teologi 17

  
Tulisan ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: pertama, mendeskripsikan 
studi  teoretis pendekatan praksis teologis; kedua,  menjelaskan implikasi 
praksis-teologis fondasi pendidikan Agama Kristen. Metode yang 
dipakai  yaitu  analisis deskriptif terhadap studi  pustaka yang berkaitan 
dengan tema fondasi Pendidikan Agama Kristen. Penelitian ini memiliki 
kesimpulan bahwa pendekatan praktis teologis dalam fondasi pendidikan 
agama Kristen terwujud dari penerapan kebenaran ke dalam kehidupan 
yang bisa dipakai  dengan percaya diri sebagai fondasi Alkitabiah, dan  
mencari petunjuk definitif dari prinsip-prinsip umum yang ditawarkan oleh 
teologi. 
Teologi Kristen, dalam arti yang paling teknis dan sederhana, yaitu  bidang ilmu yang 
mengartikulasikan pengertian makna Allah dalam kehidupan kita berdasar  penyelidikan 
yang sistematis dan teliti, baik terhadap tradisi iman Kristen maupun pengalaman hidup dari 
orang-orang. Para teolog memiliki kecakapan-kecakapan dan pendidikan yang khusus untuk 
melaksanakan riset sehingga memberi mereka kompetensi untuk menafsirkan, menjelaskan 
dan mengembangkan makna dari tradisi iman kita karena makna dari tradisi iman kita saling 
berhubungan dengan situasi manusia disetiap waktu dalam sejarah.
 Dari pendekatan praksis teologi dalam perspektif pendidikan agama Kristen memiliki 
dua arah yang mempertahankan “theoria” dan “praksis” dalam kesatuan dialektis. Pertama-
pertama, pendidikan dalam tradisi iman Ktisten dan atas nama (yakni “dari” dalam) 
komunitas Kristen harus diinformasikan oleh pemahaman mutakhir yang terbaik yang orang 
Kristen miliki dari tradisi mereka. Pendidikan agama Kristen yang tidak diinformasikan 
teologi yaitu  sebuah penyimpangan yang sangat mungkin menggagalkan tujuan pendidikan 
agama Kristen yang diharapkan. Bahwa pendekatan berbagi praksis juga harus 
diinformasikan oleh teologi Kristen yang dapat dipercaya. Program-program pelatihan guru 
bagi para pendidik agama Kristen harus memperhatikan pembentukan teologis dan 
perkembangan pendidikan.  
Di sisi lain, meskipun pendidikan agama Kristen harus diinformasikan oleh 
pengetahuan teologi yang dapat dipercaya, para pakar harus juga diinformasikan oleh iman 
yang hidup dari komunitas Kristen. Pada saat para pakar memberi perhatian pada sumber-
sumber tradisi, mereka harus juga diinformasikan oleh pengalaman historis masa kini dari 
komunitas iman yang direfleksikan dari sudut tradisi itu. Dalam arti ini, teologi harus timbul 
dari dan diinformasikan oleh refleksi atas tindakan Kristen masa kini yang terjadi dalam 
kelompok berbagi praksis. Sesungguhnya, ketika sekelompok orang merefleksikan 
pengalaman historis masa kini secara kritis dari sudut Cerita/Visi Kristen dikatakan sedang 
“berteologi”. Teologi harus timbul dari praksis Kristen sebanyak teologi harus 
menginformasikan praksis Kristen yang selanjutnya. Kita harus memandang teologi dan 
pendidikan agama Kristen sebagai mitra yang setara dalam panggilan komunitas Kristen 
untuk menghidupkan iman di mana komunitas Kristen meminta untuk percaya dan 
membentuk orang-orang di dalamnya. Tanpa hubungan kerja sama timbal balik kedua usaha 
itu  sangat miskin.
 Fenomena yang ada memperlihatkan bahwa sebagian pendekatan praksis teologi 
hanya menekankan kompetensi untuk menafsirkan, menjelaskan pembebasan yang 
kontekstual tanpa memperhatikan penerapan praktis teologis terhadap pendidikan agama 
Kristen. Richard P.Mc Brien mengatakan bahwa Teologi yang baik sangat penting bagi 
pendidikan agama yang baik; dan teori serta praktik pendidikan yang baik sangat penting 
untuk mempelajari dan mengkomunikasikan teologi yang baik. Akibatnya, tidak ada 
                                                
