kusnul kotimah
By tuna at November 29, 2023
kusnul kotimah
Setiap orang yang beriman sangat menginginkan agar akhir kehidupannya di dunia
ditutup dengan sesuatu yang baik. Mati saat sedang melakukan ibadah, mati saat
berjuang di jalan Allah جل جلاله, mati yang pengurusan jenazahnya tidak banyak merepotkan
orang yang ditinggalkannya, mati dengan wajah yang berseri-seri merupakan diantara
berbagai tanda yang menunjukkan seseorang mati dalam kondisi yang baik. Akhir
kehidupan seseorang dalam kondisi baik ini dikenal dengan istilah husnul khatimah.
Ada banyak kaum muslimin berkeinginan menggapai husnul khatimah, namun tidak
sedikit dari mereka belum mengerti betul apa hakikat husnul khatimah dan bagaimana
cara meraihnya. Yang banyak mereka tahu hanya seputar bahwa husnul khatimah adalah
akhir kehidupan seseorang yang ditandai dengan pelbagai tanda yang sebagiannya telah
disinggung diatas.
Padahal, jika kita dapat menelaah lebih detil bahwa tanda-tanda husnul khatimah
yang banyak diketahui orang itu bukanlah patokan utama seseorang mati dalam keadaan
husnul khatimah. Sebab diantara tanda-tanda husnul khatimah yang nanti akan diuraikan
lebih rinci bisa terjadi kepada siapa saja, baik muslim maupun non muslim, baik yang taat
maupun yang bermaksiat.
Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan dipaparkan bagaimana husnul khatimah
dalam pandangan seorang tokoh kontemporer ternama, yaitu Mahmud Al-Mishri, yang
dalam beberapa ceramah maupun karya tulisnya, terutama dalam bukunya berjudul: AthThariq Ila Husnil Khatimah memuat pemahaman tentang husnul khatimah, tanda-tanda
dan sebab-sebabnya serta beberapa contoh orang-orang yang mendapatkan husnul
khatimah.
Biografi Mahmud Al-Mishri
Adalah seorang cendikiawan muslim kontemporer asal Mesir. Lahir di Kairo, Mesir,
05 Juni 1962 (wikipedia, 2018). Namanya Mahmud Ali Muhammad Al-Mishri, lebih
dikenal dengan panggilan Abu Ammar Mahmud Al-Mishri. Ia banyak menetap di Mekkah
Al-Mukarramah, Kerajaan Saudi Arabia. Meraih gelar Bachelor setingkat sarjana strata-1
bidang pelayanan publik. Kemudian ia menimba ilmu dari beberapa ulama Mesir dan
Saudi. Mendapat ijazah Kutub Sittah dan semua ulum syar`i dari Dr. Muhammad Ismail alMuqaddam. Mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas California, USA
sebagai tujuh tokoh yang paling berpengaruh di Timur Tengah (Syakur, 2018).
Karya tulis beliau mencapai 270 buku yang sebagian besarnya tentang ulum syar`i,
sejarah, biografi dan pendidikan. Sampai saat ini ia telah menyampaikan materi tentang
dakwah dan ulum syar`i lebih dari 2500 materi. Diantara karya tulisnya yang paling
penting adalah:
1. Syarh Riyādu Shālihīn 7 jilid
2. Ashābu Rasul 2 jilid
3. Qishsashul Anbiya
4. Sīratu Rasul
5. Rihlah Ilā Dāril Akhirah
6. Asrārul Fitnah Baina Shahābah
7. Qishashu At-Tabīn
8. Al-Fiqh Al-Muyassar Lil Mar`ah Al-Muslimah
9. Al-Khulafa Ar-Rāsyidun
10.Syarh Al-Ahādits Al-Qudsiyah
11. Lā Tahzan Wabtasim Lil Hayah
12. Qishashul Qur`ān
13. Ahādīts Nihāyatil `Alam
14. Rijal Lā Yansahumu At-Tārikh
15. Nisāul Anbiya
16. Limādza Aslama Haula
17. 1000 Suāl wa Jawāb Fil `Aqidah
18. Mausu`ah Ahlāk As-Salaf
19. Mausu`ah Al-Qadha wal Qadr
20. At-Tharīq Ila Husnil Khātimah
21. Al-Khauf Min Sūil Khātimah
Dalam kurun waktu 28 tahun ia sudah terjun dalam dunia dakwah. Saat ini ia dikenal
sebagai seorang da`i internasional dan sering mengisi kajian dan ceramah di beberapa
stasiun televisi, kanal youtube, facebook dan sosial media lainnya (Facebook, 2013)
Selain buku Semua Ada Saatnya, beberapa karya Syaikh Al-Mishri lainnya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar
diantaranya Rihlah Ilā Dāril Akhirah (Tamasya ke Negeri Akhirat) dan Qashash Al-Qur’an
li Al-Athfāl (Kisah Istimewa Al-Qur’an untuk Anak) (Syakur, 2018).
Ia bercerita tentang perjalanannya dalam menuntut ilmu:
“Saya termasuk orang yang terlambat dalam menuntut ilmu syariah. Tapi berkat
kemuliaan Allah جل جلاله saya telah berhasil menghafal Al-Quran penuh. Kemudian
menghafal mutun hadits-hadits dari Shahih Al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya.
Saya juga telah banyak membaca kitab-kitab tafsir Al-Qur`an Al-Karim. Lalu berusaha
dengan sunguh-sungguh mempelajari fiqh, sirah dan berbagai ulum syar`i lainnya.
Saya tidak akan melupakan jasa Syeikh Muhammad Abdul Maqshud, Syeikh Abu Ishaq
Al-Huwaini, Dr. Zaki Abu Sari` guru tafsir di Fakultas Dirasah Al-Islamiyah Universitas
Al-Azhar, mereka semua berhak mengantongi kemuliaan yang tinggi. Semoga Allah جل جلاله
memberi balasan yang terbaik untuk mereka semua”(elfaruq, 2008).
B. Pengertian Husnul Khatimah
Husnul Khatimah berasal dari bahasa arab ن سْ حُ yang berarti baik dan ُمةَ
yang berarti ال َخاتِ
akhir. Kalimat ini secara terperinci tidak ditemukan dalam kamus bahasa Indonesia,
namun bukan istilah yang asing di telinga orang Indonesia, khususnya yang beragama
Islam. Istilah ini digunakan untuk mengungkapkan akhir kehidupan yang baik atau
kondisi yang baik saat menghadapi kematian.
Padanan kata hasan adalah jamal yang berarti baik, bagus, indah. Al-Ashma`i
membedakan penyebutan keduanya, saat menyebut indah kedua bola mata dengan
menggunakan hasan, dan saat menyebut baik hidung seseorang maka menggunakan kata
jamal. Lawan kata hasan adalah qabih yang berarti jelek atau buruk. Ar-Raghib
menjelaskan bahwa al-husnu adalah ungkapan untuk segala kebaikan yang disukai. Ada
tiga bentuk kebaikan, yaitu: a. kebaikan akal, b. kebaikan nafsu, dan c. kebaikan fisik. Kata
hasan dalam Al-Qur`an lebih banyak digunakan untuk menunjukkan kebaikan yang dapat
dipandang oleh mata hati nurani (bashirah).( Muhammad bin Muhammad bin Abdul
Razaq Al-Husaini, Taaj Al-`Arus min Jawahir Al-Qamus, Daarul Hidayah, tt. Maktabah
Syamilah, vol. 34, hlm. 418.)
Dalam penelitiannya Abdul Lathif Abdullah Al Jibrin menerangkan secara terperinci
pengertian husnul khatimah bahwa istilah husnul khatimah terbentuk dari dua kata, yaitu
husnun dan khatimatun. Secara bahasa husnun bentuk masdhar dari asal kata hasan
berarti sesuatu yang diterima oleh jiwa dan condong terhadap apa yang ingin diperbuat
tabiat. Al-hasan berarti al-maqbul (yang diterima), al-mardhi (yang diridhai). Sedangkan
al-hasanah berarti kebaikan yang dengannya mendapatkan pujian di dunia dan
mendapatkan pahala di akhirat. Lanjutnya, khatimah hanya memiliki satu makna yakni
tercapainya akhir sesuatu (Al-Jibrini, 2007).
Setelah menerangkan dua kata yang terangkai jadi istilah husnul khatimah, Al-Jibrini
kemudian menyebutkan maksud dari istilah husnul khatimah itu dengan mengatakan:
Diberinya seorang hamba taufiq (pertolongan dan bimbingan) sebelum kematiannya
untuk menjauhi segala hal yang di benci oleh Allah جل جلاله, bertaubat dari segala dosa dan
maksiat, bersegera melakukan ketaatan dan amal shalih. Kemudian ia mati dalam
kondisi saat melakukan kebaikan yang dimaksud (Al-Jibrini, 2007).
Senada dengan pendapat di atas, Hosyam Mansur menerangkan bahwa husnul
khatimah adalah satu keadaan di mana Allah SWT memberikan taufiq kepada seorang
hamba agar menjauhkan dari sesuatu yang dibenciNya, menyesali dan bertaubat dari
perbuatan dosa dan maksiat, bergegas dan istiqamah (konsisten) dalam ketaatan dan
amal shalih sehingga jika seorang hamba wafat berada dalam kondisi tersebut (Hasan,
tt).
Dari beberapa keterangan di atas dapat difahami bahwa husnul khatimah itu
merupakan istilah untuk menyebut suatu kondisi dimana seseorang mati dengan telah
bertaubat kepada Allah SWT dan sedang dalam beramal baik secara konsisten.
Menurut keterangan yang telah dipaparkan di atas, seseorang akan mendapatkan
husnul khatimah manakala melalui proses pertaubatan kepada Allah جل جلاله dari segala bentuk
dosa dan maksiat serta konsisten dalam menjalankan segala bentuk ketaatan kepadaNya.
C. Tingkatan Husnul Khatimah
Dalam salah satu artikel diterangkan bahwa husnul khatimah sebagaimana kondisi
dalam kehidupan manusia memiliki tingkatan. Hal ini dikemukakan oleh Abdul Latif
Abdullah Al-Jibrini dengan mengatakan:
“Husnul khatimah memiliki tingkatan, paling sederhana ketika seseorang mati masih
menjaga iman dan islamnya. Kemudian diatasnya, saat menjelang kematian
seseorang, ia senantiasa sibuk dalam mengingat Allah جل جلاله, larut dalam mencintai
kebenaran dan sunnah nabinya serta sangat merindu bertemu dengan Yang Maha AlHaq, Allah جل جلاله. Lalu tingkatan paling tinggi adalah mereka yang menjelang kematiannya
menjaga tingkatan pertama dan kedua serta di akhir hayatnya dapat mengucapkan
kalimat tauhid ‘laa ilaaha illallah’”(Al-Jibrini, 2007).
Pendapat tersebut menyatakan bahwa husnul khatimah itu terdapat tiga tingkatan:
pertama, mati dalam menjaga keyakinannya sebagai muslim. Menurut pendapat diatas,
seorang muslim masih dapat dikategorikan sebagai orang yang bisa mendapat husnul
khatimah bagaimanapun kualitas amaliyah ibadah sehari-harinya, asalkan pada saat dia
wafat masih dalam keyakinan Allah جل جلاله sebagai Tuhannya dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai
utusanNya. Hal ini didasari pada firman Allah جل جلاله dalam Al-Qur`an Surat Ali Imran [3] ayat
102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.”
Kedua, seseorang yang mati dalam keadaan ia senantiasa menjaga kewajiban dan
sunnah-sunnahnya, karena menjaga kewajiban dan sunnah itu hal yang Allah جل جلاله cintai.
Dalam satu Hadits Qudsi riwayat Imam Al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu
`anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم meriwayatkan dari Allah جل جلاله berfirman:
“...Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali
beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu
mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah diluar yang
fardhu) maka Aku akan mencintainya...”.
Ketiga, seorang muslim yang menjaga kewajiban dan sunnahnya serta di akhir
hayatnya mampu melafadzkan kalimat tauhid. Sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari sahabat Abdullah bin Mas`ud radhiallahu `anhu:
“Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘laa ilaaha illallah’, maka dia akan
masuk surga”.
Dari keterangan yang dipaparkan diatas, dapat difahami bahwa seseorang dapat
dikatakan mati dalam keadaan husnul khatimah setidaknya pada saat ia mati masih
berpegang pada keyakinannya sebagai muslim. Dan jauh lebih utama, seseorang betulbetul akan mendapatkan husnul khatimah manakala keyakinannya tersebut tercermin
dalam parktik menjalankan kewajiban dan sunnah-sunnahnya secara istiqamah dan
ihsan.
D. Pandangan Mahmud Al-Mishri Mengenai Husnul Khātimah
Mahmud Al-Mishri menulis satu buku yang menjabarkan tentang jalan meraih husnul
khātimah. Bukunya berjudul: Ath-Tharīq Ilā Husnil Khātimah. Diterbitkan oleh Muassasah
Qarthabah, Dārul Fajr Al-Islāmy, tahun 2001. Buku ini memuat tanda-tanda husnul
khātimah, sebab-sebab husnul khātimah dan beberapa kisah tentang wafatnya para tokoh
dalam Islam yang mendapatkan husnul khātimah.
Dalam bukunya itu, ia tidak menjelaskan secara detil dalam bab tertentu tentang
pengertian husnul khātimah. Semestinya, Mahmud Al-Mishri menerangkan dalam bab
khusus pemahaman yang mendalam terkait husnul khātimah sebelum menjabarkan
tanda, sebab dan contoh husnul khātimah. Pentingnya pengertian ini, hemat peneliti
karena masih banyak dijumpai seorang muslim yang memahami husnul khātimah sebatas
tanda-tanda yang ditemukan pada kondisi kematian seseorang.
Namun secara tersirat, ia mengungkapkan pengertian yang dimaksud dalam
mukaddimah bukunya tersebut, dan peneliti menemukan dengan jelas dalam beberapa
poin di dalam bukunya Al-Khauf Min Sūil Khātimah, yang diterbitkan oleh penerbit yang
sama sebagai pelengkap buku sebelumnya, bahwa ada tiga poin utama penjelasan
tentang akhir kehidupan seorang manusia
Pertama, bahwa barangsiapa bergembira ingin bertemu dengan Allah جل جلاله maka Allah جل جلاله
pun senang bertemu dengannya, kemudian mengutip hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dari 'Aisyah radhiyallahu `anha dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa mencintai perjumpaan dengan Allah جل جلاله, maka Allah جل جلاله pun senang
berjumpa dengannya dan barangsiapa yang membenci perjumaan dengan Allah جل جلاله,
maka Allah جل جلاله pun benci berjumpa dengannya." Lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah,
apakah itu maksudnya juga benci kepada kematian, padahal setiap kita membenci
kematian?" Beliau bersabda: "Bukan begitu, tetapi seorang mukmin apabila telah
diberi kabar gembira dengan rahmat dan ampunan Allah جل جلاله, ia senang berjumpa
dengan Allah جل جلاله dan Allah جل جلاله pun senang berjumpa dengannya. Dan sesungguhnya
orang kafir apabila telah diberi kabar dengan siksa Allah جل جلاله dan marah-Nya, maka ia
benci berjumpa dengan Allah جل جلاله dan Allah جل جلاله pun benci berjumpa dengannya".(AlMishri, 2001)
Maksudnya, seorang mukmin ketika mendekati ajalnya ia diberi kabar gembira oleh
malaikat berupa rahmat dan ridha Allah جل جلاله, maka ia gembira akan bertemu Allah جل جلاله, Allah
جل جلاله pun menyukai perjumpaan dengannya. Poin pertama ini, Mahmud Al-Mishri memberi
isyarat bahwa husnul khātimah itu ketentraman seseorang saat menghadapi sakaratul
maut, karena ia diberi kabar gembira yang menenangkan. Oleh karena itu tidak sedikit
orang yang pada saat meninggal dunia menampakkan wajah yang berseri-seri. Hal ini
merupakan salah satu diantara tanda seseorang wafat dalam keadaan husnul khātimah.
Sejalan dengan tulisannya di buku Ath-Thariq Ilā Husnil Khatimah, Mahmud Al-Mishri
menguraikan terlebih dahulu tentang tanda-tanda husnul khātimah, dimana hemat
peneliti, ia memulai dengan bahasan tersebut guna memotivasi para pembaca bahwa
banyak tanda-tanda seseorang meninggal dunia dalam keadaan husnul khātimah.
Kedua, bahwa selain perbuatan itu tergantung niatnya, segala amal perbuatan (dibalas) juga
bagaimana seseorang menutup perbuatannya itu. Dengan mengutip hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dalam
Shahih Al-Bukhari yang cukup panjang tentang seorang prajurit muslim yang ikut berperang
kemudian terkena luka yang cukup parah, dengan lukanya itu ia tidak sabar lalu membunuh
dirinya sendiri, sehingga Nabi صلى الله عليه وسلم menyampaikan bahwa dia termasuk ahli neraka. Kemudian
bersabda:
“...Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak
mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka.
Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalanamalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga.”(HR.
Bukhari, no. 6493).
Dalam riwayat lain ada tambahan, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada
akhirnya.”(HR. Bukhari, no. 6607).
Dengan mengutip hadits ini, Mahmud Al-Mishri ingin menunjukkan bahwa baik atau
buruknya perbuatan manusia di hadapan Allah جل جلاله adalah tergantung pada akhir
perbuatannya. Amalan yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan
jelek. Sedangkan yang dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir
umurnya atau akhir hayatnya.
Az-Zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia
itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek
lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. Sebaliknya, siapa
yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad (elfagr, 2014). Adanya
dua hadits yang menerangkan ketergantungan (pahala) perbuatan seorang manusia
dengan awal dan akhirnya, memberikan informasi bahwa seseorang dituntut untuk
menjaga keyakinannya.
Hal ini mengisyaratkan bagaimana aqidah itu mesti dipelihara. Agar setidaknya
tingkatan dasar husnul khātimah dapat diraih. Karena apabila keyakinan tauhid
seseorang rusak apatah lagi hilang pada saat akhir hayatnya, maka dapat dipastikan ia
mati dalam keadaan sūul khātimah.
Ketiga, bahwa akhir (hayat seseorang) adalah warisan dari hal-hal sebelumnya (yang
telah ia perbuat). Ia mengutip pendapat Ibnu Rajab Al-Hambali:
Secara umum, segala penutupan itu adalah warisan dari (kebiasaan) sebelumnya.
Semua itu telah tercatat dalam catatan di lauhil mahfūdz. Dari sini, para ulama salaf
sangat takut dari sūil khātimah. Diantara mereka ada yang merasa gundah dengan
kondisi terdahulu mereka. Telah dikatakan bahwa hati para abrār (orang yang
berbuat baik) terpaut dengan kondisi akhirnya. Mereka berkata, “dengan apa akhir
hidup kami ditutup?”, adapun hati para muqarrabīn (orang yang berusaha dekat
dengan Allah) terpaut dengan apa yang telah diperbuat sebelumnya, mereka berkata:
“Apa yang telah kami perbuat?”.
Pada poin ketiga ini terdapat isyarat bahwa husnul khātimah diperlukan istiqāmah,
konsisten dalam beramal shalih. Artinya, untuk menggapainya dibutuhkan usaha dalam
melakukan perbuatan baik yang kontinyu. Sebab Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
ْه
ي
َ
َى َما َما َت عَل
ٍد عَل
ْ
ُّل َعب
َع ُث كُ
ُب
ي
“Setiap orang akan dibangkitkan sesuai kematiannya.” (HR. Muslim)
Imam Al-Hafizh Zainuddin Abdurrauf al-Munaawy rahimahullah berakata:
“Maksudnya adalah ia mati karena sesuai dengan kebiasaannya dan dibangkitkan sesuai
itu”. (at-Taisir Bi Syarhi al-Jami’ ash-Shaghir: 2/859) (Al-Munawy, 2018).
Uraian Mahmud Al-Mishri tentang tanda-tanda husnul khātimah, sejauh pengamatan
peneliti adalah yang paling mencakup beberapa tulisan pada buku maupun artikel dalam
jurnal. Namun peneliti tidak lebih menaruh perhatian pada tanda-tanda husnul khātimah
ini. Kalaupun dibahas, hanya sekilas saja, tanpa terlalu memperdalam kajiannya. Karena
yang lebih penting dari itu adalah apa yang menyebabkan seorang muslim yang wafat
akan mendapatkan husnul khātimah.
Adapun terkait sebab-sebab husnul khātimah, Mahmud Al-Mishri mengungkapkan
sepuluh sebab (Al-Mishri, 2001):
a. Menegakkan tauhid
Beraqidah tauhid merupakan pondasi yang paling dasar atau kunci pokok sebab
seseorang mendapatkan husnul khatimah. Islam adalah aqidah yang darinya bersumber
syariat sebagai pengatur urusan kehidupan, maka Allah جل جلاله tidak akan menerima syariat
suatu kaum sampai aqidahnya benar.
