ibrani wahyu 11


 apa 

orang menafsirkannya, sebab seperti tubuh tanpa nafas yaitu  

mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan. Lalu 

mereka menunjukkan bahwa perbuatan yaitu  mitra iman, 

seperti halnya nafas yaitu  mitra bagi kehidupan. Yang lain 

menafsirkannya sebagai, sebab seperti tubuh tanpa jiwa 

yaitu  mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan 

yaitu  mati. Lalu mereka menunjukkan bahwa seperti halnya 

tubuh tidak bergerak, tidak memiliki keindahan, melainkan 

menjadi sebuah bangkai yang menjijikkan, saat  jiwanya 

tiada, begitu juga pengakuan belaka tanpa perbuatan tidaklah 

berguna, bahkan malah memuakkan dan menjijikkan. sebab  

itu, marilah kita berhati-hati supaya jangan bersikap ber-

lebihan dalam hal ini. sebab ,  

(1) Pekerjaan yang paling baik, tanpa iman, yaitu  mati. Mere-

ka tidak memilki akar dan pegangan. Oleh imanlah segala 

sesuatu yang kita lakukan menjadi sungguh baik, sebab  

dikerjakan dengan mata yang tertuju kepada Tuhan , untuk 

Surat Yakobus 2:14-26 

 343 

menaati-Nya, dan memiliki tujuan utama untuk mendapat-

kan perkenan-Nya. 

(2) Pengakuan iman yang paling meyakinkan sekalipun, tanpa 

perbuatan, yaitu  mati. Seperti halnya akar mati saat  

tidak menghasilkan sesuatu yang hijau, tidak berbuah. Iman 

yaitu  akar, perbuatan baik yaitu  buah, dan kita harus 

memastikan bahwa kita memiliki keduanya. Kita tidak boleh 

berpikir bahwa salah satu, tanpa yang lain, akan membenar-

kan dan menyelamatkan kita. Inilah kasih karunia Tuhan  di 

mana kita berpijak di dalamnya, dan kita harus berpijak 

padanya. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  3  

alam pasal ini Rasul Yakobus mengecam keinginan yang berle-

bihan, dan lidah yang sombong dan semena-mena. Ia juga me-

nunjukkan kewajiban dan keuntungan dari mengekang lidah, sebab  

kekuatan lidah untuk merusak. Orang yang terutama mengaku 

beragama harus mengendalikan lidah mereka (ay. 1-12). Hikmat yang 

sejati membuat orang lemah lembut dan menghindari perselisihan 

dan iri hati. Dan dari sini hikmat sejati dapat dengan mudah dibeda-

kan dari hikmat yang bersifat duniawi dan munafik (ay. 13, sampai 

selesai). 

Mengendalikan Lidah 

(3:1-12)  

1 Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi 

guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut 

ukuran yang lebih berat. 2 Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; 

barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia yaitu  orang sempurna, 

yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. 3 Kita mengenakan ke-

kang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan 

demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. 4 Dan lihat saja 

kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun 

dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak juru-

mudi. 5 Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, 

namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun 

kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. 6 Lidah pun yaitu  api; ia 

merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-

anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan 

menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api 

neraka. 7 Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang 

menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan 

oleh sifat manusia, 8 namun  tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan 

lidah; ia yaitu  sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun 

yang mematikan. 9 Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan 

lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Tuhan , 10 dari 

mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak 


 346

boleh demikian terjadi. 11 Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pa-

hit dari mata air yang sama? 12 Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat 

menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan 

buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar. 

Pasal sebelumnya menunjukkan bagaimana iman tanpa perbuatan 

yaitu  iman yang tidak bermanfaat dan mati. Jelas tersirat dari apa 

yang pertama-tama disampaikan dalam pasal ini bahwa iman seperti 

itu juga cenderung membuat orang angkuh dan semena-mena dalam 

perilaku dan perkataan mereka. Orang yang menegakkan iman de-

ngan cara yang dikecam dalam pasal sebelumnya yaitu  orang yang 

paling mudah jatuh ke dalam dosa-dosa lidah yang dikecam dalam 

pasal ini. Jadi orang-orang terbaik memang sungguh-sungguh perlu 

diperingatkan supaya tidak menggunakan lidah mereka untuk berbuat 

semena-mena, mencela, dan merusak. Oleh sebab  itu kita diajar, 

I.   Untuk tidak menggunakan lidah kita sampai berkuasa atas orang 

lain: Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu 

mau menjadi guru, dst. (ay. 1). Perkataan ini tidak melarang kita 

untuk melakukan apa yang kita bisa untuk membimbing dan 

mengajar orang lain dalam kewajiban mereka, atau untuk mene-

gur mereka atas apa yang salah dengan cara-cara kristiani. namun  

kita tidak boleh bicara dan bertindak seperti orang yang senan-

tiasa berkuasa. Kita tidak boleh mengatur-atur seorang terhadap 

yang lain, sehingga menjadikan perasaan kita sendiri sebagai pa-

tokan untuk menguji semua orang lain. Sebab Tuhan  memberi  

berbagai macam karunia kepada manusia, dan mengharapkan 

dari tiap-tiap orang sesuai dengan ukuran terang yang Ia berikan. 

“Oleh sebab itu, janganlah banyak orang di antara kamu mau 

menjadi tuan” (atau guru, seperti sebagian orang membacanya). 

“Janganlah bersikap menggurui, seperti pihak yang berkuasa, dan 

hakim, namun  berbicaralah dengan rendah hati dan dengan sema-

ngat untuk belajar. Janganlah mencela satu sama lain, seolah-

olah semua orang harus mengikuti patokanmu.” Hal ini dipertegas 

dengan dua alasan.  

1.  Orang yang mau menjadi seperti hakim dan pencela seperti itu 

akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Menghakimi 

orang lain hanya akan membuat kita dihakimi dengan lebih 

keras dan berat (Mat. 7:1-2). Orang yang ingin mencari-cari 

kesalahan orang lain, dan angkuh dalam mencela mereka,

Surat Yakobus 3:1-12 

 347 

 hendaklah sadar bahwa Tuhan  akan berlaku sama kerasnya 

dalam memperhitungkan kesalahan yang mereka katakan dan 

lakukan.  

2. Alasan lain yang diberikan supaya kita tidak bersikap meng-

gurui yaitu  sebab  kita semua yaitu  orang-orang berdosa: 

Kita semua bersalah dalam banyak hal (ay. 2). Kalau saja kita 

lebih memikirkan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pe-

langgaran kita sendiri, kita tidak akan begitu mudah mengha-

kimi orang lain. Sementara kita bersikap keras dalam menge-

cam apa yang kita anggap salah dalam diri orang lain, kita 

tidak mempertimbangkan seberapa banyak dalam diri kita 

sendiri yang secara wajar dianggap salah oleh orang lain. 

Orang yang suka membenarkan diri biasanya menipu diri sen-

diri. Kita semua bersalah di hadapan Tuhan . Jadi orang yang 

bermegah di atas kekurangan dan kelemahan orang lain, sedi-

kit memikirkan berapa banyak mereka sendiri melakukan pe-

langgaran. Bahkan, bisa jadi kelakuan mereka sendiri yang 

sok berkuasa, dan lidah mereka yang suka mencela itu, ter-

nyata lebih buruk dibandingkan  kesalahan-kesalahan apa saja 

yang mereka kecam dalam diri orang lain. Marilah kita belajar 

untuk keras dalam menghakimi diri sendiri, namun  bermurah 

hati dalam menghakimi orang lain. 

II. Kita diajar untuk mengendalikan lidah kita sehingga dapat mem-

buktikan bahwa kita yaitu  manusia yang sempurna dan lurus 

hati, orang yang sepenuhnya mengendalikan diri sendiri: Barang-

siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia yaitu  orang sem-

purna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Tersirat 

di sini bahwa orang yang hati nuraninya disadarkan akan dosa-

dosa lidah, dan yang berusaha untuk menghindarinya, yaitu  

orang yang lurus hati, dan tidak diragukan lagi beroleh tanda 

anugerah yang sesungguhnya. namun  , di sisi lain, jikalau ada 

seorang menganggap dirinya beribadah, (seperti yang dinyatakan 

dalam pasal pertama) namun  tidak mengekang lidahnya, maka apa 

pun pengakuan mulutnya, sia-sialah ibadahnya. Lebih jauh lagi, 

orang yang tidak bersalah dalam perkataannya akan membukti-

kan dirinya sebagai orang Kristen yang tidak hanya tulus, namun  

juga yang sudah sangat matang dan bertumbuh. Sebab hikmat 

dan anugerah yang memampukan dia untuk mengendalikan 


 348

lidahnya akan memampukan dia juga untuk mengendalikan se-

mua perbuatannya. Kita melihat hal ini digambarkan dalam dua 

perbandingan:  

1. Seperti mengendalikan dan mengarahkan gerakan-gerakan 

kuda, dengan kekang yang dipasang pada mulutnya: Kita me-

ngenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti 

kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengen-

dalikan seluruh tubuhnya (ay. 3). Ada begitu besar keberingas-

an dan keliaran dalam diri kita. Hal ini dengan sendirinya 

ditunjukkan oleh lidah, sehingga lidah harus dikekang. Seperti 

yang dikatakan dalam Mazmur 39:2, “Aku hendak menahan 

mulutku dengan kekang (atau, aku hendak mengekang mulut-

ku) selama orang fasik masih ada di depanku.” Semakin gesit 

dan hidup lidah kita, semakin kita harus berusaha mengen-

dalikannya. Jika tidak, sama seperti kuda yang liar dan susah 

diatur akan membawa kabur penunggangnya, atau melempar-

kan dia, demikian pula lidah yang liar akan melayani orang-

orang yang dengan cara serupa tidak dapat mengendalikan-

nya. Sementara, jika tekad dan kewaspadaan, dengan kuasa 

anugerah Tuhan , mengendalikan lidah, maka segala gerakan 

dan tindakan seluruh tubuh akan dapat dengan mudah diatur 

dan dikendalikan.  

