apa
orang menafsirkannya, sebab seperti tubuh tanpa nafas yaitu
mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan. Lalu
mereka menunjukkan bahwa perbuatan yaitu mitra iman,
seperti halnya nafas yaitu mitra bagi kehidupan. Yang lain
menafsirkannya sebagai, sebab seperti tubuh tanpa jiwa
yaitu mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan
yaitu mati. Lalu mereka menunjukkan bahwa seperti halnya
tubuh tidak bergerak, tidak memiliki keindahan, melainkan
menjadi sebuah bangkai yang menjijikkan, saat jiwanya
tiada, begitu juga pengakuan belaka tanpa perbuatan tidaklah
berguna, bahkan malah memuakkan dan menjijikkan. sebab
itu, marilah kita berhati-hati supaya jangan bersikap ber-
lebihan dalam hal ini. sebab ,
(1) Pekerjaan yang paling baik, tanpa iman, yaitu mati. Mere-
ka tidak memilki akar dan pegangan. Oleh imanlah segala
sesuatu yang kita lakukan menjadi sungguh baik, sebab
dikerjakan dengan mata yang tertuju kepada Tuhan , untuk
Surat Yakobus 2:14-26
343
menaati-Nya, dan memiliki tujuan utama untuk mendapat-
kan perkenan-Nya.
(2) Pengakuan iman yang paling meyakinkan sekalipun, tanpa
perbuatan, yaitu mati. Seperti halnya akar mati saat
tidak menghasilkan sesuatu yang hijau, tidak berbuah. Iman
yaitu akar, perbuatan baik yaitu buah, dan kita harus
memastikan bahwa kita memiliki keduanya. Kita tidak boleh
berpikir bahwa salah satu, tanpa yang lain, akan membenar-
kan dan menyelamatkan kita. Inilah kasih karunia Tuhan di
mana kita berpijak di dalamnya, dan kita harus berpijak
padanya.
PASAL 3
alam pasal ini Rasul Yakobus mengecam keinginan yang berle-
bihan, dan lidah yang sombong dan semena-mena. Ia juga me-
nunjukkan kewajiban dan keuntungan dari mengekang lidah, sebab
kekuatan lidah untuk merusak. Orang yang terutama mengaku
beragama harus mengendalikan lidah mereka (ay. 1-12). Hikmat yang
sejati membuat orang lemah lembut dan menghindari perselisihan
dan iri hati. Dan dari sini hikmat sejati dapat dengan mudah dibeda-
kan dari hikmat yang bersifat duniawi dan munafik (ay. 13, sampai
selesai).
Mengendalikan Lidah
(3:1-12)
1 Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi
guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut
ukuran yang lebih berat. 2 Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal;
barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia yaitu orang sempurna,
yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. 3 Kita mengenakan ke-
kang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan
demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. 4 Dan lihat saja
kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun
dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak juru-
mudi. 5 Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh,
namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun
kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. 6 Lidah pun yaitu api; ia
merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-
anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan
menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api
neraka. 7 Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang
menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan
oleh sifat manusia, 8 namun tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan
lidah; ia yaitu sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun
yang mematikan. 9 Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan
lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Tuhan , 10 dari
mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak
D
346
boleh demikian terjadi. 11 Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pa-
hit dari mata air yang sama? 12 Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat
menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan
buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.
Pasal sebelumnya menunjukkan bagaimana iman tanpa perbuatan
yaitu iman yang tidak bermanfaat dan mati. Jelas tersirat dari apa
yang pertama-tama disampaikan dalam pasal ini bahwa iman seperti
itu juga cenderung membuat orang angkuh dan semena-mena dalam
perilaku dan perkataan mereka. Orang yang menegakkan iman de-
ngan cara yang dikecam dalam pasal sebelumnya yaitu orang yang
paling mudah jatuh ke dalam dosa-dosa lidah yang dikecam dalam
pasal ini. Jadi orang-orang terbaik memang sungguh-sungguh perlu
diperingatkan supaya tidak menggunakan lidah mereka untuk berbuat
semena-mena, mencela, dan merusak. Oleh sebab itu kita diajar,
I. Untuk tidak menggunakan lidah kita sampai berkuasa atas orang
lain: Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu
mau menjadi guru, dst. (ay. 1). Perkataan ini tidak melarang kita
untuk melakukan apa yang kita bisa untuk membimbing dan
mengajar orang lain dalam kewajiban mereka, atau untuk mene-
gur mereka atas apa yang salah dengan cara-cara kristiani. namun
kita tidak boleh bicara dan bertindak seperti orang yang senan-
tiasa berkuasa. Kita tidak boleh mengatur-atur seorang terhadap
yang lain, sehingga menjadikan perasaan kita sendiri sebagai pa-
tokan untuk menguji semua orang lain. Sebab Tuhan memberi
berbagai macam karunia kepada manusia, dan mengharapkan
dari tiap-tiap orang sesuai dengan ukuran terang yang Ia berikan.
“Oleh sebab itu, janganlah banyak orang di antara kamu mau
menjadi tuan” (atau guru, seperti sebagian orang membacanya).
“Janganlah bersikap menggurui, seperti pihak yang berkuasa, dan
hakim, namun berbicaralah dengan rendah hati dan dengan sema-
ngat untuk belajar. Janganlah mencela satu sama lain, seolah-
olah semua orang harus mengikuti patokanmu.” Hal ini dipertegas
dengan dua alasan.
1. Orang yang mau menjadi seperti hakim dan pencela seperti itu
akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Menghakimi
orang lain hanya akan membuat kita dihakimi dengan lebih
keras dan berat (Mat. 7:1-2). Orang yang ingin mencari-cari
kesalahan orang lain, dan angkuh dalam mencela mereka,
Surat Yakobus 3:1-12
347
hendaklah sadar bahwa Tuhan akan berlaku sama kerasnya
dalam memperhitungkan kesalahan yang mereka katakan dan
lakukan.
2. Alasan lain yang diberikan supaya kita tidak bersikap meng-
gurui yaitu sebab kita semua yaitu orang-orang berdosa:
Kita semua bersalah dalam banyak hal (ay. 2). Kalau saja kita
lebih memikirkan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pe-
langgaran kita sendiri, kita tidak akan begitu mudah mengha-
kimi orang lain. Sementara kita bersikap keras dalam menge-
cam apa yang kita anggap salah dalam diri orang lain, kita
tidak mempertimbangkan seberapa banyak dalam diri kita
sendiri yang secara wajar dianggap salah oleh orang lain.
Orang yang suka membenarkan diri biasanya menipu diri sen-
diri. Kita semua bersalah di hadapan Tuhan . Jadi orang yang
bermegah di atas kekurangan dan kelemahan orang lain, sedi-
kit memikirkan berapa banyak mereka sendiri melakukan pe-
langgaran. Bahkan, bisa jadi kelakuan mereka sendiri yang
sok berkuasa, dan lidah mereka yang suka mencela itu, ter-
nyata lebih buruk dibandingkan kesalahan-kesalahan apa saja
yang mereka kecam dalam diri orang lain. Marilah kita belajar
untuk keras dalam menghakimi diri sendiri, namun bermurah
hati dalam menghakimi orang lain.
II. Kita diajar untuk mengendalikan lidah kita sehingga dapat mem-
buktikan bahwa kita yaitu manusia yang sempurna dan lurus
hati, orang yang sepenuhnya mengendalikan diri sendiri: Barang-
siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia yaitu orang sem-
purna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Tersirat
di sini bahwa orang yang hati nuraninya disadarkan akan dosa-
dosa lidah, dan yang berusaha untuk menghindarinya, yaitu
orang yang lurus hati, dan tidak diragukan lagi beroleh tanda
anugerah yang sesungguhnya. namun , di sisi lain, jikalau ada
seorang menganggap dirinya beribadah, (seperti yang dinyatakan
dalam pasal pertama) namun tidak mengekang lidahnya, maka apa
pun pengakuan mulutnya, sia-sialah ibadahnya. Lebih jauh lagi,
orang yang tidak bersalah dalam perkataannya akan membukti-
kan dirinya sebagai orang Kristen yang tidak hanya tulus, namun
juga yang sudah sangat matang dan bertumbuh. Sebab hikmat
dan anugerah yang memampukan dia untuk mengendalikan
348
lidahnya akan memampukan dia juga untuk mengendalikan se-
mua perbuatannya. Kita melihat hal ini digambarkan dalam dua
perbandingan:
1. Seperti mengendalikan dan mengarahkan gerakan-gerakan
kuda, dengan kekang yang dipasang pada mulutnya: Kita me-
ngenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti
kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengen-
dalikan seluruh tubuhnya (ay. 3). Ada begitu besar keberingas-
an dan keliaran dalam diri kita. Hal ini dengan sendirinya
ditunjukkan oleh lidah, sehingga lidah harus dikekang. Seperti
yang dikatakan dalam Mazmur 39:2, “Aku hendak menahan
mulutku dengan kekang (atau, aku hendak mengekang mulut-
ku) selama orang fasik masih ada di depanku.” Semakin gesit
dan hidup lidah kita, semakin kita harus berusaha mengen-
dalikannya. Jika tidak, sama seperti kuda yang liar dan susah
diatur akan membawa kabur penunggangnya, atau melempar-
kan dia, demikian pula lidah yang liar akan melayani orang-
orang yang dengan cara serupa tidak dapat mengendalikan-
nya. Sementara, jika tekad dan kewaspadaan, dengan kuasa
anugerah Tuhan , mengendalikan lidah, maka segala gerakan
dan tindakan seluruh tubuh akan dapat dengan mudah diatur
dan dikendalikan.
