulu menyebutkan haji dari puasa, ini menunjukkan bahwa raiwayat
ini merupakan Hadis bil makna,55 yaitu Hadis yang diriwayatkan berdasarkan
maknanya, bukan berdasarkan lafazh yang diriwayatkan dari Rasulullah saw.
13. Malu yaitu Sebagian Dari Pada Iman
Al-Wahidi berkata, “Para ulama ahli bahasa menyebutkan bahwa kata
يِنب ماَلسِإْلا ىَلع ٍسمخ ةداهش ْنَأ اَل هَلِإ الِإ هللا نَأو ادَّمحم ُلوسر هللا ِماَقِإو
ةاَلَّصلا ءِاتيِإو ةاَكَّزلا ِّجحْلاو ِموصو َناضمر53.
انَثَّدح دبع هللا نب دَّمحم ُّيفعجْلا َلاَق انَثَّدح وبَأ ٍرماع ُّيدَقعْلا َلاَق انَثَّدح
ُناميَلس نب ٍلاَلِب نع دبع هللا ِنب ٍرانيد نع يِبَأ ٍحلاص نع يِبَأ َةريره يضر هللا
هنع نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق ُنايمِإْلا عضِب َنوُّتسو ًةبعش ءُايحْلاو
ٌةبعش نم نايمِإْلا56.
53 Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Ubaidullah bin Musa berkata aku meriwayatkannya
dari Hazhalah bin Abu Sofyan dari Ikrimah bin Khalid dari Ibn ‘Umar r.a.berkata, Rasulullah
saw. bersabda, “Dasar (pokok-pokok) ada lima perkara: 1. Bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain Allah dan Muhammad yaitu utusan Allah (dua kalimat syahadat), 2. Mendirikan
salat, 3. Membayar zakat, 4. Menunaikan ibadah, 5 Puasa pada bulan Ramadhan.” Hadis ini
tergolong syarif marfu’ dengan perawi sebagian tsiqah, shaduq tsiqah dan tsiqah shaduq.
Bukhari, Kitab Iman, hadis no. 7; Muslim, Kitab Iman, hadis no. 19, 20, 21; Turmidzi, Kitab
Iman, hadis no. 25, 24; Nasa’i, Kitab Iman dan Syari’at-syariatnya, hadis no. 4567, 4915;
Ahmad, hadis no. 4567, 5414, 5743.
54 Al-Asqalaniy, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 83.
55 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 166.
56 Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad Al-Ju’fi diriwayatkan dari
Amir Al-Aqdi diriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal dari Abdullah bin Dinar diriwayatkan dari
Abu Hurairah r.a. ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Iman itu mempunyai tujuh puluh
cabang dan malu yaitu sebagian dari pada iman.” Hadis ini tergolong syarif marfu’ dengan
perawi tsiqah, shaduq, tsiqah tsubut dan tsiqah makmun; Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1, h. 9;
Shahih Muslim, Kitab Iman, hadis no. 51; Tirmidzi, Kitab Iman, hadis no. 2539; Nasa’i, Kitab
Iman dan Syariat-syariatnya, hadis no. 4918; Abu Daud, Kitab Pendahuluan, hadis no. 57.
219
istihya’ berasal dari kata hayaah (artinya kehidupan). Al-haya’u, menurut bahasa
yaitu perubahan yang terjadi pada diri seseorang disebabkan kekhawatiran
terhadap hal-hal yang membuat cela bagi dirinya. Menurut sayari’at yaitu
akhlak yang mendorong manusia untuk menjauhi keburukan dan mencegahnya
untuk melanggar hak-hak orang lain.57 Oleh karena itu perasaan malu yang
muncul dari seseorang sebenarnya berasal dari kuatnya prinsip hidupnya,
sehingga dia sampai bisa mengetahui hal-hal mana saja yang buruk. Perasaan
malu itu timbul karena adanya kepekaan dan kelembutan perasaan seseorang.”58
Ar-Raghib berkata, “Malu yaitu menahan diri dari perbuatan buruk.”
