penganut Madzhab Ismailiyah. Maka mereka menyebarkan para dai
ke setiap tempat. Para dai ini mampu menyebarkan dakwah Fathimiyah
di negara-negara Persia,India, Yaman dan lainnya. Usaha-usaha para dai
ini akhirnya membuahkan hasilnya dengan berdirinya Daulah Fathimiyah
di barat daya Iran dengan ibu kota Almut yang didirikan Al-Hasan bin
Ash-shabbah pada tahun 483 H/1090 M. Negara ini tetap eksis sampai
dihancurkan Hulagu Khan tahun 654H/1256 M.8e Daulah Ismailiyah di
Iran masih mengikuti metode khilafah Fathimiyah dalam akidahnya sampai
berakhir pada masa Al-Mustanshir dan terjadilah perselesihan antara dua
putranya; Nizar dan Al-Musta'li.
Al-Ismailiyah Antara Al-Musta'liyah dan An-Nizariyah
Setelah meninggalnya Khalifah Fathimiyah, Al-Mustanshir, tahun 487
H/1094M, pemerintahan khalifah dipegang oleh putranya Abu Al-Qasim
Ahmad Al-Musta'li Billah (lahir 467 H /1074M). Al-Mustanshir sebelumnya
telah mengangkat putra pertamanya Nizar sebagai putra mahkota
kemudian dicopot oleh Panglima Perang, Al-A{dhal bin Badr Al-}amali,
karena takut kepadanya lalu membaiat Al-Musta'li dan memerintahkan
orang-orang untuk membaitnya. Nizar melarikan diri dan terbunuh pada
tahun 488 H/1095 M.eo
setelah peristiwa ini, gerakan Ismailiyah mengalami krisis besar yang
menggoncang persatuannya dan perpecahan menjadi dua kubu besar,
yaitu Al-Musta'lawiyah dan An-Nizariyah. Mayoritas pengikut Ismailiyah
di Mesir, seluruh pengikut Ismailiyah di Yaman, India (Gujarat) dan
beberapa pengikut di Syam menerima Al-Musta'li sebagai imam. Akan
tetapi mayoritas Ismaliyah di syam, Irak, Iran, Dakhsyary dan Transoxiana
tetap setia mengakui pengangkatan Al-Mustanshiriyah terhadapa putranya,
Nizar. Mereka mengakui Nizar sebagai imam ke L9 dan pengganti ayahnya
yang sah.
Setelah terbunuhnya Al-Amir bi Ahkamillah - Khalifah Al-Musta'li-
pada tahun 524H/ 1130M, pengikut Ismailiyah Al-Musta'liyah mengalami
krisis baru yang berakhir dengan terpecahnya kelompok ini menjadi dua
bagian yaitu; At-Hafizhiyah dan Ath-Thayyibiyah. Kekuasan lalu dipegang
oleh keponakan Al-Amir yang bernama Al-Maimun Abdul Majid, anggota
tertua dari keluarga Fathimiyah. Ia tidak dibaiat sebagai khalifah akan tetapi
sebagai pengawas yang mewakili. Kemudian ia mengumumnkan dirinya
sebagai khalifah dan imam tahun 526H/L131, M yang kemudian dijuluki
Al-Hafizh lid Dinillah. Ia mengaku bahwa Al-Amir telah mewasiatkan
pengangkatannya sebagai khalifah Penerusnya dan menurutnya hal ini
tidak aneh karena Nabi ffi telah mewasiatkan Ali bin Abi Thalib sebagai
penggantinya. Demikian pula Al-Amir telah memilih keponakannya Al-
Hafizh sebagai khalifah. e1
Kepemimpinan Al-Hafizh memperoleh dukungan dari pusat dakwah
kelompok Al-Musta'liyah di Kairo. Mayoritas pengikut Al-Musta'liyah
di Mesir, syam, Yaman memandang Al-Hafizh dan penerusnya sebagai
imam, maka mereka disebut sebagai Al-Hafizhiyah dan Al-Majidiyah.
Sedangkan sebagian kelompok Al-Musta'liyah di Mesir dan Syam serta
sejumlah besar pengikut di Yaman memandang pengakuan Al-Hafizh adalah
batal danmereka hanya mengakui Ath-Thayyib sebagai imam. Dakwah Al-
Musta'liyah Ath-Thayyibah muncul pertama kali di Yaman lalu berkembang
pesat di semenanjung India. Ini disebabkan karena Ratu Sayyidah yang
menjadi penguasa terakhir Daulah Shalihiyah di Yaman mengakui Ath-
Thayyib bin Al-Amir sebagai imam ke-21 bagi Ismailiyah Al-Musta'liyah
dan memutuskan hubungannya dengan Daulah Fathi-iyah dan Al-Hafizh.
Kemudian ia mendirikan pusat dakwah Ath-Thayyibiyah di Yaman.
Pengikut dakwah Ath-Thayyibiyah meyakini bahwa Al-Amir telah
menyerahkan putranya, Ath-Thayyib, kepada sekelompok dai yang
terpercaya untuk menyembunyikannya di tempat yang aman ketika
terjadi kekacauan dalam pemerintahan Al-Hafizh. Al-Musta'liyah Ath-
Thayyibiyah meyakini bahwa para imam mereka setelah Al-Hafizh terus
bersembunyi dan tugas imamah terus belanjut di kalangan mereka sampai
salah satu dari para imam pada fase persembunyian terakhir dari sejarah
agama manusia, membuka fase kemunculan.
Dakwah Al-Musta'liyah Al-Hafizhiyah berakhir setelah ditumpasnya
Daulah Fathimiyah olehShalahuddin Al-Ayyubi tahun567 H/1171,M dan
kembalinya Madzhab Ahlu Sunnah lagi di negeri Mesir. Khalifah terakhir
Dinasti Fathimiyah, Al-Adhidh, tak lama kemudian meninggal setelah
mengalami kekalahan di tangan pasukan Shalahuddin. Para penerusnya
masih tetap mengakui kepemimpinan Al-Hafizhiyah. Akan tetapi lembaran
sejarah mereka telah ditutup di negeri Mesir dan Syam serta di negeri
Yaman setelahnya.e2 Tampaknya Al-Hahzhiyah di India memilih untuk
bergabung dengan Ath-Thayyibiyah karena melihat hubungan mereka
yang erat dengan negara Shalihiyah di Yaman. Kelompok Al-Musta'liyah
Al-Hafizhiyah punah di negara-negara Islam sementara dakwah Al-
Musta'liyah Ath-Thayyibiyah masih tetap eksis sampai sekarang.e3
Akidah kelompok Al-Musta'liyah Ath-Thayyibiyah dianggap sebagai
kelanjutan tradisi Ismailiyah Fathimiyah. Para pengikutnya berusaha
dengan giat untuk mengumpulkan buku-buku dan tulisan-tulisan yang
ditulis pada masa Dinasti Fathimiyah lalu mereka menyimpannya di
Ghayah Al-Amani, karya Yahya bin Husain bin Qasim, tahqiq Said Abdul Fattah Asyur,
Yaman, karena dakwah mereka tersebar di sana. Kemudian secara bertahap
mereka memindahkannya dari sana mulai abad 10 H/1.6 M ke Gujarat di
India.
Al-Musta'liyah Ath-Thayyibah meyakini wajibnya keyakinan lahir
dan batin bersama-sama, sebagaimana keyakinan kelompok Ismailiyah
Fathimiyah. Mereka juga tetap setia mengakui keyakinan adanya keber-
lanjutan sejarah agama dan para Nabi, meskipun Ath-Thayyibiyah telah
memasukkan beberapa perbaikan dalam aiaran-ajaran madzhab dan filsafat
mereka. ea
sejak mulainya dakwah Ath-Thayyibiyah para tokoh dai mengawasi
kemajuan dakwah ini di India, khususnya di Gujarat. Dakwah Ismailiyah
mulai tersebar di semenanjung India bagian barat pada paruh kedua abad
5H/11M dan tidak lama kemudian para pengikut Ismailiyah dari orang-
orang India dikenal dengan Al-Buhrah. Maka berpindahlah pusat dakwah
Al-Musta'liyah Ath-Thayyibah dari Yaman ke Ahmad Abad di Cujarat
tahun 974H/1566 M di bawah tangan Jalal bin Hasan, seorang dai Ath-
Thayyibiyah keturunan asli India.
Kelompok Ath-Thayyibiyah juga tidak lepas dari perpecahan. Pada
tahun 999 H /15gLM, ketika dai Dawud bin Ajab Syah meninggal, tedadilah
perselisihan di kalangan mereka tentang siapakah penggantinya. Mereka pun
terpecah menjadi dua kelompok, yaitu Ad-Dawudiyah dan As-Sulaimaniyah'
Maka mayoritas Al-Buhrah Ath-Thayyibiyah di India menerima Dawud
Burhanuddin (lahir 1021.H/1.612 M) sebagai khalifah pengganti Ajab syah
dan mereka dikenal dengan Ad-Dawudiyah. Sementara mayoritas Ath-
Thayyibiyah di Yaman dan beberapa Al-Buhrah mengakui sulaiman bin
Hasan Al-Hindi (1005 H-1 597 l,fi)sebagai dai mutlak mereka sehingga mereka
dikenal dengan As-SulaimaniYah.
|umlah pengikut kelompok Ad-Dawudiyah di dunia sekarang
mencapai setengah juta orang dan mayoritas tinggal di India (Gujarat,
Bombay dan India Tengah). Ada juga sebagian mereka yang tersebar secara
terpisah di Pakistan, Yaman, dan negara-negara Arab'
94 Ibrahim Hamidi, dinukil dari Farhad Daftari
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 59
Al-Buhrah adalah kelompok Ad-Dawudiyah, demikian juga Ismailiyah
An-Nizariyah di India yang dikenal dengan Khaujah merupakan kelompok
pertama Asia yang berhijrah pada abad 13 H / 19 M ke Zanjibar dan kawasan
pantai timur Afrika, lalu sebagian mereka tinggal di Kenya, Tanzania, dan
negara-negara lain di bagian timur benua Afrika. Ada juga sebagian dari
mereka yang hijrah ke Amerika Utara dan Eropa.
Adapun kelompok As-Sulaimaniyah di Yaman jumlahnya sekarang
mencapai 70.000 orang dan terpusat di Hiraz dan daerahperbatasandengan
Saudi Arabia.
D. An-Nizariyah di Alamut
Hasan bin Ash-Shabah mendirikan Daulah Ismailiyah di barat daya
Iran tahun 4S3H/1090 M dan menjadikan sejumlah benteng yang ada di
daerah tersebut sebagai pusat negaranya. Ia menjadikan Benteng Alamut
yang kokoh sebagai pusat pemerintahannya. Para dai Fathimiyah yang
menyebar di penjuru negeri Persia mampu menarik hati Al-Hasan bin
Ash-Shabbah kepada madzhab mereka ketika mereka melupakan niat
untuk memperluas pengaruh Fathimiyah dan memperkuat dakwah
mereka di negeri Persia. Pada tahun 469H/1076 M ia menuju ke Mesir dan
bertemu dengan Khalifah Al-Mustanshir.es Al-Hasan bertanya kepada Al-
Mustanshir, " siapaimamku setelahmu?" Ia menjawab, "Putraku Nizar."e6
Ketika Al-Hasan kembalil ke Alamut, ia menyerahkan dakwah kepada
Nizar dan tidak mengakui Al-Musta'li sebagai imam serta memutuskan
semua hubungannya dengan Kairo. Ia menyebut dakwahnya ini sebagai
dakwah baru untuk membedakannya dengan dakwah lama, dakwah
Ismailiyah- Fathimiyah.
Daulah Fathimiyah eksis di Iran kurang lebih 171 tahun kemudian
hancur total setelah diserang oleh pukulan telak dari bangsa Mongol tahun
654H/1256 M. Pada kenyataannya pemisahan diri secara dini dari pusat
utama madzhab di Kairo telah membuat Ismailiyah di Iran berpegang teguh
pada diri mereka. Sejak saat itulah kaum Ismailiyah Alamut memimpin
kelompok Ismailiyah An-Nizariyah dan mulai meniauhi secara bertahap
aliran Fathimiyah konservatif dan condong kepada aliran yang ekstrim.
Di antara prinsip-prinsip penting yang diserukan olehHasan binAsh-
Shabbah adalah prinsip pengajaran. Mengetahui Allah tidak bisa melalui
dengan jalan akal melainkan melalui pengajaran imam. eT Keyakinan ini
membuat tiap-tiap imam memiliki pengaiaran sendiri untuk membuka
jalan bagi dilakukannya perubahan-perubahan mendasar dalam akidah
An-Nizariyah pada masa-masa selanjutnya.
Kelompok An-Nizariyah mengalami krisis besar sejak berdirinya
dalam mengangkat seorang imam. Nizar memiliki anak-anak lelaki tetapi
ia tidak mengumumkan salah satu dari mereka sebagai imam setelah ia
meninggal nantinya. Hasan bin Ash-Shabbah dan dua Penerusnya yang
memimpin Daulah Fathimiyah di Iran tidak pernah menyebut nama imam
atau imam-imam yang datang setelah Nizar. Ini berarti oran8-orang An-
Nizariyah sejak itu telah memasuki fase persembunyian baru, sehingga
Hasan bin Ash-shabbah menjadi hujjah bagi imam yang tersembunyi.
