sangkan paraning dumadi 4
By tuna at November 29, 2023
sangkan paraning dumadi 4
mengurangi, menambah atau merubah perintah
Pencipta , byaitu = bodoh.
Sifat Wenang “’aral bashariyah = terkena musibah yang tidak
menyebabkan kecacatan dalam kerusaulannya.
Sehingga jumlah Sifat Pencipta dan Sifat Rasul itu ada 50, sehingga
ajaran itu disebut “Aqaid 50. Ada juga yang dikembangkan
menjadi “aqaid 62. Ada juga yang diringkas, bahwa sifat Pencipta
yang perlu dipahami itu hanya 13 yang wajib, dan 13 yagn mokal,
seperti pendapat di depan (Bab I No.22), sedang sifat Wenang
milik Pencipta dan milik Rasul, tidak perlu diketahui.
Menurut pendapatku, yang dikembangkan juga baik, yang ringkas
padat juga baik. Akan namun kamu harus paham, meski jelas
bagaimana pun juga, “’Aqaid” tentang sifat Pencipta itu hanya
berupa pedoman saja, tidak ditunjuk/disentuh:Muk. Sedangkan
‘Aqaid tentang sifat Rasul itu hanya berupa penjelasan dalam
tulisan saja. Tidak memerinci makna dan rasa dari tulisan itu.
Lebih jelasnya: Hanya menjelaskan yang tersurat (Leterlijk), tidak
mengupas yang tersirat (Symbolisch).
Hal itu bukan sebab kekurangan “aqaid, sebab hal itu yaitu
memang ajaran untuk orang banyak (massa). Sedangkan bagi yang
ingin memahami yang sebenarnya tentang Pencipta , yang disebutkan
dalam kalimat “Laa ilaha IllaPencipta ” serta ingin bisa merasakan
kalimat “Muhammadun Rasuu lullaah” harus di cari di luar ilmu
“Aqaid. Yaitu yagn saya sebut “Sastracetha Wadining Rat” atau
“Sastrajendra Hayuningrat” (Bab I No.26).
Di dalam kisah Pedalangan, diceritakan yang mengerti makna
sastra ini , jika Raksasa saat matinya berkumpul bersama
manusia yang sempurna, jika manusia, saat kematiannya
berkumpul bersama Dewa yang mulia. Cocog dengan isi sebuah
hadits, sabda Rasulullah kepada sahabat Muazimaa min ahadin
Asyhaduan laa ilaha illaPencipta u wa anna muhamadan Rasuulullahi
shidqan min qalbihi illa Harramu Pencipta u ‘ala annari = Barang siapa
orang yang mengucapkan kalimat syahadat hingga ke dalam hati,
oran itu diharamkan oleh Pencipta saka siksa neraka.
Kalimat, “mengatakan hingga ke dalam hati” itu sama dengan
“Paham terhadap maknanya” Hal itu iya apa tidak?
6. kartosuwiryo :
Ya mpun!!! Sekarang saya paham, apa sebabnya bahwa
mengucapkan kalimah syahadat itu menjadi Rukun Islam yang
pertama, sebab di dalam kalimat itu isi maknanya yang sangat
rahasia. Sedangkan Rukun Islam yang lain-lainnya, apakah ada
hubungannya dengan cara pengucapan kalimat syahat itu tadi,
Kak?
soebandrio :
Yahhh... kamu mengajakku untuk berbelok terlebih dahulu, ta?
Rukun Islam yang ke dua hingga yang ke lima, itu memang benar
erat hubungannya dengan Rukun Islam yang pertama, beginilah
kejelasannya:
Orang yang mengucapkan “Saya bersaksi sebenarnya .........” itu
yang utama juga harus mengerti benar-benar tentang apa yang
disaksikan. Di dalam kalimat ini yang disaksikan yaitu tentang
Pencipta , dan tentang Kerasullan Nabi Muhammadsaw. Artinya
benar-benar mengerti sampai dengan yaqin (kenyataan) di
kedalaman rasa. Bukan hanya meniru-niru saja.
Jika hanya mengucapkan saja, walau pun berapakali pun dalam
mengucapkannya sepertinya sangat sulit untuk bsia terbukanya
sampai dengan ke dalam sanubarinya. Kareena hal itu yaitu
Rahasia Dunia yang sangat membahayakan. Sebaiknya disarati
dengan latihan jiwa dan raga . Barangkali saja bisa sebagai jalan
hingga dibuka hatinya oleh Pencipta . Jiwanya di latih patuh dan ingat
dengan sadar tentang Pencipta , lima kali di dalam sehari semalam, di
dalam waktu yang sudah ditentukan. saat beribadah dalam
keadaan suci dan menggerakan raga yang sangat bermanfaat
terhadap kesehatan. Sebab kebijaksanaan dan kesantausaan jiwa
itu, bisa tercapai jika raganya sehat. Ini Rukun Islam yang ke dua,
Sembahyang (Shalat) lima waktu.
Namun juga masih sulit untuk bisa terbuka, sebab memang sangat
gawatnya. Barangkalai kesulitannya itu dikarnekan masih sangat
cintanya kepada hartanya, sehingga perli di sarati dengna rasa
ikhlas mengeluarkan sebagian dari hartanya yaitu menjalankan
Rukun Islam yang ketiga, Membayar zakat.
Pada umumnya juga masih jauh untuk bisa terbuka, sebab
kewajiban membayar zakat itu tidak berat untuk dijalankan.
Alangkah baiknya di beri syarat lagi yang agak beat, yaitu berlatih
mengendalikan nafsu, sebab nafsu itu memang menjadi
penghalang yang menyebabkan gelap. Sedangkan sumber kakutan
nafsu itu yaitu dari makanan, sehingga untuk bisa
mengendalikannya dengan cara berlapar-lapar pada siang hari,
selama sebulan dalam satu tahunnya. Itulah Rukun Islam yang ke
4, wajib berpuasa di Bulan Ramadlan.
Sedangkan Rukun Islam yagn kelima Pergi Haji ke Baitullah, itu
sebenarnya sangat penting sekali sebagai ujian yang terakhir.
Jika lulus dari ujian itu, barangkali bisa terbuka oleh Pencipta ,
mengerti tentang rahasia yang tersembunyi itu tadi. Namun sebab
pergi Haji itu, harus mengeluarkan biaya yagn tidak semua orang
bisa. Agama yang bersifat luas, memuat dan meliputi, dalam
mewajibkan pergi Haji itu, hanya untuk orang yang mampu saja.
Pergi haji itu sebagai perwujudan ikhlas berkorban harta yang tidak
sedikit, ikhla berkorban perasaan, berpisah dengan anak istri,
keluarga, kerabat, bangsa dan tanah airnya, sebab kesemuanya itu
disebut Dunia, yang kadang menjadi penghalang saat beribadah
kepada Pencipta .
Pengobanannya tidak cukup sampai di situ, juka ikhlas
mengorbankan jiwa dan raga, seperti, seandainya tiba-tiba sakit
sehingga meninggal dunia di tempat yang jauh dari keluarga, itu
harus ikhlas. Sehingga yang namanya pergi haji itu ujian
menjadalankan Satu Tekad, mengabdi kepada Pencipta , selain
Pencipta , semuanya tidak ada harganya.
Jika dalam tekadnya sudah nyata seperti itu, untuk bisa terbukanya
ahati, sepertinya hanya setebal kulit bawang, entah disebabkan oleh
daya dari menghisap suasana Tanah Suci, sebab suasana itu
sangat besar daya kekuatannya, entah melalu petunjuk dari
sessama makhluk selama melakukan pergaulan di sana.
Untuk penjelasan ini, janganlah kamu salah dalam memahami,
seandainya kamu sudah benar-benar paham atas Rahassia yang
tersembunyi ini, bahwa orang yang beragama Muhammad, tidak
boleh, yang kemudian tidak menjalankan Shalat, Zakat, Puasa,
Haji, itu tadi. Apalagi jika hanya baru mengerti sedikit. sebab
para Wali serta Rasulullah sendiri, juga tetap menjalankan Rukun
Islam ini . Tekadkan di dalam hatimu, memberi contoh yang
baik kepada semua orang, itu termasuk perbuatan yang utama..
7. kartosuwiryo :
Iya, iya Kak, aku sudah mengerti penjelasan Kakak yang terperinci
itu. Sekarang sduah sampai waktunya, Kakak mengarikan rahasia
yang tersembunyi itu, saya sangat ingin mendengarnya.
soebandrio :
Dengarkanlah ya!!! Seseorang yang mengucapkan kalimat yang
maknanya “Hamba bersaksi sebenarnya tidak ada Pencipta
kecuali hanya Pencipta ”itu, jika saat di dalam bersaksi itu tadi itak
hanya meniru-nieru atau hanya ikut-ikutan, tentunya harus benarbenar mengerti, tentang Pencipta . Jangan gampang menjawab: Jika itu
termasuk kepercayaan, Sebab kepercayaan terhadap apa saja tidak
akan pilih-pilih... yang jika diri sendiri belum yakin kebenarannya,
itu tidak ada bedanya dengan “Gugon Tuhon” (percaya terhasap
sesuatu yang belum ada buktinya). Iya apa tidak?
Untuk Kakakmu ini, dalam saya menyaksikan yang sebenarbenarnya. Bahwa tidak Pencipta selain Pencipta , tidak ragu-ragu lagi.
Seperti yang sudah kita bicarakan bersama di depan.
a. Aku, orang satu ini, yang saya sebut Pencipta itu, yaitu bergelar
Ikheid = Purusha = Rabbi = Individueele God. Yaitu yang saya
gambarkan Ki Dalang bagi si Wayang, dan yang umpamakan
Bayang Matahari bagi Si Jambangan yang terisi air.
b. Aku, jika sedang bersama dengan dirimu, bersama dengan
dirinya, bersama dengan semua orang di dunia ini, sama,
menyebut Pencipta , itulah yang dimaksudkan yang bergelar
Absolute Ik – Isywara – Rabbana = algemeene God. Yaitu yang
saya gambar Sing Nanggap bagi si Wayang, dan saya ibaratkan
Matahari bagi di Jambangan yang berisi air.
Aku sudah mengatakan, bahwa puncak Ilmu Ma’rifat itu: Si
Wayang sudah bertemu dengan Ki Dalang (Bab I No.37) atau si
Jambangan berisi air sudah melihat bayangan matahari. Namun
kata “Bertemu” atau “melihat” itu jangan kamu bayangkan seperti
halnya kamu bertemu denganku, atau seperti kamu melihat kepada
diriku, itu bukan. Menurut ilmu Tarikat, seperti pengertianmu
terhadap Hari Minggu, kamu bisa percaya sebab kantor-kantor
tutup semua, serta Hari Jum’at sudah sudah tertinggal satu hari
(Bab I No.13). Sedangkan bagi Hakikat dan Ma’rifat, seperti
halnya dirimu berada di hari Minggu, bisa terasa sebab saat
pagi: masuk ke hari Senin.
Namun, sebab manusia itu bermacam-macam, yang banyak atau
pada umumnya, seumpama wayang yang ingin bertemu dengan
Yang Nanggap di Rumah belakang. Yang di patuhi yaitu yang
Nanggap itu. Seumpama jambangan berisi air: ingin bertemu
dengan matahari di langit, yang di sembah ya Matahari itu (Bab I
No.37).
Si Wayang lup, bahwa Petruk itu tidak bisa apa-apa, yang
berbicara dan yang menggerakkan yaitu Ki Dhalang. Ada saatnya
Petruk itu jadi Ratu, sebab Ki Dalang melaksanakan perindah dari
Yang Nanggap, agar menggelarkan wayang dengan lakon “Petruk
dadi ratu”.
Bahwa, tujuan Hakikat itu tidak lain yaitu , supaya jambangan
telah pecah, bayang matahari kembali kepada matahari (Innaa
lillahi wa innaaa ilaihi radji’uun), tidak tertinggal di pecahan
jambangan atau di airnya yang tumpah (Bab I No.36), Atau setelah
menggelar pertunjukan wayang, Ki dalang melaporkan kepada
yang nanggap, tidak larut pada cerita Petruk atau pergi bertamasya
ke mana-mana yang tanpa tujuan. Tentang hl ini, sebaiknya
dijelaskan jika telah sampai pada gilirannya membicarakan jalan
menuju Ma’rifat kepada Pencipta saja.
8. kartosuwiryo :
Iya Kak, saya ngikut saja. Selanjutnya sekarang Kakak, agar
meneruskan untuk memberikan penjelasan tentangn Kalimat
Syahadat itu tadi.
soebandrio :
Baiklah. Dengarkanlah dengan cermat, yang menyebabkan
menjadi salah dalam pemahamannya, sehinga bisa tersesat menjadi
...... KLENIK.
Kalimat selanjutnya; Mengucapkan kalimat yang maknanya “ dan
hamba bersaksi, sebenarnya Nabi Muhammad itu utusan
Pencipta .
Kalimat ini , sebenarnya mengandung makna ganda: Lahir
(letterlijk) dan batin (symbolisch).
Menurut makna lahir (letterlijk), yang disebut “Muhammad” pada
kalimat ini ; Sebutan manusia (eigennaam), yaitu Nabi
Muhammad putra Sayyid Abdullah, yang lahir di Makkah,
dimakamkan di Madinah. Sehingga asmanya kita ucapkan di
dalam kalimat Syahadat, sebab beliau yaitu Ayah pencetus
Agama yang kita anut.
Oleh sebab kita sudah membuktikan bahwa petunjuk Agama itu,
memberi penerangan hati sanubari kita, shingga kita yaqin dan
bersaksi: Bila beliaunya itu yaitu Utusan Pencipta , yang membawa
amanah men-syiarkan penerang kepada seluruh manusia di dunia.
Ujud dari petunjuk dan penerang yaitu kitab muslim dan Al-Hadits.
Sedangkan, makna rasa batin (symbolisch) yang disebut
“Muhammad” dalam kalimat ini , kata sebutan yang berasal
dari gabungan (afgeleide zelfstanding naamwoord). Yaitu berasal
dari kata “Hamid” yang artinya “Pujian sanjungan” Muhammad
bermakna: Yang dipuji. Sedangkan yang maksud tidak lain yaitu
ujud dari diri manusia ini. Baik halusnya juga raganya yang
mengucapkan kalimat Syahadat itu tadi, yang ternyata lebih
lengkap alatnya dan campuran wujudnya dibanding dengan
makhlk yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya: Semua Rasul selain Nabi Muhammad itu
juga sama-sama mempunyai sifat “Muhammad”. Demikian juga
para Nabi, para Wali, para Mukmin ..... dan seluruh manusia biasa
yang bagaimana pun juga, itu semua juga bersifat Muhammaad.
Serta yang sebenar-benarnya juga menjadi Utusan Pencipta sendiri,
alias individueele God, seperti ini di atas. Sebab, jika dirinya
sudah tidak menjadi utusan, pastilah raganya tanpa daya, yaitu
mati.
9. kartosuwiryo :
Maaf Kak, Aku pernah mendengar sebuah wirid yang berbunyi
“sebenarnya Muhammad itu sifat Ingsu, Rasul itu rasa
nIngsun”. Apakah itu sesuai dengan penjelasan Kakak itu tadi?
soebandrio :
Nah!! Benar kan perkiraanku. Kamu akan tersesat menuju
“KLENIK”. Mengolah kata seperti itu, bukan kebiasaanku. Rasul
itu kata Arab, Rasa itu kata Sanskrit, jika diolah agar sesuai,
tentunya akan dimarahi oleh ahli sastra.
