Hadist pendidikan 2

 


� دبع هللا ِنب يِبَأ َةحْلَط نَأ

ابَأ َةَّرم ىَلوم ِليقع ِنب يِبَأ ٍبلاَط هربخَأ نع يِبَأ دقاو ِّيثيللا نَأ َلوسر هللا

ىلص هللا هيَلع ملسو امنيب وه سلاج يف دِجسمْلا ساَّنلاو هعم ْذِإ َلبْقَأ ُةَثاَلَث

ٍرَفن َلبْقَأَف نانْثا ىَلِإ ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو بهَذو دحاو َلاَق اَفَقوَف

ىَلع ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو اَّمَأَف امهدحَأ ىَأرَف ًةجرُف يف ةَقْلحْلا

سَلجَف اهيف اَّمَأو رخآْلا سَلجَف مهَفْلخ اَّمَأو ُثلاثلا ربدَأَف ابهاَذ اَّمَلَف َغرَف

ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق اَلَأ مُكرِبخُأ نع ِرَفَّنلا ةَثاَلثلا اَّمَأ مهدحَأ

ىوَأَف ىَلِإ هللا هاوآَف هللا اَّمَأو رخآْلا ايحتساَف ايحتساَف هللا هنم اَّمَأو رخآْلا

ضرعَأَف ضرعَأَف هللا هنع49. 

45Memang sebaiknya untuk kesempurnaan dalam pembahasan ini dikemukakan

juga pembahasan tentang kata sinonimnya yaitu: Syabah, namun menurut Fu‘ad Abdul

Baqi, tidak dijumpai kata ini  di dalam al-Qur’an, yang ada hanya beberapa bentuk

kata yang seakar dengannya seperti kata: syubbiha (fi‘il madhi dalam bina‘ majhul), tasyabaha,

tasyabahat, mutasyabih mutasyabihan, mutasyabihat dan kata musytabihan. Muhammad

Fuad Abdul Baqi, Al-Mu‘jam al-Mufahras, h. 476.



Hadis ini menjelaskan ketika Rasulullah saw. berada di mesjid sedang

menyampaikan pengajaran kepada para sahabat tiba-tiba datang tiga orang,

dua orang dari mereka datang menghadap Rasulullah saw. lalu ia berdiri di

hadapannya, sedangkan seorang lagi berbalik ke belakang dan pergi. Selanjutnya,

satu dari yang dua orang melihat ada peluang tempat di halqah untuk dapat

diduduki, lalu ia duduk di sana, sedangkan seorang lagi lalu ia duduk dibelakang

halaqah. Ketika Rasulullah selesai menyampaikan pengajarannya ia bersabda:

Ketahuilah, akan aku beritahukan kepada kamu sekalian tentang tiga orang tadi.

Orang pertama, ia mengikuti wejangan yang telah disampaikan maka Allah swt.

meridhoinya, sedangkan orang ke dua, karena ia malu kalau tidak mengikuti

wejangan dari Rasulullah saw. maka Allah juga malu kalau tidak memberikan

rahmat kepadanya. Adapun orang yang ke tiga, karena ia berpaling dan pergi

maka Allah memalingkan rahmat-Nya pula darinya dalam pengertian memurkainya.

Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalamnya yaitu :

a. Rasulullah saw. sebagai pendidik sedangkan para sahabat sebagai peserta

didik.

b. Mesjid sebagai sarana tempat yang digunakan untuk kegiatan pendidikan

c. Sistem yang dipakai sistem halaqah

d. Adanya demokrasi dalam pelaksanaan pendidikan.

Konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu :

a. Mesjid merupakan sarana dalam pendidikan Islam. Mesjid yaitu  bangunan

yang pertama kali dibangun Rasulullah saw. senantiasa terbuka untuk

sarana tempat belajar. Hal ini dipraktekkan oleh Rasulullah saw.

b. Halaqah atau sistem berkelompok kecil membentuk lingkaran merupakan

salah satu sistem yang digunakan dalam pendidikan Islam.

Malik dari Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah, sesungguhnya ayah Murrah Maula Aqil bin

Abi Thalib telah memberitakannya dari Abi Waqid al-Laitsi, sesungguhnya Rasulullah saw.

ketika dia lagi duduk (mengajar) di mesjid sedangkan orang banyak bersamanya (lagi belajar),

tiba-tiba datang tiga orang lalu yang dua orang mendatangi Rasululullah saw. dan yang satu

pergi. Abu Waqid al-Laitsi berkata: Lalu kedua orang ini  berdiri di hadapan Rasulullah saw;

lalu salah satu dari keduanya melihat ada sela (tempat yang bisa ditempati) di dalam halqah

lalu dia duduk di sana, dan yang satu orang lagi lalu duduk di belakang mereka (jama‘ah).

Adapun orang yang ke tiga lalu dia membelakangi jama‘ah dan pergi. Ketika Rasulullah saw.

telah selesai (menyampaikan pengajarannya), Rasulullah saw. bersabda: Ketahuilah, akan

aku beritahukan kepada kamu tentang tiga orang ini . Adapun yang pertama, dia berusaha

(menuju ridha Allah) maka Allah meridhoinya, adapun yang lain (orang yang ke dua) ia malu

(kalau tidak mendapat ridha Allah) maka Allah malu (kalau tidak memberikan rahmat) kepadanya;

Dan adapun orang yang ke tiga, lalu ia berpaling maka Allah berpaling dari padanya (murka

kepadanya). Hadis ini syarif marfu’ sampai kepada Rasulullah saw., semua sanad tsiqah

dengan demikian hadis ini dinyatakan sahih. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid 1, h. 24.

25

c. Adanya demokrasi dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Hal ini dilakukan

oleh Rasulullah terhadap para sahabat, di antaranya dalam hal dibenarkannya

peserta didik datang terlambat, di samping diberinya pula kebebasan untuk

ikut bergabung dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar atau

tidak mengikutinya. Kebebasan atau demokrasi dalam pendidikan sangat

ditekankan dalam Islam. Islam menyerukan adanya prinsip persamaan

dan kesempatan yang sama dalam belajar sehingga terbukalah jalan yang

mudah untuk belajar bagi semua orang.50

III. Penutup

sesudah  melakukan pembahasan dalam makalah ini, maka penulis dapat

menarik kesimpulan: Di dalam Hadis-hadis yang telah dipaparkan ternyata

ditemukan banyak prinsip-prinsip atau dasar-dasar pendidikan, di antaranya:

1. Prinsip long life education atau malah lebih dari pada itu, calon kedua orang

tua dibimbing dalam memilih jodoh, sesudah  menikah dididik tentang adab

dalam rumah tangga dan berdoa kiranya mereka dan keturunannya dihindarkan

dari gangguan syetan, sesudah  anak lahir, diingatkan kewajiban, tanggung

jawab dan peran kedua orang tua untuk mendidiknya dengan baik karena

anak sudah siap untuk menerima pengaruh dari luar dirinya terutama

lingkungan keluarga, ketika anak berumur tujuh hari diaqiqahi, dicukur

rambut dan diberi namanya dengan nama yang baik sebagai doa. Dengan

demikian sepanjang kehidupan anak manusia terus dididik oleh ajaran

agama bahkan sampai ketika sakaratul maut pun masih dibimbing dengan

kalimat tauhid agar imannya dapat dipertahankan sampai akhir hayatnya.

2. Prinsip tafaqquh fiddin, adult education (pendidikan untuk masyarakat)

dan educational journey (pengembaraan dalam menimba ilmu).

3. Prinsip learning bay doing, prinsip tentang metode pengajaran; Metode

ceramah atau khutbah, tanya jawab atau dialog, dan matsal (perumpamaan).

4. Sarana tempat pendidikan yang terbaik yaitu  mesjid, serta materi

pelajaran yang paling utama dan mendasar yaitu  akidah tauhid.

50 Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta:

Bintang Bulan, 1977), h. 19.

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

26


SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

DALAM HADIS

Shiyamu Manurung

I. Pendahuluan

Awal lahirnya sistem pendidikan Islam didasari atas dua sumber pokok

yang amat penting yakni Alqur’an dan Hadis Rasulullah saw., sehingga tujuannya

sangat beriringan pada proses kegiatan Nabi Muhammad saw. dalam meningkatkan

dakwah Islamiyah, lebih khususnya memberikan cahaya terang kepada hati

nurani dan pikiran serta menambah kemampuan kalangan pelaksana pendidikan

Islam melakukan proses pendidikan dan pengajaran, ini merupakan bahagian

peningkatan sistem pendidikan Islam itu sendiri.

Makalah ini merupakan kajian hadis tematik pendidikan mengenai sistem

pendidikan Islam, apa dan bagaimana bentuk serta corak sistem pendidikan

Islam yang digambarkan oleh Rasulullah saw.

