ga dirinya. Karena itu, Ikhwan Ash-Shafa
tidak memasukkan kaum wanita sebagai anggota mereka.z1z
Tujuan dari politik menurutlkhawan Ash-Shafa adalah memperbaiki
alam semesta dan melestarikannya untuk mencapai kondisi yang lebihbaik
dan lebih sempurrra. Politik - bagi mereka - tidak akan berjalan sempurna
kecuali setelah adanya kepemimpinan.zl3 Yang dimaksud kepemimpinan
adalah sebuah upaya untuk mencapai kondisi kepemimpinan dan
kekuasaan yang sempurna dalam mengafur urusan masyarakat.
Menurut mereka, kepemimpinan merupakan fasilitas alami yang
tidak dapat dicapai kecuali dengan fasilitas alami itu sendiri. Karenanya,
mereka menganggap bahwa mencintai kepemimpinan bukan merupakan
jalan yang hak.z1a Mencintai kepemimpinan merupakan salah satu bahaya
besar yang ditimbulkan oleh akal manusia. Merebut kepemimpinan
dengan jalan yang tidak hak, tidak akan melahirkan sesuatu kecuali
perselisihan dan perpecahan di dalam merebutnya. "Ketika orang-orang
yang mencari kekuasaan semakin banyak, maka akan semakin banyak
2210 lbid.,jld IV, hIm.187.
2211 lbid.,jld I, hlm. 181. -182.
2212 tbid, jld IV, hIm.362.
2213 Umar Farukh, Taikh Al-Fikr Al-Arabi lla Ayyami lbni IAaMun. Penerbit: Dar Al-IImi li
Al-Malayirl Beiru! tahun 1983, hlm.396.
221.4 lbid., jld I, hlm. 314.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1059
pula terjadi permusuhan di antara mereka. jika permusuhan semakin
merebak, maka semakin merebak pula yang namanya kerusuhan. Akhirnya,
urusan semakin kacau dan tatanan sistem semakin rusak. Dan, tentu saja,
kerusakan tatanan sistem akan diiringi oleh kehancuran dan kebinasaar''.Dls
Ikhwan Ash-Shafa membagi politik ke dalam lima bagian, yaitu:
1. Politik kenabian (As-Siyasah An- N abawiyyah).
Politik kenabian adalah mengetahui cara menempatkan Al-Qur'an
dan sunnah, dan cara melawan jiwa yang buruk dengan pemikiran yang
benar. Termasuk di dalamnya adalah mengetahui tradisi yang baik,
perbuatan yang terpuji dan akhlak yang luhur supaya dapat kembali ke
jalan yang selamat dan memperoleh pahala yang banyak. Politik ini khusus
dijalankan oleh para Nabi dan Rasul-semoga shalawat Allah tercurah
kepada mereka.2216 Politik kenabian ini menempati tingkatan tertinggi
dibanding jenis politik lainnya, karena politik kenabian ditujukan untuk
menempatkan hukum-hukum ketuhanan.z17
2. Po I itik Kerai aan (A s - Siy a s ah Al - M ulukiy ah).
Politik kerajaan adalah mengetahui cara menjaga syariat atas umat,
cara menghidupkan sunnah di dalam agama, memerintah yang makruf
dan mencegah yang mungkar, menegakkan hukum pidana, menegakkan
hukum sesuai dengan yang digariskan oleh pembuat syariat, menolak
kezaliman, menumpas permusuhan, mencegah kejahatan dan membela
kebenaran. Politik ini hanya mampu dijalankan oleh wakil-wakil para
Nabi-semoga shalawat Allah tercurah atas mereka-, dan para imam
yang memutuskan hukum dengan benar, yang ditangan mereka keadilan
dapat ditegakkan.2218
3. Politik Global (As-Siyasah Al-Ammah).
Politik global adalah kepemimpinan dalam mengurus rakyat, seperti
kepemimpinan presiden atas negara dan daerah, kepemimpinan kepala
desa atas penduduk desa, kepemimpinan kepala militer atas pasukan
2215 lbid., ild III, hlm.458.
221.6 tbid., ild I, hlm.292.
2217 tbid., ild I, hlm. 273.
2218 tbid., jld IV, hlm. 128.
1060 ensitlopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
tentara dan sebagainya. Kepemimpinan global juga berarti cara mengetahui
tingkatan orang-orangyartg dipimpin, cara mengurus mereka, dan cara
membantu mereka di dalammencapai kemaslahatanurusan dan tindakan
yang layak untuk masing-masing dari mereka.zle
4. Pol itik Lokal (A s - Siy a s ah Al - Kh a s s ah /A sy - Sy akhs iyy ah).
Politik lokal adalah mengetahui cara mengatur rumah tangganya,
pendapatan hidupnya, hubungannya dengan pelayan dan pembantunya,
hubungannya dengan anak-anak dan budaknya, hubungannya dengan
kerabat-ker abatny a, hubungannya dengan tetangganya, hubungannya
dengan saudara-saudatattya, cara memenuhi hak-hak mereka berikut cara
mencari faktor-faktor pendukungnya, dan memperhatikan kemaslahatan
urusan dunia dan akhirat mereka.z2o
Ikhwan Ash-Shafa membagi politik lokal ini ke dalam dua bagian.
Pertama, politik lokal jasmani, yaitu memenuhi kebutuhan jasmani keluarga
dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, seperti
budak, pembantu, pengikut dan lainnya. Kedua, politik lokal ruhani, yaitu
memenuhi hak-hak persahabatan yang memiliki hubungan keruhan ian.Dl
5. Politik ldentitas (As-Siyasah Adz- Dzatiyah).
Politik identitas adalah bagaimana seseorang mengetahui identitas
dirinya, mengetahui karakter dan akhlak yang dimilikinya, baik melalui
perbuatan maupun ucapannya, di kala marah maupun senang, serta
memperhatikan seluruh urusan pribadinya.2222 Politik ini berhubungan
dengan urusan-urusan jasmani maupun rohani. Karena itu, di kalangan
Ikhwan Ash-Shafa, politik ini dikenal dengan politik jasmani dan politik
rohani. Keduanya harus mendapat perhatian yang sama, sebagaimana
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
Politik ini mendapat perhatian penting di kalangan Ikhwan Ash-
Shafa, karena jiwa akan merasa senang jika politik jasmaninya mendapat
perhatian. Jika seseorang mampu memimpin jiwa dan jasmaninya, ia akan
mampu memimpin keluarga, pelayan dan pembantunya. Jika ia mampu
lbid., hlm. 273 - 274.
lbid.,hlm.274.
Ibid.,hllm.257 -259.
lbid., hlm.47.
2219
2220
222-l
2222
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1061
memimpin keluarganya dengan cara yang adil, maka ia akan mampu
memimpin masyaraka! dan jika ia mampu memimpin masyarakat, maka ia
akan mampu memimpin penduduk negara. Dan, jika ia mampu memimpin
negara, maka ia akan mampu mengemban wahyu ilahi.za
Menurut Ikhwan Ash-Shafa, tatanan sosial disebut sempurna jika
terdapat negara, umat, dan alam semesta. Negara termasuk bagian
terkecil dari tatanan sosial yang sempurna. Kelompok Ikhwan Ash-Shafa
mengumpamakan negara seperti bentuk tubuh, susunan partikularnya dan
struktur anggotanya, sedangkan penduduk negara oleh mereka diibaratkan
seperti jiwa yang tenang di dalam tubuh, sementara pekerjaan penduduk
negara oleh mereka diibaratkan getaran jiwa yang mempengaruhi gerakan
tubuh. Adapun rumah-rumah dan tempat tinggal oleh mereka diibaratkan
seperti seluruh anggota tubuh, persendian-persendiannya, rongga-
rongganya, dan saluran pembuluhnya.*'
Sebuah organisasi yang baik, menurut Ikhwan Ash-Shafa, pada
akhirnya nanti dapat menjadi penyebab tegaknya kemaslahatan negara.
Sebab, sebuah organisasi dapat menjadi sarana terjalinnya sebuah
persahabatan. Persahabatan merupakan asas persaudaraan, persaudaraan
merupakan asas kecintaan, kecintaan merupakan asas suksesnya semua
urusan, dan suksesnya semua urusan menjadi asas suksesnya negara.
Suksesnya negara menjadi sarana terjaganya alam semesta dan terjaganya
keturunan. Namun demikian, ada beberapa faktor yang mencegah manusia
untuk mewujudkan organisasi yang baik ini, di antaranya adalah:
1,. Buruknya perbuatan manusia
2. Rusaknya pemikiran mereka
3. Rendahnya akhlak mereka
4. Menyebarnya kebodohan mereka
Kelompok Ikhwan Ash-Shafa berpendapat bahwa organisasi yang
mereka bentuk merupakan organisasi yang baik. Kerjasama yang mereka
usung merupakan kerjasama yang patut diteladani. Sebab, kerjasama
yang mereka bangun bertujuan untuk kemaslahatan hidup di dunia
tbid., jld III, hlm. 47.
lbid., ild II, hlm. 380 dan 385.
2223
2224
1062 ensltlopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
dan memperoleh kebahagiaan akhirat. Kerjasama yang mereka bangun
dilandasi oleh kecintaan, rasa kasih sayang, kelembutan, dan kesetaraan.
Karenanya, negara yang mereka wujudkan adalah negara yang unggul
dan baik.222s
Filsafat Pendidikan dan Akhlak
Menurut Ikhwan Ash-Shafa, manusia dilahirkan laksana kertas putih
sebagaimana telah kami jelaskan di depan. Kemudian ia berbaur dengan
keluarga dan guru-gurunya, sehingga ia memperoleh ilmu, pengetahuan
dan jalan hidup melalui perantara taklid, pengajaran, dan pemanfaatan
peran akal.
Menurut mereka, ilmu adalah pengetahuan yang diserap oleh jiwa
orang yang berilmu. Ilmu tidak dapat diserap kecuali setelah melalui
proses mengajar dan belajar. Mengajar berarti menyadarkan jiwa yang
berilmu dengan potensi yang dimilikinya, sedangkan belajar berarti jiwa
mengimajinasikan pengetahuan yang telah diketahui sebelumny a.22ze
Pengetahuan yang telah diserap oleh orang yang berilmu merupakan
potensi. jika orang tersebut mempelajari potensinya, maka potensinya
itu akan berubah menjadi aksi. Sebab, belajar tidak akan berhasil kecuali
melalui cara memanfaatkan potensi menjadi aksi. Begitu juga, pengajaran
tidak berhasil kecuali melalui jalan pembimbingan. Nah, orang-orang yang
menjadi pembimbing disebut sebagai guru pembimbing. Proses mengajar
disebut dengan bimbingan. Sedangkan ilmu disebut pengetahuan, yang
dicari untuk dijadikan dalil bimbingan.""
Jiwa manusia dapatmemperolehpengetahuan melalui tiga cara, yaitu:
Pertama, melalui panca indera.
Kedua, melalui argumen.
Ke ti ga, melalui perenungan akal.2228
Lingkungan memiliki peran yang cukup besar dalam pendidikan.
Manusia adalah anak dari lingkungannya. Ia berinteraksi dengan budaya
dan fasilitas hidup yang mengitarinya; yang baik maupun yang buruk.
2225 tbid., jld IV, hlm. 170 - 171..
2226 tbid., jld t, hlrr.. 277.
2227 tbid., jld I, hlm.294.
2228 tbid., jld r, hlm. 277.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1063
Ikhwan Ash-Shafa berpendapat bahwa menekuni ilmu, mengkaji,
mempelajari dan mendiskusikannya dapat menajamkan kecerdasan dan
meneguhkannya di dalam jiwa. Termasuk yang memiliki peran besar juga
adalah akhlak dan karakter yang tercetak pada diri seorang anak sejak
masa kecil, baik akhlak ayahnya, ibunya, saudara laki-lakinya, saudara
perempuannya, anak sebayanya, teman-temannya, guru-gurunya dan
orang-orang lain yang ikut mempengaruhi pembentukan karakternya.
Begitu juga yang sangat berperan adalah pandangan, madzhab dan agama
yang dianutnyu.""
Menurut Ikhwan Ash-Shafa, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu;
Pertama, akhlak yang telah tercetak sebagai karakter yang tersimpan di
dalam jiwa . Kedua, akhlak yang diusahakan melalui jalan pembiasaan dan
seringnya melakukan. Sudut pandang lain menyebutkan bahwa akhlak
juga terbagi menjadi dua, yaitu; akhlak yang berupa prinsip-prinsip dasar
dan aturan, dan akhlak yang berupa cabang dari prinsip dasar tersebut.223o
Akhlak yang telah tersimpan di dalam watak adalah gerakan refleks
pada setiap anggota tubuh yang sangat mudahbagi jiwa untuk menampak-
kan sikap atau perbuatan tertentu. Atau, untuk mempelajari suatu ilmu,
adab, atau politik tanpa perlu berpikir atau merenung.2231
Adapun akhlak yang diusahakan, ada yang terpuji dan ada yang
tercela. Akhlak yang terpuji, ada yang diperoleh melalui peran akal dan
ada yang diperoleh melalui hukum-hukum dan perintah-perintah wahyu.
