kosmologi budha




Ajaran kosmologi atau penciptaan dan pemeliharaan alam semesta merupakan salah 
satu ajaran yang penting dalam dharma atau kebenaran. Ajaran ini dapat membuka 
mata manusia dalam mencoba untuk meneliti, memahami dan pada akhirnya dapat 
menarik benang merah dari ajaran Buddha kepada umatnya melalui berbagai diskusi 
dan dialog-dialog yang tertuang di dalam dharma. 
Pengetahuan secara tepat dan mengimplementasikan secara benar akan konsep ini, 
khususnya mengenai Konsep Kosmologi dalam perspektif Agama Buddha sangat 
penting dikedepankan menuju pada pemahaman yang tepat dalam kehidupan sehari-
hari serta bagi umat non Buddha dapat mengenal ajaran Buddha di dalam 
meningkatkan nilai-nilai toleransi keberagamaan. 
Siddharta Gautama dilahirkan sekitar tahun 60 S.M di taman Lumbhini di kerajaan 
Kapilawastu, India Utara, sekitar 100 mil dari Benares. Ayahnya Suddhodhana, adalah 
seorang Raja yang memerintah suku Sakya, dan ibunya adalah Ratu Maya.  
Menurut Perspektif Agama Buddha, kosmos Buddha terbagi dalam tiga alam besar, 
yakni alam indria, alam bermateri halus dan alam tanpa materi. Masing-masingnya 
terdiri dari sejumlah alam-alam kecil, yang totalnya berjumlah 31 alam kehidupan. 
Makhluk-makhluk yang berdiam di 31 alam kehidupan ini masih mengalami kelahiran, 
penderitaan dan kematian. Begitu juga halnya dengan 31 alam kehidupan ini, 
semuanya tidak kekal. 
 
Secara garis besar ajaran Agama 
Buddha dapat dirangkum dalam tiga 
ajaran pokok, yaitu Buddha, Dharma dan 
Sangha. Ajaran tentang Buddha 
menekankan pada bagaimana umat 
Buddha memandang Sang Buddha 
Gautama sebagai pendiri agama Buddha 
dan asas rohani yang dapat dicapai oleh 
setiap mahluk hidup. Ajaran tentang 
dharma banyak membicarakan masalah-
masalah yang dihadapi oleh manusia 
dalam kehidupannya sehari-hari, baik 
yang berkaitan dengan ciri manusia 
sendiri maupun hubungannya dengan apa 
yang disebut Tuhan dan alam semesta 
dengan segala isinya. Ajaran tentang 
sangha, selain mengajarkan bagaimana 
umat Buddha memandang sangha 
sebagai pasamuan para bhiku 
menjalankan dharmanya, juga dengan 
pertumbuhan dan perkembangan agama 
Buddha, baik di tempat kelahirannya di 
India maupun di tempat-tempat agama 
tersebut berkembang.  
 Ajaran kosmologi atau penciptaan 
dan pemeliharaan alam semesta 
merupakan salah satu ajaran yang 
penting dalam dharma atau kebenaran. 
Ajaran ini dapat membuka mata manusia 
dalam mencoba untuk meneliti, 
memahami dan pada akhirnya dapat 
menarik sebuah benang merah dari ajaran 
Buddha kepada umatnya melalui 
berbagai diskusi dan dialog-dialog yang 
tertuang di dalam dharma. 
 Pengetahuan secara tepat dan 
mengimplementasikan secara benar akan 
konsep ini, khususnya mengenai Konsep 
Kosmologi dalam perspektif Agama 
Buddha sangat penting dikedepankan 
menuju pada pemahaman yang tepat 
dalam kehidupan sehari-hari serta bagi 
umat non Buddha dapat mengenal ajaran 
Buddha di dalam meningkatkan nilai-
nilai toleransi keberagamaan. 
Berawal dari hal inilah mengapa 
pemahaman yang benar ajaran agama 
dalam kehidupan sehari-hari perlu 
dikembangkan sebagai dasar dalam 
pelaksanaan dan penghubungan diri 
kepada Tuhan Yang Maha Esa menuju 
pada pembentukkan karakter.   
 
 
Dalam bahasa Pali, alam semesta 
disebut Loka. Loka meliputi material dan 
immaterial, dan pengertiannya sangat 
tergantung pada pemakaiannya. Namun 
pengertian yang pokok tidak terlepas dari 
ajaran Buddha, yaitu sesuatu yang 
terbentuk dari sebab yang mendahuluinya 
dan tidak kekal. 
Menurut ajaran Buddha, seluruh 
alam semesta ini adalah ciptaan yang 
ditimbulkan dari sebab-sebab yang 
mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh 
karena itu  disebut sankhata dharma 
yang berarti ada, yang tidak mutlak dan 
mempunyai corak timbul, lenyap dan 
berubah. Sinonim kata dengan sankhata 
adalah sankhara yaitu saling 
bergantungan, sesuatu yang timbul dari 
sebab yang mendahuluinya. Alam 
semesta adalah suatu proses kenyataan 
yang selalu dalam keadaan menjadi. 
Hakikat kenyataan itu adalah arus 
perubahan dari suatu keadaan menjadi 
keadaan lain yang berurutan. Karena itu, 
alam semesta adalah sankhara yang 
bersifat tidak kekal, selalu dalam 
perubahan dan bukan jiwa, tidak 
mengandung suatu substansi yang tidak 
bersyarat. 
Gagasan tradisional yang rumit 
tentang keberadaan dunia-dunia lain dan 
batas-batas alam semesta beserta 
makhluk-makhluk yang menghuninya 
adalah bagian dari sejarah kebudayaan 
Asia. Makhluk-makhluk hebat dan alam 
lain disebutkan dalam cerita Jataka dan 
telah menjadi bagian dari adat dan 
pengetahuan umat Buddha (Gilian, 
2001:109). 
Dalam Visudha Maga 2204, loka 
tersebut digolong-golongkan atas 
sankharaloka, sattaloka dan okasaloka. 
Shankaraloka adalah alam mahluk yang 
tidak mempunyai kehendak seperti 
benda-benda mati, batu emas, logam dan 
semua sumber alamiah yang diperlukan 
manusia, termasuk dalam pengertian ini 
adalah alam hayat yang tidak mempunyai 
kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, 
opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan 
dan sebagainya. 
