AL.IBADHIYAH
Seiarah Lahirnya
SEKTE AL-IBADHIYAH dinisbatkan kepada Abdullah bin Ibadh
At-Tamimi.2 Meskipun dinisbatkan kepadanya, namun Abdullah bin
Ibadh bukanlah pendiri sebenarnya sekte ini. Hal ini akan dijelaskan
dalam perbahasan kami berikutnya tentang tokoh-tokoh utama dalam
memunculkan sekte IbadhiYah.
Kami mulai dari tokoh yang dianggap sekte Ibadhiyah sebagai
pemegang panji kepemimpinan bagi mereka. Dia adalah Jabir bin zaid
yang berjuluk Abu sya'tsa'. Para penulis biografinya -termasuk penulis
dari selain sekte Ibadhiyah- menyebutkan bahwa ia adalah sosok yang
teguh dalam masalah ilrrtl, Llara' , dan seorang yang sangat zuhud.
Abu Nu'aim Al-Ashfahani menyebutkan, "Dalam masalah ilmu
pengetahuan, ia adalah sosok yang istimewa. Dalam beribadatu ia bagaikan
pilar yang kokoh. Pada kebenaran ia akan membela, tapi dari makhluk ia
berlari meninggalkannya. Ia termasuk golongan tabiin yangttama."
Sahabat yang agung dan pemimpin umat, Abdullah bin Abbas
mengetahui dengan baik keutamaan dan kedudukan Jabir bin Zaid. Suatu
hari, Abdullah bin Abbas ditanya penduduk Bashrah tentang suatu persoalan,
kemudian Abdullah berkata, "Kalian bertanya kepadaku, sementara di antara
kalian terdapat Jabir bin Zaid?"s
Jabir dilahirkan di kota Nazwa, Oman, pada tahun 21,H/642M.
Sementara sejarah meninggalnya masih diperselisihkan.6 Riwayat paling
kuat menyebutkan bahwa Jabir bin Zaid meninggal dunia pada tahun 96
H/715I|/..
Sebaiknya kita berhenti di sini, pada sebuahriwayatyang diterangkan
Abu Nu'aim Al-Ashfahani di sela-sela menerangkan biografi Jabir binZaidT .
Dalam keterangannya disebutkary "Hindun bin Al-Muhallib (Ibnu Abu
Shafrah) menceritakzrn -orang-orang pemah menceritakan Jabir bin Zaid di
hadapan Hindun. Mereka berkata, " laseorang pengikut sekte Ibadhiyah."
Hindun berkata, "Jabir bin Zaid adalah orang yang paling menjauhi
diriku dan ibuku. Tiada suatu yang aku ketahui, dimana sesuatu itu dapat
mendekatkan diriku kepada Allah, kecuali ia memerintahkan diriku untuk
melakukannya. Tiada aku mengetahui sesuatu yang dapat menjauhkan
diriku dari Allah, kecuali ia melarangku untuk melakukannya. Dan, sama
sekali ia tidak pernah mengajakku untuk mengikuti sekte Ibadhiyah."a
Secara umum, cerita ini tidak menafikan peran |abir bin Zaid dalam
mendirikan sekte Ibadhiyah. Tapi cerita ini menafikan bahwa jabir telah
mengajak Hindun bin Al-Muhallib untuk mengikuti sekte Ibadhiyah.
Sudah sewajarnya bila kita memperhatikan ungkapan Hindun itu, bahwa
Jabir lebih memfokuskan pada dakwahnya sesuai inti ajaran sektenya
daripada mengedepankan nama. Jabir bin Zaid adalah guru Abdullah
bin Ibadh, dimana sekte Ibadhiyah dinisbatkan kepadanya. Sementara
Abdullah bin Ibadh berdakwah sesuai dengan pemikiran dan metode Jabir.
Meski demikian, tidak seorang pun dai yang menisbatkanJabir pada sekte
Ibadhiyah. Padahal setiap dai sekte Ibadhiyah telah mengambil sumber
dakwah mereka dari pemikiran dan ajaran jabir bin Zaid.
Dengan demikiary kita dapat mengatakan bahwa fabir binZaid adalah
tokoh utama atau pemimpin spritual bagi sekte Ibadhiyah, meskipun
sekte ini tidak menisbatkan nama Jabir pada nama sekte ini. Dalam majelis
taklimnya di Bashrah, |abir mengajak umat Islam untuk mengamalkan Al-
Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Ia sering menyampaikan kritikannya kepada
para penguasa dan hakim yang menyimpang dari aiaran Al-Qur'an dan
Hadits. Akan tetapi, ia menghindari konfrontasi secara langsung dan tidak
mau mengobarkan perlawanan. Ia percaya bahwa metode Islam dengan
berdakwah lebih banyak memberikan pengaruh dan kesan daripada sebuah
pemberontakan. Dalam hal ini, Jabir bin Zaid sama persis degan Hasan
At-Bashri yang hidup semaffmya dan bermukim di tempat yang sama. Ia
memang memiliki hubungan yang dekat dengan Hasan Al-Bashri. Terbukti,
saat akan menghadapi kematian, Jabir pemah ditany4 "Apayarrg kamu
inginkan?" Ia menjawab, "Aku ingin melihat Hasan." Ketika Hasan Al-Bashri
datang menjenguknya, Jabir pun berkata kepada keluarganya, "Biarkan aku
tidur." Dan, tidak henti-hentinya Jabir berucap, "Aku berlindung kepada
Allah dari siksa api neraka dan dari hisab yang buruk."e
Adapun tokoh utama lainnya, selain Jabir bin Zaid, dalam membicara-
kan tentang kemunculan sekte Ibadhiyah adalah sosok Abu Ubaidah
Muslim bin Abu Karimah. sudah menjadi kesepakatan, bahwa Abu ubaidah
merupakan sosok yang jadi panutan setelah Jabir bin Zaid.lo
Abu Ubaidah telah menggantikan posisi Surunya, Jabir bin Zaid,
untuk mengajar di Bashrah. Ia mengikuti metode yang pernah ditempuh
gurunya dalam menghadapi kelaliman dan kesewenang-wenangan para
penguasa. Abu Ubaidah berusaha untuk menjalankan dakwahnya secara
tertutup dari para penguasa zhalim. Akan tetapi, ia tidak bisa menerima
atas tindak kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan Al-Hajjaj bin
Yusuf Ats-Tsaqafi, Gubernur lrak. Al-Hajjaj telah memenjarakan Abu
Ubaidah dan menghinakannya. Abu ubaidah baru keluar dari penjara
setelah Al-Hajjajmeninggal dunia pada tahun 95H/71,4 M. Namury Abu
Ubaidah kembali dengan perubahan sikap. Ia berubah menjadi sangat
keras untuk melanjutkan misinya. Ia mengatur pergerakan Ibadhiyah
dengan pengaturan yang ketat untuk menjalankan" At-Taqiyah" dantidak
secara terang-terangan melakukan perlawanan hingga mereka aman dari
kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Dinasti Umayyah-11
Kondisi politik pasca meninggalnya Al-Hajjaj bin Yusuf dipandang
Abu Ubaidah sebagai momen yang tePat untuk merealisasikan kesuksesan
yang lebih besar dalam meniti jalan kebangkitan disertai posisi strateglsnya.
Hal itu disebabkan orang yang menggantikan Al-Haijaj bin Yusuf sebagai
gubernur Irak adalah Yazid bin Al-Muhallib bin Abu shafrah.l2 Ia telah
bergabung dengan suku Azd yang menjadi unsur utama dalam pembentukan
gerakan sekte Ibadhiyah. Ini disebabkan banyak sekali generasi-generasi
suku Azd yang mengikuti pemikiran sekte Ibadhiyah. oleh karena itu, sekte
Ibadhiyah tidak lagi mengalami berbagai tekanan atauPun serangan selama
kepemimpinan Yazid bin Al-Muhallab di Irak.
Waktu itu Dinasti Bani Umayah dipimpin oleh Khalifah Sulaiman
bin Abdul Malik (96-99 H/71.5-717 M). Kondisi politik semacam ini terus
berlanjut pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz(99-101,H/717-720M).
Akan tetapi, keadaan berubah pada masa pemerintahan Khalifah Yazid
bin Abdul Malik (101-105 H/ 720-724 M) dan pemerintahan saudaranya,
Hisyam (105-125 H/724-742). Saat itu terjadi ketegangan hubungan antara
Dinasti Bani Umayyah dengan orang Arab di bagian selatan, khususnya
suku Azd. Pada masa-masa ini, Yazid bin Al-Muhallib terbunuh pada
tahun 102H/720M.13
Kondisi politik kembali menentang keberadaan para ahli dakwah ini.
Tampak para pendukung Bani Umayyah mencoba menekan kekuasaan
sekte Ibadhiyah. Di sini, Abu Ubaidah Muslim mempunyai pengaruh besar
dalam menerapkan politik "rahasia" dan menghindari konfrontasi lansung.
Ia mendorong para pengikutnya untuk bijaksana dalam menghadapi
situasi tersebut. Terlebih lagi ketika sebagian mereka ada yang bermaksud
mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Dinasti Umawiyah
setelah \ azid,bin Al-Muhallib terbunuh, dan menyeran8 pendukungnya,
dimana para pendukung Yazid bin Al-Muhallib mayoritas pengikut sekte
Ibadhiyah.la
Abu Ubaidah Muslim telah mengambil langkah sangat penting dalam
upaya menyebarkan sekte Ibadhiyah dan memperluas daerah pengaruhnya.
Hal itu terjadi ketika Abu Ubaidah berusaha untuk bergerak keluar dari
markas utama sekte Ibadhiyah, yaitu Bashrah, untuk menyebarkan
ajaran-ajaran Ibadhiyah di daerah-daerah lain; baik di daerah yang masih
berada di dalam provinsi Irak ataupun di luarnya. secara kebetulan, Abu
ubaidah memperoleh kesuksesan yang signifikan di daerah Kufah, Mosul,
dan daerah lain di Irak, juga di Makkah dan Madinah yang berada di
Hijaz.Akan tetapi, kesuksesan terbesar diperoleh Abu Ubaidah di selatan
Semenanjung Arab, khusunYa Oman.
Demikianlah, berkat perjuangan Imam Abu ubaidah, oman menjadi
salah satu pusat pergerakan sekte Ibadhiyah. Banyak para dai yang
berpindah tempat dari Bashrah ke Oman dalam pergerakan tersebut'
Mereka melakukan banyak kegiatandakwah. Mereka berhasil menjangkau
daerah yang lebih luas lagi dalam dakwahnya, di antara wilayah terpenting
yang berhasil dikuasai adalah daerah Maghribi'1s
Tiba saatnya kita untuk membahas tokoh ketiga yang layak untuk kita
bicarakan dalam kemunculan sekte lbadhiyah ini. Ia adalah Abdullah bin
Ibadh At-Tamimi. Barangkali ada sebuah pertanyaan yanS diajukan: Ibnu
Ibadh bukan tokoh paling utama dalam kemunculan sekte Ibadhiyah ini,
akan tetapi mengapa pengambilan (penisbatan) nama sekte menggunakan
namanya? sebelum kami menjawab pertanyaan ini, secara singkat kami
akan menjelaskan tentang awal hubungan Ibnu Ibadh dengan kelompok
ekstrim Khawarij, hingga kemudian ia berpisah dengan mereka'
Abdullah bin Ibadh adalah salah seorang pengikut Nafi' bin Al-Aztaq
(wafat tahun 65 H/685 M). Sementara Nafi' bin Al-Azraq adalah pemimpin
kelompok Al-Azariqatg kelompok mayoritas sekte Khawarij yang sudah
melampaui batas dan sangat menyimpang dalam berbagai pendapat dan
sikap.16 Nafi' telah menganggap halal harta dan nyawa kaum muslimin yang
memerangi mereka, dan kaum muslimin itu dianggap sebagai orang musyrik.
Artinya, kaum muslimin dianggap seperti orang-orang kafir yang sudah
berbeda agama. Nafi' juga menganggap sama seperti orang kafir, terhadap
orang-orang yang tidak mau menolongnya, meskipun dari golongan
Khawarij sendiri, dan orang-orang yang tidak mau berhijrah kepadanya.
Sebagaimana Nafi' juga menghalalkan untuk membunuh anak kecil dari
kaum muslimin yang memeranginya, dengan mengambil dalil dari firman
Allah yang terucap melalui lisan Nabi Nuh $4\,
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-
orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka
tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak
akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir." (Nuh:
26-271Nafi' memberikan komentar atas firman Allah tersebut, "Allah
menyebut mereka kafir, sementara mereka masih anak-anak dan belum
dilahirkan. Bagaimana hal itu terjadi pada kaum Nabi Nuh, dan kami tidak
mengatakannya kepada kaum kami?!"