Demikian pula dengan akhlak yangtercela.D3z
Ikhwan Ash-Shafa berpendapat bahwa sumber segala kebaikan dan
kemaslahatan manusia bertumpu pada akhlak terpuji yang diusahakan
melalui ijtihad dan perenungan, serta didukung oleh akhlak yang telah
tercetak di dalam watak. Dan, sumber segala keburukan dan kehancuran
urusan manusia bertumpu pada akhlak tercela yang diusahakan melalui
jalan pembiasaan mulai sejak kecil, tanpa disertai perenungan, atau
didukung oleh akhlak yang telah tercetak di dalam watak.2233
tbid., jld I, hlm. 307.
tbid., jld I, hlm. 310.
tbid., jld I, hlm. 305.
tbid., jtd I, hlm. 335.
lbid., jld I, hlm. 366.
2229
2230
2231,
2232
2233
1064 enslttopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Ikhwan Ash-Shafa juga berpendapat bahwa di sana juga terdapat
faktor-faktor pendukung lain yang dapat mempengaruhi akhlak dan
karakter manusia. Faktor-faktor tersebut ada empat, yaitu:
Pertama, materi yang menjadi campuran tubuh manusia.
Kedua, tanah negerinya dan perbedaan iklimnya.
Ketiga, terpengaruh terhadap agama ayahnya, gurunya dan orang-
orang yang membimbing dan mendidiknya.
Keempat, ketentuan zodiak (bintang) mengenai hari lahirnya, waktu
penempatan spermanya. Ini merupakan sumber pokoknya, sedangkan
faktor lainnya merupakan cabang dari aturan zodiak ini.2234
Menurut mereka, manusia dapat menerima seluruh akhlak dan dapat
menerima seluruh ilmu, etika,latihan, pengetahuan dan politik. Manusia
juga mampu mengubah akhlaknya, dan memindahkannya dari satu akhlak
menuju akhlak yang lain. Namury semua ini kembali kepada faktor-faktor
pendukung yang telah kami jelaskan di atas.
Integrasi Antara Agama dan Filsafat
Integrasi antara agama dan filsafat oleh Ikhwan Ash-Shafa dikategori-
kan sebagai kaidah-kaidah yang dijadikan sandaran di dalam filsafat
mereka. Proses integrasi di sini diarahkan untuk menginterpretasikan
dan mengintegrasikan antara yang lahir dan yang batin. Misalnya,
menginterpretasikan hakikat agama yang disesuaikan dengan filsafat yang
mengandalkan peran akal.
Dari sini diketahui bahwa madzhab yang dianut Ikhwan Ash-
Shafa merupakan interpretasi mereka terhadap agama dan filsafat.luga,
pendapat-pendapat mereka yang dipadukan denganfilsafat lahir dan batin,
atau sebuah analogi dengan bahan yang dijadikan analogi, sebagaimana
yang mereka paparkan.
Mengenai hubungan antara agama dan filsafat, mereka berpendapat
bahwa tujuan dari keduanya adalah satu. Sebab, ilmu-ilmu hikmah (filsafat)
dan syariat kenabian (agama) keduanya merupakan urusan ketuhanan
yang memiliki tujuan sama. Tujuan dari keduanya bermuara pada satu
2234 lbid., jld I, hlm. 299.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1065
sumber, meskipun cabangnya berbeda.z3s Keduanya memiliki tujuan
membersihkan jiwa kemanusiaan, memPerbaikinya, dan memperoleh
balasan surga beserta kenikmatannya. Hanya saja, jalan yang ditempuh
berbeda. Masing-masing dari keduanya memiliki ialan (manhaj) yang
mengarah pada satu tujuan. jalan tersebut berbeda karena tabiat dan watak
yang melekat pada jiwa manusia juga berbeda. Watak dan tabiat itulah yang
diupayakan supaya terintegrasi dengan syariatdan ajaran agama, meskipun
watak tersebut berbeda-beda di waktu vang berbeda pula. Kondisi ini sama
halnya dengan berbeda-bedanya obat yang diberikan oleh dokter karena
disesuaikan dengan perbedaan penyakit yang diderita oleh pasien. Juga,
disesuaikan dengan perbedaan waktu dan tempatnya.
Ikhwan Ash-shafa berasumsi bahwa perbedaan antara ahli syariat dan
para filsuf hanya terjadi pada bentuknya saja, dan bukan pada esensinya.
Ahli syariat tidak menyandarkan pandangannya kepada pemikirannya,
ijtihadnya, dan potensinya dalam berkata, berbuat, memerintah, dan
mencegah. Tetapi, hal itu disandarkan kepada pedoman yang berada di
antara dirinya dengan Tuhannya. Sebuah pedoman yang dibawa oleh
malaikat dan diwahyukan kepadanya pada waktu yang tidak diketahui.
Adapun para filsuf berupaya menggali ilmu dengan menggunakan
ilmu, atau berupaya mencari pekerjaan dengan pekerjaan' Atau, mereka
mengatur siasat yang disandarkan pada potensi jiwanya, kemampuan
ijtihadnya, kebenaran pandangannya, observasinya, dan analisanya. Ini
tentu saja berbeda dengan yang dilakukan oleh peletak syariat'2236
Setiap Nabi dan filsuf adalah satu, sama-silna dari jiwa partikular yang
dibentuk oleh jiwa universal atau yang mendekatinya. Hal ini dilihat dari
penerimaan jiwa terhadap apa yang dipancarkan terhadapnya berupa ilmu,
pengetahuan, dan akhlak yang baik. Semakin banyak penerimaan tersebut,
maka jiwa tersebut menjadi lebih utama dan lebih mulia dibandingkan
jiwa-jiwa sejenisnya.BT
Dari sini dapat diketahui bahwa pemikiran Ikhwan Ash-shafa beserta
filsafatnya dibangun atas asas integrasi antara syariat dan filsafat, yang
tbid, jld II, hlm.30.
Ibid., jld IV, hlm. 1.36.
tbid.,ild II, hlm.10.
2235
2236
2237
1066 ensnopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
keduanya memiliki satu tujuan. Karena itu, mereka sangat mengunggulkan
filsafat yang diintegrasikan dengan syariat. Mereka menjadikan para
filsuf dan pendeta sejajar dengan para Nabi dan Rasul. Negara unggulan
yang mereka bangun menghimpun mereka semua. Mereka menghimpun
Sokrates, Plato, Pytagoras, dan lainnya sejajar dengan Nabi Muhammad
M dan para Rasul serta para Nabi lainnya-semoga keselamatan tercurah
atas mereka.2a8
Bagi mereka, filsafat merupakan pekerjaan manusia yang paling mulia
pasca kenabian. Karenanya, mereka menempatkan filsafat pada posisi
setelah syariat.z3e Dari kasus ini, kita mendapati mereka sangat menentang
para filsuf yang mengingkari syariat atau meremehkan kewajiban-
kewajibannya dan tidak mau melaksanakan hukum-hukumnya. Bahkan,
mereka menyifati para filsuf yang memiliki karakter tersebut sebagai setan-
setan dari golongan manusia dan jin.za0
Kelompok Ikhwan Ash-Shafa berpendapat bahwa dalam persoalan
syariat terdapat hal-hal yang tidak mampu dijangkau oleh akal, dan tidak
ada jalan untuk memahaminya kecuali melalui perantara wahyu.zai
Jika manusia memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda
terhadap segala sesuatu, maka yang menjadi musykil-ditinjau dari
sudut pandang pemikiran Ikhwan Ash- shafa-adalah manakala para
Nabi menuturkan sebagian persoalan hakikat yang pemahamannya
tidak terjangkau oleh akal manusia yang lemah. Dari sini kemudian
didapati perkataan-perkataan Nabi yang memiliki dualisme pemahaman.
Tujuannya, supaya setiap manusia mampu memahami perkataan Nabi
tersebut sesuai dengan kemampuannya dan kadar keluasan pemikirannya.
Adapun orang-orang tertentu dan para hukama (ahli hikmah), mereka
mengetahui tujuan dan hakikat dari perkataan Nabi tersebut. Karena itu,
hakikat sesuatu yang tidak diketahui kecuali oleh orang-orang tertentu
tersebut kemudian ditutup dengan lapisan lahiriyah supaya semua orang
dapat memahami makna lahiriyahnya.Faktor inilah yang menyebabkan
kita mendapati adanya filsafat lahir dan batin, serta filsafat batiniyah.
lbid., jld IV, hlm. 18 - 19, dan 175.
tbid., ild IV, hlm. 412.
lbid., jld II, hlm. 12, dan jld IV, hlm. 137.
tbid., jld III, hlm. 22 - 23.
2238
2239
2240
224L
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1067
Demikianlah jejak filsafat Ikhwan Ash-Shafa di dalam persoalan
makrifat, hubungan Allah dengan alam semesta, perkembangan seluruh
wujud yang hidup, jiwa kemanusiaan, sistem sosial dan politik, filsafat
pendidikan dan akhlak, dan integrasi antara filsafat dan agama.
Hal yang tidak kalah pentingnya untuk disampaikanbahwa organisasi
Ikhwan Ash- Shafa bermetamorfosis dari tendensi politik, propaganda
madzhab dan otoritas sekte Syiah,yangberhubungan erat dengan ideologi
Syiah Ismailiyah. Hal ini diperkuat dengan KitabRasa'il Ikhwan Ash-Shafa
yang sarat dengan ideologi, filsafat dan sistem Syiah Ismailiyah. Fenomena
ini juga dikukuhkan oleh pernyataan mayoritas pengkaji sejarahyang tekun
mengkaji risalah-risalah dan pemikiran-pemikiran mereka.
Dr. Mahfuzh Ali Azzam
1068 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
,ri{iar
AL.MULAMATIYAH
Nama Al-Mulamatiyyah dan Hakikatnya
NAMA AL-MULAMATIYAH dikenal sebagai salah satu sekte sufi, yang
dinisbatkan kepada salah satu srtat al-malamah arttnya al-'adzl (mencela diri).
Atau sama juga dengan arti dari kata al-laum dan al-lauma', yaknimencela
diri. Al-Khalil bin Ahmad menggubah sebuah syair,
Ingatlah wahai istriku, cegahlah dirimu
dari mencela diri dan menyalaltkannya
Di dalam bahasa Arab disebu tkan: lama-yalumu-lauman-wa malaman-
wa malannta - wa laumatan - fa lruwa malumun - wa malimun. Kata lamahu
'alakadza artinya seseorang mencela dirinya karena sesuatu. Kata alama ar-
rajulu; atn ma yulamu 'alaihi berarti seorang laki-laki menjadi tercela ketika
ia melakukan sesuatu yang tercela.
Disebutkary seorang laki-laki akan menjadi tercela ketika ia melakukan
perbuatan dosa yang tercela. AllahTa'ala berfirmary " Maka ia ditelan oleh ikan
besar dalamkeadaan tercela." (Ash-shaff at:'L42).Di dalam istilah yang jarang
digunakan disebutkan: lama ni fulanun faltamtu (fulan mencelaku, maka aku
pun menjadi tercela), wa ma'adhani famta'adliu (fulan menyakitiku, maka
aku pun menjadi tersakiti), wa'adzalani fa'tadzaltu (furan menyalahkanku,
maka aku pun menjadi tersalah).
wa rajulun lumatun yalumuhu an-nasu (seorang laki-laki akan tercela
jika dicela oleh manusia). Kata lumatun danluwamatun serupadengan kata
huz' atun dan hu za' at un.2242
2242 Lihat Khalil bin Ahmad, A/-,Ain. Lihat juga: Ibnu Manzhu r, Lisan Al-Arab pada huruf
lam-wawu-mim.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1069
Syaikh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi (w. 638 H) memprotes nama AI-
Malamatiyyah. Menurutnya, penisbatan seperti itu merupakan afiliasi bahasa
yang lemah. Ia lebih setuju bila diberi namaal-malamiyyah.22a3 Sebelumnya,
Al-Hujwairi Ali bin Utsman Al-Jilabi (w.465 H) di dalam kitabnya Kasyf
Al-Mahjub menulis dalam bab tersendiri tentang al-malamah (pencelaan
diri). Ketika ia membicarakan tentang sekte Sufi, ia menyebut penganut
al-malamah ini dengan sebutan sekte Al-Qashariyah, sebuah nama yang
diafiliasikan kepada guru pertama mereka, yaitu Abu Shaleh Hamdun bin
Ahmad bin'marah Al-Qashar (w. 271' H)."*
Tokoh Sufi pertama yang menulis tentang Al-Malamatiyah dalam
kitab tersendiri adalah Syaikh Abu Abdurrahman As-Sulami (w.412H)Das
dengan ftdt:J lJshul Al-Malamatiy ah. Dalam mukaddimah tulisannya, As-
Sulami mengaku bahwa pada masa sebelumnya tidak dijumpai tulisan
atau cerita khusus dalam bentuk kitab yang membicarakan tentang
Al-Malamatiyah. Al-Malamatiyah (mencela diri) kala itu masih berupa
akhlak, karakter dan latihan diri.Da6 Diriwayatkan dari Abu Hafsh Umar
bin Salamah An-Naisaburi (w. 270 H) tentang penisbatan nama mereka
terhadap al-malamah (pencelaan diri), ia berkata,"Orang-orang yang
senang mencela dirinya merupakan sekelompok kaum yang menjalani
hidupnya bersama Altah $g. Mereka senantiasa menjaga waktu mereka,
Lihat: Ibnu Ar abi, At-Futuhat Al-Makkiyyah,hlm. 976. Sebuah tulisan yang dipublikasikan
pada website berikut: http: / / www.alwaraq.net/index2'htm?i=&page=1'.
