Kekristenan dalam warga etnis
Tionghoa di Indonesia dihadapkan pada
suatu cara hidup yang komplek. Unsur
budaya dan kepercayaan nenek moyang
masih sangat kuat dan sangat sulit
dihilangkan. Seringkali didapati jemaat
Kristen yang masih mempercayai dan
melakukan ritual budaya nenek moyang.
Dalam hal ini praktek ramalan berdasarkan
Shio khususnya. Mengapa jemaat Kristen
etnis Tionghoa sulit melepaskan diri dari
mitos, kebudayaan, dan agama nenek
moyang mereka? Bangsa China yaitu
bangsa yang amat bangga atas kebesaran dan
kejayaan budayanya. Budaya Tionghoa sejak
dari zaman dahulu kala begitu mengikat para
pengikutnya. Meskipun di kurun waktu ini
China telah mengalami perubahan besar,
termasuk masuknya komunisme ke China,
kebajikan dan kebesaran lama China tidak
akan lenyap dan bahwa peradaban yang telah
berlangsung lebih dari empat ribu tahun itu
tak dapat dengan mudah dihancurkan. 1
Pada era yang sudah sangat modern
seperti ini, sudah seharusnya ramalan (ilmu
metafisika), menjadi lapuk dan hilang ditelan
waktu. Namun kenyataannya mengapa justru
berlaku hal sebaliknya? Ramalan
mendapatkan tempat spesial di hati manusia
dan semakin popular. Padahal Alkitab secara
jelas mengatakan tidak boleh umat Tuhan
melakukan telaah atau ramalan (Im. 19:26b).
Sebut saja ‘shio’, banyak orang yang
mengenalnya. Kalau direnungkan, ramalan
yang asal usulnya dari China, nyaris tak lepas
dari perhitungan rumit astronomi,
matematika, fisika, kimia, dan lain-lain.
Dengan demikian, jika ada gelar untuk
ramalan yang paling unik dan komplek, maka
ramalan China pasti juaranya.2
Pada awal ide tentang penanggalan,
masa itu para petani membutuhkan suatu
kalender yang dapat dijadikan pedoman bagi
masa tanam dan masa panen. Semua kegiatan
yang dapat mengikuti musim dari tahun ke
tahun. Singkatnya mereka membutuhkan
kalender matahari. Astronom kuno pada saat
itu menemukan kalender matahari – bulan
(Lunii Solar Calender) yang ternyata dapat
memenuhi keinginan petani secara sederhana
dan tepat. Namun perkembangan dari
kalender dan adanya musim, hari libur dan
perayaan, serta hari raya agama Konghucu
maupun ilmu-ilmu ilmiah yang rumit bagi
warga untuk dipahami, memunculkan
sejumlah cerita legenda dan fiksi yang
dikembangkan untuk menyederhanakan
penjelasan itu Seorang pakar “shio” terkenal, dalam
buku yang ditulisnya mengatakan bahwa
menghitung jodoh, rezeki, dan peruntungan
menurut shio (Liok Hap-Shio) yaitu bidang
lain dari ilmu pengetahuan praktis China dan
bukan soal ramal-meramal, namun
perhitungan berdasarkan pada situasi dan
kondisi alam semesta, terutama pada saat saat tertentu yang mempengaruhi hidup dan
kehidupan seseorang berdasarkan
penanggalan China.4 Benarkah demikian?
Alam semesta diciptakan Tuhan dengan
begitu sempurna dan menjadi satu kesatuan
harmoni yang saling melengkapi dan
berkaitan satu dengan yang lain. Semua
diciptakan untuk kepentingan hidup manusia
(Ul. 4:19), namun dalam praktek ramalan shio,
astrologi, dan lain-lainnya, unsur maupun
tanda-tanda alam seringkali di kultuskan,
dianggap bahwa kehidupan manusia
bergantung pada unsur, kedudukan dan
proses alam.
Dalam perkembangan penanggalan
China, perlambangan dengan shio itu
dianggap lebih mudah dan kemudian
berkembang dengan pesat dalam kehidupan berwarga di Tiongkok sebagai penanda
umur seseorang. Selain itu, binatang yang
mewakili cabang bumi dikaitkan dengan
melihat arah mata angin, waktu dari unsur
binatang ini . Hal ini juga dikaitkan
dengan waktu kelahiran bayi ini . Jika
bertepatan, maka akan semakin kuat unsur
dan karakteristiknya. Dalam kepercayaan
warga Tionghoa, juga mempercayai
Yin dan Yang sebagai simbol keseimbangan
dan keserasian dalam kehidupan.
Adapun metode penelitian ini yaitu
metode kualitatif etnografi6
dengan
pendekatan eksposisi. Metode kualitatif
yaitu penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dengan
menggambarkan adanya suatu variable,
gejala atau keadaan, Yang meliputi
pengumpulan data, analisa, dan interpretasi
tentang arti suatu kata. Sedangkan
pendekatan eksposisi mengandung arti
sebuah karangan yang menyajikan sejumlah
pengetahuan atau informasi. Adapun
tujuannya agar pembaca mendapat
pengetahuan atau informasi yang sejelas jelasnya saat membaca penelitian yang
dibuat.
Permasalahan ini menunjukan bahwa
patokan yang diambil dalam menentukan
watak, peruntungan, perjodohan, dan lain lain, yaitu Shio, elemen, serta unsur dalam
elemen ini . Kenyataan ini sudah
menjadi tradisi turun temurun kaum
Tionghoa. Walaupun sudah menjadi tradisi,
bukan berarti menjadi jaminan kebenaran,
karena dalam tradisi juga dapat terjadi
kesalahan, selain juga memperhitungkan
faktor perkembangan (karena penemuan baru
yang berkaitan dengan banyak sumber,
sarana dan pemahaman yang berbeda dapat
terjadi kurang sesuai dan keterikatan kepada
tradisi yang kaku), maka dari itu perlu sikap
kritis terhadap tradisi.
Kaum Kristen Tionghoa khususnya
perlu menjaga agar tradisi (dalam
penggunaan Shio), dan ilmu pengetahuan
(dalam ilmu penanggalan Tionghoa) tidak
sampai menggantikan otoritas Allah. Orang-orang Kristen mula-mula juga memiliki
pengalaman yang sama yaitu memisahkan
nubuat yang benar dari yang salah melalui isi
berita berkenaan dengan pribadi Yesus
Kristus (I Yoh. 4:1-3; I Kor. 12:1-3).11
Analisa Telaah atau Ramalan tehadap
“Shio”
Kekristenan umat Tionghoa
menghadapi masalah saat jemaat mulai
ragu akan masa depan dan menginginkan
segala sesuatu serba cepat dan instan tanpa
ingin melewati proses yang dirasa lama.12
Kenyataan ini membawa orang-orang
Kristen berpaling pada ramalan Shio yang
tidak lebih dari okultisme. Meramal yaitu
praktek meminta nasehat kepada
seseorang, secara ilahi, kepada manusia
ataupun arwah, ataupun benda-benda
dengan cara meneliti suatu obyek atau
tingkah laku, untuk mendapat informasi
tentang masa depan atau masalah-masalah
lainnya diluar pengetahuan normal.
