hawarij berdusta dalam mengatakan bahwa
Ali aea terbunuh. Orang-orang Yahudi dan Nasrani hanyalah melihat
orang yang disalib yang menyerupai Isa. Begitu juga orang-orang yang
mengatakan bahwa Ali terbunuh melihat orang yang menyerupai Ali.
Mereka menyangkanya sebagai Ali. Mereka mengatakan bahwa Ali naik
ke atas langit.
Konsep Ar-Raj'ah tidak dikatakan Abdullah bin Saba' terhadap Imam
Ali saja, bahkan mereka mengatakannya terhadap Nabi ffi. Ia mernbangun
konsepnya ini dengan menakwil sebagian ay at-ay at Al-Qur'an. Ia merasa
heran seraya berkata, "Sungguh aneh orang yang menyangka Isa $dt akan
kembali, namun ia mendustakan bahwa Muhammad kembali ke dunia. Ia
berdalil dengan firman Allah Sc,
"Sesungguhnya (Allah) yang mewnjibkan engkau (Muhammad) untuk
(melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur' an, benar-benar akan mengembaliknn-
mu ke tempat kembali." (Al-Qashash: 85)
Ini adalahpen#siranyang keliru yangtidak pernah dikatakan seorang
pun dari para pakar tafsir. Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa
tempat kembali yang dimaksudkan di sini adalah kembalinya tempat ke
dunia sebelum Hari Kiamat. Sesungguhnya mereka menafsirkan tempat
kembali dengan kematian atau surga atau yang dimaksudkan adalah
kembalinya Nabi S kepada Tuhannya pada Hari Kiamat atau kembalinya
beliau ke Makkah.
Al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Farqu Baina Al-Firaq, lbrru Hazm
dalam kitabnya Al-Fashl fi Al-Milal, dan selain mereka menjelaskan
sangkaan-sangkaan Ibnu Saba' bahwa Ali aeb tidak meninggal. Mereka
telah membantah dengan dalil-dalil akal, antara lain:
480 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
- ]ika yang dibunuh Abdurrahman bin Muljam adalah setan yang
menjelma menjadi manusia dalam bentuk Ali, kenapa kalian melaknat
Ibnu Muljam yang telah membunuh setan?
- Sesungguhnya pengakuan bahwa guntur adalah suara Ali, kilat
adalah senyumannya atau cemetinya dipatahkan dengan fakta bahwa
guntur dan kilat telah ada dan dikenal sejak lama. Para filsuf sebelum
Islam pun berselisih tentang penyebabnya, bukan tentang keberadaannya.
- Sesungguhnya Musa, Harun dan Yusya' lebih besar derajatnya bagi
AbdullahbinSaba' dan orang-orangYahudi daripada Ali. Kenapa mereka
membenarkan kematian mereka dan menafikan datangnya kematian
kepada Ali?
- Persangkaanmerekabahwa Ali ada di awandipatahkan denganfakta
bahwa awan terpecah-pecah di atas bumi. Ia mulai dan berakhir dengan
gerakan-gerakan yang menyambung dan terputus. Di awan manakah Ali
dan di bumi manakah Ali menetap?
Paham-paham yang ekstrim ini, khususnya pengakuan As-Saba'iyah
bahwa Ali adalah Tuhan, tidak akan meninggal, dan akan kembali lagi ke
dunia merupakan hasil dari anggapan-anggaPan para pengikut Abdullah
bin Saba' terhadap tokoh-tokoh yang mereka sakralkan. Yang benar adalah
apa yang dikatakan Abu Bakar Ash-Shiddiq aw sebagai bantahan terhadap
paham ini. Ia mengatakan, "sesungguhnya Muhammad telah meninggal.
Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya
Muhammad telah meninggal, barangsiapa yang menyembah Allatu maka
sesungguhnya Allah Dzat yang Mahahidup dan tidak pernah mati."
Kemudian ia membaca firman Allah dE,
" D an Muhammad hnny alah seorang Rasul; sebelumny a telah berlalu beberapa
Rasul. Apakah jika dia uafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang
(murtad)? " (Ali Imran: 1t14)
Maka manusia kembali kepada perkataan Abu Bakar dan Umar @
mengatakan, "Demi Allah, seolah aku belum pernah membacanya sama
sekali." Kemudian ia mengatakan, "Demi umurku, sesungguhnya aku
telah yakin bahwa engkau akan meninggal. Sesunggutmya sesuatu yang
menampakkan apa yang telah aku katakan adalah kesedihan."
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 481
Tampaknya, pendapat-pendapat Ibnu Saba' dan kelompoknya,
milsanya konsep Al-Washiyy ah, Al-Ghaib ah, Ar-Raj' iy ah dan paham bahwa
Tuhan menitis dalam Ali. Pendapat-pendapat tersebut menjadi jalan
menuju apa yang telah ditempuh oleh sebagian orang Syiah setelah
itu berupa penyempurnaan pemikiran tentang kesakralan para imam
mereka, sebagaimana telah dibicarakan oleh kitab-kitab tentang kelompok-
kelompok dan madzhab-madzhab.
Prof. Dr. Muna Ahmad Abu Zaiil
482 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
SALAFIYAH
Arti Kata Salaflvlenurut Bahasa
DITINJAU dari segi bahasa, kata salafberarti sesuatu yang sudah berlalu.
Dalam konteks ini, kamus bahasa Arab menjelaskan, salafa-yaslufu maksud-
nya adalah madha (sesuatu yang terdahulu, sudah berlalu atau lewat).
Diucapkan, "Al-Qaum as-salaf ay al-mutaqaddimun (kaum salaf, artinya
orang-orang terdahulu), "dant, " Salaf ar-raiul ay aba'uhu (salaf seseorang/
berarti ayahnya)." Kata' salaf berbentuk tunggal, sedang bentuk jamaknya
adalah aslaf dan sallaf,1o86
Jika diperhatikan, maka definisi salafiyah menurut bahasa dibatasi
oleh zaman, sedang lawan katanya adalah khalaf. Jika demikiary maka
maknakhalafadalah kebalikan makn a salaf. Dua makna menurut bahasa dari
dua kata ini, salaf dankhalaf, sudah tidak asing dalam istilah kebudadayaan
Islam. Jika kata pertama, salaf, mempunyai makna at-taqaddum az-zamani
(zaman dahulu), maka kata kedua ,khalaf, mempunyai makna at-ta-akhkhur
az-zamani (zaman terakhir) jika dinisbatkan dengan makna kata pertama.
Malaakhala/seperi ini telah disebutkan Allah ds dalam firman-Nya setelah
Dia mengisahkan beberapa Rasul,
,'Kemudian dntanglalt setelah mereka, pengganti yang murgabaiknn shalat dan
mrngikuti keinginanny a, maka merekn kelak akan tersesat." (Maryam: 58)
Arti Kata SalafVlenurut Istilah Ulama
Menurut para ulama, kata salaf dalam pengertian ini dimaksudkan
sebagai corak pandang yang mengarah pada memelihara dan berpegang
1086 Ash-shihhahfiAl-Lughah,1/603-6oa,penerbitDarAl-HadharahAl-'Arabiyah,cetakan
pertama, Beirut, tahun 1974M..
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 483
W
teguh dengan zhahir teks tanpa memberikan takwil, baik dari Al-eur'an
maupun hadits Nabawi. walaupun dipandang musykit (susah dimengerti
versi logika), namun teks diamalkan sebagaimana datangnya sesuai
makna zhahirnya, baik ia menetapkan eksistensi Allah dari sifat-sifat-Nya
sebagaimana yang Dia tetapkan dalam Al-eur'.rn maupun yang ditetapkan
oleh Rasulullah g dalam hadits Nabi yang meng-Esakan Allah tanpa
menimbulk an tasybihlosT dan tamtsil (percontohan), tidak menakwilnya atau
menonfungsikan maknanya.
orang yang merenungkan definisi salaf rnenurut istilah ini, dia akan
memperhatikan bahwa definisi di sini mengacu contoh nyata yang tidak
berkaitan dengan zamarl,namun ia sangat berkaitan erat dengan apa yang
datang dari zhahirnya dua sumber agung Islam, yaitu Al-eur'an dan
sunnah Rasulullah. Keterkaitan ini dapat ditemukan pada setiap zaman,
sejak masa kenabian sampai masa kita sekarang ini, dalam ruang lingkup
Islam.1o88
sesungguhnya ranah intelektual dalam sejarah para pengikut
aliran ini hanya terfokus pada sesuatu yang ma'tsur (Al-eur'an dan
sunnah Rasulullah) dan mauruts (sesuatu yang diwariskan), yaitu daerah
pengetahuan yang bersumber dari wahyu tanpa melakukan observasi ke
selain ifu, karena mereka merasa cukup dengan pengetahuan-pengetahuan
ini.
1,087 Tasybih di sini maksudnya adalah menyerupakan Dzat Allah atau sifat-Nya dengan
makhluk. Penf.
1088 Bahkan di dalam agama-agama terdahulu adalah seperti itu. Fenomena tekstualisme dan
rasionalisme juga terlihat pada para pengikut Yahudi dan Nasrani, seperti ditegaskan
oleh para penulis makalah dan para sejarawan sekte-sekte, lihat Milal wa Ai-Nihal,
karya Asy-syahrastani, 1/215,Kairo, tahun 1956 M. Dalam masalah ini, Ibnu Khaldun
(w' 808 H.) mengatakan, "Kemudian ia juga disebutkan di dalam Al-eur'an, dalam
arti berjumlah sedikit, yang dapat diilustrasikan sebagai teks mustasyabihat, pada satt
tempo di Dzat Tuhan, sedang pada tempo lain di sifat-sifat Tuhan. Adapun orang-orang
salaf, maka mereka memenangkan dalil-dalil mensucikan Tuhan dari tasybih, kareni
banyaknya ayat-ayat Al-Qur'an dan dilalah-nya yang jelas dan mereka mengetahui
bahwa tasybih adalah sesuatu yang mustahil bagi Allah. Mereka rnenyatakary ayarayat
itu bersumber dari firman Allah, mereka beriman kepada kebenaran ayat-ayat tersebut
tanpa menyinggungmakna-maknanya dengan menelitiatau memberikantakwil. Berikut
ini adalah makna dari pemyataan kebanyakan mereka, "Hendaknya kalian membaca
ayat-ayat itu sebagaimana ia turun ftepada Rasulullah)." Artinya, hendaknya kalian
berimanbahwaayat-ayatitu dari Allah." Al-Muqaddimah,trlm.346, penerbitMuhammad
'Athif, Kairo (tanpa tertulis tahun terbitnya).
484 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Konsep Al-Qur'an dalam Memperkokoh Akidah
Di antara fenomena jiwa yang mengikat masyarakat sebagai penerima
agama baru adalah, sesungguhnya fase pertama bagi tururrnya undang-
undang agama baru tersebut mayoritas didominasi oleh tabiat menerima
dan tunduk mengikuti zhahir teks-teks agama, tanpa mengukur teks-teks
agama tersebut dengan barometer logika, terlebih untuk sesuatu yang
berhubungan dengan akidah dimana tidak ada celah masuk bagi akal
atau logika. Sesungguhnya Is1am muncul setelah rnasa fatrah (terputusnya
wahyu), seperti ditegaskan Allah ik dalam Al-Qur'an.
Tidak terlintas dalam pikiran jika logika manusia dengan tabiatnya
yang senang memperhatikaru menganalisa sampai tahap menekuni dan
masuk ke dalam untuk menguak sesuatu diballkillat-illat segalasesuatu dan
hakekatnya telah melepaskan tabiat itu. Tabiat masyarakat pada waktu itu
tidak melakukan yang demikian itu, bahkan mereka sepenuhnya menerima
secara mutlak zhahir teks agama, mereka tunduk danpatuh melaksanakan.
Kondisi demikian ini terus berlangsung sampai muncul peluang-peluang
membawa fenomena yang benar-benar baru, dan hal itu terjadi pada fase
berikutnya dari fase munculnya risalah Islam ini.
Kaum muslimin pada masa awal-awal perkembangan Islam, tepatnya
tatkala Allah menurunkan wahyu Al-Qur'an di tengah-tengah mereka yang
menerangkan hukum-hukum tentang akidah, menerima wahyu tersebut
dengan bersikap menerima, taat dan patuh; mereka tidak banyak mencari
pemahaman dibalik teks syariat meski dirasa musykil (susah dimengerti
versi logika). Mereka bersikap ddmikian karena mereka berkeyakinan
bahwa ayat yang dipandang musykil ini berada di luar kemampuan
logika manusia untuk memahaminya secara detil. Adapun wahyu yang
disampaikan Rasulullah dimana zhahirnya memuat tamtsil atau tasybih,
maka semua itu telah dinafikan oleh firman Allah d6,
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Maha Melihnt. " (Asy -Syura: 1'L)
Apabila kita tambahkan uraian di atas, sesungguhnya kehadiran
Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin telah menghilangkan
keraguan-keraguan dan imajinasi-imajinasi mereka yang menyimpang;
sesungguhn y a' nur s ahab at' telah membuat kalbu kaum muslimin generasi
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 485
I
sahabat merasa tenang dan yakin tentang kebenaran keimanan mereka
terkait dengan datangnya teks-teks mutasyabihaf dengan menyerahkan
ilmu hakekatnya kepada Allah ge, maka dua faktor ini sudah cukup sebagai
jaminan jika mereka tunduk dan patuh menerimanya.