Sedangkan, maksud dari penjelasanku tadi itu, tidak demikian.
Yang bersifat “RASUL” (utusan) itu, yaitu yang bersifat
Muhammad itu tadi. Yaitu lengkap dengan alat dan bahan
campuran dari manusia, bukan Cuma salah satu dari alat manusia
yang bernama “RASA” itu.
10.kartosuwiryo :
Iya, Iya Kak, aku sudah paham, perbedaan uraian penjelasan
dirimu dengan rangkain wirid “Rasul” “Rasa” itu tadi. Akan namun ,
apakah Kakak mempunyai anggapan bahwa gerak gerik kita
berasal dari perintah Pencipta , sebab diri kita ini mempunyai sifat
Muhammad dan juga sifat Rasul?
soebandrio :
Bagus!!! Nah, itu pertanyaan yang penting. Ketahuilah olehmu,
sebenarnya jika masih bernama manusia, itu tidak ada bedanya
tentang kelengkapan alat dan bahan campurannya (Bab I No.28),
sehingga jangan suka, mencelakakan diri sendiri.
Di depan sudah saya katakan, yang berbeda itu hanya ukuran dari
bahan campurannya, seumpama kopi susu ada yang terlalu pahit,
ada yang terlalu manis, ada yang hambar, ada yang sedang.
Perbedaan alat: Ada yang bahan kayunya tua serta halus
pengerjaanya, ada yang kayu muda, serta kasar pengerjaannya.
Sehingga kemudian menjadi berbeda-beda, sebab ada yang
gperawatannya alat itu tadi ada yang rajin dan dipelajari
kegunaannya dari masing-masing jenisnya, ada yang tidak dirawat
sama sekali serta tidak mengerti kegunaannya.
Nah, seperti itulah contohnya. sebab ada orang yang dujuli Nabi,
ada yang disebut Wali, ada yang dinamakan Mukmin chas, ada
yang dinamakan mukmin “am”, ada yang memiliki sebutan yang
bermacam-macam itu.
Golong yang terakhir itu tadi juga berisfat Muhammad, tidak
berbeda dengan Nabi – Wali – Mukmin, seharusnya demikian:
Juga bersifat Rasul, Sebagai contohnya, berikut ini:
Seumpama aku menjadi pribumi di salah satu Kabupaten, namun
belum pernha bertemu dengan Pak Bupati. Kemudian ada orang
yang singgah di rumahku, memerintahkan supaya aku datang
untuk menyapu halaman Kabupaten. Aku terus bilang kepada
kakak perempuanmu, jika diperintah oleh Pak Bupati.
Apakah yang saya omongkan itu benar? Bisa dipastikan, salah!
sebab yang memerintahkan aku itu tadi bisa saja hanya Sekretaris
Kebupaten saja, bisa saja abdi rendahan saja, bisa juga orang luar
yang berniat mempermainkan aku. Sehingga “Serat Wedhatama”
mengingatkan (Gambuh):
Kalamun durung lugu.
Aja pisan wani ngaku-aku
Antuk siku kang mangkono kaki
Kena uga wenang muluk,
Kalamun wus pada melok.
Artinya:
Jika belum paham
Jangan sekali-kali mengaku sudah paham
Akan mendapat hukuman, tindakan yang seperti itu.
Boleh saja memberi pelajaran..
Jika sudah benar-benar paham melihat dengan jelas tanpa
penghalang apapun.
Pyaitu “Melihat dengan jelas” itu sulit sekali. Jangankan melihat
dengan jelas menurut Ma’rifat, baru melihat denegan jelas di
tingkat Tarikat (mengerti) saja, tidak mudah, sebab banyak
penghalangnya. Seperti yang diperintahkan di dalam Surat Yasin
ayat 9,10 “ wa ja’alnaa min baini aidihim saddan wamin chalfihim
saddan faghsyainahum fahum laayubshiruun ( Dan Ingsung sudah
membuat penutup di depan dan di belakang, dan Ingsun tutup
penglihatannya hingga tidak bisa melihat segalanya), terusannya:
Wasawaaa’un ‘alaihim andzartahum am lam tundzirhum
laayu’minuun (Sama saja atas orang –orang itu, kamu beri nasihat
atau tidak, tidak akan beriman). Seperti itulah orang yang tertutup
hatinya.
Sehingga: Walau pun sama-sama mempunyai sifat Muhammad,
yang nyata. Namun jangan menganggap mudah mengaku samasama bersifat utusan Pencipta , walau pun seharusnya benar. sebab
kita ini Mukmin “am atau dibawah “am” ini. Yang sering itu
menjadi utusan ... Nafsu, atau menjadi pengikut ... syaitan (Setan
dalam diri atau setan di luar diri).
11.kartosuwiryo :
Sudah- sudah, Kak (Sambil mata sembab meneteskan air mata),
hatika sangat pedih. A’udzu billahi minasysyathanirajim (Semoga
saya dijauhkan oleh Pencipta dari godaan syaothan yang terajam).
(Setelah saling berdiam diri beberapa menit): Sekarang saya
mohon penjelasan, bahwa si Wayang yang ingin bertemu dengan
yang Nanggap. Jika puncak ilmu Ma’rifat, itu hanya sampai tingkat
Ma’rifat si Wayang terhadap Ki Dalang (Bab I No.37, Bab.II
No.7), itu kan tidak ada bedanya dengan golongan yang meyakini
bahwa yang Nanggap itu tidak ada. Hanya Ki Dalang yang tetap
abadi atas kudrat iradatnya sendiri.
soebandrio :
Sekilas memang tidak ada bedanaya, namun akibatnya, bukan Cuma
beda, justru berlawanan yang sangat nyata.
Golongan yang meyakini bahwa yang Nanggap itu tidak ada,
kebanyakan mengakibatkan juga meyakini bahwa saat matinya
itu menganggapnya sudah “selesai” tidak ada cerita lagi (Bab I
No.35).
Pastilah tidak ada usaha dan perjuangan, “Ilmunya” tanpa amal,
sebab dalam perkiraannya saat mati pastilah sempurna, sudah
memastikan pasti akan kembali kepada asalnya.
Sedangkan bagi yang meyakini bahwa yang Nanggap itu ada, itu
mengakibatkan memiliki keyakinan bahwa setelah mati itu belum
“selessai” masih tetap terus hidup. Yang semula hidup
mempergunakan basan kasar (jasmani) berada di alam dunia,
kemudian hidup memeprgunakan badan halus (rohani) yang
berada di alam gaib. Di tempat itu masih mengalami rasa enak dan
rasa tidak enak.
Golongan ini, bermacam-macam caranya berusaha dan berjuang
agar terlepas dari segala rasa itu tadi. Ada yang memakai cara giat
shalatnya, ada yang membuang kekayaannya, ada yang
menghindari keramaian, ada yang tidak menikah, bahkan ada juga
menyiksa raganya. Bertindak seperti itu tidak hanya satu hari dua
hari saja, namun sampai tanpa batas waktunya. Seumpama orang
yang berbuat seperti itu, itu dianggap semuanya bodoh, Aku,
Kakamu ini, ikhlas menerima masuk dalam golongan orang bodoh
itu tadi. sebab aku yakin seyakin-yakinnya, bahwa mati itu belum
pasti “selesai”.
12.kartosuwiryo :
Iya Kak, aku sudah mengerti penjelasan tentang perbedaan antar
paham iut tadi. Kemudian Kakak mengatakan tidak mesti “selesai”
itu menurut pemahamanku ada bisa “selesai” sungguhan.
Sedangkan yang dikatakan “Selesai” itu bagaimana? Dan apakah
sebabnya ada yang “selesai” dan ada yang tidak? Bagi golongan
yang meyakini mati belum pasti “selesai” itu, apakah bukan
“selesai” yang dicarinya?
soebandrio :
Yang saya katakan “selesai” itu yang bisa menjalankan “Inna
lillahi wa innaa ilaihi raji’un” – Asal dari Pencipta , kembali kepada
Pencipta , artinya sudah tidak terbayangkan. Yaitu yang disebut Naik
ke dalam Surga yang tertinggi tanpa hisab (Tanpa ditimbang antara
amal dan dosanya, sebab sudah tidak tersentuh dosa). Sudah tidak
merasakan nikmat kubur atau pun siksa kubur, sudah terbebas dari
hari kiamat (sewaktu roh-roh dibangkitkan dari alam kubur).
Memang “selesai” itu yang dicari oleh para pencari Hakikat. Akan
namun pencarian apakah cukup hanya mempergunakan anggapan
saja, tanpa syarat-syarat? sebab yang bisa melakukan yang seperti
itu hanya para Rasul, para Nabi dan para Wali namun tidak semua,
dan para Mukmin yang diijinkan oleh Pencipta .
Maka dari itu, orang yang shalat, setelah membaca tahiyyat akhir
kemudian berdoa “A’udzubika min ‘adzaabil qabri” (semoga
terjaga di siksa kubur), itu sudah semestinya bagi Mukmin “Am,
sebab memang siksa kubur itu yagn sangat ditakuti. Jika tidak
mengalami siksa kubur, berarti merasakan nikmat kubur, sambil
menunggu datangnya hari kiyamat, barangkali setelah dihisab, bisa
naik ke surga. Walau pun di surga yang paling bawah sendiri,
tentunya merasa nikmat, dibanding masuk ke dalam neraka, neraka
yang mana saja.
13.kartosuwiryo :
Wahhh... Sekarang sudah sampai membicarakan tentang
meninggal dunia, yang menurut penyampaian Kakak, juga perlu
dijelaskan, termasuk baku bagian ke II bagi ilmu hakikat, (Bab I
No.7). Akan namun saya ingin menyela terlebih dahulu minta
dijelaskan terlebih dahulu. Apakah golongan yang meyakini bahwa
Yang Nanggap tidak ada itu tanpa dasar? Jika aku tidak keliru, itu
kan ilmunya Syeikh Siti Jenar, yagn tidak sedikit pengaruhnya
kepada bangsa kita ini, iya kan Kak?
soebandrio :
Nahhhh.. ini sama saja aku kamu paksa untuk basah semua!
Memang demikian, aku hanya ingin mengatakan paham
keyakinanku sendiri, yang menjadi keyakinanku sendiri. Yang
menimbang dan membandingkan dengan yang lainnya itu kamu
sendiri (Bab I No.29).
Ilmu milik Syeikh Siti Jenar yang sebenarnya, itu tidak ada yang
tau, sebab Syeikh Sitijenar tidak meninggalkan Kitab yang
menjelaskan paham keyakinannya. Sedangkan paham yang kamu
sebut ilmu dari Syeikh Siti Jenar itu tadi, tidak lain hanya pendapat
para Pengarang Kitab Sitijenar, atau pendapat para guru wirid
speeninggal Syeikh Sitijenar, yagn belum tentu cocok dengan
ilmunya Syeikh Sitijenar yang sebenarnya.
Sedangkan ilmu dari Syeikh Sitijenar yang sebenarnya itu,
perkiraanku berasal dari ilmu Falsafah Tashawwuf Islam yagn
berkembang di Negara-negara Islam saat abad ke 12 dan 13
Masehi. Yaitu yang disebut paham Wahdatul Wujud. Yaitu sebuah
paham yang meyakini bahwa makhluk dan yang mencitakanitu
“Sajatin”: Satu. Sedangkan saat menyebut dua itu sebab
penglihatan dari makhluk itu sendiri. Jika melihatnya dari Pencipta:
“Satu utuh” bukan dua. Contohnya bagaikan Samudra dan
ombaknya, seperti api dan nyalanya, seperti madu dan rasa
manisnya.
Seperti itulah paham Pujangga Sufi Muhammad Bin Ali bin
Ahmad bin Abdullah yang bergelar Muhyidin Al-Hatiniy atau Ibnu
Arabiy.
Paham itu memisahkan diri dengan paham lainnya sebelum itu,
yang pada umumnya meyakini bahwa Makhluk dengan
Penciptanya itu dua.
Selanjutnya, dua paham itu masih tetap menjadi perselisihan
sampai dengan sekarang belum ada akhirnya. Golongan yang
meyakini bawa makhluk dan Pencipta itu dua, mempunyai
pendapat bahwa Makhluk an khaliq itu tidak sama Dzat-nya.
Sehingga menuduh sangat sesat jika ada yang mempunyai
anggapan: Makhluk itu bisa menyatu dengan Khaliq, setinggitinggi Cuma bisa ... mendekat atau bisa bertutur kata saja.
Nahhh. Sehingga tadi aku mengatakan, jika yang kamu sebut Ilmu
Syeikh Sitijenar itu, belum tentu cocok dengan ilmunya Syeikh
Sitijenar yang sebenarnya ........ sebab “Ilmu dari Ibnu ‘Arabiy itu
menggunakan “Amal. Akan namun yang kamu kira ilmu dari
Syeikh Sitijenar itu tadi, pada umumnya hanya berhenti pada
pemahaman saja. Jika telah memahami merasa telah tamat dan
sempurna.
14.kartosuwiryo :
Sedangkan keyakinan Kakak yang sudah di jelaskan kepadaku, itu
termasuk golongan yang mana, Kak? Aku malah menjadi bingung,
saat beri tahu keyakinan dua macam itu.
soebandrio :
Bagaimanakah kamu itu! Kamu terus memaksa agar aku terus
bertambah basah.
Paham dua macam itu, menurutku: sama benarnya. Menjadi
bermasalah, tidak lain sebab tidak saling menghayati terlebih
dahulu: Manakah yang disebut makhluk di dalam masalah yang
dibicarakan itu?
Jika yang disebut makhluk yang ada di dua ajaran itu, sesuatu yang
berbentuk – kasar atau halus – maka menjadi benar bagi yang
berkeyakinan bahwa makhluk dan Khaliq itu dua, bukan satu dan
tidak bisa bersatu, sebab Khaliq itu tanpa bentuk, bukan jisim,
bukan jirim (Jisim dan Jirim untuk lebih jelasnya di Buku Serat
Wulang Reh di blog yang sama), Tidak bisa dibayangkan.
Sedangkan jika yang disebut makhluk dalam keyakinan itu
Bayangan Matahari bagi si Jambangan berisi air, tentulah benar
yang meyakini bahwa makhluk dan chaliq itu: Satu, iya kan?
Tentunya tidak salah jika makhluk bisa menyatu dengan khalik, ta?
Bagaimana...... apakah masih kurang jelas keteranganku ini?
15.kartosuwiryo :
Sudah jelas Kak, dan saya sudah puas. Sekarang saya mau minta
penjelasan sedikit, akan namun jangan menjadikan Kakak menjadi
tidak enak hati.
Setiap Kakak menganjurkan tentang menjalankan Syari’at Agama
apa saja yang dianut (Bab I No.11) atau yang disenangi (Bab I
No.37). Akan namun entah sebab apa, penjelasan Kakak kepada
saya ini jelasa mengarah kepada Islam dan hanya mengambil dari
dalil-dalik Qur’an saja?
soebandrio :
Bukan sebab sebab apa-apa, hanya terbawa oleh sebab aku ini
orang Islam, Sedangkan jika kamu bertanya “Apa sebabnya Kakak
memilih Agama Islam?” Pertanyaan seperti itu sama saja dengan
kamu bertanya “Apa sebabnya Kakak membangun rumah memilih
model kampung, bukan model limasan saja?” Nah... itu sebenarnya
hanya sebab senang model saja, tidak ada sebab lain lagi. Menurut
pendapatku: Agama itu Internasional, artinya, untuk orang sedunia.