Lihat: Al-Hujw airi, Kasyf Al-Mahjub l/ 259,ll/ 412. Penetlemah: Dr. Is,ad Abdul Hadi
Qindil, tahqiq: Dr. Amin Abdul Majid Badawi. Penerbit: Al-Majlis Al-A,la li Asy-
Syu,un Al-Islamiyah, Mesir, tahun 1974M.
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Husain bin Muhammad, Abu Abdurrahman
Al-Azdi dari Azdi Syanuatu Aban. Hanya saia, yang lebih dikenal, ia dinisbatkan pada
suku ibunya, yaitu As-Sulamiyyah. Sebab, setelah wafatnya sang ayah, ia diasuh oleh
kakek dari ibunya, yaitu Ismail bin Najid As-Sulami, yang memang tidak merniliki
keturunan. Kemudian Abu Abdurrahman dinisbatkan pada nama suku ibunya
tersebut. penduduk Sulami memiliki peran penting di Naisabur-tempat lahirnya
Abu Abdurrahman As-Sulami-baik dalam hal kependudukan, hukum, kekayaan
maupun pangkat. Lihat tulisan Dr. Nuruddin, SyaribahliKitabTlubaqat Ash- Shufiyyah
li As-Sulami, hlm. 16 dan 18. Penerbit: Al-Maktabah Al-Atsariyah, Pakistan (t't.).
Lihat Abu Abdurrahman As-Sulami, Llshul Al-MalamatiyahwaGhalatlutish Shufiyyah,
hlm. 138. Tahqiq: Dr. Abdul Fattah Ahmad Al-Fawi. Penerbit: Mathba,ah Al-Irsyad,
Kairo-Mesir, tahun 1405 H/1985 M. Keterangan inilah yang disampaikan oleh As-
Sulami pada permulaan risalahnya, dan di akhir risalahnya ia menyebutkan riwayat
dari syaikh Al-Malamatiyah di masanya, yaitu Muhammad bin Ahmad Al-Farra, (w.
270}{). Lihat pada hlm. 174.
2246
1070 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
2243
2244
mengurusi hati mereka dan mencela diri mereka atas semua jenis ibadah
yang mereka lakukan seperti shalat dan lainnya. Mereka lebih senang
menyembunyikan perbuatan baik mereka dari pandangan orang lain.
Bahkan, mereka cenderung menampakkan kejelekan-kejelekannya di
hadapan orang lain, sehingga orang lain pun mencela sikap mereka yang
tampak secara lahiriyah.
Akhirnya, Mereka pun mencela diri mereka sendiri atas apa yang
mereka ketahui dari batiniyahnya. Allah kemudian memuliakan mereka
dengan menganugerahkan karamah berupa tersingkapnya segala rahasia,
terbukanya perkara gaib, kebenaran firasatnya terhadap makhluk dan
karamah-karamah lainnya. Namun mereka berusaha menyembunyikan
anugerah dari Allah iH tersebut, dan cenderung menampakkan sikap
mencela diri dan menyalahkannya. Tujuannya, supaya orang lain
berpaling dari mereka dan mereka pun bisa tenang bersama Allah Ta'ala.
Syaikh Hamdun Al-Qashar berkata tentang jalan yang ditempuh oleh Al-
Malamatiyah, "Dalam segala keadaary mereka cenderung meninggalkan
sikap berhias diri di hadapan orang lain. Mereka tidak mau mencari pujian
orang lain mengenai akhlak dan sikap mereka. Walhasil, mereka sama
sekali tidak ambil peduli terhadap celaannya orang yang suka mencela.zaT
As-Sulami bertutur bahwa ia mendengar dari kakeknya, Abu Umar
Ismail bin Najid, berkata, "Seseorang tidak akan sampai pada maqam
(kedudukan) yang dicapai oleh kaum Malamatiyah hingga ia merasa bahwa
seluruh perbuatannya adalah riya' (ingin dipuji manusia) dan seluruh
sikapnya merupakan tuntutan." Mengenai cikal bakal thariqah (jalan)
yang ditempuh oleh kaum Malamatiyah disebutkan seperti ini, "Mereka
cenderung merendahkan dan menghinakan diri mereka. Mereka mencegah
diri dari sesuafu yang dapat membuat mereka tenang atau dari sesuatu
yang membuat mereka senang dan tenteram."Ds
Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi berpendapat bahwa mereka menisbat-
kan namanyapada al-malamah (mencela diri) disebabkan oleh dua faktor:
Pertama, para syaikh (guru) menyematkan nama tersebut kepada
murid-muridnya lantaran mereka selalu mencela dirinya di sisi Allah, dan
2247 lbid, hlm. 143.
2248 lbid, hlm.144.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1071
tidak merasa senang dengan amal yang mereka perbuat. Sebab, perasaan
senang terhadap amal yang diperbuat seharusnya dirasakan setelah
diterimanya amal tersebut, sementara diterima atau tidaknya amal mereka
merupakan sesuatu yang gaib bagi mereka.
Kedua, nama tersebut dialamatkan secara khusus kepada para syaikh
terkemuka, di mana mereka berusaha menutupi sikap dan kedudukan
mereka di sisi Allah ketika orang lain melihatnya. Ketika dilihat orang
lain, mereka akan menampakkan sikap-sikap tercela. Mereka seolah
tidak merasa bahwa perbuatan datang dari Allah, melainkan dari dirinya
sendiri, sehingga cenderung mencela dan menyalahkan dirinya. Mereka
berkata, "Seandainya tirai penutup dibuka dan mereka mengira bahwa
semua perbuatan dari Allah, tentu mereka tidak akan mencela diri
mereka, dan semua perbuatan yang tampak akan dinilai sebagai sesuatu
yang mulia dan baik. Sekte ini juga berpendapat, seandainya kedudukan
mereka di sisi Allah ditampakkan kepada orang lain, tentu orang lain akan
menjadikan mereka sebagai tuhan. Ketika kedudukan mereka di sisi Allah
disembunyikan dari orang lain, dan ditutup dengan perbuatan-perbuatan
yang membuat mereka dicela oleh orang lain, maka mereka pun mencela
dirinya. Seolah-olah kedudukannya mencela diri mereka lantaran tidak
menampakkan kemuliaan dan ketinggiannya. Inilah salah satu faktor
nama malamiyah disematkan kepada mereka. Hal itu merupakan jalan
khusus yang tidak diketahui oleh seorang pun, kecuali oleh Ahlullah (ahli
mendekatkan diri kepada Allah). Di hadapan orang lain, mereka tidak
menunjukkan sikap yang istimewa.
Lebih dari itu, Ibnu Arabi berkata, "Ketahuilah bahwa hamba
Allah yang hakim (bijaksana) adalah seseorang yang menempatkan
sesuatu pada tempatnya dan tidak melebih-lebihkan martabatnya. Ia
akan memberikan sesuatu sesuai haknya. Ia tidak menghukumi sesuatu
berdasarkan kecenderungan diri dan hawa nafsunya. Ia juga tidak tertipu
oleh kesenangan sementara. Orang yang bijaksana akan melihat dunia
tempat berpijaknya ini sebagai kendaraan menuju akhirat. Ia melihat
bahwa segala yang disyariatkan oleh Allah adalah sempurna/ tidak lebih
dan tidak kurang, sesuai dengan uslubkalimat yang dijelaskannya. Ia tidak
meletakkan sendiri timbangan yang telah diletakkan oleh Allah. Sebab, jika
1072 enstlopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
ia memaksa meletakkannya, ia tidak tahu kadar ukurannya yang tepat;
boleh jadi kurang dari timbangan aslinya atau bahkan lebih. Padahal, Allah
mencela kedua kondisi tersebut. Ini sekadar menjelaskan posisi penganut
Al-Malamiyah di dalam berpegang pada lahiriyah syariat dan tidak mau
berselisih dengannya, baik dalam perbuatan yang tampak maupun bisikan
hati yang tersembunyi. Karena itu, Ibnu Arabi berkata, "Seluruh syariat
merupakan perbuatan kaum Malamiyah."22ae
Berdasarkan penjelasan di atas, Al-Jurjani menerangkan di dalam
kitabnya AlTa'rifat tentang Al-Malamiyah. Menurutnya, Al-Malamiyah
adalah sekelompok orang yang tidak mau menampakkan isi batinnya
melalui perbuatan lahiriyahnya. Mereka berupaya keras mewujudkan
kesempurnaan ikhlas dan meletakkan urusan pada tempatnya sesuai
dengan ketetapan yang disuarakan oleh getaran hatinya, sehingga
kehendak dan pengetahuan mereka tidak bertentangan dengan Kehendak
dan Pengetahuan Allah {c. Mereka tidak menafikan sebab-sebab kecuali
di tempat yang memang layak untuk dinafikan. Dan sebaliknya, mereka
tidak menetapkan sebab-sebab kecuali di tempatyang memang layak untuk
ditetapkan, karena, orang yang menafikan sebab pada suatu tempat yang
sebabnya telah ditetapkan olehAllah, berarti ia bodoh dan tidak mengetahui
kadarnya. Dan, barangsiapa yang berpegang teguh kepada sebab di suatu
tempat yang sebabnya telah dinafikan oleh Allah, sungguh ia telah syirik
dan ingkar.2xo
Dari sini tampak bahwa mayoritas penganut Al-Malamiyah senantiasa
menyembunyikan keadaan dan amal perbuatan mereka, dengan tujuan
ingin memurnikan dan mewujudkan kesempurnaan ikhlas mereka di
dalam beribadah kepada Allah $c semaksimal mungkin. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Syaikh Syihabuddin Abu Hafsh Umar bin Muhammad
As-Suhrawardi (w. 632 H) yang berkata, "Kelompok Al-Malamatiyah
memiliki kelebihan khusus di dalam masalah keikhlasan. Mereka ber-
upaya menyembunyikan keadaan dan amal perbuatan mereka. Bahkan,
seandainya amal perbuatan dan keadaan mereka dilihat oleh seseorang,
mereka segera menyembunyikan diri seperti halnya orangyang bermaksiat
2249 lbmt Ar abi, Al - F u t u h a t Al - Makk iy ah, hlm. 1982.
2250 Ali bin Muhammad bin Ali Al-Juriani (w. 816 H), At-Ta,rifat, hlm. 295. Editor: Ibrahim
Al-Ibari, cet. I. Penerbit: Dar Al-Kutub Al-Arabi, Beirut - Lebanon, tahun 1405 H.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1073
segera menyembunyikan diri ketika ketahuan dirinya melakukan maksiat.
Kelompok Al-Malamatiyah sangat tinggi menempatkan keikhlasan dan
berpegang kepadanya, sedangkan kaum Sufi hilang di dalam keikhlasarurya
dari keikhlasannya."
As-Suhrawardi bercerita bahwa ada salah seorang penganut Al-
Malamatiyah diundang untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an, tetapi ia
tidak mau. Setelah ditanyakan kepadanya, ia menjawab, "Jika saya hadir,
maka akan tampak rasa senang pada diri saya. Dan, saya tidak ingin keadaan
saya diketahui oleh seorang pun dari manusia."22s1'
As-Suhrawardi dengan penilaiannya terhadap penganut Al-
Malamatiyah tidak berpendapat bahwa mereka termasuk orang yang sudah
mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam hal ini, ia mengutip pendapat
Syaikh Abu Ya'qub Yusuf bin Hamdan As-Susi, "Jika mereka melihat bahwa
di dalam keikhlasannya terdapat keikhlasan, tentunya keikhlasan mereka
masih butuh pada keikhlasan lagi." As-Suhrawardi melanjutkannya dengan
mengutip pendapat Dzun Nun Abul Faidh Tsauban bin Ibrahim Al-Mishry
(w .245 H), yang berkata, " Ada tigatanda orang yang ikhlas, yaitu: 1) Sama
baginya antara celaan dan pujian orang lain; 2) Tidak melihat amal di dalam
amal; dan 3) Tidak menuntut pahala amal di akhirat."
Dari Abul Husain Ahmad bin Abu Al-Hawari (w. 230 H) bahwa ia
pemah berkata kepada gurunya Abu Sulaiman Abdurrahman bin Athiyyah
Ad-Darani (w.215 H), "Ketika saya berkhalwat, di dalam muamalah saya
dengan Allafu saya merasakan kenikmatan yang tidak pemah saya rasakan
ketika bersama manusia." Sang guru berkata kepadanya, "Sungguh, kamu
masih lemah." Sehubungan dengan itu, As-Suhrawardi berkata "Meskipun
penganut Al-Malamatiyah berbaju keikhlasan dan beralaskan kejujuran,
namun pada diri mereka masih menyisakan penilaian orang laru sehingga
keikhlasan dan kejujuran mereka masih kurang sempurna. Berbeda dengan
penganut Sufi, yang membebaskan diri dari sisa ruang tersebut, baik di
2251 Abu Hafsh As-Suhraw ardi, ' tuoaif Al-Ma'arif, hlm. 89 dan 90, yang diterbitkan sebagai
lampiran Kitab lhya' Ulumuddin, cet. I. Penerbit: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut -
Lebanory tahun 1406 H/1986 M. Sebuah kisah mengenai sebagian Al-Malamatiyah
yang diajak untuk mendengarkan bacaan AlQur'an. Kisah ini dituturkan oleh As-
Sulami di dalam kitab Ushul Al-Malamatiyyah,hlm.1,46 dan'147.
