Ekslopedi aliran Mazhab 28

 


ng dimilikinya; berakhlak baik,

meninggalkan sesuatu selain Allah, sayang terhadap makhluk,

senang mendekatkan diri kepada Allah dan bertafakkur. Zikir yang

dianjurkan untuk diamalkan adalah lafazhYa Azizu.

5) Nafsu kamilah. Sifat-sifat yang dimilikinya: semua sifat yang telah

disebutkan di depan. Zlktyangdianjurkan untuk diamalkan adalah

lafazhYa Qahhanue

2289 Hal ini akan dijumpai pada AlQadiriyah, Al-Khalwatiyah dan As-Sanusiyah dari

Al-Ahmadiyah Al-Idrisiyah dan lainnya. Lihat juga karya Syaikh Shaleh Al-|a,fari

mengenai nafsu dan zikir-zikimya di dalam kitabAl-MuntaqaAn-NaftfiManaqibeuthbi

Da,irah At-Taqdis, hlm. 113-121, cet. IV. Penerbit: Dar Jawami, Al-Kalimah, Kairo -

Mesir, tahun 1419 H/7998 M. Lihat pula posisi tarekat Al-Qadiriyyah pada website

berikut: http: / / www.alkadria.com/ ar/modules/mydownloasd/

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1097

Apakah guru-guru Al-Malamatiyah dengan posisinya yang mencela

nafsu manusia-seperti yang didefinisikan Dr. Afifi-mengakui makna-

makna tersebut pada nafsu manusia?! Apakah para Penganut teori

Zarathusta di Persia juga meneliti nafsu manusia, atau sesuatu di balik

tubuhnya yang tersusun dari sesuatu yang terpuji dan yang tercela,

sebagaimana yang dinyatakan oleh kaum Sufi pada umumnya, dan

penganut Al-Malamatiyah pada khususnya?!

Dr. Afifi - semoga Allahmerahmatinya - demi membela pandangannya

terhadap Al-Malamatiyuh, menolak prinsip-prinsip yang disebutkan oleh

syaikh Abdurrahman As-sulami bahwa prinsip-prinsip Al-Malamatiyah

bersumber pada dua hal saja:

Pertama, mencela nafsu.

Kedua, konsep fututtwah (kepemudaan) atau itsar (altuisme) yang

lain, baik mengutamakan Allah Ta'ala atau mengutamakan makhluk. Ia

berkata, "Berdasarkan dua prinsip i*, kami dapat menolak seluruh prinsip

yang disebutkan oleh As-sulami terhadap Al-Malamatiyah, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Dari kedua prinsip ini, muncullah

pendapat Al-Malamatiyah mengenai persoalan-persoalan penting di

bawah ini:

1) Pendapat mereka tentang nafsu, kecenderungan, dan hubungannya

dengan hati dan sirr (rahasia batin).

2) Pendapat mereka tentang memerangi nafsu dan dampak-dampak

lahiriyahnya, seperti riya', uiub, menyukai popularitas, dan hal-hal

lain yang berhubungan dengan persoalan kehidupan para Sufi, seperti

persoalan atribut (zay), pengakuan Sufi, memperolehhal, mendengar

ilham, fakir dan tawakal. Atau persoalan-persoalan akhlak, seperti

perbuatan seorang hamba dan keinginannya, arti kebebasan dan

kehambaan. Atau persoalan ketuhanan seperti syirik. Atau persoalan

yang berhubungan dengan kehidupan nyata, seperti mencari mata

pencaharian dan duduk di hadapan manusia untuk memberikan

nasehat dan peringatan. Mengenai pendapat-pendapat mereka dalam

persoalan ini telah disusun menjadi buku panduan mengenai adab

menempuh jalan Al-MalamatiYah.

1098 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

3) Pendapat mereka tentang cara memerangi nafsu dan dampak-dampak

lahiriyah yang ditimbulkannya, seperti yang paling pokok adalah

menahan diri, menyengsarakan diri, menyalahkan diri, mencela diri

dan sifat-sifat lain yang berada di bawah atribut al-malamah (mencela

diri).

4) Pendapat mereka mengenai tujuan dari jalan yang ditemputr, yaitu

memurnikan keikhlasan.zs

Dengan demikian, benar bahwa prinsip-prinsip Al-Malamatiyah

merujuk pada dua prinsip tersebut-mengenal manhaj Sufi yang

bersifat umum di dalam takhliyah (menyingkirkan sifat-sifat buruk) dan

tahliyah (menghiasi diri dengan sifat-sifat baik)-yaitu: 1) mengenal

penyakit-penyakit nafsu dan dampaknya dalam merusak amal dan cara

mengobatinya supaya dapat memurnikan keikhlasan.

Prinsip-prinsip untuk mengenali penyakit-penyakit nafsu dan

dampaknya dalam merusak amal yaitu: 1) dengan cara memelihara

nafsu di dalam melakukan amal perbuatan;2) menjaga nafsu untuk tidak

merasa ujub terhadap amal yang dilakukan; dan 3) berusaha untuk tidak

menampakkan dan merasa bangga dengan amal yang dilakukan. Hal ini

dapat membawa seseorang memiliki sifat mengabdi dalam bermuamalah

dengan Allah, dan dapat membawa pada sikap sombong dalam

bermuamalah dengan makhluk, merasa tinggr hati dan selalu melihat aib

orang lain. sumber penyebabnya adalah lupa kepada Allah. Dalil yang

menunjukkan hal ini adalah apa yang dituturkan oleh syaikh As-sulami:

1.) Lupa. seandainya sifat ini dilekatkan pada makhluk, mereka akan

selalu melihat pada perbuatan dan keadaannya. Andaikan mereka

merasa dilihat oleh Allah, tentu mereka akan menganggap hina apa

yang tampak dari mereka di dalam segala keadaannya dan merasa

sedikit apa yang mereka perbuat.22e1 Ini adalah sifat lupa yang dimiliki

seorang hamba. Kadangkala, lupa merupakan nikmat dan rahmat

dari Allah bagi orang yang menghabiskan seluruh waktunya dalam

bermujahadah dan bermuamalah. Jika Allah menghendaki seorang

Dr . Afih, Al-Malamatiynh wa Ash-shuftyyah wa Ahl Al-Futuurusah, hlm. 4g dan 49,

Tulisan Dr. Afifi, hlm. 100, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 151.

2290

2291.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 1099

hamba senang dan santai, maka Allah akan menganugerahkan

kepadanya sifat lupa sehingga ia bisa tenang.ze2

2l Di antara prinsip-prinsip mereka adalah hendaknya seseorang tidak

melihat aib saudaranya, sesuai dengan sabda Nabi ffi, "Ketahuilah,

menutupi saudarnmu dengan selendangmu itu lebih baik bagimu."

Hendaknya seseorang tidak menyibukkan diri dengan meneliti

aib orang lain, melainkan sibuk dengan meneliti aibnya sendiri.

Kemudian, ia berusaha untuk memperbaikinya suPaya tidak dibuat

celaka oleh kejelekan aibnya, sebagaimana sabda Nabi, "Beruntunglah

orang yang disibukknn oleh aib dirinya sendiri dari (melihat) aib orang

,r1a@mtn. *'"

Prinsip-prinsip yang dijadikan rujukan untuk mengenali cara

mengobati penyakit nafsu dan berusaha memumikan keikNasan adalah

berupaya mengetahui nafsu terlebih dahulu dan menghancurkannya

melalui upaya menyelisihinya, menghinanya tidak tertipu dengan nikmat,

terkabulnya doa disertai rasa khawatir merupakan ujian dan istidraj

dari Allah, tidak meminta bantuan pada nafsu, menerima sesuatu yang

dapat merendahkannya dan bukan yang dapat memuliakannya, menjaga

hati dari tuntutan-tuntutannya meskipun di dalam doa, kecuali dalam

keadaan terpaksa, membunuh keinginan-keinginannya dalam memperoleh

nikmatnya ketaatan, memadamkan keinginannya untuk menampakkan

atribut orang-orang takwa, baik di dalam pakaian dan kefakiran mereka,

kecuali di saat sendirian, atau di dalam sikap orang-orang takwa, seperti

menangis ketika mendengarkanbacaan AlQur'an dan ketika berzikir, atau

membicarakan inti sari ilmu dan isyarat.

Semua itu disertai sikap berpegang teguh pada syariat, berzikir di

dalam hati secara istiqamah, berprasangka baik kepada Allah dan bersandar

kepada-Nya serta mengagungkan apa yang ada di sisi-Nya, berprasangka

baik kepada hamba-hamba-Nya, memaafkan mereka, tidak mencela mereka

dan menghadapi sikap keras mereka dengan lemah lembut dan penuh

ketabahan.

2292 Tulisan Dr. Afifi, Nm. 115. Pembicaraan bahwa lupa termasuk rahmat tidak dijumpai

di dalam tulisan Dr. Al-Fawi.

Lihat: Tulisan Dr. Afifi, hlm. 113 - 114, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 167 dan 168. Kedua

hadits tersebut telah ditakhrii di depan.

1100 ensittopedi Atiran dan Madzhab di Dunia tslam

3)

4)

5)

6)

7)

Memerangi lezatrya melakukan ketaatan, karena hal itu dapatmenjadi

racun yang mematikan. As-Sulami menufurkan bahwa menyibukkan

diri dengan lezatnya ketaataru mengagungkannya dan melihatnya

dengan pandangan penuh kepuasan dapat menggugurkarurya dari

derajat ulama besar. Menurut saya, pandangan seperti itu lahir dari

sikap ujub dan merasa tinggi hati.zea

Tidak menampakkan kefakiran sepanjang hidupnya tetapi menampak-

kan kekayaan atau merasa cukup, dan hendaknya kefakirannya tidak

diketahui kecuali setelah kematiannya. Abu Hafsh An-Naisaburi

berkata, "Jika Anda seorang pemuda, hendaknya setelah hari

kematianmu, rumahmu menjadi peringatan bagi pemuda-pemuda

lainnya."2zes Jika Abu Hafsh masuk ke rumahnya, ia menggunakan

baju lusutr, berbahan wol dan pakaian hina lainnya. Akan tetapi, ketika

keluar berkumpul dengan manusia, ia menggunakan baju-baju yang

bagus. Ia melihat bahwa baju yang dipakai oleh kebanyakan orang

cenderung disertai sifat iya'dan tampak dibuat-buat.2%

Tidak membicarakan inti sari ilmu dan isyarat, tidak terlalu berlebihan

di dalam membicarakannya, tidak menampakkannya di hadapan

orang-orang yang bukan ahlinya dan senantiasa kembali pada batas

perintah dan larangan.zeT

Tidak menangis ketika mendengarkan bacaan Al-eur,an, ketika

berzikir atau lainnya, tetapi cukup menunjukkan muka seditu karena

yang demikian lebih menyelamatkan tubuh. Mereka berpendapat

bahwa merasa nikmat dengan menangis merupakan harga dari

menangis itu sendiri. Lebih dari itu, mereka bergerak dan berdiri

bukan untuk menyempurnakan wibawanya.zes

Jika nafsu dipaksa dan keinginannya dihancurkary maka sama halnya

dengan menghilangkan nafsu itu sendiri. Artinya, menghilangkan

Lihat: Tulisan Dr. Afifi, hlm. 105, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 160.

Lihat: Tulisan Dr. Afifi, hlm. 117 - 118, dan tulisan Dr. Al-Fawi, h\m.172.

Lihat: Tulisan Dr. Afifi, hlm. 108, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 163.

Penuturan As-sulami mengenai dua sumber tersebut dapat dilihat pada tulisan Dr.

Afifi, hlm. 112 dan 1L6, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 166 dan.l,67.

Penuturan As-sulami mengenai dua sumber tersebut dapat dilihat pada tulisan Dr.

Afifi, hlm. L12 dan 717, dantulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 166 dan-172.

2294

2295

2296

2297

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1101

pandangan nafsu dan keinginannya.w Dengan demikian, mereka

akan selalu berusaha berbakti kepada AllatU tidak bersikap tamak

terhadap apa yang telah diberikan Allah kepada mereka, selalu

merasa cukup, tidak menyukai penghormatan dan senantiasa men8-

khidmatkan diri kepada Allah.

Semua itu tidaklah semPuma kecuali disertai tiga perkara, yaitu:

Pertama, benar-benar merasa butuh kepada Allah $*'

Kedua, benar-benar meneladani Rasulullah.

Ketiga, berakhlak sesuai dengan akhlak imam dan guru yang meniadi

rujukan seorang murid di dalam ilmu dan sikapnya. Barangsiapa

yang tidak berakhlak dengan akhlak guruny& maka ia disebut orang

tak berguna.m

Di Antara Prinsip-prinsip yang Diiadikan Dalil Piiakan Menurut

Syaikh As-Sulami Adalah Sebagai berikut:

1) Barangsiapa yang banyak ilmunya, maka sedikit amalnya. Dan

barangsiapa yang sedikit ilmunya, maka banyak amalnya. Mengenai

penjelasan dasar ini, As-Sulami mengetengahkan ucaPan Abu Hafsh

An-Naisaburi,"Barangsiapa yang banyak ilmunya, akan menjadi

berkurang amalnya, karena dengan ilmunya, ia menganggap remeh

sebuah amal. Dan, barangsiapa yang sedikit ilmunya, maka ia akan

memperbanyak amalnya, katena ia tidak menganggaP remeh sebuah

amal dan tidak menganggaPnya sebagai sesuatu yang aib.tso1

2) Melihat nafsu dengan pandangan hina yang disertai pandangan

bahwa orang lain akan memaalkan perbuatannya.m2

Penulis berharap keterangan yang telah dipaparkan dapat membantu

pembaca memahami Al-Malamatiyah dan prinsip-prinsip yang dijadikan

pijakan oleh penganutnya di kalangan para sufi. Juga, menjadi penjelas

terhadap sesuatu yang secara umum dianggap terpuji oleh masyarakat,

2299 Lihat: Tulisan Dr. Afifi, hlm. 107, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. 153'

2300 Lihat Tulisan Dr. Afifi, hlm. 108 dan 111, dan tulisan Dr. AI-Fawi, hlm. 164 dan 166.

2301 Tulisan Dr. Afifi, hlm. 116, dan tulisan Dr. Al-Fawi, hlm. L70.

2302 lbid.

1102 ensittopedi Atiran dan Madzhab di Dunia lslam

sesuatu yang dapat dijadikan obat untuk menghilangkan kecenderungan

nafsu pada pangkat dan popularitas di kalangan masyarakat, dan sesuatu

yang dianggap hina dan tercela di mana pelakunya akan menjadi sarang

tuduhan buruk dan dakwaan yang tidak benar.

Dr. Mush' ab Al-Khair lilris As-S ayyid Musthafa

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1103

AL-WASHILIYAH

AL-WASHILIYAH adalah kelompok yang memisahkan diri. Nama

kelompok ini dinisbatkankepada nama pendirinya, yaitu Abu Hudzaifah:

Washil bin Atha' AI4ha zzal.Bl} Al-Washiliyah adalah kelompok sempalan

yang paling awal berdiri. Sebab, pendirinya adalah juga yang dinisbatkan

kepada kelompok Mu'tazilah.

Washil bin Atha' dilahirkan di Madinah pada tahun 80 H/699 M.

Di sanalah ia menimba ilmu di masa-masa awal. Selanjutnya, di masa

remaja, ia berpindah ke Bashrah, yang kala itu menjadi salah satu menara

ilmu di dunia Islam. Di sanalah Washil tinggal dan menjalani aktivitas

pemikirannya. Jika nama Washil dihubungkan dengan kelompok

Mu'tazilah secara umum, maka secara khusus ia memiliki keterikatan

dengan Mu'tazilah Bashrah. Dan, lebih khusus lagi, sekte Al-Washiliyah

di dalam kelompok Mu'tazilah itu sendiri. Washil meninggal dunia

di Basrah pada tahun 131, H/748 M. Artinya, kurang lebih satu tahun

sebelum berdirinya Khilafah Abbasiyah.tse

Dijuluki " Al4hazzal", karena ia berteman dengan para pemintal untuk mengetahui

perempuan-perempuan yang menjaga kesucian dirinya, lalu ia berteman dengan

mereka." Ibnu Khilkan, Wafayat Al-A'yan wa Anba'u Abna' Az-Zaman, tahqiq:Dr.lhsan

Abbas, Dar Shadir, B,eirfi,1977, juz k-6, hlm. 11.

Lihat: Ibnu Al-Imad Al-Hambali, Syadzarat Adz-Dzahab f Al*rbari min Dzahab, Dar Al-

Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, iuz ke-1, hlm. 182. Ibnu Khilikan meyebut ia meninggal pada

tahun 181 H. Lihat ibid. Halaman senada diungkapkan Kark Broklman di dalam buku

Taikh Al-Adab Al-Arabiyangditerjemahkan oteh Sayyid Ya'qub Bakr dan Ramadhan

Abdut Tawwab Dar Al-Ma'arif, 1983 M., iuz ke-4, hal' 22. Ini jelas keliru. Sebab, tahun

181 H. masihmerupakanmasapemerintahanHarun Ar-Rasyid. Dalamarti kata, setelah

meluasnya daerah Mu'tazilah dan terpecahnya menjadi beberapa sekte.

1104 ensittopedi Aliran dan Madzhab dl Dunia lslam

it t,;t'i, I !.,;..i J

Agar kita bisa memahami hakikat pemikiran kelompok Al-Washiliyah

ini, pertama kita harus mengenal iklim pemikiran dan politik yang

menggembleng pertumbuhan Washil bin Atha', juga ikut membentuk

pemikiran dan keyakinarurya. Pada paruh kedua di abad pertama Hijriyah

ini, persoalan yang paling banyak menyita perhatian umat adalah masalah

pelaku dosa besar. Yang memicu diangkatnya permasalahan ini adalah

beberapa peristiwa berdarah, seperti Perang Jamal, Shiffin, dan pembunuhan

sejumlah sahabat. OIeh karena Bashrah menjadi salah satu pusat pembahasan

masalah ini, maka sudah barang tentu ia menjadi tempat berlangsungnya

diskusi tentang pelaku dosa besar. Daru kebetulan kala itu di Bashrah

terdapat salah seorang tokoh terkemuka yang memiliki pengaruh kuat

dalam mengarahkan gerakan pemikiran dan politik, yaitu Hasan Al-Bashri

(w. 110 H/728 M). Halaqah /4ng ia gelar di masjid dipenuhi dipenuh-sesaki

khalayak, menyoal masalah-masalah yang berhubungan dengan al-jabr wal

ikhtiyar (paksaan danpilihan), jugaaqidahal-qadr $eyaknantentangtakdir).

Tema-tema tersebut memiliki hubungan yang erat dengan iklim pemikiran

secara umum, sebagai ekses dari ragam peristiwa berdarah yang terjadi.

Hasan Al-Bashri termasuk salah seorang yang getol membela Madzhab

Qadariyah. Qadariyah adalah sebutan bagi mereka yang menisbatkan

perbuatan kepada manusia, bukan kepada Allah #.230s Jadi, menurut

mereka, manusia itu memiliki kehendak yangbebas terkait dengan apa saja

yang ingin diperbuatnya. Tanpa kebebasan ini, tak ada artinya pahala dan

siksa. Sebab, mereka tidakbisa membayangkan, pahala atau siksa diberikan

kepada seseorang atas perbuatan yang tidak dikehendakinya.