Kondisi ini terus berlanjut pada masa dua khalifah penerusnya sehingga
keduanya menjadi rujukan tertinggi dakwah An-Nizariyah. e8
Kaum An-Nizariyah di Alamut berhasil menyebarkan dakwah mereka
di daerah-daerahpegunungan di Iran dan pengaruhmereka meluas sampai
ke Asfahan. Hasan bin Ash-shabbah mulai tahun 495H/11.02 M mampu
menyebarkan dakwah di negeri Syam dengan mengirim para dai untuk
menyebarkan dakwah An-Nizariyah di sana.ry
Hasan bin Ash-shabbah -pendiri Daulah An-Ni zariy ah dan pemimpin
dakwahnya- adalah seorang pemikir terkenal. Ia menulis risalah
berbahasa Persia yang hilang berjudul Fushul Arba'ah. Cuplikan-cuplikan
dari bukunyayaflgditerjemahkan ke dalam bahasa Arab bisa ditemukan
dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal kary a Asy-Syahrastani. 100
Fase persembunyian berakhir setelah Al-Hasan II berkuasa di Alamut
dan orang-orang An-Nizariyah menyebutnya sebagai " Ala Dzikrih As-
Salam" serta mereka menerimanya sebagai imam. Al-Hasan ini adalah putra
Muhammad, pemimpin Ismailiyah ketiga di Iran. sejak kecil ia dikenal
menekuni kajian sejarah Ismailiyah dan ajaran-ajarannya. Ia adalah seorang
ahli retorika sehingga orang-orang menganggapnya sebagai Imam yang
dijanjikan oleh Hasan Ash-shabbah. Ketika ayahnya mengetahui kondisi
ini, maka ia mengumpulkan orang-orang dan berkata, "Al-Hasan adalah
putraku, aku bukanlah imam, aku hanyalah salah satu dari para dainya.,,
Ketika Al-Hasan berkuasa sepeninggal ayahnya tahun 557 H / 1162M,
ia mulai melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam madzhab. Ia
memerintahkan untuk membuat mimbar di bawah Alamut p adatanggalZ
Ramadhan tahun 559 H / 1164M. Mimbar ini dibuat berseberangan dengan
arah kiblat dan ia mengumumkan di hadapan undangan yang datang
dari para pengikut An-Nizariyah dari berbagai daerah bahwa perintah-
perintah syariah telah gugur darinya atas perintah imam. Dary imam telah
mengantarkan mereka kepada Hari Kiamat, yaitu fase diangkatnya amal
ketaatan dari para hamba karena hanya sudah cukup dengan menghadap
Allah dengan segala wajah dan meninggalkan semua garis syariah dan
ritual ibadah yang sementara serta perintah-perintah yang lahir. selagi Hari
Kiamat telah tiba, maka seharusnya manusia selalu bersama Allah dengan
hati mereka, menghadapkan jiwa seluruhnya kepada hadhirat ilahi, dan
inilah shalat yang hakiki.
Atas analogi inilah mereka menakwilkan syariat secara keseluruhan,
sebagaimana mereka menakwilkan makna surga dan neraka serta
menafsirkannya dengan penafsiran ruhani dan maknawi yan berbeda.
Adapun orang-orang mukmin, mereka adalah yang memenuhi seruan
dakwah An-Nazariyah dan mengikuti imamnya. Karena itu, mereka
memiliki kemampuan untuk memahami hakikat atau tujuan-tujuan batin
daripada syariat. Tampaknya pasal-pasal yang disebarkan Al-Hasan ke
seluruh penjuru setelah diumumkannya kiamat seakan-akan ia berarti-
dalam makna ruhani-adalah imam di masanya dari keturunan Nizar
Al-Mustanshir yang senatiasa dinanti-nanti kedatangannya sejak lama. 101
seruan kiamat terus berlanjut pada masa putranya, Muhammad II (561-
607 H/1166-1210 M) yang pada masa-masa akhimya terjadi pemberonta-
kan luas atas terkucilnya kelompok Nizariyah yang menyebabkan dijauhi
seluruh dunia Islam karena seruan kiamatnya. Maka sekelompok pengikut
An-Nizariyah berkumpul di sekeliling putra mahkota Jalauddin Al-Hasan
bin Muhammad yang setelah menduduki singgasana pada tahun 607 H/ 1210
M mengumumkan pembebasan diri dari jalan pendahulunya, mengajak
orang-orang untuk mengikuti garis-garis syaria! mengirimkan surat kepada
khalifah Abbasiyah di Baghdad dan raja- raja di berbagai penjuru untuk
memberitahu mereka atas perubahan-perubahan yang dilakukannya,
sehinggga ia pun diterima dikalangan pengikut Ahlu Sunnah'
Ketika Jalaludin Al-Hasan meninggal dunia tahun 618 H/122]. M,
ia digantikan putranya Alauddin Muhammad yang pada waktu itu baru
berumur 19 tahun. Maka kembalilah kondisi kepada semuanya. orang-
orang An-Nizariyah kembali lagi menyerukan ajaran-ajaran dakwah
kiamat. Akan tetapi para ulama An-Nizariyah berusaha menjelaskan siasat-
siasat dan ajaran-ajaran yang tampak pada lahirnya saling betentangan
yang berhubungan dengan masa-masa pemerintahan Al-Hasan II dan
Muhammad II (dakwah kiamat), Al-Hasan III (mencampur pendapat-
pendapat An-Nizariyah dengan pendapat-pendapat Ahlu sunnah) dan
Muhammad III (menghidupkan kembali sisi-sisi aiaran dakwah kiamat).
Mereka ini menjelaskan bahwa ajaran-ajaran ini yang tampak dalam
lahirnya bertentangan hanyalah cermin dari realita maknawi yang seruPa
dan hakikat-hakikat yang sama karena setiap imam An-Nizariyah berbuat
sesuai dengan tuntutan zamannya.
Mungkin kita bisa menemukan gambaran dari usaha-usaha ini dalam
kitab-kitab Ismailiyah yang ditulis oleh Nashiruddin Ath-Thusi, terutama
kitab yang berjudul Raudhah At-Taslim.lo2
E. An-Nizariyah Pasca Runtuhnya Negara Mereka di lran
Imam Al-]uwaini menyebutkan pembantaian yang dilakukan oleh
orang-orang Mongol tah un654H/ 1256 M. Orang-orang Mongol menghabisi
orang-orang Ismailiyah An-Nizariyah di manaPun mereka berada setelah
mereka menyerahkan benteng-benteng mereka pada pasukan Mongol.
Maka tidak ada satupun dari mereka yang tersisa.103 Namun realita yang
ada berseberangan dengan apa yang disebutkan Imam Al-Juwaini. Masih
tersisa sekumpulan kelomopok An-Nizariyah yang terpisah-pisah di
kawasan Dailam dan Qahastan di Iran, sebagaimana sekelompok mereka
ada yang berhijrah ke daerah-daerah tetangga di Afghanistan dan Sind.
Selama dua abad selanjutnya, yaitu masa-masa paling misterius dalam
sejarah aliran An-Nizariya[ para pengikut An-Nizariyah terpaksa menutup
diri dan menganut paham taqiyah di balik topeng Sufi. Selama kurun waktu
ini tidak ada informasi-informasi tentang para imam An-Nizariyah dan
hubungan-hubungan dengan pengikut mereka.
Pada tahun 710H/1310 M, kelompok An-Nizariyah terpecah menjadi
dua bagian setelah meninggalnya Syamsuddin Muhammad, imam
ke-28. Kedua putranya Mukmin Syah dan Qasim Syah saling bersaing
merebut kursi khilafah. Kepemimpinan mereka berdua sama-sama
mendapat pengakuan dari beberapa kelompok An-Nizariyah sehingga
menyebabkannya terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan Mukmin
Syah atau Muhammad Syah dan golongan Qasyim Syah.lM
Sejak awal, mayoritas An-Nizariyah di Syam, Dailam dan Badakhsyan
bergabung dengan golongan Mukmin Syah sedangkan sejumlah kecil
mereka yang bergabung dengan golongan Qasim Syah.
Kita tidak tahu banyak tentang para imam golongan Mukmin Syah
kecuali imam terakhir yang menduduki imam ke-40 bernama Al-Amir
Muhammad Baqir. Ia pernah berhubungan dengan para pengikutnya di
Syam terakhir kalinya pada tahun 121,0H/179q M10s kemudian kabarnya
tidak bisa diketahui lagi. Golongan An-Nizariyah Mukmin Syah ini
sekarang ada di Syria dan dikenal dengan Al-la'fariyah. Tampaknya
mereka masih menunggu imam mereka yang bersembunyi dari keturunan
Muhammad Baqir. Mereka mengikuti madzhab Imam Syafi' i dalam hal-hal
yang berkaitan dengan hukum syariah.lffi
Adapun para imam An-Nizariyah Qasim Syah, mereka mulai meng-
arahkan kegiatan mereka dengan sangat terbatas dari tempat rahasia
mereka di Azerbaijan. Mereka memindah tempat mereka pada abad 19
H/15 M ke Iran Tengah tepatnya di daerah Qum.Kemungkinan mereka
menjadikan desa Anjadan yang terletak di jalan menuju Teherary Qum,
sebagai tempat tetap mereka. Tampaknya mereka berubah menjadi salah
satu tarekat sufi dan menggunakan istilah-istilah Sufi seperti; Mursyid, bir,
dansyaikh.Istilah-istilah ini digunakan untuk menyebut para imam mereka
yang seakan-akan mereka seperti quthub dari quthub tasawuf.
Masa menetapnya para imam An-Nizariyah Qasim syah di Anjadan
terutama sejak abad 11, H/17 M dianggap sebagai masa men8hidupkan
kembali dakwah mereka. Dakwah ini berhasil menarik banyak pengikut
dan menjalin hubungan langsung dengan kelompok-kelompok yang
tersebar di daerah jauh seperti India dan Asia Tengah untuk tunduk di
bawah kepimimpinannya. Dakwah ini menyebar ke berbagai penjuru
di daerah Khurasan, Irak, Ajami, Kirman, Afghanistan, Turkistan, India.
Bahkan pengikut An-N izariyah,Mukmin Syah, ikut bergabung dan tunduk
di bawah para Imam Qasim Syah sejak abad 11 H/17 M.
Kemudian pusat dakwah An-Nizariyah Qasim Syah di pindah dari
Anjadan sejak diangkatnya syah Nizar sebagai imam tahun 1124H/1722
M ke Kirman dan Yazd. Maka para Imam An-Nizariyah Qasim syah
mulai berperan menjalankan politik sejak abad L8 H. Pada awal masa
Daulah Qajariyah, Imam Hasan Ali syah, menjadi tokoh yang memiliki
pengaruh luas. Raja Qajariyah menyebutnya dengan gelar Agha Khan dan
selanjutnya gelar ini digunakan untuk para pemimpin penggantinya' Tak
lamakemudianlmam Hasan Ali Syah melarikan diri ke Afghanistan setelah
terjadi peristiwa pemberontakan terhadaP negara pusat. Sejak itulah masa
kepemimpinan An-Nizariyah Qasim Syah di Iran berakhir'
Antara Agha Khan dan Emperor Britania terjalin hubungan erat
di India yang menyebabkan kuatnya kedudukan Imam An-Nizariyah
di semenanjung India. Agha Khan pernah menghabiskan masanya di
Afghanistan, Sind, Kalkuta lalu setelah ia merasa putus asa untuk kembali
ke Iran, ia menetap di kota Bombay pada tahun 1849 dan menjadikannya
sebagai pusat pergerakanny
jumlah pengikut Ismailiyah An-Nizariyah Qasim Syah sampai
sekarang mencapai beberapa juta orang dan kebanyakan mereka hidup
dalam kelompok-kelompok kecil di beberapa negara Asia seperti India,
Pakistan, Banglades, China (wilayah Yarkind dan Kashghir), Afghanistan,
Irary Syria, Tajikistan terutama di Badakhsyan, dan di beberapa negara
Afrika terutama di Kenya dan Tanzania.
Mayoritas pengikut An-Nizariyah Qasim Syah dari India dan
Pakistan yang dikenal dengan Khaujah dan juga dari Afrika berhijrah ke
negara-neganaBarat, terutama di Amerika dan Britania sejak tahun 1970.
Demikianlah kita mendapati Ismailiyah An-Nizariyah dari pengikut
Agha Khan mewakili kelompok yang memiliki jaringan internasional dari
berbagai bangsa dan bahasa yang memiliki kesatuan asal-usul madzhab,
warisan, dan sejarah.
AL.I SMAI LIYAH AN-N IZARIYAH
ASY.SYAROIYAH
(KEL0MPoK HASYASYUII 487-654 H)
Pengantar
pAscA meninggalnya Imam Ja',far Ash-shadiq (83-148 H), Syiah terbagi
menjadi dua kelomp ok; Pertama, syiah lmamiyah Al-ltsna'Asyariyah, yaitu
pengikut Imam Ibnu Musa Al-Kazhim (128-186 H) dan keturunannya,
sampai Muhammad bin Al-Hasan Al-Ask ari. Ke du a, sy iah lsmailiy ah, y aitu
pengikut Imam Muhammad bin Ismail bin |a'far Ash-shadiq (132-193H),
yang mana ayahnya, Ismail, meninggal pada masa Ja'far Ash-Shadiq tahun
138 H. Ada yang berpendapat bahwa kepemimpinan Syiah dilanjutkan
oleh putranya, Ismail. Menurut riwayat lain tentang Ismail, ia meninggal
setelah ayahnya, yakni tahun 158 H. Namun kematiannya dirahasiakan.lc
Syiah Ismailiyah pada periode tertutup -periode rahasia karena
khawatir atas serangan musuh-musuh mereka yakni pendukung
Abbasiyah- sampai akhir abad ke-3 H ketika para pembesar Ismailiyah
berhasil menyebarkan aliran mereka ke sejumlah negara Islam seperti
Yaman, Afrika Utara, Bahrain, dan Syam.1@ Dengan keberhasilan ini, mereka
kemudian berada pada periode terbuka yang dimulai dengan mendirikan
Daulah Fathimiyah Agung di Maghribi (296422 H) kemudian di Mesir
(358-567 H).
