Hadist pendidikan 1

 





Fungsi utama dari Hadis Nabi saw. yaitu  sebagai bayan terhadap Alquran.

Dengan fungsi bayan ini , maka matan Hadis-hadis Nabi sering kali datang

sesuai dengan konteks yang ada, yang menghendaki sifat Hadis ini  yaitu 

rinci dan operasional.

Hadis-hadis Nabi saw. dengan tema pendidikan, pada umumnya, sejalan

dengan fungsi Hadis sebagai bayan, memberikan penjelasan yang bersifat rinci

dan operasional terhadap masalah-masalah pendidikan yang ada ketika itu.

Oleh karenanya, matan Hadis, terutama dalalah matn-nya, sangat dipengaruhi

oleh konteks ketika ia lahir, baik yang berhubungan dengan tempat dan begitu

juga dengan waktu atau masa, yang keduanya bersifat dinamis dan senantiasa

mengalami perubahan. Konteks turunnya hadis, yang di antaranya yaitu  sebab-

sebab lahirnya Hadis (asbab al-wurud), oleh karenanya, sangat diperlukan dalam

memahami dan merumuskan tema-tema pendidikan berdasarkan hadis, sejalan

dengan kecenderungan yang berkembang dalam penggunaan kaidah al-‘ibrah

bi khusus al sabab la bi ‘umum al-lafzi  sebagai padanan terhadap kaidah al-

‘ibrah bi ‘umum al-lafzi la bi khusus al-sabab.

Usaha interpretasi dan reinterpretasi terhadap 

sejalan dengan konteks dan kaidah al-‘ibrah bi khusus al sabab la bi ‘umum al-lafzi,

serta menghubungkannya dengan konteks kekinian, yaitu  di antara alternatif

1 Guru Besar Ilmu Hadis IAIN SU Medan, Dosen Fakultas Syariah dan Pascasarjana,

dan saat ini Asisten Direktur Program Pascasarjana IAIN SU Medan.

dalam merespons dinamika dan perubahan yang terjadi terhadap masalah-

masalah yang terkait dengan pendidikan.

Dalam upaya memperoleh pemahaman yang sesungguhnya terhadap hadis-

hadis Nabi yang berhubungan dengan tema-tema pendidikan, perlu kiranya

dipergunakan berbagai pendekatan ilmiah, di antaranya yaitu  pendekatan

teori semantik.

Tulisan ini pada dasarnya ditulis untuk menghantarkan tulisan-tulisan

tentang Hadis-hadis tematik yang termuat di dalam buku ini, yang merupakan

hasil penelitian/presentasi dari mahasiswa prodi S3 Pendidikan Islam Pascasarjana

IAIN SU Medan angkatan I dalam mata kuliah Hadis-hadis Tematik Pendidikan.

Selain itu, secara khusus tulisan ini juga berusaha untuk memberikan penjelasan

bagaimanakah teori semantik dapat membantu dalam memahami makna matan

suatu Hadis, terutama yang mengandung tema-tema pendidikan; teori apa

saja dalam ilmu semantik yang relevan untuk memahami makna matan suatu

Hadis; dan selanjunya bagaimanakah implementasi teori semantik dalam

memahami matan suatu Hadis.

II. Hadis Nabi saw. dan Teori Semantik

Matan sebuah Hadis pada dasarnya yaitu  perkataan Nabi saw atau

reportase dari para sahabat tentang Rasul saw, yang kesemuanya itu yaitu 

berwujud dalam bentuk bahasa, baik lisan ataupun tulisan. Bahasa yaitu 

bentuk interpretasi, abstraksi dan representasi dari sebuah realitas. Oleh

karenanya ketika sebuah bahasa lahir (ditulis atau diucapkan), maka konteks

sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sistem nilai yang dianut oleh yang

mengucapkan akan menyertai pernyataan yang lahir dari bahasa ini .

Hadis Nabi sebagai bahagian dari bahasa, pada perkembangannya terdokumentasi

dalam bentuk tulisan yang disebut dengan teks (matan) Hadis. Pada saat Hadis

ini telah berbentuk teks, maka ketika itu ia akan kehilangan konteksnya, sehingga

siapa pun yang membacanya tidak akan dapat memahami maknanya secara

objektif kecuali bila konteks awal pembentukan kata ini  dirujuk kembali.

Dalam upaya memahami Hadis Nabi secara objektif, maka usaha untuk

menghadirkan kembali konteks ketika sebuah Hadis ini  lahir yaitu 

sangat penting. Hal ini  terutama karena dibalik sebuah teks sesungguhnya

terdapat sekian banyak variabel serta gagasan tersembunyi yang harus dipertimbangkan,

agar lebih mendekatkan kepada kebenaran gagasan yang disajikan dalam

teks ini . Tanpa memahami motif di balik penulisan sebuah buku, atau

karya, suasana politiko-psikologis dan sasaran pembaca yang dibayangkan

oleh pengarangnya, maka sangat mungkin terjadi salam paham ketika kita

membaca sebuah karya tulis.2

Teori perubahan makna menyatakan bahwa makna (sebuah kata) akan

berubah seiring dengan perkembangan bahasa di mana kata ini  memerlukan

makna (acuan) dan label baru. Lebih jauh para pakar bahasa menyebutkan enam

penyebab terjadinya perubahan makna pada setiap bahasa. Keenam penyebab

ini  yaitu : (a) Dorongan kebutuhan, (b) Perkembangan sosial budaya,

(c) Perubahan sistem kebahasaan, (d) Transformasi bahasa ke dalam majaz,

(e) Tabu, (f) adanya inovasi atau penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan.3

Penggunaan berbagai teori yang ada di dalam Ilmu Semantik, seperti

teori referensial, teori kontekstual, dan menterapkannya dalam memahami

makna dan tunjukkan (dalalah) matan sebuah Hadis, akan dapat membantu

pemecahan persoalan Hadis-hadis yang selama ini dianggap tidak relevan

lagi (out of date), atau yang dianggap melecehkan kaum wanita (missogini),

akan dapat diselesaikan.

Kerangka berfikir di atas dapat dibuat dalam bentuk skema sebagai berikut:

III. Pengertian Ilmu Semantik

Kata “semantik” atau semantics (Inggris) berasal dari bahasa Yunani sema

(kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”; kata kerjanya, semaino, berarti

“menandai” atau “melambangkan.” 4

Tanda atau lambang ini  yaitu  “tanda linguistik” yang terdiri atas:

(a) komponen yang mengartikan yang berwujud dalam bentuk-bentuk bunyi

bahasa, dan


Teori Semantik Dalam Memahami Matan Hadis (Nawir Yuslem)

 

 

 

Faktor konteks: 

Sosial, budaya, politik, 

Ekonomi, sistem nilai  

pada masa lahirnya 

Hadis  

Faktor pengubah makna: 

Dorongan kebutuhan, 

perubahan bahasa dan sos. 

bud., majaz dan inovasi iptek 

Pembentukan 

awal Hadis: qaw-

li, fi’li, taqriri. 

Pesan / 

teks Hadis: 

lisan dan 

Teks-teks/ 

matan Hadis 

Pensyarah/ 

penafsir Hadis 

Makna 


(b) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama.5

Kata semantik dalam istilah linguistik selanjutnya dipahami sebagai

bidang yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan

hal-hal yang ditandainya. Dengan demikian, semantik dapat diartikan sebagai

ilmu tentang makna atau tentang arti dari bahasa.6

“Semantik,” dengan objeknya “makna,” berada di seluruh atau semua

tataran bangunan bahasa, baik pada tataran fonologi (fon=bunyi), tataran

morfologi (morfem=huruf) dan sintaksis.7

Istilah “semantik” dapat dibedakan: (1) dalam pengertian “luas” dan,

(2) dalam pengertian “sempit.”

1. Dalam pengertian yang luas, semantik dibagi atas tiga pokok bahasan,

yaitu: (a) sintaksis, (b) semantik, dan (c) pragmatik. Pembagian ini pada

mulanya dibuat oleh Charles Morris dan kemudian oleh Rudolf Carnap.

Morris, sesuai dengan formulasinya, membedakan ketiga bagian di atas

sebagai berikut:

Sintaksis menela’ah “hubungan-hubungan formal antara tanda-tanda

satu sama lain.”

Semantik menela’ah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan obyek-

obyek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda ini .”

Sedangkan Pragmatik yaitu  menela’ah “hubungan-hubungan tanda-

tanda dengan para penafsir atau interprator.”8

Pembagian yang dilakukan oleh Morris di atas tentang  semantik dalam

pengertian luas, lebih lanjut dikomentari oleh Rudolf Carnap sebagai berikut:

Apabila, dalam suatu investigasi (penelitian), acuan atau referensi eksplisit

dibuat untuk pembicara, atau dalam pengertian lebih luas, kepada pemakai

bahasa, maka kita menempatkannya ke dalam bidang atau wilayah

pragmatik. Kalau kita mengikhtisarkannya dari pemakai bahasa dan hanya

menganalisis ekspresi-ekspresi dan penandaan-penandaannya, maka

kita telah berada dalam wilayah semantik. Dan akhirnya, kalau kita meng-

ikhtisarkannya dari penandaan-penandaan juga dan hanya menganalisis

hubungan-hubungan antara ekspresi-ekspresi, maka kita telah berada

dalam wilayah sintaksis (logis). Keseluruhan ilmu bahasa yang mencakup

ketiga bidang yang telah kita utarakan di atas, disebut “SEMIOTIK.”9

2 Hidayat,  Menafsirkan, h. 2.

3 Umar, Ilmu Dalalah, h. 235.

xiv

Analisis Carnap di atas menegaskan perbedaan antara pragmatik, semantik

dan sintaksis, dimana semantik, sebagaimana yang ditegaskannya, yaitu 

terbatas pada pemakai bahasa dan analisis terhadap ekspresi-ekspresi dan

penandaan-penandaannya. Ketiga bidang ini  di atas oleh Carnap dimasukkannya

ke dalam apa yang disebutnya dengan Semiotik, yaitu ilmu bahasa yang

mencakup kajian sintaksis, semantik dan pragmatik.