Mengenai poin pertama ini, Mahmud Al-Mishri mengutip hadits shahih riwayat
Muttafaq `Alaih dari Ubadah bin Shamit ra. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah
Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagiNya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah
hambaNya dan utusanNya, dan Isa adalah hamba Allah dan utusanNya dan firmanNya
yang disampaikan kepada Maryam dan ruhnya dariNya, beriman bahwa surga itu haq
dan neraka itu haq, maka Allah memasukannya ke dalam surga bagaimanapun kondisi
amalnya”
b. Bertakwa
Taqwa merupakan sebab yang sangat dominan untuk mendapat husnul khatimah.
Bahkan taqwa ini merupakan sebab segala kebaikan. Karenanya para khatib senantiasa
memberi wasiat ketakwaan dengan mengutip yang salah satunya adalah QS. Ali Imran [3]
: 102:
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya
taqwa dan jangan sesekali mati melainkan kalian dalam keadaan bertaqwa”.
c. Istiqamah
Istiqamah merupakan kata yang menghimpun. Menghimpun amaliyah dalam
beragama. Yaitu berdiri kokoh dan tegak dihadapan Allah جل جلاله dengan kebenaran dan
menepati janjinya sebagai mukmin. Allah جل جلاله berfirman dalam QS. Fushhilat [41] : 30 :
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
d. Banyak mengingat mati
Banyak mengingat mati juga menyebabkan seseorang akan mudah meraih husnul
khatimah. Dengan hal tersebut, seseorang dapat terhindar dari maksiat dan dapat
melembutkan hati yang keras. Orang yang banyak mengingat mati akan diberikan tiga
keistimewaan, yaitu: menyegerakan untuk bertaubat, memiliki hati yang qana`ah dan
membuat rajin dalam beribadah.
Dalam kitab Shahih Al-Jami, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikatan, yaitu kematian”.
e. Jujur
Dalam riawayat Muslim dari Sahal bin Hunaifin bahwa Rasulullah جل جلاله bersabda :
“Barangsiapa memohon kepada Allah agar dia mendapatkan syahid dengan benar (jujur)
maka Allah akan menempatkan dia diantara golongan syuhada meskipun ia mati di atas
pembaringannya”
Demikianlah jika seorang hamba berlaku jujur kepada Allah جل جلاله maka sungguh Allah جل جلاله
menjaga imannya dan meneguhkan hatinya terhadap tauhid serta menganugerahkannya
husnul khatimah.
f. Berbaik sangka (husnudzan) kepada Allah جل جلاله
Inipun termasuk sebab husnul khatimah yang besar. Karenanya Allah جل جلاله akan
memberikan sesuatu sesuatu sesuai prasangka terhadap Allah جل جلاله, jika sangkaanya baik
maka kebaikan yang akan didapat, tapi jika sangkaannya jelek maka kejelekan pula yang
akan didapat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam kitab Shahih Al-Jami riwayat
Abu Hurairah ra. “sesungguhnya Allah جل جلاله berfirman: “Aku sesuai prasangka hambaku
padaku, jika baik maka kebaikan yang akan didapat dan jika buruk, maka keburukan pun
yang akan didapat”.
g. Bertaubat
Husnul khatimah juga merupakan keberuntungan bagi seorang yang beriman jika bertaubat
dari segala maksiat. Allah جل جلاله berfirman dalam QS. An-Nur [24] : 31: “Dan bertaubatlah
kalian semua hai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung”.
h. Berdoa
Diantara sebab mendapatkan husnul khatimah adalah banyak berdo`a, memohon
agar diberikan keteguhan iman dan diberikan rizki berupa kondisi terbaik saat
menghembuskan nafas terakhirnya. Do`a yang paling sering Nabi صلى الله عليه وسلم panjatkan adalah
“Wahai yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku dalam agamaMu”.
i. Pendek angan dan berfikir akan kehinaan dunia
Dunia bukan tujuan kehidupan seorang mukmin, dalam pandangannya kehidupan ini
hanya jembatan menuju kehidupan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan akhirat. Maka
bagi seseorang yang memandang dunia ini rendah lalu menyibukkan hari-harinya untuk
kehidupan akhirat pasti ia mendapatkan husnul khatimah.
j. Jauh dari sebab-sebab suul khatimah
Menjauhi sebab mendapatkan kondisi akhir kehidupan yang buruk. Sebab-sebab suul
khatimah itu adalah kebalikan dari sebab-sebab husnul khatimah. Dan secara rinci
Mahmud Al-Misrhi telah menguraikannya pada bukunya Al-Khauf Min Su`il Khatimah.
Dari uraian ini, peneliti melihat bahwa Mamhud Al-Mishri lebih dahulu menyebutkan
tanda-tanda dari pada sebab-sebab husnul khātimah. Padahal hemat peneliti, tanda-tanda
itu tidak menunjukkan secara mutlak bahwa seseorang mati pasti mendapat husnul
khātimah bila sebab-sebabnya tidak diperhatikan. Maka semestinya yang diuraikan dan
lebih ditekankan pertama kali itu adalah sebab-sebabnya, bukan tanda-tandanya.
Meskipun demikian, peneliti yakin, Mahmud Al-Mishri lebih faham soal itu. Peneliti
berasumsi bahwa diuraikan tanda-tanda husnul khātimah lebih dahulu, kemudian
disebutkan sebab-sebabnya adalah untuk memotivasi agar para pembaca setelah tahu
banyak tentang tanda-tanda husnul khātimah, termotivasi dan lebih giat berusaha
mengetahui bagaimana caranya agar mendapat posisi yang mulia di akhir hayatnya.
Maka dari itu, sebab-sebabnya baru diurakan setelah tanda-tandanya sebagai cara agar
seseorang bersungguh-sungguh dalam beramal shalih kapanpun, dimanapun dan dalam
kondisi apapun sehingga pada saat sakaratul maut ia benar-benar dalam keadaan husnul
khātimah.
E. Tanda-tanda Husnul Khatimah
Dalam bukunya Ath-Thariq Ila Husnil Khatimah, Mahmud Al-Mishri menyebutkan tiga
puluh satu tanda seseorang mendapatkan husnul khatimah lengkap dengan dalil-dalinya
(Al-Mishri: 2001). Dalam hal ini peneliti hanya mengutip poin-poin semua tanda husnul
khatimah yang disebutkan Mahmudi Al-Mishri dalam bukunya itu tanpa penjelasan detil,
yaitu sebagai berikut:
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat saat wafat
2. Mengeluarkan keringat dingin di dahi
3. Meninggal pada hari jumat atau malamnya
4. Syahid di medan perang
5. Tersungkur dari kudanya
6. Tersepak oleh untanya
7. Tersengat hewan berbisa
8. Berdoa dan berharap syahid dengan jujur
9. Terseret ombak
10. Tenggelam
11. Diterkam hewan buas
12. Tersedak
13. Berpegang teguh pada agamanya di saat fitnah melanda
14. Terperosok dari gunung
15. Penjaga perbatasan saat jihad fi sabilillah
16. Yang menasehati pemimpin tiran dan dzalim dengan amar maruf nahi munkar
17. Wafat saat beramal shaleh
18. Beroda dengan doa Nabi Yunus as. empat puluh kali saat sakitnya
19. Wafat terkena wabah
20. Tertimpa reruntuhan
21. Wafat karena penyakit perut
22. Wanita yang meninggal saat nifas
23. Wafat karena kebakaran
24. Wafat karena penyakit lambung
25. Meninggal karena membela agama
26. Meninggal karena membela diri
27. Meninggal karena membela keluarga
28. Meninggal karena mempertahankan harta benda
29. Meninggal saat berperang fi sabilillah
30. Mati terkena penyakit TBC
31. Meninggal di Madinah Al-Munawwarah
Dari semua tanda husnul khatimah yang disebutkan di atas menggambarkan bahwa
setiap muslim memiliki peluang yang begitu banyak untuk masuk dalam kategori orang
yang mendapat akhir hayat yang baik.
Dengan demikian dapat peneliti tarik benang merah bahwa husnul khātimah
persfektif Mahmud Al-Mishri adalah pemahaman tentang akhir kehidupan seorang
muslim dimana secara sadar dan ikhlas melakukan amal ibadah secara kontinyu dan
konsisten sampai akhirnya tercermin pada tanda-tanda husnul khātimah.
IV. Kesimpulan
Husnul khatimah adalah satu anugerah dari Allah جل جلاله yang diberikan kepada hambaNya
karena menjauhi segala hal yang di benci oleh Allah جل جلاله, bertaubat dari segala dosa dan
maksiat, bersegera melakukan ketaatan dan amal shalih. Pada saat ia mati berada dalam
kondisi sedang melakukan kebaikan yang dimaksud. Mahmud Al-Mishri menerangkan
bahwa husnul khatimah itu adalah pertemuan yang dirindukan seorang hamba dengan
Allah جل جلاله sehingga mendapat ketenangan pada saat ajal tiba, dimana hal tersebut diraih
dari proses konsistensi dalam beramal ibadah dan ditutup dengan suatu perbuatan yang
baik pula. Tiga puluh satu tanda husnu2001 khatimah yang disebutkan pada bab pertama
dalam bukunya Ath-Thariq Ila Husnil Khatimah merupakan stimulan kepada para
pembaca bahwa tanda orang-orang yang mendapatkan husnul khatimah itu sangat
beragam.
Kemudian sebab-sebab husnul khatimah yang disebutkan pada bab berikutnya
sebanyak sepuluh poin, yaitu menegakkan tauhid, bertaqwa, istiqamah, banyak
mengingat mati, jujur, berbaik sangka kepada Allah SWT, bertaubat, beroda, pendek
angan-angan terhadap dunia dan menjauhi sebab-sebab su`ul khatimah adalah sebagai
cara yang harus dilakukan oleh seseorang agar meraih husnul khatimah.
marhaenisme
By tuna at November 29, 2023
marhaenisme
Ideologi menjadi begitu penting
jika dikaitkan dengan sistem
pemerintahan atau kekuasaan tertentu
dalam suatu negara. Setiap pergantian
pemerintahan yang menjadi pergumulan
adalah ideologi yang berpengaruh dalam
diri penguasa ini . Ide merupakan
sebuah pemikiran yang dihasilkan dari
renungan seseorang melalui berbagai
pertimbangan dan kebijakan yang ada
dalam dirinya dan dipengaruhi oleh jiwa
jaman untuk diaplikasikan dalam
kehidupannya, masyarakat, bangsa dan
negaranya. Sukarno sosok pejuang
dalam masa pergerakan dan
kemerdekaan tidak terlepas usahanya
untuk mencapai kemerdekaan. Pada
masa kolonial Belanda, Sukarno tidak
segan-segan melawan secara terangterangan terhadap berbagai kebijakan
pemerintah Hindia Belanda.
Keberpihakannya terhadap kaum
pribumi yang melarat dan penuh
kesengsaraan menginspirasi Sukarno
membentuk sebuah partai radikal (PNI)
dan mengembangkan pemikirannya
mengenai konsep Marhaenisme.
Marhaenisme diperkenalkan
semasa jaman pergerakan dalam
suasana kehidupan ekonomi rakyat
dikuasai oleh modal produksi kolonial,
dimana rakyat hanya diperlakukan
sebagai pekerja upahan. Sukarno
melihat ada petani kecil yang tetap
menguasai alat-alat produksi
pertaniannya yang mampu bertahan
dalam keterbatasannya, sehingga dapat
digeneralisasikan menjadi kondisi rakyat
Indonesia yang dapat digerakan kearah
masyarakat yang maju. Sebagai sebuah
ideologi, Marhaenisme menjadi
penentang rezim kolonial yang
kapitalistis, dimana sebagian besar
alat-alat produksi (sumber daya alam
dan modal) dikuasai oleh penguasa dan
pemodal besar
Bagi Sukarno, Marhaen bukan
hanya melambangkan perwakilan
terbaik kelas bawah layaknya partai
buruh di negara-negara maju, misalnya
bagi kaum proletar (buruh, buruh tani,
pengrajin, dsb). Sukarno menganggap
Marhaen mewakili mayoritas rakyat kecil
Indonesia yang pada umumnya hidup
termarjinalkan. Bahkan, eksistensi
mereka pun sangat rapuh. Mereka
berada diambang batas kelangsungan
hidupnya, sebagian besar kebutuhan
materi, ekonomi, sosial dan politiknya
hampir sama sekali tidak terpenuhi.
Mayoritas orang Indonesia hidup
menderita dan menghadapi resiko
eksistensial dari waktu kewaktu. Inilah
rakyat Indonesia yang tidak mampu
untuk memenuhi standar hidup minimal,
hilangnya standar keamanan dan
keadilan dalam kehidupannya yang
notabene hidup di kampungnya sendiri.
Buah Pikiran Sukarno Masa Pergerakan
Tampaknya Sukarno memiliki
kesimpulan serupa dengan Cliford
Geertz mengenai involusi ketika
membalikan kesimpulan J.H. Boeke
mengenai dualisme ekonomi. Sukarno
menyatakan bahwa masyarakat desa di
Jawa telah menjadi miskin oleh
penjajahan, sehingga mereka menjadi
statis hampir tak ada perubahan dalam
kehidupannya. Walaupun Sukarno
mengerti dan membedakan antara
imperialisme kuno dan modern, tetapi
pada hakekatnya adalah sama, yaitu
nafsu menguasai atau mengendalikan
perekonomian bangsa dan negara lain
untuk kepentingan kekuasaan kolonial,
dimana kepentingan imperialisme
bertentangan dengan kepentingan
negara satelit. Negara penjajah
mempertahankan kekuasaannya agar
dapat menguras sebanyak mungkin
sumber daya alam, sedangkan negara
terjajah ingin secepatnya membebaskan
diri dari cengkraman nafsu
imperialisme. Namun, Sukarno kurang
berminat berbicara mengenai nilai-nilai
positif dalam imperialisme.
Di mata Sukarno, imperialisme
penuh dengan tipu daya yang
membutakan rakyat dengan
keterbelakangan. Kebencian Sukarno
terhadap Imperialisme dituangkan
melalui tulisannya yang diberi judul
¥Nasionalisme, Islamisme dan
Marxismeµ menyerukan agar ketiga
kelompok aliran ini bersatu
menghancurkan imperialisme yang
dimanifestasikan kekuasaan kolonial
Hindia Belanda. µ%XNDQQ\D NLWD
mengharap yang nasionalis itu supaya
berubah paham menjadi Islamis atau
Marxis, bukannya maksud kita menyuruh
Marxis dan Islamis berbalik menjadi
Nasionalis, akan tetapi impian kita ialah
kerukunan, persatuan antara tiga
JRORQJDQWHUVHEXWµ (Soekarno, 1964: 5).
Ketiga paham ini memang
memiliki kekuatan yang besar
pengaruhnya dikalangan pribumi
termasuk dalam jiwa Sukarno. Nurani
Soyomukti (2008:80) berpendapat
bahwa pemikiran Islam Sukarno banyak
dipengaruhi oleh Haji Misbach sebab
banyak pemikiran dari Sukarno tentang
Islam yang hampir sama dengan Haji
Misbach. Selain itu, Sukarno banyak
berguru bahkan hidup bersama dengan
Cokroaminoto, kemungkinan dari
pemikiran Cokroaminoto ini paham
Sukarno tentang Islam terbentuk. Selain
dengan Cokroaminoto, Sukarno dekat
juga dengan Ahmad Hasan (Hasan
Bandung) pendiri Persatuan Islam
(Persis) sebagai guru spiritualnya.
Sukarno menaruh perhatian terhadap
penghisapan ekonomi, diskriminasi dan
penghancuran nilai-nilai sosial yang
menyertai imperialisme, dan itu (antiimperialisme) adalah salah satu bentuk
pandangan politik Sukarno yang tetap
dipertahankan sampai dia menjadi orang
nomor satu di Indonesia setelah
kemerdekaan.
Sukarno melihat disemua negeri
terjajah, termasuk di Indonesia,
perjuangan melawan kolonial ini ada
dua warna yang dominan yaitu dengan
bendera Islam ataupun bendera Sosialis
(Marxis). Sukarno mengakui bahwa
Islamisme dan Marxisme adalah ideologi
yang lintas bangsa tetapi benang merah
yang diambil Sukarno adalah semua
perjuangan diberbagai negeri adalah
sama yaitu untuk memerdekakan
negerinya dari kolonialisme dan
imperialisme. Maka dari itu Sukarno
selalu menekankan bahwa segala macam
warna perjuangan yang ada di Indonesia
adalah untuk Tanah Air Indonesia,
semua harus bersatu, bahu-membahu
demi Tanah Air tempat dimana Bangsa
Indonesia hidup.
Dalam perjalanannya konsep
Nasionalis, Islamisme, dan Marxisme
Sukarno berubah menjadi Nasakom;
Nasionalis, Agama, dan Komunis.
Sukarno memperluas konsep Islamisme
menjadi Agama, yang harapanya semua
agama bisa terwakili dalam konsep
persatuannya ini . Sukarno benarbenar berusaha sekuat tenaga untuk
mewujudkan kebhinekaan tiga golongan
ini menjadi Tunggal Ika, dalam balutan
Ibu pertiwi walau sebenarnya Sukarno
sadar benar golongan-golongan ini
rentan sekali bertikai karena perbedaan
paham yang sangat lebar.
Sukarno melihat bahwa
keterbelakangan negara di Dunia Ketiga
adalah akibat keserakahan dari negaranegara yang tidak pernah puas dan
selalu mengadakan penghisapan
terhadap bangsa-bangsa yang dilanda
kelaparan dan kemiskinan. Walaupun
pemahaman sosialis begitu menonjol
dalam pemikiran Sukarno tampaknya dia
tidak menggantungkan konsep-konsep
pemikirannya secara kuat pada salah
seorang pemikir sosialis tertentu,
seperti Bauer, Brailsford, Engels,
Jaures, Kaustky, Marx dan Troelstra,
melainkan sesuai dengan kebutuhannya
untuk mengemukakan atau
mempertajam konsep-konsepnya sendiri
, Sukarno
memadukan antara Nasionalisme,
Sosialisme dan Islamisme yang
merupakan paham-paham yang
berkembang di Hindia Belanda awal
abad keduapuluhan.
Munculnya Marhaenisme Awal Abad
ke-20
Kebijakan Pemerintah Hindia
Belanda yang tidak berpihak kepada
mayoritas pribumi sepertinya membuat
Sukarno gerah. Segenap pikirannya terus
dicurahkan untuk mendapatkan cara
melakukan sebuah terobosan yang
memiliki dukungan dari kalangan
mayoritas penduduk Hindia Belanda
(Indonesia). Situasi yang serba
memprihatinkan bagi rakyat kebanyakan
sepertinya lebih mengispirasi Sukarno
merumuskan pemikirannya mengenai
Marhaenisme. Kebanyakan rakyat ketika
itu hidup sebagai masyarakat sublatern
bahkan lebih dari itu yakni masyarakat
melarat. Masyarakat sublatern menurut
Gramsci adalah term sebagai kelompok
yang kalah dan terpinggirkan dalam
kekuasaan (sebagai kelompok inferior)
yang didalamnya adalah petani, buruh,
dan kelompok yang tidak memiliki
akses pada kekuasaan ,
Ranajit Guha mengatakan bahwa
masyarakat subaltern adalah kelompok
non-elit kelompok yang bukan penguasa.
Gayatri Chakravarthy Spivak dalam
bukunya yang berjudul Can The
Subaltern Speak? mengatakan bahwa
masyarakat subaltern adalah mereka
yang bukan elit dan kaum yang tidak
bisa bicara karena tidak diberi hak
dalam wacana kolonialisme. Subaltren
adalah mereka yang selalu dalam posisi
dipresentasikan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan seperti politik, birokrat,
sementara mereka tidak bisa
mempresentasikan dirinya sendiri
karena akses yang tidak dimilikinya.
Atau bahkan masyarakat subaltern
dalam kelompok yang tidak berdaya dan
tidak dapat berbicara di media publik
dan sifat marginal (petani, pekerja,
wong cilik) , Konsep ini tentu begitu
sesuai dengan kondisi masyarakat yang
dilihat Sukarno pada masa kolonial,
dimana masyarakat terbungkam oleh
kaum kapitalis barat dan priyayi
pribumi.
Konsep Marhaenisme
Ajaran Marhaenisme telah
dicetuskan tahun 1927 suatu ajaran yang
menurut Sukarno mengandung ilmu
perjuangan revolusioner untuk
menggalang persatuan kaum Marhaen.
