Hadist pendidikan 6

 


qah  hafiz. Ibid, juz 9, h. 247.

25 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani

Press 2002), h. 47.

26 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Jambatan, 1982),

h. 549.

147

e. Hadis Rasul saw. berkaitan dengan Psikologi

 Psikologi yaitu  ilmu yang mempelajari proses mental (jiwa) dan kelakuan

manusia. Sebagai salah satu disiplin ilmu sosial, psikologi bersentuhan dengan

sumber ajaran agama, sampai sekarang merupakan suatu persoalan yang sedang

diperdebatkan oleh para ahli. Terlepas dari persoalan pro dan kontra, pemikiran

tentang agama sebagai sumber inspirasi membangun teori psikologi telah

cukup ramai menghiasi bursa pemikiran psikologi pada awal abad ke-21 ini.

Dalam Ensyclopedia of Psychology termuat sebuah entri tentang east-west

psychology yang menjelaskan:

East-west psychology is a term used to describe the integration of Eastern

or oriental religion, philosophical disciplines, and psychological practise.

Confucianism, Toaism, Hinduism, and Islam are among the approaches

included in the Eastern tradition. The major psychoanalytic, behavioural,

and humanistic theories.27

Penjelasan pada entri ini  cukup jelas menegaskan bahwa teori dan

praktek psikologi dapat bersumber dari ajaran agama. Dalam Islam, pernyataan

ini  bukan sesuatu hal yang baru dan asing. Islam melalui sumber ajarannya,

Al-Qur’an dan Hadis cukup banyak menyediakan konsep-konsep yang setiap

saat dapat digali untuk melahirkan teori-teori ilmu pengetahuan dan sains,

khususnya dalam bidang psikologi, telah banyak pakar melakukan telaah dan

mengemukakan konsep-konsep tentang psiklogi Islam. Seperti contoh hadis

yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Nukman ibn Basyir.

Dalam hadis ini , memang secara tekstual disebutkan ia berupa

segumpal daging, para ahli menjelaskan bahwa yang dimaksud yaitu  jantung,

jika jantung rusak maka kemungkinan besar organ tubuh yang lain akan

tidak berfungsi. Ini pemahaman yang mudah dan sederhana, karena bersifat

fisik dan tekstual. Namun di sini dapat dijelaskan bahwa secara psikis al-qalb

 ...اَلَأ نِإو يف دسجْلا ًةغضم اَذِإ تحَلص حَلص دسجْلا هلُك اَذِإو تدسَف دسَف

دسجْلا هلُك اَلَأ يهو بْلَقْلا28.

27 Raymond J. Corsini (ed.), Encyclopedia of Psychology (New York: John Wiley and

Sons, 1994), vol. 1, h. 451.

28 Artinya:… sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila baik,

maka akan baiklah seluruh tubuh, tetapi apabila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh tubuh.

Ketahuilah bahwa ia yaitu  al-qalb. Hadis ini syarif marfu’ dengan perawi tsiqah, tsiqah

hafiz dan tsiqah  subut, serta periwayatannya bersambung. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,

juz 1, h. 19.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu-Ilmu Sosial (Hadi WIdodo)

148


juga memiliki fungsi yang demikian besar, dalam hal ini dapat dilihat dari

dua sudut pandang, yaitu sudut pandang fungsi dan sudut pandang kondisi.29

Pertama, dari sudut fungsi al-qalb memiliki sedikitnya tiga fungsi sebagai

berikut:

1) Fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta, seperti berpikir, memahami,

mengetahui, memperhatikan, mengingat, dan melupakan.

2) Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa; seperti tenang, jinak atau

sayang, senang, sanjung dan penuh kasih sayang, tunduk dan begetar,

mengingat, kasar, takut, dengki, berpaling, panas, sombong, kesal, dan

lain sebangainya.

3) Fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa; seperti berusaha.

Kedua, dari sudut kondisinya, dapat dilihat dari dua bagian pula yaitu

al-qalb yang baik dan al-qalb yang buruk, selengkapnya yaitu  sebagai berikut:

1) Kondisi al-qalb yang baik yaitu  bahwa ia dianggap hidup (al-hayyah),

seperti kondisi sehat, bening, bersih, baik; kondisi qalb yang seperti ini

akan menghasilkan iman, seperti takwa, khusuk, sabar. Qalb seperti ini

akan menjadi putih bersih karena telah menerima kebenaran.

2) Kondisi qalb yang tidak baik yaitu  qalb yang dianggap mati, seperti berpaling,

sesat, buta, kasar. Kondisi qalb yang mati ini mengakibatkan kekafiran

dan keingkaran. Qalb seperti ini yaitu  qalb yang mendapat kegelapan

karena ia tidak dapat menerima kebenaran.

3) Kondisi Qalb antara baik dan buruk. Qalb ini hidup tetapi mengidap penyakit,

seperti kemunafikan, keragu-raguan. Qalb seperti ini yaitu  qalb yang kotor,

sebab ia menerima kebenaran tetapi kadang-kadang menolaknya. Tetapi

kotoran dan penyakitnya masih dapat dibersihkan dengan cara bertaubat.

f. Hadis Rasul saw. berkaitan dengan Ilmu Politik

Politik Islam tidak bisa terlepas dari sejarah Islam yang multi interpretative,

secara garis besar, dewasa ini ada dua pemikiran politik Islam yang berbeda,

pertama: beberapa kalangan Muslim beranggapan bahwa Islam harus menjadi

dasar Negara; bahkan syariah harus diterima sebagai konstitusi Negara; bahkan

kedaulatan politik ditangan Tuhan, aplikasi prinsip itu berbeda dengan gagasan

demokrasi yang dikenal sekarang. Dengan kata lain sistim politik modern

diletakan dalam posisi yang berlawanan dengan ajaran-ajaran Islam. Kedua:

29 Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 73.

149

kalangan Muslim lainnya berpendapat bahwa Islam tidak meletakan pola baku

tentang teori Negara (atau system politik) yang harus dijalankan oleh ummah.30

Dokumen politik yang paling awal dari sejarah Islam dapat dilihat dalam

Piagam Madinah (al-Mitsaq al-Madinah). Konstitusi itu mencakup diantaranya,

prinsip kesamaan, partisipasi, dan keadilan.31 Dengan kebijakan dan perencanaan

ini  rasul telah berhasil menancapkan pilar-pilar masyarakat baru, akan

tetapi sebelum itu, fenomena ini tidak lain merupakan implikasi dari nilai-

nilai yang diserap oleh generasi agung ini  berkat persahabatan mereka

dengan nabi. Selalu komit terhadap mereka melalui pengajaran, pendidikan,

penyucian diri dan ajakan kepada prilaku yang mulia. Beliau juga mengajarkan

kepada mereka adab-adab berkasih sayang, bersaudara, menjunjung keagungan,

kemuliaan, ibadah dan ketaatan.32 Rasululah juga mengajarkan untuk tidak

menghianati rakyatnya jika menjadi pemimpin, sesuai dengan hadis yang

diriwayatkan Muslim dari ‘Ubaidillah bin Zihad, Rasul saw. bersabda:

انَثَّدح ُنابيش نب خوُّرَف انَثَّدح وبَأ ِبهشَأْلا نع ِنسحْلا َلاَق داع ديبع هللا نب

دايِز َلقعم نب ٍراسي َّيِنزمْلا يف هضرم يذلا تام هيف َلاَق ٌلقعم يِّنِإ كُثِّدحم

اًثيدح هتعمس نم ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو وَل تملع نَأ يل ًةايح ام

كتْثَّدح يِّنِإ تعمس َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ُلوُقي ام نم دبع هيعرتسي

هللا ًةَّيعر تومي موي تومي وهو ٌّشاَغ هتَّيعرل الِإ مَّرح هللا هيَلع َةَّنجْلا33. 

30 Ahmad Syafii Maarif, Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas

as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia (Disertasi, University of Chi-

cago, 1983), h. 23.

31 Bahtiar Efendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam

di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), h. 15.

32 Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung

Muhammad saw. dari Kelahiran hingga Detik-detik Terakhir (Jakarta: Megatama Sofwa

Pressindo, 2004), h. 257.

33 Artinya: Al-Hasan melaporkan bahwa “‘Ubaidillah bin Zihad menjenguk Ma’qal bin

Yasar al-Muzani yang menderita sakit yang membuatnya meninggal dunia. “Ma’qal berkata,”sesungguhnya

aku akan memberitahukan sebuah hadis kepadamu yang telah aku dengarkan dari Rasulullah

saw. seandainya aku masih merasa memiliki umur panjang, maka aku tidak akan memberitahukan

kepada dirimu. Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda tidak ada seorang

hambahpun yang diminta oleh Allah untuk memimpin rakyat sedangkan pada hari kematiannya

dia meninggal dalam keadaan mengelabuhi rakyatnya, kecuali Allah akan mengharamkan

surga atas dirinya. Hadis ini syarif marfu’ dengan perawi tsiqah , tsiqah  hafiz dan tsiqah

subut. Dalam riwayat lain hadis ini menerangkan bahwa pemimpin yang tidak sungguh-

sungguh mengurus rakyatnya tidak akan masuk surga bersama mereka. Imam Muslim

ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim (Bandung: Al-Ma’arif, tt), Kitab al-Iman, hadis no. 228.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu-Ilmu Sosial (Hadi WIdodo)

150


Ada dua cara menakwilkan frasa harama Allah ‘alayhi al-jannah dalam

hadis ini, yaitu pertama, dia diharamkan untuk masuk surga karena diperkirakan

telah menghalalkan praktek yang sebenarnya hukumnya haram. Kedua, dia

diharamkan masuk surga pada gelombang pertama bersama orang-orang sukses.34

Hadis ini juga memberikan peringatan kepada pemimpin yang diberi kepercayaan

untuk mengurusi kemashlahatan agama maupun dunia kaum muslimin dan

agar supaya tidak mengelabui mereka. Apabila dia bekhianat terhadap apa

yang diamanatkan kepada dirinya, maka dia sama dengan telah mengelabui

mereka semua. Penghianatan ini  bisa berbentuk tidak memberikan nasehat,

tidak menerangkan ajaran agama yang harus mereka terima, tidak memelihara

ajaran syari’at dari unsur-unsur asing yang membahayakan, mengabaikan

batas-batas dan menelantarkan hak-hak kaum muslimin, tidak sepenuhnya

memerangi musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di antara mereka.35

Dalam menempatkan pemimpin rasul tidak pernah mengangkat pemimpin

Islam baik itu sebagai pimpinan perang, maupun pemimpin wilayah, orang

yang berambisi terhadap jabatan hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan

oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah.