Selain Carnap, ilmuan lain, yaitu R. C. Stalnaker, membuat perumusan

yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami terhadap ketiga bidang

di atas. Stalnaker mengatakan bahwa sintaksis terfokus pada penelaahan

kalimat-kalimat, semantik pada penelaahan proposisi-proposisi, sementara

pragmatik pada penelaahan perbuatan-perbuatan linguistik beserta konteks

tempatnya tampil.10

2. Dalam pengertian yang lebih sempit, bidang semantik sering dibagi kepada

dua pokok bahasan, yaitu (a) teori referensi (denotasi, ekstensi), dan

(b) teori makna (konotasi, intensi).11

Appresiasi terhadap ilmu semantik dan selanjutnya semantik dirasakan

penting dalam studi linguistik baru muncul sesudah  Noam Chomsky, bapak

linguistik transformasi, melalui karyanya Aspect of Theory of Syntax,12 menyatakan

bahwa semantik merupakan salah satu komponen tata bahasa selain sintaksis

dan fonologi, dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik

ini.13 sesudah  itu, banyak perhatian diarahkan kepada semantik, dan berbagai

teori tentang makna kemudian bermunculan.

IV. Teori-teori dalam Ilmu Semantik (Teori Semantik

Tentang Makna)

Para pakar filsafat dan linguistik telah mengembangkan sejumlah teori

yang berhubungan dengan konsep makna di dalam ilmu semantik. Di antara

dasar pertimbangan mereka dalam mengembangkan teori ini  yaitu 

dalam hal menjelaskan makna dalam hubungan antara bahasa (ujaran),

pikiran dan realitas di alam.14 Sekurangnya ada 4 (empat) teori makna, yaitu:


(1) Teori Referensial atau Korespondensi, (2) Teori Kontekstual, (3) Teori

Mentalisme atau Konseptual, dan (4) Teori Formalisme.15

1. Teori Referensial atau Korespondensi

Menurut Ogden dan Richards, sebagaimana dikutip oleh Parera, teori

Referensial atau Korespondensi merujuk kepada segi tiga makna. Makna menurut

Ogden dan Richards yaitu  hubungan antara reference dan referent yang

dinyatakan lewat simbol bunyi bahasa, baik berupa kata maupun frase atau

kalimat. Simbol bahasa dan rujukan atau referent tidak mempunyai hubungan

langsung. Teori ini menekankan hubungan langsung antara reference dengan

referent yang ada di alam nyata.16

Pikiran atau reference (= makna, ‘sense’ atau ‘content’) menurut teori

referensial ini, ditempatkan dalam hubungan kausal dengan simbol (bentuk

bahasa atau penamaan) dan referent, sedangkan antara simbol dan refer-

ent terdapat hubungan buntung.17

Parera lebih lanjut menjelaskan bahwa apabila kita menerima bahwa

makna sebuah ujaran yaitu  referentnya, maka pernyataan berikut haruslah

diterima, yaitu:

a. Jika sebuah ujaran mempunyai makna, maka ujaran itu mempunyai

referen.

b. Jika dua ujaran mempunyai referen yang sama, maka ujaran itu mempunyai

makna yang sama pula.

c. Apa saja yang benar dari referen sebuah ujaran yaitu  benar untuk

maknanya.18

2. Teori Kontekstual

Teori ini diperkenalkan oleh  J. R. Firth, yang pada tahun 1930 menyatakan

sebagai berikut:

If we regard language as ‘expressive’ or ‘communicative’ we imply that it is

an instrument of inner mental states. And as we know so little of inner

mental states, even by the most careful introspection the language prob-

lem becomes more mysterious the more we try to explain it by referring it

to inner mental happenings which are not observable. By regarding words

as acts, events, habits, we limit our inquiry to what is objective in the

group life of our fellows.19

Apabila kita menganggap bahasa sebagai ‘eskpressif’ (ucapan, pernyataan)

atau ‘komunikatif’ (menceritakan, menyampaikan) kita maksudkan yaitu 

bahwa bahasa ini  sebagai instrument dari keadaan mental bagian dalam.

Dan sebagaimana kita ketahui begitu sedikit tentang keadaan mental bagian

dalam, bahkan dengan introspeksi yang sangat cermat pun maka masalah

bahasa akan semakin pelik apabila kita semakin berusaha untuk menjelaskannya

dengan merujuk kepada peristiwa-peristiwa mental bagian dalam yang tidak

dapat diobservasi. Dengan menganggap perkataan/pernyataan sebagai perbuatan,

peristiwa, kebiasaan, maka kita batasi penyelidikan kita pada sesuatu yang

objektif di dalam kehidupan sesama kita.

Pemikiran Firth di atas melahirkan ide tentang konteks situasi atau teori

kontekstual dalam analisis makna. Makna sebuah kata, menurut teori ini,

terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa ini . Bahkan

teori kontekstual mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol ujaran

tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks. Tokoh lain yang pendapatnya

sejalan dan bahkan juga menjadi dasar bagi teori kontekstual ini yaitu 

antropolog B. Malinowski dari Inggeris.20

Pendapat lain tentang teori kontekstual ini, sebagaimana dikemukakan

oleh Parera, yaitu  bahwa setiap kata mempunyai makna dasar atau primer

yang terlepas dari konteks situasi. Kata itu baru mendapatkan makna sekunder

sesuai dengan konteks situasi. Dalam kenyataannya kata itu tidak akan terlepas

dari konteks pemakaiannya, sehingga pendapat yang membedakan makna

primer atau makna dasar dan makna sekunder atau makna kontekstual secara

implisit mengakui pentingnya konteks situasi dalam analisis makna.21

3. Teori Mentalisme atau Konseptual

Teori mentalisme ini pertama kali diperkenalkan oleh E de Saussure

yang menganjurkan studi bahasa secara sinkronis. Ia menghubungkan bentuk

bahasa lahiriah dengan ‘konsep’ atau citra mental penuturnya. Teori mentalisme

Teori Semantik Dalam Memahami Matan Hadis (Nawir Yuslem)


ini jelas bertentangan dengan teori referensi. Teori ini mengatakan bahwa ‘kuda

terbang’ yaitu  satu citra mental penuturnya walaupun secara real tidak ada.22

Ciri utama dari teori ini di antaranya yaitu  sebagaimana dinyatakan

oleh Glucksberg dan Danks:

“The set of possible meanings in any given word is the set of possible feelings,

images, ideas, concepts, thoughts, and inferences that a person might produce

when that word is heard and processed.” 23

(Makna dari kata yang diucapkan seseorang yaitu  merupakan perasaan,

kesan, ide, pemikiran dan kesimpulan yang ada pada diri orang ini 

ketika kata ini  diperdengarkan atau diproses)

Teori mentalisme ini pada umumnya lahir dan disponsori oleh para

psikolinguis.24

4. Teori Pemakaian dari Makna atau Formalisme

Teori ,ini dikembangkan oleh Wittgenstein, seorang filsuf Jerman. Sebuah

kata, menurut Wittgenstein, tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua

konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Makna tidak

mantap di luar kerangka pemakaiannya.25

Wittgenstein bahkan mengatakan: “Jangan menanyakan makna sebuah

kata;  tanyakanlah pemakaiannya,” dan pernyataan ini melahirkan satu postulat

tentang makna, yaitu: ‘Makna sebuah ujaran ditentukan oleh pemakaiannya

dalam masyarakat bahasa.’26

Teori ini memiliki kelemahan, yaitu dalam hal penentuan tentang konsep

‘pemakaian’ secara tepat. Hal ini memungkinkan lahirnya pragmatik dalam

penggunaan bahasa.27

V. Teori Yang Relevan Untuk Pemahaman Hadis

Sekurangnya ada empat teori yang dikemukakan oleh para pakar semantik

dalam memahami makna dari kata atau kalimat yang diucapkan atau dipergunakan

oleh seseorang. Keempat teori semantik sebagaimana yang telah diuraikan

di atas, pada dasarnya berguna dan dapat memberi bantuan dalam usaha


memahami sebuah kata atau ujaran yang diucapkan seseorang. Akan tetapi,

berdasarkan analisa dan pengkajian yang dilakukan terhadap teori-teori ini 

dan dihubungkan dengan upaya untuk memahami sebuh matan Hadis, maka

tidak semua teori ini  dapat dan relevan dipergunakan dalam pemahaman

makna dari matan sebuah Hadis, seperti teori mentalisme dan teori pemakaian

dari makna sebagimana yang telah dikemukakan di atas.

Teori mentalisme, umpamanya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas,

yaitu  teori semantik yang menekankan hubungan antara bentuk bahasa lahiriah

dengan ‘konsep’ atau citra mental penuturnya. Teori mentalisme ini yaitu 

bertentangan dengan teori referensi. Penggunaan teori ini melahirkan kesulitan

atau hambatan dalam memahami perasaan, kesan, ide, pemikiran dan kesimpulan

yang ada pada diri orang yang melahirkan kata atau ujaran ini  ketika kata

ini  diperdengarkan atau diproses, sehingga bisa mendatangkan spekulasi

yang tinggi dalam menentukannya. Sementara itu, Hadis Nabi saw dimaksudkan untuk

menjadi petunjuk bagi umat dan penjelas (bayan) terhadap ayat-ayat Alquran.

Demikian pula halnya dengan teori pemakaian dari makna, yang sesudah 

dianalisis dan dilakukan pengkajian terhadapnya, maka teori cenderung

melahirkan pragmatisme dalam penggunaan bahasa, yang hal ini merupakan

kelemahan bagi teori ini.

Teori referensial dan teori kontekstual dapat disimpulkan sebagai teori

yang relevan untuk dipergunakan dalam pemahaman makna terhadap matan-

matan Hadis Nabi saw. Hal ini  didasarkan kepada substansi dari kedua

teori ini  sama-sama mendukung untuk memahami teks berupa ujaran

atau bahasa yang diucapkan Rasul, atau reportase yang disampaikan oleh para

sahabat tentang Rasul, yang teks atau bahasa ini  menghubungkan antara

gagasan yang ada pada diri Rasul dengan acuan yang ada di alam nyata ini,

sebagaimana yang diyakini dalam teori refernsial; atau sesuatu teks yang

disampaikan sangat dipengaruhi oleh, dan terikat pada, lingkungan cultural

dan ekologis pemakai bahasa ini , sebagaimana yang dianut oleh teori

kontekstual. Bahkan menurut teori yang disebut terakhir ini, bahwa sebuah

kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.

Berdasarkan pembahasan dan uraian pada Bab-bab terdahulu, maka

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Di dalam ilmu semantik diperkenalkan sejumlah teori, di antaranya

Teori Referensial, Teori Kontekstual, Toeri Mentalisme, dan Teori Pemakaian

Makna. Di antara teori-teori ini , maka teori Referensial dan Teori Kontekstual

dapat membantu dalam memahami Hadis-hadis tertentu, terutama Hadis

yang berhubungan dengan budaya, sosial, politik, dan kehidupan sosial lainnya.