Allah $5 Berfirman,
" Apakah orang-orang kalirmu (hai kaum musyrikin) lebih baik dari mereka
itu, atau apakahkamu telahmempunyai jaminankebebasan (dari azab) dalam
Krtab-krtab yang dahulu. " (Al-Qamar: 43)
Mereka sama seperti orang-orang musyrik Arab, kami tidak mau
menerima pajak dari mereka. Dan, tiada di antara kami dengan mereka
selain pedang (perang) atau mereka masuk Islam."17
Namun; Abdullah bin Ibadh menentang pendapat sesat ini. Bahkan ia
mengomentari pendapat Nafi' tersebut saat mendengar berita itu, "Semoga
Allah membinasakan mereka! Pendapat macam apa yang ia katakan?!Jika
kaum itu adalah orang-orang musyrik maka mereka adalah orang yang
paling benar dalam berpendapat dan memberi hukum di dalam perkara yang
Al-Milal wa An-Nihal, karya Muhammad bin Abdul Karim As-Syahrastani, tahqiq:
Muhammad Sayyid Kailani, Maktabah Mushthofa Al-Babi Al-Halabi, Kairo, tahun 1962
1/120-122.
Al-Kamil fi Al-Lughah wa Ada&, karya Abu Al-Abbas Muhammad bin Yazid Al-Mubarrad,
tahqiq: Muhammad Abu Al-Fadhl Ibrahim, Al-Maktabah Al-Ashriyah, Beirut, tahun
2OOZ,Jnz 2. hlm. 202
16
17
16 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
dikatakannya. Dan, ceritanya saru seperti cerita Nabi Muhammad ffi dengan
orang-orang musyrik. Tapi ia telah berdusta dan kami mengingkari apa yang
dikatakannya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang kufur terhadap
berbagai nikmat dan hukum. Mereka bukanlah orang-orang musyrik."18
Al-Mubarrad menceritakan, bahwa salah seorang sahabat Nafi'yang
bemama Abu Baihas Haisham bin jabir, iuga menentang akan sikap Nafi'
yang ekstrim itu. Tapi ia iuga menentang sikap Abdullah bin Ibadh yang
moderat. Menanggapi ucapan Ibnu Ibadh, ia berkata, "Nafi' memang telah
melampau batas, sehingga ia menjadi kafir. Akan tetapi, kamu telah lengah
sehingga kamupun menjadi kafir! kamu mengganggap bahwa olang yang
menentang kami bukanlah orang musyrik, tapi mereka kamu anggap sebagai
orang-orang yang kufur nikma! karena mereka masih berpegang teguh pada
Al-Qur'an dan mengakui Rasulullah. Kamu mengganggap bahwa menikahi,
mewarisi, dan tinggal bersama mereka adalah halal (boleh)'"le
Kami menyampaikan ucapan Abu Baihas sebagai tambahan pandangan
terhadap satu sisi tentang aliran Abdullah bin Ibadh. Meskipun Abu
Baihas mengingkari ucapan Abdullah bin Ibadh, akan tetapi-sebagaimana
dikatakan Al-Mubarrad- apa yang dikatakan Abdullah bin Ibadh adalah
pendapat yang paling mendekati dengan sunnah.2o
Demikianlah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Khawarij
Al-Azariqah dan menolak untuk membantu mereka. Hingga kemudian
ia termasuk dalam kelompok orang yang disebtt " Al-Qa'adah".lstllah
ini digunakan untuk menyebut orang-orangyang tidak mau berperang,
sementara mereka mampu untuk melakukan perang.21 Sebagaimana telah
kami sampaikan, mereka adalah orang-orang yang dikafirkan oleh Nafi'.
sementara kelompok "Al-Qa'adah" sudah terlebih dulu ada sebelum
Abdullah bin Ibadh.
Barangkali, orang yang tampak jelas memiliki keterkaitan dengan
kelompok ini adalah Abu Hilal Mardas bin Udayah At-Tamimi. Ia pernah
mengikuti Perang shiffin bersama Ali bin Abi Thalib pada tahun 37 H/
657 M. Akan tetapi, ia termasuk dalam kelompok orang yang menentang
peristiwa " At-Tahkim". Ketika Abu Hilal melihat ijtihad Ubaidillah bin
Ziyad untuk bergabung dengan orang-orang yang akan menutut balas
terhadap pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, Abu Hilal berkata kepada
para sahabatnya, "Demi Allah, kami tidakbisa untuktinggal bersama orang-
orang yang zhalim. Dimana peraturan mereka akan diberlakukan untuk
kami. Mereka menjauhkan diri mereka dari keadilan dan meninggalkan
keutamaan. Demi Allah, bersabar atas semua ini merupakan suatu hal yang
besar. Pelucutan senjata dan membuat takut di perjalanan adalah suatu
hal yang besar. Akan tetapi, kita akan menjauhkan diri dari mereka. Kami
tidak akan meletakkan senjata. Dan, kami tidak akan memerangi kecuali
orang-orang yang memerangi kita." n
Kita dapat menjumpai pokok-pokok ajaran sekte Ibadhiyah pada
pemikiran kelompok " Al-Qa'adah" generasi pertama.Ketika Abdullah bin
Ibadh mengadopsi pemikiran ini, ia dijadikan sebagai orientasi umum bagi
sikap sekte yang bergabung padanya.
Dalam konteks ini, yang kami maksud adalah hubungan yang
terjadi di antara Abdullah bin Ibadh dan jabir binZaid, dimana keduanya
hidup dalam satu masa. Dasar hubungan itu adalatu Abdullah bin Ibadh
mengganggap Jabir bin Zaid sebagai seorang guru dan imam yang akan
memberikan petunjuk kepadanya dengan pandangan dan pemikirannya.
Abdullah bin Ibadh telah meneguk samudera keilmuanJabir, memperoleh
ilham dari kezuhudan dan ketakwaannya. Dengan demikian, Abdullah bin
Ibadh merupakan salah seorang pengikut Jabir sekaligus muridnya. Salah
seorang ulama sekte Ibadhiyah menuturkan hubungan antara J abk btn Zaid
dengan Abdullah bin Ibadhts seraya berkata, "Pemimpin besar kami telah
membangun sekte ini dan melindunginya. Ia adalah sumber keutamaan
di dalam merumuskan madzhab dan memperkokoh bangunannya.
Sesungguhnya Jabir binZaid dan Abdullah bin Ibadh adalah saudara dan
pengikut setia. Tiada kesepatakan yang dibuat kecuali berdasarkan pada
pendapat dan pandan gantny a."
Barangkali, kami perlu untuk menyebutkan kembali apa yang telah
kami sampaikan di awal, bahwa )abir bin zaid -rneskipun mengeritik
para penguasa yang zhalim dalam majelis taklimnya- ia sangat menjaga
untuk tidak melakukan konfrontasi demi menghindari bencana' Ia Percaya
bahwa metode dakwah dengan damai lebih banyak memberikan kesan
dan pengaruh dibandingkan metode yang lain. oleh karena itu, dalam
referensi-referensi kami tidak mendapatkan keterangan bahwa Jabir bin
Zaid melakukan permusuhan dengan pemerintah Dinasti Bani Umayyah,
atau ia melakukan interaksi yang tidak baik dengan mereka. Bahkan, ada
riwayat yang menjelaskan bahwa fabir bin Zaid menjalin hubungan yang
harmonis dengan Gubernur lrak, Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaq#i, meskipun
ia terkenal sebagai orang yang keras dan lalim'25
sementara Abdullah bin Ibadh lebih terkenal dengan keikhlasannya
dalam membela pendapat dan landasan dasar yang telah disampaikan
gurunya, Jabir bin Zaid. Oleh karena itu, pendapat-pendapat Jabir - karena
semangat Abdultah bin Ibadh yang berlebihan dalam membelanya-
akhirnya lebih kuat untuk diidentikan dengan pendapat Abdullah bin
Ibadh daripada |abir. Terlebih lagi bagi orang-orang yan8 tidak mengetahui
bahwa pemimpin sekte Ibadhiyah yang sebenarnya adalah |abir bin Zaid.
Ditambah lagi, patapengikut |abir sangat menjaga pergerakkannya agar
tetap berada di balik "kerahasiaan".Mereka tetap menjaBa aBat nama
pemimpin mereka tersembunyikan, sehingga sang pemimpin tidak akan
mengalami tindak kekerasan dan penganiayaan dari PenSuasa Dinasti Bani
Umayyah; dimana jika hat itu terjadi, bisa jadi pergerakan akan kehilangan
seorangpemimpinyangmeniadipanutan'selainitu,sulituntukmencari
pengganti pemimpin seperti itu.26
Demikianlah, kemudian pergerakan itu dinisbatkan kepada Ibnu
Ibadh, sosok yang paling kuat dalam membela landasan-landasan dasar
pergerakan, dan orang yang paling gencar dalam menyebarkan pemikiran-
pemikiran pendiri sektenya. Maka, pergerakan itu kemudian dikenal
dengan nama sekte Ibadhiyuh, dinisbatkan kepada Abdullah bin Ibadh, dan
tidak dinisbatkan kepadaJabt, meskipun guru dan pemimpin pergerakan
yang sebenarnya adalah Jabir brn Zaid.
Sudah sepantasnya jika kami sampaikan di sini, bahwa para pengikut
Jabir bin Zaid tidak pemah memberikan nama untuk pergerakan mereka
dengan nama "Ibadhiyah". Akan tetapl yang memberikan nama "Ibadhiyah"
itu kepada mereka adalah orang-orang yang memusuhi mereka. Adapun
nama yang sering digunakan pengikut Jabir untuk menyebut pergerakan
mereka adalah sebutan " Ahlul Istiqamah wa Al-Haq" , " Ahlud Dalcrnah" atau
" lama'atul Muslimin" .27 Narnun, penamaan dan penyebutan ini tidak mampu
bertahan lama karena tergilas oleh waktu. Dan penyebutan yang masih tetap
bertahan adalah " Al-Ibadhiy ah", y ang merupakan penyebutan dari orang-
orang yang memusuhi mereka. Kelompok Ibadhiyah tidak merasa keberatan
untuk menggunakan sebutan "Ibadhiyah" budmereka, karena hal itu tidak
akan mengurangi kehormatan dan kemuliaan dakwah mereka.
Barangkali pembahasan tentang tokoh-tokoh utama yang mempunyai
peranan besar dalam mendirikan sekte Ibadhiyah ini telah memberikan
kesempatakan kepada kita untuk meneliti lebih lanjut tentang bagian-
bagian utama dalam pembenfukan pola pemikiran dan kecenderungan
sekte mereka. Meski sudah sedemikian rupa, sesungguhnya masih
banyak bagian lain yang masih perlu untuk disampaikan dan diteliti.
Pada halaman-halaman berikutnya, kami berusaha untuk menyampaikan
pemikiran-pemikiran terpenting mereka dan akidah-akidah mereka, sesuai
dengan batas kemungkinan yang diperkenankan.
Kecenderungan-kecenderungan Utama Sekte lbadhiyah
1.. Sebelumnya kami telah menjelaskan tentang kemunculan sekte
Ibadhiyah, bahwa sekte ini, oleh para penentangnya tidak dituduh
sebagai sekte Islam yang disebut kafir dalam masalah perbedaan
agama. Akan tetapi,parapengikut sekte ini dipandang sebagai orang-
orang yang kufur nikmat dan hukum, namun mereka terbebas dari
kemusyrikan. Hal ini sebagaimana telah kami jelaskan dalam jawaban
Abdullah bin Ibadh terhadap penyataan Nafi'bin Al-Azraq. Pendapat
ini yang diperhatikan AlJbadhiyah, mereka menjadikannya sebagai
dasar utama dalam menentukan kecenderungan-kecenderungan sekte
dalam tataran politik. Mereka mengesalnPingkan kekerasan dan tidak
memulai permusuhan. Akan tetapi, mereka hanya akan memerangi
orang yang memerangi mereka. Atau seperti yang dikatakan Abu Hilal
bin Mardas bin Udayah, sebagaimana kami jelaskan baru saja, "Kami
akan menjauhkan diri kami dari mereka. Kami tidak akan meletakkan
senjata. Dan, kami tidak akan memerangi kecuali oran8-oran8 yang
memerangi kami." Abu Hilal -sebagaimana kami katakan- adalah
orang yang paling jelas namanya dikaitkan dengan kelompok "AI-
Qa'adah,,, dimana kelompok ini bisa dianggap sebagai benih-benih
awal kemunculan sekte Ibadhiyah. Dengan demikian, sekte Ibadhiyah
tidak menghalalkan harta musuh yang memerangi mereka2s' tidak
membolehkan menawan istri-istri musuh, tidak membolehkan
membunuh kaum wanita dan anak-anak musuh. Bahkary lebih dari
semua itu, mereka tidak membolehkan membunuh musuh kecuali
karena rnembela diri. Mereka juga berpendapat bahwa hak waris dan
pemikahan boleh dilakukan di antara mereka dan musuh, sebagaimana
telah dijelaskan. Semua ini - seperti yang kami katakan- menuniukkan
hakikat perbedaan yang membedakan antara sekte Ibadhiyah dengan
sekte Khawarij.
