islam 2
artikel ini meneliti tentang politik hokum Islam pada masa Belanda.
ada dua masalah utama yang dikaji dalam artikel ini, yaitu proses
masuknya Belanda ke negara kita , dan kondisi politik hukum Islam pada masa
Belanda. Untuk menjawab dua pertanyaan ini , penulis mengambil
beberapa buku dan artikel sebagai referensi utama dalam penelitian ini. Setelah
melakukan penelitian secara mendalam menggunakan metode studi pustaka,
penulis mendapat kesimpulan Awal mula penjajahan Belanda terhadap kawasan
nusantara dimulai dengan kehadiran Organisasi Dagang Belanda di Hindia
Timur, atau yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische
Companie). Sebagai sebuah organisasi dagang, VOC yang memiliki peran yang
luar biasa melebihi fungsinya. Politik hukum pun disesuaikan dengan
kepentingan kolonialisme, yakni hukum direncanakan untuk diunifikasi,
disatukan, yang berarti, hukum yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan
pula di negara kita .
Sejak berdirinya VOC, pemerintah Belanda mengakui eksistensi hukum
Islam seperti hukum kekeluargaan, hukum perkawinan dan hukum waris.
Bahkan hukum kekeluargaan diakui dan diterapkan dalam bentuk peraturan
Resoluti der Indische Regeering tanggal 25 Mei 1760 yaitu kumpulan aturan
perkawinan dan kewarisan Islam yang terkenal dengan Compendium Freijer , Selanjutnya dicantumkan dalam perundang-undangan, baik dalam
Algemene Bepaligen van Wetgeving (AB) pasal 11 maupun dalam Regeering Reglement
(RR) tahun 1855 pasal 75 ayat (3).1
Pada fase ini dapat dikatakan bahwa hukum Islam diterima secara
penuh. Hal ini didasarkan pada teori Reception in Complexu yang dikemukakan
oleh Van Ben Berg . Menurut teori ini adat istiadat dan hukum
(adat) suatu golongan masyarakat yaitu reception (penerimaan) seluruhnya dari
agama yang dianut oleh masyarakat itu. Jadi, kalau ada konflik (perkara) yang
berhubungan dengan perkawinan dan kewarisan, hakim hendaklah
memperlakukan hukum Islam.2 Dari latar belakang ini , penulis mengambil
dua permasalah utama yang dikaji; bagaimana proses masuknya Belanda ke
negara kita , dan bagaimana Politik hukum Islam pada masa Belanda.
Sejarah Masuknya Belanda ke negara kita
Awal mula penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai
dengan kehadiran Organisasi Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih
dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische Companie). Sebagai sebuah
organisasi dagang, VOC yang memiliki peran yang luar biasa melebihi fungsinya.
Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kerajaan Belanda menjadikan VOC
sebagai perpanjangan tangan di kawasan Hindia Timur karena di samping
menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dengan menggunakan hukum Belanda
yang mereka bawa.
Pada akhir abad 16, Belanda mulai melakukan survei dan pemetaan
wilayah Nusantara akibat ditutupnya pelabuhan di daerah jajahan Portugis di
Semenanjung Malaka bagi orang Belanda. Survei itu dilakukan dalam upaya
mulai mencari jalur pelayaran sendiri ke daerah rempah-rempah di Timur Jauh.
Penutupan itu terkait dengan penyatuan Spanyol dan Portugis, setelah Raja
Philip dari Spanyol naik takhta pada tahun 1580. Survei dan pemetaan di
kawasan Nusantara ini, dilakukan oleh Claudius Ptolomeus, kemudian
dilanjutkan oleh Jan Huygen van Linscoten
Dalam ekspedisi awal pada tahun 1549, Claudius Ptolomeus berhasil
menemukan kunci rahasia pelayaran ke Timur Jauh. Hingga ia kemudian
menyusun peta yang disebut dengan India Barat dan India Timur. Akan tetapi,
Claudius belum berhasil menemukan tempat-tempat yang aman dari serangan
Portugis. Seorang Belanda lain bernama Linscoten itu kemudian berhasil
menemukan tempat-tempat di Pulau Jawa yang bebas dari tangan Portugis dan
banyak menghasilkan rempah-rempah untuk diperdagangkan5
Pada bulan April tahun 1595, empat armada kapal Belanda di bawah
komando Corniles De Houtman dan Pieter Keyze berlayar menuju kepulauan
Melayu, dan tiba di Jawa Barat setelah menempuh perjalanan selama 14 bulan,
pada 22 bulan Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten.