Tenung berarti mencoba mengetahui
sebelumnya atau dari jauh suatu peristiwa
yang tidak dapat dilihat dengan cara
biasa.
Meramal, ramalan dan telaah dicela
di seluruh Alkitab, sebab gagasan ini
sampai pada pendirian bahwa tidak ada
seseorang atau sesuatupun yang berkuasa,
semua ditentukan oleh takdir, yang menjadi
tujuan akhir segala sesuatu, termasuk juga
akhir para ilah atau dewa (band. Ul. 18:9-
12)15. Gagasan seperti ini menyangkal
bahwa Tuhan yaitu yang empunya segala
kuasa, merendahkan dasar pewahyuan
bahwa YAHWEH yaitu Allah yang Maha
Tinggi, Pencipta yang Maha Kuasa.
Manusia diciptakan Allah seturut gambar Nya (Kej. 1:27), gambar diri manusia harus
mengacu kepada Allah, jika
mengasosiasikan kepada Shio maka
gambar diri manusia mengacu kepada
makhluk yang lebih rendah, kepada
kefanaan, dan kehinaan (Rm. 1:22-23).
Penggunaan Shio sendiri tidak membuat
bangsa China lebih menghargai keberadaan
manusia disbanding bangsa lain pada
umumnya.
Allah melarang umat-Nya
mencondongkan telinga kepada ramalan
okultisme atau tenung (Ul. 18:13-14)
termasuk menjadi simpatisan horoskop ataupun Shio (Yes. 44:25; Ul. 4:19; 2Raj.
17:7-8). Tanda-tanda di langit bisa menjadi
ramalan yang menakutkan bagi bangsa bangsa kafir. Kristen sejati menyandarkan
hidupnya kepada Allah, nasibnya
ditentukan imannya dan bukan ramalan
(Gal. 4:8-10; 1Yoh. 4:4; Im. 19:31, 20:6).
Jikalau ramalan Shio benar, maka orang
yang lahir di hari dan jam yang sama akan
sama juga nasibnya. namun fakta
membuktikan bahwa dua anak yang
lahirnya pada waktu yang sama atau anak
kembar sekalipun, bisa saja nasibnya
berbeda atau bertentangan.
Analisa Telaah atau Ramalan Terhadap
Penanggalan Tionghoa
Pada awal mulanya Shio digunakan
sebagai sarana untuk menetapkan sistem
perhitungan musim, masa panen, dan waktu
kelahiran, yang selanjutnya digunakan
sebagai sistem kalender yang pertama.
Merrill C Tenney, menuliskan bahwa sistem
kalender yaitu salah satu praktek ilmu
pengetahuan yang tertua. Tujuannya bukan
hanya untuk pencatatan, namun juga untuk
memprediksi perkembangan-perkembangan alam dan kehidupan. Dalam komunitas
dimana kehidupan mereka bergantung pada
kemungkinan hidup di setiap musim (untuk
menanam, berburu, yang berganti-ganti tiap
musim) mereka harus tahu waktu yang tepat
untuk beraksi atau bertindak.
Pada sekitar 2.679 SM, Kaisar Huang
Ti (黃帝; Kaisar Kuning) memerintahkan
salah seorang menterinya, Da Nao (大撓)
beserta para ahli astronomi kerajaan, untuk
mempelajari bintang-bintang guna
menetapkan sistim perhitungan musim, masa
panen, dan waktu kelahiran. Da Nao (大撓)
mempersiapkan kalender pertama yang
disebut Gan Zi atau Jia Zi, yang
menggabungkan Batang Langit (Wu Xing;
lima elemen) dan Cabang Bumi (12 shio),
yang diumumkan sekitar tahun ke-61 masa
pemerintahannya.20
Sama seperti agama atau kepercayaan
dinamisme lainnya, bahwa ramalan sistem
penghitungan musim merupakan jaminan
sukses akan masa tanam atau berburu. Dan
saat sukses, warga ini harus
mengadakan syukuran semeriah mungkin.
Dalam kepercayaan yang benar semua itu
palsu. Pengamatan-pengamatan harus
dibuatkan daftar perencanaan yang
memungkinkan komunitas itu bersatu dalam
persaudaraan, pentahbisan atau pengabdian. Secara teologis sistem kalender bergantung
kepada imam untuk mengatur kalender,
dengan kalkulasi yang bergantung pada
bagian-bagian teks yang benar dari instruksi,
terbagi sesuai dengan keahlian yang hanya
dipunyai oleh seorang imam. Suatu tugas
yang nyata-nyata diluar kemampuan bagi
yang tidak berpengetahuan tentangnya.
warga Perjanjian Lama
memiliki cara untuk mengukur perjalanan
waktu. Kata Mo’ed, akar katanya berarti
‘menentukan’, dan dipakai dan dipakai untuk
masa-masa seperti bulan baru (Ul. 11:14;
Mzm. 145:15; Yes. 49:8; Yer. 18:23).
Alkitab tidak menekankan kesinambungan
waktu yang abstrak, melainkan menekankan
isi yang diberikan Allah terhadap waktu waktu tertentu dalam sejarah. Waktu ini
disebut ‘linear’ (lurus memanjang) bukan
‘siklis’ (berputar-putar) yang biasa dipakai
oleh bangsa dan budaya lain di dunia kuno.
Allah bergerak untuk mencapai penggenapan
tujuan-Nya. Peristiwa-peristiwa itu tidak
berlangsung begitu saja atau kembali ke titik
awalnya, Allah berdaulat dalam menentukan
saat-saat ini, bahkan Anak-Nya sendiri
selama pelayanan jabatan-Nya di bumi tidak
mengetahui hari atau saat dari penggenapan
tujuan Allah (Mrk. 13:32; Kis. 1:7). Kedaulatan Allah mencakup juga saat-saat
dari hidup perseorangan.
Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus
berkata pada orang banyak: “Apabila kamu
melihat awan naik di sebelah barat, segera
kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu
memang terjadi. Dan apabila kamu melihat
angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari
akan panas terik, dan hal itu memang terjadi.
Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan
langit kamu tahu menilainya, mengapakah
kamu tidak dapat menilai zaman ini?” (Luk.