Ketika persoalan pelaku dosa besar dibahas di tengah iklim yang

seperti itu, muncullah beragam pendapat. Mayoritas mendukung pendapat

Khawarij Al-Azariqah yang mengatakan bahwa para pelaku dosa besar itu

adalah kafir, dan keluar dari Islam.ac Namury sebagian lagi sependapat

dengan Al-Murji'ah yang mengatakan "Maksiat tidak akan membahayakan

keimanan, sebagaimana ketaatan tiada bermanfaat dalam kekafiran."tso7

2305

2306

2307

Lihat: Ibnu Al-Murtadha, Al-Maniyyah wa Al-Amal, Dar Al-Ma'arif An-Nazhamiyah,

Haidar Abad, 1316 H., hlm. 7.

Lihat Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, dr-tahqiq oleh Muhammad As-Sayyid

Kailani, Maktabah Mushthafa Baba Al-Halabi, kairo, 7967 H,iuzke-1, hlm. 122.

lbid, jnz ke-1, hlm. 139.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1105

Washil bin Atha' ini merupakan salah satu yang "murtad" alias keluar

dari halaqah Hasan Al-Bashri. Ketika Al-Hasan Al-Bashri menanyakannya

tentang hukum pelaku dosa besar di dalam halaqahnya Washil menjawab,

"Aku tidaklah mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu mukmin mutlak,

ataupun kafir mutlak. Menurutku, ia berada di satu posisi di antara dua

posisi (manzilahbayna al-manzilatain); bukan mukmin, bukan pula kafir."

Selanjutnya, ia menyingkir ke salah satu sudut masjid, diikuti beberapa

jamaah Hasan Al-Bashri. Al-Hasan berkata, "Washil telah memisahkan

diri dari kita." Atas dasar inilatu kemudian Washil dan para pengikutnya

dikenal dengan sebutan Mu'tazilah.m Riwayat ini banyak disebutkan di

dalam referensi-referensi kita, meskipun terdapat perbedaan pendapat di

beberapa detilnya.re

Selain menggambarkan kemunculan Mu'tazilah, riwayat ini juga

mengisyaratkan kemunculan Al-Washiliyah dalam Mu'tazilah itu sendiri.

Washil bin Atha' yang dianggap sebagai founding father bagi berdirinya

kelompok sempalan (Mu'tazilah), ia juga dianggap sebagai perintis

berdirinya Al-Washiliyah.

Selanjutnya, kita bertanya-tanya; Apa sajakah prinsip kelompok Al-

Washiliyah? Apakah prinsip-prinsip itu dinilai cukup untuk menjustifikasi

Al-Washiliyah sebagai sekter terkemuka di dalam Mu'tazilah?

Empat Akidah Kemuktazilahan Al-Washiliyah Menurut Asy'

Syahrastani

Pertama,menyatakan penafian beberapa sifat Allah, yaltu; Al:llm, Al-

Qudrah, Al-lradah, dan Al-Hayaf. Menurut Washil dan para pengikutnya,

"Mustahil ada dua tuhanyang sama-sama eternal (qadim) danazali.--Dan,

barangsiapa menetapkan makna sifat eternal, berarti menetapkan dua

1rftnn./'2310

Kedua, pendapat mengenai al-qadar (takdir). Yang dimaksud dengan

al-qadar di sini adalah menisbatkan perbuatan-baik dan buruk-kepada

2308 Ibid, juz ke-1, hal.48.

2309 Lihat sebagai contoh, Ibnu Khilkan, ibid, juz ke-6, hal' 8. Abu Al-Mahasin (Ibnu

Tughri Bardi), An-Nujum Az-Zahiralt fi Muluki Mishra wa Al-Qahirah, Dar Al-Kutub

Al-Mishriyyah, juzk*7, hlm.314. Ibnu Al-Murtadha, ibid, hlm' 2.

2310 Asy-Syahrastani, ibid, juz ke-1, hlm. 46.

1106 pnslt<topedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

manusia, bukan kepada Allah. Jadi, konsep al-qadar seperti ini berbanding

terbalik dengan al-jabr. Selain itu, konsep al-qadar memperkuat konsep al-

hurriyyah wa al-ikhtiyar (kebebasan dalam memilih). Pendapat Washil dan

para pengikutnya ini didasarkan pada keyakinan yang penuh terhadap

keadilan Tuhan. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa Allah tidak

mungkin berbuat zalim. Dan, Allah juga tidak mungkin menginginkan

hamba-Nya sesuatu yang berbeda dari yang diperintahkan. Jadi, manusia

sendiri yang menentukan apakah ia berbuat kebaikan atau keburukary

beriman atau kafir, serta taat atau bermaksiat./'2311

Ketiga, pendapat tentang al-manzilah baynal manzilatain Di depan

sudah kami jelaskan polemik yang terjadi hingga Washil menggulirkan

pemikiran ini. Landasan berpikirnya adalalu iman itu sifat baik, yang jika

ada pada seseorErng, maka ia akan disebut mukmin. Adapun pelaku dosa

besar tidak memiliki sifat ini, oleh karenanya ia tidak disebut mukmin.

Namun, pada waktu bersamaan, ia juga tidak disebut kafir, karena

bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, pun bahwa Muhammad adalah

Rasul Allah. Jadi, pelaku dosa besar itu bukan mukmiry bukan pula kafir,

melainkan berada di suatu posisi di antara dua posisi tersebut (manzilah

bayna al-manzilatain). Posisi dimaksud adalah manzilahl al-fasqi wa al-fujur

(posisi fasik dan durhaka).tsl2 Al-Khayyath Al-Mu'tazili mengomentari

cara pandang Washil ini dengan berkata, "Andaikata kebenaran suatu

ajaran agama dapat diketahui dengan terpaksa, maka pernyataan Washil

dan Mu'tazilah tentang manzilah bayna al-manzilatain ini dapat diketahui

dengan terpaksa ittr.ilB73

Al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad Al-Hamdzani ikut memberikan

pencerahan bagi permasalahan ini dengan berkata, "Sebutan mukmin

disahkan oleh syara'bagi seseorang yang patut dipuji, dihormati, dan

ditaati. Sementara itu, pelaku dosa besar itu pantas dicela, dilakna! dan

dihina... |adi, tidak ada masalah jika pelaku dosa besar tidak disebut

mukmin."ts1a Namury ia juga tidak boleh disebut kafir.

2371. Ibid, juz ke-1, hlm.47.

2372 lbid, jnzz ke-1, hlm.48.

2313 Abu Al-Hasan Al-Khayyath, Al-Intishnr wa Ar-Raddu'ala lbni Ar-Rawanili Al-Mulhid,

Mathba'ah Kattsulikiyyah,l9ST M., hlm. 118 - 119.

2314 Abdul Jabbar bin Ahmad, Syarh Ushul Al-Khamsah, dilahqiq oleh Dr. Abdul Karim

Utsman, Maktabah Wahbah, Kairo, L965 M., hlm. 701, -702.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1107

Dalil yang dijadikan acueln oleh Al-Qadhi adalah sikap Sayyidina Ali

terhadap kaum KhawarU. Ia bukanlah yang mengawali peperangan dengan

mereka, tidak mengikuti pemimpin mereka, dan tidak menyebut mereka

kafir. Oleh karena itu, ketika Sayyidina Ali ditanya; "Apakah mereka kafir?"

Ia menjawab, "Mereka lari dari kekafiran." Mereka bertanya lagi, "Apakah

mereka muslim?" Ia menjawab, "KalanJ. mereka muslim, kita tidak akan

memerangi mereka." Sayyidina Ali melanjutkan, "Mereka kemarin saudara-

saudara kita, yang telah berbuat keji terhadap kita. Oleh karena itu, kita

tidak menyebut mereka kafir atau muslim, melainkxrbughat (yang keji)."415

Menurut Al-Qadhi Abdul |abbar, Imam Ali menghukumi Khawarij

berada di manzilah bayna al-manzilatain. Dalam arti kata, bukan mukmin

dan bukan pula kafir.

Keempat, menurut Asy-Syahrastani, Al-Washiliyah itu lebih "mesta"

dengan masalah politik dibandingkan dengan masalah kalam atau teologis.

Maka, menurut Al-Washiliyah, salah satu pihak yang terlibat dalam

Perang Jamal maupun Shiffin itu tidak dengan sendirinya salah. Hukum

ini juga berlaku bagi Utsman, pembunuh, dan para pengkhianatnya; salah

satu pihak salah tidak dengan sendirinya. Washil menegaskan tingkat

kesalahan itu - sebagaimana diriwayatkan oleh Asy-Syahrastani - dengan

menyatakan; "Salah satu pihak dipastikan fasik."476

Abdul Qadir Al-Baghdadi (w. 1037 M) menambahkan secara lebih

rinci. Menurutnya, Washil pernah mengutarakan keraguannya terhadap

kedua kelompok, "Andaikata yang bersaksi kepadaku adalah Ali dan

Thalhah, atau Ali dan Zubair, atau seseorang dari para pengikut Ali dan

seseorang dari para pengikut Al-Jamal, maka aku tidak akan menerima

kesaksian mereka. Sebab, aku tahu salah satu dari mereka fasik tidak tidak

dengan sendirinya.

Namun, jika ada dua orang yang bersaksi dari salah satu kelompok

manapun, maka aku akan menerima kesaksian mereka berdua."B77 Selain

itu, Adhaduddin Al-Iji (w. 756H/1355 M) menambahkan bahwa Washil

2315 Ibid, hlm.71.3.

2316 Asy-Syahrastani, ibid, juz ke-1, hlm. 49.

2317 Abdul Qahir Al-Baghdadi, Al-Farqu bayna Al-Firaq, di-tahqiq oleh Muhammad

Muhyiddin Abdul hamid, Maktabah Muhammad Ali Shabih, Kairo, hlm. L20;

llshuluddin, Daru Zahid Al-Qudsi, Kairo, hlm. 290291..

1108 ensinopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

dan para pengikutnya memungkinkan Utsman itu bukan mukmin dan

bukan pula kafir, juga memungkinkan mereka kekal di dalam neraka.

Begitu pula dengan Ali dan para serdadurya." 2fle

Akan tetapi, Al-Khayyath Al-Mu'tazili menilai, pendapat Washil

dalam masalah ini jauh lebih adil dan tidak berlebihan. Di Perang ]amal,

ia tidak berpihak. Adapun di Perang Shiffin, ia menyebut Muawiyah dan

para pengikutnya itu keji, sedangkanAli dan para pengikutnya itu benar.tsle

Dalam hal ini, hampir seluruh Mu'tazilah sepakat dengan Washil.

Kalau kita perhatikan lagi kaidah-kaidah Al-Washiliyah di atas,lalu

kita bandingkan dengan kelima prinsip Mu'tazilah yang sudah sama-sama

kita ketahui, yaitu; tauhid, keadilan, janji dan ancaman, manzilah bayna

al-manzilatain, danamar makruf nahi mungkar, dapat kita ketahui bahwa

kaidah Al-Washiliyah tersebut telah memenuhi tiga dari kelima prinsip

Mu'tazilah, yaitu tauhid, keadilan, dan manzilah bayna al-manzilatain.

Kaidah pertama (menafikan beberapa sifat Allah) dibangun di atas

kerangka berpikir tauhid Mu'tazilah yang menafikan pluralitas eternal.

Sebab, meyakini pluralitas eternal, sama artinya dengan menyekutukan

Allah. Menurut interpretasi Mu'tazilah, kaidah ini berada di bawah

naungan tauhid. Mereka bilang, "Allah itu Mahatahu dengan sendiri-Nya,

Mahakuasa dengan sendiri-Nya, Maha Berkehendak dengan sendiri-Nya,

dan Mahahidup dengan sendiri-Nya, bukan dengan ilmu, kekuasaan/

kehendak, dan kehidupan sebagai sifat eternal." Sepertinya, Sara-gara

madzhab yang dianut oleh Washil dan para pengikutnya,itgaMu'tazilatu

inilah mereka kemudian disebut al-mu'aththlah (yang menafikan sifat

Tuhan) oleh musuh-musuh mereka. Merekalah yang menjadi sorotan utama

Ibnu Qayyim dalam bukunya yang legend ais; As-Shnwa'iq Al-Mursalah'ala

Al - Ahmiy ah w a Al - Mu' a ththal ah.2 3 20

Kaidah kedua (pendapat tentang al-qadar), bersumber dari prinsip

keadilan. Andaikata manusia tidaklah melakukan perbuatannya sendiri,

2318 Adhaduddin Al-Iji, Al-Mawaqif, Maktabah Al-Mutanabbi, Kairo, hlm.415.

2319 Lihat Al-Khayyath, ibid, hlm.74.

2320 Ibnu Qayyim Al-jauziyyah, As-Shawa'iq Al-Mursalah'ala Al-lahmiyyah wa Al-

Mu' aththalah, Makkah, 1348 H. / 1929 M.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1109

bebas menginginkan yang akan dilakukan dan tidak dilakukary maka tak

akan ada artinya pahala dan siksa. Berdasarkan sudut pandang ini, Allah

berarti tidak adil. Menurut Al-Washiliyah, bahkan Mu'tazilah secara

umum, adalah tidak adil apabila Allah menghisab seseorang atas perbuatan

yang tidak diinginkannya.

Kaidah ketiga (pendapat tentang manzilah bayna al-manzilatain), ielas-

jelas bersumber dari kelima prinsip Mu'tazllah. Bahkan, inilah prinsiP yang

lebih lama. Berdirinya Mu'tazilah sebagai kelompok sempalan sangat erat

hubungannya dengan prinsip ini.

Selanjutnya, tersisa prinsip "janji dan ancaman" dan "amar makrul

nahi mungkar". Sikap Washil yang mendiamkan keduanya, bukan berarti

ia mengingkarinya. Sebab, prinsip "janji dan ancaman" itu merupakan

konsekwensi logis dari tauhid dan keadilan. Dari sudut pandang tauhid,

akan Mahasuci dari yang tidak patut bagi-Nya. Dari sudut pandang

keadilary Allah akan memberikan sesuatu pada yang berhak. Selain itu,

Dia juga harus menepati janji dan €ulcaman. Dalam arti kata, yang taat

harus diganjar pahala, sedangkan yang maksiat diganjar siksa. Inilah

implementasi janji dan ancaman-Nya. Iika tidak, maka Dia tidaklah patut

disucikan, tidak pula disifati adil.

Sementara itu, prinsip amar makruf nahi mungkar merupakan

prindip yang diimani seluruh mukmin, kendati Mu'tazilah yang paling

getol menyuarakan dan mengimplementasikannya. Kehidupan Washil

merupakan gambaran bagi pelaksanaan prinsip ini, sebagaimana

ditegaskan para sejarawan yang menuliskannya.ts2l Konory kelima prinsip

Mu'tazilah-sebagaimana kita kenal sekarang-tidaklah mengkristal

sebelum terlihat tanda-tanda berakhirnya madrasah Mu'tazilah di masa

awal KhilafahAbbasiyah, terutama di tanganAbu Al-Hudzail Al-Allaf (w.

226 H / U0 M) dan muridnya Ibrahim bin Siyar An-Nazham (w. 231. H / U5

M). Adapun di masa-masa awal berdirinya Mu'tazilah-seperti yang kita

bicarakan saat ini - masih fokus membicarak arr al-qadar, penafian sifat, dan

m an zil ah b ay n a al -m an zil a t ain.

2327 Lihat sebagai contoh: Ahmad Amin, Dhahy Al-lslam, Maktabah An-Nahdhah Al-

Mishriyyah, cetakan ke-10, Kairo, juz ke-3, hal. 66 - 67; Zuhdi Iarullah, Al-Mu'tazilah,

Kairo, 7947, hlm. 52-53.

1110 ensittopedi Atiran dan Madzhab di Dunia tslam

Oleh karena itu, jika ada

Washil-lah yang meletakkan

diterima begitu saja.

beberapa pakar yang mengatakan bahwa

kelima prinsip Mu'tazilah,tsz tidak bisa

Setelah mendiskusikan prinsip Al-Washiliyatu kita coba memecahkan

pertanyaan kedua; Apakah kaidah atau prinsip ini patut menjustifikasi

Al-Washiliyah sebagai sekte terbaik dalam Mu'tazilah?

Untuk menjawab pertanyaan ini, setidaknya bisa kita sampaikan bahwa

kaidah keempat-yang berhubungan dengan peristiwa pembunuhan-

adalah yang membedakan Al-Washiliyah dengan sekte yang lain dalam

Mu'tazilah. Ketiga kaidah pertama - sebagaimana telah kami sampaikan -

sama dengan prinsip seluruh Mu'tazilah. Baru di kaidah keempat inilah,

mereka berdebat dan bersilang pendapat. Washil berpendapat, salah satu

pihak yang bersengketa dalam Perang Jamal adalah salah tidak dengan

sendirinya. Pendapat ini ditentang oleh banyak Mu'tazilah di Bashrah.

Menurut mereka, kesalahan bukan di pihak Ali dan kelompoknya,

melainkan di kelompok yang lain. Akan tetapi, di waktu bersamaan,

mereka juga tidak menghukumi fasik Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alih-

alih, menurut mereka, ketiganya sudah mengakui kesalahary menyesal,

dan bertobat dengan sungguh-sungguh. Atas dasar ini, maka mereka

menghormati kedudukan mereka. AlQadhi Abdul Jabbar menggambarkan

hal ini dengan sangat baik dalam pernyataannya, "Tobat mereka (Thalhah,

Zubar, dan Aisyah), membatalkan pernyataan orang-orang yang berpihak

pada mereka, juga yang berpihak pada Amirul Mukminin. Tobat mereka

menunjukkan bahwa Amirul Mukminin itu benar, sedangkan mereka salah.

Tobat mereka membatalkan pernyataan, 'Sesungguhnya Ali Radhiallahu

Anhu telahberbuat kesalahan dengan memerangi mereka' - sebagaimana

kami paparkan di depan. Selain itu, membenarkan berita gembira tentang

sepuluh orang yang dijamin masuk surga. )uga riwayat tentang Aisyah

dan istri-istri Rasulullah M yang lain bakal masuk surga.tsts Jika inilah

yang disampaikan Mu'tazilah Bashrah tentang hukum yang ditetap

2322 Zuhdilarullah, ibid, hlm. 113.

2323 Abdul Jabbar bin Ahma d, Al-Mughni fi Abwab At-Tauhid wa Al-Adli, di-talqiq olelr. Abdul

Halim Mahmud dan Sulaiman Dunya, Dar Al-Mishriyyah li At-Ta'lif wa At-Tarjamah

wa An-Nasyr, cetakan pertama, juz ke-3, bagian kedua, hlm. 84.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 1111

Washil terhadap dua kelompok yang bersengketa dalam Perang |amal,

maka sikap Mu'tazilah Baghdad lebih tegas lagi. Kelompok yang berdiri

pada abad kedua Hijriyah ini, mayoritas pengikutnya cenderung berpihak

pada Ali. Selain itu, sikap mereka berbeda dengan sikap Washil. Menurut

mereka, yang benar adalah pihak Ali. Merekalah yang oleh Al-Khayyath

Al-Mu'tazili disebut dengan Mu tasy ayyi' ah Al- Mu' tazilah.232a

Adapun sikap Washil dan para pengikutnya terhadap Perang Shiffin

sudah disampaikan di deparg yaitu tidak menetapkan sikap terhadap

Muawiyah dan Amr bin Ash, serta pengikut masing-masing. Sikap Al-

Washiliyah dan Mu'tazilah Bashrah secara umum ini sama dengan sikap

Mu'tazilah Baghdad.