2. Sekte Ibadhiyah mengakui landasan dasar " At-Taqiyah Ad-Diniyyah
(menyembunyikan keyakinan agama)" sehingga mereka tidak
menerima perlakukaan keras dari pemerintah yang berkuasa atau
gerakan-gerakan yang menentangnya.D Mereka menyerukan pemikiran
dan landasan dasar mereka dengan cara-cara yang tidak menimbulkan
gejolak, dan mereka tidak senang melakukan konfrontasi ." At-Taqiyah"
telah menjadi landasan dasar utama mereka, sejak masa guru besar
mereka, |abir bin zaid., yang telah melakukan perdamaian dengan
pemerintah Dinasti Bani Umayyatu dan menghindari berbagai bentuk
gerakan balas dendam terhadap Penguasa. Sejak saat itu ,JabirbinZaid
hidup dalam kedamaian bersama pemerintah. Inilah tindakan Jabir
binZaid,yang mendapatkan apresiasi tinggi dari pemerintah, bahkan
seluruh umat Islam. sedangkan murid )abir bin Zaid, pemimpin sekte
Ibadhiyah, Abu Ubaidah Muslim bin Abu Karimah telah merasakan
kekerasan yang dilakukan Al-Hajjaj bin Yusuf, dimana kekerasan
Al-Hajjaj telah melampaui batas-batas kezhaliman; seolah ia bagai
Tuhan yang menghukum orang yang berdosa dan menghukum
berdasarkan perkara yang tidak jelas. Oleh sebab itu, akhirnya Abu
Ubaidah merahasiakan dakwahnya setelah tindak kekerasan yang
menimpanya. Ia mendirikan majelis taklimnya jauh dari para mata-
mata pemerintah. Dengan kecerdikannya, ia berpura-pura membuat
" AI-QW' , sehingga ia terkenal dengan julukan " Al-Qaffaf' .30 Sudah
tampak jelas, bahwa sekte Ibadhiyah menggunakan landasan dasar " At-
Taqiyah" karena kecenderungan mereka unfuk menyerukan landasan
dasar dan pemikiran mereka dengan damai, jauh dari kekerasaan dan
penganiayaan. Terlebih lagi, umat Islam memang berada dalam kondisi
politik yang tidak kondusif pada masa periode Dinasti Bani Umayyah
secara umum, dan pada periode-periode berikutnya.
Di bawahnaungan landasandasar " At-Taqiyah", muncul istilah"Imnmah
Al-Kitman (Kepemimpinan yang Disembunyikan)" dalam sejarah
pemikiran sekte Ibadhiyah. Dan, " lmamah Al-Kitman" sangat berkaitan
erat dengan kegiatan dakwah rahasia. Inilah fase dimana segala
kegiatan dilaksanakan dengan rahasia, jauh dari perhatian dan tidak
bergabung dengan pergerakan kelompok Ibadhiyah. Hal demikian
ini dilakukan ketika dalam kondisi dakwah secara terang-terangan
bisa membahayakan bagi pergerakan. Pada fase ini, sekte Ibadhiyah
memilih pemimpin pergerakan mereka seorang sosok yang tidak
dikenal oleh kelompok lain. Pemimpin seperti ini biasa disebut dengan
"lmamah Al-Ktman". Di antara tokoh yang pemah menjadi "lmamah
Al-Kitman" adalah, Jabir bin Zaid dan pemimpin mereka, Ubaidah
bin Muslim. Ketika kondisi sudah berubah, dimana sekte Ibadhiyah
memiliki kemampuan untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang
mengaplikasikan landasan dasar dan pemikiran-pemikiran mereka,
maka mereka akan mengumumkan pemimpin secara terang-terangan,
atau biasa disebut dengan "Imamah Azh-Zhuhur (Kepemimpinan yang
tampak) ". Imam inilah yang akan menjadi pemimpin yang muncul dan
terkenalbagiseluruhpengikutsektelbadhiyahdankelompokyang
lain. Ada banyak para pemimpin dalam ka tagoi" lma:mah Azh-zhuhuy''
dalamsejarahperjalanSektelbadhiyah,akantetapitidakmungkin
untuk menyebutkan semuannya di sini secara detil, karena hal itu bisa
mengalihkan pokok tema pembahasan' Di antara pemimpin sekte
Ibadhiyah dalam kategori ,,lmamah Azh-Zhuhur,, yang tampak jelas
adalah, pemimpin pemerintahan di Oman pada tahun 177 H/ 794M
yang berjalan kurang lebih dua abad lamanya. Pemerintahan ini berakhir
pada abad k e4H,setelah ditaklukkan Dinasti Abbasiyah.3l Dalam sekte
Ibadhiyah,lmamahAzh-ZhuhurpertamakalidijabatolehMuhammad
bin Abdullah bin Abi Affan Al-Yahmadi (w. 179H/796 M)' Pada masa
kepemimpinannya, kota Nazwa meniadi ibu kota pemerintahan negara
Ibadhiyah. Pada fase ini dapat dilihat kejayaan "lmamah Azh-zhuhuy'' '
sekte Ibadhiyah mengalami perkembangan Pesat dalam bidang politik
dan budaya.32 Contoh lain untuk kategori "lmamah Azh-Zhuhur" adalah
berdirinya negara Al-Ibadhiyah Ar-Rustumiyah di kota Tahirat diJazaid"
(Maroko Tengah) di bawah kekuasaan Abdurrahman bin Rustum pada
tahun.l'60H/TTTM,Negaralbadhiyahinimampubertahanhingga
tahun 296 H/IO}M, hingga saat tokoh Syiah Fathimiyah yang bemama
Abu Abdillah Asy-syi'i datang menghancurkannya.33 Negara Ibadhiyah
ini telah mencapai masa kejayaan dengan kemajuan di bidang ekonomi
danbudaya.Bahkaniamemilikiperasanbesardalammenyebarkan
Islam ke daerah barat Afrika.& Ketika "lmamah Azh-Zhuhur" telah
berakhir karena suatu sebab, sekte Ibadhiyah kembali p adafase " Kitman
(Penyembunyian)". Mereka masih terus menggunakan dakwah secara
rahasiahinggakondisibenar-benarmemungkinkanuntukmenerapkan
dakwah secara terang-terangan kembali'
4. Sekte Ibadhiyah memiliki beberapa pendapat yang sudah sepantasnya
untuk dicatat dalam masalah imamah atau pemimpin dalam Islam'
Mereka sepakat dengan jumhur kaum muslimin dalam masalah
pengangkatan imam (pemimpin). Mengangkat pemimpin adalah
suatu yang wajib bagi suatu bangsa sehingga syariat Allah dapat
diterapkan di muka bumi. Dan, pengaturan urusan rakyat sangat
bergantung pada pengangkatan pemimpin.ru Dengan demikian,
berarti sekte Ibadhiyah berbeda pendapat dengan sebagian sekte
Khawarij yang mengatakan bahwa pengangkatan pemimpin bukanlah
suatu yang wajib. Mereka juga berbeda pendapat dengan sekte syiah
Imamiah yang berpendapat, bahwa pengangkatan pemimpin wajib
bagi Allatr, dan tidak bagi umat.
sekte Ibadhiyah tidak berpendapat bahwa keluar dari kepemimpinan
seorang pemimpin yang lalim adalah wajib, sebagaimana ini adalah
pendapat sekte Khawarij. Akan tetapi, kecenderungan sekte Ibadhiyah
secara umum lebih pada memproklamirkan diri untuk tidak turutcampur
atau membebaskan diri dari penguasa yang lalim. Dalam masalah ini, Ali
Yahya Muammar, salah seorang ulama sekte Ibadhiyah36 pernah berkata,
"Ketika suatu umat diuji dengan memiliki pemimpin yang zhalim, maka
sekte Ibadhiyah berpendapat, bahwa tidak wajib untuk keluar dari
kepemimpinannya. Terlebih lagi jika dikhawatirkan -apabila keluar
dari kepemimpinannya- akan bisa menimbulkan fitnah (kekacauan) dan
kebinasaary atau bisa memberikan dampak buruk yang lebih besar daripada
tetap berada di bawah kepemimpinannya."3T Dalam hal ini, sekte Ibadhiyah
lebih mendekati dengan prinsip sekte Mu'tazilah.
Di antara pendapat sekte Ibadhiyah yang tampak paling jelas dan
pantas untuk dicatat adalah pendapat mereka seputar masalah imamah
(kepemimpinan). Mereka tidak mensyaratkan bahwa seorzrng imam atau
pemimpin suatu negara harus berasal dari suku Quraisy.s Dalam hal ini,
sekte Ibadhiyah berbeda pendapat dengan pendapat mayoritas ulama klasik
yang mensyaratkan suku Quraisy sebagai syarat penting untuk keabsahan
menjadi seorang pemimpin.3e Bahkan sekte syiah Imamiyah menambahkan,
bahwa seorang pemimpin harus dari suku Quraisy keturunan Ali
dan Fathimah. Sekte Ibadhiyah, dengan prinsipnya itu, tidak berarti
mengingkari hadits-hadits Nabi yang menjelaskan bahwa pemimpin harus
dari suku Quraisy. Akan tetapi, mereka memahaminya dari sudut pandang
bahwa kondisi suku Quraisy pada zaman Rasulullah memang memiliki
kedudukan penting dan kepemimpinan di antara kabilah-kabilah Arab.
Tapi kondisi telah berubah, dan suku Quraisy sekarang ini-jika masih
ada-tidak mampu mempertahankan peranan pentingnya. Sementara
standar pemilihan pemimpin itu selalu berubah mengikuti perubahan
keadaan.a0 Terkadang ada yang mengatakan bahwa sekte Ibadhiyah dalam
masalah itu sepakat dengan pendapat sebagian sekte Khawarij. Itu memang
benar. Akan tetapi, selain sekte Ibadhiyah juga ada kelompok lain yang
mengadopsi pendapatini, terkhusus di antaranya sekte Mu'tazilah Bashrah.
Bahkan, seorang cendekia yang ahli fikih dan pengikut Ahlu Sunnah senior,
Ibnu Khaldun, membela pendapat ini dengan segenap kemampuannya.
Ia menafsirkan hadits-hadits yang berkaitan dengan kepemimpinan
suku Quraisy dari sudut pandangnya yang terkenal, yaitu lebih bersifat
suku Quraisy dalam artian kekeluargaannya. Sementara yang dimaksud
adalah kemampuan dan kekuatan. Demikian itu, karena suku Quraisy -
menurut Ibnu Khaldun- adalah kekeluargaan kabilah, induk kabilah, dan
memiliki pengaruh kuat dibanding yang lain. Suku Quraisy lebih memiliki
kemuliaan, pendukung, dan kehormatan dibandingkan suku-suku yang
lain. Semua orang Arab mengakui suku Quraisy dengan segala kelebihan
itu, dan mereka tunduk di bawah kepemimpinannya. Jika kepemimpinan
diserahkan kepada selain suku Quraisy, tentu akan terjadi perpecahan
karena perbedaan pendapat dan tiada kepemimpinan pada diri mereka.
Kemudian, sampailah Ibnu Khaldun - di akhir analisanya - pada konjungsi
yang dicapainya, "Kami mensyaratkan pemimpin yang menangani urusan
umat Islam harus dari kaum yang lebih banyak pendukungnya, kuat,
dan memiliki mayoritas pendukung dibandingkan kelompok-kelompok
lain pada masanya, agar ia dapat diikuti oleh kelompok lainnya'"41
Kekeluargaan menurut Ibnu Khaldun, mengisyaratkan pada sesuatu
yang sering kita sebut -dalam bahasa modern- dengan mayoritas dan
dukungan rakyat luas. Sudah semestinya untuk diperhatikan di sini, banyak
sekali para analis Islam di zaman modem ini-ketika berdiskusi tentang
masalah kepemimpinan - berujun gpada,bahwa nilai-nilai Islam menolak
untuk menjadikan nasab keturunan sebagai standar keutamaan.a2 Hal ini
sama dengan kecenderungan umum sekte Ibadhiyah.
5. Ada permasalahan lain yang tidak sepantasnya untuk kita lupakan,
saat berdiskusi tentang pendapat sekte Ibadhiyah dan arah tujuan
utama madzhab mereka; yaitu tentang sikap mereka terhadap
para sahabat Nabi, dimana terjadi perdebatan dan ketidakjelasan
yang melingkupinya. Di sini, kami akan mengutip dari buku-buku
yang ditulis ulama-ulama Ibhadiyah. Buku-buku ini terbilang telah
memberikan sumbangsih dalam memberikan penjelasan tentang
sikap Ibadhiyah terhadap para sahabat Nabi. Di antaranya seperti
dikatakan salah seorang pengikut sekte Ibadhiyah di Tunisia, Abu
Ar-Rabi' Sulaiman Al-Hailati (w. 1099 H./ 1.688 M.) dalam upaya
menkonter balik terhadap orang-orang yang menuduh bahwa sekte
Ibadhiyah'menyerang' sebagian sahabat Nabi. Ia menuturkary "Jika
kami dikatakan mengingkari sebagian sahabat Nabi, maka itu adalah
dusta dan kebohongan yang dituduhkan kepada kami. Inilah tatacara
kami menghaturkan shalawat kepada Nabi Muhammad *&, "Ya
Allah, limpahkanlah rahmat ta' zhim-Mu dan keselamatan kepada tuan kami,
Muhammad sang Nabi llmmi. Dan, limpahkanlah juga semua itu kepada
seluruh keluarga, sahabat, keturunan dan Ahlul Bait Nabi. Sebagaimana
Al-Muqaddimaft, karya Abdurrahman bin Khaldun, Al-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra,
Engkau telah melantunkan shalawat kepada tuan kami lbrahim dan
keluarganya di seluruh alam. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Terpuji dan
Agung. Seseorang yang memiliki karakter yang baik, ia terhindar dari
penyakit iri, benci, dan menggunjing jika ia berkenan untuk menghayati
ungkapan ini dan memahami maknanya, tentu ia akan mendapatkan
bahwa ungkapan itu tertuju untuk semua sahabat Nabi, keluarga, istri,
keturunan Nabi yang dekat mauPun yang jauh."a3
Syaikh Muhammad bin Abu Qasim Al-Mush'abi (W. 1129H/ 171'6M)
menguatkan maksud yang terkandung dalam ungkapan tersebut. "Kami
memeluk agama karena Atlah dengan mengikuti kitab-Nya dan sunnah
Nabi Muhammad, juga sunnah para sahabat Nabi, baik kaum Muhajirin
ataupun Anshar, juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga Hari Kiamat kelak. Keyakinan kami terkait dengan para sahabat
Nabi adalah, mereka orang-orang yang adil, para kekasih Allah, dan
termasuk dalam golonganpartai Allah.'Ketahuilah, sesungguhnyapartai Allah
(hizb ull ah) a dal ah golongan y an g b eruntun g.' Ini adalah keyakinan kami, dan
inilah yang kami jadikan pegangan. Atlah adalah Tuhan kami, Muhammad
adalah Nabi kami, Al-Qur'an adalah imam kami, Ka'bah yang mulia
adalah kiblat kami, para sahabat Nabi adalah para panutan kami. Allah
telah memuji mereka dalam Al-Qur'an tidak hanya dalam satu tempat'4
Buku-buku seperti ini banyak sekali. Buku-buku yang menjelaskan
tentang prinsip-prinsip Ibadhiyah secara umum tentang sahabat Nabi.
