au moderat, yang menamai dirinya dengan sebutan Ahlu Sunnah wal
Jamaah,zTe yang telah berhasil mengalahkan dua kekuatan besar di hadapan
mereka yaitu; kekuatan zhahiriyah dan kekuatan radikal.280
4. Beberapa ulama ahli ilmu kalam menisbatkan dirinya atau berafiliasi
kepada Madzhab Al-Asy'ari. Mereka mencurahkan perhatian dengan
mendukung, menjelaskan pandangan-pandangan Al-Asy'ari menguatkan
posisinya, dan ikut memberikan kontribusi dalam menyebarkan pendapat
Al-Asy'ari dan melawan pendapat yang bertentangan dengannya.
Di antara mereka itu terdapat banyak pembesar ulama yang mempunyai
kedudukan penting dalam khazanah peradaban Islam dan dalam kehidupan
masyarakat Islam. Kalaulah mereka membangun madzhabnya sendiri
tentunya mereka mampu melakukannya, dikarenakan kemampuan
dan keilmuan mereka yang mumpuni. Namun mereka lebih memilih
untuk mengikrarkan diri sebagai penganut Madzhab Al-Asy'ari. Mereka
mempunyai peran besar dalam penyebaran Madzhab Asy'ari dan nrenjaga
eksistensinya.
Ibnu Asakir misalnya mengakui keutamaan Al-Asy'ari karena ia
mengetahui ulama-ulama yang berfiliasi kepadanya. Jikalau Al-Asy'ari
bukan seorang yang mumpuni, pastilah mereka para ulama itu tidak akan
mengikutinya.
Para ulama besar yang mengikuti pendapat Al-Asy'ari sangatlah
banyak, yang jikalau kita ingin menyebutkannya satu persatu niscaya kita
akan merasa keberatan. Adapun menyebutkan sebagian mereka adalah
untuk sekadar memperlihatkan nama besar Al-Asy'ari.2s1
Berikut ini beberapa nama ulama besar yang menisbatkan dirinya
pada Madzhab Al-Asy'ari:
- Abu Bakar Al-Baqilani (403 H)
- Abu Bakar bin Faurak (406 H)
- Abu Ishaq Al-FaraYini (418 H)
- Abdul Qadir Al-Baghdadi (429 H)
- Abu Nu'aim Al-Ashbahani (430 H)
- Abu Bakar Al-Baihaqi (458 H)
- Al-Khatib Al-Baghdadi (463 H)
- Abu Al-Qasim Al-QusYairi (465 H)
- Abu Al-Ma'ali Al-fuwaini (478F{)
- Al-Kiya Al-Harasi (504 H)
- Abu Hamid Al-Ghazali (505 H)
- Al-Qadhi bin Musa Al-Yahshibi (544 H)
- Muhammad bin Abdul Karim Asy-Syahrastani (548 H)
- Abu Al-Qasim bin Asakir (571 H)
- Fakhruddin Ar-Razi (606H)
- Saifuddin Al-Amudi (631 H)
- Izzuddin Abdul Azizbin Abdussalam (660 H)
- Ibnu Daqiq Al-'Id (685 H)
- Abdul Wahab bin Ali As-Subki (771H)
- Ibnu Khaldun (808 H)
- Taqiyyuddin Al-Maqrizi (845 H)
- Abdurrahman As-SuYuthi (911 H)
Masih banyak nama-nama ulama setelahnya yang menisbatkan diri
mereka pada Asy'ari, meski mereka berbeda latarbelakang keilmuannya/
seperti Al-Baihaqi dan Ibnu Asakir dalam bidang hadits, Al-Khathib Al-
Baghdadi, Ibnu Khaldun dan Al-M aqrizidalam bidang sejarah, dan mereka
yatlg menguasai studi tentang aliran-aliran dan literaturnya seperti Abdul
Qadir Al-Baghdadi, Al-Isfariyani, dan Asy-Syahrastani'
selain itu ada di antara mereka yang ahli tasawuf, seperti Abu Nu'aim
dan Al-Qusyairi, dan para penulis kitab fikih dan ushul fikih, seperti Al-
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 145
Juwaini, Ibnu Abdissalam, dan As-Subki. Ada pula sebagian dari mereka
yang memiliki kemiripan dengan pemikiran Mu'tazilah ataupun filsafat,
dan sebagian lainnya ada yang menguasai berbagai disiplin ilmu seperti
Al-Ghazali dan Fakhruddin Ar-Razi.
5. Para pejabat tinggi pemerintahan dan kementrian juga ikut
membangun dan menyebarkan Madzhab Al-Asy'ari. Di antara mereka itu
adalah Al-Hasan bin Ali Ath-Thusi Nizham Al-Mulk (485 H). Dia seorang
ilmuwan dan getol membangun lembaga-lembaga pendidikan di berbagai
daerah. Dicatat oleh para penulis, bahwa ia telah membangun madrasah-
madrasah di Baghdad, Balkh, Naisabur, Bahrah, Asfahan, Bashrah,
Tiberistan, dan Mosul. satu pendapat mengatakan bahwa di setiap kota di
Irak dan Khurasan terdapat sekolahan yang dibangunnya.282
Nizham Al-Mulk mendirikan sekolah-sekolah tersebut untuk
melawan sisa-sisa pemikiran Buwaihiyah yang diwariskan oleh kesultanan
Saljuk.283 Peran lain Nizham Al-Mulk adalah, mendatangkan beberapa
ulama besar seperti Al-Juwaini dan Al-Ghazali ke madrasah-madrasah
yang dibangunnya, dan mereka inilah yang mempunyai pengaruh dalam
penyebaran madzhab Ahlu Sunnah wal ]amaah ala Al-Asy'ari.
Tokoh lain yang mempunyai peran besar dalam madzhab ini adalah
shalahuddin Al-Ayyubi di hari-hari pemerintahannya kepada seluruh
masyarakat dan terus menerus berlangsung di kalangan Bani Ayyub,
kemudian beralih ke raja-raja Turki (Mamalik).2&
Al-Maqrizi menyebutkan bahwa Muhammad bin Tumart (524 H)
memiliki peran dalam menyebarkan Madzhab Asy'ari ke daerah Maghrib
(Maroko dan sekitarnya).,tt
Dapat dikatakan bahwa afiliasi para pejabat pemerintahan bagi suatu
madzhab akan membuat perkembangan madzhab tersebut menjadi pesa!
sebagaimana afiliasi Daulah Utsmaniyah terhadap Madzhab Hanafi, yang
memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan madzhab ini. Namun
hal ini tidak dapat digeneralisasikan karena terkadan Syangterjadi adalah
sebaliknya. Salah satu contoh, Madzhab Mu'tazilah yang dibangun olehAl-
Makmun dan para penerusnya. ]ustru karena hal ini masyarakat menjauhi
dan memusuhi Al-Makmun karena buruknya hubungan Mu',tazilah dengan
para penentangnya seperti yang lakukan Mu'tazilah terhadap Imam Ahmad
dan lainnya yang menjadi pemicu masyarakat beralih ke Madzhab Ahlu
Sunnah wal Jamaah.
Sejarah Madzhab Al-Asy'ari tidak juga mulus selamanya karena
madzhab ini juga tidak bisa terhindar dari cobaan-cobaan terorganisasi
oleh para penentangnya, di antaranya adalah fitnah yang dilancarkan oleh
Al-Kandari.286
Bisa jadi dengan ketekunan ilmiah yang tercurahkan untuk meniaga
kemoderatan aliran ini, turut serta memberikan peran besar dalam
penyebaran madzhab ini. Tidak ketinggalan pula para pendiri universitas
dan yayasan-yayasan besar di antaranya Al-Azhar Asy-syarif di Mesir,
Al-Qarwiyin di Fez Maroko, clan Az-zaitunah di Tunisia, turut pula
memberikan sumbangsih penyebaran madzhab ini'287
Begitulah, semua faktor-faktor di atas berperan besar dalam
pengenalan dan penyebaran Madzhab Asy'ari ke seluruh penjuru ne8ara-
negara Islam sebagaimana diutarakan oleh Al-Maqrizi. Sehingga sampai
hari ini (abad ke-9 H) tidak tersisa lagi aliran-aliran yang menentangnya.28s
Jika kita menengok masa sekarang ini, maka kita menemukan
syaikh Musthafa Abdurraziq (1947 M) menyebutkan bahwa kebangkitan
modern bagi ilmu kalam mengacu pada persaingan antara Madzhab Al-
Asy,ari dan madzhab Ibnu Taimiyah. Kemudian ia menambahkan, "Dan
sampai sekarang pemenangnya adalah masih diduduki oleh Madzhab
Al-Asy'ari."
Dari data di atas dapat disimpulkan dua poin penting berikut:
Penyebaran kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul eayyim
dan Adz-Dzahabi telah memberikan pengaruh, di saat Syaikh
Musthafa Abdurraziq mempublikasikan penilaiannya di atas, yang
membuat pendapat Ibnu Taimiyah menjadi terkenal dari sebelumnya,
juga menjadikannya lebih dapat diterima oleh masyarakat. Meskipun,
penilaian Musthafa Abdurraziq tidak sampai pada batas publikasi,
melainkan penilaian ini memberikan efek pemikiran dan politik yang
telah tampak di paroh kedua abad ke-20 Masehi.
sebagian kitab-kitab ilmu kalam kontemporer bertujuan meng;eritik
Madzhab Al-Asy'ari. Dan, terkadang disertai dengan ajakan
meninggalkannya untuk menuju kepada Madzhab Mu,taziiah
atau yang lain.2e, Bisa jadi serangan-serangan ini mendorong para
penganut Madzhab Al-Asy'ari untuk memperbarui ijtihad mereka,
dan menyiapkan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
dan kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh banyak pihak, untuk
menjaga eksistensi mereka yang telah mengakar selama lebih dari
seribu tahun.
AZARIOAH
NAMA sekte ini dinisbatkan kepada Abu Rasyid Nafi' bin Al-Azraq bin
Qais bin Nahar, salah satu keturunan kabilah Bani Ad-Du'al bin Hanifah
(w.65 H/ 864M)2e1.
Awal kisah dari sekte ini adalah ketika Ubaidillah bin Ziyad bertindak
keras kepada sekte Khawarij, mereka teringat dengan memori pahit yang
pernah mereka alami di bawah tangan besi orang-orang Dinasti Umayyah.
Maka Nafi' bin Al-Azraq berkata kepada mereka, "Ayo kelttarlah kalian
semua bersama kami melawan orang-orang yang pernah memberontak di
Makkah - maksudnya adalah Abdullah bin Az-Znbair -, apabila ia setuju
dengan pendapat kita, maka kita akan berjuang bersamanya. Apabila tidak,
maka kita akan membela Ahlul Bait darinya." Ketika mereka bergabung
bersama Abdullah bin Az-Zubair, maka dia berhasil menarik hati mereka
sehingga ikut berperang bersamanya. Kemudian mereka teringat dengan
urusan-urusan mereka dan melihat agar mereka meminta jawaban dari
Abdullah bin Az-Zubair dan persetujuannya terhadap pendapat mereka
tentang Utsman dan Ali '6ql . Ketika jawaban Abdullah bin Az-Zubair tidak
sesuai dengan pendapat mereka, maka mereka pun pergi meninggalkannya.
Sebagian ada yang pergi ke Yamamah, sebagian lainnya ada yang pergi
ke Bashrah. Nafi' bin Al-Azraq adalah di antara kelompok yang pergi ke
Bashrah.
sekte Khawarij pada asalnya muncul sebagaimana telah masyhur
karena faktor politik. Mereka berpendapat bahrva Ali sB" telah melakukan
kesalahan dengan men erima arbitrase (tahkim) atau penengah dalam konflik
291 Tarikh Ar-Rusulwa Al-Muluk, karya Ath-Thabari,S/613
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 149
politiknya dengan Muawiyah u#. Sikap setuju Ali menerima putusan
penengah ini menurut mereka menunjukkan keraguan Ali dalam membela
haknya sebagai khalifah, sehingga mereka tidak percayalagi dengannya.
Bahkan mereka menghukuminya dengan kafir karena menerima dengan
rela putusan penengah, padahal putusan itu hanya milik Allah. Mereka
pun meneriakkan semboyan, "Tidak ada hukum selain hukum Allah."
Demikianlah sikap mereka terhadap Ali bin Abi Thalib. Adapun sikap
mereka terhadap Muawiyah bin Abi Sufyan, mereka telah memeranginya
bersama barisan Ali sejak pertama kali, dan menghakiminya sebagai kafir.
Penghakiman sebagai kafir dari kelompok khawarij ini kian melebar sampai
mereka menjatuhkannyakepada Utsmary dua penengah dan semua orang
yang rela dan mengikuti mereka.
Adapun ajaran-ajaran sekte Azariqah adalah sebagai berikut:
L. Menghakimi orang yang berseberangan dengan mereka sebagai
musyrik.