Dari pemaparan di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa Al-Washiliyah

merepresentasikan benih awal berdirinya Mu'tazilah dengan konsep

tertentu yang melegenda sepanjang masa. Pun bahwa pendapat-pendapat

yang dikemukakan Washil dikembangkan di kemudian hari - terutama oleh

anggota Madrasah Bashrah-menjadi kerangka pikiran yang semPurna.

felas sekali Al-Washiliyah secara bertahap luruh di dalam sekte-

sekte Mu'tazilah yang lairy terutama sekte Madrasah Bashrah. Padahal,

Asy-Syahrastani (w. 1153 M) menyamPaikan kepada kita bahwa sebagian

kecil dari mereka masih ada di wilayah Al-Maghrib Al-Aqsha (Maroko)'as

Keberadaan ini - meminjam istilahnya - sangatlah penting.

Prof.Dr. Yahya Hasyim Farghali

Al-Khayyath, ibid, hlm. 57.

Asy-Syahrastani, ibid, juz ke-'[., hlm. 46.

2324

2325

1112 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

MU'TAZILAH

}&IU'T AZILAH merupakan sekte Islam yang muncul pada permulaan abad

ke-2H/8 M di kota Bashrah Irak. Tokoh kunci yang memegang peranan

utama dalam perkembangan sekte ini dengan bentuknya yang terbatas

dan independen adalah Washil bin Atha' yang dilahirkan di Madinah Al-

Munawwarah pada tahun 80H/669M.

Washil berpindah ke Bashrah yang kala itu menjadi pusat pergerakan

keilmuan di dunia Islam. Di sana ia berguru kepada seorang tokoh ulama

terkemuka, yaitu Hasan Al-Bashri. Washil bin Atha' wafat pada tahun

13L H/748 M. Tokoh lain yang juga memegang peranan penting dalam

perkembangan kelompok Mu'tazilah setelah Washil bin Atha' adalah Amr

bin Ubaid, seorang tokoh yang memiliki hubungan kuat dengan Washil

bin Atha'. Ia juga dilahirkan pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 144

H/761M. Sama seperti Washil bin Atha', ia juga mengikuti pengajian

Hasan Al-Bashri yang memiliki kedudukan khusus di sisinya.ts26 Washil

bin Atha', Amr bin Ubaid, dan fuga Hasan Al-Bashri) tergolong mawali

(budak yang sudah dimerdekakan).

Kondisi Perkembangan Mu'tazilah.

Kondisi yang mengitari perkembangan sekte Mu'tazilah pada

mulanya dipicu oleh persoalan politik. Sebuah kondisi yang diwarnai

lahimya sekte Khawarij, Murji'ah, dan Syiah. Peristiwa syahidnya Khalifah

Utsman Na yang diiringi terjadinya Perang Jamal dan Perang Shiffin

2326 Lihatbiografi Amr bin Ubaid pada: Ibnu Khilkan,Wafayyat Al-A>yan wa Anba>u Abna>

Az-Zaman. tahqiq: Ihsan Abbas. Penerbit: Dar Shadir, Beiru! tahun 1977 M, cet. III,

hlm.460 - 462.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1113

memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat Islam, terutama

seputar hukum pelaku dosa besar. Kaum muslimin kala itu sudah saling

mengacungkan pedang. Tentu saja, kondisi seperti itu berhubungan

erat dengan perbuatan dosa yang berada di balik itu semua. Suatu hari,

Hasan Al-Bashri menggelar pengajian rutin ilmiah di Masjid Bashrah.

Tiba-tiba, ada salah seorang dari hadirin yang meminta pendapatnya

mengenai hukum pelaku dosa besar. Sebelum Hasan Al-Bashri semPat

memberikan jawaban, buru-buru Washil bin Atha' menjawab pertanyaan

orang tersebut, "Menurut saya, pelaku dosa besar tidak bisa secara mutlak

disebut sebagai orang mukmin dan tidak bisa pula secara mutlak disebut

sebagai orang kafir. Akan tetapi, ia berada di posisi antara keduanya

(manzilah baina al-manzilatain), tidak mukmin dan tidak juga kafit."

Setelah itu, Washil langsung memisahkan diri menuju sudut masjid yang

lain, dan menyebarkan pendapatnya kepada sebagian jamaah Hasan Al-

Bashri. Menyikapi hal itu, Hasan Al-Bashri berkata, "I'tazala'annaWashil

(Washil telah memisahkan diri dari kita)." Dari perkataan Hasan Al-Bashri

inilalu Washil dan pengikut-pengikutnya disebut Mu'tazilah (orang yang

memisahkan diri).ts27 Amr bin Ubaid adalah murid Hasan Al-Bashri yang

pertama kali bergabung dengan Washil dan menyetujui pendapatnya'

Ini merupakan riwayat yang paling masyhur mengenai perkembangan

sekte Mu'tazilah. Riwayat tersebut menyebutkan bahwa sekte Mu'tazilah

berkembang dalam bentuk dadakan yang tidak didahului oleh tahapan-

tahapan tertentu hingga muncul menjadi sebuah sekte. Sebenamya tidak

demikian adanya. Sebelumnya, telah ada ideologi yang dipegangi oleh

masyarakat Islam, dan barangkali ideologi tersebut memiliki peranan besar

di dalam perkembangan sekte Mu'tazilah. Ideologi yang dimaksud adalah

ideologi kelompok Qadariyah.

Qadariyah merupakan istilah yang mengacu kepada sekelompok

orang yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak

2327 Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal. tahqiq: Muhammad Sayyid Kailani. Penerbit:

Maktabah Musthafa Al-Babi Al-Halabi, Kairo, tahun 1967 M,jld I, hlm.48. Kisah ini

dituturkan juga di berbagai sumber lain. Lihat misalnya: Ibnu Al-Murtadha, Al-Munyah

wa Al-Amal. Penerbit: Thab'ah Da'irah Ma'arif An-Nizhamiyah, Haidarabad, tahun

1316 H, hlm. 2. Lihat pula: Yaqtft, Mu'iam Al-Adibba'. Penerbit: Maktabah Musthafa

Al-Babi Al-Halabi, Kairo (t.t.), ild XIX, hlm. 146.

1 114 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam

di dalam melakukan dan meninggalkan sesuatu. ]ika ia melakukan sebuah

kesalahan, tidak bisa hal tersebut dihubungkan dengan kekuasaan Tuhan,

karena Tuhan tidak memiliki kehendak atas apa yang ia perbuat. Sebab,

Tuhan telah menganugerahinya kemampuan. Jadi, Qadariyah adalah

sekelompok orang yang berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan tidak

mengintervensi kehendak manusia. Dengan pemahaman seperti ini,

mereka berada di posisi yang berlawanErn dengan kelompok Jabariyatr,

yang menyebutkan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak.

MenurutJabariyah, manusia itu dipaksa (mujbar) di dalam melakukan dan

meninggalkan sesuatu. Tokoh pertama yang mengusung ideologi Qadariyah

dengan pengertian di atas adalah Ma'bad bin Khalid Al-Iuhani. Ia tergolong

tabiin yang shaduq (iujur) sebagaimana diungkap oleh beberapa sumber.aB

Ma'bad Al-Juhani hidup di Bashrah pada paruh kedua dari abad ke-1

Hijriyah. Ideologi Qadariyah yang dibangunnya bersumber dari ucapan

Hasan Al-Bashri. Tetapi berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan,

sumber-sumber Sunni menyebutkan bahwa Hasan Al-Bashri meralat

ucapannya itu.232e Adapun sumber-sumber Mu'tazilah tetap mengukuhkan

bahwa akidah yang dipedomani Hasan Al-Bashri berhaluan Qadariyah.

Bahkan, Hasan Al-Bashri oleh mereka ditempatkan pada tingkatan

ketiga dari tokoh ulama Mu'tazilah.m Hal yang penting dikemukakan

di sini bahwa sumber-sumber yang kami dapatkan-berbeda dengan

kecenderungan mereka - memaparkan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh

Hasan Al-Bashri merupakan bentuk resistensi terhadap politik kelompok

Umawiyah yang terjadi. Juga untuk membendung keyakinan |abariyah

yang berupaya mendukung kepentingan politik Umawiyah. Diriwayatkan

dari Hasan Al-Bashri bahwa ia pernah berkata, "Orang-orang masih tetap

membiarkan pena-pena mereka berjalan di atas darah dan harta kaum

muslimiry kemudian mereka berkata, 'sesungguhnya pena-pena kami

berjalan di atas pena Allah.' Demi Allatu mereka berdusta! Sesungguhnya

Lihat Al-Hafizh Adz-Dzahabi, Mizan Al-l'tidal fi Naqd Ar-Rijal, cet. 1, Kairo, tahun

7907 M,jld III, hlm. 183.

Lihat Asy-Syahrastani, op.cit., jldl, hlm. 47. Lihat juga: Abdul Qahir Al-Baghdadi, Al-

FiraqBainaAl-Firaq.tahqiq:Muhammad MuhyiddinAbdul Hamid. Penerbie Maktabah

Muhammad Ali Shabih, Kairo (t.t.), hlm.352.

Lihat Abdul Jabbar bin Ahmad, Fadhl Al-I,tizal wa Thabaqat Al-Al-Mu'tazilah. Editor:

Fu,ad As-Sayyid. Penerbit: Dar At-Tunisiyyatr, tahun 7974M, hlm. 265.

2328

2329

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1 11 5

pena Allah akan selalu berjalan di atas kebaikan dan ketakwaan, dan

tidak akan berjalan di atas dosa dan permusuhan. Sungguh, mereka telah

berdusta atas nama Allah! Mereka bodoh terhadap Allah! Mereka benar-

benar berdusta atas nama Allahlzzaer Dikisahkan pula bahwa Ma'bad dan

'Atha' bin Yasar suatu ketika menemui Hasan Al-Basri. Keduanya lalu

berkata, "Wahai Abu Sa'id, sesungguhnya Para raja (yakni penguasa Bani

Umayyah) suka.menumpahkan darah kaum muslimin dan merampas harta

mereka. Lalu, mereka berkata, "Apa yang kami perbuat berjalan di atas

kuasa Allah Ta'ala." Mendengar itu, Hasan Al-Bashri berkata, "Sungguh,

musuh-musuh Allah itu telah berdusta."ts32

Ada yang mengatakan bahwa istilah al-qadar-seperti pendapat

kami - merupakan sebuah aliran di dalam filsafat Mu'tazilah. Sebenarnya,

hubungan Mu'tazilah dengan akidah Qadariyah tidak bisa dipisahkan

hingga sebagian dari penganut Mu'tazilah menamakan diri mereka dengan

sebutan Qadariyah.Mu'tazilah berpendapat - dari sudut pandang mereka -

bahwa akidah Qadariyah merupakan akidah yang dipegangi seluruh

ulama salafushshaleh. Dengan akidah itu, mereka berupaya membela diri

dari serangan musuh-musuh mereka yang melontarkan tuduhan bahwa

mereka telah membuat bid'ah di dalam urusan agama. Lebih dari itu,

ketika kelompok Mu'tazilah menyusun tingkatan para ulamanya, pada

posisi tingkatan pertama mereka menempatkan Khulafaur Rasyidin yang

empa! Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Umar dan

pembesar sahabat lainnya. Dalam hal ini, mereka meriwayatkan perkataan-

perkataan para sahabat tersebut untuk memperkuat akidah Qadariyah

sesuai dengan sudut pandang kemu'tazilahan mereka. Di antaranya

adalah kasus orang-orang yang mengepung Utsman bin Affan, ketika

mereka berkata kepadanya pada saat menusuknya, "Sunggufu Allah telah

menusukmu." Saat ifu, Utsman berkata, "Kalian telah berdusta. Seandainya

Allah menusukku, tentu Dia tidak akan menyalah sasarkannya kepadaku."

Dikisahkan bahwa ada seseorang berkata kepada Abdullah bin Umar,

"Wahai Abu Abdurrahman, orang-orang banyak yang melakukan zina,

minum khamr, mencuri dan saling membunuh. Mereka berkata, 'Perbuatan

Ibid, hIm.195.

Ibnul Imad Al-Hanbali, Syadzarat Adz-Dzalnb fi Akhbar min Dzalub. Penerbit: Dar Al-

Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut (t.9, ild I, hlm. L38.

2337

2332

1116 enslttopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

kami telah berada di dalam Ilmu Allah, dan sama sekali bukan dari kami."

Mendengar itu, Abdullah bin Umar marah dan berkata, "Subhanallah Al-

Azhim (Mahasuci Allah dan Mahaagung). Memang benar bahwa perbuatan

mereka telah tertulis di dalam Ilmu Allatu tetapi llmu Allah tidak membawa

mereka unfuk melakukan perbuatan itu./'2333 Di dalam susunan tingkatan

tokoh terkemuka di dalam Mu'tazilah, yang diletakkan pada tingkatan

kedua adalah Sayyidina Hasan, Sayyidina Husairu Muhammad bin Hanifah

dan sejumlah tabiin seperti Sa'id bin Al-Musayyib, Thawus dan lainnya.

Kelompok Mu'tazilah meriwayatkan perkataan-perkataan para tabi'in

tersebut dan menggunakannya sebagai alat untuk memperkuat penolakan

mereka terhadap akidah Jabariyah dan sekaligus memperkuat keimanan

mereka terhadap akidah Qadariyah. Adapun tingkatan ketiga ditempati

oleh Hasan Al-Bashri sebagaimana disebutkan di depan. Juga, ditempati

Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan putranya.yang bernama

Abdullah bin Hasan. ]uga ditempati putranya yang lain, yaitu Muhammad

Nafs Az-Zakiyah,Ibrahim dan lainnya. Ditempati pula oleh Muhammad

bin Ali bin Abdullah bin Abbas, Zaidbin Ali, Muhammad bin Sirin dan

lainnya. Kemudian pada tingkatan keempat yang kami beri penilaian

khusus, di antara tokoh terkemuka yang menempatinya adalah Washil bin

Atha' dan Amr bin Ubaid, di mana riwayat-riwayat masyhur menyebutkan

bahwa pendirian Madzhab Mu'tazilah merujuk pada keduanya seperti

disebutkan di depan. Tokoh terkemuka lain yang menempati tingkatan

keempat adalah Ghailan binMuslim Ad-Dimasyqi, pemimpin Qadariyah

di daerah Syam. Begitulah kaum Mu'tazilah menyusun tingkatan para

ulamanya hingga sampai pada tingkatan kedua belas, yang ditempati

oleh para sahabat dan murid Qadhil Qudhat Abdul Jabbar bin Ahmad Al-

Hamdzani (w. 415 H/ 1024 M).

Dari keterangan di atas meniadi jelas bahwa perkembangan Mu'tazilah

tidak berarti bersifat dadakan sebagaimana diinformasikan oleh riwayat-

riwayat yang telah masyhur. Tetapi peristiwa yang terjadi di dalam pengajian

yang digelar oleh Hasan Al-Bashri di mana saat itu Washil bin Atha'

2333 Firaq wa Thabaqat Al-Al-Mu'tazilah. tahqiq: Ali Sami An-Nasysyar dan Ishamuddin

Muhammad AlL Penerbit: Al-Iskandariyyah, tahun 1972,tim.25-26. (Kitab ini berisi

kttab Al-Munyahwa AlAmalkarya AlQadhi Abdul Jabbar bin Ahmad, yang dihimpun

kembali oleh Ahmad bin Yahya bin Al-Murtadha).

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 111 7

memisahkan diri dan mengaiukan prinsip al-manzilah baina al-manzilataini

(tempat di antara dua tempat ) hanya merupakan awal mula munculnya

narra Mu'tazilah, dan menjadi cikal bakal lahimya beragam pendapat yang

berhubungan dengan ideologinya. Mu'tazilah sendiri tidak menafsirkan

nama Al-Mu'tazilah sr-:bagai bentuk i'tizal (furpisah) secara lahiriyah atau

berpisah dari kelompok kaum muslimin. Tetapi yang mereka maksudkan

adalah "mereka telah melakukan perbuatan yang menjadi kesepakatan

ulama pada masa awal Islam, dan menolak perbuatan baru yang berbau

bid'ah' ,84 artinya mereka i'tizal (memisahkan diri) dari perbuatan bid'ah

tersebut.

Lima Dasar Prinsip-prinsip Mu'tazilah

Prinsip-prinsip Mu'taziluh y*g terdiri dari lima dasar tersebut tidak

terbentuk secara keseluruhan pada masa Washil bin Atha' dan Amr bin

Ubaid, tetapi Washil sendiri hanya mengajukan satu prinsip dasar dengan

bentuk yang baku, yaitu prinsip al-manzilahbaina al-manzilatain. Adapun

prinsip dasar lairrnya terbentuk secara bertahap dan tidak terhimpun dalam

bentuk yang dikenal oleh kita saat ini, melainkan terbentuk setelah wafatrya

Washil bin Atha', terutama di bawah komando Abu Al-Hudzail Al-'Allaf

(w.226H/UO M) dutt Ibrahim bin Siyar An-Nizham (w.237 H/845 M).

Keduanya merupakan tokoh ulama Mu'tazilah yang berada di tingkatan

keenam. (Lihat tutsan tentang Al-Washiliyah).

Kelima prinsip dasar yang di$kuhkan oleh tokoh terkemuka

Mu'tazilah-di mana kelimanya menja{i tiang madzhab mereka-adalah

prinsip; At-Tauhiil (Mengesakan Allall, Al-'Adl (Keadilan), Al-Wa'd wa

Al-Wa'id (Janji dan Ancaman), Al-Maizilalrbaina Al- Manzilatain (Posisi di

Antara Dua Tempat), dan Al-Amr bi Al-Ma'ruf wa An-nalry 'an Al- munkar

(Menyuruh Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran).

7) At-Tauhiil (Meng+sa-kan Allah). Tidak ada perselisihan sama sekali

bahwa tauhid merupakan akidah seluruhkaummuslimin. Barangsiapa

yang meragukan akidah ini dengan sebenar-benar keraguan, sungguh

ia telah terlepas dari keimanan. Namun, Mu'tazilah memandang

prinsip tauhid dengan sudut pandang yang berbeda. Menurut

2334 lbid, hlm.12.

1118 ensittopedi Atiran dan Madzhab di Dunia tslam

mereka, yang dimaksud tauhid addah menyucikan Allah SE dengan

sebenar-benar penyucian, tanpa disertai unsur penyerupaan terhadap

makhluk. Ketika menjelaskan tentang akidah kaum Mu'tazilah terkait

prinsip tauhid, Imam Al-Asy'ari berkata "Kaum Mu'tazilah sepakat

bahwa sesungguhnya Allah itu Esa yang tidak ada sesuatu pun yang

menyerupainya. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dia bukan

jisim, ndak dapat dikhayalkan, tidak berbentuk, tidak berupa dagrng

darah atau orang tidak berupa jauhar (tnt/substansi), tidak berup a' ardh

(sifat), tidak berupa wama, tidak berupa rasa, tidak berupa bau, tidak

bisa diraba tidak berupa gerak, tidak berupa diam, tidak berupa bagia+

tidak memiliki bagian atau juz, trdakberupa tubuh, tidak memiliki arah,

tidak dilingkupi oleh tempat, tidak berada di sebuah masa, tidak bisa

dilihat oleh mata dan tidak bisa dipandang oleh penglihatan. Dia adalah

ZatYangMaha Dahulu dan tidak ada sesuatu pun yang mendahului-

Nyr.*

Pandangan kaum Mu'tazilah mengenai prinsip tauhid ini

melahirkan cabang pandangan lain yang semakin menguatkan

penafsiran mereka tentang prinsip tauhid. Di antaranya adalah

penafian mereka terhadap sifat-sifat Allah 08. Menurut mereka,

menetapkan adanya sifat-sifat kepada Allah dapat membawa pada

kesyirikan terhadap-Nya. Artinya, menetapkan adanya sifat-sifat

kepada Allah sangat berlawanan dengan akidah tauhid itu sendiri.

