islam 2




 artikel ini meneliti tentang politik hokum Islam pada masa Belanda. 
ada  dua masalah utama yang dikaji dalam artikel ini, yaitu proses 
masuknya Belanda ke negara kita , dan kondisi politik hukum Islam pada masa 
Belanda. Untuk menjawab dua pertanyaan ini , penulis mengambil 
beberapa buku dan artikel sebagai referensi utama dalam penelitian ini. Setelah 
melakukan penelitian secara mendalam menggunakan metode studi pustaka, 
penulis mendapat kesimpulan Awal mula penjajahan Belanda terhadap kawasan 
nusantara dimulai dengan kehadiran Organisasi Dagang Belanda di Hindia 
Timur, atau yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische 
Companie). Sebagai sebuah organisasi dagang, VOC yang memiliki peran yang 
luar biasa melebihi fungsinya. Politik hukum pun disesuaikan dengan 
kepentingan kolonialisme, yakni hukum direncanakan untuk diunifikasi, 
disatukan, yang berarti, hukum yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan 
pula di negara kita . 
Sejak berdirinya VOC, pemerintah Belanda mengakui eksistensi hukum 
Islam seperti hukum kekeluargaan, hukum perkawinan dan hukum waris. 
Bahkan hukum kekeluargaan diakui dan diterapkan dalam bentuk peraturan 
Resoluti der Indische Regeering tanggal 25 Mei 1760 yaitu kumpulan aturan 
perkawinan dan kewarisan Islam yang terkenal dengan Compendium Freijer , Selanjutnya dicantumkan dalam perundang-undangan, baik dalam 
Algemene Bepaligen van Wetgeving (AB) pasal 11 maupun dalam Regeering Reglement 
(RR) tahun 1855 pasal 75 ayat (3).1 
Pada fase ini dapat dikatakan bahwa hukum Islam diterima secara 
penuh. Hal ini didasarkan pada teori Reception in Complexu yang dikemukakan 
oleh Van Ben Berg . Menurut teori ini adat istiadat dan hukum 
(adat) suatu golongan masyarakat yaitu  reception (penerimaan) seluruhnya dari 
agama yang dianut oleh masyarakat itu. Jadi, kalau ada konflik (perkara) yang 
berhubungan dengan perkawinan dan kewarisan, hakim hendaklah 
memperlakukan hukum Islam.2 Dari latar belakang ini , penulis mengambil 
dua permasalah utama yang dikaji; bagaimana proses masuknya Belanda ke 
negara kita , dan bagaimana Politik hukum Islam pada masa Belanda.  
Sejarah Masuknya Belanda ke negara kita  
Awal mula penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai 
dengan kehadiran Organisasi Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih 
dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische Companie). Sebagai sebuah 
organisasi dagang, VOC yang memiliki peran yang luar biasa melebihi fungsinya. 
Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kerajaan Belanda menjadikan VOC 
sebagai perpanjangan tangan di kawasan Hindia Timur karena di samping 
menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam 
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dengan menggunakan hukum Belanda 
yang mereka bawa.
Pada akhir abad 16, Belanda mulai melakukan survei dan pemetaan 
wilayah Nusantara akibat ditutupnya pelabuhan di daerah jajahan Portugis di 
Semenanjung Malaka bagi orang Belanda. Survei itu dilakukan dalam upaya 
mulai mencari jalur pelayaran sendiri ke daerah rempah-rempah di Timur Jauh. 
Penutupan itu terkait dengan penyatuan Spanyol dan Portugis, setelah Raja 
Philip dari Spanyol naik takhta pada tahun 1580. Survei dan pemetaan di 
kawasan Nusantara ini, dilakukan oleh Claudius Ptolomeus, kemudian 
dilanjutkan oleh Jan Huygen van Linscoten
Dalam ekspedisi awal pada tahun 1549, Claudius Ptolomeus berhasil 
menemukan kunci rahasia pelayaran ke Timur Jauh. Hingga ia kemudian 
menyusun peta yang disebut dengan India Barat dan India Timur. Akan tetapi, 
Claudius belum berhasil  menemukan tempat-tempat yang aman dari serangan 
Portugis. Seorang Belanda lain bernama Linscoten itu kemudian berhasil 
menemukan tempat-tempat di Pulau Jawa yang bebas dari tangan Portugis dan 
banyak menghasilkan rempah-rempah untuk diperdagangkan5 
Pada bulan April tahun 1595, empat armada kapal Belanda di bawah 
komando Corniles De Houtman dan Pieter Keyze berlayar menuju kepulauan 
Melayu, dan tiba di Jawa Barat  setelah menempuh perjalanan selama 14 bulan,  
pada 22  bulan Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. 
Ekspedisi inilah menjadi cikal bakal lahirnya sebuah kongsi dagang besar yang 
diberi nama VOC (Verenigde OostIndische Companie yaitu  perkumpulan 
perdagangan Belanda yang didirikan pada tahun 1602 dan dibubarkan tahun 
1979. Perkumpulan ini berusaha mencari laba sebanyak-banyaknya dan 
sekaligus menggalang kekuatan untuk melawan Portugis dan Spanyol) dan 
bermulanya kegiatan survei dan pemetaan wilayah Nusantara secara lebih 
intensif oleh Belanda. 
Adapun tujuan mereka datang ke negara kita  ialah untuk 
mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mencari rempah-rempah yang 
kemudian akan dijual di negara mereka. Keberhasilan orang Belanda di bawah 
perintah De Houtman membuat orang Belanda makin tertarik untuk 
mengembangkan dagangannya di negara kita , maka pada tahun 1598 angkatan 
kedua di bawah pimpinan Van Nede Van Haskerck dan Van Warwisk datang ke 
negara kita .6  
Kedatangan Belanda yang bertepatan dengan pertahanan maritim dari 
kesultanan-kesultanan negara kita  yang melemah, yang diakibatkan oleh 
peperangan yang dilakukan oleh kesultanan negara kita  dalam usahanya menutup 
lautan negara kita  dari perluasan wilayah imperialis Portugis, menjadikan 
Belanda lebih mudah menguasai perdagangan di negara kita , sehingga pada tahun 
1599 armada Belanda kembali datang ke negara kita  di bawah pimpinan van der 
Hagen dan pada tahun 1600 dibawah pimpinan van Neck.7 
Kondisi sosial masyarakat negara kita  pada masa colonial Hindia Belanda 
masih terbelakang, karena sistem kolonialisme yang diterapkan bagi Bangsa 
negara kita  terlalu ketat, dominasi dalam bidang politik, eksploitasi ekonomi, 
diskriminasi sosial, westernisasi kebudayaan, dan kristenisasi penduduk maka 
Bangsa negara kita  terkhusus Umat Islam mengalami kemerosotan dalam segala 
aspek kehidupannya, baik dalam segi material maupun spiritual. 
                                                