Hadis ini menerangkan bahwa orang yang berambisi menduduki jabatan

atau sebagai pemimpin maka akan mengalami kekecewaan, dengan ambisinya

maka seorang pemimpin dapat melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan

ambisi menuruti seleranya, dan dapat bertentangan dengan Al-Qur’an dan

hadis memperturutkan hawa nafsunya.

Dalam hadis yang lain Rasul saw. menjelaskan dan melarang kepada

sahabat meminta jabatan, siapa yang meminta jabatan dan jabatan ini 

34 Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarhin-Nawawi (Kairo: Darul Hadits, 1994),

h. 881.

35 Ibid, h. 819.

36 Artinya: Dari Muhammad Ibn Adam Ibn Sulaiman dari Ibnu Al-Mubarak dari Ibn

Abi Zinbin dari Mukburiyin dari Abi Hurairah dari Nabi saw. bersabda: sunggu kamu akan

berambisi terhadap kepemimpinan dan (kepemimpinan) itu akan merupakan kekecewaan

pada hari kiamat. Maka bagus sekali kekuasaan yang menyusui dan jelek sekali kekuasaan

yang menghentikan penyusuan (menyapih). Hadis ini tergolong syarif marfu’ dengan kualitas

perawi tsiqah , tsiqah  hafiz dan tsiqah  subut. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 261.

ِّيِربْقمْلا نع ٍبْئذ يِبأَ ِنبا نع كرابمْلا ِنبا نع َناميَلس ِنب مدآ نب دَّمحم انَثَّدح

ةرامِإْلا ىَلع َنوصِرحتس مُكنَّإِ َلاَق ملسو هيَلع هللا ىلص ِّيبَِّنلا نع َةريره يِبأَ نع

 36.ُةمطاَفْلا تسْئِبو ُةعضرمْلا تمعِنَف ةمايقْلا موي ًةرسحو ًةمادن ُنوُكتس اهنَِّإو

151

diserahkan kepadanya maka ia tidak ditolong, sesuai dengan hadis al-Bukhari

dari Abdur Rahman ibn Samurah.

Bila seseorang mendapatkan jabatan dengan cara meminta, terlebih untuk

mendapatkannya memberikan imbalan, maka jika sudah menjadi pemimpin,

jangan harap dia akan memikirkan kesejahteraan, kemakmuran dan kepentingan

rakyat. Yang pertama dipikirkan oleh pemimpin ini  yaitu  bagaimana

mengembalikan imbalan yang telah diberikannya dahulu, kedua bagaimana

mendapatkan keuntungan dari jabatannya, dan ketiga bagaimana mengumpulkan

modal untuk dapat mempertahankan jabatannya. Karena itu Islam melarang

hal yang demikian. Untuk mendapatkan pemimpin dengan cara demokrasi

itu sesuai dengan ajaran Islam, tapi menjalankan demokrasi dengan mengeluarkan

dana milyaran rupiah, sama halnya dengan berjudi, karena ada istilah bila

menang dalam pemilihan rakyat maka modal ini  bisa kembali berlipat-

lipat, namun jika kalah anggap saja kalah dalam berjudi. Benarkah demikian,

modal dapat kembali dengan berlipat-lipat, lantas dana dari mana. Benarkah

gaji pemimpin mencukupi mengembalikan modal. Karena itu banyak pemimpin

bangsa khusunya Indonesia baik pemimpin pusat atau daerah provinsi serta

kabupaten kota pada akhirnya mendekam di terali besi, mempertanggung

jawabkan perbuatannya.

Rasulullah saw. melarang untuk berambisi dan meminta jabatan pemimpin

kepada para sahabatnya, karena pada akhirnya rakyat yang menanggung

انَثَّدح وبَأ ٍرمعم انَثَّدح دبع ثِراوْلا انَثَّدح سنوي نع ِنسحْلا َلاَق يِنَثَّدح دبع

ِنمحَّرلا نب َةرمس َلاَق َلاَق يل ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو اي دبع ِنمحَّرلا

نب َةرمس اَل ْلَأست َةرامِإْلا ْنِإَف اهتيطعُأ نع ةَلَأسم تْلكو اهيَلِإ ْنِإو اهتيطعُأ نع

ِريَغ ةَلَأسم تنعُأ اهيَلع اَذِإو تْفَلح ىَلع ٍينمي تيَأرَف اهريَغ اريخ اهنم تْأَف

يذلا وه ريخ رفَكو نع كِنيمي37. 

37 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Ma’mar dari Abdu al-Waris diriwayatkan dari Yunus

dari Al-Hasan berkata diriwayatkan dari Abdu arRahman Ibn Samurah dia berkata: Rasulullah

saw. Bersabda kepadaku: “Hai Abdur Rahman ibn Samurah, janganlah kamu meminta

kepemimpinan, karena apabila kamu diberi kepemimpinan itu dengan meminta maka kamu

diserahi padanya (tanpa ditolong), dan apabila kamu diberi kepemimpinan itu tanpa meminta

maka kamu ditolong padanya. Dan apabila kamu bersumpah atas sesuatu lalu kamu melihat

lainnya lebih baik dari padanya maka lakukanlah itu yang lebih baik dan tebuslah (kafarat)

pada sumpah itu.” Hadis ini tergolong syarif marfu’ dari sanad yang banyak; kualitas perawinya

tsiqah, tsiqah subut imam, tsiqah subut, tsiqah hafiz dan tsiqah muttaqin. Ibid., h. 260.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu-Ilmu Sosial (Hadi WIdodo)

152


penderitaan. Contoh yang patut dijadikan teladan yaitu  Umar bin abdul

Azis yang menangis sangat sedih ketika dirinya diproklamirkan menjadi

khalifah pemimpin umat Islam. Sedih, takut dan risau karena hawatir tidak

dapat menjalankan amanah dan tugas-tugasnya, serta mendapatkan jabatan

tidak dengan mengeluarkan dana.

III. Penutup

Ilmu-ilmu sosial memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi

kehidupan masyarakat, baik itu antropologi, sosiologi, ilmu hukum, ilmu

ekonomi, psikologi dan ilmu politik, sama-sama berperan memberikan kontribusi

yang besar dan berkaitan langsung dengan masyarakat.

Pada masa Rasulullah saw. ilmu-ilmu sosial belum tersusun seperti

sekarang namun dalam aplikasi kehidupan selalu bersentuhan dan melaksanakan

ilmu-ilmu sosial, serta pengaturan sebagai pedoman hidup menjadi landasan

hukum Islam hingga sekarang. Perlu kajian khusus ilmu-ilmu sosial yang

dikembangkan Rasulullah saw. sebagai antologi ilmu, sebagai dasar ilmu-

ilmu sosial Islam untuk dikembangkan menjadi sebuah ilmu Islam.

153

HADIS-HADIS TENTANG

ILMU HUMANIORA

Salminawati

I. Pendahuluan

Allah swt. yaitu  sumber ilmu bagi manusia. Allah lah yang menciptakan

manusia serta memberinya kehidupan, indera dan akal. Tujuannya supaya

manusia mampu memahami dan mempelajari segala apa yang telah ditentukan

Allah Ta’ala, sebagaimana firmannya dalam Q.S. al-‘Alaq/96: 1-5, Bacalah

dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan

manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah;

Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada

manusia apa yang tidak diketahuinya.

Melalui indera dan akal, manusia bisa mengamati segala sesuatu dan

peristiwa yang ada di sekitarnya, dan di luar dirinya. Manusia bisa mengklasifikasikan,

membandingkan dan menarik berbagai kesimpulan umum dari segala sesuatu

dan peristiwa. Manusia juga bisa memverifikasi kesahihan kesimpulan-kesimpulan

itu dengan mengadakan berbagai observasi-observasi baru dan eksperimen.

Manusia juga mampu mengetahui banyak hal tentang realitas berbagai macam

fenomena alam serta mengembangkan beragam ilmu pengetahuan.

Rasulullah saw. memberi dorongan untuk menuntut ilmu. Beliau menetapkan

perjalanan dalam rangka menuntut ilmu sebagai perjalanan fi sabilillah. Dengan

ilmu pengetahuan (diperoleh melalui belajar dan pemanfaatan berbagai pengalaman)

manusia dapat beradaptasi secara terus-menerus dengan lingkungannya dalam

menghadapi berbagai situasi baru dan problem-problem yang terjadi.

Ilmu pengetahuan yang diserukan dalam hadis-hadis Rasul yaitu  ilmu

dengan pemahamannya yang syamil (menyeluruh) yang mengatur segala

sesuatu berkaitan dengan kehidupan manusia, khususnya upaya-upaya untuk

menciptakan pergaulan hidup antar sesama manusia yang lebih baik.1

1 Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah (Jakarta: Rabbani Press, 2003), h. 130.

154


Ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia dapat diklasifikasikan kepada

tiga kategori yaitu: Ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu

humaniora yang masing-masing memiliki cabang-cabang ilmu tersendiri.

Makalah ini akan menyajikan hadis-hadis tentang ilmu-ilmu humaniora

yang dilaksanakan Rasulullah saw. yaitu hadis-hadis yang berimplikasi pada

ilmu filsafat, kesusastraan, bahasa, seni dan sejarah dengan uraian:

– Penjelasan tentang ilmu-ilmu humaniora

– Pencarian hadis-hadis yang berhubungan dengan kelima bidang ilmu

dalam ilmu humaniora

– Uraian tentang syarah hadis dan penjelasan makna kontekstual hadis-

hadis ini .

II. Pengertian Ilmu Humaniora

Istilah ilmu humaniora terdiri dari dua kata yaitu ilmu dan humaniora.

Secara terminologi, ilmu merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu science.

Istilah science berasal dari bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan.

Sedangkan kata scientia berasal dari kata kerja scire yang artinya mempelajari

ataupun mengetahui.2

Zakiah Daradjat, dkk. dalam bukunya Agama Islam merumuskan ilmu

yaitu  seperangkat rumusan pengembangan pengetahuan yang dilaksanakan

secara objektif, sistematis baik dengan pendekatan deduktif maupun induktif,

yang dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan pengamanan

manusia yang berasal dari Tuhan dan disimpulkan oleh manusia melalui hasil

penemuan pemikiran dari para ahli.3

Di Indonesia, istilah ilmu pengetahuan demikian terbiasanya padahal

istilah ini  dapat dikatakan sebagai Pleonasme yaitu suatu pemakaian

kata yang lebih dari yang diperlukan. Dalam bahasa Inggris tidak ada istilah

knowledge science cukup satu kata, science itulah ilmu dan jika knowledge itu

tetap pengetahuan dan tidak ada kata majemuk yang dipadukan seperti kata

ilmu pengetahuan. Selain itu, istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan

yang bermakna jamak yaitu sebagai berikut:

1. Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menunjuk pada segenap

pengetahuan ilmiah, mengacu pada ilmu umum (science in general).

