sangkan paraning dumadi 4

mengurangi, menambah atau merubah perintah 
Pencipta , byaitu  = bodoh.
Sifat Wenang “’aral bashariyah = terkena musibah yang tidak 
menyebabkan kecacatan dalam kerusaulannya.
Sehingga jumlah Sifat Pencipta  dan Sifat Rasul itu ada 50, sehingga 
ajaran itu disebut “Aqaid 50. Ada juga yang dikembangkan 
menjadi “aqaid 62. Ada juga yang diringkas, bahwa sifat Pencipta  
yang perlu dipahami itu hanya 13 yang wajib, dan 13 yagn mokal, 
seperti pendapat di depan (Bab I No.22), sedang sifat Wenang 
milik Pencipta  dan milik Rasul, tidak perlu diketahui.
Menurut pendapatku, yang dikembangkan juga baik, yang ringkas 
padat juga baik. Akan namun  kamu harus paham, meski jelas 
bagaimana pun juga, “’Aqaid” tentang sifat Pencipta  itu hanya 
berupa pedoman saja, tidak ditunjuk/disentuh:Muk. Sedangkan 
‘Aqaid tentang sifat Rasul itu hanya berupa penjelasan dalam 
tulisan saja. Tidak memerinci makna dan rasa dari tulisan itu. 
Lebih jelasnya: Hanya menjelaskan yang tersurat (Leterlijk), tidak 
mengupas yang tersirat (Symbolisch).
Hal itu bukan sebab  kekurangan “aqaid, sebab  hal itu yaitu  
memang ajaran untuk orang banyak (massa). Sedangkan bagi yang 
ingin memahami yang sebenarnya tentang Pencipta , yang disebutkan 
dalam kalimat “Laa ilaha IllaPencipta ” serta ingin bisa merasakan 
kalimat “Muhammadun Rasuu lullaah” harus di cari di luar ilmu 
“Aqaid. Yaitu yagn saya sebut “Sastracetha Wadining Rat” atau 
“Sastrajendra Hayuningrat” (Bab I No.26).
Di dalam kisah Pedalangan, diceritakan yang mengerti makna 
sastra ini , jika Raksasa saat  matinya berkumpul bersama 
manusia yang sempurna, jika manusia, saat  kematiannya 
berkumpul bersama Dewa yang mulia. Cocog dengan isi sebuah 
hadits, sabda Rasulullah kepada sahabat Muazimaa min ahadin 
Asyhaduan laa ilaha illaPencipta u wa anna muhamadan Rasuulullahi 
shidqan min qalbihi illa Harramu Pencipta u ‘ala annari = Barang siapa 
orang yang mengucapkan kalimat syahadat hingga ke dalam hati, 
oran itu diharamkan oleh Pencipta  saka siksa neraka.
Kalimat, “mengatakan hingga ke dalam hati” itu sama dengan 
“Paham terhadap maknanya” Hal itu iya apa tidak?
6. kartosuwiryo : 
Ya mpun!!! Sekarang saya paham, apa sebabnya bahwa 
mengucapkan kalimah syahadat itu menjadi Rukun Islam yang 
pertama, sebab  di dalam kalimat itu isi maknanya yang sangat 
rahasia. Sedangkan Rukun Islam yang lain-lainnya, apakah ada 
hubungannya dengan cara pengucapan kalimat syahat itu tadi, 
Kak?
soebandrio : 
Yahhh... kamu mengajakku untuk berbelok terlebih dahulu, ta? 
Rukun Islam yang ke dua hingga yang ke lima, itu memang benar 
erat hubungannya dengan Rukun Islam yang pertama, beginilah 
kejelasannya:
Orang yang mengucapkan “Saya bersaksi sebenarnya  .........” itu 
yang utama juga harus mengerti benar-benar tentang apa yang 
disaksikan. Di dalam kalimat ini yang disaksikan yaitu  tentang 
Pencipta , dan tentang Kerasullan Nabi Muhammadsaw. Artinya 
benar-benar mengerti sampai dengan yaqin (kenyataan) di 
kedalaman rasa. Bukan hanya meniru-niru saja.
Jika hanya mengucapkan saja, walau pun berapakali pun dalam 
mengucapkannya sepertinya sangat sulit untuk bsia terbukanya 
sampai dengan ke dalam sanubarinya. Kareena hal itu yaitu  
Rahasia Dunia yang sangat membahayakan. Sebaiknya disarati 
dengan latihan jiwa dan raga . Barangkali saja bisa sebagai jalan 
hingga dibuka hatinya oleh Pencipta . Jiwanya di latih patuh dan ingat 
dengan sadar tentang Pencipta , lima kali di dalam sehari semalam, di 
dalam waktu yang sudah ditentukan. saat  beribadah dalam 
keadaan suci dan menggerakan raga yang sangat bermanfaat 
terhadap kesehatan. Sebab kebijaksanaan dan kesantausaan jiwa 
itu, bisa tercapai jika raganya sehat. Ini Rukun Islam yang ke dua, 
Sembahyang (Shalat) lima waktu.
Namun juga masih sulit untuk bisa terbuka, sebab  memang sangat 
gawatnya. Barangkalai kesulitannya itu dikarnekan masih sangat 
cintanya kepada hartanya, sehingga perli di sarati dengna rasa 
ikhlas mengeluarkan sebagian dari hartanya yaitu menjalankan 
Rukun Islam yang ketiga, Membayar zakat.
Pada umumnya juga masih jauh untuk bisa terbuka, sebab  
kewajiban membayar zakat itu tidak berat untuk dijalankan. 
Alangkah baiknya di beri syarat lagi yang agak beat, yaitu berlatih 
mengendalikan nafsu, sebab  nafsu itu memang menjadi 
penghalang yang menyebabkan gelap. Sedangkan sumber kakutan 
nafsu itu yaitu  dari makanan, sehingga untuk bisa 
mengendalikannya dengan cara berlapar-lapar pada siang hari, 
selama sebulan dalam satu tahunnya. Itulah Rukun Islam yang ke 
4, wajib berpuasa di Bulan Ramadlan.
Sedangkan Rukun Islam yagn kelima Pergi Haji ke Baitullah, itu 
sebenarnya  sangat penting sekali sebagai ujian yang terakhir. 
Jika lulus dari ujian itu, barangkali bisa terbuka oleh Pencipta , 
mengerti tentang rahasia yang tersembunyi itu tadi. Namun sebab  
pergi Haji itu, harus mengeluarkan biaya yagn tidak semua orang 
bisa. Agama yang bersifat luas, memuat dan meliputi, dalam 
mewajibkan pergi Haji itu, hanya untuk orang yang mampu saja.
Pergi haji itu sebagai perwujudan ikhlas berkorban harta yang tidak 
sedikit, ikhla berkorban perasaan, berpisah dengan anak istri, 
keluarga, kerabat, bangsa dan tanah airnya, sebab  kesemuanya itu 
disebut Dunia, yang kadang menjadi penghalang saat  beribadah 
kepada Pencipta .
Pengobanannya tidak cukup sampai di situ, juka ikhlas 
mengorbankan jiwa dan raga, seperti, seandainya tiba-tiba sakit 
sehingga meninggal dunia di tempat yang jauh dari keluarga, itu 
harus ikhlas. Sehingga yang namanya pergi haji itu ujian 
menjadalankan Satu Tekad, mengabdi kepada Pencipta , selain 
Pencipta , semuanya tidak ada harganya.
Jika dalam tekadnya sudah nyata seperti itu, untuk bisa terbukanya 
ahati, sepertinya hanya setebal kulit bawang, entah disebabkan oleh 
daya dari menghisap suasana Tanah Suci, sebab  suasana itu 
sangat besar daya kekuatannya, entah melalu petunjuk dari 
sessama makhluk selama melakukan pergaulan di sana.
Untuk penjelasan ini, janganlah kamu salah dalam memahami, 
seandainya kamu sudah benar-benar paham atas Rahassia yang 
tersembunyi ini, bahwa orang yang beragama Muhammad, tidak 
boleh, yang kemudian tidak menjalankan Shalat, Zakat, Puasa, 
Haji, itu tadi. Apalagi jika hanya baru mengerti sedikit. sebab  
para Wali serta Rasulullah sendiri, juga tetap menjalankan Rukun 
Islam ini . Tekadkan di dalam hatimu, memberi contoh yang 
baik kepada semua orang, itu termasuk perbuatan yang utama..
7. kartosuwiryo : 
Iya, iya Kak, aku sudah mengerti penjelasan Kakak yang terperinci 
itu. Sekarang sduah sampai waktunya, Kakak mengarikan rahasia 
yang tersembunyi itu, saya sangat ingin mendengarnya.
soebandrio : 
Dengarkanlah ya!!! Seseorang yang mengucapkan kalimat yang 
maknanya “Hamba bersaksi sebenarnya  tidak ada Pencipta  
kecuali hanya Pencipta ”itu, jika saat  di dalam bersaksi itu tadi itak 
hanya meniru-nieru atau hanya ikut-ikutan, tentunya harus benar￾benar mengerti, tentang Pencipta . Jangan gampang menjawab: Jika itu 
termasuk kepercayaan, Sebab kepercayaan terhadap apa saja tidak 
akan pilih-pilih... yang jika diri sendiri belum yakin kebenarannya, 
itu tidak ada bedanya dengan “Gugon Tuhon” (percaya terhasap 
sesuatu yang belum ada buktinya). Iya apa tidak?
Untuk Kakakmu ini, dalam saya menyaksikan yang sebenar￾benarnya. Bahwa tidak Pencipta  selain Pencipta , tidak ragu-ragu lagi. 
Seperti yang sudah kita bicarakan bersama di depan.
a. Aku, orang satu ini, yang saya sebut Pencipta  itu, yaitu bergelar 
Ikheid = Purusha = Rabbi = Individueele God. Yaitu yang saya 
gambarkan Ki Dalang bagi si Wayang, dan yang umpamakan 
Bayang Matahari bagi Si Jambangan yang terisi air.
b. Aku, jika sedang bersama dengan dirimu, bersama dengan 
dirinya, bersama dengan semua orang di dunia ini, sama, 
menyebut Pencipta , itulah yang dimaksudkan yang bergelar 
Absolute Ik – Isywara – Rabbana = algemeene God. Yaitu yang 
saya gambar Sing Nanggap bagi si Wayang, dan saya ibaratkan 
Matahari bagi di Jambangan yang berisi air.
Aku sudah mengatakan, bahwa puncak Ilmu Ma’rifat itu: Si 
Wayang sudah bertemu dengan Ki Dalang (Bab I No.37) atau si 
Jambangan berisi air sudah melihat bayangan matahari. Namun 
kata “Bertemu” atau “melihat” itu jangan kamu bayangkan seperti 
halnya kamu bertemu denganku, atau seperti kamu melihat kepada 
diriku, itu bukan. Menurut ilmu Tarikat, seperti pengertianmu 
terhadap Hari Minggu, kamu bisa percaya sebab  kantor-kantor 
tutup semua, serta Hari Jum’at sudah sudah tertinggal satu hari 
(Bab I No.13). Sedangkan bagi Hakikat dan Ma’rifat, seperti 
halnya dirimu berada di hari Minggu, bisa terasa sebab  saat  
pagi: masuk ke hari Senin.
Namun, sebab  manusia itu bermacam-macam, yang banyak atau 
pada umumnya, seumpama wayang yang ingin bertemu dengan 
Yang Nanggap di Rumah belakang. Yang di patuhi yaitu yang 
Nanggap itu. Seumpama jambangan berisi air: ingin bertemu 
dengan matahari di langit, yang di sembah ya Matahari itu (Bab I 
No.37).
Si Wayang lup, bahwa Petruk itu tidak bisa apa-apa, yang 
berbicara dan yang menggerakkan yaitu  Ki Dhalang. Ada saatnya 
Petruk itu jadi Ratu, sebab  Ki Dalang melaksanakan perindah dari 
Yang Nanggap, agar menggelarkan wayang dengan lakon “Petruk 
dadi ratu”.
Bahwa, tujuan Hakikat itu tidak lain yaitu , supaya jambangan 
telah pecah, bayang matahari kembali kepada matahari (Innaa 
lillahi wa innaaa ilaihi radji’uun), tidak tertinggal di pecahan 
jambangan atau di airnya yang tumpah (Bab I No.36), Atau setelah 
menggelar pertunjukan wayang, Ki dalang melaporkan kepada 
yang nanggap, tidak larut pada cerita Petruk atau pergi bertamasya 
ke mana-mana yang tanpa tujuan. Tentang hl ini, sebaiknya 
dijelaskan jika telah sampai pada gilirannya membicarakan jalan 
menuju Ma’rifat kepada Pencipta  saja.
8. kartosuwiryo : 
Iya Kak, saya ngikut saja. Selanjutnya sekarang Kakak, agar 
meneruskan untuk memberikan penjelasan tentangn Kalimat 
Syahadat itu tadi.
soebandrio : 
Baiklah. Dengarkanlah dengan cermat, yang menyebabkan 
menjadi salah dalam pemahamannya, sehinga bisa tersesat menjadi 
...... KLENIK.
Kalimat selanjutnya; Mengucapkan kalimat yang maknanya “ dan 
hamba bersaksi, sebenarnya  Nabi Muhammad itu utusan 
Pencipta .
Kalimat ini , sebenarnya  mengandung makna ganda: Lahir 
(letterlijk) dan batin (symbolisch).
Menurut makna lahir (letterlijk), yang disebut “Muhammad” pada 
kalimat ini ; Sebutan manusia (eigennaam), yaitu Nabi 
Muhammad putra Sayyid Abdullah, yang lahir di Makkah, 
dimakamkan di Madinah. Sehingga asmanya kita ucapkan di 
dalam kalimat Syahadat, sebab  beliau yaitu  Ayah pencetus 
Agama yang kita anut.
Oleh sebab  kita sudah membuktikan bahwa petunjuk Agama itu, 
memberi penerangan hati sanubari kita, shingga kita yaqin dan 
bersaksi: Bila beliaunya itu yaitu  Utusan Pencipta , yang membawa 
amanah men-syiarkan penerang kepada seluruh manusia di dunia. 
Ujud dari petunjuk dan penerang yaitu kitab muslim  dan Al-Hadits.
Sedangkan, makna rasa batin (symbolisch) yang disebut 
“Muhammad” dalam kalimat ini , kata sebutan yang berasal 
dari gabungan (afgeleide zelfstanding naamwoord). Yaitu berasal 
dari kata “Hamid” yang artinya “Pujian sanjungan” Muhammad 
bermakna: Yang dipuji. Sedangkan yang maksud tidak lain yaitu  
ujud dari diri manusia ini. Baik halusnya juga raganya yang 
mengucapkan kalimat Syahadat itu tadi, yang ternyata lebih 
lengkap alatnya dan campuran wujudnya dibanding dengan 
makhlk yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya: Semua Rasul selain Nabi Muhammad itu 
juga sama-sama mempunyai sifat “Muhammad”. Demikian juga 
para Nabi, para Wali, para Mukmin ..... dan seluruh manusia biasa 
yang bagaimana pun juga, itu semua juga bersifat Muhammaad. 
Serta yang sebenar-benarnya juga menjadi Utusan Pencipta sendiri, 
alias individueele God, seperti ini  di atas. Sebab, jika dirinya 
sudah tidak menjadi utusan, pastilah raganya tanpa daya, yaitu 
mati.
9. kartosuwiryo : 
Maaf Kak, Aku pernah mendengar sebuah wirid yang berbunyi 
“sebenarnya  Muhammad itu sifat Ingsu, Rasul itu rasa 
nIngsun”. Apakah itu sesuai dengan penjelasan Kakak itu tadi?
soebandrio : 
Nah!! Benar kan perkiraanku. Kamu akan tersesat menuju 
“KLENIK”. Mengolah kata seperti itu, bukan kebiasaanku. Rasul 
itu kata Arab, Rasa itu kata Sanskrit, jika diolah agar sesuai, 
tentunya akan dimarahi oleh ahli sastra.