hubungan yang lain yang dapat diterima antara pendidikan agama dan teologi kecuali 
hubungan saling menghargai dan kerja sama.
 Fenomena yang ada memperlihatkan bahwa mengomunikasikan teologi melalui studi 
kritis Alkitab selalu mulai dengan mempertanyakan segala sesuatu yang sudah diterima 
umum, khususnya Gereja dan orang Kristen; bahkan mempertanyakan ulang yang sudah 
mendarah daging. Hal itu terjadi juga karena kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan oleh 
studi kritis itu  sering kurang dapat diterima oleh banyak orang.4 Untuk itu diperlukan 
orang-orang yang mampu menerapkan teologi secara praktis dalam pendidikan agama 
Kristen, karena Pendidikan Agama Kristen bersumber dari Alkitab.  
 Dasar teologis pendidikan agama Kristen yaitu  alasan alkitabiah tentang pentingnya 
pendidikan agama Kristen yang terdiri dari tugas, proses dan tujuan pendidikan agama 
Kristen. Dasar teologis terdapat dalam Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20). Dengan 
memperhatikan perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus kepada para murid-Nya sebelum 
kenaikan-Nya ke surga, yaitu “pergilah”, “jadikanlah”, “semua bangsa murid-Ku”, 
“baptislah”, dan “ajarlah”. Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan para murid 
Kristus, yaitu memberitakan injil, membaptis dan mengajar. Pendidikan Agama Kristen 
berhubungan dengan mengajar.  
Sasaran menginjil, membaptis dan mengajar yaitu  menjadikan mereka sebagai murid 
Kristus. Proses Pendidikan Agama Kristen yaitu  memuridkan (2 Tim. 2:2). Ayat itu  
menekankan bahwa tujuan mengajar yaitu  agar dapat mengajar kepada orang lain. Inilah 
yang dimaksud dengan pemuridan.5 Para pendidik Kristen terpanggil untuk tetap setia di 
dalam teori dan praktik pendidikan Kristen terpanggil untuk kembali mengevaluasi pikiran 
dan praktik yang berkaitan dengan pendidikan Kristen. Alkitab yaitu  sebuah instrument 
kritis yang mampu membedakan dan menilai para pendidik, peserta didik, serta proses 
pendidikan.6 
 Berkenaan dengan dasar teologis yang dinyatakan dalam Alkitab yang disebut firman 
Allah. Hal ini mengenai seluruh isi Alkitab, pendidikan agama bersifat relevan, yang artinya 
memiliki  relasi atau hubungan langsung dengan orang yang menjadi objek pendidikan itu.7 
Saat menekankan otoritas esensial dari Kitab Suci sebagai orang Kristen Injili telah diarahkan 
untuk memegang teguh kepada sumber Alkitab di dalam seluruh area iman dan kehidupan 
                                                
mereka dengan serius. Karena itu, berkaitan dengan pendidikan, orang Injili berpaling kepada 
Kitab Suci dan berbagai prinsip teologi Alkitabiah didalam mempertimbangkan berbagai 
prinsip, yang menjadi dasar dalam usaha pembangunan teori dan praktik pendidikan.  
Umumnya, kelompok Injili cenderung menekankan pendekatan teologi dalam 
pendidikan dan bukannya pada pendekatan lain yang menyoroti ilmu sosial. Karena itulah 
orang Injili lebih menyukai istilah pendidikan Kristen, daripada pendidikan agama, untuk 
menegaskan penekanan pada perbedaan aspek-aspek kekristenan dalam teologi yang 
memandu pola pikir dan praktik pendidikan mereka yang menekankan eksplorasi berbagai 
prinsip-prinsip teologi dan menekankan hubungan.8 
 berdasar  latar belakang masalah itu  diatas yang diuraikan berdasar  
Pendekatan Praksis Teologi dalam Persepektif Pendidikan Kristen. Maka penulis membatasi 
dengan pertanyaan yakni: Pertama, apakah pendekatan praksis teologis itu? Kedua, apakah 
implikasi pendekatan praksis teologis terhadap fondasi pendidikan Agama Kristen? Ketiga, 
bagaimanakah fondasi pendidikan Agama Kristen dalam pendekatan praksis teologis? 
Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian pustaka yang 
berkaitan dengan permasalahan yang ditulis. Data primer yang dipakai  yaitu  buku-buku 
yang berkaitan langsung dengan objek penelitian, data dari internet, jurnal dan karangan yang 
tidak diterbitkan serta beberapa sumber yang menyangkut topik yang diteliti. 
 
 Metodologi yang dipakai  dalam artikel ini yaitu  deskriptif dengan pendekatan 
kualitatif pada literatur (pustaka). Penulis menggunakan padangan teori para ahli tentang 
Pendidikan Kristiani dan berbagai pendekatannya, termasuk di dalamnya pendekatan praksis. 
Pendekatan praksis diusulkan sebagai pendekatan yang dapat dipakai  dalam membuat 
fondasi teori Pendidikan Agama Kristen. Penulis menguraikan berbagai teori dan 
kemungkinan untuk mengaplikasikan pendekatan itu  sebagai fondasi Pendidikan Agama 
Kristen. 
 
