teologi 9
By bodohx.blogspot.com at Januari 19, 2024
  teologi 9
  
	Peristiwa	 bunuh	 diri	 masih	 terjadi	 hingga	 sekarang	 ini.	 Menurut	 WHO	 (World	Health	Organization)	memperkirakan	setiap	tahun	lebih	dari	800	ribu	orang	meninggal	akibat	tindakan	bunuh	diri.	Tindakan	bunuh	diri	menjadi	penyebab	kematian	tertinggi	kedua	 pada	 rentang	 usia	 15	 sampai	 dengan	 29	 tahun.1	Indonesia	 sendiri	 menurut	penelitian	pada	tahun	2010	tergolong	tinggi	untuk	kasus	tindakan	bunuh	diri.	Hampir	50	 ribu	 orang	 dari	 220	 juta	 penduduk	 meninggal	 tiap	 tahunnya	 dengan	 cara	 bunuh	diri.2	Persentase	angka	itu	bisa	saja	sudah	bertambah	pada	tahun	ini.		Dalam	Alkitab	 dikisahkan	 bahwa	 ada	 beberapa	 orang	 yang	melakukan	 tindakan	bunuh	diri,		antara	lain:	1. Raja	Zimri	yakni	mati	dengan	cara	membakar	diri	di	istana	raja	dimana	ia	sendri	berada	 di	 dalam	 istana	 ini 	 (1	 Raj.	 16:18).	 Zimri	 menjadi	 seorang	 raja	karena	kudeta	yang	ia	lakukan	terhadap	raja	Ela	anak	Baesa.	Dengan	membunuh	Ela,	maka	Zimri	menggantikannya	menjadi	raja	Yehuda	(1	Raj.	16:8-13).	2. Raja	 Abimelekh	 mati	 oleh	 menghunus	 pedang	 dari	 bujangnya	 atas	 perintah	Abimelek	 sendiri	 dengan	 berkata;	 “Hunuslah	 pedangmu	 dan	 bunuhlah	 aku,	supaya	jangan	orang	berkata	tentang	aku:	Seorang	perempuan	membunuh	aku”.	(Hak.	9:54).	Abimelekh	adalah	anak	Yerubaal	dari	gundiknya	orang	Sikhem	(Hak.	8:31).	Abimelekh	menjadi	 raja	dengan	cara	yang	keji	 yakni	dengan	membunuh	70	orang	saudaranya	anak	Yerubaal,	sehingga	ia	menjadi	raja	(Hak.	9:5-6).	3. Raja	Saul	mati	pada	waktu	melakukan	peperangan	melawan	bangsa	Filistin.	Pada	saat-saat	 kegentingan	 dalam	 peperangan	 ini ,	 yang	 mana	 pasukan-pasukannya	telah	banyak	yang	terbunuh	bahkan	anak-anaknya	seperti	Yonatan,	Abinadab,	 dan	Malkisua	 juga	 telah	mati	 terbunuh	 oleh	 tentara-tentara	 Filisitn,	sementara	 ia	 sendiri	 telah	 terluka	parah	akibat	peperangan	 itu,	maka	raja	Saul	merasa	bahwa	saat	itu	adalah	akhir	dari	semua	kehidupannya,	lalu	ia	mengambil	pedang	dari	ajudannya	(pembawa	senjatanya)	dan	menghunus	dirinya	sendiri	(1	Sam.	31:4).	4. Pengawal	 Saul	 juga	 mati	 dengan	 cara	 sengaja	 menjatuhkan	 dirinya	 ke	 atas	pedangnya	(1	Sam.	31:5).	Ketika	itu,	pengawal	Saul	melihat	bahwa	rajanya	telah	mati,	 ia	pun	 ikut	bunuh	diri	dan	mati	bersama-sama	dengan	Saul	pada	hari	 itu	juga.	5. Ahitofel	adalah	seorang	penasihat	raja	Absalom	anak	Daud	(2	Sam.	16:20).	Pada	suatu	 waktu	 ketika	 Absalom	 berencana	 untuk	 membunuh	 ayahnya	 Daud	 dan	seluruh	 pasukannya,	 maka	 Absalom	meminta	 nasihat	 dari	 Ahitofel	 dan	 Husai.																																																											
Dari	 kedua	 penasihatnya	 itu,	 Absalom	 lebih	memilih	 untuk	melakukan	 nasihat	Husai	 ketimbang	 nasihat	 dari	 Ahitofel.	 Melihat	 nasihatnya	 diabaikan	 oleh	Absalom,	maka	 Ahitofel	 merasa	 kecewa	 lalu	menggantung	 dirinya	 sendiri	 dan	mati	(2	Sam.	17:23).	6. Simson	 adalah	 anak	 dari	Manoah	 seorang	 yang	 berasal	 dari	 suku	Dan.	 Simson	adalah	seorang	nazir	Allah	(Hak.	13:7).	Ia	memerintah	sebagai	Hakim	atas	orang	Israel	 selama	 20	 tahun	 (Hak.	 16:31).	 Kekuatan	 yang	 diberikan	 oleh	 Allah	kepadanya	 menjadikan	 dia	 mampu	 membunuh	 banyak	 tentara	 Filistin.	 Suatu	ketika	 oleh	 karena	 bujuk	 rayu	 dari	 istrinya	 yang	 bernama	 Delila,	 akhirnya	 ia	menceritakan	 rahasia	 kekuatannya	 yang	 berada	 pada	 “rambutnya”.	 Maka	istrinya	berlaku	jahat	sehingga	memotong	rambut	Simson,	akhirnya	Simson	pun	menjadi	 lemah.	 Dalam	 kondisi	 kelemahannya,	 Simson	 ditangkap	 oleh	 bangsa	Filisitn	 lalu	dibutakan	kedua	matanya	kemudian	dimasukkan	ke	dalam	penjara.	Setelah	 sekian	 lama	 terbelenggu	 dalam	 penjara,	 pada	 saat	 tertentu	 rambutnya	mulai	tumbuh,	dan	disaat	 itu	pula	Simson	dibawa	kesuatu	gedung	dimana	raja-raja	 Filistin	 bersama	 masyarakat	 sedang	 mengadakan	 pesta-pora.	 Simson	diikatkan	dengan	rantai	pada	tiang-tiang		gedung	tempat	orang	Filistin	berpesta	ini 	(Hak.	16).	Lalu	berserulah	Simson	kepada	TUHAN,	katanya;	“Ya	Tuhan	ALLAH,	ingatlah	kiranya	kepadaku	dan	buatlah	aku	kuat,	sekali	ini	saja,	ya	Allah,	supaya	dengan	satu	pembalasan	juga	kubalaskan	kedua	mataku	itu	kepada	orang	Filistin”	(ay.28).	Kemudian	Simson	merobohkan	seluruh	gedung	itu,	dan	seluruh	orang	 Filistin	 yang	 berada	 disana	 mati.	 Namun	 Simson	 sendiri	 juga	 ikut	 mati	pada	peristiwa	 itu.	Kisah	kematian	Simson	 ini	 telah	menjadi	kontroversial	bagi	berbagai	 kalangan.	 Ada	 yang	 berpendapat	 bahwa	 kematian	 Simson	 bukanlah	akibat	 dari	 tindakan	 bunuh	 diri,	 melainkan	 akibat	 dari	 sebuah	 usaha	 yang	dilakukan	untuk	melawan	musuh	dalam	sebuah	peperangan	yang	mana	umum	terjadi	pada	masa	–	masa	Perjanjian	Lama.	Ia	berperang	melawan	musuh	dengan	caranya,	 yang	 siap	 berkorban	 nyawa	menjadi	 hal	 yang	 sangat	 patriotik	 dalam	sebuah	 peperangan.	 Akan	 tetapi	 dilain	 pihak	 ada	 yang	 berpendapat	 bahwa	tindakan	 Simson	 adalah	 tindakan	 bunuh	 diri	 merujuk	 pada	 ayat	 30	 bahwa	 ia	dengan	sadar	mengetahuia	tindakannya	akan	membunuh	dirinya	sendiri.		7. Yudas	 yang	 melakukan	 tindakan	 bunuh	 diri.	 Yudas	 adalah	 orang	 yang	sebelumnya	 telah	dipilih	Yesus	menjadi	murid-Nya,	 namun	 ia	 telah	melakukan	dosa	 dan	 berkhianat	 dengan	 menjual	 Yesus	 kepada	 imam	 dan	 tua-tua	 bangsa	Yahudi.	Melihat	Yesus	telah	dijatuhi	hukuman	mati,	menyesallah	dia,	kemudian	ia	menggantungkan	diri	(Mat.	27:1-5).		Dengan	peristiwa	bunuh	diri	yang	masih	terjadi	hingga	sekarang,	maka	dirasa	perlu	 untuk	 memberikan	 suatu	 kajian-kajian	 teologis	 berkenaan	 dengan	 tindakan	