2. Orang yang melakukan dosa besar, maka ia telah kafir dan keluar dari
Islam. Kemudian kekal di neraka bersama orang-orangkafir.2e2
3. Anak-anak kecil dari orang musyrik adalah musyrik dan akan kekal
di neraka seperti bapak mereka.2e3
4. Amal perbuatan menurut mereka adalah bagian dari iman. Melakukan
maksiat adalah kafir. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa
boleh saja para Nabi berbuat maksiat. Mereka beranggapan bahwa
boleh saja Allah mengutus seorang Nabi yang Allah tahu nantinya
akan menjadi kafir setelah kenabiannya atau ia kafir sebelum diangkat
sebagai seorang Nabi.2ea
Tampak dari sikap mereka yang berseberangan dengan umat dan
memusuhi umat sehingga menjadikan sebagian mereka untuk berpikir
mendapatkan sarana praktis yangbisa menjamin persatuan dan keamanan
dari dalam. Maka mereka memutuskan bahwa setiap orang yang
sependapat dengan mereka dari individu umat ini, harus berhijrah kepada
mereka, kalau tidak demikian ia bisa dianggap sebagai kelompok yang
duduk manis tidak mau berjuang membela kebenaran. Selanjutnya ia akan
dihakimi sebagai orang musyrik walaupun sependapat dengan mereka.2es
Mereka tidak memperbolehkan menganut keyakinan taqiyah baik dalam
ucapan atau perbua lant.2e6
Barangsiapa menyerang bala tentara mereka, maka akan dihadapkan
pada ujian dan cobaan dengan membayar untuk mereka tawanan dari
para musuh mereka dan meminta untuk membunuhnya. Jika ia mau
melakukannya, maka mereka menerimanya. Dan iika tidak, maka mereka
menganggapnya sebagai orang munafik dan musyrik yang harus dibunuh.2eT
Konon orang pertama kali yang membuat aturan ini adalah Abdu
Rabbuh Al-Kabir atau Abdu Rabbuh Ash-shaghir atau Abdullah bin A1-
wadhin. Nafi' bin Al-Azraq tidak setuju dan tidak bertanggung jawab atas
aturan ini. Akan tetapi, setelah kematian Abdullah bin At-Wadhin ia terpaksa
menerapkan aturan ini. Ia menganggap kebenaran berada di tangannya dan
lepas tanggung jawab atas orang-orurng yang duduk tidak ikut berperang
serta mengkafirkan orang yang tidak mau berhijrah kepadanya'
Meski demikian, ia tidak menghakimi dirinya sebagai kafir ketika
menyalahi pendapat Al-wadhin, juga tidak menghakimi sebagai kafir orang-
orang yang berseberangan dengan Al-wadhin sebelum meninggalnya,
padahal ia menghakimi orang yang berseberangan dengannya setelah itu.
Ia juga tidak lepas tanggung jawab atas para Penengah pertama yang tidak
mengkafirkan orang yang tidak ikut berperang, tidak menjatuhkan cobaan
bagi orang yang berhijrah kepada mereka, seraya ia berkata, "Ini adalah
yang jelas bagi kami dan samar bagi mereka.2es
sebagimana mereka membuat hal baru dalam pokok aSama/
mereka membuat hal baru dalam cabang agama yaitu hukum-hukum
yang timbul dari pokok agama dan sebagian hasil dari ijtihad mereka.
Mereka membolehkan membunuh wanita-wanita dan anak-anak yang
berseberangan dengan mereka, menghalalkan amanat-amanat mereka
seraya berkata, "Tidak waiib bagi kita mengembalikan amanat-amanat
mereka, karena mereka adalah orang-orang musyrik."2ee Mereka tidak
membolehkan pengikutnya memakan dari sembelihan orang-orang yang
berseberangan dengan mereka, tidak mewarisi bersama mereka, tidak
menikahi dari mereka, menjadikan mereka seperti orang-orang Arab yang
kafir, negeri mereka adalah negeri yang harus diperangi, tidak diterima dari
mereka kecuali masuk Islam atau berperang dengan pedang. Mereka tidak
mengakui hukum rajam karena tidak disebutkan dalam Al-Qur'an dan
yang ada hanyalah hukuman cambuk. Mereka mewajibkan hukuman bagi
orang yang menuduh wanita suci berbuat zina dan tidak menerapkannya
pada orang yang menuduh lelaki suci berbuat zina.3m Menurut mereka,
hal ini sesuai dengan firman Allatu
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-utanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan ianganlahkamu terima
keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik." (An-Nur: 4) Mereka mewajibkan hukuman potong tangan bagi
pencuri baik mencuri sedikit atau banyak tanpa melihat batas hitungan
nishab atau standar minimalnya,3ol sesuai dengan firman Allatu
"Laki-laki uang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-
Maidah:38)
Azariqah di bawah pimpinan Nafi' dan dengan bergabungnya
sebagian khawarij dari Oman dan Yamamah mampu menguasai kota
Ahwaz dan kota lainnya dari tanah Persia dan Kirman. wakil Abdullah
bin Az-Zubair di Bahsrah mengirim pasukan kecil untuk memerangi
Azariqah, namun berhasil dikalahkan oleh mereka. Lalu Az-Zubair
mengirimkan tentara lebih banyak, tetapi masih saja belum beruntung dan
dapat dikalahkan. Kemudian Az-zubair mengutus wakilnya di Khurasan
Abu Said Al-Muhallab untuk memerangi Azariqah. Maka Al-Muhallab
pun kembali ke Bashrah dan membawa pasukan pilihannya dan keluar
memerangi Azariqah pada tahun 65 H dan berhasil mengalahkan mereka.
Nafi' bin Al-Azraq terbunuh dalam PePerangan ini. Setelah itu
Azariqah membaiat seorang dari mereka sebagai pemimpin baru yaitu
Abdullah bin Makmun At-Tamimi, dan Al-Muhallab juga berhasil
mengalahkan dan membunuhnya. Lalu mereka membaiat pemimpin baru
lagi yang bernama Qathray bin Al-Fuja'ah At-Tamimi, Al-Muhallab pun
terus memerangi mereka dalam pertempuran yang berlangsung selama
19 tahun, mulai pada masa pemerintahan Abdullahbin Az-Zubair sampai
pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dan pemerintahan AI-
Hajjaj di Irak tahun 75H/694M. Al-Hajjaj tetap mengangkat Al-Muhallab
sebagai panglima untuk memerangi Azariqah karena pengalamannya yang
panjang, keberaniannya dan juga pasukannya dalam memerangi mereka.
Al-Muhallab terus mengejar mereka yang telah terbagi menjadi tiga
kelompok. Kelompok pertama di bawah komando Abdu Rabbuh Al-Kabir
yang berhasil dibasmi oleh Al-Muhallab. Kelompok kedua di bawah
komando Abdu Rabbuh Ash-Shagir yang berhasil dikalahkan oleh putra
Al-MuhallabYazidbin Al-Muhallab. Kelompok ketiga di bawah komando
Qathray bin Al-Fufa'ah yang diperangi oleh pasukan besar di bawah
komando sufyan bin Al-Abrad Al-Kalbi. Pasukan sufyan berhasil menyusul
mereka di daerah Tiberistan dan memerangi Qathray dan pengikut mereka
sampai terpecah belah. Konon Qathray terjatuh dari kudanya lalu berusaha
menaikinya lagi tetapi ia terjatuh dan meninggal. Ini terjadi pada tahun 77
H/696 M,lalu kepala Qathray diserahkan kepada Al-Haijaj dan tamatlah
riwayat Azariqah.
AHLU SUNNAH
AHLU SUNNAH secara umum adalah sebutan untuk setiap orang yang
mengikuti sunnah dan jamaah. Jamaah di sini adalah mayoritas umat Islam
yang tidak berafiliasi pada salah satu sekte-sekte Islam lainnya, yang oleh
sebagian pendapat dianggap melenceng dari ajaran sunnah dan jamaah.
Ahlu Sunnah pada hakikatnya bukan nama sekte, melainkan golongan
mayoritas umat Islam yang mengikuti sunnah Nabi dan sahabatnya dalam
hal akidah. Al-Baghdadi menyebutkan bahwa golongan ini mencakup
beberapa kelompok dari ahli kalam dan ahli fikih, dari pengikut kelompok
ahli ra'yu dan ahli hadits. Termasuk juga para ahli riwayat dan sunnah
Rasul, ahli sastra, ahli nahwu dan sharaf, ahli qira'at, ahli tafsir, ahli zuhud,
dan tasawuf yang mengikuti madzhab ahli haditst pairo, pejuang Islam
yang menjaga perbatasan dan memperlihatkan Madzhab Ahlu Sururah wal
Jamaah, para penduduk negeri yang mengangkat semboyan Ahlu Sunnah
bukan yang mengangkat semboyan ahlu hawa nafsu dan kesesatan.303
Al-Baghdadi juga menyebutkan bahwa Ahlu Sunnah memiliki
peninggalan-peninggalan arsitektur dalam negara Islam seperti masjid,
istana, pabrik, rumah sakit dan bangunan lainnya yang dibangun dalam
negeri Sunni.3u Mereka mengikuti apa yang menjadi kesepakatan mayoritas
Ahlu Sunnah wal Jamaah tentang rukun-rukun Islam. Manhaj mereka
dalam akidah berdasarkan pada Al-Qur'an, sunnah, ijma dan akal yang
tidak melenceng.3os
Akidah Ahlu Sunnah
Golongan Ahlu sunnah mengetahui ilmu tauhid, hukum-hukum,
janji dan ancaman, pahala dan siksa, syarat-syarat ijtihad, imamah, dan
kepemimpinan. Mereka mengikuti metode sifat yang dianut para ahli
kalam dan melepaskan diri dari paham ahli tasybih dan ta'tldl, bid'ah
kaum Rafidhah, Khawarij, dan ahli sesat lainnya. Mereka iuga berlepas
diri dari paham Qadariyah dan Mu'taz1lah. Mereka meyakini paham
ru'yatullah (Allah bisa dilihat) pada Hari Kiamat dengan mata tanpa
menyerupakan atau meniadakan. Mereka meyakini adanya kebangkitan
dari kubur, pertanyaan kubur, telaga, shirath, syafaat, ampunan dari semua
dosa kecuali dosa syirik kepada Allah. Mereka meyakini kekal abadinya
nikmat penghuni surga, siksa atas penghuni neraka karena kekafiran
mereka. Mereka mengakui kepemimpinan Abu Bakar,IJmar, Utsman dan
AliRahiyallahu Anhum. Mereka memuji dengan baik para pendahulu dari
generasi terbaik umat atau salafussaleh.
Mereka mewajibkan untuk ikut shalat |umat di belakang para imam
yang berlepas diri dari ahli sesat. Mewajibkan menggali hukum syariah dari
Al-Qur,an, sunnah, ijma para sahabat. Mereka membolehkan mengusap dua
kaos kaki (muzzah) dalam wudhu, jatuhnya thalaq tiga kali, mengharamkan
nikah mut'ah, mewajibkan taat kepada pemimpin selagi tidak dalam
kemaksiatan. Mereka menguasai ilmu sunnah Rasul, membedakan antara
hadits shahih dan dhaif, dan mengetahti ilmu jarh wa ta'dil atau kaidah
tentang perawi hadits.3o6
Imam-imam Ahlu Sunnah
Imam menurut Ahlu Sunnah adalah para ulama Islam yang dikenal
dengan sifat istiqamah dan kesempumaan imannya, paham dalam masalah-
masalah agama, mampu memahami ruh syariah, menggali hukum-
hukum dengan baik, mampu mengeluarkan fatwa atas masalah-masalah
yang dihadapi umat dengan bersandar pada Al-Qur'an dan Sunnah,
mendahulukan ijma daripada pendapat akal, menggunakan qiyas atau
analogi dengan baik dan teliti tanpa bersifat menyepelekan atau bersikap
306 larhadalah mengetahui sifat-sifat orang yang membuatnya tidak dianggaP terPercaya
dalam meriwayatkan hadits. Sedang ta'dil adalah mengetahui sifat-sifat seorang bisa
dianggap terPercaya dalam meriwayatkan hadits'
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 155
fanatik. Para imam dari Ahlu Sunnah sangat banyak sekali. Di antaranya;
Imam Abu Hanifah (150 H)307, Imam Malik (179 H)3o8,Imam Syafi'i (204
H)30e, dan Imam Ahmad bin Hanbal (241,H).31o
Aliran-aliran dalam Ahlu Sunnah
- Aliran Asy'ariyah
Kelompok ini berafiliasi kepada Imam Al-Asy'ari. Nama lengkapnya
adalah Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail
binAbdullah binMusabin Bilal binAbu BurdahbinAbu Musa Al-Asy'ari.
Ia dilahirkan tahun 260 H, ada yang mengatakan 270H, dan wafat tahun 323
H atau ada yang mengatakan 334 H sesuai riwayat yang paling masyhur,
atau tahun 330 H. Ia tinggal di Baghdad sampai meninggalnya.
Abu Bakar Ash-Shairafi berkata, "Kelompok Mu'tazilah telah
menampakkan diri mereka sampai akhirnya Allah memperlihatkan Imam
Al-Asy'ari yang berhasil mengalahkan dan membuat mereka tidak berkutik
lagi.'311
Ibnu Khallikan berkata tentang Imam Ai-Asy'ari, "Ia adalah penulis
kitab-kitab yang membantah orang-orang yang mengingkari Tuhan
dan mengingkari kelompok selain mereka seperti Mu'tazilah, Rafidhah,
Jahmiyah, Khawariidan semua ahli bid/ah.'312
Ibnu Khaldun berkata, "Syaikh Imam Al-Asy'ari, imamnya para ahli
kalam, bangkit dan berada di tengah-tengah jalan para sekte. Ia menafikan
paham tasybih atau menyerupakan Tuhary menetapkan sifat-sifat maknawi
Tuhan, membatasi paham tanzih atau mensucikan Tuhan terhadap apa
yang dianut para ulama salaf.
