bilangan ulangan 9


 untuk ini diberitahukan Musa 

kepada orang Lewi, dan Tuhan  lebih ingin orang Lewi mem-

bayarnya dengan riang hati, dibandingkan  para imam menuntutnya 

dengan wewenang: Haruslah engkau berbicara kepada orang 

Lewi supaya persepuluhan itu dipersembahkan oleh mereka, 

dibandingkan  dipungut dari mereka. Sekarang amatilah,  

(1) Orang Lewi harus memberi  kepada Tuhan  apa yang 

semestinya Ia dapatkan dari persepuluhan mereka, seperti 

juga orang-orang Israel dari penghasilan mereka. Mereka 

yaitu  penyewa-penyewa di ladang Tuhan , dan uang sewa 

dituntut dari mereka, dan mereka tidak terbebas darinya 

dengan alasan jabatan mereka. Demikian pula sekarang, 

hamba-hamba Tuhan harus memberi  amal dari apa 

yang mereka terima. Dan semakin mereka menerima de-

ngan cuma-cuma, semakin mereka harus memberi dengan 

cuma-cuma, dan menjadi teladan kemurahan hati. Harus-

lah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya seba-

gai persembahan khusus kepada TUHAN (ay. 26). Orang-

orang yang ditugaskan dalam membantu pelayanan ibadah 

harus memastikan diri untuk membayar persembahan me-

reka sendiri, sebagai persembahan khusus kepada Tuhan. 

Doa-doa dan puji-pujian yang dipanjatkan kepada Tuhan , 

atau lebih tepatnya hati yang terangkat dalam doa dan 

pujian, itulah yang sekarang menjadi persembahan khusus 

kita. Persembahan ini (firman Tuhan ) akan diperhitungkan 

sebagai persembahan khususmu, sama seperti gandum dari 

tempat pengirikan. Yaitu, meskipun persembahan itu bu-

kan hasil tanah mereka, atau hasil dari pekerjaan mereka 

sendiri, seperti persepuluhan orang-orang Israel lain, na-

mun sebab  itu yaitu  kepunyaan mereka, maka persem-

bahan itu akan diterima, untuk menguduskan semua 

persembahan yang lain.  

(2) Persembahan khusus ini harus diberikan kepada imam 

Harun (ay. 28), dan kepada para penerusnya yaitu imam-

imam besar, untuk dibagi-bagikan dan dipakai sesuai 

jumlah yang semestinya di antara imam-imam yang lebih 

Kitab Bilangan 18:20-32 


rendah. Sebagian besar dari keuntungan-keuntungan ja-

batan imam, yang ditetapkan dalam bagian awal dari pasal 

ini, diambil dari korban-korban persembahan. Dan para 

imam yang senantiasa melayani di mezbah mendapatkan 

keuntungan itu. Akan namun , melihat ada banyak imam 

yang ditugaskan di negeri untuk mengajar dan memimpin, 

maka persepuluhan-persepuluhan yang diambil oleh orang 

Lewi, ada kemungkinan, diatur pembagiannya oleh imam 

besar untuk keperluan hidup mereka. Cendikiawan Uskup 

Patrick, membuat dugaan yang mungkin ada benarnya 

bahwa sepersepuluh dari persepuluhan yang terakhir ini 

disediakan untuk imam besar sendiri, untuk menyokong 

kedudukan dan martabatnya. Sebab, kita tidak membaca 

tentang persediaan khusus apa pun yang dibuat untuknya.  

(3) Bila orang Lewi sudah membayar sepersepuluh dari peng-

hasilan mereka seperti itu, sebagai persembahan khusus 

kepada Tuhan, maka mereka sendiri dapat menikmati de-

ngan nyaman kesembilan bagian yang lain (ay. 30): “Sete-

lah engkau mengkhususkan yang terbaik dari padanya 

(sebab bagian Tuhan  tentu saja tetap bagian yang terbaik), 

maka kamu boleh memakan yang lainnya, bukan sebagai 

persembahan kudus, melainkan dengan bebas sama se-

perti orang-orang Israel lain memakan bagian mereka, di 

setiap tempat, kamu dan seisi rumahmu” (ay. 31). Lihatlah 

di sini bagaimana caranya kita mendapat penghiburan dari 

semua harta duniawi yang kita miliki, sehingga kita tidak 

menanggung dosa oleh sebab nya, seperti yang dikatakan 

selanjutnya (ay. 32).  

[1] Kita harus memastikan bahwa apa yang kita miliki 

diperoleh dengan jujur dan untuk melayani Tuhan . Upah-

mulah itu, untuk membalas pekerjaanmu. Makanan yang 

paling enak dimakan yaitu  makanan yang pertama 

kali diperoleh. Akan namun , jika orang tidak mau beker-

ja, janganlah ia makan (2Tes. 3:10). Dan apa yang 

merupakan upah dari pelayanan yang setia yang dilaku-

kan di Kemah Pertemuan, tampak dikatakan sebagai 

sesuatu yang mengandung penghiburan dan kepuasan 

tersendiri. 


[2] Kita harus memastikan bahwa Tuhan  mendapat bagian 

yang semestinya dari apa yang kita peroleh. Kita akan 

mendapat penghiburan dari harta benda kita, jika  

kita sudah menghormati Tuhan dengannya. Dalam hal 

itu kamu tidak akan mendatangkan dosa kepada dirimu, 

asal kamu mengkhususkan yang terbaik dari padanya. 

Ini menyiratkan, bahwa janganlah kita memberi makan 

diri kita tanpa rasa takut, supaya jangan sampai meja 

kita menjadi jerat, dan kita menanggung dosa sebab -

nya. Dan inilah alasan mengapa kita harus memberi 

sedekah dari apa yang kita miliki, yaitu supaya semua 

yang kita miliki menjadi layak dan menghibur bagi 

kita.  

 

 

 

 

 

PASAL 19  

asal ini hanya membahas tentang penyiapan dan penggunaan 

abu yang harus dibubuhkan ke dalam air pentahiran. Sebelum-

nya umat mengeluhkan ketatnya hukum, yang melarang mereka 

untuk mendekat ke Kemah Suci (17:13). Sebagai jawaban atas keluh-

an ini, mereka di sini diperintahkan untuk menahirkan diri mereka, 

supaya mereka dapat mendekat ke Kemah Suci sejauh mereka perlu 

tanpa rasa takut. Di sini ada,  

I. Cara untuk menyiapkan abu ini, yaitu dengan membakar 

seekor lembu betina merah, dengan sebuah upacara yang 

besar (ay. 1-10).  

II. Cara menggunakan abu itu.  

1. Abu itu dimaksudkan untuk menahirkan orang-orang 

dari kecemaran akibat terkena mayat (ay. 11-16).  

2. Abu itu harus dimasukkan ke dalam air yang mengalir 

(dalam jumlah sedikit), yang dengannya orang yang akan 

dibersihkan harus ditahirkan (ay. 17-22). Dan penahiran 

yang bersifat keupacaraan ini merupakan bayangan dan 

gambaran dari dibersihkannya hati nurani orang-orang 

percaya dari kecemaran-kecemaran dosa. Hal itu tampak 

dari penjelasan sang rasul (Ibr. 9:13-14), di mana ia mem-

bandingkan percikan darah Kristus yang mampu mengu-

duskan hati nurani, seperti “percikan abu lembu muda 

yang menguduskan mereka yang najis.” 


Abu Penahiran 

(19:1-10) 

1 TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: 2 “Inilah ketetapan hukum yang 

diperintahkan TUHAN dengan berfirman: Katakanlah kepada orang Israel, 

supaya mereka membawa kepadamu seekor lembu betina merah yang tidak 

bercela, yang tidak ada cacatnya dan yang belum pernah kena kuk. 3 Dan 

haruslah kamu memberi nya kepada imam Eleazar, maka lembu itu harus 

dibawa ke luar tempat perkemahan, lalu disembelih di depan imam. 4 Kemu-

dian imam Eleazar harus mengambil dengan jarinya sedikit dari darah lembu 

itu, lalu haruslah ia memercikkan sedikit ke arah sebelah depan Kemah 

Pertemuan sampai tujuh kali. 5 Sesudah itu haruslah lembu itu dibakar 

habis di depan mata imam; kulitnya, dagingnya dan darahnya haruslah diba-

kar habis bersama-sama dengan kotorannya. 6 Dan imam haruslah mengam-

bil kayu aras, hisop dan kain kirmizi dan melemparkannya ke tengah-tengah 

api yang membakar habis lembu itu. 7 lalu  haruslah imam mencuci pa-

kaiannya dan membasuh tubuhnya dengan air, sesudah itu masuk ke 

tempat perkemahan, dan imam itu najis sampai matahari terbenam. 8 Orang 

yang membakar habis lembu itu haruslah mencuci pakaiannya dengan air 

dan membasuh tubuhnya dengan air, dan ia najis sampai matahari terbe-

nam. 9 Maka seorang yang tahir haruslah mengumpulkan abu lembu itu dan 

menaruhnya pada suatu tempat yang tahir di luar tempat perkemahan, 

supaya semuanya itu tinggal tersimpan bagi umat Israel untuk membuat air 

pentahiran; itulah penghapus dosa. 10 Dan orang yang mengumpulkan abu 

lembu itu haruslah mencuci pakaiannya, dan ia najis sampai matahari ter-

benam. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya bagi orang Israel dan 

bagi orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu. 

Kita mendapati di sini ketetapan ilahi mengenai upacara pembakaran 

seekor lembu betina merah sampai menjadi abu, dan penyimpanan 

abu itu, supaya darinya dapat dibuat, bukan air untuk mempercantik 

diri, melainkan untuk penahiran. Sebab penahiran yaitu  tujuan 

utama yang dituju oleh hukum Taurat. Hukum Taurat tidak mem-

berikan tawaran untuk memperhias seperti yang ditawarkan Injil, 

melainkan hanya untuk membersihkan. Pembakaran lembu betina 

ini, meskipun bukan korban pendamaian yang sebetulnya , ka-

rena tidak dilakukan di atas mezbah, namun merupakan perlambang 

dari kematian dan penderitaan-penderitaan Kristus. Melalui kemati-

an dan penderitaan-penderitaan-Nya, Kristus tidak hanya bermaksud 

untuk membayar lunas tuntutan keadilan Tuhan , namun  juga untuk 

membersihkan dan menenteramkan hati nurani kita, supaya kita 

bisa berdamai dengan Tuhan  dan juga beroleh damai dalam hati kita 

sendiri. Untuk mempersiapkan  hal ini, Kristus mati, bukan hanya 

seperti lembu jantan dan kambing jantan di atas mezbah, melainkan 

juga seperti lembu betina merah di luar tempat perkemahan itu. 

Kitab Bilangan 19:1-10 


I.   Lembu betina yang akan dibakar itu dipilih dengan sangat hati-

hati, jauh lebih ketat dibandingkan saat  memilih persembahan-

persembahan lain (ay. 2). Lembu betina itu tidak hanya harus 

tanpa cacat, yang melambangkan kemurnian Tuhan Yesus yang 

tak bercela dan kesempurnaan-Nya yang tanpa dosa, namun  juga 

harus berwarna merah, sebab  langkanya warna itu, supaya kor-

ban itu lebih luar biasa lagi. Orang Yahudi berkata, “Kalau terda-

pat padanya dua bulu saja yang berwarna hitam atau putih, maka 

itu tidak sah.” Kristus, sebagai manusia, yaitu  Anak Adam, 

tanah merah, dan kita mendapati pakaian Kristus merah, merah 

dengan darah-Nya sendiri, dan merah dengan darah musuh-mu-

suh-Nya. Dan lembu betina itu haruslah belum pernah kena kuk, 

yang tidak dituntut dari korban-korban lain. Hal ini memperlam-

bangkan persembahan sukarela dari Tuhan Yesus, saat  Ia ber-

kata, sungguh, Aku datang. Ia tidak terikat dan terbelenggu oleh 

tali-tali lain selain tali-tali kasih-Nya sendiri. Lembu betina ini 

harus disediakan atas biaya jemaat, sebab  mereka semua mem-

punyai kepentingan bersama di dalamnya. Dan demikian pula 

semua orang percaya memiliki  kepentingan bersama di dalam 

Kristus. 