bunuh	 diri	 ini .	 Meneliti	 untuk	 menemukan	 pandangan	 yang	 tepat	 dan	 benar	berdasarkan	penyataan	kebenaran	firman	Tuhan.	Sehingga	dengan	adanya	penelitiaan	ini	 dapat	memberikan	 pendidikan	 teologi	 yang	 benar	 bagi	 orang	 percaya	 untuk	 lebih	menghargai	hidup	sebagai	persembahan	demi	memuliakan	Tuhan.		Metode	Penelitian	Pada	 penelitian	 ini	 penulis	 menggunakan	 metode	 kualitatif,	 khususnya	pendekatan	firman	Tuhan	dan	literatur-literatur	untuk	memperoleh	sebuah	konsep	dan	pemahaman	teologi	yang	benar	berkenaan	dengan	penyebab	dan	dampak	dari	tindakan	bunuh	diri.	Hasil	dan	Pembahasan	Bunuh	diri	merupakan	penyangkalan	terhadap	kedaulatan	Allah	Menurut	 Kamus	 Besar	 Bahasa	 Indonesia	 definisi	 bunuh	 diri	 adalah	 dengan	sengaja	 mematikan	 diri	 sendiri. 3 	Diberbagai	 laman	 internet	 dan	 pustaka-pustaka	hampir	 senada	 memberikan	 definisi	 terhadap	 tindakan	 bunuh	 diri,	 yakni;	 sebuah	tindakan	 yang	 dengan	 sadar	 dan	 dengan	 sengaja	 melakukan	 pembunuhan	 terhdap	dirinya	 sendiri.4	Artinya	 bahwa	 upaya	 pembunuhan	 itu	 adalah	 atas	 kemauan	 yang	terbunuh,	 dimana	 pelaku	 pembunuhan	 itu	 adalah	 orang	 yang	 terbunuh	 itu	 sendiri.	Sehingga	 bunuh	 diri	 adalah	 prakarsa	 perbuatan	 yang	 mengarah	 pada	 kematian	pemrakarsa.	 Bunuh	 diri	 merupakan	 sebuah	 tindakan	 sadar	 dari	 seseorang	menggunakan	 kehendak	bebasnya	untuk	mengakhiri	 (mematikan)	 kehidupannya	dari	dunia	ini.		Alkitab	 baik	 Perjanjian	 Lama	 maupun	 Perjanjian	 Baru	 tidak	 secara	 spesifik	memberikan	ulasan	mengenai	 tindakan	bunuh	diri	 kecuali	 hanya	dalam	 titah	keenam	dalam	kitab	Taurat	yang	berbunyui:	“Jangan	membunuh”	(lih.	Kel.	20:13,	Ul.	5:17).	Akan	tetapi,	 melihat	 hakikat	 tindakan	 bunuh	 diri	 ini 	 adalah	 sebuah	 upaya	 sadar	 dan	sengaja	untuk	mematikan	(membunuh)	diri	sendiri,	maka	apabila	dikaji	dari	perspektif	firman	 Tuhan	 sungguh	 telah	 melanggar	 dan	 bahkan	 telah	 menyangkal	 otoritas	 Allah	atas	 kepemilikan	 seluruh	 eksistensi	 kehidupan	 manusia.	 Orang	 yang	 melakukan	tindakan	 bunuh	 diri	 secara	 tegas	 telah	 menjadikan	 diri	 sebagai	 Tuan	 atas	 dirinya	sendiri.	
Dari	 beberapa	 konteks	 bagian	 firman	 Tuhan	 dapat	 melegitimasi	 tindakan	bunuh	 diri	 ini 	 sebagai	 sebuah	 tindakan	 penyangkalan	 akan	 kedaulatan	 Allah,	antara	lain:	Pertama:	Kejadian	2:7	berbunyi:	“ketika	itulah	Tuhan	Allah	membentuk	manusia	itu	dari	debu	tanah	dan	menghembuskan	nafas	hidup	ke	dalam	hidungnya;	demikianlah	manusia	 itu	 menjadi	 makhluk	 yang	 hidup.”	 Kemudian	 dalam	 Nehemia	 9:6	 berkata:	“Hanya	Engkau	 adalah	Tuhan!	 Engkau	 telah	menjadikan	 langit,	 ya	 langit	 segala	 langit	dengan	 segala	bala	 tentaranya,	 dan	bumi	dengan	 segala	 yang	ada	di	 atasnya,	 dan	 laut	dengan	segala	yang	ada	di	dalamnya.	Engkau	memberi	hidup	kepada	semuanya	itu	dan	bala	 tentara	 langit	 sujud	 menyembah	 kepada-Mu.”	 Dalam	 Ayub	 12:10	 berbunyi	demikian:	 “bahwa	 di	 dalam	 tangan-Nya	 terletak	 nyawa	 segala	 yang	 hidup	 dan	 nafas	setiap	 manusia?”.	 Berdasarkan	 bagian-bagian	 firman	 Tuhan	 ini	 menyatakan	 bahwa	hidup	 merupakan	 pemberian	 Allah,	 maka	 Allah	 yang	 berhak	 mengambil	 kepunyaan-Nya.	 Oleh	 karena	 hidup	 adalah	 pemberian	 Tuhan,	 maka	 manusia	 juga	 tidak	 boleh	menolaknya	 dengan	 cara	melakukan	 bunuh	 diri.	 Hal	 yang	 sama	 juga	 diutarakan	 oleh	Verkuyl	 sebagaimana	 dikutip	 oleh	 Josep	 Gracia	 Febi	 dalam	 artikelnya	 yang	 berjudul	Bunuh	Diri	Ditinjau	Dari	Iman	Kristen,	berkata	demikain:		“Dan	Tuhan	melarang	kita	menolak	hidup	kita	 sendiri,	 artinya	membunuh	diri,	sebab	 hidup	 dan	 mati	 bukan	 terletak	 dalam	 tangan	 kita,	 melainkan	 dalam	Tangan	Tuhan.		Tetapi	pada	manusia	itu	Tuhan	telah	meletakkan	tanggung	jawab	atas	 hidupnya	 sendiri.		 Manusia	 mempunyai	 kebebasan	 mengenai	 hidupnya	sendiri,	 tetapi	 kebebasan	 itu	 disertai	 suatu	 tanggung	 jawab.	Ia	 bertanggung	jawab	 kepada	 Tuhan	 atas	 segala	 apa	 yang	 diperbuatnya	 terhadap	hidupnya.		Manusia	dapat	menerima	karunia	yang	disebut	hidup	itu,	tetapi	iapun	dapat	 menolaknya,	 hal	 mana	 merupakan	 suatu	 perbuatan	 yang	 amat	mengerikan,	sebab	menolak	hidup	berarti	membunuh	diri”.5	Kedua:	 Ulangan	 32:39	 berbunyi:	 “Lihatlah	 sekarang,	 bahwa	 Aku,	 Akulah	 Dia.	