Selain itu, kondisi keagamaan masyarakat Nusantara tetap berjalan, 
namun memiliki kendala-kendala tersendiri dalam proses penyebarannya. 
Sudah sejak lama sebelum lahirnya Islam, arus kolonialisasi sudah mengalir dari 
India mengalir ke pulau Jawa dan pulau-pulau sekitarnya. Setelah sebagian 
bangsa India memeluk Islam, maka orang-orang Islam dari India pun turut 
mengambil bagian dalam lalu  lintas dan imigrasi ke Nusantara. Agama Islam 
sebagaimana telah diterima oleh Bangsa negara kita , sebelumnya sudah 
mengalami proses penyesuaian diri dengan agama Hindu.
Sistem pemerintahan Belanda di negara kita  
Sistem Pemerintahan Desentralisasi  
Pemerintahan belanda berupaya menggunakan system pemerintahan 
desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya. Pada dasarnya 
pemerintahan desentralisasi belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan 
diadakanya daerah-daerah yang mempunyai daerah sendiri namun tetap 
memiliki tanggung jawab dan berada dibawah pengawasan pemerintah pusat. 
Pada awalnya gubernur jendral yang merupakan wakil ratu belanda 
memiliki kekuasaan yang sangat luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya 
dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintahan yang diisi oleh pejabat-pejabat 
baik pusat maupun daerah. Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes 
dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin 
menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan. 
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, 
yaitu suatu dewan dimana warga Eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi 
hatinya. Inilah yang mengawali terbentuknya desentralisatie wet, kurang lebih 
pasalnya berisi tentang pemerintahan didaerah-daerah jajahan Belanda
 