12:54-56). Kalimat “menilai zaman ini”
(Yunani: ; Inggris: an appointed time,
season; Ind: suatu masa, musim) pada ayat 56
di implementasikan dengan membandingkan
antara mengobservasi perubahan cuaca
dengan “waktu” Tuhan akan masa itu,
dimana Tuhan berbicara tentang kesempatan
dan tanggungjawab. Disini, kata “orang
munafik” memberi tekanan akan
ketidakmampuan mereka mengerti, menaati
Kitab Suci, tidak mengandalkan Tuhan,
sehingga menimbulkan ketidakmampuan
mereka menterjemahkan keadaan “waktu
sekarang”.
Sekalipun orang Ibrani memakai
kalender yang didasarkan atas perhitungan
bulan (kalender solar), namun mereka
sebagai petani cenderung menyebut bagian bagian tahun dengan musim daripada dengan
nama-nama atau bilangan-bilangan bulan.
Tahun (syana) pertama dihitung mulai
dengan bulan musin rontok (yang ketujuh
pada tabel), yaitu bulan Tisyri (Kel. 23:16;
34:22), juga awal tahun sabat (Im. 25:8-10).
Perhitungan bulan dimulai sejak bulan sabit
terkecil pertama kali muncul setelah matahari
terbenam. Karena tahun yang
perhitungannya berdasarkan peredaran bulan
kurang sebelas hari lebih pendek dibanding
tahun berdasarkan peredaran bumi, maka
secara berkala disisipkan bulan ketigabelas
agar hari tahun baru tidak jatuh pada hari
sebelum musim semi tahun itu (Maret-April).
Mengamati waktu siang dan waktu
malam salah satu hari musim rontok, yaitu
pada akhir tahun (Kel. 23:16) dan mengamati
waktu siang dan waktu malam salah satu hari
musim semi, yang disebut pergantian tahun
(2 Taw. 36:10) penting bagi pengaturan
kalender, dan demikian juga bagi pengaturan
hari raya. Analisa Jalan Hidup Manusia sebagai
Kedaulatan Tuhan
Berdasar atas pikiran orang China
yang sangat dipengaruhi oleh dua kebutuhan
fundamental berikut: ketertiban dan harmoni
dalam kehidupan berwarga . Ketertiban
dan harmoni berwarga yaitu ajaran inti
Konfusius, yang percaya bahwa hanya
ketertiban yang dapat memberikan
kebebasan sejati.27 Selain itu, orang
Tionghoa percaya bahwa sukses dalam
kehidupan didasarkan pada lima pengaruh
yang urutannya sebagai berikut: Nasib
(Ming), Keberuntungan (Yun) , Lingkungan
(Feng Shui), Sifat dan kebajikan (Dao de),
Usaha dan pendidikan (Du Shu).Terhadap
pemberlakuan Shio dalam hidup dan
kehidupan warga Tionghoa
menunjukan kenyataan yang kurang
menggembirakan. Memakai perlambang
binatang dalam menandai tahun kelahiran
manusia, peruntungan, dan nasib seseorang
pada kelanjutannya bukanlah suatu yang
bijaksana. Jikalau orang-orang mencoba
memperlakukan binatang dan manusia secara
sama atau sejajar, akibatnya dalam dunia nyata, bukannya bahwa binatang akan
diperlakukan dengan lebih hormat sejak saat
itu, melainkan bahwa manusia akan
diperlakukan dengan kurang hormat.
Manusia ditempatkan pada posisi pada
tempat tertinggi dalam ciptaan, dimahkotai
sebagai raja atas ciptaan yang lebih rendah.
Karena manusia terbatas dan Allah
tidak terbatas, apabila manusia akan
mengenal Allah, maka pengenalan itu
haruslah terjadi oleh pernyataan Allah atau
manifestasi Allah sehingga manusia dapat
mengenal Allah serta bersekutu dengan-Nya.
Pernyataan Allah secara umum melalui:
alam, sejarah, dan susunan manusia (Mzm.
19:2; Rm. 1:20).31
Variabel Kedaulatan Tuhan atas
Keselamatan
Setiap orang yaitu makhluk ciptaan
Allah yang dibuat menurut gambar dan rupa
Allah. Mengenai jiwanya, manusia
diciptakan dengan napas Allah (Kej. 1:26;
Ayub 33:4; Peng. 12:7).32 Allah
mengaruniakan kepada setiap manusia
kekuatan-kekuatan personalitas atau kepribadian yang memungkinkan digunakan
segenap kekuatan dan kemampuan untuk
memuja dan melayani Allah Sang Pencipta.
Kemampuan ini ialah kecerdasan
berpikir, sensibilitas, dan kehendak, bersama
dengan kemampuan untuk membedakan
serta memberikan dorongan, yang kita sebut
hati nurani.33 Kemanusiaan yang sepenuhnya
terjadi apabila kita berhubungan dengan
Allah, melaksanakan kehendak-Nya dengan
sempurna, sehingga menjadi manusia
sempurna yang seutuhnya. Charles Hodge
mengatakan:
“Allah yaitu Roh, jiwa manusia yaitu roh
juga. Sifat-sifat hakiki dari roh ialah akal
budi, hati nurani, dan kehendak. Roh yaitu
unsur yang mampu bernalar, bersifat moral,
dan oleh karena itu juga berkehendak bebas.
saat menciptakan manusia menurut
gambar-Nya Allah menganugerahkan
kepadanya sifat-sifat yang dimiliki-Nya
sendiri sebagai roh. Dengan demikian
manusia berbeda dari semua makhluk lain
yang mendiami bumi ini, serta berkedudukan
jauh lebih tinggi daripada mereka. Manusia
termasuk golongan yang sama dengan Allah
sendiri sehingga ia mampu berkomunikasi
dengan Penciptanya. Kesamaan sifat antara
Allah dengan manusia ini, juga merupakan
keadaan yang diperlukan untuk mengenal
Allah dan karena itu merupakan dasar dari
kesalehan kita. Bila kita tidak diciptakan
menurut gambar Allah, kita tidak dapat
mengenal Dia. Kita akan sama dengan
binatang-binatang yang akhirnya binasa. Roma 5: 16-17, 24; ayat-ayat ini
menjelaskan bahwa orang yang menjadi
milik Kristus Yesus, yang di dalamnya telah
dihuni Roh Kudus, tetap masih memiliki
daging, bahkan dagingnya masih luar biasa
kuatnya. Ayat 24, “Siapa saja yang menjadi
milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan
daging dengan segala hawa nafsu dan
keinginannya”, ayat ini khusus
memperhatikan aspek dosa daging.