Tidak	ada	Allah	kecuali	Aku.	Akulah	yang	mematikan	dan	yang	menghidupkan,	Aku	telah	meremukkan,	tetapi	Akulah	yang	menyembuhkan,	dan	seorangpun	tidak	ada	yang	dapat	melepaskan	 dari	 tangan-Ku”.	 1	 Samuel	 2:6;	 “Tuhan	mematikan	 dan	menghidupkan,	 Ia	menurunkan	ke	dalam	dunia	orang	mati	dan	mengangkat	dari	sana”.	Kemudaian	dalam	Pengkhotbah	 8:8a	 berkata:	 “Tiada	 seorangpun	 berkuasa	 menahan	 angin	 dan	 tiada	seorangpun	berkuasa	atas	hari	 kematian.”	 Dari	 bagian-bagian	 firman	 Tuhan	 ini	 sudah	sangat	 jelas	 bahwa	 Allah	 yang	 berdaulat	 atas	 hidup	 dan	 mati	 manusia.	 Allah	 yang	mencipatakan	 manusia	 dan	 Dialah	 yang	 berhak	 untuk	 mengambilnya	 pula.	 Manusia	tidak	 boleh	 bertindak	mengambil	 posisi	 Allah	 untuk	melakukan	 otoritas	 Allah.	 Sebab																																																												
jika	hal	itu	terjadi,	manusia	telah	menjadikan	dirinya	Tuan	atas	dirinya	sendiri.	Hal	ini	adalah	menyangkali	eksistensi	Allah.	Ketiga:	Keluaran	20:13	berbunyi;	“	Jangan	membunuh”.	Ulangan	5:17;	“	Jangan	membunuh”.	Berdasarkan	Keluaran	20:13	dan	Ulangan	5:17	ini	telah	mensahkan	bahwa	tindakan	 bunuh	 diri	 adalah	 tindakan	 menolak	 untuk	 taat	 kepada	 Titah	 Tuhan	 Allah.	Sebagai	manusia	 yang	diciptakan	oleh	Allah,	 segambar	dan	 serupa	dengan-Nya,	maka	manusia	itu	adalah	ciptaan	yang	sangat	berharga	di	mata-Nya.		Manusia	yang	diciptakan	Allah	 menurut	 gambar	 dan	 rupa-Nya	 juga	 menyatakan	 bahwa	 manusia	 adalah	 wakil	Allah	di	mana	 terpancar	karakter	dan	sifat	Allah	di	dalamnya.		Oleh	karena	 itu,	ketika	seseorang	membunuh	 gambar	 Allah,	maka	 dia	 telah	melakukan	 ‘kekerasan’	 terhadap	Tuhan	sendiri.	Keempat:	 1	 Korintus	 6:19-20	 berbunyi;	 “Atau	 tidak	 tahukah	 kamu,	 bahwa	tubuhmu	adalah	bait	Roh	Kudus	yang	diam	di	dalam	kamu,	Roh	Kudus	yang	kamu	peroleh	dari	 Allah,	 dan	 bahwa	 kamu	 bukan	 milik	 kamu	 sendiri?	 Sebab	 kamu	 telah	 dibel	 dan	harganya	telah	 lunas	dibayar:	Karena	 itu	muliakanlah	Allah	dengan	tubuhmu!”	Sebagai	seorang	yang	percaya,	tubuh	bukan	sekedar	persoalan	fisik,	melainkan	menjadi	tempat	Allah	bersemayam.	Manusia	telah	ditebus	dari	ikatan	dosa	sehingga	kini	telah	menjadi	milik	Tuhan.	Otoritas	tertinggi	terhadap	tubuh	berada	pada	kedaulatan	kehendak	Allah.	Tubuh	bukan	lagi	untuk	mengerjakan	kenikmatan	duniawi	atau	sebaliknya,	hanya	ingin	merasakan	 sakitnya	 penderitaan.	 Melainkan	melalui	 semua	 peristiwa	 suka	 dan	 duka,	manusia	harus	menggarapnya	untuk	mempermuliakan	Tuhan.	Dari	 semua	 bagian-bagian	 firman	 Tuhan	 yang	 telah	 dikemukan	 di	 atas	 jelas	menyatakan	 bahwa	 tindakan	 bunuh	 diri	 merupakan	 tindakan	 yang	 sangat	 ditentang	oleh	Allah.	 Secara	 sengaja	dan	 sadar,	 serta	 tanpa	dorongan	dari	 pihak	manapun	pada	titik	 tertentu	 seseorang	 telah	 menjadikan	 dirinya	 Tuan	 atas	 dirinya	 dan	 melakukan	tindakan	mematikan	dirinya.	Jelas	jenis	dosa	sperti	ini	adalah	dosa	penyangkalan	akan	kedaulatan	Allah.	Kedaulatan	Allah	di	dalam	Alkitab	disajikan	dalam	bentuk	semacam	antinomi.	 Antinomi	 adalah	 dua	 kebenaran	 yang	 tampaknya	 tidak	 berkesesuaian.	Antinomi	muncul	ketika	ada	dua	kebenaran	yang	keduanya	 tak	dapat	disangkal	 tetapi	tampak	 tak	 dapat	 didamaikan. 6 	Antinomi	 yang	 dimaksud	 disini	 adalah	 apa	 yang	tampaknya	 berkontradiksi	 antara	 kedaulatan	 Ilahi	 dan	 tanggung	 jawab	 manusia.	Dengan	 kata	 lain	 bahwa	 ada	 yang	 Allah	 lakukan	 sebagai	 Raja	 dan	 ada	 yang	 Allah	lakukan	 sebagai	 Hakim.	 Allah	 sebagai	 Raja	 mengatur	 dan	 mengendalikan	 segala	sesuatu,	 termasuk	 tindakan	 manusia	 sesuai	 dengan	 maksud-maksud-Nya.	 Namun	sebagai	Hakim,	Dia	menuntut	setiap	manusia	bertanggung	jawab	atas	semua	pilihan	dan	
segala	 perbuatannya	 (bdk.	 Kej.	 45:8,	 Kej.	 50:20,	 Ams.	 16:9,	 Mat.	 10:29,	 dan	 Mat.	 25,	Rom.	2:1-6)7.		Seseorang	 yang	 telah	 mendengar	 Injil	 bertanggung	 jawab	 atas	 respon	 yang	mereka	berikan	terhadap	kabar	Injil	ini .	Jika	mereka	menolak	berita	Injil	ini 	maka	 mereka	 akan	 mendapatkan	 maut	 (lihat	 Yoh.	 3:18).	 Bagi	 pikiran	 manusia	 hal	seperti	 antinomi	 	 memang	 sulit.	 Hal	 itu	 pula	 dikemukakan	 oleh	 Paulus	 dalam	 kitab	Roma	 9:19:	 ”Jika	 demikian,	 apa	 lagi	 yang	 masih	 disalahkan-Nya?	 Sebab	 siapa	 yang	menentang	 kehendak-Nya?”.	 Allah	 adalah	 Raja	 yang	 berdaulat	 mengatur	 dan	menentukan	setiap	perbuatan	manusia,	bagaimana	mungkin	 Ia	bisa	bertindak	sebagai	Hakim	dan	menghukum	berbagai	pelanggaran	yang	diperbuat	manusia?	Namun	Paulus	menegasakan	 pada	 ayat	 selanjutnya	 bahwa	 Allah	 tidak	 bertindak	 seperti	 yang	dipikirkan	 oleh	 manusia.	 Justru	 Palus	 mencela	 orang	 yang	 bertanya	 demikian:	“Siapakah	kamu,	hai	manusia,	maka	kamu	membantah	Allah?	(ayat	20)”.	