TAFSIF AL ATZAR 2


 uga mengetahui yang

tersembunyi. Bangsa Indonesia pernah membuat satu ungkapan kata, bahwa

"Hikmah" itu artinya "mengetahui yang tersirat di balik yang tersurat."

Bagaimana akan dapat dikeluarkan hikmah itu kalau kita tidak dibolehkan

mentafsirkan al-Quran di luar dari garis yang ditunjukkan oleh pendapat yang

dipelopori lbnu Taimiyah itu?

lbnu Abbas pernah didoakan oleh Rasulullah s.a.w. supaya dia dapat

memahamiagama lebihmendalam dan mengetahui ta'wil atau tafsir. Didalam

al-Quran ada ayat yang terang-terang menyuruh manusia supaya memohonkan

kepada Tuhan agar ditambahi kiranya ilmu.Katokanlah: Ya Tuhanku, tambahilah untukku ilmu."

Sedang ilmu itu sangatlah luasnya, sehingga berapapun yangdimohonkan

rnanusia, tidaklah cukup umurnya buat menampung ilmu yang sangat banyak

itu. Orangorang yang arif bijaksana, bila merenung al-Quran, bukan saja akan

mendapat ilmu agama, bahkan ilmu yang umumpun.

Imam Ghazali bukan saja mengemukakan dalil sebagai yang kita simpulkan

di atas itu, bahkan mengatakan pula bahwa menafsirkan al-Quran hanya

semata-mata di keliling Sunnah tidaklah mencukupi, karena Hadis yang ma'tsur

dariNabi s.a.w. dengan sanadnya yang shahih, yang mengenai tafsir al-Quran

sangatlah sedikit. Dan tafsir dari sahabat-sahabat kebanyakan pula hanya dari

pendapat mereka. Maka oleh sebab itu kata Imam Ghazalisebaliknyalah kita

ikuti jejak sahabat-sahabat Rasulullah itu, yaitu membanting tulang dan me￾mikirkan al-Quran dengan mendalam pula, sehingga kitapun dapat mengeluar￾kan ra'yi, sebagai sahabat-sahabat itu pula. Demikian juga terhadap tabi'in.

Kata Imam Ghazali lagi, bila direnung pendapat-pendapat penafsiran sa￾habat-sahabat dan tabi'in, nyata sekali dalam banyak hal mereka tidak ber￾satftran penafsiran. ltulah bukti bahwa.mereka telah memakai ra'yisendiridi

dalam menafsirkan al-Quran.

Imam Ghazali pun mengakui bahwa menafsirkan al-Quran tidak boleh

hanya semata-mata dengan okol, demikianpun tidak boleh hanya semata-mata

berpegang kepada noqal. Artinya jangan hanya semata-mata berpegang ke￾pada pendapat sendiri, dan hanya semata-mata menaqal atau mencopy pen￾dapat orang-orang yang telah terdahulu. Di dalam hal yang mengenal ibadat

tentu kita wajib berpegang kepada Sunnah Rasul. Tetapi kita tahu bahwa isi al￾Quran yang 6 236ayat bukanlah semata-mata peraturan. Menyuruh merenung￾kan alam, jauh lebih banyak ayatnya daripada menguraikan dari hal ibadat.

Sedang Salaf, sejak sahabat-sahabat Rasulullah sampai kepada tabi'in dahulu￾kala itu, dengan segala kerendahan hati, harus kita katakan dengan tegas

bahwa pengetahuan beliau-beliau tentang ilmu alam belumlah semaju zaman

sekarang ini. Bahkan dalam tafsir-tafsir selanjutnya penafsiran ayat-ayat demi￾kian masih saja mencerminkan tingkat hasil pengetahuan manusia zaman itu

belaka. Masih kita dapati dalam tafsir-tafsir zaman lampau itu bahwa bumilah

pusat alam, dan mataharilah yang mengelilingi bumi. Ketika menafsirkan ayat￾ayat yang berkenaan dengan pengembaraan Zulkarnain ke Timur dan ke Barat

masih saja didapatitafsir berkata bahwa matahari itu benar-benar teibenam ke

dalam lumpur di ujung dunia.

Demikian juga berkenaan dengan kisah-kisah yang terdapat di dalam al￾Quran. Masih didapati penafsiran bahwa kepala kaum'Ad itu sebesar gubah

sebuah mesjid dan tinggi mereka 30 hasta mereka sendiri, sehingga bila

mendengar berita itu sudah dapat dipastikan bahwa panjang tangan mereka

tidak seimbang dengan panjang badan mereka, padahaldiayat yang lain, yaitu

di dalam Surat at-Tin, Tuhan bersaMa bahwa Allah menjadikan manusia adalah

dalam sebaik-baik rupa dan bentuk (ayat 4).

Lantaran itu maka dengan sendirinya pendapat Imam Zamakhsyaridan

Imam Ghazah inilah yang akan dapat diterima oleh kita yang datang di belakang

ini. Sebab ibadat kepada Allah dan akidah tentang Tauhid selamanya tidak akan

berubah. Tetapi pengetahuan tentang alam selalu berkembang, dan luarbiasa

perkembangannya. Padahal al-Quran mengatasi seluruh zaman yang dihadapi￾nya. Oleh sebab itu maka al-Quran akan tetap ditafsirkan, sesuaidengan ilmu

pengetahuan, melalui ruang dan waktu, tidak berhenti-henti. Sebab Islam

adalah melengkapi dan mengatasi segala agama dan Muhammad s.a.w. adalah

Nabi untuk akhir zaman, dan sesudah dia tidak ada Nabi lagi.

Imam al-Qisthallani, pengarang kitab Fofhul Bari, yaitu syarah Hadis

Bukhari yang masyhur telah menyatakan pula fahamnya di dalam kitab ter￾sebut, bahwasanya seorang alim Jawaz (boleh saja) mengeluarkan pendapat￾nya, sebagai hasil pemahamannya terhadap al-Quran, meskipun hasil pen￾dapatnya itu tidak sama dengan hasil pendapat ahli-ahli tafsir yang terdahulu.

Dan Ulama-ulama yang terkemuka di dalam soal-soal tafsir telah pula menentu￾kan dua syarat di dalam seseorang penafsir mengeluarkan pendapat yang baru

dalam menafsirkan al-Quran. Pertama hendaklah sesuai pokok-pokok alasan

yang dikeluarkannya dengan bahasaArab, bahasa al-Quran itu. Kedua hendak￾lah faham baru itu jangan menyalahi pokok-pokok ajaran agama yang pasti

(Ushuluddin al-Qath'iyah).

Baik golongan Ibnu Taimiyah, ataupun golongan Imam Ghazaliatau jalan

lapang yang diberikan oleh al-Qisthallani, sama pendapat mereka bahwa

menafsirkan al-Quran menurut hawanafsu sendiri, atau mengambil satu-satu

ayat untuk menguatkan satu pendirian yang telah ditentukan terlebih dahulu

adalah terlarang (haram); penafsiran seperti ini adalah tafsiran yang curang.

Yang kedua ialah segera saja, dengan tidak menyelidiki terlebih dahulu,

menafsirkan al-Quran, karena memahamkan zahir maksud ayat, dengan tidak

terlebih dahulu memperhatikan pendapat dan penafsiran orang yang dahulu.

Dan tidak memperhatikan 'urul (kebiasaan) yang telah berlaku terhadap

pemakaian tiap-tiap kata (lafaz) dalam al-Quran itu. Dan tidak mengetahui

uslub (gaya) bahasa dan jalan susunan. Hal yang semacam inilah yang dinamai

beraniberani saja memakai pendapat sendiri (ra'yi) dengan tidak memakai

dasar. lnilah yang dinamai Tahaiium atau ceroboh dan bekerja dengan

serampangan.

Pendeknya, betapapun keahlian kita memahamkan arti daritiap-tiap ka￾limat al-Quran, kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti

memperhatikan bagaimana pendapat Ulama-ulama yang terdahulu, terutama

Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tabi'in dan Ulama

ikutan kita. ltulah yang dinamai riwayah,terutama berkenaan dengan ayat-ayat

yang mengenaihukum-hukum. Dan dalam halyang lain tadi, akaldan luasnya

penyelidikan kita dalam berbagai ilmu, adalah amat penting dan perlu dalammenafsirkan al-Quran. Dengan syarat asal saja akal itu jangan sampai menye￾lanreng daripada Nur yang telah diterangkan oleh syariat!

Maka agar supaya menafsir dengan akal dapat diterima hendaklah kita isi

empat syarat:

1. Mengetahui bahasa Arab, dengan pengetahuan yang dapat dipertang￾gungjawabkan, supaya dapat mencapai makna dengan sejelas-jelasnya.

Jangan menyalahi dasar yang diterima dari Nabi Muhammad s.a.w.

Jangan berkeras urat-leher mempertahankan satu mazhab pendirian

lalu dibelok-belokkan maksud ayat al-Quran agar sesuaidengan maz￾hab yang dipertahankan itu.

4. Niscaya ahlipula dalam bahasa tempat dia ditafsirkan.


Tiap-tiap Tafsir al-Quran memberikan corak haluan daripada peribadi

penafsirnya. Maka itu di dalam "Tafsir Al-Azhar" ini akan dapatlah dibaca

haluan Penafsirnya.

Penafsir memelihara sebaik-baiknya hubungan di antara noqol dengan

okol. Di antara riwayah dengan dirayah. Penafsir tidak hanya semata-mata

mengutip atau menukil pendapat orang yang telah terdahulu, tetapi memper￾gunakan juga tinjauan dan pengalaman sendiri. Dan tidak pula semata-mata

menuruti pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari

orang yang terdahulu. Suatu Tafsir yang hanya menurutiriwayat atau naqal dari

orang yang terdahulu, berarti hanya suatu "textbook thinking". Sebaliknya

kalau hanya memperturutkan akal sendiri, besar bahayanya akan terpesona ke

luar dari garis tertentu yang digariskan agama melantur ke mana-mana, se￾hingga dengan tidak disadari boleh jadi menjauh dari maksud agama.

Sebagaimana telah kita bayangkan dahulu di atas tadi, tafsir itu membawa

corak pandangan hidup si penafsir. Dan juga haluan dan mazhabnya. Sehingga

kadang-kadang, al-Quran yang begitu terang, sebagai sumber dari segpla

kegiatan hidup Islam, telah dipersempit oleh sipenafsir sendiri, dibawa kepada

haluan yang ditempuhnya. Misalnya kalau kita baca lo/sir al-Kasysyaf karang￾an Imam Jarullah az-Zamakhsyari kelihatanlah kegigihan beliau mempertahan￾kan mazhab yang beliau anut, yaitu Mu'tazilah. Dan kalau kita tilik pula lo/sir

ar-Raazi, kita lihatlah kegigihan beliau mempertahankan mazhab yang beliau

anut, yaitu Syafi'iyah. Dan apabila kita baca pula tafsir yang ditulis sekitar

seratus tahun yang telah lalu, yaitu lo/sirRuhulMo'ani, karangan al-Alusi Mufti

Baghdad, kita lihat beliau mempertahankan mazhab yang beliau anut kemu￾dian, yaitu Mazhab Hanafi, sedang dahulunya beliau adalah penganut Mazhab

Syafi'i. Sampai-sampaiada susun kata beliau yang berbunyi kira-kira demikian:

"Tetapi di dalam Mazhab kita, bukanlah begitu." Meskipun sudah nyata

susunan bunyiayat lebih dekat kepada pendapat mazhabSyafi'i, beliau kuatkan

juga pendapat mazhab yang beliau anut itu. Beliau telah berpindah mazhab

karena mazhab pemerintah Turki yang menguasai Irak pada waktu itu ialah

Hanafi.

Oleh sebab"Tafsir Al-Azhar"ini ditulis dalam suasana baru, di Negara yang

penduduk Muslimnya lebih besar jumlahnya dari penduduk yang lain, sedang

mereka haus akan bimbingan agama haus hendak mengetahui rahasia al￾Quran, maka pertikaian-pertikaian mazhab tidaklah dibawakan dalam tafsir ini,

dan tidaklah penulisnya To'oshshub kepada suatu faham, melainkan mencobasedaya-upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dari lafaz bahasa

Arab ke dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang buat berfikir.

Mazhab yang dianut oleh Penafsir ini adalah Mazhab Salaf, yaitu Mazhab

Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau dan Ulama-ulama yang mengikutijejak

beliau. Dalam hal akidah'dan ibadah, semata-mata taslim artinya menyerah

dengan tidak banyak tanya lagi. Tetapi tidaklah semata-mata taqlid kepada

pendapat manusia, melainkan meninjau mana yang lebih dekat kepada ke￾benaran uhtuk diikuti, dan meninggalkan mana yang jauh menyimpang. Meski￾pun penyimpangan yang jauh itu, bukanlah atas suatu sengaja yang buruk dari

yang mengeluarkan pendapat itu.