Dari tanah mana saja asalnya, jika aku senang, ya itulah yang saya
anut.
Oleh sebab aku menyenangi, sehingga masuk kepada kata-kata
“Orang senang, tidak kurang sanjungannya”. Sebagian dari
sanjunganku, yaitu dari kitabnya (Qur’an) yang walau pun sudah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, akan namun dalam bahasa
aslinya tidak akan pernah hilang, sehingga bisa dicocokan: Apakah
terjemahan itu obyektif (apa adanya), apakah ditambah-tambahi
menurut selera yang menterjemahkan (subyektif). Sedangkan
Kitab Suci yang lain-lainnya tidak demikian!
Barangkali jika kamu menginginkan yang kadang kala mendengar
kutipan yang berasal dari kitab-kitab suci selain Qur’an, aku tidak
keberatan. Dan aku juga mempelajari, sebab aku juga percaya
kepada Rasul selain Nabi Muhammad serta percaya kepada Kitab
Suci selain kitab muslim .
Kitab Taurat menyebutkan: “Pencipta kemudian mencitakan manusia
menurut ceritanya, dalam menciptakan yang yang dicontoh cerita
Pencipta , pada hakikatnya laki-laki perempuan” (Purwaning dumadi
I:27).
Di dalam Injil menyebutkan: Tidak ada orang yang mendekat
kepada Rama jika tidak keluar dari aku. Jika kamu mengetahui
tentang aku, pastilah mengetahui Romoku” (Jochanan 14:6-7)
“Orang yang ttelah melihatku, sehingga sudah melihat Sang Rama.
Apakah kamu tidak percaya, bahwa aku ini ada di dalam Sang
Rama, dan Sang Rama ada di aku?” (Id. 14: 9,10).
Cobalah rasakan! Yang dikatakan Manusia mencontoh cerita dari
Pencipta dalam Kitan Taurat itu, tentunya sama dengan yang saya
umpamakan Bayangan dari matahari dengan matahari, iya kan?
Sedangkan yagn disebut Sang Putra dengan Sang Rama di dalam
Kitab Injil itu tadi, itu kan aku, iya kan?
Sedangkan di dalam kitab muslim juga menerangkan: Lam yalid wa
lam yuulad (Al-Ikhlas 3 = Tidak beranak dan tidak peranakkan),
An da’auli’rrahmani waladan wa maayanbaghie li’rrahmani an
yattahidza waladan 9 Maryam 91,92 = Mereka mengatakan bahwa
Pencipta itu mempunyai anak, Pencipta dikatakan mempunyai anak itu
tidak benar), sebab ada orang yang meyakini bahwa kata “Putra”
itu bermakna Leterlijk, bukan symbolisch yang ibaratnya yaitu
bayangan.
16.kartosuwiryo :
Sudah Kak, dalam saya mengajak Kakak untuk membelokan
pembicaraan hingga benar-benar basah, sudah cukup. Sekarang, Kakak berkenanlah Kakak untuk menjelaskan tentang SiksaKubur
itu bagaimana sehingga bisa diterima oleh akal dan pikiran?
soebandrio :
Kepercayaan terhadap adanya siksa kubur dan tentang
menjalankan keutamaan agar tidak mengalami siksa kubur itu,
sebenarnya sudah sejak jaman dahulu kala, sebelum adanya
Agama yang disyiarkan oleh para Nabi utusan Pencipta .
Sedangkan tumbuhnya kepercayaan saat itu, entah sebab
berasal dari gagasan saja, seperti: (a) Di alam saat tidur, tiba-tiba
menemukan cerita yang disebut bermimpi (b) Memperhatikan
segala perbuatan pasti mendapatkan buahnya (c) Dan lain-lainnya,
entah sebab ada yang dituakan yang mendapat ilham dari Pencipta
sehingga bisa melihat atau bisa berkomunikasi dengan roh orang
yang sudah meninggal dunia, saya kita tidak perlu dibicarakan
panjang lebar.
saat memasuki jaman Para Nabi dan para Rasul yang bertugas
menyiarkan Agama, mereka semakin menguatkan bahwa
keyakinan yang semula masih samar-samar itu, memang benarbenar ada. Tentulah saat para Rasul menerangkan wasiat itu tadi
tidak hanya berasal dari gagasan saja dan tidak hanya untuk
menakut-nakuti saja. Artinya memang benar-benar ada dan para
Rasul memang benar-benar mengetahui, sebab para Rasul itu
bersifat Sidiq, Amanat, Tabligh, Fathanah (Bab II No.5).
Sehinga seharusnsya, kita ini hanya cukup percaya saja terhadap
kabar ini , sebab tentang Jiwa itu memang sulit. Firman
Pencipta di dalam kitab muslim : Wa yasalumaka ‘ani’rruhi quli’rruuhu
min amri rabbi wamaa uutietum minal ‘ilmi illa qallilan (Israa’85 =
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah: Roh itu
urusan Pencipta ku, kalian tidak diberi pengetahuan kecuali hanya
sedikit saja).
17.kartosuwiryo :
Kak, saat kepercayaan tentang adanya Pencipta yang berbahaya,
yang rahasia seperti itu, Kakak berkenan memberikan penjelasan
yang sangat memuaskan perasaan hatiku. Maka dari itu tentang roh
dan siksa kubur, saya juga mohon untuk dijelaskan dengan sejelasjelasnya, jangan dibatasi seperti itu tadi.
Namun, sebelum Kakak berkenan membuka pagar ini , saya
mohon penjelasan terlebih dahulu: Yang disebut “Kubur” itu apa?
Apakah Kuburan atau begraafplaats (tempat untuk memendam
mayat) seperti itu Kak?
soebandrio :
Begraafplaats itu dalam bahasa Jawa disebut “Jaratan” atau
“Pajaratan” namun kata “Jarat” artinya apa, saya sendiri tidak
mengerti. Sedangkan kata Jawa “Kuburan” Ngubur, dikubur, itu
sebenarnya yaitu salah, sebab mengambil dari kata Arab
“Qubur” (ism mufrad Qabrun, ism jama Qubuurun), yang artinya
.... akan saya terangkan nanti saja.
“Jaratan” terkadang disebut juga “Makaman” itu juga mengambil
dari Bahasa Arab: Makam (Maqam) yagn artinya yaitu Tempat,
sembarang tempat, bukan hanya tempat mayat. Dan juga kadang
disebut “Kramatan” menurut perkiraanku juga mengambil dari
Bahasa Aarab (Rahmat), yang artinya kemurahan. Maksudnya:
Bahwa Mayat yang dipendam di tempat itu itu terhormat atau
mendapatkan kemurahan Pencipta .
Sedangkan di bahasa haluskan dalam bahasa Jawa (Dikramakan)
menjadi “Pasareyan” uatau “Setana” (Istana), tentunya kamu sudah
mengerti. Maksudnya: Semua mayat yang diteempatkan di tempat
itu, bukannya dianggap mati, hanya Tidur saja, dan di anggap
bertempat tinggal di Istana yang indah.
Sedangkan Kata Arab “Qubur” itu tadi, di dalam Qur’an juga
disebutkan “Barjah”. Pada umumya dianggap sebutan “Alam”,
akan namun tidak terlihat oleh mata seperti halnya alam dunia ini.
Anggapan “Sebutan” itu tadi, sebenarnya masih salah,
sepertihalnya Madinah (Madinatun) yang semula bermakna
“Kota” lama-kelamaan berubah menjadi “Nama Kota” (Madinah).
Sedangkan kata “Kubur” atau “Barja” itu, berasal dari kata
suasana, yang artinya: (a) Peralihan, antra alam dunia dan alam
lainnya lagi, (b) Tahanan: Menunggu waktu akan diadili, (c) Hijab,
penutup, sebab sudah tidak bisa melihat alam dunia, namun belum
melihat alam lainnya lagi.
Maka dari itu, janganlah kamu salah dalam memahaminya, Kubur
itu, kamu maknai Kuburan atau Jaratan. Jelasnya: Seandainya ada
orang yang meninggal dunia sebab tenggelam di laut, atau
meninggal karna dimakan harimau, atau mati denegan tubuh
hancur sebab terkena bom atoom, itu rohnya juga mengalami
siksa kubur atau nikmat kubur, walau pun mayatnya tidak di tanam
di Jaratan.
Sedangkan bagi orang yang meninggal dunia dan mayatnya tidak
hancur seperti yang saya katakan itu tadi, roh-nya memang ada
yang menunggui bekas raganya, dalam beberapa waktu. Oleh
sebab itu, sehingga ada pendapat mayat dibalsam agar tidak rusak,
agar supaya roh-nya tetap menunggui raganya hingga beratus-ratus
tahun. Dan sebailknya ada yang berpendapat: Mayatnya dibakar,
agar cepat rusak, supaya roh-nya cepat merdeka, bisa ke sana ke
mari, tidak menunggi raganya saja.
Sedangkan tentang yang dialami oleh para ahli kubur itu, ini
di dalam Hadits, seperti ini:
Sahabat Ibnu Abbas menceritakan: Pada suatu hari, Rasulullah
lewat di jalan yang berdekatan dengan makam, mendengar orang
sambat kesakitan, sebab mengalami siksa kubur. Beliau kemudian
mengambil pelepah kurma, setelah dipatahkan menjadi dua,
masing-masing kemudian diletakkan di atas makam orang yang
mengeluh itu tadi, sambil berkata: “Semoga orang yang sedang
mengalami siksaan ini mendapatkan kemurahan selagi pelepah
kurma ini belum kering.” (Hadits Shahih Buchari).
Ada lagi: Sahabat Abu Ayub menceritakan: Pada suatu hari
Rasulullah keluar setelah matahari terbenam. Beliau mendengar
suara, para sahabat yang mengiringkannya juga mendengarnya.
Beliau kemudian berkata “Orang Yahudi sedang disiksa di dalam
kuburnya” (Hadits Shahih Muslim).
18.kartosuwiryo :
Cukup tiga itu saja Kak!! Apakah Kakak berkenan memberi
penjelasan yang lebih jelas, bukan atas dasar cerita seperti itu? Dan
apakah sebabnya, Kakak hanya memetik dari hadits saja? Apakah
di dalam kitab muslim tidamasalah itu?k ada ayat-ayat yang
menjelaskan
soebandrio :
Di dalam kitab muslim tidak kurang ayat-ayat yang menjelaskan
tentang alam akhirat, hari kiamat, surga dan neraka, dan lain
sebagainya. Dan saya perlu untuk menjelaskan terlebih dahulu
yang sejelas-jelasnya, maka dari itu belum saya petik.
Sepertinya kamu lebih puas, atas keterangan yang berdasarkan AlQur’an dibanding keterangan yang berdasarkan Hadits. Itu
menandakan bahwa dirimu mempunyai pertimbangan yang
atajam. Alhandulillah. Memang di dalam Tharikat, Hakikat dan
Ma’rifat, untuk bisa pas jika menggunakan dasar kitab muslim . Akan
namun kamu jangan menyalahkan dan menyepelekan Hadits, sebab
banyak sekali aturan dan Rukun Islam yang tidak disebutkan di
dalam kitab muslim , disebutkan di Al-Hadits.
Sehingga: Ajaran yang bersumber dari Hadits itu, sebagian besar
memang untuk Syari’at. Sama dengan pendapatnya Abu Hurairah
Hafidhatumin Rasuulillahi wi’aaani faaammmaa ahaduhumaa
fabatsatstuhu waamma ilaa charufalan batsatstuhu qufi’a
hadazalbul ‘umu (Hadits shahih Buchari = Saya hapal dari
Rasulullah Haidts dua karung, yang satu karung sudah saya siarkan
sedangkan yang sekarung lainnya, jika saya siarkan, pastilah saya
disembelih orang), Maksudndya Hadits yang tidak disiarkan itu
memang tidak cocok seumpama disiarkan kepada orang banyak
(massa).
Tentang keadaan roh manusia yang sudah terpisah dari badan
kasarnya itu, selain ini di dlam Hadits yang di antaranya
sudah saya katakan itu tadi, juga termuat di dalam kitab muslim .
Nanti kita bicarakan dengan jelas, Ada lagi keterangan yang
berasal dari sumber yang lain.
Ada ilmu yang disebut Spiritisme, yaitu cara memanggil Roh
orang yang sudah meninggal dunia, atau cara berhubungan
(berdialog) dengan Roh orang yang sudah meninggal dunia.
Adanya ilmu itu sudah sejak jaman dahulu kala, yang kemudian
tertutup, sebab (a) kalah pengaruh oleh ilmu Agama, yang
sebagian besar mengajarkan agar orang percaya begitu saja
(Dogmatisch). (b). Kalah pengaruh dengan ilmu Materialisme,
yang keyakinannya hanya percaya kepada segala sesuatu yang bisa
terlihat mata saja.
Di dalam abad ini, ilmu Spiritualisme itu tadi, tiba-tiba muncul
kembali, justru kemunculannnya di wilayahnya orang-orang yang
ini di hurus (b) itu tadi. Sudah banyak yang mengamalkan
(mempraktekkan), serta tercapai apa yang menjadi tujuannya.
Ilmu ini justru bisa dipergunakan untuk membuka keruwetan
perkara lahir, seperti: Orang mati yang meninggalkan harta benda,
akan namun ahli warisnya tidak mengetahui di mana
menyimpannya; Orang yang meninggal dunia sebab dibunuh,
tidak ketahuan sipa pembunuhnya, dan lains ebagainya. Juga bisa
ditanyai bagaimana keadaanya roh itu enak atau tidak enak, terang
ataukah gelap, longgar ataukah sempit lingkungannya, dan
sebagainya.
Bagaimana, apakah kamu masih ragu-ragu tentang roh yang tetap
hidup yang berada di alam kubur itu? Apakah semua keterangan
ini belum bisa membuat puasnya hatimu?
19.kartosuwiryo :
Soal ragu-ragu, itu tidak, Kak! Penjelasan Kakak sebelumsebelumnya sudah menjadi kepercayaanku, Jika konstruksi dari
manusia itu terbentuk dari !. Purusha (Pencipta e tiap diri manusia)
yang memiliki sifat Hidup. II. Badan halus, juga jiwa atau Roh. III.
Badan kasar yaitu raga kita ini, Bab I No.18, 31,32,33).
Untuk orang yang belum sempurna seperti saya ini, jika badan
kasar sudah rusak, tinggal badan halus (roh) yang masih memiliki
daya Hidup dari Sang Purusha, sehingga roh ini masih lestari
hidup (Bab I No.32). Contohnya ada yang seperti bayangan dari
matahari menempel di air yang tumpah melebar, Disebab kan Si
Jambangan sudah pecah, ada yang seperti bayangan matahari yang
melekat di air yang menempel di pecahan jambangan (Bab I
No.36). Itulah keadaan roh yang telah bebas bisa ke sana akemari,
dengan roh yang masih menunggui raganya di pemakaman.