Karenanya, kaum Mu'tazilah berkata, "Allah itu Maha Mengetahui

dengan Zat-Nya, Mahakuasa dengan Zat-Nya, Maha Berkehendak

denganZat-Nya dan Mahahidup dengan Zat-Nya dan bukan dengan

ilmu, kekuasaan, kehendak dan kehiduparruu sebagai sifat-sifat

terdahulu. Rival-rival Mu'tazilah menganggap penafsiran demikian

sebagai bentuk penafian terhadap sifat-sifat ketuhanan. Karenanya,

oleh mereka kaum Mu'tazilah diberi gelar Al-Mu'aththilalt (kaum yang

meniadakan sifat-sifat Allah). (Lihat tulisan tentang Al-Washiliyah).

Al-Asy'ari, Maqalat Al-lslamiyyin wa lkhtilaf Al-Mushallin, Tahqiq: Muhammad

Muhyiddin Abdul Hamid. Penerbit: Al-Maktabah Al-'Ashriyyah, Beirut, tahun 1990

M, jld I, hIm,235.

Lihae Zuhdi Jarullah, Al-Al-Mu'tazilah,Kaio, tahun 1947 M, hlm. 777 -772.

Ensiklopedi AJiran dan Madzhab di Dunia tstam 1119

Di antara pendapat yang masyhur terkait akidah tauhid yang

diusung oleh Mu'tazilah adalah pandangan mereka tentang

kemakhlukan Al-Qur'an dan penolakan mereka terhadap ajaran

bahwa Allah dapat dilihat dengan mata telanjang pada Hari Kiamat

kelak. Adapun pandangan mereka tentang kemakhlukan Al-Qur'an

didasari oleh semangat mereka untuk menjauhkan setiap pemahaman

yang mengandung unsur syubhat. Bentuk syubhat yang dimaksudkan

adalah sebuah keraguan yang mengganggu keimanan bahwa Al-

Qur'an adalah qadim (terdahulu). Kaum Mu'tazilah bersifat ekstrem

di dalam persoalan kemakhlukan Al-Qur'ary baik dari sisi ucapan

maupun tindakan mereka. Dampak yang ditimbulkannya adalah

sebuah peristiwa yang dikenal dalam sejarah Islam dengan mihnah

(ujian) kemakhlukan Al-Qur'an, yaitu sebuah mihnah yang muncul

di akhir masa kekhalifahan Abbas Al-Ma'mun (w. 218 H/833 M) dan

terus berlangsung hingga masa Khalifah Mu'tashim Billah (w.227

H/842 M) dan Khalifah Al-Watsiq Billah (w.232H/847 M). Ketiga

khalifah tersebut menganut Madzhab Mu'tazilah. Di antara tokoh

terkemuka yang terkena imbas mihnah tersebut dan menjadi korban

dari kezaliman penguasa yangmenganut Madzhab Mu'tazilah adalah

Imam Ahmad bin Hanbal (w.Vl1.H/855 M) yu.g menolak pendapat

bahwa AlQulan adalah makhluk. Akhirnya, ia dipenjara dan didera

oleh Khalifah Al-Mu'tashim dengan rotan hingga tubuhnya remuk.

Yang jarang dituturkan di sini bahwa Ahmad bin Hanbal-ia adalah

seorang iruun hadis di masanya - tidak mau bersikap berlebihan seperti

yang dilakukan Mu'tazilah dalam menyikapi persoalan-persoalan yang

berhubungan dengan kemakhlukan Al-Qur'an atau keqadimannya.

Sebab, Rasulullah dan sahabat beliau tidaklah berlebihan dalam

menyikapi masalah ini. Sampai-sampai Ibnu Hanbal berkata kepada

orang yang mau mengeksekusinya "Berikanlah kepadaku Kitab Allah

,€ atau Sunnah Rasulullah $. supaya aku bisa berbicara dengannya."87

Jadi, akidah yang dipegangi oleh Ibnu Hanbal bahwa Al-Qur'an adalah

Kalamullah (firman Allah). Di balik itu, sebenarnya ia tidak ingin

berlebihan di dalam memahami persoalan ini, karena yang demikian

termasuk perkara yang baru.

2337 Abu Nu'aim Al-Ashfahani , Hilyah Al- Auliya' wa Thabaqat Al-Ashftyya'. Penerbit: Dar

Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut (t.t), jld IX, hIm.200.

1120 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

Adapun penolakan kaum Mu'tazilah bahwa pada Hari Kiamat

kelak, Allah dapat dilihat dengan mata telanjang, alasannya karena

aktivitas melihatmengharuskan adanya benda, tempat dan arah. Dan

itu semua merupakan sifat-sifat makhluk, sementara Allah d* Mahasuci

dari menyerupai makhluk. Allah tidak memiliki aratu tidak diliputi

oleh tempat dan tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, seperti yang

kami ketahui dari pendapat kaum Asy'ariyah dalam menyifati Allah

berdasarkan pemahaman akidah tauhid mereka. Mereka menafsirkan

hadits Nabi S terkait persoalan itu dengan pemahaman bahwa

yang dimaksud "melihat" adalah melihat dengan hati dan bukan

dengan mata. Pada masa Khalifah Al-Watsiq, konsep mihnahsemakin

mengalami perluasan. Mereka tidak hanya mengeksekusi ulama

dalam masalah kemakhlukan Al-Qur'an, tetapi juga masalah ru'yah

(melihat Allah dengan mata telanjang). Terbukti, sumber yang kami

dapatkan menyebutkan bahwa ketika Khalifah Al-Watsiq bermaksud

menebus tawanan kaum muslimin dari pemerintah Romawi, ia tidak

mau menebus tawanan yang tidak mengakui kemakhlukan AlQur'an

dan tidak mengakui bahwa pada Hari Kiamat kelak Allah tidak bisa

dilihat dengan mata telanjing.Esal4rrtazilah berpendapat bahwa

tidak mengakui hal itu, sama halnya dengan mencemarkan akidah

tauhid dengan pemahaman yang mumi seperti dijelaskan di depan.

Karenanya, mereka menjadikan tauhid dengan pemahaman seperti di

atas sebagai prinsip dasar pertama dari prinsip dasar lainnya.

2) Al-'Adl (Keadilan). Di kalanganMu'tazilah, prinsip keadilan memiliki

hubungan yang erat dengan prinsip tauhid. Allah $E dilihat dari

prinsip tauhid, mutlak disucikan dari segala yang menyerupai-Nya.

Jadi, sangat tidak pantas jika dengan kemahasucian-Nya-dalam

pandangan Mu'tazilah-Allah menyiksa seorang manusia akibat

dosa yang dilakukannya secara tidak sengaja. Sebab, yang demikian

termasuk zhalim (aniaya), sementara sifat zhalim adalah sifat makhluk

bukan sifat I(raliq (Allah) yang Mahasuci dari menyerupai makhluk-

Nya. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah. Prinsip

2338 Lihat: Al-Mas'udi, At-Tanbih wa Al-lsyraf. Penerbit: Thab>atu Lidan, tahun 1893 M,

hlm. 190 - 191.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1 121

keadilanyang diusung oleh Mu'tazilah berdiri tegak di atas keimanan

mereka tentang konsep kebebasan dan kemandirian, dan penolakan

mereka terhadap akidah ]abariyah. Jadi, keimanan Mu'tazilah berdiri

di atas akidah Qadariyah sebagaimana kami jelaskan di depan. Karena

eratnya hubungan Mu'tazilah dengan Qadariyah, kadangkala istilah

Qadariyah dialamatkan pada Mu'tazilah, dan kadang pula digelari

dengan nama Al-'Adaliydh,B3e yang juga memiliki hubungan erat

dengan istilah Qadariyah. Berdasar prinsip keadilan ini, Mu'tazilah

meyakini bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia, tetapi

manusia itu sendiri yang menciptakan perbuatannya. Prinsip ini

berbeda dengan yang diusung oleh rival-rival Mu'tazilah. Di antara

dalil yang menguatkan pernyataan tersebut bahwa di dalam perbuatan

manusia terdapat kezaliman dan kejahatan. Seandainya Allah Ta'ala

menciptakan perbuatan manusia, tentu Allah juga memiliki sifat

zalim dan jahat. Sungguh, AllahMahatinggr dari hal tersebut dengan

setinggi-tingginya.ru Dalil naqli lain yang mengukuhkan pemyataan

tersebut adalah firman Allah, "Yang membuat segala sesuatu yang Dia

ciptaknn sebaik-baiknya. . . " (As-Sai dah:7), juga firman Allah yang I airl., ' . . .

(B e gttulah) p erbuatan Allah y ang membuat dengan l<okoh tiap -tiap sesuatu... "

(An-Namt 88) dan ayat-ayat AlQur'an lainnya yang dijadikan dalil

oleh Mu'tazilah bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia

itu sendiri, dan tidak diciptakan oleh Allatu sesuai dengan prinsip

"keadilan".rut ladi, prinsip tauhid dan keadilan dengan bentuk yang

telah kami jelaskan di depan termasuk prinsip Mu'tazilah yang

paling pokok dan paling mewakili pemikiran kaum Mu'tazilah. Dari

kenyataan ini, kaum Mu'tazilah berupaya memperkenalkan dirinya

dengan sebutan ahlul' adl wa at- tauhid (orang-oran gyalrtgahli keadilan

dan ahli tauhid).

3) Al-Wa'd wa Al-Wa'id (Janji dan Ancaman). Jika prinsip keadilan

memiliki hubungan yang erat dengan prinsip tauhid, maka prinsip

Al-Wa'd wa Al-Wa'id Sanji dan Ancaman) memiliki pertalian erat

Lihat: Al-Firaq wa Thabaqat Al-Al-Mu'tazilah, op. cit., t:.lm.3.

Abdul Jabbar bin Ahmad, Syarh Ushul Al-Khamsah, tahqiq: AHul Karim Utsman.

Penerbit Maktabah Wahbah, Kairo, tahun 1965 lvt, hlm. 345.

Ibid,hlrn.357 -363.

2339

2340

2341.

1122 ensitctopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam

dengan prinsip tauhid dan keadilan. Kaum Mu'tazilah berpendapat

bahwa janii Allahkepada orang-orangyang taat untuk diberi pahala,

dan ancaman Allah kepada orang-orang yang durhaka untuk

disiksa, mesti akan ditunaikan. Karena Allah Mahasuci dari segala

bentuk penyerupaan makhluk, maka sesuai dengan prinsip tauhid,

tidak mungkin Allah berdusta atau bermain-main dengan janji dan

ancaman-Nya. Menyelisihi janji dan ancaman dapat menafikan konsep

keadilan Ilahi. Di antara prinsip keadilan menyebutkan bahwa setiap

manusia berhak mendapat balasan pahala atau siksa. Banyak ayat

Al-Qur'an yang oleh kaum Mu'tazilah dijadikan pijakan madzhabnya

dalam memperkuat prinsip janji dan.rnc€unan. Di antaranya adalah

firman Allah Ta'ala, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat

dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa

yang msngerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia al<an melihnt

(balasan)nya pula." (Az-Zalzalahz 7 d,at8), juga firman-Nya yang lain,

" D an barangsiapa yang mengerj akan kej alwtan sebesar dzanah pun, niscaya

dia akan melihat (balasan)nya pula." (An-Nisaa'zl23l. Ayat serupa juga

menyebutkdf,, "... Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-

Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka lahannam, mereka kekal di

dalamnya selama-lamanya." (AJ-lin: 231, dan ayat-ayat senada lainnya.

Kaum Mu'tazilah terkesan memaksakan diri di dalam menakwilkan

ayat-ayat Al-Qur'an yang pemahaman lahiriyahnya bertentangan

dengan keyakinan mereka bahwa Allah pasti merealisasikan janji dan

ancaman-Nya. Misalnya, firman AJlah I alla wa' A\a, " ... Sesungguhny a

Allah mengampuni dosa-dosa semuanya..." (Az-Zamar: 53). Dalam

memahami ayat ini, kaum Mu'tazilah berkata, "Yang dimaksud oleh

ayat ini bahwa Allah mesti mengampuni semua dosa jika diiringi

dengan taubat. Karenanya, potongan ayat selanjutnya menyebutkan,

"Dan kembalilah kamu k podo Tuhanmu...",ymg kemudian diperkuat

dengan potongan ayat berikutnya, "..sebelum datang azab kepadamu

kemudian kamu tidak dapat ditolong Aagi)." (Az-Zrunar: 54). Seandainya

yang dimaksudkan tidak seperti yang kami tuturkary tentu tidak

ada artinya firman Allah yang berbunyi, "..sebelum datang azab

kepadamu..."a2. Misalnya lagi firman Allah #, "Sesungguhnya Allah

2342 lbid, hlm.682 - 683.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 1123

tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan

din mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-

Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka

sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (An-Nisaa': 116). Ahli

tafsir Mu'tazilah, Jarull ah Az-Zamakhsyari (w. 538 H/ 11.M M), dalam

menafsirkan ayat tersebut menuturkan kisah berikut, "Suatu ketika,

ada seorang Arab yang sudah tua menemui RasulullahS danberkata,

"Saya adalah seorang tua yang berlumuran dosa. Hanya saja, saya

tidak pernah berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apapun

sejak saya mengenal dan beriman kepada-Nya. Dan, saya tidak pernah

menjadikan penolong selain-Nya. Ketika saya melakukan maksiat, itu

bukan didasari rasa berani atau sombong kepada Allah. Tidak pernah

sekejap pun terlintas untuk lari dari-Nya. Saya sungguh menyesal,

ingin bertobat dan memohon ampunan-Nya. Bagaimana pendapatmu

tentang keadaan saya di sisi Allah?" Kemudian turmlah ayat tersebut.

Hadits ini sangat membantu seseorang yang menafsirkan potongan

ayal " siapa yang dikehendaki-Nya" dengan orang yang bertobat dari

dosanya.e3 Begitulah kaum Mu'tazilah menafsirkan ayat-ayat serupa

di dalam Al-Qur'an yang disesuaikan dengan prinsip dasar madzhab

mereka.

Mengenai prinsip Al-Wa'dwa Al-Wa'id (Janji dan Ancaman), kaum

Mu'tazilah menafsirkannya dengan "syafaat/pertolongan", sebuah

penafsiran yang sangat berbeda dengan mayoritas kaum muslimin.

Posisi kaum Mu'tazilah dalam konteks ini memiliki ungkapancukup

baik yang disandarkan pada Sy ar ah Ushul Al-Khnmsah y artg dinisbatkan

pada Qadhi Al-Qudhat Al-Mu'tazili, yaitu Abdul jabbar bin Ahmad

Al-Hamdzani, yang berkata, "Konsep syafaat merupakan sesuatu

yang tidak dipertentangkan di kalangan umat bahwa syafaat Nabi

S akan diberikan kepada mereka. Hanya saja, yang diperselisihkan

adalah syafaat tersebut diperuntukkan kepada siapa? Menurut kami,

syafaat akan diberikan kepada orang-orang mukmin yang bertaubat.

Sedangkan menurut Murji'ah, syafaat diperuntukkan bagi para

2343 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ,an Haqa,iq Ghawamidh At-Tanzil. Penerbit: Dar Ar-

Rayyan li At-Turats, Kairo, tahun 1987 , jld I, hlm. 565 - 566.

1 124 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

pelaku shalat yang berbuat fasik.e Dalam hal ini, kaum Mu'tazilah

mengambil dalil dari ayat-ayat Al-Qur'an untuk mengukuhkan

pendapatnya. Misalnya, firman Allah Ta'ala, "Apakah (kamu hendak

mengubah nasib) orang-orang yang telah pasti ketentuan azab atasnya?

Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang bernda dalam api neraka?"

(Az-Zrmar: 19). Dalam ayat lain, Allah d6 berfirman, "Dan takutlah

kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan

seseoranglain sedikitpun dan tidak akan diteima suatu tebusan daipadanya

dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula)

mereka akan ditolong." (Al-Baqarah:1231. Ayat serupa juga difirmankan

oleh Allah lnlla Sya'nuhu, "... Orang-orang yang zalim tidak mempunyai

teman setia seoranyun dan tidak (pula) mempunyai seorangpembei syafa'at

yang diteima syafa'atnya." (Al-Ghafir: 18).es

Dalam konteks ini, kaum Mu'tazilah sangat kuat berpegang

pada prinsip janji dan ancaman. Menurut mereka, Allah wajib

merealisasikan janji dan ancaman-Nya. Yang jarang diteliti bahwa

prinsip Mu'tazilah memiliki hubungan yang erat dengan nuansa

politik yang menyibukkan umat Islam. Kaum Mu'tazilah bermaksud

mengunci pintu angan-angan para penguasa zalim yang suka

melanggar aturan Allah kemudian berharap mendapatkan ampunan-

Nya, atau mendapat syafaat Rasulullah ffi. Hukum Allah akan tetap

ditegakkan kepada mereka, dan tidak ada tempat pelarian bagi mereka

kecuali bertaubat dengan sungguh-sungguh dan kembali ke jalan

Tuhan yang lurus.

4) Al-Manzilahbaina Al-Manzilatain (Kedudukan di Antara Dua Tempat).

Munculnya prinsip ini berhubungan erat dengan perkembangan

Mu'tazilah sebagaimana dijelaskan di depan. Prinsip Al-Mnnzilah

baina Al-Manzilatnin berawal dari permulaan sejarah sekte Mu'tazilah

dengan sifatnya yang lebih spesifik, sebuah nama yang menjadi

pembeda sekte ini dalam perjalanan sejarah. Perkembangan sekte

Mu'tazilah dengan corak pemikirannya yang rasionalis memberikan

wama tersendiri di dalam sejarah Islam masa lalu, sebagaimana diakui

Abdul Jabbar bin Ahmad, Syarh Ushul Al-Khamsah, hlm. 687 - 688.

lbid,hlm.689.

2344

2345

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1125

oleh kaum Mu'tazilah sendiri dan seperti yang telah kami jelaskan di

permulaan tulisan ini. Prinsip Al-Manzilah baina Al-Manzilatain y ang

pertama kali diikrarkan oleh Washil bin Atha'berhubungan dengan

pelaku dosa besar dan hukum yang layak diterimanya. Menurutnya,

pelaku dosa besar tidak disebut mukmin dan juga tidak disebut kafir,

tetapi disebut fasik. Jadi, ia tidak dihukumi sebagai orang mukmiry

juga tidak dihukumi sebagai orang kafir, tetapi diberi hukum

tersendiri, yaitu hukum ketiga (fasik). Hukum ketiga yang kami

sebutkan menjadi sebab munculnya penamaan A l-Manzilah b aina Al-

Manzilatain Artiny+ pelaku dosa besar memiliki posisi yang berada di

antara dua posisi yang berlawanan. Ia tidak berada pada posisi kafir,

juga tidak berada pada posisi mukmin, tetapi berada pada posisi di

antara keduanya.e

Al-Khayyath Al-Mu'tazili memberikan keterangan tambahan

mengenai masalah ini. Ia menyebutkan bahwa kaum Khawarij

menghukumi pelaku dosa besar-dengan kefasikan dan kejahatan-

nya-sebagai kafir, sedangkan kaum Murji'ah menghukumi pelaku

dosa besar - dengan kefasikan dan kejahatannya - sebagai mukmin.