Adapun Ibnu An-Nadim menyebut Imam Al-Asy'ari dalam biografi
ahli kalam dari kelompok Jabariyah dan Hasyawiyah. Ia iuga menyebutkan
kitab-kitab karya Al-Asy'ari seperti AI-Luma', ldlmh Al-Burhan, Al-lbanah,
Asy-Syarh wa At-'tafshil Fi Ar-Radd Ala Al-Lft wa At-Tadhlil.3la
Sebab Keluarnya Imam Al-Asy'ari dari Gurunya Abu Ali Al-Jubai
(seorang Tokoh Mu'tazilah)
Buku-buku yang membahas tentang sekte dalam Islam menceritakan
bahwa Imam Al-Asy'ari tidak menemukan pada gurunya Abu Ali Al-Jubai
jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan-pertanyaan seperti tentang
wajibnya apa yang baik dan terbaik atas Allah dalam pertanyaan Imam Al-
Asy'ari kepada sang guru tentang tiga orang. Orang pertama meninggal dan
berhak masuk surga. orang kedua meninggal dan berhak masuk neraka.
Orang ketiga meninggal ketika masih kecil. Kalau seandainya anak kecil
bertanya kepada Tuhannya, "Mengapa Engkau rnematikan aku ketika masih
keci?" Maka Allah menjawabnya, "Karena Aku lebih tahu seandainya kamu
besar nanti akan berbuat maksiat dan mengantarkanmu masuk neraka." Lalu
apa jawabanTuhan apabila orangyang masuk neraka bertanya kepada-Nya,
"Mengapa Engkau tidak mematikan aku ketika masih kecil sehingga aku
tidak akan masuk neraka?" Mendengar pertanyaan seperti ini Abu Ali Al-
]ubai kaget dan tidak bisa menemukan jawabannya. Itulah sebabnya Imam
Al-Asy'ari kemudian meninggalkan aliran Al-Jubai.
Syaikh Shalih bin Mahdi Al-Muqbili (1108 H) ketika mengomentari
riwayat di atas mengatakan bahwa cerita ini adalah karangan. Pengikut
Mu'tazilah yang bodohpun -apalagi tokohnya- akan bisa menjawab
pertanyaan anak kecil tersebut, "Taklif merupakan hak dari-Ku dan Aku
memberikannya kepada siapa saja yang Aku kehendaki."
Inilah jawaban atas pertanyaan asal Mu'tazilah karena taklif adalah
hak milik Allah menurut orang-orang Bashrah termasuk Al-fubai. Sebagian
mereka yang mengatakan bahwa taklif adalah kewajiban -mereka ini
adalah orang-orang Baghdad - mereka menganggapnya sebagai kewajiban
wujud yang tidak dibantah jika ditinggalkan. Kemudian menyebutkan
jawaban lain dari Mu'tazilah, "Allah adalah Maha Biiaksana, setiap bagian
yang kita lihat kita masukkan dalam keseluruhan. fika kita mengetahui
hikmah di dalamnya secara yakin atau prasangka, maka itu adalah
anugerah dari Allah. Jika tidak, maka kita masih dalam keleluasaan, kita
mengembalikannya kepada kebijaksanaan Yang Maha Bijaksana dan
kepada ilmu Yang Maha Pengasih.3ls
Dr. Hammudah Gharabah tidak puas dengan cerita tentang tiga
pertanyaan yang menyebabkan Imam Al-Asy'ari keluar dari gurunya
itu. Ia menyebutkan bahwa Imam Al-Asy'ari keluar dari gurunya ketika
merasakan ada bahaya yang mengancam umat Islam sebab perpecahan di
antara mereka dan melihat harus ada usaha unfuk menyatukan mereka
ke dalam madzhab yang berdiri di tengah-tengah. Imam Al-Asy'ari
menceritakan tentang dirinya, bahwa ia bermimpi melihat Nabi ffi dan
beliau memanggilnya tiga kali. Ia melihat ini sesuai dengan kondisi jiwa
dan rohani yang dialami Imam Al-Asy'ari dalam Madzhab Mu'tazilah
yang menyimpan beberapa masalah yang tidak ditemukan di dalamnya
jawaban yang memuaskan.316
Al-Maqrizi berpendapat, setelah Imam Al-Asy'ari meninggalkan
gurunya, ia kemudian berguru kepada Ibnu Kilab dan mengikuti manhajnya
dalam permasalahan sifat-sifat Allah dan permasalahan qadar. Ia mengikuti
pendapat tentang Dzat yang berbuat dan memilih, meninggalkan pendapat
tahsin (menghukumi baik) dan taqbih (menghukumi buruk) berdasarkan
akal semata, bahwa ilmu-ilmu meski di dapat dari hasil akal adalah tidak
wajib, dan tidak wajib mencarinya kecuali dengan syariat.317
Kitab Al-Ibanah karya Monumental Imam Al-Asy'ari
Apabila kita ingin mengetahui sebagian buku karya Imam Al-Asy'ari,
maka kita patut mengetahui salah satu buku karyanya yang paling masyhur
dan penting yaitu Al-lbanah. Ada perbedaan pandangan tentang kapan
Imam Al-Asy'ari menulis buku ini, yang mengandung makna tekstual
yang jelas dan dan lebih cenderung kepada sikap ahli hadits terutama sikap
Imam Ahmad bin Hanbal.
Apakah Imam Al-Asy'ari Menulis Kitab Ini setelah Memisahkan
Diri dari Mu'tazilah Atau Ditulis Setelah Kematangan Madzhab
Barunya?
DR. Hamudhh Gharabah dalam kajiannya tentang Imam Al-Asy',ari
berpendapat bahwa Imam Al-Asy'ari menulis Kitab Al-lbanah pada awal
memisahkan dirinya dari Madzhab Mu'tazilah, kemudia ia menulis kitab
Al-Luma' setelah kondisi perlawanannya dengan Mu'tazilah'mulai tenang
dan kembali ke madzhab moderat dalam formatnya yang terakhir.318
orientalis Goldziher berpendapat bahwa Kltab Al-Ib anah merupakan
hujjah akidah terbesar dalam Islam yang beraliran Sunni. Kitab ini
merupakan ringkasan akidah yang memaparkan madzhabnya dalam
format terakhirnya. Meskipun demikian, tampaknya itu masih belum
mewakili format terakhir dari madzab Imam Al-Asy'ari.31e
Imam Al-Asy',ari menjelaskan madzhabnya dalam kitab ini, di mana
ia berkata, "Kami mengembalikan apa yang kami perdebatkan kepada
Kitab suci Tuhan kami, sunnah Nabi kami dan ijma umat Islam serta apa
yang berjalan sesuai makru,nya. Kami tidak mengada-ada dalam urusan
agama Allah yang tidak diizinkan bagi kami, dan kami tidak mengatakan
terhadap Allah aPa yang tidak kami ketahui."32o
Imam Al-Asy'ari memperkuat pertalian hubungannya dengan para
sahabat Nabi, tabiin, ahli hadits terutama Imam Ahmad bin Hanbal.321
Dari sini kita dapati Imam Ibnu Asakir menceritakan tentang Imam Abul
Qasim Al-Qusyairi pernah berkata, "Para ahli hadits sepakat bahwa
Imam Al-Asy'ari adalah salah seorang imam dari imam-imam ahli hadits'
Madzhabnya adalah ma dzhabahli hadits, ia berbicara sesuai dengan Ahlu
sunnah dan membantah orang-orang yang berseberangan dari orang-orang
yang menyimpang dan ahli bid'ah.3z
Pengikut Imam Al-Asy'ari dan Paham tahsin (Menghukumi
Baik) dan Taqbih (Menghukumi Buruk)
Imam Asy-Syahrastani berkata, "Kewajiban-kewajiban itu semuanya
adalah berdasarkan dari syariat, akal tidak bisa mewajibkan sesuatu dan
tidak bisa menentukan tahsin atau taqbih. Mengenal Allah melalui akal
adalah bisa, sedangkan mengenal Allah melalui syariat adalah wajib.
Tidak n ajib atas Allah sesuatu yang berdasar akal; tidak wajib atas Allah
apa yang patut dan apa yang lebih patut, tidak wajib atas Allah bersifat
lembut, memberikan taklif (bebaan tugas syariat) dan mengutus para Rasul.
Dalam Hal Sam'i14tat (Hal-hal yang Bersumber dari Rasul)
Pengikut Imam Al-Asy'ari dalam hal sam'iyat setuju bahwa berita yang
dibawa Rasul tentang hal-hal ghaib adalah benar dan wajib diimani, lalu
memahaminya sesuai makan lahirnya, seperti berita tentang pena Allah,
lauhmahfuzlz, singgasana, kursi, pertanyaan kubur, nikmat dan siksa kubur,
timbangan amal, perhitungan amal, shirath, surga dan neraka.323
Pengikut Imam Al-Asy'ari, Takwil, dan Salaf
Dr. Hamudah Gharabah berpendapat bahwa para ulama salaf
menggunakan metode penakwilan sama persis seperti yang digunakan
oleh para penganut Madzhab Al-Asy'ari. Misalnya dalam menafsirkan
kata taajah Allah menurut para ulama salaf adalah tidak terbatas, dan
pastinya wajah seperti yang kita kenal adalah bukan maksud dari kata
itu. Kata wajah menurut para ulama penganut Madzhab Asy'ari adalah
Dzat Allah dan wajah yang kita kenal selama ini bukanlah maksud dari
kata tersebut.
Kita melihat bahwa perbedaan yang disebutkan oleh Hamudah
Gharabah sangat penting. Pendapatnya yang mengatakan bahwa
penakwilan salaf sama persis dengan penakn ilan pengantut Asy'ari adalah
kurang pas. Seandainya ia membuang kata sama persis dan menggantinya
dengan ada sedikit kesamaan dalam beberapa hal tentunya akan lebih
pas dan benar. Dan, ini menyisakan ruang yang masih terbuka untuk
berijtihad di antara dua pihak, sehingga salah satu pihak mungkin lebih
benar dalam konteks pemikiran tertentu dan pihak lainnya lebih benar
dalam konteks pemikiran lainnya, dengan menggunakan paham moderasi
dalam menetapkan atau menakwilkan sebagai sesuatu yang tidak bisa
saling lepas antara satu sama lainnya.
Antara Imam Al-Asy'ari dan Pengikut-pengikutnya
Para orientalis berpendapat bahwa ada perbedaan antara Imam
Al-Asy'ari dan para pengikutnya dalam beberapa hal di antaranya; Para
pengikut Asy'ari lebih banyak menyerang terhadap taklid, lebih bersandar
pada akal rasio, memperluas penakwilan, mengambil beberapa poin
yang merupakan ide dari kaum Mu'tazilah.32a sebenarnya bisa dikatakan
demikian kalau memang kita menganggap bahwa Kitab Al-lbanahkarya
Imam Al-Asy'ari ditulis pada masa-masa akhir hayatnya.
Namun, apabila kita menganggap bahwa kitab itu ditulis sebagai
reaksi cepat dari sang Imam setelah keluar dari aliran Mu'tazilah,
sedangkan Kilab Al-Luma' adalahyang ditulis pada masa akhir hayatnya
dan diajarkan kepada murid-muridnya, maka pendapat yang benar
adalah lebih dekat dengan apa yan8 dikatakan oleh Hamudah Gharabah
ketika membahas tema ini secara global, di mana ia berpendapat bahwa
perbedaan antara Imarn Al-Asy',ari dan pengikutnya adalah perbedaan
yang tidak menyentuh pada pikiran utama dalam Madzhab Asy'ari dan
tidak ada jurang perbedaan yang lebar antara mereka seperti yang diklaim
oleh para orientalis.32s
Bahkan Dr. Hammudah berpendapat lebih jauh lagi, bahwa Imam
Al-Asy'ari konsisten mengikuti akidah Imam Ahmad bin Hanbal dan tidak
pernah meninggalkarurya, sementara pengikut Imam Ahmad sendiri malah
meninggalkannya, klaim ini sangat penting untuk dikaji.326
Pengikut Imam Al-Asy'ari dan Metode Rasional
Para pengikut Imam Al-Asy'ari dan Ahlu Sunnah secara umum
menetapkan bahwa pengetahuan yang terkait dengan akidah adalah
pengetahuan yang bersifat yakin, karena tidak ada lagi ruang bagi
prasangka dalam masalah akidah atau bahkan dalam masalah amal
Dalil yang valid untuk masalah ini adalah berputar antara dua dalil
yang dinamakan dalil aqli dan dalil naqli. Yang dimaksud dalil aqlibukan
sekadar menggunakan akal dalam memahami, tapi yang dimaksud adalah
akal melakukan penggalian dalil dengan upaya sendiri dengan mengikuti
kaidah-kaidah ilmu logika tanpa bersandar pada sesuatu dari riwayat atau
menukil.
Benih-benih pemisahan antara yang masuk dalam ranah akal dan apa
yang masuk dalam ranahnaql di kalangan pengikut Asy'ari sudah tumbuh
sejak Imam Al-Asy'ari sendiri. Sebagai contoh dari penerapan prinsip ini,
kita dapati Imam Al-Asy'ari dalam masalah-masalah ini bersandar pada
dalll aqli. Dalam Pembuktian adanya Sang Pencipta, keesaan Tuhan dan
Hari Kebangkitan, ia memperkuatnya dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an
setelah selesai memberikan porsi yang cukup dari dalil aqli.328
Imam Al-Ghazali menukil dari Al-Baqilani apa yang membuatnya
mengambil sikap jelas terhadap dalilnaqli dalam masalah-masalah pokok.
Ia berkata, "Boleh berpegangan pada dalilnaqli dalam setiap masalah yang
rasional yang turun dari pembuktian sifat kalam Tuhan Sang pencipta.u'n
Maksudnya turun dari pembuktian sifat kalam adalah apa yang datang
setelah selesai dari pembuktian tentang alam yang hadits atau baru,
pembuktian Sang pencipta, keberadaan-Nya sebagaiDzat Yang Maha
Mengetahui, Yang Mahakuasa dan Yang Berfirman.