Oleh	karena	itu,	tindakan	 orang	 yang	 melakukan	 bunuh	 diri	 telah	 menuntut	 pertanggungjawaban	sebagai	sebuah	tindakan	penyangkalan	akan	kedaulatan	Allah.		Metode	bunuh	diri	Ada	 beberapa	 metode	 atau	 cara	 yang	 digunakan	 oleh	 orang-orang	 untuk	melakukan	bunuh	diri	antara	lain:		§ Dengan	cara	mengikat	tali	pada	leher	lalu	menggantungkan	diri,	§ Makan	atau	minum	racun,	§ Menembak	diri	sendiri	dengan	senjata	api,	§ Menenggalamkan	dirisendiri	ke	dalam	air,	§ Melompat	dari	tempat-tempat	yang	tinggi,	§ Menusuk	dirinya	dengan	benda-benda	tajam,	dan	§ Menabrakkan	dirinya	pada	kereta	api	yang	sedang	melintas.		Faktor	penyebab	bunuh	diri	Tidak	 mudah	 untuk	 mendeteksi	 perilaku	 atau	 gejala-gejala	 dari	 seseorang	dalam	 proses-proses	 menuju	 tindakan	 melakukan	 bunuh	 diri.	 Jarang	 sekali	 dijumpai	penyebab-penyebab	 tunggal	 dari	 seseorang	 yang	 melakukan	 tindakan	 bunuh	 diri	ini .	 Selalu	 berbeda-beda	 berdasarkan	 zaman	 dan	 konteks	 situasi	 yang	 dihadapi	oleh	 pelaku.	 Sehingga	 hal	 ini	 juga	menjadi	 faktor	 utama	 yang	menimbulkan	 kesulitan	untuk	 melakukan	 tindakan-tindakan	 pencegahan	 terhadap	 niat	 seseorang	 untuk	melakukan	bunuh	diri.	Dari	beberapa	orang	yang	melakukan	tindakan	bunuh	diri	yang	dikisahkan	dalam	Alkitab	 juga	 tidak	ada	alasan	yang	seragam.	Beberapa	artikel	 jurnal	menyebutkan	bahwa	 faktor	penyebab	seseorang	melakukan	bunuh	diri	adalah	karena											
adanya	kerusakan	mental	atau	depresi.	Depresi	yang	berat	menjadi	salah	satu	penyebab	terjadinya	bunuh	diri.	Depresi	timbul	karena	konsep	diri	yang	keliru	sehingga	membuat	mereka	 merasa	 tidak	 diinginkan,	 tidak	 berharga	 dan	 tidak	 seorang	 pun	 mengasihi	mereka.8	Depresi	 adalah	 suatu	 pengalaman	 yang	menyakitkan,	mood	 yang	 terganggu,	perasaan	 tidak	 memiliki	 harapan	 lagi,	 dan	 kondisi	 demikian	 terjadi	 secara	berkepanjangan	 yang	 mewarnai	 seluruh	 proses	 mental	 (berpikir,	 berperasaan	 dan	berperilaku)	seseorang.	Dari	perasaan-perasaan	negatif	ini lah	bisa	timbul	pikiran-pikiran	 yang	 bisa	 membahayakan;	 dan	 bunuh	 diri	 adalah	 salah	 satu	 dampaknya.9	Merasa	 tidak	 memiliki	 solusi	 terhadap	 masalah	 yang	 sedang	 menimpanya	 maka	tindakan	bunuh	diri	dipandangnya	sebagai	jalan	terbaik	untuk	menghindari	kepedihan	yang	berlebihan.	Satu	 hal	 yang	 tidak	 bisa	 dilupakan	 yang	 justru	 sebagai	 faktor	 utama	 dari	seseorang	yang	melakukan	bunuh	diri	adalah	faktor	iman.	Faktor	iman	yang	dimaksud	adalah	 bukan	 semata-mata	 masalah	 kemampuan	 seseorang	 dalam	mengaku	 percaya,	melainkan	 iman	 yang	 lahir	 dari	 Roh	Kristus	 dan	 dituntun	 oleh	Roh	 yang	 sama	 untuk	bersatu	dengan	tubuh	Kristus.	Kesatuan	hidup	dengan	tubuh	Kristus	yang	menjadikan	orang	percaya	menegakkan	kehendak	bebesnya	untuk	melakukan	kebaikan	dan	 tidak	lagi	 budak	 dosa	 (band.	 2	 Kor.	 5:17).	 Hal	 inilah	 yang	 sesungguhnya	 tidak	 ada	 pada	seseorang	 yang	 melakukan	 bunuh	 diri.	 Karena	 keberadaannya	 diluar	 Kristus,	 maka	ketika	 masalah	 datang	 ukuran-ukuran	 kebaikan	 atas	 persoalan	 untuk	 mengambil	keputusan	adalah	dirinya	sendiri	bukan	otoritas	Kristus.	Ego	manusia	batiniah	pelaku	bunuh	 diri	 yang	 terus	 yakin	 dan	 berjuang	 pada	 ukuran	 hukum	 dan	 perbuatan-perbuatannya	yang	dianggapnya	dapat	meraih	sorga,	hal	itulah	yang	merusak	seuluruh	tatanan	 kehidupan	 seseorang	 hingga	 pada	 kematiaanya.10	Tidak	 memiliki	 kesejatian	iman	sebagaimana	 layaknya	seseorang	yang	telah	 lahir	baru	di	dalam	anugerah	Yesus	Kristus	menjadi	penyebab	utama	mengapa	seseorang	bunuh	diri.	Seseorang	yang	tidak	dilahir	 barukan	oleh	kasih	 karunia	Allah	 tidak	mungkin	memahami	kehidupan	 secara	benar	(band.	Yoh.	3:1-21).	Sejatinya;	Semua	manfaat	keselamatan	yang	telah	dianugerahkan	Bapa	kepada	gereja	sejak	kekekalan	dan	yang	diperoleh	Anak	di	dalam	waktu	pada	saat	yang	sama	adalah	Karunia	Roh	Kudus.	Maka	Kristus	melalui	Roh,	dan	Bapa	sendiri	melalui	Kristus,	memasukkan	 semua	 anak-Nya	 ke	 dalam	 persekutuan	 yang	 paling	 intim	 dengan	 diri							Nya.	Roh	 Kudus	 memampukan	 orang-orang	 percaya	 untuk	 bertekun	 hingga	 akhir	hidupnya	 akan	 diselamatkan.	 Panggilan	 berfungsi	 bukan	 hanya	 pada	 permulaannya	untuk	mengundang	orang-orang	yang	tidak	percaya	kepada	iman	dan	pertobatan,	tetapi	juga	 untuk	 menegur	 dan	 memperingatkan	 mereka,	 mengajar	 dan	 memimpin	 orang	percaya	 secara	 permanen. 12 	Itulah	 sebabnya	 penulis	 tidak	 setuju	 dengan	 sebuah	pandangan	dari	seorang	penulis	dalam	sebuah	jurnal	yang	mengatakan	bahwa,	di	dalam	proses	 pengudusan,	 orang	 yang	 sudah	 lahir	 baru	 tidak	 luput	 dari	 kecenderungan	berbuat	dosa,	termasuk	dosa	bunuh	diri.13	Benar	adanya	bahwa	orang	yang	sudah	lahir	baru	masih	mungkin	berdosa,	namun	demikian	tidak	ada	satu	ayat	firman	Tuhan	yang	mendukung	 bahwa	 seseorang	 yang	 telah	 lahir	 baru	 tatkala	 menghadapi	 suatu	 jenis	penderitaan	maka	Tuhan	 akan	memaklumi	 tindakan	 bunuh	diri	 sebagai	 solusi.	 