1074 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
dalam melakukan maupun meninggalkan amal karena orang lain. Ia
melihat penganut Sufi sebagai kelompok yangfana' dan hilang.E2
Syaikh Suhrawardi membedakan antara penganut Al-Malamatiyah
dan Sufi . Menurutnya, Al-Malamatiyah berusaha mengeluarkan orang lain
dari amal dan keadaannya, tetapi ia menetapkan dalam dirinya bahwa
ia adalah mukhlish (orang yang ikhlas). Adapun kaum Sufi berusaha
mengeluarkan dirinya dari amal dan lainnya. Dalam hal ini, ia disebut
mukhlash (orang yang dianugerahi keikhlasan). Menurut As-Suhrawardi,
hal-hal yang mendorong penganut Al-Malamatiyah menyembunyikan
keadaannya disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
Pertama, untuk mewujudkan keikhlasan dan kejujuran.
Kedua, untuk menyembunyikan keadaan dirinya dari orang lain
dengan sejenis sifat cemburu. Biasanya, orang yang berduaan dengan
kekasihnya tidak ingin dilihat oleh orang lain. Bahkan, dari amat jujurnya
rasa cinta yang dimiliki, ia tidak ingin rasa cintanya kepada kekasihnya
diketahui oleh orang lain. Meskipun hal itu memiliki kedudukan tinggi,
namun yang demikian di dalam Sufi masih terdapat cacat dan kekurangan.
Dengan demikian, jika dibandingkan dengan ahli tasawuf, penganut Al-
Malamatiyah masih lebih tinggi. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan
ahli Sufi, posisi penganut Al-Malamatiyah masih lebih rendah.zs3
jika As-Suhrawardi mengembalikan faktor kedua pada kecemburuan
penganut Al-Malamatiyah terhadap dirinya dan menganggapnya sebagai
sebuah cacat atau kekurangan di jalan Sufi, maka Syaikh Abu Abdurrahman
As-Sulami telah lebih dulu menyebutkan tafsir madzhab penganut Al-
Malamiyah dengan kecemburuan Allah S* atas kekasih-Nya.a Pemyataan
ini didukung oleh Syaikh Al-Hujwairi yang di awal pembicaraannya
tentang Al-Malamiyah menyebutkan bahwa kemurnian cinta memiliki
pengaruh yang besar. Dalam hal ini, ia mengaitkannya dengan firman Allah
&, " Hai orang-orang yang beiman, barangsiapa di antara kamu yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
As-Suhrawardi,,Awaif 41-1v1a,aif, hlm. 89 dan 90.
lbid,hlm.90
Lihat: As-Sulami, Ushul Al-Malamatiyyah, hlm. 141.
2252
2253
2254
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia fsf am 1075
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela.Itulahkarunia Allah, diberikan-Nyakepada siapayang dikehendaki-Nya,
dan Allah MahaLuas (pemberian-Nya),Iagi Maha Mengetalrui. " (Al-Maa'idah:
s4).
Al-Hujwairi menyebutkan, telah menjadi sunnatullah bagi orang
yang menyibukkan dirinya mencintai Allah bahwa ia dijadikan sebagai
tempat celaan manusia, namun ia senantiasa menjaga hatinya untuk
tidak menyibukkannya dengan celaan tersebut. Al-Hujwairi berkata, "Ini
merupakan bentuk kecemburuan Allah yang senantiasa menjaga kekasih-
Nya dari pandangan orang lain, hingga mereka tidak sernpat melihat
kebaikan pada dirinya, yang menyebabkan mereka takjub terhadap dirinya,
dan akhimya terjerumus ke dalam jurang ujub dan sombong. Ketika orang
lain melihat dirinya dan hendak menceritakannya kepada yang lairy maka
Allah letakkan pada dirinya nafsu lazuwamah, supaya ia mencela dirinya
atas amal yang ia perbuat. )ika ia melakukan kesalahary ia akan mencela
dirinya atas kesalahan yang diperbuatnya, dan jika ia melakukan kebaikary
ia pun tidak akan mengindahkannya. Ini merupakan fondasi yang kuat di
jalan Allah J&. Sebab, tidak ada halangan dan hijab yang lebih sulit daripada
seseorang yang ujub terhadap dirinya. Syaikh Al-Hujwairi menjelaskan
bahwa ada dua pintu yang dapat menyebabkan manusia bersikap ujub, yaitu:
Pinfu pertama, kerelaan manusia dan sanjungan mereka.
Pintu kedua, senangnya manusia dan penilaian baik mereka terhadap
perbuatannya. Syaikh Al-Hujwairi melanjutkan, "Dengan karunia-Nya,
Allah menutup jalan ini dari kekasih-Nya. Meskipun cara bermuamalah
mereka bagus, tetapi orang-orang yang melihatnya tidak merasa senang
dengan itu, karena mereka tidak melihatnya dengan penglihatan yang
hakiki. Meskipun mujahadah (kesungguhan) mereka banyak, tetapi mereka
tidak melihatnya sebagai kemampuan yang berasal dari dirinya. Dengan
demikian, mereka tidak akan ujub atas dirinya, sehingga mereka terpelihara
dari sifat ujub terhadap dirinya. Barangsiapayarrg disenangi oleh Allah,
maka ia tidak akan disenangi oleh makhluk. Dan barangsiapa yang lebih
memilih dirinya, maka Allah tidak akan memilihnya.zss
2255 Al-Hujwairi, Kasyf Al-Mahjub, l/259 dan 260.
1076 ensifdopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Jika Syaikh As-Suhrawardi Al-Baghdadi menempatkan posisi AI-
Malamatiyah berada di tengah-tengah antara ahli tasawuf dan ahli Sufi
di dalam tingkatan ahli suluk, maka Syaikh Abdurrahman As-Sulami
menempatkannya pada posisi tertinggi didalam peringkat orang-orang
yang ahli ilmu dan ahwal.
Menurut Syaikh Abdurrahman As-Sulami, tingkatan terendah adalah
para ulama yang menyibukkan diri dengan persoalan-persoalan hukum,
menghimpun, mengkaji dan menyebarkannya. Mereka adalah ulama
syariat yang senantiasa memelihara dan membela sendi-sendi agama.
Merekalah tempat rujukan dalam memperbaiki urusan muamalah dan
menyesuaikannya dengan Al-Qur'an dan sunnah. Mereka tergolong
pemuka agama selagi tidak mencampuri amal perbuatan mereka dengan
sikap tamak, atau tidak menodai diri mereka dengan sesuatu yang dapat
menjatuhkan mereka dari posisi sebagai panutan. Namun demikian, mereka
tidak bisa memberikan arahan kepada orang-orang khusus (al-khatuwash) di
dalam menjalani hidup bermuamalat, berumahtangga,dan bermasyarakat.
Tingkatan kedua adalah orang-orang khusus yang diistimewakan oleh
Allah$alantaran ketinggian makrifat dan kefokusan hidupnya hanya untuk
Allah. Pada diri mereka tidak ada ruang untuk menyibukkan diri dengan
urusan-urusan duniawi. Jiwa mereka senantiasa menghadap kepada Allah.
Tubuh-tubuh mereka senantiasa dihiasi dengan berbagai bentuk ibadah.
Karenanya, Allah mengistimewakan mereka dengan menganugerahi
karamah dan bisa melampaui sebab-sebab. Mereka senantiasa untuk Allah,
dengan Allah, dan kepada Allah di dalam memelihara jiwa dan melakukan
mujahadah. Sikap lahiriyah mereka tidak bertentangan dengan tuntunan
syariat. Batin-batin mereka tidak lepas dari perasaan selalu diawasi oleh
Allah. Mereka adalah kaum Sufi yang keadaan batinnya dapat dibaca dari
lahiriyahnya. Sebab, lahiriyah mereka merupakan buah terjemahan dari
batin mereka. Sampai-sampai mereka mendapat gelar sebagai orang yang
paling sejalan antara lahiriyah dan batiniyahnya.
Tingkatan ketiga, kaum Al-Malamatiyah yang batin-batin mereka
oleh Allah dianugerahi berbagai macam karamah, berupa kedekatan,
ketenangan dan kebersamaan dengan Allah. Abu Abdurrahman As-
Sulami berkata, "Di dalam jiwa mereka terpatri pemahaman-pemahaman
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1077
tentang Allah, sehingga tidak ada jalan untuk berpisah dari-Nya. Ketika
mereka berada di puncak tertinggi dan sudah tergolong orang-orang yang
berkumpul, berdekatary tenang danwushul (sampai)kepada Allah, maka
Allah pun cemburu kepada mereka dan tidak ingin kedudukan mereka
terlihat oleh makhluk. Allah pun tampakkan kepada makhluk lahiriyah
mereka yang seolah terpisah dari ilmu-ilmu zahir dan menyibukkan
diri dengan hukum-hukum syariat, berbagai adab dan urusan-urusan
muamalat lainnya. Tujuannya, supaya keadaan mereka tetap selamat
di dalam berkumpul dan berdekatan dengan Allah. Syaikh As-Sulami
menambahkan bahwa kondisi Al-Malamatiyah yang demikian termasuk
tingkatan yang paling tinggi, di mana kondisi batinnya tidak tampak pada
lahiriyahnya. Keadaan mereka mirip seperti keadaan Nabi Muhammad ffi
ketika diangkat ke tempat yang paling ti.rggr, yang kedekatannya dengan
Allah seukuran dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Kemudian,
beliau kembali menyatu dengan makhluk. Dari sini dapat dikatakan bahwa
kondisi tingkatan kedua hampir menyerupai kondisi Nabi Musa Wl, di
mana tidak ada seorang pun yang mampu menatap wajah beliau setelah
beliau diajak berbicara langsung oleh Allah,j&.%6
Dalam hal ini, Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi berpendapat bahwa
ketinggian derajat Al-Malamatiyah melebihi seluruh kelompok Sufi. Ia
melihat bahwa Al-Malamatiyah adalah penghulu dan imam para ahli
tarekat. Ia tidak hanya menjadikan Rasulullah sebagai panutan bagi
Al-Malamatiyah sebagaimana disuarakan oleh Al-Hujwairi,22szbahkan
Rasulullah sendiri termasuk dari mereka. Ia berkata, "Mereka adalah
penghulu dan imam ahli tarekat menuju Allah. Penghulu semesta alam,
yakni Nabi Muhammad ffi, berada di dalam kelompok mereka dan
termasuk dari bagian mereka. Mereka adalah parahukamayarrg meletakkan
urusan pada tempatnya, menentukan sebab-sebab pada posisinya, dan
menafikan sebab pada tempat yang memang layak untuk dinafikan. Mereka
tidak merusak tatanan yang telah diatur olehAllah terhadap makhluk-Nya.
Lihat: As-Sulami, Ushul Al-Malamatiyyah, hlm. 139 dan hlm. 142.
Lihat Al-Hujwairi, Kasyf Al-Mahjub,I/259 dan 260. Anda akan menjumpai pendapat
Al-Hujwairi bahwa Rasulullah # adalah panutan bagi para pecintanya dan imam
bagi para ahli hakekat. Sebelum diutus, beliau memiliki nama yang harum. Namun
ketika beliau diberi wahyu dan diberi pakaian kecintaan, orang-orang pun memberi
beliau gelar tukang tenung, tukang sihir, pendusta, dan gila.
2256
2257
1078 pnsimopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Apa yang menjadi hak duniawi, mereka penuhi sesuai haknya. Dan apa
yang menjadi hak ukhrawi, mereka juga penuhi sesuai haknya.e8Pada
permulaan bab yang khusus membahas tentang posisi Al-Malamatiyah di
hadapan Rasulullah, Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi berkata, "Ini adalah
kedudukan Rasulullah dan Abu Bakar Ash-Shiddiq w.Di antara ulama
yang mendukung pernyataan ini adalah Hamdun Al-Qashshar, Abu
Sa'id Al-Kharraz dan Abu Yazid Al-Busthami. Adapun ulama di masa
kita sekarang ini yang juga mendukung pernyataan tersebut adalah Abu
Sa'ud bin Asy-Syibli, Abdul Qadir Al-Jilli danMuhammad Al-Awan:ri*nse
Ketika berbicara tentangmaqam (kedudukan) danhal (keadaan) suatu
kaum di sisi Allah, Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi hampir selalu mengatakan
bahwa penganut Al-Malamatiyah berada pada tingkatan yang paling tinggi,
seperti dalamhal mujahadah, syukur, yakin, sabar, muraqabah (selalu merasa
diawasi Allah), malu dan ingat kepada Allah.zm Ia mengatakan bahwa tidak
ada seorang pun dari ahli tarekat yang menandingi sifat mereka, terutama
dalam semangat futuwwah (f iwa kepemudaan)-nya.261
Ibnu Arabi berpendapat bahwa prajurit Allah Ta'ala terbagi menjadi
tiga tingkatan, dan tidak ada tingkatan keempatnya, yaitu:
Tingkatan pertama, hamba-hamba Allah yang kehidupannya
diwarnai olehsikap zuhud, menfokuskan diri kepada Allah, menunjukkan
sikap-sikap lahiriyah yang terpuji dan senantiasa menyucikan batin mereka
dari segala sifat tercela yang dicela oleh syariat. Hanya saja, mereka tidak
melihat sesuatu yang lebih ti.gg dari amal perbuatan mereka. Mereka
tidak mengenal ahwal (kedudukan yang masih dimungkinkan berubah),
maqam (kedudukan yang sudah tetap dan tidak akan berubah), ilm:u ladunni ,
rahasia dan tersingkapnya alam gaib.