Sifat ini merupakan salah satu ciri khusus manusia yang dapat mencegah
dari perbuatan yang memalukan dan membedakannya dengan binatang. Sifat
itu yaitu gabungan dari sifat takut dan iffah (menjaga kesucian diri).59 Al Hulaimi
berkata, “Esensi dari rasa malu yaitu takut akan dosa, karena melakukan
perbuatan yang tidak terpuji.”60
14. Belum Sempurna Iman Seseorang Sebelum Mencintai Saudaranya
Imam Nawawi mengatakan, “Cinta yaitu kecenderungan terhadap sesuatu
yang diinginkan. Sesuatu yang dicintai ini dapat berupa sesuatu yang dapat
diindera, seperti bentuk, atau dapat juga berupa perbuatan seperti kesempurnaan,
keutamaan, mengambil manfaat atau menolak bahaya. Kecenderungan ini
bersifat ikhtiyari (kebebasan), bukan bersifat alami atau paksaan.”62
انَثَّد دَّدسم َلاَق انَثَّدح ىيحي نع َةبعش نع َةداتَق نع ٍسنَأ يضر هللا هنع نع ِّيِبَّنلا
ىلص هللا هيَلع ملسو نعو ٍنيسح ِملعمْلا َلاَق انَثَّدح ُةداتَق نع ٍسنَأ نع ِّيِبَّنلا
ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق اَل نمؤي مُكدحَأ ىَّتح َّبحي هيخَأل ام ُّبحي هسِْفنل61.
57 Ibn Majah, Shahih Imam Ibnu Majah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 41.
58 Ibid., h. 477.
59 Al-Asqalaniy, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 130.
60 Ibid., h. 131.
61 Artinya: “Diriwiyatkan dari Musaddad diriwayatkan dari Yahya diriwayatkan dari
Syu’bah dari Qatadah dari Anas r.a. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak sempurna keimanan seseorang
dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.” Hadis ini tergolong syarif marfu’ dengan perawi shaduq, tsiqah tsiqah dan sebagian
besar tsiqah. Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1, h. 10; Muslim, Kitab Iman, hadis no. 64; Tirmidzi,
Kitab Tanda-tanda Kiamat, hadis no. 2439; Nasa’i, Kitab Iman dan Syariat-syariatnya, hadis no.
4930; Ibnu Majah, Kitab Pendahuluan, hadis no. 65; Ad-Darimi, Kitab Ar-Riqaq, hadis no. 2623.
62 An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, h. 503.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
220
Maksud lain dari cinta di sini yaitu cinta dan senang jika saudaranya
mendapatkan seperti apa yang dia dapatkan, baik dalam hal-hal yang bersifat
inderawi atau maknawi. Cinta ini maksudnya yaitu menekankan untuk
bersikap tawadlu’ (rendah hati), sehingga dia tidak senang untuk melebihi orang
lain.63 Semua ini tidak akan sempurna kecuali dengan meninggalkan perbuatan
dengki, iri, kecurangan dan lainnya yang termasuk dalam perangai buruk.
15. Mencintai Kaum Anshar yaitu Tanda Keimanan
Bukhari menjelaskan bahwa Hadis yang menunjukkan bahwa mencintai
kaum Anshar juga termasuk salah satu tanda iman, sebab mencintai mereka-
karena mereka telah menolong Rasulullah saw-yaitu termasuk mencintai
seseorang karena Allah.65
16. Jihad yaitu Sebagian Dari Iman
انَثَّدح وبَأ ديلوْلا َلاَق انَثَّدح ُةبعش َلاَق يِنربخَأ دبع هللا نب دبع هللا ِنب ٍربج
َلاَق تعمس اسنَأ نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق ُةيآ نايمِإْلا ُّبح ِراصنَأْلا
ُةيآو ِقاَفِّنلا ضغب ِراصنَأْلا64.
63 Al-Asqalaniy, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 96.
64 Artinya: “Diriwayatkan dari Abu al-Walid, ia berkata, diriwayatkan dari Syu’bah, ia
berkata, aku meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abdillah bin Jari, ia berkat, aku mendengar dari
Anas r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Di antara tanda-tanda iman yaitu mencintai kaum Anshar
dan di antara tanda-tanda munafik yaitu membencinya.” Hadis ini syarif marfu’ dengan perawi
tsiqah hafizh, tsiqah tsubut dan tsiqah. Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1, h. 15; Muslim, Kitab Iman,
hadis no. 108, 109; Nasa’i, Kitab Iman, hadis no. 4933; Ahmad, Kitab Musnad, hadis no. 11867.
