Hadist daif pendidikan wanita

  




Media merupakan hal yang 

primer dikehidupan manusia pada 

dewasa ini. Media didefenisikan sebagai 

transmisi1 atau sistem penghubung 

antara sumber informasi dengan 

penerima informasi atau dalam bahasa 

lain dimaknai sebagai alat komunikasi.2 

Pada studi kominikasi media banyak 

diartikan sebagai mass media (media 

masa) yang terbagi dalam banyak aspek 

diantaranya surat kabar, majalah, radio, 

video, televisi, computer, dan lain 

sebagainya.3 Media sendiri mengalami 

perubahan dan perkembangan antara 

zaman ke zaman.4 Bentuk komunikasi 

ini dalam media dilihat pada proses 

perantara antara yang menyampaikan 

pesan dengan sipenerima pesan, 

sehingga terjadi komunikasi tidak 

langsung antar orang dan kelompok 

yang menghasilkan sebuah pemahaman 

baru terhadap pesan yang 

disampaikan.56 Media bisa 

dikatogorikan menjadi media lisan 

dalam bentuk oral, mata, dan telinga, 

serta media tulisan dalam bentuk 

majalah, koran, buku dan sebagainya.7  

Media pada era sekarang 

dimaknai secara umum, tidak hanya 

dalam ranah media sosial atau 

sejenesianya tetapi juga dalam media 

pembelajaran.8 Akan tetapi di dalam 

artikel ini penulis menyajikan media 

dalam bentuk media tulisan majalah. 

Majalah yang penulis telisik adalah 

majalah yang membawa pemabaharuan 

di Minangkabau9 yang dinamai dengan 

majalah al-Munir (selanjutnya disebut 

al-Munir) yang terbit antara tahun 1911-

1915.10 Komunikasi yang terjadi dalam 

bentuk tulisan yang dipaparkan oleh 

penulis dengan latar belakang mereka, 

sehingga menimbulkan pemahaman dan 

ilmu baru bagi pembaca. Majalah ini 

dikeluarkan oleh Organisasi Jami’ah 

Adabiyah di Jalan Pondok Padang 

dengan tampilan Arab Melayu.11 Materi 

yang terdapat di dalamnya berbagai 

keilmuan mulai dari akidah, akhlak, 

ibadah, adab, serta serba-serbi terkait 

persoalan agama yang ada ditengah 

masyarakat dengan dalil al-Qur’an dan 

Hadis nabi.12  

Al-Munir ini didirikan sebagai 

majalah pembaharuan kaum mudo 

Sumatera Barat untuk meneruskan 

pembaharuan yang dipelopori oleh al-

Imam.13 Haji Abdullah Ahmad 

merupakan founding father yang 

memberikan pemahaman baru serta 

pemikiran-pemikiran kearah agama 

yang benar.14 Pembaharuan ini 

dikhususkan pada praktik masyarakat 

Sumatera Barat khususnya 

Minangkabau waktu itu yang masih 

fokus pada praktek tarikat yang bersifat 

monoton kepada guru sehingga hal itu 

 


tidak berdampak baik untuk 

perkembangan agama Islam ke 

depannya.  

Artikel ini memfokuskan 

bahasannya pada hadis dhaif yang 

dilaksanakan dan dipraktekkan ditengah 

masyarakat Minangkabau pada waktu 

itu terkait dengan pelarangan wanita 

diberi pendidikan.15 Materi yang ditulis 

pada al-Munir beragam dan bervariasi 

sesuai dengan kolom, rubriknya, dan 

latar belakang penulisnya. Oleh karena 

itu para penulis yang berlatar belakang 

tokoh pembaharu pun akan memberikan 

argumen dan pendapat yang sesuai 

dengan latar belakang keilmuan dan 

kondisi mereka,1617 sehinggal hal ini 

mengakitbatkan pembaharuan dalam 

bidang hadis terakomodir dalam media 

tulisan.  

