sesungguhnya untuk mencegah
1520 Al-tsaghdadi menuturkan bahwa ia pernah berdiskusi dengan beberapa orang Al-
Al-Karramiyah yang menganggap bahwa sifat kalam itu adalah al-qudrah'alal qawl
(kemampuan untuk berbicara). Menurut Al-Baghdadi, jika begitu, yang diam pun
ketika diam sama dengan mutakallim. Selain itu, ia juga pemah berdiskusi dengan
Ibnu Muhajir yang menggap seluruh asma Allah itu adalah a'radh. Peristiwa ltu
terjadi di dalam Majelis Nashirud Daulah. jika itu benar, Al-Baghdadi meniscayakan
sesembahannya adalah a'radh. *bab, yang disembah itu menurutnya adalah asma'
Dan, bagi Ibnu Muhajir, asma Allah itu adalah a'radh yang ada pada jism qadim (Al-Farq
bayna Al-Firaq, }:.lm.224 - 225).
752 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
I
I
Allah disamakan dengan makhluk-Nya. Lantas, mengapa nash-nash itu
dipahami secara meterial seperti ini?! Padahal, jumhur ulama-baik di
kalangan ulama ushuluddin, ushul fikih, tafsir, dan hadits-di seantero
negara-negara Islam, sampai sekarang memahaminya dengan makna
yang pantas disandangkan kepada Allah ia. Mereka sama sekali tidak
menegaskan Allah itu jasmaniyah, berada di posisi atas, atau berada pada
dimensi tertentu.
Upaya-upaya Lain untuk Membela Madzhab Al-Karramiyah
Di atas sudah dipaparkan secara detil penjelasan Asy-Syahrastani
dan Ibnu Al-Haisham sebagai muqarib. Maksudnya, yang dekat dengan
Ahlu Sunnah wal |ama'ah, khususnya Asy'ariyah. Tampaknya, ia menilai
ada kekeliruan dalam madzhab, sehingga mengundang penolakan dari
jumhur ulama. Lantas, ia berusaha mernbela Al-Karramiyah, yaitu dengan
rneluruskan pemahaman mereka terhadap makna ayat-ayat mutasyabihat.
Pada waktu bersamaan, ia seolah berusaha mengeluarkan mereka dari
kelompok musyabbih dan mujassim, seperti Mudhr, Kahmas, Hisyam bin
Al-Hakam, dan sebagainya. Dalam ManhajulBalaghah,Ibnu Abi Al-Hadid
menyampaikan sebuah tulisan yang dinisbatkan kepada Ibnu Al-Haisham.
Dalam tulisan itu disebutkan; tentang keserupaan Allah yang diutarakan,
baik terkait bentuk, rupa, di tengah, bulat, berjabatan, berpelukan, dan
sebagainya, tidaklah sebagaimana diutarakan Al-Karramiyah, yaitu
bahwa Dia menciptakan Adam dengan tangan-Nya, bahwa Dia bertahta
di atas singgasana-Nyu, dan bahwa Dia akan datang di Hari Kiamat untuk
membuat perhitungan dengan makhluk. Kami yakin makna yang dimaksud
bukanlah yang keliru, berupa dua anggota badan sebagai tafsir bagi dua
tangan, berada di suatu tempat dan duduk di atas singgasana sebagai tafsir
dari istizna', dan tidak pula berpindah-pindah tempat sebagai tafsir dari
datang. Terkait semua itu, kami Percaya sebagaimana yang dibawa Al-
Qur'an saja, tanpa mempertanyakan bagaimana, dan tanpa menyerupakan-
Nya. Yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an maupun hadits, tidak kami
utarakan, sebagaimana diutarakan pelaku tasybih dan tajsim yang lain'1s21
1.521 Suarh Nahj Al-Balaghah, jtz ke-1, hlm. 295, oleh Ibnu Abi Al-Hadid dinukil dari At'
Tojsim'lnda Al-Muslimin oleh Dra. Suhair Mukhtar, hlm. 200, Kairo, 1971 M.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 753
Bagaimanapun, ini pembelaan yang dibenarkan. Sebuah upaya
sungguh-sungguh untuk mempersempit area konflik yang hampir
melemahkan umat kala itu. Tanpa membahas detil pernyataan Ibnu
Al-Haisham dan upaya yang dilakukan, yang terbaik bagi umat adalah
berkumpul dan berdekatan di dalam memahami nash-nash seperti ini.
Demikian itu jauh lebih bermanfaat dibandingkan upaya yang lain.
Referensi Al-Karramiyah Tentang Tai sim
Di kalangan umat Yahudi, konsep tajsim (menyerupakan Tuhan
dengan jlsnr) sudah ada sejak dahulu kala. Al-Qur'an sendiri mencatat
kecenderungan mereka pada sesembahan yang bersifat material. Allah
$* berfirman, "Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur
membuat dari perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan
bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak
dapatberbicara denganmereka dan tidak dapat pula menunjukkankepada
mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah
orang-orang yang zalim." (Al-A'raf:148)
Selain itu, dalam Shifr Al-Khurujjugadisebutkary bahwa Musa pelan-
pelanturun dari gunung. Melihat hal itu, mereka beramai-ramai menemui
Hapun dan berkata, "Bangun, buatkan kami tuhan yang berjalan di depan
kanii." Peristiwa ini dimuat dalam surah yang sama ayat 138. Kelima Shly'
Taurat pun menggambarkan "fuhan" atau "Yahwe" dalam bentuk manusia;
berjalan di muka bumi dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Hal ini juga disebutkan dalam Shifr Al-Khuruj, sebagaimana disinggung di
depan. Bahkan, dinukil secara turun temurun oleh para sejarawan aliran
dan agama di kalangan umat Islam.lsz
Sementara itu, kaum Nasrani menilai sesembahan mereka sebagai
jauhar. Sebagai contoh, mereka mengemukakan reinkarnasi Tuhan (lahut)
pada manusia (nasut).
Di kalangan umat Islam, sebelum Al-Karramiyah sudah ada kelompok
dan aliran yang menyuarakan tajsim dantasybih, seperti Al-Hasyawiyah dan
Al-Mujassimah. Dalam l'tiqadnt Firaq Al-Muslimin wa Al-Musyikin, Ar-Razi
mengemukakan bahwa yang pertama kali menyebut Allah itu jism adalah
1522 Al-Ishhah,hlm. 32.
754 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Abdullah bin Saba' , pendiri kelompok As-Sabaiyah. Ia berkata kepada Ali bin
Abi Thalib, "Engkaulah Tuhan yang sebenar-benamya." Oleh karena itu, ketika
Ali bin Abi Thalib aua meninggal dunia, Abdullah bin Saba' lantang bersuara,
"Dia tidak mati! Yang dibunuh Ibrru Muljam adalah setan yang merryerupai Ali.
Adapun dia berada di langit. Guntur adalah suaranya, kilat adalah cahayanya.
Ia akan turun ke bumi dan memenuhinya dengan keadilan./'1s23
Di antara ahli hadits pada masa-masa awal yang dikenal sebagai
pengikut Al-Hasyawiyah adalah; Mudhr bin Muhammad bin Khalid bin
Al-Walid, Abu Muhammad Adh-Dhabiyy Al-Asadi Al-Kufi, dan Kahmas
bin Al-Hasan Abu Abdillah Al-Bashri (w.1.49 H), Ahmad bin Atha' Al-
Hajami Al-Bashri, dan Raaqabah bin Mushqilah. 1s2a
Hasywiyyah mereka terlihat dari kecenderungan menyeret hadits
pada makna bernuansakan tasybih dan tajsim. Tren ini semakin meluas
dengan kemunculan Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H.). Konon, dia seorang
Zaidiy (pengikut Syiah Zaidiyah). Selain itu, termasuk salah seorang
muhaddits dan qurra'. Ia seorang mufassir yang buruk, Abu Hanifah tak
menampiknya. Beberapa referensi yang kuat menyebutkan bahwa dialah
yang pertama menggulirkan konsep tajsim dan tasybih secara gamblang
dalam pemikiran Islam. Barangkali tafsirnya yang bernuansakan tajsim
dantasybih dipengaruhi oleh hadits-hadits isra'iliyyat. Maka, ia menafsirkan
' arsy denganmakna material yang menunjukkan tempat. Dan, menurutnya,
Allah bersemayam secara inderawi di atas 'arsy ittt. Konon, ia pernah
mengatakan, "Allah itu merupakan salah satufism, dagSngdan darah. Dan
dia itu tujuh jengkal dari jengkal dirinya."ls%
Anehnya, setelah mengemukakan itu semua, Muqatil meyakini bahwa
Allah itu tidak sama dengan yang lain, dan tidak ada apapapun yang
menyamainya."
Sebelumnya sudah disampaikan bahwa Khurasan menjadi tempat
pemikiran ala Muqatil. Dan,Ibnu Karram tumbuh di tengah lingkungan
seperti ini. Barangsiapa ingin mengetahui lebih jauh tentang kecenderungan
1523 Asy-Syahrastani, Al-Milal w a An-Nihal, 1. /'106.
7524 Ar-Razi, I'tiqadat, Thaba'ah An-Nasysyar, hlm. 57.
1525 Al-Asy'ai,MaqalatAl-lslamiyyin,f:zke-l,hlm.288.Lihat:Al-MilalwaAn-Nihal,juzke-1.,
hlm. 105.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 755
tajsim dan tasybih ini, tentu ia tidak akan lelah mencari referensi. Senada
dengan Muqatil bin Sulaiman, Hisyam bin Al-Hakam dan para pengikutnya
juga berpendapat bahwa Allah itu jism yang memiliki batas dan akhir,
panjang, luas, dan dalam. Panjang-Nya seperti luas-Nya, dan luas-Nya
seperti dalam-Nya. Dia adalah cahaya yang terang benderang. Dia memiliki
salah satu kekuasaan, berada di suatu tempat dan tidak di tempat yang
lain. Dan, Dia juga memiliki warna, bau, dan rasa" . Lingkungan ini sangat
mempengaruhi pemikiran Al-Karrami, selain juga yang diperkenalkan oleh
Hisyam bin Salim Al-Jawaliqi, yang pandangan-pandangannya senada
dengan pandangan Hisyam bin Al-Hakam. Di dalam Al-Maqalat disebutkan
ia berkata, "Sesungguhnya wujud atau entitas itu jism. Dan, tidak ada
apapun di alam ini selain iis m. Allah itu shuwrah (gambaran, bentuk), dan
Adam diciptakan serupa itu. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh
Dawud Al-Jawaribi dan lainnya.
Bisa dikatakan, munculnya pemikiran tajsim dan tasybih berikut
keniscayaan yang menyertainya, seperti tempat, aratu tinggi dan sebagai-
nya, hanya hidup di dalam otak, tidak sampai akal para penganutnya
menggambarkan makna "ketuhanan" yangdisucikan sehingga pantas bagi
keagungan Allah Cs. Ini tentu gambaran yang buruk bagi kesucian Tuhan,
yang dibawa oleh Al-Karramiyah dan yang hidup semasa dengannya,
juga rnereka yang hidup sesudahnya. Sebab, mereka menyatakan tasybih
dan tajsim.
Al-Karramiyah dan Sifat-sifat Ketuhanan
Dalam masalah sifat-sifat ketuhanan dan hubungamya dengan Zat
Tuhan, Al-Karramiyah lebih mendekati Asy'ariyah. Sebagaimana diketahui,
mereka meyakini Allah memiliki sifat-sifat tambahan di luar Zat-Nya.
Mereka tentu berbeda pendapat dengan yang mengatakan bahwa sifat
Allah adalah Zat-Nya. fumhur teolog kalam sepakat bahwa ada sifat-sifat
yang bertujuan menyangkal kebalikannya, seperti wahdaniyyah, azaliyyah,
abadiyyah, danal-qiyambin-nafs. Karena memiliki karakter seperti ini, maka
sifat-sifat tersebut disebut sifut salabiyyah. Adapun selain itu masih ada
sifat adz-dzat, stfat al-ma'ani, dan sifat al-fi'li yang menegaskan sesuatu dan
menafikan yang lain.
756 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Bagaimana pun" Al-Karramiyah meyakini bahwa Allah memiliki sifat
dzatiyyah, yakni yang tidak bisa lepas dari Zat-Nya. Salah satu karakterrlya/
Allah tidak disifati sebaliknya. Tidak pula mampu atas kebalikan-kebalikan
itu, seperti: wujud, qidam, baqa', d,ansebagainya. Disebut dzatiyyah, karena
menjadi karakter Zat-Nya.
Adapun sifat al-ma'arzl adalah makna sebuah eksistensi yang ada pada
yang disifati. Sifat ini ada tujuh menurut Asy'ariyyah, yaitu: 'llm, Qudrah,
lradah, Hayat, Sama', Bashar, dan Kalam.
Dan, sifat al-fi'li adalah yang memperlihatkan hubungan antara Allah
dengan hamba-Nya, terkait dengan anugerah dan pemberian-Nya pada
mereka, seperti: I(haliq, Razzaq, Muhyi, Mumit, darr Al-Wahhtb. Penulis Al-
Farqubayna Al-Firaqrnengatakanbahwa rnereka menilai sifat-sifat ini eternal,
kendati hal-hal yang berhubungan dengannya terbilang baru. Ia berkata,"Di
antara verifikasi Al-Karramiyah dalam hal ini adalah pemyataan mereka;
sesungguhnya Allah senantiasa menciptakan dan memberikan rejeki. Kami
tidak mengatakan, dengan tambahan. Dalam arti kata, menciptakan maktrluk
dan memberikan rejeki pada yang mendapatkan. Selain itu, Dia senantiasa
disembatu kendati di zaman azalibelum ada yang menyembah.l526
Barangkali Al-Karramiyah rnendekati Asy'ariyah setelah mereka
menerima reaksi atas penafsiran sifat-sifat yang ditegaskan hadits, seperti
tangan, wajah, dan sebagainya. Sebagai sifat Allah, mereka melarang
memahaminya dengan makna yang ada pada manusia. Padahal, di
waktu bersamaan mereka menyuarakan jismiyyah. Mereka menegaskan
bahwa Allah bisa dilihat, tetapi menafikan hal-hal yang meniscayakannya.