Pada periode Fathimiyah di Mesir, terjadi perpecahanmadzhab seiring
dengan keluarnya Druze, pada tahun 408 H, yang tidak cocok dengan
kepemimpinan Al-Hakim bi Amrillah (Imam ke-6 Fathimiy ah/ 375-411. H).
Al-Hakim mengaku bahwa Tuhan telah menyatu pada diri Druze.
Kemudian setelah periode tersebut,Imam ke-8, Al-Mustanshir Billah
(420-487 H) menetapkan anak sulungnya yang bernama Nizar untuk
menjadi Imam setelahnya. Namun, salah satu menteri senior, Badar Al-
Jamali, mengumumkan bahwa Imam yang menggantikan Al-Mustanshir
adalah Al-Musta'la bin Al-Mustanshirllo (yang waktu itu masih kecil).
Badar menangkap dan memenjarakan Nizar beserta putranya hingga
mereka berdua meninggal. Dari sinilah, Ismailiyah berhasil mengokohkan
posisinya sebagai madzhab dan negara, sehingga Ismailiyah terpecah
menjadi; Al-Ismailiyah Al-Musta'liyah di Mesir, dan Al-lsmailiyah An-
Nizariyah Asy-Syarqiyah dinegara Islam bagian timur.111
Ahmad bin Abdul Malik bin Atthas, seorang ulama Ismailiyah di
Asfahan, menolak kekhalifahan Al-Musta'la dan dianggap mendukung
Nizar hingga meninggal terbunuh pada tahun 500 H.112 Untuk mengambil
alih kunci kekuasaan Nizariyah dalam urusan agama dan politil pemimpin
benteng Alamut yaitu Hasan bin Ash-Shabah -yang berkebangsaan
Persia- berlindung di dalam bentengnya sejak kematian Al-Mustanshir,
dan memimpin Ismailiyah Nizariyah di Persia dan Syam sampai ketika
Asad Ad-Din Sinan (528-588 H) memisahkan diri dengan berdakwah di
Syam dengan gelar Syaikhul Jabal dan para pengikutnya dengan julukan
As-Sinaniyah.113
Inilah pembahasan singkat tentang An-Nizariyah Timur (An-Nizaiyah
Asy-Syarqiyah) penguasa Daulah Alamut yang menjadi pengikut Ibnu
Shabah dan kekuasaannya yang berlangsung selama kurang leblh 1.67
tahun (487-654H).114
Para Pendiri Kelompok Ini
Secara bergantian, benteng Alamut menjadi markas An-Nizariyah
Timur bagi delapan pemimpin dan imam, mereka adalah:
1. Hasan bin Ash-Shabah (487-518 H).
2. Kiyabzerk Amin (518-535 H).
3. Muhammad bin Kiyabzerk Amin (535-557 H).
4. Al-Hasan II bin Muhammad (Qa'im Al-Qiyamah) (557-561 H).
5. Muhammad II bin Al-Hasan Il (Filsuf Al'Qiyamah) (56'1'-607 H).
6. Al-Hasan III bin Muhammadll (Al-Muslim Al-ladid) (607-618H).
7. Muhammad III bin Al-Hasan III: (618-653 H).
8. Ruknuddin Khaursyah bin Muhammad III (653-654)."u
Daulah Alamut berakhir dengan terbunuhnya Ruknuddin (654 H) oleh
pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan
benteng-benteng An-Nizariyah sebelum memasuki Baghdad, ibukota Daulah
Abbasiyah. Sebagian dari golongan Ismailiyah An-Nizariyah melarikan diri
ke India dengan cara berdagang, untuk menemui para keturunan Aga Khan
dengan membawa bendera dakwah An-Nizariyah pada masa Al-Hasan Ali
Syah " Aga Khan I" (w. 1881 M) hingga masa kepemimpinan Al-Amir Karim
Aga Khan IV (lahir tahun 1936 M) yang melepaskan diri dari Bohara karena
tidak mendapatkan kesempatan untuk berperan lebih dalam memimpin
Bohara.
Dari kedelapan pemimpin An-Nizariyah, ada tiga tokoh yang paling
berpengaruh, mereka adalah; Al-Hasan bin Ash-Shabah, Al-Hasan II " Qa'im
At-Qiyamah", dan Al-Hasan lIl "Al-Muslim Al-ladid". Sebelum membahas
lebih lanjut tentang ketiga tokoh tersebut alangkah baiknya kita mengetahui
terlebih dahulu tentang benteng Alamut yang merupakan tempat istana
mereka dan merupakan pusat pemerintahan mereka.
Alamut: Al-Mut, gabungan dari dua kata persia yang berarti "Sarang
Burung Elang" yaitu benteng kokoh yang terletak di gunung Alborz di
daerah Mazandaran yang masuk daerah Tiberistan yang terletak di antara
Laut Qazwin dan Laut Kaspia. Benteng Alamut dibangun pada tahun
255 H di atas puncak gunung yang tinggi dengan suara ombak yang
menyeramkan, oleh salah satu ulama Syiah Buwaihi bernama Al-Hasan,
yang mendapat julukan Ad-Da'i ila Al-Haq (Sang Penyeru Kebenaran).
Benteng ini jatuh ke tangan Ismailiyah pada tahun 483 H atas usaha
Hasan bin Ash-Shabah. Selain sebagai markas, benteng tersebut merupakan
pusat dakwah gerakan An-Nizariyah di Persia. Benteng ini semakin terkenal
setelah An-Nizariyah resmi keluar dari kekuasaan Daulah Fathimiyah, yang
lama-kelamaan menjadi sangat terkenal karena terdapat perpustakaan yang
memiliki ribuan jilid buku, alat-alat ilmu falak, dan astronomi.
Pada masa Al-Hasan II, Benteng Alamut lebih menonjol sebagai Pusat
kerohanian An-Nizariyah dibanding dengan fungsi awalnya sebagai pusat
pemerintahan An-Nizariyah. Bahkary Alamut melebihi kota Kairo yang
merupakan ibukota Daulah Fathimiyah (Ismailiyah Barat) yang meniadi
pusat kekuasaan Qa-im Al-Qiyamah yang telah membuka sebuah gerakan
yang terkenal dengan Daurah Al-Qiyamah yang akan kami jelaskan di
halaman-halaman berikutnya.
Peran Alamut sebagai pusat kerohanian sedikit berkurang pada masa
Al-Hasan III yang mendapat julukan Al-Muslim Al-ladid. Hal itu terlihat
dari peran Alamut sebagai pusat pemerintahan daerah kekuasaan Amir
Jalaluddin, sebagaimana Khawdrizmi dan Asfahan dilihat hubungan
perpolitikannya dengan Baghdad.
Kemasyhuran Alamut membuat Para musuh Ismailiyah menaruh
perhatian khusus terhadapnya. Alamut sangat sulit ditaklukkan dari
beberapa usaha penyerangan yang dilakukan oleh para sultan, pembesar,
dan menteri kerajaan Saljuk. Sampai pada akhirnya Hulagu Khan
berhasil menaklukkannya dan menduduki benteng kuat ini pada masa
pemerintahan Ruknuddin Khaursyrh."u
Masa kepemimpinan An-Nizariyah (selain masa Al-Hasan III) merupa-
kan era yang menakutkan bagi musuh-musuhnya. Karena pada masa
tersebut banyak utusan dan pasukan khusus Alamut yang ditugaskan
untuk menyerang dan membunuh golongan-golongan yang berseberangan
dengan mereka dari golongan Sunni, Fathimiyah, Syiah ltsna Asyariyah,
orang Nasrani dan yang lain sebagainya.
Adapun para penulis Ismailiyah menggambarkan tentang kota ini
dengan kota kosmopolitan yang berada di bawah kekuasaan Hasan bin
Ash-shabah yang mana kota ini menjadi impian para ahli hikmah, filsuf
dan para penyair untuk bisa tinggal di dalamnya.
Berikut biografi singkat para tokohnya:
A. Hasan bin Ash'shabah (430-518 H)
Ia mendapat julukan sayyiduna. Merupakan tokoh paling terhormat
An-Nizariyah. Nama lengkapnya adalah Hasan Ali bin Muhammad bin
|a'far bin Al-Husain bin Muhammad bin Ash-shabah Al-Hamiri Al-Yamani
yang terkenal dengan julukan Al-Hasan Ash-Shabah.
Lahir di kota Qum, Persia, pada tahun 430 H (ada yang berpendapat
441 H). Hidup dari keluarga miskin syiahltsna Asyaiyah. Kondisi ekonomi
dan madzhab yang sulit menjadikannya melakukan taqiyah (penyamaran).
Ia adalah seorang yang dalam mencari ilmu hingga menghantarkannya
menjadi orang yang sangat piawai dan mumpuni dalam berbagai ilmu
pengetahuan.
Ia seorang yang terkenal dengan kecerdasannya, hingga mamPu
menguasai ilmu-ilmu yang berkembang saat itu. Diceritakan bahwa ia telah
menjadi pembimbing bagi kedua sahabatnya, yakni Umar Al-Khayyam
(penyair dunia w.512 H) dan Nizham Al-Muluk (menteri senior Bani
saljuk: 408-485 H). Menurut sejarawan, dari sinilah Al-Hasan bin Ash-
shabah mampu memasuki kawasan istana saliuk dengan mengabdi pada
sultan Malik shah dengan kejeniusan dan intensitasnya. Hal ini pula yang
membuat Nizham Al-Muluk merasa khawatir dan bermaksud buruk
menyingkirkan Hasan bin Ash-Shabah dari pengaruh istana.
setelah meninggalkan kawasan istana saljuk, Al-Hasan yang terkenal
dengan sebutan" Ad-Da'i Al-Mukmin" memusatkan dakwahnya di kota Ray
karena mengabdikan dirinya pada Abdul Malik bin Atthas yang mendapat
julukan "Da-i Ad-Du'at", untuk menyampaikan madzhab Ismailiyah.
Kemudian hari ia lantas menuju ke Mesir untuk belajar ilmu dakwah
kepada para guru dakwah di sana yang sangat terkenal dan untuk bertemu
dengan Al-Mustanshir.
Al-Hasan tinggal di Mesir hanya satu setengah tahun (47L-473 H),
karena ketidakcocokarurya dengan situasi politik Badruddin (menteri Al-
Mustanshir yang berhaluan sunni dan memegang kendali semua urusan).
oleh karena itulah, Al-Hasan meninggalkan Mesir setelah hanya sekali
bertemu dengan Al-Mustanshir. Ia mengetahui bahwa putra mahkota
bernama Nizar telah ditetapkan sebagai pengganti Al-Mustanshir pasca
meninggalnya kelak.117
Setelah keluar dari Mesir, Al-Hasan tetap pada madzhabnya dan hidup
berpindah-pindah dari negeri Svam, Irak, dan sampai ke Persia. Di persia
inilah ia mulai berpikir untuk membentuk sebuah negara dan memindahkan
kekuasaan Al-Mustanshir ke sana agar sang pemimpin pujaannya itu
terbebas dari kekuasaan dan pengaruh dari sang menteri Sunni.
Ia pun mulai menaklukkan benteng-benteng di sebelah selatan laut
Qazwin hingga akhirnya mampu menaklukkan Benteng Alamut pada
tahun 483 H. Ia kemudian mempersiapkan segalanya untuk mewujudkan
keinginannya menjadikan Benteng Alamut sebagai ibukota negara yang
telah diimpikannya.
Adapun persiapan rencana yang kedua adalah meminta Al-Mustanshir
untuk memimpin segala urusan negara yang baru berkembang tersebut.
Akan tetapi terdengar kabar kematian Al-Mustanshir (487 H). Sebagai
penggantinya adalah Al-Musta'la, bukan pengganti yang seharusnya yakni
Imam Nizar.
Dari sinilah Ismailiyah rimur mulai memisahkan diri dari kekuasaan
Fathimiyah dengan menyebut kelompok mereka dengan sebutan An-
Nizariyah.118
Setelah Ahmad bin Abdul Malik bin Al-'Atthas meninggal, maka Al-
Hasan berhenti dari menjadi pendakwah Ismailiyah dan pendukung Imam
Nizar dan putranya. Meski sebelumnya ia adalah tokoh di balik layar dan
aktor utama kebanyakanperistiwa yang terjadi di dunia Islampada saat itu.