2. Seperti mengendalikan kapal dengan cara mengendalikan 

kemudinya dengan benar: Dan lihat saja kapal-kapal, walau-

pun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat 

dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak 

jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil 

dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang 

besar (ay. 4-5). Seperti halnya kemudi yaitu  bagian yang 

sangat kecil dari kapal, demikian pula lidah yaitu  anggota 

yang sangat kecil dari tubuh. namun  jika kemudi dikendalikan, 

maka kapal akan berjalan dan berbelok menurut kehendak si 

juru mudi. Jadi, mengendalikan lidah dengan benar berarti, 

dalam banyak hal, mengendalikan orang secara keseluruhan. 

Ada keindahan yang menakjubkan dalam perbandingan-

perbandingan ini, untuk menunjukkan bagaimana benda yang 

kecil bisa memiliki  manfaat yang luar biasa. Maka dari itu, 

kita harus belajar untuk berusaha lebih lagi dalam mengatur 

lidah kita dengan benar, sebab  meskipun anggota tubuh yang 

Surat Yakobus 3:1-12 

 349 

kecil, lidah mampu melakukan kebaikan atau kerugian yang 

besar. Oleh sebab  itu, 

III.  Kita diajar untuk ngeri terhadap lidah yang liar sebagai salah satu 

kejahatan terbesar dan paling merusak. Lidah yang liar diban-

dingkan dengan sepercik api di antara banyak bahan yang mudah 

terbakar, yang akan segera menyulut api dan menghanguskan 

semua yang ada di hadapannya: Lihatlah, betapapun kecilnya api, 

ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun yaitu  api; ia 

merupakan suatu dunia kejahatan, dst. (ay. 5-6). Ada begitu ba-

nyak dosa dalam lidah hingga lidah bisa disebut sebagai dunia 

kejahatan. Betapa banyak kecemaran yang ditimbulkannya! Be-

tapa besar dan mengerikan api yang disulutnya! Demikianlah 

lidah mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita 

sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh. Oleh sebab  

itu perhatikanlah, ada kecemaran dan noda yang besar dalam 

dosa-dosa lidah. Nafsu-nafsu yang mencemarkan disulutkan, 

dilampiaskan, dan dimanjakan oleh anggota tubuh yang liar ini. 

Dan oleh lidah, seluruh tubuh sering kali diseret ke dalam dosa 

dan kebersalahan. Oleh sebab itu Salomo berkata, janganlah 

mulutmu membawa engkau ke dalam dosa (Pkh. 5:5). Perangkap 

yang kadang-kadang menjerat manusia sebab  lidah itu tidak 

tertahankan bagi diri mereka sendiri dan merusak bagi orang lain. 

Lidah menyalakan roda kehidupan kita. Perkara-perkara manusia 

dan masyarakat menjadi kacau-balau, dan semuanya terbakar, 

oleh lidah manusia. Sebagian orang membacanya, setiap angkat-

an terbakar oleh lidah. Tidak ada zaman di dunia ini, atau ke-

adaan hidup, entah pribadi atau umum, yang di dalamnya tidak 

ditemukan contoh ini. Sedang ia sendiri dinyalakan oleh api 

neraka. Dari sini perhatikanlah, neraka memiliki  andil yang 

besar dalam membesarkan api lidah lebih dibandingkan  yang disadari 

orang biasanya . sebab  rancangan-rancangan setanlah 

maka lidah manusia disulut. Iblis secara tegas disebut sebagai 

pendusta, pembunuh, pendakwa saudara-saudara kita. Dan, se-

tiap kali lidah manusia dipakai untuk berdusta, membunuh, atau 

mendakwa, lidah mereka dinyalakan oleh api neraka. Roh Kudus 

memang pernah turun dalam lidah-lidah seperti nyala api (Kis. 2). 

Dan, jika  lidah itu dibimbing dan dinyalakan oleh api sorga, ia 

menyalakan pikiran-pikiran yang baik, perasan-perasaan yang 


 350

kudus, dan ibadah yang menyala-nyala. namun  jika  dinyalakan 

oleh api neraka, seperti halnya semua panas yang tidak pantas, 

maka ia melakukan kerusakan, menimbulkan kegeraman dan ke-

bencian, dan segala hal yang memenuhi tujuan-tujuan Iblis. Oleh 

sebab  itu, sama seperti engkau ngeri terhadap nyala api, demi-

kian pula engkau harus ngeri terhadap perselisihan, cercaan, fit-

nah, kebohongan, dan segala hal yang akan menyalakan api mur-

ka dalam rohmu sendiri atau roh orang lain. namun  , 

IV. Selanjutnya kita diajar mengenai betapa sulitnya mengendalikan 

lidah: Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-

binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan 

dan telah dijinakkan oleh sifat manusia. namun  tidak seorang pun 

yang berkuasa menjinakkan lidah (ay. 7-8). Seolah-olah Rasul 

Yakobus berkata, “Singa, dan binatang-binatang yang paling 

buas, serta kuda dan unta, dan makhluk-makhluk yang paling 

kuat, telah dijinakkan dan dikendalikan oleh manusia. Demikian 

pula halnya dengan burung-burung, meskipun mereka liar dan 

tidak jinak, dan sayap-sayap mereka senantiasa menjauhkan me-

reka dari jangkauan kita. Bahkan ular, kendati dengan segala 

bisa dan kelicikannya, telah dijinakkan dan dibuat tidak berba-

haya. Binatang-binatang di laut pun telah ditangkap oleh manu-

sia, dan dibuat berguna bagi mereka. Makhluk-makhluk ini tidak 

saja sudah ditaklukkan atau dijinakkan oleh mujizat (seperti 

singa-singa yang bertelut di samping Daniel, bukan melahap dia, 

dan burung-burung gagak yang memberi makan Elia, serta ikan 

besar yang membawa Yunus dari kedalaman laut ke tanah 

kering), namun  juga apa yang dibicarakan di sini merupakan se-

suatu yang lazim terjadi. Mereka ini tidak hanya sudah dijinak-

kan, namun  juga sudah menjadi jinak terhadap manusia. Sekali-

pun begitu, masih saja lidah lebih buruk dari semua makhluk ini, 

dan tidak dapat dijinakkan oleh kekuatan dan keahlian yang 

bermanfaat untuk menjinakkan makhluk-makhluk ini. Tidak ada 

orang yang bisa menjinakkan lidah tanpa anugerah dan perto-

longan adikodrati.” Rasul Yakobus tidak bermaksud menggambar-

kannya sebagai hal yang mustahil, namun  sebagai hal yang luar 

biasa sulit. Oleh sebab  itu diperlukan banyak kewaspadaan, usa-

ha, dan doa untuk tetap mengendalikan lidah. Namun kadang-

kadang semua usaha ini pun masih saja kurang. Sebab ia yaitu  

Surat Yakobus 3:1-12 

 351 

sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang 

mematikan. Binatang-binatang buas dapat dipelihara dalam ba-

tas-batas tertentu, mereka dapat diatur dengan aturan-aturan 

tertentu, dan bahkan ular dapat digunakan, sehingga meskipun 

berbisa, ia tidak melukai. namun  lidah mudah menerobos semua 

batasan dan aturan, dan menyemburkan racunnya pada satu 

atau lain kesempatan, meskipun kita sudah bertindak dengan 

sangat hati-hati. Sehingga lidah bukan saja perlu diawasi, dijaga, 

dan dikendalikan, sama seperti binatang buas, atau makhluk 

yang berbahaya dan beracun, namun  juga akan diperlukan jauh 

lebih banyak perhatian dan upaya untuk mencegah semburan-

semburan dan dampak-dampak yang merusak dari lidah. Walau-

pun begitu, 

V. Kita diajar untuk merenungkan bagaimana kita menggunakan 

lidah kita di dalam agama dan dalam melayani Tuhan . Dengan per-

menungan ini, kita juga diajar bagaimana menjaga lidah supaya 

tidak mengutuk, mencela, dan melakukan apa saja yang jahat 

pada kesempatan-kesempatan lain: Dengan lidah kita memuji 

Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang 

diciptakan menurut rupa Tuhan , dari mulut yang satu keluar berkat 

dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian 

terjadi (ay. 9-10). Betapa tidak masuk akal bahwa orang yang 

menggunakan lidah mereka untuk berdoa dan memuji, namun  juga 

menggunakannya untuk mengutuk, memfitnah, dan sejenisnya! 

Jika kita memuji Tuhan  sebagai Bapa kita, itu seharusnya meng-

ajar kita untuk berbicara yang baik-baik mengenai dan ramah 

kepada semua orang yang mengenakan gambar-Nya. Lidah yang 

menyapa Yang Ilahi dengan rasa hormat harus tetap dijaga setia, 

supaya jangan berbalik kepada sesama dengan memakai bahasa 

yang mencerca dan mencaci maki. Dikatakan tentang para Sera-

fim yang memuji Tuhan , bahwa mereka tidak berani menghakimi 

dengan kata-kata hujatan. Terlebih lagi, jika manusia mencela 

orang yang tidak hanya mengenakan gambar Tuhan  dalam indra-

indra alami mereka, namun  juga yang diperbaharui menyerupai 

rupa Tuhan  oleh anugerah Injil, maka ini merupakan perbuatan 

bertentangan yang paling memalukan bagi pengakuan bibir mere-

ka bahwa mereka menghormati Yang Asali. Hal ini tidak boleh 

demikian terjadi. Dan jika permenungan-permenungan seperti itu 


 352

selalu kita perhatikan, maka pasti tidak akan terjadi yang demi-

kian. Kesalehan dipermalukan jika hanya dipamerkan tanpa ada 

kasih di dalamnya. Lidah menyangkal dirinya sendiri jika pada 

suatu waktu ia berlagak memuja kesempurnaan-kesempurnaan 

Tuhan , dan mengembalikan semuanya kepada Dia, sementara pada 

waktu lain ia mengutuk bahkan orang-orang baik sekalipun jika 

mereka tidak memakai kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang 

sama seperti yang digunakannya. Lebih jauh lagi, untuk menegas-

kan permenungan ini, Rasul Yakobus menunjukkan bahwa dam-

pak-dampak yang berlawanan dari penyebab yang sama itu dah-

syat, dan tidak ditemukan di dalam alam, dan sebab  itu tidak 

mungkin bersesuaian dengan anugerah: Adakah sumber meman-

carkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Adakah 

pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok 

anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin 

tidak dapat mengeluarkan air tawar (ay. 11-12). Agama yang 

benar tidak akan mengakui tindakan-tindakan yang bertentang-

an. Dan orang yang betul-betul beragama tidak akan pernah mem-

biarkan adanya pertentangan entah dalam perkataan atau perbuat-

annya. Berapa banyak dosa yang akan dicegah, dan berapa ba-

nyak orang akan kembali bertobat, jika mereka senantiasa di-

ingatkan untuk selalu setia dengan diri mereka sendiri! 