Justru	sebaliknya	 Alkitab	 bersaksi	 bahwa;	 bukankah	 Stefanus	 mengalami	 pendertiaan	 yang	begitu	berat,	 Paulus	mengalami	penderitaan	yang	 sangat	 keras,	Ayub	 juga	mengalami	penderitaan	 yang	 begitu	menyiksa,	 bahkan	 Sang	Mesias	 sendiri	 dalam	ke-Manusiaan-Nya	 mengalami	 kesejatian	 pendertiaan,	 namun	 demikian	 sungguh	 amat	 jelas	 Alkitab	bersaksi	bahwa,	baik	Stefanus,	Paulus,	Ayub,	dan	bahkan	Yesus	Kristus	yang	dalam	ke-Manusiaan-Nya	tidak	mengambil	pilihan	tindakan	bunuh	diri	sebagai	jalan	menghindari	penderitaan	mereka,	melainkan	penyerahan	diri	pada	kuasa	dan	kehendak	Allah	Bapa	di	 Surga	 (band	Mat.	 26:42,	 Kis.	 7:54-60,	 2	 Kor.	 11:	 23-28	 Ayb.	 42).	 Iman	 yang	 benar	selalu	membawa	pada	pengakuan	yang	benar	akan	Kedaulatan	Allah.	Tetapi	iman	yang	palsu	akan	menjadikan	seseorang	untuk	selalu	terikat	pada	perbudakan	dosa.	Tindakan	bunuh	diri	adalah	tanda	ultima	dari	kepalsuan	iman	seseorang	(band.	Tit.	1:15-16).		Dampak	tindakan	bunuh	diri	Berdasarkan	 topik	 pembahasan	 dari	 tulisan	 ini	 tentang	 tindakan	 bunuh	 diri,	mka	 muncul	 pertanyaan	 bahwa	 apakah	 seseorang	 yang	 telah	 melakukan	 tindakan	bunuh	diri	memperoleh	 keselamatan	 kekal	 sorgawi?	Berkenaan	 dengan	 jawaban	 atas	pertanyaan	 ini	 umumnya	 timbul	 dua	 aliran	 pandangan.	 Pandangan	 yang	 pertama	merujuk	pada	paham	Armenian	dan	pandangan	kedua	merujuk	pada	konsep	Calvinisme	berkenaan	dengan	keselamatan.	Pandangan	 yang	 didasari	 oleh	 konsep	 Armenianisme	 akan	 cenderung	menyatakan	 bahwa	 orang	 yang	 melakukan	 tindakan	 bunuh	 diri	 tidak	 akan	diselamatkan	 oleh	 Tuhan.	 Kelompok	 ini	 berangkat	 dari	 paham	 bahwa	 semua	 orang	mampu	 percaya	 atau	 memenuhi	 syarat-syarat	 untuk	 diselamatkan.	 Hal	 ini 	
disebabkan	 karena	 Allah	 memberikan	 anugerah	 yang	 datang	 terlebih	 dahulu	(prevenient	grace).	Allah	memberikan	anugerah	 ini 	 tanpa	pandang	bulu.	Dengan	anugerah	ini 	seseorang	mampu	memberikan	tanggapan	yang	benar	terhadap	Injil	Kristus	 Yesus.	 Dengan	 demikian,	 keselamatan	 dapat	 diperoleh	 melalui	 usaha	 orang	ini 	 menerima	 tawaran	 Yesus	 untuk	 bertobat.	 Berdasarkan	 penjelasan	 di	 atas,	pandangan	ini	menunjukkan	adanya	campur	tangan	manusia	dalam	proses	keselamatan	dirinya	dan	bukan	seratus	persen	anugerah	Allah.	Dengan	mengacu	kepada	Ibrani	6:4-6;	10:26-27,	pandangan	ini	menyimpulkan	bahwa	ada	kemungkinan	orang	yang	sudah	percaya	 akan	 murtad	 dan	 meninggalkan	 Yesus	 sehingga	 keselamatannya	 bisa	 hilang	sebagaimana	terjadi	pada	orang	yang	melakukan	tindakan	bunuh	diri.14	Penulis	 memiliki	 perbedaan	 pandangan	 dengan	 kelompok	 yang	 menganut	Armenianisme	tentang	keselamatan.	Alkitab	dengan	tegas	dan	jelas	menyatakan	bahwa	keselamatan	 tidak	 pernah	 dapat	 diperoleh	 oleh	 usaha	 manusia	 karena	 telah	 dirusak	oleh	dosa	 (Rom.	3:23).	Dosa	membuat	manusia	 tidak	bisa	 tidak	berbuat	dosa.	Namun	oleh	ketetapan	kasih	karunia	Allah	melalaui	Kristus	di	dalam	pimpinan	Roh	Kudus	telah	memilih	dan	membenarkan	orang	berdosa	menjadi	layak	dihadapan	Allah	(band.	Rom.	3:24,	Ef.	2:8-9,	Yoh.	3:16).	Itulah	sebabnya	pada	uraian	sebelumnya	penulis	kemukakan	bahwa	 tindakan	 bunuh	 diri	 sesungguhnya	 bukanlah	 faktor	 penentu	 selamat	 atau	tidaknya	 seseorang,	melainkan	bahwa	 tindakan	 itu	hanyalah	 sebagai	 tanda	 akhir	 dari	seorang	 pelaku	 yang	 memang	 adalah	 orang	 diluar	 tubuh	 Kristus.	 Dengan	 demikian	bahwa,	 tanda	 itu	 menjadi	 tegas	 dan	 nyata	 bahwa	 pelaku	 bunuh	 diri	 bukan	 pewaris	kerajaan	Allah	(band.	Tit.	1:15-16).	Sementara	 pandangan	 yang	 kedua	 adalah	 kelompok	 yang	 memandang	 bahwa	keselamatan	 tidak	 akan	hilang	 sekalipun	 seseorang	 telah	melakukan	dosa	bunuh	diri.	Kelompok	 yang	 memiliki	 pandangan	 ini	 merujuk	 pada	 teori	 keselamatan	 Yohanes	Calvin.	Calvinisme	yang	menekankan	konsep	kerusakan	total	dalam	diri	manusia	ketika	jatuh	 dalam	 dosa	 (total	 depravity),	 dengan	 kedaulatan	 Allah	 yang	 merupakan	 Sang	Pencipta	 dan	 Tuhan	 atas	 segala	 sesuatu	 bebas	 untuk	 melakukan	 apa	 saja	 yang	dikehendaki-Nya.	 Allah	 tidak	 tunduk	 dan	 bertanggung	 jawab	 pada	 pihak	 mana	 pun.	Dengan	 demikian,	 keselamatan	 seseorang	 ditentukan	 oleh	 pilihan	 Allah	 dan	 sudah	ditentukan	sebelumnya	(Ef.	1:4-5;	Rm.	8:29;	9:16;	Yoh.	15:16;	Kel.	33:19).15	Dari	konsep	keselamatan	 sebagaimana	 di	 utarakan	 Calvin,	 maka	 beberapa	 kalangan	 menjadikan	referensi	untuk	melegitimasi	seseorang	yang	melakukan	bunuh	diri	tetap	diselamatkan	oleh	 Allah.	 Dosa	 bunuh	 diri	 dipandang	 sebagai	 sebuah	 kelemahan	 manusia	 akibat	
																																																													14	R.	C.	Sproul,	Kaum	Pilihan	Allah,	(Terjemahan	Rahmiati	Tanudjaja)	(Malang:	Literatur	SAAT,	1995),	116.	 15	Milliard	J.	Erickson,	Teologi	Kristen,	(Vol.	3),	(Malang:	Gandum	Mas,	2004),	112-114.	