65 Al-Asqalaniy, Syarah Fathul Bari Shahih Bukhari, juz 1, h. 103.
66 Artinya: “Diriwayatkan dari Haramiyy bin Hafsh ia berkata diriwayatkan dari Abdul
انَثَّدح ُّيمرح نب ٍصْفح َلاَق انَثَّدح دبع دحاوْلا َلاَق انَثَّدح ُةرامع َلاَق انَثَّدح وبَأ
َةعرز نب وِرمع ِنب ٍريِرج َلاَق تعمس ابَأ َةريره نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق
بدتنا هللا نمل جرخ يف هليِبس اَل هجِرخي الِإ ٌنايمِإ يِب قيدصتو يلسرِب ْنَأ هعِجرُأ
امِب َلان نم ٍرجَأ وَأ ةميِنَغ وَأ هَلخدُأ َةَّنجْلا اَلوَلو ْنَأ َّقشَأ ىَلع يتَّمُأ ام تدعَق فْلخ
ةَّيِرس تددوَلو يِّنَأ ُلتْقُأ يف ِليِبس هللا َّمُث ايحُأ َّمُث ُلتْقُأ َّمُث ايحُأ َّمُث ُلتْقُأ66.
221
Maksud Hadis ini yaitu Allah akan menggembirakan hati orang yang
berperang di jalan Allah dengan berkata, “yaitu orang yang berperang semata-
mata karena iman kepada-Ku.” 67
17. Ikhlas Mengerjakan Salat Malam yaitu Sebagian Dari Iman
18. Ikhlas Mengerjakan Puasa pada Bulan Ramadhan yaitu
Sebagian Dari Iman
انَثَّدح وبَأ ناميْلا َلاَق انربخَأ بيعش َلاَق انَثَّدح وبَأ دانِّزلا نع ِجرعَأْلا نع يِبَأ
َةريره َلاَق َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو نم مُقي َةَليَل ِردَقْلا انايمِإ
اباستحاو رفُغ هَل ام مَّدَقت نم هِبنَذ68.
انَثَّدح ُليعامسِإ َلاَق يِنَثَّدح كلام نع ِنبا ٍباهش نع ديمح ِنب دبع ِنمحَّرلا
نع يِبَأ َةريره نَأ َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق نم ماَق َناضمر انايمِإ
اباستحاو رفُغ هَل ام مَّدَقت نم هِبنَذ69.
wahid ia berkata diriwayatkan dari ‘Umarah ia berkata diriwayatkan dari Zur’ah bin ‘Amri
bin Jarir ia berkata, Aku mendengar Abu Huarirah dari Nabi saw. bersabda: “Allah menggembirakan
hati orang yang berperang di jalan Allah yaitu orang yang bererang semata-mata karena
iman kepada Allah dan Rasul-Nya, bahwa ia akan kembali membawa kemenangan dan harta
rampasan, atau dimasukkan ke dalam surga. Andaikata tidak akan menyulitkan umatku,
niscaya aku akan selalu ikut berperang. Aku ingin mati terbunuh di jalan Allah kemudian
hidup kembali dan terbunuh, lalu hidup kembali dan terbunuh pula.” Hadis ini syarif marfu’
dengan perawi tsiqah dan tsiqah tsiqah. Bukhari, Kitab Iman, hadis no. 35; Muslim, Kitab
Imarah, hadis no. 3484; Nasa’i Kitab Jihad, hadis no. 3071; Malik, Kitab Jihad, hadis no.
850; Ad-Darimi, Kitab Jihad, hadis no. 2284.
67 Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 166.
68 Artinya: “Diriwayatkan dari Abu al-Yaman ia berkata diriwayatkan dari Syu’aib ia berkata
diriwayatkan dari Abu Zakaria dari al-A’raj dari Abu Hurairah ia berkata, Rasululllah saw.
bersabda: “Barang siapa yang menegakkan salat malam karena iman dan ikhlas, maka dosanya
yang lalu akan diampuni (oleh Allah).” Hadis ini syarif marfu’ dengan kualitas perawi tsiqah,
dan tsiqah shaduq. Bukhari, Kitab Iman hadis no. 34; Muslim, Kitab salat Musafir dan Qasharnya,
hadis no. 1268; Tirmidzi, Kitab Puasa Rasul, hadis no. 619; Nasa’i, Kitab Puasa, hadis no.
2169; Abu Daud, Kitab salat, hadis no. 1164; Ad-Darimi, Kitab Puasa, hadis no. 1711.