II. Pengertian Sistem Pendidikan Islam

Istilah sistem secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yakni “sistema”,

yang berarti “suatu keseluruhan yang terdiri dari sejumlah bagian-bagian”,1

sedangkan secara terminologi, sistem “merupakan seperangkat unsur yang

melakukan sesuatu kegiatan atau membuat skema dalam rangka mencapai

tujuan dengan mengolah data, atau energi serta barang dalam jangka waktu

tertentu guna menghasilkan informasi, energi, dan hasil benda”, atau sistem

merupakan tata cara kerja yang saling berkaitan, yang bekerja sama membentuk

aktivitas atau mencapai tujuan tertentu.2 Sehingga dapat ditegaskan bahwa

sistem merupakan keseluruhan himpunan bagian-bagian yang satu sama lain

1 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2006),

h. 9. Sebagai penambahan bersama bahwa pengertian sistem dalam dunia keilmuan,

lama-kelamaan dipahami menjadi beraneka ragam, hal ini disebabkan adanya perbedaan

selera, pengungkapan, disiplin ilmu, dan maksud penggunaan.


berinteraksi dan bersama-sama melakukan kegiatan untuk mencapai suatu

tujuan dalam organisasi.3

Pendidikan Islam4 merupakan rangkaian proses yang sistematis, terencana

dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak didik,

mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik, sehingga anak didik

mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai

dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (al-Quran dan

al-Hadis) terhadap semua dimensi kehidupan.5 Sedangkan pandangan H. M. Arifin

bahwa pendidikan Islam merupakan suatu proses sistem pendidikan yang

mencakup tujuan, peserta didik, kurikulum, metode, prasarana6 atau seluruh

aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah (anak didik) dengan

berpedoman pada ajaran Islam.7 Maka dapatlah diungkapkan bahwa pendidikan

Islam mempunyai cakupan yang sama luasnya dengan pendidikan umum

bahkan melebihi, salah satunya menawarkan nilai-nilai spiritual. Maka pendidikan

Islam mengarahkan pada pembinaan dan pengembangan pendidikan agama,

di mana titik beratnya terletak pada internalisasi nilai iman, Islam, dan ihsan

dalam pribadi manusia muslim yang berilmu dan pengetahuan luas.8

Sehingga dari keterangan di atas dapatlah diambil sebuah pengertian bahwa

sistem pendidikan Islam merupakan suatu keseluruhan fitrah diri manusia

yang terbentuk dari bagian-bagian (tujuan, anak didik, kurikulum, metode, fasilitas/

prasarana) pendidikan Islam yang mempunyai hubungan fungsional terhadap

lingkungannya (lingkungan keluarga, masyarakat, madrasah) demi mengubah

masukan menjadi hasil yang diharapkan terhadap tangungjawab manusia sebagai

khalifah di atas bumi ini.9 Pengertian ini penulis lakukan bila tidak berlebihan

3 Ibid.

4 Sebagai tambahan bagi pembaca bahwa menurut Achmadi pendidikan Islam ialah;

“Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya

manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai

dengan norma Islam”. Lihat Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme

Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 28-29.

5 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2001), h. 94. Upaya pencapaian sinergisitas pembaca terhadap terminologi

pendidikan Islam dapat di lihat dalam tulisan Samsul Nizar pada sub judul “Pendidikan

dan Kaitannya dengan Fitrah Manusia”, halaman 85 s/d 94.

6 Sagala, Administrasi, h. 11.

7 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoristis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 11.

8 Achmadi, Ideologi, h. 2. Beliau mengutipnya dari Jorge R.Knight, Issues and Alterna-

tives in Education Philosophy (Michigan: Andrews University Press, 1982), h. 6.

9 Pengertian ini penulis definisikan sendiri dengan menggunakan pisau analisis

deduktif-induktif, untuk mengantisipasi kemunduran ummat Islam saat ini.

Sistem Pendidikan Islam dalam Hadis (Shiyamu Manurung)

28


agar dapat menjawab realitas ajaran Islam yang menjadi anutan masyarakat

Muslim, lebih khususnya dalam sistem pendidikan Islam saat ini.10

Gambar 1

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

III. Sistem Pendidikan Islam dalam Hadis

Sistem pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh Rasullah saw. bersifat

fleksibel dan universal, sesuai dengan potensi yang dimiliki anak didik, kebiasaan

(adat-istiadat) masyarakat, serta kondisi alam di mana proses pendidikan ini 

berlangsung dengan diliputi oleh pilar-pilar akidah Islamiyah.

1. Tujuan Sebagai Faktor Pendidikan Islam

Perumusan tujuan pendidikan Islam menurut kalangan ahli memang cukup

10 Sebab persoalannya saat ini kemunduran pendidikan Islam hanya dipandang

berdasarkan fenomena praktik keagamaan saja. Lihat keterangan Syed M. Naquib Al-

Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam (Bandung: Mizan, 2003), h. 16-18.

29

rumit, sebab ia memerlukan pemikiran yang matang, cermat, komprehensif,

sistematis, dan intergral dalam melihat kesemua aspek-aspek pendidikan yang

ada.11 Ini dilakukan untuk terformulasikannya suatu tujuan pendidikan Islam

yang mampu berfungsi sebagai acuan dan nilai kontrol yang efektif dan efesien.12

Sebagai penambahan kajian hadis di atas bahwa tujuan pendidikan Islam

menurut Ahmad Tafsir meliputi dua karakteristik yakni “tujuan umum serta

tujuan khusus”.13 Perumusan tujuan umum pendidikan Islam yang dimaksud,

haruslah mampu menyentuh semua aspek dasar yang ada pada diri manusia

secara utuh. Perumusan itu harus berjalan secara serasi, seimbang, dan saling

melengkapi antara satu dengan yang lain. Sebab, bila salah satu aspek ini 

“diremehkan” keberadaannya, akan berimbas pada aspek yang lainnya. Aspek-

aspek yang dimaksud yaitu  aspek jasmaniah (ahdaf al-jismiyyat), aspek rohaniah

(ahdaf al-ruhiyyat), dan aspek akal (ahdaf al-aqliyyat).14

Dalam hal ini, layak diangkat sabda Nabi Muhammad saw., yang berbunyi:

Artinya: Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disayangi oleh Allah

dari pada orang mukmin yang lemah.15

Kata “kuat” di atas memberikan pengertian bahwa Allah swt. sangat

memuliakan orang mukmin yang berkemampuan tinggi, lalu dengan kemampuan

itu mampu melaksanakan fungsinya di muka bumi, baik sebagai abd maupun

sebagai khalifah fi al-ardh.16

Sebagai penambahan bersama bahwa maksud hadis ini  bersifat pada

tujuan umum pendidikan Islam; ialah terwujudnya manusia sebagai hamba

نمؤلما ىوقلا يرخ لضفأو بحأو لىا للها لجوزع نم نمؤلما فيعضلا.

 


13 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, cet. 2 (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2000), h. 46. Tujuan pendidikan Islam secara khusus ini sesuai yang dikemukakan

oleh Quraish Shihab diperumpamakan suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor

atau diekspor dari atau suatu negara atau masyarakat, ia harus timbul dari dalam masyarakat

itu sendiri. Ia yaitu  “pakaian” yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan

ukuran pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup, serta nilai-nilai yang terdapat

dalam masyarakat atau negara ini .


16 Ibid., h 111. Jika salah satu dari aspek ini  tidak mampu dimiliki oleh seorang

mukmin, maka eksistensinya sebagai pengemban amanat Allah swt., akan sulit untuk bisa

dilaksanakannya dengan sempurna.

Sistem Pendidikan Islam dalam Hadis (Shiyamu Manurung)

30


Allah sesuai dengan hakikat penciptaan manusia agar menjadi pengabdi Allah

yang patuh dan setia, atau dengan bahasa sederhana Islam menghendaki agar

manusia dididik serta mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana

yang telah digariskan oleh Allah,17 atau tanpa melepaskan diri pada nilai-nilai

Ilahiah yang bersifat ibadah.18

Mengenai tujuan khusus pendidikan Islam sesuai dengan kutipan Ahmad

Tafsir dari Al-‘Aynayni, mengemukakan bahwa tujuan khusus pendidikan Islam

ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan

geografis, ekonomi, dan dan lain-lain yang ada di tempat ini .19 Tujuan khusus

dapat dirumuskan berdasarkan ijtihad para ahli di tempat itu.20 Kondisi seperti

ini memberikan petunjuk adanya unsur konstan dan unsur fleksibilitas atau

dirumuskan sesuai dengan keadaan zaman, tempat dan waktu.21 Menurut Syamsul

Nizar disusun berdasarkan ijtihad ilmuwan sesuai dengan kebutuhan perkembangan

waktunya yang terlebih dahulu disterilisasi dengan nilai-nilai universal ajaran

Islam (Tujuan umum pendidikan Islam). Maka dengan demikian, penyusunan

dasar pendidikan pada dimensi ini, bukanlah berarti sama sekali melepaskan

diri pada nilai agama (Alquran dan Hadis), akan tetapi melakukan elaborasi

pola pendidikan yang ada dan tidak ditemukan dalam kedua nash ini .

Mengenai tujuan khusus pendidikan Islam ini, Rasulullah saw. bersabda;

Artinya: Kamu lebih mengetahuai urusan duniamu. (H.R Muslim)22

Dari keterangan hadis ini , Najati menguraikan bahwa belajar dalam

proses pengembangan diri manusia memiliki arti adanya upaya dan usaha

yang dilakukan oleh anak didik, lalu berangkat dari kesalahan untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih sempurna, dan terakhir senantiasa melakukan uji coba

متنأ ملعأ رومأب مكايند. 

17 Sebagai tambahan, komentar Abuddin Nata tentang tujuan pendidikan Islam

memperlihatkan keterlibatan fungsional gambaran ideal dari manusia yang ingin dibentuk

oleh kegiatan pendidikan. Merumuskan gambaran sosok manusia yang ideal itu merupakan

pekerjaan bidang filsafat. Perumusan tujuan pendidikan Islam itu pada hakikatnya yaitu 

pekerjaan filosofis tentang manusia yang ideal dengan berdasarkan pada ajaran Islam

sebagai sumber acuan utamanya. 

pada tiap kegiatan proses belajar, sebab menurut beliau dengan adanya metode

seperti ini kebutuhan hadis ini  yang mengarahkan pada pemahaman bahwa

dunia yaitu  kita yang tahu pada masa kini, seluruh kendala atau kekurangan

akan dapat terpenuhi sesuai metode yang dilaksanakan.23

Dapatlah diketahui bahwa memahami hadis di atas akan mengarahkan

ajaran Islam berupa muatan pendidikan layaknya bersifat fleksibel dan universal.

Ia bukan semata-mata ajaran dogmatis non elastis. Ajarannya mencakup kepentingan

kehidupan di dunia dan akhirat secara serasi dan seimbang, serta menghormati

dinamika intelektual umat, selama tetap mengacu pada norma dan ajaran Islam.

Kedinamisan inilah yang perlu ditanamkan dalam proses pendidikan Islam,

sehingga pelaksanaan pendidikannya berkembang secara dinamis.24

Gambaran di atas menunjukkan adanya penyeimbang tujuan pendidikan

Islam untuk memahami problematika saat ini, menurut analisa penulis tujuan

itu, dinilai lebih bersifat teoristis-normatif dan terkesan kurang strategis dalam

memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia sebagai stake

holder pendidikan Islam, sementara problem yang dihadapi sangat kompleks,

sedangkan tujuan praktis untuk meningkatkan daya saing lulusannya lebih

sulit dipecahkan, karena pada saat yang sama pendidikan Islam harus memenuhi

tujuan yang disusun pada dataran metafisik yang sangat teoritis normatif,

sementara pada sisi lain, pendidikan Islam harus juga dituntut mampu menjawab

tuntutan perubahan zaman yang begitu cepat.