2 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial (Jakarta, Bumi Aksara, 2007) h. 22.

3 Tim Depag RI, Agama Islam (Jakarta: PKIA_PPTAI, 1984), h. 14.

155

2. Pengertian ilmu yang menunjuk pada salah satu bidang pengetahuan ilmiah

tertentu, seperti Biologi, Antropologi, Psikologi, Sejarah dan sebagainya.

Sebenarnya, ilmu dalam pengertian yang kedua inilah yang lebih tepat

digunakan khususnya di lingkungan akademis.4

Namun sayangnya istilah ilmu yang sering disebut sains dan merupakan

terjemahan dari science juga mengalami pergeseran makna. Istilah sains sering

diartikan sebagai ilmu khusus yang menunjuk kepada ilmu-ilmu kealaman

ataupun natural science, sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis

atau material. Terminologi inilah yang sering menyesatkan bahkan adanya

diskriminasi yang cukup meminggirkan ilmu-ilmu sosial maupun humaniora

dari ilmu-ilmu kealaman. Oleh karena itu tidak aneh jika ada istilah sains dan

teknologi, yang dimaksud dengan sains di sini hanyalah terbatas pada ilmu-

ilmu kealaman tanpa kajian ilmu-ilmu sosial dan humaniora .

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu yaitu  sesuatu

yang memiliki fakta-fakta empiris yang dapat diamati langsung oleh manusia,

mempunyai sistematika, hasil yang diperoleh bersifat rasional dan objektif

yang dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, studi dan pemikiran yang

bersumber dari Allah swt. untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia.

Kata humaniora memiliki pengertian berbagai ilmu pengetahuan yang mempunyai

tujuan membuat manusia semakin manusiawi atau lebih berbudaya, misalnya: Teologi,

Filsafat, ilmu Hukum, ilmu Sejarah, ilmu bahasa, ilmu kesenian dan sebagainya.5

Sejalan dengan itu peneliti kemasyarakatan dan budaya UI, dalam

bukunya Semiotika Budaya berpendapat bahwa istilah humaniora bermakna

ilmu pengetahuan manusia. Kalau kita mengikuti pandangan asli yang dianut

oleh para filsuf Yunani dan Romawi, gagasan awal tentang humaniora berkaitan

dengan pendidikan (Yunani: paideia dan Romawi: humanitas). Keterampilan

dan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan dimaksudkan agar

seseorang berkemampuan mengembangkan pada dirinya potensi kemanusiaannya

yang berbudi dan bijaksana secara sempurna.

Humaniora diartikan juga sebagai the humanities yang mencakup:

a. Bahasa dan kesusastraan Latin dan Yunani

b. Filsafat dan kesenian yang berhubungan dengan manusia dan kebudayaannya.6

4 Ibid., h. 22.

5 Peter dan Yeni, Kamus Besar Indonesia Kontemporer Modern (English Press, 1991), h. 82.

6 Peter Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary (Jakarta, Modern

English Press, 1996).

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

156


Dengan demikian, mata pelajaran yang dianggap perlu untuk mencapai

ideal itu yaitu  filsafat, kesusasteraan, bahasa, seni dan sejarah.7

III. Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora

1. Filsafat

Filsafat yaitu  cabang ilmu yang mempersoalkan hakikat segala yang

ada. Kata filsafat (Arab, falsafat) berasal dari bahasa Yunani philosophia yang

berarti cinta pengetahuan atau cinta kebijaksanaan; dan orangnya disebut

philosophos (Yunani) atau filsuf/failasuf (Arab).8

Harun Nasution merumuskan definisi filsafat yaitu  pengetahuan tentang

hikmat; pengetahuan tentang prinsip atau dasar;mencari kebenaran;dan

membahas dasar dari apa yang dibahas.Lebih lanjut dikatakan bahwa intisari

filsafat ialah berpikir menurut logika dengan bebas (tidak terikat pada tradisi,serta

agama)dan dengan sedalam dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalan.9

Menurut Mustafa Abdurroziq (Mesir), pemakaian kata kata hikmat dan

hakim dalam bahasa Arab sama dengan arti falsafat dan failosuf; hukama’ al-Islam

atau falasifat al-Islam. Asal makna kata hikmat ialah tali kendali (bagi kuda untuk

mengekang keliarannya). Dari sini diambil kata hikmat itu dalam arti “pengetahuan

atau kebijaksanaan”, karena hikmat itu menghalangi orang memilikinya untuk

melakukun perbuatan rendah. Hikmat dapat dicapai manusia melalui kemampuan

dalam nalar dan metode berfikirnya.

Alquran juga disebut sebagai al-Hakim,10 dan ini berarti bahwa Al-Qur’an

yaitu  merupakan sumber dan perwujudan al-Hikmah atau filsafat dalam

Islam. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa usaha mencari al-Hikmah (berfilsafat)

itu hanya mungkin dikerjakan oleh orang yang berakal. Allah memberikan

al-Hikmah kepada mereka yang menghendaki dan berusaha mencarinya dan

barang siapa memperoleh al-Hikmah berarti telah memperoleh kebajikan,

dan kebijaksanaan yang banyak, tetapi hanya orang-orang yang berakallah

yang mampu berusaha mencari hikmah ini  (berfilsafat).

Allah Ta’la berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 269, Allah menganugerahkan

al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada

7 Tim UI, Semiotika Budaya, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (Jakarta:

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, Depok, 2004), h. 6-7.

8 Abdul Azis dkk., Ensiklopedi Islam (Jakarta: Intermasa, 2005), h. 176.

9 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).

10 Lihat Q.S. Yasin/36: 1-2.

157

siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia

benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang

yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Dengan demikian jelas bahwa usaha mencari al-Hikmah menurut ajaran

islam hanya mungkin dikerjakan dengan menggunakan akal fikiran. Usaha

mencari al-Hikmah, kebajikan dan kebijaksanaan dengan menggunakan akal

fikiran yaitu  merupakan pengertian dasar dari filsafat. Jadi al-Hikmah dan

usaha mencari al-Hikmah tidak lain yaitu  filsafat dan berfilsafat. Dan kegiatan

berfilsafat sudah ada dan dikerjakan dalam dunia islam sebelum istilah filsafat

masuk ke dalamnya. Al-Qur’an merupakan sumbernya, baik secara material

maupun formal.11

Rasulullah saw. menyeru ummatnya untuk mencari ilmu sebagai mana

tercermin dari hadis beliau berikut ini:

Dalam hadis ini saya berpendapat bahwa maksud imam Bukhari yaitu 

menjelaskan sesungguhnya jabatan kepemimpinan menurut kebiasaan sering

menimbulkan iri hati dan dengki, namun ada hadis yang menunjukkan bahwasanya

iri dan dengki tidak boleh terjadi kecuali dalam dua hal, yaitu ilmu dan kebaikan.

Tapi suatu kebaikan tidak dapat dikatakan sebagai hal yang terpuji jika

tidak berdasarkan ilmu. Seolah-olah Imam Bukhari ingin mengatakan, belajarkan

sebelum mendapat jabatan, agar kalian bisa berlomba-lomba dalam kebaikan.

Dia juga mengatakan apabila sebuah jabatan menurut kebiasaan bisa menghalangi

pemiliknya untuk menuntut ilmu, maka tinggalkan kebiasaan ini  dan

pelajarilah ilmu agar kalian benar-benar mendapatkan ghibthah yang sebenarnya,

انَثَّدح ُّيديمحْلا َلاَق انَثَّدح ُنايْفس َلاَق يِنَثَّدح ُليعامسِإ نب يِبَأ دلاخ ىَلع

ِريَغ ام هانَثَّدح ُّيِرهُّزلا َلاَق تعمس سيَق نب يِبَأ ٍمِزاح َلاَق تعمس دبع هللا

نب دوعسم َلاَق َلاَق ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو اَل دسح الِإ يف ِنيتنْثا ٌلجر هاتآ

هللا اًلام َطلسَف ىَلع هتَكَله يف ِّقحْلا ٌلجرو هاتآ هللا َةمْكحْلا وهَف يضْقي اهِب

اهملعيو12. 

11 Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 109.

12 Artinya: Dari Abdullah ibn Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda tidak ada iri hati,

kecuali kepada 2 orang yaitu orang yang diberi Allah harta kemudian dipergunakannya

dalam kebenaran dan orang yang diberi Allah hikmah (ilmu) kemudian dipergunakannya

dengan baik dan diajarkannya. Muhammad Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut:Dar

al-Fikr,1401 H/1981 M), juz 1, h. 21.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

158


yang artinya seseorang berharap mendapatkan nikmat yang ada pada orang

lain tanpa menginginkan hilangnya nikmat dari orang ini .13

Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. juga pernah menjelaskan tentang

keutamaan orang menuntut ilmu:

Abu Dzarr berkata, seandainya kalian meletakkan pedang di sini (ia

menunjuk ke arah tengkuknya) kemudian kalian berfikir sesungguhnya saya

akan menyampaikan kalimat yang telah aku dengar dari rasullullah sebelum

kalian memperbolehkanku sungguh aku akan mengerjakannya. Ibu Abas

berkata, Firman Allah jadilah kamu sekalian Rabbaniyun maksudnya yaitu 

نَأو ءَامَلعْلا مه ُةَثرو ءِايِبنَأْلا اوُثَّرو مْلعْلا نم هَذخَأ َذخَأ ظحِب ٍرفاو نمو كَلس

اًقيِرَط بُلْطي هِب امْلع َلَّهس هللا هَل اًقيِرَط ىَلِإ ةَّنجْلا َلاَقو لج هرْكذ امَّنِإ

ىشخي هللا نم هدابع ءَاهَقُف ُلاَقيو ُّيِناَّبَّرلا يذلا يِّبري ساَّنلا ِراغصِب ِمْلعْلا َلبَق

هِرابك ءُامَلعْلا َلاَقو امو اهُلقعي الِإ َنوملاعْلا اوُلاَقو وَل اَّنُك عمسن وَأ ُلقعن ام

اَّنُك يف ِباحصَأ ِيرعَّسلا َلاَقو ْله يِوتسي نيذلا َنومَلعي نيذلاو اَل َنومَلعي

َلاَقو ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو نم دِري هللا هِب اريخ ههقَفي يف ِنيِّدلا امَّنِإو

مْلعْلا ِملعَّتلاِب َلاَقو وبَأ ٍّرَذ وَل متعضو َةماصمَّصلا ىَلع هذه راشَأو ىَلِإ هاَفَق َّمُث

تننَظ يِّنَأ ُذفنُأ ًةملَك اهتعمس نم ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلبَق ْنَأ اوزيِجت

َّيَلع اهتْذَفنَأَل َلاَقو نبا ٍساَّبع اونوُك ينِّيِناَّبر ءَامَلح14. 