Salah satu bentuk pembaharuan 

ini adalah penolakan al-Munir kepada 

penggunaan hadis dhaif terkait dengan 

pelarangan wanita diberi pendidikan.18 

Sebagaimana yang diketahui bahwa 

awal abad ke-20 pendidikan masih 

dilakukan di surau-surau19 atau langar-

langgar20 sehingga terbatas hanya untuk 

Rantau Asia Barat Universiti Kebangsaan 

Malaysia, 2012). 


kaum laki-laki saja. selain itu, gadih21 

minang khususnya masih dibatasi 

geraknya dan dijaga ketat oleh orang tua 

dan keluarga mereka karena mereka 

adalah penyambung tali nasab di suku 

Minangkabau.2223 Menarik untuk 

ditelisik lebih dalam kenapa al-Munir 

menolak hadis dhaif dalam terbitannya 

khusus tentang pelarangan wanita diberi 

pendidikan di Minangkabau pada abad 

ke-20? 

 

Metode yang penulis gunakan 

pada aritkel ini adalah penelitian 

kualitatif deskriptif analasis dengan 

metode studi literatur. Sumber Pokok 

data penulis ambil dari al-Munir tahun 

1911-1915 terkait dengan pemahaman 

hadis nabi serta data dari berbagai 

dokumen terkait dengan kajian. Adapun 

data penulis kumpulkan dengan cara 

menelusuri hadis nabi pada perangkat 

terkait untuk pencarian hadis dari kata-kata 

yang memungkinkan.  

Setelah itu ditelusuri langsung ke 

kitab aslinya dan dilihat status hadis yang 

ditemukan. Analisa data dilakukan setelah 

penulis memperoleh data-data berupa 

tulisan dan gambar dalam bentuk 

paragraf yang tersusun dengan 

sistematis. Sehingga untuk penarikan 

kesimpulan dilaksanakan setelah 

analisis dilakukan dan dipaparkan.  

 


Al-Munir adalah majalah Arab 

Melayu yang terbit pertama kali di 

Indonesia yang menerbitkan tentang 

materi keagamaan khususnya di Kota 

Padang Sumatera Barat.25 Majalah ini 

terbit tahun 1911 dengan corak dan latar 

belakang pembaharuan pemikiran Islam 

di Mianangkabau khususnya dan 

nusantara umumnya.26 Terkait terbitan 

pertama majalah ini dicetak pada 

tanggal 1 April 1911 dan terakhir cetak 

tanggal 23 oktober 1915.2728 

Berhentinya penerbitan al-

Munir dikarenakan banyak faktor mulai 

dari insiden kebakaran, intervensi 

penguasa hingga krisis alat dan 

peralatan cetak. Sarwan dalam 

jurnalnya menjelaskan bahwa insiden 

kebakaran peralatan mesin yang 

dipunyai oleh al-munir menjadi faktor 

berhentinya penerbitan, namun hal ini 

tidak kuat karena adanya buku Abdullah 

Ahmad (pendiri al-Munir) yang 

diterbitkan setelah kejadian kebakaran 

ini.29 Di sisi lain Mukhti Ali 

menjelaskan bahwa intervensi penguasa 

tidak bisa menjadi alasan kenapa al-

Munir berhenti menerbitkan majalah, 

karena penguasa Hindia Belanda 


membolehkan penyebaran agama dalam 

menyebarkan ajaran mereka.30 

Adapun pendapat yang kuat 

terkait berhentinya penerbitan al-Munir 

yakni merujuk kepada pendapat yang 

disampaikan oleh Schrieke. Ia 

menjelaskan bahwa penyebab utama 

yang melatar belakangi berhentinya 

penerbitan majalah ini adalah faktor 

peperangan yang berlangsung sehingga 

menyebabakan krisis alat-alat 

percetakan dan bahan baku utama dalam 

penerbitan majalah yang berimbas 

kepada mahalnya cost dan biaya 

majalah, sehingga mengakibatkan 

tingginya harga jual majalah.31 

Tata wajah al-munir sendiri ada 

cover luar yang ketika dilihat bagian 

atas ada sebuah lingkaran hitam dan 

bintang segi lima dengan tulisannya di 

dalamnya al-Munir model aksara arab-

melayu. Di tengah terdapat tulisan 

redaksi majalah islami yang diterbitkan 

oleh Jemaah adabiah di padang, serta di 

bawahnya ada dituliskan penerbit, dan 

kata-kata lainnya. Bentuk fisiknya dapat 

dilihat pada gambar di bawah ini: 

 

 

 

 

 

 

30 Mukti Ali, Ilmu perbandingan agama di 

Indonesia (Bandung: Mizan, 1995), 32. 