Inilah yang menyamakan mereka dengan Asy'ariyah. Barangkali mereka
menjadikan pendapat Ibnu Al-Haisham sebagai dalil, yang kemudian
melakukan penyesuaian madzhab, atau merekonstruksi, setelah melihat
benturan antara dirinya dengan jumhur ulama, disebabkan pernyataan
Ibnu Karram dan pendukungnya.
Pendapat Mereka Tentang Qudrah llahiyah (Kuasa Allah)
Al-Al-Karramiyah - atau salah satu sekte di kalangan mereka - terkait
dengan slfat qudrah atau kuasa Allah ini memiliki pandangan yang aneh.
1.526 Dr. An-Nasysyar, Nasy'at Al-Fikr Al-Falsafifi Al-lslam, juzke-1., hlm. 635.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 757
Menurut mereka, dengan kuasa-Nya, Allah mampu merusak sesuatuhadits
(hal baru) yang terjadi (ifua'ul hmaadits al-haditsah), yaitu pertemuan-Nya
dengarr'arsU, pengetahuan-Nya tentang segala yang terdengar dan terlihat,
dan kehendak-Nya terhadap hal-hal yang baru. Sementara i tu, terhadap jisim
alam dan 'ardh-nya, Dia tidak marnpu menjadikannya rusak atau binasa.
Sebab, itu akan meniscavakan pergantian hal-hal yang baru terhadap-
Nya. Dan, ini mustahil. Letak keanehannya, karena mereka mengatakan
qiyamul hawadits bi dzatihi ta'ala (sesuatu yang baru berdiri bersanra dzat
Allah) itu boleh-sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya. Namun,
mereka kemudian menafikannya. Penafian ini jelas menjatuhkan mereka
pada kesalahan besar, yaitu bahwa alam dan segala jisim dan a'raddh-nya
sama-sama abadi seperti-Nya. Ini jelas bertentangan dengan firman Allah
:$*, "Dialah yang pertama, yang terakhir, yang tampak, yang tersembunyi, dan
Dia Mahnkuasa atas segala sesuatu. " (Al-Hadid: 2). Sepertinya, ini merupakan
pendapat salah satu sekte di kalangan mereka.1s27 Akan tetapi, musuh-
musuh mereka, seperti kelompok Asy'ariyyah-terutama Al-Baghdadi,
Al4hazali, dan Asy-Syahrastani - telah mendiskusikan masalah ini sebagai
Madzhab Al-Al-Karramiyah.1s28
Tentang Al-Iradah wa Al-lrlasyiah (Keinginan dan Kehendak
Allah)
Menurut Al-Al-Karramiyah, masyiah ilahiyyahatau kehendak Allah itu
adalah sifat yang eternal. Sementara itu, iradah atau kemauan itu adalah
baru (haditsah), karena berhubungan dengan terjadinya sesuatu yang
baru.ls2e Selain itu, iradah terjadi pada diri-Nya, sedangkanmasyiah tidak.
Sebab, masyiahrneriscayakan terjadinya sesuatu yang ada setelah tidak ada.
Kami sendiri tidak tahu, bagaimurna mereka membedakan antara masyiah
dengan iradah seperti ini? Padahal, sebelumnya mereka berpendapat bahwa
iradah itu berada di dalam shifat al-ma'ani al-azaliyyah.Dan, ketika mereka
mengatakan, "Kami membolehkan pemutlakan (al-ithlaq), dan menolak
penambahan atau penisbatan (idhafah),' itu artinya mereka membedakan
sifat azaliah dengan hal-hal yang berkaitan dengannya.
1527 AlFarqu bayna Al-Firaq, hlm. 219.
1528 rbid.
1529 Asy-Syahrastani, Al-Milalwa An-Nihal, juzke-1., hlm. 167.
758 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Apapun adanya, sikap Al-Al-Karramiyah yang membolehkan
berdirinya al-hawadits bersama Zat Allah telah melibatkan mereka dalam
banyak masalah. Nah, ketika mereka membedakan antara al-ihdats
dengan al-muhdats, juga al-iradah dengan al-murad, seolah-olah mereka
berusaha meringankan pernyataan tersebut. Menurut mereka, yang
pertama dari keduanya adalah berdiri sendiri (qa'imbi dzatihi), sedangkan
yang kedua tidak. Di mata orang yang berakal, perbedaan ini terkesan
lucu. Yang pertama senada dengan pernyataan jumhur Asy'ariyah yang
menetapkan bahwa perubahan pada sesuatu yang terkait dengan sifat,
tidak meniscayakan perubahan pada sifat itu sendiri. Pernyataan ini benar.
At-Tiftazani menegaskan bahwa pernyataan Al-Al-Karramiyah ini
tidak benar. Ia berkata, "Pernyataan Al-Al-Karramiyah bahwa iradah atau
kehendak Allah itu berdiri dengan sendirinya adalah tidak benar. Sebab,
sesuatu yang baru (al-hautadits) mustahil berdiri dengan Zat Allah $*.
Pun, bahwa kemunculan yang al-hadits dari yang wajib, tidak akan terjadi
kecuali dengan ik'htiar. Jika dikatakan bahwa penisbatan sifat padaZat itu
melalui peniscayaan, bukan pilihan, maka tidaklah boleh "bagian" yang
bergantung pada syarat itu menjadi hadits. Bagi kami, itu meniscayakan
silih bergan tiny a al-haw adits y ang tiada permulaannya. Kemustahilannya
sudah kami jelaskan di depan.lss
Tentang Sifat Al - Hayat (Mahahidup)
Al-Al-Karramiyah menetapkan sifat Al-Hayat bagi Allah db. Mereka
tidak mengatakan sebaliknya. Sebab, bagi jumhur teolog kalam, sifat
Al-Hayat ini membenarkan sifat-sifat Allah yang lainnya. Akan tetapi,
mereka menjadikan srtat Al-Hayat sebagai salah satu di antara keniscayaan
berkuasa. Mereka berkata, "Segala yang hidup pasti berkuasa, dan segala
yang berkuasa pasti hidup." Tampaknya, mereka ingin menjadikan Al-
Hayat sebagai salah satu syarat berkuasa.
Tentang Sifat Sama' (Maha Mendengar) dan Bashar (Maha Melihat)
Para muhaqqiq di kalangan teolog kalam menetapkan bagi Allah
segala yang Dia tetapkan untuk diri-Nya, dan yang ditetapkan Rasulullah
1530 Syarh Al-Maqashid, jlz ke-2, hlm. 70, Istambul, 1277 H.
l-.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 759
untuk-Nya, berdasarkan hadits-hadits yang shahih, terlepas dari tasybih
dan tamtsil, juga ta'wil dan ta'thil.Ini dianggap sebagai manhaj universal
di dalam setiap permasalahan sifat-sifat Tuhary terutama yang terkandung
di dalam ayat-ayat mutasyabihat.
oleh karena Muktazilah berlebihan di dalam melakukan tanzih,maka
mereka menetapkan dua sifat ini-dalam pandangan mereka-adalah
berkenaan dengan pengetahuan Allah tentang hal-hal yang bisa didengar
dan dilihat. Tidak disangsikan ragi, yang mendorong mereka berpikir
seperti ini di sini dan di lainnya, adalah menghadirkan makna ini di
dalam manusia. Bahkan, di dalam setiap makhluk yang dapat melihat dan
mendengar. oleh karena itu, mereka tidak memahami ayat mendengar
dan melihat secara hakiki, karena dipandang mustahil bagi Allah. Jadi,
tidak diragukan lagi, mereka jauh dari prinsip yang digeluti para muhaqqiq
(peneliti), sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yaitu menetapkan tanpa
menyerupakan (al-itsb at ma' a adamil mumatsilah).
Adapun Al-Al-Karramiyah menyikapi kedua sifat ini seperti Mu,tazilah.
salah satu kelompok di antara mereka menetapkan "Menden gar,, d.an
"Melihat" itu bermakna Allah mengetahui segala yang terdengar dan terlihat.
Dan, kelompok lain berpendapat sama dengan Asy,ariyyah, yaitu bahwa
sifat'"Mendengar" dan "Melihat" itu azari. salah safu pemuka pendapat ini
adalah Ibnu Al-Haisham. Ia berpendapat, "Kami menetapkan bagi Allah
segala yang Dia tetapkan untuk diri-Nya, tanpa tafsir dan takwil, talryif, dan
tasybih, dan tidak pula berlebihan di daram memutlakkannya. Adapun yang
tidak disebutkan dalam nash maup un khabar, tidaklah kami indahkan.,/153r
Tentang SifatKalam
Menurut Asy'ariyah, sifat Kalam itu azari pad,a zat Allatu mengikuti
sifat lradah, 'Ilm, sama', Bashar, dan llayat. sementara itu, Mu,tazilah
membantah pernyataan ini. Menurut mereka, sifat-sifat tersebut adalah
haditsah. Dalam pandanga. mereka, al-mu takallim (y angberbicara) adalah
yang melakukan perbuatan takallum (berbicara), bukan yang sifat itu ada
padanya.
1531 Al-Baqilani, At-Tamhid,har.47, Kairo, hlm. 1,947, di+ahqiqoleh ustadz Dr. Abu Raidah
dan Ustadz Dr. Al-Khudhairi.
760 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Sementara itu, Al-Al-Karramiyah sependapat dengan Mu'tazilah
di satu sisi, dan sependapat dengan Asy'ariyah di sisi yang lain. Mereka
sependapat dengan Mu'tazTlah,bahwakalam adalah huruf dan suara. Dary
juga sependapat dengan Asy'ariyah, bahwa kalam adalah makna spesifik
yang ada padazatAllah sejakazali, seperti salah satu sisi sifat ini. Namun,
mereka juga membantah Mu'tazilah dan Asy'ariyyah, ketika mereka
menyatakan bahrva huruf dan suara ituhaditsah. Dan, itu terjadi padaZat
Allah. Selain itu, ia tidak fana'.Inilah yang dibantah oleh Asy'ariyah dan
Mu'tazilah. Sebab, mereka menyatakan bahwa suara dan huruf ltu fana'.
sebab, dalam pandangan mereka, suara yang ada pada selain Zat Allah
M ituhuduts.
Mereka sependapat dengan Mu'tazilah bahwa AlQur'an itu makhluk,
dengan pertimbangan bahwa kalam adalah huruf dan suara. Akan tetapi,
setelah didalami pendapat yang bersumber dari mereka, ternyata pada
akhirnya pendapat mereka senada dengan pendapat Asy'ariyah. Dalam
hal ini, mereka menyebutkan banyak ayat Al-Qur'an, yang seluruhnya
menjelaskan hubungannya dengan waktu dan tempat. Juga terhentinya
sesuatu yang disyaratkan pada syarat, penjelasan rinci, dan semuanya
merupakan tanda yang menunjukkan ke-huduts-annya. Belum lagi ayat
yang berbicara tentang mukjizat Rasul, seluruhnya merupakan peristiwa
yang memiliki konteks sejarah.
Selain itu, mereka juga mengetengahkan argumentasi logis yang
mendukung pemahaman terhadap nash-nash di atas, yang dipaparkan
Ar-Ilazi di dalam buku Ma'alim lJshul Ad-Din dan Al-Arba'in. Barangsiapa
ingin mengetahui lebih jauh tentang persoalan ini, ada baiknya merujuk
pada kedua buku tersebut.
Perbedaan Antara lulutakallim dengan Qa'il
Al-Baghdadi menukil pendapat Al-Al-Karramiyah tentang kalam dan
qawl yang sama-sama eternal bagi Allah $g. Mereka berkata, "Allah itu
senantiasa berbicara dan berkata -kata." Selanjutnya, mereka membedakan
makna kedua istilah tersebut. Mereka berkata, "Dia senantiasa berbicara
dengan kalam, yaitu yang menjadi kuasa-Nya untuk berkata-kata. Dan,
Dia senantiasa berkata-kata dengan kedua perkataan-Nya, bukan dengan
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 761
satu perkataan-Nya. Kedua perkataan dimaksud adalah kemampuan-Nya
untuk berkata, dan perkataan berupa huruf yang terjadi pada-Nya. Jadi,
perkataan Allah menurut mereka adalah hadits, sedangkan kalam-Nya
adalah qadim (eternal).1s2 Menurut kami, dalam hal ini mereka tidak setegas
Asy'ariyah. Tampaknya mereka ingin tampil seperti ini, untuk menghindari
dikatakan sama dengan Mu'tazilah atau Asy'ariyah. Semacam pembeda,
inilah dugaan yang kuat.
Al-Baghdadi menegaskan, tafsir dari kalam yang bermakna "kuasa
unfuk berkata", meniscayakan yang diarn-dalam pandangan mereka-
dalam diamnya adalah berbicara.ls33
Iman Menurut Al-Karramiyah
Pemberi sya r ah kitab Al-Aqidah Ath-Thaharuiyy alt memaparkan pendapat
mengenai yang disebut "iman". Ia berkata, "Menurut Malik Asy-Syafi'i,
Ahmad, Al- Awza'i,Ishaq bin Rahawih,paraahlulhndits, ahlul Madinah, ahluzh
zhnhir, dan sejurnlah teolog kalam; Iman adalah rnembenarkan dengan hati
dan menetapkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan perbuatan (tashdiq
bil janan wa iqrarbil lisanwa'amalbil arkan). Banyak sahabat yang hanya fokus
pada pembentuan dengan hati dan penetapan dengan lisan. Sementara itu,
Abu Hanifah dan Abu Manshur Al-Maturidi hanya fokus pada pembenaran
dengan hati saja, sedangkan penetapan dengan lisan merupakan rukun
tambahan, bukan yang utama.