 Dalam penulisan karya ilmiah ini memiliki tujuan penulisan yakni :Pertama, Untuk 
mengetahui tentang studi  teoritis pendekatan praksis teologis. Kedua, Untuk memaparkan 
implikasi pendekatan praksis teologis terhadap pendidikan agama Kristen.Ketiga, Untuk 
mengetahui studi  fondasi pendidikan agama Kristen dalam pendekatan praksis teologis. 
                                                 
 Kata “teologi” berasal dari bahasa Yunani koine, namun  memperoleh makna dalam 
Latinnya oleh para penulis Kristen. Teologi yaitu  ilmu yang membahas ajaran mengenai 
Allah dan membahas keseluruhan ajaran dan praktik Kristen. Teologi yaitu  pengetahuan 
adikodrati yang metodis, sistematis dan koheren tetang apa yang diimani sebagai wahyu Allah 
atau berkaitan dengan wahyu itu .9 berdasar  defenisi itu  teologi merupakan ajaran 
yang meliputi dan berhubungan dengan Tuhan. 
 Praksis yaitu  cara mengetahui yang berdasar  hubungan, pengalaman dan bersifat 
reflektif, dimana dengan refleksi kritis asas pengalaman yang hidup, orang-orang menemukan 
dan mengungkapkan cerita dan visi miliknya sendiri, dan dalam konteks pendidikan Kristen. 
Dengan demikian, praksis itu menggabungkan pengetahuan yang muncul dari pengalaman 
hidup masa kini dengan apa yang diketahui oleh orang-orang Kristen. Selanjutnya pengetahuan 
yang timbul dari perjumpaan dengan cerita dan visi Kristen yang berdasar  
pengalaman/bersifat reflektif menuju iman Kristen yang hidup oleh anugerah Allah.10 Dalam 
sejarah kekristenan konteks teologi membentuk teori pendidikan.  
Pendekatan praktis teologi dalam pendidikan agama kristen berdampak pada respons 
manusiawi yang memahami sikap pluralisme antara satu dengan yang lainya sehingga bersikap 
terbuka terhadap komitmen-komitmen untuk memberi dan menerima penemuan, pemahaman, 
dan transformasi bersama.11 Maka diperlukan pendekatan praksis teologis untuk memilih dan 
menolong para pendidik melaksanakan dan merencanakan pendidikan agama Kristen dengan 
mencerminkan realitas dari kebenaran Alkitabiah.12 Schaeffer menyatakan bahwa ada alasan-
alasan teologis penting dibalik perlunya memiliki  Roh yang lebih Alkitabiah bagi mereka 
yang melayani dalam nama Yesus Kristus. Setiap pendidik Kristen memiliki  satu teologi. 
Pada titik tertentu teologi seseorang harus di demonstrasikan dalam hubungan antara dirinya 
dengan Tuhan, dan antara dirinya dengan orang lain. Dalam hubunganlah kita dapat memeriksa 
nilai, kepercayaan dan perilaku yang mengalir dari keyakinan teologis kita. Karena ada ruang 
untuk perbedaan pendapat dalam masalah-masalah teologis, di dalam gereja harus ada tingkat 
toleransi yang memadai untuk cara seseorang memperlihatkan keyakinan teologis. 
 Efek penentuan teologi yang berkaitan dengan pelayanan sering diperlihatkan dalam 
sebuah alat hierarkis yang disebut “ensiklopedia teologis” sebuah perwakilan visual tentang 
                                                