Ciri-ciri Hikmat 

(3:13-18)  

13 Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara 

hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari 

kelemahlembutan. 14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu me-

mentingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah 

berdusta melawan kebenaran! 15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, 

namun  dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. 16 Sebab di mana ada 

iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala 

macam perbuatan jahat. 17 namun  hikmat yang dari atas yaitu  pertama-

tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan 

dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. 18 Dan buah 

yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang 

mengadakan damai. 

Seperti halnya dosa-dosa yang dikecam sebelumnya timbul dari 

anggapan diri lebih bijak dan lebih berbudi dari orang lain, demikian 

pula Rasul Yakobus dalam ayat-ayat di atas ini menunjukkan per-

bedaan antara orang yang berlagak bijak dan orang yang benar-benar

Surat Yakobus 3:13-18 

 353 

bijak, antara hikmat yang datang dari bawah (dari dunia atau neraka) 

dan hikmat yang datang dari atas. 

I.   Kita mendapati uraian tentang hikmat yang sejati, beserta ciri-ciri 

khas dan buah-buahnya: Siapakah di antara kamu yang bijak dan 

berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan 

perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan (ay. 

13). Orang yang benar-benar bijak yaitu  orang yang sangat 

berbudi. Ia tidak ingin membangun nama baik sebagai orang bijak 

tanpa mengumpulkan harta pengetahuan yang baik. Ia tidak akan 

menilai tinggi dirinya hanya sebab  mengetahui berbagai hal, 

kalau ia tidak memiliki hikmat untuk menerapkan dan meman-

faatkan apa yang diketahuinya itu dengan benar. Bijak dan 

berbudi ini harus dipadukan bersama-sama untuk mendapatkan 

gambaran tentang hikmat sejati. Siapa yang bijak dan berbudi? 

Nah, berbahagialah orang yang memiliki keduanya, yaitu bila 

tampak hal-hal berikut ini di dalam dirinya:  

1.  Perilaku yang baik. Jika kita lebih bijak dari orang lain, ini se-

mestinya terbukti dengan perilaku kita yang baik, bukan de-

ngan perilaku yang kasar atau angkuh. Perkataan yang mem-

beritahukan pengetahuan, yang menyembuhkan, dan yang 

melakukan kebaikan, yaitu  tanda-tanda hikmat. Bukan per-

kataan yang tampak hebat, yang merusak, dan yang menim-

bulkan kejahatan, entah dalam diri kita sendiri atau orang 

lain.  

2.  Hikmat sejati dapat diketahui melalui perbuatan-perbuatan-

nya. Perilaku di sini tidak hanya merujuk pada perkataan, 

namun  juga tindakan orang secara keseluruhan. sebab  itulah 

dikatakan, baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyata-

kan perbuatannya. Hikmat sejati tidak ada  pada gagasan-

gagasan atau rekaan-rekaan yang bagus, namun  lebih pada 

perbuatan-perbuatan yang baik dan berguna. Bukan orang 

yang berpikir dengan baik, atau berbicara dengan baik, yang 

dalam pengertian Kitab Suci dipandang bijak, kalau orang itu 

tidak hidup dan berbuat baik.  

3.  Hikmat sejati dapat diketahui dari kelemahlembutan roh dan 

sikap: Baiklah ia menyatakan kelemahlembutan, dst. Merupa-

kan suatu contoh yang agung dari hikmat jika kita dengan 

bijak mengendalikan amarah kita sendiri, dan dengan sabar 


 354

menghadapi amarah orang lain. Seperti halnya hikmat akan 

terbukti dengan sendirinya dalam kelemahlembutan, demikian 

pula kelemahlembutan akan menjadi sahabat yang baik bagi 

hikmat. Sebab tidak ada hal lain selain amarah yang dapat 

menghalang-halangi pemahaman yang semestinya, penilaian 

yang teguh, dan pikiran yang tidak memihak, yang niscaya 

memampukan kita untuk bertindak dengan bijak. jika  kita 

bersikap lembut dan tenang, maka kita benar-benar mampu 

untuk mendengarkan alasan dan mengutarakannya. Hikmat 

membuahkan kelemahlembutan, dan kelemahlembutan me-

ningkatkan hikmat. 

II.  Kita mendapati di sini bahwa orang-orang yang memiliki  sifat 

yang berlawanan dari apa yang baru saja disebutkan tidak boleh 

bermegah, dan apa yang mereka sangka sebagai hikmat ditelan-

jangi dalam segala hal yang dimegahkannya dan buah-buah yang 

dihasilkannya: “Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu 

mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri, dst. 

(ay. 14-16). Kamu boleh berlagak seperti yang kamu mau, dan 

menganggap dirimu begitu bijak, namun kamu memiliki  segu-

dang alasan untuk berhenti bermegah, jika kamu merendahkan 

kasih dan perdamaian, dan membuka jalan pada iri hati dan per-

selisihan. Semangatmu akan kebenaran atau ajaran yang benar, 

dan rasa bangga lebih berbudi dibandingkan  orang lain, jika kamu 

pergunakan hanya untuk membuat orang lain dibenci, dan untuk 

menunjukkan kedengkianmu sendiri dan kemarahanmu yang 

membara terhadap mereka, maka itu hanya mendatangkan aib 

bagi pengakuan iman Kristenmu, dan jelas-jelas bertentangan 

dengannya. Janganlah berdusta seperti itu terhadap kebenaran.” 

Perhatikanlah, 

1. Iri hati dan perselisihan dipertentangkan dengan kelemahlem-

butan hikmat. Hati yaitu  tempat kediaman bagi keduanya. 

namun  iri hati dan hikmat tidak bisa berdiam bersama-sama di 

dalam hati yang sama. Semangat yang kudus dan iri hati itu 

dua hal yang berbeda, seperti halnya cahaya para Serafim dan 

api neraka.  

2.  Urutan perbuatan-perbuatan ini dipaparkan di sini. Pertama-

tama timbul iri hati, lalu iri hati memicu timbulnya perselisih-

an. Perselisihan berusaha mencari-cari alasan untuk mem-

Surat Yakobus 3:13-18 

 355 

benarkan diri dengan bermegah dan berdusta. Kemudian (ay. 

16) dari situ timbullah kekacauan dan segala macam perbuat-

an jahat. Orang yang hidup dalam kebencian, iri hati, dan 

pertikaian, hidup dalam kekacauan, dan mudah terpancing 

serta cepat melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Kekacauan 

seperti itu menimbulkan banyak godaan, memperkuat godaan-

godaan, dan melibatkan orang dalam kesalahan yang besar. 

Satu dosa melahirkan dosa lain, dan tidak bisa dibayangkan 

berapa banyak kerusakan yang akan ditimbulkan: di situlah 

ada segala macam kejahatan. Apakah hikmat yang menghasil-

kan dampak-dampak seperti itu harus dimegahkan? Tidak 

mungkin demikian, sebab kalau begitu maka Kekristenan 

akan menjadi suatu kebohongan, dan mengajarkan bahwa 

yang dimaksud dengan hikmat yaitu  apa yang bertentangan 

dengannya. Sebab amatilah,  

3.  Dari mana hikmat seperti itu datang: Itu bukanlah hikmat yang 

datang dari atas, namun  muncul dari bawah. Dan terus terang 

saja, hikmat itu dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-

setan (ay. 15). Hikmat itu muncul dari kaidah-kaidah duniawi, 

bertindak berdasar  dorongan-dorongan hati yang duniawi, 

dan berniat untuk memenuhi tujuan-tujuan duniawi. Hikmat 

itu yaitu  nafsu manusia yang ingin memanjakan daging, dan 

merawat tubuh untuk memuaskan nafsu dan keinginannya. 

Atau, dalam bahasa aslinya, psychikē, sifat kebinatangan dari 

manusia – pekerjaan akal alami semata, tanpa terang adi-

kodrati. Hikmat seperti itu jahat, sebab hikmat seperti itu 

yaitu  hikmat setan-setan (untuk menggelisahkan dan me-

nyakiti). Hikmat seperti itu terilhami oleh setan-setan, yang 

dihukum sebab  kesombongan (1Tim. 3:6), dan yang di tem-

pat-tempat lain dalam Kitab Suci ditunjukkan kemurkaan 

mereka dan perbuatan mereka yang mendakwa saudara-sau-

dara kita. Oleh sebab  itu, orang-orang yang diangkat dengan 

hikmat seperti itu pasti jatuh ke dalam kutukan Iblis. 

III. Kita mendapati gambaran yang indah tentang hikmat yang datang 

dari atas, yang diuraikan secara lebih penuh, dan dipertentang-

kan dengan hikmat yang datang dari bawah: namun  hikmat yang 

dari atas yaitu  pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, dst. 

(ay. 17-18). Perhatikanlah di sini, hikmat sejati yaitu  karunia 


 356

Tuhan . Hikmat sejati tidak diperoleh dengan cara bergaul dengan 

manusia, juga bukan melalui pengetahuan tentang dunia (seperti 

yang dipikirkan dan dikatakan sebagian orang), namun  datang dari 

atas. Hikmat sejati terdiri atas hal-hal berikut ini:  

1. Hikmat sejati itu murni, tanpa bercampur dengan berbagai 

kaidah atau tujuan yang akan merendahkannya. Hikmat sejati 

itu bebas dari pelanggaran dan kecemaran, tidak memperbo-

lehkan apa saja yang diketahui sebagai dosa, namun  meng-

usahakan kekudusan baik di dalam hati maupun hidup.  