Tafsir yang amat menarik hati penafsir buat dijadikan contoh ialah lo/sir ol￾Manar karangan Sayid Rasyid Ridha, berdasar kepada ajaran tafsir gurunya

Syaikh Muhammad Abduh. Tafsir beliau ini, selain dari menguraikan ilmu

berkenaan dengan agama, mengenai Hadis, Fiqh dan sejarah dan lain-lain, juga

menyesuaikan ayat-ayat itu dengan perkembangan politik dan kemasyara￾katan, yang sesuai dengan zaman di waktu tafsir itu dikarang. Meskipun tafsir

itu beliau tulis hanya 12 juzu' saja, artinya tidak sampai separuh al-Quran,

namun dia dapat dijadikan pedoman di dalam meneruskan penafsiran "Al￾Azhar" ini sampai tammat. Meskipun soal-soal kemasyarakatan dan politik

dunia Islam yang beliau bicarakan di waktu itu, di zaman sekarang ini sudah

banyak berubah, karena perubahan yang terjadi di dalam negeri-negeri Islam,

namun dasar penafsiran yang beliau tegakkan, masih tetap hangat dan dapat

dicontoh, dan tidak basi.

Sesudah Talsir al-Manor yang terkenal itu telah terdapat pula beberapa

tafsir lain, misalnya Tat'sir al-Maraghi, Talsir ol-Qosimi dan "Tafsir" yang ditulis

oleh seorang wartawan yang penuh semangat Islam, yaitu Saiyid Quthub.

Tafsirnya itu bernama Fi Zhilalil Quron (Di bawah Lindungan al-Quran).

"Tafsir" ini, yang tammat ditafsirkan ketigapuluh juzu'nya, saya pandang adalah

satu "Tafsir" yang sangat munasabah buait zaman ini. Meskipun dalam hal

riwayat, dia belum dapat mengatasi ol-Monor, namun dalam dirayat dia telah

mencocoki fikiran setelah Perang Dunia ke ll, yang kita namai zaman atom.

Maka "Tafsir" karangan Saiyid Quthub inipun sangat banyak mempengaruhi

saya dalam menulis "Tafsir" ini.*

Ketika menyusun ini terbayanglah oleh penafsirnya corak ragam dari

murid-murid dan anggota jamaah yang ma'mum di belakangnya sebagai Imam.

Ada mahasiswa-mahasiswa yang tengah tekun berstudi dan terdidik dalam

keluarga Islam. Ada sarjana-sarjana yang bertitel S.H. Insinyur, Dokter dan

Profesor. Ada pula perwira-perwira tinggi yang berpangkat jenderal dan laksa￾mana dan ada juga anak buah mereka yang masih berpangkat letnan, kapten,

mayor dan para bawahan. Dan ada pula saudagar-saudagar besar, agen

automobil dengan relasinya yang luas, importir dan exportir kawakan di

samping saudagar perantara. Dan ada juga pelayan-pelayan dan tukang, tukang

pemelihara kebun dan pegawai negeri, di samping isteri mereka masing-masing.

Semuanya bersatu membentuk masyarakat yang beriman, dipadukan oleh

jamaah shalat subuh, kasih-mengasihi dan harga-menghargai. Bersatu di dalam

sho/yang teratur, menghadapkan muka bersama, dengan khusyu' kepada llahi.

Maka seketika menyusun "Tafsir" ini, wajah-!,rajah mereka itulah yang

terbayang, sehingga penafsiran tidak terlalu tinggi mendalam, sehingga yang

dapat memahaminya tidak hanya semata-mata sesama Ulama. Dan tidak

terlalu rendah, sehingga menjemukan. Sebab segala yang kita sebutkan di atas

tadi, sebagai corak dari jamaah sejati Islam, meskipun berbeda kedudukan,

namun yang paling muliadi antara mereka ialah barangsiapa yang paling takwa

kepada Allah. Ketika penulis "Tafsir" ini sunyi sepi seorang diri, baik dalam

tahanan di Sukabumi, atau di Bungalow "Herlina" dan "Harjuna" di Puncak,

atau di Mess Bri-Mob di Mega Mendung, atau sedang berbuat sambilditahan di

Rumah Sakit Persahabatan di Rawamangun Jakarta Utara, wajah jamaah yang

tercinta itulah yang terbayang seketika menggoreskan pena di atas kertas.

Di dalam hal yang mengenai pengetahuan umum, kerapkali penafsir me￾minta bantuan kepada ahlinya. Seketika mengupas soal-soal ilmu falak, pernah

penafsir meminta bantuan ahli falak yang terkenal, putera dari ahli falak yang

terkenal pula, yaitu saudara Sa'aduddin Jambek. Demikian pula dalam hal yang

lain-lain, penulis meminta bantuan ahlinya.

Riwayat penafsir yang lemahpun kalau perlu kita salin juga, bukan untuk

mempercayainya, melainkan untuk mengujinya dengan kiliran akal.

Dan bila saudara membaca dengan seksama, akan bertemulah beberapa

pendapat dari Ulama-ulama Islam Indonesia sendiri, yang tidak terdapat dalam

negeri Islam yang lain.

Demikian haluan dan cara yang penafsir pakai di dalam menyusun tafsir ini,

yang mudah-mudahan dapatlah dia mendekati kebenaran yang terkandung dan

termateri di dalam ayat-ayat suci al-Quran itu sendiri.

Dengan kurnia Allah, pada tahun 1956 dapatlah penulis mendirikan rumah

kediaman untuk berteduh, anak dan isteri diKebayoran Baru. Kebetulan sekali

di hadapan tanah tempat mendirikan rumah itu terdapat pula sebuah lapangan

luas persediaan untuk mendirikan sebuah mesjid agung, yang sesuai dengan

martabat Indonesia yang telah merdeka. Saya gembira sekali, karena apabila

satu mesjid besar berdiri di muka rumah kita, dapatlah anak-anak selalu dididik

dalam hidup keislaman, terutama bila mereka selama mendengarkan suara

azan pada sembahyang lima waktu. Setiap hari saya melihat orang bekerja

membangun mesjid itu dan saya selalu mendoakannya agar lekas selesai.

Sebelum mesjid itu selesai, maka di permulaan bulan Januari 1958 ber￾angkatlah saya ke Lahore, Pakistan memenuhi undangan Punjab University,

untuk turut menyertai suatu Seminar Islam yang diadakan di sana. Setelah

selesai menghadiri seminar tersebut, saya meneruskan perlawatan ke Mesir,

memenuhi undangan Mu'tamar Islamy, yang Sekretaris Jenderalnya ialah

Saiyid Anwar Sadat, salah seorang perwira anggota "Dewan Revolusi Mesir" di

samping Presiden Jamal Abdel Nasser.

Kedatangan saya ke Mesir di waktu itu bertepatan pula dengan melawat￾nya Presiden Sukarno ke sana, lantaran itu maka Duta Besar Mesir di lndonesia

di waktu itu, yaitu Saiyid Ali Fahmi al-Amrousi sedang berada di Mesir. Dia

mengetahui benar bagaimana kedudukan saya dalam masyarakat Islam di

Indonesia dan bahwa saya adalah salah seorang anggota pimpinan Muham￾madiyah dan Muhammadiyah adalah gerakan Islam di Indonesia yang me￾nempuh faham yang dipelopori oleh Ustadzul Imam Syaikh Muhammad

Abduh. Maka bersama-sama dengan Atase Kebudayaan Indonesia saudara

Raden Hidayat, beliau telah memperkenalkan saya di dalam masyarakat Mesir,

baik kepada Al-Azhar, atau kepada perkumpulan yang sama haluan dengan

Muhammadiyah, yaitu perkumpulan "asy'Syubbanul Muslimun". Perkenalan

dengan masyarakat Mesir ini diperluas lagi, karena ketika mengadakan seminar

di Lahore saya dapat berkenalan dengan Dr. Muhammad al-Bahay, seorang

sarjana Islam yang telah menggabungkan kesarjanaan Al-Azhar dengan ke￾sarjanaan Sorbonne (Prancis) dan Bonn (Jerman).

Maka terdapatlah satu persetujuan di antara Mu'tamar Islamy yang meng￾undang saya dengan resmi, dengan "as'Syubbanul Muslimun" yang berhaluan

sama dengan Muhammadiyah dan dengan "Al-Azhar University", mempersila￾kan saya mengadakan suatu Muhadharah (ceramah) di gedung "as-Syubbanul

Muslimun" tersebut, guna memperkenalkan saya dan pandangan hidup saya

lebih dekat kepada masyarakat ahli-ahli ilmu pengetahuan dan kaum per￾gerakan di Mesir. Usul beliau-beliau itu saya terima, dan judul yang dipilih buat

diceramahkan ialah Pengaruh Faham Muhammad Abduh di Indonesia dan

Malaya.

Banyaklah Ulama dan sarjana yang datang menghadiriMuhadharah ter￾sebut, yang persediaannya sangat sederhana, karena tidak disengaja buat

menjadi suatu kuliah-umum sambutan atas suatu gelar kehormatan ilmiah.

Tetapi setelah ceramah itu berlangsung kira-kira 90 menit, sangatlah besar

kesan yang ditinggalkannya dalam hati para sarjana itu, terutama Prof. Dr.

Osman Amin yang telah menulis beberapa buku ilmu pengetahuan berkenaan

dengan ajaran-ajaran Ustadzul Imam Syaikh Muhammad Abduh. Dan bagi

Revolusi Mesir, Muhammad Abduh dihitung sebagai pelopor pertama per￾baharuan fikiran, sebagai pendasar Revolusi Mesir.

Dan hadir pula dalam majlis yang berbahagia itu Syaikh Mahmoud Syaltout

yang di waktu itu masih menjadiWakilRektor Al-Azhar, dan beberapa Ulama

yang lain, dan hadir juga sahabat saya Dr. Muhammad al-Bahay, Syaikh Ahmad

Syarbasyi, RaidulAam (pembimbing Umum) "as-Syubbanul Muslimun" me￾nyambut ceramah itu dengan sepenuh-penuh penghargaan, dan kekaguman

betapa orang luar Mesir dapat mengenal ajaran Muhammad Abduh, yang di

Mesir sendiri hanya terbatas sekali yang mengenalnya.

Beberapa hari setelah mengadakan muhadharah itu, sayapun melanjutkan

perjalanan ke Saudi Arabia, memenuhi undangan Raja Saud. Saya terus ke

Makkah dan Jeddah dan ziarah ke makam Rasulullah di Madinah sebagaitamu

negara.

Beberapa hari di sana, datang pulalah kawat dari Riadh, menyatakan

bahwa Raja Saud berkenan menerirna saya di istana baginda di Riadh sebagai

tetamu baginda. Sedang saya menjadi tetamu baginda itu, tiba-tiba datanglah

kawat dari Mesir, dikirim dengan perantaraan istana baginda, oleh Duta Mesir

di lndonesia, Sayid Ali Fahmi al-Amrousi menyatakan bahwa Al-Azhar Uni￾versity telah mengambil keputusan hendak memberi saya gelar ilmiah tertinggi

dari Al-Azhar, yaitu Ustadziyah Fakhriyah, yang sama artinya dengan Doctor

Honoris Causa. Beliau meminta saya segera kembali ke Mesir buat menghadiri

upacara penyerahan gelar yang muha itu.

Seketika telegram inisaya perlihatkan kepada Baginda Raja Saud, baginda

telah berkata: "Kehormatan ini memang layak tuan terima. Sebenarnya ini

terlambat. Sebab sudah lama tuan berhak atasnya!" (Ketika itu belum terjadi

kemelut politik di antara Mesir dengan Saudi Arabia, dan Ketua Mu'tamar

Islamy di Mesir itu adalah Raja Saudi sendiri).

Sayapun memohon diri kepada Baginda, lalu kembali ke Jeddah. Setelah

sampai di Jeddah, pergilah saya ke Makkah, bersyukur di hadapan Ka'bah,

karena waktu itu bertepatan dengan 17 Februari 1958, genap usia saya 50 tahun

menurut hitungan tahun Masehi, dan setelah saya selesai mengerjakan tawaf

wada', sayapun kembali ke Jeddah. Pada malam itu masyarakat Indonesia di

Jeddah mengadakan satu jamuan mensyukuri usia yang telah 50'tahun itti, danmengucapkan selamat atas niat Al-Azhar memberisaya gelar kehormatan itu

dan sebagai ucapan selamat kembali ke tanahair. Besoknya saya kembali ke

Mesir.

Sampai saya di Mesir, saya hubungilah saudara Raden Hidayat Attase

Kebudayaan Republik Indonesia meminta keterangan kepadanya, apakah dia

mengetahui tentang kawat Duta Besar Mesir di Indonesia Sayid Ali Fahmi al￾Amrousiitu. Kemudian Duta Besar yang budiman itupun menghubungisaya di

Continental Hotel menyampaikan berita lebih jelas. Yaitu bahwa Kepala De￾partemen Kebudayaan dari Al-Azhar, Dr. Muhammad al-Bahay telah me￾masukkan usul kepada Majlis Al-Azhar tertinggi, agar salah satu daripada

peraturan Al-Azhar yang baru disusun, yaitu memberikan gelar-gelar ilmiah

kehormatan kepada orang-orang yang patut menerimanya, yang belum pernah

dilakukan di zaman yang sudah-sudah, diberikan kepada saya, sebagai orang

yang pertama.

Dr. Muhammad al-Bahay pun saya hubungi. Ternyata usul itu benar dan

beliau serahkan kepada saya salinan usul beliau itu. Di waktu itu Syaikh Jami'

Al-Azhar ialah Dr. Syaikh Abdur Rahman Taj. Dan Dr. al-Bahay menerangkan

pula bahwa protokol pelantikan sedang akan disusun, sebab tradisi itu belum

ada selama ini, karena inilah yang mula-mula akan mulai dilakukan sejak

peraturan itu diciptakan. Beliau mengharap saya sabar menunggu barang

seminggu dua minggu, karena hendak meminta pengesahan pula dari Presiden

Jamal Abdel Nasser sendiri.