Al-Hasan lantas berdiam diri di dalam Benteng Alamut dan meng-
hindar untuk bertemu dengan orang-orang. sama sekali dia tidak pernah
keluar dari benteng selama 40 tahun kecuali hanya dua kali saja. selama
menyepi itu ia menggunakannya untuk membaca, belajar, mengatur
strategi, melatih, dan memberikan pembekalan kepada para pendakwah
dan para utusan ke seluruh penjuru dunia, sampai dia meninggal pada
usia yang hampir 90 tahun (518 H). Ia menghabiskan 70 tahun hidupnya
untuk mendakwahkan Syiah Ismailiyah.lle
sejarawan sepakat bahwa pengaruh Hasan bin Ash-shabah dalam
sejarah dakwah Ismailiyah sama halnya dengan peran Abu Abdullah Asy-
Syi'i (w. 2g4H) yang berhasil mendirikan Daulah Fathimiyah di Maghribi
yang kemudian berpindah ke Mesir. Adapun negara yang menjadi basis
dakwah Al-Hasan merupakan negara non-Islam (dimulai dari Mazdak
yang berfaham komunis, Babakiyah Khuzamiyah, dan berbagai gerakan
kesukuan). Disamping dia juga memberikan sumbangsih perumusan
undang-undang kesultanan Saljuk saat mengabdi di sana.
Hanya saja, dia belum mamPu secara sempurna mengumpulkan
kekuasaan rohani dan politik sebagaimana telah dicapai oleh putra Surunya
yang bernama Ahmad bin Abdul Malik bin Al-Atthas.
Dia tidak meninggal kecuali setelah menyebarkan faham Bathiniyah
dan menyesatkan sekelompok umat manusia sampai paham ini akhirnya
banyak dipeluk oleh para peiabat pemerintah'12o
Peperangan sengit antara Fathimiyah dan saljuk, konflik internal
saljuk (setelah meninggalnya sultan Malik shah), antara kerajaan saljuk
dan para Emir, kemudian konflik antar Emir itu sendiri, ditambah lagi
intervensi asing dalam memanfaatkan kondisi tersebut di negeri Syam; itu
semua berdampak pada kemajuan dakwah An-Nizariyah.l2l
Al-Hasan pun merangkul semua musuh-musuhnya untuk memutus
hubungan dengan Al-Musta'lawiyah (Ismailiyah Barat) dan menganggap-
nya sebagai musuh. Maka Al-Hasan mengirimkan beberapa pasukan rahasia
untuk membunuh mereka (ya.g salah satunya berhasil membunuh EmiI bi
Ahkamillah pada tahun 524H). Disamping ia juga menganggapsyiahltsna
Asyaiyahsebagai musuh utama. Adapun Daulah Abbasiyah dan Bani saljuk
yang keduanya beraliran Sunni merupakan musuh bebuyutan mereka.
Begitulah Al-Hasan memenuhi kehidupannya dengan berbagai
pertikaian dzrn perrnusuhan. Kekerasan hati dan kebengisaru:rya memuncak
pada akhir hidupnya dengan membunuh kedua anaknya sendiri dengan
alasan keduanya telah keluar dari agama dan akidah. Putra pertamanya
juga telah ikut serta dalam pembunuhan ulama Qu'ustan adapun adiknya
adalah seorang yang gemar meminum minuman keras. Alasan itulah yang
diutarakan Al-Hasan kepada para pengikutnya.
Tatkala Al-Hasan sudah tidak mempunyai keturunary ia melimpahkan
kekuasannya kepada Kiyabzerk (pengikut seniornya) untuk memimpin
para provokator dan mengatur perpolitikan. Ia juga memberikan mandat
kepada Abu Ali (seorang dai dari Qazwin) untuk menjadi guru spriritual
Nizariyah dalam mendakwahkan gerakan atau sekte ini.1ts
B. Al-Hasan ll " Qa'im Al-Qiyamah" (532-561 H).
Kiyabzerk diangkat menjadi pemimpin Alamut dan berdakwah setelah
meninggalnya Hasan bin Ash-shabah, kemudian diteruskan putranya
yang bernama Muhammad. Keduanya mendakwahkan apa yang telah
didakwahkan oleh Hasan bin Ash-shabah. Mereka bertiga ini berdakwah
dalam bentuk rahasia sehingga ketiganya terkenal dengan Hujiatul Imam
Al-Mastur atau wakilnya.
Maka ketika dai keempat yakni Al-Hasan II bin Muhammad bin
Kiyabzerk berkuasa, meski dalam periode kepemimpinan yang sangat
singkat (557 H.-561 H), terjadi perubahan besar-besaran dalam pemikiran
Nizariyah dibanding ketiga pendahulunya dengan dakwah mereka yaitu
Al-lmam Al-Mastur (pemimpin yang dirahasiakan), memperlihatkan syiar
Islam dan berpegang teguh untuk jangan sampai terjatuh pada perkara-
perkara harami mengganti semuanya dengan jargon filsafat bathiniyah
(kebatinan).
Al-Hasan II memulai kekuasaannya dengan kurang begitu peduli
terhadap orang-orang yang melanggar syariat sampai akhirnya ia
memberikan gelar kepada dirinya sendiri dengan Qa'im Al-Qiyamah (orang
yang Menentukan Datangnya Hari Kiamat).
Filosofi Ismailiyah menjelaskan -sePerti yang disampaikan As-
Sijistani dalam Kitab Kasyf Al-Mahbub, dan Ath-Thusyi dalam Kitab Af-
Tashawwuraf - bahwa Al-Qiyamah (Hari Kiamat) adalah waktu dimana
makhluk akan bertemu dengan At-Haq (Tuhan), detil-detil hakekat akan
menjadi jelas, batin yang tersembunyi akan terungkap, serta meninggalkan
bentuk-bentuk syariat ibadah dan adat yang telah ditetapkan ketika sisi
zhahir dan bathin telah menyatu dan ketika nafsu dan ruh sudah beranjak
menuju kehadirat Tuhan.
Itu semua tidak akan tercapai tanpa bersatunya nafsu kulli (diri
imam) dengan akal kulli (Rasul). Maka saat itu kebenaran agama akan
menampakkan sisi kebatinannya dan menyisihkan sisi luar dan zhahirnya.
Hal inilah yang terdapat pada pemikiran Qa-im Al-Qiyamah, yang
tertuang dalam kitab-kitab Ismailiyah - dengan segala pertentangannya-
menyatukan antara esensi kenabian dan keimaman; yang mana jika hal
itu telah terjadi maka pintu taubat telah tertutup dan dunia telah berakhir,
serta janji-janji Tuhan dalam kepercayaan semua agama meniadi nyata, dan
mengubah manusia dari masa kesadaran (menampakan syariat) ke masa
terang yang mengungkap hakekat dan inti syariat.
Ketika Nabi Muhammad ffi menjadi penutup era syariat dan pembuka
,,
er a qiy amah" ; makasesungguhnya semua syariat dan agama telah menjadi
sempurna dengan syariat dan agama Nabi Muhammad (kenabian terakhir
menurut Nizariyah). Dan dari sini, era kiamat dimulai dengan sang
prolamatornya Qa-im Al-Qiyamah yang r.engaku dirinya Al-Haq (Allah).
Keterangan lebih lanjut tentang pemikiran pokok akidah Nizariyah akan
dibahas selanjutnya.ls
pendirian Al-Hasan II yang Mendapat Gelat Muzhhir Al-Aliyyah.
Al-Hasan meniuluki dirinya dengan " D a' i li Al-Imam Al-Mastur " (Dai
para Imam yang Bersembunyi), "Hujiahli Al-lmam Al-Mastur" (Hujjah Bagi
para Imam yang Bersembunyi) dan juga gelar "Khnlifah Al-Mastur" (Khalifah
para Imam yang Bersembunyi (termasuk di dalamny a ayah, kakeknya dan
Ibnu Shabah serta orang-orang sebelumnya).
125 lbid, hlm.215.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 75
r:-
Tak lama kemudian ia mengaku sebagai Imam (kemudian muncul
beberapa riwayat tentang nasabnya yang sebenarnya, yang menyatakan ia
keturunan Nizar bin Al-Mustanshir dan bukan dari keturunan Kiyabzerk).
Hal ini kemudian diamini oleh para sejarawan Ismailiyah yang mana
mereka menyebutkan bahwa Al-Hasan II adalah Imam Al-Hasan Ali bin
Imam Al-Qahir bin Muhammad bin Ali bin Nizar.
Padahal menurut pendapat lain yang juga dibenarkan oleh kalangan
Ismailiyah bahwa ayah Al-Hasan II telah berbuat zina dengan istri
Muhammad bin Kiyabzerk.
Pada tanggal L7 Ramadhan tahun 559 H, para pengikut Al-Hasan
II berkumpul di Benteng Alamut (bertepatan dengan hari terbunuhnya
Imam Ali bin Abi Thalib aub ). Dalam kesempatan itu Al-Hasan II
memberikan khutbah dan mengumumkan bahwa Imam Akhir Zaman
telah menyampaikan salam kepada pengikut Nizariyah dan menyebut
mereka sebagai hamba yang terpilih yang mempunyai kedudukan khusus,
dan membebaskan mereka dari tunduk pada syariat. Tibalah dengan apa
yang mereka sebut sebagai Kiamat (Hari Akhir). Kemudian mereka pun
semua berdiri menyambutnya danmengadakan pesta yang terkenal dengan
"Hari Raya Kiamat".
Al-Hasan II tidak inginiulukan Imam Akhir Zaman kecuali dinisbatkan
untuk dirinya sendiri. Proklamasi tersebut menyebabkan perpecahan di
kalangan pengikut Al-Hasan II, sebagian kelompok memprotesnya dan
berkata "Jika kamu seorang Nabi, maka datangkanlah mukjizat." Al-Hasan
II menjawab, "Aku berlindung kepada Allah jika aku harus menjadi sebab
makhluk menerima adzab." Lalu kelompok tadi kembali berkata, "Jika
kamu seorang hujjatullah, maka tunjukkan bukti dan petunjuk kepada
kami," Al-Hasan II menjawab, "Aku berlindung kepada Allah jika harus
menjadi hujjatullah dan penyebab binasanya makhluk."
Adapun di tengah-tengah masyarakat Islam yang lainnya, dengan
kejadian tersebut, sekelompok madzhab lain semakin menguatkan diri
untuk mulai keluar dari Nizariyah."u
Adapun Al-Hasan II, (para pengikutnya setiap kali menyebut namanya
selalu menyertainya dengan x;E)t) berakhir dengan terbunuh di tangan
Husain bin Namur yaitu kakak ipamya sendiri yanS merupakan anggota
Bani Buwaihi yang beraliran Syiah ltsna Asyariyah.
Pasca terbunuhnya Al-Hasan II, Muhammad II bin Al-Hasan II
menggantikan kepemimpinan ayahnya dengan julukan Failusuf Al-
Qiyamah. Gelar ini diberikan sang ayah sebagai isyarat masuknya masa
Al-Kasyf Al-A'zhamsebagai ganti dari masa sebelumnya yaitu masa Kasyf
Al-B athini. Maksud Al-Hasan II dengan istilah ini adalah memberitahukan
kepada para khalayak dan pengikut, bahwa Muhammad II adalah
seorang imam dan pemimpin suatu masa dan juga pemimpin dalam hal
kerohanian.
Al-Hasan II mempersiapkan putfa mahkotanya Muhammad II (553-
607 H) sebagai pimpinan Nizariyah dengan julukan Al-lmam Ats-Tsani
(Imam Kedua).
Kepemimpinan Muhammad II berlangsung selama 46 tahun (561-
607 H). Di eranya ini, Muhammad II berusaha memperkenalkan akidah
Ismailiyah kepada rakyat, tidak sebagaimana yang dilakukan oleh para
pendahulu ny a, y angselalu menyembunyikan akidah Ismailiyahnya.l2T
Muhammad II menduduki maqam 'Alim Al-Amr Al-llahi (orang yang
Mengatahui Perkata-perkara Ketuhanan), yang di antara tugasnya adalah
menjadi penjelas kalam Tuhan. Pengertian inilah yang telah ditetapkan oleh
para penulis Ismailiyah, yang mana menurut mereka tingkatan tersebut
tidak dapat dicapai oleh Para dai.
Karena pentingnya posisi itu, pemegang posisi tersebut merupakan
orang yang bersifat abadi. Maka orang tersebut sejatinya telah ada
bahkan sebelum seribu tahun yang lalu, namun baru terlihat pada hari
ini dan akan menjadi orang yang kekal nan abadi. Ia tidak mempunyai
permulaan, tidak mengalami perubahan dan kemustahilan, dan tidak
mempunyai akhiran.
Ketika sosok tersebut telah nampak dan terlihat, maka dialah yang
berhak menyandang gelar Qa'im Al-Qiyamah dan ada yang menjulukinya
Malakussalamd,anAl-lmamAl-Mustaqar(lmarnyangDitetapkan)danMaula
Az-Zaman (Tuan Zaman).
Adapun maksud dari semua nama-nama ini adalah satu, yakni
melabelkan nama Al-Qaim atattWajhullahyang kekal atau sifat yang maha
agung yang merupakan sifat Allah Yang Maha Agung. Dary Anda bisa
menamainya Mazhhar Al-Kalimah Al-'Aliyyah (Penjelas Kalam Tuhan yang
Tertinggi) atau Muhiq Al-Waqt (Pemilik Waktu) dan Dialah yang dengan
kehendaknya mampu mewujudkan sesuatu yang tidak ada, dan dengan
penerimaanya, sesuatu yang terlarang menjadi wajib, maka kebenaran
adalah apa yang bersumber darinya, karena dialah asal segala kebenaran
dan kebaikan.