Apabila kondisi para sahabat Rasulullah seperti itu, sementara Al-
Qur'an turun kepada beliau di tengah-tengah mereka dengan teks-teks
seperti ini, sedang sikap mereka adalah seperti yang sudah saya jelaskan,
maka sikap ini tidak serta merta dapat dipahami jika mereka itu ,bodoh,.
Artinya, mereka bersikap demikian bukan karena tidak memahami bagian
ini dari teks-teks ayat Al-Qur'an, seperti keterangan Ibnu Taimiyah,1,8e
karena'bodoh' itu mempunyai makna mereka tidak mengetahui sesuatu
yang mereka mampu untuk mengetahuinya. selamanya, tidak seorang
pun yang berakal berkata bahwa teks-teks mutasyabihaf masuk dalam
kategori sesuatu yang mampu dipahami hakekatnya. Jika tidak demikian,
lalu dimana letak perbedaan antara teks-teks mutasyabihaf dari teks-teks
muhkamat?
Ayat Al-Qur'an yang membahas tentang teks-teks mutasyabihat d,an
muhkamat dari ayat-ayat Al-Qur'an ini, redaksinya memberikan penalaran
bahwa orang-orang yang condong membahas tentang teks-tek,s mutasyabihnt,
memberikan takwil dan berupaya memahaminya, sesungguhnya mereka
hanya orang-orang yang condong pada kesesatan. Bahkan terkadang
langkah sebagian dari mereka mengantarkan ke arah keluar dari ajaran
Islam. Fakta ini telah ditegaskan Allah $c dalam firman-Nya,
" Dialah yang menurunkan Ktab (Al,'eur' an) kepadamu (Muhammad) . Di
antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat,10s0 itulah pokok-pokok Krtab @l-
Qur'an) dan yang lain mutasyabihat.l,el Adapun orang-orang yang dalam
hntinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk
mencari-cari fitnah dan untuk mencai-cari takznilnya, padahal tidak ada
yang mengetahui takuilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya
1089 Ibnu Taimiyah sering mengulang pernyataan ini dalam kitab-kitab karyanya. Anda
dapat melihat secara khusus dalamNaqdh Al-Mantiq, h\m.129, Kairo, tahun 1951 M..
Langkah Ibnu Taimiyah ini telah diikuti oleh muridnya, Ibnu eayyim Al-Jauziyah,
lihat Mukhtashar Ash-shawa'iq Al-Mursalah, hlm. 95, Makkah, tatrun rg+s FI..
1090 Ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
1,09L Ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian, sulit dipahamiltau hanya Allah
yang mengetahui.
486 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lstam
mendalam berkata, " Kami beiman kepadanya (Al-Qur- an), semuanya dari
sisi Tuhan kami." Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang
yang berakal. " (Ali Imran: 7)
Sesungguhnya zhahir ayat suci ini menegaskan bahwa oranS-orang
yang ilmunya mendalam berkata, "Kami mengimanirtya, " artinya, ia
adalah teks ayat Allah, kami memahami dari ayat mutasyabihat itu sesuai
kelayakan Dzat Allah d* dan menyerahkan ilmu hakekatnya kepada-Nya.
Seandainya ayat-ayat mutasyabihaf dalam ranah keilmuan harus dipahami
dengan hakekatnya, tentu Allah akan menyebutkan tentang orang-
orang yang ilmunya mendalam dengan redaksi ayat,"'Allamnahu (Kami
memberitahukannya kepada mereka), "menggantikan redaksi, " Amanna
bih (kami beriman kepadanya [Al-Qur'an])." Seperti inilah akhir dari
pendapat yang disampaikan oleh para ulama tafsir yang luas dan dalam
keilmuannya tatkala mereka menjelaskan tentang ay at-ay at mutasy abihat.
Barangkali kita patut memandang lebih cermat dan mendalam ayat
ketujuh dari surat Ali Imran ini. sesungguhnya ayat ini secara tegas
menjelaskan perbedaan antara'ilmu' sebagai pengetahuan bersifat logika
dan'iman' sebagai pengetahuan bersifat kalbu. Para pakar sejarah agama
telah memaparkan hakekat itu, mereka menyatakan perbedaan antara
'akidah' dan'makrifat'.
Gustave Le Bon menegaskan bahwa'keyakinan' adalah iman yang
muncul dari sumber yang irasional, yang membawa manusia untuk
berkeyakinan bahwa apa yang sudah dia yakini adalah benar, atau madzhab
tertentu dengan jalan global adalah benar. Dalam ranah ini, tidak ada celah
bagi logika membentuk keyakinan ini. Sebagaimana ditegaskan Gustave Le
Bon bahwa kapan seseorang melakukan riset untuk mewujudkan kebenaran
apa yang dia yakini melalui Perenungan dan uji coba, maka keyakinan
itu berubah menjadi makrifat. Karena dia mengambil keyakinan tersebut
dari rasional logika dan didasarkan atas pengalaman dan perenungan.l@2
Disebutkan dalam Al-Qur'an keterangan yang menegaskan perbedaan
antara'imart' atau'keyakinan' dan'makrifat'. Yang demikian itu tatkala Al-
Qur'an menceritakan tentang Ahli Kitab. sesungguhnya Ahli Kitab sebelum
L092 At-Ara',wa Al-Mu',taqidat,Yim.T-8, dari tarjamah Arab, cetakan kedua, Kairo, tahun
1946 M..
Ensiktopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 487
Rasulullah ffi diutus oleh Allah t5, dan sebelum Al-Qur'an diturunkan
kepada beliau, mereka mengetahui berdasarkan keterangan dalam kitab-
kitab mereka perihal kabar gembira Allah akan mengutus seorang Nabi
yang mulia, terutama dalam Kitab Suci mereka. Namun tatkala datang
kepada mereka apa yang sudah mereka ketahui, mereka mengingkarinya.
Allah dc berfirman,
"Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dari Allah yang
membenarkan apa yang ada pada merekal@3 sedangkan sebelumnya mereka
memohon kemenangan atas orang-orang kaft, ternyata setelah sampai kep ada
mereka apa yang telah mereka ketaltui itu, mereka mengingkarinya. Maka
laknat Allahbagi orang-orang yang ingkar." (Al-Baqarah: 89)
Malalui keterangan ayat ini, tidak selayaknya kita memahami bahwa
iman bertentangan dengan logika, karena Islam sudah memperhatikan
pembangunan akidah-akidah ini di atas sendi-sendi asas logika yang benar.
Sedang pada saat itu pula, Islam meletakkan ruang lingkup bagi masalah-
masalah yang bersifat mengikat, dimana logika manusia tidak mampu
mencapai hakekat atau seluk-beluknya. Barangkali hakekat masalah-
masalah metafisika -di antaranya adalahhakekat ayat zustasyabihnt- masuk
dalam ruang lingkup ini.
Al-Qur'an kemudian menambahkan uraian tentang ruang lingkup
logika ketika memaparkan sendi-sendi dasar keyakinan. Dalam hal ini,
Al-Qur'an mengambil metodologi yang luar biasa, Al-Qur'an tidak
memaparkan masalah-masalah keyakinan dengan bahasa yang kering,
hambar dan tanpa memperhatikan unsur logika. Namun sebaliknya,
bahkan Al-Qur'an menjelaskannya dalam ruang lingkup yang mampu
membangkitkan setiap indera kesadaran manusia.
AIQur'an mengambil semesta alam dan jiwa sebagai sumber bahan
yang melimpah untuk memunculkan daildalil guna menunjukkan kebenaran
setiap pemaparan masalah-masalah yang disampaikan sekaligus mendustakan
klaim-klaim bohong yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang berseberangan
atau memusuhinya. Sesungguhnya para sahabat -semoga Allah meridhai
mereka semua- telah mengambil metode sebagaimana metode yang digunakan
1093 Al-Qur'an juga mengajarkan tauhid yang diajarkan Taurat.
488 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
oleh Al-Qur'an ini tatkala mereka mengeja-wantahkan masalah-masalah
akidah, demikian pula generasi yang datang setelah mereka. Kami akan
memperjelas masalah ini setelah memaparkan sebuah pandangan yang akan
memperlihatkan kepada Anda, bagaimana para sahabat menerima masalah*
masalah akidah tatkala AlQur'an turun di tengah-tengah mereka. Pandangan
ini berkaitan dengan sudut pandang metodologi.
Bagaimana kaum muslimin (para sahabat) menerima ushul ataa dasar-
dasar akidah pada masa Al-Qur'an turun di tengah=tengah mereka?
Imam Taqiyuddin Al-Maqrizi berkata, "Ketahuilah bahwa tatkala
Allah ik mengutus Nabi-Nya Muhammad g dari kabilah Arab, sebagai
utusan Tuhan kepada manusia seluruhnya, Allah telah memberikan
sifat kepada mereka dengan sifat yang diberikan kepada iiwa beliau
yang mulia. Di dalam Al-Qur'an Al-Karim yangruhal+min (|ibril) turun
membawa wahyu AlQur'an ke dalam kalbu beliau dan membawa apa yang
diwahyukan Tuhan kepada beliau, maka tidak ada seorang pun dari orang
Arab, baik yang tinggal di desa maupun tinggal di kampung pedalamary
bertanya kepada beliau tentang makna apa pun dari semua itu, seperti
ketika mereka bertanya kepada beliau tentang urusan shalat, puasa, zakat,
haji dan lain sebagainya dari masalah-masalah yang di dalamnya terdapat
perintah dan larangan Tuhan.
Seandainya ada di antara mereka yang bertanya kepada beliau
tentang sesuatu dari sifat-sifat Tuhan, tentu mereka akan meriwayatkan
hal itu kepada kita sebagaimana mereka meriwayatkan hadits-hadits yang
bersumber dari Rasulullah dalam masalah halal, haram, targhib wa larhib,
korrdisi-kondisi Hari Kiamat, al-malahim ttta dl-fitdn (petaka-petaka dan
fitnah-fitnah), dan sejenisnya dari masalah-masalah yang dikandung oleh
kitab-kitab hadits, mu' j am-mu' jafi , musnad-musnad dan iausami' hadih."r0e1
Keterangan yang kami kutip dari Al-Maqrizi ini didukung oleh
penjelasan yffiB sudah dipaparkan oleh pakar-pakar sejarah terkemuka
untuk masd' ini. Di antaranya adalah apa yang sudah dipaparkan oleh
Imam ez-Zafiatnsyari ketika memberikan tafsir firman Allah $ii,
1094 Lihat,Al-Khuthath,4/180-781,mengutip daiTamhidliTaikhAl-FalsafahAl-lslamiydh,
karya Syaikh Mushthafa Abdurrazaq, hlm.272, Kairo, tahun 1959 M..
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunla lslam 489
"Mereka itulah (para Nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka
iku tlah petunjuk mereka. " (AI-An,am: 90)
Imam Az-Zamakhsyari berkata, "yang dimaksud, ,maka ikutlah
petunjuk mereka', adalah metodologi, inuul, tauhid dan dasar-dasar agiuna
mereka."1ffi
orang yang mau memperhatikan ayat ini akan berakhir pada
kesimpulan bahwa Al-Qur'an mengajak manusia supaya mengambil
metodologi yang benar, sebagaimana metodologi yang sudah diambil oleh
Nabi-nabi Allah terdahulu tatkala para Nabi mengambil keputusan untuk
mengimplementasikan masalah-masalah akidah dengan cara yang mudah
dijangkau oleh piranti-piranti logika yang dimiliki oleh seluruh manusia.
Mengacu dari uraian ini, maka jelaslah bagi kita bahwa kaum muslimin
pada awal-awal Islam -masa AlQur'an turun- mengambil sikap untuk
mengimplementasikan masalah-masalah akidah adalah seperti penjelasan
yang disampaikan wahyu Allah dalam Al-eur'an. Mereka juga tidak
ingin memperpanjang perdebatan dengan pihak-pihak yang memusuhi
Islam, berkat pengarahan-pengarahan Al-eur'an Ar-Karim. sebagaimana
mereka berpandangan bahwa membuka dialog maupun perdebatan dalam
masalah keyakinan tanpa didasari oleh keilmuan hanya akan mengantarkan
mereka semakin terjauh dari cahaya [slam. Karena yang terjadi adalah
mereka tersibukkan oleh masalah-masalah dimana logika tidak mampu
menemukan hakekatnya atau logika tidak mampu memberikan hukum
kebenarannya sebab logika tidak akan mampu menjangkaunya.
Dengan begitu, praktis logika tidak akan mampu mencapai
sesuatu yang benar dalam masalah ini, seperti hukum-hukum teks-teks
mustasyabihaf, hubungan sifat dengan Dzat, takdrr dan lain sebagainya
seperti masalah-masalah yang sudah terlihat bermunculan bagi pihak-pihak
yang berseberangzrn dengan mereka.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Al-eur'an telah memutus jalan yang
mengarah kepada perselisihan dalam urusan agama, sshi, qqa persatuan
umat Islam dapat ditegakkan. sesungguhnya pe.satuan umoiJislam hanya
1095 Az-zamakhsyari,, Al-IGsysyaf 'an Haqa'iq Ghawamidh At-Tanzit,2/ 42, penerbit Dar Ar-
Rayyan li At-Turats, Kairo, tahun 1978M..