Sattaloka adalah alam para 
mahluk hidup yang mempunyai 
kehendak, mulai dari mahluk yang 
rendah hingga mahluk yang tinggi, 
kelihatan atau tidak. Mahluk-mahluk 
tersebut dibesarkan bukan berdasarkan 
bentuk jasmaniahnya, melainkan 
berdasarkan sikap batin, atau hal yang 
menguasai pikiran dan suka duka sebagai 
akibatnya. Termasuk dalam sattaloka 
adalah 31 alam kehidupan yang 
dikelompokkan menjadi kamaloka, 
rupaloka dan arupaloka serta okasaloka. 
Kamaloka meliputi 11 alam, yaitu 
alam para dewata yang menikmati 
ciptaan-ciptaan lain, alam dewata yang 
menikmati ciptaannya sendiri, alam 
dewata yang menikmati kesenangan, 
alam dewata Yama, alam 33 dewata, 
alam tempat maharaja, jagat manusia, 
dunia hewan, dunia mahluk yang tidak 
bahagia, dunia setan dan daerah neraka.  
Rupaloka atau alam bentuk terdiri 
dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai 
dengan mengheningkan cipta alam 
samadi. Para bikku yang sedang 
bersamadi dapat berhubungan dengan 
mahluk-mahluk yang terdapat di alam-
alam ini, sebab para dewa yang tinggal di 
dalamnya masih mempunyai badan yang 
halus tetapi berada di atas hawa nafsu. 
Arupaloka adalah alam tanpa 
bentuk yaitu alam dewa yang tidak 
berbadan, yang hidup setelah mencapai 
tingkatan keempat dalam samadi. Alam 
ini terdiri dari: alam bukan persepsi dan 
bukan non-persepsi, alam pengetahuan 
kekosongan, alam kesadaran yang tidak 
terhingga dan alam ketidakterhingaan 
ruang. 
Okasaloka adalah alam-tempat. 
Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk 
di atas, seperti bumi adalah okasaloka 
tempat manusia hidup dan tempat benda-
benda mati seperti besi, batu dan 
sebagainya. 
Buddha menjelaskan terdapat 
sistem tata surya yang disebut seribu tata 
surya di mana terdapat seribu matahari, 
seribu bulan, dan seribu bumi di mana 
dapat ditemukan gunung Sineru sebagai 
pusat bumi, Jambudipa (benua di sebelah 
selatan), Aparayojana (benua di sebelah 
barat), Uttarakuru (benua di sebelah 
utara), dan Pubbavideha (benua di 
sebelah timur) dengan empat maha 
samudera yang mengelilingnya. Di 
masing-masing benua terdapat 
penguasanya masing-masing sehingga 
dikatakan terdapat empat ribu maharaja 
dalam seribu tata surya tersebut. 
Selanjutnya dalam seribu tata surya 
terdapat seribu alam surga yang diliputi 
nafsu inderawi (alam Catummaharajika, 
Tavatimsa, Yama, Tusita, Nimmnarati, 
Paranimmitavassavati) dan seribu alam 
surga yang tidak diliputi nafsu inderawi 
(alam Brahma). 
Tentu saja alam semesta lebih 
luas dari sekedar seribu tata surya karena 
Buddha menyebut sampai adanya 1.000 x 
1.000 x 1.000 = 1.000.000.000 tata surya 
bahkan melebihi itu lagi di mana suara 
seorang Buddha dapat diperdengarkan 
melebihi jangkauan semilyar tata surya. 
Dari penjelasan ini kita dapat 
mengatakan bahwa kemungkinan 
terdapat kehidupan lain di alam semesta 
selain kehidupan manusia di bumi kita 
ini. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan 
bahwa terdapat empat ribu maharaja di 
seribu bumi dalam seribu tata surya, yang 
menggambarkan bahwa masing-masing 
bumi (atau lebih tepat disebut planet 
yang memiliki kehidupan) dalam seribu 
tata surya tersebut memiliki makhluk 
hidup yang dipimpin oleh para pemimpin 
mereka masing-masing.  
Sutra lain yang banyak 
menggambarkan alam semesta adalah 
Avatamsaka Sutra yang berbahasa 
Sanskerta. Berikut ini terdapat beberapa 
kutipan Avatamsaka Sutra bab 4 yang 
berkaitan dengan kosmologi Buddhis: 
“Putera-putera Buddha, sistem-
sistem dunia (galaksi) tersebut memiliki 
aneka bentuk dan sifat-sifat yang 
berbeda. Jelasnya, beberapa di antaranya 
bentuknya bulat, beberapa di antaranya 
bentuknya segi empat, beberapa di 
antaranya tidak bulat dan tidak pula segi 
empat. Ada perbedaan (bentuk) yang tak 
terhitung. Beberapa bentuknya seperti 
pusaran, beberapa seperti gunung kilatan 
cahaya, beberapa seperti pohon, beberapa 
seperti bunga, beberapa seperti istana, 
beberapa seperti makhluk hidup, 
beberapa seperti Buddha….” 
Penjelasan di atas 
menggambarkan terdapat berbagai 
bentuk sistem dunia (yang mungkin 
dapat disamakan dengan galaksi). 
Menurut hasil pengamatan, beberapa 
galaksi seperti galaksi Bima Sakti kita 
dan Andromeda berbentuk spiral 
(pusaran), beberapa seperti galaksi M47 
dan M89 berbentuk elips (bulat), 
beberapa berbentuk tidak beraturan (tidak 
bulat dan tidak segiempat) seperti galaksi 
Awan Magellan dan M82, dan beberapa 
lainnya berbentuk seperti makhluk hidup 
misalnya Nebula Kepala Kuda. 
Ini menjelaskan komposisi 
galaksi di alam semesta: ada yang terdiri 
atas materi (yang digambarkan seperti 
permata), ada yang terdiri dari sinar 
kosmis (yang digambarkan sebagai 
berkas cahaya), dan ada yang diselubungi 
awan gas nebula (yang digambarkan 
sebagai awan cahaya). 