13 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2007), h. 314-319.

14 Artinya: Sesungguhnya para ulama yaitu  pewaris para nabi. Mereka telah mewariskan

ilmu, barang siapa yang mengambil ilmu dari ulama maka hendaknya ia mengambilnya

dengan sempurna, dan barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah

akan memudahkan baginya jalan ke surga. Allah berfirman, sesungguhnya orang yang takut

kepada diantara hamba-hambanya hanyalah ulama (Q.S. Fathir/35: 28) dan firmannya,

dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (Q.S. Al-Ankabut/29:

34). Firmannya pula, Dan mereka berkata: sekiranya kamu mendengarkan atau memikirkan

peringatan itu niscaya tidaklah kamu termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-

nyala (Q.S. al-Mulk/67: 10). Allah juga berfirman, Adakah sama orang-orang yang mengetahui

dengan orang-orang yang tidak mengetahui (Q.S. Surat Az-Zumar/39: 9). Nabi bersabda:

Barang siapa yang Alah menghendaki kebaikkan niscaya Dia akan memberi pemahaman kepadanya.

Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar. Al-Bukhari, shahih al-Bukhari, juz 1, h. 21.

159

para ulama fuqaha. Ada yang berpendapat bahwa rabbani yaitu  orang yang

mendidik manusia dengan ilmu yang kecil (ringan) sebelum yang besar (berat).

Ibnu Munir berkata yang dimaksud dengan ungkapan mengetahui sebelum

berkata dan berbuat yaitu  bahwa ilmu merupakan syarat dalam perkataan

dan perbuatan. Kedua hal ini  tidak akan dianggap kecuali dengan ilmu

dan ilmu lebih utama dari perkataan ataupun perbuatan, karena ilmu dapat

meluruskan niat dalam melakukan perbuatan. Oleh karena itu Imam Bukhari

mengingatkan hal ini  sebelum orang-orang mendengar perkataan, sesungguhnya

ilmu tidak berarti tanpa perbuatan.

Meskipun ayat ini  ditujukan kepada nabi, akan tetapi ayat itu juga

ditujukan kepada umatnya. Syofyan bin uyainah menarik kesimpulan dari ayat

ini tentang keutamaan ilmu seperti yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam

kitab alhiliyah dari Ar Rubai’ bin Nafi’ dari Sufyan, bahwa sesudah  membaca

ayat ini , ia berkata tidakkah anda mendengar sesungguhnya Allah memulai

ayat ini dengan kata ilmu, yaitu dengan firmanya “I’lam” (ketahuilah), lalu

Allah memerintahkan kepada Rasullullah untuk berbuat?.

Al-Asma’i dan Al-Ismaili berpendapat bahwa Rabbani berasal dari kata

al-rabb (Tuhan) yang maksudnya yaitu  orang yang berusaha menjalankan

perintah Tuhan, baik yang berkaitan dengan ilmu maupun amal. Tsa’lab

berpendapat bahwa para ulama yaitu  rabbaniyyun karena merekalah yang

membina dan mengamalkan ilmu. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa perselisihan

ini  terletak pada asal katanya, yaitu apakah berasal dari kata al-rabb

yang berarti Tuhan atau dari kata tarbiyah yang berarti pendidikan.15

Rasulullah saw. juga mendorong para sahabat untuk berpikir membuat

kesimpulan rasional dan menggunakan analogi yang tercermin dalam hadis

beliau berikut ini:

انَثَّدح داَّنه انَثَّدح عيكو نع َةبعش نع يِبَأ نوع ِّيفَقثلا نع ثِراحْلا ِنب وٍرمع

نع ٍلاجِر نم ِباحصَأ ذاعم نَأ َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َثعب اًذاعم ىَلِإ

ِنميْلا َلاَقَف فيَك يضْقت َلاَقَف يضْقَأ امِب يف ِباتك هللا َلاَق ْنِإَف مَل نُكي يف

ِباتك هللا َلاَق ةَّنسِبَف ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق ْنِإَف مَل نُكي يف ةَّنس

ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق دِهتجَأ يِيْأر َلاَق دمحْلا هلل يذلا قفو

15 Asqalani, Fathul Bari, juz 1, h. 300-306.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

160


Dalam Hadis ini  Rasulullah saw. mengarahkan dan mendorong

para sahabat untuk berpikir dan membuat kesimpulan rasional berkaitan

dengan berbagai urusan persoalan kehidupan yang ketentuannya tidak terdapat

dalam Al-Qur’an dan sunnah.

2. Ilmu Sejarah

Istilah sejarah berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata Syajaratun (dibaca

syajarah) yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian pohon kayu di sini yaitu 

adanya suatu kejadian, perkembangan atau pertumbuhan tentang sesuatu

hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas). Selaian itu, ada

pula peneliti yang mengganggap bahwa arti kata syajarah tidak sama dengan

kata sejarah. Sebab sejarah bukan hanya bermakna sebagai pohon keluarga,

asal-usul atau silsilah.

Pengertian sejarah yang dipahami sekarang ini dari alih bahasa Inggris

yakni history yang bersumber dari bahasa Yunani kuno, hitoria, yang berarti

belajar dengan cara bertanya-tanya. Kata historia diartikan sebagai telaahan

mengenai gejala-gejala (terutama hal ihwal manusia) dalam urutan kronologis.17

16 Artinya: Meriwayatkan kepada kami Hannad meriwayatkan kepada kami Waki’ dari

Syu’abah dar Abi ‘Aun tsaqafi dari Harits bin ‘Amrin dari seseorang dari sahabat Mu’az sesungguhnya

Rasulullah saw. mengutus Mu’az ke Yaman maka ia berkata bagaimana memutuskan perkara?

Maka ia berkata aku mengambil keputusan dengan apa yang ada dalam kitab Allah Nabi

berkata jika tidak engkau dapatkan? Jika tidak aku dapatkan di kitab maka dengan sunnah

Rasulullah saw., Nabi berkata lagi jika tidak engkau dapatkan? Mu’az berkata aku berijtihad

dengan ra’yu Nabi berkata: Alhamdulillah yang telah mengarahkan Rasul sebagai Rasulullah

saw. Meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Basyar meriwayatkan kepada kami Muhammad

bin Ja’far dan Abd. Ar-Rahman bin Mahdi ia berkata meriwayatkan kepada kami Syu’bah dari

Abi ‘Aun dari Haritsbin ‘Amrin ibn akh liMughayyirah bin Syu’bah dari Anas dari Ahl Himas

dari Mu’az dari Nabi saw. contohnya ia berkata Abu Isa hadis ini tidak dikenal kecuali dari sisi

ini dan sanadnya tidak dariku bersambung dan Abi ‘Aun tafaquhi namanya Muhammad bin

Abdillah. M. Jamil Al-’Aththar, Sunan al-Turmudziy (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), juz 3, h. 60.

17 Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, h. 287-289.

نب دَّمحم انَثَّدح ٍراَّشب نب دَّمحم انَثَّدح ملسو هيَلع هللا ىلص هللا ِلوسر َلوسر

ِنب  ثِراحْلا  نع  نوع  يِبَأ  نع  ُةبعش  انَثَّدح  اَلاَق ٍّيدهم  نب  ِنمحَّرلا  دبعو  ٍرَفعج

ىلص ِّيبَِّنلا نع ذاعم نع ٍصمح ِلهَأ نم ٍسانأُ نع َةبعش ِنب ةيرغمْلل ٍخَأ ِنبا وٍرمع

سيَلو هجوْلا اَذه نم الِإ هُفِرعن اَل ٌثيدح اَذه ىسيع وبَأ َلاَق هوحن ملسو هيَلع هللا

 16.هللا ديبع نب دَّمحم همسا ُّيفَقثلا نوع وبَأو ٍلصتَّمِب يدنع هدانسإِ

161

Dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang ini memiliki

makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada

masa lalu. Namun yang jelas kata kuncinya bahwa sejarah merupakan suatu

penggambaran ataupun rekonstruksi peristiwa, kisah, maupun cerita, yang

benar-benar telah terjadi pada masa lalu. Pada umumnya para ahli sepakat

untuk membagi peranan dan kedudukan sejarah yang terbagi atas tiga hal,

yakni sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita.

Sejarah sebagai peristiwa yaitu  sesuatu yang terjadi pada masyarakat

manusia di masa lampau. Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kisah Nabi,

misalnya Nabi Musa as. dengan Nabi Khidir as. yang terdapat dalam Q.S.

Al-Kahfi/18: 61-65, Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut

itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut

itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:

“Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena

perjalanan kita ini”. Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mecari

tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan

tentang) ikan itu dan tidak yaitu  yang melupakan aku untuk menceritakannya

kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh

sekali”. Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”; lalu keduanya kembali, mengikuti

jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara

hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami,

dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Menurut ahli tafsir

hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu

dan kenabian, sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib.

Rasullah saw. juga menerangkan kisah ini dalam hadisnya:

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

َلاَق ٍبرح نب دَّمحم انَثَّدح َلاَق صمح يضاَق ٍّيلخ نب دلاخ ِمساَقْلا وبأَ انَثَّدح

نع دوعسم ِنب َةبتع ِنب هللا دبع ِنب هللا ديبع نع ُّيِرهُّزلا انربخَأ ُّيعازوَأْلا انَثَّدح

ىسوم ِبحاص يف ُّيِرازَفْلا ٍنصح ِنب ِسيَق نب ُّرحْلاو وه ىرامت هَّنَأ ٍسابَّع ِنبا

يف اَذه يبِحاصو انأَ تيرامت يِّنإِ َلاَقَف ٍسابَّع نبا هاعدَف ٍبعَك نب ُّيبُأ امِهِب َّرمَف

هللا  ىلص  هللا  َلوسر  تعمس  ْله  هيِّقُل  ىَلإِ َليبَِّسلا  َلَأس  يذلا  ىسوم  ِبحاص

رُكْذي ملسو هيَلع هللا ىلص َّيبَِّنلا تعمس معن ٌّيبأُ َلاَقَف هنْأش رُكْذي ملسو هيَلع

ادحَأ مَلعتَأ َلاَقَف ٌلجر هءَاج ْذإِ َليئارسِإ يِنب نم ٍإَلم يف ىسوم امنيب ُلوُقي هنْأش

رضخ  اندبع  ىَلب  ىسوم  ىَلإِ  لجو  َّزع  هللا  ىحوَأَف  اَل  ىسوم  َلاَق  كنم  مَلعَأ

162


Ibnu Mas’ud dalam kitab Fadha‘ilul Al-Qur’an kita dapat menemukan

perkatan Jabir, “Seandainya ada orang yang lebih mengetahui Al-Qur’an

daripada aku maka aku akan pergi menemuinya. “Al Khatib mengeluarkan

riwayat dari Abu ‘Aliyah, dia berkata, “Ketika kami mendengar hadis dari

sahabat-sahabat Rasulullah maka kami tidak puas hingga kami pergi menemui

mereka dan langsung mendengarkan dari mereka.”