2.  Hikmat yang dari atas itu pendamai. Kedamaian mengikuti ke-

murnian, dan bergantung padanya. Orang yang betul-betul 

bijak melakukan apa yang mereka bisa untuk menjaga perda-

maian, supaya tidak dirusakkan. Mereka berusaha meng-

adakan perdamaian, supaya apa yang hilang dapat dipulihkan. 

Dalam negara, dalam keluarga, dalam jemaat, dalam semua 

masyarakat, dan dalam semua perbincangan dan hubungan, 

hikmat sorgawi membuat orang menjadi pendamai.  

3.  Hikmat sejati itu peramah, tidak mati-matian menuntut hak 

milik. Tidak mengatakan atau melakukan kekerasan apa saja 

dalam menegur. Tidak geram terhadap pendapat-pendapat 

orang lain, tidak mendesakkan pendapat-pendapat sendiri me-

lebihi bobotnya, tidak pula mendesakkan pendapat-pendapat 

orang yang menentang kita melebihi apa yang mereka niatkan. 

Tidak bersikap kasar dan suka menguasai dalam pergaulan, 

tidak pula ketus dan kejam dalam bersikap. Dengan demikian, 

keramahan dapat dipertentangkan dengan semuanya ini.  

4. Hikmat sorgawi itu penurut, eupeithēs, sangat mudah diyakin-

kan terhadap apa yang baik atau dijauhkan dari apa yang 

buruk. Ada juga sikap penurut yang lemah dan salah. namun  

sikap penurut yang menyerahkan diri pada ajakan-ajakan 

firman Tuhan  dan pada semua nasihat atau permintaan yang 

benar dan masuk akal dari sesama kita, tidaklah dapat diper-

salahkan. Bahkan terlebih lagi bila sikap penurut itu dilaku-

kan untuk menyudahi perselisihan, kalau tampak ada alasan 

yang baik untuk itu, dan jika  ada akhir yang baik akibat 

sikap itu.  

5. Hikmat sorgawi itu penuh belas kasihan dan buah-buah yang 

baik, batinnya condong pada apa saja yang baik dan luhur, 

baik untuk meringankan mereka yang berkekurangan maupun 

Surat Yakobus 3:13-18 

 357 

untuk mengampuni mereka yang melanggar, dan benar-benar 

melakukan hal ini  setiap kali ada kesempatan.  

6. Hikmat sorgawi itu tidak memihak. Kata aslinya, adiakritos, 

yang artinya tanpa kecurigaan, atau bebas dari penghakiman, 

tidak berprasangka secara tidak semestinya, atau tidak mem-

beda-bedakan dalam memperlakukan seseorang lebih dibandingkan  

yang lain. Tafsiran lebih luasnya, tanpa perselisihan, tidak ber-

tindak seperti pengikut bidah, dan bertikai hanya demi suatu 

golongan. Tidak pula mencela orang lain hanya sebab  mereka 

berbeda dari kita. Orang-orang terbijak paling kecil kemungkin-

annya untuk menjadi pencela.  

7.  Hikmat yang dari atas itu tidak munafik. Hikmat ini tidak me-

nyamarkan apa-apa, tidak pula ada tipu daya di dalamnya. 

Hikmat ini tidak mungkin jatuh ke dalam cara-cara yang 

dianggap bijak oleh dunia, yaitu yang bersifat licik dan penuh 

tipu muslihat. Sebaliknya, hikmat ini tulus dan terbuka, tidak 

goyah dan tidak berubah-ubah, dan setia dengan dirinya sen-

diri. Oh semoga saja kita semua selalu dibimbing oleh hikmat 

seperti ini! Dengan begitu, bersama-sama Rasul Paulus kita 

dapat berkata, hidup kami di dunia ini dikuasai oleh ketulusan 

dan kemurnian dari Tuhan  bukan oleh hikmat duniawi, namun  

oleh kekuatan kasih karunia Tuhan . Lalu, yang terakhir, hikmat 

sejati akan terus menaburkan buah-buah kebenaran dalam 

damai, dan dengan demikian, sekiranya mungkin, akan men-

ciptakan perdamaian di dunia (ay. 18). Apa yang ditaburkan 

dalam damai akan menghasilkan panen sukacita. Biar saja 

orang lain menuai buah-buah dari perselisihan dan semua 

keuntungan yang dapat mereka peroleh bagi diri mereka sen-

diri melaluinya. namun  marilah kita terus dengan damai mena-

burkan benih-benih kebenaran, dan kita dapat mengandalkan 

diri dengan itu bahwa jerih payah kita tidak akan sia-sia. 

Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-

orang yang tulus hati. Di mana ada kebenaran di situ akan 

tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenang-

an dan ketenteraman untuk selama-lamanya. 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  4  

Dalam pasal ini kita diarahkan untuk memperhatikan,  

I. Beberapa penyebab pertengkaran, selain yang sudah disebut-

kan dalam pasal sebelumnya, supaya kita waspada terhadap-

nya (ay. 1-5).  

II.  Kita diajar untuk meninggalkan persahabatan dengan dunia 

ini, sehingga kita berserah diri dan tunduk sepenuhnya ke-

pada Tuhan  (ay. 4-10).  

III. Segala fitnah dan penghakiman yang membabi buta terhadap 

orang lain harus dihindari dengan cermat (ay. 11-12).  

IV. Kita harus senantiasa memperhatikan, dan sepenuhnya meng-

hormati, keputusan-keputusan tentang apa yang diizinkan ter-

jadi dalam Pemeliharaan ilahi (ay. 13, sampai selesai). 

Asal Mula Sengketa dan Pertengkaran;  

Melawan Kesombongan; Tunduk kepada Tuhan   

(4:1-10) 

1 Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? 

Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam 

tubuhmu? 2 Kamu mengingini sesuatu, namun  kamu tidak memperolehnya, 

lalu kamu membunuh; kamu iri hati, namun  kamu tidak mencapai tujuanmu, 

lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, 

sebab  kamu tidak berdoa. 3 Atau kamu berdoa juga, namun  kamu tidak 

menerima apa-apa, sebab  kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu 

hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. 4 Hai kamu, 

orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan 

dengan dunia yaitu  permusuhan dengan Tuhan ? Jadi barangsiapa hendak 

menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Tuhan . 5 Janganlah 

kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: “Roh yang 

ditempatkan Tuhan  di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” 6 namun  

kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada 

itu. sebab  itu Ia katakan: “Tuhan  menentang orang yang congkak, namun  

mengasihani orang yang rendah hati.” 7 sebab  itu tunduklah kepada Tuhan , 


 360

dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! 8 Mendekatlah kepada 

Tuhan , dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu 

orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! 9 

Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawa-

mu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. 10 Rendah-

kanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu. 

Pasal sebelumnya berbicara tentang iri hati satu terhadap yang lain 

sebagai sumber utama dari sengketa dan pertengkaran. Pasal ini 

berbicara tentang hawa nafsu terhadap hal-hal duniawi, dan terlalu 

menghargai kesenangan-kesenangan duniawi dan persahabatan de-

ngan dunia, sebagai sesuatu yang membawa perpecahan di antara 

jemaat menjadi hal yang sangat memalukan. 

I.   Rasul Yakobus di sini menegur orang-orang Yahudi Kristen kare-

na pertengkaran mereka, dan sebab  hawa nafsu mereka sebagai 

penyebabnya: Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkar-

an di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu 

yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (ay. 1). Orang-orang 

Yahudi itu suka menghasut orang, dan sebab  itu sering kali 

menimbulkan pertikaian dengan orang-orang Romawi. Mereka 

suka sekali berselisih dan memecah belah, sering bertengkar di 

antara mereka sendiri. Dan banyak dari orang-orang Kristen yang 

rusak itu, yang kesalahan dan kekejiannya diperingatkan dalam 

surat kerasulan ini, tampak terseret ke dalam persengketaan 

bersama ini. Oleh sebab itulah Rasul Yakobus memberi tahu 

mereka bahwa penyebab dari sengketa dan pertengkaran mereka 

bukanlah (seperti yang mereka duga) semangat yang benar untuk 

membela negara dan demi kehormatan Tuhan , melainkan hawa 

nafsu mereka yang meraja-lelalah yang menjadi penyebab dari 

semuanya. Dari sini perhatikanlah, apa yang dibungkus dan 

diselimuti dengan dalih untuk membela Tuhan  dan agama, sering 

kali berasal dari kesombongan, kebencian, ketamakan, ambisi, 

dan balas dendam manusia. Orang-orang Yahudi melewati banyak 

pertempuran dengan penguasa Romawi sebelum mereka dihan-

curkan seluruhnya. Sering kali tanpa sebab yang jelas mereka 

ribut-ribut sendiri, dan kemudian terpecah belah ke dalam kelom-

pok-kelompok dan golongan-golongan sebab  perbedaan dalam 

melancarkan perang terhadap musuh mereka bersama. Maka dari 

itu terjadilah bahwa, sementara kepentingan mereka seharusnya 

untuk kebaikan, cara mereka melaksanakan dan menyiasatinya

Surat Yakobus 4:1-10 

 361 

malah didasarkan pada pegangan yang buruk. Hawa nafsu me-

reka yang bersifat duniawi dan kedagingan menimbulkan dan 

mengatur perang dan pertikaian mereka. namun  orang akan ber-

pikir bahwa apa yang dikatakan di sini sudah cukup untuk me-

naklukkan hawa nafsu mereka, sebab,  

1.  Mereka menimbulkan sengketa di dalam dan juga pertengkar-

an di luar. Amarah dan keinginan yang menggebu-gebu per-

tama-tama saling berjuang di antara sesama anggota, dan 

kemudian menimbulkan pertikaian dalam bangsa mereka. Ada 

peperangan antara hati nurani dan kebejatan, ada juga pepe-

rangan antara kebejatan yang satu dan kebejatan yang lain, 

dan dari peselisihan-perselisihan itu sendiri timbullah perteng-

karan mereka satu dengan yang lain. Dengan menerapkan ini 

pada masalah-masalah pribadi, bukankah kita juga bisa ber-

kata bahwa sengketa dan pertengkaran di antara sanak-sau-

dara dan tetangga berasal dari hawa nafsu yang saling ber-

juang dalam tubuh mereka? Nafsu akan kuasa dan kekuasa-

an, nafsu kesenangan, nafsu akan kekayaan, satu atau lebih 

dari nafsu-nafsu itu menimbulkan segala macam percekcokan 

dan perselisihan yang ada di dunia. Dan, sebab  semua seng-

keta dan pertengkaran berasal dari kebejatan hati kita sendiri, 

maka cara yang benar untuk menyembuhkan pertikaian ada-

lah dengan mencabut akarnya, dan mematikan nafsu-nafsu 

yang saling berjuang dalam anggota-anggota satu sama lain.  