Sedangkan ayat 17, “… Sebab keinginan
daging berlawanan dengan keinginan Roh
dan keinginan Roh berlawanan dengan
keinginan daging ”, ayat ini memperhatikan
aspek ego daging. Dua ayat ini menjelaskan,
melalui salib, Kristus membebaskan orang
yang percaya dari kuasa dosa, hingga dosa
tidak berkuasa lagi, sedang melalui
berhuninya Roh Kudus di batin orang
percaya, dari hari ke hari membuat mereka
mengalahkan ego, hingga mereka mutlak taat
kepada-Nya. Perhatikan bagaimana kerasnya
ilustrasi yang Tuhan Yesus berikan tentang
ketidaktaatan.36 Terlepas dari dosa yaitu
perkara yang telah genap, sedangkan
menyangkal ego yaitu perkara yang harus
dikerjakan setiap hari. Variabel Kedaulatan Tuhan atas Kesuksesan
Jaminan utama keberhasilan hidup
orang Kristen yaitu Tuhan (Ul. 28:1-14).
Kebenaran ini didasarkan atas Janji berkat
Tuhan dimana dia telah menyiapkan berkat
yang melimpah “…bagaikan sumber air
yang tidak pernah kering – kepada umat Nya”. Suatu hal yang pasti dari Tuhan bagi
umat-Nya ialah ditetapkannya rancangan
berkat dengan damai sejahtera yang penuh
bagi umat-Nya (Yer. 29:11). Seperti sikap
Bartimeus kepada Tuhan Yesus (Mark. 10:
46-52). Bartimeus yang buta, tidak
membiarkan kebutaan menghalangi berkat
Tuhan. Bartimeus bertindak menggapai apa
yang diberi Tuhan. Inilah contoh sikap iman
yang menjadi dasar penopang umat untuk
berhasil dalam hidup.
Tuhan sendiri telah menjanjikan
sukses itu kepada segenap umatnya (kej.
12:1-3; Bil. 27; 28: 1-14) yang diperlukan
yaitu keberanian untuk mempercayai
Tuhan atas kesuksesan ini dengan
melakukan keyakinan ini dalam
kehidupan dengan tindakan nyata.39 Dunia
melihat sukses sebagai tujuan hidup, tapi
perlu disadari oleh orang percaya bahwa
sukses yaitu sebuah akibat, tidak lebih dari
itu.
Orang dunia, khususnya kaum
Tionghoa, sebagian besar selalu menekankan
secara ekstrem tentang kekayaan materi
sebagai lambang kesuksesan, dan banyak
orang Kristen beranggapan bahwa
kemiskinan yaitu jalan yang yang
berlawanan dengan dunia dan dikehendaki
Tuhan (I Sam. 2:7). Tuhan tidak pernah
mengatakan bahwa orang miskin yaitu
umatNya.40 Disamping itu, mulai banyak
paham yang berasumsi bahwa kemiskinan
yaitu buruk dan tidak rohani dan kekayaan
identik dengan dengan pertumbuhan rohani.
Allah harus membuat mereka kaya agar
nama Allah terjaga dan tidak dipermalukan.
Mereka juga ingin menunjukan bahwa
kekayaan materi yaitu kesaksian hidup
bersama Allah. Dan apabila Allah tidak
menjadikan mereka kaya, mereka berusaha
menolong Allah dengan menggunakan
kemampuan dan rencana sendiri.
Kenyataan ini yang mengakibatkan
Kekristenan suku Tionghoa masih diwarnai
sinkritisme tentang usaha mereka
menggunakan Shio sebagai sarana menelaah
atau meramal untuk mencari peruntungan
dalam usaha dan karir mereka.
Kekayaan yang sesungguhnya
dimaksud oleh Alkitab yaitu berupa
kekayaan rohani, yaitu, mengenal Kristus, menderita karena Kristus (Ibr. 11:26; Mat.
5:11-12), memiliki kasih yang melimpah
(1Tes. 3:12), suka memberi dan membagi (II
Kor. 8:2-3), kaya dalam iman, pengetahuan
dan perkataan (Kol. 2:2-3, II Kor. 8:7).42
Variabel Kedaulatan Tuhan atas Pernikahan
Pernikahan Kristen yaitu
pernikahan yang unik dan tidak sama dengan
pernikahan-pernikahan yang lain, oleh
karena iman keselamatan di dalam Tuhan
Yesus Kristus dan kehidupan yang
didasarkan atas kesaksian Alkitab
menghasilkan keunikan-keunikan yang tidak
dimiliki dunia. Pernikahan Kristen yaitu
inisiatif Allah oleh karena kesaksian Alkitab
bahwa pada mulanya Allah yang berinisiatif
untuk mendirikan lembaga pernikahan (Kej.
2:18,24). Mengetahui bahwa pernikahan
yaitu inisiatif Allah akan membawa
dampak yang luas, baik dalam pengertian
tentang motivasi dan tujuan setiap
pernikahan, maupun dalam penilaian atas
setiap aspek kehidupan pernikahan itu
sendiri.
Bandingkan dengan warga
Tionghoa yang sebagian besar berpatokan
kepada ramalan Shio. Banyak pantangan
bagi pasangan Tionghoa yang mau menikah Pada waktu gadis dilamar, jika umur atau
Shio pemuda ‘jiong’ menurut ramalan Shio
maka pinangannya akan ditolak.
Mengakui bahwa pernikahan
merupakan inisiatif Allah berarti mengakui
adanya tujuan Allah yang agung dari
pernikahan. Pernikahan Kristen bukan hanya
proses munculnya kematangan pribadi,
keinginan untuk mempertanggungjawabkan
kebutuhan seksual, membentuk rumah
tangganya sendiri, bekerja dan
mengumpulkan harta benda, menikmati
kehidupan keluarga, melahirkan dan
mendidik anak-anaknya. Kalau Allah yang
hidup yaitu Allah yang berinisiatif untuk
membentuk lembaga pernikahan, maka
pastilah lembaga pernikahan memiliki
tujuan yang agung, lebih daripada sekedar
manifestasi dari hukum alam. Allah
memiliki tujuan yang kekal dengan
pernikahan, dan tujuan itu hanya dapat
dipahami jikalau pernikahan ditempatkan di
dalam konteks keselamatan Allah dalam
Kristus.
Di bawah ini dijelaskan pernikahan
yang berhasil menurut iman Kristen.