Sebenarnya: Daya hidup itu kekal, aku sudah tidak ragu-ragu, akan
namun terus terang saja, penjelasan Kakak mengenai keadaan para
ahli kubur, aku belum puas. sebab Hadits dan Spiritisme itu
hanya menceritakan pengalaman orang lain, tidak setiap orang bisa
membuktikannya sendiri. Yang ku harapkan, Kakak bersedia
memberikan penjelasan yang sesaat aku bisa merasa yakin nyata,
yang selanjutnya menjadi pemahamanku, menjadi ilmuku dan
menjadi kepercayaanku, siapakah dan apakah yan menyebabkan
kejadian yang dialami oleh para ahli kubur itu?
soebandrio :
Permintaanmu sebenarnya amat sangat sulit. Namun memang
lebih baik berbicara dengan orang yang sepertimu ini, dibanding
berbicara dengan orang yang fanatik dan yang percaya tanpa bukti,
yang tidak mau mempergunakan akal dan pikirannya.
Jika uraianku ini masih tetap tidak bisa membuat kepuasan hatimu,
penyebabnya tidak lain sebab kebodohanku, yang tidak bisa
memberikan penjelasan, atau dari (Maaf .. satu baris tidak terbaca).
Seumpama sekarang kamu menerima Telegram dari sbuah
Jawatan, dipindah ke tempat yang sangat jauh, menyeberang lauan.
Kamu harus sberangkat sekarang juga, tidak boleh membawa
teman, bahkan untuk berpamitan kepada anak istrmu saja tidak
diperkenankan. Saya pastikan saat kamu ada di sana, kamu
merasa tidak enak, ingat anak istrimu, ingat rumahmu, ingat
peliharaanmu burung perkutut, dan lain sebagainya. Padahal
ragamu lengkap beserta perlengkapannya “Astendriya”: Sehat
semua, tidak ada yang sakit, akan namun merasa tidak enak. sebab
yang merasakan tidak enak itu rohmu, yang dengan pirlengkapan
“Rasa Sadar” atau “Rasa Jati” (Bab I No.29).
Seperti itulah gambaran dari siksa kubur bagi orang yang lebih
cinta kepada dunia dibanding cinta kepada Pencipta nya, Sedangkan
rasa yang dialami , lebih berat siksa kubur daripada gambaran itu
tadi. Sebab dalam penggambaran itu: badan kasar beserta
perlengkapannya tidak sakit dan masih lengkap, sehingga masih
bisa berfikir dan bisa berusaha agar meringankan rasa yagn
dialaminya, seperti: mencari hiburan di sana. Jika terpaksa tidak
mendapatkan hiburan, bisa segera kembali ke tempat asalnya yang
lama. Sedangkan di alam kubur tidaklah demikian, sebab sudah
tidak mempunyai badan kasar beserta kelengkapannya, sehingga
sudah tidak bisa berfikir dan tidak bisa berusaha apa-apa. Juga
tidak bisa segera minta pulang kembali ke tempat yang lama.
Masih meneruskan penggambaran itu tadi, Ya! Seumpama yang
menerima Telegram untuk pindah itu orang yang sangat taat
kepada Negara, pastilah tidak merasakan rasa yang demikian itu,
sebab lebih cinta kepada Negaranya dibanding kepada anak
istrinya dan kepada dirinya sendiri. Dia, justru merasa gembira,
sebab melaksanakan tugas dipindah dengan di telegram itu tadi.
Dalam hal tidak bisa berpamitan kepada anak istrinya tidak
menjadi apa, seumpama pamitan ya hanya saling mencegah sambil
menangis. Ini gambaran dari nikmat kubur, bagi para zaahid yaitu
orang yang tidak terikat kepada dunia (zuhud).
Gambaran yang lain lagi: Seumpama, aku berada di dalam
tahanan, menunggu waktu untuk diadili (Bab II No.17), Pastilah
aku merasa menyesal sebab dosaku yang sudah saya lakukan,
serta jantung berdegup kencang sebab merasa khawatir terhadap
hukuman yang akan saya terima. Yang ku harapkan, semoga cepat
diadili, menjadikan perasaan ini merasa hari yang sangat panjang,
yang semakin menambah perasaan tidak enak dalam diriku.
Seperti itulah gambaran dari siksa kubur, yang tertulis di dalam
Hadits digigit ular berbisa yang banyak dan berkepala tujuh itu.
(Maaf tidak terbaca, kertasnya rusak) // Namun lebih berat siksa
kubur dibanding dengan orang tahanan itu, sebab kesusahan bagi
orang yang di tahan saat tidur sudah tidak terasa, serta lamanya
dalam tahanan masih bisa dikira-kira, sedangkan siksa kubur itu
tidak ada selanya untuk tidur, dan lamnaya sampai dengan diadili
itu hanya tergantung kehendak Pencipta sendiri.
Akan namun , seumpama aku tidak merasa melakukan perbuatan
yang menjadi larangan Hukum Pidana, pasti aku tidak merasa
menyesal seperti itu. Merasa nyaman saja, sebab tidak sendirian,
sebab lagi musimnya para saudara ditangkapi dan ditahan. Justru
ada perasaan gembira, sebab perawatannya bagus, dan saya bisa
beristirahat dari kerepotan urusan rumah. Sehinga cepat atau
tidaknya untuk diadili, itu tidak menjadi pengharapan saya, hanya
tinggal pasrah sekehendak yang akan mengadili, Demikian juga
rasa khawatir terhadap putusan pengadilan, itu tidak akan ada,
sebab aku percaya bahwa Negara Hukum tidak akan menghukum
orang yagn tidak bersalah. Yang pastinya perkaraku akan bebas,
terkadan akan disusul dengan tidanakan rehabilitasi dari Negara
(dikembalikan kehormatannya) jika beruntung akan mendapatkan
ganti kerugian sebab ditahan tanpa salah.
Seperti itulah gambaran dari siksa kubur yang menggunakan
contoh seseorang yang berada di dalam tahanan.
Bagaimana? Apakah masih kurang jelas dan belum menjadikan
kepuasan di dalam hatimu?
20.kartosuwiryo :
Hanya sekedar contoh atau perumpamaan, sudah sangat jelas
sekali Kak. Akan namun kepuasan hatiku masih belum 100%.
Perkiraanku Kakak masih mau memberikan penjelasan lagi, yang
bisa menyebabkan kepuasanku menjadi 100%.
soebandrio :
Aku setuju adaja!! Sekarang bukan contoh, jelas nyatanya, dan
sama-sama kita lakukan tiap harinya, yaitu .... Tidur.
Keadaan dalam tidur itu sangatlah mirip dengan keadaan mati,
Keadaan yang jelas menurut ilmu kedokteran, ilmunya carilah
sendiri, jujur saja aku belum pernah membaca bukunya. Menurut
pendapatku, entah benar entah salah, secara garis besar sebagai
berikut:
Tidur itu, badan kasar beserta perlengkapannya yang bernama
Astendriya masih tetap keadaannya, hanya saja peralatan-peralatan
itu mesinnya dalam keadaan istirahat, tidak berfungsi, namun daya
(Stroom) sebagai penyebab bisa berbuat, yaitu yang bernama
“RASA” atau “Tali Rasa” masih tetap keadaannya. Roh-nya yang
mempergunakan alat yang bernama “Rasa Sadar” atau “Rasa Jati”
belum pisah dari badan kasar. Napas sebgai tali hidup, dan darah
yang menjadi sifat hidup, belum rusak dan masih tetap
peredarannya.
Dilama alam tidur, peralatan Roh yang bernama rasa sadar atau
rasa jati, terkadang ingat terkadang tidak, sebab saat astendriya
beristirahat .... Lesss Tidur ... itu melewati Bengawan yang
bernama “Lupa”.
Mati itu, badan kasar beserta perlengkapannya yang bernama
astendriya sudah tidak seperti semula. Peralatan-peralatan ini
dalam tidak bisa kerja lagi, disebab kan daya yang menjadi sumber
untuk bisa bekerja, sudah tidak tersambung. Roh sudah terpisah
dengan badan kasar, bersamaan dengan saat nafas dan darah
berjalan untuk yang terakhir kalinya.
Di dalam alam kematian itu. Peralatan Roh yang bernama Rasa
sadar atau rasa jati, selalu ingat saja, sebab terpisahnya roh dari
raga, tidak melewati Bengawan yang bernama “LUPA”.
Seperti itulah pendapatku tentang keadaan Tidur dan dalam alam
kematian. Di dalam Qur’an juga dijelaskan dengan singkat padat
seperti ini: (Az-Zumar 42): Pencipta u yatawaffa alanfusahiena
mautihaa (Pencipta mengambil nyawa badan saat badan itu mati)
wa allatie lam tamut fimanaamihaa ( dan mengambil nyawa badan
yang belum mati yaitu saat tidur) fayumsiku allatie qadla
‘alaihan almauta (DIA, menahan Nyawa badan yang sudah pasti
mati) wajursilu aluchraa ilaa ajalin musamman (dan
mengembalikan nyawa badan yang tidur itu pada waktu yang
sudah ditentukan) inna fiedzalika laayatin liqaumin yatafakkaruuna
(Sungguh itu menjadi tanda kebenaran Pencipta bagi orang-orang
yang mau berpikir).
Perintah Qur’an itu, bandingkan dengan uraian Serat Suluk yang
seperti ini bunyinya (Pangkur):
Kang aran talining gesang
Swasananta tan kandeg rina wengi
Tanpa pakon lampahipun
Iyeku aran nyawa
Balik sapa iya ingkang ngajak turu
Lawan ingkang ngajak gesang
Tunggale kang ngajak mati.
Artinya:
Yang disebut tali hidup
Suasana-Nya yang tidak pernah terhenti siang dan malam
Tidak ada yang memerintah dalam berjalannya
Itulah yang bernama Nyawa
Sedangkan, siapakah yang mengajak tidur
Serta yang mengajak hidup
21.kartosuwiryo :
Iya, iya Kak, sudah jelas lebih dari jelas, bahwa saat tidur itu
dekat dengan alam kematian. Nah, kemudian yang berhubungan
dengan penjelasan tentang keadaan para ahli kubur itu, bagaimana?
soebandrio :
Jika kamu sudah mengakui, saat dalam keadaan tidur itu dekat
sekali atau sangat mirip dengan alam kematian, tentunya kamu
juga akan mengakui dan percaya, bahwa pengalaman yang
ditemukan di alam tidur itu juga banyak sekali ..... (maaf teks asli
tidak terbaca sebab kertas rusak)
Nahhh... penjelasan selanjutnya begini:
Di depan sudah saya katakan, dan ini tadi juga baru saja katakan lagi, singkatnya: Bentuk dari
Astendriya itu untuk bisa berbuat sebab ada mesinnya, serta mesin
itu untuk bisa berfungsinya sebab teraliri oleh Stroom yang
bernama Tali Rasa. Itu semua saya sebut sebagai peralatan badan
kasar.
Namun ada kalanya, walau pun duduk santai seperti ini, tali rasa itu
tadi kadang menyambung sampai ke rasa jati (Peralatan badan
halus), itulah yang bisa menyebabkan saat tidur menemukan
cerita yang bernama mimpi, enak atau tidak enak, terkadan hingga
mengigau, tindihen atau kagum-kagum.
Sedangkan mimipi itu berlawanan dengan yang sedang diinginkan.
Seperti, jika kamu sedang membenci seseorang, sangat ingin untuk
mengalahkannya, menurutku justru kamu akan bermimpi dikejarkejar oleh orang tadi. Jika ada sesuatu barang yang sangat kamu
senangi, dan kamu sangat mengawatirkan kehilangan benda itu,
menurutku justru kamu malah bermimpi kehilangan barang
ini . Demikianlah selanjutnya.
Itulah cerita di alam tidur yang bernama mimpi, itu sebagai
gambaran yang banyak kemiripannya dengan cerita di alam
kematian yang disebut alam kubur itu tadi. Mimpi gembira dan
enak itu sebagai gambaran nikmatnya laam kubur, sedangkan
bermimpi ruwet, tidak enak, itu gambaran siksa kubur.
Cobalah rasakan. Di dalam alam mimpi, seumpama kita
menghindari bahaya, kan hanya lari-lari saja, terkadang kembali
lagi ke tempat bahaya itu tadi. Tidak punya akal atau cara seperti
saat dalam alam sadar, sebab nalar dan pikiran tidak berfungsi.
Namun ruwet bagaimana pun, jika sudah terbangun: lepas.
Sedangkan siksa kubur, kapan terlepasnya .......? Hanya Pencipta yang
Maha Mengetahui. Nah.. tentunya sangat menakutkan ta? Begitu
pun ada yang tidak takut terhadap siksa kubur, entahlah! Aku
termasuk golongan orang yang takut terhadap siksa kubur, takut
yang sebenar-benarnya.
22.kartosuwiryo :
Sudah, Kak, Sekarang aku sudah percaya bahwa siksa kubur itu
memang ada, dan aku sudah puas atas pemberian semua penjelasan
Kakak. Hanya saja saya mohon tambahan pejelasan, disebabkan
oleh apakah di dalam mimpi atau di alam kubur, kita justru
menemukan sesuatu yang berlawanan dengan yang kita inginkan?
Apakah semua cita-cita seperti itu akibatnya?
soebandrio :
Sebentar dulu! Tentunya kamu kan sudah tau, perbedaan antara
keinginan dan cita-cita itu? Seumpama kamu punya keinginan
untuk memiliki ranti jam emas 22 karat, namun terhenti hanya
pada keinginan saja, tentunya tidak akan bisa terlaksana untuk
memilikinya. Sedangkan jika kamu usahakan, dengan jalan
mengumpulkan uang untuk membelinya, tentu akan bisa memiliki.
Apakah 22 karat sungguhan ataukah kurang, itu tergantung
banyaknya uang dalam kamu mengumpulkannya. Jika kamu tidak
mengerti perihal emas, terkadang justru mendapatkan emas palsu.
Namun, tetap apa yang kamu usahakan itu terlaksana. Wajida
Wajidahu (Siapa bersungguh akan terlaksana).
Seperti itulah perbedaaan keinginan dan cita-cita itu. Sedangkan
penyebab bahwa keinginan saja (tanpa di usahakan dan tanpa
amal) justru membuahkan hasil yang berlawanan, itu seperti ini.
Cipta atau angan-angan orang itu menimbulkan Getaran yang
menembus ke dalam suasana, jalan untuk nembus itu bernama
ombak (gelombang) persis sama dengan zender radio dalam
mengirimkan suara atau telephographie dalam mengirimkan foto,
yang di jaman sekarang bukan suatu hal yang aneh.
Namun ketahuilah olehmu, cipta yang suci serta didorong oleh
cinta itu, seandainya panah: Tajam, seandainya benda yang
dilempar itu mantap, sehingga saat menembus suasana bisa
dengan mudah, sebab suci dan cinta itu jadi jalan ridho Pencipta .
Sebaliknya, cipta yang tertuju kepada urusan dunia, terlebih lagi
sebab terdorong oleh nyala dari hawa nafsu, itu ibarat panah itu
tanpa gendewa, untuk sesuatu yagn dilempear itu ringan, sehingga
saat menembus suasana itu dengan susah payah, yang kadang
justru akan berbalik kembali kepada asalnya, seperti bola yang
dilempar ke tembok. Seandainya saat dilemparkannya ke timur,
arah bola akan berbalik ke barat.,
Ada lagi keterangan yang lebih jelas dan kita sudah berkali-kali
mengalami, yaitu saat kita bepergian dengan tergesa-gesa, ingin
segera sampai ke tujuan. Selama kita menunggu keberangkatan
kereta api atau Bus satu jam saja, di dalam perasaan seolah-oleh
seperti 2 jam. Keinginan kita untuk cepet-cepat, namun rasanya
sangat lama.