JURNAL	LUXNOS	
	Volume	7	Nomor	1,	Juni	2021	
	 30	
tekanan-tekanan	psikologis	namun	hal	 itu	 tidak	akan	menghilangkan	keselamatannya.	Kasih	Allah	memaklumi	setiap	kelemahan	manusia	ketika	jatuh	dalam	dosa.16		Pada	dasarnya	penulis	adalah	seorang	yang	selama	ini	bahkan	hingga	kini	lebih	mengambil	 sikap	 untuk	 lebih	 banyak	 setuju	 pada	 pandangan-pandangan	 Calvinisme.	Bahkan	 termasuk	 pada	 kajian	 keselamatan	 orang	 yang	 melakukan	 bunuh	 diri	 pada	penelitian	 ini,	 sesunggunya	 penulis	 dalam	 beberapa	 hal	 juga	 merujuk	 pada	 teori	Yohannes	Calvin.	Penulis	sangat	percaya	bahwa	pilihan	Allah	tidak	mungkin	dibatalkan	oleh	tindakan	apapun	dari	manusia.	Namun	demikian	pada	konteks	tindakan	bunuh	diri	seseorang	 bukan	 semata-mata	 karena	 tindakan	 itu	 yang	 menghilangkan	keselamatannya,	melainkan	pada	hakikatnya	bahwa	pengakuan	iman	sebelum	matinya	pelaku	bunuh	diri	adalah	merupakan	pengakuan	 iman	yang	palsu.	Untuk	menegaskan	pandangan	 ini,	 penulis	 akan	 memberikan	 pertanyaan-pertanyaan	 untuk	 menghantar	setiap	pembaca	bahwa	sungguh	tindakan	bunuh	diri	adalah	sebagai	sebuah	penyataan	ultima	dari	kepalsuan	iman	seseorang	yang	melakukan	bunuh	diri;	1. Bagaimana	 menentukan	 ukuran	 berat-ringannya	 sebuah	 penderitaan	 yang	dihadapai	 seseorang	 sehingga	 Allah	 pun	 harus	 memakluminya	 dan	 akirnya	melegitimasi	 sebuah	 tindakan	 bunuh	 diri	 sebagai	 sebuah	 tindakan	 yang	 tidak	akan	mempengaruhi	keselamatan	kekal	seseorang?	2. Apakah	 tindakan	Allah	untuk	memaklumi	kelemahan	manusia	 itu	 sampai	pada	titik	 dimana	 seseorang	 dengan	 sengaja	 dan	 sadar	 atas	 resiko	 tindakan	pembunuhan	yang	dilakukan,	yakni;	menghantar	dirinya	sendiri	pada	kematian	dengan	demikian	telah	sengaja	dan	sadar	meniadakan	ruang	kesempatan	untuk	pertobatan?	3. Kalau	demikian	adanya	bahwa	sebuah	penderitaan	memperbolehkan	kita	untuk	mengakihiri	 kehidupan	 di	 dunia	 ini,	 bukankah	 Surga	 itu	 sebuah	 kerinduan	karena	 disana	 penuh	 nikmat	 tiada	 tara,	 mengapa	 setiap	 orang	 percaya	 tidak	mempercepat	 waktunya	 menuju	 kesana	 dengan	 jalan	 bunuh	 diri?	 Bukankah	pandangan	 seperti	 ini	 menjadi	 salah	 satu	 dasar	 bagi	 orang	 yang	 melakukan	bunuh	diri	yakni	untuk	menghindari	dunia	yang	penuh	pendertiaannya?	Gagasan	ini	 sangatlah	 berbahaya	 dan	 sangat	 bertentangan	 dengan	 maksud	 kedaulatan	Allah	 yang	menghendaki	 setiap	 umat-Nya	melalui	 seluruh	 eksistensi	 hidupnya	menjadi	 penyataan	 kasih	 Allah	 bagi	 dunia!	 Kalaupun	 kematian	 jasmani	 harus	nyata	sebagai	akibat	dari	dosa	menuju	penyataan	kesempurnaan	anugerah	Allah	adalah	berdasrkan	penetapan	Allah	bagi	penyucian	umat-Nya.17	Kata	penetapan	terhadap	 kematian	 orang	 percaya	 tentu	 sangat	 misteri	 dan	 tidak	 mungkin	 di	tebak.	 Namun	 demikian	 sangat	 tegas	 bahwa	 orang	 yang	 membunuh	 dirinya																																																														16	Ibid.,…Donna,	Sylva,	57.	17	Louis	Berkhof,	Teologi	Sistematika;	Doktrin	Akhir	Zaman,	Terjemahan	Yudha	Thianto	(Surabaya:	Momentum,	2008),	22.	