kesinambungan tafsir Alkitab sampai dengan aplikasi kebenaran. Walaupun presentasi 
ensiklopedik kemajuan dari tulisan kepada hidup mungkin rumit, biasanya skema umumnya 
dapat dikurangi menjadi tiga komponen dasar yaitu sejarah gereja, dogmatik dan kitab suci.
Pada gilirannya, teologi yaitu  untuk menginformasikan praktik kehidupan Kristen. 
 Kekuatan ensiklopedia terletak dalam hal ensiklopedia memperlihatkan bahwa praktik 
kehidupan Kristen (sejarah gereja) dapat dipimpin oleh pemikiran saksama (dogmatika) yang di 
dasarkan pada wewenang Firman Tuhan (Kitab Suci). namun , kemajuan yang diperlihatkan 
dalam ensiklopedia juga mencerminkan sebuah kelemahan dalam banyak dari teori-teori 
Pendidikan Kristen yang ada. Ensiklopedia menghilangkan pengaruh langsung dari Firman 
Tuhan pada kehidupan Kristen dengan disiplin teologis sekunder. Penjelasan teologis yang 
didasarkan atas studi teliti tentang tulisan dalam Kitab Suci sangat membantu. Teologi sangat 
penting bagi praktik kehidupan Kristen. Dengan cara historis langsung, pendekatan 
ensiklopedik menyebabkan  potensi pemisahan komponen-komponen dari pemikiran Kristen 
yang seharusnya tetap bersatu. Hal ini menginsprirasi terjadinya “pembagian” dan 
“departemen” dalam pendidikan teologis yang antara satu dengan lainnya terlalu sering 
bersaing untuk menonjolkan dirinya masing-masing. Hal ini menggambarkan Pendidikan 
Kristen sebagai tambahan ketiga pada studi Alkitabiah dan studi teologi yang sebenarnya.
 Prinsip-prinsip pengorganisasian yang terbaik yang berkatian dengan aspek-aspek 
kognitif, afektif, dan perilaku yang terbuka membawa pada filosofis berbeda. Gangel dan 
Benson menyatakan bahwa secara umum menemukan kebenaran dari sistem dan situasi yang 
dialami oleh Paulus karena membentuk sebuah “sistem” yang tidak menyenangkan bagi lawan-
lawannya dari pola duniawi manapun karena kepedulian utamanya yang bersifat Alkitabiah.
Perkembangan Pendidikan Kristen yang interaktif ini menghasilkan beberapa 
keuntungan. Pernyataan bahwa Kristus dan implikasi pendidikan harus diberikan penekanan 
yang jelas. Penerimaan yang hampir total dari sudut pandang perkembangan struktural dan 
luasnya akomodasi konseptual terhadap pendekatan ini dalam Pendidikan Kristen memberi  
jembatan yang sesuai untuk bergerak dengan cepat dari “dunia dan pandangan hidup” Kristen 
secara umum kepada perencanaan dan rancangan kurikulum pendidikan. Pematangan 
kemampuan kognitif dan moral secara alami yang merupakan pendirian utama develop 
mentalism, secara luas diterima sebagai dasar yang memadai untuk metodologi dalam 
                                                 
pendidikan Kristen. Para pendidik Kristen mengadopsi pendekatan strukturalis sebagai fondasi 
untuk praksis perkembangan moral dan pemeliharaan rohani Kristen.
 Paulus menyediakan sebuah konstruksi (iman, pengharapan dan kasih) untuk penerapan 
kebenaran ke dalam kehidupan yang bisa dipakai  dengan percaya diri sebagai fondasi 
Alkitabiah untuk Pendidikan Kristen di semua usia. Untuk menjadi pedoman yang berwenang 
bagi pelayanan pendidikan, iman, pengharapan dan kasih harus berhubungan dengan petunjuk 
perilaku tertentu yang ditemukan dalam firman Tuhan dalam porsi yang relevan. Pendekatan 
yang dilakukan mencari petunjuk definitive dari prinsip-prinsip umum yang ditawarkan oleh 
teologi. namun , sebagaimana tercatat sebelumnya, terminologi teologi tidak dengan mudah 
dapat diterjemahkan ke dalam kategori-kategori yang membentuk struktur pemikiran 
pendidikan. Dengan tujuan menerima petunjuk yang berwenang dari Kitab Suci, tafsir Alkitab 
harus dicapai melalui pendekatan alami kepada pembaca Kitab Suci. Sebuah metoda historis-
gramatik dari tafsir Alkitab dipakai  untuk menentukan arti ayat-ayat Alkitab dengan analisis 
penggunaan kata dalam konteks tertentu. Baik keadaan historis maupun struktur gramatik dari 
ayat mana pun harus dianalisis dengan seksama. Penyatuan konteks dan isi dari suatu ayat 
menghasilkan tafsir. 
 Teologi yang didasarkan atas penafsiran yang akurat dari Kitab Suci yaitu  bantuan 
yang berharga terhadap pemikian Kristen dan merupakan isi dari banyak instruksi dalam 
Pendidikan Kristen. namun , teologi bukanlah akhirnya. Demikian juga, diperlukan interaksi 
dengan penelitian dan teori ilmu perilaku. Ini memberi  wawasan berharga dan mendorong 
pemikiran kreatif. Dalam Pendidikan Kristen, konstruksi pengetahuan, perspektif dan perilaku 
yang jelas dan penting ini harus dipimpin oleh kesetiaan pada penafsiran historis-gramatik 
dari Kitab Suci. Apalagi dalam konteks Indonesia yang majemuk sehubungan dengan 
kontekstual Erman S. Saragih18 mengemukakan bahwa kebhinekaan sebagai realita yang 
harus dirawat, dijunjung tinggi dan dihormati dalam berbagai aspek hidup melebihi agama. 
Maka teologi dan hermeneutika harus mempertimbangkan konteks dimana pendidikan 
Kristen diajarkan. Pertimbangan konteks ajaran yang benar akan  menghasilkan iman, 
pengharapan, dan kasih dalam perkembangan fondasi Alkitabiah untuk pendidikan Kristen. 
 Sara Little memberi  beberapa kemungkinan hubungan antara teologi dan pendidikan 
Kristen, yaitu: 
a) Teologi yaitu  konten yang harus diajarkan dalam Pendidikan Kristen 
                                                 