Sedangkan, maksud dari penjelasanku tadi itu, tidak demikian. 
Yang bersifat “RASUL” (utusan) itu, yaitu  yang bersifat 
Muhammad itu tadi. Yaitu lengkap dengan alat dan bahan 
campuran dari manusia, bukan Cuma salah satu dari alat manusia 
yang bernama “RASA” itu.
10.kartosuwiryo : 
Iya, Iya Kak, aku sudah paham, perbedaan uraian penjelasan 
dirimu dengan rangkain wirid “Rasul” “Rasa” itu tadi. Akan namun , 
apakah Kakak mempunyai anggapan bahwa gerak gerik kita 
berasal dari perintah Pencipta , sebab  diri kita ini mempunyai sifat 
Muhammad dan juga sifat Rasul? 
soebandrio : 
Bagus!!! Nah, itu pertanyaan yang penting. Ketahuilah olehmu, 
sebenarnya jika masih bernama manusia, itu tidak ada bedanya 
tentang kelengkapan alat dan bahan campurannya (Bab I No.28), 
sehingga jangan suka, mencelakakan diri sendiri.
Di depan sudah saya katakan, yang berbeda itu hanya ukuran dari 
bahan campurannya, seumpama kopi susu ada yang terlalu pahit, 
ada yang terlalu manis, ada yang hambar, ada yang sedang. 
Perbedaan alat: Ada yang bahan kayunya tua serta halus 
pengerjaanya, ada yang kayu muda, serta kasar pengerjaannya. 
Sehingga kemudian menjadi berbeda-beda, sebab  ada yang 
gperawatannya alat itu tadi ada yang rajin dan dipelajari 
kegunaannya dari masing-masing jenisnya, ada yang tidak dirawat 
sama sekali serta tidak mengerti kegunaannya.
Nah, seperti itulah contohnya. sebab  ada orang yang dujuli Nabi, 
ada yang disebut Wali, ada yang dinamakan Mukmin chas, ada 
yang dinamakan mukmin “am”, ada yang memiliki sebutan yang 
bermacam-macam itu.
Golong yang terakhir itu tadi juga berisfat Muhammad, tidak 
berbeda dengan Nabi – Wali – Mukmin, seharusnya demikian: 
Juga bersifat Rasul, Sebagai contohnya, berikut ini:
Seumpama aku menjadi pribumi di salah satu Kabupaten, namun 
belum pernha bertemu dengan Pak Bupati. Kemudian ada orang 
yang singgah di rumahku, memerintahkan supaya aku datang 
untuk menyapu halaman Kabupaten. Aku terus bilang kepada 
kakak perempuanmu, jika diperintah oleh Pak Bupati.
Apakah yang saya omongkan itu benar? Bisa dipastikan, salah! 
sebab  yang memerintahkan aku itu tadi bisa saja hanya Sekretaris 
Kebupaten saja, bisa saja abdi rendahan saja, bisa juga orang luar 
yang berniat mempermainkan aku. Sehingga “Serat Wedhatama” 
mengingatkan (Gambuh):
Kalamun durung lugu.
Aja pisan wani ngaku-aku
Antuk siku kang mangkono kaki
Kena uga wenang muluk, 
Kalamun wus pada melok.
Artinya:
Jika belum paham
Jangan sekali-kali mengaku sudah paham
Akan mendapat hukuman, tindakan yang seperti itu.
Boleh saja memberi pelajaran..
Jika sudah benar-benar paham melihat dengan jelas tanpa 
penghalang apapun.
Pyaitu  “Melihat dengan jelas” itu sulit sekali. Jangankan melihat 
dengan jelas menurut Ma’rifat, baru melihat denegan jelas di 
tingkat Tarikat (mengerti) saja, tidak mudah, sebab  banyak 
penghalangnya. Seperti yang diperintahkan di dalam Surat Yasin 
ayat 9,10 “ wa ja’alnaa min baini aidihim saddan wamin chalfihim 
saddan faghsyainahum fahum laayubshiruun ( Dan Ingsung sudah 
membuat penutup di depan dan di belakang, dan Ingsun tutup 
penglihatannya hingga tidak bisa melihat segalanya), terusannya: 
Wasawaaa’un ‘alaihim andzartahum am lam tundzirhum 
laayu’minuun (Sama saja atas orang –orang itu, kamu beri nasihat 
atau tidak, tidak akan beriman). Seperti itulah orang yang tertutup 
hatinya.
Sehingga: Walau pun sama-sama mempunyai sifat Muhammad, 
yang nyata. Namun jangan menganggap mudah mengaku sama￾sama bersifat utusan Pencipta , walau pun seharusnya benar. sebab  
kita ini Mukmin “am atau dibawah “am” ini. Yang sering itu 
menjadi utusan ... Nafsu, atau menjadi pengikut ... syaitan (Setan 
dalam diri atau setan di luar diri).
11.kartosuwiryo : 
Sudah- sudah, Kak (Sambil mata sembab meneteskan air mata), 
hatika sangat pedih. A’udzu billahi minasysyathanirajim (Semoga 
saya dijauhkan oleh Pencipta  dari godaan syaothan yang terajam).
(Setelah saling berdiam diri beberapa menit): Sekarang saya 
mohon penjelasan, bahwa si Wayang yang ingin bertemu dengan 
yang Nanggap. Jika puncak ilmu Ma’rifat, itu hanya sampai tingkat 
Ma’rifat si Wayang terhadap Ki Dalang (Bab I No.37, Bab.II 
No.7), itu kan tidak ada bedanya dengan golongan yang meyakini 
bahwa yang Nanggap itu tidak ada. Hanya Ki Dalang yang tetap 
abadi atas kudrat iradatnya sendiri.
soebandrio : 
Sekilas memang tidak ada bedanaya, namun  akibatnya, bukan Cuma 
beda, justru berlawanan yang sangat nyata.
Golongan yang meyakini bahwa yang Nanggap itu tidak ada, 
kebanyakan mengakibatkan juga meyakini bahwa saat  matinya 
itu menganggapnya sudah “selesai” tidak ada cerita lagi (Bab I 
No.35).
Pastilah tidak ada usaha dan perjuangan, “Ilmunya” tanpa amal, 
sebab  dalam perkiraannya saat  mati pastilah sempurna, sudah 
memastikan pasti akan kembali kepada asalnya.
Sedangkan bagi yang meyakini bahwa yang Nanggap itu ada, itu 
mengakibatkan memiliki keyakinan bahwa setelah mati itu belum 
“selessai” masih tetap terus hidup. Yang semula hidup 
mempergunakan basan kasar (jasmani) berada di alam dunia, 
kemudian hidup memeprgunakan badan halus (rohani) yang 
berada di alam gaib. Di tempat itu masih mengalami rasa enak dan 
rasa tidak enak.
Golongan ini, bermacam-macam caranya berusaha dan berjuang 
agar terlepas dari segala rasa itu tadi. Ada yang memakai cara giat 
shalatnya, ada yang membuang kekayaannya, ada yang 
menghindari keramaian, ada yang tidak menikah, bahkan ada juga 
menyiksa raganya. Bertindak seperti itu tidak hanya satu hari dua 
hari saja, namun sampai tanpa batas waktunya. Seumpama orang 
yang berbuat seperti itu, itu dianggap semuanya bodoh, Aku, 
Kakamu ini, ikhlas menerima masuk dalam golongan orang bodoh 
itu tadi. sebab  aku yakin seyakin-yakinnya, bahwa mati itu belum 
pasti “selesai”.
12.kartosuwiryo : 
Iya Kak, aku sudah mengerti penjelasan tentang perbedaan antar 
paham iut tadi. Kemudian Kakak mengatakan tidak mesti “selesai” 
itu menurut pemahamanku ada bisa “selesai” sungguhan. 
Sedangkan yang dikatakan “Selesai” itu bagaimana? Dan apakah 
sebabnya ada yang “selesai” dan ada yang tidak? Bagi golongan 
yang meyakini mati belum pasti “selesai” itu, apakah bukan 
“selesai” yang dicarinya?
soebandrio : 
Yang saya katakan “selesai” itu yang bisa menjalankan “Inna 
lillahi wa innaa ilaihi raji’un” – Asal dari Pencipta , kembali kepada 
Pencipta , artinya sudah tidak terbayangkan. Yaitu yang disebut Naik 
ke dalam Surga yang tertinggi tanpa hisab (Tanpa ditimbang antara 
amal dan dosanya, sebab  sudah tidak tersentuh dosa). Sudah tidak 
merasakan nikmat kubur atau pun siksa kubur, sudah terbebas dari
hari kiamat (sewaktu roh-roh dibangkitkan dari alam kubur).
Memang “selesai” itu yang dicari oleh para pencari Hakikat. Akan 
namun  pencarian apakah cukup hanya mempergunakan anggapan 
saja, tanpa syarat-syarat? sebab  yang bisa melakukan yang seperti 
itu hanya para Rasul, para Nabi dan para Wali namun tidak semua, 
dan para Mukmin yang diijinkan oleh Pencipta .
Maka dari itu, orang yang shalat, setelah membaca tahiyyat akhir 
kemudian berdoa “A’udzubika min ‘adzaabil qabri” (semoga
terjaga di siksa kubur), itu sudah semestinya bagi Mukmin “Am, 
sebab  memang siksa kubur itu yagn sangat ditakuti. Jika tidak 
mengalami siksa kubur, berarti merasakan nikmat kubur, sambil 
menunggu datangnya hari kiyamat, barangkali setelah dihisab, bisa 
naik ke surga. Walau pun di surga yang paling bawah sendiri, 
tentunya merasa nikmat, dibanding masuk ke dalam neraka, neraka 
yang mana saja.
13.kartosuwiryo : 
Wahhh... Sekarang sudah sampai membicarakan tentang 
meninggal dunia, yang menurut penyampaian Kakak, juga perlu 
dijelaskan, termasuk baku bagian ke II bagi ilmu hakikat, (Bab I 
No.7). Akan namun  saya ingin menyela terlebih dahulu minta 
dijelaskan terlebih dahulu. Apakah golongan yang meyakini bahwa 
Yang Nanggap tidak ada itu tanpa dasar? Jika aku tidak keliru, itu 
kan ilmunya Syeikh Siti Jenar, yagn tidak sedikit pengaruhnya 
kepada bangsa kita ini, iya kan Kak?
soebandrio : 
Nahhhh.. ini sama saja aku kamu paksa untuk basah semua! 
Memang demikian, aku hanya ingin mengatakan paham 
keyakinanku sendiri, yang menjadi keyakinanku sendiri. Yang 
menimbang dan membandingkan dengan yang lainnya itu kamu 
sendiri (Bab I No.29).
Ilmu milik Syeikh Siti Jenar yang sebenarnya, itu tidak ada yang 
tau, sebab  Syeikh Sitijenar tidak meninggalkan Kitab yang 
menjelaskan paham keyakinannya. Sedangkan paham yang kamu 
sebut ilmu dari Syeikh Siti Jenar itu tadi, tidak lain hanya pendapat 
para Pengarang Kitab Sitijenar, atau pendapat para guru wirid 
speeninggal Syeikh Sitijenar, yagn belum tentu cocok dengan 
ilmunya Syeikh Sitijenar yang sebenarnya.
Sedangkan ilmu dari Syeikh Sitijenar yang sebenarnya itu, 
perkiraanku berasal dari ilmu Falsafah Tashawwuf Islam yagn 
berkembang di Negara-negara Islam saat  abad ke 12 dan 13 
Masehi. Yaitu yang disebut paham Wahdatul Wujud. Yaitu sebuah 
paham yang meyakini bahwa makhluk dan yang mencitakanitu 
“Sajatin”: Satu. Sedangkan saat  menyebut dua itu sebab  
penglihatan dari makhluk itu sendiri. Jika melihatnya dari Pencipta: 
“Satu utuh” bukan dua. Contohnya bagaikan Samudra dan 
ombaknya, seperti api dan nyalanya, seperti madu dan rasa 
manisnya.
Seperti itulah paham Pujangga Sufi Muhammad Bin Ali bin 
Ahmad bin Abdullah yang bergelar Muhyidin Al-Hatiniy atau Ibnu 
Arabiy.
Paham itu memisahkan diri dengan paham lainnya sebelum itu, 
yang pada umumnya meyakini bahwa Makhluk dengan 
Penciptanya itu dua.
Selanjutnya, dua paham itu masih tetap menjadi perselisihan 
sampai dengan sekarang belum ada akhirnya. Golongan yang 
meyakini bawa makhluk dan Pencipta itu dua, mempunyai 
pendapat bahwa Makhluk an khaliq itu tidak sama Dzat-nya. 
Sehingga menuduh sangat sesat jika ada yang mempunyai 
anggapan: Makhluk itu bisa menyatu dengan Khaliq, setinggi￾tinggi Cuma bisa ... mendekat atau bisa bertutur kata saja.
Nahhh. Sehingga tadi aku mengatakan, jika yang kamu sebut Ilmu 
Syeikh Sitijenar itu, belum tentu cocok dengan ilmunya Syeikh 
Sitijenar yang sebenarnya ........ sebab  “Ilmu dari Ibnu ‘Arabiy itu 
menggunakan “Amal. Akan namun  yang kamu kira ilmu dari 
Syeikh Sitijenar itu tadi, pada umumnya hanya berhenti pada 
pemahaman saja. Jika telah memahami merasa telah tamat dan 
sempurna.
14.kartosuwiryo : 
Sedangkan keyakinan Kakak yang sudah di jelaskan kepadaku, itu 
termasuk golongan yang mana, Kak? Aku malah menjadi bingung, 
saat  beri tahu keyakinan dua macam itu.
soebandrio : 
Bagaimanakah kamu itu! Kamu terus memaksa agar aku terus 
bertambah basah.
Paham dua macam itu, menurutku: sama benarnya. Menjadi 
bermasalah, tidak lain sebab  tidak saling menghayati terlebih 
dahulu: Manakah yang disebut makhluk di dalam masalah yang 
dibicarakan itu?
Jika yang disebut makhluk yang ada di dua ajaran itu, sesuatu yang 
berbentuk – kasar atau halus – maka menjadi benar bagi yang 
berkeyakinan bahwa makhluk dan Khaliq itu dua, bukan satu dan 
tidak bisa bersatu, sebab  Khaliq itu tanpa bentuk, bukan jisim, 
bukan jirim (Jisim dan Jirim untuk lebih jelasnya di Buku Serat 
Wulang Reh di blog yang sama), Tidak bisa dibayangkan.
Sedangkan jika yang disebut makhluk dalam keyakinan itu 
Bayangan Matahari bagi si Jambangan berisi air, tentulah benar 
yang meyakini bahwa makhluk dan chaliq itu: Satu, iya kan? 
Tentunya tidak salah jika makhluk bisa menyatu dengan khalik, ta? 
Bagaimana...... apakah masih kurang jelas keteranganku ini?
15.kartosuwiryo : 
Sudah jelas Kak, dan saya sudah puas. Sekarang saya mau minta 
penjelasan sedikit, akan namun  jangan menjadikan Kakak menjadi 
tidak enak hati.
Setiap Kakak menganjurkan tentang menjalankan Syari’at Agama 
apa saja yang dianut (Bab I No.11) atau yang disenangi (Bab I 
No.37). Akan namun  entah sebab  apa, penjelasan Kakak kepada 
saya ini jelasa mengarah kepada Islam dan hanya mengambil dari 
dalil-dalik Qur’an saja?
soebandrio : 
Bukan sebab  sebab apa-apa, hanya terbawa oleh sebab  aku ini 
orang Islam, Sedangkan jika kamu bertanya “Apa sebabnya Kakak 
memilih Agama Islam?” Pertanyaan seperti itu sama saja dengan 
kamu bertanya “Apa sebabnya Kakak membangun rumah memilih 
model kampung, bukan model limasan saja?” Nah... itu sebenarnya 
hanya sebab  senang model saja, tidak ada sebab lain lagi. Menurut 
pendapatku: Agama itu Internasional, artinya, untuk orang sedunia. 