2. Seperti mengendalikan kapal dengan cara mengendalikan
kemudinya dengan benar: Dan lihat saja kapal-kapal, walau-
pun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat
dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak
jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil
dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang
besar (ay. 4-5). Seperti halnya kemudi yaitu bagian yang
sangat kecil dari kapal, demikian pula lidah yaitu anggota
yang sangat kecil dari tubuh. namun jika kemudi dikendalikan,
maka kapal akan berjalan dan berbelok menurut kehendak si
juru mudi. Jadi, mengendalikan lidah dengan benar berarti,
dalam banyak hal, mengendalikan orang secara keseluruhan.
Ada keindahan yang menakjubkan dalam perbandingan-
perbandingan ini, untuk menunjukkan bagaimana benda yang
kecil bisa memiliki manfaat yang luar biasa. Maka dari itu,
kita harus belajar untuk berusaha lebih lagi dalam mengatur
lidah kita dengan benar, sebab meskipun anggota tubuh yang
Surat Yakobus 3:1-12
349
kecil, lidah mampu melakukan kebaikan atau kerugian yang
besar. Oleh sebab itu,
III. Kita diajar untuk ngeri terhadap lidah yang liar sebagai salah satu
kejahatan terbesar dan paling merusak. Lidah yang liar diban-
dingkan dengan sepercik api di antara banyak bahan yang mudah
terbakar, yang akan segera menyulut api dan menghanguskan
semua yang ada di hadapannya: Lihatlah, betapapun kecilnya api,
ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun yaitu api; ia
merupakan suatu dunia kejahatan, dst. (ay. 5-6). Ada begitu ba-
nyak dosa dalam lidah hingga lidah bisa disebut sebagai dunia
kejahatan. Betapa banyak kecemaran yang ditimbulkannya! Be-
tapa besar dan mengerikan api yang disulutnya! Demikianlah
lidah mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita
sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh. Oleh sebab
itu perhatikanlah, ada kecemaran dan noda yang besar dalam
dosa-dosa lidah. Nafsu-nafsu yang mencemarkan disulutkan,
dilampiaskan, dan dimanjakan oleh anggota tubuh yang liar ini.
Dan oleh lidah, seluruh tubuh sering kali diseret ke dalam dosa
dan kebersalahan. Oleh sebab itu Salomo berkata, janganlah
mulutmu membawa engkau ke dalam dosa (Pkh. 5:5). Perangkap
yang kadang-kadang menjerat manusia sebab lidah itu tidak
tertahankan bagi diri mereka sendiri dan merusak bagi orang lain.
Lidah menyalakan roda kehidupan kita. Perkara-perkara manusia
dan masyarakat menjadi kacau-balau, dan semuanya terbakar,
oleh lidah manusia. Sebagian orang membacanya, setiap angkat-
an terbakar oleh lidah. Tidak ada zaman di dunia ini, atau ke-
adaan hidup, entah pribadi atau umum, yang di dalamnya tidak
ditemukan contoh ini. Sedang ia sendiri dinyalakan oleh api
neraka. Dari sini perhatikanlah, neraka memiliki andil yang
besar dalam membesarkan api lidah lebih dibandingkan yang disadari
orang biasanya . sebab rancangan-rancangan setanlah
maka lidah manusia disulut. Iblis secara tegas disebut sebagai
pendusta, pembunuh, pendakwa saudara-saudara kita. Dan, se-
tiap kali lidah manusia dipakai untuk berdusta, membunuh, atau
mendakwa, lidah mereka dinyalakan oleh api neraka. Roh Kudus
memang pernah turun dalam lidah-lidah seperti nyala api (Kis. 2).
Dan, jika lidah itu dibimbing dan dinyalakan oleh api sorga, ia
menyalakan pikiran-pikiran yang baik, perasan-perasaan yang
350
kudus, dan ibadah yang menyala-nyala. namun jika dinyalakan
oleh api neraka, seperti halnya semua panas yang tidak pantas,
maka ia melakukan kerusakan, menimbulkan kegeraman dan ke-
bencian, dan segala hal yang memenuhi tujuan-tujuan Iblis. Oleh
sebab itu, sama seperti engkau ngeri terhadap nyala api, demi-
kian pula engkau harus ngeri terhadap perselisihan, cercaan, fit-
nah, kebohongan, dan segala hal yang akan menyalakan api mur-
ka dalam rohmu sendiri atau roh orang lain. namun ,
IV. Selanjutnya kita diajar mengenai betapa sulitnya mengendalikan
lidah: Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-
binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan
dan telah dijinakkan oleh sifat manusia. namun tidak seorang pun
yang berkuasa menjinakkan lidah (ay. 7-8). Seolah-olah Rasul
Yakobus berkata, “Singa, dan binatang-binatang yang paling
buas, serta kuda dan unta, dan makhluk-makhluk yang paling
kuat, telah dijinakkan dan dikendalikan oleh manusia. Demikian
pula halnya dengan burung-burung, meskipun mereka liar dan
tidak jinak, dan sayap-sayap mereka senantiasa menjauhkan me-
reka dari jangkauan kita. Bahkan ular, kendati dengan segala
bisa dan kelicikannya, telah dijinakkan dan dibuat tidak berba-
haya. Binatang-binatang di laut pun telah ditangkap oleh manu-
sia, dan dibuat berguna bagi mereka. Makhluk-makhluk ini tidak
saja sudah ditaklukkan atau dijinakkan oleh mujizat (seperti
singa-singa yang bertelut di samping Daniel, bukan melahap dia,
dan burung-burung gagak yang memberi makan Elia, serta ikan
besar yang membawa Yunus dari kedalaman laut ke tanah
kering), namun juga apa yang dibicarakan di sini merupakan se-
suatu yang lazim terjadi. Mereka ini tidak hanya sudah dijinak-
kan, namun juga sudah menjadi jinak terhadap manusia. Sekali-
pun begitu, masih saja lidah lebih buruk dari semua makhluk ini,
dan tidak dapat dijinakkan oleh kekuatan dan keahlian yang
bermanfaat untuk menjinakkan makhluk-makhluk ini. Tidak ada
orang yang bisa menjinakkan lidah tanpa anugerah dan perto-
longan adikodrati.” Rasul Yakobus tidak bermaksud menggambar-
kannya sebagai hal yang mustahil, namun sebagai hal yang luar
biasa sulit. Oleh sebab itu diperlukan banyak kewaspadaan, usa-
ha, dan doa untuk tetap mengendalikan lidah. Namun kadang-
kadang semua usaha ini pun masih saja kurang. Sebab ia yaitu
Surat Yakobus 3:1-12
351
sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang
mematikan. Binatang-binatang buas dapat dipelihara dalam ba-
tas-batas tertentu, mereka dapat diatur dengan aturan-aturan
tertentu, dan bahkan ular dapat digunakan, sehingga meskipun
berbisa, ia tidak melukai. namun lidah mudah menerobos semua
batasan dan aturan, dan menyemburkan racunnya pada satu
atau lain kesempatan, meskipun kita sudah bertindak dengan
sangat hati-hati. Sehingga lidah bukan saja perlu diawasi, dijaga,
dan dikendalikan, sama seperti binatang buas, atau makhluk
yang berbahaya dan beracun, namun juga akan diperlukan jauh
lebih banyak perhatian dan upaya untuk mencegah semburan-
semburan dan dampak-dampak yang merusak dari lidah. Walau-
pun begitu,
V. Kita diajar untuk merenungkan bagaimana kita menggunakan
lidah kita di dalam agama dan dalam melayani Tuhan . Dengan per-
menungan ini, kita juga diajar bagaimana menjaga lidah supaya
tidak mengutuk, mencela, dan melakukan apa saja yang jahat
pada kesempatan-kesempatan lain: Dengan lidah kita memuji
Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang
diciptakan menurut rupa Tuhan , dari mulut yang satu keluar berkat
dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian
terjadi (ay. 9-10). Betapa tidak masuk akal bahwa orang yang
menggunakan lidah mereka untuk berdoa dan memuji, namun juga
menggunakannya untuk mengutuk, memfitnah, dan sejenisnya!
Jika kita memuji Tuhan sebagai Bapa kita, itu seharusnya meng-
ajar kita untuk berbicara yang baik-baik mengenai dan ramah
kepada semua orang yang mengenakan gambar-Nya. Lidah yang
menyapa Yang Ilahi dengan rasa hormat harus tetap dijaga setia,
supaya jangan berbalik kepada sesama dengan memakai bahasa
yang mencerca dan mencaci maki. Dikatakan tentang para Sera-
fim yang memuji Tuhan , bahwa mereka tidak berani menghakimi
dengan kata-kata hujatan. Terlebih lagi, jika manusia mencela
orang yang tidak hanya mengenakan gambar Tuhan dalam indra-
indra alami mereka, namun juga yang diperbaharui menyerupai
rupa Tuhan oleh anugerah Injil, maka ini merupakan perbuatan
bertentangan yang paling memalukan bagi pengakuan bibir mere-
ka bahwa mereka menghormati Yang Asali. Hal ini tidak boleh
demikian terjadi. Dan jika permenungan-permenungan seperti itu
352
selalu kita perhatikan, maka pasti tidak akan terjadi yang demi-
kian. Kesalehan dipermalukan jika hanya dipamerkan tanpa ada
kasih di dalamnya. Lidah menyangkal dirinya sendiri jika pada
suatu waktu ia berlagak memuja kesempurnaan-kesempurnaan
Tuhan , dan mengembalikan semuanya kepada Dia, sementara pada
waktu lain ia mengutuk bahkan orang-orang baik sekalipun jika
mereka tidak memakai kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang
sama seperti yang digunakannya. Lebih jauh lagi, untuk menegas-
kan permenungan ini, Rasul Yakobus menunjukkan bahwa dam-
pak-dampak yang berlawanan dari penyebab yang sama itu dah-
syat, dan tidak ditemukan di dalam alam, dan sebab itu tidak
mungkin bersesuaian dengan anugerah: Adakah sumber meman-
carkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Adakah
pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok
anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin
tidak dapat mengeluarkan air tawar (ay. 11-12). Agama yang
benar tidak akan mengakui tindakan-tindakan yang bertentang-
an. Dan orang yang betul-betul beragama tidak akan pernah mem-
biarkan adanya pertentangan entah dalam perkataan atau perbuat-
annya. Berapa banyak dosa yang akan dicegah, dan berapa ba-
nyak orang akan kembali bertobat, jika mereka senantiasa di-
ingatkan untuk selalu setia dengan diri mereka sendiri!