31 Schrieke B.J.O, Pergolokan agama di 

Sumatera Barat, sebuah sumbangan 

Adapun cover dalam bentuk 

fisiknya terlihat sistematis, dengan 

lingkaran bulat di tengah bertuliskan al-

Munir dalam bahasa melayu, kemudia 

ada kalimat tentang alamat redaksi 

bagian kiri dan kanan, serta ada tertera 

tanggal, volume, edisi, bulan, dan tahun 

di bawah lingkaran logo al-Munir. 

Setelah itu adalah kata pengantar atau 

mukaddimah dari pimpinan redaksi. 

Adapun bentuk visual nya  dapat dilihat 

pada gambar 2. Konsistensi dalam 

bentuk susunan tidak terjaga, karena ada 

dibeberapa majalah yang dua kolom dan 

ada beberapa lainnya satu kolom. 

 

 

Munir 

Al-munir mempunyai ukuran 

kertas 23x16 cm dan isi tulisan 

ukurannya 19x14 cm tanpa ada iklan 

dan pantun. Jenis kertas yang dipakai 

adalah European Paper dengan 

kekhasannya sebagai kertas yang 

bertekstur kulit keras. Adapun terkait 

dengan tulisan digunakan cara handset 

bibliografi. 

dengan memakai tulisan arab melayu 

yang berukuran 4 mm dan 5 mm.   

Al-Munir menjadi majalah yang 

menyarakan pembaharuan tidak terlepas 

dari peran tokoh-tokoh yang menyusun 

dan menulis artikel serta menyebarkan 

paham pembaharuan. Adapun susunan 

struktur majalah ini diawali oleh H. 

Sutan Jamaluddin Abu Bakar, H. 

Abdullah Ahmad, dan H. Marah 

Muhammad Abdul Hamid. Dari H. 

Abdullah Ahmad maka muncul tokoh-

tokoh lain yakni H. Abdul Karim 

Amrullah, Muhammad Dahlan St. 

Lembah Tuah, H. Muhammad Taib 

Umar, dan Sutan Muhammad Salim. 

Para tokoh ini berembuk dan bersepakat 

untuk menyebarkan pembaharuan di 

nusantara melalui surat kabar atau 

majalah yang dirangkaum dalam 

artikel-artikel keagamaan, serta rubrik 

lainnya.32 

Selain artikel-artikel keagamaan 

di dalam al-munir juga ada forum tanya 

jawab perihal fikih, perkembangan 

pemikiran Islam dan sejarah yang 

diserap dari majalah-majalah luar. 

Adapun terkait Penjualan al-Munir 

harganya 12 sen/juz, untuk pembelian 

berkala f. 0,25/bulan dan f.3  setara 

dengan 4,50 dolar Hindi-

Nederland/tahun.33 

Sesuai dengan hasil yang 

didapat, maka bisa disimpukal hadis 

nabi ditulis dengan dua bentuk yakni 

pertama, hadis dikutip secara langsung 

 

dan jelas beserta redaksi matan hadis, 34 

dan kedua, hadis dikutip hanya berupa 

pemahaman atau penjelasannya saja 

tanpa menjelaskan bentuk asli 

matannya.35 

Hadis tentang larangan memberi 

pendidikan kepada wanita dalam al-

Munir 

 Terkait dengan isu wanita di 

dalam al-Munir penulis tidak 

menemukan begitu banyak tulisan dan 

rubrik yang berbicara terkait hal ini. 

Akan tetapi yang menjadi topik utama 

yang membuat al-Munir dikenal sebagai 

media tulisan atau majalah yang 

membawa pembaharuan adalah 

persoalan penolokannya terhadap hadis 

dhaif khusus membahas tentang 

larangan memberi pendidikan kepada 

kaum wanita. Sebagaimana yang 

penulis temukan dalam buku yang 

ditulis oleh Fachri Syamsuddin dan 

Sanusi Latif kaum wanita di 

Minangkabau stratanya tidak sama 

dengan kaum laki-laki,36 hal ini 

dikarena beban yang akan mereka pikul 

lebih besar sehingga ada “diskriminasi” 

dalam beberapa kegiatan yang tidak 

melibatkan kaum wanita, salah satunya 

dalam ranah pendidikan formal.37 

Berdasarkan temuan penulis 

dalam al-Munir pada rubrik Soal dari 

Setengah Pembaca al-Munir di Betawi 

yang diterbitkan pada tanggal 9 Juli 

1914, maka ditemukan sebagaimana 

gambar berikut: 


