Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Quran. Oleh sebab itu, memahami dan mengkaji hadis
secara mendalam menjadi hal yang sangat penting bagi umat Islam. Salah satu aspek penting dalam studi hadis yaitu
mengevaluasi kualitas hadis berdasarkan kritik sanad dan matan. Dalam hal rujukan, hadits yang shahih menjadi dasar dalam
menentukan suatu hukum. Hadis shahih, hasan, dan dhaif merupakan kategori penting dalam ilmu hadis, yang membantu
menentukan kualitas dan keaslian hadis yang disebutkan.. Definisi dan syarat-syarat hadis shahih, hasan, dan dhaif sangat
penting untuk dipahami oleh para ulama dan ahli hadis. Dengan mengetahui kategori-kategori tersebut, mereka dapat
memahami kualitas dan keaslian hadis yang disebutkan, sehingga dapat memastikan keaslian hadis tersebut. Artikel ini
menggunakan metode penelitian systematic literature review. Penelitian ini dilakukan dengan cara mencari dan
mengumpulkan beberapa jurnal-jurnal serta diambil semua kesimpulan lalu ditelaah secara mendalam melalui cara yang rinci
agar mandapatkan hasil akhir yang sesuia dengan apa yang diharapkan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pentingnya
memahami dan mengerti tentang sanad dan matan untuk menentukan keandalan hadis. Dengan memahami dan menganalisis
kualitas sanad dan matan, kita dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dalam menerima atau menolak kebenaran pada
sebuah hadis.
Hadits bermakna sebagai salah satu sumber hukum islam yang membarikan pemahaman lebih
lanjut mengenai ajaran dan tindalan Nabi sebagai teladan bagi umat islam. Hadits juga memiliki pengertian
yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW semata
melainkan juga segala yang di sandarkan kepada sahabat dan tabi’in. Hadits yang diterima oleh para
sahabat dengan cepat tetrsebar luas di kalangan masyarakat sebab mayoritas sahabat s angat antusias
dalam mencari dan menyampaikan Hadits Nabi kepada orang lain
Hadits merupakan landasan hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.Hadits sebagai sumber kedua ini
ditunjukkan oleh tiga hal, yaitu; al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-
Quran menekankan bahwa Rasulullah berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah. sebab itu apa yang
disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani oleh kaum Muslimin. Tulisan
ini menemukan bahwa fungsi hadist terhadap al-Quran yaitu sebagai bayan dan muhaqiq (penjelas dan penguat)
bagi al-Quran.
Hadits memegang peranan penting dalam menentukan hukum islam setelah Al-Qur’an, sebab
hadits berfungsi sebagai penjelas makna dalam teks suci tersebut. Terutama pada ayat -ayat yang masih
samar dan ambigu, seorang penafsir seringkali menggunakan hadits untuk memudahkan pemahaman,
seiring dengan perkembangan ilmu hadits, ada kelompok yang serius dalam mempelajari hadits dengan
bertujuan mengklasifikasikannya berdasarkan kualitas, baik dari segi isi maupun sanadnya. Hal ini
bertujuan untuk mengidentifikasikan hadits yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum yang kuat, serta
hadits yang tidak dapat digunakan sebagai landasan hukum. Dengan demikian, kedudukan hadits dalam
sumber hukum islam menjadi sangat penting.
Munculnya produk hadits yang sangat melimpah itu, sejumlah ulama mengumpulkan, menyaring, dan
men-sistematisir dengan melakukan perjalanan menjelajah seluruh dunia Islam saat itu (disebut “pencarian
hadits”). Akhir abad ke-3 (permulaan 10 M) telah dihasilkan beberapa koleksi hadits. Pada masa itu juga muncul
pengkategorian hadits untuk menyaringnya.
ada macam-macam hadist menurut sanad dan matan yaitu: hadits shahih, hadits yang benar, sah,
dan tidak cacat. Hadist hasan, hadis yang pada sanadnya tidak ada orang yang tertuduh dusta. Hadist dhoif,
dhaif berarti lemah sebagai lawan dari kata qawiy yang artinya kuat. Maka dari itu artikel ini menjelaskan tentang
Hadis Shahih, Hasan dan Dho’if ditinjau dari kualitas sanad dan matan.