Ekspedisi inilah menjadi cikal bakal lahirnya sebuah kongsi dagang besar yang
diberi nama VOC (Verenigde OostIndische Companie yaitu perkumpulan
perdagangan Belanda yang didirikan pada tahun 1602 dan dibubarkan tahun
1979. Perkumpulan ini berusaha mencari laba sebanyak-banyaknya dan
sekaligus menggalang kekuatan untuk melawan Portugis dan Spanyol) dan
bermulanya kegiatan survei dan pemetaan wilayah Nusantara secara lebih
intensif oleh Belanda.
Adapun tujuan mereka datang ke negara kita ialah untuk
mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mencari rempah-rempah yang
kemudian akan dijual di negara mereka. Keberhasilan orang Belanda di bawah
perintah De Houtman membuat orang Belanda makin tertarik untuk
mengembangkan dagangannya di negara kita , maka pada tahun 1598 angkatan
kedua di bawah pimpinan Van Nede Van Haskerck dan Van Warwisk datang ke
negara kita .6
Kedatangan Belanda yang bertepatan dengan pertahanan maritim dari
kesultanan-kesultanan negara kita yang melemah, yang diakibatkan oleh
peperangan yang dilakukan oleh kesultanan negara kita dalam usahanya menutup
lautan negara kita dari perluasan wilayah imperialis Portugis, menjadikan
Belanda lebih mudah menguasai perdagangan di negara kita , sehingga pada tahun
1599 armada Belanda kembali datang ke negara kita di bawah pimpinan van der
Hagen dan pada tahun 1600 dibawah pimpinan van Neck.7
Kondisi sosial masyarakat negara kita pada masa colonial Hindia Belanda
masih terbelakang, karena sistem kolonialisme yang diterapkan bagi Bangsa
negara kita terlalu ketat, dominasi dalam bidang politik, eksploitasi ekonomi,
diskriminasi sosial, westernisasi kebudayaan, dan kristenisasi penduduk maka
Bangsa negara kita terkhusus Umat Islam mengalami kemerosotan dalam segala
aspek kehidupannya, baik dalam segi material maupun spiritual.
Selain itu, kondisi keagamaan masyarakat Nusantara tetap berjalan,
namun memiliki kendala-kendala tersendiri dalam proses penyebarannya.
Sudah sejak lama sebelum lahirnya Islam, arus kolonialisasi sudah mengalir dari
India mengalir ke pulau Jawa dan pulau-pulau sekitarnya. Setelah sebagian
bangsa India memeluk Islam, maka orang-orang Islam dari India pun turut
mengambil bagian dalam lalu lintas dan imigrasi ke Nusantara. Agama Islam
sebagaimana telah diterima oleh Bangsa negara kita , sebelumnya sudah
mengalami proses penyesuaian diri dengan agama Hindu.
Sistem pemerintahan Belanda di negara kita
Sistem Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan belanda berupaya menggunakan system pemerintahan
desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya. Pada dasarnya
pemerintahan desentralisasi belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan
diadakanya daerah-daerah yang mempunyai daerah sendiri namun tetap
memiliki tanggung jawab dan berada dibawah pengawasan pemerintah pusat.