Ciri-ciri Hikmat
(3:13-18)
13 Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara
hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari
kelemahlembutan. 14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu me-
mentingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah
berdusta melawan kebenaran! 15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas,
namun dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. 16 Sebab di mana ada
iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala
macam perbuatan jahat. 17 namun hikmat yang dari atas yaitu pertama-
tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan
dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. 18 Dan buah
yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang
mengadakan damai.
Seperti halnya dosa-dosa yang dikecam sebelumnya timbul dari
anggapan diri lebih bijak dan lebih berbudi dari orang lain, demikian
pula Rasul Yakobus dalam ayat-ayat di atas ini menunjukkan per-
bedaan antara orang yang berlagak bijak dan orang yang benar-benar
Surat Yakobus 3:13-18
353
bijak, antara hikmat yang datang dari bawah (dari dunia atau neraka)
dan hikmat yang datang dari atas.
I. Kita mendapati uraian tentang hikmat yang sejati, beserta ciri-ciri
khas dan buah-buahnya: Siapakah di antara kamu yang bijak dan
berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan
perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan (ay.
13). Orang yang benar-benar bijak yaitu orang yang sangat
berbudi. Ia tidak ingin membangun nama baik sebagai orang bijak
tanpa mengumpulkan harta pengetahuan yang baik. Ia tidak akan
menilai tinggi dirinya hanya sebab mengetahui berbagai hal,
kalau ia tidak memiliki hikmat untuk menerapkan dan meman-
faatkan apa yang diketahuinya itu dengan benar. Bijak dan
berbudi ini harus dipadukan bersama-sama untuk mendapatkan
gambaran tentang hikmat sejati. Siapa yang bijak dan berbudi?
Nah, berbahagialah orang yang memiliki keduanya, yaitu bila
tampak hal-hal berikut ini di dalam dirinya:
1. Perilaku yang baik. Jika kita lebih bijak dari orang lain, ini se-
mestinya terbukti dengan perilaku kita yang baik, bukan de-
ngan perilaku yang kasar atau angkuh. Perkataan yang mem-
beritahukan pengetahuan, yang menyembuhkan, dan yang
melakukan kebaikan, yaitu tanda-tanda hikmat. Bukan per-
kataan yang tampak hebat, yang merusak, dan yang menim-
bulkan kejahatan, entah dalam diri kita sendiri atau orang
lain.
2. Hikmat sejati dapat diketahui melalui perbuatan-perbuatan-
nya. Perilaku di sini tidak hanya merujuk pada perkataan,
namun juga tindakan orang secara keseluruhan. sebab itulah
dikatakan, baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyata-
kan perbuatannya. Hikmat sejati tidak ada pada gagasan-
gagasan atau rekaan-rekaan yang bagus, namun lebih pada
perbuatan-perbuatan yang baik dan berguna. Bukan orang
yang berpikir dengan baik, atau berbicara dengan baik, yang
dalam pengertian Kitab Suci dipandang bijak, kalau orang itu
tidak hidup dan berbuat baik.
3. Hikmat sejati dapat diketahui dari kelemahlembutan roh dan
sikap: Baiklah ia menyatakan kelemahlembutan, dst. Merupa-
kan suatu contoh yang agung dari hikmat jika kita dengan
bijak mengendalikan amarah kita sendiri, dan dengan sabar
354
menghadapi amarah orang lain. Seperti halnya hikmat akan
terbukti dengan sendirinya dalam kelemahlembutan, demikian
pula kelemahlembutan akan menjadi sahabat yang baik bagi
hikmat. Sebab tidak ada hal lain selain amarah yang dapat
menghalang-halangi pemahaman yang semestinya, penilaian
yang teguh, dan pikiran yang tidak memihak, yang niscaya
memampukan kita untuk bertindak dengan bijak. jika kita
bersikap lembut dan tenang, maka kita benar-benar mampu
untuk mendengarkan alasan dan mengutarakannya. Hikmat
membuahkan kelemahlembutan, dan kelemahlembutan me-
ningkatkan hikmat.
II. Kita mendapati di sini bahwa orang-orang yang memiliki sifat
yang berlawanan dari apa yang baru saja disebutkan tidak boleh
bermegah, dan apa yang mereka sangka sebagai hikmat ditelan-
jangi dalam segala hal yang dimegahkannya dan buah-buah yang
dihasilkannya: “Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu
mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri, dst.
(ay. 14-16). Kamu boleh berlagak seperti yang kamu mau, dan
menganggap dirimu begitu bijak, namun kamu memiliki segu-
dang alasan untuk berhenti bermegah, jika kamu merendahkan
kasih dan perdamaian, dan membuka jalan pada iri hati dan per-
selisihan. Semangatmu akan kebenaran atau ajaran yang benar,
dan rasa bangga lebih berbudi dibandingkan orang lain, jika kamu
pergunakan hanya untuk membuat orang lain dibenci, dan untuk
menunjukkan kedengkianmu sendiri dan kemarahanmu yang
membara terhadap mereka, maka itu hanya mendatangkan aib
bagi pengakuan iman Kristenmu, dan jelas-jelas bertentangan
dengannya. Janganlah berdusta seperti itu terhadap kebenaran.”
Perhatikanlah,
1. Iri hati dan perselisihan dipertentangkan dengan kelemahlem-
butan hikmat. Hati yaitu tempat kediaman bagi keduanya.
namun iri hati dan hikmat tidak bisa berdiam bersama-sama di
dalam hati yang sama. Semangat yang kudus dan iri hati itu
dua hal yang berbeda, seperti halnya cahaya para Serafim dan
api neraka.
2. Urutan perbuatan-perbuatan ini dipaparkan di sini. Pertama-
tama timbul iri hati, lalu iri hati memicu timbulnya perselisih-
an. Perselisihan berusaha mencari-cari alasan untuk mem-
Surat Yakobus 3:13-18
355
benarkan diri dengan bermegah dan berdusta. Kemudian (ay.
16) dari situ timbullah kekacauan dan segala macam perbuat-
an jahat. Orang yang hidup dalam kebencian, iri hati, dan
pertikaian, hidup dalam kekacauan, dan mudah terpancing
serta cepat melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Kekacauan
seperti itu menimbulkan banyak godaan, memperkuat godaan-
godaan, dan melibatkan orang dalam kesalahan yang besar.
Satu dosa melahirkan dosa lain, dan tidak bisa dibayangkan
berapa banyak kerusakan yang akan ditimbulkan: di situlah
ada segala macam kejahatan. Apakah hikmat yang menghasil-
kan dampak-dampak seperti itu harus dimegahkan? Tidak
mungkin demikian, sebab kalau begitu maka Kekristenan
akan menjadi suatu kebohongan, dan mengajarkan bahwa
yang dimaksud dengan hikmat yaitu apa yang bertentangan
dengannya. Sebab amatilah,
3. Dari mana hikmat seperti itu datang: Itu bukanlah hikmat yang
datang dari atas, namun muncul dari bawah. Dan terus terang
saja, hikmat itu dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-
setan (ay. 15). Hikmat itu muncul dari kaidah-kaidah duniawi,
bertindak berdasar dorongan-dorongan hati yang duniawi,
dan berniat untuk memenuhi tujuan-tujuan duniawi. Hikmat
itu yaitu nafsu manusia yang ingin memanjakan daging, dan
merawat tubuh untuk memuaskan nafsu dan keinginannya.
Atau, dalam bahasa aslinya, psychikē, sifat kebinatangan dari
manusia – pekerjaan akal alami semata, tanpa terang adi-
kodrati. Hikmat seperti itu jahat, sebab hikmat seperti itu
yaitu hikmat setan-setan (untuk menggelisahkan dan me-
nyakiti). Hikmat seperti itu terilhami oleh setan-setan, yang
dihukum sebab kesombongan (1Tim. 3:6), dan yang di tem-
pat-tempat lain dalam Kitab Suci ditunjukkan kemurkaan
mereka dan perbuatan mereka yang mendakwa saudara-sau-
dara kita. Oleh sebab itu, orang-orang yang diangkat dengan
hikmat seperti itu pasti jatuh ke dalam kutukan Iblis.
III. Kita mendapati gambaran yang indah tentang hikmat yang datang
dari atas, yang diuraikan secara lebih penuh, dan dipertentang-
kan dengan hikmat yang datang dari bawah: namun hikmat yang
dari atas yaitu pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, dst.
(ay. 17-18). Perhatikanlah di sini, hikmat sejati yaitu karunia
356
Tuhan . Hikmat sejati tidak diperoleh dengan cara bergaul dengan
manusia, juga bukan melalui pengetahuan tentang dunia (seperti
yang dipikirkan dan dikatakan sebagian orang), namun datang dari
atas. Hikmat sejati terdiri atas hal-hal berikut ini:
1. Hikmat sejati itu murni, tanpa bercampur dengan berbagai
kaidah atau tujuan yang akan merendahkannya. Hikmat sejati
itu bebas dari pelanggaran dan kecemaran, tidak memperbo-
lehkan apa saja yang diketahui sebagai dosa, namun meng-
usahakan kekudusan baik di dalam hati maupun hidup.