Artikel ini menggunakan metode penelitian systematic literature review. Penelitian ini dilakukan dengan cara
mencari dan mengumpulkan beberapa jurnal-jurnal serta diambil semua kesimpulan lalu ditelaah secara
mendalam melalui cara yang rinci agar mandapatkan hasil akhir yang sesuai dengan apa yang diharapkan Kajian
ini mendalami dan menjelaskan secara rinci tiga jenis hadis berdasarkan kualitas sanad dan matan: hadis shahih,
hadis hasan, dan hadis dha'if
Pengertian sanad dan matan
Sanad berarti sandaran, yang kita bersandar padanya, dan dapat dipercayai, dan berarti keseluruhan rawy
dalam suatu hadist dengan sifat dan bentuk yang ada. Sanad yaitu konsep keilmuan yang berfungsi sebagai
silsilah keilmuan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan
menyampaikannya, menentukan kualitas dan otentisitas informasi berupa hadits.
Matan menurut bahasa berarti punggung jalan tanah keras dan tinggi, sedangkan matan menurut istilah
yaitu bunyi atau kalimat yang ada dalam hadits yang menjadi isi riwayat, berbentuk qaul, fi’il, dan taqrir
dari Rasulullah Saw.
Hadis dibagi menjadi 2 golongan yang telah memenuhi syarat-syarat qobul hadis yang diterima atas
kebenaran dan kejujuran orang dalam meriwayat. Hadis Maqbul terdiri atas Hadis Shahih dan Hadis Hasan, dan
Hadis Mardud yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat qobul, yang tidak diterima kebenarannya dan tidak
boleh dijadikan hujjah. Hadist mardud terdiri atas hadist dhaif.
Macam-macam hadist maqbul
1. Hadist shohih
a. Pengertian
Hadits shahih sering dianggap sebagai hadits yang "sehat" dan bebas dari "sakit". Menurut Shubhi al-Shalih,
secara bahasa, hadits shahih yaitu hadits yang benar, sah, dan tidak cacat. Secara khusus, hadits shahih
menurutnya yaitu hadits dengan sanad yang terus menerus, diteruskan oleh periwayat yang adil dan terpercaya,
hingga mencapai Rasulullah atau sahabat tanpa kejanggalan atau cacat.
Imam Ibn al-Shalah juga mendefinisikan hadits shahih sebagai hadits yang disandarkan pada Nabi, dengan sanad
yang terus menerus, diteruskan oleh periwayat yang adil dan terpercaya, tanpa kejanggalan atau cacat.
Ibn Hajar al-‘Asqalani lebih singkat dalam definisinya, menyebutkan bahwa hadits shahih yaitu hadits yang
diteruskan oleh periwayat yang adil, memiliki kualitas terpercaya, dengan sanad yang terus menerus, tanpa cacat
atau kejanggalan.
b. Syarat hadist shohih: (KITAB, n.d.)
1. Keterhubungan Sanad: Tiap rangkaian perawi memiliki koneksi guru-murid, yang dapat dikonfirmasi
melalui biografi perawi dalam kitab rijal atau melalui informasi tentang perjalanan ilmiah mereka.
2. Tanpa Syadz: Syadz yaitu keadaan di mana hadis bertentangan dengan versi yang lebih baik kualitasnya
dari perawi yang sama.
3. Bebas dari Illat: Illat yaitu cacat yang muncul dalam sebuah hadis akibat kesalahan tidak disengaja, yang
dapat diidentifikasi dengan membandingkan versi perawi yang terpercaya.
4. Keadilan Perawi: Seorang perawi yang adil yaitu yang menjaga ketakwaan dan menjauhi dosa kecil,
dengan lima syarat yang harus dipenuhi.
5. Keandalan Perawi: Dhabith dibagi menjadi dua jenis: dhabith shadr, yang menunjukkan kekuatan hafalan,
dan dhabith kitab, yang menandakan tulisan yang dijaga dengan baik oleh penulisnya. Konsep 'am mitslihi
dan mu’tamidun fii dhabthihi wa naqlihi mengacu pada kepercayaan pada keandalan perawi dan ketepatan
penyaluran informasi mereka.
c. Pembagian dan contoh hadist shahih:
Pada pembagian ini hadist shahih di bagi menjadi 2 bagian yaitu: Hadis Shahih Lidzatihi” dan “Hadis
Shahih Li-ghairihi”
Hadist shahih lidzatihi yaitu hadist yang telah memenuhi kelima syarat syarat hadist shahih tersebut.