Tingkatan kedua, kaum Sufi yang melihat bahwa segala perbuatan
hanya milik Allah, dan mereka tidak merasa memiliki perbuatan sama
sekali. Dengan demikiaru secara otomatis hilanglah dari merekasifatriya' .
Mereka seperti ahli ibadah yang sungguh-sungguh, penuh semangat,
Lihat: Ibnu Arabi, Al-Futuhat Al-Makkiyyah, tlm. 976.
Ibid, hlm.1980.
Lthat: lbid, hlm. 1231, 1236,1241.,1304, 1308, 1309, 1313,1.334 dan 1341.
Lihat: Ibid, hlm. 268 dan 1981.
2258
2259
2260
2261.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1079
u)ara', zuhud, tawakkal dan sebagainya. Hanya saja mereka meyakini ada
sesuatu yang lebih tinggi dari itu semua, sepertiahwal,maqam,ilmuladunni,
rahasia alam, tersingkapnya alam gaib dan karamah, sehingga mereka
berkeinginan untuk mencapainya. Dan ketika mereka telah memperoleh
hal tersebut, tampaklah karamah mereka di kalangan umum. Ibnu Arabi
berkata, "Melihat tingkatan ketiga, mereka adalah ahli jiwa. Murid-murid
mereka merasa berada di atas semua makhluk Allah, sehingga mereka
merasa lebih berkuasa daripada prajurit Allah lainnya.
Tingkatan keempat adalah kelompok Al-Malamiyah. Mereka tidak
menambahi shalat lima waktu kecuali shalat sunnah rawatib saja. Mereka
tidak berbeda dari orang mukmin lainnya yang melaksanakan kewajiban-
kewajiban dari Allah. Ibnu Arabi berkata, "Tidak seorang Pun dari makhluk
Allah yang melihat salah seorang dari kelompok Al-Malamiyah berbeda
dari kaum mukmin pada umumnya, misalnya melakukan perbuatan fardhu
atau sunnah yang melebihi orang pada umumnya. Hanya saja, mereka
menfokuskan diri bersama Allah, dan kebersamaan mereka dengan Allah
tidak goyah meski sekejap mata sekalipun. Mereka adalah prajurit Allah
yang memiliki kedudukan paling tinggi. Murid-murid mereka adalah
pembesar para ulama yang silih berganti dari masa ke masa. Di sana tidak
ada yang mampu mencapai kedudukan futuwwah dan khuluq bersama
Allah selain mereka. Pada diri mereka terhimpun semua kedudukan.
Menurut mereka, Allah terhijab dari manusia di dunia. Dan, orang-orang
khusus di sisi-Nya juga terhijab dari makhluk lantaran terhijabnya sang
majikan dari mereka. Jadi, orang-orang khusus tersebut berada di balik
hijab. Mereka tidak melihat makhluk kecuali majikan mereka saja. Namun
di akhirat kelak, ketika sang majikan sudah menampakkan diri kepada
penghuni surga, maka orang-orang khusus itu pun menjadi tampak karena
tampaknya majikan mereka.262
Pernyataan ini menghimpun tingkatan keempat dalam menjelaskan
kondisi kelompok Al-Malamatiyah yang menyembunyikan amal perbuatan
dan keadaan mereka. Artinya, mereka berupaya memurnikan keikhlasan
dan kecemburuan sallk (penempuh jalan Allah) atas rasa cintanya, serta
kecemburuan Allah 36 atas kekasih-kekasih-Nya. Syaikh Ibnu Arabi
2262 lbmt Arabi, Al-Futuhah Makkiyyah, hlm. 1981.
1080 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
berbicara tentang kecemburuan Allah terhadap para wali dan kekasih-Nya
di dalam bab tersendiri untuk mengetahui wali quthub yang terpelihara
beserta rahasia keterpeliharaan mereka. Dalam hal ini, Ibnu Arabi berkata,
"Ketahuilah-semoga Allah menolongmu-bahwa bab ini memaparkan
tentang hamba-hamba Allah yang disebut dengan Al-Malamiyah. Mereka
adalah para prajurit Allah yang berada di puncak tingkatan kewalian.
Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi daripada mereka kecuali derajat
kenabian. Kedudukan mereka disebut maqam al-qurbah (maqam kedekatan)
di dalam kewalian. Ayat Al-Qur'an yang mengisyaratkan tentang mereka
adalah, "(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah."
(Ar-Rahman: 721. Ibnu Arabi menyematkan sifat-sifat wanita ahli surga
beserta para bidadarinya kepada para prajurit Allah, di mana mereka
menfokuskanhidupnya hanya kepada Allah. SeolahAllah melindungi dan
mengurung mereka di dalam kemah perlindungan kecemburuan-Nya di
jagad semesta. Tubuh lahiriyah mereka dikurung di dalam kemah tradisi
dan ibadah-ibadah lahiriyah, dan dipingit di dalam ikatan perkara wajib
dan sunnah. Orang lain pun tidak melihat adanya hal yang luar biasa
pada diri mereka, sehingga mereka tidak diagungkan sedemikian rupa.
Mereka juga tidak dinilai baik sebagaimana umumnya manusia. Padahal
dari mereka tidak ada yang berbuat kerusakan. Mereka adalah orang-orang
tersembunyi yang baik dan terpercaya di alam semesta. Hanya saja, mereka
tidak dikenal di kalangan manusia.263
Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi menjadikan upaya Al-Malamiyah yang
selalu menyembunyikan keadaannya bersama Allah Ta' ala dri pengtihatan
makhluk sebagai bentuk penerapan syariat lahiriyah yang seimbang. Ia
berkata, "Termasuk menerapkan syariat yang seimbang jika seseorang tidak
menyebut nama Allah, Rasul-Nya dan orang yang memiliki kedudukan
mulia di sisi-Nya di tempat-tempat yang sekiranya nama-nama itu disebut
akan menarik cercaan dan celaan. Bukankah Nabi ffi telah melarang kita
membawa Al-Qur'an ketika hendak bepergian ke daerah musuh. Sebab,
yang demikian dapat menimbulkan sikap penghinaan dan pelecehan
terhadap kemuliaan Al-Qur'an dari orang yang tidak mengimaninya.
Dengan demikian, seseorang harus menyembunyikan sesuatu yang
sekiranya dibuka dapat mendatangkan kerusakan dan marabahaya.
2263 lbid, hlm. 188.
Ensiklopedi AJiran dan Madzhab di Dunia tstam 1081
Dalam hubungannya dengan Al-Malamatiyah yang selalu
menyembunyikan dirinya ketika melakukan bentuk Pengagungan dan
penyucian kepada Allah, ada sebagian orang yang justru menunjukkan
sikap resistensinya terhadap Allah. Bahkan, mereka melakukan bentuk
penyekutuan di dalam ketuhanan Allah. Mengenai hal ini, Ibnu Arabi
berkata, "Faktor yang menjadi penyebab timbulnya hal tersebut adalah
karena makhluk terhijab dari Allah. Sebab, andaikan Allah menampakkan
diri-Nya di dunia ini, niscaya huk.urnqada'dan qadar akan sia-sia." Sebagian
orang berpendapat bahwa para wali wafib hukumnya menyembunyikan
kejadian luar biasa yang merupakan wujud karamah dari dirinya, sedangkan
para Nabi wajib menampakkannya, katena mereka adalah pembawa syariat
yang mengorbankan jiwa, harta dan keluarganya. Dakwah Rasul tidak akan
diterima kecuali dengan dalil yang qath'i (pastt) dan disertai pembuktian.
Adapun orang yang tidak menjadi pembawa syariat dan pemutus hukum
di alam semesta, untuk apa menampakkan kejadian luar biasa? Kejadian
luar biasa tersebut hanya sebagai bukti kedekatan seseorang dengan Allah
dan bukan untuk dipamerkan kepada manusia. jika hal itu ditampakkan di
hadapan umum, maka hal itu hanya akan mendatangkan penghinaan.22@
Macam-macam Al- Malamatiyah
Al-Hujwairi membagi penganut Al-Malamatiyah ke dalam tiga
macam, yaitu: 1) Malamatu lstiqamah As-Sair (kelompok yang mencela
keistiqamahan perjalanan hidupnya); 2) Mnlamah Al-Qashdi (kelompok yang
mencela tujuannya); dan 3) Malamah At-Tarki (kelompok yang mencela diri
karena meninggalkan sesuatu).
1. KelompokMalamah Istiqamah As-Sair (kelompok yang mencela
keistiqamahan perjalanan hidupnya) adalah mereka yang senantiasa
memelihara agamanya dan menjaga hubungannya dengan Allah. Mereka
tidak pernah melalaikan sesuatu yang diwajibkan oleh Allah atas mereka.
Orang-orang pun mencela diri mereka, sementara hati mereka sibuk dengan
Allah. Barangkali merekalah yang dimaksudkan oleh Syaikh Muhyiddin
Al-Haitami di dalam perkataannya bahwa derajat mereka mengungguli
seluruh sekte Sufi.
2264 lbnr:, Arabi, Al-Futulnt Al-Makkiyyah, htm. 1982 dan 1.983. Lihat juga: As-Sulami, Uslrll
Al - Malam atiy aft , hlm. 143.
1082 ensUopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
2. Malamah Al-Qashili (kelompok yang mencela tujuannya) adalah
orang-orang yang lari dari memperoleh pangkat di kalangan manusia.
Mereka ingin meniadakan kesibukan hatinya kecuali dengan Allah.
Di antara mereka ada yang berusaha menampakkan sikap yang dapat
membuat manusia lari darinya. Tujuannya, mereka ingin meniadakan
ketergantungan dirinya dari penghormatan manusia dengan cara yang
tidak bertentangan dengan syaria! meskipun orang lain menilai bahwa
sikap mereka bertentangan dengan syariat. Kadang, mereka sibuk bergaul
dengan manusia supaya mereka menjauh darinya. Barangkali merekalah
yang dimaksudkan oleh Syaikh As-Suhrawardi di dalam ucapannya bahwa
kedudukan mereka berada di bawah tingkatan para Sufi dan berada di
atas ahli tasawuf.
3. Malamah At-Tarki (kelompok yang mencela diri karena mening-
galkan sesuatu) termasuk dari sekte sesat. Mereka adalah orang-orang
yang memiliki jiwa lemah dalam mengikuti syariat. Mereka mengira
sedang menempuh jalan Al-Malamatiyah, padahal pengakuan mereka
pada hakikatnya adalah batil. Mereka tidak menjalani sesuatu kecuali
berdasarkan kecenderungan hawa nafsu ny a.uuu
Boleh saja sekte ini disebut sebagai sekte yangbatil. SyaikhAl-Hujwairi
berkata, "Adapun orang yang mencela diri karena meninggalkan sesuatu
dan memilih melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat, lalu
ia berkata,'Sesungguhnya saya sedang menempuh jalan Al-Malama tiy ah',
maka sungguh ia termasuk kebatilan yang nyata, kesesatan yang tampak
dan kegilaan tingkat tinggi, sebagaimana dijumpai pada kebanyakan
sekte dewasa ini. Tujuan mereka, dengan penolakan orang lain akan
membuahkan penerimaan mereka. Biasanya, seseorang mula-mula ingin
diterima oleh orang lain, kemudian ia mencari cara supaya ditolak oleh
mereka. Akhimya, ia menampakkan suatu sikap yang membuat orang lain
menolaknya. Sebab, mencari penolakan orang lain dengan tujuan supaya
diterima oleh mereka merupakan suatu siasat.
Kebetulan, suatu ketika penulis bertemu dengan seseorang yang
mengaku menempuh sekte batil ini. Saat itu, ia melakukan perbuatan
tercela, kemudian ia menempuh jalan al-malamah (mencela diri) sebagai
2265 Lihat: Al-Hujwairi, Kasyf Al-Mahj ub | / 261.
Ensiklopedi AJiran dan Madzhab di Dunia tstam 1083
bentuk penyesalan atas perbuatannya. Lalu, ada seorang laki-laki yang
berkata kepadanya, "Pencelaan diri seperti itu tidak ada gunanya." Penulis
lihat orang tersebut menarik nafas panjang,lalu penulis berkata kepadanya,
"Wahai saudara, seandainya cara yang kamu tempuh itu baik dan benar,
tentu laki-laki itu tidak akan memprotesmu seperti itu. Protesnya laki-
laki itu menjadi penilaian terhadap madzhabmu. Jika ia senang dengan
caramu/ kenapa ia harus marah dan menunjukkan sikap permusuhan?!