II. Pembakaran lembu betina itu melibatkan banyak upacara. Pe-

ngerjaannya diserahkan kepada Eleazar, bukan kepada Harun 

sendiri, sebab tidak pantas jika Harun harus berbuat sesuatu 

yang akan membuatnya najis menurut hukum keupacaraan. 

Tidak, sekalipun itu hanya sampai matahari terbenam (ay. 8). 

Namun demikian, sebab  pembakaran lembu betina itu merupa-

kan suatu perkara besar, terutama sebab  besar kepentingannya, 

maka pembakaran itu harus dilakukan oleh seseorang yang mar-

tabatnya hanya satu tingkat di bawah Harun. Imam-imam kepala 

pada waktu dahulu merupakan pelaku utama dalam kematian 

Kristus. Nah, 

1.  Lembu betina itu harus disembelih di luar tempat perkemah-

an, sebagai sesuatu yang tidak murni. Hal ini menandakan 

bahwa cara-cara yang ditetapkan oleh hukum keupacaraan itu 

tidaklah cukup untuk menghapus dosa. Semua upacara itu 

sama sekali tidak mampu membersihkan orang, namun  justru 

membuatnya menjadi najis. Seolah-olah kecemaran yang di-

timpakan ke atasnya terus menempel padanya. Namun demi-

kian, untuk memenuhi perlambang ini, Yesus Tuhan kita, 

sebab  dijadikan dosa dan kutuk bagi kita, menderita di luar 

pintu gerbang (Ibr. 13:12). 

2.  Eleazar harus memercikkan sedikit dari darah lembu itu ke 

arah sebelah depan Kemah Pertemuan, dan dengan terus me-

lihat ke arah itu (ay. 4). Hal ini membuat pemercikan itu men-

jadi semacam pendamaian. Sebab pemercikan darah di hadap-

an Tuhan merupakan puncak dari semua korban penebusan. 

Oleh sebab itu, meskipun pemercikan darah ini tidak dilaku-

kan di atas mezbah, namun, sebab  dilakukan dengan meng-

hadap tempat kudus, maka tersirat bahwa nilai kegunaan dan 

keabsahannya bergantung pada tempat kudus, dan diperoleh 

darinya. Ini menandakan korban penebusan yang dipersem-

bahkan kepada Tuhan  oleh kematian Kristus, Imam besar kita 

yang agung. Oleh Roh kekal (dan Roh disebut sebagai jari 

Tuhan , seperti yang diamati Ainsworth, Luk. 11:20, KJV), Kristus 

mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai persembahan yang 

tak bercacat, tepat di depan tempat kudus, saat  Ia berkata, 

“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”. Ini 

juga menandakan bahwa untuk menahirkan hati kita, maka 

korban pelunasan atau penebusan sangatlah penting dilaku-

kan untuk memenuhi keadilan ilahi. Pemercikan darah lembu 

itu memberi  kebaikan ke dalam abu itu. 

3. Lembu betina itu harus dibakar habis (ay. 5). Ini melambang-

kan penderitaan-penderitaan Yesus Tuhan kita yang luar 

biasa, baik dalam jiwa maupun raga, seperti korban yang 

dibakar dengan api. Sang imam harus melemparkan ke dalam 

api, saat  api itu sedang berkobar, kayu aras, hisop, dan 

kain kirmizi, yang digunakan untuk menahirkan orang-orang 

yang terkena penyakit kusta (Im. 14:6-7). Dengan begitu, abu 

dari benda-benda tambahan ini akan bercampur dengan abu 

lembu betina itu, untuk digunakan menahirkan orang yang 

najis. 

4.  Abu lembu betina itu (yang dipisahkan sebisa mungkin dari 

abu kayu yang dengannya ia dibakar) harus dikumpulkan 

dengan hati-hati oleh tangan orang yang tahir. Dan, seperti 

yang dikatakan orang Yahudi, abu itu harus ditumbuk dan 

ditampi, dan sesudahnya disimpan untuk digunakan jemaat, 

jika ada keperluan (ay. 9), bukan hanya untuk angkatan itu, 

Kitab Bilangan 19:1-10 

melainkan juga untuk keturunan-keturunan yang akan da-

tang. Sebab abu dari satu ekor lembu betina ini cukup untuk 

membubuhi bejana-bejana air sebanyak yang akan dibutuh-

kan umat Israel selama berabad-abad. Orang Yahudi berkata 

bahwa abu dari satu ekor lembu betina ini digunakan sampai 

masa pembuangan ke Babel, hampir seribu tahun, dan bahwa 

tidak pernah ada lembu betina lagi yang dibakar sampai 

zaman Ezra, Sesudah  mereka kembali dari pembuangan. Saya 

tidak melihat alasan untuk mempercayai kepercayaan turun-

temurun di antara mereka ini, sebab kepercayaan itu hanya 

didasarkan (saya kira) pada bungkamnya catatan-catatan seja-

rah mereka yang dulu. Sebab pada zaman-zaman belakangan 

dari jemaat mereka, yang tentangnya mereka memiliki  

catatan-catatan yang lebih lengkap, mereka mendapati dela-

pan ekor lembu betina dibakar antara zaman Ezra dan peng-

hancuran Bait Suci yang kedua, yaitu sekitar lima ratus 

tahun. Abu ini dikatakan harus disimpan di sini sebagai peng-

hapus dosa, sebab , meskipun abu itu dimaksudkan hanya 

untuk menahirkan kenajisan menurut hukum upacara, na-

mun abu itu yaitu  perlambang dari penahiran dosa yang 

dibuat oleh Yesus Tuhan kita dengan kematian-Nya. Abu biasa 

yang dicampur dengan air digunakan untuk menggosok. 

namun  abu ini mendapatkan nilai kebaikannya murni dari 

ketetapan ilahi, dan mendapatkan penggenapan serta kesem-

purnaannya dalam Kristus, yang yaitu  kegenapan hukum 

Taurat, sehingga kebenaran diperoleh. Sekarang amatilah,  

(1) Bahwa air pentahiran itu dibuat dengan dicampur dengan 

abu lembu betina, yang darahnya dipercikkan di depan 

tempat kudus. Dengan begitu, apa yang membersihkan 

hati nurani kita yaitu  kebajikan kekal dari kematian 

Kristus. Darah-Nyalah yang menyucikan dari pada segala 

dosa (1Yoh. 1:7).  

(2) Bahwa abu itu cukup untuk semua orang. Tidak perlu ada 

lembu betina baru yang disembelih untuk setiap orang 

atau keluarga yang perlu ditahirkan. Sebaliknya, lembu 

betina yang satu ini cukup untuk semua orang, bahkan 

untuk orang-orang asing yang tinggal di antara mereka (ay. 

10). Dengan begitu, ada cukup kebajikan dalam darah 

Kristus untuk menahirkan semua orang yang bertobat dan 

percaya kepada Injil, untuk setiap orang Israel. Dan bukan 

untuk dosa-dosa mereka saja, melainkan juga untuk dosa 

seluruh dunia (1Yoh. 2:2).  

(3) Bahwa abu ini dapat disimpan tanpa menjadi busuk 

selama berabad-abad. Tidak ada benda yang begitu awet 

seperti abu, yang (menurut Uskup Patrick) membuat abu 

ini menjadi lambang yang sangat cocok dalam menggam-

barkan kegunaan dan kebaikan korban Kristus yang kekal. 

Kristus mampu menyelamatkan, dan, untuk itu, mampu 

menahirkan, dengan sempurna, baik orang maupun waktu.  

(4) Abu ini disimpan sebagai persediaan atau harta karun, un-

tuk menahirkan umat Israel secara terus-menerus dari 

kecemaran-kecemaran mereka. Demikian pula darah Kris-

tus disimpan bagi kita dalam firman dan sakramen, seba-

gai sumber kebaikan yang tiada habis-habisnya. Dengan 

iman kita bisa datang kepada sumber kebaikan itu setiap 

hari untuk membersihkan hati nurani kita. Lihat Zakharia 

13:1. 

5.  Semua orang yang mengerjakan pelayanan ini menjadi najis 

sebab nya menurut hukum keupacaraan. Bahkan Eleazar 

sendiri, walaupun ia hanya memercikkan darah lembu betina 

(ay. 7). Orang yang membakar habis lembu itu najis (ay. 8), dan 

juga orang yang mengumpulkan abu lembu (ay. 10). Dengan 

begitu, semua orang yang memiliki  andil dalam menjatuh-

kan hukuman mati kepada Kristus menjadi bersalah sebab -

nya. Orang yang mengkhianati-Nya, para penuntut-Nya, ha-

kim-Nya, algojo-Nya, semuanya melakukan apa yang mereka 

lakukan dengan tangan yang fasik, meskipun itu terjadi menu-

rut maksud dan rencana Tuhan  (Kis. 2:23). Namun demikian, 

sebagian dari mereka, dan bahkan semuanya, bisa saja telah 

dibersihkan oleh manfaat dan kebaikan dari darah yang sama, 

yang atasnya mereka bersalah sebab  perbuatan mereka 

sendiri. Sebagian orang memandang bahwa upacara penahiran 

orang Yahudi dulu itu menandakan ketidaksempurnaan iba-

dah-ibadah hukum Taurat, dan ketidakcukupannya untuk 

menghapus dosa, sebab orang-orang yang mempersiapkan diri 

untuk menahirkan orang lain, mereka sendiri menjadi ter-

cemar oleh persiapan yang mereka lakukan. Orang Yahudi 

berkata, ini yaitu  sebuah misteri yang tidak dipahami oleh

Kitab Bilangan 19:11-22 

 Salomo sendiri, bahwa hal yang sama dapat menajiskan 

orang-orang yang tahir, dan menahirkan orang-orang yang 

najis. Akan namun  (menurut Uskup Patrick), hal ini tidak meng-

herankan bagi orang-orang yang memandang bahwa semua 

korban yang dipersembahkan untuk dosa, sebab  dipersem-

bahkan untuk dosa, dipandang sebagai hal yang tidak murni. 

Sebab dosa-dosa manusia ditimpakan ke atasnya, sama se-

perti semua dosa kita ditimpakan ke atas Kristus, yang oleh 

sebab itu Ia dikatakan dibuat menjadi dosa sebab  kita (2Kor. 

5:21). 

Hal-hal Najis dan Penahirannya 

(19:11-22) 

11 Orang yang kena kepada mayat, ia najis tujuh hari lamanya. 12 Ia harus 

menghapus dosa dari dirinya dengan air itu pada hari yang ketiga, dan pada 

hari yang ketujuh ia tahir. namun  jika pada hari yang ketiga ia tidak 

menghapus dosa dari dirinya, maka tidaklah ia tahir pada hari yang ketujuh. 