Di dalam menterapkan teori-teori semantik di atas, langkah-langkah yang

dilakukan yaitu  dengan meneliti dan memahami konteks sosial, budaya,

politik, ekonomi dan sistem nilai yang berlaku pada saat lahirnya Hadis ini .

Selanjutnya dalam mempertimbangkan perubahan pemahamannya, dipertimbangkan

pula hal-hal, seperti perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan sosial

budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra, dan

adanya asosiasi.

Di antara Hadis-hadis yang memerlukan penggunaan teori semantik

dalam memahami makna matannya yaitu  Hadis-hadis yang berhubungan

dengan pendidikan, karena Rasul sebagai teladan dan panutan umat tentunya

telah berbicara dan melaksanakan tugas-tugas kependidikan pada masa hidupnya,

yang keseluruhan pembicaraan dan pelaksanaan tugas-tugas ini  dipengaruhi

dan berhubungan erat dengan konteks masa itu, seperti kehidupan sosial,

budaya, politik, ekonomi dan hukum.


Hadis—wahyu yang ghairu matlu—mencakup apa saja yang disandarkan

kepada Nabi Muhammad saw. baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, pengakuan

dan yang sebagainya.1 Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan Islam, hadis

merupakan sumber inspirasi dan keteladanan, karena Rasulullah saw. yaitu 

orang yang dipilih Allah swt. untuk memberi penjelasan dan tauladan tentang

ayat-ayat-Nya. Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Ahzab/33: 21:2

Sebagai sumber inspirasi dalam dunia pendidikan, selain al-Qur’an, Hadis

sudah sepantasnya dikaji secara serius dan mendalam oleh umat Islam teristimewa

lagi oleh para pakar pendidikan yang turut andil dalam perencanaan dan pengambil

kebijakan di bidang pendidikan, agar pendidikan dapat dilaksanakan sesuai

dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam baik yang ada dalam al-Qur’an maupun

Hadis, karena tanpa pemahaman yang memadai tentang Hadis, tidak mungkin

tuntunan Hadis dapat diterapkan dalam dunia pendidikan kita. Oleh karenanya,

dalam makalah ini penulis akan berupaya membahas tentang dasar-dasar

pendidikan dalam Hadis.

Urgensi pembahasan ini dilakukan dalam rangka menggali khazanah

keilmuan di bidang pendidikan Islam khususnya dalam hal dasar-dasar atau

prinsip-prinsip dasar pendidikan dalam hadis, yang mana Hadis merupakan


1 Fathurrahman, Ihtishar Mushthalahu‘l Hadis (Bandung: PT al-Ma‘arif, 1991), h. 6.

2 Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

dan dia banyak menyebut Allah. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:

Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 1981/1982), h. 70.

4

sumber kedua agama Islam. Hal ini termotivasi karena kenyataan selama ini

pendidikan yang berlangsung di negari kita masih lebih didominasi model

pendidikan produk barat. Hal ini berlaku baik di lembaga pendidikan umum

maupun di lembaga pendidikan agama, baik di level pendidikan sekolah

atau madrasah maupun di level pendidikan tinggi. Padahal Islam yang sebagai

sumbernya yaitu  al-Qur’an dan Hadis sangat kaya dengan informasi pendidikan,

imajinasi pemikiran serta sarat dengan petunjuk dan bimbingan.

II. Hadis-Hadis Tentang Dasar-Dasar Pendidikan

Dalam khazanah hadis ditemukan sejumlah besar hadis yang mengandung

informasi tentang dasar-dasar pendidikan Islam. Hadis-hadis ini mencakup

spektrum tema yang sangat luas dan tak jarang membutuhkan pemahaman

yang khusus sebelum dapat dilihat relevansinya terhadap persoalan pendidikan.

Di bawah ini yaitu  beberapa hadis yang paling relevan dan mengandung

prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar pendidikan Islam.

1. Hadis tentang Memilih Jodoh

Hadis ini menjelaskan agar calon suami memilih wanita yang sekufu untuk

calon isterinya, demikian juga dalam memilihkan calon isteri atau suami anak

yang kelak dikaruniakan Allah swt. kepadanya. Konsep pendidikan yang dapat

dirumuskan dari hadis di atas yaitu  bahwa memilih jodoh dalam Islam sangat

penting, karena calon isteri yaitu  orang yang kelak menjadi tempat penyemaian

3 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Sa‘id telah menceritakan kepada

kami al-Harits ibn Imran al-Ja‘fariy dari Hisyam ibn Urwah dari ayahnya dari Aisyah dia telah

berkata: telah berkata Rasulullah saw: Pilihkanlah untuk (tempat menyemai) air mani (benih)

kamu dan nikahilah yang sekufu dan nikahkanlah (anak-anak wanitamu) kepada mereka

(yang sekufu). Hadis ini dapat dinilai hasan dan syarif marfu’ sampai kepada Rasulullah

saw. Hadis ini diriwayatkan oleh ibn Majah dalam Sunan-nya dalam Kitab an-Nikah pada

bab Akfa‘ dengan sanad-sanad sebagai berikut: a) Abdullah ibn Sa‘ad dinilai dengan tsiqah;

b) al-Harits ibn Imram al-Ja‘fari dinilai laisa biqawyyi; c) Hisyam ibn Urwah dinilai dengan

tsiqah; d) Urwah ibn Zubair dinilai dengan tsiqah; e) Aisyah Binti Abu Bakar Shiddiq dia

termasuk sahabat yang semuanya dinilai adil. Lihat Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-

Qazwiniy ibn Majah, Sunan ibn Majah (ttp.: Isa al-Babiy al-Halabiy wa Syirkah, tt.), h. 269.

ِنب ِماشه نع ُّيِرَفعجْلا َنارمع نب ُثِراحْلا انَثَّدح ديعس نب هللا دبع انَثَّدح

اوريَّخت ملسو هيَلع هللا ىلص هللا ُلوسر َلاَق تلَاَق َةشئاع نع هيِبَأ نع َةورع

3.مِهيلَإِ اوحكنَأو ءَاَفْكَأْلا اوحكناو مُكفَطنل

5benih dan akan menjadi ibu dan sekaligus pendidik yang sangat besar pengaruhnya

kepada anak yang akan dilahirkan. Imam Mawardi menukil pendapat Khalifah

Umar ra. mengemukakan: Hak pertama seorang anak yang mesti dipenuhi

oleh orang tuanya yaitu  memilih calon ibu (yang akan melahirkannya).4

Lebih lanjut dikemukakan, Islam yaitu  agama keluarga. Segala tugas

dan kewajiban seorang mukmin terhadap keluarga dan rumah tangganya telah

ditetapkan. Keluarga muslim yaitu  basis masyarakat muslim, dan salah satu

faktor penentu terhadap keberhasilan pendidikan anak yaitu  adanya seorang

ibu yang salihah yang memahami peran dan tugasnya, serta mampu menjalankannya

dengan baik. Itulah pilar utama dalam pendidikan anak. Peranan mereka tetap

terukir dalam sejarah. Dari tangan merekalah lahir putra-putri terbaik yang

mampu membawa perbaikan masyarakat dan memandu umat ini menuju

kebaikan dan kekuatan. Rumah tangga yaitu  benteng pertahanan, maka benteng

itu harus kokoh dari dalam, setiap mukmin wajib mengamankan bentengnya

masing-masing dari dalam. Keberadaan seorang ibu salihah sangat diperlukan.

Seorang ayah yang salih tidak akan mampu sendirian mengamankan bentengnya.

Keduanya harus bersama-sama menjaga putra-putri mereka. Bila sejumlah

kaum laki-laki dikerahkan untuk membangun masyarakat Islami, akan sia-

sia jika tidak mengikut sertakan kaum wanitanya, karena mereka para penjaga

tunas atau generasi masa depan.5

Dengan demikian Islam tidak hanya memiliki konsep “pendidikan pranatal”

atau pendidikan anak dalam kandungan, akan tetapi lebih dari pada itu Islam

mendidik generasi dalam memilih jodoh sebelum melangsungkan pernikahannya.

Demikian juga dalam memilihkan calon isteri atau suami yang sekufu dari

anak yang kelak akan dilahirkan bila mereka telah dewasa.

2. Hadis tentang Doa Mendatangi Isteri

انَثَّدح ُّيلع نب دبع هللا َلاَق انَثَّدح ريِرج نع ٍروصنم نع ِملاس ِنب يِبَأ دعجْلا

نع ٍبيرُك نع ِنبا ٍساَّبع ُغُلبي َّيِبَّنلا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق وَل نَأ مُكدحَأ

اَذِإ ىتَأ هَلهَأ َلاَق ِمساِب هللا َّمهللا انبِّنج َناَطيَّشلا بِّنجو َناَطيَّشلا ام انتْقزر

يضُقَف امهنيب دَلو مَل هُّرضي6.

4 Muhammad ibn Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak (Jakarta: Al-

6 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali ibn Abdillah dia berkata: telah menceritakan

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

6

Hadis ini mengajarkan teks doa ketika seseorang yang ingin menggauli

isterinya. Inti dari doa yang diajarkan ialah mohon perlindungan kepada Allah

swt. dari gangguan syethan baik terhadap mereka suami isteri dan juga kepada

anak yang bila kelak dikaruniakan kepada mereka dari hasil hubungan suami

isteri ini . Selain hal ini  juga hadis ini memberikan jaminan, bila

doa ini  dibaca dan bila dari hubungan mereka dikaruniakan kepada

mereka keturunan maka keturunannya tidak bisa dicelakakan oleh Syaithan.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu :

a. Pendidikan akhlak dalam hal doa bergaul suami isteri. Hal ini merupakan

kelanjutan dari pendidikan memilih jodoh (dalam hadis terdahulu).

b. Hadis ini mengindikasikan bahwa setiap anak manusia sejak lahir menjadi

sasaran jamahan syetan, oleh karenanya suami isteri (calon ayah dan

ibu) diwajibkan berdoa kepada Allah swt. memohon perlindungan-

Nya ketika hendak melakukan hubungan suami isteri.

Adapun konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas

antara lain:

a. Berdoa sebelum melakukan hubungan suami isteri disyari‘atkan dalam Islam.