Madzhab Al-Maturidiyah
Madzhab ini dinisbatkan kepada Imam Abu Manshur Al-Maturidi,
tapi asal usul madzhab ini dinisbatkan lebih jauh lagi kepada Imam Abu
Hanifah, dan lingkarannya lebih luas lagi sehingga mencakup kelompok
para imam besar yang mensyarah Kitab Al-Fiqh Al-Akbar karya Abu
Hanifah, seperti Imam Ath-Thahawi, Abu Al-Laits As-Samarqandi, Abu
Imam Al-Maturidi
Nama lengkapnya adalah Abu Manshur Muhammad bin Mahmud
Al-Maturidi Al-Hanafi. Ia meninggal pada tahun 333 H. Ia satu dari dua
tokoh besar penganut madzhab Ahlu Sunnah wal |amaah dalam ilmu
kalam. Ia menulis beberapa buku sebagaimana disebutkan Thasy Kubra
Zadah, seperti Kilab At-Tauhid, Al-Maqalat, Ta-wilat Al-Qur'an, Kitab Al-
ladal fi Llshul Fikih, dan kitab-kitab yang membantah kaum Mu',tazilah,
Qaramithah, dan Rafidhah.33o
Hajiy Khalifah menyebutkan kitab lain karya Al-Maturidi, yaitu
Ta-wilat Imnm Al-Maturidi fi Bayan llshul Ahlu sunnah wa ushul AlTauhid,
kitab ini dikompilasi oleh Imam A'la Ad-Din Muhammad bin Ahmad
bin Abi Ahmad As-samarqandi dalam delapan jilid. Kitab lainnya adalah
Tn-wilat Ahlu sunnah, yang konon kitab ini tidak ada tandingannya dari
karya-karya sebelumnya dalam bidang ilmu ini.331
Adapun tentang Imam Al-Maturidi yang mengikuti jejak Imam Abu
Hanifah, Al-Bayadhi berkata, "Al-Maturidi adalah perinci dari madzhab
Abu Hanifah dan pengikutnya. Para peneliti kontemporer berpendapat
bahwa apa yang ditulis Imam Al-Maturidi dalam kitabnya At-Tauhid,
menunjukkan bahwa ia bukan sekadar pensyarah dan penjelas, tanpa
mengurangi kuatnya hubungan antar keduanya. Jika Imam Abu Hanifah
seorang pionir yang berusaha menegakkan madzhab kalam sesuai metode
Ahlu Sunnah, maka Imam Al-N{aturidi adalah seoran8 yanS menegakkan
madzhab secara sempurna dan diperkuat dengan hujjah dan dalil kuat
sebagai keyakinan akidah Ahlu Sunnah.33z
Antara Imam Al-Asy'ari dan Imam Al-Maturidi
Menurut Dr. Abdul Fattah Al-Maghribi, pengikut Imam Al-Maturidi
berusaha menjadikan Imam mereka sebagai pionir pertama dan lebih dulu
daripada Imam Al-Asy'ari dalam mengungkap dan membela madzhab
Ahlu Sunnah. Klaim mereka ini didukung dengan adanya beberapa
kenyataan berikut; Masa yang diternpuh Imam Al-Asy', ari dalam menganut
madzhab Mu'tazilah adalah empat puluh tahun, sedangkan Imam Al-
Maturidi sebagaimana dikenal, tidak pernah menganut madzhab lain selain
Ahlu Sunnah sejak kecilnya.
Pendapat paling kuat mengatakan bahwa keduanya tidak pernah
saling bertemu. Imam Al-Maturidi hidup di samarkand, bagian paling
timur dari negara Islam. Ia tidak pernah pergi meninggalkan tanah
kelahirannya ke tempat lain sampai meninggalnya. sedangkan Imam Al-
Asy'ari dilahirkan di Bashrah dan tidak meninggalkan tanah kelahirannya
kecuali ke Baghdad lalu menetap di sana sampai meninggal. Dan, mustahil
antara Imam Al-Maturidi dan Asy'ari saling tahu pendapat masing-masing.
Pendapat dan pemikiran mereka berdua tidak menyebar luas kecuali setelah
meninggalnya melalui para murid mereka. Madzhab Imam Al-Asy'ari
menyebar luas di Iraq pada tahun 380 H, yang berarti lima puluh tahun
setelah meninggalnya Imam Al-Maturidi. Sementara madzhab Al-Maturidi
hanya menyebar luas di tanah airnya, yaitu di negara-negara Transoxiana
(bilad ma u)ArA'a an-nahar) atau Asia Tengah.333
Ringkasan perbedaan antara At-Maturidi dan Ar-Asy'ari sebagai-
mana disebutkan Al-Bayadhi:
1. Tentang Sifat Penciptaan
Pengikut Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat perbuatan Ailah
adalah hakikat bukan merupakan ungkapan dari penggantungan kuasa
dan kehendak-Nya. sifat-sifat perbuatan seperti menciptakary membuat,
mengadakan dan lainnya adalah kembali pada sifat azali yang berdiri
sendiri, yaitu perbuatan dan penciptaan umum yang bermakna dasar
penisbatan, yaitu mengeluarkan sesuatu yang tidak ada dari tidak berwujud
menjadi wujud. Ia bukan sifat yang bermacam-macam seperti pendapat
sebagian dan juga bukan penisbatan.
Inilah yang diisyaratkan oleh Imam Abu Hanifah yang menyebutnya
dengan tema sifat perbuatan, kemudian ia menjelaskan bahwa "Perbuatan
sifat-Nya adalah ada pada zaman azali." Maka tidak adanya pengeluaran
sebagai sifat azaliyah sebenarnya merupakan sesuatu yang diterima akal.
Abu Mansur Al-Maturidi menyinggung hal ini dengan berkata, "Apabila
ada sifat diucapkan bagi Allah dengan sifat perbuatan dan semisalnya,
maka lazimnya sifat itu pada zaman azali. Maka Dia disifati dengannya
untuk makna yang berdiri sendiri sebelum adanya makhluk, sebagaimana
disebutkan dalam Kltab Al-Burhan As-Sathi'.
A1-Bayadhi menyebutkanbahwa hal ini juga pernah disinggung oleh
Abul Hasan Ar-Rastaghfani dalam Kitab Al-lrsyad, AbulMu'in An-Nasafi
dalam Kllab At-Tabshirah,Imam Atha' bin Ali Al-Jujazani dalam Syarah
Al-Fiqh Al-Absath, Al-'Allamah Shadr As-Sari'ah dalam Kltab At-Ta'dil,
Abdullah bin Said Al-Qaththan, Al-Harits Al-Muhasibi dan lainnya. Hal
ini berseberangan dengan pendapat Imam Al-Asy'ari tentang sifat-sifat
perbuatan yang menurutnya adalah kembali kepada hal-hal tertentu atau
penisbatan-penisbatan sebagaimana disebut oleh Al-Bayadhi.
2. Tentang SifatBaqa'Atau Kekal
Imam Al-Bayadhi menjelaskanbahwa aPa yang dianut olehpengikut
Maturidi tentang sifat kekal, yang bukan merupakan sifat wujudiyah, adalah
berseberangan dengan Imam Al-Asy'ari dan para pengikutnya. Imam Al-
Baqilani dan Imam Al-Haramain serta banyak pengikut Asy'ari lainnya
berseberangan dengan Asy'ari dalam hal ini. Mereka berpendapat bahwa
sifat kekal bukanlah hal tambahan dari wujud melainkan keberlangsungan
darinya.3u
Sifat mendengar tanpa alat pendengar adalah sifat bukan ilmu menurut
pengikut Al-Maturidi, demikian pula sifat melihat. Pendapat ini dipilih oleh
Imam Al-Haramairy Imam Ar-Razi dan banyak lagi dari pengikut Asy'ari.
Mengetahui sifat mencium, merasa dan menyentuh bukanlah sifat tidak
tahu menurut para pengikut Al-Maturidi. Merasakan sesuatu dengan salah
satu dari indera bukanlah tahu dengannya melainkan sebagai alatnya.
Mengetahui sebagian hal yang pasti bukanlah hanya dengan akal. Inilah
yang dipilih oleh banyak pengikut Imam Al-Asy'ari.
Wajib iman kepadawujud Allah, keesaan, kekuasaan, ilmu, kalam dan
kehendak-Nya, barunya alam semesta, mukjizat sebagai bukti kerasulan,
wajib mempercayainya, haram mengingkari dan mendustakannya dengan
berdasar dalil akal dalam pencarian dalil, tanpa tergantung pada kenabian
dan sampainya dakwah. Perbuatan-perbuatan Allah bisa dicari maslahat
dan hikmahnya sebagai karunia dari Allah bukan wajib atas Allah. Inilah
pendapat yang dianut oleh penulis l(rtab Al-Maqashid dansebagian pengikut
Asy'ari. Kemampuan bisa menerima dua hal yang saling berlawanan atas
pergantian, pilihan seorang hamba mempengaruhi dalam pensifatan bukan
dalam penciptaan. Ini dipilih oleh Al-Baqilani, Abu Ishaq Al-Isfirani, dan
Imam Al-Haramain.
Masalah-masalah )iang di dalamnya terjadi perbedaan antara Al-
Maturidi dan Asy'ari kurang lebih ada 50 masalah yang diambil dalilnya
lewat isyarat atau ibarat, dilalah atau iqtidha' atau maftum mukhalafoh.
Suatu kebaikan - dalam arti sesuatu yang berhak mendapat pujian dan
pahala - dan suatu keburukan - dalam arti sesuatu yang berhak mendapat
celaan dan siksaan- adalah bersifat aqli artinya akal mengetahui selama
masa pencarian dalil hukum-hukum pencipta dalam sepuluh hal yang
tersebut di atas. Dalam hal ini mereka berseberangan dengan pengikut
Asy'ari yang berpendapat bahwa kebaikan dan keburukan hanya diketahui
lewat syariat, juga tidak mewajibkan akal terhadap kebaikan dan kejelekan
yang dalam hal ini mereka berseberangan dengan Madzhab Mu'tazilah.
Adapun bagaimana pahalanya dan surga atau bagaimana siksanya dan
neraka, maka ini diketahui dari syariat.335
Madzhab Al-Maturidifh Antara Pengikut Asy'ari dan Mu'tazilah
Syaikh Muhammad Abu Zahrah membandingkan antara pengikut
Asy'ari dan pengikut Al-Maturidi dengan mengatakan, "Penganut Asy'ari
berada dalam garis antara Mu'tazilah, ahli hadits, dan ahli fikih. Sedangkan
penganut Al-Maturidi berada dalam garis antara Mu'tazilah dan penganut
Asy'ari. Dalam hal ini Abu Zahrah mengikuti Syaikh Al-Kautsari dalam
menetapkan pertengahan ini pada dua belah pihak.336 Analisis seperti ini
juga kita temui pada peneliti-peneliti kontemporer.
Dr. Ali Abdul Fattah meringkas sumber-sumber yang menyebutkan
beberapa sisi perbedaan antara Asy'ari dan Al-Maturidi, di mana Al-Maqrizi
menyebutkan perbedaan antara keduanya dalam belasan masalah. As-Subki
juga menyebutkan jumlahyang sama, sebagian ada yang perbedaannya dari
segi kalimatnya saja, ia juga menulisnya dalam bait syair. Imam Al-Bayadhi
menyebutkan bahwa perbedaan antara keduanya mencapai lima puluh
masalah. Sebagian ulama yang menyebutkan perbedaan antara keduanya
lebih merrdukung Al-Maturidi seperti Syaikh Zadah dalam kitabnyaNazhm
Al-Fara-id wa lama' At-Fawa'id. Ada sebagian yang mendukung Asy'ari
seperti Abu Udzbah dalam kitabnya Ar-Raudhah Al-Bahiyyah fi Ma Baina
Al-Asya',irah wa At-Maturidiyah.338 Perbedaan-perbedaan ini tidak bisa
dijadikan alasan untuk mengkafirkan atau membid'ahkan. Lalu apakah
Al-Maturidiyah lebih sedikit daripada Asy'ari dalam hal penggunaan akal
di medan ilmu akidah?
Kita hampir tidak menemukan apa yan8 menguatkan pertanyaan
tersebut, dan mungkin kita bisa mengulang lagi apa yang sebelumnya telah
disebutkan ketika membandingkan penganut Asy'ari dengan Mu'tazilah:
Dua kelompok ini-berdasarkan kematangan yang mereka capai-tidak
konsisten baik secara metodologis maupun tematis terhadap pokok asal
pertama yaitu prinsip keterbatasan akal karena keduanya tidak peduli
dengan kritikan yang dilontarkan pada akal secara filsafat, keduanya
dalam melupakan kritikan ini berlandaskan pada akal teori yakni prinsip
keharusan praktik. Dengan demikian, mereka juga menyepelekan pokok
asal kedua dan ketiga.
As-salafiyah/Satafi
Kita tidak menemukan pokok asal yang tepat daripada penggunaan
kata salafi sehingga bisa dijadikan rujukan untuk mendefinisikan istilah
ini. Kata salaf secara etimologi berarti generasi awal dan yang dekat
dengan generasi mereka. Pada tema kita kali ini, generasi awal dan yang
dekat dengannya adalah para sahabat Nabi dan tabi'in. Dalam generasi
tabi'in diperlukan adanya seleksi, terutama setelah kita tahu bahwa sejak
Balqasim Al-Ghali,
pertengahan kedua dari abad 2 H telah tertanam dan tumbuh benih sekte-
sekte seperti Khawarij dan Syiah.