Dari tanah mana saja asalnya, jika aku senang, ya itulah yang saya 
anut.
Oleh sebab  aku menyenangi, sehingga masuk kepada kata-kata 
“Orang senang, tidak kurang sanjungannya”. Sebagian dari 
sanjunganku, yaitu dari kitabnya (Qur’an) yang walau pun sudah 
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, akan namun  dalam bahasa 
aslinya tidak akan pernah hilang, sehingga bisa dicocokan: Apakah 
terjemahan itu obyektif (apa adanya), apakah ditambah-tambahi 
menurut selera yang menterjemahkan (subyektif). Sedangkan 
Kitab Suci yang lain-lainnya tidak demikian!
Barangkali jika kamu menginginkan yang kadang kala mendengar 
kutipan yang berasal dari kitab-kitab suci selain Qur’an, aku tidak 
keberatan. Dan aku juga mempelajari, sebab  aku juga percaya 
kepada Rasul selain Nabi Muhammad serta percaya kepada Kitab 
Suci selain kitab muslim .
Kitab Taurat menyebutkan: “Pencipta  kemudian mencitakan manusia 
menurut ceritanya, dalam menciptakan yang yang dicontoh cerita 
Pencipta , pada hakikatnya laki-laki perempuan” (Purwaning dumadi 
I:27).
Di dalam Injil menyebutkan: Tidak ada orang yang mendekat 
kepada Rama jika tidak keluar dari aku. Jika kamu mengetahui 
tentang aku, pastilah mengetahui Romoku” (Jochanan 14:6-7) 
“Orang yang ttelah melihatku, sehingga sudah melihat Sang Rama. 
Apakah kamu tidak percaya, bahwa aku ini ada di dalam Sang 
Rama, dan Sang Rama ada di aku?” (Id. 14: 9,10).
Cobalah rasakan! Yang dikatakan Manusia mencontoh cerita dari 
Pencipta  dalam Kitan Taurat itu, tentunya sama dengan yang saya 
umpamakan Bayangan dari matahari dengan matahari, iya kan? 
Sedangkan yagn disebut Sang Putra dengan Sang Rama di dalam 
Kitab Injil itu tadi, itu kan aku, iya kan?
Sedangkan di dalam kitab muslim  juga menerangkan: Lam yalid wa 
lam yuulad (Al-Ikhlas 3 = Tidak beranak dan tidak peranakkan), 
An da’auli’rrahmani waladan wa maayanbaghie li’rrahmani an 
yattahidza waladan 9 Maryam 91,92 = Mereka mengatakan bahwa 
Pencipta  itu mempunyai anak, Pencipta  dikatakan mempunyai anak itu 
tidak benar), sebab  ada orang yang meyakini bahwa kata “Putra” 
itu bermakna Leterlijk, bukan symbolisch yang ibaratnya yaitu  
bayangan.
16.kartosuwiryo : 
Sudah Kak, dalam saya mengajak Kakak untuk membelokan 
pembicaraan hingga benar-benar basah, sudah cukup. Sekarang, Kakak berkenanlah Kakak untuk menjelaskan tentang SiksaKubur 
itu bagaimana sehingga bisa diterima oleh akal dan pikiran?
soebandrio : 
Kepercayaan terhadap adanya siksa kubur dan tentang 
menjalankan keutamaan agar tidak mengalami siksa kubur itu, 
sebenarnya sudah sejak jaman dahulu kala, sebelum adanya 
Agama yang disyiarkan oleh para Nabi utusan Pencipta .
Sedangkan tumbuhnya kepercayaan saat  itu, entah sebab  
berasal dari gagasan saja, seperti: (a) Di alam saat  tidur, tiba-tiba 
menemukan cerita yang disebut bermimpi (b) Memperhatikan 
segala perbuatan pasti mendapatkan buahnya (c) Dan lain-lainnya, 
entah sebab  ada yang dituakan yang mendapat ilham dari Pencipta  
sehingga bisa melihat atau bisa berkomunikasi dengan roh orang 
yang sudah meninggal dunia, saya kita tidak perlu dibicarakan 
panjang lebar.
saat  memasuki jaman Para Nabi dan para Rasul yang bertugas 
menyiarkan Agama, mereka semakin menguatkan bahwa 
keyakinan yang semula masih samar-samar itu, memang benar￾benar ada. Tentulah saat  para Rasul menerangkan wasiat itu tadi 
tidak hanya berasal dari gagasan saja dan tidak hanya untuk 
menakut-nakuti saja. Artinya memang benar-benar ada dan para 
Rasul memang benar-benar mengetahui, sebab  para Rasul itu 
bersifat Sidiq, Amanat, Tabligh, Fathanah (Bab II No.5).
Sehinga seharusnsya, kita ini hanya cukup percaya saja terhadap 
kabar ini , sebab  tentang Jiwa itu memang sulit. Firman 
Pencipta  di dalam kitab muslim : Wa yasalumaka ‘ani’rruhi quli’rruuhu 
min amri rabbi wamaa uutietum minal ‘ilmi illa qallilan (Israa’85 = 
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah: Roh itu 
urusan Pencipta ku, kalian tidak diberi pengetahuan kecuali hanya 
sedikit saja).
17.kartosuwiryo : 
Kak, saat  kepercayaan tentang adanya Pencipta  yang berbahaya, 
yang rahasia seperti itu, Kakak berkenan memberikan penjelasan 
yang sangat memuaskan perasaan hatiku. Maka dari itu tentang roh 
dan siksa kubur, saya juga mohon untuk dijelaskan dengan sejelas￾jelasnya, jangan dibatasi seperti itu tadi.
Namun, sebelum Kakak berkenan membuka pagar ini , saya 
mohon penjelasan terlebih dahulu: Yang disebut “Kubur” itu apa? 
Apakah Kuburan atau begraafplaats (tempat untuk memendam 
mayat) seperti itu Kak?
soebandrio : 
Begraafplaats itu dalam bahasa Jawa disebut “Jaratan” atau 
“Pajaratan” namun kata “Jarat” artinya apa, saya sendiri tidak 
mengerti. Sedangkan kata Jawa “Kuburan” Ngubur, dikubur, itu 
sebenarnya yaitu  salah, sebab  mengambil dari kata Arab 
“Qubur” (ism mufrad Qabrun, ism jama Qubuurun), yang artinya 
.... akan saya terangkan nanti saja.
“Jaratan” terkadang disebut juga “Makaman” itu juga mengambil 
dari Bahasa Arab: Makam (Maqam) yagn artinya yaitu  Tempat, 
sembarang tempat, bukan hanya tempat mayat. Dan juga kadang 
disebut “Kramatan” menurut perkiraanku juga mengambil dari 
Bahasa Aarab (Rahmat), yang artinya kemurahan. Maksudnya: 
Bahwa Mayat yang dipendam di tempat itu itu terhormat atau 
mendapatkan kemurahan Pencipta .
Sedangkan di bahasa haluskan dalam bahasa Jawa (Dikramakan) 
menjadi “Pasareyan” uatau “Setana” (Istana), tentunya kamu sudah 
mengerti. Maksudnya: Semua mayat yang diteempatkan di tempat 
itu, bukannya dianggap mati, hanya Tidur saja, dan di anggap 
bertempat tinggal di Istana yang indah.
Sedangkan Kata Arab “Qubur” itu tadi, di dalam Qur’an juga 
disebutkan “Barjah”. Pada umumya dianggap sebutan “Alam”, 
akan namun  tidak terlihat oleh mata seperti halnya alam dunia ini.
Anggapan “Sebutan” itu tadi, sebenarnya masih salah, 
sepertihalnya Madinah (Madinatun) yang semula bermakna 
“Kota” lama-kelamaan berubah menjadi “Nama Kota” (Madinah). 
Sedangkan kata “Kubur” atau “Barja” itu, berasal dari kata 
suasana, yang artinya: (a) Peralihan, antra alam dunia dan alam 
lainnya lagi, (b) Tahanan: Menunggu waktu akan diadili, (c) Hijab, 
penutup, sebab  sudah tidak bisa melihat alam dunia, namun belum 
melihat alam lainnya lagi.
Maka dari itu, janganlah kamu salah dalam memahaminya, Kubur 
itu, kamu maknai Kuburan atau Jaratan. Jelasnya: Seandainya ada 
orang yang meninggal dunia sebab  tenggelam di laut, atau 
meninggal karna dimakan harimau, atau mati denegan tubuh 
hancur sebab  terkena bom atoom, itu rohnya juga mengalami 
siksa kubur atau nikmat kubur, walau pun mayatnya tidak di tanam 
di Jaratan.
Sedangkan bagi orang yang meninggal dunia dan mayatnya tidak 
hancur seperti yang saya katakan itu tadi, roh-nya memang ada 
yang menunggui bekas raganya, dalam beberapa waktu. Oleh 
sebab  itu, sehingga ada pendapat mayat dibalsam agar tidak rusak, 
agar supaya roh-nya tetap menunggui raganya hingga beratus-ratus 
tahun. Dan sebailknya ada yang berpendapat: Mayatnya dibakar, 
agar cepat rusak, supaya roh-nya cepat merdeka, bisa ke sana ke 
mari, tidak menunggi raganya saja.
Sedangkan tentang yang dialami oleh para ahli kubur itu, ini  
di dalam Hadits, seperti ini:
Sahabat Ibnu Abbas menceritakan: Pada suatu hari, Rasulullah 
lewat di jalan yang berdekatan dengan makam, mendengar orang 
sambat kesakitan, sebab  mengalami siksa kubur. Beliau kemudian 
mengambil pelepah kurma, setelah dipatahkan menjadi dua, 
masing-masing kemudian diletakkan di atas makam orang yang 
mengeluh itu tadi, sambil berkata: “Semoga orang yang sedang 
mengalami siksaan ini mendapatkan kemurahan selagi pelepah 
kurma ini belum kering.” (Hadits Shahih Buchari).
Ada lagi: Sahabat Abu Ayub menceritakan: Pada suatu hari 
Rasulullah keluar setelah matahari terbenam. Beliau mendengar 
suara, para sahabat yang mengiringkannya juga mendengarnya. 
Beliau kemudian berkata “Orang Yahudi sedang disiksa di dalam 
kuburnya” (Hadits Shahih Muslim).
18.kartosuwiryo : 
Cukup tiga itu saja Kak!! Apakah Kakak berkenan memberi 
penjelasan yang lebih jelas, bukan atas dasar cerita seperti itu? Dan 
apakah sebabnya, Kakak hanya memetik dari hadits saja? Apakah 
di dalam kitab muslim  tidamasalah itu?k ada ayat-ayat yang 
menjelaskan 
soebandrio : 
Di dalam kitab muslim  tidak kurang ayat-ayat yang menjelaskan 
tentang alam akhirat, hari kiamat, surga dan neraka, dan lain 
sebagainya. Dan saya perlu untuk menjelaskan terlebih dahulu 
yang sejelas-jelasnya, maka dari itu belum saya petik.
Sepertinya kamu lebih puas, atas keterangan yang berdasarkan Al￾Qur’an dibanding keterangan yang berdasarkan Hadits. Itu 
menandakan bahwa dirimu mempunyai pertimbangan yang 
atajam. Alhandulillah. Memang di dalam Tharikat, Hakikat dan 
Ma’rifat, untuk bisa pas jika menggunakan dasar kitab muslim . Akan 
namun  kamu jangan menyalahkan dan menyepelekan Hadits, sebab  
banyak sekali aturan dan Rukun Islam yang tidak disebutkan di 
dalam kitab muslim , disebutkan di Al-Hadits.
Sehingga: Ajaran yang bersumber dari Hadits itu, sebagian besar 
memang untuk Syari’at. Sama dengan pendapatnya Abu Hurairah 
Hafidhatumin Rasuulillahi wi’aaani faaammmaa ahaduhumaa 
fabatsatstuhu waamma ilaa charufalan batsatstuhu qufi’a 
hadazalbul ‘umu (Hadits shahih Buchari = Saya hapal dari 
Rasulullah Haidts dua karung, yang satu karung sudah saya siarkan 
sedangkan yang sekarung lainnya, jika saya siarkan, pastilah saya 
disembelih orang), Maksudndya Hadits yang tidak disiarkan itu 
memang tidak cocok seumpama disiarkan kepada orang banyak 
(massa).
Tentang keadaan roh manusia yang sudah terpisah dari badan 
kasarnya itu, selain ini  di dlam Hadits yang di antaranya 
sudah saya katakan itu tadi, juga termuat di dalam kitab muslim . 
Nanti kita bicarakan dengan jelas, Ada lagi keterangan yang 
berasal dari sumber yang lain.
Ada ilmu yang disebut Spiritisme, yaitu cara memanggil Roh 
orang yang sudah meninggal dunia, atau cara berhubungan 
(berdialog) dengan Roh orang yang sudah meninggal dunia. 
Adanya ilmu itu sudah sejak jaman dahulu kala, yang kemudian 
tertutup, sebab  (a) kalah pengaruh oleh ilmu Agama, yang 
sebagian besar mengajarkan agar orang percaya begitu saja
(Dogmatisch). (b). Kalah pengaruh dengan ilmu Materialisme, 
yang keyakinannya hanya percaya kepada segala sesuatu yang bisa 
terlihat mata saja.
Di dalam abad ini, ilmu Spiritualisme itu tadi, tiba-tiba muncul 
kembali, justru kemunculannnya di wilayahnya orang-orang yang 
ini  di hurus (b) itu tadi. Sudah banyak yang mengamalkan 
(mempraktekkan), serta tercapai apa yang menjadi tujuannya.
Ilmu ini  justru bisa dipergunakan untuk membuka keruwetan 
perkara lahir, seperti: Orang mati yang meninggalkan harta benda, 
akan namun  ahli warisnya tidak mengetahui di mana 
menyimpannya; Orang yang meninggal dunia sebab  dibunuh, 
tidak ketahuan sipa pembunuhnya, dan lains ebagainya. Juga bisa 
ditanyai bagaimana keadaanya roh itu enak atau tidak enak, terang 
ataukah gelap, longgar ataukah sempit lingkungannya, dan 
sebagainya.
Bagaimana, apakah kamu masih ragu-ragu tentang roh yang tetap 
hidup yang berada di alam kubur itu? Apakah semua keterangan 
ini belum bisa membuat puasnya hatimu?
19.kartosuwiryo : 
Soal ragu-ragu, itu tidak, Kak! Penjelasan Kakak sebelum￾sebelumnya sudah menjadi kepercayaanku, Jika konstruksi dari 
manusia itu terbentuk dari !. Purusha (Pencipta e tiap diri manusia) 
yang memiliki sifat Hidup. II. Badan halus, juga jiwa atau Roh. III. 
Badan kasar yaitu raga kita ini, Bab I No.18, 31,32,33).
Untuk orang yang belum sempurna seperti saya ini, jika badan 
kasar sudah rusak, tinggal badan halus (roh) yang masih memiliki 
daya Hidup dari Sang Purusha, sehingga roh ini  masih lestari 
hidup (Bab I No.32). Contohnya ada yang seperti bayangan dari 
matahari menempel di air yang tumpah melebar, Disebab kan Si 
Jambangan sudah pecah, ada yang seperti bayangan matahari yang 
melekat di air yang menempel di pecahan jambangan (Bab I 
No.36). Itulah keadaan roh yang telah bebas bisa ke sana akemari, 
dengan roh yang masih menunggui raganya di pemakaman.