Adapun dalam pandangan Al-Karramiyatr, iman adalah penetapan
dengan lisan saja. Jadi, dalam pandangan mereka, orang-orang munafik itu
tetaplah mukmin yang sempurna keimanannya. Namury di akhirat nanti
mereka akan mendapatkan siksa yang dijanjikan Allah S#.1u34 Selanjutnya,
pemberi syarah mengomentari pendapat Al-Karramiyah dengan berkata,
"Pendapat mereka ini jelas keliru." Setelah itu, ia memaparkan pendapat
Madzhab Al-]ahm bin Shafwan dan Abu Al-Hasan Ash-Shalihi, salah satu
L532 Al-Farqu bayna Al-Firaq, hlm. 219.
1533 Ibid.
1534 Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi, Syarh Ath-Thahawiyyah,hlm.373, cetakan ke-5, Beirut, 1399
H. Yang menukil dari mereka: Al-Asy'ari dalam Al-Maqalat, juz ke-1, hlm. 223, Asy-
Syahrastani dalam Al-Milal wa An-NihaI, hlm. 1.1.3, dan Al-Baghdadi dalam Al-Farqu
bayna Al-Firaq, hlm. 223.
762 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
pemukaQadariyah, tentangiman. Menurut mereka, iman adalahpengetahuan
dengan hatt (al-ma'ifah al-qalbiyyah) saja. Setelah itu, ia mengomentarinya,
"Pendapat ini lebih keliru dari yang sebelumnya. Sebab, meniscayakan Fir'aun
dan kaumnya tetap mukmin, karena mereka mengetahui kebenaran Musa dan
Harun. Begitu pula Ahli Kitab, mereka mengetahui kebenaran Muhammad
{S. Abu Thalib berarti juga mukmin/ bahkan iblis laknatullah sekalipun. Sebab,
mereka semua mengetahui Tuhan mereka./1s3s
Sebenamya kami (penulis) ingin menyarnpaikan tulisan ini panjang
lebar, karena menampung seluruh pandangan madzhab tentang hakikat
iman. Dengan begitu, pembaca dapat menilai pendapat Al-Karramiyah
dibandingkan pendapat-pendapat lainnya.
Sudah barang tentu pendapat (Al-Karramiyah) ini bertentangan dengan
teks AQur'an dan sunnahyang shahih. Di dalam AtQulan Alah d*berfirman,
"Orang-orangArabBaduiberkata,'Knmitelnhbeiman.'KatakanlahQcepadnmerekn),
'Kamubelumbe.iman, tetapikntakanlah "Kami telah hmduk (Islam)," karena iman
belum masuk ke dnlam hatfunu. D an jikn kamu tant kepadn Allah dan Rnsul-Nya, Dia
tidakaknnmengurangisedikitpun (palula) amalperbuatanmu. Sungguh, AllahMahn
Pengampun, MahnPenyayarzg" (Al-Huiurah 14). Ayat ini membedakan secara
gamblang iman dan Islam. Inti perbedaan keduanya terletak pada perbedaan
perbuatan hati dan perbuatan anggota badan. Sementara itu, di dalam hadits,
ketika malaikat Iibril bertanya kepada Rasulullah S tentang iman, Islam, dan
ihsan, beliau menjawab, "Iman itu adnlah percaya k podo Allah, malaiknt-Nya,
Ktab-Nya, Rnsul-Nya, Hai Aldtir, juga percaya pada takdir; yang baik dnn yang
buruk.Islam adnlaltbersaksibaltwa tiadnTuhnn selain Allalt dnn Muhammad adnlah
utusan Allah, mendiiknn shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Rnmadlan, dnn hnji
ke B aitullalt j ikn mampu... "
Anehnya, Al-Al-Karramiyah mengatakan, "Ikrar yang dulu diucapkan
di alam'benih'-sebagaimana disebutkan dalam ayat al-mitsaq - sudah
cukup untuk menghasilkan hakikat iman. Dan, iman itu kekal, tidak akan
hilang kecuali murtad. Selain itu, mereka menganggap ucapan syahadat
juga sudah cukup, kendati yang bersangkutan mengingkari kerasulan. Pury
bahwa iman orang-orang munafik yang diucapkan dengan lisan, tetapi
tidak begitu di hatinya, adalah seperti iman para 1nnl3ll21./'1540
Ibid, hlm.374.
$. Al-A'rat:172.
1535
1536
t--
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 763
Pendapat Mereka Tentang Kenabian (Nubuwwah), Nabi, dan
Mukiizat
Di dalam kitab Al-Maqalat disebutkan bahwa pandangan Al-
Karramiyah tentang nubuwwah tidak kalah anehnya dibandingkan dengan
masalah akidah yang lain, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.
Dalam pandangan mereka, nubuwwah dan risalah adalah dua sifat yang
ada pada diri Nabi sebelum wahyu diturunkan kepadanya dan diperkuat
dengan mukjizat. Barangsiapa memiliki itu, Allah berkewajiban untuk
mengangkatnya sebagai utusan. Mereka membedakan antara Ar-Rasul
(utusan) dengan Al- Mursal (ya.g diutus). Menurut mereka, yang pertama
adalah yang memiliki sifat itu, sedangkan yang kedua adalah yang
diperintahkan untuk menyampaikan risalah.1s37 Kedu any a - nubuwwah
dan risalah- adalah melekat yang ada pada kehidupan Rasul. Keduanya
akan hilang seiring tiadanya Rasul yang bersangkutan.
Dari pemyataan mereka terlihat bahwa nubuwwah dan risalah adalah
soalkepemilkan(istihqa4),bukanpemilihan (ishthifa),sebagaimanapendapat
jumhur teolog kalam. Akan tetapi,yangteliti mencermati pendapat mereka
soal ini, selain membenarkan juga melihat makna lain di luar tekstualitas
pemyataan. Menurut mereka, Al-Karramiyah memandang sifat-sifat keahlian
untuk dipilih, itu sudah ada pada diri seorang Nabi sebelum ia dipilih. Dary
itu meiupakan ciptaan Allah. Al-Isfariyani menyatakan hal ini ketika ia
berkata, "Mereka yang mengatakan demikian tentang sifat Rasul, adalah
' ardh y arrg diciptakan oleh-Nya sebelum diturunkan wahyu kepadanya. Jadi,
bukan derrgankasab, dan bukan pulakasab-nya, seperti rupanya, perilakunya,
warnanya, dan sebagainya.ls38
Terkait hal ini, ada pendapat mereka yang berbahaya. Sebab, mereka
menilai terdapat perbedaan antara Ar-Rasul dengan Al-Mursal. Rasul
adalah yang tempat bagi pilihan Allah terhadapnya sebelum ia diutus.
Adapun setelah diutus, ia disebut Al-Mursal. Hal ini meniscayakan Nabi itu
bukanlahAl-Mursal, baik semasa hidup, maupun sebelum dan sesudahnya.
Begitulah jika kita membenarkan pendapatnya tentang sebelum risalah,
bagaimana sesudahnya? Khususnya terkait kerasulan Muhammad ffi
1537 Al-Baghdadi, AlFarqu bayna Al-Firaq, hlm. 223.
1538 lbid, l:.].m.221.
764 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
sebagai penutup para Nabi, yang abadi hingga Hari Kiamat? Selain itu,
di antara utusan sebelum risalah Muhammad S juga ada yang risalahnya
tetap dijadikan pelajaran (rnu'tabarah), baik semasa hidupnya maupun
sesudah kepergiannya. Tidak semua hukum di-nasakh. Di masa transisi
pun mereka hidup berpedoman pada agama Rasul sebelumnya, hingga
datang risalah yang baru.
Upaya penyelesaian masalah dengan pemahaman seperti ini, penulis
yakini merupakan dukungan yang tidak pada tempatnya. UstadzDr. An-
Nasyar memberikan kita pemahaman yang sama sekali berbeda. Ia berkata,
"Penafsiran yang menurutku paling mendekati benar, adalah bahwa
Al-Karramiyah memiliki tujuan yang sangat jauh, yaitu supaya Rasul
tidak dikultuskan di kuburannya. Hadits-hadits shahih yang bertemakan
larangan pergi atau meninggalkan, adalah berkenaan dengan masjid,
bukan kuburan para Nabi. Sebelumnya, masalah ini sudah dibahas oleh
Al-Hanbaliyah generasi belakangan, terutama oleh Ibnu Taimiyah dan
dilanjutkan oleh Al-Wahabiyah."153e
Masih ada hubungannya dengan masalah ini, pendapat tentang
'ishmnh atau keterjagaan para Nabi dari salah dan dosa. Menurut mereka,
setiap dosa menggugurkan keadilan, dan mewajibkanhudud. Oleh karena
itu, mereka terjaga dari hal yang demikian, tetapi tidak untuk yang selain
itu.1s40
Di antara yang dinisbatkan pada Al-Al-Karramiyah, bahwa siapapun
yang mendengar seruan Rasul, ia harus membenarkan dan mengakui ajaran
yang dibawanya, tanpa harus bergantung pada bukti (mukjizat). Konon,
menurut Al-Baghdadi, mereka mencuri bid'ah ini dari Al-Ibadhiyah. fadi,
tidak disangsikan lagi, ini berbahaya ba$ nubuuwah itu sendiri. Ini ikut
membentangkan jalan bagi mereka yang mengaku-ngaku nabi. Padahal,
sebagaimana diketahui dari ulama, mukjizat para Rasul itu adalah
dukungan bagi dakwahnya. Mukjizat itu adalah bukti kebenarannya.
Begitulah yang disampaikan Al-Qur'an tentang mukjizat para Rasul bagi
dakwahnya, meskipun secara global.
1539 At-Tabshir, hlm. 69.
1540 Nasy'at Al-Fikr Al-Falsafi, juzke-1., hlm. 210
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 765
\-
Selain itu, mereka berkata, "Barangsiapa tidak sampai kepadanya
dakwah Rasul, maka ia wajib meyakini yang wajib menurut akal. Dalam
hal ini, mereka sepakat dengan Mu'tazil*r.1il1lrri bertentangan dengannash
sharihAl-Qur'anyang menetapkan bahwa tanggung jawab yang memiliki
konsekwensi balasan itu hanya berlaku setelah diutusnya Rasul. Dengan
begitu, ndakadahujjahbag;manusia setelah itu. Allah de berfirman, ,,IGmi
tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang Rasul" (Al-Israa': 15).
Mereka juga menyalahi ketetapan ulama dalam hal kemaksuman para
Nabi. Menurut para muhaqqiq, Rasul itu tidaklah meninggalkan perintah
dan melakukan yang dilarang setelah kerasulan, tidak pula terus menerus
mengerjakan dosa kecil sebelum kerasulan. Adapun yang dilakukan
sebagian dari mereka atas dasar ijtihad, kemudian disalahkan, itu tidaklah
disengaja. sebagai conto[ Nabi Adam x4ryang memakan buah terlarang,
Nabi Ibrahim Wlyang melihat bintang, Nabi Nuh,{e$ yang memberikan
syafaat pada keluarganya, dan sebagainya. Termasuk Nabi Muhamamd
ffi juga pernah disalahkan pada beberapa ijtihadnya. Sebagai contotu kisah
Ibnu Ummi Maktum, tawanan Perang Badar, dan sebagainya. Semua itu
tidak lain dimaksudkan oleh Allah untuk menjelaskan bahwa kendati
Nabi Muhamamd diperbolehkan berijtihad mengenai suatu hukum, juga
berhati-hati di dalam menyampaikan risalah, tetapi Allah jualah yang
memegang kendali perintah dan larangan, sedangkan Rasul hanyalah
bertugas menyampaikan.
Pendapat Mereka Tentang Masalah-masalah yang Lain
Di antara masalah yang paling keras diperdebatkan, khususnya di
kalangan Asy'ariyah dan Mu'tazilah, adalah masalah tahsin dan taqbih;
apakah dengan syara' atau akal? Menurut jumhur Mu'tazilah, segala
sesuafu sudah membawa makna'baik'atau "buruk" sebelum datangnya
syara'. Tugas manusia adalah menyingkap dua sifat ini. Sementara itu,
Asy'ariyah berpandangan sebaliknya. Menurut mereka baik atau buruknya
sesuatu itu ditentukan oleh syara' saja. Jadi, tidak ada yang buruk, kecuali
yang dinyatakan buruk oleh syara'- Dan, tidak ada yang baik, kecuali yang
7547 AlFarqu bayna Al-Eiraq, hlm. 223.
766 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
dinyatakan baik olehnya. Dary Al-Al-Karramiyah dalam hal ini sependapat
dengan Mu'tazilah.15'12
Hal terpenting yang ingin disampaikan di sini adalah, segala sesuatu itu
diciptakan oleh Allah $5. Jadi, Dia-lah yang Mahatahu mana yang baik dan
yang buruk. Oleh karena itu, yang bisa menyingkap itu adalah syariat-Nya,
bukan akal-sebagaimana pemyataan mereka. Sebab, akal itu bersifat nisbi;
terkadang menghukumi sesuatu sesuai yang terlihat saja, bukan berdasarkan
hakikatnya. Maka, terkadang hukum akal bertentangan dengan fakta. Di
dalam AlQulan Allah dg berfirman, "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
itu tidakmenyenangkanbagimu.Tetapiboleh jadikamu tidakmenyenangi sesuatu,
padahalitubaikbagimu, danboleh jadikamumenyukaisesuatu, padahnlitu tidak
baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Al-Baqarah:
2161.