Prinsip mereka secara garis besarnya hampir tidak ada perbedaan dengan
mayoritas umat Islam. Mereka sangat menghormati dan menghargai para
sahabat Nabi. Mereka juga menempatkan para sahabat Nabi pada posisi
yang istimewa dalam sejarah Islam. Akan tetapi, sudah sepantasnya juga
untuk kami sampaikan di sini, bahwa ada juga beberapa buku lainnya-
meskipun sedikit-yang tidak sesuai dengan'garis haluan' Ibadhiyah
secara umum dalam bersikap terhadap beberapa sahabat Nabi, seperti
utsman dan Ali. Dimana dalam buku itu disebutkan dengan gaya bahasa
yang dapat membangkitkan penolakan besar dari umat Islam. Sebagai
contoh, para penulis kitab ini membicarakan satu tema dengan judul
Dinukil dari Al-lbadhiyah baina Al-Firaq Al-lslamiyah, karya Ali Yahya Mu'ammar, hlm.
248-249.
" Dosa-dosa Lltsman" dan" Dosa-dosa Ali" . Namun dalam waktu bersamaan,
mereka juga tidak mengabaikan keutamaan-keutamaan Utsman dan Ali.
Akan tetapi, banyak sekali umat Islam -bahkan anggota sekte Ibadhiyah
sendiri- enggan untuk mendalami hal-hal seperti ini, karena semua
itu berkaitan dengan sahabat-sahabat Nabi terpilih, dimana Allah telah
meninggikan kedudukan mereka.
Selain itu, Rasulullah juga memerintahkan kepada kita untuk tidak
berbuat buruk kepada mereka. Sudah sepantasnya untuk disampaikan di
sini, bahwa sebagian pengikut sekte-sekte Islam yang lain sangat toleran
dalam memberikan ulasan tentang prinsip-prinsip sebagian sahabat Nabi
dalam peristiwa "fitnah besar" (fitnatul kubra). Kebanyakan mereka dari
sekte Mu'tazilatu semisal Washil bin Atha', Amr bin Ubaid, Abu Hudzail
Al-Allaf, dan pengikut lainnya dari sekte Mu'tazilah Bashrah dan Baghdad.
Mereka telah mengklaim salah pada satu sisi, atau pada perinstiwa Perang
Jamal dan Perang Shiffin. Sementara sebagian yang lain menahan diri
untuk mengklaim terhadap satu peristiwa, tapi tidak pada satu peristiwa
lain. Bahkan, sekte Syiah dan Khawarij berpendapat lebih jauh lagi. Akan
tetapi, kecenderungan Ibadhiyah - seperti telah kami sampaikan - adalah
tetap memosisikan sahabat pada posisiyangmulia, posisi yang sepantasnya
sebagai sahabat Nabi.
Inilah sebuah ajaran yang kaidah-kaidahnya tetap dipegang teguh oleh
Jabir bin zaid, gtrubesar sekte Ibadhiyah. falan ini pula yang telah diikuti
oleh muridnya, Abu Ubaidah Muslim. Jika sisi kebenaran dalam fitnah
yang terjadi pada awal-awal Islam itu belum jelas, maka sebagai seorang
muslim -sesuai dengan ajaran ini- hendaknya tidak menghukumi atau
memberikan klaim. Prinsip sekte Ibadhiyah tentang sahabat Nabi ini
telah diringkas oleh salah seorang ulama modern Omanas, saat ia berkata,
"sesungguhnya darah yang tertumpah akibat fitnah itu, Allah telah
mensucikan tangan-tangan kita darinya. Oleh karena itu, hendaknya kita
mensucikan lisanJisan kita dari fitnah tersebut."
kecenderungan mereka di bidang akidah, maka hal yang harus kita
ketahui untuk pertama kalinya adalah tentang pemahaman tauhid
menurut sekte Ibadhiyah. Adapun maksud akidah tauhid di sini
adalah mengesakan Allah dalam beribadah, membenarkan bahwa
Allah Maha Esa dalam dzat, stfat, dan perbuatan. "Tidak ada suatu
apapun yang menyerupai Dzat Allah. Dzat Allah tidak bisa dibagi-
bagi. Sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lainnya. Dary
tidak ada persekutuan pada perbuatan Allah. Perbuatan adalah milik
Atlah sebagai Pencipta, dan jika perbuatan itu dinisbatkan kepada
selain Allah, maka ia hanyalah usaha.aT Sekte Ibadhiyah berpendapat
bahwa sifat-sifat padaDzatAllah, semisal mengetahui, berkuasa dan
berkehendak, adalah satu Dzat dengan Allah. Sifat-sifat itu bukan
tambahan padaDzat Allah. Jadi, Allah Maha Mengetahui dengan
Dzat-Nya, Mahakuasa dengan Dzat-Nya dan Maha Berkehendak
dengan Dzat-Nya. Dalam hal ini pendapat mereka sama dengan sekte
Mu'tazilah.a8 Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sifat-sifat
Allah adalah tambahan atas Dzat-Nya, yang berarti ada banyak dzat-
dzatyangbersifat qadim, itu bertentangan dengan ajaran tauhid yang
mumi.
Berpijak dari pemahaman ini, sekte Ibadhiyah berupaya untuk
menakwil ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi yang secara zhahir
tampak menginformasikan tentang penyerupaan terhadap Allah. Seperti
pernyataan bahwa orang-orang mukmin besok akan dapat melihat Allah
di Hari Kiamat. Menurut Ibadhiyah, penyataan ini harus ditakwil, karena
melihat denganpandangan mata itu berkonsekuensi pada tempat dan arah,
yang berarti bisa mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-
Nya. Sedangkan Allah disucikan dari menyerupai makhluk-makhluk-Nya.
Sebagaimana juga dalam ayat Al-Qur'an, Allah berfirman,
"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat," (At-Qiyamahz 22'231Terhadap ayat ini,
Ibadhiyah memiliki beberapa takwil, bahwa wajah mereka berseri karena
melihat rahmat Tuhan-Nya dan masuk ke dalam surga-Nya. sementara
dalam hadits disebutkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Kalian akan
melihat Tuhan kalian secara kasat mata, sebagaimana kalian melihat bulan di saat
purnama." (HR. Al-Bukhari Muslim). Kata melihat di dalam hadits ini adalah
mn' ifat atau mengetahui.ae
Termasuk dalam kategori pemahaman tauhid, menurut sekte
Ibadhiyah, adalah tentang masalah Al-Qur'an sebagai makhluk dan seputar
perdebatan tentangnya. Ibadhiyah sepakat dengan Mu'tazilah dalam
mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, karena mengatakan Al-
Qur'anqadim,berartiada beberapa hal yang qadim,arirrya ada sesuatu yang
qadim selain Allah. Sudah tentu hal ini akan meniadakan sifat wahdaniyah
(keesaan) yang termasuk salah satu sifat-sifat bagi Allah. Selain itu, dengan
mengatakan ada yang qadim selain Allah, bisa mendatangkan kebolehan
tuhan lebih dari satu. Sesunggutmya Tuhan yang sejati, Ia berhak untuk
dijadikan tuhan karena ia ada mendahului segala sesuatu yang wujud.
|ika Tuhan memiliki 'teman' pada zaman azali, maka temannya itu bisa
bersekutu untuk menjadi fuhan secara bersama-sama.so
Menurut salah seorang ulama Ibadhiyah yang terkenal, Ali Yahya
Muammar, dalam komentarnya terhadap persoalan ini, ia mengatakan
bahwa para peneliti dari sekte Ibadhiyah dan Ahlu Sunnah telah menetap-
kan sifat "Kalam" kepada Allah. Mereka juga mengategorikan sifat ini
sebagai srtatDzat, sama seperti sifat mendengar, melihat, dan mengetahui.
Sementara sebagian lain ada yang menyebutnya dengan istilah "Kalam
Nrft/'.Adapun segala sesuatu selain itu adalah hadits, bersifat baru.
Dengan ini tampak jelas bahwa perselisihan mereka hanya pada lafazh.
Sementara bagi umat Islam yang telah mengetahui dua realita dalam tema
ini, cukup bagi mereka untuk mengatakan bahwa Allah adalah Dzatyang
Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Berbicara. Al-Qur'an adalah
kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya.sl
Dari sini tampak jelas bagi kita, bahwa pedebatan sengit seputar sifat
makhluk pada Al-Qur'an -terkhusus di antara sekte Mu'tazilah dengan
lawan-lawannya- tidak ada nilai kebaikannya. Karena masing-masinng
kelompok tidak akan mampu memahami apa yang diinginkan oleh
kelompok yang lain. |ika semua itu terjadi, maka mereka akan bertemu
pada satu perkataan Yang sama.
7. Meskipun sekte Ibadhiyah sepakat dengan Mu'tazilah dalam
pemahaman tauhid, juga dalam hal yang berkaitan dengan sifat-sifat
Dzat Allah, mengingkari bahwa manusia akan dapat melihat Allah,
dan mengatakan Al-Qur'an adalah makhluk; akan tetapi mereka
berselisih pendapat dalam masalah landasan dasar penting bagi
Mu'tazilah, yaitu tentang landasan "Berada di satu tempat di antara
dua tempat (al-manjilah baina manjilatain)". Ibadhiyah berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar tidak akan berada di suatu tempat
di antara dua tempat, yaitu keimanan dan kafir. sebagaimana ini
adalah prinsip dasar sekte Mu'tazilah. Akan tetapi sekte Ibadhiyah
berkeyakinan bahwa tidak ada tempat di antara keimanan dan
kekufuran. Hal itu karena umat manusia akan dikumpulkan pada;
bahwa orang yang tidak beriman berarti kafir. Karena Allah telah
berfirman, "Dia-lah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada
yangkafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan." (At-Taghabun: 2) dan juga ayat-ayat yang lain.s2
Menurut sekte Ibadhiyah, orang-oran8 yang melakukan dosa besar
tidak dikatakan musyrik, karena mereka masih mengikrarkan tauhid'
Mereka tidak dikatakan mukmin, karena tidak menjalankan aPa yang
menjadi konsekuensi setelah beriman. Mereka bersama dengan orang-
orang mukmin dalam hukum dunia, karena telah berikrar tauhid. Tapi
mereka akan bersama orang-orang musyrik dalam hukum akhirat, karena
mereka tidak menjalankan keimanan dan menyalahi apa yang menjadi
keharusan dalam bertauhid, baik ia berupa melakukan amal perbuatan
ataupun meninggalkannya.s3 Mereka adalah orang-orang yang disebut di
dalam Al-Qur'an dengan sebutan orang-orang munafik'
pendapaftrya dengan berbagai dalil dari AlQulan dan hadits. Di antara
ayat-ayat AlQulan yang meniadi dalil mereka adalah firman Allah &s,
" (Bukan demikian), yangbenar;barangsiapaberbuat dosa dania telah dihputi
oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(Al-Baqarah:81)
"Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dai mengambil iba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datanglarangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
pen ghuni neraka; mer eka kekal di dalamny a. " (Al-Baqarah: 2751
"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan."
(An-Nisa':14)
Adapun Hadits yang menjadi dalil mereka adalah:
" Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian
ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya sutga."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
"Barangsiapa yang mengambil harta saudaranyn dengan sumpahnya, maka
Allah mewajibknn dia masuk neraka dan mengharamkan masuk surga." Lalu
ada seorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit?"
Beliau menjautab, "Meskipun hanya sebatang kayu araak (kayu untuk
siwak)." (HR. Muslim, Malik, dan An-Nasa'i)
Sebagian ulama Ibadhiyah -dalam membela pendapat mereka-
menyebutkan, keyakinan bahwa oran8-orang yang melakukan dosa
besar tidak akan kekal di neraka akan berdampak pada keberanian untuk
melanggar larangan-larangan agama dan gemar menuruti hawa nafsu.sa
Dimana semua itu adalah kerugian yang nyata di dunia dan akhirat.