Tetapi suasana politik dalam minggu-minggu akhir Februari 1958 itu sudah

sangat sibuk. Republik Mesir bergabung dengan Republik Suria. Kesibukan itu

terasa sampai dalam Al-Azhar sendiri. Pekerjaan-pekerjaan yang lain menjadi

tergendala. Orang Mesir sedang diliputi gembira ria. Jalan-jalan raya Mesir

dipenuhi oleh demonstrasi dan pawai-pawai raksasa. Orang menyambut per￾gabungan itu dengan gegap-gempita dan riuh-rendah. Urusan "perlantikan"

saya menjadi tertunda-tunda, sehingga ada usulan kepada saya agar saya

menunggu sampai akhir bulan Ramadhan. Ketika itu adalah awalSya'ban 1378.

Sedianya akan mau juga saya menunggu, karena rasanya akan sulitlah buat

mengulangi datang kembali ke Mesir, apatah lagi saya bukan seorang resmi,

bukan Presiden Republik dan bukan Perdana Menteri, saya hanya orang biasa.

Tetapi di samping orang Mesir dan orang Suria gembira ria karena terciptanya

Republik Arab Persatuan, suasana dilndonesia tengah menghadapikrisis hebat

pula. Dan krisis di Indonesia itu sangat dirasakan di Kedutaan Besar Indonesia

di Kairo, dan sangat dirasakan pula oleh badan-diri saya sendiri. Pemberon￾takan PRRI telah terjadi diSumatera. T.N.l. telahmembomPainan di pesisir

Selatan Sumatera Barat.

Hal itu sangat mencemaskan hati saya. Saya tidak mau menunggu lebih

lama lagi di Kairo. Saya tidak dapat meresapkan perasaan gembira orang Mesir

di kala tanahair saya Indonesia dan tumpah darah saya Minangkabau ditimpa

malapetaka. Saya segera pulang ke Indonesia, melalui Suria dan Libanon.

Ketika itu sahabat saya sejak kecil, MohammadZain Hassan menjadi Kuasa

Usaha R.l. di Damaskus. Sedang saya berada beberapa hari di Damaskus,orang Suria pun bergembira, karena dengan tiba.tiba saja, Presiden mereka,

Presiden R.P.A' berada di kota yang bersejarah itu'

Saya meneruskan perjalanan pulang kembali ke tanahair'

setelah saya pulang kembali, saya dapatiMesjid Agung dihadapan rumah

"u,u 

t"fun s"le"ui dibingun. Dan berita saya akan diberi gelar Dokter itu

irpunvu telah tersiar di tanahair sebelum saya pulang' Dan bulan puasapun

i"tun iutung. Tetapi meskipun telah selesai belum juga dibuka dengan resmi'

X"iru panit'ia Pembangunan Mesjid Agung tersebut, saudara Syamsurrijal

i;;;;".S almarhum), 

-bekas Wali Kota Jakarta Raya, menerangkan bahwa

"f.". ai.i.ta terlebih dahulu kesediaan Paduka Yang Mulia Presiden

lrt ur.,o menggunting pita pembukaan. Setelah itu barulah mesjid boleh di'

sembahyangi. ietapiiaya mendesak' agar supaya sebelum -d]buka dengan

iesmi, ,u*Lit ,n"nunggl saat berkenannya Paduka Yang Mulia Presiden

menggunting.pita seySlianyalah mesjid itu disembahyangi, supaya Tarawih

;;t;;;;r" diramaikanlupaya shalat jamaah lima waktu dimulaidan demikian

juga.Jum'at walaupun secaraberkecil-kecil. Tidak boleh terlalu lama mesjid itu

'ko"rong, sebab semangat mesjid ialah bila dia disembahyangi'

Saudara Syamsurrijal tidak dapat membatah usul saya' Maka hanya

beberapa hari saja setelah saya sampai di rumah' saya mulailah menyem￾il;";; mesjid iiu, karena kebetulan dia adalah di hadapan rumah saya. Dari

iu-uu6"vuns mulanya hanya 5 atau 6 orang, berangsurlah dia ramai. Dan hanya

L"b"rupu bulan saja setelah dimulai, di tiap-tiap sehabis selesai sembahvang

',u,n,.saya 

mulailah mentafsirkan al.Quran beberapa ayat. Setelah habis

,,.,*tu*rir[un itu di dalam masa kira-kira 45 minit setiap pagi, jamaah pun

pergilah ke tempat pekerjaan masing-masing'

Tiba.tibapadabulanMaretlg5g,yaitusatutahunsetelahsampaidi

tanahair dari plrlawatan ke negara-negara Islam itu, sampailah sekali lagi berita

Uiti*u memang keputusan memberi saya gelar ilmiah itu telah dilaksanakan'

Bel, atau tabung iiazah berwarna biru telah dikirimkan untuk saya, dengan

p"runturaun KeJuiaa., Besar R.P.A. di Jakarta, oleh Duta Besarnya yang baru

!"viJ Af i Fahmi. Dan Duta Besar telah menyerahkan kepada saya di dalam satu

upi.uru yang khidmat diKedutaan Besar R'P'A'

Ijazahyangamatpentingdidalamsejarahhidupsayaitutelahsayaterima

a"n'; penuhleharuan. Sebab dia ditandatangani oleh Presiden R.P.A' sen￾Jiri,J"-"r Abdel Nasser dan Syaikh Jami' Al'Azhar yang baru,.yang Al-Azhar

sangatmencapaimartabatyanggilanggemilangselamadalampimpinanbeliau.

itrtJt, Svuit h'Mafrmoud Svattout, (beiiau meninggal pada akhir tahun 1963)'

Dan beliau turut hadir daiam muhadharah saya di gedung "asy'Syubbanul

Muslimun" - itu. --S"r; kirimlah kepada beliau sepucuk surat terimakasih yang sebesar￾besarnyaatasanugerahdanpenghargaanitu.Apatahlagidenganjelaster.

pir"puns di dalamnya bahwa ,,ijazah'i yang diberikan kepa{a. saya itu ialah

;.Ruqu-1"; yaitu sa"yalah orang yang mula-mula sekali beroleh gelar kehor-

.uiun itu seiak Al-Azhar *er,ciptakan peraturan itu. Dan ucapan terimakasih





Telah dicoba menguraikan "Tafsir" ini tiap-tiap pagi waktu subuh sejak

akhir tahun 1958, namun sampaiJanuari 1964 belum juga tammat'

Telah ditulis berturut-turut dalam majalah Gema Islomsejak Januari 1962

sampai Januari 1964, namun yang baru dapat dimuat hanyalah satu setengah

juzu; saja, darijuzu' 18 sampai juzu'19. Tiba-tiba pada 12 haribulan Ramadhan

i383 bertepatan dengan 27 Januari 1964, berlakulah takdir Allah yang tidak

dapat dielakkan: "Jika langit hendak jatuh, bagaimanalah telunjuk bisa me￾nahannya."

Pada hari Senen, tanggal 12 haribulan Ramadhan 1383, bertepatan dengan

27 Januari 1964, sava mengadakan pengajian mingguan di Mesjid Agung Al￾Azhar terhadap kira-kira 100 orang kaum ibu, yang umumnya terdiri dari kaum

terpelajar. Yang ditafsirkan hari itu ialah Surat al-Baqarah ayat255, atau ayat al￾Kuisi yang biasa dihafalitu. Pukul 11 siang selesailah pengajian dan kembalilah

saya ke rumah akan berlepas lelah sejenak menunggu datangnya waktu zohor.

Tiba tiba setelah kira-kira setengah jam saya istirahat, anak saya memberi￾tahukan ada empat orang tetamu yang telah duduk di beranda muka ingin

bertemu dengan saya. Saya berlalai-lalai kira-kira lima menit, dan saya lihat dari

celah pintu ada sebuah mobil Fiat berhenti. Pada sangka saya tentulah keempat

tetamu itu pengurus dari salah satu mesjid di Jakarta yang datang mengundang

untuk mengadakan tabligh dan tarawih bulan puasa. Dengan tenang sayapun

keluar. Wajah keempat tamu itu tenang dan penglihatan mereka mendalam

kepada saya. Sayapun bertegur-sapalah dengan mereka baik-baik dan bertanya

upukuh agaknya maksud kedatangan mereka. Lalu seorang di antara mereka

mengulurkan sepucuk surat, bersampul baik. Surat itu saya baca dengan

tenang; rupanya ialah surat perintah menangkap sayal Barulah saya tahu

bahwa keempat mereka adalah polisi berpakaian preman'

Dalam keadaan tidak tahu apa kesalahan saya dalam tengahari letih

berpuasa, saya dijemput dan dicabut dengan segenap kekerasan dari ke￾tenteraman saya dengan anak isteri, disisihkan dari masyarakat dan dimasuk￾kan ke dalam tahanan. Setelah empat hari dalam tahanan barulah saya di￾periksa, dengan tuduhan yang amat hebat dan ngeri. Yaitu bahwa saya

mengadakan rapat gelap di Tanggerang pada tanggal 11 Oktober 1963. Yang

diperkatakan dalam rapat itu ialah hendak membunuh Menteri Agama H.

Saifuddin Zuhri, dan hendak mengadakan Coup d'etot Untuk semua maksud

ini saya mendapat bantuan dari Tengku Abdul Rahman Putera, PerdanaMenteri Malaysia banyaknya empat juta dollar. Artinya menurut tuduhan ini

saya adalah seorang pengkhianat besar kepada tanahair saya sendiri.

Dan dituduh pula bahwa dalam salah satu kuliah saya pada bulan Oktober

1963 pada Institut Agama Islam Negeri (l.A.l.N.) diCiputat, menghasut Maha￾siswa agar meneruskan. pemberontakan Kartosuwiryo, Daud Beureueh, M.

Natsir dan Syafruddin Prawiranegara. Kalau mereka itu telah gagal semua,

kamu janganlah sampai gagal!

Sedihlah kita memikirkan bagaimana jatuhnya mental dan moral manusia

pada masa itu. Rupanya di dalam 9 orang mahasiswa yang saya beri kuliah di

I.A.l.N. di waktu itu menyelip "mahasiswa" yang kerjanya adalah mendengar￾dengar, kalau ada "kuliah" yang diberikan oleh seorang dosen atau guru besar,

yang dapat ditarik-tarik untuk dijadikan beban fitnah bagi menghancurkan

dosen tersebut. Dengan segala hormat saya diminta mengajar di I.A.l.N. dalam

mata pelajaran Ilmu Tasauf, rupanya buat dipasangkan jerat bagi memfitnah

saya.

Baik di pondok-pondok kuno di sudut desa, ataupun di Universitas di

kampus tertentu, terdapat satu tradisi, yang rasa hormat mahasiswa kepada

guru-besarnya. Tetapi di masa itu mahasiswa "ditunjuk" untuk mencari jalan

bagaimana supaya dosennya ditarik ke dalam tahanan.

Sungguh aneh, tetapi benar!

Difitnahkan pula bahwa perjalanan saya di awalSeptember 1963 di Pon￾tianak maksudnya ialah mengadakan "kontak" dengan kaki-tangan Tengku

Abdul Rahman yang ada di daerah itu. Padahal pidato saya di muka rapat umum

di Pontianak itu diambil dengan tape-recordef, yang isinya menguntungkan

Konlrontasinya Sukarno, bukan menyokong Tengku Abdul Rahman.

Itulah fitnah-fitnah yang ditimpakan kepada diriku, sehingga ditahan, di￾tanya dan diperiksa, tidak kurang daripada dua setengah bulan lamanya.

Dengan segala macam usaha saya dipaksa buat mengaku apa yang dituduhkan.

Menurut peraturan akal yang sihat, polisi yang memeriksa, itulah yang mesti

mengemukakan bukti-bukti kesalahan yang dituduhkan. Tetapi ini sebaliknya

dari itu. Dengan tekanan batin yang sangat menyesak, dipasang pertanyaan￾pertanyaan, kadang-kadang dengan ancaman, kadang-kadang dengan gertak,

kadang-kadang tidak membiarkan istirahat agak sejenak, kita yang ditanya

disuruh mengakui hal-hal yang telah disusun menjadi tuduhan. Dan setelah

"selesai" segala pemeriksaan, teruslah ditahan. Ditahan, dengan tidak ada

tanda-tanda akan segera dikeluarkan. Kalau tidaklah terjadi perubahan politik

karena GESTAPU/P.K.l. dengan membunuhi Jenderal-jenderal pada 30 Sep￾tember 1965, tidaklah nampak suatu lobang harapanpun bahwa akan segera

dikeluarkan dari tahanan, satu peraturan yang dinamai Pen.Pres. (Penetapan

Presiden), no. 1 1/1963.