Doa yang dimohonkan kepada Allah swt. yaitu  agar diberi perlindungan

oleh Allah swt. dari gangguan syethan baik terhadap mereka suami

isteri dan juga kepada anaknya bila dikaruniakan kepada mereka keturunan

dari hasil hubungan ini .

b. Setiap anak manusia menjadi ajang rebutan antaran sentuhan hidayah

agama dan sasaran jamahan syetan sekalipun anak baru lahir dan dinyatakan

suci sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut:

نع يِبَأ َةريره هَّنَأ َناَك ُلوُقي َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ام نم

دوُلوم الِإ دَلوي ىَلع ةرْطفْلا 7. 

kepada kami Jarir dari Mansur dari Salim ibn Abi al-Ja‘di dari Kuraib dari ibn Abbas sampai

kepda Nabi saw. dia telah berkata: Jika salah seorang kamu mendatangi isterinya membaca

dengan nama Allah Ya Allah ya Tuhan kami jauhkanlah kami dari Syaithan dan jauhkanlah

Syaithan dari (anak) yang Engkau karuniakan kepada kami, maka Allah mentaqdirkan keduanya

mempunyai anak, Syaithan tidak akan dapat memudharatkannya. Hadis ini Syarif Marfu‘

sampai kepada Rasulullah saw., diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Sahih-nya

pada kitab an-Nikah pada bab Membaca Basmalah Dalam Semua hal. Semua sanad dinilai

tsiqah dengan demikian hadis ini dipandang sahih. Imam Abu Abdillah Muhammad ibn

Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Riyadh: Dar A‘lam al-Kutub, 1966), juz 1, h. 40.

7 Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj an-Naisaburiy, Shahih Muslim (ttp: al-Qanaah,

t.t.), jilid 1, h. 365.

7Oleh karenanya Rasulullah saw. mengajarkan dan sekaligus mengingatkan

agar jauh hari sebelum anak lahir (yaitu ketika mereka bersenggama)

sudah dimohonkan perlindungan-Nya dari jamahannya. Dalam Syarah

Tirmizi dijelaskan bahwa bila doa tidak dibaca maka semua anak yang

baru lahir akan dapat dijamah oleh Syeithan selain Maryam dan putranya

yaitu Nabi Isa as. sebagai berikut:

3. Hadis tentang Setiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Suci

 

 

 

 

 

 

 

 

8 Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmizi, Tuhfah al-Ahwazi Bi Syarh Jami‘ Tirmizi,

CD Room Software, al-Mausu‘at al-Hadis asy-Syarif Kutub at-Tis‘ah, Versi 1,2, no. hadis: 4803.

9 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hajib ibn al-Walid telah menceritakan kepada

kami Muhammad ibn Harb dari az-Zubaidi dari az-Zuhri telah menceritakan kepada saya

Sa‘id ibn al-Musayyab dari Abu Hurairah sesungguhnya dia berkata: Telah berkata Rasulullah

saw: Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka kedua ibu bapanya yang menjadikannya

Yahudi, menasranikannya atau memajusikannya sebagaimana hewan melahirkan kumpulan

hewan, adakah yang aneh dengan hal itu?. Hadis ini Hadis Syarif Marfu‘ sampai kepada

Rasulullah saw., diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Qadar. Semua sanad dinilai tsiqah;

dengan demikian hadis ini dinyatakan Sahih. Muslim, Shahih Muslim, jilid 1, h. 365.

10 Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah

atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan

pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 645.

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

نكل ةسوسو نم هل دب لاو ,اهنباو يمرم لاإ ناطيشلا هسيم دولوم لكف لاإو

 8.ناطلس مهيلع هل سيل نمم ناك

Hadis ini menjelaskan bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan

fitrah sebagaimana yang dikemukakan Q.S. al-Rum/30: 30 sebagai berikut:10

4 «! $# È,ù= y⇐ Ï9 Ÿ≅ƒÏ‰ö7 s? Ÿω 4 $pκ ö n= tæ }̈ $̈Ζ9 $# t sÜsù © ÉL©9$# «! $# |N t ôÜÏù 4 $Z‹ ÏΖ ym È⎦⎪Ïe$# Ï9 y7 yγô_uρ óΟ Ï% r'sù

∩⊂⊃∪ tβθßϑ n= ôètƒ Ÿω Ĩ$̈Ζ9 $# u sYò2r&  ∅Å3≈ s9 uρ ÞΟ ÍhŠs) ø9$# Ú⎥⎪Ïe$!$# šÏ9≡sŒ

ِّيِرهُّزلا نع ِّيديبُّزلا نع ٍبرح نب دَّمحم انَثَّدح ديلوْلا نب بِجاح انَثَّدح

هللا ُلوسر َلاَق ُلوُقي َناَك هَّنَأ َةريره يِبأَ نع ِبيَّسمْلا نب ديعس يِنربخَأ

هِنادِّوهي هاوبَأَف ةرْطفْلا ىَلع دَلوي الِإ دولُوم نم ام ملسو هيَلع هللا ىلص

نم اهيف َنوُّسحت ْله ءَاعمج ًةميِهب ُةميِهبْلا جتنت امَك هِناسِّجميو هِنارِّصنيو

 9.ءَاعدج

8

Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalam hadis ini  yaitu :

a. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.

b. Adanya indikasi tentang kesiapan anak menerima pengaruh dari luar

dirinya (external factor).

c. Kewajiban dan peran yang besar dimiliki kedua orang tua dalam mendidik

anak serta tanggung jawab keduanya atas pengaruh negatif yang diterima

oleh anak.

Sementara itu, konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis

di atas yaitu :

a. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah atau masih bersih belum

dipengaruhi oleh faktor luar, dan John Locke11 mengistilahkan dengan

“tabula rasa” yaitu pendapat yang mengatakan bahwa pada waktu lahir

anak manusia yaitu  kosong seperti kertas putih belum tertulis. Pengisiannya

bergantung pada pengalamannya. Hal ini berbeda dengan pendapat

yang mengatakan bahwa setiap anak dilahirkan sudah memikul dosa

sebagai dosa warisan.

b. Kesiapan anak menerima pengaruh dari luar dirinya; artinya dunia pendidikan

sangat berperan bagi si anak baik pendidikan dalam rumahtangga, atau

pendidikan di lembaga pendidikan formal maupun pendidikan di masyarakat.

c. Kewajiban dan peran yang besar serta tanggung jawab yang dimiliki kedua

orang tua dalam mendidik anak. Hal ini sesuai dengan Q.S. al-Tahrim/

66: 6.12

4. Hadis tentang Aqiqah dan Menabalkan Nama Anak

11 Ag. Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan (Bandung: CV. Ilmu, 1978), h. 20.

12 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka yang bahan bakarnya yaitu  manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat

yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Departemen Agama RI, al-Qur’an

dan Terjemahnya, h. 951.

13 Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy‘ats as-Sijistaniy, Sunan Abu Daud (ttp.: Muhammad

Ali as-Said, 1969/1970), juz 3, h. 106.

نع  ِنسحْلا  نع  َةداتَق  نع  ديعس  نع  ٍّيدع  يِبَأ  نبا  انَثَّدح  ىَّنَثمْلا  نبا  انَثَّدح

لُك  َلاَق  ملسو  هيَلع  هللا  ىلص  هللا  َلوسر  نَأ  ٍبدنج  ِنب  َةرمسٌةنيهر  ٍماَلُغ  

13.ىَّمسيو قَلحيو هعِباس موي هنع حبْذت هتَقيقعبِ

9Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibnu al-Mutsanna telah menceritakan

kepada kami Ibnu Abi Adiy dari Sa‘id dari Qatadah dari al-Hasan dari Samrah

Ibnu Jundab sesungguhnya telah berkata Rasulullah saw: Setiap anak tergadai

dengan aqiqahnya disembelihkan hewan di hari ketujuh (kelahirannya), dicukur

dan ditabalkan namanya.

 Hadis ini hadis Syarif Marfu‘ sampai kepada Rasulullah saw., diriwayatkan

oleh Abu Daud dalam kitab adh-Dhahaya, bab al-Aqiqah. Semua sanad dinilai

Tsiqah dengan demikian hadis ini dinyatakan Sahih.

Hadis ini menjelaskan bahwa setiap anak tergadai oleh aqiqahnya karenanya

disyariatkan agar mengaqiqahinya pada hari ketujuh kelahirannya, mencukur

rambutnya dan memberi nama. Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di

dalamnya yaitu  bahwa Pendidikan ta‘abbudiy dan tabarruk yaitu dengan

melaksanakan syari‘at aqiqah, cukur rambut dan menabalkan nama anak dengan

nama yang baik yang merupakan doa Adapun konsep pendidikan yang dapat

dirumuskan dari hadis di atas yaitu :

a. Pendidikan ta‘abbudiy dan tabarruk dengan melaksanakan syari‘at aqiqah

mengandung makna simbolis, yaitu menundukkan nafsu hayawaniah yang

ada pada diri manusia agar tunduk patuh kepada arahan dan kendali Allah

swt. Nafsu merupakan potensi dasar yang dianugerahkan Allah swt. kepada

manusia. Namun dorongan nafsu ada yang positif dan ada pula yang negatif,

oleh karenanya nafsu perlu dijinakkan dan diarahkan kepada yang positif.

b. Demikian juga dalam hal memberi nama kepada anak dianjurkan dengan

nama yang baik. Nama merupakan doa untuk pemiliknya, nama yaitu  salah

satu alat untuk mengadakan komunikasi terhadap pemiliknya dan nama

yaitu  panggilan untuk dirinya seumur hidup bahkan di kehidupan akhirat.

Tidak seperti ungkapan yang mengatakan: “Apalah arti sebuah nama”.

5. Hadis tentang Talqin Mait

انَثَّدحو وبَأ ٍرْكب ُنامْثعو انبا يِبَأ َةبيش ح و يِنَثَّدح ورمع دقاَّنلا اوُلاَق اعيمج

انَثَّدح وبَأ دلاخ رمحَأْلا نع ديِزي ِنب َناسيَك نع يِبَأ ٍمِزاح نع يِبَأ َةريره َلاَق

َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو اونقَل مُكاتوم اَل هَلِإ الِإ هللا14. 

14 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar dan Usman kedua anak Abu

Syaibah, sanad lain: Telah menceritakan kepada saya Amr an-Naqid mereka semuanya berkata,

telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari Yazid ibn Kaisan dari Abi Hazim

dari Abu Hurairah dia telah berkata: Telah berkata Rasulullah saw. talqinkanlah orang yang

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

10


Hadis ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw. menyuruh mentalqinkan

orang yang lagi sakaratul maut dengan ucapan tahlil yaitu ucapan: tiada

Tuhan selain Allah. Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalamnya yaitu 

bahwa pendidikan terakhir kepada seorang muslim atau mukmin menjelang

ajalnya dengan dibimbing atau diingatkan kalimat tauhid.