Jika dijelaskan secara singkat, 
terdapat sepuluh penyebab dan kondisi 
yang menyebabkan terbentuknya sistim 
dunia, baik yang telah berlangsung, 
sedang berlangsung, atau akan 
berlangsung. Kesepuluh hal itu adalah: 
Karena kekuatan gaib para Buddha, 
terbentuk secara alami oleh hukum alam, 
karena akumulasi karma para makhluk, 
karena apa yang telah direalisasi oleh 
para Bodhisattva yang mengembangkan 
kemaha-tahuan, karena akar kebajikan 
yang diakumulasi baik oleh para 
Bodhisattva dan semua makhluk, karena 
kekuatan ikrar para Bodhisattva yang 
memurnikan dunia-dunia itu, karena para 
Bodhisattva telah menyempurnakan 
praktek kebajikan dengan pantang 
mundur, karena kekuatan kebebasan para 
Bodhisattva dalam kebajikan murni, 
karena kekuatan independen yang 
mengalir dari akar kebajikan semua 
Buddha dan saat pencerahan semua 
Buddha, karena kekuatan independen 
ikrar Bodhisattva Kebajikan Universal. 
Kutipan di atas menjelaskan 
penyebab terbentuknya galaksi yang 
salah satunya disebabkan oleh bekerjanya 
hukum alam sesuai dengan teori 
kosmologi modern, sedangkan penyebab 
lainnya merupakan hasil dari perbuatan 
(karma) atau kebajikan makhluk hidup 
apakah makhluk biasa, seorang 
Bodhisattva (calon Buddha), ataupun 
seorang Buddha.  
Ini menyiratkan bahwa benda-
benda langit di alam semesta berada 
dalam ruang angkasa tanpa ada sesuatu 
yang menahannya di tempatnya (tidak 
seperti kepercayaan orang Yunani yang 
meyakini Atlas memangkul bumi di atas 
punggungnya). 
Menurut kosmologi Buddhis, 
dunia-dunia (dalam istilah astronomi 
mungkin bisa disamakan dengan planet 
atau benda langit lainnya) di alam 
semesta ada yang sedang terbentuk, ada 
yang sedang berproses menuju 
kehancuran, dan ada yang sudah hancur 
seperti pada kutipan di atas. 
Menurut Agama Buddha, alam 
semesta telah mengalami banyak siklus 
pembentukan dan kehancuran yang tidak 
terhitung. Periode dari terbentuknya alam 
semesta sampai dengan kehancurannya 
disebut mahakappa atau mahakalpa. 
Lamanya satu siklus semesta atau satu 
mahakappa tidak pernah dihitung dalam 
angka tahun yang pasti, tetapi hanya 
dikatakan sangat lama. Buddha 
menjelaskan lamanya satu mahakappa 
sebagai berikut: 
“Andaikan, para bhikkhu, 
terdapat sebuah batu besar yang 
bermassa padat, satu mil panjangnya, 
satu mil lebarnya, satu mil tingginya, 
tanpa ada retak atau cacat, dan setiap 
seratus tahun sekali seseorang akan 
datang dan menggosoknya dengan 
sehelai kain sutra, maka batu tersebut 
akan aus dan habis lebih cepat daripada 
satu siklus dunia. Namun dari siklus-
siklus dunia tersebut, para bhikkhu, 
banyak yang telah dilewati, beratus-ratus, 
beribu-ribu, beratus-ratus ribu. 
Bagaimana hal ini mungkin? Tidak 
terbayangkan, para bhikkhu, lingkaran 
kehidupan (samsara) ini, tidak dapat 
ditemukan awal mula dari makhluk 
pertama, yang dihalangi oleh 
ketidaktahuan dan diliputi oleh nafsu 
keinginan, berkelana ke sana ke mari 
dalam lingkaran kelahiran kembali ini.” 
(Samyutta Nikaya, XV:5) 
Dengan demikian usia alam 
semesta dari terbentuknya sampai 
kehancurannya sangatlah panjang, tidak 
terhitung bahkan dalam milyaran tahun. 
Karena terdapat banyak sekali siklus 
pembentukan dan kehancuran alam 
semesta, maka tidak dapat diketahui 
bagaimana awal mula makhluk pertama 
yang terdapat dalam lingkaran kehidupan 
dan kematian ini. Dalam hal ini agama 
Buddha cenderung menganggap awal 
mula pertama alam semesta tidak dapat 
dijangkau oleh pikiran manusia biasa 
(acinteyya), oleh sebabnya menyerahkan 
persoalan ini sepenuhnya kepada ilmu 
pengetahuan. 
Lebih lanjut siklus alam semesta 
dibagi menjadi empat periode yang 
disebut asankheyya kappa (masa tak 
terhitung), yaitu: 
1.    Periode kehancuran (samvatta-
kappa). 
2.    Periode berlangsungnya kehancuran 
(samvattatthayi-kappa). 
3.    Periode pembentukan (vivatta-
kappa). 
4.    Periode berlangsungnya 
pembentukan (vivattatthayi-kappa). 
Periode pertama dari siklus 
semesta dimulai saat terjadinya hujan 
deras yang menyirami seratus milyar tata 
surya (kotisatasahassa cakkavala) sampai 
padamnya api (jika alam semesta hancur 
karena api), surutnya air (jika alam 
semesta hancur karena air), atau redanya 
angin besar (jika alam semesta hancur 
karena angin). Dengan demikian, 
kehancuran alam semesta dapat 
disebabkan oleh unsur api, air atau angin. 
Dalam Agama Buddha setiap materi 
(rupa) dibentuk dari 4 unsur dasar 
(mahabhuta), yaitu: Unsur tanah: unsur 
yang memberi landasan atau fondasi bagi 
unsur lainnya, yang bersifat padat dan 
memberi ruang (spasial). Kedua, unsur 
api: unsur yang berkenaan dengan suhu 
dan energi, termasuk di dalamnya energi 
kalor, radiasi, dan cahaya. Ketiga, unsur 
air: unsur yang memiliki sifat kohesi 
(gaya tarik-menarik antar partikel yang 
sejenis) atau adhesi (gaya tarik-menarik 
antar partikel yang tidak sejenis) seperti 
zat cair dan sejenisnya. Keempat, unsur 
angin: unsur yang memberi unsur lainnya 
kemampuan gerak atau tekanan, 
misalnya gaya dan tekanan 
udara/atmosfer. 