JURNAL	LUXNOS	
	Volume	7	Nomor	1,	Juni	2021	
	 31	
sendiri	 tidak	 mungkin	 atas	 penetapan	 Allah.	 Sebab	 tidak	 mungkin	 Allah	menghendakai	umat	pilihan-Nya	jadi	pembunuh.	4. Mungkinkah	 seorang	 yang	 sudah	 dipilih	 Tuhan	 akan	 mengalami	 kelumpuhan	logika	 sehingga	 tidak	mampu	 lagi	 untuk	mengandalkan	 imannya	 kepada	 Allah	dalam	bertahan	melawan	semua	derita?	Bukankah	predestinasi	dan	providensia	Allah	bagaikan	dua	sisi	mata	uang	yang	tidak	terpisahkan?	Penulis	 menyadari	 bahwa	 tidak	 mudah	 untuk	 menentukan	 jawaban-jawaban	terhadap	 semua	 pertanyaan-pertanyaan	 diatas.	 Akan	 tetapi	 penulis	 akan	 berusaha	memberikan	 jawaban-jawaban	 berdasarkan	 kacamata	 Alkitab	 berkenaan	 dengan	tindakan	 bunuh	 diri	 ini .	 Bukan	 dalam	 rangka	 menghakimi	 akan	 iman	 dan	keselamatan	 seseorang,	 melainkan	 untuk	 menyajikan	 sebuah	 perspektf.	 Alkitab	 jelas	berbicara	bahwa	tidak	ada	usaha	manusia	untuk	memperoleh	Sorga,	melainkan	hanya	oleh	 kasih	 karunia	 Allah	 (Ef.	 2:8,9).	 Allah	 yang	 berdaulat	 memilih	 siapa	 yang	dikehendaki-Nya	untuk	diselematakan.	Namun	demikian	pemilihan	Allah	(predestinasi)	terhadap	 manusia	 untuk	 menerima	 anugerah	 keselamatan	 akan	 di	 serta	 dengan	pemeliharaan-Nya	 (providensi).	 Predestinasi	 dan	 provinedensia	 Allah	 terjadi	 supaya	setiap	 orang	 diselamatakan	 dan	 keselamatan	 itu	 bertujuan	 untuk	 memuliakan	 Allah	melalui	 seluruh	 eksistensi	manusia	 baik	 di	 bumi	maupun	 di	 surga,	 itulah	 kedaulatan	Allah	 (band.	Rom.11:36).	Sehingga	sekalipun	masih	memungkinan	bagi	orang	percaya	untuk	melakukan	dosa	di	dunia	ini,	namun	karena	kedaulatan	Allah	tidak	mungkin	tidak	memberikan	ruang	untuk	menyesali	dan	mengakui	dosanya.	Kesempatan	pengakuan	itu	pasti	 diberi.	 Tujuannya	 bukan	 supaya	 diselamatkan	 kembali,	melainkan	 peristiwa	 itu	menjadi	penyataan	kasih	Allah	pada	setiap	orang	percaya	dan	juga	pada	dunia.	Penulis	setuju	 bahwa	 keselamatan	 tidak	 akan	 pernah	 hilang	 dari	 seseorang	 yang	 telah	dianugerahi	 oleh	 Kedaulatan	 Allah	 sebagaimana	 yang	 dianut	 oleh	 kalangan	 Calvinis.	Namun	 demikian	 buah	 keselamatan	 itu	 harus	 selalu	 nyata	 dalam	 buah-buah	kehidupannya	dan	terpancar	hingga	pada	akhir	pertandingannya	di	dunia	ini	tetap	setia	pada	otoritas	Allah.	Kelemahan	manusia	karena	masih	hidup	di	dalam	daging	yang	tidak	sempurna	 dan	 juga	 karena	masih	 berada	 dalam	Dunia	mungkin	 saja	 seseorang	 dapat	jatuh	ke	dalam	dosa,	namun	Alkitab	berkata	bahwa	seseorang	yang	 sungguh-sungguh	ahli	waris	 kerajaan	 Sorga,	 takkan	 jatuh	 sampai	 tergeletak,	 karena	 akan	ditopang	 oleh	tangan	Tuhan	(lih.	Maz.	37:23-26).		Calvin	dalam	buku	 Institutio,	mengelompokkan	manusia	pada	empat	golongan	antara	lain:	1. Karena	 tidak	 diperlengkapi	 dengan	 pengetahuan	 akan	 Allah,	 maka	 manusia	terbenam	dalam	penyembahan	berhala,	2. Memang	diberi	tahu	mengenai	rahasia-rahasia	iman	tetapi	karena	kehidupannya	penuh	 kecemaran,	 dengan	 perbuatannya	 mengingkari	 Allah	 yang	 dia	 akui	dengan	bibir,	dan	hanya	namanya	saja	orang	Kristen,	
JURNAL	LUXNOS	
	Volume	7	Nomor	1,	Juni	2021	
	 32	
3. Adalah	 orang	munafik	 yang	menutupi	 kejahatan	 hatinya	 dengan	 berpura-pura	baik;	4. Dilahirkan	 kembali	 oleh	 Roh	 Allah	 dan	 menjalani	 kesalehan	 hidup	 dengan	benar.18	Maka	lebih	lanjut,	Yohannes	Calvin	memberikan	penjelasan	terhadap	golongan-golongan	manusia	diatas	merujuk	pada	pandangan	Agustinus	yang	mengatakan;	“Semua	 orang	 yang	 terasing	 dari	 ibadah	 kepada	 Allah	 yang	 Esa,	 sekalipun	dianggap	pantas	dikagumi	karena	harumnya	kebajikan	mereka	(seperti	golongan	manusaia	 pertama),	 tidak	 layak	 mendapat	 imbalan,	 bahkan	 harus	 mendapat	hukuman,	 oleh	 karena	 mereka	 mengotori	 pemberian	 –	 pemberian	 Allah	 yang	suci	 dengan	 kecemaran	 hati	 mereka.	 Hal-hal	 yang	 benar	 senantiasa	 bertujuan	supaya	Allah	dilayani:	segala	sesuatu	diarahkan	ketujuan	lain,	sudah	sewajarnya	kehilangan	 nama	 kebenaran.	 Dan	 karena	mereka	 tidak	memperhatikan	 tujuan	yang	 ditetapkan	 oleh	 hikmat	 Allah,	 maka	 karya	mereka,	 meskipun	 tampaknya	dilaksanakan	dengan	baik,	adalah	dosa,	sebab	maksudnya	jahat.	Sebab,	kesetiaan	dalam	melaksanakan	kewajiban-	kewajiban	tidaklah	diukur	menurut	perbuatan,	tetapi	menurut	maksud	yang	di	tentukan	oleh	kedaulatan	Allah.	Hal	 ini	berlaku	juga	 bagi	 golongan	manusia	 yang	 kedua	 dan	 yang	 ketiga	 seperti	 yang	 disebut	dalam	pembagian	di	atas”19		Herman	 Bavinck	 dalam	 buku	 yang	 berjudul	 Dogmatika	 Reformed,	 Jilid	 3,	mengatakan;	 “	Didalam	1	Yohanes	5:16,	kita	kemabli	mendapati	kesaksian	bahwa	ada	suatu	 dosa	 yang	 karena	 naturnya	 cenderung	 mambawa	 kepada	 kematian	 tanpa	konversi	 (pertobatan)	 dan	 yang	 untuknya	 Yohanes	 tidak	 mengatakan,	 yaitu	 tidak	memerintahkan,	bahwa	kita	harus	berdoa.	Jika	iman	seseorang	yang	dipilih	oleh	Allah,	tidak	 akan	 sampai	 melakukan	 dosa	 tanpa	 pertobatan.” 20 	Augustine	 di	 dalam	menanggapi	 kasus	 bunuh	 diri	 yang	 dilakukan	 oleh	 para	wanita	 yang	 telah	 diperkosa	oleh	 para	 Barbarian	 yang	 menyerbu	 kota	 Roma,	 menyatakan	 bahwa	 manusia	 wajib	memelihara	 harta	 milik	 Allah	 yang	 dipercayakan	 kepadanya.		 Tubuh	 dan	 jiwa	 kita	adalah	kepunyaan	Allah	dan	orang	yang	bunuh	diri	berdosa	terhadap	Penciptanya.		Bagi	Augustine,	 bunuh	 diri	 bukan	 hanya	 pelanggaran	 langsung	 atas	 perintah	 keenam,	“Jangan	 membunuh”,	 melainkan	 suatu	 dosa	 yang	 tak	 terampuni	 yang	 merampas	kesempatan	pertobatan	dan	penyesalan.21	Berdasarkan	 uraian	 pembahasan	 di	 atas	maka	 beberapa	 pokok	 yang	menjadi	hasil	dari	penelitian	ini	adalah	sebagai	berikut:		