Adapun pendapat mereka mengenai ash-shalah wa al-ashlah (ya.g
bermanfaat dan yang lebih bermanfaat), kami mendapati dua pernyataan,
masing-masing mendeskripsikan pandangan mereka tentang masalah
ini. Asy-Syahrastani menyebutkan, mereka tidak menetapkan yang
bermanfaat dan yang lebih bermanfaat dengan akal, sebagaimana dikatakan
Mu'tazilah.1e3 Akan tetapi, Al-Baghdadi menyatakan sebaliknya, ketika
ia berkata, "Andaikata Allah menciptakan beberapa ordngr dan Dia tahu
bahwa tak satu pun dari mereka beriman kepada-Nya, berarti penciptaan-
Nya sia-sia. Lebih baik Dia menciptakan mereka yang diketahui sebagian
dari mereka berirnan." Sementara ifu, Ahlu Sunnah berkata, "Andaikata
Allah menciptakan yang kafir saja, tidak yang mukmin; atau menciptakan
yang mukmin saja, tidak yang kafir, itu bisa saja dilakukan oleh-Nya. Dan,
itu tidak mencederai hikmah-Nya." 1s44
Di antara dua pernyataan itu, yang paling dekat dengan Al-
Karramiyah adalah pernyataan Al-Baghdadi. Sebab, yang menyatakan baik
dan buruk dengan akal, mungkin untuk mengatakrr ash-shnlahwa nl-ashlah.
Argumentasi di antara keduanya berdekatan. Mereka telah mengatakan
yang pertama, jadi tidaklah aneh bila juga mengatakan yang kedua.
1542 lbid,hal.222.
1543 Asy-Syahrastani, Al-Milal u:a An-Nihal, hlm. 112.
1544 Al-Milal, juzke-1., hlm. 113.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 767
Kami bisa saja memaparkan pandangan-pandangan Al-Karramiyah
selain yang telah disebutkan. Yang kami tinggalkan tidaklah menggambarkan
pandangan yang jelas, yang bertentangan dengan jumhur umat, sebagai-
mana telah kami sampaikan. Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih
jauh lagi, bisa merujuk pada buku Al-Maqalat.
Jadi, penjelasankami ini memberikan gambaran umumpada pembaca
tentang madzhab mereka di bidang akidah.
Masalah terakhir yang ingin disampaikan di sini adalah masalah
imamah. Yang paling penting untuk diketahui dari mereka adalah, mereka
membolehkanadanya dua imamdalam satu waktu, kendati menimbulkan
peperangan dan perbedaan di dalam rnenentukan hukurn. Sudah barang
tentu pendapat ini sangat berbahaya, karena rentan membuka pintu
bencana. Penulis sendiri tidak tahu alasan yang menjustifikasi pendapat
ini. Menurut dugaan paling kuat, mereka mengatakan itu, karena Pasca
pembunuhan Utsman bin Affan e;;, dan penunjukan Ali bin Abi Thalib ev,
sebagai khalifah, serta rongrongan Muawiyah bin Abi Sufyan terhadap
kursi khilafah, karena dialah yang paling dekat kekerabatannya dengan
Utsman bin Affan, umat Islam terpecah menjadi beberapa kelompok. Salah
satu dari mereka berpendapat, bahwa yang berhak adalah salah satu dari
mereka berdua. Kelompok kedua berpendapat, salah satu dari mereka
berduj lebih berhak. Dan, kelompok ketiga, menyerahkan permasalahan
ini kepada Allah $4. Kelompok ketiga ini adalah Murji'ah. Sudah dapat
dipastikan, di sana terdapat korelasi yang kuat antara sikap Murji'ah
dengan sikap Al-Karramiyah. Mereka menyatakan, Ali dan Muawiyyah
adalah dua imam dalam satu waktu. Keduanya sama-sama berhak. Barang-
kalai pernyataan mereka inilah kepasrahan yang sesungguhnya.lys
Namun dalam Kitab Syarlt Al-Ushul Al-Khamsah, Al-Qadhi Abdul
]abbar menilai Al-Karramiyah menyuarakan an-nash al-khafi (pernyataan
yang samar). Mereka sependapat dengan Al-Bakriyyah dan Az-Zaidiyah.
Namun, mereka berbeda pandangan dengan Az-Zaidiyah tentang siapa
yang menjadi imam pasca Rasulullah ffi.tst6 Dan, Al-Karramiyah sepakat
clengan mereka, bahwa jalan menuj t im am ah Ali bin Abi Thalib, dilanjutkan
1,545 Al-Farqtt bayna Al-Firoq, hlm. 221.
1546 Menurut mereka, khalifah setelah Rasulullah adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kenrudian
khalifah-khalifah yang lain sesuai urutan historis.
768 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Al-Hasan dan Al-Husain sesudahnya, adalah an-nash al-khafi. Dan, jalan
menuju imamah yang tersisa, adalah seruan untuk keluar."1v7
Hukum yang dinisbatkan pada Madzhab Al-Al-Karramiyah dalam
setiap permasalahan, didasarkan riwayat yang dinisbatkan kepada mereka,
bukan pada pernyataan mereka langsung. Sebab, kami tidak memiliki
pernyataan-pernyataan langsung dari mereka. Atas dasar itulah, kami
memerlukan interpretasi atas hukum yang dinisbatkan pada mereka.
Anehnya, setelah mereka mengeluarkan nash-nash ini, yang menjadikan
mereka terkadang dekat dengan Murji'ah, terkadang dekat dengan Az-
Zaidiyah, dan terkadang pula dekat dengan Al-Bakriyyah, di dalamnya
terdapat pengakuan bahwa mereka mengatakan dengan nash terhadap
khalifah, baik secara samar maupun jelas. Seorang pemikir modernis,
Dr. Ali Sami An-Nasyar, hanya menuturkan ketetapan mereka tentang
dibolehkannya dua imam dalam satu waktu. Punbahwa imamah ditetapkan
berdasarkan ijma'umat. Jadi, bukan nash,brkan pula penunjukan.lsa8
Ulasan Umum Tentang Pendapat-pendapat Mereka di Bidang
Akidah
Di sini kita akan membicarakan salah satu permasalahan akidah
terkemuka menurut Al-Karramiyah, yaitu pernyataan mereka tentang
al-jismiyah dan at-tasybih. Telah dijelaskan di depan, bahwa ada yang
mengembalikan pendapat mereka pada generasi sebelumnya. Semuanya
terfokus pada referensi eksternal, seperti Tsanawiyyah, Yahudiyyah, dan
sebagainya. Adapun referensi internal, seperti Musyabbihah, Mnjassimah,
Hasywiyyahmurni, seperti Muqatil bin Sulaiman, Mudhr, Kahmas, Ahmad
Al-Hujaimi, As-Salimiyyah, dan sebagainya. Bisa ditambahkan di sini, bahwa
referensi-referensi itu ikut memberikan pengaruh terhadap pandangan-
pandangan Al-Karramiyah. Masing-masing tergantung pengaruhnya.
Kalau kita masukkan kesiapan mereka untuk menafsirkan beberapa nash
7547 Syarh Al-Ushul Al-Khamsah, hlm. 649, Kairo, 1965 M., diaahqiq oleh Dr. Abdul Karim
Zaidan.
1.548 Nasy'at Al-Fikr Al-Falsafi fi Al-Islam, iuz ke-1, hlm. 311. Sebelumnya, Asy-Syahrastani
menyebutkan seperti itu. Ia berkata, "Menurut mereka, imamah itu ditetapkan
berdasarkan kesepakatan umat, bukan nash atau penunjukan." Dan, inilah yang
dijadikan sandaran oleh Dr. An-Nasysyar.
Ensiklopedl Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 769
Al-Qur'an, atau pemilihan hadits ),ang tidak shahih, maka akan membuat
kita berkata, "Al-Karramiyah adalah kelompok yang mengambil (pendapat)
dari mayoritas madzhab-madzhab sebelumnya. Kesiapannya sangatlah
kuat untuk menerima pengaruh dari setiap pemikiran yang dianggap
sejalan dengannya secara sepihak. Daru ini tidaklah aneh. Sesungguhnya
di masanya, atau mungkin sesudahnya, juga telah berkembang kelompok
Ikhwan Ash-Shafa. Sebuah kelompok yang melakukantalfrq.
Apapun adanya, Al-Karramiyah telah melepaskan pandangan ke
seluruh medan pemikiran Islam. Beberapa pemikiran ada yang disibukkan
dengan mendiskusikan rumus, menulis, dan implementasi hipotesa. Selain
itu, kondifi kasi beberapa kajian yang pendapat-pendapatnya bernadakan
kritik ilmiah. Sebagai contotL yang ditulis oleh Fakhrur Razi dalam Asas
At-Taqdis, Al-Baghdadi dalam Ushuluddin dan Al-Farqu bayna Al-Firaq,
Al-Isfariyani dalam At-Tabshir fi Ad-Din,Ibnul Jauzi dalam Talbis Al-lblis,
Ad-Dimasqy Al-Hishni dalam D af u Syibhi man Sy abbaha w a T amarr ada w a
Nusiba ila Al-lmam Ahmad, dan sebagainya.
Al-Karramiyah bergantung pada masalah 'alamudz dzurr (alam benih)
dan syahadah pertama. Oleh karena itu, mereka berpandangan, niat
pertama-di alam itu, dan yang mereka maksudkan adalah mengucapkan
syahadat-tidak perlu diulang, kendati perbuatan yang ditetapkan syariat
menuntutnya. Oleh karena itu, mereka membolehkan puasa tanpa niat. Begitu
pula haji dan sebagainya.
Sudah barang tentu, pembaca Madzhab Al-Karramiyah di sini tidak
perlu berusaha keras untuk menyingkap penyelewengannya. Itu karena
mereka berpendapat, hakikat iman - yang menurut madzhab lain bertempat
di hati - adalah pengucapan dengan lisan saja. Pada saat bersamaan, mereka
tidak menetapkan niat padahal menjadi poros keikhlasan dalam agama. Atas
dasar itu, celaan dari pihak musuh mereka yang seringkali menganggapnya
bertentangan dengan akal dan nastu menjadi justifikasi baginya menurut akal
dan nash sekaligus. Debat dan permusuhan sebenamya bersumber dari Al-
Karramiyyah sendiri. Cobalah pembaca membaca diskusi yang berlangsung
di antara Al-Karramiyah dengan musuh-musuhnya di depan pengikut
masing-masing. Bahkan, terkadang di depan para penguasa. Dengan begitu,
kita akan merasakan sejauh mana Al-Karramiyah menjadi kelompok yang
770 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
rapuh, baik secara akal, kejiwaan, dan sekaligus agama, kendati perintisnya
disebut-sebut sebagai pezuhud terkemuka.
Penutup
Di bagian akhir pembahasan ini ingin kami sampaikary " Kejanggalan-
kejanggalan kelompok yang mengusung akidah Syiah ini sudah tidak
tertutupi lagi di mata pembaca, terutama yang berhubungan dengan sifat-
sifat Allah ik. Selain terdapat sisi at-tanzih (penyucian), juga terdapat sisi
tasybih (penyerupaan). Inilah yang memaksa mereka menafsirkan nash
secara tekstual, yang sekali waktu terkadang keras, tetapi di kesempatan
yang lain tidak. Kalau bukan karena kesiapan mereka terhadap tafsir
yang bersumber dari dalam diri mereka ini, niscaya mereka tidak akan
melakukan itu. Buktinya, banyak kelompok lain, seperti Mu'tazilah,
Asy'ariyah, Al-Maturidiyah, dan Ahlul Hadits tidak sejauh itu melakukan
tasybih dantajsim. Di sini akan kami sampaikan judul beberapa kajian yang
berusaha membebaskan Imam Ahmad bin Hanbal dari keterikatan Al-Al-
Karramiyah padanya. Dan, barangkali cukup dua saja, yaitu: Daf u Syibhi
man Syabbaha ua Tamarrada yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad, dan
Daf u Syubhatut Tasybih oleh Ibnul Jauzl
Dn Muhammad Abdus SattarNashar
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 771
AL.KULLABIYAH
AL-KULLABIYAH termasuk salah satu aliran yang ikut ambil peranan di
kancah pemikiran Islam. Sebab, ia getol membela akidah Islam di tengah
akidah-akidah menyimpang yang menginfiltrasi kaidah-kaidah akal,
syariah, dan nilai-nilai teologis.
Di bidang akidah, aliran ini banyak memiliki pandangan yang
dilandasi metodologi kalam. Sebuah pandangan yang belunt pernah
dikemukakan siapapun sebelumnya.
Nama aliran ini dinisbatkan kepada pendirinya, Ibnu Kullab "Abdullah
binSa'id At-Tamimi Al-Quththan". Ia biasa dikenal dengan panggilan Ibnu
Kullab. Ia wafat pada tahun 240H.