Kehancuran semesta oleh api 
digambarkan sebagai berikut: Karena 
terjadinya hujan deras yang jatuh di 
seluruh alam semesta, manusia 
bergembira, mereka mengeluarkan benih 
simpanan mereka, dan menanamnya, 
tetapi ketika kecambah mulai tumbuh 
cukup tinggi bagi anak sapi untuk 
merumput, tiada lagi hujan yang turun 
setetes pun sejak saat itu. Para mahluk 
yang hidupnya bergantung dari air hujan 
menjadi mati dan terlahir kembali di 
alam Brahma, begitu juga para dewa 
yang hidupnya tergantung pada buah-
buahan dan bunga. Setelah melewati 
periode yang sangat panjang dalam 
kemarau seperti ini, air mulai mengering 
sehingga para makhluk air seperti ikan 
dan kura-kura mati dan terlahir kembali 
di alam Brahma. Demikian juga para 
mahluk penghuni neraka (ada juga yang 
mengatakan para mahluk penghuni 
neraka mati dengan kemunculan matahari 
ketujuh). 
Setelah beberapa periode yang 
sangat lama, akan muncul matahari 
kedua, di mana ketika matahari pertama 
tenggelam, matahari kedua akan terbit 
sehingga siang dan malam tidak bisa 
dibedakan serta bumi terus-menerus 
diterpa terik matahari. Angkasa akan 
menjadi hampa tanpa kehadiran awan 
dan uap air. Dimulai dengan anak sungai, 
air di semua sungai, kecuali sungai-
sungai besar, akan menguap. Setelah 
waktu yang panjang berlalu matahari 
ketiga muncul. Dengan munculnya 
matahari ketiga air dari semua sungai 
besar juga menguap. Kemudian setelah 
periode yang lama berlalu matahari 
keempat muncul, danau-danau besar 
yang menjadi sumber mata air sungai-
sungai besar juga ikut menguap. 
            Setelah sekian lama berlalu akan 
muncul matahari kelima di mana air yang 
tersisa di samudera tidak cukup tinggi 
untuk membasahi satu ruas jari tangan. 
Kemudian di akhir periode itu muncullah 
matahari keenam yang membuat seluruh 
dunia menguap menjadi gas, semua 
kelembabannya telah menguap, seratus 
milyar tata surya yang ada di sekeliling 
tatasurya kita sama nasibnya seperti tata 
surya kita. 
Setelah lama berlalu matahari 
ketujuh muncul. Setelah munculnya 
matahari ketujuh, seluruh dunia 
(tatasurya kita) bersama dengan seratus 
milyar tatasurya yang lain terbakar habis. 
Puncak gunung Sineru yang tingginya 
lebih dari seratus yojana (1 yojana 
kurang lebih sama dengan 7 mil) juga 
ikut hancur berantakan dan lenyap di 
angkasa. Kebakaran bertambah besar dan 
menyerang alam surga Catumaharajika 
sampai ke alam Brahma di mana api akan 
berhenti sebelum mencapai alam Brahma 
Abhassara. Selama masih ada bentuk 
walaupun seukuran atom, api itu tidak 
lenyap karena api hanya lenyap setelah 
semua materi musnah terbakar, seperti 
api yang membakar ghee (lemak yang 
berasal dari susu) dan minyak tidak 
meninggalkan debu. 
Sedangkan kehancuran oleh air, 
kejadiannya sama seperti kehancuran 
oleh api, hanya saja setelah hujan deras 
yang meliputi seluruh alam semesta, 
muncul awan kaustik yang maha besar 
(kharudaka) yang menyebabkan hujan. 
Hujan tersebut mulanya turun perlahan-
lahan kemudian sedikit demi sedikit 
bertambah besar sampai menyirami 
seratus milyar tata surya. Air merendam 
semua yang ada di bumi sampai ke alam 
surga ke atas dan berhenti sebelum 
mencapai alam Brahma Subhakinha. Air 
tersebut tak akan surut apabila masih ada 
materi yang tersisa walaupun hanya 
sebesar atom dan hanya akan surut 
apabila semua materi telah larut. 
Kehancuran alam semesta karena 
angin mirip dengan kehancuran oleh api 
dan air, yaitu diawali dengan munculnya 
hujan yang mengawali kehancuran 
semesta, tetapi bila kehancuran karena 
api muncul matahari kedua, maka pada 
kehancuran oleh angin muncullah angin. 
Pertama kali muncul angin yang 
menerbangkan debu kasar kemudian 
debu halus lalu pasir halus, pasir kasar, 
kerikil, batu dan seterusnya sampai 
mengangkat batu sebesar batu nisan dan 
meniup pohon-pohon besar dari bumi ke 
luar angkasa dan tidak jatuh kembali ke 
bumi, tetapi hancur berkeping-keping 
dan musnah. Kemudian angin muncul 
dari bawah permukaan bumi dan 
membalikkan bumi, melemparnya ke 
angkasa. Bumi hancur menjadi pecahan 
kecil-kecil dan terlempar ke angkasa 
juga, hancur berkeping-keping lalu 
musnah.  
Penyebab kehancuran alam 
semesta ini tak lain adalah tiga akar 
kejahatan, yaitu keserakahan (lobha), 
kebencian (dosa), dan kebodohan batin 
(moha). Jika para makhluk memiliki 
keserakahan yang lebih dominan, maka 
alam semesta akan hancur oleh api; jika 
kebencian lebih dominan, maka alam 
semesta akan hancur oleh air; jika 
kebodohan batin (yaitu ketidakmampuan 
membedakan mana yang benar dan mana 
yang salah), maka alam semesta akan 
hancur karena angin. 
Periode keempat (berlangsungnya 
pembentukan) dimulai setelah 
munculnya benda-benda langit bersama 
dengan terbentuknya bumi. Kemudian 
humus tertentu muncul di atas 
permukaan bumi, yang memiliki warna, 
bau dan rasa seperti lapisan di atas 
permukaan tajin yang berasal dari cucian 
beras. Kemudian para makhluk yang saat 
kehancuran semesta terlahir di alam 
Brahma, karena habisnya usia mereka 
atau habisnya karma baik mereka yang 
menopang kehidupan di sana, mereka 
terlahir kembali di bumi (alam manusia). 