Birokrasi pada masa pemerintahan Belanda 
Sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah Nusantra, baik 
secara politik maupun ekonomi, pemerintahan kolonial menyadari bahwa 
keberadaannya tidak selalu aman. Untuk itu pemerintahan colonial menjalin 
hubungan politik dengan pemerintahan kerajaan yang masih disegani, hal ini 
bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik 
kerajaan. 
Terjadi dualisme system birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan 
colonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkan system administrasi colonial 
                                                 
(binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan system administrasi dan birokrasi 
modern yang puncaknya pada ratu Belanda dan system administrasi tradisional 
(inheemche Bestuur) masih dipertahankan oleh pemerintahan colonial. 
Dalam struktrur pemerintahan yang ada di Nusantara, belanda 
menempatkan Gubernur Jenderal yang dibantu oleh Gubernur dan presiden. 
Gubernur merupakan wakil pemerintahan pusat yang berkedudukan di Batavia, 
setingkat Wilayah Provinsi. Sedangkan untuk tingkat Kabupaten ada  
asistem Residen dan pengawas (controleur). Keberadaan asisten residen diangkat 
oleh gubernur jenderal untuk mengawasi Bupati dan wedana dalam 
menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raja hanya ditunjukkan 
pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja. Bupati tidak 
memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat control dari 
pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat. perubahan berokrasi pemerintahan 
ini  mendorong Belanda untuk mengadakan perubahan hak katas 
pemakaian tanah.10 
 
Hubungan Umat Islam dan Bangsa Belanda Era Kolonialisme 
Melihat fakta-fakta sejarah, hubungan Umat Islam dan Bangsa Belanda 
tentu tidak harmonis, meskipun sebagian dari kaum bangsawan masih berada di 
bawah kekuasaan Belanda. Aneka perlawanan terhadap pemeritah Belanda 
seperti Perang Paderi (1821-1827), Perang Diponegoro (1825-1830), dan Perang 
Aceh (1873-1903) sudah dapat membuktikan bahwa kedua bangsa ini  
pernah berselisih. Hal ini terjadi karena Bangsa Belanda datang untuk menjajah 
dan menguras kekayaan Nusantara. Sejak awal Bangsa Barat datang untuk 
mencari dan menguasai sumber rempah-rempah Hal ini tentu mengganggu 
stabilitas bangsa Melayu sebagai pedagang. Apalagi Bangsa Belanda datang 
untuk memonopoli perdagangan melalui VOC. Hal ini tentu tidak dapat 
diterima oleh bangsa pribumi. 
Selain itu, Belanda terlalu jauh mencampuri urusan keagamaan, 
meskipun di sisi lain pemerintah Kolonial Belanda memberikan kebebasan 
tentang hal keagamaan. Kolonial Belanda menganggap bahwa Umat Islam yang 
berangkat haji memiliki potensiuntuk memberontak sehingga mereka selalu 
dimata-matai. Akhirnya perang pun terjadi karena Umat Islam tidak bisa 
menerima perlakuan Bangsa Belanda. Bahkan ulama pun ikut berperang 
melawan Belanda. Setelah itu, gerak-gerik ulama pundiperhatikan oleh Bangsa 
Belanda. Bahkan ulama menganggap bahwa bangsa pribumi yang berlindung di 
bawah kekuasaan Belanda yaitu  kafir dan harus disyahadatkan kembali. 
Hal ini  terjadi akibat dari saling kecurigaan antara kaum pribumi 
dengan Bangsa Belanda sebagai bangsa asing yang menjajah Nusantara dan 
                                                
mempekerjakan bangsa pribumi dengan paksa dan upah yang sedikit. Dengan 
melihat perlakuan Bangsa Belanda terhadap bangsa pribumi tentu sudah jelas 
hubungan mereka tidak harmonis. Sejumlah peperangan terjadi karena bangsa 
pribumi memberontak atas perlakuan yang mereka terima.
 