Ketika kita menerima Imam Hasan Al-Bashri misalnya sebagai salah
satu di antara kaum salaf dan menolak Washil bin Atha' atau Amr bin
Abid sebagai bagian mereka, maka berarti kita keluar dari maknanya
secara etimologi dan kita tidak cukup menilai dari standar zaman saja.
Ini berarti kita harus mencari makna terminologi yang berasas standar
tematis tidak terkungkung pada zaman tertentu saja. Dengan begitu, kita
bisa memasukkan semua yang menganut madzhab ini dan mengeluarkan
semua yang tidak menganut madzhab ini. Di sinilah pentingnya nilai
tematis dan metodologis yang merupakan pokok permasalahan, bukan
nilai zaman dalam menentukan suatu istilah, sehingga hal ini memerlukan
upaya berat untuk membahasnya.
Kita telah menemukan standar tematis dalam bentuknya yang murni
dan diterima dalam menentukan apa yang dimaksud salafi menurut
sebagian orang dan sebagian lainnya yang menganut paham salafi itu
sendiri. Misalnya saja standar yang disebutkan Imam Ar-Razi tentang
mereka yang berpendapat dalam ayat-ayat mutasyabihaf secara pasti selain
yang lahir, menyerahkannya kepada Allah tentang makna yang dimaksud
darinya, tidak membahas panjang dalam menafsirkannya.33e Standar ini
tidak diterima di kalangan pengikut Ibnu Taimiyah tokoh salafi baru.
Dari sini kita lebih cenderung untuk tidak menggunakan istilah ini
secara luas meski tidak meninggalkan istilah secara keseluruhan, terutama
kita lihat bahwa mengikuti jejak kaum salaf bukan berarti kita harus
menisbatkan diri kepada mereka, akan tetapi kita melihat kepada apa
mereka menisbatkan diri mereka. Mereka menisbatkan diri mereka kepada
agama Islam yang cukup jelas.
Dalam tema kita membahas sekte-sekte Islam, maka ada keharusan
untuk sedikit berinteraksi dengan istilah ini. Kita berinteraksi dengan
istilah ini dengan menggunakan istilah lainnya yang khusus dan tidak
ada perdebatan dalam istilah, apalagi dalam tema ini ada sisi-sisi yang
penuh misteri. Istilah yang kita lontarkan sesuai tema yang kita bicarakan
adalah melalui dua cara. Cara pertama, kita menggantinya dengan istilah
yang digunakan Rasulullah dalam sabdanya yang masyhur tentang
standarisasi sekte-sekte, "Ahlu Sunnah adalah apa yang dianut oleh aku dan
sahabat-sahabatku."
Cara kedua, kita menggunakan istilah salafi sebagaimana yang sudah
masyhur tanpa memaknainya dengan makna dan nilai tertentu. Tidak
ada perselisihan bahwa istilah salafi telah masyhur seiak beberapa waktu
lalu digunakan untuk menunjuk para pengikut madzhab Imam Hanbali
berawal dari Imam mereka yaitu Ahmad bin Hanbal, kemudian Imam
Ibnu Taimiyah dan berakhir pada Imam Muhammad bin Abdul Wahab.
Dalam pembahasan singkat ini, kita memilih Imam Ibnu Taimiyah karena
ia dianggap sebagai juru bicara madzhab Imam Hanbali dan pengusung
pendapat-pendapatnya, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah
akidah.
Imam lbnu.Taimiyah
Nama lengkapnya adalah Imam Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad bin
Abdul Halim bin Imam Majduddin Abul Barakat Abdussalam bin Abu
Muhammad bin Abdullah bin Abul Qasim bin Muhammad bin Al-Khidhr bin
Ali bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani. Ia dilahirkan di kota Harran pada
tanggal L0 Rabi'ul Awal tahun 661,H. Kemudian sang ayah membawanya
berhijrah ke kota Damaskus dan menentap di sana ketika bangsa Tatar
menyerang negara-negara Islam tahun 667 H. Flidupnya penuh dengan
kesibukan menyebarkan ilmu, fatwa, amar makruf nahi mungkar, berjuang
melawan musuh sampai ia dihakimi dan dipenjara karena pendapat-
pendapatnya. Ia meninggal pada tanggal 20 Syawal tahun 728H.?40
Imam Ibnu Taimiyah dan Masalah Sifat-sifatAllah
Dr. Muhammad Khalil Harras dalam bukunya yang berjudtl Al-lmam
Ibnu Taimiyah As-Salafi yang terbit tahun 1954 berpendapat bahwa Imam
Ibnu Taimiyah mendirikan madzhabnya dalam masalah sifat-sifat Allah
berdasarkan tiga kaidah utama: Kaidah pertama, semua yang ditetapkan
oleh Allah terhadap dirinya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya dari sifat-
sifat-Nya adalah wajib ditetapkan. Dan, semua yang dinafikan oleh Allah
atau Rasul-Nya maka wajib dinafikan. Adapun apa yang tidak dijelaskan
oleh syariat baik dalam menetapkan atau menafikary maka orang yang
mengatakannya harus dimintai penafsirannya. Apabila maksud dari yang
dikatakannya adalah benar dan sesuai dengan syariat maka bisa diterima'
Tetapi apabila bertentangan dengan syaria! maka harus ditolak. Jika kata
yang ditetapkan mengandung kebenaran dan kesalahan, atau kata yang
dinafikan mengandung kebenaran dan kesalahan, atau mengandung
makna global sedangkan yang dimaksud adalah kebenaran dan kesalahan
tetapi yang berkata bermaksud sebagianny asaia, dan ketika diucapkan bisa
mengelabuhi orang atau membuat orang memahami apa yang diinginkan
dan yang tidak diinginkan, maka kata-kata seperti ini tidak perlu ditetapkan
atau dinafikan.ul
Kaidah ini patut dijadikan pedoman dalam berinteraksi dengan
kata-kata dan istilah modern yang dilontarkan dalam pemikiran agama
kontemporer, sedangkan yang dimaksud adalah makna-makna berbeda
yang sebagian jelas dan sebagian lagi samar sesuai dengan tingkat
perdebatan. Misalnya menyifati Allah dengan kata Insinyur Agung dan
kekuatan kosmos. Juga seperti kata perkembangan agama, relativisme
sejarah, agama-agama samawi, keharusan sosial dalam agama' keharusan
hukum alam, hak asasi manusia.
Kaidah kedua, menafikan untuk tidak menyamakan Dzat Allah, sifat-
Nya dan perbuatan-Nya dengan sesuatupun dari makhluk-Nya. Allah
tidak menyamai sesuatupun dan tidak ada sesuatupunyanS menyamainya.
Semua sifat-sifat kesempurnaan yang ditetapkan Allah adalah khusus milik
Allah dan tidak ada orang lain yang ikut memilikinya'
Apabila ada nama-nama sifat Allah yang sama dengan sifat-sifat
makhluk-Nya, maka ini hanyalah kesamaan dalam nama saia dan bukan
berarti kesamaan dalam sifat-Nya dengan sifat makhluk. Allah dinamakan
sebagai Al-Qadir atau Yang Mahakuasa, seorang hamba juga bisa di
sebut sebag ai "yang kuasa" tidak berarti kuasa Allah sama dengan kuasa
hamba. Demikian pula pada sifat-sifat Allah lainnya seperti Yang Berilmu,
Berkehendak, Yang Hidup, Yang Mendengar, Yang Melihat Yang Berfirman.
Hamba-hamba yang disifati dengan sifat-sifat seperti ini bukanberarti ilmu
mereka, kehendak mereka dan hidup mereka sama dengan ilmu, kehendak,
dan hidup Allah.
Penjelasannya adalah, sifat Allah dipahami dan dimaknai sesuai
dengan apa yang patut bagi-Nya, sedangkan sifat hamba-hamba juga
dipahami dan dimaknai sesuai dengan apa yang layak bagi mereka. Sifat-
sifat itu memiliki tiga penisbatan; sekali dinisbatkan kepada Tuhan, sekali
dinisbatkan kepada hamba, dan sekali tidak dinisbatkan kepada Tuhan
dan hamba. Apabila sifat ini dinisbatkan seperti sifat kuasa hamba dan
sifat kuasa Tuhan, maka sifat ini mengikuti apa yang disifati apakah ia
sebagai makhluk atau bukan makhluk.Apabila sifat ini diucapkan tanpa
penisbatan, maka artinya bermakna global tidak dinisbatkan pada makhluk
atau bukan makhluk sampai terjadinya penisbatan.u2
Kaidah ketiga, kesempurnaan adalah tetap milik Allah. Bahkan yang
tetap bagi-Nya adalah kesempurnaan yang paling tinggi, di mana tidak ada
wujud yang sempurna tanpa kekurangan kecuali hanya tetap pada Allah.
Segala kesempurnaan yang tetap pada makhluk dan boleh disifatkan pada
Sang Pencipta, maka kesempurnaan itu adalah lebih sempurna lagi bagi-
Nya. Segala kekurangan yang tidak layak bagi makhluk, maka kekurangan
itu lebih tidak layak lagi bagi sang Khaliq.
Dalam menetapkan sifat kesempurnaan kepada Allah, Ibnu Taimiyah
menggunakan dalil-dalil aqli dan naqli. Adapun dalil aqli Ibnu Taimiyah
berdasar pada qiyas aulakarenajika kesempurnaan yang mungkin ada itu
mungkin ada pada vang diutamakan, maka itu akan lebih mungkin ada
pada yang memang utama, karena kesempumaan itu diambil oleh makhluk
dari khaliq dan yang menjadikan selainnya bisa sempurna, maka dia lebih
sempuna lagi. Dan, yang menjadikan selainnya kuasa, maka berarti dia
lebih kuasa. Yang menjadikan selainnya tahu, maka berarti dia lebih tahu.
Yang menjadikan selainnya hidup, berarti dia lebih hidup.3a3 Dan karena
kesempurnaan adalah lazimnya Dzat yang wajibul wujud (keberadaan-
Nya menjadi sebuah keniscayaan), maka kesempurnaan itu adalah wajib
baginya dan tidak mungkin dilepaskan darinya. i
Di sini Ibnu Taimiyah menegaskan dengan metodenya bahwa
kesempurnaan itu tidak ada kecuali sebagai sesuatu yang berwujud atau
mengandung sesuatu yang berwujud. Adapun sesuatu yang tidak berwujud,
maka tidak ada apa-apanya apalagi kalau sampai ada kesempurnaannya.
Dari titik inilah Ibnu Taimiyah mulai masuk menyerang kaum filsafat,
Mu'tazilah, dan penganut Asy'ari yang mensifati Allah dengan sifat-sifat
yang tidak ada. Seperti perkataan mereka tentang Allah, "Allah tidak
berada di dalam alam dan tidak berada di luar alam." Dary ia melihatnya
melazimkan untuk tidak adanya sesuatu yang disifatinya.ru
Dalam kerangka dalil aqli-nya ini kita mengira Ibnu Taimiyah
menyerang pemberian sifat-sifat yang tidak ada, yang menurutnya tidak
melazimkan suatu wujud. Dari sini ia menunjuk pada ketiadaan yang
disifati dalam beberapa hal. Pertama, tampaknya seperti orang yang mencari
sesuatu yang berwujud bisa menerima gambaran benak pikir manusia.
Inilah yang tidak mungkin tercapai ketika sifat ketiadaan ini menghapus
gambaran tersebut. Dan, ini tidak benar berdasarkan keterbatasan akal
manusia, hukum-hukum khususnya dalam melakukan olah pikir dan
berdasarkan madzhabnya sendiri, bahwa tidak ada kesamaan antar
makhluk dengan khaliq. Kedua, ruang dan masa (waktu) adalah di antara
kreasi Allah. Sedangkan wujud itu sebagaian ada yang tunduk pada ruang
dan waktu, ada sebagian yang tidak tunduk pada keduanya. Dan, yang
terkahir inilah yang disifati sebagai tidakberada di dalam dan tidakberada
di luar, sebab yang berada di dalam dan di luar keduanya adalah sesuatu
yang berada di tempat. Allah tidak tunduk pada ruang karena Dialah
penciptanya dan wujud-Nya lebih dahulu darinya.
Ketiga, sesungguhnya tidak ada ketiadaan melainkan mengandung
penetapan bagi wujud, keharusan tidak adanya ketiadaan yang mutlak.
Dalam ketiadaan yang dikatakan oleh Mu'tazilah mengandung makna
wujud yang disifati dengan kesempurnaan mutlak bagi yang disifatinya.
AL-BABIYAH
AL-BABIYAH merupakan pecahan dari sekte Syiah ltsna Asy'ariyah (12
Imam) dari negeri Persia pada awal abad ke-19 M. Sekte ini termasuk
sekte penting karena dianggap sebagai cikal bakal sekte yang memisahkan
diri dari Islam dan bukan lagi termasuk dari umat Islam. Nama sekte Al-
Babiyah ini ditujukankepada para pengikutAl-Bab MirzaAli Muhammad
Asy-syairazi, meskipun mereka lebih suka menyebut diri mereka dengan
AhlulBayan.Ys
Sekte ini muncul pada saat negara Iran mengalami masa penuh
kekacauan, kezhaliman, kegaduhan politik, dan fanatisme agama.