Ibnu Kullab termasuk pemuka teolog kalam di Basrah. Hal yang
teristimewa dari pemikirannva, adalah bantahan terhadap Mu'tazilah
dan |ahmiyah. Dhiya'uddin Al-Khathib, orangtua Fakhruddin Ar-Razi,
mengomentarinya dengan berkata, "Ketika As-Subki menulis di dalam
Thabaqat-nya; di antara teolog kalam dari kalangan Ahlu Sunnah di masa Al-
Ma'mury yaitu Abdullah bin Sa'id At-Tamimi, menggempur Mu'tazilah di
majelis Al-Ma'rnun. Dan, dia permalukan mereka dengan penjelasannya."lse
Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Al-Kullabi memiliki peran
yang sangat signifikan, kuat, dan berani untuk membantah lawan-lawannya
dari kalangan Mu'tazilah dan Jahmiyah, termasuk di dalam majelis
pemerintahan yang memeluk aliran Mu'tazilah sekalipun. Ibnu Kullab dan
para pengikutnya memelihara akidah, tetapi dengan cara-cara teologis;
1549 As-Subkr,Thabaqat Asy-Syafi'iyyah, juz II, hlm. 52,Dar Al-Ma'rifah, Beirut.
772 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
mengandalkan akal dan nash-nashnaqli. Seorang fakih dari Basrah, yaitu
Abu Muhammad, telah memberikan gelar Ibnu Kullab kepada Abdullah
bin Sa'id, karena kekuatannya di dalam berdiskusi dan berargumen. Terkait
hal ini As-Subki berkata, "Istilah Kullab itu seperti Khaththaf, baik dari sisi
kata maupun makna. Ia diberi gelar itu, karena kekuatannya di dalam
berdiskusi dan berargumen. Ia berhasil menarik lawan diskusinya, seperti
anjing menarik sesuatu." lsso
Ibnu Kullab telah menulis banyak kitab, tetapi sepertinya tak terjaga
dan hilang. Yang tersisa tinggal penggalan-penggalannya di kitab-kitab
lain, seperti: Maqalat Al-Islamiyyin yang ditulis oleh Imam Abu Al-Hasan
Al-Asy'ari, dan beberapa kitab Ibnu Taimiyah. Selain itu, dalam buku Ibnu
Qayyim yang berjudulljtima' Al-luyusy Al-lslamiyyah.Darr, di antara kitab-
kitabnya yang diterjemahkan: Khalq Al-Af al: Ar-Raddu' ala Al-Mu'tazilah;
Ash-Shifat; At-Tauhid; Ar-Raddu' ala Al-Hasyaiyyah.lssl Orang-orang yang
mengikuti manhaj dan pandangan-pandangannya lantas disebut Kullabiyah,
dinisbatkan kepadanya.lss2 Tokoh-tokoh yang paling kesohor di antara
mereka: Al-Harits Al-Muhasibi,'5tt Abu Al-Abbas Al-Qalanisi,1sil Abu Ali
Ats-Tsaqafi,1sss dan Abu Bakar Ash-Shibghi.1ss
Akan tetapi, sebagai madzhab dan aliran, Kullabiyah mengalami
surut setelah munculnya Madzhab Al-Asy'ari, meskipun Abu Al-Hasan
Al-Asy'ari sendiri sebenarnya banyak mengadopsi pandangan-pandangan
Kullabi1,zft itu sendiri.lssT
1550 As-Subki,Thabaqat Asy-Syaf iyyah, juz II, hlm. 52,Dar Al-Ma'rifah, Beirut.
1551 Huda bin Nashir, Ara' Al-Kullabiyyah Al-Aqidiyyah, Maktab Ar-Rusyd, Riyadh, hlm.46.
1552 Adz-Dzahabi, Siyar A'lam An-Nubala' , jttzl,llm. 51., Mu'assasah Ar-Risalatu Beirut, 1402
H.
1553 Al-Harits Al-Muhasibi adalah Ibnu Asad Al-Antari, adalah Abdullah. Diberi gelar Al-
Muhasibi, karena banyak melakttkanmuhasabah terhadap dirinya sendiri. Ia dilahirkan
pada tahun 170 - 234 H. Lihat: As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi'iyyah, juzll,hlrr..237.
1554 Abul Abbas Al-Qalanisi adalah Ahmad bin Abdurrahman bin Khalid Al-Qalanisi
Ar-Razi (w. Tahun 200 H.). Lihat: Ibnu Asakir, TabyinKidzb Al-Muftara, hlm. 398, Dar
Al-Kutub Al-Arabi, Beirut.
1555 Abu Ali Ats-Tsaqafi adalahAbu Ali Muhammad bin Abdul Wahhab bin Abdurrahman
bin Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi, An-Nisaburi, Asy-Syafi'i. Lihat: As-Subki, Thabaqat
Asrl-Sttafi' itnlah, iuz l, l-rlm. 173.
1556 Abu Bakar Ash-Shibghi adalah Abu Bakar Ahmad bin Ishaq An-Nisaburi Asy-Syafi'i.
Dikenal dengan Ash-Shibghi, karena ia menjual slribgha. Ia dilahirkan pada tahun 256
H. dan meninggal pada tahun 342 H. Lihat: Al-Asnawi, Thabaqnt Asy-Syafi'iyyah, jnzll,
hlm. 132, Dar Al-Ulum li Ath-Thaba'ah.
1557 Dr. Huda Nashir, Ara' Al-Kullabiyyah Al-Aqidiyyah, l:.lm. 55.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 773
Yang ingin disampaikan di sini, tidak sedikit kaum salaf yang
menisbatkan sifat 'llm, Hayat, Qudrah, lradah, Sama', Bashar, Kalam, lalal,
lkram, Al-Ktulwah, Al-An'am, Al-lzzah, dan Al:Uzhmah kepada Allah $a,
Akan tetapi, mereka tidak melakukan diversifikasi antara shifat adz-dzat
dan shifut al-fi'li. Selain itu, mereka juga menetapkan sifat-sifat khairiyyah
(kebaikan), seperti dua tangan, dua kaki, wajah, dan sebagainya. Sementara
itu, Mu'tazilah menafikan sifat-sifat itu. Oleh karena itu, kaum salaf disebut
Shifatiyyah, sedangkan Mu'tazilah disebttMu'aththalall.Jadi,yangdimaksud
Shifatiyyah adalah kaum salaf dan orang-orang yang mengikuti manhaj
mereka di dalam menetapkan sifat-sifat Allah. Mereka yang bereaksi pada
Mu'tazilah yang meniadakan sifat-sifat Allah. Di antara yang melakukan
hal ini adalah Al-Kullabi, Al-Qalanisi, dan Al-Muhasibi. Mereka berdebat
dengan Mu'tazilah hingga kemudian muncul Abu Al-Hasan Al-Asy'ari yang
kemudian ikut bergabung ke dalam barisan mereka. Imam Al-Haramain (w.
tahun 478H.) menyebut pimpinan Asy'ariyah ini dengary "Min Ashhabina
(bagian dari sahabat kami;."tss8 Sementara itu, As-Subki berkata, "Ibnu
Kullab adalah salah satu imam bagi para teolog kalam.ulsse Senada dengan
itu, Ibnu Taimiyah juga memujinya di banyak bagian buku Minhnj As-Sunnah
dan Majmu' Ar-Rasa'il wa Al-Masafl. An-Nasysyar berkata, "Dari semua itu,
dapat kita simpulkan dua hal:
Pertama,Ibnu Kullab sependapat dengan syaikh Ahlu Sunnah wal
Jama'ah yang otoritatif -maksudnya, Ibnu Taimiyah. Ia benar-benar sejalan
berkelindan dengan ahlul hadits dan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
Kedua, dia seorang pemuka aliran. Para pengikutnya hidup hingga
masa-masa sepeninggal dia.
Tampaknya, setelah itu mereka benar-benar menyatu sepenuhnya
dengan aliran Asy'ariyah.1s60 Ciri khas Ibnu Kullab adalah memakai cara-
cara debat atau adu argumen menggunakan akal dan nash-nash naqli.Ia
berperan besar di dalam membantah Jahmiyyah dan Mu'tazilah yang lebih
mengedepankan akal daripada nash-nash naqli dalam persoalan akidah.
Sesuatu yang menjadikan mereka keluar dari kebenaran, seperti penafian
1558 Imamul Haramain, Al-lrsyad, hlm. 119. Lihat juga: An-Nasysyar, Nasy'at Al-Fikr Al-
Falsafifi Al-lslam, juz I, hlm. 265.
1559 As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi' iyyah, juz II, hlm. 51.
1560 Lihat Huda bint Nashir, ibid,tftn.55 dan seterusnya.
774 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
mereka atas sifat-sifat Allah dan ru'yah. Berikut ini akan dikemukakan
pandangan teologisnya vang paling fenomenal dan dipegang teguh oleh
para pengikutnya, termasuk kemudian Asy'ariyyah.1s61
Masalah Iman
Silang pendapat dalam persoalan keimanan muncul di akhir abad
pertama Hijriyah.1s62 Selanjutnya, masalah ini berkembang menjadi tanya-
jawab tentang pelaku dosa besar. Banyak pendapat dikemukakan, antara
lain makalah irja'yang semula bermakna menunda dan menyerahkan
hukum para pelaku kepada Allah, kemudian berganti makna menjadi
keluarnya perbuatan dari hakikat iman.1563
Tentang Kullabiyah ini, Ibnu Taimiyah berkata, "Menurut mereka,
iman itu adalah pernyataan lisan dan keyakinan hati. Itulah pendapat
Muhammad bin Kullab dan orang-orang yang sepertinya. Jadi, pernyataan
mereka tidaklah berbeda. Mereka tidak mengatakan bahwa iman itu
hanyalah soal keyakinan dalam hati./1s64
Oleh karena itu, baik Kullabiyah maupun Asy'ariyah, sama-sama
mengatakan bahwa maksiat tidaklah mengeluarkan seorang mukmin dari
keimanannya, tidak pula menggugurkannya selain kekafiran. Terhadap
para pelaku maksiat diperintahkan untuk menegakkan syariat, tetapi
perbuatannya tidak menyebabkannya keluar dari keimanan.1565
Dalam analisa ini, Madzhab Ibnu Kullab menjadi penting bagi
kita. As-Subki menegaskan bahn a Ibnu Kullab berpendapat; iman itu
adalah pernyataan dengan lisan dan pengetahuan tentangfanan (perkara
yang samar). Selain itu, Ibnu Kullab itu bagian dari Ahlu Sunnah. Selain
menguasai ilmu kalam, ia juga memiliki pandangan yang bagus.1s66
Perlu disampaikan di sini bahwa dalam mendefinisikan iman, di
kalangan Kullabiyah tidak hanya bertumpu pada satu pendapat. Ibnu
1561 An-Nasysyar, Nasy'at Fikr Al-Falsafifi Al-lslam.
1562 Lihat: Ibnu Hajar, Fath Ai-Bari fi Syarh Shahih Al-Bukhari, juz I, hlm. LL2.
1563 Lihat: Huda binti Nashir, ibid, tltm.224.
1564 Ibnu Taimiyyah, Majmu'at Al-Eatawa, juz VII, hlm. 508.
1565 Abu Al-Hasan Al-Asy'ari, Risalah ila Alili Ats-Tsaghri, hkn.274.
1566 An-Nasysyar, ibid, 1./267 dan sesudahnya. Lihat: As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi'iyyah,
juzI,hlm.45-49; danAn-Nasysyar,Nasy'atutTaftirAl-Falsafifillslam, jttzl,hal.277.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 775
Kullab mendefinisikan iman sebagai pembenaran dengan hati dan
pernyataan dengan lisan.1s67 Pernyataan dimaksud merupakan ikrar
atas kebenaran adanya Allah, kitab-kitab-Nyu, dan para Rasul-Nya.
Dan, semua itu bisa dilakukan melalui pengetahuan dan pembenaran
dengan hati.rs68 Adapun Al-Qalanisi dan Ats-Tsaqafi berpendapat iman
itu pernyataan, keyakinan, dan amal atau perbuatan.ls6e Pendapat senada
dikemukakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari. Ada dua pernyataan yang
bersumber darinya. Pertama, iman itu adalah pernyataary perbuatan, dan
keyakinan.lsTo Kedua, iman itu pembenaran. Pendapat inilah yang disinyalir
Al-Asy'ari mengikuti pendapat Ibnu Kullab. Terkait hal ini dikatakary "Jika
seseorang menanyakan,'Apa pendapat kalian tentang iman kepada Allah?'
jawablatg'Iman adalah membenarkan Allah.' Begitulah yang disepakati
ahli bahasa, seperti yang diturunkan Al-Qur'an. Allah 3s berfirman, "Dan
Kami tidak mengutus seornng Rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya,
agar dia dapat memberi pmjelasan kepada mereka. Mila Allah rnenyesatkan siapa
y an g D i a kehen daki, dan memb e r i p e tunj uk kep ada si ap a y an g D i a kehen daki. D i a
Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana" (lbtahim: 4). Dan Allah $c berfirman,
" Mereka berkata,'Wahai ayah kami ! Sesungguhny a kami pergi berlomba dan kami
tinggalkanYusuf di dekatbarang-barangkami,lalu dia dimakan seigala; dan engkau
tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar" (Yusuf: 17).
Maksudnya, membenarkan kami.1s71 Dan Allah dB berfirman, " dengan bahasa
Arab yang jelas." (Asy-Syu'ara': 195). Atas dasar ini, Al-Kullabiyah dan
Al-Asy'ariyyah sama-sama mendefiniskan iman sebagai "pembenaran.",
sebagaimana makna yang tersirat dalam bahasa. Puru bahwa syariat tidak
mengalihkan pada selain makna pembenaran. Selain itu, perbuatan adalah
syarat bagi kesempurnaan imary bukan bagian inti darinya. Al-Kullabiyah
dan Al-Asy'ariyah juga sama-sama sepakat membolehkan pengecualian
(at-istitsna') dalam iman. Mungkin itu merujuk pada pernyataan mereka
tentang al-muwafat (kematian) dan keazalian atau eternalitas dua sifat:
keridhaan dan murka Allah.
1567 Ibnu Taimiyyah, Majmu' at Al-F atawa, iuz VII, hlm. 508.
1568 Al-Baghdadi, Ushuluddin, h.lm. 249.
1569 Ibnu Taimiyyah, Majmu'at AlFatawa, iuz VII, hlm. 119.
1570 Abul Hasan Al-Asy'ari, Maqalatlslamiyyin, hlm. 397.
1571 Abul Hasan Al-Asy' ari, Al-Lam'u fi Ar-Raddi 'ala Ahli Al-Ziyagh wa Al-Bida' , hlm. 154,
Lebanon lith Thiba'ah, Beirut.
776 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Allah akan senantiasa meridhai siapapun yang diketahui mati dalam
keadaan berimary meskipun masa hidupnya dihabiskan dalam kekafiran.