2.  Nafsu-nafsu ini seharusnya mati jika kita memikirkan bahwa 

semuanya itu akan mengecewakan: “Kamu mengingini sesuatu, 

namun  kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu 

iri hati, namun  kamu tidak mencapai tujuanmu (ay. 2). Kamu 

mengingini hal-hal besar bagi dirimu sendiri, dan kamu me-

nyangka akan memperolehnya melalui kemenanganmu atas 

bangsa Romawi, atau dengan menekan pihak ini dan pihak itu 

di antara kamu sendiri. Kamu berpikir bahwa kamu akan 

mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan besar bagi dirimu 

sendiri, dengan menggulingkan segala sesuatu yang mengha-

lang-halangi keinginanmu yang menggebu-gebu. namun  sung-

guh malang, segala pekerjaan dan darahmu menjadi sia-sia, 

saat  kamu saling membunuh dengan pandangan-pandangan 

seperti ini.” Keinginan-keinginan yang tidak semestinya pasti 

akan sepenuhnya dikecewakan, atau tidak akan terpenuhi dan 


 362

terpuaskan dengan memperoleh apa yang diinginkan. Kata 

yang di sini diartikan tidak memperoleh berarti tidak dapat 

mencapai kebahagiaan yang dicari. Dari sini perhatikanlah, 

hawa nafsu duniawi dan kedagingan yaitu  penyakit yang 

akan membuat pikiran tidak tenang dan tidak puas.  

3.  Keinginan-keinginan dan segala perasaan yang berdosa pada 

umumnya tidak mengikutsertakan doa, dan di dalamnya tidak 

ada keinginan-keinginan terhadap Tuhan : “Lalu kamu berteng-

kar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, ka-

rena kamu tidak berdoa. Kamu bertengkar, dan tidak berhasil, 

sebab  kamu tidak berdoa, sebab  kamu tidak bertanya 

kepada Tuhan  dalam usaha-usahamu, apakah Ia akan memper-

bolehkannya atau tidak. Kamu tidak menyerahkan jalanmu 

kepada-Nya, dan memberitahukan permintaan-permintaanmu 

kepada-Nya, namun  mengikuti pandangan dan kecenderungan-

mu sendiri yang rusak. Oleh sebab  itulah kamu senantiasa 

menemui kekecewaan.” Atau kalau tidak,  

4. “Nafsu-nafsumu merusak doa-doamu, dan menjadikannya ke-

kejian bagi Tuhan , setiap kali kamu memanjatkannya kepada 

Dia (ay. 3). Atau kamu berdoa juga, namun  kamu tidak menerima 

apa-apa, sebab  kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta 

itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” 

Seolah-olah dikatakan di sini, “Meskipun mungkin adakalanya 

kamu berdoa supaya berhasil melawan musuh-musuhmu, na-

mun kamu tidak bermaksud untuk memanfaatkan keuntung-

an-keuntungan yang kamu peroleh untuk meningkatkan kesa-

lehan dan agama sejati dalam dirimu sendiri atau orang lain. 

Sebaliknya, kesombongan, keangkuhan, kemewahan, dan naf-

su kedagingan, itulah yang ingin kamu layani dengan keberha-

silanmu, dan bahkan dengan doa-doamu. Kamu ingin hidup 

dalam kekuasaan dan kegelimangan, ingin bermewah-mewah 

dan memuaskan nafsu kedagingan. Dengan begitu kamu 

mempermalukan ibadah dan menghina Tuhan  dengan tujuan-

tujuan yang keji dan hina seperti itu. Oleh sebab  itulah doa-

doamu ditolak.” Marilah kita belajar dari sini, dalam meng-

urusi semua perkara duniawi kita, dan dalam doa-doa kita 

kepada Tuhan  supaya berhasil di dalamnya, untuk memastikan 

bahwa tujuan-tujuan kita benar. jika  orang menjalankan 

urusan duniawi (misalnya sebagai pedagang atau petani), dan 

Surat Yakobus 4:1-10 

 363 

meminta kepada Tuhan  supaya berhasil, namun  tidak menerima 

apa yang mereka minta, itu sebab  mereka meminta untuk 

tujuan dan niat yang salah. Mereka meminta Tuhan  untuk 

membuat mereka berhasil dalam panggilan hidup atau peker-

jaan mereka, bukan supaya mereka dapat memuliakan Bapa 

mereka di sorga dan berbuat baik dengan apa yang mereka 

punya, namun  supaya mereka dapat menghabiskannya untuk 

memuaskan hawa nafsu mereka – supaya mereka bisa makan 

makanan yang lebih enak, minum minuman yang lebih mahal, 

dan memakai pakaian yang lebih bagus, dan dengan demikian 

memuaskan kesombongan, keangkuhan, dan keinginan mere-

ka untuk bermewah-mewah. namun , jika kita mencari perkara-

perkara dunia ini dengan cara seperti itu, maka sudah sewa-

jarnya Tuhan  menolaknya. Sebaliknya, jika kita mencari apa 

saja yang dapat kita gunakan untuk melayani Tuhan , maka kita 

dapat berharap bahwa Ia akan memberi  apa yang kita cari 

atau memberi kita hati untuk berpuas diri tanpa memilikinya, 

dan memberi  kesempatan untuk melayani dan memulia-

kan Dia dengan suatu cara lain. Marilah kita camkan ini, bah-

wa jika  doa-doa kita tidak dijawab, itu sebab  kita salah 

berdoa. Entah kita tidak meminta untuk tujuan-tujuan yang 

benar atau tidak dengan cara yang benar, tidak dengan iman 

atau tidak dengan kesungguhan hati. Keinginan yang dingin-

dingin saja dan disertai ketidakpercayaan hanya mengundang 

penolakan. Hal ini dapat kita yakini, bahwa jika  doa-doa 

kita lebih merupakan bahasa hawa nafsu, dan bukan anu-

gerah yang ada pada kita, maka doa-doa itu akan kembali 

dengan hampa. 

II. Kita diberi peringatan yang baik untuk menghindari segala persa-

habatan terlarang dengan dunia ini: Hai kamu, orang-orang yang 

tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan 

dunia yaitu  permusuhan dengan Tuhan ? (ay. 4). Orang-orang 

duniawi di sini disebut sebagai orang-orang yang tidak setia (KJV: 