Para penduduk Iran menunggu datangnya juru penyelamat yang akan
menyelamatkan mereka dari situasi dan kondisi yang buruk ini. Maka
muncullah MirzaAli Muhammad dan memproklamirkan dirinya sebagai
Al-Bab atau pintu bagi Imam yang bersembunyi.e6
Kata Al-Bab merupakan satu istilah yang dipakai oleh pengikut
madzhab Syiah sejak kemunculan pertamanya. Penggunaan istilah ini
terpengaruh dengan riwayat hadits yang masyhur, "Aku adalah kota ilmu
dan Ali Adalah pintunya." Buku-buku sejarah biografi imam-imam Syiah
Itsna Asyaiyah menyebutkan nama-nama imam yang disebut sebagai Al-
Bab atau Pintu Imam. Al-Bab merupakan tingkatan dalam derajat spiritual
di kalangan sekte Ismailiyah. Istilah ini juga pernah digunakan pada masa
sebelumnya oleh orang-orang Fathimiyah. Tingkatan Al-Bab merupakan
tingkatan kedua setelah tingkatan Al-Imam, dan darinyalah ilmu dan ajaran
diterima secara langsung.
Dalam perannya, seorang Al-Bab memberikan petunjuk kepada orang-
orang yang memimpin dakwah. Karena itu, istilah ini tampaknya memang
ditujukan kepada para pemimpin dakwah. Dalam sekte Ismaililyah istilah
ini ditujukan kepada Da'i Ad-Duat yang disebut-sebut dalam kitab-kitab
mereka. Sedangkan dalam aturan sekte An-Nashiriyah, Al-Bab menduduki
tingkatan kedua setelahnya.3aT
Kata Al-Bab menurut Syiah Itsna Asyariyahbermakna seorang yang
menjadi perantara antara para pengikut dengan imam mereka yang ghaib
atau menghilang. Imam yang ke-12 adalah Muhammad bin Hasan Al-
Askari, yang menurut mereka dilahirkan pada tahun 255 H atau 256 H
kemudian disembunyikan ayahnya karena kondisi negara yang sedang
kacau balau.u8 Kemudian sang imam ini menghilang dalam persembunyian
kecil (shugra) pada tahun 260 H setelah meninggalnya sang ayah yang
merupakan imam ke-L1. Sang imam yang menghilang ini berkomunikasi
dengan pengikut Syiah lewat empat orang duta, masing-masing mereka
adalah Al-Bab atau pintu yang menghubungkan antara sang imam dengan
pengikutnya. Setelah meninggalnya duta yang keempat atau Al-Bab Ar-
Rabi' pada tahun 329 H, maka terputuslah komunikasi antara sang imam
ke-L2 dengan pengikutnya. Kemudian menghilanglah sang imam dalarn
persebunyiankubra sampai sekarang. Menurut akidah mereka sang imam
adalah Al-Mahdi yang disebut sebagai Al-Muntazhar atauyang ditunggu-
tunggu dan sebagai sang pemimpin. Mereka apabila menyebutnya selalu
berdoa kepada Allah agar segera dikeluarkan dari persembunyiannya dan
kembali lagi kepada mereka.ye
Pendiri Sekte Al-Babiyah
Pendiri sekte Al-Babiyah adalah Mirza Ali Muhammad Asy-Syairazi.
Kata Mirza dalam bahasa Persia berarti Sayyid. Ini berarti, orang yang
mendapat gelar sayyid memiliki garis keturunan dengan keluarga Ahlul
Bait. Sedangkan kata Asy-Syairazi adalah nisbat kepada nama kota Syairaz,
tempat kelahirannya.3so
Mirza Ali Muhammad dilahirkan di kota syairazbagian selatan Iran
pada tanggal 20 Oktober tahun 1819 M atau bertepatan dengan tanggal L
Muharram 1235H. Mengenai tanggal kelahirannya ini ada beberapa versi
dan perbedaan. Menurut Brockelmery tanggal kelahirannya adalah 26 Maret
Lg21 M.3s1 Ayah Mirza meninggal ketika ia masih kecil lalu diasuh oleh sang
paman dari garis ibunya. sang paman mengajarinya dasar-dasar bahasa
Persia dan bahasa Arab, dan juga ikut membawanya pergi berdagang.
Namun setelah mengalami kerugian dalam perdagangannya di
syairaz, maka ia pergi ke Busyahr. Di sanalah ia mulai berkomunikasi
dengan salah satu murid dari Kazhim Ar-Rasyti yang bernama Jawwad
Al-Karbalai Ath-Thabathabai. Jawwad mulai mengajarkan kepada Mirza
pemikiran-pemikiran alir anAsy-Syaikhiyahtentang Al-Mahdi Al-lvluntazhar
sebagaimana diserukan oleh Ar-Rasyti. Jawwad mengatakan kepada Milza
bahwa tampak dari wajah dan ciri-cirnya yang menunjukkan ialah yang
ditunggu-tunggu dan kedatangannya sudah semakin dekat sebagaimana
dikabarkan Kazhim Ar-Rasyti dan juga dikabarkan sebelumnya oleh
pendiri aliran Asy-syaikhiyah yaitu syaikh Ahmad Al-Ahsa'i. Mirza pun
terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran ini dan mulai meninggalkan
perdagangan untuk mulai mempelajari buku-buku sufi dan penyucian
jiwa selain buku-buku kebatinan, buku-buku tentang angka-angka dan
makna serta pengaruhnya. Ia menghabiskan waktunya untuk mendalami
spiritualisme bintang-bintang. Sang paman memperhatikan kondisi Mirza
ini,lalu mengirimnya ke Karbala' dan Najaf.
Di Karbala' Mirza berkenalan langsung dengan Kazhim Ar-Rasyti
dan berguru di madrasah Syaikh Ahmad Al-Ahsa'i yang pada waktu
itu dipimpin oleh muridnya yaitu Ar-Rasyti. Mirza mulai belajar dan
menghadiri Majelis Ar-Rasyti untuk mempelajari pemikiran-pemikiran
aliran ini. Ar-Rasyti sendiri mulai memprediksi bahwa Mfuza adalah Al-
Mahdi Al-Muntazhar. Setelah Ar-Rasyti meninggal, maka Mrizadiangkat
menjadi pemimpin kelompok Asy-syaikhiyah ini. Pada awalnya Mirza
tidak berseberangan dengan paham-paham sekte Syiah secara umum dan
tidak pernah mengeritisinya. Tetapi setelah itu, Mirza mulai rnenyimpang
dari ajaran Syiah.
Mirza mendapat saingan dari salah satu murid Ar-Rasyti, Karim
Khan Al-Kirmani (1225-1280 H) yang mengaku sebagai Al-Bab khusus
bagi imam. Al-Kirmani pun didukung oleh sekelompok kecil dari mereka
di ribriz. Ia tidak mengakui kepemimpinan Mirza dan rnenulis buku berisi
bantahan keras terhadapnya dan terhadap pengakuannya sebagai Al-Bab.
Di antara buku karyanya adalah lzhaq Al-Bathil danFashl Al-Khithab yang
ditulis dengan bahasa Arab, dan kitab yang berjud ul Dur Rad Bab Murtab
yang ditulis dengan bahasa Persia. Al-Kirmani kemudian mendirikan
kelompok baru yang dinamakan Karim Khaniyah yang selanjutnya
kelompok ini dipimpin oleh keturunan Al-Kirmani secara berurutan.
Setelah meninggalnya Al-Kirmani kelompok ini dipimpin oleh anaknya,
Muhammad Khan (1324bI) kemudian dilanjutkan anaknya ZainalAbidin
Khan (1360 H) dan anaknya Abul Qasim Khan.3s2
Ada seorang syaikh lain yang menandingi Mirza dan mengaku sebagai
wakil khusus dari imam yang menghilang, pemimpin yang menggatikan
Ar-Rasyti, menandingi Mirza dan Karim Khan. Syaikh ini bernama Mirza
Syafi' yang kemudian diikuti oleh beberapa jamaah yang menamakan diri
mereka sebagai Asy-Syaikhiyah. Demikianlah, sekte Asy-Syaikhiyah ini
tepecah menjadi tiga golongan sepeninggal Ar-Rasyti. Dan, di antara tiga
golongan ini yang paling berbahaya adalah golongan Al-Babiyah.3s3
Deklarasi Kemunculan Al-Babiyah
Ketika Mirza Ali Muhammad Asy-Syairazi berusia 25 tahun pada
tanggal 5 Jumadil Ula tahun 1260 H bertepatan dengan tanggal 23 lvlaret
1884 M, ia memproklamirkan dirinya sebagai Al-Bab bagi sang imam
yang ghaib. Dalam proklamasi ini dihadiri Mulla Husain Al-Basyrui yang
menjuluki Mirza dengan gelar tersebut. Para pengikut Al-Babiyah juga
menjulukinya dengan beberapa gelar seperti Sayyid Adz-Dzakar, Abd
Adz-Dzakar, Bab Allah, Nuqhtah Ula, Thal'ah A'la, Hadhrah A' la, Muzhhir
Ar-Rabb Al-A'ala, Nuqhtah Al-Bayan, Bab Ad-Din, As-Sayyid Al-Bab.3sa
Mirza Ali berkata tentang dirinya dalam menafsirkan makna Al-Bab,
"Aku bersaksi bahwa tidak ada seorangpun selain aku di barat dan timur
yang bisa mengaku sebagai Al-Bab yang akan mengantarkan manusia
kepada ma'rifat Allah. Tidak ada bukti dariku atas itu semua kecuali bukti
yang ditunjukkan oleh kebenaran Muhammad Rasulullah M."355
Ia menambahkan bahwa yang dimaksud Al-Bab adalah Bab ilmu
sebagainrana disebutkan dalam hadits yang masyhur, " Aku adalahkota ilmu
dan Ali adalah Bab atau pintunya." Dan menurutnya Bab ini adalah Bab ilmu
Ilahi atau Bab kebenaran dan bukan Bab imam, melainkan Bab Allah yang
darinya seorang pencari masuk untuk sampai ke hadirat sang PenciPta.ttu
Mirza juga menjelaskan bahwa maksud dari kata Bab adalah perantara
curahan-curahan dari seorangyan1besar yang, sekarang tertutup di balik
satir keperkasaan dan disifati dengan kesempurnaan-kesempurnaan yang
tidak bisa dihitung. Dia bergerak dengan kehendaknya dan berpegang
teguh dengan tali kekuasaannya.3sT
Al-Bab Ali Muhammad Asy-syairazi diikuti oleh kebanyakan pengikut
Madzhab Asy-syaikhiyah dan mereka mengakuinya sebagai pemimpin
dan penguasa. Ikut bergabung dengannya murid-murid senior Ar-Rasyti
yang berjumlah 18 orang. Mirza menyebut mereka sebagai Huruf Al-
Hayyi atau huruf-huruf yang hidup. Mereka semua termasuk dirinya
sendiri merupakan angka 19. Angka ini memilki kedudukan tertinggi dan
terpenting khususnya dalam akidah Al-Babiyah.
setelah Mirza Asy-syairazi rnengumumkan dirinya sebagai Al-Bab
menuju imam yang bersembunyi, ia mengumumkan bahwa dirinya tidak
sekadar perantara imam yang ghaib, melainkan Allah telah mengangkatnya
lebih dari itu sebagai pertengahan dalam tahap perkembangan spiritual
dan sebagai ringkasan dalam tingkatan-tingkatan petunjuk golongan. Maka
ia mengumumkan dirinya sebagai Al-Mahdi Al-Muntazhar. Badan Al-
Iv{ahdi telah bersemayam di dalam dirinya, dan ia muncul sekarang untuk
menebarkan keadilan di muka bumi yang telah dipenuhi kezhaliman.3s8
Para mujtahid dan ulama Iran mengujinya dan mengusulkan agar ia
menulis tafsir untuk beberapa surat Al-Qur'an, maka ia pun menulis tafsir
surat Yusuf. setelah itu, pemerintah Iran mengeluarkan perintah untuk
menangkapnya pada tahun 1261Hdi syairaz. Akan tetapi,Mirzaberhasil
melarikan diri setelah ditahan selama enam bulan dan tiba di wilayah
Asfahan. Ketika tiba di sana, ia diterima oleh penguasanya dan mendapat
penghormatan darinya. sang penguasa di sana bahkan memberikan
dukungan dan perlindungan kepadanya. sang penguasa membantunya
dengan harta dan mendorongnya untuk melanjutkan perjuangan,
menyebarkan juru dakwah, dan utusan serta mubaligh.
Di Asfahan, Ali Muhammad Asy-Syairazi memproklamirkan
dirinya sebagai Nabi dan Allah telah menurunkan kepadanya Kitab suci
yang dinamakan Al-Bayan.la hidup dalam kondisi stabil di sana sampai
meninggalnya penguasa wilayah Asfahan. selanjutnya ia ditangkap lagi
dan ditahan di bentengMahku. setelahMirza Al-Babditangkap para tokoh
Al-Babiyah menggelar pertemuan di daerah Badasyt tahun 1264H/1949
M yang dihadiri oleh 81 tokoh di antaranya adalah;3se Al-Mulrah Husain
Al-Basyrui yang dijuluki sebagai Bab Al-Bab, Al-Mulla Muhammad Ali
Al-Barfarusyi yang dijuluki dengan Al-euddus, Al-Mirza yahya yang
dijuluki shubhu Al-Azal, zrrain Taj eurratul Ain yang dijuluki Ath-
Thahirah, Mirza Husain Ali Al-Mazandarani yang dijuluki Al-Baha'.
Dalam pertemuan ini mereka sepakat untuk melakukan dua hal utama;
Pertama, menyelamatkan Al-Bab dari tahanannya. Kedua, mengumumkan
penghapusan syariat Islam dan mendirikan agama baru dengan nama Al-
Babiyah. sedangkan Al-Bab Mirza masih tetap berada di dalam tahanannya
selama sembilan bulan.