490 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
dapat ditegakkan melalui sisi lairu dan sisi lain itu adalah sisi amaliah
konkret yang membumikan Islam dalam alam realitas kehidupan. Adapun
pembahasan yang sifatnya teoritis, -dan ia menjadi ruang lingkup llmu
Kalam menurut makna istilah-, maka hal itu mengarah ke ranah kaca mata
filsafat rasional. Padahal, umat Islam tidak membutuhkannya, terutama
pada awal-awal perke lslam.
Pengukuhan Akidah Pada Masa l(hulafaurrasyidin
Kaum muslimin pada masa ini tidak iauh berbeda dengan masa
kenabian. Hanya saja, pada masa ini muncul masalah-masalah bersifat
ijtihad, dimana ia mempunyai pengaruh -pada masa-rursa berikutnya-
dalam segi akidah. Di antara iitihad itu, penafsiran sebagian sahabat
tentang wafatnya Rasulullah. Sebagian sampai ada yang mengatakan
bahwa Rasulullah belum wafat, rurmun beliau di-rafa' (angkat) Allah
sebagaimarn Isa putra Maryam di-rafa'. Barangkali pendapat ini -seperti
dinyatakan oleh beberapa penulis artikel- terpengaruh oleh pernyataan-
pemyataan sebagian pengikut Syiah tentang raj'iyah (reinkarnasi). Para
sahabat juga berHa pendapat dalam iitihad mengenai penentuan siapakah
yang berhak menggantikan kedudukan Rasufufhh. Perbedaan ini muncul
karena dilatarbelakangi oleh masalah imamab sedang masalah imamah
merupakan masalah yang signifikan. Bahkan Asy-Syahrastani menegaskan
bahwa masalah imamah merupakan pemicu perbedaan paling besar di
antara umat Islam, sebab tidak ada pertempuran dahsyat di internal umat
Islam berdasarkan pondasi agama seperti perang memperebutkan imamah
pada setiap zaman.lffi
Masa kekhalifahan Umar bin Al-Khathab * adalahperpanjangan dari
masa kekhalifahanAbu Bakar Ash-Shiddiq ar- Pada masa ini, pemerintah
akan menangkap orangorang yang keluar dari apa yang sudah berialan
dari mengikuti gaya kehidupan pada masa Rasulullah $. Apabila khalifah
pertama (Abu Bakar Ash-Shiddiq) waktunya terkuras untuk memerangi
orang{rang murtad dan orang-orang yang menolak membayar zakat demi
memelihara persatuan dan kesatuan umat Islam dan berpegang teguh
dengan apa yang sudah ditetapkan oleh syariat tslarru maka Llnlifah kedua
1096 Asy-Syahrast^nl Al-MiA wa An-Nihal, 1'/ 133.
Ensiklo@i Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 491
(umar bin Al-Khathab) waktunya difokuskan menangkap siapa saja yang
berupaya menyulut timbulnya api fi tnah di intemal jamaah kaum muslimin.
Di antara contoh kasus itu adalah apayangdiriwayatkan sebagian kitab-
kitab hadits bahwa Umar bin Al-Khathab mengundang paksa shabigh bin
'Asal lalu memukulnya tatkala datang ke Madinah karena dia sudah berani
bertanya tentang teks-teks mutasyabihaf dari ayat Al-eur'an. setelah itu,
umar menghukumnya dengan diasingkan ke Bashrah, melarang kaum
muslimin di sana duduk bersamanya dan melarang memberikan pemberian
kepadanya sampai shabigh menyadari kesalahannya dan bertaubat.l@7
sesungguhnya di sini timbul pertanyaan, bagaimana dapat dibenarkan
peringatan Al-Qur'an dari masuk menyelami masalah yang sulit dipahami
seperti teks-teks mutasyabihaf Al-eur'an? Begitu pula keterangan yang
disebutkan oleh beberapa hadits yang melarang mempermasalahkan
urusan agama jika itu membuat kebingungan umat. Terlebih dengan
apayang sudah dilakukan oleh Khalifah umar bin Al-Khathab! padahal,
terkadang seseorang berbuat demikian karena ingin mencari kebenaran
sehubungan dengan menyikapi teks-teks mutasyabihat ini? Bagalmana
mereka meminta orang-orang tersebut unfuk diam, sementara logika dan
kalbu orang-orang itu sedang dilanda kebingungan?
Di sini, kita langsung dapat menjawab bahwa seandainya hal-hal
yang ditanyakan orang-orang itu berada di wilayah logika sehingga logika
ruunpu memberikan jawaban, atau datang nash shaih (jelas)memerintahkan
supaya menjalaskan masalahitu, maka sudahbarangtentu fakta itu bertolak
belakang dengan perintah'menyampaikan' yang diperankan oleh Rasulullah
sebagai utusan Allah untuk menyampaikan risalah Islam kepada umat.
Disamping itu, tenfu orang yang memerankan peran ini dari salah seorang
sahabat -meskipun umar sekalipun- akan menolak menjelaskan hakekat
kebenaran yang ditanyakan orang tersebut, karena manusia yang dapat
memerankan peran ini hanyalah Rasulullah.
Terlebih lagi, pertanyaan yang diajukan orang tersebut berkaitan
dengan urusan-urusan yang hakekat keilmuannya dirahasiakan oleh Allah,
logika tidak dapat masuk ke sana dan tidak mampu menjangkau untuk
mengetahuinya, karena urusan-urusan ini berada di luar kemampuan
1097 Ibnu Hajar, Al-lshabah,3/198,Kairo, tahun 7329lH..
492 Ensiklopedi Aliran ctan Madzhab di Dunia lstam
logika dan berada di luar ranah logika, seperti keterangan di depan.
Keterangan ini dapat ditambah dengan penjelasan yang disampaikan
oleh Syaikh Muhammad Abduh ketika memberikan' illat terhadap persatuan
umat Islam pada masa turunnya Al-Qur'an, pada masa Khalifah Abu
Bakar dan masa Khalifah Umar. Muhammad Abduh menjelaskan bahwa
kaum muslimin pada masa-masa ini tersibukkan oleh mempraktikkan
dan membumikan hukum-hukum Islam yang bersifat amaliah. Adapun
masalah-masalah teori yang berhubungan dengan akidatV maka mereka
senantiasa merasa cukup dengan membenarkan aPa yang sudah disampaikan
oleh Rasulullah. Mereka merasa tidak mempunyai waktu senggang yang
dapat mereka gunakan untuk mendiskusikan masalah-masalah akidah,
sebagaimana fenomena yang mencuat ke permukaan setelah masa ifu, seperti
yang dilakukan oleh para ulama atrli kalam. Dalam hal ini, Muhammad
Abduh berkattu "Zaman Rasutullah bedalan, sementara beliau adalah sumber
utama untuk mendapatkan jawaban dari setiap masalah yang dihadapi kaum
muslimin ketika menemukan kebingungan dan lentera yang menerangi
setiap celah kegelapan dalam kehidupan yang tersarvu (di antaranya adalah
menyikapi ayat-ayat mutasyabihat). Setelah itu, datanglah masa Khalifah
Abu Bakar dan Khalifah Umar Pasca wafatnya Rasulullah. Kedua khalifah
ini berjuang dengan gigih menumpas setiap gerakan musuh-musuh Islam
dan menyatukan kalimat para wali-wali kota. sehingga tidak ada celah bagi
manusia dimana mereka dapat menggunakan logikanya untuk menebar
bencana kepada umat Islam dengan membicarakan dan meneliti sendi-sendi
bangunan akidah umat Islam.
Dengan begitu, kaum muslimin memahami isyarat-isyarat kitab suci
Al-Qur'an dan teks-teksnya, mereka berkeyakinan mensucikan Allah dari
tasybih, menyerahkan kepada ilmu Allah masalah teks-teks syariat yang
dapat diasumsikan mengandung unsur tasybih, dan mereka tidak berani
melarikan pemahaman mereka ke sesuatu yang ada di balik zhahir teks
yang diturunkan Allah ik kepada Rasulullah M."rGe
1,098 Risalah At-Tauhid, karya Muhammad AMuh, hlm 9, cetakan kelima, Kairo, tahun 1351
H. Muhammad Rasyid,penyebar RisalahAt-Tauhid, disintberbeda dengan Muhammad
Abduh dalam memberikan gambaran tentang faham salaf, dia berpendapat -
mengikuti pandangan Ibnu Taimiyah dalam hal ini- bahwa salaf menyikapi sifat-sifat
Allah dengan makna-makna lafalnya menurut bahasa dan tetap berpegang dengan
mensucikan Allah dari menyerupai aPaPun dari makhluk-Nya. Pemahaman seperti
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dmia tstam {gil
Kami ingin mengakhiri pembahasan masalah ini bahwa dasar-dasar
akidah yang sudah terpelihara sangat baik pada masa awal-awal Islam
itu, pada masa-masa berikutnya dijarah oleh tangan-tangan jahil para
pengumbar hawa nafsu. Mereka mulai memasuki dan membicarakan teks-
telr,s mutasyabihat dan mengekpresikan tata c.ranya. Fenomena itu mulai
terlihat dibeberapa masalah -seperti masal ah tahkim dalam menyelesaikan
persengketaan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah-
dengan mengutamakan segi politik daripada segi keimanan, dan hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab munculnya perpecahan umat Islam.
Faktor ini kemudian ditambah oleh faktor mencuatnya beberapa akidah
yang menyulut ruh perselisihan umat pada akhir-akhir masa sahabat,
seperti akidah Qadariyah yang digulirkan oleh Ma'bad Al-|uhani, Ghailan
Ad-Dimasqi dan Yunus Al-Aswari. Inti akidah Qadariyah ini adalah
mengingkari menyandarkan kebaikan maupun keburukan dari perbuatan
manusia kepada takdir Altah. Mereka berpandangan bahwa poros taktif
yang mengacu manusia mendapatkan pahala dan dosa dibatasi oleh
tanggung jawab individu atas semua perbuatannya yang bersifat'memilih".
Jika manusia tidak dapat memilih menentukan perbuatannya, maka pahala
dan dosa masuk dalam kategori zhalim. Sampai di sini, munculnya paham
ini justru semakin memperluas area perselisihan.
Pendapat ini pada esensinya dapat diterima seandainya diletakkan
dalam ruang lingkup yang benar. Akan tetapi, para penyeru slogan ini
berlebih-lebihan dalam menyuarakan'kemampuan manusia' untuk
berbuat sampai taraf manusia secara terpisah mampu menciptakan semua
perbuatannya yang bersifat memililU padahal pemyataan ini dapat dipahami
bahwa yang demikian itu mengurangi makna umum dari kekuasaan
Allah atas segala sesuatu yang sudah Dia takdirkan, di antaranya adalah
'sesuatu yang ditakdirkan' manusia itu sendiri. Bahkan para pakar *j*uh
akidah-akidah Islam menisbatkan ke sebagian pengikut paham ini, mereka
sec.ra terang-terangan menyatakan iika Allah tidak berkuasa menciptakan
perbuatan yang mampu dilakukan oleh manusi+ Allah tidak mengetahui
perbuatan manusia ini kecuali setelah manusia melakukannyall@
ini akanureletakkanmasalahinidizona taranganberbahaya, kalenapersamaan antara
Allah dan makhluk itu akan menafkan Dzag bukan hakekat.
L099 Lihat, A l-' Aqillah Nadoniyolt Ushuliha un Ta'wilatiha, karya Dr. Muhammad Abd As-
Sattar Nashshar, 1/742-143, Kairo, tahun 1989 M. Sebuah kebenaran yang selayaknya
494 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
orang yang memperhatikan perjalanan kehidupan pemikiran dan
kejiwaan kita menemukan teori 'reaksi' telah berpindah dari aspek natural
menuju aspekmanusiawi teoritis. Sesungguhnya para pakar sejarah sekte-
sekte dalam Islam berpendapat bahwa akidah Iabbariyah merupakan reaksi
atas munculrya paham Qadariyah ini.