23.kartosuwiryo :
Memang benar begitu Kak! Aku sekarang sudah mengerti:
Penyebab siksa kubur yagn bersifat berlawanan dengan keinginan.
Sederhananya Cuma “siksa” itu hanya menurut rasa dari diri
sendiri. Dan jika Kakak berkenan di hati, aku hanya mohon
tambahan pengertian: Ahli Kubur itu, tinggalnya sendiri-sendiri,
apakah satu nasib: Kumpul?
soebandrio :
Yang kamu katakan bahwa siksa itu hanya menurut rasa diri
sendiri itu sudah benar. Namun bukan hanya siksa saja, walau pun
nikmat juga menurut rasa diri sendiri. Seandainya kamu
mencitakan nikmat kubur, serta syarat-syaratnya kamu cukupi,
seperti, teguh beribadah dan memperbanyak amal shaleh, itu juga
akan terlaksana. Artinya, seumpama yang kamu anggap nikmat
kubur itu menempati rumah yang terbuat dari emas, kamu juga
merasa menempati rumah yang terbuat dari emas.
Sedangkan pertanyaanmu itu tadi, sebenarnya tidak perlu dan pakai
sangat. Memang, asal kamu sudah percaya yaqin bahwa siksa
kubur itu ada, terus melakukan tindakan yang utama agar tidak
menemukan siksa, itu sudah cukup, Oleh sebab kamu bertanya,
iya saya jawab, akan namun jangan cepat-cepat kamu percaya.
Jika kamu mempunyai perkiraan, ahli kubur yang mendapat
nikmat berkumpul dengan memperoleh nikmat, sedangkan yang
mengalami siksa juga berkumpul dengan yagn disiksa, pantasnya
kemudian saling membicarakannya --- anggapan yang seperti itu
sangat tidak benar. Kamu masih terbawa anggapan jika alam kubur
itu merupakan sebuah tempat!
Kamu tadi kan sudah berkata, bahwa yang dialami oleh ahli kubur
itu hanya berdasarkan rasa diri yang merasakannya sendiri.
Sedangkan tentang saling berbicara, tentulah tidak ada, sebab
sudah tidak ketempatan akal dan pikiran (Bab II No.21).
Sebagai contoh, jika kamu bermimpi bertemu dengan saya, apakah
aku juga bermimpi bertemu dengan kamu? Tidak!!! sebab
“Kakakmu” yagn ada di dalam impianmu itu buatanmu sendiri,
bukan asli dari badan halusnya kakakmu ini.
Yang saya katakan ini tadi semuanya, ukuran bagi orang “biasa”
seperti aku dan dirimu, sedangkan jika ada yang luar biasa, aku
tidak bisa menjelaskannya.
24.kartosuwiryo :
Iya sudah, Kak, dalam saya memohon keterangan tentang yang
tidak perlu, hanya itu saja. Sekarang Kakak, mohon dijelaskan
sambungan dari yang sudah di sampaikan yang tadi itu.
Kakak tadi mengatakan: Alam kubur itu bermakna: (a) peralihan
antara alam dunia dan alam lainnya lagi, (b) Tahah: menunggu
waku untuk diadili, (c) Penutup: sebab sduah tidak bisa melihat
alam dunia, namun belum melihat alam yang lainnya lagi (Bab II
No.17).Sedagkan “Alam lainnya lagi” itu disebut alam apa? Berapa sih
jumlahnya alam itu, dan bagaimanakah penjabarannya? Dan yang
dikatakan “Waktu diadili” itu apa dan bagaimanakah
penjelasannya?
soebandrio :
Nah, itu pertanyaan yagn sangat penting! sebab rukun Iman itu 6,
yaitu Percaya kepada 1. Pencipta , 2. Malaikat-malaikatnya Pencipta 3.
Kitab-kitabnya Pencipta 4. Utusan-utusannya Pencipta , 5. Hari Akhir, 6.
Takdir baik dan takdir jelek.
Sehingga jika kamu hanya percaya kepada Alalah saja, dan kepada
yang lainnya masih ragu-ragu, itu belum bisa disebut Mukmin
(orang yang beriman). Sedangkan jawaban atas pertanyaanmu itu
nantinya, akan bermanfaat terhadap Rukun Iman yang angka 5 dan
6 itu tadi, Hayatilah dengan sungguh-sungguh, sebab banyak
pecahannya yang membingungkan.
Jumlah alam itu ada beratus-ratus atau beribu-ribu , sebab yang
memberi nama itu manusia ini, menurut anggapannya sendirisendiri dan bahasanya sendiri-sendiri. Bentuk alam ini ada yang
bisa dilihat mata ada yang tidak terlihat mata (gaib), ada yang gaib
namun bisa dibayangkan, ada yang gaib dan tidak bisa
dibayangkan. Sedangkan Pencipta itu Pencipta seluruh alam *Rabbul
‘alamien).
Segala jenis alam itu tentu ada yang mengalami artinya ada yang
membuktikannya, seumpama makanan: pasti ada yang merasakan,
seandainya suatu tempat: pasti ada yang menempati. Sedangkan
keadaan yang mengalami itu pasti cocok dengan keadaan yang
dialami.
Sehingga yang mengalami yang berasa di alam yang terlihat mata
itu keadaannya juga terlihat mata.
Yang menglamai di alam gaib, keadaannya juga gaib.
Yang mengalami di alam yang masih bisa dibayangkan, keadaanya
juga bisa dibayangkan,
Yang mengalami di alam yang tidak bisa terbayangkan, keadaanya
juga tidak akan bisa dibayangkan.
Semua pengalaman itu pasti mempergunakan waktu atau saat atau
jaman atau hari, Keadaan waktu pengalaman itu juga cocok
dengan keadaan yang mengaalami dan keadaan yagn dialami.
Jika alamnya itu bsia terlihat mata, yang mengalami juga terlihat
mata, waktunya juga bisa dihitung menggunakan bilangan yang
terlihat mata.
Jika alamnya tidak terlihat mata, yagn mengalami juga tidak
terlihat mata, waktunya juga tidak bisa dihitung dengan bilangan
yang terlihat mata.
Jika alamnya bisa dibayangkan, yang mengalami juga bisa
dibayangkan, waktunya juga masih bisa dibayangkan.
Sedangkan jika alamnya tidak terbayangkan, yang mengalami juga
tidak bisa dibayangkan, waktunya juga tidak bisa dibayangkan,
yaitu disebut tanpa asal mula dan tanpa akhir.
Cobalah semua itu kamu rasakan terlebih dahulu, jika sudah
terang, nanti akan saya lanjutkan.
25.kartosuwiryo :
Walau pun terlihat mbulet, namun sudah jelas Kak, terus
bagaimana, saya sangat ingin mendengarkan terus.
soebandrio :
Iya pantas dirimu mengatakan mbulet itu. Nah, sedangkan alam itu
tidak pastilah tidak terpisah dengan jaman (hari), sehingga tempat
dari kata alam dan jaman itu kadang kala keliru, terkadang kata
alam juga bermakna jaman.
Seperti halnya di dalam hidup kita yang berada di alam dunia ini,
kima mengalami alam dua macam, yaitu alam saat belum
teringat dan alam setelah teringat, Sedangkan alam setelah teringat
itu, bisa dibagi-bagi lagi, yaitu: alam anak-anak saat belum
merasakan susah. Alam yang sudah bisa merasakan senang dan
susah, alam menginjak dewasa, alam pemuda, alam setengah tua
..... dan seterusnya. Alam kecil-kecil itu apda umumnya tidak
terpikirkan, yang masuk dalam pemikiran dan selalu disebut-sebut:
si jaman.
Sedangkan “Hari Akhir” (jaman akhir, waktu akhir, saat akhir)
yang saya katakan tadi (Bab II No.24) alamnya itu disebut alam
akherat, artinya alam yang akan dialami besok hari, setelah
mengalami alam dunia ini.
Yang disebut “Alamu’l Insan (Alam manusia) yaitu alam yang
pasti dialami oleh kita para manusia ini ada empat, yatu:
1. Alam arwah (alam roh), yaitu alam saat manusia belum lahir
ada di alam dunia ini.
2. Alam dunia, yaitu alam yang kita alami menggunakan badan
kasar sekarang ini.
3. Alam kubur, yaitu alam peraliha, setelah kita meninggalkan
alam dunia dan meninggalkan jasad kita ini.
4. Alam “Akherat, yaitu setelah kita dibangkitkan dari alam
kubur, di hari kiamat.
26.kartosuwiryo :
Hanya empat, Kak? Yang sudah sering saya dengan dan sering
saya baca, alam manusia itu ada tujuh, dan mempunyai nama
sendiri-sendiri. Hal itu Kakak, berkenan memberi penjelasan
sepertlunya, jika kakak mengatakan salah, dimana salahnya yang
tujuh itu?
soebandrio :
Yahhhh... kamu itu selalu mempropokasi aku saja. Aku tidak mau
menyebutkan salah kepada pendapat siapa saja, malahan
pendapatku sendiri: Entah benar-entah salah. WPencipta u a’lam.
Aku tadi sudah mengatakan bahwa alam itu banyak sekali,
menurut anggapan dan bahasanya yang menyebutkannya (Bab II
No.24), sehingga pemahamanmu janganlah tebawa oleh ....
“Nama”, sebab semua itu “Bukan nama” Eignaam atau merek,
hanya “Tanda” keadaan menurut anggapan yang memberi “tanda”
Alam tujuh yang kamu katakan itu tadi, tidak lain hanya nama dari
alam arwah dan alam dunia, ditambahi alam Uluhiyah, asal mula
semua makhluk, yaitu alam yang tidak bisa terbayangkan. Di
dalam penjelasanku itu tadi, alam uluhiyah tidak saya sebutkan,
sebab aku hanya menerangkan alam dari manusia saja. Sedangkan
yang bernama manusia atau titah setelah bersifat arwah (roh).
Sedangkan alam kubur dan alam akhirat di dalam penjelasanku
tadi, umumnya tidak dikatakan dalam wirid-wirid, sebab
anggapannya: Yang disebut “Asal” itu berjaannya dari asal semula
menuju ke alam dunia, sedangkan yang disebut “tujuan” (mati) atu
berjalannya dari alam dunia kembali pulang menuju asal
kejadiannya. Sehingga alam-alam yang dilewati saat kembali
pulang itu tidak lain yaitu alam-alam yang dilewati saat
tercipta, jumlahnya tujuh, sehingga perinciannya disebut “Martabat
Tujuh”
Bagaimana? Apakah kamu sudah puas saya jawab demikian?
27.kartosuwiryo :
Sudah Kak!! Sekarang saya mohon keterangan: Apakah alam
kubur itu tidak termasuk hari akhir atau alam akhirat?
Kakak tadi menyampaikan, bahwa nama “Akhirat” itu bukan
merek, hanya tanda saja. Sedangkan alam kubur itu juga akhir, atau
terakhir, atau yang akan datang, dibanding alam dunia ini, kan?
soebandrio :
Memang tidak ada yang mempunyai anggapan bahwa siksa kubur
itu juga siksa akherat, atau neraka, dan nikmat kubur itu juga
nikmat akherat atau surga. Namun yang punya pendapat seperti itu
tadi, saya kira hanya sebab lupa saja. Sebab jika menurut AlQur’an alam akherat itu, akan dialami setelah kita dibangkitkan
dari alam kubur di hari kiamat. saat itu orang-orang kemudian
dddiadili atau dihisab amal dan dosanya, terus ada yang diganjar
masuk surga atau disiksa di neraka. saat di akherat itu kekal
selamanya. Sehinga jelas, bahwa alam kubur itu hanya alam
peralihan saja, bukan akherat, sebab alam kubur itu tidak kekal
selamanya, Dan jelas bahwa siksa kubur itu bukan neraka, serta
nikmat kubur itu bukan surga.
28.kartosuwiryo :
Iya Kak, memang Qur’an menyebutkan demikian, jelas salah
pendapatku itu tadi. Nah... sekarang saya mohon keterangan
tentang hari kiamat, sebab Kakak mengatakan: saat
dibangunkan dari alam kubur, itu bagaimana? Sedangkan yagn
sering saya dengar, kiyamat itu berarti rusak, dan ada ... tiga
macam, yaitu:
1. Kiamat Sughra = Kiyamat kecil atau rusaknya jagad kecil, yaitu
rusaknya raga masing-masing orang ini.
2. Kiamat Wustha = Kimat sedang, yaitu rusaknya raga manusia
bersama-sama, seperti halnya saat ada wabah, bencana alam
besar, banjir besar, perang dan sebagainya.
3. Kiamat Kubra = Kiamat besar atau rusaknya jagad raya, yaitu
rusaknya seluruh alam dunia ini.
soebandrio :
Di depan kamu juga sudah menggunakan kata kiamat, yang kamu
anggap rusak itu (Bab I No.34), namun tidak saya benarkan, sebab
belum sampai waktunya membiacarakan hari kiamat.
Memang gpada umumnya kata kiamat itu disamakan artinya
dengan Fana, yaitu rusak. Terlebih lagi “Kiamat” dalam bahasa
Jawa, umumnya dimaknai: Rusak atau gara-gara akan rusak
(Wedatama: Lir kiamat saben ari). Namun salah penerapannya, hal
seperti itu jangan diterapkan untuk memahami Kitab Suci.
Sepengetahuanku di dalam Qur’an tidak ada kata Kiamat yang
bermakna rusak, dan juga tidak ada kiamat tiga macam seperti
yang kamu katakan itu. Kata Qiyaaman (fi’il mashdar) = Qaama
(Fi’il madli) itu artinya: Berdiri dengan tiba-tiba (njenggelek);
Qiyaamu binafsihi = berdiri dengan sendirinya (sifat 20, Bab I
No.21).
Sehingga: Yaumil Qiyaamah (Jaumil Qiyaamat) = Hari saat
terbangun. Oleh sebab terbangunnya anba atsa minal mauti
(bangun dari kematian) sehingga yaumil qiyaamah juga disebut
yaumil ba’ats.
Setelah bangun, orang-orang itu kemudian digiring ke padang
Mahsyar, makanya yaumil qiyaamah juga disebut yaumil mahsyar.
Disebut juga yaumil fashlah (hari putusan) dan lain-lainnya lagi.
Di waktu itulah yang disebut hari terakhir atau jaumil achirah.
29.kartosuwiryo :
(Maaf sebaris kalimat tidak terbaca) // Jika melihat dari arti kata,
penjelasan Kakak itu masuk akal. Namun apa Kakak tidak percaya,
bahwa alam yang tergelar ini bisa rusak? sebab Alam ini barang
baru, yang ada awalnya, tentu saja ada akhirnya, benar kan? Selain
itu, para ahli Kosmologis juga sudah meramalkan, entah berapa
juta tahun lagi, bisa terjadi matahari itu kehilangan panasnya, atau
bumi ini bertabrakan dengan planet lainnya, atau dari yang lainnya
lagi, yang menyebabkan makhluk ini semua: Musnah, tentunya
apakah benar?
soebandrio :
Yang kamu katakan itu, benar, dan saya juga percaya seperti itu.