Pada awalnya gubernur jendral yang merupakan wakil ratu belanda
memiliki kekuasaan yang sangat luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya
dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintahan yang diisi oleh pejabat-pejabat
baik pusat maupun daerah. Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes
dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin
menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden,
yaitu suatu dewan dimana warga Eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi
hatinya. Inilah yang mengawali terbentuknya desentralisatie wet, kurang lebih
pasalnya berisi tentang pemerintahan didaerah-daerah jajahan Belanda
Birokrasi pada masa pemerintahan Belanda
Sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah Nusantra, baik
secara politik maupun ekonomi, pemerintahan kolonial menyadari bahwa
keberadaannya tidak selalu aman. Untuk itu pemerintahan colonial menjalin
hubungan politik dengan pemerintahan kerajaan yang masih disegani, hal ini
bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik
kerajaan.
Terjadi dualisme system birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan
colonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkan system administrasi colonial
(binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan system administrasi dan birokrasi
modern yang puncaknya pada ratu Belanda dan system administrasi tradisional
(inheemche Bestuur) masih dipertahankan oleh pemerintahan colonial.
Dalam struktrur pemerintahan yang ada di Nusantara, belanda
menempatkan Gubernur Jenderal yang dibantu oleh Gubernur dan presiden.
Gubernur merupakan wakil pemerintahan pusat yang berkedudukan di Batavia,
setingkat Wilayah Provinsi. Sedangkan untuk tingkat Kabupaten ada
asistem Residen dan pengawas (controleur). Keberadaan asisten residen diangkat
oleh gubernur jenderal untuk mengawasi Bupati dan wedana dalam
menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raja hanya ditunjukkan
pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja. Bupati tidak
memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat control dari
pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat. perubahan berokrasi pemerintahan
ini mendorong Belanda untuk mengadakan perubahan hak katas
pemakaian tanah.10
Hubungan Umat Islam dan Bangsa Belanda Era Kolonialisme
Melihat fakta-fakta sejarah, hubungan Umat Islam dan Bangsa Belanda
tentu tidak harmonis, meskipun sebagian dari kaum bangsawan masih berada di
bawah kekuasaan Belanda. Aneka perlawanan terhadap pemeritah Belanda
seperti Perang Paderi (1821-1827), Perang Diponegoro (1825-1830), dan Perang
Aceh (1873-1903) sudah dapat membuktikan bahwa kedua bangsa ini
pernah berselisih. Hal ini terjadi karena Bangsa Belanda datang untuk menjajah
dan menguras kekayaan Nusantara. Sejak awal Bangsa Barat datang untuk
mencari dan menguasai sumber rempah-rempah Hal ini tentu mengganggu
stabilitas bangsa Melayu sebagai pedagang. Apalagi Bangsa Belanda datang
untuk memonopoli perdagangan melalui VOC. Hal ini tentu tidak dapat
diterima oleh bangsa pribumi.
Selain itu, Belanda terlalu jauh mencampuri urusan keagamaan,
meskipun di sisi lain pemerintah Kolonial Belanda memberikan kebebasan
tentang hal keagamaan. Kolonial Belanda menganggap bahwa Umat Islam yang
berangkat haji memiliki potensiuntuk memberontak sehingga mereka selalu
dimata-matai. Akhirnya perang pun terjadi karena Umat Islam tidak bisa
menerima perlakuan Bangsa Belanda. Bahkan ulama pun ikut berperang
melawan Belanda. Setelah itu, gerak-gerik ulama pundiperhatikan oleh Bangsa
Belanda. Bahkan ulama menganggap bahwa bangsa pribumi yang berlindung di
bawah kekuasaan Belanda yaitu kafir dan harus disyahadatkan kembali.
Hal ini terjadi akibat dari saling kecurigaan antara kaum pribumi
dengan Bangsa Belanda sebagai bangsa asing yang menjajah Nusantara dan
mempekerjakan bangsa pribumi dengan paksa dan upah yang sedikit. Dengan
melihat perlakuan Bangsa Belanda terhadap bangsa pribumi tentu sudah jelas
hubungan mereka tidak harmonis. Sejumlah peperangan terjadi karena bangsa
pribumi memberontak atas perlakuan yang mereka terima.