Paham fabbariyah disampaikan oleh oleh Al-Ja'ad bin Dirham dan
)ahm bin shafwan.llm Mereka menggulirkan akidah Jabbariyah tatkala
mereka merasa bahwa akidah Qadariyah (manusia bebas menentukan
perbuatannya) telah mengesampingkan kekuasaan Allah Yang absolut dan
kehendak-Nya Yang Maha sempurna. Masalah-masalah dan perbedaan-
perbedaan mulai bermunculan, sementata untuk mengobatinya digunakan
berbagai macam metodologi yang berbeda-beda tanpa ada persamaan dan
tidak pula mempunyai istidlal,mengikuti format yang berbeda sama sekali
dengan awal-awal masa sahabat. Akidah Islamiyah yan8 semula pada
masa-masa turunnya wahyu Al-Qur'an dan masa Khalifah Abu Bakar
dan Khalifah Umar terlihat jelas dan sederhana, secara perlahan namun
saya sampaikan di sini, sesungguhnya para tokoh paham ini telah berpegang reguh
dengan tet<s-teks ayat AlQur'an yang menjelaskan manusia bertanggung iawab atas
perbuatannya, seperti firman Nlah, "setiap orangbertanggung iawab atas apa yang telah
dilokukon yo, - 1^lt-Muaaatstsir: 38), firman-Nya, "Dan setiap manusia telah IGmi
kalungkan (ututan) amalperbuatannyaililehernya, " (Al-Isra':13), danfirman-Nya,"...Dia
menilipat (palula) dan kebajikan yang diknjakawrya ilan ilia mendopat Giksa) dan fteiahatan)
yorg iipnb"rmya..." (N-Baqarah: 186). Hanya saia, mengambil sikap berlebih-lebihan
dalam memahami ayat-ayat ini sehingga memunculkan statemen bahwa manusia
mampu menciptakan perbuataannya secara terpisah -seperti disebutkan olehbeberapa
kitabsekte-sekte Islam tentang mereka- adalah letak koreksi atas kesalahan langkah
mereka.
1100 Meski demikian, sesungguhnya Syaiktr Zahid Al-Kautsari melihat bahwa munculnya
paham Qadariyah, sebagaimana uraian yang sudah saya paparkan, ini merupakan
reaksi atas munculnya paham |abbariyah. Dalam tataran realitas kehidupan,
sebenamya di sana tidak ada perbedaan signifikasn, karena sejarah telah mencatat
bahwa dua aliran pemikiran ini muncul seiring dengan munculnya satu paham
kemudian disusul oleh paham satunya lagi sebagai reaksinya' Lihat, Muqaddimah
Tubayyin Kidzb Al-MufiaifinnNasabailaAl-Imam Al-Asy',ari,Laryalbru Asakir (w. 571
H.), ilamaskus, tahun 1347 H. Di sini, saya harus menegaskan bahwa para pengikut
faham |abbariyah berpegang dengan zhahimya beberapa teks ayat Al-Qur'an, seperti
frman Allah ix , "Ihtakantah (Muhammad), "Tidak akan mmimpakami melainkan apayang
telahditeta?kan Allohbagikami, '(At-Taubalu 51) dan ayat-ayatlainyangmengukuhkan
makna ayat ini. Berpijak dari semua ini, maka gugurlah tuduhan-tuduhan yang
memberikan asumsi bahwa para pengikut dua paham terpengaruh oleh faktor dari
luar Islam, khususnya apa yang sudah disebutkan oleh Goldziher dalam karyanya
Al- Aqidahwa Asy-Syai'ahfiAl-lslam, hlm.98, Kairo, tahun 1979M"
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 495
pasti mulai berubah sedikit demi sedikit seiring perubahan kondisi kaum
muslimin dan intervensi hawa nafsu menafsirkan realitas percaturan politik
dalam satu sisi, dan upaya-upaya melegalkan langkah-langkah politik
dengan teks-teks syari'at disisi yang lain.
Apabila kondisi ini kita tambahkan dengan faktor semakin meluasnya
daerah Islam dan manusia yang memeluk Islam bertambah banyak sehingga
semakin terbuka celah masuknya kebudayaan dan pemikiran-pemikiran non-
Islam ke dalam dunia IslanU sementara pemikiran-pemikiran non-Islam ini
pada umumnya mempunyai tabiat menarik bagi manusia karena ia adalah
sesuatu yang baru, maka jelaslah bagi kita bahwa munculnya altematif
dimana kita berpegang teguh dengan mauruts dengan sebenar-benamya
merupakan benteng untuk menghadapi aliran-aliran yang bermunculan di
intemal umat Islam sendiri. Seaknn-akan fanatik dengan akidah tslamiyah
yang original dan persatuan umat dalam bidang politik adalah sesuatu yang
alamiatr, dnn hal itu muncul atas prakarsa Imam Ahmad bin Hambal (w. 241
H,) yang menyerukan supaya kaum muslimin kembali berpegang dengan
akidah Islam yang murni dan bersih, sebagaimana akidah yang dilaksanakan
kaum muslimin pada masa turunnya Al-Qur'an dan masa salaf yang agung,
yaitu masa Khalifah Abu Bakar dan Umar W.
Paham Salafiyah Sebagalmana Digambarkan Oleh Imam Ahmad
Aliran Mu'tazilah telah berkibar pada masa Daulah Abbasiyah
sebelum Al-Mutawakkil berkuasa. Karena pada masa itu muncul riset
logika yang bertumpu dengan ilmu Mantiq dan perdebatan, sehingga tabiat
manusia merasa tertarik kepadanya sehingga aliran Mu'tazilah semakin
banyak pula pengikutnya. Bahkan paham Mu'tazilah sempat diresmikan
sebagai paham pemerintah. Jika ekspresi ini tidak berlebihan, sampai orang-
orang Mu'tazilah membawa manusia supaya berimandengan dogmanya,
baik dengan sukarela ataupun dengan cara paksa. Masalah perselisihan
yang paling terlihat jelas pada waktu itu adalah urusan 'Khalq Al-Qur-an'
sebagai mihnah (ujian) yang dihadapi oleh Imam Ahmad bin Hambal dan
ulama-ulama yang satu paham dengan lmam Ahmad.
Sesungguhnya mereka (para ulama yang berpaham sebagaimana
paham Imam Ahmad) senantiasa mengekspresikan bahwa diri mereka
4gO Enslklopedl Allran dan Madzhab di Dunia lslam
adalah hakekat orang-orang yang mempraktikkan agama yang benar
dan berpegang teguh dengan salaful ummah yang wajib dilestarikan.
Abdullah bin Al-Mubarak telah mengekpresikan makna mihnahini dengan
mengatakan, "Jika mendustakan agama adalah cap bagi kaumrawafidh dan
memusuhi agama adalah cap bagi kaum Mu'tazilah, maka menjalankan
agama yang benar adalah cap bagi ulama ahli hadits." Setelah itu dia
melantunkan sebuah syair,
Wahai penuntut ilmu agama, ketahuilah
D atanglah ke Hammad bin Zaidan bulatkan tekad
Ambillah ilmu agama dainya danbersabarlah
Setelah kamu dapatkan, maka ikatlah ia dengan erat
Waspadailah bid'ah
D ai peninggalan Amru bin Ubaid.1101
Pada masa ini, masalah yang berkembang telah banyak dipengaruhi
oleh masalah-masalah yang berhubungan dengan akidah dimana ia banyak
mengundang perdebatan sengit di antara para pengikut paham-paham
yang berlainan.
Tidak ada faktor pendorong di balik perdebatan-perdebatan ini,
demi menolong akidah yang benar sebagaimana kadar mereka menolong
pandangan-pandangan maupun pendapat-pendapat aliran atau sekte
mereka. Sebab, seandainya perdebatan ini demi menolong akidah yang
benar, sudah barang tentu salah satu kubu akan berada di pihak yang
benar. Namun sayang sekali, setiap sekte saling mengklaim bahwa sekte
merekalah yang benar, adapun selainnya sudah keluar dari akidah yang
benar. Fakta ini dapat ditemukan oleh siapa pun yang mau menelusuri
kitab-kitab induk ulama ahli kalam.
Imam Ahmad -dan ulama sebelumnya adalah Imam Malik (w.
179 H) membenci membicarakan urusan agama dan memperdebatkan
masalah agama yang tidak ada buah amalnya. Dia melihat bahwa hakekat-
hakekat agung yang dibawa oleh Al-Qur'an dan dijelaskan oleh sururah
Rasulullah ffi adalah tidak wajib bagi seorang muslim kecuali tunduk dan
patuh kepada aturan syariat (Al-Qur'an dan sunnah) dan mengamalkan
1101 As-Suyuthi, Shaun Al-Mantiq, hlm.60.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 4gl
ajarannya. Sebagaimana dia melihat bahwa berdebat dalam urusan ag:rma
hanya melahirkan permusuhan-permusuhan, mewariskan kelemahan
dalam mengamalkan ajaran syariat dan memadamkan nur iman dalam
kalbu. Hanya saja, gagasan-gagasan seputar akidah dan dasar-dasar akidah
Islam yang mencuat ke permukaaan pada waktu itu telah menjadi sebuah
fenomena yang membuat kacau komunitas masyarakat lslam, sehingga
Imam Ahmad terpaksa turun ke gelanggang perdebatan.
Dalam perdebatan ini, dia berpegang pada metodologi yang benar
yang ada hubungannya dengan realitas umat dan marnpu membangkitkan
kehidupan umat sebab umat sudah kebingungan melihat masa lalunya,
masa dimana generasi awal Islam berpegang teguh pada ajaran Kitabullah
(Al-Qur'an) dan sunnah Rasulullah g.
Berpijak dari sihr, maka kita melihat ketika Imam Ahmad menyinggung
masalah-masalah akidah dengan pemaparan dan penielasan, maka dia
mengikuti metodologi salaf dengan sebaik-baik mempraktikkan ajaran
agama Islam, dan hal ini akan kita lihat pada masalah-masalahberikut ini:
Pendapat Imam Ahmad Tentang Iman
Imam Ahmad berpendapat bahwa iman dapat bertambah dan
berkurang karena iman tersusun dari mengucapkan dengan lisan, meyakini
dalam kalbu, dan mengamalkan dengan anggota badan. Sesmrang akan
keluar dari zona iman menuju zona Islam jika dia berbuat dosa. Namun
apabila dia bertaubat, maka dia kembali ke zona iman. Tidak ada yang
mengeluarkan seseorang dari Islam selain; 1). Menyekutukan Allah 0*, dan
2). Menolak mengamalkan kewajiban yang sudah difardhukan Islanr, karena
mengingkarinya. Adapun meninggalan kewajiban yang sudah difardhukan
Islam karena tidak bersungguh-sungguh atau malas mengerjakannya maka
nasibnya terserah Allah.Jika Dia menghendaki akan mengazabnya atau jika
Dia menghendaki akan mengampuninya.llD
Tak dapat dipungkiri bahwa penegasan hakekat iman seperti ini
merupakan bantahan telak dan jelas bertolak belakang dengan pernyataan
semua sekte-sekte Islam yang berkembang pada waktu itu. Standarisasi
1702 Manaqib Al-bnan Ahmad, karya lbnu Al-|auzi W. 597 H.), hlm. 168, Kairo, tahun 1349
H..
498 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
iman yang ditegaskan Imam Ahmad ini telah membantah sekte-sekte lain,
antara lain: 1). Sekte /a&miyah (paham |abbariyah) yang menyatakan bahwa
iman adalah'makrifat murni' meskipun makrifat ini tidak diiringi dengan
perbuatan. 2). Sekte Mu'tazilah yang menyatakan bahwa amal perbuatan
merupakan bagian dari hakekat iman. Sedang oranS{rang yang berbuat
dosa besar keluar dari ruang lingkup iman, hanya saia dia tidak kafir,
narnun diaberada di posisi antara iman dankafir.3). Sekte Khawarijyang
menyatakan bahwa orang-orang yang berbuat dosa besar tidak disebut
orang beriman, niunun disebut orang munafik atau disebut kafir.
Perbedaan sangat jelas antara Pemahaman iman yang diberikan oleh
Imam Ahmad dan kaum Mu'tazilah. Walaupun keduanya suuna-szuna
bersepakat bahwa amal perbuatan merupakan bagian dari hakekat iman,
namun Imam Ahmad melihat -dan pendapatnya benar- bahwa orang yang
melakukan dosa besar selain syirik tidak meniadikan pelakunya keluar dari
sifat iman. Bahkan pelakunya tetap mempunyai iman, n:unun dia telah
durhaka. Sedang urusannya pada Hari Kiamat terserah Allah #, karena
Dia telah berfirman,
"sesungguhnya Allah tidak akan mengamPuni (dosa) karena rnemPer-
sekutukan-Ny a (syiik), dan D ia motgamryni (dosa) apa y ang *lnin (syink)
itu bagi siopa yang Dia kehendakf. " (An-Nisaa': tl8)
Pendapat Imam Ahmad ini iuga telah membantah kaum Khawarij
yang menyatakanbahwa amal perbuatan merupakanbagan dari hakekat
iman dan status orang yang melakukan dosa besar adalah kafir. Anggapan
Ktrawarij bahwa "pelaku dosa besar adalah kafir" ini bertentangan dengan
penegasan AlQur'an dan penjelasan sunnah Rasulullah $.
Pernyataan Imam Ahmad juga telah membantah kaum ]ahmiyah
yang meniadakan hakekat iman dari amal perbuatan. Dengan pemyataan
kaum Jahmiyah ini, agama seolah sekadar pengetahuan saja, agama tidak
memerintahkan manusia berkarya dan mendorongnya suPaya berada
dalam puncak keutamaan.
Bahkan dimungkinkan Imam Ahmad juga telah membantah pendapat
Imam Abu Hanifah yang menegaskan bahwa iman tidak dapat bertambah
atau berkurang. Karena iman itu dianggap sebagai hakekat yang bersifat
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 499
kalbu, maka pembentukan iman tidak ada hubungannya dengan amal
perbuatan.