Ketika pertemuan, Badasyt mengambil keputusan untuk menyelamat-
kan Al-BAb dari tahanannya, maka pemerintah mengeluarkan perintah
untuk memindahkan Al-Bab Mirza ke benteng Jahriq yang terpencil dan
diperintahkan untuk menjaga agar tidak tejadi komunikasi dengannya.
Gerakan Al-Babiyah ini terus melanjutkan dakwahnya dan karena
kegigihan pengikutnya berhasil menyebar luas sehingga menjadi
marabahaya yang mengancam negara Iran. Maka pemerintah memutuskan
untuk memberantas Al-Babiyah dan mulailah terjadi rangkaian peperangan
yang panjang sampai akhirnya Al-Bab dihukum mati dengan tembakan
pada tanggal23 sya'ban 1266Hatau bertepatan dengan tanggal9 ]uli 1850,
lalu jenazahnya dibawa keluar kota dankonon dikuburkan di Teheran atau
di gunung Karmel.3n
Buku Karya Al-Bab AIi Muhammad Asy-Syairazi
Tulisan-tulisanMirza sangatbanyak, para pengikutnya menganSSapnya
sebagai orang yang cepat dalam menulis, banyak penafsiran dan
penjelasannya terhadap hal-hal yang sulit, munajat-munajatnya yang
memperlihatkan kenabiannya, dan mereka menganggap itu adalah wahyu
yang turun dari langit.361
Beberapa tulisannya merupakan penafsiran dari ayat-ayat Al-Qur'an,
munajat-munajat, pesan atau komentar terhadap beberapa kalimat,
mauizhah(nasehat) dan makalah khusus tentang akidah. Tulisan-tulisannya
ini adayang ditulis denganbahasa Arab danada yang ditulis denganbahasa
Persia. Tulisannya tidak mengandung kata-kata yang indah dan susunan
yang tertib mengikuti kaidah bahasa, sajak-sajaknya Pun tidak tersusun
rapi. N{eski demikian, tulisan-tulisannya masih sedikit mengandung
keserasian dan keteraturan.362 Di antara buku karyanya adalah.
L. Al-Bayan:Kitab ini dianggap sebagai kitab suci penganut Al-Babiyah'
Kitab ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Di dalamnya
ia membukukan syariah dan hukum-hukum yang diyakininya dan
disebarluaskan kepada para muridnya. Ia mengklaim kitab ini sebagai
wahyu dari Allah. Ia juga menulis kitab Al-Bayan dengan bahasa
Persia. Ia menyusunnya ke dalam sembilan belas bagian, setiap bagian
terdiri dari sembilan belas bab. KitabAl-Bayanyang ditulisnya dengan
bahasa Arab terdiri dari sebelas bagian saja. sedangkan KitabAl-Bayan
versi bahasa Persia terdiri dari delapan bagian dan sepuluh bab dari
bagian ke sembilan dan menyerahkan penyempurnaannya kepada
pengganti setelahnya. Dalam kitab ini Al-Bab Mirza mengumpulkan
semua ajaran dan pendapat-pendapat yu.ru, Kebanyakan tulisannya
berisi tentang sifat dan pujian terhadap hakikat yang akan muncul.
Kitab ini adalah kitab suci bagi penganut, Al-Babiyah. Al-BabMirza
melarang pengikutnya membaca kitab apapun selain kitab-kitab
karyanya. Ia juga membakar semua kitab selain kitab-kitab karyanya.
Kitab Al-B ayan v ersibahasa Arab penuh dengan kesalahan-kesalahan
dari segi bahasa dan menyalahi kaidah ilmu nahwu. Ketika ia dibantah
atas kesalahan-kesalahan ini dan bagaimana Allah mewahyukannya
sementara kitab itu menyalahi kaidah bahasa Arab, maka ia menjawab,
"Sesungguhnya huruf-huruf dan kalimat adalah telah dijaga. Lalu
mereka melanggar kesalahan pada zaman awal, maka mereka dijatuhi
hukuman atas kesalahannya dengan diikat dengan rantai-rantai Arab.
Dan, karena kita diutus sebagai pembawa rahmat bagi sekalian alam
semesta, maka telah diberikan maaf dan ampunan sampai kepada
huruf dan kalimat. Maka dilepaskanlah mereka dari ikatannya dan
pergi kemanapun sekehendaknya.3a
Qayyum Al-Asma' atau Ahsan Al-Qashash: Kitab ini ditulis disyairaz,
berisi penafsiran dan penjelasan atas surat Yusuf. Tafsir ini merupakan
kitab pertama yang diwahyukan kepada Al-Bab menurut keyakinan
pengikutnya. Kitab ini merupakan penjelasan batiniyah dari surat
Yusuf yang terdiri dari 120 pasal. Pada awal-awal kitab, ia menyebut
dirinya sebagai wakil dari Al-Mahdi Al-Muntazhar. Kemudian di akhir
kitab, ia menyebut dirinya sebagai Al-Mahdi Al-Muntazhar sendiri
dan menganggap dirinya lebih utama daripada Nabi Muhammad
$i karena maqamnya adalah maqam Nuqthah atau titik, sedangkan
Dr. Ahmad Mahmud shubhi, Nazhariyyah Al-lnmmah inda Asy-syiatt Al-ltsnai Asyarivah,
maqam Nabi adalah maqam Alif.365 Kitab ini ditulis dalam bahasa
Arab.
3. Tafsir Surah Al-Baqarah: Kitab ini ditulis di Syairaz dalam bahasa
Arab. Di antara naskah kitab ini ada yang ditulis pada tahun 1.892M.
Salah satu naskah kitab ini tersimpan di Museum Britania dalam satu
kumpulan.
4. Tafsir Surah Al-Kautsar: Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab di Syairaz.
Di antara naskah kitab ini ditulis pada tahun 1890 M dan tersimpan
dalam Museum Britania yang bernomor 5080.
5. Tafsir Surat Al-Ashr: Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab di Asfahan.
Di antara naskahnya ditulis pada tahun L897 M dan tersimpan di
Museum Britania yang bernomor 5112.
6. Shahtfah Au'iyah: Ditulis dalam bahasa Arab di Syairaz.
7. Risalah Baina Al-Haramain: Ditulis pada tahun 1261. H/1.845 M' Di
antara naskahnya ada yang tersimpan di Museum Britania yang
bernomor 5325.
g. Risalah An-Nubuwwah Al-Klushshah; Ditulis dalam bahasa Persia yang
tujukan kepada penguasa wilayah Asfahan.
g. Shahifah Ad-liyyah: Ditulis dalam bahasa Persia dan berisi tentang
pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya.
L0. Dala'il As-Sab'ah fi lzhhar Az-Zhuhur Al-ladid: ditulis dalam bahasa
Persia di penjara Mahku. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa
Perancis. Naskah buku ini tersimpan di Museum Britania dengan
nomor 5L00.
1L. Kitab Al-Asma- atan Kitab Asma- Kulli syai'in fi Tafsir Al-Asma'.
Beberapa naskah kitab ini tersimpan di Museum Britania'
12. Ash-Shahifah Al-MakhzumiYah.
L3. Ash-Shahifah Al-la'fariyah'
1.4. Ziyarah Asy-Syah Al-Azhim.
15. Asy-Syu'un Al-Khamsah alau Syu'un Dd-Da'awat.
16. Ash-Shahifah Ar-Ridhatuiyah.
1.7. Ar-Risalah Al-fiqhiyah.
365 Muhammad Fadhil, Al-Hirab fi Sludr Al-Baln' wa Al-Bab, hlm' 219
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 181
18. Risalah Ila Muhammad Syah.
19. Kitab Ar-Ruh.
20. Lauh Al-Huruf.
21. Al-Khashail As-Sab'ah.
22. Risalah Ila Mirza Aqas.
23. Ar-Risalah Adz-Dzahabiyah.
Pemimpin-pemimpin AI-Babiyah
Di antara pengrkut Madzhab Al-Babiyah muncul pemimpin-pemimpin
baik dari kaum lelaki maupun wanita. Di antara mereka yang paling
menonjol adalah:
L. Quratul Ain:,ama lengkapnya adatahFatimah dannamakunyahnya
adalah Ummu Salma. Ia juga dinamakan Razin Taj nama persia yang
berarti "Makhkota Emas" karena memiliki rambut yang pirang. Ia
dilahirkan pada tahun 123LH/1817 M di eazwain dari keluarga ahli
agama yang masyhur. Ia terkenal sebagai wanita cantik memikat,
sangat cerdas, pintar bicara, dan mudah mempengaruhi orang lain.
Sejak kecil ia mengikuti pengajian ayah dan pamannya. Ia juga
memiliki bakat dalam sastra dan puisi. Di Karbala' ia berkenalan
dengan sayyid Kazhim Ar-Rasyti pemimpin MadzabAsy-Syaikhiyah
dan ikut aktif dalam kegiatan madzhab. Ia juga dikenal dengan
kepintarannya dalam berorasi. Ia pindah dari Karbala' ke Kazhimiyah
pada bulan Agustus tahun 1846 IVI dan mulai memberikan pengajian,
berpidato di atas mimbar, dan menjadi imam shalat. pada bulan
Februari 1847, ia kembali lagi ke Karbala' dan memeluk Madzhab
Al-Babiyah dan menjadi salah satu tokoh terpentingnya. Masuknya
Qurratul Ain yang juga dikenal sebagai penyair eazwain ke dalam
Madzhab Al-Babiyah menimbulkan gaung tersendiri. Mulai pertama
ia melaksanakan ajaran-ajaran Al-Babiyah yang berkaitan dengan
wanita, ia melepas hijabnya, terus menyebarkan ajaran Al-Babiyah
kepada masyarakat awamk sampai menjadi salah satu pemimpin kuat
mereka dalam pengaruh dan perkembangan dakwah Al-Babiyah.
Ia dianggap sebagai pendiri sebenarnya daripada Al-Babiyah setelah
pendiri pertamanyaMirza AIi, karena ia merupakan tokoh yang
paling berperan dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikiran dan
akidah Al-Babiyah. Ia adalah orang pertama kali yang menyerukan
untuk menghapus syariat Islam dan menolak hukum-hukumnya. Ia
mengajak orang banyak untuk menganut akidah yang diyakininya.
Oleh karena bahaya yang semakin mengancam keamanan dan
kestabilan negara, maka walikota Baghdad memerintahkan untuk
mengusirnya ke kota Hamdan. Di sanalah dua orang pendeta
Yahudi terpengaruh dengan ajarannya, dan inilah awal mula benih
menyebarnya dakwah Al-Babiyah di kalangan orang Yahudi.368
Al-Mulla Muhammad Ali Al-Barfarusyi (Al-Quddus)' Ia adalah
orang kedua setelah Qurratul Ain. Ia memiliki kekuasaan dan
pengaruh besar terhadap penganut Al-Babiyah. Ia dilahirkan di kota
Barfarusy bagian dari wilayah Mazandaran. Ia belajar Madzhab
Asy-Syaikhiyah dan berkenalan dengan Al-Bab yang kemudian
menjulukinya sebagai Al-Quddus. Pada saat itu usianya belum
genap 21 tahun. Al-Bab Mirza mendudukkannya ke dalam "Huruf-
huruf hidup" dan terus menaiki tingkatan lebih tinggi sampai pada
tingkat pengakuan sebagai Imam Al-Mahdi. Ketika dilontarkan tema
penghapusan syariat Islam di Muktamar Badasyt, Al-Quddus pada
awalnya menolak ide ini. Namun setelah dipengaruhi oleh Qurratul
Ain akhirnya ia menerimanya. Setelah meninggalnya Al-Mullah
Husain Al-Basyrui tahun L265 H, Al-Quddus diangkat menjadi
pemimpin Al-Babiyah sampai meninggalnya pada awal bulan Rajab
1265H. Pada waktu itu umurnya baru 27 tahun.36e
Al-Mirza Husain Ali An-Nuri (Baha' Allah). Ia adalah pendiri aliran
Al-Bahaiyah. Ia dilahirkan di desa Nur atau, Teheran, pada tanggal
L2 November 1.817 M, bertepatan dengan tanggal 2 Muharram
1233 M. Ia berasal dari keluarga kaya yang angSotanya banyak
memegang jabatan penting di negara; baik di lembaga sipil maupun
militer di negara Iran. Keluarganya juga menjalin hubungan erat
dengan kedutaan Rusia di reheran. Mirza Husain menamatkan
pendidikan dasarnya lalu berpaling untuk mendalami ajaran-ajaran
sufi. sejak kecil ia juga dikenal dengan ketekunan mencari ilmu dan
berdiskusi dengan para ulama. Ia juga memiliki pengetahuan luas
tentang riwayat-riwayat Syiah terutama yang berkaitan dengan
Al-Mahdi Al-Muntazhar. Ia juga banyak membaca buku-buku
sufi, bathiniyah, dan filsafat kuno. Ia mempelajari ajaran-ajaran Ar-
Babiyah dan menganutnya lalu menulis Kitab A!-ltqan di Baghdad
yang berisi dukungan terhadap Al-Bab dan pembelaan terhadap
ucapan-ucapan dan akidahnya. Pada tahun 126s H/IB44 M setelah
Al-Bab mengumumkan dakwahnya, Al-Baha' memeluk agama baru,
pada waktu itu usianya baru 27 tahun. Al-Bab membaiatnya untuk
mengajak manusia menganut paham Al-Babiyah. pada Muktamar
Badasyt ia tampil dan mendekati Qurratul Ain serta mendukungnya
untuk menghapus syariat Islam. Konon eurratul Ain adalah yang
memberinya gelar Bahauddin. Hal ini berbeda dengan tokoh-tokoh Al-
Babiyah lainnya yang kebanyakan mereka mendapat gelar langsung
dari Al-Bab Asy-syairazi. Bahauddin pernah dipenjara setelah para
penganut Al-Babiyah berusaha melakukan pembunuhan terhadap
Syah. Ia dipenjara selama empat bulan. Kemudian pemerintah
Rusia melakukan intervensi untuk membebaskannya, akan tetapi
pemerintah Iran memberikan syarat agar ia meninggalkan negara
itu. Maka Bahauddin meninggalkan Iran menuju Baghdad. Ia dan
sebagian pengikut Al-Babiyah sampai di Baghdad pada tahun 1269 H
/1853 M.370 Kelompok-kelompok Al-Babiyah pun mulai meninggalkan
Iran dan membuat pusat perkumpulan di Baghdad sampai mereka
memiliki kekuatan. Dan, terjadilah beberapa perselisan antara mereka
dan orang-orang Islam. Kelompok Al-Babiyah sendiri juga mulai
terpecah belah menjadi beberapa golongan dan kondisipun mulai
kacau balau. Maka duta besar Iran di Baghdad melakukan komunikasi
dengan pemerintah utsmani dan meminta agar memindahkan mereka
dari Baghdad yang masih dekat dengan Iran ke tempat lain yang lebih
jauh supaya kelompok Al-Babiyah di Iran tidak terpengaruh dengan
gerakan mereka. Maka pemerintah Utsmani mengeluarkan keputusan
untuk memindahkan mereka dari Baghdad ke Konstantinopel
(Istanbul) pada tahun 1280 H/1.563 M. Setelah Bahaullah sampai
di Istanbul, maka ia mengumumkan dirinya sebagai orang yang
dijanjikan kemunculannya sebagaimana diberitakan oleh Al-Bab. Ia
mengurnumkan dakwahnya di Edirne, Turki, dan sejak saat itulah
para pengikutnya dinamakan Al-Bahaiyun atau para pengikut
Bahaullah. Ia berpindah-pindah antara Akka, Haifa, dan Bahjah di
Palestina sampai ia meninggal setelah terserang sakit demam pada
tanggal28 Mei 1892 M bertepatan dengan tanggal 2Dzriqa'dah 1309
H. Ia dimakamkan di Bahjah dekat Akka.371 Sebelum meninggal, ia
memerintahkan anaknya Abbas Afandi, yang ia namakan Abdul Baha'
untuk menjadi penggantinYa.