2. Hikmat yang dari atas itu pendamai. Kedamaian mengikuti ke-
murnian, dan bergantung padanya. Orang yang betul-betul
bijak melakukan apa yang mereka bisa untuk menjaga perda-
maian, supaya tidak dirusakkan. Mereka berusaha meng-
adakan perdamaian, supaya apa yang hilang dapat dipulihkan.
Dalam negara, dalam keluarga, dalam jemaat, dalam semua
masyarakat, dan dalam semua perbincangan dan hubungan,
hikmat sorgawi membuat orang menjadi pendamai.
3. Hikmat sejati itu peramah, tidak mati-matian menuntut hak
milik. Tidak mengatakan atau melakukan kekerasan apa saja
dalam menegur. Tidak geram terhadap pendapat-pendapat
orang lain, tidak mendesakkan pendapat-pendapat sendiri me-
lebihi bobotnya, tidak pula mendesakkan pendapat-pendapat
orang yang menentang kita melebihi apa yang mereka niatkan.
Tidak bersikap kasar dan suka menguasai dalam pergaulan,
tidak pula ketus dan kejam dalam bersikap. Dengan demikian,
keramahan dapat dipertentangkan dengan semuanya ini.
4. Hikmat sorgawi itu penurut, eupeithēs, sangat mudah diyakin-
kan terhadap apa yang baik atau dijauhkan dari apa yang
buruk. Ada juga sikap penurut yang lemah dan salah. namun
sikap penurut yang menyerahkan diri pada ajakan-ajakan
firman Tuhan dan pada semua nasihat atau permintaan yang
benar dan masuk akal dari sesama kita, tidaklah dapat diper-
salahkan. Bahkan terlebih lagi bila sikap penurut itu dilaku-
kan untuk menyudahi perselisihan, kalau tampak ada alasan
yang baik untuk itu, dan jika ada akhir yang baik akibat
sikap itu.
5. Hikmat sorgawi itu penuh belas kasihan dan buah-buah yang
baik, batinnya condong pada apa saja yang baik dan luhur,
baik untuk meringankan mereka yang berkekurangan maupun
Surat Yakobus 3:13-18
357
untuk mengampuni mereka yang melanggar, dan benar-benar
melakukan hal ini setiap kali ada kesempatan.
6. Hikmat sorgawi itu tidak memihak. Kata aslinya, adiakritos,
yang artinya tanpa kecurigaan, atau bebas dari penghakiman,
tidak berprasangka secara tidak semestinya, atau tidak mem-
beda-bedakan dalam memperlakukan seseorang lebih dibandingkan
yang lain. Tafsiran lebih luasnya, tanpa perselisihan, tidak ber-
tindak seperti pengikut bidah, dan bertikai hanya demi suatu
golongan. Tidak pula mencela orang lain hanya sebab mereka
berbeda dari kita. Orang-orang terbijak paling kecil kemungkin-
annya untuk menjadi pencela.
7. Hikmat yang dari atas itu tidak munafik. Hikmat ini tidak me-
nyamarkan apa-apa, tidak pula ada tipu daya di dalamnya.
Hikmat ini tidak mungkin jatuh ke dalam cara-cara yang
dianggap bijak oleh dunia, yaitu yang bersifat licik dan penuh
tipu muslihat. Sebaliknya, hikmat ini tulus dan terbuka, tidak
goyah dan tidak berubah-ubah, dan setia dengan dirinya sen-
diri. Oh semoga saja kita semua selalu dibimbing oleh hikmat
seperti ini! Dengan begitu, bersama-sama Rasul Paulus kita
dapat berkata, hidup kami di dunia ini dikuasai oleh ketulusan
dan kemurnian dari Tuhan bukan oleh hikmat duniawi, namun
oleh kekuatan kasih karunia Tuhan . Lalu, yang terakhir, hikmat
sejati akan terus menaburkan buah-buah kebenaran dalam
damai, dan dengan demikian, sekiranya mungkin, akan men-
ciptakan perdamaian di dunia (ay. 18). Apa yang ditaburkan
dalam damai akan menghasilkan panen sukacita. Biar saja
orang lain menuai buah-buah dari perselisihan dan semua
keuntungan yang dapat mereka peroleh bagi diri mereka sen-
diri melaluinya. namun marilah kita terus dengan damai mena-
burkan benih-benih kebenaran, dan kita dapat mengandalkan
diri dengan itu bahwa jerih payah kita tidak akan sia-sia.
Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-
orang yang tulus hati. Di mana ada kebenaran di situ akan
tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenang-
an dan ketenteraman untuk selama-lamanya.
PASAL 4
Dalam pasal ini kita diarahkan untuk memperhatikan,
I. Beberapa penyebab pertengkaran, selain yang sudah disebut-
kan dalam pasal sebelumnya, supaya kita waspada terhadap-
nya (ay. 1-5).
II. Kita diajar untuk meninggalkan persahabatan dengan dunia
ini, sehingga kita berserah diri dan tunduk sepenuhnya ke-
pada Tuhan (ay. 4-10).
III. Segala fitnah dan penghakiman yang membabi buta terhadap
orang lain harus dihindari dengan cermat (ay. 11-12).
IV. Kita harus senantiasa memperhatikan, dan sepenuhnya meng-
hormati, keputusan-keputusan tentang apa yang diizinkan ter-
jadi dalam Pemeliharaan ilahi (ay. 13, sampai selesai).
Asal Mula Sengketa dan Pertengkaran;
Melawan Kesombongan; Tunduk kepada Tuhan
(4:1-10)
1 Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu?
Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam
tubuhmu? 2 Kamu mengingini sesuatu, namun kamu tidak memperolehnya,
lalu kamu membunuh; kamu iri hati, namun kamu tidak mencapai tujuanmu,
lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa,
sebab kamu tidak berdoa. 3 Atau kamu berdoa juga, namun kamu tidak
menerima apa-apa, sebab kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu
hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. 4 Hai kamu,
orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan
dengan dunia yaitu permusuhan dengan Tuhan ? Jadi barangsiapa hendak
menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Tuhan . 5 Janganlah
kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: “Roh yang
ditempatkan Tuhan di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” 6 namun
kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada
itu. sebab itu Ia katakan: “Tuhan menentang orang yang congkak, namun
mengasihani orang yang rendah hati.” 7 sebab itu tunduklah kepada Tuhan ,
360
dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! 8 Mendekatlah kepada
Tuhan , dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu
orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! 9
Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawa-
mu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. 10 Rendah-
kanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.
Pasal sebelumnya berbicara tentang iri hati satu terhadap yang lain
sebagai sumber utama dari sengketa dan pertengkaran. Pasal ini
berbicara tentang hawa nafsu terhadap hal-hal duniawi, dan terlalu
menghargai kesenangan-kesenangan duniawi dan persahabatan de-
ngan dunia, sebagai sesuatu yang membawa perpecahan di antara
jemaat menjadi hal yang sangat memalukan.
I. Rasul Yakobus di sini menegur orang-orang Yahudi Kristen kare-
na pertengkaran mereka, dan sebab hawa nafsu mereka sebagai
penyebabnya: Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkar-
an di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu
yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (ay. 1). Orang-orang
Yahudi itu suka menghasut orang, dan sebab itu sering kali
menimbulkan pertikaian dengan orang-orang Romawi. Mereka
suka sekali berselisih dan memecah belah, sering bertengkar di
antara mereka sendiri. Dan banyak dari orang-orang Kristen yang
rusak itu, yang kesalahan dan kekejiannya diperingatkan dalam
surat kerasulan ini, tampak terseret ke dalam persengketaan
bersama ini. Oleh sebab itulah Rasul Yakobus memberi tahu
mereka bahwa penyebab dari sengketa dan pertengkaran mereka
bukanlah (seperti yang mereka duga) semangat yang benar untuk
membela negara dan demi kehormatan Tuhan , melainkan hawa
nafsu mereka yang meraja-lelalah yang menjadi penyebab dari
semuanya. Dari sini perhatikanlah, apa yang dibungkus dan
diselimuti dengan dalih untuk membela Tuhan dan agama, sering
kali berasal dari kesombongan, kebencian, ketamakan, ambisi,
dan balas dendam manusia. Orang-orang Yahudi melewati banyak
pertempuran dengan penguasa Romawi sebelum mereka dihan-
curkan seluruhnya. Sering kali tanpa sebab yang jelas mereka
ribut-ribut sendiri, dan kemudian terpecah belah ke dalam kelom-
pok-kelompok dan golongan-golongan sebab perbedaan dalam
melancarkan perang terhadap musuh mereka bersama. Maka dari
itu terjadilah bahwa, sementara kepentingan mereka seharusnya
untuk kebaikan, cara mereka melaksanakan dan menyiasatinya
Surat Yakobus 4:1-10
361
malah didasarkan pada pegangan yang buruk. Hawa nafsu me-
reka yang bersifat duniawi dan kedagingan menimbulkan dan
mengatur perang dan pertikaian mereka. namun orang akan ber-
pikir bahwa apa yang dikatakan di sini sudah cukup untuk me-
naklukkan hawa nafsu mereka, sebab,
1. Mereka menimbulkan sengketa di dalam dan juga pertengkar-
an di luar. Amarah dan keinginan yang menggebu-gebu per-
tama-tama saling berjuang di antara sesama anggota, dan
kemudian menimbulkan pertikaian dalam bangsa mereka. Ada
peperangan antara hati nurani dan kebejatan, ada juga pepe-
rangan antara kebejatan yang satu dan kebejatan yang lain,
dan dari peselisihan-perselisihan itu sendiri timbullah perteng-
karan mereka satu dengan yang lain. Dengan menerapkan ini
pada masalah-masalah pribadi, bukankah kita juga bisa ber-
kata bahwa sengketa dan pertengkaran di antara sanak-sau-
dara dan tetangga berasal dari hawa nafsu yang saling ber-
juang dalam tubuh mereka? Nafsu akan kuasa dan kekuasa-
an, nafsu kesenangan, nafsu akan kekayaan, satu atau lebih
dari nafsu-nafsu itu menimbulkan segala macam percekcokan
dan perselisihan yang ada di dunia. Dan, sebab semua seng-
keta dan pertengkaran berasal dari kebejatan hati kita sendiri,
maka cara yang benar untuk menyembuhkan pertikaian ada-
lah dengan mencabut akarnya, dan mematikan nafsu-nafsu
yang saling berjuang dalam anggota-anggota satu sama lain.