Sebenarnya: Daya hidup itu kekal, aku sudah tidak ragu-ragu, akan 
namun  terus terang saja, penjelasan Kakak mengenai keadaan para 
ahli kubur, aku belum puas. sebab  Hadits dan Spiritisme itu 
hanya menceritakan pengalaman orang lain, tidak setiap orang bisa 
membuktikannya sendiri. Yang ku harapkan, Kakak bersedia 
memberikan penjelasan yang sesaat  aku bisa merasa yakin nyata, 
yang selanjutnya menjadi pemahamanku, menjadi ilmuku dan 
menjadi kepercayaanku, siapakah dan apakah yan menyebabkan 
kejadian yang dialami oleh para ahli kubur itu?
soebandrio : 
Permintaanmu sebenarnya  amat sangat sulit. Namun memang 
lebih baik berbicara dengan orang yang sepertimu ini, dibanding 
berbicara dengan orang yang fanatik dan yang percaya tanpa bukti, 
yang tidak mau mempergunakan akal dan pikirannya.
Jika uraianku ini masih tetap tidak bisa membuat kepuasan hatimu, 
penyebabnya tidak lain sebab  kebodohanku, yang tidak bisa 
memberikan penjelasan, atau dari (Maaf .. satu baris tidak terbaca).
Seumpama sekarang kamu menerima Telegram dari sbuah 
Jawatan, dipindah ke tempat yang sangat jauh, menyeberang lauan. 
Kamu harus sberangkat sekarang juga, tidak boleh membawa 
teman, bahkan untuk berpamitan kepada anak istrmu saja tidak 
diperkenankan. Saya pastikan saat  kamu ada di sana, kamu 
merasa tidak enak, ingat anak istrimu, ingat rumahmu, ingat 
peliharaanmu burung perkutut, dan lain sebagainya. Padahal 
ragamu lengkap beserta perlengkapannya “Astendriya”: Sehat 
semua, tidak ada yang sakit, akan namun  merasa tidak enak. sebab  
yang merasakan tidak enak itu rohmu, yang dengan pirlengkapan 
“Rasa Sadar” atau “Rasa Jati” (Bab I No.29).
Seperti itulah gambaran dari siksa kubur bagi orang yang lebih 
cinta kepada dunia dibanding cinta kepada Pencipta nya, Sedangkan 
rasa yang dialami , lebih berat siksa kubur daripada gambaran itu 
tadi. Sebab dalam penggambaran itu: badan kasar beserta 
perlengkapannya tidak sakit dan masih lengkap, sehingga masih 
bisa berfikir dan bisa berusaha agar meringankan rasa yagn 
dialaminya, seperti: mencari hiburan di sana. Jika terpaksa tidak 
mendapatkan hiburan, bisa segera kembali ke tempat asalnya yang 
lama. Sedangkan di alam kubur tidaklah demikian, sebab  sudah 
tidak mempunyai badan kasar beserta kelengkapannya, sehingga
sudah tidak bisa berfikir dan tidak bisa berusaha apa-apa. Juga 
tidak bisa segera minta pulang kembali ke tempat yang lama.
Masih meneruskan penggambaran itu tadi, Ya! Seumpama yang 
menerima Telegram untuk pindah itu orang yang sangat taat 
kepada Negara, pastilah tidak merasakan rasa yang demikian itu, 
sebab  lebih cinta kepada Negaranya dibanding kepada anak 
istrinya dan kepada dirinya sendiri. Dia, justru merasa gembira, 
sebab  melaksanakan tugas dipindah dengan di telegram itu tadi. 
Dalam hal tidak bisa berpamitan kepada anak istrinya tidak 
menjadi apa, seumpama pamitan ya hanya saling mencegah sambil 
menangis. Ini gambaran dari nikmat kubur, bagi para zaahid yaitu 
orang yang tidak terikat kepada dunia (zuhud).
Gambaran yang lain lagi: Seumpama, aku berada di dalam 
tahanan, menunggu waktu untuk diadili (Bab II No.17), Pastilah 
aku merasa menyesal sebab  dosaku yang sudah saya lakukan, 
serta jantung berdegup kencang sebab  merasa khawatir terhadap 
hukuman yang akan saya terima. Yang ku harapkan, semoga cepat 
diadili, menjadikan perasaan ini merasa hari yang sangat panjang, 
yang semakin menambah perasaan tidak enak dalam diriku.
Seperti itulah gambaran dari siksa kubur, yang tertulis di dalam 
Hadits digigit ular berbisa yang banyak dan berkepala tujuh itu. 
(Maaf tidak terbaca, kertasnya rusak) // Namun lebih berat siksa 
kubur dibanding dengan orang tahanan itu, sebab  kesusahan bagi 
orang yang di tahan saat  tidur sudah tidak terasa, serta lamanya 
dalam tahanan masih bisa dikira-kira, sedangkan siksa kubur itu 
tidak ada selanya untuk tidur, dan lamnaya sampai dengan diadili 
itu hanya tergantung kehendak Pencipta  sendiri.
Akan namun , seumpama aku tidak merasa melakukan perbuatan 
yang menjadi larangan Hukum Pidana, pasti aku tidak merasa 
menyesal seperti itu. Merasa nyaman saja, sebab  tidak sendirian, 
sebab  lagi musimnya para saudara ditangkapi dan ditahan. Justru 
ada perasaan gembira, sebab  perawatannya bagus, dan saya bisa 
beristirahat dari kerepotan urusan rumah. Sehinga cepat atau 
tidaknya untuk diadili, itu tidak menjadi pengharapan saya, hanya 
tinggal pasrah sekehendak yang akan mengadili, Demikian juga 
rasa khawatir terhadap putusan pengadilan, itu tidak akan ada, 
sebab  aku percaya bahwa Negara Hukum tidak akan menghukum 
orang yagn tidak bersalah. Yang pastinya perkaraku akan bebas,
terkadan akan disusul dengan tidanakan rehabilitasi dari Negara 
(dikembalikan kehormatannya) jika beruntung akan mendapatkan 
ganti kerugian sebab  ditahan tanpa salah.
Seperti itulah gambaran dari siksa kubur yang menggunakan 
contoh seseorang yang berada di dalam tahanan.
Bagaimana? Apakah masih kurang jelas dan belum menjadikan 
kepuasan di dalam hatimu?
20.kartosuwiryo : 
Hanya sekedar contoh atau perumpamaan, sudah sangat jelas 
sekali Kak. Akan namun  kepuasan hatiku masih belum 100%. 
Perkiraanku Kakak masih mau memberikan penjelasan lagi, yang 
bisa menyebabkan kepuasanku menjadi 100%.
soebandrio : 
Aku setuju adaja!! Sekarang bukan contoh, jelas nyatanya, dan 
sama-sama kita lakukan tiap harinya, yaitu .... Tidur.
Keadaan dalam tidur itu sangatlah mirip dengan keadaan mati, 
Keadaan yang jelas menurut ilmu kedokteran, ilmunya carilah 
sendiri, jujur saja aku belum pernah membaca bukunya. Menurut 
pendapatku, entah benar entah salah, secara garis besar sebagai 
berikut:
Tidur itu, badan kasar beserta perlengkapannya yang bernama 
Astendriya masih tetap keadaannya, hanya saja peralatan-peralatan 
itu mesinnya dalam keadaan istirahat, tidak berfungsi, namun daya 
(Stroom) sebagai penyebab bisa berbuat, yaitu yang bernama 
“RASA” atau “Tali Rasa” masih tetap keadaannya. Roh-nya yang 
mempergunakan alat yang bernama “Rasa Sadar” atau “Rasa Jati” 
belum pisah dari badan kasar. Napas sebgai tali hidup, dan darah 
yang menjadi sifat hidup, belum rusak dan masih tetap 
peredarannya.
Dilama alam tidur, peralatan Roh yang bernama rasa sadar atau 
rasa jati, terkadang ingat terkadang tidak, sebab  saat  astendriya 
beristirahat .... Lesss Tidur ... itu melewati Bengawan yang 
bernama “Lupa”.
Mati itu, badan kasar beserta perlengkapannya yang bernama 
astendriya sudah tidak seperti semula. Peralatan-peralatan ini  
dalam tidak bisa kerja lagi, disebab kan daya yang menjadi sumber 
untuk bisa bekerja, sudah tidak tersambung. Roh sudah terpisah 
dengan badan kasar, bersamaan dengan saat  nafas dan darah 
berjalan untuk yang terakhir kalinya.
Di dalam alam kematian itu. Peralatan Roh yang bernama Rasa 
sadar atau rasa jati, selalu ingat saja, sebab  terpisahnya roh dari 
raga, tidak melewati Bengawan yang bernama “LUPA”.
Seperti itulah pendapatku tentang keadaan Tidur dan dalam alam 
kematian. Di dalam Qur’an juga dijelaskan dengan singkat padat 
seperti ini: (Az-Zumar 42): Pencipta u yatawaffa alanfusahiena 
mautihaa (Pencipta  mengambil nyawa badan saat  badan itu mati) 
wa allatie lam tamut fimanaamihaa ( dan mengambil nyawa badan 
yang belum mati yaitu saat  tidur) fayumsiku allatie qadla 
‘alaihan almauta (DIA, menahan Nyawa badan yang sudah pasti 
mati) wajursilu aluchraa ilaa ajalin musamman (dan 
mengembalikan nyawa badan yang tidur itu pada waktu yang 
sudah ditentukan) inna fiedzalika laayatin liqaumin yatafakkaruuna 
(Sungguh itu menjadi tanda kebenaran Pencipta  bagi orang-orang 
yang mau berpikir).
Perintah Qur’an itu, bandingkan dengan uraian Serat Suluk yang 
seperti ini bunyinya (Pangkur):
Kang aran talining gesang
Swasananta tan kandeg rina wengi
Tanpa pakon lampahipun
Iyeku aran nyawa
Balik sapa iya ingkang ngajak turu
Lawan ingkang ngajak gesang
Tunggale kang ngajak mati.
Artinya:
Yang disebut tali hidup
Suasana-Nya yang tidak pernah terhenti siang dan malam
Tidak ada yang memerintah dalam berjalannya
Itulah yang bernama Nyawa
Sedangkan, siapakah yang mengajak tidur
Serta yang mengajak hidup
21.kartosuwiryo : 
Iya, iya Kak, sudah jelas lebih dari jelas, bahwa saat  tidur itu 
dekat dengan alam kematian. Nah, kemudian yang berhubungan 
dengan penjelasan tentang keadaan para ahli kubur itu, bagaimana?
soebandrio : 
Jika kamu sudah mengakui, saat  dalam keadaan tidur itu dekat 
sekali atau sangat mirip dengan alam kematian, tentunya kamu 
juga akan mengakui dan percaya, bahwa pengalaman yang 
ditemukan di alam tidur itu juga banyak sekali ..... (maaf teks asli 
tidak terbaca sebab  kertas rusak)
Nahhh... penjelasan selanjutnya begini:
Di depan sudah saya katakan, dan ini tadi  juga baru saja katakan lagi, singkatnya: Bentuk dari 
Astendriya itu untuk bisa berbuat sebab  ada mesinnya, serta mesin 
itu untuk bisa berfungsinya sebab  teraliri oleh Stroom yang 
bernama Tali Rasa. Itu semua saya sebut sebagai peralatan badan 
kasar.
Namun ada kalanya, walau pun duduk santai seperti ini, tali rasa itu 
tadi kadang menyambung sampai ke rasa jati (Peralatan badan 
halus), itulah yang bisa menyebabkan saat  tidur menemukan 
cerita yang bernama mimpi, enak atau tidak enak, terkadan hingga 
mengigau, tindihen atau kagum-kagum.
Sedangkan mimipi itu berlawanan dengan yang sedang diinginkan. 
Seperti, jika kamu sedang membenci seseorang, sangat ingin untuk 
mengalahkannya, menurutku justru kamu akan bermimpi dikejar￾kejar oleh orang tadi. Jika ada sesuatu barang yang sangat kamu 
senangi, dan kamu sangat mengawatirkan kehilangan benda itu, 
menurutku justru kamu malah bermimpi kehilangan barang 
ini . Demikianlah selanjutnya.
Itulah cerita di alam tidur yang bernama mimpi, itu sebagai 
gambaran yang banyak kemiripannya dengan cerita di alam 
kematian yang disebut alam kubur itu tadi. Mimpi gembira dan 
enak itu sebagai gambaran nikmatnya laam kubur, sedangkan 
bermimpi ruwet, tidak enak, itu gambaran siksa kubur.
Cobalah rasakan. Di dalam alam mimpi, seumpama kita 
menghindari bahaya, kan hanya lari-lari saja, terkadang kembali 
lagi ke tempat bahaya itu tadi. Tidak punya akal atau cara seperti 
saat  dalam alam sadar, sebab  nalar dan pikiran tidak berfungsi. 
Namun ruwet bagaimana pun, jika sudah terbangun: lepas. 
Sedangkan siksa kubur, kapan terlepasnya .......? Hanya Pencipta  yang 
Maha Mengetahui. Nah.. tentunya sangat menakutkan ta? Begitu 
pun ada yang tidak takut terhadap siksa kubur, entahlah! Aku 
termasuk golongan orang yang takut terhadap siksa kubur, takut 
yang sebenar-benarnya.
22.kartosuwiryo : 
Sudah, Kak, Sekarang aku sudah percaya bahwa siksa kubur itu 
memang ada, dan aku sudah puas atas pemberian semua penjelasan 
Kakak. Hanya saja saya mohon tambahan pejelasan, disebabkan 
oleh apakah di dalam mimpi atau di alam kubur, kita justru 
menemukan sesuatu yang berlawanan dengan yang kita inginkan? 
Apakah semua cita-cita seperti itu akibatnya?
soebandrio : 
Sebentar dulu! Tentunya kamu kan sudah tau, perbedaan antara 
keinginan dan cita-cita itu? Seumpama kamu punya keinginan 
untuk memiliki ranti jam emas 22 karat, namun terhenti hanya 
pada keinginan saja, tentunya tidak akan bisa terlaksana untuk 
memilikinya. Sedangkan jika kamu usahakan, dengan jalan 
mengumpulkan uang untuk membelinya, tentu akan bisa memiliki. 
Apakah 22 karat sungguhan ataukah kurang, itu tergantung 
banyaknya uang dalam kamu mengumpulkannya. Jika kamu tidak 
mengerti perihal emas, terkadang justru mendapatkan emas palsu. 
Namun, tetap apa yang kamu usahakan itu terlaksana. Wajida 
Wajidahu (Siapa bersungguh akan terlaksana).
Seperti itulah perbedaaan keinginan dan cita-cita itu. Sedangkan 
penyebab bahwa keinginan saja (tanpa di usahakan dan tanpa 
amal) justru membuahkan hasil yang berlawanan, itu seperti ini.
Cipta atau angan-angan orang itu menimbulkan Getaran yang 
menembus ke dalam suasana, jalan untuk nembus itu bernama 
ombak (gelombang) persis sama dengan zender radio dalam 
mengirimkan suara atau telephographie dalam mengirimkan foto, 
yang di jaman sekarang bukan suatu hal yang aneh.
Namun ketahuilah olehmu, cipta yang suci serta didorong oleh 
cinta itu, seandainya panah: Tajam, seandainya benda yang 
dilempar itu mantap, sehingga saat  menembus suasana bisa 
dengan mudah, sebab  suci dan cinta itu jadi jalan ridho Pencipta .
Sebaliknya, cipta yang tertuju kepada urusan dunia, terlebih lagi 
sebab  terdorong oleh nyala dari hawa nafsu, itu ibarat panah itu 
tanpa gendewa, untuk sesuatu yagn dilempear itu ringan, sehingga 
saat  menembus suasana itu dengan susah payah, yang kadang 
justru akan berbalik kembali kepada asalnya, seperti bola yang 
dilempar ke tembok. Seandainya saat  dilemparkannya ke timur, 
arah bola akan berbalik ke barat., 
Ada lagi keterangan yang lebih jelas dan kita sudah berkali-kali 
mengalami, yaitu saat  kita bepergian dengan tergesa-gesa, ingin 
segera sampai ke tujuan. Selama kita menunggu keberangkatan 
kereta api atau Bus satu jam saja, di dalam perasaan seolah-oleh 
seperti 2 jam. Keinginan kita untuk cepet-cepat, namun rasanya 
sangat lama.