Yaitu undang-undang yang membolehkan menangkap orang yang diduga

atau dituduh melakukan subversif. Menurut undang-undang ini, setelah di￾lakukan pemeriksaan dan ternyata cukup alasan buat membawa si tertuduh ke

muka hakim, maka dalam masa selama-lamanya enam bulan, si tertuduh segera

dihadapkan ke muka hakim. Tetapi kalau ternyata tidak cukup alasan, makakejaksaan berhak menahan selambat-lambatnya satu tahun. Bahkan di dalam

salah satu fasal undang-undang itu diperingatkan pula agar jaksa menjaga

jangan sampai terjadi penahanan yang berlarut-larut￾Tetapi apa yang terjadi dalam pelaksanaan? Beratus-ratus orangyang telah

ditahan dengan memakai Pen.Pres. no. 11/1963 ini. Asal ada saja dugaan bahwa

seseorang melakukan tindak pidana (kejahatan) subversif, ditangkaplah dia dan

ditahan. Setengahnya disiksa dengan kejam, sampai jarak di antaranya dengan

maut hanya beberapa langkah saja, bahkan ada yang sampai mati- Dikarang￾karanglah berbagai fitnah, dengan tidak mempertimbangkan lagi benar atau

tidaknya, masuk akalkah tuduhan itu atau tidak. Masuk akalkah seorang

sebagai saya, beranak sepuluh dan bercucu beberapa orang pula, akan begitu

berani bermaksud membunuh Presiden dan Menteri Agama dan hendak

mengadakan Kup. Rupanya, benar atau tidak tuduhan itu, masuk akal atau

tidak, bukanlah soal. Yang soal ialah menyingkirkan seseorang yang dipandang

musuh politik atau dibenci dari masyarakat dan dari anak isterinya. Dan setelah

nyata bahwa tidak ada bukti dan bahwa tuduhan itu adalah fitnah dan palsu

belaka, bukanlah ditahan selambat-lambatnya satu tahun, sebagaiditulis dalam

Pen.Pres. no. 11/1963 itu, melainkan sampai lebih daripada dua tahun.

Pada masa itu selalulah disorak-sorakkan bahwa Negara berdasarkan

Pancasila, dan Pancasila itu tidak boleh diutik utik. Untuk membela Pancasila,

mereka injak-injaklah si Pancasila itu. Untuk menjunjung tinggi Pancasila, si

Pancasila dikuburkan. Untuk membela Dasar Pertama, Ketuhanan Yang Maha

Esa, orang beragama mesti bekerjasama dengan Komunis. Untuk menegakkan

perikemanusiaan orang-orang yang dibenci ditangkapi dan dibenamkan ke

dalam penjara, sedang anak-isterinya yang tinggal dibiarkan melarat, dan kalau

ada orang lain yang mencoba hendak menolong anak isteri orang itu, yang

menolong itu dituduh Kontra Reuolusi. Keadilan Sosiol dasar negara yang

kelima ditegakkan dengan sungguh-sungguh, yaitu dibagi-bagilah dengan adil

merata kemiskinan dan kemelaratan, ketakutan dan kecemasan di kalangan

rakyat banyak; sedang bapak-bapak saking kasihannya terhadap rakyat "tak

usah" mengambil bagian sedikit juapun dari kemiskinan dan kemelaratan itu.

Pada waktu itulah Sukarno sebagaiKepala Negara selalu menganjurkan supaya

rakyat makan batu. Sedang kemewahan dan kekayaan, tidak usah dibagi-bagi,

biarlah beliau dengan kaki-tangannya saja.

Untuk menerima keadilan yang merata itu, mendapat bahagianlah saya di

rumah tahanan selama dua tahun empat bulan.

Melihat tanggal mulai Pen.Pres. itu diundangkan, beratlah persangkaan

saya bahwa Pen.Pres. ini yang terutama ditujukan ialah kepada diri saya sendiri.

Sebab saya dituduh mengadakan rapat gelap diTanggerang pada 11 Oktober

1963, sedang Pen.Pres. itu diundang-undangkan pada tanggal 14 Oktober 1963.

Sebab itu nyatalah bahwa penangkapan dan penahanan atas diri saya itu

adalah kezaliman yang dilegalisir dengan undang-undang. Segala tuduhan itu

adalah fitnah belaka. Saya ditangkap adalah guna menutupi maksud yang

sebenarnya, yaitu menyingkirkan saya dari masyarakat. Karena sejak saya

memulai perjuangan menyebarkan Agama Islam, baik sebelum saya berpang-kalan di Mesjid Agung Al-Azhar, atau sesudahnya, saya hanya menuruti satu

garis yang tertentu, tidak membelok ke kiri kanan, yaitu menyebarkan kata

Allah dan kata Rasul menurut yang saya yakini, tidak membenci pemerintah

yang berkuasa, dan tidak pula menjilat-jilat pemerintah, dan tidak pula mahu

menyediakan diri mempermainkan keyakinan agama, untuk mencapai ridha

manusia yang sedang berkuasa. Sebab tempat saya bertanggungiawab bukan￾lah manusia, melainkan Allah semata.

Tetapi rencana yang lahir daripada manusia lain dari rencana yang ghaib

dari Allah. Yang berlaku adalah rencana Allah. Orang-orang yang memfitnah

dan menzalimi saya sudah merasa sangat gembira karena saya telah dibung￾kemkan dan disisihkan.

Tetapi di samping hati mereka yang telah puas, Tuhan Allah telah me￾lengkapi apa yang disabdakanNya didalam Surat at-Taghabunayat 11. Yaitu

bahwa segala musibah yang menimpa diri manusia adalah dengan izin Allah

belaka. Asal manusia beriman teguh kepada Allah, niscaya Allah akan mem￾berikan hidayat ke dalam hatinya. Tuhan Allah rupanya menghendaki agar

masa terpisah dari anak isteri dua tahun, dan terpisah dari masyarakat, dapat

saya pergunakan menyelesaikan pekerjaan berat ini, menafsirkan al-Quranul￾Karim. Karena kalau saya masih di luar, pekerjaan saya ini tidak akan selesai

sampai saya mati. Masa terpencil dua tahun telah saya pergunakan sebaik￾baiknya. Maka dengan petunjuk dan hidayat Allah Yang Maha Kuasa, beberapa

hari sebelum saya dipindahkan ke dalam tahanan rumah, penafsiran al-Quran

30 Juzu'telah selesai. Dan semasa dalam tahanan rumah dua bulan lebih saya

pergunakan pula buat menyisip mana yang masih kekurangan.

Sungguhlah suatu keajaiban kalau kita perbandingkan diantara kehendak

Allah dengan kehendak manusia. Saya insaf benar bahwa kesanggupan yang

diberikan Tuhan kepada saya, diberi tugas hidup buat mengarang dan ber￾pidato, tidaklah semua orang yang menyenanginya. Banyaklah mereka itu yang

hasad melihat kesanggupan ini. Yaitu manusia-manusia yang berjiwa kecil, yang

menyangka bahwa dengan berbuat dan menyusun fitnah, hasad-dengkinya bisa

dilepaskan. Yang merasa diri BESAR karena pangkat, dan kembali menjadi

kepinyuk kecil setelah pangkatnya ditanggalkan dari dirinya. Bagaimanalah

kalau mereka tahu bahwasanya masa tahanan dua tahun itu kelaknya akan

menghasilkan karangan sebesar ini? Kalau mereka diberitahu Tuhan bahwa hal

ini akan kejadian, agaknya akan mereka undurkanlah maksud mereka mem￾fitnahkan saya, dan tidaklah jadi-jadi "Tafsir" ini.

Sungguh Allah Maha Kuasa!

Zaman bergilir, ada yang naik dan ada yang jatuh, dunia tiada kekal. Bagi

diriku sendiri, di dalam hidup ini akupun datang dan akupun akan pergi.

Kehidupan adalah pergiliran di antara semyum dan ratap. Airmata adalah asin;

sebab itu dia adalah garam dari penghidupan.

Aku mengharap, jika aku mendapat aniaya oleh suatu kekuasaan orang

zalim, hanya semata-mata karena mereka suatr,r waktu berkuasa, pasti datang

zamannya, aku dan mereka sama-sama tidak ada lagi di dunia ini. Maka moga-

moga dengan meninggalkan "Tafsir" ini, ada yang akan diingat-ingat orang dari

diriku sebagai suatu hasil khidmat untuk Tuhan dan ummat. Yang dapat aku

kerjakan di dalam saat-saat aku teraniaya. Moga'moga akan datanglah masa￾nya, aku tidak add lagi dan orang-orang yang menganiayakupun tidak ada lagi,

tetapi "Tafsir" ini masih dibaca dan dithalaah orang, walaupun pengarangnya

sudah lama berlalu. Dan aku tidak dapat memastikan, apakah yang akan

menjadi buah tutur orang terhadap para penganiaya itu setelah mereka me￾ninggalkan dunia fana ini?

Kalau tidaklah mengingat akan "kehidupan kedua kali" itu, mungkin sudah

lama sayapun dibawa hanyut oleh nafsu hendak berkuasa dan kemudiannya

menjadi mabuk oleh kekuasaan itu: Na'udzu Billah!

Seorang di antara anak saya pernah mengusulkan supaya di kata penda￾huluan "Tafsir" ini saya sampaikan terimakasih kepada mereka yang telah

menyusun fitnah ini, yang menyebabkan saya ditahan sekian lama. Oleh karena

tersebab tahanan inilah "Tafsir" ini dapat dikerjakan dengan tenang dan dapat

diselesaikan. Maka usul anak saya telah saya jawab:

"Tidak anakku! Ayah tidak hendak berterimakasih kepada mereka itu!

Karena terimakasih yang demikianpun akan menambah hasad mereka juga.

Bahkan akan merekakatakan ayah mencemuh kepada mereka karena maksud

mereka digagalkan. Tuhan. Ayah belumlah mencapai derajat yang demikian

tinggi, sehingga mengucapkan terimakasih kepada orang yang aniaya, zalim,

hasad, dengki. Atau orang yang ntemakai kekuasaan yang ada dalam tangan

mereka buat melepaskan sakit hati. Ayah akan tetap berpegang pada pendirian

Tauhid, yaitu mengucapkan syukur dan puji-pujian hanya untuk Allah saja.

Allah Yang Maha Kuasa atas segala kekuasaan, Allah yang lebih tinggidari

segala macam kebesaran. Allah yang ajaib siasatnya daripada segala siasat

manusia. Hanya kepadaNya sajalah ayah sampaikan segala syukur dan segala

terimakasih.

Adapun kepada mereka itu yang telah menyusun fitnah itu, atau yang telah

menumpangkan hasadnya dalam fitnah orang lain, setinggi tinggi yang dapat

ayah berikan hanya maaf saja. Sebab kalau berpangkat dan berkuasa, maka

pangkat dan kekuasaan itu adalah bergiliran di antara manusia.

Betapa tidak, karena fitnah dan hasad manusia ayah terpencil. Padahal

dalam masa tqrpencil itulah ayah dapat berkhalwat dan beribadat lebih khusyu'.

Saat-saat senggang yang begitu luas, malamnya dapat ayah pergunakan buat

ibadat, munajat dan tahajjud. Siang yang panjang dapat ayah gunakan buat

mengarang, tafakkur dan muthala'ah. Semuanya itu dengan pertolongan dan

hidayat Tuhan."

Mereka yang hasad dan zalim itulah yang sebenarnya diazab oleh perasaan

hati mereka sendiri. Mereka adalah orang yang mabuk oleh karena kekuasaan.

mereka berperang di dalam hati sendiri, di antara perasaan halus sebagai insan,

dengan kekuasaan tuntutan hawanafsu.

Niscaya di antara mereka ada juga sisa-sisa iman dalam hati mereka. Di

dalam sanubari mereka kadang-kadang tentu timbul penyesalan sebab mereka

telah berbuat aniaya kepada orang yang tidak bersalah. mereka telah me-nyebabkan terpisahnya seorang ayah dengan anak-anaknya, seorang suami

dengan isterinya. Dan mereka sebab masih ada sisa iman, masih percaya bahwa

tidak ada satu kejahatan yang tidak berbalas. Mereka percaya,bahwa satu

waktu keadilan Tuhan akan berlaku atas diri mereka. Tetapi oleh karena satu

kalijiwa mereka telah terjual kepada syaitan, mereka tidak bisa surut lagi. Di

dalam Surat al-Baqarah ayal 257 diterangkan perbandingan jiwa orang yang

berwali kepada Allah dengan orang yang berwali kepada syaitan. Adapun orang

yang berwali kepada Allah, maka Allah mengeluarkan mereka daripada gelap￾gulita rohani kepada terang benderang (Nur) iman. Tetapi orang yang berwali

kepada thaghuth, yaitu syaitan halus dan syaitan kasar, besar, berhala atau

manusia yang diberhalakan, atau yang disebut lironi, yang di dalam bahasa

Arabnya disebut jusa thoghDoh, yang satu rumpun bahasanya dengan thag￾huth tadi, maka thaghuth ini mencabut mereka daripada terang kepada gelap.

Kalau tadinya iman mereka sudah ada, lantaran berwali kepada thaghuth, maka

iman itu kian lama kian kabur, akhirnya bisa habis. Mereka kadang-kadang

menyesal, tetapi tidak dapat lagi melepaskan diri dari ikatan thaghuth itu.

Sehingga kita dapat bertanya: "Siapakah yang beroleh kemerdekaan jiwa?

Apakah kami yang dianiaya dan difitnah, ataukah penganiaya dan tukang'

tukang fitnah itu sendiri?"

Tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah tatkala beliau telah di

penjarakan karena hasad dengki musuh-musuhnya. Pada waktu beliau hidup,

dia hanya manusia biasa, bukan berpangkat, bukan berkuasa. Maka pihak

pihak yang berkuasa mempergunakan kekuasaan buat menahan beliau, sehing￾ga bertahun-tahun lamanya beliau meringkuk dalam penjara. Sebabnya hanya

satu, yaitu jiwanya tidak bisa dibeli dengan pangkat. Maka berkatalah beliau

kepada muridnya IbnulQayyim, yang sama-sama dipenjarakan orang: "Apakah

lagi yang didengkikan oleh musuh-musuhku kepadaku? Penjara itu bagiku

adalah untuk berkhalwat, dan pembuangan adalah untuk menambah penga￾lamanl Orang yang terpenjara ialah yang dipenjarakan oleh hawanafsunya dan

orang yang terbelenggu itulah yang telah dibelenggu oleh syaitan."

Tidaklah dapat saya menghitung berapa nikmat llahi yang telah saya

terima. Satu di antara nikmatnya yang besar kepadaku ialah aku tidak termasuk

dalam golongan tukang fitnah dan tidak pula termasuk orang yang zalim.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan, bahwasanya tanda alamat

orang yang berjalan atas yang hak ialah bila dia mati diantarkan jenazahnya ke

pusaranya oleh ribu-ribu manusia, dengan sukarelanya sendiri. Perkataan

Ahmad bin Hanbal ini dicatatkan kembali oleh pengarang riwayat hidup Ibnu

Taimiyah setelah beliau wafat. Ialah karena menyaksikan bahwa seketika

jenazahnya beliau diantarkan dari dalam penjara Damaskus ke perkuburan,

telah diiringkan oleh tidak kurang daripada satu juta manusia!

Ibnu Taimiyah telah mati, sebab itu dia tidak menyaksikan begitu besar

jumlahnya orang yang mencintai dia. Tetapi saya sekali lagi bersyukur kepada

Allah, dan beribu kali lagi bersyukur kepada Allah, karena saya dengan sebab

tahanan ini dapat menyaksikan bahwa masi6 ada rupanya orangyang mencintai

saya. Baik sejak saya dalam tahanan di rumah sakit, ataupun setelah dalam

tahanan rumah ataupun setelah tahanan kota. Ada utusan dari Aceh, Sumatera

Timur, Palembang. Dan salah seorang utusan yang dari Palembang ini ialah

seorang Ulama dari Mesir, dosen salah satu perguruan tinggi Islam di sana.

Beliau menyampaikan pula bahwa Ulama-ulama di Al-Azhar mendoakan moga￾moga saya lekas terlepas daripada balabencana ini. Dan juga utusan dari

Makasar, Banjarmasin, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan lain-lain. Dan

dari beberapa kawan yang kembali dari mengerjakan Haji, saya terima khabar

bahwa beratus-ratus di antara mereka mendoakan di Multazam, moga-moga

keadilan Allah berlaku, kejujuran menang dan kecurangan tumbang.

Selain dari berita yang dibawa Ulama Mesir yang bertugas diPalembang

itu, saya terima pula berita dari seorang pelajar yang baru pulang dari Mesir,

bahwa dua orang sahabat saya Ulama Mesir, yaitu Syaikh Muhammad al￾Ghazali dan Syaikh Ahmad Syarbashi, bila berjumpa dengan pelajar-pelajar

Indonesia, selalu mereka menanyakan nasibku, masihkah saya meringkuk

dalam tahanan, atau sudahkah keluar. Dan selalu mereka mendoakan moga￾moga segala percobaan itu akan menambah gengsi keimananku di hadapan

Tuhan.

Semuanya itu dapat saya saksikan tatkala saya masih hidup, dengan tidak

menunggu mati terlebih dahulu buat diiringkan orang jenazah saya ke per￾kuburan dengan sukarela.

Sungguh Allah Maha Kuasa!

Dan satu nikmat lagi yang kurasakan yang sampai sekarang bahkan Insya

Allah sampai saya menutpp mata kelak tidak akan hilang-hilang dari dalam

jiwaku, ialah nikmat pada jiwa sejak sehari aku dibebaskan dari tahanan. Pihak

Kejaksaan Agung dan pihak Panghma Angkatan Kepolisian mengeluarkan

"Surat Keterangan" bahwa aku tidak bersalah, sebab itu kepadaku tidak akan

diadakan tuntutan, dan aku dibebaskan.

Aku bersyukur dan aku bersujud kepada Tuhan.

Sebab selama dalam tahanan itu, selain dari mengerjakan "Tafsir" ini

di waktu siang, di malam hari mendapat kesempatan sangat luas buat beribadat

kepada Tuhan. Saya mendapat kesempatan sangat luas buat mengerjakan

Tilawatul-Quran, sampai khatam lebih dari 100 kali. Saya mendapat kesem￾patan buat mengerjakan Shalat Tahajjud dan munajat hampir setiap malam.

Buku-buku penting dalam hal Tasauf, Tauhid, Filsafat Agama, Hadis-hadis

Rasulullah, Tarikh pejuang-pejuang Islam dan kehidupan ahli-ahli tasauf dan

ulama, jalan akhirat dapat saya baca dan dapat saya resapkan ke dalam jiwa.

Sungguh, kalau penahanan ini tidak terjadi, tidaklah saya akan mendapat

kesempatan seluas itu.

Terusterang saya katakan di sini, bahwa sekali-sekali, atau kerapkali timbul

juga kesedihan hati karena kemerdekaan dirampas, apatah lagi karena ber￾bulan-bulan lamanya "gelap" saja keadaan, tak tentu lagi bila akan pulang,

sehingga kerap juga ditimpa rasa murung. Mengarang tafsir di waktu pagi,

membaca buku-buku dipetang hariltilawatil-Quran di antara maghrib dan isya',

dan tahajjud serta munajat lepas tengah malam, adalah obat yang palingmujarab pengobat muram dan kesepian. "Di waktu segala jalan hubungan di

bumi ditutup orang, hubungan ke langit lapang terluang."

Di waktu saya telah keluar dan bebas, saya bersujud mensyukurinikmat

dan memohon ampun saat-saat aku merasa lemah. Sebab sesampai di luar

terasalah kekayaan jiwa karena lepas dari ujian itu. Bersyukur atas kesempatan

ibadat dan munajat yang diberikan Tuhan. Bersyukur karena dua tahun empat

bulan lamanya aku disimpan Tuhan, sehingga tidak kena kotoran dan debunya

zaman kezaliman. yang kalau saya ada di luar pada masa itu, mungkin untuk

menjaga keselamatan diri sendiri, saya terpaksa menempuh jalan orang muna￾fik, turut menyokong kezaliman itu padahalberlawanan dengan hati. Akhirnya

tidak pula dapat membebaskan diri, karena sekali jiwa telah dijual kepada

syaitan, sudah sukar buat menarik diri. Di dalam orang di mana-mana me￾nyorak-soraikan Orde Boru dan menentang Orde Lama, dengan kepala ter￾angkat dan tahu harga diri saya dapat berkata bahwa saya tidak termasuk Orde

Lama. Allah sendiri, dengan memakai tangan orang-orang yang zalim itu, yang

memeliharakan saya dari cap Orde Lama.

Kemudian Allahpun memperlihatkan terus menerus kekuasaanNya,

orang-orang yang berbuat zalim itu jatuh satu demi satu dari kemegahannya.

Mereka tidak tergantung kepada Tuhan, melainkan kepada pangkat. Pangkat

itupun jatuh. Ada di antara mereka yang telah hilang saia dari arena masya￾rakat, meskipun tubuh masih ada. Ada yang ditahan berbulan-bulan dan

menunggu perkara dibuka, sebagaimana yang dahulu mereka lakukan kepada

orang lain, dan ada yang menerima hukuman dari kesalahannya, hukuman

buang atau hukuman mati. Dan ada yang payah mengangkat muka kepada

masyarakat, sebab segala perbuatan di zaman kemegahan dahulu tidak lepas

dari ingatan masyarakat. Dan ada pula yang lebih tinggi sorak-sorainya me￾nyerukan Orde Baru, meskipun orang tahu lakon yang pernah dilaluinya.

Alhamdulillah, saya dibebaskan Tuhan daripada itu semuanya. Maka di

samping bersujud karena bersyukur. saya bersujud karena memohon ampun

kepada Tuhan, sebab di dalam sepinya pengasingan, kerapjuga saya muram

dan merasa sepi. Karena rupanya perahu iman itu memang mesti belayar di atas

hidup yang bergelombang.

Ampuniaku, yaTuhanku, atas kelemahanku. Laksana lautan nikmatyang

Engkau timbakan ke atas diriku, sedang persediaan diri ini amat kecil buat

menampungnya.

Dariusia masih muda remaja, sampaimulaitua menjunjung uban, tidaklah

mendatar saja jalan yang harus saya tempuh. Karena tahanan lebih dua tahun

ini adalah menjadi salah satu matarantai kalung keemasan yang ditatahkan

pada leher sejarah hidupku. Dia menjadi lebih indah lagi, karena kezaliman dan

fitnah inibaru menimpaku setelah tanahairku merdeka!

Aneh, tetapi benar!

Susun kata apakah lagi yang harus aku susunkan buat mengucapkan

syukur dan puji-pujian kepada Allah atas segala nikmat yang telah Dia berikan

kepadaku. Aniaya manusia diputar olehNya menjadi nikmat. Aku difitnah,

dizalimi dan dipisahkan dari masyarakat, namun imanku bertambah dalam

kepadaNya, cintaku tidak dapat lagi diperbandingkan dengan segala macam

cinta.

Ada beberapa orang muridku pula, mengatakan bahwa pangkatku di

dalam hati kaum Muslimin, khususnya yang berbahasa Indonesia dan ber￾bahasa Melayu, sudahlah tinggi.

Aku syukuri penilaian itu dan aku akui, tetapiaku tambahkan lagi. Pangkat￾ku ini aku cari sendiri dengan tidak merugikan orang lain dan tidak dengki

kepada pangkat orang lain. Pangkatku ini tidak aku dapat dengan berpijak di

atas kuduk orang-orang yang memusuhiku; syukur Alhamdulillah!

Moga-moga "Tafsir Al-Azhar" ini, sebagai oleh-olehku dari tahanan, hen￾daknya dapat berguna dan berfaedah bagi kaumku dan bangsaku yang haus

akan penerangan agama. Dan selanjutnya moga-moga diapun menjadi salah

satu dari alat untuk aku mendapat syafaat dariTuhan di akhirat.

Amin!


Surof

AL.FATIHAH

(Pembukaan)

Suratl:7ayat.

Diturunkan di Makkah.

(\)

tL!4)\W ,;4

(1) Dengan nama Allah, Yang Maha

Murah, Maha Penyayang.

(2) Segala puji-pujian untuk Allah,

Pemelihara semesta alam.

(3) Maha Murah, Maha PenYaYang.

(4) Yang Mempunyai Hari Pemba￾lasan.

(5) Hanya Engkaulah Yang kami sem￾bah, dan hanya kepada Engkau saja

kami memohon Pertolongan'

(6) Tunjukilah kami jalan vang lurus.

(7) Jalan orang-orang yang telah Eng￾kau kurniai nikmat atas mereka;

bukan (jalan) orang-orang Yang

telah dimurkai atas mereka dan

bukan jalan orang-orang Yang

sesat.

t;4)Ytij:> a

r,i.l i^j;1 -*:ai

nxsiteli

r?il|j-lY

- ., 

.,1 <,:,, r, ,1 ./t'7,

:1, -g_Ji!b+- '\!L

, i) iliii1\u4,\

*4&;te:,\Li

<trJa\{;4,:_,fri

{)

AL-FATIHAH artinya ialah pembukaan. surat inipun dinamai Fatihatul-Kitab,

yang berarti pembukaan kitab, karena kitab al-Quran dimulai atau dibuka

d"nlun surat ini. Dia yang mulai ditulis didalam Mushhal, dan dia yang mulai


dibaca ketika tilawatil-Quran, meskipun bukan dia Surat yang mula-mula

diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Nama Surat al-Fatihah inimemang

telah masyhur sejak permulaan nubuwwat.

Adapun tempat dia diturunkan, pendapat yang lebih kuat ialah yang

menyatakan bahwa Surat ini diturunkan di Makkah. Al.Wahidi menulis di dalam

kitabnya Asbobun-Nu zul dan as-Tsa'labi di dalam tafsirnya riwayat dari Ali

bin AbuThalib, dia berkata bahwa Kitab ini diturunkan di Makkah, dari dalam

suatu perbendaharaan di bawah'Arsy.

Menurut suatu riwayat lagi dari Abu Syaibah di dalam al-Mushan-no/ dan

Abu Nu'aim dan al-Baihaqi di dalam Dolo-ilun-Nubuwwoh, dan as-Tsa'alabi

dan al-wahididariHadis Amer bin syurahbil, bahwa setelah Rasulullah s.a.w.

mengeluhkan pengalamannya di dalam gua itu setelah menerima wahyu per￾tama, kepada Khadijah, lalu beliau dibawa oleh Khadijah kepada Waraqah,

maka beliau ceriterakan kepadanya, bahwa apabila dia telah memencilseorang

diri didengarnya suara dari belakangnya: "Ya Muhammad, ya Muhammad, ya

Muhammad! Mendengar suara itu akupun lari." Maka berkatalah Waraqah:

"Jangan engkau berbuat begitu, tetapi jika engkau dengar suara itu, tetap

tenanglah engkau, sehingga dapat engkau dengar apa lanjutan perkataannya

itu". selanjutnya Rasulullah s.a.w. berkata: "Maka datang lagidia dan terdengar

lagi suara itu: "Ya Muhammad! Katakanlah: Bismillahir-Rahmanir-Rahim,Al￾hamdulillahi Rabbil Alamin, hingga sampai kepada waladh-Dhaalin". Demikian

Hadis itu.