Singkatnya, Allah pada Hari Kiamat akan menjadi jelas dan menam-
pakkan diri. Jika sudah demikian, maka Allah Ss saat itu tidak lain kecuali
Al-Hasan II. Dialah yang maha menguasai segala urusan dan menjadi
juru dakwah bagi para imam yang bersembunyi. Yang secara berangsur-
angsur ia mengklaim bahwa dirinya adalah satu-satunya wakil Allah dan
menjuluki dirinya dengan sebutan Al-lmam Al-Qa-im, yang akhirnya ia
mengangkat derajat putranya menjadi Tuhan.128
Menghapus Ketalnuaan dan Menggugurkan Kewaiiban Beribadah
Serta Menampakkan Diri Sebagai AbHaq
Periode ini ditandai dengan pengguguran kewajiban beribadah dan
tidak berpegang lagi pada hukum-hukum syariat, dengan mengatakan
bahwa berpegang pada syariat merupakan perbuatan salah yang tidak bisa
ditebus kecuali dengan melupakan syariat itu sendiri. Oleh karena itu Al-
Hasan dan putranya memberikan sanksi dan hukuman serta membunuh
siapa saja yang tetap berpegang teguhpada hukum syar'i danmenyibukkan
diri dengan beribadah dan melakukan ritual-ritual keagamaan.
Filosofi ajaran ini adalah, perkara yang berhubungan dengan syariat
yang dibawa oleh para Nabi adalah bersifat pengajaran, jadi nilainya
bersifat relatif sesuai dengan zal::.ar.; hanya berlaku pada suatu kaum
yang kematangan rohaninya belum sempurna. Adapun mereka yang telah
sempurna adalah yang dinisbatkan kepada mereka berupa pokok ajaran
yang wajib untuk dibahas dalam kebatinan dan menemukan intinya dari
petuniuk dan pembenaran.
Para pengikut An-Nizariyah mengamini bahwa Al-Hasan II telah naik
derajat di atas derajat kemakhlukary dan telah mencapai derajat yang tidak
bisa dijangkau oleh manusia biasa. Yakni derajat yang dapat mengetahui
hakekat kebenaran tanpa ada satupun tirai yang menShalanginya.
Dengan anggapan ini, mereka meyakini bahwa Al-Hasan adalah
penolong terakhir di alam kebathinan rohani. oleh karena itu, dengan
mudah bagi mereka untuk meninggalkan unsur keduniawian tanpa
mencamPurkan unsur-unsur politik.
waktu demi waktu, kewibawaan negaranya mulai luntur, dengan
itu, mereka kembali pada kepentingan dakwah yakni dakwah perubahan.
Mungkin inilah apa yang dimaksudkan dengan isyarat dari label
pembangkang pada kelompok Sunni. Oleh karena itu, ketiadaan perhatian
terhadap mereka secara menyeluruh sering kali menjadikan mereka
memilih sendiri Penguasa benteng-benteng mereka, yang merasa Puas
oleh samarnya kebahagiaan dalam kebathinan kerohanian'
walaupun Nizariyah syam dan Quhustan mengikuti Nizariyah Alamut
dalam segala yang termuat dalam dakwah kebangkitannya untuk selalu
setia kepada sang Imam, sesungguhnya label pembangkang disematkan
pada siapa saja yang berseberangan dengan Nizariyah Alamut'130
Ash-shabah: Pimpinan Periode Qiyamah
Jika menilik kembali tentang periode Al-Qiyamah, maka sebenarnya
Hasan Ash-shabah bisa dianggap sebagai pendirinya, walaupun tidak
secara pasti kedatangannya pada waktu yang mana periode syariat
dinyatakan berakhir untuk menandai dimulainya periode A l- Qiy amah. D ari
sini kita bisa mengetahui bahwa Hasan Ash-Shabah merupakan Hujjatul
Kubra (Hujjah yang agung) bagr pemegang kekuasaan Al-Qiyamah' dan
bukan Al-Mustanshir, Nizar atau anak cucunya. Maka Hasan Ash-shabah-
lah pimpinan sebenarnya periode Al-Qiyamah yang melahirkan istilah
Al-Abb (figur seorang Bapak) dan Nafikh Ash-shur Al-ula (sang Peniup
sangkalala Pertama); yang mana iika bentuk-bentuk dakwah yang berkah
telah ditiupkary maka kebutuhan umat dan alam menjadi nampak pada
seseorang yang mengajak pada jalan Allah.l3i
Menurut Bernard Louis, Ismailiyah yang demikian itu telah memper-
luas area untuk memasuki wilayah madzhab dengan mengatakan bahwa
hakekat yang terkandung di dalam inti semua agama dan syariat pada
dasarnya adalah sama. Mereka berusaha untuk menggabungkan kalangan
sunni dan syiah dalam mencurahkan tenaga untuk berdakwah dan
memasukkan wilayah Kristen ke dalam wilayah mereka. Mereka bahkan
menyatakan bahwa hakekat yang ada di dalam agama Kristen sama halnya
dengan hakekat yang terkandung di dalam Islam.
Al-Qa' im adalah Al-Abb As-samawi (Bapak Langit) sedang Ash-shabah
adalah pimpinan periode Al-Qiyamah sehingga nampaklah peran seorang
Bapak.132
Menurut sebagian peneliti sejarah, kemiripan antara apa yang telah
diucapkan oleh Nizariyah setelah memproklamasikan periode Al- eiyamah
dengan apa yang diucapkan oleh Abu Al-Khaththab (yang terbunuh pada
tahun 138 H) salah satrr pengikut Muhammad Al-Baqir dan putranyala'far
Ash-shadiq, adalah berlebihan dalam menilai seorang imam yang sampai
menyerupakannya dengan Tuhan. Menurut mereka, sesungguhn y a J a' far
Ash-Shadiq adalah Tuhan.
Yang menjadi tanda tanya adalah ketika An-Nizariyah mengulang
akidah-akidah golongan lama yang pernah menarik banyak komentar,
maka mereka menghidupkannya kembali dengan segara sisinya yang baru.
Atau hal tersebut tidak lain kecuali akidah nenek moyang mereka yang
ahli dalam bidang kerohanian yang mampu menyimpan rahasia dengan
selalu menunggu kesempatan yang tepat untuk memproklamirkannya.l33
C. Al-Hasanlll"Al-Muslim Al-Jadid' (Muslim baru) (5g2-619 H)
Dalam waktu yang relatif lama golongan An-Nizariyah berhasil
menguasai Alamut selama masa kepemimpinan Al-Hasan II dan anaknya
Muhammad rr (557-607 H). sementara itu eksistensi Nizariyah syam (Benteng
Al-jabal) hampir mendekati kepunahan setelah keberhasilan Az-Zanki dan
golongan Ayyubiyun dalam menghilangkan pengaruh An-Nizariyah atau
minimal mengurangi pengaruh mereka sampai batas terendah.
Telah lahir anak Muhammad II yaitu Al-Hasan yang telah ditetapkan
untuk meneruskan keimamannya. Al-Hasan III seiak masa mudanya telah
menjauh dari tarekat ayahnya, yang berimbas pada hubungan keduanya.
Meski demikian, ialah pengganti kepemimpinan ayahnya setelah sang
ayah meninggal dan memulai era baru yang disebut Al-Muslim Al-ladid
(sebagaimana sebutan Al-Hasan III untuknya), sebagai pembaru yang
mengtrbah secara besar-besaran An-Nizariyah agar lebih kokoh dan
beretika. Ia juga sangat memperhatikan terhadap kebangkitan Al-Qiyamah
sebagaimana yang telah digaiiskan oleh para pendahulunya ayah dan
kakeknya.l&
Kembali kepada Islam dan Perubahan Drastis
Al-Hasan III memulai eranya dengan kembali kepada Islam yang
mulia, dan meninggalkan aturan-aturan yang berlaku pada masa ayah
dan kakeknya; memerintahkan untuk membangun kamar mandi umum
di setiap desa, membangun masjid untuk menunaikan shalat, mewajibkan
adzam, menjalankan shalat dan puasa. Sebagaimana ia menjuluki dirinya
dengan julukan sunni fl alaluddin Numusliman) seperti apa yanS dilakukan
oleh para pemimpin dan panglima, serta mengirimkan utusan-utusan
kepada Khalifah Abbasiyah An-Nasir li Dinillah dan Sultan Muhammad
Khawarizmi Syah dan pemimpin-pemimpin yang lainnya.
Ia juga meminta para ahli fikih Khurasan dan Irak untuk mengajarkan
para pengikutnya tentang ilmu ushuluddin dan syariat, memuliakan dan
menghormati mereka, serta menjadikan mereka qadhi (hakim agung), khatib
dan imam di masjid-masjid. Ia juga berlebihan dalam mencari kerelaan
mereka dan meminta mereka untuk memeriksa perpustakaan agung
Alamut untuk memusnahkan buku-buku ayah dan kakeknya serta buku-
buku Hasan Ash-Shabah yang telah dijadikan pedoman Madzhab Nizari.
Mereka pun melakukan perintahnya. Namun ia berlebihan dalam hal ini.
Al-Hasan III juga memerintahkan untuk mencela para pendahulunya
dan menghukum setiap orang yang menerima dakwah mereka itu.
Yang perlu diperhatikan adatah, An-Nizariyah memenuhi ajakan ini dan
tidak menolak sedikitpun seruan A l-Muslim Al'J adid,meski seruan itu sangat
berlawanan dengan apa yang telah tertata selama kurang lebih setengah abad'
Meski demikian, orang yang mau mempelajari fenomena ini akan
bingung ketika mendapati teori-teori yang berkembang di masyarakat An-
Nizariyah saat itu sebagaimana contoh yang telah disampaikan oleh Ath-
Thusi, "sesungguhnya kebenaran adalah dengan mengikuti sang imam,
dan bukannya imam yang harus mengikuti kebenaran. Hal itu karena imam
adalah pemilik kebenarary karena keinginannya tidak berdasarkan sebab.
Dan, sungguh dia sudah berada pada tingkatan menyatunya antara sebab,
musabb ab, dan s ab abiy ah."
"t3s
Seiringberjalannya waktu, fenomena yang berkembang di masyarakat
Nizariyah adalah, para pengagum Alamut yang sangat fanatik terhadap
para pendahulu mereka tidak mampu bertahan dalam keadaan ini. Mereka
pun meminta imam untuk menghentikan gerakannya setelah nyata-nyata
keluar dari apa yang diajarkan oleh para pendahulu mereka, dan kembali
pada ajaran liberal dan menjauhi syariat yang telah dianut oleh Hasan
Ash-shabah dan pengikutnya sebelumnya. Mereka juga menarik diri dari
melakukan gencatan senjata dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad,
dan memulai lagi serangan teror terhadap mereka.136
sebagian penulis Ismailiyah dalam memberikan alasan perubahan
drastis yang terjadi saat itu dengan meninggalkan Madzhab Nizariyah
menuju pelaksanaan syariat (khususnya Sunni) adalah bahwa periode
Imam Al-Hasan III merupakan periode as-sitru al-a'zham (rahasia besar)
yang mana periode seperti ini hukum-hukum syariat wajib dipatuhi;
setelah periode Al-Yasyfu Al-A'zham (keterbukaan) yang dipelopori oleh
Qa'im Al-Qiyamah.
Demikian analisa tentang sejarah Ismailiyah Nizariyah - sebagaimana
diungkapkan sebagian peneliti-, yaitu dengan istilah "Rahasia diikuti
keterbukaan, dan keterbukaan diikuti kerahasiaan." Keduanya saling
mengikuti laksana malam dan siang yang saling silih berganti. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Ath-Thusi.137
Adapun yang dimaksud rahasia (permata) sebagaimana diketahui
bersama sebelum berdirinya Daulah Fattrimiyah, dimana Imam Akhir Zaman
yang hrsembunyi fteturunan Muhammad bin Ismail) dari para pengikuhrya
kecuali hanya segelintir dari mereka yang tahu tentang keberadaan sang
imam, kepada zzun€rn keterbukaan Fathimiyah, yaitu dengan kemunculan
sang Imam di hadapan khalayak luas (meski saat itu masih tersisa istilah
taqiyah) menjadi periode rahasia sebagaimana telah diserukan oleh Al-
Mustanshir tatkala lebih memilih Nizar dari pada Al-Musta'la, menjadi
periode keterbukaan dengan mengangkat Qa-im Al-Qiyamah sebagai ganti
d,ari taqiyah. Usahanya untuk menggugurkan kewajiban beribadah menuju
periode rahasia (lagi) yaitu dengan merahasiakan kedudukan imam, meski
kekuasaannya dalam bidang pemerintahan dan kerohanian sangat jelas; dan
berakhir dengan periode keterbukaan yang ditandai dengan kedatangan era
Al-Muslim Al-ladid.
Pasca terbunuhnya Al-Hasan III (618 FI), kepemimpinan dilanjutkan oleh
putranya yang baru berumur sembilan tahun, Muhammad III138. Ia berkuasa
kurang lebih selama 35 tahun (618653 H) dengan gelar Ala'uddin dan dikenal
dengan sebutan syail<hul labal (rneruiuk pada syaikhul |abal di syam).