Politik Hukum Islam Pada Masa Belanda 
Pada mulanya, penjajahan Belanda bermotifkan perdagangan, yakni 
karena tertarik pada rempah-rempah dan hasil bumi lainnya yang amat laris di 
pasaran Eropa waktu itu. Untuk mendapatkan monopoli perdagangan, Belanda 
memerlukan kekuasaan atas negara kita , maka direbutlah kedaulatan negara kita  
dengan segala cara, kepandaian diplomasi, politik adu domba, dan kekuatan 
senjata yang akhirnya berhasil mejadikan negara kita  sebagai koloni Belanda 
selama lebih dari 300 tahun. 
Dalam lingkup masalah yang dibahas dalam tulisan ini tentang pengaruh 
Hukum Islam dalam politik hukum di negara kita  pada zamazn Belanda, ada  
tiga sistem hukum berbeda yang telah berlaku seperti sistem hukum adat, 
hukum Islam dan hukum Barat, yang memiliki unsur persamaan dan perbedaan. 
Antara hukum Barat dan hukum adat pada dasarnya ada  persamaan ruang 
lingkup karena kedua-duanya hanya mengatur hubungan antara manusia 
dengan manusia serta penguasa dalam masyarakat Sedangkan ruang lingkup 
yang diatur dalam hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia 
dengan manusia serta penguasa dalam masyarakat akan tetapi mengatur 
hubungan antara manusia dengan Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa. Dengan 
demikan disimpulkan hukum adat dan hukum Barat mengarahkan 
pandangannya terbatas pada kehidupan duniawi saja sedangkan hukum Islam 
tidak terbatas pada hubungan duniawi saja tetapi termasuk masalah akhirat 
yakni hidup setelah kehidupan dunia kelak.
Para penjajah dari Belanda menyesuaikan Politik hukum dengan 
kepentingan kolonialisme, yakni hukum direncanakan untuk diunifikasi, 
disatukan, yang berarti, hukum yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan 
pula di negara kita . Pada waktu itulah timbul konflik-konflik hukum, karena ada 
diantara para sarjana hukum Belanda tidak menyetujui unifikasi sebagaimana 
ini  di atas.13 
Pada zaman penjajahan Belanda, kita menjumpai beberapa macam 
instruksi Gubernur Jenderal yang ditujukan kepada para Bupati, khususnya di 
pantai utara Jawa agar memberi kesempatan kepada para ulama menyelesaikan 
                                                
perselisihan perdata di kalangan penduduk menurut ajaran Islam.14 Sejarah 
mencatat bagaimana pada masa penjajahan Belanda, hukum Islam telah menyatu 
dalam kehidupan sehari-hari dan membudaya dalam lingkungan masyarakat 
pribumi. Sampai-sampai instruksi gubernur jenderal kepada para bupati di 
Pantura Jawa agar memberi kesempatan kepada para ulama untuk 
menyelesaikan perselisihan perdata dengan hukum Islam. Demikian juga 
keputusan Raja Belanda (Koninkelijk Besluit) No. 19 tanggal 24 Januari 1882 yang 
diumumkan dalam Staatblad Tahun 1882 No. 12 tentang Pembentukan 
Prister1raad (Pengadilan Agama) didasarkan atas teori van Den Berg yang 
menganut paham receptio in complexu.15 Teori ini menyatakan hukum menyangkut 
dengan agama seseorang. Jika orang itu memeluk Islam, maka hukum Islamlah 
yang berlaku baginya. 
Selaras dengan hakikat dakwah Islamiyah, nilai-nilai hukum Islam itu 
diresapi dan diamalkan dengan penuh kedamaian tanpa menghilangkan nilai-
nilai adat setempat yang telah sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai 
kaidah, syari’ah dan akhlak Islam. Pergumulan kedua system nilai itu berlaku 
secara wajar, tanpa adanya konflik antara kedua system nilai ini .16 
Sehubungan dengan hukum Islam yang telah lama berlaku bagi 
masyarakat pribumi, dapat dicatat beberapa “kompromi” yang dilakukan oleh 
pihak VOC, antara lain: 
1. Dalam Statuta Batavia yang ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC, 
dinyatakan bahwa hukum kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk 
agama Islam. 
2. Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah 
berlaku di tengah masyarakat. Upaya ini diselesaikan pada tahun 
1760. Kompilasi ini kemudian dikenal dengan Compendium Freijer. 
3. Adanya upaya kompilasi serupa di berbagai wilayah lain, seperti di 
Semarang, Cirebon, Gowa dan Bone.
Sebagai gambaran di Semarang misalnya, hasil kompilasi itu dikenal 
dengan nama Kitab Hukum Mogharraer (dari Al-Muharrar). Namun kompilasi 
yang satu ini memiliki kelebihan dibanding Compendium Freijer, karena dia juga 
memuat kaidah-kaidah hukum pidana Islam. 
Teori Van Den Berg ini  ditentang Oleh Snouck Hurgronje dkk. Yang 
menganut paham teori receptie yang intinya menyatakan bahwa hukum Islam 
dipandang sebagai hukum apabila telah diterima (direceptie) oleh hukum adat. 
                                                