2. Anak Didik Sebagai Faktor Pendidikan Islam

Anak didik merupakan bahagian komponen pendidikan yang tidak bisa

terlepas dari sistem pendidikan Islam, sehingga ada aliran pendidikan yang

menempatkan anak didik sebagai pusat segala usaha pendidikan.25 Mengingat

pendidikan Islam ini  merupakan proses pembinaan dan perkembangan,

maka patut untuk dipahami bahwa anak didik lahir dengan membawa muatan

nilai yang signifikan dalam totalitas kehidupannya, yang disebut dengan fitrah.26

Fitrah anak didik tidak akan berkembang dan tumbuh dengan baik tanpa adanya

bimbingan faktor dari luar (eksogen). Faktor eksogen yang paling strategi untuk

., h. 198. Pengertian Fitrah secara terminologi; mengandung potensi berbuat

baik pada kemampuan berpikir manusia sebagaimana rasio atau intelegensia (kecerdasan)

menjadi pusat perkembangannya dalam memahami agama Allah secara damai di dunia


Sistem Pendidikan Islam dalam Hadis (Shiyamu Manurung)

32


menumbuh kembangkan potensi anak didik yaitu  lewat pendidikan. Karenanya,

pendidikan Islam harus memandang anak didik sebagai orang yang belum dewasa

dan sedangkan dalam masa perkembangannya menuju pada kedewasaannya.27

Sedangkan mengenai fitrah28 yang terdapat dalam hadis Rasulullah meng-

uraikan pengertian fitrah sebagaimana uraian hadisnya sebagai berikut:

Dalam konteks ini hampir seluruh ulama menguatkannya dengan hadis

Nabi saw, yang menyatakan bahwa: “semua anak yang lahir dilahirkan atas

dasar fitrah, lalu kedua orang tuanya menjadikannya menganut agama Yahudi,

Nasrani atau Majusi.29

Berdasarkan Hadis di atas memiliki takhrij yang tergolong syarif marfu‘

berdasarkan kualitas perawi maka di dapatkan sebahagian perawi tsiqah dan

tsiqah tsubut.30 Perlu untuk diketahui dalam keterangan fitrah hadis Rasullah,

penulis tidak memberikan keterangan secara rinci, hanya meletakkan keterangan

yang penulis ambil dari tulisan Ahmad bin Ali Bin Hazar, pada judul bukunya

Fath al-Bari bi-Syarh Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Sebagaimana keterangan hadis itu kalangan ulama fuqaha berbeda pendapat

dalam memberikan interpretasi terhadap hadis Rasullah sebagaimana ungkapan

yuladu ‘ala al-fitrah terlihat bahwa nampak dari keterangan secara umum lafazd

mauludin dan dijelaskan dari lafazd ini  melalui riwayat Yunus, dengan

lafaz hadis ma min mauludin illa yuladu alal fitrah, dan dari riwayat Muslim dari

انثَّدح مدآ انثَّدح ن.با يِبَأ بْئذ ِنع ِرهُّزلا ِنع يِبَأ َةمَلس ِنب دبع ِنمحَّرلا ِنع

يِبَأ َةريره يضر لُلها هنع َلاَق :َلاَق ُّيِبَّنلا ىلص لُلها هيَلع ملسو" لُك دوُلوم دَلوي

ىَلع ةرْطفلا هاوبَأَف هِنادِّوهي وَأ هِنارِّصني وَأ ،هِناسِّجمي ِلَثمَك ةميِهبلا ،جتنت ْله

ىرت اهيف ءُاعدج" ؟  

27 Ibid., h. 199.

28 Potensi fitrah ke-Tuhanan yang melahirkan wawasan tentang ke-Tuhanan akan

menumbuhkan ideology, idealisme, cita-cita dan perjuangan. Sedangkan potensi fitrah

kemanusiaan akan melahirkan wawasan tentang manusia yang menumbuhkan nilai kearifan,

kebijaksanaan, kebersamaan, demokrasi, egalitarian, menunjang tinggi nilai kemanusiaan,

dan sebaliknya menentang anarkisme dan kesewenang-wenangan. Lihat Abuddin Nata,

Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia 

Abi Shaleh, dari Abu Hurairah dengan lafad laisa min maul-din yuladu illa ala

hadzih al-fitrah hatta yuakbiru anhu lisanuhu. Diriwayat dari Ibnu Abd al-Barr,

bahwa lafazd maulud tidak untuk umum, akan tetapi maksud dari setiap yang

lahir dalam keadaan fitrah, dan kedua orang tuanya bukan agama Islam dan

kedua orang tua mereka masuk agama mereka.31

Dari keterangan hadis ini  oleh Hadari Nawawi disimpulkan bahwa:

a. Setiap anak lahir dalam keadaan tidak berdaya artinya fisik dan psikisnya

belum berfungsi secara maksimal sebagaimana orang dewasa pada umumnya.

b. Setiap anak lahir dalam keadaan belum dewasa artinya anak didik belum

mampu bertanggung jawab sendiri atas sikap dan prilaku, bukan saja

kepada masyarakat dan Allah swt., tetapi juga kepada dirinya sendiri.

usaha membantu dan menolong anak didik agar menjadi dewasa sejalan

dengan fisik dan psikisnya itu disebut aktivitas pendidikan.

c. Lalu setiap anak tidak boleh dibiarkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Untuk itu setiap anak harus menjadi dewasa agar dapat menjalani hidup

dan kehidupan bersama orang dewasa lainnya secara manusiawi.32

Dalam rangka menciptakan iklim yang lebih kondusif dalam interaksi,

dan juga sebagai pendukung tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, maka

ada beberapa kewajiban yang harus diperhatikan oleh anak didik, untuk

memenuhi kebutuhan ini , antara lainnya;

a. Anak didik harus memuliakan pendidik dan bersikap rendah hati atau

tidak takabur. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Ghazali yang menyatakan

bahwa menuntut ilmu merupakan perjuangan yang berat yang menuntut

kesungguhan yang tinggi dan bimbingan dari pendidik.

b. Anak didik harus merasa satu bangunan dengan peserta didik lainnya

dan sebagai bangunan maka peserta didik harus saling menyayangi dan

menolong serta berkasih sayang sesamanya.

c. Anak didik harus menjauhi diri dari mempelajari berbagai mazhab yang

dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.

d. Anak didik harus mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat,

melainkan ia harus mempelajari berbagai ilmu lainnya dan berupaya sungguh-

sungguh mempelajarinya sehingga tujuan dari setiap ilmu ini  tercapai.33


3. Kurikulum Sebagai Faktor Pendidikan Islam

Salah satu komponen faktor operasional pendidikan Islam sebagai sistem

yaitu  kurikulum. Jika dikatakan kurikulum, maka ia mengandung pengertian

bahwa materi yang diajarkan atau dididikan telah tersusun secara sistematik

dengan tujuan yang hendak dicapai, salah satunya melakukan perencanaan

kurikulum berdasarkan konsep tauhid seiring proses pengembangan ilmu

pengetahuan anak didik.34

Sebagaimana yang telah disinggung bahwa tujuan sistem pendidikan

Islam senantiasa mengarah pada nilai-nilai Ilahiyah, sehingga materi yang

terdapat dalam kurikulum ini  harus mengacu pada tujuan, karena pendidikan

Islam tidak boleh berdiri sendiri terlepas dari kontrol tujuannya. Maka dengan

adanya prinsip ini, berbagai pengetahuan yang dimiliki oleh anak didik, baik

itu pengetahuan agama, pengetahuan sosial, pengetahuan alam (sain), pengetahuan

filsafat dan lainnya tetap dalam rangka meningkatkan ibadah.

Menurut Ahmad tafsir yang beliau kutip dari Mahmud Junus kurikulum

itu senantiasa menjembatani berbagai aspek yang terdapat dalam diri anak

didik antara lainnya: 1. Aspek jasmani, yaitu mementingkan kebersihan, 2.

Aspek akal, yaitu segi pembinaan kecerdasan dan pemberian pengetahuan,

3. Aspek rohani, yaitu pembinaan segi keagamaan.

Jadi kurikulum pendidikan Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan

dan membentuk manusia Muslim, kenal agama dan Tuhannya, berakhlak al-Qur’an,

tetapi juga mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati

kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi

dan membina masyarakat itu dan mendorong dan mengembangkan kehidupan

di situ, melalui pekerjaan tertentu yang dikuasainya.

Sebagaimana keterangan dalam hadis Rasulullah saw. yang berbunyi:

Artinya Dari Ali ra: “Yang paling baik antara kamu yaitu  yang mempelajari

al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Turmudzi).

Keterangan di atas perlu menjadi catatan kita memahami problematika

kurikulum pendidikan Islam saat ini bahwa kurikulum pendidikan Islam mulai

مكيرخ نم ملعت نأرقلا هملعو. 


dari tingkat SD atau Ibtidaiyah sampai perguruan tinggi, dirasakan belum

mampu menjawab persoalan-persoalan tantangan perubahan, karena kurikulum

pendidikan Islam “lebih menitikberatkan pada aspek korespondensi-tekstual

yang lebih hanya menekankan hafalan teks-teks keagamaan yang sudah ada,

dan ini pun baru pada wilayah aspek kognitif. Lalu kurikulum pendidikan Islam

sangat “didominasi oleh masalah-masalah yang bersifat normatif, ritual dan

eskatologis, apalagi materi pendidikan Islam yang kemudian disampaikan dengan

“semangat ortodoksi keagamaan” atau “ menekankan ortodoksi dalam pelajaran

agama yang diidentikkan dengan iman, dan bukan ortopraksis yaitu bagaimana

mewujudkan iman dalam tindakan nyata operasional.” Dengan semangat ortodoksi

keagamaan yang merupakan suatu cara di mana peserta didik dipaksa tunduk

pada suatu “meta narasi” yang ada tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah

secara kritis. Akibatnya, agama dipandang sebagai suatu yang “final”, yang

harus diterima secara taken for granted. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan

bila kemudian pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari,

kecuali hanya aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau

kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan.35

4. Metode Sebagai Faktor Pendidikan Islam

Dalam memberikan pengajaran kepada para sahabat, Rasulullah saw.

juga dengan penuh perhatian membimbing mereka untuk melakukan latihan

praktis sebagai sarana yang efektif dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana

dalam hadis Rasulullah saw. yang berbunyi:

35 Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani

Indonesia (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003), h. 164-165. Perkembangan ini sengaja

penulis cantumkan agar dapat dipecah secara produktif bagi kita bersama dalam menjawabnya.