2. Nafsu-nafsu ini seharusnya mati jika kita memikirkan bahwa
semuanya itu akan mengecewakan: “Kamu mengingini sesuatu,
namun kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu
iri hati, namun kamu tidak mencapai tujuanmu (ay. 2). Kamu
mengingini hal-hal besar bagi dirimu sendiri, dan kamu me-
nyangka akan memperolehnya melalui kemenanganmu atas
bangsa Romawi, atau dengan menekan pihak ini dan pihak itu
di antara kamu sendiri. Kamu berpikir bahwa kamu akan
mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan besar bagi dirimu
sendiri, dengan menggulingkan segala sesuatu yang mengha-
lang-halangi keinginanmu yang menggebu-gebu. namun sung-
guh malang, segala pekerjaan dan darahmu menjadi sia-sia,
saat kamu saling membunuh dengan pandangan-pandangan
seperti ini.” Keinginan-keinginan yang tidak semestinya pasti
akan sepenuhnya dikecewakan, atau tidak akan terpenuhi dan
362
terpuaskan dengan memperoleh apa yang diinginkan. Kata
yang di sini diartikan tidak memperoleh berarti tidak dapat
mencapai kebahagiaan yang dicari. Dari sini perhatikanlah,
hawa nafsu duniawi dan kedagingan yaitu penyakit yang
akan membuat pikiran tidak tenang dan tidak puas.
3. Keinginan-keinginan dan segala perasaan yang berdosa pada
umumnya tidak mengikutsertakan doa, dan di dalamnya tidak
ada keinginan-keinginan terhadap Tuhan : “Lalu kamu berteng-
kar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, ka-
rena kamu tidak berdoa. Kamu bertengkar, dan tidak berhasil,
sebab kamu tidak berdoa, sebab kamu tidak bertanya
kepada Tuhan dalam usaha-usahamu, apakah Ia akan memper-
bolehkannya atau tidak. Kamu tidak menyerahkan jalanmu
kepada-Nya, dan memberitahukan permintaan-permintaanmu
kepada-Nya, namun mengikuti pandangan dan kecenderungan-
mu sendiri yang rusak. Oleh sebab itulah kamu senantiasa
menemui kekecewaan.” Atau kalau tidak,
4. “Nafsu-nafsumu merusak doa-doamu, dan menjadikannya ke-
kejian bagi Tuhan , setiap kali kamu memanjatkannya kepada
Dia (ay. 3). Atau kamu berdoa juga, namun kamu tidak menerima
apa-apa, sebab kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta
itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.”
Seolah-olah dikatakan di sini, “Meskipun mungkin adakalanya
kamu berdoa supaya berhasil melawan musuh-musuhmu, na-
mun kamu tidak bermaksud untuk memanfaatkan keuntung-
an-keuntungan yang kamu peroleh untuk meningkatkan kesa-
lehan dan agama sejati dalam dirimu sendiri atau orang lain.
Sebaliknya, kesombongan, keangkuhan, kemewahan, dan naf-
su kedagingan, itulah yang ingin kamu layani dengan keberha-
silanmu, dan bahkan dengan doa-doamu. Kamu ingin hidup
dalam kekuasaan dan kegelimangan, ingin bermewah-mewah
dan memuaskan nafsu kedagingan. Dengan begitu kamu
mempermalukan ibadah dan menghina Tuhan dengan tujuan-
tujuan yang keji dan hina seperti itu. Oleh sebab itulah doa-
doamu ditolak.” Marilah kita belajar dari sini, dalam meng-
urusi semua perkara duniawi kita, dan dalam doa-doa kita
kepada Tuhan supaya berhasil di dalamnya, untuk memastikan
bahwa tujuan-tujuan kita benar. jika orang menjalankan
urusan duniawi (misalnya sebagai pedagang atau petani), dan
Surat Yakobus 4:1-10
363
meminta kepada Tuhan supaya berhasil, namun tidak menerima
apa yang mereka minta, itu sebab mereka meminta untuk
tujuan dan niat yang salah. Mereka meminta Tuhan untuk
membuat mereka berhasil dalam panggilan hidup atau peker-
jaan mereka, bukan supaya mereka dapat memuliakan Bapa
mereka di sorga dan berbuat baik dengan apa yang mereka
punya, namun supaya mereka dapat menghabiskannya untuk
memuaskan hawa nafsu mereka – supaya mereka bisa makan
makanan yang lebih enak, minum minuman yang lebih mahal,
dan memakai pakaian yang lebih bagus, dan dengan demikian
memuaskan kesombongan, keangkuhan, dan keinginan mere-
ka untuk bermewah-mewah. namun , jika kita mencari perkara-
perkara dunia ini dengan cara seperti itu, maka sudah sewa-
jarnya Tuhan menolaknya. Sebaliknya, jika kita mencari apa
saja yang dapat kita gunakan untuk melayani Tuhan , maka kita
dapat berharap bahwa Ia akan memberi apa yang kita cari
atau memberi kita hati untuk berpuas diri tanpa memilikinya,
dan memberi kesempatan untuk melayani dan memulia-
kan Dia dengan suatu cara lain. Marilah kita camkan ini, bah-
wa jika doa-doa kita tidak dijawab, itu sebab kita salah
berdoa. Entah kita tidak meminta untuk tujuan-tujuan yang
benar atau tidak dengan cara yang benar, tidak dengan iman
atau tidak dengan kesungguhan hati. Keinginan yang dingin-
dingin saja dan disertai ketidakpercayaan hanya mengundang
penolakan. Hal ini dapat kita yakini, bahwa jika doa-doa
kita lebih merupakan bahasa hawa nafsu, dan bukan anu-
gerah yang ada pada kita, maka doa-doa itu akan kembali
dengan hampa.
II. Kita diberi peringatan yang baik untuk menghindari segala persa-
habatan terlarang dengan dunia ini: Hai kamu, orang-orang yang
tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan
dunia yaitu permusuhan dengan Tuhan ? (ay. 4). Orang-orang
duniawi di sini disebut sebagai orang-orang yang tidak setia (KJV:
pezinah) sebab kedurhakaan mereka terhadap Tuhan , sementara
mereka memberi perasaan-perasaan terbaik kepada dunia. Di
tempat lain ketamakan disebut sebagai penyembahan berhala, dan
di sini disebut sebagai perzinahan. Perzinahan berarti meninggal-
kan orang yang kepadanya kita mengabdikan diri atau mengikat
364
diri dan melekat pada yang lain. Sebutan untuk hal ini diberikan
kepada pikiran yang duniawi, yang merupakan permusuhan ter-
hadap Tuhan . Orang bisa saja mendapatkan hal-hal yang baik
dalam hidup ini dalam jumlah yang besar, namun tetap menjaga
kasihnya kepada Tuhan . namun orang yang hatinya terpatri pada
dunia, yang menempatkan kebahagiaannya pada dunia, ingin
serupa dengan dunia, dan bersedia melakukan apa saja dibandingkan
kehilangan persahabatan dengan dunia, maka ia yaitu musuh
Tuhan . Kita sedang membangun pengkhianatan dan pemberontak-
an terhadap Tuhan jika kita menempatkan dunia di atas takhta-
Nya di dalam hati kita. Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat
dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Tuhan . Orang yang ingin
bertindak berdasar prinsip ini, yaitu membuat dunia tetap
tersenyum, dan terus menjaga persahabatan dengannya, tidak
bisa tidak pasti menunjukkan dirinya, di dalam roh dan dalam
perbuatan juga, sebagai musuh Tuhan . Kamu tidak dapat meng-
abdi kepada Tuhan dan kepada Mamon (Mat. 6:24). Oleh sebab
itulah timbul sengketa dan pertengkaran dari cinta terhadap
dunia ini, yaitu cinta yang menyerupai perzinahan dan penyem-
bahan berhala, dan dari perbuatan melayani dunia. Sebab adakah
kedamaian di antara manusia, selama ada permusuhan terhadap
Tuhan ? Atau siapa yang dapat melawan Tuhan dan berhasil? “Re-
nungkanlah dengan sungguh-sungguh apa roh dunia itu, maka
kamu akan mendapati bahwa kamu tidak dapat menyesuaikan
diri dengannya sebagai sahabat, namun pasti dunia akan mem-
buatmu iri hati, dan penuh dengan kecenderungan jahat, sebagai-
mana dunia biasanya . Janganlah kamu menyangka, bahwa
Kitab Suci tanpa alasan berkata: Roh yang ditempatkan Tuhan di
dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” (ay. 5). Penjelasan
yang diberikan Kitab Suci tentang kodrat hati manusia yaitu
bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahat-
an semata-mata (Kej. 6:5). Kodrat yang sudah menjadi bejat
terutama menunjukkan dirinya dengan iri hati, dan selalu ada
kecenderungan untuk itu. Roh yang secara alami berdiam dalam
diri manusia selalu mengeluarkan suatu khayalan jahat, selalu
berusaha menandingi apa yang kita lihat dan ketahui dalam diri
orang lain, dan berusaha mendapatkan hal-hal yang dimiliki dan
dinikmati orang lain. Nah, cara dunia ini, yang suka akan keme-
gahan dan kesenangan, dan bersengketa dan bertengkar demi
Surat Yakobus 4:1-10
365
hal-hal ini, merupakan akibat yang pasti dari persahabatan de-
ngan dunia. Sebab tidak ada persahabatan tanpa kesatuan jiwa,
dan sebab itu orang-orang Kristen, untuk menghindari perseli-
sihan, harus menghindari persahabatan dengan dunia, dan harus
menunjukkan bahwa mereka digerakkan oleh kaidah-kaidah yang
lebih mulia, dan bahwa roh yang lebih mulia berdiam dalam diri
mereka. Sebab, jika kita milik Tuhan , Ia memberi anugerah
yang lebih dibandingkan sekadar hidup dan bertindak seperti yang
dilakukan dunia biasanya . Roh dunia mengajar manusia
untuk menjadi orang kikir. Tuhan mengajar mereka untuk bermu-
rah hati. Roh dunia mengajar kita untuk menimbun, atau menge-
luarkan sesuatu untuk diri kita sendiri, dan untuk menuruti
keinginan kita sendiri. Tuhan mengajar kita untuk mau memberi
guna memenuhi kebutuhan dan bagi penghiburan orang lain, dan
dengan demikian berbuat baik kepada semua orang di sekeliling
kita, sesuai kemampuan kita. Anugerah Tuhan bertentangan de-
ngan roh dunia, dan sebab itu persahabatan dengan dunia harus
dihindari, jika kita mengaku sebagai sahabat-sahabat Tuhan . Bah-
kan, anugerah Tuhan akan memperbaiki dan menyembuhkan roh
yang secara alami berdiam dalam diri kita. Di mana Ia memberi-
kan anugerah, di situ juga Ia memberi roh lain yang berbeda
dari roh dunia.