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa masalah ini menyangkut masalah politik 
hukum Belanda.18 Artinya hukum Islam baru berlaku jika dikehendaki atau 
diterima oleh hukum adat. Tahun 1937, pemerintah Belanda memindahkan 
kewewenangan dalam hal mengatur kewarisan dari Pengadilan Agama ke 
Pengadilan Negeri.
Hal ini sesuai pandangan Van Vollenhoven bahwa hukum adat harus 
dipertahankan sebagai hukum bagi orang bumi putra tidak boleh didesak oleh 
hukum Barat, sebab kalau hukum adat terdesak oleh hukum Barat maka hukum 
Islam akan berlaku ini tidak boleh terjadi. Kemudian Ter Haar yang menjadi 
master architect pembatasan kewenangan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura 
bahwa anatara hukum Islam dan hukum adat tidak mungkin bersatu karena 
hukum adat bertitik tolak dari kenyataan hukum di mayarkat sedangkan hukum 
Islam bertitik tolak dari kitab-kitab penalaran manusia saja, karena itu secara 
teori hukum Islam tidak dapat diterima sehingga Pengadilan Agama di Jawa dan 
Madura dibatasi sampai sekecil-kecilnya.
Setelah Thomas Stanford Raffles menjabat sebagai Gubernur Jenderal 
selama 5 tahun (1811-1816) dan Belanda kembali memegang kekuasaan terhadap 
wilayah Hindia Belanda, semakin nampak bahwa pihak Belanda berusaha keras 
mencengkramkan kuku-kuku kekuasaannya di wilayah ini. Namun upaya itu 
menemui kesulitan akibat adanya perbedaan agama antara sang penjajah dengan 
rakyat jajahannya, khususnya umat Islam. Itulah sebabnya, Pemerintah Belanda 
mengupayakan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah itu. Di 
antaranya dengan (1) menyebarkan Agama Kristen kepada rakyat pribumi, dan 
(2) membatasi keberlakuan hukum Islam.
Untuk mempertegas upaya pembatasan yang dilakukan pemerintah 
Hindia Belanda maka dikeluarkanlah Undang-Undang Tahun 1919 yang memuat 
ketentuan tentang penggolongan penduduk dengan menambah satu ayat lagi 
pada Pasal 109 RR (Regeering Reglement), dan baru diberlakukan pada tanggal 1 
Januari 1920. Dengan adanya ketentuan baru dalam rumusan teks Pasal 109 RR, 
secara utuh rumusannya diadopsi menjadi rumusan pasal 163 Indsche-
Staatsregeling (IS), yang memuat ketentuan bahwa rakyat negara kita  dibagi ke 
dalam tiga golongan yaitu: 
1. Golongan Eropa, yang terdiri dari: (a) semua orang Belanda, (b) semua 
orang Eropa selain Belanda, (c) semua orang Jepang, (d) semua orang 
yang berasal dari tempat lain selain ( a, b, dan c, ini ), (e) anak 
sah atau yang diakui menurut Undang-Undang dan keturunan 
selanjutnya dari orang yang termasuk b, c, dan d yang lahir di Belanda. 
                                                