36 Dalam proses kependidikan Islam menurut penulis tidak akan mungkin satu

metode dipakai, akan tetapi harus diselingi dengan metode lainnya, atau dengan memperhatikan

beberapa faktor terkait baik secara langsung maupun tidak langsung.

37 Rosyadi, Pendidikan, h. 221. Hiwar merupakan percakapan silih berganti antara

dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah pada

sesuatu tujuan.

Sistem Pendidikan Islam dalam Hadis (Shiyamu Manurung)

Metode36 dalam sistem pendidikan Islam sesuai kutipan penulis melakukan

kegiatan hiwar,37 artinya anak didik bersifat partisipatif aktif dan latihan praktis,

sebab alasan yang mendasar menurut analisa penulis keadaan seperti ini akan

membawa kalangan anak didik lebih baik dan lebih cepat mengalami proses

pembelajaran dalam diri mereka.

.هقويرشلا قوتي نمو هطعي يرلخا يرختي نمو ملحتلاب مللحاو ملعتلاب ملعلا انما

36


Artinya: Sesungguhnya ilmu itu hanya dengan belajar, dan kesabaran itu hanya

dengan berlatih sabar. Barang siapa memilih kebaikan,ia akan diberi kebaikan.

Dan barangsiapa menjaga diri dari keburukan, ia akan dijaga dari keburukan.38

Maksud hadis ini , belajar hanya akan sempurna dengan mengerahkan

seluruh kesungguhan dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar.

Demikian pula sesorang hanya bisa belajar-mengajar sabar dengan berlatih

sabar secara aktif dalam berbagai kenyataan hidup. Dengan begitu kesabaran

akan menjadi sebuah karakter yang tertanam kuat, yang dapat terwujud dari

seseorang tanpa beban dan kesulitan lagi.39

Dalam memberikan pengajaran kepada para sahabat, Rasulullah saw.

juga dengan penuh perhatian membimbing mereka untuk melakukan latihan

praktis sebagai sarana yang efektif dalam proses belajar mengajar.

Sebagaimana yang tertera dalam hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh

Abu Dawud dan At-Tirmidzi (an-Nawawi, vol. I, halaman 674 hadis no. IV/873.

Keterangan itu menceritakan Kildah bin al-Hanbal berkata, “Pernah saya menemui

Nabi saw. Saya masuk tanpa mengucapkan salam. Maka Nabi saw. berkata,

kembalilah, dan ucapkan, ‘Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?. Dalam

hadis ini  Rasulullah saw. tidak hanya menyuruh Kildah untuk mengucapkan

apa yang seharusnya di lakukan, tetapi diajarkan kepadanya. Inilah contoh

nyata prinsip partisipasi aktif dan latihan praktis dalam proses belajar.40

Demi memenuhi kebutuhan pengembangan metode dalam sistem pendidikan

Islam, maka penulis sedikit mengutip keterangan al-Ghazali, menurut beliau

bahwa metode yang merupakan dasar proses pembelajaran harus dilihat secara

psikologis, sosiologis, maupun pragmatis dalam rangka keberhasilan proses

pembelajaran. Metode pengajaran tidak boleh menoton, demikian pula media

atau alat pengajaran.41

Paling terpenting menurut keterangan ahli pendidikan masa kontemporer

seiring mengembangkan hadis di atas dalam proses pendidikan Islam senantiasa

metode yang digunakan harus sesuai dengan karakter universal, seperti kondisi

38 Hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan ad-Daruquthni dalam Al-‘Ilal bersumber

dari hadis Abud Darda’ dengan sanad yang dha’if (takhrij Zainuddin Abul Fadhl al-’Iraqi

atas hadis-hadis yang termaktub dalam Kitab Ihya’ Ulum al-Din, karya al-Ghazali, 

sosial, ekonomi, kebudayaan, peradaban antara individu yang satu dengan

lainnya, sarana yang tersedia, biaya yang ada, dan bagaimana kemampuan

seorang pendidik untuk menangkap situasi yang berlangsung menuju pada

suatu perubahan (totalitas) yang diingini oleh pendidikan Islam. Maka, kemampuan

seorang pendidik mengaplikasikan berbagai macam metode yaitu  menjadi

sangat penting dalam proses kependidikan.42

5. Prasarana Sebagai Faktor Pendidikan Islam

Dalam sub judul ini penulis memberikan keterangan lanjutan dari sub judul

“anak didik”, sebab menurut penulis keterangan hadis yang telah disinggung

terdahulu ini  memiliki hubungan atas interpertasi adanya fasilitas/prasarana,

menurut kalangan ahli pendidikan Islam mengungkapkan bahwa fasilitas/

prasarana sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan fitrah anak didik.

Islam yang mengakui bahwa fitrah (potensi) manusia itu merupakan dua hal

yang saling bertentangan satu sama lain yaitu fitrah untuk berbuat baik dan

fitrah berbuat jahat. Dalam kondisi demikian adanya fasilitas/prasarana yang

merupakan wujud terbentuknya dari suasana perkembangan keluarga, maka

anak didik itu akan mengikuti perkembangan suasana fitrahnya ini .

Apabila fasilitas/prasarana yang terbentuk oleh lingkungannya yang melatar

belakangi perkembangan anak didik itu lebih kondusif dalam mengembangkan

fitrah (potensi) secara maksimal, akan terjadi perkembangan positif. Apabila

fasilitas serta prasarana yang terbentuk oleh lingkungannya yang melatarbelakangi

perkembangan anak didik itu secara destruktif pada mengembangkan fitrah

(potensi) itu, akan terjadi sebaliknya, yaitu perkembangan yang negatif.43

IV. Penutup

Sistem pendidikan Islam dalam hadis Nabi Muhammad saw, pada dasarnya

masih bersifat umum sehingga masih dibutuhkan adanya kerangka teori-teori

kependidikan. Lalu sistem pendidikan Islam ini  harus mampu dikembangkan

dan membangun komposisi anak didik untuk mempersiapkan kehidupan yang

lebih baik. Sistem pendidikan Islam harus disusun atas dasar kondisi lingkungan

anak didik, baik kondisi masa kini maupun antisipasi kondisi masa akan datang.



Pada dasarnya sistem pendidikan Islam ini hanya menitik beratkan

permasalahan kemanusiaan, maka sebagai sasaran bidik yang pertama yaitu 

manusia (antropologi). Sistem pendidikan Islam yang berwawasan kemanusiaan

dalam tulisan ini menampilkan pengertian bahwa pendidikan Islam harus

memandang manusia sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu starting

point dari proses pendidikan Islam berawal dari pemahaman teologi-filosofis

tentang manusia, yang pada akhirnya manusia diperkenalkan akan keberadaanya

dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Pendidikan Islam yang lepas

dari dasar-dasar inilah yang pada akhirnya melahirkan tatacara hidup yang

tidak lagi konstruktif bagi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.



HADIS-HADIS TENTANG TUJUAN

PENDIDIKAN ISLAM


Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan

manusia menjuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk

menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba dihadapan

Allah swt. dan juga sebagai Khalifah fi al-ardh (pemelihara) pada alam semesta

ini. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan yaitu  mempersiapkan generasi

penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan

agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah lingkungan masyarakat.

Tujuan pendidikan, telah dirumuskan pada Konfrensi Pendidikan Islam

se-Dunia yang pertama di Makkah tahun 1977. Pada konfrensi ini  dihasilkan

rumusan bahwa pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dan

membentuk kepribadian yang menyeluruh meliputi aspek spiritual, intelektual,

imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun kolektif. Tujuan

akhir pendidikan muslim yaitu  perwujudan ketundukan kepada Allah swt.

Untuk dapat menyusun pendidikan secara sistematis sesuai dengan tujuan yang

digariskan, maka negeri-negeri muslim harus melaksanakan syari’ah Allah dan

membentuk kehidupan manusia berdasarkan asas-asas serta nilai-nilai Islam. 1

Untuk pencapaian tujuan pendidikan, pengetahuan dikelompokkan kepada

dua kategori, yaitu pertama, pengetahuan abadi (yang didasarkan pada al-Qur’an

dan Hadis) dan kedua, pengetahuan perolehan (ilmu-ilmu sosial, alam dan terapan).

Dari kelompok ilmu pengetahuan abadi, kajian pada kitab suci al-Qur’an dijadikan

sebagai dasar pembentukan iman, dasar penulisan buku-buku pelajaran dan

studi hukum Islam dilakukan sesuai dengan masalah yang dialami masyarakat

muslim, studi kebudayaan Islam harus menggugah ummat untuk mencapai

kejayaannya, penekanan dilakukan pada pengajaran syari’ah di semua negeri

muslim dan bahasa Arab khususnya di negeri Arab pada tiap jenjang pendidikan.


Studi syari’ah diberikan untuk mengimbangi penerapan hukum-hukum sekuler

dalam masyarakat kapitalis dan pengajaran bahasa Arab untuk memberi kemampuan

penelitian terhadap naskah-naskah Islam klasik. Sedangkan dari kelompok

ilmu pengetahuan perolehan, pengkajian dilakukan pada studi sastra, seni

dan keterampilan, penggantian ilmu sosial dari Barat dengan seperangkat

ilmu sosial baru yang asasnya ditemukan dalam al-Qur’an dan sunnah seperti

peranan dan prestasi kaum muslimin dalam sejarah ilmu pengetahuan.

sesudah  konfrensi pertama, konfrensi berikutnya, dilakukan revisi-revisi

tentang tujuan pendidikan Islam, konsep tujuan pendidikan Islam sebagaimana

konfrensi pendidikan Islam se-dunia, senada dengan pendapat al-Ghazali yang

mengatakan bahwa: Tujuan pendidikan Islam yaitu  mendekatkan diri kepada

Allah swt., bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau

kedudukan untuk memperkaya diri.2 Selanjutnya, Sajjad Husain dan Ashraf,

menyatakan bahwa penyembahan kepada Allah swt. sebagai manifestasi dari

tujuan pendidikan Islam tidak terbatas pada pelaksanaan fisik dari ritual agama

semata, tetapi mencakup seluruh aktivitas, iman, pikiran, perasaan dan pekerjaan.3

Pada makalah ini akan dikemukakan pembahasan tujuan pendidikan

Islam berdasarkan hadis-hadis Rasul saw., meliputi tujuan pendidikan keimanan,

akhlak dan amal saleh/ibadah.