Setelah kita berdiskusi -secara singkat- tentang kemunculan sekte
Ibadhiyah dan kecenderungan dalam bermadzhab mereka, alangkah lebih
baiknya jika sekarang kita berdiskusi tentang permasalahan yang masih
sering menjadi perdebatan.
Hubungan antara lbadhiyah dan Khawarii
Berita yang tersebar di antara sumber-sumber sekte dan madzhab
Islam, bahwa Ibadhiyah adalah salah satu dari cabang sekte Khawarij.
sebagai contoh, Imam Abu Hasan Al-Asy'ari telah membicarakan tentang
sekte Khawarij dan ucaPan-ucaPan pengikut mereka. Ketika ia sampai pada
sekte Ibadhiyah, ia mengatakan,"Diantara sekte yang termasuk Khawarij
adalah sekte lbadhiyah." Kemudian ia berbicara tentang sekte Ibadhiyah
dan perkataan para pengikutnya.ss
Demikian pula Abdul Qahar Al-Baghdadi yang telah membagi sekte
Khawarij menjadi 20 sekte cabang. Menurutnya, sekte Ibadhiyah adalah
sekte keenambelas dari sekte Khawarij.s6
Sementara As-Syahrastani, saat membicarakan cabang-cabang sekte
Khawarij yang besar, dimana menurutnya ada delapan; sekte Ibadhiyah
termasuk sekte ketujuh dari sekte Khawarij.sT lnilah tiga buku -dimana
ketiganya dikategorikan sebagai buku-buku referensi dalam masalah sekte-
sekte Islam klasik- sementara buku-buku lain yang menjadi referensi tema
ini telah disebutkan sebelumnYa.
Kami sudah tidak perlu lagi bersusah payah - setelah kami
menyampaikan semuanya- untuk meyakinkan kembali bahwa sekte
Ibadhiyah adalah sekte independen yang tidak memiliki keterkaitan
ataupun hubungan kekerabatan dengan sekte Khawarij. Seluruh
kelompok Khawarij menganggap bahwa negara'para penentang' mereka
adalah negara kafir. Khawarii iuga memperbolehkan untuk membunuh
mereka, menghalalkan harta dan kaum wanita mereka. Bahkan Khawarij
memperbolehkan untuk membunuh anak-anak dari para penentang,
sebagaimana kami jelaskan pada babnya.
Sementara sekte Ibadhiyah berpendapat, para penentang boleh
dibunuh dalam rangka untuk membela diri, tidak diperbolehkan
membunuh anak-anak kecil dan tidak boleh menawan kaum wanita.
Maqalat Al-lslamiyyin wa lkhtilaf Al-Mushallin, karya Abu Al-Hasan Al-Asy'ari, tahqiq
Muirammad Muhyiddin Abdul Humaid, Al-Maktabah Al-'Ashriyah,Beirut,1990,1/183
sekte Ibadhiyah juga berpendapat bahwa negara para penentang mereka
bukanlah negara kafir. orang-orang sekte Ibadhiyah tidak mengatakan,
bahwa keluar dari imam (pemimpin) yarg lalim adarah wajib. Bahkan
pandangan sekte Ibadhiyah dalam masalah imam tidak berbeda dengan
pandangan mayoritas umat Islam. Ketika sekte Khawarij tidak berpegang
pada syarat, bahwa pemimpin harus dari suku euraisy, mereka mencoba
menjelaskan tentang semangat keislaman. Bahkan, sebagian ulama Ahlu
sunnah ada yang sependapat dengan pendapat sekte Khawarij ini, semisal
Ibnu Khaldun. Sementara mayoritas ulama sekte Mu'tazilah cenderung
pada pendapat Ibadhiyah ini.
sekte Ibadhiyah - seluruh pengikutnya - sangat arif dalam memosisi-
kan para sahabat Nabi dengan berlandaskan sikap penuh penghormatin
dan penghargaan. Ketika ada sebagian di antara pengikut sekte Ibadhiyah
yang bersikap melampaui batas terhadap beberapa sahabat Nabi, tapi
jumlah mereka itu sangat sedikit, tidak bisa mewakili pengikut sekte
Ibadhiyah secara umum. Dalam masalah keyakinan, sebagian pandangan
sekte Ibadhiyah sama dengan pandangan sekte Mu'tazilah, sementara
sebagian pandangan yang lain sama dengan pandangan Ahlu sunnah.
Berdasarkan fakta ini dan fakta-fakta lain yang masih kami diskusi-
kan, dapat dikukuhkan bahwa sekte Ibadhiyah adalah sekte yang tidak
menginduk pada sekte Khawarij. Akan tetapi, mengapa buku-buku
referensi yang telah kami sebutkan, dan buku-buku yang lain menyebutkan
bahwa sekte Ibadhiyah adalah salah satu cabang sekte Khawarij? Dan,
kenapa para peneliti modern mengulang-ulangi pernyataan itu tanpa bisa
mencarikan bukti?
Adapun penyebab di balik semua itu - menurut praduga kuat kami -
ada pada kenyataan, bahwa Abdullah bin Ibadh adalah salah seorang
pengikut Nafi' bin Al-Azraq, sebagaimana telah kami jelaskary kemudian ia
pun memisahkan diri. orang-orang yang menghubungkan sekte Ibadhiyah
dengan sekte Khawarijmembayangkan, bahwa pemisahan diri Abdullah
bin Ibadh dari Nafi' bin Al-Azraq telah mendorongnya untuk mendirikan
satu cabang baru Khawarijyang lebih moderat dibandingkan kelompok
Azariqah. Akan tetapi, Abdullah bin Ibadh tetap mengambil pemikiran-
pemikiran utamanya dari sekte Khawarij.
Namun, hendaknya kita memulai untuk memperhatikannya di
sini, bahwa Abdullah bin Ibadh bukanlah pendiri sekte Ibadhiyah yang
sebenarnya, sebagaimana telah kami ielaskan. Akan tetapi, pendiri sekte
Ibadhiyah yang sebenarnya adalah Jabir bin zaid, dimana Abdullah bin
Ibadh adalah salah seorang pengikut sekaligus muridnya, meskipun
penisbatan nama Ibadhiyah kepada Abdullah karena aktifitasnya lebih
dikenal. Berpisahnya Abdullah bin Ibadh dari Nafi' bin Al-Azraq bukan
berarti awal munculnya sekte Ibadhiyah. Kalaupun kami menerima
bahwa pendiri sekte Ibadhiyah yang sebenarnya adalah Abdullah bin
Ibadh, itu bukan berarti perpisahan Abdullah secara otomatis bahwa sekte
baru yang didirikarurya adalah cabang dari Khawarij. Kita bisa melihat,
Abu Musa Al-Asy'ari sebelumnya adalah orang Mu',tazilah. Kemudian
ia memisahkan diri dari gurunya Abu Ali Al-Juba'i dan mendirikan
sekte baru yang dinisbatkan kepadanya, yaitu Al-Asy',ariyah. Tidak ada
seorang pun yang mengatakan bahwa Asy'ariyah adalah cabang dari
Mu',tazilah. Perkataan yang menSatakan bahwa Ibadhiyah adalah cabang
dari Khawarij tidak berdasarkan pada dasar seiarah ataupun perkataan
yang benar.
Pusat-pusat Penting Sekte lbadhiyah pada Masa Kini
oman -di selatan semenanjung Arab- terhitung sebagai pusat
terpenting di antara pusat-pusat pergerakan sekte Ibadhiyah di era modern'
Mayoritas penduduk oman adalah pengikut sekte Ibadhiyah. oman
menjadi saksi berdir inya'lmamah Azh-zhuhul lbadhiyah sejak kemunculan
Dinasti Abbasiyah. Pada masa'lmamah Azh-zhuhur" tampak oman
mengalami fase-fase yang berbeda-beda; ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan pesat, demikian pula di bidang ekonomi dan sosial yang
pantas untuk dikagumi.
Dari oman, pengaruh sekte Ibadhiyah mengalami perluasan ke
Zanjibar (sekarang Tanzania). Di zaniibar, Penganut sekte Ibadhiyah
memberikan sumbangsih besar dalam menyebarkan Islam di Timur Afrika
dan Tengah Afrika melalui aktifitas perdagangan mereka yang luas.
Di selatan Afrika terdapat sekelompok penganut sekte Ibadhiyah;
di Libya (di Gunung Nafusah), di Tunisia (di Pulau Jurbah), di Aljazair
yang pernah turut menyaksikan berdirinya pemerintahan Ibadhiyah yang
cemerlang, yaitu berdirinya negara Rustumiyah dari tahun 160 H sampai
tahun 296 H. sampai sekarang, di sana masih ditemukan beberapa pengikut
sekte Ibadhiyah.
Prof. Dr. Abilunahman Salim
A. Kemunculan dan Perkembangannya
PEMIMPIN kelompok Al-Ahbasy adalah Abdullah bin Muhammad bin
Yusuf Al-Harawi Al-Habasyi. Julukan Al-Harawi adalah penisbatan kepada
kampung Haraw di negeri Habasyah. Ia juga menisbatkan dirinya kepada
klan Bani syaibah yang berprofesi sebagai pemegang kunci Ka'bah. Ia
dilahirkan tahun 13ggH/1920 M. Ia pergi meniggalkan negeri Habasyah
karena tertindas pada masa pemerintahan Imperium Hila Salasi. Ia pergi
melanglang buana ke Makkah, Madinah, Suriah dan kemudian menetap
di Lebanon di daerah BurjAbu Haidara pada tahun 1370H/195OM.
Di Beirut, ibukota Lebanon, ia berjumpa dengan Syaikh Ahmad Al-
Ajuz, pemimpin ]am iyah Al-Masyari' Al-Khairiyah dan berhasil menguasai
pemikiran Jam'iyyah. selanjutnya ia mengubahnya menjadi yayasan
khusus miliknya dan milik para pengikutnya. Jam'iyyah (organisasi) yang
membawa pemikiran-pemikiran Abdullah Al-Harawi menyebar di berbagai
negara di lima benua. Mereka memiliki pusat di ibukota-ibukota negara
Eropa dan Amerika. Mereka juga menjalankan aktivitis dakwah melalui
media cetak, audio, dan visual.
Pemimpin kelompok Al-Ahbasy sangat senan8 berdebat, menyukai
tasawuf, dan mendalami ilmu fikih. Ia dikenal di kalangan para pengikutnya
sebagai Imam Syah'i,Imam Asy'ari, dan Imam Rifa'i pada masanya'
Abdullah Al-Harawi dijuluki pengikutnya sebagai ulama yang mulia,
panutan yang ilmunya dalam, pemimpin ulama peneliti, pemimpin ulama
yang mengamalkanilmunya, imam ahlihadits, ahli takwa, ahli zuhud, ahli
mulia, ahli ibadah, dan pemilik bakat-bakat yang besar.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 37
B. Kitab-kitab Kelompok Al-Ahbasy
Abdullah Al-Habasyi banyak menulis kitab yang dicetak dan disebar-
kan oleh percetakan Dar Al-Masyari' Al-Khairiyah di Beirut. Kitab-kitab
yang ditulisnya bermacam temanya, antara lain; akidah, fikih, tasawuf,
hadits, dan tajwid.
Di antara kitab-kitab akidah; Izhhar Al-Aqidah As-sunniyah bi syarh
Al -Aqidah Ath-Thahaw iy ah, Al - Mathalib Al-waftyy ah sy arh Al- Aqidah An-
Nasafiyyah, dan Ad-Dalil Al-Qawim nla Ash-Shirath Al-Mustaqim,
Kitab-kitab fikih karyanya; Bughyah Ath-Thalib bi Ma'rifuh Al-ilm Ad-
D i n i Al -W aj ib dan A d-D u r r Al - Mufid fi D u ru s Al- F i qh w a A t -T auhi d.
Kitab-kitab tasawuf kary anya; syarh Ktab sullam At-TaufiT ila Mahabbah
Allah ala At-Tahqiq karya sy aikh Abdullah B aalawi, dan Ar-Rawa-ih Az-Zakiyy ah
fi Maulid Khair Al-Bariyyah ffi.
Kitab hadits karyanya ; At-Ta' qib Al-Hatsits ala Man Tha' ana fi Ma shahha
min Al-Hadits.
Kitab tajwid karyanya; Ad-Durr An-Nadhidfi Ahkam At-Tajwid.
Ada juga kitab-kitab syarah terhadap pemikiran kelompok Al-Ahbasy
yang ditulis oleh para murid syaikh Abdullah Al-Habasyi dan diterbitkan
oleh bagian penelitian dan studi Islam di percetakan Dar Al-Masyari' Al-
Khairiyyah. Mereka juga mempunyai situs di internet dengan alamat \^/\yw,.
alhabash i. info/ FAQ. Dalam situs ini terdapat informasi-informasi seputar
syaikh Abdullah Al-Habasyi dan kelompok Al-Ahbasy dalam 100 tanya
jawab. Kalau dilihat jawaban-jawaban yang ada sangat ringkas dan tidak
lebih dari beberapa kalimat pendek dan semuanya diawali dengan kalimat
ini: Dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih lagi Maha penyanyang.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, bagi-Nya kenikmatan,
baginya Anugeratr, bagi-Nya pujian yang baik. shalawat dari Allah yang
Mahabaik dan Penyayang, shalawat dari malaikat yang dekat kepada Allah
senantiasa tercurah kepada pemimpin kami Muhammad Rasulullah, kepada
keluarganya dan sahabatnya. Dan, semoga Tuhan kami selalu memberikan
keselamatan yang banyak. Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa
yang Engkau jadikan mudah, dan Engkau menjadikan kesusahan, jika
Engkau berkehendak, menjadi mudah. Kami berkata dan kepada Allah kami
memohon pertolongan untuk menjawab pertanyaan kalian.