Ia telah mengalami gangguan akal dan kekacauan pikirar; namun
orang-orang terdekatnya tidak berani mengutarakan hal itu sehingga
kalangan awam Nizariyah pun tidak menyadarinya. Bahkan yang terjadi
adalah, mereka mengelu-elukan sang pemimpin itu dan mengatakan
bahwa apa yang diucapkannya merupakan hal yang telah tertulis diLauh
At-Mahfuzh yang tak lain adalah ilham dari Tuhan.
sehingga takberselang lama dari pengangkatannya, para pengikutnya
mulai melakukan pembangkangan terhadap aturan yang telah ditetapkan
oleh Al-Muslim Al-Jadid; mereka tidak lagi memperdulikan kaidah-kaidah
agama dan negara hingga hal itu menyebabkan runtuhnya negara mereka
pada masa pemerintahan Ruknuddin Khaurshah bin Muhamma d III (629 -
654 H), yang merupakan penguasa terakhir Alamut dengan penaklukan
dan pengambil-alihan benteng tersebut oleh Hulagu Khan (654 H).
Meski para sejarawan Ismailiyahyakin bahwa akhirnya para pengikut
Muhammad III berhasil menyelamatkan putranya yang masih kecil
bernama Syamsuddin Muhammad untuk dijadikan Imam setelahnya
(tahun 710H1.tze
Dengan bersembunyinya Khaurshah, maka periode rahasia yang
baru telah dimulai dan mempunyai kemiripan dengan periode rahasia
sebelumnya yakni sebelum berdirinya Daulah Fathimiyah.
Pasca meninggalnya Syamsuddin bin Khaurshah (710H), Nizariyah
terpecah menjadi dua kelompok; Pertama, mereka yang mengangkat
Mukmin Shah, yaitu putra Syamsuddin sebagai Imam. Imam terakhir dari
kelompok ini adalah Thahir Shah III Ad-Dakni (meninggal di India 950
H), yang sebagian pengikutnya sampai sekarang masih dapat dijumpai di
Masyaf dan Kadmous Syiria.
Kedua, mereka yang meyakini bahwa Qasim Shah (660-771. H) adalah
imarn selanjutnya yang berhak menggantikan ayahnya -Syamsuddin
bin Khaurshah. Kelompok ini tersebar di daerah India, dan sebagian di
Multan dan sekitarnya yang kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai
tukang emas.
Adapun di provinsi India yang lairy mereka bekerja sebagai pedagang
seperti Ismailiyah Al-Baharah (dari aliran Al-Musta'liyah-Ismailiyah
Barat). Mereka ini tersebar di pusat-pusat perdagangan di Asia, dan
sebagian lagi berdagang ke daerah Afrika Timur dan Afrika Selatan. Di
antara keturunan mereka ini adalah Aga Khan sebagaimana di depan telah
kami sampaikan.
Dalam keadaan yang tercerai-berai ini, akidah Ismailiyah tercampur
dengan beberapa akidah lain seperti tradisi Hindu, tasawuf Persia dan
India, sehingga banyak dari pembesar Ismailiyah yang menyembunyikan
dirinya dengan mengenakan pakaian orang-orang Hindu dan para sufi
demi menyelamatkan diri dari pembantaian terhadap kelompok mereka
yang dilakukan oleh Daulah Al-Ghauriyah di daratan India.
Dan, dari sinilah para dai Ismailiyah mengklaim bahwa sebagian
para pemimpin ahli tasawuf adalah Ismailiyah, seperti penyair kenamaan
Persia syamsuddin At-Tibrizi (yang terbunuh atau menghilang pada saat
terjadinya gerakan teror di Konya tahun 645r{), dan muridnyaMa1ulaza
|alaluddin Ar-Rumi (604-672H), dan Syaikh akbar Muhyiddin bin Al-Arabi
(561-638 H). Meski klaim mereka ini adalah tanpa dasar dan bukti.1ao
Ismailiyah - Nizariyah Saat Ini
sejarawan Ismailiyah kontemporer menyebutkan bahwa Ismailiyah
- Nizariyah saat ini tidak terorganisir dan tidak selaras dengan keadaan
Ismailiyah klasik. Dengan alasan, organisasi Ismailiyah kontemporer sudah
tidak sesuai lagi dengankebutuhan saat ini. juga dengan bukti bahwa yang
memberikan pengaruh terbesar pada organisasi Ismailiyah kontemporer
adalah dimensi sosial, pereknnomian serta peradaban. Sementara dimensi
keagamaan - yang terpenting menurut mereka - telah hilang sama sekali,
sebagaimana sekarang ini sudah tidak dapat lagi ditemukan ahli agama
mumpuni di kalangan mereka. Hal itu disebabkan karena sudah tidak
adanya lagi madrasah-madrasah khusus keagamaan dan tenaga pendidik
yang memadai. selain itu, parameter para pegawai adalah mereka yang
menjalankan bisnis, tanpa memperhatikan lagi kemampuan ilmiah dan
tingkat pendidikan mereka.lal
Sebenarnya golongan Ismailiyah masih saja sibuk dengan aktifitas
pengembangan perekonomian dan kemasyarakatan serta pendidikan,
khususnya membangun lembaga-lembaga, perkantoran, universitas,
perlombaan-perlombaan dan acara-acara yang dapat membantu mewujud-
kan tujuan mereka secara umum. Namun sejak pertengahan abad 20 M,
acara dan program-program tersebut sudah tidak ada kabar beritanya
lagi.
Adapun dalam urusan dakwah dan akidah; kita hampir tidak pernah
mendengar kegiatan mereka sama sekali-142
seperti halnya kelompok-kelompok dan madzhab-madzhab yang lain,
berbagai nama disematkan kepada kelompok Nizariyah Alamut. Berikut
ini yang bisa disampaikan oleh penulis tentang nama-nama dan sebutan-
sebutan mereka, baik nama itu berasal dari mereka sendiri maupun dari
musuh-musuh mereka. Y*g tentunya nama-nama itu mengandung pujian
dan ada juga yang mengandung celaan.
A. Nama-nama yang Berasal dari Mereka Sendiri
l. Ismailiyah-Nizariyah: Nama inilah yang sangat sesuai dengan
kelompok ini. Mereka adalah kelompok Ismailiyah yang menisbatkan
dirinya kepada Ismail binJa'far Ash-Shadiq, dan dinamakan Nizariyah
karena mengangkat Nizar bin Al-Mustanshir sebagai pemimpin
mereka (dalam melawan Al-Musta'liyah yang dipimpin oleh Al-
Musta'la bin Al-Mustanshir).
2. At-Ta'limiyah:Yattu karena bagi mereka harus ada konsetrasi dalam
hal dasar-dasar pengajaran. Karena hal ini, mereka sampai mewajibkan
keberadaan seorang pengajar satu-satunya yang dapat dipercaya (yaitu
Imam Al-Ismaili) untuk memperoleh ilmunya yang bersifat ghaib - dan
dikarenakan awal mula berdirinya madzhab mereka- sebagaimana
disampaikan Al4hazali adalah dengan tidak memberikan ruang untuk
berpendapat dan kebebasan berpikir serta mengajak umat manusia
untuk belajar dari Imam mereka yang Ma'shum. Karena menurut
mereka, hanya dialah yang mampu menemukan ilmu pengetahuan.
Hal ini mengakibatkan muncuhrya pendapat mereka yang mengatakan
bahwa pintu ijtihad telah tertutup rapat; sehingga tidak boleh berijtihad
selama ada ketetapan (nash) dari sang imam.1a3
3. AhlulWahdah (Pemilik Keesaan): Ibnu Ash-Shabah pernah berkata,
"Keesaan adalah tanda kebenaran." Mereka menyatakan -terutama
setelah pengukuhan periode Al-Qiyamah- bahwa para imam adalah
tunggal, ahli hujjah adalah tunggal, dan bahwa ahli dakwah juga
tunggal, meski amal-ibadah dan pribadi mereka berbeda-beda. Dary
di depan ketika kita membahas tentang periode Al- Qiyamah, kita bisa
mengungkap makna ini.
B. Penamaan yang Berasal dari Musuh-musuh Mereka:
1. Al-Hasyasyiyun/At'Hasyisyiyahlas (Para Pecandu)
sebutan ini adalah yang termasyhur, yang disematkan kepada
mereka dan para sekutunya. Para sejarawan Sunni mauPun Syiah tidak
menjelaskan alasan atas pemberian nama ini. Sebagian peneliti sejarah
mengatakan bahwa Penamaan ini adalah untuk memberikan citra buruk
dan pelecehan kepada kelompok N izariyah.Yaitu ketika khalifah Fatimiyah
kesepuluh Al-Amir bi Ahkamillah (490-524 H) mengirimkan pasukan
kepada mereka yang salah satu bawaan mereka untuk diberikan kepada
Nizariyah adalah beberapa batang candu sebagai bentuk penghinaan,
yang menyerukan kepada mereka untuk tunduk pada kebenaran dengan
mengakui kepemimpinan Al-Musta'la dan tidak mengakui kepemimpinan
Nizar. Jawaban mereka atas seruan tersebut adalah dengan membunuh sang
Amir setelah sebelumnya terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan
terhadap sang khalifah ini.
Ada beberapa alasan tentang penamaanAl-Hasyasyiyun, di antaranya:
a. Penamaan ini adalah bentuk penghinaan Fathimiyah di Mesir terhadap
kelompok Nizariyah. Ini terjadi setelah pasukan Amir dikirim ke
syam pada tahun 517 H setelah mereka mangalami kekalahan yang
berturut-turut dari pasukan sang amir, serta pembantaian besar-
besaran di Persia dan syam, sehingga mereka oran8-orang Nizariyah
mengonsumsi rumput/dawrHasyisy karena tidak ada bahan makanan
yang mereka miliki.
b. Mereka mengonsumsi candu yang merupakan bahan Narkoba. Inilah
alasan yang paling terkenal. Tentang mereka yang mengonsumsi
candu ini terdapat beberapa mitos yang berkembang, di antaranya
adalah yang terdapat pada literatur-literatur Eropa kuno. Candu
tersebut sangat membantu mereka dalam pengobatan. Hal ini seperti
yang digambarkan oleh Marcopolo (650-720 H/1254-1324M), yang
mana cerita tentang candu dan "surga" milik Syaikhul Jabal terdapat
dalam riwayat ekspedisinya saat melewati Persia ketika hendak ke
Cina pada tahun L273M (670H).
Di akhir riwayatnya itu, dikatakan bahwa Syaikhul Jabal memerintah-
kan para pengikutnya untuk menumbuk kelopak pohon rami (sejenis
candu India). Dia dan para pemimpin Alamut menggunakan candu
tersebut untuk membakar semangat para pasukan elit mereka dan
membangkitkan kerinduan atas kenikmatan surga pada diri mereka.
Dengan mengonsumsi candu tersebut mereka terpacu untuk melakukan
pembunuhan-pembunuhan terhadap musuh-musuh mereka demi
mendapatkan kenikmatan semu tersebut. Untuk memperkuat pendapat
ini Marcopolo mengungkapkan sebuah kisah palsu tentang Hasan Ash-
Shabah yang mempunyai pekarangan luas dengan kubah yang indah di
atasnya, yang di dalamnya ditumbuhi berbagai bunga dan buah-buahan,
dan juga mengalir sungai yang dialiri oleh khamr serta madu dan susu; ia
juga menempatkzrn wanita-wanita cantik di dalamnya.
Setiap kali anggota pasukan elitnya sedang merasakan kepenatary
maka ia diberikan kesempatan untuk masuk ke taman surgawi tersebut
untuk mengonsumsi candu dan menilenati apa yang terdapat di dalamnya.
Dan, sebelum ia benar-benar siuman dari mabuknya karena pengaruh
candu, sang tentara tersebut dikeluarkan. sehingga setelah ia tersadar,
tentunya akan kecanduan dan ingin kembali masuk di'taman surgawi'
tersebut. setelah itu, dengan mudah Al-Hasan menaklukkan tentara
tersebut sebagaimana yang ia inginkan.
Cara mudah untuk menolak mitos ini adalah, bahwa dengan mencoba
mengonsurrsi candu atau bahkan sampai pada ketagihan mengonsumsinya
tidak dapat membuat sang pasukan elit tersebut menjadi lebih berani dan
bersemangat dalam bekerja. Karen a hasyisy (ganja) mamPu melumpuhkan
pikiran dan membius akal, serta meniadikan pemakainya mabuk, mengigau,
dan membuka apapun yang selama ini dirahasiakannya. Ini tentunya
berseberangan dengan karakteristik pasukan elit Ismailiyah yang terkenal
dengan kecerdasary perhitungan matang, dan kesigapan mereka di setiap
tugasnya. Jika dikaitkan dengan kenyataan ini, ekspedisi Marcopolo ke
Benteng Alamut adalah setelah jatuhnya Alamut - dan sudah berakhirnya
Daulah Nizariyah - selama kurang lebih 20 tahun; maka menjadi jelaslah
bahwa cerita Marcopolo di atas adalah bohong belaka.
Adapun Bernard Louis, melansir cerita anehyangberasal dari seorang
Yahudi Konstantinopel (pada abad ke 12 Masehi) yang di dalamnya
dikatakan bahwa penamaan Al-Hasyasyiyun adalah karena mereka jauh
dari perbuatan baik sebagaimana sifat hasyisy (candu) yang tidak ada
kebaikannya sama sekali.
Apapun alasannya, penamaan ini telah melekat erat pada kelompok
Nizariyah saja. Nama ini menjadi ciri khas mereka dari kelompok-kelompok
Ismailiyah yang lain, yang secara umum seluruh kelompok Ismailiyah
terkenal dengan sebutan " Al-Bathiniyah" .