Sementara Hasan al-Bashri menghukumi pelaku dosa besar- dengan

kefasikan dan kejahatannya-sebagai munafik. Washil sependapat

dengan mereka hanya dalam hal kefasikan dan kejahatan yang

dilakukan oleh pelaku dosa besar, tetapi ia berbeda pendapat dengan

mereka dalam menentukan hukurmya. Sebuah dakwaan hukum tidak

bisa diterima kecuali disertai buktiyangbersumber dari AlQur'an dan

sunnah. Menghukumi kafir terhadap pelaku dosa besar tentu tertolak,

karena nash AlQulan tidak mengizinkan menjatuhkan hukuman kafir

terhadap pelaku dosa besar. Karenanya, status kafir yang dialamatkan

kepada pelaku dosa besar harus dihilangkan. Dengan alasan ini, maka

pendapat kaum Khawarij tidak dapat dibenarkan. Menghukumi

munafik terhadap pelaku dosa besar juga tertolak, karena orang

munafik bisa menyembunyikan kemunafikannya dan bisa juga

menampakkannya. Jika ia menyembunyikan kemunafikannya, maka

ia disebut mukmin. Dan apabila ia menampakkan kemunafikannya,

2346 tbid, hlm.698.

1126 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam

maka ia diminta untuk bertaubat. Jika sudah bertaubat, maka ia

disebut mukmin. Dan jika tidak bertaubat, maka ia akan disiksa seperti

orang yang langgeng dalam kekafirannya. Karenanya, yang demikian

tidak layak dialamatkan kepada pelaku dosa besar. Dengan alasan

ini, maka pendapat Hasan Al-Bashri juga tidak dapat dibenarkan.

Menghukumi mukmin terhadap pelaku dosa besar juga tertolak.

Sebab, orang mukmin adalah wali Allah, sementara pelaku dosa besar

dilaknat di dalam Al-Qur'aru sehingga tidak layak menyematkan

keimanan kepadanya. Dengan demikian, pendapat yang dikemukakan

kaum Murji'ah juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Analisa

yang dilakukan oleh Al-Khayyath berhenti sampai di sini. Kemudian

ia menyimpulkan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat disebut kafir,

munafik atau mukmin, tetapi disebut fasik yang berdosa, berdasarkan

kesepakatan umat yang disandarkan pada hukum Allah tki.B7 Salah

seorang ahli sastra terkenal dan memiliki pengaruh besar terhadap

pemikiran Mu'tazilah, yaitu Shahib bin Ubbad (w. 385 H/994N{),

berkata di dalam syairnya:

Semua orang terhadap kefasikan pelaku dosabesar, telahbersepakat

P endap atku merup akan kesepakatan, sedangkan pendapat musuhku

adalah dusta2ias

Dari sini menjadi jelas bahwa pnnsip Al-Mnnzilah baina Al-Manzilatain

memiliki hubungan erat dengan prinsip-prinsip Mu'tazilah lainnya

terutama dengan prinsip Al-Wa'd wa Al-Wa'id dan prinsip Al-'Adl.

Berdasarkan prinsip tersebut, maka pelaku dosa besar disebut fasik.

Karenanya, Allah akan merealisasikan ancaman-Nya kepada pelaku

dosa besar tersebut seperti kepada orang-orang fasik lainnya, dan

tidaklah berguna baginya syafaat (pertolongan). Sebab, ia melakukan

dosa besar atas dasar kebebasan dan kehendaknya sendiri, tanpa

ada unsur paksaan dalam melakukannya. Konsep keadilan Tuhan

menegaskan bahwa orang yang berbuat baik akan diberi pahala,

sedangkan orang yang berbuat jelek akan diberi balasan yang setimpal.

?3.47 AbdHasanAl-Khayyath,Al-lntisharwaAr-Radilu'alalbniRmoandiAl-Mulhid.Penerbit:

Al-Mathba'ah Al-Katsulikiyyah, tahun 7957 M, hlm. 118 - 119.

234t| Abdul Jabbar bin Ahmad, op. cit.,hlm.777.

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1127

]adi, ancaman Allah diberlakukan sesuai dengan prinsip keadilan. Dan,

setiap orang akan menerima balasan atas apa yang diperbuatnya.

5) Al-Amr bi Al-Ma'ruf wa An-Nahy 'an Al-Munkar (Menyuruh Kebaikan

dan Mencegah Kemungkaran). semua orang Islam sepakat bahwa €unar

ma'ruf nahi mungkar merupakan hal penting. Ayat-ayat Al-Qur'an

yang menyerukan konsep ini sangatlah banyak. Di antaranya - sebagai

sebuah contoh dan bukan penrbatasan-adalah firman Allah Ta'ala,

,,Danhendaklah ada di antarakamu segolongan umat yanS menyerukepada

keb aj ikan, meny u ruh k ep adn y an g m a' ruf dan men ce gah dai y an g munkat.. . "

(Ali Imran: 1M). ]uga firman Allah $* yung tercermin dalam wasiat

Luqman terhadap anaknya "Hai anakku, diikanlah shnlat dan suruhlah

(manusia) mengerj aknn yang baik dan cegahlah (mereka) dai perbuatan yanS

mungknr..." puqman: 14. AlQulan menggariskan bahwa prinsip dasar

yang menjadi ciri umat Islam terbaik adalah menyuruh kepada yang

ma,ruf dan mencegah dari yang munkar. Hal ini tercermin pada firman

Allah ,*, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

menyuruh kep adn y ang ma' ruf, dnn mence gah dai y an g munkar, dnn beriman

kepadn Allah... " (Ali Imran:110)

Namun, prinsip dasar yang urgensitasnya disepakati oleh seluruh

kaum muslimin ini oleh kaum Mu'tazilah dijadikan dalil khusus yang

dimasukkan ke dalam prinsip dasar ajaran mereka yang lima. Hal yang

jarang diungkap bahwa kaum Mu'tazilah mengemas prinsip ini dengan

kemasan amaliah yang menjadi pemelihara dan pembela terhadap seluruh

prinsip yang dipegangnya, baik dari segi ucapan maupun tindakan. Dari

sini, sekte Mu'tazilah ketika hendak merebut kekuasaan, menjadikan

prinsip ini sebagai karakter politis yang terus diperjuangkan untuk semakin

menyebarkan ajaran-ajaran dan pemikiran-pemikirannya'

Untuk menegakkan prinsip amar ma'ruf nahi munkar, kaum

Mu',tazilah membagi prinsip ini ke dalam dua bagiary antara bagian yang

pertama dan bagian yang kedua. Mereka menyebutkan bahwa ketika

mereka terhalang untuk melakukan amar ma'ruf, maka mereka hanya

mencukupkan diri dengan memerintah pada kebaikan saja, dan mereka

tidak berusaha memaksa orang yang tidak mengindahkan seruannya

supaya mengikutinya. Bagi mereka, tidak wajib-misalnya-mengajak

1128 ensttopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam

orang yang tidak shalat hingga menjadi orang yang melakukan shalat.

Berbeda halnya dengan nahi munkar. Tidak cukuP bas seseorang dengan

sekedar mencegah, jika ia memiliki syarat-syarat yang cukup. Artinya,

ia memiliki syarat-syarat yang cukup untuk mencegah kemunkaran

sebagaimana akan kami jelaskan. Bahkan, jika kemunkaran itu terjadi,

seseorang wajib mencegahnya hingga tuntas. Akan tetapi, bagi kaum

Mu'tazilah, untuk mencegah kemunkaran perlu dilakukan tindakan

preventif secara bertahap. Hal ini dijelaskan di dalam Syarah Ushul Al-

Khamsah. Andaikan kita bertemu dengan orang yang minum khamr, dan

syarat-syarat yang telah disebutkan ada pada kita, maka wajib bagi kita

mencegahnya dengan ucapan yang lemah lembut. jika ia tidak berhenti,

maka kita cegah dengan ucapan yang kasar. jika tidak berhenti juga, maka

kita harus memukulnya. Daru jika ia tetap tidak berhenti, maka kita harus

memeranginya hingga ia berhenti dari minum khamr'"ee

Dalam menerapkan amar makruf, kaum Mu'tazilah membagi makruf

ke dalam dua bagian. Ada makruf yang bersifat wajib, dan ada makruf yang

bersifat sunnah. Memerintah kepada makruf yang wajib, maka hukumnya

wajib, dan memerintah pada makruf yang sunnah, hukumnya juga sunnah.

Namun, metode seperti ini tidak mereka praktikkan di dalam nahi munkar'

sebab, semua jenis kemunkaran-menurut pandangan mereka-wajib

dicegah. Mencegah kemunkaran adalah wajib, karena kemunkaran itu

buruk. Dan, sesuatu yang buruk telah menjadi ketetapan umum suPaya

dicegah.tss Hanya saja, kewajiban ini harus disertai dengan kesemPumaan

syarat-syarat yang telah kami paparkan di depan. Syarat-syarat tersebut

di antaranya-sebagaimErna dituturkan oleh Az-Zamakhsyari- Pertama,

hendaknya ada dugaan yang kuat bahwa kemunkaran tersebut terjadi.

Misalnya, kita melihat bahwa orang yang mau minum khamr tersebut

sudah bersiap-siap untuk meminumnya, dengan disertai bukti adanya

alat-alat yang sudah dipersiapkan. Kedua, adanya dugaan bahwa uPaya

untuk mencegah kemunkaran tersebut tidak akan menimbulkan dampak

negatif yang lebih besar.B51

Ibid,t:J;n.TM-745.

Ibid,llm.745. Lihat juga; Az-Zamakhsyai, op' cit., ildl, hlm' 397'

Az-Zamakhsyari, op. cit., jld I, hlm. 397 -398.

2349

2350

2357

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia rslam 1129

Di antara syarat lain yang harus dipenuhi adalah hendaknya orang

yang bermaksud melakukan amar makruf nahi munkar mengetahui secara

pasti bahwa yang akan diperintahkan adalah benar-benar perkara makruf

dan yang akan dicegah adalah benar-benar perkara munkar. Hal ini perlu

ditegaskan supaya ia tidak salah dalam melangkah, yang akhirnya malah

memerintahkan kemunkaran dan mencegah perkara makruf. Di samping

itu, disyaratkanpula bahwa pencegahan terhadap kemunkaranyang akan

dilakukan tidak menimbulkan dampak buruk yang lebih besar lagi. Orang

yang mengetahui bahwa jika ia mencegah orang yang minum khamr,

misalnya akan berbuntut pada pertumpahan darah, atau akan mengobarkan

fitnah, maka dalam hal ini hendaknya ia tidak melakukan pencegahan.

Kajian politis menyebutkan bahwa manhaj yang ditempuh oleh kaum

Mu'tazilah dalam menerapkan prinsip amar makruf nahi munkar bersifat

ekstrem. Misalnya dapat dijadikan contoh adalah peristiwa yang terjadi di

panggung sejarah politik Mu'tazilah. Peristiwa terjadrnyamihnah (eksekusi)

karena persoalan kemakhlukan Al-Qur'an dan penolakan atas pendapat

bahwa Allah dapat dilihat oleh mata pada Hari Kiamat kelak, menyajikan

fenomena yang berbanding terbalik dengan manhaj yang diusung oleh

Mu'tazilah. Bagi orang-orang yang tidak sependapat dengan Mu'tazilah,

mereka dianggap telah berbuat kemungkaran dengan ucapannya.

Karenanya, pertama sekali mereka harus dicegah dengan cara dialog,

kemudian dengan ancaman/ baru setelah itu dengan cara kekerasan. Itu

pun bertahap mulai dengan cara dipenjara, kemudian didera, dan setelah

itu dibunuh. Yang menjadi problem di sini bahwa sesuatu yang dinilai

munkar oleh Mu'tazilah, belum tentu dianggap munkar oleh yang lain.

Bahkan, bisa jadi hal itu dianggap kebenaran. Fenomena inilah yang sering

membuat tergelincir sekte Mu'tazilah. Seyogyanya, karena Mu'tazilah

mengusung konsep kemerdekaan manusia dan kebebasannya berkehendak,

ia seharusnya lebih berhati-hati supaya tidak tergelincir.

Di akhir uraian kami mengenai prinsip dasar Mu'tazilah yang lima,

kami ingin menekankan bahwa kelima prinsip dasar tersebut hendaknya

dijalin dalam sebuah pertalian yang kuat hingga membentuk gagasan

pemikiran yang sempurna, meskipun Mu'tazilah sendiri terbagi ke dalam

beberapa cabang aliran dan di antara mereka terjadi perbedaan pemikiran

1130 ensitlopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

dalam persoalan teologi atau dalam mengkaji peristiwa politik. Namun

demikian, prinsip dasar yang lima tersebut telah menjadi pedoman bagi

seluruh cabang aliran Mu'tazilah. Karenanya, bagi orang yang menolak

satu prinsip saja dari kelima prinsip dasar yang menjadi pijakan Mu'tazilatu

tidaklah pantas baginya menyandang gelar "Mu'tazili".

Antara l'tizal (penyebaran paham Mu'tazilah) dan Tasyayyu'

(penyebaran paham Syiah). Di antara persoalan penting yang perlu

mendapat perhatian dari pengkaji sejarah di dalam sekte Mu'tazilah

adalah adanya hubungan antara kons ep i' tizal dan tasyayyu '. Hubungan ini

bermula sejak munculnya Mu'tazilah dan terus berlangsung hingga sekte

ini mencapai puncak keemasannya. Lalu, bagaimana asal muasal terjalinnya

hubungan di antara keduanya, dan bagaimana perkembangannya?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini menjadi sangat mendesak untuk dijawab,

terutama ketika kita melihat bahwa pandangan-pandangan Syiah dalam

persoalan "imamah" berporos pada persoalan imam dan kemakshumannya.

Padahal, konsep ini sangat bertentangan dengan pandangan-pandangan

Mu'tazilah. Lalu, bagaim€Lna cara memahami karakter hubungan keduanya

dalam melakukan upaya i'tizal dan tasyayyu'?

Sumber-sumber yang kami kaji menyebutkan bahwa Washil bin

Atha'-sebagai pendiri Mu'tazilah-berguru kepada Abu Hasyim

Abdullah bin Muhammad bin Al-Hanafiyah, sedangkanZaid bin Ali bin

Husein-sebagai pendiri sekte Syiah Zaidiyah-berguru kepada Washil

bin Atha'.xs2 Mengenai hal ini, Asy-Syahrastani menuturkan bahwaZaid

dipengaruhi oleh i' tizal-nya Washil, sehingga teman-tem an Zaid menjadi

Mu'tazilah semua.tss3

Fakta yang jarang diungkap di sini bahwa Abu Hasyim Abdullah

menggantikan posisi ayahnya, yaitu Muhammad bin Al-Hanafiyah dalam

keimaman Syiah Al-Kaisaniyah. Syiah Al-Kaisaniyah ini lebih dahulu

muncul dibandingkan Syiah ltsna Asyariyah dan Syiah Ismailiyyah.

Bergurunya Washil kepada Abu Hasyim tidak berarti Washil iman kepada

akidah Kaisaniyatr, seperti konsep tanasukh (penghapusan), hulul (Tuhan

menitis pada makhluk) datraj'ahba'dal maut (perpindahan roh). Hubungan

yang terjalin di antara mereka lebih didorong rasa simpati Washil kepada

kelompok Alawiyyin di dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka

dan rival-rival mereka. Posisi Washil sendiri-dan Mu'tazilah secara

umum - di kalangan kaum Umawiyyin berada pada posisi yang dilecehkan

lantaran permusuhan mereka dengan Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.

Pada perkembangan selanjutnya, hal itu berpengaruh terhadap kaum

Mu'tazilah di Baghdad, di mana pada diri mereka tumbuh rasa simpati

yang mendalam terhadap Ali Radhiyallu Anhu, hingga pada tahapan

menempatkan Ali di atas para sahabat Nabi lainnya, namun tidak sampai

mengingkari keutamaan mereka.

Bergurunya Washil bin Atha' kepada Abu Hasyim meniscayakan

adanya pengaruh ajaran Syiah pada penyebaran ajaran Mu'tazilah.

Begitu juga bergurunyaZaid bin Ali bin Husain kepada Washil bin Atha'

meniscayakan adanya pengaruh ajaran Mu'tazilah pada penyebaran Syiah

Zaidiyah. Barangkali tidak terlalu salah jika kami mengatakan bahwa

bergurunya Zaid kepada Washil memiliki pengaruh besar terhadap

perkembangan sekte Zaidiyah hingga dikenal sebagai sekte Syiah yang

paling moderat dan paling mendekati Madzhab Ahlu Sunnah. Hanya

saja, kami belum sanggup menyetujui pendapat Asy-Syahrastani yang

menyebutkan bahwa Zaid dipengaruhi oleh Mu'tazilah-nya Washil,

sehingga teman-teman Zaid menjadi Mu'tazilah semua. Yang benar bahwa

Zaid memang terpengaruh oleh pendapat-pendapat Washil, tetapi ia tidak

terpengaruh oleh kemu"tazilahan Washil, dan teman-teman Zaid tidak

berubah haluan menjadi Mu'tazilah. Faktanya, Zaid dao,:r sekte Zaidiyah

tidak meyakini prinsip Al-Manzilah baina Al-Manzilatain yang diusung

oleh Mu'tazilah. Begitu juga, cara pengangkatan imam di kalangan sekte

Zaidiyat. sangat berbeda dengan cara PenS.rngkatan imam di kalangan

Mu'tazilah. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sekte

Zaidiyah banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Mu'tazilah,

sehingga mereka cenderung membela pemikiran-pemikiran Mu'tazilah

dan menyebarkannya di dalam karya-karya tulis mereka. Di antara kitab-

kitab sekte Zaidiyah yang popular menyebarkan pemikiran-pemikiran

Mu'tazilah adalah Kitab A/-Munyahwa Al-Amal karya Ibnu Al-Murtadha

dan Sy arh N ahj Al-B alaghah kary a Ibnu Abi Al-Hadid.

Sumber yang paling dominan menyebutkan bahwa memang ada

keterkaitan antara Mu'tazilah dan Syiah Imamiyah. Banyak tokoh Syiah

Imamiyah yang memiliki kecenderungan terhadap Mu'tazilatg terutama

pada abad ke-3 H dan pertengahan abad ke-4 H. Di antara tokoh Syiah

Imamiyah yang paling menonjol kecenderungannya terhadap Mu'tazilah

adalah Hasan bin Musa An-Nubakhti, penulis kitab Firaq Asy-Syiah.