Tubuh mereka bercahaya dan melayang 
layang di angkasa. Setelah memakan 
humus tersebut, mereka dikuasai oleh 
kemelekatan seperti yang di uraikan 
dalam Aganna Sutta (Digha Nikaya 
III:85). 
Setelah waktu yang lama, sesuai 
dengan makanan yang mereka konsumsi, 
tubuh para makhluk tersebut semakin 
memadat dan semakin mirip dengan 
tubuh manusia. Mereka kehilangan 
cahaya tubuhnya dan mulai 
menampakkan perbedaan fisik sebagai 
laki-laki dan perempuan sesuai dengan 
perbuatan masa lampau mereka. Ketika 
makhluk-makhluk tersebut saling melihat 
perbedaan tubuh mereka, timbul nafsu 
yang menyebabkan mereka saling tertarik 
dengan lawan jenisnya. Kemudian 
muncullah tempat tinggal yang dibangun 
untuk menyembunyikan aktivitas seksual 
mereka. Lalu kejahatan seperti pencurian 
dan kekerasan muncul di antara mereka 
sehingga mereka membangun stratifikasi 
sosial. Sistem pemerintahan pun 
terbentuk dan seorang yang dianggap 
mampu dipilih sebagai pemimpin 
mereka. 
Pada awal kemunculannya di 
bumi manusia memiliki usia yang sangat 
panjang yang tidak terhitung. Kemudian 
karena timbulnya tiga akar kejahatan 
(lobha, dosa, dan moha) perlahan-lahan 
umur rata-rata manusia berkurang 
menjadi 80.000 tahun pada generasi 
berikutnya. Ketika manusia mulai 
mengenal pencurian dan pembunuhan, 
umur rata-rata generasi berikutnya 
berkurang menjadi 40.000 tahun; ketika 
mengenal kebohongan, umur rata-rata 
generasi berikutnya berkurang menjadi 
20.000 tahun; ketika mengenal tindakan 
mengadukan kejahatan orang lain, umur 
rata-rata generasi berikutnya berkurang 
menjadi 10.000 tahun; ketika mengenal 
perbuatan asusila, umur manusia 
berkurang menjadi 5.000 tahun; ketika 
mengenal ucapan kasar dan pembicaraan 
yang tidak bertujuan (omong kosong), 
umur manusia menjadi 2.500 tahun dan 
beberapa ada yang berumur 2.000 tahun; 
ketika muncul sifat iri hati dan 
kebencian, umur manusia menjadi 1.000 
tahun; ketika muncul pandangan salah, 
umur manusia menjadi 500 tahun; ketika 
muncul hubungan seksual sedarah, 
keserakahan berlebihan, dan hubungan 
seksual sesama jenis, umur manusia 
menjadi 250 tahun dan beberapa ada 
yang berumur 200 tahun; ketika manusia 
kurang menghormati orang tua, pemuka 
agama, dan tokoh masyarakat, umur 
mereka berkurang menjadi 100 tahun. 
Lama-kelamaan kejahatan akan semakin 
disenangi dan kebajikan akan semakin 
dijauhi hingga akhirnya umur manusia 
tinggal 10 tahun saja di mana bagi para 
wanita usia 5 tahun adalah usia untuk 
menikah. Semua proses penurunan usia 
ini dijelaskan dalam Cakkavatti-sihanada 
Sutta (Digha Nikaya, III:26). 
Pada masa ketika manusia berusia 
10 tahun akan terjadi kekurangan 
makanan dalam tujuh hari yang 
membinasakan semua orang jahat jika 
penurunan usia ini disebabkan oleh 
meningkatnya keserakahan. Jika 
penurunan ini disebabkan oleh 
meningkatnya kebodohan batin, akan 
terjadi wabah penyakit dalam tujuh hari 
dan semua orang jahat akan binasa. Jika 
penurunan ini disebabkan oleh 
meningkatnya kebencian, akan terjadi 
saling bunuh di antara sesama manusia 
dengan menggunakan senjata dalam 
masa tujuh hari dan semua orang jahat 
akan binasa. 
Beberapa orang yang 
bersembunyi dan menyelamatkan diri 
dari bencana ini (kelaparan, wabah 
penyakit, atau pembunuhan besar-
besaran). Setelah tujuh hari mereka akan 
keluar dan menyesali kejahatan mereka 
dengan bertekad untuk tidak melakukan 
pembunuhan lagi. Karena tidak 
melakukan pembunuhan lagi, usia 
manusia pada generasi berikutnya 
bertambah menjadi 20 tahun. Karena 
tidak melakukan pencurian, kebohongan, 
fitnah, ucapan kasar, pembicaraan tidak 
berguna, iri hari, permusuhan, pandangan 
salah, hubungan seksual sedarah, 
keserakahan berlebihan, hubungan 
seksual sesama jenis, dan menghormati 
orang tua, pemuka agama, dan tokoh 
masyarakat, usia manusia perlahan-lahan 
menaik menjadi 40 tahun, 80 tahun, 160 
tahun, 320 tahun, 640 tahun, 1.000 tahun, 
2.000 tahun, 4.000 tahun, 8.000 tahun, 
20.000 tahun, 40.000 tahun, dan 80.000 
tahun pada generasi-generasi berikutnya. 
Pada masa ketika usia manusia 80.000 
tahun, usia 5.000 tahun merupakan usia 
pernikahan untuk para wanita. Ketika 
kebajikan berkembang dan kejahatan 
tidak dikenal sama sekali, manusia akan 
mencapai usia yang sangat panjang yang 
tidak terhitung. 
Pada periode berlangsungnya 
pembentukan semesta yang kita alami 
saat ini telah muncul empat orang 
Buddha (yaitu Kakusandha, Konagamana 
atau Kanakamuni, Kassapa, dan Gautama 
atau Sakyamuni) dan akan muncul lagi 
seorang Buddha (yaitu Metteya atau 
Maitreya) pada masa yang akan datang. 
Karena kemunculan 5 orang Buddha 
pada siklus semesta kita saat ini, maka 
periode ini disebut bhaddakappa atau 
bhadrakalpa (masa keberuntungan). 