69 Artinya: “Diriwayatkan dari Isma’il ia berkata diriwayatkan dari Malik dari Ibn
Syihab dari Humaidi bin ‘Abdurrahman dari Abu Huarairah bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda; “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas maka
dosanya yang telah laluakan diampuni (oleh Allah).” Hadis ini syarif marfu’ dengan perawi
tsiqah shaduq dan tsiqah. Bukhari, Kitab Iman, hadis no. 36, 37; Muslim, Kitab salat Musafir
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
222
19. Tanda-tanda Keimanan yaitu Mencintai Kaum Anshar
Bukhari menjelaskan bahwa Hadis yang menunjukkan bahwa mencintai
kaum Anshar juga termasuk salah satu tanda iman, sebab mencintai mereka
-karena mereka telah menolong Rasulullah saw-yaitu termasuk mencintai
seseorang karena Allah.71
20. Bertambah dan Berkurangnya Iman
ِ
انَثَّدح وبَأ ديلوْلا َلاَق انَثَّدح ُةبعش َلاَق يِنربخَأ دبع هللا نب دبع هللا ِنب ٍربج
َلاَق تعمس اسنَأ نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق ُةيآ نايمِإْلا ُّبح ِراصنَأْلا
ُةيآو ِقاَفِّنلا ضغب ِراصنَأْلا70.
انَثَّدح ملسم نب ميهاربِإ َلاَق انَثَّدح ماشه َلاَق انَثَّدح ُةداتَق نع ٍسنَأ نع ِّيِبَّنلا
ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق جرخي نم ِراَّنلا نم َلاَق اَل هَلِإ الِإ هللا يفو هِبْلَق ُنزو
ةيرعش نم ٍريخ جرخيو نم ِراَّنلا نم َلاَق اَل هَلِإ الِإ هللا يفو هِبْلَق ُنزو ةَّرب نم
ٍريخ جرخيو نم ِراَّنلا نم َلاَق اَل هَلِإ الِإ هللا يفو هِبْلَق ُنزو ةَّرَذ نم ٍريخ َلاَق وبَأ
دبع هللا َلاَق ُنابَأ انَثَّدح ُةداتَق انَثَّدح سنَأ نع ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو نم
نايمِإ َناَكم نم ٍريخ72.
dan Qasharnya, hadis no. 1268, 1269; Tirmidzi, Kitab Puasa Rasulullah, hadis no. 619;
Nasa’i, Kitab Puasa, hadis no. 2170, 2172; Abu Daud, Kitab salat, hadis no. 1164, 1165,
4942; Ahmad, Kitab Musnad, hadis no. 6873, 6879.
70 Artinya: “Diriwayatkan dari Abu al-Walid, ia berkata, diriwayatkan dari Syu’bah, ia
berkata, aku meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abdillah bin Jari, ia berkata, aku mendengar
dari Anas r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Di antara tanda-tanda iman yaitu mencintai kaum
Anshar dan di antara tanda-tanda munafik yaitu membencinya.” Hadis ini syarif marfu’
dengan perawi tsiqah hafizh, tsiqah tsubut dan tsiqah. Bukhari, Shahih Bukhari, juz 1, h.
12; Muslim, Kitab Iman, hadis no. 108, 109; Nasa’i, Kitab Iman, hadis no. 4933; Ahmad,
Kitab Musnad, hadis no. 11867.
71 Al-Asqalaniy, Syarah Fathul Bari Shahih Bukhari, juz 1, h. 103.
72 Artinya: “Diriwayatkan dari Muslim bin Ibrahim, ia berkata, diriwayatkan dari
Hisyam, ia berkata, dari Qatadah dari Anas dari Nabi saw. beliau bersabda, “Akan dikeluarkan
dari neraka: 1) Orang yang mengucapkan La ilaha illallah dan dalam hatinya terdapat
kebaikan (iman) seberat sya’irah. 2) Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan
La ilaha illallah dan dalam hatinya terdapat kebaikan sebesar burrah. 3) Akan dikeluarkan
223
Hadis yang diriwayatkan oleh Anas menjelaskan tentang adanya perbedaan
tingkat keimanan manusia ini , yaitu antara tingkatan sya’irah, burrah
dan dzarrah. Ibnu Baththal berkata, “Perbedaan tingkat keyakinan manusia
disebabkan karena perbedaan tingkat keilmuan dan kebodohan seseorang.