Kata Marhaen mulai mencuat ketika
Sukarno melakukan pembelaannya
dihadapan raad van indie di Bandung
tahun 1930. Marhaen berasal dari nama
seorang petani miskin yang memiliki
lahan dan alat pertanian sendiri di
daerah Jawa Barat.
permulaan propaganda PKI istilah
ini sering dipakai mengacu pada
kaum proletar, hal ini memaksa
Sukarno untuk mencari istilah baru.
Ada dua versi mengenai munculnya
istilah marhaen. Pertama, Marhaen
adalah seorang petani di daerah
Bandung yang memiliki sebidang tanah
kemudian menggarap sendiri, alatnya
punya dia sendiri dan hasilnya cukup
untuk kebutuhan keluarganya. Pada
suatu hari, ketika sedang jalan-jalan di
daerah Kiduleuen, Cigelereng, Bandung
Selatan. Sukarno berjumpa dengan
seorang petani yang sedang
mengerjakan sawah miliknya sendiri
dengan alat-alat yang dimiliki sendiri
walaupun sederhana, seperti dijelaskan
oleh Sukarno dikemudian hari, jelas
gambaran sosok petani diatas bukan
proletar (karena ia tidak menjual
tenaganya), tetapi walaupun demikian
hidupnya dalam kemiskinan. Sukarno
menanyakan namanya, Marhen, jawab si
petani. (Bernhard Dahm a.b. Hasan
Basri, 1987:175). Dari situlah Sukarno
mulai menggunakan kata Marhaen
sebagai sebuatan untuk rakyat miskin
kebanyakan yang berada di bawah
tekanan dibawah kekuasaan kolonial.
Dalam berbagai pidatonya Sukarno yakin
bahwa kemerdekaan akan tercapai jika
rakyat Marhaen bersatu dalam sebuah
wadah organisasi yang baik. Tanpa itu
kemerdekaan sulit dicapai sehingga
mutlak dibutuhkan sebuah ideologi
revolusioner ,
Versi yang kedua, mengatakan
Marhaen berasal dari akronim Marx,
Hegel dan Engels. Versi ini memiliki
alasan bahwa arah pemikiran Sukarno
mengenai Marhaenisme berpijak pada
teori dialektika yang dikembangkan oleh
Hegel dan didukung oleh Karl Marx dan
F. Engels. Bahkan menurut Ruslan
Abdulgani jika akan mengmahami
Marhaenisme maka orang ini harus
paham Marxsisme terlebih dahulu
Konsep Marhaen yang dirumuskan
Sukarno, tentu berbeda dengan konsep
proletarnya Karl Marx. Disini terlihat
Sukarno bersifat kritis tidak begitu saja
mengambil konsep yang dilontarkan
pemikir-pemikir sosialis Barat. Konsep
proletar hanya memiliki relevansi di
negara-negara industri Barat, untuk
masyarakat Indonesia yang merupakan
masyarakat agraris tidak
memungkinkan.
Terdapat perbedaan konsep
Marhaen dengan proletar, konsep
Marhaen mewakili sebagian besar
anggota masyarakat yang sengsara dan
tertindas, sedangkan Proletar hanya
mencakup sedikit anggota masyarakat
saja yakni buruh. Selain itu, yang
membedakan keduanya adalah kaum
Marhaen yang memiliki alat produksi,
tetapi kaum proletar tidak memiliki alat
produksi dan hanya menjual jasa.
Melalui Marhaenisme sebagai teori
perjuangan dipakainya untuk mengubur
sistem kapitalisme maupun imperialisme
dari muka bumi Indonesia yang kaya
sumber alamnya, tetapi rakyatnya
miskin.
Sukarno dalam menjelaskan
Marhaenisme tidak pernah keluar dari
benang merah yang telah digariskan
sejak tahun 1927 tentang Marhaenisme,
diantaranya:
1. Marhaen adalah kaum melarat
Indonesia, yang terdiri dari
buruh, tani, pengusaha kecil,
pegawai kecil, tukang, kusir, dan
kaum kecil lainnya. Sukarno
sering menyebutkan Marhaen
adalah rakyat Indonesia yang
dimiskinkan oleh imperialisme.
2. Marhaen Indonesia ada yang
berdomisili di pantai, di gunung,
di dataran rendah, di kota, di
desa dan di mana saja. Marhaen
itu ada yang beragama Islam,
Kristen, Hindu, Budha, dan ada
juga yang menganut animisme.
3. Kaum Marhaen, sesuai dengan
kodratnya, berupaya melepaskan
belenggu kemiskinan dan
mengharapkan terjadinya
perbaikan nasib.
4. Marhaenisme adalah ideologi
yang bertujuan menghilangkan
penindasan, penghisapan,
pemerasan, penganiayaan dan
berupaya mencapai serta
mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur, melalui
kemerdekaan nasional, melalui
demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi.
5. Terhapusnya kemiskinan dan
terwujudnya masyarakat adil dan
makmur, hanya bisa dicapai
dengan kemerdekaan nasional,
dimana kemerdekaan itu
hanyalah jembatan emas. Di
seberang jembatan emas itu
terbuka dua jalan. Satu jalan
menuju masyarakat yang adil dan
makmur, dan jalan satu lagi
menuju masyarakat celaka dan
binasa ,
Menurut putusan Partindo,
Marhaenisme yakni sosio-nasionalisme
dan sosio-demokrasi, yang
beranggotakan kaum proletar, pertani
dan kaum melarat lainnya, Marhaenisme
merupakan juru selamat untuk kaum
Marhaen, Marhaenisme merupakan azas
yang menghendaki susunan masyarakat
yang menyelamatkan kaum Marhaen,
perjuangan revolusioner adalah jalan
yang ditempuh untuk mencapai
masyarakat Marhaen, perjuangan
ini yakni menghancurkan
imperialisme dan kapitalisme
Penyebaran paham-paham baru
banyak dirasakan kaum jelata (rakyat
kecil) dari berbagai media massa
melalui kaum kelas menengah. Berbagai
organisasi muncul secara modern yang
mempegaruhi kehidupan masyarakat
dengan hal-hal baru. Tokoh seperti
Marco Kartodikromo, Cipto
Mangunkusumo, Haji Misbach, dan
Semaun banyak tampil dikalangan
masyarakat kecil dan mempengaruhi
pola pikir rakyat untuk menentang
kolonialisme dengan pemogokan dan
mendirikan sekolah atau kursus politik
untuk rakyat (Nurani Soyomukti,
2008:80). Melalui media massa Fikiran
Rakjat Marhaenisme berkembang,
Sukarno mencoba mengembangkan
pemikiran ini sebagai gerakan nonkooperatif.
Asas Marhaenisme
Pemikiran Sukarno terpengaruh
oleh paham Marxis. Menurut Sukarno
untuk memahami konsep Marhaenisme
maka harus mengerti dua hal yakni
pengetahuan tentang situasi dan kondisi
Indonesia, serta pengetahuan tentang
Marxisme . Dalam
sebuah pidato memperingati HUT
Marhaenisme 4 Juli 1963 Sukarno
mengatakan bahwa:
....ja, saja toepassen, saja
trap-kan kepada situasi
masjarakat Indonesia. Dan
sebagai hasil daripada
penggunaan, atau toepassing
atau pentrapan historismaterialisme Karl Marx
dimasjarakat Indonesia dengan
iapunja kondisi sendiri, dengan
iapunja sedjarah sendiri, iapunja
kebudadajaan sendiri dan
sebagainya lagi itu, maka saja
datang kepada adjaran
Marhaenismeµ ,
Marhaenisme menggunakan asas
yakni sosio-Nasionalisme dan SosioDemokrasi. Hal ini yang menjadi
landasan pemikiran Marhaenisme
yang mencoba akan diterapkan pada
masyarakat Indonesia.
1. Sosio-Nasionalisme adalah
nasionalisme yang
berperikemanusiaan, nasionalisme
yang lapang dada, nasionalisme yang
internasionalisme, nasionalisme yang
bergetar hatinya untuk membela
apabila melihat masih ada bangsa
yang terjajah. Sosio-nasionalisme
bukanlah nasionalisme yang
berpandangan sempit dan
menumbuhkan chauvinisme,
intoleran atau disebut xeno phobia.
Sosio-nasionalisme juga bukan
nasionalisme yang hanya berorientasi
pada internasionalisme minded saja,
tanpa memperhatikan harga diri atau
identitas nasional atau disebut xeno
mania. Bagi Marhaenisme,
internasionalisme harus dibarengi
oleh nasionalisme atau patriotisme
dan disebut sosio-nasionalisme
Sosio-nasionalisme diartikan
sebagai nasionalisme masyarakat yang
mencari keselamatan bagi seluruh
masyarakat. Jelas nasionalisme
Marhaen sangat anti terhadap sistem
borjuisme yang menjadi penyebab
kepincangan sistem dalam
masyarakat. Sosio-nasionalisme juga
merupakan nasionalisme politik dan
ekonomi yang berusaha untuk mencari
kemapanan politik dan kemapanan
ekonomi. Kaum Marhaen harus
terlepas dari gencatan kapitalisme
dan mengobarkan semangat
perlawanan kaum buruh dan
mengorganisasikannya kedalam
badan-badan serikat sekerja yang kuat
(Ign. Gatut Saksono, 2008:51).
Sukarno menegaskan bahwa
nasionalisme di dunia Timur itu lantas
terpadu dengan Maxisme menjadi
satu nasionalisme Baru. Nasionalisme
Baru inilah yang kini hidup dikalangan
rakyat Marhaen Indonesia yang harus
tumbuh berkembang untuk
mewujudkan kedaulatan yang
sepenuhnya mampu menyelesaikan
masalah-masalah kebangsaan yang
dari dulu hingga sekarang tidak
pernah kunjung usai seperti
kemiskinan, penganguran, kebodohan,
ketidak adilan, ketergantungan
kepada asing, korupsi dan masalah ²
masalah kebangsan lainnya yang itu
mutlak harus diperangi (Yuddy
Chrisnandi, www. marhaenisme.com,
diakses pada 24 September 2011).
2. Sosio-demokrasi meliputi demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi.
Demokrasi politik hanya akan
melahirkan political power centris
yang menyuburkan aliran yang
Darwinisme. Menurut Sukarno,
demokrasi politik yang seperti ini
berwatak liberalisme dan menjurus
kepada free fight competition dan
bertentangan dengan Marhaenisme
yang sosialistis. Dengan demikian,
demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi sejajar dengan Marhaenisme.
Apabila Marhaenisme dikembangkan
maka akan melahirkan Sosionasionalisme menjadi nasionalisme,
perikemanusiaan dan Sosio-demokrasi
menjadi demokrasi, kedaulatan politik
dan keadilan sosial.
Demokrasi masyarakat tumbuh
karena sosio-nasionalisme yang
merangkul semua seluruh kepentingan
masyarakat Indonesia. Sosiodemokrasi sebagai reaksi dari
demokrasi Barat. Menurut Sukarno
demokrasi Barat dianggap lebih
bersifat liberalis. Sementara
pergerakan rakyat Marhaen lebih
disebabkan karena kemerlaratan yang
menginginkan kehidupan yang lebih
baik dan sempurna. Perbaikan dalam
sendi-sendi kehidupan bisa tercapai
jika imperialisme dan kapitalisme
telah hilang di negeri ini dengan
syarat kemerdekaan dan kekuasaan
ditangan Marhaen. Tantangan yang
begitu besar bagi kaum Marhaen untuk
melakukan sebuah pergerakan massa
yang ingin mengubah sifat masyarakat
sampai kepada akar-akarnya.
Perubahan itu harus didukung oleh
kemauan yang besar dari masyarakat
sendiri dengan melakukan massa aksi
Sukarno selalu memperingatkan
kepada massa Marhaen untuk tidak
meniru demokrasi yang dipraktekan di
luar negeri. Dia yakin demokrasi seperti
itu (parlementer) tidak akan menjamin den
hak-hak politik, tidak menjamin
kesejarhteraan rakyat, dan menambah
keterpurukan dalam bidang ekonomi.
Mengenai bahaya Demokrasi barat
(parlementer) Sukarno justru mengkritisi
perjuangan kaum proletar yang tidak
mendapatkan haknya setelah
kemerdekaan karena demokrasi
parlemen itu. Liberte, fransternite,
egalite, hanya semboyan untuk
membakar semangat massa namun
setelah tujuan tercapai massa tidak
mendapatkan haknya karena kapitalisme
tetap subur dan memihak golongan atas
Awas, kaum Marhaen, awas
dengan nasionalismekeborjuisan dan nasionalisme
keningratan itu! Ikutilah hanya
itu partai saja yang benderanya
menyala-nyala dengan
semboyan sosionasionalisme
dan sosio-demokrasi,
teriakkanlah semboyan sosionasionalisme dan sosiodemokrasi itu dengan suara
yang mendengung
menggetarkan langit, gemuruh
sebagai guruhnya guntur.
Dengungkanlah sampai
melintasi tanah-datar dan
gunung dan samudra, bahwa
Marhaen seberangnya
jembatan-emas akan
mendirikan suatu masyarakat
yang tiada keningratan dan
tiada keborjuisan, tiada kelas,
Sosio-Demokrasi yang merupakan
asas bagaimana kelak susunan peri
kehidupan kebangsaan di alam
kemerdekaan dijalankan, dan dalam
bidang ekonomi bagaimana susunan
perekonomian harus dibangun agar
dapat mengangkat martabat kaum
Marhaen menuju kemakmuran,
memerlukan cara-cara perjuangan. Cara
perjuangan itu, tetap bertumpu
bagaimana penguasaan alat-alat
produksi dapat dilakukan untuk
kemakmuran rakyat. Salah satu upaya
setelah kemerdekaan adalah melakukan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda/Asing yang masih beroperasi di
Indonesia.
Upaya ini dapat dipandang dalam
rangka merebut alat-alat produksi,
walaupun dalam pelaksanaanya ternyata
alat-alat produksi itu tidak dikuasai oleh
rakyat sebagaimana disyaratkan dalam
sosio-demokrasi, tetapi dikuasai oleh
aparat negara yang baru terbentuk,
dengan mengatas namakan negara,
untuk memperkaya diri. Kondisi kaum
Marhaen dengan alat produksi yang
dikuasai oleh asing maupun oleh bangsa
sendiri tidak jauh berbeda. Kaum
Marhaen tetap dijauhkan dari
penguasaan alat-alat produksi di alam
kemerdekaan, dan mereka tatap kaum
kecil miskin dan melarat secara
ekonomi, sehingga Marhaenisme tetap
perlu diperjuangkan ,
Seorang Marhaen adalah orang
yang memiliki alatalat yang sedikit,
orang kecil dengan milik kecil, dengan
alatalat kecil, sekedar cukup untuk
dirinya sendiri. Bangsa kita yang
puluhan juta jiwa, yang sudah
dimelaratkan, bekerja bukan untuk
orang lain dan tidak ada orang bekerja
untuk dia. Perkembangan paham
marhaenisme tidak terlepas dari peran
media massa dan berbagai organisasi
yang digagas oleh Sukarno sebagai
media komunikasi kaum intelektual
akademis dengan massa. Selain itu
kondisi masyarakat ketika itu hampir
sebagian besar merupakan masyarakat
subaltern sebagai akibat dari feodalisme
dan kolonialisme.
Konsep Marhaenisme jelas
merupakan sebuah kajian turunan dari
konsep Marxisme, namun kemudian
sukarno memodifikasi menjadi konsep
yang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia abad ke-20an. Kata Marhaen
hampir sama dengan konsep proletar,
kemudian untuk membedakan itu
Sukarno memperluas arti kaum Marhaen.
Jika kaum Proletar merupakan
sekelompok buruh maka Marhaen
mecakup petani miskin, pedagang
miskin, dan rakyat miskin lainnya.
Marhaenisme juga tidak terlepas dari
pandangan politik Sukarno yang
menginginkan persatuan seluruh rakyat
Indonesia yang pada abad ke-20
sebagian besar adalah kaum miskin
untuk melawan kolonialisme,
imperialisme, dan feodalisme.
Konsep Marhaen terus dibawa oleh
Sukarno pada perumusan dasar negara
tahun 1945 juga setelah dia menjadi
Presiden. Pemikiran itu telihat dari
penyatuan unsur ideologi yakni
(Nasionalisme Agama Komunis
(Nasakom). Itu juga yang menjadi
bumerang bagi Sukarno ketika terjadi
tragedi berdarah 30 September 1965
yang membuat Sukarno lengser
tersingkir dari kursi kepresidenan
(lengser keprabon).
parita suci 2
By tuna at November 29, 2023
parita suci 2
Anavajjāni kammāni
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
7) Āratī viratī pāpā
majja-pānā ca saññamo
Appamādo ca dhammesu
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
8) Gāravo ca nivāto ca
santuṭṭhī ca kataññutā
Kālena dhammassavanaṁ
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
9) Khantī ca sovacassatā
samaṇānañca dassanaṁ
Kālena Dhamma-sākacchā
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
0) Tapo ca brahma-cariyañca
ariya-saccāna-dassanaṁ
Nibbāna-sacchi-kiriyā ca
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
) Phuṭṭhassa loka-dhammehi
cittaṁ yassa na kampati
Asokaṁ virajaṁ khemaṁ
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
) Etādisāni katvāna
sabbattham-aparājitā
Sabbattha sotthiṁ gacchanti
tan-tesaṁ maṅgalam-uttaman'ti.”
Demikianlah telah kudengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagavā menetap di dekat Sāvatthī, di hutan Jeta, di
Vihāra Anāthapiṇḍika.
Maka datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya yang
cemerlang menerangi seluruh hutan Jeta.
Menghampiri Sang Bhagavā, dan menghormati Beliau, lalu berdiri di satu sisi.
Sambil berdiri di satu sisi, dewa itu berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair
ini:
) “Banyak dewa dan manusia
Berselisih paham tentang Berkah
Yang diharap membawa keselamatan;
Terangkanlah, apakah Berkah Utama itu?”
) “Tak bergaul dengan orang yang tak bijaksana
Bergaul dengan mereka yang bijaksana
Menghormat mereka yang patut dihormat:
Itulah Berkah Utama.
3) Hidup di tempat yang sesuai
Berkat jasa-jasa dalam hidup yang lampau
Menuntun diri ke arah yang benar:
Itulah Berkah Utama.
4) Memiliki pengetahuan dan keterampilan
Terlatih baik dalam tata susila
Ramah tamah dalam ucapan:
Itulah Berkah Utama.
5) Membantu ayah dan ibu
Menyokong anak dan istri
Bekerja bebas dari pertentangan:
Itulah Berkah Utama.
6) Berdāna dan hidup sesuai dengan Dhamma
Menolong sanak keluarga
Bekerja tanpa cela:
Itulah Berkah Utama.
7) Menjauhi, tak melakukan kejahatan
Menghindari minuman keras
Tekun melaksanakan Dhamma:
Itulah Berkah Utama.
8) Selalu hormat dan rendah hati
Merasa puas dan berterima kasih
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai:
Itulah Berkah Utama.
9) Sabar, rendah hati bila diperingatkan
Mengunjungi para pertapa
Membahas Dhamma pada saat yang sesuai:
Itulah Berkah Utama.
0) Bersemangat menjalankan hidup suci
Menembus Empat Kesunyataan Mulia
Serta mencapai Nibbāna:
Itulah Berkah Utama.
) Meski tergoda oleh hal-hal duniawi
Namun batin tak tergoyahkan
Tiada susah, tanpa noda, penuh damai:
Itulah Berkah Utama.
) Karena dengan mengusahakan hal-hal itu
Manusia tak terkalahkan di mana pun juga
Serta berjalan aman ke mana juga:
Itulah Berkah Utama.”
. KARAṆĪYA METTĀ SUTTA (Sutta tentang Kasih
Sayang yang harus dikembangkan)
Pemimpin Puja Bakti :
Handa mayaṁ Karaṇīya-mettā suttaṁ bhaṇāma se.
Marilah kita mengucapkan Sutta tentang Kasih Sayang yang harus
dikembangkan.
Bersama-sama :
) Karaṇīyam-attha-kusalena
yantaṁ santaṁ padaṁ abhisamecca,
Sakko ujū ca suhujū ca
suvaco cassa mudu anatimānī,
) Santussako ca subharo ca
appakicco ca sallahuka-vutti,
Santindriyo ca nipako ca
appagabbho kulesu ananugiddho.
3) Na ca khuddaṁ samācare kiñci
yena viññū pare upavadeyyuṁ.