23.kartosuwiryo : 
Memang benar begitu Kak! Aku sekarang sudah mengerti: 
Penyebab siksa kubur yagn bersifat berlawanan dengan keinginan. 
Sederhananya Cuma “siksa” itu hanya menurut rasa dari diri 
sendiri. Dan jika Kakak berkenan di hati, aku hanya mohon 
tambahan pengertian: Ahli Kubur itu, tinggalnya sendiri-sendiri, 
apakah satu nasib: Kumpul?
soebandrio : 
Yang kamu katakan bahwa siksa itu hanya menurut rasa diri 
sendiri itu sudah benar. Namun bukan hanya siksa saja, walau pun 
nikmat juga menurut rasa diri sendiri. Seandainya kamu 
mencitakan nikmat kubur, serta syarat-syaratnya kamu cukupi, 
seperti, teguh beribadah dan memperbanyak amal shaleh, itu juga 
akan terlaksana. Artinya, seumpama yang kamu anggap nikmat 
kubur itu menempati rumah yang terbuat dari emas, kamu juga 
merasa menempati rumah yang terbuat dari emas.
Sedangkan pertanyaanmu itu tadi, sebenarnya tidak perlu dan pakai 
sangat. Memang, asal kamu sudah percaya yaqin bahwa siksa 
kubur itu ada, terus melakukan tindakan yang utama agar tidak 
menemukan siksa, itu sudah cukup, Oleh sebab  kamu bertanya, 
iya saya jawab, akan namun  jangan cepat-cepat kamu percaya.
Jika kamu mempunyai perkiraan, ahli kubur yang mendapat 
nikmat berkumpul dengan memperoleh nikmat, sedangkan yang 
mengalami siksa juga berkumpul dengan yagn disiksa, pantasnya 
kemudian saling membicarakannya --- anggapan yang seperti itu 
sangat tidak benar. Kamu masih terbawa anggapan jika alam kubur 
itu merupakan sebuah tempat!
Kamu tadi kan sudah berkata, bahwa yang dialami oleh ahli kubur 
itu hanya berdasarkan rasa diri yang merasakannya sendiri. 
Sedangkan tentang saling berbicara, tentulah tidak ada, sebab  
sudah tidak ketempatan akal dan pikiran (Bab II No.21).
Sebagai contoh, jika kamu bermimpi bertemu dengan saya, apakah 
aku juga bermimpi bertemu dengan kamu? Tidak!!! sebab  
“Kakakmu” yagn ada di dalam impianmu itu buatanmu sendiri, 
bukan asli dari badan halusnya kakakmu ini.
Yang saya katakan ini tadi semuanya, ukuran bagi orang “biasa” 
seperti aku dan dirimu, sedangkan jika ada yang luar biasa, aku 
tidak bisa menjelaskannya.
24.kartosuwiryo : 
Iya sudah, Kak, dalam saya memohon keterangan tentang yang 
tidak perlu, hanya itu saja. Sekarang Kakak, mohon dijelaskan 
sambungan dari yang sudah di sampaikan yang tadi itu.
Kakak tadi mengatakan: Alam kubur itu bermakna: (a) peralihan 
antara alam dunia dan alam lainnya lagi, (b) Tahah: menunggu 
waku untuk diadili, (c) Penutup: sebab  sduah tidak bisa melihat 
alam dunia, namun belum melihat alam yang lainnya lagi (Bab II 
No.17).Sedagkan “Alam lainnya lagi” itu disebut alam apa? Berapa sih 
jumlahnya alam itu, dan bagaimanakah penjabarannya? Dan yang 
dikatakan “Waktu diadili” itu apa dan bagaimanakah 
penjelasannya?
soebandrio : 
Nah, itu pertanyaan yagn sangat penting! sebab  rukun Iman itu 6, 
yaitu Percaya kepada 1. Pencipta , 2. Malaikat-malaikatnya Pencipta  3. 
Kitab-kitabnya Pencipta  4. Utusan-utusannya Pencipta , 5. Hari Akhir, 6. 
Takdir baik dan takdir jelek.
Sehingga jika kamu hanya percaya kepada Alalah saja, dan kepada 
yang lainnya masih ragu-ragu, itu belum bisa disebut Mukmin 
(orang yang beriman). Sedangkan jawaban atas pertanyaanmu itu 
nantinya, akan bermanfaat terhadap Rukun Iman yang angka 5 dan 
6 itu tadi, Hayatilah dengan sungguh-sungguh, sebab  banyak 
pecahannya yang membingungkan.
Jumlah alam itu ada beratus-ratus atau beribu-ribu , sebab  yang 
memberi nama itu manusia ini, menurut anggapannya sendiri￾sendiri dan bahasanya sendiri-sendiri. Bentuk alam ini ada yang 
bisa dilihat mata ada yang tidak terlihat mata (gaib), ada yang gaib 
namun bisa dibayangkan, ada yang gaib dan tidak bisa 
dibayangkan. Sedangkan Pencipta  itu Pencipta  seluruh alam *Rabbul 
‘alamien).
Segala jenis alam itu tentu ada yang mengalami artinya ada yang 
membuktikannya, seumpama makanan: pasti ada yang merasakan, 
seandainya suatu tempat: pasti ada yang menempati. Sedangkan 
keadaan yang mengalami itu pasti cocok dengan keadaan yang 
dialami.
Sehingga yang mengalami yang berasa di alam yang terlihat mata 
itu keadaannya juga terlihat mata.
Yang menglamai di alam gaib, keadaannya juga gaib.
Yang mengalami di alam yang masih bisa dibayangkan, keadaanya 
juga bisa dibayangkan,
Yang mengalami di alam yang tidak bisa terbayangkan, keadaanya 
juga tidak akan bisa dibayangkan.
Semua pengalaman itu pasti mempergunakan waktu atau saat atau 
jaman atau hari, Keadaan waktu pengalaman itu juga cocok 
dengan keadaan yang mengaalami dan keadaan yagn dialami.
Jika alamnya itu bsia terlihat mata, yang mengalami juga terlihat 
mata, waktunya juga bisa dihitung menggunakan bilangan yang 
terlihat mata.
Jika alamnya tidak terlihat mata, yagn mengalami juga tidak 
terlihat mata, waktunya juga tidak bisa dihitung dengan bilangan 
yang terlihat mata.
Jika alamnya bisa dibayangkan, yang mengalami juga bisa 
dibayangkan, waktunya juga masih bisa dibayangkan.
Sedangkan jika alamnya tidak terbayangkan, yang mengalami juga 
tidak bisa dibayangkan, waktunya juga tidak bisa dibayangkan, 
yaitu disebut tanpa asal mula dan tanpa akhir.
Cobalah semua itu kamu rasakan terlebih dahulu, jika sudah 
terang, nanti akan saya lanjutkan.
25.kartosuwiryo : 
Walau pun terlihat mbulet, namun sudah jelas Kak, terus 
bagaimana, saya sangat ingin mendengarkan terus.
soebandrio : 
Iya pantas dirimu mengatakan mbulet itu. Nah, sedangkan alam itu 
tidak pastilah tidak terpisah dengan jaman (hari), sehingga tempat 
dari kata alam dan jaman itu kadang kala keliru, terkadang kata 
alam juga bermakna jaman.
Seperti halnya di dalam hidup kita yang berada di alam dunia ini, 
kima mengalami alam dua macam, yaitu alam saat  belum 
teringat dan alam setelah teringat, Sedangkan alam setelah teringat 
itu, bisa dibagi-bagi lagi, yaitu: alam anak-anak saat  belum 
merasakan susah. Alam yang sudah bisa merasakan senang dan 
susah, alam menginjak dewasa, alam pemuda, alam setengah tua 
..... dan seterusnya. Alam kecil-kecil itu apda umumnya tidak 
terpikirkan, yang masuk dalam pemikiran dan selalu disebut-sebut:
si jaman.
Sedangkan “Hari Akhir” (jaman akhir, waktu akhir, saat akhir) 
yang saya katakan tadi (Bab II No.24) alamnya itu disebut alam 
akherat, artinya alam yang akan dialami besok hari, setelah 
mengalami alam dunia ini.
Yang disebut “Alamu’l Insan (Alam manusia) yaitu alam yang 
pasti dialami oleh kita para manusia ini ada empat, yatu:
1. Alam arwah (alam roh), yaitu alam saat  manusia belum lahir 
ada di alam dunia ini.
2. Alam dunia, yaitu alam yang kita alami menggunakan badan 
kasar sekarang ini.
3. Alam kubur, yaitu alam peraliha, setelah kita meninggalkan 
alam dunia dan meninggalkan jasad kita ini.
4. Alam “Akherat, yaitu setelah kita dibangkitkan dari alam 
kubur, di hari kiamat.
26.kartosuwiryo : 
Hanya empat, Kak? Yang sudah sering saya dengan dan sering 
saya baca, alam manusia itu ada tujuh, dan mempunyai nama 
sendiri-sendiri. Hal itu Kakak, berkenan memberi penjelasan 
sepertlunya, jika kakak mengatakan salah, dimana salahnya yang 
tujuh itu?
soebandrio : 
Yahhhh... kamu itu selalu mempropokasi aku saja. Aku tidak mau 
menyebutkan salah kepada pendapat siapa saja, malahan 
pendapatku sendiri: Entah benar-entah salah. WPencipta u a’lam.
Aku tadi sudah mengatakan bahwa alam itu banyak sekali, 
menurut anggapan dan bahasanya yang menyebutkannya (Bab II 
No.24), sehingga pemahamanmu janganlah tebawa oleh .... 
“Nama”, sebab semua itu “Bukan nama” Eignaam atau merek, 
hanya “Tanda” keadaan menurut anggapan yang memberi “tanda”
Alam tujuh yang kamu katakan itu tadi, tidak lain hanya nama dari 
alam arwah dan alam dunia, ditambahi alam Uluhiyah, asal mula 
semua makhluk, yaitu alam yang tidak bisa terbayangkan. Di 
dalam penjelasanku itu tadi, alam uluhiyah tidak saya sebutkan, 
sebab  aku hanya menerangkan alam dari manusia saja. Sedangkan 
yang bernama manusia atau titah setelah bersifat arwah (roh).
Sedangkan alam kubur dan alam akhirat di dalam penjelasanku 
tadi, umumnya tidak dikatakan dalam wirid-wirid, sebab  
anggapannya: Yang disebut “Asal” itu berjaannya dari asal semula 
menuju ke alam dunia, sedangkan yang disebut “tujuan” (mati) atu 
berjalannya dari alam dunia kembali pulang menuju asal 
kejadiannya. Sehingga alam-alam yang dilewati saat  kembali 
pulang itu tidak lain yaitu  alam-alam yang dilewati saat  
tercipta, jumlahnya tujuh, sehingga perinciannya disebut “Martabat
Tujuh”
Bagaimana? Apakah kamu sudah puas saya jawab demikian?
27.kartosuwiryo : 
Sudah Kak!! Sekarang saya mohon keterangan: Apakah alam 
kubur itu tidak termasuk hari akhir atau alam akhirat?
Kakak tadi menyampaikan, bahwa nama “Akhirat” itu bukan 
merek, hanya tanda saja. Sedangkan alam kubur itu juga akhir, atau 
terakhir, atau yang akan datang, dibanding alam dunia ini, kan?
soebandrio : 
Memang tidak ada yang mempunyai anggapan bahwa siksa kubur 
itu juga siksa akherat, atau neraka, dan nikmat kubur itu juga 
nikmat akherat atau surga. Namun yang punya pendapat seperti itu 
tadi, saya kira hanya sebab  lupa saja. Sebab jika menurut Al￾Qur’an alam akherat itu, akan dialami setelah kita dibangkitkan 
dari alam kubur di hari kiamat. saat  itu orang-orang kemudian 
dddiadili atau dihisab amal dan dosanya, terus ada yang diganjar 
masuk surga atau disiksa di neraka. saat  di akherat itu kekal 
selamanya. Sehinga jelas, bahwa alam kubur itu hanya alam 
peralihan saja, bukan akherat, sebab  alam kubur itu tidak kekal 
selamanya, Dan jelas bahwa siksa kubur itu bukan neraka, serta 
nikmat kubur itu bukan surga.
28.kartosuwiryo : 
Iya Kak, memang Qur’an menyebutkan demikian, jelas salah 
pendapatku itu tadi. Nah... sekarang saya mohon keterangan
tentang hari kiamat, sebab  Kakak mengatakan: saat  
dibangunkan dari alam kubur, itu bagaimana? Sedangkan yagn 
sering saya dengar, kiyamat itu berarti rusak, dan ada ... tiga 
macam, yaitu:
1. Kiamat Sughra = Kiyamat kecil atau rusaknya jagad kecil, yaitu 
rusaknya raga masing-masing orang ini.
2. Kiamat Wustha = Kimat sedang, yaitu rusaknya raga manusia 
bersama-sama, seperti halnya saat  ada wabah, bencana alam 
besar, banjir besar, perang dan sebagainya.
3. Kiamat Kubra = Kiamat besar atau rusaknya jagad raya, yaitu 
rusaknya seluruh alam dunia ini.
soebandrio : 
Di depan kamu juga sudah menggunakan kata kiamat, yang kamu 
anggap rusak itu (Bab I No.34), namun tidak saya benarkan, sebab  
belum sampai waktunya membiacarakan hari kiamat.
Memang gpada umumnya kata kiamat itu disamakan artinya 
dengan Fana, yaitu rusak. Terlebih lagi “Kiamat” dalam bahasa 
Jawa, umumnya dimaknai: Rusak atau gara-gara akan rusak 
(Wedatama: Lir kiamat saben ari). Namun salah penerapannya, hal 
seperti itu jangan diterapkan untuk memahami Kitab Suci.
Sepengetahuanku di dalam Qur’an tidak ada kata Kiamat yang 
bermakna rusak, dan juga tidak ada kiamat tiga macam seperti 
yang kamu katakan itu. Kata Qiyaaman (fi’il mashdar) = Qaama 
(Fi’il madli) itu artinya: Berdiri dengan tiba-tiba (njenggelek); 
Qiyaamu binafsihi = berdiri dengan sendirinya (sifat 20, Bab I 
No.21).
Sehingga: Yaumil Qiyaamah (Jaumil Qiyaamat) = Hari saat  
terbangun. Oleh sebab  terbangunnya anba atsa minal mauti 
(bangun dari kematian) sehingga yaumil qiyaamah juga disebut 
yaumil ba’ats.
Setelah bangun, orang-orang itu kemudian digiring ke padang 
Mahsyar, makanya yaumil qiyaamah juga disebut yaumil mahsyar. 
Disebut juga yaumil fashlah (hari putusan) dan lain-lainnya lagi.
Di waktu itulah yang disebut hari terakhir atau jaumil achirah.
29.kartosuwiryo : 
(Maaf sebaris kalimat tidak terbaca) // Jika melihat dari arti kata, 
penjelasan Kakak itu masuk akal. Namun apa Kakak tidak percaya, 
bahwa alam yang tergelar ini bisa rusak? sebab  Alam ini barang 
baru, yang ada awalnya, tentu saja ada akhirnya, benar kan? Selain 
itu, para ahli Kosmologis juga sudah meramalkan, entah berapa 
juta tahun lagi, bisa terjadi matahari itu kehilangan panasnya, atau 
bumi ini bertabrakan dengan planet lainnya, atau dari yang lainnya 
lagi, yang menyebabkan makhluk ini semua: Musnah, tentunya 
apakah benar?
soebandrio : 
Yang kamu katakan itu, benar, dan saya juga percaya seperti itu. 