Orang yang tingkat keilmuannya rendah, maka tingkat keyakinannya sebesar
biji dzarrah. Sedangkan orang yang tingkat keilmuannya lebih tinggi, maka
tingkat keyakinannya sebesar biji burrah atau sya’irah. Meskipun demikian
dasar keyakinan yang terdapat dalam hati setiap orang tidak boleh berkurang,
melainkan harus bertambah dengan bertambahnya ilmu.73
Orang yang mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah, kalimat ini mengisyaratkan
bahwa mengucapkan kalimat ini merupakan syarat iman. Dapat juga
dipahami bahwa kata “Qaul” (perkataan) maksudnya yaitu Qaul an-Nafsi (perkataan
jiwa), sehingga maksud kalimat ini yaitu “Barang siapa yang mengikrarkan
tauhid dan meyakininya….” Dengan demikian mengikrarkan tauhid merupakan
kewajiban, sehingga kalimat ini diulang-ulang dalam Hadis ini.74
Burrah maksudnya yaitu gandum. Dari Hadis ini dapat disimpulkan bahwa,
berat burrah lebih ringan dari pada berat sya’ir karena Rasulullah saw. menyebutkan
sya’ir, kemudian burrah dan terakhir dzarrah. Jika ada yang berpendapat bahwa
konteks Hadis ini , menggunakan huruf “waw” yang tidak menunjukkan
urutan, maka jawabannya yaitu : bahwa dalam riwayat Muslim menggunakan
kata tsumma (kemudian) yang mengindikasikan arti urutan.
Pada kalimat dzarrah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama
tentang arti kalimat dzarrah. Ada yang berpendapat zdarrah berarti sesuatu
yang paling ringan timbangannya, dan ada pula yang berpendapat bahwa
artinya yaitu debu yang terlihat dalam sinar mentari seperti ujung jarum.
Sedangkan pendapat lain mengatakan, bahwa artinya yaitu semut kecil.75
Pada akhir pembahasan tentang tauhid, Imam Bukhari meriwayatkan
sebuah Hadis dari jalur Humaid dari Anas bahwa Nabi bersabda, “Akan dimasukkan
ke surga orang yang dalam hatinya terdapat (iman) sebiji sawi (khardalah) kemudian
yang dalam hatinya terdapat yang lebih kecil dari itu”, dan inilah arti dzarrah.
dari neraka orang yang mengucapkan La ilaha illallah dan dalam hatinya terdapat kebaikan
sebesar dzarrah.” Hadis ini syarif marfu’ dengan perawi tsiqah ma’mun, tsiqah shaduq dan
sebagian besar tsiqah. Muslim, Shahih Muslim, juz 1, h. 607; Tirmidzi, Kitab Shighah
Jahannam, hadis no. 2517; Ibnu Majah, Kitab Az-Zahid, hadis no. 4303; Ahmad, Kitab
Musnad, hadis no. 1171, 1213.
73 Al-Asqalaniy, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz 1, h. 188.
74 Ibid.
75 Ibid.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
224
IV. Konsep Pendidikan Tauhid
Dari Hadis-hadis yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa tauhid
merupakan aspek yang paling penting dalam rangka menumbuhkan, mengajarkan
dan ajaran tauhid kepada anak. Dengan melalui penelitian Hadis-hadis tentang
tauhid maka dapat dirumuskan konsep pendidikan tauhid, baik itu materi
pendidikan tauhid maupun metode pendidikan tauhid. Adapun konsep pendidikan
tauhid yang dapat di jelaskan di sini sesuai dengan hasil penelitian terhadap
Hadis-hadis di ini di atas yaitu sebagai berikut:
1. Membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid yaitu La ilaha ilallaah.
Hal ini dimaksudkan agar apa yang pertama dan utama sekali masuk ke
dalam hati anak itu yaitu kalimat tauhid. Untuk mencapai tujuan ini
dapat ditempuh dengan menyuarakan adzan di telinga kanan dan qamat
di telinga kirinya. Hal itu dilakukan sesudah anak dilahirkan.
Tentang rahasia adzan dan iqamat di sini, menurut Ibnul Qayyim yaitu
agar apa yang pertama-tama menembus pendengaran manusia yaitu
kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran
Allah swt. dan syahadat (persaksian yang dengannyalah ia pertama-tama
masuk Islam. Hal itu yaitu merupakan talqin (pengajaran) baginya tentang
syari’at Islam ketika ia memasuki dunia, sebagaimana halnya kalimat
tauhid di-talqin-kan kepadanya ketika ia meninggal dunia. Dan tidak mustahil
bila pengaruh adzan itu akan meresap di dalam hatinya, walaupun ia
tidak merasa.
2. Mengajarkan anak tentang rukun Iman, rukun Islam, dan Ihsan serta menyuruh
mereka untuk menghafalkannya.76 Hal ini dilakukan agar anak dapat
mengetahui dan memahami serta menghafalkan tentang rukun iman yang
enam perkara, rukun Islam yang lima perkara dan Ihsan. Pengajaran rukun
Iman, rukun Islam dan Ihsan ini dapat disampaikan dengan menggunakan
metode pengajaran seperti hafalan, latihan, pengulangan, pembiasaan
dan keteladanan terutama dari kedua orang tua.