Sukhino vā khemino hontu
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
4) Ye keci pāṇa-bhūtatthi
tasā vā thāvarā vā anavasesā,
Dīghā vā ye mahantā vā
majjhimā rassakā aṇuka-thūlā,
5) Diṭṭhā vā ye va adiṭṭhā
ye ca dūre vasanti avidūre,
Bhūtā vā sambhavesī vā
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
6) Na paro paraṁ nikubbetha
nātimaññetha katthaci naṁ kiñci,
Byārosanā paṭīgha-saññā
nāññam-aññassa dukkham-iccheyya.
7) Mātā yathā niyaṁ puttaṁ
āyusā eka-puttam-anurakkhe,
Evam-pi sabba-bhūtesu
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ.
8) Mettañca sabba-lokasmiṁ
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ,
Uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
9) Tiṭṭhañcaraṁ nisinno vā
sayāno vā yāvatassa vigatam-iddho,
Etaṁ satiṁ adhiṭṭheyya
brahmam-etaṁ vihāraṁ idham-āhu.
0) Diṭṭhiñca anupagamma
sīlavā dassanena sampanno,
Kāmesu vineyya gedhaṁ,
Na hi jātu gabbha-seyyaṁ punaretī'ti.
) Inilah yang harus dikerjakan oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan;
Untuk mencapai ketenangan,
Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.
) Merasa puas, mudah disokong/dilayani,
Tiada sibuk, sederhana hidupnya,
Tenang inderanya, berhati-hati,
Tahu malu, tak melekat pada keluarga.
3) Tak berbuat kesalahan walau pun kecil,
Yang dapat dicela oleh Para Bijaksana,
Hendaklah ia berpikir: Semoga semua makhluk berbahagia dan tenteram;
Semoga semua makhluk berbahagia.
4) Makhluk hidup apa pun juga,
Yang lemah dan kuat tanpa kecuali,
Yang panjang atau besar,
Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.
5) Yang tampak atau tidak tampak,
Yang jauh atau pun dekat,
Yang telah lahir atau yang akan lahir,
Semoga semua makhluk berbahagia.
6) Jangan menipu orang lain,
Atau menghina siapa saja,
Jangan karena marah dan benci,
Mengharap orang lain celaka.
7) Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya,
Melindungi anaknya yang tunggal,
Demikianlah terhadap semua makhluk,
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.
8) Kasih sayangnya ke segenap alam semesta,
Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas,
Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling,
Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.
9) Selagi berdiri, berjalan atau duduk,
Atau berbaring, selagi tiada lelap,
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini,
Yang dikatakan: Berdiam dalam Brahma.
0) Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang attā atau aku),
Dengan Sīla dan Penglihatan yang sempurna,
Hingga bersih dari nafsu indera,
Ia tak akan lahir dalam rahim mana pun juga.
3. BRAHMAVIHĀRA PHARAṆĀ
(Peresapan Brahma-Vihāra)
Pemimpin Puja Bakti :
Handa mayaṁ Brahma-vihāra-pharaṇā karoma se.
Marilah kita mengucapkan Peresapan Brahma-Vihāra.
Bersama-sama :
(METTĀ) :
Ahaṁ sukhito homi
Niddukkho homi
Avero homi
Abyāpajjho homi
Anīgho homi
Sukhī attānaṁ pariharāmi.
Sabbe sattā sukhitā hontu
Niddukkhā hontu
Averā hontu
Abyāpajjhā hontu
Anīghā hontu
Sukhī attānaṁ pariharantu.
(KARUṆĀ) :
Sabbe sattā dukkhā pamuccantu.
(MUDITĀ) :
Sabbe sattā ma laddha-sampattito vigacchantu.
(UPEKKHĀ) :
Sabbe sattā
kammassakā
kamma-dāyādā
kamma-yonī
kamma-bandhū
kamma-paṭisaraṇā.
Yaṁ kammaṁ karissanti kalyāṇaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā
bhavissanti.
(CINTA KASIH) :
Semoga aku berbahagia
Bebas dari penderitaan
Bebas dari kebencian
Bebas dari penyakit
Bebas dari kesukaran
Semoga aku dapat mempertahankan kebahagiaanku sendiri.
Semoga semua makhluk berbahagia
Bebas dari penderitaan
Bebas dari kebencian
Bebas dari kesakitan
Bebas dari kesukaran
Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri.
(BELAS KASIH) :
Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan.
(TURUT BAHAGIA) :
Semoga semua makhluk tidak kehilangan kesejahteraan yang telah mereka
peroleh.
(KESEIMBANGAN BATIN) :
Semua makhluk
Memiliki karmanya sendiri
Mewarisi karmanya sendiri
Lahir dari karmanya sendiri
Berhubungan dengan karmanya sendiri
Terlindung oleh karmanya sendiri.
Apa pun karma yang diperbuatnya, baik atau buruk, itulah yang akan
diwarisinya.
4. ABHIṆHAPACCAVEKKHAṆA
(Kerap Kali Direnungkan)
Pemimpin Puja Bakti :
Handa mayaṁ Abhiṇha-paccavekkhaṇa-pāthaṁ bhaṇāma se.
Marilah kita mengucapkan Perenungan Kerap Kali.
Bersama-sama :
Jarā-dhammomhi
jaraṁ anatīto.
Byādhi-dhammomhi
byādhiṁ anatīto.
Maraṇa-dhammomhi
maraṇaṁ anatīto.
Sabbehi me piyehi manāpehi nānā-bhāvo vinā-bhāvo.
Kammassakomhi
kamma-dāyādo
kamma-yoni
kamma-bandhu
kamma-paṭisaraṇo.
Yaṁ kammaṁ karissāmi kalyāṇaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādo
bhavissāmi.
Evaṁ amhehi abhiṇhaṁ paccavekkhitabbaṁ.
Aku akan menderita usia tua,
Aku belum mengatasi usia tua.
Aku akan menderita sakit,
Aku belum mengatasi penyakit.
Aku akan menderita kematian,
Aku belum mengatasi kematian.
Segala milikku yang kucintai dan kusenangi akan berubah, akan terpisah
dariku.
Aku adalah pemilik karmaku sendiri
Pewaris karmaku sendiri
Lahir dari karmaku sendiri
Berhubungan dengan karmaku sendiri
Terlindung oleh karmaku sendiri.
Apa pun karma yang kuperbuat, baik atau buruk, itulah yang akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali direnungkan.
5. SAMĀDHI : METTĀ BHĀVANĀ
(Meditasi : Pengembangan Kasih Sayang)
Pada akhir Samādhi, Pemimpin Puja Bakti mengucapkan :
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
- - - - - atau - - - - -
Sabbe sattā sadā hontu, averā sukha-jīvino.
Semoga semua makhluk selamanya hidup berbahagia, bebas dari kebencian.
6. ĀRĀDHANĀ TISARAṆA PAÑCASĪLA (Permohonan
Tiga Perlindungan & Lima Latihan Sīla)
Apabila Puja Bakti dihadiri oleh bhikkhu, maka Pañcasīla (nomor 6)
dalam Tuntunan Puja Bakti ini tidak dibacakan. Setelah pembacaan
paritta selesai, hadirin memohon tuntunan Tisaraṇa dan Pañcasīla
kepada bhikkhu, dengan membacakan :
Hadirin Bersama-sama :
) Mayaṁ bhante,
Ti-saraṇena saha pañca sīlāni yācāma.
) Dutiyampi mayaṁ bhante,
Ti-saraṇena saha pañca sīlāni yācāma.
3) Tatiyampi mayaṁ bhante,
Ti-saraṇena saha pañca sīlāni yācāma.
) Bhante,
Kami memohon Tisaraṇa dan Pañcasīla.
) Untuk kedua kalinya, Bhante,
Kami memohon Tisaraṇa dan Pañcasīla.
3) Untuk ketiga kalinya, Bhante,
Kami memohon Tisaraṇa dan Pañcasīla.
- - - - - atau - - - - -
) Okāsa ahaṁ bhante,
Ti-saraṇena saddhiṁ pañca-sīlaṁ dhammaṁ yācāmi,
Anuggahaṁ katvā sīlaṁ detha me bhante.
) Dutiyampi okāsa ahaṁ bhante,
Ti-saraṇena saddhiṁ pañca-sīlaṁ dhammaṁ yācāmi,
Anuggahaṁ katvā sīlaṁ detha me bhante.
3) Tatiyampi okāsa ahaṁ bhante,
Ti-saraṇena saddhiṁ pañca-sīlaṁ dhammaṁ yācāmi,
Anuggahaṁ katvā sīlaṁ detha me bhante.
) Perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisaraṇa serta Pañcasīla,
Anugerahkanlah padaku Sīla itu, Bhante.
) Untuk kedua kalinya, perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisaraṇa serta Pañcasīla,
Anugerahkanlah padaku Sīla itu, Bhante.
3) Untuk ketiga kalinya, perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisaraṇa serta Pañcasīla,
Anugerahkanlah padaku Sīla itu, Bhante.
Bhikkhu : Yam-ahaṁ vadāmi taṁ vadetha.
Ikutilah apa yang saya ucapkan.
Hadirin : Āma bhante.
Baik, Bhante.
Bhikkhu : Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammā-Sambuddhassa (tiga kali)
Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (tiga kali)
Hadirin : (mengikuti)
Bhikkhu : (mengucapkan Tisaraṇa kalimat per kalimat)
Hadirin : (mengikuti apa yang diucapkan oleh bhikkhu kalimat per
kalimat)
) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
Bhikkhu : Ti-saraṇa gamanaṁ paripuṇṇaṁ.
Tisaraṇa telah diambil dengan lengkap.
Hadirin : Āma bhante.
Baik, Bhante.
Bhikkhu : (mengucapkan Pañcasīla kalimat per kalimat)
Hadirin : (mengikuti apa yang diucapkan oleh bhikkhu kalimat per
kalimat)
) Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
3) Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
4) Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pengambilan barang yang
tidak diberikan.
3) Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan asusila.
4) Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
5) Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
Bhikkhu : Imāni pañca sikkhā-padāni.
Sīlena sugatiṁ yanti.
Sīlena bhoga-sampadā.
Sīlena nibbutiṁ yanti.
Tasmā sīlaṁ visodhaye.
Itulah yang dinamakan Lima Latihan.
Dengan melaksanakan Sīla akan berakibat terlahir di alam bahagia.
Dengan melaksanakan Sīla akan berakibat memperoleh kekayaan (dunia dan
Dhamma).
Dengan melaksanakan Sīla akan berakibat tercapainya Nibbāna.
Sebab itu anda harus melaksanakan Sīla dengan sempurna.
Hadirin : Āma bhante.
Baik, Bhante.
SĀDHU! SĀDHU! SĀDHU!
7. ĀRĀDHANĀ PARITTA (Permohonan Paritta)
Permohonan Paritta ini dibacakan apabila umat mengundang
bhikkhu/sāmaṇera ke rumah atau pada acara upacara di vihāra, cetiya,
dan sebagainya. Hal ini dilakukan setelah permohonan Pañcasīla.
Permohonan Paritta ini adalah sebagai berikut :
) Vipatti-paṭibāhāya
sabba-sampatti-siddhiyā,
Sabba-dukkha-vināsāya
parittaṁ brūtha maṅgalaṁ.
) Vipatti-paṭibāhāya
sabba-sampatti-siddhiyā,
Sabba-bhaya-vināsāya
parittaṁ brūtha maṅgalaṁ.
3) Vipatti-paṭibāhāya
sabba-sampatti-siddhiyā,
Sabba-roga-vināsāya
parittaṁ brūtha maṅgalaṁ.
) Untuk menolak mara bahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua dukkha
Sudilah membacakan paritta perlindungan.
) Untuk menolak mara bahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua rasa takut
Sudilah membacakan paritta perlindungan.
3) Untuk menolak mara bahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua penyakit
Sudilah membacakan paritta perlindungan.
8. ĀRĀDHANĀ DHAMMADESANĀ
(Permohonan Dhammadesanā)
Permohonan Dhammadesanā ini dilaksanakan setelah Permohonan
Pañcasila di vihāra, cetiya, dan sebagainya pada bhikkhu, sāmaṇera
yang hadir pada waktu itu :
Brahmā ca lokādhipatī sahampati
Katañjalī andhivaraṁ ayācatha:
Santīdha sattāpparajakkha-jātikā
Desetu Dhammaṁ anukampimaṁ pajaṁ.
Brahma Sahampati, penguasa dunia ini
Merangkap kedua tangannya (berañjali) dan memohon:
Ada makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka;
Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada mereka.
9. DHAMMADESANĀ (Khotbah Dhamma)
Hadirin mendengarkan pembabaran Dhamma dengan sikap hormat*
dan penuh perhatian.
* Sikap hormat ini bisa berbentuk sikap duduk tenang berañjali dan
sebagainya.
0. PEMBERKAHAN
Apabila Puja Bakti dihadiri bhikkhu, bhikkhu memberikan
pemberkahan
. ETTĀVATĀ (Pelimpahan Jasa)
Pemimpin Puja Bakti :
Handa mayaṁ Ettāvatā diṇṇaṁ bhaṇāma se.
Marilah kita mengucapkan paritta Ettāvatā.
Bersama-sama :
) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe devā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe bhūtā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
3) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe sattā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
4) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu lokasanti
5) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu Indonesia
6) Idaṁ vo ñātinaṁ hotu
Sukhitā hontu ñātayo
(tiga kali)
7) Devo vassatu kālena
Sassa sampatti hotu ca
Phīto bhavatu loko ca
Rājā bhavatu dhammiko
8) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu Sāsanaṁ
9) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu Desanaṁ
0) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu maṁ paraṁ'ti
) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk halus turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
3) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk hidup turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
4) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi perdamaian dunia.
5) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi Indonesia.
6) Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang telah meninggal;
Semoga mereka berbahagia.
(tiga kali)
7) Semoga hujan tepat pada musimnya
Semoga dunia maju dengan pesat
Serta selalu bahagia dan damai
Semoga Pemerintah/Pemimpin berlaku lurus.
8) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi Ajaran.
9) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi pembabaran Dhamma.
0) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi kita semua.
. ĀRĀDHANĀ TISARAṆA PAÑCASĪLA
Hadirin Bersama-sama :
) Mayaṁ bhante,
Ti-saraṇena saha pañca sīlāni yācāma.
) Dutiyampi mayaṁ bhante,
Ti-saraṇena saha pañca sīlāni yācāma.
3) Tatiyampi mayaṁ bhante,
Ti-saraṇena saha pañca sīlāni yācāma.
) Bhante,
Kami memohon Tisaraṇa dan Pañcasīla.
) Untuk kedua kalinya, Bhante,
Kami memohon Tisaraṇa dan Pañcasīla.
3) Untuk ketiga kalinya, Bhante,
Kami memohon Tisaraṇa dan Pañcasīla.
- - - - - atau - - - - -
) Okāsa ahaṁ bhante,
Ti-saraṇena saddhiṁ pañca-sīlaṁ dhammaṁ yācāmi,
Anuggahaṁ katvā sīlaṁ detha me bhante.
) Dutiyampi okāsa ahaṁ bhante,
Ti-saraṇena saddhiṁ pañca-sīlaṁ dhammaṁ yācāmi,
Anuggahaṁ katvā sīlaṁ detha me bhante.
3) Tatiyampi okāsa ahaṁ bhante,
Ti-saraṇena saddhiṁ pañca-sīlaṁ dhammaṁ yācāmi,
Anuggahaṁ katvā sīlaṁ detha me bhante.
) Perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisaraṇa serta Pañcasīla,
Anugerahkanlah padaku Sīla itu, Bhante.
) Untuk kedua kalinya, perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisaraṇa serta Pañcasīla,
Anugerahkanlah padaku Sīla itu, Bhante.
3) Untuk ketiga kalinya, perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisaraṇa serta Pañcasīla,
Anugerahkanlah padaku Sīla itu, Bhante.
Bhikkhu : Yam-ahaṁ vadāmi taṁ vadetha.
Ikutilah apa yang saya ucapkan.
Hadirin : Āma bhante.
Baik, Bhante.
Bhikkhu : Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammā-Sambuddhassa (tiga kali)
Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna (tiga kali)
Hadirin : (mengikuti)
Bhikkhu : (mengucapkan Tisaraṇa kalimat per kalimat)
Hadirin : (mengikuti apa yang diucapkan oleh bhikkhu kalimat per
kalimat)
) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
Bhikkhu : Ti-saraṇa gamanaṁ paripuṇṇaṁ.
Tisaraṇa telah diambil dengan lengkap.
Hadirin : Āma bhante.
Baik, Bhante.
Bhikkhu : (mengucapkan Pañcasīla kalimat per kalimat)
Hadirin : (mengikuti apa yang diucapkan oleh bhikkhu kalimat per
kalimat)
) Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
3) Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
4) Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pengambilan barang yang
tidak diberikan.
3) Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan asusila.
4) Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
5) Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
Bhikkhu : Imāni pañca sikkhā-padāni.
Sīlena sugatiṁ yanti.
Sīlena bhoga-sampadā.
Sīlena nibbutiṁ yanti.
Tasmā sīlaṁ visodhaye.
Itulah yang dinamakan Lima Latihan.
Dengan melaksanakan Sīla akan berakibat terlahir di alam bahagia.
Dengan melaksanakan Sīla akan berakibat memperoleh kekayaan (dunia dan
Dhamma).
Dengan melaksanakan Sīla akan berakibat tercapainya Nibbāna.
Sebab itu anda harus melaksanakan Sīla dengan sempurna.
Hadirin : Āma bhante.
Baik, Bhante.
SĀDHU! SĀDHU! SĀDHU!
. ĀRĀDHANĀ PARITTA
) Vipatti-paṭibāhāya
sabba-sampatti-siddhiyā,
Sabba-dukkha-vināsāya
parittaṁ brūtha maṅgalaṁ.
) Vipatti-paṭibāhāya
sabba-sampatti-siddhiyā,
Sabba-bhaya-vināsāya
parittaṁ brūtha maṅgalaṁ.
3) Vipatti-paṭibāhāya
sabba-sampatti-siddhiyā,
Sabba-roga-vināsāya
parittaṁ brūtha maṅgalaṁ.
) Untuk menolak mara bahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua dukkha
Sudilah membacakan paritta perlindungan.
) Untuk menolak mara bahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua rasa takut
Sudilah membacakan paritta perlindungan.
3) Untuk menolak mara bahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua penyakit
Sudilah membacakan paritta perlindungan.
3. ĀRĀDHANĀ DHAMMADESANĀ
Brahmā ca lokādhipatī sahampati
Katañjalī andhivaraṁ ayācatha:
Santīdha sattāpparajakkha-jātikā
Desetu Dhammaṁ anukampimaṁ pajaṁ.
Brahma Sahampati, penguasa dunia ini
Merangkap kedua tangannya (berañjali) dan memohon:
Ada makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka;
Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada mereka.
PUBBABHĀGANAMAKĀRA
Handa mayaṁ Buddhassa Bhagavato Pubba-bhāga-namakāraṁ karoma
se.
Bersama-sama :
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammā-Sambuddhassa
(tiga kali)
Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna
(tiga kali)
5. TISARAṆA
Handa mayaṁ Ti-saraṇa-gamana-pāṭhaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
6. PAÑCASĪLA
Handa mayaṁ Pañca-sikkhā-pada-pāṭhaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
) Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
3) Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
4) Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pengambilan barang yang
tidak diberikan.
3) Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan asusila.
4) Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
5) Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
7. AṬṬHAṄGASĪLA (Delapan Latihan Sīla)
) Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
3) Abrahma-cariyā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
4) Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
6) Vikāla-bhojanā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
7) Nacca-gīta-vādita-visūka-dassanā mālā-gandha-vilepana-dhāraṇamaṇḍana-vibhūsanaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
8) Uccāsayana-mahāsayanā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pengambilan barang yang
tidak diberikan.
3) Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan tidak suci.
4) Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
5) Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
6) Aku bertekad akan melatih diri menghindari makan makanan setelah
tengah hari.
7) Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak menari, menyanyi, bermain
musik, pergi melihat tontonan-tontonan; menghindari memakai bungabungaan, wangi-wangian dan alat-alat kosmetik untuk tujuan menghias
dan mempercantik diri.
8) Aku bertekad akan melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur
dan tempat duduk yang tinggi dan mewah.
8. DASASĪLA (Sepuluh Latihan Sīla)
) Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
3) Abrahma-cariyā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
4) Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
6) Vikāla-bhojanā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
7) Nacca-gīta-vādita-visūka-dassanā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
8) Mālā-gandha-vilepana-dhāraṇa-maṇḍana-vibhūsanaṭṭhānā
veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
9) Uccāsayana-mahāsayanā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
0) Jataruparajata pattiggahana veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pengambilan barang yang
tidak diberikan.
3) Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan tidak suci.
4) Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar
5) Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
6) Aku bertekad akan melatih diri menghindari makan makanan setelah
tengah hari.
7) Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak menari, menyanyi, bermain
musik serta pergi melihat tontonan-tontonan.