Sebaliknya, Allah akan senantiasa murka terhadap siapa saja yang diketahui
mati dalam keadaan kafir, meskipun masa hidupnya dihabiskan dalam
keadaan beriman. Dan, manusia tidak akan pernah mengetahui akan mati
dalam keadaan kafir atau beriman. Oleh karena itu, keimanannya tidak
dapat dipastikan. Alih-alih, justru wajib "menggantungkan" keimanannya
pada kehendak Allah untuk mematikannya di kemudian hari.
"Pengecualian" dimaksud tidaklah berlaku untuk masa-masa hidup
yang dijalani, melainkan untuk akhir hayatnya.lsz Setiap yang dikehendaki
Tuhannya mati dalam keadaan beriman, berarti dia mukmin. Dan,
barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak berimary seperti di masa-masa
hidupnya, berarti ia sama sekali tidak disebut beriman. Salah satu dari
mereka berkata, "Aku tahu bahwa keimananku benar dan selain itu salah.
Akan tetapi, jika Tuhanku menjadikanku mati dalam keadaan beriman,
berarti aku menjadi mukmin yang sesungguhnya." Oleh karena itu, ada
pengecualian dalam statusnya menjadi mukmin, tidak diperkecualikan di
masa sehatnya. Mereka berkata, "Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan
keimanan yang terputus-putus, melainkan yang abadi hingga akhir usia.
Jika seseorang memutus keimanannya (dengan kekafiran), dapat diketahui
bahwa keimanan yang sebelum terputus itu bukanlah keimanan yang
diperintahkan. Sebagai analogi, shalat yang diputus sebelum rampung/
bukanlah shalat yang sesungguhnya. Shalat yang benar adalah yang
dirampungkan secara sah.1s73 Al-Asy'ariyah mengikuti Al-Kullabiyah
dalam hal al-muwafat (kernatian) yang menggambarkan pengecualian
dalam keimanan, dan yang terkait dengan pernyataan mereka tentang
eternalitas sifat.
Al-Kullabiyah berpendapat, seseorang yang melakukan taklid
pantas disebut mukmin.Ia juga pantas disebut muslim. Sebab, ia menaati
Allah dengan keimanannya. Akan tetapi, ia bermaksiat, karena telah
meninggalkan berpikir dan mencari dalil yang menghubungkannya pada
pengetahuan tentang kaidah-kaidah agama. Meski demikiary ia masih bisa
1572 Huda Nashir, Ara' Al-Kullabiyyah Al-Aqidiyyah, h1m.267.
1573 Al-Bagh dadi, Ushuluddin, hlm. 253.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 777
diharapkan mendapat ampunan dan syafaat. Begitulah pandangan Ibnu
Kullab, Al-Muhasibi, dan Al-Qalanisi.lsTa
Sifat-sifat Azali
Berbeda dengan Jahmiyah yang menafikan, Al-Kullabiyah justru
menetapkan sifat-sifat Allah. Ibnu Taimiyah berkata, "Sesungguhnya
Abdullah bin Sa'id bin Kullab Al-Bashri yang telah menulis banyak buku,
membantah Jahmiyah, Mu'tazilah, dan sebagainya. Ia merupakan seorang
teolong kalam dari kalangan Shifatiyyah. Di antara pengikutnya; Al-Harits
Al-Muhasibi, Abul Abbas AlQalanisi, dan Abul Hasan Al-Asy'ari.1s7s Mereka
semua dikenal sebagai Shifattyyah. Mereka juga dikenal dengan madzhab
itsbat (rnenetapkan). Disebut Shifatiyyah, karena mereka menetapkan sifat-
sifat Allah, berbeda dengan Mu'tazilah. Al-Kullabiyah telah menetapkan
ash-shifat adz-dzatiyyah bag; Allah $6, antara lan; shifat al-ma' ani.
Abul Hasan Al-Asy'ari menyinggung soal lbnu Kullab dalam Kitab
Maqalat Al-lslamiyyin. Ia berkata, "Abdullah bin Kullab mengatakan
bahwa AUah dg ltu qadim, berikut asma' dan sifat-Nya. Dia senanti asa ' Alim
(berilmu), Qadir (berkuasa), Hayy an (hidup), Sami' an (mendengat), B ashiran
(melihat), 'Azizan (agung), Kabiran (besar), 'Azhiman (mulia), lawwadan
(dermawan), Mutakabbiran (sombong), Wahid (satu), Ahad (esa), Shamad
(tempat bergantung), Fardan (sendiri), Baqiyan (kekal), Azlwalan (pertama),
Sayyidan (toari, Malikan (raja), Rabban (Tuhan), Rahman (pengasih), Muridan
'(berkehendak), Karihan (tidak suka), Muhibban (menyukai), Mubghidan
(benci), Radhiyan (ridha), Sakhithnn (murka), Muwaliyan (menjadi penolong),
Mu'adiyan (menjadi musuh), Qa'ilan (berbicara), Mutakalliman bi llmin
(berbicara dengan ilmu), Qudrah (kekuasaan), Hayat (kehidupan), Sama'
(pendengar an),Bashar (penglihatan),'lzzun (keagungan),lalal (kebesaran),
Azhamah (kemuliaan), Kibriya' (kesombongan), Karam (kemuliaan),
I utn d (kedermawanan), B aqa' (keabadian), llahiyy ah (ketuhanan), Rahmat
(kasih sayang), lradah (kehendak), Karahiyyah (ketidak-sukaan), Hubbun
(kecintaan), Bughdhun (kebencian) ,Ridhn (keridhaan) , Sukhthun (kebencian),
Wilay aan (kepenolon gan),' Adawah (permusuhan), I(alam (pembicaraan).
1574 lbid,hal 254.
1575 Lihat: Ibnu Taimiyy ah, Maimu'at Al-Fatawa, iuz XII, hlm. 306, 397 , Dar Al-Arabiyyah
li An-Nasyr, Beirut.
778 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Ittilahshifatudz dzat. Sifat-sifat Allah adalah flsma' ataLrnama-Nya. Tidaklah
boleh suatu sifat disifati oleh sifat lain. Dalam arti kata, tidak berdiri sendiri.
Sebab, sifat-sifat itu melekat pada Allah e*.1576
Berikut ini kesimpulan dari penukilan Abul Hasan Al-Asy'ari tentang
Ibnu Kullab, yaitu Ibnu Kullab adalah seorang yang menetapkan sifat-sifat
Allah. Menurut mereka, sifat-sifat Allah itu azali. Pun bahwa sifat-sifat ini
melebihi yang disebutkan Al-Asy'ariyah, yang hanya berjumlah tujuh,
yaitu; Hay at (hidup), Qadir bi Qudrah (kuasa dengan kekuasaan),' Alim bi' Ilm
(mengetahui dengan ilmt), Muidbi lradah (berkehendak dengan kemau.rn),
Sami' bi Sam' (rnendengar dengan pendengaran), Bashir bi Bashr (melihat
dengan penglihatan), Mutakallim bi Kalam (berbicara dengan pembicaraan).
Seperti yang engkau lihat, sifat-sifat Allah yang ditetapkan Ibnu Kullab
melebihi ketujuh sifat yang ditetapkan Al-Asy' ariy ah.lsn
Selain itu, di dalam menetapkanash-shifat adz-dzatiyyahbagi Allah d6,
Ibnu Kullab dipengaruhi ushul yang dijadikan landasan penafian terjadinya
shifat al-fi'li di dalam Zat Allah. Ini berarti, melarang terjadinya hal-hal baru
(hawadits) di dalam Zat-Nya.1s78
Selain itu, Ibnu Kullab menjadikan beberapa shifat al-fi'li menjadi
shifat adz-dzat, seperti: Karam (mulia), luwd (dermawan), Ridha (rela), Bughd
(benci). Adapun kalam mereka masukkan ke dalam shifat adz-dzat. Abu
Al-Hasan Al-Asy'ari menukil pernyataan Ibnu Kullab tentang al-karam al-
ilahi (kernuliaan Tuhan). Ia berkata, "Ibrtlu Kullab mengatakan, sifat Allah
sebagai al-karim (yung mulia), bukanlah termasuk sifat al-fi'7i."tsts
Adapun tentang Al-luwd (kedermawanan), Al-Asy'ari menukil Ibnu
Kullab berkata, "Allah senanttasalawwad (murah hati). Ia pun menetapkan
Al-luwd sebagai sifat Allah. Sifat itu bukanlah Allah, dan sifat itu bukan
pula selain-Nya."rsao
Tentang kalam,Ibnu Taimiyah berkata, "Al-Kullabiyah dan yang
sependapat dengannya, seperti As-Salamiyah dan sebagainya, menyifati
1576 Abtt Al-Hasan Al-Asy'ari, Maqalat Al-Islamiyyin, juz II, hlm. 225,Maktabah An-Nur,
Mesir, 1969 M.
1577 tbid.
1578 lbid, juz l, hlm. 207.
1579 lbid, juz l, hlm. 260.
1580 tbid.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 779
Allah dengan knlam sejak azali. Mereka berkata, 'Dia disifati kalam selak
azali danselamanya.'Akan tetapi, mereka tidak menjadikan-Nya mampu
berbicara, juga berbicara atas kehendak dan pilihan-Nya. Tidak pula
mampu menjadikan sesuatu penyebab Dia berbicara dengan lain-Nya.
Akan tetapi, Dia menciptakan bagi selain-Nya pengetahuan tentang yang
lidakazali.Ibarat menghilangkan kebutaan dari seseorang buta yang tidak
melihat matahari yang tampak terang.1581
Tentang ridha, bughdh, dan farh, lbnu Taimiyah berbicara panjang
lebar dari Al-Kullabiyah dan Al-Asy'ariyah. Mereka berkata, "Nuzul itu
merupakan shifat adz-dzaf. Meskipun begitu, menurut mereka ia azali, tak
ubahnya saat mereka bicara tentang istiwa', maji', ityan, ridha, ghadhab, farah,
dhahik, dan sebagainya. Semua ini merupakan shifat dzatiyyah bagi Allah.
Sifat-sifat itu qadimah dan azali, tidak bergantung pada kehendak dan pilihan
Allah. Begitulah menurut ushul Al-Ktllabi, sebagaimana disinggung di
depan."1582
Yang jelas, mereka menjadikan shifat fi'liyyah ini menjadi shifat
dzatiyyah, karena Allah telah memiliki sifat-sifat tersebut sejak azali dan
selamanya. Berbeda dengan shifat fi' liyy ah y ang tidak demikian. Selain itu,
tidak ada perbuatan yang terjadi tanpa kehendak dan pilihan-Nyu.
'
Jelas sekali Al-Kullabiyah menafikan sifat-sifat fi'liyyah ikhtiariyyah
dari Allah $s, juga yang berhubungan dengan kehendak dan kuasa-Nya.
Demikian itu untuk mencegah pernyataan bahwa hal-hal baru (hawadits)
telah terjadi pada Zat Allah$s. Al-Harits Al-Muhasibi dari Al-Kullabiyah
berkata, "Hal-hal baru (hawadifs) tidaklah te4adi pada Zat Allatu karena
kita tahu seseorang pasti akan mati. Kita juga tahu bahwa siang akan
menggantikan malam, begitu seterusnya. Jadi, itu merupakan sesuatu
yang kita ketahui secara pasti akan terjadi. Lantas, bagaimana denganZat
yang qadim dan azali, yang kematian, siang, dan segala sesuatu merupakan
ciptaan-Nya, sedangkan kita tidak menciptakan apa-apa?!"1s83
Kita harus tahu bahwa ushul ini menjadikan Al-Kullabiyah satu kata
dengan Mu'tazilah, yarrg menafikan terjadinya hawadits pada Zat-Nya.
1581 Ibnu Taimiyyah, Majmu'at Al-Fatawa, juz XII, hlm. 174.
1.582 lbid, juz V, hlm. 410.
1583 Al-Harits Al-Muhasibi, Fahm Al-Qur'an, hlm. 340, juz I, Kairo.
780 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Oleh karena itu, mereka mengatakan Al-Qur'an itu makhluk, karena Allah
mustahil menjadi tempat sesuatuls& yang baru. Menurut mereka, kalam itu
tergolong hadits. Maka, tidak mungkin melekat pada dzat Allah.
Ibnu Taimiyah berkata, "Di antara prinsip Ibnu Kullab dan yang
sependapat dengannya, seperti Al-Harits Al-Muhasibi, Ibnu Al-Abbas
Al-Qalanisi, Ibnu Al-Hasan Al-Asy'ari, dan sebagainya: Tuhan tidaklah
terdiri dari sesuatu yang terjadi dengan kehendak dan kuasa-Nya. Melalui
pernyataan ini mereka ingin mengungkapkan bahwa Allah tidaklah
ditempati sesuatu yang baru (hawadits). Pendapat ini diamini oleh Al-
fahm bin Shafwan berikut para pengikutnya dari kalangan Jahmiyyah
dan Mu'tazilah.1s85
Penting untuk diangkat di sini, meskipun Al-Kullabiyah sependapat
dengan Mu'tazilah dalam sifat-sifat fi'liyyah Allal'r $6, karena takut
menyatakan terjadinya hawadits pada Allah, namun mereka berbeda
pendapat tentang sebab penafian. Mu'tazilah menafikan terjadinya
hawadits pada Zat Allah, karena tidak adanya sifat eternal pada-Nya.