Berikut contoh hadist shahih lidzatihi:
حَدَثَناَ يَحيَْى ْنُْ يَحيَْى، َاحَ : ْرْأتََ يَلىَ َالِ ح ٍَ ، ْنىَ َفْ ََ نْ َ لنُْ َلحَْلٍْ ، ْنىَ لطحءَىَ لنُْ َسحرََى، ْنىَ ألَُأ َنح لدٍَ لخْ لسْنيِْْ ْ، َفَأ َاٍَْ سَ لِ َ يَل ِْ ل حَْلىَ
َلَل ٍَ ََ ، َاحَ : « ْ رْْ ِْ ْ َو َْ َى لْ َد ُْ َْ ِْ ْ َا لِ ْ ََ يَلىَ لْ ِّْ َلل َليْ ٍْ
“telah mengabarkan kepadaku yahya bin yahya, ia berkata: aku membacakan kepada malik, dari safwan bin
sulaim, dari atha’ bin yasar, dari sa’id al-khudri, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “mandi pada hari jum’at hukumnya wajib, yakni bagi yang telah bermimpi (yang telah balig)”
(HR. Muslim)
Hadis Shahih Li-ghairihi yaitu kualitas hadis shahih yang disebabkan oleh perawinya yang memiliki
kekurangan dari kriteria hadis shahih. Hadis ini bisa naik kualitasnya terhadap hadis shahih apabila ada
dalil yang lebih shahih untuk mendukung hadis tersebut. Berikut ini yaitu contoh hadist shahih Li-
ghairihi:
احال ألدِْ يْلَ ِ لحلى لْلٍَ: "الُْ حدحلى بلًُ بقلاُ نٍ بقلَ َْندِْ يًِ ححليٍ’’ ؛ فحال يأخى تحدلِْ دلِحُنىتح ْثلثَِْ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “juallah kepada kami seekor unta dengan beberapa ekor
unta muda dari unta zakat sesuai dengan hitungannya”, maka ia mengambil seekor unta jantan ditukar
dengan dua ekor unta muda atau tiga ekor unta betina” (HR. Ahmad dan Baihaqi
d. Kedudukan dan hukum hadist shahih
Hadits Shahih mempunyai kedudukan posisi yang di dalam Islam sebagai landasan hukum yang kuat
yang dapat dijadikan pedoman dalam menafsirkan dan menegakkan hukum Islam. Hadits Shahih dikatakan
mempunyai kedudukan yang sama dalam menetapkan hukum Islam dengan Al - Qur'an. maka Al -Qur'an
menempati kedudukan pertama sedangkan hadist shahih meempati kedudukan kedua. Hadits Shahih sangat
penting untuk menjelaskan dan mencerahkan poin-poin yang tidak dijelaskan secara jelas dalam Al - Qur'an.
Penjelasan yang jelas mengenai ajaran Nabi menjadikan hukum Islam dapat dipahami dan tidak mungkin
mempunyai makna lain.
2. Hadist hasan
Menurut bahasa, hadist hasan berarti baik dan bagus. Sebagian ulama hadis mendefenisikan hadis
hasan ialah; Hadis yang pada sanadnya tidak ada orang yang tertuduh dusta, tidak ada kejanggalan
pada matannya dan hadis itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan yang sepadan maknanya. Menurut Imam at-Tirmidzi, hadis hasan ialah; Tiap-tiap hadis yang tidak ada pada sanadnya
perawi yang tertuduh dusta, pada matannya tidak ada kejanggalan, dan hadis itu diriwayatkan tidak
hanya dengan satu jalan yang sepadan dengannya. Menurut At-Thibi, hadis hasan yaitu “Hadis musnad
(muttasil dan marfu’) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah, atau hadis mursal yang sanad sanadnya
tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadis itu terhindar dari syâdz (kejanggalan) dan illat
(kekacauan).” Abdul Majid Khon mendefenisikan hadis hasan yaitu “Hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syâdz) dan tidak ada
illat”. Mayoritas ulama ahli hadis berpendapat bahwa hadis hasan yaitu : “Hadis yang dinukilkan oleh
seorang yang adil, (tapi) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak ada
‘illat serta kejanggalan pada matannya.”.Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan
bahwa hadis hasan hampir sama dengan hadis shahih, hanya saja ada perbedaan dalam soal ingatan
perawi. Pada hadis hasan ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna.
b. Syarat-syarat hadist hasan
Secara rinci syarat-syarat hadis hasan yaitu sebagai berikut
a. Bersambung sanadnya;
b. Rawinya adil;
c. Rawinya dhabith, tetapi kualitas ke-dhabit-annya di bawah kedhabit-an perawi hadis shahih;
d. Tidak ada kejanggalan atau syâdz;
e. Tidak ada illat (cacat)
c. Macam-macam Hadis Hasan
Para ulama ahli hadis membagi hadis hasan kepada dua macam, yaitu;
Hadis hasan lidzâtihi, artinya hadis hasan sebab dzatnya atau dirinya. Secara terminologi, hadis hasan
lidzâtihi sebagaimana pengertian diatas, yaitu hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai
akhir, diriwayatkan oleh orang-orang yang adil tetapi ada yang kurang dhabith, serta tidak ada syudzudz dan
illat.