Contoh Tanya f awab Tentang Al-Ahbasy
Pertanyaan z Apakah Al-Ahbasy kelompok baru?
}awab:Al-Ahbasybukankelompokbarusepertiyangdituduhkan
sebagian orang. Mereka mengikuti madzhab mayoritas umat Islam di
dunia ini. Akan tetapi, mereka diiuluki sebagai Al-Ahbasy yang merupakan
penisbatan kepada guru mereka yang mulia yaitu syaikh ahli hadits,
Abdullah Al-Harawi Al-Habasyi. Nama ini tidak membuat mereka
terganggu seperti didakwakan sebagian orang, bahkan mereka bangga
dengan penisbatan mereka terhadap syaikh dan guru mereka' pembaru
di masanya, Syaikh Abdullah Al-Harawi Al-Habasyi'
Pertanyaan : Ap akah p erm asalahan-p ermas alahan y an g dip er deb atkan antar a
Al-Ahbasy dan selain mereka?
]awab: Masalah-masalah penting yang menjadi perbedaan antara Al-
Ahbasy dan selain kelompok mereka adalah masalah tawassul, istighatsah
kepada para Nabi dan orang saleh, ziarah kubur oranS-orang saleh, membaca
Al-Qur.an untuk orang Islam yang sudah meninggal, dan merayakan
peringatan maulid Nabi.
Pemikiran Akidah Kelompok Al-Ahbasy
Pemikiran kelompok Al-Ahbasy adalah pemikiran Asy'ari murni. Hal
ini tampak dalam buku-buku yang ditulis syaikh Abdullah Al-Harawi'
Dalam hal ketuhanan, ia menetapkan bahwa Allah memiliki 13 sifat
sebagaimana disebutkan dalam buku-buku penganut Madzhab Asy'ari. Ia
berkata, ,,Inti dari makna penetapan 13 sifat bagi Allah, bahwa sifat-sifat
itu disebut berulang-ulang dalam Al-Qur'an, yaita wuiud, wahdaniyah,
Qidam atau Azali, Baqa- , Qiyamuhu binafsih, Qadrah, Iradnh, llm, sama' , Bashar,
Hayah, Kalam, dan Sucinya Allah dari menyerupai makhluk yang baru'
Ketika sifat-sifat ini disebut berulang-ulang dalam nash-nash agama, maka
para ulama berkata, -Wajib mengetahuinya secara (fardhu'ain). Ketika sifat
azali tetap bagiDzatAllah, maka sifat-sifat Allah juga wajib berslfat azali,
karena barunya sifat akan mengharuskan barunyaDzat'sg
Syaikh Al-Harawi menafsirkan masalah qadha dan qadar dengan
penafsiran kasab-nya Asy'ari. Ia menjelaskan perkataan Imam An-Nasafi
dalam buku akidahnya, "Allah dc adalah pencipta semua perbuatan hamba
dari kekafiran dan keimanan, ketaatan dan kemaksiatan. Semuanya adalah
atas kehendak dan keinginan-Nya, dan hukum-Nya, keputusan-Nya, dan
takdir-Nya." Al-Harawi berkata, "Semua perbuatan hamba terjadi atas
kehendak Allah dengan menjadikannya khusus menjadi ada. Inilah makna
dari kehendak dan keinginan. Perkataan An-Nasafi, "Dan hukum-Nya,
artinya terjadi atas hukum Allah. Yang ia maksud hukum di sini adalah
kehendak menciptakan. Dikatakan bahwa hukum di sini adalah perintah
menciptakan dan bukan perintah membebankan. Karena Allah tidak
membebankan hamba-hamba untuk berbuat maksiat atau berbuat mubah.
Adapun perkataan An-Nasafi, "Dan kepufusan-Nya," artinya adalah
ketentuan-Nya, ketentuan berarti penciptaan. Maksudnya perbuatan-
perbuatan hamba semuanya atas penciptaan dari Allah. Tidak berarti
kekafiran dan kemaksiatan atas ketentuan Allah, maka wajib diridhai
karena ridha dengan ketentuan Allah adalah wajib. Pemaknaan seperti ini
adalah batil karena meridhai kekafiran adalah kafir. Kita menjawabnya,
"Kekafiran adalah yang ditentukan bukan ketentuan dan ridha itu hanya
wajib atas ketentuan bukan atas apa yang ditentukan jika itu berupa
maksiat. Dan, tidak diragukan lagi kita semua dibebani untuk ridha dengan
apa yang dicintai Allah, baik berupa orang atau perbuatan."
Perkataan An-Nasafi, "Dan takdir-Nya, " takdir adalah membatasi
segala sesuatu dengan batasan yang ada di dalamnya dari kebaikan dan
keburukary manfaat, dan mudharat, apayang dikandungnya dari zaman
dan ruang, apa yang diakibatkannya dari pahala dan siksa. Maksudnya
adalah umumnya kehendak Allah d* dan kekuasaan-Nya atas apa yang
telah lalu, bahwa semua adalah atas penciptaan Allah, dan ia melazimkan
kekuasaan dan kehendak karena tidak ada paksaan dan tekanan."se
Syaikh Al-Harawi mensucikan Allah dari tempat dan membenarkan
wujud Allah untuk kemungkinan secara akal. Ia berkata, "Allah d6
Mahakaya dari semesta alam. Artinya Allah tidak membutuhkan dari
semua selain-Nya secara azali dan abadi. Allah tidak membutuhkan tempat
untuk berdiam atau sesuatu untuk tinggal di dalamnya atau membutuhkan
arah. Karena Allah tidak seperti sesuatu. Allah tidak berupa benda yang
tebal atau benda yang halus. Bertempat di suatu ruang adalah ciri tubuh
yang kasar dan tubuh yang halus. Tubuh yang kasar dan halus memilikli
ciri berada di suatu arah dan tempat.
Allah {H berfirman,
"Dan Dialah yang telah mmciptakan malam dan siang, matahni dnn bulan.
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al-
Anbiya': 33) Allah menetapkan masing-masing empat hal tersebut
bertempat di orbit putarannya. Dan, cukup sebagai dalil bahwa tidak
berada di tempat atau ruang atau arah firman Allah,
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia," (Asy-Syura: 1L) karena
jika Allah berada di suatu tempat, maka akan memiliki misal dan dimensi
(panjang, lebar, dan volume). Dan jika demikian, berarti benda baru
yang diciptakan dan membutuhkan orang yanS membatasinya dengan
panjangnya, Iebarnya, dan volumenya ini'60
Dalam masalah kenabian Syaikh Abdullah Al-Harawi berkata, "Waiib
berakidah bahwa setiap Nabi dari Nabi-nabi Allah waiib memilikli sifat
shidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas). Mustahil bagi
mereka memiliki sifat kadzib (dusta), khianat, kejelekan, kebodohan,
kedunguan. Mereka juga wajib ma'shum atau terjaga dari kekafiran,
melakukan dosa besar, melakukan dosa kecil yang hina sebelum diangkat
menjadi Nabi dan setelahnya. Dan, mungkin mereka melakukan selain
itu dari kemaksiatan-kemaksiatan, akan tetapi akan langsung bertaubat
sebelum perbuatan mereka diikuti oleh orang lain'61
Syaikh Al-Harawi berpendapat bahwa mengucapkan dua kalimat
syahadat setelah sampai umur baligh adalah wajib bagai setiap mukallaf
sekali dalam umurnya dengan niat wajib menurut Madzhab Maliki, karena
pengikut Madzhab Maliki tidak mewajibkan mernbaca tahiyyat dalam shalat
dan menganggapnya sebagai sunnah. Menurut madzhab selain Maliki
seperti syafi'idan Hanbali, tahiyyat adalah wajib dalam setiap shalat agar
shalatnya menjadi sah.
Dalam sikapnya terhadap para sahabat Nabi, Al-Harawi menjelaskan
perkataan Imam Ath-Thahawi, "Kami mencintai para sahabat Rasulullah ffi
dan kami tidak berlebihan dalam mencintai salah satu dari mereka dan kami
tidak bebas dari salah satu mereka. Kami membenci orang yang membenci
mereka, kami tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai
mereka adalah bagian dari agama, iman, dan ihsan. Para sahabat Rasulullah
adalah mereka yang pernah menjumpainya dan mengimaninya pada masa
kehidupannya sesuai dengan keadaan biasa, bukan dalam kejadian yang
luar biasa. Para Nabi yang berjumpa Rasulullah pada malam Isra' Mi'raj
di Masjid Al-Aqsha tidak dihitung sebagai sahabat karena pertemuan itu
terjadi dalam kondisi di luar kebiasaaan."
Adapun perkataan Ath-Thahawi, "Dan kami tidak berlebihan dalam
mencintai salah safu dari mereka," arttt:rya kami tidak melampaui batas
dalam mencintai seorang seperti yang dilakukan sebagian pelaku bid'ah.
futi dari perkataannya,"Kami tidak bebas dari salah satu mereka", adalah
kami tidak mengafirkan salah satu dari mereka. Arti dari perkataannya,
"Kami tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan", ini adalah secara
global, sedangkan secara rinci kami memuji dan mencela sesuai dengan
afi,r art sy ara'. Adapun perkataanny a, " Dan kami tidak melepaskan diri dari
salah satu mereka," artinya ia tidak menyamakan antara masing-masing
sahabat dalam hal kecintaan, penghormatan dan pengagungan. Itu bukanlah
maksud dari perkataannya. Akan tetapi yang dimaksud adalah kita tidak
menyepelekan salah satu dari sahabat sampai akhir hayatnya. Artinya
kita tidak mengeluarkan salah satu dari mereka dari kelompok sahabat
Rasulullah.a
Pemikiran Sufi Kelompok Al-Ahbasy
Pemikiran kelompok ini berdasarkan pada karamah para wali,
tawassul dengan orang-orang saleh, istighatsah dengan para ahli kubur
dan mengambil berkah dengan peninggalan-peninggalan mereka.Syaikh
Abdurrahman As-Sibsi Al-Hamawi, Syaikh Thahir Al-Kiyali Al-Himshi
mendapat ijazah dalam Thariqah Al-Qadiriyah dari Syaikh Ahmad Al-
Arbini dan lainnya, sebagaimana disebutkan dalam biografinya yang
disebutkan di mukaddimah buku-buku yang ditulisnya.
Dalam menjelaskan perkataan Ath-Thahawi, "Kami tidak menganSsaP
satupun wali dari para wali melebihi satu Nabi dari para Nabi." Perkataan-
nya, ,,satu Nabi tebih a/dh al daripadasemua wali," ia berkomentar dengan
berkata, "Hal ini sesuai dengan firman Allah,
,,Masing-masingnya kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya)."
(Al-An,am:86) maksudnya setiap Nabi yang disebutkan kami utamakan
mereka daripada semua orang di dunia, yaitu dengan deraiat kenabian.
Dan, juga termasuk mereka selain yang disebutkan karena sifat yang
membuat mereka diutamakan tetap ada dalam semuanya yaitu sifat
kenabian. Tidak boleh menakwilkan ayat bahwa yang dimaksud adalah
para ulama di zaman Nabi yang disebutkan, karena ini adalah takwil yang
tidak berdasarkan dalil. Takwil seperti ini terlarang.e
Syaikh Al-Harawi memperingatkan sebagian kitab karya ulama
tasawuf yang mengandung kekafiran. Ia berpendapat bahwa isi kekafiran
itu dipalsukan kepada mereka oleh orang-orang ahli penyeleweng dan ahli
dusta. Kaum sufi yang hakiki adalah mereka yang paling beradab dengan
Allah dan tidak akan mengucapkan kata-kata jelek terhadap Allah.
Syaikh Al-Harawi menolak dua hal penting yang masyhur tentang
kaum sufi, yaitu mengandalkan kasyaf untuk membenarkan masalah
agama dan meremehkan belajar dan ilmu. Ia berkata, "Dan, yang harus
diperingatkan adalah perkataan sebagian kaum sufi yang bodotu apabila
mereka didebat dalam masalah agama yang mereka salah di dalamnya, "Ini
adalah benar sesuai dengan ilmtkasyaf." Perkataan seperti ini adalah batil
karena ilham seorang wali bukan sebab ilmu yang pasti dan itu bukan hujjah
sebagaimana disebutkan An-Nasafi, danmaqam itu adalah lebih rendah.
Imam Al-|unaid, pemimpin kaum sufi berkata, "Terkadang terbesit
dalam pikiranku jawaban halus dari jawaban-iawaban orang maka aku tidak
menerimanya kecuali dengan dua saksi adil dari Al-Qur'an dan sunnah."