Dalam pandangan Mu'tazilah, sifat itu 'ardhyangtidak bisa berdiri, kecuali
dengan jism. Sementara itu, Al-Kullabiyah menafikan terjadinya hawadits
padaZatAllah, karena dalam pandangan mereka, sesuatu yang menerima
hawadits tidak terlepas darinya. Dan, mereka tidak mengategorikan sifat
sebagai tardh.1586
Ibnu Taimiyyah berkata, "Al-Kullabiyah tidak menafikan berdirinya
hawadits didalarnZat Allah karena penafian sifat. Sebab, mereka mengatakan
berdirinya 'ain ash-shifaf (inti sifat) yang eternal pada-Nya. Yang mereka
nafikan adalah eternalitas naw' bagi pembaharuan 'ain. Demikian itu
hawadits. Landasan mereka dalam penafian itu adalah: sesuatu yang
menerima hawadits, tidak terlepas darinya.1s87 Al-Kullabiyah membantah
Mu'tazilah yang mengatakan Al-Qur'an itu makhluk. Dalam hal ini,
mereka berlandaskan dalil-dalil akal. Mereka berkata kepada Mu'tazilah,
"Yang kalian sebutkan bukanlah hakikat pembicaraan, melainkan disebut
Al-Qadhi Abdul Jabbar, Syarh Ushul Al-Khamsah, hlm. 540, Maktabah Wahbah.
Lihat: Ibnu Taimiyyah, Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyyah, juz 1,423; Muhammad
Rasyad Salim, juz I, Jami'a Al-Imam, Riyadh.
Lihat: Huda Nashir, Ara' Al-Kullabiyyah Al-Aqidiyyah, hlm.1.26.
Ibnu Taimiyyah, Minhaj As-Sunnah, juz II, hlm.263.
1584
1585
1586
1587
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 781
pembicaraanmajazi, karena merupakan hikayat atau pemaparan. Adapun
hakikat pembicaraan adalah makna yang ada pada dzatsi pembicara.ls8s
Ibnu Kullab adalah orang pertama yang mengatakan bahwa kalamuilah
adalah makna yang berdiri dengan zat Allah, eternal, tidak dengan suara
atau huruf, sebagaimana pandangan Ibnu Taimiyah.lse
Abul Hasan Al-Asy'ari berkata, "Abdullah bin Kullab berkata, 'Allah
s6 senantiasa berbicara. Dan, pembicaraan Allah adalah sifat yang berdiri
dengan-Nya. Dia menjadi eternal dengan pembicaraan-Nya, meskipun
pembicaraan-Nya berdiri dengan-Nya. sebagaim ana al-' ilm dan al-qudr ah
berdiri dengan-Nya, dan Dia eternal bersama ilmu dan kuasa-Nya. selain
itu, kalamullah tidak dengan suara, tidak dengan huruf, tidak terbagi,
terpecah, dan tidak pula berubah. Ia satu makna dengan Allah. Adaptnrasm
adalah huruf yang berubah-ubah. Itulah bacaan Al-eur'an. Jadi, keliru jika
dikatakan: kalamullah adalah Dia, atau sebagian-Nya, dan atau selain-Nya.
Ungkapan tentangkalamull ahberbeda-beda dan berubah-ubatu sedangkan
kalamullah tidaklah berbeda dan berubah. seperti sebutan kita tentang Allah
yang berbeda-beda dan berubah-ubah, tetapi yang disebutkan tidakrah
berbeda dan berubah. Knlamullah disebutkan dalam bahasa Arab, mengikuti
rasm yar.g mengungkapkannya. Jadi, disebut dalam bahasa Arab karena
suafu alasan, dan disebut dalam bahasa Ibrani karena suatu alasan, yaitu
diungkapkan dalam bahasa Ibrani. Begitu pula disebut perintah karena
suatu alasan, disebut larangan karena suatu alasary dan disebut khabar
karena suatu alasan. Padahal, Allah sudah berbicara sebelum pembicaraan-
Nya disebut perintah; sebelum adanya alasan yang menjadikannya disebut
perintah. Begitu pula dalam penyebutan perkataan-Nya sebagai larangan
dan khabar. Ia membantah sang Pencipta senantiasa memberikan berita atau
melarang. Ia berkata, "Jika Allah hendak menciptakan sesuatu, cukuplah
bagi-Nya dengan berkata, 'Kun!'Dan, mustahil Dia akan berkata; "Kun
makhluqan!/1se, Al-Kullabiyyah meyakini bahwa sifat penciptaan atau
pembentuk an itu hadits (barr). Oleh karena itu, Al-Kullabiyah mengatakan,
1588 Abu Nashr As-Sajzi, Risalah ila Ahli Zubaid, hlm. 8i., Dar Ar-Rayah, Riyadh.
1589 Ibnu Taimiyyah, Majmu'at Al-Fatawa, juzXll, hlm. 178.
1590 AbulHasanAl-Asy'ari,Maqalatullslamiyyin,jlzll,lrtal. 197.Lihatjuga: IbnuTaimiyyah,
Majmu'ul Fatawa, juzXll, hal. 165. Dan, lihat juga: An-Nasysyat, Nasy,atut Taftir Al-
F alsafi fil lslam, juz l, hal. 27 6.
782 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
"sesungguhnya penciptaan itu makhluk, begitu pula perbuatanl." Untuk
mencegah penyandangan hal-hal b aru (hawadifs) pada Zat Allah, maka Al-
Kullabiyah menafikan sifat penciptaan berdiri dengan dzat Allah. Sebab,
sifat itu merupakan shifat al-fi'li yang tergolonghadits. Adapun ash-shifat
al-khabariyyah, Al-Kullabiyah menetapkannya pada Allah ds.
Ibnu Kullab berkata, "Tan'tgan, mata, dan wajah dimutlakkan sebagai
khabar. Sebab, Allah memutlakkannya, dan tidak memutlakkan selainnya.
Maka, kukatakary itu sifat-sifat Allah, sebagaimana kukatakan pada; Al-
'llm, Al-Qudrah, dan al-hayat. Semua itu sifat.//15e1
Abul Hasan Al-Asy'ari berkata, "Tentang wajalr, mata, dan tangary
Ibnu Kullab berkata,'Itu sifat-sifat Atlah. Tetapi, ia bukanlah Allah, dan
bukan pula selain-Nya.' Sama seperti ketika ia berbicara tentangal:ilm darr
al-qudrah. Padahal, ia menetapkan ini adalah khabar."lss2 Dan dia berkata,
"sesungguhnya wajah Allah bukan dialah Allah, dan Dia bukan pula
selainnya. Wajah itu adalah sifat bagi-Nya, begitu pula tangan, mata, dan
penglihatan-Nya. Sifat-sifat Allah bukanlah Allah, bukan pula selain-Nya.
Sesungguhnya dzat-Nya adalah Dia, dan jiwa-Nya adalah Dia. Dia ada
bukan dengan adanya sesuatu.lse3 Dari semua ini dapat dipahami bahwa
Al-Kullabiyah telah menetapkan bagi Allah sifat-sifat khabariyynh. Selain
itu, Al-Kullabiyah juga menetapkan bahwa pada sifat terdapat hokum
yang berhubungan dengannya. Maka, pada sifat wujud, mereka tetapkan
keazaliannya. Mereka juga melarang dimutlakkannya qidam dan baqa'
padanya.
Sifat-sifat ini berdiri dengan Allah, menjadi tambahan Zat-Nya. Jadi,
tidak dikatakan sifat-sifat itu adalah Allah, dan tidak pula sifat-sifat itu
adalah selain-Nya. Ibnu Kullab berkata, "Sifat-sifat Allah itu tidak berubah-
ubah. Setiap sifat dianggap satu srtat dzatiyyah yang azali. SLfat-sifat itu
bukanlah' ar dh, kar ena' ar dh terdapat di dalarn j ism.lsea
Tentang al-qadar, mereka berkata, "Allah telah menakdirkan segala
sesuatu, dan Allah tahu ia akan terjadi seperti sesuatu yang telah ditakdir-
1591. lbid, juzl, hal. 290.
1592 Abul Hasan Al-Asy' ari, Maqalatul lslamiyyin, juz ll, hal. 226.
1593 Al-Asy'ari, Maqalat Al-lslamiyyin, juz I, hlm. 250. Lihat juga: Dr. Abdul Mun'im Al-
Hifni, Mawsu'at Al-Firaq, hlm. 331, Dar Ar-Rasyad, Kairo.
1594 Lihat: Ibnu Taimiyyah, Minhajus Sunnah, juz II, hal. 490-107.
\--.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 783
kan. Ketentuan dan kehendak Allah, serta terjadinya sesuatu sesuai dengan
yang telah ditakdirkan.lses Yang pertama berbicara tentang al-qadar adalah
seorang penduduk Bashrah yang tinggal di Irak pada akhir masa sahabat.
Ia seorang putra Majusi bemama "sesuwaih". Darinyarah Ma'bad Al-Jahmi
menukil pernyataan ini.1se6 Merekalah yang dikenal sebagai al-qadariyyah
yang pertama. Mereka dan para pengikutnya mengingkari ilmu Allah
mendahului segala sesuatu. Bid'ah mereka pun terbentuk karena dua hal,
yaitu:
Pertama, mengingkari ilmu Allah mendahului segala sesuatu.
Kedua, mengatakan bahwa manusia itu menciptakan perbuatannya
sendiri. Adapun pendapat Al-Kullabiyah terkait masalah al-qadar, Abul
Hasan Al-Asy'ari mengatakan dari Abdullah bin Kilab dan para sahabatnya;
"Pernyataannya tentang al-qadar, sebagaimana yang kami ceritakan dari
Ahlu sunnah dan ahlul hadits."1ss7 selanjutnya, Abul Hasan menegaskan
Madzhab Ahlu sunnah dengan berkata, "Mereka mengatakan bahwa tidak
ada kebaikan dankeburukan di muka bumi ini, kecuali atas kehendakAllah.
segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, sebagaimana Allah tegaskan
dalam firman-Nya , "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu)
kecuali apabila dikehmdaki Allah, Tuhan seluruh alaffi." (At-Takwir: 29). Dan,
sebaqaimana dikatakan oleh kaum muslimin, "yang Allah kehendaki
akan terjadi, sedangkan yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi." Dan
mereka berkata, "sesungguhnya seseorang tidak akan dapat melakukan
sesuatu sebelum ia melakukannya. Atau, ada seseorang yang mampu
mengeluarkan dari ilmu Allah bahwa ia tidak mampu mengerjakarvrya.,,
Dan, mereka pun mengakui bahwa tidak ada pencipta selain Allah. pun,
bahwa keburukan manusia juga diciptakan oleh Allah. sebab, seluruh
perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Tak seorang pun manusia mampu
menciptakan sesuatu. Allah akan berbuat baik dan memberikan hidayah
kepada orang-orang beriman yang menaati-Nya. sebaliknya, Dia akan
menghinakan orang-orang kafir. Kebaikan dan keburukan itu adalah qadha,
dan q adar Allah. Manusia wajib mengimani q adha' dan q adar Allah,meliputi
yang baik dan yang buruk, juga yang manis dan yang pahit. Mereka juga
15% Ib*, a"yf", SyfrAI-'AIil, hlm. 9'1 , jrtzt,Maktabah Asy-Sya,rawi, Jedah.
1596 Lihat: Ibnu Taimiyy ah, Kitabul lman, hlrr:..368, Al-Maktab Al-Islami, Beirut.
1597 Abu Al-Hasan Al-Asy'ari, Maqalah Al-lslamiyyin,juz I, hlm. 298.
784 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
wajib percaya bahwa mereka tidak akan mampu mendatangkan manfaat
dan menjauhkan madharat bagi diri mereka sendiri.lse8
Al-Baghdadi berkata, "Syaikh Abu Muhammad Abdullah bin
Sa'id - maksudnya, Ibnu Kullab - berkata, "Secara global ingin kukatakan,
bahwa Allah menginginkan semua peristiwa terjadi, yang baik dan yang
buruk. Dan, aku tidak ingin mengatakannya secara rinci, bahwa Dia
menghendaki kemaksiatan, meskipun termasuk di dalam peristiwa yang
diinginkan terjadi. Demikian itu seperti yang kuungkapkan secara global
dalam doa; ya khaliqal ajsam (wahai pencipta segala jisnt\. Dan, aku tidak
mengatakan seara detil; ya khaliqal qirdi wal khanazir wad dam wan najisat
(wahai pencipta kera, babi, daratu dan benda-benda najis), meskipun Dialah
yang menciptakan semua itu."lseeJadi, perbuatan manusia menurut A1-
Kullabiyah adalah ciptaan Allah. Itulahkasab manusia tanpa ketentuan yang
jelas mengenai pengaruh kemampuan seseorang untuk melakukannya;
apakah berpengaruh atau tidak.
Nash-nash yang dinukil dari Ibnu Kullab menunjukkan demikian.
Imam Abul Hasan Al-Asy'ari berkata, "Dalam pandangan Abdullah bin
Kullab, bacaan tidak sama dengan yang dibaca. Yang dibaca itu berdiri
dengan Allah (qa'im billah). Demikian itu sama dengan sebutan Allah,
bukanlah Allah itu sendiri. Yang disebut adalah qadim dan senantiasa ada,
sedangkan sebutannya adalah muhdats (baru). Begitu pula yang dibaca,
Allah senantiasa berbicara dengannya. Sedangkan bacaan ad alah muhdatsah
(baru). Dia makhluk, dan merupakan kasab manusia.1600 Jadi, dalam hal al-
qadar, akidah Al-Kullabiyah dibangun di atas beberapa pondasi berikut ini:
1,. Menetapkan kehendak Allah, sehingga segala sesuatu tidak akan
terjadi tanpa kehendak-Nya. Yang Dia kehendaki akan terjadi, sedang-
kan yang tak dikehendaki oleh-Nya tidak akan terjadi.
2. Kemampuan manusia tidak akan ada sebelum ia melakukan sesuatu,
melainkan berhubungan dengannya.
3. Menetapkan bahwa Allah mengetahui qadha' dan qadar-Nya. Dan, tak
seorang pun bisa mengeluarkan dari ilmu Allah. Dan, tak seorang
1598 lbid, juz I, hlm. 292.