Gambar 3: Redaksi Hadis dan Artinya 

dalam al-munir pada rubrik Soal dari 

setengah pembaca Al-Munir di Betawi 

Penulis melakukan penelusuran 

pada kitab mu’jam mufahrash dari kata 

نهوملعت dan tidak menemukan hasil 

apapun terkait dengan hadis yang dicari. 

Setelah itu dilakukan penelusuran 

dengan menggunakan aplikasi-aplikasi 

pencari hadis serperti: Kitab Hadis 9 

Imam dari Lidwa, Jawami’ al-Kalim, 

dan HaditsSoft. Setelah ditelusuri 

penulis tetap tidak menemukan hadis 

dengan redaksi yang sama. Akan tetapi 

penulis menemukan hadis dengan 

redaksi lain yang diriwayatkan oleh 

Aisyah pada Aplikasi Kitab Hadis 9 

Imam dengan rincian: Ahmad bin 

Hanbal hadis nomor 21249 serta 

Tirmidzi Hadis Nomor 1203 dan 3119. 

Adapun redaksinya sebagai berikut:  

 دِيَْبُع نْعَ رَضَمُ نُبْ رُكَْب اَنرََبخَْأ ُةَبيَْتُق اَنَثَّدحَ

 ْب  ِ َّاللَّ يِبَأ  نْعَ  مِسِاَقلْا  نْعَ  َديزَِي  نِبْ  ِ  يلِعَ  نْعَ  رٍحْزَ  نِ

 اوُعيِبَت لََ لَاَق مََّلسَوَ هِيَْلعَ ُ َّاللَّ ىَّلصَ ِ َّاللَّ لِوُسرَ نْعَ َةمَامَُأ

 يِف  رَيْخَ  لََوَ  َّنُهومُِ لَعُت  لََوَ  َّنُهورَُتشَْت  لََوَ  تِاَنيَْقلْا

 َح  َّنهُُنمََثوَ  َّنهِيِف  ٍةرَاجَِت هِذِهَ  تَْلزِنُْأ  اَذهَ  لِْثمِ  يِف  مٌارَ

 نْعَ َّلضُِيلِ ثِيدِحَلْا وَهَْل يرَِتشَْي نْمَ سِاَّنلا نْمِوَ { ُةَيلْْا

 نِبْ رَمَُع نْعَ باَبلْا يِفوَ لَاَق ةَِيلْْا رِخِآ ىَلِإ } ِ َّاللَّ لِيِبسَ

 امََّنِإ َةمَامَُأ يِبَأ ثُيدِحَ ىسَيعِ وُبَأ لَاَق بِاَّطخَلْا ُهُفرِعَْن

 يِف مِلْعِلْا لِهَْأ ضُعَْب مََّلكََت ْدَقوَ هِجْوَلْا اَذهَ نْمِ اَذهَ لَْثمِ

  يمِاشَ وَُهوَ ُهَفَّعضَوَ َديزَِي نِبْ ِ  يلِعَ 

Artinya: Telah menceritakan kepada 

kami Qutaibah telah mengabarkan 

kepada kami Bakr bin Mudhar dari 

Ubaidullah bin Zahr dari Ali bin Yazid 

dari Al Qosim dari Abu Umamah dari 

Rasululla saw, beliau bersabda, 

"Janganlah kalian menjual budak-budak 

biduanita, jangan membeli, dan jangan 

pula mengajari mereka, tidak ada 

kebaikan dalam perdagangan mereka 

dan uang hasil penjualannya adalah 

haram." Dalam perkara seperti itu 

diturunkan ayat: "(Dan di antara 

manusia (ada) orang yang 

mempergunakan perkataan yang tidak 

berguna untuk menyesatkan (manusia) 

dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan 

menjadikan jalan Allah) … hingga akhir 

ayat. Ia mengatakan; Dalam hal ini ada 

hadits serupa dari Umar bin Al 

Khaththab. Abu Isa berkata; 

Sesungguhnya kami mengetahui hadits 

Abu Umamah seperti ini dari jalur ini 

namun sebagian ulama berkomentar 

terhadap Ali bin Yazid serta 

mendha'ifkannya, ia adalah orang 

Syam. 