Syaikh Al-Harawi memperingatkan hal kedua dengan berkata, "Apa
yang masyhur di kalangan sebagian kaum tasawuf bahwa para wali dan
orang khusus tidak butuh lagi dengan ilmu agama atau nash-nash agama
melainkan cukup dengan ilham dan curahan, maka jawabannya adalah
apa yang disebutkan Syaikh Yusuf Al-Ardabili dalam kitabnya Anwar
A'mal Al-Abrar, ini adalah nashnya, seandainya ada orang berkata, "Allah
mengilhamiku apa yang aku butuhkan dari urusanagama, karenanya aku
tidak lagi butuh ilmu dan ulama, maka orang itu adalah pelaku bid'ah,
pendusta, dan dipermainkan setan." Syaikh Al-Harawi menukil dari imam
Al-Qurthubi bahwa orang yang berkata, "Aku tidak mengambil dari ulama,
aku hanya mengambil dari Yang Mahahidup dan tidak akan mati." Atau
orang yang berkata, "Aku mengambil dari hatiku dari Tuhanku," maka
dia adalah kafir menurut kesepakatan para ahli syariat."6
Komentar
Pertama: Kekurangan kelompok Al-Ahbasy ini adalah meremehkan
para ulama umat; baik ulama dahulu atau ulama terakhir, fiengkafirkan
beberapa ulama dalammasalah ijtihad meskipunmereka sendiri memper-
ingatkan dari berlebihJebihan dalam mengafirkan.
Kedua:Perdebatan mereka hampir terpusat dengan kaum Wahabi.
Kedua kelompok ini saling menyerang keras satu sama lainnya.
Ketiga:Pernimpin kelompok Al-Ahbasy memiliki pengetahuan luas
dalam masalah-masalah ilmu syariah, memiliki pemahaman-pemahaman
khusus yang terkadang bisa diterima atau ditolak oleh kelompok lain.
Ini tidak membuat mereka merasa terganggu, karena setiap orang bisa
diterima atau ditolak pendapatnya. Akan tetapi tampaknya mereka
berlebihan menganggap pendapatnya sendiri yang benar sehingga, sampai
mengafirkan orang yang berseberangan dengan pendapatnya. Mereka
menerapkan metode ini terhadap beberapa ulama umat baik ulama salaf
ataupun ulama kontemporer.
Keemp at:P emikiran kelompok Al-Ahbasy, sebagaimana penulis baca
dari kitab-kitab pemimpin mereka, banyak titik temunya dengan kelompok
Asy'ari dan Sufi.
Kelima: Perselisihan-perselisihan kaum muslim mungkin bisa berada
dalam batas ijtihad selagi tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama.
Kita membedakan antara akidah sebagai agama dan akidah sebagai ilmu.
Akidah sebagai agama adalah mudah, tidak rumit, tidak ada perdebatan
karena ia adalah suara fitrah dan seruan akal. Dasar-dasar akidah ini tertulis
dalam firman Allah,
"Rasul telnh beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari
Tuhnnnya, demikian pula orang-orang yang beriman.Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya.
(Mereka mengatakan), " Kami tidak membeda-b e dakan antar a seserangpun
(dengan yang lain) dai rasul-rasul-Nya," dan mereka mengatakan, "Kami
dengar dan kami ta' at." (Mereka ber doa, " Amp unilah kami y a Tuhan kami
dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah:285)
Dan dalam sabda Rasulullah 'M yang masyhur dengan hadits Jibril,
,,Iman adalah kamu percaya kepada Allah, malaikat-Nya, Kitab-kitab suci-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Hai Kiamat, kamu percaya dengan qadar (ketetapan) yang baik
dan buruknya. " (HR. Bukhari Muslim)
Adapun akidah sebagai ilmu, ia adalah studi, riset, ijtihad, tidak beda
banyak dengan ijtihad-ijtihad fikih dan harus diletakkan dalam bingkainya
yang benar, bahwa barangsiapa berijtihad dan ia benar, maka baginya dua
pahala. Barangsiapa berijtihad dan ia salah, maka baginya satu pahala'
Contohnya ayat-ayat mutasyabihaf bukanlah termasuk rukun dari
rukun-rukun akidah. Seorang muslim dan seorang mujtahid berhak untuk
memilih menyerahkan maksud ayat tersebut kepada Allah. Masalahnya
adalah, lebih besar dari akal dan lebih besar daripada kita menghukumi di
dalamnya dengan keyakinan sempuma, bahkan cukup di dalamnya dengan
mentarjih atau memilih pendapat yang paling kuat. Menakwilkan ayat-ayat
tersebut adalah mensucikary bukan meniadakan sebagaimana anggapan
sebagian orang. Mereka yang menakwilkan mengetahui keagungan dan
kesempurnaan Allah dengan pengetahuan yang hakiki dan tidak ada yang
mendebat hal ini kecuali orang yang sombong. Menetapkan sifat-sifat
Allah dengan aturan-aturannya (tanpa menyerupakan, menyerahkan, dan
menakwilkan) adalah bentuk dari penakwilan. Mereka ketika berkata,
"Kami menetapkan bagi Allah tangan tidak seperti tangan-tangan, mereka
mengatakan dengan majaz (tamsil). Memalingkan lafazh dari zhahirnya
dalambahasa arab adalah majaz dantakwil. Bahasa tidak mengenal tangan
hakiki kecuali tangan yang khusus bagi para makhluk."
Berkaitan dengan masalah tasawuf ilmiah atau teori, pada umumnya
adalah masalah-masalah yang ditolak oleh syariat seperti teorikutub,teori
abdal, menetapkan pengaruh di alam dari para wali dan orang saleh yang
sudah meninggal. Tasawuf amaliyah atau praktik pada umunya bisa
diterima secara syariat. Ia adalah akhlak, maka barangsiapa menambahimu
dalam akhlaknya, maka ia menambahimu dalam tasawufnya. Apabila
niat-niat telah benar, maka kita bekerja sama dalam apa yang menjadi
kesepakatan kita dan kita saling memaklumi apa yang menjadi perbedaan
kita dan yang memang boleh diperselisihkan.
Prof. Dr. Muhammail Al-Musayyar
ISMAILIYAH
Ismailiyah Secara Umum
ISMAILIYAH adalah salah satu kelompok sekte syiah. Ismailiyah muncul
pada awal abad ke 2lH/s M kemudian bercabang-cabang dan terbagi
menjadi beberapa kelompok. Ismailiyah seperti kelompok syiah AI-
lmamiyah Al-ltsna Asyaiyah (syiah 12 Imam) meyakini akan pentingnya
imamah. Namun,Ismailiyah berbeda dengan syiah Imamiyah dalam hal
silsilah para imam setelah Imam Ja'far Ash-Shadiq. Mereka mengakui
putranya yang bernama Ismail sebagai imam dan menisbatkan mereka
kepadanya sehingga dinamakan Ismailiyah'
Para pengikut Ismailiyah, yang mayoritas berasal dari Bani Nizar,
menyebar di lebih dati2l negara sampai sekarang'
Kemunculan Al'Ismailiyah
Ketika Imam la'lar Ash-shadiq meninggal tahun L48 H/765 H
terjadilah perselisihan antara para pengikutnya. Imam Ja',fat pernah
mengangkat putranya, Ismail, sebagai pengganti imam setelahnya' Akan
tetapi Imam ja'far membatalkan pengangkatan Ismail dan mengangkat
putranya yang lain yang bernama Musa sebagai imam setelahnya. Ismail
meninggal ketika sang ayah masih hidup. Imam Jar'far membuat surat
bukti kematian anaknya yang ditandantangani seiumlah ulama dan syaikh
di Madinah dan memakamkannya di pemakaman Baqi''
Penganut Ismailiyah berkeyakinan bahwa imam setelah Ja'far adalah
Muhammad bin Ismail, karena ]a'far telah mengangkat pertama kali Ismail
sebagai penggantinya. Ketika Ismail telah meninggal, saat sang ayah
masih hidup, maka imam tetap dipegang oleh keturunannya, sehingga
Muhammad bin Ismail adalah sang imam. Mereka tidak menerima imam
Musa yang diakui oleh mayoritas penganut Syiah.6
Pengangkatan Imam Ja'far terhadap Musa sebagai ganti daripada
Ismail adalah kesempatan yang digunakan pengikut Syiah ekstrim
beserta kelompok-kelompoknya untuk mengumumkan penolakan
mereka terhadap kelompok Syiah, terutama setelah meninggalnya Imam
Ja'far untuk menyatukan mereka di bawah satu bendera Ismailiyah dan
menyatukan kelompok-kelompok Syiah sebagaimana dikatakan Atha,
Malik Al-Juwaini.67
Perkataan yang mengatakan bahwa syariat memiliki makna batin tidak
dikenal oleh mayoritas uma! dan ini termasuk usaha merusak agama dan
menghancurkan pondasinya dari dalam oleh pihak-pihak yang ekstrim dari
umat Islam. Salah satu sejarawan sekte Syiah, An-Nubakhti, berpendapat
Ismailiyah tidak lain merupakan kelanjutan daripada sekte Al-Khathabiyah,
pengikut Abu Al-Khathab Muhammad bin Zaid Al-Asadi Al-Ajda'6 yang
dianggap sebagai pendiri sekte pertama yang mengatur gerakan yang
memiliki identitas batini khusus.
Penganut Al-Khathabiyah mengatakan bahwa Abu Al-Khathab adalah
seorang Nabi yang diutus. Ia diutus Ja'far Ash-Shadiq. Mereka beranggapan
bahwa ia memiliki tabiat ketuhanan dan mempunyai kekuatan luar biasa,
dengan kemampuannya ia bisa mendatangkan mukjizat. Ja'far tidak
mengakui Abu Al-Khathab dan memerintahkan pengikutnya untuk
melepaskan diri darinya. 6e
Al-Khathabiyah menganut takwil dan dengan takwil mereka bisa
menghalalkan hal-hal yang diharamkan. Maka mereka memperlihatkan
hal-hal yang mubah, mereka meyakini tanasukh atau reinkarnasi, mereka
menganggap bahwa iman ada tujuh derajat, ketuhanan adalah cahaya
dalam kenabian, kenabian adalah cahaya dalam imamah, dunia tidak
lepas dari pengaruh-pengaruh dan cahaya-cahaya ini.70 Maka dari itu,
mereka memasukkan teori cahaya yang diadopsi dari bangsa timur kuno
ke dalam reinkarnasi, seperti yang kita dapati dengan jelas dalam buku-
buku Ismailiyah terakhir. 71
Al-Asy'ari menisbatkan Al-Khathabiyah kepada akidah imam yang
diam dan bicara, yaitu akidah khusus pengikut Ismailiyah. Ibnu Hazm
dan Asy-syahrastani menyebutkan bahwa Ismailiyah menggunakan
gaya takwil khusus dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Ketiganya;
Al-Asy'ari, Ibnu Hazm, dan Asy-Syahrastani tidak menyebutkan adanya
hubungan langsung antara Al-Khathabiyah dan Ismailiyah'
Al-Kusysyi meriwayatkan bahwa Ja'far Ash-Shadiq telah mengingkari
hubungan yang terjadi antara putranya Ismail, dan pengikut Abu Al-
Khathab. Ja'far berkata kepada Al-Mufadhal bin Umar Al-Ju',fi, salah seorang
pengikut Al-Khathabiyah, "wahai orang kafir, wahai orang musyrik, ada
apa dengan kamu dan putraku, apakah kamu ingin membunuhnya?"72
MungkinJa'far khawatir terhadap putranya akan dibunuh oleh orang-
orang Abbasiyah karena ikut di belakang pendapat-pendapat Abu Al-
Khathab yang ekstrim. Barangkali karena hubungan inilah,la' far mencabut
kembali pengangkatan putranya Ismail sebagai imam penggantinya.
Kita tidak mengikuti pendapat Bemard Louis yang mengatakan bahwa
Abu Al-Khathab dan Ismail telah bekerjasama mendirikan aturan akidah
yang kemudian menjadi dasar Madzhab Ismailiyah (ushul lsmailiyah,
terjemah bahasa Arab, hlm. 110) ?3. Riwayat-riwayat Al-Kusysyi tidak bisa
dijadikan sebagai dalil untuk menghukumi hal semacam ini. Yang mungkin
bisa dikatakan adalah, penganut Al-Khathabiyah mengikuti Ismail atau
putranya Muhammad setelah terbunuhnya Abu Al-Khathab di bawah
tangan pegawai Abu Ja'far Al-Manshur di Kufah tahun 128H/775M.
Al-Milalwa An-Nihal,karya Muhammad Asy-syahrastani, tahqiq: Abu Al-Fath Badran,
Mesir, 1956,
Akidah-akidah Al-Ismailiyah
A. Al-Ismailiyah Pertama
Al-Juwaini berpendapat bahwa Ismailiyah ketika mengatakan bahwa
syariah memiliki rnakna batin yang tidak diketahui banyak orang, maka
mereka memperkuat dasar ini dengan perkataan-perkataan yang mereka
nukil dari para filosuf Yunani seperti Neo Platonisme. Mereka juga
mengambil sebagian dasar-dasar dari madzhab orang-orang Majusi. Ta
Dalam aturan Madzhab Ismailiyah, makna-makna lahir Al-Qur'an
dan syariah berbeda dengan makna batinnya. Ini bukan berarti mereka
mengabaikan makna lahir, tetapi mereka meyakini adanya akidah lahir
dan batin secara bersamaan.