3. Mendidik anak agar senantiasa cinta kepada Allah, merasa diawasi oleh
Allah, meminta pertolongan hanya kepada Allah, serta beriman kepada
Allah swt. Setiap anak mempunyai masalah yang berbeda baik dengan
masalah psikologis, sosial, ekonomi maupun pendidikan. Untuk meringankan
beban penderitaannya, hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan
kecintaan kepada Allah, memohon pertolongan dari-Nya, selalu merasa
76 Muhammad Said Mursi, Fi Tarbiyah al-Aulad fil-Islam (Mesir: Dar at-Tauzi wa An-
Nasyr al-Islamiyah, 2001), h. 256.
225
di awasi dan beriman kepada Allah swt. Inilah salah satu metode Rasulullah
saw. dalam mendidik anak.77 Dengan demikian diharapkan metode ini
mampu mendorong dan meningkatkan rasa cintanya kepada Allah swt.
dan merasa dilihat oleh Allah setiap saat di manapun mereka berada
serta akan senantiasa merasakan bahwa hanya Allah swt. tempat meminta,
dan yang paling layak untuk dicintai sebagai Rabb (Tuhan) Yang Maha
Penyayang bagi hambanya.
4. Mencintai Rasulullah saw, keluarga dan para sahabatnya. sesudah mencintai
Allah swt., anak dianjurkan untuk mencintai Rasulullah saw. sebagai uswatun
hasanah dalam segala aspek kehidupannya. Oleh karena itu dianjurkan
kepada anak agar senantiasa dapat meneladani kehidupan Rasulullah saw.
dari sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Hal ini dapat diajarkan melalui
kisah-kisah keteladanan dari riwayat Nabi Muhammad saw. Di samping
itu ada beberapa metode yang telah pernah dilakukan oleh anak-anak para
sahabat bagaimana mereka bisa memiliki rasa cinta yang begitu mendalam
kepada Rasulullah saw, dan bagaimana Rasulullah saw. menjadi yang
paling utama dan pertama dalam kehidupan mereka sekaligus sesuatu
yang termahal dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini akan dijelaskan
bahwa mereka mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Sigap dalam menyambut panggilan Nabi dan segera melaksanakan
perintah-perintahnya.
b. Anak-anak ikut memerangi orang-orang yang menyakiti Rasulullah saw.
c. Kecintaan anak-anak sahabat terhadap apa-apa yang dicintai Nabi
dan kebencian mereka terhadap kejahiliyahan.
d. Anak-anak para sahabat dan salafushshalih menghapal Hadis-hadis
Nabi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1) Memberikan reward (hadiah) kepada anak-anak dalam menghafal
Hadis-hadis Nabi.
2) Pelayanan yang diberikan anak-anak salafushshalih kepada ulama
ketika sedang menimba Hadis dari mereka.
3) Hijrah dan pengembaraan mereka demi menimba Hadis.
4) Anak-anak perempuan turut menghafal Hadis.
5) Mempelajari Shirah Nabawiyah serta pengaruh terhadap mereka.
77 Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli,
Terj. Hamim Thohari (Jakarta: Al-I’tishom, 2004), h. 165-166.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
226
Demikianlah beberapa metode yang dapat dijalankan sehingga anak-
anak dapat menjadikan dirinya cinta kepada Rasulullah saw, keluarga
dan para sahabatnya.
5. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak. Seharusnya setiap orang tua harus
mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya sejak kecil. Hal ini bertujuan
untuk mengarahkan mereka pada sebuah keyakinan bahwa Allah swt.
yaitu Rabb mereka dan Al-Qur’an yaitu firman-Nya, sehingga Al-Qur’an
dapat bersemayan ke dalam jiwa mereka, cahaya bersinar di dalam pikiran
mereka, intelektualitas mereka dan semua panca indera mereka, serta agar
mereka menerima aqidah Al-Qur’an sejak kecil dan tumbuh menjadi dewasa
atas kecintaan kepada Al-Qur’an, keterkaitan erat dengannya, menunaikan
semua perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berakhlak dengan
akhlak Al-Qur’an serta berjalan sesuai dengan manhaj-nya. Tujuan ini dapat
ditempuh melalui metode sebagai berikut:
a. Memberikan pengajaran Al-Qur’an kepada anak-anak dengan cara
memahami dan mengahafal Al-Qur’an.
b. Memberikan reward (hadiah) dan pujian kepada anak-anak yang
telah dapat menghafal Al-Qur’an.
c. Memberikan keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-
hari dalam rangka mengamalkan Al-Qur’an.