Ibnu al-Shalah memberikan batasan hadis jenis ini dengan; “bahwasanya para perawinya masyhur/terkenal
dengan kejujurannya, amanah, meskipun tidak mencapai derajat perawi hadis shahih, sebab keterbatasan
kekuatan dan kebagusan hafalannya. Meskipun demikian, hadis yang diriwayatkannya tidak termasuk
kedalam golongan yang munkar”
Contoh hadist hasan lidzatihi:
ْنىَ جأ لدَل جمِْ فَح َُ حَْل ٍْ نُْْ تَْندْ َِ حَدَثَناَ َْْلحَْلَْ حَدَثَناَ :احَ خيٍتلِْ لِتأْ حٍ َ ِْ ْ يٍَ َ ٍْ ألَُأ لنُْ لتاَُْ ألَُأ نْىَ ْلأل َْ َ ِْ ْ فَْتَ ُْ لى ألَُأ احَ ْلخ لتَد ْ
َد َ ِْ ْ َ ْ ََ ُْ َأ فَلً لََل ٍَ ََ ل حَْلىَ ْ َ يَل َ ل َ اٍَْْ سَ اَحَ اَْْاَى ْلَ ْنَدِْ ْ ل تَمْيَلُ ألَُأ لْدْ لُ ٍَ ل َْحجرِْ لالَ ل لَيَْو لْ
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dia berkata, ”Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, ia berkata,’ Telah
menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman Adh Dhuba’i dari Abu Imran Al Jauni dari Abu Bakr bin
Abu Musa Al Asy’ari ia berkata,
”Aku mendengar ayahku berkata saat di hadapan musuh, ”Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, ”Sesungguhnya pintu-
pintu surga berada di bawah naungan pedang…”
Hadis hasan li ghairii
Hasan li ghairihi, artinya; hasan sebab yang lainnya. Maksudnya, suatu hadis menjadi hasan sebab
dibantu dari jalan lain. Hasan li ghairihi menurut istilah ialah satu hadis yang dalam sanadnya ada perawi
yang mastur, atau perawi yang kurang kuat hafalannya, atau perawi yang tercampur hafalannya sebab sudah
lanjut usia, atau perawi yang mudallis atau perawi yang pernah keliru dalam meriwayatkan, atau perawi yang
pernah salah dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan dengan jalan lain yang sebanding dengannya
Tingkatan hadis hasan li ghairihi yaitu tingkatan yang paling rendah diantara hadis maqbul. Dengan
demikian, hadis hasan lighairih yaitu hadis yang kualitas hadisnya pada dasarnya berada dibawah derajat
hadis hasan. Ia berada pada derajat hadis dha’if. Hadis dha’if yang bisa naik kedudukannya menjadi hadis
hasan hanya hadishadis yang tidak terlalu lemah, sementara hadis-hadis yang sangat lemah, seperti hadis
maudhu’ hadis munkar dan hadis matruk, betapapun adanya syahid dan muttabi’ kedudukannya tetap sebagai
hadis dha’if tidak bisa berubah menjadi hadis hasan. Contoh hadist hasan li ghairihi: Hasan Lighoirihi
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, yaitu:
يل ى لَِز و سْز ل أد ُ نٍ أتٍْ فأ لح ُأ نى دْ ح ُس ن ُ تٍحى ن ُ ِ نل ى لد ٍُ اح َ ِ نح ل ى ن ُ لَ حى نى
احا ل نح ل د هزحِخ ل اح َ لد ل ِح َ نح ل د د ُ ا ِحٍ َ ار ن نٍ لح ض سأ لل ٍ َ لح ل ى ِ يل َ ِ اٍَ س
Dari Syu’bah, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya, bahwa
seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal. Maka Rasulullah SAW
bersabda,”Apakah engkau merelakan dirimu sedangkan engkau hanya mendapat mahar sepasang
sandal?” Wanita tersebut menjawab,”Ya.” Maka Rasulullah SAW membolehkannya.”
d. Kedudukan dan hukum hadist hasan
Hadits Hasan menempati posisi yang kedua setelah Al-Qur'an dalam kehujjahan hukum Islam. Hal
ini menunjukkan bahwa hadits hasan sangat penting dalam menentukan dan menetapkan hukum Islam.