II. Hadis-hadis tentang Tujuan Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan yang tidak dapat

diganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap

individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi dan bakat diri. Pendidikan

membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan

menjadi kepintaran dari kurang paham menjadi paham, intinya yaitu  pendidikan

membentuk jasmani dan rohani menjadi paripurna. Tujuan pendidikan, menurut

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003, Bab II Pasal 3 yaitu :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang


Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4

Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan

bertujuan mengembangkan aspek batin/rohani dan pendidikan bersifat jasmani/

lahiriyah. Pendidikan bersifat rohani merujuk kepada kualitas kepribadian,

karakter, akhlak dan watak, kesemua itu menjadi bagian penting dalam pendidikan,

kedua pengembangan terfokus kepada aspek jasmani, seperti ketangkasan,

kesehatan, cakap, kreatif. Pengembangan ini  dilakukan di institusi sekolah

dan di luar sekolah seperti di dalam keluarga, dan masyarakat.

Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani

dan rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran

strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak

saja berkualitas dalam segi skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual.

Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan

anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui

pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi saleh, pribadi, berkualitas

secara skill, kognitif dan spiritual.

Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu

menghasilkan anak didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan ini dapat

dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji terjadi di masyarakat, sebagai

contoh merebaknya pengguna narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi,

manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak Azasi

Manusia, penganiayaan terjadi setiap hari. Realitas ini memunculkan anggapan

bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian paripurna.

Anggapan ini  menjadikan pendidikan diposisikan sebagai institusi yang

dianggap gagal membentuk akhlak mulia. Padahal tujuan pendidikan di antaranya

yaitu  membentuk pribadi berwatak, bermartabat beriman dan bertakwa

serta berakhlak. Dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari dan meneliti

penyebab gagalnya pendidikan secara keseluruhan, tidak juga ditujukan untuk

meneliti aspek penyebab kegagalan, atau latar belakang kebijakan pendidikan

sehingga pendidikan menjadi carut marut.

Pendidikan Islam memusatkan perhatiannya kepada pembentukan individu

Muslim agar melakukan amal sholeh, yaitu dengan mengembangkan kemampuan

akal sampai ketingkat kematangan dan keahlian baik dalam bidang agama,

sosial maupun kauni. Tujuan utama Pendidikan Islam yaitu  menciptakan muslim



yang shaleh yaitu: Berakidah lurus, berakhlak baik, berwawasan luas, berkesanggupan

berusaha, berbadan sehat, beribadah benar, bertekad tinggi, berjaga-jaga terhadap

waktunya, bermanfaat bagi orang lain dan berketeraturan dalam semua amal.5

1. Hadis-hadis tentang Tujuan Pendidikan Islam

a. Pendidikan Keimanan

Pendidikan keimanan harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan

anak didik. Sebab dengan keimanan yang benar, anak didik akan memiliki

sikap mental yang positif dalam kehidupannya. Rasul saw. memberikan

pendidikan keimanan kepada sahabat dengan menjelaskan bagaimana iman

kepada Allah swt. sebagaimana berikut:

Hadis di atas dapat dijadikan sebagai referensi tujuan pendidikan Islam,

sebagaimana Rasul saw. bersama dengan Malaikat Jibril mengajarkan tentang

tujuan pendidikan Islam yaitu  pembinaan keimanan kepada Allah swt.,

Malaikat, Kitab, hari Kiamat, Rasul Allah dan adanya Qadha dan Qadar.

س

م

م

6 Artinya: Hadis dari Musaddad, dari Ismail ibn Ibrahim, dari Abu Hayyan at-Taimy, dari

Abu Zur’ah dari Abu Hurairah ra. katanya, ketika Rasul saw. berkumpul dengan para sahabat,

dia didatangi Jibril dan menanyakan apakah Iman itu? Jawabnya Iman itu yaitu  meyakini

adanya Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, hari pertemuan dengan-Nya, Rasul-Nya dan meyakini

adanya hari berbangkit. Kualitas hadis ini yaitu  syarif marfu’ yang sampai kepada Musaddad

dari Abu Hurairah. Adapun kualitas sanad hadis ini yaitu: a) Musaddad, tergolong tsiqah

hafiz; b) Ismail ibn Ibrahim, tergolong tsiqah hafiz; c) Abu Hayyan at-Taimy, tergolong

tsiqah; d) Abi Zur’ah, tergolong tsiqah; Abi Hurairah yaitu  sahabat Rasul saw. Abu Abdullah

bin Muhammad Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar ash-Sha’bu, t.t.), h. 11.

7 Artinya: Diriwayatkan Abdullah ibn Yusuf katanya memberitakan kepada kami Malik

يِبأَ ن.ع ُّيميَّتلا َنايَّح وبَأ انربخَأ م يهاربِإ نب ُليعامسِإ انَثَّدح َلاَق دَّدسم انَثَّدح

ره  يِبأَ  نع  َةعرزُّيبَِّنلا  َناَك  َلاَق  َةري

َلاَقَف ُليِربِج هاتَأَفِإْلا  َلاَق ُنايمِإْلا ام 

ِسانَّلل  اموي  ازِراب  ملسو  هيَلع  هللا  ىلص 

هئاَقلبِو هِبتُكو هتَكئاَلمو هللاِب نمؤت ْنأَ ُنايم

6.ثعبْلابِ نمؤتو هلسرو

ِم لاس ن.ع ٍباهش ِنبا نع ٍسنَأ نب كلام انربخَأ َلاَق فسوي نب هللا دبع انَثَّدح

هيِبَأ نع هللا دبع ِنبءَايحْلا نِإَف هعد ملسو هيَلع هللا ىلص هللا ُلوسر َلاَقَف … 

 7.نايمِإْلا نم

43

Secara eksplisit, tujuan pendidikan Islam yaitu meningkatkan keimanan,

pemahaman dan penghayatan serta pengamalan agama Islam, sehingga menjadi

insan beriman dan bertakwa kepada Allah swt., berakhlak mulia dalam kehidupan

pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hadis di atas memiliki keberadaan yang kuat untuk dijadikan sebagai dasar

tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana sebab datangnya teks hadis, bahwa

Rasul saw. mendapat pengaduan dari sahabatnya tentang sahabat lainnya

yang melakukan kesalahan. Lalu Rasul saw. mengatakan: ‘Biarkanlah sesungguhnya

malu itu yaitu  sebahagian dari iman’. Jadi pendidikan Islam yang dibina oleh

Rasul saw. yaitu  penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Bahwa seseorang

yang merasa malu kesalahannya disampaikan di muka umum sebagai pertanda

di dalam dirinya masih ada nilai keimanan.

Pentingnya pendidikan iman menurut Yusuf al-Qaradhawi bahwa iman

merupakan benteng yang mampu menjaga seorang mukmin agar tidak berbuat

kejahatan. Kehidupan yang terlepas dari iman yaitu  kehidupan yang tidak

mengandung kebaikan, kemuliaan dan rasa kemanusiaan.8

Keimanan merupakan kebutuhan hidup manusia, menjadi pegangan keyaninan

dan motor penggerak untuk perilaku dan amal (aktivitas kerja) manusia. Iman

sebagai syarat utama dalam mencapai kesempurnaan atau insan utama, dan

merupakan langkah awal untuk menuju keshalihan dan mewujudkan perilaku,

amal saleh dan pengorbanan manusia bagi pengabdian kepada Allah, karena

iman juga sangat terkait dengan amal saleh. Dalam keadaan beriman, manusia

dapat memperlihatkan kualitas perilaku, kualitas amal salah, dan kualitas

sosialnya yaitu ketulusan dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat

luas. Manusia akan berperilaku, bekerja, dan bermasyarakat sesuai dengan

fitrah kejadiannya yang condong kepada hanif. Manusia berkualitas akan

berjuang melawan penindasan, tirani, dan tidak membiarkan kediktatoran

atau tindakan sewenang-wenang. Karena imam memberikan pula kedamaian

jiwa, kedaimaian berperilaku dan kedaiaman beramal saleh. Pembahasan kapital

spritual, Ancok mengatakan bahwa “semakin tinggi iman dan takwa seseorang

semakin tinggi pula kapital intelektual, kapital sosial, dan kapital lembut”.9

ibn Anas dari ibn Syihab dari Salim ibn Abdullah dari ayahnya. Rasulullah saw. bersabda: …

Biarkanlah sesungguhnya malu itu yaitu  sebahagian dari iman. Kualitas hadis ini yaitu 

syarif marfu’ yang sampai kepada Abdullah ibn Yusuf dari Salim ibn Abdullah. Adapun

kualitas sanad hadis ini yaitu: a) Abdullah ibn Yusuf, tergolong tsiqah muttaqin; b) Malik

ibn Annas tergolong ra’sul mutanaqqimin; c) Ibn Shihab tergolong mutaffaq ‘ala zalalah;

d) Salim ibn Abdullah tergolong tsubut. Ibid., h. 12.

8 Yusuf al-Qardhawi, Al-Iman wa al-Hayah, dalam Pustaka Pengetahuan al-Qur’an,

Jilid I, seri Aqidah, ed. Atang Ranuwijaya (Jakarta: Rehal Publika, 2007), h. 31.