Dalam beberapa siklus semesta lainnya 
tidak muncul seorang Buddha pun 
(disebut sunyakappa/sunyakalpa atau 
masa kosong), sedangkan yang lain 
muncul satu sampai dengan maksimum 
lima orang Buddha. 
Pada periode antara kappa 
kedelapan dalam masa asankheyya kappa 
saat ini, ketika usia manusia menurun 
perlahan-lahan dari tak terhingga menjadi 
40.000 tahun, Buddha Kakusandha 
muncul di dunia. Setelah Buddha 
Kakusandha wafat, usia manusia 
perlahan-lahan turun dari 40.000 tahun 
menjadi 10 tahun kemudian naik lagi 
menjadi tak terhingga. Setelah itu usia 
manusia kembali turun menjadi 30.000 
tahun. Saat inilah muncul Buddha 
Konagamana di dunia. Setelah Buddha 
Konagamana wafat, usia manusia turun 
perlahan-lahan dari 30.000 tahun menjadi 
10 tahun kemudian naik lagi menjadi tak 
terhingga. Saat usia manusia kembali 
turun menjadi 20.000 tahun, Buddha 
Kassapa muncul di dunia. Setelah 
Buddha Kassapa wafat, umur manusia 
turun perlahan-lahan menjadi 10 tahun 
lalu naik menjadi tak terhingga. Ketika 
umur manusia turun perlahan-lahan dari 
tak terhingga menjadi 100 tahun saja, 
Buddha Gautama yang kita kenal dalam 
sejarah muncul. 
Kemudian pada masa yang akan 
datang yang jauh setelah wafatnya 
Buddha Metteya (Maitreya), keadaan 
moral manusia akan semakin memburuk. 
Pada akhir antara kappa ke-64 akan turun 
hujan deras yang mengguyur bumi 
bersama seluruh tata surya lainnya yang 
menandai akan terjadinya kehancuran 
alam semesta. Saat inilah siklus akan 
berulang kembali ke periode kehancuran 
(samvatta-kappa) di mana alam semesta 
kita saat ini akan hancur oleh api. 
Kosmologi Buddhis tidak 
sepenuhnya sesuai dengan ilmu 
pengetahuan karena ia menggambarkan 
proses di alam semesta berdasarkan 
hukum alam yang juga dipengaruhi oleh 
perbuatan semua makhluk dan kekuatan 
para makhluk suci seperti para 
Bodhisattva dan para Buddha.  
Menurut Perspektif Agama 
Buddha, kosmos Buddha terbagi dalam 
tiga alam besar, yakni alam indria, alam 
bermateri halus dan alam tanpa materi. 
Masing-masingnya terdiri dari sejumlah 
alam-alam kecil, yang totalnya berjumlah 
31 alam kehidupan. 
Alam indria, disebut demikian 
karena keinginan indria menonjol disini, 
terdiri dari sebelas alam yang terbagi 
dalam dua kelompok, alam yang buruk 
dan alam yang baik. Alam yang buruk 
atau alam sengsara berjumlah empat, 
terdiri dari: neraka (yang kondisi 
siksaannya hebat), alam binatang, alam 
hantu (yang terus didera oleh lapar dan 
haus) dan alam asura (raksasa). Alam 
yang baik dalam kelompok alam indria 
adalah alam manusia dan alam-alam 
surga. 
Dalam alam bermateri halus tidak 
ada jenis materi yang lebih kasar dan 
kebahagiaan, kekuatan, kecemerlangan, 
dan vitalitas dari para penghuninya jauh 
lebih besar daripada di alam indria. Alam 
bermateri halus terdiri dari enam belas 
alam. 
Alam ketiga adalah alam tanpa 
materi, dimana materi menjadi tidak ada 
dan hanya proses bathin yang ada. Alam 
ini terdiri dari empat alam, yang 
merupakan padanan obyektif dari empat 
pencapaian meditatif tanpa materi, yang 
disebut: landasan ruang tanpa batas, 
kesadaran tanpa batas, kekosongan dan 
bukan persepsi. Umur kehidupan  di alam 
ini berturut-turut adalah 20.000; 40.000; 
60.000 dan 84.000 maha kappa (Bodhi 
dan Nanamoli, 1995:57). 
Menurut pandangan Agama 
Buddha, ada 31 alam kehidupan dan 
nibanna berada di luar 31 alam tersebut. 
Makhluk-makhluk yang berdiam di 31 
alam kehidupan ini masih mengalami 
kelahiran, penderitaan dan kematian. 
Begitu juga halnya dengan 31 alam 
kehidupan ini, semuanya tidaklah kekal. 
Ketiga puluh satu alam kehidupan 
tersebut terdiri dari: 
A. 11 Kamma Bhumi yaitu 11 alam 
kehidupan dimana makhluk-
makhluknya masih senang dengan 
nafsu-nafsu indera dan terikat dengan 
panca indera 
B. 16 Rupa Bhumi yaitu 16 alam 
kehidupan yg makhluk-makhluknya 
mempunyai Rupa Jhana 
C. 4 Arupa Bhumi yaitu 4 alam 
kehidupan yg makhluk-makhluknya 
mempunyai Arupa Jhana 
Penjelasannya sebagai berikut: 
A. 11 Kamma Bhumi terdiri dari: 
1. Apaya-Bhumi 4 (4 alam kehidupan yg 
menyedihkan) yaitu: Pertama, Niraya 
Bhumi (alam neraka) terbagi menjadi 
beberapa kelompok di antaranya ada yg 
disebut kelompok Maha Neraka 8 
(sanjiva neraka, kalasutta neraka, 
sanghata neraka, roruva neraka, 
maharoruva neraka, tapana neraka, 
mahatapana neraka, avici neraka). 
Kedua, Tiracchana Bhumi (alam 
binatang). Binatang berkaki terbagi 
menjadi 4 kelompok yaitu: 
Apadatiracchana yaitu kelompok 
binatang yg tidak mempunyai kaki, 
Dvipadatiracchana yaitu kelompok 
binatang yg berkaki 2, 
Catupadatiracchana yaitu kelompok 
binatang yg berkaki 4, 
Bahuppadatiracchana yaitu kelompok 
binatang yg berkaki banyak. Ketiga, peta 
Bhumi (alam setan) terdiri dari beberapa 
kelompok yg disebut peta 4, peta 12 dan 
peta 21dan Asurakaya Bhumi (alam 
raksasa) terdiri dari: pertama adalah deva 
asura yaitu kelompok dewa yg disebut 
asura, kedua, peta asura yaitu kelompok 
setan yg disebut asura, dan ketiga niraya 
asura yaitu kelompok makhluk neraka yg 
disebut asura. 