Hadist hasan hampir memiliki kesamaan dengan hadist shahih, kecuali dalam hal perawinya yang tidak
sebanding dengan perawi hadits shahih. Hadits Hasan mempunyai posisi yang berada diantara hadist shahih
dan hadist dhaif.
HADIST MARDUD
3. Hadist dhoif
Menurut Bahasa, dhaif berarti lemah sebagai lawan dari kata qawiy yang artinya kuat. Secara
istilah, menurut imam an-nawawi hadist dhaif yaitu hadist yang kehilangan satu syarat atau lebih
syarat-syarat hadist shahih atau hasan. Abdul qadir hassan juga mendefinisikan hadist dhaif yaitu
hadist yang terputus sanadnya atau diantara rawi-rawinya ada yang bercatat.
Pembagian hadist dhaif
Al-iraqi, membagi hadist dhaif menjadi 42 macam, sementara muhadditsun lainnya
mengatakan jumlahnya lebih banyak dari itu, bahkan ada yang membaginya sampai 129 macam. Para
ulama hadist mengatakan bahwa ada dua keadaan yang membuat suatu hadist itu dhaif, yaitu
sebab putus sanadnya dan sebab tercacat seorang rawi atu beberapa rawinya.
1). Hadist sebab putus sanadnya:
Hadis mu’allaq Menurut bahasa mu’allaq yaitu isim maf’ul dari kata ‘allaqa, yang artinya
menghubungkan dan menjadikannya sebagai sesuatu yang bergantung. Satu sanad di katakan
mu’allaq sebab dia hanya bersambung dengan bagian dari arah atas saja dan terputus di bagian
bawah, sehingga seolah-olah dia merupakan sesuatu yang bergantung pada suatu atap dan lain
sebagainya.
a. Hadis mu’dhal Menurut bahasa mu’dhal yaitu isim maf’ul dari kata “a’dhala”, semakna dengan kata
“a’yaa”, yang berarti memayahkan. Secara istilah, hadis mu’dhal ialah: “Hadis yang gugur dari
sanadnya dua orang perawi atau lebih secara berturut-turut.”
b. Hadis munqathi’ Kata munqathi’ yaitu bentuk isim fa’il dari kata “inqata’a”, mashdar-nya al-inqitha’
lawan kata “al-ittishal”, yang berarti terputus lawan kata bersambung. Sebagian ulama hadis
mengatakan bahwa hadis munqathi’ ialah: ”Hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat pada
satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.”
c. Hadis mursal Kata mursal yaitu isim maf’ul dari kata “arsala” yang berarti “athlaqa”, yakni;
melepaskan. Seakan-akan hadis mursal itu melepas sanadnya, dan tidak mengikatnya dengan perawi
yang dikenal. Muhammad Ajjaj al-Khatib mengatakan bahwa hadis mursal ialah; “Hadis yang
diangkat langsung oleh tabi’in kepada Rasulullah SAW, berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir
(ketetapan), baik itu tabi’in kecil maupun tabi’in besar.”
d. Hadis mudallas Kata al-mudallas yaitu isim maf’ul dari kata dallasa yang berarti tersimpannya cacat
harta dagangan dari si pembeli. Kata dallasa, yudallisu, tadlis berarti gelap atau campuran yang gelap,
seakan-akan sebuah hadis menjadi mudallas sebab ia tertutup bagi seseorang yang ingin mengetahui
hadis itu, keadaannya menjadi lebih gelap sehingga hadis tersebut menjadi mudallas yakni hadis yang
menyimpan cacat.
2). Daif sebab cacat rawi Hadis dha’if sebab tercacat rawi terbagi kepada dua macam, yaitu; sebab
cacat keadilan rawi dan sebab cacat kedhabitan rawi.
a. Dha’if sebab cacat keadilan.
Dha’if sebab cacat keadilan rawi, terdiri dari tiga macam, yaitu;
1) Matruk
Hadis matruk ialah satu hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta serta tidak
diketahui hadis itu melainkan dari jurusan dia saja.