Pertama, di luar keselamatan dalam Kristus,
pernikahan tidak memiliki keunikan sama
sekali. Kasih Agape yang menyatukan pasangan hanya ada dalam Kristus, tujuan
pernikahan untuk mengerjakan pekerjaan
Allah hanya dapat dimengerti oleh mereka
yang sudah hidup dalam Kristus, melahirkan
dan mendidik anak-anak bagi kemuliaan
Allah sama sekali asing bagi mereka yang
tidak mengenal janji anugerah Allah dalam
Kristus, panggilan Allah bagi suami untuk
menjadi kepala dan istri menjadi penolong
yang sepadan hanya dapat diterima oleh
mereka yang takut akan Allah, dan Alkitab
sebagai standart yang mutlak untuk menilai
motivasi, sikap, dan tingkah laku akan
kehilangan nilainya sebagai Firman Allah
dan menjadi relatif jikalau pasangan tidak
hidup dalam Kristus. Kedua, di luar Kristus,
pernikahan Kristen hanya memiliki
perbedaan, dan bukan keunikan, karena di
luar keselamatan dalam Kristus, apa yang
disebut pernikahan Kristen hanyalah
pernikahan dengan upacara Kristen di dalam
gereja. Ketiga, di luar Kristus manusia tidak
akan mengakui bahwa pernikahan mereka
yaitu inisiatif Allah seperti yang disaksikan
Alkitab, karena tidak ada dasar untuk
pengakuan ini . Hanya pasangan yang
sudah mengalami keselamatan dalam Kristus
yang bersedia mempertanggungjawabkan
kehidupan pernikahan mereka kepada Allah.
Tingkah laku, kata-kata, cara hidup,
keputusan-keputusan yang diambil dan
setiap jalan kehidupan pernikahan akan
mendapatkan keunikannya tersendiri oleh karena kepercayaan mereka kepada Kristus
dan Firman-Nya. Keempat, bagi pernikahan
di luar Kristus, pernikahan seringkali
hanyalah bagian dari proses alamiah. Lain
halnya dengan pernikahan Kristen. Allah ada
dan Dia memberikan diri-Nya menjadi
inisiator dari pernikahan anak-anak-Nya.
Pimpinan nyata pada saat anak-anak-Nya
berjalan dalam terang kebenaran Firman-Nya
dan bukan berjalan dalam selera dan
kemauan pribadinya semata-mata.
Pengakuan akan kasih, kebijaksanaan dan
kedaulatan Allah membuat mereka rela
bergaul secara Kristiani dengan setiap orang
percaya yang dilibatkan Allah dengan dirinya
(termasuk dengan mereka yang tidak sesuai
dengan seleranya, atau yang ‘jiong’
Shionya). Karena melalui proses pergaulan
yang bersih dan jujur itulah mereka dipimpin
Allah, melihat tanda-tanda sebagai dasar
pertimbangan, dan akan menemukan jodoh
yang disediakan baginya. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa pernikahan atas dasar
inisiatif Allah, akan menimbulkan
penghargaan atas apa yang sudah
dipersatukan Allah. Dan sebagai orang
percaya, dapat menerima dan menjalani kata kata Tuhan Yesus bahwa, “apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan
manusia” (Mat. 19:6).
Temuan Biblikal terhadap Ramalan
Nabi-nabi di Alkitab bernubuat
bukan meramal, karena: pertama, mereka
yaitu pelayan Firman Allah. Kedua, nubuat
timbul karena nabi-nabi berbicara atas nama
Yang Mahakudus Pemerintah sejarah.
Ketiga, nubuat tampaknya termasuk dalam
gagasan asasi dari pelayanan kenabian (Ul.
18:9).
Dalam Alkitab, ramalan dilakukan
oleh nabi-nabi palsu. Pada saat Mikha dan
Zedekia berhadapan dengan raja Ahab, yang
seorang memperingatkan akan terjadi
kekalahan, sedang yang seorang lagi
menjanjikan kemenangan, padahal keduanya
berdasarkan “ramalan” mereka atas
kewibawaan Tuhan (1 Raj. 22). Bagaimana
dapat membedakan mana yang benar dan
mana yang palsu?49 Perhatikan saat
Yeremia menghadap Hananya, Yeremia
membungkuk di bawah sebuah gandar
melambangkan perbudakan, tapi Hananya mematahkan gandar itu melambangkan
kebebasan (Yer. 28). Suatu peristiwa yang
lebih ekstrim, seperti nabi tua di Betel
membawa kembali ‘abdi Allah’ dari Yehuda
dengan amanat palsu, dan kemudian
menghadapkannya dengan firman Allah
yang benar (1 Raj. 13:18-22). Hal
membedakan nabi sama sekali tidak bersifat
akademis, tapi sepenuhnya penting secara
rohani. Sifat-sifat lahiriah tertentu yang
umum pada seseorang nabi atau peramal
disarankan untuk membedakan antara yang
benar dan yang palsu. Pertama, bahwa
ekstase50 kenabian itu menjadi tanda nabi
yang palsu. Dicatat bahwa ekstase kelompok
menjadi tanda umum ‘navi’ pada zaman
Samuel (1 Sam. 9-10). Kedua, bahwa nabi nabi palsu yaitu pelayan-pelayan yang
mengabdi kepada raja demi kepentingan
mereka, bukan kepentingan Allah. Jadi
mereka hanya mengucapkan kata-kata yang
akan menyenangkan raja. Ketiga, amanat
mereka. Amanat itu ialah amanat damai dan
optimisme yang dangkal (Yeh. 13:10-16),
dan tanpa isi moral, mendukakan orang yang benar, dan meninggikan yang jahat (Yeh.
14:4-5), sebab firman Tuhan senantiasa
yaitu firman yang menentang dosa (Yeh.
14:7-8).
Dalam masa kini, bagaimana umat
Kristen menghadapi dan menyikapi masa
depan yang dirasa tidak menentu? Firman
Tuhan berkata bahwa Tuhan akan
memelihara kita di masa-masa sulit sekalipun
(Yes. 46:4). Janji Tuhan dalam Yohanes
14:16-18, bahwa Tuhan akan memberikan
Roh Kudus yang akan menolong, menyertai,
dan diam di dalam umat-Nya, dan tidak akan
meninggalkan umat-Nya sebagai yatim piatu.
Dalam polemik dunia yang semakin tidak
menentu inipun, umat Kristen dituntut bijak
“membaca zaman” tanpa meninggalkan
kebenaran Firman Tuhan, metode ilmiah ini
akan memberikan wawasan tentang apa yang
akan terjadi di tahun-tahun mendatang.
Pertama, pertumbuhan ekonomi global
masih akan melambat dikarenakan Amerika
belum bangkit sepenuhnya dari krisis
finansial mulai tahun 2008, sementara krisis
hutang yang menghantam Yunani dan
merembet ke Portugal dan Spanyol mulai
mengindikasikan adanya krisis finansial
global jilid 2 yang lebih parah dari krisis
tahun 2008. Kedua, perdagangan dunia yang
diwarnai dengan perang kurs antar negara dalam rangka melindungi kepentingan
nasional masin-masing Negara, terutama
Amerika dan China yang mengarah pada
krisis ekonomi yang diakibatkan oleh inflasi.