Ada yang bertanya kepada Imam Ahmad, “Apabila ada orang yang ingin

menuntut ilmu apakah dia harus menuntutnya kepada orang yang banyak

ilmunya atau pergi merantau?” Ahmad berkata, “sebaiknya dia pergi dan menulis

ilmu ini  dari para ulama di berbagai daerah.” Dalam hadis ini digambarkan

bagaimana antusiasnya para sahabat Rasulullah saw. untuk mendapatkan

sunnah-sunnah beliau. Di samping itu juga diperbolehkan merangkul orang

yang datang jika tidak ada keraguan.

Riwayat ini menjelaskan keutamaan menambah dan menuntut ilmu,

walaupun harus menghadapi kesulitan dan memperbolehnya, dan perintah

18 Artinya: Dari ibnu Abbas ra., ia berkata, “ia berbeda berpendapat dengan Hurr bin

Qais bin Hishn al-Fazari tentang sahabat nabi Musa as. Pada saat itu lewat Ubai bin Ka’ab,

lalu dipanggil oleh Ibnu Abbas. Dia berkata kepada Ubai, “saya dan sahabat saya ini berbeda

pendapat tentang sahabat nabi Musa yang dimintanya kepada Allah supaya dapat bertemu

dengannya, adakah anda mendengar Rasullullah menceritakannya?” Ubai menjawab, “ya,

ada. Saya mendengar Rasullullah bersabda, “Pada suatu ketika Musa berada dalam satu kelompok

bani Israil, tiba-tiba datang kepadanya seseorang dan bertanya, “tahukah anda bahwa ada

seseorang yang lebih pintar dari anda?” Musa menjawab, tidak. Kemudian Allah mewahyukan

kepada Musa, “Ada orang yang lebih pintar, yaitu hamba kami Khidhir.” sesudah  itu Musa as.

memohon kepada Allah supaya diberi jalan untuk bertemu dengan Khidhir. Maka Allah

menjadikan ikan sebagai tanda bagi Musa, dan kemudian Allah mewasiatkan kepadanya,

“apabila ikan itu hilang, maka kembalilah, niscaya engkau akan bertemu dengannya.” Maka

Musa mengikuti jejak ikan itu di laut. Di tengah perjalanan, pelayan Musa berkata kepadanya

tahulah anda ketika kita berhenti di sebuah batu besar, saya lupa memperhatikan ikan itu;

hanya setanlah yang memperdayakan untuk terus memperhatikannya, Musa menjawab,

‘itulah yang kita kehendaki. Keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula dan akhirnya

bertemu dnegan Khidhir. Kemudian antara Musa dan Khidhir terjadi beberapa peristiwa seperti

yang dikisahkan Allah swt. dalam Al-Qur’an. Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 1, h. 35.

163

untuk bersikap tawadhu’ (merendahkan diri) bagi seorang terhadap orang

yang menuntut ilmu kepadanya.19 Adapun yang menunjukkan hal ini yaitu 

Firman Allah kepada Nabi-Nya dalam Q.S. al-An’am/6: 80,  “Mereka itulah orang-

orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.”

3. Ilmu Bahasa

a. Bahasa Suryaniyah

20 Artinya: Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Abi Zanad mem-

beritahukan kepada kami,dari ayahnya dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit dari ayahnya Zaid

bin Tsabit berkata: Rasulullah saw. memerintahkan aku agar belajar untuk beliau bahasa

kitab orang Yahudi dan beliau bersabda: Sesungguhnya aku demi Allah, aku tidak merasa

aman kepada orang Yahudi terhadap suratku (baik dalam membacanya maupun menulisnya)

dia berkata: maka tidak lewat setengah bulan aku belajar sehingga aku selesai mempelajarinya

untuk beliau, dia berkata ketika aku selesai mempelajarinya maka apabila beliau berkirim

surat kepada golongan Yahudi aku menulis kepada mereka, dan apabila mereka berkirim surat

kepada beliau maka aku membacakannya. al-’Aththar, Sunan Al-Turmuzi, juz 4, h. 338.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

ِنب َةجِراخ نع هيِبَأ نع دانِّزلا يِبَأ نب ِنمحَّرلا دبع انربخَأ ٍرجح نب ُّيلع انَثَّدح

هيَلع  هللا  ىلص  هللا  ُلوسر  يِنرمَأ  َلاَق  تِباثَ  ِنب  ديز  هيِبَأ  نع  تِباثَ  ِنب  ديز

ىَلع دوهي نمآ ام هللاو يِّنِإ َلاَق دوهي ِباتك  نم تاملَك هَل ملعتَأ ْنأَ ملسو

اَذإِ َناَك  هتملعت  اَّمَلَف  َلاَق  هَل  هتملعت  ىَّتح  ٍرهش  فصِن  يِب  َّرم  امَف  َلاَق  يبِاتك

ىسيع وبَأ َلاَق  مهباتك هَل تْأرَق  هيَلِإ اوبتَك اَذِإو مِهيَلِإ تبتَك دوهي ىَلِإ بتَك

تِباثَ  ِنب  ديز  نع  هجوْلا  اَذه  ِريَغ  نم  يِور  دَقو  حيحص  نسح  ٌثيدح  اَذه

ُلوسر يِنرمَأ َلاَق تِباثَ ِنب ديز نع ِّيِراصنَأْلا ديبع ِنب تِباثَ نع شمعَأْلا هاور

 20.َةيَِّنايرُّسلا ملعتَأ ْنأَ ملسو هيَلع هللا ىلص هللا

Hadis ini hasan sahih dan hadis ini diriwayatkna pula dengan sanad yang

lain dari Zaid Bin Tsabit dan al-A’masyi meriwayatkannya dari Tsabit bin Ubaid

dari Zaid bin Tsabit brkata:Rasulullah saw, memerintahkan aku agar belajar

bahasa Suryani. Berdasarkan hadis di atas dapat ditelusuri makna kontekstual

hadis ini  mengapa Rasulullah memerintahkan belajar bahasa Suryani.

Sebelum datangnya Islam bangsa-bangsa Yunani, India, Cina, Tibet, Mesir dan

Persia telah mengembangkan tradisi ilmiahnya masing-masing. Ada beberapa

kota yang menjadi pusat kegiatan intelektual sebelum dan menjelang datangnya

19 Asqalani, Fathul Bari, juz 1, h. 332-335.

164


Islam, diantaranya: Atena sebagai sebuah kota yang berada dibawah kekuasaan

kerajaan besar Romawi Timur, Atena mengalami kemakmuran dan kemajuan

budaya serta menjadi salah satu pusat kegiatan intelektual Romawi. Sejumlah

pusat pendidikan berdiri, filsafat dan Ilmu lain berkembang dengan baik.

Pada tahun 529M Kaisar Romawi Timur Justinian I menutup Museum

Atena dan sekolah-sekolah yang lain serta menutup Atena bagi filosof dan

ilmuan Pagan yang sebelumnya bebas keluar masuk dan menetap di sana.

Karena kehilangan kebebasan akademis dan fasilitas di Atena, banyak filosof

dan ilmuan yang memutusakan untuk pindah ke kota-kota lain di pantai

sebelah timur laut tengah ke daerah-daerah yang sekarang yaitu  Palestina,

Syiria, Libanon dan Persia. Diantara kota-kota yang menjadi tujuan mereka

yaitu  Edessa dan Harran tempat kebudayaan Syiria yang paling dominan.

Kemudian pusat kegiatan intelektual bergeser ke kota Nisibis. Nisibis mempunyai

akademi pendidikan tinggi terbaik di dunia. Di sinilah berlangsung proses

penerjemahan besar-besaran dari bahasa Yunani dan Sansekerta ke dalam

bahasa Pahlavi (Persia Lama) dan bahasa syiria, karya-karya yang diterjemahkan

mencakup matematika, kedokteran, astronomi dan filsafat. Proses ini melibatkan

ilmuan-ilmuan Syiria, Yahudi dan Persia.21

Berdasarkan penelusuran sejarah yang dipaparkan di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa Rasulullah menyuruh belajar Bahasa Suryani dan tidak

secara langsung menyuruh belajar filsafat, astronomi, matematika dan ilmu-

ilmu lainnya, karena Syiria sebagai pusat penerjemahan ilmu-ilmu Yunani.

b. Bahasa Arab

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa mayoritas penduduk di dunia

yang di tuturkan oleh sebagian ummat di dunia. Ia juga merupakan bahasa

kitab suci dan tuntunan agama ummat Islam sedunia. Oleh karena itu bahasa

Arab memiliki kedudukan yang istimewa diantara bahasa-bahasa lain di dunia

karena ia berfungsi sebagai bahasa Al-Qur’an dan Hadis serta kitab-kitab

lainnya. Hal ini terdapat dalam Q.S. Yusuf/12: 2, Sesungguhnya kami menurunkannya

berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.

Imam Bukhari menjelaskan dalam riwayatnya tentang Al-Qur’an diturunkan

Allah dalam bahasa Quraisy dan bahasa Arab:

نع ِّيِرهُّزلا يِنربخَأو سنَأ نب كلام َلاَق رمَأَف ُنامْثع ديز نب تِباَث ديعسو نب

21 Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam (Bandung: Mizan, 1994), h. 15-21.

165

Selanjutnya Akkawi menulis bahwa Amir al-Mukminin Umar ibn Khattab

berkata: “Hendaklah kamu sekalian tamak (keranjingan) mempelajari Bahasa

Arab, karena Bahasa Arab itu merupakan bagian dari agamamu.

Berdasarkan itulah maka orang-orang yang hendak memahami hukum-

hukum (ajaran Islam) dengan baik haruslah berusaha mempelajari bahasa Arab.

4. Kesusastraan

Sastra Arab (al-adab al-’Arabi) secara etimologis berarti “segala ilmu tentang

orang Arab” atau “segala bentuk sastra Arab, baik prosa maupun puisi”. Pada

masa Jahiliah, arti al-adab tidak sama dengan “sastra” kini. Kata ini bisa berarti

“situasi, tindakan baik, latihan jiwa, dan akhlak baik”. Menurut Ibnu Manzur

dalam kitab Lisan al-’Arab, al-adab berarti “seruan terhadap orang lain untuk

melakukan hal yang baik dan melarang yang buruk”. Perkembangan sastra

arab pada masa periode Islam ini berlangsung sejak 1/622-132/750.24 Perkembangan

sastra Arab pada masa ini tidak kalah dengan perkembangan pada masa sebelumnya.