13 Setiap orang yang kena kepada mayat, yaitu tubuh manusia yang telah 

mati, dan tidak menghapus dosa dari dirinya, ia menajiskan Kemah Suci 

TUHAN, dan orang itu haruslah dilenyapkan dari Israel; sebab  air pentahir-

an tidak disiramkan kepadanya, maka ia najis; kenajisannya masih melekat 

padanya. 14 Inilah hukumnya, jika  seseorang mati dalam suatu kemah: 

setiap orang yang masuk ke dalam kemah itu dan segala yang di dalam 

kemah itu najis tujuh hari lamanya; 15 setiap bejana yang terbuka yang tidak 

ada kain penutup terikat di atasnya yaitu  najis. 16 Juga setiap orang yang di 

padang, yang kena kepada seorang yang mati terbunuh oleh pedang, atau 

kepada mayat, atau kepada tulang-tulang seorang manusia, atau kepada 

kubur, orang itu najis tujuh hari lamanya. 17 Bagi orang yang najis haruslah 

diambil sedikit abu dari korban penghapus dosa yang dibakar habis, lalu di 

dalam bejana abu itu dibubuhi air mengalir. 18 lalu  seorang yang tahir 

haruslah mengambil hisop, mencelupkannya ke dalam air itu dan memercik-

kannya ke atas kemah dan ke atas segala bejana dan ke atas orang-orang 

yang ada di sana, dan ke atas orang yang telah kena kepada tulang-tulang, 

atau kepada orang yang mati terbunuh, atau kepada mayat, atau kepada 

kubur itu; 19 orang yang tahir itu haruslah memercik kepada orang yang 

najis itu pada hari yang ketiga dan pada hari yang ketujuh, dan pada hari 

yang ketujuh itu haruslah ia menghapus dosa orang itu; dan orang yang 

najis itu haruslah mencuci pakaiannya dan membasuh badannya dengan air, 

lalu ia tahir pada waktu matahari terbenam. 20 namun  orang yang telah najis, 

dan tidak menghapus dosa dari dirinya, orang itu harus dilenyapkan dari 

tengah-tengah jemaah itu, sebab  ia telah menajiskan tempat kudus TUHAN; 

air pentahiran tidak ada disiramkan kepadanya, jadi ia tetap najis. 21 Itulah 

yang harus menjadi ketetapan bagi mereka untuk selama-lamanya. Orang 

yang menyiramkan air penyuci itu, ia harus mencuci pakaiannya, dan orang 

yang kena kepada air penyuci itu, ia menjadi najis sampai matahari 

terbenam. 22 Segala yang diraba orang yang najis itu menjadi najis dan orang 

yang kena kepadanya menjadi najis juga sampai matahari terbenam.” 

Di sini diberikan petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan dan pene-

rapan abu yang dipersiapkan untuk penahiran. Abu itu disimpan 

untuk dikeluarkan. Dan sebab  itu, meskipun sekarang satu tempat 

saja cukup untuk menyimpannya, saat  seluruh Israel berkemah 

berdekatan satu sama lain, namun ada kemungkinan bahwa sesu-

dahnya, saat  mereka tiba di Kanaan, sebagian dari abu ini disim-

pan di setiap kota, supaya dapat dipakai setiap hari. Amatilah, 

I. Dalam perkara-perkara apa penahiran dengan abu ini diperlukan. 

Tidak ada hal lain yang disebutkan di sini selain kenajisan 

menurut hukum upacara sebab  orang menyentuh mayat, atau 

menyentuh tulang atau kubur, atau sebab  berada di tenda atau 

di rumah di mana sesosok mayat terbaring (ay. 11, 14-16). Hal ini 

saya lihat sebagai salah satu beban terberat dari hukum keupa-

caraan, dan salah satu hal yang paling tidak dapat dijelaskan. 

Jika orang terkena bangkai binatang yang haram, atau terkena 

orang yang sedang dalam keadaan najis terberat menurut hukum 

upacara, maka orang itu dibuat najis olehnya hanya sampai 

matahari terbenam, dan hanya memerlukan air biasa untuk 

menahirkan dirinya. namun  jika orang datang mendekati mayat 

seorang laki-laki, perempuan, atau anak-anak, maka ia harus 

menanggung cela berat dari kenajisannya selama tujuh hari. Dan 

ia harus ditahirkan sebanyak dua kali dengan air pentahiran, 

yang tidak dapat diperolehnya tanpa susah payah dan biaya. Dan 

sebelum ia tahir, ia tidak boleh mendekat ke tempat kudus 

dengan ancaman hukuman mati. 

1. Hal ini mengherankan, mengingat,  

(1) Bahwa jika  seseorang meninggal, dan kita sering meng-

hadapi kematian, pasti saja ada yang tak terelakkan lagi 

akan terkena kecemaran ini. Sebab, jasad orang yang me-

ninggal harus ditelanjangi, dimandikan, dibungkus kain, 

diangkat, dan dikuburkan, dan ini tidak bisa dilakukan 

tanpa banyak tangan. Namun demikian, semua orang yang 

ikut mengurus jasad ini menjadi tercemar juga. Ini menan-

dakan bahwa dalam keadaan kita yang rusak dan jatuh, 

tak ada satu orang pun yang hidup dan tidak berdosa. Kita 

tidak bisa menghindar, namun  pasti akan tercemar oleh 

dunia yang mencemarkan yang kita lewati, dan kita mela-

Kitab Bilangan 19:11-2

kukan pelanggaran setiap hari. Namun demikian, kenyata-

an bahwa mustahil bagi kita untuk hidup tanpa dosa, tidak 

membuat dosa itu menjadi kurang mencemarkan.  

(2) Bahwa mengurus orang mati, agar dikuburkan dengan 

layak, bukan hanya diperlukan, melainkan juga merupa-

kan sebuah pekerjaan yang sangat baik, suatu kebaikan 

hati untuk menghormati orang yang telah mati itu maupun 

untuk menghibur orang yang hidup. Namun demikian, 

orang menjadi najis juga sebab nya. Ini menyiratkan 

bahwa kecemaran-kecemaran dosa bercampur dengan per-

buatan-perbuatan kita yang terbaik, dan menempel pada-

nya. sebetulnya , di bumi tidak ada orang yang saleh: 

yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa. Dengan 

satu atau lain cara, kita cenderung berbuat salah bahkan 

saat  kita berbuat baik.  

(3) Bahwa kecemaran ini bisa kena pada seseorang melalui 

kegiatan pribadi di rumahnya sendiri. Ini menyiratkan 

(seperti yang diamati Uskup Patrick) bahwa Tuhan  melihat 

apa yang dilakukan secara tersembunyi, dan tidak ada 

yang bisa disembunyikan dari Keagungan ilahi.  

(4) Kecemaran ini bisa kena pada seseorang, dan sekalipun 

demikian orang itu bisa saja tidak pernah mengetahuinya. 

Seperti saat  ia menyentuh kubur yang tidak terlihat, yang 

tentangnya Juruselamat kita berkata, orang-orang yang 

berjalan di atasnya tidak mengetahuinya (Luk. 11:44). Ini 

menyiratkan tercemarnya hati nurani oleh dosa-dosa yang 

diperbuat sebab  ketidaktahuan. Dan beralasan bagi kita 

untuk berseru, “Siapa yang bisa memahami kesalahan-

kesalahannya?”, dan untuk berdoa, “Bersihkanlah kami 

dari kesalahan-kesalahan yang tersembunyi, kesalahan-

kesalahan yang kami sendiri tidak melihat bahwa kami 

bersalah atasnya.” 

2. namun  mengapa hukum Taurat membuat mayat menjadi se-

suatu yang demikian menajiskan?  

(1) Sebab maut yaitu  upah dosa, masuk ke dalam dunia me-

lalui dosa, dan memerintah oleh kuasa dosa. Maut yaitu  

hal yang berbeda bagi umat manusia dibandingkan bagi 

makhluk-makhluk lain. Maut yaitu  kutukan, maut ada

lah pelaksanaan hukuman, dan sebab  itu pencemaran 

oleh maut menandakan pencemaran oleh dosa.  

(2) Sebab hukum Taurat tidak dapat menaklukkan maut, atau 

menghapusnya dan mengubah sifatnya, seperti yang dapat 

dilakukan Injil dengan membawa hidup dan kekekalan ke 

dalam terang, dan dengan begitu memperkenalkan harapan 

yang lebih baik. Sejak Penebus kita mati dan dikuburkan, 

maut tidak lagi menghancurkan bagi Israel milik Tuhan , dan 

sebab  itu mayat tidak lagi menajiskan. namun  saat  

jemaat Yahudi itu berada di bawah hukum Taurat, untuk 

menunjukkan bahwa hukum Taurat tidak mungkin me-

nyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di 

dalamnya, maka kecemaran sebab  terkena mayat tidak 

bisa tidak pasti menimbulkan pikiran-pikiran yang menye-

dihkan dan menggelisahkan tentang maut dalam benak 

mereka. namun  sekarang orang-orang percaya dapat menang 

atas maut melalui Kristus. Hai maut di manakah kemenang-

anmu? Di manakah kecemaranmu? 

II. Bagaimana abu itu harus digunakan dan diterapkan dalam 

keadaan-keadaan ini.  

1. Sedikit dari abu itu harus dimasukkan ke dalam secangkir air 

segar, dan dicampur dengan air itu, dan dengan demikian jadi-

lah, seperti yang disebut di sini, air penyuci (KJV: air pemisah). 

Sebab air itu harus dipercikkan kepada orang-orang yang di-

pisahkan atau dijauhkan dari tempat kudus sebab  kenajisan 

mereka. Sama seperti abu lembu betina menandakan jasa 

Kristus, demikian pula air mengalir menandakan kuasa dan 

anugerah Roh yang penuh berkat, yang dibandingkan dengan 

aliran-aliran air hidup. Dan oleh pekerjaan Roh itulah kebe-

naran Kristus diterapkan kepada kita untuk menahirkan kita. 

Itulah sebabnya kita dikatakan dibasuh, yaitu dikuduskan 

dan dibenarkan, bukan hanya dalam nama Tuhan Yesus, me-

lainkan juga oleh Roh Tuhan  kita (1Kor. 6:11, 1Ptr. 1:2). Orang 

yang mengharap-harapkan dengan sangat bahwa mereka akan 

mendapat keuntungan dari kebenaran Kristus, sementara 

mereka tidak tunduk pada anugerah dan kuasa Roh, mereka 

itu hanya menipu diri sendiri. Sebab kita tidak dapat memi-

sahkan apa yang telah dipersatukan Tuhan , dan juga tidak bisa 

Kitab Bilangan 19:11-22

ditahirkan oleh abu dengan cara lain selain dalam air yang 

mengalir.  

2.  Air ini harus digunakan dengan seikat hisop yang dicelupkan 

ke dalamnya, dan dengan seikat hisop itu orang atau barang 

yang akan dibersihkan harus diperciki (ay. 18). Dengan meru-

juk pada ayat ini, Daud berdoa, bersihkanlah aku dari pada 

dosaku dengan hisop. Iman yaitu  seikat hisop yang dengan-

nya nurani diperciki dan hati ditahirkan. Banyak orang bisa 

diperciki sekaligus, dan air yang dicampur dengan abu itu bisa 

digunakan untuk diperciki banyak kali, sampai semuanya 

habis. Dan sedikit saja percikan yang kena kepada seseorang 

dapat membuat orang itu tahir, jika itu dilakukan dengan niat 

untuk menahirkan. Dengan merujuk pada penggunaan air 

penyuci dengan cara dipercikkan ini, darah Kristus dikatakan 

sebagai darah pemercikan (Ibr. 12:24), dan dengan darah itu 

kita dikatakan dibersihkan dari hati nurani yang jahat (Ibr. 

10:22, KJV: dipercikkan dari hati nurani yang jahat). Yaitu, kita 

dibebaskan dari kegelisahan yang timbul dari rasa bersalah. 

Dan dinubuatkan bahwa Kristus, melalui baptisan-Nya, akan 

membuat tercengang banyak bangsa (Yes. 52:15, KJV: akan 

memerciki banyak bangsa).  

3. Orang yang najis harus diperciki dengan air ini pada hari 

ketiga Sesudah  ia tercemar, dan pada hari yang ketujuh (ay. 12-

19). Hari-hari itu dihitung (dapat kita duga) dari saat terakhir 

ia menyentuh atau berada di dekat mayat. Sebab ia tidak akan 

memulai hari-hari penahirannya selama ia masih bisa ter-

cemar kembali. namun  bila mayat itu sudah dikubur, sehingga 

tidak ada keperluan lebih jauh untuk mengurusnya, maka ia 

mulai menghitung hari-hari penahirannya. Pada saat berikut 

ini, dan hanya pada saat ini , kita dapat menerapkan jasa 

Kristus kepada jiwa kita dan menikmati penghiburannya, yaitu 

saat  kita telah meninggalkan dosa, dan tidak lagi turut meng-

ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kematian dan kege-

lapan yang tidak berbuahkan apa-apa. Diulanginya pemer-

cikan itu mengajar kita untuk sering kali memperbaharui 

pertobatan dan iman, membasuh seperti Naaman, sebanyak 

tujuh kali. Kita perlu sering melakukan apa yang penting 

untuk dilakukan dengan baik.  