Ketiga, politik internasional yang suram
dengan dengan berbagai perang dan ancaman
teroris radikal. Keempat, perubahan iklim
yang ekstrem mempengaruhi hasil tanam,
baik pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Bahkan terjadi badai dan bencana yang
melanda berbagai negara seperti China,
Filipina, dan bahkan Indonesia.
Jadi untuk mengetahui masa depan,
nasib, dan peruntungan, sebagai umat Kristen
sangat tidak tepat jika berpaling kepada
ramalan yang membawa kepada okultisme.
Yang diperlukan yaitu ketaatan kepada
Firman Tuhan, doa dalam kerendahan hati
kepada Tuhan disertai perenungan terhadap
Firman Tuhan, agar mendapat bimbingan
dari Roh Kudus. Maka apapun situasinya,
Allah akan membawa umat-Nya mengatasi
masa-masa sulit dalam damai sejahtera
kasih-Nya (Mzm. 1:1-6).
Temuan Biblikal terhadap Penanggalan
Kanaan sering disebut tanah yang
subur (berlimpah susu dan madu). Allah
memberikan tanah itu bukan semata-mata
tanpa usaha sebagai prosesnya, melainkan semua itu dapat dinikmati oleh Israel bila ia
mengusahakan tanah ini . Implikasinya
yaitu bahwa manusia memang harus
bekerja keras dan berusaha untuk mendapat
makanan atau mempertahankan hidupnya.
saat budaya Tionghoa
mempraktekan Shio dalam penanggalan,
seperti dijelaskan diatas bahwa sejarah
mencatat kebudayaan Israel dan bangsa bangsa lain yang ada di Alkitab
mempraktekannya juga. Allah sendiri
membuat peraturan yang harus dipelihara
bangsa Israel tentang perayaan hari-hari raya
dan musim menabur dan menuai (Kel. 23:14-
17). Dari ineransi Alkitab tentang
pemahaman praktek penanggalan dapat
dipakai sebagai tolak ukur bagi umat Kristen
Tionghoa untuk mempraktekan Shio sebagai
tanda pada penanggalan.
Temuan Biblikal terhadap Jalan Hidup
Manusia
Variabel Keselamatan dalam Jalan Hidup
Alkitab menyajikan hanya satu
langkah menuju keselamatan. saat kepala
penjara di Filipi bertanya “…. Apakah yang
harus aku perbuat, susaha aku selamat?”
Paulus menjawab, “Percayalah kepada
Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan
selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kis. 16:30-31). Iman kepada Yesus Kristus
sebagai Juruselamat yaitu satu-satunya
langkah kepada keselamatan. Berita Alkitab
sudahlah jelas, semua manusia sudah berdosa
kepada Allah (Rm. 3:23). Karena dosa,
manusia terpisah dengan Allah untuk selama lamanya (Rm. 6:23). Hanya karena kasih Nya (Yoh. 3:16), Allah mengambil wujud
manusia dan mati menanggung hukuman
yang sepantasnya diterima manusia (Rm.
5:8; 2Kor. 5:21). Oleh anugerah melalui
iman, Allah menjanjikan pengampunan dosa
dan hidup kekal di surga bagi semua yang
menerima Yesus sebagai Juruselamat (Yoh.
1:12; 3:16; 5:24, Kis. 16:31).54
Sebagaimana bangsa Israel sebagai
umat Tuhan menerima tanah perjanjian
sebagai anugerah dan harus hidup di
dalamnya dengan penuh tanggungjawab,
umat Kristen juga menerima keselamatan
sebagai anugerah dan dengan “takut dan
gentar” menghasilkan buah-buah
keselamatan dalam segala perbuatan baik.
Keselamatan dalam Kristus tidak cuma
berlaku di bumi sekarang ini, namun juga
bumi yang akan dibarui. Memang
kebangkitan dari orang mati merupakan
puncak hidup dalam Kristus (Yoh. 6:39, 44,
54). Namun secara keseluruhan, Injil
menekankan hidup selamat di bumi, hidup benar di bumi, hidup sejahtera di bumi, dan
pada akhirnya hidup bersama Tuhan di Surga
kekal abadi.
Variabel Kesuksesan dalam Peruntungan
(Hokki)
Sukses yaitu konsekuensi, bukan
kebetulan semata-mata. Itu yaitu
konsekuensi tindakan kita yang tepat waktu
dan kepercayaan kita yang tidak lekang oleh
zaman. Lama sebelum ilmu mengemukakan
prinsip bahwa semua aksi punya reaksi
(konsekuensi), Alkitab sudah menjajikan hal
yang sama.56
Sebagai seorang Kristen, menakar
kesuksesan berdasarkan Shio merupakan
langkah yang terlalu tergesa-gesa dan
merendahkan harkat manusia sebagai
“gambar dan citra Allah”. Gambaran diri
manusia bersifat rasional, namun sangat
mempengaruhi sikap setiap orang. Sehingga
rasio dan rasionalisasi positif akan
mewujudkan sikap yang positif juga.
Pertama, pengembangan pikiran positif.
Kembangkan kemauan untuk memikirkan
hal-hal positif (Kol. 3:1-2; Fil. 4:8-9).
Selanjutnya, kembangkan kebiasaan untuk
memikirkan hal positif (I Kor. 15:31; Rm.
12:1-2, 9-21). Kedua, pengembangan sikap
positif, melalui cara: (1) Sikap proaktif dan antisipatif, untuk siap berkembang
menghadapi kemungkinan yang ada. (2)
Sikap inovatif dan kreatif, menemukan hal
baru guna bekerja lebih baik. (3) Sikap
sinergetis, untuk berpikir komprehensif
(luas, meliputi banyak hal). (4) Sikap selektif
proporsional, untuk mengambil tindakan
yang tepat. (5) Sikap antusias untuk
membangkitkan dan mempertahankan
semangat hidup serta kerja dalam segal
kondisi. (6) Sikap asertif, kemampuan untuk
melihat aspek negative dan positif serta
mengambil keputusan yang tepat. (7) Gaya
perseverans, untuk mengembangkan
ketabahan guna bertahan dalam segala
kondisi atau situasi. (8) Sikap kritis untuk
tidak terjebak, yang menolong untuk
membuat penilaian dan keputusan yang
tepat. (9) Sikap pragmatis-produktif, untuk
terus mendatangkan atau mencipta hal-hal
yang membangun serta membawa
keberhasilan.