Setelah itu penulis berusaha 

mencari pada beberapa kitab-kitab lain 

termasuk kitab-kitab tafsir mulai dari 

klasik, pertengahan hingga 

kontemporer. Penulis menemukan 

redaksi hadis ini pada kitab tafsir al-

Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya imam 

al-Qurtubi dengan redaksi: 

  دبع نب ريبزلا نع ةملس نب دامح ىورو

 الله دبع نع ، يرهفلا الله دبع نب بويأ نع ، ملاسلا

 الله لوسر لاق : لاق دوعسم نب-  هيلع الله ىلص

 ملسو- ست لَ " : نهوملعت لَو ، فرغلا مكءاسن اونك

ةباتكلا " . 

 يبنلا  مهرذح امنإو :  انؤاملع لاق-  ىلص

 ملسو هيلع الله-  اعلطت فرغلا نهناكسإ يف نلأ كلذ

 . رتست لَو نهل نيصحت كلذ يف سيلو ; لجرلا ىلإ

 لجرلا ىلع نفرشي ىتح نهسفنأ نكلمي لَ نهنأ كلذو

 افرغ نهل اولعجي نأ مهرذحف ; ءلابلاو ةنتفلا ثدحتف ;

 الله لوسر لاق امك وهو . ةنتفلا ىلإ ةعيرذ-  الله ىلص

لسو هيلع م-  نهاري لَأ نم نهل ريخ ءاسنلل سيل " :

 نم تقلخ اهنأ كلذو . " لاجرلا نيري لَو ، لاجرلا

 هيف  تقلخ  لجرلاو  ،  لجرلا  يف  اهتمهنف  ،  لجرلا

 دحاو  لك  نومأم  ريغف  ،  هل  انكس تلعجو ،  ةوهشلا

 تناك امبر ةباتكلا  ميلعت  كلذكو .  هبحاص يف امهنم

 ةباتكلا  تملع  اذإ  كلذو  ،  ةنتفلل  اببس   نم  ىلإ  تبتك

 دهاشلا رصبي اهب ، نويعلا نم نيع ةباتكلاو . ىوهت

 نع ريبعت  كلذ يفو .  هدي  راثآ  وه طخلاو ، بئاغلا

 ناسللا نم غلبأ وهف ، ناسللا هب قلطني لَ امب ريمضلا

  هلوسر بحأف  .-    ملسو  هيلع الله ىلص-   عطقني  نأ

 نهبولقل ةراهطو ، نهل انيصحت ; ةنتفلا بابسأ نهنع 

Berdasarkan data di atas maka 

dapat disimpulkan bahwa hadis ini 

adalah hadis yang diambil oleh imam al-

Qurtubi dari kitab al-Maudhu’at karya 

Ibn al-Jauzi. Ibn al-Jauzi sendiri 

menerangkan bahwa hadis ini didapat 

dari kitab Abu Abdillah aI-Hakim an-

Naisaburi dalam al-Mustadra’ ala 

Shahihain. Namun, sisi lain Ibn al-Jauzi 

mengkritisi terkait periwayatan hadis 

ini, karena ia menyebutkan hadis ini 

mrupakan hadis palsu yang tidak 

bersumber dari rasulallah, karena 

maknanya tidak bisa dibenarkan.  

Abu Hatim bin Hayan 

mengatakan Muhammad bin Ibrahim 

asy-Syami adalah seorang yang dikenal 

pemalsu hadis dan sering 

menyebarkannya di daerah syam. 