4.  Meskipun kecemaran yang kena kepada seseorang hanya ber-

sifat keupacaraan, namun jika orang itu mengabaikan pen-

ahiran yang ditetapkan, maka ia melakukan kesalahan yang 

berhubungan dengan akhlak: Orang yang telah najis, dan tidak 

mau menghapus dosa dari dirinya, orang itu harus dilenyapkan 

(ay. 20). Perhatikanlah, sungguh berbahaya jika kita meman-

dang rendah ketetapan-ketetapan ilahi, meskipun itu tampak 

remeh-temeh. Luka ringan, jika diabaikan, bisa berakibat me-

matikan. Dosa yang kita sebut kecil, jika kita tidak bertobat 

darinya, akan membawa kehancuran bagi kita, sementara 

para pendosa besar yang bertobat akan mendapat belas kasih-

an. Kenajisan kita memisahkan kita dari Tuhan , namun  jika kita 

najis dan tidak menahirkan diri kita, maka itulah yang akan 

memisahkan kita selama-lamanya dari Tuhan . Bukan lukanya 

yang mematikan, melainkan terlebih tindakan yang meremeh-

kan obat penawarnya.  

5.  Bahkan orang yang menyiramkan air penyuci itu, atau yang 

kena kepada air penyuci itu, atau yang kena kepada orang 

yang najis, akan menjadi najis sampai matahari terbenam, 

yaitu tidak boleh mendekat ke tempat kudus pada hari itu (ay. 

21-22). Dengan demikian, Tuhan  hendak menunjukkan kepada 

mereka ketidaksempurnaan dari ibadah-ibadah itu, dan keti-

dakcukupannya untuk menahirkan hati nurani. Dengan 

begitu mereka dibuat untuk menanti-nantikan Mesias, yang 

dalam kegenapan waktu, dan oleh Roh yang kekal, akan mem-

persembahkan diri-Nya tanpa cela kepada Tuhan . Dan dengan 

begitu Ia menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan 

yang sia-sia (yaitu, dari dosa, yang menajiskan seperti mayat, 

dan sebab  itu disebut tubuh maut). Dengan demikian, kita 

memiliki  kebebasan untuk masuk ke dalam tempat kudus, 

untuk beribadah kepada Tuhan  yang hidup dengan persem-

bahan-persembahan yang hidup.  

 

 

 

 

PASAL  20  

ada pasal ini dimulailah sejarah tentang tahun keempat puluh, 

yaitu tahun terakhir dari pengembaraan orang Israel di padang 

gurun. Semenjak awal tahun kedua, saat  mereka dihukum untuk 

menjalani pengasingan di padang gurun, dan di sana menghabiskan 

perputaran waktu yang membosankan selama empat puluh tahun, 

sedikit saja yang dicatat mengenai mereka hingga tahun terakhir ini, 

yang membawa mereka ke perbatasan Kanaan. Sejarah pada tahun 

ini hampir sama panjangnya dengan sejarah pada tahun pertama. 

Pasal ini menceritakan tentang,  

I.  Kematian Miryam (ay. 1). 

II.  Pengambilan air dari bukit batu, yang di dalamnya amatilah, 

1. Kesusahan yang melanda orang Israel, sebab  tidak ada 

air (ay. 2). 

2. Ketidakpuasan dan sungut-sungut mereka dalam kesu-

sahan itu (ay. 3-5). 

3. Belas kasihan dan kuasa Tuhan  dinyatakan untuk menye-

diakan air bagi mereka dari bukit batu (ay. 6-9). 

4. Kelemahan Musa dan Harun dalam perkara ini (ay. 10-11). 

5. Murka Tuhan  terhadap mereka (ay. 12-13). 

III. Perundingan dengan orang Edom. Permintaan orang Israel 

(ay. 14-17), dan penolakan yang diberikan orang Edom ke-

pada mereka (ay. 18-21).  

IV. Kematian Harun sang imam besar di atas gunung Hor, 

penahbisan Eleazar sebagai penggantinya, dan perkabungan 

bangsa itu menangisi Harun (ay. 22, dst.). 


Kematian Miryam, Mata Air Meriba,  

Musa dan Harun Ditegur  

(20:1-13) 

1 lalu  sampailah orang Israel, yaitu  segenap umat itu, ke padang 

gurun Zin, dalam bulan pertama, lalu tinggTuhan  bangsa itu di Kadesh. Mati-

lah Miryam di situ dan dikuburkan di situ. 2 Pada suatu kali, saat  tidak 

ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, 

3 dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa, katanya: “Sekiranya kami mati 

binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN!  

4 Mengapa kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya 

kami dan ternak kami mati di situ? 5 Mengapa kamu memimpin kami keluar 

dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat 

menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minum pun tidak 

ada?” 6 Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah 

Pertemuan, lalu sujud. lalu  tampaklah kemuliaan TUHAN kepada 

mereka. 7 TUHAN berfirman kepada Musa: 8 “Ambillah tongkatmu itu dan 

engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; kata-

kanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; 

demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan 

memberi minum umat itu serta ternaknya.” 9 Lalu Musa mengambil tongkat 

itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya kepadanya. 10 Keti-

ka Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, 

berkatalah ia kepada mereka: “Dengarlah kepadaku, hai orang-orang 

durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?” 

11 Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu 

dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu 

dan ternak mereka dapat minum. 12 namun  TUHAN berfirman kepada Musa 

dan Harun: “sebab  kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati 

kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan 

membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” 

13 Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan 

Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka. 

Sesudah  tiga puluh delapan tahun pengembaraan yang melelahkan, 

atau lebih tepatnya istirahat yang melelahkan, di padang gurun, dan 

berbalik arah menuju Laut Merah, sekarang tentara Israel pada 

akhirnya mengarahkan wajah mereka kembali ke Kanaan. Mereka 

sudah sampai di tempat yang tidak jauh dari tempat mereka berada 

sebelumnya, saat , oleh hukuman yang benar dari keadilan ilahi, 

mereka dibuat memulai pengembaraan-pengembaraan mereka. Sam-

pai saat itu mereka telah dibawa berputar-putar seperti melewati ja-

ringan jalan yang rumit atau labirin, selama dilaksanakannya hu-

kuman terhadap para pemberontak. namun  sekarang mereka ditun-

tun kembali ke jalan yang benar. Mereka tinggal di Kadesh (ay. 1), 

bukan Kadesh-Barnea, yang dekat dengan perbatasan Kanaan, me-

lainkan Kadesh yang lain yang ada dalam wilayah Edom, lebih jauh 

Kitab Bilangan 20:1-13 

lagi dari tanah perjanjian, namun mengarah ke sana dari Laut Me-

rah, tempat yang harus mereka tuju kembali dengan bergegas. Nah, 

I.  Di sini matilah Miryam, saudara perempuan Musa dan Harun, 

yang sepertinya lebih tua dibandingkan  keduanya. Miryam pasti lebih 

tua jika dia kakak perempuan yang disuruh untuk mengawasi 

Musa saat  Musa diletakkan di dalam peti pandan (Kel. 2:4). 

Matilah Miryam di situ (ay. 1). Dia yaitu  seorang nabiah, dan 

telah menjadi alat untuk banyak kebaikan bagi orang Israel (Mi. 

6:4). saat  Musa dan Harun berjalan di depan orang Israel de-

ngan tongkat mereka, untuk melakukan keajaiban-keajaiban bagi 

mereka, Miryam dengan rebananya berjalan di depan mereka 

sambil memuji-muji Tuhan  atas perbuatan-perbuatan ajaib ini (Kel. 

15:20). Dan dengan begitu Miryam memberi  pelayanan yang 

nyata kepada mereka. Namun demikian, Miryam pernah bersu-

ngut-sungut (12:1), dan sebab  itu tidak boleh masuk ke Kanaan. 

II. Di sini ada Meriba yang lain, sebuah tempat yang telah kita jum-

pai sebelumnya dengan nama itu, pada awal pengembaraan me-

reka melewati padang gurun, yang disebut demikian oleh sebab  

orang Israel telah bertengkar (Kel. 17:7). Dan sekarang kita men-

dapati tempat yang lain lagi, pada akhir pengembaraan mereka, 

yang bernama sama untuk alasan yang sama: Itulah mata air Me-

riba (ay. 13). Apa yang dilakukan di Meriba yang dulu dilakukan 

lagi di Meriba yang sekarang. 

1. Tidak ada air bagi umat itu (ay. 2). Air dari batu karang Rafi-

dim telah mengikuti mereka selama air itu dibutuhkan. namun  

ada kemungkinan bahwa selama beberapa waktu, mereka 

tinggal di sebuah negeri di mana kebutuhan mereka dipenuhi 

secara biasa. Dan jika  penyelenggaraan ilahi sehari-hari 

telah memenuhi kebutuhan mereka, maka pantaslah jika 

mujizat berhenti. namun  di tempat ini kebetulan tidak ada air, 

atau airnya tidak cukup untuk umat. Perhatikanlah, kita 

hidup dalam dunia yang kekurangan, dan, di mana saja kita 

berada, kita harus siap untuk menghadapi satu atau lain hal 

yang menyusahkan. Sungguh belas kasihan yang besar jika 

kita memiliki  air secara berkelimpahan, dan kita akan 

mengakui betapa berharganya belas kasih itu saat  kita tidak 

mendapatkannya.  

2. sebab  tidak adanya air itu mereka bersungut-sungut, mem-

berontak (ay. 2), berkumpul, dan mengangkat senjata mengeru-

muni Musa dan Harun. Mereka bertengkar dengan Musa dan 

Harun (ay. 3), mengucapkan kata-kata yang sama tidak masuk 

akalnya dan sama kasarnya dengan apa yang yang diucapkan 

nenek moyang mereka. 

(1) Mereka berharap sekiranya mereka mati saja sebagai pen-

jahat oleh tangan keadilan ilahi, dibandingkan  tampak diabai-

kan oleh belas kasihan ilahi selama beberapa waktu seperti 

itu: Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-sau-

dara kami mati binasa di hadapan TUHAN! Bukannya ber-

syukur kepada Tuhan , seperti yang seharusnya mereka la-

kukan, sebab  telah meluputkan mereka dari kebinasaan, 

mereka tidak hanya menyepelekan belas kasih yang me-

nangguhkan hukuman mereka, namun  juga mempermasa-

lahkannya. Seolah-olah Tuhan  sudah berbuat sangat jahat 

terhadap mereka dalam menyelamatkan nyawa mereka se-

hingga tidak dimangsa, dan merenggut mereka seperti pun-

tung dari api. namun  mereka tidak perlu berharap untuk 

mati binasa dengan saudara-saudara mereka, sebab di sini 

mereka sedang mengambil jalan cepat untuk mati binasa 

seperti saudara-saudara mereka dalam waktu yang tidak 

lama lagi. Celakalah mereka yang menginginkan hari 

TUHAN (Am. 5:18). 