Pengembangan diri dari sisi
psikologis, kalahkan sikap pesimis dengan
berkata saya akan bangkit, kalahkan perasaan
kuatir dalam diri dengan berkata masih ada
cara lain untuk maju dan berhasil, berikanlah
semangat kepada diri sendiri, jadikan setiap
hari sebagai hari yang baik, tolaklah sikap
menanti nasib. Dari sisi rohani, awali setiap hari dengan doa, doakanlah semua hal, dan
semua orang yang berkaitan langsung dengan
anda, ucapkanlah keinginan dalam doa untuk
berbuat baik kepada semua orang pada setiap
saat (Mat. 7:12; Gal. 6:9-10). Dari sisi sosial,
binalah hubungan baik dengan semua orang,
perbaiki hubungan yang retak, berpantanglah
untuk menyalahkan orang lain, situasi dan
kondisi yang dihadapi dan siap mengoreksi
diri, mulailah dengan senyum atau sopan dan
ramah kepada siapa saja, bukalah mata untuk
mengenal orang lain, tahu tempat dan waktu,
bicaralah sepatutnya. Dari sisi ekonomi,
bekerja dengan benar, baik, keras dan lebih
setia. Menciptakan iklim kerja yang kondusif
bagi diri sendiri dan orang lain. Uang bukan
tujuan akhir, namun uang digunakan untuk
mencapai tujuan. Tidak mengalah pada
kegagalan melainkan bangkit untuk berhasil.
Sukses yaitu bagian dari kerja, bukan tujuan
akhir.
Variabel Kesuksesan dalam Pasangan Hidup
atau Pernikahan
Untuk memulai suatu hubungan yang
baik, ada teori yang Alkitabiah yang akan
menjamin kelangsungan suatu hubungan
ini , yaitu: dari sisi psiko-emosional,
menyangkut sikap diri terhadap diri sendiri.
Sikap ini berkenaan dengan rasa hormat
(esteem) kepada diri berdasarkan nilai-nilai,
serta harga sosial yang telah dibakukan dalam diri yang bersifat subyektif. Hakekat
dan nilai diri bisa membuat seseorang tegak
dan tegar, namun bisa juga membuat orang
menjadi inferior serta cenderung menyesali
serta menyusahkan diri sendiri. Secara
Kristen, sikap penghargaan subyektif bagi
diri dapat dikembangkan dengan cara
berikut: kenyataan rohani, yakin bahwa diri
bernilai atau berharga di mata Tuhan (Ul.
16:15). Menerima diri sebagai anugerah
Tuhan dan mensyukurinya. Bersyukur atas
pengampunan Tuhan. Bersyukur atas
anugerah menjadi manusia baru bagi-Nya (II
Kor. 5:17). Kenyataan psikologis, menolak
kecenderungan memikirkan masa lalu yang
suram, yang gagal, yang memalukan, yang
merendahkan, yang mungkin dipendam
selama ini. Tolak perasaan yang
meremehkan diri sendiri. Tersenyum dan
yakin bahwa masa depan pasti cerah.
Kenyataan sosial budaya, Tolak pikiran
bahwa status sosial diri lebih rendah atau
lebih tinggi dari orang lain. Percaya diri
untuk belajar menempatkan diri secara layak
di tengah warga . Tolak sikap
menganggap diri penting, bersikaplah wajar,
sehingga menjadi individu yang relevan bagi
diri dan orang lain. Buktikan diri dengan
kesetiaan, dalam perkataan dan perbuatan,
semua ini akan bersaksi, menjadikan diri
layak dipercaya, layak diandalkan. Kenyataan individu, lebih mengenal diri
sehingga tahu apa yang terbaik bagi diri
sendiri. bercermin dari sikap orang lain
terhadap diri, karena sikap orang lain yaitu
reaksi atau pencerminan sikap diri seseorang.
Menghargai diri sendiri dan orang lain. Buat
daftar kekuatan dan kelemahan diri, coret
daftar kelemahan dengan tinta merah dan
berkata, “Kekuatanku telah menelan
kelemahanku oleh kasih Tuhan”.
Dalam pernikahanpun, ada
kunci-kunci yang Alkitabiah mengenai
tingkah laku yang akan sangat membantu
keberhasilah hubungan suatu pernikahan,
yaitu: pertama, kedewasan. Inti dari
kedewasaan yaitu ketidakegoisan. Jika
seseorang tidak diberi disiplin yang
sebagaimana mestinya, maka dia akan
memasuki pernikahan dalam keadaan tidak
dewasa, sehingga kemauannya harus selalu
dituruti dalam hampir setiap situasi. Sikap
seperti ini, akan sangat sukar disadari dan
diakui oleh orang yang tidak dewasa, dan
merupakan suatu hal yang akan
mencelakakan pernikahan. Cara untuk
mengatasi egoisme yaitu : akuilah bahwa
egoisme itu dosa dan jangan mencoba
bersembunyi di balik kesuksesan akdemis
maupun ekonomi untuk menutupi
egoisme.60 Konflik biasanya disebabkan oleh
keinginan-keinginan yang berbeda yang membutuhkan ketidakegoisan untuk
menyesuaikan diri. Justru perkawinan yang
tidak pernah mengalami pertengkaran pada
umumnya merupakan perkawinan yang kaku
ataupun tidak serasi dimana ada aspek yang
disembunyikan dan telah dikompromikan
dalam usaha untuk menipu orang lain bahwa
ada perdamaian dan keharmonisan dalam
pernikahan. Masalah yaitu ujian untuk
menguji kedewasaan. Tapi belum tentu juga
pertengkaran merupakan jawaban yang
benar. Menurut sistem perekonomian Tuhan,
seseorang tidak akan pernah mendapatkan
sesuatu dengan cara mengharapkan saja akan
memperolehnya dari orang lain. Cara
mendapatkan sesuatu yaitu dengan
memberikan hal itu kepada orang lain.
Sebagai contoh, jika menginginkan cinta
kasih, jangan mencarinya tapi berikanlah
cinta kasih. Jika menginginkan teman, jangan
mencoba mencarinya tapi jadilah orang yang
ramah tamah. Kedua, tunduk. Tuhan
menghendaki pria sebagai kepala rumah
tangga. Jika ini tidak terjadi maka pria tidak
akan memiliki rasa tanggungjawab, dan di
bawah sadarnya pria akan merasa menikah
dengan ibunya yang kedua. Anak-anaknya
akan segera mengetahui siapa bos dalam
rumah tangga, dan mereka tidak atau kurang
menghormati ayah mereka lagi.
Sesungguhnya, rasa hormat yang alamiah pada anak-anak terhadap ayahnya
merupakan hal yang penting bagi
penyesuaian diri mereka terhadap kehidupan.