Berpijak dari keterangan ini, maka terlihat jelas, bagaimana paham
salafiyah malalui sosok Imam Ahmad merupakan satu dari berbagai
perwujudan metodologi original yang konsisten berpegang sejak pertama
dengan aturan Al-Qur'an dan sunnah. Dia memahami kedua sumber
Islam ini secara mendalam untuk menghadapi pendapat-pendapat dan
keyakinan-keyakinan yang dipengaruhi oleh ijtihad-ijtihad yang dianggap
tidak original memahami kedua sumber Islam yang agung ini.
Pendapat Imam Ahmad Tentang Qadar dan Perbuatan Manusia
Maksud qadar di sini adalah sikap ridha dan menerima atas apa yang
sudah diputuskan oleh AUah d6, apakah itu baik maupun buruk; menerima
keputusan-Nya dan bersabar menjalani hidup di bawah hukum-Nya.
Sandaran semua ini adalah firman Allah,
"Katakanlah (Muhammad), "Tidak akan menimpakami melainkan a?ayang
t el ah di t e t apkan All ah b a gi kami. D ial ah P elin du n g kami, d an hany a kep ada
Allah bertawakallah orang-orang yang beriman." (At-Taubah: 51)
Begitu pula dengan ayat-ayatlain maupunhadits-hadits shahih yang
substansi hukumnya senada dengan kandungan ayat ini.Apabila seorang
mukmin mutlak berserah diri kepada keputusan Allah atas apa yang
sudah dialaminya, sedang berserah diri itu mengacu pada metodologi
berserah diri yang benar, maka yang demikian itu tidak lain kecuali
karena masalah qadar (takdir) termasuk urusan-urusan yang tertutup,
tidak mengetahui kuncinya kecuali Allah d6. Manusia yang mengarahkan
perhatiannya melihat'takdir Tuhan', maka dia seperti orang yang melihat
lingkaran bola matahari, setiap kali bertambah melihatnya, maka dia
akan semakin silau dan bingung dibuatnya, seperti dikatakan Imam Abu
Hanifah. Sesungguhnya urusan takdir adalah masalah yang dirasakan
sangat sulit dipahami manusia dan siapakah yang mampu memahaminya!?
Sesungguhnya masalah takdir Tuhan adalah masalah misterius yang
terkunci rapat dimana kunci pembukanya sudah hilang. Apabila ada
manusia yang dapat menemukannya, maka dia akan mengetahui apa-apa
yang ada di dalamnya. Belum ada manusia yang mampu membukanya
500 Ensiklopedi AJiran dan Madzhab di Dunia tslam
kecuali dia mendapatkankabar dari Allah dengan apayang ada di sisi-Nya
dan dengan apayang dikandungnya dari keterangan dan bukti nyata.1103
Adapun perbuatan manusia, maka Imam Ahmad berkeyakinan
bahwa kebebasan perbuatan yang dilakukan manusia itu hanya muncul
sebab Allah menakdirkannya dan menghendakinya. Di sini, Imam Ahmad
berbeda dengan Qadariyah yang berpandangan bahwa manusia secara
terpisah mampu menciptakan perbuatannya, seperti keterangan di depan'
Imam Ahmad juga telah menegaskan masalah yang sangat penting,
walaupun Al-Qur'an telah menetapkannya, namun sebagian manusia -di
antaranya kaum Qadariyah- telah lalai dari memperhatikannya, yaitu
masalah perbedaanyang jelas antara perintah, larangan, kehendak, murka,
ridha, pahala, dan siksa. Semua istilah ini telah disebutkan oleh Al-Qur'an
Al-Karim dan hadits-hadits Nabawi yang shahih, kedua sumber Islam ini
telah menyebutkannya dengan dilalah-dilalahtertentu, meskipun terkadang
ada hubungan makna antara kata safu dengan selainnya.
Sesungguhnya Allah dE memerintahkan kebaikan dan Dia meridhainya.
Dia senang manusia melaksanakannya dan Dia akan memberikan pahala
kepada pelakunya. Di sisi lain, Allah melarang keburukan dan tidak
meridhainya. Dia marah jika manusia melakukannya dan akan memberikan
siksa kepada manusia yang menerjang larangannya. Pernyataan Imam
Ahmad ini sesuai dengan keterangan dalam firman Allah $6,
" Sesungguhnya Allahmenyuruh (kamu) berlaku adil danberbuat kebajikan,
memberi bantuan kepadn kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan " (An-Nahl: 90)
Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang akan, sedang, dan sudah
terjadi. Semua sudah maklum seluruhnya bag-Nya. Sedang kekuasaan-Nya
mencakup segala sesuatu yang Dia takdirkan seluruhnya, dan Dia Maha
Berkehendak atas segala sesuatu yang terjadi. Jika dikatakan bahwa Allah
tidak mencakup keumuman sifat-sifat ini, tentu ada sesuatu yang ada di
luar Ilmu, Kehendak dan Kekuasaan-Nya, sehingga Allah bersifat kebalikan
dari kemutlakan sifat-sifat ini. Hal itu adalah sebuah kekurangan yang
tidak layak bagi-Nya. Dengan pernyataan ini, maka Imam Ahmad berbeda
1103 Syaikh Abu Zahratu Ahmad bin Hanbal, hlm. L29, penerbit Dar Al-Fikr Al-'Arabi,
Kairo,tt.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam 501
dengan kaum Qadariyah, terlebih mereka tidak memahami hubungan
sifat-sifat ini, khususnya hubungan antara sifat-sifat Allah, terutama sifat
Maha Berkehendak, perintah dan ridha sekiranya Qadariyah berpendapat
bahwa Allah tidak menghendaki maksiat dan tidak meridhainya, karena
Dia tidak memerintahkarurya.
Sesungguhnya sifat Maha Berkehendak, perintah dan ridha menurut
orang-orang Qadariyah adalah sesuatu yang bersilat talazum (saling
berkaitan).
Pemahaman yang salah sebagaimana digambarkan para penyeru
sekte Qadariyah dalam urusan akidah ini membuat Imam Ahmad mencela
akidah dan metodologi mereka. Karena Imam Ahmad berpendapat bahwa
segala sesuatu yang berhubungan dengan akidah ini sudah ditetapkan di
dalam AlQur'an dan hadits-hadits shahih, ia tidakbutuh dalil tambahan.
Berpiiak dari sini, maka Imam Ahmad berpandangan bahwa
memperbincangkan masalah-masalah akidah ini termasuk bid'ah yang
diada-adakan oleh para ulama ahli kalam. Imam Ahmad menulis surat
kepada teman-teman dan murid-muridnya, dia berkata, "Aku bukanlah
seorang ulama ahli kalam. Aku tidak melihat membicarakan sedikit pun
dari masalah (akidah) ini kecuali sesuai dengan apa yang ada di dalam
AlQur'an atau bersumber dari Rasulullah g atau bersumber dari para
sahabat beliau. Adapun membicarakan (akidah) dari selain dari sumber-
sumber itu, maka ia tidaklah terpuji."lle
Paham Ahmad bin Hambal Tentang Sifat-sifatAllah
Hubungan sifat dengan Dzat Tuhan merupakan masalah paling
besar yang banyak menyita perhatian dan menyibukkan ulama ahli
kalam, bahkan para filsuf muslim setelah itu. Tidak dapat disangkal
bahwa memperluas masalah ini, sudah mengubah alur perjalanan tema
pembahasan kebanyakan dari mereka, sekiranya masalah-masalah filsafat
metafisika yang mereka hadapi lebih banyak didominasi oleh masalah-
masalah yang bersifat'keyakinan'.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran kebudayaanbaru (nonJslam)
yang sedang berkembang pemikiran itu menjadi tren dan hampir menggusur
11M Ibnul ]auzi (w. 597I{), Manaqib Al-Iman Ahmail, hlm. 159.
502 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
originalitas pemikiran Islam sendiri, -khususnya pada masa pemerintahan
Al-Ma'mun dan Al-Mu'tashim, ia telah membuahkan pola-pola pemikiran
untuk menghadapi masalah seperti ini dan menghasilkan pandangan-
padangan yang berbeda-beda di sekitamya dalam jumlah banyak.
Sambutan para ulama terhadap pola-pola pemikiran ini ada yang
positif maupun negatif sejalan dengan sebuah asas, sejauh mana pengaruh
pemikiran terwarisi di dalam logika dan kalbu mereka.
Sesungguhnya madzhab Imam Ahmad adalah paham salaf yang
menetapkan bagi Allah apa-aPa yang sudah ditetapkan oleh-Nya untuk
Dzat-Nya sendiri dalam Al-Qur'an Al-Karim dan apa-apa yang sudah
ditetapkan oleh Rasulullah S. Sudah maklum bahwa Al-Qur'an telah
menjelaskan secura detil ketika membahas tentang sifat-sifat Allah untuk
sifat-sifat positif. AlQur'an menyebut sifat-sifat Allah dengan istilahyang
mutlak dengan kata"Al-Asffia"' darr memberikan sifat kepada sifat-sifat
Allah ini dengan "AI -Husna" , seperti disebutkan Allah dalam firman-Nya
"Dan Allah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik), maka
bermohonlah kepaik-Nya dengan mmyebut Asma'ul Husna ifu." (AJ,'A'raf:
180)
Adapun untuk sifat-sifat Allah disisi sifat-sifat negatif, maka AlQur'an
menyebutkannya sec.ra global,
"Tidak ada sesuatu pun yang seruPa dengan Dia- Dan Dia Yang Maha
Mutdengar, Maha Melihaf. " (Asy-Syura: 11)
Adapun hubungan antara nama-nama Allah dan Dzat-Nya, maka
Al-Qur'an tidak pernah membahasnya dan tidak pula dibahas oleh
sunnah Rasulullah dalamhadits-hadits shahih, karena ia sama sekali tidak
membuahkan amal perbuatan dalam kehidupan seorang muslim disamping
ia berada di luar kemampuan tataran logika manusia'
Sesungguhnya Al-Qur'an telah memberikan petunjuk kepada logika
seorang muslim yang sehat, sementara seorang muslim hendaknya
memahami urusan yang seperti ini. Logika seorang muslim hendaknya
tidak terpengaruh oleh istilah-istilah produk manusia -dalam masalah
ini- yang sengaja menggulirkan SaSasan untuk meniadakan sifat-sifat
bagi Allah -sebagai contoh- tatkala mereka meneliti dan mengkaji sifat-
Ensiklopedi AJiran dan Madzhab di Dunia lslam 503
sifat Tuhan ini. Karena mereka beranggapan bahwa Sang Pencipta sama
sekali tidak mungkin sama dengan makhluk-Nya dalam hakekat Dzat-Nya
maupun hakekat Nama-namaNya.
Berpijak dari uraian ini, maka kita menemukan mengapa kaum
muslimin pada masa awal-awal Islam dan orang-orang yang mengikuti
jalan mereka, seperti Imam Ahmad dan para pendukung pada masanya
dan masa setelahnya, memahami dasar-dasar akidah dalam ruang lingkung
yang benar. Sesungguhnya mereka telah menemukan perbedaan sempurna
antara Allah dan makhluk-Nya, sedang penemuan ini merupakan
perwujudan ideal manusia yang patuh beragama, yang akan menjaganya
supaya tidak terjebak masuk ke dalam bahaya tasybih.
Ulama pioner yang berpegang teguh dengan konsep ini, seperti Imam
Ahmad, melihat bahwa memunculkan ide membahas masalah sifat-sifat
Allah ini tidak termasuk perintah agama dan tidak seorang pun dari
Salafus Saleh yang membahas masalah seperti masalah sifat-sifat Tuhan
dan hubungannya dengan Dzat Tuhan. Bahkan membahas masalah ini
tergolong sebagai bid'ah dalam urusan agama dan Islam telah melarangnya.
Karena seolah-olah seseorang melihat Islam dan metodologi menerima
urusan-urusan agama dan masalah-masalahnya dengan hanya satu
matanya saja, sedang satu matanya yang lain melihat ke masyarakat Islam,
kewajiban-kewajiban keutuhan agama dan berpegang teguh dengannya.
Dalam paradigma ini, maka tidak diterima alasan-alasan para penyeru
slogan mensucikan Allah, sepanjang mereka mengajak manusia untuk
membahas masalah-masalah ini dengan dalih logika mampu menemukan
sebuah akhir secara meyakinkan. Bahkan fakta yang terjadi di lapangan
berbicara sebaliknya, persatuan umat Islam menjadi hancur akibat masuk
ke dalam masalah yang membinasakan ini, umat Islam terpecah menjadi
berbagai kelompok yang berbeda-beda.
Kami akan menyuguhkan kesaksian yang disampaikan oleh Imam Al-
Asy'ari ketika menggambarkan pemahaman tauhid versi kaum Mu'tazilah,
supaya kita dapat mengakhirinya dengan sebuah kesimpulan sementara
dalam konteks ini.