b) Teologi yaitu  referensi untuk apa yang harus diajarkan serta untuk metodologi dan 
berfungsi sebagai norma untuk menganalisis karya-karya kritis dan mengevaluasi 
semua pendidikan Kristen 
c) Teologi tidak relevan dengan tugas pendidikan Kristen; karena pendidikan Kristen 
sifatnya Otonom 
d) “Melakukan teologi” atau teologisasi pendidikan Kristen dalam artian 
memampukan seseorang untuk merefleksikan pengalaman dan perspektif mereka 
saat ini di dalam terang iman dan penyataan Kristen 
e) Teologi dan pendidikan Kristen yaitu  dua disiplin ilmu yang berbeda, yang terikat 
secara mutual dan saling bekerja sama untuk  kemajuan kerajaan Allah
  
Teologi bisa dipandang baik sebagai konten maupun norma. Namun, cara penyampaiannya 
tidak harus dipaksakan atau dikomunikasikan dengan cara otoriter, akan namun  bisa dilakukan 
adanya kepekaan terhadap orang yang bersangkutan dan kebutuhannya. berdasar  hal 
itu  maka sama seperti pendidikan Kristen mampu berkontribusi pada tugas-tugas teologi, 
teologi juga bisa berkontribusi pada pendidikan Kristen.  
 Teologi bisa memberitahu apakah praktik pendidikan Kristen yang dilakukan sudah 
sesuai dengan Alkitab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan 
kekonsistenan terhadap nilai-nilai Alkitab. 

 Proses sosialisasi Pendidikan Agama Kristen di kalangan keluarga Yahudi dalam 
Perjanjian Lama dicerminkan dalam pengertian „didache‟. Didache dalam Perjanjian Lama, 
merupakan inti dari pendidikan Yahudi, yang dasarnya dimulai dalam keluarga. Didache 
sendiri dapat diartikan sebagai jalan pengajaran atau jalan hidup, dalam hal ini dimaksudkan 
tidak hanya sebagai tindakan namun  isi dari pengajaran itu. Dalam Ulangan 6:4-6, yang dikenal 
sebagai syema yisrael, semacam kalimat syahadat yang harus diajarkan bapak Yahudi kepada 
seisi rumahnya, dan diulang-ulang oleh setiap orang Yahudi untuk mengingatkan mereka akan 
Tuhan Allah orang Israel dan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar. Dalam didache ini berpusat 
pada diri dan pekerjaan Yesus. Sejak dari permulaan Injil, Yesus digambarkan sebagai guru, 
yang membuat para imam dan ahli taurat tercengang oleh ajaran-Nya (didache). 
 
Penyataan Allah dan Hikmat di dalam Alkitab 
 Melalui Alkitab kita selayaknya belajar bagaimana Allah pencipta dunia dengan tanda-
tanda yang nyata dibedakan dari seluruh kelompok berhala di dunia. Allah dinyatakan kepada 
kita di dalam Alkitab sebagai Pembuat dunia, dan kepada kita ditunjukkan pula apa yang harus 
kita ketahui tentang Dia, supaya kita tidak tersesat ke sana ke mari dalam usaha mencari salah 
                                                
satu ilah yang tidak pasti  Sesudah itu menyusul para gembala dan pengajar yang  kapanpun 
tak bisa tidak ada di dalam Gereja. Perbedaan antara kedua jabatan ini yaitu : pengajar tidak 
memegang pimpinan dalam hal disiplin Gereja ataupun pelayanan sakramen, atau dalam hal 
peringatan dan teguran, namun  hanya dalam hal tafsiran Alkitab, supaya ajaran yang murni dan 
sejati terpelihara di antara orang-orang percaya. Akan namun , jabatan gembala mencakup semua 
itu.
 Hikmat yang Alkitabiah itu bersifat religius dan praksis. Hikmat seperti itu muncul dari 
takut akan Tuhan (Ayb.28:28; Mzm.111:10; Ams.1:79:10), kemudian bertumbuh sampai ke 
semua aspek kehidupan. Hikmat memberi  ide-ide yang mendalam yang diperoleh dari 
pengetahuan tentang jalan-jalan Allah dan perlu diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 
 Implikasi pendidikan Kristen dalam Perjanjian Lama, yang pertama yaitu  Allah 
memberi  hikmat dan manusia bergantung pada anugerah-Nya untuk bisa memahami 
hikmat.24 Oleh karena itu, hikmat yang terpisah atau tidak konsisten dengan kebenaran 
penyataan Allah. Pendidikan pada dasarnya harus berpusat kepada Allah, dengan memandang 
Allah sebagai sumber. Para pendidik dipanggil untuk mengintegrasikan semua bidang 
pengetahuan dengan penyataan Allah.Implikasi kedua yaitu  pendidikan harus memiliki  
dampak terhadap hidup orang dan seharusnya dapat memampukan mereka untuk menangkap 
konsekuensi praktis dari kebenaran yang dipelajari atau diteliti dengan seksama. Oleh karena 
itu, imbauan yang bernuansa sangat teoritis dan akademik yang menyentuh tataran rasio, 
namun terpisah dari perasaan dan tindakan, tidaklah dapat dikatakan bahwa imbauan itu  
selaras dengan tradisi Alkitab.  
Pertanyaan-pertanyaan tentang karakter, etika, dan gaya hidup, patut diajukan dalam 
kerangka berpikir tentang bagaimana kebenaran dan komitmen itu dikaitkan dengan seluruh 
area kehidupan. Untuk itu, dibutuhkan perspektif tentang pendidikan yang holistik dan 
terintegrasi yang akan memengaruhi kepala, hati, dan tangan para pendidik dan peserta didik.
Implikasi ketiga bagi pendidikan yaitu  bahwa mereka yang berstatus pendidik harus 
dievaluasi untuk melihat sejauh mana mereka telah mennjukkan kepemilikan akan karunia 
hikmat yang dari Allah.  
                                                