pezinah) sebab  kedurhakaan mereka terhadap Tuhan , sementara 

mereka memberi  perasaan-perasaan terbaik kepada dunia. Di 

tempat lain ketamakan disebut sebagai penyembahan berhala, dan 

di sini disebut sebagai perzinahan. Perzinahan berarti meninggal-

kan orang yang kepadanya kita mengabdikan diri atau mengikat 


 364

diri dan melekat pada yang lain. Sebutan untuk hal ini diberikan 

kepada pikiran yang duniawi, yang merupakan permusuhan ter-

hadap Tuhan . Orang bisa saja mendapatkan hal-hal yang baik 

dalam hidup ini dalam jumlah yang besar, namun tetap menjaga 

kasihnya kepada Tuhan . namun  orang yang hatinya terpatri pada 

dunia, yang menempatkan kebahagiaannya pada dunia, ingin 

serupa dengan dunia, dan bersedia melakukan apa saja dibandingkan  

kehilangan persahabatan dengan dunia, maka ia yaitu  musuh 

Tuhan . Kita sedang membangun pengkhianatan dan pemberontak-

an terhadap Tuhan  jika kita menempatkan dunia di atas takhta-

Nya di dalam hati kita. Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat 

dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Tuhan . Orang yang ingin 

bertindak berdasar  prinsip ini, yaitu membuat dunia tetap 

tersenyum, dan terus menjaga persahabatan dengannya, tidak 

bisa tidak pasti menunjukkan dirinya, di dalam roh dan dalam 

perbuatan juga, sebagai musuh Tuhan . Kamu tidak dapat meng-

abdi kepada Tuhan  dan kepada Mamon (Mat. 6:24). Oleh sebab  

itulah timbul sengketa dan pertengkaran dari cinta terhadap 

dunia ini, yaitu cinta yang menyerupai perzinahan dan penyem-

bahan berhala, dan dari perbuatan melayani dunia. Sebab adakah 

kedamaian di antara manusia, selama ada permusuhan terhadap 

Tuhan ? Atau siapa yang dapat melawan Tuhan  dan berhasil? “Re-

nungkanlah dengan sungguh-sungguh apa roh dunia itu, maka 

kamu akan mendapati bahwa kamu tidak dapat menyesuaikan 

diri dengannya sebagai sahabat, namun  pasti dunia akan mem-

buatmu iri hati, dan penuh dengan kecenderungan jahat, sebagai-

mana dunia biasanya . Janganlah kamu menyangka, bahwa 

Kitab Suci tanpa alasan berkata: Roh yang ditempatkan Tuhan  di 

dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” (ay. 5). Penjelasan 

yang diberikan Kitab Suci tentang kodrat hati manusia yaitu  

bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahat-

an semata-mata (Kej. 6:5). Kodrat yang sudah menjadi bejat 

terutama menunjukkan dirinya dengan iri hati, dan selalu ada 

kecenderungan untuk itu. Roh yang secara alami berdiam dalam 

diri manusia selalu mengeluarkan suatu khayalan jahat, selalu 

berusaha menandingi apa yang kita lihat dan ketahui dalam diri 

orang lain, dan berusaha mendapatkan hal-hal yang dimiliki dan 

dinikmati orang lain. Nah, cara dunia ini, yang suka akan keme-

gahan dan kesenangan, dan bersengketa dan bertengkar demi 

Surat Yakobus 4:1-10 

 365 

hal-hal ini, merupakan akibat yang pasti dari persahabatan de-

ngan dunia. Sebab tidak ada persahabatan tanpa kesatuan jiwa, 

dan sebab  itu orang-orang Kristen, untuk menghindari perseli-

sihan, harus menghindari persahabatan dengan dunia, dan harus 

menunjukkan bahwa mereka digerakkan oleh kaidah-kaidah yang 

lebih mulia, dan bahwa roh yang lebih mulia berdiam dalam diri 

mereka. Sebab, jika kita milik Tuhan , Ia memberi  anugerah 

yang lebih dibandingkan  sekadar hidup dan bertindak seperti yang 

dilakukan dunia biasanya . Roh dunia mengajar manusia 

untuk menjadi orang kikir. Tuhan  mengajar mereka untuk bermu-

rah hati. Roh dunia mengajar kita untuk menimbun, atau menge-

luarkan sesuatu untuk diri kita sendiri, dan untuk menuruti 

keinginan kita sendiri. Tuhan  mengajar kita untuk mau memberi 

guna memenuhi kebutuhan dan bagi penghiburan orang lain, dan 

dengan demikian berbuat baik kepada semua orang di sekeliling 

kita, sesuai kemampuan kita. Anugerah Tuhan  bertentangan de-

ngan roh dunia, dan sebab  itu persahabatan dengan dunia harus 

dihindari, jika kita mengaku sebagai sahabat-sahabat Tuhan . Bah-

kan, anugerah Tuhan  akan memperbaiki dan menyembuhkan roh 

yang secara alami berdiam dalam diri kita. Di mana Ia memberi-

kan anugerah, di situ juga Ia memberi  roh lain yang berbeda 

dari roh dunia. 

III. Kita diajar untuk mencermati perbedaan yang dibuat Tuhan  antara 

kecongkakan dan kerendahan hati. Tuhan  menentang orang yang 

congkak, namun  mengasihani orang yang rendah hati (ay. 6). Ini 

diketengahkan sebagai bahasa Kitab Suci dalam Perjanjian Lama. 

Sebab demikianlah yang dinyatakan dalam Kitab Mazmur, bahwa 

Tuhan  menyelamatkan bangsa yang tertindas (jika roh mereka 

sesuai dengan keadaan mereka), namun  orang yang memandang 

dengan congkak Ia rendahkan (Mzm. 18:28). Dan dalam kitab 

Amsal dikatakan, jika  Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun 

mencemooh, namun  orang yang rendah hati dikasihani-Nya (Ams. 

3:34). Dua hal harus dicermati di sini:  

1. Kehinaan yang ditimpakan ke atas orang congkak: Tuhan  me-

nentang mereka. Kata aslinya, antitassetai, berarti Tuhan  me-

nempatkan diri-Nya bagaikan sedang berperang melawan me-

reka. Dan kehinaan apa lagi yang lebih besar dibandingkan  saat  

seseorang dinyatakan Tuhan  sebagai pemberontak, musuh, dan 


 366

pengkhianat bagi mahkota dan martabat-Nya, dan bertindak 

melawan Dia? Orang congkak menentang Tuhan . Dalam budi 

pekertinya ia menentang kebenaran-kebenaran Tuhan . Dalam 

kehendaknya ia menentang kebenaran-kebenaran Tuhan . Da-

lam kehendaknya ia menentang hukum-hukum Tuhan . Dalam 

keinginan-keinginannya ia menentang pemeliharaan Tuhan . 

Oleh sebab  itu tidak mengherankan jika Tuhan  menempatkan 

diri-Nya melawan orang congkak. Hendaklah jiwa-jiwa yang 

congkak mendengarkan ini dan gemetar, bahwa Tuhan  menen-

tang mereka. Siapa yang bisa menggambarkan keadaan me-

nyedihkan dari orang-orang yang menjadikan Tuhan  sebagai 

musuh mereka? Ia pasti (cepat atau lambat) akan menimpa-

kan aib pada wajah-wajah yang sudah memenuhi hati mereka 

dengan kesombongan. Oleh sebab  itu, kita harus menentang 

kecongkakan dalam hati kita, jika kita tidak mau Tuhan  

menentang kita.  

2. Kehormatan dan pertolongan yang diberikan Tuhan  kepada 

orang yang rendah hati. Anugerah, sebagai lawan dari aib, 

yaitu  kehormatan. Anugerah ini diberikan Tuhan  kepada 

orang yang rendah hati. jika  Tuhan  memberi  anugerah 

kepada orang yang rendah hati, maka Ia juga akan memberi-

kan semua anugerah lain. Juga seperti halnya dalam permula-

an ayat 6 ini, Ia akan memberi  anugerah yang lebih besar. 

jika  Tuhan  memberi  anugerah sejati, Ia akan memberi-

kannya lebih banyak lagi. Sebab setiap orang yang mempu-

nyai, dan menggunakan dengan benar apa yang dipunyainya, 

kepadanya akan diberikan lebih banyak lagi. Tuhan  terutama 

akan memberi  anugerah yang lebih besar lagi kepada 

orang yang rendah hati, sebab  mereka menyadari kebutuhan 

mereka akan anugerah itu, akan berdoa memintanya, dan ber-

syukur untuknya. Dan orang-orang seperti itu akan memiliki-

nya. Oleh sebab itulah,  

IV. Kita diajar untuk tunduk sepenuhnya kepada Tuhan : sebab  itu 

tunduklah kepada Tuhan , dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari 

padamu! (ay. 7). Orang-orang Kristen harus mencampakkan per-

sahabatan dengan dunia, dan waspada terhadap iri hati dan 

kesombongan yang mereka lihat merajalela dalam manusia-ma-

nusia duniawi. Melalui anugerah, mereka harus belajar untuk 

Surat Yakobus 4:1-10 

 367 

bermegah dalam ketundukan mereka kepada Tuhan . “Tunduklah 

kepada Dia seperti warga kepada raja mereka, di dalam kewajib-

an, dan seperti seorang teman satu sama lain, di dalam kasih dan 

perhatian. Tundukkanlah budi pekertimu kepada kebenaran-

kebenaran Tuhan . Tundukkanlah kehendakmu kepada kehendak 

Tuhan , kehendak perintah-Nya, dan kehendak pemeliharaan-Nya.” 

Kita yaitu  warga-Nya, dan sebab  itu kita harus tunduk, bukan 

saja dalam ketakutan, namun  juga dalam kasih. Bukan saja oleh 

sebab  kemurkaan Tuhan , namun  juga oleh sebab  suara hati kita. 

“Tundukkanlah dirimu kepada Tuhan , dengan menimbang betapa 

dalam banyak hal kita wajib melakukan ini, dan apa keuntungan 

yang akan kita peroleh darinya. Sebab Tuhan  tidak akan mencela-

kakanmu dengan berkuasanya Dia atas dirimu, namun  akan men-

datangkan kebaikan bagimu.” Nah, sebab  tunduk dan berserah 

diri kepada Tuhan  ini merupakan hal yang akan berusaha diha-

lang-halangi Iblis dengan teramat gigih, maka kita dengan penuh 

perhatian dan keteguhan hati yang besar harus berusaha mela-

wan bujukan-bujukannya. Jika Iblis menggambarkan kerelaan 

berserah diri kepada kehendak dan pemeliharaan Tuhan  sebagai 

hal yang akan membawa celaka dan membuat kita dihina dan 

sengsara, maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk me-

rasa takut seperti ini. Jika Iblis menggambarkan tunduk kepada 

Tuhan  sebagai halangan bagi kenyamanan lahiriah kita, atau 

kemajuan-kemajuan duniawi kita, kita harus melawan hasutan-

hasutan untuk berlaku sombong dan malas ini. Jika Iblis ingin 

menggoda kita untuk menyalahkan Pemeliharaan ilahi atas segala 

kesengsaraan, salib, dan penderitaan kita, dengan maksud su-

paya kita mengikuti petunjuk-petunjuknya, dan bukan petunjuk-

petunjuk Tuhan , supaya terhindar dari semua kesengsaraan itu, 

maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk marah seperti 

ini, dengan tidak marah sehingga membawa kepada kejahatan. 

“Jangan biarkan iblis, dalam upaya-upaya ini atau upaya-upaya 

sejenisnya, berhasil membujukmu. namun  lawanlah dia, maka ia 

akan lari dari padamu.” Jika kita dengan nista menyerah pada 

godaan-godaan, maka Iblis akan terus mengikuti kita. namun  jika 

kita mengenakan seluruh perlengkapan senjata Tuhan , dan berdiri 

teguh melawan dia, maka ia akan enyah dari kita. Tekad kuat 

akan membuat pintu tertutup rapat-rapat bagi godaan.  


 368

V.  Kita diajarkan bagaimana harus berlaku terhadap Tuhan , untuk 

tunduk kepada-Nya (ay. 8-10).  

1. Mendekatlah kepada Tuhan . Hati yang sudah memberontak 

harus dibuat tersungkur di kaki Tuhan . Roh yang jauh dan 

terasing dari hidup bersekutu dan bergaul dengan Tuhan  harus 

didekatkan untuk mengenal Dia: “Mendekatlah kepada Tuhan , 

dalam ibadah dan ketetapan-ketetapan-Nya, dan dalam setiap 

kewajiban yang dituntut-Nya darimu.”  

2.  Tahirkanlah tanganmu. Orang yang datang kepada Tuhan  harus 

menahirkan tangannya. Oleh sebab  itulah Rasul Paulus me-

merintahkan untuk menadahkan tangan yang suci, tanpa 

marah dan tanpa perselisihan (1Tim. 2:8), tangan yang bersih 

dari darah, suap, dan segala sesuatu yang tidak adil atau ke-

jam, dan bersih dari segala kecemaran dosa. Orang tidak tun-

duk kepada Tuhan  jika ia menjadi hamba dosa. Tangan harus 

ditahirkan oleh iman, pertobatan, dan pembaharuan, atau sia-

sia saja kita mendekat kepada Tuhan  di dalam doa, atau dalam 

ibadah apa saja.  