Al-Hasyasyiyun diiniaudari sisi bahasa memPunyai kesamaan dengan
arti bahasa InggrisAssassination danAssassinate.Padahal asal kata Assasins
dikembalikan pada lafal Assasun yanl berarti dekat; yaitu pasukan elit
Nizariyah adalah pasukan yang lincah, bergerak di malam hari, memantau,
mengawasi, dan melakukan penyergaPan.
2. Al-Bathiniyah (Kelompok Kebatinan)
Nama ini adalah yang paling terkenal dan melekat pada seluruh
kelompok Ismailiyah -di antaranya adalah Nizariyah- karena mereka
mengatakan, "setiap sesuatu yang zhahir (eksoteris/nampak) ada
bathinnya (tidak nampak atau tersembunyi/esoteris). Setiap sesuatu yang
diturunkan (wahyu) pasti ada takwilnya, dan yang zhahir sama halnya
dengan kulit sedangkan bathin sama halnya dengan inti."
Dengan redaksi yang lebih jelas tentang perkataan mereka ini, Ibnu
Al-Jauzi mengatakan, "Mereka melihat bahwa kulit atau sisi luar sesuatu
89Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
memberikan gambaran bagi orang yang bodoh, memberikan pemahaman
bagi orang yang pandai untuk mencapai hakekat yang masih tersimpan.
Dan, orang yang sudah naik pada tingkatan mengetahui ilmu bathin,
maka taklif-nya (beban hukum yang harus dipikulnya) akan terkurangi."
Yang benar adalah, kelompok Ismailiyah meski mereka mengatakan
sesuatu yang bathin saja, namun mereka tidak meninggalkan perkara
zhahir seratus persen, bahkan mereka menganggap kafir orangyang hanya
berkeyakinan pada salah satu dari keduanya; zhahir dan bathin.
Dalam hal ini, dai mereka, Al-Mu'ayyad Fiddin Hibbatullah Asy-
Syairrazi (390470 H) mengatakan, "Barangsiapa yang beramal dengan zhahir
dan bathin, maka dia termasuk anggota kami. Dan, barangsiapa hanya
mengamalkan salah satu dari keduanya dengan meninggalkan yang lain,
maka anjing lebih baik dari orang tersebut dan orang tersebut bukanlah
anggota kami."
Bisa juga dikatakan bahwa mereka meninggalkan sama sekali sisi
zhahir pada periode Al-Qiyamah sebagaimana telah dijelaskan di depan.
Perlu digarisbawahi bahwa kelompok yang mempunyai pendapat ini
hanyalah Ismailiyah Nizariyah saja, bukan yang lain.
3. Al-Mulahidah (Para Pembangkang)
Nama ini disematkan oleh kelompok lain kepada anggota Nizariyah
karena mereka telah mengeluarkan teori Al-Qiyamahyang diantara isinya
adalah perintah untuk meninggalkan syariat Islam.
Inilah nama-nama yang telah disematkan kepada kelompok ini, baik
yang berasal dari mereka sendiri maupun yang disematkan oleh musuh
dan kelompok-kelompok yang tidak sepemikiran dengan mereka. Dari
sini nampak bahwa nama yang paling menoniol untuk menyebut mereka
adalah Al-lsmailiy ah An-N izaiy ah dan Hasy asyiyun, meskinama yang kedua
ini masih perlu penelitian lebih lanjut.la6
Dasar-dasar Akidah Mereka
|ika kita meneliti mereka lebih dalam lagi, nampaklah bahwa
Madzhab Ismailiyah dalam sejarahnya tidak pernah bersatu dalam satu
nama. Karena selama ini akidah Ismailiyah berbeda-beda sesuai dengan
daerahnya masing-masing, dan para dai mereka juga berbeda-beda dalam
mengeluarkan pendapat.
Berangkat dari situ, membicarakan akidah Ismailiyah bukan
perkara mudah karena ajaran-ajaran mereka berkembang sesuai dengan
perkembangan keadaan sosial-kemasyarakatan dan politik. Bahkan dalam
satu periode saja, bisa jadi muncul beberapa akidah yang saling bertolak
belakang antara satu dengan yang lain.
Namun ada beberapa kaidah umum yang disePakati oleh seluruh
kelompok Ismailiyah meski dalam hal yang bersifat cabang dan perincian
mereka berbeda pendapat. Perkara yang mereka sepakati itu ada dua yaitu:
Imamah dan takwil.
1. Tentang Imamah: Masalah ini adalah paling krusial dalam diri
mereka. Mereka mempunyai keyakinan akan selalu munculnya
seorang imam yang makshum (terjaga dari melakukan dosa), yang
telah ditetapkan Allah. Ia adalah keturunan Muhammad bin Ismail
bin Ja'far Ash-Shadiq. Kemudian dari keturunan Nizar bin Al-
Mustanshir.
Karena ia adalah seorang yang makshum, maka selama masih ada
imam, tidak diperlukan lagi ijtihad dan ijma'' Orang-orang harus
belajar darinya dan beragama sebagaimana yang telah diajarkannya.
Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan oleh Ath-Thusi, pintu
ijtihad telah tertutup. Karena menurutnya, ijtihad seorang faqih
(ahli fikih) tidaklah lebih utama dari ijtihad faqih lain, dan hujjah
yang disampaikan seseorang di hadapan hujjah orang lain tidak ada
manfaatnya. Begitu pula hukum qiyas. Adapun ijma', maka ijma' tidak
boleh dilakukan oleh selain para pengikut imam.
2. Tentang Teori Takwil Bathini (Penakwilan secara Bathin): Telah
kami sebutkan di depan bahwa hampir seluruh penganut Ismailiyah
mengatakan, "Bathin harus disertai dengan zhahir." Nizariyah
berpedoman pada Daur Al-Qiyamah dengan menginggalkan zhahir
secara keseluruhan, baik dalam perkara yang global maupun yang
terperinci. Mereka telah masuk dalam masalah ini terlalu jauh.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 91
Telah menjadi ketetapan bersama bahwa setiap substansi inderawi
mempunyai penafsiran bathin yang hanya diketahui oleh para cerdik
pandai atau imam yang mana mereka ini menyerukan dakwah terhadap
hal tersebut sesuai dengan kadar yang berbeda-beda. Oleh karena itu
penafsiran tergantung pada kepribadian seorang dai.
Substansi yang dimaksud itu adalah wahyu yang tidak hanya sebatas
pada nash (ketentuan) yang berbentuk lafazh (yakni Al-Qur'an dan hadits
Nabi), akan tetapi yang memuat tentang syariat secara keseluruhan, yaitu
nash maupun pengamalan.
Pemilik wahyu adalah Rasulullah M,yangmana makhluk -yang di
dalamnya terdapat kekurangan serta kelemahan- diajari beliau tentang
kebaikan. Maka Rasul memberikan perintah dan larangan berdasar pada
kaidah-kaidah dan undang-undang yang terjaga dengan sistem dan
undang-undang parsial (juz'i); karena kemaslahatan masyarakat awam
tidak akan terwujud kecuali dengan memegang teguh zhahir perintah dan
larangan tersebut, sehingga mereka menjadi terhalangi dari mendapatkan
kebaikan-kebaikan penerimaan perintah Tuhary dan penemuan mereka
tidak bisa menjadi kenyataan tanpa penggunaan inderawi dan ilusi mereka
secara bersama-sama.
Adapun pemilik takwil yaitu imam, adalah orang yang mempunyai
peran menyempumakan (daur al-knmal) yang menguasai periode permulaan
dan penyempurnaan, dan hanya dialah yang memiliki cahaya-cahaya
pembaruan yang akan memunculkan jiwa-jiwa yang dipersiapkan untuk
menerima kesempurnaan urusan Tuhan; dengan makrifat, mahabbah
(kecintaan), ketaatary dan ibadah khusus yang nyata.
Dengan keberadaan Imam, perkara-perkara inderawi dan imajinasi
(sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah) dapat kembali ke tempat
yang semestinya; yaitu akal pikiran mutlak, sehingga seorang yang alim
akan dapat meningkat dari pelaku perbuatan-perbuatan inderawi menjadi
pelaku perbuatan-perbuatan rasional.laT
Jadi, Nizariyah berkeyakinan bahwa makhluk tidak membutuhkan
lagi wahyu (yang terdiri dari ibadah-ibadah dan simbol-simbolnya yang
bersifat inderuwif zhahir) kecuali hanya mengangkat diri mereka pada
tingkatan ibadah-ibadah khusus yang bersifat inti atau hakekat, yang mana
mereka tidak akan bisa menemukan hakekatnya kecuali dengan melakukan
takwil -sebagaimana terjadi pada periode Al-Qiyamah. Menurut mereka,
dalam perode ini Qa-im Al-Qiyamah telah mencapai deraiat tersebut.
Pengaturan Organisasi
Hal terpenting yang membuat penelitian tentang Ismailiyah terhenti
secara umum adalahkarena susuftrn kepengUrusanorganisasi atau sekte ini
detil, yang mereka buat sejak awal mula berdirinya. Mereka tetap menjaga
dan mempertahankannya meski keadaan dan faktor-faktor eksternal sudah
berubah. Inilah yang menyebabkan mereka tetap eksis, meski telah berdiri
selama beberapa abad. Tentunya dengan tanpa memperhatikan apakah
mereka tetap menggunakannya ataukah tidak, dan tanPa melihat apa yang
telah membuat mereka selalu eksis.
Oleh karena itu, apa yang telah ditetapkan oleh Hasan Ash-Shabah di
dalam Daulah Alamut bukanlah hal yang baru, yang sangat memperhatikan
struktur dan susunan sekte Ismailiyah, meski terjadi sebagian revisi dan
perbaikan. Karena Ash-Shabah membuat beberapa aturan baru yang sesuai
dengan kondisi masanya -secara tidak langsung Para penulis Ismailiyah
menetapkan bahwa yang sebenarnya menetapkan aturan-aturan tersebut
adalah Imam Nizar sendiri dan anak cucunya, bukanlah Hasan Ash-
Shabah- yang mana menurut mereka ia hanyalah seorang Hujjatul lmam
yang disembunyikan atau hanya sebagai pemimpin periode Al-Qiyamah
-seperti apa yang telah kita bahas sebelumnya.
Hasan Ash-Shabah mengorganisir anggota-anggotanya dengan
sangat matang agar organisasi atau sekte ini dapat bertahan lama. Adapun
perbedaan menonjol masyarakat Nizariyah baru dengan yang lain adalah
adanya persamaan tanggung jawab antara para pemimpin mereka
dengan masyarakat awam untuk bersama-sama bangkit demi mencapai
kemaslahatan bersama.
Oleh karena itu, Hasan Ash-Shabah membagi struktur tingkatan
intern kelompoknya dalam beberapa kelompok dan kelas dengan
mengklasifikasikan tugas-tugas khusus dalam berdakwah.
93Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Tingkatan Para Dai (Rijalud Dol<wah) dalam Nizariyah
7. Al-Imam: Dialah yang memegang pusat dakwah Ismailiyah secara
keseluruhan; baik dengan cara zhahir maupun melalui ketetapan. Ia
tidak bertugas untuk menyebarkan dakwah secara langsung kepada
audiens, melainkan memberi fugas dan izin kepada para pendakwah
untuk menyebarkan ilmu yang didapat darinya kepada khalayak
umum pengikutnya, dan memerintahkan mereka unfuk membacakan
hasil-hasil belajar mereka darinya kepada pengikut-pengikutnya.
Disamping ia juga mengharuskan dirinya sendiri sebagai seorang
imam untuk senantiasa tersembunyi sejak meninggalnya Nizar dan
putranya, hingga datangnya Al-Hasan III yang memproklamirkan
dirinya bahwa ia adalah imam yang berasal dari keturunan Nizar.
2. Al-Hujjah: Dia adalah wakil atau pengganti atau orang nomor dua
setelah imam. Yaitu pangkat yang disandang oleh Hasan Ash-Shabah
sejak 472 H sampai pengangatan Al-Mustanshir sebagai Al-Hujjah
atas daerah Khurasan. Al-Hujjah pada sekte Nizariyah mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari pada Da'i Ad-Du'af dan juga Al-Hujjah
pada sekte Fathimiyah, karena Al-Hujj ah pada Nizariyah mempunyai
kedudukan sebagai wakil keimaman Nizar yang tersembunyi,
sementara Al-Hujjah pada Fatimiyah hanya sebagai pengganti imam
yang masih ada (sehingga bisa dikatakan tidak mempunyai pengaruh
sama sekali). Disamping itu Al-Hujjah dalam Nizariyah hanya ada
satu, berbeda dengan Al-Hujjah pada Fathimiyah yang mempunyai
banyak Al-Hujjah sampai mencapai 24orang.
3. Dzu Al-Masshah: Adalah tingkatan mereka yang bertugas menyerap
ilmu dari Al-Hujjah. Dzu Al-Masshah secara struktural masuk dalam
tingkatan Da'i Ad-Du-at. Hujjah Al-lmam mengangkat wakil-wakilnya
di setiap daerah yang berbeda-beda. Tiap satu daerah mempunyai
satu Dzu Al-Mashhah atau Da'i Ad-Du'at.
4, Da'i: Adalah sebutan yang paling banyak tersebar dalam golongan
non-Ismailiyah. Terkadang sebutan dai disematkan kepada siapapun
selain orang yang menyandang gelar imam. Dalam Nizariyah, Ad-Da'l
terkadang disebut juga dengan " BabA" ; karena dai merupakan pintu
94 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
menuiu Al-Hujjah, dan Al-Hujjaft merupakan pintu menuju Al-lmam,
dan Al-Imam adalah pintu bagi beberapa pintu.