Tidak usah menunggu sampai berjuta tahun, Jika Pencipta
Berkehendak, barangkali besok lusa bisa saja terjadi alam ini rusak
semua. Namun itu lain masalah. Hancurnya dunia besar beserta
isinya, yang kamu bahasakan kiyamat Kubra itu bukan kiyamat
yang tercantum di dalam kitab muslim .
Pikirkanlah: Memaknai lafal itu, seharusnya apa adanya dari arti
kata (obyektif) saja. Setelah yang demikina, baru memaknai
maksudnya: Ini letterlijk apakah sumbolisch. Sedangkan jika arti
dari “Bangun” kemudian diganti menjadi “Rusak” itu .............
obyektif: tidak, atau Letterelijk: pun tidak, symbolisch juga tidak
ada hubungannya, iya apa tidak?
Bergesernya arti akta itu sudah biasa, tidak termasuk sesuatu yang
aneh. Akan namun bergesernya makna “Bangun” beubah menjadi
“rusak” itu menurut perkiraanku hanya ada di negara yang bahanya
bukan bahasa Arab, Penyebab bisa berubah menajdi demikian,
sebab hampir tiap ayat dari kitab muslim yang menceritakan hari
kiyamat itu, bersamaan atau bergandengan dengan cerita tentang
bencana besar yang sangat menakutkan, yang menumbuhkan
kekuatiran rusaknya dunia beserta seluruh isinya.
30.kartosuwiryo :
Iya Kak, sekarang aku sudang mengerti. Tentang yang salah tapi
sudah menjadi pemahaman umum itu tadi sepertinya sudah tidak
perlu diperpanjang lagi, kita memilih yang benar saja. Mengenai
bangun dati kematian itu saja, Kakak berkenan memberi
penjelasan bagaimanakah kejelasannya?
soebandrio :
Kitab Pencipta yang menjelaskan tentang bangkit dari kematian
(kiyamat) itu bukan hanya Qur’an saja. Injil juga seperti itu. Hanya
saja, penjabarannya, sekilas ada perbedaannya.
Di dalam Injil, kiyamat itu merupakan “Pangebang” (.....?) sebab
yang bangkit dari kematian itu hanya umat manusia yang
dikehendaki Pencipta saja. Cobalaha rasakan maknanya, sebagai
berikut:
“Yang menjadi sebab mengapa orang mati tidak dibangkitkan,
menjadi Kristus, dan juga tidak diorangkan. Padahal jika Kristus
tidak dibangkitkan, kepercayaanmu itu menjadi tidak berguna,
kamu masih tetap dikuasi oleh dosa-dosamu” (1 Korinta 15:16,17).
“sebab Pencipta sendiri akan turun dari surga dengan tanda
suaranya Malaikat Pemimpin dan Sangkakala milik Pencipta ,
kemudan semua yang mati dan golongannya Kristus akan bangkit
terlebih dahulu. Setelah demikian, beberapa dari kita yang masih
hidup, akan tertolong bersama-sama dengan yang baru saja bangkit
tadi, berada di angkasa, menyambut Pencipta menuju angkasa,
demikian selanjutnya kita akan menyatu dengan Pencipta
selamanya” I Tessalonika 4:16,17).
Sedangkan di dalam kitab muslim , kiyamat itu merupakan anacaman,
sebab kedatangannya dengan cara tiba-tiba dan sangat
menakutkan, dan juga pada waktu itu bagi yang masih berdosa
akan mulai menerima siksaan yang kekal selamanya. Akan namun
umat manusia yang mendapat anugerah Pencipta , bebas dari itu
semua. Beginilah dalilnya: “Wanuficha fie’shshuuri fasha’iqa man
fie’ssaamawati waman fie’lardli illaa man syaaillahu tsumma
nuficha fiehi uchraa faidzaahum qiyaamun yandhuruuna (Az
Zumar 68 = Ditiuplah Sangkakala, kemudian semua mati seisi
langit dan seisi bumi, kecuali yang mendapat pertolongan Pencipta ;
ditiup sekali lagi, orang-orang itu kemudian bangkit menunggu
keputusan). Artinya: Orang yang mendapat anugerah Pencipta itu
tidak ikut meninggal dan juga tidak ikut bangkit.
31.kartosuwiryo :
Mohon maaf Kak!!! Sama-sama Kitab Pencipta , yang wajib kita
imani (Rukun Iman), (Bab II No.24) akan namun maknanya,
mengapa bisa berlawanan, hal itu mengapa?
soebandrio :
Itu sama, sama sekali tidak berlawanan! Yang diceritakan itu
tentang Roh yang berasda di alam kubur, kan?
Menurut dalil di Injil: Roh yang diterima itu, tidak lama berada di
alam kubur, kemudian bangkit (Kiyamat).
Menurut Dalil Qur’an, entah cepat atau lama, semua roh yang
berada di alam kubur itu pasti bangkit (Kiyamat), namun roh yang
sudah sempurna, sudah tidak berasa di alam kubur, sebab sudah
berada di surga yang tidak melwetai hisab (Bab II No.12);
makanya tidak ikut tidak sadar dan tidak ikut bangkit.
Bahwa roh yang berada di alam kubur pati dibangkitkan, artinya
tidak pilih-pilih, itu ada di Surat Al Haji:7: Wa anna asaa’ata
atiyata laa raiba fiehaa wa annaa Pencipta a yab’atsu man fie’lqubuuri =
Dan sebenarnya waktu (kiyamat) itu pasti datang, tidak ada
keraguan lagi, Pencipta akan membangkitkan siapa saja yang ada di
alam kubur).
Sedangkan soal cepat atau lamanya sampai di hari kiyamat itu
termuat di Surat Al Ahzab 63: Innamaa ‘ilmuhaa ‘inda Pencipta i
wamaa yudrieka al’alla aassa’ata takuunu qarieba = sebenarnya
yang mengetahui itu hanya Pencipta sendiri, barangkali bahwa itu
sudah dekat.
32.kartosuwiryo :
Maf, maaf Kak! Saya mohon ijin menyela sedikit. Tadi Kakakf
menafsirkan Injil: Roh yagn diterima itu tidak lama berada di alam
kubur, cepat Kiyamat atau bangkit dari kematian. Jika demikian,
hari kiyamat itu tidak bersamaan, tidak dalam satu waktu! Padahal
menurut kepercayaan yang sudah umum, juga menurut dalil
Qur’an yang baru saja disampaikan itu tadi, kiyamat itu bersamaan,
hanya saja, hanya Pencipta yang mengetahui. Hal itu, bagaimanakah
penjelasannya?
soebandrio :
Tenang dulu yah.... Pikir dengan jernih, itu agak bahaya. Dalil
Qur’an yang barusan saya katakan itu tadi, tidak menyebutkan
“Bangkitnya semua roh bersamaan dalam satu waktu” seperti yang
kamu pahami itu. Destun, hanya menyebutkan bahwa semua Roh,
akan dibangkitkan, tidak ada keterangan: apakah bersamaan dalam
satu waktu, apakah sebagian, ataukah satu persatu.
Di dalam bab, tentang menjelaskan adanya kiyamat itu memang
paling banyak disebut di dalam kitab muslim , namun
sepengetahuanku: Tidak ada yang menyebutkan “Semua isi alam
kubur bangkit bersamaan dalam satu waktu”, . Di dalam Surat An
Naba 18 hanya menyebutkan: Yauma yunfachu fie’shshuuri (Hari
teriakan Sangkakala) kemudian: Fataa’tuuna afwaajaa (Datang
dalam barisan-barisan).
Seumpama “barisan-barisan” itu kamu ganti “Bersama-sama” juga
tidak salah. Akan namun bersamaan itu bermakna BANYAK dan
bersamaan dalam satu waktu, bukan berarti SEMUA bersamasama dalam satu waktu, seperti pendapatmu itu tadi, kan?
Kepercayaanmu yang kamu samakan dengan kepercayaan umum,
yang menganggap bahwa hari kiyamat itu bersamaan dalam satu
waktu, serta semua isi alam bangkit bersamaan, itu tidak lain
sebab kamu menggambarkan kejadian luar biasa yang belum
pernah terjadi selama dunia ini ada.
Di depan, saat membicarakan alam mimpi dan alam kubur (Bab
II No.23), kamu sudah mengakui, bahwa keadaan di dalam alamalam itu, hanya berdasarkan rasa diri sendiri-sendiri. Dan juga
bangkitnya roh dari alam kubur masuk ke dalam akherat di hari
kiyamat, tentunya demikian juga, kan? Artinya: atas roh yang
mengalami kebangkitan, bisa juga merasa banyak yang
bersamanya, bisa juga merasa bersama-sama yang banyak sekali,
jangan seperti semua, bisa juga merasa sendirian.
Namun bagi saya, yang sedang berbicara sekarang ini, tidak ingat
sudah (belum) pernah bangkit dari alam kubur, aku punya
apendapat, bahwa gambaranmu hari kiyamat itu tadi ......... salah.
sebab berbeda dengan sifat dari kitab muslim !!!
33.kartosuwiryo :
Wah-wah-wah, saya merasa agak bingung Kak!! Kakak
mengatakan berbeda dengan Sifat Qur’an, hal itu bagaimana?
soebandrio :
Qur’an itu, bersifat BANAR, tidak pernah berubah atau
berlawanan selamanya, serta Surat atau ayatnya antara yang satu
dengan yang lainnya, sesuai dan tidak bertentangan.
Di Qur’an ada banyak ayat yang menceritakan keadaan para ahli
surga dan ahli neraka, kejadian yang sudah dialami. Padahal surga
dan neraka itu keemunya setelah kiyamat, setelah para ahli kubur
ditimbang besarnya amal dan besarnya dosanya (diperiksa – diadili
– dihisab).
Olehsebab itu, jika kiyamat, kamu gambarkan kejadian umum
yang luar biasa dan belum pernah kejadian ........... tentunya
menjadi berselisih: antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya.
Iya apa tidak?
34.kartosuwiryo :
Iya demikian! Akan namun keterangan tentang adanya hari kiyamat
itu jelas waktu yang belum terjadi, kan Kak? Kalimatnya kan
“Besok” atau “akan” kan begitu Kak?
soebandrio :
Benar, memang kiyamat itu waktu yang belum terjadi! Dan aku
mana mungkin mau mau merubah Nash-nya (redaksinya) Qur’an.
Namun, belum terjadi, besok atau akan terjadi itu menurut .....
masing-masign orang yang masih hidup dengan badan kasar , yang
masih bisa mempergunakan akal dan pikiran ini. Bukan aturan bagi
orang yang mati yang ada di alamm kubur, atau orang hidup yang
bagaikan mati sebab tidak mau mempergunakan akal dan
pikirannya. Fainnaka laatusm’u aimawtaa (Ar-Rum 52: =
Sesungghnya kamu tidak bisa menasehati orang mati).
Sedangkan kiyamatnya para ahli kubur, sudah terjadi berkali-kali,
sehingga sudah ada cerita (bukan kira-kira) tentang ahli Surga dan
ahli neraka. Kiyamat itu terjadinya tiap hari, tiap jam, tiap menit,
dan akan selalu ada selamanya, tidak selesai-selesai atau tidak ada
liburnya, sebab Pencipta itu ada tanpa awal dan tanpa akhir.
35.kartosuwiryo :
Iya-iya kak, aku ikut saja atas pendapat Kakak, tentang kiyamat itu.
Sedangkan bentuk kiyamat yagn dialami oleh para ahli kubur itu
seperti apa? Apakah kita yang masih hidup bisa menyatakan?
soebandrio :
Nyata bagi pemahaman, itu mudah saja, jika kamu masih mau
mempergunakan akal dan pikiranmu. namun lebih dari itu, tentu
saja menggunakan ilmu, seumpamanya Spiritisme (Bab II No.18).
Aku berani menetapkan: Ahli piritualisme yang sudah sangat
tinggi, tentu tidak akan bisa berhubungan atau bertemu dengan roh
para Rasul dan sesamanya, atau rohnya siapa saja yang sudah
meninggal dunia beribu-ribu tahun. sebab roh para Rasul itu
sudah kembali pulang: Tidak bisa terbayangkan. Sedangkan orang
yang sudah meninggal dunia beberapa ribu tahun itu umumnya
sudah tidak ditemukan di alam kubur, sebab sudah mengalami
kiyamat (bangkit dari kematian).
Sedangkan keadaan bangkit dari alam kubur memasuki alam
akhirat itu:
a. saat diadili berdasarkan kita ceritanya sendiri-sendiri (Israa
14), serta anggota badannya saling bicara sendiri-sendiri
(Ya’sin 65).
b. Putusan untuk menerima balasan, sesuai dengan perbuatan
yagn sudah pernah dilakukannya sendiri-sendiri (Ali ‘Imaraan
25), ada yang menerima balasan surga, ada yagn disiksa di
neraka (An Nazi’at 36 – 41 dan lain-lainnya), tidak ada diri
yang lain yagn bisa menggantikan atau mengajari merubah
putusan (Al-Baqarah 48), sehingga dikatakan dunia itu ladang
bagi akherat (Hadits).
c. Alam akherat itu kekal selamanya (Al Mu’min 39), di saat itu
ayah sduah tidak berguna bagi anaknya, ana sudah tidak
berguna kepada ayahnya (Luqman 33), seseorng yagn tadinya
saling mengasihi menjadi bermusuhan, kecuali orang yang
takut kepada Pencipta (Az Zuchruf 67), tidak ada yang saling
bertanya tentang keturunan (Al Mu’minun 1010).
Menurut keterangan a, b, c itu tadi, bagi kakakmu ini, sudah tidak
ragu-ragu lagi, jika saat bangkit dari kematian (kiyamat) itu
sebenarnya ... seorang bayi yang lahir dari kandungan seorang Ibu.
Bayi itu sudah membawa ketetapan (Qadar, takdir) baik atau buruk
(Surga – neraka) menurut amal diri masing-masing saat
dahulunya. Sehingga aku juga sangat percaya adanya ketetapan
baik dan buruk itu, dan saya sangat yakin bawa Pencipta itu Maha
Adil, sedangkan baik dan buruk keteapan itu tetap dari buah
perbuatan diri.
Sehingga: Alam dunia yang sedang saya alami sekarang ini;
Akheratnya alam duniaku saat dahulu, juga menjadi ladang
akhiratku besok.
36.kartosuwiryo :
Mohon ijin Kak. Ini masalah yang teramat sangat penting,
sehingga ijinkahlah Kak, aku membatahtah, dengan sangat.
Jika seperti penyampaian Kakak itu tadi, kan berarti: Akherat itu
tidak kekal selamanya. Dan berarti kita ini mati berkali-kali, yagn
sangat tidak diingini bagi para pencari hakikat, terlebih lagi yang
menggunakan dasar Agama Islam.
soebandrio :
Dibantah pun aku sangat senang, sebab menjadikan kemurnian
pendapatku, yang menggunakan dasar tidak lain , hanya mencari
kesentausaan Iman yang sebenar-benarnya Iman, bukan Iman yang
hanya berdasarkan percaya saja.