Asura adalah roh-roh yang 
kadang kala bekerja sama dengan dewa 
dan kadang kala menentang. Dalam 
kosmologi Agama Buddha, asura tinggal 
di posisi yang lebih rendah daripada di 
bumi. Mereka mencari kekuasaan dan 
sering terlibat perang dengan para dewa 
(Gilian, 2001:110). 
2. Kamasugati Bhumi 7 (7 alam 
kehidupan nafsu yg menyenangkan) 
yaitu: pertama, Manusa Bhumi (alam 
manusia), kedua Catummaharajika 
Bhumi (alam 4 raja dewa: Dhatarattha, 
Virulaka, Virupakkha & Kuvera) terbagi 
dalam 3 kelompok yaitu: Bhumamattha 
Devata yaitu para dewa yg berdiam di 
atas tanah (di gunung, sungai, laut, 
rumah, vihara,dll). Kedua, Rukakkhattha 
Devata yaitu para dewa yg berdiam di 
atas pohon. Ketiga, Akasattha Devata 
yaitu para dewa yg berdiam di angkasa 
(di bulan, bintang,dll), ketiga, Tavatimsa 
Bhumi (alam 33 dewa). Disebut alam 33 
dewa karena dahulu kala ada sekelompok 
pria yg berjumlah 33 orang yg selalu 
bekerja sama dalam berbuat kebaikan. 
Sewaktu mereka meninggal dunia 
semuanya terlahir dalam satu alam dewa. 
Keempat, Yama Bhumi (alam dewa 
Yama). Para dewa di alam ini terbebas 
dari kesulitan, yg ada hanya kesenangan. 
Kelima, Tusita Bhumi (alam 
kenikmatan). Para dewa di alam ini 
terbebas dari "kepanasan hati", yg ada 
hanya kesenangan dan kenikmatan. 
Keenam, Nimmanarati Bhumi (alam yg 
menikmati ciptaannya). Para dewa di 
alam ini menikmati kesenangan panca 
inderanya dari hasil ciptaannya sendiri. 
Ketujuh, Paranimmitavasavatti Bhumi 
(alam dewa yg menyempurnakan ciptaan 
dewa lain). Para dewa di alam ini di 
samping menikmati kesenangan panca 
indera juga mampu membantu 
menyempurnakan ciptaan dewa-dewa 
lainnya. 
Dewa adalah makhluk-makhluk 
luar biasa yang dilahirkan kembali di 
dalam salah satu tahap makhluk yang 
superior, karena hampir mencapai 
penerangan sempurna di kehidupan yang 
lampau. Mereka masih harus mengikuti 
hukum yang sama, seperti halnya 
makhluk bernyawa lainnya, meskipun 
mereka bisa menikmati hidup yang lebih 
lama dan lebih bahagia daripada 
manusia. Mereka juga tidak dapat lepas 
dari roda kelahiran, hingga pada akhirnya 
mencapai penerangan sempurna terhadap 
kebenaran,
B. 16 Rupa Bhumi terdiri dari: 
1. Pathama Jhana Bhumi 3 (3 alam 
kehidupan Jhana pertama) yaitu: Brahma 
Parissaja Bhumi (alam pengikut2nya 
Brahma), Brahma Purohita Bhumi (alam 
para menterinya Brahma), Maha Brahma 
Bhumi (alam Brahma yg besar). 
2. Dutiya Jhana Bhumi 3 (3 alam 
kehidupan Jhana kedua) yaitu: Brahma 
Parittabha Bhumi (alam para brahma yg 
kurang cahaya), Brahma Appamanabha 
Bhumi (alam para Brahma yg tak terbatas 
cahayanya), Brahma Abhassara Bhumi 
(alam para Brahma yg gemerlap 
cahayanya) 
3. Tatiya Jhana Bhumi 3 (3 alam 
kehidupan Jhana ketiga) yaitu: Brahma 
Parittasubha Bhumi (alam para Brahma 
yg kurang auranya), Brahma 
Appamanasubha Bhumi (alam para 
Brahma yg tak terbatas auranya), Brahma 
Sibhakinha Bhumi (alam para Brahma yg 
auranya penuh & tetap). 
4. Catuttha Jhana Bhumi 7 (7 alam 
kehidupan Jhana keempat) yaitu: Brahma 
Vehapphala Bhumi (alam para Brahma 
yg besar pahalanya), Brahma 
Asannasatta Bhumi (alam para Brahma 
yg kosong dari kesadaran), Alam 
Suddhavasa 5 (5 alam kediaman yg 
murni) terdiri dari: Brahma Aviha Bhumi 
(alam para Brahma yg tidak bergerak 
atau alam bagi Anagami yg kuat dalam 
keyakinan/saddhindriya), Brahma Atappa 
Bhumi (alam para Brahma yg suci atau 
alam bagi Anagami yg kuat dalam 
usaha/viriyindriya), Brahma Sudassa 
Bhumi (alam para Brahma yg indah atau 
alam bagi Anagami yg kuat dalam 
kesadaran/satindriya), Brahma Sudassi 
Bhumi (alam para Brahma yg 
berpandangan terang atau alam bagi 
Anagami yg kuat dalam 
konsentrasi/samadindriya), Brahma 
Akanittha Bhumi (alam para Brahma yg 
luhur atau alam bagi Anagami yg kuat 
dalam kebijaksanaan/pannindriya) 
 
C. 4 Arupa Bhumi terdiri dari: 
1. Akasanancayatana Bhumi (keadaan 
dari konsepsi ruangan tanpa batas) 
2. Vinnanancayatana Bhumi (keadaan 
dari konsepsi kesadaran tanpa 
batas) 
3. Akincannayatana Bhumi (keadaan 
dari konsepsi kekosongan) 
4. Nevasannanasannayatana Bhumi 
(keadaan dari konsepsi bukan 
pencerapan maupun bukan tidak 
pencerapan) 
Rupa Brahma berarti Brahma 
bermateri yaitu Brahma yg mempunyai 
pancakhanda. Sedangkan Arupa Brahma 
berarti Brahma tak bermateri yaitu 
Brahma yg hanya mempunyai Nama 
Khanda (batin), tidak mempunyai Rupa 
Khanda (jasmani).  