Bahkan, pakar sejarah Mu'tazllah seperti Al-Qadhi Abdul Jabbar dan Ibnu

Al-Murtadha memasukkan Hasan bin Musa An-Nubakti ke dalam tokoh

terkemuka Mu'tazilah pada tingkatan kesembilan.av Di antara pernyataan

Ibnu Al-Murtadha yang memasukkan Hasan An-Nubakhti pada tingkatan

kesembilan tokoh Mu'tazilah adalah sebagai berikut "Di antara tokoh Syiah

Imamiyah yang dimasukkan pada tingkatan kesembilan tokoh Mu'tazilah

adalah Hasan bin Musa An-Nubakhti." Hasan An-Nubakhti hidup pada

paruh kedua abad ke-3 H dan memasuki paruh pertama abad ke-4 H. Hal

ini juga disinggung oleh ulama-ulama lain yang tidak memiliki afiliasi

pada pemikiran Mu'tazllah, seperti Ibnu Taimiyah yang mengatakan,

"Pada abad ke-3 H, bermunculanlah tokoh-tokoh Syiah yang mengusung

pendapat-pendapat Mu'tazilah, seperti Ibnu An-Nubakhti, penulis Kitab

Al-Ara' wa Ad-Diyanat wa Amtsaluh. Kemudian disusul oleh Al-Mufid bin

Nu'man dan pengikut-pengiku trry a." 23ss

Yang sedikit menjadi problem adalah terjadinya disharmonisasi

antara dasar pemikiran Mu'tazilah dan Syiah Imamiyah. Buktinya, tidak

ada seorang Mu'tazilah pun yang menyetujui konsep nash (perutnjukkan

langsung dari Tuhan) atas pengangkatan seorang imam sebagaimana

diyakini oleh Syiah.Iuga,tidak ada seorangllv{tt'tazllah pun yang

menyetujui silsilah imam dengan bentuk yang dibuat oleh Syiah, baik

itu Syiah Sabaiyah atau Syiah ltsna Asyariyah. Pun, tidak ada seorang

Mu'tazilah pun yang menyetujui kemakshuman para imam sebagaimana

diyakini kaum Syiah. Jadi, terjadinya disharmonisasi antara pemikiran

Mu'tazilah dan Syiah Imamiyah. Lalu, faktor apa kira-kira yang mendorong

kedekatan hubungan di antara keduanya pada abat ke-3 dan ke-4 H?

Ada beberapa asumsi yang mengemuka terkait kedekatan hubungan

antara Mu'tazilah dan Syiah Imamiyah, di antaranya adalah:

Asumsi pertama, posisi Mu'tazilah secara umum dan Mu'tazilah

Baghdad secara khusus-menanggapi peperangan yang terjadi antara

Ali dan rival-rivalnya-menaruh rasa simpati yang mendalam atas Ali

dan menaruh kebencian terhadap rival-rivalnya sebagaimana dipaparkan

di depan. Meskipun cara yang dilakukan kaum Mu'tazilah dalam

mengagungkan Ali Radhiyallu Anhuberbeda dengan cara yanS dilakukan

oleh syiatr, tetapi antara Mu',tazilah dan syiah memiliki posisi yang sama.

Asumsi kedua, teori-teori Mu'tazilah diterima baik di kalangan kaum

Syiah, karena teori-teori tersebut oleh mereka dapat dijadikan sebagai alat

bantu untuk mendukung akidah-akidah dan kecenderungan pemikiran

mereka. Di antara teori Mu',tazilah yang paling diminati oleh kaum syiah

adalah teori Ash-shalah wa Al-Ashlah (Yang Baik dan Yang Terbaik) yang

merupakan pengembangan dari prinsip Mu',tazilah; Al-'Adl (Keadilan).

Menurut mereka, jika di sana terdapat yang baik dan yang terbaik, maka

Allah pasti akan melakukan yang terbaik. ]ika di sana terdapat yang buruk

dan yang baik, pasti Allah akan memilih yang baik sebagai wujuci belas

kasih-Nya kepada hamba-hamba-Nya, juga sebagai wujud dari keadilan-

Nyu.** Dari teori Ash-shalah wa Al-Ashlah (Yang Baik dan Yang Terbaik)

itu pula, kaum syiah memanfaatkannya sebagai pendukung pandangan

nrereka tentang adanya nash (peru,tnjukan langsung dari Tuhan) atas

pengangkatan dan pemilihan seorang imam. Konsep nash (pentnjukan

langsung dari Tuhan) atas pemilihan imam merupakan wujud belas kasih

Allah atas hamba-Nya demi menjaga kemaslahatan mereka. Dengan

demikiaru ternyata Allah sendiri merealisasikan teori Mu'tazllahAsh-Shalah

wa Al-Ashlah (Yang Baik dan Yang Terbaik).

Asumsi ketiga, minimnya Mu',tazilah dalam menggunakan dalil-

d.alil ma'tsur-sebagaimana ditengarai Adam Smith-selaras dengan

tujuan-tujuan syiah.asT sikap Mu'tazilah terhadap hadits-hadits Nabi

sudah masyhur. Banyak hadits Nabi yang diragukan keshahihannya oleh

mereka. Misalnya, banyak hadits yang dijadikan pegangan oleh mayoritas

penganut madzhab dan aliran-aliran tertentu, ternyata dinilai maudhu'

(palsu) oleh -Mu'tazilah hanya untuk memperkuat posisi madzhab dan

pandangan mereka. Sikap Mu'tazilah terhadap hadits-hadits Nabi di atas

sangat berdekatan dengan sikap Syiah yang juga menolak hadits-hadits

yang tidak searah dengan prinsip dasar madzhab mereka dengan alasan

bahwa hadits-hadits tersebut berstatus maudhu' (palsu).

Barangkali asumsi-asumsi di atas dapat sedikit memperjelas alasan

terjalinnya kedekatan antara Mu'tazilah dan Syiah Imamiyah. Hubungan

kedekatan ini terus berlanjut dan semakin menguat hingga banyak dasar-

dasar pemikiranMu'tazilah yang diadopsi oleh Syiah. Mengenai hal ini,

Goldziher menuturkan, "Kita banyak menjumpai kitab-kitab akidah

Syiah seolah merupakan karya-karya Mu'tazilah. Terbukti, kandungan-

kandungan kitab Syiah terbagi ke dalam dua kerangka besar; pertama,

mencakup bab-bab tentang ketauhidan. Kedua, mencakup bab-bab tentang

keadilan. Bahkan, teologi Syiah memiliki karakter yang mendekati teologi

Mu'tazilah, karena bukti-bukti yang diajukan untuk memperkuat teologi

Syiah murni diadopsi dari kaidah-kaidah Mu'tazilah.tss8

Yang menjadi pertanyaan di sini, kenapa kedekatan Syiah Imamiyah

dan Mu'tazilah baru terjalin pada paruh kedua abad ke-3 H?

Untuk menemukan jawaban dari pertanyaan di atas, kiranya perlu

merujuk pada tema-tema perpolitikan dan kemadzhaban yang terjadi antara

Mu'tazilah dan Syiah pada masa itu. Pada masa Khalifah Al-Mutawakkil

(232-247 H / 847 -862 M), untuk pertama kalinya Mu' tazilah menunjukkan

kekejaman politik dan redikalisme madzhabnya. Pada masa kekhalifahan

Al-Mutawakkil, Mu'tazilah memasuki masa perpolitikan yang gemilang

setelah sebelumnya dipegang oleh Khalifah Al-Ma'mun, Al-Mu'tashim,

dan Al-Watsiq. Kala itu, Mu'tazilah merasa bebas menumpahkan

kekejaman politiknya dengan menolak pemikiran-pemikiran salaf seperti

yang dipedomani Imam Ahmad bin Hanbal. Bertolak dari sini, Mu'tazilah

akhirnya merasa butuh - pasca terjadiny a mihnah -membuat suatu asas

yang dapat memperkuat hubungan kasih sayang di antara mereka,

sehingga dibuatlah sebuah asas yang menjadi panji gerakan mereka yang

dikenal dengan panji tauhid dan panji keadilan seperti yang mereka yakini.

Kedua panji tersebut merupakan prinsip dasar paling utama dari kelima

prinsip dasar yang dipegangi Mu'tazilah. Untuk memperkuat fenomena

di atas, Al-Qadhi Abdul |abbar menuturkan bahwa Abu Ali Al-Jubba'i-

seorang imam Mu'tazilah di masanya-membenarkan adanya kedekatan

hubungan di antara keduanya. Ia berkata, "Syiah menyamai kita di dalam

konsep tauhid dan keadilan. Yang berbeda dari kita hanya persoalan

imamah. Karena itu, bersatulah hingga kalian menjadi satu kekuatan.il23se

Syiah sendiri menyambut baik adanya kedekatan mereka dengan

Mu'tazilah, karena mereka merasa bufuh terhadap teori-teori Mu'tazilah

untuk membantu menguatkan akidah-akidah mereka sebagaimana

dijelaskan di depan. Kemudian, seiring perjalanan waktu, mereka merasa

bahwa terjadi perbedaan pemikiran yang sangat jauh antara mereka

dengan Mu' tazilahsebagaimana halnya yang terjadi dengan Ahlu Sunnah.

Fenomena inilah yang memperkuat mereka untuk menghadapi perselisihan

tersebut secara bersama-sama.

Hal penting ditegaskan di sini bahwa Mu'tazilah tidak mau merendah-

kan diri mereka dengan cara melepaskan prinsip dasar yang dipegangnya

demi tunduk kepada Syiah. Akan tetapi, Syiah sendiri yang berusaha

mengutip sebagian teori-teori Mu'tazilah untuk dijadikan penyanggah

pemikiran mereka. Jadi, kedekatan hubungan di antara keduanya lebih

dipicu oleh kecenderungan pemikiran Syiah yang butuh terhadap teori-

teori Mu'tazilah, dan tidak sebaliknya.

Setelah membicarakan perkembangan Mu'tazilah dan kelima prinsip

dasar mereka serta hubungan kedekatan mereka dengan Syiatr, sekarang

kami akan membahas-secara ringkas-mengenai dua madrasah besar

yang merupakan cabang dari sekte Mu'tazilah, yaitu Madrasah Bashrah

dan Madrasah Baghdad

1) Madrasah Mu'tazilah Bashrah. Madrasah ini merupakan madrasah

induk yang perkembangannya berhubungan dengan perkembangan

Mu'tazilah sebagai sekte independen, yaitu ketika Washil bin Atha'

berselisih pendapat dengan gurunya, Hasan Al-RasM, seputar hukum

pelaku dosa besar. Perkembangan madrasah ini terjadi pada awal abad

ke-2 H (lihat tulisan tentang Al-Washiliyah).

]adi, Madrasah Bashrah muncul lebih awal dibandingkan

Madrasah Baghdad. Bahkan, Baghdad sendiri-yang merupakan

pusat kekhilafahan-belum berdiri kecuali setelah munculnya

Madrasah Bashrah sekitar empat dekade, yang didirikan oleh Khalifah

Abu Ja'far Al-Manshur pada tahun 145H/762M.

Peresmian Madzhab Mu'tazilah dan peletakan dasarnya

merujuk pada Madrasah ini. Di Madrasah Bashrah inilah prinsip

dasar Mu'tazilah yang lima diresmikary dan di madrasah ini pula

muncul bendera pemikiran Mu'tazilah yang membuka diri terhadap

kebudayaan-kebudayaan asing. Mereka mulai mempelajari filsafat

Yunani dan berusaha menyempurnakan metode-metode dialog

dengan menggunakan hujjah dan bukti-bukti logis. Semua itu mereka

pelajari dengan tujuan untuk membela Islam dan mendakwahkannya

serta membendung serangan-serangan jahat dari pengikut agama dan

aliran lainnya. Di antara tokoh yang paling menonjol dari Madrasah

Bashrah ini-di samping Washil bin Atha' dan Amr bin Ubaid yang

dikenal sebagai tokoh sentral munculnya Mu'tazilah-adalah Abu

Al-Hudzail Al-'Allaf (w. sekitar tahun 226H/480 M)r*, Ibrahim bin

Siyar An-Nizham (w. sekitar tahun 231,H/845 M), Amr bin Bahr Al-

Jahizh (w.255 H/868 M) dan Abu Ali Al-Jubba'i (w. 303 H/916}/r).

Tokoh-tokoh Madrasah Bashrah ini cenderung menyelam di balik

makna dan menentang pembaru€ul pemikiran berserta ekses-ekses

negatifnya yang tidak sesuai dengan kelembutan ruh Islam kala itu.

Misalnya, Abu Al-Hudzail .Al:Allaf banyak dipengaruhi oleh

filsafat Yunani, terutama di dalam pemikirannya tentang tabiat

dan ketuhanan. Bahkan, boleh jadi, ia adalah orang pertama yang

menyebarkan filsafat Yunani dalam Islam-sebagaimana diungkap

oleh Ahmad Amin-kemudian diikuti oleh generasi muslim

selanjutnya, sehingga mereka juga mempelaiari filsafat Yunani dan

menyebarkannya. Abu Al-Hudzail Al-'Allaf juga mempopularkan

pembicaraan tentang apa itu iisrz (tubuh)? Apa itu jauhar al-fard

(esensi yang satu)? Apa itu partikel yang tidak terbagi lagi? Ia juga

membahas persoalan bahwa esensi alam ini hanya satu. Atau tentang

esensi yang beragam, atau tentang gerakan tubuh yang terbagi

ke dalam bagian-bagian tertentu, atau tentang esensi warna.2361

Di samping itu, ia juga membicarakan tentang konsep al-kumun

(ketersimpanan). Menurutnya, api tersimpan di dalam batu, minyak

tersimpan di dalam buah zaitun dan seterusnya. Ia juga membahas

tentang alasan penciptaan makhluk, Panca indera manusia, perasaan

dan kehendaknya, juga persoalan-persoalan filosofis lainnya yang

bertujuan untuk membela kepentingan madzhabnya.2362 Jejak

yang ditorehkan Abu Al-Hudzail Al-'Allaf kemudian diikuti oleh

muridnya, Ibrahim An-Nizham. Malah, An-Nizham mengembangkan

ide gurunya itu ke dalam persoalan-persoalan yang lebih luas lagi.

Misalnya, An-Nizham membicarakan tentang al-iism (tubuh) dan al-

' ardh (sifat).An-Nizham berbeda pendapat dengan Surunya, Al-'Allaf,

di dalam persoalan partikel yang tidak terbagi lagi. Menurutnya,

sebuah partikel bisa terbagi menjadi partikel-partikel lain yang tidak

terbatas. Tidak ada sebuah partikel kecuali ia memiliki partikel lain.

An-Nizham juga berbicara tentang konsep ath-thafrah (lompatan).ts63

Mengenai konsep ath-thafrah (lompatan) ini, Al-Hasan Al-Asy'ari

berkata, "An-Nizham berasumsi bahwa tubuh yang berada di tempat

nomor satu bisa berpindah ke tempat nomor tiga tanpa melalui

tempat nomor dua dengan cara melompat. Namun, pendapat An-

Nizham ini mendapat sanggahan dari mayoritas para teolog, seperti

Abu Al-Hudzail dan lainnya. Mereka menganSSap mustahil tubuh

berpindah ke suatu tempat tanpa melalui temPat sebelumnya.236a

Pembahasan mengenai persoalan-persoalan seperti itu tidak pernah


dilakukan oleh seorang pun di kalangan masyarakat Islam sebelum

Madrasah Mu'tazilah Bashrah. jadi, Madrasah Bashrahlah yang

menjadi rahim lahirnya ruh perdebatan yang hampir tidak kita jumpai

pada sekte-sekte lain. |ejak pemikiran Mu'tazilah Bashrah ini dapat

dipelajari pada karya-karya Al-Jahizh yang mengungkap tentang

kebudayaary luasnya jagad raya, kemampuan yang mengagumkan

di dalam ajang perdebatan dan dialog, penelusuran tentang tradisi-

tradisi manusia di masanya. Al-)ahizh di samping dikenal sebagai

tokoh utama Madrasah Mu'tazilah Bashrah juga terhitung sebagai

ahli sastra Arab yang paling cemerlang di masanya. Mengenai hal

ini, Asy-Syahrastani berkata, "Al-jahizh tergolong tokoh Mu'tazilah

terkemuka yang sangat produktif. Ia banyak mempelajari karya-

karya filsafat. Banyak karya-karya tulisnya yang beredar secara luas

dengan keunikan ungkapannya yang memukau, keindahan bahasanya

yang halus, sehingga ia memiliki prestasi tersendiri dibandingkan

ulama-ulama semasanya.2365 Al-Jubba'i juga berupaya memperluas

persoalan-persoalan yang telah dibahas oleh Madrasah Mu'tazilah

Bashrah sebelumnya hingga melebar pada persoalan al-jawahir

(esensi), al-a'radh (sifat), dan sifat-sifat azaliah. Sampai-sampai, Ibnu

Khilkan dengan mengutip pendapat Ibnu Hauqal berkata bahwa Al-

Jubba'i adalah syaikh besar yang menjadi imam Mu'tazilah sekaligus

pemimpin para teolog (ahli kalam) di masanya.ts66

Itulah jejak penting Madrasah Mu'tazilah Bashrah beserta

tokoh-tokoh utamanya. Dari Madrasah Bashrah inilah kemudian

lahir madrasah-madrasah Mu'tazilah lainnya yang memiliki peran

fundamental, di antaranya adalah:

2l Madrasah Mu'tazilah Baghdad. Guru besar sekaligus pendiri

Madrasah Baghdad ini adalah Bisyr bin Al-Mu'tamir (w. 210 H/825

M). Artinya, Madrasah Mu'tazilah Baghdad ini baru muncul pada

seperempat akhir dari abad ke-2 H. Bisyr bin Al-Mu'tamir tidak

jauh berbeda dengan Al-Jahizh. Ia sangat mumpuni di dua bidang

keilmuan, yaitu; ilmu sastra dan ilmu kalam. Bahkan, Ahmad Amin

memasukkan Bisyr bin Al-Mu'tamir sebagai pendiri ilmu balaghah

bahasa Arab.2367 Adapun mengenai kapakarannya di bidang teologi,

Asy-Syahrastani menuturkan, "Bisyr bin Al-Mu'tamir tergolong ulama

Mu'tazilah yang sangat alim."re Ulama-ulama Mu'tazilah lainnya

di Madrasah Baghdad yang paling menonjol setelah Bisyr bin Al-

Mu'tamir adalah Tsumamah bin Al-Asyras (w. 213H/828 M), Ahmad

bin Abu Dawud (w. 240H/854 M) dan Abu Musa Al-Murdar yang

memiliki nama asil Isa bin Shabrh (w. 226 H / U1,M). Ketiga ulama yang

disebutkan di atas adalah murid-murid Bisyr bin Al-Mu'tamir yang

paling masyhur. Ulama-ulama lain di Madrasah Mu'tazilah Baghdad

yang tidak kalah pentingnya adalah Ja'far bin Mubasysyir Ats-Tsaqafi

(w .234H/ 8/;9M), Ja'far bin Harb Al-Hamdani (w .236 H/850 M), Abu

]a'far Al-Iskafi (w. 24OH/854M), Abu Al-Husain Al-Khayyath (w. 300

H/912M) dan Abu Al-Qasim Al-Ka'bi (w. 319 H/931 M).

Pada kesempatan ini sangat tidak memadai untuk menjelasan

secara detil mengenai pandangan-pandangan teologis para ulama

Mu'tazilah di Madrasah Baghdad.236e Namun, kami hanya mamPu

mengetengahkan asumsi-asumsi dasar seputar Madrasah Baghdad ini.