Sementara itu, konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis

di atas yaitu :

a. Pendidikan akidah tauhid. Tauhid yaitu  keyakinan mengesakan Allah swt.

baik sebagai Rabb, Ilah maupun Asma‘ wa Sifat yang dimiliki-Nya.15 Keyakinan

tauhid yaitu  keyakinan yang harus dipertahankan oleh setiap orang

yang beriman sampai akhir hayatnya, karena orang yang dapat mempertahankan

keyakinan tauhidnya sampai akhir hayatnya maka balasannya yaitu 

syurga sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. sebagai berikut:

b. Konsep Long Life Education. Hadis ini dan empat hadis sebelumnya meng-

gambarkan bahwa sepanjang hidup manusia muslim atau mukmin harus

mendapat bimbingan atau pendidikan, karena mereka sekalipun sudah

dalam keadaan sakaratul maut (di ambang kematian) masih dibimbing

untuk tetap mengesakan Allah swt., bahkan lebih dari pada itu, karena

jauh sebelum kelahiran anak, yaitu ketika kedua orang tuanya sebelum

menikah sudah dibimbing dalam memilih mencari jodoh yang layak (dalam

hadis pertama), sesudah  menikah dididik dan diingatkan membaca doa

setiap kali mereka bergaul suami isteri agar mereka dan anaknya (jika dari

انَثَّدح دَّمحم نب ٍرْكب انَأ دبع ديمحْلا يِنعي نبا ٍرَفعج انَثَّدح حلاص يِنعي

نبا يِبَأ ٍبيِرع نع ِيرثَك ِنب َةَّرم نع ذاعم ِنب ٍلبج َلاَق َلاَق انَل ٌذاعم يف

هضرم دَق تعمس نم ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو اًئيش تنُك

هومُكمتْكَأ تعمس َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ُلوُقي نم َناَك رخآ

هماَلَك اَل هَلِإ الِإ هللا تبجو هَل ُةَّنجْلا 16.

hampir mati di antara kamu (dengan) tiada Tuhan selain Allah. Hadis ini Hadis syarif marfu’

sampai kepada Rasulullah saw. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab

Sahihnya pada kitab Janaiz bab Talqin bagi orang mati. Semua sanad dinilai tsiqah dengan

demikian hadis ini dinyatakan sahih. Muslim, Shahih Muslim, jilid 2, h. 458.

15 Untuk penjelasan masing-masing istilah ini , baca Muslim Nasution, at-Tauhid

fi al-Islam (Makkah: Ummul Qura, 1983), Tesis, h. 4-16

16 Imam Ahmad, Musnad Ahmad, CD Room Software, al-Mausu‘at al-Hadis asy-Syarif

Kutub at-Tis‘ah, Versi 1,2, No. Hadis: 21024

11

pergaulan suami isteri itu dianugerahi oleh Allah swt. keturunan) dihindarkan

dari gangguan syetan (dalam hadis kedua), sesudah  anak lahir, dikemukakan,

bahwa setiap anak lahir dalam keadaan suci sekaligus kosong (belum

ada pengaruh apapun dari luar kepada sianak) dan sekaligus kesiapannya

untuk menerima pengaruh (pendidikan) dari lingkungannya. Selain itu,

dikemukakan tentang besarnya peran kedua orang tua terhadap anaknya

sampai dinyatakan anak akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi

terletak pada peran kedua orang tuanya. Hal ini sekaligus mengindikasikan

kewajiban kedua orang tua untuk mendidik anak dengan pendidikan

yang bertanggung jawab (dalam hadis ketiga), dan sesudah  anak berumur

tujuh hari diaqiqahi, dicukur rambut dan diberi namanya dengan nama

yang baik sebagai doa (sekaligus merupakan pendidikan melalui metode

pembiasaan (drill method) setiap kali dia dipanggil orang lain atau ketika

dia menyebut namanya sendiri (dalam hadis keempat).

6. Hadis tentang Tauhid

انَثَّدح دبع هللا يِنَثَّدح وبَأ َناميَلس ُّيِّبَّضلا دواد نب وِرمع ِنب ٍريهز ُّيِبِّيسمْلا

َلاَق انَثَّدح دبع ِنمحَّرلا نب يِبَأ دانِّزلا نع هيِبَأ نع َةعيِبر ِنب داَّبع ِّيليِّدلا َناَكو

اًّيلهاج مَلسَأ َلاَقَف تيَأر َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو رصب يِنيع ِقوسِب

يذ ِزاجمْلا ُلوُقي اي اهُّيَأ ساَّنلا اوُلوُق اَل هَلِإ الِإ هللا اوحلْفت ُلخديو يف اهِجاجف

ساَّنلاو َنوُفِّصَقتم هيَلع امَف تيَأر ادحَأ ُلوُقي اًئيش وهو اَل تُكسي ُلوُقي اهُّيَأ

ساَّنلا اوُلوُق اَل هَلِإ الِإ هللا اوحلْفت الِإ نَأ هءَارو اًلجر َلوحَأ ءَيضو هجوْلا اَذ

ِنيتريدَغ ُلوُقي هَّنِإ ٌئِباص بذاَك تْلُقَف نم اَذه اوُلاَق دَّمحم نب دبع هللا وهو

رُكْذي َةَّوبُّنلا تْلُق نم اَذه يذلا هبذَكي اوُلاَق هُّمع وبَأ ٍبهَل تْلُق كَّنِإ تنُك

ذئموي ايرغص َلاَق اَل هللاو يِّنِإ ذئموي ُلقعَأَل17. 

17 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah telah menceritakan kepada saya

Abu Sulaiman adh-Dhabiy Daud ibn Amri ibn Zuhair al-Musayyabiy dia berkata telah menceritakan

kepada kami Abdurrahman ibn Abi Zannad dari ayahnya dari Rabi‘ah ibn Abbad ad-Dailiy,

dan dia dahulu masih Jahiliyah lalu masuk Islam maka ia berkata: Aku melihat Rasulullah saw.

benar-benar dengan mata kepalaku di Pekan Zi al-Majaz sedang berkata: Hai manusia, katakanlah

Tidak ada Tuhan selain Allah, kamu pasti menang, dan ia masuk di celah-celah orang banyak

yang lagi mengerumuninya, dan aku tidak melihat seorang pun mengatakan sesuatu sedangkan

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

12


Hadis ini menjelaskan bahwa ketika Rasulullah saw. berada di Pekan

Zi al-Majaz ia menyeru atau mengajak orang banyak untuk mengucapkan

kalimat tauhid berkali-kali sampai pamannya memprotes dan menuduhnya

sebagai seorang pembohong.

Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalamnya yaitu  mencakup

Pendidikan akidah tauhid dan prinsip pendidikan dewasa (adult education).

Adapun konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu :

a. Pendidikan tauhid. Kata tauhid berasal dari kata: wahhada- yuwahhidu-

tauhidan,18 yang secara etimologi diartikan suatu ungkapan yang menjadikan

sesuatu itu satu.19 Secara terminologi tauhid yaitu  keyakinan mengesakan

Allah swt. baik sebagai Rabb, Ilah maupun Asma‘ wa Sifat yang dimiliki-Nya.20

Tauhid yaitu  inti dari misi risalah para nabi dan rasul, sebagaimana

dikemukakan dalam berbagai ayat al-Qur’an.21

Tauhid membebaskan manusia dari belenggu perbudakannya kepada

selain Allah swt. Tahid menjadikan batin manusia merasa tenteram, beban

penderitaannya akan terasa lebih ringan.22 Keadaan ini  akan lebih

ia tidak diam mengatakan, hai manusia, katakanlah ‘tidak ada Tuhan selain Allah’, kamu pasti

menang, selain ada seorang laki-laki yang ada di belakangnya dia memalingkan mukanya

dan di mukanya ada tanda pengingkarannya sambil mengatakan: Dia yaitu  seorang yang

shabi‘ (penyembah bintang) lagi pembohong, lalu aku bertanya, siapa dia ini? Orang banyak

menjawab, dia yaitu  Muhammad ibn Abdillah, dia disebut seorang nabi, lalu aku bertanya,

siapa ini orang yang mendustakannya? Mereka menjawab, dia yaitu  pamannya Abu Lahab,

aku katakan, engkau waktu itu masih kecil? Dia menjawab, tidak, demi Allah, aku waktu itu

sudah benar-benar berakal. Hadis ini syarif marfu’ sampai kepada Rasulullah saw., diriwayatkan

oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad Ahmad pada kitab Musnad al-Makkiyin bab Hadis

Rabi‘ah ibn Abbad ad-Dailiy. Semua sanad dinilai tsiqah dengan demikian hadis ini dinyatakan

Sahih. Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad, CD Room Software, al-Mausu‘at al-Hadis asy-

Syarif Kutub at-Tis‘ah, Versi 1.2, no. hadis: 15448.

18 Jamaluddin Muhammad ibn Mukrim ibn Manzur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar Alshadir,

tt.), Jilid III, h. 446.

19 Al-Qadhi Abd al-Jabbar, Syarah Ushul al-Khamsah (Kairo: Maktabah Wahbah, tt.),

h. 128.

20 Nasution, at-Tauhid, h. 4-16.

21 Misalnya, Q.S. al-Nahl/16: 36: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada

tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”,

maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di

antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya, maka berjalanlah kamu dimuka

bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-

rasul); Q.S. al-Anbiya’/21: 25, Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu

melainkan kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan

Aku, maka sembahlah Aku.” Lihat juga Q.S. al-A’raf /7: 59, 65, 73, 85; al-Mu’minun/23:

23; al-Ankabut/29: 16; al-Zumar/39: 11-12.

22 Menurut ibn Taimiyah, Mengenal Allah dan mentauhidkan-Nya merupakan pangkal

kebahagiaan manusia dan pangkal ketenteraman dalam hidupnya. Beliau menambahkan,

13

terasa bila seseorang lebih meningkatkan kedekatannya kepada-Nya, karena

ia yakin bahwa Allah satu-satu-Nya yang paling tepat untuk dijadikan

tumpuan segala harapan23 dan tumpuan pengaduan (munajat). Berbeda

orang yang syirik kepada Allah, hidupnya akan gelisah, terombang-ambing

antara menuruti keinginan hawa nafsu dan keyakinan yang tak jelas, harus

mohon perlindungan kepada siapa, dan sebagainya. Menurut Muslim Nasution,

syirik merupakan sumber rasa ketakutan dan kegoncangan batin dan sumber

kehinaan diri serta memperhambakan diri kepada selain Allah swt.24

b. Prinsip Adult Education (pendidikan kepada masyarakat) tentang pentingnya

masyarakat meluruskan akidah atau keyakinan meraka dengan berakidah

tauhid. Nabi Muhammad saw. pada priode pertama dakwahnya (priode

Makkah) ia memfokuskan dakwahnya pada pembinaan akhlak dan akidah.