Politik Hukum Islam Pada Masa Belanda
Pada mulanya, penjajahan Belanda bermotifkan perdagangan, yakni
karena tertarik pada rempah-rempah dan hasil bumi lainnya yang amat laris di
pasaran Eropa waktu itu. Untuk mendapatkan monopoli perdagangan, Belanda
memerlukan kekuasaan atas negara kita , maka direbutlah kedaulatan negara kita
dengan segala cara, kepandaian diplomasi, politik adu domba, dan kekuatan
senjata yang akhirnya berhasil mejadikan negara kita sebagai koloni Belanda
selama lebih dari 300 tahun.
Dalam lingkup masalah yang dibahas dalam tulisan ini tentang pengaruh
Hukum Islam dalam politik hukum di negara kita pada zamazn Belanda, ada
tiga sistem hukum berbeda yang telah berlaku seperti sistem hukum adat,
hukum Islam dan hukum Barat, yang memiliki unsur persamaan dan perbedaan.
Antara hukum Barat dan hukum adat pada dasarnya ada persamaan ruang
lingkup karena kedua-duanya hanya mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia serta penguasa dalam masyarakat Sedangkan ruang lingkup
yang diatur dalam hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia serta penguasa dalam masyarakat akan tetapi mengatur
hubungan antara manusia dengan Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa. Dengan
demikan disimpulkan hukum adat dan hukum Barat mengarahkan
pandangannya terbatas pada kehidupan duniawi saja sedangkan hukum Islam
tidak terbatas pada hubungan duniawi saja tetapi termasuk masalah akhirat
yakni hidup setelah kehidupan dunia kelak.
Para penjajah dari Belanda menyesuaikan Politik hukum dengan
kepentingan kolonialisme, yakni hukum direncanakan untuk diunifikasi,
disatukan, yang berarti, hukum yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan
pula di negara kita . Pada waktu itulah timbul konflik-konflik hukum, karena ada
diantara para sarjana hukum Belanda tidak menyetujui unifikasi sebagaimana
ini di atas.13
Pada zaman penjajahan Belanda, kita menjumpai beberapa macam
instruksi Gubernur Jenderal yang ditujukan kepada para Bupati, khususnya di
pantai utara Jawa agar memberi kesempatan kepada para ulama menyelesaikan
perselisihan perdata di kalangan penduduk menurut ajaran Islam.14 Sejarah
mencatat bagaimana pada masa penjajahan Belanda, hukum Islam telah menyatu
dalam kehidupan sehari-hari dan membudaya dalam lingkungan masyarakat
pribumi. Sampai-sampai instruksi gubernur jenderal kepada para bupati di
Pantura Jawa agar memberi kesempatan kepada para ulama untuk
menyelesaikan perselisihan perdata dengan hukum Islam. Demikian juga
keputusan Raja Belanda (Koninkelijk Besluit) No. 19 tanggal 24 Januari 1882 yang
diumumkan dalam Staatblad Tahun 1882 No. 12 tentang Pembentukan
Prister1raad (Pengadilan Agama) didasarkan atas teori van Den Berg yang
menganut paham receptio in complexu.15 Teori ini menyatakan hukum menyangkut
dengan agama seseorang. Jika orang itu memeluk Islam, maka hukum Islamlah
yang berlaku baginya.
Selaras dengan hakikat dakwah Islamiyah, nilai-nilai hukum Islam itu
diresapi dan diamalkan dengan penuh kedamaian tanpa menghilangkan nilai-
nilai adat setempat yang telah sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kaidah, syari’ah dan akhlak Islam. Pergumulan kedua system nilai itu berlaku
secara wajar, tanpa adanya konflik antara kedua system nilai ini .16
Sehubungan dengan hukum Islam yang telah lama berlaku bagi
masyarakat pribumi, dapat dicatat beberapa “kompromi” yang dilakukan oleh
pihak VOC, antara lain:
1. Dalam Statuta Batavia yang ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC,
dinyatakan bahwa hukum kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk
agama Islam.
2. Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah
berlaku di tengah masyarakat. Upaya ini diselesaikan pada tahun
1760. Kompilasi ini kemudian dikenal dengan Compendium Freijer.
3. Adanya upaya kompilasi serupa di berbagai wilayah lain, seperti di
Semarang, Cirebon, Gowa dan Bone.
Sebagai gambaran di Semarang misalnya, hasil kompilasi itu dikenal
dengan nama Kitab Hukum Mogharraer (dari Al-Muharrar). Namun kompilasi
yang satu ini memiliki kelebihan dibanding Compendium Freijer, karena dia juga
memuat kaidah-kaidah hukum pidana Islam.
Teori Van Den Berg ini ditentang Oleh Snouck Hurgronje dkk. Yang
menganut paham teori receptie yang intinya menyatakan bahwa hukum Islam
dipandang sebagai hukum apabila telah diterima (direceptie) oleh hukum adat.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa masalah ini menyangkut masalah politik
hukum Belanda.18 Artinya hukum Islam baru berlaku jika dikehendaki atau
diterima oleh hukum adat. Tahun 1937, pemerintah Belanda memindahkan
kewewenangan dalam hal mengatur kewarisan dari Pengadilan Agama ke
Pengadilan Negeri.
Hal ini sesuai pandangan Van Vollenhoven bahwa hukum adat harus
dipertahankan sebagai hukum bagi orang bumi putra tidak boleh didesak oleh
hukum Barat, sebab kalau hukum adat terdesak oleh hukum Barat maka hukum
Islam akan berlaku ini tidak boleh terjadi. Kemudian Ter Haar yang menjadi
master architect pembatasan kewenangan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura
bahwa anatara hukum Islam dan hukum adat tidak mungkin bersatu karena
hukum adat bertitik tolak dari kenyataan hukum di mayarkat sedangkan hukum
Islam bertitik tolak dari kitab-kitab penalaran manusia saja, karena itu secara
teori hukum Islam tidak dapat diterima sehingga Pengadilan Agama di Jawa dan
Madura dibatasi sampai sekecil-kecilnya.
Setelah Thomas Stanford Raffles menjabat sebagai Gubernur Jenderal
selama 5 tahun (1811-1816) dan Belanda kembali memegang kekuasaan terhadap
wilayah Hindia Belanda, semakin nampak bahwa pihak Belanda berusaha keras
mencengkramkan kuku-kuku kekuasaannya di wilayah ini. Namun upaya itu
menemui kesulitan akibat adanya perbedaan agama antara sang penjajah dengan
rakyat jajahannya, khususnya umat Islam. Itulah sebabnya, Pemerintah Belanda
mengupayakan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah itu. Di
antaranya dengan (1) menyebarkan Agama Kristen kepada rakyat pribumi, dan
(2) membatasi keberlakuan hukum Islam.
Untuk mempertegas upaya pembatasan yang dilakukan pemerintah
Hindia Belanda maka dikeluarkanlah Undang-Undang Tahun 1919 yang memuat
ketentuan tentang penggolongan penduduk dengan menambah satu ayat lagi
pada Pasal 109 RR (Regeering Reglement), dan baru diberlakukan pada tanggal 1
Januari 1920. Dengan adanya ketentuan baru dalam rumusan teks Pasal 109 RR,
secara utuh rumusannya diadopsi menjadi rumusan pasal 163 Indsche-
Staatsregeling (IS), yang memuat ketentuan bahwa rakyat negara kita dibagi ke
dalam tiga golongan yaitu:
1. Golongan Eropa, yang terdiri dari: (a) semua orang Belanda, (b) semua
orang Eropa selain Belanda, (c) semua orang Jepang, (d) semua orang
yang berasal dari tempat lain selain ( a, b, dan c, ini ), (e) anak
sah atau yang diakui menurut Undang-Undang dan keturunan
selanjutnya dari orang yang termasuk b, c, dan d yang lahir di Belanda.