Asumsi pertama, Madrasah Baghdad tidak cukup berani untuk

menceburkan diri ke arena filsafat akidah sebagaimana dilakukan oleh

madrasah induknya di Bashrah. Hampir tidak kita jumpai di Madrasah

Baghdad tokoh-tokoh seperti Abu Al-Hudzail Al-Hallaf,Ibrahim An-

Nizham atau Al-Jahizh. Tokoh-tokoh ulama di Madrasah Baghdad

hanya mengutip sesuatu yang telah diperjuangkan oleh Madrasah

BashratU seperti persoalan filsafat, perbedaan pendapat seputar itu

atau pengembangannya, tanpa ada upaya lebih untuk menemukan

lahan baru di bidang pemikiran akidah secara teoritis.

Asumsi kedua, Madrasah Baghdad memiliki kecenderungan yang

jelas di dalam menyebarkan tasyayyu' (paham Syiah) yang moderat'

Sikap tasyayyu' yang dikembangkannya adalah mengangkat Ali

dan menempatkannya di atas sahabat-sahabat lain, tanpa tergelincir

hingga tahap menolak atau mencaci sahabat lain. Mereka tetap

mengakui keutamaan dan kedudukan para sahabat yang lain. Konsep

tasyayyu'yang mereka usung tidak mengakui teori nash (penunjukan

Tuhan atas seorang imam) danta'yin (penentuan seorang imam), ke-

ma'shum-an para imam dan teori-teori imamiyah lainnya. Tasyayyu'

yang dipropagandakan Mu'tazilah Baghdad lebih mend ekatt tasy ayyu'

yang diusung oleh sekte Syiah Zaidiyah. Hubungan antara Mu'tazilah

Baghdad dan Syiah Zaidiyah begitu erat hingga terkesan menyatu.

Seperti yang diakui oleh salah seorangpakar sejarah sekte-yaitu Abul

Husain Al-Mulathi -yang mengatakan bahwa Mu'tazilah Baghdad

merupakan bagian dari sekte Syiah Zaidiyah.xTo Atas pernyataan

ini ada seseorang yang cenderung menyangkal-karena melihat

adanya perselisihan yang tajam antara Syiah Zaidiyah dan Mu'tazilah

Baghdad di dalam masalah imamah-adanya hubungan yang kuat

di antara kedua belah pihak. Begitu kuatnya hubungan di antara

keduanya hingga Abul Husain Al-Khayyath, salah seorang tokoh

Mu'tazilah Baghdad, dijuluki Mutasy ayyi' ah Al-Mu' tazilah (tokoh

Mu'tazilah yang berpaham Syiah).tsn Barangkali iklim Syiah di mana

Syaikh Mu'tazilah Baghdad hidup, yakni Bisyr bin Al-Mu'tamir,

menjadi salah satu faktor penting yang membentuk kecenderungan

Bisyr dan pengikut-pengikutnya terhadap paham Syiah.ts7z

Asumsi ketiga, resistensi amaliah yang bertujuan memProPaganda-

kan ideologi pemikiran Mu'tazilah kepada penduduk Baghdad

diterima baik oleh mereka dan bahkan dijadikan pedoman dalam

beragama. Kondisi ini lebih menonjol di Madrasah Baghdad

dibandingkan yang terjadi di Madrasah Bashrah.2373 Madrasah

Baghdad berada di bawah perlindungan khalifah Abbasiyah yang

tiga, yaitu Al-Ma'mun, Al-Mu'tashim, dan Al-Watsiq. Madrasah

inilah yang mengobarkan semangat ketiga khalifah tersebut untuk

membawa penduduk Baghdad menganut paham Mu'tazilah.

Dan, madrasah ini pula yang berada di belakang peristiwa mihnah

(pengekskusian) para ulama di dalam persoalan Al-Qur'ary apakah

ia makhuk atau bukan, dan persoalan bahwa Allah dapat dilihat

dengan mata telanjang pada Hari Kiamat kelak. Dengan ungkapan

lairy Madrasah Baghdad'lah yang berada di belakang peristiwa besar

dalam sejarah Islam yang dikenal dengxrmihnahkhuluqil qur'an (ujian

mengenai kemakhlukan Al-Qur'an). Qadhi Al-Qudhat Al-Mu'tazili,

Ahmad bin Abu Dawud Al-Iyadi memiliki peran besar dalam masalah

ini. Anggota-anggota madrasah ini tidak sekedar menyarnpaikan dalil,

tetapi mereka berusaha keras membawa penduduk Baghdad untuk

memeluk ideologi mereka.

Asumsi keempat Madrasah Baghdad - meskipun terjadi resistensi

amaliah-mayoritas anggotanya cenderung pada pola hidup zuhud.

Sebuah kondisi yang hampir tidak dijumpai pada mayoritas anggota

Madrasah Bashrah. Kecenderungan hidup zuhud ini bermula dari

guru besar Madrasah Baghdad sendiri, yaitu Bisyr bin Al-Mu'tamir

yang kemudian diikuti oleh sebagian murid-murid dan pengikut-

pengikutnya, seperti Abu Musa Al-Murdar, Ja'far bin Mubasysyir,

Ja'far bin Harb, Abu Ja'far Al-Iskafi dan ulama-ulama lainnya.237a

Kecenderungan hidup zuhud ini temyata memiliki pengaruh besar

di dalam penyebaran Madzhab Mu'tazilah di Baghdad. Dalam

waktu bersamaan, kecenderungan hidup zuhud ini tidak mencegah

Mu'tazilah Baghdad untuk menjalin hubungan dekat dengan para

khalifah demi merealisasikan tujuan madzhab mereka, terutama

dengan Ahmad bin Abu Duwad.

Kemunculan Abu Hasan Al-Asy'ari dan Pengaruhnya Terhadap

Masa Depan Mu'tazilah

Abad ke-3 H/9 M dilukiskan sebagai masa keemasan Mu'tazilah.

Sekitar tahun 300 H, muncullah Abu Hasan Al-Asy'ari-seorang tokoh

imam madzhab yang nama madzhabnya diafiliasikan pada namanya-

untuk menggoncang ideologi Mu'tazilah. Abu Hasan Ali bin Ismail Al-

Asy'ari dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H atau sekitar tahun 873

M. Yang berperan sebagai syaikh Mu'tazilah kala itu adalah Abu Ali

Muhammad bin Abdul Wahab Al-Jubba'i. Abu Hasan Al-Asy'ari kemudian

berguru kepadanya dan ia pun diajari tentang prinsip dasar Mu'tazilah,

sehingga ia menjadi salah satu pemikir kelompok Mu'tazilah. Namury di

penghujungtahun300 H, Al-Asy'ari menggemparkan seluruh umat Islam

yang berkumpul di Masjid Bashrah. Pasalnya, di tengah-tengah kumpulan

jamaah masjid tersebut, tiba-tiba ia menyatakan sikapnya untuk keluar dari

Madzhab Mu'tazilah. Saat itu bertepatan dengan hari Jumat. Tiba-tiba, ia

naik ke atas kursi dan menyeru kepada seluruh jamaah masjid dengan suara

yang lantang, "Barangsiapa yang telah mengenalku, berarti ia benar-benar

mengenalku. Dan barangsiapa yang tidak mengenalku, maka aku sendiri

yang akan memperkenalkan diri. Namaku adalah Fulan bin Fulan. Dulu

aku yang menyatakan kemakhlukan Al-Qu1an. Aku juga yang menyatakan

bahwa Allah tidak bisa dilihat dengan mata telanjang pada Hari Kiamat

kelak. Puru aku yang mengikrarkan bahwa perbuatan buruk, aku sendiri

yang melakukannya. Hari ini, aku bertaubat, mencabut diri dan berjanji

untuk menentang Mu'tazilah serta keluar dari kesalahan dan aTbnya."xzs

Hal penting yang perlu dikemukakan berdasarkan keterangan di

atas bahwa Al-Asy'ari mengikrarkan diri di hadapan umum mengenai

resistensinya terhadap dua prinsip dasar Mu'tazilatu yaitu prinsip tauhid

dan prinsip keadilan. Pernyataan Mu'tazilah mengenai kemakhlukan Al-

Qur'an dan penolakannya bahwa Allah dapat dilihat dengan mata telanjang

pada Hari Kiamat kelak merupakan hasil dari pemahaman mereka terhadap

prinsip tauhid. Adapun pernyataan mereka bahwa manusia sendiri yang

menciptakan perbuatannya, entah yang baik atau yang buruk, merupakan

buah dari pemahaman mereka terhadap prinsip keadilan, sebagaimana

telah kami paparkan di depan ketika berbicara tentang prinsip-prinsip

dasar Mu'tazilah yang lima. Sebenarnya, yffiB menjadi bahan resistensi

Al-Asy'ari terhadap Mu'tazilah tidak hanya berkisar pada dua prinsip

dasar tersebut, tetapi meliputi prinsip-prinsip dasar lain yang berhubungan

dengan keduanya, seperti prrnsip Al-Manzilahbaina Al- Manzilatain (Posisi

di antara Dua Tempat) dan Al-Wa' d wa Al-Wa' id fl anji dan Ancaman). Lebih

dari itu, Al-Asy'ari juga tidak menyetujui sejumlah cabang pemikiran lain

yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar Mu'tazllah. Misalnya, ia tidak

setuju dengan pemikiranmereka di dalammasalah sifat-sifat Allatu konsep

syafaat, konsep Ash-Shalahwa Al-Ashlah (yangBaik dan yang Terbaik) dan

pemikiran-pemikiran serupa lainnya.

Keluarnya Al-Asy'ari dari Mu'tazilah sebenarnya menjadi hantaman

keras yang menggoncang ideologi mereka, disebabkan beberapa faktor

berikut:

Pertama, Al-Asy'ari adalah orang yang paling mengerti ideologi

Mu'tazilah. Bahkan, ia termasuk salah satu pencetusnya. Dan, hanya ia

sendiri yang paling mampu untuk membantah ideologi mereka.

Kedua, Al-Asy'ari memisahkan diri dari Mu'tazilah dan bergabung

dengan kelompok ahli hadits atau kelompok Ibnu Hanbal dan jumhur

Ahlu Sunnah. Dari sini kemudian, berpisahnya Al-Asy'ari dari Mu'tazilah

menemukan lahan yang luas dan disambut baik oleh jumhur kaum

muslimin.

Ketiga, Al-Asy'ari ketika mengikrarkan pelepasan dirinya dari

Mu'tazilah sudah mencapai umur 40 tahun. Sebuah umur yang mencapai

kematangan dan kesempurnaan berpikir. Al-Asy'ari sudah sangat

menguasai manhaj Mu'tazilah di bidang perdebatary diskusi dan metode

berpikirnya. Jadi, ketika ia bergabung dengan kelompok Ahlu Sunnatu ia

tidak serta merta mengikuti seluruh manhaj Ibnu Hanbal, tetapi mengambil

manhaj wasathiyyalt (moderat) yang di dalamnya terhimpun kecenderungan

rasionalis Mu'tazilah dan tekstualis Ibnu Hanbal dan ahli hadits (mengacu

pada dalil ma'tsur). Tentu saja, keilmuan matang yang dimiliki Al-Asy'ari

disambut baik oleh kebutuhan mayoritas umat Islam. Sebuah kebutuhan

untuk berpegang teguh kepada nash-nash Al-Qur'an dan hadits di satu

sisi, dan kebutuhan mengaktualisasikan peran akal di sisi lain untuk

mendukung dalil-dalil nash.

Barangkali bisa dikatakan bahwa munculnya Al-Asy' ari menjadi awal

mula redupnya bintang Mu'tazilah. Karena itu, sekte Mu'tazilah tetap

berusaha mempertahankan eksistensinya dalam masa yang Panjang setelah

munculnya Al-Asy'ari. Namury di tengah perjalanannya, sekte ini ternyata

1144 ensinopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam

mencari perlindungan kepada sekte lain demi mempertahankan Perannya'

Nah, di bawah perlindungan daulah Syiah inilah kemudian Mu'tazilah

menemukan nikmatnya keamanan, khususnya di bawah perlindungan

salah seorang perdana menteri daulahSyiah, yaitu Shahib binUbbad, yang

menjadi perdana menteri Ray dari tahun 368 H sampai tahun 385 H.2376

Pada saat itu, Shahib bin Ubbad mendekati Mu'tazilah dan melindunginya.

Bahkaru ia mengangkat salah seorang pembesar Mu'tazilah-yaitu Abdul

Jabbar bin Ahmad Al-Hamdzani-sebagai Qadhil Qudhat daerah Ray

sekaligus gubernumya.tsz Abdul Jabbar memegang jabatan tersebut dari

tahun 367 H hingga 385 H. Tahun tersebut merupakan tahun wafatnya

Shahib bin Ubbad, sedangkan Al-Qadhi Abdul ]abbar wafat pada tahun

415H/L025M.2378

Dengan demikian, tidak bisa dikatakan bahwa eksistensi Mu't aztlah-

setelah munculnya Al-Asy'ari-merupakan sekte yang independen dan

berpengaruh. Fakta yang benar bahwa munculnya Al-Asy'ari menjadi

garis pemisah di dalam sejarah ideologi pemikiran Mu'tazilah dengan

sumbanganny a y ang amat berharga.

Dr. AbilurRahman Salim


YAZIDIYAH

Pertumbuhan dan Perkembangannya

FASE PERTAMA: Kelompok Yazidiyah berasal dari kelompok Al-

Ibadhiyah. Penggunaan nama ini dinisbatkan kepada pendirinya Yazid

bin Anisah,BTe atan)Yazidbin Abi Anisah.m

Akidah mereka yang memecah belah umat Islam adalah, "Bahwa Allah

akan mengutus seorang Rasul dari kalangan non-Arab, kemudian akan

menurunkan kepadanya satu kitab sekaligus, untuk menghapus syariat

Muhammad dan menjadi agama shabiah, sebagaimana disebutkan di dalam

Al-Qur'an. Bukan Shabi'ah yang ada di Hurran dan Wasith.ts81 Selain itu,

barangsiapa tetap mengimani kenabian Muhammad ffi dari kalangan Ahli

Kitab, tetap dianggap mukmiry meskipun tetap dengan agamanya."a8z

Inilah yang menjadikan Al-Imam Al-Baghdadi melalui buku Al-

Farqu bayna Al-Firaq menghukumi mereka keluar dari Islam. Salah satu

judul berbuyi, "Para pengikut Al-Yazidiyah dari kalangan Khawarij dan

penjelasan mengenai keluarnya mereka dari Islam.ts83

Fase kedua: Al-Yazidiyah dikenal sebagai pergerakan politik

di tahun 132 H, setelah iatuhnya Dinasti Umawiyyah. Kelompok ini

2379 Al- Asy' ai, Maqalat Al-lstamiyyin, tattqiq : Mrhammad Muhyiddin Abdul Hamid, dicetak

secara khusus sebagai warisan dari sang penahqiq, tanpa penerbit dan tahun, juz ke-1,


bertujuan mengembalikan kejayaan Bani Umayyah. Oleh karena itu, ia

mengampanyekan orang-orang Umawi untuk duduk sebagai khalifah.

Ketika Syiah melaknat Yazid, mereka justru menyatakan cinta kepadanya,

juga mengampanyekan kembalinya khilafah Bani Umayyah.

Di fase ini, Al-Yazidiyah masih disebut sama dengan fase sebelumnya.

Akan tetapi, terdapat perbedaan besar dalam penarur€ul. Di fase pertam+ Al-

Yazidiyah dinisbatkan kepada Yazid bin Anisah, atau Abi Anisah. Sedangkan

di fase kedua, Al-Yazidiyah dinisbatkan kepada Yazid bin Muawiyah.

Pendapat lainmengatakan, konory nama ini dinisbatkanpada sebuahkota di

Persia bemama Yazd. Sebuah penisbatan yang tidak benar secara linguistik.

Jadi, Al-Yazidiyah adalah sebuah pergerakan politik. Mungkin nama

ini memang belum mengemuka di fase ini. Begitulah yang dinyatakan

Timur Pasha, " Al-Yazidiyah belum disebut-sebut, bahkan mungkin belum

ada dalam sejarah, sebelum abad keenam."2j84

Selainitu, difase ini juga Al-Yazidiyahbelummenjadi sebuah gerakan

pemikiran atau madzhab. Memang sebatas pergerakan politik Umawiyyah,

yang dipersatukan oleh kecintaan terhadapYazid bin MuTwiyah.*u

Dary masih terus seperti itu, hingga kemudian muncul\seorang syaikh

di antara mereka, yang bernama Udi bin Musafir-yang -\uput pujian

dari beberapa ulama. Ia berjumpa dengan Syaikh Al-Jailani dan berguru

tasawuf kepadanya.2ffi Ia dikenal sebagai sosok yang zuhud, wara', getol

berjuang, dan suka sharing dengan orang lain. Maka, banyak orang

berdatangan kepadanya untuk meminta arahan. Selanjutnya, ia berpindah

ke Kurdistaru diikuti sejumlah orang yang kemudian menjadi muridnya.

Lalu di sanalah mereka menciptakan Tarekat Al-Udiwiyyah.nsT

2384

2385

2386

Ahmad Taimur, Al-Yazidiyyahwa Mansya'uNahlatihim, Kairo, tanpa penerbit, cetakan

ke-2,1302H, hlm.57.

Al-Mwasu'ah Al-Muyassarah fi Al-Adyan wa Al-Madzahib Al-Mu'ashirah, Dar An-Nadwah,

cetakan ke-3, 1418 H., jtzke-l., hal. 550.

Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Abdullah bin Janki Dawsat Al-Jaili

Syaikh Baghdad, dilahirkan di Jailan, sebuah distrik di wilayah Iran, pada tahun 471

H. dan meninggal dunia pada tahun 561. Lihat: Syamsuddin Adz-Dzahabr, Siyar A'lam

An-Nubala', di-tahqiq olehSyu'aib Al-Ama'uth, Muassasah Ar-Risalah, cetakan ke-11,

1.417 H./7996M., juz ke-20, Nm. 439.

Ahmad Taimur, Al-Yazidiyyahuta Mansya'uNahlatihim, ibid, hlm. 57.2387

Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1147

:

Fase ketiga: setelah Syaikh Udi wafat, ia digantikan oleh Shakhr

bin shakhr bin Musafir, yarlg dikenal dengan syaikh Abu Al-Barakat.

Selanjutnya, ia digantikan oleh Udi bin Abi Al-Barakat, kemudian

digantikan putranya, Syamsuddin Abu Muhammad, atau yang dikenal

dengan syaikh Hasan. Di tangannyalah kelompok Yazidiyah memalingkan

kecintaan terhadap Yazid bin Muawiyah menjadi kepada Udi. Bahkan,

menjadi pengultusan kedua pemimpin itu, yaitu Yazid dan udi bin Musafir.

Mereka menolak lakna! termasuk kepada iblis sekalipun yang dilaknat oleh

Al-Qur'an. Oleh karena itu, mereka melakukan penyimpangan Al-Qur'an

demi menghapus kata laknat dan setan di dalamnya.m

Begitulah Yazid\4rh berubah-ubah dari pergerakan politik menjadi

kelompok Sufisme, l\u menjadi kelompok dengan akidah yang

menyimpang. I

Referensi

Untuk mengetahui prinsip dan ibadah spesifik bagi kelompok yang

menyimpang ini, kita membaca dua buku: Al-lalutah dan Al-Mushhaf Al-

Aswad (Mushaf Rasy). Keduanya merupakan pijakan mereka.tsse Berikut

sekilas tentang kedua buku tersebut.