8) Aku bertekad akan melatih diri menghindari pemakaian bunga-bungaan,
wangi-wangian dan alat-alat kosmetik untuk tujuan menghias dan
mempercantik diri.
9) Aku bertekad akan melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur
dan tempat duduk yang tinggi dan mewah.
0) Aku bertekad akan melatih diri menghindari menerima emas dan perak
(uang).
PARITTA UNTUK UPACARA MAṄGALA
(Upacara Menuju ke Kebahagiaan)
. ĀRĀDHANĀ DEVATĀ (Mengundang Para Dewa)
Samantā cakkavāḷesu atrāgacchantu devatā, saddhammaṁ munirājassa suṇantu sagga-mokkhadaṁ. Sagge kāme ca rūpe girisikharataṭe cantalikkhe vimāne, dīpe raṭṭhe ca gāme taruvana-gahane
geha-vatthumhi khette. Bhummā cāyantu devā jala-thala-visame
yakkha-gandhabba-nāga, tiṭṭhantā santike yaṁ muni-vara-vacanaṁ
sādhavo me sunaṇtu.
Dhammassavana-kālo ayam-bhadantā (tiga kali)
Semoga semua dewa di alam semesta hadir di sini, mendengarkan Dhamma
nan Agung dari Sang Bijaksana, yang membimbing (umat) ke Surga dan ke
Kebebasan. Di alam surga dan di alam brahma, di puncak-puncak gunung, di
angkasa raya, di pulau-pulau, di desa-desa dan kota, di hutan belukar, di
sekeliling rumah dan ladang. Semoga dewa Bumi mendekat (datang) melalui
air, daratan atau pun angkasa, bersama-sama dengan yakkha, gandhabba
dan naga. Dan semoga di mana pun mereka berada, mereka dapat
mendengarkan sabda Sang Bijaksana, seperti berikut.
Sekarang tiba saatnya mendengar Dhamma (tiga kali)
Catatan :
Bila membaca paritta di vihāra, maka baris terakhir (tiga kali) diganti
dengan :
Buddha-dassana-kālo ayam-bhadantā.
Dhammassavana-kālo ayam-bhadantā.
Saṅgha-payirupāsanā-kālo ayam-bhadantā.
Sekarang tiba saatnya melihat Sang Buddha.
Sekarang tiba saatnya mendengar Sang Dhamma.
Sekarang tiba saatnya menghormat Sang Saṅgha.
. PUBBABHĀGANAMAKĀRA
Handa mayaṁ Buddhassa Bhagavato Pubba-bhāga-namakāraṁ karoma
se.
Bersama-sama :
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammā-Sambuddhassa
(tiga kali)
Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna
(tiga kali)
3. TISARAṆA
Handa mayaṁ Ti-saraṇa-gamana-pāṭhaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
4. NAMAKĀRASIDDHI GĀTHĀ
Handa mayaṁ Namakāra-siddhi gāthāyo bhaṇāma se.
) Yo cakkhumā moha-malāpakaṭṭho
Sāmaṁ va Buddho Sugato vimutto
Mārassa pāsā vinimocayanto
Pāpesi khemaṁ janataṁ vineyyaṁ
) Buddhaṁ varantaṁ sirasā namāmi
Lokassa nāthañca vināyakañca.
Tan-tejasā te jaya-siddhi hotu
Sabbantarāyā ca vināsamentu.
3) Dhammo dhajo yo viya tassa satthu
Dassesi lokassa visuddhi-maggaṁ
Niyyāniko dhamma-dharassa dhārī
Sātāvaho santikaro suciṇṇo.
4) Dhammaṁ varantaṁ sirasā namāmi
Mohappadālaṁ upasanta-dāhaṁ.
Tan-tejasā te jaya-siddhi hotu
Sabbantarāyā ca vināsamentu.
5) Saddhamma-senā Sugatānugo yo
Lokassa pāpūpakilesa-jetā
Santo sayaṁ santi-niyojako ca
Svākkhāta-dhammaṁ viditaṁ karoti.
6) Saṅghaṁ varantaṁ sirasā namāmi
Buddhānubuddhaṁ sama-sīla-diṭṭhiṁ.
Tan-tejasā te jaya-siddhi hotu
Sabbantarāyā ca vināsamentu.
) Penglihat yang telah melenyapkan kebodohan
Dia-lah Sang Buddha, Sang Sugata, Yang Telah Bebas
Ia telah terbebas dari jeratan Māra si jahat
Ia membimbing orang banyak ke Keselamatan.
) Saya bersujud kepada Buddha nan Mulia
Pelindung dan Pemimpin dunia;
Berkat kekuatan ini semoga anda mendapat kejayaan
Dan semua bahaya lenyap adanya.
3) Dhamma bagaikan bendera Sang Guru
Menunjukkan Jalan Kesucian pada dunia
Menyelamatkan para pelaksana Dhamma
Bila dilaksanakan dengan baik mengarah ke Kebahagiaan dan Kedamaian.
4) Saya bersujud kepada Dhamma nan Mulia
Pelenyap kebodohan, Penakluk kobaran api nafsu;
Berkat kekuatan ini semoga anda mendapat kejayaan
Dan semua bahaya lenyap adanya.
5) Dhamma Duta pengikut Sang Sugata
Penakluk kejahatan dan noda dalam dunia ini
Mereka sendiri dapat ketenangan, kedamaian dan tanpa ikatan
Setelah mereka mengetahui Dhamma yang sempurna dibabarkan.
6) Saya bersujud kepada Saṅgha nan Mulia
Yang mencapai Kesempurnaan dengan Sīla dan Ajaran Sang Buddha;
Berkat kekuatan ini semoga anda mendapat kejayaan
Dan semua bahaya lenyap adanya.
5. SACCAKIRIYĀ GĀTHĀ
Handa mayaṁ Sacca-kiriyā gāthāyo bhaṇāma se.
Bersama-sama :
) Natthi me saraṇaṁ aññaṁ
Buddho me saraṇaṁ varaṁ
Etena sacca-vajjena
Sotthi me/te hotu sabbadā.
) Natthi me saraṇaṁ aññaṁ
Dhammo me saraṇaṁ varaṁ
Etena sacca-vajjena
Sotthi me/te hotu sabbadā.
3) Natthi me saraṇaṁ aññaṁ
Saṅgho me saraṇaṁ varaṁ
Etena sacca-vajjena
Sotthi me/te hotu sabbadā.
) Tiada perlindungan lain bagiku
Sang Buddha-lah sesungguhnya Pelindungku
Berkat kesungguhan pernyataan ini
Semoga aku/anda selamat sejahtera.
) Tiada perlindungan lain bagiku
Dhamma-lah sesungguhnya Pelindungku
Berkat kesungguhan pernyataan ini
Semoga aku/anda selamat sejahtera.
3) Tiada perlindungan lain bagiku
Saṅgha-lah sesungguhnya Pelindungku
Berkat kesungguhan pernyataan ini
Semoga aku/anda selamat sejahtera.
6. MAHĀKĀRUṆIKONĀTHOTIĀDI GĀTHĀ
Handa mayaṁ Mahā-kāruṇiko-nātho-tiādi gāthāyo bhaṇāma se.
) Mahā-kāruṇiko nātho
Atthāya sabba-pāṇinaṁ
Pūretvā pāramī sabbā
Patto sambodhim-uttamaṁ.
Etena sacca-vajjena
Mā hontu sabbupaddavā.
) Mahā-kāruṇiko nātho
Hitāya sabba-pāṇinaṁ
Pūretvā pāramī sabbā
Patto sambodhim-uttamaṁ.
Etena sacca-vajjena
Mā hontu sabbupaddavā.
3) Mahā-kāruṇiko nātho
Sukhāya sabba-pāṇinaṁ
Pūretvā pāramī sabbā
Patto sambodhim-uttamaṁ.
Etena sacca-vajjena
Mā hontu sabbupaddavā.
) Sang Pelindung Yang Maha Welas Asih
Untuk kepentingan semua makhluk
Telah menyempurnakan semua Pāramitā
Mencapai Bodhi atas usaha-Nya sendiri;
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga semua musibah lenyap adanya.
) Sang Pelindung Yang Maha Welas Asih
Untuk kesejahteraan semua makhluk
Telah menyempurnakan semua Pāramitā
Mencapai Bodhi atas usaha-Nya sendiri;
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga semua musibah lenyap adanya.
3) Sang Pelindung Yang Maha Welas Asih
Untuk kebahagiaan semua makhluk
Telah menyempurnakan semua Pāramitā
Mencapai Bodhi atas usaha-Nya sendiri;
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga semua musibah lenyap adanya.
7. NAMOKĀRAṬṬHAKA GĀTHĀ
Handa mayaṁ Namo-kāra-aṭṭhaka gāthāyo bhaṇāma se.
) Namo Arahato Sammā-Sambuddhassa mahesino
) Namo uttama-dhammassa svākkhātasseva tenidha
3) Namo mahā-saṅghassāpi visuddha-sīla-diṭṭhino
4) Namo omātyāraddhassa ratanattayassa sādhukaṁ
5) Namo omakātītassa tassa vatthuttayassapi
6) Namo-kārappabhāvena vigacchantu upaddavā
7) Namo-kārānubhāvena suvatthi hotu sabbadā
8) Namo-kārassa tejena vidhimhi homi, tejavā.
) Sujudku pada Maha Pertapa, Buddha nan Suci tanpa noda.
) Sujudku pada Dhamma nan Mulia, yang telah dibabarkan dengan
sempurna.
3) Sujudku pada Saṅgha nan Agung, yang ber-Sīla dan ber-Pandangan Suci.
4) Sujudku pada Sang Tiratana, yang Mulia berkahnya dengan ”AUM”.
5) Sujudku pada Tiratana, yang telah bebas dari kekejaman.
6) Dengan kekuatan sujudku ini, semoga semua gangguan lenyap.
7) Dengan kekuatan sujudku ini, semoga semuanya sejahtera.
8) Dengan sujudku yang lengkap ini, semoga saya sukses adanya.
8. MAṄGALA SUTTA
Handa mayaṁ Maṅgala suttaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
Evam-me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā, Sāvatthiyaṁ viharati,
Jetavane Anāthapiṇḍikassa, ārāme.
Atha kho aññatarā devatā, abhikkantāya rattiyā abhikkanta-vaṇṇā
kevala-kappaṁ Jetavanaṁ obhāsetva.
Yena Bhagavā tenupasaṅkami, upasaṅkamitvā Bhagavantaṁ
abhivādetvā ekamantaṁ aṭṭhāsi.
Ekam-antaṁ ṭhitā kho sā devatā Bhagavantaṁ gāthāya ajjhabhāsi:
) “Bahū devā manussā ca
maṅgalāni acintayuṁ
Ākaṅkhamānā sotthānaṁ
brūhi maṅgalam-uttamaṁ.”
) “Asevanā ca bālānaṁ
paṇḍitānañca sevanā
Pūjā ca pūjanīyānaṁ
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
3) Paṭirūpa-desa-vāso ca
pubbe ca kata-puññatā
Atta-sammā-paṇidhi ca
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
4) Bāhu-saccañca sippañca
vinayo ca susikkhito
Subhāsitā ca yā vācā
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
5) Mātā-pitu-upaṭṭhānaṁ
putta-dārassa saṅgaho
Anākulā ca kammantā
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
6) Dānañca Dhamma-cariyā ca
ñātakānañca saṅgaho
Anavajjāni kammāni
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
7) Āratī viratī pāpā
majja-pānā ca saññamo
Appamādo ca dhammesu
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
8) Gāravo ca nivāto ca
santuṭṭhī ca kataññutā
Kālena dhammassavanaṁ
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
9) Khantī ca sovacassatā
samaṇānañca dassanaṁ
Kālena Dhamma-sākacchā
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
0) Tapo ca brahma-cariyañca
ariya-saccāna-dassanaṁ
Nibbāna-sacchi-kiriyā ca
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
) Phuṭṭhassa loka-dhammehi
cittaṁ yassa na kampati
Asokaṁ virajaṁ khemaṁ
etam-maṅgalam-uttamaṁ.
) Etādisāni katvāna
sabbattham-aparājitā
Sabbattha sotthiṁ gacchanti
tan-tesaṁ maṅgalam-uttaman'ti.”
Demikianlah telah kudengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagavā menetap di dekat Sāvatthī, di hutan Jeta, di
Vihāra Anāthapiṇḍika.
Maka datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya yang
cemerlang menerangi seluruh hutan Jeta.
Menghampiri Sang Bhagavā, dan menghormati Beliau, lalu berdiri di satu sisi.
Sambil berdiri di satu sisi, dewa itu berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair
ini:
) “Banyak dewa dan manusia
Berselisih paham tentang Berkah
Yang diharap membawa keselamatan;
Terangkanlah, apakah Berkah Utama itu?”
) “Tak bergaul dengan orang yang tak bijaksana
Bergaul dengan mereka yang bijaksana
Menghormat mereka yang patut dihormat:
Itulah Berkah Utama.
3) Hidup di tempat yang sesuai
Berkat jasa-jasa dalam hidup yang lampau
Menuntun diri ke arah yang benar:
Itulah Berkah Utama.
4) Memiliki pengetahuan dan keterampilan
Terlatih baik dalam tata susila
Ramah tamah dalam ucapan:
Itulah Berkah Utama.
5) Membantu ayah dan ibu
Menyokong anak dan istri
Bekerja bebas dari pertentangan:
Itulah Berkah Utama.
6) Berdāna dan hidup sesuai dengan Dhamma
Menolong sanak keluarga
Bekerja tanpa cela:
Itulah Berkah Utama.
7) Menjauhi, tak melakukan kejahatan
Menghindari minuman keras
Tekun melaksanakan Dhamma:
Itulah Berkah Utama.
8) Selalu hormat dan rendah hati
Merasa puas dan berterima kasih
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai:
Itulah Berkah Utama.
9) Sabar, rendah hati bila diperingatkan
Mengunjungi para pertapa
Membahas Dhamma pada saat yang sesuai:
Itulah Berkah Utama.
0) Bersemangat menjalankan hidup suci
Menembus Empat Kesunyataan Mulia
Serta mencapai Nibbāna:
Itulah Berkah Utama.
) Meski tergoda oleh hal-hal duniawi
Namun batin tak tergoyahkan
Tiada susah, tanpa noda, penuh damai:
Itulah Berkah Utama.
) Karena dengan mengusahakan hal-hal itu
Manusia tak terkalahkan di mana pun juga
Serta berjalan aman ke mana juga:
Itulah Berkah Utama.”
9. RATANA SUTTA
Handa mayaṁ Ratana suttaṁ bhaṇāma se.
) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Sabbe va bhūtā sumanā bhavantu,
Atho pi sakkacca suṇantu bhāsitaṁ.
) Tasmā hi bhūtā nisāmetha sabbe,
Mettaṁ karotha mānusiyā pajāya.
Divā ca ratto ca haranti ye baliṁ,
Tasmā hi ne rakkhatha appamattā.
3) Yaṁ kiñci vittaṁ idhā vā huraṁ vā,
Saggesu vā yaṁ ratanaṁ paṇītaṁ;
Na no samaṁ atthi Tathāgatena,
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
4) Khayaṁ virāgaṁ amataṁ paṇītaṁ,
Yad-ajjhagā Sakya-munī samāhito;
Na tena dhammena samatthi kiñci,
Idam pi Dhamme ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
5) Yaṁ Buddha-seṭṭho parivaṇṇayī suciṁ,
Samādhim-ānantarikañ-ñām-āhu;
Samādhinā tena samo na vijjati,
Idam pi Dhamme ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
6) Ye puggalā aṭṭha sataṁ pasaṭṭhā,
Cattāri etāni yugāni honti;
Te dakkhiṇeyyā Sugatassa sāvaka,
Etesu dinnāni mahapphalāni;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
7) Ye suppayuttā manasā daḷhena,
Nikkāmino Gotama-sāsanamhi;
Te patti-pattā amataṁ vigayha,
Laddhā mudhā nibbutiṁ bhuñjamānā;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
8) Yathinda-khīlo paṭhaviṁ sito siyā,
Catubbhi vātebhi asampakampiyo.
Tathūpamaṁ sappurisaṁ vadāmi,
Yo ariya-saccāni avecca passati.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
9) Ye ariya-saccāni vibhāvayanti,
Gambhīra-paññena sudesitāni.
Kiñ-cāpi te honti bhusappamattā,
Na te bhavaṁ aṭṭhamam-ādiyanti.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
0) Sahā vassa dassana-sampadāya,
Tayassu dhammā jahitā bhavanti.
Sakkāya-diṭṭhi vicikicchitañ-ca,
Sīlabbataṁ vā pi yad-atthi kiñci.
Catūhapāyehi ca vippamutto,
Cha cābhiṭhānāni abhabbo kātuṁ.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
) Kiñ-cāpi so kammaṁ karoti pāpakaṁ,
Kāyena vācā uda cetasā vā.
Abhabbo so tassa paṭicchadāya,
Abhabbatā diṭṭha-padassa vuttā.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
) Vanappagumbe yathā phussi-tagge,
Gimhāna-māse paṭhamasmiṁ gimhe.
Tathūpamaṁ Dhamma-varaṁ adesayi,
Nibbāna-gāmiṁ paramaṁ hitāya.
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
3) Varo varañ-ñū vara-do varāharo,
Anuttaro Dhamma-varaṁ adesayi.
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
4) Khīṇaṁ purāṇaṁ navaṁ natthi sambhavaṁ,
Viratta-cittāyatike bhavasmiṁ;
Te khīṇa-bījā aviruḷhi-chandā,
Nibbanti dhīrā yathāyaṁ padīpo;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
5) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Buddhaṁ namassāma suvatthi hotu.
6) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Dhammaṁ namassāma suvatthi hotu.
7) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Saṅghaṁ namassāma suvatthi hotu.
) Makhluk apa pun juga yang berkumpul di sini
Baik yang dari dunia, mau pun dari ruang angkasa
Berbahagialah! Perhatikanlah apa yang disabdakan.
) Maka itu, duhai para makhluk, perhatikanlah
Perlakukanlah umat manusia dengan cinta kasih
Lindungilah mereka dengan tekun, sebagaimana mereka
Mempersembahkan sesajian kepadamu siang dan malam.
3) Harta apa pun juga yang terdapat di sini atau di alam-alam lain
Atau mustika tak ternilai apa pun juga di alam-alam surga
Satu pun tiada yang menyamai Sang Tathāgata
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
4) Pemusnahan nafsu, bebas dari nafsu, bebas dari kematian
Yang telah dicapai oleh Sang Sakya-Muni
Dengan Samādhi benar, tiada apa pun yang dapat menyamai-Nya;
Sesungguhnya, dalam Dhamma terdapat mustika tak ternilai ini.
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
5) Meditasi benar yang dipuji oleh Sang Buddha
Samādhi yang dapat memberikan hasil baik
Tiada satu pun yang dapat menyamai Samādhi ini
Sesungguhnya, dalam Dhamma terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
6) Delapan Makhluk Suci yang dipuji oleh para bijaksana
Merupakan empat pasang Makhluk Suci
Siswa-Siswa Sang Sugata ini berharga untuk diberi persembahan;
Apa yang dipersembahkan kepada mereka, menghasilkan pahala-pahala
besar;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
7) Mereka itu, yang bebas dari nafsu-nafsu, telah melaksanakan dengan
tekad teguh Ajaran Sang Buddha Gotama;
Telah mencapai apa yang harus dicapai
Telah memperoleh kebebasan dari kematian
Mereka menikmati ketentraman yang tak ternilai
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
8) Bagaikan sebuah menara pintu kota beralas kokoh kuat
Tak tergoyahkan oleh angin dari empat penjuru
Demikianlah, kami menamakan orang bijaksana yang telah menembus
Empat Kebenaran Ariya;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
9) Mereka yang telah menembus Empat Kebenaran Ariya
Yang dibabarkan dengan jelas oleh Yang Maha Bijaksana
Sekali pun terkena godaan, mereka tidak akan lahir lagi sampai delapan
kali;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
0) Tiga belenggu dipatahkan oleh yang memiliki Pandangan Benar, yakni:
Sakkāya-Diṭṭhi (kepercayaan takhayul, tentang adanya diri), Vicikiccha
(keraguan) dan
Sīlabbataparamasa (kepercayaan takhayul, bahwa upacara sembahyang
dapat membebaskan manusia);
Ia telah bebas dari empat alam yang menyedihkan
Serta tak dapat melakukan enam kejahatan berat
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
) Perbuatan salah apa pun juga yang dilakukan dengan tubuh, ucapan dan
pikiran, tak dapat ia menyembunyikannya;
Karena telah dikatakan bahwa perbuatan demikian
Tak mungkin dilakukan oleh orang yang telah melihat Nibbāna
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
) Bagaikan pohon dalam hutan yang berbunga pada awal musim panas;
Demikian Agunglah Dhamma yang menuju Nibbāna
Beliau telah membabarkan untuk kebahagiaan tertinggi
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
3) Yang Tanpa Banding, Yang Maha Tahu, Sang Pembimbing Yang Terbaik.