Abu Nu'aim didalam ad-Dalooil meriwayatkan pula tentang seorang laki￾laki dari Bani Salamah, dia berkata: "Tatkala pemuda-pemuda Bani Salamah

masuk Islam, dan Islam pula anak dariAmer Jumawwah, berkatalah isteri Amer

itu kepadanya: "Sukakah engkau mendengarkan dari ayah engkau sesuatu

yang telah diriwayatkan daripadanya?" Anak itu lalu bertanya kepada ayahnya

apakah agaknya riwayat tersebut. Lalu dibacanya: "AlhamdulillahiRabbilAla￾min" (sampai ke akhir).

Sedang kejadian itu ialah di Makkah.

Ibnu al-Anbari pun meriwayatkan bahwa dia menerima riwayat dari Uba￾dah bin as-shamit bahwa surat Fatihatul-Kitab ini memang diturunkan di

Makkah.

Sungguhpun demikian ada juga satu riwayat yang diterima oleh perawi￾perawinya dariMujahid, bahwa beliau ini berpendapat bahwa Surat iniditurun￾kan diMadinah.

Tetapi, entah karena sengaja hendak mengumpulkan di antara dua pen￾dapat, ada pula segolongan yang menyatakan bahwa Surat ini diturunkan dua

kali, pertama diMakkah, kemudian diturunkan sekali lagi diMadinah.

Tetapi menjadi lebih kuatlah pendapat golongan yang terbesar tadi bila kita

ingat bahwa sembahyang lima waktu mulaidifardhukan ialah sejak diMakkah,

sedang sembahyang itu dianggap tidak sah kalau tidak membaca al-Fatihah

menurut Hadis:


'Tidaklah (sah) sembahyang bogi si.apo yang tidak membaca Fatihatul'

Kifob. " (Hadis ini dirawikan oleh al-Jama ah, daripada Ubadah bin as-Shamit)

Dia termasuk satu Surat yang mula-mula turun. Meskipun lgro'sebagai

lima ayat permulaan dari Surat al-'Alaq yang terlebih dahulu turun, kemudian

itu pangkal Surat Yo Ayyuhal Muddatstsir. kemudian itu pangkalSurat Yo

Ayyuhal Muzzammil, namun turunnya ayat-ayat itu terpotong-potong. Tidak

satu Surat lengkap. Maka al-Fatihah sebagai Surat yang terdiridaritujuh ayat,

ialah Surat lengkap yang mula-mula sekali turun di Makkah.

Di dalam Surat 15 (al-Hijr), ayat 87 ada disebut "Tujuh yang diulang-ulang".

(Sab an minal matsaani). Menurut lbnu Katsir yang dimaksud ialah Surat al￾Fatihah ini juga, sebab al-Fatihah dengan ketujuh ayatnya inilah yang diulang￾ulangi tiap-tiap rakaat sembahyang, baik yang fardhu ataupun yang sunnat.

Oleh sebab itu maka Sob'ul Matsaani, adalah nama Surat inijuga.

Di dalam Surat 3 (alilmran) ayat 7, ada disebut Ummul-Kitab, ibu dari

Kitab. Menurut Imam Bukhari di dalam permulaan tafsirnya, yang dinamai

Ummul-Kitab itu ialah al-Fatihah ini, sebab dia yang mula ditulis dalam sekalian

Mushhaf dan dia yang mulai dibaca di dalam sembahyang. Cuma lbnu Sirin

yang kurang sesuai dengan penamaan demikian. Dia lebih sesuai jika dinamai

Fatihatul-Kifob saja. Sebab di dalam Surat 13 (ar-Ra'ad) ayat 39 terang dikata￾kan bahwa Ummul-Kitab yang sebenarnya ada di sisi Allah.

Tetapi beberapa Ulama lagi tidak keberatan menamainya juga Ummul￾Quran, artinya ibu dari seluruh isial-Quran, karena ada sebuah Hadis yang

dirawikan oleh lmam Ahmad dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah s.a.w.

bersabda;

Ay' ()t * ;4t O\i a; i,#$,t

"Dia adalah ibu ol'Quran, dan dio adalah Fatihatul-Kitob dan dia adalah

tuiuh yang diulang-ulang."

Penulis Talsir ol-Kas.ysyoo/menyebutkan lagi namanya yang lain, yaitu ol￾Kanz (Perbendaharaan), al-Waliyah (yang melengkapi), al'Hamd (puji-pujian)

dan Surat os-Sholoh (sembahyang). Dan menurut riwayat as-Tsa'alabi dari

Sufyan bin Uyaynah, Surat inipun bernama al'Waqiyah (Pemelihara dari

kesesatan), sebab dia mencukupi Surat-surat yang lain, sedang Surat-surat

yang lain tidak mencukupi kalau belum bertali dengan dia. Tadi dia diberinama

Perbendaharoon, karena menurut riwayat Ali bin Abu Thalih tadi, dia diturun￾kan dari Perbendaharaan di bawah Arsy

Dia bernama Melengkapi, sebab seluruh Syariat lengkapnya tersimpul

dalamnya. Dia bernama Puji-puiian, sebab dipangkalidengan puji kepada Allah.

Dan dia bernama Suro, Sembahyang, karena sembahyang tidak sah kalau dia

tidak dibaca.

Bilamana kita kelak telah sampai kepada penafsiran isinya, dapatlah kita

fahami bahwa segala nama itu memang sesuai dengan dia. Apatah lagipokok

ajaran Islam yang sejati, yang menjadi ibu dari segala pelajaran, yaitu Tauhid,

telah menjadi isi dari ayat-ayatnya itu pertama sampai akhir.

Tidak ada puji, apapun macamnya pujiuntuk yang lain, hanya untuk Allah

semata-mata. Dan di dalam ayat itu telah tersebut Tuhan sebagaiRabbi, atau

Rabbun, yang berarti Pemelihara, Pengasuh, Pendidik dan Penyubur. Diikuti

oleh ayat yang menyebut dua nama Allah, yaitu Ar-Rohmon, Yang Maha Murah

dan Ar-Rohim, Yang Maha Penyayang, nampaklah betapa pertalian Khaliq

dengan makhlukNya, yang kelak di dalam al-Quran akan diuraikan berulang￾ulang. Kemudian pokok ajaran utama dari al"Quran ialah tentang Hari Pem￾balasan, Hari Kiamat, Hari Berbangkit, dari hal syurga dan neraka; semuanya

ini telah tersimpul dalam ayat "Maliki yaumiddin", yong mempunyai Hari

Pembalasan.

Sebagai kesempatan ibadah kepada Allah, dan tidak ada ibadat buat yang

lain, yaitu isi yang sejati dariTauhid, maka datanglah ayat: "lyyaka na'budu wa

iyyaka nasta in". Hanyo Engkou yang kami sembah dan hanya kepada Eng￾kauloh tempat kami memohon pertolongan.

Untuk mencapai Ridha Allah, maka Tuhan menunjukkan garis jalanNya

yang harus ditempuh, lalu Allah mengutus Rasul-rasulNya membawa Syariat

dan memimpin kepada manusia bagaimana menempuh jalan itu; isi al-Quran

yang ini tersimpul dalam ayat "lhdinas Shirofhol Mustaqim".

Kemudian itu al-Quran berisi khabar yang menggembirakan bagi orang

yang taat dan patuh, kebahagiaan di dunia dan syurga di akhirat yang di dalam

istilah agama disebut wa'ad, ini telah terkandung di dalam ayat "Sh.irathallad

zina an'amta'alaihim", jalan yang telah Engkau beri nikmat atasnya. Kemudian

al-Quranpun memberikan ancaman siksa dan azab bagi orang yang lengah dan

lalai, kufur dan durhaka, yang disebut rpo'id. Maka tersimpul pulalah kata al

Quran ini pada ujung Surat, tentang orang yang maghdhub, kena murka

Tuhan, dan orang yang dhoallin, orang yang sesat. Demikian pula al-Quran

menceriterakan keadaan ummat-ummat yang telah terdahulu, yang telah bi￾nasa dan hancur karena dimurkai Tuhan, dan diceriterakan juga kaum yang

sesat dari jalan yang benar; itupun telah tersimpul di dalam kedua kalimat

maghdhubi dan dhoollin itu.

Menilik yang demikian itu dapatlah kita fahamiapa sebab maka al-Fatihah

itu disebtrt lJmmul-Kitab atau Fatihatul-Kitob, yang pada pembukaan telah

disimpul isi dari 114 Surat yang mengandung 6,236 ayat itu.

Kemudian ada pula penafsir berkata bahwa seluruh al-Quran dengan

Suratnya yang 114 dan ayatnya yang6,236 ayat itu, semuanya telah tersimpul

dalam Surat al-Fatihah. Dengan peninjauan tersebut di atas tadi, dapatlah

penafsiran demikian itu kita terima. Tetapi di antara mereka melanjutkan lagi.Dia berkata bahwa Surat al-Fatihah itu telah tersimpul di dalam Bismillohir￾Rohmanir-Rohim; barangkali setelah merenungkan agak mendalam tentang

Maha MurahNya Tuhan Allah kepada hambaNya dan Kasih-SavangNya se￾hingga diutusNya Rasul, diwahyukanNya Kitab-kitab Suci, disediakanNya

syurga bagi yang taat dan ampunan bagiyang taubat. Penafsiran ini masih juga

dapat kita terima. Tetapi setengah penafsir itu melanjutkan lagi. Katanya,

Bismillahir Rahmanir.Rahim itu tersimpul dalam huruf B (al-Baa) pada per￾mulaan Bismillah!Dan selanjutnya lagi, ada mereka yang berkata bahwa huruf

Bo pangkal Bismitlahitupun tersimpuldalam titik huruf Bo itu. Sampaidihuruf

Bo dan titiknya itu, penafsir ini tidak mau mengikut lagi. Sebab itu bukan lagi

penafsiran yang berdasar ilmu, tetapi sudah satu khayal!

Apa sebab?

Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, dan bahasa Arab mempunyai28

huruf, di antaranya huruf kedua, yaitu al-Baa, atau huruf B dalam istilah Latin.

Tetapi kalau membacanya secara tunggal ialah ol-Boo (dengan ditekan sedikit

ujungnya, sehingga berbunyi ada hamzah). Maka menurut undang-undang

bahasa Arab dan ejaannya, barulah sebuah huruf berarti apabila dia telah

dirangkaikan dengan huruf yang lain atau kalimat yang lain. Dan yang khusus

pada huruf al-Baa baru dia berarti dengan, setelah dia diberi baris bawah

(kasrah) dan dirangkaikan dengan satu kalimat yang bersifat ism (nama).

Misalnya bi Muhammadin {3r, vang berarti (dqngan Muham'

mad). Bil-loh, -$L, (densanAllah).-Atau Bismillahi ;,i,,,11

(dengan nama Allah).

cobalah fikirkan, bagaimana akan dapat diterima apabila dikatakan bahwa

seluruh al-Fatihah terkumpul ke dalam Bismillahir'Rahmanir'Rahim dan Bis

millohir-Rahmanir'Rahim terhimpun seluruhnya kepada huruf ol-Boo?

Dan lebih tidak dapat diterima pula kalau dikatakan bahwa huruf olBoo

itupun terkumpullah kepada titiknya yang ada di bawah itu' Yang berartibahwa

seluruh isi al.Ciuran, yang terdiri dari 114 Surat mengandung 6,236 terhimpun

semuanya kepada satu titik. Bukan sembarang titik, tetapi titik Bo yang di

bawah itu.

Bagaimana akan disimpulkan ke sana, padahal baik di zaman Rasulullah

,.a.*. utuu diwaktu Saiyidina Abu Bakar as-Shiddiq memerintahkan mengum'

pulkan al-Quran ke dalam satu Mushhaf, ataupun selanjutnya setelah Usman

bin Affun memerintahkan membuat Mushhaf al-lmam, sebagaiMushhaf yang

resmi sampai sekarang, pada ketiganya itu huruf ol'Boo belum lagi bertitik!

Huruf-huruf al.Quran, termasuk huruf ol-Boo barulah diberi bertitik di

zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Khalifah ke 5 Bani umaiyah,

atas buih fikiran daripada Wali Negeri lrak, al-Hajjaaj bin Yusuf. Sedangkan

memberinya berbaris lat-hah, dhommoh, kosroh, tonwin dan sukun, terlebih

dahulu daripada memberinya titik. Yang memberikan berbaris itu ialah Abul

Aswad ad-du'ali, atas perintah Wali Negeri Bashrah, Zayyad. Dizaman Kha￾lifah Bani Umaiyah yang pertama, sahabat Rasulullah s.a.w., Mu'awiyah bin

Abu Sufi7an.

Oleh sebab itu maka penafsiran seperti demikian bukanlah mempunyai

dasar yang dapat dipertanggungiawabkan menurut al-Quran dan Hadis dan

dirayah atau riwayat ahli-ahli tafsir yang mu'tamad. Dia hanya satu khayalyang

dapat pelemak-lemakkan kata, tetapi tidak akan bertemu darimana sumber￾nya, kalau hendak dicaridengan seksama.