Makhluk Setan ini terbagi dalam 
beberapa kelompok, diantaranya terdapat 
kelompok-kelompok setan yang disebut 
PETA 4, PETA 12 dan PETA 21 sebagai 
tertulis di bawah ini :  
PETA  4 (terdapat dalam Kitab 
Petavatthu-Atthakatha) 
Paradattupajivika-Peta : Setan 
yang memelihara hidupnya dengan 
memakan makanan yang disuguhkan 
orang dalam upacara sembahyang. 
Khupapipasika-Peta: Setan yang selalu 
lapar dan haus. Nijjhamatanhika-Peta: 
Setan yang selalu kepanasan.  
Kalakancika-Peta: Setan yang sejenis 
Asura.  
 
PETA 12 (terdapat dalam Kitab 
Gambhilokapannatti). 
Vantasa-Peta: Setan yang makan 
air ludah, dahak dan muntah. Kunapasa-
Peta : Setan yang makan mayat manusia 
dan binatang. Guthakhadaka-Peta: Setan 
yang makan berbagai kotoran. 
Aggijalamukha-Peta : Setan yang 
dimulutnya selalu ada api. Sucimuja-Peta 
: Setan yang mulutnya sekecil lobang 
jarum. Tanhattika-Peta: Setan yang 
dikendalikan oleh napsu keinginan 
rendah sehingga lapar dan haus. 
Sunijjhamaka-Peta : Setan yang berbulu 
hitam seperti arang. Suttanga-Peta : Setan 
yang mempunyai kuku tangan kaki yang 
panjang dan tajam seperti pisau. 
Pabbatanga-Peta: Setan yang bertubuh 
setinggi gunung. Ajagaranga-Peta : Setan 
yang bertubuh seperti ular. Vemanika-
Peta : Setan yang menderita pada waktu 
siang, dan senang pada waktu malam 
dalam kahyangan. Mahidadhika-Peta: 
Setan yang mempunyai ilmu gaib.  
 
PETA  21 (terdapat dalam Kitab Suci 
Vinaya dan Lakkhanasanyutta). 
Attisankhasika-Peta : Setan yang 
mempunyai tulang bersambungan, tetapi 
tidak mempunyai daging. Mansapesika-
Peta : Setan yang mempunyai daging 
terpecah-pecah, tetapi tidak mempunyai 
tulang. Mansapinada-Peta : Setan yang 
mempunyai daging berkeping-keping. 
Nicachaviparisa-Peta : Setan yang tidak 
mempunyai kulit. Asiloma-Peta: Setan 
yang berbulu tajam. Sattiloma-Peta : 
Setan yang berbulu seperti tombak. 
Usuloma-Peta : Setan yang berbulu 
panjang seperti anak panah. Suciloma-
Peta: Setan yang berbulu sepertijarum. 
Dutiyasuciloma-Peta: Setan yang berbulu 
seperti jarum kedua (lebih tajam). 
Kumabhanda-Peta : Setan yang 
mempunyai kemaluan sangat besar. 
Guthakupanimugga-Peta : Setan yang 
bergelimangan dengan kotoran. 
Guthakhadaka-Peta: Setan yang makan 
berbagai macam kotor. Nicachavitaka-
Peta: Setan perempuan yang tidak 
mempunyai kulit. Dugagandha-Peta : 
Setan yang baunya sangat busuk. Ogilini-
Peta: Setan yang badannya seperti bara 
api. Asisa-Peta: Setan yang tidak 
mempunyai kepala. Bhikkhu-Peta : Setan 
yang berbadan seperti bhikkhu. 
Bhikkhuni-Peta : Setan yang berbadan 
seperti bhikkhuni. Sikkhamana-Peta: 
Setan yang berbadan seperti Setan yang 
berbulu seperti pelajar wanita atau calon 
bhikkhuni. Samanera-Peta : Setan yang 
berbadan seperti samanera. Samaneri-
Peta : Setan yang berbadan seperti 
samaneri.  
Mereka yang terlibat dalam 
perbuatan-perbuatan buruk, perbuatan-
perbuatan yang didorong oleh ketiga akar 
tidak bermanfaat; keserakahan, 
kebencian dan delusi akan menghasilkan 
kamma tidak bermanfaat yang 
mengarahkan mereka pada kelahiran 
kembali di dalam kondisi-kondisi 
kehidupan rendah dan jika di alam 
manusia, maka akan membawa kesakitan 
dan kemalangan bagi mereka. Mereka 
yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan 
baik, perbuatan-perbuatan yang didorong 
oleh ketiga akar ketidakserakahan, 
ketidakbencian, dan tanpa delusi, 
menghasilkan kamma yang mengarahkan 
mereka pada kehidupan yang lebih 
tinggi, dan jika di alam manusia, akan 
membawa mereka pada keberuntungan 
dan kebahagiaan. 
Dalam beberapa sutta Majjhima 
Nikaya (1995:54), Sang Buddha merujuk 
pada berbagai alam kehidupan yang 
mana kelahiran kembali dapat terjadi dan 
Beliau juga memberikan beberapa 
petunjuk atas jenis-jenis kamma yang 
mengarah menuju alam itu. Dari sudut 
pandang Buddhis, kosmologi bukan 
merupakan produk dari dugaan atau 
khayalan, melainkan suatu hal yang 
secara langsung diketahui oleh Sang 
Buddha melalui kekuatan pengetahuan 
Tathagata. 
Dalam kosmologi Buddhis 
kehidupan dalam setiap alam , sebagai 
produk dari kamma dengan kekuatan 
terbatas, adalah tidak kekal. Makhluk-
makhluk mengalami kelahiran kembali 
sesuai dengan perbuatan mereka, 
mengalami akibat baik atau buruk, dan 
kemudian ketika kamma penghasil telah 
habis kekuatannya, mereka meninggal 
dunia dan terlahir kembali di tempat lain 
seperti yang telah ditentukan oleh 
kammanya sendiri.