6. Menanamkan rasa khusyu’, takwa dan ‘ubudiyah kepada Allah swt. di dalam
jiwa anak-anak dengan jalan membukakan mata mereka agar dapat melihat
suatu kekuasaan yang penuh mu’jizat, dan suatu kerajaan besar yang serba
mengagumkan, mikro maupun makro, yang hidup dan mati pepohaonan
yang hidup dan tumbuh, bunga-bungaan indah dan beraneka warna, dan
berjuta-juta ciptaan Allah lainnya yang mengagumkan. Oleh karena itu
harus diajarkan kepada anak untuk memikirkan seluruh ciptaan Allah,
sebagaimana Hadis Rasulullah saw. yang berbunyi: Pikirkanlah ciptaan
Allah dan janganlah kamu pikirkan dzat Allah swt.
7. Mendidik keteguhan aqidah dan siap berkorban untuk mempertahankannya.
Sesungguhnya aqidah memerlukan pengorbanan. Semakin besar suatu
pengorbanan, maka keteguhan jiwa pun akan semakin kuat. Hal ini
menunjukkan kesungguhan dan merupakan inti dari sebuah keistiqamahan
Anak muslim dewasa ini tengah menghadapi berbagai tantangan kontemporer
yang sangat banyak, selain menghadapi berbagai rencana dan konsfirasi studi-
studi yang menyimpang dari Islam guna memalingkan mereka dari agama
Allah dan manhaj-Nya. Oleh karena itu, diperlukan pengorbanan di jalan Allah
227
agar dapat senantiasa teguh di jalan-Nya. Ketika itulah kemanisan iman dapat
dirasakan dan tingkat kekuatan iman semakin meningkat.
V. Penutup
Dalam terminologi Islam, tauhid berarti meyakini bahwa Allah swt. itu Esa
dan tidak ada sekutu bagi-Nya, yang dirumuskan dalam kalimat syahadat La
Ilaha Illallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Ilmu ini disebut juga ilmu tauhid,
karena pokok pembahasannya yaitu menetapkan keesaan Allah dalam Dzat-
Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya dan meyakini bahwa
Dialah tempat kembali, satu-satunya tujuan. Ilmu tauhid ini terbagi kepada
tiga bagian yaitu: a) Tauhid Rububiyah, b) Tauhid Uluhiyah/Ubudiyah dan
c) Tauhid Sifatiyah. Dan yang dimaksud dengan pendidikan tauhid yaitu
pendidikan yang mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan
dasar-dasar syari’ah, sejak anak mulai mengerti dan memahami sesuatu.
Dalam hubungannya dengan pendidikan tauhid, Rasulullah saw. telah memberikan
petunjuknya melalui Hadis-hadis yang menjelaskan tentang hal ini. Banyak
sekali Hadis-hadis yang membahas tentang pendidikan tauhid ini, salah satunya
yaitu dengan cara mengawali kehidupan anak dengan kalimat tauhid yaitu
La Ilaha Illallah (Tiada Tuhan Selain Allah), agar anak memiliki aqidah yang kuat,
benar dan murni sesuai dengan tuntunan dan pedoman yang telah disampaikan
dan diajarkan oleh Rasulullah saw. Yang pada akhirnya dapat menjadikan diri
Rasulullah saw. sebagai uswatun hasanah dalam kehidupannya dalam rangka
mencapai tujuan hidup sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini dan mengabdi
kepada Allah swt., sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Adz-Dzariyat/
51: 56, Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Tauhid (Ernawati)
228
HADIS-HADIS TENTANG
PENDIDIKAN IBADAH
Soiman
I. Pendahuluan
Pada umumnya jika orang mendengar kata ibadah, pemahamannya tertuju
kepada salat, berdo’a, zakat, puasa, haji, dan ibadah lain yang sifatnya vertikal.
Pengertian ini sudah disempitkan, sehingga terbatas hanya dalam bentuk hablum
minallah atau hubungan vertikal antara manusia sebagai hamba dengan Allah.