III. Kita diajar untuk mencermati perbedaan yang dibuat Tuhan antara
kecongkakan dan kerendahan hati. Tuhan menentang orang yang
congkak, namun mengasihani orang yang rendah hati (ay. 6). Ini
diketengahkan sebagai bahasa Kitab Suci dalam Perjanjian Lama.
Sebab demikianlah yang dinyatakan dalam Kitab Mazmur, bahwa
Tuhan menyelamatkan bangsa yang tertindas (jika roh mereka
sesuai dengan keadaan mereka), namun orang yang memandang
dengan congkak Ia rendahkan (Mzm. 18:28). Dan dalam kitab
Amsal dikatakan, jika Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun
mencemooh, namun orang yang rendah hati dikasihani-Nya (Ams.
3:34). Dua hal harus dicermati di sini:
1. Kehinaan yang ditimpakan ke atas orang congkak: Tuhan me-
nentang mereka. Kata aslinya, antitassetai, berarti Tuhan me-
nempatkan diri-Nya bagaikan sedang berperang melawan me-
reka. Dan kehinaan apa lagi yang lebih besar dibandingkan saat
seseorang dinyatakan Tuhan sebagai pemberontak, musuh, dan
366
pengkhianat bagi mahkota dan martabat-Nya, dan bertindak
melawan Dia? Orang congkak menentang Tuhan . Dalam budi
pekertinya ia menentang kebenaran-kebenaran Tuhan . Dalam
kehendaknya ia menentang kebenaran-kebenaran Tuhan . Da-
lam kehendaknya ia menentang hukum-hukum Tuhan . Dalam
keinginan-keinginannya ia menentang pemeliharaan Tuhan .
Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Tuhan menempatkan
diri-Nya melawan orang congkak. Hendaklah jiwa-jiwa yang
congkak mendengarkan ini dan gemetar, bahwa Tuhan menen-
tang mereka. Siapa yang bisa menggambarkan keadaan me-
nyedihkan dari orang-orang yang menjadikan Tuhan sebagai
musuh mereka? Ia pasti (cepat atau lambat) akan menimpa-
kan aib pada wajah-wajah yang sudah memenuhi hati mereka
dengan kesombongan. Oleh sebab itu, kita harus menentang
kecongkakan dalam hati kita, jika kita tidak mau Tuhan
menentang kita.
2. Kehormatan dan pertolongan yang diberikan Tuhan kepada
orang yang rendah hati. Anugerah, sebagai lawan dari aib,
yaitu kehormatan. Anugerah ini diberikan Tuhan kepada
orang yang rendah hati. jika Tuhan memberi anugerah
kepada orang yang rendah hati, maka Ia juga akan memberi-
kan semua anugerah lain. Juga seperti halnya dalam permula-
an ayat 6 ini, Ia akan memberi anugerah yang lebih besar.
jika Tuhan memberi anugerah sejati, Ia akan memberi-
kannya lebih banyak lagi. Sebab setiap orang yang mempu-
nyai, dan menggunakan dengan benar apa yang dipunyainya,
kepadanya akan diberikan lebih banyak lagi. Tuhan terutama
akan memberi anugerah yang lebih besar lagi kepada
orang yang rendah hati, sebab mereka menyadari kebutuhan
mereka akan anugerah itu, akan berdoa memintanya, dan ber-
syukur untuknya. Dan orang-orang seperti itu akan memiliki-
nya. Oleh sebab itulah,
IV. Kita diajar untuk tunduk sepenuhnya kepada Tuhan : sebab itu
tunduklah kepada Tuhan , dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari
padamu! (ay. 7). Orang-orang Kristen harus mencampakkan per-
sahabatan dengan dunia, dan waspada terhadap iri hati dan
kesombongan yang mereka lihat merajalela dalam manusia-ma-
nusia duniawi. Melalui anugerah, mereka harus belajar untuk
Surat Yakobus 4:1-10
367
bermegah dalam ketundukan mereka kepada Tuhan . “Tunduklah
kepada Dia seperti warga kepada raja mereka, di dalam kewajib-
an, dan seperti seorang teman satu sama lain, di dalam kasih dan
perhatian. Tundukkanlah budi pekertimu kepada kebenaran-
kebenaran Tuhan . Tundukkanlah kehendakmu kepada kehendak
Tuhan , kehendak perintah-Nya, dan kehendak pemeliharaan-Nya.”
Kita yaitu warga-Nya, dan sebab itu kita harus tunduk, bukan
saja dalam ketakutan, namun juga dalam kasih. Bukan saja oleh
sebab kemurkaan Tuhan , namun juga oleh sebab suara hati kita.
“Tundukkanlah dirimu kepada Tuhan , dengan menimbang betapa
dalam banyak hal kita wajib melakukan ini, dan apa keuntungan
yang akan kita peroleh darinya. Sebab Tuhan tidak akan mencela-
kakanmu dengan berkuasanya Dia atas dirimu, namun akan men-
datangkan kebaikan bagimu.” Nah, sebab tunduk dan berserah
diri kepada Tuhan ini merupakan hal yang akan berusaha diha-
lang-halangi Iblis dengan teramat gigih, maka kita dengan penuh
perhatian dan keteguhan hati yang besar harus berusaha mela-
wan bujukan-bujukannya. Jika Iblis menggambarkan kerelaan
berserah diri kepada kehendak dan pemeliharaan Tuhan sebagai
hal yang akan membawa celaka dan membuat kita dihina dan
sengsara, maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk me-
rasa takut seperti ini. Jika Iblis menggambarkan tunduk kepada
Tuhan sebagai halangan bagi kenyamanan lahiriah kita, atau
kemajuan-kemajuan duniawi kita, kita harus melawan hasutan-
hasutan untuk berlaku sombong dan malas ini. Jika Iblis ingin
menggoda kita untuk menyalahkan Pemeliharaan ilahi atas segala
kesengsaraan, salib, dan penderitaan kita, dengan maksud su-
paya kita mengikuti petunjuk-petunjuknya, dan bukan petunjuk-
petunjuk Tuhan , supaya terhindar dari semua kesengsaraan itu,
maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk marah seperti
ini, dengan tidak marah sehingga membawa kepada kejahatan.
“Jangan biarkan iblis, dalam upaya-upaya ini atau upaya-upaya
sejenisnya, berhasil membujukmu. namun lawanlah dia, maka ia
akan lari dari padamu.” Jika kita dengan nista menyerah pada
godaan-godaan, maka Iblis akan terus mengikuti kita. namun jika
kita mengenakan seluruh perlengkapan senjata Tuhan , dan berdiri
teguh melawan dia, maka ia akan enyah dari kita. Tekad kuat
akan membuat pintu tertutup rapat-rapat bagi godaan.
368
V. Kita diajarkan bagaimana harus berlaku terhadap Tuhan , untuk
tunduk kepada-Nya (ay. 8-10).
1. Mendekatlah kepada Tuhan . Hati yang sudah memberontak
harus dibuat tersungkur di kaki Tuhan . Roh yang jauh dan
terasing dari hidup bersekutu dan bergaul dengan Tuhan harus
didekatkan untuk mengenal Dia: “Mendekatlah kepada Tuhan ,
dalam ibadah dan ketetapan-ketetapan-Nya, dan dalam setiap
kewajiban yang dituntut-Nya darimu.”
2. Tahirkanlah tanganmu. Orang yang datang kepada Tuhan harus
menahirkan tangannya. Oleh sebab itulah Rasul Paulus me-
merintahkan untuk menadahkan tangan yang suci, tanpa
marah dan tanpa perselisihan (1Tim. 2:8), tangan yang bersih
dari darah, suap, dan segala sesuatu yang tidak adil atau ke-
jam, dan bersih dari segala kecemaran dosa. Orang tidak tun-
duk kepada Tuhan jika ia menjadi hamba dosa. Tangan harus
ditahirkan oleh iman, pertobatan, dan pembaharuan, atau sia-
sia saja kita mendekat kepada Tuhan di dalam doa, atau dalam
ibadah apa saja.