Hal ini disebabkan, antara lain, oleh perkembangan agama Islam yang luas

wilayahnya tidak hanya meliputi semenanjung Arabia, tetapi sudah meluas

ke wilayah lain, seperti Suriah, Irak, dan Mesir. Perkembangan ini didukung

oleh berbagai aspek kehidupan masyarakat Arab pada masa itu, terutama

aspek kehidupan keagamaan.

Telah menjadi ketetapan bahwa setiap bangsa dan umat mempunyai

ِصاعْلا دبعو هللا نب ِريبُّزلا دبعو ِنمحَّرلا نب ثِراحْلا ِنب ٍماشه ْنَأ اهوخسني

يف فحاصمْلا َلاَقو مهَل اَذِإ متْفَلتخا متنَأ ديزو نب تِباَث يف ةَّيِبرع نم ةَّيِبرع

نآرُقْلا اهوبتْكاَف ناسلِب ٍشيرُق نِإَف َنآرُقْلا َلِزنُأ مِهِناسلِب اوُلعَفَف22. 

اوصرحأ ىلع ملعت ةغللا ةيبرعلا ا إف ءزج نم مكنيد23.

22 Artinya: Dari az-Zuhri, Anas bin Malik mengabarkan kepadaku, dia berkata,”Usman

memerintahkan Zaid bin Tsabit, Sa’id bin Al-’Ash, Abdullah bin az-Zubair, dan mushhaf. Dia

berkata kepada mereka, apabila kamu berselisih denga Zaid bin Tsabit dalam masalah dialek

(Bahasa Arab) Al-Qur’an, maka tulislah menurut dialek Quraisy. Sesungguhnya Al-Qur’an

turun menurut dialek mereka, maka merekapun melakukannya. Al-Bukhari, Shahih al-

Bukhari, juz 6, h. 96.

23 Mahmud Jad Akkawi, Al-Muhasah al-Yaumiyah bi al-Lughah al-’Arabiyah (ttp:

1987), h. 7.

24 A. Dahlan dkk., Ensiklopedi Islam, h. 174-177.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

166


kelebihan sendiri-sendiri. Bangsa Arab misalnya, mereka mempunyai perhatian

yang besar terhadap keindahan bahasa dan sastranya karena mereka mempunyai

perasaan yang halus dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu.

Di saat Arab tengah mengalami kemajuan dan perkembangan di bidang

bahasa dan sastra, bertepatan waktu itu pula Allah swt. mengutus Nabi Muhammad

saw. untuk mengajak umatNya menyembah Allah swt. semata. Dalam menunaikan

kewajibannya ini  beliau mendapatkan tantangan yang keras sekali dari

kaumnya. Untuk mengalahkan kepandaian kaumnya dan menunjukkan bukti

kenabiannya, beliau diberi Allah mukjizat yang akan dapat menandingi keahlian

dan kefasihan Bangsa Arab yaitu Al-Qur’an Karim yang penuh dengan keindahan

bahasa dan sastra,25 sebagaimana hadis Rasulullah saw.:

Dalam sejarah Islam banyak disebutkan bahwa nabi dan para sahabatnya

sangat gemar terhadap syair Arab, terutama jika syair ini  ada hubungannya

dengan ketuhanan, seperti syair yang pernah diucapkan oleh Lubaid. Nabi

saw. besabda:

نع يِبَأ َةمَلس ِنب دبع ِنمحَّرلا َلاَق تعمس ابَأ َةريره اُلوُقي تعمس َلوسر هللا

ىلص هللا هيَلع ملسو ُلوُقي نِإ قدصَأ ةملَك اهَلاَق رعاش ُةملَك ديِبَل اَلَأ لُك

ءٍيش ام اَلخ هللا ٌلطاب ام داز ىَلع كلَذ27. 

25 Yunus Ali, Bey Arifin, Sejarah Kesusasteraan Arab (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), h. 19.

26 Artinya: Tiap-tiap Nabi diberikan oleh Allah berbagai macam mukjizat yang dapat

menarik kaumnya kepada keimanan, dan saya diberi Allah mukjizat Al-Qur’an dan dengan

itu saya mengharap bahwa pengikutkulah yang terbanyak di hari kiamat kelak. Muslim ibn

al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), juz 1, h. 27.

27 Artinya: Dari Abi Salmah ibn Abd al-Rahman, dia berkata, aku mendengar Abu

Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah saw. berkata: Sebaik-baik syair yang pernah

diucapkan oleh seorang penyair yaitu  ucapan Lubaid yang berkata: Sesungguhnya segala

sesuatu selain Allah yaitu  batil dan setiap kenikmatan duniawi pasti akan hancur. Muslim,

Shahih Muslim, juz 2, h. 386.

يِبَأ  نع  هيِبَأ  نع  ديعس  يِبَأ  ِنب  ديعس  نع  ٌثيلَ انَثَّدح  ديعس  نب  ُةبيتُق  انَثَّدح

دَق  الِإ ٍّيِبن نم ءِايِبنَأْلا نم ام َلاَق  ملسو هيَلع هللا ىلص هللا َلوسر نَأ َةريره

ىحوأَ ايحو تيتوُأ يذلا َناَك امَّنِإو رشبْلا هيَلع نمآ هُلْثم ام تايآْلا نم يطعُأ

 26.ةمايقْلا موي اعِبات مهرَثْكَأ َنوُكأَ ْنأَ وجرَأَف َّيَلِإ هللا

167

Bahkan dalam riwayat lain, Nabi saw. juga pernah memuji syair:

Dalam sejarah perkembangan agama Islam di zaman Nabi saw., sya’ir

sangat berfungsi untuk mengadakan berbagai macam komunikasi. Untuk itu

Nabi juga berusaha memupuk beberapa orang penya’ir Islam yang dapat membela

kepentingan Islam di hadapan lawan-lawannya. Penya’ir yang terkenal dimasa

nabi ada tiga orang, yaitu, Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik dan Abdullah

bin Rawahah serta beberapa orang dari golongan Muhajirin.29

5. Kesenian

Seni merupakan persoalan kontroversial di kalangan para dai yang menyerukan

penerapan ajaran Islam, karena masalah ini bersinggungan dengan perasaan

dan emosi daripada dengan akal dan fikiran. Karena tabiat inilah ia sering

diterima secara bebas tanpa kendali di satu sisi, namun juga melahirkan sikap

berlebihan di sisi yang lain sebagai reaksinya.

Ada sebagian orang menggambarkan sosok masyarakat Islam sebagai

masyarakat ibadah dan kerja yang tidak memberi tempat bagi orang yang ingin

bermain dan bersenda gurau tertawa dan bersuka ria serta bernyanyi dan menabuh

rebana. Sebaliknya ada sebagian orang yang bersikap membuka pintu lebar-

lebar untuk kepuasan nafsunya, sehingga ia mengisi seluruh kehidupannya

dengan hiburan dan main-main belaka. Mereka meleburkan dinding pemisah

antara yang disyariatkan dan dilarang, yang diwajibkan dan ditolak antara

yang halal dan haram.

Agama sama sekali tidak salah, melainkan merekalah yang jelek cara

pandangnya, mereka mengambil sebagian teks ajaran agama dengan meninggalkan

sebagian yang lain. Karenanya harus ada pandangan yang adil mengenai persoalan

ini yang jauh dari sikap ekstrem dan sebaliknya jauh dari sikap. Ceroboh dalam

perspektif teks-teks dalil yang sahih (benar) dan sarih (jelas) di samping juga

mempertimbangkan tujuan-tujuan syariah dan kaidah-kaidah fiqih yang telah

disepakati.30

Al-Qur’an yaitu  mu’jizat keindahan, berisi ayat-ayat yang menjadi representasi

ajaran Islam yang agung. Ia yaitu  mu’jizat Rasulullah yang terbesar sebagai

نَأ َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق نِإ نم ِرعِّشلا ًةمْكح28.

28 Artinya: Bahwasanya Rasulullah saw. pernah berkata: Sesungguhnya sebagian dari

sya’ir itu yaitu  hikmah. Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 7, h. 68 (Kitab Adab, no. hadis 5679).

29 Yunus Ali, Bey Arifin, Sejarah Kesusasteraan Arab, h. 107-108.

30 Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni (Solo: Era Intermedia, 2004), h. 27-40.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

168


mukjizat keindahan, di samping mukjizat pemikiran yang bangsa Arab pun

merasa kalah berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya,

spesifikasi irama serta alur bahasanya hingga sebagian mereka menyebutnya

sebagai sihir.

Ketika membaca Al-Qur’an kita dituntut untuk menggabungkan keindahan

suara dan akurasi bacaannya dengan irama tilawah sekaligus. Karena itu

Allah swt. berfirman dalam Q.S. Al-Muzammil/73: 4, Atau lebih dari seperdua

itu; dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.

Rasulullah saw. pernah bersabda:

Al-khaththabi berkata “maksud keluarga Daud yaitu  Daud sendiri,

karena tidak dinukil ada seorang dari anak-anak daud dan tidak pula kerabatnya

yang diberi suara bagus sebagaimana dia.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, pernyataan

ini didukung riwayat yang dikutip dari jalur lain. Pada bab “Orang yang tidak

taghanna dengan bacaan Al-Qur’an yang indah” telah dinukil keterangan dari

salaf tentang sifat suara Daud. Maksud seruling dalam hadis-hadis ini yaitu 

suara yang sangat indah. Asalnya yaitu  alat musik, lalu namanya digunakan

untuk suara yang bagus sebagai penyerupaan.32

Dalam hadis yang lain Rasullullah saw. bersabda tentang orang yang tidak

taghanna dengan Al-Qur’an:

Ibnu al-Jauzi Berkata, para ulama berbeda pendapat dalam memahami

kata “yataghanna” hingga melahirkan empat pendapat. Pertama, memperindah

نع َةشئاع عمس ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َةءَارق يِبَأ ىسوم َلاَقَف دَقَل يتوُأ

اَذه نم ِيرمازم ِلآ دواد31.

نع يِبَأ َةريره يضر هللا هنع هَّنَأ َناَك ُلوُقي َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع

ملسو مَل ْنَذْأي هللا ءٍيشل ام َنذَأ ِّيِبَّنلل ْنَأ ىَّنغتي نآرُقْلاِب َلاَقو بحاص هَل ديِري

رهجي هِب33. 

31 Artinya: Dari Aisyah: Nabi saw. mendengarkan bacaan (al-Qur’an) Abu Musa, sembari

berujar: sesungguhnya (keindahan) bacaan ini berasal dari seruling keluarga Daud.