Ketiga, kasih. Alkitab berkata bahwa
kasih seorang suami terhadap istrinya
seharusnya sama dengan kasih terhadap
dirinya sendiri dan dengan penuh
pengorbanan (Ef. 5:25). Tidak ada seorang
wanita pun yang tidak berbahagia bila
diberikan kasih semacam itu. Dan suami
yang memberikan kasih semacam itu akan
menjadi penerima suatu bentuk kasih yang
penuh pengorbanan.63 Keempat, komunikasi.
Semua perbedaan dan persoalan dalam suatu
pernikahan tidak merupakan hal yang
berbahaya. Yang berbahaya ialah,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi
mengenai segala perbedaan atau persoalan
itu. Alkitab mengajarkan untuk “menyatakan
kebenaran dengan hati penuh kasih” (Ef.
4:15, terj. Kabar Baik) yang dapat
ditunjukkan dengan dua kata, yaitu: maafkan
aku, dan aku mengasihimu. Kelima, doa.
Kunci dari pernikahan yang berbahagia
tidaklah lengkap bila tidak menyertakan doa.
Doa kepada Allah Bapa di Surga yaitu alat
komunikasi yang paling baik diantara dua orang. Yang terakhir yaitu Kristus.Bila
dua orang secara pribadi berhubungan
dengan tepat kepada Kristus, mereka
kemungkinan akan menjadi sangat besar
untuk berhubungan dengan tepat satu pada
yang lain. Yesus Kristus sebagai Juruselamat
pribadi, akan menjadi Tuhan dan Juruselamat
dalam pernikahan yang lestari.65 Bila ini
terjadi, rumah tangga akan berjalan di dalam
damai dan berkat yang kekal.66
Tanda-tanda pertumbuhan dalam
pernikahan Kristen: pertama, pertumbuhan
dalam kebenaran Firman Allah. Dari
orientasi praktis menjadi berorientasi
teologis dimana sikap dan tingkah laku suami
istri berorientasi pada kebenaran Firman
Allah. Kedua, pertumbuhan dalam kasih.
Merupakan proses peralihan dari kasih
natural yang subyektif menjadi kasih yang
obyektif. Ketiga, pertumbuhan dalam
komunikasi, yang juga ditandai dengan
peralihan dari komunikasi monologis, ke
komunikasi dialogis. Keempat, pertumbuhan
dalam iman Kristen. Pertumbuhan yang
sejati dalam hubungan suami istri ditandai
dengan proses peralihan dari kasih dengan
jiwa legalitas yang bersyarat, menjadi kasih dengan jiwa anugerah Allah dalam Kristus
yang tidak bersyarat, Sehingga masing masing mereka dapat dengan tulus berkata,
“Aku mengasihimu sebagaimana engkau
ada, pada saat sehat maupun sakit, pada saat
engkau menyenangkan perasaanku maupun
pada saat engkau tidak berhasil menyukakan
hatiku”. Inilah yang Galatia 5:13 disebut
sebagai “kemerdekaan untuk mengasihi”.
Hasil mengenai makna “Janganlah
kamu melakukan telaah atau ramalan”
menurut Imamat 19:26b dan Pengaruhnya
terhadap “Shio” pada budaya Tionghoa bagi
umat Kristen, sebagai berikut: Pertama,
Penerapan makna kitab Imamat 19:26b
tentang “Janganlah kamu melakukan telaah
atau ramalan” yaitu , mereka yang
mempraktekkan “Shio” sebagai ramalan
sama dengan sinkritisme, melakukan nubuat
kosong, sama dengan berpaling kepada roh roh peramal, dan melakukan praktek
okultisme. Allah menegaskan bahwa
perbuatan ramal tidak boleh ada pada hidup
orang percaya. Kedua, Tidak ada seorangpun
di dunia ini yang dapat meramal apa yang
dapat terjadi, karena Allah sendiri yang
merencanakan dan mengatur segala sesuatu.
Kristen sejati menyandarkan hidupnya
kepada Allah, nasibnya ditentukan imannya dan bukan ramalan (Gal. 4:8-10; 1Yoh. 4:4;
Im. 19:31, 20:6). Kejadian-kejadian yang
ada dalam Alkitab bukanlah ramalan
namun nubuatan. Nabi-nabi di Perjanjian
Lama maupun di Perjanjian Baru
melakukannya atas arahan Allah. Misalnya:
Abraham (nubuat Abimelekh kepada raja
Gerar mengenai Sara. Kej. 20:7), nabi Yoel
(bernubuat pada masa penguasa Raja Yoas,
Amazia, dan Uzia), Amos (bernubuat pada
masa pemerintahan Yerobeam II), Yunus
(bernubuat pada pemerintahan Yerobeam II),
nabi Hosea (bernubuat masa Yerobeam II,
Zakharia, Salum, Menahem, Pekahya, Pekah,
dan Hosea), sampai pada Maleakhi. Semua
nabi-nabi itu pilihan Allah dan bernubuat
atas arahan Allah. Ketiga, Sistem
penghitungan musim dan kalender yaitu
salah satu praktek ilmu pengetahuan yang
tertua yang merupakan jaminan sukses akan
masa tanam atau berburu. warga
Perjanjian Lama memiliki cara untuk
mengukur perjalanan waktu (Ul. 11:14;
Mzm. 145:15; Yes. 49:8; Yer. 18:23). Allah
menekankan isi yang diberikan terhadap
waktu tertentu dalam sejarah yang bersifat
linear (lurus memanjang) dalam mencapai
penggenapan-Nya, bukan secara siklis
(berputar-putar). Dalam Perjanjian Baru,
Tuhan Yesus mengimplementasikan
observasi alam dengan membandingkan perubahan cuaca dengan “waktu” Tuhan
akan masa itu. Dimana umat Tuhan mengerti
akan tanda-tanda alam secara harafiah namun
tidak mampu menerjemahkan menurut Kitab
Suci. Seperti umat Israel, warga
Tionghoapun mempelajari bintang-bintang
guna menetapkan sistem perhitungan musim,
masa panen, dan waktu kelahiran. Cabang
Bumi yang disimbolkan dengan 12 Shio,
digabungkan dengan Batang Langit (lima
elemen), dipersiapkan sebagai kalender
pertama yang disebut Gan Zi atau Jia Zi.
Keempat, Karena manusia terbatas dan Allah
tidak terbatas, apabila manusia akan
mengenal DIA maka pengenalan itu haruslah
terjadi oleh pernyataan Allah atau
manifestasi Allah sehingga manusia dapat
mengenal DIA serta bersekutu dengan-Nya.
Itulah yang dinamakan kedaulatan Allah.