9 Djamaludin Ancok, “Membangun Kompetensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga,”

Hadis-Hadis Tentang Tujuan Pendidikan Islam (Zulfitri)

44


Manusia yang beriman hatinya akan dibimbing Allah, jiwanya menjadi tenang

dalam melakukan aktivitas hidupnya.

b. Pendidikan Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu al-khulqu, al-khuluq yang mempunyai

arti watak, tabiat, keberanian, atau agama.10 Secara Istilah akhlak menurut

Ibnu Maskawaih (w. 421H), sebagaimana dikutip oleh Jauhari, yaitu :

Suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan

dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini

terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh

dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan

itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus,

maka jadilah suatu bakat dan akhlak.11

Indikasi bahwa akhlak dapat dipelajari dengan metode pembiasaan,

meskipun pada awalnya anak didik menolak atau terpaksa melakukan suatu

perbuatan/akhlak yang baik, tetapi sesudah  lama dipraktekkan, secara terus-

menerus dibiasakan akhirnya anak mendapatkan akhlak mulia.

Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din sebagaimana dikutip Jauhari, memberikan

definisi akhlak sebagai “suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian

dalam yang melahirkan macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan

pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu”.12

Dari dua definisi di atas dapat dipahami bahwa akhlak bersumber dari

dalam diri anak dan dapat juga berasal dari lingkungannya. Secara umum akhlak

bersumber dari dua hal ini  dapat berbentuk akhlak baik dan akhlak buruk,

tergantung pembiasaannya, kalau anak membiasakan perilaku buruk, maka

akan menjadi akhlak buruk bagi dirinya, sebaliknya anak membiasakan perbuatan

baik, maka akan menjadi akhlak baik bagi dirinya.

Rasul saw. menyatakan pentingnya akhlak, sebab akhlak menjadi ukuran

dalam menentukan posisi seseorang dalam lingkungan sosial, sebagaimana

hadis berikut:

Urgensi pendidikan akhlak dapat dilihat dari banyaknya ungkapan al-

Qur’an tentang tema yang menyinggung moralitas. Sebagaimana ungkapan

Zaidan, bahwa moralitas merupakan masalah teramat penting dan tak dapat

dipungkiri siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun juga. Setiap muslim

harus menjaga moralitasnya dalam segala keadaan, dengan kata lain, persoalan

moralitas sama dengan masalah akidah bila ditinjau dari bobot perhatian

al-Qur’an terhadap masalah moralitas.14

13 Artinya: Hadis Quthaibah, hadis Jarir dari A’masy dari Syaqiq ibn Salamah dari Masyruq

dia berkata, kami dating kepada Abdillah ibn Amr ketika ia pergi bersama Mu’awiyah ke

Kufah, ia ingat perkataan Rasul saw. katanya… bersabda Rasul saw. sesungguhnya yang terbaik

dari kalian yaitu  yang paling baik akhlaknya. Kualitas hadis ini yaitu  syarif marfu’ dengan

kualitas perawi sebagian tsiqah, tsiqah tsubut dan tsiqah hafiz. Bukhari, Shahih al-Bukhari,

h. 55-56.

14 Abdul Karim Zaidan, Ushul ad-Dha’wah, dalam Pustaka Pengetahuan al-Qur’an,

jilid III, seri Kehidupan Sosial, Ed. Utang Ranuwijaya (Jakarta: Rehal Publika, 2007), h. 13.

15 Suasana keberagamaan lingkungan di mana siswa berdomisili, seperti kecenderungan

masyarakat dalam aktivitas keagamaan, keperdulian dalam menegakkan konsistensi etika

dalam hubungan sosial dan lainnya.

Hadis-Hadis Tentang Tujuan Pendidikan Islam (Zulfitri)

َلاَق  ٍقو.رسم  نع  َةمَلس  ِنب  ِقيقش  نع ِشمعَأْلا  نع  ريِرج  انَثَّدح ُةبيتُق  انَثَّدح

َفوُكْلا  ىَلِإ  َةيِواعم عم مدَق  ينح وٍرمع ِنب هللا  دبع ىَلع انْلخدَلوسر رَكَذَف ة

 َلاَق… َلاَقَف ملسو هيَلع هللا ىلص هللانم نِإ ملسو هيَلع هللا ىلص هللا ُلوسر

13.اًقُلخ مُكنسحَأ مُكِريخَأ

Proses pembentukan moral merupakan upaya yang tidak mudah untuk

dilaksanakan. Tingkat pencapaian hasil belajarnya, selain ditentukan oleh

kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, juga dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan sekitar, terutama yang bersifat sosio-religius.15 Sebab

pada hakekatnya pendidikan merupakan proses yang menyeluruh dan berlangsung

sepanjang kehidupan. Pendidikan keagamaan tidak terbatas pada proses institu-

sionalisasi nilai-nilai religius yang berlangsung di lembaga pendidikan, tetapi

juga mencakup pemberian latihan dan pengalaman serta contoh teladan di dalam

keluarga dan masyarakat. Semakin baik pemahaman dan pengamalan ajaran

agama pada kedua institusi ini , maka akan semakin baik pula pengaruhnya

terhadap proses pembelajaran agama Islam di lembaga formal. Hal senada juga

dikemukakan Said Ali Ashraf, bahwa proses pendidikan yang bertujuan untuk

membentuk sikap dan moral hanya akan dapat terlaksana pada masyarakat yang

meyakini dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh

46


Allah swt. Dengan kata lain pendidikan agama dalam arti sesungguhnya akan

sulit dilaksanakan pada masyarakat yang tidak melaksanakan ajaran agama.16

Dengan demikian, lembaga pendidikan formal sebagai penyelenggara

pendidikan agama Islam, harus mencermati kondisi sosio-religius masyarakat

di sekitarnya, misalkan kecenderungan tiap keluarga untuk memperhatikan

kebutuhan yang bersifat kebendaan dan terabaikannya fungsi pendidikan bagi

para anggotanya.17 Dalam lingkup pemahaman yang lebih luas yaitu  realitas

kehidupan yang bersifat materialistis ditopang dengan pola berpikir sekularistis.

Realitas seperti ini sering kali tidak disadari oleh ummat Islam, termasuk para

penyelenggara pendidikan Islam, khususnya guru sebagai pelaksana. Sesungguhnya

keadaan ini  telah merasuk ke dalam multi dimensi kehidupan manusia.

A.M. Saefuddin mengemukakan, bahwa hal ini  sebagai tiga dimensi

kemanusiaan abad sekarang, yaitu humanisme dan materialisme yang tidak

bertuhan serta atheisme atau prilaku yang tidak bertuhan.18

c. Pendidikan Amal saleh/Ibadah

Amal saleh yaitu  buah dari adanya iman dan akhlak yang baik dalam

diri seorang mukmin. Sehingga dengan demikian, pendidikan ibadah sangat

penting artinya. Rasul saw. menjelaskan tentang urgensi amal saleh, sebagai

berikut:

انَثَّدح وبَأ ديلوْلا ماشه نب دبع كلمْلا َلاَق انَثَّدح ُةبعش َلاَق ديلوْلا نب ِرازيعْلا

يِنربخَأ َلاَق تعمس ابَأ وٍرمع َّيِنابيَّشلا ُلوُقي انَثَّدح بحاص هذه ِراَّدلا راشَأو

ىَلِإ ِراد دبع هللا َلاَق تْلَأس َّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو ُّيَأ ِلمعْلا ُّبحَأ ىَلِإ

هللا َلاَق ُةاَلَّصلا ىَلع اهتْقو َلاَق َّمُث ٌّيَأ َلاَق َّمُث ُّرِب ِنيدلاوْلا َلاَق َّمُث ٌّيَأ َلاَق

داهِجْلا يف ِليِبس هللا19.


19 Artinya: Hadis Abu al-Walid Hisyam ibn Abdi al-Malik berkata, Hadis Syu’bah, berkata

Walid ibn ‘Aizar, dia memberitakan padaku, katanya aku mendengar Aba ‘Amr as-Syaibany,

hadis dari pemilik rumah Abdullah, katanya, aku bertanya pada Rasul saw. amal apakah

yang paling utama? Beliau menjawab, salat pada waktunya, aku bertanya, lalu apa lagi?,

beliau menjawab, jihad di jalan Allah. Kualitas hadis ini yaitu  syarif marfu’ yang disampaikan

47

Beribadah itu yaitu  tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan Islam.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu 

“merealisasikan pengabdian pada Allah swt. dalam kehidupan manusia, baik

secara individu ataupun kelompok”.20

Bentuk pengabdian kepada Allah swt. dilaksanakan berdasarkan petunjuk

pelaksanaan ibadah, baik ibadah wajib maupun sunnah, sebagaimana hadis

Rasul saw. berikut:

Ibadah yang dimaksudkan tidak terbatas pada ritual-ritual Islam, seperti

salat, puasa dan zakat, tapi lebih luas dari itu. Ibadah dalam pengeritan bahwa

seseorang terus menerus dalam hubungan dengan Allah swt. Salat, puasa,

zakat, tidak lebih dari kunci ibadah atau sebagai persinggahan tempat menambah

perbekalan bagi seorang yang sedang mengembara.22 Sesunggunya seluruh

perjalanan, mulai dari bidayah sampai kepada nihayah yaitu  ibadah. Ibadah

dalam pengertian ini mencakup seluruh kehidupan manusia, tidak terbatas

انَثَّدح وبَأ ِرْكب نب يِبَأ َةبيش انَثَّدح وبَأ ِصوحَأْلا نع يِبَأ قحسِإ نع ىسوم ِنب

َةحْلَط نع يِبَأ بوُّيَأ َلاَق ءَاج ٌلجر ىَلِإ ِّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَقَف يِنلد

ىَلع ٍلمع هُلمعَأ يِنيِندي نم ةَّنجْلا يِندعابيو نم ِراَّنلا َلاَق دبعت هللا اَل كِرشت هِب

اًئيش م يقتو َةاَلَّصلا يتؤتو َةاَكَّزلا ُلصتو اَذ كمحر اَّمَلَف ربدَأ َلاَق ُلوسر هللا

ىلص هللا هيَلع ملسو ْنِإ كَّسمت امِب رمُأ هِب َلخد َةَّنجْلا يفو ةياوِر ِنبا يِبَأ

َةبيش ْنِإ كَّسمت هِب21. 