Pada akhirnya para pendidik bertanggung jawab kepada Allah atas penggunaan karunia 
yang mereka miliki dan juga bertanggung jawab kepada para peserta didik dalam 
mmembagikan hasil studi  mereka. Pendekatan pendidikan yang secara eksklusif menekankan 
pada pembelajaran yang diarahkan kepada siswa mungkin tidak cukup memberi  peluang 
bagi pendidik untuk membagikan, mengkontekstualisasikan norma-norma yang menunjukkan 
bagaimana seharusnya orang menjalani hidup ini.26 
 Melengkapi  pendidikan dalam Perjanjian Baru mencakup tiga basis, yaitu basis 
pertama bagi pemberitaan Injil yang menekankan pentingnya kerygma secara eksplisit dan 
aktif, maka basis ini juga melambangkan pendidikan tentang pemberitaan Injil. Pendidikan 
tentang pemberitan Injil mengacu pada proses belajar-mengajar yang lebih bersifat reseptif dan 
implisif, yaitu pengajaran yang terjadi melalui kesaksian iman Kristen lewat perkataan dan 
perbuatan. basis kedua melambangkan pendidikan bagi komunitas persekutuan dengan Allah 
dan orang Kristen lainnya. Pendidikan ini mencakup proses pelatihan, pengajaran, dan 
pemeliharaan, yang memampukan seseorang untuk bertumbuh dan dewasa dalam iman.  
 Firman Tuhan juga menunjukkan secara eksplisit bahwa pendidikan yang harus 
diberikan orangtua kepada anak-anaknya pada dasarnya harus bersifat religius. Sebenarnya, 
penekanannya sangat eksklusif pada pendidikan agama yang tampak seakan-akan dianggap 
sebagai pendidikan yang utuh. Hal ini dapat dijelaskan berdasar  kenyataan bahwa Alkitab 
pada dasarnya berurusan dengan kebutuhan religius dan moral seorang manusia, maka agama 
pun dianggap sebagai hal yang fundamental, hal yang sangat mendasar dari kehidupan seorang 
manusia. Oleh sebab itu, pendidikan mana pun tidak akan baik dan memuaskan kalau tidak 
diwarnai dengan semangat agama.  
Marilah kita memperhatikan beberapa bagian yang menegaskan hal ini. Dalam Kejadian 
18:19 kita dapat menemukan Allah berkata mengenai Abraham, “ Sebab Aku telah memilih 
dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap 
hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan 
supaya Tuhan memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya”. Melalui kata-
kata ini kita diberi tahu alasan mengapa Allah memutuskan untuk memberi Abraham sebuah 
pengertian mengenai keputusan-Nya untuk menghancurkan kota-kota lembah Yordan.Abraham 
dipilih oleh Allah untuk menjadi bapa dari sebuah bangsa yang besar dan menjadi berkat bagi 
semua bangsa di bumi. 
                                                 