Pengikut Ismailiyah pertama meyakini bahwa makna lahir (sksoteris)
agama telah berubah bersama setiap Nabi, sedangkan batin (esoteris)
agama yang mengandung hakikat abadi adalah tetap dan tidak mengalami
perubahan. Mengetahui hakikat yang tidak pernah berubah dan berganti
ini yang merupakan hakikat satu dalam semua agama, dan syariah hanya
bagi orang-orang Ismailiyah sendiri yang menyebut diri orang khusus
(khawwas). Adapun selain mereka adalah orang awam tidak memiliki
kemampuan kecuali memahami makna lahir agama.
Untuk mengetahui hakikat batin ini, orang-orang Ismailiyah
menggunakan takwil atau penafsiran tidak secara lahir. Melalui takwil
ini yang merupakan salah satu fugas utama seorang imam mereka, orang-
orang Ismailiyah berpindah dari makna lahir menuju makna batin dan
hakiki daripada agama. Hal ini menyerupai perjalanan rohani dari syariat
menuju hakikat atau perpindahan dari alamlahir ke alambatinyang abadi.
Menurut mereka setelah memperoleh pengetahuan rohani ini mereka
menjadi terlahir kembali.
Takwil ini secara global adalah tugas imam, dialah yang mengajarkan
karena manusia tidak mampu berpegangan pada dirinya sendiri tanpa
dukungan Tuhan, dan tanpa petunjuk imam untuk sampai kepada hakikat.
Manusia terus membutuhkan pengajaran, karena itu mereka menyebutnya
dengan ta'limiyah atau pengaiaran sebagaimana mereka menyebutnya
dengan bathiniyah,karena mereka gembira dengan aPayangmereka lihat
dari hakikat yang tersembunyi dalam batiru makna yang lahir.
Hakikat-hakikat yang tersembunyi dalam batin agama menurut
penganut Ismailiyah pertama adalah pola pemikiran yang mencakup
pandangan berputar terhadap sejarah agama'
IgnazGoldziher berpendapat, itu adalah pandangan berbalik terhadap
teori emanasi dalam Neo Platonisme.Ts Mereka meyakini bahwa kenabian
berjalan melalui enam periode besar yaitu Adam, NutV Ibrahim, Musa, Isa,
dan Muhammad. Mereka menamakam para Nabi ulul azmi iti dengan nama
yang berbicara, masing-masing dari mereka harus memiliki asas atau yang
diam yang mengambil dakwah darinya dan menyampaikaknnya kepada
asas lain setelahnya, yang menyampaikannya kepada asas ketiga. Demikian
terus berjalan sampai iumlah asas atau orang-orang diam berjumlah tujuh'
Semuanya mengikuti satu jejak, yaitu asas pertama yang dinamakanAs-Sus
atau At-lidzr, seperti dalam table berikut:
An-Nathiq
(Yane Berbicara)
Al-Asas (Yang diam, As-Sus,Imam Awal)
Adam Syits
Nuh Sam
Ibrahim Ismail
Musa Harun
Isa Syam'un Petrus
Muhammad
Ali bin Abi Thalib dan putranya Al-Hasan dan
Al-Husairy Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-
Baqir, Ja' far Ash-Shadiq, Muhammad bin Ismail'
Demikianlah, sudah menjadi kesepakatan bersama di kalangan
mayoritas panganut Ismailiyah pertama bahwa Muhammad bin
Ismail adalah imam ketujuh dari periode keenam, yaitu periode Nabi
Muhammad bin Abdullah M. Ini berarti bahwa Muhammad bin Ismail
telah memperlihatkan kepada semuanya hakikat-hakikat tersembunyi yang
dititipkan dalam risalah sang pembicara Islam dan syariat-syariat para
Nabi terdahulu yang dikenal dengan ulul azmi. Karena itu, sudah tidak
dibutuhkan lagi hukum-hukum agama pada masa ini, karena sekarang
merupakan masa akhir dari sejarah manusia. Muhammad bin Ismail akan
memperluas pemerintahan adil di penjuru bumi di alam jasmani.
Akan tetapi, sebagian penganut Ismailiyah meyakini imamahnya
Ismail, kemudian imamah putranya Muhammad. An-Nubakhti
menyebutkan bahwa Al-Khathabiyah menganggap Muhammad bin Ismail
masih hidup dan tidak meninggal. Ia menghilang dan bersembunyi di
negeri Romawi. Ia adalah seorang yang bertugas dan mendapat petunjuk
atau Imam Mahdi.76
Orang-orang Ismailiyah meyakini akidahnya ini sampai berdirinya
negara Fathimiyah. Kemudian terjadilah perpecahan dalam barisan
Ismailiyah. Sebagian ada yang tetap menjaga akidah pertamanya bahwa
Muhammad bin Ismail adalah Imam Mahdi, ia masih hidup dan tidak
meninggal. Di antara mereka adalah kelompok AlQaramithah di Bahrain
dan Irak.z
Orang-orang Fathimiyah mengatakan bahwa para imam Ismailiyah
bersembunyi dan tidak menampakkan diri bertahun-tahun lamanya
karena takut dari kejaran orang-orang Abbasiyah. Para imam mereka yang
bersembunyi terus berlanjut dari generasi ke generasi sampai datangnya
Ubaidillah Al-Mahdi tahun 286H/599 M. Maka ia menampakkan dirinya
lalu mendirikan Khilafah Fathimiyah di Afrika Utara. Ia mengumumkan
nama-nama bapaknya dari para imam yang bersembunyi sampai kepada
ImamJa'far Ash-shadiq.78 Akan tetapi para musuh Ismailiyah menisbatkan
Imam Mahdi kepada orang lain yang bukan dari keturunan Alawi yang
bernama Abdullah bin Maimun Al-Qaddah. Te
Para imam ini menjadikan Khuzetan sebagai pusat dakwah mereka,
lalu mereka memindahkannya ke salmiyah di negeri syam. sampai pada
pertengahan abad 3 H/9 M mereka mulai menyebarkan para dai ke seluruh
negara Islam. Tampaknya para dai ini menyebarkan ajaran bahwa muncul-
nya Muhammad bin Ismail atau Imam Mahdi yang dinanti (Al-Muntazhar)
sudah semakin dekat.
Pada tahun 261H/ 975Msalah satu dai mereka yang bemama Hamdan
Qarmath dari Kufah mampu menarik banyak pengikut di Irak. Tak lama
kemudian para pengikut Qarmath melakukan pembelotan besar-besaran
pada tahun 284H/897 M sampai orang-orang Abbasiyah tidak mampu
menumpasnya.'o
Dakwah Qarmath ini menyebar di negeri Khurasan dan negeri
Transoxiana (Maa wara', An-Nahr).s1 Dakwah ini iuga menyebar di selatan
Irary Yamary Yamamah, dan sind. Di kawasan Bahrain- kawasan timur
kerajaan ArabSaudi sekarang- dakwah ini menyebar luas. Seorang dai yang
bernama Abu said Al-fanabi yang didatangkan oleh Hamdan Qarmath
mampu menyebarkan pengaruhnya kepada sebagian besar penduduk
kawasan dan mendirikan negara sendiri. setelah itu mereka menuju ke
Makkah, membunuh para jamaah haji, memenuhi sumur Zamzamdengan
mayat-mayat, mencabut Hajar Aswad, dan membawanya bersama mereka
selama 22 tahun kemudian mengembalikannya.
B. Al-Fathimiyah
Ketika Daulah Fathimiyah berdiri di Maghribi terjadilah perpecahan
hebat dalam barisan Ismailiyah. Ini terjadi ketika para pemimpin dakwah
di timur mengingkari apa yang dilakukan Ubaidillah Al-Mahdi mengubah
salah satu akidah asasi dari Madzhab Ismailiyah, yaitu akidahyang menjadi
dasar dakwah yang meyakini kembalinya Muhammad bin Ismail sebagai
Imam Mahdi.
Orang-orang Qaramithah di Bahrain, Irak Selatan, Ray, Khurasan
dan negeri Tranzoxiana tetap menjaga akidah pertama mereka sambil
menunggu munculnya Muhammad bin Ismail. Menurut mereka tidak ada
imam lagi setelahnya sampai mereka menerima seorangpembohongyang
bernama Ash-Shafhani yang muncul dan dibunuh pada tahun 320 H / 932M
sebagai figur Muhammad bin Ismail yang kembali dari persembunyiannya
setelah satu abad lamanya
Al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad Al-Hamdani dalam kitabnya
Tatsbit Nubuutwah Sayyidina Muhnmmadbrkata, "Orang-orang Qaramithah
pada masa pemerintahan Dzakirah Al-Ashfahani mengumumkan bahwa
semua ajaran terdahulu tentang Imam Mahdi dan keturunan kenabian
adalah permainan dan kesesatan. Mereka menyingkap semua rahasia
kelompok mereka, menyebarkan untuk pertama kalinya kisah Abdullah bin
MaimunAl-Qaddah dan Dandan, serta lainnya daripara dai, menyebarkan
rencana mereka menipu orang-orang Islam, menghina semua agama,
dan membakar kitab-kitab agama. Pada akhirnya mereka menyesal lalu
membunuh Dzakirah, membatalkan syariat-syariat, membunuh oranS-
orang Islam dan membakar Kitab Suci Al-Qur'an.e
Ubaidillah Al-Mahdi bergegas menarik hati orang-orang Qaramithah,
meskipun mereka tidak meyakini haknya sebagai imam atau pengganti
Muhammad bin Ismail Al-Mahdi atau pemimipin mereka.ss Pada akhirnya
ubaidillah berhasil mengangkat pemimpin yang mendukungnya pada
tahun 305 H/ 917 M. Pemimpin ini tetap tulus dan setia kepada Ubaidillah
sampai meninggalnya tah un322H / 933 M.e Ketulusan ini ditafsirkan hanya
sebagai bentuk pengakuan terhadap kepemimpinan politik terhadap para
khalifah Daulah Fathimiyah tanpa mengarah kepada kepemimpinan dalam
sisi akidah sebagai imam.
Telah ditemukan mata uang pada zaman pemerintahan keluarga
Musafir yang menguasai Ray di barat daya Iran. Dalam salah satu sisi
mata uang itu tertulis Ali Khalifatullah. Sisi lainnya tertulis La ilaha illallah
Muhammad Rasulullah. Pinggiran sisi tertulis melingkar Muhammad, Ali,
Al-Hasan, Al-Husain, Muhamma d, J a' fat,Ismail, Muhammad' 87 Ini berarti
bahwa Muhammad bin Ismail tetap dianggap sebagai imam menurut
mereka. Mereka tidak mengakui khalifah Fathimiyah sebagai imam. Kalau
memang khalifah diakui sebagai imam, maka akan ditulis dalam mata uang
tersebut yang dibuat sebelum tahun 346 H / 957 Mdan khalifah Fathimiyah
pada masa itu adalah Al-Muiz lid Dinillah yang mulai berkuasa pada tahun
343H/954M.
Perselisihan antara kelompok Qaramithah dan kelompok Fathimiyah
semakin memanas pada tahun 359 H/969 M ketika terjadi PePerangan
antara dua kelompok di Mesir dan Syam pada masa pemerintahan Al-
Muiz lid Dinillah. Orang-orang Fathimivah setelah menguasai Mesir,
menerapkan politik moderat dan meniauhi ekstremisme dan berlebihan
yang ada pada akidah Ismailiyah pertama. sementara kelompok
Qaramithah tetap menganut akidah pertama dan mengingkari imamah
para khalifah Fathimiyah serta menolak untuk melakukan perubahan-
perubahan yang mereka teraPkan.
Husain Al-Hamdani berkata, "Dengan didirikannya Daulah
Fathimiyah di Afrika, gerakan Ismailiyah -yan8 tujuan utamanya adalah
mewujudkan kebangkitan nalar politik Islam- mengambil sikap yang
lebih konservatif dan lebih membahayakan bagi tatanan Islam yang
sudah mapan pada masa itu. sampai ketika Daulah Fathimiyah berdiri
kokoh dan kekuasannya stabil, kita melihat para dai pada masa itu mulai
melakukan penyelewengan dan perubahan dari dasar-dasar revolusi
serta melepaskan diri darinya mundur ke belakang. Maka telah menjadi
kewajiban para dai pada masa itu untuk mengemban tugas membela
khilafah dan membantu negara bersama-sama. Barangkali revisi penting
yang dilakukan orang-orang Fathimiyah terhadap akidah Ismailiyah
pertama adalah memperhatikan makna lahir dan makna batin secara
bersamaan. Ismailiyah pertama pada awalnya hanya memperhatikan
makna batin dan mengabaikan makna lahir, sampai datanglah orang-orang
Fathimiyah yang kemudian mewajibkan meyakini makna lahir dan batin
secara bersama. Karena itulah, sistem politik dan sosial mereka tergantung
kepada pengetahuan terhadap makna lahir danbatin sebagaimana makna
lahir dan batin juga tergantung pada sistem tersebut. ss
C. Para Dai Fathimiyah di Timur
Orang-orang Fathimiyah belum merasa tenang mengambil sikap
ini yang membatasi kekuasaan mereka sebagai pemimpin madzhab bagi
semua