2) Mubham
Abdul Qadir Hassan mengatakan bahwa hadis mubham yaitu satu hadis yang pada matannya atau
sanadnya ada seorang yang tidak disebutkan namanya.
3) Majhul
Hadis majhul yaitu hadis yang di dalam sanad-nya ada seorang rawi yang tidak dikenal jati
dirinya atau tidak dikenal orangnya.
b. Dha’if sebab cacat kedhabitan
Dha’if sebab cacat kedhabitan terdiri dari;
1) Munkar
Secara istilah, hadis munkar ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan bertentangan
dengan riwayat perawi yang tsiqah.
2) Mu’allal
Menurut Abdul Qadir Hassan, hadis mu’allal ialah hadis yang zhahirnya sah, tetapi setelah diperiksa
ada cacatnya.
3) Mudraj
Hadis mudrâj menurut istilah ialah hadis yang asal sanadnya berubah atau matannya tercampur
dengan sesuatu yang bukan bagiannya tanpa ada pemisah.
4) Maqlub
Sebagian ahli hadis mendefenisikan hadis maqlûb, yaitu “Hadis yang terjadi mukhalafah (menyalahi
hadis lain) disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.
5) Mudhtarib
Secara istilah hadis mudhtharib yaitu hadis yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda-beda serta
sama dalam tingkat kekuatannya, dimana satu jalur dengan yang lainnya tidak memungkinkan untuk
disatukan dan tidak mungkin pula untuk dipilih salah satu yang terkuat.
6) Syadz
Sebagian muhadditsun mendefenisikan hadis syadz ialah “Hadis yang diriwayatkan oleh seorang
yang maqbul (tsiqah) menyalahi riwayat orang yang lebih rajih (kuat), lantaran mempunyai kelebihan
kedhabitan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya dari segi pentarjihan.”
7) Mushahhaf
Menurut sebagian muhadditsûn, hadis mushahhaf ialah hadis yang mukhalafahnya sebab perubahan
titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tetap.
8) Muharraf
Sebagian muhadditsun mengatakan hadis muharraf ialah “Hadis yang mukhalafahnya terjadi
disebabkan sebab perubahan syakal kata (baris), dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.”
9) Mukhtalith
Hadis mukhtalith ialah Hadis yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa
bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya. (Kholis, 2016)
c. Kedudukan dan hukum hadist dhaif
Hadits dhaif menduduki posisi yang rendah dalam kehujjahan hukum Islam;dan tidak dapat
dijadikan sebagai sumber hukum yang kuat dan tidak boleh digunakan dalam permasalahan hukum
akidah, hukum syariat, dan hukum halal dan haram.
Hadits dhaif boleh digunakan dalam fadhail a'mal , seperti keutamaan amal , namun tidak
ada kaitannya dengan hukum halal dan haram , akidah , dan hukum syariah, juga tidak ada
hubungannya dengan kualitas rawi nya.
Dari anlisis tentang kualitas sanad dan matan dalam artikel diatas, dapat disimpulkan bahwa sanad berarti
sandaran, yang bersandar padanya dan dapat dipercaya, dan berarti keseluruhan mentah dalam suatu hadist dengan
sifat dan bentuk yang ada. Sanad yaitu konsep keilmuan yang berfungsi sebagai silsilah keilmuan yang
bersambung sampai ke matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya, menentukan
kualitas dan otentisitas informasi berupa hadits. Hadis dibagi menjadi 2 golongan yang telah memenuhi syarat-
syarat qobul hadis yang diterima atas kebenaran dan kejujuran orang dalam meriwayat. Hadis maqbul terdiri atas
Hadis Shahih dan Hadis Hasan, dan Hadis Mardud yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat qobul, yang
tidak diterima kebenarannya dan tidak dapat dijadikan hujjah. Hadist hasan berarti baik dan bagus, yaitu tidak
ada orang tertuduh dusta, tidak ada kejanggalan pada mat, dan hadis itu diriwayatkan tidak dari satu arah
yang sesuai maknanya. Menurut Imam at-Tirmidzi, hadis hasan yaitu musnad yang sanad-sanadnya mendekati
derajat tsiqah, atau hadis mursal yang sanad sanadnya, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadis itu
terhindar dari syâdz (kejanggalan) dan illat (kekacauan). Hadis hasan hampir sama dengan hadis shahih, hanya
ada perbedaan dalam soal ingatan perawi. Dengan memahami dan menganalisis kualitas sanad dan matan,
kita dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dalam menerima atau menolak kebenaran pada sebuah hadis.