Tidak usah menunggu sampai berjuta tahun, Jika Pencipta  
Berkehendak, barangkali besok lusa bisa saja terjadi alam ini rusak 
semua. Namun itu lain masalah. Hancurnya dunia besar beserta 
isinya, yang kamu bahasakan kiyamat Kubra itu bukan kiyamat 
yang tercantum di dalam kitab muslim .
Pikirkanlah: Memaknai lafal itu, seharusnya apa adanya dari arti 
kata (obyektif) saja. Setelah yang demikina, baru memaknai 
maksudnya: Ini letterlijk apakah sumbolisch. Sedangkan jika arti 
dari “Bangun” kemudian diganti menjadi “Rusak” itu ............. 
obyektif: tidak, atau Letterelijk: pun tidak, symbolisch juga tidak 
ada hubungannya, iya apa tidak?
Bergesernya arti akta itu sudah biasa, tidak termasuk sesuatu yang 
aneh. Akan namun  bergesernya makna “Bangun” beubah menjadi 
“rusak” itu menurut perkiraanku hanya ada di negara yang bahanya 
bukan bahasa Arab, Penyebab bisa berubah menajdi demikian, 
sebab  hampir tiap ayat dari kitab muslim  yang menceritakan hari 
kiyamat itu, bersamaan atau bergandengan dengan cerita tentang 
bencana besar yang sangat menakutkan, yang menumbuhkan 
kekuatiran rusaknya dunia beserta seluruh isinya.
30.kartosuwiryo : 
Iya Kak, sekarang aku sudang mengerti. Tentang yang salah tapi
sudah menjadi pemahaman umum itu tadi sepertinya sudah tidak 
perlu diperpanjang lagi, kita memilih yang benar saja. Mengenai
bangun dati kematian itu saja, Kakak berkenan memberi 
penjelasan bagaimanakah kejelasannya?
soebandrio : 
Kitab Pencipta  yang menjelaskan tentang bangkit dari kematian 
(kiyamat) itu bukan hanya Qur’an saja. Injil juga seperti itu. Hanya 
saja, penjabarannya, sekilas ada perbedaannya.
Di dalam Injil, kiyamat itu merupakan “Pangebang” (.....?) sebab  
yang bangkit dari kematian itu hanya umat manusia yang 
dikehendaki Pencipta  saja. Cobalaha rasakan maknanya, sebagai 
berikut:
“Yang menjadi sebab mengapa orang mati tidak dibangkitkan, 
menjadi Kristus, dan juga tidak diorangkan. Padahal jika Kristus 
tidak dibangkitkan, kepercayaanmu itu menjadi tidak berguna, 
kamu masih tetap dikuasi oleh dosa-dosamu” (1 Korinta 15:16,17).
“sebab  Pencipta  sendiri akan turun dari surga dengan tanda 
suaranya Malaikat Pemimpin dan Sangkakala milik Pencipta , 
kemudan semua yang mati dan golongannya Kristus akan bangkit 
terlebih dahulu. Setelah demikian, beberapa dari kita yang masih 
hidup, akan tertolong bersama-sama dengan yang baru saja bangkit 
tadi, berada di angkasa, menyambut Pencipta  menuju angkasa, 
demikian selanjutnya kita akan menyatu dengan Pencipta  
selamanya” I Tessalonika 4:16,17).
Sedangkan di dalam kitab muslim , kiyamat itu merupakan anacaman, 
sebab  kedatangannya dengan cara tiba-tiba dan sangat 
menakutkan, dan juga pada waktu itu bagi yang masih berdosa 
akan mulai menerima siksaan yang kekal selamanya. Akan namun  
umat manusia yang mendapat anugerah Pencipta  , bebas dari itu 
semua. Beginilah dalilnya: “Wanuficha fie’shshuuri fasha’iqa man 
fie’ssaamawati waman fie’lardli illaa man syaaillahu tsumma 
nuficha fiehi uchraa faidzaahum qiyaamun yandhuruuna (Az 
Zumar 68 = Ditiuplah Sangkakala, kemudian semua mati seisi 
langit dan seisi bumi, kecuali yang mendapat pertolongan Pencipta ; 
ditiup sekali lagi, orang-orang itu kemudian bangkit menunggu 
keputusan). Artinya: Orang yang mendapat anugerah Pencipta  itu 
tidak ikut meninggal dan juga tidak ikut bangkit.
31.kartosuwiryo : 
Mohon maaf Kak!!! Sama-sama Kitab Pencipta , yang wajib kita 
imani (Rukun Iman), (Bab II No.24) akan namun  maknanya, 
mengapa bisa berlawanan, hal itu mengapa?
soebandrio : 
Itu sama, sama sekali tidak berlawanan! Yang diceritakan itu 
tentang Roh yang berasda di alam kubur, kan?
Menurut dalil di Injil: Roh yang diterima itu, tidak lama berada di 
alam kubur, kemudian bangkit (Kiyamat).
Menurut Dalil Qur’an, entah cepat atau lama, semua roh yang 
berada di alam kubur itu pasti bangkit (Kiyamat), namun roh yang 
sudah sempurna, sudah tidak berasa di alam kubur, sebab  sudah 
berada di surga yang tidak melwetai hisab (Bab II No.12); 
makanya tidak ikut tidak sadar dan tidak ikut bangkit.
Bahwa roh yang berada di alam kubur pati dibangkitkan, artinya 
tidak pilih-pilih, itu ada di Surat Al Haji:7: Wa anna asaa’ata 
atiyata laa raiba fiehaa wa annaa Pencipta a yab’atsu man fie’lqubuuri = 
Dan sebenarnya  waktu (kiyamat) itu pasti datang, tidak ada 
keraguan lagi, Pencipta  akan membangkitkan siapa saja yang ada di 
alam kubur).
Sedangkan soal cepat atau lamanya sampai di hari kiyamat itu 
termuat di Surat Al Ahzab 63: Innamaa ‘ilmuhaa ‘inda Pencipta i 
wamaa yudrieka al’alla aassa’ata takuunu qarieba = sebenarnya  
yang mengetahui itu hanya Pencipta  sendiri, barangkali bahwa itu 
sudah dekat.
32.kartosuwiryo : 
Maf, maaf Kak! Saya mohon ijin menyela sedikit. Tadi Kakakf 
menafsirkan Injil: Roh yagn diterima itu tidak lama berada di alam 
kubur, cepat Kiyamat atau bangkit dari kematian. Jika demikian, 
hari kiyamat itu tidak bersamaan, tidak dalam satu waktu! Padahal 
menurut kepercayaan yang sudah umum, juga menurut dalil 
Qur’an yang baru saja disampaikan itu tadi, kiyamat itu bersamaan, 
hanya saja, hanya Pencipta  yang mengetahui. Hal itu, bagaimanakah 
penjelasannya?
soebandrio : 
Tenang dulu yah.... Pikir dengan jernih, itu agak bahaya. Dalil 
Qur’an yang barusan saya katakan itu tadi, tidak menyebutkan 
“Bangkitnya semua roh bersamaan dalam satu waktu” seperti yang 
kamu pahami itu. Destun, hanya menyebutkan bahwa semua Roh, 
akan dibangkitkan, tidak ada keterangan: apakah bersamaan dalam 
satu waktu, apakah sebagian, ataukah satu persatu.
Di dalam bab, tentang menjelaskan adanya kiyamat itu memang 
paling banyak disebut di dalam kitab muslim , namun 
sepengetahuanku: Tidak ada yang menyebutkan “Semua isi alam 
kubur bangkit bersamaan dalam satu waktu”, . Di dalam Surat An 
Naba 18 hanya menyebutkan: Yauma yunfachu fie’shshuuri (Hari 
teriakan Sangkakala) kemudian: Fataa’tuuna afwaajaa (Datang 
dalam barisan-barisan).
Seumpama “barisan-barisan” itu kamu ganti “Bersama-sama” juga 
tidak salah. Akan namun  bersamaan itu bermakna BANYAK dan 
bersamaan dalam satu waktu, bukan berarti SEMUA bersama￾sama dalam satu waktu, seperti pendapatmu itu tadi, kan?
Kepercayaanmu yang kamu samakan dengan kepercayaan umum, 
yang menganggap bahwa hari kiyamat itu bersamaan dalam satu 
waktu, serta semua isi alam bangkit bersamaan, itu tidak lain 
sebab  kamu menggambarkan kejadian luar biasa yang belum 
pernah terjadi selama dunia ini ada.
Di depan, saat  membicarakan alam mimpi dan alam kubur (Bab 
II No.23), kamu sudah mengakui, bahwa keadaan di dalam alam￾alam itu, hanya berdasarkan rasa diri sendiri-sendiri. Dan juga 
bangkitnya roh dari alam kubur masuk ke dalam akherat di hari 
kiyamat, tentunya demikian juga, kan? Artinya: atas roh yang 
mengalami kebangkitan, bisa juga merasa banyak yang 
bersamanya, bisa juga merasa bersama-sama yang banyak sekali, 
jangan seperti semua, bisa juga merasa sendirian.
Namun bagi saya, yang sedang berbicara sekarang ini, tidak ingat 
sudah (belum) pernah bangkit dari alam kubur, aku punya 
apendapat, bahwa gambaranmu hari kiyamat itu tadi ......... salah. 
sebab  berbeda dengan sifat dari kitab muslim !!!
33.kartosuwiryo : 
Wah-wah-wah, saya merasa agak bingung Kak!! Kakak 
mengatakan berbeda dengan Sifat Qur’an, hal itu bagaimana?
soebandrio : 
Qur’an itu, bersifat BANAR, tidak pernah berubah atau 
berlawanan selamanya, serta Surat atau ayatnya antara yang satu 
dengan yang lainnya, sesuai dan tidak bertentangan.
Di Qur’an ada banyak ayat yang menceritakan keadaan para ahli 
surga dan ahli neraka, kejadian yang sudah dialami. Padahal surga 
dan neraka itu keemunya setelah kiyamat, setelah para ahli kubur 
ditimbang besarnya amal dan besarnya dosanya (diperiksa – diadili 
– dihisab).
Olehsebab  itu, jika kiyamat, kamu gambarkan kejadian umum 
yang luar biasa dan belum pernah kejadian ........... tentunya 
menjadi berselisih: antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya. 
Iya apa tidak?
34.kartosuwiryo : 
Iya demikian! Akan namun  keterangan tentang adanya hari kiyamat 
itu jelas waktu yang belum terjadi, kan Kak? Kalimatnya kan 
“Besok” atau “akan” kan begitu Kak?
soebandrio : 
Benar, memang kiyamat itu waktu yang belum terjadi! Dan aku 
mana mungkin mau mau merubah Nash-nya (redaksinya) Qur’an. 
Namun, belum terjadi, besok atau akan terjadi itu menurut ..... 
masing-masign orang yang masih hidup dengan badan kasar , yang 
masih bisa mempergunakan akal dan pikiran ini. Bukan aturan bagi 
orang yang mati yang ada di alamm kubur, atau orang hidup yang 
bagaikan mati sebab  tidak mau mempergunakan akal dan 
pikirannya. Fainnaka laatusm’u aimawtaa (Ar-Rum 52: = 
Sesungghnya kamu tidak bisa menasehati orang mati).
Sedangkan kiyamatnya para ahli kubur, sudah terjadi berkali-kali, 
sehingga sudah ada cerita (bukan kira-kira) tentang ahli Surga dan 
ahli neraka. Kiyamat itu terjadinya tiap hari, tiap jam, tiap menit, 
dan akan selalu ada selamanya, tidak selesai-selesai atau tidak ada 
liburnya, sebab  Pencipta  itu ada tanpa awal dan tanpa akhir.
35.kartosuwiryo : 
Iya-iya kak, aku ikut saja atas pendapat Kakak, tentang kiyamat itu. 
Sedangkan bentuk kiyamat yagn dialami oleh para ahli kubur itu 
seperti apa? Apakah kita yang masih hidup bisa menyatakan?
soebandrio : 
Nyata bagi pemahaman, itu mudah saja, jika kamu masih mau 
mempergunakan akal dan pikiranmu. namun  lebih dari itu, tentu 
saja menggunakan ilmu, seumpamanya Spiritisme (Bab II No.18). 
Aku berani menetapkan: Ahli piritualisme yang sudah sangat 
tinggi, tentu tidak akan bisa berhubungan atau bertemu dengan roh 
para Rasul dan sesamanya, atau rohnya siapa saja yang sudah 
meninggal dunia beribu-ribu tahun. sebab  roh para Rasul itu 
sudah kembali pulang: Tidak bisa terbayangkan. Sedangkan orang 
yang sudah meninggal dunia beberapa ribu tahun itu umumnya 
sudah tidak ditemukan di alam kubur, sebab  sudah mengalami 
kiyamat (bangkit dari kematian).
Sedangkan keadaan bangkit dari alam kubur memasuki alam 
akhirat itu:
a. saat  diadili berdasarkan kita ceritanya sendiri-sendiri (Israa 
14), serta anggota badannya saling bicara sendiri-sendiri 
(Ya’sin 65).
b. Putusan untuk menerima balasan, sesuai dengan perbuatan 
yagn sudah pernah dilakukannya sendiri-sendiri (Ali ‘Imaraan 
25), ada yang menerima balasan surga, ada yagn disiksa di 
neraka (An Nazi’at 36 – 41 dan lain-lainnya), tidak ada diri 
yang lain yagn bisa menggantikan atau mengajari merubah 
putusan (Al-Baqarah 48), sehingga dikatakan dunia itu ladang 
bagi akherat (Hadits).
c. Alam akherat itu kekal selamanya (Al Mu’min 39), di saat itu 
ayah sduah tidak berguna bagi anaknya, ana sudah tidak 
berguna kepada ayahnya (Luqman 33), seseorng yagn tadinya 
saling mengasihi menjadi bermusuhan, kecuali orang yang
takut kepada Pencipta  (Az Zuchruf 67), tidak ada yang saling 
bertanya tentang keturunan (Al Mu’minun 1010).
Menurut keterangan a, b, c itu tadi, bagi kakakmu ini, sudah tidak 
ragu-ragu lagi, jika saat  bangkit dari kematian (kiyamat) itu 
sebenarnya ... seorang bayi yang lahir dari kandungan seorang Ibu.
Bayi itu sudah membawa ketetapan (Qadar, takdir) baik atau buruk 
(Surga – neraka) menurut amal diri masing-masing saat  
dahulunya. Sehingga aku juga sangat percaya adanya ketetapan 
baik dan buruk itu, dan saya sangat yakin bawa Pencipta  itu Maha 
Adil, sedangkan baik dan buruk keteapan itu tetap dari buah 
perbuatan diri.
Sehingga: Alam dunia yang sedang saya alami sekarang ini; 
Akheratnya alam duniaku saat  dahulu, juga menjadi ladang 
akhiratku besok.
36.kartosuwiryo : 
Mohon ijin Kak. Ini masalah yang teramat sangat penting, 
sehingga ijinkahlah Kak, aku membatahtah, dengan sangat.
Jika seperti penyampaian Kakak itu tadi, kan berarti: Akherat itu 
tidak kekal selamanya. Dan berarti kita ini mati berkali-kali, yagn 
sangat tidak diingini bagi para pencari hakikat, terlebih lagi yang 
menggunakan dasar Agama Islam.
soebandrio : 
Dibantah pun aku sangat senang, sebab menjadikan kemurnian 
pendapatku, yang menggunakan dasar tidak lain , hanya mencari 
kesentausaan Iman yang sebenar-benarnya Iman, bukan Iman yang 
hanya berdasarkan percaya saja.
Kekal: itu bermakna sesuai umur masing-masing dari orang hidup 
ini, sebab Qur’an yang menerangkan tentang Akherat itu tuntunan 
bagi manusia hidup ini, bukan tuntunan bagi manusia mati (Bab II 
No.34) Sehingga surga dan neraka (takdir baik dan takdir buruk) 
yagn kita jalani sekarang ini langgeng. Sedngkan siapa pun yang 
bertobat dari dosanya, itu menjadi perkenan Pencipta , serta Pencipta  
akan memberi ampunan, sebab  Pencipta  itu Maha Pengampun dan 
Maha Pengasih (An Nisa 146, Al-An’am 128, At Taubat 27).