Sikap yang kamu tunjukkan itu lebih menyerupai pengakuan menempuh
jalarr malamah. Orangyang hendak mengajak orang lain harus menunjukkan
bukti atas kebenaran ajakannya. Di antara bukti kebenarannya adalah
memelihara sunnah. Saya lihat secara lahiriyah kamu meninggalkan
perkara wajib,lalu kamu mengajak orang lain. Tentu saja, cara seperti itu
keluar dari koridor Islam.266
Tidak keliru juga jika memuji kelompok yang mencela keistiqamahan
dirinya, dan tidaklah salah mengikuti adab mereka dalam menegakkan
agama, menyembunyikan perbuatan yang tidak pantas untuk ditampakkan
demi menyibukkan diri dengan Allah dan tidak mempedulikan penilaian
manusia. Orang yang pertama kali memperkenalkan cara seperti itu
dari madzhab sufi al-malamah adalah Abu Shaleh Hamdun bin Ahmad
bin Imarah Al-Qashshar (w. 271, H). Syaikh Abdurrahman As-Sulami
menempatkan posisi mereka pada tingkatan pertama dari tingkatan Sufi.
Ia tergolong tokoh ulama yang menjadi pemuka ilmu. Di dalam madzhab
fikih, ia berpedoman pada madzhab Sufyan Ats-Tsauri, salah seorang
amirul mukminin di bidang ilmu hadits. Beliau tergolong sebagai perawi
hadits sekaligus musnid. Syaikh As-Sulami menyeleksi hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsauri dan menjadikan satu hadits sebagai
sumber tarekatnya. Hadis tersebut adalah sabda Nabi ffi, "Tidaklahkedua
telapak kaki seorang hamba - melangkah - dai sisi Allah pada Hai Kiamat hingga
ia ditanya mengenai lima perkara: tentang umurnyq untuk apa dihabiskannyaT
Masa mudanya, digunakan untuk apa? Hartanya, dari mana ia mendapatkannya
dan untuk apa ia membelanjakannya? Dan, apa yang telah ia amalkan dari apa
yang dia ketahui (dari ilmunyt)?"zztz
Al-Hujwairi, Kasyf Al-Mahjub I / 263.
lbid,hlm.1.24. Hadis ini ditakhrij oleh At-Tirmidzi di dalam kitab SunannyalY /613,
padabab shifat Al-Qiyamah, fasal yang menerangkan keadaan hisab dan qishash. Sanad
lain menyebutkan redaksi yang berbeda, yaitu: "Tidaklah kedua telapak kaki seorang
2266
2267
1084 ensimopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Mengenai sosok Hamdun Al-Qashar, Al-Hafizh Syamsuddin Adz-
Dzahabi menuturkan di dalam kitabnya Siyar A'lam An-Nubala',,,Hamdun
Al-Qashar adalah tokoh panutan Al-Malamatiyah yang mengusung konsep
merusak lahiriyah dan memakmurkan batiniyah dengan tetap berpegang
teguh pada syariat." Mengenai pengertian ini, kami diam sejenak, karena
pengertian tersebut tidak sesuai dengan konsep yang diusung oleh
kelompok yang mencela keistiqamahan dirinya. Al-Hafizh Adz-Dzahabi
melanjutkan, "Hamdun Al-Qashar adalah pengikut Sufyan Ats-Tsauri
tulen. Ia juga tergolong wali abdal. Kemudian ia mengutip sebagian
pendapat As-Sulami yang dijadikan pijakan madzhabnya di dalam al-
m al amah al-mar dhiyy ah (pencelaan diri yang diridhai).rr*
Al-Hujwairi menuturkan bahwa ketika kedudukan Hamdun Al-
Qashar semakin tinggi di bidang ilmu, datanglah para syaikh dari Naisabur
kepadanya. Mereka berkata kepada Hamdun Al-Qashar, "Sudah pantas
jika kamu meninggikan mimbar dan memberikan nasehat kepada manusia,
supaya ucapanmu berguna bagi hati-hati mereka." Hamdun Al-eashar
menjawab, "Saya tidak pantas untuk berbicara kepada mereka." para
syaikh tersebut bertanya tak mengerti, "Kenapa begitu?" Hamdun Al-
Qashar menjawab, "Karena hati saya masih terikat dengan duniawi dan
pangkat. Jika saya berbicara, maka hal itu tidak akan memberikan pengaruh
di hati mereka. Sebuah ucapan yang tidak memberikan pengaruh pada
hati termasuk merendahkan ilmu dan melecehkan syariat. Sebuah ucapan
dikatakan berbobot jika dengan tidak menyampaikannya dapat merusak
agarna, dan jika ucapan itu disampaikary maka hilanglah bahaya kerusakan
agama tersebut." Mengenai perkataan Hamdun Al-Qashar tersebut, Al-
Hujwairi memberikan penjelasarr, "saya tahu bahwa ucapan yang agung
itu ditujukan pada dirinya sendiri, karena ia tidak menginginkan pangkat
dan kemasyhnran."226e
hamba-beranjak-dari sisi Allah pada Hnri Kiannt hingga ia ditanya tentang umurnva,
untuk apa dihabiskannya? Tentang ilmunya, untuk apa ia gunakan? Tentang hartanya, dari
mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakamya? Dan tentang tubuhnya, untuk
apa ia rcntakan?" Imam Tirmidzi berkata, "Hadis ini hasan shahih."
Al-Hafizh Adz-Dzahabi, Siyar A'lam An-Nubala, XIII/50 dan 51. Tahqiq: Syu'aib Al-
Amauth dkk. Cet. IX. Penerbit:Muassasah Ar-Risalah, Beirut-Lebanon, tahun 1413 H.
Lihat pula sebagian perkataannya pada Thabaqat Ash-shufiyah, hlm. 1,25 - 1,29.
Al-Hujwairi, Kasyf Al-Mah j ub I / 338.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1085
As-Sulami bercerita bahwa suatu ketika Hamdun Al-Qashar ditanya
tentang jalan yang ditempuh oleh Al-Malamatiyah. Hamdun Al-Qashar
berkata, "srtatkhnuf(takut)nya kaum Qadariyah dan sifat raja' (mengharap)
nya kaum Murli'ah."uo Halyang tampakpada diri saya mengenaiucapan
Hamdun Al-Qashar tersebut bahwa Al-Malamatiyah merasa memiliki
tanggung jawab penuh atas amal perbuatan yang dilakukannya. Karenanya,
ia senantiasa melakukan introspeksi (muhasabah) supaya tidak disebut
melalaikan tanggung jawab. sikap seperti itu menyerupai sifat khauf
(takut)nya kaum Qadariyah. Di samping itu, di setiap detik waktunya, ia
selalu mengharapkan ampunan Allah. Di setiap lintasan pikirannya selalu
terbayang maghfirah Allah. Ia senantiasa bersandar pada belas kasih dan
pertolongan Allah. Sikap seperti ini menyerupai sifat raia' (mengharap)
nya kaum Murji'ah. Namun Syaikh Al-Hujwairi-semoga rahmat Allah
tercurah kepadanya-berpendapat bahwa di balik ungkapan tersebut
terdapat simbol dan arti tersembunyi. Ia memberikan penjelasan bahwa
seberapa besar kadar kecenderungan seseorang untuk memperoleh pangkat
dan kedudukan di hati manusia, maka sebesar itu pula kadar jauhnya
dari sisi Allah d*i. Dan seberapa besar kecenderungan seseorang untuk
memperoleh sanjungan dan penghormatan manusia, maka sebesar itu pula
jarak kejauhannya di sisi Allah 0*i. Dalam hal ini, seseorang yang sedang
menempuh jalan Allah (salik)berada di antara dua resiko:
Pertama, takut dari hijabnya makhluk.
Kedua, meninggalkan perbuatan yang dapat mendatangkan celaan
manusia terhadapnya. Al-Hujwairi berkata "seseorang tidak mengharap-
kan pangkat dan kedudukan di sisi manusia. Ia juga tidak mau menjadikan
manusia berdosa karena mencela dirinya. Karenanya, bagi penganut
Al-Malamatiyah hendaknya pertama kali memutuskan tali permusuhan
dengan manusia, baik di dalam urusan duniawi mauPun ukhrawi, terkait
penilaian mereka terhadap dirinya. Kedua, untuk menyelamatkan hatinya,
hendaknya dalam melakukan suatu perbuatary baik yang besar maupun
yang kecil, ia tidak bertujuan supaya ditolak oleh manusia, sehingga rasa
takutnya dalam bermuamalah seperti takutnya kaum Qadariyah dan sifat
berharapnya di dalam bermuamalah seperti berharapnya kaum Murji'ah.zn
As-Sulami, Thabaqat Ash-Shufryah, hlm. 129.
Al-Hujwairi, IGsyf Al-Mahjub | / 264.
2270
2277
1086 ensittopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Kadangkala penafsiran Syaikh Al-Hujwairi-semoga rahmat Allah
tercurah untuknya-memasukkan pencelaan tujuan ke dalam pencelaan
istiqamah. Yang dimaksud pencelaan tujuan di sini adalah sumber
munculnya kritikan dan perselisihan di dalam hukum. Orang yang
mencari celaan tersebut terkadang berdasarkan petunjuk dan pertolongan
Allah, sehingga ia termasuk ke dalam kelompok Malamah rstiqamah As-
sair (mencela keistiqamahan dirinya). Dan kadang pula ia mencari celaan
tersebut dengan tujuan untuk mendatangkan kerusakan yang didorong
oleh hawa nafsu, sehingga ia termasuk ke dalam kelompok Maramah
At-Tarki (mencela diri dengan cara meninggalkan sesuatu). Syaikh Al-
Hujwairi memberikan contoh dengan menuturkan kisah dari Abu yazid
Thaifur bin Isa Al-Busthami (w.261, H) bahwa suatu ketika ia kembali dari
perjalanannya menuju Hijaz. Sesampainya di kota Hijaz, para penduduk
berseru bahwa Abu Yazid datang. semua penduduk pun berdatangan
menyambutnya dan mengiringnya masuk ke kota dengan penuh
penghormatan. Di tengah kesibukannya mendapatkan penghormatan
seperti itu, ia berpaling dari Allah dan menjauh dari-Nya. Ketika masuk
ke dalam pasar, ia mengeluarkan sepotong roti dari dalam sakunya dan
langsung memakannya. Padahal, saat itu di siang hari bulan Ramadhan.
Melihat kejanggalan itu, orang-orang pun bubar dan meninggalkannya
sendirian.272
Kisah ini tidak bermaksud menyuguhkan fenomena bahwa Abu yazid
melecehkan syariat. sebab, saat itu ia baru datang dari perjalanan jauh.Ia
pun mengambil rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa dan bermaksud
untuk menggantinya. Dalam hal ini, perlu kiranya disampaikan perkataan
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al4hazali (w.
505 H) mengenai Al-Malamatiyah di dalam kitabnya lhya' Lilumuddin
yang menjelaskan bahwa mencintai pangkat dan kedudukan termasuk
penyakit yang berbahaya. Jika hati seseorang sudah dikuasai oleh cinta
pangkat, maka ia selalu menjaga penilaian manusia. [a selalu berusaha
untuk dicintai mereka, sehingga ucapan dan tindakannya selalu diarahkan
untuk mendapatkan kedudukan di hati mereka. Ini merupakan benih
kemunafikan dan sumber kerusakan yang menyebabkan kelalaian dalam
2272 lbid, hlm.262.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1087
beribadah dan suka riya' di dalam sikap yang ditampakkannya/ sehingga
hal itu dapat menodai kejernihan hati.
Jika penyakit seperti itu dikategorikan sebagai penyakit akut, maka
mestinya butuh dicari obatnya. Menurut Abu Hamid, obatnya tersebut
terdiri dari ilmu dan amal. Artinya, pertama harus ilmu (mengetahui)
faktor-faktor yang menyebabkan cinta pangkat dan menyingkap hal-
hal yang mendorong timbulnya kecenderungan tersebut. Setelah itu
dilanjutkan dengan amal (tindakan) untuk mengikis faktor-faktor tersebut
dengan hidayah dan ketajaman hati. Abu Hamid berkata, "Praktiknya,
menghilangkan pangkat yang dimiliki dari pandangan manusia dengan
melakukan perbuatan-perbuatan yang membuat dirinya tercela,
sehingga penilaian baik manusia terhadap dirinya terkikis. Di samping
itu, ia berusaha memisahkan diri dari penghormatan manusia, merasa
tenang dengan sikap khumul (membenamkan diri supaya tidak dikenal),
menolak penilaian makhluk dan berusaha supaya diterima di sisi Allah.
Ini merupakan madzhab yang dianut Al-Malamatiyah' Sebab, mereka
menerjunkan diri ke dalam perbuatan kotor yang menyebabkan harga
dirinya jatuh di dalam pandangan manusia, sehingga mereka selamat
dari dampak buruk pangkat. Perbuatan seperti itu tidak boleh diikuti,
karena dapat merendahkan citra agama di hati manusia. Dan bagi yang
tidak mengikuti, hendaknya tidak menyuguhkan perbuatan yang dilarang
untuk dilakukan, tetapi perbuatan-perbuatan mubah yang sekiranya dapat
menjatuhkan martabatnya di dalam pandangan manusia.