Dalam arti luas ibadah yang merupakan tujuan hidup manusia bukanlah semata-
mata menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan tetapi juga hubungan
manusia dengan sesama manusia, bahkan juga hubungan manusia dengan
semua makhluk. Menurut rumusan Ulama, yang disebut ibadah ialah; nama
yang meliputi segala kegiatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa
perkataan atau perbuatan, terang-terangan ataupun sebunyi-sembunyi.1 Definsi
lain, menyebutkan ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,
dengan mentaati segala perintahNya, menjauhi segala laranganNya dan mengamalkan
segala yang diizinkanNya. Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus, yang
umum ialah segala amalan yang dizinkan Allah, yang khusus ialah apa yang
telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-cara yang
tertentu.2 Dengan demikian lapangan ibadah itu luas, mencakup segala aspek,
gerak dan kegiatan hidup manusia. Dari pengertian ibadah yang luas ini kemudian
para ulama membagi ibadah kepada dua macam, yaitu: 1). Ibadah umum,
yakni semua perbuatan yang diizinkan oleh Allah dan Rasul. Contoh: bekerja
mencari penghidupan yang halal (mengajar, berdagang, bertani,dsb), studi/
belajar, menolong orang, silaturrahmi, dan sebagainya. 2). Ibadah khusus, ialah:
apa yang telah ditetapkan oleh Allah rincian-rinciannya, tingkat dan cara-cara
melaksanakannya yang tertentu. Contoh: shalat, zakat, puasa, haji, dan bersuci.3
1 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah (Jakarta: Bulan Bintang, 1963), h. 22.
2 Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: Al Ma’arif, 1986), h. 47.
3 Tim Dosen PAI IKIP Malang, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa (Malang:
IKIP Malang, 1990), h. 141.
229
Dalam Islam, ibadah merupakan hal penting dan karenanya merupakan
tujuan hidup manusia, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Q.S. al-
Zariyat/51: 56, Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.
Sebagai tujuan hidup, ibadah yaitu penting bagi umat Islam, dan karenanya
pendidikan ibadah juga merupakan pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh
setiap individu Muslim, baik itu terhadap dirinya sendiri, kepada anak dan
keluarganya, kepada sanak famili atau kerabat terdekat, masyarakat sekitar
maupun manusia pada umumnya. Pendidikan ibadah merupakan penyempurna
dari pendidikan aqidah, juga merupakan cerminan dari aqidah. Dalam hal
ini Said Ramadhan Al-Buthi, seperti dikutip Suwaid menyatakan bahwa “agar
aqidah anak tertanam kuat di dalam jiwanya, ia harus disiram dengan air ibadah
dalam berbagai bentuk dan macamnya, sehingga aqidahnya akan tumbuh dengan
kokoh, juga tegar menghadapi terpaan badai dan cobaan kehidupan”.4 Secara
sederhana pendidikan ibadah sesungguhnya merupakan usaha berproses yang
dilakukan manusia secara sadar dalam membimbing manusia menuju kesempurnaan
ibadahnya berdasarkan Islam, baik secara teoitis maupun praktis.5 Berkaitan
dengan itu, dalam makalah ini akan dikemukakan hadis-hadis yang berkaitan
dengan pendidikan ibadah, terutama tentang pendidikan bersuci, salat, pendidikan
puasa, haji, zakat, zikir, do’a, dan membaca al-Qur`an.
II. Ibadah
1. Pendidikan Bersuci
Bersuci sesungguhnya merupakan bagian terpenting dari lima pokok
ibadah dalam Islam dan merupakan kewajiban yang menyertai pokok ibadah
yang empat yaitu salat lima waktu, zakat, puasa di bulan Ramadhan dan Haji.6
Bersuci yang diperintahkan yaitu ; wudhu, ghusl (mandi) dan membersihkan
najis dari badan dan pakaian. Shalat yang merupakan ibadah pokok dalam
Islam, dinyatakan sah jika dikerjakan dalam keadaan suci, yaitu sesudah terlebih
dahulu berwudhu, mandi dan membersihkan diri, badan dan pakaian dari
najis.7 Sebagai yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw, berikut ini:
4 Muhammad Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah al-Nabawiyah li al-Thifl, terj. S. Abu
Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2004), h. 174.
5 Hery Noer Aly. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), h. 13.
6 Razak, Dienul Islam, h. 177.
7 Ibid., h. 221.
Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Ibadah (Soiman)
230
Dengan membaca hadis ini di atas dapat dipahami bahwa bersuci
memeliki arti dan kedudukan penting dalam peribadatan Islam, dan karenanya
tentu penting pula dilaksanakan pendidikan bersuci kepada segenap umat
Islam, sejak masa kanak-kanak sampai manusia dewasa