namun  supaya janji-Nya kepada Abraham dapat dipenuhi dan Tuhan dapat memberi  
berkat yang dijanjikan, Abraham harus mengajarkan kepada keturunannya “supaya tetap hidup 
menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan melakukan kebenaran dan keadilan”. Dan 
supaya dia dapat menjadi guru yang benar-benar efektif yang mengajarkan bahwa berkat dari 
Yahweh hanya dapat dinikmati dengan ketaatan, dan ketidaktaatan diganjar maut, maka harus 
diberitahukan kepadanya bahwa kota-kota lembah Yordan akan dihancurkan karena tuntutan 
keadilan dan kebenaran. 
Kitab Ulangan memperingatkan bangsa Israel untuk selalu rajin mengingatkan anak-
anak mereka mengenai pekerjaan ajaib Allah yang telah memimpin bangsa itu di masa lalu 
supaya anak-anak ini melayani Allah dengan kerelaan hati.dan kita mendengar apa yang dapat 
dianggap sebagai jawaban sukacita dari orang Israel yang benar terhadap semua peringatan 
ini. 
 Para pendidik Injili secara sadar memegang penyataan Alkitab dan mengklaim bahwa 
mereka berada “di bawah firman Allah”. Firman Allah yang tertulis yaitu  Kitab Suci di dalam 
keutuhannya serta keragaman isinya, dan kaum Injili berusaha mengajarkan seluruh hikmat 
Allah. Dengan cara ini orang percaya dihubungkan kepada sumber utama atau otoritas untuk 
membedakan iman Kristen. Sikap ini mengimplikasikan bahwa bukan literalisme yang tanpa 
pertimbangan, namun  yaitu  proses mnghasilkan norma bagi pikiran dan kehidupan melalui 
proses pemaknaan kebenaran Kitab Suci yang tepat dan apa adanya. Kitab Suci berfungsi 
sebagai otoritas final dan sebagai filter (penyaring) yang dipakai  untuk memeriksa semua 
kebenaran apakah sesuai dengan konsisten atau tidak dengan dunia dan cara pandang 
kekristenan.
 Teologi secara teknis berada di dalam Pendidikan Agama Kristen, atau dengan kata 
lain teologia sudah menjadi isi (content) dalam Pendidikan Agama Kristen. Hal itu  telah 
terbukti, ketika guru mengajar materi Pendidikan Agama Kristen, maka ajarannya berisi 
ajaran Alkitab, yang di dalamnya sudah terkandung teologi.  Dengan berfungsi sebagai isi 
(content), proses, metode, dan sebagai norma. Untuk menyampaikan Firman-Nya kepada 
manusia, Allah telah memilih orang-orang tertentu, dan Roh Kudus mengendalikan apa yang 
mereka tulis sehingga tulisan yang mereka hasilkan, yaitu Alkitab, merupakan amanat Allah. 
Dengan demikian, ketepatan dan kesempurnaan Firman itu terjamin.
Prinsip Teologi Praktis 
 Teologi praktis yaitu  teori teologi yang menghubungkan tradisi iman Kristen dalam 
praksis masyarakat modern. Teologi praktis memiliki rorientasi yang bersifat empirik. Van 
Kessel melihat tugas teologi praktis sebagai “menyusun praksis yang membebaskan, dalam 
proses melihat (pengamatan, pengalaman dan analisis), menilai (mengevaluasi berdasar  
kriteria), dan bertindak (merencanakan dan merealisasikan proyek-proyek). Semua ini 
berlangsung lewat gerak timbal balik satu sama lain, menurut teori yang baru mengenai 
hubungan antar teori dan  praksis. Yang sentral disini yaitu  dua motif yaitu peran subjek yang 
mengenal dan berfungsinya teori dan praktek secara ideologis dan historis praktis. 
 Dalam dunia pendidikan dikenal istilah didaktik. Didaktik yaitu  ilmu mengajar, namun  
bukan asal mengajar. Didaktik yaitu  ilmu mengajar yang menimbulkan proses belajar. Kata 
didaktik berasal dari kata Yunani disebut didaskein. Kata didaskein lebih berarti 
mengajar/belajar untuk bertindak secara jitu. Dalam proses itu  guru melakukan 
pembimbingan dengan harapan naradidik akan memberi  tanggapannya secara aktif atas apa 
yang sedah ia pelajari. Ketika naradidik memberi  tanggapannya, itulah saat yang sangat 
penting dalam proses mengajar oleh karena berbagai pertanyaan dan masalah dapat muncul dan 
memerlukan percakapan, saling membagikan pengalaman sehingga keduanya yaitu guru dan 
naradidik diperkaya dan menemukan nilai pelajaran yang sedang digumuli. Dalam proses 
pembimbingan itu  seorang guru sedang mengajar, artinya: ia punya tugas yang amat 
penting dalam mengarahkan dan memproses pembimbingan atas apa yang diajarkan. 
 Sebuah simbol selalu bermakna majemuk sehingga penggunaannya antara pengajar dan 
pelajar terjadi melalui proses yang rumit. Namun di lain pihak bahasa simbol menjadi hal yang 
menarik bagi Pendidikan Agama Kristen, sebab pengajar ditantang untuk peka terhadap 
perbedaan makna sebuah kata antara pengajar dan pelajar, sedangkan pelajar ditantang untuk 
mengolah sendiri suatu makna bagi suatu kata. Dengan simbol maka kita dileluasakan untuk 
merasakan takjub serta takzim, dengan imajinasi dan fantasi.Sebab itu, salah satu dasar teologi 
Pendidikan Agama Kristen yaitu  teologi simbolisme. 
 Kita dapat mengetahui banyak tentang perkembangan manusia dan tentang proses 
belajar-mengajar dari sistem sekular. Walaupun itu sangat membantu namun tidak akan pernah 
cukup untuk suatu falsafah pendidikan Kristen. Para pendidik Kristen sering berpindah dari 
                                                