(2) Mereka marah sebab  telah dibawa keluar dari Mesir, dan 

dipimpin melalui padang gurun ini (ay. 4-5). Mereka berteng-

kar dengan Musa untuk hal yang mereka tahu yaitu  per-

buatan Tuhan . Mereka menggambarkan sebagai siksaan, apa 

yang merupakan perkenanan terbesar yang pernah diberi-

kan kepada suatu bangsa. Mereka lebih memilih perham-

baan dibandingkan  kemerdekaan, dan rumah perbudakan dari-

pada tanah perjanjian. Dan meskipun apa yang kekurangan 

pada saat itu hanyalah air, namun, sebab  mereka cende-

rung mencari-cari kesalahan, maka mereka memandangnya 

sebagai kesusahan yang tak tertahankan yang ditimpakan 

kepada mereka bahwa tidak ada pohon ara dan anggur pada 

mereka. Sangat memperberat kejahatan mereka, 

Kitab Bilangan 20:1-13

[1] Bahwa mereka sudah menderita begitu lama sebab  

ketidakpuasan dan ketidakpercayaan nenek moyang 

mereka. Mereka telah menanggung akibat ketidaksetiaan 

nenek moyang mereka hampir empat puluh tahun lama-

nya di padang gurun (14:33). Sekalipun begitu, mereka 

berani mengambil langkah-langkah yang sama, dan, 

seperti yang didakwakan kepada Belsyazar, tidak meren-

dahkan diri, walaupun mereka mengetahui semuanya ini 

(Dan. 5:22). 

[2] Bahwa mereka telah begitu lama dan tak putus-putus-

nya mengalami kebaikan Tuhan  terhadap mereka, dan 

juga kelembutan serta kesetiaan Musa dan Harun. 

[3] Bahwa Miryam baru saja meninggal. Dan, sebab  sudah 

kehilangan salah satu pemimpin mereka, mereka seha-

rusnya lebih hormat kepada pemimpin-pemimpin yang 

masih hidup. Akan namun , seolah-olah mereka menetap-

kan hati untuk menyulut murka Tuhan  hingga Ia me-

ninggalkan mereka seperti domba tanpa gembala, me-

reka mengamuk kepada para pemimpin yang masih 

hidup itu. Bukannya turut berkabung bersama Musa 

dan Harun atas kematian saudara perempuan mereka, 

mereka malah menambah kesusahan di atas dukacita 

Musa dan Harun. 

3. Musa dan Harun tidak memberi  tanggapan kepada bangsa 

itu, namun  menarik diri ke pintu Kemah Pertemuan untuk 

mengetahui pikiran Tuhan  dalam perkara ini (ay. 6). Di sana 

mereka sujud, seperti sebelumnya dalam kejadian serupa, 

untuk meredakan murka Tuhan  dan memohon petunjuk dari-

Nya. Di sini tidak disebutkan tentang sesuatu yang mereka ka-

takan. Mereka tahu bahwa Tuhan  mendengar sungut-sungut 

bangsa itu, dan di hadapan-Nya mereka tersungkur dengan 

rendah hati, berdoa untuk bangsa itu kepada Tuhan  dengan 

keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Di sana mereka ter-

sungkur sambil menantikan perintah. Berbicaralah, TUHAN, 

sebab hamba-Mu ini mendengar. 

4. Tuhan  menampakkan diri, untuk menyelesaikan perkara itu, 

namun  bukan di meja pengadilan-Nya, untuk menghukum para 

pemberontak itu sesuai dengan perbuatan mereka. Tidak, Ia 

tidak akan membinasakan Efraim kembali (Hos. 11:9), Ia tidak

akan selalu menuntut. Lihat Kejadian 8:21. namun  Dia menam-

pakkan diri,  

(1) Di atas takhta kemuliaan-Nya, untuk membungkam sungut-

sungut mereka yang tidak dapat dibenarkan (ay. 6): Tam-

paklah kemuliaan Tuhan, untuk meredakan kegemparan 

bangsa itu, dengan membuat mereka terkagum-kagum de-

ngan rasa hormat. Perhatikanlah, jika kita melihat kemu-

liaan Tuhan  dengan hati yang percaya, maka hal itu akan 

mampu menahan hawa nafsu dan amarah kita, dan me-

ngendalikan mulut kita seperti dengan kekang. 

(2) Di atas takhta anugerah-Nya, untuk memuaskan keingin-

an-keinginan mereka yang dapat dibenarkan. Mereka 

memang membutuhkan air, dan sebab  itu, meskipun cara 

mereka memintanya tidak sesuai aturan dan tidak tertib, 

namun Tuhan  tidak memanfaatkan hal itu untuk menentang 

mereka dan menolak memberi mereka air. Sebaliknya, Dia 

segera memberi  perintah untuk memenuhi kebutuhan 

mereka (ay. 8). Musa, untuk kali kedua dan dalam nama 

Tuhan , harus memerintahkan air agar keluar dari bukit batu 

bagi mereka, untuk menunjukkan bahwa Tuhan  senantiasa 

sanggup memenuhi kebutuhan umat-Nya dengan hal-hal 

yang baik, bahkan dalam keadaan-keadaan yang paling 

sulit dan saat  segala ciptaan di dunia ini gagal melaku-

kannya. Kekuatan yang maha kuasa dapat mengeluarkan 

air dari bukit batu, telah melakukannya, dan dapat mela-

kukannya lagi, sebab  lengan-Nya tidak kurang panjang. 

Supaya jangan ada yang berpikir bahwa ada sesuatu yang 

istimewa dalam bukit batu sebelumnya, suatu mata air 

yang disembunyikan oleh alam di dalamnya, Tuhan  di sini 

menyuruh Musa untuk mendekati bukit batu yang lain. 

Dan Tuhan  tidak, seperti sebelumnya, mengarahkan Musa 

ke bukit batu yang harus digunakannya, namun  membiar-

kan Musa memilih bukit batu mana yang disukainya, atau 

bukit batu pertama yang ditemuinya. Semuanya sama saja 

bagi Yang Mahakuasa. 

[1] Tuhan  menyuruh Musa mengambil tongkat itu, tongkat 

termasyhur yang dengannya Musa mendatangkan tulah-

tulah ke Mesir, dan membelah lautan, supaya, dengan 

Kitab Bilangan 20:1-13 

menggenggam tongkat itu di tangannya, baik Musa 

maupun bangsa itu dapat diingatkan kembali akan per-

kara-perkara besar yang telah dilakukan Tuhan  sebelum-

nya bagi mereka, dan supaya mereka terdorong untuk 

menaruh percaya pada-Nya sekarang. Tongkat ini, se-

pertinya, disimpan di dalam Kemah Pertemuan (ay. 9), 

sebab  tongkat itu yaitu  tongkat Tuhan , tongkat kekuat-

an-Nya, sebagaimana Injil disebut (Mzm. 110:2), mung-

kin dengan merujuk pada tongkat itu. 

[2] Tuhan  menyuruh Musa untuk mengumpulkan umat itu, 

bukan hanya para tua-tua, melainkan juga umat, untuk 

menjadi saksi atas apa yang dilakukan, supaya mereka 

dapat diyakinkan dengan mata mereka sendiri dan di-

permalukan atas ketidakpercayaan mereka. Tidak ada 

kesalahan dalam perbuatan-perbuatan Tuhan  yang ajaib, 

dan sebab  itu perbuatan-perbuatan ajaib-Nya tidak 

takut dibawa ke dalam terang, atau diperiksa dan 

diselidiki oleh banyak saksi. 

[3] Tuhan  menyuruh Musa untuk berbicara kepada bukit 

batu itu, yang akan berbuat seperti yang diperintahkan 

kepadanya, untuk mempermalukan umat yang sudah 

begitu sering ditegur dengan perkataan, namun tidak 

mau mendengar ataupun taat. Hati mereka lebih keras 

dibandingkan  bukit batu ini, tidak lembut, tidak penurut, 

tidak patuh seperti bukit batu ini.  

[4] Tuhan  berjanji bahwa bukit batu itu akan mengeluarkan 

air (ay. 8), dan memang demikianlah yang terjadi (ay. 

11): Maka keluarlah banyak air. Ini merupakan contoh, 

bukan hanya dari kuasa Tuhan , bahwa Ia dapat meng-

ambil madu dari bukit batu seperti itu, dan minyak dari 

gunung batu yang keras, melainkan juga dari belas 

kasih dan anugerah-Nya, bahwa Ia bersedia melakukan-

nya untuk umat yang begitu menyulut murka. Ini ada-

lah angkatan yang baru, hampir semua orang dari ang-

katan yang lama sudah mati pada saat ini, namun me-

reka sama jahatnya seperti orang-orang yang sudah 

pergi mendahului mereka. Suka bersungut-sungut su-

dah mendarah daging dalam diri mereka. Walaupun de-

mikian, perkenanan ilahi tidak diputus dari mereka,

namun  dalam contoh dari perkenanan itu di sini, kesa-

baran ilahi bersinar sama terangnya seperti kuasa ilahi. 

Dia itu Tuhan  dan bukan manusia, dalam cara-Nya me-

luputkan dan mengampuni. Bahkan, Dia di sini tidak 

hanya memberi mereka minuman yang mereka minum 

bersama-sama dengan binatang-binatang mereka (ay. 8, 

11), namun  juga di dalamnya Dia membuat mereka me-

minum minuman rohani, yang melambangkan berkat-

berkat rohani, sebab batu karang itu ialah Kristus. 

5. Musa dan Harun bertindak secara tidak pantas dalam meng-

urus perkara ini, yang sedemikian rupa hingga Tuhan  dalam 

murka-Nya langsung memberi tahu mereka bahwa mereka 

tidak akan mendapat kehormatan untuk membawa orang 

Israel masuk ke tanah Kanaan (ay. 10-12). 

(1) Ini yaitu  jalan cerita yang mengherankan, namun me-

ngandung banyak pelajaran.  

[1] Sudah pasti bahwa Tuhan  sangat murka, dan itu sudah 

sepantasnya, sebab Dia tidak pernah murka tanpa alas-

an. Musa dan Harun yaitu  hamba-hamba-Nya, dan 

telah beroleh belas kasih untuk setia, dan mereka ada-

lah orang-orang kesayangan-Nya, orang-orang yang su-

dah diberi-Nya kehormatan yang tinggi. Namun demiki-

an, sebab  sesuatu yang mereka pikirkan, atau kata-

kan, atau lakukan dalam perkara ini, Tuhan  membaring-

kan mereka dalam aib dan kehinaan dengan membuat 

mereka mati, seperti orang-orang Israel lain yang tidak 

percaya, tanpa masuk ke Kanaan. Dan tidak diragukan 

lagi bahwa kejahatan itu pantas dihukum demikian. 

[2] Namun tidak pasti bagian mana dari pengurusan ini 

yang begitu menyulut murka Tuhan . Kesalahan itu ber-

lapis-lapis. Pertama, mereka tidak melaksanakan de-

ngan tepat perintah-perintah yang diberikan kepada 

mereka, namun  dalam beberapa hal melenceng dari tugas 

mereka. Tuhan  menyuruh mereka berkata kepada bukit 

batu itu, namun  mereka malah berkata kepada jemaah, 

dan memukul bukit batu itu, sesuatu yang tidak diperin-

tahkan untuk mereka lakukan pada saat ini. Mungkin 

mereka berpikir, berbicara saja tidak mempan. saat , 

Kitab Bilangan 20:1-13 

dalam ketidakpercayaan pada kuasa firman, kita me-

minta bantuan kepada kekuatan duniawi dalam per-

kara-perkara yang menyangkut hati nurani, maka kita 

sama saja, seperti Musa di sini, memukul bukit batu 

yang kepadanya kita hanya harus berbicara. Kedua, 

mereka terlalu banyak mengambil kemuliaan dari per-

buatan ajaib ini bagi diri mereka sendiri: Apakah kami 

harus mengeluarkan air bagimu? Seolah-olah hal itu ter-

jadi oleh suatu kekuatan atau kelayakan mereka sen-

diri. Itulah sebabnya didakwakan kepada mereka (ay. 