Hal ini terbukti datangnya perintah salat yang lima waktu di penghujung

priode ini .25

7. Hadis tentang Tafaqquh fi al-Din

انَثَّدح ديعس نب ٍريَفع َلاَق انَثَّدح نبا ٍبهو نع سنوي نع ِنبا ٍباهش َلاَق َلاَق

ديمح نب دبع ِنمحَّرلا تعمس َةيِواعم ابيطخ ُلوُقي تعمس َّيِبَّنلا ىلص هللا

هيَلع ملسو ُلوُقي نم دِري هللا هِب اريخ ههقَفي يف ِنيِّدلا امَّنِإو انَأ مساَق هللاو

يطعي نَلو َلازت هذه ُةَّمُأْلا ًةمئاَق ىَلع ِرمَأ هللا اَل مهُّرضي نم مهَفَلاخ ىَّتح يتْأي

رمَأ هللا26.

bahwa kebutuhan manusia akan kenalnya dengan Allah swt. dan mentauhidkanNya seperti

kebutuhan jasad terhadap makanan, minuman dan bernapas. Lihat: ibn Taimiyah dalam:

Qawaid Manhaj Salafi wa Nusqil Islami fi Masail Uluhiyyah wa al-Alam wa al-Insan (Kairo:

Dar al-Andhar, 1396 H), h. 111-112.

23 Q.S. al-Ikhlash/112: 2.

24 Nasution, At-Tauhid, h. 330-331.

25 Muhammad al-Khudhriy Bek, Tarikh at-Tasyri‘ al-Islamiy (Surabaya: Maktabah

Ahmad ibn Sa‘ad ibn Nahban wa-Awladuh, t.t.), h. 43.

26 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Said bin Afir, ia berkata: Telah menceritakan

kepada kami ibn Wahab dari Yunus dari ibn Syihab, ia berkata:Telah berkata Humaid ibn

Abdirrahman, saya telah mendengar Mu‘awiyah sedang berhutbah sambil berkata: Aku telah

mendengar Nabi Muhammad saw. sedang bersabda: Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah

swt. dia akan diberi oleh-Nya kefahaman tentang agama dan saya hanyalah pembagi sementara

Allahlah (Zat) Pemberi, dan selama umat ini senantiasa tegak melaksanakan urusan Allah

(agama) mereka tidak akan dapat dimudharatkan oleh orang-orang yang menentang (musuh)

mereka, sehingga datanglah urusan Allah (Hari Kiamat). Hadis ini syarif marfu’ sampai kepada

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

14


Hadis ini menjelaskan bahwa siapa saja yang dikehendaki baik oleh

Allah swt. maka Allah swt. akan memberikan pemahaman tentang agamanya.

Artinya, Allah swt. menjadikannya sebagai orang yang ‘alim tentang hukum-

hukum agamanya.27 Selanjutnya, hadis ini menjelaskan bahwa Rasulullah

saw. berperan hanya sebagai penyampai ajaran agama sedangkan Allah swt.

yaitu  Zat Yang Maha Pemberi pemahaman/ilmu keagamaan. Selanjutnya,

hadis ini menjelaskan bahwa selama umat Islam senantiasa tegak melaksanakan

ajaran agama Allah swt. umat Islam tidak akan dapat dicelakakan oleh

orang-orang generasi berikutnya sampai datang hari Kiamat.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu :

a. Motivasi usaha tafaqquh fiddin (memperdalam pemahaman keagamaan).

b. Adult Education (pendidikan kepada masyarakat).

c. Metode pengajaran metode ceramah atau khuthbah.

Konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu :

a. Upaya tafaqquh fiddin (memperdalam pemahaman keagamaan) sejalan

dengan Q.S. al-Tawbah/9: 122: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi

semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan

di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka

tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila

mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.28

b. Prinsip Adult Education (pendidikan kepada masyarakat) tentang pentingnya

masyarakat menegakkah agama Allah, dan persyaratan untuk dapat menegakkan

agama Allah yaitu  adanya kefaqihan (pemahaman yang memadai) tentang

ajaran agama Allah. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pendidikan

harus tetap dilakukan karena kefaqihan didapat dengan belajar dan kefaqihan

sebagaimana di kemukakan di atas merupakan dasar untuk dapat menegakkan

agama Allah sedangkan menegakkan agama Allah merupakan persyaratan

pula untuk terjaminnya keutuhan bangsa generasi demi generasi.

c. Metode pengajaran ceramah. Metode ceramah atau dalam istilah Arab

khuthbah dan dalam istilah Inggeris lecturing method yaitu  suatu metode

di dalam pendidikan di mana cara penyampaian materi-materi pelajaran

Rasulullah saw. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Sahihnya dalam

kitab an-Nikah pada bab Membaca Basmalah dalam Semua Hal. Semua sanad dinilai tsiqah

dengan demikian hadis ini dinyatakan sahih. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid 1, h. 25-26.

27 Muhyiddin Abi Zakariya Yahya ibn Syaraf an-Nawawiy, Riyadh ash-Shalihin min

Kalam Sayyid al-Mursalin (Kairo: Dar Ihya‘ al-Kutub al-Arabiyyah, 1955), h. 499.

28 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 301-302.

15

kepada anak didik dilakukan dengan cara penerangan dan penuturan

secara lisan.29 Metode ceramah juga disebut dengan metode kuliah, karena

umumnya banyak dipakai di Perguruan Tinggi, dan metode ini yaitu 

metode yang sering digunakan, karena metode ini sangat mudah untuk

dilakukan. Sejak masa Rasulullah saw. metode ceramah merupakan cara

paling awal yang dilakukan Nabi Muhammad saw. dalam menyampaikan

wahyu kepada para sahabat. Karakteristik yang menonjol dari metode

ceramah yaitu  peran guru tampak sangat dominan, sementara siswa

lebih fasif dan menerima apa yang disampaikan oleh guru.30

d. Doa untuk mengawali setiap kegiatan menuntut ilmu pengetahuan,

karena ilmu pengetahuan keagamaan merupakan anugerah Allah swt.

8. Hadis tentang Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education)

Hadis ini menjelaskan bahwa Allah swt. tidak mencabut ilmu dengan cara

انَثَّدح ُليعامسِإ نب يِبَأ ٍسيوُأ َلاَق يِنَثَّدح كلام نع ِماشه ِنب َةورع نع هيِبَأ

نع دبع هللا ِنب وِرمع ِنب ِصاعْلا َلاَق تعمس َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو

ُلوُقي نِإ هللا اَل ضِبْقي مْلعْلا اعازتنا هعِزتني نم دابعْلا نكَلو ضِبْقي مْلعْلا ِضبَقِب

ءِامَلعْلا ىَّتح اَذِإ مَل ِقبي املاع َذخَّتا ساَّنلا اسوءُر اًلاَّهج اوُلئسَف اوتْفَأَف ِريغِب ٍمْلع

اولضَف اولضَأو َلاَق ُّيِربرفْلا انَثَّدح ساَّبع َلاَق انَثَّدح ُةبيتُق انَثَّدح ريِرج نع

ٍماشه هوحن31. 

29 Zuhairini, dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional,

1983), h. 83.

30 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat

Pres, 2002), h. 136.

31 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abi Uais, dia berkata: Telah menceritakan

kepadaku Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Abdullah bin Amr bin al-Ashy, dia

berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. sedang bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menarik

ilmu dengan cara mencabutnya dari hamba-hamba-Nya, akan tetapi Dia mengambil/menarik

ilmu dengan cara mewafatkan para ulama sehingga apabila tidak ada lagi orang yang alim,

orang banyak (masyarakat) mulai menjadikan orang-orang jahil sebagai pemimpin-pemimpin

mereka, lalu para pemimpin itu dijadikan tumpuan pertanyaan masyarakat, maka mereka memberi

fatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan malah menyesatkan. Hadis ini syarif marfu’ sampai

kepada Rasulullah saw., diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Sahihnya dalam Kitab

al-Ilm pada Bab Bagaimana Allah swt. Mencabut Ilmu. Semua sanad dinilai tsiqah; dengan

demikian hadis ini dinyatakan sahih. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 1, hal. 33-34.

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

16


mencabutnya dari setiap hamba-hamba-Nya, akan tetapi Dia mencabutnya

dengan cara mewafatkan para alim (Ulama) sampai tidak ada lagi orang alim.

Dalam kondisi seperti itu, masyarakat dalam hal mengangkat pemimpin,

mereka mengangkat pemimpin dari kalangan orang tidak berilmu (juhhal:orang-

orang bodoh). Selanjutnya, pemimpin mereka walaupun demikian keadaannya,

masyarakat tetap meminta mereka memberikan fatwa tentang masalah atau

problema yang mereka hadapi. Dalam kondisi yang demikian mereka memberikan

fatwa-fatwa tanpa ilmu sehingga mereka menjadi pemimpin yang sesat lagi

menyesatkan masyarakat.

Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalamnya yaitu :

a. Pendidikan kepada masyarakat (adult education), secara hakikatnya ilmu

akan ditarik dari peredaran oleh Allah swt. Tuhan Sumber segala ilmu

(sebagaimana dalam hadis yang lalu).

b. Juga, pada satu waktu akan terjadi krisis ulama, dan sekaligus krisis pemimpin

panutan yang baik (pemimpin idola).

c. Ilmu merupakan persyaratan menjadi pemimpin, dan berfatwa, karena

pemimpin sebagai rujukan umat,32 bila hal ini tidak terpenuhi maka ia

tersesat lagi menyesatkan orang banyak.

d. Hadis ini mengindikasikan bahwa upaya pendidikan harus tetap dilakukan

karena ilmu didapat dengan belajar dan ilmu merupakan persyaratan

menjadi pemimpin, dan berfatwa.

Konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu  bahwa

upaya pendidikan harus dilaksanakan secara serius dan secara kontiniu di

masyarakat baik pendidikan secara formal, non formal atau informal, karena

ilmu didapat dengan belajar dan ilmu merupakan persyaratan yang harus

dipenuhi oleh seseorang yang akan memberikan fatwa kepada masyarakat

dan sekaligus persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Pendidikan

tidak boleh diabaikan, agar orang-orang alim (ulama) tetap ada di muka bumi

ini secara berkesinambungan tidak boleh putus, sehingga masyarakat senantiasa

dapat terbimbing dan terarahkan oleh ilmu para alim (ulama); tidak seperti

pribahasa: laula al-ulama lakana an-nas kalbahaim, artinya: sekiranya tidak ada

ulama maka manusia akan seperti hewan-hewan ternak, karena bila pendidikan

diabaikan, masyarakat akan mengalami krisis ulama dan krisis ulama akan

32 al-Maraghi ketika membahas Q.S. al-Nisa’/4: 59 berkenaan dengan perintah taat

kepada pemimpin ia berpendapat, para pemimpin merupakan rujukan masyarakat dalam

hal berbagai kebutuhan dan maslahat umum. Lihat: Imam Ahmad Mustafa al-Maraghi,

Tafsir al-Maraghi (ttp: tp., tt), jilid 2, juz 5, h. 72.