satu mode pendidikan kepada mode yang lain tanpa merenungkan secara mendalam prinsip-
prinsip teologis yang mendasari kecenderungan itu. Karena landasan alkitabiahnya kurang, para 
pengajar secara tidak kentara terpengaruh filsafat sekular yang lebih rendah daripada kesadaran 
teologis. Untuk membaharui pendidikan Kristen kita perlu memikirkan ulang makna 
pengajaran. Kita terlalu sering menganggap pengajaran sebagai pemberitahuan.Sehingga 
diperlukan hubungan yang jelas (interaksi) antara pengajaran Alkitab dengan kebutuhan anak 
didik melalui Firman Allah yang hidup dan penuh kuasa.Mendorong interaksi bermakna 
dengan memberi  contoh terbaik sebagai implikasi praksis dari materi yang disampaikan. 
 Alkitab sebagai suatu kesaksian tentang penyataan Allah dan yang ikut serta dalam 
peristiwa-peristiwa penyataan itu, memiliki  arti yang penting dan unik untuk jemaat Tuhan 
dan kehidupan manusia pada umumnya.  Alkitab berguna bagi manusia karena Alkitab 
memberi kesaksian tentang apa yang dilakukan Allah dan cara-cara yang dipergunakan Allah 
untuk menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya. 
 Alkitab yaitu  kesaksian tentang pernyataaan Allah dalam arti bahwa Alkitab  berisi 
catatan tentang penyataan yang mula-mula di mana jemaat terbentuk, dan karenanya juga 
jemaat itu masih terus bertahan. Alkitab bukanlah penyataan Allah itu sendiri, melainkan hanya 
menunjuk kepada penyataan itu.Alkitab yaitu  catatan tertulis dari penyataan itu. Alkitab 
yaitu  catatan tentang  sumber sejarah mengenai masyarakat Kristen dan kepercayaan orang 
Kristen.
 Pendekatan praksis teologi diperlukan untuk menjadi fondasi pendidikan agama 
Kristen. Pendidikan agama Kristen membutuhkan konteks kegiatan pendidikan yang 
memberi  pendekatan dalam bentuk refleksi (teori) atau metode pendidikan agama Kristen. 
Istilah ”pendekatan” memiliki kemungkinan untuk menunjuk ke arah disposisi utama yang 
dibawa inisiator ke dalam kegiatan. Sikap utama para pendidik diperlukan untuk membentuk 
kegiatan pendidikan agama Kristen. Pendekatan praksis ini harus menjadi proses yang terus-
menerus diperbaharui dimana teori dijelaskan dalam praksis untuk memberdayakan praksis 
selanjutnya.  
 Pendekatan teologis membentuk fondasi pendidikan agama Kristen yang secara 
eksklusif menekankan pada pembelajaran yang dengan berbagai metode yang Alkitabiah 
sehingga peserta didik lebih membangkitkan pengetahuan yang bervariasi. Oleh sebab itu, 
                                                 
para pendidik harus mengetahui, memahami, mengerti dasar-dasar apakah yang menjadi 
landasan ketika membangun, melakukan, serta mempraktekkan proses pendidikan Kristen 
yang dipakai  sebagai fondasi yang menjawab kebutuhan untuk mengajarkan iman Kristen 
untuk tetap setia dalam teori dan praktek pendidikan agama Kristen kepada generasi 
selanjutnya. Dengan terlebih dahulu mengeksplorasi dari pendekatan praksis teologis maka 
akan mampu mengidentifikasi prinsip-prinsip dan implikasi pendidikan yang bisa 
dipraktekkan.  
 Pendekatan teologi dalam Kristen menegaskan penekanan pola pikir praktek 
pendidikan yang menghasilkan elemen dari otoritas Alkitab yaitu firman Allah, pentingnya 
pertobatan melalui pemberitaan injil dan melengkapi katekisasi. Fondasi pendidikan agama 
Kristen akan lebih baik jika pengajaran yang dilakukan memenuhi pertimbangan teologis 
yang dilakukan secara praksis. Pengalaman  iman yang hidup yang diinformasikan oleh 
tradisi iman Kristen dan pemakaian tradisi yang diinfomasikan oleh pengalaman iman yang 
hidup dalam konteks pengalaman iman hidup. Hanya dengan demikian cara pendekatan 
praksis teologis untuk menerapkan metode pengajaran yang direfleksikan dalam pendidikan.