Kekal: itu bermakna sesuai umur masing-masing dari orang hidup
ini, sebab Qur’an yang menerangkan tentang Akherat itu tuntunan
bagi manusia hidup ini, bukan tuntunan bagi manusia mati (Bab II
No.34) Sehingga surga dan neraka (takdir baik dan takdir buruk)
yagn kita jalani sekarang ini langgeng. Sedngkan siapa pun yang
bertobat dari dosanya, itu menjadi perkenan Pencipta , serta Pencipta
akan memberi ampunan, sebab Pencipta itu Maha Pengampun dan
Maha Pengasih (An Nisa 146, Al-An’am 128, At Taubat 27).
Kamu mengatakan “mati berkali-kali” itu tidak benar, sebab Sidin
itu meninggalnya hanya ssekali, sedangkan kelahiran bayi dari
rahim seorang Ibu, itu juga pada akhirnya akan mengalamai mati
juga. Itu bukan ... Sidin, namanya Siman, terakdang Jacob, atau
Liem, bisa juga Alaydrus, atau yang lain-lainnya lagi, Iya apa
tidak?
37.kartosuwiryo :
Iya benar, Kak, aku yang salah, Kita, orang, yang tiap dirinya
punya tanda “Nama” ini, kan Cuma badan kasarnya saja,
Sedangkan badan kasar itu hidupnya hanya sekali, matinya juga
hanya sekali.
Akan namun pemahaman Kakak tentang perjalanan roh (hikayatul
arwah) yang berganti-ganti raga kasar itu, apakah tidak
bertentangan dengan Ajaran Agama yang digelar oleh para Nabi
Utusan Pencipta ? Itu kan Ilmu Hindu yang dinamakan “Manjanma,
iya kan? Kata yang popler itu: Reinkarnasi, bahasa Jawanya
“Penitisan”. Yaitu sebuah paham yang meyakini bahwa roh itu
selalu berputar berkali-kali bagaikan Cakra Penggilingn
(Perputaran Roda).
Jika saya tidak salah, reinkarnasi itu, bahas Arabnya:Tanasuch,
serta paham “Tanasuch” itu ditolak oleh Agama Islam. Sedangkan
penjelasan Kakak itu, kan termasuk Falsafah yang berdasarkan
Islam, kan?
soebandrio :
Sabar.... tenang... Perintah di dalam Qur’an “ Pencipta u wasi’u ‘alim
(Pencipta itu Maha Luas dan Maha Mengetahui), sehingga jika kamu
akan mengabdi kepada Pencipta ... luaskanlah dadamu, jangan
sempit-sempit!
Kata Arab “Tanasuch” itu saya tidak begitu paham artinya:
Apakah roh manusia lahir menjadi bayi, apakah roh manusi yang
bisa lahir menjadi hewan, apakah roh manusia yang menempel
kepada sifat hidup yang sudah ketempatan roh. Akan namun
sepengetahuanku di dalam kitab muslim tidak ada yang menerangkan
tanasuch itu benar atau sesat. Sehingga yang menolak paham
tanasuch itu bukan Agama Islam, hanya pendapatnya SarjanaSarjana Islam, yang pemahamannya tidak berdasarkan kitab muslim .
Demikian juga kata yang lain-lainnya yang kamu sebutkan itu tadi,
mengapa tidak saya bciarakan, itu hanya sebab kurang
pemahamanku, bukan sebab menolak sebab berasal dari ilmunya
orang di sana-sana. Yang saya bicarakan itu sebab aku sudah tidak
ragu-ragu lagi, bahwa saat bangun itulah Lahir menjadi bayi.
Sebab, selain berdasarkan keadaan a, b, c itu tadi (Bab II No.35)
juga ada dalil yang mengatakan: wa kuntum amwaatan
faahyaakum tsummaa yumietukum tsumma yuhyiekum (Al
Baqarah 28 = Dan kamu sebelumnya mati, dihidupkan, kemudian
mati, kemudian dihidupkan lagi); Laqad ji’ttumuunaa kamaa
chalaqnaakum awwala (Al-Kahfi 48 = sebenarnya
kedatanganmu itu (di hari kiyamat) seperti saat kamu tercipta
saat awalnya).
Saya yakin masiha da dalil yang lainnya lagi yang menguatkan
pendapat ini.
Akan namun janganlah kamu salah tafsir, tentang kelahiran menjadi
bayi lagi itu bukan tujuan, lhooo!! Sebenarnya sebab keterpaksaan
yang mengharuskan begitu sebab belum bisa menghilangkan
keterikatannya kepada dunia, yang bagaikan daya tarikan besi
berani terhadap sebuah paku kecil. Keterikatan ini jika
menurut Agama Buddha disebut SAMSARA yang kemudian
menjadi kata bahasa Jawa:Sengsara” yang berarti selalu celaka
saja. Jika Agama Kristen menyebutnya menerima dosa warisan
dosa dari Nabi Adam
38.kartosuwiryo :
Iya Kak, akan namun aku pernah diberitahu oleh seseorang: Di
dalam Surat Al Mu’minuun, ada yang menerangkan tentang
Mokalnya roh kembali ke dunia ini. Hal itu bagaimanakah?
soebandrio :
Surat Al Mu’minuun, ayat 99, 100, itu bukan memokalkan, seperti
katamu itu tadi. Di ayat ini menjelaskan: Sambatnya orang
yang sedang mengalami siksa kubur dan perintah Firman Pencipta ,
Nash-nya seperti ini: Qaala rabbi arji’uuni (Katanya: Wahai
Pencipta ku kembalikanlah aku = ke dunia) La’alli a malu shaalihan
fiema taraktu (semoga amal shaleh yang ku tinggalkan) kalla
innahaa kalimatuun huwa qaailuhaa (tidak bisa! sebenarnya itu
hanya kaya yang diucapkan saja = tidak berguna) wamin waraihim
barzachun ( dan belakangnya ada penghalangnya barjah yang
menghalangi) ilaa yaumi juba’at suuna ( sampai datang hari
kembangkitan).
Menurut yang ku pahami, makna ayat itu, sudah sangat jelas. Tidak
bisa kembali ke alam dunia lagi itu jika orang yang bernama
SIDIN minta kembali untuk menjadi SIDIN. Namun bukan hal
yang tidak mungkin kembali ke dunia (dibangkitkan di hari
kiyamat) yaitu terlahir menjadi bayi yang bernama SIMAN, atau
Yacob, atau Liem atau Alaydrus itu tadi (Bab II No.36).
39.kartosuwiryo :
Sudah Kak, aku menyerah, ikut pendapat Kakak. Namun Kak,
berilah keterangan tentang “Kala Sangka” (Sangkakala)
(Terompet) tanda kiyamat yagn disebutkan dalam kitab muslim dan
Injil, itu sebenarnya apa, dan bencana yang mengerikan itu seperti
apakah ceritanya seerta apakah maksudnya? (Bab II No. 28 – 32).
soebandrio :
Yang dibahasakan “Kalasangka” (Sangkakala) itu perintah Pencipta ,
yang dalam bahasa dalangnya disebut Genta Keleleng.
Sedangkan bencana yang sangat menakutkan itu sebaiknya kamu
baca sendiri. Jika hanya singkatnya saja, yaitu: Datang tiba-tiba,
suaranya menggetarkan, bumi pecah, langit membelah, gunung
hancur, hujan bintang, mendung berbaris kelam, dan lains
ebagainya. Nah... itu sebenarnya ibarat atau simbolisch.
a. Jika dengan menceritakan ketakutan dan kesakitan yang
berdosa, itu ibarat susahnya orang yang akan masuk ke alam
kematian (sakaratil maut), terlebih lagi bagi orang yagn tidak
mempunyai Iman.
b. Jika tidak menggunakan cerita yang mengerikan, itu ibarat
kesakitannya seorang wanita yagn melahirkan bayinya.
Selain berita rusaknya alam yang symbolisch, dalam Qur’an juga
memuat banyak cerita kehancurannya yang melakukan dosa,
contohnya: Kaum “Ad, kaum Tsamud, kaum Luth, banjir topan
jaman Nabi Nuh, dan lain-lainnya. Itu cerita letterlijk, bukan ibarat,
rusak oleh bahaya alam.
Sekarang marilah istirahat dulu, besok sore dilanjutkan lagi.
40. kartosuwiryo :
Wahhh... tidak terasa ternyata sudah larut malam. Memang saya
akan mohon keterangan mengenai Surga Neraka (Bab II No.35)
yang lebih terperinci, dan minta diajari, amalan apa yang haru kita
jalankan, supaya kita bebas dari Kiyamat (Bab II No.30) atau tidak
terpaksa “Samsara” atau tidak menerima warisan dosa asal dari
Nabi Adam (Bab II No.37) tadi itu.
soebandrio :
Keterangan tentang Surga Neraka itu sebaiknya dijadikan satu saja
bersamaan membicarakan tentang yang gaib lain-lainnya, seperti
Maalekat, yang juga wajib kita percaya (Rukun Iman (Bab II
No.24). Kamu boleh bertanya tentang yang gaib-gaib apa saja, jika
aku bisa, pasti saya terangkan. Gunanya, agar tidak menjadi orang
yang gampang heran, jangan mempercayai yang diawur saja dan
jangan mencela yang diawur saja.
Sedangkan soal terbebas dai kiyamat, sebab sudah kembali ke asal
usulnya ... memang itu yang di perjuangkan oleh para pencari
Hakikat. Dalam kita bermusyawarah dua hari initidak lain ya
hanya menuju ke situ saja, barangkalai saja diperkenankan olehNya. Syaratnya yang harus ... menjalankan (“amal), menjalankan
Syari’at, mencari Tarekat, menyatakan Hakekat, Menggapai
Ma’rifat.
Nah.. itu besok sore saja di bicarakan sampai dengan sejelasjelasnya. Sekarang, marilah beristirahat dahulu.
D. Kaweruh Sangkan Paraning Dumadi
Kata "Sangkan paraning dumadi" berasal dari bahasa Jawa
“sangkan” yang berarti dari, "paraning" berarti arah tujuan, dan
"dumadi” yang berarti kejadian. Ajaran sangkan paraning
dumadi bisa juga disebut ilmu sangkan paraning dumadi, yaitu
pengetahuan tentang dari mana asal kejadian ini dan akan kemana
akhirnya. Secara khusus ilmu ini membahas asal kejadian
manusia dari titik awal hingga tempat terakhirnya. Ilmu sangkan
paranin dumadi dibagi dua, yaitu sangkan paraning Rogo/arah
tujuan jasad dan Sangkan paraning jiwo/ruh, arah tujuan ruh
Sangkan paraning rogo yaitu pemahaman seorang hamba
yang diberikan Alloh mengenai proses awal kejadian jasmani
manusia yang berasal dari air sperma yan terbuat dari saripati
makanan yang dimakan ibu dan bapak,yang kemudian bertemu di
rahim seorang ibu,menjadi segumpal darah, menjadi daging dan
tulang, akhirnya jadilah bayi yang belum berisi ruh, kemudian
diberi ruh, dan lahir ke dunia sampai akhir hayatnya, setelah mati
menjadi tanah dan air lagi sampai kelak hari kebangkitan,
Sangkan paraning ruh yaitu pemahaman seorang hamba
mengenai asal mula dan perjalanan ruh dari bermukim zaman
azali yakni suatu alam yang berisi ruh, sebelum ditiupkan ke
kandungan sampai ruh ditiupkan ke jasad yang masih dalam
kandungan. Di sinilah ruh dengan jasad berkumpul menjadi satu
kesatuan yang bernama manusia. Dari titik ini ruh dan jasad
selalu bersama-sama hingga lahir ke dunia. Setelah menghabiskan
umur didunia, akhirnya ruh dan jasad berpisah sebab kematian
yang menjemputnya.
Sang ruh melanjutkan perjalananya bertempat di alam
barzah/kubur menunggu datangnya hari kebangkitan. Setelah hari
kebangkitan tiba ruh dan jasad akan dicipta/dikumpulkan lagi
untuk menuju padang makhsar beribu-ribu tahun lamanya,
kemudian diarak kemizan/timbangan amal dan menerima buku
catatan amal selama hidup didunia bersama semua manusia,
Setelah fase ini ruh dan jasad digiring menuju
sirotolmustaqim untuk menuju tempat akhir jasad dan ruh yakni
disurga atau dineraka tergantung amalanya saat dia didunia, ini
sesuai firman Alloh yang artinya "segolongan digiring
kesurga,sebagian golongan keneraka sangir, Surga dan neraka
inilah perjalanan ruh jasad berhenti, Kusus yang disurga bisa
melihat Alloh. Melihat Alloh inilah hakikat akhir tujuan manusia,
sebab melihat Alloh yaitu wujud kedekatan hamba dengan
Pencipta ya, sekaligus kenikmatan yang tidak ada bandingannya.
Pemahaman dan pengalaman di atas akan diberikan
seorang yang melakukan mujahadah/bersungguh-sungguh
memerangi hawa nafsunya dengan selalu melaksanakan perintah
Alloh dan menjauhi laranganya, dengan begitu Alloh secara
otomatis akan memberi pengalaman ini secara Laduni atau
langsung, yang seakan-akan sudah mengalami kejadian ini .
Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang
dhandanggula warisan para leluhur yang sampai detik ini masih
terus dikumandangkan.
Kawruhana sejatining urip
urip ana jroning alam donya
bebasane mampir ngombe
umpama manuk mabur
lunga saka kurungan neki
pundi pencokan benjang
awja kongsi kaleru
umpama lunga sesanja
njan-sinanjan ora wurung bakal mulih
mulih mula mulanya
ketahuilah sejatinya hidup
hidup di dalam alam dunia
ibarat perumpamaan mampir minum
ibarat burung terbang
pergi dari kurungannya
dimana hinggapnya besok
jangan sampai keliru
umpama orang pergi bertandang
saling bertandang, yang pasti bakal pulang
pulang ke asal mulanya
Kemanakah kita bakal 'pulang'? Kemanakah setelah kita
'mampir ngombe' di dunia ini? Dimana tempat hinggap kita andai
melesat terbang dari 'sangkar' (badan jasmani) dunia ini?
Kemanakah aku hendak pulang setelah aku pergi bertandang ke
dunia ini? Itu yaitu suatu pertanyaan besar yang sering hinggap
di benak orang-orang yang mencari kesejatian diri. Beberapa
pertanyaan ini menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah
tempat yang langgeng. Hidup di dunia ini hanya sementara saja.
Menjawab pertanyaan ini ada satu tembang dari
Syekh Siti Jenar yang digubah oleh Raden Panji Natara dan
digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya seperti ini:
“Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki
ngalame wong urip, akerat kuwi ngalame wong mati;
mulane kowe pada kanthil-kumanthil marang kahanan ing
donya, sarta suthik aninggal donya.”
"Terbalik pendapatmu, mengira dunia ini alamnya orang
hidup, akherat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat
lekat dengan kehidupan dunia, dan tidak mau meninggalkan alam
dunia"
Pertanyaan yang muncul dari tembang Siti Jenar yaitu :
Kalau dunia ini bukan alam orang hidup, lalu alam siapa? Syekh
Siti Jenar menambahkan penjelasannya:
“Sanyatane, donya iki ngalame wong mati, iya ing kene iki
anane swarga lan naraka, tegese, bungah lan susah.
Sawise kita ninggal donya iki, kita bali urip langgeng, ora
ana bedane antarane ratu karo kere, wali karo bajingan.”