Tentang ayat Bismillohir-Rohmanir-Rahim:

Tentang ini agak panjang juga pembicaraan di antara para Ulama, baik

Bismillah di permulaan al-Fatihah atau Br'smilloh dipermulaan sekalianSurat al￾Quran, kecuali pada permulaan Surat Baraah (at-Taubah). Yang jadi per￾bincangan ialah, apakah Bismillah di permulaan Surat itu masuk dalam Surat

atau di luar Surat?

Pembicaraan tentang ini selanjutnya telah menjadi sebab perbincangan

pula, wajibkah Imam membaca Bismillah itu dengan jahar (suara keras) pada

sembahyang yang jahar (Maghrib, Isya'dan Subuh), atau membaca dengan sir

(tidak dikeraskan membacanya) melainkan Alhamdulillah selanjutnya saja?

Atau tidak dibaca samasekali, dan hanya langsung menjaharkan al-Fatihah?

Supaya lebih mudah peninjauan kita tentang perbedaan-perbedaan pen￾dapat para sarjana keislaman itu, terlebih dahulu kita kemukakan titik-titik

pertemuan. Semuanya tidak ada selisih bahwa Bismillahir-Rahmanir-Rahim itu

memang ada tertulis dalam Surat 27 (an-Naml), yaitu seketika MaharaniBulqis,

Raja perempuan dari negeri Saba'menerangkan kepada orang-orang besar

kerajaannya, bahwa dia menerima sepucuk surat dari Nabi Sulaiman yang

ditulis:

"Dengan nama Allah Yang Maha Murah, Maha Penyayang":

Dan titik pertemuan faham mereka yang kedua ialah bahwa menurut

ajaran Rasulullah s.a.w. sendiri, sekalianSurat al-Quranyang 114Surat, kecuali

Surat Baraah (at-Taubah) semuanya dimulai menuliskannya dengan Bismillah

itu selengkapnya, menurut yang tertulis di ayat 30 Surat an-Naml itu. Maka

Mushhaf pertama yang ditulis oleh panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit

atas perintah Khalifah pertama Saiyidina Abu Bakar itu adalah menurut yang

diajarkan Nabi itu, pakaiBr'smilloh di awal permulaan Surat, kecualiBaraah (at￾Taubah). Dan Mushhaf Saiyidina Usman bin Affan pun ditulis cara demikian

pula. Semua pakai Bismr:lloh, kecuali Baraah.

TentangBr'smillah ada di permulaan tiaptiap Surat, kecualiSurat Baraah

atau at-Taubah, tidaklah ada perselisihan Ulama. Yang diperselisihkan ialah

terletaknya di pangkalSurat itu menjadikan dia termasuk dalam Surat itukah,

atau sebagai pembatasnya dengan Surat-surat yang lain saja, atau dia menjadi

ayat tunggal sendiri.

Golongan terbesar dari Ulama Salaf berpendapat bahwa Bismr'lloh di awal

Surat adalah ayat pertama dari Surat itu sendiri. Beginilah pendapat Ulama

Salaf Makkah, baik Fuqahanya atau ahli Qiraat; di antaranya ialah Ibnu

Katsir dan Ulama Kufah, termasuk dua ahliQiraat terkemuka, Ashim dan al￾Kisaa-i. Dan sebagian sahabat-sahabat Rasulullah dan Tabi'in diMadinah. Dan

Imam Syaf i di dalam fatwanya yang iadid (baru), demikian pula pengikut'

pengikut beliau. Dan Sufyan as-Tsauridan Imam Ahmad pada salah satu di

antara dua katanya. Demikian pula kaum al-lmamiyah (dariSyi'ah). Demikian

pula dirawikan daripada ulama sahabat, yaitu Alibin Abu Thalib, Abdullah bin

Abbas dan A$ullah bin Umar dan Abu Hurairah; dan Ulama Tabi'in, yaitu

Said bin Jubair, Athaa' dan az-Zuhri dan lbnul Mubarak.

Alasan mereka ialah karena telah ijma seluruh sahabat Rasulullah s.a.w.

dan yang datang sesudah mereka berpendapat bahwa Bismilloh itu wajib ditulis

di pangkal setiap Surat, kecuali di pangkal Surat at-Taubah. Dikuatkan lagi

dengan larangan keras Rasulullah s.a.w. memasukkan kalimat-kalimat lain yang

bukan termasuk kepadanya, sehingga al-Quran itu bersih daripada yang bukan

wahyu. Sedangkan kalimat Amin yang jelas-jelas diperintahkan membacanya

oleh Rasulullah sehabis selesaimembaca waladh-dhallin, terutama dibelakang

imam ketika sembahyang iahar,lagitidak boleh dimasukkan atau dicampurkan

ke dalam al-Quran, khususnya al-Fatihah, ketika menulis Mushhaf, apatah lagi

menambahkan Bismi/loh ir-Rahmanir-Rahim di pangkal tiap-tiap Surat, kecuali

Surat Baraah, kalau memang dia bukan termasuk Surat itu.

Pendapat mereka ini dikuatkan lagi oleh sebuah Hadis yang dirawikan oleh

tmam Muslim di dalam Shahihnya, yang diterima dari Anas bin Malik. Berkata

Rasulullah s.a.w.:

65

1! -zl,.'K

-J- 

---- 

-zl-<'t- Yn' V ,

( y.td t P,')'j:tv^ -dabit

sJrt

<.27 .-I-,

\#, ,

J

t'i r.if 3

t. /t

,"J)

*

;t f. \, 'ri( )z_,t_r4

'1\

9Zt_r

q ,/'. g

\Ji

1,1

,(, w

*t V'$

,, --rb v 'z/

"Telah diturunkan kepadaku tadi satu Surof. Lalu beliau boco: Bis￾millahir-Rahmanir-Rahim, sesungguh nya telah Kami berikan kepada engkau

songof banyak, maka sembahyanglah engkau kepada Tuhan engkau dan

hendaklah engkau berkorban, sesungguhnya orang yang benci kepado eng'

kau itulah yang akan putus keturunan."

Di datam Hadis ini terang bahwa di antara Bismillahir-Rahmanir-Rahim

dibaca senafas dengan Surat yang sesudahnya. Di sini berlakulah suatu qiyas,

yakni sedangkan Surat Inna A'thaino yang paling pendek, lagi beliau baca

senafas dengan Bismillah sebagai pangkalnya, apatah lagi al-Fatihah yang

menjadi ibu dari segala isi al-Quran. Dan apatah lagiSurat-surat yangpanjang￾panjang.Dan sebuah Hadis lagi yang dirawikan oleh ad-Daruquthni dari Abu

Hurairah, berkata dia: Berkata Rasulullah s.a.w.:

irJt q; t iit 4;Wt1, l;,6\iJ-i. "\ 

t )*3 : i$ r'ty.

VuJevLF;y*j'b$

gAtbAD),ot,t

Ag'g)\, )A$6V

"Apabila kamv membaca Alhamdulillah yaitu Surat al-Fatihah 

maka

bacalah Bismillahir-Rahmanir-Rahim, maka sbsungguhny a dia adalah lbu al

Quran dan Tuiuh yang diulang-ulang, sedong Bbmillahir'Rahmanir'Rahim

adalah soloh sofu daripada oyatnya."

Demikianlah pendapat dan alasan-pendapat dari Ulama-ulama yang ber￾pendirian bahwa Bismillah di pangkal tiap-tiap Surat termasuk dalam Surat itu

sendiri, bukan terpisah, bukan pembatas di antara satu Surat dengan Surat

yang lain.

Tetapi satu pendapat lagi, Bismillahir-Rahmanir-Rahiim di pangkal Surat

itu adalah ayat tunggal, diturunkan untuk penjelasan batas atau pemisah,

jangan tercampur-aduk di antara satu Surat dengan yang lain. Yang ber￾pendapat begini ialah lmam Malik dan beberapa Ulama Madinah. Dan Imamal￾Auza'iserta beberapa Ulama diSyam dan Abu Amer danYa'kubdariBashrah.

Dan ada pula satu pendapat tunggal darilmam Ahmad bin Hanbal, yaitu

bahwa pada al-Fatihah sajalah Bismillahir'Rahmanir-Rahim itu termasuk ayat,

sedang pada Surat-surat yang lain tidak demikian halnya.

Oleh karena masalah ini tidaklah mengenai pokok akidah, tidaklah kita

salah jika kita cenderung kepada salah satu pendapat itu, mana yang lebih dekat

kepada penerimaan ilmu kita sesudah turut menyelidiki. Adapun bagiPenafsir

ini, terlepas daripada menguatkan salah satu pendapat, maka di dalam menafsir

Bismillahir-Rahmanir-Rahim pada pembukaan al-Fatihah, kita jadikan dia ayat

yang pertama, menurut Hadis Abu Hurairah yang dirawikan oleh ad-Daru￾quthni itu. Dan tidak mungkin Bismillohir-Rahmanir-Rahim dimuka al-Fatihah

itu disebut sebagai satu ayat pembatas dengan Surat yang lain, karena tidak ada

Surat lain yang terlebih dahulu daripada Surat al-Fatihah. Karena itu maka

Bismillahir-Rahmanir-Rahim yang pada al-Fatihah inilah yang kita tafsirkan

lebih luas, sedang Bismillah yang 112 Surat lagi hanya akan kita tuliskan

ter.iemahannya saja. Sebab tentu saja membosankan kalau sampai 113 Bis￾milloh ditafsirkan, dan 1 14 dengan Bismilloh dalam Surat Nabi Sulaiman kepada

Ratu Bulqis dalam Surat an-Naml itu.Dengan nama Allah, Yang Maln Murah, Maha Penyayang." (ayat l).

Artinya, aku mulailah pekerjaanku ini, menyiarkan wahyu llahi kepada

insan, di atas nama Allah itu sendiri, yang telah memerintahkan daku me￾nyampaikannya.

Inilah contoh teladan yang diberikan kepada kita, supaya memulaisuatu

pekerjaan penting dengan nama Allah. Laksana yang teradat bagi suatu kera￾jaan bila menurunkan suatu perintah, menjadi kuatlah dia kalau dia disampai￾kan "di atas nama penguasa tertinggi", raja atau kepala negara, sehingga

jelaslah kekuatan kata-kata itu yang bukan atas kehendak yang menyampaikan

saja, dan nampak pertanggunganjawab. NabiMuhammad s.a.w. disuruh me'

nyampaikan wahyu itu di atas nama Allah. Dia, RasulAllah itu, tidaklah lebih

dari manusip biasa, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah semena￾mena atas kehendaknya sendiri, tetapi Allahlah yang memerintahkan. Dari

yang empunya nama itu dia mengambil kekuatan.

ALLAH, adalah Zat Yang Maha Tinggi, Maha Mulia dan Maha Kuasa. Zat

Pencipta seluruh alam, langit dan bumi, matahari dan bulan, dan seluruh yang

ada. DIA adalah yang tlojibul wuiud, yang sudah pasti ADA, yang mustahil

tidak ada.

Menurut keterangan Raghib orang Isfahan, ahli bahasa yan$ terkenal itu,

nama yang diberikan untuk Zat YangMaha Kuasa itu ialah ALLAH. Kalimat ini

telah lama dipakai oleh bangsa Arab untuk Yang Maha Esa itu. Kalimat ALLAH

itu 

demikian kata Raghib 

adalah perkembangan dari kalimat Al-Iloh. Yang

dalam bahasa Melayu Kuno dapat diartikan Danra atau Tuhan. Segala sesuatu

yang mereka anggap sakti dan mereka puja, mereka sebutkan dia ALILAH.

Dan kalau hendak menyebutkan banyak Tuhan, mereka pakai kata jama',

yaitu AL-ALIHAH. Tetapi fikiran murni mereka telah sampai kepada kesim￾pulan bahwa dari tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka katakan banyak

itu, hanya SATU jua Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Mulia. Maka untuk

mengungkapkan fikiran kepada Yang Maha Esa itu mereka pakailah kalimat

ILAH itu, dan supaya lebih khusus kepada Yang Esa itu, mereka cantumkan di

pangkalnya ALIF dan LAM pengenalan (Alif-Lam-Ta'rif), yaitu AL merrjadiAL￾ILAH. Lalu mereka buangkan huruf hamzah yang ditengah, AL-l-LAH menjadi

ALLAH. Dengan menyebut Allah itu tidak ada lagi yang mereka maksud

melainkan Zat Yang Maha Esa. Maha Tinggi, Yang Berdiri sendirinya itulah, dan

tidak lagi mereka pakai untuk yang lain. Tidak ada satu berhalapun yang

mereka namai ALLAH.

Dalam al-Quran banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan, jika Nabi

Muhammad s.a.w. bertanya kepada musyrikin penyembah berhala itu siapa

yang menjadikan semuanya ini pasti mereka akan menjawab: "Allahlah yang

menciptakan semuanya!"

tt 


Padahol jika engkau tonyakon kepoda mereka siopo yong menciptakan

semua langit dan bumi, dan menyediakan matahari dan bulan, pastilah

mereka okan menjawab: "Allah!" Maka bagaimanakoh mosih dipalingkan

mereka." (al-Ankabut:61)

Dan banyak lagiSurat-surat lain mengandung ayat seperti ini.