3. Hati orang yang mendua harus disucikan. Orang yang berpin-

dah-pindah haluan antara Tuhan  dan dunia, itulah yang dimak-

sudkan di sini dengan mendua hati. Menyucikan hati berarti 

tulus, dan bertindak berdasar  tujuan dan pegangan yang 

satu ini, yaitu lebih ingin menyenangkan Tuhan  dibandingkan  meng-

inginkan apa saja di dunia ini. Kemunafikan yaitu  ketidak-

sucian hati. namun  orang yang tunduk kepada Tuhan  dengan 

benar akan menyucikan hati mereka dan juga menahirkan 

tangan mereka.  

4. Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah. “Pen-

deritaan apa saja yang dikirimkan Tuhan  kepadamu, terimalah 

itu seperti yang dikehendaki-Nya darimu, dan sadarilah ada 

apa sebenarnya dengan semua penderitaan itu. Sadarilah ke-

malanganmu jika  kemalangan ditimpakan kepadamu, dan 

janganlah meremehkannya. Atau ikutlah menderita dengan 

berbela rasa terhadap orang-orang yang menderita, dan de-

ngan meresapi malapetaka-malapetaka yang menimpa jemaat 

Tuhan . Berdukacita dan merataplah atas dosa-dosamu sendiri 

dan dosa-dosa orang lain. Masa-masa perselisihan dan per-

pecahan yaitu  masa-masa untuk berdukacita, dan dosa-dosa 

yang menimbulkan sengketa dan pertengkaran harus diratapi. 

Surat Yakobus 4:1-10 

 369 

Hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacita-

mu dengan dukacita.” Hal ini dapat dipandang sebagai persiap-

an hati menyambut datangnya dukacita atau sebagai petunjuk 

untuk bersungguh-sungguh. Orang bisa saja tidak menyukai 

dukacita, namun  Tuhan  dapat menimpakannya atas mereka. Ja-

nganlah orang tertawa sampai terbahak-bahak, sehingga Tuhan  

mengubah tawa mereka menjadi ratapan. Dan orang-orang 

Kristen yang disurati Yakobus ini, yang tidak terlibat dalam 

perkara ini, terancam akan tertimpa masalah ini. Oleh sebab  

itu mereka dituntun, sebelum semuanya menjadi lebih buruk, 

untuk menyingkirkan canda tawa mereka yang sia-sia dan 

kesenangan indrawi mereka, dan membenamkan diri dalam 

dukacita yang saleh dan air mata pertobatan.  

5. “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan. Biarlah perasaan-

perasaan di dalam batin sesuai dengan ungkapan-ungkapan 

kesengsaraan, penderitaan, dan dukacita lahiriah yang dise-

butkan sebelumnya.” Kerendahan hati dituntut di sini, seolah-

olah kita menghadap Dia yang terutama melihat hati manusia. 

“Hendaklah kamu sepenuhnya merendah dalam meratapi 

segala sesuatu yang jahat. Hendaklah kamu betul-betul rendah 

hati dalam melakukan apa yang baik: Rendahkanlah dirimu.” 

VI. Kita diberi dorongan yang besar untuk mendekat kepada Tuhan : 

Mendekatlah kepada Tuhan , dan Ia akan mendekat kepadamu (ay. 

8), dan Ia akan meninggikan orang-orang yang merendahkan diri 

di hadapan-Nya (ay. 10). Orang yang mendekat kepada Tuhan  da-

lam menjalankan kewajibannya, akan mendapati Tuhan  mendekat 

kepada mereka di jalan belas kasihan. Mendekatlah kepada-Nya 

dalam iman, kepercayaan, dan ketaatan, maka Ia akan mendekat 

kepadamu untuk membebaskan kamu. Jika kita tidak mempu-

nyai persekutuan yang erat dengan Tuhan , itu salah kita sendiri, 

dan bukan kesalahan-Nya. Ia akan meninggikan orang yang ren-

dah hati. Itu jugalah yang dinyatakan Tuhan kita sendiri, barang-

siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Mat. 23:12). Jika kita 

benar-benar bertobat dan merendahkan diri di bawah tanda-

tanda kemurkaan Tuhan , maka dalam waktu sebentar saja kita 

akan mengetahui keuntungan-keuntungan dari perkenanan-Nya. 

Ia akan mengangkat kita keluar dari masalah, atau akan mening-

gikan kita dalam roh dan penghiburan di dalam masalah. Ia akan 


 370

meninggikan kita hingga kita memperoleh kehormatan dan ke-

amanan di dunia, atau akan meninggikan kita di jalan menuju 

sorga, sehingga mengangkat hati dan perasaan kita mengatasi 

dunia. Tuhan  menghidupkan semangat orang-orang yang rendah 

hati (Yes. 57:15), Ia akan mendengarkan keinginan orang-orang 

yang tertindas (Mzm. 10:17), dan pada akhirnya akan meninggi-

kan mereka hingga memperoleh kemuliaan. Kerendahan hati men-

dahului kehormatan. Kehormatan tertinggi di sorga akan menjadi 

upah bagi kerendahan hati yang terdalam di bumi. 

Peringatan terhadap Fitnah dan Kelancangan 

(4:11-17) 

11 Saudara-saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah! Barangsiapa mem-

fitnah saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hukum dan mengha-

kiminya; dan jika engkau menghakimi hukum, maka engkau bukanlah penu-

rut hukum, namun  hakimnya. 12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, 

yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. namun  siapa-

kah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia? 13 Jadi 

sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke 

kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta men-

dapat untung,” 14 sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apa-

kah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja keli-

hatan lalu lenyap. 15 Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan meng-

hendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” 16 namun  sekarang 

kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang 

demikian yaitu  salah. 17 Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat 

baik, namun  ia tidak melakukannya, ia berdosa. 

Dalam bagian pasal ini,  

I.  Kita diperingatkan terhadap dosa memfitnah: Saudara-saudaraku, 

janganlah kamu saling memfitnah! (ay. 11). Kata Yunani, katalaleite, 

berarti berbicara apa saja yang dapat menyakiti atau melukai orang 

lain. Kita tidak boleh membicarakan yang buruk-buruk, meskipun 

itu benar, kecuali kita dipanggil untuk itu, dan ada kepentingan 

untuk itu. Terlebih lagi kita tidak boleh menceritakan hal-hal 

buruk jika  itu salah, atau sepanjang pengetahuan kita mung-

kin salah. Bibir kita harus dibimbing oleh hukum kebaikan, se-

perti juga oleh kebenaran dan keadilan. Hal ini, yang dijadikan Sa-

lomo sebagai bagian penting dari tabiat istri yang cakap, bahwa ia 

membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut

Surat Yakobus 4:11-17 

 371 

 ada di lidahnya (Ams. 31:26), haruslah menjadi bagian dari tabiat 

setiap orang Kristen sejati. Janganlah kamu saling memfitnah,  

1.  sebab  kamu semua bersaudara. Desakan yang disampaikan 

Rasul Yakobus di sini memiliki dasarnya. sebab  orang-orang 

Kristen bersaudara, mereka tidak boleh mencemarkan atau 

menjelek-jelekkan satu sama lain. Kita dituntut supaya peka 

terhadap nama baik saudara-saudara kita. jika  kita tidak 

bisa membicarakan apa yang baik, lebih baik kita menutup 

mulut dibandingkan  mengatakan yang buruk-buruk. Janganlah 

menjadi kesukaan kita untuk menyebarkan kesalahan-kesa-

lahan orang lain, membocorkan hal-hal yang rahasia, hanya 

untuk menyingkapkannya di depan umum. Juga, jangan suka 

melebih-lebihkan kesalahan mereka yang sudah diketahui, 

melebihi apa yang sepantasnya diterima mereka. Dan yang pa-

ling buruk dari semuanya, janganlah suka mengarang-ngarang 

cerita palsu, dan menyebarkan gunjingan-gunjingan tentang 

orang lain yang sama sekali tidak benar. Bukankah semuanya 

ini akan menimbulkan kebencian dunia terhadap orang-orang 

yang terlibat dalam kepentingan-kepentingan yang sama 

seperti kita sendiri dan menghasut dunia untuk menganiaya 

mereka? Padahal dengan berbagi kepentingan yang sama, 

bukankah kita seharusnya berdiri atau jatuh bersama-sama 

dengan mereka? “Camkanlah ini, kamu semua bersaudara.”  

2.  sebab  memfitnah berarti menghakimi hukum: Barangsiapa 

memfitnah saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hu-

kum dan menghakiminya. Hukum Musa mengatakan, jangan-

lah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara 

orang-orang sebangsamu (Im. 19:16). Hukum Kristus mengata-

kan, jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi 

(Mat. 7:1). Intisari dari kedua hukum itu yaitu  bahwa ma-

nusia harus mengasihi satu sama lain. Oleh sebab  itu, lidah 

yang memfitnah berarti menghina hukum Tuhan  dan perintah 

Kristus, saat  ia menjelek-jelekkan sesamanya. Melanggar 

perintah-perintah Tuhan  itu sama saja dengan mencela dan 

menghakimi perintah itu, seolah-olah perintah-Nya terlalu 

ketat dan terlalu mengekang kita. Orang-orang Kristen yang 

disurati Rasul Yakobus mudah mengatakan hal-hal yang 

sangat keras tentang satu sama lain, oleh sebab  perbedaan-

perbedaan di antara mereka mengenai masalah-masalah se-


 372

pele (seperti kebiasaan memakan daging dan menganggap 

penting hari-hari tertentu, seperti yang terlihat dari Roma 14): 

“Nah,” tegas Rasul Yakobus, “orang yang mencela dan mengu-

tuk saudaranya sebab  tidak setuju dengan dia dalam hal-hal 

yang oleh hukum Tuhan  dibiarkan begitu saja berarti mencela 

dan mengutuk hukum Tuhan  itu, seolah-olah hukum-Nya telah 

berbuat jahat dengan membiarkannya begitu saja. Orang yang 

bertengkar dengan saudaranya dan mengecamnya sebab  apa 

saja yang tidak ditentukan dalam firman Tuhan , berarti meren-

dahkan firman Tuhan , seolah-olah firman Tuhan  bukan peratur-

an yang sempurna. Mari kita berhati-hati supaya tidak 

menghakimi hukum itu, sebab hukum Tuhan itu sempurna. 