Sekte-sekte dalam Al-Babiyah
Dakwah Al-Babiyah dimulai dengan mengirimkan para juru dakwah
ke berbagai wilayah Persia untuk menyebarluaskan ajaran dan pemikiran
mereka. Tetapi ajaran mereka ini membangkitkan perlawanan kaum
syiah, sehingga orang-orang syiah pun melakukan penindasan terhadap
kelompok Al-Babiyah. Dan, terjadilah perselisihan-perselisihan di atara dua
kelompok. Negarapun akhirnya ikut campur tangan. Dari sinilah, maka
kelompok yang pada awalnya hanya berorientasi agama berubah meniadi
paham politik.372 Kemudian terjadilah perselisihan antara kelompok Al-
Babiyah sendiri setelah meninggalnya Al-Bab Mtuza Ali tentang siapakah
yang berhak memegang pimpinan Al-Babiyah. Kebanyakan pemimpin
dipenjara atau dibunuh atau keluar dari agama Al-Babiyah seperti Husain
Al-Y azdi,Al-Mulla Husain As-sijistani dan lainnya. sisanya terpecah belah
menjadi beberapa kelompok dan golongan berikut:
1. Al-Bahaiyah: Mereka adalah pengikut Mirza Husain Ali setelah
Al-Bab. Mereka mengatakan bahwa Mirza Husain adalah yang
diberitakan oleh Al-Bab Asy-Syairazi akan muncul setelahnya dan
menghapus agamanya. Dialah yang diberi wasiat sebagai pengganti
Al-Bab yang hakiki bukan orang lain. Kelompoknva ini kemudian
berubah menjadi agama baru yang memisahkan diri dari agama Al-
Babiyah.
Al-Azaliyah: Kelompok ini dinisbatkan kepad aMirzaYahya An-Nuri
yang dijuluki sebagai Shubhul Azal. Asy-Syairazi menyukainya karena
kezuhudan, kesederhanaan, dan ketekunannya dalam menyebarkan
agama Al-Babiyah. Asy-Syairazi juga menjulukinya dengan julukan
berbeda sesuai dengan riwayat yang beredar yang tidak ada dasarnya,
" Cahaya yang bersinar terang dari pngi Azali dan tampak di atas bangunan
tauhid dan bekas-bekasnya." Al-Bab mengumpulkan tulisan-tulisan,
cincin, pakaian, pena dan barang peninggalanrrya ke dalam bungkusan
dan mengirimkan bersama kuncinya kepada Shubhul Azal.la lruga
memerintahkanya agar menyempurnakan pasal-pasal kitabnya Al-
Bayan yang ia tinggalkan kepada penggantinya dan memutuskan
untuk tidak menyempurnakannya kecuali penerus dan wakilnya.
Ia juga memberikan nash bahwa Mirza Yahya adalah penggantinya.
Tapi para pengikut Al-Bahaiyah mengingkarinya dan mengatakan
bahwa pengganti hakiki adalah Bahaullah. Para sejarawan sepakat
bahwa Mirza Yahya adalah pengganti Al-Bab dan penerusnya tanpa
ada perbedaan antara pengikut Al-Babiyah. Di Baghdad terjadi
perselisihan dan pertengkaran antara Yahya Shubhul Azal dan
saudaranya Mirza Husain Al-Baha'. Masing-masing meletakkan racun
di makanan satu sama lainnya dan ingin membunuhnya. Setelah
itu, Shubhul Azal hidup di Turki sampai meninggal pada tanggal
19 April 191,2,}d.Ia berwasiat kepada anaknya, Mirza Muhammad,
agar menjadi pengganti setelahnya. Namun anaknya berganti agama
Nasrani dan kelompoknya pun terpecah belah.
Al-Asadiyah: Kelompok ini didirikan oleh Asadullah yang dijuluki
sebagai " Ad-Dayyan". Ia mengerti bahasa Ibrani dan bahasa Suryani.
Ia bekerja bersama Shubhul Azal lalu merasa bahrva Subhul Azal
tidak berilmu dan lemah dalam memahami hakikat-hakikat. Maka
ia memisahkan diri darinya. Ketika berada di Baghdad ia mengaku
sebagai orang yang dikabarkan Al-Bab Asy-Syairazi akan muncul.
Pengakuannya ini ditandingi oleh Bahaullah dan dibantah serta
3.
186 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
diminta untuk membatalkan pengakuannya. Akan tetapi, ia tidak
mau menarik pengakuannya. Maka para Pengikut Al-Babiyah
membunuhnya dengan menenggelamkannya ke dalam sungai setelah
kakinya diikat dengan batu yang berat. Para pengikut Asadullah ini
dinamakan sebagai Al-Asadiyun dan yang membedakan mereka
dengan lainnya adalah mereka tidak mengakui sekte-sekte lain yang
keluar dari Al-Babiyah.
4. Al-Babiyah murni: Mereka adalah yang tidak mengakui kelompok-
kelompok yang memisahkan diri dari Al-Babiyah dan dipimpin oleh
pemimpin mereka. Mereka tetap menjauhkan diri dari perselisihan
setelah meninggalkan Al-Bab. Mereka hanya menganut ajaran-ajaran
Al-Bab saja.
Akar Pemikiran Akidah Al-Babiyah
Kelompok Al-Babiyah secara umum tergabung dalam kelompok Syiah
Itsna Asyariyah, secarakhusus tergabung dalam kelompok Asy-Syaikhiyah
dan Ar-Rasytiyah sebelum kelompok ini mengalami perkembangan dan
mengambil jalan sendiri yang berbeda dalam banyak sisi dari akarnya,
yaitu Syiah ltsna Asyariyah danAsy-Syaikhiyah. Sumber ajaran Syiah yang
diambil oleh kelompok Al-Babiyah adalah akidah tentang kembalinya sang
imam, menunggu munculnya Al-Mahdi yang dijanjikan. Latar belakang
ajaran Syiah ini merupakan dasar bagi ajaran-ajaran Syiah lainnya.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa ada nama-nama sebagaimana
tertera dalam riwayat-riwayat Syiah ltsna Asyariyah meteka adalah para
Bab bagi Imam dan bahkan mereka digolongkan ke dalam kelompok
mereka yang tercela dan mereka yang terpercaya.3T3 Tidak ada salahnya
kalau kita mengatakan bahwa Al-Babiyah secara umum bersumber dari
akidah Syiah. Al-Babiyah adalah warisan budaya Syiah di Iran meskipun
ia menyeleweng setelahnya dan terjadi permusuhan akidah antara Al-
Babiyah dengan Syiah di Iran.
Adapun pengaruh lainnya adalah dari paham Asy-Syaikhiyah dan
Ar-Rasytiyah. Ini merupakan titik perubahan dalam pemikiran Al-Bab
Mirza Ali Muhammad Asy-Syairazi. Di sini akan kami sebutkan secara
ringkas tentang pengaruh paham Asy-Syaikhiyah dan Al-Ahsa'iyah atau
Al-Kasyafiyah terhadap Al-Bab dan paham Al-Babiyah.
Tarekat Asy-Syaikhiyah ini dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Al-
Ahsa'i yang dilahirkan tahun 1196 H/1753 M. Ia merupakan pembaru
pemikiran Bathiniyah. Pemikirannya dipenuhi dengan misteri dan
menyalahi pemikiran Syiah sendiri. Para pengikut Syiah menganggap
perkataan-perkataannya telah keluar dari kaidah mereka atau semacam
kemurtadan dari agarna.3Ta Banyak perkataan-perkataan yang dinisbatkan
kepada Al-Ahsa'i yang asalnya kembali kepada metode irfani dalam
mentawilkan Al-Qur'an tidak sesuai dengan dasar-dasar penafsiran.
Dalam tafsimya ia menggunakan perantara kasyf dan pengakuan ilham,
dan menisbatkan kabar kepada Rasulullah. Hal ini tidak pernah dilakukan
orang selainnya. Maka hal ini menimbulkan perpecahan di kalangan Syiah.
Di antara ajaran-ajaran yang disebarluaskan dan dibelanya adalah
membebaskan agama dari bid'ah-bid'ah dengan kembali kepada Al-
Qur'an, Sunnah, dan ucapan para imam. Itulah tiga rukun yang tidak ada
kejanggalan di dalamnya. Akan tetapi, yang aneh adalah satu rukun lagi
yang keempat yaitu penafsirannya terhadap Al-Qur'an dengan ilmu batin
yang merupakan buah dari komunikasi langsung dengan sang imam, yaitu
Al-Ahsa'i, yang merupakan penguasa satu-satunya dan rujukan mutlak
dalam urusan agama menurut pengikut imam yang ghaib. Akan tetapi
Al-Ahsa'i tidak sampai pada derajat kenabian atau imam karena Nabi
dan imam adalah makshum. Dan, ketika Imam menghilang, maka yang
wajib bertugas adalah wakil atau utusannya, yaitu rukun keempat untuk
menjelaskan agama.37s
Secara global akidah Asy-Syaikhiyah mungkin bisa disimpulkan
dalam beberapa poin berikut: 376
1. Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan penafisran batini
untuk mendukung pandangan mereka. Seperti mereka menafsirkan
firman Allah $s, "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur-an itu
tidaklah menambah kepada oranS-orang yang zhalim selain kerugian."
(Al-Isra': 82) yang dimaksud Al-Qur'an pada ayat ini adalah Nabi
Muhammad $, yang dimaksud Penawar dan rahmat adalah Ali bin Abi
Thalib auir. Mereka menafsirkan firman Allahsg,, "Lalu diadakan di antara
mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat
dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa."(N-Hadid: L3) dinding yang
berada di sebelah dalamnya pada ayat tersebut adalah Rasulullah dan
pintunya adalah Ali bin Abi Thalib. Ia adalah rahmat bagi golongannya
dan orang-orang yang mengakui kewaliannya, dan ia adalah laknat
dan murka bagi orang-orang kafir dan oranS-orangyangmengingkari
kewaliannya.
Mereka meyakini bahwa Muhammad dan keluarganya adalah
sebab utama bagi wujudnya alam semesta ini. Merekalah yang
menghidupkan dan mematikan serta mengatur urusan alam semesta
karena Allah telah memberi izin kepada mereka. Mereka diciptakan
dari cahaya keagungan Allah, Ruhul Qudus berpindah dari Nabi
kepada imam-imam secara bergantian, setiap jenis wujud memiliki
Nabi dari jenis mereka, Nabi memiliki dua nama yaitu; nama langit
Ahmad dan nama bumi Muhammad.
Mereka meyakini kembalinya Al-Mahdi ke dunia ini dalam bentuk
seorang dari penghuni dunia. Ia dilahirkan sebagaimana orang-orang
lahir. Orang tersebut adalah Imam Muhammad bin Al-Hasan Al-
Askari, Imam ke-12 menunurut Syiah lstna Asyariyah.la dilahirkan
dari ayah dan ibu baru. Al-Mahdi menurut keyakinan mereka akan
muncul melalui kelahiran dan bukan seorang yang bersembunyi dari
penglihatan sebagaimana diyakini kaum Syiah. Dengan demikian A1-
Ahsa'i berseberangan dengan dasar terpenting dari dasar-dasar akidah
Syiah ltsna Asyaiyafu tentang Imam Al-Mahdi mereka yang ditu