Kamu mengatakan “mati berkali-kali” itu tidak benar, sebab  Sidin 
itu meninggalnya hanya ssekali, sedangkan kelahiran bayi dari 
rahim seorang Ibu, itu juga pada akhirnya akan mengalamai mati 
juga. Itu bukan ... Sidin, namanya Siman, terakdang Jacob, atau 
Liem, bisa juga Alaydrus, atau yang lain-lainnya lagi, Iya apa 
tidak?
37.kartosuwiryo : 
Iya benar, Kak, aku yang salah, Kita, orang, yang tiap dirinya 
punya tanda “Nama” ini, kan Cuma badan kasarnya saja, 
Sedangkan badan kasar itu hidupnya hanya sekali, matinya juga 
hanya sekali.
Akan namun  pemahaman Kakak tentang perjalanan roh (hikayatul 
arwah) yang berganti-ganti raga kasar itu, apakah tidak 
bertentangan dengan Ajaran Agama yang digelar oleh para Nabi 
Utusan Pencipta ? Itu kan Ilmu Hindu yang dinamakan “Manjanma, 
iya kan? Kata yang popler itu: Reinkarnasi, bahasa Jawanya 
“Penitisan”. Yaitu sebuah paham yang meyakini bahwa roh itu 
selalu berputar berkali-kali bagaikan Cakra Penggilingn 
(Perputaran Roda).
Jika saya tidak salah, reinkarnasi itu, bahas Arabnya:Tanasuch, 
serta paham “Tanasuch” itu ditolak oleh Agama Islam. Sedangkan 
penjelasan Kakak itu, kan termasuk Falsafah yang berdasarkan 
Islam, kan?
soebandrio : 
Sabar.... tenang... Perintah di dalam Qur’an “ Pencipta u wasi’u ‘alim 
(Pencipta  itu Maha Luas dan Maha Mengetahui), sehingga jika kamu 
akan mengabdi kepada Pencipta  ... luaskanlah dadamu, jangan 
sempit-sempit!
Kata Arab “Tanasuch” itu saya tidak begitu paham artinya: 
Apakah roh manusia lahir menjadi bayi, apakah roh manusi yang 
bisa lahir menjadi hewan, apakah roh manusia yang menempel 
kepada sifat hidup yang sudah ketempatan roh. Akan namun 
sepengetahuanku di dalam kitab muslim  tidak ada yang menerangkan 
tanasuch itu benar atau sesat. Sehingga yang menolak paham
tanasuch itu bukan Agama Islam, hanya pendapatnya Sarjana￾Sarjana Islam, yang pemahamannya tidak berdasarkan kitab muslim .
Demikian juga kata yang lain-lainnya yang kamu sebutkan itu tadi, 
mengapa tidak saya bciarakan, itu hanya sebab  kurang 
pemahamanku, bukan sebab  menolak sebab  berasal dari ilmunya 
orang di sana-sana. Yang saya bicarakan itu sebab  aku sudah tidak 
ragu-ragu lagi, bahwa saat  bangun itulah Lahir menjadi bayi. 
Sebab, selain berdasarkan keadaan a, b, c itu tadi (Bab II No.35) 
juga ada dalil yang mengatakan: wa kuntum amwaatan 
faahyaakum tsummaa yumietukum tsumma yuhyiekum (Al 
Baqarah 28 = Dan kamu sebelumnya mati, dihidupkan, kemudian 
mati, kemudian dihidupkan lagi); Laqad ji’ttumuunaa kamaa 
chalaqnaakum awwala (Al-Kahfi 48 = sebenarnya  
kedatanganmu itu (di hari kiyamat) seperti saat  kamu tercipta 
saat  awalnya).
Saya yakin masiha da dalil yang lainnya lagi yang menguatkan 
pendapat ini.
Akan namun  janganlah kamu salah tafsir, tentang kelahiran menjadi 
bayi lagi itu bukan tujuan, lhooo!! Sebenarnya sebab  keterpaksaan 
yang mengharuskan begitu sebab  belum bisa menghilangkan 
keterikatannya kepada dunia, yang bagaikan daya tarikan besi 
berani terhadap sebuah paku kecil. Keterikatan ini  jika 
menurut Agama Buddha disebut SAMSARA yang kemudian 
menjadi kata bahasa Jawa:Sengsara” yang berarti selalu celaka 
saja. Jika Agama Kristen menyebutnya menerima dosa warisan 
dosa dari Nabi Adam 
38.kartosuwiryo : 
Iya Kak, akan namun  aku pernah diberitahu oleh seseorang: Di 
dalam Surat Al Mu’minuun, ada yang menerangkan tentang 
Mokalnya roh kembali ke dunia ini. Hal itu bagaimanakah?
soebandrio : 
Surat Al Mu’minuun, ayat 99, 100, itu bukan memokalkan, seperti 
katamu itu tadi. Di ayat ini  menjelaskan: Sambatnya orang 
yang sedang mengalami siksa kubur dan perintah Firman Pencipta , 
Nash-nya seperti ini: Qaala rabbi arji’uuni (Katanya: Wahai 
Pencipta ku kembalikanlah aku = ke dunia) La’alli a malu shaalihan 
fiema taraktu (semoga amal shaleh yang ku tinggalkan) kalla 
innahaa kalimatuun huwa qaailuhaa (tidak bisa! sebenarnya  itu 
hanya kaya yang diucapkan saja = tidak berguna) wamin waraihim 
barzachun ( dan belakangnya ada penghalangnya barjah yang 
menghalangi) ilaa yaumi juba’at suuna ( sampai datang hari 
kembangkitan).
Menurut yang ku pahami, makna ayat itu, sudah sangat jelas. Tidak 
bisa kembali ke alam dunia lagi itu jika orang yang bernama 
SIDIN minta kembali untuk menjadi SIDIN. Namun bukan hal 
yang tidak mungkin kembali ke dunia (dibangkitkan di hari 
kiyamat) yaitu terlahir menjadi bayi yang bernama SIMAN, atau 
Yacob, atau Liem atau Alaydrus itu tadi (Bab II No.36).
39.kartosuwiryo : 
Sudah Kak, aku menyerah, ikut pendapat Kakak. Namun Kak, 
berilah keterangan tentang “Kala Sangka” (Sangkakala) 
(Terompet) tanda kiyamat yagn disebutkan dalam kitab muslim  dan 
Injil, itu sebenarnya apa, dan bencana yang mengerikan itu seperti 
apakah ceritanya seerta apakah maksudnya? (Bab II No. 28 – 32).
soebandrio :
Yang dibahasakan “Kalasangka” (Sangkakala) itu perintah Pencipta , 
yang dalam bahasa dalangnya disebut Genta Keleleng.
Sedangkan bencana yang sangat menakutkan itu sebaiknya kamu 
baca sendiri. Jika hanya singkatnya saja, yaitu: Datang tiba-tiba, 
suaranya menggetarkan, bumi pecah, langit membelah, gunung 
hancur, hujan bintang, mendung berbaris kelam, dan lains 
ebagainya. Nah... itu sebenarnya ibarat atau simbolisch.
a. Jika dengan menceritakan ketakutan dan kesakitan yang 
berdosa, itu ibarat susahnya orang yang akan masuk ke alam 
kematian (sakaratil maut), terlebih lagi bagi orang yagn tidak 
mempunyai Iman. 
b. Jika tidak menggunakan cerita yang mengerikan, itu ibarat 
kesakitannya seorang wanita yagn melahirkan bayinya.
Selain berita rusaknya alam yang symbolisch, dalam Qur’an juga 
memuat banyak cerita kehancurannya yang melakukan dosa, 
contohnya: Kaum “Ad, kaum Tsamud, kaum Luth, banjir topan 
jaman Nabi Nuh, dan lain-lainnya. Itu cerita letterlijk, bukan ibarat, 
rusak oleh bahaya alam.
Sekarang marilah istirahat dulu, besok sore dilanjutkan lagi.
40. kartosuwiryo : 
Wahhh... tidak terasa ternyata sudah larut malam. Memang saya 
akan mohon keterangan mengenai Surga Neraka (Bab II No.35) 
yang lebih terperinci, dan minta diajari, amalan apa yang haru kita 
jalankan, supaya kita bebas dari Kiyamat (Bab II No.30) atau tidak 
terpaksa “Samsara” atau tidak menerima warisan dosa asal dari 
Nabi Adam (Bab II No.37) tadi itu.
soebandrio : 
Keterangan tentang Surga Neraka itu sebaiknya dijadikan satu saja 
bersamaan membicarakan tentang yang gaib lain-lainnya, seperti 
Maalekat, yang juga wajib kita percaya (Rukun Iman (Bab II 
No.24). Kamu boleh bertanya tentang yang gaib-gaib apa saja, jika 
aku bisa, pasti saya terangkan. Gunanya, agar tidak menjadi orang 
yang gampang heran, jangan mempercayai yang diawur saja dan 
jangan mencela yang diawur saja.
Sedangkan soal terbebas dai kiyamat, sebab  sudah kembali ke asal 
usulnya ... memang itu yang di perjuangkan oleh para pencari 
Hakikat. Dalam kita bermusyawarah dua hari initidak lain ya 
hanya menuju ke situ saja, barangkalai saja diperkenankan oleh￾Nya. Syaratnya yang harus ... menjalankan (“amal), menjalankan 
Syari’at, mencari Tarekat, menyatakan Hakekat, Menggapai 
Ma’rifat.
Nah.. itu besok sore saja di bicarakan sampai dengan sejelas￾jelasnya. Sekarang, marilah beristirahat dahulu.














D. Kaweruh Sangkan Paraning Dumadi
Kata "Sangkan paraning dumadi" berasal dari bahasa Jawa 
“sangkan” yang berarti dari, "paraning" berarti arah tujuan, dan 
"dumadi” yang berarti kejadian. Ajaran sangkan paraning 
dumadi bisa juga disebut ilmu sangkan paraning dumadi, yaitu  
pengetahuan tentang dari mana asal kejadian ini dan akan kemana 
akhirnya. Secara khusus ilmu ini membahas asal kejadian 
manusia dari titik awal hingga tempat terakhirnya. Ilmu sangkan 
paranin dumadi dibagi dua, yaitu sangkan paraning Rogo/arah 
tujuan jasad dan Sangkan paraning jiwo/ruh, arah tujuan ruh
Sangkan paraning rogo yaitu  pemahaman seorang hamba 
yang diberikan Alloh mengenai proses awal kejadian jasmani 
manusia yang berasal dari air sperma yan terbuat dari saripati 
makanan yang dimakan ibu dan bapak,yang kemudian bertemu di 
rahim seorang ibu,menjadi segumpal darah, menjadi daging dan 
tulang, akhirnya jadilah bayi yang belum berisi ruh, kemudian 
diberi ruh, dan lahir ke dunia sampai akhir hayatnya, setelah mati 
menjadi tanah dan air lagi sampai kelak hari kebangkitan, 
Sangkan paraning ruh yaitu  pemahaman seorang hamba 
mengenai asal mula dan perjalanan ruh dari bermukim zaman 
azali yakni suatu alam yang berisi ruh, sebelum ditiupkan ke 
kandungan sampai ruh ditiupkan ke jasad yang masih dalam 
kandungan. Di sinilah ruh dengan jasad berkumpul menjadi satu 
kesatuan yang bernama manusia. Dari titik ini ruh dan jasad 
selalu bersama-sama hingga lahir ke dunia. Setelah menghabiskan 
umur didunia, akhirnya ruh dan jasad berpisah sebab  kematian 
yang menjemputnya.
Sang ruh melanjutkan perjalananya bertempat di alam 
barzah/kubur menunggu datangnya hari kebangkitan. Setelah hari 
kebangkitan tiba ruh dan jasad akan dicipta/dikumpulkan lagi 
untuk menuju padang makhsar beribu-ribu tahun lamanya, 
kemudian diarak kemizan/timbangan amal dan menerima buku 
catatan amal selama hidup didunia bersama semua manusia,
Setelah fase ini ruh dan jasad digiring menuju 
sirotolmustaqim untuk menuju tempat akhir jasad dan ruh yakni 
disurga atau dineraka tergantung amalanya saat  dia didunia, ini 
sesuai firman Alloh yang artinya "segolongan digiring 
kesurga,sebagian golongan keneraka sangir, Surga dan neraka 
inilah perjalanan ruh jasad berhenti, Kusus yang disurga bisa 
melihat Alloh. Melihat Alloh inilah hakikat akhir tujuan manusia, 
sebab  melihat Alloh yaitu  wujud kedekatan hamba dengan 
Pencipta ya, sekaligus kenikmatan yang tidak ada bandingannya.
Pemahaman dan pengalaman di atas akan diberikan 
seorang yang melakukan mujahadah/bersungguh-sungguh 
memerangi hawa nafsunya dengan selalu melaksanakan perintah 
Alloh dan menjauhi laranganya, dengan begitu Alloh secara 
otomatis akan memberi pengalaman ini  secara Laduni atau 
langsung, yang seakan-akan sudah mengalami kejadian ini .
Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang 
dhandanggula warisan para leluhur yang sampai detik ini masih 
terus dikumandangkan.
Kawruhana sejatining urip
urip ana jroning alam donya
bebasane mampir ngombe
umpama manuk mabur
lunga saka kurungan neki
pundi pencokan benjang
awja kongsi kaleru
umpama lunga sesanja
njan-sinanjan ora wurung bakal mulih
mulih mula mulanya
ketahuilah sejatinya hidup
hidup di dalam alam dunia 
ibarat perumpamaan mampir minum 
ibarat burung terbang 
pergi dari kurungannya 
dimana hinggapnya besok 
jangan sampai keliru 
umpama orang pergi bertandang 
saling bertandang, yang pasti bakal pulang 
pulang ke asal mulanya 
Kemanakah kita bakal 'pulang'? Kemanakah setelah kita 
'mampir ngombe' di dunia ini? Dimana tempat hinggap kita andai 
melesat terbang dari 'sangkar' (badan jasmani) dunia ini? 
Kemanakah aku hendak pulang setelah aku pergi bertandang ke 
dunia ini? Itu yaitu  suatu pertanyaan besar yang sering hinggap 
di benak orang-orang yang mencari kesejatian diri. Beberapa 
pertanyaan ini  menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah 
tempat yang langgeng. Hidup di dunia ini hanya sementara saja. 
Menjawab pertanyaan ini  ada  satu tembang dari 
Syekh Siti Jenar yang digubah oleh Raden Panji Natara dan 
digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya seperti ini:
“Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki 
ngalame wong urip, akerat kuwi ngalame wong mati; 
mulane kowe pada kanthil-kumanthil marang kahanan ing 
donya, sarta suthik aninggal donya.”
"Terbalik pendapatmu, mengira dunia ini alamnya orang 
hidup, akherat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat 
lekat dengan kehidupan dunia, dan tidak mau meninggalkan alam 
dunia" 
Pertanyaan yang muncul dari tembang Siti Jenar yaitu : 
Kalau dunia ini bukan alam orang hidup, lalu alam siapa? Syekh 
Siti Jenar menambahkan penjelasannya: 
“Sanyatane, donya iki ngalame wong mati, iya ing kene iki 
anane swarga lan naraka, tegese, bungah lan susah. 
Sawise kita ninggal donya iki, kita bali urip langgeng, ora 
ana bedane antarane ratu karo kere, wali karo bajingan.”