12) bahwa mereka tidak menghormati kekudusan Tuhan , 

yaitu, mereka tidak memuliakan nama-Nya atas mujizat 

ini seperti yang seharusnya. Ketiga, ketidakpercayaan 

yaitu  pelanggaran yang besar (ay. 12): Kamu tidak per-

caya kepada-Ku. Bahkan, ketidakpercayaan itu disebut 

sebagai memberontak terhadap titah Tuhan  (27:14). Titah 

Tuhan  yaitu  mengeluarkan air dari bukit batu, namun  

mereka memberontak terhadap titah ini, dengan tidak 

mempercayainya, dan meragukan apakah perkataan itu 

akan berhasil atau tidak. Mereka berbicara dengan pe-

nuh keraguan: Apakah kami harus mengeluarkan air? 

Dan ada kemungkinan bahwa mereka, dengan cara-

cara lain, menyingkapkan ketidakpastian dalam pikiran 

mereka sendiri apakah air akan keluar atau tidak untuk 

angkatan yang sedemikian pemberontak seperti ini. Dan 

mungkin mereka malah mempertanyakan hal itu, seka-

lipun Tuhan  telah menjanjikannya, sebab  kemuliaan 

Tuhan  tidak tampak di hadapan mereka di atas bukit 

batu ini, seperti yang terjadi di atas gunung batu di 

Rafidim (Kel. 17:6). Mereka tidak mau percaya pada 

firman Tuhan  tanpa suatu tanda. Pendapat Dr. Lightfoot 

mengenai ketidakpercayaan mereka yaitu  bahwa me-

reka ragu apakah sekarang pada akhirnya, Sesudah  

empat puluh tahun berlalu, mereka akan masuk ke 

Kanaan. Dan apakah mereka, sebab  sungut-sungut 

bangsa itu, tidak akan dihukum selama satu masa 

kesusahan lagi, sebab bukit batu yang baru sudah 

terbuka sekarang untuk memenuhi kebutuhan bangsa 

itu, yang mereka pahami sebagai tanda bahwa mereka 

akan tinggal di padang gurun lebih lama lagi. Dan, jika 

memang demikian, sudah sewajarnya Musa dan Harun 

sendiri tidak boleh masuk ke Kanaan, sementara bang-

sa itu masuk pada waktu yang ditetapkan. Keempat, 

mereka mengatakan dan melakukan semua itu dalam 

amarah yang meluap-luap. Inilah penjelasan yang di-

berikan tentang dosa itu (Mzm. 106:33): Mereka mema-

hitkan hatinya, sehingga ia teledor dengan kata-katanya. 

Dalam amarahnyalah Musa menyebut bangsa itu orang-

orang durhaka (KJV: para pemberontak). Memang betul 

bahwa mereka pemberontak. Tuhan  menyebut mereka 

demikian, dan Musa Sesudah nya, saat  memberi  te-

guran yang semestinya (Ul. 9:24, KJV), menyebut mereka 

demikian tanpa berbuat pelanggaran. namun  kali ini, 

sebutan itu timbul dari hati yang pahit, dan dikatakan 

dengan teledor. Sebutan itu keterlaluan, seperti kafir 

dan jahil. Dipukulnya bukit batu itu sebanyak dua kali 

(sepertinya, sama sekali tanpa menunggu air keluar 

Sesudah  pukulan pertama) menunjukkan bahwa ia 

sedang panas hati. Suatu hal dapat dibenarkan jika 

dikatakan dan dilakukan dengan lemah lembut, namun  

hal yang sama pula bisa jadi sangat tercela jika dikata-

kan dan dilakukan dalam amarah. Lihat Yakobus 1:20. 

Kelima, apa yang memperparah semua hal yang lain, 

dan membuatnya semakin menyulut murka, yaitu  

bahwa hal itu dilakukan di depan umum, di depan mata 

orang Israel, yang bagi mereka seharusnya Musa dan 

Harun menjadi teladan iman, pengharapan, dan kele-

mahlembutan. Kita mendapati Musa bersalah atas dosa 

ketidakpercayaan dalam pasal 11:22-23. Kesalahan itu 

bersifat pribadi antara Tuhan  dan dirinya, dan sebab  itu 

hanya mendapat teguran. namun  kesalahan Musa kali 

ini dilakukan di depan umum. Perbuatannya itu meren-

dahkan Tuhan  di depan orang Israel, seolah-olah Tuhan  

menggerutu dalam memberi  perkenanan-perkenan-

an-Nya kepada mereka, dan perbuatannya itu mengecil-

kan pengharapan bangsa itu kepada Tuhan . Oleh sebab  

itu, kesalahan ini mendapat hukuman berat, dan ter-

Kitab Bilangan 20:1-13 

lebih lagi jika melihat martabat dan derajat orang-orang 

yang melakukan pelanggaran. 

(2) Dari seluruh cerita ini, kita dapat belajar, 

[1] Bahwa orang-orang yang terbaik sekalipun pernah 

jatuh, bahkan dalam anugerah-anugerah yang untuk-

nya mereka paling dikenal. Musa yaitu  seorang pri-

badi yang sangat lemah lembut, dan sekalipun begitu di 

sini dia berdosa sebab  marah. Sebab itu siapa yang 

menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya 

ia jangan jatuh. 

[2] Bahwa berkenaan dengan dosa, Tuhan  tidak menghakimi 

seperti manusia menghakimi. Kita mungkin berpikir 

bahwa tidak ada kesalahan besar dalam apa yang di-

katakan dan dilakukan Musa, namun Tuhan  melihat 

alasan untuk memberi  teguran keras atasnya. Tuhan  

mengetahui keadaan hati manusia, seperti apa pera-

ngainya, dan bagaimana suasana hatinya dalam kesem-

patan-kesempatan tertentu, serta dari pemikiran dan 

niat apa timbul suatu perkataan dan perbuatan. Dan 

kita yakin bahwa itulah sebabnya hukuman Tuhan  ber-

langsung secara jujur, walaupun penghakiman itu tidak 

sesuai dengan penghakiman kita.  

[3] Bahwa Tuhan  tidak hanya memperhatikan dan murka 

terhadap dosa-dosa umat-Nya, namun  juga bahwa sema-

kin dekat seseorang dengan-Nya, semakin menyakiti 

hati-Nya dosa-dosa orang itu (Am. 3:2). Dari apa yang 

tampak, sang pemazmur merujuk pada dosa Musa dan 

Harun ini (Mzm. 99:8): Engkau Tuhan  yang mengampuni 

bagi mereka, namun  yang membalas perbuatan-perbuatan 

mereka. Sama seperti banyak orang diluputkan dalam 

kehidupan ini namun  dihukum dalam kehidupan yang 

lain, demikian pula banyak orang dihukum dalam kehi-

dupan ini namun  diselamatkan dalam kehidupan yang 

lain. 

[4] Bahwa, saat hati kita sedang panas, kita harus berjaga-

jaga supaya kita tidak melakukan pelanggaran dengan 

lidah kita. Namun demikian,

[5] yaitu  bukti dari ketulusan Musa, dan sikapnya yang 

tidak berat sebelah dalam menulis, bahwa dia sendiri 

menuliskan peristiwa mengenai dirinya ini, dan tidak 

menarik selubung untuk menutupi kelemahannya sen-

diri. Dengan berbuat demikian, tampak bahwa dalam 

apa yang ditulisnya, dan juga apa yang diperbuatnya, ia 

mencari kemuliaan Tuhan  di atas kemuliaannya sendiri. 

Yang terakhir, tempat ini sebagai akibatnya disebut 

Meriba (ay. 13). Tempat ini disebut Meriba-Kadesh (Ul. 

32:51), untuk membedakannya dari Meriba yang lain. 

Ini yaitu  air perbantahan, untuk mengabadikan ingat-

an akan dosa bangsa itu, dan dosa Musa, namun  juga 

akan belas kasihan Tuhan , yang menyediakan air bagi 

mereka, dan yang mengakui serta menghormati Musa 

kendati dengan kesalahannya. Dengan demikian Ia di-

kuduskan dalam diri mereka, sebagai Yang Kudus dari 

Israel, begitulah Ia disebut saat  belas kasihan-Nya 

menang atas penghakiman (Hos. 11:9). Musa dan Ha-

run tidak menghormati kekudusan Tuhan  sebagaimana 

mestinya di depan mata orang Israel (ay. 12), namun  

Tuhan  dikuduskan dalam diri mereka. Sebab Tuhan  tidak 

akan dipecundangi oleh siapa pun dalam kehormatan-

Nya. Jika Ia tidak dipermuliakan oleh kita, maka Ia 

akan dipermuliakan atas kita. 

Para Utusan Dikirim ke Edom 

(20:14-21) 

14 lalu  Musa mengirim utusan dari Kadesh kepada raja Edom dengan 

pesan: “Beginilah perkataan saudaramu Israel: Engkau tahu segala kesu-

sahan yang telah menimpa kami, 15 bahwa nenek moyang kami pergi ke 

Mesir, dan kami lama diam di Mesir dan kami dan nenek moyang kami 

diperlakukan dengan jahat oleh orang Mesir; 16 bahwa kami berteriak kepada 

TUHAN, dan Ia mendengarkan suara kami, mengutus seorang malaikat dan 

menuntun kami keluar dari Mesir. Sekarang ini kami ada di Kadesh, sebuah 

kota di tepi perbatasanmu. 17 Izinkanlah kiranya kami melalui negerimu; 

kami tidak akan berjalan melalui ladang-ladang dan kebun-kebun anggurmu 

dan kami tidak akan minum air sumurmu; jalan besar saja akan kami jalani 

dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, sampai kami melalui batas 

daerahmu.” 18 namun  orang Edom berkata kepada mereka: “Tidak boleh kamu 

melalui daerah kami, nanti kami keluar menjumpai kamu dengan pedang!”  

19 Lalu berkatalah orang Israel kepadanya: “Kami akan berjalan melalui jalan 

raya, dan jika kami dan ternak kami minum airmu, maka kami akan mem-

Kitab Bilangan 20:14-21 

bayar uangnya, asal kami diizinkan lalu dengan berjalan kaki, hanya itu 

saja.” 20 namun  jawab mereka: “Tidak boleh kamu lalu.” Maka keluarlah orang 

Edom menghadapi mereka dengan banyak rakyatnya dan dengan tentara 

yang kuat. 21 saat  orang Edom tidak mau mengizinkan orang Israel lalu 

dari daerahnya, maka orang Israel menyimpang meninggalkannya. 

Kita mendapati di sini permohonan yang diajukan orang Israel 

kepada orang Edom. Jalan terdekat ke Kanaan dari tempat Israel ber-

kemah sekarang yaitu  melalui negeri Edom. Nah, 

I.  Musa mengirimkan para utusan untuk berbicara dengan raja 

Edom agar diberi izin untuk melewati negerinya, dan memberi 

mereka petunjuk-petunjuk tentang apa yang harus dikatakan (ay. 

14-17). 

1. Mereka harus mengaku bersaudara dengan orang Edom: Begi-

nilah perkataan saudaramu Israel. Kedua bangsa itu yaitu  

keturunan Abraham dan Ishak, bapak leluhur mereka ber-

sama. Esau dan Yakub, bapak leluhur dari masing-masing 

bangsa itu, yaitu  saudara kembar. Oleh sebab itu, demi 

persaudaraan ini, wajar saja mereka mengharapkan kebaikan 

ini dari orang Edom. Orang Edom pun tidak perlu curiga 

bahwa Israel saudara mereka memiliki suatu maksud jahat 

terhadap mereka, atau ingin mengambil suatu keuntungan 

dari mereka. 

2. Mereka harus memberi  penjelasan singkat tentang sejarah 

dan keadaan Israel pada saat ini, yang mereka tahu betul 

sudah tidak asing lagi bagi orang Edom. Dan dalam penjelasan 

ini, ada seruan yang berlipat ganda: 

(1) Israel sudah diperlakukan dengan semena-mena oleh orang 

Mesir, dan sebab  itu harus dikasihani dan dibantu oleh 

saudara-saudara mereka: “Kami dan nenek moyang kami 

diperlakukan dengan jahat oleh orang Mesir, namun  kami 

berharap bahwa saudara-saudara kami, orang Edom, tidak 

akan sejahat itu.” 