Sang Pembawa Yang Terbaik telah membabarkan Dhamma
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini.
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
4) Yang lampau telah musnah, tiada penjelmaan baru
Pikiran mereka telah bebas dari kelahiran kembali
Para bijaksana telah memusnahkan benih-benih penjelmaan mereka dan
Nafsunya telah berakhir padam bagaikan lampu ini
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
5) Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Sang Buddha
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
6) Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Dhamma
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
7) Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Saṅgha
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
0. KARAṆĪYA METTĀ SUTTA
Handa mayaṁ Karaṇīya-mettā suttaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
) Karaṇīyam-attha-kusalena
yantaṁ santaṁ padaṁ abhisamecca,
Sakko ujū ca suhujū ca
suvaco cassa mudu anatimānī,
) Santussako ca subharo ca
appakicco ca sallahuka-vutti,
Santindriyo ca nipako ca
appagabbho kulesu ananugiddho.
3) Na ca khuddaṁ samācare kiñci
yena viññū pare upavadeyyuṁ
Sukhino vā khemino hontu
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
4) Ye keci pāṇa-bhūtatthi
tasā vā thāvarā vā anavasesā,
Dīghā vā ye mahantā vā
majjhimā rassakā aṇuka-thūlā,
5) Diṭṭhā vā ye va adiṭṭhā
ye ca dūre vasanti avidūre,
Bhūtā vā sambhavesī vā
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
6) Na paro paraṁ nikubbetha
nātimaññetha katthaci naṁ kiñci,
Byārosanā paṭīgha-saññā
nāññam-aññassa dukkham-iccheyya.
7) Mātā yathā niyaṁ puttaṁ
āyusā eka-puttam-anurakkhe,
Evam-pi sabba-bhūtesu
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ.
8) Mettañca sabba-lokasmiṁ
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ,
Uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
9) Tiṭṭhañcaraṁ nisinno vā
sayāno vā yāvatassa vigatam-iddho,
Etaṁ satiṁ adhiṭṭheyya
brahmam-etaṁ vihāraṁ idham-āhu.
0) Diṭṭhiñca anupagamma
sīlavā dassanena sampanno,
Kāmesu vineyya gedhaṁ,
Na hi jātu gabbha-seyyaṁ punaretī'ti.
) Inilah yang harus dikerjakan oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan;
Untuk mencapai ketenangan,
Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.
) Merasa puas, mudah disokong/dilayani,
Tiada sibuk, sederhana hidupnya,
Tenang inderanya, berhati-hati,
Tahu malu, tak melekat pada keluarga.
3) Tak berbuat kesalahan walau pun kecil,
Yang dapat dicela oleh Para Bijaksana,
Hendaklah ia berpikir: Semoga semua makhluk berbahagia dan tenteram;
Semoga semua makhluk berbahagia.
4) Makhluk hidup apa pun juga,
Yang lemah dan kuat tanpa kecuali,
Yang panjang atau besar,
Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.
5) Yang tampak atau tidak tampak,
Yang jauh atau pun dekat,
Yang telah lahir atau yang akan lahir,
Semoga semua makhluk berbahagia.
6) Jangan menipu orang lain,
Atau menghina siapa saja,
Jangan karena marah dan benci,
Mengharap orang lain celaka.
7) Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya,
Melindungi anaknya yang tunggal,
Demikianlah terhadap semua makhluk,
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.
8) Kasih sayangnya ke segenap alam semesta,
Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas,
Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling,
Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.
9) Selagi berdiri, berjalan atau duduk,
Atau berbaring, selagi tiada lelap,
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini,
Yang dikatakan: Berdiam dalam Brahma.
0) Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang attā atau aku),
Dengan Sīla dan Penglihatan yang sempurna,
Hingga bersih dari nafsu indera,
Ia tak akan lahir dalam rahim mana pun juga.
. KHANDHA PARITTA
Handa mayaṁ Khandha parittaṁ bhaṇāma se.
) Virūpakkhehi me mettaṁ
Mettaṁ Erāpathehi me
Chabyā-puttehi me mettaṁ
Mettaṁ Kaṇhā-Gotamakehi ca
) Apādakehi me mettaṁ
Mettaṁ di-pādakehi me
Catuppadehi me mettaṁ
Mettaṁ bahuppadehi me
3) Mā maṁ apādako hiṁsi
Mā maṁ hiṁsi di-pādako
Mā maṁ catuppado hiṁsi
Mā maṁ hiṁsi bahuppado
4) Sabbe sattā sabbe pāṇā
Sabbe bhūtā ca kevalā
Sabbe bhadrāni passantu
Mā kiñci pāpamāgamā
5) Appamāṇo Buddho,
Appamāṇo Dhammo,
Appamāṇo Saṅgho,
6) Pamāṇa-vantāni siriṁ-sapāni,
Ahi vicchikā sata-padī uṇṇānābhī sarabū mūsikā,
7) Katā me rakkhā,
Katā me parittā,
Paṭikkamantu bhūtāni.
8) Sohaṁ namo Bhagavato,
Namo sattannaṁ Sammā-Sambuddhānaṁ.
) Cinta kasihku kepada suku ular-ular Virūpakkha
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Erāpatha
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Chabyā-putta
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Kaṇhā-Gotamaka.
) Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk tanpa kaki
Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk berkaki dua
Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk berkaki empat
Cinta kasihku kepada makhluk berkaki banyak.
3) Semoga kami tidak mendapat susah dari makhluk-makhluk tanpa kaki;
Juga tidak dari makhluk-makhluk berkaki dua
Semoga makhluk-makhluk berkaki empat tidak menyusahkan kami
Semoga makhluk-makhluk berkaki banyak tidak menyusahkan kami.
4) Semoga semua makhluk hidup
Semua yang dilahirkan dan yang belum lahir
Semoga semua tanpa terkecuali mendapat kebahagiaan
Semoga mereka bebas dari penderitaan.
5) Tak terhingga adalah kebijaksanaan Sang Buddha
Tak terhingga adalah kebijaksanaan Dhamma
Tak terhingga adalah kebijaksanaan Saṅgha.
6) Terbebaslah makhluk-makhluk melata
Seperti ular-ular, ketungging-ketungging, lipan, laba-laba dan tikus.
7) Telah kami panjatkan doa perlindungan
Telah kami panjatkan paritta-paritta yang suci
Silakan makhluk-makhluk pergi dengan damai.
8) Terpujilah Sang Bhagavā
Terpujilah Tujuh Sammā-Sambuddha.
. VAṬṬAKA PARITTA
Handa mayaṁ Vaṭṭaka parittaṁ bhaṇāma se.
) Atthi loke sīla-guṇo
Saccaṁ soceyyanuddayā
Tena saccena kāhāmi
Sacca-kiriyam-anuttaraṁ
) Āvajjitvā Dhamma-balaṁ
Saritvā pubbake jine
Sacca-balam-avassāya
Sacca-kiriyam-akāsahaṁ
3) Santi pakkhā apattanā
Santi pādā avañcanā
Mātā pitā ca nikkhantā
Jāta-veda paṭikkama
4) Saha sacce kate mayhaṁ
Mahāpajjalito sikhī
Vajjesi soḷasa karīsāni
Udakaṁ patvā yathā sikhī
Saccena me samo natthi
Esā me sacca-pāramī'ti.
) Dalam dunia ini terdapatlah berkah Sīla
Kebenaran, kesucian dan kasih sayang
Berdasarkan pada kebenaran ini saya akan
Berusaha sungguh-sungguh dengan tekad suci.
) Merenungkan kekuatan Dhamma
Dan mengingat “Para Penakluk” yang lampau
Berdasarkan pada kekuatan kebenaran ini
Saya melakukan tekad suci ini.
3) Ini adalah sayap-sayap yang tidak dapat terbang
Ini adalah kaki-kaki yang tidak dapat berjalan
Dan ayah serta ibu telah pergi
Api Jātaveda, kembali!
4) Perbuatan ini saya lakukan berdasarkan kebenaran
Kobaran jilatan api yang ganas
Seluas enam belas kubik terhenti
Bagaikan api yang tersiram air
Karena kebenaran tiada yang dapat kubandingkan
Inilah Sacca Pāramitā-ku.
3. BUDDHĀNUSSATI
Handa mayaṁ Buddhānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Iti pi so Bhagavā Arahaṁ Sammā-Sambuddho,
Vijjā-caraṇa-sampanno Sugato Lokavidū,
Anuttaro purisa-damma-sārathi satthā deva-manussānaṁ Buddho
Bhagavā'ti.
Demikianlah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai
Penerangan Sempurna;
Sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, Sempurna menempuh Sang
Jalan (ke Nibbāna), Pengenal segenap alam;
Pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia,
Yang Sadar (Bangun), Yang patut Dimuliakan.
(Diam sejenak merenungkan sifat-sifat Sang Buddha)
4. DHAMMĀNUSSATI
Handa mayaṁ Dhammānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Svākkhāto Bhagavatā Dhammo,
Sandiṭṭhiko akāliko ehipassiko,
Opanayiko paccattaṁ veditabbo viññūhī'ti.
Dhamma Sang Bhagavā telah sempurna dibabarkan;
Berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan;
Menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin
masing-masing.
(Diam sejenak merenungkan sifat-sifat Dhamma)
5. SAṄGHĀNUSSATI
Handa mayaṁ Saṅghānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Supaṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Uju-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Ñāya-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Sāmīci-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Yadidaṁ cattāri purisa-yugāni aṭṭha purisa-puggalā:
Esa Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Āhuneyyo pāhuneyyo dakkhiṇeyyo añjali-karaṇīyo,
Anuttaraṁ puññakkhettaṁ lokassā'ti.
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak baik;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak lurus;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak benar;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak patut;
Mereka, merupakan empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis
Makhluk Suci *): Itulah Saṅgha Siswa Sang Bhagavā;
Patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan serta
penghormatan; Lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam
semesta.
(Diam sejenak merenungkan sifat-sifat Saṅgha)
*) Mereka disebut Ariya Saṅgha: makhluk-makhluk yang telah
mencapai Sotāpatti Magga dan Phala, Sakadāgāmī Magga dan Phala,
Anāgāmī Magga dan Phala, dan Arahatta Magga dan Phala.
6. AṄGULIMĀLA PARITTA
Yatohaṁ bhagini ariyāya jātiyā jāto,
Nābhijānāmi sañcicca pāṇaṁ jīvitā voropetā,
Tena saccena sotthi te
Hotu sotthi gabbhassa.
Saudari, sejak dilahirkan sebagai seorang Ariya
Aku tidak ingat dengan sengaja pernah membunuh suatu makhluk hidup apa
pun;
Dengan pernyataan yang benar ini, semoga anda selamat
Semoga bayi dalam kandungan anda selamat.
7. BOJJHAṄGA PARITTA
) Bojjhaṅgo sati-saṅkhāto
Dhammānaṁ vicayo tathā
Viriyam-pīti-passaddhi
Bojjhaṅgā ca tathāpare
Samādhupekkha-bojjhaṅgā
Sattete sabba-dassinā
Muninā sammadakkhātā
Bhāvitā bahulīkatā
Saṁvattanti abhiññāya
Nibbānāya ca bodhiyā
Etena sacca-vajjena
Sotthi te hotu sabbadā.
) Ekasmiṁ samaye nātho
Moggallānañca Kassapaṁ
Gilāne dukkhite disvā
Bojjhaṅge satta desayi
Te ca taṁ abhinanditvā
Rogā mucciṁsu taṁkhaṇe
Etena sacca-vajjena
Sotthi te hotu sabbadā.
3) Ekadā Dhamma-rājā pi
Gelaññenābhipīḷito
Cundattherena taññeva
Bhaṇāpetvāna sādaraṁ
Sammoditvā ca ābādhā
Tamhā vuṭṭhāsi ṭhānaso
Etena sacca-vajjena
Sotthi te hotu sabbadā.
4) Pahīnā te ca ābādhā
Tiṇṇannam-pi mahesinaṁ
Maggāhata-kilesā va
Pattānuppattidhammataṁ
Etena sacca-vajjena
Sotthi te hotu sabbadā.
) Faktor-faktor untuk mencapai Bodhi adalah: Sati (perhatian),
Dhamma-Vicayo (penyelidikan terhadap Dhamma),
Viriya (semangat), Pīti (kegiuran), Passaddhi (ketenangan),
Faktor lainnya adalah: Samādhi dan Upekkha (keseimbangan)
Ketujuh faktor ini telah diajarkan
Dengan jelas oleh Sang Mahā Muni (Suci)
Bila dikembangkan dan selalu dilatih
Akan menghasilkan Abhiññā (kemampuan batin tinggi),
Nibbāna dan Penerangan Sempurna;
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga anda selamat sejahtera.
) Pada suatu ketika Sang Pelindung
Melihat Yang Ariya Moggallāna dan Yang Ariya Kassapa sakit demam
Beliau mengulang ketujuh faktor Bodhi
Karena mereka merasa gembira
Seketika itu mereka sembuh.
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga anda selamat sejahtera.
3) Suatu ketika Sang Dhamma-Rāja sendiri sakit demam
Yang Ariya Cunda Thera (diminta) mengulangi
Sutta ini dengan khidmat
Karena merasa gembira
Maka seketika sembuhlah Sang Bhagavā.
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga anda selamat sejahtera.
4) Penyakit telah disembuhkan
Dari tiga Petapa Agung tersebut
Seperti Sang Jalan melenyapkan kekotoran batin
Tercapai sesuai dengan kebenaran Dhamma.
Berkat kebenaran ucapan ini
Semoga anda selamat sejahtera.
8. ĀṬĀNĀṬIYA PARITTA
Handa mayaṁ Āṭānāṭiya parittaṁ bhaṇāma se.
) Vipassissa namatthu
Cakkhumantassa sirīmato
Sikhissa pi namatthu
Sabba-bhūtānukampino
) Vessabhussa namatthu
Nhātakassa tapassino
Namatthu Kakusandhassa
Māra-senappamaddino
3) Konāgamanassa namatthu
Brāhmaṇassa vusīmato
Kassapassa namatthu
Vippamuttassa sabbadhi
4) Aṅgīrasassa namatthu
Sakya-puttassa sirīmato
Yo imaṁ Dhammam-adesesi
Sabba-dukkhāpanūdanaṁ.
5) Ye cāpi nibbutā loke
Yathābhūtaṁ vipassisuṁ
Te janā apisuṇā
Mahantā vītasāradā
6) Hitaṁ deva-manussānaṁ
Yaṁ namassanti Gotamaṁ
Vijjā-caraṇa-sampannaṁ
Mahantaṁ vītasāradaṁ
7) Vijjā-caraṇa-sampannaṁ
Buddhaṁ vandāma Gotaman'ti
) Terpujilah Vipassi
Yang memiliki Penglihatan dan Keagungan
Terpujilah juga Sikhi
Yang bersimpati terhadap semua makhluk.
) Terpujilah Vessabhu
Pertapa pelenyap semua noda
Terpujilah Kakusandha
Penghancur Māra beserta bala tentaranya.
3) Terpujilah Koṇāgamana
Brāhmaṇa (Sejati) yang mencapai Kesempurnaan
Terpujilah Kassapa
Yang terbebas dari segala ketakhayulan.
4) Terpujilah Aṅgīrasa
Putra Sakya nan Agung
Yang telah mengajarkan Dhamma ini
Untuk melenyapkan semua dukkha.
5) Mereka semua mencapai Nibbāna dalam dunia
Setelah melihat dengan jelas sebagaimana adanya
Mereka, orang-orang yang ramah
Manusia-manusia besar yang telah matang dalam kebijaksanaan.
6) Demi manfaat para dewa dan manusia
Terpujilah Sang Gotama
Yang sempurna pengetahuan dan tindak-tanduk-Nya
Seorang manusia besar yang telah matang dalam kebijaksanaan
7) Sempurna pengetahuan dan tindak-tanduk-Nya
Kita menghormat Sang Buddha Gotama.
9. JAYA PARITTA
Handa mayaṁ Jaya parittaṁ bhaṇāma se.
) Jayanto bodhiyā mūle
Sakyānaṁ nandi-vaḍḍhano
Evaṁ tvaṁ vijayo hohi
Jayassu jaya-maṅgale
) Aparājita-pallaṅke
Sīse paṭhavi-pokkhare
Abhiseke sabba-buddhānaṁ
Aggappatto pamodati
3) Sunakkhattaṁ sumaṅgalaṁ
Supabhātaṁ suhuṭṭhitaṁ
Sukhaṇo sumuhutto ca
Suyiṭṭhaṁ brahmacārisu
4) Padakkhiṇaṁ kāya-kammaṁ
Vācā-kammaṁ padakkhiṇaṁ
Padakkhiṇaṁ mano-kammaṁ
Paṇidhī te padakkhiṇā
Padakkhiṇāni katvāna
Labhantatthe, padakkhiṇe
) Kemenangan di bawah pohon Bodhi
Menambah kegembiraan (bangsa) Sakya
Maka semoga kemenangan menjadi milikmu
Dan semoga engkau memperoleh kejayaan.
) Dalam kedudukan yang tak terkalahkan
Di atas tempat suci nan mulia
Telah disucikan oleh Para Buddha
Ia bergembira dengan pencapaian termulia.
3) Bintang kebahagiaan, berkah keuntungan
Kebahagiaan, pengorbanan yang menguntungkan
Saat yang baik, detik-detik yang membahagiakan
Manakala berdāna dengan rela kepada Brahmacārī
4) Bila perbuatan benar
Bila perkataan benar dan
Bila pikiran benar
Maka benar pula cita-citanya.
Setelah melaksanakan kebenaran ini
Maka ia mencapai tujuan dengan kebenaran.
0. ABHAYA PARITTA
Handa mayaṁ Abhaya Parittaṁ bhaṇāma se.
) Yan-dunnimittaṁ avamaṅgalañca
Yo cāmanāpo sakuṇassa saddo
Pāpaggaho dussupinaṁ akantaṁ
Buddhānubhāvena vināsamentu
) Yan-dunnimittaṁ avamaṅgalañca
Yo cāmanāpo sakuṇassa saddo
Pāpaggaho dussupinaṁ akantaṁ
Dhammānubhāvena vināsamentu
3) Yan-dunnimittaṁ avamaṅgalañca
Yo cāmanāpo sakuṇassa saddo
Pāpaggaho dussupinaṁ akantaṁ
Saṅghānubhāvena vināsamentu
) Tanda-tanda jelek dan tidak menyenangkan apa pun juga
Dan suara-suara burung yang tidak menyenangkan
Mimpi buruk yang tidak dikehendaki
Berkat kekuatan Sang Buddha, semoga lenyap adanya.
) Tanda-tanda jelek dan tidak menyenangkan apa pun juga
Dan suara-suara burung yang tidak menyenangkan
Mimpi buruk yang tidak dikehendaki
Berkat kekuatan Sang Dhamma, semoga lenyap adanya.
3) Tanda-tanda jelek dan tidak menyenangkan apa pun juga
Dan suara-suara burung yang tidak menyenangkan
Mimpi buruk yang tidak dikehendaki
Berkat kekuatan Sang Saṅgha, semoga lenyap adanya
. DHAJAGGA PARITTA
) Araññe rukkhamūle vā,
suññāgāreva bhikkhavo;
Anussaretha Sambuddhaṁ,
bhayaṁ tumhāka no siyā.
) No ce Buddhaṁ sareyyātha,
lokajeṭṭhaṁ narāsabhaṁ;
Atha Dhammaṁ sareyyātha,
niyyānikaṁ sudesitaṁ.
3) No ce Dhammaṁ sareyyātha,
niyyānikaṁ sudesitaṁ;
Atha Saṅghaṁ sareyyātha,
puññakkhettaṁ anuttaraṁ.
4) Evaṁ Buddhaṁ sarantānaṁ,
Dhammaṁ Saṅghañca bhikkhavo;
Bhayaṁ vā chambhitattaṁ vā,
lomahaṁso na hessatī'ti.
) Sewaktu dalam hutan atau di bawah pohon
Atau di tempat yang sunyi, O para Siswa
Ingatlah pada Sang Buddha
Segala ketakutan tak akan ada.
) Jika tak ingat pada Sang Buddha, Guru Jagat
Pembimbing dewa dan manusia, ingatlah pada Dhamma
Yang menuntun kita ke Pembebasan
Yang telah diajarkan dengan jelas.