2. Golongan Bumiputera yaitu  semua orang yang termasuk rakyat 
negara kita  asli Hindia Belanda dan yang tidak masuk beralih ke 
golongan lain, dan mereka yang mula-mula termasuk golongan rakyat 
lain tetapi telah berasimilasi dengan rakyat negara kita  asli sedangkan 
yang. 
3. Golongan Timur Asing yaitu  semua orang yang bukan orang yang 
termasuk golongan Eropa, ataupun golongan Bumiputera.
 
Dengan demikian semua ketentuan yang ditetapkan dalam RR dan IS 
menjadi ketentuan dasar operasional mengenai hukum yang mengikat bagi 
setiap golongan atau penduduk Hindia Belanda, karena itu dapat dikatakan 
keduanya sebagai Konstitusi atau Undang-Undang Dasar dalam wilayah Hindia 
Belanda. 
Kemudian atas upaya-upaya pembatasan pemberlakuan hukum Islam 
oleh Pemerintah Hindia Belanda dapat disimpulkan, secara kronologis sebagai 
berikut: 
1. Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan 
Politik Hukum yang sadar, yaitu kebijakan yang secara sadar ingin 
menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di negara kita  
dengan hukum Belanda. 
2. Atas dasar nota yang disampaikan oleh Mr. Scholten Van Oud 
Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan 
undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi 
dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak 
bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum. 
Klausul terakhir ini kemudian menempatkan hukum Islam di bawah 
subordinasi dari hukum Belanda. 
3. Atas dasar teori resepsi yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje, 
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 kemudian membentuk 
komisi untuk meninjau ulang wewenang pengadilan agama di Jawa 
dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan (dengan alasan, ia belum 
diterima oleh hukum adat setempat). 
4. Pada tahun 1925, dilakukan perubahan terhadap Pasal 134 ayat 2 
Indische Staats regeling (yang isinya sama dengan Pasal 78 Regerrings 
reglement), yang intinya perkara perdata sesama muslim akan 
diselesaikan dengan hakim agama Islam jika hal itu telah diterima oleh 
hukum adat dan selama tidak ditentukan lain oleh sesuatu ordonasi.
Sikap pemerintah Belanda ini merupakan bagian dari politik hukumnya 
untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya, sekaligus meneguhkan 
hukumnya ke dalam sistem hukum di Nusantara. Pada tataran ini dapat 
diketahui bahwa pemberlakuan hukum Islam dikaitkan dengan hukum adat. 
Dengan kata lain, pergeseran hukum Islam dalam perundangundangan kolonial 
menunjukkan posisi dan kontribusinya semakin tidak mendapat tempat dalam 
perspektif hukum. Momentum kemerdekaan merupakan babak baru dalam 
percaturan politik hukum. Artinya politik hukum kolonial yang tertuang dalam 
IS tidak berlaku dan konsekuensinya teori reception in complexu juga tidak berlaku 
lagi. Hukum Islam telah memiliki kedudukan mandiri dengan mendapat 
pengakuan strategis dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945.24 
  
Awal mula penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai 
dengan kehadiran Organisasi Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih 
dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische Companie). Sebagai sebuah 
organisasi dagang, VOC yang memiliki peran yang luar biasa melebihi fungsinya. 
Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kerajaan Belanda menjadikan VOC 
sebagai perpanjangan tangan di kawasan Hindia Timur karena di samping 
menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam 
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dengan menggunakan hukum Belanda 
yang mereka bawa. Politik hukum pun disesuaikan dengan kepentingan 
kolonialisme, yakni hukum direncanakan untuk diunifikasi, disatukan, yang 
berarti, hukum yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan pula di negara kita . 
Pada waktu hukum yang berlaku ada tiga yakni hukum Islam, Hukum adat dan 
Hukum yang dibawa oleh belanda. Dan juga pada waktu itulah timbul konflik-
konflik hukum, karena ada diantara para sarjana hukum Belanda tidak 
menyetujui unifikasi sebagaimana ini  di atas.