(2) Israel telah ditolong secara ajaib oleh Tuhan, dan sebab  

itu harus disokong dan didukung (ay. 16): “Kami berteriak 

kepada TUHAN, dan Ia mengutus seorang malaikat, 

malaikat yang menghadirkan diri-Nya, malaikat perjanjian, 

Firman yang kekal, yang telah menuntun kami keluar dari 

Mesir, dan membawa kami kemari.” Oleh sebab itu, orang 

Edom berkepentingan untuk berbaik hati terhadap suatu 

bangsa yang memiliki  pengaruh begitu besar di sorga 

dan yang sungguh merupakan orang-orang kesayangan-

nya. Dan mereka sendirilah yang akan menanggung akibat-

nya jika mereka mencelakai orang Israel. Berhikmatlah 

kita, dan sudah menjadi kewajiban kita, untuk berbaik hati 

terhadap orang-orang yang diakui Tuhan  dengan senang 

hati, dan untuk menerima umat-Nya sebagai umat kita. 

Marilah engkau yang diberkati TUHAN. 

3. Mereka harus memohon dengan rendah hati agar diizinkan 

melewati negeri orang Edom. Meskipun Tuhan  sendiri, dalam 

tiang awan dan api, yaitu  pembimbing Israel, yang dengan 

mengikutinya mereka boleh saja melewati tanah siapa saja di 

seluruh dunia, namun Tuhan  mau agar penghormatan ini 

diberikan kepada orang Edom, untuk menunjukkan bahwa 

harta milik siapa pun tidak boleh diserobot dengan dalih aga-

ma. Kekuasaan didasarkan atas penyelenggaraan ilahi, bukan 

atas anugerah. Itulah sebabnya saat  Kristus hendak mele-

wati suatu desa orang Samaria, yang bagi mereka kedatangan-

Nya mungkin akan menimbulkan masalah, Ia mengirim bebe-

rapa utusan mendahului Dia untuk meminta izin (Luk. 9:52). 

Siapa yang ingin menerima kebaikan, tidak boleh gengsi untuk 

memintanya. 

4. Mereka harus memberi  jaminan bahwa orang Israel akan 

berkelakuan baik dalam perjalanan ini, bahwa mereka akan 

melintasi jalan besar saja, bahwa mereka tidak akan memakai 

harta milik siapa pun tanpa izin, baik berupa tanah maupun 

air, bahwa mereka bahkan tidak akan menggunakan air su-

mur tanpa membayarnya, dan bahwa mereka akan berusaha 

cepat-cepat melintasi negeri itu, secepat yang dapat mereka 

lakukan dengan berjalan kaki (ay. 17, 19). Adakah penawaran 

yang lebih baik dan bersahabat dibandingkan  penawaran ini? 

II. Para utusan itu pulang dengan penolakan (ay. 18). Orang Edom, 

yaitu raja Edom, sebagai pelindung negerinya, berkata, tidak boleh 

kamu melalui daerah kami. Dan, saat  para utusan itu terus 

mendesak, ia mengulangi penolakan itu (ay. 20) dan mengancam, 

jika mereka coba-coba memasuki negerinya, maka mereka sen-

dirilah yang akan menanggung akibatnya. Dia mengerahkan 

Kitab Bilangan 20:14-21 

pasukannya yang terlatih untuk menghadang mereka. Demikian-

lah orang Edom tidak mau mengizinkan orang Israel lalu. Hal ini 

disebabkan oleh, 

1. Kecurigaan mereka terhadap orang Israel. Mereka takut bahwa 

mereka hanya akan menerima janji-janji. Dan memang benar, 

seandainya tentara yang besar ini berada di bawah kepemim-

pinan dan perintah lain selain dibandingkan  Tuhan  yang benar itu 

sendiri, yang tidak akan membiarkan mereka berbuat jahat 

ataupun dijahati, tentu ada alasan untuk kecurigaan ini. 

namun  apa yang dapat mereka takutkan dari sebuah bangsa 

yang memiliki  ketetapan dan peraturan yang demikian adil? 

2. Penolakan itu disebabkan oleh permusuhan lama yang dipen-

dam Esau terhadap Israel. Meskipun mereka tidak memiliki 

alasan untuk takut dicelakai Israel, namun mereka tidak mau 

menunjukkan kebaikan yang demikian besar seperti itu 

kepada orang Israel. Esau membenci Yakub oleh sebab  berkat 

itu, dan sekarang kebencian itu hidup kembali, saat  berkat 

itu siap untuk diwarisi. Dengan kejadian ini, Tuhan  hendak 

menyingkapkan sifat jahat orang Edom, untuk mempermalu-

kan mereka, dan menguji sifat baik orang Israel, bagi kehor-

matan mereka: orang Israel menyimpang meninggalkannya dan 

tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk berselisih dengan-

nya. Perhatikanlah, janganlah kita menganggap aneh jika 

permintaan-permintaan yang paling masuk akal ditolak oleh 

orang-orang yang tidak masuk akal, dan jika orang-orang yang 

mendapat perkenanan Tuhan  dihina oleh manusia. Aku ini 

seperti orang tuli, aku tidak mendengar. Sesudah  penghinaan 

yang diberikan oleh orang Edom kepada orang Israel ini, Tuhan  

memberi mereka peringatan khusus untuk tidak menganggap 

keji orang Edom (Ul. 23:7), meskipun orang Edom telah me-

nunjukkan kekejian seperti itu terhadap mereka. Hal ini 

mengajar kita untuk tidak menyimpan dendam dalam perkara-

perkara seperti itu. 


Orang Edom Menolak Membiarkan  

Orang Israel Lewat, Kematian Harun 

(20:22-29) 

22 Sesudah  mereka berangkat dari Kadesh, sampailah segenap umat Israel ke 

gunung Hor. 23 Lalu berkatalah TUHAN kepada Musa dan Harun dekat 

gunung Hor, di perbatasan tanah Edom: 24 “Harun akan dikumpulkan ke-

pada kaum leluhurnya, sebab ia tidak akan masuk ke negeri yang Kuberikan 

kepada orang Israel, sebab  kamu berdua telah mendurhaka kepada titah-Ku 

dekat mata air Meriba. 25 Panggillah Harun dan Eleazar, anaknya, dan bawa-

lah mereka naik ke gunung Hor; 26 tanggalkanlah pakaian Harun dan kena-

kanlah itu kepada Eleazar, anaknya, lalu  Harun akan dikumpulkan 

kepada kaum leluhurnya dan mati di sana.” 27 Lalu Musa melakukan seperti 

yang diperintahkan TUHAN. Mereka naik ke gunung Hor sedang segenap 

umat itu memandangnya. 28 Musa menanggalkan pakaian Harun dan menge-

nakannya kepada Eleazar, anaknya. Lalu matilah Harun di puncak gunung 

itu, lalu  Musa dengan Eleazar turun dari gunung itu. 29 saat  segenap 

umat itu melihat, bahwa Harun telah mati, maka seluruh orang Israel mena-

ngisi Harun tiga puluh hari lamanya. 

Pasal ini diawali dengan penguburan Miryam, dan diakhiri dengan 

penguburan saudara laki-lakinya, Harun. saat  kematian mendatangi 

suatu keluarga, sering kali berlipat ganda serangannya. Orang Israel 

belum mengambil pelajaran dari penderitaan yang mereka alami sebe-

lumnya, melalui kematian sang nabiah, dan sebab  itu, tak lama kemu-

dian, Tuhan  mengambil imam mereka, untuk menguji apakah mereka 

akan meresapi hal itu dalam hati mereka. Kematiaan imam mereka itu 

langsung terjadi pada tahap berikutnya, saat  mereka berpindah ke 

gunung Hor, dengan mengambil jalan memutari negeri orang Edom, 

dan meninggalkannya di sebelah kiri mereka. Ke mana pun kita pergi, 

kematian mengiringi kita, dan kubur siap menyambut kita.  

I. Tuhan  menitahkan kematian Harun (ay. 24). Tuhan  memanggil 

Musa dan Harun secara tersendiri, dan memberi tahu mereka, 

Harun akan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. Kakak-beradik 

yang saling mengasihi ini diberi tahu bahwa mereka harus ber-

pisah. Harun yang tertua harus mati terlebih dahulu, namun  Musa 

mungkin tidak lama lagi akan menyusulnya. Jadi hanya untuk 

sebentar saja, sesaat saja, mereka berpisah. 

1. Ada suatu kemarahan dalam perintah-perintah ini. Harun tidak 

boleh masuk ke Kanaan, sebab  dia telah gagal menjalankan 

tugasnya di mata air perbantahan. Disebutkannya perkara ini, 

tidak diragukan lagi, pasti menusuk hati Musa, yang mungkin

Kitab Bilangan 20:22-29 

 menyadari bahwa pada waktu itu, dialah yang lebih bersalah 

di antara mereka berdua. 

2. Ada belas kasihan yang besar dalam perintah-perintah itu. 

Harun, meskipun mati sebab  pelanggarannya, tidak dihukum 

mati sebagai penjahat, oleh tulah, atau api yang turun dari 

langit, namun  mati dengan tenang dan terhormat. Ia tidak 

dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya, seperti 

ungkapan yang biasa dipakai untuk orang-orang yang mati 

oleh tangan keadilan ilahi. Sebaliknya, ia dikumpulkan kepada 

kaum leluhurnya, sebagai orang yang meninggal dalam dekap-

an anugerah ilahi. 

3. Ada banyak perlambang dan makna dalam perintah-perintah 

itu. Harun tidak boleh masuk ke Kanaan, untuk menunjukkan 

bahwa imam Lewi sama sekali tidak membawa kesempurnaan. 

Kesempurnaan hanya dapat dicapai dengan datangnya peng-

harapan yang lebih baik. Para imam itu tidak dapat tetap men-

jabat sebagai imam oleh sebab  dosa dan kematian, namun  

imam Kristus, sebab  tidak bernoda, tidak dapat beralih 

kepada orang lain. Dan kepada imam inilah, yang tetap untuk 

selama-lamanya, Harun harus menyerahkan semua kehormat-

annya (Ibr. 7:23-25). 

II. Harun taat, dan mati sesuai dengan tata cara yang sudah ditetap-

kan, dan, sepanjang yang bisa disaksikan, dengan sama riangnya 

seperti ia hendak pergi tidur. 

1. Harun mengenakan pakaian kudusnya untuk terakhir kali 

sebelum ia berpisah dengannya, dan naik bersama adik dan 

anak laki-lakinya ke gunung Hor, dan ada kemungkinan seba-

gian dari para tua-tua Israel ikut bersamanya (ay. 27). Mereka 

naik ke gunung Hor sedang segenap umat itu memandangnya. 

Segenap umat itu, ada kemungkinan, sudah diberi tahu untuk 

urusan apa mereka naik ke gunung itu. Melalui iring-iringan 

yang khidmat ini, Harun membiarkan orang Israel tahu bahwa 

ia tidak takut atau malu untuk mati, namun , saat  sang 

Mempelai laki-laki datang, dapat membereskan pelitanya dan 

pergi menyongsong-Nya. Naiknya Harun ke atas gunung untuk 

menjemput kematian menunjukkan bahwa kematian orang-

orang kudus, dan Harun memang disebut sebagai orang kudus 

TUHAN, yaitu  kenaikan mereka. Mereka lebih tepat dikata-

kan naik dibandingkan  turun ke alam maut. 

2. Musa, yang tangannya pertama kali mengenakan pakaian 

imam kepada Harun, sekarang menanggalkan pakaian itu dari 

Harun. Sebab, sebagai penghormatan terhadap jabatan imam, 

tidaklah pantas jika Harun mati sambil mengenakan pakaian 

imam. Perhatikanlah, kematian akan menelanjangi kita. Telan-

jang kita datang ke dunia, dan telanjang pula kita harus 

meninggalkannya. Kita akan melihat betapa tidak ada alasan 

bagi kita untuk bermegah atas pakaian kita, perhiasan kita, 

atau tanda-tanda kehormatan kita, jika kita merenungkan 

betapa cepat maut akan menelanjangi kita dari kemuliaan 

kita, melucuti kita dari semua jabatan dan kehormatan kita, 

dan mengambil mahkota dari kepala kita. 