3) Jika tak ingat pada Dhamma
Yang menuntun kita ke Pembebasan
Yang telah diajarkan dengan jelas, ingatlah pada Saṅgha
Lapangan pembuat jasa yang tak ada bandingnya.
4) Jika engkau mengingat pada Sang Buddha, Dhamma dan Saṅgha;
O para Siswa, ketakutan atau kekhawatiran
Mengkirik atau bulu badan berdiri
Tak akan ada lagi.
. DUKKHAPPATTĀDI GĀTHĀ
Handa mayaṁ Dukkhappattādi gāthāyo bhaṇāma se.
) Dukkhappattā ca niddukkhā
Bhayappattā ca nibbhayā
Sokappattā ca nissokā
Hontu sabbe pi pāṇino.
) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe devānumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
3) Dānaṁ dadantu saddhāya
Sīlaṁ rakkhantu sabbadā
Bhāvanābhiratā hontu
Gacchantu devatāgatā.
4) Sabbe Buddhā balappattā
Paccekānañca yaṁ balaṁ
Arahantānañca tejena
Rakkhaṁ bandhāmi sabbaso.
) Bila mengalami penderitaan, semoga penderitaan lenyap
Bila mengalami ketakutan, semoga ketakutan lenyap
Bila mengalami pahit getir, semoga pahit getir lenyap
Semoga semua makhluk demikian adanya.
) Semoga simpanan jasa-jasa kebajikan
Yang telah kita timbun
Membawa kegembiraan bagi para dewa
Untuk tercapainya segala kebahagiaan dan kesejahteraan.
3) Dengan keyakinan hendaknya dāna diberikan
Hendaknya Sīla selalu dilaksanakan
Rajin melatih Samādhi
Agar terlahir di alam dewa (surga).
4) Dengan kekuatan Para Buddha
Beserta Para Pacceka Buddha
Dan Para Arahat seluruhnya
Semoga memperoleh perlindungan.
3. BUDDHA JAYA MAṄGALA GĀTHĀ (Syair tentang
Kemenangan Sempurna Sang Buddha)
) Bāhuṁ sahassam-abhinimmita-sāyudhantaṁ
Grīmekhalaṁ udita-ghora-sasena-māraṁ
Dānādi-dhamma-vidhinā jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
) Mārātirekam-abhiyujjhita-sabba-rattiṁ
Ghorampanāḷavaka-makkham-athaddha yakkhaṁ
Khantī-sudanta-vidhinā jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
3) Nāḷāgiriṁ gaja-varaṁ atimattabhūtaṁ
Dāvaggi-cakkam-asanīva sudāruṇantaṁ
Mettambuseka-vidhinā jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
4) Ukkhitta-khaggam-atihattha sudāruṇantaṁ
Dhāvan-ti-yojana-pathaṅguli-mālavantaṁ
Iddhībhisaṅkhata-mano jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
5) Katvāna kaṭṭham-udaraṁ iva gabbhinīyā
Ciñcāya duṭṭha-vacanaṁ jana-kāya-majjhe
Santena soma-vidhinā jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
6) Saccaṁ vihāya mati-saccaka-vāda-ketuṁ
Vādābhiropita-manaṁ ati-andhabhūtaṁ
Paññā-padīpa-jalito jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
7) Nandopananda-bhujagaṁ vibudhaṁ mahiddhiṁ
Puttena thera-bhujagena damāpayanto
Iddhūpadesa-vidhinā jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
8) Duggāha-diṭṭhi-bhujagena sudaṭṭha-hatthaṁ
Brahmaṁ visuddhi-jutim-iddhi-bakābhidhānaṁ
Ñāṇāgadena vidhinā jitavā munindo
Tan-tejasā bhavatu te jaya-maṅgalāni.
9) Etā'pi Buddha-jaya-maṅgala-aṭṭha-gāthā
Yo vācano dinadine sarate matandī
Hitvānaneka-vividhāni cupaddavāni
Mokkhaṁ sukhaṁ adhigameyya naro sapañño.
) Dengan seribu tangan, yang masing-masing memegang senjata
Dengan menunggang gajah Girimekhala, Māra bersama pasukannya
meraung menakutkan;
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan Dhamma-Dāna
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
) Lebih dari Māra yang membuat onar sepanjang malam
Adalah Yakkha Āḷavaka yang menakutkan, bengis dan congkak
Raja para Bijaksana menaklukkannya, menjinakkannya dengan kesabaran;
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
3) Nāḷāgiri gajah mulia menjadi sangat gila
Sangat kejam bagaikan hutan terbakar, bagai senjata roda atau halilintar;
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan percikan air cinta kasih;
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
4) Sangat kejam, dengan pedang terhunus dalam tangan yang kokoh kuat;
Aṅgulimāla berlari mengejar sepanjang jalan tiga yojana dengan
berkalung untaian jari;
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan kemampuan pikiran sakti
yang mengagumkan;
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
5) Setelah membuat perutnya gendut seperti wanita hamil dengan
mengikatkan sepotong kayu;
Ciñcā memfitnah di tengah-tengah banyak orang
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan sikap kesatria dan
kedamaian;
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
6) Saccaka, yang biasanya berkata menyimpang dari kebenaran
Dengan pikiran buta, mengembangkan teorinya bagaikan bendera;
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan terangnya pelita
kebijaksanaan;
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
7) Nandopananda naga berpengertian salah memiliki kekuatan besar;
Putra Sang Buddha yang terkemuka (Moggallāna Thera) sebagai naga
pergi untuk menjinakkan;
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan kekuatan sakti
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
8) Bagaikan ular yang melilit pada lengan, demikian pandangan salah
dimiliki;
Oleh Bakā, dewa Brahma yang memiliki sinar dan kekuatan
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan obat pengetahuan
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
9) Inilah delapan Syair Kemenangan Sempurna Sang Buddha
Yang seharusnya dibaca dan direnungkan setiap hari tanpa rasa malas;
Hingga mampu mengatasi berbagai rintangan
Orang bijaksana dapat mencapai Pembebasan dan Kebahagiaan.
4. SO ATTHALADDHOTIĀDI GĀTHĀ
) So attha-laddho sukhito
Viruḷho Buddha-Sāsane
Arogo sukhito hohi
Saha sabbehi ñātibhi.
) Sā attha-laddhā sukhitā
Viruḷhā Buddha-Sāsane
Arogā sukhitā hohi
Saha sabbehi ñātibhi.
3) Te attha-laddhā sukhitā
Viruḷhā Buddha-Sāsane
Arogā sukhitā hotha
Saha sabbehi ñātibhi.
) Semoga dia (pria) memperoleh rejeki dan kebahagiaan
Serta mendapat kemajuan dalam Buddha-Sāsana
Semoga dia beserta sanak keluarganya
Sehat dan berbahagia hendaknya.
) Semoga dia (wanita) memperoleh rejeki dan kebahagiaan
Serta mendapat kemajuan dalam Buddha-Sāsana
Semoga dia beserta sanak keluarganya
Sehat dan berbahagia hendaknya.
3) Semoga mereka memperoleh rejeki dan kebahagiaan
Serta mendapat kemajuan dalam Buddha-Sāsana
Semoga mereka beserta sanak keluarganya
Sehat dan berbahagia hendaknya.
5. SAKKATVĀ TIRATANAṀ PARITTA
) Sakkatvā Buddha-Ratanaṁ
Osathaṁ uttamaṁ varaṁ
Hitaṁ deva-manussānaṁ
Buddha-tejena sotthinā
Nassantupaddavā sabbe
Dukkhā vūpasamentu te.
) Sakkatvā Dhamma-Ratanaṁ
Osathaṁ uttamaṁ varaṁ
Pariḷāhūpasamanaṁ
Dhamma-tejena sotthinā
Nassantupaddavā sabbe
Bhayā vūpasamentu te.
3) Sakkatvā Saṅgha-Ratanaṁ
Osathaṁ uttamaṁ varaṁ
Āhuneyyaṁ pāhuneyyaṁ
Saṅgha-tejena sotthinā
Nassantupaddavā sabbe
Rogā vūpasamentu te.
) Bersujud pada Buddha-Ratana
Sesungguhnya jalan yang terbaik
Membawa kesejahteraan bagi para dewa dan manusia
Berkat kekuatan Sang Buddha
Semoga semua terlindung
Dan lenyaplah semua dukkha.
) Bersujud pada Dhamma-Ratana
Sesungguhnya jalan yang terbaik
Memadamkan nafsu indera
Berkat kekuatan Sang Dhamma
Semoga semua terlindung
Dan lenyaplah semua bahaya.
3) Bersujud pada Saṅgha-Ratana
Sesungguhnya jalan yang terbaik
Patut menerima pemberian dan pelayanan
Berkat kekuatan Sang Saṅgha
Semoga semua terlindung
Dan lenyaplah semua penyakit.
6. MAHĀ JAYA MAṄGALA GĀTHĀ
) Yaṅkiñci ratanaṁ loke
Vijjati vividhā puthū
Ratanaṁ Buddha-samaṁ natthi
Tasmā sotthī bhavantu te.
) Yaṅkiñci ratanaṁ loke
Vijjati vividhā puthū
Ratanaṁ Dhamma-samaṁ natthi
Tasmā sotthī bhavantu te.
3) Yaṅkiñci ratanaṁ loke
Vijjati vividhā puthū
Ratanaṁ Saṅgha-samaṁ natthi
Tasmā sotthī bhavantu te.
) Permata apa pun yang terdapat
Dalam jagat raya ini
Tiada satu pun yang menyamai Buddha-Ratana
Semoga anda sejahtera.
) Permata apa pun yang terdapat
Dalam jagat raya ini
Tiada satu pun yang menyamai Dhamma-Ratana
Semoga anda sejahtera.
3) Permata apa pun yang terdapat
Dalam jagat raya in
Tiada satu pun yang menyamai Saṅgha-Ratana
Semoga anda sejahtera.
7. SABBAROGATIĀDI GĀTHĀ
Sabba-roga-vinimutto
Sabba-santāpa-vajjito
Sabba-veram-atikkanto
Nibbuto ca tuvaṁ bhava
Semoga terbebas dari semua penyakit
Semoga semua duka cita lenyap
Terbebas dari permusuhan
Dan semoga anda mencapai Pembebasan.
8. SABBĪTIYO
Sabbītiyo vivajjantu
Sabba-rogo vinassatu
Mā te bhavatvantarāyo
Sukhī dīghāyuko bhava
Abhivādana-sīlissa
Niccaṁ vuḍḍhāpacāyino
Cattāro dhammā vaḍḍhanti
Āyu vaṇṇo sukhaṁ balaṁ.
Semoga terhindar dari semua duka cita
Semoga terbebas dari semua penyakit
Semoga terlepas dari semua mara bahaya
Semoga anda umur panjang dan bahagia
Ia yang saleh dan selalu menghormat kepada yang lebih tua
Semoga empat keadaan ini berkembang, yakni:
Umur panjang, cantik/ganteng, bahagia dan kuat.
9. AGGAPPASADA SUTTA GĀTHĀ
) Aggato ve pasannānaṁ
Aggaṁ Dhammaṁ vijānataṁ
Agge Buddhe pasannānaṁ
Dakkhiṇeyye anuttare
) Agge Dhamme pasannānaṁ
Virāgūpasame sukhe
Agge Saṅghe pasannānaṁ
Puññakkhette anuttare
3) Aggasmiṁ dānaṁ dadataṁ
Aggaṁ puññaṁ pavaḍḍhati
Aggaṁ āyu ca vaṇṇo ca
Yaso kitti sukhaṁ balaṁ
4) Aggassa dātā medhāvī
Agga-dhamma-samāhito
Deva-bhūto manusso vā
Aggappatto pamodatī'ti
) Bagi mereka yang berkeyakinan adalah amat mulia
Dhamma Agung yang dikenal adalah:
Berkeyakinan pada Buddha nan Agung
Pantas diberi persembahan dan tiada bandingnya.
) Berkeyakinan pada Dhamma nan Agung
Tanpa nafsu, tenang dan penuh bahagia
Berkeyakinan pada Saṅgha nan Agung
Ladang pembuatan jasa yang tiada bandingnya.
3) Setelah memberikan dāna nan mulia
Maka jasa kebajikan bertambah
Panjang umur, bertambah cantik/tampan
Terhormat, masyhur, kuat dan bahagia.
4) Orang bijaksana memberikan dengan kemampuannya
Mencapai Dhamma nan Tertinggi
Setelah mati terlahir sebagai dewa atau manusia
Mendapat kegembiraan yang amat besar.
30. CULLA MAṄGALA CAKKAVĀḶA
) Sabba-buddhānubhāvena
Sabba-dhammānubhāvena
Sabba-saṅghānubhāvena
Buddha-Ratanaṁ
Dhamma-Ratanaṁ
Saṅgha-Ratanaṁ
Tiṇṇaṁ ratanānaṁ
Ānubhāvena
Caturāsītisahassa-dhammakkhandhānubhāvena
Piṭakatyānubhāvena
Jinasāvakānubhāvena:
) Sabbe te rogā
Sabbe te bhayā
Sabbe te antarāyā
Sabbe te upaddavā
Sabbe te dunnimittā
Sabbe te avamaṅgalā vinassantu.
3) Āyu-vaḍḍhako
Dhana-vaḍḍhako
Siri-vaḍḍhako
Yasa-vaḍḍhako
Bala-vaḍḍhako
Vaṇṇa-vaḍḍhako
Sukha-vaḍḍhako
Hotu sabbadā.
4) Dukkha-roga-bhayā verā
Sokā sattu cupaddavā
Anekā antarāyāpi
Vinassantu ca tejasā
5) Jaya-siddhi dhanaṁ lābhaṁ
Sotthi bhāgyaṁ sukhaṁ balaṁ
Siri āyu ca vaṇṇo ca
Bhogaṁ vuḍḍhī ca yasavā
Sata-vassā ca āyū ca
Jīva-siddhī bhavantu te.
6) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-buddhānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
7) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-dhammānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
8) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-saṅghānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
) Dengan kekuatan semua Buddha
Dengan kekuatan semua Dhamma
Dengan kekuatan semua Saṅgha
Buddha Permata Mulia
Dhamma Permata Mulia
Saṅgha Permata Mulia
Tiga Permata Mulia
Dengan kekuatan-Nya
Dengan kekuatan 84.000 kelompok Dhamma
Dengan kekuatan Tipiṭaka
Dengan kekuatan Siswa-Siswa Sang Penakluk (dunia):
) Semoga semua penyakit
Semua mara bahaya
Semua rintangan
Semua bencana
Semua tanda-tanda jelek
Semua tanda-tanda tidak menyenangkan anda
Menjadi lenyap adanya.
3) Semoga usia
Kekayaan
Kemakmuran
Kemasyhuran
Kekuatan
Kecantikan
Kebahagiaan
Selalu bertambah
4) Semoga penderitaan, penyakit, bahaya, permusuhan
Kesedihan, malapetaka, bencana dan kesukaran
Serta segala macam rintangan
Semua lenyap dengan kekuatan ini.
5) Kejayaan, keberhasilan, kekayaan, keuntungan
Keselamatan, kemujuran, kebahagiaan, kekuatan
Kemakmuran, panjang usia, kecantikan
Kesejahteraan dan kemasyhuran, semoga bertambah
Dan panjang usia seratus tahun
Semoga keberhasilan dalam penghidupan menjadi milik anda.
6) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Buddha
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
7) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Dhamma
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
8) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Saṅgha
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
. RATANATTAYĀNUBHAVĀDI GĀTHĀ
) Ratanattayānubhāvena
Ratanattaya-tejasā
Dukkha-roga-bhayā verā
Sokā sattu cupaddavā
Anekā antarāyāpi
Vinassantu asesato
) Jaya-siddhi dhanaṁ lābhaṁ
Sotthi bhāgyaṁ sukhaṁ balaṁ
Siri āyu ca vaṇṇo ca
Bhogaṁ vuḍḍhī ca yasavā
Sata-vassā ca āyū ca
Jīva-siddhī bhavantu te.
3) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-buddhānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
4) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-dhammānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
5) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-saṅghānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
) Berkat kekuatan Sang Tiratana
Berkat keampuhan Sang Tiratana
Semoga penderitaan, penyakit, bahaya, permusuhan
Kesedihan, malapetaka, bencana dan kesukaran
Serta segala macam rintangan
Semua lenyap tanpa sisa.
) Kejayaan, keberhasilan, kekayaan, keuntungan
Keselamatan, kemujuran, kebahagiaan, kekuatan
Kemakmuran, panjang usia, kecantikan
Kesejahteraan dan kemasyhuran, semoga bertambah
Dan panjang usia seratus tahun
Semoga keberhasilan dalam penghidupan menjadi milik anda.
3) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Buddha
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
4) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Dhamma
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
5) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Saṅgha
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
. SUMAṄGALA GĀTHĀ I
) Hotu sabbaṁ sumaṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-buddhānubhāvena
Sotthī hontu nirantaraṁ
) Hotu sabbaṁ sumaṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-dhammānubhāvena
Sotthī hontu nirantaraṁ
3) Hotu sabbaṁ sumaṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-saṅghānubhāvena
Sotthī hontu nirantaraṁ
) Semoga segala berkah menjadi kenyataan
Semoga para dewa melindungi anda
Berkat kekuatan semua Buddha
Semoga anda selalu sejahtera.
) Semoga segala berkah menjadi kenyataan
Semoga para dewa melindungi anda
Berkat kekuatan semua Dhamma
Semoga anda selalu sejahtera.
3) Semoga segala berkah menjadi kenyataan
Semoga para dewa melindungi anda
Berkat kekuatan semua Saṅgha
Semoga anda selalu sejahtera.
33. SUMAṄGALA GĀTHĀ II
) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-buddhānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-dhammānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
3) Bhavatu sabba-maṅgalaṁ
Rakkhantu sabba-devatā
Sabba-saṅghānubhāvena
Sadā sotthī bhavantu te.
) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Buddha
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Dhamma
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
3) Semoga semua berkah ada pada anda
Semoga para dewa melindungi anda
Dengan kekuatan semua Saṅgha
Semoga kesejahteraan ada pada anda.
34. PATTIDĀNA
) Puññassidāni katassa
Yānaññāni katāni me
Tesañca bhāgino hontu
Sattānantāppamāṇaka.
) Ye piyā guṇavantā ca
Mayhaṁ mātā-pitādayo
Diṭṭhā me cāpyadiṭṭhā vā
Aññe majjhatta-verino;
3) Sattā tiṭṭhanti lokasmiṁ
Te-bhummā catu-yonikā
Pañceka-catuvokārā
Saṁsarantā bhavābhave
4) Ñātaṁ ye pattidānam-me
Anumodantu te sayaṁ
Ye cimaṁ nappajānanti
Devā tesaṁ nivedayuṁ.
5) Mayā dinnāna-puññānaṁ
Anumodana-hetunā
Sabbe sattā sadā hontu
Averā sukha-jīvino
6) Khemappadañca pappontu
Tesāsā sijjhataṁ subhā.
) Semoga jasa-jasa yang kuperbuat
Kini atau di waktu lain
Diterima oleh semua makhluk di sini
Tak terbatas, tak ternilai.
) Mereka yang kukasihi serta berbudi luhur
Seperti ayah dan ibu
Yang terlihat dan tidak terlihat
Yang bersikap netral atau bermusuhan.
3) Makhluk-makhluk yang berada di alam semesta
Di tiga alam, empat jenis kelahiran
Terdiri dari lima, satu atau empat bagian
Mengembara di alam-alam besar kecil.
4) Semoga dengan persembahan jasaku ini
Setelah mengetahui mereka bergembira
Dan kepada mereka yang tidak mengetahui
Semoga para dewa memberitakannya.
5) Berkat jasa-jasa yang kupersembahkan ini
Yang membawa kegembiraan
Semoga semua makhluk selamanya
Hidup bahagia, bebas dari kebencian.
6) Semoga mereka mendapatkan jalan kedamaian
Semoga cita-cita luhur mereka tercapai.
PARITTA UNTUK UPACARA AVAMAṄGALA
(Upacara Dalam Duka)
. PUBBABHĀGANAMAKĀRA
Handa mayaṁ Buddhassa Bhagavato Pubba-bhāga-namakāraṁ karoma
se.
Bersama-sama :
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammā-Sambuddhassa
(tiga kali)
Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna
(tiga kali)
. TISARAṆA
Handa mayaṁ Ti-saraṇa-gamana-pāṭhaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3. PABBATOPAMA GĀTHĀ
) Yathāpi selā vipulā
Nabhaṁ āhacca pabbatā
Samantā anupariyeyyuṁ
Nippothentā catuddisā
) Evaṁ jarā ca maccu ca
Adhivattanti pāṇino
Khattiye brāhmaṇe vesse
Sudde caṇḍāla-pukkuse
3) Na kiñci parivajjeti
Sabbam-evābhimaddati
Na tattha hatthīnaṁ bhūmi
Na rathānaṁ na pattiyā
Na cāpi manta-yuddhena
Sakkā jetuṁ dhanena vā
4) Tasmā hi paṇḍito poso
Sampassaṁ attham-attano
Buddhe Dhamme ca Saṅghe ca
Dhīro saddhaṁ nivesaye
5) Yo Dhammacārī kāyena
Vācāya uda cetasā
Idheva naṁ pasaṁsati
Pecca sagge pamodati.