Al-Ma'dzua: Adalah mirip dengan tingkatan dai. Adapun tugasnya
adalah mengambil sumpah para kader dan calon pengikut Nizariyah
dan mempersiapkan mereka untuk mendengarkan petuah dai'
Al-Mukallib/At-Mukasf n Dinamakan demikian karenanya kemiripan-
nya dengan anjing pemburu; karena tugasnya menjaring para warga
dan orang-orang untuk mau masuk menjadi anggota Nizariyah'
Al-Mustajib: Kader Nizariyah yang belum terbebani misi yang
diibaratkan sebagai manusia awam yang mungkin untuk naik dalam
tangga dai berdasar pada apa yang telah dipersiapkan untuk mereka
secara khusus.las
Langkah-langkah dan Sistem Dakwah Nizariyah
Ismailiyah mengatur sistem-sistem dakwahnya dengan begitu detil
dengan memasukkan unsur-unsur astronomi seperti tahun Masehi; yaitu
menjadi l2bagiandan di setiap bagiannya terdapat Jazirah (daerah) yang
masing-masing satu dai yang menjadi pemimpin daril^2dai yang nampak,
dan L2lainnya tersembunyi (seperti halnya siang dan malam yaitu nampak
dan tersembunyi). Para pendakwah ini mayoritasnya memiliki bakat dalam
berdeba| karena mereka telah dilatih dari awal untuk memiliki kecakapan
dalam perdebatan dan pengambilan dalil (hujjah).
Hasan Ash-shabah mengirim mereka kepada para ulama sunni dan syiah
lainnya untuk mengajak debat di muka urnurn, agar nampak kelemahan kaum
Sunni dan Syiah non-Ismailiyah dengan mematahkan hujjahnya.
Adapun langkah-langkah berdakwah terhadap masyarakat umum,
mereka memiliki karakteristik -disamping berjiwa besar dan sabar-
seperti berikut ini:
1. Teliti: Hasan Ash-shabah mengutus para dai untuk memusatkan
perhatian pada orang-orang kelas menengah, yaitu orang-orang yang
tingkat pendidikannya tidak terlalu bodoh dan tidak terlalu pandai. Ini
menafsiri dari apa yang pemah dikatakan oleh Asy-syathibi - bahwa
mereka menghindari penyebaran benih di tanah yang lembab berair
(audiens bodoh) dan berbicara di tempat yang terang benderang
(audiens yang terlalu pandai). Ini adalah langkah pertama yang paling
menentukan; karena kepada mereka lahan dakwah akan dibangun.
Pendakwah harus cerdas, mampu dan mengetahui memahami
psikolohgi masyarakat yang akan didakwahinya.
Ramah: Menghadapi kondisi masyarakat yang berbeda, pendakwah
dituntut untuk selalu bersikap rarnah terhadap mereka.
Menyebarkan Keraguan: Dengan menghadirkan beberapa perkara
yang membuat orang yang didakwahi bingung dan bimbang dengan
medatangkan berbagai pertanyaan detil tentang akidatr, yang mana
hal ini bertujuan mengarahkan masyarakat pada keraguan dalam
akidahnya, kemudian dai memberikan respon dengan jawaban yang
menenangkan si audiens.
Memberikan Penjelasan/Komentar: Hal ini dilakukan setelah
dilontarkan pertanyaan yang membuat bimbang kepada mereka, agar
mereka merasa butuh jawaban yang dapat menjawab kebimbangan
tersebut. Dalam kondisi ini, pendakwah harus sigap dalam menjawab
tuntutan dan kebutuhan si audiens.
Mengelabui: Dimana seorang dai Ismailiyah memilih kesempatan
terbaik untuk dapat masuk dan mempengaruhi akidah audiens.
Dan, seorang dai tidak lantas mengajarkan akidah Ismailiyah secara
keseluruhan sekaligus, karena dikhawatirkan si audiens akan
kembali lagi pada keyakinan mereka yang sebelumnya (karena belum
merasakan kemantapan pada akidah Nizariyah).
Membangun Pondasi Nizariyah: Dengan memberikan kesempatan dan
waktu bagi audiens untuk mencerrla apa yang disampaikan oleh para
dai.
Melepaskan: Yaitu tingkatan terakhir yang mengantarkan seseorang
masuk ke dalam lingkup Ismailiyah-Nizariyah, setelah berhasil
mencuci bersih dan menghilangkan sama sekali akidah mereka
sebelumnya.
Dengan langkah pelan dan lengkap ini, Hasan Ash-Shabah dan
para dainya berhasil membentuk komunitas Nizariyah yang murni,yang
membedakannya dan sekaligus mempunyai keunggulan dari komunitas
Ismailiyah yang lain, baik yang sebelum mauPun setelah Nizariyah.lae
Gerakan Revolusi untuk Membentuk Sebuah Daulah
Hasan Ash-Shabah bertindak cepat dengan bersegera mengguling-
kan kekhalifahan Abbassiyah dan mendirikan Negara Ismailiyah Raya.
Ia bukanlah orang pertama yang melancarkan revolusi di kawasan
Persia. Namun, ia berbeda dari yang lainnya, karena berhasil melawan
kekhalifahan Abbasiyah baik secara politik mauPun keagamaan.
Secara geografis, dakwah Ismailiyah pada masa Al-Mustanshir lebih
luas dibanding dengan Daulah Fathimiyatr, yang mana hal ini termasuk
faktor pembantu dalam keberhasilan dakwah Hasan Ash-Shabah, yang
mana gerakannya terbentang antara gunung Tiberistan -selatan laut
Qazwin- dan gunung Quhustan dan daerah sekitarnya di Khurasan.
Ash-Shabah menanamkan jiwa nasionalisme dalam diri para
pengikutnya, untuk melawan musuh-musuh dakwah dengan berbagai
macam bentuknya. Faktor terpenting yang menjadi keistimewaan masyarakat
Nizariyah baru adalah, mereka tergabung dalam satu kepemimpinan
dengan penuh keteguhan. Dengan itu Hasan Ash-Shabah berhasil dalam
menciptakan masyarakat Ismailiyah yang mumi, disertai undang-undang
dan aturan yang terperinci yang melebihi pengikut Qaramithah di Bahrain.
Untuk mencapai hal tersebut, Hasan Ash-Shabah mengumpulkan
antara hal-hal positif yang terdapat dalam undang-undang Daulah
Fathimiyah untuk menciptakan ketenangan di sejumlah kota kekuasaannya/
dan mengadopsi hal-hal positif dari Daulah Qaramithah dalam hal
penggunaan senjata dan teror sebagai penunjang untuk meneror musuh
dan menjaga stabilitas negara.
Dengan politik ini, Ash-Shabah pun berhasil menghantarkan
Nizariyah berbeda dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
sekte-sekte Ismailiyah lain dan berhasil menciptakan masyarakat yang
mempunyai kepatuhan dan loyalitas yang tinggi.lso
Pasukan Elit Nizariyah
Nampak jelas bagi kita bahwa dakwah Nizariyah bergerak dalam dua
bidang; agama dan rohani (kebatinan), serta politik dan keduniawian yang
dalam beberapa keadaan antara kedua sisi ini saling bersinergi.
Di depan telah dijelaskan tentang permasalahan yang berhubungan
dengan sisi agama dan apa yang berhubungan dengan dakwah dalam
banyak hal mempunyai keserupaan dengan yang dilakukan oleh Fathimiyah.
Adapun dalam hal perpolitikan, maka berikut ini penjelasan tentang hal
tersebut:
Hasan Ash-Shabah mempersiapkan sekelompok pengawal atau
sekelompok pasukan rahasia yang sangat terdidik untuk memberikan
ancaman dan teror serta pembunuhan terhadap musuh-musuhnya.
Pengikut setia, pasukan berani mati atau pasukan elitnya ini yang lebih
dikenal dengan nama Al-Fida'iyah berada di bawah langsung arahan dan
tanggung jawabnya. Pada awalnya mereka itu merupakan pengawal
pribadinya.
Ash-Shabah memilih mereka untuk kemudian dititiPkan kepada Al-
Mu'allim untuk dididik dan digembleng sampai akhimya menjadi seorang
yang mempunyai pedoman, "Jika menginginkan seseorang hidup, maka
orang itu harus hidup. Dan, jika mengingink.rn seseor;lng untuk mati, maka
orang tersebut tidak harus mati."
Yang dijadikan sandaran pedoman tersebut adalah kecintaan terhadap
imam. Dengan bukti, kecintaan terhadap imam melebihi kecintaan pada
dirinya sendiri, apalagi menaatinya atau menaati orang lain; "Maka
barangsiapa mendua atau membelot dengan mengikuti pemimpin lairy
adalah bagaikan orang yang menjadi pengikut Nabi selain Muhammad,
atau seperti orang yang meragukan kenabian Muhammad atau bahkan
bisa seperti orang yang menyekutukan Allah dengan menganggap ada
Tuhan lain selain-Nya. Dan, barangsiapa yang menyekutukan imam atau
ragu atas keimamannya, maka ia benar-benar meniadi seorang yang najis."
Pendidikan yang ketat ini menjadikanAl-Fida'i sebagai pasukan yang
paling memberikan sumbangsih bagi Nizariyah dalam berdakwah, bukan
sebagai pembunuh bayaran sebagaimana digambarkan oleh golongan non
Nizariyah. Aksi teror dan pembunuhan yang mereka lakukan tidak seperti
98 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
pandangan yang dilontarkan oleh orang-orang non-Nizariyah sebagai
bentuk pengkhianatan, kehinaan, dan kerendahary melainkan itu semua
merupakan jihad dalam artinya yang paling luhur dan sebagai usaha berani
mati dalam gambarannyayang paling tinggi.
Al-Hasan dan khalifah-khalifah sesudahnya membagi A l-Fida'iyahke
dalam tiga tingkatan; Pertama, Ar-Rifaq. Yaitu mereka yang sudah masuk
dalam kategori para kepala pelatih. Kedua, fida'iyin. Yaltu para eksekutor
serangan atau pelaksana di lapangan. Ketiga, Al-Mustaiibin.Yaitu mereka
yang masih berada dalam taraf pelatihan dan bimbingan.
Mereka yang sedang dalam pelatihan ini harus berumur kurang dari
20 tahun; mereka digembleng dengan olah raga fisik yang berat dan dilatih
agar memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Target serangan mereka tidak
hanya individu melainkan juga kelompok.
Nizariyah bukanlah pencetus teror dan pembunuhan. Mereka
bukanlahkelompok yang pertama kali melancarkan teror danpembunuhan
dengan dalih mendekatkan diri kepada Allah. Karena, kelompok Khawarii,
Al-Quthiyah, Al-Khannaql telah terlebih dahulu melakukan gerakan seperti
ini. Tidak diragukan lagi bahwa merekalah kelompok yang pertama kali
menggunakan teror bersenjata dalam urusan politik dengan persiapan dan
pengaturan yang membutuhkan waktu yang relatif lama.
Aksi pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok Al-Khannaqi
sebagaimana contohnya yang telah mereka lakukan di Baghdad hanya
bersifat kedaerahaan dan cakupannya hanya sedikit. Dalam sejarah Islam
juga dapat dibaca bahwa mereka para pembunuh ini hanya berjumlah
segelintir orang dan tujuannya juga terbatas, meski sebenarnya mereka
inilah teroris pertama kali yang terorganisir.
Oleh karena itu, Hasan Ash-Shabah menyadari bahwa tidak mungkin
bagi dakwahnya untuk memenangkan peperzmgan melawan para musuhnya
yang begitu banyak, dan juga tidak mungkin bagi para pengikutnya mampu
menandingi kekuatan bersenjata kerajaan Saljuk (musuh paling dekahrya)
dan mengalahkan mereka. Karena itu, sistem terorisme dan serangan rahasia
seperti inilah yang dipakai oleh mereka denganberpegangpada akidah dan
mempertahankannya sampai ajal menjemPut.'u'
Dari apa yang sejarawan paparkan tentang keteguhan akidah
yang didoktrinkan oleh Hasan Ash-Shabah kepada para pengikutnya,
diceritakan bahwa Sultan Sanjar dari Kerajaan Saljuk mengutus delegasi
kepada Ash-shabah di Alamut untuk melakukan negosiasi. Akan tetapi,
Ash-Shabah (atau khalifahnya yang bernama Kiyabzerk) menyuruh
seorang anggota pasukan elitnya untuk membunuh utusan tersebut
dengan sebilah pisau, dan seorang yartg lain membuangnya ke jurang
dengan tanpa ragu. Lalu mereka berkata kepada delegasi lainnya,
"sampaikan kepada sultan kalian, kami memiliki pasukan seperti mereka
berdua itu sebanyak 70 ribu."
Terdapat kisah lain, bahwa terdapat seorang ibu yang putranya
merupakan salah seorang anggota pasukan elit Nizariyah (Al-Fida'iyun)
terbunuh dalam tugas. Ia pun merasa gembira dan berhias untuk
menyambut kepulangan anaknya. Namun ketika berita tersebut tidak
benar dan ternyata anaknya pulang dengan selamat, sang ibu kemudian
mengganti pakaiannya dengan pakaian berkabung.
Berita-berita semacam ini telah tersebar, yang menyebabkan keresahan
pada masyarakat dari golonngan non-Nizariyah, hingga mereka tidak
berani melakukan perjalanan sendirian m