3. Musa segera mengenakan pakaian imam itu kepada Eleazar, 

anak Harun, memakaikan jubah ayahnya kepadanya, dan 

mengikatkan ikat pinggangnya kepadanya (Yes. 22:21). Nah, 

(1) Sungguh suatu penghiburan yang besar bagi Musa, yang 

melalui tangannya hukum keimaman diberikan, untuk me-

lihat bahwa keimaman itu akan tetap terjaga melalui para 

penerus, dan bahwa pelita disediakan bagi orang yang di-

urapi, yang tidak akan dipadamkan oleh kematian itu sendiri. 

Ini merupakan jaminan dan petunjuk yang membahagiakan 

bagi jemaat tentang perhatian yang akan diberikan Tuhan , 

bahwa seiring berlalunya satu angkatan hamba-hamba 

Tuhan dan orang-orang Kristen yaitu imam-imam rohani, 

angkatan yang lain akan muncul untuk menggantikannya.  

(2) Sungguh suatu kepuasan besar bagi Harun untuk melihat 

anaknya, yang dikasihinya, diangkat seperti itu, dan meli-

hat jabatannya, yang lebih dikasihinya, dipelihara dan di-

jaga seperti itu, dan terutama untuk melihat dalam hal ini 

perlambang akan keimaman Kristus yang kekal, yang ha-

nya dalam jabatan imam itu keimamannya akan diabadi-

kan. Sekarang, Tuhan, demikian mungkin kata Harun, biar-

kanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sebab 

mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu. 

(3) Diteruskannya keimaman itu merupakan suatu kebaikan 

yang besar bagi umat. Ditahbiskannya Eleazar sebelum Ha-

run meninggal akan mencegah orang-orang yang bermaksud 

Kitab Bilangan 20:22-29 

jahat terhadap keluarga Harun untuk mencoba menegakkan 

keimaman lain Sesudah  kematian Harun, untuk menyaingi 

anaknya. namun  apa yang dapat mereka lakukan jika per-

kara itu sudah ditetapkan? Penahbisan Eleazar juga akan 

menguatkan orang-orang yang takut akan Tuhan  di antara 

mereka, dan akan menjadi pertanda baik bagi mereka, 

bahwa Tuhan  tidak akan meninggalkan mereka, tidak pula 

akan berlaku curang dalam hal kesetiaan-Nya. 

4. Matilah Harun di puncak gunung itu. Tidak lama Sesudah  pakai-

an imamnya ditanggalkan, ia berbaring dan mati dengan te-

nang. Sebab orang baik akan berkeinginan, jika itu memang 

kehendak Tuhan , untuk tidak hidup lebih lama Sesudah  ia tidak 

diperlukan lagi. Lagi pula, mengapa kita ingin hidup lebih 

lama di dunia ini, jika kita sudah tidak bisa lagi berbuat 

sesuatu bagi Tuhan  dan angkatan kita? 

5. Musa dan Eleazar, bersama orang-orang yang mengiringi 

mereka, menguburkan Harun di tempat ia meninggal, seperti 

yang tampak dalam Ulangan 10:6, dan lalu  turun dari 

gunung itu. Sekarang, saat  mereka turun, dan telah mening-

galkan Harun, mungkin baik bagi mereka untuk berpikir 

bahwa Harunlah yang telah naik menuju dunia yang lebih 

baik dan telah meninggalkan mereka.  

6. Segenap umat itu menangisi Harun tiga puluh hari lamanya (ay. 

29). Sebenarnya kehilangan itu ditutupi dengan baik oleh Elea-

zar, yang, sebab  sedang berada di puncak hidupnya, lebih 

pantas untuk menjadi pelayan warga  dibandingkan  Harun 

seandainya ia masih hidup. Namun demikian, mereka harus 

membayar utang ini kepada imam besar mereka yang sudah 

mati, yaitu dengan berkabung baginya. Semasa Harun hidup, 

mereka selalu bersungut-sungut kepadanya dalam segala ke-

sempatan, namun  sekarang, Sesudah  dia mati, mereka berkabung 

untuknya. Demikianlah, banyak orang diajar untuk meratapi 

hilangnya belas kasihan, namun  mereka tidak mau belajar untuk 

bersyukur sebab  bisa menikmatinya. Banyak orang baik men-

dapat penghormatan yang lebih besar Sesudah  mereka tiada 

untuk mengenang mereka, dibandingkan  yang pernah mereka terima 

sendiri saat  masih hidup. Lihat saja orang-orang yang diani-

aya semasa mereka hidup, namun  Sesudah  mati, makam mereka 

dihiasi.  

 

 

PASAL  2 1  

asukan-pasukan Israel sekarang mulai keluar dari padang gurun, 

dan tiba di sebuah negeri yang berpenghuni. Mereka mulai ber-

tindak, dan menguasai batas-batas tanah perjanjian. Pasal ini mem-

beri kita sejarah tentang pertempuran yang penuh kemenangan, 

terutama pada bagian akhirnya. Di sini ada,  

I. Kekalahan Arad, orang Kanaan (ay. 1-3).  

II. Dihajarnya bangsa Israel dengan ular-ular tedung sebab  

sungut-sungut mereka, dan pertolongan yang diberikan 

kepada mereka melalui ular tembaga saat  mereka tunduk 

(ay. 4-9).  

III. beberapa  perjalanan yang ditempuh, dan beberapa kejadian 

di tengah jalan (ay. 10-20).  

IV. Penaklukan yang termasyhur atas Sihon, raja orang Amori 

(ay. 21-32), dan atas Og, raja Basan (ay. 33-35), dan dikua-

sainya negeri mereka. 

Arad Ditaklukkan 

(21:1-3)  

1 Raja negeri Arad, orang Kanaan yang tinggal di Tanah Negeb, mendengar, 

bahwa Israel datang dari jalan Atarim, lalu ia berperang melawan Israel, dan 

diangkutnya beberapa orang tawanan dari pada mereka. 2 Maka bernazarlah 

orang Israel kepada TUHAN, katanya: “Jika Engkau serahkan bangsa ini 

sama sekali ke dalam tangan kami, kami akan menumpas kota-kota mereka 

sampai binasa.” 3 TUHAN mendengarkan permintaan orang Israel, lalu me-

nyerahkan orang Kanaan itu; lalu  orang-orang itu dan kota-kotanya di-

tumpas sampai binasa. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Horma. 


Di sini ada,  

1. Serangan yang dilancarkan Arad, orang Kanaan, terhadap perke-

mahan Israel, Sesudah  ia mendengar bahwa orang Israel datang 

dari jalan Atarim (KJV: Sesudah  ia mengetahui orang Israel datang 

“melalui mata-mata”). Sebab, meskipun mata-mata yang dikirim-

kan Musa tiga puluh delapan tahun sebelumnya sudah melewati 

dan melewati kembali negeri mereka tanpa diketahui, namun ke-

datangan mereka, dan tujuan mereka, ada kemungkinan, diketa-

hui sesudahnya oleh orang-orang Kanaan. Kedatangan mata-mata 

itu membuat orang Kanaan waspada, dan mendorong mereka 

untuk mengawasi Israel dan mencari tahu semua gerak-gerik 

mereka. Sekarang, saat  mereka menyadari bahwa orang Israel 

mengarahkan perjalanan ke Kanaan, Arad berpikir bahwa meme-

rangi musuh saat  masih jauh yaitu  cara yang baik. Dan ia 

melancarkan serangan kepada orang Israel dan berperang mela-

wan mereka. namun  ternyata campur tangannya itu membuat 

dirinya celaka. Seandainya ia tetap duduk diam, rakyatnya bisa 

saja menjadi yang terakhir yang dihancurkan dari semua orang 

Kanaan, namun  sekarang merekalah yang dihancurkan pertama-

tama. Demikianlah orang yang terlalu fasik mati sebelum waktu-

nya (Pkh. 7:17).  

2. Keberhasilan Arad pada awalnya dalam upaya ini. Para pengawal 

tingginya mengangkut sebagian orang Israel yang terpencar, dan 

membawa mereka sebagai tawanan (ay. 1). Hal ini, tidak diragu-

kan lagi, membuatnya besar kepala, dan mulai mengira akan 

dapat meremukkan bangsa yang tangguh ini, dan menyelamatkan 

negerinya dari kehancuran yang mengancamnya. Ini juga merupa-

kan ujian bagi iman orang Israel dan teguran terhadap mereka 

atas ketidakpercayaan dan sungut-sungut mereka.  

3. Seruan Israel yang rendah hati kepada Tuhan  dalam kesempatan 

ini (ay. 2). Keadaan ini membuat mereka tergoda untuk bersu-

ngut-sungut seperti nenek moyang mereka, dan putus asa untuk 

menguasai Kanaan. namun  Tuhan , yang sudah demikian menguji 

mereka melalui peyelenggaraan-Nya, memampukan mereka de-

ngan anugerah-Nya untuk berlaku baik dalam pencobaan itu, dan 

untuk percaya kepada-Nya bahwa mereka akan mendapat per-

tolongan melawan penyerang yang ganas dan perkasa ini. Mereka, 

melalui tua-tua mereka, berdoa kepada Tuhan  meminta keberhasil-

an dan bernazar. Perhatikanlah, saat  kita sedang menginginkan 

Kitab Bilangan 21:1-3 

dan menantikan belas kasihan dari Tuhan , kita harus mengikat 

jiwa kita dengan sebuah ikatan, bahwa kita akan melakukan 

kewajiban kita dengan setia kepada-Nya. Khususnya bahwa kita 

akan menghormati Dia atas belas kasih yang sedang kita 

mohonkan. Demikian pula Israel di sini berjanji untuk menumpas 

kota-kota orang Kanaan ini, untuk dipersembahkan kepada Tuhan , 

dan tidak menjarahnya untuk kepentingan mereka sendiri. Jika 

Tuhan  memberi mereka kemenangan, maka Ia harus mendapatkan 

segala pujiannya, dan mereka tidak akan mencari untung bagi diri 

sendiri. jika  sikap hati kita seperti ini, maka kita siap untuk 

menerima belas kasihan. 

4. Kemenangan yang diperoleh orang Israel atas orang Kanaan (ay. 

3). Sebuah pasukan yang kuat dikirim, mungkin di bawah pim-

pinan Yosua, yang tidak hanya memukul mundur orang-orang 

Kanaan ini, namun  juga mengejar mereka sampai ke kota-kota 

mereka, yang mungkin terletak di tepi padang gurun, dan me-

numpasnya sampai habis. Dan sesudahnya pasukan itu kembali 

ke perkemahan. Vincimur in prælie, sed non in bello – Kita kalah 

dalam pertempuran, namun  akhirnya kita menang. Apa yang 

dikatakan tentang suku milik Tuhan  itu berlaku juga bagi seluruh 

Israel milik Tuhan , bahwa sebuah pasukan bisa saja mengalahkan 

mereka, namun  mereka akan menang pada akhirnya. Tempat itu 

disebut Horma, sebagai peringatan akan kehancuran itu, untuk 

membuat ngeri orang-orang Kanaan. Dan mungkin juga sebagai 

peringatan kepada angkatan yang akan datang untuk tidak 

berusaha membangun kembali kota-kota ini, yang telah dihancur-

kan sebagai persembahan kepada Tuhan  dan sebagai korban bagi 

keadilan ilahi. Dan tampak dari contoh Yerikho bahwa hukum 

mengenai kota-kota yang dihancurkan seperti itu yaitu  bahwa 

kota-kota itu tidak boleh dibangun kembali. Tampak ada rujukan 

pada nama ini dalam nubuatan tentang jatuhnya Babel Perjanjian 

Bar