2. Golongan Bumiputera yaitu semua orang yang termasuk rakyat
negara kita asli Hindia Belanda dan yang tidak masuk beralih ke
golongan lain, dan mereka yang mula-mula termasuk golongan rakyat
lain tetapi telah berasimilasi dengan rakyat negara kita asli sedangkan
yang.
3. Golongan Timur Asing yaitu semua orang yang bukan orang yang
termasuk golongan Eropa, ataupun golongan Bumiputera.
Dengan demikian semua ketentuan yang ditetapkan dalam RR dan IS
menjadi ketentuan dasar operasional mengenai hukum yang mengikat bagi
setiap golongan atau penduduk Hindia Belanda, karena itu dapat dikatakan
keduanya sebagai Konstitusi atau Undang-Undang Dasar dalam wilayah Hindia
Belanda.
Kemudian atas upaya-upaya pembatasan pemberlakuan hukum Islam
oleh Pemerintah Hindia Belanda dapat disimpulkan, secara kronologis sebagai
berikut:
1. Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan
Politik Hukum yang sadar, yaitu kebijakan yang secara sadar ingin
menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di negara kita
dengan hukum Belanda.
2. Atas dasar nota yang disampaikan oleh Mr. Scholten Van Oud
Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan
undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi
dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak
bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum.
Klausul terakhir ini kemudian menempatkan hukum Islam di bawah
subordinasi dari hukum Belanda.
3. Atas dasar teori resepsi yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje,
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 kemudian membentuk
komisi untuk meninjau ulang wewenang pengadilan agama di Jawa
dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan (dengan alasan, ia belum
diterima oleh hukum adat setempat).
4. Pada tahun 1925, dilakukan perubahan terhadap Pasal 134 ayat 2
Indische Staats regeling (yang isinya sama dengan Pasal 78 Regerrings
reglement), yang intinya perkara perdata sesama muslim akan
diselesaikan dengan hakim agama Islam jika hal itu telah diterima oleh
hukum adat dan selama tidak ditentukan lain oleh sesuatu ordonasi.
Sikap pemerintah Belanda ini merupakan bagian dari politik hukumnya
untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya, sekaligus meneguhkan
hukumnya ke dalam sistem hukum di Nusantara. Pada tataran ini dapat
diketahui bahwa pemberlakuan hukum Islam dikaitkan dengan hukum adat.
Dengan kata lain, pergeseran hukum Islam dalam perundangundangan kolonial
menunjukkan posisi dan kontribusinya semakin tidak mendapat tempat dalam
perspektif hukum. Momentum kemerdekaan merupakan babak baru dalam
percaturan politik hukum. Artinya politik hukum kolonial yang tertuang dalam
IS tidak berlaku dan konsekuensinya teori reception in complexu juga tidak berlaku
lagi. Hukum Islam telah memiliki kedudukan mandiri dengan mendapat
pengakuan strategis dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945.24
Awal mula penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai
dengan kehadiran Organisasi Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih
dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische Companie). Sebagai sebuah
organisasi dagang, VOC yang memiliki peran yang luar biasa melebihi fungsinya.
Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kerajaan Belanda menjadikan VOC
sebagai perpanjangan tangan di kawasan Hindia Timur karena di samping
menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dengan menggunakan hukum Belanda
yang mereka bawa. Politik hukum pun disesuaikan dengan kepentingan
kolonialisme, yakni hukum direncanakan untuk diunifikasi, disatukan, yang
berarti, hukum yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan pula di negara kita .
Pada waktu hukum yang berlaku ada tiga yakni hukum Islam, Hukum adat dan
Hukum yang dibawa oleh belanda. Dan juga pada waktu itulah timbul konflik-
konflik hukum, karena ada diantara para sarjana hukum Belanda tidak
menyetujui unifikasi sebagaimana ini di atas.