21 Artinya: Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abu al-Ahwas dari Abu Ishak dari

Musa ibn Thalhah dari Abi Ayyub, katanya, seorang laki-laki menemui Rasul saw. seraya

bertanya, tunjukkan padaku suatu amalan yang dapat mendekatkan aku ke surga dan

menjauhkanku dari neraka. Rasul saw. bersabda; menyembah Allah swt. dan tidak mensekutukanNya,

mendirikan salat, menunaikan zakat, serta menyambung silaturrahmi. Ketika lelaki itu hendak

berpamitan pulang, Rasul saw. bersabda; Jika memegang teguh apa yang telah diperintahkan

ini, niscaya engkau akan masuk surga. Kualitas hadis ini yaitu  syarif marfu’ yang disampaikan

para perawi yang sebagian memiliki kualitas tsiqah, dan tsiqah tsubut. Abu al-Husain

Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz 1 (Saudi Arabia: Idaratul



pada waktu pendek yang dipergunakan untuk ritual itu saja sebagaimana tunjukan

ayat 56 surah Azzariyat. Ayat ini  akan mempunyai makna penting bila

ibadah dijadikan manhaj hayah/sistim kehidupan manusia dan bila ibadah

menjadi cara berbuat dan cara berfikir insan, dalam arti bahwa semua perbuatan

manusia harus kembali kepada Allah. Membentuk hubungan hati manusia

dengan Allah swt. dan mendorong hati manusia untuk kembali kepada Allah

pada setiap saat, yaitu  kaedah pokok pendidikan Islam.

Oleh sebab itu, tujuan pendidikan Islam berbeda dengan tujuan pendidikan

lainnya, yaitu membentuk muslim yang beramal shaleh. Dalam arti bahwa

manusia yang ingin diciptakan oleh pendidikan Islam yaitu  insan yang dalam

semua amalnya selalu berhubungan dengan Allah swt.

Dalam tujuan pendidikan Islam, tujuan tertinggi atau terakhir yaitu 

sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk ciptaan

Allah, yaitu:

a. Mengantarkan subjek didik menjadi khalifah fi al-Ardh, yang mampu

memakmurkan bumi dan melesterikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan

rahmat bagi alam sekitarnya.

b. Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup didunia sampai

akhirat.

Pendidikan yaitu  upaya pengembangan potensi atau sumber daya insani

berarti telah mampu merealisasikan diri (self realization), menampilkan diri

sebagai pribadi yang utuh (pribadi Muslim). Tercapainya self realisation yang

utuh itu merupakan tujuan umum pendidikan Islam yang proses pencapaiannya

melalui berbagai lingkungan atau lembaga pendidikan, baik pendidikan keluarga,

sekolah atau masyarakat secara formal maupun informal.

Pendidikan yaitu  sesuatu yang sangat prinsipil. Pendidikan tidak hanya

berfungsi sebagai sarana pencapaian tujuan-tujuan sosial-ekonomi, tetapi

secara khusus juga berperan dalam mencapai tujuan-tujuan spiritual manusia.

Hal ini tidak berarti bahwa tujuan aspek-aspek sosial-ekonomi dan politik

tidak penting, tetapi kedudukannya lebih rendah dan lebih difungsikan sebagai

pendukung aspek-aspek spiritual. Konsekuensinya perlu pendefinisian ilmu

dalam kaitannya dengan realitas sepiritual manusia.23

Penekananan di sini yaitu  pentingnya pendidikan dalam usaha memenuhi

kebutuhan spiritual dan meraih kebahagiaan, dan bukan sekedar komoditi

23 Wan Daud Wan Mohd Nor, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam yed Muhammad

Naquib al-Attas (Bandung: Mizan, 2003), h. 113.

49

sosial-ekonomi, diilhami secara langsung oleh ajaran Islam dan tradisi keagamaan

dan intelektual Islam. Yang mana menunjukkan bahwa kebahagiaan menurut

Islam bukanlah sekedar konsep, tujuan sementara, kesenangan fisik yang

temporer ataupun keadaan mental dan pikiran. Lebih dari itu, kebahagiaan

menurut Islam yaitu  kualitas spiritual yang permanen, yang secara sadar

dapat dialami dalam masa sekarang ataupun masa akan datang.

III. Penutup

Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dan membentuk

kepribadian yang menyeluruh meliputi aspek spiritual, intlektual, imajinatif, pisik,

ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun kolektif. Tujuan akhir pendidikan

muslim yaitu  perwujudan ketundukan kepada Allah swt. Untuk dapat menyusun

pendidikan secara sistematis sesuai dengan tujuan yang digariskan, maka

negeri-negeri muslim harus melaksanakan syari’ah Allah swt. dan membentuk

kehidupan manusia berdasarkan asas-asas serta nilai-nilai Islam. Konfrensi

pertama, konfrensi berikutnya, dilakukan revisi-revisi tentang tujuan pendidikan

Islam, konsep tujuan pendidikan Islam sebagaimana konfrensi pendidikan

Islam se-dunia, senada dengan pendapat al-Ghazali yang mengatakan bahwa:

Tujuan pendidikan Islam yaitu  mendekatkan diri kepada Allah swt., bukan

untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau kedudukan untuk

memperkaya diri. Selanjutnya, Sajjad Husen dan Ashraf, menyatakan bahwa

penyembahan kepada Allah swt. sebagai manifestasi dari tujuan pendidikan

Islam tidak terbatas pada pelaksanaan pisik dari ritual agama semata, tetapi

mencakup seluruh aktivitas, iman, pikiran, perasaan dan pekerjaan.

Hadis-Hadis Tentang Tujuan Pendidikan Islam (Zulfitri)

50


HADIS-HADIS TENTANG

KURIKULUM PENDIDIKAN

Kusmin

I. Pendahuluan

Hadis nabi (Sunnah) merupakan salah satu sumber kebenaran dalam Islam.

Sedangkan pendidikan merupakan sebagian upaya untuk menciptakan kondisi

manusia sesuai dengan anjuran Sang Khalik. Sebagai penjelas (al-bayan) bagi

Al Qur’an, kedudukan hadis menjadi sangat urgen untuk tetap menjadi bagian

yang diharapkan agar manusia secara berkelanjutan mengikuti anjuran Sang Khalik.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan manusia untuk memanusiakan

manusia. Hal ini dilakukan dalam rangka memberdayakan seluruh potensi agar

manusia ini  sesuai dengan fitrahnya. Fitrah manusia, kini, semakin termarginalisasi

oleh bentuk-bentuk keduniawian. Pada titik kulminasinya, manusia tidak lagi

memahami fitrahnya sebagai khalifah fi al-ardh yang bersamaan dengan tujuan

penciptaan jin dan manusia dalam rangka pengabdian kepada Sang Khalik.1

Sejalan dengan upaya memanusiakan manusia, pendidikan diselaraskan

dengan kebutuhan manusia pada zamannya. Perubahan kebutuhan manusia

inilah yang mengantarkan manusia agar tetap up to date, yang sesuai dengan

perkembangan zaman. Sebab, zaman yang terus berkembang sesuai dengan

peradaban yang pesat dapat memolarisasi kebutuhan yang spesifik. Spesifikasi

kebutuhan manusia terhadap kebendaan.

Sungguhpun demikian secara esensial, pendidikan Islam merupakan bagian

terdepan yang harus dikembalikan kepada akar permasalahan kehidupan. Sebab,

manusia yang secara kodrati merupakan ciptaan Allah harus tetap dalam tatanan

kehidupan yang dipandu oleh Islam. Sebab, Islam sebagai instrumen yang

mensinergikan segala kebutuhan manusia.

Pendidikan Islam secara fungsional yaitu  upaya manusia muslim merekayasa

pembentukan al-insan al-kamil melalui penciptaan situasi interaksi edukatif

1 Q.S. Al-Zariyat/51: 56

51

yang kondusif.2 Dalam konteks merekayasa pembentukan al-insan al-kamil inilah

dimunculkan konsep kurikulum. Kurikulum disusun sebagai bagian dari kebutuhan

manusia untuk membuat kehidupannya lebih mudah.

Urgensitas pembahasan ini dilakukan dalam rangka mencari beberapa

referensi yang dapat dikembangkan untuk mengkondisikan pendidikan yang

Islami. Sebab, selama ini pendidikan lebih berorientasi pada barat. Sekaitan

dengan itulah judul tulisan ini dibahas.

Beberapa hal penting yang dibahas dalam tulisan ini yaitu  kurikulum

pendidikan Islam, beberapa hadis tentang kurikulum pendidikan, dan simpulan.

II. Kurikulum Pendidikan Islam

Sebagaimana terminologi pada umumnya, kurikulum selalu dimaknai

sebagai ruang lingkup pembelajaran. Ada beberapa terminologi yang ditawarkan

pakar yang sesuai dengan bidangnya. Kurikulum, secara etimologis, berasal

dari bahasa Yunani, curir yang berarti pelari; dan curer berarti jarak yang harus

ditempuh oleh pelari. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan, dimaknai

sebagai circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran di mana guru

terlibat di dalamnya.3

Dalam bahasa Arab, istilah kurikulum disebut dengan manhaj al-dirasat

yang bermakna jalan yang terang, atau jalan yang dilalui oleh manusia pada

berbagai bidang kehidupan. Pengertian ini dalam bidang pendidikan yang dimaksud

dengan manhaj yaitu  sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau

guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.4 Lebih mudah dipahami, Al-Syaibany

menjelaskan bahwa kurikulum yaitu  sejumlah kekuatan, faktor-faktor pada

alam sekitar pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi

murid-muridnya di dalam dan di luarnya, dan sejumlah pengalaman-pengalaman

yang lahir dari interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor itu.

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan

dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk

mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan


pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.5 Secara fungsional, menurut

Ramayulis6 yang dikutip dari Muhain dan Abdul Mujib dikategorikan sebagai

program studi, konten, kegiatan berencana, hasil belajar, reproduksi kultural,

pengalaman belajar, dan produksi. Sedangkan menurut Hery Noer Ali, kurikulum

merupakan rencana pendidikan yang memberi pedoman teknis, lingkup, dan

urutan isi, serta proses pendidikan.7

Pendapat lain, sebagaimana yang dikemukakan Oemar Hamalik,8 menyebutkan

bahwa kurikulum yaitu  seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi

dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

satuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Praktisnya,

kurikulum merupakan rencana pendidikan yang memberi pedoman tentang

jenis, lingkup, serta proses pendidikan. Secara sederhana dikatakannya, bahwa

kurikulum yaitu  suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan

siswa yang terdiri dari serangkaian pengalaman belajar dan di dalamnya terdapat

sejumlah matapelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa dalam

waktu tertentu untuk memperoleh sejumlah pengetahuan dan ditandai oleh

perolehan suatu ijazah tertentu.