Sehingga bisa disumpulkan bahwa 

hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah 

untuk dasar dalil. Lebih lanjut ia 

menjelaskan hadis ini disebutkan dalam 

kitab Kanz al-‘Ummal Jilid 16 Halaman 

380 Hadis Nomor 44999. 

Berdasarakan temuan di atas, 

hadis dengan matan  فرغلا  مكئاسنونكستلَ

...ةباتكلا  نهوملعتلَو yang bersumber dari 

 

38  لَ( :فيرش ثيدح اذه له“ ,ناسعنلا فيرش دمحأ خيشلا

 دمحأ ”,؟)ةباتكلا نهوملعت لَو ,تويبلا ءاسنلا اونكست

ناسعنلافيرش, diakses 31 Desember 2022, 

https://www.naasan.net. 

ibnu mas’ud yang diriwayatkan oleh 

Hakim ini marupakan hadis yang lemah 

atau dhaif dan cendrung palsu. Hal ini 

sejalan dengan pendapat Sheikh Ahmed 

Sharif Al Naasan dalam tulisannya yang 

mengatakan hadis ini adalah hadis yang 

lemah dan palsu karena bertentangan 

dengan dilil yang kuat seperti hadis nabi 

yang mengatakan wajib menuntuk ilmu 

bagi setiap muslim dan muslimat, serta 

ayat al-Qur’an yang mengharuskan kita 

untuk terus belajar tanpa melihat jenis 

kelamin dan keadaan.38 

Al-Munir sangat menolak 

diskriminasi yang telah berjalan di 

masyarkat pada waktu itu dengan 

mengeluarkan rubrik ini, penulisnya 

mengatakan bahwa pendidikan kaum 

wanita sangat penting dan tidak bisa 

dipandang sebelah mata, karena wanita 

adalah pendidik pertama bagi anak 

mereka sehingga ia harus mendapatkan 

pendidikan terlebih dahulu.39 Menurut 

penulis hal ini sangat masuk akal karena 

bagaimana bisa seorang ibu atau wanita 

bisa mengajari anak-anak mereka ketika 

mereka tidak mendapatkan pendidikan 

yang layak untuk bekal mereka,  

Apalagi ibu atau wanita merupakan 

pembentuk karakter anak dalam 

keluarga. 

Oleh karena itu al-Munir 

sebagai media yang membawa 

pembahruan di abad ke-20 menjunjung 

tinggi pendidikan terhadap kaum wanita 

serta menolak pelarangan pendidikan 

bagi mereka. Pembaharuan ini 

mendapat pertentangan dari masyarat 

(kaum tuo) waktu itu karena tidak sesuai 

dengan adat kebiasaan yang mereka 

39 H. St. Djamaloeddin Aboe Bakar, “al- 

Munir,” 1915, 192. Pada masa ini orang tua 

dari anak perempuan dan kaum wanita tidak 

membolehkan anaknya mendapat pendidikan 

formal 


laksanakan. Akan tetapi hal ini tidak 

menyurutkan al-Munir untuk tetap 

menyuarakan pembaharuan 

pemahaman mereka khususnya dalam 

penggunaan hadis dhaif yang tidak bisa 

dijadikan dalil untuk pelarangan 

terhadap sesuatu hal tanpa dikaji secara 

kompleks atau menyeluruh. 


Hadis yang dituliskan dalam al-

Munir terkait dengan pelarangan wanita 

mendapatkan pendidikan yang 

merupakan dalil dari kaum tuo terhadap 

larangan wanita diberi pendidikan 

adalah hadis palsu yang pelaksanaannya 

ditentang oleh al-Munir. Penentangan 

ini dituangkan dalam bentuk tulisan 

dengan argumen dan pendapat yang 

jelas serta tegas. Pendidikan itu harus 

diberikan kepada setiap muslim dan 

muslimat tanpa ada embel-embel 

diskriminasi di belakangnya. Melalui 

tulisan di al-Munir para tokoh 

pembaharu ini menyampaikan pesan 

moral yang bisa dipahami oleh semua 

pihak terkait dengan pengguaan hadis 

dhaif sebagai dalil itu tidak dapat 

diperpegangi keabsahannya. Oleh 

karena itu ketika di masyarakat sudah 

berkembang dan menjadi adat 

kebiasaan maka media berperan penting 

dalam meluruskan pendapat yang tidak 

benar ini.   


Related Posts:

  • Hadist daif pendidikan wanita  Media merupakan hal yang primer dikehidupan manusia pada dewasa ini. Media didefenisikan sebagai transmisi1 atau sistem penghubung antara sumber informasi dengan penerima informasi atau da… Read More