1599 Al-Bagh dadi, Ushuluddin, hlm. 104.
1600 Abu Al-Hasan Al-Asy'ari, Maqalat Al-lslarniyyin, jnz ll, hlm. 270.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 785
pun melakukan sesuatu yang Allah ketahui dia tidak akan mampu
melakukannya.
4. Menetapkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu yang mungkin,
antara lain perbuatan manusia, yangbaik danyang buruk. Sesungguh-
nya perbuatan itu terjadi atas kehendak Allah. Manusia tidak akan
mampu menciptakan sedikit pun dari keduanya.
5. Taufik, hinaan, dan kasih sayang dari Allah d6. Orang-orang mukmin
percaya bahwa takdir Allah meliputi yang baik dan yang buruk, yang
manis dan yang pahit. Maka, mereka tidak mampu mendatangkan
manfaat dan menjauhkan madharat dari mereka sendiri.1601
Singkat kata, tidak ada pandangan Al-Kullabiyah dalam beberapa
persoalan yang berbeda dengan pandangan Ahlu Sunnah.
Madrasah Ibnu Kullab
Ibnu Kullab memiliki posisi yang besar di bidang pemikiran di masanya.
Ia menaruh perhatian besar di dalam membantah Mu'tazilah sekeras-
kerasnya. Ketika Ibnu Taimiyah melakukan perbandingan madzhab, kami
melihatnya lebih mengutamakan Ibnu Kullab dibandingkan Abul Hasan Al-
Asy'ari. Ibnu Kullab membangun sebuah madrasah pemikiran yang dalam
kuruh waktu tertentu membela Madzhab Ahtu Sunnah wal Jama'ah, hingga
kemudian bergabung ke dalam madrasah Imam Abul Hasan Al-Asy'ari (w.
324H). Tokoh terkemuka di dalam madrasah Al-Kullabiyah adalah Abu
Al-Abbas Al-Qalanisi dan Al-Harits Al-Muhasibi.
Sampai sekarang tidak mendapati buku yang ditulis olehnya. Padahal,
para ulama menyebutnya memiliki banyak buku akidah. Akan tetapi, kita
masih beruntung mendapatkan banyak pernyataannya di dalam tulisan
orang-orang terdahulu, seperti Abul Hasan Al-Asy'ari di dalam Maqalat
Al-Islamiyyin,Ibnu Taimiyyah di dalam Minhaj As-Sunnah dan Majmu'at
Al-Fatawa, Al-Baghdadi di dalam Al-Farqu bayna Al-Firaq danl.Ishuluddin.
Pernyataan-pemyataan ini cukup menggambarkan pemikiran ilmiah bagi
para peneliti. Apalagi dibantu pemyataan-pernyataan para pendukung dan
pengikut Ibnu Kullab, seperti Abul Abbas Al-Qalanisi dan Al-Harits Al-
1.601 lbid,juz II, hlm.295.
786 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Muhasibi. Ibnu Taimiyah berkata, "Sebelum Abu Muhammad bin Kullab,
manusia terbagi menjadi dua: Ahlu Sunnah wal Jama'ah yang menetapkan
sifat-sifat Allah, juga perbuatan yang dikehendaki dan mampu dilakukan
oleh-Nya. Golongan kedua yang mengingkari semua itu. Lalu Ibnu
Kullab menegaskan sifat yang wajib bagi-Nya, dan menafikan segala yang
berhubungan dengan kehendak dan kemampuan-Nyu, baik dari perbuatan
dan lainnya. Pendapat ini disepakati oleh Abul Abbas Al-Qalanisi, Abul
Hasan Al-Asy'ari, dan para murid Ibnu Kullab di masa-masa awal.1602
Beberapa peneliti menilai, Al-Kullabiyah terbagi menjadi dua, yaitu:
Pertama, bagian Irak, di bawah pimpinan Abu Al-Abbas Al-Qalanisi, Abul
Hasan A1-A sy' ari, dan sebagainy a. Kedua, bagian Khurrasan, yang berbeda
dengan kelompok pertama dalam beberapa hal.1tr3Para ulama terkemuka
banyak terpengaruh oleh pendapat-pendapat Ibnu Kullab. Sebagai contoh,
Imam Ibnu Faurik di dalam Kltab Musykil Al-Hadits,i6e membantah Ibnu
Khazra'ah yang merupakan musuh besar Al-Kullabiyyah. Selain itu,
Abu Bakar Al-Baqilani dan Fakhruddin Ar-Razi. Pengaruh Al-Kullabi
terus meluas di dalam menguatkan ilmu kalam160s dan permasalahan-
permasalahannya.
D r. Ahma il Ab dun ahim As - S ay ih
Huda bin Nashir, Ara' Al-Kullabiyyah Al-Aqidiyyah,hlm.380 - 310.
Ibnu Taimiyah, Muwafaqah, dinukil dari Dr. An-Nasysyar, Nasy'at At-Taftir Al-Falsaf
fi Al-lslam, jnz l, hlm. 279.
Dr. An-Nasyar,Nasy'at At-Taftir Al-Ealsafifi Al-Islam, juz I, Nm. 280.
Ibnu Faurik, Kitab Musykil Al-Hadits, yang kami tahqiq bekeryasama dengan Taufik
Wahbah, juz I, hlm. 284, dengan beberapa perubahan.
1602
1603
1604
1605
l-
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 787
I
AL.KAISANIYAH
KETIKA Rasulullah ffiwafat, masyarakat masih terkesan agamis di setiap
lini kehidupan. setiap gerak-gerik, pemikiran, dan interaksi tidak lepas
dari nilai-nilai Islami yang melingkupinya. suasana seperti itu masih
bertahan hingga masa dua Khalifah; Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar
bin Al-Khaththab @1. setelah itu, area penaklukan Islam semakin meluas.
Banyak suku dan bangsa yang bergabung, masing-masing memiliki sejarah,
pemikiran, dan budaya sendiri-sendiri. Namun, semua itu berusaha
ditinggalkan untuk beralih pada peradaban dan nilai-nilai Islam yang
dipeluk dengan penuh keyakinan akan lebih baik. Akan tetapi, persebaran
ini mendorong beberapa suku dan bangsa yang memiliki rasa kesukuan,
kebangsaan, dan nasionalisme yang tinggi untuk dendam pada Islam dan
penyebarannya yang begitu cepat. Maka, mereka pun sepakat untuk tampil
sebagai muslim, demi melancarkan misi tipu dayanya.
Selanjutnya, mereka memanfaatkan masa pemerintahan Utsman bin
Affan ap& yang dikenal pemalu dan lemah lembut, untuk melancarkan
racun kebencian. Isu yang diangkat, Sang Khalifah dianggap melanggar
dua khalifah sebelumnya. selain itu, juga melanggar kaidah dan nilai-nilai
Islam. Anehnya, mereka berhasil mempengaruhi orang-orang di sekitar
pusat pemerintahan. Sebagian dari mereka ada yang polos dan didorong
niat baik, tetapi sebagian lagi karena ingin berbuat makar dan kejahatan.
Akhirnya, mereka menuju Madinah, lalu mengepung Khalifah Utsman di
rumahnya. Peristiwa ini berujung pada kematian Sang Khalifah ev.
Beginilah awal mulanya. Orang-orang yang punya kepentingan dan
ambisi pribadi menggunakan justifikasi dan argumen yang dibungkus
788 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
dengan syiar agama. Tujuannya, tentu untuk mempengaruhi jiwa-jiwa yang
punya semangat keagamaan yang tinggi. Pertengkaran Ali dan Muawiyah
berakhir dengan keluarnya sekelompok orang yang semula loyal kepada
Ali menjadi berbalik menyerangnya. Keadaan menjadi semakin kompleks,
hingga akhirnya Ali rB, terbunuh syahid.
Selanjutnya, Muawiyah bin Abi Sufyan minta dinobatkan sebagai
khalifah. Al-Hasan bin Ali t*a yang telah dibaiat menggantikan ayahnya
melihat konstalasi semakin tak terkendali. Maka, ia pun memilih mundur
dari kekhalifahan untuk diserahkan kepada Muawiyah.
Pembunuhan Ali bin Abi Thalib menorehkan luka mendalam di hati
para pecinta Ahlul Bait. Belum lagi ditambah pengunduran diri Al-Hasan
dari kursi kekhalifahan untuk diserahkan kepada Muawiyah. Akan tetapi,
perasaan ini tidak diekspresikan lewat aksi, kecuali setelah Muawiyah
membaiat putranya, Yazid, meskipun umat Islam sebenarnya tidak
berkenan. Ketika Yazid memerintah menggantikan ayahnya, Muawiyah,
mulailah tersebar berita tentang perilaku buruknya, baik dalam kehidupan
umum maupun pribadinya. Sejak saat itu, Perasaan yang selama ini
dipendam mulai bereaksi. Reaksi itu mengarah pada dua hal, yaitu:
kecintaan dan loyalitas pada Ahlul Bait, serta kebencian dan kemarahan
terhadap Umawiyyun. Atau, kebencian secara umum di beberapa keadaan
tertentu. Terlebih setelah Al-Husain bin Ali eia terbunuh di Karbala pada
tanggal LL Muharram 6L H. Peristiwa itu cukup keras mengguncang
perasaan, bahkan menggemparkan umat Islam secara umum.
Di tengah berkembangnya pemikiran yang bertentangan, masa-masa
ini banyak diwarnai pemberontakan, antara lain; pergerakan Khawarij
dengan beragam sektenya, pergerakan Az-Zubairiyah, dan pergerakan
Syiah. Pergerakan ini mengalami pasang surut, mengikuti kemenangan
angkatan bersenjata yang silih berganti. Alhasil, kondisi semacam ini
semakin memperparah pemikiran.Di antara sekte Syiah yang muncul di
masa-masa ini adalah kelompok Al-Kaisaniyah.
Al-Kaisaniyah semula merupakan pergerakan politik, yang kemudian
berubah menjadi kelompok dengan madzhab akidah tersendiri yang
menyuarakan imamah bagi Muhammad bin Al-Hanafiyyah. Selain itu,
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 789
membolehkan permulaan atas Allah- Yang Mahamulia dan terpuji dari
apa yang dikatakan orang-orang batil.
Al-Kaisaniyah dinisbatkan kepada Kaisan. Menurut para sejarawan,
dia adalah budak Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib ry. Tetapi, ada
juga yang bilang, ia berguru kepada Muhammad bin Al-Hanafiyyah. Dary
nama Al-Kaisaniyyah dinisbatkan kepadanya.
Abul Hasan Al-Asy'ari dalam Maqalat-nya menuturkan bahwa Al-
Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi disebut-sebut sebagai "Kaisan". Oleh
karena itu, pendiriannya dinisbatkan kepada Al-Mukhtar. Namun, Al-Asy'ari
juga dalam maqalat yang lain menyebut nama dari budak Ali bin Abi Thalib.
Abdul Qahir Al-Baghdadi dalam buku Al-Farqu bayna Al-Firaq
mengutarakan secara detil seperti itu. Ia berkata, "Mereka adalah para
pengikut Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi, yangbalas dendam atas
kematian Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Al-Mukhtar juga dipanggil
Kaisan." Selanjutnya, ia berkata, "Konon, ia mengambil pernyataannya itu
bersumber dari budak Ali bin Abi Thalib yang bernama Kaisan."
Dengan begitu, diduga ada hubungan antara Al-Mukhtar dengan
budak tersebut, sebagaimana Asy-Syahrastani menduga adanya hubungan
antara budak tersebut dengan Muhammad bin Al-Hanafiyah W, karena
bergtrru kepadanya. Rangkaian ini menjelaskan kepada kita, mengapa Al-
Mukhtar menyuarak an imamah Muhammad bin Al-Hanafi yah.
Konon, Al-Mukhtar dipanggil Kaisan, karena ayahnya-Abu Ubaid
bin Mas'ud Ats-Tsaqafi-seorang sahabat agung yang sangat mencintai
Ali bin Abi Thalib. Pun bahwa ia datang menemuinya bersama sang putra,
Al-Mukhtar, sewaktu masih kecil, lalu meletakkan di hadapannya. Dan,
Ali bin Abi Thalib mengusap-usap kepalanya sembari berkata, "Kays...
kays..." Semenjak itulah sebutan inirnelekat pada namanya.
Ada juga yang mengatakan bahwa Kaisan adalah gelar yang
diberikan kepada Abu Amirah. Dia adalah seorang pengawal Al-Mukhtar.
Pernyataan-pernyataannya lebih pedas daripada pernyataan Al-Mukhtar.
Siapapun sebenarnya pemilik nama dan gelar ini, sesungguhnya
yang muncul dalam perkembangan kelompok ini, baik melalui perkataan
maupun perbuatan, adalah Al-Mukhtar bin Abi Ubaid, yang terbunuh
790 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
pada tahun 67 H/686 M. Demikian ini didasarkan pada penemuan kami
dalam beberapa maqulat yang menyebutkan bahwa Al-Kaisaniyah adalah
para pengikut Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi/ yang menuntut balas
atas kematian Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib @. Setiap pembunuh Al-
Husain di Karbala yang berhasil ia tangkap dihabisi nyawanya. Setelah
itu, mereka terbagi menjadi beberapa kelompok. Asy-Syahrastani berkata,
"Mereka adalah para sahabat Kaisan, budak Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib. Dan, Al-Mukhtariyah disebut-sebut sebagai sekte pertama dalam
aliran Al-Kaisaniyah.
Secara umum, Al-Kaisaniyah menyuarakan imamah Muhamamd bin
Al-Hanafiyyah. Dia adalah putra Imam Ali bin Abi Thalib bersama sang
istri yang berasal dari kabilah Bani Hanifah, setelah Sayyidah Fatimah
Az-ZaI'ra' w49. Akan tetapi, mereka bersilang pendapat mengenai alasan
imamah-nya. Sebagi