32 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Jakarta: Psutaka Azzam, 2008) h. 953-956.

33 Artinya: Dari Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Allah

swt. tidak mendengar untuk sesuatu sebagaimana mendengar Nabi saw. untuk taghanna

dengan Al-Qur’an sahabatnya berkata, maksudnya membacanya dengan suara keras.

169

suara. Kedua, merasa cukup. Ketiga, merasa sedih, demikian dikatakan Asy-Syafii.

Keempat, menyibukkan diri dengannya. Orang Arab berkata “taghanna bil makan

artinya dia tinggal di tempat itu. Saya (Ibnu Hajar) katakan di sana masih ada

pendapat lain seperti dikutip Al-Ambari dalam kitab Az-Zahir. Dia berkata

maksudnya yaitu  merasakan kenikmatan dan kemanisannya, sebagai mana

para penggemar musik menikmati nyanyian. Al-Qur’an disebut nyanyian

karena memiliki irama seperti saat melantunkan nyanyian.

Masih ada pendapat lain yang cukup bagus, yaitu hendaklah menjadikan

Al-Qur’an sebagai dendangan sebagaimana orang Safar yang mengisi waktu

luang menjadikan nyanyi sebagai dendangnya. Ibnu Al-Arabi berkata biasanya

orang Arab apabila mengendarai unta maka ia berdendang dan bila duduk

di depan rumahnya juga berdendang. Ketika Al-Qur’an turun, maka Nabi

saw. menginginkan dendangan mereka diganti dengan Al-Qur’an.34

Berdasarkan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya

Rasulullah saw. memberi perhatian terhadap bidang seni, khususnya dalam

seni membaca Al-Qur’an tanpa kita sadari ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki

syakl (baris) dan memiliki nilai harakat (ketukan) yang bervariasi menjadi

Al-Qur’an syahdu ketika dibaca dan diperdengarkan.

IV. Penutup

Pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah swt. yang digelarNya

melalui ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat quraniyah. Manusia diberi Allah kelebihan

aqal dan fikir dari makhluk lain. Dengan akal ini  manusi menginterpretasi

ayat-ayat Allah dengan melahirkan ilmu pengetahuan.

Ilmu humaniora yaitu  ilmu-ilmu yang dihasilkan manusia melalui interpretasinya

dengan ayat-ayat kauniyah. Adapun di antara ilmu-ilmu yang dapat membuat

manusia semakin manusiawi yaitu: ilmu filsafat, sejarah, sastra, bahasa dan kesenian.

Rasulullah saw. ternyata telah melaksanakan ilmu-ilmu ini dengan para

sahabat-sahabatnya yang tercermin dari hadis-hadis beliau yang relevan dengan

ilmu-ilmu humaniora ini .

Sungguh terdapat banyak hikmah dalam mengkaji hadis-hadis Rasulullah

saw. yang berkaitan dengan hadis tematik pendidikan ini. Dengan membahas

materi ini membuka wawasan berfikir kita betapa rasulullah memikirkan

tentang ilmu dan memberi semangat dengan imbalan jannah bagi siapa saja

yang mencarinya dengan ikhlas karena Allah swt.

34 al-Asqalani, Fath al-Bari, h. 884-885.

Hadis-Hadis Tentang Ilmu Humaniora (Salminawati)

170


HADITS-HADITS TENTANG

PENDIDIKAN AKAL

Humaidah Hasibuan

I. Pendahuluan

Allah swt. berfirman dalam Q.S. Yunus/12: 2, Sesungguhnya Kami menurunkannya

berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.

Pada tubuh manusia, ada sesuatu yang selalu mengalami dinamika dalam

interaksinya dengan Pencipta alam, manusia dan alam itu sendiri. Itulah akal.

Pembahasan tentang akal telah berlangsung sejak lama. Selama itu terjadi evolusi

pikir dan pemahaman terhadap apa yang dimaksud dengan akal, eksistensi

dan fungsinya dalam kehidupan manusia.

Akar sejarah yang tercatat menjadi titik awal pertumbuhan penggunaan

akal yaitu  bangsa Mesir Mesopotamia sekitar 5000 SM-4000 SM. Beranjak

ke Yunani kuno dengan tokoh fenomenalnya Plato (427-347) SM. Kemudian

berlanjut pada kebudayaan Hellenisme yang disebarkan oleh Alexander the

Great penakluk dua imperium besar yaitu Yunani dan Persia.

Estafet penggunaan akal yang tergambar dalam peradaban suatu bangsapun

beralih ke dunia Arab. Sebagai wilayah munculnya sumber penjelas paling

sahih tentang eksistensi akal dan penggunaannya secara proporsional, Nabi

Muhammad lahir dan mendapat penjelasan wahyu dari langit tentang bagian

terpenting dari keberadaan phisik dan psikis manusia itu. Dengan akal, wahyu

yang Bahasa Arab itu menjadi mudah dipahami. Sepanjang hidup Sang Nabi

telah dicontohkan, digambarkan dan dipolakan kepada kita apa itu akal, cara-

cara penggunaan akal dan pemeliharaannya tentu dalam rangka pendidikan akal.

sesudah  Ibnu Rusydi, Ibnu Sina, Suhrawardi di abad ke dua belas dan

tiga belas, lalu Muhammad Abduh, Rasyid Ridha di abad kedua puluh serta

sederetan pendekar penggunaan akal yang telah syahid dan saat ini, menjadi

tugas kita untuk mengelaborasi jejak-jejak Nabi ini  demi kepentingan

keberlanjutan pendidikan Islam.

Makalah ini akan membahas hadis-hadis yang berkenaan dengan pendidikan

akal dengan langkah-langkah sebagai berikut:

171

1. Melakukan takhrij hadits dengan menggunakan salah satu metode dari

lima metode yang dapat dijadikan pedoman1 yaitu menelusuri hadits-

hadits yang:

a. Memuat kata akal

b. Mengandung makna pendidikan akal

2. Melakukan kritik sanad untuk mengetahui keakuratan hadits dapat dilihat

di lembar lampiran.

3. Menganalisa hadis dengan pendekatan filsafat ilmu

4. Merumuskan konsep pendidikan berdasarkan kajian di atas.

5. Perumusan konsep tentang tema di atas dengan mempertimbangkan

berbagai kaedah terkait dalam ilmu Hadis.

Proses pertama dilakukan dengan menggunakan Al-Mu’jam al-Mufahras

li Alfazh al-Hadits al-Nabawi oleh A.J. Wensinck dan Muhammad Fu’ad ‘Abd

al-Baqi.2 Sedangkan proses kedua dengan menggunakan program CD ROM

software Mausu’ah al-Hadits Syarif, versi 1.2 yang memuat Kutub at-Tis’ah.

II. Pengertian Akal

Mengingat fungsinya sebagai bayan Al-Qur’an, pengkajian tentang hadis-

hadis pendidikan akal.ini diarahkan dan dimaksudkan untuk menjelaskan

konsep ‘aql dalam al-Qur’an. Dari 49 ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung

kata ‘aql dan derivasinya hampir seluruhnya berbentuk kata kerja aktif.3 Bentuk

aktif kata ‘aql ini  digunakan untuk memahami dan memikirkan berbagai

obyek meliputi Tuhan, utusan Tuhan, Kitab, akhirat, dunia dan segala proses

yang terjadi di dalamnya, setan, pengabaian akal, manusia, bumi, azab dulu,

sekarang dan nanti.

Kata akal sudah menjadi Bahasa Indonesia yang berasal dari kata Arab

dalam bentuk kata benda. Al-‘aql artinya faham atau mengerti, selain itu, al-‘aql

berarti al-hijr yaitu menahan dan berarti pula al-‘aqil ialah orang yang menahan

diri dan mengekang hawa nafsu. Seterusnya diterangkan pula al-‘aql mengandung

arti kebijaksanaan, lawan dari lemah pikiran. Al-‘aql juga berarti qalbu.4

1 Lihat Nawir Yuslem, Sembilan Kitab induk Hadis (Jakarta: Hijri Pustaka Utama,

2006), h. 161-163 .

2 A. J. Wensinck dan Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh

al-Hadits al-Nabawi (Leiden: E. J. Brill, 1967), juz 1, h. 390, juz 4, h. 298-303.

3 Lihat tabelnya dalam Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2007), h. 117.

4 Ibn Manzur, Lisan al-Arab, juz 13, h. 485.

Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Akal (Humaidah Hasibuan)

172


Sepanjang sejarah, pembahasan tentang eksistensi akal tidak pernah usai

hingga saat ini. Plato (427-347 SM) menempatkan akal sebagai kompas manusia

dalam memahami dunia ini sedangkan Aristoteles memandang akal sebagai

keaktifan untuk tumbuh dan pembiakan (vegetatif), bergerak(animal), dan

berpikir (tingkat tertinggi). John Dewey (1859-1952) penganut aliran pragmatis,

menempatkan akal sebagai alat manusia untuk menyesuaikan diri terhadap

lingkungan alam sekitarnya dan alat yang bertugas untuk berpikir.5

Tidak kurang pula jumlah intelektual muslim membahas tentang akal

di antaranya Al-Kindi yang mengatakan daya ‘aqliyah berfungsi mengetahui

bentuk-bentuk sesuatu yang terlepas dari materi yakni bentuk-bentuk abstrak.

Selanjutnya al-Farabi yang membagi akal manusia menjadi dua kategori,

kategori pertama yaitu akal intelektual, akal daya potensi, akal penggerak,

akal daya perolehan dan akal kenabian sedangkan kategori kedua yaitu roh

suci, pikiran mulia dan pikiran aktif.

Senada dengan itu, Ibnu Sina yang mengartikan akal pada dua sisi yaitu

daya praktis (amaliyah) dan daya teori (nazariah alimah) sebagai wujud daya

berpikir. Sebagaimana Farabi Beliau juga membagi akal menjadi tiga macam

yaitu akal material, akal aktual dan akal mustafad.6

Skeptisme pada akal oleh Jalaluddin Rumi berangkat dari pengalaman

dan pengamatannya sehingga ia menyimpulkan bahwa akal ada batasnya dan

indera lahiriah tidak akan sanggup mengantarkan pada hakikat yang ghaib.

Rumi mengecam akal. Ia merekomendasi semua pemerhatinya agar keluar saja

dari semua ikatan dan batas-batasnya. Namun, ada akal imani yang menurut

Rumi dapat menjadi petunjuk bagi akal jasmani.7 Boleh jadi akal imani inikah

yang dimaksud qalb oleh Al-Qur’an.