Jika orang melanggar hukum, biarlah hukum itu menghakimi-

nya. Jika ia tidak melanggarnya, janganlah kita menghakimi 

dia.” Memfitnah yaitu  kejahatan yang keji, sebab  dengan 

memfitnah itu berarti kita lupa akan tempat kita, bahwa kita 

harus menjadi pelaku hukum. Itu juga berarti kita menem-

patkan diri di atas hukum, seolah-olah kita menjadi hakim 

atasnya. Orang yang bersalah atas dosa yang diperingatkan di 

sini bukan penurut atau pelaku hukum, melainkan hakim 

atas hukum itu. Orang itu mengambil tugas dan tempat yang 

bukan miliknya, dan pasti ia akan menderita atas kelancang-

annya itu pada akhirnya. Orang yang suka menghakimi 

hukum biasanya  paling gagal dalam menurutinya.  

3.  sebab  Tuhan , Sang Pembuat Hukum, meletakkan sepenuhnya 

kuasa untuk menjatuhkan hukuman terakhir atas manusia 

pada diri-Nya sendiri: Hanya ada satu Pembuat hukum dan 

Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan mem-

binasakan. namun  siapakah engkau, sehingga engkau mau 

menghakimi sesamamu manusia? (ay. 12). Bukan berarti pe-

nguasa dan negara, melalui apa yang dikatakan di sini, tidak 

boleh membuat hukum. Tidak pula bahwa warga negara dido-

rong untuk tidak mematuhi hukum-hukum manusia. Bukan 

begitu, namun  maksudnya Tuhan  tetap harus diakui sebagai 

Pemberi Hukum tertinggi, yang satu-satunya dapat memberi 

hukum kepada hati nurani, dan yang satu-satunya harus di-

patuhi secara mutlak. Hak-Nya untuk membuat hukum tidak 

dapat diganggu gugat, sebab  Ia memiliki kuasa tak terhingga 

untuk menegakkannya. Dia berkuasa menyelamatkan dan 

Surat Yakobus 4:11-17 

 373 

membinasakan, yang tidak bisa dilakukan oleh siapa pun. Ia 

memiliki kuasa penuh untuk memberi upah kepada orang-

orang yang menjalankan hukum-Nya, dan menghukum semua 

orang yang tidak mematuhinya. Ia dapat menyelamatkan jiwa, 

dan membuatnya bahagia untuk selama-lamanya. Ia juga bisa, 

sesudah  membunuh, mencampakkannya ke dalam neraka. 

Oleh sebab  itu, Ia harus ditakuti dan dipatuhi sebagai Sang 

Pemberi Hukum yang agung, dan segala penghakiman harus 

diserahkan kepada-Nya. sebab  ada satu Pemberi Hukum, 

kita dapat menyimpulkan bahwa tak seorang pun, atau kum-

pulan manusia mana pun di dunia ini, boleh mengaku-ngaku 

membuat hukum yang secara langsung mengikat hati nurani. 

Sebab itu yaitu  hak istimewa Tuhan , yang tidak boleh diram-

pas. Seperti halnya Rasul Yakobus sudah memperingatkan 

kita sebelumnya supaya jangan menggurui, demikian pula di 

sini ia memperingatkan kita supaya jangan menghakimi. Ja-

nganlah kita mengatur saudara-saudara kita, janganlah kita 

mengecam dan menghukum mereka. Sudah cukup kita memi-

liki hukum Alah, yang merupakan peraturan bagi kita semua, 

dan sebab  itu kita tidak boleh membuat aturan-aturan lain. 

Janganlah kita dengan lancang menetapkan gagasan dan pen-

dapat kita sendiri sebagai aturan bagi semua orang di sekeli-

ling kita, sebab  hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim. 

II. Kita diperingatkan supaya tidak dengan lancang yakin akan ke-

lanjutan hidup kita, dan supaya tidak membuat rencana-rencana 

atas dasar kelancangan itu dengan keyakinan bahwa kita akan 

berhasil (ay. 13-14). Rasul Yakobus, sesudah  menegur orang-orang 

yang menghakimi dan mencela hukum, sekarang menegur orang-

orang yang tidak ambil peduli terhadap Pemeliharaan ilahi: Jadi 

sekarang, yaitu perkataan dari bahasa Yunani yang dapat diarti-

kan, lihat sekarang, atau “Lihat, dan renungkanlah, hai kamu 

yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, 

dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta men-

dapat untung.’ Renungkanlah sejenak cara berpikir dan berbicara 

seperti ini, tanyakan pada dirimu sendiri bagaimana mempertang-

gungjawabkannya.” Merenungkan dengan sungguh-sungguh per-

kataan dan perbuatan kita akan menunjukkan kepada kita ba-

nyak kejahatan yang, sebab  ketidaksengajaan, cenderung kita 


 374

lakukan dan terus kita lakukan. Ada sebagian orang yang dulu, 

dan sekarang pun masih sangat banyak, berkata, kami akan 

berangkat ke kota anu, dan berbuat ini dan itu, untuk jangka 

waktu tertentu, tanpa dengan betul-betul peduli terhadap kepu-

tusan-keputusan Pemeliharaan ilahi. Perhatikanlah di sini,  

1.  Betapa mudahnya orang-orang duniawi yang memiliki berba-

gai macam rencana untuk mengabaikan Tuhan  dalam rancang-

an mereka. jika  hati orang terpatri pada pada hal-hal 

duniawi, maka hal-hal duniawi itu memiliki kuasa yang meng-

herankan sehingga hati dibuat asyik membayangkan impian-

impiannya sendiri. Oleh sebab  itu, kita harus waspada ter-

hadap niat atau keinginan untuk terus mengejar apa saja di 

dunia bawah sini.  

2.  Betapa kebahagiaan duniawi itu sebagian besarnya ada  

pada apa yang dijanjikan orang terlebih dulu pada diri mereka 

sendiri. Kepala mereka penuh dengan penglihatan-penglihatan 

yang indah, mengenai apa yang akan mereka lakukan, akan 

menjadi apa mereka, dan apa yang akan mereka nikmati di 

masa yang akan datang, padahal mereka tidak bisa pasti ten-

tang waktunya atau tentang keuntungan apa saja yang sudah 

mereka janjikan pada diri sendiri. Oleh sebab  itu, perhatikan-

lah,  

3.  Betapa sia-sianya mencari kebaikan apa saja di masa depan 

tanpa persetujuan dari Tuhan  Sang Pemelihara. Kami akan 

berangkat ke kota anu (kata mereka), mungkin ke Antiokhia, 

atau ke Damaskus, atau ke Aleksandria, yang pada saat itu 

merupakan kota-kota besar yang banyak dilalui. namun  bagai-

mana mereka bisa yakin, saat  berangkat, bahwa mereka 

akan sampai di kota-kota ini? Bisa saja ada suatu hal yang 

menghentikan jalan mereka, atau memanggil mereka untuk 

pergi ke tempat lain, atau membuat tali kehidupan terputus. 

Banyak orang yang memulai suatu perjalanan pada akhirnya 

pergi ke rumah mereka yang abadi, tanpa pernah mencapai 

tujuan perjalanan mereka itu. namun , kalaupun misalnya me-

reka sampai di kota yang ingin mereka kunjungi, bagaimana 

mereka tahu bahwa mereka akan terus tinggal di sana? Bisa 

saja terjadi suatu hal yang membuat mereka harus kembali, 

atau memanggil mereka dari situ, dan mempersingkat masa 

tinggal mereka. Atau sekiranya mereka dapat tinggal tetap 

Surat Yakobus 4:11-17 

 375 

seperti yang mereka rencanakan, mereka tidak bisa yakin bah-

wa mereka dapat berjual beli di sana. Bisa saja mereka terba-

ring sakit selama di sana, atau tidak bertemu dengan orang-

orang yang mereka harapkan untuk berjual beli dengan mere-

ka. Bahkan, sekiranya mereka sampai di kota itu, dan terus 

tinggal di sana selama setahun, dan berjual beli, bisa saja 

mereka tidak mendapat untung. Mendapat untung di dunia ini 

merupakan suatu hal yang, kalaupun berhasil, tidak pasti, 

dan bisa saja mereka membuat penawaran yang lebih merugi-

kan dibandingkan  menguntungkan. Kemudian, selain semua hal 

ini, kerapuhan, kesingkatan, dan ketidakpastian hidup harus-

lah menegur kesombongan dan keangkuhan yang lancang dari 

para pembuat rencana untuk masa depan itu: Apakah arti 

hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja 

kelihatan lalu lenyap (ay. 14). Tuhan  dengan bijak membiarkan 

kita dalam kegelapan mengenai peristiwa-peristiwa masa 

depan, dan bahkan tentang lamanya kehidupan itu sendiri. 

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, kita mungkin 

tahu apa yang berniat kita lakukan dan ingin menjadi apa 

kita, namun  seribu satu hal bisa saja terjadi untuk meng-

halang-halangi kita. Kita tidak memiliki  kepastian akan 

hidup itu sendiri, sebab  hidup itu seperti uap, sesuatu yang 

kelihatan, namun  tidak padat atau pasti, mudah terpencar dan 

lenyap. Kita bisa menetapkan jam dan menit terbit dan terbe-

namnya matahari esok hari, namun  kita tidak bisa menetapkan 

waktu tertentu kapan uap terpencar. Seperti itulah hidup kita: 

Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu 

lenyap. Hidup itu lenyap jika menyangkut dunia ini, namun  ada 

kehidupan yang akan terus berlangsung di dunia lain. Dan 

sebab  hidup di sini sedemikian tidak pasti, sudah sepatutnya 

kita semua mempersiapkan diri dan menyimpan bekal untuk 

hidup yang akan datang. 

III. Kita diajar untuk senantiasa menjaga perasaan bergantung pada 

kehendak Tuhan  untuk kehidupan, dan untuk semua hal yang kita 

lakukan dan nikmati