17

berdampak fatal karena masyarakat akan dipimpin oleh pemimpin yang

tidak mendasarkan kepemimpinan dan kebijakannya kepada ilmu pengetahuan,

karena memang mereka juhhal.

9. Hadis tentang Educational Journey

Hadis ini menjanjikan kepada siapa yang menempuh satu cara atau

menjalani satu jalan dengan tujuan untuk menuntut ilmu maka Allah swt.

akan memberi kepadanya kemudahan untuk masuk syurga.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu  bahwa Is-

lam menganjurkan agar para penuntut ilmu melakukan perjalanan ke berbagai

negeri di mana sumber ilmu terdapat.

Konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu 

educational journey, yaitu perjalanan atau pengembaraan untuk menimba

ilmu pengetahuan atau dengan istilah Arab disebut dengan ar-rihlah al-‘ilmiyyah,

sebagaimana banyak dilakukan oleh para alim (ulama) terdahulu, seperti Imam

Bukhari dalam pengembaraannya untuk menemukan hadis ia pergi ke Hurasan,

Jabal, Iraq, Hijaz, mesir dan Syam.34

Hal ini juga diisyaratkan di dalam Q.S. al-Tawbah/9: 122,35 yang menjelaskan

tidak sepatutnya kaum mukminin semuanya pergi ke perang sehingga tidak

انَثَّدح دومحم نب َناَليَغ انَثَّدح وبَأ َةماسُأ نع ِشمعَأْلا نع يِبَأ ٍحلاص نع يِبَأ

َةريره َلاَق: َلاَق ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو نم كَلس اًقيِرَط سمتْلي هيف

امْلع َلَّهس هللا هَل اًقيِرَط ىَلِإ ةَّنجْلا33. 

33 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Mahmud ibn Ghilan telah menceritakan

kepada kami Abu Usamah dari al-A‘may dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia telah berkata:

telah berkata Rasulullah saw: Siapa yang menjalani satu jalan untuk menuntut ilmu Allah

pasti memudahkan untuknya masuk ke syurga. Hadis ini Hadis syarif marfu’ sampai kepada

Rasulullah saw. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dalam Kitab Sunannya dalam

kitab: Ilmu dari Rasulullah saw. pada bab Kelebihan Fiqh atas ibadah. Semua sanad dinilai

tsiqah dengan demikian hadis ini dinyatakan Sahih. Abu Isa Muhammad ibn Isa at-Tirmizi,

Sunan at-Tirmizi (Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy wa-Awladuh, 1975), juz 5, h. 28.

34 al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid 1, h. 3.

35 Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa

tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam

pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila

mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Departemen

Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 301-302.

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

18


ada lagi yang pergi untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali ke kampungnya.

Kata-kata “pergi untuk memperdalam pengetahuan tentang agama” dan “memberi

peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali ke kampungnya”

ini menunjukkan adanya perjalanan atau pengembaraan dalam menuntut

Ilmu pengetahuan. Hadis yang semakna dengan hadis di atas yaitu  hadis

dengan periwayat yang sama sebagai berikut:

Hadis ini sebenarnya redaksinya hampir sama akan tetapi ada tambahan di

ujungnya yaitu: dan sesungguhnya Malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayapnya

karena ridhanya terhadap penuntut ilmu dan sesungguhnya orang alim benar-benar

dimintakan keampunannya oleh siapa saja yang ada di langit maupun yang ada

di bumi bahkan ikan di air, dan kelebihan orang alim dibandingkan dengan orang

abid (ahli ibadah) seperti kelebihan bulan dibandingkan bintang-bintang. Sungguh

ulama yaitu  pewaris para nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewariskan

uang mas atau uang perak, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka siapa

yang mau mengambilnya berarti ia telah mengambil sesuatu yang sangat luas.37

انَثَّدح دومحم نب ٍشادخ ُّيدادغبْلا انَثَّدح دَّمحم نب ديِزي ُّيطساوْلا انَثَّدح

مصاع نب ءِاجر ِنب َةويح نع ِسيَق ِنب ٍيرثَك َلاَق مدَق ٌلجر نم ةنيدمْلا ىَلع

يِبَأ ءِادرَّدلا وهو قشمدِب َلاَقَف ام كمدْقَأ اي يخَأ َلاَقَف ٌثيدح يِنغَلب كَّنَأ

هُثِّدحت نع ِلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق امَأ تْئِج ةجاحل َلاَق اَل َلاَق

امَأ تمدَق ةراجتل َلاَق اَل َلاَق ام تْئِج الِإ يف ِبَلَط اَذه ثيدحْلا َلاَق يِّنِإَف

تعمس َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ُلوُقي نم كَلس اًقيِرَط يغتبي هيف امْلع

كَلس هللا هِب اًقيِرَط ىَلِإ ةَّنجْلا نِإو َةَكئاَلمْلا عضتَل اهتحِنجَأ ءًاضِر ِبلاَطل ِمْلعْلا

نِإو ملاعْلا رفغتسيَل هَل نم يف تاومَّسلا نمو يف ِضرَأْلا ىَّتح ُناتيحْلا يف

ءِامْلا ُلضَفو ِملاعْلا ىَلع دِباعْلا ِلضَفَك ِرمَقْلا ىَلع ِرئاس ِبكاوَكْلا نِإ ءَامَلعْلا

ُةَثرو ءِايِبنَأْلا نِإ ءَايِبنَأْلا مَل اوُثِّروي ارانيد اَلو امهرد امَّنِإ اوُثَّرو مْلعْلا نمَف َذخَأ

هِب َذخَأ ظحِب ٍرفاو36. 

36 at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, juz 5, h. 48-49.

37 Hadis ini sebenarnya semua sanadnya dinilai tsiqah selain Qais ibn Katsir, dia

19

10. Hadis tentang Learning by Doing

انَثَّدح دبع هللا نب َةمَلسم انربخَأ ىسيع نب سنوي نع ِرضخَأْلا ِنب َناَلجع نع

يِبَأ ٍرْكب ِّيفنحْلا نع ِسنَأ ِنب كلام نَأ اًلجر نم ِراصنَأْلا ىتَأ َّيِبَّنلا ىلص هللا

هيَلع ملسو هُلَأسي َلاَقَف امَأ يف كتيب ءٌيش َلاَق ىَلب سْلح سبْلن هضعب ُطسبنو

هضعب بعَقو برشن هيف نم ءِامْلا َلاَق يِنتْئا امِهِب َلاَق هاتَأَف امِهِب امهَذخَأَف

ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو هديِب َلاَقو نم يِرتشي ِنيَذه َلاَق ٌلجر انَأ

امهُذخآ ٍمهردِب َلاَق نم ديِزي ىَلع ٍمهرد ِنيتَّرم وَأ اًثاَلَث َلاَق ٌلجر انَأ امهُذخآ

ِنيمهردِب امهاَطعَأَف هاَّيِإ َذخَأو ِنيمهرِّدلا امهاَطعَأو َّيِراصنَأْلا َلاَقو ِرتشا

امهدحَأِب اماعَط هْذِبناَف ىَلِإ كلهَأ ِرتشاو ِرخآْلاِب امودَق يِنتْأَف هِب هاتَأَف هِب َّدشَف

هيف ُلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو ادوع هديِب َّمُث َلاَق هَل بهْذا بطتحاَف عِبو

اَلو كَّنيرَأ َةسمخ رشع اموي بهَذَف ُلجَّرلا بطتحي عيِبيو ءَاجَف دَقو باصَأ

َةرشع مهارد ىرتشاَف اهضعبِب ابوَث اهضعبِبو اماعَط َلاَقَف ُلوسر هللا ىلص هللا

هيَلع ملسو اَذه ريخ كَل نم ْنَأ ءَيِجت ُةَلَأسمْلا ًةتْكن يف كِهجو موي ةمايقْلا نِإ

َةَلَأسمْلا اَل حُلصت الِإ ةَثاَلَثل يذل ٍرْقَف ٍعقدم وَأ يذل ٍمرُغ ٍعظْفم وَأ يذل ٍمد

ٍعِجوم38. 

dinilai oleh kritikus hadis seorang yang dhaif, berbeda dengan hadis yang selama ini populer

berkembang di masyarakat yang artinya: Tuntutlah ilmu sekalipun di negeri Cina. sesudah 

penulis melakukan pelacakan, hadis ini ternyata tidak dijumpai dalam kitab-kitab hadis

induk; hanya penulis jumpai dalam kitab Mukhtar al-Hadis an-Nabawiyah oleh Sayid Ahmad

al-Hasyimiy dengan riwayat ibn Abd al-Barr. Sayid Amad al-Hasyimiy, Mukhtar al-Hadis an-

Nabawi wa al-Hikam al-Muhammadiyah (Semarang, Maktabah Usaha Keluarga, t.t.), h. 23.

38 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Musallamah telah menceritakan

kepada kami Isa ibn Yusuf dari al-Ahdhar ibn Ajlan dari Abi Bakr al-Hanafi dari Anas ibn

Malik sesungguhnya seorang laki-laki dari suku Ansar mendatangi Nabi saw. (lalu) meminta

kepadanya, lalu Nabi bertanya: Apakah masih ada sesuatu di rumahmu? Dia menjawab, ya

sepotong lapik atau pelana sebagian kami pakai dan sebagian kami bentang dan satu mangkuk

yang kami pakai untuk minum, Nabi berkata: Bawalah kemari keduanya, ia berkata: dia

membawa keduanya lalu Nabi mengambil keduanya dengan tangannya dan menawarkan:

Siapa yang mau membeli keduanya ini? Seseorang menjawab, saya akan membelinya satu

dirham, Nabi berkata siapa yang mau menambahi lebih dari satu dirham? dua atau tiga kali

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

20


Dalam hadis ini diceritakan ada seorang laki-laki dari suku Ansar mendatangi

Nabi saw. meminta sesuatu, lalu Nabi bertanya: Apakah masih ada sesuatu

yang engkau miliki? Lalu dia menjawab, ya ada sepotong pelana, sebagian

kami pakai dan sebagian kami bentang untuk alas duduk dan satu mangkuk

yang kami pakai untuk minum, Nabi menyuruh untuk membawanya kepada

Nabi, lalu ia membawanya. Nabi mengambil keduanya dan menawarkan kepada

para sahabat. Lalu salah seorang bersedia membelinya dengan harga satu

dirham. Kemudian Nabi menawarkannya lagi dengan menambah harga lebih

dari satu dirham. Kemudian seorang sahabat setuju dengan harga dua dirham.