1. Dari	berbagai	ayat	firman	Tuhan,	seperti;	Kejaidan	2:7,	Nehemi	9:6,	Ayub	12:	10,	Ulangan	32:39,	1	Samuel	2:6,	Pengkhotbah	8:8a,	Keluaran	20:13,	Ulangan	5:17,	1	Koritus	 6:19-20,	 nyata	 dan	 jelas	 bahwa	 betapa	 tindakan	 bunuh	 diri	 adalah	tindakan	 yang	 sangat	 ditentang	 oleh	 Allah.	 Dengan	 sengaja	 dan	 sadar	 tanpa	dorongan	 dari	 pihak	 manapun	 pada	 titik	 tertentu	 manusia	 telah	 menjadikan	dirinya	Tuan	 atas	 dirinya	 dan	melakukan	 tindakan	 bunuh	diri.	 Jelas	 jenis	 dosa	seperti	 ini	 adalah	 dosa	 penyangkalan	 akan	 otoritas	 dan	 kedaulatan	 Allah.	Sehingga	 dosa	 tindakan	 bunuh	 diri	 adalah	 tanda-tanda	 ultima	 dari	 seorang	pelaku	 pembunuhan	 bahwa	 sesungguhnya	 orang	 ini 	 bukanlah	 golongan	pewaris	keselamatan	kekal.	2. Bahwa	 orang	 yang	 melakukan	 bunuh	 diri	 bukanlah	 pilihan	 Allah.	 Sebab	pemilihan	 Allah	 pasti	 sempurna	 karena	 di	 sertai	 dengan	 providensia-Nya	sehingga	menjadikan	umat	pilhan-Nya	 tidak	 akan	menyangkali	 kedaulatan-Nya	melalui	tindakan	bunuh	diri.	3. Umat	 pilihan	 Allah	 masih	 mungkin	 berdosa,	 tetapi	 dosa	 yang	 dimaksud		bukanlah	jenis	dosa	bunuh	diri	yang	membawa	pada	maut.	Dengan	providensia	Allah	bagi	umat	pilihan	pasti	memberikan	ruang	untuk	pengakuan	(pertobatan)	tatkala	jatuh	dalam	dosa	(band.	Maz.	37:23-26).	4. Ketika	dosa	seseorang	telah	membawanya	pada	kematiannya	maka	itu	menjadi	sebuah	 indikator	 bahwa	 orang	 itu	 tidak	 diperkenankan	 untuk	 menikmati	pembaruan	 iman,	 dengan	 kata	 lain	 bahwa	 orang	 ini 	 ditolak	 oleh	 Allah	karena	telah	menyangkali	otoritas	Tuhan.			Kesimpulan	Sebagai	umat	pilihan	Allah,	orang	percaya	di	panggil	untuk	menjadi	saksi-saksi	Allah.	Menikmati-Nya	bukan	saja	dalam	peristiwa-peristiwa	suka	namun	juga	pada	saat	peristiwa	 duka.	 Peristiwa	 duka	 menghantarkan	 manusia	 untuk	 mengenang	kesengsaraan	 Kristus	 dan	 sekaligus	mendorong	 untuk	 tetap	melekat	 dan	 bergantung	terus	pada	Allah.	Sementara	peristiwa	suka	mengingatkan	orang	percaya	untuk	selalu	bersyukur	 atas	 kemurahan	Allah.	 Tubuh	 adalah	 bait	 Allah,	 tempat	 Allah	 bersemayam	yang	berarti	bahwa	segala	laku	orang	percaya	harus	memanifestasikan	sifat-sifat	Allah	di	 tengah-tengah	 dunia	 ini.	 Allah	 adalah	 pemberi	 hidup	 dan	 Dia	 jugalah	 sebagai	pemiliknya.	 Oleh	 karena	 itu	 tubuh	 tidak	 boleh	 dimatikan	 oleh	 siapapun	 kecuali	 oleh	kehendak	Allah.	Oleh	karena	itu	jikalau	seseorang	telah	melakukan	tindakan	bunuh	diri	maka	dia	telah	menyangkali	kedaulatan	Allah	sebagai	pemberi	dan	pemilik	hidup.	Orang	yang	melakukan	tindakan	bunuh	diri	berarti	menolak	hidup.	Oleh	 karena	 itu,	 beberapa	 hal	 yang	 menjadi	 kesimpulan	 dari	 penelitian	 ini	adalah:	
1. Tindakan	 bunuh	 diri	 adalah	 merupakan	 tindakan	 sadar	 dan	 sengaja	 untuk	mematikan	 diri	 sendiri	 yang	 dipahamai	 sebagai	 jalan	 untuk	 menghindari	penderitaan.	2. Keterpisahan	 hidup	 dengan	 tubuh	 Kristus	 menjadi	 faktor	 utama	 seseorang	secara	tersu	menerus	diperbudak	oleh	dosa,	hingga	terjadi	tindakkan	bunuh	diri	pada	 orang-orang	 tertentu	 (band.	 2	 Kor.	 5:17).	 Karena	 keberadaannya	 diluar	Kristus,	 maka	 ketika	 masalah	 datang	 ukuran-ukuran	 kebaikan	 atas	 persoalan	untuk	mengambil	keputusan	adalah	dirinya	sendiri	bukan	otoritas	Kristus.	Ego	manusia	batiniah	pelaku	bunuh	diri	yang	terus	yakin	dan	berjuang	pada	ukuran	hukum	dan	perbuatan-perbuatannya	yang	dianggapnya	dapat	meraih	sorga,	hal	itulah	yang	merusak	seuluruh	tatanan	kehidupannya	hingga	pada	kematiaanya.	3. Predestinasi	dan	provinedensia	Allah	 terjadi	 supaya	 setiap	orang	diselamatkan	dan	 keselamatan	 itu	 bertujuan	 untuk	 memuliakan	 Allah	 melalui	 seluruh	eksistensi	manusia	baik	di	bumi	maupun	di	sorga,	itulah	kedaulatan	Allah	(band.	Rom.11:36).	Sehingga	sekalipun	masih	memungkinkan	bagi	orang	pilihan	Allah	untuk	 melakukan	 dosa	 di	 dunia	 ini,	 namun	 karena	 kedaulatan	 Allah	 tidak	mungkin	 tidak	 memberikan	 ruang	 untuk	 menyesali	 dan	 mengakui	 dosanya.	Kesempatan	pengakuan	 itu	pasti	diberi	 (tujuannya	bukan	supaya	diselamatkan	kembali,	 melainkan	 peristiwa	 itu	 menjadi	 penyataan	 kasih	 Allah	 pada	 setiap	orang	percaya	dan	juga	pada	dunia).	Tanda	inilah	yang	tidak	dimiliki	orang	yang	melakukan	dosa	bunuh	diri	(band.	Maz.	37:23-23,	1	Yoh.	1:5-10).






 
 
.jpg) 