Cara paling ampuh untuk mengikis cinta pangkat adalah menjauhkan
diri dari manusia dan berpindah ke tempat khumul. fika ia menjaga
kehalalan mata pencahariannya dan memutuskan sifat tamaknya terhadap
manusia, maka semua manusia akan meniadi hina dalam pandangannya.
Ia tidak akan ambil peduli, apakah ia memiliki kedudukan di hati mereka
atau tidak. Ia juga tidak akan ambil pusing, apakah dirinya termasuk
dalam puncak penilaian yang baik di hati manusia atau tidak, karena ia
tidak melihat penilaian mereka dan tidak mengharapkan apa-apa dari
mereka...2273
2273 Al-ChazalL lhya' lllumuddinlll/304 dan 305. Cet. I. Penerbit: Dar Al-Kutub Al-
'llmiyyah, Beirut - Lebanon, tahun 1406 H/1986M.
1088 enstlopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Pendek kata, perbuatan yang dilakukan oleh kelompok Malamah Al-
Qashdi (mencela tujuannya) laksana obat bagi orang yang menderita sakit,
atau sebagai bentuk vonis terhadap penyakit yang diderita. Mengobati
penyakitharus denganilmu, dan dosis obatharus disesuaikan dengan kadar
penyakitnya, tanpa melebihkan atau mengurangi. Karenanya, obat yang
disediakan tidak hanya terdiri dari satu jenis, tetapi harus beraneka macam
sesuai dengan keragaman penyakit yang diderita. Kadangkala, orang yang
berusaha menghilangkan cinta pangkat dalam dirinya dengan menampakkan
ketakwaan dan kesucian. Al-Hujwairi berkata bahwa bagi orang yang hendak
menjalankan sikap al-malamah (pencelaan diri) di zaman yang masih baik
adalah dengan menampakkan perbuatan keagamaan yang bertentangan
dengan syariat. Misalnya, pada masa Al-Hujwairi, jika seseorang ingin dicela
oleh orang lairu ia akan melakukan shalat dua rakaat dengan sangat lama
sekali, atau melakukan ibadah-ibadah lain dalam waktu yang lama, padahal
ibadah tersebut hanya membutuhkan waktu yang sebentar. Akhimya, orang-
orang pun akan menilainya sebagai ahli bid'ah yang pendut1u.227t
|adi, kelompok Malamah Al-Qashdl (mencela tujuannya) tidak tetap
pada posisi tertentu dan jalan yang ditempuhnya tidak mengenal kata akhir.
Karenanya, Syaikh Al-Hujwairi tidak jarang melontarkan kritik kepada
orang yang berpegang pada hal tersebut, sebagaimana disebutkan oleh
Syaikh As-Suhrawardi di depan. Ia berkata, "Menurut saya, menjalani al-
malamah (pencelaan diri) termasuk hakikat iya' , sedangkanriya' rnerupakan
hakikat kemunafikan. Orang yang riya' akan menempuh jalan yang
sekiranya dapat diterima oleh manusia. Penganutmalamah (pencelaan diri)
menempuh jalan yang sekiranya ditolak oleh manusia. Jadi, dua kelompok
tersebut sama-sama bernaung di bawah penilaian manusia.
Kebetulan, suatu kali penulis bertemu dengan salah seorang penganut
Al-Malamah berada di seberang sungai. Ia berteman baik dengan penulis.
Pada kesempatan yang longgat, saya bertanya kepadanya, "Wahai
saudaraku, apa yang kamu inginkan menghadapi situasi yang kacau seperti
ini?" Ia menjawab, "Saya ingin manusia menjauh dariku." Saya berkata
kepadanya, "Manusia itu sangat banyak. Anda tidak akan mendapati
2274 Lihat: Al-Hujwairi, Kasyf Al-Mahjub I/263.Ini terjadi pada masa Al-Hulwairi yang
hidup pada abad ke-15. Lalu, bagaimana dengan zaman kita?!
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1089
umur, masa dan tempat di mana manusia akan menjauh darimu. Karena
itu, Anda sendiri yang harus menjauh dari mereka, suPaya Anda terlepas
dari situasi kacau ini.
Lalu, bagaimana sikapmu terhadap orang lain? Barangsiapa yang
obat penyakitnya dengan cara diet (yakni makan dengan porsi sedikit),
kemudian ia mengobatinya dengan makan yang banyak, sungguh ia bukan
termasuk manusia."z7s
Sikap al-malamah (pencelaan diri) seperti itu sesuai dengan definisi
yang diajukan oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabi, yaitu "merusak lahiriyah
dan memakmurkan batiniyah dengan tetap berpegang teguh pada
syariat." Adapun penganut Malamah Al-lstiqamah tidak berusaha merusak
lahiriyahnya. Barangsiapa yang memperbaiki batiniyahnya, maka Allah tk
akan memperbaiki lahiriyahnya. Di dalam Kitab Syarh Al-lami' Ash-Shaghir
ada hadits yang menyebutkary "Tidaklah seorang hamba mendekatkan
diri kepada Allah dengan sesuatu yang lebih utama daripada melakukan
sujud khafi(han)."
Al-'Allamah Syaikh Abdurrauf Al-Manawi berkata, "Ini menunjukkan
bahwa perbuatan batin lebih utama daripada perbuatan lahir. Karena itu,
sekelompok orang yang menempuh jalan Al-Malamatiyah lebih unggul
dibandingkan menempuh jalan-jalan tasawuf lainnya, yaitu dengan
memakmurkan hubungan batin antara seorang hamba dengan Allah.
Syaikh Abu Hafsh As-Suhrawardi berkata dalam kitabnya Awarif Al-
Ma'arif, "Al-Malamatiyah adalah sekelompok orang saleh yang senantiasa
memakmurkan batinnya. Mereka tidak pernah menampakkan kebaikan
dan kejelekan pada sisi tahiriyah.yu. Mereka disebut juga dengan istilah
An-Nakhsabandiyah. Barangsiapa yang memperbaiki batiniy ahny a, maka
Allah ik; akan memperbaiki lahiriyahnya. Al-Fakihi berkata, "Termasuk
memakmurkan batin adalah menyibukkannya dengan berzikir secara
samar, terlebih ketika berada di tengah-tengah kerumunan orang. Meng-
amalkan kalimat syahadah secara istiqamah dapat menafikan makhluk
dan menyucikan jiwa.
Al-Arif Billah Al-Mursi berkata, "BarangsiaPa yang menginginkan
lahiriyah, maka ia akan menjadi hamba lahiriyah, dan barangsiapa yang
2275 lbid, hIm.265.
1090 enstlopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
menginginkan batiniyah, maka ia akan menjadi hamba batiniyah. Adapun
bagi hamba Allah, akan sama saja baginya antara lahiriyah maupun
batiniyah. Disebutkan pula bahwa seorang hamba tidak akan mencapai
keikhlasan hingga rasa khawatir ketaatannya dilihat orang lain sama
dengan rasa khawatir kemaksiatannya dilihat orang lain. Dengan demikian,
ia dapat mewujudkan keikhlasannya yang murni hanya untuk Tuhannya
dan mengendalikan dirinya dengan cara memerangi hawa nafsunya.DT6
Dengan demikian, perjalanan orang-orang yang istiqamah tidak akan
berjalan menuju sesuatu yang hina seperti melepaskan dirinya dari aturan
syariat. Perkembangan jenis-jenis al-malamah (pencelaan diri) tidaklah sama
antara satu denganyang lain, seperti yang digambarkan oleh Dr. Abul Ula
Afifi. Ia berkata, "Ideologi awal Madzhab Al-Malamatiyah-seperti yang
dijelaskan oleh Hamdun Al-Qashar dan muridnya Ibnu Manazil-adalah
berperang terus-menerus melawan hawa nafsu, kesenangan berikut sifat
iy a' -ny a, dan berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya. Pengikut-
pengikut Al-Malamatiyah generasi berikutnya lebih bersifat radikal lagi,
seperti Muhammad bin Hamdun Al-Farra' (w. 370 H). Ia termasuk sahabat
Abu Ali Ats-Tsaqafi dan pengikut Ibnu Manazil-dalam menafsirkan
sekte ini dan mempraktikkannya. Seiring perjalanan waktu, ia mengajak
pengikutnya untuk menyembunyikan kebaikan-kebaikannya. Bahkan ia
menjadikannya sebagai sesuatu yang wajib. Ia juga menekankan kepada
murid-murid pengikut Al-Malamatiyah untuk melakukan penyelewengan
secara sengaja dan menampakkan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan
mereka mendapatkan celaary kemarahan dan penghinaan.
Radikalisme Al-Malamatiyah terus berlanjut hingga masa kini-
terutama di Turki-yang berusaha menghapus pemilahan antara yang
bagus dan jelek, dan antara yang baik dan buruk.zz
Hal ini terjadi karena orang-orangyalrrg melepaskan diri dari syariat
dipelopori oleh para syaikh Al-Malamatiyah dari penganut istiqamah dan
orang-orang yang serusa dengan mereka kemudian dilanjutkan oleh generasi
2276 Abdur Ra'uf Al-Manawi, Faidh Al-Qadir V /437, cet. I. Penerbit: Al-Maktabah At-
Tujjariyyah Al-Kubro, Kairo - Mesir, tahun 1356 H.
2277 Dr. Abul Ula Ahh, Al-Malamatiyahwa Ash-Shufryahwa Ahl Al-Futuuwah, hlm.46 dan
47. Kami mengira bahwa Dr. Afifi terlalu merendahkan diri di dalam menggambarkan
masalah ini, karena pada saat itu para orientalis sibuk membicarakan masalah
perkembangan, pengaruh, dan semangat Al-Malamatiyah.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1091
sesudahnya. Di antara mereka tidak dijumpai adanya rantai penyambung
di dalam ilmu dan suluk $alan yang ditempuh). Inilah yang diakui oleh Dr.
Afifi di dalam perkataannya, "Akan tetapi kami tidak menjumpai adanya tali
historisitas - kecuali namanya saja - antara kelompok Al-Malamatiyah yang
cenderung mengikuti hawa nafsunya dengan kelompok Al-Malamatiyah
yang digambarkan oleh As-Sulami kepada kita di dalam risalahnya dengan
bentuk yang sangat menakjubkan.zTs
Prinsip-prinsip Al-Malamatiyah dan falan yang Mereka Tempuh
dalam Mendidik dan Menyucikan fiwa
Jika para fuqaha memiliki kompetensi dalam kaidah-kaidah istinbath
hukum, maka tak dapat dipungkiri bahwa para Sufi berkompetensi di dalam
mendidik dan menyucikan jiwa, dan di dalam mengetahui hukum-hukum
yang berlaku pada anggota batin. Hati memiliki pakar hukum, yaitu para
Sufi, sebagaimana anggota tubuh juga memiliki pakar hukum, yaitu para
fuqaha. Syaikh Razuq berkata, "Mendefinisikan ilmu sesuai dengan kaidah-
kaidahnya sangatlah penting, karena dengan begitu setiap persoalan dapat
dibatasi, pengertiannya dapat diketahui, struktur bangunarrrya dapat diukur,
kesalahannya dapat dihindari, orang yang mempelajarinya dapat terarahkan,
orang yang memikirkannya dapat terbantu, orang yang mendialogkannya
dapat menegakkan hujjatr, orang yang merenungkannya dapat memisahkan
antara yang benar dan yang batil, dari cabang-cabangnya dapat diterbitkan
hujjah-hujjah lain bagi yang menghendakinya, namun jauhnya pemahaman
dapat menghalangi semua itu. Karenanya, generasi awal maupun akhir harus
memperhatikan hal tersebut dengan baik.DTe
Upaya untuk menghimpun dan membukukan kaidah-kaidah tasawuf
baru dirintis belakangan, sebagaimana para fuqaha baru melakukan
istinbath hukum di kemudian hari. Namun, hal itu bukan berarti para
syaikh tidak memiliki kaidah dalam melakukan pembimbingan. Hanya
saja, upaya pengumpulan, pendefinisian, dan penyusunan dalam bentuk
bab-bab tertentu baru dilakukan belakangan. Dan, hal itu juga bukan berarti
penciptaan dan pengembangan ilmu tidak diketahui atau tidak ada.
2278 Lbid,hlm.47.
2279 Syaikh Razuq, Qawa,id At-Tashawwuf, kaidah no. 36.
1092 ensif<fopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Syaikh Razuq berupaya membatasi kaidah-kaidah umum dari jalan
yang ditempuh oleh sejumlah sekte Sufi dan membukukannya pada masa
belakangan. Meskipun upayanya tersebut tidak sematang kaidah fikih,
namun pembicaraan mengenai prinsip-prinsip yang dipegangi para syaikh
dalam melakukan tarbiyatr, dan keragaman jalan yang ditempuhnya dalam
penyucian jiwa sudah ada sejak masa awal sejarah tasawuf dalam Islam.