Kenyataannya, dunia ini alamnya orang mati, iya di dunia
ini adanya surga dan neraka, artinya senang dan susah. Setelah
kita meninggalkan alam dunia ini, kita kembali hidup langgeng,
tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang miskin,
wali ataupun bajingan"
Dari pendapat Syekh Siti Jenar itu kita bisa belajar, bahwa
hidup di dunia ini yang serba berubah seperti roda (kadang berada
di bawah, kadang berada di atas), besok mendapat kesenangan,
lusa memperoleh kesusahan, dan itu bukanlah merupakan hidup
yang sejati ataupun langgeng. Wejangan beberapa leluhur
mengatakan: "Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati".
(hidup yang sejati itu yaitu hidup yang tidak bisa terkena
kematian). Ya, kita semua bakal hidup sejati. namun
permasalahan yang muncul yaitu , siapkah kita menghadapi
hidup yang sejati jika kita senantiasa berpegang teguh pada
kehidupan di dunia yang serba fana?
Ajaran para leluhur juga menjelaskan: "Tangeh lamun siro
bisa ngerti sampurnaning pati, yen siro ora ngerti sampurnaning
urip." (mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna,
jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna). Oleh sebab itu,
kita wajib untuk menimba ilmu agar hidup kita menjadi sempurna
dan mampu meninggalkan alam dunia ini menuju ke kematian
yang sempurna pula.
Ajaran tentang sangkan paraning dumai dalam naskah
Kuntji Swarga Miftahul Djanati diuraikan dalam bentuk
percakapan atau dialog Tanya jawab antara sorang muda dan
orang tua, atau antara adik dan kakak, dengan istilah Mudadama
(adik) dan soebandrio (kakak). Ajaran sangkan paran dalam
naskah ini tercakup dalam uraian tentang ilmu kasunyatan.
Ajaran sangkan paran yang disajikan pada bab ini tidak lebih dari
isi yang terkandung dalam naskah ini , yang disarikan
melalui jawaban-jawaban yang dikemukakan soebandrio , atas
pertanyaan yang diajukan oleh Mudadama.
Ilmu sangkan paraning dumadi mengajarkan tentang
hakikat kehidupan yang berasal dari Pencipta dan tuntunan
bagaimana cara kembali kepada Pencipta . Pada uraian selajutnya,
penjelasan tentang ajaran sankan paran penulis sajikan mengikuti
struktur ilmu sangkan paran, yaitu pertama, uraian tentang Pencipta
dan manusia, dan bagaimana hubungan antara Pencipta dan
manusia. Kedua, untuk menjawab persoalan ini pada
paparan selanjutnya dijelaskan dengan uraian tentang asal-muasal
kehidupan ini, bagaimana kejadiannya, ke mana arah tujuannya,
dan apa saja yang harus dilakukan dalam kehidupan ini.
Sistematika ini sesuai dengan sistematika ilmu mengenal diri
dalam tasawuf.
1. Ilmu Kasunyatan, Sangkan Paraning Dumadi
Ilmu kasunyatan sangkan praning dumadi dalam naskah
Kuntji Swarga dijelaskan secara tertib dalam bentuk pokok-pokok
pikiran yang dapat disarikan dari dialog yang terjadi antara
Mudadama dengan soebandrio . Pertama, mencari ilmu
kasunyatan itu tidak boleh fanatic, sebab sikap fanatic itu akan
menjadi penghalang besar, di mana orang yang fanatic itu tidak
lagi memakai pertimbangan, sebab telah didahului oleh
pendapatnya sendiri. Maka ia tidak mau lagi menerima pendapat
orang lain.
Kedua, adanya anggapan yang tidak benar, bahwa belajar
ilmu kasunyatan itu ada yang tidak kuat, dalam arti dapat
membuat orang menjadi gila. Ilmu yang dapat membuat orang
menjadi gila bukanlah ilmu kasunyatan.
82
Ketiga, kasunyatan itu sebaiknya diberikan dengan cara
Tanya jawab, agar sesuai dengan kebutuan dan memuaskan bagi
pihak yang bertanya. Di samping itu, ilmu yang diberikan dengan
cara Tanya-jawab akan dapat mengembangkan pikiran, dan akan
memantapkan kepercayaan.
Keempat, kasunyatan yang baku, menurut Naskah Kuntji
Swarga ada empat bab, dan pemahamannya harus urut, yaitu: 1)
Bab tentang Pencipta Pencipta , 2) bab tentang mati, 3) bab tentang
jalan makrifatullah, dan 4) bab tentang yang gaib.
Kelima, macam-macam nama ilmu kasunyatan, yaitu: 1)
ilmu kasunyatan, 2) ilmu kasuksman, 3) ilmu kerohanian, 4) ilmu
kesempurnaan, 5) ilmu kePencipta an, 6) ilmu kebatinan, 7) ilmu
sangkan paran, dan 8) ilmu tua.
Keenam, macam-macam ilmu kasunyatan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Kasunyatan yaitu istilah Jawa, artinya hanya sampai
tingkatan hakikat saja. Sebab berasal dari kata “nyata”
yang artinya ”hak”. namun kasunyatan yang berasal dari
istilah Sanskrit “sunyata” (sunyi atau suwung),
mengandung arti telah sampai pada tingkatan makrifat.83
2. Kesuksman, artinya kehilangan, sebab suksma artinya
hilang, atau tidak kelihatan. namun sudah sejak dulu
Pencipta itu kadang disebut “Hyang Suksma”. Maka
pengetahuan kesuksmaan itu juga dianggap sama artinya
dengan pengetahuan kePencipta an.
3. Kerohanian dan kejiwaan, artinya sama, yaitu
pengetahuan tentang jiwa, atau roh, atau Badan Halus.
namun sekarang istilah jira, berarti budi pekerti, kadang
kala berarti semangat, bahkan ada yang mengartikan
nafsu.
4. Kesempurnaan, dari kata sempurna, yang dikehendaki
sempurna matinya. Mati yang dianggap sempurna itu
yang kembali ke asalnya, yang disebut “innaa lillahi wa
innaa ilaihi rajiun”
5. KePencipta an, yaitu pengetahuan yang menerangkan bab
Zat, Sifat, Asma, dan af’al Pencipta . Kemudian dapat
diperluas lagi, juga bab cara berbakti kepada Pencipta , lahir
dan batin, yaitu sarengat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
6. Kebatinan, artinya semua pengetahuan yang bukan lahir.
Jadi berbagai macam aji-aji dan kekuatan itu termasuk
pengetahuan kebatinan.
7. Sangkan paran, yaitu pengetahuan yang menerangkan
asal-usul sebelum lahir bagaimana dan ke mana akhirnya.
8. Ngelmu tua, yang dikehendaki juga pengetahuan tentang
mati yang sempurna. Sebab orang tua itu umumnya sudah
dekat matinya, maka ingat dan berupaya mengetahui
pengetahuan tentang mati.
Ketujuh, untuk mencari kasunyatan atau panembah kepada
Pencipta , ada empat tingkatan, yaitu:
1. Sarengat (syariat), artinya jalan atau petunjuk, berwujud
pranata agama, tentang perintah dan larangan yang harus
ditegakkan.
2. Tarekat (thariqah), artinya jalan atau petunjuk yang
memberi pengertian kepada akal dan pikiran, sehingga
kepercayaannya tidak ikut-ikutan, dan menjadi tangga
untuk mencapai cita-citanya menuju kasunyatan.
3. Kakekat (hakikat), artinya sejati, atau nyata, yaitu telah
dapat merasakan di dalam halusnya rasa tentang bedanya
yang nyata (haq) dengan yang bukan nyata (batil),
sebagai hasilnya upaya mencari kasunyatan berdasarkan
petunjuk.
4. Makripat (makrifat), artinya pengetahuan, namun bukan
pengetahuan mata dalam melihat, melainkan pengetahuan
yang dapat membuktikan kepada kasunyatan yang
pembuktian ini sama sekali tanpa alat.
Dengan keterangan di atas, maka yang sangat penting
menurut penjelasan naskah Kunci Swarga yaitu pada tingkatan
tarekat. Namun bagi orang yang hanya melakukan sarengat saja,
asalkan sungguh-sungguh, bila diijinkan juga akan mendapat
petunjuk.
Kedelapan, tingkatan: tarekat, kakekat, dan makripat.
a. Yang termasuk dalam tingkatan tarekat yaitu semua
yang masih dapat dibahas, baik yang berbentuk Tanyajawab, pengajaran, maupun wiridan. Maka dinamakan
“tarek”. namun yang berbentuk pengajaran atau wiridan,
banyak yang tanpa penerangan, dan dalam menerima
harus “tarek” (tirakat), yang mengakibatkan banyak
orang yang tertarik.
b. Untuk sampai pada tingkatan kakekat, masih jauh
sekali. sebab itu seseorang yang sedang menempuh
tingkatan panembah, tidak boleh mempunyai anggapan,
mentang-mentang sudah mengerti, mengaku telah
mencapai tingkatan kakekat, atau makripat, itu bukan.
Setinggi-tingginya ia hanya memperoleh tingkatan iman
dan itikad, sekadar sebaai ancer-ancer bagi pencari
kakekat dan makripat yang masih jauh sekali itu.
sebab itu jangan mempermudah, namun jangan pula
cepat putus asa, dan jangan membuat sial atau
mencelakai diri sendiri.
c. Untuk sampai pada tingkatan makripat, bertambah jauh
lagi. Seseorang yang berusaha untuk mencapai makripat
itu bukanlah disebut aneh, sebab Pencipta sendiri
memerintahkan sebagaimana disebutkan dalam surah alBaqarah ayat 25 “jika orang-orang itu diberi rizki buahbuahan dalam Sorga, mereka mengatakan “ini yang
pernah diberikan kepada kami dahulu”. Artinya orangorang yang mendapatkan kenikmatan sorga di akhirat
itu sudah pernah mencicipi kenikmatan (makripat)
saat hidupnya di dunia dahulu. 85
d. Orang yang mencari kasunyatan yang berhenti pada
tingkatan sarengat, tanpa pengetahuan sama sekali bab
tarekat, tidak ada bahayanya. Perumpamaannya seperti
orang yang tidak pernah bepergian, mengumpulkan
bekal untuk pergi jauh umpama pergi haji ke Mekah. Di
samping bekal uang, ia juga harus membawa bekal
pengetahuan tentang caranya naik kapal, dan tentang
cara-cata yang harus dikerjakan setelah sampai di tanah
Arab. Umpama orang ini tidak mempunyai bekal
pengetahuan, mestinya tidak jadi pergi, hanya tinggal di
rumah saja. namun sama sekali tidak ada bahayanya,
bahkan ia telah berhasil mengumpulkan yang banyak
gunanya, yakni amal soleh. 86
Deskripsi tentang ilmu kasunyatan ini di atas,
merupakan hasil pemahaman atas naskah Kunctji Swarga
Miftahul Djanati seperti yang sudah penulis terjemahkan pada
bab sebelum ini.
2. Pencipta yang Tak Terjangkau
Pemikirannya tentang kePencipta an dalam naskah Kunci
Swarga mengungkapkan bahwa Pencipta ‘Pencipta ’ merupakan zat
yang tan kena kinayangapa, tak terdefinisikan seperti apa bentuk
dan di mana keberadaannya. Pertanyaan, apa dan seperti apa
Pencipta , dianggap bukan merupakan pertanyaan penting sebab
mustahil bisa dijangkau manusia. Dengan kata lain, Pencipta itu apa
dan di mana merupakan wilayah yang tidak terjangkau oleh akal
pikiran manusi.
87 Sebaliknya, Pencipta hanya bisa diketahui melalui
pemahaman akan sifat-sifatnya. Pendapat ini setidaknya bisa
dilihat pada pendapatnya yang ada pada percakapan
mudadama (yang muda) dan soebandrio (yang tua) :
Pertanyaan Mudadama:
“Jadi yang disebut Pencipta itu apa, dan dimana?”
Jawaban soebandrio :
“Pertanyaanmu, Pencipta itu apa dan dimana yaitu suatu
pertanyaan yang terlampau jauh jangkauannya. Sebaiknya
mengetahui sifat-sifat-Nya saja dulu, sifat-sifat Pencipta telah
diungkapkan dengan jelas di dalam kitab muslim serta sudah ada
yang menghimpun dan disepakati orang banyak, ada 20
jumlahnya.”
Terkait sifat-sifatnya, seperti terungkap dalam dialog
Mudadama dan soebandrio di atas, Kuntji Swarga menjelaskan
bahwa Pencipta memiliki 20 sifat yang wajib ada dalam dirinya.
Ke-20 sifat ini yaitu : wujud, qidam, baqa, muhalafah
lilhawadisi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniat, qudrat, iradat, ‘ilmu,
hayat, sama’, bashar, kalam, qadiran, muridan, ‘aliman, hayan,
sami’an, bashiran, dan mutakalliman. Keduapulun sifat ini ,
terbagi lagi ke dalam empat kelompok. Pertama, sifat nafsiyah,
yakni sifat yang menekankan eksistensi Pencipta yang terwakili
dalam sifat pertama, wujud. Kedua, sifat Salbiyah, yakni
kelompok sifat yang menafikan sifat-sifat tidak mungkin
(mustahil) bagi Pencipta yang terwakili dalam lima sifatnya yaitu
qidam, baqa, muhalafah lilhawadisi, qiyamuhu binafsihi,
wahdaniat. Ketiga, sifat Ma’ani, yaitu sifat yang menempati
dalam sifat nafsiyah seperti terwakili pada sifat-sifat qudrat,
iradat, ‘ilmu, hayat, sama’, bashar, kalam. Keempat, sifat
ma’nawiyah, yaitu sifat-sifat yang biasa atau memastikan sifatsifat ma’ani. Sifat terakhir ini terkumpul dalam sifat qadiran,
muridan, ‘aliman, hayan, sami’an, bashiran, dan mutakalliman.
Selain itu, dalam Serat Wirid yang juga ditulis oleh
pengarang yang sama, 20 sifat Pencipta dibagi lagi ke dalam empat
kelompok. Pertama, sifat jalal, yakni sifat ke-Maha Agung-annya
yang mencakup sifat pertama, wujud. Kedua, Sifat Jamal, sifat ke-
Maha Indah-annya, yang mencakup sifat-sifat qidam, baqa,
muhalafah lilhawadisi, dan qiyamuhu binafsihi. Ketiga, Sifat
Kamal, kelompok sifat yang menggambarkan kesempurnaan-Nya,
terdiri dari sama’, bashar, kalam, sami’an, bashiran, dan
mutakalliman. Keempat, sifat Qadar, yakni kumpulan sifat-sifat
yang mendeskripsikan kewenangan Pencipta , yakni wahdaniat,
qudrat, iradat, ‘ilmu, hayat, qadiran, muridan, ‘aliman, dan
hayan.
Paparan lengkap tentang pembagian sifat dalam Serat
Wirid ini yaitu :
“Islam: tegesipun wilujeng. Ingkang wilujeng punika
hayatipun. Tegesipun hayat; gesang, dumunung, wonten
sifat jalal, jamal, kahar, kamal. Jalal: tegesipun agung,
ingkang agung punika Datipun, dene angliputi ing alam
sadaya. Jamal: tegesipun elok. Ingkang elok punika
sipatipun, dene dede jaler, dede estri, dede wandu, sarta
boten arah boten enggen, tanpa warna, tanpa rupa.