Lain halnya dengan al-Ghazali memaknai ‘aqal dengan dua pengertian

pertama, ‘aqal itu yaitu  pengetahuan tentang hakikat keadaan tempatnya

di hati pengertian kedua, ‘aqal yaitu  yang memperoleh pengetahuan itu dan

tempatnya juga di hati.8 Menurut Mustafa al-maraghi, akal manusia belum

dapat mencapai puncak kebenaran dan Muhammad Abduh juga menganggap

akal masih terbatas kemampuannya oleh Karena itu akal membutuhkan wahyu

sebagai penjelas. Ibnu Taimiyah pun berpendapat sama. Kebenaran tidak dapat

5 Muhaimin dan Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 42.

6 Ibid., h. 44.

7 Abul Hasan an-Nadwi, Jalaluddin Rumi;Sufi Penyair Terbesar, terj. M. Adib Bisri

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h. 16.

8 Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Kairo: Muassasah al-Halabiy wa Syirkah

li-Nasyri wa Tauzi’, 1967), juz , h. 10 .

173

dicapai melalui akal pikiran bahwa kebenaran yaitu  apa yang nyata dan

bukan yang ada dalam pikiran.9

sesudah  menjelaskan berbagai uraian tentang akal, Baharuddin dalam

bukunya Paradigma Psikologi Islami menyimpulkan bahwa ‘aql sebagai dimensi

insaniyah jiwa manusia, sedikitnya mencakup dua makna pertama bahwa

akal yaitu  instrument jiwa yang membedakan manusia dengan makhluk

lainnya; kedua, bahwa akal mampu menemukan, mengembangkan, mengkonstruksi

hukum alam menjadi teori-teori ilmu pengetahuan.10

Di atas semua pendapat ini , kata akal dalam Al-Qur’an hanya terdapat

dalam bentuk kata kerja saja dengan berbagai variasi bentuk katanya ‘aqaluhu

1 ayat, ta’qilun 24 ayat, na’qil 1 ayat, ya’qiluha 1 ayat dan ya’qilun 22 ayat.

Jadi akal bukanlah merupakan suatu substansi tetapi aktivitas. Substansi

yang mampu berakal yaitu  qalb; firman Allah dalam Q.S. Al-Hajj/22: 46,

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai

hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang

dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata

itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada…

Dari sekian banyak penjelasan yang pernah ada tentang akal, penulis

beranggapan bahwa akal dengan segala keterbatasannya yaitu  salah satu

instrumen yang diberikan oleh Allah swt. kepada hambaNya untuk ditugasfungsikan,

dilatih, dipekerjakan memahami pihak-pihak penting yang berperan dalam

kehidupan dan kematiannya.

Ada beberapa kata yang dekat maknanya dengan ‘aqal yaitu ra’yu, ijtihad,

fiqh, dan al-qias. Kata ra’yu biasa diterjemahkan dengan pendapat atau opini.

Di dalam Al-Mishbah al-Munir dijelaskan Ra’yu pada asalnya berarti akal

dan fikiran. Ra’yu di sini dihubungkan dengan akal dan berarti memikirkan

dan merenungkan. Di kala tiada nash yang dianggap membahas tentang sesuatu

topik, ra’yulah yang dipakai sebahagian ulama fikih untuk menetapkan hukum.

Seperti Imam Abu Hanifah, karena sedikitnya hadis yang diketahui di Irak

sehingga beliau lebih menggunakan ra’yu dalam pengambilan ketentuan-

ketentuan hukumnya. Timbullah kemudian istilah ahlu ra’yu yang dipertentangkan

dengan ahlu hadits. Ahl ra’yu berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw.

sendiri menggunakan ra’yu tanpa wahyu dalam menentukan hukum syariat.

Demikian juga sahabat ketika tidak menemukan dalam Al-Qur’an dan sunnah.11

9 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan, h. 46.

10 Baharuddin, Paradigma, h. 124.

11 Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1986), h. 74.

Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Akal (Humaidah Hasibuan)

174


Sedangkan ijtihad pada asalnya mengandung arti usaha keras dalam

melaksanakan pekerjaan berat dan dalam istilah hukum berarti usaha keras

dalam bentuk pemikiran akal untuk mengeluarkan ketentuan hukum agama

dari sumber-sumbernya. Fikih sesudah zaman sahabat dan tabi’in banyak

menggunakan ijtihad di dalamnya, menurut pendapat M. Yusuf Musa hal

ini  ditandai dari banyaknya ulama yang berbeda pendapat sehingga

Ali Hasballah membuat ijtihad menjadi sumber ketiga dari hukum Islam di

samping Al-Qur’an dan sunnah dan ia memiliki argumen yang kuat tentang

hal ini yaitu tentang hadis Mu’az bin Jabal.12

Istilah qias mengandung arti mengukur sesuatu dengan ukuran tertentu dan

sebagai diketahui dalam istilah fikih kata itu berarti menyamakan hokum sesuatu

yang tidak ada nash hukumnya atas dasar persamaan ‘illah atau sebab. Untuk

menentukan kesamaan itu diperlukan pemikiran. Contohnya bahwa khamar

itu disebut haram atas ‘illah memabukkan, oleh karena itu atas dasar qias atau

analogi, segala jenis makanan dan minuman yang memabukkan yaitu  haram.13

Selanjutnya terdapat pula istilah istihsan yang mengandung arti memandang

lebih baik dan dalam istilah fikih “meninggalkan qias jelas untuk mengambil

qias tak jelas” atau “meninggalkan hukum umum untuk mengambil hukum kecuali”

karena dipandang lebih baik. Sepakat dengan Harun Nasution, jelas bahwa

semua kata-kata ini  di atas mengandung arti berfikir atau memakai akal

dan oleh karena itu tidak mengherankan kalau Mustafa Abd’ Raziq memandang

bahwa keempat istilah ini  yaitu  kata-kata sinonim. Namun, selain ‘aqal

tulisan ini hanya akan menggunakan tiga istilah yaitu ra’yu, ijtihad dan fiqh sebagai

kata kunci pembuka hadis-hadis yang berkaitan dengan pendidikan akal ini.

III. Penelusuran Hadis-Hadis tentang Pendidikan Akal

sesudah  didapat beberapa hadis, diklasifikasi tema pembahasannya

sebagai berikut:

1. Landasan Kerja Pendidikan Akal

12 Ibid., h. 72.

13 Ibid.

انَثَّدح ُّيديمحْلا دبع هللا نب ِريبُّزلا َلاَق انَثَّدح ُنايْفس َلاَق انَثَّدح ىيحي نب

ديعس ُّيِراصنَأْلا َلاَق يِنربخَأ دَّمحم نب ميهاربِإ ُّيميَّتلا هَّنَأ عمس َةمَقْلع نب

ٍصاقو َّيثيللا ُلوُقي تعمس رمع نب ِباطخْلا يضر هللا هنع ىَلع ِربنمْلا َلاَق

175

Dalam penjelasannya mengenai hadis ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan:

“…Tetapi tidak ada riwayat yang shahih yang menjelaskan hadits innamal

a’malu sebabnya karena itu. Aku tidak melihat sedikitpun dari jalan-jalan

hadits yang jelas tentang masalah itu.” 15

Walaupun demikian, dari kritik sanad yang dilakukan pada sanadnya

yang mayoritas tsiqoh (lihat lampiran), pesan hadis ini penting untuk ditempatkan

di awal setiap pekerjaan dan proyek termasuk pendidikan. Telah disepakati

bahwa niat sebagai pondasi awal kerja pendidikan akal yaitu  untuk mengarahkan

proses pelaksanaan pendidikan itu tetap pada komitmennya. Agar proyek

pendidikan akal yang berlangsung dalam jangka panjang itu terjaga dari kepentingan–

kepentingan bisnis para kapitalis dan semua oportunis. Patokan kerja pada niat

ini pula yang membedakan pendidikan Islam dari pendidikan non Islam.

Jadi, pendidikan Islam tidak hanya ditandai dengan nama sekolah yang

menggunakan nama Islam, atau pakaian yang dikenakan sesuai dengan anjuran

Islam yaitu menutup aurat, atau memulai setiap pelajaran dengan basmalah,

atau menyelenggarakan setiap peringatan hari besar dalam islam. Namun

yang terpenting dari itu semua yaitu  niat yang tulus dan ikhlas hanya karena

Allah yang akan menjiwai dan menjadi ruh setiap kerja teknis pendidikan

yang dijalankan hari per hari.

2. Pembatasan Akal

تعمس َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ُلوُقي امَّنِإ ُلامعَأْلا تاَّيِّنلاِب امَّنِإو لُكل

ٍئِرما ام ىون نمَف تناَك هترجه ىَلِإ ايند اهبيصي وَأ ىَلِإ ةَأرما اهحكني

هترجِهَف ىَلِإ ام رجاه هيَلِإ14. 

14 Artinya: Dari Umar sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: amal itu dengan niat.

Semua urusan harus ada niatnya barangsiapa berhijrah kepada Allah dan Rasulnya maka

hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya dan siapa saja hijrahnya kepada dunia, akan diberi

kepadanya atau bila ia berhijrah karena seorang wanita yang ia akan nikahi maka hijrahnya

kepada apa yang ia maksudkan. Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari,

Shahih Bukhari (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992), juz 1, h. 3.

15 Imam Hafiz Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bari (Kairo: Dar al-

Rayyan li at-Turats, 1986), h. 23.

16 Artinya: Dari Jundub, telah berkata Rasulullah saw.: “Siapa yang mengatakan (sesuatu)

نع ٍبدنج َلاَق َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو نم َلاَق يف ِباتك هللا

َّزع لجو هِيْأرِب باصَأَف دَقَف َأَطخَأ16. 

Hadis-Hadis Tentang Pendidikan Akal (Humaidah Hasibuan)

176


Ada kesan kehati-hatian Nabi dalam menggunakan ra’yu dalam hadis

ini. Jelaslah bahwa akal yang tidak dibimbing oleh wahyu akan liar dan

tidak terkendali membawa pemiliknya ke jurang kesalahan.

Hadis di atas didukung pula oleh hadis lain yaitu:

3. Penggunaan Akal

انربخَأ نسحْلا نب ٍرشِب انَثَّدح ىَفاعمْلا نع ِّيعازوَأْلا َلاَق بتَك رمع نب دبع

ِزيِزعْلا هَّنِإ اَل يْأر دحَأل يف ِباتك هللا امَّنِإو يْأر ةَّمئَأْلا اميف مَل ْلِزني هيف

باتك مَلو ِضمت هِب ٌةَّنس نم ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو اَلو يْأر دحَأل

يف ةَّنس اهَّنس ُلوسر هللا ىلص هللا هيَل


Related Posts:

  • Hadist pendidikan 6 qah  hafiz. Ibid, juz 9, h. 247.25 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema InsaniPress 2002), h. 47.26 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Jambatan, 1982),h. … Read More