Imam Al-Asy'ari berkata, "Kaum Mu'tazilah bersepakat, "Allah d6
adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
504 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Dia, Dia Maha Mendengar." Sesungguhnya pemyataan ini sudah tepat
seandainya kaum Mu'tazilah mencukupkannya sampai batas ini. Pemyataan
ini telah mengekspresikan hakekat tauhid Islam dengan maknanya yang
benar, sesuatu yang tepat menurut aiaran Al-Qur'an dan sunnah. Akan
tetapi, kaum Mu'tazilah di bawah pengaruh kebudayaan baru (non-Islam)
yang sedang berkembang pada waktu itu, terutama terpengaruh oleh ilmu-
ilmu peninggalan kaum terdahulu; mereka menambah pernyataan tauhid
dan berkata , "Dia(Allah) bukaniisinr dan bukan pula membelah. Dia tidak
bertubuh dan tidak pula berbentuk. Dia tidak mempunyai daging dan tidak
pula mempunyai darah.Dia bukan perorangan, bukan benda, bukan efek
dari benda dan tidak memPunyai ukuran. Dia tidak berkumpul dan tidak
pula teryisah. Dia tidakberwarna, tidakberaroma, dantidak dapat diraba.
Dia tidak hangat dan tidak dingin, tidak kering dan tidak basah- Dia tidak
panjang, tidak lebar dan tidak pula tinggi. Dia bukan bergerak, tidak diarn
dan tidak terbagi,"116 dan lain sebagainya dari sifat-sifat negatif, sesuatu
yang memperkuat paham dan pemahaman kaum Mu'tazilah tentang
makna mensucikan Allah."
Pandangan kaum Mu'tazilah terkadang dapat diterima ketika
menghadapi kelompok-kelompok musy abbihah (menyerupakan Tuhan
dengan makhluk) dan kelompok mujassimah (Tuhan berjisim/bertubuh
seperti makhluk), semisal Muqatil bin Sulaiman dan oran8-orang yang
hidup setelahnya dari sekte Karamiyah dan para pengikutnya. Namun
pandangan Mu',tazilah ini tidak dapat diterima oleh logika seorang muslim
yang perhatiannya tertuju kepada Al-Qur'an dan sunnah dengan benar
dan mendalam. Karena sifat-sifat Tuhan di dalam dua sumber Islam ini
senantiasa mengagungkan Allah $6 dengan hak dan mensucikan Allah
dengan sifat-sifat-Nya yang positif, yang menetapkan segala kesempumaan
dan keagungan bagi-Nya secara detil, menafikan dari-Nya segala sesuatu
yang tidak layak bagi-Nya secara global. Pola ini berbeda dengan
metodologi para pengikut hawa nafsu, kaum Mu'tazilah dan semisal
mereka dari orang-orang yang mendetilkan peniabaran dalam urusan
menafikan sifat-sifat Tuhan yang negatif dan mengglobalkan sifat-sifat
Tuhan yang positif.
1105 Al-Asy'ari (w. 330 H), Maqalat Al-Islamiyah, "L / 216, Kair.o, tahun 1954 M"
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di D-rnia tslam 505
Metodologi Mu'tazilah dalam konteks ini bertolak belakang secara total
dengan metodologi yang disampaikan oleh AlQur'an dan sunnah. Padahal,
AIQur'an dan sunnah adalah asas yang digunakan sec€ra bersamaan oleh
Imam Ahmad dan orang-orang yang satu paham dengannya supaya tidak
ada perbedaan secara global maupun terperinci antara dua perspektif yang
dijelaskan oleh kedua sumber Islam dari arah perbedaan pemaparan. Oleh
karena itu, kami menegaskan bahwa AlQur'.rn rurupun sururah Rasulullah
telah membahas tentang Allah dengan redaksi bahasa dari aspek yang
berbeda-bed4 yaitu: 1). Aspek Dzat-Nya, syariat (AlQur'an dan hadits)
memberikan sifat bahwa Allah adalah Dzat Yang Awal, Yang Akhir, Yang
ntalrjr, Yang Batin, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), Yang
Tunggal, Yang Mahahidup, Yang Mahatinggi, Yang Mahakaya Yang Maha
Menundukkan, Yang Mahaagung dan lain sebagainya dari sifat-sifat Allah
yang berhubungan dengan Dzat Allah. 2). Dari aspek sifat Allah dalam
hubungannya dengan makhluk-makhluk, syariat memberikan sifat bahwa
Allah adalah Dzat Yang Menciptakan (semua makhluk seluruhnya) Yang
Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Maha Menciptakan (makhluk
dari awal) dan Yang Maha Menghidupkan (makhluk kembali), Yang Maha
Memberi Kehidupan, Yang Maha Mematikan, Yang Maha Mengatur segala
urusan, Yang Maha Bijaksana dan lain sebagainya dari sifat-sifat Allah yang
menjefukan bahwa tidak ada satu pun kekuatan di semesta alam kecuali
kekuatan-Nya, dan tidak ada kerajaan selain kerajaan-Nya. 3). Aspek sifat
Allah dalam hubungannya dengan manusia, syariat memberikan sifat bahwa
Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasifu Maha Penyayang Maha Pengampun,
Maha Pemaaf, Maha Penerima taubat, Maha Penyantun, Maha Bersabar,
Maha Pengasih ftepada hamba-hambaNya), Maha Pengasih ftareru sayang
kepada makhluk), dan lain sebagainya dari sifat-sifat yang maknanya seperti
ir,i. 4) Dari aspek sifat Allah tentang manusia dan hubungannya dengan
Allah, syariat memberikan sifat bahwa Allah adalah Dzat Pemelihara
keselamatan, Yang Memberi petunjuk, Maha Melindungi, Maha Pemberi
rezeki, Maha Pemberi, Maha Mengabulkaru Maha Pemberi, Mahakaya
(tidak butuh sesuatu) dan lain sebagainya dari sifat-sifat yang menunjukkan
hubungan hamba dengan-Nya adalah hubungan membutuhkan.llG
1106 Dr. Muhammad Al-Bahi, Al-lanib Al-Ilahi min At-Taftir Al-lslami, hlm. 29-3Q Kairo,
tahun 1962 M..
506 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Ketika dua metodologi (Salafiyah dan Mu'tazilah) ini dihadapkan
dengan barometer konsep syaria! maka kita menemukan jurang perbedaan
yang membentang lebar. Dalam metodologi Mu'tazilah selain ditemukan
sesuatu yang kering yang tidak diridhai oleh kalbu dan jiwa, di sana
juga ada sesuatu yang membuat logika tidak puas, karena tujuan akidah
-dalam pandangan mereka (Mu'tazilah)- adalah menafikan sesuatu yang
tidak layak dengan Dzat Allah tE. Adapun metodologi AlQur'an, maka
terlihat jelas Keagungan, Keluhuran, dan ke'Esaan Allah, baik masalahnya
berhubungan Dzat-Nya Yang Mahamulia, berhubungan dengan semesta
alam atau berhubungan dengan manusia yang mendapat lihitab dengan
metodologi yang tidak ada bandingannya ini'
Seiring dengan pemaparan Paniang lebar dan nyata dari metodologi
Imam Ahmad ini, peneliti tersirat sebagian pemikiran yang menuniukkan
atas kedalaman pemikiran Imam Ahmad. Ia berpendapat bahwa nama-
nama Allah yang khusus adalah azali *behtm Dia menciptakan aPa Pun,
karena didasari oleh keterangan yang disebutkan Al-Qur'an di akhir
surat Al-Hasyr, tidak ada perbedaan apakah sifat-sifat itu dinisbatkan
ke Dzat Allah atau dinisbatkan ke perbuatan Allah. Graduasi sifat-sifat
ini menunjukkan bahwa Allah bersifat dengan sifat-sifat tersebut sejak
azali, sebelum ada sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan-Nya,
seperti Maha Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, Maha Menghidupkan, Maha
Mematikan, dan lain sebagainYa.
Dalam konteks ini, Imam Ahmad berkata, "Barangsiapa berkata bahwa
Allah tidak bersifat sampai manusia memberikan sifat-sifat itu kepada-Nya
maka sesungguhnya dia dengan perkataannya ini telah keluar dari Islam'
Barangsiapa melazimkan dari perkataan ini bahwa Allah tidak bersifat
Maha Esa sampai manusia meng-Esa-kan-Nya maka yang demikian itu
adalah perk-ataan fasid (rlsak). " 1107
Dapat dipastikan bahwa metodologi (mengambil dali) teks syariat
dalam menghasilkan pengetahuan-pengetahuan tentang keyakinan yang
diperankan oleh Imam Ahmad adalah sebaik-baik Per.rn, metodologi ini
melazimkan seseorang berpaling dari menggunakan istilah-istilah dari
ffi , Aqidah Al-tmam Ahmad,z/hlm.292,ditambahan Thabaqat Al-
Hanabilah.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 507
metodologi-metodologi non-Islam, dalam hal ini diperankan oleh mereka
yang berseberang:rn dengan metodologi syariat Islam.
Berpijak dari situ, maka terasa amat berat bagi Imam Ahmad
membahas tentang Al-lsm wa Al-Musamma (nama dan pemilik nama),
karena dia melihat bahwa ini adalah masalah baru yang diciptakan
dalam urusan agama (bid'ah), madzhab Imam Ahmad berbeda sama
sekali dengan madzhab pihak-pihak yang berseberangan dengannya,
yaitu mereka yang berpandangan bahwa di antara keduanya (nama dan
pemilik nama) adalah berbeda dari segi mafhum dan tidak ada perbedaan
dari segi al-mashdaq.11o9
Sedangkan Imam Ahmad berpandangan bahwa nama adalah isim
'alamyangmenunjukkan pemilik narna itu sendiri, karena dia mengikuti
teks syariat, seperti disebutkan firman Allah {#, "Dan Allah muniliki Asma'ul
Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengnn
meny eb u t Asma' ul Husn a i tu. " (N- A' raf : 180)11D
Metode Imam Ahmad Mengamalkan Teks-teks yang Dapat
Diasumsikan Bermakna Tasybih
Metode para ulama ahli hadits sangat dalam dan detil -sementara
Imam- Ahmad sendiri merupakan pakar dan ulama ahli hadits- tatkala
menyikapi hadits-hadits yang diasumsikan bermakna tasybih. Di antara
hadits dalam makna ini adalah apa yang diriwayatkan Abdurrahman bin
'Ayyasy dari Nabi g" beliau bersabd+ "Aku melihat Tuhnnku dalam sebaik-
baik bentuk, Dia lalu berfirman, "Dalam hal apakah alam bersengketa wahai
Mulamm"ad?" Aku menjawab, "Engkau Mnlut Mengetahui walui Tuhnnku."
Dia lalu meletakkan telapak tangan-Nya di antara dua tulang bahuku, sehingga
aku merasakan dingin telapak tangan-Nya di antarakedua susuku, kemudian aku
mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi."
71OB Maftum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh makna-makna dari sebuah kata, sedang
al-mashilaq adalah kebenaran yang ditunjukkan oleh satu makna dari makna-makna
kata tersebut. Contoh: kata'kacang' jika ditinjau dari segi mafum mempunyai arti
sesuatu menunjukkan tanaman polong-polongan, sementara ditinjau dari segi a/-
mashilaq dibenarkan jika diartikan kacang tana[ kacang hijau atau kedelai, dan lain
sebagainya dari sesuatu yang masuk dalam kategori polong-polongan. penj.
1109 Abu Al-Fadhl At-Taimi, Aqidah Al-lmam Ahmad,2/292, ditambahan Thabaqat Al-
Hanabilah.
508 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
Tatkala ImamAhmad ditanya tentanghadits ini, maka dia menjawab,
"Asal dan jalur-jalur periwayatan hadits ini adal ahmudhthanb (terguncang).
Sesuatu yang senada dengan ini juga diriwayatkan Abu Hurairah bahwa
Rasulullah ffi bersabda, " Aku didatangi Dzat yang datang (Tuhan) dalam sebaik-
sebaik bentuk.., " dan diriwayatkan Tsauban, " s esungguhny a T uhanku datang
kepadaku...." Hadits-hadits ini datang dengan redaksi berbeda-beda. padahal
jalur periwayatan yang palinghasan dari hadits-hadits ini menunjukkan
bahwa peristiwa itu terjadi ketika beliau sedang tidur, sementara mimpi
itu termasuk wahm, sedang wahm bukanlah sebuah hakekat."1110
Imam Ahmad pernah ditanya seseorang tentang Nu'aim bin Hammad,
salah seorang perawi hadits tentang bentuk Tuhan ini, maka Imam Ahmad
menjawab, "Hadits (riwayat)nya adalah munkar dan (orangnya adalah)
majhul (tidak diketahui kredibilitasnya)." Sesungguhnya pernyataan ini
merupakan isyarat bahwa Imam Ahmad tidak menolak hadits pada titik
tertentu, jika kelaziman darinya mustahil. Karena sesungguhnya hadits di
sini mengalami cacat di satu dari dua aspek, yaitu: 1). Aspek sanad atau
matan, atau 2). dari aspek sanad dan matan secara bersamaan. Berpijak dari
sini, maka kita mengambil konklusi bahwa metodologi yang diterapkan
oleh Imam Ahmad dalam menetapkan akidah-akidah mengacu pada
kemampuan analisa logika yang benar, khususnya perkara-perkara yang
berhubungan dengan mengambil teks-teks hadits Nabawi.