Jika dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka kurikulum disusun untuk

mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan memperhatikan tahap perkembangan

peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan

manusia muslim seutuhnya, perkembangan ilmu dan teknologi. Secara substansial,

menurut Ali Al-Jumbulati,9 kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya

menurut kondisi perkembangan agama Islam karena kaum muslimin berada

di dalam lingkungan dan negeri yang berbeda-beda, walaupun mereka sepakat

bahwa kitab suci al-Qur’an dijadikan sumber pokok ilmu-ilmu agama dan ilmu-

ilmu umum, al-Qur’an tetap menjadi sumber pedoman pendidikan di seluruh

negara Arab yang Islam, dan juga dijadikan sumber studi lainnya.

Dengan begitu, sebagaimana disampaikan M. Arifin,10 kurikulum merupakan

faktor penting dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan Islam.

Segala yang harus diketahui, dipahami, dihayati, dan dialami peserta didik harus

ditetapkan dalam kurikulum. Juga segala hal yang harus diajarkan kepada anak


didik, harus diuraikan dalam kurikulum. Dengan demikian, kurikulum pendidikan

Islam tidak hanya merupakan penjabaran mengenai serangkaian ilmu pengetahuan

yang harus diajarkan, tetapi juga kegiatan yang bersifat kependidikan yang

dianggap perlu karena memiliki pengaruh terhadap anak didik dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan Islam.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan di atas, sekaitan dengan topik

pembahasan dalam tulisan ini, yaitu  serangkaian materi pembelajaran yang

harus dicantumkan dalam satuan pendidikan untuk menjadi bahan

Dengan demikian, sebenarnya, derivasi etimologis dari makna kurikulum

yaitu dimaknakan sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid

terlibat di dalamnya11 maka cakupan kurikulum ini  sangat luas. Saat ini

tergantung bagaimana pengelolaan ini  dilakukan sehingga sesuai dengan

yang diharapkan. Sehingga dapat saja terjadi perbedaan orientasi satu lembaga

pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lainnya

III. Beberapa Hadis tentang Kurikulum

Dasar utama pendidikan Islam yaitu  al-Qur’an. Sedangkan Sunnah (hadis

nabi) sebagai sumber kebenaran kedua juga merupakan bagian yang terpenting

dalam proses pendidikan. al-Qur’an dan Sunnah Nabi menjadi bagian yang

penting dalam konteks pendidikan Islam. Hal ini berguna agar nilai-nilai pendidikan

tidak terlepas sistem Islam. Namun dalam kajian ini, hadis ini dipandang penting

mengingat sebagian besar hadis yaitu  lebih bersifat operasional, karena

fungsi utama Hadis Nabi saw. yaitu  sebagai penjelas (al-bayan) terhadap

ayat-ayat al-Qur’an.12 Selanjutnya fungsi utama dari Sunnah yaitu  penjelasan

terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang memerlukannya.13 Dengan demikian, hadis

mempunyai urgensi yang vital dalam mempertegas isi kurikulum yang akan

dibahas dalam tulisan berikutnya.

Selanjutnya, derivasi kurikulum secara semantik yaitu dimaknakan sebagai

suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya14 maka

cakupan kurikulum ini  sangat luas. Saat ini tergantung bagaimana pengelolaan

ini  dilakukan sehingga sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dapat

saja terjadi perbedaan orientasi satu lembaga pendidikan dengan lembaga

pendidikan yang lainnya.


Tegasnya, kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pendidikan iman,

akhlak, fisik, intelektual, psikis, sosial, dan seksual.15 Untuk dapat memenuhi

seluruh dimensi kurikulum pendidikan Islam, diperlukan kemampuan untuk

memilih materi yang diprioritaskan dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya, dalam pembinaan kepribadian muslim, bagian penting

dari muatan kurikulum antara lain; (1) Pembinaan Tauhid/Akidah, (2) Pembinaan

Ibadah, (3) Pendidikan Akhlak. Semestinya banyak lagi yang seharusnya

dituliskan, namun karena keterbatasan penulis, maka hanya beberapa hadis

saja yang dapat disajikan dalam tulisan ini.

1. Pendidikan tauhid/akidah

نع يِبَأ َةريره َلاَق َناَك ُّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو ازِراب اموي ِساَّنلل هاتَأَف

ُليِربِج َلاَقَف ام ُنايمِإْلا َلاَق ُنايمِإْلا ْنَأ نمؤت هللاِب هتَكئاَلمو هِبتُكو هئاَقلِبو هلسرو

نمؤتو ثعبْلاِب َلاَق ام ماَلسِإْلا َلاَق ماَلسِإْلا ْنَأ دبعت هللا اَلو كِرشت هِب اًئيش م يقتو

َةاَلَّصلا يِّدؤتو َةاَكَّزلا َةضورْفمْلا موصتو َناضمر َلاَق ام ُناسحِإْلا َلاَق ْنَأ دبعت

هللا كَّنَأَك هارت ْنِإَف مَل نُكت هارت هَّنِإَف كاري َلاَق ىتم ُةعاَّسلا َلاَق ام ُلوُئسمْلا

اهنع مَلعَأِب نم ِلئاَّسلا كرِبخُأسو نع اهطارشَأ اَذِإ تدَلو ُةمَأْلا اهَّبر اَذِإو

َلواَطت ُةاعر ِلِبِإْلا مهبْلا يف ناينبْلا يف ٍسمخ اَل َّنهمَلعي الِإ هللا َّمُث اَلت ُّيِبَّنلا

ىلص هللا هيَلع ملسو نِإ هللا هدنع م ْلع ةعاَّسلا َةيآْلا َّمُث ربدَأ َلاَقَف هوُّدر مَلَف

اوري اًئيش َلاَقَف اَذه ُليربج ءَاج ملعي ساَّنلا مهنيد16. 

15 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Semarang: Asy

Syifa, t.t.)

16 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya: Pada suatu hari, ketika Rasulullah

s.a.w berada bersama kaum muslimin, datang seorang lelaki kemudian bertanya kepada baginda:

Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dengan Iman? Lalu baginda bersabda: Kamu

hendaklah percaya kepada Allah, para Malaikat, semua Kitab yang diturunkan, hari pertemuan

dengan-Nya, para Rasul dan percaya kepada Hari Kebangkitan. Lelaki itu bertanya lagi:

Wahai Rasulullah! Apakah pula yang dimaksudkan dengan Islam? Baginda bersabda: Islam

ialah mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain, mendirikan

sembahyang yang telah difardukan, mengeluarkan Zakat yang diwajibkan dan berpuasa pada

bulan Ramadan. Kemudian lelaki ini  bertanya lagi: Wahai Rasulullah! Apakah makna

Ihsan? Rasulullah s.a.w bersabda: Engkau hendaklah beribadat kepada Allah seolah-olah

engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia senantiasa

55

Hadis di atas dalam konteks penanaman akidah tauhid. Hal ini sangat

penting mengingat banyaknya persoalan tauhid yang kurang kuat ditanamkan

di sanubari anak didik. Sejalan dengan itu, hal ini juga disebutkan dalam al-Qur’an

Q.S. Ibrahim/14: 35-36: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku,

jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak

cucuku menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala

itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku,

sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai

aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Persoalan akidah merupakan yang sangat penting dan harus diwariskan

kepada generasi berikutnya. Tanpa itu, nilai-nilai Islam akan lenyap dari muka

bumi dan akan diangkatlah berkah dari dunia ini. Sehingga perlu diingatkan

agar generasi penerus tetap konsisten terhadap kuatnya akidah, sebagaimana

kekhawatiran nabi Ya’qub a.s. pada putranya dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 133:

Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata

kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab:

“Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail,

dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

2. Pendidikan ibadah

Rasulullah saw. memerintahkan kepada orang tua muslim untuk mendidik

anak-anaknya mengerjakan sholat ketika sudah berusia 7 (tujuh) tahun,

sebagaimana disabdakan Rasul saw. berikut ini:

mem(p)erhatikanmu. Lelaki ini  bertanya lagi: Wahai Rasulullah! Kapan Hari Kiamat

terjadi? Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya orang yang bertanya lebih mengetahui dariku.

Walau bagaimanapun aku akan ceritakan kepadamu mengenai tanda-tandanya. Apabila seseorang

hamba melahirkan majikannya maka itu yaitu  sebahagian dari tandanya. Seterusnya apabila

seorang miskin menjadi pemimpin masyarakat, itu juga sebahagian dari tandanya. Selain dari

itu apabila masyarakat yang pada asalnya penggembala kambing dapat bersaing dalam menghiasi

bangunan-bangunan mereka, maka itu juga dikira tanda akan berlakunya Kiamat. Hanya

lima perkara itulah sebagian dari tanda-tanda yang diketahui dan selain dari itu Allah saja

Yang Maha Mengetahuinya. Kemudian Rasulullah s.a.w membaca Surah Luqman ayat 34

yang artinya: ‘Sesungguhnya Allah lebih mengetahui bilakah akan berlaku Hari Kiamat, di

samping itu Dialah juga yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim

ibu yang mengandung. Tiada seorang pun yang mengetahui apakah yang akan diusahakannya

pada keesokan hari yaitu apakah baik atau jahat dan tiada seorang pun yang mengetahui di

manakah dia akan menemui ajalnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Amat Meliputi

pengetahuanNya. Kemudian lelaki ini  pergi. Rasulullah s.a.w bersabda kepada sahabatnya:

Panggil orang itu kembali. Lalu para sahabat mengejar lelaki ini  tetapi lelaki ini  tel


Related Posts:

  • Hadist pendidikan 2 � دبع هللا ِنب يِبَأ َةحْلَط نَأابَأ َةَّرم ىَلوم ِليقع ِنب يِبَأ ٍبلاَط هربخَأ نع يِبَأ دقاو ِّيثيللا نَأ َلوسر هللاىلص هللا هيَلع ملسو امنيب وه سلاج يف دِجسمْلا ساَّنلاو هعم ْذِإ َلبْقَأ ُةَثاَلَثٍرَفن َلبْقَأَف نانْث… Read More