) Bagaikan batu karang yang besar
Puncaknya menjulang ke angkasa
Berubah dan hancur
Karena pengikisan dari empat arah.
) Demikian pula kelapukan dan kematian
Menguasai semua makhluk, apakah dia:
Kesatria, brahmana, pedagang,
Pekerja, kasta buangan mau pun pembersih jalan.
3) Tidak seorang pun yang akan terbebas
Semuanya pasti menemui kematian
Dalam hal ini tidak ada tempat bagi gajah-gajah
Pasukan mau pun prajurit;
Tiada sesuatu pun yang dengan mantra perang
Atau kekayaan dapat mengatasi kematian.
4) Sebab itulah para bijaksana
Setelah melihat manfaat kebajikan bagi dirinya sendiri
Maka mereka memperkuat keyakinannya kepada:
Buddha, Dhamma dan Saṅgha.
5) Siapa saja yang melaksanakan Dhamma dengan baik
Dengan pikiran, ucapan dan perbuatan
Orang itu sangat terpuji
Dan setelah meninggal ia berbahagia di Surga.
4. ARIYADHANA GĀTHĀ
) Yassa saddhā Tathāgate
Acalā supatiṭṭhitā,
Sīlañca yassa kalyāṇaṁ
Ariya-kantaṁ pasaṁsitaṁ
) Saṅghe pasādo yassatthi
Ujubhūtañca dassanaṁ
Adaḷiddoti taṁ āhu
Amoghan-tassa jīvitaṁ
3) Tasmā saddhañca sīlañca
Pasādaṁ Dhamma-dassanaṁ
Anuyuñjetha medhāvī
Saraṁ Buddhāna-Sāsananti
) Ia yang yakin pada Tathāgata
Kokoh kuat serta tak tergoyahkan
Mempunyai Sīla yang baik
Disenangi dan dipuji oleh Para Ariya.
) Dia yang yakin pada Saṅgha
Teguh, lurus dan penuh perhatian
Mereka (Saṅgha) nyatakan: Ia tidak miskin
Dan tidak akan menderita di akhir hidupnya.
3) Sebab itu keyakinan, Sīla
Kepercayaan dan penembusan pada Dhamma
Haruslah dikembangkan oleh orang bijaksana
Dengan selalu ingat pada Buddha-Sāsana.
5. DHAMMANIYĀMA SUTTA
Evam-me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā, Sāvatthiyaṁ viharati,
Jetavane Anāthapiṇḍikassa, ārāme.
Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi bhikkhavo'ti.
Bhadante'ti te bhikkhū Bhagavato paccassosuṁ.
Bhagavā etad-avoca.
“Uppādā vā bhikkhave Tathāgatānaṁ anuppādā vā Tathāgatānaṁ,
ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā Dhamma-niyāmatā:
Sabbe saṅkhārā aniccā'ti.
Taṁ Tathāgato abhisambujjhati abhisameti.
Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti, paññapeti paṭṭhappeti,
vivarati vibhajati uttānīkaroti:
Sabbe saṅkhārā aniccā'ti.
Uppādā vā bhikkhave Tathāgatānaṁ anuppādā vā Tathāgatānaṁ,
ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhamma-niyāmata:
Sabbe saṅkhārā dukkhā'ti.
Taṁ Tathāgato abhisambujjhati abhisameti.
Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti, paññapeti paṭṭhappeti,
vivarati vibhajati uttānīkaroti:
Sabbe saṅkhārā dukkhā'ti.
Uppādā vā bhikkhave Tathāgatānaṁ anuppādā vā Tathāgatānaṁ,
ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhamma-niyāmatā:
Sabbe dhammā anattā'ti.
Taṁ Tathāgato abhisambujjhati abhisameti.
Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti, paññapeti paṭṭhappeti,
vivarati vibhajati uttānīkaroti:
Sabbe dhammā anattā'ti.”
Idam-avoca Bhagavā.
Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ, abhinandun'ti
Demikianlah telah kudengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagavā bersemayam di dekat Sāvatthī, di hutan Jeta,
milik Anāthapiṇḍika.
Sang Bhagavā bersabda kepada para bhikkhu: “O, para Bhikkhu.”
“Ya, Bhante.” jawab para bhikkhu kepada Sang Bhagavā.
Selanjutnya Sang Bhagavā bersabda:
“O, para Bhikkhu, apakah Para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat kondisi yang tetap dari segala sesuatu (Dhamma), terdapat hukum
yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
“Semua yang terbentuk tidak kekal.”
“Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu.
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti, Ia memaklumkannya,
menunjukkannya. Menegaskan, menandaskan, menjelaskan, menguraikan
dan membentangkan bahwa:
“Semua yang terbentuk tidak kekal.”
“O, para Bhikkhu, apakah Para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat kondisi yang tetap dari segala sesuatu, terdapat hukum yang pasti
dari segala sesuatu, bahwa:
“Semua yang terbentuk adalah dukkha.”
“Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu.
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti, Ia memaklumkannya,
menunjukkannya. Menegaskan, menandaskan, menjelaskan, menguraikan
dan membentangkan, bahwa:
“Semua yang terbentuk adalah dukkha.”
“O, para Bhikkhu, apakah Para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat kondisi yang tetap dari segala sesuatu, terdapat hukum yang pasti
dari segala sesuatu, bahwa:
“Segala sesuatu bukanlah aku.”
“Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu.
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti, Ia memaklumkannya,
menunjukkannya. Menegaskan, menandaskan, menjelaskan, menguraikan
dan membentangkan, bahwa:
“Segala sesuatu bukanlah aku.”
Demikianlah sabda Sang Bhagavā. Mendengar sabda Sang Bhagavā tersebut,
batin para bhikkhu dipenuhi kebahagiaan luhur.
6. TILAKKHAṆĀDI GĀTHĀ
) Sabbe saṅkhārā aniccā'ti
Yadā paññāya passati,
Atha nibbindati dukkhe:
Esa maggo visuddhiyā.
) Sabbe saṅkhārā dukkhā'ti
Yadā paññāya passati,
Atha nibbindati dukkhe:
Esa maggo visuddhiyā.
3) Sabbe dhammā anattā'ti
Yadā paññāya passati,
Atha nibbindati dukkhe:
Esa maggo visuddhiyā.
4) Appakā te manussesu
Ye janā pāra-gāmino
Athāyaṁ itarā pajā
Tīram-evānudhāvati.
5) Ye ca kho sammadakkhāte
Dhamme dhammānuvattino
Te janā pāramessanti
Maccudheyyaṁ suduttaraṁ.
6) Kaṇhaṁ dhammaṁ vippahāya
Sukkaṁ bhāvetha paṇḍito.
Okā anokam-āgamma
Viveke yattha dūramaṁ
7) Tatrābhiratim-iccheyya
Hitvā kāme akiñcano.
Pariyodapeyya attānaṁ
Citta-klesehi paṇḍito
8) Yesaṁ sambodhiyaṅgesu
Sammā cittaṁ subhāvitaṁ
Ādāna-paṭinissagge
Anupādāya ye ratā,
Khiṇāsavā jutimanto
Te loke parinibbutā'ti.
) Semua yang terbentuk tidak kekal
Bila dengan bijaksana orang melihatnya
Maka dukkha tidak akan ada lagi:
Inilah jalan untuk mencapai kesucian.
) Semua yang terbentuk adalah dukkha
Bila dengan bijaksana orang melihatnya
Maka dukkha tidak akan ada lagi:
Inilah jalan untuk mencapai kesucian.
3) Segala sesuatu adalah bukan aku
Bila dengan bijaksana orang melihatnya
Maka dukkha tidak akan ada lagi:
Inilah jalan untuk mencapai kesucian.
4) Di antara orang banyak, hanya sedikit
Yang sampai di pantai seberang;
Sebagian besar manusia hilir mudik
Di pantai sebelah sini.
5) Tetapi di antara orang banyak, hanya mereka
Yang melaksanakan Dhamma yang
Telah dibabarkan dengan jelas, dapat menyeberangi
Alam kematian yang sukar untuk diatasi.
6) Orang bijaksana akan melenyapkan kegelapan
Terlatih dalam cahaya terang; Setelah menjalani
Hidup tidak berkeluarga, berusaha keras untuk
Menikmati hidup dalam kesunyian.
7) Mereka yang menginginkan “cahaya terang yang hakiki”
Seharusnya meninggalkan kesenangan dunia
Tanpa memiliki harta dunia
Ia harus membersihkan batinnya.
8) Orang bijaksana demikian telah memiliki Bodhi
Batinnya telah berkembang sempurna
Telah melenyapkan kemelekatan
Bahagia dengan pikiran tanpa kemelekatan
Mereka yang bebas dari kekotoran batin serta bersinar terang
Mencapai Nibbāna dalam kehidupan ini.
7. VIJAYA SUTTA
) Caraṁ vā yadi vā tiṭṭhaṁ
nisinno uda vā sayaṁ,
Sammiñjeti pasāreti
esā kāyassa iñjanā.
) Aṭṭhi nahāru saṁyutto
taca maṁsā va lepano,
Chaviyā kayo paṭicchanno
yathābhūtaṁ na dissati.
3) Antapūro udarapūro
yakapeḷassa vatthīno,
Hadayassa papphāsassa
vakkassa pihakassa ca.
4) Siṅghāṇikāya kheḷassa
sedassa ca medassa ca,
Lohitassa lasikāya
Pittassa ca vasāya ca.
5) Athassa navahi sotehi
asucī savati sabbadā,
Akkhimhā akkhigūthako
kaṇṇamhā kaṇṇagūthako.
6) Siṅghāṇikā ca nāsato
mukhena vamatekadā,
Piṭṭaṁ semhañca vamati
kāyamhā sedajallikā.
7) Athassa susiraṁ sīsaṁ
matthaluṅgassa pūritaṁ,
Subhato naṁ maññatī bālo
avijjāya purakkhato.
8) Yadā ca so mato seti
uddhumāto vinīlako,
Apaviddho susānasmiṁ
anapekkhā honti ñātayo.
9) Khādanti naṁ suvānā ca
sigālā ca vakā kimī,
Kākā gijjhā ca khādanti
ye caññe santi pāṇino.
0) Sutvāna Buddhavacanaṁ
bhikkhu paññāṇavā idha,
So kho naṁ parijānāti
yathābhūtañhi passati.
) Yathā idaṁ tathā etaṁ
yathā etaṁ tathā idaṁ,
Ajjhattañca bahiddhā ca
kāye chandaṁ virājaye.
) Chandarāga viratto so
bhikkhu paññāṇavā idha,
Ajjhagā amataṁ santiṁ
Nibbānaṁ padamaccutaṁ.
3) Dipādako yaṁ asuci
duggandho parihīrati,
Nānākuṇa paparipūro
vissavanto tato tato.
4) Etādisena kāyena
yo maññe uṇṇametave,
Param vā avājaneyya
kimaññatra adassanā'ti.
) Baik berjalan atau berdiri
Baik duduk atau berbaring
jika kita membungkukkan atau meluruskan badan
Ini hanya gerak dari badan.
) Tulang-tulang dan otot-otot
Dibalut dengan selaput-selaput daging
Badan ini diselubungi dengan kulit
Dengan demikian tidak terlihat yang sebenarnya.
3) Badan terdiri dari usus, lambung
Hati, gelembung air
Jantung dan paru-paru
Ginjal dan limpa kecil.
4) Dengan ingus, lendir
Peluh, getah bening, darah
Dan gajih (gemuk).
5) Melalui sembilan lubang
Kotoran terus menerus keluar
Kotoran mata melalui mata
Kotoran telinga melalui telinga.
6) Ingus mengalir melalui hidung
Ada kalanya empedu dan lendir dimuntahkan
Kotoran dan peluh keluar dari badan.
7) Dalam rongga kepala ada otak
Seseorang dungu karena kebodohan
Menganggap badan ini barang yang baik sekali.
8) Jika badan ini mati, sebagai bangkai
Di dalam kuburan, bengkak, biru dan
Tersia-sia, anggota keluarga tidak menginginkan lagi.
9) Mayat itu dimakan oleh anjing
Serigala, anjing hutan dan cacing-cacing
Burung gagak, burung nasar dan
Binatang-binatang lainnya.
0) Dalam dunia ini, Siswa yang bijaksana
Setelah mendengar sabda Sang Buddha.
Mengerti dengan benar, karena
Ia melihat dengan sewajarnya.
) Seperti ini, badan ini
Seperti itu, badan ini akan terjadi
Lepaskanlah belenggu badan ini
Baik pribadi mau pun luar.
) Siswa yang bijaksana, yang bebas dari
Keinginan dan kemelekatan
Ia akan mencapai Nibbāna
Kekal tenang dan bebas dari kematian.
3) Badan kotor yang berkaki dua
Yang membawa bau busuk
Penuh dengan kekotoran
Yang keluar dari berbagai tempat.
4) Jika dengan badan yang demikian ini
Orang menganggap dirinya tinggi dan
Memandang rendah orang lain;
Apakah sebabnya? Hanyalah kebodohan!
8. PAṀSUKULĀ GĀTHĀ
) Aniccā vata saṅkhārā
Uppāda-vaya-dhammino
Uppajjitvā nirujjhanti
Tesaṁ vūpasamo sukho
) Sabbe sattā maranti ca
Mariṁsu ca marissare
Tathevāhaṁ marissāmi
Natthi me ettha saṁsayo.
) Segala yang terbentuk tidak kekal adanya
Bersifat timbul dan tenggelam
Setelah timbul akan hancur dan lenyap
Bahagia timbul setelah gelisah lenyap.
) Semua makhluk akan mengalami kematian
Mereka telah berkali-kali mengalami kematian, dan akan selalu demikian;
Begitu pula saya, pasti mengalami kematian juga
Keragu-raguan tentang ini tidak ada dalam diriku.
9. ETTĀVATĀ
Handa mayaṁ Ettāvatā diṇṇaṁ bhaṇāma se.
) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe devā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe bhūtā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
3) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe sattā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
4) Idaṁ vo ñātinaṁ hotu
Sukhitā hontu ñātayo
(tiga kali)
5) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu . . . . . . . . (sebutkan nama almarhum/almarhumah)
(tiga kali)
6) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu tvaṁ sadā'ti
SĀDHU! SĀDHU! SĀDHU!
) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk halus turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
3) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk hidup turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
4) Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang telah meninggal;
Semoga mereka berbahagia.
(tiga kali)
5) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi almarhum . . . . . . . .
(tiga kali)
6) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi kita selamanya.
PARITTA KHUSUS
DHAMMACAKKAPPAVATTANA SUTTAṀ
Anuttaraṁ abhisambodhiṁ sambujjhitvā Tathāgato
Pathamaṁ yaṁ adesesi Dhammacakkaṁ anuttaraṁ
Sammadeva pavattento loke appativattiyaṁ
Yatthākkhātā ubho antā patipatti ca majjhimā
Catūsvāriyasaccesu visuddhaṁ ñāṇadassanaṁ
Desitaṁ dhammarājena sammāsambodhikittanaṁ
Nāmena vissutaṁ suttaṁ Dhammacakkappavattanaṁ
Veyyākaraṇapāthena saṅgītantam bhaṇāma se.
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Bārāṇasiyaṁ viharati Isipatane Migadāye.
Tatra kho Bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi:
Dve me, bhikkhave, antā pabbajitena na sevitabbā: yo cāyaṁ
kāmesu kāmasukhallikānuyogo; hīno, gammo, pothujjaniko, anariyo,
anatthasañhito; yo cāyaṁ attakilam-athānuyogo; dukkho, anariyo,
anatthasañhito.
Ete te, bhikkhave, ubho ante anupagamma majjhimā paṭipadā
Tathāgatena abhisambuddhā cakkhukaraṇī, ñāṇakaraṇī, upasamāya,
abhiññāya, sambodhāya, nibbānāya saṁvattati.
Katamā ca sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā Tathāgatena
abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇi, upasamāya, abhiññāya,
sambodhāya, nibbānāya saṁvattati?
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdaṁ:
Sammā-diṭṭhi, sammā-saṅkappo, sammā-vācā, sammā-kammanto,
sammā-ājīvo, sammā-vāyāmo, sammā-sati, sammā-samādhi.
Ayaṁ kho sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā Tathāgatena
abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇi, upasamāya, abhiññāya,
sambodhāya, nibbānāya saṁvattati.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhaṁ ariyasaccaṁ:
Jātipi dukkhā, jarāpi dukkhā, maraṇampi dukkhaṁ, soka-paridevadukkha-domanassupāyāsāpi dukkhā, appiyehi sampayogo dukkho,
piyehi vippayogo dukkho, yampicchaṁ na labhati tampi dukkhaṁ,
saṅkhittena pañcupādānakkhandā dukkhā.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhasamudayo ariyasaccaṁ:
Yāyaṁ taṇhā ponobbhavikā nandirāgasahagatā tatra
tatrābhinandinī seyyathīdaṁ: kāmataṇhā, bhavataṇhā, vibhavataṇhā.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodho ariyasaccaṁ:
Yo tassā yeva taṇhāya asesavirāganirodho, cāgo, paṭinissaggo, mutti,
anālayo.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī paṭipadā
ariyasaccaṁ:
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdam: Sammā-diṭṭhi,
sammā-saṅkappo, sammā-vācā, sammā-kammanto, sammā-ājīvo,
sammā-vāyāmo, sammā-sati, sammā-samādhi.
Idaṁ dukkhaṁ ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu
dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā
udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññeyyanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññātanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhasamudayo ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe
ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā
udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo, ariyasaccaṁ pahātabbanti
me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi,
ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo, ariyasaccaṁ pahīnanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhanirodho ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu
dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā
udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikātabbanti
me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi,
ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikatanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccanti me bhikkhave,
pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi,
paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ
bhāvetabbanti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu
cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko
udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ
bhāvitanti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ
udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Yāva kīvañca me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu
evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ na
suvisuddhaṁ ahosi, neva tāvāhaṁ, bhikkhave, sadevake loke samārake
sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya
anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Yato ca kho me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu
evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ
suvisuddham ahosi, athāham, bhikkhave, sadevake loke samārake
sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya
anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Ñāṇañca pana me dassanaṁ udapādi, “Akuppā me vimutti
ayamantimā jāti, natthidāni punabbhavo” ti.
Idam avoca Bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū Bhāgavato
bhāsitaṁ abhinanduṁ.
Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ bhaññamāne āyasmato
Koṇḍaññassa virajaṁ vītamalaṁ Dhammacakkhuṁ udapādi: “Yaṅkinci
samudayadhammaṁ sabbantaṁ nirodhadhamman” ti.
Pavattite ca Bhagavatā Dhammacakke bhummā devā
saddamanussāvesuṁ: “Etaṁ Bhagavatā Bārāṇasiyaṁ Isipatane
Migadāye anuttaraṁ Dhammacakkaṁ pavattitaṁ appaṭivattiyaṁ
samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā
kenaci vā lokasmin” ti.
Bhummānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Cātummahārājikā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Cātummahārājikānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Tāvatiṁsā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Tāvatiṁsānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Yāmā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Yāmānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Tusitā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Tusitānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Nimmānaratī devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Nimmānaratīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Paranimmitavasavattī
devā saddamanussāvesuṁ. . . .
Paranimmitavasavattīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Brahmakāyikā
devā saddamanussāvesuṁ: “Etaṁ Bhagavatā Bārāṇasiyaṁ Isipatane
Migadāye anuttaraṁ Dhammacakkaṁ pavattitaṁ appaṭivattiyaṁ
samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā
kenaci vā lokasmin” ti.
Itiha tena khaṇena, tena muhuttena, yāva brahmalokā saddo
abbhuggacchi. Ayañca dasasahassī lokadhātu saṅkampi sampakampi
sampavedhi, appamāṇo ca oḷāro obhāso loke pāturahosi atikkammeva
devānaṁ devānubhāvaṁ.
Atha kho Bhagavā udānaṁ udānesi: “Aññāsi vata bho Koṇḍañño,
aññāsi vata bho Koṇḍañño” ti.
Itihidaṁ āyasmato Koṇḍaññassa Aññākoṇḍañño tveva nāmaṁ
ahosī ti.
Dhammacakkappavattana Suttaṁ niṭṭhitaṁ