Dalam kasus ini, Imam Ahmad tidak terpaku pada sesuatu yang
zhahir, sesuatu yang disampaikan oleh orang-orang yang menisbatkan
pendapatnya dengan mengacu ke sebuah riwayat hadits itu, sehingga
mereka terjebak dalam tasybih tanpa menganalisa sejauh mana kekuatan
hadits itu dari segi kedhaifannya disamping rnen-takhrijhadits menurut
kaidah-kaidahllmu Riwayat dNrllmu Dirayah dalam musthalah hadits.
Mungkin kami dapat berkata bahwa metode [mam Ahmad dalam
akidah adalah berpegang dengan hadits-hadits shahih, bukan selainnya.
1110 Daf u Syubhah At-Tasybih, karyalbnul Jauzi, hlm .29-30,Kaio, tahun L345 H. Imam Al-
Baihaqi (w.458 H) dalam karyanyaAl-Asma'waAsh-Shifat telah menyebutkan seluruh
jalur periwayatan hadits-hadits yang menyebutkan bentuk Tuhan dan berakhir pada
sebuah tarjihbahwaperistiwa itu terjadi ketika beliau sedang tidur. Lihat, Al-A smA'wa
Ash-Shifat, hlm. 300, Penerbit Dar At-Turats Al-'Arabi Beirut, dan Furqan Al-Qur'an,
karya Syaikh Salamah Al-Azzami.
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 509
Hadits yang dinisbatkan sesuatu namun nisbatnya menyalahi hadits shahih,
maka ia tidak termasuk hadits shahih.
Adapun tentang ayat-ayat mutasyabihaf dalam Al-eur'an, maka
metodologi yang diterapkan Imam Ahmad sangat jelas dan detil. Dia
tidak memberikan takwil ayat-ayat AIQur'an sebagaimana takwil yang
diberikan oleh pihak-pihak yang mengubah substansi kandungan ayat-
ayat AlQur'an dan tidak pula menganulir ayat-ayat mutsyabihatmenurut
zhahirnya sesuai dengan pemahaman manusia, seperti yang dilakukan
k aun musy abbihah. Akantetapi, dia memperlakukan ay at-ay at mutasy ahihat
sebagaimana ia datang tanpa mencermati maupun membahasnya,
karena berpegang dengan keterbatasan kemampuan logika manusia dari
menemukan tata cara yang disampaikan oleh ayat-ay at mutasyabihat it:u.
Sedang mengenai hakekat sifat-sifat Tuharu maka Imam Ahmad
meras.r sangat berat pada saat masalah ini berakhir pada keimanan dengan
zhahir teks-teks ayat AIQur'an apa adanya tatkala dia mengetahui bahwa
langkah ini menjadi metode kaum -musyabbihah dan mujassimah- yang
mengubah batasan makna yang ditunjukkan oleh lafazh-lafailrdalam ayat
AlQur'an. Dia menegaskan bahwa kaum 'lafzhiyah'(tekstual) lebih buruk
daripada kaum fahmiyah. Maksudnya, meng€unalkan lafazhdari ayat Al-
Qur'an sesuai makna zhahimya tanpa menyerahkan hakekat maknanya
kepada Allah -sebagaimana metodoloF yang dia terapkan- rebih buruk
daripada takwil orang-orang yang memberi takwil atas sifat-sifat Allah.
Makna penegasan ini adalah sesungguhnya lafazh-lafazh yang
digunakan teks agama yang berhubungan dengan Dzat Allah, sifat dari
sifat-sifat-Nya atau perbuatan dari perbuatan-perbuatan-Nya, mempunyai
beberapa makna yang Dia kehendaki, sedang kita tidak mungkin
memberikan l&ithab dengan lafazh-latazh itu kecuali untuk makna yang
biasa kita gunakan berinteraksi dengan ses€rma manusia, sehingga orang
lain tidak kesulitan memahami maksud kita. Hanya saja pemahaman -
dalam pandangannya- tidak boleh lebih dari menetapkan hakekat-hakekat
lafazh itu sampai pada keterangan mengenai tata caranya. yang demikian
itu supaya makna-makna ketuhanan tetap utuh dan tidak turun ke makna-
makna standar tingkat manusia.
Berpijak dari uraian ini, maka puncak orang beriman yang berakal
cerdas dan iman yang terarah adalah menetapkan keyakinan bahwa Allah
510 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam
mempunyai tangan, wajah atau sisi, sebagaimana ditetapkan Allah untuk
Dzat-Nya sendiri dalam Al-Qur'an, narnun tidak dalam rtakna nuuPun
pengertian yang seperti dipahami manusia.
Patut ditanyakan, "Apabila laf.azh-laf.azh itu ditempatkan karena
makna-makna untuk dilalah hakiki, jika menyalahi yang demikian itu
(dalam arti tidak menunjukkan dilalah hakikinya), maka ia masuk dalam
kategori ililalah majaz, seperti yang disampaikan oleh para pakar bahasa
Arab dan para pakar ushul fikih. Contohnya adalah dilalah\atazh al-wajh
(wajah), jika ia menunjukkan salah satu makna yang menyalahi bentuk
waiah, maka ia adalah bagian dari dilalah maiaz. Padahal, makna maiaz fui
merupakan satu macam dari macam-macam takwil. Iika demikian halny+
bagaimana car.rnya mensifati metodologi salaf sebelum Imam Ahmad dan
salafiyah yang sejalan dengan metodenya, serta pasca tmam Ahmad y*8
nurur mereka tidak memberikan takwil?
Masalah inilah yang akan kami uraikan dan berikut ini adalah
penjelasannya.
Imam Ahmad dan Taknil
Kami sudahberupaya sekuat tenaga, nEunun tidak menemukan teks-
teks dokumen yang akurat dan kuat untuk dinisbatkan kepada Imam
Ahmad dalam konteks ini. Sementara keterangan yang disampaikan para
ulama yang menisbatkan pernyataannya kepada lmam Ahmad, maka
di dalamnya banyak ditemukan perselisihan. Kami akan memaparkan
keterangan yang disinyalir bersumber dari Imam Ahma4 setelah itu kami
akan berupaya mencurahkan segenap kemampuan untuk mengerucutkan
posisi Imam Ahmad dengan berpegang pada metodologinya yang bersifat
umum.
Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa dia meriwayatkan dari Imam
Ahmad, mengenai firman Allah '{$, "Dan ilatanglah Tuhanmu," (Al-Fair:
22) Imam Ahmad berkata, "sesungguhnya makna ayat adalah datangnya
perintah, bukan datangnya Dzat Tuhan./1111 Dengarl pernyataan seperti
ini, berarti Imam Ahmad membolehkan takwil -yang dalam konteks di sini
disebut majazbi al-hadzf (majas dengan pembuangan satu kata atau lebih)
1111 lbnu Haz-n, Al-Fashl,2/722, Kairo, tahun 7327}{..
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 511
tatkala sudah nyata. Anggapan seperti ini mengatakan bahwa Imam Ahmad
membolehkan takwil, karena didukung oleh keterangan yang bersumber
dari Imam Ahmad yang pemah berkata, "Mereka berhujjah kepadaku pada
hari melihat Tuhan, mereka mengatakan "Akan datang pada Hari Kiamat
surat Al-Baqarah dan datang pula surat Tabarak" , maka aku menjaw ab,,,Ia
(yang datang itu) hanya pahalanya.""
Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Imam Ahmad membicarakan
lafazh-lafazh yang banyak mempunyai makna, dia mengutatkan sebagian
maknanya atas makna selainnya dengan beberapa dalil, baik pada masalah
ushuliy ah (pokok-pokok) maupun masalah 7tr ru' iyah (cabang-cabang dari
pokok-pokok).tttz sudah maklum bahwa tarjih tidak ditempuh kecuali
tatkala teks syariat ditemukan musykil dan dia mempunyai asas untuk
melakukan tarjih, kaca mata logika tidak dapat menerima mengamalkan
makna-maknanya, karena ada hubungannya dengan dalil-dalil yang
bertentangan. Dalam konteks inilah, maka Imam Ar-Razi bertutur dari
kisah Imam Al4hazali bahwa Imam Ahmad telah memberikan takwil
beberapa hadits shahih./1113
Mengacu dari keterangan ini, maka kita menemukan bahwa metode
Imam Ahmad pada dasamya adalah metodologi tekstual, kecuali di sana
muncul urut-urutan mengambil makna zhahir lafazh adalah mustahil,
sehingga mengembalikannya ke takwil adalah sesuatu yang difardhukan
oleh penganut pemikiran logika. Meskipun demikian, semua harus
dijalankan dalam kadar yang diperbolehkan menurut bahasa dan dapat
diangkap oleh pemahaman logika.
Hanya saja, ada sejumlah orang yang menisbatkan pernyataannya
kepada Imam Ahmad. Mereka berpandangan bahwa Imam Ahmad tidak
memperbolehkan takwil. Akan tetapi, mereka menggulirkan pernyataan
ini (Imam Ahmad tidak memperbolehkan takwil) karena bertujuan ingin
menjadikan hal itu sebagai perisai atas metode mereka yang menolak
takwil, bahkan seandainya penolakan mereka ini dirunut lebih jauh
merupakan sesuatu yang mustahil.
1.1.12 Ibnu Taimiyah, Tasir surah Al-Ikhlas, hlm. 137, penerbit Dar Ath-Thiba'ah Al-
Muhammadiyah, Kairo, tahun 1395 H..
1113 Ar-Razi, Asas At-Taqdis, hlm. 81, Kairo, tahun 1935 M..
512 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lstam
Berangkat dari semua ini, maka Imam Ibnu Hazm memberikan sifat
kepada sejumlah manusia ini dengan A l- Ashdiqa' Al-l uhnla' (teman-teman
yang tidak tahu) atau karena mereka tidak memahami metodologi imam
mereka (Imam Ahmad). Ibnu Hazm berkata, "Adapun pernyataan yang
dikutip dari Imam Ahmad dari sesuatu yang menyalahi pernyataan ini,
maka hal itu muncul dari praduga orang yang tidak tahu atau buruknya
memahami madzhab Imam Ahmad ir1i."1114
Sesungguhnya Imam Ibn Jauzi telah berulang kali menyampaikan
peringatan ini, sebagai wujud pembelaannya terhadap metodologi Imam
Ahmad.1115
Dalil yang menunjukkan kebenaran gambaran metodologi Imam
Ahmad di sini adalah seperti pernyataan yang disampaikan oleh lbnu
Hazm dan lbnul ]auzi, bukan seperti yang disampaikan oleh selain mereka
berdua. Yaitu, sesungguhnya di sana ada beberapa teks ayat AlQur' an yang
tidak mungkin maknanya ditangkap menurut zhahirnya, misalnya firman
Allah g'9, "Diln Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. "(Al-Hadid: a)
Sesungguhnya kebersamaan Dzat Tuhan dalam ayat ini, Diabersama
kamu dimand saja knmu berada, adalah sesuatu yang mustahil. OIeh karena
itu, ulama salaf dankhalaf (kontemporer) bersepakat untuk menakwilnya,
kecuali orang yang tidak berakal.1116
Sesungguhnya pendaPat 'bersama Dzat Tuhan' berdampak pada dua
hal yang mustahil, yaitu:
Pertama; seandainya 'Dzat Tuhan bersama Anda', tentu hal itu
melazimkan Dzat Tuhan bersama seluruh makhluk, pada zaman kapan
pun dan di tempat mana pun. Jika demikian halnya, adalah sesuatu yang
lazim memberikan sifat kepada-Nya dengan sifat-sifat makhluk, padahal
ini ditolak oleh dalil-dalil yang qath'i.
Kedua; ketika 'Dzat Tuhan bersama semua makhluk' dapat diterima,
tentu hal itu melazimkan bilangan Dzat TuhanYang Mahamulia sejumlah
bilangan makhluk, padahal ini adalah sesuatu yang mustahil karena
berdampak pada terbaginya Dzat Tuhan.
1.1.14 lbnu Hazm, Al-Fashl,2/125.
L115 Ibnul lauzi, Daf u Syubhah At-Tasybih, hlm. 8, Kairo, tahun L345 H..
1116 Asy-Syanqithi, Isliftalah Al-Ma'iyyah bi Adz-Dzat, hlm. 91, Kairo tahun 1349 H..
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia tslam 513
Adapun mereka yang menggambarkan madzhab Imam Ahmad
tidak sebagaimana gambarannya, seperti orang-oran g y{tg menisbatkan
pernyataan kepada Imam Ahmad, maka mereka tidak mempunyai dalil
selain menjadikan klaim mereka sebagai dalilnya. Seolah-olah lisan hal
mereka mengatakan, "Dalil yang menunjukkan bahwa Al-Ma'iyah dalam
ayat ini bermakna "bersamt dengan Dzat Tuhan" adalah firman-Nya i'Don
Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. "(Al-Hadid: 4)
Sudah maklum bahwa klaim ini adalah letak persengketaan pendapat
yang tidak ada dalilnya dan tidak mempunyai sepotong pun dalil, seperti
dinyatakan para ulama ahlitahqiq.