Kami menjumpai Syaikh Abu Abdurrahman As-Sulami di awal
karyanya tentang Al-Malamatiyah menuturkan perbedaan jalan yang
ditempuh oleh para syaikh Al-Malamatiyah dalam mendidik murid-
muridnya. Ia berkata, "Jalan yang ditempuh Abu Hafsh Umar bin
Salamah An-Naisaburi (w. 270 H) dan sahabat-sahabatnya dalam hal
ini adalah mengobarkan semangat murid-muridnya untuk beramal dan
bermujahadah. Ia menekankan pada murid-muridnya untuk menampakkan
perbuatan-perbuatan yang baik, supaya orang lain juga ikut termotivasi
dalam melakukan muamalah, mujahadah, dan menekuni perbuatan-
perbuatan baik.
Sementara cara yang ditempuh oleh Hamdun Al-Qashar dan sahabat-
sahabatnya adalah merendahkan nilai amal terhadap murid-muridnya. Ia
juga menekankan kepada murid-muridnya untuk menunjukkan aibnya
amal yang dilakukan supaya mereka tidak ujub terhadap amal tersebut
yang akhirnya menjerumuskannya pada rusaknya amal.
Adapun Abu Utsman-yakni Sa'id bin Ismail bin Sa'id bin Manshur
Al-Hairi An-Naisaburi(w.298 H)-mengambil jalan tengah di antara dua
jalan sebelumnya. Ia berkata, "Dua jalan di atas sama-sama benar. Masing-
masing dari keduanya memiliki waktu penerapan tersendiri. Pertama
kali yang harus ditunjukkan oleh seorang murid adalah memperbaiki
amal perbuatan supaya ia dapat menekuni perbuatan tersebut. Ketika ia
sudah bisa melakukan amal tersebut secara istiqamah dan jiwanya sudah
merasa nyaman dengan amal tersebut, maka tersingkaplah baginya aib
dari amal yang dilakukannya. Ia akan merasa bahwa dirinya masih lalai
dalam mengerjakan amal tersebut, atau ia akan merasa bahwa amal yang
dilakukannya sangat tidak pantas dihaturkan kepada Allah $g, sehingga
dalam menekuni amal tersebut ia tidak tertipu. Jika tidak demikian, lalu
bagaimana ia dapat mengetahui aib dari amal yang dilakukan jika ia sendiri
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1093
tidak pernah melakukan amal tersebut. Sebab, aibnya sesuatu baru dapat
tersingkap jika seseorang menekuni dan mendalaminya.''o
Terkait dengan itu, As-Sulami berkata, "Insya Allah, ini merupakan
cara yang paling moderat." Karenanya, ketika ia menyifati jalan yang
ditempuh oleh Al-Malamatiyah dalam membimbing murid-muridnya,
ia berkata, "Para penganut Al-Malamatiyah jika berkumpul dengan
murid-muridnya, mereka akan menekankan kepada murid-muridnya
supaya menampakkan perbuatan taat dan amalan-amalan sunnah di
seluruh waktunya, dan selalu menunjukkan adab yang luhur, baik
secara lahiriyah maupun batiniyah, dalam setiap keadaannya.z8l Mereka
tidak menunjukkan karamah atau tanda-tanda luar biasa kepada murid-
muridnya, tetapi menekankan supaya memperbaiki amal perbuatan dan
menekuni adab yang baik. Akhirnya sang murid pun mengikuti jejak sang
guru dan menunjukkan adab seperti yang diajarkannya. Jika sang guru
melihat ada aib pada sikap danperbuatan sang murid, ia akanmemberitahu
aib tersebut dan menyuruh supaya segera diatasi.
Ketika seorang murid merasa bahwa dirinya sudah memiliki hal
(keadaan tertentu dalam jalan Sufi) dan menjumpai bahwa dirinya sudah
memiliki maqam (kedudukan tertentu dalam jalan Sufi), maka sang guru
menjadikan muridnya menilai kecil hal itu, hingga sang murid mencapai
kejujuran di dalam kehendaknya. Sang guru kemudian menunjukkan
kepada muridnya kedudukan yang sudah dicapai dan memerintahkan
supaya menyembunyikan kedudukannya tersebut dengan tetap
menunjukkan adab yang baik, mengikuti perintah agama dan menjauhi
larangarurya, hingga kesempurnaan maqam yang dicapainya menjadi bagian
dari kehendaknya. ]ika kehendaknya sudah sempurna, maka maqamyang
dicapai pun menjadi sempurna kecuali maqam ma'rifat.2n2
2280 As-Sulami, Uslrul Al-Malamatiyah, hlm. 145. Pada tulisan ini terdapat kekurangan,
namun disempurnakan oleh Dr. Afifi, hlm. 103.
2281 Sebagian dari mereka menyebutkan bahwa apa yang diriwayatkan para syaikh
untuk murid-muridnya termasuk perbuatan riya, (secara nnjazi). Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa riya,-nya para syaikh lebih baik daripada ikhlasnya para
murid. Ini seolah akan bertentangan bagi orang yang tidak memahami. Ia berkata,
"Dalam keadaan apapu& riya, merupakan sifat tercela. Selamanya, riya, tidak dapat
diunggulkan dari keikhlasan."
2282 As-Sulami,ll.sltul Al-Malamatiyah, hlm. 1.42. Bandingkan dengan tulisan Dr. Afifi, hlm.
87 dan 88.
1094 enslttopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Demikianlah jalan secara umum yang ditempuh oleh penganut Al-
Malamatiyah dalam melakukan tarbiyah danpenyucian jiwa. Jalan tersebut
dihimpun dari prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman oleh para guru
dan murid Al-Malamatiyah.
Syaikh Abu Abdurrahman As-Sulami berupaya menghimpun prinsip-
prinsip yang dijadikan pedoman oleh Al-Malamatiyah, dan menurut
penuturan Dr. Afifi mencapai 45 prinsip. As-Sulami sering menyebut
prinsip-prinsip tersebut dengan istilah "Wa min ushulihim" .2283
Secara keseluruhan, prinsip-prinsip tersebut - sebagaimana dituturkan
oleh Dr. Afifi-cukup untuk membedakan antara jalan yang ditempuh
oleh penganut Al-Malamatiyah dengan jalan yang ditempuh oleh sekte
Sufi lainnya. Prinsip-prinsip tersebut juga menggariskan batasan yang
jelas, yang memisahkan antara Al-Malamatiyah pada masa awal dengan
Al-Malamatiyah yang serba permisif dan berusaha melepaskan diri dari
aturan syariat. Al-Malamatiyah yang disebut terakhir ini hanya menjiplak
nama Al-Malamatiyah pada masa awal, tetapi mereka bermain-main
dalam urusan agama, bermalas-malasan dalam urusan ibadah, dan suka
membanggakan diri dengan kejahatan dan kemaksiatan.22&
Syaikh As-Sulami menjelaskan bahwa kebanyakan prinsip-prinsip
Al-Malamatiyah merujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi
yang notabene shahih dan sebagian kecil hasan. Jadi, jika terjadi perbedaan
di dalamnya hanya berkisar pada pengambilan hujjatu dan bukan pada
keshahihannya dijadikan hujjah di dalam urusan muamalah. Syaikh As-
Sulami menganggap sebuah hadits yang oleh sebagian pakar hadits dinilai
dhaif sebagai hadits maudhu' .Ia hanya mengambil hadits shahih dan hadits
hasan sebagai dua sumber utama yang dapat dijadikan dalil.z8s
Hadits-hadits yang disebutkan oleh Syaikh As-Sulami, ada yang
diriwayatkan dari para syaikh Al-Malamatiyah dan ada yang diriwayatkan
dari dirinya sendiri. Namun, ia menjelaskan bahwa asal dari hadits-hadits
tersebut bersumber dari ini dan itu.%6 Sebagian besar prinsip-prinsip yang
Lihat: Dr. AIih, Al-Malamatiyah wa Ash-Shufiyyahwa Ahl Al-Futuwwah, hlm. 98 dan 1.19.
lbid., hlm.6.
Lihat hlm. 113 dan 115 dari tulisan Dr. Afifi dan h]m. 168 dari tulisan Al-Farisi.
Lihat sumber-sumber berikut pada tulisan Dr. Afifi, hlm. Z 4, 6,8, 1'1,, 12,1,4,20,24,
25, 26,27,33 dan 36.
2283
2284
2285
2286
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tstam 1095
:
dijadikan pijakan oleh As-Sulami dapat dihimpun menjadi satu prinsip.
Hampir tidak ada satu pun dari prinsip-prinsip tersebut yang keluar dari
Al-Qur'an dan sunnah. Sebagian prinsip tersebut ada yang secara jelas
menyebutkan bahwa dasar dari ibadah itu ada dua, yaitu: L) Benar-benar
merasa butuh kepada Allah &, yang merupakan ekspresi batin; dan 2)
Benar-benar meneladani Rasulullah {f, yang pada diri beliau tidak terdapat
hawa nafsu dan kesenangan pribadi.z87
Seandainya diajukan kepada Dr. Afifi mengenai pentingnya masalah
ini, tentu ia akan mengkajinya dan menghubungkannya dengan teori
Zarathusta Persia, mengenai pandangan Al-Malamatiyah terhadap nafsu
manusia dan pandangan mereka terhadap konsep futuwwah (kepemudaan)
dan konsep itsar (altntisme/mengutamakan kepentingan orang lain).
Turats (peninggalan keilmuan) Persia di Naisabur memiliki pengaruh
positif terhadap masyarakat dalam memahami nash-nash keagamaan dan
mengamalkannya. Akan tetapi, berbicara tentang sumber dan dasar yang
dapat dijadikan dalil, kami cenderung berpendapat bahwa penduduk
Makkah lebih memahami nash-nash keagamaan tersebut. Karenanya,
hal pertamayangpaling penting adalah melihat bahwa apa yang mereka
ketengahkan adalah fondasi utama dan asas dasar. Sepertinya, jalan yang
mereka tempuh lebih menyerupai kreatifitas pribadi, halusinasi atau
upaya konklusi. Dr. Afifi berkata, "Jika kita berbicara tentang teori dasar
yang diusung oleh Madzhab Al-Malamatiy, kita akan menjumpai bahwa
itu murni merupakan konklusi atas ajaran-ajaran dan pendapat-pendapat
Al-Malamatiyah sendiri. Diperkirakan bahwa teori dasar yang diusung
oleh Madzhab Al-Malamatiyah adalah at-tasya'um (penilaian buruk) para
guru Al-Malamatiyah terhadap nafsu manusia. Mereka pun membangun
madzhab khusus yang bertujuan untuk merendahkan, menghina dan
mencela nafsu manusia. Mereka juga menganggap bahwa nafsu manusia
terhalang dari ilmu, amal, hal (mencapai kondisi tertentu) atau ibadah.
Kondisi teori Zarathusta di Persia memiliki pengaruh besar terhadap
nafsu manusia ini. Dan, pandangan itulah yang mengilhami para tokoh
Al-Malamatiyah dalam ucapan dan kaidah yang mereka bangun.2288
2287 As-Sulami,, Ushul Al-Malamatiyah uta Ghalathat Ash-Shufiyynft , hlm. 166. Lihat juga
tulisan Dr. Afifi, hlm. 111.
2288 Dr. Afifr, Al-Malamatiyahwa Ash-Shufiwahwa Ahl Al-Futuwwah, hlm. 47 dan 48.
1096 ensitdopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Al-Malamatiyah tidak mencela nafsu manusia secara keseluruhary
tetapi hanya mencela nafsu ammarah saja untuk memurnikan keikhlasan
kepada Allah Yang Maha Esa. Dr. Afifi berprasangka baik bahwa jenis
nafsu-nafsu lainnya termasuk dari hamba Allah. Lalu, apakah teori
Zaradista Persia juga membahasa masalah ini?
Sekelompok ahli sufi generasi akhir membicarakan tentang tujuh jenis
nafsu. Ketujuh jenis nafsu tersebut memiliki tingkatan-tingkatan tertentu di
dalam membimbing para murid, mengetahuimaqam danhal mereka, dan
menentukan zikir-zikir yang dianjurkan untuk diamalkan.
1) Nafsu ammarah. Sifat-sifat yang dimilikinya; kikir, tamak, senang
berangan-angan, sombong, menginginkan popularitas, dengki dan
lalai. Zikir yang dianjurkan untuk diamalkan adalah lafazhLa Ilaha
Illallah.
2l Nafsu lawwamah. Sifat-sifat yang dimilikinya; suka mencela diri,
berpikir, menahan, ujub dan berpaling. Zikir yangdianjurkan untuk
diamalkan adalah laf.azh All ah.
3) Nafsu mulhimah. Sifat-sifat yang dimilikinya; dermawary qana'ah
(menerima apa adanya), menyukai ilmu, tawadhu', bertaubat, sabar
dan tabah menghadapi gangguan. Zikir yang dianjurkan untuk
diamalkan adalah lafazh Ya Huuta.
4l Nafsu muthmainnah. Sifat-sifat yang dimilikinya; murah hati,
tawakal, memberikan keputusan, beribadah, bersyukur dan ridha.
Zikir yang dianjurkan untuk diamalkan adalah lafazhYaHayyu.
5) Nafsu mardhiyyah. Sifat-sifat ya