Kitab Al-Jalwah

Konon, Kitab Al-Jalwahinidisusun oleh Syaikh Udi bin Musafir. Ada

juga yang berpendapat, disusun oleh Syaikh Hasan Syamsuddin. Menurut

mereka, ia mengasingkan diri selama enam tahun, kemudian muncul di

hadapan para pengikutnya sambil membawa kitab yang diberi nama Al-

lalwah li Arbab Al-Khilwah.23so

Sejatinya, Syaikh Udi - dengan segala kebaikannya - tidak mungkin

menyusun buku ini. Bukan pula Syaikh Hasan, karena ia tidak terpelajar.

Melainkan karya beberapa pemikir di masanya.tsel Terlebih dalam buku

ini terdapat banyak ungkapan yang tidak baik, banyak kata 'aamiyah, iuga

2388 Al-Mawsu'ah Al-Muyassarahf Al-Adyan wa Al-Madzahib Al-Mu'ashirah, ibid,iuzke-1.,

hlm.550.

2389 Abbas Mahmud Al-Aqqad, Iblis,Dar An-Nahdhah, Mesir, tanpa tahun, hlm' 141'.

2390 Sa'id Ad -Duyuhji, Al-Yazidiyyah, AI-Majma' Al-Ilmi Al-Iraqi,1393H./1972 M, hlm. 1t13.

2391 rbid.

1148 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam

banyak kata serapan, baik dari Turki, Kurdi, Persia, dan Armenia. Selain

itu, tentu penyimpangan akidah yang sangat nyata.

Semua ini menegaskan bahwa salah seorang rahib lari dari kastil,

lalu pura-pura masuk Islam, kemudian murtad. Nah, ketika berjumpa

dengan Yazidiyah, ia bergabung sebagai bagian dari mereka. Begitulah

yang dituturkan penulis buku Al-Yazidiyyah (Shadiq Ad-Damluji). Ia

berkata, "Diduga kuat penyusunnya (Al-lalwah dan Mushaf Rasy) adalah

bukan muslim, melainkan Nasrani yang memiliki hubungan erat dengan

kelompok ini, mengikuti adat, tradisi, dan kepercayaannya. Penulisannya

bukanbersumber dari informasi yang didapat dari kelompok ini, melainkan

dari para guru mereka. Mustahil seorang muslim memiliki hubungan

yang erat dengan salah seorang putra dari kelompok ini dan menjalankan

kepercayaannya supaya dapat menulis seperti ini. Sebab, antara pengikut

Yazid dan muslim seringkali terjadi perbedaan pendapat."tse2

Pernyataan Sa'id Ad-Duyuhji juga mendekati ini. Ia berkata, "Karena

penyusunnya sedikit ilmu, pengetahuan tentang bahasa Arab-nya lemah,

dan memiliki wawasan yang terbatas, namun ditugaskan oleh Yazidiyah

untuk menyusun buku sesuai dengan dogma dan ajaran mereka."ae3

Mushaf Rasy

Banyak pernyataan Yazidiyah mengenai mushaf ini. Di antara mereka

ada yang menjadikannya seperti Al-Qur'an dan membacanya. Namury

mereka menaruh lilin pada kata yang diingkari, seperti: setan, mal'un

(terlaknat), la'nat(laknat),a'udzu (akuberlindung), dansebagainya. Mereka

menyebutnya Mushaf Rasy atar Al-Kitab Al-Aswad.23ea

Sebagian dari mereka menganggapnya tidak seperti Al-Qur'an sama

sekali, melainkan menganggapnya sebagai kata-kata Syaikh Udi yang baru

ditulis setelah dua ratus tahun ia meninggal dunia.aes

Pendapat ini ditolak, karena syaikh dikenal shalih, sedangkan mushaf

ini bertentangan dengan keyakinan yang lurus.

Shadiq Ad-Damluji, Al-Yazidiyyah,Mathba'ah Al-Ittihad, Al-Mushal, Iral tanpa tahury

Sebagian lain menganggapnya mushaf yang dibaca saudara perem-

puan Umar bin Al-Khathab. Sebab, ketika Sang Penguasa masuk rumah

untuk mengetahui keislaman dia dan suaminya, mendadak ia dicekam

ketakutan. Lantas, ia pun melemparkan mushaf itu ke perapian. Maka,

jadilah ia menghitam. Selanjutnya, ia dikeluarkan lagi. Dan, mereka

menyebutnya Mushaf Rasy atau Al-Kitab Al-Atttad.23e6

Ini tidak benar, sebab yang ada di tangan Fathimah, saudara

perempuan Umar bin Khaththab, hanyalah sedikit ayat, tepatnya awal

surah Thaha.

Pendapat terakhir yang diperkuat oleh sebagian orang adalah, bahwa

yang menyusunMushaf Rasy iniadalah juga penyusunAl-lalwah- Sa'id Ad-

Duyuhji menambahkan, rahib itu bernama Udi (dengan hamzah). Lantas,

mereka mengubah Udi (dengan hamzah) menjadi Udi (dengan ain), dan

buku ini dinisbatkan kepadanya.aeT

1. Kepercayaan (Mereka) Menurut Dua Kitab23e8

Pertama, Kepercayaan Mereka tentang Tuhan.

- Mereka percaya mempunyai Tuhan, kendati dalam penyebutan dan

penentuan pribadi-Nya mereka berbeda-beda. Di dalam Al-lalwah

mereka menyebut-Nya Thawus Malik, namun di dalam Mushaf Rasy

mereka menyebut-Nya Allah.

- Apapun ada-Nya, Allahatau Thawus Malik, mereka meyakini Dialah

Sang Pencipta. Akan tetapi, mereka juga meyakini ada Tuhan lain yang

ikut serta dalam penciptaan. Fakhruddin (ya.g diciptakan pada hari

Sabtu), dia menciptakan manusia, hewan, burung, dan binatang buas.

- Mereka menetapkan alam semesta ini diatur oleh lebih dari satu

Tuhan. Setiap zarrtatt memiliki pengatur. Setiap generasi memiliki

pemimpin yang bertugas mengatur, lalu menyerahkan tugasnya

pada yang lain. Bahkan, mereka mengatakaru Allah menyerahkan

urusan pengaturan pada Thawus Malik (atas dasar keyakinan bahwa


Thawus Malik ini bukanlah Allah), juga memerintahkan jabrail untuk

menciptakan Hawa.

Mereka meyakini beberapa tuhan. Menurut keyakinan mereka, ada

tujuh tuhan, yaitu; Thawus Malik, Dardail, Israfil, Mikail, fibril,

Syamnail, dan Nurail. Itu tidak termasuk Allah yang menciptakan

mereka. Adapun yang memimpin ketujuh tuhan tersebut adalah satu,

yaitu Thawus Malik.

Mereka meyakini bahwa mereka bukanlah muslim, bukan pula

Yahudi atau Nasrani. Pun bahwa agama mereka sebelum Isa disebut

w at s aniyy ah (animisme).

Kedua, Kepercayaan Mereka tentang Kitab Suci

Kitab yang mereka yakini kebenarannya dan bersumber dari Tuhan,

serta tidak dibenarkan dibaca orang lain a dalah Al-l altoah. Orang-orang Al-

Yazidiyah memandang Kitab Suci yang lain, seperti Al-Qur'an,Injil, dan

Taurat saling bertentangan. Lebih dari itu, mereka membantah kebenaran-

nya. Mereka berkata, "Kitab-kitab yang ada di kalangan lain itu tidaklah

benar, tidak pula ditulis oleh para Rasul." Mereka juga menyuarakan,

"Unfuk menerima yang sesuai dengan keyakinan mereka."

Ketiga, Kepercayaan Mereka tentang Rasul

- Mereka percaya bahwa Allah mengutus Rasul ke alam ini, supaya

para pengikut Al-Yazidiyah bisa memiliki pemahaman dan selamat

dari kesesatan. Utusan dimaksud bernama Abthawus.

- Mereka percaya memiliki seorang nabi perempuan bernama Al-

Khasiyah.

- Mereka percaya bahwa Allah mengutus Syaikh Udi bin Musafir.

- Mereka percaya bahwa Dzun Nun adalah Nabi, dan mereka menyebut-

nya Yunan.

Ibadah Yazidiyah23ee

- Puasa: mereka berpuasa tiga hari dalam setahun, yaitu pada bulan

Kanun Al-Awwal,bertepatan dengan ulang tahun Yazid bin Muawiyah.


Zakat: mereka mengumpulkan zakat melalui Thawus.

Haii: setiap tanggal sepuluh di bulan Dzulhijjah, mereka wukuf di

atas gunung (yang diklaim sebagai) Arafatu yaitu gunung Lalisy di

Irak.2am

Shalafi mereka shalat di malam nishfu Sya'ban. Shalat ini mereka klaim

bisa mengganti shalat satu tahun yang mereka tinggalkan.

Penulis buku Al-Yazidiyyah, Sa'id Ad-Dayuhji, menuturkan bahwa

hingga abad kesepuluh Hijriyah, mereka masih shalat layaknya umat

Islam. Sebagian bahkan masih ada yang mendirikan shalat ]umat,

meskipun terdapat penyimpangan dari yang didirikan umat Islam.

Setelah itu, para pemimpin mereka menyusun shalat dan doa dalam

bahasa Kurdi, terutama doa shalat Subuh, doa shalat ketika terbit

matahari, dan doa ketika menyalati mayyit.241

Makanan yang Diharamkanzao2

Sebenarnya, makanan yang mereka haramkan itu banyak, antara

lain; al-khassr.r (kol, kobis), karena menyamai nama Nabi perempuan

mereka, Al-Khasiyah. Selain itu , Al-Lubiya' , Ash-Shibghul Azraq, dan kijang.

Sebab, kijang ini diklaim kambing salah seorang Nabi mereka. Juga ikan,

demi menghormati nabi mereka, Yunan (Dzun Nun). Para syaikh dan

muridnya mereka haramkan mengonsumsi daging ayam jantan, untuk

menghormati Thawus Malik. Mereka juga mengharamkan membotakkan

kepala, kencing berdiri, berpakaian sambil duduk, mandi di kamar mandi,

dan mengucapkan kata setan. Sebab, kata itu adalah nama Tuhan. Bahkaru

seluruh kata yang menyerupai setary seperti Qaithan, syathth, syarr. Dalrr,

semua kata: terlaknat,laknat dan yang sejenisnya.

Sebuah lembah yang curam di antara gunung Al-Hikariyyah, memiliki banyak

kandungan air dan pepohonan. Baginya, lembah tersebut merupakan tempat hijrah.

Di sanalah Syaikh Abdul Qadir tinggal. Dan, di sana pula ia menyebarkan Islam

kepada para penduduk yang beragama Majusi. Dan, di sana pula Syaikh dikebumikan,

kemudian kuburannya dijadikan tempat ziarah yang ramai dikunjungi. 



Pengultusan Individu

Pengultusan Yazid

Kelompok ini terkenal mengultuskan individu, mulai dari Yazid bin

Muawiyah/ yangmereka klaimlebihterhormat dari Abu Bakar danUmar.

Bahkaru mungkin sebagian mengklaimnya Nabi.2@3

Pengultusan ini merupakan reaksi terhadap Syiah yang melaknatnya,

karena telah membunuh Husain. Pengultusan Yazid ini mencapai

puncaknya, ketika mereka mengklaimnya sebagai Tuhan. Juga memasukkan

namanya dalam syahadat Asyhndu wahidullah, sulthan Y azid habibullah.24o4

Ada beberapa mitos dalam buku-buku mereka yang menegaskan

kemuliaan Yazid dan ketuhanannya . Di dalam Mushaf Rasy (pasal keempat)

disebutkan, "Muhammad, Nabi Al-Isma'iliyyun, mempunyai seorang

khadim bernama Muawiyah. Lantas, Allah memandang Muhammad. Ia

melihatrya berjalan ke depan tidak dengan tegak. Lalu ia mengangkat kepala

dan berkata kepada Muawiyatg'Kemarilatr, gundullah kepalaku.' Pelan-

pelan Muawiyah mencukur kepala Muhammad. Tiba-tiba ia melukainya.

Darah banyak mengalir. Melihat darah, Muawiyah menjilatnya dengan

lidahnya, khawatir sampai jatuh ke tanah. Muhammad bertanya,'Apd

yang Anda perbuat, wahai Muawiyah?' Ia menjawab,'Aku menjilatnya

dengan lidahku, khawatir jatuh ke tanah.' Muhammad berkata, 'Dengan

begitu Anda keliru. Anda menjadikan umat yang besar di belakangmu

bermusuhan dengan umatku.' Muawiyah berkata, 'Aku tidak akan

menikah, tidak pula jatuh sama sekali.'Tidak lama berselang, Muawiyah

disengat kalajengking. Melihat racun menjalari sekujur tubuhnya, para

dokter menyarankannya menikah. Pernikahan dipandang sebagai penawar

racunitu. Jika tidak, iaakanmati. Mendengaritu, akhirnya Muawiyahmau

juga menikah. Maka, didatangkanlah seorang perempuan tua yang berusia

delapan puluhary supaya ia tidak hamil. Ketika Muawiyah mengetahui

hal itu, tiba-tiba keesokan harinya perempuan itu berubah menjadi gadis

berusia lima belas tahun. Itu terjadi atas kuasa Tuhan Yang Mahabesar. Ia

pun hamil dan melahirkan Tuhan yang kemudian diberi nama Yazid.2$s

Ibnu Taimiyyah, Mnjmu'Al-Fatawa, Dar Ar-Rahmah, Kairo, tanpa tahun, juz ke4, hlm.

482.

Al-Mawsu'ah Al-Muyassarah fi Al-Adyan wa Al-Madzahib Al-Mu'ashirah, ibid, juz ke-1.,


Pengultusan Udi

Udi adalah pemimpin terkemuka bagi kelompok ini. Namanya Udi

bin Musafir. Ia lahir tahun 465 atau 470H/1073 atau 1078 M. Ia meninggal

dalam usia 90 tahun.2ffi

Udi merupakan salah satu hamba Allah yang saleh. Perialanan

hidupnya dikenal baik, begitulah yang diakui para ahli makrifat. Ia

meriwayatkan beberapa hadits yang masyhur, berkata jujur, juga akidah

yang terpelThara.2&7Ia memiliki pengikut yang saleh.2ffi

Setelah sekian lama, sesudah Penyusunan Mushaf Rasy, mereka

mengklaimnya Rasul yang dikirim ke tanah Syam, Lalisy. Bahkan, mereka

mengultuskannya secara berlebihan. Ia diposisikan lebih tinggi daripada

Allah. Menurut mereka, ia murka karena Allah dan Rasulnya bolak-balik

kepadanya, dan menghiba di hadapannya. Ia pun menghina mereka berdua.

Duhai, Mahasuci Allah dari apa yang mereka bicarakan.2@

Mereka mengklaim timbangan diletakkan di hadapannya. Dialah

yang akan menghisab amal manusia. Dan, ia akan memasukkan Para

pengikutnya ke dalam surga.2alo

Barangkali penyebabnya, karena ia memiliki beberapa karamah,

sebagaimana disebutkan Imam Adz-Dzahabi di dalam A s-Siyar, "Beberapa

pembangkang di Kurdi insyaf karenanya./2411Melihat karamah itu, setan

mengelabuhi mereka dengan membayangkannya sebagai Tuhan.

salah satu bentuk pengultusan mereka kepadanya adalah, menjadikan-

nya kiblat yang menjadi arah menghadap ketika shalat.2a12

Padahal, ia adalah sosok pribadi yang saletg yang menolak bid'ah

dan menyerukan Sunnah. Ia juga sosok yang adil. Tentang karamah dan


kejadian luar biasa ia berkata, "Jika kalian melihat karamah atau kejadian

luar biasa pada diri seseorang, janganlah kalian terpedaya. Tunggulah

hingga ia melakukan larangan dan perintah.il24l,

Menurut pendapat yang paling kuat, ia meninggal dunia pada tahun

555 H., tidak meninggalkan anak, bahkan tetap dalam keadaan lajang.zala

Pengultusan Yazidiyah Terhadap Setan

Kelompok Yazidiyah mengultuskan iblis - laknatullah. Menurut

mereka, dialah penyebab keburukan. Dan, dia diusir dari surga gara-gara

keburukan. Atas dasar itu, mereka menjauhi keburukannya. Namun,

pada waktu bersamaary mereka meyakini bahwa setan akan memperbaiki

hubungannya dengan Tuhan, dan meminta kembali kedudukannya (di

surga).241s

Meyakini iblis sebagai lambang keburukan, menjadikan mereka fokus

mengultuskannya, dan beralih dari mengultuskan Tuhan. Allah Yang Maha

Mengasihi hamba-Nya dijadikan justifikasi tindakan itu. Adapun setan,

memang harus diperlihatkan ketaatan kepadanya, supaya terhindar dari

keburukannya.2al6

Bentuk-bentuk Pengultusan

- Mereka membuat patung dari tembaga menyerupai bentuk ayam

jantan seukuan genggaman tangan, lalu membawa patung ini keliling

desa untuk mengumpulkan uang.2a17

- Mereka mengharamkan warna biru, karena itulah warna Thawus

paling terang.2al8

Z. Terdapat kontradiksi

dalam teori mereka tentang iblis. Sebelumnya mereka mengatakan bahwa ia dihukum

karena menolak sujud kepada Adam. Selanjutnya, ia dijadikan pemimpin malaikat.

Falsafah Yazidiyah dalam Mengultuskan Iblis

- Yazidiyah mengultuskan iblis karena ia tidak mau sujud pada Adam.

Dengan begitu, berarti dialah yang menauhidkan Tuhan pertama kali.

Ia tidak lupa pada pesan Tuhan, untuk tidak sujud kepada selain-Nya.

Saat itu, malaikat lupa, maka mereka pun bersujud kepada Adam'

Perintah sujud itu adalah pilihan. Dan, iblis berhasil di dalam pilihan

ini. fadi, dialah yang menauhidkan Tuhan pertama kali. Sebagai

imbalannya, Allah meniadikannya pemimpin para malaikat'

- Atau, mereka mengultuskannya karena takut kepada iblis. Sebab, ia

terbilang kua! hingga berani menolak perintah Tuhan.

- Terkadang mereka juga mengultuskannya atas kepahlawanannya di

bidang kemasiatan dan pembangkangan.2ale

- Sekilas saja pendapat ini sudah terlihat bertentangan. Di satu sisi

mereka menyebutnya tidak melupakan pesan Tuhan, yaitu agar tidak

bersujud kepada selain-Nya, tetapi di sisi lain menyebutnya pahlawan

kemaksiatan. Ia berani menolak perintah Tuhan. Mahasuci Allah $6

dari apa yang mereka bicarakan.

Dn Salim Abilullalil



Related Posts:

  • Ekslopedi aliran Mazhab 28 ng dimilikinya; berakhlak baik,meninggalkan sesuatu selain Allah, sayang terhadap makhluk,senang mendekatkan diri kepada Allah dan bertafakkur. Zikir yangdianjurkan untuk diamalkan adalah lafazhYa Azizu.5) Nafsu kamilah… Read More