Setelah kita tinjau keterangan Raghib al-lsfahani dari segi pertumbuhan

bahasa (filologi) tentang kalimat Allah itu, dapatlah kita mengertibahwa sejak

dahulu orang Arab itu di dalam hati sanubari mereka telah mengakui louhid

Uluhiyah, sehingga mereka sekali-kalitidak memakaikalimat Allah untuk yang

selain daripadaZat yang Maha Esa, YangTunggal, yang berdirisendirNya itu.

Dan tidak mau mereka menyebutkan Allah untuk beratus-ratus berhala yang

mereka sembah. Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, cuma tentang

Rububiyoh yang mereka masih musyrik. Maka dibangkitkanlah kesadaran

mereka oleh Rasul s. a.w. supaya bertauhid yang penuh; mengakui hanya SATU

Tuhan yang menciptakan alam dan Tuhan Yang Satu itu sajalah yang patut

disembah, tidak yang lain.

Dalam bahasa Melayu kalimat yang seperti IIoh itu ialah deuo dan tuhan.

Pada batu bersurat Trengganu yang ditulis dengan huruf Arab, kira-kira tahun

1303 Masehi, kalimat Alloh Subhanahu Wa Ta'ala telah diartikan dengan

Dantata Mulio Rarla. (Batu bersurat itu sekarang disimpan diMuseum Kuala

Lumpur). Lama-lama, karena perkembangan pemakaian bahasa Melayu dan

bahasa Indonesia, maka bila disebut Tuhan oleh kaum Muslimin Indonesia dan

Melayu, yang dimaksud ialah ALLAH dan dengan huruf Latin pangkalnya

(huruf T) dibesarkan, dan kata-kata dewa tidak terpakai lagi untuk meng￾ungkapkan Tuhan Allah.

Dalam perkembangan memakai bahasa ini, di dalam memakai kalimat

TUHAN, haruslah diingat bahwasanya berbeda maksud pemakaian itu di

antara orang Islam dengan orang Kristen.

Kita orang Islam jikamenyebutTuhan, yangkitamaksud ialahALLAH. Zat

Yang Berdiri SendirNya, kepadaNya memohonkan segala sesuatu, tidak

beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang menandingi Dia sesuatu

juapun. Tetapi kalau orang Kristen menyebut Tuhan, yang mereka maksud

ialah Yesus Kristus. Kadang-kadang bercampur-baur; sebab menurut aiaran

yang mereka pegang, bahwa Tuhan itu adalah "Trinitas", atau "Tri-tunggal",

yang tiga tetapi satu, yang satu tetapi tiga. Dia yang tiga tetapi satu itu ialah

Tuhan Bapa, Tuhan Putera (lsa Almasih) dan Rohul-Kudus. Dan selalu mereka

mengatakan "Tuhan Yesus".

Sebab itu walaupun sama-sama memakai kata TUHAN, tidaklah sama arti

dan pengertian yang dikandung.

Pemakaian kalimat Tuhan dalam kata sehari-hari akhirnya terpisah pula

jadi dua; Tuhan khusus untuk Allah dan tuan untuk menghormati sesama

manusia. Untuk raja disebut Tuanku.

Yang terpenting terlebih dahulu ialah memupuk perhatian yang telah ada

dalam dasar jiwa, bahwa Zat YangMaha Kuasa itu mustahilberbila-ng. Adapun

tentang pemakaian bahasa terhadapNya, dengan nama apa Dia mestidisebut,

terserahlah kepada perkembangan bahasa itu sendiri.

Selain dari pemakaian bahasa Melayu tentang Tuhan itu, sebagian bangsa

kitapun memakai juga kalimat lain untuk Allah itu. Dalam bahasa Jawa ter￾hadap Allah disebut GustiAllah, padahaldalam bahasa Melayu Banjar, Gusti

adalah gelar bangsawan.

Demikian juga kalimat Pangeran untuk Allah dalam bahasa Sunda, padahal

di daerah lain Pangeran adalah gelar orang bangsawan atau anak raja. Dalam

bahasa Bugis dan Makassar disebut Poang Allah Ta'ala. Padahal kepada raja

atau orang tua yang dihormati mereka mengucapkan Poang juga.

Orang Hindu-BaU, meskipun mereka menyembah berbagai berhala, na'

mun mereka tetap percaya kepada Sang Hyang Widhi, artinya Yang Maha Esa.

Kepercayaan agama Hindupun sampai kepada puncak tertinggi sekali, yaitu

kepada Sang Hyang Tunggal.

Lantaran itu dapatlah difahami keterangan Rashib al-lsfahani yang me'

nyatakan bahwa ALLAH itu berasal dari kalimat AL ILAH yang berartiTuhan

itu. Adanya kalimat Al llah membuktikan bahwa kepercayaan-kepercayaan

tentang adanya Tuhan telah tumbuh sejak manusia berakal, dan timbulnya

kalimat ALLAH membuktikan bahwa fikiran manusiapun akhirnya sampai

kepada, bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu hanya SATU.

Maka kedatangan Agama Islam ialah menuntun dan menjelaskan bahwa

DIA memang SATU adanya.

Setelah itu diiringkanlah menyebut nama ALLAH itu dengan menyebut

sifatNya, yaitu AR-RAHMAN dan AR-RAHIM. Yang kedua nama sifat itu

adalah dari satu rumpun, yaitu RAHMAT, yang berarti murah, kasih-sayang,

cinta, santun, perlindungan dan sebagainya.

Apa sebab maka kedua sifat itu yang terlebih dahulu dijelaskan sebelum

menyebut sifat-sifatNya yang lain?

Hal ini dapatlah difahami jika kita kaji pengkhayalan orang yang masih

sederhana peradabannya (primiti0 tentang Tuhan. Sebagaikita katakan tadi,

kepercayaan akan adanya Zat YangMaha Kuasa, adalahsamatumbuhdengan

akal manusia. Tetapi sebagian besar mereka.rnenggambarkan Tuhan itu se￾bagai sesuatu yang amat ditakuti, atau menakutkan, seram dan keiam yang

orang terpaksa memujanya oleh karena akan murkanya. Lalu diadakan kurban'

kurban sembelihan, sebab Tuhan itu haus darah, lalu didirikan orang berhala

yang bentuknya sangat seram, matanya mendelik, saingnya terulur keluar,

yang tidak reda murkanya kalau tidak diberi kurban.

Maka seketika bacaan dimulai dengan menyebut nama Allah, dengan

kedua sifatNya Yang Rahman dan Rahim, mulailah Nabi Muhammad menen￾tukan pemmusan baru dan yang benar tentang Tuhan. Sifat utama yang

terlebih diketahui dan dirasakan oleh manusia ialah bahwa DIA Rahman dan

Rahim.

Dengan nama Allah, Tuhan Yang Maha Murah dan Maha Sayang kepada

hambaNya maka Utusanl.,lya, Muhammad s.a.w. telah menyampaikan setuan

ini kepada manusia. Yang lebih dahulu mempengaruhijiwa ialah bahwa Allah itu

Pemurah dan Penyayang, bukan Pembenci dan Pendendam, bukan haus

kepada darah pengurbanan. Dan contoh yang diberikan Nabi itu pulalah yang

kita ikuti, yaitu memulai segala pekerjaan dengan nama Allah, yang empunya

beberapa sifat Yang Mulia, di antaranya ialah Rahman dan Rahim. Maka di

dalam bacaan itu tersimpullah suatu pengharapan atau doa moga-moga apa

saja yang kita kerjakan mendapat kurnia Rahman dan Rahim dari Tuhan.

DimudahkanNya kepada yang baik, dijauhkan kiranya dari yang buruk. Maka

tersebutlah di dalam sebuah Hadis Nabi s.a.w. yang dirawikan oleh Abu Daud

dari Abu Hurairah yang berbunyi:

( otta.t,t t),:lt,,\ pi;;;Lt*lqy S"u E;r\Y

"Tiap-tiap pekerjaan yang penting, kalau tidak dimulai denganBismillah,

dengan nama Allah, maka pekerjaan itu akan percuma jadinya."

Berbagai-bagai sebutan Hadis tentang ini; ada yang mengatakan bahwa

pekerjaan itu akan ajdzam, artinya akan ditimpa sakit kusta atau lepra. Ada

juga Hadis mengatakan aqtha, artinya akan terputus, patah di tengah, atau

gagal. Dan ada juga menyebut obtor, artinya mandul, tidak membawa hasil yang

diharapkan. Semuanya itu dapat disimpulkan jadi percuma, sebab tidak diberi

berkat oleh Allah.

Maka marilah kita teladan contoh Allah, bahwa Surat-suratNya atau ayat￾ayat yang diturunkanNya kepada kita, dimulainya dengan menyebut namaNya

dan menonjolkan sifatNya, yaitu Rahman dan Rahim.

"Segolo puji-puiian untuk Allah. " (pangkal ayat 2\.

Hamdan, artinya pujian, sanjungan. Di pangkalnya sekarang diletakkan Al

atau Alif-lam, sehingga menjadilah bacaannya Al-hamdu.Al mencakup segala

jenis. Dengan sebutan Alhamdu, berartilah bahwa segala macam pujian, se￾kalian apa juapun macam puji, baik puji besar ataupun puji kecil, atau ucapan

terimakasih karena jasa seseorang, kepada siapapun kita memberikan puji,

namun pada hakikatnya, tidaklah seorang juga yang berhak menerima pujian

itu, melainkan Allah: LILLAHI, hanya semata-mata untuk Allah.

Jadi dapatlah dilebih-tegaskan lagi AL HAMDU LILLAHI ; segala puji-pujian

hanya untuk Allah. Tidak ada yang lain yang berhak mendapat pujian itu.

Meskipun misalnya ada seseorang berjasa baik kepada kita, meskipun kita

memujinya, namun hakikat puji hanya kepada Allah. Sebab orang itu tidak akan

dapat berbuat apa-apa kalau tidak karena Tuhan Yang Maha Murah dan

Penyayang tadi. Kita puji seorang insinyur atau arsitek karena dia mendapat

ilham mendirikan sebuah bangunan yang besar dan indah. Tetapikalau kita

fikirkan lebih dalam, dari mana dia mendapat ilham perencanaan itu kalau

bukan dariTuhan. Oleh sebab itu kalau kita sendiri dipuji'pujiorang, janganlah

lupa bahwa yang empunya puji itu ialah Allah, bukan kita.

Nabi kita Muhammad s.a.w. ketika dengan sangat jayanya telah dapat

menaklukkan negeriMakkah, beliau masuk ke dalam kota itu denganmenung￾gang untanya yang terkenal, al'Qashwa'. Sahabat-sahabat beliau gembira dan

bersyukur karena apa yang dicita-citakan selama ini telah berhasil. Namun

beliau tidaklah mengangkat muka dengan pongah karena kemenangan itu,

melainkan dirundukkannya wajahnya ke bawah, lekat kepada leher unta

kesayangannya itu, mensyukuri nikmat Allah dan mengucapkan puii-pujian.

"Pemelihara semesto alam." (ujung ayat2\.

Atau Tuhan dari sekalian makhluk, atau Tuhan sarwa sekalian alam.

Pada umumnya arti alam ialah seluruh yang ada ini, selain dari Allah.

Setelah dia menjadi jama' ini, yaitu menjadi kalimat 'alamin, berbagailah dia

ditafsirkan orang. Setengah penafsiran mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan 'alamin ialah makhluk insani, ditambah dengan malaikat, jin dan

syaitan. Tetapi di dalam al-Quran sendiri pernah bertemu kata'olomin itu hanya

dikhususkan maksudnya untuk manusia saja (lihat Surat al-Hijr, ayat 70). Yaitu

ketika kaum Nabi Luth menyatakan kepada Luth, mengapa dia menerima

tetamu dengan tidak setahu mereka, padahal dia telah dilarang menerima

kedatangan orang-orang.

Setelah terlebih dahulu kita dikenalkan kepada Allah sebagaiAllah yang

Tunggal, sekarang kita dikenalkan lagi kepada Allah sebagai Robbun. Kata

Robbun ini meliputi segala macam pemeliharaan, penjagaan dan juga pen'

didikan dan pengasuhan. Maka kalau di dalam ayat yang lain kita bertemu

bahwa Allah itu khalaqa, artinya menjadikan dan menciptakan, maka di sini

dengan menyebut Allah sebagaiRobbun, kita dapat mengerti bahwa Allah itu

bukan semata-mata pencipta, tetapijuga pemelihara. Bukan saja menjadikan,

bahkan juga mengatur. Seumpama matahari, bulan, bintang-bintang dan bumi

ini; sesudih semuanya dijadikan, tidaklah dibiarkan sehihgga begitu saja,

melainkan dipelihara dan dikuasai terus menerus. Betapalah matahari, bulan

dan bintang-bintang itu akan beredar demikian teraturnya, daritahun ke tahun,

bulan ke bulan, hari ke hari, .lam ke jam, minit ke minit dan detik ke detik,

berjalan teratur telah berjuta-juta tahun, kalau bukan pemeliharaan dariAllah

sebagai Rabbun?

Manusiapun begitu. Dia bukan semata'mata dijadikan bahkan sejak masih

dalam keadaan nuthlah (air setitik kecil), sampaimeniadi 'alaqah dan mudh