Selanjtnya Nabi mengambil uang ini  dan memberikannya kepada sahabat

Ansar ini  dan Nabi menyuruhnya untuk membelikan yang satu dirham

makanan dan memberikannya kepada keluargnya dan membelikan kampak

dengan satu dirham lagi dan menyuruhnya untuk membawa kepada Nabi.

lalu ia membelikan dan membawanya kepada Nabi. sesudah  itu Nabi membelah

kayu dengan kampak ini  kemudian dia menyuruh kepadanya untuk pergi

mencari kayu dan menjualnya dan Nabi menyuruh jangan menampakkan diri

sampai lima belas hari, lalu orang ini  mencari kayu dan menjualnya sesudah 

itu dia datang membawa lima belas dirham lalu sebagiannya dibelikan pakaian

dan sebagian yang lain dibelikan makanan lalu Rasulullah saw. mengatakan: Ini

lebih baik buatmu darikan engkau datang meminta-minta, karena itu merupakan

satu kehinaanmu di hari kiamat, sesungguhnya meminta-minta itu tidak baik

kecuali karena tiga sebab, 1) kefakiran 2) hutang dan 3) tebusan.

Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalamnya mencakup:

a. Hadis ini mengandung prinsip dasar tentang learning by doing. Rasulullah saw.

mendidik salah seorang sahabatnya dari suku Anshar dengan cara mempraktekkak

langsung membelah kayu dengan kampak kemudian menyuruhnya untuk mencari

kayu dengan kampak ini  dan menjualnya sebagai usaha mencari nafkah.

b. Pendidikan keterampilan dan sikap kemandirian.

c. Islam melarang umatnya meminta-minta kecuali dalam keadaan darurat,

akan tetapi lebih baik bekerja dengan tangannya sendiri.

Konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu :

a. Prinsip dasar tentang learning by doing.

b. Pendidikan keterampilan dan sikap kemandirian.

c. Larangan meminta-minta kecuali dalam keadaan darurat, sebaliknya

Islam mendidik umatnya agar selalu memberi kepada orang lain baik

pemberian wajib maupun sunnat, karena “tangan di atas” (si pemberi)

lebih baik dari “tangan di bawah” (penerima pemberian atau peminta)

sebagaimana hadis Rasulullah saw. berikut ini:

21

11. Hadis tentang Metode Matsal

Dalam hadis ini Rasulullah saw. mendidik para sahabat tentang hikmah

انَثَّدح ُةبيتُق نب ديعس نع كلام ِنب ٍسنَأ اميف ئِرُق هيَلع نع ٍعفان نع دبع هللا

ِنب رمع نَأ َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق وهو ىَلع ِربنمْلا وهو رُكْذي

َةَقدَّصلا ففعَّتلاو نع ةَلَأسمْلا ديْلا ايْلعْلا ريخ نم ديْلا ىَلْفُّسلا ديْلاو ايْلعْلا

ُةَقفنمْلا ىَلْفُّسلاو ُةَلئاَّسلا39. 

انَثَّدح ُةبيتُق انَثَّدح ُثيللا نع ِنبا داهْلا نع دَّمحم ِنب ميهاربِإ نع يِبَأ َةمَلس ِنب

دبع ِنمحَّرلا نع يِبَأ َةريره نَأ َلوسر هللا ىلص هللا هيَلع ملسو َلاَق متيَأرَأ وَل

نَأ ارهن ِبابِب مُكدحَأ ُلسِتغي هنم لُك ٍموي سمخ تاَّرم ْله ىَقبي نم هِنرد

ءٌيش اوُلاَق اَل ىَقبي نم هِنرد ءٌيش َلاَق كلَذَف ُلَثم تاوَلَّصلا ِسمخْلا وحمي هللا

َّنِهِب اياَطخْلا َلاَق وبَأ ىسيع اَذه ٌثيدح نسح حيحص40. 

lalu seorang laki-laki berkata: saya membelinya dua dirham maka Nabi memberikannya dan

mengambil uang dua dirham ini  dan memberikannya kepada orang Ansar ini  dan

Nabi berkata: belilah dengan satu dirham makanan dan berikan kepada keluargmu dan belilah

dengan satu dirham lagi kampak lalu bawa kemari, lalu ia membawanya lalu Rasulullah saw.

membelah kayu dengan tangannya sendiri kemudian dia berkata kepadanya: Pergi carilah

kayu lalu jual, dan sampai kami tidak melihatmu lima belas hari, lalu orang ini  mencari

kayu dan menjualnya lalu dia datang membawa lima belas dirham sebagiannya dibelikan

pakaian dan sebagian dibelikan makanan lalu Rasulullah saw. berkata: Ini lebih baik buatmu

darikan engkau datang meminta-minta, satu kehinaan di wajahmu di hari kiamat, sesungguhnya

meminta-minta itu tidak baik kecuali karena tiga sebab, 1) kefakiran 2) hutang dan 3)

tebusan. Hadis ini Hadis syarif marfu’ sampai kepada Rasulullah saw. Hadis ini diriwayatkan

oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya pada kitab Zakat. Semua sanad dinilai tsiqah dengan

demikian hadis ini dinyatakan sahih. Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy‘ats as-Sijistaniy, Sunan


40 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami al-

Laits dari ibn al-Had dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salamah ibn Abdurrahman dari

Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah saw. telah berkata: Bagaimana pendapat kamu seandainya

ada sungai di depan salah satu pintu rumah kamu dia mandi di sungai ini  lima kali

setiap hari apakah masih ada tinggal dakinya? Mereka menjawab, tidak sedikit pun dakinya

tinggal, dia berkata: Demikian perumpamaan solat lima waktu Allah menghapus dengannya

dosa-dosa. Hadis ini syarif marfu’ sampai kepada Rasulullah saw., diriwayatkan oleh Imam

Tirmizi dalam Sunan Tirmizi, kitab Amtsal, bab Mitslu Salawat. Semua sanad dinilai tsiqah

dengan demikian hadis ini dinyatakan Sahih. At-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, juz 5, h. 151.

Dasar-Dasar Pendidikan dalam Hadis (Syukri)

22


salat yang di antaranya yaitu  akan menghapuskan dosa-dosa orang yang

melaksanakannya.41 Namun hikmah ini sesuatu yang tidak kelihatan karena

ia merupakan suatu yang abstrak. Dalam hal ini Rasulullah saw. menjelaskannya

dengan metode tamtsil yaitu metode dengan cara memberikan perumpamaan.

Dengan cara ini  akan lebih mudah dipahami, karena dengan memberikan

perumpamaan sesuatu yang abstrak (salat lima waktu) dengan sesuatu yang

sifatnya konkrit (air sungai yang mengalir setiap saat) yang dapat dilihat dengan

indera mata yang digunakan untuk mandi lima kali setiap harinya.

Nilai-nilai pendidikan yang tekandung di dalamnya yaitu :

a. Metode pengajaran yang digunakan oleh Rasulullah saw. yaitu : 1) metode

tanya jawab, dan 2) metode tamtsil.

b. Motivasi untuk selalu menjaga salat yang lima waktu dengan memahami

di antara hikmahnya.

Konsep pendidikan yang dapat dirumuskan dari hadis di atas yaitu :

a. Metode pengajaran tanya jawab merupakan salah satu metode yang digunakan

dalam pendidikan Islam. Metode Tanya jawab yaitu  suatu cara penyajian

pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari

guru kepada murid atau dapat juga dari murid kepada guru.42 Dalam sejarah

perkembangan Islam, metode tanya jawab ini sudah dikenal sejak awal

perkembangannya, karena metode ini sering dipakai oleh Rasulullah saw.

dalam mengajarkan ajaran Islam kepada para sahabat, dan metode ini merupakan

salah satu metode yang tertua selain metode ceramah, namun efektifitasnya

lebih besar dari metode lain. Karena dengan metode tanya jawab, pengertian

dan pemahaman dapat diperoleh lebih mantap, sehingga kesalahpahaman

dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal

mungkin.43 Firman Allah swt. yang berkenaan dengan metode tanya jawab

ini yaitu  Q.S. al-Hijr/16: 43: Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali

orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah

kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.44

41 Dalam hal jenis dosa yang terhapus dengan pelaksanaan salat lima waktu, ulama

berbeda pendapat; Imam at-Tirmizi dalam syarahnya, berpendapat, yang terhapus hanya

dosa-dosa kecil, akan tetapi Imam al-Hafidz berpendapat bahwa kalimat ini  lebih

umum tidak menyatakan dosa kecil atau dosa besar, bahkan Imam Muslim meriwayatkan

hadis kebalikannya. at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, juz 5, h. 28.


b. Metode matsal (perumpamaan).

Kata matsal dalam bentuk tunggal (mufrad) yang jama’nya al-amtsal setimbangan

dan juga semakna dengan kata al-syabah yang jama’nya al-asybah yang

berarti: perumpamaan.45 Perumpamaan ialah menggambarkan sesuatu

yang bersifat maknawi dengan sesuatu yang dzati,46 sesuatu yang abstrak

dengan sesuatu yang jelas (konkrit) dan sesuatu yang ghaib dengan sesuatu

yang dapat disaksikan untuk membantu akal agar mudah memahaminya,47

Kata matsal berasal dari perkataan: matsula syai’ mutsulan yang berarti:

sesuatu berdiri dalam keadaan nampak dan timbul. Dengan demikian matsal

(perumpamaan) sesuatu yaitu  sifat atau keadaan sesuatu itu yang dijelaskan

dan disingkap hakikatnya,48 atau apa yang dimaksudkan untuk dijelaskannya.

Matsal (perumpamaan) ada yang bersifat majazi dan ada yang hakiki, ada

yang sama/setara dan ada yang lebih (ablagh).

12. Hadis Tentang Metode Dialog

انَثَّدح ُليعامسِإ َلاَق يِنَثَّدح كلام نع قاحسِإ ِن�


Related Posts:

  • Hadist pendidikan 1 Fungsi utama dari Hadis Nabi saw. yaitu  sebagai bayan terhadap Alquran.Dengan fungsi bayan ini , maka matan Hadis-hadis Nabi sering kali datangsesuai dengan konteks yang ada, yang menghendaki sifat Hadis ini … Read More