3. Hati orang yang mendua harus disucikan. Orang yang berpin-
dah-pindah haluan antara Tuhan dan dunia, itulah yang dimak-
sudkan di sini dengan mendua hati. Menyucikan hati berarti
tulus, dan bertindak berdasar tujuan dan pegangan yang
satu ini, yaitu lebih ingin menyenangkan Tuhan dibandingkan meng-
inginkan apa saja di dunia ini. Kemunafikan yaitu ketidak-
sucian hati. namun orang yang tunduk kepada Tuhan dengan
benar akan menyucikan hati mereka dan juga menahirkan
tangan mereka.
4. Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah. “Pen-
deritaan apa saja yang dikirimkan Tuhan kepadamu, terimalah
itu seperti yang dikehendaki-Nya darimu, dan sadarilah ada
apa sebenarnya dengan semua penderitaan itu. Sadarilah ke-
malanganmu jika kemalangan ditimpakan kepadamu, dan
janganlah meremehkannya. Atau ikutlah menderita dengan
berbela rasa terhadap orang-orang yang menderita, dan de-
ngan meresapi malapetaka-malapetaka yang menimpa jemaat
Tuhan . Berdukacita dan merataplah atas dosa-dosamu sendiri
dan dosa-dosa orang lain. Masa-masa perselisihan dan per-
pecahan yaitu masa-masa untuk berdukacita, dan dosa-dosa
yang menimbulkan sengketa dan pertengkaran harus diratapi.
Surat Yakobus 4:1-10
369
Hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacita-
mu dengan dukacita.” Hal ini dapat dipandang sebagai persiap-
an hati menyambut datangnya dukacita atau sebagai petunjuk
untuk bersungguh-sungguh. Orang bisa saja tidak menyukai
dukacita, namun Tuhan dapat menimpakannya atas mereka. Ja-
nganlah orang tertawa sampai terbahak-bahak, sehingga Tuhan
mengubah tawa mereka menjadi ratapan. Dan orang-orang
Kristen yang disurati Yakobus ini, yang tidak terlibat dalam
perkara ini, terancam akan tertimpa masalah ini. Oleh sebab
itu mereka dituntun, sebelum semuanya menjadi lebih buruk,
untuk menyingkirkan canda tawa mereka yang sia-sia dan
kesenangan indrawi mereka, dan membenamkan diri dalam
dukacita yang saleh dan air mata pertobatan.
5. “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan. Biarlah perasaan-
perasaan di dalam batin sesuai dengan ungkapan-ungkapan
kesengsaraan, penderitaan, dan dukacita lahiriah yang dise-
butkan sebelumnya.” Kerendahan hati dituntut di sini, seolah-
olah kita menghadap Dia yang terutama melihat hati manusia.
“Hendaklah kamu sepenuhnya merendah dalam meratapi
segala sesuatu yang jahat. Hendaklah kamu betul-betul rendah
hati dalam melakukan apa yang baik: Rendahkanlah dirimu.”
VI. Kita diberi dorongan yang besar untuk mendekat kepada Tuhan :
Mendekatlah kepada Tuhan , dan Ia akan mendekat kepadamu (ay.
8), dan Ia akan meninggikan orang-orang yang merendahkan diri
di hadapan-Nya (ay. 10). Orang yang mendekat kepada Tuhan da-
lam menjalankan kewajibannya, akan mendapati Tuhan mendekat
kepada mereka di jalan belas kasihan. Mendekatlah kepada-Nya
dalam iman, kepercayaan, dan ketaatan, maka Ia akan mendekat
kepadamu untuk membebaskan kamu. Jika kita tidak mempu-
nyai persekutuan yang erat dengan Tuhan , itu salah kita sendiri,
dan bukan kesalahan-Nya. Ia akan meninggikan orang yang ren-
dah hati. Itu jugalah yang dinyatakan Tuhan kita sendiri, barang-
siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Mat. 23:12). Jika kita
benar-benar bertobat dan merendahkan diri di bawah tanda-
tanda kemurkaan Tuhan , maka dalam waktu sebentar saja kita
akan mengetahui keuntungan-keuntungan dari perkenanan-Nya.
Ia akan mengangkat kita keluar dari masalah, atau akan mening-
gikan kita dalam roh dan penghiburan di dalam masalah. Ia akan
370
meninggikan kita hingga kita memperoleh kehormatan dan ke-
amanan di dunia, atau akan meninggikan kita di jalan menuju
sorga, sehingga mengangkat hati dan perasaan kita mengatasi
dunia. Tuhan menghidupkan semangat orang-orang yang rendah
hati (Yes. 57:15), Ia akan mendengarkan keinginan orang-orang
yang tertindas (Mzm. 10:17), dan pada akhirnya akan meninggi-
kan mereka hingga memperoleh kemuliaan. Kerendahan hati men-
dahului kehormatan. Kehormatan tertinggi di sorga akan menjadi
upah bagi kerendahan hati yang terdalam di bumi.
Peringatan terhadap Fitnah dan Kelancangan
(4:11-17)
11 Saudara-saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah! Barangsiapa mem-
fitnah saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hukum dan mengha-
kiminya; dan jika engkau menghakimi hukum, maka engkau bukanlah penu-
rut hukum, namun hakimnya. 12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim,
yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. namun siapa-
kah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia? 13 Jadi
sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke
kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta men-
dapat untung,” 14 sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apa-
kah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja keli-
hatan lalu lenyap. 15 Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan meng-
hendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” 16 namun sekarang
kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang
demikian yaitu salah. 17 Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat
baik, namun ia tidak melakukannya, ia berdosa.
Dalam bagian pasal ini,
I. Kita diperingatkan terhadap dosa memfitnah: Saudara-saudaraku,
janganlah kamu saling memfitnah! (ay. 11). Kata Yunani, katalaleite,
berarti berbicara apa saja yang dapat menyakiti atau melukai orang
lain. Kita tidak boleh membicarakan yang buruk-buruk, meskipun
itu benar, kecuali kita dipanggil untuk itu, dan ada kepentingan
untuk itu. Terlebih lagi kita tidak boleh menceritakan hal-hal
buruk jika itu salah, atau sepanjang pengetahuan kita mung-
kin salah. Bibir kita harus dibimbing oleh hukum kebaikan, se-
perti juga oleh kebenaran dan keadilan. Hal ini, yang dijadikan Sa-
lomo sebagai bagian penting dari tabiat istri yang cakap, bahwa ia
membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut
Surat Yakobus 4:11-17
371
ada di lidahnya (Ams. 31:26), haruslah menjadi bagian dari tabiat
setiap orang Kristen sejati. Janganlah kamu saling memfitnah,
1. sebab kamu semua bersaudara. Desakan yang disampaikan
Rasul Yakobus di sini memiliki dasarnya. sebab orang-orang
Kristen bersaudara, mereka tidak boleh mencemarkan atau
menjelek-jelekkan satu sama lain. Kita dituntut supaya peka
terhadap nama baik saudara-saudara kita. jika kita tidak
bisa membicarakan apa yang baik, lebih baik kita menutup
mulut dibandingkan mengatakan yang buruk-buruk. Janganlah
menjadi kesukaan kita untuk menyebarkan kesalahan-kesa-
lahan orang lain, membocorkan hal-hal yang rahasia, hanya
untuk menyingkapkannya di depan umum. Juga, jangan suka
melebih-lebihkan kesalahan mereka yang sudah diketahui,
melebihi apa yang sepantasnya diterima mereka. Dan yang pa-
ling buruk dari semuanya, janganlah suka mengarang-ngarang
cerita palsu, dan menyebarkan gunjingan-gunjingan tentang
orang lain yang sama sekali tidak benar. Bukankah semuanya
ini akan menimbulkan kebencian dunia terhadap orang-orang
yang terlibat dalam kepentingan-kepentingan yang sama
seperti kita sendiri dan menghasut dunia untuk menganiaya
mereka? Padahal dengan berbagi kepentingan yang sama,
bukankah kita seharusnya berdiri atau jatuh bersama-sama
dengan mereka? “Camkanlah ini, kamu semua bersaudara.”
2. sebab memfitnah berarti menghakimi hukum: Barangsiapa
memfitnah saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hu-
kum dan menghakiminya. Hukum Musa mengatakan, jangan-
lah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara
orang-orang sebangsamu (Im. 19:16). Hukum Kristus mengata-
kan, jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi
(Mat. 7:1). Intisari dari kedua hukum itu yaitu bahwa ma-
nusia harus mengasihi satu sama lain. Oleh sebab itu, lidah
yang memfitnah berarti menghina hukum Tuhan dan perintah
Kristus, saat ia menjelek-jelekkan sesamanya. Melanggar
perintah-perintah Tuhan itu sama saja dengan mencela dan
menghakimi perintah itu, seolah-olah perintah-Nya terlalu
ketat dan terlalu mengekang kita. Orang-orang Kristen yang
disurati Rasul Yakobus mudah mengatakan hal-hal yang
sangat keras tentang satu sama lain, oleh sebab perbedaan-
perbedaan di antara mereka mengenai masalah-masalah se-
372
pele (seperti kebiasaan memakan daging dan menganggap
penting hari-hari tertentu, seperti yang terlihat dari Roma 14):
“Nah,” tegas Rasul Yakobus, “orang yang mencela dan mengu-
tuk saudaranya sebab tidak setuju dengan dia dalam hal-hal
yang oleh hukum Tuhan dibiarkan begitu saja berarti mencela
dan mengutuk hukum Tuhan itu, seolah-olah hukum-Nya telah
berbuat jahat dengan membiarkannya begitu saja. Orang yang
bertengkar dengan saudaranya dan mengecamnya sebab apa
saja yang tidak ditentukan dalam firman Tuhan , berarti meren-
dahkan firman Tuhan , seolah-olah firman Tuhan bukan peratur-
an yang sempurna. Mari kita berhati-hati supaya tidak
menghakimi hukum itu, sebab hukum Tuhan itu sempurna.