Kenyataannya, dunia ini alamnya orang mati, iya di dunia 
ini adanya surga dan neraka, artinya senang dan susah. Setelah 
kita meninggalkan alam dunia ini, kita kembali hidup langgeng, 
tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang miskin, 
wali ataupun bajingan"
Dari pendapat Syekh Siti Jenar itu kita bisa belajar, bahwa 
hidup di dunia ini yang serba berubah seperti roda (kadang berada 
di bawah, kadang berada di atas), besok mendapat kesenangan, 
lusa memperoleh kesusahan, dan itu bukanlah merupakan hidup 
yang sejati ataupun langgeng. Wejangan beberapa leluhur 
mengatakan: "Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati". 
(hidup yang sejati itu yaitu  hidup yang tidak bisa terkena 
kematian). Ya, kita semua bakal hidup sejati. namun  
permasalahan yang muncul yaitu , siapkah kita menghadapi 
hidup yang sejati jika kita senantiasa berpegang teguh pada 
kehidupan di dunia yang serba fana?
Ajaran para leluhur juga menjelaskan: "Tangeh lamun siro 
bisa ngerti sampurnaning pati, yen siro ora ngerti sampurnaning 
urip." (mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna, 
jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna). Oleh sebab  itu, 
kita wajib untuk menimba ilmu agar hidup kita menjadi sempurna 
dan mampu meninggalkan alam dunia ini menuju ke kematian 
yang sempurna pula.
Ajaran tentang sangkan paraning dumai dalam naskah 
Kuntji Swarga Miftahul Djanati diuraikan dalam bentuk 
percakapan atau dialog Tanya jawab antara sorang muda dan 
orang tua, atau antara adik dan kakak, dengan istilah Mudadama 
(adik) dan soebandrio  (kakak). Ajaran sangkan paran dalam 
naskah ini  tercakup dalam uraian tentang ilmu kasunyatan. 
Ajaran sangkan paran yang disajikan pada bab ini tidak lebih dari 
isi yang terkandung dalam naskah ini , yang disarikan 
melalui jawaban-jawaban yang dikemukakan soebandrio , atas 
pertanyaan yang diajukan oleh Mudadama. 
Ilmu sangkan paraning dumadi mengajarkan tentang 
hakikat kehidupan yang berasal dari Pencipta  dan tuntunan 
bagaimana cara kembali kepada Pencipta . Pada uraian selajutnya, 
penjelasan tentang ajaran sankan paran penulis sajikan mengikuti 
struktur ilmu sangkan paran, yaitu pertama, uraian tentang Pencipta  
dan manusia, dan bagaimana hubungan antara Pencipta  dan 
manusia. Kedua, untuk menjawab persoalan ini  pada 
paparan selanjutnya dijelaskan dengan uraian tentang asal-muasal 
kehidupan ini, bagaimana kejadiannya, ke mana arah tujuannya, 
dan apa saja yang harus dilakukan dalam kehidupan ini. 
Sistematika ini sesuai dengan sistematika ilmu mengenal diri 
dalam tasawuf. 
1. Ilmu Kasunyatan, Sangkan Paraning Dumadi
Ilmu kasunyatan sangkan praning dumadi dalam naskah 
Kuntji Swarga dijelaskan secara tertib dalam bentuk pokok-pokok 
pikiran yang dapat disarikan dari dialog yang terjadi antara 
Mudadama dengan soebandrio . Pertama, mencari ilmu 
kasunyatan itu tidak boleh fanatic, sebab sikap fanatic itu akan 
menjadi penghalang besar, di mana orang yang fanatic itu tidak 
lagi memakai pertimbangan, sebab  telah didahului oleh 
pendapatnya sendiri. Maka ia tidak mau lagi menerima pendapat 
orang lain.
Kedua, adanya anggapan yang tidak benar, bahwa belajar 
ilmu kasunyatan itu ada yang tidak kuat, dalam arti dapat 
membuat orang menjadi gila. Ilmu yang dapat membuat orang 
menjadi gila bukanlah ilmu kasunyatan.
82
Ketiga, kasunyatan itu sebaiknya diberikan dengan cara 
Tanya jawab, agar sesuai dengan kebutuan dan memuaskan bagi 
pihak yang bertanya. Di samping itu, ilmu yang diberikan dengan 
cara Tanya-jawab akan dapat mengembangkan pikiran, dan akan 
memantapkan kepercayaan.
Keempat, kasunyatan yang baku, menurut Naskah Kuntji 
Swarga ada empat bab, dan pemahamannya harus urut, yaitu: 1) 
Bab tentang Pencipta  Pencipta , 2) bab tentang mati, 3) bab tentang 
jalan makrifatullah, dan 4) bab tentang yang gaib.
Kelima, macam-macam nama ilmu kasunyatan, yaitu: 1) 
ilmu kasunyatan, 2) ilmu kasuksman, 3) ilmu kerohanian, 4) ilmu 
kesempurnaan, 5) ilmu kePencipta an, 6) ilmu kebatinan, 7) ilmu 
sangkan paran, dan 8) ilmu tua. 
Keenam, macam-macam ilmu kasunyatan dijelaskan 
sebagai berikut:
1. Kasunyatan yaitu  istilah Jawa, artinya hanya sampai 
tingkatan hakikat saja. Sebab berasal dari kata “nyata” 
yang artinya ”hak”. namun  kasunyatan yang berasal dari 
istilah Sanskrit “sunyata” (sunyi atau suwung), 
mengandung arti telah sampai pada tingkatan makrifat.83
2. Kesuksman, artinya kehilangan, sebab suksma artinya 
hilang, atau tidak kelihatan. namun  sudah sejak dulu 
Pencipta  itu kadang disebut “Hyang Suksma”. Maka 
pengetahuan kesuksmaan itu juga dianggap sama artinya 
dengan pengetahuan kePencipta an.
3. Kerohanian dan kejiwaan, artinya sama, yaitu 
pengetahuan tentang jiwa, atau roh, atau Badan Halus. 
namun  sekarang istilah jira, berarti budi pekerti, kadang 
kala berarti semangat, bahkan ada yang mengartikan 
nafsu.
4. Kesempurnaan, dari kata sempurna, yang dikehendaki 
sempurna matinya. Mati yang dianggap sempurna itu 
yang kembali ke asalnya, yang disebut “innaa lillahi wa 
innaa ilaihi rajiun”
5. KePencipta an, yaitu pengetahuan yang menerangkan bab 
Zat, Sifat, Asma, dan af’al Pencipta . Kemudian dapat 
diperluas lagi, juga bab cara berbakti kepada Pencipta , lahir 
dan batin, yaitu sarengat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
6. Kebatinan, artinya semua pengetahuan yang bukan lahir. 
Jadi berbagai macam aji-aji dan kekuatan itu termasuk 
pengetahuan kebatinan.
7. Sangkan paran, yaitu  pengetahuan yang menerangkan 
asal-usul sebelum lahir bagaimana dan ke mana akhirnya.
8. Ngelmu tua, yang dikehendaki juga pengetahuan tentang 
mati yang sempurna. Sebab orang tua itu umumnya sudah 
dekat matinya, maka ingat dan berupaya mengetahui 
pengetahuan tentang mati.
Ketujuh, untuk mencari kasunyatan atau panembah kepada 
Pencipta , ada empat tingkatan, yaitu:
1. Sarengat (syariat), artinya jalan atau petunjuk, berwujud 
pranata agama, tentang perintah dan larangan yang harus 
ditegakkan.
2. Tarekat (thariqah), artinya jalan atau petunjuk yang 
memberi pengertian kepada akal dan pikiran, sehingga 
kepercayaannya tidak ikut-ikutan, dan menjadi tangga 
untuk mencapai cita-citanya menuju kasunyatan.
3. Kakekat (hakikat), artinya sejati, atau nyata, yaitu telah 
dapat merasakan di dalam halusnya rasa tentang bedanya 
yang nyata (haq) dengan yang bukan nyata (batil), 
sebagai hasilnya upaya mencari kasunyatan berdasarkan 
petunjuk.
4. Makripat (makrifat), artinya pengetahuan, namun  bukan 
pengetahuan mata dalam melihat, melainkan pengetahuan 
yang dapat membuktikan kepada kasunyatan yang 
pembuktian ini  sama sekali tanpa alat.
Dengan keterangan di atas, maka yang sangat penting 
menurut penjelasan naskah Kunci Swarga yaitu  pada tingkatan 
tarekat. Namun bagi orang yang hanya melakukan sarengat saja, 
asalkan sungguh-sungguh, bila diijinkan juga akan mendapat 
petunjuk.
Kedelapan, tingkatan: tarekat, kakekat, dan makripat.
a. Yang termasuk dalam tingkatan tarekat yaitu  semua 
yang masih dapat dibahas, baik yang berbentuk Tanya￾jawab, pengajaran, maupun wiridan. Maka dinamakan 
“tarek”. namun  yang berbentuk pengajaran atau wiridan, 
banyak yang tanpa penerangan, dan dalam menerima 
harus “tarek” (tirakat), yang mengakibatkan banyak 
orang yang tertarik.
b. Untuk sampai pada tingkatan kakekat, masih jauh 
sekali. sebab  itu seseorang yang sedang menempuh 
tingkatan panembah, tidak boleh mempunyai anggapan, 
mentang-mentang sudah mengerti, mengaku telah 
mencapai tingkatan kakekat, atau makripat, itu bukan. 
Setinggi-tingginya ia hanya memperoleh tingkatan iman 
dan itikad, sekadar sebaai ancer-ancer bagi pencari 
kakekat dan makripat yang masih jauh sekali itu. 
sebab  itu jangan mempermudah, namun  jangan pula 
cepat putus asa, dan jangan membuat sial atau 
mencelakai diri sendiri.
c. Untuk sampai pada tingkatan makripat, bertambah jauh 
lagi. Seseorang yang berusaha untuk mencapai makripat 
itu bukanlah disebut aneh, sebab Pencipta  sendiri 
memerintahkan sebagaimana disebutkan dalam surah al￾Baqarah ayat 25 “jika orang-orang itu diberi rizki buah￾buahan dalam Sorga, mereka mengatakan “ini yang 
pernah diberikan kepada kami dahulu”. Artinya orang￾orang yang mendapatkan kenikmatan sorga di akhirat 

itu sudah pernah mencicipi kenikmatan (makripat) 
saat  hidupnya di dunia dahulu. 85
d. Orang yang mencari kasunyatan yang berhenti pada 
tingkatan sarengat, tanpa pengetahuan sama sekali bab 
tarekat, tidak ada bahayanya. Perumpamaannya seperti 
orang yang tidak pernah bepergian, mengumpulkan 
bekal untuk pergi jauh umpama pergi haji ke Mekah. Di 
samping bekal uang, ia juga harus membawa bekal 
pengetahuan tentang caranya naik kapal, dan tentang 
cara-cata yang harus dikerjakan setelah sampai di tanah 
Arab. Umpama orang ini  tidak mempunyai bekal 
pengetahuan, mestinya tidak jadi pergi, hanya tinggal di 
rumah saja. namun  sama sekali tidak ada bahayanya, 
bahkan ia telah berhasil mengumpulkan yang banyak 
gunanya, yakni amal soleh. 86
Deskripsi tentang ilmu kasunyatan ini  di atas, 
merupakan hasil pemahaman atas naskah Kunctji Swarga 
Miftahul Djanati seperti yang sudah penulis terjemahkan pada 
bab sebelum ini.
2. Pencipta  yang Tak Terjangkau
Pemikirannya tentang kePencipta an dalam naskah Kunci 
Swarga mengungkapkan bahwa Pencipta  ‘Pencipta ’ merupakan zat 
yang tan kena kinayangapa, tak terdefinisikan seperti apa bentuk 
dan di mana keberadaannya. Pertanyaan, apa dan seperti apa 
Pencipta , dianggap bukan merupakan pertanyaan penting sebab  
mustahil bisa dijangkau manusia. Dengan kata lain, Pencipta  itu apa 
dan di mana merupakan wilayah yang tidak terjangkau oleh akal 
pikiran manusi.
87 Sebaliknya, Pencipta  hanya bisa diketahui melalui 
pemahaman akan sifat-sifatnya. Pendapat ini setidaknya bisa 
dilihat pada pendapatnya yang ada  pada percakapan 
mudadama (yang muda) dan soebandrio  (yang tua) :
Pertanyaan Mudadama: 
“Jadi yang disebut Pencipta  itu apa, dan dimana?”
Jawaban soebandrio : 
“Pertanyaanmu, Pencipta  itu apa dan dimana yaitu  suatu 
pertanyaan yang terlampau jauh jangkauannya. Sebaiknya 
mengetahui sifat-sifat-Nya saja dulu, sifat-sifat Pencipta  telah 
diungkapkan dengan jelas di dalam kitab muslim  serta sudah ada 
yang menghimpun dan disepakati orang banyak, ada 20 
jumlahnya.”
Terkait sifat-sifatnya, seperti terungkap dalam dialog 
Mudadama dan soebandrio  di atas, Kuntji Swarga menjelaskan 
bahwa Pencipta  memiliki 20 sifat yang wajib ada dalam dirinya. 
Ke-20 sifat ini  yaitu : wujud, qidam, baqa, muhalafah 
lilhawadisi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniat, qudrat, iradat, ‘ilmu, 
hayat, sama’, bashar, kalam, qadiran, muridan, ‘aliman, hayan, 
sami’an, bashiran, dan mutakalliman. Keduapulun sifat ini , 
terbagi lagi ke dalam empat kelompok. Pertama, sifat nafsiyah, 
yakni sifat yang menekankan eksistensi Pencipta  yang terwakili 
dalam sifat pertama, wujud. Kedua, sifat Salbiyah, yakni 
kelompok sifat yang menafikan sifat-sifat tidak mungkin 
(mustahil) bagi Pencipta  yang terwakili dalam lima sifatnya yaitu 
qidam, baqa, muhalafah lilhawadisi, qiyamuhu binafsihi, 
wahdaniat. Ketiga, sifat Ma’ani, yaitu sifat yang menempati 
dalam sifat nafsiyah seperti terwakili pada sifat-sifat qudrat, 
iradat, ‘ilmu, hayat, sama’, bashar, kalam. Keempat, sifat 
ma’nawiyah, yaitu sifat-sifat yang biasa atau memastikan sifat￾sifat ma’ani. Sifat terakhir ini terkumpul dalam sifat qadiran, 
muridan, ‘aliman, hayan, sami’an, bashiran, dan mutakalliman. 
Selain itu, dalam Serat Wirid yang juga ditulis oleh 
pengarang yang sama, 20 sifat Pencipta  dibagi lagi ke dalam empat 
kelompok. Pertama, sifat jalal, yakni sifat ke-Maha Agung-annya 
yang mencakup sifat pertama, wujud. Kedua, Sifat Jamal, sifat ke-
Maha Indah-annya, yang mencakup sifat-sifat qidam, baqa, 
muhalafah lilhawadisi, dan qiyamuhu binafsihi. Ketiga, Sifat 
Kamal, kelompok sifat yang menggambarkan kesempurnaan-Nya, 
terdiri dari sama’, bashar, kalam, sami’an, bashiran, dan 
mutakalliman. Keempat, sifat Qadar, yakni kumpulan sifat-sifat 
yang mendeskripsikan kewenangan Pencipta , yakni wahdaniat, 
qudrat, iradat, ‘ilmu, hayat, qadiran, muridan, ‘aliman, dan 
hayan.
Paparan lengkap tentang pembagian sifat dalam Serat 
Wirid ini  yaitu  :
“Islam: tegesipun wilujeng. Ingkang wilujeng punika 
hayatipun. Tegesipun hayat; gesang, dumunung, wonten 
sifat jalal, jamal, kahar, kamal. Jalal: tegesipun agung, 
ingkang agung punika Datipun, dene angliputi ing alam 
sadaya. Jamal: tegesipun elok. Ingkang elok punika 
sipatipun, dene dede jaler, dede estri, dede wandu, sarta 
boten arah boten enggen, tanpa warna, tanpa rupa.