Adalah pertimbangan sangat kuat dan dapat dipastikan menurut
para ulama terkemuka yang berpegang teguh pada syariat, sesungguhnya
Imam Ahmad meskipun mengakui diperbolehkannya takwil di beberapa
kondisi dan sebab uzur yangmenghendakinya, supaya tidak berdampak
pada tidak mustahil mengambil makna ayat -seperti keterangan yang
kami paparkan, namuntakwil itu bukanlahmetodologi umumbagi Imam
Ahmad. Dalam konteks ini, sangat jelas terlihat bahwa Imam Ahmad sangat
memperhatikan masalah akidah dan langkah pertama yang digunakan
adalah kaca mata teks syariat.
Apabila di sana ada darurat pemikiran logika untuk menafsirkan
teks syariat menurut tafsir yang logis, maka dia tidak menemukan ialan
keluar kecuali jalan itu. Kami mengambil kesimpulan seperti ini, karena
mereka yang memproklamirkan diri berpegang teguh pada metodologi
Imam Ahmad, seperti orang-orang yang mengamalkan teks-teks syariat
berdasarkan makna zhahir ayat tanpa memperhatikan unsur logika di
dalamnya, sesungguhnya langkah mereka telah bertentangan dengan
metodologi Imam Ahmad yang benar.
Masalah Qadim atau Huduts Al-Qur'an
Mengingat ini terkait dengan masalah sifat-sifat Tuhan, maka
metodologi Imam Ahmad untuk menyikapinya adalah sangat erat
kaitannya dengan metodologinya secara umum, yaitu menolak setiap
masalah yang tidak disebutkan oleh teks shahih dari Al-Qur'.rn maupun
hadits Nabawi. Tatkala masalah ini datang dari arah ini, tidak dijelaskan
514 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
AlQur'an maupun hadits-hadits Nabawi yang shahih, maka dia menolak
membicarakannya, seandainya musuhnya tidak memaksa dia untuk
membahasnya.
Tidak dapat disangkal bahwa dia sangat menginginkan suPaya
umat Islam berpegang teguh dengan aiaran Islam dan tidak terlepas dari
tali aiaran Islam. Hal ini membuat kita yakin memberikan status kepada
Imam Ahmad bahwa dia adalah seorang ulama yang sangat mendalam
keilmuannya dan lebih luas wawasannya daripada musuhnya, walaupun
orang yang memusuhinya itu dari pihak ulil amr (pernelintah), takala timbul
perselisihan, apakah AlQur'an itu qadim atathuduts (ba*)?
Apakah masalah ini merupakan masalah yang karenanya AlQur'an
diturunkan!?
Apakah perbedaan pendapat yang dipicu oleh salah memahami
lafazhdari lafazh-latazhAlQur'an sebanding dengan buah yang dip.tik
dari akibat yang ditimbukannya berupa perpecahan umat Islamke dalam
golongary kelompok dan sekte!?
Sungguh, makna-makna ini seluruhnya melekat erat di dalam kalbu
Imam Ahmad. Kami akan memberikan isyarat dengan sesuatu yang lebih
fokus tentang masalah ini dan bagaimanakah pendapat Imam Ahmad?
Kata "AlQur'an" mempunyai dua makna, yaitu:
Makna pertama; kalam Allah tE yang bersifat qadim yang berdiri di
Dzat-Nya. Artinya, ia adalah srtat nafsiyah yang menetapkan bagi-Nya
makna yang layak dengan Atlah sebagai Dzat Yang Maha Sempurna dan
menafikan sifat-sifat yang bertentangan dengan sifat Dia lvlaha Sempuma.
Mnkna kedua; qira-ah (bacaan) dan kitabah (tuiisan). Artinya, sesuatu
yang tersusun dari suara danhuruf dimana ImamAl-Bukharitelahmeng-
ibaratkan makna ini dalam perkataannya, "Perbuatan hamba terhadap
AlQur'an."
Al-Qur'an dalam makna pertama adalah qadim bagi orang yang
mengatakan sifat-sifat Tuhan itu qadim dan menetapkan sifat-sifat bagi
DzatTuhan.
Adapun Al-Qur'an dalam makna kedua, maka ada perbedaan
pendapat dan kami akan menielaskannya menurut pendapat lmam
Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dtrnia lslam 515
Ahmad. Namun posisi Imam Ahmad di sini hampir tidak jelas kecuali
Anda mengetahui pendapat musuh-musuhnya terlebih dahulu berikut
faktor-faktor pendorong mereka menyatakan demikian.
Khalifah Al-Ma'mun dalam risalahnya berkata, "sesungguhnya
mayoritas warga negara dan rakya! mereka tidak boleh membangkang dan
tidak pula meriwayatkan (hadits-hadits Nabawi). Sesungguhnya mereka
adalah orang-orangyangtidak tahu dan buta tentang hakekat agama Islam
ini dan kaidah-kaidah tauhid. Karena itulah, maka mereka telah bersepakat
bahwa Al-Qur'an bukanmakhluk, mereka menganggap antara Al-Qur'an
dan Allah S6 adalah sama-sama Qadim."utt
Jika diperhatikan, sesungguhnya risalah ini merupakan pandangan
kaum Mu'tazilah tentang sifat-sifat Tuhan sekaligus anggapan mereka
bahwa sifat-sifat Tuhan ini berbeda dengan Dzat Tuhan. Dari situ, maka
kaum Mu'tazilah menafikan sifat-sifat dari Dzat Tuhan, sehingga Dzat Yang
Qadim tidakberbilang. Hanya saja, ketika perbedaan ini ditahqiq, maka ia
bukan perbedaan hakiki, namun perbedaan relatifitas, ia tidak nyata dan
pada esensinya tidak berbeda.
Pandangan Imam Ahmad dalam masalah ini sangat jelas. Tatkala
Imam Ahmad ditanya Ishaq bin lbrahim, "Menurutmu, apakah Al-Qur'an
itu?"
Dia menjawab,"la adalah kalam Allah."
Ishaq bertanya, "Apakah ia makhluk?"
Dia menjawab,"la adalah kalam Allah. Aku tidak akan memberikan
jawaban lebih dari itu."
Ishaq bertanya lagi, " Apakah makna firman Allah, "Dia Maha
Mendengar dan Mahs Melihat"?"
Dia menjawab,"la adalah seperti yang Dia firmankan."
Ishaq bertanya, "Apakah maknanya?"
Dia menjawab, "Aku tidak tahu, ia adalah seperti yang Dia
firmankan.,/1118
1117 Ath-Thabari, Taik Al-Umam wa Al-Mulk,2/284, Kairo, tahun 1326}J,..
1118 Ath-Thabai, Taik Al-Umam wa Al-Mulk, 2/ 288, Kairo, tahun 7326 H..
516 Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia lslam
Ini adalah jawaban yang diberikan Imam Ahmad kepada Ishaq
bin lbrahim, seorang kepala polisi Khalifah Ma'mun yang bertugas
menginterogasi Imam Ahmad. Jawaban ini pula yang diberikan Imam
Ahmad kepada Abdurrahman bin Ishaq pada saat menginterogasi Imam
Ahmad atas perintah Khalifah Al-Mu'tashim.
Sesungguhnya Imam Ahmad telah mengulang iawaban senada dengan
ibarat ini ketika menjawab pertanyaan Khalifah Al-Mu'tashim. Ketika Al-
Mu'tashim berkata kepada imam Ahmad, "Celaka kamu, aPa yang Anda
katakan?"
Imam Ahmad menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, tolong sampai-
kan kepadaku sesuatu dari Kitabullah (Al-Qur'an) atau sunnah Rasulullah
ffi (hadits) sehingga aku dapat mengatakannya."llle
Setelah ujian ditiadakan atas Imam Ahmad pada masa pemerintahan
Al-Mutawakkil, seseorang bertanya kepadanya tentang hakekat masalah
mihnah itu, maka dia tidak lebih dari memberikan jawaban sebagaimana
yang diberikan kepada pihak-pihak yang menerapkanmihnah masalah ini
kepadanya. Kecuali apa yang dia sebutkan sebagaiistidlal dari hadits-hadits
Nabawi yang menunjukkanbahwa dirinya sangal tidak senang jika kaum
muslimin membicarakan masalah-masalah yang tidak membawa manfaat,
sebagaimana dia tidak senang jika kaum muslimin mengSunakan dalil ayat
Al-Qur'an untuk menghantam ayat-ayat yang lain, disamping perkataan-
perkataan sahabat dan tabi'in terkait masalah ini. Kisah ini telah disebutkan
oleh Abu Nu'aim dalam karyanya Hilyah Al-Auliya-1l2o dan Adz-Dzahabi
dalam karyanyaTaikhAl-lslam dan dia memberikan komentar atas risalah
ini dengan berkata, "Pataperawi risalah ini dari Ahmad adalah para imam
yang atsbat Aku bersaksi kepada Allah, sesungguhnya risalah ini telah
didiktekan Ahmad kepada anaknya (Abdullah bin Imam Ahmad)."1121
Sesungguhnya Imam Ahmad telah mengetahui bahwa oranS-orang
yang memusuhi dirinya bermaksud Al-Qur'an itu tidak bermakna qadim,
karena perluasan jangkauan madzhab mereka menafikan sifat-sifat atas
Dzat Tuhan -seperti yang sudah kami isyaratkan di depan. Mereka hanya
1119 Manaqib Al-lmam Ahmad,Ib'nul |auzi, hlm. 322.
1120 Ibnu Nu'aim, Hilyah Al-Auliya,9/21,6, Kairo, tahun 1938 M..
1121. H1n.71..
Ensiklopedi Allran dan Madzhab dl Dunia tslam 617
bermaksud Al-Qur'an itu adalah "tulisan huruf dan suara", sehingga
apakah Imam Ahmad berkata bahwa AlQur'an yang ditulis dengan huruf
dan dibunyikan oleh suara itlu qadim?
Zhahir dari perkataan orang-orang yang mengidentifikasi metodologi
lmam Ahmad dan orang-orang yang membelanya dalam kondisi ini,
sesungguhnya mereka sudah memahami posisi umum Imam Ahmad,
yaitu dia tidak berkata demikian. Para pendukung Imam Ahmad itu adalah
seperti Imam Al-Bukhari,l1zImam Ibnu Qutaibah,rtzr dan terakhir adalah
Syaikh Muhamma d Zahid Al-Kautsari.1l2a
Adapun orang-orangyfrig mengatasanamakan Imam Ahmad -dan
itu jumlahnya banyak- maka mereka adalah sekelompok orang yang
menyeru penisbatan pernyataan mereka dari Imam Ahmad. Mereka
hanya menciptakan pernyataan-pernyataan lalu mengatasnamakan
pernyataan itu dari Imam Ahmad, sedangkan dia (Imam Ahmad) tidak
pernah mengatakannya, bahkan dia terbebas dari dosa akibat perbuatan
mereka. Sesungguhnya Abdullah bin Imam Ahmad adalah figur yang
menjadi kedok di balik mereka ini. Pemyataan-pernyataan mereka telah
dikumpulkan dalam satu buku lalu diberi judul IGfab As-Sunnahdan mereka
menisbatkanbuku ini kepada Imam Ahmad malalui riwayat Abdullahbin
Imam Ahmad dari Imam Ahmad.
Syaikh Al-Kautsari meragukan jika pernyataan-pemyataan dalam
buku ini dinisbatkan kepada Imam Ahmad. Sedangkan kami hampir
memastikan penisbatan ini tidak benar, karena kebanyakan pernyataan
dalam Kitab As-Sunnalt iri tidak selaras dengan apa yang dikenal dari
metodologi Imam Ahmad. Di antara pernyataan dalam buku ini, disebutkan
bahwa Abdullah bin Imam Ahmad bertanya kepada Imam Ahmad,
"Apakah lafazh dari ucapanku membaca AlQur'an itu makhluk?" Imam
Ahmad menjawab, "Mereka itu adalah|ahmiyah."
Contoh lain dari penyataan itu, Abdullah bertanya kepada ayahnya,
"Aku bertanya kepada ayahku tentang kaum yang mengatakan, "Tatkala
1122 l-ihaL Khaklu Al-Af al, hlrL 154, (dicetak menyatu dalam bunga rampai l;r:.rydul ' Aqa'id
As-Sabf, tahqiq: Dr. Ali Sami An-Nasysyar dan Dr. 'Ammar Ath-Thalib|, penerbit
Mansya'ah Al-Ma'arif, Iskandariyalu tahun 1971 M.-
172i lih^t, Al-tkhtilnff Al-t-afdh, hlrL 52.
1724 l,illalt, Maqalat Al-IQutsai, hlrL 30, Kairo, tahun L373}{..
518 Ensiklopedi AJiran dan Madzhab di Dunia tslam
Allah berbicara kepada Musa," apakah Dia berbicara dengan suara?" Maka
ayahku menjawab, "Dia berbicara dengan suara." Ayahku menambahkan
bahwa hadits-hadits ini kami riwayatkan sebagaimana kami mendapat-
karurya. Setelah itu, Imam Ahmad meriwayatkan hadits, "Apabila Allah
berbicara, makabicara-Nya terdengar seperti ialannyapersambungan gunun8."112s
Barangkali dalil paling jelas jika riwayat-riwayat ini