Jika orang melanggar hukum, biarlah hukum itu menghakimi-
nya. Jika ia tidak melanggarnya, janganlah kita menghakimi
dia.” Memfitnah yaitu kejahatan yang keji, sebab dengan
memfitnah itu berarti kita lupa akan tempat kita, bahwa kita
harus menjadi pelaku hukum. Itu juga berarti kita menem-
patkan diri di atas hukum, seolah-olah kita menjadi hakim
atasnya. Orang yang bersalah atas dosa yang diperingatkan di
sini bukan penurut atau pelaku hukum, melainkan hakim
atas hukum itu. Orang itu mengambil tugas dan tempat yang
bukan miliknya, dan pasti ia akan menderita atas kelancang-
annya itu pada akhirnya. Orang yang suka menghakimi
hukum biasanya paling gagal dalam menurutinya.
3. sebab Tuhan , Sang Pembuat Hukum, meletakkan sepenuhnya
kuasa untuk menjatuhkan hukuman terakhir atas manusia
pada diri-Nya sendiri: Hanya ada satu Pembuat hukum dan
Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan mem-
binasakan. namun siapakah engkau, sehingga engkau mau
menghakimi sesamamu manusia? (ay. 12). Bukan berarti pe-
nguasa dan negara, melalui apa yang dikatakan di sini, tidak
boleh membuat hukum. Tidak pula bahwa warga negara dido-
rong untuk tidak mematuhi hukum-hukum manusia. Bukan
begitu, namun maksudnya Tuhan tetap harus diakui sebagai
Pemberi Hukum tertinggi, yang satu-satunya dapat memberi
hukum kepada hati nurani, dan yang satu-satunya harus di-
patuhi secara mutlak. Hak-Nya untuk membuat hukum tidak
dapat diganggu gugat, sebab Ia memiliki kuasa tak terhingga
untuk menegakkannya. Dia berkuasa menyelamatkan dan
Surat Yakobus 4:11-17
373
membinasakan, yang tidak bisa dilakukan oleh siapa pun. Ia
memiliki kuasa penuh untuk memberi upah kepada orang-
orang yang menjalankan hukum-Nya, dan menghukum semua
orang yang tidak mematuhinya. Ia dapat menyelamatkan jiwa,
dan membuatnya bahagia untuk selama-lamanya. Ia juga bisa,
sesudah membunuh, mencampakkannya ke dalam neraka.
Oleh sebab itu, Ia harus ditakuti dan dipatuhi sebagai Sang
Pemberi Hukum yang agung, dan segala penghakiman harus
diserahkan kepada-Nya. sebab ada satu Pemberi Hukum,
kita dapat menyimpulkan bahwa tak seorang pun, atau kum-
pulan manusia mana pun di dunia ini, boleh mengaku-ngaku
membuat hukum yang secara langsung mengikat hati nurani.
Sebab itu yaitu hak istimewa Tuhan , yang tidak boleh diram-
pas. Seperti halnya Rasul Yakobus sudah memperingatkan
kita sebelumnya supaya jangan menggurui, demikian pula di
sini ia memperingatkan kita supaya jangan menghakimi. Ja-
nganlah kita mengatur saudara-saudara kita, janganlah kita
mengecam dan menghukum mereka. Sudah cukup kita memi-
liki hukum Alah, yang merupakan peraturan bagi kita semua,
dan sebab itu kita tidak boleh membuat aturan-aturan lain.
Janganlah kita dengan lancang menetapkan gagasan dan pen-
dapat kita sendiri sebagai aturan bagi semua orang di sekeli-
ling kita, sebab hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim.
II. Kita diperingatkan supaya tidak dengan lancang yakin akan ke-
lanjutan hidup kita, dan supaya tidak membuat rencana-rencana
atas dasar kelancangan itu dengan keyakinan bahwa kita akan
berhasil (ay. 13-14). Rasul Yakobus, sesudah menegur orang-orang
yang menghakimi dan mencela hukum, sekarang menegur orang-
orang yang tidak ambil peduli terhadap Pemeliharaan ilahi: Jadi
sekarang, yaitu perkataan dari bahasa Yunani yang dapat diarti-
kan, lihat sekarang, atau “Lihat, dan renungkanlah, hai kamu
yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu,
dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta men-
dapat untung.’ Renungkanlah sejenak cara berpikir dan berbicara
seperti ini, tanyakan pada dirimu sendiri bagaimana mempertang-
gungjawabkannya.” Merenungkan dengan sungguh-sungguh per-
kataan dan perbuatan kita akan menunjukkan kepada kita ba-
nyak kejahatan yang, sebab ketidaksengajaan, cenderung kita
374
lakukan dan terus kita lakukan. Ada sebagian orang yang dulu,
dan sekarang pun masih sangat banyak, berkata, kami akan
berangkat ke kota anu, dan berbuat ini dan itu, untuk jangka
waktu tertentu, tanpa dengan betul-betul peduli terhadap kepu-
tusan-keputusan Pemeliharaan ilahi. Perhatikanlah di sini,
1. Betapa mudahnya orang-orang duniawi yang memiliki berba-
gai macam rencana untuk mengabaikan Tuhan dalam rancang-
an mereka. jika hati orang terpatri pada pada hal-hal
duniawi, maka hal-hal duniawi itu memiliki kuasa yang meng-
herankan sehingga hati dibuat asyik membayangkan impian-
impiannya sendiri. Oleh sebab itu, kita harus waspada ter-
hadap niat atau keinginan untuk terus mengejar apa saja di
dunia bawah sini.
2. Betapa kebahagiaan duniawi itu sebagian besarnya ada
pada apa yang dijanjikan orang terlebih dulu pada diri mereka
sendiri. Kepala mereka penuh dengan penglihatan-penglihatan
yang indah, mengenai apa yang akan mereka lakukan, akan
menjadi apa mereka, dan apa yang akan mereka nikmati di
masa yang akan datang, padahal mereka tidak bisa pasti ten-
tang waktunya atau tentang keuntungan apa saja yang sudah
mereka janjikan pada diri sendiri. Oleh sebab itu, perhatikan-
lah,
3. Betapa sia-sianya mencari kebaikan apa saja di masa depan
tanpa persetujuan dari Tuhan Sang Pemelihara. Kami akan
berangkat ke kota anu (kata mereka), mungkin ke Antiokhia,
atau ke Damaskus, atau ke Aleksandria, yang pada saat itu
merupakan kota-kota besar yang banyak dilalui. namun bagai-
mana mereka bisa yakin, saat berangkat, bahwa mereka
akan sampai di kota-kota ini? Bisa saja ada suatu hal yang
menghentikan jalan mereka, atau memanggil mereka untuk
pergi ke tempat lain, atau membuat tali kehidupan terputus.
Banyak orang yang memulai suatu perjalanan pada akhirnya
pergi ke rumah mereka yang abadi, tanpa pernah mencapai
tujuan perjalanan mereka itu. namun , kalaupun misalnya me-
reka sampai di kota yang ingin mereka kunjungi, bagaimana
mereka tahu bahwa mereka akan terus tinggal di sana? Bisa
saja terjadi suatu hal yang membuat mereka harus kembali,
atau memanggil mereka dari situ, dan mempersingkat masa
tinggal mereka. Atau sekiranya mereka dapat tinggal tetap
Surat Yakobus 4:11-17
375
seperti yang mereka rencanakan, mereka tidak bisa yakin bah-
wa mereka dapat berjual beli di sana. Bisa saja mereka terba-
ring sakit selama di sana, atau tidak bertemu dengan orang-
orang yang mereka harapkan untuk berjual beli dengan mere-
ka. Bahkan, sekiranya mereka sampai di kota itu, dan terus
tinggal di sana selama setahun, dan berjual beli, bisa saja
mereka tidak mendapat untung. Mendapat untung di dunia ini
merupakan suatu hal yang, kalaupun berhasil, tidak pasti,
dan bisa saja mereka membuat penawaran yang lebih merugi-
kan dibandingkan menguntungkan. Kemudian, selain semua hal
ini, kerapuhan, kesingkatan, dan ketidakpastian hidup harus-
lah menegur kesombongan dan keangkuhan yang lancang dari
para pembuat rencana untuk masa depan itu: Apakah arti
hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja
kelihatan lalu lenyap (ay. 14). Tuhan dengan bijak membiarkan
kita dalam kegelapan mengenai peristiwa-peristiwa masa
depan, dan bahkan tentang lamanya kehidupan itu sendiri.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, kita mungkin
tahu apa yang berniat kita lakukan dan ingin menjadi apa
kita, namun seribu satu hal bisa saja terjadi untuk meng-
halang-halangi kita. Kita tidak memiliki kepastian akan
hidup itu sendiri, sebab hidup itu seperti uap, sesuatu yang
kelihatan, namun tidak padat atau pasti, mudah terpencar dan
lenyap. Kita bisa menetapkan jam dan menit terbit dan terbe-
namnya matahari esok hari, namun kita tidak bisa menetapkan
waktu tertentu kapan uap terpencar. Seperti itulah hidup kita:
Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu
lenyap. Hidup itu lenyap jika menyangkut dunia ini, namun ada
kehidupan yang akan terus berlangsung di dunia lain. Dan
sebab hidup di sini sedemikian tidak pasti, sudah sepatutnya
kita semua mempersiapkan diri dan menyimpan bekal untuk
hidup yang akan datang.
III. Kita diajar untuk senantiasa menjaga perasaan bergantung pada
kehendak Tuhan untuk kehidupan, dan untuk semua hal yang kita
lakukan dan nikmati